25
HELENA AZHAR AINUN 1102012111 A4 LI 1. ANATOMI TELINGA LO. 1.1. MAKRO TELINGA LUAR TELINGA TENGAH TELINGA DALAM http://humansanatomy.org/wp-content/uploads/2013/11/human_ear_anatomy1.jpg TELINGA LUAR (AURIS EXTERNA) 1. Auricula Tersusun dari kartilago elastik yang diinervasi oleh cabang dari N. auriculotemporalis dan N. vagus. Vaskularisasi oleh a. temporalis superficialis dan a. auricularis posterior. Mempunyai otot ekstrinsik yaitu mm. auricularis anterior dan posterior yang diinervasi oleh N. facialis. http://www.acumedico.com/discus/messages/21/547.jpg

PBL SK 2 PANCA INDERA

Embed Size (px)

DESCRIPTION

OTITIS MEDIA AKUT

Citation preview

Page 1: PBL SK 2 PANCA INDERA

HELENA AZHAR AINUN 1102012111 A4

LI 1. ANATOMI TELINGA

LO. 1.1. MAKRO

TELINGA LUAR TELINGA TENGAH TELINGA DALAM

http://humansanatomy.org/wp-content/uploads/2013/11/human_ear_anatomy1.jpg

TELINGA LUAR (AURIS EXTERNA)

1. AuriculaTersusun dari kartilago elastik yang diinervasi oleh cabang dari N. auriculotemporalis dan N. vagus. Vaskularisasi oleh a. temporalis superficialis dan a. auricularis posterior. Mempunyai otot ekstrinsik yaitu mm. auricularis anterior dan posterior yang diinervasi oleh N. facialis.

http://www.acumedico.com/discus/messages/21/547.jpg

Page 2: PBL SK 2 PANCA INDERA

HELENA AZHAR AINUN 1102012111 A4

http://www.audiologieboek.nl/p/niveau3/hfd3/beelden/3-2-1(3)-2.gif

https://classconnection.s3.amazonaws.com/33/flashcards/602033/jpg/auricle1317495232278.jpg

2. Meatus Acusticus Externus Terletak pada os zygomaticus. Mempunyai glandula ceruminosa untuk mengeluarkan cerumen yang berfungsi untuk memberi proteksi dan memperbesar tekanan gelombang suara. Terbagi atas pars cartilaginea dan pars osseus dengan istmus di dekat ujung medialnya.

3. Membrana TympaniGendang telinga mengubah energi akustik menjadi energi mekanik. Berbentuk bulat dengan diameter 1 cm. Merupakan batas antara meatus acusticus externus dan cavum tympani. Dengan lateralnya epidermis dan medialnya mukosa yang diantaranya terdiri dari lapisan fibrosa. Lapisan fibrosa pars tensa melekat ke lamina tympanica ossis temporalis dan pars flaccida (anterosuperior) yang lebih tipis.

4. Dataran lateral yang cekung dengan tengahnya Umbo dan dataran medial melekat manubrium dan processus lateralis mallei. Dataran lateral diinervasi oleh cabang dari N. auriculotemporalis dan cabang N. vagus. Dataran medial diinervasi oleh cabang N. glossopharyngeus. Vaskularisasi dataran lateral adalah r. auricularis profundus (a. maxillaris) dan dataran medial a. tympanica posterior (a. styloidea) dan a. tympanica anterior (a. maxillaris).

TELINGA TENGAH (AURIS MEDIA)1. Cavum Tympani

Page 3: PBL SK 2 PANCA INDERA

HELENA AZHAR AINUN 1102012111 A4

Berisi ossicula auditiva, otot-otot, dan corda tympani. Berhubungan dengan celullae mastoideae dan antrum mastoideum melalui Aditus ad antrum serta nasopharynx melalui tuba auditiva (tuba eustachii).

2. Ossicula AuditivaTerdiri dari os malleus, os incus, dan os stapes. Dibungkus oleh membrane mukosa cavum tympani dengan fungsi menghantarkan getaran dari membrane tympani.

http://www.likar.info/pictures/wiki/1136.jpg

3. Otot-Otot

M. tensor tympani dari tuba auditiva sampai manubrium mallei diinervasi oleh N. tensoris tympani (N. Mandibularis). M. stapedius dari dinding posterior cavum tympani sampai collum stapedis diinervasi oleh N. stapedius.

4. Chorda Tympani

N. facialis yang masuk cavum tympani melalui Antara manubrium mallei dengan crus longum incudis, meninggalkan cavum tympani melalui fissura petrotympani di 2/3 anterior lidah serta glandula parotis, glandula submandibularis, dan glandula sublingualis.

5. Tuba eustachii

Disebut tuba auditiva atau tuba pharyngotympanica yang bermuara ke nasofaring. Terdiri dari pars ossea dan pars cartilaginea.

TELINGA DALAM (AURIS INTERNA)

Labyrinthus Osseus

Canales semicirculares terdiri dari 3 buah yaitu anterior, posterior, dan lateralis.

Page 4: PBL SK 2 PANCA INDERA

HELENA AZHAR AINUN 1102012111 A4

http://astumd.files.wordpress.com/2011/12/semi-circular-canals.jpg

Vestibulum yaitu bagian tengah dari labyrinthus osseus berisi utriculus dan sacculus.

Cochlea atau rumah siput adalah tabung spiral 2,5 lingkaran. Dipersarafi oleh n. cochlearis dan ganglion spirale yang terdiri dari ductus cochlearis (scala media) mengandung organ corti, scala vestibulli yang berakhir di oval window, dan scala timpani berakhir di round window.

http://www.rudyard.org/wp-content/uploads/2013/09/cochlea-anatomy.jpg

LO. 1.2. MIKRO

TELINGA LUAR

Daun Telinga

Terdiri dari kerangka tulang rawan elastis, bentuk tak teratur. Perikondrium mengandung banyak serat elastis. Kulit menutupi tulang rawan elastis terdapat rambut halus, kelenjar sebasea, kelenjar keringat sedikit, dan jaringan lemak pada lobus auricular.

Meatus Acusticus Externus

Page 5: PBL SK 2 PANCA INDERA

HELENA AZHAR AINUN 1102012111 A4

Berupa saluran ± 25 mm, arah medioinferior. Bagian luar terdiri dari tulang rawan elastin, bagian dalam berkerangka os temporal. Pada kulit sepertiga luar terdapat: rambut pendek dengan fungsi mencegah masuknya benda asing, kelenjar sebasea yang bermuara di folikel rambur, dan kelenjar ceruminosa bermuara pada permukaan kelenjar sebasea. Campuran secret kelenjar ceruminosa dan sebasea disebut cerumen, bersifat bakterisid, konsistensi seperti malam, dan berwarna kecoklatan. Pada dua pertiga dalam, kelenjar ceruminosa terbatas hanya pada dinding bagian superior.

TELINGA TENGAH

Membrana Tympani

Berbentuk oval dan semitransparan. Terdiri dari 2 lapisan jaringan penyambung yaitu lapisan luar yang mengandung serat kolagen tersusun radial dan lapisan dalam mengandung serat kolagen tersusun circular. Serat elastin terutama di bagian sentral dan perifer. Bagian superior tidak mengandung serat kolagen, merupakan bagian lunak dan tipis, disebut pars flaccida (membrane Schrapnell). Permukaan luar diliputi kulit, tanpa rambut, kelenjar sebasea, maupun kelenjar keringat. Permukaan dalam dilapisi mukosa yang terdiri dari epitel selapis kuboid, dan lamina propria yang tipis.

Cavum Tympani

Berisi udara dengan posterior berhubungan dengan ruang-ruang dalam psocessus mastoideus dan bagian anterior berhubungan dengan tuba auditiva. Bagian lateral dibatasi oleh membrane tympani dan bagian medial dipisahkan dari telinga dalam oleh tulang. Pada tulang tersebut terdapat fenestra ovalis dan fenestra rotundum. Di dalam cavum tympani terdapat tulang pendengaran yang menghubungkan membrana tympani dengan fenestra ovalis, ada musculi dan nervus, yang dilapisi oleh mukosa yang terdiri dari epitel selapis kuboid dan lamina propria tipis yang berhubungan erat dengan periosteum di bawahnya. Epitel cavum tympani sekitar muara tuba auditiva terdiri dari epitel selapis kuboid / silindris dengan silia.

Tuba Auditiva

Menghubungkan anterior cavum tympani dengan bagian lateroposterior nasofaring. Lumen sempit, gepeng dalam bidang vertical. Duapertiga arah nasofaring rangka dinding terdiri dari tulang rawan, sepertiga arah cavum tympani terdiri dari tulang. Mukosa membentuk rugae, terdiri dari epitel selapis/bertingkat silindris dengan cilia dan lamina propria tipis.

Mukosa dekat nasofaring mengandung kelenjar tubuloalveolar dan pada epitelnya terdapat sel goblet. Sepanjang mukosa terdapat limfosit dan sekitar muara di nasofaring terdapat tonsila tuba.

