Upload
trinhcong
View
236
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
PEMBERDAYAAN ANAK JALANAN MELALUI PROGRAM SEKOLAH OTONOM OLEH SANGGAR ANAK AKAR DI GUDANG SENG JAKARTA TIMUR
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi sebagai Syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
Oleh: Fenny Oktaviany
NIM: 106054002036
Di bawah bimbingan
Drs. Yusra Kilun, M.Pd NIP. 19570605 199103 1 004
JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2010 M/1431 H
PEMBERDAYAAN ANAK JALANAN MELALUI PROGRAM SEKOLAH OTONOM OLEH SANGGAR ANAK AKAR DI GUDANG SENG JAKARTA TIMUR
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi sebagai Syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
Disusun Oleh: Fenny Oktaviany
NIM: 106054002036
JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2010 M/1431 H
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul “Pemberdayaan Anak Jalanan melalui Program Sekolah
Otonom oleh Sanggar Anak Akar di Gudang Seng Jakarta Timur” telah
diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 02 September 2010. Skripsi ini
telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program
Strata 1 (S1) pada Program Studi Pengembangan Masyarakat Islam.
Jakarta, 02 September 2010
Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota Drs. Studi Rizal LK, MA Dr. Moh. Ali Wafa, S.Ag, M.Ag NIP. 19640428 199301 3 002 NIP. 150 321 584
Anggota Penguji I Penguji II Dr. Suparto, M.Ed Wati Nilamsari, M.Si NIP. 19710330 199803 1 004 NIP. 19710520 199903 2 002
Pembimbing
Drs. Yusra Kilun, M.Pd NIP. 19570605 199103 1 004
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas islam
negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa hasil karya asli saya merupakan
jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang
berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, Agustus 2010
Fenny Oktaviany
ABSTRAK
FENNY OKTAVIANY Pemberdayaan Anak Jalanan melalui Program Sekolah Otonom di Sanggar Anak Akar, Gudang Seng, Cipinang Melayu, Jakarta Timur.
Banyaknya anak-anak yang terlantar di jalan, baik itu sebagai pengamen, pedangang asongan, pengemis, dan lainnya adalah salah satu bukti masih buruknya kondisi sosial ekonomi bangsa kita. Kondisi ekonomi yang memaksa mereka untuk tidak mengenyam pendidikan, sementara pendidikan adalah kunci utama untuk memperbaiki kondisi penerus bangsa ini. Karena itu, Sanggar Anak Akar sebagai satu yayasan yang tergerak untuk mengembangkan pendidikan alternatif dalam bentuk Sekolah Otonom, sebagai upaya untuk memberdayakan anak jalanan.
Penelitian ini bermaksud mengetahui lebih jauh bagaimana proes pelaksanaan belajar-mengajar di Sanggar Anak Akar ini, apa saja faktor pendukung dan penghambatnya, serta hasil dari pelaksanaan program Sekolah Otonom tersebut.
Penelitian ini mengunakan pendekatan kualitatif. Data dikumpulkan dari hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi. Penelitian ini dilakukan Sanggar Anak Akar yang terletak di Gudang Seng, Jakarta Timur. Terletak di pinggir kali malang. Masyarakatnya hidup dengan kondisi ekonomi kelas menengah ke bawah.
Proses pelaksanaan belajar-mengajar di Sanggar Anak Akar ini tidak terlalu jauh berbeda dengan sekolah formal yaitu belajar di kelas dan mata pelajarannya pun hampir sama, cuma ditambah dengan pelajaran musik dan keterampilan. Dengan begitu, mereka dapat meningkatkan kapasistas intelektualnya serta menyalurkan bakat dan keterampilan yang mereka miliki.
Beberapa faktor pendukung dalam proses belajar-mengajarnya adalah tersedianya sarana dan prasarana, luasnya kemitraan yang terjalin, serta adanya konsistensi dari para moderator dan anak didik. Faktor penghambatnya, hanya masalah keragaman latar belakang diantara mereka.
Hasil dari pelaksanaan program Sekolah Otonom ini pun dapat dilihat dari segi peningkatan kreatifitas dan keterampilan anak-anak. Meskipun Sekolah Otonom ini baru berjalan satu tahun akan tetapi perubahan anak-anak pun sudah dapat dilihat oleh para staf sanggar maupun dirasakan sendiri oleh anak-anak tersebut.
i
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT, yang telah melimpahkan
nikmat serta karunia yang tak terhingga kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik tanpa suatu kendala yang berarti.
Sholawat beserta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad
SAW, sebagai Nabi dan Rasul terakhir yang telah membimbing umatnya ke
jalan yang benar yaitu jalan yang diridhai Allah SWT.
Tujuan dari pada dibuatnya skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat
untuk meraih gelar Sarjana Strata I (SI). Adapun skripsi ini penulis beri judul
“Pemberdayaan Anak Jalanan Melalui Program Sekolah Otonom, Studi Kasus:
Sanggar Anak Akar di Cipinang Melayu, Gudang Seng, Jakarta Timur.”
Penulis menyadari tanpa bimbingan, bantuan dan dukungan dari semua
pihak skripsi tidaklah mungkin dapat terselesaikan. Oleh karena itu, penulis
ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Papa dan Mama yang senantiasa memberikan kasih sayang yang tak
terhingga serta dukungan moril dan materil yang tak pernah terputus. Adik-
adikku Imam dan Ade Indah yang sangat kusayangi dan cintai. Tanpa
adanya mereka aku bukanlah aku seperti sekarang ini. Dan segenap keluarga
besarku yang selalu memberikan semangat untuk dapat menyelesaikan
penulisan skripsi ini.
ii
2. Dr. Arif Subhan, MA, selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi
beserta para pembantu Dekan I, II, dan III Fakultas Dakwah dan
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Wati Nilamsari, M.Si dan M. Hudri, MA selaku Ketua dan Sekretaris
Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam, yang telah banyak membantu
dengan memberi masukan ataupun nasehat dan juga motivasi kepada penulis
dalam penulisan skripsi ini.
4. Drs. Yusra Kilun, M.Pd. selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah
banyak meluangkan waktunya dalam membantu dan memberikan
pengarahan dan bimbingannya kepada penulis dalam penyelesaian skripsi
ini, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
5. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi serta seluruh
civitas akademika yang telah memberikan sumbangan wawasan keilmuan
dan bimbingan selama penulis berada dalam perkuliahan.
6. Seluruh pengurus Perpustakaan Dakwah dan Perpustakaan Utama atas
tersedianya buku-buku yang penulis butuhkan dalam penulisan skripsi ini.
7. Bapak Ibe Karyanto selaku pimpinan Sanggar Anak Akar, yang telah
mengizinkan dan membantu penulis melakukan penelitian di sanggar
tersebut.
8. Mas Doge dan Mas Roger serta seluruh pengurus Sanggar Anak Akar yang
turut membantu penulis dalam mengumpulkan data yang dibutuhkan penulis
dalam penulisan skripsi ini.
9. Segenap Anak-anak dan keluarga besar Sanggar Anak Akar yang telah
menyempatkan waktu dan memberikan bantuannya kepada penulis.
iii
10. Untuk sahabat-sahabatku, Milastri Muzakkar, Ida Nur Aeni, Ika Lestari,
yang tak terpisahkan, dan orang bilang seperti perangko kemana-kemana
selalu bersama. Sedih, senang, dan marahan telah kita lalui, semoga waktu
dan ruang tidak akan menghapus kebersamaan kita.
11. Teman-temanku seperjuangan di Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam
angkatan 2006, Siti Rohmah, Yanis Sarohmah, Iin Nurhayati, Lia Fitria
Farhanah, Nurdiana Ratna Sari, Syarifuddin, Ari Kurniawan, Ahmad
Rokhoul Alamin, Kurnia Aji, Aji Purnama Ismail, Fressha Rezkana, dll.
semoga kita akan selalu kompak walaupun kita telah berpisah untuk
berjuang di jalan kita masing-masing.
12. Sahabatku tersayang Wawa di Yogyakarta, yang selalu memberiku
semangat dan motivasi walaupun dari jauh, persahabatan kita tak terhapus
ruang dan waktu, dan semoga terus selalu seperti itu.
13. Teman-temanku, Khilda Kholishoh, Hilda Mardhotillah, Nanni, Sima, Evi,
Iik, dan semua teman-teman ABA English Department BSI terima kasih atas
motivasi kalian, yang selalu mendukung dan menyemangatiku
menyelesaikan skripsi ini.
14. Dan terima kasih kepada semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu
per satu.
Penulis hanya dapat mengucapkan banyak terima kasih tanpa
memberikan apapun, semoga kebaikan kalian dibalas oleh Allah SWT. Amin.
Jakarta, Agustus 2010
Penulis
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ..................................................................................................... i
KATA PENGANTAR...................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................v
DAFTAR TABEL ....................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah..........................................................1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .....................................6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...............................................7
D. Metodologi Penelitian.............................................................8
E. Tinjauan Pustaka....................................................................16
F. Sistematika Penulisan ............................................................17
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Pemberdayaan ..............................................................................19
1. Pengertian Pemberdayaan ................................................19
2. Tahap-tahap Pemberdayaan .............................................23
3. Proses Pemberdayaan.......................................................25
4. Strategi Pemberdayaan.....................................................29
B. Anak Jalanan................................................................................31
1. Pengertian Anak Jalanan................................................ 31
2. Penanganan Anak Jalanan ..............................................33
v
3. Pemberdayaan Anak Jalanan ..........................................35
C. Sekolah Otonom...........................................................................36
1. Pengertian Sekolah Otonom ............................................36
BAB III GAMBARAN UMUM SANGGAR ANAK AKAR
A. Profil Sanggar Anak Akar ...........................................................38
1. Sejarah Berdirinya ..........................................................38
2. Visi dan Misi...................................................................39
3. Kegiatan Harian Sanggar ................................................40
4. Struktur Organisasi Sanggar ...........................................41
B. Program Sekolah Otonom ...........................................................43
1. Materi Pembelajaran ........................................................44
2. Proses Pembelajaran ........................................................45
3. Dukungan ........................................................................47
C. Gambaran Umum Wilayah Gudang Seng Jakarta Timur .............48
BAB IV ANALISIS DAN HASIL TEMUAN LAPANGAN
A. Proses Pelaksanaan Program Sekolah Otonom ...........................50
B. Faktor Penghambat dan Pendukung Pelaksanaan Program
Sekolah Otonom...........................................................................72
Faktor Pendukung .......................................................................72
Faktor Penghambat .....................................................................75
C. Hasil Program Sekolah Otonom dalam Pemberdayaan Anak
Jalanan .........................................................................................77
vi
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan .................................................................................81
B. Saran ...........................................................................................82
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vii
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Rancangan Informan...................................................................12
Tabel 2 Keterangan Anak yang Mengikuti Sekolah Otonom..................43
Tabel 3 Jadwal Belajar Sekolah Otonom ................................................61
Table 4 Data Anak yang Mengikuti Sekolah Otonom ............................63
Table 5 Data Moderator Sekolah Otonom ..............................................64
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan salah satu negara berpenduduk padat, pertumbuhan
penduduk di Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun ke
tahun. Akan tetapi, peningkatan penduduk Indonesia tidak diiringi dengan
kemajuan dan peningkatan perekonomian bangsa. Seiring peningkatan jumlah
penduduk, meningkat pula jumlah penduduk miskin di Indonesia.
Seiring dengan itu, kualitas sumber daya manusia pun perlu ditingkatkan
karena sangat menentukan kemajuan suatu bangsa. Sumber daya manusia yang
berkualitas pada umumnya lahir melalui proses pendidikan yang baik dan
bermutu. Akan tetapi, kemiskinan tetap menjadi faktor utama penghambat
masyarakat memperoleh pendidikan yang layak.
Pemerintah telah berupaya mengentaskan kemiskinan dan juga
meningkatkan mutu pendidikan. Salah satunya dengan memberikan Biaya
Operasional Sekolah (BOS) pada sekolah-sekolah. Meski begitu, belum terlihat
hasil yang signifikan, sehingga masih banyak anak-anak yang belum
mendapatkan pendidikan layak karena faktor ekonomi salah satunya.
Apabila fungsi pembangunan nasional disederhanakan, maka ia dapat
dirumuskan ke dalam tiga tugas utama yang mesti dilakukan sebuah negara-
bangsa (nation-state), yakni pertumbuhan ekonomi (economy growth),
perawatan masyarakat (community care) dan pengembangan manusia (human
1
2
development).1 Dalam hal ini perawatan masyarakat dan pengembangan
manusia yang menjadi topik di penelitian ini, dengan demikian diperlukan
adanya pemberdayaan terhadap masyarakat agar tercipta sumber daya manusia
yang memadai, khususnya pemberdayaan di bidang pendidikan.
Tidak dapat diingkari, salah satu cara yang cukup penting dalam upaya
peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah melalui pendidikan. Dalam
hal ini upaya pengembangan sumber daya manusia menjangkau dimensi yang
lebih luas dari sekedar membentuk manusia profesional dan terampil yang
sesuai dengan kebutuhan sistem untuk dapat memberikan kontribusinya di
dalam proses pembangunan, tetapi lebih menekankan pentingnya kemampuan
(empowerment) manusia, termasuk kemampuan untuk mengaktualisasikan
segala potensinya sebagai manusia (Tjokrowinoto, 1996: 29).2
Pendidikan membawa perubahan yang sangat besar bagi ketercapaian
bangsa yang ideal. Pendidikan merupakan pilar utama dalam pembangunaan
sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan yang berkualitas akan
mampu mengantarkan Indonesia menjadi bangsa yang modern, maju dan
sejahtera, mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
Di Indonesia, prinsip tersebut ditulis dalam UUD 1945 pasal 31 yang
menyatakan bahwa “setiap warga Negara memiliki hak untuk memperoleh
pengajaran”.3 Namun sampai detik ini permasalahan pendidikan tak kunjung
selesai. Kenyatannya di lapangan menggambarkan bahwa, kesempatan
1 Edi Suharto, Ph.D, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, (Bandung: PT. Refika Aditama), 2005, h. 5 2 Soetomo, Strategi-strategi Pembangunan Masyarakat, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006) h. 13 3 Perubahan Ke IV Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, www.bappenas.go.id
3
memperoleh pendidikan belum dirasakan oleh semua warga negara kita. Hal ini
tercermin pada permasalahan anak jalanan yang sampai saat ini belum
terselesaikan.
Anak jalanan masih menjadi salah satu masalah yang belum
terselesaikan di Indonesia. Masih banyak kita lihat anak-anak tidak sekolah dan
terlantar di jalanan, terminal, kolong jembatan dan seterusnya. Anak-anak
jalanan usia sekolah masih berkeliaran khususnya di ibu kota Jakarta.
Keberadaan anak jalanan tak lain merupakan dampak dari krisis
ekonomi bangsa ini. Anak-anak pada usia sekolah yang seharusnya
mendapatkan pendidikan dan masa bermain justru membantu keluarga mereka
dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka dengan cara mengamen, memulung,
atau bahkan mengemis.
Jumlah anak yang turun ke jalan untuk mencari nafkah dari hari ke hari
terus naik. Data dari Kementerian Sosial menunjukan, jumlah anak jalanan pada
tahun 1997 masih sekitar 36.000 orang dan sekarang menjadi sekitar 232.894
orang. Jumlah anak Indonesia berusia 0-18 tahun menurut Badan Pusat Statistik
(BPS) pada tahun 2006 mencapai 79.8 juta anak. Mereka yang masuk kategori
terlantar dan hampir terlantar mencapai 17.6 juta atau 22.14 persen. Anak
jalanan menurut Kementerian Sosial termasuk anak terlantar.4
Jika hal itu terus dibiarkan berlangsung, maka Indonesia tidak akan
melahirkan sumber daya manusia yang bisa diandalkan terlebih jika harus
bersaing di era global ini. Sayangnya, pemerintah belum juga menjadikan
4 Jumlah Anak Jalanan Kian Meningkat, www.menkokesra.go.id, di akses pada tanggal 26 Maret 2010.
4
permasalahan anak jalanan sebagai masalah yang diprioritaskan. Kondisi ini
hanya akan menambah jumlah orang-orang yang tidak berdaya dalam segala
hal. Ketidaktahuan berarti ketidakberdayaan (powerless). Setiap hari, kita
menyaksikan banyaknya anak kecil yang terpaksa harus mengemis di lampu
merah, ibu-ibu yang meminta-minta, dan lain-lain.
Dalam ayat Al-Qur’an disebutkan:
...
☯
⌧
Artinya : “… Sesungguhnya Allah tidak merubah Keadaan sesuatu kaum
sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. dan
apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada
yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain
Dia.”5
Dalam ayat tersebut disebutkan esensi sebuah pemberdayaan, bahwa
Allah tidak akan merubah suatu kaum sampai kaum itu merubah dirinya sendiri.
Disini tersirat makna pemberdayaan, bahwa pemberdayaan membahas
bagaimana individu, kelompok ataupun komunitas berusaha mengontrol
5 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemah, (Jakarta: Depag RI, 1980), cet. Ke-1
5
kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan
sesuai dengan keinginan mereka.6
Pemberdayaan merupakan salah satu langkah menuju arah yang lebih
baik dimana memberikan atau membuat suatu perubahan dari masyarakat yang
tidak berdaya menjadi berdaya dan mempunyai kehidupan yang lebih baik dari
sebelumnya. Dengan adanya pemberdayaan, setidaknya dapat menumbuhkan
rasa percaya diri dan memberikan kekuasaan bagi setiap individu untuk dapat
memilih sesuatu yang bermanfaat bagi hidupnya.
