29
1 Pemampuan Knowledge Management dalam Meningkatkan Kinerja Usaha Mikro, Kecil dan Menengah A. Ika Rahutami 1 Kuntari Erimurti 2 Small and Medium Enterprises (SME) in Indonesia has survived in the monetary crisis in 1998, and has a good effort to recover their business. Even the growth of GDP of SME greater than big scale enterprises, SME still have problems entering international trade. One of best method to leverage the company is optimizing the use of knowledge owned by company entities. Effectiveness of knowledge use within organization is supported by Knowledge Management System that implemented through strategic management focus on product development and financial support. Based on experience, this strategy will significantly influence the improvement of product quality and strengthening the capacity of financial institution to support SME. Pendahuluan Sektor Usaha Kecil, Mikro dan Menengah (UMKM) yang kuat, dinamis dan efisien akan menjamin perkembangan perekonomian yang stabil. Hal ini terbukti ketika terjadi krisis ekonomi, dan pada masa pemulihan krisis ekonomi, UMKM tetap merupakan unit usaha yang cukup mampu bertahan dan mencoba untuk terus berkembang. UMKM di Indonesia menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Pada tahun 2005, Produk Domestik Bruto (PDB) UMKM sebesar Rp 1.491,06 triliun dengan kontribusi terhadap PDB sebesar 53,5 persen. UMKM juga memiliki pertumbuhan yang lebih besar dibandingkan pertumbuhan PDB nasional pada tahun 2005. Bila PDB nasional tumbuh 5,7 persen, maka UMKM tumbuh 6 persen sedangkan Usaha Besar (UB) hanya tumbuh sebesar 5,3 persen. Kontribusi UMKM dalam pertumbuhan PDB juga jauh lebih besar (3,2 persen) dibandingkan dengan kontribusi UB 2,5 persen. Pada tahun 2006 kontribusi Usaha Kecil Menengah (UMKM) dalam penciptaan nilai tambah nasional sebesar Rp 1.778,75 triliun rupiah atau 53,3 persen dari 1 Dosen FE Unika Soegijapranata Semarang, Mahasiswa S3 Ilmu Ekonomi UGM 2 Instruktur Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK) Seni dan Budaya, Mahasiswa S3 Ilmu Ekonomi UGM

Pemampuan Knowledge Management dalam …blog.ub.ac.id/izuaf/files/2013/11/Pemampuan-Knowledge-Management...dalam Meningkatkan Kinerja Usaha Mikro, Kecil dan Menengah ... Peran Strategik

Embed Size (px)

Citation preview

1

Pemampuan Knowledge Management dalam Meningkatkan Kinerja Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

A. Ika Rahutami1 Kuntari Erimurti2

Small and Medium Enterprises (SME) in Indonesia has survived in the monetary crisis in 1998, and has a good effort to recover their business. Even the growth of GDP of SME greater than big

scale enterprises, SME still have problems entering international trade. One of best method to leverage the company is optimizing the use of knowledge owned by company entities.

Effectiveness of knowledge use within organization is supported by Knowledge Management System that implemented through strategic management focus on product development and

financial support. Based on experience, this strategy will significantly influence the improvement of product quality and strengthening the capacity of financial institution to support SME.

Pendahuluan

Sektor Usaha Kecil, Mikro dan Menengah (UMKM) yang kuat, dinamis

dan efisien akan menjamin perkembangan perekonomian yang stabil. Hal ini

terbukti ketika terjadi krisis ekonomi, dan pada masa pemulihan krisis ekonomi,

UMKM tetap merupakan unit usaha yang cukup mampu bertahan dan mencoba

untuk terus berkembang. UMKM di Indonesia menunjukkan perkembangan yang

menggembirakan. Pada tahun 2005, Produk Domestik Bruto (PDB) UMKM

sebesar Rp 1.491,06 triliun dengan kontribusi terhadap PDB sebesar 53,5

persen. UMKM juga memiliki pertumbuhan yang lebih besar dibandingkan

pertumbuhan PDB nasional pada tahun 2005. Bila PDB nasional tumbuh 5,7

persen, maka UMKM tumbuh 6 persen sedangkan Usaha Besar (UB) hanya

tumbuh sebesar 5,3 persen. Kontribusi UMKM dalam pertumbuhan PDB juga

jauh lebih besar (3,2 persen) dibandingkan dengan kontribusi UB 2,5 persen.

Pada tahun 2006 kontribusi Usaha Kecil Menengah (UMKM) dalam penciptaan

nilai tambah nasional sebesar Rp 1.778,75 triliun rupiah atau 53,3 persen dari

1 Dosen FE Unika Soegijapranata Semarang, Mahasiswa S3 Ilmu Ekonomi UGM

2 Instruktur Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan

(PPPPTK) Seni dan Budaya, Mahasiswa S3 Ilmu Ekonomi UGM

2

PDB. Kondisi ini menunjukkan kenaikan sebesar Rp 287,69 triliun atau setara

dengan 19,3 persen.

Berbeda dengan kondisi tahun 2005, pertumbuhan PDB UMKM pada

tahun 2006 jauh lebih kecil dibandingkan dengan PDB nasional. Pada tahun

2006, PDB nasional tumbuh 5,5 persen, sementara PDB Usaha Kecil dan

Menengah tumbuh 5,4 persen, dan Usaha Besar tumbuh 5,6 persen. Sumber

pertumbuhan PDB sebesar 5,5 persen tersebut berasal dari kontribusi UMKM

sebesar 3,1 persen dan Usaha Besar sebesar 2,4 persen. Pertumbuhan PDB

UMKM terjadi di semua sektor ekonomi. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada

sektor bangunan sebesar 8,2 persen, diikuti sektor jasa-jasa 8,1 persen, dan

sektor pertambangan dan penggalian sebesar 7,9 persen. Pertumbuhan

terendah terjadi pada sektor pertanian yaitu sebesar 3,1 persen. Jumlah unit

usaha UMKM pada tahun 2006 adalah 48,9 juta unit naik 3,9 persen dari tahun

sebelumnya dan merupakan 99,98 persen dari total pelaku usaha. Dari jumlah

tersebut, jumlah Usaha Kecil sebanyak 48,8 juta unit dan Usaha Menengah

106,8 ribu unit. Tenaga kerja yang bekerja di sektor UMKM, pada tahun 2006

tercatat sebesar 85,4 juta pekerja (UK 80,9 juta pekerja dan UM 4,5 juta pekerja)

dan merupakan 96,18 persen dari seluruh tenaga kerja Indonesia. Jumlah

tersebut naik sebesar 2,2 juta pekerja setara dengan 2,6 persen bila

dibandingkan dengan tahun 2005.

Meski kontribusi terhadap PDB lebih besar dari UB, namun UMKM bukan

berarti terbebas dari masalah. Struktur UMKM Indonesia pun perlu diperhatikan,

karena sebenarnya jumlah unit, modal dan output Usaha Mikro dan Kecil jauh

lebih sedikit dibandingkan dengan usaha Menengah. Struktur semacam ini cukup

rentan karena pada dasarnya unit usaha Mikro dan Kecil memiliki masalah yang

jauh lebih kompleks dibandingkan dengan usaha Menengah. Permasalahan

klasik yang dihadapi oleh UMKM terutama usaha mikro dan kecil, adalah

kendala di bidang pembiayaan maupun non pembiayaan seperti (i) terbatasnya

akses pembiayaan, teknologi, dan pasar, (ii) kurangnya informasi serta

kepatuhan pada standar dan sertifikasi, (iii) kondisi lingkungan bisnis yang

3

kondusif (Asasen, Asasen, Chuangcam, 2003), serta (iv) pengelola yang kurang

memiliki jiwa kewirausahaan dan manajerial yang baik.

Tantangan yang dihadapi UMKM di Indonesia menjadi semakin berat bila

melihat pengalaman terbaik (best practices) negara-negara yang didukung oleh

UMKM, seperti Malaysia, Korea, Jepang, Taiwan3, ternyata mengalami

penurunan kinerja yang cukup tajam pada empat tahun terakhir ini. Penurunan

kinerja ini disebabkan oleh berbagai hal, terutama faktor globalisasi. Implikasi

dari globalisasi adalah semakin terbukanya pasar, sehingga banyak usaha besar

dari Jepang dan Taiwan yang memindahkan investasinya ke negara-negara

dengan biaya produksi (terutama upah) murah. Akibatnya banyak UMKM yang

semula menopang perusahaan besar tersebut menjadi bangkrut. Faktor lain

yang perlu diwaspadai adalah pertumbuhan produk industri dan peningkatan

teknologi di Cina yang meningkatkan persaingan dan memberikan tekanan pada

UMKM.

