Upload
nardarin
View
18
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
bisinosis
Citation preview
BisinosisPutu Yoana Alvitasari
Mahasiswi Fakultas Kedokteran semester VIIFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510JAKARTA 2011
ABSTRAK
Bisinosis adalah penyakit paru akibat kerja dengan karakterisasi penyakit
saluran udara akut atau kronis yang dijumpai pada pekerja pengolahan kapas, rami
halus, dan rami.
Bisinosis terjadi pada pekerja industri tekstil kapas. Karakteristik gejala adalah
nyeri dada, batuk, dispnea 1-2 jam setelah pasien kembali bekerja setelah libur lama.
Prevalensi bisinosis lebih tinggi pada pekerja dengan durasi pajanan panjang dan
dengan paparan debu terhirup lebih besar, seperti saat pembukaan bales dan carding
dan terendah pada mereka dengan riwayat pajanan lebih pendek dan dengan paparan
debu yang lebih rendah.1
Kata kunci : bisinosis, penyakit saluran nafas, kapas
PENDAHULUANPenyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja,
bahan, proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian Penyakit Akibat Kerja
merupakan penyakit yang artifisial atau man made disease.
Dalam melakukan pekerjaan apapun, sebenarnya kita berisiko untuk mendapatkan
gangguan Kesehatan atau penyakit yang ditimbulkan oleh penyakit tersebut. Oleh karena
itu , penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan,alat kerja ,
bahan , proses maupun lingkungan kerja.2
Putu Yoana Alvitasari / 10.2008.061 / A-5 / [email protected]
Pada simposium internasional mengenai penyakit akibat hubungan pekerjaan
yang diselenggarakan oleh ILO (International Labour Organization) di Linz, Austria,
dihasilkan definisi menyangkut PAK sebagai berikut:
Penyakit Akibat Kerja – Occupational Disease adalah penyakit yang mempunyai
penyebab yang spesifik atau asosiasi yang kuat dengan pekerjaan, yang pada
umumnya terdiri dari satu agen penyebab yang sudah diakui.
Penyakit yang Berhubungan dengan Pekerjaan – Work Related Disease adalah
penyakit yang mempunyai beberapa agen penyebab, dimana faktor pekerjaan
memegang peranan bersama dengan faktor risiko lainnya dalam berkembangnya
penyakit yang mempunyai etiologi kompleks.
Penyakit yang Mengenai Populasi Kerja – Disease of Fecting Working Populations
adalah penyakit yang terjadi pada populasi pekerja tanpa adanya agen penyebab
ditempat kerja, namun dapat diperberat oleh kondisi pekerjaan yang buruk bagi
kesehatan
Menurut Keputusan Presiden Nomor 22 tahun 1993 tertanggal 27 Februari 1993,
Penyakit yang timbul akibat hubungan kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh
pekerjaan atau lingkungan kerja (pasal 1). Keputusan Presiden tersebut melampirkan
daftar penyakit yang diantaranya yang berkaitan dengan pulmonologi termasuk
pneumokoniosis dan silikotuberkulosis, penyakit paru dan saluran nafas akibat debu
logam keras, penyakit paru dan saluran nafas akibat debu kapas, vals, henep dan sisal
(bisinosis), asma akibat kerja, dan alveolitis alergika. 2
Penyakit paru kerja adalah penyakit atau kerusakan paru disebabkan oleh
debu/asap/gas berbahaya yang terhisap oleh para pekerja di tempat pekerjaan mereka.
Berbagai penyakit paru dapat terjadi akibat paparan zat seperti debu, serat dan gas yang
timbul pada proses industrialisasi. Jenis penyakit paru yang timbul tergantung pada jenis
zat paparan. Namun, manifestasi klinis penyakit paru kerja mirip dengan penyakit paru
lain yang tidak berhubungan dengan pekerjaan.
Penyakit pertama yang diduga merupakan Penyakit Akibat Kerja (PAK) adalah
silikosis yang sudah terjadi pada masa manusia membuat peralatan dari batu api.
