Upload
nella
View
81
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
pbl
Citation preview
Carennia Paramita 102011280
Fakultas Kedokteran Ukrida
Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510
Pendahuluan
Ilmu Kedokteran Forensik adalah spesialistik dari ilmu kedokteran yang mempelajari
pemanfaatan ilmu kedokteran untuk kepentingan penegakan hukum dan keadilan. Dalam
mengungkapkan suatu kasus pidana, diperlukan adanya beberapa komponen yang ikut berperan
diantaranya masyarakat, polisi, bagian penyidik, serta para ahli yang ikut membantu.1
Kasus: seorang laki-laki ditemukan di sebuah sungai kering yang penuh dengan batu-batuan dalam
keadaan mati tertelungkup. Ia mengenakan kaos dalam (oblong) dan celana panjang yang di bagian
bawahnyaa digulung hingga setengah tungkai bawahnya. Lehernya terikat dengan lengan baju (yang
kemudian diketahui baju miliknya sendiri) dan ujung lengan baju lainnya terikat ke sebuah dahan pohon
perdu setinggi 60 cm. Posisi mayat relative mendatar, namun leher memang terjerat oleh baju tersebut.
Tubuh mayat tersebut telah membusuk, namun masih dijumpai satu luka terbuka di daerah ketiak kiri
yang memperlihatkan pembuluh darah ketiak putus, dan beberapa luka terbuka di daerah tungkai bawah
kanan dan kiri yang memiliki cirri-ciri yang sesuai dengan akibat kekerasan tajam.
Pembuatan Laporan
Visum et repertum adalah salah satu alat bukti yang sah sebagaimana tertulis dalam pasal
184 KUHP. Visum et Repertum turut berperan dalam proses pembuktian suatu perkara pidana
terhadap kesehatan dan jiwa manusia, dimana ia menguraikan segala sesuatu tentang hasil
pemeriksaan medik yang tertuang di dalam bagian pemberitaan, yang karenanya dapat dianggap
sebagai pengganti barang bukti. Visum et repertum juga memuat keterangan atau pendapat
dokter mengenai hasil pemeriksaan medik tersebut yang tertuang di dalam bagian kesimpulan.
1
Dengan demikian visum et repertum secara utuh telah menjembatani ilmu kedokteran dengan
ilmu hukum sehingga dengan membaca visum et repertum, dapat diketahui dengan jelas apa
yang telah terjadi pada seseorang, dan para praktisi hukum dapat menerapkan norma-norma
hukum pada perkara pidana yang menyangkut tubuh dan jiwa manusia.1
Apabila visum et repertum belum dapat menjernihkan duduk persoalan di sidang
pengadilan, maka hakim dapat meminta keterangan ahli atau diajukannya bahan baru, seperti
yang tercantum dalam KUHAP, yang memungkinkan dilakukannya pemeriksaan atau penelitian
ulang atas barang bukti, apabila timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasehat
hukumnya terhadap suatu hasil pemeriksaan. Hal ini sesuai dengan pasal 180 KUHAP.Bagi
penyidik (Polisi/Polisi Militer) visum et repertum berguna untuk mengungkapkan perkara.
Bagi Penuntut Umum (Jaksa) keterangan itu berguna untuk menentukan pasal yang akan
didakwakan, sedangkan bagi Hakim sebagai alat bukti formal untuk menjatuhkan pidana atau
membebaskan seseorang dari tuntutan hukum. Untuk itu perlu dibuat suatu Standar Prosedur
Operasional Prosedur (SPO) pada suatu Rumah Sakit tentang tata laksana pengadaan visum et
repertum.
Ketentuan umum pembuatan visum et repertum adalah:
Diketik di atas kertas berkepala surat instansi pemeriksa.
1. Bernomor, bertanggal dan bagian kiri atasnya dicantumkan kata “Pro Justitia”.
2. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, tanpa singkatan dan tidak
menggunakan istilah asing.
3. Ditandatangani dan diberi nama jelas pembuatannya serta dibubuhi stempel instansi
tersebut.
Visum et repertum terdiri dari 5 bagian yang tetap yaitu:
1. Kata “Pro Justitia” yang dicantumkan pada bahagian atas dan menjelaskan bahawa ia
dibuat untuk tujuang pengadilan serta tidak perlu dimeterai.
2. Bagian Pendahuluan
1. Pendahuluan memuatkan identitas pemohon visum et repertum, tanggal dan pukul
diterimanya permohonan visum et repertum, identitas dokter yang melakukan
2
pemeriksaan, identitas objek yang diperiksa : nama, jenis kelamin, umur, bangsa,
alamat, pekerjaan, kapan dilakukan pemeriksaan, dimana dilakukan pemeriksaan,
alasan dimintakannya visum et repertum, rumah sakit tempat korban dirawat
sebelumnya, waktu korban meninggal dunia, keterangan mengenai orang yang
mengantar korban ke rumah sakit.
2. Bagian Hasil Pemeriksaan
3. Bagian ini memuat semua hasil pemeriksaan terhadap ‘barang bukti” yang ditulis
secara sistimatik, jelas dan dapat dimengerti oleh orang yang tidak berlatar
belakang pendidikan kedokteran. Pada pemeriksaan jenazah ia terbagi kepada tiga
bagian yaitu:
1. Pemeriksaan luar
2. Pemeriksaan dalam
3. Pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan pendukung lainnya.
4. Bagian Kesimpulan.
5. Dalam bagian ini ditulis kesimpulan pemeriksa atas seluruh hasil pemeriksaan
dengan berdasarkan keilmuannya atau keahliannya. Pada pemeriksaan jenazah,
bagian ini berisi setidaknya jenis perlukaan atau cedera, kelainan yang ditemukan,
penyebabnya, serta sebab kematiannya.
6. Jika mungkin, dicantumkan juga saat kematian dan petunjuk penting tentang
kekerasan ataupun pelakunya.
7. Bagian Penutup
Berisi kalimat “Demikianlah visum et repertum ini saya buat dengan sesungguhnya
berdasarkan keilmuan saya dan dengan mengingat sumpah sesuai dengan Kitab Undang-undang
Hukum Acara Pidana”.
Aspek Hukum
Kejahatan Terhadap Tubuh dan Jiwa Manusia 2
Pasal 89 KUHP
Membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan menggunakan kekerasan.
3
Pasal 90 KUHP
Luka berat berarti:
- jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali, atau
yang menimbulkan bahaya maut;
- tidak mampu terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan pencarian;
- kehilangan salah satu pancaindra;
- mendapat cacat berat;
- menderita sakit lumpuh;
- terganggunya daya piker selama empat minggu lebih;
- gugur atau matinya andungan seorang perempuan.
Pasal 338 KUHP
Barangsiapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan,
dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 339 KUHP
Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang
dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya, atau untuk
melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap tangan,
ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan hukum,
diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh
tahun.
Pasal 340 KUHP
Barangsiapa dengan sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang
lain, diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana
penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh lima tahun.