Fakta menunjukkan bahwa pengembangan UMKM di Indonesia tidak

dapat hanya dilakukan by default, namun perlu dilakukan by design. Pemerintah

dan pelaku UMKM perlu berpikir bahwa dorongan dan promosi untuk

berkompetisi dan melakukan inovasi adalah hal yang penting bagi UMKM dalam

rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi (Asasen, Asasen, Chuangcam,

2003). Dorongan ini penting karena UMKM dipandang dapat mendorong

munculnya berbagai bentuk usaha baru dan berperan lebih besar dalam

menciptakan teknologi, melalui perubahan bentuk industri dari bentuk produksi

massal (large scale mass-production) menjadi bentuk yang lebih fleksibel,

berbasis ilmu pengetahuan (knowledge intensive), kreatif, mendorong

kewirausahaan dan lebih variatif dalam bentuk pengolahannya (Paskaleva dan

Shapira, 2006).

3 Di ke empat negara ini, karena peran UMKM yang begitu signifikan maka diterapkan berbagai kebijakan khusus untuk mendorong perkembangan UMKM. Sebagai contoh di Korea dan Taiwan, keberadaan industri besar ditopang oleh UMKM dalam proses produksinya, khususnya dalam penyediaan berbagai bahan terutama bahan penolong. Berdasarkan peran ini maka pemerintah mengembangkan pola kemitraan yang kuat.

4

Internasionalisasi UMKM: Tuntutan dan Permasalahan

Desakan arus globalisasi menjadikan beban yang ditanggung UMKM

begitu berat. Kecenderungan yang terjadi pada bisnis global, terutama UB mau

tidak mau memaksa UMKM untuk mulai memikirkan strategi baru terutama bila

UMKM ingin bertahan dan masuk ke bisnis global. UB di berbagai negara

dewasa ini banyak mengadopsi kecenderungan baru dalam menjalankan

bisnisnya, yaitu dengan memanfaatkan teknologi infocomm (ICT), strategi

outsourcing dan networking. Hal ini menyebabkan UKM harus melakukan

penyesuaian secara proaktif untuk menjaga keberlangsungan usahanya

(Asasen, Asasen, Chuangcam, 2003, Paskaleva dan Shapira, 2006).

Meskipun telah terlihat bahwa UMKM Indonesia memiliki kemampuan

untuk bertahan dalam masa krisis dan menjadi sumber perolehan devisa, tetapi

dalam kenyataannya UMKM masih menghadapi sejumlah kendala. Kendala

yang dihadapi dapat bersumber dari faktor internal UMKM, maupun dari faktor

eksternal, termasuk kebijakan pemerintah. Berdasarkan penelitian OECD dan

UNICE Brussels, maka UMKM yang ingin melakukan internasionalisasi biasanya

lemah pada:

1. Sisi finansial dengan kelemahan berupa (i) kualitas atau kecukupan

kolateral, (ii) rencana bisnis yang mudah dipahami oleh perbankan, (ii)

akses terhadap sumber dana

2. Sisi informasi dengan kelemahan berupa (i) informasi yang akurat dan

komprehensif, (ii) data yang terpublikasi, (iii) akses terhadap informasi dan

pengetahuan

3. Sisi manajerial dengan kelemahan berupa (i) kemampuan kewirausahaan,

manajerial dan pemasaran, (ii) aksesbilitas terhadap teknologi baik dalam

bentuk alat maupun pengetahuan, (iii) standarisasi dan kualitas yang

terjaga, (iv) kemampuan mengevaluasi

4. Sisi pemasaran dan produksi dengan kelemahan berupa (i) risiko menjual

ke luar negeri, (ii) kendala bahasa dan budaya, (iii) kemampuan

berkompetisi, (iv) insentif pemerintah untuk masuk ke dunia global, dan (v)

proteksi terhadap hak cipta

5

Sedangkan menurut Fan (2006), UMKM menghadapi kendala berupa.

1. Kegagalan institusional yang menciptakan kenaikan biaya transaksi biaya

yang tidak proporsional bagi UMKM, dan keterbatasan kemampuan

UMKM untuk mengambil keuntungan dari peluang ekonomi. Kegagalan

institusional ini dapat berupa regulasi, institusi publik yang gagal

mendorong kontrak bisnis dan hak cipta dan menyediakan informasi yang

cukup di pasar, serta kesepakatan institusi swasta yang mahal bagi

UMKM karena masalah skala ekonomis

2. Kegagalan pasar berupa informasi yang asimetrik, kompetisi yang tidak

sempurna dalam pasar kredit, risiko yang relatif lebih tinggi dalam

pembiayaan UMKM karena ketidakcukupan kemampuan manajemen,

ketidaklikuidan UMKM, distorsi di sektor keuangan, dan biaya yang mahal

bagi R&D dan pelatihan di UMKM. Kegagalan ini menyebabkan akses

UMKM ke pasar kredit menjadi semakin sempit.

3. Keterbatasan kemampuan UMKM untuk pengembangan. Skala UMKM

yang kecil sehigga menyebabkan keterbatasan kapabilitas manajemen,

keterbatasan terhadap akses layanan bisnis, dan kemampuan mengakses

dan menganalisis informasi

Kesenjangan ini menuntut UMKM harus melakukan penyesuaian untuk

menjaga keberlangsungan usahanya. Untuk itu dibutuhkan pengembangan

terutama akses terhadap ilmu pengetahuan dan informasi global, termasuk

standar pasar, informasi atau peluang pemasaran dan teknologi baru. Faktor

lainnya adalah efisiensi dan fleksibilitas yang didapat dari jejaring atau

kerjasama, baik dengan pemasok (backward linkage) maupun dengan pengguna

jasa atau konsumen (forward linkage). Faktor-faktor tersebut harus tetap

ditunjang dengan keinginan untuk terus belajar dan menerapkan apa yang

dipelajarinya di organisasi usahanya, agar dapat tetap efisien dan fleksibel

(Wattanapruttipaisan, 2003). Penyesuaian-penyesuaian tersebut dapat dilakukan

dengan pengelolaan pengetahuan (knowledge management) di dalam organisasi

UMKM. Penggunaan pengetahuan yang efisien dan efektif akan meningkatkan

nilai perusahaan (Kulkarni et al., 2006).

6

Peran Strategik Knowledge Management dalam UMKM

Knowledge Management (KM) dipandang sebagai proses untuk

meningkatkan kapasitas dan nilai perusahaan berdasar aset intelektual atau

pengetahuan. Knowledge (pengetahuan) didefinisikan sebagai informasi yang

dikombinasikan dengan pengalaman, konteks, interpretasi dan refleksi.

Pengetahuan terikat dan mengalir melalui berbagai entitas (multiple entities)

didalam sebuah perusahaan, termasuk keahlian individual, metode spesifik yang

sudah terkenal luas, atau pelajaran yang dipelajari dari pengalaman, dokumen,

kegiatan rutin, sistem dan metode yang serupa (Kulkarni et al., 2006).

Tipe pengetahuan ada tiga (Becker, 2007). Tipe pengetahuan yang

pertama adalah pengetahuan yang dimiliki oleh setiap orang yang ada di dalam

organisasi. Pengetahuan ini mengalir ke seluruh organisasi yang lebih sering

merupakan hasil dari jaringan informal daripada jaringan formal. Jenis informasi

dan pengetahuan ini dapat dikaitkan dengan berbagai area bisnis dan operasi

perusahaan seperti akuntansi, pemasaran, relasi dengan pelanggan, fasilitas,

desain produk atau sumber daya manusia.

Tipe pengetahuan yang kedua adalah informasi dan pengetahuan yang

secara langsung berkaitan dengan proses atau pengalaman bekerja yang

merupakan informasi dan pengetahuan yang berkaitan langsung dengan orang

yang memilikinga. Pengetahuan ini berkaitan dengan perilaku, ketrampilan dan

sikap para staf dan manajer yang secara tidak langsung mempengaruhi

pembelajaran informal yang dapat menciptakan kerjasama yang efektif

berdasarkan saling percaya.

