Upload
dangdan
View
216
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
APRESIASI PUISI DI KELAS VIII E
SMP NEGERI 14 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2009/2010
(Studi Kasus)
Oleh :
RIKA BADRIA
NIM K1206035
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
ii
PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
APRESIASI PUISI DI KELAS VIII E
SMP NEGERI 14 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2009/2010
(Studi Kasus)
Oleh :
RIKA BADRIA
NIM K1206035
Skripsi
Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Syarat
Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan
Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
iii
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji
Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Persetujuan Pembimbing
Pembimbing I, Pembimbing II,
Dr. Nugraheni Eko W., M. Hum. Atikah Anindyarini, S. S., M. Hum.
NIP 197007162002122001 NIP 197101072006042001
iv
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima
untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan
Pada hari :
Tanggal : 2010
Tim Penguji Skripsi:
Nama Terang Tanda Tangan
Ketua : Drs. Slamet Mulyono, M. Pd. ………………
Sekretaris : Drs. Edy Suryanto, M. Pd. …………….
Anggota I : Dr. Nugraheni Eko W., M. Hum. ………………
Anggota II : Atikah Anindyarini, S. S., M. Hum. …………….
Disahkan oleh
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
Dekan,
Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd.
NIP 19600727 198702 1 001
v
ABSTRAK
Rika Badria. K1206035. PELAKSANAAN PEMBELAJARAN APRESIASI
PUISI DI KELAS VIII E SMP NEGERI 14 SURAKARTA TAHUN
AJARAN 2009/2010 (Studi Kasus). Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Maret 2010.
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan, (1) perencanaan
pembelajaran apresiasi puisi di kelas VIII E SMP Negeri 14 Surakarta; (2)
pelaksanaan pembelajaran apresiasi puisi di kelas VIII E SMP Negeri 14
Surakarta; (3) kendala-kendala yang timbul dalam pembelajaran apresiasi puisi di
kelas VIII E SMP Negeri 14 Surakarta; dan (4) upaya-upaya guru bahasa
Indonesia di kelas VIII E SMP Negeri 14 Surakarta mengatasi kendala-kendala
pembelajaran apresiasi puisi.
Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif kualitatif menggunakan
pendekatan penelitian studi kasus. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII E
SMP Negeri 14 Surakarta yang berjumlah 38 siswa. Sumber data pada penelitian
ini adalah: (1) dokumen; (2) informan; dan (3) observasi peristiwa. Teknik
pengumpulan data pada penelitian ini terdapat tiga cara, yaitu (1) analisis
dokumen; (2) observasi; (3) wawancara. Validitas data yang digunakan, yaitu (1)
trianggulasi sumber data, (2) trianggulasi metode, dan (3) review informan.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis
model interaktif.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: (1) Perencanaan
pembelajaran apresiasi puisi di kelas VIII E SMP Negeri 14 Surakarta, yaitu
Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) bahasa Indonesia dibuat
oleh tim MGMP dan dibuat satu kali dalam satu tahun. Guru tidak membuat
sendiri silabus karena merasa lebih praktis memakai silabus yang dibuat oleh tim
MGMP. Guru juga belum membuat RPP sendiri karena dengan melihat dan
mencermati RPP yang dibuat oleh tim MGMP sudah dapat memperkirakan
kegiatan pembelajaran apresiasi puisi yang akan dilaksanakan di kelas. (2)
Pelaksanaan pembelajaran apresiasi pusi di kelas VIII E SMP Negeri 14 Surakarta
belum mengarah pada pembelajaran puisi yang bersifat PAIKEM. Hal tersebut
membuat siswa kurang antusias dalam mengikuti pembelajaran apresiasi puisi. (3)
Kendala yang timbul dalam pembelajaran apresiasi puisi di kelas VIII E SMP
Negeri 14 Surakarta yaitu, (a) siswa kurang mempunyai motivasi pada saat
pembelajaran apresiasi puisi; (b) siswa merasa kesulitan untuk menuangkan kata-
kata pada saat pembuatan puisi; (c) siswa merasa malu apabila disuruh maju untuk
membacakan puisi di depan kelas; (d) media pembelajaran apresiasi puisi yang
dipakai oleh guru masih terbatas; (e) kurangnya alokasi waktu yang digunakan
dalam pembelajaran apresiasi puisi. (4) Upaya guru bahasa Indonesia di kelas
VIIIE SMP Negeri 14 Surakarta untuk mengatasi kendala-kendala dalam
pembelajaran apresiasi puisi yaitu, (a) memberikan motivasi, bimbingan, dan
arahan bagi siswa dalam mengikuti pembelajaran apresiasi puisi; (b) mengenalkan
siswa kepada puisi dan menanamkan rasa senang siswa terhadap materi puisi; (c)
penggunaan media elektronik, seperti kaset, tape recorder, ataupun OHP pada
vi
pembelajaran yang akan datang; dan (d) menyuruh siswa membaca buku-buku
tentang puisi di luar jam pembelajaran. Seorang guru merupakan figur yang
seharusnya mampu menumbuhkan motivasi siswa dengan cara-cara tertentu
penggunaan media pembelajaran menjadi salah satu faktor yang cukup penting
dalam tercapainya tujuan pembelajaran apresiasi puisi di kelas VIII E SMP Negeri
14 Surakarta. Diharapkan dengan penggunaan media pembelajaran yang tepat,
seperti penggunaan tape recorder, CD, DVD ataupun OHP dapat menarik minat
siswa dalam mengikuti pembelajaran.
vii
MOTTO
“Barang siapa menginginkan dunia harus dengan ilmu, barang siapa
menginginkan akhirat maka harus dengan ilmu, dan barang siapa menginginkan
keduanya maka harus dengan ilmu.”
(HR. Umar Ibnu Abdul Aziz)
“Hari ini adalah untuk hari kemarin dan hari esok maka gunakanlah itu sebaik-
baiknya”
(Penulis)
viii
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karya sederhana ini
sebagai rasa sayang, cinta, dan terima
kasihku teruntuk:
1. Bapak dan Ibu tercinta yang tak pernah
lelah untuk terus menyalakan pelita
kasih sayang dan perhatian yang tulus
dalam setiap pijakan langkah-langkahku;
2. Adik-adikku tersayang yang penuh
perhatian;
3. Semua pihak yang telah membantu
selesainya penulisan ini; dan
4. Rekan-rekan Bastind ’06 yang telah
banyak menorehkan kenangan manis
yang tak terlupakan.
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena berkat rahmat
dan hidayah-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan untuk memenuhi
sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia.
Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penyelesaian
penulisan skripsi ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya
kesulitan-kesulitan yang timbul dapat diatasi. Untuk itu, atas segala bentuk
bantuannya penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:
1. Prof. Dr. Furqon Hidayatullah, M. Pd., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberi izin
penyusunan skripsi;
2. Drs. Suparno, M. Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta
yang telah memberikan izin penyusunan skripsi;
3. Drs. Slamet Mulyono, M. Pd., selaku Ketua Program Pendidikan Bahasa, dan
Sastra Indonesia yang telah memberikan izin penyusunan skripsi kepada
penulis;
4. Dr. Nugraheni, M. Hum., selaku Pembimbing I yang telah membimbing
penulis selama ini dengan penuh perhatian dan kesabaran;
5. Atikah Anindyarini, S. S., M. Hum., selaku Pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis;
6. Drs. H. Purwadi., selaku Pembimbing Akademik yang telah membimbing
penulis dalam menyelesaikan studi;
7. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Sebelas Maret Surakarta, khususnya Program Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia yang telah memberikan sebagian ilmunya kepada penulis dengan
tulus ikhlas selama ini;
x
8. Ratna Purwaningtyastuti, S. Pd, M. Pd., selaku Kepala SMP Negeri 14
Surakarta Surakarta yang telah memberikan izin kepada kepada penulis untuk
melakukan penelitian;
9. Dewi Winarni, S. Pd., selaku Guru Kelas VIII E SMP Negeri 14 Surakarta
yang telah meluangkan sebagian waktunya untuk membantu penulis dalam
melakukan penelitian;
10. Seluruh siswa kelas VIII E SMP Negeri 14 Surakarta, yang telah
menunjukkan sikap kerjasamanya selama proses penelitian;
11. Seluruh keluarga besar SMP Negeri 14 Surakarta, yang telah menunjukkan
sikap kerjasamanya selama proses penelitian;
12. Rekan-rekan Bastind ’06 yang telah banyak menorehkan kenangan manis
yang tak terlupakan; dan
13. Berbagai pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan satu-persatu.
Semoga kebaikan-kebaikan semua pihak mendapatkan imbalan dari Allah
SWT, Amien.
Surakarta, April 2010
Penulis
xi
DAFTAR ISI
JUDUL ............................................................................................................. i
PENGAJUAN .................................................................................................. ii
PERSETUJUAN .............................................................................................. iii
PENGESAHAN ............................................................................................... iv
ABSTRAK ....................................................................................................... v
MOTTO ........................................................................................................... vii
PERSEMBAHAN ............................................................................................ viii
DAFTAR ISI .................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian ......................................................................... 6
BAB II LANDASAN TEORI
A. Kajian Teoretik............................................................................... 7
1. Hakikat Apresiasi Puisi ............................................................ 7
a. Pengertian Puisi .................................................................. 7
b. Unsur Pembangun Puisi ..................................................... 7
c. Pengertian Apresiasi Puisi………………………………… 15
2. Hakikat Pembelajaran Apresiasi Puisi ..................................... 17
a. Pengertian Pembelajaran .................................................... 17
b. Hal-hal yang Mempengaruhi Tujuan Pembelajaran .......... 24
c. Tujuan Pembelajaran Apresiasi Puisi ................................ 26
d. Pengertian Pembelajaran Apresiasi Puisi………………… 28
e. Komponen-komponen Pembelajaran Apresiasi Puisi…… 29
B. Penelitian yang Relevan ................................................................. 41
C. Kerangka Berpikir .......................................................................... 41
xii
BAB III METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................ 44
B. Bentuk dan Strataegi Penelitian .................................................... 45
C. Sumber Data ................................................................................... 46
D. Teknik Pengumpulan Data ............................................................. 46
E. Validitas Data ................................................................................. 46
F. Teknik Analisis Data ...................................................................... 47
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Latar Penelitian .............................................................. 50
1. Letak Geografis SMP Negeri 14 Surakarta .............................. 50
2. Sejarah SMP Negeri 14 Surakarta............................................ 50
3. Keadaan Guru, siswa, dan Karyawan di SMP
Negeri 14 Surakarta.................................................................. 51
4. Waktu Pelaksanaan Pembelajaran di SMP
Negeri 14 Surakarta…………………………………………… 52
5. Sarana dan Prasarana di SMP Negeri Negeri 14 Surakarta ..... 52
6. Letak dan Sarana Prasarana SMP Negeri 14 Surakarta ........... 52
7. Daftar Siswa Kelas VIII E ....................................................... 53
B. Hasil Penelitian .............................................................................. 55
1. Perencanaan Pembelajaran Apresiasi Puisi di Kelas VIII E
SMP Negeri 14 Surakarta ........................................................ 53
2. Pelaksanaan Pembelajaran Apresiasi Puisi di Kelas VIII E
SMP Negeri 14 Surakarta ........................................................ 63
3. Kendala-kendala yang Timbul dalamPembelajaran
Apresiasi Puisi di Kelas VIII E SMP Negeri 14 Surakarta ...... 66
4. Upaya Guru Bahasa Indonesia di Kelas VIII E
SMP Negeri 14 Surakarta Mengatasi Kendala-kendala dalam
Pembelajaran Apresiasi Puisi ................................................... 69
C. Pembahasan
1. Perencanaan Pembelajaran Apresiasi Puisi di Kelas VIII E
SMP Negeri 14 Surakarta………………………………… 71
xiii
2. Pelaksanaan Pembelajaran Apresiasi Puisi di Kelas VIII E
SMP Negeri 14 Surakarta.......................................................... 86
3. Kendala-kendala yang Timbul dalamPembelajaran
Apresiasi Puisi di Kelas VIII E SMP Negeri 14 Surakarta ....... 91
4. Upaya Guru Bahasa Indonesia di Kelas VIII E
SMP Negeri 14 Surakarta Mengatasi Kendala-kendala dalam
Pembelajaran Apresiasi Puisi .................................................... 94
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Simpulan ....................................................................................... 96
B. Implikasi ......................................................................................... 98
C. Saran ............................................................................................... 99
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Kerangka berpikir ……………………………………………………….. 41
2. Model analisis interaktif…………………………………………………. 49
xv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Waktu dan kegiatan penelitian ………………………………… 45
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Catatan Lapangan Hasil Observasi (CLHO No. 1) ...................................... 104
2. Catatan Lapangan Hasil Observasi (CLHO No. 2) ...................................... 109
3. Catatan Lapangan Hasil Wawancara (CLHW No. 1) .................................. 112
4. Catatan Lapangan Hasil Wawancara (CLHW No. 2) ................................. 122
5. Catatan Lapangan Hasil Wawancara (CLHW No. 3 ................................... 130
6. Catatan Lapangan Hasil Wawancara (CLHW No. 4) .................................. 134
7. Catatan Lapangan Hasil Wawancara (CLHW No. 5) .................................. 138
8. Catatan Lapangan Hasil Wawancara (CLHW No. 6) .................................. 142
9. Catatan Lapangan Hasil Wawancara (CLHW No. 7) .................................. 146
10. Catatan Lapangan Hasil Analisis Dokumen (CLHAD No. 1) ………….. 150
11. Catatan Lapangan Hasil Analisis Dokumen (CLHAD No. 2) ................... 168
12. Catatan Lapangan Hasil Analisis Dokumen (CLHAD No. 3) .................... 173
13. Catatan Lapangan Hasil Analisis Dokemen (CLHAD No. 4 …………… 175
14. Gambar Denah Ruang dan Situasi SMP Negeri 14 Surakarta …………... 178
15. Daftar Kelas dan Jumlah siswa …………………………………………. 181
16. Pelaksanaan Pembelajaran di SMP Negeri 14 Surakarta ……………… 182
17. Sarana dan Prasarana SMP Negeri 14 Surakarta ……………………… 183
18. Sarana dan Prasarana kelas VIII E …………………........................... 184
19. Daftar Siswa Kelas VIII E ……………………………………………. 185
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar yang
dilakukan oleh pihak guru (pendidik) dan belajar yang dilakukan oleh murid.
Antara belajar dan mengajar dalam pendidikan bukanlah suatu hal yang terpisah
atau bertentangan. Justru proses pembelajaran merupakan aspek yang terintegrasi
dari proses pendidikan. Sekolah merupakan suatu lembaga formal yang
mempersiapkan para siswa untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi dan di
dalamnya juga terdapat pelaksanaan pembelajaran. Untuk memudahkan dalam
pelaksanaan pembelajaran maka disusun suatu kurikulum.
Kurikulum memegang peranan yang sangat penting dalam pembelajaran.
Kurikulum memberikan arahan untuk mencapai tujuan. Hal tersebut senada
dengan Nurhadi (2004: 1) yang menyatakan bahwa kurikulum merupakan sebuah
alat yang digunakan untuk mencapai suatu tujuan pendidikan secara efektif dan
efisien. Suatu kurikulum membawa implikasi pada suatu pelaksanaan
pembelajaran yang terarah dan berkesinambungan sehingga tujuan pendidikan
tersebut dapat tercapai. Oemar Hamalik (2001: 18) menambahkan bahwa isi
kurikulum merupakan susunan dan bahan kajian dan pelajaran untuk mencapai
tujuan penyelenggaraan satuan pendidikan yang bersangkutan dalam rangka
upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional. Jadi, pada kurikulum terdapat
tujuan pedoman penyelenggaraan pembelajaran.
Mata pelajaran bahasa Indonesia merupakan salah satu bentuk pelaksanaan
pembelajaran di sekolah. Pada mata pelajaran bahasa Indonesia terdapat materi
pembelajaran yang berkenaan dengan sastra. Pembelajaran sastra mutlak
diajarkan di sekolah-sekolah, baik di SD, SMP, maupun SMA karena sastra
merupakan salah satu materi pembelajaran bahasa Indonesia di samping materi
tentang kebahasaan.
Pada dasarnya pembelajaran apresiasi sastra di SMP bertujuan agar siswa
dapat menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan,
1
2
memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan
berbahasa. Hal tersebut senada dengan salah satu tujuan pengajaran sastra
menurut Nur Tugiman (dalam B. P. Situmorang, 1983: 27) yaitu menanamkan
apresiasi seni pada anak didik. Salah satu alat yang penting untuk
mengembangkan dan memupuk apresiasi sastra pada anak didik adalah dengan
memberikan pengajaran puisi.
Apresiasi puisi mengandung makna pengenalan melalui perasaan atau
kepekaan batin, pemahaman dan pengakuan terhadap nilai-nilai keindahan yang
diungkapkan pengarang, Gove (dalam Akhmad Nurhadi 2008: 15). Pengenalan
terhadap karya sastra dapat dilakukan melalui membaca, mendengar, dan
menonton. Hal itu tentu dilakukan secara bersungguh-sungguh. Kesungguhan
dalam kegiatan tersebut akan bermuara kepada pengenalan secara bertahap dan
akhirnya sampai ke tingkat pemahaman. Pemahaman terhadap karya sastra yang
dibaca, didengar, atau ditonton akan mengantarkan peserta didik ke tingkat
penghayatan. Indikator yang dapat dilihat setelah menghayati karya sastra adalah
jika bacaan, dengaran, atau tontonan sedih ia akan ikut sedih, jika gembira ia ikut
gembira, begitu seterusnya. Hal itu terjadi seolah-olah ia melihat, mendengar, dan
merasakan dari yang dibacanya. Ia benar-benar terlibat dengan karya sastra yang
digeluti atau diakrabinya.
Pembelajaran apresiasi sastra, dalam hal ini adalah pembelajaran apresiasi
puisi wajib diajarkan oleh seorang guru kepada siswa. Oleh karena itu, guru juga
dituntut untuk dapat menciptakan suatu pembelajaran apresiasi puisi yang
menarik agar dapat dipahami oleh siswa dengan baik. Jadi, dalam hal ini guru
benar-benar dituntut untuk menguasai materi pembelajaran apresiasi puisi.
Diharapkan dengan adanya pemahaman guru terhadap materi pembelajaran
apresiasi puisi, kegiatan pembelajaran apresiasi puisi dapat mencapai tujuan
pembelajaran tersebut dengan baik.
Dewasa ini, sering terdapat keluhan tentang pembelajaran apresiasi puisi,
baik dari kalangan sastrawan, guru bahasa dan Sastra Indonesia, ataupun siswa.
Hal tersebut dikarenakan selama ini pembelajaran apresiasi puisi hanya bersifat
teori, atau dengan kata lain yang diajarkan guru kepada siswa hanya berupa
3
pengetahuan tentang teori puisi. Wildan Yatim dalam Suminto A. Sayuti (1985: 3)
menjelaskan bahwa pengajaran sastra tahun 1950an atau mungkin sampai kini
hanya mengarah pada hafalan. Pada situasi tersebut, guru kurang berperan sebagai
fasilitator untuk mencapai tujuan pembelajaran karena pembelajaran apresiasi
puisi terkesan hanya berlangsung satu arah.
Pembelajaran apresiasi puisi akan berlangsung dengan optimal apabila
pembelajaran tersebut dilakukan dengan aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan
menyenangkan atau sering disebut dengan PAIKEM. Pada pembelajaran apresiasi
puisi yang bersifat PAIKEM guru tidak hanya sebatas mentransfer materi
pembelajaran apresiasi puisi, tetapi guru lebih berperan sebagai fasilitator. Dalam
hal ini tentunya guru dituntut mampu kreatif dalam menciptakan pembelajaran
apresiasi puisi sedemikian rupa sehingga siswa aktif bertanya, mempertanyakan,
dan mengemukakan gagasan tentang materi puisi yang dipelajari. Dengan
demikian, siswa akan merasa senang dalam mengikuti pembelajaran apresiasi pusi
sehingga siswa memusatkan perhatiannya secara penuh pada pembelajaran
apresiasi puisi. Selain itu, guru tidak harus selalu menggunakan metode ceramah
dalam menyampaikan materi, dapat juga dilakukan dengan diskusi, tanya jawab,
ataupun penugasan. Dengan demikian siswa akan lebih aktif dan antusias dalam
mengikuti pembelajaran apresiasi puisi.
Menurut Nur Tugiman dalam Jabrohim (1994: 2-3) terdapat beberapa
faktor yang menyebabkan pembelajaran apresiasi puisi kurang mengarah pada hal
yang bersifat apresiatif, tetapi lebih menitikberatkan pada segi historisnya. Faktor-
faktor tersebut antara lain, faktor buku pelajaran sastra, faktor sarana, faktor guru,
sistem ujian, dan faktor sastra Indonesia itu sendiri.
Faktor sarana, yaitu penggunaan media yang sesuai sangat penting dalam
menumbuhkan ketertarikan siswa dalam pembelajaran apresiasi puisi. Guru tidak
hanya terpancang hanya sebatas pada alat yang ada di kelas, misalnya spidol,
papan tulis, penggaris. Penggunaan media elektronik, seperti tape recorder, VCD,
DVD, kaset, ataupun OHP akan lebih membuat siswa merasa tertarik mengikuti
pembelajaran apresiasi puisi. Pembacaan puisi akan lebih menarik apabila
4
diputarkan kaset agar siswa dapat membedakan serta menanggapi contoh-contoh
cara pembacaan puisi.
Guru juga dituntut untuk senantiasa berkreasi mengoptimalkan
perencanaan pembelajaran. Perencanaan pembelajaran merupakan suatu proses
kegiatan mempersiapkan perangkat pengajaran yang dapat menunjang
keberhasilan kegiatan belajar-mengajar untuk mencapai standar kompetensi yang
diharapkan. Rencana pembelajaran juga berfungsi sebagai acuan untuk
melaksanakan proses belajar mengajar di kelas agar dapat berjalan efektif dan
efisien. Pelaksanaan pembelajaran puisi akan berjalan baik apabila guru mampu
memilih dan menggunakan materi, pendekatan, metode, media, dan evaluasi
secara tepat. Selain itu, guru juga dituntut untuk mampu dalam mengatasi segala
kendala yang muncul pada saat pembelajaran apresiasi puisi serta mempunyai
upaya untuk menangani kendala tersebut. Dalam pembelajaran apresiasi puisi
guru pun harus lebih matang dan sungguh-sungguh dalam memahami materi
tentang pembelajaran apresiasi puisi agar apa yang menjadi tujuan pembelajaran
dapat optimal.
Evaluasi dalam pembelajaran apresiasi puisi seharusnya tidak saja
mengutamakan aspek kognitif, tetapi juga pada saat proses siswa mengikuti
pembelajaran apresiasi puisi. Evaluasi juga dapat dilakukan pada aspek
psikomotorik, misalnya dengan menyuruh siswa untuk membacakan puisi di
depan kelas. Hal tersebut akan memunculkan keberanian siswa untuk
mengekspresikan diri dalam membaca puisi. Pada pembelajaran apresiasi puisi
yang bersifat PAIKEM siswa juga akan lebih aktif menuangkan kreativitas
mereka dalam mengikuti pembelajaran apresiasi puisi. Hal tersebut tentunya juga
didukung dengan adanya pembelajaran puisi yang menyenangkan dan guru
sebagai fasilitator dituntut untuk mampu menciptakan pembelajaran yang
sedemikian rupa.
Berdasarkan gambaran tentang pembelajaran apresiasi puisi yang idealnya
bersifat PAIKEM maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian Pembelajaran
Apresiasi Puisi di Kelas VIII E SMP Negeri 14 Surakarta Tahun Ajaran
2009/2010. Peneliti merasa tertarik melakukan penelitian pembelajaran apresiasi
5
puisi di kelas VIII E SMP Negeri 14 Surakarta karena penelitian mengenai
pembelajaran apresiasi puisi di SMP Negeri 14 Surakarta belum pernah dilakukan
sebelumnya. Selain itu, peneliti juga ingin mengetahui apakah pembelajaran yang
bersifat PAIKEM sudah dilaksanakan dalam pembelajaran apresiasi puisi di kelas
VIII E SMP Negeri 14 Surakarta.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah yang ingin
dijawab pada penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah perencanaan pembelajaran apresiasi puisi yang dilakukan
guru bahasa Indonesia di kelas VIII E SMP Negeri 14 Surakarta?
2. Bagaimanakah pelaksanaan pembelajaran apresiasi puisi di kelas VIII E SMP
Negeri 14 Surakarta?
3. Apa sajakah kendala-kendala yang timbul dalam pembelajaran apresiasi puisi
di kelas VIII E SMP Negeri 14 Surakarta?
4. Bagaimanakah upaya-upaya guru bahasa Indonesia dan pihak sekolah untuk
mengatasi kendala pembelajaran apresiasi puisi
C. Tujuan Penelitian
Tujuan pelaksanaan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan:
1. Perencanaan pembelajaran apresiasi puisi yang dilakukan guru bahasa
Indonesia di kelas VIII E SMP Negeri 14 Surakarta.
2. Pelaksanaan pembelajaran apresiasi puisi di kelas VIII E SMP Negeri 14
Surakarta.
3. Kendala-kendala yang timbul dalam pembelajaran apresiasi puisi di kelas
VIII E SMP Negeri 14 Surakarta.
4. Upaya-upaya guru bahasa Indonesia dan pihak sekolah mengatasi kendala
pembelajaran apresiasi puisi di kelas VIII E SMP Negeri 14 Surakarta.
6
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoretis, yakni hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah
dan memperkaya khazanah keilmuan, khususnya bagi pembelajaran apresiasi
puisi di SMP.
2. Manfaat Praktis:
a. Bagi peneliti, sebagai pengembangan secara lengkap potensi dan
kreativitas dalam diri penulis terkait dengan aspek pembelajaran puisi dan
sekaligus dapat menjadi bahan perbandingan dalam kenyataan di
lapangan.
b. Bagi guru bahasa Indonesia, sebagai bahan masukan dalam upaya
peningkatan kualitas proses belajar mengajar apresiasi puisi serta
memberi pengetahuan tentang pembelajaran apresiasi puisi agar dapat
terlaksana secara maksimal.
c. Bagi siswa, dapat mengetahui kemampuan mengapresiasi puisi dan
diharapkan sebagai upaya meningkatkan kemampuan siswa dalam
mengapresiasi puisi.
d. Bagi sekolah, penelitian ini dapat digunakan sebagai upaya memperbaiki
mutu pembelajaran bahasa Indonesia pada umumnya dan pembelajaran
puisi pada khususnya.
7
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Teoretik
1. Hakikat Apresiasi Puisi
a. Pengertian Puisi
Puisi merupakan salah satu bentuk karya sastra yang bersifat imajinatif.
Bahasa sastra ada yang bersifat konotatif karena banyak digunakan makna kias
dan makna lambang. Apabila dibandingkan dengan bentuk karya sastra yang lain,
puisi lebih bersifat konotatif. Bahasa yang terdapat dalam puisi lebih memiliki
banyak kemungkinan makna.
Kata puisi berasal dari bahasa Yunani poiesis, yang berarti penciptaan,
sedangkan dalam bahasa Inggris disebut sebagai poem atau poetry. Puisi berarti
pembuatan, karena dengan menulis puisi berarti telah mencipta melalui suatu
imajinasi. Akan tetapi, arti semula ini lama-kelamaan ruang lingkupnya semakin
dipersempit. Puisi adalah hasil seni sastra yang kata-katanya disusun menurut
syarat-syarat tertentu dengan menggunakan irama, sajak, dan kadang-kadang kata-
kata kiasan (Henry Guntur Tarigan, 1984: 4). Menurut Blair & Chandler (dalam
Henry Guntur Tarigan, 1984: 7) puisi adalah ekspresi dari pengalaman yang
bersifat imajinatif, yang hanya bernilai serta berlaku dalam ucapan atau
pernyataan yang bersifat kemasyarakatan yang diutarakan dengan bahasa.
Reeves (dalam Herman J. Waluyo, 1995: 22) menyatakan bahwa puisi
merupakan jenis karya sastra yang bersifat imajinatif. Bahasa yang digunakan
bersifat konotatif karena di dalam puisi banyak digunakan makna kias dan makna
simbol atau lambang (majas) sehingga timbul kemungkinan banyak makna. Hal
ini disebabkan oleh terjadinya pengkonsentrasian atau pemadatan segenap
kekuatan bahasa di dalam puisi. Effendi (dalam Herman J. Waluyo, 1995: 24)
juga mengungkapkan bahwa di dalam puisi terdapat pengimajian, pelambangan,
dan pengiasan. Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa bahasa yang digunakan dalam
puisi adalah bahasa konotatif yang multiinterpretable, yakni makna yang
7
8
dilukiskan dalam puisi dapat berupa makna lugas, namun lebih banyak makna
kias melalui lambang dan kiasan.
