24
Bisinosis Putu Yoana Alvitasari Mahasiswi Fakultas Kedokteran semester VII FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510 JAKARTA 2011 ABSTRAK Bisinosis adalah penyakit paru akibat kerja dengan karakterisasi penyakit saluran udara akut atau kronis yang dijumpai pada pekerja pengolahan kapas, rami halus, dan rami. Bisinosis terjadi pada pekerja industri tekstil kapas. Karakteristik gejala adalah nyeri dada, batuk, dispnea 1-2 jam setelah pasien kembali bekerja setelah libur lama. Prevalensi bisinosis lebih tinggi pada pekerja dengan durasi pajanan panjang dan dengan paparan debu terhirup lebih besar, seperti saat pembukaan bales dan carding dan terendah pada mereka dengan riwayat pajanan lebih pendek dan dengan paparan debu yang lebih rendah. 1 Kata kunci : bisinosis, penyakit saluran nafas, kapas PENDAHULUAN Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian Penyakit Akibat Kerja merupakan penyakit yang artifisial atau man made disease. 1

PBL Bisinosis Ana

Embed Size (px)

DESCRIPTION

bisinosis

Citation preview

Page 1: PBL Bisinosis Ana

BisinosisPutu Yoana Alvitasari

Mahasiswi Fakultas Kedokteran semester VIIFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510JAKARTA 2011

ABSTRAK

Bisinosis adalah penyakit paru akibat kerja dengan karakterisasi penyakit

saluran udara akut atau kronis yang dijumpai pada pekerja pengolahan kapas, rami

halus, dan rami.

Bisinosis terjadi pada pekerja industri tekstil kapas. Karakteristik gejala adalah

nyeri dada, batuk, dispnea 1-2 jam setelah pasien kembali bekerja setelah libur lama.

Prevalensi bisinosis lebih tinggi pada pekerja dengan durasi pajanan panjang dan

dengan paparan debu terhirup lebih besar, seperti saat pembukaan bales dan carding

dan terendah pada mereka dengan riwayat pajanan lebih pendek dan dengan paparan

debu yang lebih rendah.1

Kata kunci : bisinosis, penyakit saluran nafas, kapas

PENDAHULUANPenyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja,

bahan, proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian Penyakit Akibat Kerja

merupakan penyakit yang artifisial atau man made disease.

Dalam melakukan pekerjaan apapun, sebenarnya kita berisiko untuk mendapatkan

gangguan Kesehatan atau penyakit yang ditimbulkan oleh penyakit tersebut. Oleh karena

itu , penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan,alat kerja ,

bahan , proses maupun lingkungan kerja.2

Putu Yoana Alvitasari / 10.2008.061 / A-5 / [email protected]

Page 2: PBL Bisinosis Ana

Pada simposium internasional mengenai penyakit akibat hubungan pekerjaan

yang diselenggarakan oleh ILO (International Labour Organization) di Linz, Austria,

dihasilkan definisi menyangkut PAK sebagai berikut:

Penyakit Akibat Kerja – Occupational Disease adalah penyakit yang mempunyai

penyebab yang spesifik atau asosiasi yang kuat dengan pekerjaan, yang pada

umumnya terdiri dari satu agen penyebab yang sudah diakui.

Penyakit yang Berhubungan dengan Pekerjaan – Work Related Disease adalah

penyakit yang mempunyai beberapa agen penyebab, dimana faktor pekerjaan

memegang peranan bersama dengan faktor risiko lainnya dalam berkembangnya

penyakit yang mempunyai etiologi kompleks.

Penyakit yang Mengenai Populasi Kerja – Disease of Fecting Working Populations

adalah penyakit yang terjadi pada populasi pekerja tanpa adanya agen penyebab

ditempat kerja, namun dapat diperberat oleh kondisi pekerjaan yang buruk bagi

kesehatan

Menurut Keputusan Presiden Nomor  22 tahun 1993 tertanggal 27 Februari 1993,

Penyakit yang timbul akibat hubungan kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh

pekerjaan atau lingkungan kerja (pasal 1). Keputusan Presiden tersebut melampirkan

daftar penyakit yang diantaranya yang berkaitan dengan pulmonologi termasuk

pneumokoniosis dan silikotuberkulosis, penyakit paru dan saluran nafas akibat debu

logam keras, penyakit paru dan saluran nafas akibat debu kapas, vals, henep dan sisal

(bisinosis), asma akibat kerja, dan alveolitis alergika. 2

Penyakit paru kerja adalah penyakit atau kerusakan paru disebabkan oleh

debu/asap/gas berbahaya yang terhisap oleh para pekerja di tempat pekerjaan mereka.