Pengetahuan mengenai PAK masih terbatas karena sulitnya melakukan studi
epidemiologi. Hal ini disebabkan berbagai hal seperti definisi PAK yang belum jelas,
2
praktek hygiene industri dan cara-cara laporan yang berbeda, tidak ada studi kontrol,
tidak mungkin menentukan gejala minimal, banyak karyawan tidak melapor dan sudah
meninggalkan tempat kerja sewaktu penelitian dilakukan sehingga hanya ditemukan
survivor population. Hal tersebut terlihat dari sedikitnya laporan PAK di Indonesia.
ISI
KasusSeorang perempuan pekerja pabrik garmen berusia 35 tahun datang ke klinik
perusahaan dengan keluhan demam dan sesak napas terutama setiap hari Senin, serta
setiap awal masuk kerja setelah berlibur. Dokter perusahaan melakukan pemeriksaan
lebih lanjut.
Diagnosis PAK Untuk dapat mendiagnosis Penyakit Akibat Kerja pada individu perlu dilakukan
suatu pendekatan sistematis untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dan
menginterpretasinya secara tepat.
Pendekatan tersebut dapat disusun menjadi 7 langkah yang dapat digunakan
sebagai pedoman:
1. Tentukan Diagnosis klinisnya
Diagnosis klinis harus dapat ditegakkan terlebih dahulu, dengan memanfaatkan
fasilitas-fasilitas penunjang yang ada, seperti umumnya dilakukan untuk mendiagnosis
suatu penyakit. Setelah diagnosis klinik ditegakkan baru dapat dipikirkan lebih lanjut
apakah penyakit tersebut berhubungan dengan pekerjaan atau tidak.
a. Anamnesis
Anamnesis adalah cara pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara baik
langsung pada pasien (Auto anamnese) atau pada orang tua atau sumber lain (Allo
anamnese). 80% untuk menegakkan diagnosa didapatkan dari anamnesis.
Tujuan anamnesis yaitu untuk mendapatkan keterangan sebanyak-banyaknya
mengenai kondisi pasien, membantu menegakkan diagnosa sementara. Ada beberapa
kondisi yang sudah dapat ditegaskan dengan anamnesis saja, membantu menentukan
penatalaksanaan selanjutnya.3
Anamnesis yang baik merupakan tiang utama diagnosis. Anamnesis dimulai
dengan mencari keterangan mengenai nama, alamat, umur, jenis kelamin, pekerjaan, dan
sebagainya. Keterangan yang didapat ini kadang sudah memberi petunjuk permulaan
kepada kita.
Riwayat penyakit
Anamnesis yang lengkap harus mencakup penilaian yang teliti tentang gejala
pernapasan, riwayat merokok, riwayat alergi, riwayat penyakit keluarga, dan pajanan di
tempat kerja dan lingkungan. Saat melakukan penilaian gejala perlu ditanyakan mengenai
batuk, produksi sputum, kesulitan bernapas, rasa sesak dan nyeri dada dan mengi. Gejala
lain yang berhubungan adalah rhinitis, iritasi mata, ruam kulit, demam, dan nyeri otot.
Saat menemukan gejala positif, perlu dirinci awitan, durasi, derajat keparahan,
faktor yang memicu atau meringankan dan hubungannya dengan waktu bekerja atau
pajanan khusus atau aktivitas tertentu.
Riwayat pekerjaan
Tanyakan pada pasien sudah berapa lama bekerja sekarang, riwayat pekerjaan
sebelumnya. Lain-lain seperti alat kerja, bahan kerja, proses kerja, barang yang
diproduksi, waktu bekerja sehari, kemungkinan pajanan yang dialami, APD yang dipakai,
hubungan gejala dan waktu kerja, pekerja lain ada yang mengalami hal yang sama.
Beberapa pertanyaan yang membantu menegakan diagnosa bisinosis sendiri di
antaranya menyangkut keluhan pasien,seperti adakah sesak napas, nyeri dada,batuk,
demam, apakah membaik jika pekerja berlibur dan kambuh jika pasien kembali bekerja.3,4
b. Pemeriksaan fisik
Tidak spesifik, sebagian besar kasus tidak menunjukkan adanya tanda gangguan
fisik.
Pengukuran tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi napas, dan suhu. Pada pasein
dengan bisinosis didapatkan terjadi penurunan frekuensi nafas dan peningkatan suhu,
sedangkan nadi dan tekanan darah dalam batas normal kecuali ada penyakit penyerta
lainnya. Didapatkan keluhan iritasi saluran napas bagian atas seperti : bersin-bersin,
iritasi pada mata, hidung, stridor.