Herbert Spencer (dalam Herman J. Waluyo, 1995: 23) menjelaskan bahwa
puisi merupakan bentuk pengucapan gagasan yang bersifat emosional dengan
mempertimbangkan efek keindahan. Senada dengan hal tersebut, Bill Siverly
(2002: 4) mengatakan bahwa a poetry that finds a pure delight in being alive in
the here and now. Such delight is not exclusive to poetry directly expressing
exuberance or ecstasy, but occurs whenever the poet reflects the external world in
concrete detail, lovingly observed, even in darker moods, intinya adalah pada
puisi di dalamnya terdapat ekspresi kehidupan yang mencermikan kesenangan
maupun kesedihan.
Samuel J (dalam Herman J. Waluyo, 1995: 23) menyatakan bahwa puisi
adalah peluapan yang spontan dari perasaan yang penuh daya yang berpangkal
pada emosi yang berpadu kembali dalam kedamaian. William Wosh Word (dalam
Atar Semi, 1993: 93) merumuskan pengertian puisi: poetry is the best words in the
best order, artinya puisi merupakan kata-kata terbaik dalam susunan terbaik.
Carlyle (dalam Rachmat Djoko Pradopo, 1990: 6) menyatakan bahwa puisi
merupakan pemikiran yang bersifat musikal.
Slamet Mulyana (dalam Atar Semi, 1993: 93) memberi batasan puisi
dengan menggunakan pendekatan psikolinguistik karena puisi merupakan karya
seni yang tidak saja berhubungan dengan masalah bahasa, tetapi juga
berhubungan dengan masalah jiwa. Lebih lanjut Slamet Mulyana menyimpulkan
bahwa puisi adalah sintesis dari berbagai peristiwa bahasa yang telah tersaring
semurni-murninya dan berbagai proses jiwa yang mencari hakikat pengalaman-
nya, tersusun dengan korespondensi dalam salah satu bentuk.
Bersandar pada pendapat-pendapat tersebut penulis mengambil simpulan
bahwa puisi adalah penuangan gagasan yang bersifat curahan perasaan atau
emosional dengan mempertimbangkan efek keindahan dan di dalamnya
menggunakan pilihan bahasa yang indah dan bersifat imajinatif.
9
b. Unsur Pembangun Puisi
Puisi merupakan suatu struktur yang terdiri dari unsur-unsur pembangun.
Unsur-unsur tersebut dikatakan bersifat terpadu karena tidak dapat dipisahkan
antara unsur yang satu dengan unsur yang lainnya. Puisi terdiri atas unsur-unsur
yang bersifat saling berkaitan antara satu dengan lain dan bersifat fungsional.
Herman J. Waluyo (1995: 28) membagi unsur pembangun puisi menjadi dua,
yakni struktur batin (struktur sintaksis) dan struktur fisik (struktur tematik).
1) Struktur Batin Puisi
I. A. Richard (dalam Herman J. Waluyo, 1995: 106) menyebutkan makna
atau struktur batin puisi dengan istilah hakikat puisi. Menurut Herman J. Waluyo
(1995: 106) terdapat empat unsur hakikat puisi, yakni: tema (sense), perasaan
(feeling), nada (tone), dan amanat (intention).
a) Tema
Herman J. Waluyo (2002: 17) menyatakan bahwa tema adalah gagasan
pokok (subject matter) yang dikemukakan penyair melalui puisinya. Pembaca
sedikit banyak harus mengetahui latar belakang penyair agar tidak salah
menafsirkan tema puisi tersebut. Senada dengan pendapat tersebut, Henry Guntur
Tarigan (1984: 10) menyatakan bahwa setiap puisi mengandung subject matter
untuk dikemukakan atau ditonjolkan dalam hal ini tentu saja bergantung pada
beberapa faktor, antara lain falsafah hidup, lingkungan, agama, pekerjaan,
pendidikan penyair.
Tema merupakan gagasan pokok atau subject matter yang dikemukakan
oleh penyair (Herman J. Waluyo, 1995: 106). Seorang penyair dalam menulis
puisi tentu ingin mengungkapkan sesuatu yang dirasakan dan dipikirkannya pada
pembaca. Tema dalam sebuah puisi dapat bersifat lugas, objektif, dan khusus
sesuai dengan konsep yang terimajinasikan penyair. Tema dalam sebuah puisi
dapat berupa protes atau kritik sosial, ketuhanan, percintaan, patriotisme, dan
sebagainya.
b) Nada dan Suasana
Henry Guntur Tarigan (1984: 17-18) menyatakan bahwa nada dalam dunia
perpuisian adalah sikap penyair terhadap pembacanya, atau dengan kata lain sikap
10
penyair terhadap para penikmat karyanya. Dengan demikian, nada yang
dikemukakan penyair dalam sebuah puisi erat kaitannya dengan tema yang
terdapat dalam puisi tersebut.
Nada dapat juga diartikan sebagai sikap penyair terhadap pembaca atau
penikmat sastra. Nada dapat besifat menggurui, menasihati, mengejek, menyindir,
atau bersikap lugas hanya menceritakan sesuatu kepada pembaca. Nada dan
suasana puisi saling berhubungan karena nada dan puisi menimbulkan suasana
terhadap pembacanya. Melalui nada dan suasana penyair memberikan kesan yang
lebih mendalam kepada pembaca sehingga dapat mempengaruhi psikologis
penikmat karya sastra tersebut atau pembacanya. Oleh karena itu, keberadaan
nada dan suasana sangat mempengaruhi pembaca untuk menimbulkan kesan
tertentu terhadap apa yang pembaca nikmati.
Herman J. Waluyo (2002: 37) menyatakan bahwa nada mengungkapkan
sikap penyair terhadap pembaca. Adapun nada bermacam-macam penafsirannya.
Ada puisi yang bernada sinis, protes, menggurui, memberontak, main-main, serius
(sungguh-sungguh), patriotik, belas kasih (memelas), takut, mencekam, santai,
masa bodoh, pesimis, humor (bergurau), mencemooh, kharismatik, filosofis,
khusyuk, dan sebagainya. Dalam menentukan nada haruslah disesuaikan dengan
tema yang sudah dirumuskan sehingga antara tema dengan nada yang ditafsirkan
akan terjadi kesetalian.
c) Perasaan
Herman J. Waluyo (2002: 39) menjelaskan bahwa puisi mengungkapkan
perasaan penyair. Nada dan perasaan penyair dapat kita tangkap kalau puisi itu
dibaca keras dalam poetry reading atau deklamasi. Membaca puisi dengan suara
keras akan lebih membantu kita menemukan perasaan penyair yang
melatarbelakangi terciptanya puisi tersebut.
Perasaan merupakan suasana batin yang dirasakan oleh penyair yang
terekspresikan dalam puisinya, sehingga dalam memahami puisi diperlukan suatu
pemahaman atas perasaan pengarang. Rasa atau feeling the poet’s attitude toward
his subject matter, yaitu sikap sang penyair terhadap pokok permasalahan yang
11
terkandung dalam puisi (Henry Guntur Tarigan, 1984: 11). Setiap penyair belum
tentu memiliki perasaan atau sikap yang sama jika berada dalam satu keadaan.
d) Amanat
Amanat merupakan pesan yang ingin disampaikan penyair pada pembaca.
Amanat dapat ditelaah setelah membaca puisi secara keseluruhan. Senada dengan
hal tersebut, Herman J. Waluyo (2002: 40) menerangkan bahwa amanat, pesan
atau nasihat merupakan kesan yang ditangkap pembaca setelah membaca puisi.
Cara menyimpulkan amanat puisi sangat berkaitan dengan cara pandang pembaca
terhadap suatu hal. Meskipun ditentukan berdasarkan cara pandang pembaca,
amanat tidak lepas dari tema dan isi puisi yang dikemukakan oleh penyair.
Amanat atau nasihat merupakan sesuatu yang mendorong penyair untuk
menciptakan puisinya. Dengan kata lain, amanat merupakan maksud yang ingin
disampaikan penyair pada pembaca melalui karya sastra yang dibuatnya. Amanat
dalam sebuah karya sastra dapat ditelaah setelah pembaca memahami tema, rasa,
dan nada karya tesebut. Amanat biasanya tersirat dibalik tema yang diungkapkan
namun pembaca dapat mengetahui amanat baik secara eksplisit atau implisit
dalam sebuah karya sastra. Berbeda dengan tema, amanat dalam sebuah puisi
tidak besifat objektif namun subjektif artinya bergantung pada pemahaman
masing-masing pembaca
2) Struktur Fisik Puisi
a) Diksi
Diksi berarti pemilihan kata. Pemilihan dan pemanfaatan kata merupakan
aspek yang utama dalam dunia puisi (Atar Semi, 1993: 121). J. Elema (dalam Atar
Semi, 1993: 121-122) menjelaskan bahwa puisi mempunyai nilai seni apabila
pengalaman jiwa yang menjadi dasarnya dapat dijelmakan ke dalam kata. Seorang
penyair mestinya sensistif kepada bahasanya, kepada pilihan kata-kata. Diksi
adalah pilihan kata yang digunakan penyair dalam menulis suatu karya puisi yang
di dalamnya mengandung perkembangan-perkembangan makna, perkembangan
estetis, maupun perkembangan bunyi kata. Bahasa yang digunakan dalam puisi
tidak hanya bermakna denotatif tetapi juga konotatif untuk menggambarkan
maksud penyairnya. Pemilihan kata-kata dalam bahasa puisi yang tepat akan
12
memberi kekuatan dan menumbuhkan suasana puitik yang akan membawa
pembaca pada penikmatan dan pemahaman secara menyeluruh.
Menurut Herman J. Waluyo (1995: 72) diksi merupakan pemilihan kata,
penyair harus cermat di dalam memilih kata-kata sebab kata-kata yang ditulis
harus dipertimbangkan maknanya, komposisi bunyi dalam rima dan irama,
kedudukan kata itu di tengah konteks kata yang lainnya. Dengan kata lain, suatu
puisi tentunya sangat mementingkan pemilihan kata karena hal tersebut
mempertimbangkan pada daya magis atau kekuatan dari kata-kata tersebut.
Dengan demikian, puisi akan dikatakan lebih puitis atau memiliki keindahan
apabila pilihan katanya disesuaikan dengan kata-kata yang bersifat konotatif.
b) Pengimajian
Pengimajian atau imagery adalah penggambaran sesuatu sesuai yang
dimaksud oleh penyair sehingga pembaca seolah-olah dapat membayangkan dan
menjelmakan sesuatu itu menjadi gambaran yang nyata). Pengimajian dapat
dibatasi dengan pengertian kata atau susunan kata yang dapat mengungkapkan
pengalaman sensoris, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan (Heman J.
Waluyo, 1995: 78). Lebih lanjut, Effendi (dalam Herman J. Waluyo, 1995: 80-81)
mengungkapakan bahwa pengimajian dalam sajak merupakan usaha penyair
untuk menciptakan atau menggugah timbulnya imaji dalam diri pembaca sehingga
pembaca tergugah untuk menggunakan mata hati melihat benda-benda, warna,
dengan telinga hati mendengar bunyi-bunyian, dan dengan perasaan hati kita
menyentuh kesejukan dan keindahan benda dan warna.
Sejalan dengan pendapat di atas, Atar Semi (1993: 124) menyatakan
pengimajian adalah penataan kata yang menyebabkan makna-makna abstrak
menjadi konkret dan cermat. Setiap penyair menginginkan pengalaman batinnya
dapat dihayati dan dirasakan oleh pembaca. Ia menginginkan apa yang
dimilikinya menjadi milik pembaca juga. Apabila ia merasa senang, benci, haru
hendaknya pembaca juga dapat merasakannya.
Menurut Rachmat Djoko Pradopo (1990: 81) gambaran-gambaran angan
yang berupa penglihatan, pendengaran, perabaan, pengecapan, dan penciuman
tidak dipergunakan secara terpisah oleh penyair dalam sajaknya.
13
Pengimajian memiliki hubungan yang erat dengan diksi dan kata-kata
konkret. Ketepatan dalam pemilihan diksi akan mendorong penikmat sastra untuk
mengimajinasikan kata-kata tersebut. Dalam sebuah puisi terkadang penyair tidak
menggunakan kata-kata konkret dan langsung, tetapi menggunakan majas atau,
baik yang menyatakan persamaan, perbandingan, atau kata-kata kiasan yang lain
dengan tujuan keindahan.
c) Kata konkret
Imaji dapat dibangkitkan dengan penggunaan kata konkret pembaca. Oleh
karena itu, kata-kata harus diperkonkret, maksudnya bahwa kata-kata itu dapat
menyaran kepada arti yang menyeluruh (Herman J. Waluyo, 1995: 81). Seperti
pengimajian, kata konkret juga erat hubunganya dengan penggunaan kiasan dan
lambang. Jika penyair mahir memperkonkret kata-kata maka pembaca seolah-olah
melihat , mendengar, ataupun merasakan apa yang dituliskan oleh penyair.
d) Bahasa Figuratif
Bahasa kiasan yang disebut juga bahasa figurative oleh Rachmat Djoko
Pradopo (1990: 61) menyebabkan sajak menjadi menarik perhatian, menimbulkan
kesegaran hidup, dan menimbulkan kejelasan gambaran angan. Bahasa kiasan ini
mengiaskan atau mempersamakan sesuatu hal dengan hal lain supaya gambaran
menjadi jelas, lebih menarik, dan hidup.
Lebih lanjut Altenbernd (dalam Rachmat Djoko Pradopo, 1990: 62)
menyebutkan bahwa bahasa kiasan ada bermacam-macam, namun mempunyai
sesuatu hal (sifat) yang umum, yaitu bahasa-bahasa kiasan tersebut mempertalikan
sesuatu dengan cara menghubungkannya dengan sesuatu yang lain.
Menurut Herman J. Waluyo (1995: 83) bahasa figuratif adalah bahasa yang
digunakan penyair yang bersusun-susun atau berpigura. Bahasa figuratif ialah
bahasa yang digunakan penyair untuk mengatakan sesuatu dengan cara yang tidak
biasa, yakni secara tidak langsung mengungkapkan makna. Herman J. Waluyo
(2002: 96) menegaskan bahwa bahasa figuratif ialah bahasa yang digunakan
penyair untuk mengatakan sesuatu dengan cara yang tidak biasa yakni tidak
langsung mengungkapkan makna. Penggunaan bahasa figuratif menyebabkan
puisi menjadi prismatis artinya menimbulkan banyak makna atau kaya akan
14
makna. Bahasa figuratif terdiri atas pengiasan yang menimbulkan makna kias
(simile atau persamaan) dan pelambangan yang menimbulkan makna lambang.
Menurut Perrine (dalam Herman J. Waluyo, 1995: 83) pemakaian bahasa
figuratif bagi seorang penyair sangatlah efektif, karena: (1) bahasa figuratif
mampu menghasilkan kesenangan imajinatif, (2) bahasa figuratif adalah cara
untuk menghasilkan imaji tambahan dalam puisi, sehingga yang abstrak menjadi
konkret dan menjadikan puisi lebih nikmat dibaca, (3) bahasa figuratif adalah cara
menambah intensitas perasaan penyair untuk puisinya dan menyampaikan sikap
penyair, (4) bahasa figuratif adalah cara untuk mengkonsentrasikan makna yang
hendak disampaikan dan cara menyampaikan sesuatu yang banyak dan luas
dengan bahasa yang singkat, (5) mampu menghasilkan imaji tambahan.
e) Versifikasi
Versifikasi terdiri atas rima, ritma, dan metrum. Marjorie Boulton (dalam
Herman J. Waluyo 1995: 90) menyebutkan rima sebagai phonetic form. Jika
bentuk fonetik itu berpadu dengan ritma maka akan mampu mempertegas makna
puisi. Menurut Suminto A. Sayuti (1985: 35) rima disebut juga dengan
persajakan. Persajakan adalah perulangan bunyi yang sama dalam puisi. Lebih
lanjut Millet (dalam Suminto A. Sayuti, 1985: 35) memperluas pengertian
persajakan tersebut menjadi kesamaan atau kemiripan suara di dalam dua kata
atau lebih.
Ritma sangat berhubungan dengan bunyi dan juga berhubungan dengan
pengulangan bunyi, kata, frasa, dan kalimat. Ritma juga dapat dibayangkan sepeti
tembang mocopat dalam tembang jawa. Dalam tembang tersebut irama berupa
pemotongan baris-baris puisi secara berulang-ulang setiap empat suku kata pada
baris-baris puisi sehingga menimbulkan gelombang yang teratur. Dalam situasi
semacam ini irama disebut dengan periodisitet yang berkorespondensi, yaitu
pemotongan frasa-frasa yang berulang (Herman J. Waluyo 1995: 94). Lebih lanjut
Herman J. Waluyo (1995: 94) menyatakan, metrum berupa pengulangan tekanan
kata yang tetap. Metrum sifatnya statis.
15
f) Tipografi (tata wajah)
Suminto A. Sayuti (1985: 34) mengatakan bahwa tipografi dalam puisi
dipergunakan untuk mendapatkan bentuk yang menarik supaya indah dipandang
oleh pembaca, juga untuk mementingkan arti kata-kata, frase, serta kalimat yang
disusun sedemikian rupa itu, memberikan sugesti makna puisi berdasarkan bentuk
tersebut.
Tipografi sebagai ukiran bentuk ialah susunan baris-baris atau bait-bait
suatu puisi. Termasuk ke dalam tipografi ialah penggunaan huruf-huruf untuk
menuliskan kata-kata suatu puisi (Suharianto dalam Suminto A. Sayuti, 1985:
178). Senada dengan hal tersebut, Atar Semi (1993: 138) menyatakan bahwa
susunan atau tipografi puisi hendaknya sesuai dengan pembagian isi pikiran
seperti yang dilekatkannya pada bahasa.
Menurut Herman J. Waluyo (1995: 97) tipografi merupakan tata wajah yang
menjadi pembeda penting antara puisi dengan prosa maupun drama. Tipografi
dalam sebuah puisi digunakan untuk mendapatkan bentuk yang menarik agar
indah dilihat pembaca, juga untuk mementingkan arti kata-kata frase serta kalimat
yang disusun sehingga dapat memberikan sugesti terhadap makna puisi. Setiap
puisi memiliki tipografi yang berbeda-beda sesuai dengan karakter yang menjadi
ciri khas dan keinginan penyair yang ingin dimunculkan dalam karya sastranya
tersebut.
c. Pengertian Apresiasi Puisi
Herman J. Waluyo (2002: 44) berpendapat bahwa apresiasi biasanya
dikaitkan dengan seni. Apresiasi puisi berkaitan dengan kegiatan yang ada
sangkut pautnya dengan puisi, yaitu mendengar atau membaca puisi dengan
penuh penghayatan yang sungguh-sungguh, menulis puisi, mendeklamasikan,
dan menulis resensi puisi. Kegiatan ini membuat orang mampu memahami puisi
secara mendalam, merasakan apa yang ditulis penyair, serta mampu menyerap
nilai-nilai yang terkandung dalam puisi dan menghargai puisi sebagai seni
dengan keindahan atau kelemahannya. Effendi (1973: 18) mengatakan bahwa
apresiasi puisi adalah kegiatan menggauli cipta puisi dengan sungguh-sungguh
hingga tumbuh pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran kritis dan kepekaan
16
perasaan yang baik terhadap cipta puisi. Oleh karenanya, kata apresiasi
berkaitan erat dengan seni, salah satunya masalah karya sastra.
Menurut Henry Guntur Tarigan (1984: 233) apresiasi sastra adalah
penaksiran kualitas karya sastra serta pemberian nilai yang wajar kepadanya
berdasarkan pengamatan dan pengalaman yang jelas, sadar, serta kritis.
Apresiasi satra sangat erat kaitannya dengan kritik sastra, yang merupakan
penelitian hasil dari pengamatan. Lebih lanjut, Henry Guntur Tarigan
menyatakan bahwa ciri-ciri orang yang telah memiliki apresiasi sastra, di
antaranya:
1) Berusaha dengan sekuat daya, tanpa paksaan malahan dengan suka rela,
mencari buku-buku kaya sastra dan membacanya.
2) Selalu menyarankan kepada teman-temannya untuk membaca buku-buku
sastra yang dianggapnya relatif dan bermutu baik.
3) Bahan yang telah dibacanya itu dipersoalkan, didiskusikan dengan teman-
temannya atau dengan orang lain.
4) Menyediakan waktu yang cukup untuk dapat membaca lebih banyak.
5) Berusaha selalu mendapatkan hasil-hasil sastra mutakhir baik berupa buku,
majalah, maupun dari siaran radio, dan televisi.
Disick (dalam Herman J. Waluyo, 2002: 45) menyebutkan bahwa apresiasi
berhubungan dengan sikap dan nilai. Beliau juga menyebutkan adanya empat
tingkatan apresiasi, yaitu sebagai berikut:
a) Tingkat menggemari
Seseorang yang baru sampai pada tingkat menggemari, keterlibatan
batinnya belum kuat. Dia baru terlibat dalam kegiatan yang berkaitan
dengan puisi. Jika ada puisi dia akan senang membaca. Jika ada acara
pembacaan puisi, secara langsung atau berupa siaran tunda di televisi, ia
akan menyediakan waktu untuk menontonnya. Jika ada lomba deklamasi ia
akan melihat, dan seterusnya.
17
b) Tingkat menikmati
Keterlibatan batin pembaca terhadap puisi sudah semakin mendalam.
Pembaca akan ikut sedih, terharu, bahagia, dan sebagainya ketika membaca
puisi mampu menikmati keindahan yang ada dalam puisi itu secara kritis.
c) Tingkat mereaksi
Sikap kritis terhadap puisi lebih menonjol karena ia telah mampu
menafsirkan dan mampu menilai baik-buruknya sebuah puisi. Penafsiran
puisi mampu menyatakan keindahan puisi dan menunjukkan di mana letak
keindahan itu. Demikian juga, jika ia menyatakan kekurangan suatu puisi, ia
akan mampu menunjukkan di mana letak kekurangan tersebut.
d) Tingkat produktif
Apresiator puisi mampu menghasilkan (menulis), mengkritik,
mendeklamasikan, atau membuat resensi terhadap sebuah puisi secara
tertulis. Dengan kata lain, ada produk yang dihasilkan oleh seseorang yang
berkaitan dengan puisi.
Bersandar pada beberapa pendapat tersebut, penulis mengambil simpulan
bahwa apresiasi puisi adalah suatu kegiatan yang ada sangkut pautnya dengan
puisi sehingga membuat orang tersebut mampu memahami puisi secara mendalam
dan mampu menyerap nilai-nilai yang terkandung dalam puisi tersebut.
2. Hakikat Pembelajaran Apresiasi Puisi
a. Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran merupakan membelajarkan siswa menggunakan asas
pendidikan maupun teori belajar dan merupakan salah satu penentu dalam
keberhasilan pendidikan. Menurut H. J. Gino, dkk. (2000: 30) istilah
pembelajaran sama dengan “instruction” atau “pengajaran” yang berarti cara
(perbuatan) mengajar atau mengajarkan. Pengajaran berarti perbuatan belajar
(oleh siswa) dan mengajar (oleh guru). Senada dengan pendapat tersebut, Ahlan
Husein dan Rahman (1996: 3) menjelaskan bahwa pembelajaran mengandung
pengertian sebagai proses, cara, menjadikan orang atau makhluk hidup belajar.
18
Makhluk hidup yang dimaksud adalah siswa, yaitu warga belajar yang memunyai
tugas belajar.
Menurut Syaiful Sagala (2003: 61) pembelajaran merupakan suatu
kegiatan yang dirancang untuk membantu seseorang mempelajari sesuatu
kemampuan dan atau nilai yang baru. Dalam proses pembelajaran seorang guru
dituntut untuk mengetahui kemampuan dasar yang dimiliki siswa baik meliputi
kemampuan dasarnya, motivasinya, latar belakang sosial ekonomi, dan lain
sebagainya. Hal ini dikarenakan kesiapan seorang guru untuk mengenal
karakteristik siswa dalam pembelajaran merupakan modal utama penyampaian
bahan belajar dan menjadi indikator suksesnya pelaksanaan pembelajaran.
Oemar Hamalik (2001: 57) mengemukakan bahwa pembelajaran
merupakan suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi,
material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi dalam
mencapai suatu tujuan pembelajaran. Oleh karenanya, dalam pembelajaran
seorang guru senantiasa berupaya untuk membuat siswa belajar dengan cara
mengaktifkan faktor intern dan ekstern dalam kegiatan belajar. Subroto (dalam
Gino, dkk., 2000: 31) mengungkapkan bahwa sebagai suatu usaha pembelajaran
mempunyai tiga ciri utama, yaitu:
1) Ada aktivitas yang menghasilkan perubahan tingkah laku pada diri
pembelajar baik aktual maupun potensial.
2) Perubahan itu berupa diperolehnya kemampuan baru dan berlaku untuk
waktu yang lama.
3) Perubahan itu terjadi karena suatu usaha yang dilakukan secara sadar.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran merupakan suatu proses belajar mengajar dilakukan oleh seorang
guru terhadap siswanya untuk membuat siswa belajar dengan mengaktifkan
faktor intern dan ekstern sehingga dapat tercapai tujuan pembelajaran.
Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa keberhasilan dalam
mencapai tujuan pembelajaran dipengaruhi oleh dua faktor, yakni intern dan
ekstern. Faktor intern merupakan faktor-faktor yang terdapat di dalam
pembelajaran sedangkan ekstern adalah faktor-faktor yang berasal dari luar yang
19
juga berpengaruh dalam pembelajaran. Faktor intern dalam pembelajaran,
misalnya guru, siswa, materi, dan sebagainya. Selain itu, terdapat faktor lainnya,
yaitu lingkungan. Lingkungan merupakan contoh faktor ekstern yang juga
berpengaruh dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Situasi yang memungkinkan kegiatan belajar-mengajar berjalan secara
optimal adalah situasi, di mana siswa mampu berinteraksi dengan guru dan
faktor intern lain yang telah diatur dalam rangka tercapainya tujuan
pembelajaran. Hal ini menunjukkan bahwa dalam proses pembelajaran
melibatkan komponen-komponen. Komponen tersebut, yakni:
1) Guru
Guru merupakan seseorang yang bertindak sebagai pendidik dalam
proses belajar mengajar. Oemar Hamalik ( 2001: 9) mengungkapkan bahwa
guru merupakan salah satu komponen yang penting dalam kegiatan
pendidikan, yang bertugas menyelenggarakan kegiatan mengajar, melatih,
meneliti, mengembangkan, mengelola, dan memberikan pelayanan teknis
dalam bidang pendidikan. Lebih lanjut diuraikan bahwa sebagai tenaga
profesional yang memiliki kualifikasi, peranan guru dalam pendidikan,
diantaranya: sebagai fasilitator, sebagai pembimbing, sebagai evaluator,
sebagai inovator, dan sebagainya.
Peran guru di atas juga selaras dengan pendapat Hadi (2005: 23) yang
secara ringkas mengelompokkan tugas seorang guru pada dasarnya meliputi
tiga hal, yakni: (1) tugas edukasional (mendidik), (2) tugas instruksional
(mengembangkan kemampuan afektif, kognitif, dan psikomotorik), dan (3)
tugas managerial (mengelola kelas dan kegiatan belajar).
Menurut Moh. Uzer Usman (2005: 7), tugas guru sebagai profesi meliputi
mendidik, mengajar, dan melatih. Mendidik berarti meneruskan dan mengem-
bangkan nilai-nilai hidup. Mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan melatih berarti mengembangkan
keterampilan-keterampilan pada siswa.
20
Hadi (2005: 23) mengemukakan bahwa tugas-tugas pendidik
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu :
a) Tugas educational (pendidik)
Dalam hal ini pendidik mempunyai tugas memberi bimbingan yang
lebih banyak diarahkan pada pembentukan “kepribadian” anak didik,
sehingga anak didik akan menjadi manusia yang mempunyai sopan
santun tinggi, mengenal kesusilaan, dapat menghargai pendapat orang
lain, mempunyai tenggang rasa terhadap sesama, rasa sosialnya
berkembang, dan lain-lain.
b) Tugas instruksional
Dalam tugas ini kewajiban pendidik dititikberatkan pada perkembangan
dan kecerdasan daya intelektual anak didik, dengan tekanan
perkembangan kemampuan kognitif, kemampuan afektif, dan
kemampuan psikomotorik, sehingga anak dapat menjadi manusia yang
cerdas, bermoral baik, dan sekaligus juga terampil.
c) Tugas managerial (Pengelolaan)
Dalam hal ini pendidik berkewajiban mengelola kehidupan lembaga
(kelas atau sekolah yang diasuh oleh guru). Pengelolaan itu meliputi :
(1) Personal atau anak didik, yang lebih erat berkaitan dengan
pembentukan kepribadian anak.
(2) Material dan sarana, yang meliputi alat-alat, perlengkapan media
pendidikan, dan lain-lain yang mendukung tercapainya tujuan
pendidikan.
