Pedoman PMTCT

Embed Size (px)

DESCRIPTION

pedoman PMTCT sebagai bahan akreditasi rumah sakit

Citation preview

  • 5/19/2018 Pedoman PMTCT

    1/18

    PEDOMAN PENCEGAHANPENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK

    (PPIA)

    2014

    RSUD Sangatta

    Jl. Soekarno - Hatta

    Tel0549 - 5523215

    Sangatta

  • 5/19/2018 Pedoman PMTCT

    2/18

    PEDOMAN PPIA

    Page 1

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat yang telah dikaruniakan

    kepada penyusun, sehingga Buku Pedoman Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA /

    Prevention of Mother-to-Child HIV Transmission/ PMTCT) Rumah Sakit Umum Daerah Sangatta

    ini dapat selesai disusun.

    Buku Pedoman PPIA di Rumah Sakit Umum Daerah Sangatta ini disusun untuk lebih

    memantapkan upaya penanggulangan HIV/AIDS, keselamatan pasien, keselamatan kerja, serta

    meningkatkan mutu pelayanan.

    Dalam buku pedoman ini diuraikan Standar Ketenagaan, Standar Fasilitas, Tatalaksana

    Pelayanan Terapi Antiretroviral (ARV), Logistik, Keselamatan Pasien, Keselamatan Kerja, dan

    Pengendalian Mutu.

    Tidak lupa penyusun sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya atas bantuan semua

    pihak dalam menyelesaikan Buku Pedoman Pelayanan Terapi Antiretroviral (ARV) di Rumah Sakit

    Umum Daerah Sangatta.

    Sangatta, Januari 2014

    Penyusun

  • 5/19/2018 Pedoman PMTCT

    3/18

    PEDOMAN PPIA

    Page 2

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 3.1. Denah Ruangan Pelayanan terapi ARV di RSUD Sangatta .................................... 6

    Gambar 4.1. Alur proses ibu hamil menjalani kegiatan PRONG 3 dan 4 dalam PPIA ............... 11

    DAFTAR TABEL

    Tabel 2.1. Distribusi ketenagaan pelayanan PPIA RSUD Sangatta ............................................ 5

    Tabel 4.1. Pilihan persalinan ....................................................................................................... 8

  • 5/19/2018 Pedoman PMTCT

    4/18

    PEDOMAN PPIA

    Page 3

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Laporan Epidemi HIV Global UNAIDS 2012 menunjukkan bahwa terdapat 34 juta orang

    dengan HIV di seluruh dunia. Sebanyak 50% di antaranya adalah perempuan dan 2,1 juta anak

    berusia kurang dari 15 tahun. Di Asia Selatan dan Tenggara, terdapat kurang lebih 4 juta orang

    dengan HIV dan AIDS. Menurut Laporan Progres HIV-AIDS WHO Regional SEARO (2011)

    sekitar 1,3 juta orang (37%) perempuan terinfeksi HIV. Jumlah perempuan yang terinfeksi HIV dari

    tahun ke tahun semakin meningkat, seiring dengan meningkatnya jumlah laki-laki yang melakukan

    hubungan seksual tidak aman, yang selanjutnya akan menularkan pada pasangan seksualnya.

    Di sejumlah negara berkembang HIV-AIDS merupakan penyebab utama kematian

    perempuan usia reproduksi. Infeksi HIV pada ibu hamil dapat mengancam kehidupan ibu serta ibu

    dapat menularkan virus kepada bayinya. Lebih dari 90% kasus anak terinfeksi HIV, ditularkan

    melalui proses penularan dari ibu ke anak atau mother-tochild HIV transmission(MTCT). Virus HIV

    dapat ditularkan dari ibu yang terinfeksi HIV kepada anaknya selama kehamilan, saat persalinan

    dan saat menyusui. Data estimasi UNAIDS/WHO (2009) juga memperkirakan 22.000 anak di

    wilayah Asia-Pasifik terinfeksi HIV dan tanpa pengobatan, setengah dari anak yang terinfeksi

    tersebut akan meninggal sebelum ulang tahun kedua.

    Program Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA) telah terbukti sebagai

    intervensi yang sangat efektif untuk mencegah penularan HIV dari ibu ke anak. Di negara maju

    risiko anak tertular HIV dari ibu dapat ditekan hingga kurang dari 2% karena tersedianya intervensi

    PPIA dengan layanan optimal. Namun di negara berkembang atau negara miskin, dengan minimnya

    akses intervensi, risiko penularan masih berkisar antara 20% dan 50%.

