Upload
lamtuyen
View
221
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
59
BAB IV
PEMAKNAAN RITUAL DALAM TRADISI “OMA PANGGEL PULANG” BAGI
PENGUATAN IDENTITAS SOSIAL MASYARAKAT DIASPORA NEGERI OMA
Pada bab ini, penulis akan menyampaikan analisa berdasarkan temuan-temuan penulis
selama melakukan penelitian didialogkan dengan teori yang ada. Dengan cara
mendeskripsikan dan menganalisa makna ritual yang terdapat dalam sebuah tradisi “Oma
Panggel Pulang” sebagai suatu penguatan identitas bagi masyarakat diaspora di negeri Oma.
4.1 Makna Ritual Dalam Tradisi “Oma Panggel Pulang”
Kehidupan masyarakat negeri Oma dari berbagai aktivitas yang terbagi dalam dua
lingkup yaitu aktivitas sebagai masyarakat Indonesia dan masyarakat Adat. Namun yang
paling istimewa di Maluku Tengah ialah menjadi bagian dari masyarakat adat. Sebab pada
saat ini kehidupan masyarakat Maluku Tengah masih diatur oleh sejumlah aturan-aturan yang
disebut sebagai adat. Seperti yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat bahwa Adat
merupakan wujud ideal dalam kebudayaan yang berfungsi sebagai tata kelakuan yang
mengatur, mengendalikan dan memberi arah kepada sikap dan perbuatan manusia dalam
masyarakat.1 Demikian juga yang terjadi dalam kehidupan masyarakat negeri Oma. Bagi
masyarakat Oma dalam budaya, menghargai dan melakukan adat berarti menghormati para
leluhur. Sebab hampir sebagian masyarakat di Pulau Maluku yakin bahwa adat diturunkan
oleh leluhur yang telah mendirikan persekutuan desa, dikarenakan adat berfungsi menjamin
terselenggaranya relasi baik antara masyarakat dengan masyarakat maupun masyarakat
dengan para leluhur. Seperti yang sangat menonjol dan dianggap sakral dalam adat-istiadat
masyarakat negeri Oma adalah Tradisi “Oma panggel pulang” yang direalisasikan dalam
bentuk pesta adat Soa Pari.
1 Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan ,..., 5.
60
Tradisi ini merupakan bagian dari pesta adat masyarakat negeri Oma. Yang harus
dilakukan bagi salah satu mata-rumah yang berada di negeri Oma. Tidak ada alasan untuk
tidak melakukan tradisi pesta adat. Bagi masyarakat negeri Oma keberadaan tradisi sangat
dijunjung tinggi dan dihormati. Dalam sebuah tradisi adanya keterlibatan dari ritual itu
sendiri. Seperti yang dikatakan oleh beberapa para ahli yang melihat penekanan pada bentuk
ritual sebagai suatu penguatan ikatan tradisi sosial dan individu dengan struktur sosial dari
kelompok. Hal ini yang masih dikuatkan dan diabdikan melalui simbol-simbol ritual yang
ada dalam pelaksanaan ritual. Dilihat dari pelaksanaan pesta adat Soa Pari ini menunjukan
bahwa ritual sendiri yang menjadi suatu bentuk keterikatan yang kuat dalam tradisi sosial
secara individu dan kelompok. Dalam artian peranan ritual bagi masyarakat Oma sangat kuat
dan menonjol. Sebagaimana hal-hal yang dilakukan dalam acara pesta adat itu memiliki
dampak yang positif maupun dampak negatif bagi masyarakat Oma jika tidak melakukan
ritual dengan sebaik-baiknya. Sebab dengan adanya simbol, masyarakat Oma dapat
memegang kuat tradisi yang sudah ada sejak dulu.
Pertanyaannya adalah mengapa ritual begitu penting dalam sebuah tradisi pesta adat
mata-rumah Soa Pari? karena bagi masyarakat Oma, ritual itu digambarkan sebagai suatu
tindakan yang dirutinkan, kebiasaan yang harus dilakukan secara turun-temurun oleh
masyarakat setempat. Menurut salah seorang narasumber bahwa: “tradisi ini sudah dilakukan
tiga kali dengan tujuan yang sama agar nilai-nilai leluhur yang ada di negeri Oma tidak
hilang dan pudar, namun tetap dipegang oleh masyarakat negeri Oma. Dan hal ini sudah
menjadi warisan turun-temurun dalam sejarah mata-rumah Soa Pari.”2
Dalam sebuah tradisi pesta adat mata-rumah Soa Pari terdapat ritual yang sangat khas
bagi masyarakat Oma, yakni: ritual makan bersama dan ritual tari-tarian. Menurut adat
kebiasaan pada acara tradisi pesta adat mata-rumah Soa Pari, harus dilengkapi dengan dua hal