(3) Operasional atau tindakan yang dilakukan, yang menyangkut
metode mengajar, sehingga dapat tercipta kondisi yang seoptimal
mungkin bagi terlaksananya proses belajar mengajar dan dapat
memberikan hasil sebaik-baiknya bagi anak didik.
Adam dan Decey (dalam Moh. Uzer Usman, 2005: 9), menyatakan
bahwa peranan dan kompetensi guru dalam proses belajar mengajar meliputi
beberapa hal, yaitu:
a) Guru sebagai demonstrator
Melalui peranannya sebagai demonstrator, guru hendaknya
senantiasa menguasai bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkan
serta senantiasa mengembangkannya dalam arti meningkatkan
kemampuannya dalam hal ilmu yang dimilikinya karena hal ini sangat
menentukan hasil belajar yang dicapai siswa.
b) Guru sebagai pengelola kelas
Dalam peranannya sebagai pengelola kelas, guru hendaknya mampu
mengelola kelas sebagai lingkungan belajar serta merupakan aspek dari
21
lingkungan sekolah yang perlu diorganisasi. Lingkungan ini perlu diatur
dan diawasi agar kegiatan-kegiatan belajar terarah kepada tujuan-tujuan
pendidikan.
c) Guru sebagai mediator dan fasilitator
Sebagai mediator, guru hendaknya memiliki pengetahuan dan
pemahaman yang cukup tentang media pendidikan karena media
pendidikan merupakan alat komunikasi untuk lebih mengefektifkan proses
belajar mengajar.
Sebagai fasilitator, guru hendaknya mampu mengusahakan sumber
belajar yang berguna serta dapat menunjang pencapaian tujuan dan proses
belajar mengajar, baik yang berupa narasumber, buku teks, majalah,
ataupun surat kabar.
d) Guru sebagai evaluator
Guru hendaknya menjadi evaluator yang baik. Kegiatan ini
dimaksudkan untuk mengetahui apakah tujuan yang telah dirumuskan itu
tercapai atau belum, dan apakah materi yang diajarkan sudah cukup tepat.
Semua pertanyaan tersebut akan dapat dijawab melalui kegiatan evaluasi
atau penilaian.
Pada intinya, tugas guru adalah membantu siswa mencapai
tujuannya. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang
bekerja sama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas
(siswa).
2) Siswa
Siswa adalah seseorang yang bertindak sebagai penerima, pencari, dan
pelaksana dalam pembelajaran. Siswa dituntut beperan lebih aktif dalam
proses pembelajaran dan tidak diharapkan hanya sekedar menerima,
menurut, dan pasrah terhadap segala materi yang diberikan.
3) Materi
Materi adalah bahan pembelajaran yang dipelajari siswa sesuai dengan
tujuan yang ditetapkan. Materi dalam pembelajaran berhubungan dengan isi
yang tercantum dalam kurikulum yang berlaku.
22
4) Metode
Metode adalah cara yang digunakan oleh guru dalam menyampaikan
materi pelajaran. Menurut Swandono (1995: 50) ada beberapa faktor yang
dipertimbangkan seorang guru dalam memilih suatu metode, yakni tujuan
yang ingin dicapai, tingkat perkembangan siswa, situasi dan kondisi siswa,
kualitas dan kuantitas fasilitas belajar, dan pribadi serta kemampuan
profesional guru yang berbeda-beda.
Winarno Surakhmad (1994: 131) menyatakan bahwa metode merupakan
cara utama yang dipergunakan untuk mecapai tujuan. Dengan kata lain,
metode dalam hal ini adalah cara yang digunakan untuk memberi
kesempatan kepada siswa untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan
dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam rangka
mencapai suatu tujuan pembelajaran yang baik tentunya diperlukan suatu
cara yang efektif dan efisien sehingga ketercapaian pembelajaran yang baik
dapat terealisasikan.
5) Media
Istilah pembelajaran lebih menggambarkan usaha guru untuk membuat
belajar para siswanya. Kegiatan pembelajaran tidak akan berarti jika tidak
menghasilkan kegiatan belajar pada para siswanya. Kegiatan belajar hanya
akan berhasil jika si belajar secara aktif mengalami sendiri proses belajar.
Seorang guru tidak dapat mewakili belajar siswanya. Seorang siswa belum
dapat dikatakan telah belajar hanya karena ia sedang berada dalam satu
ruangan dengan guru yang sedang mengajar.
Pekerjaan mengajar tidak selalu harus diartikan sebagai kegiatan
menyajikan materi pelajaran. Penyajian materi pelajaran memang
merupakan bagian dari kegiatan pembelajaran, tetapi bukanlah satu-satunya.
Masih banyak cara lain yang dapat dilakukan guru untuk membuat siswa
belajar. Peran yang seharusnya dilakukan guru adalah mengusahakan agar
setiap siswa dapat berinteraksi secara aktif dengan berbagai sumber balajar
yang ada.
23
Media adalah alat atau bahan yang digunakan untuk menyampaikan
materi kepada siswa. Media tersebut dapat berupa media elektronik maupun
nonelektronik. Media yang digunakan oleh guru bisa audio, visual, maupun
audio-visual. Media pada umumnya berfungsi untuk meningkatkan efektivi-
tas dan efisiensi komunikasi dalam proses belajar mengajar. Selain itu,
dengan adanya penggunaan media diharapkan akan menarik minat siswa
dalam belajar. Media pembelajaran merupakan media yang digunakan dalam
pembelajaran, yaitu meliputi alat bantu guru dalam mengajar serta sarana
pembawa pesan dari sumber belajar ke penerima pesan belajar (siswa).
Sebagai penyaji dan penyalur pesan, media belajar dalam hal-hal tertentu
bisa mewakili guru menyajiakan informasi belajar kepada siswa. Jika
program media itu didesain dan dikembangkan secara baik maka fungsi itu
akan dapat diperankan oleh media meskipun tanpa keberadaan guru.
Peranan media yang semakin meningkat sering menimbulkan
kekhawatiran pada guru. Sebenarnya hal itu tidak perlu terjadi, masih
banyak tugas guru yang lain seperti: memberikan perhatian dan bimbingan
secara individual kepada siswa yang selama ini kurang mendapat perhatian.
Kondisi ini akan terus terjadi selama guru menganggap dirinya merupakan
sumber belajar satu-satunya bagi siswa. Jika guru memanfaatkan berbagai
media pembelajaran secara baik, guru dapat berbagi peran dengan media.
Peran guru akan lebih mengarah sebagai manajer pembelajaran dan
bertanggung jawab menciptakan kondisi sedemikian rupa agar siswa dapat
belajar. Untuk itu guru lebih berfungsi sebagai penasihat, pembimbing,
motivator dan fasilitator dalam kegiatan belajar mengajar.
6) Evaluasi
Evaluasi adalah cara yang digunakan untuk memperoleh informasi yang
akurat mengenai penyelenggaraan pembelajaran dan keberhasilan belajar
siswa. Berdasarkan informasi tersebut dapat diketahui tingkat keberhasilan
dan kegagalan tujuan yang telah ditetapkan. Oemar Hamalik (2001: 30)
mengungkapkan bahwa aspek-aspek yang dinilai dalam evalusi didasarkan
24
pada tujuan yang hendak dicapai dan kemampuan apa yang hendak
dikembangkan (pengetahuan, sikap, dan keterampilan).
Bersandar pada beberapa pendapat mengenai pembelajaran tersebut,
penulis dapat memberikan simpulan bahwa pembelajaran merupakan suatu bentuk
usaha yang dilakukan guru untuk menimbulkan perubahan tingkah laku ke arah
yang lebih baik kepada siswa dan membutuhkan suatu interaksi dari kedua belah
pihak dan komponen-komponen serta proses tertentu.
b. Hal-hal yang Mempengaruhi Tujuan Pembelajaran
Tujuan adalah sesuatu yang direncanakan untuk dicapai. Oemar Hamalik
(2001: 83) mengungkapkan bahwa tujuan adalah perangkat hasil yang hendak
dicapai setelah siswa melakukan kegiatan belajar. Lebih lanjut dikemukakan
bahwa tujuan yang disadari oleh siswa sendiri sangat bermakna dalam upaya
menggerakan kegiatan belajar untuk mencapai hasil yang optimal.
Gino dkk, (1995: 36–39) mengungkapkan bahwa tujuan pembelajaran
tercapai ditentukan keberhasilan proses pembelajaran. Beberapa hal yang
mempengaruhi keberhasilan tujuan pembelajaran tersebut, di antaranya:
1) Minat belajar
Minat merupakan sesuatu yang menjadikan anak didik tertarik dalam
proses belajar. Untuk menarik minat siswa, dapat dilakukan dengan memilih
media dan metode yang sesuai sehingga menjadikan anak lebih tertarik
dalam proses pembelajaran. Misalnya, dapat dilakukan dengan mengajak
siswa untuk belajar di luar kelas dan penggunaan media yang berwarna.
2) Motivasi belajar
Motivasi merupakan suatu dorongan yang timbul pada diri seseorang
secara sadar atau tidak untuk melakukan suatu tindakan untuk mencapai
tujuan tertentu. Oemar Hamalik (2001: 86-87) mengungkapkan bahwa
motivasi belajar dapat bersumber dari dalam diri siswa sendiri berdasarkan
kebutuhan, dorongan, dan kesadaran pada tujuan belajar. Motivasi ini
disebut motivasi intrinsik. Motivasi belajar dapat juga tumbuh berkat
rangsangan atau tekanan dari luar, misalnya hadiah, ganjaran, tekanan, yang
25
disebut dengan motivasi ekstrinsik. Kedua motivasi ini berdaya guna dalam
proses belajar dan sangat berpengaruh terhadap tujuan pembelajaran.
3) Bahan belajar
Bahan belajar merupakan materi yang digunakan dalam pembelajaran.
Bahan atau materi yang digunakan untuk belajar harus sesuai dengan tujuan
yang ingin dicapai dan selaras dengan karakteristik anak didik.
4) Alat bantu belajar
Alat bantu belajar merupakan alat yang dapat membantu siswa untuk
mencapai tujuan belajar baik berupa media cetak maupun elektronik. Lebih
lanjut dijelaskan, alat bantu belajar merupakan semua alat yang digunakan
dalam kegiatan belajar-mengajar, dengan tujuan untuk merangsang
perhatian siswa sehingga siswa dapat menangkap materi yang diajarkan
guru. Penggunaan dan pemilihan alat bantu belajar juga harus disesuaikan
dengan tujuan dan psikologi (perkembangan peserta didik).
5) Suasana belajar
Suasana belajar adalah situasi dan kondisi yang terdapat dalam
lingkungan proses pembelajaran. Beberapa suasana yang dapat mendukung
kegiatan pembelajaran adalah:
(a) tumbuhnya suasana kekeluargaan antara siswa dan guru sehingga
siswa tidak malu-malu untuk bertanya dan tidak menganggap bahwa
guru adalah seseorang yang menakutkan;
(b) suasana kelas yang nyaman, tenang, serta menyenangkan untuk
belajar;
(c) kelas diatur secara fleksibel sehingga siswa tidak bosan;
(d) jumlah siswa di dalam kelas tidak terlalu banyak sehingga ruang
gerak siswa tidak sempit; dan
(e) siswa belajar secara bervariasi dan tidak monoton.
6) Kondisi siswa yang belajar
Kondisi merupakan keadaan siswa pada saat kegiatan belajar-mengajar
terjadi. Kondisi yang dimaksud tidak hanya secara fisik, tetapi juga psikis.
26
Guru hendaknya juga mengetahui kondisi psikologis anak didik karena hal
tersebut sangat berpengaruh dengan kegiatan belajar siswa.
7) Kemampuan guru
Kemampuan guru yang dimaksud dalam hal ini adalah kemampuan guru
dalam hal menyampaikan materi, mengelola kelas, serta dalam mengatasi
masalah yang mungkin terjadi selama proses pembelajaran. Dalam kegiatan
belajar guru juga harus dapat menggunakan dan menetapkan media dan
metode yang sesuai dan membuat siswa tidak merasa bosan dalam kegiatan
belajar. Oleh karena itu, seorang guru saat ini hendaknya memiliki empat
kemampuan, yakni kemampuan paedagogi, kemampuan profesional,
kemampuan sosial, dan kemampuan kepribadian. Empat kemampuan inilah
yang akan mendukung guru dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik.
8) Metode pembelajaran
Metode pembelajaran merupakan cara yang digunakan oleh guru dalam
proses pembelajaran. Pemilihan metode yang tepat dan sesuai akan
merangsang siswa agar lebih aktif dalam proses belajar.
c. Tujuan Pembelajaran Apresiasi Puisi
Sesuai dengan kurikulum dalam mata pelajaran bahasa Indonesia juga
ditetapkan dalam standar kompetensi, yakni kualifikasi kemampuan minimal
peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, keterampilan
berbahasa, dan sikap positif siswa terhadap bahasa dan sastra Indonesia. Standar
kompetensi ini merupakan dasar bagi peserta didik untuk memahami dan
merespon situasi lokal, regional, nasional, dan global. Berkaitan dengan
pengajaran apresiasi sastra, peserta didik diharapkan dapat mengembangkan
potensinya sesuai dengan kemampuan, kebutuhan, dan minatnya, serta dapat
menumbuhkan penghargaan terhadap hasil karya kesastraan dan hasil
intelektual bangsa sendiri.
Maman S. Mahayana (2008: 7-8) mengatakan bahwa secara umum standar
kompetensi mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia yang tercantum dalam
Kurikulum Tingkat Satuan Pelajaran, sebagai berikut.
27
1) Peserta didik dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan kemampuan,
kebutuhan, minatnya, serta dapat menumbuhkan penghargaan terhadap hasil
karya kesastraan dan hasil intelektual bangsa sendiri.
2) Guru dapat memusatkan perhatian kepada pengembangan kompetensi
bahasa peserta didik dengan menyediakan berbagai kegiatan berbahasa dan
sumber belajar. Selain itu guru juga diharapkan dapat membangkitkan
kesenangan anak didik terhadap karya sastra.
3) Guru lebih mandiri dan leluasa dalam menentukan bahan ajar kebahasaan
dan kesastraan sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah dan kemampuan
peserta didiknya.
4) Orang tua dan masyarakat dapat secara aktif terlibat dalam pelaksanaan
program kebahasaan dan kesastraan di sekolah.
5) Sekolah dapat menyusun program pendidikan tentang kebahasaan dan
kesastraan sesuai dengan keadaan peserta didik dan sumber belajar yang
tersedia.
6) Daerah dapat menentukan bahan dan sumber belajar kebahasaan dan
kesastraan sesuai dengan kondisi dan kekhasan daerah tetap memperhatikan
kepentingan nasional.
Menurut Sara M. Cifemi Bailey (2000: 3) poetry is one of the many ways a
child can express himself in response to literature based situation in the
classroom, intinya adalah puisi merupakan salah satu cara bagi siswa untuk
mengekspresikan dirinya dalam merespon sesuatu.
Dalam rangka menjamin dan membina kegiatan belajar dan mengajar
apresiasi puisi yang efektif, guru dan siswa hendaknya saling bekerja sama untuk
mencapai tujuan akhir dari pembelajaran yang telah dilakukan. Guru tidak dapat
berdiri sendiri tanpa adanya siswa. Demikian pula siswa tidak dapat
melaksanakan pembelajaran secara baik tanpa adanya bimbingan dari guru. Sudah
semestinya guru dan siswa menciptakan hubungan yang selaras, serasi, dan
seimbang, serta dijiwai oleh semangat kekeluargaan dan kebersamaan agar
pembelajaran berjalan dengan lancar. Dengan kesadaran yang tinggi akan
pentingnya pembelajaran apresiasi puisi, guru dan siswa dapat memperoleh
28
pengalaman, pengetahuan, serta perkembangan kemampuan berpikir yang jauh
lebih baik.
d. Pengertian Pembelajaran Apresiasi Puisi
Pembelajaran apresiasi puisi adalah usaha di atas sadar yang menyebabkan
oang memiliki pengetahuan dan kemampuan mengapresiasi puisi. Oleh karena itu,
kegiatan ini dilakukan melalui kegiatan formal di kelas (Soenjono
Dardjonowidoyo dalam Suyitno, 2004: 19-20).
Pembelajaran apresiasi puisi merupakan bagian dari pembelajaran sastra.
Hakikat pembelajaran sastra adalah membawa siswa ke arah pengalaman sastra
(literary experience). Dengan begitu sikap responsif dan positif diharapkan
muncul secara wajar. Siswa menghayati dan menelusuri sendiri setiap karya
secara total dan utuh, bukan penghayatan yang bersifat intelektual belaka, tetapi
unsur efektiflah yang memegang peranan penting. Hal ini sesuai dengan titik berat
tujuan pembelajaran sastra, yaitu membina kepekaan berapresiasi (Suminto A.
Sayuti, 1985: 21). Kepekaan berapresiasi dapat terorganisasi apabila siswa lebih
menikmati, memahami, menghargai, sampai menciptakan atau menghasilkan
suatu karya sastra.
Rizanur Gani (1981: 39) menyatakan bahwa pembelajaran puisi bertujuan
membina apresiasi dan mengembangkan kearifan menangkap isyarat-isyarat
kehidupan. Sebab sastra dalam ketuhanan bentuknya menyentuh perilaku
kehidupan kaum terdidik yang tentunya dapat mewarnai liku-liku hidup yang
bersangkutan. Dengan menyimak pembacaan puisi, seseorang sesungguhnya
terlibat dalam proses berpikir yang memungkinkannya secara mandiri mampu
membaca puisi. Selanjutnya terlibat dalam kegiatan diskusi dan menganalisis
puisi.
Lebih lanjut Rizanur Gani (1981: 40) menyatakan bahwa pembelajaran
puisi selama ini banyak terpaut pada membina pengetahuan tentang puisi. Siswa
disuguhi teori dan kritik puisi melebihi tataran peta kognitif yang diperlukan.
Bahwa teori dan kritik itu perlu, tak seorang pun akan membantah. Hal yang
menimbulkan keberatan, yaitu tata urutan pemerian yang tidak pas sehingga teori
29
dan kritik puisi menjadi lebih dominan, untuk menanggulangi itu perlu ditemukan
dan dilakukan tindakan pelurusan yang bijaksana.
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran apresiasi
puisi adalah suatu proses belajar mengajar yang merujuk proses memahami karya
sastra yang dilakukan secara sadar dan membina suatu kepekaan terhadap
apresiasi puisi.
e. Komponen-komponen Pembelajaran Apresiasi Puisi
1) Guru
Pada pembelajaran sastra, guru dan siswa bersama-sama menelusuri dan
menjelajahi karya sastra sesuai dengan taraf masing-masing. Oleh karena itu,
sesuai dengan tugasnya sebagai “penunjuk jalan” guru harus benar-benar tahu
liku-liku jalan dan menguasai benar berbagai objek yang menjadi perhatian siswa.
Dengan kata lain, guru harus benar-benar mempunyai kelebihan dibanding dengan
siswa-siswanya. Tanpa mempunyai bekal yang cukup, mana mungkin pengajaran
yang akan dilakukannya berhasil. Bahkan seolah-olah sudah menjadi kesepakatan
bersama bahwa setiap kali ada pembicaraan masalah ketidakberhasilan suatu
pembelajaran, termasuk pengajaran puisi maka tuduhan pertama kali diarahkan
kepada pihak guru. Tuduhan tersebut agaknya juga tidak terlampau berlebihan,
sebab guru merupakan faktor yang sangat penting dalam proses belajar mengajar.
untuk menghindari hal-hal tersebut memang seyogyanya guru harus senantiasa
berupaya meningkatkan diri (Suminto A. Sayuti dalam Jabrohim, 1994: 22).
S. Suharianto (dalam Jabrohim, 1994: 73) menyebutkan bahwa sacara
garis besar guru sastra (puisi) yang profesional harus mempunyai syarat: (1)
menguasai benar-benar materi pembelajaran, (2) memahami benar-benar hakikat
dan tujuan pengajaran puisi, (3) memiliki minat yang besar terhadap karya sastra
yang ditandai dengan: (a) gemar membaca karya sastra, (b) selalu mengikuti
perkembangan puisi, (c) gemar mengumpulkan tulisan-tulisan mengenai sastra
(puisi), (d) dapat mengapresiasi puisi, dan (e) menguasai metode pengajaran puisi.
Pembelajaran sastra di sekolah tidak berdiri sendiri sebagai sebuah mata
pelajaran yang mandiri. Akan tetapi, menjadi bagian dari mata pelajaran bahasa
dan sastra Indonesia. Oleh karena itu, guru tidak hanya bertugas mengajarkan
30
kebahasaan, tetapi juga mengajarkan kesusastraan. Dengan demikian, guru
dituntut untuk menguasai kompetensi khusus dalam bidang sastra.
2) Siswa
Dalam menyusun rencana program pembelajaran komponen siswa perlu
mendapatkan perhatian yang memadai. Setiap siswa mempunyai kebutuhan dan
minat yang berbeda-beda. Dalam pembelajaran puisi bahan ajar dan penyampaian
sedapat mungkin disesuaikan dengan minat dan kebutuhan siswa. Segala sesuatu
yang menarik dan dibutuhkan siswa tentu akan menarik perhatian siswa tersebut.
Dengan demikian, siswa akan bersungguh-sungguh dalam belajar.
3) Standar kompetensi pembelajaran apresiasi puisi
Pada hakikatnya mempelajari sastra adalah mempelajari tentang hidup dan
kehidupan. Melalui karya sastra manusia akan memperoleh gizi batin sehingga
sisi gelap dalam hidup dan kehidupannya dapat tercerahkan lewat kristalisasi nilai
yang terkandung dalam karya sastra. Pembelajaran sastra pada hakikatnya adalah
upaya untuk menanamkan pada anak didik rasa cinta dan peka terhadap sastra
sehingga kelak setelah anak didik dewasa mak dewasa pula ia dalam kegemaran ,
kemampuan penangkapan (apresiasi) dan penilaian terhadap nilai-nilai sastra.
Dengan demikian pengajaran sastra itu tidak hanya mempunyai aspek-aspek
latihan teori dan praktik, tetapi mempunyai pembentukan nilai watak dan sikap, di
samping unsur-unsur kesenangan dan kenikmatan artistik (Brahim dalam B. P.
Situmorang, 1983: 25).
Pada pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia terdapat beberapa aspek,
yaitu menyimak, berbicara, membaca, menulis, baik sastra maupun kebahasaan.
Meskipun secara eksplisit materi pokok sastra berdiri sendiri, namun tetap
dinyatakan bahwa pembelajaran sastra dilaksanakan dalam pelaksanaan
kompetensi dasar menyimak, berbicara, membaca, dan menulis secara terpadu.
(Herman J. Waluyo, 2002: 1).
Salah satu standar kompetensi pembelajaran apresiasi puisi kelas VIII
adalah siswa mampu mengungkapkan pikiran, dan perasaan dalam puisi bebas.
Setelah itu, lebih dijabarkan lagi dalam kompetensi dasar, yaitu siswa mampu
menulis puisi bebas dengan menggunakan pilihan kata yang sesuai dan siswa
31
mampu menulis puisi bebas dengan memperhatikan unsur persajakan, siswa
mampu mengenali unsur-unsur puisi dari buku antologi puisi.
Setiap guru hendaknya menyadari bahwa setiap siswa adalah seorang
individu dengan kepribadian dan karakteristik yang berbeda satu dengan yang
lainnya. Oleh karena itu, penting sekali memandang pengajaran sebagai proses
pengembangan individu secara keseluruhan. Walaupun sebagai individu dalam
hal ini menunjuk satu kesatuan yang kompleks, tetapi kita dapat melihat bahwa di
dalam diri siswa terkandung berbagai macam ragam kecakapan yang
menunjukkan kekurangan dan kelebihannya masing-masing. Bagaimanapun
pendidikan hanya sebagai pembina dan membentuk, tidak menjamin secara
mutlak watak serta perilaku yang didiknya kelak.
4) Perencanaan pembelajaran apresiasi puisi
Perencanaan adalah menyusun langkah-langkah yang akan dilaksanakan
untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Perencanaan tersebut dapat disusun
berdasarkan kebutuhan dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan keinginan
pembuat perencanaan. Namun, yang lebih utama adalah perencanaan harus dapat
dilaksanakan dengan mudah dan tepat sasaran (Abdul Majid, 2003: 15).
E. Mulyasa (2006: 213) mengemukakan bahwa perencanaan pembelajaran
pada hakikatnya merupakan perencanaan jangka pendek untuk memperkirakan
atau memproyeksikan tentang apa yang akan dilakukan dalam pembelajaran. Pada
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, perencanaan pembelajaran dapat
berwujud: (1) penjabaran kurikulum bahasa Indonesia; (2) menyusun Program
Tahunan (Prota); (3) menyusun Program Semester (Promes); (4) menyusun
silabus; dan 5) menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata
pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar,
materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi
waktu, dan sumber/bahan/alat belajar. Silabus merupakan penjabaran standar
kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi pokok/pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian (BSNP,
2006: 14). Silabus dapat dikatakan baik apabila memenuhi syarat-syarat
32
pengembangan silabus. Syarat-syarat pengembangan silabus tersebut adalah
sebagai berikut.
(a) Ilmiah
Keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam silabus
harus benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan.
(b) Relevan
Cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran, dan urutan penyajian materi
dalam silabus sesuai dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual,
sosial, emosional, dan spiritual peserta didik.
(c) Sistematis
Komponen-komponen silabus saling berhubungan secara fungsional
dalam mencapai kompetensi.
(d) Konsisten
Adanya hubungan yang konsisten (ajeg, taat asas) antara kompetensi
dasar, indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar,
dan sistem penilaian.
(e) Memadai
Cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar,
dan sistem penilaian cukup untuk menunjang pencapaian kompetensi
dasar.
(f) Aktual dan kontekstual
Cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar,
dan sistem penilaian memperhatikan perkembangan ilmu, teknologi,
dan seni mutahir dalam kehidupan nyata dan peristiwa yang terjadi.
(g) Fleksibel
Keseluruhan komponen silabus dapat mengakomodasikan keragaman
peserta didik, pendidik, serta dinamika perubahan yang terjadi di
sekolah dan tuntutan masyarakat.
(h) Menyeluruh
Komponen silabus mencakup keseluruhan ranah kompetensi (kognitif,
afektif, psikomotor) (BSNP, 2006: 14).
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan Pasal 20: “Perencanaan proses pembelajaran
meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-
kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar,
dan penilaian hasil belajar”.
Menurut BSNP (2006: 13) pengembangan silabus dapat dilakukan oleh
para guru secara mandiri atau berkelompok dalam sebuah sekolah atau beberapa
sekolah, kelompok Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) pada atau Pusat
Kegiatan Guru (PKG), dan Dinas Pendidikan.
33
Penyusunan perencanaan pembelajaran dapat dilakukan dengan baik
apabila guru dapat menjabarkan kurikulum. Dalam hal ini, yang perlu dijabarkan
adalah standar kompetensi mata pelajaran bahasa Indonesia, khususnya untuk
SMP yang berkaitan dengan apresiasi puisi. Hal tersebut meliputi standar
kompetensi, kompetensi dasar, indikator, materi pokok, serta mempertimbangkan
cara penyajiannya (langkah-langkah pembelajaran, media, metode, serta
penilaian). Penjabaran kurikulum tersebut dapat dilakukan secara individu
ataupun secara kelompok. Forum Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP)
merupakan suatu cara secara kelompok untuk mempermudah dalam menjabarkan
kurikulum agar pembelajaran apresiasi puisi dapat berlangsung secara optimal.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perencanaan
pembelajaran adalah suatu proses penyusunan kegiatan pembelajaran yang
dikerjakan secara sistematis untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam proses
belajar mengajar. Perencanaan pembelajaran apresiasi puisi adalah suatu proses
kegiatan mempersiapkan perangkat pembelajaran yang dapat menunjang
keberhasilan kegiatan belajar megajar antara siswa dan guru dalam mengapresiasi
puisi untuk mencapai kompetensi dasar yang telah ditetapkan dalam kurikulum.
5) Materi Pembelajaran Apresiasi Puisi
Materi pembelajaran harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan jiwa
siswa dan diharapkan mampu mengarahkan perkembangan jiwa sejalan dengan
tujuan pendidikan yang hendak dicapai. B. Rahmanto (1988: 27-33) menyebutkan
tiga aspek yang tidak boleh dilupakan jika ingin memilih bahan pembelajaran
sastra, yaitu: (a) bahasa, agar pengajaran sastra dapat berhasil, guru kiranya perlu
mengembangkan keterampilan khusus untuk memilih bahan pengajaran yang
bahasanya sesuai dengan tingkat penguasaan bahasa siswa; (b) psikologis, dalam
memilih materi pengajaran sastra hendaknya guru memperhatikan tahap ini
karena sangat besar pengaruhnya terhadap minat dan keenggganan anak didik
dalam banyak hal. Tahap perkembangan psikologis ini sangat besar pengaruhnya
bagi daya ingat, kemauan mengerjakan tugas, kesiapan bekerja sama, dan
kemungkina pemecahan masalah yang dihadapi; dan (c) latar belakang budaya,
34
masalah-masalah yang ditampilkan oleh suatu karya seyogyanya mendekati
dengan apa yang dihadapi oleh para siswa dalam kehidupan sehari-hari.