Tipe pengetahuan yang ketiga adalah informasi dan pengetahuan yang

berkaitan dengan sikap, nilai-nilai dan perilaku perusahaan yang mempengaruhi

pola komunikasi dan interaksi. Perilaku dan sikap ini membentuk sebagian dari

infrastruktur pengetahuan dan tindakan pembawa informasi ini tidak dapat dilihat

secara nyata, tidak ada kodifikasi dan tidak tertulis, yang dapat membentuk

pembelajaran informal. Pengetahuan ini termasuk nilai-nilai formal dan informal,

kebijakan dan pengalaman tentang siapa yang dapat berkomunikasi dengan

siapa, dan alat apa yang digunakan untuk melakukan komunikasi misalnya e-

7

mail, atau budaya voice mail, dan seberapa banyak interaksi yang terjadi pada

saat-saat rapat.

Dengan ketersediaan informasi yang pengetahuan yang eksplosif di

dalam organisasi, banyak perusahaan melihat bahwa KM merupakan solusi

untuk mengatasi permasalahan interaktifitas komunikasi vertikal maupun

horisontal. Perusahaan ini khusus fokus pada intranet karena intranet berpotensi

dapat menangkap, menyimpan dan membuat aliran informasi sangat cepat dan

menyebar secara luas keseluruh organisasi, dan dapat di akses di mana saja

dan kapan saja.

Adapun knowledge management system adalah sistem apapun yang

mengotomatisasi input, penyimpanan, transfer dan pengungkapan pengetahuan.

Termasuk didalamnya taksonomi kontekstual pengetahuan (meta knowledge),

sistem untuk menangkap berbagai tipe pengetahuan dari pelajaran yang

bermanfaat, sistem untuk mengklasifikasi dokumen pengetahuan, sistem untuk

melokalkan keahlian yang relevan, teknologi untuk memfasilitasi sharing keahlian

(groupware, video conferencing dan sebagainya), repositori untuk informasi yang

terstruktur maupun tidak terstruktur, dan sebagainya.

Aset pengetahuan ini sangat beragam sehingga membutuhkan usaha

yang sangat besar untuk dapat mengelolanya. Aset pengetahuan menghasilkan

keuntungan jangka panjang seperti keunggulan kompetitif dan keberlangsungan

(sustainability) dalam menghadapi iklim ekonomi yang fluktuatif. Return jangka

panjang aset pengetahuan ini sangat sulit diukur karena keberhasilan KM dalam

konteks keuntungan bisnis harus diasumsikan dapat merefleksikan efektifitas

strategi KM.

Penelitian sebelumnya sangat jarang menguji model teoritis dan empiris

yang mampu mengukur keberhasilan KM. Model KM berawal dari model

Information System (IS). Model IS yang berhasil dikemukakan oleh De Leon dan

Mc Lean (D & M) dan Seddon, karena punya sejarah pengujian empiris.

Pengalaman terbaik menunjukkan bahwa pada umumnya sistem KM

menggunakan teknologi informasi (TI). TI sangat berperan sebagai pemampu

(enabler) perusahaan untuk mengaplikasikan pengetahuan yang ada secara

8

efektif dan menciptakan pengetahuan baru. TI mengakibatkan terjadinya

perubahan peran efisiensi, peran efektifitas dan peran strategik. Peran efisiensi

berfungsi menggantikan manusia dengan teknologi informasi yang lebih efisien.

Peran efektifitas berfungsi menyediakan informasi untuk pengambilan keputusan

manajemen yang efektif. Peran strategik berfungsi untuk memenangkan

persaingan. Sistem ini disebut dengan sistem informasi strategik (Jogiyanto,

2005).

Sejak pertengahan 1990-an, dunia sudah memasuki era jejaring global

(global wired society era). Ketika itu perusahaan sudah saling dihubungkan

dengan jaringan sistem TI secara global dengan teknologi telekomunikasi melalui

internet. Dari sudut pandang TI, mulai tahun 2000-an perusahaan sudah masuk

ke dalam era jejaring client server dan internet. TI sebagai teknologi suplemen

bagi perusahaan tidak hanya sebagai penghasil informasi, tetapi lebih luas

sampai ke penghasil pengetahuan. Pengetahuan ini digunakan untuk

menciptakan pertambahan nilai perusahaan. Dengan demikian pengguna

pengetahuan ini adalah siapa saja yang membutuhkan informasi dan

pengetahuan.

Penggunaan pengetahuan (knowledge use) ini menjadi sangat penting

karena KM sangat bermanfaat bagi seluruh entitas perusahaan, dari level

pimpinan sampai ke level karyawan untuk melakukan pengambilan keputusan

yang akurat (Langera et al., 2006). Penelitian Kulkarni et al., (2006)

menunjukkan bahwa insentif berpengaruh secara langsung (0,45 dan signifikan

pada level 0,01) pada derajat penggunaan pengetahuan di lingkungan

perusahaan. Penggunaan pengetahuan adalah derajat pengetahuan dimana

pekerja yakin bahwa dia telah terikat prosedur untuk menangkap dan

menggunakan berbagai tipe pengetahuan ke dalam kegiatan pengambilan

keputusan, kegiatan rutin dan lain-lain.

Studi ini menunjukkan bahwa semakin tinggi insentif yang didapat oleh

entitas perusahaan, maka penggunaan pengetahuan akan semakin efisien.

Insentif merupakan bagian integral dari organisasional yang diterapkan untuk

mendorong entitas perusahaan berbagi pengetahuan. Pengaruh langsung

9

insentif ini jauh lebih tinggi daripada pengaruh langsung dari pimpinan

perusahaan (hanya 0,28 dan signifikan pada level 0,01). Hal ini menunjukkan

bahwa meskipun pimpinan perusahaan memiliki komitmen terhadap aplikasi

pengetahuan dan selalu mengkaji kemanfaatan pengetahuan untuk

meningkatkan nilai bisnisnya, namun pengetahuan yang ditransfer oleh pimpinan

perusahaan kurang digunakan oleh entitas perusahaan. Pengguna pengetahuan

hanya akan memanfaatkan pengetahuannya jika mendapatkan insentif yang

lebih tinggi.

Selain faktor insentif, studi lain menunjukkan bahwa ketika sistem di suatu

perusahaan heterogen (misal, tingkat kompetensi pada level karyawan sangat

heterogen), maka data yang dibutuhkan akan semakin banyak jika dibandingkan

dengan perusahaan dengan sistem yang homogen (misal, tingkat kompetensi

karyawan pada level yang relatif sama), untuk mencapai tingkat akurasi

keputusan yang sama. Permasalahan terjadi karena adanya ketidakmampuan

sistem untuk menentukan kesamaan pengguna pengetahuan secara otomatis.

Dengan demikian akurasi keputusan dari sistem yang heterogen dapat

ditingkatkan jika pengguna memilih pengetahuannya secara manual sesuai

dengan tingkat kompetensinya masing-masing (Wurst, 2006). Hal ini

menunjukkan bahwa ketika pengetahuan dipersepsi sangat bermanfaat oleh

pengguna (perceived usefulness) maka pengguna akan semakin puas.

Pengetahuan ini bisa berasal dari teman sekerja atau penyelia yang memonitor

pekerjaan karyawan. Studi Wurst (2006) ini juga didukung oleh penelitian

Kulkarni et al. (2006) yang menunjukkan bahwa tingkat kepuasan pengguna

secara signifikan (pada level 0,01) dipengaruhi oleh perceived usefulness

pengguna (0,52). Gambar 1 menunjukkan model Kulkarni et al., (2006).

10

Sumber: Kulkarni et al. (2006)

N = 111; df = 395; χ2 = 826.0; RMSEA = 0.10; NNFI = 0.92; CFI = 0.92; SRMR = 0.24. *, **, dan *** mengindikasi signifikansi pada level 10 persen, 5 persen dan 1 persen.

Gambar 1. Model Sistem Manajemen

Fakta menunjukkan bahwa teknologi informasi (TI) sangat bermanfaat

untuk mengatasi heterogenitas sistem di suatu perusahaan. Selama 20 tahun

terakhir ini, perusahaan banyak menggunakan berbagai produk teknologi

informasi dan komunikasi dengan berbagai kemampuan antara lain:

collaboration, instant messaging, categorization and clustering, federated search,

entity extraction, link analysis, language translation, document summarization,

visualization, geospatial tagging dan sebagainya (Pepus, 2007). Bagi UMKM,

penggunaan produk teknologi informasi ini sangat menentukan kualitas

pengetahuan, isi pengetahuan dan kecepatan transfer kepada pengguna.