4
Pasal 351 KUHP
Penganiyaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau
pidana denda paling banyak 4500 rupiah.
Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana
penjara paling lama 5 tahun.
Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama7 tahun.
Dengan penganiyaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
Pasal 353 KUHP
Penganiayaan dengan rencana terlebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling
lama 4 tahun.
Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah dikenakan pidana penjara
paling lama tujuh tahun.
Jika perbuatan mengakibatkan mati, dia dikenakan pidana penjara paling lama 9 tahun.
Pasal 354 KUHP
Barangsiapa dengan sengaja melukai berat orang lain, diancam, karena melakukan
penganiayaan berat, dengan pidana penjara paling lama delapan tahun.
Jika perbuatan mengakibatkan mati, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama
sepuluh tahun.
Pasal 355 KUHP
Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana lebih dahulu, diancam dengan pidana
penjara paling lama 12 tahun.
Jika perbuatan mengakibatkan mati, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama
15tahun.
5
Kewajiban Dokter Membantu Peradilan
Pasal 133 KUHAP
Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka,
keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia
berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau
dokter dan atau ahli lainnya.
Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis,
yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan
mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.
Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus
diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi
label yang memuat identitas mayat, dilak dengan cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari
kaki atau bagian lain badan mayat.
Penjelasan Pasal 133 KUHAP
Keterangan yang diberikan oleh ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan ahli,
sedangkan keterangan yang diberikan oleh dokter bukan ahli kedokteran kehakiman disebut
keterangan.
Pasal 179 KUHAP
Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau
ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.
Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang memberikan
keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah atau janji akan
memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan sebenanr-benarnya menurut pengetahuan
dalam bidang keahliannya.
6
Bentuk Bantuan Dokter Bagi Peradilan Dan Manfaatnya
Pasal 183 KUHAP
Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-
kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-
benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannnya.
Pasal 184 KUHAP
Alat bukti yang sah adalah:
o Keterangan saksi
o Keterangan ahli
o Surat
o Pertunjuk
o Keterangan terdakwa
Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.
Pasal 186 KUHAP
Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan.
Pasal 180 KUHAP
Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang
pengadilan, Hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta agar
diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.
Dalam hal timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasihat hukum terhadap
hasil keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Hakim memerintahkan agar
hal itu dilakukan penelitian ulang.
Hakim karena jabatannya dapat memerintahkan untuk dilakukan penelitian ulang
sebagaimana tersebut pada ayat (2)
Sangsi Bagi Pelanggar Kewajiban Dokter
Pasal 216 KUHP
7
Barangsiapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan
menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh
pejabat berdasarkan tugasnya. Demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau
memeriksa tindak pidana; demikian pula barangsiapa dengan sengaja mencegah,
menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan,
diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau denda
paling banyak sembilan ribu rupiah.
Disamakan dengan pejabat tersebut di atas, setiap orang yang menurut ketentuan
undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi tugas
menjalankan jabatan umum.
Jika pada waktu melakukan kejahatan belum lewat dua tahun sejak adanya
pemidanaan yang menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga, maka pidanya
dapat ditambah sepertiga.
Pasal 222 KUHP
Barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan
pemeriksaan mayat untuk pengadilan, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan
bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Pasal 224 KUHP
Barangsiapa yang dipanggil menurut undang-undang untuk menjadi saksi, ahli atau
jurubahasa, dengan sengaja tidak melakukan suatu kewajiban yang menurut undang-undang ia
harus melakukannnya:
Dalam perkara pidana dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 9 bulan.
Dalam perkara lain, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 6 bulan.
Pasal 522 KUHP
Barangsiapa menurut undang-undang dipanggil sebagai saksi, ahli atau jurubahasa, tidak
datang secara melawan hukum, diancam dengan pidana denda paling banyak sembilan ratus
rupiah.
8
Prosedur Medikolegal
Otopsi medikolegal dilakukan terhadap mayat seseorang yang diduga meninggal akibat
suatu sebab yang tidak wajar seperti pada kasus kecelakaan, pembunuhan, maupun bunuh diri.
autopsi ini dilakukan atas permintaan penyidik sehubungan dengan adanya penyidikan suatu
perkara. Tujuan dari autopsi medikolegal adalah:2
Untuk memastikan identitas seseorang yang tidak diketahui atau belum jelas
Untuk menentukan sebab pasti kematian, mekanisme kematian, dan saat kematian
Untuk mengumpulkan dan memeriksa tanda bukti untuk penentuan identitas benda
penyebab dan pelaku kejahatan
Membuat laporan tertulis yang objektif berdasarkan fakta dalam bentuk visum et
repertum.
Otopsi medikolegal dilakukan atas permintaan penyidik sehubungan dengan adanya
penyidikan suatu perkara. Hasil pemeriksaan adalah temuan obyektif pada korban, yang
diperoleh dari pemeriksaan medis. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada Otopsi
medikolegal:
Tempat untuk melakukan otopsi adalah pada kamar jenazah
Otopsi hanya dilakukan jika ada permintaan untuk otopsi oleh pihak yang berwenang
Otopsi harus segera dilakukan begitu mendapat surat permintaan untuk otopsi
Hal-hal yang berhubungan dengan penyebab kematian harus dikumpulkan dahulu
sebelum memulai autopsi. Tetapi kesimpulan harus berdasarkan temuan-temuan dari
pemeriksaan fisik
Pencahayaan yang baik sangat penting pada tindakan otopsi
Identitas korban yang sesuai dengan pernyataan polisi harus dicatat pada laporan. Pada
kasus jenazah yang tidak dikenal, maka tanda-tanda identifikasi, photo, sidik jari, dan
lain-lain harus diperoleh.
Ketika dilakukan otopsi tidak boleh disaksikan oleh orang yang tidak berwenang
Pencatatan perincian pada saat tindakan otopsi dilakukan oleh asisten
Pada laporan otopsi tidak boleh ada bagian yang dihapus
Jenazah yang sudah membusuk juga bisa diotopsi
9
Adapun persiapan yang dilakukan sebelum melakukan autopsi forensik/medikolegal
adalah:
Melengkapi surat-surat yang berkaitan dengan autopsi yang akan dilakukan, termasuk
surat izin keluarga, surat permintaan pemeriksaan/pembuatan visum et repertum.
Memastikan mayat yang akan diautopsi adalah mayat yang dimaksud dalam surat
tersebut.
Mengumpulkan keterangan yang berhubungan dengan terjadinya kematian selengkap
mungkin untuk membantu memberi petunjuk pemeriksaan dan jenis pemeriksaan
penunjang yang harus dilakukan.
