Upload
vudieu
View
241
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
PE
RATUR
DALP
PRAN DAE
TENTAAM RA
PENDAPDI KAB
I PUTU
PROGRUNIV
i
TES
ELAKSERAH NANG PA
ANGKA MPATAN ABUPAT
AGUS IND
RAM PASVERSITA
DENPA201
SIS
SANAANNOMOR
AJAK HOMENINASLI DAEN BAD
DRA NUG
SCASARAS UDAYA
ASAR 15
N R 15 TAHOTEL GKATKAERAH
DUNG
GRAHA
RJANA ANA
HUN 20
KAN H
11
PE
RATUR
DALP
P
PRAN DAE
TENTAAM RA
PENDAPDI KAB
I PUTU
PROPROGRA
PROGRUNIV
i
TES
ELAKSERAH NANG PA
ANGKA MPATAN ABUPAT
AGUS IND
NIM: 139
OGRAM MAM STUDRAM PAS
VERSITADENPA
201
SIS
SANAANNOMOR
AJAK HOMENINASLI DAEN BAD
DRA NUG
90561011
MAGISTDI ILMU HSCASAR
AS UDAYAASAR 15
N R 15 TAHOTEL GKATKAERAH
DUNG
GRAHA
TER HUKUM
RJANA ANA
HUN 20
KAN H
M
11
ii
PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 15 TAHUN 2011
TENTANG PAJAK HOTEL DALAM RANGKA MENINGKATKAN
PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KABUPATEN BADUNG
Tesis Untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Studi Magister Program Studi Ilmu Hukum
Program Pascasarjana Universitas Udayana
I PUTU AGUS INDRA NUGRAHA NIM:1390561011
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR
2015
iii
Lembar Pengesahan
iv
Tesis Ini Telah Diuji
Pada Tanggal 1-Juli-2015
Panitia Penguji Tesis
Berdasarkan SK Rektor
Universitas Udayana
Nomor 1936/UN 14. 4/HK/2015 Tanggal 30 Juni 2015
Ketua : Dr. Putu Tuni Cakabawa Landra, SH., M.Hum.
Sekretaris : Dr. Ida Bagus Surya Darmajaya, SH., MH
Anggota : 1. Prof. Dr. I Nyoman Sirtha, SH., MS
2. Dr. Putu Gede Arya Sumerthayasa, SH., MH
3. Dr. Ni Ketut Sri Utari, SH., MH.
v
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Om Swastiastu,
Puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
dan anugerah Beliaulah penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tesis dengan judul
“Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Pajak Hotel Dalam
Rangka Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Di Kabupaten Badung” ini disusun
untuk memenuhi salah satu persyaratan guna memperoleh gelar Magister Hukum
pada Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas
Udayana.
Penulis sangat menyadari bahwa tesis ini dapat diselesaikan berkat berbagai
dukungan, motivasi dan bantuan dari berbagai pihak, maka dari itu dalam kesempatan
yang berbahagia ini penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih
kepada:
Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD KEMD
beserta jajarannya atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk
mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister di Universitas Udayana.
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana Prof. Dr. dr. A. A. Raka
Sudewi, Sp.S(K) beserta jajarannya atas kesempatan yang diberikan kepada penulis
untuk menjadi mahasiswa Program Magister Ilmu Hukum pada Program
Pascasarjana Universitas Udayana.
Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana Prof. Dr. I Gusti Ngurah
Wairocana,SH., MH., beserta jajarannya atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan
vii
kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister di
Universitas Udayana.
Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana
Universitas Udayana, Ibu Dr. Ni Ketut Supasti Dharmawan,SH., M.Hum., LLM, atas
kesempatan, dukungan, dan doa yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan
menyelesaikan pendidikan Program Magister di Universitas Udayana.
Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana
Universitas Udayana sekaligus sebagai dosen pembimbing pertama, Bapak Dr. Putu
Tuni Cakabawa Landra, SH., M.Hum atas kesempatan dan dukungan yang diberikan
kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister di
Universitas Udayana.
Bapak Dr. Ida Bagus Surya Darmajaya, SH., MH, sebagai dosen
pembimbing kedua yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam
penyusunan tesis ini dengan penuh perhatian memberikan saran, masukan strategis
dan motivasi.
Dosen-dosen pengajar serta tenaga kependidikan atau administrasi (Bu
Agung, Bu Gung Yun, Pak Made Mustiana dan Dandy) atas berbagai dukungan
administratif dan moral yang diberikan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan
studi pada Program Magister Ilmu Hukum Universitas Udayana.
Tercinta dan terkasih kedua orang tua penulis I Komang Sudarsa SE dan Ida
Ayu Ketut Sri Anggreni SE, adik-adik penulis I Kadek Putra Arta Guna dan I
Komang Kusuma Wijaya, Kakek penulis I Nyoman Gandra dan Nenek Nengah
viii
Windri serta keluarga besar yang penulis kasihi yang telah dengan penuh sabar
memberikan doa, kasih sayang, bantuan materi, semangat dan dukungannya hingga
penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
Mantan rekan kerja penulis di PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk
Cabang Gajah Mada Denpasar, Distin, Sandra, Diva, Gek Inten, Olin, Bu Kadek, Pak
Gama, Bu Indra, Pak Gede dll.
Rekan kerja penulis di Prudential Pru Gemilang, Pak Gusti, Bu Sri, Dwi, dll.
Ketua Yayasan Teruna Teruni Bali Duta Wisata Provinsi Bali I Gusti Ayu Sita
Wedastiti W.S. S.E, Anggota Paguyuban Teruna Teruni Bali dan Pengurus beserta
pendukung Yan Mitha, Andre, Eka, Gita, Eva, Widi, Ibu Tudi Joe Joy dll. Rekan
model penulis di LV C&C Model Management. Tenaga Pengajar di Universitas
Mahendradatta.
Rekan-rekan mahasiswa mahasiswi Magister Ilmu Hukum Universitas
Udayana angkatan 2013 serta teman-teman lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan
satu persatu yang selalu memberikan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan
tesis ini.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna,
namun harapan penulis semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Semoga
Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan anugerah-Nya kepada kita semua.
ix
Denpasar, 6 Juli 2015
Penulis
x
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji mengenai hasil dari pelaksanaan penegakan Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Pajak Hotel di Kabupaten Badung dan untuk mengetahui, memahami dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Pajak Hotel di Kabupaten Badung. Jenis penelitian yang digunakan dalam membahas masalah ini adalah yuridis empiris. Data dan sumber data yang digunakan adalah data primer yang berasal dari Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Badung, Hotel di Kabupaten Badung, Dinas Pariwisata Kabupaten Badung, Kejaksaan Negeri Denpasar, Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Badung, sedangkan data sekunder yang digunakan terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Teknik pengumpulan data yang dipergunakan adalah teknik studi dokumen dan teknik wawancara, dengan teknik pengambilan sampel atas populasi penelitian yang digunakan adalah teknik non probability sampling. Adapun analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif.
Dari hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2011 tentang Pajak Hotel di Kabupaten Badung berdasarkan realisasi penerimaan pendapatan daerah Kabupaten Badung dari pajak hotel tahun anggaran 2012 periode bulan desember 2012, tahun anggaran 2013, periode bulan desember 2013, tahun anggaran 2014 periode bulan desember 2014 telah berjalan efektif namun dalam pemungutan pajak tiap bulannya terdapat tunggakan-tunggakan hal tersebut ditunjukkan dari adanya jumlah piutang pajak hotel dalam jumlah besar yang menghambat optimalisasi pendapatan pajak hotel. Adapun faktor penghambat pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Badung No 15 Tahun 2011 disebabkan oleh (a) faktor hukum yaitu perumusan norma yang mengatur permohonan pengangsuran dan penundaan pembayaran pajak, pengaturan pengurangan atau penghapusan sanksi administrastif pada Perda Nomor 15 Tahun 2011, Peraturan Bupati Nomor 21 Tahun 2012 dan Peraturan Bupati Nomor 34 Tahun 2012 (b) faktor penegak hukum yaitu kualitas/kemampuan dan kuantitas/ jumlah sumber daya manusia kurang memadai dibandingkan dengan ruang lingkup tugas dan wilayah tugas, mutasi pegawai yang begitu cepat sehingga diperlukan waktu untuk memenuhi kompetensi pada bidang tugas dan tempat kerja yang baru, belum memiliki PPNS pajak daerah. (c) Faktor sarana dan prasarana, kendaraan untuk turun kelapangan sudah berusia tua dan belum terpasangnya web service pada wajib pajak hotel di Kabupaten Badung.(d) Faktor masyarakat, kepatuhan wajib pajak sebagai masyarakat untuk menyetor pajak yang telah dipungut dari konsumen sebagai subjek pajak.(e) Faktor budaya hukum, terkait pemahaman wajib pajak terhadap substansi dari Peraturan Daerah yang mengatur pajak hotel.
Kata Kunci: Pajak Hotel, Pendapatan Asli Daerah, Peraturan Daerah
xi
ABSTRACT
The purpose of this research is to assess the results of the implementation of the rule of Regional Regulation No. 15 Year 2011 on Hotel Taxes in Badung and to know, understand and analyze the factors that affect the implementation of the Regional Regulation No. 15 Year 2011 on Hotel Taxes in Badung. The method employed in this research is empirical legal research. Data and sources of data used are primary data derived from the Department of Revenue Badung Regency Hotel in Badung, Badung Tourism Office, Denpasar District Court, Civil Service Police Unit Badung, while secondary data used consisted of primary legal materials, secondary, and tertiary. Data collection technique used are document study technique and interview techniques, with the sampling technique used on the population is non-probability sampling technique. The analysis used in this research is the analysis used in this research is the qualitative data analysis.
From these results it can be seen that the implementation of the Regional Regulation No. 15 Year 2011 on tax Hotel in Badung based on actual revenue receipts from the Badung regency hotel tax year 2012 budget period in December 2012, the fiscal year 2013, the period in December 2013, the fiscal year 2014 period in December 2014 have been effective, but the tax collection each month there are arrears it is shown from the number of hotel tax receivable in bulk which inhibit optimization of hotel tax revenues. The factors inhibiting the implementation of Badung District Regulation No. 15 of 2011 was caused by (a) factors, namely the formulation of legal norms that regulate the petition pengangsuran and postponement of tax payments, setting the reduction or elimination of sanctions administrastif on Regulation No. 15 Year 2011, decree No. 21 of 2012 and decree No. 34 of 2012 (b) law enforcement factor is the quality / capability and quantity / number of human resources is inadequate compared to the scope of duties and tasks area, moving staff is so fast that it takes to fulfill the tasks and competence in the field of the new workplace, investigators do not yet have local taxes. (C) Factors infrastructure, vehicles for down spaciousness are already old and yet its installed web service on taxpayer hotels in Badung. (D) community factors, tax compliance as a society to remit the tax that has been levied on the consumer as subject to tax . (e) factors of law culture, related to the taxpayer understanding of the substance of Regional Regulations governing hotel taxes.
Key Words: Hotel Taxes, Locally-generated revenue, Local Regulation
xii
RINGKASAN
Tesis ini berjudul “Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Pajak Hotel Dalam Rangka Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Di Kabupaten Badung” ini, terdiri dari 5 bab. Bab I adalah bab pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan masalah, ruang lingkup masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, orisinalitas penelitian, landasan teoritis, dan metode penelitian. Dalam latar belakang, dijelaskan bahwa penelitian ini didasari oleh besarnya tunggakan pajak hotel di Kabupaten Badung. Data rekapitulasi piutang pajak dan aset lain-lain menunjukkan piutang pajak hotel per 31 Desember 2012 tercatat sebesar Rp. 89.757.743.476,08, per 31 Desember 2013 piutang pajak hotel sebesar Rp. 84.609.330.529,43, per 31 Desember 2014 piutang pajak hotel sebesar Rp.88.031.316.895, 25. Berkaitan dengan hal tersebut terdapat dua permasalahan yang dibahas yaitu pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2011 tentang Pajak Hotel di Kabupaten Badung dan faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2011 di Kabupaten Badung. Penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis empiris dengan sifat penelitian deskriptif. Adapun teori yang digunakan untuk menganalisa permasalahan tersebut adalah teori sistem hukum, asas the four maxims, kebijakan penanggulangan kejahatan, dan konsep penegakan hukum.
Bab II dalam tesis ini menguraikan tentang pengertian umum tentang pajak oleh beberapa ahli di bidang perpajakan, pajak hotel sebagai salah satu pajak kabupaten/kota sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, sistem self assessment beserta ciri-cirinya sebagai salah satu sistem pemungutan pajak daerah, teori-teori dan asas-asas yang mendukung pemungutan pajak, pajak hotel sebagai pajak obyektif, tata cara pemungutan dan penyetoran pajak oleh wajib pajak, dan pengawasannya oleh Dinas Pendapatan Daerah.
Bab III membahas tentang jawaban atas rumusan masalah pertama yang diuraikan dalam bab I tesis ini yaitu tentang pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2011 tentang Pajak Hotel yang bermula dari pembahasan potensi yang ada di Kabupaten Badung terkait dengan pajak hotel termasuk perkembangan jumlah hotel bintang dan non bintang empat tahun terakhir, tentang struktur organisasi Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Badung, tata cara pemungutan dan penyetoran pajak hotel di Kabupaten Badung, pengawasan oleh Dispenda Kabupaten Badung dan efektivitas pemungutan pajak hotel. Dari penelitian yang dilakukan ditemukan pemungutan pajak hotel di Kabupaten Badung berdasarkan realisasi penerimaan pendapatan daerah Kabupaten Badung dari pajak hotel tahun anggaran 2012 periode bulan desember 2012, tahun anggaran 2013, periode bulan desember 2013, tahun anggaran 2014 periode bulan desember 2014 telah berjalan efektif namun dalam pemungutan pajak tiap bulannya terdapat tunggakan-tunggakan hal tersebut ditunjukkan dari adanya jumlah piutang pajak hotel dalam jumlah besar.
xiii
Bab IV merupakan pembahasan terhadap rumusan masalah kedua sebagaimana diuraikan dalam bab I yang memberikan jawaban tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2011 tentang Pajak Hotel di Kabupaten Badung antara lain faktor hukum, faktor penegak hukum, sarana dan prasarana, masyarakat, dan budaya hukum.
Bab V merupakan bab penutup dari tesis ini yang menguraikan tentang simpulan dan saran dari tesis yang mana penulis menyarankan agar Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Badung semestinya berani memberikan tindakan pro yustisia, seperti pemberian surat paksa, penyitaan, pelelangan, dan penyidikan bagi wajib pajak yang terindikasi melakukan pelanggaran perpajakan daerah sehingga dapat meminimalkan piutang pajak hotel dan Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Badung dalam penanganan piutang pajak hotel perlu mengambil tindakan untuk mendukung uraian tugas bidang-bidang tugas yang ada. .
xiv
DAFTAR ISI
SAMPUL DEPAN
SAMPUL DALAM
HALAMAN PERSYARATAN GELAR MAGISTER ................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................ iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS..................................................... iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT…………. ............................... v
UCAPAN TERIMA KASIH ............................................................................ vi
ABSTRAK………………….. ......................................................................... x
ABSTRACT…………………………… ................................................................ xi
RINGKASAN ……………….. ....................................................................... xiii
DAFTAR ISI……………….. .......................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 10
1.3 Ruang Lingkup Masalah ................................................................ 10
1.4 Tujuan Penelitian ........................................................................... 10
1.4.1 Tujuan Umum ....................................................................... 10
1.4.2 Tujuan Khusus ...................................................................... 11
1.5 Manfaat Penelitian ......................................................................... 11
1.5.1 Manfaat Teoritis .................................................................... 11
1.5.2 Manfaat Praktis ..................................................................... 11
xv
1.6 Orisinalitas Penelitian .................................................................... 12
1.7 Landasan Teoritis ........................................................................... 14
1.8 Kerangka Berpikir……………………………………………… .. 24
1.9 Metode Penelitian .......................................................................... 25
1.9.1 Jenis Penelitian Hukum ......................................................... 25
1.9.2 Sifat Penelitian ...................................................................... 25
1.9.3 Data dan Sumber Data .......................................................... 26
1.9.4 Teknik Pengumpulan Data .................................................... 28
1.9.5 Teknik Penentuan Sampel Penelitian…………… ................ 29
1.9.5 Pengolahan dan Analisa Data ............................................... 30
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PAJAK HOTEL SEBAGAI
PAJAK DAERAH ............................................................................................ 31
2. 1 Tinjauan Umum Tentang Pajak .................................................... 31
2.1.1 Tinjauan Umum Tentang Pajak Daerah ................................ 35
2.1.2 Sistem Pemungutan Pajak ..................................................... 40
2.1.3 Teori-Teori Yang Mendukung Pemungutan Pajak ............... 44
2.1.4 Fungsi Pajak…………………………………… .................. 46
2.2 Penentuan Wajib Pajak Hotel ......................................................... 47
2.2.1 Subjek Pajak, Pengukuhan Wajib Pajak, kewajiban Wajib
Pajak .................................................................................... 47
2.2.3 Pajak Hotel Sebagai Pajak Obyektif .................................... 50
2.2.3Objek Pajak Dan Tarif Pajak Hotel……………………….. . 52
xvi
2.3 Tata Cara Pemungutan dan Penyetoran Pajak Oleh Wajib Pajak .. 53
2.3.1 Masa Pajak, Saat Terutang Pajak, dan Wilayah
Pemungutan Pajak…….. ..................................................... 53
2.3.2 Pelaporan Pajak Dan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah
(SPTPD)…………………………………………… ........... 54
2.2.5 Cara Pemungutan Dan Penetapan Pajak Hotel………… .... 55
2.4 Pengawasan Oleh Fiskus (Dispenda)………………….............. . 55
2.4.1 Ketetapan Pajak………………………………………… .... 55
2.4.2 Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD)…………………… ... 56
2.4.3 Pembayaran Pajak Hotel………………………………… .. 57
2.4.4 Penagihan Pajak Hotel………………………………… ..... 57
2.4.5 Penyitaan dan Pelelangan……………………………… ..... 58
2.4.6 Keberatan…………………………………………………. 59
2.4.7 Banding…………………………………………………… 60
2.4.8 Pembetulan, Pembatalan, Pengurangan Ketetapan, Dan
Penghapusan Atau Pengurangan Sanksi Administrasi. ....... 61
2.4.9 Penyidikan Pajak Hotel……………………………… ........ 62
2.4.10 Ketentuan Pidana……………………………………… ... 63
BAB III PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN
BADUNG NO 15 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL
3.1 Gambaran Umum Kabupaten Badung ........................................... 65
xvii
3.1.1Objek Pajak Dan Wajib Pajak Hotel Di Kabupaten
Badung…………………………………………………… .. 68
3.1.2Struktur Organisasi Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten
Badung .................................................................................. 70
3.2Tata Cara Pemungutan Dan Penyetoran Pajak Hotel Di
Kabupaten Badung …………………….. .................................... 71
3.3 Pengawasan Oleh Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Badung
……………………… .................................................................... 74
3.4Efektifitas Pemungutan Pajak Hotel di Kabupaten Badung……… 86
BAB IV FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN
BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2011 ........................................... 96
4. 1 Faktor Hukum ............................................................................... 98
4. 2Faktor Penegak Hukum .................................................................. 105
4. 3 Sarana dan Prasarana..................................................................... 110
4. 4Masyarakat………………………………………………………. 112
4. 5Budaya Hukum……………………………………………… ...... 114
BAB V PENUTUP ........................................................................................... 117
5.1 Kesimpulan .................................................................................... 117
5.2 Saran ............................................................................................... 118
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR INFORMAN
xviii
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah
Pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat ditopang oleh sektor pariwisata,
perkebunan, pertanian, perikanan, pertambangan dan lainnya. Indonesia adalah
Negara yang memiliki keadaan alam, flora, fauna, seni, budaya yang berlimpah yang
merupakan aset dalam modal pembangunan kepariwisataan. Pembangunan
kepariwisataan di Indonesia yang dilaksanakan secara sistematis, terencana,
berkelanjutan dan bertanggungjawab dengan tetap memberikan perlindungan
terhadap nilai-nilai agama, budaya yang hidup dalam masyarakat setempat akan
memberikan pemerataan kesempatan berusaha dalam bentuk banyaknya tercipta
lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia.
World Tourism Organization dalam perkiraan yang dikeluarkan tahun 1977
mencatat, bahwa kalau pada tahun 1995 arus wisatawan mancanegara mencapai 564
juta orang, maka ditahun 2020 wisatawan mancanegara akan mencapai 1.602 juta
orang. Angka tersebut mencerminkan peningkatan mendekati 3 kali lipat dalam kurun
waktu 25 tahun, atau pertumbuhan rata-rata 4,3% per tahun.1 Pariwisata sudah diakui
sebagai industri terbesar di abad ini dan menjadi sektor andalan di dalam
pembangunan ekonomi berbagai Negara.2
1 Andi Mappi Sammeng, 2001, Cakrawala Pariwisata, Balai Pustaka, Jakarta, h. 26 2 I Putu Gelgel, 2009, Industri Pariwisata Indonesia Dalam Globalisasi perdagangan Jasa (GATS-WTO) Implikasi Hukum dan Antisipasinya, PT. Refika Aditama, Bandung, h. 1.
2
Di Indonesia, daerah yang memiliki potensi besar dalam kepariwisataan
adalah Provinsi Bali. Badan Pusat Statistik (BPS) Bali mencatat jumlah wisatawan
mancanegara yang paling banyak berkunjung ke Bali selama Januari-Desember 2013
adalah kebangsaan Australia 826.388 orang, Cina sebanyak 387.533 orang, Jepang
208.116 orang, Malaysia 199.232 orang, Singapura 138.388 orang, New Zealand
48.749 orang, Thailand 34.728 orang.3 Selama tahun 2014 hingga bulan agustus
sudah tercatat 2,4 juta orang atau bertambah 15,51 persen jika dibandingkan periode
sama tahun 2013 sebanyak 2,1 juta orang.4 Berdasarkan analisa Bank Indonesia
Wilayah III Bali dan Nusa Tenggara pertumbuhan ekonomi Bali pada triwulan III
tahun 2014 diprediksi mencapai 5,9 - 6,5 persen.
Banyaknya wisatawan ke Bali tentunya diimbangi dengan jumlah hotel di
berbagai kabupaten/kota di Bali seperti Kabupaten Badung yang disebut sebagai
pintu gerbang pariwisata Pulau Bali. Berdasarkan data wajib pajak daerah di
Kabupaten Badung hingga bulan September 2014 terdapat 162 hotel bintang dan
1419 hotel non bintang. Banyaknya hotel merupakan contoh dari dampak positif
pariwisata dalam pertumbuhan perekonomian sebagaimana dikemukakan oleh Tjok
Istri Putra Astiti dan I Ketut Sudantra,
The positive impacts of tourism development in Bali can be seen in various aspects of life, that is, the economic, social and cultural, as well as physical aspects.The economic impact of tourism development can clearly be seen in
3 Parwata; 2014, Pariwisata Bali Minim Anggaran Promosi, Majalah Bali Post, Vol. 33. No. ., Bali. 4 Radar Bali, Sampai September, Turis Asing Capai 2,4 Juta, Tgl. 16 September 2014, h. 16
3
the creasing business. In the services sector various opportunities have arisen such as accommodation, transportation and other.5 Aspek yang mendapat perhatian paling besar dalam pembangunan pariwisata
adalah aspek ekonomi.Terkait dengan aspek ekonomi inilah pariwisata dikatakan
sebagai suatu industri. Bahkan kegiatan pariwisata dikatakan sebagai kegiatan bisnis
yang berorientasi dalam penyediaan jasa yang dibutuhkan wisatawan seperti
accomodation.6
Besarnya industri pariwisata di Provinsi Bali terutama di Kabupaten Badung
harus dimanfaatkan pemerintah daerah (dalam hal ini pemerintah Kabupaten
Badung) untuk mendapatkan sumber pendapatan daerah dari sektor pajak. Hal
tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 286 ayat (1) Undang-Undang 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah yakni “Pajak daerah dan retribusi daerah ditetapkan
dengan Undang-Undang yang pelaksanaannya di daerah diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Daerah”. Berdasarkan hal tersebut Pemerintah Kabupaten diberikan
kewenangan untuk menggali potensi pajak daerah yang spesifik dan potensial dari
daerahnya. Salah satu sumber pendapatan daerah yang dominan di Kabupaten
Badung adalah berasal dari pajak daerah khususnya pajak hotel. Pajak daerah diatur
berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah (selanjutnya disebut Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi
5 Michael Faure, Ni Ketut Supasti Dharmawan & I Made Budi Arsika (Eds.), 2014, Sustainable Tourism and Law, Eleven International Publishing, The Netherlands, h. 236. 6 Ida Bagus Wyasa Putra, 2003, Hukum Bisnis Pariwisata, PT Refika Aditama, Bandung, h.17-18.
4
Daerah). Pajak daerah adalah pajak yang diadakan oleh pemerintah daerah dan
penagihannya dilakukan oleh pejabat pajak yang ditugasi mengelola pajak daerah.
Lapangan atau obyek pajak daerah berbeda dengan pajak pusat sehingga tidak
menimbulkan pajak ganda nasional yang merugikan wajib pajak. Berdasarkan
ketentuan diatas Pemerintah Kabupaten/Kota memiliki kewenangan untuk
menetapkan pajak daerah tidak lepas dari adanya pembagian kekuasaan berdasarkan
asas desentralisasi yang memberikan otonomi kepada daerah untuk mengatur dan
mengurus pemerintahannya untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Kewenangan tersebut adalah kewenangan dalam menetapkan Peraturan Daerah
sebagai produk hukum yang mencantumkan sanksi pidana.