2 Hasil wawancara dengan Bpk J.K pada tanggal 12 Desember 2015.
61
penting ritual makan dan ritual tari-tarian yang sudah menjadi pokok utama dalam sebuah
tradisi ini. Kedua ritual ini begitu penting dan merupakan inti dalam sebuah pesta adat mata-
rumah Soa Pari. Sebab menurut salah satu penelitian, bahwa ritual adalah bagian dari tingkah
laku yang dapat diamati, misalnya seperti pemujaan, nyanyian, doa-doa, tarian dan lain-lain.3
Untuk dapat mengutarakan penghormatan dan menyatukan perasaan emosi bersama dalam
acara pesta adat ini. Pesta adat mata-rumah Soa Pari biasanya dilaksanakan di bulan
Desember, namun tidak menentu hari, tanggal bahkan tahun. Hal ini di karenakan, “pesta
adat ini sangat membutuhkan dana yang cukup besar. Oleh karena itu, sangat jarang
dilakukan tradisi ini.4 Sama halnya dengan yang dikatakan oleh salah satu kapitan mata-
rumah Soa Pari, bahwa tradisi ini bukan hanya dilakukan bagi masyarakat Oma yang berada
di negeri Oma, namun yang berada di luar daerah atau dengan kata lain yang disebut
masyarakat diaspora. Mereka semua akan berkumpul dan mengikuti acara pesta adat mata-
rumah Soa Pari.”5
Proses perayaan pesta adat mata-rumah Soa Pari merupakan peristiwa-peristiwa resmi
yang bersifat tradisi atau bersifat formal. Dalam tradisi pesta adat mata-rumah Soa Pari
terdapat 2 tahap yakni: tahap persiapan dan tahap pelaksanaan. Dimana pada tahap persiapan
terdapat alat-alat, bahan dan pelaku dalam pesta adat tersebut. Sedangkan tahap
pelaksanaannya yang menjelaskan prosesi pelaksanaan tradisi pesta adat mata-rumah Soa
Pari.
1. Tahap Persiapan
Dalam menyambut pelaksanaan pesta adat mata-rumah Soa Pari, semua
keluarga/mata-rumah Soa Pari menyambutnya dengan perasaan bahagia dan senang, karena
3 I Made Sendra, dkk., Fungsi dan Makna Upacara Ngusaba Gede Lanang Kapat ,.., 8.
4 Hasil wawancara dengan Bpk C.P pada tanggal 12 Desember 2015.
5 Hasil wawancara dengan Bpk N.R pada tanggal 22 Desember 2015.
62
dapat mengikuti acara pesta adat dan ini merupakan suatu moment kumpul bersama yang di
nanti-nantikan oleh mereka setelah sekian lama baru dilakukan kembali. Pada Tahun 2015 ini
persiapan untuk pelaksanaan pesta adat dari pengamatan yang didapatkan secara langsung di
masyarakat sudah sangat maksimal dan baik. Menurut hasil wawancara dengan tua-tua adat
mata-rumah Soa Pari, “satu malam sebelum dilakukan acara pesta adat, persiapan dilakukan
di rumah tua Soa Pari untuk menyongsong hari esok. Berdasarkan tugas dan tanggung jawab
masing-masing, mereka membicarakan dan mempersiapkan alat bahkan bahan-bahan sebagai
simbol ritual dalam melaksanakan ritual tersebut.”6
Oleh karena itu, simbol ritual yang digunakan oleh tua-tua adat, yakni: Sopi dimaknai
sebagai minuman kehangatan yang mengikat persekutuan dan menciptakan suasana
kebersamaan. Tampah Sirih dimaknai sebagai suatu lambang dari pusat persekutuan melalui
makan bersama. Di dalam Tampah Sirih terdapat daun sirih, kapur sirih, tembakau dan
pinang. Dengan makan bersama dalam sebuah pertemuan, maka mereka akan memiliki
hubungan kekeluargaan yang erat. Demikian halnya dengan Rokok. Hal ini sesuai dengan apa
yang dikemukan oleh Firth7, dimana simbol tentunya memiliki instrumen nilai dalam sebuah
ritual. Dengan demikian simbol ritual merupakan unit terkecil yang dapat mempertahankan
sifat-sifat dan tingkah laku dalam ritual.8
Ritual yang dilakukan oleh tua-tua adat mata-rumah Soa Pari juga merupakan simbol
penghormatan, kepercayaan serta permohonan terhadap arwah leluhur mereka. Hal ini sama
dengan memberikan sesaji bagi para leluhur. Karena itu, dengan cara memberikan sesaji
merupakan cara tua-tua adat mata-rumah Soa Pari menghormati leluhur. Adapun simbol
kepercayaan yang memiliki makna bahwa mereka percaya kepada leluhur mereka dan
mereka menganggap bahwa leluhur sangat dekat dan selalu mendengarkan permintaan
6 Hasil wawancara dengan Bpk B.S pada tanggal 22 Desember 2015.
7 Firth, Symbols: Public and Private ,.., 76.
8 Turner, “Symbols in African Ritual”,.., 361.
63
mereka. Seperti yang dikatakan oleh Dhavamony bahwa peranan leluhur terkadang sangat
berpengaruh terhadap mereka yang masih hidup, misalnya untuk melakukan suatu kegiatan
terkadang mereka harus mengadakan ritual sesuai dengan ketentuan adat yang berlaku untuk
meminta ijin dari leluhur mereka agar tidak mendapatkan murka dan malapetaka yang
dipercaya berasal dari leluhur, jika ritual tidak dilakukan.9 Demikian halnya dengan
masyarakat Oma, sebelum melakukan adat apapun yang mereka harus lakukan sesuai dengan
aturan-aturan atau dengan kata lain harus seijin para Leluhur mereka. Karena tidak dapat
dipungkiri bahwa fenomena kepercayaan hampir di seluruh belahan dunia masih memegang
dan menghormati para leluhur. Seperti yang dikatakan oleh beberapa orang tua dalam mata-
rumah Soa Pari bahwa pertemuan ini dipandang sangat sakral dan tidak dapat diganggu oleh
masyarakat sekitar. Dikatakan sakral, karena sudah menggunakan ritual pesta adat dengan
membawa semua yang telah disediakan ke dalam rumah tua Soa Pari. Oleh sebab itu, yang
menjadi pelaku dalam pelaksanaan pesta adat adalah masyarakat Oma setempat dan
masyarakat diaspora yang termasuk bagian dari Keluarga/Mata-rumah Soa Pari.