Memastikan alat-alat yang akan dipergunakan telah tersedia. Untuk autopsi tidak
diperlukan alat-alat khusus dan mahal, cukup :
o Timbangan besar untuk menimbang mayat.
o Timbangan kecil untuk menimbang organ.
o Pisau, dapat dipakai pisau belati atau pisau dapur yang tajam.
o Guntung, berujung runcing dan tumpul.
o Pinset anatomi dan bedah.
o Gergaji, gergaji besi yang biasanya dipakai di bengkel.
o Forseps atau cunam untuk melepaskan duramater.
o Gelas takar 1 liter.
o Pahat.
o Palu.
o Meteran.
o Jarum dan benang.
o Sarung tangan
o Baskom dan ember
o Air yang mengalir
Mempersiapkan format otopsi, hal ini penting untuk memudahkan dalam pembuatan
laporan otopsi.
10
Pemeriksaan Medis
Identifikasi forensik merupakan langkah pertama apabila korban ditemukan. Upaya
penentuan identiti korban dengan tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas
seseorang. Identifikasi personel merupakan suatu masalah dalam kasus pidana atau perdata.
Menentukan identitas personel dengan tepat amat penting dalam penyelidikan karena adanya
kekeliruan dapat berakibat fatal dalam prosos peradilan.4
Di dalam identifikasi korban ini, peran ilmu kedokteran forensik adalah penting terutama
apabila korban ini tidak dikenal dan korban ini sudah membusuk seperti di dalam kasus ini.
Penentuan identitas personel dapat mengunakan beberapa metode dan identifikasi seseorang
dipastikan apabila paling sedikit dua metode yang digunakan memberikan hasil positif. Metode-
metodenya adalah:
Pemeriksaan dokumen
Apabila dokumen seperti kartu identifikasi (KTP, SIM, paspor dll) yang kebetulan
ditemukan dalam saku pakaian yang dikenakan atau berdekatan dengan TKP sangat
membantu mengenali korban tersebut.
Identifikasi medik
Pemeriksaan ini dilakukan di TKP atau ruang autopsi semasa pemeriksaan luar.
Identifikasi medik ini mempunyai nilai tinggi karena selain dilakukan oleh seorang ahli
dengan menggunakan cara/modifikasi sehingga ketepatan cukup tinggi. Metode ini
terbagi menjadi:
o Identifikasi umum
Pada pemeriksaan luar, identifikasi umum dilakukan dengan mencatat identitas
korban seperti; jenis kelamin, bangsa dan ras, umur, warna kulit, keadaan gizi,
tinggi, berat badan, rambut mayat baik dari segi warna, distribusi, keadaan
tumbuh serta sifatnya; kasar atau halus, lurus atau ikal, keadaan zakar yang
disirkumsisi atau tidak.
o Identifikasi khusus
Terdiri dari sesuatu yang khusus yang dapat dijumpai pada korban yang dapat
membantu identifikasi korban. Terdiri dari:
11
Rajah / tattoo: Tentukan letak, warna serta tulisan/lukisan tattoo yang
ditemukan. Bila perlu bt dokumentasi foto.
Jaringan parut: Catat seteliti mungkin jaringan parut yang ditemukan baik
yang timbul akibat penyembuhan luka maupun yang terjadi akibat tindakan
bedah.
Kapalan (callus): Dengan memcatat distribusi callus, kadangkala dapat
memperoleh keterangan yang berharga mengenai pekerjaan mayat yang
diperiksa semasa hidupnya. Contohnya pada pekerja buruh pikul, ditemukan
kapalan pada aderah bahu manakala pada pekerja kasar lainnya ditemukan
kapalan pada telapak tangan atau kaki.
Kelainan kulit: Adanya kutil, angioma, bercak hiper atau hipopogmentasi,
eksema dan kelainan lain sering kali dapat membantu dalam penentuan
identitas.
Anomali dan cacat pada tubuh: Kelainan anatomis berupa anomali atau
deformitas akibat penyakit atau kekerasan perlu dicatat dengan seksama.
Tidak tercatanya ciri-ciri yang disebut di atas dapat sangat merugikan karena
dapat menyebabkan diragukannya hasil pemeriksaan terhadap mayat secara
keseluruhan.
Pemeriksaan pakaian dan perhiasan
Dari pakaian dan perhiasan yang dikanakan jenazah mungkin dapat diketahui
merek atau nama pembuat, ukuran, inisial nama pemilik, badge, yang semuanya
membantu identifikasi walaupun telah terjadi pembusukan pada jenazah tersebut.
Metode visual
Metode ini dilakukan dengan cara memperlihatkan jenazah pada orang-orang
yang merasa kehilangan anggota keluarga atau temannya. Cara ini hanya efektif pada
jenazah yang belum membusuk sehingga masih mungkin mengenali wajah dan bentuk
tubuhnya oleh lebih dari satu orang. Hal ini perlu perhatikan mengingat adanya
kemungkinan faktor emosi yang turut berperan untuk membenarkan atau sebaliknya
menyangkal identitas jenazah tersebut.
Pemeriksaan sidik jari
12
Metode ini membandingkan gambaran sidik jari jenazah dengan sidik jari ante
mortem. Sampai saat ini, pemeriksaan sidik jari merupakan pemeriksaan yang diakui
paling tinggi ketepatannya untuk menentukan identitas seseorang. Dengan demikian
harus dilakukan penanganan sebaik-baiknya jari tangan untuk pemeriksaan sidik jari
misalnya melakukan pembungkusan kedua tangan jenazah dengan kantung plastik.
Pemeriksaan gigi
Pemeriksaan ini meliputi pencatatan data gigi (odontogram) dan rahang yang
dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan manual, sinar-x dan pencetakan gigi
serta rahang. Odontogram memuat data tentang jumlah, bentuk, susunan, tambalan,
protesa gigi dan sebagainya. Seperti halnya dengan sidik jari, maka setiap individu
memiliki susunan gigi yang khas. Dengan demikian dapat dilakukan identifikasi dengan
cara membandingkan data temuan dengan data pembanding ante mortem.
Pemeriksaan serologik
Pemeriksaan serologik bertujuan untuk menentukan golongan darah jenazah.
Penentuan golongan darah pada jenazah yang telah membusuk dengan memeriksa
rambut, kuku dan tulang.
Pemeriksaan Luar
Bagian pertama dari teknik otopsi adalah pemeriksaan luar. Sistematika pemeriksaan luar
adalah:
Label mayat
Memeriksa label mayat (dari pihak kepolisian) yang biasanya diikatkan pada jempol kaki
mayat. Gunting pada tali pengikat, simpan bersama berkas pemeriksaan. Catat warna,
bahan, dan isi label selengkap mungkin. Sedangkan label rumah sakit, untuk identifikasi
di kamar jenazah, harus tetap ada pada tubuh mayat.
Penutup mayat
Mencatat jenis/bahan, warna, corak, serta kondisi (ada tidaknya bercak/pengotoran) dari
penutup mayat.
Bungkus mayat
13
Mencatat jenis/bahan, warna, corak, serta kondisi (ada tidaknya bercak/pengotoran) dari
bungkus mayat. Catat tali pengikatnya bila ada.