4
Pada pasien bisinosis dengan efek kronik biasa memiliki ciri obstruksi jalan napas
dan secara klinik sulit di bedakan dengan bronkitis kronis dan emfisema, maka pada saat
inspeksi terdapat retraksi inspirasi abnormal dari intercostal.5
Penting dalam menentukan diagnosis banding atau mencari kemuginan terjadinya
komplikasi. Mungkin ditemukan jari tabuh pada kasus asbestosis, berilosis atau kanker
paru. Pada auskultasi paru dapat ditemukan krepitasi halus pada basal paru pasien dengan
asbestosis atau silikosis. Mungkin terdapat mengi atau ronkhi pada pasien dengan asma
yang berhubungan dengan pekerjaan. Manifestasi extrapulmo penyakit berilium kronis,
kanker paru atau mesotelioma ganas harus dicari jika dianggap perlu.
c. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang digunakan untuk mendiagnosis gangguan paru dan
seberapa parah gangguan paru tersebut. Spirometer adalah alat untuk mengukur volume
udara yang dihirup dan dihembuskan, alat ini terdiri dari sebuah tong berisi udara yang
terapung pada sebuah wadah berisi air. Sewaktu seseorang menghirup dan
menghembuskan udara keluar masuk tong melalui sebuah selang penghubung, tong akan
naik atau turun yang kemudian dicatat sebagai suatu spirogram. Pencatatan tersebut
dikalibrasi ke besarnya perubahan volume.
Pemeriksaan spirometri digunakan untuk mengetahui adanya gangguan di paru-
paru dan saluran pernapasan. Alat ini sekaligus digunakan untuk mengukur fungsi paru.
Pasien yang dianjurkan untuk melalukn pemeriksaan ini antara lain : pasien yang
mengeluh sesak napas, pemeriksaan berkala bagi pekerja pabrik, pederita PPOK,
penyandang asma, dan perokok.
Dari spirogram maka dapat kita dapatkan:
- tidal volume (TV) volume udara yang masuk atau keluar paru selama satu kali
bernafas. Nilai rata-rata pada keadaan istirahat = 500ml
- volume cadangan inspirasi (VCI) volume tambahan yang dapat secara
maksimal dihirup melebihi tidal volume istirahat. VCI dihasilkan oleh kontraksi
maksimum diafragma, otot antariga eksternal, dan otot inspirasi tambahan. Nilai rata-
ratanya = 3000ml
- kapasitas inspirasi (KI) volume maksimum udara yang dapat dihirup pada
akhir ekspirasi normal tenang (KI=VCI+TV). Nilai rata-ratanya = 3500ml
5
- volume cadangan ekspirasi (VCE) volume tambahan udara yang dapat secara
aktif dikeluarkan oleh kontraksi maksimum melebihi udara yang dikeluarkan secara
pasif pada akhir tidal volume biasa. Nilai rata-ratanya = 1000ml
- volume residual (VR) volume minimum udara yang tersisa di paru bahkan
setelah ekspirasi maksimum. Nilai rata-ratanya 1200 ml. Volume residual tidak dapat
diukur secara langsung dengan spirometer, karena volume udara ini tidak keluar
masuk paru. Namun, volume ini dapat diukur secara tidak langsung melalui teknik-
teknik dilusi gas berupa penghirupan (inspirasi) gas pelacak (tracer gas) yang tidak
berbahaya dalam jumlah tertentu, misalnya helium.
- Kapasitas residual fungsional (KRF) volume udara di paru pada akhir ekspirasi
pasir normal (KRF=VCE+VR). Nilai rata-ratanya 2200ml
- Kapasitas vital (KV) volume maksimum udara yang dapat dikeluarkan selama
satu kali bernafas setelah inspirasi maksimum. Subjek mula-mula melakukan inspirasi
maksimum, kemudian melakukan ekspirasi maksimum (KV=VCI+TV+VCE). KV
mencerminkan perubahan volume maksimum yang dapat terjadi didalam paru.
Volume ini jarang dipakai karena kontraksi otot maksimum yang terlibat
menimbulkan kelelahan, tetapi bermanfaat untuk menilai kapasitas fungsional paru.