Berbagai penyakit paru dapat terjadi akibat paparan zat seperti debu, serat dan gas yang

timbul pada proses industrialisasi. Jenis penyakit paru yang timbul tergantung pada jenis

zat paparan. Namun, manifestasi klinis penyakit paru kerja mirip dengan penyakit paru

lain yang tidak berhubungan dengan pekerjaan.

Penyakit pertama yang diduga merupakan Penyakit Akibat Kerja (PAK) adalah

silikosis yang sudah terjadi pada masa manusia membuat peralatan dari batu api.

Pengetahuan mengenai PAK masih terbatas karena sulitnya melakukan studi

epidemiologi. Hal ini disebabkan berbagai hal seperti definisi PAK yang belum jelas,

2

Page 3: PBL Bisinosis Ana

praktek hygiene industri dan cara-cara laporan yang berbeda, tidak ada studi kontrol,

tidak mungkin menentukan gejala minimal, banyak karyawan tidak melapor dan sudah

meninggalkan tempat kerja sewaktu penelitian dilakukan sehingga hanya ditemukan

survivor population. Hal tersebut terlihat dari sedikitnya laporan PAK di Indonesia.

ISI

KasusSeorang perempuan pekerja pabrik garmen berusia 35 tahun datang ke klinik

perusahaan dengan keluhan demam dan sesak napas terutama setiap hari Senin, serta

setiap awal masuk kerja setelah berlibur. Dokter perusahaan melakukan pemeriksaan

lebih lanjut.

Diagnosis PAK Untuk dapat mendiagnosis Penyakit Akibat Kerja pada individu perlu dilakukan

suatu pendekatan sistematis untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dan

menginterpretasinya secara tepat.

Pendekatan tersebut dapat disusun menjadi 7 langkah yang dapat digunakan

sebagai pedoman:

1. Tentukan Diagnosis klinisnya

Diagnosis klinis harus dapat ditegakkan terlebih dahulu, dengan memanfaatkan

fasilitas-fasilitas penunjang yang ada, seperti umumnya dilakukan untuk mendiagnosis

suatu penyakit. Setelah diagnosis klinik ditegakkan baru dapat dipikirkan lebih lanjut

apakah penyakit tersebut berhubungan dengan pekerjaan atau tidak.

a. Anamnesis

Anamnesis adalah cara pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara baik

langsung pada pasien (Auto anamnese) atau pada orang tua atau sumber lain (Allo

anamnese). 80% untuk menegakkan diagnosa didapatkan dari anamnesis.

Tujuan anamnesis yaitu untuk mendapatkan keterangan sebanyak-banyaknya

mengenai kondisi pasien, membantu menegakkan diagnosa sementara. Ada beberapa

kondisi yang sudah dapat ditegaskan dengan anamnesis saja, membantu menentukan

penatalaksanaan selanjutnya.3

Page 4: PBL Bisinosis Ana

Anamnesis yang baik merupakan tiang utama diagnosis. Anamnesis dimulai

dengan mencari keterangan mengenai nama, alamat, umur, jenis kelamin, pekerjaan, dan

sebagainya. Keterangan yang didapat ini kadang sudah memberi petunjuk permulaan

kepada kita.

Riwayat penyakit

Anamnesis yang lengkap harus mencakup penilaian yang teliti tentang gejala

pernapasan, riwayat merokok, riwayat alergi, riwayat penyakit keluarga, dan pajanan di

tempat kerja dan lingkungan. Saat melakukan penilaian gejala perlu ditanyakan mengenai

batuk, produksi sputum, kesulitan bernapas, rasa sesak dan nyeri dada dan mengi. Gejala

lain yang berhubungan adalah rhinitis, iritasi mata, ruam kulit, demam, dan nyeri otot.

Saat menemukan gejala positif, perlu dirinci awitan, durasi, derajat keparahan,

faktor yang memicu atau meringankan dan hubungannya dengan waktu bekerja atau

pajanan khusus atau aktivitas tertentu.

Riwayat pekerjaan

Tanyakan pada pasien sudah berapa lama bekerja sekarang, riwayat pekerjaan

sebelumnya. Lain-lain seperti alat kerja, bahan kerja, proses kerja, barang yang

diproduksi, waktu bekerja sehari, kemungkinan pajanan yang dialami, APD yang dipakai,

hubungan gejala dan waktu kerja, pekerja lain ada yang mengalami hal yang sama.