TELINGA DALAM

Labyrinth Ossea

Terdiri dari ruangan dan saluran yang terdapat di dalam os petrosum.

1. Vestibulum: berbentuk ovoid, letaknya medial dari cavum tympani, merupakan tempat asal dan muara 3 canalis semicircularis.

2. Canalis semicircularis: ada 3 yaitu lateral, anterior, dan posterior saling tegak lurus. Lateral kanan dan kiri terletak dalam satu bidang. Salah satu ujung melebar disebut ampulla. Ujung canalis semicircularis posterior dan anterior yang tidak melebar, bersatu membentuk crus commune.

3. Cochlea: berupa saluran dengan panjang ± 35 mm, berbentuk spiral seperti rumah siput 2 ½ - 3 ¾ putaran. Poros yang dikitari terdiri dari tulang yang disebut modiolus dan di dalamnya terdapat ganglion spiralis yang berjalan spiral. Dendrit sel bipolar ganglion spiralis membentuk sinaps dengan sel rambut Organ Corti neuritnya membentuk N. Cochlearis.

Labyrinth Membranosa

Terdiri dari ruangan dan saluran yang bentuknya seperti labyrinth ossea, dindingnya dilapisi epitel dan terdapat dalam labyrinth ossea. Labyrinth ini berisi cairan endolmpyh.

Antara labyrinth ossea dan labyrinth membranosa terdapat sistem perilimfatik yang terdiri dari jaringan perilimfatik dan cairan perilymph. Jaringan perilymph memperkuat / menyokong dinding labyrinth membranosa dan labyrinth ossea sehingga mempertahankan labyrinth membranosa pada tempatnya. Celah-celah atau ruangan perilymphatic berisi cairan perilymph.

Page 6: PBL SK 2 PANCA INDERA

HELENA AZHAR AINUN 1102012111 A4

Utriculus, sacculus, dan ductus semicircularis dilapisi epitel selapis gepeng, kecuali pada daerah-daerah sensoris yaitu macula dan crista ampullaris.

Organ sensoris sistem keseimbangan:

3 crista ampullaris yang sensitif terhadap putaran kepala (angular acceleration). 2 macula (macula utriculi dan macula sacculi) yang sensitif terhadap gravitasi, perubahan posisi, dan gerakan linier.

Macula dan crista merupakan penebalan jaringan perilymphatic yang dilapisi epitel yang terdiri dari 2 macam sel:

1. sel rambut: silindris/seperti botol, inti di basal, terdapat rambut (mikrovili khusus dan satu silia)

2. sel penyokong: silindris, diantara sel-sel rambut

Membrana Basilaris

Sebagian besar terdiri dari jaringan penyambung padat kolagen. Permukaan menghadap skala timpani dilapisi epitel selapis kuboid sampai silindris. 2/3 lateral sebagai pars pectinata dan 1/3 medial sebagai pars arcuate yang terdapat pembulu darah.

Jaringan Perilymphatic

Jaringan penyambung terutama terdiri dari sel-sel berbentuk bintang dengan cabang-cabang sitoplasma halus. Terdapat di sekitar labyrinth membranosa dan membentuk trabekula antara keduanya. Dinding skala vestibuli, skala timpani, dan jaringan perilimfartik dilapisi epitel selapis gepeng dan jaringan penyambung tipis kecuali di membrane basilaris.

Cairan Perilymph dan Endolymph

Perilymph: komposisi cairan serebrospinal

Endolymph: terdapat dalam ruang/saluran labyrinth membranosa. Komposisi menyerupai cairan intra selular, dibentuk oleh striae dan prominentia spiralis, resorpsi terjadi di saccus endolymphaticus.

LI. 2. FAAL PENDENGARAN DAN KESEIMBANGAN

PENDENGARAN

Suara adalah sensasi yang timbul apabila getaran longitudinal molekul di lingkungan eskternal, yaitu fase pemadatan dan pelonggaran molekul yang terjadi secara bergantian mengenai membrane timpani. Gerakan semacam itu dalam lingkungan secara umum disebut gelombang suara. Kecepatan suara meningkat seiring dengan suhu dan ketinggian. Secara umum, kekerasan/kekuatan (loudness) suara berkaitan dengan amplitude gelombang suara dan nadanya berkaitan dengan frekuensi (jumlah gelombang per satuan waktu). Semakin besar amplitudo, semakin keras suara, dan semakin tinggi frekuensi, semakin tinggi nada.

Frekuensi suara yang dapat didengar oleh manusia berkisar dari sekitar 20 sampai maksimum 20.000 siklus per detik. Ambang telinga manusia beragam sesuai nada suara, dengan kepekaan tertinggi dalam rentang 1000-4000 Hz. Nada suara pria rata-rata dalam percakapan adalah sekitar 120 Hz dan untuk wanita adalah sekitar 250 Hz. Jumlah nada yang dapat dibedakan oleh orang biasa adalah sekitar 2000, tetapi musisi yang terlatih dapat meningkatkan angka cukup besar.

Adanya satu suara akan menurunkan kemampuan seseorang untuk mendengar suara lain yang dikenal sebagai masking (penyamaran). Fenomena ini disebabkan oleh refrakter relative atau absolut pada reseptor dan serabut saraf auditorik yang sebelumnya terangsang terhadap rangsangan lain. Tingkat suara yang menutupi auara lain berkaitan dengan nadanya.

Page 7: PBL SK 2 PANCA INDERA

HELENA AZHAR AINUN 1102012111 A4

Telinga mengubah gelombang suara di lingkungan eksternal menjadi potensial aksi di saraf pendengaran. Gelombang diubah oleh gendang telinga dan tulang pendengaran menjadi gerakan lempeng kaki stapes. Gerakan ini menimbulkan gelombang di dalam cairan telinga dalam. Efek gelombang pada organ Corti menimbulkan potensial aksi di serabut saraf.

Sebagai respon terhadap perubahan tekanan yang dihasilkan oleh gelombang suara di permukaan luarnya, membran timpani bergerak keluar masuk. Dengan demikian, membrane berfungsi sebagai resonator yang menghasilkan ulang getaran dari sumber suara. Membrane ini berhenti bergetar hampir segera setelah gelombang suara berhenti yaitu mengalami peredaman kritis (critically damped) yang hampir total. Gerakan membrane timpani disalurkan ke manubrium maleus. Maleus bergoyang pada sumbu melalui taut tonjolan panjang dan pendeknya sehingga tonojolan pendek menyalurkan getaran manubrium ke inkus. Inkus bergerak sedemikian rupa sehingga getaran diteruskan ke bagian kepala stapes. Pergerakan kepala stapes menyebabkan lempeng kakinya bergerak maju mundur seperti pintu yang berengsel di tepi posterior fenestra ovalis. Dengan demikian, tulang pendengeran berfungsi sebagai sistem pengungkit yang mengubah getaran resonan membrane timpani menjadi gerakan stapes terhadap skala vestibuli koklea yang berisi perilimfe.

Sistem ini meningkatkan tekanan suara yang tiba di fenestra ovalis, melipatgandakan gaya 1,3 kali lebih kuat dan luas membrane timpani jauh lebih besar dibandingkan dengan luas lempeng kaki stapes. Pada frekuensi di bawah 3000 Hz, 60% energy suara yang jatuh di membrane timpani akan ditransmisikan ke cairan di dalam koklea.

Apabila otot telinga tengah berkontraksi, manubrium maleus akan tertarik ke dalam dan lempeng kaki stapes terdorong keluar. Hal ini akan menurunkan transmisi suara. Suara keras akan mencetuskan reflex kontraksi pada otot-oto ini yang secara umum disebut reflex timpani. Fungsinya bersifat protektif, yakni mencegah rangsangan berlebihan pada reseptor pendengaran yang dihasilkan oleh gelombang suara yang kuat. Namun, waktu reaksi untuk reflex ini adalah 40-160 mdet sehingga reflex ini tidak dapat melindungi telinga dari rangsangan kuat yang singkat seperti yang dihasilkan oleh suara tembakan.

Hantaran gelombang suara ke cairan di telinga dalam melalui membrane timpani dan tulang pendengaran, yang merupakan jalur utama untuk pendengaran normal disebut hantaran osikular. Getaran membrane timpani sekunder yang menutup fenestra rotundum disebut hantaran udara. Hantaran tipe ketiga adalah transmisi getaran dari tulang tengkorak ke cairan di telinga dalam yaitu hantaran tulang.

Sewaktu bergerak ke koklea, tinggi gelombang meningkat sampai mencapai maksimum lalu turun dengan cepat. Suara bernada tinggi menimbulkan gelombang yang mencapai tinggi maksimum di dekat dasar koklea, suara bernada rendah menghasilkan gelombang yang puncaknya berada di dekat apeks.

Pergeseran cairan di dalam skala timpani tersebar ke udara di fenestra rotundum. Dengan demikian, suara menimbulkan distorsi pada membrane basilaris, dan tempat distorsi ini mencapai maksimum ditentukan oleh frekuensi gelombang suara.