2. Tahap Pelaksanaan
Pada prosesi pelaksanaan pesta adat selain ritual pemujaan yang dilakukan oleh tua-tua
adat sebelum acara puncak, maka terdapat juga ritual lainnya yakni ritual makan bersama dan
ritual tari-tarian yang menjadi inti dari pesta adat mata-rumah Soa Pari.
a) Ritual Makan Bersama
Ritual makan ini sudah menjadi ciri khas bagi masyarakat Maluku, karena sangat identik
dengan budaya yang ada di Maluku. Pemahaman masyarakat Oma mengenai makan bersama
ini, dalam acara ini dilakukan untuk mengikat kebersamaan antar individu, kelompok dan
9 Dhavamony, Fenomenologi Agama ,..., 89.
64
budaya sekitanya. Seperti halnya bagi masyarakat Indian mengenai Potlach10
yang
merupakan sebuah tradisi makan bersama dan dilakukan dalam peristiwa even-even tertentu.
Potlach mempunyai arti dan makna khusus yang berarti “memberi”. Dalam acara Potlach ini
merupakan sebuah upacara ritual yang didalamnya menampilkan tari-tarian, menceritakan
legenda dari para leluhur dalam keluarga dan bernyanyi. Demikian sama halnya dengan pesta
adat yang dilakukan di negeri Oma, bahwa “memberi” dapat dikonseptualkan dengan
membagi kasih atau menghormati orang-orang yang ada di sekitar mereka dengan cara
makan bersama. Konsep “memberi” dalam buku the Gift11
, yang merupakan tujuan utama
bagi mata-rumah Soa Pari yang melaksanakan acara pesta adat. Mauss juga menggambarkan
bahwa semua ini merupakan kewajiban moral untuk dalam hal memberi, menerima dan
mengembalikan hadiah itu merupakan dasar solidaritas bagi masyarakat yang sekaligus
mengintegrasikan masyarakat setempat. Hal ini yang menunjukan bahwa adanya terdapat
hubungan timbal balik dalam sebuah keluarga mengenai “memberi” terkhususnya dari pihak
paman memberi makan kepada anak-anak.
Jadi ritual makan bersama dalam pesta adat Soa Pari memiliki persamaan dengan kedua
konsep yang sudah dipaparkan diatas, bagaimana dalam pelaksanaan pesta adat ini, pihak
orang tua yang bertugas untuk memberi makan bagi pihak anak-anak, karena ini sudah
menjadi kewajiban moral dari pihak orang tua bagi anak-anaknya. Bukan saja konsep
memberi, namun menerima dan mengembalikan sesuatu yang sudah menjadi warisan turun
temurun bagi masyarakat mata-rumah Soa Pari. Ini juga termasuk dalam tujuan Potlach dan
memiliki kesamaan dengan tujuan pesta adat mata-rumah Soa Pari, yang dimana dalam
pelaksanaan ritual makan bersama mempunyai kesempatan untuk saling berbagi dalam
bentuk makan dan ritual ini untuk menjaga keseimbangan dan keterikatan antar sesama
keluarga.
10
Clutesi, Potlatch ,..., 9. 11
Mauss, The Gift ,...,7.
65
Konsep makanan dalam tradisi pesta adat mata-rumah Soa Pari sama dengan konsep suku
Indian, makanan yang disajikan untuk para tamu (anak-anak) haruslah melimpah sehingga
para tamu merasa sangat puas dan tidak bisa menghabiskan makanan tersebut. Hal ini yang
menjadi ciri khas dari ritual makan bersama. Bagaimana makanan yang disajikan dalam ritual
ini sangat tradisional, atau makanan-makanan yang merupakan warisan dari para leluhur yang
telah diturunkan tiap generasi ke generasi di negeri Oma. Misalnya pali-pali, kue cucur dan
babengka, nasi putih, nasi kuning dan ayam satu ekor. Makanan-makanan ini sangat identik
dengan angka 7 (tujuh) bagi mata-rumah Soa pari dalam pesta adat. Karena haruslah
mengikuti warisan dari leluhur mata-rumah Soa Pari. Namun, menurut salah satu Ibu Rumah
Tangga dalam mata-rumah Soa Pari, “karena dengan adanya perkembangan zaman juga maka
dalam proses penyediaan makanan, dapat ditambahkan dengan beberapa jenis makanan
lainnya, seperti ikan tumis, ikan kuning, ikan bakar, mie hun, sayur acar, sayur kacang
panjang, dan lain-lainnya.”12
Hal ini sepahaman dengan yang dikatakan oleh Douglas,13
bahwa makanan juga sebagai
sistem komunikasi (simbolis) dalam sebuah acara sosial. Demikian juga sama halnya dengan
Cooley14
yang mengatakan bahwa pada umumnya masyarakat Maluku merupakan
persekutuan yang terdiri dari orang-orang hidup dan juga orang mati. Dikatakan demikian
karena melalui makan bersama dalam pesta adat ini, bukan orang-orang yang masih hidup
saja melainkan arwah dari para leluhur juga dipersatukan dalam acara makan bersama. Secara
makan bersama merupakan salah satu unsur adat yang sangat sakral bagi masyarakat Oma.