Beberapa pertanyaan yang membantu menegakan diagnosa bisinosis sendiri di

antaranya menyangkut keluhan pasien,seperti adakah sesak napas, nyeri dada,batuk,

demam, apakah membaik jika pekerja berlibur dan kambuh jika pasien kembali bekerja.3,4

b. Pemeriksaan fisik

Tidak spesifik, sebagian besar kasus tidak menunjukkan adanya tanda gangguan

fisik.

Pengukuran tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi napas, dan suhu. Pada pasein

dengan bisinosis didapatkan terjadi penurunan frekuensi nafas dan peningkatan suhu,

sedangkan nadi dan tekanan darah dalam batas normal kecuali ada penyakit penyerta

lainnya. Didapatkan keluhan iritasi saluran napas bagian atas seperti : bersin-bersin,

iritasi pada mata, hidung, stridor.

4

Page 5: PBL Bisinosis Ana

Pada pasien bisinosis dengan efek kronik biasa memiliki ciri obstruksi jalan napas

dan secara klinik sulit di bedakan dengan bronkitis kronis dan emfisema, maka pada saat

inspeksi terdapat retraksi  inspirasi abnormal dari intercostal.5

Penting dalam menentukan diagnosis banding atau mencari kemuginan terjadinya

komplikasi. Mungkin ditemukan jari tabuh pada kasus asbestosis, berilosis atau kanker

paru. Pada auskultasi paru dapat ditemukan krepitasi halus pada basal paru pasien dengan

asbestosis atau silikosis. Mungkin terdapat mengi atau ronkhi pada pasien dengan asma

yang berhubungan dengan pekerjaan. Manifestasi extrapulmo penyakit berilium kronis,

kanker paru atau mesotelioma ganas harus dicari jika dianggap perlu.

c. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang digunakan untuk mendiagnosis gangguan paru dan

seberapa parah gangguan paru tersebut. Spirometer adalah alat untuk mengukur volume

udara yang dihirup dan dihembuskan, alat ini terdiri dari sebuah tong berisi udara yang

terapung pada sebuah wadah berisi air. Sewaktu seseorang menghirup dan

menghembuskan udara keluar masuk tong melalui sebuah selang penghubung, tong akan

naik atau turun yang kemudian dicatat sebagai suatu spirogram. Pencatatan tersebut

dikalibrasi ke besarnya perubahan volume.

Pemeriksaan spirometri digunakan untuk mengetahui adanya gangguan di paru-

paru dan saluran pernapasan. Alat ini sekaligus digunakan untuk mengukur fungsi paru.

Pasien yang dianjurkan untuk melalukn pemeriksaan ini antara lain : pasien yang

mengeluh sesak napas, pemeriksaan berkala bagi pekerja pabrik, pederita PPOK,

penyandang asma, dan perokok.

Dari spirogram maka dapat kita dapatkan:

- tidal volume (TV) volume udara yang masuk atau keluar paru selama satu kali

bernafas. Nilai rata-rata pada keadaan istirahat = 500ml

- volume cadangan inspirasi (VCI) volume tambahan yang dapat secara

maksimal dihirup melebihi tidal volume istirahat. VCI dihasilkan oleh kontraksi

maksimum diafragma, otot antariga eksternal, dan otot inspirasi tambahan. Nilai rata-

ratanya = 3000ml

- kapasitas inspirasi (KI) volume maksimum udara yang dapat dihirup pada

akhir ekspirasi normal tenang (KI=VCI+TV). Nilai rata-ratanya = 3500ml

5

Page 6: PBL Bisinosis Ana

- volume cadangan ekspirasi (VCE) volume tambahan udara yang dapat secara

aktif dikeluarkan oleh kontraksi maksimum melebihi udara yang dikeluarkan secara

pasif pada akhir tidal volume biasa. Nilai rata-ratanya = 1000ml

- volume residual (VR) volume minimum udara yang tersisa di paru bahkan

setelah ekspirasi maksimum. Nilai rata-ratanya 1200 ml. Volume residual tidak dapat

diukur secara langsung dengan spirometer, karena volume udara ini tidak keluar

masuk paru. Namun, volume ini dapat diukur secara tidak langsung melalui teknik-

teknik dilusi gas berupa penghirupan (inspirasi) gas pelacak (tracer gas) yang tidak

berbahaya dalam jumlah tertentu, misalnya helium.