Penentu utama nada yang terdengar saat gelombang suara mengenai telinga adalah suatu organ di organ Corti yang terangsang paling maksimum. Nada suara tidak diketahui kecuali nada tersebut berlangsung lebih dari 0,01 detik.

Perbedaan utama antara respon neuron tingkat pertama dan kedua adalah adanya pemutusan yang lebih tajam pada sisi yang berfrekuensi rendah di neuron medulla oblongata.

Impuls naik dari nucleus koklear dorsalis dan ventralis melalui jalur rumit yang menyilang atau tidak menyilang. Nada rendah terletak di bagian anterolateral dan nada tinggi di posteromedial di korteks auditorik.

KESEIMBANGAN

Percepatan rotasi pada salah satu bidang kanalis semisirkularis tertentu akan merangsang kristanya. Endolimfe, karena kelembamannya, akan bergeser ke arah yang berlawanan terhadap arah rotasi. Cairan ini mendorong kupula sehingga menyebabkan perubahan bentuk. Hal ini akan membuat tonjolan sel rambut menjadi menekuk. Jika telah tercapai kecepatan rotasi yang konstan, cairan berputar dengan kecepatan yang sama dengan tubuh dan posisi kupula kembali tegak. Apabila rotasi dihentikan, perlambatan akan menyebabkan pergeseran endolimfe searah dengan rotasi, dan kupula mengalami perubahan bentuk dalam arah yang berlawanan dengan arah saat percepatan.

Page 8: PBL SK 2 PANCA INDERA

HELENA AZHAR AINUN 1102012111 A4

Kupula kembali ke posisi di tengah dalam 25-30 detik. Pergerakan kupula pada satu arah biasanya menimbulkan lalu lintas impuls di setiap serabut saraf dari kristanya, sementara pergerakan dalam arah berlawanan, umumnya menghambat aktivitas saraf.

Percepatan linier mungkin tidak dapat menyebabkan perubahan kupula sehingga tidak menimbulkan rangsangan pada krista. Nucleus vestibularis terutama berperan dalam mempertahankan posisi kepala dalam ruang.

Gerakan menyentak khas pada mata yang tampak pada awal dan akhir periode rotasi disebut nystagmus. Gerakan ini sebagai refleks mempertahankan fiksasi penglihatan di titik-titik yang diam sementara tubuh berputar (refleks vestibulookular). Bila batas gerakan ini tercapai, mata dengan cepat akan berputar kembali ke titik fiksasi baru lalu kembali bergerak lambat ke arah lain. Komponen lambat dicetuskan oleh impuls dari labirin, komponen cepat dicetuskan oleh pusat di batang otak.

Nystagmus sering bersifat horizontal, dapat vertical bila kepala direbahkan ke sisi selama rotasi, atau berputar bila kepala menengok ke bawah. Arah gerakan mata dalam nystagmus dinyatakan oleh arah komponen cepat selama rotasi sama dengan arah rotasi, tetapi nystagmus pascarotasi yang terjadi akibat pergeseran kupula sewaktu rotasi dihentikan memiliki arah berlawanan.

Macula utrikulus dan sakulus berespon terhadap percepatan linier. Utrikulus percepatan horizontal dan sakulus percepatan vertical. Macula juga melepaskan muatan secara tonik walaupun tidak terdapat gerakan kepala, karena gaya tarik bumi pada otolit. Impuls yang juga mencapai korteks serebri, berperan dalam persepsi gerakan disadari dan memberi sebagian informasi yang pentik untuk orientasi dalam ruang.

Kanalis semisirkularis dapat dirangsang dengan perbedaan suhu yang akan menimbulkan arus konveksi ke endolimfe yang kemudian menggerakkan kupula. Teknik rangsangan kalori ini kadang digunakan untuk tujuan diagnostik yang menyebabkan nystagmus, vertigo, dan mual.

Orientasi ruang sebagian bergantung pada masukan dari reseptor vestibular, tetapi isyarat penglihatan juga penting. Informasi dari impuls proprioseptor di kapsul sendi, dan impuls dari eksteroreseptor kulit terutama raba dan tekanan. Keempat masukan ini digabungkan di tingkat korteks menjadi gambaran kontinu orientasi seseorang dalam ruang.

BUKU FISIOLOGI KEDOKTERAN GANONG

LI. 3. OTITIS MEDIA AKUT

LO. 3.1. DEFINISI

Otitis media adalah peradangan pada sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis media akut (OMA) adalah peradangan telinga tengah dengan gejala. dan tanda-tanda yang bersifat cepat dan singkat.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25640/4/Chapter%20II.pdf

LO. 3.2. ETIOLOGI

Bakteri

Bakteri piogenik merupakan penyebab OMA yang tersering. 65-75% kasus OMA dapat ditentukan jenis bakteri piogeniknya melalui isolasi bakteri terhadap kultur cairan atau efusi telinga tengah. Kasus lain tergolong sebagai nonpatogenik karena tidak ditemukan mikroorganisme penyebabnya. Tiga jenis bakteri penyebab otitis media tersering adalah Streptococcus pneumoniae (40%), diikuti oleh Haemophilus influenzae (25-30%) dan Moraxella catarhalis (10-15%). Kira-kira 5% kasus dijumpai patogen-patogen yang lain seperti Streptococcus pyogenes (group A betahemolytic), Staphylococcus aureus, dan organisme gram negatif. Staphylococcus aureus dan organisme gram negatif banyak ditemukan pada anak dan neonatus yang menjalani rawat inap di rumah sakit. Haemophilus influenzae sering dijumpai pada anak balita. Jenis mikroorganisme yang dijumpai pada orang dewasa juga sama dengan yang dijumpai pada anak-anak (Kerschner, 2007).

Virus

Virus juga merupakan penyebab OMA. Virus dapat dijumpai tersendiri atau bersamaan dengan bakteri patogenik yang lain. Virus yang paling sering dijumpai pada anak-anak, yaitu respiratory syncytial virus (RSV), influenza virus, atau adenovirus

Page 9: PBL SK 2 PANCA INDERA

HELENA AZHAR AINUN 1102012111 A4

(sebanyak 30-40%). Kira-kira 10-15% dijumpai parainfluenza virus, rhinovirus atau enterovirus. Virus akan membawa dampak buruk terhadap fungsi tuba Eustachius, menganggu fungsi imun lokal, meningkatkan adhesi bakteri, menurunkan efisiensi obat antimikroba dengan menganggu mekanisme farmakokinetiknya (Kerschner, 2007). Dengan menggunakan teknik polymerase chain reaction (PCR) dan virus specific enzyme-linked immunoabsorbent assay (ELISA), virus-virus dapat diisolasi dari cairan telinga tengah pada anak yang menderita OMA pada 75% kasus (Buchman, 2003).

Menurut Bluestone (2001) dalam Klein (2009), distribusi mikroorganisme yang diisolasi dari cairan telinga tengah, dari 2807 orang pasien OMA di Pittsburgh Otitis Media Research Center, pada tahun 1980 sampai dengan 1989 adalah seperti berikut:

Gambar distribusi mikroorganisme yang diisolasi dari cairan telinga tengah pasien OMA.

Faktor Risiko

Faktor risiko terjadinya otitis media adalah umur, jenis kelamin, ras, faktor genetik, status sosioekonomi serta lingkungan, asupan air susu ibu (ASI) atau susu formula, lingkungan merokok, kontak dengan anak lain, abnormalitas kraniofasialis kongenital, status imunologi, infeksi bakteri atau virus di saluran pernapasan atas, disfungsi tuba Eustachius, inmatur tuba Eustachius dan lain-lain (Kerschner, 2007). Faktor umur juga berperan dalam terjadinya OMA. Peningkatan insidens OMA pada bayi dan anak-anak kemungkinan disebabkan oleh struktur dan fungsi tidak matang atau imatur tuba Eustachius. Selain itu, sistem pertahanan tubuh atau status imunologi anak juga masih rendah. Insidens terjadinya otitis media pada anak laki-laki lebih tinggi dibanding dengan anak perempuan. Anak-anak pada ras Native American, Inuit, dan Indigenous Australian menunjukkan prevalensi yang lebih tinggi dibanding dengan ras lain. Faktor genetik juga berpengaruh. Status sosioekonomi juga berpengaruh, seperti kemiskinan, kepadatan penduduk, fasilitas higiene yang terbatas, status nutrisi rendah, dan pelayanan pengobatan terbatas, sehingga mendorong terjadinya OMA pada anakanak. ASI dapat membantu dalam pertahanan tubuh. Oleh karena itu, anak-anak yang kurangnya asupan ASI banyak menderita OMA. Lingkungan merokok menyebabkan anak-anak mengalami OMA yang lebih signifikan dibanding dengan anak-anak lain. Dengan adanya riwayat kontak yang sering dengan anak-anak lain seperti di pusat penitipan anak-anak, insidens OMA juga meningkat. Anak dengan adanya abnormalitas kraniofasialis kongenital mudah terkena OMA karena fungsi tuba Eustachius turut terganggu, anak mudah menderita penyakit telinga tengah. Otitis media merupakan komplikasi yang sering terjadi akibat infeksi saluran napas atas, baik bakteri atau virus (Kerschner, 2007).