Dalam konteks pembangunan, istilah pemberdayaan pada dasarnya
bukanlah istilah baru melainkan sudah sering dilontarkan semenjak adanya
kesadaran bahwa faktor manusia memegang peran penting dalam
pembanguanan.7 Berdasarkan permasalahan di atas, diperlukan adanya
pemberdayaan terhadap anak jalanan, dimana anak jalanan merupakan salah
satu komunitas yang termarjinalkan yang memiliki banyak kekurangan, baik
dari segi ekonomi maupun dari segi ilmu pengetahuan.
Keadaan di atas mendorong sejumlah Yayasan, Rumah Singgah dan
Lembaga Swadaya Masyaraat (LSM) untuk mengambil alih peran pemerintah
demi mewujudkan masyarakat yang berpendidikan.
Salah satu LSM yang konsen dalam pemberdayaan melalui pendidikan
adalah Sanggar Anak Akar. Sanggar ini berada di Cipinang Melayu Gudang
Seng, Jakarta Timur. Programnya begerak di bidang pendidikan. Salah satu
programnya adalah program Sekolah Otonom untuk anak-anak yang kurang
6 Shardlow (1998: 32) dalam Roesmidi dan Riza Risyanti, Pemberdayaan Masyarakat, (Bandung: Alqaprint Jatinangor, 2006), h. 3 7Ibid, h. 2
6
beruntung dalam hal ekonomi, anak putus sekolah dan tidak pernah
mendapatkan pendidikan di bangku sekolah.
Tidak mudah merekrut anak-anak jalanan dan memberikan pendidikan
kepada mereka. Karena mereka sudah terbiasa dengan kehidupan jalanan dan
mencari nafkah untuk keluarga, dan mereka juga tidak pernah mendapatkan
masukan yang menyadarkan mereka bahwa pendidikan itu penting.
Oleh karena itu, penulis ingin melihat sejauh mana program sekolah
otonom ini dapat membantu menyelesaikan persoalan Anak Jalanan dan juga
sekaligus membantu pemerintah dalam mengurangi tingkat pengangguran dan
kriminaltas, yang biasanya terjadi di kalangan antar anak jalanan.
Apakah program tersebut dapat memberdayakan anak-anak jalanan yang
berada di lingkungan sekitar untuk mendapatkan pendidikan seperti anak
lainnya. Keingintahuan penulis ini dituangkan dalam penelitian skripsi yang
berjudul ”Pemberdayaan Anak Jalanan melalui Program Sekolah Otonom
oleh Sanggar Anak Akar di Gudang Seng Jakarta Timur.”
B. Perumusan Dan Pembatasan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini lebih terarah dan fokus dengan apa yang menjadi
tujuan penulis, maka penulis memfokuskan dan membatasi masalah penelitian
ini pada Proses Pemberdayaan Anak Jalanan, melalui Program Sekolah Otonom
di Sanggar Anak Akar.
2. Perumusan Masalah
7
Berdasarkan dari latar belakang di atas, maka penulis merumuskan
permasalahan ini pada:
1. Bagaimana proses pelaksanaan program pemberdayaan melalui Sekolah
Otonom di Sanggar Anak Akar?
2. Apa faktor penghambat dan faktor pendukung yang dihadapi dalam
pelaksanaan program Sekolah Otonom?
3. Bagaimana hasil dari pelaksanaan program pemberdayaan melalui Sekolah
Otonom tersebut?
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui proses pelaksanaan program pemberdayaan tersebut
di Sanggar Anak Akar.
2. Untuk mengetahui faktor penghambat dan faktor pendukung yang
dihadapi dalam pelaksanaan program tersebut.
3. Untuk mengetahui bagaimana hasil dari pelaksanaan program
pemberdayaan melalui Sekolah Otonom tersebut.
2. Manfaat Penelitian
Sesuai dengan tujuan penelitian di atas, maka manfaat dari penelitian ini
adalah:
a. Manfaat Akademis
8
1. Dapat dijadikan informasi dalam pengembangan mutu pembelajaran
Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam (PMI) di Fakultas Dakwah
dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatuallah Jakarta.
2. Untuk menambah referensi baru dalam materi tentang
pengembangan masyarat di Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Untuk memenuhi syarat-syarat menyelesaikan gelar Sarjana Sosial
Islam (S.Sos.I) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
b. Manfaat Praktis
1. Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi bagi masyarakat
umumnya, dan para pekerja sosial/pendamping masyarakat
khususnya.
2. Dan penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi masyarakat
luas agar menyadari pentingnya pendidikan dan juga masukan bagi
pemerintah untuk lebih memperhatikan anak jalanan di Indonesia.
D. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Untuk penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif.
Pendekatan kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata, tertulis atau lisan dari orang dan prilaku yang dapat diamati.
9
Kirk dan Miller memberikan pengertian penelitian kualitatif sebagai
tradisi penelitian yang tergantung pada pengamatan sesuai dengan orang-orang
di sekitar objek penelitian dalam bahasa dan peristilahan sendiri.8
Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk
mengeksplorasi dan mengklasifikasikan suatu fenomena atau kenyataan sosial,
dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan
masalah dan unit yang diteliti.9
Berdasarkan beberapa definisi di atas, peneliti melakukan penelitian
dengan menguraikan fakta-fakta yang didapat di lapangan berdasarkan hasil dari
penelitian lapangan (field research) yang kemudian diolah, dikaji dan dianalisis
agar dapat menghasilkan suatu kesimpulan.
2. Macam dan Sumber Data
Adapun macam data pada penelitian ini terbagi menjadi dua bagian,
yaitu data primer dan data sekunder.
Data Primer diperoleh melalui proses penelitian langsung dari partisipan
atau sasaran penelitian, yaitu data yang berasal dari anak-anak yang mengikuti
program sekolah otonom di Sanggar Anak Akar, pengurus yayasan, dan
pimpinan sanggar.
Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari catatan-catatan atau
dokumen yang terkait dengan penelitian dari lembaga yang diteliti ataupun
referensi dan buku-buku dari perpustakaan. 8 Lexy J. Moloeng, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2009), edisi revisi cet. Ke 26, h. 3 9 Prof. Dr. H. Syamsir Salam, MS dan Jaenal Aripin, M.Ag, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h. 13
10
3. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
Penelitian ini berlokasi di Sanggar Akar, Jl. Inspeksi Saluran Jatiluhur
no. 30 Rt. 04/01, Cipinang Melayu Gudang Seng, Jakarta Timur. Penelitian ini
dilakukan bulan Maret sampai pada Agustus 2010.
Alasan peneliti memilih lokasi tersebut adalah karena tempat tersebut
mudah diakses oleh peneliti, dan tempatnya pun strategis. Hal tersebut yang
membuat penulis melakukan penelitian di lokasi tersebut.
4. Teknik Penggalian Data
Untuk mendapatkan data yang objektif, penulis melakukan observasi dan
wawancara, berupa:
a. Observasi adalah usaha untuk memperoleh dan mengumpulkan data dengan
melakukan pengamatan langsung di lapangan terhadap suatu kegiatan secara
akurat, serta mencatat fenomena yang muncul dan mempertimbangkan
hubungan antar aspek dalam fenomena tersebut.10
Dalam proses observasi ini penulis melakukan pengamatan langsung
terhadap pelaksanaan program pendidikan akademis, yaitu proses belajar
mengajar dan kegiatan keseharian anak didik di Sekolah Otonom. Dalam
melakukan observasi tersebut, keberadaan penulis diketahui oleh pengelola,
tutor, dan anak didik.
10 Wardi Bachtiar, Metode Penelitian Ilmu Dakwah, (Jakarta: Logos, 1997), cet. Ke I, h. 24
11
b. Wawancara adalah salah satu upaya untuk memperoleh data yang berkaitan
dengan permasalahan penelitian sehingga dapat menemukan data atau
keterangan mengenai program Sekolah Otonom. Dalam penelitian ini
penulis mewawancarai pimpinan yayasan, tim pengajar dan anak jalanan
yang mengikuti program Sekolah Otonom atau unsur-unsur yang
berhubungan dengan penelitian atau berkaitan dengan permasalahan yang
ingin digali.
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah pengumpulan data yang diperoleh melalui dokumen-
dokumen dan pustaka sebagai bahan analisis dalam penelitian ini. Yang
memfokuskan masalah mengenai program Sekolah Otonom.
5. Teknik Pemilihan Subjek Penelitian
Sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif teknik pemilihan
informan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sample bertujuan
(purpossive sample).11 Dalam menetukan subjek penelitian ini peneliti memilih
para informan yang menurut peneliti dapat memberikan data yang dibutuhkan
dalam penellitian ini.
Dalam mencari data peneliti mewawancarai Pimpinan dari SAA yaitu
Ibe Karyanto, beberapa staf SAA yang juga merupakan moderator dari Sekolah
Otonom seperti Abdurrahman staf sekaligus kepala sekolah dari Sekolah
Otonom, Saneri, Andry Setiawan, dan Martin, peneliti juga mewawancarai
11 Lexy J. Moloeng, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2009), edisi revisi cet. Ke 26, h. 241
12
beberapa anak SAA yang mengikuti Sekolah Otonom, yaitu Hermawan,
Muhammad Ghazzali, Zulaeman, Yuli Vega Ananda, Putri Oktafiani, Agus
Supriyatna, Anggini, Marshandi, dan Wahyudi. Dengan pengklasifikasian latar
belakang dengan rancangan informan sebagai berikut:
Tabel 1 Rancangan Informan
NO INFORMAN INFORMASI YANG DICARI JUMLAH
METODE PENGUMPULAN
DATA
1 Pimpinan Sanggar
Gambaran lembaga, latar belakang program sekolah otonom, hasil yang dicapai, faktor penghambat dan pendukung.
1 Wawancara bebas terstruktur
2 Staf Sanggar
Gambaran lembaga, latar belakang dan pelaksanaan program sekolah otonom, dokumentasi.
2 Wawancara bebas
terstruktur, dokumentasi
3 Moderator
Pelaksanaan program sekolah otonom, faktor penghambat dan pendukung, hasil yang dicapai, gambaran anak-anak sanggar.
2 Wawancara bebas
terstruktur, observasi
4 Anak Sanggar
Pelaksanaan program sekolah otonom, faktor penghambat dan pendukung, hasil yang dicapai.
9 Wawancara bebas
terstruktur, observasi
13
6. Teknik Analisis Data
Analisis Data Kualitatif (Bogdan & Biklen, 1982) adalah upaya yang
dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-
milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan
menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan
memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.12
Di pihak lain, Analisis Data Kualitatif (Seiddel, 1998), prosesnya
berjalan sebagai berikut:13
a. Mencatat yang menghasilkan catatan lapangan, dengan hal itu diberi
kode agar sumber datanya tetap dapat ditelusuri,
b. Mengumpulkan, memilah-milah, mengklasifikasikan,
mensintensiskan, membuat ikhtisar, dan membuat indeksnya,
c. Berfikir, dengan jalan membuat agar kategori data itu mempunyai
makna, mencari dan menemukan pola dan hubungan-hubungan, dan
membuat temuan-temuan umum.
Berdasarkan hal tersebut maka metode analisa yang digunakan adalah
metode deskripsi analisis yakni dengan cara mengumpulkan data kemudian
menyusun, menyajikan, baru kemudian menganalisis untuk mengungkapkan arti
data tersebut. Pada saat menganalisa data hasil observasi, peneliti
menginterpretasikan catatan lapangan yang ada kemudian menyimpulkannya.
12 Ibid. h. 248 13 Ibid.
14
Setelah itu peneliti menganalisa kategori-kategori yang nampak pada data
tersebut.
7. Teknik Pemerikasaan Keabsahan Data
Data yang telah digali, dikumpulkan dan dicatat dalam kegiatan
penelitian. Untuk menjaga keabsahan data dalam penelitian ini diperlukan
teknik pemeriksaan. Adapun teknik yang digunakan untuk menjaga keabsahan
adalah sebagai berikut:
1. Kriterium Kredibilitas/Kepercayaan
Fungsi kriterium kredibilitas ini adalah untuk melaksanakan inkuiri
sedemikian rupa sehingga tingkat kepercayaan penemuannya dapat dicapai,
kemudian mempertunjukkan derajat kepercayaan hasil-hasil penemuan dengan
jalan pembuktian oleh penulis pada kenyataan ganda yang sedang diteliti.
Kriterium kredibilitas ini menggunakan dua teknik pemeriksaan.
a. Ketekunan Pengamatan
Dimaksudkan untuk menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam
situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu dalam
penelitian ini dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut
secara rinci.
Dengan kata lain, peneliti mengadakan pengamatan kepada subyek
penelitian yaitu, pengurus dan staf Sanggar Anak Akar, pimpinan
Sanggar dan beberapa anak-anak yang aktif di sekolah otonom
dengan teliti dan rinci secara berkesinambungan, sehingga data yang
didapat benar-benar valid, objektif dan saling mendukung, untuk
15
keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu
(triangulasi).
b. Triangulasi
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain, hal tersebut dapat dicapai melalui
jalan: a) membandingkan data hasil wawancara dengan pengamatan
di lapangan, misalnya peneliti membandingkan hasil wawancara
subyek penelitian dengan hasil temuan pengamatan lapangan tentang
program sekolah otonom di Sanggar Anak Akar . b) membandingkan
keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan
pandangan orang lain, misalnya peneliti membandingkan jawaban
yang diberikan oleh staf atau pengurus sanggar dengan jawaban
wawancara dengan anak yang mengikuti sekolah otonom. c)
membandingkan hasil wawancara dengan hasil dokumen yang
berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti. Wawancara tersebut
untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data
tersebut.14
2. Kriterium Kepastian
Mengutip pendapat Scriven (dalam Lexy, 2007), yang menyatakan
bahwa masih ada unsur ’kualitas’ yang melekat pada konsep objektifitas, hal ini
dapat digali, dari pengertian bahwa jika sesuatu itu objektif, berarti dapat
14 Ibid. h. 331
16
dipercaya, faktual, dan dapat dipastikan. Dari sini peneliti dapat membuktikan
bahwa data-data ini terpercaya. Keterpercayaan ini didasarkan pada hasil data-
data yang diperoleh dari hasil rekaman wawancara informan dan observasi
terhadap subjek penelitian.
Kepastian dengan teknik pemeriksaan audit, kepastian auditor dalam hal
ini ialah objektif atau tergantung pada persetujuan beberapa orang terhadap
pandangan, pendapat dan penemuan seseorang. Dapatlah dikatakan bahwa
pengalaman seseorang itu subjektif, sedangkan jika disepakati oleh beberapa
orang barulah dapat dikatakan objektif.15
E. Tinjauan Pustaka
Ada beberapa hasil penelitian yang hampir sama dengan penelitian yang
akan penulis jadikan bahan perbandingan. Pertama, Skripsi berjudul ”Upaya
Pemberdayaan Pekerja Anak Usia Sekolah di Yayasan Nanda Dian Nusantara”
2006, yang disusun oleh Nurjamil. Skripsi berisi mengenai upaya yang
dilakukan oleh Yayasan Nanda Dian Nusantara dalam membina dan
memberdayakan pekerja (anak-anak pemulung) usia sekolah dalam bidang
pendidikan, keagamaan, dan keterampilan.
Kedua, skripsi yang berjudul ”Program Pengembangan Usaha Mandiri
Anak Jalanan di Yayasan Bina Anak Pertiwi di Jakarta Selatan”, 2007, yang
disusun oleh Farhanah. Skripsi ini berisi tentang program usaha mandiri yang
dilakukan oleh anak jalanan di yayasan Bina Anak Pertiwi, dan tentang
15 Ibid. h. 325
17
bagaimana kemandirian anak jalanan yang membuka usaha agar dapat hidup
mandiri dan tidak bergantung pada orang lain.
Ketiga, Skripsi yang berjudul ”Peranan Rumah Singgah Setia Kawan
Mandiri Dalam Membina Kemandirian Anak Jalanan” 2006, yang disusun oleh
Sasti Himmah. Skripsi ini berisi tentang pembinaan kemandirian anak jalanan
yang diterapkan oleh rumah singgah tersebut.
Skripsi yang penulis bahas adalah mengenai pemberdayaan anak jalanan
yang dilakukan oleh Sanggar Anak Akar melalui program Sekolah Otonom.
Fokus program lembaga tersebut adalah memberikan pendidikan kepada anak
jalanan melalui pembelajaran dialogis. Fokus penulis pada skripsi ini adalah
pemberdayaan anak jalanan melalui program Sekolah Otonom yang ada di
Sanggar Anak Akar.