Pakaian
Mencatat pakaian mayat dengan teliti mulai dari yang dikenakan di atas sampai di bawah,
dari yang terluar sampai terdalam. Pencatatan meliputi bahan, warna dasar, warna dan
corak tekstil, bentuk/model pakaian, ukuran, merk penjahit, cap binatu,
monogram/inisial, dan tambalan/tisikan bila ada. Catat juga letak dan ukuran pakaian bila
ada tidaknya bercak/pengotoran atau robekan. Saku diperiksa dan dicatat isinya.
Perhiasan
Mencatat perhiasan mayat, meliputi jenis, bahan, warna, merek, bentuk serta ukiran
nama/inisial pada benda perhiasan tersebut.
Mencatat benda di samping mayat misalnya tas ataupun bungkusan.
Mencatat perubahan tanatologi :
o Lebam mayat; letak/distribusi, warna, dan intensitas lebam.
o Kaku mayat; distribusi, derajat kekakuan pada beberapa sendi, dan ada tidaknya
spasme kadaverik.
o Suhu tubuh mayat; memakai termometer rektal dam dicatat juga suhu ruangan pada
saat tersebut.
o Pembusukan
o Lain-lain; misalnya mumifikasi atau adiposera.
Mencatat identitas mayat, seperti jenis kelamin, bangsa/ras, perkiraan umur, warna kulit,
status gizi, tinggi badan, berat badan, disirkumsisi/tidak, striae albicantes pada dinding perut.
Mencatat segala sesuatu yang dapat dipakai untuk penentuan identitas khusus, meliputi
rajah/tatoo, jaringan parut, kapalan, kelainan kulit, anomali dan cacat pada tubuh.
Pemeriksaan rambut
Memeriksa distribusi, warna, keadaan tumbuh, dan sifat dari rambut. Rambut
kepala harus diperiksa, contoh rambut diperoleh dengan cara memotong dan mencabut
sampai ke akarnya, paling sedikit dari enam lokasi kulit kepala yang berbeda. Potongan
rambut ini disimpan dalam kantungan yang telah ditandai sesuai tempat pengambilannya.
Pemeriksaan mata
14
Memeriksa mata, seperti apakah kelopak terbuka atau tertutup, tanda kekerasan,
kelainan. Periksa selaput lendir kelopak mata dan bola mata, warna, cari pembuluh darah
yang melebar, bintik perdarahan, atau bercak perdarahan. Kornea jernih/tidak, adanya
kelainan fisiologik atau patologik. Catat keadaan dan warna iris serta kelainan lensa mata.
Catat ukuran pupil, bandingkan kiri dan kanan.
Pemeriksaan daun telinga dan hidung: mencatat bentuk dan kelainan/anomali pada daun
telinga dan hidung.
Pemeriksaan mulut dan rongga mulut: memeriksa bibir, lidah, rongga mulut, dan gigi geligi.
Catat gigi geligi dengan lengkap, termasuk jumlah, hilang/patah/tambalan, gigi palsu,
kelainan letak, pewarnaan, dan sebagainya.
Pemeriksaan leher: bagian leher diperiksa jika ada memar, bekas pencekikan atau pelebaran
pembuluh darah. Kelenjar tiroid dan getah bening juga diperiksa secara menyeluruh.
Pemeriksaan alat kelamin dan lubang pelepasan: pada pria dicatat kelainan bawaan yang
ditemukan, keluarnya cairan, kelainan lainnya. Perhatikan bentuk lubang pelepasan,
perhatikan adanya luka, benda asing, darah dan lain-lain
Perlu diperhatikan kemungkinan terdapatnya tanda perbendungan, ikterus, sianosis,
edema, bekas pengobatan, bercak lumpur atau pengotoran lain pada tubuh.
Bila terdapat tanda-tanda kekerasan/luka harus dicatat lengkap. Setiap luka pada tubuh
harus diperinci dengan lengkap, yaitu perkiraan penyebab luka, lokasi, ukuran, dll. Dalam luka
diukur dan panjang luka diukur setelah kedua tepi ditautkan. Lokalisasi luka dilukis dengan
mengambil beberapa patokan, antara lain: garis tengah melalui tulang dada, garis tengah melalui
tulang belakang, garis mendatar melalui kedua puting susu, dan garis mendatar melalui pusat.
Pemeriksaan ada tidaknya patah tulang, serta jenis/sifatnya.
Pemeriksaan Dalam
Pemeriksaan dalam bisa dilakukan dengan beberapa cara berikut ini:
Insisi I dimulai di bawah tulang rawan krikoid di garis tengah sampai prosesus xifoideus
kemudian 2 jari paramedian kiri dari puat sampai simfisis, dengan demikian tidak perlu
melingkari pusat.
Insisi Y, merupakan salah satu tehnik khusus otopsi.
15
Insisi melalui lekukan suprastenal menuju simfisis pubis, lalu dari lekukan suprasternal ini
dibuat sayatan melingkari bagian leher.
Pada pemeriksaan dalam, organ tubuh diambil satu persatu dengan hati-hati dan dicatat:
Ukuran : Pengukuran secara langsung adalah dengan menggunakan pita pengukur. Secara
tidak langsung dilihat adanya penumpulan pada batas inferior organ. Organ hati yang
mengeras juga menunjukkan adanya pembesaran.
Bentuk
Permukaan : Pada umumnya organ tubuh mempunyai permukaan yang lembut, berkilat
dengan kapsul pembungkus yang bening. Carilah jika terdapat penebalan, permukaan
yang kasar , penumpulan atau kekeruhan.
Konsistensi: Diperkirakan dengan cara menekan jari ke organ tubuh tersebut.
Kohesi: Merupakan kekuatan daya regang anatar jaringan pada organ itu. Caranya
dengan memperkirakan kekuatan daya regang organ tubuh pada saat ditarik. Jaringan
yang mudah teregang (robek) menunjukkan kohesi yang rendah sedangkan jaringan yang
susah menunjukkan kohesi yang kuat.
Potongan penampang melintang: Disini dicatat warna dan struktur permukaan
penampang organ yang dipotong. Pada umumnya warna organ tubuh adalah keabu-
abuan, tapi hal ini juga dipengaruhi oleh jumlah darah yang terdapat pada organ tersebut.
Warna kekuningan, infiltrasi lemak, lipofisi, hemosiferin atau bahan pigmen bisa
merubah warna organ. Warna yang pucat merupakan tanda anemia.
Struktur organ juga bisa berubah dengan adanya penyakit. Pemeriksaan khusus juga bisa
dilakukan terhadap sistem organ tertentu, tergantung dari dugaan penyebab kematian. Insisi pada
masing-masing bagian-bagian tubuh yaitu :
Dada
Tulang dada diangkat dengan memotong tulang rawan iga 1 cm dari
sambungannya dengan cara pisau dipegang dengan tangan kanan dengan bagian tajam
horizontal diarahkan pada tulang rawan iga dan dengan tangan yang lain menekan pada
punggung pisau. Pemotongan dimulai dari tulang rawan iga no. 2. Tulang dada diangkat
dan dilepaskan dari diafragma kanan dan kiri kemudian dilepaskan mediastinum anterior.