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25640/4/Chapter%20II.pdf

2.5.1. Faktor pejamu

2.5.1.1.Usia

Page 10: PBL SK 2 PANCA INDERA

HELENA AZHAR AINUN 1102012111 A4

Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Stangerup dkk seperti dikutip oleh Bluestone10 , menyatakan prevalensi OMA cukup konstan yaitu sekitar 25% pada 5 tahun pertama kehidupan. Alho dkk, Pukander dkk, Rovers dkk seperti dikutip oleh Bluestone10, mengemukakan bahwa puncak prevalensi terjadinya otitis media pada usia di bawah 2 tahun. Studi yang dilakukan pada populasi anak-anak di Taiwan oleh Wang dkk22, menyatakan bahwa usia merupakan faktor risiko terjadinya OMA, dan puncaknya yaitu pada usia 3-5 tahun. Studi epidemilogi yang dilakukan oleh Zakzouk dkk23 pada anak-anak di bawah 12 tahun di Saudi Arabia, menyatakan bahwa usia di bawah 4 tahun secara statistik bermakna terhadap risiko terjadinya OMA jika dibandingkan usia 8 -12 tahun. 2.5.1.2. Jenis Kelamin Penelitian yang dilakukan oleh Wang dkk, Sipilia dkk dikutip dari Wang22 , Teele dkk dikutip dari Bluestone10 menyatakan bahwa OMA lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibanding perempuan. Studi epidemiologi oleh Zakzouk dkk23 , menunjukkan bahwa adanya hubungan bermakna antara jenis kelamin dengan OMA dimana anak laki-laki memiliki risiko lebih tinggi terhadap OMA dibandingkan perempuan. Hal ini diduga berkaitan dengan pneumatisasi mastoid yang lebih kecil pada laki-laki, pajanan polusi, infeksi saluran napas berulang serta trauma yang lebih sering terjadi pada laki-laki. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Homoe dkk, dan Lundgren dkk (dikutip dari Wang)22 menyatakan tidak adanya perbedaan bermakna jenis kelamin terhadap faktor risiko OMA.

2.5.1.3. Sistem imun

Sistem imun yang belum sempurna pada anak-anak, atau sistem imun yang terganggu pada pasien dengan defisiensi imun kongenital, infeksi HIV, atau diabetes berperan pada perkembangan otitis media. OM adalah penyakit infeksi yang berkembang biak pada lingkungan yang pertahanan imunnya menurun. Hubungan antar patogen dan pertahanan imun pejamu memegang peranan dalam progresi penyakit. Patel dkk25 menemukan tingkat interleukin 6 (IL-6) pada pasien dengan OM yang juga mengalami influenza dan infeksi adenovirus, yang mana tingkat IL-1-beta lebih tinggi pada pasien dengan OM yang disertai dengan infeksi saluran napas atas. Pada studi lainnya, Skovbjerg dkk26 menemukan bahwa efusi telinga tengah dengan bakteri patogen yg didapat dari kultur, mengalami peningkatan IL-1 beta, IL-8 dan IL-10 yang lebih tinggi dibandingkan dengan efusi yang steril. Vaksin mempunyai peranan dalam mencegah infeksi bakteri dan virus yang merupakan etiologi dari otitis media. Vaksin yang sudah dikembangkan saat ini adalah Haemophilus Influenzae type b (Hib), Influenza, dan Invasive Pneumococcal Disease.27 Penelitian pada uji klinis yang dilakukan oleh Karma28 di Finland, menyatakan vaksin konjugasi pneumokokus heptavalent CRM 197 menurunkan angka OMA yang disebabkan oleh pneumokokus, vaksin influenza memperlihatkan proteksi terhadap OMA selama epidemik virus. Penelitian yang dilakukan oleh Leibovitz dan Greenberg29 di Amerika Serikat, menyatakan bahwa imunisasi dengan vaksin konjugasi pneumokokus pada bayi di bawah 2 tahun telah menunjukan khasiat untuk pencegahan OMA pada pneumokokus spesifik serotipe. Studi berbasis komunitas di Nigeria yang dilakukan oleh Amusa dkk14, tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara imunisasi dengan otitis media.

2.5.1.4. Predisposisi genetik

Hubungan antara genetik dan otitis media telah dibuktikan dalam beberapa studi, namun memisahkan faktor genetik dari pengaruh lingkungan cukup sulit. Belum ditemukan gen spesifik yang berhubungan dengan penyebab OM. Seperti kebanyakan proses penyakit lainnya, efek dari pajanan lingkungan pada ekspresi gen mungkin berperan penting pada patogenesis dari OM.30 2.5.1.5. Air susu ibu (ASI) ASI memiliki sistem kekebalan tubuh yang terdiri atas berbagai zat yang membantu mencegah infeksi langsung, sebagai agen anti-inflamasi atau meningkatkan pertumbuhan zat lain yang membantu mengurangi infeksi. Faktor utama yang berperan dalam sistem kekebalan tubuh dalam ASI antara lain imunoglobulin (IgA, IgM, dan IgG) terhadap bakteri dan virus yang spesifik, komplemen, faktor kemotaktik, laktoferin, lisozim, lactobacillus Bifidus growth factor, epithelial growth factors, sitokin termasuk interferon dan interleukin, makrofag, limfosit T dan B, sel plasma dan neutrofil, oligosakarida, dan prostaglandin. Banyak penelitian yang menunjukan bahwa pemberian ASI mencegah bayi terhadap OM, hal ini terjadi pada anak-anak yang mendapatkan ASI eksklusif pada 3-6 bulan pertama. Studi yang dilakukan oleh Alho33 , didapatkan bahwa menyusui <3 bulan mempunyai risiko peningkatan terjadinya

OMA dan OME sebanyak 20% sampai 60%. Studi metaanalisis oleh Uhari, Mantysaari, dan Niemela31 menyimpulkan bahwa ASI selama paling tidak 3 bulan adalah proteksi dalam mengurangi risiko terjadinya OM. Saarinen (dikutip dari Bluestone)8 mengatakan bahwa pemberian ASI selama 6 bulan atau lebih memberikan proteksi terjadinya OM rekuren, tidak hanya selama pemberian ASI tetapi sampai umur 3 tahun.3,31-33

2.5.1.6. Abnormalitas anatomiAnak dengan abnormalitas anatomi pada palatum dan juga otot-ototnya, terutama tensor veli palantini, mengakibatkan disfungsi dari tuba esutachius dan memiliki risiko lebih tinggi pada OM. Anomali spesifik yang berhubungan dengan tingginya prevalensi ialah celah palatum, Sindrom Crouzon atau Apert, sindrom Down dan sindrom Treacher Collins.16

2.5.1.7. Disfungsi fisiologi

Page 11: PBL SK 2 PANCA INDERA

HELENA AZHAR AINUN 1102012111 A4

Abnormalitas pada fungsi fisiologi dari mukosa TE, termasuk disfungsi silia dan edema, meningkatkan resiko invasi bakteri pada telinga tengah dan mengakibatkan OME. Anak dengan koklea implan memiliki insiden tinggi pada OM, terutama OM kronis dan pembentukan kolesteatoma. Pada salah satu studi memperlihatkan hubungan antara laringfaring dan OM kronis, Bercin, Kutluhan,Yurttas, Yalciner, Bozdemir, dan Sari35 menyimpulkan bahwa evaluasirefluks sebaiknya dilakukan sebagai bagian dari pemeriksaan OM, dan jika terdapat refluks, penanganan terhadap refluks harus dimulai sebagai penatalaksanaan tambahan dari penyakit primernya.15,34,35

2.5.1.8. Infeksi saluran pernapasan atas (ISPA)Studi oleh Revai dkk36 menyatakan 30% dari ISPA pada anak-anak di bawah 3 tahun menyebabkan OMA. Penelitian yang dilakukan oleh Chonmaitree dkk37 menyatakan insiden terjadinya otitis media pada anak-anak 6 bulan sampai 3 tahun yang disebabkan oleh ISPA sebesar 61%, yaitu 37% OMA dan 24% OME, dengan atiologi terbanyak adalah infeksi virus. Infeksi saluran napas dapat menyebabkan peradangan dan mengganggu fungsi tuba Eustachius sehingga menurunkan tekanan di telinga tengah diikuti masuknya bakteri dan virus ke dalam telinga tengah melalui tuba Eustachius mengakibatkan peradangan dan efusi di telinga tengah5,12