    Sebagian besar infeksi HIV dapat dicegah dengan upaya pencegahan penularan dari ibu-ke-

    anak yang komprehensif dan efektif di fasilitas pelayanan kesehatan. RSUD Sangatta merupakan

    salah satu fasyankes yang menjalankan upaya-upaya terkait PPIA.

    1.2. Tujuan

    1. Mengetahui standar ketenagaan di Pelayanan PPIA di RSUD Sangatta.

    2. Mengetahui standar fasilitas di Pelayanan PPIA di RSUD Sangatta.

    3. Mengetahui tata cara PPIA di RSUD Sangatta.

    4. Mengetahui keselamatan pasien dalam PPIA di RSUD Sangatta.

    5. Mengetahui keselamatan kerja dalam PPIA di RSUD Sangatta.

    1.3. Ruang Lingkup Pelayanan

    PPIA merupakan upaya-upaya yang ditempuh untuk pencegahan penularan HIV dari ibu ke

    anaknya di lingkup instalasi rawat jalan, instalasi rawat inap, instalasi gawat darurat, instalasi

    laboratorium, instalasi farmasi, dan rekam medis.

  • 5/19/2018 Pedoman PMTCT

    5/18

    PEDOMAN PPIA

    Page 4

    1.4. Batasan

    Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) adalah suatu gejala berkurangnya kemampuan

    pertahanan diri yang disebabkan oleh masuknya virus HIV ke dalam tubuh seseorang.

    Anti Retroviral Therapy (ART) adalah sejenis obat untuk menghambat kecepatan replikasi virus

    dalam tubuh orang yang terinfeksi HIV/AIDS. Obat diberikan kepada ODHA yang

    memerlukan berdasarkan beberapa kriteria klinis, juga dalam rangkaPrevention of Mother To

    Child Transmission (PMTCT).

    Human Immuno-deficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyebabkan AIDS.

    Orang yang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA) adalah orang yang tubuhnya telah terinfeksi virus

    HIV/AIDS.

    Perawatan dan dukungan adalah layanan komprehensif yang disediakan untuk ODHA dan

    keluarganya. Termasuk di dalamnya konseling lanjutan, perawatan, diagnosis, terapi, danpencegahan infeksi oportunistik, dukungan sosioekonomi dan perawatan di rumah.

    Persetujuan layanan adalah persetujuan yang dibuat secara sukarela oleh seseorang untuk

    mendapatkan layanan.

    Informed Consent (Persetujuan Tindakan Medis) adalah persetujuan yang diberikan oleh orang

    dewasa yang secara kognisi dapat mengambil keputusan dengan sadar untuk melaksanakan

    prosedur (tes HIV, operasi, tindakan medik lainnya) bagi dirinya atau atas spesimen yang

    berasal dari dirinya. Juga termasuk persetujuan memberikan informasi tentang dirinya untuk

    suatu keperluan penelitian.

    1.5. Landasan Hukum

    1. Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

    2. Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.

    3. Keputusan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat nomor 9/KEP/1994 tentang Strategi

    Nasional Penanggulangan AIDS di Indonesia;

    4. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1278 tahun 2009 tentang Rumah Sakit Rujukan bagi

    ODHA

    5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 51 tahun 2013 tentang Pencegahan Penularan HIV dari

    Ibu ke Anak (PPIA)

    6. Pedoman Nasional Pencegahan Penuralan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA), Kementrian Kesehatan

    Republik Indonesia, 2012.

    7. Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral pada Orang

    Dewasa, Kementrian Kesehatan, Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan

    Lingkungan, 2011

    8.

    Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral pada Anak,Kementrian Kesehatan, Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan,

    2011.

    9. Peraturan Bupati Kutai Timur nomor 36 Tahun 2012 tentang Pola Tata Kelola Rumah Sakit

    Umum Daerah Sangatta;

  • 5/19/2018 Pedoman PMTCT

    6/18

    PEDOMAN PPIA

    Page 5

    BAB II

    STANDAR KETENAGAAN

    2.1. Kualifikasi Sumber Daya Manusia

    Dalam melaksanakan pelayanan PPIA di RSUD Sangatta dipimpin oleh Ketua Tim

    Penanggulangan HIV/AIDS. Distribusi ketenagaan pelayanan PPIA disesuaikan dengan kualifikasi

    dan beban kerja yang ada. Untuk distribusi ketenagaan pelayanan PPIA disebutkan dalam tabel 2.1

    sesuai dengan tugas masing-masing.