16
Rongga paru-paru diperiksa adanya perlengketan, darah, pus atau cairan lain kemudian
diukur. Kemudian pisau dengan tangan kanan dimasukkan dalam rongga paru-paru,
bagian tajam tegak lurus diarahkan ke tulang rawan no.1 dan tulang rawan dipotong
sedikit ke lateral, kemudian bagian tajam pisau diarahkan ke sendi sternoklavikularis
dengan menggerak-gerakkan sternum, sendi dipisahkan. Prosedur diulang untuk sendi
yang lainnya. Mediastinum anterior diperiksa adanya timus persistens. Perikardium
dibuka dengan Y terbalik, diperiksa cairan perikardium, normal sebanyak kurang lebih 50
cc dengan warna agak kuning. Apeks jantung diangkat, dibuat insisi di bilik dan serambi
kanan diperiksa adanya embolus yang menutup arteri pulmonalis. Kemudian dibuat insisi
di bilik dan serambi kiri. Jantung dilepaskan dengan memotong pembuluh besar dekat
perikardium.
Jantung
Jantung dibuka menurut aliran darah. Pisau dimasukkan ke vena cava inferior
sampai keluar di vena superior dan bagian ini dipotong. Ujung pisau dimasukkan melalui
katup trikuspidalis keluar di insisi bilik kanan dan bagian ini dipotong. Ujung pisau lalu
dimasukkan arteri pulmonalis dan otot jantung mulai dari apeks dipotong sejajar dengan
septum interventrikulorum. Ujung pisau dimasukkan ke vena pulmonalis kanan keluar ke
vena pulmonalis kiri dan bagian ini dipotong. Ujung pisau dimasukkan melalui katup
mitral keluar di insisi bilik kiri dan bagian ini dipotong. Ujung pisau kemudian
dimasukkan melalui katup aorta dan otot jantung dari apeks dipotong sejajar dengan
septum inetrventrikulorum. Jantung sekarang sudah terbuka, diperiksa katup, otot kapiler,
chorda tendinea, foramen ovale, septum interventrikulorum. Arteri koronaria diiris
dengan pisau yang tajam sepanjang 4-5 mm mulai dari lubang dikatup aorta. Otot jantung
bilik kiri diiris di pertengahan sejajar dengan epikardium dan endokardium, demikian
pula dengan septum interventrikulorum.
Paru
Paru kanan dan kiri dilepaskan dengan memotong bronkhi dan pembuluh darah di
hilus, setelah perkardium diambil. V.pulmonalis dibuka dengan gunting, kemudian
bronkhi dan terakhir a.pulmonalis. Paru diiris longitudinal dari apeks ke basis.
Perut
17
Usus halus dipisahkan dari mesenterium, usus besar dilepaskan, duodenum dan
rektum diikat ganda kemudian dipotong. Limpa pula dipotong di hilus, diiris
longitudinal, perhatikan parenkim, folikel, dan septa.
Esofagus-Lambung-Doudenum-Hati
Semua organ tersebut di atas dikeluarkan sebagai satu unit. Esofagus diikat ganda
dan dipotong. Diafragma dilepaskan dari hati dan esofagus dan unit tadi dapat diangkat.
Sebelum diangkat, anak ginjal kanan yang biasanya melekat pada hati dilepaskan terlebih
dahulu. Esofagus dibuka terus ke kurvatura mayor, terus ke duodenum. Perhatikan isi
lambung, dapat membantu penentuan saat kematian. Kandung empedu ditekan, bulu
empedu akan menonjol kemudian dibuka dengan gunting ke arah papila Vater, kemudian
dibuka ke arah hati, lalu kandung empedu dibuka. Perhatikan mukosa dan adanya batu.
Buluh kelenjar ludah diperut dibuka dari papila Vater ke pancreas. Pankreas dilepaskan
dari duodenum dan dipotong-potong transversal. Pada hati perhatikan tepi hati,
permukaan hati, perlekatan, kemudian dipotong longitudinal. Usus halus dan usus besar
dibuka dengan gunting ujung tumpul, perhatikan mukosa dan isinya, cacing.
Ginjal, ureter, rektum, dan kandung kemih
Organ tersebut di atas dikeluarkan sebagai satu unit. Ginjal dengan suatu insisi
lateral dapat diangkat dan dilepaskan dengan memotong pembuluh darah di hilus,
kemudian ureter dilepaskan sampai panggul kecil. Kandung urin dan rektum dilepaskan
dengan cara memasukkan jari telunjuk lateral dari kandung urin dan dengan cara tumpul
membuat jalan sampai ke belakang rektum. Kemudian dilakukan sama pada bagian
sebelahnya. Tempat bertemunya kedua jari telunjuk dibesarkan sehingga 4 jari kanan dan
kiri dapat bertemu, kemudian jari kelingking dinaikkan ke atas dengan demikian rektum
lepas dari sakrum. Rektum dan kandung urine dipotong sejauh dekat diafragma pelvis.
Anak ginjal dipotong transversal. Ginjal dibuka dengan irisan longitudinal dari lateral ke
hilus. Ureter dibuka dengan gunting sampai kandung urine, kapsul ginjal dilepas dan
perhatikan permukaannya. Pada laki-laki rektum dibuka dari belakang dan kandung urin
melalui uretra dari muka. Rektum dilepaskan dari prostat dan dengan demikian terlihat
vesika seminalis. Prostat dipotong transversal, perhatikan besarnya penampang. Testis
dikeluarkan melalui kanalis spermatikus dan diiris longitudinal, perhatikan besarnya,
konsistensi, infeksi, normal, tubuli semineferi dapat ditarik seperti benang.
18
Leher
Lidah, laring, trakea, esofagus, palatum molle, faring dan tonsil dikeluarkan
sebagai satu unit. Perhatikan obstruksi di saluran nafas, kelenjar gondok dan tonsil. Pada
kasus pencekikan tulang lidah harus dibersihkan dan diperiksa adanya patah tulang.
Kepala
Kulit kepala diiris dari prosesus mastoideus kanan sampai yang kiri dengan mata
pisau menghadap keluar supaya tidak memotong rambut terlalu banyak. Kulit kepala
kemudian dikelupas ke muka dan ke belakang dan tempurung tengkorak dilepaskan
dengan menggergajinya. Pahat dimasukkan dalam bekas mata gergaji dan dengan
beberapa ketukan tempurung lepas dan dapat dipisahkan. Durameter diinsisi paralel
dengan bekas mata gergaji. Falx serebri digunting dibagian muka. Otak dipisah dengan
memotong pembuluh darah dan saraf dari muka ke belakang dan kemudian medula
oblongata. Tentorium serebri diinsisi di belakang tulang karang dan sekarang otak dapat
diangkat. Selaput tebal otak ditarik lepas dengan cunam. Otak kecil dipisah dan diiris
horisontal, terlihat nukleus dentatus. Medula oblongata diiris transversal, demikiaan pula
otak besar setebal 2,5 cm. Pada trauma kepala perhatikan adanya edema, kontusio,
laserasi serebri.