2.5.1.9. AlergiPeran alergi terhadap OM, dapat melalui 1 atau lebih mekanisme, antara lain mukosa telinga tengah sebagai target organ, inflamasi pada mukosa TE, inflamasi yang menyebabkan obstruksi hidung, atau aspirasi dari bakteri yang mengikuti sekresi nasofaring karena alergi ke telinga tengah. Hubungan antara alergi dengan OM masih belum diketahui dengan pasti.15 Juntti dkk38 mengatakan anak-anak dengan riwayat alergi susu sapi, meningkatkan risiko terjadinya otitis media. Pada anak kurang dari 4 tahun, sistem imun masih berkembang, dan alergi tidak dapat berperan pada OMA rekuren pada kelompok usia ini. Walaupun banyak temuan yang menunjukan bahwa alergi ikut menyebabkan patogenesis dari OM pada anak yang usianya lebih tua, temuan ekstensif membantah adanya peran dari alergi pada etiologi penyakit telinga tengah.15,38 Strachan pada tahun 1989 mengemukakan teori hipotesis higiene, yang menyatakan bahwa individu yang terpapar infeksi virus dan bakteri pada anak, akn mengalami penurunan risiko terjadinya rinokonjungtivitis alergi, ekzim, dan asma. Hal ini terjadi karena pada individu tersebut Th1 bereaksi terhadap patogen mikrobalterial, sehingga peningkatan Th1 ini menekan peningkatan Th2 sehingga dapat menurunkan reaksi hipersensitifitas akibat Th2 yang berlebihan.39

2.5.1.10. Status giziStatus gizi dapat mempengaruhi keadaan umum seseorang. OMA dengan status gizi buruk diklaifikasikan sebagai OMA risiko tinggi. OM diduga berhubungan dengan keadaan status gizi. Obesitas sudah banyak ditemukan berhubungan dengan peningkatan insiden OM, walaupan faktor penyebabnya masih belum diketahui. Diperkirakan mungkin ada kaitannya dengan perubahan profil sitokin, kenaikan refluks gastroesofagus dengan perubahan flora oral, dan atau akumulasi lemak; semua ini telah dikaitan dengan peningkatan insiden dari OM.13,40

2.5.3.1. Metode pemberian makan dan minum pada bayiPenggunaan susu botol merupakan faktor risiko OM baik dalam hal penggunaan botol, susu formula, maupun posisi pemberian. Penggunaan air untuk membuat susu formula dan botol itu sendiri dapat mengakibatkan kontaminasi bakteri. Alergi dan kontaminasi bakteri pada susu formula, dapat menyebabkan gastroenteritis berulang sehingga menurunkan gizi pada bayi. Penggunaan susu botol dapat mengganggu perkembangan dari otot-otot muka yang dapat mempengaruhi fungsi dari TE, juga dapat menyebabkan aspirasi cairan ke telinga tengah karena tekanan intra oral yang tinggi. Posisi pemberian susu botol dengan cara berbaring atau horisontal dapat menyebabkan refluks.3,9

2.5.3.2. Penggunaan dotPenggunaan dot dapat meningkatkan risiko terjadinya OMA. Ada 2 mekanisme yang menyebabkan hal ini terjadi. Mekanisme yang pertama ialah penghisapan dot dapat meningkatkan refluks dari sekresi nasofaring ke telinga tengah, sehingga pada saat flu, patogen dapat mudah masuk ke telinga tengah melalui jalan ini. Mekanisme yang kedua, penggunaan dot dapat menyebabkan perubahan struktur gigi dan rongga mulut sehingga dapat menyebabkan disfungsi TE. Pada penelitian oleh Rovers dkk44 dan studi meta analisis oleh Uhari dkk31, menyatakan bahwa pemakaian dot dapat meningkatkan risiko terjadinya OMA.31,44

2.5.3.3. Perokok pasifBanyak penelitian menunjukan hubungan langsung antara perokok pasif dengan risiko terhadap penyakit telinga tengah. Studi yang dilakukan oleh Strachan45 dan juga metaanalisis oleh Uhari 31dkk Pembahasan sistematik dari 45 publikasi terakhir mengenai OM dengan orang tua yang merokok menunjukan rasio 1,48 kali (95% interval kepercayaan dari 1,08-2,04) pada OM rekuren, 1,38 (95% interval kepercayaan dari 1,23-1,55) pada efusi telinga tengah, dan 1,3 (95% interval kepercayaan dari 1,3-1,6) pada OMA.9,31,45

2.5.3.4. Penitipan anakPada tempat penitipan anak terjadi kontak dengan banyak anak, sehingga meningkatkan risiko terjadinya infeksi saluran pernapasan, kolonisasi nasofaring dengan mikroba patogen, serta OM. Banyak peneliti telah menggunakan metaanalisis untuk mengkonfirmasi bahwa adanya pajanan dengan anak kecil lainnya (termasuk saudara kandung) pada tempat penitipan anak merupakan faktor risiko yang besar terhadap terjadinya OM. Penelitian meta analisis memperlihatkan bahwa perawatan anak di

Page 12: PBL SK 2 PANCA INDERA

HELENA AZHAR AINUN 1102012111 A4

luar rumah berisiko 2,5 kali terhadap OM. Pada studi lainnya terhadap OM dan tempat penitipan anak, memperlihatkan risiko yang lebih tinggi 1,6-4 kali pada tempat penitipan anak dibanding anak yang dirawat dirumah.9,46 http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351621-SP-Sakina%20Umar.pdf

Faktor sosio-demografi berperan dalam mempengaruhi risiko berkembangnya otitis media. Begitu banyak laporan epidemiologi yang mengindikasikan otitis media dan efusi telinga tengah memiliki kejadian yang cukup tinggi di musim dingin dan lebih rendah di musim semi di kedua hemisphere. Infeksi saluran nafas atas sering timbul di musim dingin, dan virus pada saluran nafas dapat diisolasi dari cairan telinga tengah pada 19% anak-anak dengan otitis media akut (Kong dan Coates, 2009). Didapatkan peningkatan kejadian di rumah yang penuh sesak / padat penghuni dan jumlah anggota keluarga yang banyak, hal ini dikenal dengan “mini-epidemik” pada otitis media (Kong dan Coates, 2009). Jacoby et al dalam Kalgoorlie Otitis Media Researches Project mendapatkan perokok pasif meningkatkan risiko otitis media pada anak-anak Aborigin dan nonAborigin yaitu sebanyak 64%. Penelitian lain oleh Uhari mendapatkan risiko yang meningkat (60%) pada OMA rekuren dan otitis media efusi kronis yang penderitatuanya merokok (RR 1,66; 95% CI, 1,33-2,06) (Kong dan Coates, 2009). Hampir sama yang didapatkan Ilicali et al (1999), pada kelompok kasus terpapar asap dengan rata-rata 19,6 batang rokok perhari dibandingkan dengan kelompok kontrol dengan rata-rata 14,4 batang rokok perhari (P<0,004). Didapatkan hubungan yang signifikan pada ibu yang merokok (P<0,001).

ASI memberikan efek protektif untuk terjadinya infeksi telinga tengah yang berhubungan dengan proses imunitas yang dimiliki ASI. Dari penelitian Uhari didapatkan anak yang mendapatkan ASI setidaknya selama 3 bulan akan mengurangi risiko otitis media sebanyak 13% (RR, 0,87; 95% CI, 0,79-0,95) (Kong dan Coates, 2009).

Status sosio-ekonomi rendah dengan akses yang terbatas ke tempat pelayanan kesehatan kemungkinan sebagai faktor yang berhubungan dengan otitis media (Kong dan Coates, 2009), juga tergantung pada infrastruktur sosial secara keseluruhan dan fasilitas kesehatan di daerah tempat tinggalnya (Uddin et al, 2008). Perlu perhatian mendalam terhadap perbaikan pembangunan perumahan dan akses aliran air bersih, nutrisi, kualitas pelayanan kesehatan dan memberikan kemudahan kepada masyarakat, dimana hal-hal tersebut akan meningkatkan kualitas kesehatan sehingga anak-anak dari status ekonomi rendah mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih baik (Uddin et al, 2008). Penelitian Akinpelu et al (2007) di Nigeria terhadap 160 penderita OMSK mendapatkan faktor predisposisi antara lain yang berhubungan dengan masalah malnutrisi, tempat tinggal kumuh dan imunisasi yang tidak lengkap sebanyak 66 penderita (41,3%).

Hubungan antara perilaku dan kebiasaan

Hasil dari wawancara prepartum memperlihatkan 90% perempuan mengetahui gejala dan tanda otitis media, 73% responden percaya bahwa merokok disekitar anak meningkatkan risiko mendapat infeksi telinga. Meskipun begitu hanya 15% responden yang memberikan susu formula, dan 24% menitipkan anak di pusat penitipan anak. Menurut data terjadi peningkatan otitis media, 46% mengakui bahwa infeksi telinga adalah kejadian normal dari kehidupan anak, hanya 7% setuju bahwa otitis media tidak perlu dikuatirkan. Setelah 2 minggu dilakukan wawancara ulang, sebanyak 90% perempuan setuju bahwa ada cara untuk mencegah otitis media, namun tidak merubah caranya menyusui dan kebiasaannya merokok. Sedangkan 80% setuju merokok mempengaruhi otitis media pada anak namun hal itu juga tidak merubah caranya (Uddin et al, 2008).