- Kapasitas residual fungsional (KRF) volume udara di paru pada akhir ekspirasi

pasir normal (KRF=VCE+VR). Nilai rata-ratanya 2200ml

- Kapasitas vital (KV) volume maksimum udara yang dapat dikeluarkan selama

satu kali bernafas setelah inspirasi maksimum. Subjek mula-mula melakukan inspirasi

maksimum, kemudian melakukan ekspirasi maksimum (KV=VCI+TV+VCE). KV

mencerminkan perubahan volume maksimum yang dapat terjadi didalam paru.

Volume ini jarang dipakai karena kontraksi otot maksimum yang terlibat

menimbulkan kelelahan, tetapi bermanfaat untuk menilai kapasitas fungsional paru.

Nilai rata-ratanya = 4500 ml

- Kapasitas paru total (KPT) volume udara maksimum yang dapat ditampung

oleh paru (KPT=KV+VR). Nilai rata-ratanya=5700 ml

- Volume ekspirasi paksa dalam satu detik (FEV1) volume udara yang dapat

diekspirasi selama detik pertama ekspirasi pada penentuan KV. Biasanya FEV1

adalah sekitar 80% yaitu ndalam keadaan normal 80% udara yang dapat dipaksa

keluar dari paru yang mengembang maksimum dapat dikeluarkan dalam 1 detik

pertama. Pengukuran ini memberikan indikasi laju aliran udara maksimum yang

dapat terjadi di paru.

Pada pemeriksaan faal paru didapatkan gambaran penurunan FEV1 yang

bermakna (10% atau lebih) setelah terpajan selama 6 jam pada hari pertama bekerja

setelah akhir minggu, memberikan bukti objektif tentang efek akut. Derajat perbaikan

penyumbatan jalan napas dapat dikaji dengan tes FEV1 sebelum giliran tugas dilakukan

setelah dua hari tidak terpajan.

6

Page 7: PBL Bisinosis Ana

Pemeriksaan foto toraks normal, hal ini berbeda dengan bentuk penumokoniosis

lain yang kelainan radiologisnya terjadi bertahun-tahun sebelum munculnya gangguan

fungsional.4,5

d. Pemeriksaan tempat kerja

Pemeriksaan tempat kerja misalnya penerangan, kebisingan, pajanan debu,

kelembaban, dsb.

2. Tentukan pajanan yang dialami

Pengetahuan mengenai pajanan yang dialami oleh seorang tenaga kerja adalah

esensial untuk dapat menghubungkan suatu penyakit dengan pekerjaannya. Untuk ini

perlu dilakukan anamnesis mengenai riwayat pekerjaannya secara cermat dan teliti, yang

mencakup:

- Penjelasan  mengenai semua pajanan saat ini dan sebelumnya

- Perlu anamnesis yang lebih teliti

- Lebih baik bila disertai dengan pengukuran lingkungan

- Lamanya melakukan masing-masing pekerjaan

- Bahan yang diproduksi

- Materi (bahan baku) yang digunakan

- Jumlah pajanannya

- Pemakaian alat perlindungan diri (masker)

- Pola waktu terjadinya gejala

- Informasi mengenai tenaga kerja lain (apakah ada yang mengalami gejala serupa)

- Informasi tertulis yang ada mengenai bahan-bahan yang digunakan (MSDS, label,

dan sebagainya)

Faktor-faktor bahaya yang disebabkan oleh kondisi lingkungan kerja antara lain

adalah : 

- Faktor fisik, misalnya: penerangan, suara, radiasi, suhu, kelembaban dan tekanan

udara, ventilasi.

- Faktor kimia, misalnya : gas, uap, debu, kabut, asap, awan, cairan, abu terbang dan

benda padat.

- Faktor biologi, misalnya : virus dan bakteri baik dari golongan tumbuhan atau

hewan. 

7

Page 8: PBL Bisinosis Ana

- Faktor ergonomi atau fisiologis, misalnya : konstruksi mesin, sikap dan cara kerja.

- Faktor mental - psikologis, misalnya : suasana kerja, hubungan diantara pekerja dan

pengusaha 

Pajanan yang di alami pada kasus bisinosis terutama berupa factor kimia organic

yakni  debu kapas yang berperan sebagai etiologi dari penyakit tersebut

3. Tentukan hubungan pajanan dengan penyakit

Apakah terdapat bukti-bukti ilmiah dalam kepustakaan yang mendukung pendapat

bahwa pajanan yang dialami menyebabkan penyakit yang diderita. Jika dalam

kepustakaan tidak ditemukan adanya dasar ilmiah yang menyatakan hal tersebut di atas,

maka tidak dapat ditegakkan diagnosa penyakit akibat kerja. Jika dalam kepustakaan ada

yang mendukung, perlu dipelajari lebih lanjut secara khusus mengenai pajanan sehingga

dapat menyebabkan penyakit yang diderita (konsentrasi, jumlah, lama, dan sebagainya).