Sawali (2009: 2) menjelaskan bahwa terdapat beberapa tahap
perkembangan jiwa siswa yang perlu dijadikan sebagai rujukan guru dalam
menentukan bahan ajar puisi, di antaranya: (a) tahap pengkhayal (8-9 tahun): pada
tahap ini imajinasi anak belum banyak diisi hal-hal nyata, tetapi masih penuh
dengan berbagai macam fantasi kekanakan; (b) tahap romantik (10-12 tahun):
pada tahap ini, anak mulai meninggalkan fantasi-fantasi dan mulai mengarah pada
realitas, meskipun pandangannya tentang dunia masih sangat sederhana. Selain
itu, anak juga telah menyenangi cerita-cerita kepahlawanan, petualangan, atau
kejahatan; (c) tahap realistik (13-16 tahun): pada tahap ini anak sudah benar-benar
terlepas dari dunia fantasi dan sangat berminat pada realitas, atau apa yang benar-
benar terjadi; mereka mulai terus berusaha mengetahui dan siap mengikuti dengan
teliti fakta-fakta untuk memahami masalah-masalah dalam kehidupan nyata; (d)
tahap generalisasi (16 tahun ke atas): pada tahap ini, anak sudah berminat untuk
menemukan konsep-konsep abstrak dengan menganalisis sebuah fenomena.
Dengan menganalisis fenomena, mereka berusaha menemukan dan merumuskan
penyebab utama fenomena itu yang kadang-kadang mengarah ke pemikiran
falsafati untuk menemukan keputusan-keputusan moral.
Dalam konteks demikian, teks puisi yang dipilih hendaknya disesuaikan
dengan tahap psikologis siswa yang berada dalam satu kelas. Memang, tidak
semua siswa dalam satu kelas memiliki tahapan psikologis yang sama, tetapi
setidaknya guru bisa memilih teks puisi yang secara psikologis memiliki daya
tarik terhadap minat siswa untuk mengapresiasi puisi.
Oleh karena itu, sesuai dengan tujuan pengajaran yang ingin dicapai, dapat
disebutkan bahwa pelajaran yang disajikan kepada anak didik haruslah berupa
bahan pelajaran yang memberikan informasi tentang pengetahuan apresiasi sastra,
mampu menanamkan serta dapat mengembangkan sikap yang baik dari murid
terhadap karya sastra.
35
6) Pendekatan pembelajaran apresiasi puisi
Dalam mengajarkan puisi dikenal beberapa pendekatan, yaitu pendekatan
struktural, pendekatan semiotik, dan pendekatan gestalt (Kinayati Djoyosuroto,
2005: 65).
Pendekatan struktural merupakan pendekatan dalam memahami karya
sastra dengan menekankan pada karya sastra itu sendiri. Pendekatan ini
mengesampingkan hal-hal yang berada di luar karya sastra. Unsur yang dikaji
dengan pendekatan ini antara lain menemukan pesan dan penggunaan bahasa
sebagai media ekspresi. Bahasa sebagai media antara lain bahasa simbolik,
penggunaan rima, penggunaan gaya bahasa, dan sebagainya.
Pendekatan semiotik merupakan pendekatan yang menelaaah puisi yang
berupa bahasa yang menjadi sistem tanda. Karya sastra sebagasi sistem tanda
ditandai oleh beberapa komponen pembentuk tanda. Komponen tersebut adalah:
(1) pencipta; (2) karya sastra; (3) pembaca; (4) kenyataan dalam semesta; (5)
sistem bahasa (konversi sastra); (6) variasi bntuk sastra; dan (7) nilai keindahan
(Kinayati Djoyosuroto, 2005: 72).
Pendekatan gestalt merupakan suatu pendekatan yang memiliki prinsip
bahwa belajar dimulai dari keseluruhan baru kemudian menuju bagian-bagian dari
hal yang kompleks ke bagian-bagian yang sederhana. Berdasarkan pendekatan ini
dalam mengajarkan puisi ada beberapa tahap, yaitu: membaca puisi secara
keseluruhan, menganalisis tema dan struktur puisi, menginterpretasi puisi, dan
membaca puisi dan mengapresiasi.
Sejauh ini pendidikan masih didominasi oleh pandangan bahwa
pengetahuan sebagai perangkat fakta-fakta yang harus dihafal. Keberhasilan di
dalam proses belajar mengajar masih mengandalkan peran guru sebagai sumber
utama pengetahuan. Untuk itu, diperlukan sebuah pendekatan yang tidak
mengharuskan siswa menghafal fakta, tetapi sebuah pendekatan yang mendorong
siswa untuk mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri.
7) Metode dan Model Pembelajaran Apresiasi Puisi
Pada kurikulum KTSP guru diberikan kebebasan untuk memanfaatkan
berbagai macam metode dan model pembelajaran. Guru perlu memanfaatkan
36
berbagai macam metode pembelajaran yang dapat membangkitkan minat,
perhatian, dan kreativitas peserta didik, seperti ceramah, tanya jawab,
demonstrasi. Selain metode, penggunaan model pembelajaran yang sesuai akan
menjadikan pembelajaran menjadi menarik dan menyenangkan. Model
pembelajaran CTL, kooperatif, dan quantum merupakan beberapa alternatif model
pembelajaran PAIKEM yang dapat diterapkan oleh guru.
Trianto (2007: 103-104) pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching
and Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara
materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya
dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama
pembelajaran kontekstual, yaitu (1) konstruktivisme (constructivism), (2) inkuiri
(inquiry), (3) bertanya (questioning), (4) masyarakat belajar (learning
community), (5) pemodelan (modeling), (6) refleksi (reflection) dan (7) penilaian
outentik (authentic assessment).
Pada pembelajaran apresiasi puisi, model ini menghubungkan antara
materi (puisi) yang akan diajarkan dengan kehidupan nyata yang dialami oleh
siswa. Kegiatan pembelajaran apresiasi puisi diarahkan secara mandiri, tetapi
tetap dipantau oleh guru. Selain itu, pada pembelajaran puisi guru bukan satu-
satunya model, misalnya dalam membacakan puisi dapat dicontohkan oleh
beberapa orang siswa. Penilaian tidak hanya dilakukan pada akhir periode
pembelajaran apresiasi puisi, tetapi dilakukan bersama-sam secara terintegrasi
dari kegiatan pembelajaran apresiasi puisi.
Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu bentuk pembelajaran di
mana siswa diharapkan mampu belajar dalam kelompok kecil yang mempunyai
kemampuan berbeda. Tujuan dibentuknya kelompok tersebut untuk memberikan
kesempatan kepada semua siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses
berpikir dan mengeluarkan pendapat dalam kegiatan belajar-mengajar (Trianto,
2007: 41). Pada pembelajaran apresiasi puisi dapat diterapkan jenis model ini,
siswa dibentuk dalam beberapa kelompok kecil, misalnya pada saat memahami
materi puisi dan membuat puisi. Siswa tidak hanya belajar dari guru, tetapi juga
dari teman. Selain itu, dibutuhkan keterampilan untuk menjalin hubungan yang
baik antarsiswa karena setiap anggota kelompok saling bekerja sama untuk
37
memahami materi puisi. Jadi, keberhasilan pembelajaran apresiasi puisi dengan
model ini bergantung pada keberhasilan masing-masing individu dalam
kelompok, di mana keberhasilan tersebut sangat berarti untuk mencapai tujuan
yang positif dalam belajar kelompok.
Model pembelajaran quantum berorientasi pada penciptaan pola interaksi
pembelajaran yang efektif. Beberapa cara yang dilakukan dengan quantum
learning, yakni: berpartisipasi dengan cara mengubah keadaan kelas dari yang
semula biasa menjadi kelas yang menarik; memotivasi dan menumbuhkan minat
siswa dengan menerangkan kerangka rancangan yang dikenal dengan singkatan
TANDUR (tumbuhkan, alami, namai, demonstrasikan, ulangi, dan rayakan);
membangun rasa kebesamaan; menumbuhkan dan mempertahankan daya ingat;
dan merangsang daya dengar anak didik. Pada pembelajaran apresiasi puisi
apabila tercipta suasana yang menyenangkan diharapkan siswa akan tertarik
mengikuti kegiatan pembelajaran. Hal tersebut relevan dengan model
pembelajaran quantum yang berorientasi pada pembelajaran yang efektif dan
menyenangkan.
Beberapa contoh metode pembelajaran yang dapat digunakan dalam
pembelajaran apresiasi puisi adalah metode ceramah, diskusi, demonstrasi, tanya
jawab. Metode ceramah merupakan cara penyajian bahan pelajaran yang
dilakukan oleh guru secara lisan. Metode ini memang dirasakan cukup praktis
dalam pembelajaran puisi, tetapi terdapat kecenderungan kurang mendukung
terjadinya proses kognitif, afektif, dan psikomotorik. Metode diskusi menitik-
beratkan pada keaktifan siswa. Dengan adanya diskusi pada pembelajaran
apresiasi puisi diharapkan siswa dapat berpartisipasi penuh dalam proses kegiatan
pembelajara apresiasi puisi. Cara ini juga menjadi tidak efisien kalau pesertanya
pasif dan tidak mau melakukan inisiatif. Sebaliknya mereka yang suka berbicara
seringkali memonopoli diskusi, padahal sebenarnya tidak atau kurang menguasai
tentang materi diskusi.
Metode demonstrasi atau peragaan adalah cara pengajaran yang
memerlukan alat bantu tertentu agar materi yang diberikan oleh pengajar dapat
segera dipahami oleh siswa. Pada pembelajaran apresiasi puisi, demonstrasi atau
38
pemodelan sangat dibutuhkan agar siswa lebih tertarik dalam mengikuti kegiatan
pembelajaran. Contoh demonstrasi yang dapat dilakukan yaitu dengan menyuruh
siswa untuk membacakan puisi di depan kelas.
Metode tanya jawab merupakan salah satu jenis metode pembelajaran
untuk mendorong siswa lebih aktif berpartisipasi dalam kelas. Pemberian
pertanyaan kepada siswa akan membuat semua siswa aktif untuk mengikuti
jalannya pembelajaran di kelas. Cara ini umumnya sangat efektif untuk
mendorong siswa cepat memahami materi yang diberikan guru (Soekartawi, 1995:
19). Pada pembelajaran apresiasi puisi diharapkan dengan guru memberikan
pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan materi puisi siswa akan lebih aktif
berpartisipasi di dalam pembelajaran.
8) Media pembelajaran apresiasi puisi
Kata media bersal dari bahasa latin medoe yang berarti perantara atau
pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan (Arief S. Sadiman, dkk., 2006:
6). Pada pembelajaran puisi penggunaan media juga diperlukan guna kelancaran
proses pembelajaran. Terdapat beberapa media yang dapat digunakan dalam
pengajaran puisi. Dalam pengguanaan media sebagai alat bantu pengajaran puisi
harus didasarkan pada kriteria yang bersifat objektif. Hal ini dilakukan karena
penggunaan media pengajaran tidak hanya sekedar menampilkan program
pengajaran di kelas, tetapi juga mempertimbangkan tujuan pembelajaran, metode
yang dipakai, materi, dan evaluasi karena hal tersebut merupakan suatu komponen
yang saling berhubungan erat.
Media pendidikan merupakan alat komunikasi untuk lebih mengefektifkan
proses belajar mengajar. Dengan demikian, media pendidikan merupakan dasar
yang sangat diperlukan, yang bersifat melengkapi demi berhasilnya proses
pembelajaran di sekolah. Kehadiran media dalam proses pembelajaran sastra
harus menunjang keberlangsungan pola pikir, berbicara, dan bertanya siswa.
Sesuai dengan kondisi pendidikan di Indonesia, guru diharapkan secara kreatif
dan mempunyai daya inovatif untuk mengembangkan, mendayagunakan
imajinasinya untuk memilih media yang ada serta menciptakan dan
39
mengembangkan media yang baru sehingga dapat menciptakan pembelajaran
sastra yang aktif, kreatif, efektif, dan juga menyenangkan.
William Burton (dalam Moh. Uzer Usman, 2005: 32) memberikan
petunjuk bahwa dalam memilih media yang akan digunakan dalam pembelajaran,
hendaknya perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
(a) Alat-alat yang dipilih harus sesuai dengan kematangan dan pengalaman siswa
serta perbedaan individual dalam kelompok.
(b) Alat yang dipilih harus tepat, memadai, dan mudah digunakan.
(c) Harus direncanakan dengan teliti dan diperiksa terlebih dahulu.
(d) Penggunaan alat peraga disertai kelanjutannya, seperti dengan diskusi,
analisis, dan evaluasi.
(e) Sesuai dengan batas kemampuan biaya.
Beberapa contoh media dalam pembelajaran puisi antara lain alat perekam.
Alat perekam ini dapat digunakan untuk menyajikan puisi. Saat ini telah banyak
beredar kaset pembacaan puisi yang dilakukan oleh penyairnya sendiri.
Penggunaan alat perekam akan lebih baik lagi apabila diimbangi dengan
menggunakan media yang bersifat visual, seperti OHP ataupun komputer yang
ditayangkan melalui LCD. Penggunaan media tersebut akan sangat efektif karena
dapat dilengkapi dengan tanda-tanda tekanan, jeda, ataupun gambar, serta ekspresi
penyair. Selain itu, penggunaan media yang berupa narasumber secara langsung
juga dapat dilakukan. Misalnya dengan pembacaan puisi oleh salah seorang
penyair atau anggota kelompok teater tertentu. Dengan adanya ketepatan dalam
pemilihan media pembelajaran kegiatan pembelajaran diharapkan akan lebih
efektif dan apresiatif.
9) Evaluasi / penilaian pembelajaran apresiasi puisi
Evaluasi merupakan faktor yang sangat penting dalam mengetahui apakah
siswa benar-benar telah memahami bahan yang telah diajarkan guru atau belum.
Berbagai jenis penilaian yang dapat digunakan menurut Sumarna S. (2004: 18)
antara lain: tes tertulis, tes perbuatan, pemberian tugas, penilaian produk,
penilaian sikap, dan penilaian portofolio.
40
Atar semi (1993: 199-200) berpendapat bahwa penilaian kemajuan belajar
siswa dan kemampuan apresiasi siswa sebaiknya tidak hanya bertumpu kepada
hasil belajar siswa saja, tetapi juga terhadap proses belajar dan terhadapa segi-segi
efektif. Karena kalau tidak, penilaian dapat terjerumus kepada penilaian
kemampuan penguasaan teori atau konsep semata, tanpa memperhatikan
kemampuan interpretasi dan sensitivitas terhadap bentuk dan gaya.
Sarwiji Suwandi (2004: 4) mengemukakan tujuan dan fungsi penilaian,
khususnya penilaian hasil belajar dapat bermacam-macam, antara lain
adalah:
(a) Mengetahui ketercapaian tujuan.
(b) Mengetahui kinerja berbahasa siswa.
(c) Mendiagnosis kesulitan belajar siswa.
(d) Memberikan umpan balik terhadap peningkatan mutu progam
pembelajaran.
(e) Menjadi alat pendorong dalam peningkatan kemampuan siswa.
(f) Menjadi bahan pertimbangan dan penentuan jurusan, kenaikan kelas,
atau kelulusan.
(g) Menjadi alat penjamin, pengawas, dan pengendali mutu pendidikan.
Penilaian kinerja (unjuk kerja) merupakan penilaian yang dilakukan
dengan mengamati kegiatan peserta didik dalam melakukan sesuatu.
Penilaian ini cocok digunakan untuk menilai ketercapaian kompetensi yang
menuntut peserta didik melakukan tugas tertentu, seperti praktik OR,
presentasi, diskusi, bermain peran, bernyanyi, membaca puisi, dan lain-lain
(Sarwiji Suwandi, 2009: 72).
Pada penilaian produk mencerminkan penguasaan keterampilan peserta
didik dalam membuat suatu produk berkitan dengan apresiasi puisi. Penilaian
sikap merupakan penilaian terhadap suatu konsep psikologis yang bersifat
kompleks. Penilaian portofolio dilakukan dengan mengumpulkan karya siswa
mengenai pembelajaran apresiasi puisi yang tersusun secara sistematis dan
terorganisasi yang diambil dalam proses pembelajaran selama kurun waktu
tertentu.
Pedoman penilaian pembelajaran puisi seharusnya memuat aspek kognitif,
afektif, dan psikomotorik. Berdasarkan pendapat di atas penilaian yang sesuai
untuk pembelajaran puisi adalah penilaian produk dan penilaian kinerja. Penilaian
produk pada pembelajaran apresiasi puisi tercermin pada saat siswa membuat
puisi, sedangkan penilaian kinerja tercermin pada pada saat siswa membacakan
41
hasil pembuatan puisinya di depan kelas. Evaluasi pembelajaran apresiasi puisi
tentu harus dapat mengukur tujuan pembelajaran apresiasi puisi, yakni apresiasi
siswa terhadap puisi bukan hanya tentang pengetahuan siswa terhadap puisi.
B. Penelitian yang Relevan
Penelitian yang berkenaan dengan pengajaran puisi pernah dilakukan
sebelumnya, diantaranya adalah Pembelajaran Apresiasi Puisi Berdasarkan
Kurikulum 2004 Standar Kompetensi (Studi Kasus di SMA Negeri 1 Sukoharjo)
oleh H. Kris Budiono, tahun 2006. Hasil dari penelitian tersebut mendeskripsikan
pelaksanaan pembelajaran apresiasi puisi, kendala-kendala, dan upaya-upaya
untuk mengatasi kendala-kendala yang terdapat dalam pembelajaran apresiasi
puisi di SMP Negeri 1 Sukoharjo terhadap kurikulum KBK.
Penelitian berkenaan dengan pembelajaran puisi juga pernah dilakukan
oleh Bratanti Indrayu Noworetni (2006) dengan judul Pembelajaran Puisi di
Sekolah Menengah Pertama (studi kasus di SMP Negeri 1 Wonosari Klaten.
Adapun hasil dari penelitian tersebut menggambarkan tentang pengetahuan guru
tentang Kurikulum Berbasis Kompetensi, perencanaan pembelajaran berasal dari
MGMP berbentuk silabus dan rencana pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran
apresiasi puisi, hambatan dalam pembelajaran puisi, dan upaya yang dilakukan
guru untuk mengatasi hambatan dalam pembelajaran apresiasi puisi di SMP
Negeri 1 Wonosari Klaten.
Kaitan antara penelitian yang dilakukan peneliti dengan kedua penelitian di
atas adalah pada objek penelitian yang berupa pembelajaran apresiasi puisi.
Peneliti mencoba melakukan atau menerapkan subjek penelitian tersebut pada
subjek yang berbeda, yakni pada siswa kelas VIII E SMP Negeri 14 Surakarta.
C. Kerangka Berpikir
Pada dasarnya kurikulum dibuat dan dirancang untuk mengembangkan
potensi siswa agar mampu melaksanakan peranan-peranannya. Kurikulum
merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai sisi dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
42
belajar-mengajar. Kurikulum juga memuat tentang sejumlah tujuan (standar
kompetensi) dalam pembelajaran. Selain itu, di dalam kurikulum juga dijadikan
pedoman dalam segala kegiatan pembelajaran, termasuk pembelajaran apresiasi
puisi. Untuk dapat melaksanakan pembelajaran puisi dengan baik, guru dituntut
mampu menciptakan pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan
menyenangkan. Sebagai seorang guru dituntut untuk mampu menyusun
perencanaan pembelajaran dengan baik, memilih materi pembelajaran yang
sesuai, pendekatan yang tepat, serta mampu memilih dan menyediakan media
yang relevan dengan tujuan pembelajaran agar dapat membuat siswa merasa
tertarik dan senang dalam mengikuti pembelajaran apresiasi puisi. Guru juga
diharapkan mampu melaksanakan pembelajaran dengan baik dengan mengetahui
kendala-kendala yang mungkin timbul, kemudian mencarikan upaya-upaya untuk
mengatasi kendala tersebut. Selain itu, guru juga harus melakukan evaluasi atau
penilaian dengan tepat, yakni lebih mengedepankan proses dan bukan hanya hasil.
Guru dituntut untuk lebih kreatif dalam menciptakan pembelajaran
apreasiasi puisi agar pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang
diharapkan. Oleh karena itu, guru juga harus membuat rencana pelaksanaan
pembelajaran yang sesuai dengan kondisi dan latar belakang siswa. Selain itu,
perencanaan pembelajaran juga harus relevan dengan pada saat berlangsungnya
kegiatan pembelajaran. Pada saat pembelajaran berlangsung apabila terdapat
kendala-kendala guru sebagai fasilitator juga harus mempunyai kiat-kiat tertentu
untuk mengatasi kendala yang terdapat pada saat pembelajaran apresiasi puisi
berlangsung.
Untuk lebih jelas mengenai kerangka berpikir pada penelitian ini dapat
dilihat pada Gambar 1. berikut:
43
Gambar 1. Kerangka Berpikir
Pembelajaran
Apresiasi Puisi
Perencanaan
Pelaksanaan
Kendala
Upaya Mengatasai
Kendala
Simpulan
44
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Peneliti mengambil lokasi di SMP Negeri14 Surakarta tahun pelajaran
2009/2010. SMP Negeri 14 Surakarta terletak di jalan Prof. W. Z. Yohanes 54,
Kelurahan Purwodiningratan, Kecamatan Jebres, Surakarta, kode pos 57128.
Letak SMP Negeri 14 Surakarta berada di tepi kota dan cukup jauh dari suara
kebisingan kendaraan yang berlalu-lalang di jalan raya.
Saat ini SMP Negeri 14 Surakarta dipimpin oleh Ibu Ratna Purwaningtyas,
S. Pd., M. Pd. selaku kepala sekolah. Sebelumnya dipimpin oleh Bapak Drs. Y.
Himawan Samodra dan pada saat peneliti mengadakan penelitian di SMP Negeri
14 Surakarta dilakukan serah terima jabatan dari kepala sekolah yang lama kepada
kepala sekolah yang baru. SMP Negeri 14 Surakarta memiliki 64 tenaga edukatif
dan nonedukatif, sedangkan untuk guru bahasa Indonesia terdapat enam orang.
Terdapat tujuh belas ruang kelas di SMP Negeri 14 Surakarta. Kelas VII terdiri
dari lima kelas, yaitu VII A, VII B, VII C, VII D, dan VII E. Kelas VIII terdiri
dari enam kelas, yaitu VIII A, VIII B, VIII C, VIII D, VIII E, dan VIII F. Kelas
IX terdiri dari enam kelas, yaitu IX A, IX B, IX C, IX D, IX E, dan IX F. Selain
ruang kelas, juga terdapat ruang lain yang berfungsi menunjang kelancaran
kegiatan pembelajaran. Ruang tersebut di antaranya; 1 ruang keterampilan, 1
ruang aula, 1 ruang guru, 1 ruang kepala sekolah, 1 ruang laboratorium, 1 ruang
perpustakaan, 1 ruang karawitan, 1 ruang komputer, 1 ruang mushola, 1 ruang
BK, 1 ruang koperasi, 1 ruang UKS.
Kelas VIII E terletak di sebelah Utara halaman SMP Negeri 14 Surakarta
dan terletak paling Timur. Kelas VIII E menghadap ke sebelah Selatan dan di
depan kelas terdapat kursi panjang yang biasa digunakan siswa untuk duduk pada
saat istirahat.
44
45
2. Waktu Penelitian
Untuk lebih jelas mengenai waktu dan dan kegiatan penelitian dapat dilihat
dalam Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Waktu dan Kegiatan Penelitian
No Kegiatan Nov '09 Des '09 Jan '10
Feb
'10
Mar '10
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Persiapan penelitian:
mengurus izin
penelitian dan
penyusunan proposal.
x x x x x x x x x
2. Menentukan informan
dan menyiapkan
peralatan
x x x x x
3. Pengumpulan data x x x x x
4. Analisis data x x x x x x x
5. Penyusunan laporan x x x x x x x
B. Bentuk dan Strategi Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian naturalistik deskriptif. Deskriptif dapat
diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan
menggambarkan atau melukiskan objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan
pada fakta-fakta yang ditemukan. Strategi yang digunakan dalam penelitian ini
adalah strategi studi kasus terpancang tunggal. Disebut tunggal karena dalam
penelitian ini menggunakan satu tempat penelitian dan sampel dari satu kelas,
yakni kelas VIII E SMP Negeri 14 Surakarta. Terpancang, yakni permasalahan
yang dibahas hanya mengenai pelaksanaan pembelajaran apresiasi puisi. Pada
penelitian ini sudah ditentukan secara jelas maksud dan tujuannya, yaitu tentang
perencanaan pembelajaran apresiasi puisi, pelaksanaan pembelajaran, kendala
pembelajaran apresiasi puisi, dan upaya yang dilakukan guru serta pihak sekolah
SMP Negeri 14 Surakarta untuk mengatasi kendala-kendala yang ada dalam
pembelajaran apresiasi puisi.
46
C. Sumber Data
Sumber data pada penelitian ini adalah: (1) Dokumen, yang terdiri dari
silabus dan RPP. Silabus dan RPP digunakan peneliti untuk mengetahui
perencanaan guru dalam pembelajaran apresiasi puisi di SMP Negeri 14
Surakarta. (2) Informan, meliputi guru Bahasa dan Sastra Indonesia, siswa kelas
VIII E SMP Negeri 14 Surakarta. (3) Observasi peristiwa, peristiwa yang terjadi
merupakan segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran
apresiasi puisi di kelas VIII E SMP Negeri 14 Surakarta
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini terdapat tiga cara, yaitu: (1)
Analisis dokumen. Analisis dokumen diperlukan untuk mengumpulkan data
tentang perencanaan pembelajaran apresiasi puisi di SMP Negeri 14 Surakarta. (2)
Observasi. Observasi digunakan untuk mengetahui pelaksanaan pembelajaran
apresiasi puisi dikelas VIII E SMP Negeri 14 Surakarta. Dalam melakukan
observasi peneliti mencatat hal-hal pokok yang berkaitan dengan pelaksanaan
pembelajaran apresiasi puisi di kelas, meliputi: bahan/materi yang diajarkan,
pendekatan yang digunakan, metode yang digunakan, langkah-langkah
perencanaan pembelajaran apresiasi puisi, pelaksanaan pembelajaran apresiasi
puisi, media yang digunakan, dan kendala yang timbul dalam pembelajaran
apresiasi puisi beserta upaya yang dilakukan oleh guru untuk mengatasinya. (3)
Wawancar informan. Wawancara digunakan untuk mengetahui kendala yang
timbul dalam pembelajaran apresiasi puisi di kelas VIII E SMP Negeri 14
Surakarta, serta upaya yang dilakukan guru dan pihak sekolah untuk mengatasi
kendala tersebut. Dalam penelitian ini wawancara dilakukan dengan guru bahasa
Indonesia dan siswa kelas VIII E SMP Negeri 14 Surakarta.
E. Validitas Data
Pada penelitian ini menggunakan teknik triangulasi sumber data,
triangulasi metode, dan review informan. Triangulasi sumber data, yaitu dengan
membandingkan dan mengecek kembali derajat kepercayaan suatu informasi yang
47
diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif (Patton
dalam Lexy J. Moleong, 2001: 178). Penelitian ini dilakukan dengan cara
membandingkan data yang diperoleh dari sumber dokumen, observasi dengan
data yang diperoleh dari sumber informan.
Triangulasi metode juga digunakan pada penelitian ini, hal tersebut
digunakan sebagai upaya pengumpulan data dengan metode berbeda untuk
mendapatkan data sejenis, yaitu dengan membandingkan data yang diperoleh
melalui analisis dokumen, observasi, dan wawancara. Review informan pada
penelitian ini digunakan sebagai alat penjamin validitas data. Pada waktu peneliti
sudah mendapatkan data yang sudah cukup lengkap dan berusaha menyusun
sajiannya, walaupun mungkin masih belum utuh dan menyeluruh, tetapi unit-unit
laporan yang telah disusun perlu dikomunikasikan dengan informan, khususnya
yang dipandang sebagai informan pokok (Sutopo, 2002: 83). Hal tersebut
berfungsi untuk mengecek kembali kebenaran data yang diperoleh dari informan.
F. Teknik Analisis Data
Pada penelitian ini menggunakan analisis model interaktif. Dalam teknik
ini ketiga komponen analisis (reduksi data, penyajian data, penarikan simpulan)
aktivitasnya saling berinteraksi dengan proses pengumpulan data sebagai siklus.