Kompleksnya industi pariwisata menuntut suatu kebijakan hukum yang
memadai untuk melandasi pertumbuhan pariwisata yang teratur dan terus meningkat.
Peraturan perundang-undangan seperti Peraturan Daerah yang mengatur pajak yang
dibebankan pada wisatawan dan badan-badan usaha wisata oleh pemerintah dan
penguasa daerah untuk menutup biaya-biaya yang diperlukan dalam persiapan dana
pembangunan prasarana dan sarana-sarananya harus dipertimbangkan dengan hati-
hati. Hasil dari penarikan pajak harus dapat diaplikasikan kearah perbaikan kondisi
serta fasilitas wisata.7
Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
jenis pajak dibedakan mejadi dua, yaitu pajak provinsi dan pajak kabupaten/kota.
Pajak kabupaten/ kota terdiri dari pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak 7 Salah Wahab, 2003, Manajemen Kepariwisataan, Pradnya Paramita, Jakarta, h. 180-182
5
reklame, pajak penerangan jalan, pajak mineral bukan logam dan batuan, pajak
parkir, pajak air tanah, pajak sarang burung wallet, pajak bumi dan bangunan
pedesaan dan perkotaan, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan. Bahwa dengan
berlakunya Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, berdasarkan potensi
pariwisata di Kabupaten Badung Pemerintah Kabupaten Badung membentuk
Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2011 tentang Pajak Hotel (selanjutnya disebut
Perda Kabupaten Badung Nomor 15 Tahun 2011) sebagai landasan pemungutan
pajak hotel.
Sistem pemungutan pajak daerah dapat dibagi menjadi dua. Pertama,
pemungutan pajak daerah dengan sistem official assessment yang berarti pemungutan
pajak daerah berdasarkan penetapan Kepala Daerah dengan menggunakan surat
ketetapan pajak daerah (selanjutnya disingkat SKPD) atau dokumen lain yang
dipersamakan dengan itu8. Kedua, pemungutan menggunakan sistem self assessment.
Sistem ini memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri
besarnya pajak yang terutang.9 Wajib pajak menghitung, membayar dan melaporkan
sendiri pajak daerah yang terutang. Dokumen yang digunakan adalah surat
pemberitahuan pajak daerah (selanjutnya disingkat SPTPD) untuk menghitung,
memperhitungkan, membayarkan dan melaporkan pajak yang terutang.
Perda Kabupaten Badung Nomor 15 Tahun 2011 pada Pasal 11 ayat (1)
menyatakan setiap wajib pajak wajib mengisi SPTPD. Jadi sistem self assessment
8 Y. Sri Pudyatmoko, 2009, Pengantar Hukum Pajak (Edisi Revisi)-Ed.IV, Andi, Yogyakarta (Selanjutnya disebut Y. Sri Pudyatmoko I), h.81.
6
digunakan pada Peraturan Daerah Kabupaten tersebut. Besarnya tarif pajak
berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten diatas ditetapkan sebesar 10 % (sepuluh
persen) dari jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar.
Pendapatan pajak daerah ini akan digunakan pemerintah kabupaten untuk
membiayai kepentingan umum. Landasan filosofis pemungutan pajak didasarkan atas
“Benefit Approach” atau pendekatan manfaat. Pendekatan ini membenarkan
pemungutan pajak sebagai pungutan yang dapat dipaksakan. Pendekatan manfaat ini
mendasarkan suatu falsafah, oleh karena Negara menciptakan manfaat yang dapat
dinikmati seluruh warga Negara yang berdiam dalam Negara, maka Negara
berwenang memungut pajak dari rakyat dengan cara yang dipaksakan. Bentuk
manfaat yang dapat dinikmati tentunya tidak dapat dibuat sendiri oleh pihak
perorangan maupun swasta seperti, kesejahteraan, pelayanan umum, perlindungan
hukum, kebebasan dan penggunaan fasilitas umum.10
Berhubungan dengan kewajiban pemerintah daerah dalam mengelola
kepariwisataan sesuai dengan Pasal 23 huruf a, b, c, d Undang-Undang Nomor 10
Tahun 2009 tentang Kepariwisataan dapat disimpulkan pendapatan pajak hotel yang
merupakan potensi pendapatan pajak yang besar seperti di Kabupaten Badung dapat
digunakan untuk menyediakan informasi kepariwisataan, perlindungan hukum serta
keselamatan kepada wisatawan, menciptakan iklim yang kondusif untuk
perkembangan usaha pariwisata, mengembangkan asset yang menjadi daya tarik
10 H. Bosari, 2004, Pengantar Hukum Pajak-Ed. Revisi, Cet 5, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 38
7
wisata dan asset potensial yang belum tergali, dan mengendalikan kegiatan
kepariwisataan dalam rangka mencegah dan menanggulangi dampak negatif bagi
masyarakat luas.
Peranan pajak untuk pembangunan terlihat pada hampir setiap proyek
pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah selalu disebutkan bahwa dana untuk
proyek tersebut berasal dari pajak yang telah dikumpulkan masyarakat. Jadi fungsi
budgeter pajak terpenuhi.11 Pemungutan pajak daerah hasil dari perusahaan-
perusahaan daerah yang bergerak dalam bidang pariwisata seperti hotel yang terdapat
di Kabupaten Badung merupakan pendapatan yang sah untuk dimanfaatkan dalam
memajukan daerah pariwisata tersebut seperti dalam pembangunan kepariwisataan.
Industri pariwisata dengan objek pajak hotel adalah pilar utama pendapatan
asli daerah beberapa pemerintah kabupaten di Bali khususnya Pemerintah Kabupaten
Badung, namun terdapat akumulasi piutang pajak hotel dari tahun pengakuan piutang
pajak hotel dalam jumlah besar di Kabupaten Badung. Data rekapitulasi piutang pajak
dan aset lain-lain menunjukkan piutang pajak hotel per 31 Desember 2012 tercatat
sebesar Rp. 89.757.743.476,08 (delapan puluh sembilan milyar tujuh ratus lima puluh
tujuh juta tujuh ratus empat puluh tiga ribu empat ratus tujuh puluh enam rupiah point
nol delapan sen), per 31 Desember 2013 piutang pajak hotel sebesar Rp.
84.609.330.529,43 (delapan puluh empat milyar enam ratus sembilan juta tiga ratus
tiga puluh ribu lima ratus dua puluh sembilan rupiah point empat puluh tiga sen), per
11 Richard Burton dan Wirawan B Ilyas, 2001, Hukum Pajak, Salemba Empat, Jakarta, h. 7-8.
8
31 Desember 2014 piutang pajak hotel sebesar Rp.88.031.316.895, 25 (delapan puluh
delapan milyar tiga puluh satu juta tiga ratus enam belas ribu delapan ratus sembilan
puluh lima rupiah point dua puluh lima sen)12
Data Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Negeri Denpasar
mencatat, beberapa wajib pajak yang mempunyai tunggakan pembayaran pajak atau
piutang pada pemerintah Kabupaten Badung antara lain Sandi Phala Hotel sebesar
Rp. 4.649.087.074,38 ( empat milyar enam ratus empat puluh sembilan juta delapan
puluh tujuh ribu tujuh puluh empat rupiah point tiga puluh delapan sen) SKK-
354/P.1.10/Gs/01/2012 tanggal 4 Januari 2012, Ramada Resor Benoa sebesar Rp.
6.571.647.850,40 (enam milyar lima ratus tujuh puluh satu juta enam ratus empat
puluh tujuh ribu delapan ratus lima puluh rupiah point empat puluh sen) SKK-
3169/P.1.10/Gs/05/2012 tanggal 16 Mei 2012 yang penyelesaiannya dilaksanakan
dengan mencicil.
Berdasarkan data piutang pajak hotel diatas, dapat disimpulkan penerimaan
pajak tidak tercapai secara maksimal. Piutang pajak hotel yang tersebut diatas
tentunya disebabkan karena adanya wajib pajak yang memiliki tunggakan pajak dan
kendala-kendala dalam menambah pendapatan asli daerah (selanjutnya disingkat
PAD) dari sektor pajak hotel. Piutang pajak hotel ini muncul dapat dikarenakan
terdapat berbagai macam bentuk pelanggaran terhadap Perda Nomor 15 Tahun 2011
beserta peraturan turunannya seperti Peraturan Bupati Badung Nomor 21 Tahun 2012
tentang Tata Cara Pemungutan Pajak Parkir, Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak 12 Bidang Pembukuan dan Pelaporan Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Badung
9
Hiburan Dan Pajak Penerangan Jalan, Peraturan Bupati Badung Nomor 34 Tahun
2012 Tentang Tata Cara Pengurangan Atau Penghapusan Sanksi Administratif Dan
Pengurangan Atau Pembatalan Ketetapan Pajak Daerah, dan Peraturan Bupati
Badung Nomor 28 Tahun 2013 tentang Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran
Dan Penyetoran Pajak Daerah.
Kejahatan di bidang perpajakan terjadi dikarenakan terlanggarnya kaidah
hukum pajak. Terlanggarnya kaidah hukum pajak dapat dilakukan oleh pegawai pajak
atau pun wajib pajak ketika melakukan perbuatan atau tidak berbuat dibidang
perpajakan ketika memenuhi rumusan aturan hukum pajak.13 Contohnya wajib pajak
melakukan perbuatan pemalsuan pembukuan, tidak menyetor pajak yang telah
dipungut, tidak mendaftakan diri atau usahanya, wajib pajak tidak membayar pajak
untuk masa pajak bagi setiap jenis pajak. Perda No 15 Tahun 2011 telah
mencantumkan sanksi pidana, namun sanksi pidana tidak dimanfaatkan sebagai
sarana penegakan Perda No 15 Tahun 2011 di Kabupaten Badung.
Terkait dengan besarnya piutang Pajak Hotel di Kabupaten Badung, yang
menunjukkan penerimaan pajak yang tidak maksimal penulis sangat prihatin dengan
kondisi tersebut sehingga tertarik untuk menulis tesis dengan judul “Pelaksanaan
Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Pajak Hotel Dalam Rangka
Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Badung”.
13 Muhamad Djafar Saidi dan Eka Merdekawati Djafar, 2011, Kejahatan di Bidang Perpajakan, Rajawali Pers, Jakarta, h.2.
10
1.2.Rumusan Masalah:
Berkaitan dengan uraian latar belakang diatas, dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1.2.1. Bagaimanakah pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2011 Tentang
Pajak Hotel di Kabupaten Badung?
1.2.2. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya piutang pajak hotel di
Kabupaten Badung?
1.3.Ruang Lingkup Masalah
Untuk menghindari pembahasan yang menyimpang dan keluar dari
permasalahan yang dibahas maka perlulah adanya pembatasan dalam ruang lingkup
masalah, adapun pembatasannya adalah sebagai berikut:
1.3.1. Pembahasan pertama mengenai pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 15
Tahun 2011 Tentang Pajak Hotel di Kabupaten Badung.
1.3.2. Pembahasan kedua mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya
piutang pajak hotel di Kabupaten Badung.
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian terkait dengan Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 15
Tahun 2011 Tentang Pajak Hotel di Kabupaten Badung ada dua, yaitu tujuan umum
dan tujuan khusus. Adapun tujuan tersebut antara lain:
1.4.1. Tujuan Umum
1. Untuk pengembangan ilmu hukum terkait dengan science as a process.
Dengan pradigma ini ilmu akan terus berkembang di bidang Pajak Daerah
11
yang diatur berdasarkan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009.
Berdasarkan Undang-undang tersebut dan peraturan Perundang-undangan
dibawahnya akan dapat dilihat bagaimana pelaksanaan dari Peraturan
Daerah Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Pajak Hotel di Kabupaten Badung.
1.4.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengkaji mengenai hasil dari pelaksanaan penegakan Peraturan
Daerah Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Pajak Hotel di Kabupaten
Badung.
2. Untuk mengetahui, memahami dan menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi besarnya piutang pajak hotel di Kabupaten Badung.
1.5. Manfaat Penelitian:
1.5.1. Manfaat Teoritis
Penulisan tesis ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran
dalam bidang pendidikan terutama dibidang hukum pajak, khususnya pengaturan
pajak kabupaten/kota yang diatur dengan peraturan daerah.
1.5.2. Manfaat Praktis
Penulisan tesis ini diharapkan dapat bermanfaat dalam pelaksanaan dan
prakteknya terhadap agenda penegakan Peraturan Daerah Pajak Hotel agar tidak
terjadi akumulasi piutang pajak hotel dalam jumlah besar sebagai penghambat
optimalnya pendapatan daerah yang digunakan untuk pembangunan daerah termasuk
untuk pembiayaan kegiatan pariwisata didaerah tersebut. Penulis juga memiliki
harapan besar, tesis ini untuk memberikan pengetahuan kepada wajib pajak atas
12
manfaat penting dari pajak dalam pembangunan khususnya dibidang pariwisata,
membuka ruang untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi wajib pajak dan
aparatur pajak, memberikan masukan untuk penanganan piutang pajak hotel.
1.6. Orisinalitas Tesis
Orisinalitas tesis ini dapat dilihat perbedaannya dari tesis lain yang pernah
ditulis, antara lain:
Pertama, menemukan tesis atas nama I Komang Agus Budiyasa, Pasca-
Sarjana Universitas Udayana Program Studi Ilmu Hukum, Judul Tesis “Aspek
Hukum Pemungutan Pajak Hotel Dengan Sistem Online Pada Pemerintah Kota
Denpasar” dengan rumusan masalah:
1.Bagaimanakah pengaturan pemungutan pajak dengan sistem online Pada
Pemerintah Kota Denpasar?
2.Bagaimanakah kedudukan hukum perjanjian kerjasama pemungutan pajak
hotel dengan sistem online?
Tesis ini membahas dasar hukum pemungutan Pajak Hotel dengan sistem
online di Kota Denpasar berdasarkan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan ditindaklanjuti dengan pembentukan
Peraturan Daerah Kota Denpasar No 5 Tahun 2011, disamping kesepakatan bersama
Pemerintah Kota Denpasar serta Bank Pembangunan Daerah Bali. Kedudukan hukum
perjanjian kerja sama yang dibuat diklasifikasikan sederajat dengan Peraturan
Bersama Kepala daerah.Usulan proposal penulis membahas pelaksanaan Peraturan
Daerah Nomor 15 Tahun 2011 di Kabupaten Badung tentang pajak hotel dengan
13
mencari faktor-faktor yang mempengaruhi efektif atau tidaknya pelaksanaan
Peraturan Daerah Kabupaten Badung tersebut.
Kedua, tesis atas nama Rona Rositawati, mahasiswi program studi Magister
Ilmu Hukum Pasca-Sarjana Universitas Diponogoro, tahun 2009, judul tesis ”Sistem
Pemungutan Pajak Daerah Dalam Era Otonomi Daerah (Studi Kasus di Kabupaten
Bogor)” dengan rumusan masalah:
1.Bagaimanakah dasar hukum pemungutan pajak daerah dalam era otonomi
daerah?
2.Bagaimanakah sistem pemungutan pajak daerah dalam era otonomi daerah?
3.Bagaimanakah konsistensi peraturan daerah yang mengatur pajak daerah
dengan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah?
Tesis ini membahas dasar pemungutan pajak yang harus memiliki dasar
hukum yang kuat. Dalam kaitannya dengan pelaksanaan otonomi daerah, Undang-
Undang 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah perlu untuk
direvisi. Perbedaan usulan proposal tesis penulis dengan tesis ini dapat dilihat dari
pokok permasalahan yang dikaji. Usulan proposal penulis mengkaji pelaksanaan
Peraturan Daerah Kabupaten yang digunakan sebagai dasar penerimaan pajak hotel
untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Ketiga, tesis atas nama Siti Choiriah, mahasiswi Program Studi Magister
Kenotariatan Program Pasca Sarjana Universitas Diponogoro, tahun 2009, dengan
judul tesis ”Upaya Hukum Keberatan Bagi Wajib Pajak Dalam Sengketa Pajak Di
14
Bidang Pajak Bumi dan Bangunan (Studi di KPP Pratama Semarang Tengah I)”
dengan rumusan masalah:
1.Bagaimanakah wajib pajak menggunakan upaya hukum keberatan dalam
sengketa pajak di bidang PBB di KPP Pratama Semarang Tengah I?
2.Hambatan-hambatan apa yang dialami oleh wajib pajak di bidang PBB
dalam melakukan upaya hukum keberatan dan bagaimana upaya untuk
mengatasi hambatan tersebut?
Perbedaan usulan proposal penulis dengan tesis ini adalah tesis ini membahas
bahwa wajib pajak memiliki upaya hukum yaitu keberatan pajak sebagai bentuk
perlindungan hukum terhadapnya atas perselisihan antara wajib pajak dengan pejabat
pajak menganai besar atau jumlah pajak yang harus dibayar. Serta membahas
hambatan-hambatan yang dialami wajib pajak dalam mengajukan keberatan seperti
rumitnya prosedur permohonan dan lamanya jangka waktu penyelesaiannya. Usulan
proposal penulis memfokuskan pada pembahasan terhadap faktor-faktor penyebab
tunggakan pajak hotel dan langkah-langkah yang ditempuh Dinas Pendapatan Daerah
untuk penagihan piutang pajak tersebut.
1.7. Landasan Teori
Teori-teori hukum digunakan untuk membahas permasalahan penelitian untuk
mencapai kebenaran ilmu hukum yang diperoleh dari rangkaian upaya penelusuran.
Penelitian ilmu hukum dengan aspek empiris dalam tesis ini, dibahas dengan
menggunakan teori-teori yang relevan untuk menjawab rumusan masalah yang ada
sehingga diperoleh jawaban yang dapat memperbaiki keadaan yang ada.
15
1.7.1. Teori Sistem Hukum
Menurut Lawrence Friedman hukum merupakan suatu sistem yang terdiri dari
tiga komponen yakni,14
‘…substance of law, structure of law, culture of law. Substance of law is another aspect of legal system is its substance of law. By this is meant the actual rules, norms, and behavior patterns of people inside the system. This is, first of all, “the law” in the popular sense of the term.the fact that the speedlimit is fifty-five miles an hour, that burglars can be sent to prison, that”by law” a pickle maker has to list his ingredients on the label of the jar. Culture of law, by this we mean people’s attitude toward law and the legal system their beliefs, values, ideas, and expectations. In other words, it is that parts of the general culture which concerns the legal system. Legal structure, structure to be sure, is one basic and obvious element of the legal system. The structure of the system is its skeletal framework, it is the elements shape, the institusional body of the system.’ Lawrence Friedmann mengemukakan bahwa efektif dan berhasil tidaknya
penegakan hukum tergantung Three Elements of Legal System diantaranya:15
a. Struktur hukum
Struktur adalah dasar dan merupakan unsur nyata dari sistem hukum. Struktur
dalam sebuah sistem adalah kerangka permanen, atau unsur tubuh dalam
sistem hukum. Struktur dalam sebuah sistem meliputi lembaga yang
diciptakan oleh sistem hukum dengan berbagai macam fungsi.
14 M. Lawrence Friedman, 1984, American Law-An Introduction, Stanford University, W.W. Norton and Company, New York, p.5-6 15 Soerjono Soekanto, 2004, Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Cet V, Raja Grafindo Persada, Jakarta (Selanjutnya disebut Soerjono Soekanto I), h. 59
16
b. Substansi hukum
Substansi hukum adalah aturan atau norma hukum. Substansi tersusun dari
peraturan-peraturan mengenai bagaimana institusi-institusi bertindak.
c. Kultur hukum
Kultur hukum, yaitu opini-opini, kepercayaan-kepercayaan, kebiasaan-
kebiasaan cara berfikir, cara bertindak baik dari penegak hukum maupun dari
warga masyarakat, tentang hukum dan berbagai fenomena yang berkaitan
dengan hukum.16
Teori ini penulis gunakan untuk membahas permasalahan pertama. Dalam
mewujudkan realisasi penerimaan piutang Pajak Hotel tidak saja diperlukan peraturan
perundang-undangan sebagai substansi hukum (legal substance), lembaga
pelaksananya baik itu Dispenda, Kejaksaan, Satpol PP, sebagai struktur hukum (legal
structure), tetapi juga dibutuhkan nilai-nilai atau sikap sebagai kultur hukum(legal
culture) dari seluruh wajib pajak dan petugas pajak.
Pajak hotel merupakan salah satu pajak daerah sebagai sumber penerimaan
asli daerah Kabupaten Badung terbesar yang perlu ditingkatkan untuk melaksanakan
pembangunan di wilayah Kabupaten Badung dengan kemampuan sendiri berdasarkan
prinsip kemandirian. Peningkatan kesadaran wajib pajak dan subjek pajak di bidang
pajak hotel harus didukung peningkatan peran aktif serta pemahaman hak dan
kewajiban dalam melaksanakan Peraturan Daerah.
16 Achmad Ali, 2009, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicial Prudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (LegisPrudence), Kencana Prenada Media Group, Jakarta, h. 204
17
1.7.2. Asas The Four Maxims
Adam Smiths mengemukakan asas-asas pedoman pemungutan pajak yang
disebut sebagai The four maxims atau four canons taxation sebagai berikut:
a. Penekanan pada asas equality. Negara tidak diperbolehkan mengadakan
diskriminasi terhadap wajib pajak. Dalam keadaan sama wajib pajak harus
dikenakan pajak yang sama pula.
b. Harus ada kepastian atau certain mengenai subjek pajak, objek pajak,
ketentuan mengenai waktu pembayarannya.
c. Teknik convenience of payment menetapkan pajak hendaknya dipungut
pada saat yang paling baik bagi para wajib pajak.
d. Pemungutan pajak dilaksanakan sehemat-hematnya17
Asas-asas ini penulis gunakan untuk mengkaji rumusan masalah pertama.
Asas equity, berdasarkan asas ini dapat dikaji apakah Dispenda Kabupaten Badung
sebagai pihak yang diberi kewenangan dalam menerima pungutan pajak daerah dari
wajib pajak yang berdasarkan sistem self assesment sudah mendata dan mendaftarkan
setiap calon wajib pajak yang memiliki potensi sebagai wajib pajak hotel tanpa
adanya diskriminasi. Asas certainty akan menjawab apakah sudah ada kepastian
dalam tata cara pemungutan pajak arti pasti apa yang disebut sebagai objek pajak
hotel , siapa yang termasuk subjek hotel, kepastian berapa jumlah tarif pajak hotel,
dan hak-hak serta jaminan hukum yang diperoleh wajib pajak. Penerimaan dari
17 R Santoso Brotodihardjo, 2003, Pengantar Hukum Pajak Cet I-Ed IV, PT. Refika Aditama, Bandung , h. 27-28
18
pemungutan pajak di Kabupaten Badung, harus lebih besar daripada biaya-biaya
untuk mendukung pemungutan pajak untuk optimalisasi pendapatan pajak sehingga
terdapat efisiensi. Keempat kaedah Adam Smith ini dapat digunakan untuk menjawab
pelaksanaan Perda Kabupaten Badung Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Pajak Hotel.
1.7.3. Kebijakan Penanggulangan Kejahatan
Kejahatan adalah tindakan yang dapat dikenakan hukuman oleh hukum
pidana. Kejahatan dapat pula diartikan sebagai perbuatan yang secara hukum dilarang
oleh Negara.18 Penentuan suatu perbuatan sebagai kejahatan dalam suatu peraturan
perundang-undangan berkaitan erat dengan proses pembuatan kebijakan dalam
menentukan sebuah perbuatan sebagai delik. Dalam membuat atau merumuskan suatu
kebijakan banyak faktor yang berpengaruh, sehingga harus diantisipasi sehingga
dalam implementasinya dapat berjalan dengan mudah. Kebijakan penggunaan hukum
pidana merupakan upaya untuk mencapai kesejahteraan sosial atau penggunaan
hukum pidana sebagai sarana untuk melindungi kepentingan dan nilai-nilai sosial
tertentu dalam mencapai kesejahteraan sosial.
Upaya atau kebijakan untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan
kejahatan termasuk bidang kebijakan kriminal. Kebijakan kriminal ini tidak terlepas
dari kebijakan yang lebih luas, yaitu kebijakan sosial yang terdiri dari upaya untuk
perlindungan masyarakat dan upaya untuk kesejahteraan sosial sebagai tujuan dari
kebijakan kriminal dengan sarana hukum pidana.
18Arief Amrullah, 2006, Kejahatan Korporasi, Malang, Banyumedia, h. 2-3
19
Menurut Sudarto ada tiga arti mengenai kebijakan/politik kriminal, yaitu:19
a. Kebijakan kriminal dalam arti paling luas adalah keseluruhan kebijakan
yang dilakukan melalui perundang-undangan dan badan-badan resmi yang
bertujuan untuk menegakkan norma-norma sentral dari masyarakat
b. Dalam arti luas, kebijakan kriminal merupakan keseluruhan fungsi dari
aparatur penegak hukum termasuk didalamnya cara kerja dari pengadilan
dan polisi
c. Dalam arti sempit, kebijakan kriminal adalah keseluruhan asas dan metode
yang menjadi dasar reaksi terhadap pelanggaran hukum yang berupa
pidana
Ada 2 (dua) bentuk upaya penanggulangan kejahatan melalui sistem peradilan
pidana yaitu upaya “non penal” yang menekankan pada faktor penyebab terjadinya
kejahatan dan upaya “penal” yaitu dengan menggunakan peraturan perundang-
undangan pidana. Pencegahan dan penanggulangan kejahatan harus dilakukan dengan
pendekatan integral dengan memperhatikan keseimbangan sarana penal dan non
penal. Pencegahan dan penanggulangan kejahatan dengan sarana penal merupakan
penal enforcement policy yang operasionalisasinya dengan beberapa tahap seperti
formulasi, aplikasi dan eksekusi. Dengan adanya tahap formulasi penanggulangan
kejahatan bukan hanya tugas aparat penegak hukum, tetapi juga aparat legislatif
sebagai pembuat hukum yang memiliki kewenangan strategis dari upaya
19Marwan Effendy, 2014, Teori Hukum Dari Perspektif Kebijakan, Perbandingan Dan Harmonisasi Hukum Pidana, Jakarta, Gaung Persada Press Group, h. 225-226
20
penanggulangan kejahatan melalui penal policy. Kesalahan/kelemahan kebijakan
legislatif merupakan kesalahan strategis yang berdampak pada terhambatnya upaya
pencegahan dan penanggunlangan kejahatan pada tahap aplikasi dan eksekusi.20
Kebijakan kriminal dengan penggunaan sarana penal artinya menggunakan hukum
pidana sebagai sarana untuk penanggulangan kejahatan.21 Sanksi pidana merupakan
sarana agar wajib pajak memenuhi kewajibannya membayar pajak. Sanksi pidana
dapat memberikan ancaman penderitaan kepada wajib pajak yang melanggar dan
diharapkan memberikan efek jera kepada pelanggar Perda.