4. Tentukan apakah jumlah pajanan yang dialami cukup besar untuk dapat

mengakibatkan penyakit tersebut

Jika penyakit yang diderita hanya dapat terjadi pada keadaan pajanan tertentu,

maka pajanan yang dialami pasien di tempat kerja menjadi penting untuk diteliti lebih

lanjut dan membandingkannya dengan kepustakaan yang ada untuk dapat menentukan

diagnosis penyakit akibat kerja.

Patogenesis

Kelainan paru pada pasien bissinosis berupa bronkitis kronis, yang kadang kadang

disertai wheezing, diduga erat hubungannya dengan adanya endotoksin (suatu

lipopolisakarida) yang dikeluarkan oleh bakteri yang mengkontaminasi partikel debu

kapas. Endotoksin inilah yang diduga sebagai penyebab timbulnya kelainan paru tadi.

Para ahli telah yakin bahwa endotoksin ini adalah sebagai penyebabnya, dikuatkan oleh

percobaan-percobaan simulasi yang telah dikerjakan pada pekerja atau hewan coba

dilaboratorium.

Reaksi yang timbul akibat debu yang terinhalasi pada paru tergantung pada sifat

alamiah kimia dari debu, ukuran debu, distribusi dari debu yang terinhalasi, kadar

partikel debu, lamanya paparan, kerentanan individu dan pembersihan partikel debu.

Disamping itu debu kapas juga dapat menimbulkan reaksi alergi sebagaimana

debu yang lain seperti serpihan kayu, tenun, wol dan kapur. Hal ini merupakan reaksi

8

Page 9: PBL Bisinosis Ana

hipersensitivitas tipe I dimana debu kapur yang menempel pada permukaan mukosa

saluran nafas disertai dengan media reaksi immunoglobulin E (lgE) akan mengikat sel

mukosa yang dapat berakibat sel mukosa akan melepaskan bahan vasoaktif termasuk

histamine. Reaksi alergi ini menyebabkan terjadinya bronkhostriksi, meningkatnya

sekresi mucus, dan meningkatnya permeabilitas kapiler sebagai akibat dari rekasi

histamine.6

Bukti Epidemiologi

Pekerja-pekerja yang bekerja di lingkungan pabrik tekstil,yang mengolah kapas

sejak penguraian kapas, pembersihan, pemintalan, dan penenunan, semuanya termasuk

memiliki risiko timbulnya bissinosis. Diketahui bahwa di masing-masing bagian tersebut

kadar/konsentrasi debu kapas tidak sama ,maka besarnya resiko juga berbeda-beda. Studi

klinis sebelumnya melaporkan bahwa angka kejadian brokitis kronis pada pekerja pabrik

tekstil sebesar 4,5-26%. Pekerja yang bekerja pada bagian pembersihan kapas untuk

dipintal ,pembersihan mesin-mesin tersebut mempunyai resiko paling tinggi terjadinya

risiko bissinosis.6

5. Tentukan apakah ada faktor-faktor individu yang mungkin dapat

mempengaruhi

Apakah ada keterangan dari riwayat penyakit maupun riwayat pekerjaannya, yang

dapat mengubah keadaan pajanannya, misalnya penggunaan APD, riwayat adanya

pajanan serupa sebelumnya sehingga risikonya meningkat. Apakah pasien mempunyai

riwayat kesehatan  seperti alergi, riwayat keluarga, serta status kesehatan mental dan

higiene perorangan yang mengakibatkan penderita lebih rentan/lebih sensitif terhadap

pajanan yang dialami.

Pada kasus bisinosis salah satu APD yang utama adalah APD untuk alat

pernapasan yakni respirator atau masker khusus. Selain penggunaan APD, status

kesehatan fisik dari masing-masing individu, mempengaruhi berat-ringannya penyakit

bisisnosis ini. Pada penderita bisinosis yang mempunyai riwayat atopi atau alergi,

kebiasaan olahraga yang jarang bahkan tidak penah atau riwayat penyakit dalam keluarga

yang lain, dapat menimbulkan gejala yang lebih berat serta memperburuk keadaan

bisinosis yang dialami. Kerentanan masing-masing individu juga mempengaruhi cepat-

lambat munculnya bisinosis ini.