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31726/4/Chapter%20II.pdf

LO. 3.3. EPIDEMIOLOGI

Otitis media lebih sering timbul di musim dingin daripada musim semi. Di beberapa penelitian disebutkan penyakit ini banyak diderita laki-laki, sementara diantara anak-anak Amerika kulit putih dan kulit hitam tidak ada perbedaan. Insidens tertinggi otitis media akut (OMA) pada kelompok umur 6-11 bulan dan 75% anak mengalami episode ini dalam umur 12 bulan. Anak-anak yang menderita pertama sekali episode OMA kurang dari umur 12 bulan secara signifikan akan lebih mudah mendapatkan OMA rekuren.

Data epidemiologi OMSK bervariasi, prevalensi tertinggi didapatkan pada anakanak Eskimo, Indian Amerika, dan Aborigin Australia (7-46%). Negara industri seperti Amerika Serikat dan Inggris prevalensinya kurang 1% (Chole dan Nason, 2009). Secara umum, prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8% dan pasien OMSK merupakan 25% dari pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia (Aboet, 2007). Tahun 2008 kunjungan baru penderita OMSK sebanyak 208 dengan perbandingan laki-laki dan perempuan hampir sama.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31726/4/Chapter%20II.pdf

Page 13: PBL SK 2 PANCA INDERA

HELENA AZHAR AINUN 1102012111 A4

LO. 3.4. KLASIFIKASI

http://bcdecker.com/SampleOfChapter/1550093355.pdf

OMA didefinisikan sebagai suatu peradangan pada telinga tengah dengan onset akut, ditandai dengan adanya cairan dan atau inflamasi di telinga tengah. Otore yang terjadi melalui perforasi membran timpani dengan gejala akut diklasifikasikan sebagai OMA. Efusi telinga tengah tanpa gejala disebut otitis media efusi (OME) , atau glue ear, dan diklasifikasikan sebagai kronis jika telah berlangsung selama 3 bulan. OMA berulang didefinisikan sebagai tampilan tiga episode OMA baru dalam waktu 6 bulan atau empat kali selama satu tahun.10-12

OMA dalam perjalanan penyakitnya dibagi menjadi 5 stadium, yaitu: stadium oklusi tuba Eustachius, hiperemis, supurasi, perforasi, dan resolusi. Stadium oklusi tuba Eustachius ditandai oleh gambaran retraksi membran timpani akibat terjadinya tekanan negatif di telinga tengah. Pada stadium hiperemis, tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani atau seluruh membran timpani tampak hiperemis serta edema. Stadium supurasi ditandai dengan membran timpani menonjol (bulging) ke arah liang telinga luar, sedangkan pada stadium perforasi ditandai dengan keluarnya sekret dan membran timpani yang perforasi. Bila membran timpani tetap utuh dan keadaan membran timpani akan normal kembali, atau membran timpani yang perforasi perlahan menutup kembali, dikenal dengan stadium resolusi.8 Otitis media akut dihubungkan dengan penatalaksanaanya dibagi menjadi OMA dengan risiko rendah dan risiko tinggi. Kriteria OMA risiko tinggi adalah usia kurang

Page 14: PBL SK 2 PANCA INDERA

HELENA AZHAR AINUN 1102012111 A4

dari 2 bulan, usia pada waktu menderita OM pertama kali kurang dari 6 bulan, menderita OM dalam 1 bulan terakhir (kambuh), OMA berulang, OM bilateral, dan status gizi kurang atau buruk.13

http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351621-SP-Sakina%20Umar.pdf

LO. 3.5. PATOFISIOLOGI

Penyebab utama dari otitis media adalah urutan dari kejadian-kejadian: otitis media akut dimulai oleh adanya infeksi virus yang merusak mucosa siliar pada saluran nafas atas sehingga bakteri patogen masuk dari nasofaring ke telinga tengah melalui tuba Eustachius dengan gerakan mundur (retrograde movement). Bakteri-bakteri ini memperoleh respon inflamasi yang kuat dari mukosa telinga tengah sama seperti infiltrasi leukosit. Efusi telinga tengah dihasilkan dari sekresi nasofaring yang memasuki rongga telinga tengah dan dapat juga dihasilkan dari ventilasi yang inadekuat dari telinga tengah. Tekanan telinga tengah yang berkurang akan menyebabkan perkembangan efusi, yang disebut teori hydrops ex vacuo. Posisi tuba Eustachius yang relatif horizontal pada anak juga meningkatkan kerentanan anak untuk terjadinya refluks sekresi dari nasofaring ke telinga tengah (Chole dan Nasun,2009). Faktor risiko terhadap terjadinya OMSK dapat dibedakan menjadi faktor risiko berdasarkan klinis dan faktor risiko berdasarkan sosio-demografi. Berdasarkan klinis antara lain infeksi saluran nafas atas, alergi, adenoid, malnutrisi dan gastro-esofageal refluks, sedangkan berdasarkan sosio-demografi antara lain sosio-ekonomi rendah, tinggal dalam rumah yang penuh sesak, memasak dengan kayu bakar, pusat penitipan anak, paparan asap rokok, minum susu botol dan lain-lain (Lasisi et al, 2007).

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31726/4/Chapter%20II.pdf

Perkembangan OMA adalah proses yang kompleks yang dimulai di nasofaring, yang dihubungkan oleh TE ke telinga tengah. OMA sering diikuti dengan infeksi saluran napas atas, jika tejadi kongesti pada membran nasal dan TE. Cairan yang keluar di telinga tengah terjebak dan menghasilkan lingkungan yang ideal untuk terjadinya infeksi. Patogenesis dari OMA ialah kombinasi dari beberapa faktor, seperti: disfungsi TE, kolonisasi nasofaring dengan bakteri dan virus patogen, meluasnya infeksi ke sepanjang TE, imunologi, faktor lingkungan dan predisposisi genetik. Dua faktor yang paling penting pada anak-anak adalah disfungsi TE dan anak cenderung rentan terhadap infeksi saluran napas atas berulang. Pada anak, TE lebih pendek, sehingga jarak untuk penyebaran organisme lebih pendek, letaknya horizontal, sehingga menyebabkan drainase telinga tengah tidak adekuat dan terdapat adenoid dekat muara tuba, yang dapat menyumbat tuba dan juga berfungsi sebagai reservoir terhadap infeksi. Gangguan fungsi TE merupakan faktor yang paling penting. Adanya obstruksi tuba, baik secara mekanik maupun fungsional dapat menyebabkan absorpsi udara, tekanan negatif dan terbentuknya cairan di dalam telinga tengah.

Virus pada infeksi saluran napas atas menyebabkan inflamasi sehingga mengganggu fungsi TE dan meningkatkan kolonisasi bakteri pada nasofaring. Infeksi saluran napas atas menyebabkan inflamasi, penurunan tekanan di telinga tengah dan masuknya bakteri dan virus ke dalam telinga tengah melalui TE, sehingga menyebabkan inflamasi dan efusi di telinga tengah. Virus pada infeksi pernapasan atas menyebabkan kerusakan epitel TE, yang menyebabkan obstruksi, karena adanya akumulasi mukus dan sel-sel inflamasi di dalam lumen tuba. Infeksi virus juga mengganggu mukosilia dari epitel saluran pernapasan, yang mengganggu fungsi drainase dari TE.

http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351621-SP-Sakina%20Umar.pdf