1. Pengumpulan data
Pada saat pengumpulan data peneliti mengumpulkan data sebanyak-
banyaknya berupa dokumen, observasi, peristiwa, dan wawancara yang berkaitan
dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan pembelajaran
apresiasi puisi di kelas VIII E SMP Negeri 14 Surakarta.
2. Reduksi Data
Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan, dan tranformasi data “kasar” yang muncul dari
catatan-catatan tertulis di lapangan (Miles dan Hubberman, dalam terjemahan
Tjetjep Rohendi Rohidi, 1992: 16). Data yang direduksi memberikan gambaran
yang lebih tajam tentang hasil pengamatan. Data yang terkumpul pada saat
pengumpulan data kemudian direduksi dan disederhanakan secara lebih spesifik.
48
Hal tersebut bertujuan untuk lebih memudahkan dalam mengambil data-data yang
dianggap penting, yakni tentang pembelajaran apresiasi puisi dikelas VIII E SMP
Negeri 14 Surakarta. Proses reduksi terus berlangsung sampai laporan akhir
penelitian selesai ditulis. Keuntungan dari analisis interaktif ini adalah apabila
pada saat mereduksi data yang diperlukan masih kurang, peneliti dapat kembali
mengumpulkan data yang dibutuhkan.
3. Penyajian Data
Penyajian data merupakan sekumpulan informasi tersusun yang
memberikan kemungkinan adanya penarikan simpulan dan pengambilan tindakan.
Penyajian data penelitian yang diperoleh melalui analisis dokumen ataupun pada
saat proses belajar-mengajar berlangsung di kelas maupun diperoleh melalui
wawancara dengan informan. Hal tersebut meliputi: silabus, rencana pelaksanaan
pembelajaran apresiasi puisi yang dibuat oleh guru, data hasil observasi yang
diperoleh peneliti pada saat pembelajaran apresiasi puisi di kelas VIII E
berlangsung, hasil wawancara dengan kepala sekolah, guru bahasa Indonesia, dan
siswa kelas VIII E berupa kendala yang ada pada saat pembelajaran apresiasi
puisi, serta upaya guru bahasa Indonesia dan pihak sekolah SMP Negeri 14
Surakarta dalam mengatasi kendala tersebut.
4. Verifikasi/Penarikan Simpulan
Dalam penelitian ini penarikan simpulan merupakan suatu konfigurasi
yang utuh. Simpulan-simpulan tersebut diverifikasi selama penelitian
berlangsung. Pada penelitian ini data yang diverifikasi meliputi: perencanaan
pembelajaran apresiasi puisi, pelaksanaan pembelajaran, kendala yang timbul
dalam pembelajaran apresiasi puisi, serta upaya guru bahasa Indonesia dan pihak
sekolah SMP Negeri 14 Surakarta dalam mengatasi kendala yang ada.
Untuk lebih jelas mengenai proses analisis data dengan model interaktif
dapat dilihat pada Gambar 2 berikut:
49
Gambar 2. Model Analisis Interaktif
(Miles & Hubberman dalam terjemahan Tjetjep Rohendi Rohidi, 1992: 20)
Pengumpulan
data
Display data
Verifikasi data
Reduksi data
50
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Latar Penelitian
1. Letak Geografis SMP Negeri 14 Surakarta
SMP Negeri 14 Surakarta terletak di jalan Prof. W. Z. Yohanes 54,
Kelurahan Purwodiningratan, Kecamatan Jebres, Surakarta, kode pos 57128.
SMP Negeri 14 Surakarta terletak di pinggiran kota Surakarta dengan batas
sebelah timur adalah wilayah Jagalan; sedangkan sebelah selatan, barat, dan utara
berbatasan dengan wilayah Purwodiningratan. Hal ini dapat dilihat pada denah
wilayah SMP Negeri 14 Surakarta yang terdapat pada lampiran 14.
Berdasarkan letak geografisnya, SMP Negeri 14 Surakarta dapat dikatakan
strategis untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran. Letak SMP Negeri 14
Surakarta berada di tepi kota dan cukup jauh dari suara kebisingan kendaraan
yang berlalu-lalang di jalan raya sehingga membuat suasana pembelajaran
menjadi kondusif.
2. Sejarah SMP Negeri 14 Surakarta
SMP Negeri 14 Surakarta berdiri sejak tanggal 1 April 1979 merupakan
hasil integrasi/alih fungsi dari SKKP (Sekolah Kesejahteraan Keluarga Pertama)
Negeri Surakarta berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia Nomor : 030/u/1979 tertanggal 17 Februari
1979. SKKP Negeri Surakarta merupakan hasil perubahan dari SKP Negeri 4
Surakarta terhitung mulai tanggal 1 Agustus 1962 berdasarkan Surat Keputusan
Menteri Pendidikan dan Menengah Kebudayaan Indonesia Nomor : 030/u/1963
(A. 26564/uu) tertanggal 7 September 1963.
SMP Negeri 14 Surakarta pernah beberapa kali berpindah lokasi sebelum
berada di jalan Prof. W. Z. Yohanes 54, Kelurahan Purwodiningratan, Kecamatan
Jebres, Surakarta. Pada tahun 1978 menempati gedung Ho Hap di jalan Urip
Sumoharjo 53 yang juga bekas SMEA Negeri 3 Surakarta. Pada tahun 1980 SMP
Negeri 14 Surakarta pindah lokasi di jalan Sutan Sahrir, Widuran, Surakarta. Pada
tahun 1981 siswa kelas dua menempati di Kerkop, Jagalan, Surakarta (jalan Belik
50
51
dan sekarang menjadi jalan Prof. W. Z. Yohanes 54 Surakarta) sedangkan untuk
kelas satu dan tiga masih bertempat di Widuran. Pada tanggal 23 Juli 1984 semua
siswa pindah ke lokasi yang sekarang ditempati, yakni jalan Prof W. Z. Yohanes
54, Kelurahan Purwodiningratan, Kecamatan Jebres, Surakarta.
3. Keadaan Guru, Siswa, dan Karyawan di SMP Negeri 14 Surakarta
Hasil pembelajaran dapat tercapai secara maksimal salah satunya
disebabkan oleh hubungan antara guru, siswa, maupun karyawan yang terjalin
dengan harmonis. Keadaan seperti itu juga peneliti temukan di SMP Negeri 14
Surakarta.
a. Guru
SMP Negeri 14 Surakarta mempunyai 51 tenaga edukatif yang terdiri dari
46 guru PNS dan 5 orang guru tidak tetap (GTT). Guru mempunyai tugas untuk
mengajar sesuai dengan mata pelajaran yang diampunya. Selain itu, beberapa
orang guru juga bertanggung jawab menjadi wali kelas yang bertugas mengajar
mata pelajaran yang diampunya dan bertanggung jawab terhadap kelas yang
menjadi perwaliannya. Dalam hal ini seorang wali kelas juga dituntut untuk
membuat laporan hasil belajar siswa tiap tengah semester maupun semester
termasuk dalam pembuatan rapor dan membagikannya kepada orang tua siswa.
b. Siswa
Siswa di SMP Negeri 14 Surakarta berasal dari latar belakang sosial yang
beraneka ragam. Meskipun demikian, mereka mampu berinteraksi dengan baik
dengan teman lain, guru, atupun karyawan yang ada di SMP Negeri 14 Surakarta.
Pada tahun ajaran 2009/2010 SMP Negeri 14 Surakarta memiliki 17 kelas yang
terdiri dari; kelas VII berjumlah lima kelas dengan pembagian kelas VII A-VII E,
kelas VIII berjumlah enam kelas dengan pembagian kelas VIII A-VIII F, dan
kelas IX berjumlah enam kelas dengan pembagian kelas IX A-IX F. Jumlah
seluruh siswa SMP Negeri 14 Surakarta adalah 646 siswa yang dapat dirinci pada
lampiran 15.
c. Karyawan
Karyawan merupakan salah satu komponen yang mempunyai andil dalam
penyelenggaraan pendidikan di sekolah. SMP Negeri 14 Surakarta mempunyai 11
52
tenaga nonedukatif. Tugas tenaga nonedukatif tersebut adalah: 1 orang sebagai
koordinator staf TU, 1 orang mengurusi kepegawaian bendahara, 1 orang bagian
perlengkapan, 1 orang petugas administrasi, 1 orang bertugas terhadap urusan
kesiswaan, 1 orang bertugas sebagai penjaga sekolah, 1 orang sebagai petugas
perpustakaan, 2 orang sebagai petugas komputer, 1 orang sebagai petugas laborat,
dan 1 orang mengurusi urusan luar.
4. Waktu Pelaksanaan Pembelajaran di SMP Negeri 14 Surakarta
Mengenai waktu pelaksanaan pembelajaran di SMP Negeri 14 Surakarta
menggunakan sistem semester, yakni dalam satu tahun terdapat dua semester.
Hari Senin, Selasa, Rabu, Kamis, dan Sabtu kegiatan belajar-mengajar dimulai
pukul 07.00 sampai pukul 12.10. Mengenai waktu pelaksanaan kegiatan belajar di
SMP Negeri 14 Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010 dapat dilihat pada lampiran
16.
5. Sarana dan Prasarana di SMP Negeri 14 Surakarta
Sarana dan prasarana sangat diperlukan untuk menunjang pembelajaran.
Sarana dan Prasarana yang dimiliki SMP Negeri 14 Surakarta antara lain: ruang
kelas, ruang tata usaha, ruang kepala sekolah, ruang guru, dan lain-lain. Rincian
lebih lengkap mengenai sarana dan prasarana yang dimiliki SMP Negeri 14
Surakarta dapat dilihat pada lampiran 17.
6. Letak dan Sarana Prasarana Kelas VIII E SMP Negeri 14 Surakarta
a. Letak
Kelas VIII E menghadap ke Selatan terletak paling Utara dan paling Timur
di antara kelas-kelas yang lain. Apabila memasuki pintu gerbang SMP Negeri 14
Surakarta kemudian ke arah Utara lurus, kelas VIII E berada di sebelah Timur
kelas VIII D dan terletak persis di sebelah Utara Ruang Guru. Kelas VIII E tertata
rapi dan bersih sehingga siswa merasa cukup nyaman pada saat mengikuti
kegiatan belajar-mengajar.
b. Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana merupakan salah satu faktor pendukung dalam
kegiatan pembelajaran. Sarana dan prasarana yang dimilik kelas VIII E antara
lain: meja siswa, kursi siswa, meja guru, kursi guru, papan tulis, kursi tinggi,
53
spidol, penghapus, sapu, ikrak, taplak meja, jam dinding, foto presiden dan wakil
presiden, serta gambar pahlawan. Mengenai rincian jumlah masing-masing sarana
dan prasarana tersebut dapat dilihat pada lampiran 18.
7. Daftar Siswa Kelas VIII E
Siswa kelas VIII E berjumlah 38 orang yang terdiri dari 18 siswa laki-laki
dan 20 siswa perempuan. Guru yang menjadi wali kelas adalah Ibu Charita Yulia
D, S. Sn. Untuk lebih jelas tentang daftar siswa kelas VIII E dapat dilihat pada
lampiran 19.
B. Hasil Penelitian
1. Perencanaan Pembelajaran Apresiasi Puisi di Kelas VIII E
SMP Negeri 14 Surakarta
a. Silabus
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru DW, dapat diketahui bahwa
guru DW menggunakan silabus yang dibuat oleh MGMP. Alasannya adalah guru
DW merasa lebih praktis sehingga tidak usah repot-repot membuat silabus. Hal itu
relevan dengan apa yang diungkapkan oleh guru DW pada saat diwawancarai oleh
peneliti, yaitu:
Peneliti mencermati silabus yang disusun oleh MGMP yang terkait dengan
pembelajaran apresiasi puisi dapat dikatakan komponen-komponen telah sesuai
dengan kurikulum yang berlaku, yaitu KTSP. Komponen-komponen tersebut
meliputi: (1) Standar Kompetensi, (2) Kompetensi Dasar (3) materi pokok (4)
kegiatan pembelajaran, (5) indikator, (6) penilaian, (7) alokasi waktu, dan (8)
sumber belajar.
“Apakah perencanaan tersebut Ibu buat sendiri?”
“Ya tidak Mas, kalau untuk Silabus sudah dibuat oleh forum MGM”
(CLHW No. 1).
Saya menggunakan silabus tersebut karena praktis dan tidak usah repot-
repot membuat sendiri (CLHW No. 1)
54
Standar kompetensi tertera di atas kolom. Standar kompetensi yang
diajarkan di kelas VIII yang berkenaan dengan pembelajaran apresiasi puisi
meliputi 2 keterampilan berbahasa, yaitu:
1) Keterampilan membaca: siswa mampu memahami buku novel remaja (asli
atau terjemahan) dan antologi puisi.
2) Keterampilan menulis: siswa mampu mengungkapkan pikiran dan perasaan
dalam puisi bebas.
Berdasarkan dua standar kompetensi tersebut, kompetensi dasar yang
harus dicapai oleh siswa yang berkaitan dengan pembelajaran apresiasi puisi
adalah:
1) Mengenali ciri-ciri umum puisi dari buku antologi puisi.
2) Menulis puisi bebas dengan menggunakan pilihan kata yang sesuai.
3) Menulis puisi bebas dengan memperhatikan unsure persajakan.
Indikator yang harus dicapai oleh siswa apabila mengacu pada kompetensi
dasar tersebut adalah sebagai berikut:
1) KD : Mengenali ciri-ciri umum puisi dari buku antologi puisi.
Indikator :
a) Mampu mendata hal-hal yang bersifat khusus dari puisi-puisi dalam
antologi.
b) Mampu mengidentifikasi ciri-ciri umum puisi yang terdapat di dalam
antologi puisi.
2) KD : Menulis puisi bebas dengan menggunakan pilihan kata yang
sesuai.
Indikator :
a) Mampu mendata objek yang akan dijadikan bahan menulis puisi.
b) Menulis puisi dengan menggunakan pilihan kata yang tepat.
c) Mampu menyunting sendiri pilihan kata puisi yang ditulis.
3) KD : Menulis puisi bebas dengan memperhatikan unsur persajakan.
Indikator :
a) Mampu mendata objek yang akan dijadikan bahan untuk penulisan puisi.
b) Mampu mendeskripsikan objek dalam larik-larik yang bersifat puitis.
55
c) Mampu menyunting sendiri puisi yang ditulisnya.
Kegiatan pembelajaran yang terdapat dalam silabus disesuaikan dengan
indikator. Materi pokok dalam silabus tersebut, yaitu: (1) pengenalan ciri-ciri
umum puisi, (2) penulisan puisi bebas dengan pilihan kata yang sesuai, dan (3)
penulisan puisi bebas dengan memperhatikan unsur persajakan.
Pada penilaian untuk KD “Mengenali ciri-ciri umum puisi dari buku antologi
puisi” terdapat tiga aspek, yaitu : (1) teknik berupa penugasan, (2) bentuk
instrumen berupa tugas proyek, dan (3) contoh instrumen tersebut berupa perintah
untuk membaca buku antologi puisi dan membuat laporan yang berisi data hal-hal
yang khusus dari setiap puisi kemudian menyimpulkan ciri umum puisi dari
antologi tersebut. Pada penilaian untuk KD “Menulis puisi bebas dengan
menggunakan pilihan kata yang sesuai“ terdapat tiga aspek, yaitu (1) teknik
berupa portofolio, (2) bentuk instrumen berupa portofolio, dan (3) contoh
instrumen berupa kalimat perintah sebagai berikut: (a) Tulislah sebuah puisi
berdasarkan objek tertentu dan dengan pilihan kata yang tepat, (b) suntinglah
puisimu sehingga menjadi lebih puitis, dan (c) cermatilah komentar gurumu dan
atau temanmu untuk perbaikan puisi yang kamu hasilkan. Pada penilaiaan untuk
KD “Menulis puisi bebas dengan memperhatikan unsur persajakan” juga terdapat
tiga aspek, yaitu (1) teknik berupa portofolio, (2) bentuk instrumen berupa
portofolio, dan (3) contoh instrumen berupa kalimat perintah sebagai berikut (a)
tulislah sebuah puisi dengan berdasarkan topik tertentu, dan dengan persajakan
kata yang tepat, (b) suntinglah puisimu sehingga menjadi lebih puitis, dan (c)
cermatilah komentar gurumu dan atau temanmu kemudian tuliskan perasaanmu
atas proses penulisan puisi yang kamu lakukan selanjutnya.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan guru DW
diperolah data bahwa alokasi waktu untuk pembelajaran apresiasi puisi dirasakan
kurang. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan wawancara berikut.
Mengenai waktunya ya jelas kurang, hanya dijatah 4 pertemuan saja,
yakni 4x 40 menit. Belum lagi kalau ada hari libur, untuk persiapan
siswa kelas IX yang akan ujian nasional. Padahal kan materi puisi
lumayan banyak dan evaluasinya juga membutuhkan waktu yang lama.
Misalnya untuk membacakan hasil puisi siswa di depan kelas (CLHW
No. 1)
56
Alokasi waktu secara keseluruhan untuk pembelajaran apresiasi puisi pada
kelas VIII adalah 10 x 40 menit. Alokasi waktu tersebut diperinci untuk 3
kompetensi dasar. Waktu 2 x 40 menit untuk KD “Mengenali ciri-ciri umum puisi
dari buku antologi puisi”; waktu 4 x 40 menit untuk KD “Menulis puisi bebas
dengan menggunakan pilihan kata yang sesuai”; dan 4 x 40 menit untuk KD
“Menulis puisi bebas dengan memperhatikan unsur persajakan”.
Sumber belajar yang tercantum pada silabus yang berkaitan dengan
pembelajaran apresiasi puisi terdapat empat buah, yaitu buku teks, gambar, foto,
dan lingkungan.
Secara umum, dapat dikatakan bahwa silabus yang dibuat oleh tim MGMP
dan digunakan oleh guru DW sudah mengacu pada pembelajaran apresiasi yang
bersifat PAIKEM.
b. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Berdasarkan analisis dokumen Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
bahasa Indonesia tentang pembelajaran apresiasi puisi di kelas VIII E SMP Negeri
14 Surakarta belum dibuat oleh guru sendiri. RPP dibuat oleh tim MGMP dan
dilakukan selama setahun sekali. Hal tersebut terkadang membuat ketidaksesuaian
tentang RPP dengan pembelajaran yang sebenarnya. Guru DW belum membuat
RPP sendiri karena RPP yang dibuat oleh tim MGMP sudah mewakili materi yang
akan diajarkan. Pada saat mengajar guru DW terlebih dahulu mempelajari RPP
yang sudah dibuat tim MGMP dan guru DW sudah dapat memperkirakan apa
yang akan dilakukan pada saat pembelajaran berlangsung.
Berdasarkan hasil analisis wawancara yang dilakukan peneliti dengan guru
DW memang guru DW belum membuat RPP sendiri. Hal tersebut juga relevan
dengan yang dikatakan oleh guru DW, yaitu:
“Kalau mengenai perencanaan itu dibuat oleh MGMP. Sedangkan
pelaksanaannya tergantung guru yang bersangkutan. Kalau saya sendiri
biasanya ya manut saja” (CLHW No. 1).
57
RPP yang dibuat oleh tim MGMP dibuat satu kali dalam setahun. Jadi,
kegiatan pembelajaran selama satu tahun dibuat hanya dalam satu waktu. Hal
tersebut sesuai dengan pendapat guru DW pada saat diwawancarai oleh peneliti,
yaitu:
Rencana pelaksanaan pembelajaran apresiasi puisi di kelas VIII E SMP
Negeri 14 Surakarta berdasarkan hasil analisis dokumen adalah sebagai berikut
(CLHAD No. 1).
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
UNIT : 17
KEBUDAYAAN
Sekolah : SMP Negeri 14
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas / Semester : VIII / 2
Standar Kompetensi : 15. Mengungkapkan pikiran dan perasaan dalam puisi bebas
Kompetensi Dasar : 15.2 Menulis puisi bebas dengan menggunakan pilihan
kata yang sesuai
Indikator : a. Siswa mampu mendata objek yang akan dijadikan
bahan menulis puisi
b. Siswa mampu menulis puisi bebas dengan
memperhatikan unsur persajakan
c. Siswa mampu memaknai kata dalam puisi
Alokasi Waktu : 4 x 40 menit (2 x pertemuan)
“Itu sudah satu paket untuk satu tahun. Jadi, dibuatnya ya setahun sekali”
(CLHW No. 1).
“Ya tidak mesti, terkadang juga buat sendiri. Tapi yang paling sering,
ya… hanya melihat intinya saja kemudian saya hanya mengira-ngira
kegiatan yang cocok dilakukan pada saat pembelajaran”( CLHW No. 1).
58
1. Tujuan Pembelajaran
a. Siswa mampu mendata objek yang akan dijadikan bahan menulis puisi.
b. Siswa mampu membuat puisi bebas dengan menggunakan pilihan kata
yang sesuai.
2. Materi Pembelajaran
Penulisan puisi bebas dengan pilihan kata yang sesuai.
3. Metode Pembelajaran
a. Inkuiri
b. Diskusi
c. Demonstrasi
4. Langkah-langkah kegiatan pembelajaran
a. Kegiatan Awal
1) Siswa bertanya jawab tentang pengalaman membaca dan menulis
puisi.
2) Guru menghubungkan pengalaman siswa ke dalam materi.
b. Kegiatan Inti
1) Guru membacakan puisi.
2) Siswa bertanya jawab tentang puisi yang telah dibacakan.
3) Siswa bertanya jawab tentang hal-hal yang harus dilakukan dalam
membuat puisi bebas.
4) Guru menyuruh siswa membuat puisi bebas dengan menggunakan
pilihan kata yang sesuai.
c. Kegiatan Akhir
Siswa dan guru melakukan refleksi.
5. Sumber Belajar
a. Buku tulis
b. Foto
c. Lingkungan sekolah
6. Penilaian
a. Teknik : Portofolio
b. Bentuk Instrumen : Portofolio
59
c. Instrumen : ………
1) Tulislah sebuah puisi berdasarkan objek yang ada di sekitarmu, dan
gunakan pilihan kata yang tepat!
2) Suntinglah puisimu sehingga menjadi lebih puitis!
Pedoman penskoran
No Kegiatan Skor
1 Siswa menuliskan puisi berdasarkan objek tertentu dengan
pilihan
kata yang tepat
tidak tepat
3
1
2 Puisi yang bersifat puitis
Agak puitis
Biasa saja
3
2
1
Penghitungan nilai akhir dalam skala 0 – 100 adalah sebagai berikut:
Perolehan Skor
Nilai akhir = x Skor Ideal (100) =
Skor maksimum
Berdasarkan temuan yang diperolah peneliti, dapat dijelaskan rincian RPP
yang dipakai oleh guru DW adalah sebagai berikut.
1. RPP tersebut menuliskan Identitas Mata Pelajaran, yang meliputi:
a. Satuan Pendidikan, yaitu SMP Negeri 14 Surakarta
b. Kelas/Semester, yaitu kelas VIII semester II
c. Mata Pelajaran/Tema Pelajaran, yaitu Bahasa Indonesia
d. Alokasi waktu, yaitu 4 x 40 menit (2 x pertemuan)
2. Standar Kompetensi
Standar kompetensi merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta
didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap, dan
keterampilan yang diharapkan dicapai pada setiap kelas dan/atau semester
60
pada suatu mata pelajaran. Pada bagian ini dituliskan standar kompetensi
mata pelajaran bahasa Indonesia, yaitu mengungkapkan pikiran dan
perasaan dalam puisi bebas.
3. Kompetensi Dasar
Kompetensi dasar adalah sejumlah kemampuan yang harus dikuasai
peserta didik dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan penyusunan
indikator kompetensi dalam suatu mata pelajaran. Pada bagian ini
dituliskan kompetensi dasar yang harus dimiliki peserta didik setelah
proses pembelajaran berakhir, yaitu menulis puisi bebas dengan
menggunakan pilihan kata yang sesuai.
4. Indikator Pencapaian Kompetensi
Indikator kompetensi merupakan perilaku yang dapat diukur atau
diobservasi untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu
yang menjadi acuan penilaian mata pelajaran. Indikator pencapaian
kompetensi dirumuskan dengan menggunakan kata kerja operasional yang
dapat diamati dan diukur, yang mencakup pengetahuan, sikap, dan
keterampilan. Contoh kata kerja operasional antara lain mengidentifikasi,
menghitung, membedakan, menyimpulkan, menceritakan kembali,
mempraktikkan, mendemonstrasikan, dan mendeskripsikan. Indikator
pencapaian hasil belajar dikembangkan oleh guru dengan memperhatikan
perkembangan dan kemampuan setiap peserta didik. Setiap kompetensi
dasar dapat dikembangkan menjadi dua atau lebih indikator pencapaian
hasil belajar dan disesuaikan dengan keluasan dan kedalaman kompetensi
dasar tersebut. Indikator yang terdapat pada RPP yang dipakai oleh guru
DW adalah sebagi berikut.
a. Siswa mampu menulis puisi bebas dengan menggunakan pilihan kata
yang sesuai.
b. Siswa mampu menulis bebas dengan memperhatikan unsur
persajakan.
c. Siswa mampu memaknai kata dalam puisi.
61
5. Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran menggambarkan proses dan hasil belajar yang
diharapkan dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar.
Tujuan pembelajaran dibuat berdasarkan SK, KD, dan Indikator yang telah
ditentukan. Tujuan yang terdapat pada RPP yang dipakai oleh guru DW
adalah sebagai berikut.
a. Siswa mampu mendata objek yang akan dijadikan bahan menulis puisi.
b. Siswa mampu membuat puisi bebas dengan menggunakan pilihan kata
yang sesuai.
6. Materi Ajar
Materi ajar memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan, dan
ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator
pencapaian kompetensi. Materi ajar yang terdapat pada RPP yang dipakai
oleh guru DW berupa penulisan puisi bebas dengan pilihan kata yang
sesuai.
7. Metode Pembelajaran yang Akan Digunakan
Metode pembelajaran digunakan oleh guru untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik mencapai kompetensi
dasar atau seperangkat indikator yang telah ditetapkan. Pemilihan metode
pembelajaran disesuaikan dengan situasi dan kondisi peserta didik serta
karakteristik dari setiap indikator dan kompetensi yang hendak dicapai
pada setiap mata pelajaran. Pada bagian ini dituliskan semua metode yang
akan digunakan selama proses pembelajaran berlangsung. Metode
pembelajaran yang terdapat pada RPP yang dipakai oleh guru DW yaitu,
inkuiri, diskusi, demonstrasi.
8. Kegiatan Pembelajaran
a. Pendahuluan
Pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam suatu pertemuan
pembelajaran yang ditujukan untuk membangkitkan motivasi dan
memfokuskan perhatian peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam
proses pembelajaran. Pada pendahuluan kegiatan yang akan dilakukan
62
oleh guru DW adalah siswa bertanya jawab tentang pengalaman
membaca dan menulis puisi, guru menghubungkan pengalaman siswa ke
dalam materi.
b. Inti
Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD.
Kegiatan pembelajaran dilakukan secara interaktif, inspiratif,
menyenangkan, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif,
serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan
kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta
psikologis peserta didik. Kegiatan inti ini dilakukan secara sistematis
dan sistemik melalui proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.
Kegiatan inti yang terdapat pada RPP yang dipakai oleh guru DW
adalah sebagai berikut.
1) Guru membacakan puisi;
2) Siswa bertanya jawab tentang puisi yang telah dibacakan;
3) Siswa bertanya jawab tentang hal-hal yang harus dilakukan dalam
membuat puisi bebas;
4) Guru menyuruh siswa membuat puisi bebas dengan menggunakan
pilihan kata yang sesuai.
c. Penutup
Penutup merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri aktivitas
pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman atau
kesimpulan, penilaian dan refleksi, umpan balik, dan tindak lanjut, pada
RPP yang dipakai oleh guru DW penutup tertulis siswa dan guru
mengadakan refleksi.
9. Media/Alat/Bahan/Sumber Belajar
Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan
kompetensi dasar, serta materi ajar, kegiatan pembelajaran, dan indikator
pencapaian kompetensi. Media yang tertulis pada RPP yang dipakai oleh
guru DW adalah sebagai berikut.