9

Page 10: PBL Bisinosis Ana

6. Cari adanya faktor  lain di luar pekerjaan yang dapat merupakan penyebab

penyakit

Apakah ada faktor lain yang dapat merupakan penyebab penyakit? Apakah

penderita mengalami pajanan lain yang diketahui dapat merupakan penyebab penyakit

(merokok, pajanan di rumah, pekerjaan sambilan, hobi). Meskipun demikian, adanya

penyebab lain tidak selalu dapat digunakan untuk menyingkirkan penyebab di tempat

kerja.

7. Diagnosis okupasi

Sesudah menerapkan ke enam langkah di atas perlu dibuat suatu keputusan

berdasarkan informasi yang telah didapat yang memiliki dasar ilmiah. Seperti telah

disebutkan sebelumnya, tidak selalu pekerjaan merupakan penyebab langsung suatu

penyakit, kadang-kadang pekerjaan hanya memperberat suatu kondisi yang telah ada

sebelumnya. Hal ini perlu dibedakan pada waktu menegakkan diagnosis. Suatu

pekerjaan/pajanan dinyatakan sebagai penyebab suatu penyakit (PAK) apabila tanpa

melakukan pekerjaan atau tanpa adanya pajanan tertentu, pasien tidak akan  menderita

penyakit tersebut pada saat ini.

Sedangkan pekerjaan dinyatakan memperberat suatu keadaan (PAHK) apabila

penyakit telah ada atau timbul pada waktu yang sama tanpa tergantung pekerjaannya,

tetapi pekerjaannya/ pajanannya memperberat/ mempercepat timbulnya penyakit. Ada

juga yang belum dapat ditegakkan butuh informasi tambahan dan bukan PAK.

WORKING DIAGNOSIS

BisinosisBisinosis ialah penyakit jalan napas akut dan kronik pada pekerja kapas, kain lena

(linen) dan serat rami, Reaksi akut terhadap paparan debu ditandai oleh perasaan dada

tertekan, mengidap sesak napas waktu kembali bekerja. Gejala tersebut timbul hari

pertama kerja setelah libur akhir pekan atau liburan lain, yaitu pada hari Senin sehingga

disebut “Monday morning chest tightness” atau “Monday morning asthma”.

Pada kebanyakan kasus gejala berkurang atau menghilang pada hari kerja ke dua.

Bila paparan berlanjut maka gejala akan makin berat. Pada perokok gejala umumnya

10

Page 11: PBL Bisinosis Ana

lebih hebat dan lebih sering. Kadang-kadang bila rokok dihentikan rasa dada tertekan

pada hari Senin dapat menghilang.

Dua cara untuk menilai prevalensi dan berat penyakit yaitu dengan kuesioner yang

standar dan pemeriksaan kapasitas ventilasi. Dari kuesioner gejala respirasi  dan kapasitas

ventilasi dikelompokkan menurut beratnya sebagai berikut:

- Derajat 0 : Tidak ada gejala bisinosis.

- Derajat 1/2 : Kadang-kadang rasa dada tertekan pada hari pertama minggu kerja.

- Derajat 1 : Perasaan dada tertekan pada setiap hari pertama minggu kerja.

- Derajat 2 : Perasaan dada tertekan terjadi pada hari pertama dan hari-hari selanjutnya.

- Derajat 3 : gejala seperti derajat 2 ditambah berkurangnya toleransi terhadap aktivitas

secara menetap dan atau pengurangan kapasitas ventilasi.

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya riwayat klinis dan riwayat pajanan.

Gambaran penurunan FEV1 yang berrnakna (10% atau lebih) setelah terpajan selama 6

jam pada hari pertama bekerja setelah akhir minggu, memberikan bukti objektif tentang

efek akut. Derajat perbaikan penyumbatan jalan napas dapat dikaji dengan tes FEV1

sebelum giliran tugas dilakukan setelah dua hari tidak terpajan.4

Etiologi

Penyebab yang sebenarnya tidak diketahui tapi secara umum diterima bahwa

penyakit ini disebabkan pajanan terhadap kapas, rami halus, dan rami. Ada beberapa

bukti bahwa debu goni dapat juga mengakibatkan keadaan yang sama. Pekerja kapas

yang paling berisiko adalah mereka yang berada di kamar peniup dan penyisir tempat

pajanan terhadap debu kapas mentah paling tinggi. Mereka yang bertanggung jawab

untuk membersihkan mesin peniup dan mesin penyisir, misalnya pembersih dan

penggiling memiliki risiko yang paling tinggi. Dua komponen penting adalah endotoksin

(bakteri gram negative) dan tannin (akar, buah, daun). Nilai ambang batas (NAB)

menurut WHO sebesar 0,2 untuk pemintalan dan 0,75 untuk penenunan (mg/m3).