Hukum pidana memiliki fungsi memerangi kejahatan sebagai suatu gejala
masyarakat. Pidana merupakan alat yang paling ampuh untuk memerangi kejahatan
namun pidana bukan satu-satunya alat, sehingga pidana harus diterapkan dalam
kombinasi dengan tindakan-tindakan preventif.22 Kejahatan merupakan fenomena
sosial yang dinamis oleh karenanya penanganannya tidak hanya dengan upaya penal
tetapi juga harus menggunakan upaya non penal. Upaya penanggulangan kejahatan
dengan menggunakan jalur non penal bersifat sebagai upaya pencegahan kejahatan
(preventif) yang memiliki sasaran untuk menangani faktor-faktor penyebab terjadinya
kejahatan yang berkaitan dengan langkah upaya teknis pencegahan.
20 Barda Nawawi Arief, 2008, Masalah Penegakan Hukum dan Penanggulangan Kejahatan, Kencana, Jakarta, h. 74. 21Muladi dan Barda Nawawi Arief, 1984, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, Alumni, Bandung, h. 149
22 J.M. Van Bemmelen, 1987, Hukum Pidana I, Hukum Materil Bagian Umum, Bina Cipta, Jakarta, h.13-14
21
Upaya pencegahan ini dianggap sebagai upaya strategis dan memegang peran
penting, dan dianggap lebih menjanjikan keberhasilan daripada merupakan langkah
represif.
‘criminal policy in many countries has turned towards developing preventive measures to prevent and reduce crime, which are much cheaper than the costs of providing police forces, courts and prisons and would appear to hold out more promise of success in combating the broadened to include agencies and individuals outside the criminal justice system. Crime has become a common public concern and its prevention is no longer seen as the exclusive province of the specialists, althought the relationship between crime prevention and the criminal justice system remains complex and diverse’.23
Upaya non penal sebagai upaya pencegahan kejahatan pada intinya untuk
menghapuskan kondisi yang menyebabkan tumbuhnya kejahatan atau penanganan
masalah-masalah yang secara langsung maupun tidak langsung yang mengakibatkan
kejahatan. Penulis menggunakan kebijakan penanggulangan ini untuk membahas
rumusan masalah kedua. Dispenda Kabupaten Badung dalam optimalisasi pendapatan
daerah dari sektor pajak termasuk dalam menanggulangi tunggakan pajak
menggunakan sarana nonpenal yang bersifat preventif atau kebijakan penal yang
bersifat represif atau pendekatan integral dengan keseimbangan penal dan non penal.
1.7.4. Konsep Penegakan Hukum
Pajak daerah `merupakan sumber pemasukan atau pendapatan daerah utama
yang digunakan untuk pembangunan dengan tujuan untuk kemakmuran rakyat.
Namun terdapat hambatan dalam pemungutan pajak seperti sulitnya wajib pajak
untuk membayar pajak yang merupakan suatu permasalahan tersendiri. 23John Graham, 1990, Crime Prevention, Strategies in Europe and Morth Amerika, Helsimki, Heuni, h.7
22
Penegakan hukum merupakan serangkaian aktivitas, upaya, dan tindakan
melalui organisasi berbagai istrumen untuk mewujudkan apa yang dicita-citakannoleh
penyusun hukum atau undang-undang tersebut.24Di dalam pengertian penegakan
hukum tersebut juga termasuk sosialisasi, pendidikan, penyuluhan serta bimbingan
agar pembayar pajak dapat mengikuti dan mematuhi undang-undnag perpajakan
sesuai dengan yang dicita-citakan oleh peraturang perundang-undangan di bidang
perpajakan.
Menurut Soerjono Soekanto, faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan
hukum adalah:
1. Faktor hukumnya sendiri 2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun
menerapkan hukum 3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum 4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau
diterapkan 5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang
didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup25
Pelaksanaan penegakan Peraturan Daerah oleh fiskus dan peran wajib pajak
dalam memenuhi kewajiban pembayaran pajak berdasarkan ketentuan perpajakan
sangat diharapkan. Dalam kenyataan yang ditemui dilapangan masih ditemuinya dan
ditargetkannya penerimaan piutang pajak hotel sebagai akibat tidak dilunasinya utang
pajak sebagaimana mestinya. Perkembangannya jumlah tunggakan pajak dari waktu
ke waktu semakin besar jumlahnya karena tidak diimbangi dengan tindakan-tindakan
24 Jusuf Anwar, 2005, Pasar Modal Sebagai Sarana Pembiayaan dan Investasi, Alumni, Bandung, h.33 25 Soerjono Soekanto, 2008, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta (Selanjutnya disebut Soerjono Soekanto II), h. 8
23
pencairannya, meskipun secara umum penerimaan di bidang pajak hotel semakin
meningkat.
Berdasarkan Pasal 1 angka 12 Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2011
tentang Pajak Hotel, disebutkan bahwa utang pajak atau pajak yang terutang adalah
pajak yang harus dibayar dalam masa pajak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan daerah. Masa pajak adalah jangka waktu 1 (satu)
bulan kalender atau jangka waktu lain yang diatur dengan Peraturan Bupati paling
lama 3 (tiga) bulan kalender, yang menjadi dasar bagi wajib pajak untuk menghitung,
menyetor dan melaporkan pajak yang terutang.
Terhadap tunggakan pajak hotel perlu dilaksanakan penagihan pajak yang
memiliki kekuatan hukum memaksa karena kepatuhan wajib pajak untuk membayar
pajak merupakan potensi utama dalam upaya pencairan tunggakan pajak hotel.
Dengan demikian pengkajian terhadap kelima faktor yang mempengaruhi
pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2011 sangat perlu mendapat
perhatian.
Kelima faktor yang mempengaruhi penegakan hukum dalam hal ini Peraturan
Daerah Nomor 15 tahun 2011 tentang Pajak Hotel di Kabupaten Badung tersebut
diatas saling berkaitan, karena merupakan tolak ukur dari efektivitas penegakan
hukum dan esensi dari penegakan hukum.
1.8. Ke
Gambar 1
erangka Be
PER
: Kerangka
erpikir
RATURAN TEN
DALAM PEND
DI K
Berpikir
PELAKSADAERAH NNTANG PARANGKA M
DAPATAN AKABUPATE
ANAAN NOMOR 15
AJAK HOTEMENINGKAASLI DAEREN BADUN
TAHUN 20EL ATKAN RAH NG
011
24
25
1.9. Metode Penelitian
Untuk memperoleh, mengumpulkan, serta menganalisa setiap data maupun
informasi yang sifatnya ilmiah, diperlukan metode agar karya tulis ilmiah mempunyai
susunan yang sistematis dan konsisten. Van Peursen menerjemahkan pengertian
metode sebagai suatu jalan yang harus ditempuh menjadi penyelidikan atau penelitian
berlangsung menurut suatu rencana tertentu.26
1.9.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam membahas masalah ini adalah yuridis
empiris. Salah satu ciri penelitian ilmu hukum dengan aspek empiris beranjak dari
adanya kesenjangan antara das solen dengan das sein yaitu kesenjangan antara teori
atau ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan realita
pelaksanaannya dilapangan.27
1.9.2. Sifat Penelitian
Penelitian ini lebih mengarah kepada penelitian deskriptif yakni penelitian
secara umum termasuk pula didalamnya penelitian ilmu hukum, bertujuan untuk
menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam
masyarakat.28 Penulis bermaksud mendeskripsikan dan menggambarkan pelaksanaan
26 Johny Ibrahim, 2006, Teori dan Metodelogi Penelitian Hukum Normatif, Bayu Publishing, Malang, h.26. 27 Pedoman Penulisan Usulan Penelitian Tesis dan Penulisan Tesis, 2013, Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Udayana, h. 52. 28 M. Iqbal Hasan, 2002, Pokok-Pokok Materi Metode Penelitian dan Aplikasinya, Cet. I, Ghalia Indonesia, Jakarta, h. 43.
26
Peraturan Daerah Pajak Hotel terkait dengan penerimaan Pajak Hotel di Kabupaten
Badung.
1.9.3. Data dan Sumber data
Dalam penulisan tesis pada umumnya dibedakan antara data yang diperoleh
secara langsung dari masyarakat yang dinamakan data primer dan diperoleh dari
bahan-bahan pustaka dinamakan data sekunder.29 Adapun data yang dipergunakan
dalam penelitian ini diperoleh dari 2 (dua) sumber, yaitu:
1. Data Primer adalah data yang bersumber dari suatu penelitian
lapangan, yaitu suatu data yang diperoleh dari informan sebagai
sumber dilapangan.30 Dalam penelitian ini data yang diperoleh dari
lapangan dalam hal ini penelitian dilakukan di Dinas Pendapatan
Daerah Kabupaten Badung, Hotel di Kabupaten Badung, Dinas
Pariwisata Kabupaten Badung, Kejaksaan Negeri Denpasar, Satuan
Polisi Pamong Praja Kabupaten Badung.
2. Sumber data sekunder yaitu sumber data yang bersumber dari
penelitian kepustakaan (library research) yaitu dalam bentuk bahan-
bahan hukum.31 Bahan-bahan hukum yang dipergunakan adalah bahan
hukum primer dan bahan hukum sekunder :
29 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2001, Penelitian Hukum Normatif, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 12. 30 Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 102 31 Ibid
27
Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang mengikat
kepada masyarakat, dan terdiri dari 32:
Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku di Indonesia:
- Undang-Undang Dasar 1945
-Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah
-Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 15 Tahun 2011
tentang Pajak Hotel
-Peraturan Bupati Badung Nomor 21 Tahun 2012 Tentang
Tata Cara Pemungutan Pajak Parkir, Pajak Hotel, Pajak
Restoran, Pajak Hiburan Dan Pajak Penerangan Jalan
-Peraturan Bupati Badung Nomor 34 Tahun 2012 Tentang
Tata Cara Pengurangan Atau Penghapusan Sanksi
Administratif Dan Pengurangan Atau Pembatalan Ketetapan
Pajak Daerah
Bahan atau sumber hukum sekunder yaitu bahan yang
memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti buku
32 Amirudin dan H Zainal Asikin,1994, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 31.
28
buku hukum, termasuk tesis, jurnal-jurnal hukum, pendapat para
sarjana dan para ahli hukum, dan bahan-bahan pendukung lainnya.33
Bahan hukum tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk
maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder seperti kamus hukum, dan artikel-artikel yang terdapat di
internet yang memuat tentang hal-hal yang berhubungan dengan
hukum pajak khususnya.
1.9.4. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan tesis ini
yaitu :
1. Teknik Studi Dokumen
Studi dokumen adalah teknik awal yang digunakan dalam setiap
penelitian ilmu hukum termasuk penelitian dengan aspek empiris karena
penelitian ilmu hukum selalu bertolak dari premis normatif. Studi dokumen
dilakukan atas bahan-bahan hukum yang relevan dengan permasalahan
penelitian. Untuk menunjang penulisan penelitian ini pengumpulan bahan-
bahan hukum diperoleh melalui peraturan perundang-undangan, buku-buku,
jurnal, surat kabar, berita di internet yang berkaitan dengan masalah yang
dibahas.
33 Peter Mahmud Marzuki, 2011, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, h. 155
29
2. Teknik Wawancara (Interview)
Wawancara adalah suatu pembicaraan yang diarahkan pada suatu
masalah tertentu atau lebih berhadapan secara fisik dengan mengajukan daftar
pertanyaan yang diajukan secara sistematis.34 Dalam hal ini, penulis
mempersiapkan pertanyaan-pertanyaan untuk berwawancara kepada informan
di tempat terkait dengan penelitian.
1.9.5. Teknik Penentuan Sampel Penelitian
Penentuan populasi dan sampel penelitian yang tepat sangat penting artinya
dalam suatu penelitian. Populasi adalah keseluruhan atau himpunan obyek dengan ciri
yang sama. Populasi dapat berupa orang, benda, kasus-kasus dengan sifat atau ciri
yang sama.35 Sampel adalah himpunan bagian atau sebagian dari populasi. Teknik
penentuan sampel yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah teknik non
probability sampling, yaitu peneliti memiliki peran yang sangat besar untuk
menentukan dan mengambil sampelnya36. Bentuk non probability yang digunakan
dalam penulisan tesis ini yaitu purposive sampling. Penarikan sampel dilakukan
berdasarkan tujuan tertentu, yaitu sampel dipilih atau ditentukan sendiri oleh peneliti,
yang mana penunjukan dan pemilihan sampel didasarkan pada pertimbangan bahwa
sampel telah memenuhi kriteria dan sifat-sifat atau karakteristik tertentu yang
34 Amirudin dan H Zainal Asikin, op.cit., h. 82 35 Bambang Sunggono, 2013, Metode Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, h.118 36 Burhan Ashshofa, 2001, Metode Penelitian Hukum, Cet. 3, PT. Rineka Cipta, Jakarta, h. 87.
30
merupakan ciri utama dari populasinya. Artinya, ciri-ciri sampel dimaksud telah
dikenal sebelumnya.37
1.9.6. Pengolahan dan Analisis Data
Apabila keseluruhan data yang diperoleh dan sudah terkumpul baik melalui
studi kepustakaan ataupun dengan wawancara, kemudian mengolah dan menganalisis
secara kualitatif, yaitu dengan menghubungkan antara data yang ada yang berkaitan
dengan pembahasan dan selanjutnya disajikan secara deskriptif analisis.38 Maksudnya
data yang telah rampung tadi dipaparkan dengan disertai analisis sesuai dengan teori
yang terdapat pada buku-buku literatur dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, guna mendapatkan kesimpulan sebagai akhir dari penulisan tesis ini.
37 Ade Saptomo, 2009, Pokok-Pokok Metodologi Penelitian Hukum Empiris Murni Sebuah Alternatif, Universitas Trisakti, Jakarta, h. 84. 38Zainuddin Ali, 2009, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika Offset, Jakarta, h.104.
31
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PAJAK HOTEL SEBAGAI PAJAK DAERAH
2.1. Tinjauan Umum Tentang Pajak
Sebelum membahas mengenai pengertian pajak hotel, terlebih dahulu dijelaskan
pengertian pajak. Secara umum pajak adalah pungutan dari masyarakat oleh Negara
berdasarkan undang-undang yang dapat dipaksakan dan terutang oleh wajib pajak
dengan tidak mendapat kontra prestasi secara langsung yang hasilnya digunakan
untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan.39 Sementara itu
undang-undang perpajakan sendiri tidak memberikan definisi pajak sampai dengan
dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007. Adapun definisi pajak
menurut Undang-Undang tersebut, yaitu “pajak adalah kontribusi wajib kepada
Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung
dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”40
Berbagai definisi pajak yang dijabarkan para sarjana ahli di bidang perpajakan, antara
lain:
1. PJA. Adriani memberikan definisi pajak adalah iuran pada Negara yang terutang
oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak dapat
prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk 39 Marihot P. Siahaan, 2004, Utang Pajak, Pemenuhan Kewajiban dan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta (Selanjutnya disebut Marihot P. Siahaan I), h. 5 40Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
32
membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas
pemerintah”.41
2. MJH. Smeeths memberikan definisi pajak adalah prestasi pemerintah yang
terutang melalui norma-norma umum, dan yang dapat dipaksakan, tanpa adanya
kontra prestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal individual, maksudnya adalah
membiayai pengeluaran pemerintah.42
Definisi yang diberikan PJA. Adriani dan MJH. Smeeths dilihat dari fungsi
pajak, pajak lebih ke fungsi budgeter atau mengisi kas Negara untuk membiayai
pengeluaran pemerintah.
3. Soemohamidjojo memberikan definisi pajak sebagai iuran wajib, berupa uang atau
barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum guna
menutup biaya barang dan jasa yang dikeluarkan dalam mencapai kesejahtraan
umum.43
4. H. Rochmat Soemitro menguraikan pajak sebagai gejala sosial, artinya pajak
hanya ada dalam masyarakat dan sudah ada sejak masyarakat itu ada..44
5. Suparman Sumadwijaya memberikan definisi pajak adalah iuran wajib berupa
barang yang dipungut penguasa berdasarkan perundang-undangan atau norma
41 H. Bohari, 2012, Pengantar Hukum Pajak-Ed. Revisi-9, Rajawali Pers, Jakarta, h. 23
42 Ibid, h.24 43 Josef Riwu Kaho, 2005, Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 144 44 Rochmat Soemitro, 1986, Asas dan Dasar Perpajakan I, PT. Eresco, Bandung, (Selanjutnya disebut Rochmat Soemitro I), h. 41
33
hukum untuk menutup biaya-biaya yang digunakan untuk menyelenggarakan
kesejahteraan umum.45
6. Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., dan Brock Horace R., memberikan
definisi pajak sebagai suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor
pemerintah, bukan akibat dari adanya pelanggaran hukum, dilaksanakan
berdasarkan ketentuan yang ditetapkan, tanpa mendapatkan imbalan langsung
yang proporsional, agar tugas pemerintah dapat terselenggara.46
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan terdapat dua hal penting dalam
definisi pajak antara lain:
a. Iuran yang dapat dipaksakan, artinya rakyat atau badan hukum harus
membayar iuran tersebut. Tidak dibayarnya iuran tersebut akan berakibat
sanksi atau tindakan hukum oleh pemerintah berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
b. Tanpa jasa timbal/kontra prestasi/imbalan langsung, yang mengandung
arti bahwa wajib pajak yang membayar iuran kepada pemerintah tidak
mendapat atau ditujukkannya imbalan secara langsung oleh pemerintah
atas apa yang dibayarkannya.
7. N.J. Feldmann memberikan definisi pajak adalah prestasi yang dipakasakan
sepihak dan terutang kepada penguasa atas dasar norma-norma yang diterapkan
45 Sutedi, 2013, Hukum Pajak, -Cet.2, Sinar Grafika, Jakarta, h. 3 46 Mohammad Zain, 2003, Manajemen Perpajakan, Salemba Empat, Jakarta, h. 12
34
secara umum, tanpa adanya kontraprestasi, dan digunakan untuk pemenuhan
pembiayaan pengeluaran pemerintah.47
Para sarjana tersebut diatas banyak menyebutkan istilah iuran wajib dengan
harapan bahwa pemungutan pajak berdasarkan kerja sama wajib pajak bukan karena
paksaan. Istilah kontraprestasi Negara perlu memungut pajak sebagai kontraprestasi
dalam bentuk fasilitas umum, penyelenggaraan keamanan yang telah diberikan
Negara kepada masyarakat sebagai pembayar pajak.
Dengan melihat definisi pakar atau sarjana tersebut dapat diuraikan 5 (lima)
unsur pokok dalam definisi pajak, yaitu:
1. Bahwa pajak merupakan iuran pada Negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan.
2. Pajak dipungut berdasarkan norma hukum. Pemungutan pajak dapat
dilaksanakan oleh Negara apabila telah diatur dengan perundang-
undangan atau peraturan yang dibuat pemerintah dan berlaku umum.
3. Bahwa pemungutan atau perpindahan iuran itu sifatnya wajib dan apabila
tidak dilakasanakan maka dapat dipaksakan karena telah didasarkan pada
Undang-undang atau peraturan.
4. Bahwa pemungutan pajak tidak memberikan kontraprestasi yang langsung
kepada individual yang membayar pajak. Kontraprestasi diberikan Negara
kepada masyarakat umum dalam bentuk penyediaan fasilitas umum
47 Ibid
35
seperti jembatan, jalan raya, keamanan, kesehatan, penerangan dan
pengairan yang secara langsung dapat dinikmati secara bersama-sama atau
kolektif.
5. Bahwa pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran Negara seperti
macam-macam kontraprestasi oleh Negara seperti tersebut diatas.48
2.1.1 Tinjauan Umum Tentang Pajak Daerah
Berlakunya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah membuat hubungan fungsi pemerintah pusat dengan pemerintah daerah
dilaksanakan dengan sistem otonomi, yang meliputi desentralisasi, dekonsentrasi, dan
tugas pembantuan tanpa ada saling membawahi.49 Otonomi daerah membagi urusan
pemerintahan menjadi tiga, yakni urusan pemerintah yang dikelola oleh pemerintah
pusat (pemerintah), urusan pemerintah yang dilaksanakan oleh pemerintah provinsi,
dan urusan pemerintah yang dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota. Sebagai
daerah otonom pemerintah kabupaten/kota berhak membuat Peraturan Daerah untuk
menyelenggarakan urusan otonomi daerah termasuk dalam bidang keuangan meliputi
pajak.
Berdasarkan kewenangan pemungutan pajak dapat dibedakan yaitu pajak
pusat dan pajak daerah. Penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi terdiri
48 Amin Widjaja Tunggal, 1991, Pelaksanaan Pajak Penghasilan Perorangan, Rineka Cipta, Jakarta, h. 15
49 H. Siswanto Sunarno, 2012, Hukum Pemerintahan Daerah Di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, h.5
36
atas pendapatan daerah dan pembiayaan. Pendapatan Kabupaten Badung bersumber
dari:
a. pendapatan asli daerah yang terdiri dari pendapatan pajak daerah,
retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, lain-
lain pendapatan asli daerah yang sah.
b. Dana perimbangan yang terdiri dari bagi hasil pajak/bagi hasil bukan
pajak, dana alokasi umum, dana alokasi khusus.
c. Lain-lain pendapatan daerah yang sah terdiri dari dana bagi hasil pajak
dari provinsi atau pemerintah daerah lainnya, dana penyesuaian dan
otonomi khusus, bantuan keuangan dari provinsi atau pemerintah daerah
lainnya, dana insentif daerah.
Berdasarkan hal diatas pajak merupakan sumber keuangan pokok bagi daerah.
Menurut A. Siagian pajak daerah adalah pajak Negara yang diserahkan kepada daerah
dan dinyatakan sebagai pajak daerah berdasar Undang-Undang.50 Kriteria atau ciri
yang menyertai pajak daerah adalah sebagai berikut:
a. Pajak daerah berasal dari pajak Negara yang diserahkan pada daerah sebagai
pajak daerah berdasarkan Undang-Undang.
b. Pemungutan pajak daerah didasarkan pada Undang-Undang atau peraturan hukum
lainnya.
50A. Siagian, 1985, Pajak Daerah Sebagai Sumber Keuangan Daerah, Institut Ilmu Pemerintah, Jakarta, h. 64.
37
c. Hasil pemungutan pajak daerah dipergunakan untuk membiayai penyelenggaraan
urusan rumah tangga daerah atau membiayai pengeluaran daerah sebagai badan
hukum publik.
d. Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah berdasarkan pengaturan yang
dilaksanakan oleh daerah itu sendiri.51
Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 memberikan
definisi,“Pajak daerah yang selanjutnya disebut pajak adalah kontribusi wajib kepada
daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasar
Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan
untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
Beberapa pengertian atau istilah yang terkait pajak daerah antara lain52:
1. Daerah otonom selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum
yang memiliki batas daerah yang berwenang mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat
dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Pajak daerah yang selanjutnya disebut pajak, adalah iuran wajib yang dilakukan
oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang
seimbang yang dapat dipaksakan berdasarkan berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku untuk membiayai pembangunan daerah dan
penyelenggaraan pemerintahan daerah.
51K.J. Davey, 1988, Pembiayaan Pemerintahan Daerah, UI-Press, Universitas Indonesia, h. 39 52 Mardiasmo, 2009, Perpajakan Edisi Revisi 2009 – Ed.XVI. Andi, Yogyakarta, h. 12.
38
3. Subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang dapat dikenakan pajak daerah.
4. Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan daerah diwajibkan untuk melakukan
pemungutan atau pemotongan pajak tertentu serta melakukan pembayaran pajak
yang terutang.
Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 membagi jenis pajak
provinsi terdiri atas:
a. Pajak kendaraan bermotor
b. Bea balik nama kendaraan bermotor
c. Pajak bahan bakar kendaraan bermotor
d. Pajak air permukaan
e. Pajak rokok
Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 membagi jenis pajak
kabupaten/kota terdiri atas:
a. Pajak Hotel
b. Pajak Restoran
c. Pajak Hiburan
d. Pajak Reklame
e. Pajak Penerangan
f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
g. Pajak Parkir
h. Pajak Air Tanah
39
i. Pajak Sarang Burung Walet
j. Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan
k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Pajak kabupaten/kota ditetapkan dalam bentuk Peraturan Daerah. Melihat
definisi pajak daerah berdasarkan Undang-Undang, dapat dijabarkan unsur pokok
dalam definisi pajak daerah yaitu:
1. Penagihannya dilakukan oleh pejabat pajak yang memiliki kewenangan
mengelola pajak didaerah.