63
a. Buku tulis
b. Foto
c. Lingkungan sekolah
10. Penilaian Hasil Belajar
Prosedur dan instrumen penilaian proses dan hasil belajar disesuaikan
dengan indikator pencapaian kompetensi dan mengacu kepada standar
penilaian. Penilaian hasil belajar yang tertulis pada RPP yang dipakai oleh
guru DW adalah sebagai berikut.
a. Teknik : Portofolio
b. Bentuk Instrumen : Portofolio
2. Pelaksanaan Pembelajaran Apresiasi Puisi di Kelas VIII E
SMP Negeri 14 Surakarta
Peneliti mengadakan observasi di kelas VIII E tentang pembelajaran
apresiasi puisi sebanyak dua kali. Observasi yang pertama dilaksanakan pada hari
Selasa, 12 Januari 2010. Observasi yang kedua dilaksanakan peneliti pada hari
Rabu, tanggal 13 Januari, tahun 2010.
a. Observasi pertama
Pada saat peneliti mengadakan observasi yang pertama, kegiatan
pembelajaran dimulai pukul 10. 40 WIB. Pada saat guru masuk suasana kelas
masih gaduh mungkin karena setelah istirahat siswa belum sepenuhnya siap
mengikuti pembelajaran. Guru mendiamkan siswa sejenak, sekitar 1 menit. Siswa
mulai tenang dan guru DW membuka pelajaran dengan ucapan “selamat siang
anak-anak” dan para siswa menjawab dengan “selamat siang Bu”. Guru
mengadakan presensi dan menanyakan siapa siswa yang tidak masuk dan siswa
pun serentak menjawab “nihil Bu” kemudian guru memberikan sedikit ilustrasi
tentang puisi karena sebelumnya puisi juga pernah diajarkan di kelas VII. Guru
sedikit mengingatkan kembali tentang puisi yang pernah diajarkan di kelas VII.
Langkah-langkah guru pada pembelajaran apresiasi puisi adalah: (1) siswa
menyimak pembacaan puisi yang berjudul “surat dari ibu” karangan Asrul Sani
yang sebagian dibacakan oleh guru kemudian salah satu siswa RNA disuruh
64
melanjutkannya; (2) siswa disuruh memperhatikan dan mencermati puisi yang
berjudul “surat dari ibu” ; (3) guru menyuruh siswa untuk memahami isi puisi
yang berjudul “surat dari ibu” ; (4) Siswa disuruh mendiskusikan tentang tema,
nada, serta amanat yang ada dalam puisi tersebut dengan teman sebangku; (5)
siswa disuruh mengemukakan apa yang telah didiskusikan kemudian siswa yang
lain menanggapinya dengan didampingi guru; (6) guru menyuruh siswa membuat
puisi bebas ; (7) guru menyuruh siswa membacakan puisi yang sudah dibuat di
depan kelas (CLHO No. 1).
Guru belum menggunakan media yang dapat mengarah pada pembelajaran
apresiasi puisi yang idealnya bersifat PAIKEM. Guru DW belum optimal dalam
menggunakan media pembelajaran hanya sebatas dalam penggunaan alat. Alat
yang digunakan guru DW pada saat pembelajaran apresiasi puisi hanya sebatas
papan tulis, spidol, dan sesekali menggunakan penggaris. Jadi, penggunaan media
pembelajaran apresiasi puisi yang dapat mengarah pada pembelajaran PAIKEM
belum terlihat. Penggunaan media elektronik, seperti tape recorder, DVD, VCD,
OHP, ataupun kaset belum dilakukan oleh guru DW. Pada saat siswa membuat
puisi bebas, sesekali guru berkeliling untuk memantau proses pengerjaan puisi
siswa. guru sesekali berhenti dan fokus pada salah satu siswa untuk memberikan
penjelasan dan menanggapi puisi tersebut. Guru juga menyuruh siswa untuk
bertanya apabila ada sesuatu yang dirasa kurang jelas dalam pembuatan puisi
bebas. Siswa yang bernama SSS bertanya kepada guru DW mengenai puisi yang
dikerjakannya. Guru DW menghampiri siswa SSS dan menanggapi puisi yang
dibuat siswa SSS (CLHO No. 1)
Guru menyuruh salah satu siswa untuk membacakan puisi yang sudah
selesai dibuat di depan kelas. Akan tetapi, siswa masih malu-malu untuk mau
maju membacakan puisinya di depan kelas. Setelah beberapa saat siswa tidak ada
yang mau maju, kemudian guru menyuruh siswa RNA untuk membacakan
puisinya di depan kelas. Setelah ditunjuk, akhirnya siswa RNA mau membacakan
puisinya di depan kelas. Guru DW kemudian memberikan motivasi kepada siswa
yang lain untuk mau maju membacakan puisinya di depan kelas dan tidak perlu
malu. Puisi yang dibuat RNA berjudul “Jauhkah Raga Kita Kawan”. Pada saat
65
siswa RNA membacakan puisinya di depan kelas ada beberapa siswa laki-laki di
deretan pojok belakang yang komentar dan menggoda siswa RNA yang sedang
membacakan puisnya. Guru menegur siswa yang tersebut dan mengatakan untuk
menghargai siswa RNA yang membacakan puisinya, kemudian siswa tersebut
diam dan suasana menjadi kondusif kembali. Siswa RNA juga diberi arahan kalau
membacakan puisi agar tidak malu jangan menatap penonton secara langsung,
tetapi hanya dilihat bagian atas kepalanya saja dan tidak usah terpengaruh dengan
komentar atau godaan dari penonton atau siswa yang lain.
Pembelajaran diakhiri pukul 12.10 WIB. Pada pembelajaran berikutnya
siswa yang belum maju disuruh maju untuk membacakan puisinya di depan kelas.
Selain itu, apabila puisi yang dibuat siswa belum selesai boleh diselesaikan di
rumah dan pada pembelajaran berikutnya semua siswa maju ke depan kelas untuk
membacakan puisi yang sudah dibuat. Siswa yang tidak mau maju tidak akan
mendapatkan nilai.
b. Observasi kedua
Pada observasi yang kedua, kegiatan pembelajaran dimulai pukul 07.00
WIB dan selesai pukul 07.40 WIB. Pada saat guru masuk ke dalam kelas, suasana
kelas sudah kondusif. Guru menyuruh ketua kelas RR untuk menyiapkan teman-
teman yang lain sebelum pelajaran dimulai karena bertepatan dengan jam
pertama. Guru DW mengucapkan salam “selamat pagi anak-anak” dan siswa
menjawab “selamat pagi Bu”. Guru DW mengadakan presensi dan menanyakan
apakah ada siswa yang tidak masuk, kemudian siswa yang berada di depan
menjawab “yang tidak masuk Ongki Bu”.
Guru DW mengulang kembali secara sekilas materi puisi yang telah
diajarkan pada pertemuan yang lalu. Sesuai dengan kesepakatan pada pertemuan
yang lalu maka semua siswa akan membacakan puisi yang sudah dibuat di depan
kelas. Guru DW sudah menyiapkan kertas yang sudah ditulisi angka hal tersebut
dilakukan agar urutan yang maju membacakan puisi secara acak. Penentuan siswa
yang akan maju membacakan puisinya di depan kelas dengan cara menggunakan
undian.
66
Siswa nomor urut satu disuruh ke depan untuk mengambil undian dan
nomor yang diambil adalah nomor urut delapan. Jadi, siswa yang maju
membacakan puisinya adalah siswa nomor urut delapan yakni siswa DA. Siswa
DA belum mau maju dengan alasan puisinya belum selesai. Guru DW
memberikan motivasi-motivasi, tetapi siswa DA tetap tidak mau maju. Akhirnya
guru DW mengatakan kalau tidak mau maju nanti tidak akan dapat nilai dan siswa
DA tetap tidak mau maju.
Guru DW menyuruh siswa nomor urut dua untuk mengambil nomor
undian dan nomor yang diambil adalah nomor 35. Jadi, siswa yang maju
membacakan puisinya adalah siswa nomor urut 35, yakni siswa SSS. Pada saat
siswa SSS membacakan puisinya terkesan masih malu-malu sedangkan siswa
yang lain terlihat antusias untuk memperhatikan. Setelah puisi selesai dibaca, guru
DW memberikan komentar kalau pada saat pembacaan puisi tadi siswa SSS hanya
terkesan seperti membaca dan belum ada ekspresinya. Setelah itu guru
memberikan penilaian berkaitan dengan puisi yang sudah ditulis siswa SSS dan
pekerjaan siswa SSS dikumpulkan (CLHO No. 2).
Guru DW menyuruh siswa nomor urut tiga mengambil nomor undian dan
nomor yang diambil adalah nomor 29. Jadi, siswa yang maju ke depan
membacakan puisinya adalah siswa nomor urut 29, yakni siswa RNNS. Pada saat
siswa RNNS selesai membacakan puisnya, guru DW memberikan komentar
bahwa pembacaan puisi siswa RNNS sudah cukp baik, sudah ada ekspresinya,
namun kurang ada penekanan-penekanan pada kata-kata penting.
3. Kendala-Kendala yang Timbul dalam Pembelajaran Apresiasi Puisi
di Kelas VIII E
SMP Negeri 14 Surakarta
Berdasarkan hasil analisis wawancara dengan guru DW dan beberapa
orang siswa kendala-kendala yang timbul pada saat pembelajaran apresiasi puisi
di kelas VIII E antara lain, siswa kurang mempunyai motivasi pada saat
pembelajaran apresiasi puisi, meskipun ada juga beberapa siswa yang cukup
antusias. Pada umumnya siswa merasa kesulitan untuk menuangkan kata-kata
67
pada saat pembuatan puisi. Apalagi kalau sudah disuruh maju banyak siswa yang
merasa malu, hanya beberapa siswa saja yang berani maju membacakan puisi.
Siswa juga merasa kesulitan dalam menangkap maksud puisi mungkin karena
kata-kata yang tadinya jarang dijumpai siswa dan sudah dianggap usang
dimunculkan lagi oleh penyair (CLHO No. 1). Hal tersebut sesuai dengan
wawancara yang dilakukan peneliti dengan guru DW dan beberapa orang.
Pendapat guru DW mengenai kendala tersebut adalah sebagai berikut.
Hal tersebut juga diperkuat oleh pendapat siswa GYU pada saat
diwawancarai oleh peneliti, yaitu sebagai berikut.
Selain itu, alokasi waktu untuk pembelajaran apresiasi puisi yang hanya 4
x 40 menit juga menjadi kendala dalam pembelajaran apresiasi puisi. Hal tersebut
diperkuat dengan pendapat guru DW pada saat diwawancarai peneliti. Pendapat
guru DW tersebut adalah sebagai berikut.
“Pada umumnya, kalau dari siswa mereka merasa kesulitan untuk
menuangkan kata-kata pada saat pembuatan puisi. Apalagi kalau sudah
disuruh maju seringnya malu-malu, hanya beberapa siswa saja yang berani
maju membacakan puisi. Siswa juga merasa kesulitan dalam menangkap
maksud puisi mungkin karena kata-kata yang tadinya jarang dijumpai siswa
dan sudah dianggap usang dimunculkan lagi oleh penyair. Sehingga banyak
siswa yang kurang berminat terhadap pembelajaran apresiasi puisi dan
berdampak pada saat pembelajaran kurang memperhatikan” (CLHW No. 1).
“Mengenai waktunya ya jelas kurang, hanya dijatah 4 pertemuan saja, yakni
4x 40 menit. Belum lagi kalau ada hari libur, untuk persiapan siswa kelas IX
yang akan ujian nasional. Padahal kan materi puisi lumayan banyak dan
evaluasinya juga membutuhkan waktu yang lama. Misalnya untuk
membacakan hasil puisi siswa di depan kelas” (CLHW No. 1).
“Iya..kata-katanya sukar Pak. Jadi, sulit untuk menulis puisi yang indah”
(CLHW No. 4)
“Pas disuruh membaca grogi Pak. Ya… malu gitu pak.. Iya.. malu-malu”
(CLHW No. 4)
68
Kendala lain dalam pembelajaran apresiasi puisi yang idealnya bersifat
PAIEM adalah media, guru DW hanya menggunakan media yang ada di dalam
kelas tanpa menggunakan media elektronik. (CLHO No. 1). Hal tersebut juga
dapat terlihat pada saat peneliti mengadakan wawancara dengan guru DW, yakni
sebagai berikut.
Selain itu, pendapat beberapa orang siswa juga memperkuat tentang media
yang diguanakan guru hanya sebatas yang ada di kelas saja. Pendapat tersebut
antara lain dari siswa AMU, yaitu sebagai berikut.
Siswa RNA juga mengungkapkan pendapat yang hampir samai mengenai
media yang digunakan guru DW pada saat pembelajaran apresiasi puisi, yaitu
sebagai berikut.
“Kalau untuk media ya seringnya menggunakan papan tulis, spidol, ya
itu saja mungkin” (CLHW No. 1).
“Ya sebenarnya di sekolah ini juga ada tape maupun OHP. Tapi
jumlahnya hanya terbatas. Misalnya saja tape, di sini hanya ada satu
yang layak dipakai itupun seringnya dipakai guru tari karena mungkin
pelajaran tari kalau tidak memakai tape trus iramanya dari mana? Ya
pekewuh kalau memakai, apalagi kalau waktu jam ngajarnya pas sama.
Kalau untuk OHP adanya di ruang laboratorium. Jadi, mungkin repot
kalau tiap pembelajaran harus ke sana, apalagi kalau laboratoriumnya
dipakai bersamaan untuk mata pelajaran lain, kan bentrok” (CLHW
No. 1).
“Medianya hanya papan tulis dan spidol, terkadang juga menggunakan
penggaris” (CLHW No. 6)
“Ya..Cuman yang ada di kelas itu aja. Misalnya cuman papan tulis,
penggaris, spidol” (CLHW No. 5).
69
4. Upaya Guru Bahasa Indonesia di Kelas VIII E
SMP Negeri 14 Surakarta Mengatasi Kendala-Kendala dalam
Pembelajaran Apresiasi Puisi
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru dan beberapa orang siswa di
kelas VIII E SMP Negeri 14 Surakarta mengenai upaya mengatasi kendala dalam
pembelajaran apresiasi puisi dapat dilakukan dengan beberapa cara. Cara untuk
mengatasi kendala tentang kurangnya waktu, yaitu guru DW menyuruh siswa
membaca buku-buku tentang puisi di luar jam pembelajaran. Seperti diketahui
bahwa pembelajaran apresiasi puisi waktunya hanya terbatas. Jadi, dengan lebih
aktif mempelajari materi-materi yang berhubungan dengan puisi di luar
pembelajaran berlangsung maka akan memperluas pengetahuan siswa tentang
puisi. Hal tersebut terlihat pada saat peneliti melakukan wawancara dengan guru
DW, yaitu sebagai berikut.
Kendala yang kedua, yaitu kendala yang berasal dari dalam diri siswa.
Cara untuk mengatasi rendahnya motivasi dari dalam diri siswa yang disebabkan
oleh siswa kesulitan menuangkan kata-kata pada saat pembuatan puisi adalah
dengan mengenalkan siswa kepada puisi dan menanamkan rasa senang siswa
terhadap materi puisi salah satunya adalah dengan menggunakan tema yang
disukai siswa. Penggunaan tema yang sesuai dengan usia dan latar belakang siswa
akan membuat siswa lebih senang dalam mempelajari puisi karena siswa merasa
dekat dan akrab dengan tema-tema yang sesuai dengan umur mereka. Pendapat
tersebut dipaparkan oleh guru DW pada saat diwawancarai oleh peneliti, yaitu
sebagai berikut.
“Jadi, untuk mengatasi kendala waktu, saya menyuruh siswa untuk
membaca buku-buku tentang puisi di luar jam pelajaran, misalnya di
perpustakaan atau di rumah” (CLHW No. 1)
“Ya mungkin saya….saya akan menanamkan rasa senang siswa
terhadap materi puisi, misalnya dengan menggunakan tema-tema
yang disukai anak seusia mereka” (CLHW No. 1)
70
Pendapat tersebut juga relevan menurut guru bahasa Indonesia yang juga
mengampu kelas VIII (guru HSL). Beliau mempunyai cara tertentu untuk
mengatasi rendahnya motivasi siswa, yaitu sebagai berikut.
Kendala dari dalam diri siswa yang lain adalah siswa masih malu-malu
atau kurang percaya diri pada saat membacakan puisi. Cara untuk mengatasi
kendala tersebut guru akan memberikan motivasi kepada siswa untuk mau
membacakan puisinya di depan kelas. Misalnya pada saat guru DW meminta
siswanya untuk melanjutkan puisi yang telah dibaca guru DW, tetapi tidak ada
siswa yang mau membaca (CLHO No.1). Guru DW memberikan motivasi-
motivasi tertentu kepada siswa dengan tujuan memberikan pemahaman kepada
siswa bahwa membaca puisi di depan kelas memang membutuhkan kepercayaan
diri yang tinggi. Dengan mencoba dan sering membacakan puisi maka rasa
percaya diri itu akan timbul dengan sendirinya. Selain itu, terkadang guru juga
memberikan reward tertentu bagi siswa yang mau maju. Pemberian reward
tertentu akan membuat siswa menjadi lebih bersemangat untuk mau membacakan
puisinya di depan kelas (CLHO No. 2). Hal tersebut juga ditemukan pada saat
peneliti mengadakan wawancara dengan guru DW, yaitu sebagai berikut.
Kendala yang ketiga adalah mengenai media yang digunakan guru
belum optimal dan hanya sebatas pada alat yang berada di dalam kelas, yaitu
spidol, papan tulis, dan penggaris. Upaya untuk mengatasi kendala tersebut yaitu
guru DW akan berusaha menggunakan media elektronik, seperti kaset, tape
“Sebanyak mungkin anak saya perkenalkan dengan puisi, terkadang
dikelompokkan menjadi kelompok-kelompok setelah itu disuruh
bersaing untuk membuat kata-kata yang indah. Terkadang saya
juga memberikan hadiah agar siswa menjadi lebih bersemangat
dalam membuat puisi dengan kata-kata yang indah” (CLHW No. 2)
“Kalau untuk siswa yang masih malu-malu untuk ke depan kelas
membacakan puisinya saya menggunakan reward bagi yang maju,
jadi yang tidak maju tidak mendapatkan nilai kalau tidak dipaksa
demikian siswa pada umumnya tidak mau maju” (CLHW No. 1)
71
recorder, VCD, DVD ataupun OHP pada pembelajaran yang akan datang.
Penggunaan media elektronik diharapkan mampu meningkatkan kualitas
pembelajaran apresiasi puisi. Selain itu, penggunaan media elektronik akan
membuat pembelajaran lebih menarik dan tidak terkesan monoton. Pendapat guru
DW tersebut dikatakan pada saat diwawancarai oleh peneliti, yaitu sebagai
berikut.
C. Pembahasan
1. Perencanaan Pembelajaran Apresiasi Puisi di Kelas VIII E
SMP Negeri 14 Surakarta
a. Silabus
Silabus merupakan rencana pembelajaran pada suatu kelompok mata
pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar,
materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi
waktu, dan sumber/bahan/alat belajar. Silabus merupakan penjabaran standar
kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi pokok/pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian.
Silabus mata pelajaran bahasa Indonesia kelas VIII SMP Negeri 14
Surakarta dibuat oleh tim MGMP. Hal tersebut dilakukan karena forum MGMP
merupakan suatu wadah sebagai sarana untuk mengembangkan silabus. Fungsi
dari adanya silabus adalah sebagai salah satu acuan/pedoman bagi pengembangan
pembelajaran lebih lanjut, yaitu dalam penyusunan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP). Fakta tersebut selaras dengan panduan penyusunan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Menurut BSNP (2006: 13) pengembangan silabus dapat dilakukan oleh para guru
“Menurut saya itu juga menjadi kendala. Jadi pembelajaranya
terkesan monoton. Ya, pada pembelajaran yang berikutnya saya
akan berusaha menggunakan media yang lain, misalnya seperti
Tape atau OHP” (CLHW No. 1)
72
secara mandiri atau berkelompok dalam sebuah sekolah atau beberapa sekolah,
kelompok Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) pada atau Pusat Kegiatan
Guru (PKG), dan Dinas Pendidikan.
Standar Kompetensi yang tertulis dalam silabus yang dipakai oleh guru
DW yang berkaitan dengan apresiasi puisi mencakup dua aspek keterampilan
berbahasa, yaitu membaca dan menulis. Menurut peneliti hal ini kurang sesuai
dengan pembelajaran apresiasi puisi yang idealnya bersifat PAIKEM. Hal tersebut
dikarenakan dalam mengapresiasi puisi tidak cukup hanya dengan membaca dan
menulis, tetapi dibutuhkan juga keterampilan berbahasa lainnya, yaitu berbicara
dan menyimak. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Herman J. Waluyo (2002: 1)
yang menjelaskan bahwa pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia terdapat
beberapa aspek, yaitu menyimak, berbicara, membaca, menulis, baik sastra
maupun kebahasaan. Meskipun secara eksplisit materi pokok sastra berdiri
sendiri, namun tetap dinyatakan bahwa pembelajaran sastra dilaksanakan dalam
pelaksanaan kompetensi dasar menyimak, berbicara, membaca, dan menulis
secara terpadu.
Keterampilan berbicara dibutuhkan dalam pembelajaran apresiasi puisi,
yaitu berfungsi sebagai sarana untuk mengekspresikan kreativitas siswa.
Kreativitas yang dapat diwujudkan dalam bentuk keterampilan berbicara, seperti
mendeklamasikan puisi. Selain itu, keterampilan berbicara juga diperlukan untuk
melatih keberaniaan siswa membaca puisi di depan kelas. Hal tersebut
dikarenakan dalam membaca puisi siswa dituntut untuk berani tampil berbicara di
depan kelas tidak hanya membaca dalam hati atau di tempat duduk masing-
masing. Keterampilan menyimak juga diperlukan dalam pembelajaran apresiasi
puisi. Hal tersebut dikarenakan dengan menyimak maka akan timbul ketertarikan
siswa terhadap puisi. Jadi, keterampilan menyimak siswa akan mempermudah
siswa dalam mengapresiasi puisi, baik dalam bentuk keterampilan berbicara,
membaca, maupun menulis.
Cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran, dan urutan penyajian materi
dalam silabus sesuai dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual, sosial,
emosional, dan spiritual peserta didik. Menurut peneliti, silabus mengenai
73
pembelajaran apresiasi puisi sudah relevan dengan perkembangan fisik,
intelektual, sosial, emosional, dan spiritual peserta didik. Menurut peneliti standar
kompetensi ini sudah sesuai dengan pembelajaran apresiasi puisi yang idealnya
bersifat PAIKEM. Hal tersebut dikarenakan apabila ditinjau dari sudut pandang
latar belakang siswa maka buku novel remaja sudah sesuai dengan umur siswa
yang sudah remaja. Pada umumnya, pada usia tersebut siswa sudah mulai terlepas
dari dunia fantasi dan sangat berminat pada realitas atau apa yang benar-benar
terjadi, mereka mulai terus berusaha mengetahui dan siap mengikuti dengan teliti
fakta-fakta untuk memahami masalah-masalah dalam kehidupan nyata.
Pembahasan peneliti tersebut relevan dengan syarat-syarat pengembangan silabus
yang disusun oleh BSNP (2006: 14) yang menyebutkan bahwa salah satu syarat
pengembangan silabus, yaitu relevan yang berarti cakupan, kedalaman, tingkat
kesukaran, dan urutan penyajian materi dalam silabus sesuai dengan tingkat
perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional, dan spiritual peserta didik
Hal lain yang terdapat dalam standar kompetensi yang berhubungan
dengan apresiasi puisi adalah antologi puisi. Antologi puisi merupakan kumpulan
beberapa puisi yang dibukukan. Antologi puisi dapat ditulis oleh satu atau
beberapa orang pengarang. Menurut peneliti, pembelajaran apresiasi puisi yang
melibatkan antologi puisi dalam silabus sudah sesuai dengan umur siswa. Pada
umumnya, siswa kelas VIII berumur 12-16 tahun. Pada umur tersebut, pada
umumnya siswa sudah mampu memahami beberapa puisi yang dibukukan. Hal
tersebut sejalan dengan pendapat Sawali (2009: 2) yang menyatakan bahwa ada
beberapa tahap perkembangan jiwa siswa yang perlu dijadikan sebagai rujukan
guru dalam menentukan bahan ajar puisi.
Menurut peneliti komponen-komponen yang terdapat dalam silabus yang
meliputi materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian,
alokasi waktu, dan sumber belajar pada umumnya sudah saling berhubungan
secara fungsional dalam mencapai kompetensi. Akan tetapi, terdapat beberapa
komponen dalam silabus yang kurang berhubungan secara fungsional dalam
mencapai kompetensi.
74
Kegiatan pembelajaran membaca puisi dalam buku antologi puisi,
kemudian bertanya jawab untuk mendata hal-hal yang khusus dari puisi-puisi
dalam antologi puisi dan mendiskusikan ciri-ciri umum puisi berhubungan secara
fungsional dengan materi pembelajaran, yaitu pengenalan ciri-ciri umum puisi.
Kedua hal tersebut mendukung tercapainya kompetensi dasar, yaitu siswa mampu
mengenali cirri-ciri umum puisi dari buku antologi puisi. Hal ini juga didukung
dengan adanya indikator pembelajaran, yaitu: (1) mampu mendata hal-hal yang
bersifat khusus dari puisi-puisi dalam antologi, (2) mampu mengidentifikasi cirri-
ciri umum puisi yang terdapat di dalam antologi puisi. Siswa akan terdorong
untuk mengenali ciri-ciri umum puisi dari buku antologi puisi.
Penilaian yang terdapat dalam silabus mendukung terwujudnya indikator
pembelajaran tetapi kurang berhubungan dengan kegiatan pembelajaran. Pada
kegiatan pembelajaran, terdapat kegiatan siswa untuk mendiskusikan ciri-ciri
umum puisi, tetapi pada penilaian tidak terdapat hal yang berhubungan dengan
kegiatan diskusi. Pada penilaian, hanya tercantum kegiatan siswa untuk membaca
dan membuat laporan yang berisi data hal-hal yang khusus dari setiap puisi.
Menurut peneliti, akan lebih sesuai apabila penilaian tersebut melibatkan faktor
diskusi siswa. Jadi, penilaian tersebut dapat ditulis “Bacalah sebuah buku antologi
puisi lalu buatlah laporan yang berisi data hal-hal yang khusus dari setiap puisi
dengan berkelompok/ berdiskusi”.
Menurut peneliti, sumber belajar siswa sebenarnya sudah mendukung
komponen lainnya, tetapi perlu ditambah dengan referensi yang mendukung.
Referensi ini dapat diperoleh melalui internet atau media massa lainnya, seperti
majalah atau surat kabar.
Materi pokok pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian,
alokasi waktu, dan sumber belajar sudah berhubungan secara fungsional untuk
mendukung kompetensi dasar “menulis puisi bebas dengan menggunakan pilihan
kata yang sesuai”. Kegiatan pembelajaran yang berupa, (1) membaca berbagai
puisi, kemudian mendaftar topik yang akan diangkat sebagai puisi, (2) bertanya
jawab untuk menentukan puisi yang akan ditulis, (3) mengamati objek, mendata
objek yang akan dijadikan bahan penulisan puisi, (4) mendeskripsikan objek
75
dalam larik-larik puitis, (5) menulis puisi dengan menggunakan pilihan kata yang
tepat, dan (6) menyunting sendiri pilihan kata yang terdapat di dalam puisi yang
ditulis agar bersifat puitis berhubungan secara fungsional dengan materi
pembelajaran yang berupa penulisan puisi bebas dengan pilihan kata yang sesuai.
Analisis pertama, pada penulisan puisi bebas dengan pilihan kata yang sesuai akan
lebih mudah dilakukan apabila siswa membaca berbagai puisi kemudian
mendaftar topik yang akan diangkat sebagai puisi. Analisis kedua, siswa akan
memperoleh lebih banyak ide untuk melakukan kegiatan penulisan puisi bebas
dengan pilihan kata yang sesuai apabila siswa melakukan tanya jawab untuk
menentukan puisi yang akan ditulis. Analisis ketiga, siswa akan mendapatkan
bahan atau materi lebih mengena dan lebih detail untuk melakukan penulisan puisi
bebas dengan pilihan kata yang sesuai apabila siswa mengamati objek, mendata
objek yang akan dijadikan bahan penulisan puisi dan didukung, mendeskripsikan
objek dalam larik-larik puitis, dan menyunting sendiri pilihan kata yang terdapat
di dalam puisi yang ditulis agar bersifat puitis.
Menurut peneliti, materi dan kegiatan pembelajaran yang terdapat dalam
silabus tersebut sangat mendukung indikator pembelajaran yang berupa, (1)
mampu mendata objek yang akan dijadikan bahan untuk menulis puisi, (2)
menulis puisi dengan menggunakan pilihan kata yang tepat, dan (3) mampu
menyunting sendiri pilihan kata puisi yang ditulis. Semua rangkaian kegiatan yang
terdapat dalam kegiatan pembelajaran dapat mendukung setiap indikator
pembelajaran.