Gambaran klinis

Penyakit ini memiliki ciri sesak napas pendek dan dada sesak. Gejala paling nyata

dialami pada hari pertama hari kerja seminggu (“sesak pada Senin pagi”). Mungkin

disertai batuk yang lama kelamaan menjadi basah berdahak. Penurunan kapasitas

11

Page 12: PBL Bisinosis Ana

ventilasi pada 1x bekerja, meningkatnya prevalensi bronchitis: batuk menetap dan

sputum. Terdapat “Mill fever syndrome” yang terjadi pada hari pertama kerja atau ketika

kembali dari cuti yang lama. Gejala demam disertai linu dan nyeri yang mirip dengan

demam akibat endotoksin gram negative kemudian menghilang setelah beberapa hari.

Berbeda dengan “Weaver cough” yang ditandai dengan sesak (asma) dan panas yang

menetap berbulan-bulan. Pengukuran fungsi paru (sebelum dan sesudah giliran tugas)

dapat menghasilkan penurunan FEV1 melampaui giliran tugas. Pada sebagian besar

individu, temuan ini akan berkurang atau hilang pada hari kedua bekerja. Dengan pajanan

yang berkepanjangan, baik gejala maupun perubahan fungsi akan menjadi lebih berat dan

mungkin akan menetap selama seminggu kerja. Pada pekerja yang sudah lama terpajan

selama bertahun-tahun, adanya riwayat dispnoe saat melakukan kegiatan adalah temuan

yang biasa. Tidak ditemukan tanda yang khas atau ciri tertentu pada pemeriksaan fisik.

EPIDEMIOLOGI Pekerja-pekerja yang bekerja di lingkungan pabrik tekstil,yang mengolah kapas

sejak penguraian kapas, pembersihan, pemintalan, dan penenunan, semuanya termasuk

memiliki risiko timbulnya bissinosis. Diketahui bahwa di masing-masing bagian tersebut

kadar/konsentrasi debu kapas tidak sama ,maka besarnya resiko juga berbeda-beda. Studi

klinis sebelumnya melaporkan bahwa angka kejadian brokitis kronis pada pekerja pabrik

tekstil sebesar 4,5-26%. Pekerja yang bekerja pada bagian pembersihan kapas untuk

dipintal ,pembersihan mesin-mesin tersebut mempunyai resiko paling tinggi terjadinya

risiko bissinosis.6

PENATALAKSANAANYang terpenting pada penyakit akibat kerja adalah menghilangkan sumber

pemaparan dari bahan penyebab untuk meringankan gejala atau pemutusan kontak

dengan agen yang menimbulkan penyakit akibat kerja yaitu dengan cara

memindahkannya (menyingkirkannya dari lingkungan kerja yang potensial risiko tinggi,

dalam pelaksanaannya biasanya para pekerja dilakukan putar kerja.), pemakaian alat

pelindung, pemantauan kadar zat tersebut pada lingkungan tempat kerja sehingga bahan

12

Page 13: PBL Bisinosis Ana

tersebut tidak sampai melewati ambang batas (uji faal paru serial perlu dilakukan untuk

mengetahui perubahan faal paru masing- masing pekerja pada akhir waktu tertentu).6

Pasien dengan gejala khas dan menunjukkan penurunan FEV1 10% atau lebih

harus dipindahkan ke daerah yang tidak terpajan. Pasien dengan penyumbatan jalan napas

sedang atau berat, misalnya FEV1 lebih rendah  dari 60% dari nilai yang diperkirakan,

juga harus lebih baik tidak terpajan lebih lanjut.4

Medikamentosa

Diberikan bronkodilator (B2 agonis, disodium chromoglycate, antihistamin)

biasanya untuk mencegah terjadinya bronkospasme.Pada kasus yang yang lebih berat

dapat diberikan terapi kortikosteroid (steroid aerosol).9

PENCEGAHANStandar debu kapas yang diperbolehkan 0,2/m3, disamping itu dianjurkan :