2. Obyek pajak daerah hanya sebatas yang tercantum pada Pasal 2 Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2009. Pajak pusat seperti pajak penghasilan, pajak
pertambahan nilai barang dan jasa, pajak penjualan atas barang mewah, bea
materai, bea masuk, dan cukai tidak dapat digunakan oleh daerah.
3. Pembedaan tersebut diatas untuk mencegah pajak ganda yang dapat
merugikan wajib pajak.
Penggolongan pajak daerah yang terdiri dari pajak provinsi dan pajak
kabupaten/kota sudah bersifat final sesuai dengan Undang-Undang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah. Undang-Undang tersebut tidak memperbolehkan daerah memungut
pajak selain jenis pajak daerah yang telah ditentukan, namun jika daerah
mengupayakan pajak daerah yang tidak sesuai atau tidak dikenal dalam Undang-
Undang tersebut berarti daerah melakukan perbuatan hukum yang tidak sah dan
peraturan daerah yang dibuat batal demi hukum.
40
2.1.2 Sistem Pemungutan Pajak
Sistem pemungutan pajak dibagi menjadi 3 (tiga):
1. Self Assesment System
Wajib pajak menentukan sendiri besaran pajak yang terutang sesuai dengan
ketentuan Undang-Undang perpajakan yang berlaku. Hal ini sesuai dengan dikatakan
John Hutagaul bahwa,53
“since the income tax law of 1983 was enacted, there are some basic principles which were followed under taxation in indonesia. On of the basic principles is self assesment, which meant that the taxpayer is given the trust and responsibility to compute, pay and report their tax obligation. In relation to the implimentation of self assesment, the tax officials should establiesh and supervise the accomplishment of the principle”. Ciri-ciri sistem pemungutan pajak dengan sistem ini antara lain adanya
kepastian hukum, perhitungannya sederhana dan mudah dimengerti oleh wajib pajak,
lebih mencerminkan asas keadilan dan merata, pelaksanaannya mudah, memperkecil
adanya kemungkinan ketidakmampuan wajib pajak untuk membayar pajak akibat
perhitungan yang terlalu besar.54
Self assessment system memerlukan biaya pemungutan yang lebih kecil
dibandingkan dengan sistem official assessment. Wajib pajak juga diberi kepercayaan
untuk menghitung, melaporkan dan membayar sendiri jumlah pajak yang terutang,
Menurut Carl S. Shoup sistem ini adalah tipe ke-6 dari tipe adminsitrasi perpajakan
53 PM John L. Hutagaol, 2003, Manual for Taxation of Expatriates Working in Indonesia, Direktorat Jendral Pajak, Jakarta, h.15
54 Indra Ismawan, 2001, Memahami Reformasi Perpajakan 2000, PT Elex Media Komputindo, Jakarta, h. 11
41
yang selanjutnya mengungkapkan pula bahwa tipe administrasi perpajakan banyak
ditentukan oleh bentuk kerja sama atau tingkat partisipasi wajib pajak atau
pemotong/pemungut pajak. Sistem ini memberikan wajib pajak beban yang berat,
karena harus memberikan laporan informasi yang relevan dalam surat
pemberitahuannya, menghitung dasar pengenaan pajaknya, mengkalkulasi jumlah
pajak yang terutang dan melunasi pajak yang terutang atau mengangsur jumlah pajak
yang terutang. Disatu sisi wajib pajak memperoleh pula kesempatan yang luas untuk
melakukan penyelundupan dengan cara memberi informasi yang palsu atau menunda
pembayaran. Terbuka juga peluang dengan cara melakukan kolusi dengan petugas
penetapan, pemeriksa dan penagih pajak dari jajaran instansi pajak.
Ciri dan corak tersendiri dari sistem pemungutan pajak self assessment system
adalah55:
- Tanggung jawab atas kewajiban pelaksanaan pajak berada pada anggota
masyarakat wajib pajak. Pemerintah dalam hal ini aparat perpajakan sesuai
dengan fungsinya berkewajiban melakukan pengawasan pembinaan, penelitian
terhadap pelaksanaan kewajiban perpajakan wajib pajak
- Pemungutan pajak merupakan bentuk dari pengabdian dan peran serta wajib pajak
untuk secara bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan untuk
pembiayaan Negara dan pembangunan nasional.
55 Mohammad Zain, Op. Cit, h. 111
42
- Diharapkan pelaksanaan administrasi perpajakan ini dapat dilaksanakan dengan
lebih rapi, terkendali, mudah, dan sederhana untuk dipahami oleh anggota
masyarakat wajib pajak. Hal tersebut berdasar pada diberikannya kepercayaan
kepada anggota wajib pajak untuk dapat melaksanakan kegotongroyongan
nasional melalui sistem menghitung, memperhitungkan, dan membayar sendiri
pajak yang terutang.
2. Official Assesment System
Sistem ini memberikan aparatur perpajakan inisiatif untuk menghitung dan
memungut pajak. Berhasil atau tidaknya pemungutan pajak akan tergantung pada
aparatur perpajakan.56 Penerapan sistem ini akan berhasil apabila didukung kuantitas
dan kualitas sumber daya manusia perpajakan yang mencukupi, aparatur perpajakan
yang terlatih, aparatur perpajakan yang berintegritas, serta didukung perangkat keras
dan lunak yang sanggup memperkirakan jumlah pajak dengan akurat dan cepat.
3. With Holding System
Withholding tax system adalah sistem pemungutan pajak yang memberikan
wewenang kepada pihak ketiga untuk memungut atau memotong besarnya pajak yang
terutang oleh wajib pajak.57 Pihak ketiga selanjutnya menyetorkan kepada fiskus.
56 Siti Resmi, 2003, Perpajakan: Teori dan Kasus, Salemba Empat, Jakarta, h. 10 57 Thomas Sumarsan, 2011, 99 Solusi Perpajakan untuk Anda, PT Indeks Permata Puri Media, Jakarta, h. 6
43
Wajib pajak dan fiskus tidak aktif, dikarenakan fiskus hanya mengawasi saja
pelaksanaan pemotongan oleh pihak ketiga.58
Pemungutan pajak hendaknya tidak menimbulkan perlawanan atau hambatan
dalam pemungutannya, maka pemungutan pajak harus dilakukan dengan syarat
sebagai berikut59:
1. Pemungutan pajak harus memenuhi syarat keadilan dalam perundang-
undangan dan adil dalam pelaksanaannya. Adil dalam perundang-
undangan seperti mengenakan pajak secara umum dan merata. Adil dalam
pelaksanaannya dengan memberikan hak bagi wajib pajak untuk
mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan
banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak.
2. Pemungutan pajak di Indonesia harus berdasarkan Peraturan Perundang-
Undang.
3. Pemungutan pajak di Indonesia harus memenuhi syarat ekonomis, artinya
tidak mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan
sehingga tidak berdampak pada kelesuan perekonomian masyarakat.
4. Pemungutan pajak harus memenuhi syarat efisien sehingga biaya
pemungutannya lebih rendah dari pada hasil pemungutannya.
58 Wirawan B. Ilyas & Richard Burton, 2007 , Hukum Pajak, Salemba Empat, Jakarta, h. 22 59 Mardiasmo, Op.Cit, h. 2.
44
5. Mendorong masyarakat dalam memudahkan memenuhi kewajiban
perpajakannya harus menggunakan sistem pemungutan pajak yang
sederhana.
2.1.3. Teori-Teori Yang Mendukung Pemungutan Pajak
1. Teori wajib bayar pajak mutlak, pendukung teori ini ditokohi antara lain oleh
W.J Polak, Cort Van Der Linden, W.H. Van Den Berg. Teori ini dilandasi
oleh asas Negara, bahwa Negara mempunyai hak mutlak, Negara tidak
memungut berdasarkan apa yang diserahkan rakyat untuk kepentingannya,
melainkan berdasarkan hak sendiri dari Negara. Negara selaku organisasi dari
masyarakat mempunyai tugas untuk menyelenggarakan kesejahteraan dengan
memperhatikan syarat-syarat keadilan berhak memungut pajak dari orang atau
badan yang ada didalam wilayah Negara.60
2. Teori pembangunan, dana yang terkumpul dari pajak guna pembangunan yang
membuat rakyat menjadi adil, makmur, sejahtera.61
3. Asas administrasi kepastian perpajakan, pemungutan pajak dilakukan secara
pasti atau harus jelas disebutkan siapa apa yang dikenakan pajak, berapa
besarannya, bagaimana prosedur pembayarannya, bukti pembayarannya, dan
sanksi jika terlambat membayarnya.62 Asas ini sama dengan asas kepastian
60 Chidir Ali, 1993, Hukum Pajak Elementer, PT. Eresco, Bandung, h.113. 61 Adrian Sutedi, 2008, Hukum Pajak dan Retribusi Daerah, Ghalia Indonesia, Bogor Selatan, (Selanjutnya disebut Adrian Sutedi II), h. 34. 62 Bohari, Op.Cit., h. 43 .
45
atau certainty yang menekankan kepastian hukum mengenai subyek dan
obyek pajak.
4. Asas yuridis, pemungutan pajak harus berdasar Undang-undang63. Hukum
pajak haruslah memberi jaminan hukum terhadap Negara dan rakyatnya.
Setiap pemungutan pajak yang dilakukan oleh fiskus haruslah berdasarkan
Undang-Undang sehingga tidak terjadi kerugian pada Negara dan wajib pajak.
Sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 23 A Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat
memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang sebagai
konsekuensi Negara hukum. Pidato Willian Pitt dan Karl of Chatham di
Inggris mengatakan “no taxation without representation”.64
Pemerintah Kabupaten Badung yang merupakan bagian dari Negara Republik
Indonesia didalam menjalankan pungutan pajak harus didasarkan pada Peraturan
Perundang-Undangan. Begitu juga dengan pajak hotel, yang merupakan pendapatan
pajak daerah di Kabupaten Badung dipungut berdasarkan Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah(Lembaran Negara Republik Indonesia
2004 Nomor 125), Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah
(Lembaran Negara Nomor 4138) dan Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 15
63Djoko Muljono, Op. Cit , h. 18. 64 Muhammad Djafar Saidi, 2008, Perlindungan Hukum Wajib Pajak dalam Penyelesaian Sengketa Pajak, Rajawali Pers, Jakarta (Selanjutnya disebut Muhammad Djafar Saidi II), h. 2-3.
46
Tahun 2011 tentang Pajak Hotel, Peraturan Bupati Nomor 21 Tahun 2012 tentang
Tata Cara Pemungutan Pajak, Pajak Parkir, Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak
Hiburan dan Pajak PeneranganJalan, Peraturan Bupati Badung Nomor 34 Tahun 2012
Tentang Tata Cara Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administratif dan
Penghapusan atau Pembatalan Ketetapan Pajak Daerah, Peraturan Bupati Badung No
28 Tahun 2013 Tentang Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran dan
Penyetoran Pajak Daerah
2.1.4 Fungsi Pajak
Mengenai fungsi pajak dapatlah dibedakan dalam tiga hal:
1. Fungsi budgetair
Fungsi budgetair terjadi apabila negara yang masih mengandalkan pungutan
pajak sebagai sumber pendapatan atau penerimaan yang digunakan untuk mengisi kas
Negara atau fisikal untuk menutupi anggaran belanja pemerintah. Fungsi pajak ini
sudah terjadi sejak abad lampau. Perbedaannya pada zaman lampau pajak semata-
mata dipandang sebagai alat pengisi kas Negara tanpa memandang apakah pajak itu
adil atau tidak bagi masyarakat.65
2. Fungsi regulerend
Sejarah perkembangan pajak pada abad ke-19 telah mengenal fungsi
regulerend atau mengatur adalah fungsi pajak yang tidak dimiliki oleh fungsi
retribusi. Berdasarkan fungsi ini pemerintah pusat dan pemerintah daerah dapat
65 Chidir Ali, Op. Cit, h.134
47
mengatur kehidupan masyarakat untuk membentuk kemakmuran masyarakat melalui
pajak.66
Pajak disamping digunakan untuk mengisi kas Negara atau tujuan fisikal,
pajak harus pula dapat meratakan pendapatan nasional, dan menjaga keamanan
Negara. Dalam fungsi mengatur ini adakalanya pemerintah melakukan pemungutan
pajak dengan tarif yang tinggi atau sama sekali dengan tarif nol persen. Pemerintah
menggunakan pajak sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu baik dalam bidang
politik, ekonomi, kultural dan sosial.67
3. Fungsi Investasi
Fungsi investasi yang terdapat dalam pajak karena wajib pajak telah
menyisihkan sebagian penghasilan atau kekayaan untuk kepentingan Negara maupun
daerah. Pajak yang dibayar merupakan peran serta wajib pajak menanamkan modal
agar dapat memberantas kemiskinan.68
2.2. Penentuan Wajib Pajak Hotel
2.2.1. Subjek Pajak, Pengukuhan Wajib Pajak, Dan Kewajiban Wajib Pajak Hotel
Subjek pajak hotel adalah konsumen yang menikmati dan membayar
pelayanan yang diberikan pengusaha hotel. Pengusaha hotel disebut sebagai wajib
pajak hotel karena sebagai orang pribadi atau badan yang mengusahakan hotel dan
66 Ibid, h.136-137. 67 H. Bohari, Op. Cit, h. 135 68 M. Djafar Saidi, 2011, Pembaharuan Hukum Pajak, Rajawali Pers, Jakarta (Selanjutnya disebut M. Djafar Saidi III), h. 39
48
diberi kewenangan untuk memungut pajak dari konsumen atau subjek pajak serta
melakukan kewajiban perpajakan lainnya. Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten
Badung melalui bidang pendaftaran dan pendataan mendaftarkan dan mendata wajib
pajak yang memiliki objek pajak hotel di wilayah Kabupaten Badung. Dengan
mempersiapkan formulir pendaftaran wajib pajak daerah badan atau pemilik usaha.
Wajib pajak wajib mengisi formulir tersebut dengan lengkap dan benar untuk
disampaikan ke Dispenda.69 Wajib pajak yang telah mendaftarkan dan melaporkan
usahanya akan diterbitkan nomor pokok wajib pajak (selanjutnya disingkat
NPWPD)70. NPWPD ini tidak menentukan mulai terutangnya pajak hotel, tetapi
sebagai sarana administratif untuk pengawasan oleh Dinas Pendapatan Daerah
Kabupaten.
Wajib pajak hotel dalam melakukan tugas sebagai pemungut pajak hotel dari
subjek pajak berdasarkan pada dasar hukum yang jelas sehingga masyarakat dan para
pihak yang terkait harus mematuhi. Dasar hukum pemungutan pajak hotel disuatu
kabupaten di Kabupaten Badung adalah sebagaimana dibawah ini:
1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah.
69 Pasal 2 Peraturan Bupati Nomor 21 Tahun 2012 70 Pasal 3 Peraturan Bupati Nomor 21 Tahun 2012
49
3. Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 15 Tahun 2011 tentang
Pajak Hotel.
4. Peraturan Bupati Badung Nomor 21 Tahun 2012 tentang Tata Cara
Pemungutan Pajak Parkir, Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan dan
Pajak Penerangan Jalan
5. Peraturan Bupati Badung Nomor 28 Tahun 2013 tentang Penentuan
Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyetoran Pajak Daerah
6. Peraturan Bupati Badung Nomor 34 Tahun 2012 tentang Tata Cara
Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administratif dan Pengurangan
atau Pembatalan Ketetapan Pajak Daerah.
Pajak Hotel dapat dikenakan dikabupaten/kota apabila pemerintah daerah
telah terlebih dulu menerbitkan peraturan daerah tentang pajak hotel sebagai landasan
hukum pengenaan atau pemungutan pajak hotel dikabupaten/kota yang bersangkutan.
Dalam pemungutan pajak hotel terdapat beberapa terminologi yang harus diketahui,
antara lain71:
1. Hotel adalah bangunan yang khusus disediakan untuk orang atau
sekelompok orang menginap, memperoleh pelayan dan fasilitas lainnya
dengan dipungut bayaran, termasuk bangunan lainnya yang menyatu
dimiliki dan dikelola oleh pihak yang sama, kecuali oleh pertokoan dan
perkantoran.
71 Marihot Pahala Siahaan, 2010, Pajak daerah dan Retribusi Daerah-Ed. Revisi-Cet. 2, Rajawali Pers, Jakarta (Selanjutnya disebut Marihot P. Siahaan II), h. 300
50
2. Rumah penginapan adalah penginapan dalam bentuk klasifikasi apa pun
beserta fasilitasnya yang digunakan untuk menginap dan disewakan untuk
umum.
3. Pembayaran adalah jumlah yang diterima pemilik hotel sebagai imbalan
atas pelayan atau penyerahan barang.
4. Pengusaha hotel adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun
yang dalam lingkungan pekerjaan atau perusahaannya melakukan usaha
dibidang jasa penginapan.
5. Bon penjualan (bill) adalah bukti pembayaran yang sekaligus sebagai
bukti pungutan pajak yang dibuat oleh wajib pajak atas jasa pemakaian
kamar beserta fasilitas lainnya yang dibebankan kepada subjek pajak.
2.2.2. Pajak Hotel Sebagai Pajak Obyektif
Pajak objektif adalah suatu jenis pajak yang saat timbulnya kewajiban pajak
ditentukan oleh faktor objektif, yang disebut taatbestand. Istilah tersebut mengacu
kepada keadaan, peristiwa atau perbuatan hukum yang dapat dikenakan pajak yang
juga disebut dengan objek pajak.72 P.J Andiani sebagai pelopor teori materiil
menyatakan utang pajak timbul bukan karena ketetapan dari aparatur pajak melainkan
karena sudah ditetapkan dalam perundang-undangan. Utang pajak timbul karena telah
memenuhi syarat tatbestand yang terdiri dari peristiwa, keadaan, perbuatan-perbuatan
tertentu sehingga tidak memerlukan campur tangan pejabat pajak untuk menerbitkan
72 http://www.pajak.go.id/content/mengenal-lebih-dekat-pajak-pertambahan-nilai diakses pada tanggal 4 Juni 2015
51
surat ketetapan pajak. Keberadaan surat ketetapan pajak yang diterbitkan oleh
aparatur pajak hanya untuk melakukan penagihan pajak dan tidak menimbulkan utang
pajak. Surat ketetapan pajak tersebut berfungsi memberitahukan besarnya pajak yang
terutang dan menetapkan besarnya utang pajak sehingga sifatnya hanya deklaratur.73
Di Indonesia ajaran materiil ini dianut oleh pajak-pajak dengan sistem pemungutan
self assessment system seperti pajak hotel di Kabupaten Badung yang diatur
berdasarkan Perda Nomor 15 Tahun 2011, karena pada sistem ini wajib pajak yang
aktif memenuhi kewajibannya tanpa menunggu surat ketetapan pajak.
Subjek pajak dalam pengertian pajak objektif adalah konsumen yaitu selaku
pihak yang memikul beban pajak. Dalam pajak objektif kondisi subjektif konsumen
tidak dipertimbangkan untuk menentukan suatu peristiwa hukum terutang atau
diwajibkan membayar pajak. Siapapun konsumennya sepanjang peristiwa hukum
tersebut merupakan objek pajak maka terhadap konsumen tersebut diwajibkan
membayar pajak yang sama.
Pajak hotel sebagai pajak objektif dapat diartikan sebagai kewajiban
membayar pajak oleh konsumen yang terdiri atas orang pribadi atau badan, dan tidak
berkorelasi dengan tingkat penghasilan tertentu. Siapapun yang mengonsumsi barang
atau jasa yang termasuk objek pajak hotel, akan diperlakukan sama dan wajib
membayar pajak hotel atas jasa penunjang dan jasa pelayanan yang disediakan hotel
yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan kepada subjek pajak.
73 Muhammad Djafar Saidi, 2007, Pembaharuan Hukum Pajak, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, (Selanjutnya disebut Muhammad Djafar Saidi II), h. 156-163
52
Hal tersebut berbeda dengan pajak subjektif, yang kondisi subjektif pihak
yang memikul beban pajak menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan pajak
terutang. Untuk menetapkan pajaknya harus ditemukan alasan-alasan yang obyektif
yang berhubungan erat dengan keadaan materialnya yang disebut gaya pikul.Sebagai
contoh adalah pajak pendapatan, yang sasarannya adalah pendapatan seseorang.
Hubungan antara pajak dan wajib pajak (subjek) adalah langsung oleh karena
besarnya pajak pendapatan yang harus dibayar tergantung kepada besarnya gaya
pikulnya, jadi pada pajak subjektif keadaan subjek pajak mempengaruhi besarnya
gaya pikul.74
2.2.3. Objek Pajak Dan Tarif Pajak Hotel
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 1 angka
20 dan 21 dapat disimpulkan, pajak hotel adalah pajak atas pelayanan yang
disediakan oleh penyedia fasilitas jasa penginapan atau peristirahatan termasuk jasa
terkait lainnya dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga motel, losmen, gubuk
wisata, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan, dan sejenisnya, serta
rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari sepuluh.
Pasal 3 Peraturan Daerah Kabupaten Badung tentang Pajak Hotel, obyek
pajak adalah pelayanan yang disediakan oleh hotel dengan pembayaran jasa
pelayanan dan jasa penunjang sebagai kelengkapan hotel yang sifatnya memberikan
kemudahan dan kenyamanan, termasuk fasilitas olahraga dan hiburan. Jasa penunjang
74 R. Santoso Brotodihardjo, 2003, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Edisi 4, Refika Aditama, Bandung, h. 76
53
sebagai kelengkapan hotel antara lain fasilitas telefon, facsimile, teleks, internet, foto
kopi, pelayanan cuci, setrika, transportasi, dan fasilitas sejenis lainnya yang
disediakan oleh hotel.
Wajib pajak menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan
sendiri pajak yang terutang paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah berakhirnya
masa pajak dengan menggunakan surat pemberitahuan pajak daerah (selanjutnya
disingkat SPTPD) dan dilampirkan dokumen atau keterangan pendukungnya75.
Besarnya tarif pajak hotel di Kabupaten Badung adalah 10% (sepuluh persen) dari
jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar oleh konsumen atau subjek pajak.76
2.3. Tata Cara Pemungutan Dan Penyetoran Pajak Oleh Wajib Pajak
2.3.1. Masa Pajak, Saat Terutang Pajak, dan Wilayah Pemungutan Pajak Hotel
Masa pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi wajib pajak untuk
menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang yang lamanya satu bulan
kalender. Pasal 2 huruf d Perbup Badung Nomor 28 Tahun 2013 mengatur penentuan
tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak hotel adalah 20 (dua puluh)
hari kalender setelah berakhir masa pajak. Pajak hotel yang terutang harus dibayar
oleh wajib pajak pada suatu saat dalam masa pajak. Saat pajak terutang dalam masa
pajak ditentukan menurut keadaan, yaitu pada saat terjadinya pelayanan atau
pembayaran jasa penginapan di hotel. Terkait dengan kewenangan pemerintah
kabupaten yang hanya terbatas atas setiap hotel yang berlokasi dan terdaftar dalam
75 Pasal 6 ayat (2) Peraturan Bupati Nomor 21 Tahun 2012 76 Pasal 6 Perda Nomor 15 Tahun 2011
54
lingkup wilayah administrasinya maka pajak hotel dipungut diwilayah kabupaten
tempat hotel itu berlokasi dan beroperasional.
Wajib pajak yang memungut pajak dari subjek pajak wajib menggunakan bon
penjualan atau nota pesananan (bill). Bon penjualan harus mencantumkan nama dan
alamat usaha, dicetak dengan diberi nomor seri sebagai nomor urut. Dalam bon
penjualan sekurang-kurangnya mencantumkan jenis kamar yang ditempati, lama
menginap, fasilitas hotel yang digunakan. Bon penjualan yang diterbitkan wajib pajak
harus diserahkan kepada konsumen sebagai subjek pajak sebagai bukti pemungutan
pajak dan untuk memasyaratkan kesadaran pajak hotel. Salinan nota pesanan yang
sudah digunakan harus disimpan oleh wajib pajak sebagai bukti dalam pembuatan
SPTPD.
2.3.2. Pelaporan Pajak Dan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD)
Wajib pajak yang telah memilki NPWPD wajib melaporkan kepada Bupati
tentang perhitungan dan pembayaran pajak hotel yang terutang dengan cara mengisi
SPTPD. SPTPD yang diisi wajib pajak harus disampaikan selambat-lambatnya 20
(dua puluh hari) setelah berakhirnya masa pajak dengan dilampirkan dokumen-
dokumen pendukung yang harus dicantumkan dan atau dilampirkan pada SPTPD77.
Wajib pajak yang tidak menyampaikan SPTPD dalam waktu yang ditentukan akan
77 Pasal 6 Ayat (2) Peraturan Bupati Nomor 21 Tahun 2012
55
dikenakan sanksi 2% (dua persen) sebulan sesuai dengan Peraturan Daerah
Kabupaten Badung.78
2.3.3. Cara Pemungutan Dan Penetapan Pajak Hotel
Kegiatan penghitungan besaran pajak yang terutang, pengawasan penyetoran
pajak, dan proses penagihan pajak adalah proses pemungutan pajak hotel yang tidak
dapat diserahkan kepada pihak ketiga. Beberapa kerjasama yang dapat dilakukan
dengan pihak ketiga seperti pencetakan formulir perpajakan, penghimpunan data
obyek dan subjek pajak, pengiriman surat kepada wajib pajak.
Pemungutan pajak hotel berdasarkan Undang-Undang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah menggunakan sistem self assessment yaitu wajib pajak diberikan
kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan
sendiri pajak yang terutang. Dengan sistem ini petugas Dispenda yang ditunjuk oleh
Bupati menjadi fiskus, akan melaksanakan pengawasan pemenuhan kewajiban pajak
oleh wajib pajak.