Nilai rata-ratanya = 4500 ml
- Kapasitas paru total (KPT) volume udara maksimum yang dapat ditampung
oleh paru (KPT=KV+VR). Nilai rata-ratanya=5700 ml
- Volume ekspirasi paksa dalam satu detik (FEV1) volume udara yang dapat
diekspirasi selama detik pertama ekspirasi pada penentuan KV. Biasanya FEV1
adalah sekitar 80% yaitu ndalam keadaan normal 80% udara yang dapat dipaksa
keluar dari paru yang mengembang maksimum dapat dikeluarkan dalam 1 detik
pertama. Pengukuran ini memberikan indikasi laju aliran udara maksimum yang
dapat terjadi di paru.
Pada pemeriksaan faal paru didapatkan gambaran penurunan FEV1 yang
bermakna (10% atau lebih) setelah terpajan selama 6 jam pada hari pertama bekerja
setelah akhir minggu, memberikan bukti objektif tentang efek akut. Derajat perbaikan
penyumbatan jalan napas dapat dikaji dengan tes FEV1 sebelum giliran tugas dilakukan
setelah dua hari tidak terpajan.
6
Pemeriksaan foto toraks normal, hal ini berbeda dengan bentuk penumokoniosis
lain yang kelainan radiologisnya terjadi bertahun-tahun sebelum munculnya gangguan
fungsional.4,5
d. Pemeriksaan tempat kerja
Pemeriksaan tempat kerja misalnya penerangan, kebisingan, pajanan debu,
kelembaban, dsb.
2. Tentukan pajanan yang dialami
Pengetahuan mengenai pajanan yang dialami oleh seorang tenaga kerja adalah
esensial untuk dapat menghubungkan suatu penyakit dengan pekerjaannya. Untuk ini
perlu dilakukan anamnesis mengenai riwayat pekerjaannya secara cermat dan teliti, yang
mencakup:
- Penjelasan mengenai semua pajanan saat ini dan sebelumnya
- Perlu anamnesis yang lebih teliti
- Lebih baik bila disertai dengan pengukuran lingkungan
- Lamanya melakukan masing-masing pekerjaan
- Bahan yang diproduksi
- Materi (bahan baku) yang digunakan
- Jumlah pajanannya
- Pemakaian alat perlindungan diri (masker)
- Pola waktu terjadinya gejala
- Informasi mengenai tenaga kerja lain (apakah ada yang mengalami gejala serupa)
- Informasi tertulis yang ada mengenai bahan-bahan yang digunakan (MSDS, label,
dan sebagainya)
Faktor-faktor bahaya yang disebabkan oleh kondisi lingkungan kerja antara lain
adalah :
- Faktor fisik, misalnya: penerangan, suara, radiasi, suhu, kelembaban dan tekanan
udara, ventilasi.
- Faktor kimia, misalnya : gas, uap, debu, kabut, asap, awan, cairan, abu terbang dan
benda padat.
- Faktor biologi, misalnya : virus dan bakteri baik dari golongan tumbuhan atau
hewan.
7
- Faktor ergonomi atau fisiologis, misalnya : konstruksi mesin, sikap dan cara kerja.
- Faktor mental - psikologis, misalnya : suasana kerja, hubungan diantara pekerja dan
pengusaha
Pajanan yang di alami pada kasus bisinosis terutama berupa factor kimia organic
yakni debu kapas yang berperan sebagai etiologi dari penyakit tersebut
3. Tentukan hubungan pajanan dengan penyakit
Apakah terdapat bukti-bukti ilmiah dalam kepustakaan yang mendukung pendapat
bahwa pajanan yang dialami menyebabkan penyakit yang diderita. Jika dalam
kepustakaan tidak ditemukan adanya dasar ilmiah yang menyatakan hal tersebut di atas,
maka tidak dapat ditegakkan diagnosa penyakit akibat kerja. Jika dalam kepustakaan ada
yang mendukung, perlu dipelajari lebih lanjut secara khusus mengenai pajanan sehingga
dapat menyebabkan penyakit yang diderita (konsentrasi, jumlah, lama, dan sebagainya).