    Tabel 2.1.Distribusi ketenagaan pelayanan PPIA RSUD Sangatta

    Nama

    Jabatan

    Klasifikasi Jumlah

    Kebutuhan

    Tenaga

    yang Ada

    Keterangan

    Formal

    Non Formal

    Dokter Dokter

    Umum

    dan/atau

    Dokter

    Spesialis

    Pelatihan PPIA

    sesuai dengan

    standar WHO atau

    lebih sesuai

    dengan kebutuhan

    1 1 dokter

    umum, 1

    dokter

    Spesialis

    Kebidanan

    dan

    Kandungan

    Cukup

    Koordinator

    Ruang

    PerawatanKebidanan

    dan

    Kandungan

    DIII

    Kebidanan

    Pelatihan PPIA

    sesuai dengan

    standar WHO ataulebih sesuai

    dengan kebutuhan

    1 1 Cukup

    Petugas

    Laboratorium

    DIII Analis

    Kesehatan

    atau SMAK

    Pelatihan sesuai

    dengan standar

    WHO atau lebih

    sesuai dengan

    kebutuhan

    1 1 Cukup

    Petugas

    Farmasi

    S1 Apoteker Pelatihan sesuai

    dengan standar

    WHO atau lebih

    sesuai dengan

    kebutuhan

    1 1 Cukup

    Petugas

    Administrasi

    DIII

    Administrasi

    Kesehatan

    Pelatihan sesuai

    dengan standar

    WHO atau lebih

    sesuai dengan

    kebutuhan

    1 1 Cukup

    2.2. Distribusi Ketenagaan

    Tim PPIA berjumlah 6 orang, yang terbagi menjadi dokter CST, dokter Spesialis Kebidanan dan

    Kandungan, koordinator ruang perawatan kebidanan dan kandungan, petugas laboratorium, petugas

    farmasi, dan petugas administrasi.

  • 5/19/2018 Pedoman PMTCT

    7/18

    PEDOMAN PPIA

    Page 6

    BAB III

    STANDAR FASILITAS

    3.1. Denah Ruangan

    RSUD Sangatta tidak memiliki ruang khusus untuk pelayanan PPIA, namun terintegrasi di pusat

    layanan HIV/AIDS RSUD Sangatta di ruang poli VCT (lihat gambar), ruang Poliklinik Kebidanan

    dan Kandungan, Kamar Bersalin, dan Ruang Perawatan Kebidanan dan Kandungan.

    Gambar 3.1.Denah Ruangan Pelayanan PPIA di RSUD Sangatta

    3.2. Standar Fasilitas

    Fasilitas yang cukup harus tersedia bagi staf medis sehingga dapat tercapai tujuan dan fungsi

    pelayanan PPIA yang optimal bagi pasien.

    3.3. Kriteria

    Tersedia ruangan khusus pelayanan klien yang berfungsi sebagai pusat pelayanan HIV/AIDS

    di RSUD Sangatta meliputi kegiatan konseling, penatalaksanaan, pencatatan dan pelaporan, serta

    menjadi pusat jejaring internal atau eksternal pelayanan HIV/AIDS di RSUD Sangatta.

    1. Ruang tersebut memenuhi persyaratan sarana dan prasarana ruangan pelayanan terapi ARV.

    2. Tersedia peralatan untuk melakukan pelayanan terapi ARV.

    3.

    Tersedia ruangan laboratorium yang mampu melakukan pemeriksaan antibodi anti-HIV.

    POLI VCT

  • 5/19/2018 Pedoman PMTCT

    8/18

    PEDOMAN PPIA

    Page 7

    BAB IV

    TATA LAKSANA PELAYANAN

    Pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak (PPIA) dilaksanakan melalui kegiatan kompehensif

    yang meliputi empat pilar (4 prong) yaitu :

    1. Pencegahan penularan HIV pada perempuan usia reproduksi (15-49 tahun)

    2. Pencegahan kehamilan yang tidak direncanakan pada perempuan HIV positif

    3. Pencegahan penularan HIV dari ibu hamil ke bayi yang dikandungnya

    4. Dukungan psikologis, sosial, dan perawatan kesehatan selanjutnya kepada ibu yang terinfeksi

    HIV dan bayi serta keluarganya

    4.1. PRONG 1 : Pencegahan Penularan HIV pada Perempuan Usia Reproduksi

    Prong 1 merupakan langkah pencegahan primer yang paling efektif dalam penularan HIV

    dari ibu ke anak. Upaya ini dilakukan dengan penyuluhan-penyuluhan dan penjelasan yang benar

    terkait HIV/AIDS dan penyakit IMS dalam koridor kesehatan reproduksi. Untuk menghindari

    perilaku seksual berisiko dalam upaya mencegah penularan HIV menggunakan strategi ABCDE

    yaitu :

    A (Abstinence), artinya Absen seks atau tidak melakukan hubungan seks bagi orang yang

    belum menikah;

    B (Be Faithful),artinya Bersikap saling setia kepada satu pasangan seks (tidak berganti-ganti

    pasangan);

    C (Condom), artinya Cegah penularan HIV melalui hubungan seksual dengan menggunakan

    kondom;

    D (Drug No),artinya Dilarang menggunakan narkoba.