2.4. Pengawasan Oleh Fiskus (Dinas Pendapatan Daerah)
2.4.1. Ketetapan Pajak
Terhadap wajib pajak hotel yang dikenakan sistem self assessment, penerbitan
Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (selanjutnya disingkat SKPDKB) dan
Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan (selanjutnya disingkat
SKPDKBT), dan Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil (selanjutnya disingkat SKPDN)
78 Lampiran Surat Teguran Untuk Menyampaikan SPTPD dalam Lampiran Peraturan Bupati Badung Nomor 21 Tahun 2012
56
dalam waktu lima tahun setelah terutangnya pajak dapat diterbitkan oleh Bupati.
Penerbitan surat-surat diatas kepada wajib pajak untuk memberikan kepastian hukum
terhadap perhitungan dan pembayaran pajak yang dilaporkan oleh wajib pajak dalam
SPTPD telah memenuhi ketentuan pajak daerah atau tidak.
2.4.2. Surat Tagihan Pajak Daerah
Surat tagihan pajak adalah surat untuk melakukan melakukan tagihan pajak
dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.79 Surat tagihan pajak
daerah (selanjutnya disingkat STPD) dapat diterbitkan Bupati jika pajak hotel dalam
tahun berjalan yang terutang tidak atau kurang dibayar, hasil penelitian STPD
terdapat kesalahan penulisan atau salah hitung, dan ketika wajib pajak dikenakan
sanksi administrasi berupa bunga. Sanksi administrasi berupa bunga dikenakan
kepada wajib pajak yang tidak atau kurang membayar pajak yang terutang.
Keterlambatan atau tidak menyampaikan SPTPD yang merupakan ketentuan formal
akan dikenakan sanksi berupa denda. Terhadap STPD ini wajib pajak harus melunasi
paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak STPD ini diterbitkan, dan apabila tidak atau
kurang bayar pada jangka waktu tersebut akan dikenakan sanksi administrative
sebesar 2% (dua persen).80
Dispenda Kabupaten Badung telah mempunyai sistem informasi dan
pelaporan SPTPD online (e-SPTPD) untuk pelaporan SPTPD melalui
79 Pasal 1 Angka 20 Undang-Undang No 28 Tahun 2007 80 Lampiran Surat Tagihan Pajak Daerah dalam Lampiran Peraturan Bupati Badung Nomor 21 Tahun 2012
57
web http://www.sptpd.dispenda.badungkab.go.id/login.php. Untuk menggunakan
SPTPD online wajib pajak harus mengisi formulir registrasi user SPTPD online agar
mendapatkan user dan password untuk masuk ke aplikasi SPTPD online.81
2.4.3. Pembayaran Pajak Hotel
Pajak Hotel yang terutang harus dilunasi dalam jangka waktu paling lama 20
(dua puluh hari) setelah berakhirnya masa pajak dan pembayarannya dilakukan
sekaligus atau lunas. Wajib pajak yang diterbitkan SKPDKB, SKPDKBT, STPD,
surat keputusan pembetulan, surat keputusan keberatan, dan putusan banding yang
menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, pajak hotel harus dilunasi
paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterbitkan.82
Dalam keadaan tertentu sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Badung
tentang Pajak Hotel, Bupati dapat memberikan persetujuan wajib pajak untuk
mengangsur atau menunda pembayaran pajak dengan dikenakan denda 2% (dua
persen). Ketentuan atau persyaratan untuk dapat mengangsur atau menunda
pembayaran pajak hotel diatur dengan Peraturan Bupati.
2.4.4. Penagihan Pajak Hotel
Pajak hotel yang terutang setelah jatuh tempo, Bupati atau pejabat yang
ditunjuk dapat melakukan tindakan penagihan pajak. Penagihan pajak dilakukan
terhadap pajak terutang dalam SKPDKB, SKPDKBT, STPD, surat keputusan
pembetulan, surat keputusan keberatan, putusan banding yang mengakibatkan pajak
81 http://dispenda.badungkab.go.id/sptpd-online/ diakses tanggal 1 Maret 2015 82 Pasal 13 ayat (1) Peraturan Bupati Badung No 21 Tahun 2012
58
yang harus dibayar bertambah. Sebagai tindakan awal penagihan pajak dikeluarkan
surat teguran 7 (tujuh) hari kerja sejak jatuh tempo pembayaran.83
2.4.5. Penyitaan dan Pelelangan
Penyitaan menurut Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000
tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak
Dengan Surat Paksa adalah tindakan juru sita pajak untuk menguasai barang
penanggung pajak guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut
peraturan perundang-undangan. Wajib pajak yang tidak melunasi sesuai dengan
waktu yang diatur dalam surat teguran maka setelah lewat 21 (dua puluh satu) hari
akan dikeluarkan surat paksa yang memberikan waktu kepada wajib pajak 2x24 (dua
dikali dua puluh empat) jam setelah surat paksa diterima wajib pajak untuk
melakukan pelunasan.84 Jika jangka waktu tersebut terlampaui maka Bupati atau
pejabat yang ditunjuk mengajukan permintaan kepada Kantor Pelayanan Kekayaan
Negara dan Lelang (selanjutnya disingkat KPKNL) untuk melaksanakan lelang.
KPKNL menentukan tanggal, jam dan tempat lelang dan juru sita memberitahukan
secara tertulis dengan segera kepada wajib pajak.85
Penyitaan dilaksanakan terhadap barang milik wajib pajak atau penanggung
pajak yang meliputi barang bergerak maupun barang tidak bergerak. Penyitaan
dilakukan sampai barang yang disita diperkirakan memiliki nilai cukup untuk 83 Pasal 17 Ayat (2) Perbup Badung Nomor 21 Tahun 2012 84 Pasal 18 dan Pasal 19 Perbup Badung No 21 Tahun 2012 85 Pasal 20 dan Pasal 21 Perbup Badung No 21 Tahun 2012
59
melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak. Pengajuan keberatan oleh wajib
pajak tidak mengakibatkan penundaan pelaksanaan penyitaan.
2.4.6. Keberatan
Mengajukan keberatan adalah salah satu hak wajib pajak. Keberatan diatur
dalam Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagai bentuk
keseimbangan antara kewenangan fiskus untuk menetapkan pajak dan hak wajib
pajak untuk melakukan perlawanan hukum apabila ada kesalahan penetapan pajak
yang dilakukan oleh fiskus. Wajib pajak hanya dapat mengajukan keberatan kepada
Bupati atau pejabat yang ditunjuk. atas suatu:
- SKPD
- SKPDKB
- SKPDKBT
- SKPDLB
- SKPDN86
Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia disertai dengan
alasan yang jelas dengan disertai bukti atau data bahwa jumlah pajak yang terutang
atau lebih bayar yang ditetapkan fiskus adalah tidak benar. Keberatan dapat diajukan
apabila wajib pajak telah membayar paling sedikit sejumlah yang disetujui wajib
pajak.87
86 Pasal 49 Ayat (1) Perbup Badung No 21 Tahun 2012 87 Pasal 49 Ayat (2) Perbup Badung No 21 Tahun 2012
60
Dalam hal wajib pajak mengajukan keberatan atas ketetapan pajak secara
jabatan, wajib pajak harus dapat membuktikan ketidak benaran ketetapan pajak
tersebut. Hal tersebut berkaitan dengan surat ketetapan pajak yang diterbitkan
dikarenakan wajib pajak tidak menyampaikan SPTPD meskipun telah ditegur secara
tertulis dan akan berimplikasi pada kemungkinan penetapan pajak yang kurang
akurat. Wajib pajak yang tidak dapat membuktikan kebenaran surat ketetapan pajak
secara jabatan, maka keberatannya ditolak.
Kepala daerah atau pejabat yang ditunjuk dalam waktu 12 (dua belas) bulan
sejak tanggal surat keberatan diterima harus memberikan keputusan atas keberatan
yang diajukan. Keputusan kepala daerah terhadap atas keberatan dapat menerima
seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya pajak yang terutang.
2.4.7. Banding
Wajib pajak yang tidak puas atas keputusan keberatan yang dikeluarkan
kepala daerah memiliki hak untuk megajukan banding sebagai bentuk hak melakukan
perlawanan hukum kepada lembaga independen berupa peradilan pajak. Wajib pajak
hanya dapat mengajukan permohonan banding kepada Pengadilan Pajak terhadap
keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan kepala daerah.
Permohonan banding diajukan secara tertulis dengan bahasa Indonesia,
dengan alasan yang jelas dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak keputusan
keberatan diterima dan dilampiri salinan dari surat keputusan keberatan
tersebut.Terhadap satu keputusan banding diajukan satu surat permohonan banding.
Dalam hal banding diajukan terhadap jumlah pajak yang terutang, banding hanya
61
dapat diajukan apabila jumlah pajak yang terutang dimaksud telah dibayar sebesar
50% (lima puluh persen). Jumlah pajak yang terutang termasuk sanksi administrasi.
Putusan pengadilan pajak atas permohonan banding yang diajukan wajb pajak
diambil paling lama dua belas bulan sejak surat banding diterima. Seperti halnya
keberatan hak banding merupakan hak wajib pajak yang harus digunakan secara
selektif karena mengandung konsekuensi hukum. Sebelum mengajukan banding
wajib pajak diharapkan melakukan perhitungan pajak dan meyakini kebenaran
perhitungan pajaknya karena dalam hal banding ditolak atau dikabulkan sebagian
wajib pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar seratus persen dari
jumlah pajak berdasarkan putusan banding dikurang dengan jumlah pembayaran
pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.
2.4.8. Pembetulan, Pembatalan, Pengurangan Ketetapan, Dan Penghapusan Atau
Pengurangan Sanksi Administratif
Bupati dapat membetulkan SKPDKB, SKPDKBT, atau STPD, SKPDN atau
SKPDLB yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis dan atau kesalahan
hitung dan atau kekeliruan penerapan peraturan perundang-undangan perpajakan
daerah atas permohonan wajib pajak. Selain itu Bupati juga dapat mengurangkan atau
menghapuskan sanksi administratif, mengurangkan atau membatalkan STPD,
membatalkan hasil pemeriksaan atau ketetapan pajak yang dilaksanakan atau
diterbitkan tidak sesuai dengan cara yang ditentukan, mengurangkan ketetapan Pajak
terutang berdasarkan pertimbangan kemampuan membayar Wajib Pajak atau kondisi
62
tertentu objek pajak, dan mengurangkan atau membatalkan SKPDKB, SKPDKBT,
atau STPD, SKPDN, atau SKPDLB yang tidak benar.88
2.4.9. Penyidikan Pajak Hotel
Penyidik tindak pidana dibidang perpajakan daerah dilakukan oleh penyidik
pegawai negeri sipil di lingkungan pemerintah daerah kabupaten. Penyidikan tindak
pidana dibidang pajak hotel dilaksanakan menurut ketentuan yang diatur dalam
Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Penyidik yang memiliki wewenang khusus
tersebut diatas memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil
penyidikannya kepada penuntut umum melalui penyidik pejabat Polisi Negara
Republik Indonesia.
Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 pada pasal 6 ayat (1)
ditentukan “penyidik adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi
wewenang khusus oleh Undang-Undang. Wewenang penyidik di bidang perpajakan
meliputi:
a. Melakukan penelitian atas kebenaran laporan atau keterangan
berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan
b. Melakukan penelitian terhadap orang yang diduga melakukan tindak
pidana perpajakan.
c. Meminta keterangan dan barang bukti dari orang atau badan
sehubungan dengan peristiwa tindak pidana di bidang perpajakan
88 Pasal 23 ayat (1)(2) Perda No 15 Tahun 2011
63
d. Melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan dan dokumen-
dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan yang dapat
dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang perpajakan
e. Meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan di
bidang perpajakan.
2.4.10. Ketentuan Pidana
Ancaman hukuman pidana tidak saja terdapat dalam KUHP, tetapi banyak
juga tercantum dalam undang-undang di luar KUHP. Hal ini disebabkan antara lain,
karena:
a. Pada banyak peraturan hukum yang berupa undang-undang dilapangan
hukum administrasi Negara, perlu dikaitkan dengan sanksi-sanksi pidana
untuk mengawasi peraturan-peraturan itu agar ditaati.
b. Adanya perubahan sosial secara cepat, sehingga perubahan-perubahan itu
perlu disertai dan diikuti peraturan-peraturan hukum dengan sanksi pidana
c. Kehidupan modern semakin kompleks, sehingga disamping adanya
peraturan pidana berupa unifikasi yang bertahan lama (KUHP) diperlukan
pula peraturan-peraturan pidana yang bersifat temporer
Pajak termasuk hukum publik dan ini adalah sebagian dari tata tertib hukum
yang mengatur hubungan hukum antara penguasa dengan rakyat/warganya mengenai
hak dan kewajiban. Hukum pajak berkaitan dengan hukum pidana dapat dilihat pada
pasal 103 KUHP. Perkataan Undang-Undang lain pada pasal 103 KUHP,
menunjukkan juga ketentuan termasuk ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang
64
Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6
Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Perpajakan dapat dipidana sesuai dengan
KUH Pidana. Ancaman Pidana terhadap tindak pidana dalam Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2007 pada pasal 38, 39, 40, 41.
Wajib pajak hotel di Kabupaten Badung yang karena kealpaannya atau
sengaja tidak menyampaikan, mengisi atau melampirkan dengan tidak benar atau
tidak lengkap dapat dipidana dengan pidana kurungan atau denda sesuai dengan Pasal
25 Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 15 Tahun 2011 tentang Pajak Hotel.
65
BAB III
PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR
15 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL
3.1. Gambaran Umum Kabupaten Badung
Gambar 2 Peta Potensi Kabupaten Badung89
Kabupaten Badung merupakan kabupaten terkaya di Bali. Kabupaten Badung
adalah kawasan yang memiliki fungsi dan potensi utama pariwisata yang memiliki
pengaruh penting dalam pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya. Secara geografis
letak Kabupaten Badung sangat strategis. Luas wilayah Kabupaten Badung adalah
89 http://regionalinvestment.bkpm.go.id/newsipid/area.php?ia=5103 diakses 23 Februari 2015
66
418.52 km2 terdiri dari enam kecamatan90. Kuta Selatan dengan luas 101.13 km2,
Kuta 17,52 km2, Kuta Utara 33,86 km2, Mengwi 82.00 km2, Abiansemal 69.01 km2,
Petang 115,00 km2.91 Kabupaten Badung memiliki sarana wisata paling mewah dan
paling banyak. Hampir semua jaringan hotel internasional seperti Hyatt, Hilton,
Intercontinental, Bulgari , Ritz Carlton ada di ketiga kawasan tersebut.92 Objek wisata
di Kabupaten Badung seperti tanjung benoa dengan wisata baharinya, pantai kuta
yang sangat popular bagi wisatawan nusantara dan wisatawan mancanegara, taman
ayun, sangeh dan pura ulawatu. Efek ganda pariwisata memberikan peningkatan pada
pendapatan masyarakat, terbukanya lapangan kerja, pembangunan infastruktur.
Banyaknya kunjungan wisatawan menjadikan pajak hotel penyumbang tertinggi
untuk pendapatan asli daerah Kabupaten Badung.
Table 1: Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara di Kabupaten Badung93 NO BULAN Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 1 Januari 202.660 248.289 207.677 277.123
2 Februari 201.320 219.475 219.379 266.779
90 Tim Litbang Kompas,2008, Profil Daerah Kabupaten dan Kota, PT Kompas Media Nusantara, Jakarta, h.333 91 www.badungkab.go.id/bda_2011/Tabel%201.2.pdf, diakses 23 Februari 2015 92 I Wayan Supartha, 2007, Talenta Bali Menuju Otonomi Khusus, Pansus Otsus DPRD Bali, Bali, h. 86 93 Bidang Promosi Dinas Pariwisata Kabupaten Badung
67
3 Maret 201.833 227.846 224.597 266.574
4 April 221.014 219.984 229.639 270.211
5 Mei 204.489 215.868 242.205 283.327
6 Juni 240.154 238.296 272.548 327.429
7 Juli 278.041 258.781 294.651 356.849
8 Agustus 250.835 254.020 305.620 334.713
9 September 251.737 243.722 305.667 348.619
10 Oktober 241.370 255.709 262.440 337.183
11 November 216.402 241.985 293.826 273.323
12 Desember 246.880 268.044 290.194 3.681.342
Jumlah 2.756.579 2.892.019 3.148.443 3.681.342
Berdasarkan data diatas jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke
Kabupaten Badung mengalami peningkatan setiap tahunnya. Jika dibandingkan
dengan periode sebelumnya (Tahun 2013) dengan jumlah kunjungan sebanyak
3.148.443 orang sedangkan jumlah kunjungan wisatawan tahun 2014 sebanyak
3.681.342 orang, maka mengalami kenaikan sebesar 532.899 orang. Peningkatan
68
kunjungan wisatawan mancanegara ke Kabupaten Badung dapat berpengaruh kepada
tingkat hunian hotel.
3.1.1. Objek Pajak Dan Wajib Pajak Hotel Di Kabupaten Badung
Fasilitas akomodasi khususnya hotel berbintang di Kabupaten Badung
terkonsentrasi di daerah nusa dua, kuta dan jimbaran, sementara hotel non bintang
terbanyak terdapat di Kecamatan Kuta. Jumlah hotel bintang di Kabupaten Badung
pada tahun 2015 sebanyak 168 (seratus enam puluh delapan), hotel non bintang di
Kabupaten Badung pada tahun 2015 berjumlah 1495 (seribu empat ratus sembilan
puluh lima).Tebaran hotel di Kabupaten Badung meberikan indikasi kuat bahwa
kabupaten ini mengandalkan kegiatan ekonominya dari sana.
Perkembangan jenis akomodasi di Kabupaten Badung pada tahun 2014 seperti
tabel berikut:
Table. 2: Jumlah Wajib Pajak Hotel Tahun 2014 di Kabupaten Badung94
No Bulan Hotel Bintang Hotel Non Bintang
1 Januari 150 1276
2 Februari 150 1296
3 Maret 153 1318
4 April 154 1329
5 Mei 154 1332
94 Data Base Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Badung bulan September 2014
69
6 Juni 155 1363
7 Juli 155 1386
8 Agustus 159 1402
9 September 162 1419
10 Oktober 163 1453
11 November 165 1482
12 Desember 168 1495
Berdasarkan data jumlah wajib pajak hotel di Kabupaten Badung pada tahun
2014 terdapat kenaikan jumlah hotel bintang dan non bintang. Tahun 2011 jumlah
hotel bintang 101 dan jumlah hotel non bintang1015. Tahun 2012 jumlah hotel
bintang 121 dan jumlah hotel non bintang 1086. Tahun 2013 jumlah hotel bintang
147 dan jumlah hotel non bintang 1247.
3.1.2.
Gambar 3
95 di
Str
: Struktur O
ispenda.badun
ruktur Orga
Organisasi D
ngkab.go.id, di
anisasi Dina
Dinas Penda
iakses 23 Feb
as Pendapata
apatan Daer
bruari 2015
an Daerah K
rah Kabupat
Kabupaten B
ten Badung9
70
Badung
95
71
3.2. Tata Cara Pemungutan Dan Penyetoran Pajak Hotel Di Kabupaten
Badung
Di Kabupaten Badung pelaksanaan tata cara pemungutan pajak hotel adalah
sebagai berikut:
a. Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Badung melalui bidang pendaftaran dan
pendataan mendaftarkan dan mendata wajib pajak yang memiliki objek pajak
hotel di wilayah Kabupaten Badung. Dengan mempersiapkan formulir
permohonan nomor pokok wajib pajak daerah (selanjutnya disingkat
NPWPD). Syarat-syarat permohonan NPWPD seperti foto copy KTP
pemilik/pengelola, fotocopy ijin-ijin yang dimiliki, copy sertifikat jika tempat
usaha milik sendiri, foto lokasi usaha tampak depan, denah lokasi /tempat
usaha, fotocopy akta pendirian perusahaan jika kepemilikannya dalam bentuk
CV/PT, fotocopy surat perjanjian kontrak/sewa jika tempat usaha berstatus
sewa/kontrak, foto pendaftaran wajib pajak daerah badan atau pemilik usaha,
brosur perusahaan, dan mengisi form penyetoran SPTPD secara online. Wajib
pajak wajib mengisi formulir tersebut dengan lengkap dan benar untuk
disampaikan ke Dispenda. Wajib pajak yang telah mendaftarkan dan
melaporkan usahanya akan diterbitkan NPWPD sebagai dasar melaksanakan
kewajiban perpajakan. Staf bidang pendaftaran dan pendataan Dispenda
Badung akan mendistribusikan plat NPWPD dan mensosialisasikan NPWPD
baru ke wajib pajak hotel
72
Berdasarkan hasil wawancara dengan AA. Ngurah Agung Damar
Negara selaku Kepala Seksi Pendaftaran pada tanggal 5 Februari 2015, rumah
sewa dan rumah kos yang memiliki kamar lebih dari 10 memenuhi syarat
sebagai objek wajib pajak. Sumber daya manusia bidang pendaftaran dan
pendataan sebagai struktur yang diciptakan oleh sistem hukum untuk
melaksanakan uraian tugasnya dalam melaksanakan pendaftaran dan
pendataan tidak dapat menjalankan tugasnya secara maksimal dalam hal
mendaftarkan wajib pajak yang berpotensi. Bidang pendataan saat ini memilih
wajib pajak berdasarkan pertimbangan besar kecilnya potensi pajak yang
didapat dan kondisi ekonomi pemilik. Potensi ekonomi pemilik menjadi acuan
untuk mendapatkan jumlah pembayaran pajak yang lebih baik.
b. Sosialisasi yang dilakukan staf bidang pendaftaran dan pendataan antara lain
mengenai dasar hukum pengenaan pajak hotel di Kabupaten Badung
berdasarkan Perda Kabupaten Badung Nomor 15 Tahun 2011 tentang Pajak
Hotel, tarif pajak hotel adalah sebesar 10%(sepuluh persen) yang merupakan
titipan dari konsumen dengan dasar pengenaan pajak adalah 10% dari jumlah
pembayaran yang dilakukan oleh konsumen.
c. Setiap wajib pajak hotel di Kabupaten Badung, wajib membuat laporan
SPTPD dengan melampirkan data pendukung yang lengkap dan benar dan
menyetor pajak hotel paling lambat 20 hari setelah berakhirnya masa pajak
atau tanggal 20 bulan berikutnya. Pelaporan SPTPD wajib dilakukan dengan
73
online SPTPD dan wajib pajak melakukan permohonan registrasi user ke
Dispenda Badung dan diberikan password. Selanjutnya bidang pendaftaran
dan pendataan melakukan input data subjek dan objek pajak pada sistem
SPTPD online. Wajib pajak melaporkan SPTPD dengan memanfaatkan
fasilitas SPTPD online wajib diberi tanggapan oleh Dispenda Badung dan
pemberian tanggapan tersebut sebagai tanda terima SPTPD. SPTPD diinput
pada sistem aplikasi mapatda dan divalidasi oleh Bidang pendaftaran dan
pendataan dan disampaikan ke Bidang pembukuan dan pelaporan untuk
dilakukan verifikasi SPTPD. Apabila data input sudah benar maka SPTPD
tersebut disampaikan ke bidang penetapan, sedangkan apabila data input
salah, maka akan dikembalikan ke bidang pendaftaran dan pendataan untuk
dibetulkan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ida Bagus Mas Arimbawa
selaku kepala Bidang Pendaftaran dan Pendataan Dinas Pendapatan Daerah
Kabupaten Badung pada tanggal 28 Oktober 2014, sebelum bulan April
Tahun 2012 masih digunakan sistem official assesment yang menetapkan
pajak yang terutang adalah Dispenda Badung. Setelah berakhirnya
penggunaan sistem official assesment digunakan sistem self assesment yang
memberikan wewenang kepada wajib pajak untuk memungut pajak,
menghitung pajak, dan melaporkan SPTPD ke bidang pendaftaran dan
pendataan.Namun, pendapatan pajak hotel di Kabupaten Badung belum
maksimal dikarenakan wajib pajak belum jujur dalam pelaporan SPTPD. Hal
74
tersebut berusaha ditanggulangi Dispenda Badung dengan pengadaan sistem
pemantauan pajak online.
d. Penyetoran pajak oleh wajib pajak dilakukan setiap bulan (paling lambat 20
hari setelah berakhirnya masa pajak, atau tanggal 20 bulan berikutnya)
melalui kas daerah Kabupaten Badung pada kantor BPD Badung di Wilayah
Kabupaten Badung dengan menyebut NPWPD, jenis pajak, jenis penyetoran
(pajak berjalan/masa pajak atau piutang pajak atau bunga atau sanksi
administrative berupa kenaikan 25% atau 100%, besarnya nominal, serta
peruntukan bulan penyetoran pajak daerah.
e. Apabila penyetoran dilakukan dengan menggunakan warkatseperti Bilyet Giro
(BG), atau transfer, atau cek maka akan dianggap sah setelah dilakukan
kliring yang membutuhkan waktu 2(dua) hari sejak diterimanya warkat dan
dibukukan pada rekening kas daerah, dan segera memberikan informasi ke
Dispenda Badunguntuk memudahkan pembukuan.
f. Setiap pembayaran pajak diberikan SSPD dan dicatat dalam buku penerimaan
oleh bendahara penerimaan. SSPD dicetak dalam rangkap 4 (empat) yaitu
untuk wajib pajak, BPD, bendahara penerimaan, serta bidang pembukuan dan
pelaporan.