Tanatologi
Ilmu yang mempelajari tentang kematian dan perubahan yang terjadi setelah kematian serta
faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut adalah tanatologi. Tanatologi berasal dari kata
thanatos (yang berhubungan dengan kematian) dan logos yang berarti ilmu. Tanatologi adalah
bagian dari ilmu kedokteran Forensik yang mempelajari kematian dan perubahan yang terjadi
setelah kematian serta faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut. Dalam tanatologi dikenal
beberapa istilah tentang mati, yaitu mati somatis (mati klinis), mati suri, mati seluler, mati
serebral dan mati otak (mati batang otak).5
Tanda Pasti Kematian
Dahulu kematian ditandai dengan tidak berfungsinya lagi jantung. Konsep baru sekarang
ini mengenai kematian mencakup berhentinya fungsi pernafasan, jantung dan otak. Dimana saat
kematian ditentukan berdasarkan saat otak berhenti berfungsi. Pada saat itulah jika diperiksa
19
dengan elektro-ensefalo-grafi (EEG) diperoleh garis yang datar. Berdasarkan waktunya, tanda
kematian dibagi menjadi 3, yaitu:
1. Tanda yang segera dikenali setelah kematian: Berhentinya sirkulasi darah dan
pernafasan.
2. Tanda-tanda kematian setelah beberapa saat kemudian:
a. Lebam mayat (livor mortis)
Lebam mayat terjadi akibat terkumpulnya darah pada jaringan kulit dan subkutan
disertai pelebaran pembuluh kapiler pada bagian tubuh yang letaknya rendah atau
bagian tubuh yang tergantung. Keadaan ini memberi gambaran berupa warna ungu
kemerahan.Setelah seseorang meninggal, mayatnya menjadi suatu benda mati
sehingga darah akan berkumpul sesuai dengan hukum gravitasi. Lebam mayat pada
awalnya berupa barcak. Dalam waktu sekitar 6 jam, bercak ini semakin meluas yang
pada akhirnya akan membuat warna kulit menjadi gelap. Pembekuan darah terjadi
dalam waktu 6-10 jam setelah kematian. Lebam mayat ini bisa berubah baik ukuran
maupun letaknya tergantung dari perubahan posisi mayat. Karena itu penting sekali
untuk memastikan bahwa mayat belum disentuh oleh orang lain. Posisi mayat ini juga
penting untuk menentukan apakah kematian disebabkan karena pembunuhan atau
bunuh diri. Ada 5 warna lebam mayat yang dapat kita gunakan untuk memperkirakan
penyebab kematian :
• Merah kebiruan merupakan warna normal lebam
• Merah terang menandakan keracunan CO, keracunan CN atau suhu dingin
• Merah gelap menunjukkan asfiksia
• Biru menunjukkan keracunan nitrit
• Coklat menandakan keracunan aniline
b. Kaku mayat (rigor mortis)
Perubahan otot yang terjadi setelah kematian bisa dibagi dalam 3 tahap :
o Periode relaksasi primer (flaksiditas primer): Hal ini terjadi segera setelah
kematian. Biasanya berlangsung selama 2-3 jam. Seluruh otot tubuh mengalami
relaksasi,dan bisa digerakkan ke segala arah. Iritabilitas otot masih ada tetapi
tonus otot menghilang. Pada kasus di mana mayat letaknya berbaring rahang
bawah akan jatuh dan kelopak mata juga akan turun dan lemas.
20
o Kaku Mayat: akan terjadi setelah tahap relaksasi primer. Keadaan ini berlangsung
setelah terjadinya kematian tingkat sel, dimana aktivitas listrik otot tidak ada lagi.
Otot menjadi kaku. Fenomena kaku mayat ini pertama sekali terjadi pada otot-otot
mata, bagian belakang leher, rahang bawah, wajah, bagian depan leher, dada,
abdomen bagian atas dan terakhir pada otot tungkai. Akibat kaku mayat ini
seluruh mayat menjadi kaku, otot memendek dan persendian pada mayat akan
terlihat dalam posisi sedikit fleksi. Keadaan ini berlangsung selama 24 - 48 jam
pada musim dingin dan 18 - 36 jam pada musim panas. Penyebabnya adalah otot
tetap dalam keadaan hidrasi oleh karena adanya ATP. Jika tidak ada oksigen,
maka ATP akan terurai dan akhirnya habis, sehingga menyebabkan penumpukan
asam laktat dan penggabungan aktinomiosin (protein otot).
o Periode Relaksasi Sekunder: Otot menjadi lemas dan mudah digerakkan. Hal ini
terjadi karena pemecahan protein, dan tidak mengalami reaksi secara fisik
maupun kimia. Proses pembusukan juga mulai terjadi. Pada beberapa kasus, kaku
mayat sangat cepat berlangsung sehingga sulit membedakan antara relaksasi
primer dengan relaksasi sekunder.
c. Perubahan temperatur tubuh (algor mortis)
Suhu tubuh pada orang yang sudah meninggal perlahan-lahan akan sama dengan suhu
lingkungannya karena mayat tersebut akan melepaskan panas dan suhunya menurun.
Kecepatan penurunan suhu pada mayat bergantung kepada suhu lingkungan dan suhu
mayat tu sendiri. Pada iklim yang dingin maka penurunan suhu mayat berlangsung
cepat.
3. Tanda-tanda kematian setelah selang waktu yang lama:
a. Proses pembusukan
Perubahan warna. Perubahan ini pertama kali tampat pada fossa iliaka kanan dan
kiri berupa warna hijau kekuningan, disebabkan oleh perubahan hemoglobin menjadi
sulfmethemoglobin. Perubahan warna ini juga tampak pada seluruh abdomen, bagian
depan genitalia eksterna, dada, wajah dan leher. Dengan semakin berlalunya waktu
maka warnanya menjadi semakin ungu. Jangka waktu mulai terjadinya perubahan
warna ini adalah 6-12 jam pada musim panas dan 1-3 hari pada musin dingin.
21
Perubahan warna tersebut juga diikuti dengan pembengkakan mayat. Otot sfingter
mengalami relaksasi sehingga urin dan faeses keluar. Lidah juga terjulur. Bibir
menebal, mulut membuka dan busa kemerahan bisa terlihat keluar dari rongga mulut.
Mayat berbau tidak enak disebabkan oleh adanya gas pembusukan. Gas ini bisa
terkumpul pada suatu rongga sehingga mayat menjadi tidak mirip dengan korban
sewaktu masih hidup. Gas ini selanjutnya juga bisa membentuk lepuhan kulit.