    E (Education),artinya dengan penyebarluasan informasi dan edukasi mengenai HIV/AIDS.

    Kegiatan yang dapat dilakukan antara lain :

    1.

    Menyebarkan informasi dan edukasi tentang HIV/AIDS dan kesehatan reproduksi baik secara

    individu maupun secara kelompok. Edukasi sangat perlu diberikan pada wanita remaja,

    sehingga mereka dapat mengetahui cara agar tidak terinfeksi HIV.

    2. Mobilisasi masyarakat, dimana melibatkan petugas lapangan dan komunitas tertentu (kelompok

    dukungan sebaya, tokoh agama, dan tokoh masyarakat) sebagai pemberi informasi pencegahan

    HIV dan IMS.

    3. Layanan Test HIV. Dilakukan melalui pendekatan konseling dan testing atas inisiasi petugas

    kesehatan (KTIP) serta konseling dan testing sukarela (KTS). Layanan ini diberikan pada

    pelayanan ANC terpadu dan layanan KIA di rumah sakit.

  • 5/19/2018 Pedoman PMTCT

    9/18

    PEDOMAN PPIA

    Page 8

    4.2. PRONG 2 : Pencegahan Kehamilan yang Tidak Direncanakan pada Perempuan

    dengan HIV

    Konseling yang berkualitas,penggunaan alat kontrasepsi yang aman dan efektif serta

    penggunaan kondom secara konsisten akan membantu perempuan dengan HIV agar melakukan

    hubungan seksual yang aman, serta menghindari terjadinya kehamilan yang tidak direncanakan.

    Perlu diingat bahwa infeksi HIV bukan merupakan indikasi aborsi. Kegiatan dalam prong ini

    dilakukan pada saat pasien wanita HIV positif datang kontrol ke poliklinik VCT/CST atau

    memeriksakan diri ke poliklinik lainnya, terutama poliklinik kebidanan dan kandungan.

    Apabila wanita HIV positif tidak ingin hamil, maka kontrasepsi yang dianjurkan adalah

    kontrasepsi jangka panjang dan kondom. Sedangkan yang tidak ingin punya anak lagi disarankan

    untuk menggunakan kontrasepsi mantap dan kondom. Apabila wanita HIV positif masih ingin

    memiliki anak, maka dilakukan konseling lanjutan untuk merencanakan kehamilannya. Ibu dengan

    HIV berhak menentukan keputusannya sendiri atau setelah berdiskusi dengan pasangan, suami, atau

    keluarga.

    4.3. PRONG 3 : Pencegahan Penularan HIV dari Ibu Hamil dengan HIV ke Bayi

    yang Dikandungnya

    Kegiatan pada prong ini dilaksanakan pada setiap pasien wanita hamil HIV positif yang

    memeriksakan diri pada poliklinik kebidanan dan kandungan atau datang kontrol ke poliklinik

    VCT/CST atau dalam proses persalinan di ruang bersalin (VK). Strategi ini merupakan inti dari

    layanan PPIA dan merupakan kegiatan layanan KIA yang komprehensif meliputi :

    1. Layanan ANC terpadu termasuk penawaran dan tes HIV, merupakan jalan bagi ibu hamil untuk

    mengetahui status HIV, sehingga dapat pengobatan ARV sedini mungkin, dukungan psikologis,

    dan KIE tentang HIV/AIDS.

    2. Diagnosis HIV. Alur pemeriksaan anti HIV dalam darah dengan menggunakan metode cepat

    (rapid) atau ELISA.

    3. Pemberian ARV untuk ibu hamil HIV positif. Diberikan berdasarkan Pedoman Terapi ARV.

    Pemberian ARV dimulai tanpa memandang stadium klinis ataupun jumlah CD4, dan

    dikonsumsi seumur hidup. Bertujuan untuk mengurangi risiko penularan dan mengoptimalkan

    kesehatan ibu.

    4. Persalinan yang aman. Pemilihan persalinan diputuskan oleh ibu setelah mendapatkan

    konseling lengkap tentang pilihan persalinan, risiko penularan, dan berdasarkan penilaian

    petugas kesehatan.