F. Sistematika Penulisan
Untuk lebih memudahkan pembahasan dalam skripsi ini, penulis
menyusun ke dalam lima bab yang terdiri dari beberapa sub bab tersendiri. Bab-
bab tersebut secara keseluruhan saling berkaitan satu sama lainnya yang diawali
dengan pendahuluan dan diakhiri dengan penutup serta kesimpulan dan saran,
adapun susunannya adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Yang meliputi A) Latar Belakang Masalah, B) Pembatasan dan Perumusan
Masalah, C) Tujuan dan Manfaat Penelitian, D) Metodologi Penelitian, E)
Tinjauan Pustaka, F) Sistematika Penulisan.
18
BAB II TINJAUAN TEORITIS
Yang meliputi A) Pemberdayaan, 1. Pengertian Pemberdayaan, 2. Tahap-tahap
Pemberdayaan, 3. Proses Pemberdayaan, 4. Strategi Pemberdayaan, B. Anak
Jalanan, 1. Pengertian Anak Jalanan, 2. Penanganan Anak Jalanan, C.
Pemberdayaan Anak Jalanan, D. Sekolah Otonom, 1. Pengertian Sekolah
Otonom.
BAB III GAMBARAN UMUM SANGGAR ANAK AKAR
Yaitu meliputi A) Profil Sanggar Akar, 1. Sejarah Berdirinya, 2. Visi dan Misi,
3. Kegiatan Harian Sanggar, 4. Struktur Organisasi Sanggar Anak Akar, B)
Program Sekolah Otonom, 1. Materi Pembelajaran, 2. Proses Pembelajaran, 3.
Dukungan, C) Gambaran Umum Wilayah Gudang Seng Jakarta Timur
BAB IV ANALISIS DAN HASIL TEMUAN
Yang meliputi A) Proses Pelaksanaan Program Sekolah Otonom, B) Faktor
Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Program Sekolah Otonom. C) Hasil
Program Sekolah Otonom dalam Pemberdayaan Anak Jalanan.
BAB V PENUTUP
Yang meliputi A) Kesimpulan, B) Saran-saran.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Pemberdayaan
1. Pengertian Pemberdayaan
Pemberdayaan berasal dari kata “daya” yang mendapat awalan ber-
menjadi kata “berdaya” artinya memiliki atau mempunyai daya. Daya artinya
kekuatan, berdaya artinya memiliki kekuatan. Kata “berdaya” apabila diberi
awalan pe- dengan mendapat sisipan –m- dan akhiran –an menjadi
“pembedayaan” artinya membuat sesuatu menjadi berdaya atau mempunyai
daya atau kekuatan.1
Istilah pemberdayaan adalah terjemahan dari istilah asing yaitu
empowerment. Secara teknis istilah pemberdayaan dapat disamakan atau
setidaknya diserupakan dengan istilah pengembangan, dan istilah ini dalam
batasan-batasan tertentu dapat dipertukarkan.2 Dalam pengertian lain,
pemberdayaan atau pengembangan – atau tepatnya pengembangan sumber daya
manusia – adalah upaya memperluas horizon pilihan bagi masyarakat. Ini berarti
masyarakat diberdayakan agar memiliki dan memilih sesuatu yang bermanfaat
bagi dirinya. Dengan demikian, proses pengembangan dan pemberdayaan akan
menyediakan sebuah ruang kepada masyarakat yang memiliki kualitas.3
1 Roesmidi dan Riza Risyanti, Pemberdayaan Masyarakat, (Bandung: Alqaprint Jatinangor, 2006), h. 1 2 Nanih Machendrawati dan Agus Ahmad Safe’I, Pengembangan MAsyarakat Islam: Dari Ideologi, Strategi, Sampai Tradisi, (Bnadung: Remaja Rosdakarya, 2001), h. 41-42 3 Ibid. h. 42
19
20
Pemberdayaan adalah upaya peningkatan kemampuan dalam mencapai
penguatan diri guna meraih keinginan yang dicapai. Pemberdayaan akan
melahirkan kemandirian, baik kemandirian berfikir, sikap, tindakan yang
bermuara pada pencapaian harapan hidup yang lebih baik.4
Menurut T. Hani Handoko, pemberdayaan adalah suatu usaha jangka
panjang untuk memperbaiki proses pemecahan masalah dan melakukan
pembaharuan.5
Pemberdayaan dapat juga diartikan sebagai perubahan ke arah yang
lebih baik dari tidak berdaya menjadi berdaya. Pemberdayaan terkait dengan
upaya meningkatkan taraf hidup ke tingkat yang lebih baik.6
Carlzon & Macauley, sebagaimana dikutip oleh Wasistiono (1998: 46)
mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan pemberdayaan adalah sebagai
berikut:
“Membebaskan seseorang dari kendali yang kaku, dan memberi orang tersebut kebebasan untk bertanggung jawab terhadap ide-idenya, keputusan-keputusannya dan tindakan-tondakannya.”7
Sementara Shardlow (1998: 32) mengatakan pada intinya:
“Pemberdayaan membahas bagaimana individu, kelompok ataupun komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka.”8
4 Rofiq A. dkk., Pemberdayaan Pesantren: Menuju Kemandirian dan Profesionalisme Santri dengan Metode Daurah Kebudayaan, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2005), h. 33 5 T. Hani Handoko, Manajemen, edisi II, (Yogyakarta, 1997) cet. Ke-XI, h. 337 6 Diana, Perencanaan Sosial Negara Berkembang, (Yogyakarta, Gajah Mada University Press, 1999), h. 15 7 Roesmidi dan Riza Risyanti, Pemberdayaan Masyarakat, (Bandung: Alqaprint Jatinangor, 2006), h. 2 8 Ibid. h. 3
21
Payne sebagaimana dikutip Adi (2003) menjelaskan bahwa
pemberdayaan adalah:
“To help client gain power of decision and action over their own lives by reducing the effect of social or personal block to exercising power, by increasing capacity and self confidence to use power and by transferring power from the environment to clients.”
(Membantu klien memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan social dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri yang ia miliki, antara lain melalui transfer daya dari lingkungannya)9
Syahrin Harahap mendefinisikan pemberdayaan (empowerment) sebagai
upaya untuk memberi kemampuan atau keberdayaan, yang dalam konteks ini
adalah bagi mereka yang fakir, miskin, dan anak yatim.10
Kata pemberdayaan juga menunjuk pada kemampuan orang, khususnya
kelompok rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau
kemampuan dalam (a) memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka
memiliki kebebasan (freedom), dalam arti bukan saja bebas mengemukakan
pendapat, melainkan bebas dari kelaparan, bebas dari kesakitan; (b) menjangkau
sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan
pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan jasa-jasa yang mereka
9 Isbandi Adi Rukminto, Intervensi Komunitas Pengembangan Masyarakat Sebagai Upaya Pemberdayaan Masyarakat, (Jakarta: Rajawali Press, 2008), h. 77-78. 10 Syahrin Harahap, Islam: Konsep dan Implementasi Pemberdayaan, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1999), h. 87
22
perlukan; dan (c) berpartisipasi dalam pembangunan dan keputusan yang
mempengaruhi mereka.11
Dengan demikian, pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan.
Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat
kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk
individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan.12 Sebagai tujuan, maka
pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh
sebuah perubahan social; yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan
atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya.13
Istilah pemberdayaan lahir sebagai sebuah konsep dari perkembangan
alam pikiran dan kebudayaan masyarakat. Berdasarkan penelitian kepustakaan
pranarka, proses pemberdayaan mengandung dua kecenderungan di antaranya:
a. Kecenderungan primer, yaitu pemberdayaan yang menekankan kepada
proses memberikan atau mengalihkan sebagian kakuasaan, kekuatan atau
kemampuan kepada masyarakat agar individu menjadi lebih berdaya.
b. Kecenderungan sekunder, yaitu pemberdayaan yang menekankan pada
proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar
mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang
menjadi pilihan hidupnya.14
11 Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2005), h. 58 12 Ibid. h. 59 13 Ibid. h. 60 14 Bambang Sutrisno, dkk, Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengembangan Ekonomi Kerakyatan Dalam Akses Peran Serta Masyarakat, Lebih Jauh Memahami Community Development, (Jakarta: ICSD, 2003), h. 133
23
Pemberdayaan masyarakat dapat diartikan bahwa masyarakat diberi
kuasa, dalam upaya untuk menyebarkan kekuasaan, melalui pemberdayaan
masyarakat, organisasi agar mampu menguasai atau berkuasa atas kehidupannya
untuk semua aspek kehidupan politik, ekonomi, pendidikan, kesehatan,
pengelolaan lingkungan dan sebagainya.15
Menurut definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pada
hakekatnya pemberdayaan adalah usaha mengembangkan kemampuan dan
kemandirian masyarakat dengan memberikan kuasa atau kemampuan kepada
individu atau komunitas untuk dapat menentukan jalan hidup mereka sendiri dan
juga dapat bertanggung jawab atas apa yang mereka pilih tanpa adanya
ketergantungan.
2. Tahap-tahap Pemberdayaan Masyarakat
Dalam pemberdayaan tidak langsung terbentuk atau terjadi secara
langsung maupun tiba-tiba, tetapi melalui beberapa proses tahapan yakni:16
1. Tahap persiapan
Tahapan ini meliputi penyiapan petugas (community development),
dimana tujuan utama ini adalah untuk menyamakan persepsi antar anggota agen
perubah (agent of change) mengenai pendekatan apa yang dipilih dalam
melakukan pengembangan masyarakat. Sedangkan pada tahap penyiapan
lapangan, petugas melakukan studi kelayakan terhadap daerah yang akan
15 Dr. K. Suhendra, SH., M.Si., Peranan Birokrasi Dalam Pemberdayaan Masyarakat, (Bandung: Alfabeta, 2006), h. 75 16 Amelia, Skripsi: Pemberdayaan masyarakat Melalui Pelatihan Keterampilan Teknisi Handphone Di Institut Kemandirian Dompet Dhuafa, (Jakarta: FDK, 2009), h. 27
24
dijadikan sasaran. Pada tahap inilah terjadi kontak dan kontrak awal dengan
kelompok sasaran.
2. Tahap Assessment
Proses assessment yang dilakukan disini adalah dengan mengidentifikasi
masalah (kebutuhan yang dirasakan) dan juga sumber daya manusia yang
dimiliki klien. Dalam proses penilaian ini dapat pula digunakan teknik SWOT,
dengan melihat kekutan, kelemahan, kesempatan dan ancaman.
3. Tahap Perencanaan Alternatif Program atau Kegiatan
Pada tahap ini agen perubah (agent of change) secara partisipatif
mencoba melibatkan warga untuk berfikir tentang masalah yang mereka hadapi
dan bagaimana cara mengatasinya.
4. Tahap Pemformulasikan Rencana Aksi
Pada tahap ini agen membantu masing-masing kelompok untuk merumuskan
dan menentukan program dan kegiatan apa yang akan mereka lakukan untuk
mengatasi permasalahan yang ada.
5. Tahap Pelaksanaan (implementasi) Program
Tahap pelaksanaan ini merupakan salah satu tahap yang paling krusial
(penting) dalam proses pengembangan masyarakat, karena sesuatu yang sudah
direncanakan dengan baik akan dapat melenceng dalam pelaksanaan di lapangan
bila tidak ada kerja sama antar warga.
6. Tahap Evaluasi
Tahap ini sebagai proses pengawasan dari warga dan petugas terhadap
program yang sedang berjalan pada pengembangan masyarakat sebaiknya
dilakukan dengan melibatkan warga.
25
7. Tahap Terminasi
Tahap ini merupakan tahap pemutusan hubungan secara formal dengan
komunitas sasaran. Terminasi dilakukan seringkali bukan karena masyarakat
sudah dianggap mandiri, tetapi tidak jarang terjadi karena proyek sudah harus
dihentikan karena sudah melebihi jangka waktu yang sudah ditetapkan
sebelumnya, atau karena anggaran sudah selesai dan tidak ada penyandang dana
yang dapat dan mau meneruskan.
3. Proses Pemberdayaan
Merujuk kepada apa yang dicontohkan Rasulullah SAW ketika
membangun masyarakat setidaknya harus ditempuh tiga tahap atau proses
pemberdayaan masyarakat, sebagai berikut:
1. Proses Takwin, yaitu tahap pembentukan masyarakat. Kegiatan pokok
pada tahap ini adalah proses sosialisasi dari unit terkecil dan terdekat
sampai kepada perwujudan-perwujudan kesepakatan.
2. Proses Tanzim, yaitu tahap pembinaan dan penataan masyarakat. Pada
fase ini internalisasi dan eksternalisasi isu-isu muncul dalam bentuk
institusionalisasi secara komprehensif dalam realitas social.
3. Proses Taudi’, yaitu tahap keterlepasan dan kemandirian. Pada tahap ini
masyarakat telah siap menjadi masyarakat mandiri terutama secara
manajerial.17
17 Nanih Machendrawaty, h. 31-34
26
Pelaksanaan proses dan pencapaian tujuan pemberdayaan dapat dicapai
melalui penerapan pendekatan pemberdayaan yang dapat disingkat menjadi 5P,
yaitu:
a. Pemungkinan; menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan
potensi masyarakat berkembang secara optimal.
b. Penguatan; memperkuat pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki
masyarakat dalam memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan-
kebutuhannya.
c. Perlindungan; melindungi masyarakat terutama kelompok-kelompok
lemah agar tidak tertindas oleh kelompok kuat, menghindari terjadinya
persaingan tidak seimbang dan mencegah eksploitasi terhadap kelompok
lemah.
d. Penyokongan; memberikan bimbingan dan dukungan agar masyarakat
mampu menjalankan peranan dan tugas-tugas kehidupannya.
e. Pemeliharaan; memelihara kondisi yang kondusif agar tetap terjadi
keseimbangan distribusi kekuasaan antara berbagai kelompok dalam
masayarakat.18
Dari sumber lain, proses pemberdayaan dapat dilakukan melalui tiga
tahap:19
1. Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi seseorang
atau masyarakat berkembang.
18 Edi Suharto, h. 67-68 19 Gunawan Sumadiningrat, Pembangunan Daerah dan Pemberdayaan Masyarakat, (Jakarta: Bina Rena Pariwara, 1997), h. 165
27
2. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat. Dalam rangka
ini diperlukan langkah-langkah lebih positif dan nyata, penyediaan
berbagai masukan (input), serta pembukaan akses kepada berbagai
peluang yang akan membuat diri menjadi makin berdaya memanfaatkan
peluang.
3. Memberdayakan mengandung pula arti melindungi. Pemberdayaan
secara pasti dapat diwujudkan, tetapi perjalanan tersebut tidaklah berlaku
bagi mereka yang lemah semangat. Dalam proses pemberdayaan harus
dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah. Contohnya dengan
memberikan dorongan dan semangat untuk berubah.
Proses pemberdayaan yang dikembangkan oleh Prijono, dan dikutip oleh
Rajuminropa, mengandung dua kecenderungan yaitu:
1. Kecenderungan primer, proses pemberdayaan yang menekankan kepada
proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan atau
kemampuan kepada masyarakat agar individu lebih berdaya. Proses ini
dilengkapi dengan upaya membangun asset material guna mendukung
pembangunan kemandirian mereka melalui organisasi.
2. Kecenderungan sekunder, proses pemberdayaan yang menekankan
kepada proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar
mempunyai kemampuan atau berdaya untuk menentukan pilihan
hidupnya melalui proses dialog.20
20 Rajuminropa, Pemberdayaan Anak dari Keluarga Miskin, (Universitas Indonesia Jurusan
Ilmu Kesejahteraan Sosial, 2003)
28
Selanjutnya menurut Rubin (1992) “central to empowerment is
willingness to challenge formal authority and to escape dependency on yhose in
power.” Yang dikutip oleh Rajuminropa bahwa pendapat Rubin diartikan bahwa
pemberdayaan sebagai proses ataupun sebagai tujuan pada dasarnya akan
memunculkan keberanian pada individu atau kelompok. Kondisi semula yang
cenderung hanya menerima keadaan, selanjutnya kan lebih berani bertindak
untuk merubah keadaan. Bentuk keberanian itu juga dapat merupakan kekuatan
formal guna menghapus ketergantungannya.21
Hogon seperti dikutip oleh Adi menggambarkan proses pemberdayaan
yang kesinambungan sebagai suatu siklus yang terdiri dari lima tahap utama
yaitu:
1. Menghadirkan kembali pengalaman yang memberdayakan dan tidak
memberdayakan (recall dopowering/empowering experience).
2. Mendiskusikan alasan mengapa terjadi pemberdayaan dan
pentidakberdayaan (discuss reason for depowerment/empowerment)
3. Mengidentifikasi suatu masalah ataupun proyek (identify useful power
bases), dan
4. Mengembangkan rencana-rencana aksi dan mengimplementasikan
(develop and implement action plans).
Dari pernyataan di atas tergambar mengapa Hogon meyakini bahwa
proses pemberdayaan yang terjadi pada tingkat individu tidak berhenti pada
suatu titik tertentu. Tetapi lebih merupakan sebagai upaya berkesinambungan
untuk meningkatkan daya yang ada. Meskipun Hogon memfokuskan tulisannya 21 Ibid. h. 43
29
pada pemberdayaan individu, tetapi model pemberdayaan yang bersifat on-
going process tersebut bukan berarti tidak dapat diterapkan pada level
komunikasi.22
Dengan demikian, penulis menyimpulkan bahwa proses pemberdayaan
merupakan sebuah tindakan ataupun penerapan dari suatu pemberdayaan. Maka
dari itu, tindakan tersebut sejatinya memberikan kekuasaan atau kemampuan
kepada masayarakat untuk dapat melakukan perubahan pada diri mereka sendiri
agar dapat menetukan jalan hidup yang terbaik bagi mereka dan juga dapat
bertanggung jawab atas apa yang menjadi pilihan hidup mereka.