Masyarakat Oma dimana saja memahami ritual makan bersama sebagai hal yang sangat
penting. Meskipun mereka berada di perantauan, namun hak dan kewajiban dari mereka yang
berada di tanah rantau haruslah dilaksanakan. Karena makna dari makan bersama bagi
12
Hasil wawancara dengan Ibu R.R/P pada tanggal 22 Desember 2015. 13
Douglas, In The Active Voice ,..., 75. 14
Cooley, Mimbar Dan Tahta ,..., 110.
66
mereka yang disebut masyarakat diaspora ini merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi
pribadi mereka selaku anak negeri Oma, bahwa tradisi pesta adat ini tidak dimiliki oleh
negeri lain. Pesta adat Soa Pari ini dilakukan untuk mengikat orang-orang yang terlibat dalam
ritual makan maupun ritual lainnya yang ada dalam acara pesta tersebut. Pemahaman ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Marry Douglas yang mengatakan bahwa
bagaimana makanan menjadi sebuah media relasi sosial dalam unsur merayakan peristiwa-
peristiwa sosial yang terjadi dalam memaknai budaya.15
Bagaimana makna budaya yang
sangat kuat diinvestasikan dalam bentuk makanan untuk dapat menunjukan integrasi sosial
antara pemberi (paman soa pari) dan penerima (anak-anak mara pali). Integrasi sosial yang
terjadi antara kedua persekutuan ini yang akan mengikat dan menyatukan emosi dan perasaan
bersama mereka yang dituangkan dalam makanan.
b) Fungsi Tari-tarian dalam ritual.
Tari-tarian merupakan salah satu ritual yang dilakukan dalam acara pesta adat untuk
menyambut tamu yang menghadiri acara tersebut. Tari-tarian juga dikatakan sebagai inti
dalam sebuah ritual yang dapat menyampaikan isi atau makna maupun pesan-pesan yang
dikandungnya.16
Tari-tarian ini diiringi oleh ketukan gong dan tifa yang berirama agar proses
ritual dapat berjalan dengan lancar. Seperti yang sudah dipaparkan dalam bab II bahwa tari-
tarian berhubungan erat dengan kepercayaan sakral atau suci. Pemujaan dan penyembahan
terhadap roh leluhur dilakukan dalam bentuk tarian yang telah diwarisi tiap generasi ke
generasi yang sudah ada sejak masyarakat primitif.17
Melalui tari-tarian masyarakat Oma
setempat dan masyarakat diaspora dapat melihat hal itu sebagai suatu makna yang dapat
mengikat mereka dengan adat dan memperkuat komunitas norma-norma sosial serta dapat
15
Douglas, In The Active Voice ,..., 75. 16
Hadi, Sosiologi Tari ,.., 12. 17
Hadi, Sosiologi Tari ,.., 16-20.
67
melestarikan nilai-nilai budaya yang terkandung didalamnya agar tidak pudar dan tetap
dijunjung tinggi bagi budaya negeri Oma secara turun-temurun.
Pemahaman ini sejalan dengan yang dikatakan oleh Durkheim18
mengenai fungsi tarian
dalam konteks ritual atau upacara-upacara yang dilakukan. Dimana di setiap gerakan-gerakan
yang diciptakan dalam sebuah tarian dalam proses penyambutan yang dilakukan oleh pihak
paman terhadap pihak anak-anak, itulah yang menunjukan ekspresi dari emosi kolektif
bersama yang diresapi dalam diri setiap individu yang menyaksikannya. Dengan demikian
ekspresi yang mereka tunjukan dapat memperlihatkan dan meluapkan emosi yang mereka
rasakan, baik perasaan senang atau kekaguman mereka terhadap tarian adat tersebut. Karena
melalui keterlibatan individu dalam sebuah pemujaan maupun penyembahan dari tari-tarian,
maka setiap individu yang bergabung dalam kehidupan kolektif dan dapat diikat dalam
sebuah kebersamaan. Sebagaimana hal ini terjadi dalam proses pesta adat mata-rumah Soa
Pari dan merupakan suatu kepercayaan tersendiri bagi mata-rumah Soa Pari bahkan seluruh
masyarakat Oma. Bahwa hal ini sudah menjadi kewajiban yang harus tetap dilestarikan turun
temurun tiap generasi ke generasi sampai kapanpun.
Dengan demikian tujuan pesta adat mata-rumah Soa Pari adalah untuk dapat mengajarkan
anak-anak maupun orang tua mengenai saling memberi, menghormati, menyayangi satu sama
lain, dan tidak melupakan nilai-nilai keyakinan terhadap leluhur dalam budaya agar tetap
dijunjung dan dipegang erat oleh seluruh keluarga/mata-rumah Soa Pari. Seperti yang
dikatakan Roy Rappaport19
bahwa ritual tidak dapat terpisahkan atau terlepaskan dari
pengaruh lingkungan sekitar, sebab ritual sudah menjadi bagian juga dalam unsur-unsur
kebudayaan.