    Tabel 4.1.Pilihan persalinan

  • 5/19/2018 Pedoman PMTCT

    10/18

    PEDOMAN PPIA

    Page 9

    Dengan demikian, untuk memberikan layanan persalinan yang optimal kepada ibu hamil dengan

    HIV direkomendasikan kondisi-kondisi berikut ini:

    Pelaksanaan persalinan, baik secara bedah sesar maupun normal, harus memperhatikan kondisifisik dan indikasi obstetri ibu berdasarkan penilaian dari tenaga kesehatan. Infeksi HIV bukan

    merupakan indikasi untuk bedah sesar.

    Ibu hamil harus mendapatkan konseling sehubungan dengan keputusannya untuk menjalani

    persalinan per vaginam atau pun per abdominam (bedah sesar).

    Tindakan menolong persalinan ibu hamil, baik secara persalinan per vaginam maupun bedah

    sesar harus selalu menerapkan kewaspadaan standar, yang berlaku untuk semua jenis

    persalinan dan tindakan medis.

    5. Tatalaksana pemberian makanan bagi bayi/anak. Dilakukan konseling tentang risiko penularan

    HIV melalui ASI. Konseling dilakukan selama ANC atau sebelum persalinan. Pengambilan

    keputusan di tangan ibu setelah mendapatkan konseling lengkap. Sangat dianjurkan untuk

    menggunakan susu formula sebagai makanan bagi bayi, apabila syarat AFASS (affordable,

    feasible, acceptable, sustainable, and safe) terpenuhi keseluruhannya. Apabila salah satu syarat

    tidak terpenuhi, maka ASI diberikan secara eksklusif selama 6 bulan. Tidak dianjurkan untuk

    menyusui campur (mixed feeding) artinya diberikan ASI dan PASI bergantian.

    6.Mengatur kehamilan dan keluarga berencana, seperti yang telah dijelaskan pada PRONG 2.

    7. Pemberian profilaksis ARV dan kotrimoksasol pada bayi/anak. ARV yang diberikan adalah

    Zidovudine (AZT) dimulai pada hari pertama kehidupan sampai 6 minggu, dengan dosis 4

    mg/kgBB diberikan 2 kali sehari. Setelah 6 minggu, diberikan profilaksis kotrimoksasol dengan

    dosis 4-6 mg/kgBB (dosis trimeptoprim) diberikan 1 kali sehari sampai diagnosis HIV dapat

    ditegakkan.

    8. Pemeriksaan diagnostik HIV pada bayi yang lahir dari ibu HIV. Pemeriksaan untuk antibodi

    anti HIV dengan metode cepat (rapid) hanya dapat digunakan apabila anak berumur lebih dari

    18 bulan, atau dapat dilakukan lebih awal pada usia 9-12 bulan, dengan catatan bila hasil positif

    maka harus diulang setelah berusia 18 bulan. Bila usia anak kurang dari 18 bulan, maka

    pemeriksaan yang dilakukan adalah PCR untuk melihat HIV DNA, yang dilakukan minimal 2

    kali, pertama pada usia 4-6 minggu dan 4 minggu setelah pemeriksaan pertama.

    4.4. PRONG 4 : Pemberian dukungan psikologis, sosial, dan perawatan kepada ibu

    dengan HIV beserta anak dan keluarganya.

    Penting untuk menjamin kerahasiaan status HIV ibu untuk menghindai stigma dan diskriminasi di

    masyarakat. Dukungan juga harus diberikan kepada anak dan keluarganya. Beberapa hal yangmungkin dibutuhkan ibu dengan HIV antara lain :

    Pengobatan ARV jangka panjang

    Pengobatan gejala penyakitnya

    Pemeriksaan kondisi kesehatan dan pemantauan terapi ARV (termasuk CD4 dan viral load)

  • 5/19/2018 Pedoman PMTCT

    11/18

    PEDOMAN PPIA

    Page 10

    Konseling dan dukungan kontrasepsi dan pengaturan kehamilan

    Informasi dan edukasi pemberian makanan bayi

    Pencegahan dan pengobatan infeksi oportunistik untuk diri sendiri dan bayinya.