3.3. Pengawasan Oleh Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Badung
a. Pada bulan April 2012 pemungutan pajak hotel mulai menggunakan sistem
self assessment. Wajib pajak juga diberi kepercayaan untuk menghitung,
melaporkan dan membayar sendiri jumlah pajak yang terutang. Wajib pajak
75
menggunakan surat pemberitahuan pajak daerah (selanjutnya disingkat
SPTPD) untuk melaporkan perhitungan dan/atau pembayaran pajak, objek
pajak dan/bukan objek pajak, dan/ harta dan kewajiban sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan perpajakan daerah. Terhadap SPTPD yang
dilaporkan dilakukan pemilahan, verifikasi untuk menentukan apakah dapat
diyakini sehingga dapat diterima dengan melampirkan data pendukung.
Terhadap SPTPD yang tidak diyakini terdapat sekala prioritas yang akan
diperiksa yakni yang tidak menyetorkan SPTPD, SPTPD yang tidak lengkap,
SPTPD yang tidak benar atau tidak cocok dengan data pendukung, adanya
kecendrungan penurunan dalam pelaporan SPTPD. Surat tagihan pajak
daerah (selanjutnya disingkat STPD) dicetak berdasarkan potensi yang ada di
kartu data dikarenakan wajib pajak kurang bayar atau tidak bayar tepat waktu.
Terhadap hal tersebut akan menimbulkan potensi piutang pokok dan sanksi
bunga 2% (dua persen).Wajib pajak yang tidak mengirim SPTPD diberikan
surat teguran oleh bidang pendaftaran dan pendataan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan I Made Suraada selaku Kepala
Bidang Penetapan Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Badung yang
menyatakan bidang penetapan memilah dan melakukan penilaian SPTPD:
- Apabila kewajiban mengisi SPTPD beserta data pendukung yang benar
dan lengkap tidak dipenuhi/dilakukan dan telah ditegur secara tertulis,
maka bidang penetapan menerbitkan SKPDKB secara jabatan dan
dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 25% (dua puluh
76
lima persen) dari pokok pajak ditambah sanksi administratif berupa bunga
sebesar 2% sebulan dihitung dari pajak yang kurang dibayar untuk jangka
waktu paling lama 24 bulan. SKPDKB jabatan dicetak dalam rangkap 3
(untuk wajib pajak, bidang penetapan, serta bidang pembukuan dan
pelaporan).
- SPTPD yang dinilai tidak benar atau tidak lengkap, maka dilakukan
pemeriksaan. Diterbitkan SKPDKB apabila hasilnya fiskus > wp.
Diterbitkan SKPDN apabila fiskus = wp, dan sudah dibayar lunas.
Diterbitkan SKPDLB apabila fiskus < wp, dan sudah dibayar lunas.
SKPDKB/ SKPDN/ SKPDLB dicetak dalam rangkap 3 (untuk wp, bidang
penetapan, serta bidang pembukuan dan pelaporan).
- SPTPD yang dinilai sudah lengkap dan benar tidak diprioritaskan untuk
diperiksa, namun dalam jangka waktu 5 (lima) tahun dapat dilakukan
pemeriksaan.
b. Apabila kewajiban penyetoran pajak tidak dilakukan/dipenuhi sesuai batas
waktu, maka akan dikenakan sanksi administrasi berupa bunga 2% sebulan
dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu
paling lambat 24 bulan dihitung sejak terutangnya pajak. STPD diterbitkan
tanggal 21 setelah berakhirnya masa pajak, apabila pajak yang terutang
tidak/kurang bayar.
c. Apabila ditemukan data baru dan/data yang semula belum terungkap yang
berasal dari pemeriksaan sehingga pajak yang terutang bertambah,maka
77
bidang penertiban menerbitkan SKPDKBT dan dikenakan sanksi administrasi
berupa kenaikan 100% dari jumlah kekurangan pajak. Sanksi administrasi
tidak dikenakan apabila wajib pajak melaporkannya sebelum diadakannya
tindakan pemeriksaan.
d. Bidang pembukuan dan pelaporan melakukan verifikasi SSPD, apabila
terdapat kesalahan, maka disampaikan kepada bendahara penerimaan untuk
dilakukan pembetulan.
e. Bidang pembukuan dan pelaporan melakukan verifikasi ketetapan pajak
(SKPDKB/SKPDN/SKPDLB/SKPDKBT) dan STPD. Apabila terdapat
kesalahan, maka disampaikan ke bidang penetapan untuk dilakukan
pembetulan.
f. Bidang penagihan menyampaikan ketetapan (SKPDKB/ SKPDN/ SKPDLB/
SKPDKBT) dan STPD kepada wajib pajak. Apabila STPD sudah jatuh tempo,
maka dilanjutkan dengan upaya penagihan dengan surat paksa.
Berikut ini jumlah surat tagihan pajak daerah (STPD), surat ketetapan pajak
daerah jabatan (SKPD Jabatan), surat ketetapan pajak daerah kurang bayar (SKPD-
KB), surat ketetapan pajak daerah nihil (SKPD-N), dan surat teguran dalam tugas
pembinaan dan pengawasan terhadap wajib pajak yang memiliki tunggakan pajak:
Tabel 4: Data STPD, SKPD Jabatan, SKPD-KB dan SKPD-N Tahun 2014 (Wajib Pajak Hotel, Restoran, Hiburan)
STPD
(Bulan)(Tahun 2014)
Jumlah SKPD Jabatan
(Bulan)(Tahun 2014)
Jumlah
78
Januari 423 Januari 108
Februari 359 Februari 80
Maret 390 Maret 84
April 381 April 84
Mei 377 Mei 71
Juni 336 Juni 87
Juli 342 Juli 74
Agustus 348 Agustus 66
September 288 September 78
Oktober 260 Oktober 71
November 197 November 56
Desember 133 Desember 8
Total 3834 867 Sumber: Bidang Penagihan Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Badung
Tabel 5: Data SKPD Tahun 2014 (Wajib Pajak Hotel, Restoran, Hiburan)
SKPD (Bulan) (Tahun 2014) (Jumlah)
SKPD-N (Jumlah)
SKPD-KB (Jumlah)
1 Januari 108 31 77
2 Februari 80 23 57
3 Maret 84 14 70
4 April 84 18 66
5 Mei 71 13 58
6 Juni 87 21 66
7 Juli 74 18 56
79
8 Agustus 66 15 51
9 September 78 16 62
10 Oktober 71 16 55
11 November 56 22 34
12 Desember 8 2 6
867 209 658 Sumber: Bidang Penagihan Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Badung
Tabel 6. Rekap Surat Teguran Tahun 2014 (Wajib Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan)
No Bulan Jumlah Teguran
1 Januari 0
2 Februari 23
3 Maret 24
4 April 6
5 Mei 0
6 Juni 10
7 Juli 8
8 Agustus 27
9 September 5
10 Oktober 409
11 November 1150
12 Desember 298
Total 1960 Teguran
Sumber: Bidang Penagihan Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Badung
80
Berdasarkan hasil wawancara dengan I Ketut Gede Sudiastha Kepala Bidang
Penagihan Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Badung pada tanggal 28 Oktober
2014 yang menyatakan terhadap beberapa wajib pajak hotel yang memiliki tunggakan
pajak bidang penagihan melakukan pembinaan, pengawasan dan penagihan dengan
cara membuat berita acara pembinaan dan pengawasan piutang pajak yang mengatur
tunggakan yang dimiliki wajib pajak, kesanggupan wajib pajak untuk melunasi
kewajibannya dan memantau penyetoran pajaknya. Dispenda Kabupaten Badung baru
sebatas mengeluarkan surat teguran dan belum sampai melaksanakan penagihan pajak
secara aktif atau penagihan dengan surat paksa terhadap wajib pajak yang tidak
memiliki kesadaran untuk melakukan penyetoran pajak yang dipungut dari
konsumen.
Program Kerja Bidang Penagihan Dinas Pendapatan Daerah/Pasedahan Agung
Kabupaten Badung Tahun 2015 untuk mengoptimalkan pendapatan Kabupaten
Badung dari putang pajak adalah sebagai berikut:
Tabel 7: Kegiatan yang dilaksanakan Bidang Penagihan96
No Kegiatan Pagu Anggaran Target Keterangan
1. Optimalisasi
penagihan
pajak daerah
Rp.
306.572.000,00
600 wajib
pajak
Keluaran : Terlaksananya
optimalisasi penagihan pajak
daerah
Hasil : Optimalnya pendapatan
daerah dari pajak daerah
Manfaat : Mengoptimalkan
96 Bidang Penagihan Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Badung
81
realisasi pendapatan daerah
dari pajak daerah
Dampak : meningkatnya PAD
2. Penagihan
dengan surat
paksa
Rp.
3.221.700,00
100 surat
teguran
Keluaran : Terselenggaranya
penagihan piutang pajak daerah
Hasil : optimalnya penerimaan
pendapatan daerah dari piutang
pajak
Manfaat : Mengoptimalkan
pendapatan daerah dari piutang
pajak daerah
Dampak : meningkatnya
pendapatan daerah dari piutang
pajak
4. Pemeriksaan
atas
keberatan
nilai SKPD
oleh wajib
pajak
Rp.
6.451.000,00
100 Wajib
pajak
Keluaran : Tersealisasinya
pemeriksaan permasalahan
keberatan dari wajib pajak
Hasil : Terbitnya surat
tanggapan dan atau surat
keputusan penolakan
/penerimaan keberatan pajak
Manfaat : Menyelesaikan
permasalahan keberatan,
melayani pengaduan dari wajib
pajak dan memberikan solusi
Dampak : Permasalahan
keberatan dari wajib pajak
dapat diselesaikan dengan baik
82
Tabel 8: Optimalisasi Penagihan Pajak Daerah97
No Kegiatan Sub
Kegiatan
Rencana Aksi Target
1 Optimalisasi
penagihan pajak
daerah
Pemantauan
penyetoran
pajak daerah
Kunjangan
lapangan ke
wajib pajak :
pemantauan
penyetoran
pajak berjalan
oleh wajib
pajak
Kelompok1:
mewilayahi Kecamatan
Mengwi, Petang,
Abiansemal. Target
100 wajib pajak
Kelompok2:
mewilayahi Kecamatan
Kuta Utara target 150
wajib pajak
Kelompok3:
mewilayahi Kecamatan
Kuta target 200 wajib
pajak
Kelompok4:
mewilayahi Kecamatan
Kuta Selatan target
250 wajib pajak
Pembinaan
dan
pengawasan
terhadap
wajib pajak
Kunjungan
lapangan
melaksanakan
pembinaan
dan
pengawasan
KelompokI:
(mewilayahi
Kecamatan Mengwi,
Petang, Abiansemal)
Target 100 wajib pajak
Kelompok2:
97 Bidang Penagihan Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Badung
83
terhadap
wajib pajak
mewilayahi Kecamatan
Kuta Utara target 150
wajib pajak
Kelompok3:
mewilayahi Kecamatan
Kuta target 200 wajib
pajak
Kelompok4:
mewilayahi Kecamatan
Kuta Selatan target
250 wajib pajak
Berdasarkan tabel 6, 7 dan tabel 8, bidang penagihan dalam mengoptimalkan
penerimaan pendapatan daerah dari piutang pajak daerah melakukan aksi dengan
memberikan surat teguran, melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap wajib
pajak dengan jumlah staf dibidang penagihan sebanyak 18 (delapan belas) orang
berbanding luasnya kecamatan-kecamatan yang ada di Kabupaten Badung dan jumlah
wajib pajak yang menunggak.
Tabel 9: Penagihan Dengan Surat Paksa Dan Optimalisasi Penerimaan Pendapatan
Daerah Dari Penerimaan Sumber Lain-Lain98
No Kegiatan Sub Kegiatan Rencana Aksi Target
1 Penagihan
dengan surat
paksa
Pelaksanaan
kegiatan juru
sita pajak
Kunjungan
lapangan:
-Penyampaian
surat teguran
Kelompok I (mewilayahi
Kecamatan Mengwi,
Petang, Abiansemal)
Target 30 wajib pajak
84
daerah -Penyampaian
surat paksa
-Melaksanakan
penyitaan dan
pelelangan
(250 surat teguran)
Kelompok 2 mewilayahi
Kecamatan Kuta Utara
target 50 wajib pajak(370
surat teguran)
Kelompok 3 Mewilayahi
Kecamatan kuta target 50
wajib pajak (370 surat
teguran)
Kelompok 4 mewilayahi
Kecamatan Kuta Selatan
target 70 wajib pajak
(400 surat teguran)
2 Optimalisasi
penerimaan
pendapatan
daerah dari
penerimaan
sumber lain-
lain
Pelaksanaan
evaluasi
penerimaan
pendapatan
daerah dari
sumber lain-
lain
Evaluasi
penerimaan dari
SKPD penghasil
37 jenis penerimaan
Sumber: Bidang Penagihan Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Badung
Persiapan Dinas Pendapatan Kabupaten Badung dalam melaksanakan
penagihan pajak secara paksa atau penagihan dengan surat paksa antara lain:
85
-mempersiapkan petugas juru sita pajak daerah yang sudah dilantik pada
Tanggal 6 November 2012
- melakukan update data
-menyusun wajib pajak yang memiliki tunggakan pajak dengan
memprioritaskan wajib pajak yang membandel
-mengecek kelengkapan administrasi
-menerbitkan surat teguran
-menerbitkan surat paksa
-melakukan penyitaan dan pelelangan
Berdasarkan hasil wawancara dengan I Made Suraada Kepala Bidang
Penetapan Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Badung tanggal 9 Februari 2015,
tugas pokok juru sita pajak antara lain sebagai pelaksana penagihan pajak seketika
sekaligus, penyampaian surat paksa, pelaksanaan penyitaan barang penanggung
pajak, mengusulkan pencegahan dan penyanderaan. Wewenang juru sita pajak daerah
adalah melaksanakan penyitaan dan memasuki dan memeriksa semua ruangan dan
tempat lainnya untuk menemukan obyek sita di tempat usaha, di tempat kedudukan,
atau ditempat tinggal penanggung pajak, atau ditempat lain yang dapat diduga
sebagai tempat penyimpanan obyek sita. Petugas juru sita tidak ideal karena diambil
dari masing-masing bidang.
Pelaksanaan kegiatan dibidang penagihan dilaksanakan secara rutin setiap hari
kecuali hari libur. Tanggal 1 sampai dengan tanggal 20 melakukan pemantauan
terhadap penyetoran pajak berjalan. Tanggal 21 sampai dengan tanggal 27 melakukan
86
pembinaan dan pengawasan terhadap piutang pajak daerah. Tanggal 25 sampai
dengan tanggal 31 melakukan tugas-tugas juru sita pajak daerah.
3.4. Efektivitas Pemungutan Pajak Hotel di Kabupaten Badung
Menelaah efektivitas dari peraturan perundang-undangan dalam hal ini Perda
Kabupaten Badung Nomor 15 Tahun 2011 sebagai sarana hukum pemungutan pajak
hotel di Kabupaten Badung sebagai penerimaan pendapatan daerah, dapat dilihat dari
data realisasi penerimaan pajak hotel bintang, hotel non bintang dan rekapitulasi
piutang pajak hotel berikut ini:
Tabel 10. Realisasi Penerimaan Pendapatan Daerah Kabupaten Badung Dari Pajak
Hotel Tahun Anggaran 2012 Periode Bulan Desember 2012
Jenis
Penerimaan
Target Induk
APBD 2012
Target Perubahan Penerimaan S/D
Desember
Persen
%
Hotel
Bintang
Lima
433.500.000.000,
00
563.200.000.000,00 550.421.278.735,4
0
97,73
Hotel
Bintang
Empat
115.800.000.000,
00
115.800.000.000,00 109.720.305.845,7
6
94,75
Hotel
Bintang
Tiga
77.000.000.000,0
0
119.000.000.000,00 112.776.508.466,0
0
94,77
Hotel
Bintang
Dua
19.800.000.000,0
0
20.000.000.000,00 24.062.466.338,53 120,31
Hotel Non 174.800.000.000, 180.000.000.000,00 214.665.683.690,7 119,26
87
Bintang 00 7
Piutang
Pajak Hotel
32.000.000.000,0
0
32.000.000.000,00 25.604.638.677,08 80,01
Jumlah 852.900.000.000,
00
1.030.000.000.000,
00
1.037.250.881.753,
54
100,70
Sumber: Bidang Pembukuan dan Pelaporan Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten
Badung
Tabel 11. Realisasi Penerimaan Pendapatan Daerah Kabupaten Badung Dari Pajak
Hotel Tahun Anggaran 2013 Periode Bulan Desember 2013
Jenis
Penerimaan
Target Induk
APBD 2013
Target Perubahan Penerimaan S/D
Desember
Hotel
Bintang
Lima
585.200.000.000,00 585.200.000.000,00 616.383.823.995,16
Hotel
Bintang
Empat
115.800.000.000,00 115.800.000.000,00 106.196.646.372,22
Hotel
Bintang
Tiga
119.000.000.000,00 120.000.000.000,00 121.794.812.608,25
Hotel
Bintang
Dua
20.000.000.000,00 20.000.000.000,00 21.078.878.473,26
Hotel Non
Bintang
202.000.000.000,00 206.000.000.000,00 227.475.006.207,10
Piutang
Pajak Hotel
32.000.000.000,00 32.000.000.000,00 61.811.579.646,47
88
Jumlah 1.074.000.000.000,
00
1.079.000.000.000,0
0
1.151.740.747.302,46
Sumber: Bidang Pembukan& Pelaporan Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten
Badung
Tabel 12. Realisasi Penerimaan Pendapatan Daerah Kabupaten Badung Dari Pajak
Hotel Tahun Anggaran 2014 Periode Bulan Desember 2014
Jenis
Penerimaan
Target Induk
APBD 2014
Target Perubahan Penerimaan S/D
Desember
Persen
%
Hotel
Bintang
Lima
593.200.000.000,
00
703.200.000.000,00 798.305.627.305,0
0
113,52
Hotel
Bintang
Empat
117.800.000.000,
00
117.800.000.000,00 136.649.005.992,1
8
116,00
Hotel
Bintang
Tiga
112.000.000.000,
00
122.000.000.000,00 141.218.633.466,4
6
115,75
Hotel
Bintang
Dua
22.000.000.000,0
0
22.000.000.000,00 25.825.176.360,96 117,39
Hotel Non
Bintang
215.000.000.000,
00
235.000.000.000,00 296.367.876.186,1
0
126,11
Piutang
Pajak Hotel
32.000.000.000,0
0
60.000.000.000,00 56.204.188.966,15 93,67
Jumlah 1.102.000.000.00
0,00
1.260.000.000.000,
00
1.454.570.508.276,
85
115,44
Sumber: Bidang Pembukan& Pelaporan Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten
Badung
89
Berdasarkan data realisasi penerimaan pendapatan daerah Kabupaten Badung
dari pajak pajak hotel, Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Badung telah melampaui
target penerimaan pajak hotel yang ditetapkan, namun di Kabupaten Badung masih
terdapat wajib pajak hotel yang memiliki tunggakan pajak dalam jumlah besar yang
mengakibatkan Dispenda setiap tahunnya menargetkan realisasi penerimaan piutang
pajak hotel. Hal ini bertolak belakang dengan sistem self assessment yang
memberikan wajib pajak untuk memungut pajak hotel dari subjek pajak atau
konsumen, selanjutnya menghitung, melaporkan dan membayar sendiri pajak yang
terutang sehingga wajib pajak terhindar dari kemungkinan ketidakmampuan
membayar pajak akibat perhitungan yang terlalu besar oleh fiskus.
Tabel 11: Rekapitulasi Piutang Pajak Hotel Di Kabupaten Badung99
No Jumlah Piutang Per 31
Desember 2012
Jumlah Piutang Per 31
Desember 2013
Jumlah Piutang Per 31
Desember 2014
1 Rp 89,757,743,476.08 Rp 84,609,330,529.43 Rp 88,031,316,895.25
Sumber: Bidang Pembukan& Pelaporan Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten
Badung
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak I Wayan Adi Arnawa Kepala
Dinas Pendapatan Kabupaten Badung dalam dialog Gatra dengan topik
“Optimalisasi Pendapatan Daerah Di Kabupaten Badung” pada tanggal 31 Maret
2015 yang menyatakan, piutang pajak hotel di Kabupaten Badung merupakan
99 Bidang Pembukuan dan Pelaporan Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Badung
90
permasalahan namun sekarang dilakukan tindakan tegas melalui kerjasama dengan
Kejaksaan sebagai upaya peningkatan penerimaan pajak hotel.
Disependa Kabupaten Badung dalam memaksimalkan potensi penerimaan
pajak hotel dan meminimalkan tunggakan pajak hotel baru sebatas menggunakan
penanganan secara administratif, persuasif dengan melakukan pembinaan dan
pengawasan tanpa pernah melakukan penyitaan dan tindakan refresif lainnya
sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati.
Berdasarkan laporan realisasi penerimaan pendapatan daerah Kabupaten
Badung tahun anggaran 2012 periode bulan desember 2012 pemerintah Kabupaten
Badung menargetkan realisasi piutang pajak hotel sebesar Rp.32.000.000.000(tiga
puluh dua milyar), tahun anggaran 2013 periode bulan desember 2013 target realisasi
penerimaan piutang pajak hotel sebesar Rp.32.000.000.000(tiga puluh dua milyar),
tahun anggaran 2014 periode bulan desember 2014 pemerintah Kabupaten Badung
memasang target realisasi piutang pajak hotel sebesar Rp.60.000.000.000 (enam
puluh milyar rupiah). Hal tersebut menunjukkan belum optimalnya pendapatan pajak
daerah dari pajak hotel tersebut.
Tunggakan pajak hotel di kabupaten badung antara lain dilakukan oleh100:
1. Sandhi Phala Hotel
Berdasarkan SKK-354/P.1.10/Gs/01/2012 tanggal 4 Januari 2012, perusahaan
Sandi Phala Hotel mempunyai tunggakan pembayaran pajak atau piutang pada
pemerintah Kabupaten Badung sebesar Rp.4.649.087.074,38 ( empat milyar enam 100 Kejaksaan Negeri Denpasar
91
ratus empat puluh sembilan juta delapan puluh tujuh ribu tujuh puluh empat rupiah
point tiga puluh delapan sen)
Penyelesaian piutang tersebut dilaksanakan dengan mencicil:
-Tanggal 19 Desember 2012 sebesar Rp.200.000.000,-
-Tanggal 1 Februari 2013 sebesar Rp.60.000.000,-
-Tanggal 20 Februari 2013 sebesar Rp. 38.323.798,-
-Tanggal 20 Februari 2013 sebesar Rp.36.676.202,-
-Tanggal 7 Mei 2013 sebesar Rp.40.000.000,-
-Tanggal 19 Juni 2013 sebesar Rp.30.000.000,-
-Tanggal 25 Juli 2013 sebesar Rp.30.000.000,-
-Tanggal 19 Agustus 2013 sebesar Rp.31.254.350,-
-Tanggal 18 September 2013 sebesar Rp.40.000.000,-
-Tanggal 21 Oktober 2013 sebesar Rp.40.000.000,-
Telah diundang dengan membuat undangan tanggal 1 September 2014 untuk
kehadiran tanggal 12 September 2014, pihak Sandhi Phala Hotel akan membayar
dengan mencicil. Membuat pernyataan kesanggupan membayar tanggal 15 September
2014. Tanggal 17 September 2014 membayar Rp.44.746.405.00 (pokok pajak) dan
Rp. 1.789.856,20 (bunga pajak). Tanggal 17 September 2014 membayar Rp.
57.546.401,00(pokok pajak) dan Rp.1.150.928,02 (bunga pajak).
2. Ramada Resor Benoa
Berdasarkan SKK-3169/P.1.10/Gs/05/2012 tanggal 16 Mei 2012, Perusahaan
Ramada Resor Benoa mempunyai tunggakan pembayaran pajak atau piutang pada
92
Pemerintah Kabupaten Badung sebesar Rp. 6.571.647.850,40 (enam milyar lima ratus
tujuh puluh satu juta enam ratus empat puluh tujuh ribu delapan ratus lima puluh
rupiah point empat puluh sen) yang penyelesaiannya dilaksanakan dengan mencicil.
-Tanggal 27 Desember 2012 sebesar Rp.936.560.024,95
-Tanggal 4 Juni 2013 sebesar Rp.1.000.000.000,-
3. Lalu Village
Berdasarkan SKK-3174/P.1.10/Gs/05/2012 tanggal 16 Mei 2012 perusahaan
Lalu Village mempunyai tunggakan patak atau piutang pada Pemerintah Kabupaten
Badung sebesar Rp.735.380.443,- yang penyelesaiannya dilaksanakan dengan
mencicil.
-Tanggal 24 April 2012 sebesar Rp.7.000.000,-
Telah diundang dengan membuat undangan tanggal 1 September 2014 untuk
kehadiran tanggal 09 September 2014, namun pihak Lalu village tidak memenuhi
undangan. Tanggal 19 September 2014, Jaksa Pengadilan Negeri menemui pihak
Lalu Village namun pemilik Lalu Village A.A. Ngr. L.A. Ananda tidak berada di
tempat dan Jaksa Pengadilan Negeri telah meminta agar pemilik menghadap pada
hari senin tanggal 22 September 2014.