LO. 3.6. MANIFESTASI KLINIS

Infants and children may have one or more of the following symptoms:

crying

irritability

sleeplessness

pulling on the ears

ear pain

Page 15: PBL SK 2 PANCA INDERA

HELENA AZHAR AINUN 1102012111 A4

headache

neck pain

a feeling of fullness in the ear

fluid drainage from the ear

fever

vomiting

diarrhea

irritability

lack of balance

hearing losshttp://www.healthline.com/health/ear-infection-acute#Symptoms4

LO. 3.7. DIAGNOSIS DAN DD

Menurut American Academy of Pediatrics (AAP) dan American Academy of Family Physicians (AAFP), untuk mendiagnosis OMA, klinisi hendaknya mengkonfirmasi riwayat penyakit yang akut, mengidentifikasi tanda efusi telinga tengah dan mengevaluasi keberadaan tanda dan gejala inflamasi telinga tengah.1 Anak-anak yang menderita OMA umumnya memiliki riwayat onset cepat, tanda dan gejala seperti otalgia (atau tarikan telinga pada bayi), rasa jengkel pada anak kecil atau bayi, otore dan atau demam. Gejala klinis ini, selain otore ialah nonspesifik dan sering tumpang tindih dengan infeksi saluran napas atas yang tidak kompleks. Dalam survei prospektif pada 354 anak-anak yang berkunjung ke dokter karena penyakit pernapasan akut, demam, nyeri telinga dan tangisan yang berlebihan banyak ditemukan pada penderita OMA, yaitu sebanyak 90%. Gejala ini juga ditemukan pada anak-anak yang tidak menderita OMA, yaitu sebanyak 72%. Gejala lain dari infeksi saluran pernapasan atas seperti batuk dan rinore atau hidung tersumbat, sering didahului atau bersamaan dengan OMA, tetapi ini juga tidak spesifik. Dengan kata lain, riwayat gejala klinis saja merupakan indicator yang kurang prediktif untuk mendiagnosis OMA khususnya pada anak yang lebih kecil.1,52 Untuk mendiagnosis efusi telinga tengah umumnya digunakan pemakaian otoskop atau otoskop pneumatik, bisa ditambah dengan timpanometri dan atau reflektometri akustik. Otoskop pneumatik merupakan alat yang paling sering digunakan untuk mendiagnosis OMA. Dengan alat ini dapat dinilai gambaran dan mobilitas membran timpani yang merupakan indikator yang baik.Pemeriksaan otoskopi dengan menggunakan otoskop pneumatik merupakan pemeriksaan yang dilakukan di Amerika Serikat dan beberapa negara di Eropa. Sedangkan di Inggris untuk mendiagnostik adanya patologi di telinga tengah cukup dengan menggunakan otoskop. Sensitivitas dari otoskop yang digunakan oleh ahli yang terlatih untuk mendeteksi efusi telinga tengah ialah 90%, dengan spesifisitas 80%, angka sensitifitas ini meningkat dengan penggunaan otoskop pneumatik. Dari literatur-literatur yang ada, sensitivitas dari otoskop pneumatik jika dibandingkan dengan cairan yang ada pada saat miringotomi ialah sekitar 87% sampai 99% dengan angka rata-rata 93%, dengan angka spesifisitas sebesar 78%. Efusi telinga tengah juga bisa didiagnosis secara langsung oleh timpanosintesis atau keberadaan cairan pada liang telinga sebagai hasil perforasi membran timpani.52-55 Visualisasi membran timpani dengan mengidentifikasi efusi telinga tengah dan tanda inflamasi dilakukan untuk mencapai diagnosis yang pasti. Agar visualisasi membran timpani baik, serumen yang menghalangi membran timpani harus dibersihkan dan pencahayaan yang dipakai harus cukup. Untuk otoskopi pneumatik, spekulum dengan bentuk dan diameter harus dipilih yang sesuai agar selang bisa masuk di liang telinga. Alat untuk menahan anak yang sesuai agar bisa dilakukan pemeriksaan yang cukup juga mungkin diperlukan.1

Penemuan pada otoskopi, mengindi-kasikan keberadaan efusi telinga tengah dan inflamasi yang berhubung-an dengan OMA telah dijelaskan secara baik. Biasanya ditemukan membran timpani yang menonjol atau bulging, dan ini memiliki nilai prediktif tertinggi atas keberadaan efusi telinga tengah. Saat dikombinasikan dengan warna dan mobilitas dari membran timpani, bulging juga merupakan prediktor OMA yang terbaik. Absensi atau penurunan mobilitas dari membrane timpani selama dilakukan otoskopi pneumatik ialah bukti tambahan adanya cairan di telinga tengah. Membran timpani yang berubah menjadi opak atau keruh, selainyang disebabkan oleh luka, juga merupakan penemuan pada OMA dan biasanya diakibatkan oleh edema dari membran timpani. Kemerahan membran timpani disebabkan oleh inflamasi biasanya ditemukan dan harus dibedakan dari pink erythematous flush yang disebabkan oleh menangis atau demam tinggi, yang biasanya intensitasnya lebih sedikit dan hilang ketika anak sudah tenang. Pada kasus miringitis bulosa, bula dapat didapatkan pada membran timpani. Jika ditemukan kesulitan untuk mendeteksi keberadaan cairan di telinga tengah, pemakaian timpanometri atau reflektometri akustik bisa membantu dalam menegakan diagnosis.1,52,53

Page 16: PBL SK 2 PANCA INDERA

HELENA AZHAR AINUN 1102012111 A4

Pemeriksaan yang obyektif untuk mendeteksi efusi telinga tengah adalah dengan menggunakan timpanometri, yang bergantung pada akustik, yaitu ukuran kemudahan dengan energi akustik yang mengalir ke telinga tengah. Sensitivitas dari timpanometri untuk mendiagnosis OMA dilaporkan 83-91%, dengan spesifisitas 63-86%. Koivunen dkk58 melaporkan hand-held minitympanometrymemiliki spesifisitas 93% dan sensitivitas 79% pada OMA berulang yang dilakukan miringotomi.56-58OME sering salah diagnosis sebagai OMA, sehingga antibiotik yang seharusnya tidak dibutuhkan bisa saja diberikan. Klinisi hendaknya berusaha untuk menghindari salah diagnosis pada anak dengan rasa tidak nyaman pada telinga tengah yang disebabkan oleh disfungsi TE dan retraksi dari membran timpani atau ketika infeksi pernapasan akut yang terjadi pada kasus OME kronis yangtelah ada.1,52

Diagnosis pasti OMA pada balita dan anak kecil, sering sulit ditegakkan. Faktor yang mempengaruhinya antara lain sulit untuk membersihkan serumen pada liang telinga, atau kesulitan untuk menjaga selang untuk otoskop pneumatik atau timpanometri dengan baik. Diagnosis OMA yang tidak pasti paling sering disebabkan oleh kesulitan untuk mendiagnosis keberadaan efusi telinga tengah. Keberadaan efusi di telinga tengah umumnya dikonfirmasikan dengan otoskopi pneumatik tetapi bisa dibantu dengan timpanometri dan atau reflektometri akustik. Adanya cairan di telinga tengah juga bisa didiagnosis langsung oleh timpanosintesis atau keberadaan cairan pada liang telinga sebagai hasil perforasi membran timpani. Reflektometri akustik bisa membantu, karena tidak membutuhkan selang pada liang telinga dan dapat menentukan keberadaan cairan telinga tengah melalui lubang kecil pada serumen.1 Diagnosis pasti OMA ditegakkan bila memenuhi tiga kriteria : onset yang cepat, adanya efusi telinga tengah dan ditemukan tanda dan gejala inflamasi di telinga tengah. Klinisi hendaknya memaksimalkan strategi diagnostik, khususnya untuk mengetahui keberadaan cairan di telinga tengah dan hendaknya mempertimbangkan kepastiaan diagnosis dalam menentukan penatalaksanaan.1,52http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351621-SP-Sakina%20Umar.pdf

LO. 3.8. TATALAKSANA

Penatalaksanaan OMA di Indonesia saat ini berdasarkan algoritmapenatalaksanaan yang dibuat oleh Perhati KL.

Page 17: PBL SK 2 PANCA INDERA

HELENA AZHAR AINUN 1102012111 A4

Penatalaksanaan OMA hendaknya memasukkan penilaian nyeri. Bila ada nyeri, klinisi harus memberikan terapi untuk mengurangi rasa nyeri. AAP menerbitkan pedoman “penilaian dan manajemen nyeri akut pada balita, anak dan orang dewasa”. Pedoman ini membantu klinisi dalam menyelesaikan masalah nyeri, khususnya pada 24 jam pertama dari episode OMA, yang hendaknya diterapi meskipun dengan mengunakan antibakteri. Berbagai penatalaksanaan untuk otalgia telah digunakan, seperti medikamentosa (asetaminofen, ibuprofen, preparat topikal), miringotomi, dan lain-lain. Penatalaksanaan ini belum ada yangbenar-benar diteliti. Klinisi hendaknya memilih penatalaksanaan berdasarkan pertimbangan manfaat dan risiko, juga melibatkan pilihan dari orang tua dan pasien.1OMA umumnya adalah penyakit yang akan sembuh dengan sendirinya. Sekitar 80% OMA sembuh dalam 3 hari tanpa antibiotik. Penggunaan antibiotik tidak mengurangi komplikasi yang dapat terjadi, termasuk berkurangnya pendengaran.4,29 Observasi dapat dilakukan pada sebagian besar kasus. Jika gejala tidak membaik dalam 48-72 jam atau ada perburukan gejala, dapat diberikan antibiotik. American Academy of Pediatrics (AAP) mengkategorikan OMA yang dapat diobservasi dan yang harus segera mendapat terapi antibiotik. Observasi dilakukan pada anak usia 6 bulan sampai 2 tahun dengan gejala ringan dan diagnosis tidak pasti, dan pada anak usia 2 tahun atau lebih dengan gejala ringan atau dengan diagnosis tidak pasti. Observasi adalah pilihan yang sesuai jika tindak lanjut belum bisa dipastikan, dan agen antibakteri dimulai jika gejala tetap ada atau bertambah buruk. Gejala ringan adalah otalgia ringan dan demam <39°C pada 24 jam pertama. Gejala berat adalah otalgia sedang sampai berat atau demam 39°C. Pilihan antibiotik yang dapat digunakan adalah amoksisilin, kombinasiamoksisilin dengan klavulanat, dan seftriakson.1

http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351621-SP-Sakina%20Umar.pdf