4. Strategi Pemberdayaan
Startegi dalam memberdayakan masyarakat bisa dilakukan dengan dua
pendekatan, yaitu:
a. Pendekatan Direktif, yakni pendekatan yang berlandaskan asumsi bahwa
community worker (pengembang masarakat) tahu apa yang dibutuhkan dan
apa yang baik untuk masyarakat. Dalam pendekatan ini, peran community
worker sangat dominan dalam menentukan upaya pemberdayaan
masyarakat.
b. Pendekatan Non Direktif, yakni pendekatan yang berlandaskan bahwa
masayrakat tahu apa yang sebenarnya mereka butuhkan dan apa yang baik
untuk mereka. Pemeran utama dalam pendekatan ini adalah masyarakat itu
22 Isbandi Rukminto Adi, h. 172
30
sendiri, community worker hanya bersifat menggali dan mengambangkan
potensi masyarakat.23
Netting (1993) mengemukakan bahwa dalam pengembangan masyarakat
istilah intervensi yang sering digunakan adalah Intervensi Makro atau Intervensi
Komunitas. Intervensi Komunitas (Makro) merupakan bentuk intervensi
langsung yang dirancang dalam rangka dalam rangka melakukan perubahan
secara terencana pada tingkat organisasi dan komunitas.24
Royhman dan Tropman (1987) mengemukakan tiga model intervensi
komunitas, yaitu:
a. Pengembangan Masyarakat Lokal. Tujuan dari pengembangan
masyarakat lokal lebih menekankan pada process goal (tujuan yang
berorientasi pada proses), dimana masyarakat dicoba untuk
diintegrasikan serta dikembangkan kapasitasnya dalam upaya
memecahkan masalah mereka berdasarkan kemauan dan kemampuan
sendiri.
b. Perencanaan Sosial. Tujuannya lebih kepada task goal (tujuan yang
berorientasi pada penyelesaian tugas), yang biasanya berhubungan
dengan masalah-masalah social yang kongkrit.
c. Aksi Sosial. Pendekatan Aksi Sosial mengarah pada kedua tujuan
tersebut (baik task goal maupun process goal). Biasanya tujuan ini
23 Isbandi Rukminto Adi, h. 228 24 Ibid. h. 56
31
mengakibatkan adanya modifikasi kebijakan organisasi-organisasi
formal.25
Menurut teori di atas penulis dapat menarik kesimpulan bahwa strategi
masyarakat merupakan sebuah rencana dalam menjalankan pemberdayaan
masayrakat dan mencapai tujannya.
B. Anak Jalanan
1. Pengertian Anak Jalanan
Konsep “anak” didefinisikan dan dipahami secara bervariasi dan
berbeda, sesuai dengan sudut pandang dan kepentingan yang beragam. Menurut
UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, anak adalah seseorang yang
belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk juga anak yang masih dalam
kandungan.26
Menurut Soedijar, anak jalanan adalah “Anak usia tujuh sampai dengan
tujuh belas tahun yang bekerja di jalan raya dan tempat umum lainnya yang
dapat mengganggu ketentraman dan keselamatan orang lain dan membahayakan
bagi dirinya sendiri”.27
Menurut Departemen Sosial dan United National Development Program
(UNDP) telah membatasi anak jalanan sebagai berikut: “Anak jalanan sebagai
25 Ibid. h. 69 26 Lembar Info LBH APIK Jakarta, Berharap pada UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak Sebagai Upaya Penghapusan Tindak Kekerasann Atas Anak, 2004 dalam Skripsi Muhammad Hafidzudin, Pelatihan Keterampilan Menjahit Bagi Anak Jalanan Di Pusat Pengembangan Pelayanan Sosial Anak Jalanan Social Development Center For Street Children (SDC), (Jakarta: FDK, 2009) h. 22. 27 A. Soedijar Z.A, Profil Anak Jalanan DI DKI, (Jakarta: Media Informatika, 1989), h. 33
32
anak-anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mencari nafkah
di jalanan dan tempat-tempat umum lainnya”.28
Menurut Panji Putranto, anak jalanan adalah mereka yang berusia 6 – 16
tahun yang tidak bersekolah dan tinggal tidak bersama orangtua mereka, dan
bekerja seharian untuk memperoleh penghasilan di jalanan, persimpangan, dan
tempat-tempat umum dan tinggal di Jakarta.29
Secara umum anak jalanan terbagi dua jenis, yakni:30
1. Children of the Street, adalah anak-anak yang tumbuh dari jalanan dan
seluruh waktunya dihabiskan di jalanan. Ciri dari anak-anak ini biasanya
tinggal dan bekerja di jalanan (living and working on the street), tidak
mempunyai rumah (homeless), dan jarang atau bahkan tidak pernah
kontak dengan keluarganya. Mereka umumnya dari keluarga yang
berkonflik. Mereka lebih mobile, berpindah dari satu tempat ke tempat
lainnya, karena mereka tidak mempunyai tempat tinggal yang tetap.
Jumlah mereka lebih sedikit dibandingkan kelompok anak jalanan
lainnya, diperkirakan hanya 10-15% dari seluruh populasi anak jalanan.
2. Children on the Street, adalah anak-anak yang menghabiskan sebagian
besar waktunya di jalanan atau di tempat-tempat umum lainnya untuk
bekerja dan penghasilannya digunakan untuk membantu keluarganya.
Anak-anak tersebut mempunyai kegiatan ekonomi sebagai pekerja anak)
di jalan dan masih berhubungan kuat dengan orang tua mereka. Sebagian
28 Tata Sudrajat, Hasil Lokakarya Nasional Anak Jalanan, (Jakarta: YKAI, 1995), h. 34 29 DIA/YKAI dan Childhope, Penelitian Anak Jalanan; Kasus di Wilayah Senen Jakarta Pusat, (Jakarta: 1990) 30 Tata Sudrajat, h. 151 - 152
33
penghasilan mereka di jalan diberikan kepada orangtuanya. Mereka
terbagi dua kelompok. Kelompok pertama adalah anak-anak dari luar
kota yang mengontrak rumah bersama-sama di satu lingkungan yang
dihuni oleh orang-orang dari satu daerah. Mereka tidak sekolah lagi dan
ikut ke kota karena ajakan teman-teman dan orang yang lebih dewasa.
Motivasi mereka adalah ekonomi, jarang yang sifatnya konflik.
Kelompok kedua adalah anak-anak dari dalam kota sendiri yang tinggal
bersama orangtuanya.
2. Penanganan Anak Jalanan
Dengan adanya ragam atau macam-macam anak jalanan dalam
penanganannya pun selalu berbeda yakni disesuaikan dengan kondisi anak
jalanan tersebut. Menurut Sudrajat (1997, h. 4), ada tiga model penanganan anak
jalanan yaitu:31
1. Community Based, adalah model penanganan yang berpusat pada
masyarakat dengan menitik beratkan pada fungsi-fungsi keluarga dan
potensi seluruh masyarakat. Mencakup partisipasi masyarakat dalam semua
fase perencanaan, pelaksanaan, monitoring terhadap kemampuan
membangun dan penguatan masyarakat. Pendekatan ini bersifat preventif,
yakni mencegah anak-anak turun ke jalan. Tujuan akhir adalah anak tidak
menjadi anak jalanan atau sekalipun di jalanan, mereka tetap berada di
lingkungan keluarga. Kegiatannya biasanya meliputi: peningkatan
31 Lihat DEPSOS Direktorat Kesejahteraan Anak, Keluarga dan Lanjut Usia, Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat, h. 9-10 dalam Siti Nur Azizah, Skripsi: Peran Pekerja Sosial Di Rumah Singgah Anak Jalanan Yayasan Rumah Kita, (Jakarta: FDK, 2007), h. 26
34
pendapatan keluarga, penyuluhan dan bimbingan pengasuhan anak,
kesempatan anak untuk memperoleh pendidikan dan kegiatan waktu luang
dan sebagainya.
2. Street Based, adalah kegiatan di jalan, tempat dimana anak-anak jalanan
beroperasi. Penanganan yang berbasiskan jalanan adalah program dan
kegiatan yang dirancang untuk menjangkau dan melayani anak di
lingkungan mereka sendiri yaitu di jalanan. Pekerja sosial datang
mengunjungi, menciptakan perkawanan, mendampingi dan menjadi sahabat
untuk keluh kesah mereka. Anak-anak yang sudah tidak teratur berhubungan
dengan keluarga, mereka memperoleh kakak atau orang tua pengganti
dengan adanya pekerja sosial.
3. Center Based, adalah kegiatan dipanti, untuk anak-anak yang sudah putus
dengan keluarga. Panti menjadi lembaga pengganti keluarga untuk anak dan
memenuhi kebutuhan anak seperti kesehatan, pendidikan, keterampilan,
waktu luang, makan, tempat tinggal, pekerjaan, dan sebagainya.
Penulis memfokuskan penelitian ini pada pemberdayaan anak jalanan.
Seperti yang telah dikemukakan di atas, bahwa pemberdaaan merupakan salah
satu tindakan untuk memberikan perubahan pada masyarakat yang tidak baik
menjadi lebih baik atau pun dari masyarakat tidak mampu menjadi mampu, baik
dalam hal pendidikan, ekonomi, maupun sosial. Dan dalam hal ini penulis
melihat pada program Sekolah Otonom yang dilakukan oleh Sanggar Anak
Akar, yaitu program pemberdayaan anak jalanan melalui pendidikan.
35
C. Pemberdayaan Anak Jalanan
Anak jalanan adalah anak yang terkategori tak berdaya. Mereka
merupakan korban berbagai penyimpangan dari oknum-oknum yang tak
bertanggung jawab. Untuk itu, mereka perlu diberdayakan melalui
demokratisasi, pembangkitan ekonomi kerakyatan, keadilan dan penegakan
hukum, partisipasi politik, serta pendidikan luar sekolah.
Khusus untuk anak jalanan, menurut Ishaq (2000), pendidikan luar
sekolah yang sesuai adalah dengan melakukan proses pembelajaran yang
dilaksanakan dalam wadah “rumah singgah” dan PKBM (Pusat Kegiatan
Belajar Masyarakat), yaitu: anak jalanan dilayani rumah singgah, sedangkan
anak rentan ke jalan dan orang dewasa dilayani dalam wadah PKBM.32
Dengan pengertian pemberdayaan dan anak jalanan yang telah
disebutkan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan anak
berarti upaya untuk mengembangkan diri dari keadaan tidak atau kurang
berdaya menjadi berdaya, guna mencapai kehidupan yang lebih baik. Dengan
begitu pemberdayaan anak jalanan adalah memberikan kuasa kepada anak
jalanan dengan meningkatkan rasa kepercayaan diri mereka agar dapat
menentukan arah dan memutuskan kehidupan mereka dengan menggunakan
daya yang mereka miliki agar mendapatkan kehidupan yang lebih baik dan
terarah.
Upaya pemberdayaan kepada anak-anak jalanan seyogyanya terus
digalakkan melalui berbagai program pendidikan luar sekolah khususnya.
32 M. Ishaq, Pengembangan Modul Literasi Jalanan untuk Peningkatan Kemampuan Hidup Bermasyarakat Anak-anak Jalanan, Makalah, Bandung: Yayasan Bahtera-UNICEF.
36
Pemberdayaan anak jalanan merupakan upaya untuk memandirikan anak jalanan
melalui perwujudan potensi kemampuan yang mereka miliki.
D. Sekolah Otonom
1. Pengertian Sekolah Otonom
Pengertian Sekolah dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern
adalah bangunan atau lembaga untuk belajar dan memberi pelajaran, waktu
dimana murid-murid diberi pelajaran.33 Sedangkan pengertian otonom adalah
pemerintahan sendiri, mengatur urusan dan kepentingan daerah sendiri.34
Dengan demikian secara terminology, sekolah otonom adalah tempat
pendidikan atau belajar yang didirikan oleh Sanggar Anak Akar tanpa bantuan
dari pemerintah dengan tujuan memberikan pendidikan dan keterampilan pada
anak-anak jalanan yang tidak mampu agar menjadi berdaya dari segi
pendidikan.
Menurut Sanggar Anak Akar sendiri Sekolah Otonom adalah ruang bagi
anak-anak, dari berbagai latar belakang menempa diri untuk menjadi lebih
berarti bagi diri dan lingkungannya.35
Istilah otonom menunjuk pada azas pendidikan yang menghormati anak
sebagai mahkluk yang memiliki kesadaran akan kebebasannya sekaligus
keterbatasannya. Praksis pendidikan otonom bertumpu pada cara pembelajaran
yang menempatkan anak sebagai subyek yang sedang tumbuh dan berkembang
bersama dengan lingkungannya. Istilah otonom juga menunjuk pada keberadaan 33 Muhammad Ali, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern, (Jakarta: Pustaka Amani, ), h. 398 34 Ibid. h. 278 35 www.sanggaranakakar.org, diakses pada 29 April 2010.
37
Sanggar Anak Akar sebagai sebuah organisasi nir-laba yang dikelola secara
independen oleh anggota masyarakat yang berniat untuk memberikan kontribusi
dalam pengembangan pendidikan.36
Dinamika hidup harian mulai dari bangun pagi, masak dan merawat
lingkungan sekolah yang sekaligus menjadi tempat tinggal bersama merupakan
bagian yang dirancang bersama untuk membantu proses pengembangan
kemampuan anak. Sedangkan intensitas proses pembelajaran bersama dilakukan
melalui kelas akademik dan kelas kreatif yang diselenggarakan secara reguler.
Di samping itu disediakan ruang, waktu dan fasilitasi bagi setiap anak yang
berminat untuk melakukan eksplorasi pengembangan kemampuan pribadi.37
36 Ibid. 37 Ibid.
BAB III
GAMBARAN UMUM SANGGAR ANAK AKAR
A. Profil Sanggar Anak Akar1
1. Sejarah Berdirinya
Filosofi akar diambil dari "akar” adalah bagian dari tumbuhan yang tidak
kelihatan di permukaan (rendah hati) namun paling menentukan ketahanan
(kualitas) pertumbuhan dan kehidupan tumbuhan. Setiap pelaku pendidikan di
Sekolah Otonom, baik anak-anak, moderator dan pengurus sekalipun, adalah
subyek yang sedang belajar untuk mencapai perkembangan kualitas
kemanusiaannya dan kemampuannya yang terbaik.
Cikal bakal Sanggar Anak akar adalah program open house untuk anak-
anak jalanan yang dikembangkan oleh Institut Sosial Jakarta (ISJ) pada tahun
1989. Sejalan dengan concernnya pada pembelaan hak anak, maka kegiatan
untuk mendampingi anak pun meluas ke komunitas anak-anak urban yag
tersebar di Jakarta dan sekitarnya. Mereka adalah anak-anak pemulung sampah,
anak-anak urban pekerja kota, dan anak-anak pengasong yang tinggal di
pemukiman yang tidak kondusif untuk pertumbuhan dan perkembangan anak.
Pada awalnya ISJ membuat program pendampingan anak jalanan,
dengan mengadakan pendidikan alternatif bagi anak-anak jalanan. Para aktivis
ISJ datang ke terminal-terminal untuk memberikan pendidikan dan pengajaran
terhadap anak-anak jalanan.
1 Website Sanggar Anak Akar, www.sanggaranakakar.org, diakses pada tanggal 30 April 2010.
38
39
Kenyataan hidup anak-anak menggerakkan niat kami untuk menawarkan
gagasan program ruang aman dan nyaman bagi mereka. Gagasan pun
diwujudkan dengan mendirikan Sanggar Anak Akar pada tahun 1994.
Tujuannya saat itu adalah menciptakan rasa aman dan nyaman supaya anak-
anak dari berbagai kelompok berani berinteraksi satu sama lain.
Dalam perkembangannya, pada tahun 2000 Sanggar Anak Akar
melepaskan diri dari ISJ bergerak independent dan mengelola manajemen
sendiri. Pada saat itu pun tempat Sanggar Anak Akar masih berpindah-pindah
dan belum menetap, hingga pada akhirnya pada tahun 2004 menemukan tempat
yang cocok hingga sekarang Sanggar menetap di alamat Jl. Inspeksi Saluran
Jatiluhur No. 30 Rt. 04/01, Cipinang Melayu, Gudang Seng, Jakarta Timur.
Meskipun kegiatannya masih banyak bersifat kolektif dan sederhana
namun anak-anak cukup antusias mengikuti dinamika bermain dan belajar.
Sejalan dengan antusiasme dan kebutuhan anak-anak untuk berkembang
kegiatan pun mulai beragam. Setiap kegiatan baru adalah hasil dialog bersama
antara para pengurus Sanggar Anak akar dengan anak-anak yang diwakili oleh
Dewan Koordinasi Anak (Dekan). Dekan adalah dewan perwakilan anak yang
posisinya dipiih secara demokratis oleh anggota komuntas Sanggar Anak Akar.