Data diatas menunjukkan bahwa pemungutan pajak hotel di Kabupaten
Badung belum berjalan efektif, terdapat piutang pajak hotel dalam jumlah besar
bahkan meningkat dari jumlah piutang per 31 Desember 2013 sebesar
Rp.84,609,330,529.43 ke Rp.88,031,316,895,25 sebagai piutang per 31 Desember
2014 yang disebabkan oleh tidak optimalnya penagihan piutang pajak kepada wajib
93
pajak yang menunggak. Berdasarkan tabel 9, dalam melaksanakan penagihan pajak
Dinas Pendapatan Daerah Badung baru sebatas mengeluarkan surat teguran sebagai
awal tindakan pelaksanaaan penagihan pajak hotel. Dispenda Badung belum
melaksanakan penagihan secara aktif dengan menerbitkan surat paksa sebagaimana
diatur pada Pasal 18 Peraturan Bupati Badung Nomor 21 Tahun 2012 dan Pasal 18
Perda Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Pajak Hotel, melakukan penyitaan dan
pelelangan terhadap wajib pajak yang menunggak sebagaimana diatur pada Pasal 19
Perbup 21 Tahun 2012 walaupun telah memiliki petugas juru sita, namun belum
memiliki tenaga penilai asset. Hal diatas menunjukkan bahwa terdapat aturan-aturan
penagihan pajak sebagai landasan hukum dalam penagihan pajak secara aktif yang
tidak terlaksana dan ini mempengaruhi efektifitas pemungutan pajak. Lebih lanjut
berdasarkan teori sistem hukum belum efektifnya penerimaan piutang pajak hotel di
Kabupaten Badung dipengaruhi oleh tiga komponen:
- substansi hukum disini membahas norma-norma yang dihasilkan Peraturan
Daerah Nomor 15 Tahun 2011 tentang Pajak Hotel, Peraturan Bupati Badung
Nomor 21 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemungutan Pajak Parkir, Pajak
Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan dan Pajak Penerangan Jalan dan
Peraturan Bupati Badung Nomor 34 Tahun 2012 tentang Tata Cara
Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administratif dan Pengurangan atau
Pembatalan Ketetapan Pajak Daerah sebagai turunan dari Perda No 15 Tahun
2011. Norma hukum dalam peraturan diatas mengarahkan bagaimana
Dispenda sebagai institusi pelaksana yang mengendalikan urusan pemerintah
94
kabupaten pada bidang pajak daerah. Pasal 24 Perda No 15 Tahun 2011
mengatur mengenai ketentuan penyidikan tindak pidana perpajakan daerah
namun tidak dijelaskan tenaga Penyidik Pegawai Negeri Sipil tersebut dari
Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Badung, PPNS Satpol PP Kabupaten
Badung, atau dari gabungan dari Satuan Kerja Perangkat Daerah yang ada di
Kabupaten Badung. Kedua, pengaturan ketentuan permohonan pengangsuran
dan penundaan pembayaran pajak, pengurangan dan penghapusan sanksi
administratif yang merupakan wewenang Bupati dapat berdampak pada
penghindaran penggunaan sanksi pidana.
- sutruktur hukum yaitu kelembagaan yang diciptakan sistem hukum yang
memiliki fungsi pelayanan dan penegakan hukum. Dalam fungsi sebagai
penegak hukum Dispenda Kabupaten Badung sampai saat ini belum memiliki
tenaga Penyidik Pegawai Negeri Sipil. Dispenda Kabupaten Badung telah
memiliki juru sita namun belum memiliki tenaga penilai asset untuk
melakukan penilaian terhadap barang milik penanggung pajak. Kualitas staf
Dispenda terkait pemahaman tentang peraturan dan pelaksanaan peraturan
perpajakan daerah. Kuantitas staf di Dispenda Kabupaten Badung yang tidak
sesuai dengan bidang kerja.
- kultur hukum sebagai sikap wajib pajak terhadap hukum seperti kepercayaan,
pemikiran serta harapannya. Pertama, beberapa wajib pajak hotel di
Kabupaten Badung tidak menyetorkan, menunda menyetorkan pajak hotel
yang telah dibayar subjek pajak kepada Dispenda. Kedua, kesadaran orang
95
pribadi atau badan yang mengusahakan hotel untuk mendaftar sebagai wajib
pajak hotel.
96
BAB IV
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELAKSANAAN
`PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2011
Peranan hukum dalam era globalisasi tidak hanya untuk menjaga keamanan
dan ketertiban dalam masyarakat, akan tetapi hukum juga digunakan sebagai sarana
pembangunan nasional. Dalam era globalisasi ini peran hukum sebagai sarana
pembangunan nasional mendapatkan tantangan. Hukum sebagai sarana
pembangunan, hukum sebagai pemelihara ketertiban dan keamanan, hukum sebagai
penegak keadilan, dan sebagai sarana pendidikan masyarakat adalah fungsi hukum
dalam kaitannya dengan pembangunan.101
Penerapan hukum hakikatnya adalah penyelenggaraan pengaturan yang
meliputi aspek penyelesaian sengketa hukum, pencegahan pelanggaran hukum, dan
termasuk pemulihan kondisi akibat pelanggaran itu. Menelaah efektifitas hukum
pada dasarnya membandingkan antara realitas hukum dengan ideal hukum. Hukum
semakin efektif apabila peranan yang dijalankan oleh subyek hukum semakin
mendekati apa yang telah ditentukan dalam hukum serta para subjek hukum dapat
menjalankan peranan yang diatur oleh hukum terhadapnya.102 Jika hukum efektif
101 Muchsin dan Fadillah Putra, 2002, Hukum dan Kebijakan Publik, Averroes Press, Malang, h.20 102 Soerjono Soekanto, 1983, Penegakan Hukum, Binacipta, Bandung, (Selanjutnya disingkat Soerjono Soekanto II) h. 77
97
berarti terjadi dampak hukum yang positif, dengan demikian hukum mencapai
sasarannya dalam membimbing atau mengubah perilaku masyarakat.103
Efektif atau tidaknya suatu ketentuan hukum, tidak hanya bergantung pada
substansi hukumnya, tetapi juga ditentukan unsur struktur hukum dan kultur
hukum.104 Taraf kepatuhan hukum yang tinggi merupakan suatu indikator
berfungsinya suatu sistem hukum. Dalam ilmu sosiologi hukum, kepatuhan terhadap
kaidah hukum telah menjadi faktor yang pokok dalam menakar efektif tidaknya
sesuatu yang ditetapkan dalam hal ini hukum.
Penegakan hukum sebagai upaya pencegahan dan penanggulangan kejahatan
dapat dilakukan dengan upaya preventif dan upaya refresif. Upaya preventif
menekankan pada pencegahan dengan cara mendorong subjek hukum untuk taat pada
ketentuan hukum yang berlaku sehingga tidak merugikan hak dan kepentingan orang
lain. Penegakan hukum secara refresif berhubungan dengan mekanisme peradilan
maupun mekanisme di luar pengadilan, yang berhubungan dengan penetapan sanksi
hukum bagi subjek hukum yang melakukan pelanggaran hukum yang merugikan
kepentingan umum.105
Keberhasilan pembangunan Pemerintah Kabupaten sangat ditentukan
kemampuannya dalam merealisasikan penerimaan sumber-sumber pendapatan yang
103 Soerjono Soekanto dan Heri Tjandrasari, 1993, Beberapa Aspek Sosio Yuridis Masyarakat, Alumni, Bandung, h. 32 104 Achmad Ali, 2002, Keterpurukan Hukum Di Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, h. 20 105 Budi Santoso, 2005, Butir-Butir Berserakan tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual (Desain Industri), Mandar Maju, Bandung, h. 95
98
memberikan kontribusi terhadap total penerimaan sebagai sumber keuangan. Salah
satu sumber pendapatan yang besar dari pendapatan asli daerah Kabupaten Badung
adalah pajak hotel yang sampai saat ini masih terdapat hambatan hambatan karena
terdapat beberapa wajib pajak yang memiliki tunggakan pajak dalam jumlah besar.
Menurut Soerjono Soekanto terdapat lima faktor yang mempengaruhi
penegakan hukum yang merupakan perluasan dan berkaitan erat dengan tiga aspek
sistem hukum yang disebutkan Lawrence Friedman, yaitu
- Faktor hukumnya sendiri
- Faktor penegak hukum
- Faktor sarana atau fasilitas
- Faktor masyarakat
- Faktor kebudayaan
4.1. Faktor Hukum
Penulis akan mengkaji pasal pada Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2011
tentang Pajak Hotel, Peraturan Bupati Badung Nomor 21 Tahun 2012 tentang Tata
Cara Pemungutan Pajak Parkir, Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan dan Pajak
Penerangan Jalan, Peraturan Bupati Badung Nomor 34 Tahun 2012 tentang Tata Cara
Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administratif dan Pengurangan atau
Pembatalan Ketetapan Pajak Daerah.
99
Tabel 14: Permohonan Pengangsuran Dan Penundaan Pembayaran Pajak Dalam
Perda Nomor 15 Tahun 2011 Dan Perbup No 21 Tahun 2012
Perda/Perbup Pasal Keterangan
Perda No 15 Tahun
2011
Pasal 15 ayat
(3)
SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat
Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan
Keberatan, dan Putusan Banding yang
menyebabkan jumlah pajak yang harus
dibayar bertambah merupakan dasar
penagihan pajak dan harus dilunasi dalam
jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak
tanggal diterbitkan.
Pasal 15 ayat
(4)
Bupati atas permohonan wajib pajak
setelah memenuhi persyaratan yang
ditentukan dapat memberikan persetujuan
kepada wajib pajak untuk mengangsur
atau menunda pembayaran pajak dengan
dikenakan denda sebesar 2%(dua persen)
sebulan.
Pasal 15 ayat
(5)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pembayaran, penyetoran, tempat
pembayaran, angsuran, dan penundaan
100
pembayaran pajak diatur dengan
Peraturan Bupati.
Peraturan Bupati No
21 Tahun 2012
Pasal 13 ayat
(1)
Pajak yang masih harus dibayar dalam
SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat
Keputusan Pembetulan, dan Putusan
Banding, yang menyebabkan jumlah
pajak yang harus dibayar bertambah,
harus dilunasi dalam jangka waktu paling
lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal
diterbitkan.
Pasal 13 ayat
(2)
Wajib pajak dapat mengajukan
permohonan secara tertulis kepada Bupati
untuk mengangsur atau menunda
pembayaran pajak yang masih harus
dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) yang selanjutnya disebut utang pajak,
dalam hal wajib pajak mengalami
kesulitan likuidasi atau mengalami
keadaan diluar kekuasaannya sehingga
wajib pajak tidak akan mampu memenuhi
kewajiban pajak pada waktunya.
101
Pasal 13 ayat
(3)
Permohonan wajib pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), harus diajukan
secara tertulis paling lama 9 (sembilan)
hari kerja sebelum jatuh tempo
pembayaran, disertai alasan dan bukti
yang mendukung permohonan, serta:
a. Jumlah pembayaran pajak yang
dimohon untuk diangsur, masa
angsuran, dan besarnya
angsuran;atau
b. Jumlah pembayaran pajak yang
dimohon untuk ditunda dan
jangka waktu penundaan
13 ayat(2) Jangka waktu sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dapat dilampaui dalam hal
wajib pajak mengalami keadaan diluar
kekuasaan wajib pajak sehingga wajib
pajak tidak mampu melunasi utang pajak
tepat pada waktunya.
Menurut penulis perumusan norma hukum diatas tidak spesifik mengenai
apa yang dimaksud atau indikator yang menentukan “dalam hal wajib pajak
102
mengalami keadaan di luar kekuasaan wajib pajak’’ yang berimplikasi pada
ketidakmampuan wajib pajak untuk melunasi utang pajak yang menyebabkan piutang
pajak hotel jumlahnya semakin bertambah.
Tabel 15: Pengaturan Pengurangan Atau Penghapusan Sanksi Administratif Dalam
Perda No 15 Tahun 2011 dan Peraturan Bupati No 34 Tahun 2012
Perda/Perbup Pasal Keterangan
Perda No 15 Tahun
2011tentang Pajak
Hotel
Pasal 23
ayat (1)
Atas permohonan wajib pajak atau karena
jabatannya, Bupati dapat membetulkan
SKPDKB, SKPDKBT, atau STPD,
SKPDN atau SKPDLB yang dalam
penerbitannya terdapat kesalahan tulis
dan/kesalahan hitung dan/kekeliruan
penerapan peraturan perundang-undangan
perpajakan daerah.
Pasal 23
ayat (2)
Bupati dapat:
a. Mengurangkan atau menghapuskan
sanksi administratif berupa bunga,
denda, dan kenaikan pajak yang
terutang menurut perundang-undangan
perpajakan daerah, dalam hal sanksi
tersebut dikenakan karena kekhilafan
103
wajib pajak atau bukan karena
kesalahannya.
b. Mengurangkan ketetapan pajak
terutang berdasarkan pertimbangan
kemampuan membayar wajib pajak
atau kondisi tertentu objek pajak
Pasal 23
ayat (3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pengurangan atau penghapusan sanksi
administratif dan pengurangan atau
pembatalan ketetapan pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
Peraturan Bupati.
Peraturan Bupati No
34 Tahun 2012
tentang Tata Cara
Pengurangan atau
Penghapusan Sanksi
Administratif dan
Pengurangan Atau
Pembetulan Ketetapan
Pajak Daerah
Pasal 2 Atas nama Bupati, Kepala Dinas
Pendapatan Daerah karena jabatannya atau
atas permohonan wajib pajak dapat:
a. Mengurangkan atau menghapus
sanksi administratif berupa bunga,
denda dan kenaikan pajak yang
terutang, menurut peraturan
perundang-undangan perpajakan
daerah, dalam hal sanksi tersebut
104
dikenakan karena kekhilafan wajib
pajak atau bukan karena
kesalahannya
b. mengurangkan ketetapan pajak
terutang berdasarkan pertimbangan
kemampuan membayar wajib pajak
atau kondisi tertentu wajib pajak
Berdasarkan norma hukum tersebut diatas, wajib pajak dapat mengajukan
permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administratif dalam hal sanksi
dikenakan karena kekhilafan wajib pajak. Menurut penulis kekhilafan wajib pajak
diatas tidak diatur secara jelas ciri atau indikator apa untuk dikatakan kekhilafan
wajib pajak sehingga Kepala Dispenda atas nama Bupati dapat mengurangkan atau
menghapuskan sanksi administratif, mengabulkan sebagaian atau seluruhnya, atau
menolak permohonan wajib pajak.
Ketentuan-ketentuan diatas menurut penulis adalah upaya untuk
menghindarkan penggunaan sanksi pidana pada tahapan aplikasi hukum dengan
memberikan kewenangan kepada Bupati atau pejabat yang diberi wewenang untuk
melakukan pengurangan bahkan penghapusan terhadap kewajiban pajak wajib pajak.
Disini juga dapat dilihat orientasi Pemerintah Daerah adalah untuk masuknya uang
pajak ke kas daerah karena penggunaan sanksi pidana akan membuat hubungan
105
negatif antara wajib pajak dengan pemerintah daerah sebagai pihak yang
berkepentingan terhadap masuknya uang pajak ke Kas Daerah. Wewenang diskresi
Bupati yang besar dalam pengurangan atau penghapusan pajak dapat berimplikasi
pada hilangnya unsur delik pajak sehingga menyulitkan penyidikan.
4.2. Faktor Penegak Hukum
4.2.1.Hambatan Pada Bidang Pendataan dan Pendaftaran
Berdasarkan hasil wawancara dengan AA. Ngurah Agung Damar Negara
S.Stp M.Si sebagai Kepala Seksi Pendaftaran Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten
Badung pada tanggal 5 Februari 2015, berdasarkan uraian tugas yang ada jumlah
sumber daya manusia di bidang pendaftaran dan pendataan tidak memadai untuk
ruang lingkup tugas dan wilayah tugas yang luas. Disamping itu bidang pendaftaran
dan pendataan untuk tahun 2015 ditargetkan 400 (empat ratus) wajib pajak baru di
Kabupaten Badung untuk hotel, restoran dan hiburan.
Berdasarkan waawancara dengan Bapak Wayan Musma pemilik Losmen
Rempen di Jalan Popies I Gang Sorga Kuta Bali pada tanggal 23 Januari 2015, yang
menyatakan sejak 3 (tiga) tahun terakhir banyak terdapat rumah kos yang tidak
berizin menerima tamu atau wisatawan. Perlu adanya penertiban apabila tempat untuk
pariwisata diperuntukkan oleh masyarakat lokal kepada wisatawan.
Berdasarkan pertimbangan bidang pendaftaran dan pendataan dalam mendata
potensi pajak tidak terdapat keadilan untuk wajib pajak lainnya. Berdasarkan asas
keadilan wajib pajak harus membayar sejalan dengan manfaat yang dinikmatinya dari
pemerintah dan setiap wajib pajak yang berdasarkan Peraturan Daerah memenuhi
106
unsur sebagai wajib pajak harus dikenakan pajak yang sama. Ketaatan wajib pajak
dan besaran pajak yang dibayarkan dipengaruhi oleh keadilan yang didapat wajib
pajak.
4.2.2.Hambatan Pada Bidang Penetapan
Berdasarkan hasil wawancara dengan I Made Suraada Kepala Bidang
Penetapan Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Badung tanggal 9 Februari 2015,
kendala-kendala yang dihadapi bidang penetapan adalah kompetensi sumber daya
manusia, kuantitas pegawai, mutasi pegawai yang begitu cepat, sarana prasarana
kendaraan yang sudah lama.
4.2.3.Hambatan Pada Bidang Penagihan
Berdasarkan hasil wawancara dengan I Ketut Gede Sudiastha Kepala Bidang
Penagihan Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Badung pada tanggal 28 Oktober
2014, terdapat beberapa kendala yang dihadapi dalam melakukan penagihan,
pembinaan dan pengawasan piutang pajak hotel antara lain:
1. Belum memiliki tenaga Penyidik Pegawai Negeri Sipil (Selanjutnya
disebut PPNS) .
2. Belum memiliki tenaga penilai asset sehingga penagihan secara aktif
masih belum dapat dilaksanakan secara optimal.
3. Pemahaman sumber daya manusia terhadap regulasi perpajakan belum
maksimal karena kompetensi petugas belum memadai terhadap
pelaksanaan tugas.
107
4. Staf yang berjumlah 17 (tujuh belas) untuk 578 wajib pajak yang akan
diberikan pembinaan dan pengawasan.
Selain mengkaji prosedur pemungutan pajak hotel di Kabupaten Badung juga
penting untuk melihat pelaksanaan sanksi bagi wajib pajak yang melakukan
tunggakan pajak. Sanksi merupakan nestapa yang dijatuhkan kepada siapa saja yang
tidak mematuhi apa yang telah dinyatakan sebagai hukum yang berlaku.106Sanksi
dalam Perda Kabupaten Badung No 15 Tahun 2011 tentang Pajak Hotel terdiri dari
sanksi administratif dan sanksi pidana.
Secara sosiologis setiap penegak hukum sebagai struktur hukum (legal
structure) mempunyai hak-hak dan kewajiban tertentu yang dinamakan pemegang
peranan (role occupant). PPNS diberi wewenang khusus untuk melaksanakan
penyidikan dibidang perpajakan daerah karena sebagai penegak hukum memiliki
expected role sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 24 Peraturan Daerah Kabupaten
Badung Nomor 15 Tahun 2011 tentang Pajak Hotel, yakni berwenang menerima,
mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan
tindak pidana di bidang perpajakan daerah agar keterangan atau laporan tersebut
menjadi lebih lengkap dan jelas sampai dengan menyampaikan hasil penyidikannya
kepada penuntut umum.
Terhadap penanganan piutang pajak masih dilaksanakan dengan tindakan non
litigasi dengan pemberian sanksi administrasi. Faktor yang menyebabkan sanksi
106Soetandyo Wignjosoebroto, 2008, Hukum Dalam Masyarakat: Perkembangan dan Masalah, Malang, Banyumedia Publishing, h. 136
108
pidana tidak dapat dilaksanakan karena Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Badung
tidak memiliki Penyidik Pegawai Negeri Sipil dalam rangka melakukan proses
penyidikan tidak pidana dibidang perpajakan daerah. Pembentuk Perda tidak
memperhatikan struktur hukum dalam hal ini ketersediaan aparat penegak hukum
Perda yang disebut PPNS. Sehingga sanksi pidana Perda tersebut tidak pernah
difungsionalisasikan ketika Perda tersebut berlaku sebagai hukum positif.
Pelaksanaan penagihan piutang pajak lebih ditekankan pada proses non litigasi
dengan memberikan surat teguran sehingga belum memiliki efek jera terhadap
penunggak pajak dalam jumlah yang besar.
Dispenda Badung melakukan beberapa upaya untuk melaksanakan penagihan
kepada wajib pajak yang memiliki tunggakan seperti bekerjasama dengan pihak
kejaksaan dengan menyusun naskah kerjasama/MOU terkait penanganan piutang
pajak dan membuat daftar wajib pajak yang membandel.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Martinus T. Suluh Kasi Datun
Kejaksaan Negeri Denpasar pada tanggal 5 November 2014, Bupati Badung
mengajukan surat permohonan kerjasama, dan terbentuklah Naskah Kerjasama
Bidang Hukum Perdata Dan Tata Usaha Negara Antara Bupati Badung dengan
Kepala Kejaksaan Negeri Denpasar Nomor: 431 Tahun 2012 Nomor B-
5078/P.1.10/Gs/08/2012 dengan para pihak setuju dan sepakat untuk mengikatkan
diri dalam kesepakatan bersama tentang Pemberian Advokasi dan Bantuan hukum
kepada Pemerintah Kabupaten Badung. Naskah kerja ini bertujuan untuk
menghadapi permasalahan hukum perdata dan tata usaha negara serta bidang pajak
109
daerah. Bupati Badung dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama Pemerintah
Kabupaten Badung disebut sebagai pihak pertama dapat meminta bantuan hukum,
pertimbangan hukum, dan tindakan hukum lainnya kepada Kepala Kejaksaan Negeri
Denpasar dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama kejaksaan Negeri Denpasar
yang disebut sebagai pihak kedua.
Di bidang pajak daerah Kejaksaan Negeri Denpasar melakukan penagihan
pajak atas data yang diberikan Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Badung dengan
proses non litigasi yaitu negosiasi. Upaya yang dilakukan sebatas penagihan
tunggakan pajak untuk dilakukan pelunasan sebagai bentuk tindakan membantu
pemerintah daerah. Upaya ini antara lain dilakukan kepada Lalu village, Sandhi Phala
Hotel, dan Ramada Resor Benoa. Tindakan penagihan dan negosiasi yang tidak
berhasil maka akan dikembalikan kembali kepada Dinas Pendapatan Daerah
Kabupaten Badung.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Nyoman Badra Kabid
Penyidikan Satpol PP Kabupaten Badung pada tanggal 7 April 2015 yang
menyatakan, terkait dengan kewenangan Satpol PP dalam penegakan Perda di
Kabupaten Badung maka dibentuklah tim yustisi Kabupaten Badung yang dikoordinir
oleh Kepala Satpol PP, dimana keanggotaannya merupakan gabungan dari unsur
penegak hukum seperti kepolisian, TNI, Kejaksaan, dan Pengadilan. Tugas tim ini
untuk memberikan rekomendasi kepada Bupati Badung mengenai pelanggaran
Peraturan Daerah yang tidak lagi dapat dilakukan upaya pembinaan, namun sampai
saat ini Satpol PP Kabupaten Badung belum pernah melakukan tindakan yustisi
110
maupun non yustisi terhadap wajib pajak hotel yang memiliki tunggkan pajak di
Kabupaten Badung. Saat ini sedang direncanakan integrasi antara Satpol PP,
Dispenda, Inspektorat, dan satuan kerja pemerintah daerah lainnya terkait dengan
perpajakan dan perizinan.
4.3. Sarana dan Prasarana
Hambatan-hambatan dalam penegakan Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun
2011 akan dapat diminimalkan apabila terdapat pengadaan sarana dan prasarana yang
membantu keberlangsungan dan kelancaan berperannya hukum. Sarana juga akan
menunjang tingkat profesionalisme dari petugas dan wajib pajak dalam menjalankan
tugasnya.
6 (enam) hal yang berkaitan dengan sarana/fasilitas yang perlu mendapatkan
perhatian serius antara lain:
1. Apa yang belum ada perlu diadakan dengan memperhitungkan jumlah dan
waktu pengadaan
2. Apa yang kurang perlu dilengkapi
3. Apa yang rusak perlu diganti dan diperbaiki
4. Apa yang sudah ada perlu dipelihara/maintenance agar selalu berfungsi
optimal.
5. Apa yang telah mundur perlu ditingkatkan
6. Apa yang macet perlu dilancarkan
Berdasarkan hasil wawancara dengan I Made Suraada SH Kepala Bidang
Penetapan Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Badung tanggal 9 Februari 2014, dan
111
AA. Ngurah Agung Damar Negara S.STP M.Si terdapat beberapa kendala terkait
sarana dan prasarana sebagai penunjang kinerja dalam memperoleh penerimaan pajak
daerah khususnya pajak hotel antara lain:
1. Kendaraan sepeda motor yang digunakan untuk melakukan tugas
pengekan lapangan seperti verifikasi, validasi, dan pengecekan potensi
wajib pajak ke lapangan mengingat luasnya wilayah kerja.
2. Pada hotel-hotel sebagai wajib pajak di Kabupaten Badung belum
dipasangkan penggunaan alat pemantau transaksi dikarenakan adanya
kesulitan dalam konfigurasi web service dan aplikasi, sehingga berdampak
pada transparansi.
3. Terbatasnya anggaran minyak sepeda motor, 1,5 liter per hari untuk tugas
staf pendaftaran dan pendataan
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bayu Anggara Widura SH Staff Bidang
Pendaftaran & Pendataan (saat ini bertugas pada bidang IT) Dinas Pendapatan Daerah
Kabupaten Badung pada tanggal 10 Februari 2015, untuk meningkatkan transaksi,
transparansi wajib pajak dan Dispenda, pada tahun 2015 ditargetkan pemasangan 200
alat untuk web service. Saat ini telah dilakukan survey dan akan dilakukan
pemasangan secara bertahap. Pemasangan alat untuk web service merupakan salah
satu inovasi untuk meningkatkan sumber pendapatan asli daerah. Diperlukan juga
sumber daya manusia dengan kuantitas dan kualitas yang memadai dibandingkan
jumlah alatnya.