LO. 3.9. KOMPLIKASI

Pada OMA, komplikasi yang terjadi dapat berupa gangguan pendengaran yang bersifat ringan dapat terjadi akibat efusi telinga tengah yang persisten, biasanya konduktif dan bersifat sementara. Gangguan pendengaran sensorineural dapat juga terjadi sebagai komplikasi dari OMA, tetapi jarang sekali terjadi. Komplikasi lain adalah mastoiditis, petrositis, labirinitis dan parese nervus fasialis. Di negaranegara berkembang, infeksi supuratif seperti mastoiditis dan meningitis tetap menjadi komplikasi yang penting OMA, walaupun angka ini sudah jauh berkurang setelah adanya era antibiotik. Pada kasus OMA yang telah diberi antibiotik, efusi di telinga tengah dapat bertahan selama berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan , hal ini dapat menyebabkan gangguan pendengaran yang dapat menyebabkan gangguan perkembangan bicara, bahasa dan kognitif anak, terutama bila terjadi pada anak usia di bawah 2 tahun.5-8,10http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351621-SP-Sakina%20Umar.pdf

LO. 3.10 PROGNOSIS

Death from AOM is rare in the era of modern medicine. With effective antibiotic therapy, the systemic signs of fever and lethargy should begin to dissipate, along with the localized pain, within 48 hours. Children with fewer than 3 episodes are 3 times more likely to resolve with a single course of antibiotics, as are children who develop AOM in nonwinter months. Typically, patients eventually recover the conductive hearing loss associated with AOM.

Middle ear effusion and conductive hearing loss can be expected to persist well beyond the duration of therapy, with up to 70% of children expected to have middle ear effusion after 14 days, 50% at 1 month, 20% at 2 months, and 10% after 3 months, irrespective of therapy.

In most instances, persistent middle ear effusion can merely be observed without antimicrobial therapy; however, a second course of either the same antibiotic or a drug of a different mechanism of action may be warranted to prevent a relapse before resolution.

http://emedicine.medscape.com/article/859316-overview#aw2aab6b2b7

LO. 3.11. PENCEGAHAN

Avoid smoking or exposure to second hand smoke and do not expose children to second hand smoke

Avoid exposure to air pollution

Keep you and your child up to date with recommended immunizations

Breastfeed your baby for 12 months or more if possible

Bottle feed your baby in the upright position

http://www.cdc.gov/getsmart/antibiotic-use/URI/ear-infection.html

Page 18: PBL SK 2 PANCA INDERA

HELENA AZHAR AINUN 1102012111 A4

LI. 4. MENJAGA TELINGA MENURUT ISLAM

penuh manfaat dan kebaikan, tak terkecuali lilin telinga. Setidaknya ada tiga manfaat lilin telinga yang berhasil diungkap ilmuwan: (1). pembersih, (2). pelembab, dan (3). pembunuh kuman berbahaya.Ketiga manfaat itu diciptakan Allah dalam rangka memelihara telinga manusia agar manusia dapat mendengar dengan sempurna selama hidupnya. Ini adalah sebentuk kasih sayang Allah kepada hamba-Nya yang lemah, yang sudah sepatutnya bersyukur atas pemberian telinga berikut lilinnya itu. Hal ini sebagaimana yang Allah perintahkan:

ن� ر�و ر� ش� ن ش ر� ن�� ن ن� � ن� ن� ئ� ش� ن�� ش� نوا ن� ن�ا �ش ن�� ش� نوا �ن ش� ن� ا� ر ر� ن� ن! ن ن" نو ئ�ا ش$ ن% ن� ر�و ن� ش ن ن�� ش ر� ئ ن'ا ن�) ر�ا ئ� ر(و �ر ش* ئ) ش ر� ن" ن� ش+ ن�ا ر, �� ن نوا�“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” QS. An Nahl ayat 78Allah Maha Tahu bahwa para hamba-Nya tidak bakal sanggup untuk setiap detik memelihara kebersihan saluran telinganya sendiri, meskipun hanya dua buah. Oleh karena itu, dengan kasih sayang-Nya, Allah mengaruniai manusia sistem pembersihan telinga.

Nikmat besar pemberian Allah ini nyaris tidak pernah kita sadari. Bahkan sedikit sekali manusia bersyukur atas nikmat tak terkira berupa pendengaran ini, sebagaimana penegasan-Nya dalam Al Qur’an:

ن� ن� ئ� ش� ن�� ش� نوا ن� ن�ا �ش ن�� ش� نوا �ن ش� ن� ا� ر ر� ن� ن! ن ن" نو ش ر- ن�ا ن� ش. ن�ا ئ0ي ن�� ا نو ر1 ش! ن�  ر2 ر�و ر� ش� ن ن)ا ئ4ا ئ�$ ن2 “Katakanlah: Dia-lah yang menciptakan kamu dan menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati. (Tetapi) amat sedikit kamu bersyukur.” QS. Al Mulk ayat 23Allah menciptakan perangkat luar biasa yang mampu mengeluarkan lilin telinga ini secara otomatis dari lubang telinga. Lilin telinga berpindah dari bagian dalam menuju ke luar saluran telinga. Perpindahan ini diakibatkan oleh perpindahan sel-sel kulit pada permukaan saluran telinga.

Sel-sel ini ibarat ban atau tangga berjalan yang senantiasa bergerak mengangkut gumpalan lilin telinga di atasnya. Sembari terangkut dan terbawa menuju bagian luar telinga, lilin ini menangkap kotoran, debu, dan butir-butir pengotor yang ada di saluran telinga itu untuk dibuang keluar. Proses ini dibantu oleh gerakan rahang, misalnya saat orang mengunyah.

Lilin juga berfungsi melumasi, melembabkan dan melembutkan kulit saluran telinga. Hal ini mencegah kulit dari kekeringan dan rasa gatal, sehingga manusia dapat mendengar dengan nyaman.Kandungan zat-zat seperti asam lemak jenuh dan enzim lisozim pada lilin telinga sungguh ampuh membunuh mikroba. Termasuk di antaranya adalah bakteri penyebab penyakit yang sangat berbahaya seperti Haemophilus influenzae dan Staphylococcus aureus.Itulah segores kisah tentang lilin telinga (bukan kotoran telinga), yang sedari kecil kita tidak pernah meminta kepada Allah agar diberi. Namun keberadaanya itulah bukti hamparan cinta dan kasih sayang Allah kepada hamba-Nya. Dialah Allah, yang memberi tanpa diminta, dan tanpa meminta imbalan.

Allah tidak sekedar Pencipta dan Pemberi telinga, namun juga Pemelihara telinga. Ketiga Sifat Allah itu menjadikan manusia dapat mendengar suara setiap saat dengan sempurna, aman dan nyaman.

Sekali lagi, lilin telinga sejatinya bukanlah kotoran telinga! Lilin telinga hanyalah secuil bukti mungil kebesaran Allah dalam mencipta dan memelihara ciptaan-Nya. Dialah Allah, Sang Maha Pencipta, Maha Pemelihara:

ئ6 ش� ن�� ش� نوا ئ7 نوا ن�ا ن� ا� �ر ئ�ي �ة9  ن ن; ئ> ن=ا ر, ن� ش* ر� ن ش ن� نو ة� ن� نو ر, ن� ر� ر�و ني ى< ن�. ن�ا ء@   Bش ن% ن�! ر- Cن ن� ن+ نو  – ة ئ�$ Dن ء@ Bش ن% ل! ر� �ئ نو ر1 نو   ش ر� �ر� ن� ر, �� ن ا� ر ر� ئ� Fنو  ىن ر1 ��� ن ئGا ن, ىن� ئGا ن��   Hر ر�و ر; Dش ن�ا ء@ Bش ن% ل! ر- Cر ئ� ن+ا ة!   ئ-$ نو ء@ Bش ن% ل! ر- ى< ن� Dن نو ر1 نو Translit : [101] Dia Pencipta langit dan bumi. Bagaimana Dia mempunyai anak padahal Dia tidak mempunyai isteri. Dia menciptakan segala sesuatu; dan Dia mengetahui segala sesuatu. [102](Yang

Page 19: PBL SK 2 PANCA INDERA

HELENA AZHAR AINUN 1102012111 A4

memiliki sifat-sifat yang) demikian itu ialah Allah Tuhan kamu; tidak ada Tuhan selain Dia; Pencipta segala sesuatu, maka sembahlah Dia; dan Dia adalah Pemelihara segala sesuatu. QS An-An’aam ayat 101-102https://islamanswered.wordpress.com/2010/06/11/cahaya-cinta-dalam-gelapnya-lorong-telinga/