18
Durkheim, The Elementary Forms ,.., 319,531-539. 19
Rappaport, Pigs For the Ancestors: Ritual ,.., 1.
68
Hal ini hampir sama dengan yang dikatakan oleh Van Gennep,20
bahwa dalam ritual-
ritual yang dilakukan oleh masyarakat Oma setempat dan masyarakat diaspora akan terdiri
dari 3 fase dalam menjalankan proses ritual, yaitu: Pertama, fase pemisahan, dimana
masyarakat setempat dan masyarakat diaspora dipisahkan atau dibedakan dalam sebelum
acara pesta adat. Kedua, fase transisi atau liminalitas, dimana dalam acara pesta adat ini.
kedua masyarakat setempat dan masyarakat diaspora saling beradaptasi dan terdapat
perubahan dengan sesuai peranan yang baru dalam acara tersebut melalui ritual makan
bersama. Ketiga, fase penggabungan, dimana dalam acara pesta adat ini, masyarakat setempat
dan masyarakat diaspora melakukan suatu hal yang mengintergrasikan atau menggabungkan
atau menyatukan peranan baru mereka dalam sebuah lingkungan pesta adat. Seseorang yang
secara individual dimasukan atau tergabung dalam sebuah kelompok kolektif yang memiliki
makna dan tujuan bersama dalam proses pesta adat ini.
Lebih lanjut yang menjadi inti dalam pesta adat mata-rumah Soa Pari adalah
bagaimana seseorang mengalami transisi (liminalitas) dalam acara pesta adat ini. Karena jika
seseorang mengalaminya maka dirinya dapat meresapi ritual yang ada. Seperti yang
dikatakan oleh Parson,21
bahwa pesta adat akan menjadi suatu pengulangan sentimen yang
tetap, dimana pengulangan pada perbuatan bukan hanya dilihat mengenai kebersamaan yang
ditunjukan oleh manusia melainkan justru memperkuat sikap-sikap yang ada dalam sebuah
komunitas. Pesta adat dapat dilakukan berulang-ulang, namun pemaknaan akan ritual yang di
dapatkan atau ditunjukan bagi masing-maing individu itulah yang harus diperkuat.
Dengan demikian Dhavamony menunjukan fungsi ritual itu yang baik ada pada
tingkatan individu maupun kelompok masyarakat.22
Kedua para ahli ini mengutarakan
teorinya dalam konteks mereka, namun konteksnya tidak berbeda jauh dengan yang terjadi
20
Gennep, The Rites of Passage ,..., 11. 21
Parson, The Structure of Social Action ,.., 435. 22
Dhavamony, Fenomenologi Agama ,..., 147.
69
bagi masyarakat setempat dan masyarakat diaspora dalam proses pesta adat mata-rumah Soa
Pari. Mereka sama-sama dapat menyalurkan dan mengekspresikan emosi, menuntut dan
memberi dukungan, membawa perubahan, serta fungsi yang sangat penting dalam
penyembahan dan penghormatan terhadap leluhur.
4.2 Identitas Masyarakat Diaspora
Setiap manusia pasti memiliki jati diri atau identitas diri, untuk dapat mengenal
dirinya sendiri dan dapat mengetahui pengalaman kehidupannya. Demikian halnya dengan
masyarakat Oma yang memiliki identitas sosio-kultural yang sangat melekat dalam diri
masing-masing masyarakat Oma dimana saja mereka berada. Sebab negeri Oma bisa
dikategorikan dalam sebuah komunitas (community) yang merupakan satuan hidup
masyarakat yang khas dengan memiliki identitas dan solidaritas yang telah terbentuk dan
berkembang sejak dahulu. Namun, dalam hal ini penulis akan membatasi analisanya untuk
dapat menjawab perumusan masalah yang hanya berfokuskan kepada identitas masyarakat
diaspora. Secara harafiah identitas diartikan sebagai ciri, tanda, atau jati diri seseorang yang
melekat pada diri seseorang yang dapat membedakan diri mereka dengan orang lain.23
Dan
seseorang akan berusaha untuk mengkonstruksikan cerita identitas diri mereka dengan saling
bertalian dimana seseorang membentuk lintasan suatu perkembangan dan pengalaman-
pengalaman yang ada.24
Kedua pemahaman ini sejalan dengan konteks dari masyarakat diaspora yang berada
di negeri Oma. Mengapa hal ini dikatakan sejalan? karena dinamika identitas yang ada di
belahan dunia ini semua hampir memiliki kesamaan, hanya saja yang membedakannya adalah
kontekstual. Secara kontekstual juga dapat membawa kesamaan dan perbedaan dalam sebuah
pembentukan identitas diri. Sebab pembentukan identitas tidak hanya mengacu pada
23
Riskianingrum, Studi Dinamika Identitas ,.., 1. 24
Giddens, Modernity and Self-Identity ,.., 75.
70
masalah-masalah politik maupun ekonomi saja, melainkan juga mengacu kepada dielektika
yang berlangsung dalam budaya masyarakat itu sendiri. Bagaimana masyarakat diaspora
dapat membentuk diri mereka sendiri dengan cara merantau ke daerah lain, dan disitulah
keunggulan mereka untuk dapat mengkonstruksikan makna hidup dan mencoba
merekonstruksikan diri mereka dengan orang lain melalui pengalaman-pengalaman mereka.