Lepuhan kulit mulai tampak 36 jam setelah meninggal. Kulit ari dapat dengan
cukup mudah dikelupas. Di mana akan tampak cairan berwarna kemerahan yang
sedikit mengandung albumin. Jika pembusukan terus berlangsung, maka bau busuk
yang timbul akan menarik lalat untuk hinggap pada mayat. Lalat menempatkan
telurnya pada mayat, di mana dalam waktu 8-24 jam telur akan menetas
menghasilkan larva-yang sering disebut belatung. Dalam waktu 4-5 hari, belatung ini
lalu menjadi pupa, dimana setelah 4-5 hari kemudian akan menjadi lalat dewasa. Pada
tahap ini bagian dari tulang tengkorak mulai tampak. Rektum dan uterus juga tampak
dan uterus gravid juga bisa mengeluarkan isinya Rambut dan kuku dengan mudah
dapat dicabut. Bagian perut dan dada bisa pecah berhubung besarnya tekanan gas
yang di kandungnya. Jika pembusukan terus berlangsung, maka jaringan jaringan
menjadi lunak, rapuh dan berwarna kecoklatan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan pembusukan:
o Temperatur. Temperatur yang paling cocok untuk proses pembusukan adalah
antara 700F sampai 1000F. Pembusukan akan melambat diatas temperatur 1000F
dan dibawah 700F, dan berhenti dibawah 320F atau diatas 2120F.
o Udara. Udara yang mempercepat pembusukan. Kecepatan pembusukan lebih
lambat didalam air dan dalam tanah dibandingkan di udara terbuka.
o Kelembaban. Keadaan lembab mempercepat proses pembusukan.
o Penyebab kematian. Bagian tubuh yang terluka biasanya lebih cepat membusuk.
Beberapa jenis racun bisa memperlambat pembusukan, misalnya arsen, zinc
(seng) dan golongan logam antimon. Mayat penderita yang meninggal karena
penyakit kronis lebih cepat membusuk dibandingkan mayat orang sehat.
b. Saponifikasi atau adiposera
22
Fenomena ini terjadi pada mayat yang tidak mengalami proses pembusukan yang
biasa. Melainkan mengalami pembentukan adiposera. Adiposera merupakan subtansi
yang mirip seperti lilin yang lunak, licin dan warnanya bervariasi mulai dari putih
keruh sampai coklat tua. Adiposera mengandung asam lemak bebas, yang dibentuk
melalui proses hidrolisa dan hidrogenasi setelah kematian. Adanya enzim bakteri dan
air sangat penting untuk berlangsungnya proses tersebut. Dengan demikian, maka
adiposera biasanya terbentuk pada mayat yang terbenam dalam air atau rawa-rawa.
Lama pembentukan adiposera ini juga bervariasi, mulai dari 1 minggu sampai 10
minggu. Kepentingan medikolegal dari adiposera adalah dapat menunjukkan tempat
kematian (kering, panas atau tempat basah).
c. Mumifikasi
Mayat mengalami pengawetan akibat proses pengeringan dan penyusutan bagian-
bagian tubuh. Kulit menjadi kering, keras dan menempel pada tulang kerangka.
Mayat menjadi lebih tahan dari pembusukan sehingga masih jelas menunjukkan ciri-
ciri seseorang. Fenomena ini terjadi pada daerah yang panas dan lembab, di mana
mayat dikuburkan tidak begitu dalam dan angin yang panas selalu bertiup sehingga
mempercepat penguapan cairan tubuh. Lama terjadinya mummifikasi adalah antara 4
bulan sampai beberapa tahun. Kepentingan medikolegal dari mumfikasi adalah dapat
menunjukkan tempat kematian (kering, panas atau tempat basah).
Interpretasi Temuan
Interpretasi temuan meliputi aspek:6-9
a. Penjeratan (strangulation)
Penjeratan adalah penekanan benda asing berupa tali,ikat pinggang, rantai, stagen, kawat,
kabel, kaos kaki dan sebagainya melingkari atau mengikat leher yang makin lama makin kuat
sehingga saluran pernafasan tertutup.
Berbeda dengan gantung diri yang biasanya merupakan suicide maka penjeratan adalah
pembunuhan.
23
Mekanisme kematian pada penjeratan adalah akibat asfiksia atau refleks vaso vagal. Pada
gantung diri, semua arteri vertebralis biasanya tetap paten, hal ini disebabkan oleh kerana
kekuatan atau beban yang menekan pada penjeratan biasanya tidak besar. Bila jerat masih
ditemukan melingkari leher, maka jerat tersebut harus disimpan dengan baik sebab
merupakan benda bukti dan dapat diserahkan kepada penyidik bersama dengan viseum et
repetum. Terdapat 2 jenis jerat yaitu simpul hidup(melingkari jerat dapat diperbesar atau
diperkecil) dan simpul mati (lingkar jerat tidak dapat diubah). Jejas jerat pada leher biasanya
mendatar,melingkari leher dan terapat lebih rendah dair jejas jerat pada kasus gantung.
Keadaan jejas jerat sangat bevariasi,Bila jerat lunak dan lebar seprti handuk atau selendang
sutera,maka jejas mungkin tidak ditemukan dan pada otot leher sebelah dalam dapat atau
tidak kaos kaki nylon akan meniggalkan jejeas dengan lebar tidak lebih dari 2-3 mm.
Pola jejas dapat dilihat dengan menempelkan transparant scrotch tape pada daerah jejas
di leher, kemudian ditempelkan pada kaca objek dan dilihat dengan mikroskop atau dengan
sinar UV. Bila jejas kasar seperti tali,maka bila tali bergesekkan pada saat korban melawan
akan menyebabkan luka lecet di sekitar jejas jeratmyang nampak jelas berupa kulit yang
mencekung berwarna coklat dengan perabaan kaku seperti kertas perkamen.Pada otot sebelah
dalam tampak banyak resapan darah.
Cara kematian dapat berupa:
Bunuh diri: hal ini jarang menyulitkan diagnosis. Pengikatan dilakukan sendiri oleh
korban dengan simpul hidup atau bahan hanya dililitkan saja, dengan jumlah lilitan lebih
dari satu.
Pembunuhan: pengikatan biasanya dengan simpul mati dan sering terlihat bekas luka
pada leher.
Kecelakaan: dapat terjadi pada orang yang sedang bekerja.
b. Gantung (hanging)
Kasus gantung hampir sama dengan penjeratan. Perbedaan terdapat pada asal tenaga yang
dibutuhkan untuk memperkecil lingkaran jerat. Pada penjeratan tenaga tersebut datang dari
luar, sedangkan kasus gantung tenaga tersebut berasal dari berat badan korban
sendiri,meskipun tidak perlu seluruh badan digunakan.
24
Mekanisme kematian:
Kerusakan pada batang otak dan medula spinalis. Hal ini terjadi akibat dislokasi atau
fraktur vertebra ruas leher, misalnya pada judicial hanging.
Asfiksia akibat terhambatnya aliran udara pernafasan
Iskemia otak akibat terhambatnya aliran arteri leher
Refleks vagal.