2. Visi dan Misi
Visi
Sanggar Anak Akar Sebagai Model Praksis Pendidikan Humanistik Untuk
Menguatkan Gerakan Budaya Yang Menghormati Hak Dan Martabat Anak
Sebagai Manusia.
40
Misi
1. Menjadikan Sekolah Otonom sebagai ruang pendidikan berkualitas untuk
mengembangkan kemampuan anak dalam menghadapi tuntutan hidup dan
tantangan dunia di sekitarnya.
2. Memperkuat sistem pendidikan Sekolah Otonom sebagai model praksis
pendidikan humanistik.
3. Memperluas pengaruh nilai-nilai humanistik dan ide-ide kreatif-
transformatif untuk memperkuat arus perubahan menuju gerakan budaya
yang menghormati martabat anak sebagai manusia.
3. Kegiatan Harian Sanggar
Dalam kesehariannya Sanggar Anak Akar menyusun kegiatan rutin yang
harus dikerjakan oleh anak-anak yang ada di sanggar, yaitu:
1. Dinamika harian proses belajar dimulai dengan kegiatan bersama pagi
hari untuk membersihkan lingkungan Sanggar dan memasak untuk
kebutuhan makan pagi dan makan siang.
2. Pukul 08.00 waktu efektif belajar kelas/kelompok bersama dengan
moderator sampai pukul 12.00.
3. Mulai pukul 12.00 sampai pukul 15.00 terbuka kesempatan bagi anak-
anak untuk memanfaatkan waktu senggang atau menggunakan fasilitas
lab computer yang disediakan.
4. Selama 1 jam dari pukul 15.00 merupakan jam kebersamaan dimana
semua anggota Sanggar secara bersama-sama membereskan ruang,
lingkungan Sanggar dan mempersiapkan masakan untuk makan malam.
41
5. Pukul 16.00 adalah waktu eksploratif yang bisa dipergunakan untuk
praktek pengembangan keterampilan yang dilakukan secara kelompok.
6. Malam hari mulai pukul 19.30 disepakati sebagai waktu tenang (quite
time) untuk mendukung usaha setiap anak secara pribadi belajar
mengembangkan kemampuannya.
7. Kecuali ada kegiatan komuniter yang disepakati, hari Sabtu dan Minggu
merupakan waktu luang yang bisa dimanfaatkan untuk belajar atau
memenuhi kebutuhan ekspresi pribadi maupun kelompok.2
Diluar dinamika rutin harian juga diselenggarakan kegiatan lain yang
mendukung proses belajar anak-anak. Di samping itu, diskusi tematis dan
apresiasi seni budaya juga merupakan kegiatan berkala untuk memberikan
kesempatan bagi anak-anak melatih kemampuan analisis dan mengembangkan
sikap kritis dalam memberikan apresiasi.
4. Struktur Organisasi Sanggar Anak Akar
Pembina
Ketua : Dolorosa Sinaga
Anggota : P. Danuwinata SJ.
: Bambang Widjoyanto, SH
: Ayi Bunyamin
: Bernadette Themas
: Hilmar Farid
2 Dokumen Sanggar Anak Akar
42
: Ivonne Therik, SH
: Nur Amalia, SH
Pengurus
Ketua : Suesilo Adinegoro
Ari
Intan Febriani
Pengawas : Andy K. Yowono
Dewan Akademik : P. Danuwinata SJ.
Prof. Dr. Melani Budianta
Bambang Wisudo
Lody Paat
Fransiska
Pimpinan dan Pengurus Sanggar
Rektor : Ibe Karyanto
Sekretariat dan Administrasi Umum : Rogger M. Paat
Keuangan : Ag. Ardi Praseto
Ketua Akademik dan Pamong : Doge Abdurrahman
Ketua RT dan Pengabdian Masyarakat : Juprianto
43
Tabel 2
Keterangan Anak-anak yang Mengikuti Sekolah Otonom
Sumber: Dokumentasi SAA3
Latar Belakang No Nama Anak Usia
Anak Jalanan Ekonomi
1 Muhammad Ghazali √
2 Agus Supriyatna √
3 Marshandi √
4 Hermawan √
5 Zulaeman √
6 Anggini √
7 Yuli Vega Ananda √
8 Putri Oktafiani √
9 Wahyudi √
B. Program Sekolah Otonom4
Setelah enam tahun belajar dari pasang surut proses pengembangan
maka pada tahun 2000 Sanggar Anak Akar melepaskan diri dari organisasi
induk untuk menjadi organisasi mandiri. Sejak saat itu perhatian Sanggar Anak
Akar terpusat pada upaya pencarian model pendidikan alternatif yang relevan
dengan kebutuhan pengembangan kemampuan anak.
Pada awal berdirinya, Nopember 1994, Sanggar Anak Akar adalah
sebuah program ruang aman dan nyaman untuk anak-anak yang dikembangkan
oleh sebuah organisasi non pemerintah. Di samping memfasilitasi ruang aman
dan nyaman untuk belajar dan bermain, Sanggar Anak Akar juga
3 Dokumentasi Sanggar Anak Akar 4 Brosur Sanggar Anak Akar
44
menyelenggarakan kegiatan belajar dan bermain bersama anak-anak yang
tersebar di beberapa komunitas pinggiran.
Pertengahan tahun 2009 Sanggar Anak Akar menetapkan
keberadaannya sebagai Sekolah Otonom untuk anak-anak setara sekolah
menengah. Di tempat ini anak-anak akan belajar mengembangkan
kemampuannya bersama dengan para pengurus, volunteer profesional di
berbagai bidang yang bertindak sebagai moderator kelas.
Secara umum materi pembelajaran ditekankan pada nilai relevansinya
dengan kebutuhan perkembangan anak sebagai bagian dari lingkungan social
(ekonomi, politik, budaya) maupun lingkungan alam perkotaan.
Tujuan dari Sekolah Otonom adalah:
1. Berkembangnya keterampilan serta kemampuan kreatif anak untuk
hidup dan menghadapi tantangan perkembangan di sekitarnya.
2. Berkembangnya kesadaran anak sebagai manusia otonom, proibadi
yang memaknai kebebasannya sekaligus keterbatasannya.
3. Berkembangnya kemampuan analiasa kritis dan kepedulian terhadap
perkembangan lingkungan di sekitar baik sosial maupun semesta.
1. Materi Pembelajaran
Materi pembelajaran dikelompokkan ke dalam dua kategori yang
ditentukan berdasarkan sifat pendekatannya dan tujuannya yaitu reflektif dan
eksploratif. Pendekatan reflektif yang dimaksud adalah pendekatan yang lebih
menekankan pada pengembangan kemampuan penalaran dan analisa kritis.
Sedangkan pendekatan eksploratif yang dimaksud adalah pendekatan yang lebih
45
menekankan kemampuan mengejawantahkan penghayatan nilai dan teori ke
dalam tindakan nyata dan penciptaan karya.
a. Pendekatan Reflektif
1) Analisis untuk menemukan konteks dan penalaran/logika yang
mendasari sebuah teori/pengetahuan yang diterima sebagai
kebenaran.
2) Studi referensi untuk memahami kenyataan sebagai horison
pengetahuan.
b. Pendekatan Eksploratif
1) Praktek pengembangan keterampilan dan menguji kemampuan
kreatif dengan menghasilkan karya obyektif.
2) Praktek pengujian teori, usaha pengembangan (inovasi) dan
upaya penemuan baru (discovery)
2. Proses Pembelajaran
Untuk menjamin intensitas proses pembelajaran, maka Sekolah Otonom
mengambil bentuk sekolah komunitas (boaring & school); anak-anak tinggal
dan belajar di satu rumah yang sama.
Dalam proses pembelajaran berlaku dua prinsip. Pertama, setiap pribadi
adalah subjek yang mempunyai kemampuannya khas dalam cara memahami
kenyataan sebagai pengetahuan. Kedua, luas dan dalamnya pengetahuan seluas
dan sedalam kemauan dan kemampuan subyek didik dalam memaknai setiap
kenyataan yang dijumpai.
46
Dengan prinsip itu maka pada dasarnya subyek didik dalam sekolah
otonom adalah semua individu baik anak-anak maupun fasilitator yang terlibat
dalam proses pembelajaran bersama, meskipun anak tetap menjadi yang utama
karena sekolah otonom diselenggarakan untuk membantu anak-anak
mengupayakan pengembangan kemampuannya.
Prinsip Metode Belajar di Sekolah Otonom adalah:
1) Partisipatif
Metode partisipatif membuka ruang dialog untuk melakukan uji
kebenaran, dimana setiap subjek didik adalah partner yang saling
melengkapi dalam upaya mendapatkan pengetahuan.
2) Disiplin Kreatif
Disiplin kreatif adalah kemampuan subjek pendidikan untuk
melakukan tindakan berdasarkan kesadarannya atas makna atau nilai
yang diperjuangkan baik sebagai individu maupun sebagai bagian
dari komunitas. Disipllin kreatif juga menjadi tujuan yang harus
dicapai dan nilai yang harus diperjuangkan.
3) Repetisi
Metode pengulangan untuk menguatkan pemahaman atas segala
materi yang telah dipelajari. Moderator berperan untuk membantu
memperkenalkan metode repetisi yang efektif untuk membantu
berkembangnya kemampuan anak.
Selanjutnya adalah metode evaluasi dalam pembelajaran di Sekolah
Otonom. Evaluasi adalah cara untuk melihat atau mengukur tingkat
47
perkembangan kemampuan anak berdasarkan bukti obyektif yang sudah
teklarifikasi.
1) Educational Record
Catatan perkembangan pendidikan anak yang dibuat berdasarkan
report moderator dan pengenalan obyektif.
2) Refleksi Pribadi
Penilaian subyektif anak terhadap perkembangan diri dan pemaknaan
pengalaman hidup bersama.
3) Penulisan Berkala
Paper/ekspresi kreatif dalam bentuk karya tulis
4) Hasil Karya
Karya seni kreatif maupun karya ilmiah perorangan maupun
bersama.
3. Dukungan
Penyelenggaraan dan pengembangan Sekolah Otonom Sanggar Anak
Akar tidak lepas dari prinsip kemitraan dan kerelawanan yang memungkinkan
setiap pihak baik individu maupun kelompok atau organisasi ikut ambil bagian,
memberikan kontribusi nyata. Keterlibatan atau kontribusi diberikan dalam
berbagai bentuk sesuai dengan kebutuhan Sanggar Anak Akar dan kesediaan
para relawan baik individu maupun kelompok.
Pendidikan Sekolah Otonom diselenggarakan untuk memfasilitasi
perkembangan kualitas kemampuan anak dalam menghadapi kebutuhan dan
48
tantangan hidup mandiri, karena itu sertifikasi akademik (ijazah formal) bukan
tujuan utama di Sanggar Anak Akar.
Meskipun demikian, untuk anak-anak yang berminat mendapatkan
sertifikasi akademik maka Sanggar Anak Akar memberikan kesempatan
mengikuti ujian kesetaraan yang diselenggarakan Departemen Pendidikan
Nasional.
C. Gambaran Umum Wilayah Gudang Seng Jakarta Timur
Sanggar Anak Akar berada di Cipinang Melayu - Gudang seng yang
termasuk di kotamadya Jakarta Timur. Sanggar Anak Akar itu sendiri terletak di
pinggiran Kalimalang.
1. Keadaan Administrasi
Secara administratif wilayah Jakarta Timur dibagi menjadi 10 Kecamatan,
65 Kelurahan, 673 Rukun Warga dan 7.513 Rukun Tetangga serta dihuni oleh
Penduduk sebanyak 1.959.022 jiwa terdiri dari 1.044.847 jiwa laki-laki dan
914.175 jiwa Perempuan sampai dengan akhir Maret 1997 atau sekitar 10 %
dari jumlah penduduk DKI Jakarta dengan kepadatan mencapai 10.445 jiwa per
Km2. Pertumbuhan penduduk 2,4 persen per Tahun dengan pendapatan per
Kapita sebesar Rp. 5.057.040,00.
Kotamadya Jakarta Timur mempunyai beberapa karakteristik khusus antara lain
• Memiliki beberapa kawasan industri, antara lain Pulo Gadung;
• Memiliki beberapa pasar jenis induk, antara lain Pasar Sayur-mayur
Kramat Jati , Pasar Induk Cipinang;
• Memiliki Bandara Halim Perdana Kusuma;
49
• Memiliki obyek wisata antara lain TMII dan Lubang Buaya.
2. Geografi
Kategori Wilayah Jakarta Timur terdiri 95 % daratan dan selebihnya rawa atau
persawahan dengan ketinggian rata-rata 50 m dari permukaan air laut serta
dilewati oleh beberapa sungai kanal antara lain : Cakung Drain, Kali Ciliwung,
Kali Malang, Kali Sunter, Kali Cipinang. Letak geografis berada diantara 1060
49' 35'' Bujur Timur dan 060 10' 37'' Lintang Selatan. Posisi yang melengkapi
wilayah ini dengan batas-batas:
• Sebelah Utara Jakarta Pusat dan Jakarta Utara
• Sebelah Barat Jakarta Selatan
• Sebelah Selatan Kab. Daerah Tk.II Bogor
• Sebelah Timur Kab. Daerah Tk.II Bekasi.
BAB IV
ANALISIS PEMBERDAYAAN ANAK JALANAN MELALUI SEKOLAH
OTONOM DI SANGGAR ANAK AKAR
Pada bab ini penulis akan menganalisis berbagai temuan di lapangan
yaitu proses pelaksanaan, faktor pendukung dan penghambat dalam proses
pelaksanaan, dan hasil program pemberdayaan melalui sekolah otonom di
Sanggar Anak Akar.
A. Proses Pelaksanaan Program Sekolah Otonom
Sanggar Anak Akar merupakan salah satu lembaga non pemerintah yang
bergerak dalam bidang pendidikan alternatif bagi anak-anak yang kurang
beruntung dalam segi ekonomi khususnya. Pada awalnya sanggar ini merupakan
sebuah ruang bagi anak-anak yang dikembangkan oleh ISJ (Institut Sosial
Jakarta) masuk dalam bidang advokasi anak. Sampai pada akhirnya melepaskan
diri untuk menjadi organisasi mandiri.1
Dalam pemberdayaan tidak langsung terbentuk atau terjadi secara
langsung maupun tiba-tiba, tetapi melalui beberapa proses tahapan yakni:2
1. Tahap persiapan
Tahapan ini meliputi penyiapan petugas (community development),
dimana tujuan utama ini adalah untuk menyamakan persepsi antar anggota agen
perubah (agent of change) mengenai pendekatan apa yang dipilih dalam
melakukan pengembangan masyarakat. Sedangkan pada tahap penyiapan
1 Lihat Profil Sanggar Anak Akar 2 Amelia, Skripsi: Pemberdayaan masyarakat Melalui Pelatihan Keterampilan Teknisi Handphone Di Institut Kemandirian Dompet Dhuafa, (Jakarta: FDK, 2009), h. 27
50
51
lapangan, petugas melakukan studi kelayakan terhadap daerah yang akan
dijadikan sasaran. Pada tahap inilah terjadi kontak dan kontrak awal dengan
kelompok sasaran.
2. Tahap Assessment
Proses assessment yang dilakukan disini adalah dengan mengidentifikasi
masalah (kebutuhan yang dirasakan) dan juga sumber daya manusia yang
dimiliki klien. Dalam proses penilaian ini dapat pula digunakan teknik SWOT,
dengan melihat kekutan, kelemahan, kesempatan dan ancaman.
3. Tahap Perencanaan Alternatif Program atau Kegiatan
Pada tahap ini agen perubah (agent of change) secara partisipatif
mencoba melibatkan warga untuk berfikir tentang masalah yang mereka hadapi
dan bagaimana cara mengatasinya.
4. Tahap Pemformulasikan Rencana Aksi
Pada tahap ini agen membantu masing-masing kelompok untuk
merumuskan dan menentukan program dan kegiatan apa yang akan mereka
lakukan untuk mengatasi permasalahan yang ada.
5. Tahap Pelaksanaan (implementasi) Program
Tahap pelaksanaan ini merupakan salah satu tahap yang paling krusial
(penting) dalam proses pengembangan masyarakat, karena sesuatu yang sudah
direncanakan dengan baik akan dapat melenceng dalam pelaksanaan di lapangan
bila tidak ada kerja sama antar warga.
52
6. Tahap Evaluasi
Tahap ini sebagai proses pengawasan dari warga dan petugas terhadap
program yang sedang berjalan pada pengembangan masyarakat sebaiknya
dilakukan dengan melibatkan warga.
7. Tahap Terminasi
Tahap ini merupakan tahap pemutusan hubungan secara formal dengan
komunitas sasaran. Terminasi dilakukan seringkali bukan karena masyarakat
sudah dianggap mandiri, tetapi tidak jarang terjadi karena proyek sudah harus
dihentikan karena sudah melebihi jangka waktu yang sudah ditetapkan
sebelumnya, atau karena anggaran sudah selesai dan tidak ada penyandang dana
yang dapat dan mau meneruskan.