Seperti dalam penelitian yang dilakukan oleh Yance Rumahuru, bahwa identitas yang
direkontruksikan oleh individu maupun kelompok tertentu sudah pasti memiliki dampak
positif dan negatif.25
Hanya saja dalam penerapan akan mengenal jati diri dibutuhkan bukan
saja membentuk identitas itu sendiri melainkan menguatkan identitas tersebut agar dapat
memberikan makna yang relevan bagi masing-masing individu. Seperti Pesta Adat Mata-
Rumah Soa Pari, yang merupakan suatu warisan leluhur yang sudah diwarisi sejak dahulu
kala bagi anak cucu masyarakat Oma, sebagai suatu titik awal untuk dapat membentuk dan
menguatkan identitas mereka sehingga identitas itu tetap diawetkan, dilestarikan dan
dipertahankan. Menurut salah satu narasumber, pesta adat ini memiliki hal positif dan negatif,
seperti halnya yang dikatakan oleh Yance Rumahuru. “Hal positif yang di dapatkan adalah
untuk dapat mengingat kembali anak cucu atau keturunan kita,bahwa kita sebagai masyarakat
diaspora Oma memiliki adat-istiadat yang tidak bisa kita lupakan dan kita sepelehkan tentang
tradisi ini. Demikian halnya dengan hal negatif bagi generasi muda terkhususnya anak-anak
yang lebih mementingkan perkembangan zaman yang semakin hari semakin merosot dengan
teknologi yang ada dan merasa diri lebih pintar ketimbang harus belajar mengetahui dan
mengikuti acara-acara adat yang ada dalam budaya asal mereka.”26
Pesta adat mata-rumah Soa Pari ini sangat penting bagi masyarakat setempat dan
masyarakat Oma diaspora. Pemahaman masyarakat diaspora sukses di tanah rantau tidak
akan berarti apa-apa jika mereka kehilangan identitas leluhurnya sebagai masyarakat adat
25
Rumahuru, Ritual Ma’atenu ,..., 36-47. 26
Hasil wawancara dengan Masyarakat Diaspora (Ibu C.K) pada tanggal 22 Desember 2015.
71
negeri Oma. Sebab kehilangan identitas sama halnya dengan kehilangan jati diri mereka
sebagai masyarakat Oma, dimana secara sosial dan budaya pesta adat Soa Pari begitu penting
bagi identitas masyarakat diaspora. Jadi apa saja akan dilakukan oleh mereka untuk dapat
mengikuti acara tersebut. Bilamana hal itu terjadi maka mereka sebagai masyarakat diaspora
yang tidak mengikuti acara pesta adat akan merasa kehilangan hak dan kewajiban mereka
sebagai bagian dari keluarga/mata-rumah Soa Pari, yang berupa ikatan kekerabatan dalam
keluarga, adat istiadat dan status sosial yang sudah ada sejak turun-temurun. Bagi mereka
juga yang tinggal di perantauan, setiap acara apapun yang dibuat di tempat perantauan. Tidak
dapat menggantikan atau menguatkan identitas mereka sebagai masyarakat Oma diaspora,
selain acara Oma Panggel Pulang ini. Karena mereka merasa hal ini kelihatan biasa jika
berada di perantauan, berbeda dengan tempat asal mereka sendiri.
Berdasarkan penjelasan maka dapat disimpulkan bahwa identitas sudah melembaga
dalam diri setiap individu dan kelompok yang disebut dengan identitas sosial. Jenkins
mengatakan identitas sosial merupakan ciri-ciri atau keadaan khusus sekelompok masyarakat.
Dimana identitas individu dan identitas sosial menunjukan cara-cara individu dan kolektivitas
mereka, dan menekankan kedua relasi agar semakin jelas. Sebab bagi Jenkins sendiri seluruh
identitas manusia atau identitas individu selalu ditentukan oleh definisi identitas sosial itu.27
Hal ini menjadi suatu ikatan yang kuat antar individu dengan kelompok yang ada, dimana
keduanya akan saling menguatkan dan mempererat hubungan kelompok sosial dalam acara
pesta adat Soa Pari melalui ritual-ritual yang ada. Seperti yang dikatakan oleh salah satu
narasumber, yakni: “sebelumnya mereka pernah mengikuti acara tersebut, namun pada saat
itu mereka masih terlalu kecil jadi tidak dapat memaknai pesta adat tersebut. Setelah mereka
sudah dewasa mereka merasa bahwa identitas sebagai masyarakat Oma ini kembali penuh
lagi, seperti halnya sebuah baterei yang di cas hingga penuh lagi, setelah sekian lama mereka
27
Jenkins, Social Identity ,..., 18.