Komponen penilaian sudah sesuai dengan komponen indikator, kegiatan
pembelajaran, dan materi pembelajaran. Hal tersebut dapat terlihat pada contoh
instrumen penilaian, yaitu (1) tulislah sebuah puisi berdasarkan objek tertentu, dan
dengan pilihan kata yang tapat, (2) suntinglah puisimu sehingga menjadi lebih
puitis, (3) cermatilah komentar gurumu dan atau temanmu untuk kebaikan puisi
yang kamu hasilkan. Instrument penilaian pada nomor satu dan nomor tiga sudah
sesuai dengan indikator nomor dua. Instrument penilaian pada nomor dua sudah
sesuai dengan indikator nomor tiga. Ketidaksesuaian terlihat pada indikator nomor
satu yang belum terealisasi pada instrument penilaian. Menurut peneliti, indikator
76
nomor satu, yaitu “tulislah sebuah puisi berdasarkan objek tertentu, dan dengan
pilihan kata yang tepat” seharusnya instrumen penilaian yang digunakan berupa
“carilah data yang akan kamu jadikan bahan untuk menulis puisi”.
Objek yang dijadikan bahan menulis puisi yang terdapat pada materi,
kegiatan pembelajaran, indikator, dan penilaian dapat diperoleh dari sumber
belajar yang berupa buku teks, gambar, foto, dan lingkungan. Hal tersebut
mencerminkan adanya hubungan fungsional antara sumber belajar dan komponen-
komponen yang lain.
b. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, yakni dari analisis dokumen,
hasil wawancara, dan observasi bahwa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
apresiasi puisi yang dipakai guru DW masih belum baik. Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran tersebut dibuat oleh tim MGMP dan dibuat satu kali dalam satu
tahun. Jadi, guru DW tidak membuat sendiri RPP tersebut. Alasan guru tidak
membuat RPP sendiri karena guru DW dengan melihat dan mencermati RPP yang
dibuat oleh tim MGMP sudah dapat memperkirakan kegiatan pembelajaran
apresiasi puisi yang akan dilaksanakan di kelas. Perencanaan pembelajaran guru
DW hanya secara abstrak atau boleh dikatakan tanpa tertulis guru DW
beranggapan sudah mampu melaksanakan kegiatan pembelajaran di dalam kelas.
Jadi, hal terpenting yang dilakukan oleh guru DW sebelum mengajar puisi adalah
melihat-lihat buku materi ataupun LKS yang sudah ada dan tentang apa saja yang
akan diajarkan kemudian guru mempelajarinya dan apabila materi dirasa belum
cukup maka guru akan mencari materi penunjang yang lain.
Penyusunan perencanaan pembelajaran dapat dilakukan dengan baik
apabila guru dapat menjabarkan kurikulum. Dalam hal ini, yang perlu dijabarkan
adalah standar kompetensi mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia,
khususnya untuk SMP dalam hal ini yang berkaitan dengan apresiasi puisi. Hal
tersebut meliputi standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, materi pokok,
serta mempertimbangkan cara penyajiannya (langkah-langkah pembelajaran,
media, metode, sumber belajar, media pembelajaran, serta penilaian). Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran yang dibuat oleh tim MGMP tersebut seharusnya
77
hanya bersifat sebagai patokan tentang pembelajaran apresiasi puisi yang
seharusnya dilakukan oleh guru. Jadi, seharusnya guru DW melengkapi RPP
tersebut dan apabila dirasa ada yang kurang dapat disisipkan beberapa variasi lain
untuk menunjang pembelajaran apresiasi puisi yang idealnya bersifat PAIKEM.
Secara struktural RPP yang dibuat oleh tim MGMP tersebut sudah
mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, materi pokok, serta
mempertimbangkan cara penyajiannya (CLHAD No. 1). Hal tersebut juga selaras
dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan Pasal 20 yang menjelaskan bahwa perencanaan
proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang
memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode
pengajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar.
Hal yang belum tercakup adalah media pembelajaran yang digunakan.
Seharusnya dituliskan media pembelajaran yang digunakan itu apa saja. Sesuai
dengan hasil observasi, guru belum menggunakan media pembelajaran apresiasi
puisi yang digunakan hanya sebatas pada alat, seperti papan tulis, spidol, dan
penggaris. Penggunaan media elektronik belum dilakukan oleh guru DW.
Unsur identitas mata pelajaran pada RPP yang digunkan oleh guru DW
sudah dapat dikatakan cukup lengkap dan dituliskan secara jelas, meliputi:
1) Satuan Pendidikan, yaitu SMP Negeri 14 Surakarta
2) Kelas/Semester, yaitu kelas VIII semester II
3) Mata Pelajaran/Tema Pelajaran, yaitu Bahasa Indonesia
4) Alokasi waktu, yaitu 4 x 40 menit (2 x pertemuan)
Standar kompetensi merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta
didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap, dan keterampilan
yang diharapkan dicapai pada setiap kelas dan/atau semester pada suatu mata
pelajaran. Pada bagian ini dituliskan standar kompetensi mata pelajaran bahasa
Indonesia, yaitu mengungkapkan pikiran dan perasaan dalam puisi bebas.
Kompetensi dasar adalah sejumlah kemampuan yang harus dikuasai
peserta didik dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan penyusunan indikator
kompetensi dalam suatu mata pelajaran. Pada bagian ini dituliskan kompetensi
78
dasar yang harus dimiliki peserta didik setelah proses pembelajaran berakhir, yaitu
mampu menulis puisi bebas dengan menggunakan pilihan kata yang sesuai.
Menurut peneliti kompetensi dasar ini sudah mengacu pada standar kompetensi.
Hal ini dikarenakan dengan menulis puisi bebas siswa dapat mengekspresikan
atau mengungkapkan pikiran dan perasaannya ke dalam bentuk puisi.
Indikator merupakan perilaku yang dapat diukur atau diobservasi untuk
menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang menjadi acuan
penilaian mata pelajaran. Indikator pencapaian kompetensi dirumuskan dengan
menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur, yang
mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Indikator pencapaian hasil
belajar dikembangkan oleh guru dengan memperhatikan perkembangan dan
kemampuan setiap peserta didik. Setiap kompetensi dasar dapat dikembangkan
menjadi dua atau lebih indikator pencapaian hasil belajar dan disesuaikan dengan
keluasan dan kedalaman kompetensi dasar tersebut. Indikator yang terdapat pada
RPP yang dipakai oleh guru DW adalah (a) siswa mampu mendata objek yang
akan dijadikan bahan menulis puisi, (b) siswa mampu menulis puisi bebas dengan
memperhatikan unsur persajakan, (c) siswa mampu memaknai kata dalam puisi.
Menurut peneliti, indikator-indikator tersebut sudah menunjukkan ketercapaian
kompetensi dasar pada RPP. Hal ini dikarenakan apabila siswa memiliki
kemampuan untuk mendata objek yang akan dijadikan bahan menulis puisi,
menulis puisi bebas dengan memperhatikan unsur persajakan, dan memaknai kata
dalam puisi diharapkan siswa akan mampu menulis puisi bebas dengan pilihan
kata yang sesuai.
Tujuan pembelajaran menggambarkan proses dan hasil belajar yang
diharapkan dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar. Tujuan
pembelajaran dibuat berdasarkan SK, KD, dan Indikator yang telah ditentukan.
Tujuan yang terdapat pada RPP yang dipakai oleh guru DW adalah (a) Siswa
mampu mengenali ciri umum puisi dari buku antologi puisi. (b) Siswa mampu
membuat puisi bebas dengan menggunakan pilihan kata yang sesuai.
Berdasarkan temuan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti, sudah
terlihat kesinkronan antara Standar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD),
79
Indikator, dan Tujuan Pembelajaran. Terdapat relevansi antara SK, KD, Indikator,
dan Tujuan Pembelajaran. Hal tersebut dapat terlihat dari SK yang tertulis
mengungkapkan pikiran dan perasaan dalam puisi bebas yang dijabarkan lagi
pada KD yang tertulis mampu menulis puisi bebas dengan menggunakan pilihan
kata yang sesuai. Hal itu cukup relevan karena pengungkapan pikiran dan
perasaan dalam puisi bebas menuntut penguasaan siswa untuk dapat menulis puisi
bebas dengan menggunakan pilihan kata yang sesuai. Pengukuran ketercapaian
KD juga sudah relevan terlihat pada Indikator, yaitu (a) Siswa mampu menulis
puisi bebas dengan menggunakan pilihan kata yang sesuai, (b) Siswa mampu
menulis bebas dengan memperhatikan unsur persajakan, (c) Siswa mampu
memaknai kata dalam puisi. Ukuran ketercapaian siswa untuk dapat menulis puisi
bebas dengan menggunakan pilihan kata yang sesuai dapat dilihat dan juga
diamati pada Indikator. Pada Indikator tidak hanya sebatas mampu menulis puisi,
tetapi lebih dalam lagi mampu mengapresiasi puisi dengan cara mampu memaknai
kata dalam puisi. Tujuan pembelajaran kurang sinkron dengan SK, KD, dan
Indikator. Hal tersebut dapat terlihat dari tujuan pembelajaran yang tertulis, yaitu
(a) siswa mampu mendata objek yang akan dijadikan bahan menulis (b) siswa
mampu membuat puisi bebas dengan menggunakan pilihan kata yang sesuai.
Tujuan pembelajaran tersebut belum mengarah pada kemampuan siswa untuk
mengapresiasi puisi, seperti yang terlihat pada Indikator. Seharusnya, pada
indikator ditambah ketercapaian siswa dalam mengapresiasi puisi.
Materi pembelajaran idealnya memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur
yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan
indikator pencapaian kompetensi. Materi ajar yang terdapat pada RPP yang
dipakai oleh guru DW adalah penulisan puisi bebas dengan pilihan kata yang
sesuai. Materi pembelajaran hanya disebutkan tentang penulisan pusi bebas
dengan pilihan kata yang sesuai. Seharusnya juga disebutkan secara terperinci lagi
dan dituliskan tentang hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan puisi
bebas itu meliputi apa saja dan juga dituliskan dalam bentuk butir-butir agar lebih
jelas. Selain itu, puisi yang akan dijadikan contoh juga harus dijelaskan tema dan
judulnya. Sesuai dengan pembelajaran apresiasi puisi pada saat berlangsung di
80
kelas puisi yang digunakan berjudul ”surat dari ibu” karya Asrul Sani (CLHO No.
1).
Pada langkah-langkah pembelajaran yang terdiri dari pendahuluan,
kegiatan inti, dan penutup belum diperinci masing-masing alokasi waktunya.
Seharusnya pada tiap-tiap kegiatan diperinci alokasi waktu yang akan dilakukan
pada saat pembelajaran apresiasi puisi. Penulisan alokasi waktu memudahkan
guru untuk memperkirakan lamanya waktu kegiatan pembelajaran apresiasi puisi
pada pendahuluan, kegiatan inti, dan penutup. Hal tersebut bertujuan agar materi
yang akan disampaikan tepat selesai pada waktunya dan guru juga lebih mudah
untuk mengkondisikan waktu pada saat pembelajaran apresiasi puisi. Selain itu,
pada kegiatan inti salah satunya tertulis ”guru membacakan puisi” di sana tidak
disebutkan secara jelas puisi apa yang dibacakan oleh guru, misalnya judulnya apa
dan dikarang oleh siapa. Seharusnya ditulis ”guru membaca puisi yang berjudul
surat dari ibu karya Asrul Sani” (CLHO No. 1).
Sumber belajar tidak dijelaskan secara terperinci, pada RPP sumber belajar
hanya tertulis buku tulis, foto, dan lingkungan sekolah. Seharusnya mengenai
buku yang dipakai pada saat pembelajaran berlangsung juga dijelaskan secara
terperinci, misalnya Buku Paket Cermat Berbahasa SMP 2 halaman 205-206. Foto
yang dipakai juga foto yang seperti apa, seharusnya dijelaskan lagi lebih rinci.
Prosedur dan instrumen penilaian proses dan hasil belajar idealnya
disesuaikan dengan indikator pencapaian kompetensi dan mengacu kepada standar
penilaian. Penilaian hasil belajar yang tertulis pada RPP yang dipakai oleh guru
DW adalah sebagai berikut.
1) Teknik : Portofolio
2) Bentuk Instrumen : Portofolio
Evaluasi yang digunakan guru DW menggunakan dua macam, yakni
secara tertulis dan secara lisan. Akan tetapi, pada RPP evaluasi menggunakan
teknik portofolio dan instrumen yang digunakan juga berupa portofolio. Padahal
berdasarkan CLHO No. 1 dan CLHO No. 2 guru DW belum menggunakan
portofolio. Seharusnya pada evaluasi dituliskan teknik yang digunakan adalah tes
81
tertulis (produk) dan tes lisan (kinerja) sedangkan contoh instrumen dituliskan
soal uraian dan uji petik kerja produk.
Menurut peneliti, teknik penilaian di atas kurang tepat. Teknik penilaian
seharusnya menggunakan dua macam, yaitu produk dan kinerja. Penilaian produk
digunakan untuk menilai pembuatan puisi siswa, sedangkan penilaian kinerja
digunakan untuk menilai pembacaan puisi siswa. Selain itu, seharusnya juga
terdapat pedoman penilaian /rubrik penilaian. Pada pembelajaran apresiasi puisi
yang idealnya bersifat PAIKEM mengacu pada penilaian proses dan hasil. Hal
tersebut juga selaras dengan pendapat Atar semi (1993: 199-200) yang
menjelaskan bahwa penilaian kemajuan belajar siswa dan kemampuan apresiasi
siswa sebaiknya tidak hanya bertumpu kepada hasil belajar siswa saja, tetapi juga
terhadap proses belajar dan terhadapa segi-segi efektif.
Menurut peneliti penilaian tersebut dituliskan sebagai berikut.
1) Penilaian hasil
Penilaian ini mengacu pada penilaian hasil pekerjaan siswa dalam
mengapresiasi puisi, baik secara lisan atau tertulis.
a) Penilaian Menulis Puisi
No Nama
Siswa
Aspek yang Dinilai Skor Nilai
Pengungkapan
gagasan atau ide
Diksi Rima Bahasa
Kiasan
(Diadopsi dari Sarwiji Suwandi, 2009: 83)
82
Pedoman Penskoran
No Aspek yang dinilai Skor
1 Pengungkapan gagasan atau ide
Pengungkapan gagasan baik dan dapat dipahami
Pengungkapan gagasan cukup baik dan cukup mudah
dipahami
Pengungkapan gagasan kurang baik dan kurang dapat
dipahami
Tidak mengungkapkan gagasan sama sekali
4
3
2
1
2 Diksi
Kata-kata yang digunakan padat, singkat, dan dapat
mengekspresikan perasaan dengan baik
Kata-kata yang digunakan padat, singkat, dan cukup
mampu mengekspresikan perasaan
Kata-kata yang digunakan kurang mampu
mengekspresikan perasaan
Kata-kata yang digunakan sama sekali tidak dapat
mengekspresikan perasaan
4
3
2
1
3 Rima
Banyak terdapat perulangan bunyi sehingga mampu
menimbulkan efek keindahan dengan baik
Terdapat beberapa perulangan bunyi sehingga sehingga
cukup terasa keindahan
Sedikit sekali perulangan bunyi sehingga tidak terasa
keindahan
Tidak terdapat perulangan bunyi
4
3
2
1
4 Bahasa Kiasan
Bahasa kiasan yang digunakan sudah sesuai sehingga
efek keindahan terasa baik
Bahasa kiasan yang digunakan cukup sesuai sehingga
4
3
83
cukup terasa efek keindahan yang ditimbulkan
Bahasa kiasan yang digunakan kurang sesuai sehingga
efek keindahan tidak terasa
Sama sekali tidak menggunakan bahasa kiasan
2
1
Perolehan Skor
Nilai = x Skor Ideal (100) =
Skor maksimum
(Diadopsi dari Sarwiji Suwandi, 2009: 83)
b) Penilaian Pembacaan Puisi
No Aspek yang Dinilai Skor
1 Lafal
Lafal sesuai dengan situasi
Lafal cukup sesuai dengan situasi
Lafal kurang sesuai dengan situasi
3
2
1
2 Intonasi
Intonasi sesuai dengan situasi
Intonasi cukup sesuai dengan situasi
Intonasi kurang sesuai dengan situasi
3
2
1
3 Ekspresi
Ekspresi sesuai dengan situasi
Ekspresi cukup sesuai dengan situasi
Ekspresi kurang sesuai dengan situasi
3
2
1
Perolehan Skor
Nilai = x Skor Ideal (100) =
Skor maksimum
(Diadopsi dari Sarwiji Suwandi, 2009: 83)
84
2) Penilaian Proses
No Nama
Siswa
Keaktifan
siswa selama
apersepsi
Keaktifan
siswa selama
mengikuti
pembelajaran
Minat dan
motivasi siswa
saat
membacakan
puisi
Skor Nilai Ket
(Diadopsi dari Sarwiji Suwandi, 2009: 83)
a) Kolom penilaian sikap diisi dengan angka yang sesuai dengan
kriteria berikut.
1 = sangat kurang
2 = kurang
3 = cukup
4 = baik
5 = sangat baik
b) Menghitung nilai
Skor perolehan
Nilai = x 100 =
Skor maksimal (15)
c) Keterangan diisi dengan kriteria berikut.
Nilai 10 – 29 = sangat kurang
Nilai 30 – 49 = kurang
Nilai 50 - 69 = cukup
Nilai 70 – 89 = baik
Nilai 90 – 100 = sangat baik
Keterangan:
1) Keaktifan atau perhatian siswa selama apersepsi
85
Skor 5 : Jika siswa sangat aktif selama apersepsi (merespon tiap stimulus
yang diberikan guru pada saat apersepsi dengan sangat baik)
Skor 4 : Jika siswa aktif selama apersepsi (ditunjukkan dengan dapat
merespon stimulus yang diberikan guru saat apersepsi)
Skor 3 : Jika siswa cukup aktif pada saat apersepsi (siswa cukup merespon
stimulus yang diberikan guru)
Skor 2 : Jika siswa kurang aktif pada saat apersepsi
Skor 1 : Jika siswa sama sekali tidak aktif (tidak mengikuti apersepsi malah
membuat gaduh)
2) Keaktifan siswa selama mengikuti pembelajaran
Skor 5 : Jika siswa sepenuhnya aktif selama pembelajaran berlangsung
(memperhatikan saat pelajaran, aktif bertanya/menjawab,
mengerjakan setiap tugas dari guru dengan baik)
Skor 4 : Jika siswa aktif selama pembelajaran berlangsung (memperhatikan
saat pelajaran, sesekali bertanya/menjawab, dan mengerjakan
tugas dengan baik)
Skor 3 : Jika siswa cukup aktif saat pembelajaran (memperhatikan saat
pelajaran, tetapi belum berani menanggapi stimulus yang diberikan
guru)
Skor 2 : Jika siswa kurang aktif selama pembelajaran (perhatian saat
pembelajaran puisi kurang dan hanya sekadar mengerjakan tugas)
Skor 1 : Jika siswa sama sekali tidak aktif selama pembelajaran (tidak
memperhatikan dan tidak mengerjakan tugas.
3) Keaktifan siswa saat membacakan puisi
Skor 5 : Jika siswa bersedia sukarela membacakan puisinya dengan
sungguh-sungguh, tidak terlihat malu, dan suara jelas
Skor 4 : Jika siswa bersedia dengan sukarela membacakan puisi, sedikit
terlihat malu, dan suara kurang jelas
Skor 3 : Jika siswa bersedia secara sukarela membacakan puisi, tapi masih
malu, dan suara tidak jelas.
Skor 2 : Jika siswa bersedia maju setelah ditunjuk oleh guru
Skor 1 : Jika siswa tidak mau membacakan puisinya
86
2. Pelaksanaan Pembelajaran Apresiasi Puisi di Kelas VIII E
SMP Negeri 14 Surakarta
Berdasarkan hasil pengamatan (observasi), hasil wawancara, dan hasil
analisis dokumen bahwa pelaksanaan pembelajaran apresiasi pusi di kelas VIII E
SMP Negeri 14 Surakarta belum swepenuhnya mengacu pada pembelajaran puisi
yang bersifat PAIKEM. Pelaksanaan pembelajaran merupakan hal yang sangat
menentukan pada kegiatan belajar mengajar. Seharusnya guru dituntut untuk
mengembangkan kreativitasnya dalam mengajar puisi berdasarkan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran yang sudah dibuat. Kemampuan guru dalam
mengajarkan puisi yang idealnya bersifat PAIKEM sangat mempengaruhi
tercapainya tujuan pembelajaran apresiasi puisi. Guru juga harus mampu
mengelola kelas dengan baik sehingga suasana pembelajaran puisi dapat berjalan
dengan baik dan siswa merasa antusias dalam mengikuti pembelajaran. Selain itu,
guru juga harus mampu memberikan motivasi kepada siswa dan membuat siswa
lebih aktif sehingga pembelajaran apresiasi puisi menjadi lebih menyenangkan.
a. Model Pembelajaran yang digunakan guru dalam pembelajaran apresiasi
puisi
Beberapa model pembelajaran yang menjadi alternatif pembelajaran yang
bersifat PAIKEM yaitu pembelajaran quantum, CTL, dan kooperatif. Pada model
pembelajaran quantum salah satu cara yang dilakukan adalah berpartisipasi
dengan cara mengubah keadaan kelas dari yang semula biasa menjadi kelas yang
menarik. Pembelajaran yang dilakukan oleh guru DW belum melakukan kegiatan
pembelajaran apresiasi puisi yang menjadikan pembelajaran puisi lebih menarik
bagi siswa. Hal tersebut dapat dilihat dari belum adanya penggunaan media
pembelajaran elektronik, seperti tape recorder, kaset, OHP, LCD, DVD, VCD.
Jadi, siswa kurang tertarik karena guru hanya sebatas menggunakan alat yang
berada di kelas, seperti penggaris, papan tulis, spidol. Dilihat dari langkah-
langkah yang dilakukan oleh guru DW dalam pembelajaran belum sepenuhnya
mengarah pada model pembelajaran quantum. Langkah pembelajaran yang sudah
menunjukkan adanya demonstrasi yang dilakukan oleh guru adalah adanya
pemberian contoh pembacaan puisi “surat dari ibu”yang dilakukan oleh guru DW
87
kemudian dilanjutkan oleh siswa RNA. Hal-hal di atas menunjukkan
pembelajaran apresiasi puisi yang dilakukan guru DW belum sepenuhnya
mengarah pada salah satu contoh pembelajaran yang bersifat PAIKEM, yaitu
model pembelajaran quantum.
Model pembelajaran CTL merupakan konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari (Trianto, 2007: 103).
Guru DW sudah mengaitkan pembelajaran apresiasi puisi dengan situasi nyata
dan kehidupan sehari-hari. Hal ini dapat dilihat pada judul puisi yang digunakan
guru DW untuk didemonstrasikan pada siswa. Judul puisi tersebut adalah “surat
dari ibu” karya Asrul Sani. Menurut peneliti, sosok ibu sangat dekat dengan
kehidupan sehari-hari siswa sehingga sangat bersifat kontekstual. Selain itu,
dengan pengambilan judul tersebut juga mempermudah siswa dalam menerima
materi yang diberikan oleh guru.
Model pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran di mana siswa
belajar dalam kelompok kecil yang mempunyai kemampuan berbeda. Tujuan
dibentuknya kelompok tersebut untuk memberikan kesempatan kepada semua
siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan kegiatan belajar.
Guru DW belum melakukan pembelajaran secara kooperatif karena hanya
menyuruh siswa berdiskusi dengan teman sebangku untuk membuat puisi bukan
untuk memahami materi puisi itu sendiri. Pembelajaran kooperatif tidak hanya
membentuk kelompok untuk menyelesaikan suatu tugas, tetapi juga untuk
memahami materi pembelajaran secara keseluruhan.
b. Metode yang digunakan guru dalam pembelajaran apresiasi puisi
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh peneliti, metode pembelajaran
apresiasi puisi yang dipakai oleh guru DW dapat dikatakan sudah cukup variatif.
Guru DW menggunakan metode ceramah, diskusi, tanya jawab, dan juga
penugasan. Metode yang digunakan guru DW pada saat pembelajaran apresiasi
puisi sudah mengarah pada pembelajaran yang bersifat PAIKEM. Penggunaan
metode tersebut dirasakan cocok diterapkan pada siswa karena di samping
88
penggunaan metode ceramah guru DW juga menggunakan metode diskusi dan
tanya jawab bertujuan untuk memancing keaktifan serta kreativitas siswa dalam
mengemukakan pendapatnya. Hal tersebut selaras dengan pendapat Soekartawi
(1995: 19) yang mengungkapkan metode tanya jawab merupakan salah satu jenis
metode pembelajaran untuk mendorong siswa lebih aktif berpartisipasi dalam
kelas. Pemberian pertanyaan akan membuat siswa aktif untuk mengikuti jalannya
pembelajaran di kelas.
c. Materi pembelajaran apresiasi puisi
Pada saat pembelajaran apresiasi puisi berlangsung menggunakan materi
pokok puisi yang berjudul “surat dari ibu” karya Asrul Sani, padahal di RPP tidak
dijelaskan puisi yang akan digunakan oleh guru DW. Materi tersebut memang
kurang sesuai dengan yang ada di RPP, tapi dalam hal ini guru DW sudah kreatif
untuk memilih materi puisi yang berjudul “surat dari ibu”. Guru DW memilih
materi tersebut sudah disesuaikan dengan tingkat perkembangan dan kematangan
siswa. Hal tersebut dikarenakan penggunaan materi puisi yang sesuai akan dapat
memudahkan siswa untuk menangkap pesan serta mengapresiasi puisi. Materi
puisi tersebut tidak asing bagi para siswa karena secara konkret keadaan tersebut
juga terdapat dalam kehidupan sehari-hari. Hal itu dikarenakan judul dan tema
puisi tersebut cukup cocok dengan usia dan latar belakang siswa. Sosok seorang
ibu memang begitu dekat dengan siswa. Penggunaan materi yang dilakukan oleh
guru DW tersebut sudah relevan dengan Sawali (2009: 2) yang menyatakan
bahwa ada beberapa tahap perkembangan jiwa siswa yang perlu dijadikan sebagai
rujukan guru dalam menentukan bahan ajar puisi. Ketidaksesuaian terjadi karena
guru tidak membuat RPP sendiri, di sini guru DW hanya melihat RPP yang sudah
dibuat oleh tim MGMP dan kegiatan pembelajaran dirancang secara abstrak.
Materi yang dipakai oleh guru DW bersumber dari buku paket Bahasa Indonesia
SMP 2 halaman 205 dan 206.
d. Langkah-langkah guru dalam pembelajaran apresiasi puisi
Pada dasarnya kegiatan pembelajaran secara umum terbagi menjadi tiga
tahap. Tahap yang pertama adalah tahap pendahuluan, tahap kedua adalah tahap
inti, dan tahap ketiga adalah tahap penutup. Langkah-langkah guru DW secara
89
umum pada saat mengajar puisi di kelas VIII E dapat dijelaskan sebagai berikut:
(1) siswa menyimak pembacaan puisi yang berjudul “surat dari ibu” karya Asrul
Sani yang dibacakan oleh guru kemudian salah satu siswa RNA disuruh
melanjutkannya; (2) siswa disuruh memperhatikan dan mencermati puisi tersebut;
(3) guru menyuruh siswa untuk memahami isi puisi tersebut; (4) siswa disuruh
mendiskusikan tentang tema, nada, serta amanat yang ada dalam puisi tersebut
dengan teman sebangku; (5) siswa disuruh mengemukakan apa yang telah
didiskusikan kemudian siswa yang lain menanggapinya dengan didampingi guru;
(6) guru menyuruh siswa membuat puisi bebas; dan (7) guru menyuruh siswa
membacakan puisi yang sudah dibuat di depan kelas.
Pada saat guru masuk kelas, guru DW mengondisikan kelas terlebih
dahulu agar siswa siap mengikuti kegiatan pembelajaran. Apabila siswa sudah
merasa siap mengikuti kegiatan pembelajaran guru DW mengadakan presensi. Hal
yang dilakukan guru DW sebelum masuk pada inti pembelajaran apresiasi puisi
adalah mengingatkan kembali kepada siswa tentang puisi yang pernah dipelajari
di kelas VII. Apabila siswa sudah mempunyai persepsi tentang materi yang akan
dipelajari, guru DW membacakan puisi yang berjudul “surat dari ibu” karya Asrul
Sani. Pembelajaran puisi akan lebih menarik apabila guru DW menyuruh siswa
secara sukarela untuk membacakan puisi tersebut di depan kelas, sementara siswa
yang lain memperhatikan.
Puisi yang berjudul “surat dari ibu” telah selesai dibaca, kemudian guru
DW menyuruh siswa untuk memahami isi puisi tersebut. Selain itu, siswa juga
disuruh untuk mendiskusikan tentang tema, nada, serta amanat yang ada dalam
puisi tersebut dengan teman sebangku. Pada kegiatan tersebut sudah tercermin
keaktifan siswa. Guru DW berusaha memancing keaktifan siswa dengan
menyuruh siswa berdiskusi tentang tema, nada, serta amanat yang ada dalam
puisi. Setelah itu, siswa disuruh mengemukakan apa yang diperoleh pada saat
berdiskusi dan siswa yang lain menanggapinya. Pada kegiatan ini guru DW sangat
berperan sebagai fasilitator dalam pembelajaran apresiasi puisi.