4. Tentukan apakah jumlah pajanan yang dialami cukup besar untuk dapat
mengakibatkan penyakit tersebut
Jika penyakit yang diderita hanya dapat terjadi pada keadaan pajanan tertentu,
maka pajanan yang dialami pasien di tempat kerja menjadi penting untuk diteliti lebih
lanjut dan membandingkannya dengan kepustakaan yang ada untuk dapat menentukan
diagnosis penyakit akibat kerja.
Patogenesis
Kelainan paru pada pasien bissinosis berupa bronkitis kronis, yang kadang kadang
disertai wheezing, diduga erat hubungannya dengan adanya endotoksin (suatu
lipopolisakarida) yang dikeluarkan oleh bakteri yang mengkontaminasi partikel debu
kapas. Endotoksin inilah yang diduga sebagai penyebab timbulnya kelainan paru tadi.
Para ahli telah yakin bahwa endotoksin ini adalah sebagai penyebabnya, dikuatkan oleh
percobaan-percobaan simulasi yang telah dikerjakan pada pekerja atau hewan coba
dilaboratorium.
Reaksi yang timbul akibat debu yang terinhalasi pada paru tergantung pada sifat
alamiah kimia dari debu, ukuran debu, distribusi dari debu yang terinhalasi, kadar
partikel debu, lamanya paparan, kerentanan individu dan pembersihan partikel debu.
Disamping itu debu kapas juga dapat menimbulkan reaksi alergi sebagaimana
debu yang lain seperti serpihan kayu, tenun, wol dan kapur. Hal ini merupakan reaksi
8
hipersensitivitas tipe I dimana debu kapur yang menempel pada permukaan mukosa
saluran nafas disertai dengan media reaksi immunoglobulin E (lgE) akan mengikat sel
mukosa yang dapat berakibat sel mukosa akan melepaskan bahan vasoaktif termasuk
histamine. Reaksi alergi ini menyebabkan terjadinya bronkhostriksi, meningkatnya
sekresi mucus, dan meningkatnya permeabilitas kapiler sebagai akibat dari rekasi
histamine.6
Bukti Epidemiologi
Pekerja-pekerja yang bekerja di lingkungan pabrik tekstil,yang mengolah kapas
sejak penguraian kapas, pembersihan, pemintalan, dan penenunan, semuanya termasuk
memiliki risiko timbulnya bissinosis. Diketahui bahwa di masing-masing bagian tersebut
kadar/konsentrasi debu kapas tidak sama ,maka besarnya resiko juga berbeda-beda. Studi
klinis sebelumnya melaporkan bahwa angka kejadian brokitis kronis pada pekerja pabrik
tekstil sebesar 4,5-26%. Pekerja yang bekerja pada bagian pembersihan kapas untuk
dipintal ,pembersihan mesin-mesin tersebut mempunyai resiko paling tinggi terjadinya
risiko bissinosis.6
5. Tentukan apakah ada faktor-faktor individu yang mungkin dapat
mempengaruhi
Apakah ada keterangan dari riwayat penyakit maupun riwayat pekerjaannya, yang
dapat mengubah keadaan pajanannya, misalnya penggunaan APD, riwayat adanya
pajanan serupa sebelumnya sehingga risikonya meningkat. Apakah pasien mempunyai
riwayat kesehatan seperti alergi, riwayat keluarga, serta status kesehatan mental dan
higiene perorangan yang mengakibatkan penderita lebih rentan/lebih sensitif terhadap
pajanan yang dialami.
Pada kasus bisinosis salah satu APD yang utama adalah APD untuk alat
pernapasan yakni respirator atau masker khusus. Selain penggunaan APD, status
kesehatan fisik dari masing-masing individu, mempengaruhi berat-ringannya penyakit
bisisnosis ini. Pada penderita bisinosis yang mempunyai riwayat atopi atau alergi,
kebiasaan olahraga yang jarang bahkan tidak penah atau riwayat penyakit dalam keluarga
yang lain, dapat menimbulkan gejala yang lebih berat serta memperburuk keadaan
bisinosis yang dialami. Kerentanan masing-masing individu juga mempengaruhi cepat-
lambat munculnya bisinosis ini.