Dalam tahap persiapan pihak sanggar atau staf sanggar berdiskusi
dengan anak-anak sanggar agar mengetahui dengan jelas dan pasti apa saja yang
dibutuhkan oleh anak-anak, dan dalam memberikan pembelajaran kepada anak-
anak, para moderator pun diberikan materi terlebih dahulu agar lebih siap
menghadapi anak-anak. Begitu juga dalam tahap assessment, pihak sanggar
mengidentifikasi masalah-masalah yang dihadapi dan kemampuan inteligensi
tiap-tiap anak untuk mengetahui keadaan anak dengan cara pendekatan pada
tiap-tiap anak.
Dalam semua tahap pemberdayaan tersebut di atas, pihak sanggar
melibatkan anak-anak dalam mengambil keputusan dan segala hal yang
berkaitan dengan mereka, agar mereka mengetahui seluruh proses dan
pelaksanaan yang akan dilaksanakan dalam program tersebut. Hal ini juga
memudahkan pihak sanggar dalam menjalankan program tersebut.
53
Sejak melepaskan diri dari organisasi induk seperti yang disebutkan di
atas, Sanggar Anak Akar fokus pada upaya pencarian model pendidikan
alternatif yang relevan dengan kebutuhan dan pengembangan kemampuan anak.
Pendidikan komunitas berbasis pengalaman (experience curriculum) menjadi
pilihan pertama dalam memberikan proses pembelajaran bagi anak-anak di
sanggar ini. Seperti yang diungkapkan berikut:
Sudah lepas dari induk ya sudah kita mandiri, dan memang itu kemauan dari kita ya terutamasaya yang memang di support oleh teman, yang konsekuensinya banyak, manajemen harus kita atur sendiri, income harus kita cari sendiri yang memang dari awal kita ingin sanggar lebih maju dan berkembang.3 Sanggar dulunya itu kan salah satu biro anak programnya itu aja, memberikan ruang untuk belajar dan bermain bagi anak-anak, selama dua tahun akhirnya muncul SAA itu pada tahun 1994, pada tahun 2000 SAA melepaskan diri dari ISJ (Institut Sosial Jakarta) dan berdiri sendiri. Awalnya model pembelajaran melalui share pengalaman, dulu itu kita masih terbuka yang mana siapa saja bisa masuk ke SAA. Pada akhirnya tahun 2009 kita beralih pada sekolah otonom yang mana target sasarannya jelas yatiu usia 12 – 15 tahun, yaitu usia anak SMP. Dan ada pra otonom yaitu 12 tahun ke bawah.4 Setelah melewati beberapa proses, pada Juli 2009, Sanggar Anak Akar
memutuskan untuk membentuk Sekolah Otonom. Yaitu ruang belajar bagi anak-
anak setara dengan usia SMP (Sekolah Menengah Pertama). Dengan adanya
Sanggar Anak Akar dan Sekolah Otonom ini, bisa dibilang merupakan salah
satu bentuk kepedulian sosial di bidang pendidikan, dalam hal ini
pemberdayaan, terhadap anak-anak yang kurang mampu dalam hal ekonomi.
Seperti yang diungkapkan oleh pimpinan dan staf SAA berikut:
3 Ibe Karyanto (Pimpinan Sanggar Anak AKar), Wawancara Pribadi, pada 23 Agustus 2010 di Sanggar Anak Akar. 4 Abdurrahman (Staf SAA & Kepala Sekolah Otonom), Wawancara Pribadi, pada 13 Agustus 2010 di Sanggar Anak Akar.
54
Ada dua alasan, yang pertama alasan eksternal yang berkaitan dengan pendidikan kita secara umum masih carut marut tidak karuan dan tidak ada visi misi yang jelas, seperti contohnya saja kewajiban negara ada dua hal menyediakan fasilitas dan menyediakan kualitas, menyediakan fasilitas seperti menyediakan BOS tapi tetap saja masih banyak anak yang susah dan tidak sekolah, lalu yang kedua kualitas sama sekali tidak diperhatikan pemerintah. Lalu yang kedua adalah alasan sanggar yang bersifat internal, dulu kita memakai experience curriculum lebih terbuka, siapa saja boleh datang, mereka dituntut punya pengalamannya sendiri dan belajar dari pengalaman mereka sendiri, tetapi itu tidak efektif, pengurusnya sedikit anaknya banyak banget bisa sampai 70 – 80 anak mereka tinggal di sini jadi banyak anak yang tidak terperhatikan, makanya kita pikir harus ada jalan. Gagasan sekolah otonom ini sebenarnya sudah cukup lama, 2005/2006 sudah ada gagasan tapi baru terealisasikan 2009 kemarin.5 Karena misi sanggar dari sejak lepas dari induknya itu orientasinya memang menjadi model pendidikan yang berkualitas, tidak membelakangi aspek anak sebagai manusia, yang kita utamakan itu. Diantaranya berawal dari system yang diterapkan sebelumnya yaitu Experience Curriculum, yaitu kurikulum yang kita terapkan belajar berdasarkan pengalaman, yang mempunyai kelemahan yaitu tidak terlalu mengikat anak-anak didik dan kurang terstruktur, sehingga anak-anak menjadi terlalu bebas untuk mengikuti atau tidak pelajaran, sedangkan kita disini tidak bisa menerapkan sangsi administratif seperti sekolah formal pada umumnya. Oleh karena itu, kami belajar dari pengalaman tersebut sebagai salah satu yang melatar belakangi lahirnya sekolah otonom. Dan sebenarnya ide dari sekolah otonom ini sudah tercetus sejak 2006 dan menjadi perbincangan, tapi baru terealisasikan 2009. ”6
Langkah awalnya, pihak Sanggar merekrut anak-anak jalanan atau anak
urban yang lemah dalam hal ekonomi, yang tak mampu mengenyam pendidikan
formal di bangku sekolah. Sanggar memberikan ruang bagi anak-anak untuk
belajar dan bermain. Hal ini berangkat dari melihat keadaan anak-anak seusia
mereka yang seharusnya menikmati masa anak-anak di bangku sekolah dan
bermain, tapi justru harus berjuang di jalan untuk menghidupi mereka sendiri
5 Ibe Karyanto, Wawancara Pribadi. 6 Abdurrahman (Staf SAA & Kepala Sekolah Otonom), Wawancara Pribadi.
55
atau bahkan keluarganya. Tidak semua anak-anak yang di sanggar murni anak
jalanan, tapi juga merekrut dan menyediakan ruang bagi anak-anak urban
pinggiran yang lemah ekonomi, agar dapat terus menikmati pendidikan
meskipun tidak di bangku sekolah formal. Seperti yang dituturkan oleh
pimpinan sanggar berikut:
Itu dua hal yang berbeda, dalam kriteria sebenarnya kita ini sifatnya terbuka, pertama memang kita prioritaskan kita cari anak-anak yang sulit dalam hal ekonomi, kedua anak-anak yang mempunyai masalah di keluarganya, dan yang ketiga dan ini merupakan hal yang paling penting adalah anak-anak yang mempunyai semangat untuk belajar, itu adalah kriteria pokok kita. Sedangkan dalam model perekrutan selama ini kita memang belum terbuka, karena masih mulut ke mulut aja, yang punya teman atau saudara, yaa bisa dibilang kita belum berani terbuka, karena kita punya masih keterbatasan, baik dari fasilitas maupun dari sumber daya manusianya. Oleh karena itu, kita belum berani buka secara umum.7
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi peneliti tentang
pemberdayaan anak jalanan melalui program sekolah otonom di Sanggar Anak
Akar kepada pemimpin sanggar, moderator sekolah otonom, staf sanggar dan
beberapa anak didik yang turut serta dalam program sekolah otonom tersebut,
maka dapat dianalisa bahwa sekolah otonom merupakan salah satu dari program
pemberdayaan sanggar yang bergerak di bidang pendidikan. Program ini
bertujuan memberikan pendidikan kepada anak-anak jalanan yang tinggal di
sanggar agar tetap dapat mengenyam pendidikan meskipun tidak mengikuti
sekolah formal.
Anak-anak yang mengikuti sekolah otonom ini kurang lebih ada 12 anak
didik, dengan usia rata-rata 12 – 16 tahun yaitu anak seusia SMP. Anak-anak
7 Ibe Karyanto (Pimpinan Sanggar Anak Akar), Wawancara Pribadi, pada 23 Agustus 2010 di Sanggar Anak Akar.
56
yang mengikutinya pun mempunyai beragam latar belakang pendidikan dan
keluarga yang berbeda-beda.
Sampai saat ini bertahan 12 anak, dari awalnya 17 anak. Itu adalah target kita, karena kita menargetkan kurang lebih 15 orang dan kita juga menargetkan 20 orang perkelas agar proses pembelajarannya dapat maksimal.8 Dalam pembelajaran di sekolah otonom ini, anak-anak diberikan materi-
materi yang pada umumnya diberikan di sekolah formal, antara lain:
Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, IPS, Sejarah, Musik, dan
beberapa materi kreatifitas seperti Conversation, Jurnalistik, Seni Rupa, Patung,
Alat Musik, dan lain-lain.
Dengan adanya program pemberdayaan yang dilakukan di Sanggar ini,
anak-anak didik dapat mengembangkan kemampuan yang mereka miliki, bakat
dan minat mereka dapat tersalurkan, serta dapat menciptakan jiwa yang kreatif
dan mandiri untuk anak jalanan. Pemberdayaan anak jalanan melalui Sekolah
Otonom ini telah memberikan ilmu pengetahuan yang baru bagi anak-anak yang
mengikutinya. Hal tersebut merupakan tujuan dari sekolah otonom itu sendiri,
seperti ungkapan berikut:
Sebenarnya kita ingin menjadikan anak-anak menajdi kritis atas persoalan yang dihadapinya, baik personal maupun yang terjadi di lingkungan sekitar mereka. Karena manusia sebagai aspek individu dan social, anak-anak pun harus bisa menghadapi kalau ada permasalahan personal atau lingungan/komunitas di sekitar mereka. Lalu yang kedua, tujuannya adalah menjadikan mereka menjadi manusia yang berpengetahuan dan berwawasan luas, mempunyai skill yang bisa diterapkan dan dimanfaatkan dalam hidup sehari-hari mereka.9
8 Ibid. 9 Abdurrahman, Wawancara Pribadi.
57
Dari ungkapan di atas tersebut dapat disimpulkan bahwa tujuan dari
adanya sekolah otonom di Sanggar Anak Akar menjadikan anak-anak menjadi
anak yang berpengetahuan dan berwawasan luas, dalam hal ini dapat dilihat
bahwa pemberdayaan dalam aspek kognitif merupakan salah satu dari tujuan
sekolah otonom itu sendiri.
Selanjutnya, anak-anak dapat mandiri dengan dapat menghadapi
permasalahan yang terjadi di sekitar mereka. Dimana hal tersebut juga
merupakan definisi dari pemberdayaan masyarakat seperti yang ungkapkan oleh
Rofiq dkk (2005) “Pemberdayaan adalah upaya peningkatan kemampuan dalam
mencapai penguatan diri guna meraih keinginan yang dicapai. Pemberdayaan
akan melahirkan kemandirian, baik kemandirian berfikir, sikap, tindakan yang
bermuara pada pencapaian harapan hidup yang lebih baik.”10
Dari hasil observasi penulis, dalam pelaksanaan program pemberdayaan
untuk anak jalanan melalui sekolah otonom ini dilaksanakan oleh berbagai
moderator, yang sebagian dari mereka adalah alumni dari sanggar ini juga.
Selain itu, juga ada beberapa volunteer yang mau menyempatkan waktu untuk
membagi pengetahuan mereka kepada anak-anak didik di sini.
Menurut Gunawan Sumadiningrat, proses pemberdayaan dapat
dilakukan melalui tiga tahap:11
1. Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi seseorang atau
masyarakat berkembang.
10 Rofiq A. dkk., Pemberdayaan Pesantren: Menuju Kemandirian dan Profesionalisme Santri dengan Metode Daurah Kebudayaan, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2005), h. 33 11 Gunawan Sumadiningrat, Pembangunan Daerah dan Pemberdayaan Masyarakat, (Jakarta: Bina Rena Pariwara, 1997), h. 165
58
2. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat. Dalam rangka ini
diperlukan langkah-langkah lebih positif dan nyata, penyediaan berbagai
masukan (input), serta pembukaan akses kepada berbagai peluang yang akan
membuat diri menjadi makin berdaya memanfaatkan peluang.
3. Memberdayakan mengandung pula arti melindungi. Pemberdayaan secara
pasti dapat diwujudkan, tetapi perjalanan tersebut tidaklah berlaku bagi
mereka yang lemah semangat. Dalam proses pemberdayaan harus dicegah
yang lemah menjadi bertambah lemah. Contohnya dengan memberikan
dorongan dan semangat untuk berubah.
Proses belajar mengajar dilakukan di ruang kelas yang cukup luas, yaitu
kira-kira 6 x 4 meter dan dikuti oleh kurang lebih 10 orang anak tiap harinya.
Ruangan kelas dilengkapi dengan kipas angin dan dinding tembok seluruh
bangunan sanggar hanya dilapisi hanya oleh bata merah sehingga membuat tiap
ruangan sanggar menjadi teduh dan asri, sehingga anak-anak yang mengikuti
kelas sekolah otonom menjadi nyaman dan tidak membosankan. Meskipun
hanya berlantaikan semen, akan tetapi ruang kelas tersebut luas dan lengkap.
Tiap anak duduk 1 meja 1 orang karena di ruangan tersebut terdapat 15 meja
dan 15 kursi dengan 1 meja dan 1 kursi untuk moderator. Ditambah lagi
moderator yang dekat dan menyenangkan bagi mereka sehingga mereka sangat
menikmati suasana belajar mengajar yang sangat kental dengan unsure
kekeluargaan.12
Dalam proses pelaksanaan pemberdayaan di sekolah otonom ini, sanggar
memfasilitasi anak-anak yang belajar di sekolah otonom melalui pendidikan
12 Hasil observasi pada tanggal 25 April 2010 pukul 10.00 WIB
59
yang diberikan, agar mereka dapat mengetahui kemampuannya masing-masing,
sehingga dapat mengembangkan bakat dan potensi mereka secara optimal.
Melalui sekolah otonom, anak didik bisa menyalurkan pengetahuan dan
kemampuan mereka untuk beradaptasi dan berperilaku positif dalam
kehidupannya sehari-hari. Sarana dan prasarana yang disediakan oleh sanggar
juga merupakan daya tarik bagi anak-anak didik sehingga mereka tidak turun ke
jalan secara tidak langsung.
Berikut penuturan Andry, salah satu dari moderator sekolah otonom di
Sanggar Anak Akar :
Sangat, yang paling kongkrit adalah melihat perubahan anak-anak ketika pada suatu forum ada sesi diskusi, mereka bilang ilmu lebih penting dari pada ngamen atau sekadar cari duit. Nah dari situ udah ketauan mereka lebih milih pendidikan yang tadinya lebih banyak ngamen dan tidak terlalu memikirkan pendidikan.13
Penuturan di atas menggambarkan bahwa, dengan adanya sekolah
otonom, perlahan memberikan kesadaran kepada anak-anak akan pentingnya
ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh mereka.
Untuk memperkuat potensi dan daya anak-anak didik, sanggar
memperkuat pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing
anak dengan mengasahnya secara terus menerus, agar mereka menyadari
kemampuannya, dan dapat mengaplikasikan pengetahuan dan kemampuannya
itu dalam kehidupan sehari-hari, serta dapat memecahkan masalah yang datang
dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan lainnya.
13 Andry Setiawan (Moderator Sekolah Otonom bidang musik), Wawancara Pribadi, pada tanggal 15 April 2010 di Sanggar Anak Akar.
60
Dalam menjalankan program pemberdayaan, pihak sanggar memberikan
motivasi dan dorongan kepada anak-anak, agar mereka dapat terus mengasah
dan menggali kemampuan mereka yang akan sangat bermanfat bagi diri mereka
dan tidak mudah menyerah.
Sekolah Otonom dilaksanakan setiap hari Senin hingga Jum’at dengan
jadwal yang telah ditetapkan. Kelas sekolah otonom dimulai pada pukul 8 pagi
hingga pukul 12 siang. Setelah itu, istirahat. Di jam istrahat ini, anak-anak
dibebaskan melakukan kegiatan-kegiatan lainnya. Artinya, di luar dari sistem
sekolah otonom. Biasanya, jam istirahat itu digunakan untuk makan siang, tidur,
dan main. Selain itu, ada juga yang menggunakan waktu itu untuk turun ke jalan
(ngamen). Dengan begitu, selain ilmu mereka bertambah dengan materi-materi
yang dibeikan di kelas, keceriaan dan kebebasan mereka untuk tetap kembali ke
jalan pun tidak terenggut oleh proses belajar-mengajar di sanggar ini.
Pada pukul 3 sore, anak-anak didik kembali lagi menjalani proses belajar
di sanggar. Sesi ini adalah kelas kreatifitas, yaitu diisi dengan praktek dari
musik, patung, lukis, jurnalistik, dan conversation. Sesi ini berlangsung hingga
pukul 8 malam.
Di sekolah otonom ini, pihak sanggar memberikan pilihan kepada anak-
anak untuk menentukan sendiri bakat mereka yang akan mereka dalami, melalui
materi dari mata pelajaran sekolah hingga kesenian atau keterampilan.