Posisi korban pada kasus gantung diri:
Kedua kaki tidak menyentuh lantai
Duduk berlutut
Berbaring
Diketahui terdapat beberapa jenis gantung diri:
Typical hanging, terjadi bila titik gantung terletak di atas darah oksiput dan tekanan pada
a.karotis paling besar
Atypical hanging, bila titik penggantungan terdapat di samping sehingga leher dalam
posisi sangat miring yang akan menyebabkan hambatan pada a.karotis dan a.vertebralis.
Saat arteri terhambat, korban segera tidak sadar.
Kasus dengan letak titik gantung di depan atau dagu.
Bila jerat lebar dan lunak maka hambatan hanya terjadi pada saluran pernafasan dan pada
aliran vena dari kepala ke leher sehingga akan tampak bendungan pada daerah sebelah atas
ikatan. Darah tidak terkumpul di otak sedangkan pada kulit dan konjungtiva masih terdapat
ptekie yang merupakan akibat terkumpulnya darah ekstra vaskular.
Jejas jerat relatif lebih tinggi pada leher dan tidak mendatar melainakn lebih meniggi di
bagian simpul. Kulit mencengkung ke dalam sesuai dengan bahan penjeratan,berwarna
coklat, perabaan kaku,dan akibat bergesekan dengan kulit leher maka pada tepi jejas dapat
luka lecet. Kadang-kadang pada tepi jejas akan terdapat sedikit perdarahan,sedangkan pada
jaringan bawah kulit dan otot sebelah dalam terdapat memar jaringan. Diperlukan
pemeriksaan mikroskopik unuk melihat reaksi vital pada jaringan di bawah jejas untuk
menentukan apakah jejas terjadi pada waktu orang masih hidup atau setelah meniggal.
25
Distribusi lebam mayat pada kasus gantung mengarah ke bawah yaitu pada kaki,tangan
dan genitalia eksterna bila korban tergantung cukup lama. Penis dapat tampak seolah
mengalami ereksi akibat terkumpulnya darah, sedangkan semen keluar karena relaksasi otot
sfingter post mortal.
Efek lanjutan penekasan saluran pernafasan. Bila korban masih hidup setelah penjertatan,
sebagai akibat perbendungan, maka perdarahan ptechiae akan menetap selama beberapa hari.
Sedangkan jejas jerat akan membengkak dan terbentuk kulit keras pada epidermis yang
terkikis. Keadaan ini akan menghilang 1-2 minggu.
c. Luka
Benda yang dapat mengakibatkan luka seperti ini memiliki sisi tajam baik berupa garis
maupun runcing yang bervariasi dari alat seperti pisau, golok dan sebagainya sehingga
keping kaca, gelas, logam, bahkan tepi kertas atau rumput. Gambaran luka adalah tepi dan
dinding luka yang rata, berbentuk garis, tidak terdapat jembatan jaringan dan dasar luka
berbentuk garis atau titik.
Luka akibat benda tajam dapat berupa luka iris atau sayat, luka tusuk dan luka bacok.
Pada luka tusuk, sudut luka dapat menunjukkan perkiraan benda penyebabnya, apakah
berupa pisau bermata satu atau bermata dua. Bila satu sudut luka lancip dan yang lain
tumpul, berarti benda penyebabnya adalah benda tajam bermata satu. Bila kedua sudut luka
lancip, luka tersebut dapat diakibatkan oleh benda tajam bermata dua. Benda tajam bermata
satu sapat menimbulkan luka tusuk dengan kedua luka lancip apabila hanya bagian ujung
benda saja yang menyentuh kulit, sehingga sudut luka dibentuk oleh ujung dan sisi tajamnya.
Kulit di sekitar luka akibat kekerasan benda tajam biasanya tidak menunjukkan adanya luka
lecet atau memar kecuali bila bagian gagang turut membentur kulit.
Pada luka tusuk, panjang luka biasanya tidak mencerminkan lebar benda tajam
penyebabnya, demikian pula panjang saluran luka biasanya tidak menunjukkan panjang
benda tajam tersebut. Hal ini disebabkan oleh faktor elastisitas jaringan dan gerakan korban.
Luka tangkis merupakan luka yang terjadi akibat perlawanan korban dan umumnya
ditemukan pada telapak dan punggung tangan, jari tangan, punggung lengan bawah dan
tungkai.
26
Pemeriksaan pada kain (baju) yang terkena pisau bertujuan melihat interaksi antara pisau-
kain tubuh, yaitu melihat letak kelainan, bentuk rokeban, adanya partikel besi, serat kain dan
pemeriksaan terhadap bercak darah.
Luka percobaan khas ditemukan pada kasus bunuh diri yang menggunakan senjata tajam,
sehubungan dengan kondisi kejiwaan korban. Luka percobaan dapar berupa luka sayat atau
luka tusuk yang dilakukan berulang dan sejajar.
Penutup
Peran ilmu kedokteran forensik dalam identifikasi terutama pada jenazah tidak dikenal,
jenazah yang rusak, membusuk, hangus terbakar dan kecelakaan masal, bencana alam, huru hara
yang mengakibatkan banyak korban meninggal, serta potongan tubuh manusia atau
kerangka.Selain itu identifikasi forensik juga berperan dalam berbagai kasus lain seperti
penculikan anak, bayi tertukar, atau diragukan orangtua nya.Identitas seseorang yang dipastikan
bila paling sedikit dua metode yang digunakan memberikan hasil positif (tidak meragukan).
Berdasarkan hasil pemeriksaan diatas dapat disimpulkan sebab mati orang ini adalah
pembunuhan berencana dengan luka bacok di ketiak kiri dan tungkai bawah kanan dan kiri yang
menyebabkan pendarahan dan shock hipovolemik.
Daftar Pustaka
1. Budiyanto, Arif, et al. Visum et repertum. Dalam: Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta:
Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1997.h.5-16.
27
2. Peraturan perundang-undangan bidang kedokteran. Cetakan ke-2. Jakarta: Bagian
Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1994.h.6,11-7.
3. Budiyanto, Arif, et al. Identifikasi forensik. Dalam: Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta:
Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1997.h.197-
202.
4. Staf Pengajar Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran UI. Tehnik Autopsi
Forensik. Cetakan ke-4. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran UI;
2000.
5. Budiyanto, Arif, et al. Tanatologi. Dalam: Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Bagian
Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1997.h.25-54.
6. Budiyanto, Arif, et al. Traumatologi. Dalam: Ilmu Kedokteran forensik. Jakarta: Bagian
Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1997.h.37-54.
7. Idries AM. Pedoman ilmu kedokteran forensik. Jakarta: Binarupa Aksara; 1997.h.285-
301, 329-46.
8. Gani, M.Husni. Ilmu kedokteran forensik. Padang: Fakultas Kedokteran Universitas
Andalas; 2002.
9. Budiyanto, Arif, et al. Kematian akibat asfiksia mekanik. Dalam: Ilmu kedokteran
forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 1997.h.55-70.
28