72
tidak pulang ke kampung halaman sendiri. Maka dengan acara pesta adat ini mereka sendiri
menyadari bahwa kemanapun mereka berada dan pergi, mereka tetap membawa identitas
mereka sebagai masyarakat Oma.28
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Casey dan Dustman29
, bahwa
identitas ini terkait dengan proses migran beralih ke daerah atau negara lain yang
menyertakan identitas mereka dari negara asal. Sama halnya yang dikatakan oleh
narasumber, “pesta adat Soa Pari ini tidak dimiliki oleh negeri-negeri lain di Maluku maupun
luar Maluku. Oleh karena itu saya jauh-jauh pulang dengan keluarga besar agar dapat
mengikuti acara pesta adat ini, karena belum tentu kami sekeluarga dapat mengikutinya lagi
di tahun-tahun berikutnya.”30
Hal ini berarti bahwa, makna yang dilihat oleh masyarakat diaspora begitu spesifik,
karena mereka sudah memikirkan hal-hal yang dapat beresiko bagi diri mereka jika tidak
mengikuti pesta adat tersebut. Bagi masyarakat diaspora sendiri, tradisi pesta adat mata-
rumah Soa-Pari ini juga dapat memberikan satu point khusus bagi mereka yakni kebanggaan
tersendiri terhadap negeri atau tempat asal mereka bahwa di negeri-negeri lain di Maluku
atau di luar Maluku tidak memiliki acara seperti ini. Oleh sebab itu, masyarakat diaspora
percaya bahwa identitas sosio-kultural yang ada di negeri Oma ini sangat unik dan inilah
yang menguatkan mereka selaku masyarakat diaspora yang pulang ke tempat asal mereka.
Seperti yang dikatakan oleh Christou, tempat asal bagi masyarakat diaspora merupakan salah
satu komponen penting bagi identitas diri mereka sebagai subjek. Dengan adanya tempat asal,
masyarakat dapat menemukan budaya, sebab makna tempat dan ruang dikonseptualisasikan
sebagai ruang kebebasan manusia untuk dapat melekat dengan identitas satu dengan yang
28
Hasil wawancara dengan Masyarakat Diaspora (Ibu J.K, Bpk V.K & Bpk A.K) pada tanggal 22
Desember 2015. 29
Casey and Christian, “Immigrants, Identity ,.., 25-27. 30
Hasil wawancara dengan Masyarakat Diaspora (Ibu C.K) pada tanggal 22 Desember 2015.
73
lainnya.31
Jadi tempat asal merupakan objek terpenting bagi masyarakat diaspora, untuk dapat
mengenal jati diri dan budaya mereka. Karena itu identitas tempat sangat kuat dalam
pandangan hidup masyarakat diaspora.
Selain tempat asal, hal ini juga berlaku bagi makan bersama bagi masyarakat
diaspora. Konsep “makan” ini mengajarkan banyak hal mengenai makna “memberi” atau
“membagi kasih” yang merupakan inti khas dari identitas masyarakat Oma yang harus tetap
dipertahankan dan dihormati oleh semua mata-rumah yang ada di negeri Oma secara turun-
temurun, terkhususnya bagi mata-rumah Soa Pari yang melaksanakan pesta adat tersebut.
Sebab masyarakat Oma memaknainya sebagai suatu hal yang berguna mempererat dan
memperkuat tali persaudaraan serta tetap menciptakan saling menghargai dan menghormati
antara pihak orang tua dan pihak anak-anak dalam sebuah keluarga/mata-rumah. Pemahaman
ini sejalan dengan Eriksen, yang melihat identitas sosial sebagai sesuatu yang mengandung
makna yang sama dengan identitas etnis. Dimana masalah perasaan bersama dari satu
kelompok etnik dan tumbuhnya perasaan ini merupakan suatu produk dari sejarah dan asal
usul yang diwarisi dalam hal aspek biologis maupun non-biologis. Seperti kepercayaan,
budaya, agama, bahasa dan adat-istiadat yang diwarisi.32
Sama halnya dengan konteks
masyarakat diaspora yang berada dalam lingkup masyarakat Oma setempat. Namun dibalik
kesamaan, kedua hal ini juga memiliki perbedaan. Bagi Eriksen sendiri identitas etnis
dibangun sesuai dengan situasi yang ada. Sifatnya situasional dan bisa berubah.33
Sedangkan
di negeri Oma, identitas etnis sudah menjadi warisan bagi masyarakat setempat dan tidak
dapat berubah begitu saja.
Di dalam kehidupan masyarakat diaspora makanan merupakan jembatan untuk
menghubungkan antara masa lalu dengan masa sekarang, tempat perantauan dengan tempat
asal. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa makanan itu terlibat dalam sebuah nostalgia.
31
Christou, Narratives of Place ,..., 32-33. 32
Eriksen, What is Anthropolgy? ,..., 3-4. 33
Eriksen, Ethnicity & Nationalism ,.., 117.
74
Makanan dijadikan sebagai suatu produk sosio-budaya bukan untuk memenuhi kebutuhan
biologis saja. Namun, sebagai pengikat memori kolektif masa lalu dan masa sekarang dalam
acara pesta adat Soa Pari. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Retno, fungsi
makanan dijadikan sebagai penanda untuk komunitas diaspora, arena nostalgia dan koneksi
dengan keluarga. Makanan juga menjadi salah satu penghubung untuk dapat memahami
budaya dan dapat mengungkapkan cerita sejarah dalam masyarakat.34
Dalam pelaksanaan
acara pesta adat mata-rumah Soa Pari. Makanan dijadikan sebagai suatu simbol pengikat
dalam mata-rumah Soa Pari untuk dapat terus mengingat cerita sejarah dan menghargai para
leluhur dari mata-rumah tersebut. Seperti yang sudah dijelaskan di bagian ritual makan
bersama. Oleh sebab itu, pemahaman akan makanan dijadikan sebagai suatu identitas khas
bagi masyarakat diaspora. Sama halnya dengan yang dikatakan oleh Berger dan Luckman,
bahwa identitas itu dibentuk oleh proses-proses sosial sehingga memperoleh wujudnya,
kemudian dipelihara dan dibentuk ulang oleh hubungan-hubungan sosialnya.35
Hal ini yang
berfungsi mempertahankan identitas sosial yang sudah ditanamkan dan ditentukan oleh
struktur sosio-budaya masyarakat Oma sejak dulu.