Seperti yang aku bilang, disini kita memberikan tanggung jawab kepada anak-anak untuk membuka potensinya masing-masing.14
14 Ibe Karyanto, Wawancara Pribadi.
61
Tabel 3 Jadwal Belajar Sekolah Otonom
Tahun Akademik 2009/2010
HARI WAKTU MATERI MODERATOR 08:00-09:30 WIB Membaca/B.Indonesia IBE KARYANTO 09:30-11:00 WIB MUSIK (VOKAL) DOGE,ANDRI,DINI 11:00-11:15 WIB ISTIRAHAT 11:15-12:15 WIB MATEMATIKA AGUS,FENNY 16:00-17:30 WIB SENI LUKIS PITTER
SENIN
19:30-21:00 WIB BIOLA DINI NURPUJI
08:00-09:30 WIB MUSIK (MENDENGAR) DOGE,ANDRI,DINI 09:30-11:00 WIB SENI RUPA UKI 11:00-11:15 WIB ISTIRAHAT 11:15-12:15 WIB B.INGGRIS SANERI 16:00-17:30 WIB SENI PATUNG DOLO, TOPAN
SELASA
19:30-21:00 WIB
08:00-09:30 WIB B.INGGRIS BAMBANG W. SANERI 09:30-11:00 WIB MATEMATIKA AGUS,FENNY 11:00-11:15 WIB ISTIRAHAT 11:15-12:15 WIB B.INDONESIA IBE KARYANTO, ROGGER 16:00-17:30 WIB JIMBE ANDRI,MARTIN
RABU
19:30-21:00 WIB
ENGLISH CONVERSATION HANI,MARIA
08:00-09:30 WIB B. INGGRIS BAMBANG W. SANERI KAMIS
09:30-11:00 B. INDONESIA IBE KARYANTO,ROGGER
62
WIB 11:00-11:15 WIB ISTIRAHAT 11:15-12:15 WIB MUSIK (Sejarah Musik) DOGE,ANDRI,DINI 16:00-17:30 WIB GITAR 3 DOGE,ETA,NURYADI,SANDI 19:30-21:00 WIB
08:00-09:30 WIB SEJARAH GRACE 09:30-11:00 WIB IPS JUM'AT
16:00-17:30 WIB
Sumber: Dokumentasi Sanggar Anak Akar15
Dengan jadwal yang ditetapkan ini, maka secara tidak langsung sanggar
akan mengurangi kegiatan anak yang kurang bermanfaat menjadi kegiatan yang
lebih bermanfaat. Seperti sebagian anak-anak yang biasanya lebih memilih
mengamen pada jam-jam istirahat, tetapi sekarang mereka menggunakan waktu
mereka untuk bermain dengan teman-teman mereka, mengerjakan tugas-tugas,
memainkan alat-alat musik, ataupun untuk istirahat. Seperti yang diungkapkan
Mamat, salah satu murid sekolah otonom, berikut ini:
Alhamdulillah bisa belajar lagi, dapet ilmu pengetahuan walaupun ga sekolah formal.Sekarang udah males ngamen, kalo waktu istirahat mendingan dipake main aja sama temen-temen dibanding ngamen, walaupun masih suka ngamen paling sekali-kali ngga sering kaya dulu sebelum ada sekolah otonom.16
Pelaksanaan sekolah otonom hampir sama dengan sekolah formal pada
umumnya, hanya saja kelas sekolah otonom dilaksanakan dengan lebih santai
15 Dokumentasi Sanggar Anak Akar. 16 Muhammad Ghazali (murid sekolah otonom), Wawancara Pribadi, pada tanggal 25 Maret 2010 di Sanggar Anak Akar.
63
dan mengedapankan nilai-nilai kekeluargaan. Para moderator menerangkan atau
memberikan materi secara perlahan hingga anak-anak benar-benar mengerti
dengan jelas semuanya. Proses belajar mengajar pun dilaksanakan tidak hanya
satu pihak saja, akan tetapi lebih kepada take and give. Anak-anak lebih
dibiarkan mengeluarkan semua imajinasi dan kreatifitas mereka dalam materi.
Berikut penuturan salah satu anak didik :
Enak, ga kaya sekolah formal, di sini lebih nyantai, deket sama temen-temen dan gurunya, udah kaya jadi keluarga.17
Begitu pula penuturan dari pimpinan sanggar:
Dinamikanya sebenarnya sama dengan sekolah lainnya, cuma suasana dan pendekatannya yang berbeda, misalnya tidak ingin menerapkan disiplin yang normatif, yang mewajibkan memakai seragam dan lain sebagainya. Ada dua model, pertama model regular dari Senin hingga Jum’at dan ada juga model workshop yang dua minggu sekali pada waktu tertentu.18
Di samping itu, sanggar menyediakan fasilitas lab komputer bagi anak-
anak agar mereka juga dapat mengenal teknologi, dan dapat mengimbangi
keadaan di luar. Dengan diberikan fasilitas tersebut, anak-anak tidak hanya
dapat ilmu pengetahuan di kelas sekolah otonom yang diberikan moderator saja,
tetapi juga dapat mengetahui kabar berita luar, yang dapat membuka wawasan
mereka.
17 Putri Oktaviani (murid sekolah otonom), Wawancara Pribadi, pada tanggal 25 Maret 2010 di Sanggar Anak Akar 18 Ibe Karyanto, Wawancara Pribadi.
64
Tabel 4 Data Anak Yang Mengikuti Sekolah Otonom
NO NAMA ASAL TTL
1 Adnan Nurdin Purwokerto Wonosobo, 29/07/93
2 Agus Supriyatna Jakarta 3 Anggini Jakarta Jakarta, 01/01/97 4 Hermawan Jakarta Jakarta 08/05/ 5 Zulaeman 6 Lia 7 Marshandi Indramayu Indramau, 29/09/94
8 Muhammad Ghazali Jakarta
9 Nuryadi Bekasi Indramayu, 10/10/95
10 Putri Oktafiani
11 Wahyudi Bantagebang Indramayu, 04/04/94
12 Yuli Vega Ananda Jakarta Jakarta, 02/07/96
Sumber: Dokumentasi Sanggar Anak Akar19
Tabel 5 Data Moderator Sekolah Otonom
NO MATERI MODERATOR KET
KELAS AKADEMIS 1 B. Indonesia Ibe Karyanto
2 B. Inggris Bambang Wisudo & Saneri
3 Matematika Ardi Prasetyo
4 Musik Abdurrahman, Dini, Andri
5 Seni Rupa Murki Azis 6 Sejarah Grace Laksana 7 Patung Maria Putu
KELAS KREATIF 1 Seni Lukis Peter 2 Seni Patung Topan & Agus
19 Dokumentasi Sanggar Anak Akar.
65
Riyanto 3 Gitar Abdurrahman 4 Biola Dini Nurpuji 5 Perkusi Andri Setiawan
Sumber: Dokumentasi Sanggar Anak Akar20
Proses pemberdayaan yang dikembangkan oleh Prijono, dan dikutip oleh
Rajuminropa, mengandung dua kecenderungan yaitu:
1. Kecenderungan primer, proses pemberdayaan yang menekankan kepada
proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan atau
kemampuan kepada masyarakat agar individu lebih berdaya. Proses ini
dilengkapi dengan upaya membangun aset material guna mendukung
pembangunan kemandirian mereka melalui organisasi.
2. Kecenderungan sekunder, proses pemberdayaan yang menekankan kepada
proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai
kemampuan atau berdaya untuk menentukan pilihan hidupnya melalui
proses dialog.21
Dalam pelaksanaan pemberdayaan melalui sekolah otonom ini, sanggar
telah menerapkan dua kecenderungan seperti kutipan tersebut di atas. Pertama,
yaitu kecendrungan primer, dimana dalam proses pembelajaran yang dilakukan
sanggar terhadap anak-anak didik yaitu memindahkan kekuasaan atau
kemampuan terhadap anak-anak didik. Dengan memberikan materi-materi dan
keterampilan kepada anak-anak didik maka sanggar telah membuat anak-anak
20 Ibid. 21 Rajuminropa, Pemberdayaan Anak dari Keluarga Miskin, (Universitas Indonesia Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial, 2003)
66
yang awalnya tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak bisa menjadi bisa, dan
dalam hal ini dapat disebut dengan berdaya.
Selanjutnya adalah kecenderungan sekunder, yaitu staf sanggar atau
moderator memberikan motivasi kepada anak-anak didik dengan pendekatan
individu maupun kelompok, agar mereka dapat mandiri untuk menentukan arah
hidup mereka, dan dapat menghadapi masalah yang terjadi di sekitarnya.
Dalam proses pembelajaran berlaku dua prinsip. Pertama, setiap pribadi
adalah subjek yang mempunyai kemampuan khas dalam cara memahami
kenyataan sebagai pengetahuan. Kedua, luas dan dalamnya pengetahuan seluas
dan sedalam kemauan dan kemampuan subyek didik dalam memaknai setiap
kenyataan yang dijumpai.22
Dengan prinsip itu, maka pada dasarnya subyek didik dalam sekolah
otonom adalah semua individu baik anak-anak maupun fasilitator yang terlibat
dalam proses pembelajaran bersama, meskipun anak tetap menjadi yang utama
karena sekolah otonom diselenggarakan untuk membantu anak-anak
mengupayakan pengembangan kemampuannya.23
Dari kutipan di atas tersebut, dapat dilihat bahwa dalam pembelajaran di
sekolah otonom, sanggar memiliki dua prinsip. Pertama, setiap pribadi adalah
subjek yang mempunyai kemampuan sendiri, oleh karena itu sanggar
menempatkan anak-anak didik yang di sanggar sebagai subjek.
22 Profil Sanggar Anak Akar. 23 Ibid.
67
Dalam proses belajar yang ada di Sekolah Otonom mengacu pada prinsip
metode belajar. Prinsip Metode Belajar di Sekolah Otonom adalah:24
1) Partisipatif
Metode partisipatif membuka ruang dialog untuk melakukan uji kebenaran,
dimana setiap subjek didik adalah partner yang saling melengkapi dalam
upaya mendapatkan pengetahuan.
Dalam metode partisipatif ini moderator berdiskusi dengan anak-anak untuk
menentukan materi dan metode pembelajaran yang akan diberikan di
Sekolah Otonom, agar memudahkan proses belajar mengajar. Seperti
penuturan Putri, salah satu murid Sekolah Otonom berikut ini:
Tanya : Menurut saudara/i bagaimana tutor/pendamping dalam memberikan materi, apakah mudah dimengerti? Jawab : Dimengerti kalau menurut aku, dan disini yang nentuin materi juga anak-anaknya. Maksudnya materi-materi yang mau diajarin didiskusiin dulu ma kita.25
2) Disiplin Kreatif
Disiplin kreatif adalah kemampuan subjek pendidikan untuk melakukan
tindakan berdasarkan kesadarannya atas makna atau nilai yang
diperjuangkan baik sebagai individu maupun sebagai bagian dari
komunitas. Disiplin kreatif juga menjadi tujuan yang harus dicapai dan nilai
yang harus diperjuangkan.
24 Dokumentasi Sanggar Anak Akar. 25 Putri Oktafiani (murid Sekolah Otonom), Wawancara Pribadi, pada tanggal 25 Maret 2010 di Sanggar ANak Akar.
68
Disiplin kreatif mengajarkan anak-anak untuk bersikap disiplin dan
membangun kesadaran anak akan nilai mereka sebagai individu maupun
komunitas yang harus diperjuangkan.
3) Repetisi
Metode pengulangan untuk menguatkan pemahaman atas segala materi
yang telah dipelajari. Moderator berperan untuk membantu
memperkenalkan metode repetisi yang efektif untuk membantu
berkembangnya kemampuan anak.
Dalam metode ini, yaitu mengulang materi yang telah diberikan oleh
moderator kepada anak-anak untuk menguatkan ingatan dan pemahaman
mereka pada materi yang telah diajarkan. Pengulangan materi ini dapat
berupa latihan atau tugas-tugas yang diberikan kepada anak-anak dari
moderator berkaitan dengan materi yang telah diajarkan.
Periode pembelajaran sekolah otonom tersebut sama dengan masa
pembelajaran Sekolah Menengah Pertama (SMP) pada umumnya, yaitu selama
kurang lebih tiga tahun. Meskipun tidak mengeluarkan ijazah atau sejenisnya,
tetapi sekolah otonom memiliki penilaian sendiri terhadap anak-anak didik yang
mengikutinya, baik yang secara tertulis maupun tidak tertulis.
Merujuk kepada apa yang dicontohkan Rasulullah SAW ketika
membangun masyarakat setidaknya harus ditempuh tiga tahap atau proses
pemberdayaan masyarakat, sebagai berikut: 26
26 Nanih Machendrawati dan Agus Ahmad Safe’I, Pengembangan MAsyarakat Islam: Dari Ideologi, Strategi, Sampai Tradisi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), h. 31-34
69
1. Proses Takwin, yaitu tahap pembentukan masyarakat. Kegiatan pokok pada
tahap ini adalah proses sosialisasi dari unit terkecil dan terdekat sampai
kepada perwujudan-perwujudan kesepakatan.
Dalam proses ini, awal atau tahun pertama dari pelaksanaan sekolah
otonom, dimana sanggar mulai merekrut anak-anak yang akan menjadi
murid sekolah otonom, mensosialisasikan program sekolah otonom.
Kemudian pihak sanggar atau moderator berdiskusi dengan anak-anak
tentang bagaimana metode pembelajaran dan materi yang akan diberikan,
karena sekolah otonom tidak sama dengan sekolah lainnya yang hanya
bersifat satu arah saja.
2. Proses Tanzim, yaitu tahap pembinaan dan penataan masyarakat. Pada fase
ini internalisasi dan eksternalisasi isu-isu muncul dalam bentuk
institusionalisasi secara komprehensif dalam realitas sosial.
Proses ini merupakan tahun kedua di sekolah otonom, dimana sanggar
memberikan pilihan minat pada anak-anak didik di tahun kedua ini.
Memasuki tahun kedua ini anak-anak diberikan pilihan agar fokus pada
bidang yang diminatinya, seperti B. Indonesia, B. Inggris, Matematika,
Patung, Seni Rupa, Jurnalistik, dan Musik. Setelah mereka memilih minat
mereka, kemudian mereka akan mendalami dan kembangkan subjek yang
mereka pilih.
3. Proses Taudi’, yaitu tahap keterlepasan dan kemandirian. Pada tahap ini
masyarakat telah siap menjadi masyarakat mandiri terutama secara
manajerial. Dalam proses terakhir yaitu memasuki tahun ketiga, sekolah
otonom bergerak pada perkembangan skill anak sesuai dengan subjek yang
70
telah mereka dalami dan kembangkan, yaitu sanggar melepas mereka ke
perusahaan atau kantor yang sesuai dengan minat mereka untuk magang,
mengaplikasikan apa yang telah mereka dapatkan. Seperti jika anak
memilih minat Jurnalistik, maka sanggar akan menempatkan mereka di
perusahaan media, dan tentu saja hal ini tak lepas dari kerja sama sanggar
dengan pihak-pihak luar.
Tahap evaluasi belajar yang dilakukan di sanggar sekolah otonom
berbentuk penampilan-penampilan dari anak-anak di setiap materi yang pernah
diajarkan di kelas untuk menuju pada tingkat selanjutnya, yang disebut dengan
Masa Eksplorasi. Masa Eksplorasi adalah proses aktualisasi pengalaman dari
materi-materi yang sekolah otonom dan kelas kreatif telah diberikan
sebelumnya, dengan maksud mengukur kemampuan anak.
Tujuan dari Masa Eksplorasi ini adalah:27
1. Anak mengembangkan kemampuan manajerial: pencarian ide, dan
pelaksanaan.
2. Anak menguji perkembangan proses belajarnya melalui proses
kreatif/penciptaan karya.
3. Anak mengenal batas/fase perkembangan kemampuan dan
pengetahuannya.
Anak-anak mengapresiasikan materi yang telah didapatkan dalam bentuk
karya seni, seperti; teater, puisi, karya ilmiah, musik, dan lain-lain, sesuai
27 Dokumentasi Sanggar Anak Akar
71
dengan materi masing-masing. Selama sebulan masa eksplorasi anak-anak tidak
belajar di kelas seperti biasa, akan tetapi mereka mempersiapkan penampilan
atau karya-karya mereka dengan tetap di bawah pengawasan moderator masing-
masing materi. Waktu tersebut mereka gunakan untuk latihan penampilan-
penampilan yang akan mereka tampilkan, seperti penampilan musik, baik solo,
duet, maupun kelompok, dan juga hasil karya seperti lukisan, puisi, patung,
karya ilmiah berupa karangan, dan lain-lain, yang nanti akan dipamerkan dan
dinilai pada malam puncak masa eksplorasi tersebut, dan mereka menyebutnya
dengan Makaro (Malam Apresiasi Karya Anak Otonom).
Makaro merupakan momen puncak evaluasi belajar anak-anak peserta
Sekolah Otonom Sanggar Anak Akar. Pada malam tersebut anak-anak otonom
akan mempresentasikan dan memamerkan karya eksplorasi dari setiap materi
belajar yang dipelajari dalam belajar efektif selama 10 bulan.28
Makaro adalah malam puncak dari masa eksplorasi, yang mana anak-
anak memamerkan hasil karya-karya mereka dalam bentuk stand-stand yang
berisi semua kreasi tiap-tiap anak, dan juga panggung untuk penampilan mereka
seperti puisi, permainan musik, menyanyi, dan lain-lain. Dalam proses makaro
ini, sanggar mengundang para ahli untuk melakukan penilaian kepada tiap-tiap
anak, penilaian dilakukan secara naratif dan komentar langsung.