    Penyuluhan kepada anggota keluarga tentang cara penularan HIV dan pencegahannya

    Layanan klinik dan rumah sakit yang bersahabat

    Kunjungan ke rumah (home visit)

    Dukungan teman-teman sesama HIV positif, terlebih sesama ibu dengan HIV

    Adanya pendamping saat sedang dirawat

    Dukungan dari pasangan

    Dukungan kegiatan peningkatan ekonomi keluarga

    Dukungan perawatan dan pendidikan bagi anak

    Gambar 4.1.Alur proses ibu hamil menjalani kegiatan PRONG 3 dan 4 dalam PPIA

  • 5/19/2018 Pedoman PMTCT

    12/18

    PEDOMAN PPIA

    Page 11

    BAB V

    LOGISTIK

    Pengadaan logistik untuk pelayanan PPIA dilakukan dengan permintaan secara berkala kepada

    Dinas Kesehatan Propinsi Kalimantan Timur.

    5.1. Obat Antiretroviral (ARV)

    Pengadaan, pengelolaan, dan pengawasan ARV merupakan tanggung jawab instalasi farmasi RSUD

    Sangatta di bawah petugas farmasi Tim Penanggulangan HIV/AIDS RSUD Sangatta. Obat ARV

    yang diminta terdiri dari :

    1. Zidovudin (AZT)

    2.

    Tenofovir (TDF)

    3. Lamvudin (3TC)

    4. Emtricitabine (FTC)

    5. Efavirenz (EFV)

    6. Nevirapine (NVP)

    Selain obat-obat tersebut, bisa dimintakan obat dalam kombinasi dosis tetap (KDT) yang terdiri dari

    1. Zidovudine (AZT) + Lamivudine (3TC) dengan nama paten Duviral

    2. Tenofovir (TDF) + Lamivudine (3TC) + Efavirenz (EFV) dengan nama paten Atripla

    3.

    Tenofovir (TDF) + Emtricitabine (FTC) dengan nama paten Aluvia

    Petugas farmasi Tim HIV/AIDS RSUD Sangatta mengajukan pemesanan obat ARV kepada Dinas

    Kesehatan Propinsi Kalimantan Timur melalui sistem pelaporan online IOMS setiap bulannya

    sebelum tanggal 25.

    5.2. Logistik Laboratorium

    Pengadaan dan pengelolaan logistik laboratorium berkaitan dengan pelayanan VCT (pemeriksaan

    antibodi anti-HIV) merupakan tanggung jawab petugas laboratorium tim VCT dibawah pimpinan

    unit laboratorium RSUD Sangatta. Kebutuhan logistik laboratorium terkait pemeriksaan anti-HIV

    antara lain :

    1. Jarum dan semprit steril *

    2. Tabung dan botol tempat penyimpan darah *

    3. Kapas alkohol *

    4. Cairan desinfektan *

    5. Sarung tangan karet *

    6. Apron plastik *

    7.

    Sabun dan tempat cuci tangan dengan air mengalir *

    8. Tempat sampah barang terinfeksi, barang tidak terinfeksi, dan barang tajam (sesuai petunjuk

    Kewaspadaan Universal Departemen Kesehatan) *

    9. Petunjuk pajanan okupasional dan alur permintaan pertolongan pasca pajanan okupasional. *

    10.Reagen untuk testing dan peralatannya

  • 5/19/2018 Pedoman PMTCT

    13/18

    PEDOMAN PPIA

    Page 12

    11.Lemari pendingin *

    12.Ruang penyimpanan testing-kit , barang habis pakai

    13.Buku-buku register (stok barang habis pakai, penerimaan sampel, hasil testing, penyimpanan

    sampel, kecelakaan okupasional) atau komputer pencatat.

    14.Pedoman testing HIV

    Catatan : * inventaris rumah sakit (pengadaan oleh RSUD Sangatta)

    Petugas laboratorium VCT mengajukan permohonan logistik laboratorium kepada Dinas Kesehatan

    Kabupaten Kutai Timur.

    5.3. Logistik Dokumentasi

    Logistik dokumentasi terkait dengan pelayanan PPIA merupakan formulir-formulir dan rekammedis pasien HIV positif meliputi :

    1. Ikhtisar perawatan pasien HIV/ART

    2. Kartu pasien

    3. Register Pra-ART

    4. Register ART

    5. Register pemberian Obat

    6. Register Stok Obat

    7.

    Formulir RujukanUntuk dokumentasi pelaporan dilakukan melalui sistem online dengan menggunakan program

    IOMS dan dilakukan setiap bulan sebelum tanggal 25.

  • 5/19/2018 Pedoman PMTCT

    14/18

    PEDOMAN PPIA

    Page 13

    BAB VI

    KESELAMATAN PASIEN

    6.1. Pengertian

    Keselamatan pasien adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih

    aman. Hal ini termasuk asesmen risiko, identifikasi, dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan

    risiko pasien, pelaporan, dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya

    serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko.