Lebih lanjut, tradisi pesta adat mata-rumah Soa Pari ini sudah menjadi tradisi lisan
dan warisan lokal yang menjadi bagian dari identitas atau ciri khas dari suatu komunitas
masyarakat Oma yang dikomunikasikan secara lisan berupa ideologi, nilai-nilai yang
mengikat mereka dan diwujudkan dalam tindakan sehari-hari. Secara dinamis bahkan
direkonstruksikan sedemikian rupa dalam struktur masyarakat yang ada. Hal ini dilakukan
karena masyarakat Oma percaya adanya nilai-nilai budaya yang terkandung dan ditinggalkan
dari para leluhur bagi mereka. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Koentjaraningrat36
, bahwa
adat istiadat mengandung nilai-nilai budaya yang merupakan konsep mengenai apa yang
34
Retno Wulandari. Food: Memory and Identity in Jhumpa Lahiri’s when Mr. Pirzada Came to Dine
and Hell-Heaven. Prosiding Seminar Nasional Kritik Sastra Modern. pp.163-169. ISSN 978-610-9735-06-4,
Jurnal. Faculty of Humanities Diponegoro University. 2013. 35
Berger & Luckman, Tafsir Sosial atas Kenyataan ,..., 248. 36
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi (Jakarta: Aksara Baru, 1979), 204.
75
hidup dalam alam pikiran sebagaian besar mengenai apa yang mereka anggap bernilai,
berharga dan penting dalam hidup. Sehingga nilai-nilai budaya ini dapat berfungsi sebagai
pedoman hidup yang memberikan arah dan memiliki ruang lingkup yang sangat luas, serta
dapat berorientasi dalam kehidupan masyarakat. Dengan demikian penulis memahami bahwa
melalui pemaknaan akan tradisi pesta adat mata-rumah Soa-Pari, maka masyarakat diaspora
dapat menemukan nilai-nilai penting bagi penguatan identas mereka, melalui nilai
kebersamaan dan nilai kekeluargaan.
a. Nilai Kebersamaan
Nilai ini terbentuk dalam masyarakat Oma, dari tatanan masyarakat dan solidaritas sosial
antar masyarakatnya ketika diselenggarakannya pesta adat mata-rumah Soa Pari. Pesta adat
ini berfungsi untuk memperkuat, mempererat, menjaga dan memelihara nilai-nilai budaya
yang mereka miliki. Salah satunya yakni nilai kebersamaan dan kekeluargaan dalam mata-
rumah Soa Pari yang terdiri dari beberapa keluarga yang tergolong dalam satu keturunan
yang berasal dari leluhur yang sama dan memiliki ikatan sosio-budaya yang kuat. Dimana
perasaan dan emosi yang sangat kuat digabungkan dan disatukan. Itulah yang mendorong
masyarakat Oma setempat dan masyarakat Oma diaspora berkumpul bersama dan
menyatukan kedua persepsi mereka dalam memaknai pesta adat mata-rumah Soa Pari. Nilai
kebersamaan ini telah diresapi dan berakar dalam jiwa tiap-tiap individu dalam kelompok
masyarakat Oma, karena sejak kecil mereka telah diresapi dengan nilai-nilai budaya yang
telah berakar dalam tatanan masyarakat setempat.
b. Nilai Kekeluargaan
Nilai ini selalu menjadi inti dalam penyelenggaraan pesta adat. Dimana dalam nilai ini
melibatkan semua masyarakat Oma dalam membantu terlaksananya acara ini. Walaupun
yang menjadi pelaku inti dalam acara ini hanyalah keluarga atau mata-rumah Soa-Pari.
Karena nilai ini sudah ditanamkan sejak dahulu kala dan sudah menjadi warisan dari para
76
leluhur kepada tiap generasi ke generasi. Jadi mau tidak mau harus tetap dijaga dan
menciptakan keharmonisan antar tiap mata-rumah dengan cara saling membantu dan
mendukung tiap mata-rumah yang melaksanakan acara tersebut. Dalam pelaksanaan pesta
adat, nilai kekeluargaan sangatlah penting dan harus tetap dijunjung tinggi. Sebab ada tugas
dan tanggung jawab untuk saling mengasihi dan menyayangi dengan cara memberi makan
atau membagi kasih dari pihak orang tua maupun pihak anak-anak dan haruslah tetap
dijalankan. Karena itu merupakan sebuah tradisi lisan dari para leluhur bagi sebuah mata-
rumah Soa Pari. Dengan hal ini, mereka sadar bahwa sesuatu yang mereka lakukan dan
berikan dengan sungguh-sungguh akan menghasilkan sesuatu yang diharapkan.