9
6. Cari adanya faktor lain di luar pekerjaan yang dapat merupakan penyebab
penyakit
Apakah ada faktor lain yang dapat merupakan penyebab penyakit? Apakah
penderita mengalami pajanan lain yang diketahui dapat merupakan penyebab penyakit
(merokok, pajanan di rumah, pekerjaan sambilan, hobi). Meskipun demikian, adanya
penyebab lain tidak selalu dapat digunakan untuk menyingkirkan penyebab di tempat
kerja.
7. Diagnosis okupasi
Sesudah menerapkan ke enam langkah di atas perlu dibuat suatu keputusan
berdasarkan informasi yang telah didapat yang memiliki dasar ilmiah. Seperti telah
disebutkan sebelumnya, tidak selalu pekerjaan merupakan penyebab langsung suatu
penyakit, kadang-kadang pekerjaan hanya memperberat suatu kondisi yang telah ada
sebelumnya. Hal ini perlu dibedakan pada waktu menegakkan diagnosis. Suatu
pekerjaan/pajanan dinyatakan sebagai penyebab suatu penyakit (PAK) apabila tanpa
melakukan pekerjaan atau tanpa adanya pajanan tertentu, pasien tidak akan menderita
penyakit tersebut pada saat ini.
Sedangkan pekerjaan dinyatakan memperberat suatu keadaan (PAHK) apabila
penyakit telah ada atau timbul pada waktu yang sama tanpa tergantung pekerjaannya,
tetapi pekerjaannya/ pajanannya memperberat/ mempercepat timbulnya penyakit. Ada
juga yang belum dapat ditegakkan butuh informasi tambahan dan bukan PAK.
WORKING DIAGNOSIS
BisinosisBisinosis ialah penyakit jalan napas akut dan kronik pada pekerja kapas, kain lena
(linen) dan serat rami, Reaksi akut terhadap paparan debu ditandai oleh perasaan dada
tertekan, mengidap sesak napas waktu kembali bekerja. Gejala tersebut timbul hari
pertama kerja setelah libur akhir pekan atau liburan lain, yaitu pada hari Senin sehingga
disebut “Monday morning chest tightness” atau “Monday morning asthma”.
Pada kebanyakan kasus gejala berkurang atau menghilang pada hari kerja ke dua.
Bila paparan berlanjut maka gejala akan makin berat. Pada perokok gejala umumnya
10
lebih hebat dan lebih sering. Kadang-kadang bila rokok dihentikan rasa dada tertekan
pada hari Senin dapat menghilang.
Dua cara untuk menilai prevalensi dan berat penyakit yaitu dengan kuesioner yang
standar dan pemeriksaan kapasitas ventilasi. Dari kuesioner gejala respirasi dan kapasitas
ventilasi dikelompokkan menurut beratnya sebagai berikut:
- Derajat 0 : Tidak ada gejala bisinosis.
- Derajat 1/2 : Kadang-kadang rasa dada tertekan pada hari pertama minggu kerja.
- Derajat 1 : Perasaan dada tertekan pada setiap hari pertama minggu kerja.
- Derajat 2 : Perasaan dada tertekan terjadi pada hari pertama dan hari-hari selanjutnya.
- Derajat 3 : gejala seperti derajat 2 ditambah berkurangnya toleransi terhadap aktivitas
secara menetap dan atau pengurangan kapasitas ventilasi.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya riwayat klinis dan riwayat pajanan.
Gambaran penurunan FEV1 yang berrnakna (10% atau lebih) setelah terpajan selama 6
jam pada hari pertama bekerja setelah akhir minggu, memberikan bukti objektif tentang
efek akut. Derajat perbaikan penyumbatan jalan napas dapat dikaji dengan tes FEV1
sebelum giliran tugas dilakukan setelah dua hari tidak terpajan.4
Etiologi
Penyebab yang sebenarnya tidak diketahui tapi secara umum diterima bahwa
penyakit ini disebabkan pajanan terhadap kapas, rami halus, dan rami. Ada beberapa
bukti bahwa debu goni dapat juga mengakibatkan keadaan yang sama. Pekerja kapas
yang paling berisiko adalah mereka yang berada di kamar peniup dan penyisir tempat
pajanan terhadap debu kapas mentah paling tinggi. Mereka yang bertanggung jawab
untuk membersihkan mesin peniup dan mesin penyisir, misalnya pembersih dan
penggiling memiliki risiko yang paling tinggi. Dua komponen penting adalah endotoksin
(bakteri gram negative) dan tannin (akar, buah, daun). Nilai ambang batas (NAB)
menurut WHO sebesar 0,2 untuk pemintalan dan 0,75 untuk penenunan (mg/m3).