Ketika KM diterapkan di suatu perusahaan, maka teknologi informasi

berperan sangat penting untuk menyebar luaskan informasi dan pengetahuan ke

seluruh entitas perusahaan. Perlakuan terhadap sumber daya manusia

cenderung difokuskan pada program-program pelatihan dan insentif. Namun

demikian, tidak ada pendekatan tunggal untuk mendesain lingkungan pekerjaan

yang kondusif. Manajer dapat menciptakan harmoni yang dinamis yang

dibutuhkan untuk menciptakan lingkungan organisasi yang sehat. Komunikasi

11

tidak harus menggunakan media intranet, tetapi bisa juga menggunakan

perangkat dan kegiatan yang dapat membantu menyebar luaskan informasi dan

pengetahuan, antara lain newsletter, telepon seluler, faksimili, rapat informal dan

formal.

Berdasarkan penelitian empiris tersebut maka jelaslah bagi UMKM yang

sedang berkembang maupun yang sudah berkembang, KM sangat dibutuhkan

keberadaannya untuk meningkatkan interaktifitas orang-orang yang terlibat untuk

mencapai tujuan organisasi.

Knowledge Management dalam Persepsi Pelaku UMKM di Jogjakarta

Untuk dapat merumuskan strategi yang perlu dikembangkan oleh UMKM

dalam meningkatkan “nilai”nya, maka penulis melakukan diskusi dan wawancara

dengan beberapa pelaku UMKM di Jogjakarta. Jogjakarta diambil sebagai

daerah sampel karena Jogja memiliki jumlah UMKM yang relatif besar, dengan

pola-pola kluster yang ada, dan tangguh terutama melihat proses

kebangkitannya paska gempa. Kondisi UMKM Jogja yang berdasarkan hasil

survei dan wawancara dengan pelaku UMKM juga dapat dijadikan benchmark

perilaku karena heterogenitasnya. Heterogenitas ini muncul karena selain skala

dan jenis usaha yang beragam, juga pelaku UMKM tidak selalu berasal dan

berdomisili di Jogja, namun banyak yang berasal dari luar Jogja.

Karakteristik yang menarik pada UMKM di Jogjakarta terlihat pada

masalah produk dan keuangan yang dihadapi oleh pelaku UMKM. Setiap

masalah yang dihadapi pada dasarnya selalu diusahakan untuk diselesaikan

sesuai dengan pengetahuan spesifikasi yang dimiliki oleh entitas perusahaan,

namun kelemahan yang menonojol adalah belum terlihat adanya transfer

pengetahuan yang terstruktur dan sistematis untuk mengatasi hal tersebut.

Secara umum terlihat bahwa produk UMKM yang ada di Jogjakarta

sebagian besar membutuhkan pengerjaan tangan (hand made) yang

mengandung unsur seni untuk penyelesaian produknya. Mesin juga memegang

peran penting dalam proses produksi namun pelaku UMKM Jogja berpandangan

bahwa yang menjadi keistimewaan produk adalah ketika ada sentuhan tangan

12

sebagai proses penyelesaian akhir. Dengan adanya proses yang semacam ini

maka pengetahuan mengenai produk menjadi satu hal yang mutlak untuk dimiliki

oleh setiap pelaku usaha. Dalam mentransfer pengetahuan tentang produk

terdapat dua karakter utama yaitu transfer pengetahuan yang berasal dari

institusi di luar UMKM dan transfer internal di dalam perusahaan.

Sebagian pelaku UMKM menyatakan bahwa peran institusi pemerintah

dalam melakukan transfer pengetahuan tidak optimal karena tidak didukung oleh

kerangka pelatihan yang komprehensif dan sistematis. Pelatihan dilakukan

secara parsial, baik dari sisi materi maupun dari sisi peserta. Kondisi ini

menyebabkan peningkatan kualitas produk tidak dapat terjadi secara optimal.

Pengetahuan yang dimiliki oleh peserta pelatihan tidak didesiminasikan kepada

karyawan lain di dalam perusahaan yang sama, sehingga pengetahuan tidak

menyebar.

Dari sisi internal perusahaan, sistem peningkatan kualitas produk dan

penyebaran pengetahuan belum sepenuhnya dilakukan oleh pelaku usaha,

namun masih jauh lebih baik dibandingkan dengan proses yang terjadi antara

institusi pemerintah dan pengusaha. Pengetahuan tentang best method yang

dimiliki oleh perusahaan hanya akan digunakan secara internal. Pengetahuan ini

akan di transfer secara parsial kepada pihak eksternal sebagai pemasok, apabila

perusahaan memperoleh insentif yang lebih tinggi, misalnya ada lonjakan

pesanan. Temuan ini mendukung penelitian empiris yang dilakukan di negara

lain, yang menunjukkan bahwa insentif merupakan pemicu utama penyebaran

pengetahuan.

Hal ini juga tampak pada waktu perusahaan manufaktur masih berskala

kecil, sistem dijalankan dengan cara “one man show”. Ketika usaha menjadi

semakin besar maka sistem akan memanfaatkan jasa desainer profesional

dengan insentif dan fasilitas yang memadai. Semakin tinggi insentif dan fasilitas

yang diberikan, maka kinerjanya akan semakin baik.

Beberapa pengusaha menyatakan penyebaran pengetahuan secara

penuh dapat mengancam keberadaan produk dalam pasar. Namun beberapa

pengusaha yang lain membantahnya, karena pada dasarnya penyebaran

13

pengetahuan tidak akan merugikan asal pelaku usaha memiliki kesadaran

tentang sertifikasi dan standardisasi. Ketika perusahaan memiliki produk andalan

yang mampu menerobos pasar ekspor, maka informasi ini akan dijaga

kelestariannya dengan memberi sertifikasi Desain Industri pada produk andalan

tersebut. Ketika informasi terbuka bagi pengguna lain, maka perusahaan akan

tetap bisa mempertahankan persaingan.

Teknologi informasi dan komunikasi dimanfaatkan fungsinya secara

maksimal untuk melakukan transfer pengetahuan kepada bawahan, atasan dan

mitra kerja. Teknologi ini dirasakan efektif apabila dapat meningkatkan nilai

perusahaan. Namun demikian, internet masih dirasakan kurang efektif karena

hanya memberikan kontribusi seleksi pembeli dua sampai lima persen saja. Ada

pimpinan perusahaan yang lebih senang bertemu langsung dengan pembeli

untuk memastikan nilai transaksi. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan ICT

yang sesuai dengan kecenderungan pengelolaan UMKM di dunia belum banyak

dimanfaatkan oleh pelaku UMKM.

Masalah lain yang menarik untuk diselesaikan dengan sistem KM adalah

masalah keuangan. Telah menjadi masalah klasik bahwa hal yang sulit diakses

oleh UMKM adalah masalah kredit usaha. Permasalahan modal tersebut timbul

karena tidak adanya titik temu UKM sebagai debitor dan pihak kreditor

(terjadinya mismatch). Di sisi debitur, karateristik dari sebagian besar UKM di

Indonesia antara lain adalah masih belum menjalankan bisnisnya dengan

prinsip-prinsip manajemen modern, tidak/belum memiliki badan usaha resmi,

serta keterbatasan aset yang dimiliki.

Sementara itu, di sisi kreidtur, pemodal atau lembaga pembiayaan untuk

melindungi resiko kredit, menuntut adanya kegiatan bisnis yang dijalankan

dengan prinsip-prinsip manajemen modern, ijin usaha resmi serta adanya

jaminan (collateral). Masalah lain yang muncul dari sisi keuangan adalah tidak

adanya pendekatan yang sistematis dalam pendanaan UMKM. Kondisi ini

menyebabkan munculnya biaya transaksi yang tinggi, yang disebabkan oleh

prosedur kredit yang cukup rumit sehingga menyita banyak waktu sementara

jumlah kredit yang dikucurkan kecil. Kurangnya akses ke sumber dana yang

14

formal, baik disebabkan oleh ketiadaan bank di pelosok maupun tidak

tersedianya informasi yang memadai juga merupakan masalah yang dirasakan

oleh sebagian besar pelaku UKM. Dari sisi internal masalah keuangan terbentur

pada banyaknya UKM yang belum bankable, baik disebabkan belum adanya

manajemen keuangan yang transparan maupun kurangnya kemampuan

manajerial dan finansial.