Pada saat guru DW mengajar mempunyai gaya tertentu. Gaya guru DW
pada saat mengajar cukup bervariasi. Pada saat menerangkan, Beliau berdiri di
90
depan kelas dan berada tepat di tengah. Hal tersebut bertujuan agar semua siswa
dapat memperhatikan guru DW dengan jelas. Pada saat menerangkan
pembelajaran, guru DW menggunakan suara yang cukup keras dan jelas sehingga
dapat didengar siswa dengan baik. Selain itu, tidak jarang guru DW berkeliling
untuk melihat pekerjaan siswa pada saat guru DW memberikan tugas siswa untuk
membuat puisi bebas. Sesekali guru mendekati beberapa orang siswa dan
memberikan masukan terhadap pekerjaan siswa.
e. Media yang digunakan guru dalam pembelajaran apresiasi puisi
Menurut Arief S. Sadiman, dkk. (2006: 6) media berarti perantara atau
pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan. Jadi, media merupakan sarana
yang penting untuk memudahkan siswa dalam menerima materi (apresiasi puisi).
Pada saat berlangsungnya pembelajaran apresiasi puisi di kelas VIII E guru DW
belum menggunakan media elektronik saat mengajar. Jadi, guru DW hanya
menggunakan alat sebatas yang berada di dalam kelas, seperti papan tulis, spidol,
dan penggaris. Hal tersebut membuat kegiatan pembelajaran puisi terkesan
monoton, kurang bervariasi, dan siswa terlihat kurang begitu tertarik mengikuti
pembelajaran puisi. Media pembelajaran sangat diperlukan demi berhasilnya
proses pembelajaran di sekolah. Kehadiran media dalam proses pembelajaran
puisi harus menunjang keberlangsungan pola pikir, berbicara, dan bertanya siswa.
Guru diharapkan secara kreatif dan mempunyai daya inovatif untuk
mengembangkan, mendayagunakan imajinasinya untuk memilih media yang ada
serta menciptakan dan mengembangkan media yang baru sehingga dapat
menciptakan pembelajaran puisi yang idealnya bersifat PAIKEM.
f. Evaluasi yang digunakan guru dalam pembelajaran apresiasi puisi
Pada evaluasi pembelajaran apresiasi puisi yang idealnya bersifat
PAIKEM, seharusnya penilaian mengacu pada proses dan hasil. Menurut peneliti,
evaluasi yang dilakukan guru DW hanya mengacu pada hasil, yakni secara tertulis
dan lisan. Evaluasi tertulis dilakukan guru DW dengan memberikan tugas kepada
siswa untuk membuat puisi bebas. Selain itu, evaluasi tertulis juga dilakukan pada
saat akhir pokok bahasan. Akan tetapi, pada ulangan tersebut soal yang diberikan
kepada siswa bukan sebatas tentang puisi. Soal lain yang juga diberikan adalah
91
tentang acara dan pantun karena pantun dan acara masuk ke dalam bab yang sama
dengan puisi Evaluasi lisan dilakukan dengan cara menyuruh setiap siswa
membacakan puisi yang telah dibuat. Pada saat siswa membuat puisi bebas, guru
DW berkeliling untuk melihat proses pembuatan puisi siswa. Sesekali guru DW
berhenti dan fokus melihat puisi yang dibuat siswa. Guru DW juga memberikan
komentar tentang puisi yang telah dibuat oleh siswa, tetapi proses tersebut tidak
dinilai oleh guru. Hal tersebut juga selaras dengan pendapat Atar semi (1993: 199-
200) yang menjelaskan bahwa penilaian kemajuan belajar siswa dan kemampuan
apresiasi siswa sebaiknya tidak hanya bertumpu kepada hasil belajar siswa saja,
tetapi juga terhadap proses belajar dan terhadapa segi-segi efektif
3. Kendala-Kendala yang Timbul dalam Pembelajaran Apresiasi Puisi
di Kelas VIII E SMP Negeri 14 Surakarta
Berdasarkan paparan data yang peneliti peroleh dari observasi, analisis
dokumen, dan wawancara menunjukkan adanya kendala yang timbul dalam
pembelajaran apresiasi puisi di kelas VIII E SMP Negeri 14 Surakarta. Kendala
tersebut adalah sebagai berikut.
a. Siswa kurang mempunyai motivasi pada saat pembelajaran apresiasi
puisi;
b. Siswa merasa kesulitan untuk mengungkapkan ide atau gagasannya ke
dalam bentuk kata-kata pada saat pembuatan puisi;
c. Siswa merasa malu apabila disuruh malu untuk membacakan puisi di
depan kelas;
d. Media pembelajaran apresiasi puisi yang dipakai oleh guru masih
terbatas;
e. Kurangnya alokasi waktu yang digunakan dalam pembelajaran
apresiasi puisi.
Kendala tersebut diperkuat dengan beberapa hasil wawancara yang
dilakukan oleh peneliti dengan guru dan beberapa orang siswa di kelas VIII E
SMP Negeri 14 Surakarta.
92
Siswa adalah seseorang yang bertindak sebagai penerima, pencari, dan
pelaksana dalam pembelajaran. Siswa dituntut beperan lebih aktif dalam proses
pembelajaran dan tidak diharapkan hanya sekedar menerima, menurut, dan pasrah
terhadap segala materi yang diberikan. Peran aktif siswa dalam kegiatan
pembelajaran membutuhkan suatu bentuk motivasi dari siswa itu sendiri. Motivasi
merupakan suatu dorongan yang timbul pada diri seseorang secara sadar atau
tidak untuk melakukan suatu tindakan untuk mencapai tujuan tertentu. Motivasi
yang tinggi dari siswa akan membuat siswa lebih mudah mengerti serta
memahami pembelajaran. Akan tetapi, apabila motivasi siswa rendah maka
kegiatan pembelajaran tidak akan berhasil secara optimal. Siswa kurang antusias
“Pada umumnya, kalau dari siswa mereka merasa kesulitan untuk
menuangkan kata-kata pada saat pembuatan puisi. Apalagi kalau sudah
disuruh maju seringnya malu-malu, hanya beberapa siswa saja yang berani
maju membacakan puisi. Siswa juga merasa kesulitan dalam menangkap
maksud puisi mungkin karena kata-kata yang tadinya jarang dijumpai siswa
dan sudah dianggap usang dimunculkan lagi oleh penyair. Sehingga banyak
siswa yang kurang berminat terhadap pembelajaran apresiasi puisi dan
berdampak pada saat pembelajaran kurang memperhatikan” (CLHW No. 1).
“Iya..kata-katanya sukar Pak. Jadi, sulit untuk menulis puisi yang indah”
(CLHW No. 4)
“Pas disuruh membaca grogi Pak. Ya… malu gitu pak.. Iya.. malu-malu”
(CLHW No. 4)
“Ya sebenarnya di sekolah ini juga ada tape maupun OHP. Tapi jumlahnya
hanya terbatas. Misalnya saja tape, di sini hanya ada satu yang layak
dipakai itupun seringnya dipakai guru tari karena mungkin pelajaran tari
kalau tidak memakai tape trus iramanya dari mana? Ya pekewuh kalau
memakai, apalagi kalau waktu jam ngajarnya pas sama. Kalau untuk OHP
adanya di ruang laboratorium. Jadi, mungkin repot kalau tiap pembelajaran
harus ke sana, apalagi kalau laboratoriumnya dipakai bersamaan untuk
mata pelajaran lain, kan bentrok” (CLHW No. 1).
“Mengenai waktunya ya jelas kurang, hanya dijatah 4 pertemuan saja,
yakni 4x 40 menit. Belum lagi kalau ada hari libur, untuk persiapan siswa
kelas IX yang akan ujian nasional. Padahal kan materi puisi lumayan
banyak dan evaluasinya juga membutuhkan waktu yang lama. Misalnya
untuk membacakan hasil puisi siswa di depan kelas” (CLHW No. 1).
93
dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Dalam hal ini banyak terlihat bahwa
beberapa orang siswa yang tidak memperhatikan guru DW pada saat
pembelajaran apresiasi puisi, mereka sibuk melakukan kegiatan lain di luar
pembelajaran.
Puisi merupakan penuangan gagasan yang bersifat curahan perasaan atau
emosional dengan mempertimbangkan efek keindahan dan di dalamnya
menggunakan pilihan bahasa yang indah dan bersifat imajinatif. Mempelajari
puisi membutuhkan konsentrasi pikiran dan ketekunan. Hal tersebut dikarenakan
di dalam puisi terdapat perlambang yang membutuhkan seluruh indra dan pikiran
yang mesti dipahami oleh siswa. Selain itu, apabila membuat puisi dibutuhkan
kata-kata yang indah dan mempunyai makna perlambang agar hasilnya menarik
dan menggugah hati para pembacanya. Berdasarkan observasi dan wawancara
yang dilakukan oleh peneliti banyak siswa di kelas VIII E SMP Negeri 14
Surakarta yang merasa kesulitan untuk mengungkapkan ide atau gagasannya ke
dalam bentuk kata-kata pada saat pembuatan puisi karena di dalam membuat puisi
hendaknya menggunakan pilihan dan jalinan kata secara tepat agar puisi yang
dibuat bersifat puitis.
Salah satu evaluasi yang dilakukan guru DW pada saat pembelajaran
apresiasi puisi adalah dengan lisan. Hal tersebut dilakukan dengan cara menyuruh
masing-masing siswa untuk membacakan puisi bebas yang telah dibuat di depan
kelas. Akan tetapi, pada awalnya tidak semua siswa mau membacakan puisinya.
Selain itu, kebanyakan siswa di kelas VIII E membacakan puisinya di depan
kelas dengan malu-malu. Hal tersebut semakin diperparah dengan ledekan dan
komentar-komentar dari siswa lain yang berusaha menggoda siswa yang sedang
membacakan puisinya di depan kelas. Pada umumnya, siswa dalam membaca
puisi hanya seperti membaca cerita saja tidak ada penghayatan ataupun ekspresi
yang keluar dari dalam tubuh. Membacakan puisi di depan kelas saja masih malu-
malu apalagi untuk berani memperlihatkan ekspresi tubuh yang sesuai dengan
puisi yang dibaca.
Media pembelajaran sangat diperlukan demi berhasilnya proses
pembelajaran di sekolah. William Burton (dalam Moh. Uzer Usman, 2005: 32)
94
memberikan petunjuk bahwa dalam memilih media yang akan digunakan dalam
pembelajaran, hendaknya perlu diperhatikan hal-hal tertentu. Kehadiran media
dalam proses pembelajaran puisi harus menunjang keberlangsungan pola pikir,
berbicara, dan bertanya siswa. Guru diharapkan secara kreatif dan mempunyai
daya inovatif untuk mengembangkan, mendayagunakan imajinasinya untuk
memilih media yang ada serta menciptakan dan mengembangkan media yang baru
sehingga dapat menciptakan pembelajaran puisi yang idelanya bersifat PAIKEM.
Penggunaan media pembelajaran yang sesuai juga menjadi kendala yang cukup
signifikan dalam pembelajaran apresiasi puisi di kelas VIII E SMP Negeri 14
Surakarta. Guru DW belum menggunakan media elektronik pada saat mengajar
puisi. Jadi, guru DW hanya menggunakan media sebatas yang berada di dalam
kelas, seperti papan tulis, spidol, dan penggaris. Hal tersebut membuat kegiatan
pembelajaran puisi terkesan monoton, kurang bervariasi, dan siswa terlihat kurang
begitu tertarik mengikuti pembelajaran puisi.
Pada pembelajaran apresisasi puisi guru dituntut untuk mengelola waktu
secara tepat. Hal tersebut dikarenakan alokasi waktu yang diberikan untuk
pembelajaran apresiasi puisi hanya 4 x 40 menit. Alokasi waktu tersebut dapat
dikatakan kurang memadai mengingat begitu luasnya materi puisi. Oleh karena
itu, sedapat mungkin guru menerapakan alokasi waktu tersebut dengan tepat
sehingga semua materi puisi yang hendak disampaikan dapat tepat selesai sesuai
waktu yang telah ditetapkan.
4. Upaya Guru Bahasa Indonesia di Kelas VIII E SMP Negeri 14 Surakarta
Mengatasi Kendala-Kendala dalam Pembelajaran Apresiasi Puisi
Berdasarkan hasil observasi, analisis dokemen, dan wawancara yang
peneliti lakukan dapat dijelaskan mengenai upaya guru DW mengatasi kendala-
kendala pembelajaran apresiasi puisi. Upaya guru bahasa Indonesia di kelas VIIIE
SMP Negeri 14 Surakarta untuk mengatasi kendala-kendala dalam pembelajaran
apresiasi puisi adalah sebagai berikut.
a. Guru DW akan berusaha memberikan motivasi, bimbingan, dan arahan
bagi siswa yang mempunyai motivasi belajar yang rendah untuk mengikuti
95
pembelajaran apresiasi puisi. Upaya tersebut dilakukan guru DW untuk
mengatasi kendala kurangnya motivasi siswa pada saat mengikuti
pembelajaran apresiasi puisi;
b. Cara guru DW untuk mengatasi kesulitan siswa dalam mengungkapkan ide
atau gagasannya ke dalam bentuk kata-kata pada saat pembuatan puisi
adalah dengan mengenalkan siswa kepada puisi dan menanamkan rasa
senang siswa terhadap materi puisi, salah satunya adalah dengan
menggunakan tema yang disukai siswa. Hal tersebut dilakukan karena
dengan penggunaan tema yang sesuai dengan usia dan latar belakang
siswa akan membuat siswa lebih senang dalam mempelajari puisi karena
siswa merasa dekat dan akrab dengan tema-tema yang sesuai dengan umur
mereka;
c. Cara guru DW mengatasi kendala siswa yang masih malu untuk
membacakan puisinya di depan kelas yaitu, guru DW akan memberikan
motivasi kepada siswa untuk mau membacakan puisinya di depan kelas.
Guru DW memberikan motivasi-motivasi tertentu kepada siswa dengan
tujuan memberikan pemahaman kepada siswa bahwa membaca puisi di
depan kelas memang membutuhkan kepercayaan diri yang tinggi. Dengan
mencoba dan sering membacakan puisi maka rasa percaya diri itu akan
timbul dengan sendirinya;
d. Cara guru DW mengatasi kendala penggunaan media pembelajaran yaitu,
guru DW akan berusaha menggunakan media elektronik, seperti kaset,
tape recorder, ataupun OHP pada pembelajaran yang akan datang.
Penggunaan media elektronik diharapkan mampu meningkatkan kualitas
pembelajaran apresiasi puisi. Selain itu, penggunaan media elektronik
akan membuat pembelajaran lebih menarik dan tidak terkesan monoton;
e. Guru DW menyuruh siswa membaca buku-buku tentang puisi di luar jam
pembelajaran untuk mengatasi kendala terbatasnya alokasi waktu. Hal
tersebut dilakukan karena dengan lebih aktif mempelajari materi-materi
yang berhubungan dengan puisi di luar pembelajaran berlangsung maka
akan memperluas pengetahuan siswa tentang puisi.
96
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka penelitian yang
berjudul ”Pelaksanaan Pembelajaran Apresiaisi Puisi di Kelas VIII E SMP Negeri
14 Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010 dapat disimpulkan sebagai berikut.
1. Perencanaan Pembelajaran Apresiasi Puisi di Kelas VIII E
SMP Negeri 14 Surakarta
Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RRP ) bahasa Indonesia,
khususnya pembelajaran apresiasi puisi di kelas VIII E SMP Negeri 14 Surakarta
dibuat oleh tim MGMP dan dibuat satu kali dalam satu tahun. Guru DW tidak
membuat sendiri silabus dengan alasan guru DW merasa lebih praktis memakai
silabus yang dibuat oleh tim MGMP. Guru DW juga belum membuat RPP sendiri
karena dengan melihat dan mencermati RPP yang dibuat oleh tim MGMP sudah
dapat memperkirakan kegiatan pembelajaran apresiasi puisi yang akan
dilaksanakan di kelas. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran guru DW hanya secara
abstrak (tanpa tertulis).
2. Pelaksanaan Pembelajaran Apresiasi Puisi di Kelas VIII E
SMP Negeri 14 Surakarta
Secara umum pelaksanaan pembelajaran apresiasi puisi di kelas VIII E
SMP Negeri 14 Surakarta belum sepenuhnya menacu kepada pembelajaran
apresiasi puisi yang bersifat PAIKEM. Secara umum, langkah-langkah guru DW
pada saat pembelajaran apresiasi puisi yaitu,
a. Siswa menyimak pembacaan puisi;
b. Siswa disuruh memperhatikan dan mencermati puisi;
c. Guru menyuruh siswa untuk memahami isi puisi;
d. Siswa disuruh mendiskusikan tentang tema, nada, serta amanat yang
ada dalam puisi tersebut dengan teman sebangku;
e. Siswa disuruh mengemukakan apa yang telah didiskusikan kemudian
siswa yang lain menanggapinya dengan didampingi guru;
96
97
f. Guru menyuruh siswa membuat puisi bebas;
g. Guru menyuruh siswa membacakan puisi yang sudah dibuat di depan
kelas.
3. Kendala-Kendala yang Timbul
dalam Pembelajaran Apresiasi Puisi di Kelas VIII E
SMP Negeri 14 Surakarta
Kendala yang timbul dalam pembelajaran apresiasi puisi di kelas VIII E
SMP Negeri 14 Surakarta yaitu,
a. Siswa kurang mempunyai motivasi pada saat pembelajaran apresiasi puisi;
b. Siswa merasa kesulitan untuk mengungkapkan ide atau gagasannya ke
dalam bentuk kata-kata pada saat pembuatan puisi;
c. Siswa merasa malu apabila disuruh maju untuk membacakan puisi di
depan kelas;
d. Media pembelajaran apresiasi puisi yang dipakai oleh guru masih terbatas;
e. Kurangnya alokasi waktu yang digunakan dalam pembelajaran apresiasi
puisi.
4. Upaya Guru Bahasa Indonesia di Kelas VIII E
SMP Negeri 14 Surakarta Mengatasi Kendala-Kendala dalam
Pembelajaran Apresiasi Puisi
Upaya guru bahasa Indonesia di kelas VIII E SMP Negeri 14 Surakarta
untuk mengatasi kendala-kendala dalam pembelajaran apresiasi puisi yaitu,
a. Guru DW akan berusaha memberikan motivasi, bimbingan, dan arahan
bagi siswa yang mempunyai motivasi belajar yang rendah untuk mengikuti
pembelajaran apresiasi puisi;
b. Guru DW mengenalkan siswa kepada puisi dan menanamkan rasa senang
siswa terhadap materi puisi;
c. Guru DW memberikan motivasi kepada siswa untuk mau membacakan
puisinya di depan kelas;
d. Guru DW akan berusaha menggunakan media elektronik, seperti kaset,
tape recorder, ataupun OHP pada pembelajaran yang akan datang;
98
e. Guru DW menyuruh siswa membaca buku-buku tentang puisi di luar jam
pembelajaran.
B. Implikasi
Penelitian ini memberikan suatu gambaran yang jelas bahwa keberhasilan
proses pembelajaran apresiasi puisi tergantung pada beberapa faktor. Faktor-
faktor tersebut berasal dari pihak guru maupun siswa. Faktor dari pihak guru,
yaitu kemampuan guru dalam mengembangkan perencanaan pembelajaran,
kemampuan guru dalam mengembangkan dan menyampaikan materi, kemampuan
guru dalam mengembangkan media pembelajaran, serta kemampuan guru dalam
mengelola kelas. Faktor dari siswa, yaitu minat dan motivasi siswa dalam
mengikuti proses pembelajaran apresiasi puisi.
Faktor-faktor yang telah disebutkan di atas saling mempunyai keterkaitan
satu sama lainnya sehingga harus diupayakan dengan maksimal agar kegiatan
pembelajaran apresiasi puisi mengarah pada pembelajaran yang bersifat aktif,
inovatif, kreatif, efisien, dan menyenangkan (PAIKEM) dalam proses maupun
hasilnya. Apabila guru memiliki kemampuan yang baik dalam menyampaikan
materi dan dalam mengelola kelas, serta didukung oleh media dan model
pembelajaran yang sesuai maka kegiatan pemelajaran apresiasi puisi akan
berlangsung dengan baik. Selain itu, siswa juga akan termotivasi untuk mengikuti
kegiatan belajar mengajar dengan aktif. Dengan demikian, proses pembelajaran
dapat berjalan dengan aktif, inovatif, kreatif, efisien, dan menyenangkan.
Penggunaan media pembelajaran menjadi salah satu faktor yang cukup
penting dalam tercapainya tujuan pembelajaran apresiasi puisi. Diharapkan
dengan penggunaan media pembelajaran yang tepat, misalnya menggunakan tape
recorder, CD, DVD ataupun OHP dapat menarik minat siswa dalam mengikuti
pembelajaran. Seperti telah diketahui bahwa seorang guru merupakan figur yang
seharusnya mampu menumbuhkan motivasi siswa dengan cara-cara tertentu. Pada
dasarnya motivasi belajar dapat bersumber dari dalam diri siswa sendiri
berdasarkan kebutuhan, dorongan, dan kesadaran pada tujuan belajar. Motivasi ini
disebut motivasi intrinsik. Motivasi belajar dapat juga tumbuh berkat rangsangan
99
atau tekanan dari luar yang disebut dengan motivasi ekstrinsik. Kedua motivasi ini
berdaya guna dalam proses belajar dan sangat berpengaruh terhadap tujuan
pembelajaran. Oleh karena itu, penggunaan media yang lebih variatif sangat
diperlukan untuk meningkatkan motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran
apresiasi puisi.
C. Saran
Saran yang diajukan peneliti berkaitan dengan simpulan dan implikasi
adalah sebagai berikut.
1. Guru bahasa Indonesia hendaknya membuat Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran apresiasi puisi secara mandiri, tidak hanya menggunakan RPP
dari tim MGMP. Hal tersebut bertujuan agar guru mampu menyesuaikan
pembelajaran apresiasi puisi yang akan dilakukan di kelas dengan kondisi
dan latar belakang siswanya. Selain itu, pada saat pembelajaran apresiasi
puisi supaya guru dapat: (1) menggunakan media elektronik, misalnya
berupa tape recorder, DVD, ataupun VCD; dan (2) menerapkan berbagai
macam metode pembelajaran yang mengacu pada pembelajaran PAIKEM,
misalnya inkuiri dan diskusi. Siswa diharapkan menjadi lebih tertarik dalam
mengikuti pembelajaran apresiasi puisi dengan digunakan dan diterapkannya
media dan metode pembelajaran yang telah disebutkan peneliti di atas.
Ketertarikan siswa dalam mengikuti pembelajaran apresiasi puisi pada
akhirnya dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran
apresiasi puisi tersebut.
2. Siswa di kelas VIII E SMP Negeri 14 Surakarta supaya lebih antusias dalam
mengikuti pembelajaran apresiasi puisi, lebih berani membaca puisi di depan
kelas. Selain itu, diharapkan siswa lebih gemar membaca buku-buku tentang
puisi di luar jam pelajaran agar kemampuan mengapresiasi puisi dapat
meningkat.
3. Pihak sekolah SMP Negeri 14 Surakarta supaya menambah sarana dan
prasarana yang dapat menunjang kegiatan pembelajaran apresiasi puisi agar
lebih menarik perhatian siswa, misalnya tape recorder, DVD, VCD, OHP.
100
Hal tersebut bertujuan agar pembelajaran puisi dapat dilaksanakan secara
optimal.
4. Kepada peneliti lain, penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi dalam
penelitian-penelitian yang berkaitan dengan pembelajaran apresiasi puisi
berikutnya. Peneliti berharap ada penelitian yang berkaitan dengan
pembelajaran apresiasi puisi dapat membahas pembelajaran apresiasi puisi
secara lebih spesifik dan lebih terperinci.
101
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Majid. 2003. Perencanaan Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Ahlan Husein dan Rahman. 1996. Perencanaan Pengajaran Bahasa. Jakarta:
Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah Bagian Proyek Penataran
Guru SLTP Setara D III tahun 1996/1997.
Akhmad Nurhadi. 2008. “Bahan Ajar Apresiasi Prosa Fiksi dan Puisi”. dalam
http://WordPress.com, diakses pada tanggal 14 Agustus 2009 di
Surakarta.
Arief S. Sadiman, R. Rahardjo, Anung Haryono, Rahardjito. 2006. Media
Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Atar Semi. 1993. Anatomi Sastra. Padang: Angkasa Raya.
B. P. Situmorang. 1983. Puisi dan Metodologi Pengajarannya. Flores: Nusa
Indah
B. Rahmanto. 1988. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisius.
BSNP. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Badan Standar
Nasional Pendidikan.
Bill Siverly. 2002. “A Journal of Poetry of Place”. dalam http://www.hevanet.com
/windfall/ , diakses pada 28 Februari 2010 di Surakarta.
Bratanti Indrayu Noworetni. 2006. “Pembelajaran Puisi di Sekolah Menengah
Pertama (Studi Kasus di SMP Negeri 1 Wonosari Klaten)”. Tesis (tidak
diterbitkan), PPs. Universitas Sebelas Maret Surakarta.
E. Mulyasa. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya.
Effendi. 1973. Bimbingan Apresiasi Puisi. Flores: Nusa Indah.
Gino, Suwarni, Suripto, Maryanto, dan Sutijan. 2000. Belajar dan Pembelajaran
I. Surakarta: UNS Press.
102
H. Kris Budiono. 2006. “Pembelajaran Apresiasi Puisi Berdasarkan Kurikulum
2004 Standar Kompetensi (Studi Kasus di SMA Negeri 1 Sukoharjo)”.
Tesis (tidak diterbitkan), PPs. Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Hadi, A. Soedomo. 2005. Pendidikan (Suatu Pengantar). Surakarta: LPP dan
UNS Press.
Herman J. Waluyo. 1995. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga.
-----------------------. 2002. Apresiasi Puisi. Jakarta: Gramedia Pustaka.
Jabrohim. 1994. Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kinayati Djoyosuroto. 2005. Puisi: Pendekatan dan Pembelajarannya. Bandung:
Nuansa.
Henry Guntur Tarigan. 1984. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.
Lexy J. Moleong. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Maman S. Mahayana. 2008. ”Apresiasi Sastra Indonesia di Sekolah” dalam
Insania Volume 3, edisi September-Desember 2008. Purwokerto: P3M
STAIN Purwokerto.
Miles, B. Mattew dan Hubberman, A. Michael. 1992. Analisis Data Kualitatif.
(Terjemahan Tjetjep Rohendi Rohidi). Jakarta: Universitas Indonesia
Press.
Moh. Uzer Usman. 2005. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Nurhadi. 2004. Kurikulum 2004 (Pertanyaan dan Jawaban). Jakarta: Grasindo.
Oemar Hamalik. 2001. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Rachmat Djoko Pradopo. 1990. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Rizanur Gani. 1981. Pengajaran Apresiasi Puisi: Sebuah Antologi. Surakarta:
FKIP Universitas Sebelas Maret.
Sara M. Cifemi Bailey. 2000. “A Journal of Children's Poetry in The Curriculum
An Annotated Bibliography for Alloway Township School”. dalam
103
http://www.hevanet.com/windfall/ , diakses pada 28 Februari 2010 di
Surakarta.
Sarwiji Suwandi. 2004. ”Penilaian Berbasis Kelas dalam Kegiatan Pembelajaran
Bahasa Indonesia” dalam Retorika Volume 2 No. 2, Edisi Maret 2004.
Surakarta: UNS Press.
-----------------. 2009. Model Assesmen dalam Pembelajaran. Surakarta: Mata Padi
Presindo
Sawali. 2009. ”Pembelajaran Puisi”. dalam http://agupenajateng.net/2009/03/15/
bahan-ajar-puisi-antara-tuntutan-kurikulum-dan-kepentingan-apresiasi,
diakses 14 Agustus 2009 di Surakarta.
Soekartawi. 1995. Meningkatkan Efektivitas Mengajar. Jakarta: Pustaka Raya.
Sumarna S. 2004. Penilaian Portofolio. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Suminto A. Sayuti. 1985. Puisi dan Pengajarannya. Semarang: IKIP Semarang
Press.
Sutopo. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS Press.
Suyitno. 2004. “Pembelajaran Apresiasi Puisi di SMU”: Studi Kasus di SMU N I
Surakarta dan SMUN 8 Surakarta”. Tesis (tidak diterbitkan).
Swandono. 1995. Perencanaan Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.
Surakarta: UNS Press.
Syaiful Sagala. 2003. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik.
Jakarta: Prestasi Pustaka
Winarno Surakhmad. 1994. Pengantar Penelitian Ilimiah. Bandung: Tarsito.