Gambaran klinis
Penyakit ini memiliki ciri sesak napas pendek dan dada sesak. Gejala paling nyata
dialami pada hari pertama hari kerja seminggu (“sesak pada Senin pagi”). Mungkin
disertai batuk yang lama kelamaan menjadi basah berdahak. Penurunan kapasitas
11
ventilasi pada 1x bekerja, meningkatnya prevalensi bronchitis: batuk menetap dan
sputum. Terdapat “Mill fever syndrome” yang terjadi pada hari pertama kerja atau ketika
kembali dari cuti yang lama. Gejala demam disertai linu dan nyeri yang mirip dengan
demam akibat endotoksin gram negative kemudian menghilang setelah beberapa hari.
Berbeda dengan “Weaver cough” yang ditandai dengan sesak (asma) dan panas yang
menetap berbulan-bulan. Pengukuran fungsi paru (sebelum dan sesudah giliran tugas)
dapat menghasilkan penurunan FEV1 melampaui giliran tugas. Pada sebagian besar
individu, temuan ini akan berkurang atau hilang pada hari kedua bekerja. Dengan pajanan
yang berkepanjangan, baik gejala maupun perubahan fungsi akan menjadi lebih berat dan
mungkin akan menetap selama seminggu kerja. Pada pekerja yang sudah lama terpajan
selama bertahun-tahun, adanya riwayat dispnoe saat melakukan kegiatan adalah temuan
yang biasa. Tidak ditemukan tanda yang khas atau ciri tertentu pada pemeriksaan fisik.
EPIDEMIOLOGI Pekerja-pekerja yang bekerja di lingkungan pabrik tekstil,yang mengolah kapas
sejak penguraian kapas, pembersihan, pemintalan, dan penenunan, semuanya termasuk
memiliki risiko timbulnya bissinosis. Diketahui bahwa di masing-masing bagian tersebut
kadar/konsentrasi debu kapas tidak sama ,maka besarnya resiko juga berbeda-beda. Studi
klinis sebelumnya melaporkan bahwa angka kejadian brokitis kronis pada pekerja pabrik
tekstil sebesar 4,5-26%. Pekerja yang bekerja pada bagian pembersihan kapas untuk
dipintal ,pembersihan mesin-mesin tersebut mempunyai resiko paling tinggi terjadinya
risiko bissinosis.6
PENATALAKSANAANYang terpenting pada penyakit akibat kerja adalah menghilangkan sumber
pemaparan dari bahan penyebab untuk meringankan gejala atau pemutusan kontak
dengan agen yang menimbulkan penyakit akibat kerja yaitu dengan cara
memindahkannya (menyingkirkannya dari lingkungan kerja yang potensial risiko tinggi,
dalam pelaksanaannya biasanya para pekerja dilakukan putar kerja.), pemakaian alat
pelindung, pemantauan kadar zat tersebut pada lingkungan tempat kerja sehingga bahan
12
tersebut tidak sampai melewati ambang batas (uji faal paru serial perlu dilakukan untuk
mengetahui perubahan faal paru masing- masing pekerja pada akhir waktu tertentu).6
Pasien dengan gejala khas dan menunjukkan penurunan FEV1 10% atau lebih
harus dipindahkan ke daerah yang tidak terpajan. Pasien dengan penyumbatan jalan napas
sedang atau berat, misalnya FEV1 lebih rendah dari 60% dari nilai yang diperkirakan,
juga harus lebih baik tidak terpajan lebih lanjut.4
Medikamentosa
Diberikan bronkodilator (B2 agonis, disodium chromoglycate, antihistamin)
biasanya untuk mencegah terjadinya bronkospasme.Pada kasus yang yang lebih berat
dapat diberikan terapi kortikosteroid (steroid aerosol).9
PENCEGAHANStandar debu kapas yang diperbolehkan 0,2/m3, disamping itu dianjurkan :
- Melakukan pemeriksaan prakerja : anamnesis ( kuisioner standar), KV, VEP1
- Setiap tenaga kerja baru diperiksa KV dan VEP1 secara berulang selama 6 bulan
pertama kerja
- Pemeriksaan berkala kapasitas ventilasi dilakukan pada 1 hari kerja. Dilakukan
sebelum dan sesudah pajanan, setidaknya selama 6 jam. Pemeriksaan dilakukan
berbagai interval bila ada penurunan kapasitas ventilasi
Bissinosis bisa dicegah dengan promosi kesehatan, pemakaian alat pelindung diri
dan cara mengurangi kadar debu di dalam pabrik pengolahan tekstil melalui perbaikan
mesin atau sirkulasi udara.