Meskipun pemerintah telah berupaya merevitalisasi UMKM dengan

mengeluarkan peraturan dengan memberikan sedikit fleksibilitas dalam

pengelolaan masalah pembiayaan, namun peraturan ini belum secara optimal

dapat dijalankan oleh industri perbankan secara keseluruhan, mengingat

karakteristik dan kondisi Bank yang heterogen. Perlakuan kurang simpatik dalam

hal penyelesaian kredit dari beberapa lembaga keuangan terhadap nasabah

UMKM mereka, semakin membuat ruang gerak UMKM menjadi terbatas.

Data perbankan di DIY menunjukkan adanya kenaikan aset perbankan

dan kredit yang disalurkan dari tahun 2004 ke tahun 2006. prosentasi LDR dari

tahun 2004 ke 2006 masing-masing 47,30 persen, 54,03 persen dan menurun

menjadi 50,77persen. Dari jumlah ini yang tersalur ke UMKM sangatlah kecil.

Permasalahan yang muncul dari sisi keuangan sebenarnya tidak hanya pada sisi

penawaran kredit oleh lembaga keuangan yang masih cenderung ”pilih kasih,”

namun juga bersumber pada sisi permintaan kreditnya. Para pelaku UMKM juga

menyatakan sebagian tidak memiliki rasa percaya diri yang cukup untuk

mencoba meminjam uang pada perbankan. Baik karena alasan kinerja, tidak

memiliki laporan keuangan yang memadai, tidak memiliki rencana

pengembangan bisnis yang layak untuk dijual, bahkan sampai ke masalah kultur

dan penampilan secara fisik. Kesenjangan ini seharusnya bisa diatasi bila terjadi

transfer pengetahuan yang simetris dan mendukung dari pihak penawar kredit

yaitu perbankan ke nasabahnya yaitu UMKM.

15

Knowledge Management : Strategi dan Aksi yang Perlu Dilakukan

Salah satu usulan model yang dapat diadopsi untuk mengembangkan

UMKM secara umum adalah model yang digunakan oleh SMIDEC dalam Saleh

dan Ndubisi (2005) yang berusaha membangun dan mengembangkan UMKM

berdasarkan tahapan pencapaiannya. Hal ini penting karena, pada tahap yang

berbeda, kebutuhan strategi pengembangannya pun akan berbeda.

Sumber: Saleh dan Ndubisi (2005)

Gambar 2. Strategi Pengembangan UMKM

Misalnya pada tahap awal UMKM, maka hal yang paling penting untuk

dikembangkan adalah adanya (i) inkubator riset dan pengembangan, (ii)

kecukupan tenaga kerja, infrastruktur dan pasokan material, serta (iii)

pengetahuan pasar. Dalam tahapan awal ini transfer pengetahuan menjadi hal

yang sangat dominan, karena pembentukan inkubator riset dan pengembangan

sangat membutuhkan adanya interaksi antara pemilik usaha, karyawan maupun

Tin

gkat

tekno

logi

Tinggi

RendahTahap awal

Pertumbuhan

Ekspansi

Tahap matang

Kebutuhan/

perhatian

utama

Inkubator riset dan

pengembangan

kecukupan tenaga

kerja

kecukupan infrastruktur

kecukupan pasokan

material

pengetahuan pasar

Standar dan

sertifikasi

bantuan teknis

pengembangan

pasar

Kapabilitas teknologi

kapabilitas

manajemen

kapabilitas ICT

Modal ventura

pengembangan

merek

outsourcing

jaringan distribusi

Kapabilitas disain

promosi merek

pengembangan

usaha

internasionalisasi

16

pihak luar yang memiliki keahlian. Pengetahuan pasar juga membutuhkan akses

pengetahuan yang terbuka, agar kemampuan mendapatkan pasar yang lebih

luas dapat terwujud.

Pada tahap dua UMKM yaitu pada tahap pertumbuhan, maka (i) sertifikasi

dan standarisasi, (ii) bantuan teknis, dan (iii) pengembangan pasar, merupakan

kebutuhan dasar yang perlu direncanakan dengan baik. Seperti terungkap dalam

wawancara, sertifikasi dan standarisasi sebenarnya merupakan langkah yang

sangat berguna untuk menjaga adanya imitasi dan duplikasi, namun tetap

memungkinkan terjadinya transfer pengetahuan. Pada tahap ekspansi UMKM,

kebutuhan pengembangan semakin tinggi, karena UMKM dipersiapkan secara

lebih matang untuk masuk ke pasar global. Untuk itu ICT merupakan hal yang

tidak dapat dihindari. Pemenuhan kebutuhan ICT akan sangat membantu

penerapan KM dalam UMKM. Pada tahap akhir, yaitu ketika UMKM telah matang

dan mampu berkompetisi di tingkat global maka disain dan merek merupakan hal

terpenting yang harus dikembangkan.

Secara lebih spesifik, berdasarkan masalah yang dihadapi baik dari sisi

produk maupun keuangan maka, beberapa fokus strategi yang berkaitan dengan

KM yang bisa ditempuh adalah sebagai berikut:

1. Peningkatan Mutu Produk. Produk UMKM akan dapat diterima dengan

baik oleh konsumen, baik domestik maupun internasional, apabila produk

tersebut dapat memenuhi kebutuhan dan memberikan kepuasan.

Konsumen yang puas akan kembali membeli (repurchasing). Untuk

meningkatkan nilai perusahaan, UMKM harus dapat mengembangan

desain produk secara kreatif dan berkelanjutan.

Secara fundamental desain adalah tentang membuat produk yang lebih

baik. Lebih baik untuk konsumen, pengguna, bisnis dan untuk dunia

(Seymour, 2002). Produk yang lebih baik akan lebih laku dijual,

meningkatkan market share, memperoleh distribusi yang lebih luas,

meningkatkan laba, manaikkan pendapatan dan menurunkan biaya.

Kegiatan desain, terutama difokuskan pada perilaku manusia dan mutu

kehidupan (Design Council, 2004).

17

Ilmuwan dapat menciptakan teknologi, produsen dapat membuat produk,

teknisi dapat membuat produk itu berfungsi, dan pemasar dapat

menjualnya. Tetapi, hanya desainer yang dapat mengkombinasikan

seluruh insight tersebut, dan menjadikannya sebuah konsep yang

diinginkan, dapat diwujudkan, berhasil secara komersial, dan menambah

nilai untuk kehidupan manusia.

Untuk dapat mengaplikasikan konsep ini, seluruh entitas perusahaan

disarankan memiliki kreativitas di dalam setiap pemikiran dan

tindakannya. Menggunakan kreatifitas adalah cara yang paling efektif

untuk mencapai keunggulan kompetitif. Berkompetisi hanya pada harga,

bukan merupakan strategi yang berhasil, dibandingkan dengan

berkompetisi dengan menciptakan produk yang orijinal dan inventif.

Kreativitas dapat menjadi akar untuk menciptakan layanan yang lebih

inovatif dan eisien untuk memenuhi kebutuhan konsumen.

Kreativitas bukan merupakan hadiah yang datang begitu saja untuk

seorang desainer, tetapi sesuatu yang setiap orang bisa lakukan.

Kreativitas adalah tentang menghasilkan gagasan baru dan menemukan

solusi untuk mengatasi masalah dengan melakukan pemikiran yang

berbeda.

Kreativitas penting bagi desainer, apalagi setelah mereka menemukan

informasi yang „kering‟ tentang konsumen, menjadi produk dan jasa yang

aktual (terkini). Pekerjaan desainer pada umumnya akan dibuat lebih

mudah dan bekerja lebih efektif, ketika mereka mengandalkan orang-

orang yang mengadopsi pemikiran yang hampir sama, dibandingkan

dengan jika memperlakukan desainer terisolasi dan bekerja sendiri.

Gagasan yang digunakan untuk memperkaya proses desain bisa datang

dari mana saja, tidak hanya dari desainer. Gagasan bisa datang dari

manajemen, orang-orang yang bergerak dibidang pemasaran atau

keuangan. Manajemen harus memahami bahwa mendorong kreativitas

harus dilakukan, karena hanya dengan menyediakan sugesti untuk staf,

tidak menghasilkan inovasi baru.

18

Banyak budaya organisasi mengurangi kreativitas karena alasan alamiah.