    Sedangkan insiden keselamatan pasien adalah setiap kejadian atau situasi yang dapat

    mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan harm (penyakit, cidera, cacat, kematian, dan lain-

    lain) yang tidak seharusnya terjadi.

    6.2. Tujuan

    Tujuan sistem ini adalah mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh kesalahan akibat

    melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Selain itu

    sistem keselamatan pasien ini mempunyai tujuan agar tercipta budaya keselamatan pasien di rumah

    sakit, meningkatkan akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat, menurunnya

    kejadian tidak diharapkan di rumah sakit, dan terlaksananya program-program pencegahan sehingga

    tidak terjadi pengulangan kejadian tidak diharapkan.

    6.3. Tata Laksana Keselamatan Pasien

    Dalam melaksanakan keselamatan pasien terdapat tujuh langkah menuju Keselamatan Pasien

    Rumah Sakit. Adapun tujuh langkah tersebut adalah :

    1. Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien. Menciptakan kepemimpinan dan budaya

    yang terbuka dan adil.

    2. Memimpin dan mendukung karyawan. Membangun komitmen dan fokus yang kuat dan jelas

    tentang keselamatan pasien.

    3. Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko. Mengembangkan sistem dan proses pengelolaan

    risiko, serta melakukan identifikasi dan asesmen hal potensial bermasalah.

    4. Menerapkan tujuh langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit seperti tersebut di atas

    5. Menerapkan stancak keselamatan pasien rumah sakit dan melakukan self assesment dengan

    instrumen akreditasi pelayanan keselamatan pasien rumah sakit.

    6. Program khusus Keselamatan Pasien Rumah Sakit.

    7. Mengevaluasi secara periodik pelaksanaan program keselamatan pasien rumah sakit dan

    kejadian tidak diharapkan.

    6.4. Sasaran Keselamatan Pasien HIV/AIDS di RSUD Sangatta

    1. Ketepatan identifikasi pasien

  • 5/19/2018 Pedoman PMTCT

    15/18

    PEDOMAN PPIA

    Page 14

    Ketetpatan identifikasi pasien adalah ketepatan penentuan identitas pasien sejak awal pasien

    masuk sampai dengan pasien keluar terhadap semua pelayanan yang diterima oleh pasien.

    Setiap pasien HIV/AIDS yang datang ke RSUD Sangatta harus diverifikasi identitasnya dengan

    menggunakan nama dan alamat, atau nama dan tanggal lahir.2. Peningkatan komunikasi yang efektif, yaitu komunikasi lisan yang menggunakan prosedur

    SBAR; write, read, dan repeat back (reconfirm).

    3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai (high alert).

    Obat-obatan yang perlu diwaspadai (high alert medication) adalah obat yang sering

    menyebabkan terjadi kesalahan atau kesalahan serius dan obat yang berisiko tinggi

    menyebabkan dampak yang tidak diinginkan. Untuk antiretroviral (ARV) yang waktu

    penggunaannya jangka panjang harus diwaspadai juga masa/tanggal kada luarsanya.

    4.Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan

    Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan terbesar dalam tatanan pelayanan

    kesehatan. Infeksi biasa dijumpai dalam semua bentuk pelayanan kesehatan termasuk infeksi

    saluran kemih, infeksi pada aliran darah, pneumonia yang sering berhubungan dengan ventilasi

    mekanis. Pokok eliminasi infeksi ini maupun infeksi-infeksi lain adalah cuci tangan yang tepat.

    5. Pengurangan risiko pasien jatuh.

    Pengurangan pengalamam pasien yang tidak direncanakan untuk terjadinya jatuh. Suatu

    jehadian jatuh yang tidak disengaja pada seseorang saat istirahat yang dapat dilihat/dirasakan,

    atau kejadian jatuh yang tidak dapat dilihat karena suatu kondisi tertentu seperti stroke, pingsan,dan lainnya. Untuk pasien HIV/AIDS yang rawat inap, dikaji pula risiko jatuhnya. Apabila

    termasuk berisiko, pasien tersebut dipasang gelang kuning.

  • 5/19/2018 Pedoman PMTCT

    16/18

    PEDOMAN PPIA

    Page 15

    BAB VII

    KESELAMATAN KERJA

    Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 pasal 164 ayat 1 menyatakan bahwa upaya kesehatan

    kerja ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan

    serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan. Rumah sakit adalah tempat kerja yang

    termasuk dalam kategori seperti disebut di atas, berarti wajib menerapkan upaya keselamatan dan

    kesehatan kerja. Program keselamatan dan kesehatan kerja di tim pendidikan pasien dan keluarga

    bertujuan melindungi karyawan dari kemungkinan terjadinya kecelakaan di dalam dan di luar

    rumah sakit.

    Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 27 ayat (2) disebutkan bahwa setiap warga negara

    berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Dalam hal ini yang

    dimaksud pekerjaan adalah pekerjaan yang bersifat manusiawi, yang memungkinkan pekerja berada

    dalam kondisi sehat dan selamat, bebas dari kecelakaan dan penyakit akibat kerja, sehingga dapat

    hidup layak sesuai dengan martabat manusia.

    Keselamatan dan kesehatan kerja atau K3 merupakan bagian integral dari perlindungan

    terhadap pekerja dalam hal ini tim penanggulangan HIV/AIDS dan perlindungan terhadap Rumah

    Sakit. Pegawai adalah bagian integral dari rumah sakit. Jaminan keselamatan dan kesehatan kerja

    akan meningkatkan produktivitas pegawai dan meningkatkan produktivitas rumah sakit. Undang-

    Undang nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dimaksudkan untuk menjamin :

    1. Agar pegawai dan setiap orang yang berada di tempat kerja selalu berada dalam keadaan sehat

    dan selamat.

    2. Agar faktor-faktor produksi dapat dipakai dan digunakan secara efisien.

    3. Agar proses produksi dapat berjalan secara lancar tanpa hambatan.

    Faktor-faktor yang menimbulkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat digolongkan pada tiga

    kelompok, yaitu :

    1.

    Kondisi dan lingkungan kerja.

    2. Kesadaran dan kualitas pekerja.

    3. Peranan dan kualitas manajemen.

    Dalam kaitannya dengan kondisi dan lingkungan kerja, kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat

    terjadi bila :

    1. Pelatan tidak memenuhi standar kualitas atau bila sudah aus.

    2. Alat-alat produksi tidak disusun secara teratur menurut tahapan proses produksi.

    3. Ruang kerja terlalu sempit, ventilasi udara kurang memadai, ruangan terlalu panas atau dingin.

    4.

    Tidak tersedia alat-alat pengaman.

    5. Kurang memperhatikan persyaratan penanggulangan bahaya kebakaran, dan lain-lain.

  • 5/19/2018 Pedoman PMTCT

    17/18

    PEDOMAN PPIA

    Page 16

    7.1. Perlindungan Keselamatan Kerja dan Kesehatan Petugas Kesehatan

    1. Petugas kesehatan yang merawat pasien HIV/AIDS harus mendapatkan pelatihan/sosialisasi

    mengenai cara penularan dan penyebaran penyakit, tidakan pencegahan dan pengendalian

    infeksi yang sesuai dengan protokol.

    2. Petugas yang tidak terlibat secara langsung dengan pasien harus diberikan penjelasan umum

    mengenai penyakit tersebut.

    4.2. Petunjuk Pencegahan Infeksi untuk Petugas Kesehatan

    1. Untuk mencegah transmisi penyakit menular dalam tatanan pelayanan kesehatan, petugas harus

    menggunakan alat pelindung diri (APD) yang sesuai untuk kewaspadaan standar sesuai dengan

    penyebaran penyakit. APD untuk pelayanan pasien HIV adalah goggle, masker, apron, serta

    sarung tangan untuk petugas laboratorium.

    2. Semua petugas kesehatan harus mendapatkan pelatihan/sosialisasi tentang gejala HIV/AIDS

    3. Pasien HIV yang juga terdiagnosis sebagai penderita TB, harus mengenakan masker jika berada

    di ruangan tertutup dan bersama orang lain, serta selalu menerapkan etika batuk.

  • 5/19/2018 Pedoman PMTCT

    18/18

    PEDOMAN PPIA

    Page 17

    BAB IX

    PENUTUP

    Pedoman pelayanan PPIA merupakan bahan rujukan bagi pimpinan rumah sakit dalam

    rangka pelayanan PPIA, juga sebagai bahan rujukan akreditasi rumah sakit. Keberhasilan

    pelaksanaan layanan PPIA di rumah sakit sangat bergantung pada komitmen dan kemampuan para

    penyelenggara pelayanan kesehatan serta dukungan stake holder terkait untuk mencapai hasil

    optimal.

    Pedoman pelayanan ini senantiasa akan disesuaikan dengan perkembangan ilmu dan

    teknologi serta kebijakan dan peraturan terkait penanggulangan HIV/AIDS yang ada di Indonesia.

    DIREKTUR RSUD SANGATTA

    dr. Bahrani

    Penata Tk. I

    NIP. 19650715 200112 1 003