- Melakukan pemeriksaan prakerja : anamnesis ( kuisioner standar), KV, VEP1

- Setiap tenaga kerja baru diperiksa KV dan VEP1 secara berulang selama 6 bulan

pertama kerja

- Pemeriksaan berkala kapasitas ventilasi dilakukan pada 1 hari kerja. Dilakukan

sebelum dan sesudah pajanan, setidaknya selama 6 jam. Pemeriksaan dilakukan

berbagai interval bila ada penurunan kapasitas ventilasi

Bissinosis bisa dicegah dengan promosi kesehatan, pemakaian alat pelindung diri

dan cara mengurangi kadar debu di dalam pabrik pengolahan tekstil melalui perbaikan

mesin atau sirkulasi udara.

KOMPLIKASIPPOK

Bisinosis ringan mungkin reversible bila pajanan dihentikan, tapi kalau penyakit

sudah berkepanjangan maka ireversible. Orang dengan bisinosis berat jarang terlihat pada

survey industri, karena mereka memiliki ketidakmampuan untuk bekerja. Bisinosis

terlihat lebih berat ketika dihubungkan dengan bronkitis kronik. Stadium akhir penyakit

ini adalah terjadinya obstruksi saluran nafas dengan hiperinflasi saat pengambilan udara.

Perokok memiliki peningkatan resiko menjadi bisinosis yang ireversible.1

13

Page 14: PBL Bisinosis Ana

Efek kronis memiliki ciri obstruksi jalan napas (PPOK) dan secara klinis tidak

bisa dibedakan dengan bronchitis kronis dan emfisema.

PROGNOSISBisinosis ringan atau dini kemungkinan masih reversible sedangkan penyakit

yang berat dan kronis tidak.4

KESIMPULANPenyakit bisinosis adalah penyakit pneumoconiosis yang disebabkan oleh

pencemaran debu kapas atau serat kapas di udara yang kemudian terhisap ke dalam paru-

paru. Debu kapas atau serat kapas ini banyak dijumpai pada pabrik pemintalan kapas,

pabrik tekstil, perusahaan dan pergudangan kapas serta pabrik atau bekerja lain yang

menggunakan kapas atau tekstil; seperti tempat pembuatan kasur, pembuatan jok kursi

dan lain sebagainya.

Masa inkubasi penyakit bisinosis cukup lama, yaitu sekitar 5 tahun. Tanda-tanda

awal penyakit bisinosis ini berupa sesak napas, terasa berat pada dada, terutama pada hari

Senin (yaitu hari awal kerja pada setiap minggu). Secara psikis setiap hari Senin bekerja

yang menderita penyakit bisinosis merasakan beban berat pada dada serta sesak nafas.

Reaksi alergi akibat adanya kapas yang masuk ke dalam saluran pernapasan juga

merupakan gejala awal bisinosis. Pada bisinosis yang sudah lanjut atau berat, penyakit

tersebut biasanya juga diikuti dengan penyakit bronchitis kronis dan mungkin juga

disertai dengan emphysema.

DAFTAR PUSTAKA

1. Balmes,John R.Current occupational &environmental

medicine ed 4.2007.Mc graw hill medical.

2. J.Jevaratnam, David Koh. Gangguan Respirasi. Buku Ajar

Praktik Kedokteran Kerja. Ed 1. EGC: 2010.

14

Page 15: PBL Bisinosis Ana

3. Gleadle J. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik.

Jakarta: Penerbit Erlangga; 2007.

4. Jeyaratnam J, Koh david. Bisinosis . Dalam : Praktik

kedokteran kerja.Jakarta : EGC.2010.h  85-7

5. Bickley L.S. Pemeriksaan Torak dan Paru. Dalam: Buku

Saku Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan Bates Edisi ke-5.Jakarta : EGC. 2008.

h 110

6. Sudoyo Aru W,Bambang S, Idrus A,Siti S, Marcellus

SK.Ilmu penyakit dalam jilid 2.edisi 4.2006.Jakarta:FKUI

7. Djojodibroto D. Bisinosis.Dalam Resirologi (respiratory

medicine) Jakarta : EGC . 2007.h 201-2.

8. Diagnosis okupasi penyakit akibat kerja. Diunduh dari http:

//www. scribd. com/ doc/ 40525712/, 25 Oktober 2011.

9. Penatalaksanaan medikamentosa. Diunduh dari :

http://medicastore.com/penyakit/428/Bissinosis_Byssinosis.html, 25 Oktober 2011.

15