Hirarki yang tegas yang datangnya dari atas, sering dipersepsi bahwa

manajemen sebenarnya tidak mau mendengarkan. Manajer sering

berhasrat untuk menyatakan otoritas, dan cenderung memotong gagasan,

kurang mempunyai waktu untuk menelaah lebih lanjut, sehingga gagasan

tidak sepenuhnya dapat dieksplorasi.

Karena kreativitas di dalam organisasi sangat penting untuk mendukung

peningkatan mutu desain produk, UMKM perlu melakukan transfer

pengetahuan tentang berbagai hal yang berkaitan dengan peningkatan

mutu produk (misalnya standarisasi mutu internasional/ISO, sertifikasi

Desain Industri, teknologi tepat guna, ecolabeling, AMDAL4, green

product) kepada seluruh entitas perusahaan.

Informasi dan pengetahuan tentang perdagangan dan investasi termasuk

didalamnya kondisi pasar dan persaingan di dalam industri terkait, juga

akan sangat membantu tim desainer mewujudkan produk-produk baru

mereka yang mampu bertahan di dalam industri yang sangat kompetitif

ini. Seluruh informasi dan pengetahuan ini akan membantu UMKM untuk

melakukan perbaikan-perbaikan secara menyeluruh guna meningkatkan

mutu produknya.

2. Penguatan kapasitas lembaga keuangan dalam melayani UMKM.

Transfer pengetahuan dipandang dapat mengatasi masalah utama

keuangan di UMKM yaitu ketiadaan titik temu (mismatch) antara kreditur

dan debitur. Dari sisi lembaga keuangan hal utama yang harus dilakukan

adalah dengan memberikan pengetahuan ke lembaga keuangan untuk

dapat mengevaluasi skema kredit UMKM, secara berbeda dengan UB,

karena bagaimana pun UMKM memiliki karakteristik yang berbeda.

Secara berkesinambungan Bank Indonesia terus meningkatkan

peranannya dalam turut memberdayakan UKM, yaitu melalui kebijakan

yang mendorong perbankan untuk membiayai UKM, melalui tiga pilar

strategi sebagai berikut (Rahayu, 2005):

4 AMDAL (Analisa mengenai Dampak Lingkungan)

19

o Kebijakan kredit perbankan, dimana Bank Indonesia mendorong

bank-bank untuk menyalurkan KUK dan mencantumkannya dalam

bussiness plan serta melaporkannya dalam laporan keuangan

publikasi sehingga masyarakat dapat menilai bank-bank yang

berpihak terhadap pengembangan usaha kecil. Bank Indonesia

juga terus mendorong kerjasama antara bank umum dan bank

perkreditan rakyat (BPR) dalam menyalurkan dana bergulir kepada

UKM, mendukung layanan khusus UKM

o Pemberian bantuan teknis, yaitu Bank Indonesia secara terus

menerus melakukan berbagai kegiatan berupa pelatihan kepada

staf perbankan, penelitian dan penyediaan informasi dan

mengembangkan Sistem Informasi Pengembangan Usaha Kecil

(SIMPUK)

o Pengembangan dan penguatan kelembagaan, dimana Bank

Indonesia melakukan upaya untuk memperkuat kapasitas

kelembagaan BPR yang diharapkan dapat meningkatkan

penyaluran kredit kepada usaha mikro.

Namun pilar yang digunakan oleh pemerintah untuk mengintervensi

penyaluran kredit ternyata sampai saat ini kurang efektif. Hal ini

menunjukkan bahwa perlu adanya pihak lain yang akan memfasilitasi

pengucuran kredit untuk UMKM, Lembaga Keuangan Mikro atau Micro

Finance Institution merupakan lembaga yang melakukan kegiatan

penyediaan jasa keuangan kepada pengusaha kecil dan mikro serta

masyarakat berpenghasilan rendah yang tidak terlayani oleh Lembaga

Keuangan formal dan yang telah berorientasi pasar untuk tujuan bisnis.

Untuk menyiasati masalah kredit UMKM, maka hal yang penting untuk

digalakkan adalah pembentukan lembaga keuangan mikro yang

berkesinambungan. Perbedaan antara institusi pembiayaan formal dan

informal bersifat cukup fleksibel karena antar negara memiliki definisi yang

berbeda. Sebagian besar perbedaan antara institusi kredit formal dan

informal dapat dilihat dari cara mereka beroperasi. Institusi kredit informal

20

memiliki karakterisktik operasi yang kecil dan fleksibel. Mereka sebagian

besar beroperasi pada area yang terbatas atau pasar yang spesifik.

Mereka cenderung mengirimkan jasa personal sangat dekat ke lokasi

peminjam. Mereka cenderung tidak bersifat birokratis dan lebih fleksibel

dalam tujuan pinjaman, suku bunga, persyaratan kolateral, jangka wajtu

jatuh tempo dan penjadwalan ulang hutang.

Adanya dua institusi yang mungkin menyelenggarakan kredit mikro

menunjukkan bahwa mekanisme kredit mikro selain menggunakan

institusi perbankan juga dapat menggunakan skema inovasi bukan bank

yang tidak membutuhkan spesifikasi tertentu dari organisasi kredit.

Mekanisme kredit difokuskan pada penggunaan maksimal infrastruktur

dan spesialisasi yang ada. Bila mekanisme kredit informal yang

dikembangkan maka skema kredit harus didisain secara murah dan

bersahabat dengan presepektif debitur. Rancangan skema kredit yang

tepat, pemilihan bank pelaksana yang diserahi tanggung jawab, bantuan

teknis yang intensif, serta pemantauan dan evaluasi kinerja yang teratur,

merupakan faktor kunci yang mempengaruhi efisiensi dan efektivitas

program.

Karena kredit UKM, merupakan kredit yang memiliki resiko spesifik. Untuk

itu bank atau lembaga yang melaksanakan skema kredit memerlu insentif

tertentu sebagai penghargaan atas penyaluran kredit yang dilakukan.

Insentif itu bisa berbentuk:

o Margin bunga yang menarik dalam skema kredit;

o Perolehan fee dari skema kredit;

o Meningkatnya citra, reputasi, dan basis nasabah;

o Akses pembiayaan kembali (refinancing) yang membaik, langsung

melalui skema kredit, dan secara tidak langsung melalui posisi

yang lebih baik pada pasar lokal, dan terhadap kreditor atau

penyedia dana pinjaman dalam maupun luar negeri.

o Bantuan teknis, seperti pelatihan staf, dukungan pengembangan

lembaga, informasi dan acuan (benchmark) pasar, serta akses

21

gratis atau murah ke perangkat lunak perbankan. Asistensi teknis

ini sebenarnya adalah salah satu bentuk transfer pengetahuan

yang dapat dilakukan, berawal dari institusi pemerintah, dan

kemudian menyebar secara horisontal antar UMKM.

Upaya lain yang dapat dikembangkan dalam rangka mendorong

perkembangan UKM adalah pembentukan lembaga pembiayaan nonbank

yaitu perusahaan modal ventura (PMV). Pembentukan PMV ini sangat

tepat mengingat sistem modal ventura ini sangat berbeda dengan sistem

pembiayaan lainnya. Pada prinsipnya model PMV (venture capital)

merupakan sistem kerjasama yang bersifat equity financing yakni

memberikan pembiayaan dalam bentuk penyertaan modal dalam suatu

perusahaan. Skema ini dipandang akan menguntungkan baik dari sisi

PMV maupun UKM

Perbaikan dan penguatan sistem produk dan keuangan ini akan menjadi

semakin berdayaguna ketika didukung oleh transefer pengetahuan secara

berkesinambungan, komprehensif, dan merata baik horisontal (antar UMKM),

maupun vertikal yaitu antara UMKM dengan pemerintah maupun lembaga lain

yang terkait.

Penutup

Kegagalan institusional, kegagalan pasar dan keterbatasan kemampuan

UMKM dalam bentuk keterbatasan kapabilitas manajemen, keterbatasan

terhadap akses layanan bisnis, dan kemampuan mengakses dan menganalisis

informasi mengakibatkan perkembangan UMKM menjadi penuh tantangan.

Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan yang ada dalam UMKM dan

mengembangkan UMKM lebih jauh adalah penggunaan knowledge

management. Knowledge Management (KM) dipandang sebagai proses untuk

meningkatkan kapasitas dan nilai perusahaan berdasar aset intelektual atau

pengetahuan. Pengetahuan ini terikat dan mengalir melalui berbagai entitas

(multiple entities) didalam sebuah perusahaan. Penggunaan pengetahuan

(knowledge use) ini menjadi sangat penting karena KM sangat bermanfaat bagi

22

seluruh entitas perusahaan, dari level pimpinan sampai ke level karyawan untuk

melakukan pengambilan keputusan yang akurat. Yang harus disadari adalah

model KM berawal dari model Information System, sehingga pengembangan

teknologi informasi menjadi satu hal yang patut diupayakan.

Pengembangan UKM dengan menggunakan pengetahuan harus

disesuaikan karena penerapan yang terlalu cepat atau terlalu lambat justru akan

menimbulkan permasalahan bagi UMKM. Bila tahapan UMKM dibagi menjadi

tahap awal, pertumbuhan, ekspansi dan matang, maka pada tahap awal

dibutuhkan (i) inkubator riset dan pengembangan, (ii) kecukupan tenaga kerja,

infrastruktur dan pasokan material, serta (iii) pengetahuan pasar. Pada tahap

pertumbuhan perlu diperhatikan hal-hal berupa (i) sertifikasi dan standarisasi, (ii)

bantuan teknis, dan (iii) pengembangan pasar. Pada tahap ekspansi maka perlu

memasukkan unsur ICT dan outsourcing, sedangkan pada tahap UMKM telah

matang maka promosi merek dan internasionalisasi menjadi suatu kebutuhan

yang tidak dapat ditunda.

Strategi yang perlu ditempuh dari sisi produk adalah perbaikan kualitas

produk. Karena produk yang lebih baik akan lebih laku dijual, meningkatkan

market share, memperoleh distribusi yang lebih luas, meningkatkan laba,

menaikkan pendapatan dan menurunkan biaya. Untuk itu kegiatan desain,

terutama difokuskan pada perilaku manusia dan mutu kehidupan seluruh entitas

menjadi penting dalam pengembangan produk. Perusahaan disarankan memiliki

kreativitas di dalam setiap pemikiran dan tindakannya, karena berkompetisi

hanya pada harga, bukan merupakan strategi yang berhasil, dibandingkan

dengan berkompetisi dengan menciptakan produk yang orijinal dan inventif.

Penggunaan pengetahuan dipandang juga dapat mengatasi masalah utama

keuangan di UMKM yaitu ketiadaan titik temu (mismatch) antara kreditur dan

debitur. Adanya kesenjangan antara kreditur dan debitur membutuhkan adanya

informasi yang luas dan perbaikan-perbaikan sistem keuangan yang mampu

melayani UMKM dengan lebih baik.

23

Implementasi strategi secara umum, strategi yang fokus ke produk dan

keuangan secara tepat diharapkan akan mampu memberikan pengaruh yang

signifikan, dan mempercepat pengembangan UMKM.

Daftar Pustaka

Asasen, Choompon, Kanchana Asasen, dan Nataya Chuangcham (2003), “Asean Policy Blueprint For SME Development (APBSD) 2004 -2014”, REPSF Project 02/005, July, p-1-145

Fan, Qimiao (2006), “SME and Access to Finance SME Development and the Role of Government”, ECA Private Sector Development GDLN Series – October 25, www.investmentclimate.org

Jogianto Hartono, H.M. (2005) Sistem Informasi Strategik, Yogyakarta, Andi Offset.

Kulkarni, Uday, R.; Sury Ravindran and Ronald Freeze, (2006) “A Knowledge Management Success Model: Theoretical Development and Empirical Validation,” Journal of Management Information Systems, Vol. 23, No. 3, pp. 309–347.

Langera, Hagen; Jan D. Gehrkea; Joachim Hammerb; Martin Lorenza; Ingo J. Timma and Otthein Herzoga, (2006) “A Framework for distributed knowledge management in autonomous logistic processes,” International Journal of Knowledge-based and Intelligent Engineering Systems, No. 10, pp. 277–290.

Paskaleva, Krassimira, Philip Shapira (2006), “Innovation and SMEs: Some Asian Experiences” ,Technikfolgenabschätzung – Theorie und Praxis Nr. 1, 15. Jg., April , P 124-127

Pepus, Greg (2007) “The KM integration challenge” Knowledge Management World Magazine, February 2007, Vol. 16, Issues no. 2, p 1 and 29.

Rahayu,

Sri Lestari (2005), “Analisis Peranan Perusahaan Modal Ventura Dalam Mengembangkan UKM Di Indonesia”, Kajian Ekonomi Dan Keuangan, Edisi Khusus November, hal 58-85.

Saleh, Ali Salman, Nelson Oly Ndubisi (2006) , “An Evaluation Of SME Development In Malaysia”, International Review Of Business Research Papers Vol.2. No.1 August 2006 Pp.1-14

Wattanapruttipaisan1, Thitapha (2003), “Promoting Sme Development: Some Issues And uggestions For Policy Consideration”, Bulletin on Asia-Pacific Perspectives, P 57-68

Wurst, Michael (2006) “Analysis and evaluation of distributed knowledge management by agent-based simulation,” International Journal of Knowledge-based and Intelligent Engineering Systems, No. 10, pp. 307–317.

CURRICULUM VITAE PERSONAL DATA Name : Angelina Ika Rahutami, SE, MSI Place/Date of Birth : Jogjakarta / February 22nd 1968 Address : Minggiran Baru 33 Yogyakarta– Indonesia Phone : +628156511363 Email : [email protected], [email protected] EDUCATIONS 1. 2003 – sampai sekarang, Mahasiswa Doktoral, Ilmu Ekonomi Universitas

Gadjah Mada, Konsentrasi Ekonomi Moneter dan Perdagangan Internasional 2. 1993 – 1995, Magister Sain Ilmu Ekonomi, Universitas Gadjah Mada,

Yogyakarta 3. 1986 – 1991, S1 Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan, Universitas Gadjah

Mada Yogyakarta. WORKING EXPERIENCE 1. 2006 – sampai sekarang, peneliti di Center Of Asia Pacific Studies (CAPS),

Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta 2. 2006 – sampai sekarang, reviewer untuk Jurnal Ekonomi Universitas Atma

Jaya Yogyakarta 3. 1998 – sampai sekarang, Dosen dan Peneliti di Fakultas Ekonomi,

Universitas Katolik Soegijapranata, Semaranag 4. 1998 – sampai sekarang, peneliti Pusat Pengkajian Dan Pengembangan

Manajemen Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang, Indonesia 5. 1991 -1998, Dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi, Universitas Trisakti

Jakarta PUBLICATIONS 1. 2007, “Dampak Volatilitas Nilai tukar terhadap Perdagangan Indonesia

(Pendekatan ARDL-ECM)”, Jurnal Ekonomi Indonesia No. 2 Desember 2006, (Bersama Sri Yani K)

2. 2005, ” Analisis Permintaan Bahan Pangan Hewani: Pendekatan Error Correction Linear Approximation Almost Ideal Demand System”, Jurnal Media Ekonomi, Universitas Trisakti

3. 2002, “Analisis Pengaruh Kebijakan Ekonomi Makro Terhadap Efisiensi Ekonomi Indonesia (1980.1-1999.4)”, Jurnal Kompak, STIE Yogyakarta, September

4. 2002, “Pengaruh Penanaman Modal Asing Terhadap Arus Perdagangan Indonesia” dalam buku: Kinerja Perdagangan Luar Negeri Indonesia Pada Masa Krisis : Suatu Kajian Empiris, Komite Penelitian Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti

5. 2002, “Kemiskinan, Belenggu Struktural yang Tak Terpecahkan,” , dalam buku, Mengurai Belitan Krisis, Renungan Dari Bendan Dhuwur, penerbit Kanisius

6. 2002, “Sektor Unggulan di Jawa Tengah dan Permasalahannya”, Jurnal Manajemen, Unika Soegijapranata, Semarang

7. 2002, “Public Private Partnership : Suatu Solusi Penyelenggaraan Otonomi Daerah yang Berbasis Kompetens, Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Dian Ekonomi, Vol 8 No.1, UKSW, Salatiga

8. 2001, “Analisis Fenomena Inflasi di Indonesia 1980.1-1999.4”, Jurnal Kinerja, Program Pasca Sarjana, UAJY, Yogyakarta

RESEARCHS 1. 2006, “Aspek Persaingan Usaha terhadap Kerjasama AANZ-FTA”, Penelitian

bersama KPPU and CAPS 2. 2006, “Dampak kebijakan Moneter terhadap Interaksi Pasar Barang dan