Berdasarkan hal diatas, hal-hal yang perlu diperhatikan yaitu:
112
a. Pengadaan prasarana alat untuk web service sebagai pemantau transaksi
pada wajib pajak terdaftar di Kapupaten Badung sehingga tercipta online
network sehingga diperoleh data secara cepat, akurat, tepat dan dapat
ditampilkan dalam waktu yang tidak lama.
b. Kendaraan operasional yang telah berumur, terbatasnya jumlah kendaraan
dan anggaran minyak sepeda motor untuk pelaksanaan tugas kelapangan
dibandingkan dengan wilayah tugas dan banyaknya wajib pajak.
4.4. Masyarakat
Salah satu faktor yang mengefektifkan suatu peraturan adalah warga
masyarakat107. Masyarakat yang dimaksud disini adalah wajib pajak yang
menyediakan jasa penginapan dan jasa terkait lainnya dengan memungut pajak dari
subjek pajak yang melakukan pembayaran kepada orang pribadi atau badan yang
mengusahakan hotel. Berbicara mengenai wajib pajak berarti membicara kepatuhan
dan ketaatan mereka terhadap hukum. Banyak faktor yang mempengaruhi kepatuhan
wajib pajak dalam menyetor pajak.
Berdasarkan wawancara dengan Ihot M Tobing MMsi pekerja pada Puri
Nusantara Hotel pada tanggal 19 Januari 2015 yang memberi tanggapan terhadap
adanya wajib pajak yang memiliki tunggakan pajak dikarenakan wajib pajak tersebut
tidak memiliki tamu (subjek pajak), persaingan harga kamar yang tidak menentu,
jumlah hotel yang semakin banyak.
107 Zainuddin Ali, 2005, Sosiologi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, (Selanjutnya disingkat Ali
Zainuddin II), h. 64
113
Berdasarkan wawancara dengan Bapak Wayan Sarka sebagai pemilik dan
pengelola guest house di Kecamatan Kuta, menyatakan manfaat pajak belum
dirasakan wajib pajak maupun subjek pajak. Disekitar tempat usahanya banyak
terdapat copet, jambret, dan kekerasan. Hal tersebut merupakan salah satu faktor yang
menpengaruhi kepatuhan pembayaran pajak.
Berdasarkan wawancara dengan I Komang Biarsa accounting Hotel Serella
pada tanggal 21 Januari 2015 yang menyatakan adanya wajib pajak hotel yang
memiliki tunggakan pajak dikarenakan kesadaran dari subjek pajak untuk membayar
pajak dan kesadaran wajib pajak untuk menyetorkan pajak yang telah dipungut dari
subjek pajak.
Lain dengan Vincentius Eka accounting Hotel Sun Royal berdasarkan
wawancara pada tanggal 21 januari 2015 yang memberikan pendapat pajak yang
dititipkan konsumen seharusnya segera dibayarkan kepada dispenda. Wajib pajak
yang menunggak menurutnya dikarenakan personalnya yang ingin mencari
keuntungan yang lebih besar.
Berdasarkan hasil wawancara dengan I Ketut Gede Sudiastha Kepala Bidang
Penagihan Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Badung pada tanggal 28 Oktober
2014, ada beberapa wajib pajak yang tidak memiliki kesadaran untuk melakukan
penyetoran pajak yang dipungut dari konsumen. Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten
Badung bekerja sama dengan Kejaksaan terkait dengan pembinaan dan pengawasan
tujuh wajib pajak dengan membuat daftar wajib pajak yang membandel.
Hal-hal yang diatur dalam rekonsiliasi piutang pajak sebagai berikut:
114
1. Tunggakan yang dimiliki oleh wajib pajak
2. Surat pernyataan sanggup untuk melunasi tunggakan pajak
3. Memantau penyetoran pajaknya
Terhadap wajib pajak yang sudah direkonsiliasi namun tidak melakukan
penyetoran dilanjutkan dengan pembinaan dan pengawasan terhadap wajib pajak
yang memiliki tunggakan pajak dilakukan dengan cara membuat berita acara
pembinaan dan pengawasan piutang pajak.
4.5. Budaya Hukum
Faktor terkahir yang mempengaruhi adanya piutang pajak adalah faktor
budaya hukum (legal culture). Budaya hukum adalah kebiasaan orang atau
sekelompok orang untuk mentaati dan mematuhi peraturan – peraturan yang berlaku.
Budaya hukum menyangkut aspek hukum positif dan aspek perilaku.108 Aspek
perilaku adalah perilaku wajib pajak, subjek pajak, untuk mematuhi dan mentaati
peraturan hukum dengan proses belajar untuk membiasakan diri mematuhi peraturan
hukum.
Budaya hukum merupakan salah satu dari tiga komponen diluar substansi
hukum (legal substance) dan struktur hukum (legal structur) yang membentuk sistem
hukum. Meneliti budaya hukum memberikan manfaat untuk mengkaji proses
bekerjanya hukum, memberikan informasi apakah kehadiran institusi hukum dalam
108 Bachsan Mustafa, 2003, Sistem Hukum Indonesia Terpadu, Citra Aditya Bakti, Bandung, h.209
115
masyarakat dibutuhkan, ditaati, dan memberi manfaat dalam menjawab masalah-
masalah yang dihadapi masyarakat.
Budaya hukum terkait dengan pendapat masyarakat mengenai pemahaman
atas substansi hukum dan tindakan dari struktur hukum. Pemahaman atas substansi
hukum terkait obyek pajak, subjek pajak, dasar pengenaan, tarif, cara penghitungan
pajak, wilayah pemungutan pajak, masa pajak, penetapan, tata cara pembayaran,
penagihan, kadaluwarsa, sanksi administratif, pembetulan, pembatalan, pengurangan
ketetapan, penghapusan, pengurangan sanksi administrative dan ketentuan pidana.
Budaya hukum juga terkait pemahaman wajib terhadap hak-hak wajib pajak
.Hak- hak wajib pajak yang harus mendapatkan perlindungan dalam suatu sistem
perpajakan seperti, hak memperoleh informasi perpajakan, memperoleh kartu data
untuk mengetahui transaksi pembayaran yang telah dilakukan atau sanksi sanksi yang
mestinya harus dilakukan, melakukan kompensasi apabila terjadi kelebihan
pembayaran pajak atau bunga pajak, mengangsur atau menunda pembayaran pajak
yang masih harus dibayar dalam SKPDKB, SKPDKBT, STPD dalam hal wajib pajak
mengalami kesulitan likuiditas atau mengalami keadaan diluar kekuasaannya,
mengajukan keberatan terhadap SKPDKB, SKPDKBT, dan SKPDLB dalam bahasa
Indonesia paling lambat 3 (tiga) bulan sejak surat ketetapan diterbitkan.
Sikap masyarakat yang percaya ide, nilai-nilai dan harapan dari hukum dan
sistem hukum diperlukan dalam pembangunan hukum di Indonesia, karena:
a. Akan menjamin peraturan perundang-undangan sesuai dengan kenyataan
yang hidup dalam masyarakat.
116
b. Menumbuhkan rasa bertanggungjawab atas perundang-undangan tersebut
c. Menampung pengalaman, pengetahuan dan nilai-nilai yang hidup di
masyarakat sehingga peraturan tersebut memenuhi syarat peraturan
perundang-undangan yang baik.109
Berdasarkan jumlah STPD dan SKPD yang dikeluarkan pada tahun 2014 yang
menunjukkan utang pajak oleh wajib pajak. Salah satu faktor yang menyebabkan hal
tersebut adalah kesadaran hukum masyarakat dengan sistem self assessment. Wajib
pajak memiliki kesempatan untuk melakukan penundaan pembayaran, melakukan
penyelundupan dengan memberi informasi yang tidak benar dan wajib pajak lalai
dalam memperhatikan tanggal jatuh tempo pembayaran. Hal tersebut terjadi karena
wajib pajak yang menimbulkan piutang pajak tidak memiliki pemahan isi dari
Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 15 Tahun 2011 tentang pajak hotel dan
belum merasakan manfaat dari pembayaran pajak hotel tesebut.
109 Sirajuddin, Ibnu Elmi, Go Lisnawati, 2007, Reaktualisasi Cita Hukum Dalam Pembangunan Hukum, Lembaga Studi Untuk Penguatan Masyarakat Transisi, Malang, h. 182
117
BAB V
PENUTUP
5.5. Kesimpulan
5.5.1. Bahwa pelaksanaan Perda No 15 Tahun 2011 tentang pajak hotel di Kabupaten
Badung berdasarkan realisasi penerimaan pendapatan daerah Kabupaten
Badung dari pajak hotel tahun anggaran 2012 periode bulan desember 2012,
tahun anggaran 2013, periode bulan desember 2013, tahun anggaran 2014
periode bulan desember 2014 telah berjalan efektif namun dalam pemungutan
pajak tiap bulannya terdapat tunggakan-tunggakan hal tersebut ditunjukkan
dari adanya jumlah piutang pajak hotel dalam jumlah besar. Piutang pajak
hotel di Kabupaten Badung merupakan suatu permasalahan yang menghambat
optimalisasi pendapatan pajak hotel. Permasalahan yang menyebabkan hal
tersebut terjadi dapat dilihat dari kondisi substansi hukumnya, struktur
hukumnya dan kultur hukumnya.
5.5.2. Bahwa adapun faktor penghambat pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten
Badung Nomor 15 Tahun 2011 disebabkan oleh (a) faktor hukum yaitu
perumusan norma yang mengatur permohonan pengangsuran dan penundaan
pembayaran pajak, pengaturan pengurangan atau penghapusan sanksi
administrastif pada Perda Nomor 15 Tahun 2011, Peraturan Bupati Nomor 21
Tahun 2012 dan Peraturan Bupati Nomor 34 Tahun 2012 sebagai ketentuan
lebih lanjut dari Perda tidak jelas dan tidak pasti karena tidak dapat
menjelaskan ciri atau indikator yang dapat dijadikan pedoman atau alasan atau
118
dasar untuk melakukan permohonan diatas oleh wajib pajak serta wewenang
yang diberikan kepada Bupati dalam soal pengurangan atau penghapusan pajak
bagi wajib pajak dapat meniadakan unsur tindak pidana pajak sehingga
menyulitkan penyidikan . (b) faktor penegak hukum yaitu kualitas dan
kuantitas sumber daya manusia kurang memadai dibandingkan dengan ruang
lingkup tugas dan wilayah tugas, mutasi pegawai yang begitu cepat, belum
memiliki PPNS pajak daerah. (c) Faktor sarana dan prasarana, kendaraan untuk
turun kelapangan sudah berusia tua dan belum terpasangnya web service pada
wajib pajak hotel (d) Faktor masyarakat, kepatuhan wajib pajak sebagai
masyarakat untuk menyetor pajak yang telah dipungut dari konsumen sebagai
subjek pajak.(e) Faktor budaya hukum, terkait pemahaman wajib pajak
terhadap substansi dari peraturan daerah yang mengatur pajak hotel.
5.6. Saran
5.6.1. Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Badung semestinya lebih berani
menggunakan potensi norma-norma dalam Peraturan Daerah dan Peraturan
Bupati sebagai produk hukum untuk memberikan tindakan pro yustisia,
seperti pemberian surat paksa, penyitaan, pelelangan, dan penyidikan bagi
wajib pajak yang terindikasi melakukan pelanggaran perpajakan daerah
sehingga dapat meminimalkan piutang pajak hotel.
5.6.2. Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Badung dalam penanganan piutang
pajak hotel perlu mengambil tindakan untuk mendukung uraian tugas bidang-
bidang tugas yang ada. Pertama, percepatan pengajuan akan kebutuhan
119
tenaga PPNS pajak dan tenaga penilai asset dengan mempertimbangkan
potensi pelanggaran Perda untuk lebih meminimalkan piutang pajak. Kedua,
perlu diadakan analisis kebutuhan pegawai di lingkungan Dinas Pendapatan
Daerah Kabupaten Badung dengan memperhatikan aspek luas wilayah kerja.
Ketiga, perlu dilakukan pelatihan pemahaman terhadap regulasi dan bidang
kerja secara rutin untuk meningkatkan kompetensi pegawai. Keempat, perlu
diperhatikan pembaharuan dan kelengkapan sarana dan prasarana penegakan
Perda. Kelima, sosialisasi pajak hotel harus secara berkelanjutan agar wajib
pajak dengan tingkat pendidikan yang berbeda-beda dapat dengan mudah
memahami ketentuan yang diatur dalam peraturan daerah seperti prosedur
pelaporan SPTPD online, penyetoran pajak, sanksi administrasi, dan hak-hak
yang dimiliki wajib pajak.
120
DAFTAR PUSTAKA
I. BUKU
A. Siagian, 1985, Pajak Daerah Sebagai Sumber Keuangan Daerah, Institut Ilmu Pemerintah, Jakarta
Ali, Chidir, 1993, Hukum Pajak Elementer, PT. Eresco, Bandung
Audi, Robert, 1995, The Cambridge Dictionary of Philosophy, Cambridge University Press, Cambridge
Ali, Ahmad, 2002, Keterpurukan Hukum Di Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta
Ashshofa, Burhan, 2001, Metode Penelitian Hukum, Cet. 3, PT. Rineka Cipta, Jakarta.
Anwar, Jusuf, 2005, Pasar Modal Sebagai Sarana Pembiayaan dan Investasi, Alumni, Bandung
Ali, Zainuddin, 2005, Sosiologi Hukum, SinarGrafika, Jakarta
Amrullah, Arief, 2006, Kejahatan Korporasi, Malang, Banyumedia
Arief, Barda Nawawi, 2008, Masalah Penegakan Hukum dan Penanggulangan Kejahatan, Kencana, Jakarta
Ali, Zainuddin, 2009, Metode Penelitian Hukum, SinarGrafika Offset, Jakarta.
Ali, Achmad, 2009, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicial Prudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (LegisPrudence), Kencana Prenada Media Group, Jakarta
Amirudin dan Asikin, H. Zainal, 2012, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta.
Bosari, 2004, Pengantar Hukum Pajak-Ed. Revisi, Cet 5, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Brotodihardjo, R. Santoso, 2003, Pengantar Hukum Pajak Cet I-Ed IV, PT Refika Aditama, Bandung.
121
B. Boediono, 2000, Perpajakan Indonesia, Diadit Media, Jakarta
Burton, Richard dan B Ilyas, Wirawan, 2001, Hukum Pajak, Salemba Empat, Jakarta.
Friedman, M. Lawrence , 1984, American Law-An Introduction, Stanford University, W.W. Norton and Company, New York
Faure, Michael, Dharmawan, Ni KetutSupasti & Arsika, I Made Budi (Eds.), 2014, Sustainable Tourism and Law, Eleven International Publishing, The Netherlands
Graham, Jhon, 1990, Crime Prevention, Strategies in Europe and Morth Amerika, Helsimki, Heuni
Gelgel, I Putu, 2009, Industri Pariwisata Indonesia Dalam Globalisasi Perdagangan Jasa (GATS-WTO) Implikasi Hukum Dan Antisipasinya, PT. Refika Aditama, Bandung.
Hasan, M. Iqbal, 2002, Pokok-Pokok Materi Metode Penelitian Dan Aplikasinya, Cet. I, Ghalia Indonesia, Jakarta.
H. Bohari, 2012, Pengantar Hukum Pajak-Ed. Revisi-9, Rajawali Pers, Jakarta
Ibrahim, Johny, 2006, Teori Dan Metodelogi Penelitian Hukum Normatif, Bayu Publishing, Malang.
Ismawan, Indra, 2001, Memahami Reformasi Perpajakan 2000, PT Elex Media Komputindo, Jakarta
J.M. Van Bemmelen, 1987, Hukum Pidana I, Hukum Materil Bagian Umum, Bina Cipta, Jakarta
K.J. Davey, 1988, Pembiayaan Pemerintahan Daerah, UI-Press, Universitas Indonesia
Kaho, Josef Riwu, 2005, Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta
Kompas, Tim Litbang, 2008, Profil Daerah Kabupaten dan Kota, PT Kompas Media Nusantara, Jakarta
122
L. Hutagaol, PM John, 2003, Manual for Taxation of Expatriates Working in Indonesia, Direktorat Jendral Pajak, Jakarta
Muchsin dan Fadillah Putra, 2002, Hukum dan Kebijakan Publik, Averroes Press, Malang
Muladi dan Arief, Barda Nawawi, 1984, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, Alumni, Bandung
Mustafa, Bachsan, 2003, Sistem Hukum Indonesia Terpadu, Citra Aditya Bakti, Bandung
Muhammad, Abdulkadir, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung
Mardiasmo, 2009, Perpajakan Edisi Revisi 2009 – Ed. XVI. Andi, Yogyakarta
Marzuki, Peter Mahmud, 2011, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta.
Muljono, Djoko, 2010, Hukum Pajak Konsep, Aplikasi, dan Penuntun Praktis- Ed.1. , Andi, Yogyakarta.
Putra, Ida BagusWyasa, 2003, Hukum Bisnis Pariwisata, PT Refika Aditama, Bandung.
Pudyatmoko, Y. Sri, 2009, Pengantar Hukum Pajak (EdisiRevisi)- Ed. IV, Andi, Yogyakarta.
Resmi, Siti, 2003, Perpajakan: Teori dan Kasus, Salemba Empat, Jakarta
Brotodihardjo, R. Santoso, 2003, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Edisi 4, Refika Aditama, Bandung.
Soekanto, Soerjono, 1983, Penegakan Hukum, Binacipta, Bandung
Soekanto, Soerjono dan Tjandrasari, Heri, 1993, Beberapa Aspek Sosio Yuridis Masyarakat, Alumni, Bandung
Soemitro, Rochmat, 1986, Asas dan Dasar Perpajakan I, PT. Eresco, Bandung
Suandi, Early, 2000, HukumPajak, Salemba Empat, Jakarta
123
Soekanto, Soerjono dan Mamudji, Sri, 2001, Penelitian Hukum Normatif, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Sammeng, Andi Mappi, 2001, Cakrawala Pariwisata, Balai Pustaka, Jakarta
Siahaan, Marihot P., 2004, Utang Pajak, Pemenuhan Kewajiban dan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta
Santoso, Budi, 2005, Butir-Butir Berserakan tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual (Desain Industri), Mandar Maju, Bandung
Siahaan, Marihot Pahala, 2010, Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah-Ed. Revisi-Cet. 2, Rajawali Pers, Jakarta
Soekanto, Soerjano, 2004, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, CetV, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Soekanto, Soerjono, 2008, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta
Supartha, I Wayan , 2007, Talenta Bali Menuju Otonomi Khusus, Pansus Otsus DPRD Bali, Bali
Sirajuddin, Ibnu Elmi, Go Lisnawati, 2007, Reaktualisasi Cita Hukum Dalam Pembangunan Hukum, Lembaga Studi Untuk Penguatan Masyarakat Transisi, Malang
Saptomo. Ade, 2009, Pokok-Pokok Metodologi Penelitian Hukum Empiris Murni Sebuah Alternatif, Universitas Trisakti, Jakarta.
Sunamo, H. Siswanto, 2012, Hukum Pemerintahan Daerah Di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta
Sunggono, Bambang, 2013, Metodologi Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta.
Saidi, Muhammad Djafar, 2008, Perlindungan Hukum Wajib Pajak dalam Penyelesaian Sengketa Pajak, Rajawali Pers, Jakarta
Saidi, M. Djafar, 2011, Pembaharuan Hukum Pajak, Rajawali Pers, Jakarta
Saidi, Muhamad Djafar dan Djafar, Eka Merdekawati, 2011, Kejahatan di Bidang Perpajakan, Rajawali Pers, Jakarta.
124
Sutedi, Adrian, 2008, Hukum Pajak dan Retribusi Daerah, Ghalia Indonesia, Bogor Selatan
Sumarsan, Thomas, 2011, 99 Solusi Perpajakan untuk Anda, PT Indeks Permata Puri Media, Jakarta
Sutedi, Adrian, 2013, Hukum Pajak, -Cet.2, Sinar Grafika, Jakarta
Tunggal, Amin Widjaja, 1991, Pelaksanaan Pajak Penghasilan Perorangan, Rineka Cipta, Jakarta
Waluyo dan Wirawan B. Ilyas, 2002, Perpajakan Indonesia-Edisi Pertama, Salemba Empat, Jakarta.
Wahab, Salah, 2003, Manajemen Kepariwisataan, Pradnya Paramita, Jakarta
Wirawan B. Ilyas & Richard Burton, 2007 ,Hukum Pajak, Salemba Empat, Jakarta
Wignjosoebroto, Soetandyo, 2008, Hukum Dalam Masyarakat: Perkembangan dan Masalah, Malang, Banyumedia Publishing
Zain, Mohammad, 2003, Manajemen Perpajakan, Salemba Empat, Jakarta
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang Dasar 1945
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Peraturan Daerah Kabupaten Badung No 15 Tahun 2011 tentang Pajak Hotel
Peraturan Bupati Nomor 21 tahun 2012 Tentang Tata Cara Pemungutan Pajak, Pajak Parkir, Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan Dan Pajak Penerangan Jalan.
Peraturan Bupati Badung Nomor 34 Tahun 2012 Tentang Tata Cara Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administratif dan Penghapusan atau Pembatalan Ketetapan Pajak Daerah
125
Peraturan Bupati Badung No 28 Tahun 2013 Tentang Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyetoran Pajak Daerah
II. TESIS
Budiyasa, I Komang, 2013, “Aspek Hukum Pemungutan Pajak Hotel Dengan Sistem Online Pada Pemerintah Kota Denpasar“, (tesis) Pasca Sarjana Universitas Udayana Program Studi Ilmu Hukum.
Rositawati, Rona,2009,“Sistem Pemungutan Pajak Daerah Dalam Era Otonomi Daerah (Studi Kasus di Kabupaten Bogor)”, (tesis) Program Studi Magister Ilmu Hukum Pasca Sarjana Universitas Diponogoro
SitiChoiriah, 2009, “Upaya Hukum Keberatan Bagi Wajib Pajak Dalam Sengketa Pajak Di Bidang Pajak Bumi dan Bangunan (Studi di KPP Pratama Semarang Tegah I)”, (tesis) Program Studi Magister Kenotariatan Program PascaSarjanaUniversitasDiponogoro.
III. INTERNET
http://bali.bps.go.id/tabel_detail.php?ed=611003&od=11&id=11 diakses tanggal 8 Juni 2014.
http://regionalinvestment.bkpm.go.id/newsipid/area.php?ia=5103diakses 23 Februari 2015
www.badungkab.go.id/bda_2011/Tabel%201.2.pdf, diakses 23 Februari 2015 dispenda.badungkab.go.id, diakses 23 Februari 2015 IV. SURAT KABAR
Anonim; 2014, Piutang PHR tembusRp 15 Miliar. Radar Bali, Tgl11 Juni.
Art/yes; 2014, Orang Asing, PerluLangkahEkstra, Radar Bali, Tanggal 24Agustus
Parwata; 2014, Pariwisata Bali Minim AnggaranPromosi, Majalah Bali Post, Vol. 33. No. ., Bali.
Gek/Rid; 2014, Sampai September Turis Asing Capai 2,4 Juta, Radar Bali, Tgl 16 September
126
DAFTAR INFORMAN
1. Nama: Vincentius Eka , SE
Jabatan :Accounting Hotel Sun Royal
No Telepon: 081999300449
Alamat: Padang Sambian
2. Nama: Martinus T. Suluh, SH., MH
Instansi: Kejaksaan Negeri Denpasar
Jabatan: Kasi Datun Kejaksaan Negeri Denpasar
3. Nama: Wayan Adi Arnawa, SH
Instansi: Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Badung
Jabatan: Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Badung
4. Nama: I Ketut Gede Sudiartha,
Pendidikan: STPDN
No Telepon: 082144096644
Jabatan: Kabid Penagihan Dispenda Badung
5. Nama: Ida Bagus Mas Arimbawa, SH., MH
Instansi: Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Badung
Jabatan: Kabid Pendaftaran dan Pendataan Dispenda Badung
6. Nama: Ngurah Agung Damar Negara, S.STP., M.Si
Instansi: Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Badung
Jabatan: Kepala Seksi Pendaftaran Dispenda Badung
127
7. Nama: I Made Suraada, SH
Instansi: Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Badung
Jabatan: Kabid Penetapan Dispenda Badung
8. Nama: Nyoman Sudana
Pendidikan: S1
Jabatan: Kasi Pembukuan Penerimaan Dispenda Badung
9. Nama: I Wayan Sudana, SH
Jabatan: Kasi Pembukuan Pelaporan Dispenda Badung
Instansi: Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Badung
10. Nama: Bayu Angga Widura, SH
Instansi: Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Badung
Jabatan: Staff IT Dispenda Badung
11. Nama: Arya Wiranata
Jabatan: Sie Informasi Bidang Informasi Dinas Pariwisata Kabupaten Badung
Instansi: Dinas Pariwisata Kabupaten Badung
12. Nama: I Nyoman Badra
Jabatan: Kepala Bidang Penyidikan Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten
Badung
Instansi: Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Badung
13. Nama: I Komang Biarsa
Pendidikan: D1 Akuntasi
Jabatan: Accounting Hotel Serella
128
14. Nama: Wayan Sarka
Jabatan: Pemilik Guest House di Kuta
Alamat: Kabupaten Kuta
15. Nama: I Wayan Musma
Pendidikan: SMA
Jabatan: Pemilik Losmen Rempen
Alamat: Gang Sorga Jalan Poppies
16. Nama: Ihot M Tobing M.Msi
Jabatan: pekerja di Puri Nusantara Hotel
Alamat: Jalan Raya Tuban Kuta Bali