KOMPLIKASIPPOK
Bisinosis ringan mungkin reversible bila pajanan dihentikan, tapi kalau penyakit
sudah berkepanjangan maka ireversible. Orang dengan bisinosis berat jarang terlihat pada
survey industri, karena mereka memiliki ketidakmampuan untuk bekerja. Bisinosis
terlihat lebih berat ketika dihubungkan dengan bronkitis kronik. Stadium akhir penyakit
ini adalah terjadinya obstruksi saluran nafas dengan hiperinflasi saat pengambilan udara.
Perokok memiliki peningkatan resiko menjadi bisinosis yang ireversible.1
13
Efek kronis memiliki ciri obstruksi jalan napas (PPOK) dan secara klinis tidak
bisa dibedakan dengan bronchitis kronis dan emfisema.
PROGNOSISBisinosis ringan atau dini kemungkinan masih reversible sedangkan penyakit
yang berat dan kronis tidak.4
KESIMPULANPenyakit bisinosis adalah penyakit pneumoconiosis yang disebabkan oleh
pencemaran debu kapas atau serat kapas di udara yang kemudian terhisap ke dalam paru-
paru. Debu kapas atau serat kapas ini banyak dijumpai pada pabrik pemintalan kapas,
pabrik tekstil, perusahaan dan pergudangan kapas serta pabrik atau bekerja lain yang
menggunakan kapas atau tekstil; seperti tempat pembuatan kasur, pembuatan jok kursi
dan lain sebagainya.
Masa inkubasi penyakit bisinosis cukup lama, yaitu sekitar 5 tahun. Tanda-tanda
awal penyakit bisinosis ini berupa sesak napas, terasa berat pada dada, terutama pada hari
Senin (yaitu hari awal kerja pada setiap minggu). Secara psikis setiap hari Senin bekerja
yang menderita penyakit bisinosis merasakan beban berat pada dada serta sesak nafas.
Reaksi alergi akibat adanya kapas yang masuk ke dalam saluran pernapasan juga
merupakan gejala awal bisinosis. Pada bisinosis yang sudah lanjut atau berat, penyakit
tersebut biasanya juga diikuti dengan penyakit bronchitis kronis dan mungkin juga
disertai dengan emphysema.
DAFTAR PUSTAKA
1. Balmes,John R.Current occupational &environmental
medicine ed 4.2007.Mc graw hill medical.
2. J.Jevaratnam, David Koh. Gangguan Respirasi. Buku Ajar
Praktik Kedokteran Kerja. Ed 1. EGC: 2010.
14
3. Gleadle J. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik.
Jakarta: Penerbit Erlangga; 2007.
4. Jeyaratnam J, Koh david. Bisinosis . Dalam : Praktik
kedokteran kerja.Jakarta : EGC.2010.h 85-7
5. Bickley L.S. Pemeriksaan Torak dan Paru. Dalam: Buku
Saku Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan Bates Edisi ke-5.Jakarta : EGC. 2008.
h 110
6. Sudoyo Aru W,Bambang S, Idrus A,Siti S, Marcellus
SK.Ilmu penyakit dalam jilid 2.edisi 4.2006.Jakarta:FKUI
7. Djojodibroto D. Bisinosis.Dalam Resirologi (respiratory
medicine) Jakarta : EGC . 2007.h 201-2.
8. Diagnosis okupasi penyakit akibat kerja. Diunduh dari http:
//www. scribd. com/ doc/ 40525712/, 25 Oktober 2011.
9. Penatalaksanaan medikamentosa. Diunduh dari :
http://medicastore.com/penyakit/428/Bissinosis_Byssinosis.html, 25 Oktober 2011.
15