Pasar uang di Indonesia”, Penelitian kerjasama Bank Indonesia dengan PSEKP UGM

3. 2006, “Pelayanan Birokrasi Perizinan Usaha di Kabupaten Bantul”, penelitian KPPOD

4. 2002, “Kajian Tingkat Investasi di Kabupaten Kendal”, Penelitian Kerjasama P3M Unika Soegijapranata dengan KPPOD Dan The Asia Foundation

5. 2002, “Survey Kebutuhan Pecahan dan Jenis Uang Rupiah”, Penelitian kerjasama P3M Unika Soegijapranata dengan BI Semarang

PRESENTING PAPERS 1. 2007, 1st National Conference Faculty of Economics “Towards A New

Indonesia Business Architecture, Unika Widya Mandala Surabaya, Menjaga Volatilitas Nilai Tukar: Faktor Pendukung Pengembangan Bisnis di ASEAN”, Surabaya, 4 September 2007

2. 2006, Seminar Ekonomi Manajemen Mengantisipasi 2007 PT. Indonesia Steel Tube Work Ltd , “Perekonomian Indonesia: overview 2006 dan Ekspektasi 2007”, , 23 Desember , Semarang

3. 2006, Seminar Akademik Tahunan Ekonomi III, UI-PPSK-BI, “Structural Break In Interest And Exchange Rate: The Impact To Indonesian New keynesian Phillips Curve”, 7 desember , Jakarta

4. 2004, Desember, Seminar Akademik Tahunan Ekonomi I, UI-ISEI, Jakarta, “Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Indonesia dan Penerapan Inflation Targeting”.

5. 2003, Februari, Simposium Nasional Hasil Penelitian APTIK, Universitas Atmajaya, Yogyakarta, “Perkembangan Teknologi Industri Manufaktur Indonesia : Keberadaan Penanaman Modal Asing Dan Fenomena Pollution Havens” (Pemakalah terbaik)

6. 2003, Januari, simposium Nasional UKM, Universitas Tudjuh belas Agustus, Surabaya, (bersama Karno BP), “Kesiapan Industri kecil Kabupaten Wonogiri dalam Menghadapi Globalisasi”.

7. 2002, September, Simposium Nasional, Dies Natalis UAJY, “Analisis Faktor Keunggulan, Intensitas Perdagangan Dan Variabel Makro Terhadap Kinerja Ekspor Indonesia”, (Pemakalah Terbaik)

8. 2001, April, Seminar Nasional Peringatan 8 tahun STIE Yo, “Pertumbuhan ekonomi Indonesia : Export Led Growth or FDI Led Growth”

9. 2001, Oktober, Seminar Nasional Ulang Tahun MM Unair, “Pengembangan Budaya Organisasi : Antara Idealisme Global Dan Kenyataan Lokal “

CURRICULUM VITAE

PERSONAL DATA

Nama : KUNTARI ERIMURTI, Dra., MM. Tempat/Tgl. Lahir : Yogyakarta, 09 Januari 1958 Alamat Kantor : Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan

Tenaga Kependidikan (PPPPTK) Seni dan Budaya Jl. Kaliurang KM 13.2, Klidon, Sukoharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta-55581.

PO Box 1179, Yogyakarta-55011 T +62 (0) 274 895803 (operator), F +62 (0) 274 895804

(operator) Alamat Rumah : Jl. Perkutut No. 3, Jomegatan, RT-07, RW-21, Ngestiharjo,

Kasihan, Bantul, Yogyakarta-55182,

T +62 (0) 274 379253, M +62 (0) 81 1253980 E-mail : [email protected]

EDUCATIONS

LEVEL BIDANG STUDI INSTITUSI TAHUN LULUS

S3 Manajemen Pemasaran

Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Masuk 2003, masih dalam

proses

S2 Manajemen Pemasaran

Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

2000

S1 Desain Interior STSRI „ASRI‟ Yogyakarta 1982

SMA IPA SMA N 3 Yogyakarta 1975

SMP Umum SMP N 5 Yogyakarta 1972

SD Umum SD N Lempuyangwangi II Yogyakarta

1969

WORKING EXPERIENCE

TAHUN PEKERJAAN INSTITUSI Mei 2004- sekarang

Konsultan manajemen TechnoArt Park

Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK) Seni dan Budaya Yogyakarta (dulu: PPPG Kesenian Yogyakarta)

Maret 2000-Mei 2004

Koordinator VEDAC Design Center

PPPG Kesenian Yogyakarta

Juni 2002-Juni 2003

Konsultan paruh waktu untuk Desain Produk dan Manajemen Pemasaran untuk UMKM

Center for Development of Small and Medium Enterprises (CD-SMEs), Yogyakarta

1991-1999 Kepala Seksi Program Penataran

PPPG Kesenian Yogyakarta

1988-1991 TPLB Desain Mebel Institut Seni Indonesia, Fakultas Senirupa dan Desain

1988-1990 Koordinator Multi Media Kepala Studio Desain

Interior Instruktur Desain Produk

dan Desain Interior

Proyek PPPG Kesenian Yogyakarta

1988-1990 Guru Desain Interior Sekolah Menengah Senirupa (SMSR)

1983-1986 Koordinator Bidang Bina Program

Instruktur Desain Interior Instruktur Gambar Bentuk

Proyek PPPG Kesenian Yogyakarta

1983-1984 Tenaga Pengajar Luar Biasa (TPLB) untuk Ergonomi dan Desain Mebel

Universitas Negeri Surakarta, Fakultas Sastra, Program Studi Senirupa

RESEARCH

1. 2005 Juli, „Analisis Psikometrika Skala Pengukuran Need for Closure‟, tidak dipublikasikan

2. 2005 Mei, „Pengaruh Need for Closure pada perilaku Konsumen‟, tidak dipublikasikan.

3. 2003 Oktober, „Analisis Diskriminan Brand Loyal Consumer‟, tidak dipublikasikan.

4. 2003 Maret, „Analisis Manfaat Sosial dan Fungsional dari Hubungan Konsumen dan Sales Person di Department Store di Yogyakarta‟, tidak dipublikasikan.

5. 2000 Januari, „Studi tentang Managemen Strategik di Pusat Pengembangan Penataran Guru Kesenian Yogyakarta 2000-2004‟, tidak dipublikasikan.

6. 2000 Desember, „Topeng Tradisional Jawa dan Bali‟, tidak dipublikasikan.

PRESENTING PAPER

1. 2006 November, Call for Papers, Presenter, Approaching the Academic Research to Business Practice, Management Research Center, Graduate School of Management, Faculty of Economics, University of Indonesia.

2. 2006 September, Forum Diskusi, Narasumber, Proses Penciptaan Karya Seni dan Kelayakan Desain Produk Kriya, Pusat Pengembangan dan penataran Guru Kesenian Yogyakarta,

3. 2005 Desember, Pelatihan Guru Kewirausahaan, Diklat School Grant, LPMP Yogyakarta, pembicara.

4. 2005 Juli, Pelatihan Sistem Manajemen Pendidikan, seminar, pembicara, Jurusan Kriya, ISI Yogyakarta.

5. 2005 Februari, School Mapping, workshop, presenter, PPPG Kesenian Yogyakarta.

6. 2002 Mei, Potensi Perajin dan Hubungannya dengan peluang Ekspor di Yogyakarta, seminar, presenter, DEKRANASDA, Yogyakarta.

7. 2002 Juni, SemiQue IV: Cooperative Study, Educational Management of Arts Studies in Relation With Industry, seminar, presenter, Fakultas Seni dan Budaya, Universiats Negeri Yogyakarta.

8. 2002 April, HAKI untuk UMKM: Peran Pendidikan Tinggi untuk Melindungi Bisnis Domestik dari Kegiatan Orang Asing dalam Mematenkan Produk, seminar, presenter, Pusat Studi Asia Pasifik, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Yogyakarta.

9. 2002 Agustus, Pengembangan Produk Baru untuk Keramik, workshop, presenter, PPPG Kesenian Yogyakarta.

10. 2001 Juni, Managemen Desain, workshop, presenter, editor, VEDAC Design Center, PPPG Kesenian, Yogyakarta.

11. 2000 Agustus, Strategi Promosi Produk Kerajinan, workshop, presenter, PPPG Kesenian Yogyakarta.