Melalui Makaro karya anak-anak otonom akan mendapatkan apresiasi
baik dari apresiator yang telah ditetapkan maupun dari undangan. Apresiasi
28 Dokumentasi Sanggar Anak Akar.
72
mereka merupakan bagian dari penilaian yang dibutuhkan untuk mengenali
secara lebih obyektif kualitas perkembangan anak.29
Dalam pendidikan alternatif, penilaian secara langsung lebih penting dari
sekedar penilaian tertulis oleh angka ataupun huruf. Maka dalam hal ini,
penilaian subjektifitas (oleh masing-masing pendidik), yang menilai anak didik
secara mendalam lebih diutamakan karena dengan penilaian ini dapat lebih
mendalami karakter anak didik dari tingkah laku, perkembangan mental dan
intelektual. Seperti yang diungkapkan Andry, salah satu moderator Sekolah
Otonom:
Kalau di sini penilaiannya secara kualitatif, yang dinilai perkembangan anak itu sendiri, bukan berupa angka atau huruf seperti sekolah lain.30 Ada beberapa aspek yang dilihat dalam penilaian di Sekolah Otonom,
yaitu:
1) Educational Record
Catatan perkembangan pendidikan anak yang dibuat berdasarkan
report moderator dan pengenalan obyektif.
2) Refleksi Pribadi
Penilaian subyektif anak terhadap perkembangan diri dan pemaknaan
pengalaman hidup bersama.
3) Penulisan Berkala
Paper/ekspresi kreatif dalam bentuk karya tulis
4) Hasil Karya
29 Ibid. 30 Andry Setiawan (moderator Sekolah Otonom), Wawancara Pribadi, pada tanggal 15 April 2010 di Sanggar Anak Akar.
73
Karya seni kreatif maupun karya ilmiah perorangan maupun
bersama.31
B. Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Program Sekolah
Otonom
Dari hasil wawancara, observasi dan data yang penulis lakukan, maka
ditemukan beberapa hal yang menjadi faktor pendukung dan penghambat bagi
anak-anak jalanan dan para moderator, khususnya dalam program sekolah
otonom, beberapa faktor pendukung dan penghambat itu adalah:
1. Faktor Pendukung
Beberapa faktor pendukung itu adalah tersedianya fasilitas sarana dan
prasarana yang ada di sanggar, terjalinnya kemitraan yang luas, dan adanya
konsistensi.
a. Sarana dan Prasarana
Fasilitas yang cukup memadai untuk kelangsungan terlaksananya tujuan
dari sekolah otonom dan memberikan dukungan serta perkembangan kepada
anak didik yaitu menjadikan anak-anak menjadi anak yang berpengetahuan dan
berwawasan luas, maka sanggar pun memfasilitasi komputer dengan jaringan
internet kepada anak-anak, agar mereka dapat melihat perkembangan berita di
luar. Mereka juga memfasilitasi anak-anak dengan buku-buku di perpustakaan
dalam mendukung kegiatan tujuan dari sekolah otonom tersebut. Seperti yang
diungkapkan Mas Doge Abdurrahman, salah satu staf sanggar yang mengatakan
bahwa:
31 Dokumentasi Sanggar Anak Akar
74
Dan pendukungnya, yaa dari fasilitas atau sarana dan prasarana yang ada disini, walaupun masih terbatas saya rasa ini semua sudah cukup banyak yaa, kita menyediakan kelas belajar, tempat untuk tinggal, makan tiga kali sehari, lab komputer, dan lain sebagainya. Dan juga ini tak lepas dari sahabat-sahabat SAA, dengan pemikiran-pemikirannya yang juga cukup mendukung.32
Disamping itu, sanggar juga menyediakan alat-alat musik, seperti biola,
gitar, jimbe, organ, dan audio visual untuk mengembangkan keterampilan
mereka dalam bidang musik.
b. Kemitraan
Penyelenggaraan dan pengembangan Sekolah Otonom Sanggar Anak
Akar tidak lepas dari prinsip kemitraan dan kerelawanan yang memungkinkan
setiap pihak baik individu maupun kelompok atau organisasi ikut ambil bagian,
memberikan kontribusi nyata. Keterlibatan atau kontribusi diberikan dalam
berbagai bentuk sesuai dengan kebutuhan Sanggar Anak Akar dan kesediaan
para relawan baik individu maupun kelompok.33
Kemitraan dan kerelawanan yang menjadi prinsip dari penyelenggraan
sekolah otonom merupakan salah satu faktor pendukung dari pada pelaksanaan
Sekolah Otonom ini. Sekolah Otonom dapat terus berjalan selama kurang lebih
satu tahun ini pun juga karena dukungan para mitra atau relasi dari Sanggar
Anak Akar, dan juga adanya kerelawanan baik kelompok maupun individu yang
turut ambil bagian dalam pelaksanaannya.
Pendukungnya yang paling keliatan yaitu semakin banyak anggota masyarakat yang support kita, mereka memberi apresiasi dan dukungannya yang membuat kita berpikir untuk maju terus.34
32 Abdurrahman, Wawancara Pribadi 33 Profil Sanggar Anak Akar. 34 Ibe Karyanto, Wawancara Pribadi.
75
Pendukungnya, support dari masyarakat dan dari interen sanggar sendiri baik dari anak-anak maupun pengurusnya. Dan kita selalu optimis kalau semakin hari sekolah otonom akan jadi sekolah yang penting bagi kita semua.35
c. Konsistensi
Konsistensi juga merupakan salah satu faktor pendukung terlaksananya
Sekolah Otonom, karena dengan bertahan dan terus berlanjutnya dengan segala
perkembangan yang ada dalam pelaksanaan Sekolah Otonom tak lepas dari pada
adanya konsistensi dari staf sanggar, moderator, dan juga anak-anak yang
belajar di Sekolah Otonom itu sendiri.
Bagaimana staf sanggar yang terus berusaha meningkatkan kualitas
sekolah otonom, dengan mencetuskan ide-ide yang dapat mengembangkan
sekolah otonom, dan mencari relasi-relasi untuk dapat bekerja sama dengan
sanggar dalam mengembangkan Sekolah Otonom. Begitu juga dengan
konsistensi moderator yang terus tetap mengajarkan materi kepada anak-anak,
baik yang dari staf sanggar sendiri, alumni sanggar, ataupun dari luar atau
volunteer yang tak pernah putus asa berbagi pengetahuan kepada anak-anak.
Selanjutnya adalah konsistensi dari anak-anak itu sendiri, yang mana dapat
dilihat dari anak-anak yang masih aktif belajar hingga sekarang ini bertahan
kurang lebih dua belas anak.
Tanpa adanya konsistensi dari mereka maka Sekolah Otonom ini tidak
akan terealisasikan meskipun sarana dan prasarana yang ada di Sanggar Anak
35 Saneri (Moderator Sekolah Otonom), Wawancara Pribadi, pada tanggal 23 Agustus 2010 di Sanggar Anak AKar.
76
Akar lengkap sekalipun. Seperti yang diungkapkan Abdurrahman dan Martin
berikut:
Dan juga yang tak kalah penting yaitu konsistensi dari pengurus dan anak-anak yang masih bertahan disini, karena percuma saja jika tidak ada konsistensi dari anak-anak, gagasan ini tidak akan terealisasikan.36 Pendukungnya, kompaknya warga negara sanggar ini, kekompakkan, dan konsisten dari anak-anak sampai pengurus sanggar pastinya.37
2. Faktor Penghambat
Dalam suatu kegiatan pastinya tidak akan terhindar dari yang namanya
hambatan atau kendala. Begitu juga dalam pelaksanaan Sekolah Otonom ini,
tidak lepas dari hambatan-hambatan atau kendala. Melaksanakan program
pemberdayaan seperti yang dilakukan Sanggar Anak Akar ini bukanlah suatu
hal yang mudah, seperti salah satunya adalah dari latar belakang anak-anak
didik yang belajar di sekolah otonom berbeda dengan latar belakang anak-anak
yang belajar di sekolah formal yang masih mendapatkan pengawasan langsung
dari orangtua mereka.
Dengan beragamnya latar belakang anak-anak didik yang ada di sekolah
otonom, maka tentunya juga akan berpengaruh pada penanganan masing-masing
anak, dan tidak bisa menerapkan disiplin yang sama dengan sekolah umum
lainnya. Seperti yang diungkapkan salah satu staf yang juga sekaligus kepala
sekolah otonom di Sanggar Anak Akar berikut:
Sebenarnya bukan penghambat juga ya, bisa dibilang kendala atau tantangan, mengajar anak-anak ini merupakan sebuah tantangan sendiri, karena anak-anak yang ada di sini berbeda dengan anak-anak
36 Abdurrahman, Wawancara Pribadi. 37 Martin (Staf Sanggar), Wawancara Pribadi, pada tanggal 20 Agustus 2010 di Sanggar Anak Akar.
77
di sekolah pada umumnya. Anak-anak di sini mempunyai latar belakang yang berbeda, mereka jauh dari orang tua, entah itu karena konflik atau yang lainnya. Selanjutnya menerapkan disiplin di sini juga agak sulit, karena kita tidak bisa menerapkan disipin militer dan memberikan sangsi kepada anak-anak, karena kalau kita terapkan pasti mereka akan berfikir “gua tinggal di jalan aja masih bisa hidup, dapat uang dan masih bisa makan…” kasarnya seperti itu, maka mereka pasti akan memilih untuk tinggal di jalan yang tidak ada aturan. Pendidikan pun belum terlalu penting bagi mereka. Dan sekarang kita sedang memikirkan sangsi yang edukatif bagi mereka tanpa membuat mereka merasa tertekan.38
Dengan perbedaan latar belakang anak tersebut maka dalam penerapan
disiplin pun merupakan suatu kendala bagi pelaksanaan Sekolah Otonom.
Sanggar tidak dapat seenaknya memberikan sangsi kepada anak yang melanggar
atau tidak mengikuti jadwal yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, sanggar
mencoba memberikan sangsi kepada anak-anak dengan sangsi yang bersifat
edukatif, yang tidak menimbulkan tekanan bagi anak-anak dalam menjalaninya.
Di samping itu, salah satu yang menjadi hambatan atau kendala dalam
pelaksanaan sekolah otonom yang juga merupakan kelemahan bagi pelaksanaan
sekolah otonom adalah karena sekolah otonom tidak mengeluarkan sertifikasi
atau pun ijazah penyetaraan dengan sekolah formal. Hal tersebut yang
menjadikan anak-anak dan orangtua agak khawatir jika anaknya belajar di
Sanggar Anak Akar. Dengan begitu pihak sanggar pun mencoba untuk bekerja
sama dengan pihak luar untuk melaksanakan ujian kesetaraan bagi anak-anak.
C. Hasil Program Sekolah Otonom dalam Pemberdayaan Anak Jalanan
38 Doge Abdurrahman (Staf SAA & Kepala Sekolah Otonom), wawancara pribadi, pada 13 Agustus 2010.
78
Dilihat dari penerapan sekolah otonom yang diterapkan oleh Sanggar
Anak Akar, mulai tampak perubahan pada anak-anak tersebut. Mereka menjadi
lebih percaya diri, pengetahuan mereka dalam hal pendidikan dan keterampilan
pun bertambah dan setara dengan anak-anak seusia mereka yang merasakan
sekolah formal di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP). Mereka lebih
mempunyai arah dan tujuan hidup. Dimana hal tersebut merupakan hakikat dari
pada pemberdayaan. Yakni membuat anak-anak yang tidak berdaya menjadi
berdaya dan dapat mengarahkan kehidupan mereka menjadi ke arah yang lebih
baik.
Dengan adanya program sekolah otonom yang diberikan oleh Sanggar
Anak Akar, yang bertujuan memberikan pendidikan kepada anak-anak yang
kurang dalam hal ekonomi dan pendidikan, agar anak-anak dapat mengenyam
pendidikan yang setara dengan umur mereka meskipun mereka tidak duduk di
bangku sekolah formal.
Dengan adanya sekolah otonom ini, mereka menjadi sadar akan
pentingnya pendidikan, menjadi mandiri, mempunyai cita-cita dan tujuan hidup
yang mana itu semua adalah hakikat dan tujuan dari pemberdayaan.
Meskipun baru satu tahun, akan tetapi hasil dari pemberdayaan anak
jalanan melalui program sekolah otonom dapat dilihat dari keterampilan atau
skill anak-anak melalui kreasi atau karya-karya yang telah dibuat oleh anak-
anak selama masa eksplorasi. Disana, anak-anak menampilkan seluruh hasil
karya mereka baik berupa patung, puisi, karangan, penampilan musik, membaca
not, dan lain-lain. Seperti penuturan Muhammad Ghazali dan Wahyudi salah
satu murid Sekolah Otonom berikut:
79
Jadi banyak tahu, lumayanlah bisa tahu bagaimana cara buat patung, tahu cara mainin alat musik, tahu bahasa Inggris dan percakapan bahasa Inggris di materi conversation, dan juga jadi bisa tahu ngarang dan lukis, pokoknya banyak deh.39 Jadi lebih mandiri, tadinya saya ga bisa masak, sekarang jadi bisa masak, dan tadinya juga ga bisa main gitar tapi sekarang bisa.40
Hal tersebut pun diakui oleh pengurus sanggar yang juga ketua akademik
dari Sekolah Otonom, seperti dalam penuturannya:
Udah mulai keliatan, seperti contohnya, dari mereka tidak bisa bahasa Inggris sekarang udah bisa ngomong bahasa Inggris walaupun masih celoteh-celotehannya, dan mereka pun udah bisa baca not dan buat not musik sendiri, yang saya yakin tidak akan didapat di sekolah formal.41
Menurut aku hasilnya udah banyak banget yaa, itu bisa dilihat waktu makaro kemarin, anak-anak yang tadinya tidak tahu seni ataupun B. inggris, tapi sewaktu makaro tiap materi dibuat evaluasinya kaya patung mereka buat patungnya,B. Inggris mereka buat karangan dengan B. Inggris dll. Jadi ada bukti nyata anak-anak yang membuktikan ke kita kalau meeka benar-benar menangkap apa yang kita kasih ke mereka di kelas.42 Perubahan lainnya pun dapat dilihat dari kebiasaan anak-anak yang
semula frekuensi di jalan (dalam hal ini mengamen) sebelum ada Sekolah
Otonom lebih banyak, menjadi berkurang perlahan. Hal tersebut tanpa adanya
intervensi dari pihak sanggar atau dari mana pun, perlahan mereka mulai
menyadari akan pentingnya pendidikan dengan sendirinya. Seperti penuturan
salah satu murid dari Sekolah Otonom berikut ini:
39 Muhammad Ghazali (Murid Sekolah Otonom), Wawancara Pribadi, pada tanggal 25 Maret 2010 di Sanggar Anak Akar. 40 Wahyudi (Murid Sekolah Otonom), Wawancara Pribadi, pada tanggal 23 Agustus 2010 di Sanggar Anak Akar 41 Abdurrahman. Wawancara Pribadi. 42 Saneri, Wawancara Pribadi.
80
Kalo dulu sebelum ada sekolah otonom saya ngamen mulu di luar, pokoknya waktunya keseringan di luar, tapi setelah ada sekolah otonom jadi jarang ngamen, lebih enak belajar jadi banyak tahu hal-hal baru.43 Di samping itu, anak-anak pun menjadi lebih percaya diri dan
mempunyai arah tujuan hidup mereka.
Pengen sekolah lagi, trus jadi pemusik, guru B. Inggris atau jadi pengurus di sini.44 Ingin jadi musisi, cita-cita saya dari dulu ingin jadi musisi, dan sekarang di sekolah otonom ini saya udah merasa jadi setengahnya musisi, karena saya udah bisa main gitar dan mengerti musik walaupun baru sedikit. Terus saya juga pengen kuliah nerusin sekolah.45
Di antara perubahan yang nampak pada anak-anak tersebut merupakan
hasil dari program Sekolah Otonom dalam pemberdayaan Anak Jalanan.
Dimana hal tersebut juga merupakan salah satu perkembangan anak kearah yang
lebih baik. Sesuai dengan pengertian pemberdayaan menurut Diana bahwa
pemberdayaan sebagai perubahan ke arah yang lebih baik dari tidak berdaya
menjadi berdaya. Pemberdayaan terkait dengan upaya meningkatkan taraf hidup
ke tingkat yang lebih baik.46
43 Agus Supriyatna (Murid Sekolah Otonom), Wawancara Pribadi, pada tanggal 11 Mei 2010 di Sanggar Anak Akar. 44 Yuli Vega Ananda (Murid Sekolah Otonom), Wawancara Pribadi, pada tanggal 25 Maret 2010 di Sanggar Anak Akar. 45 Wahyudi (Murid Sekolah Otonom), Wawancara Pribadi. 46 Diana, Perencanaan Sosial Negara Berkembang, (Yogyakarta, Gajah Mada University Press, 1999), h. 15
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1. Pelaksanaan Sekolah Otonom di Sanggar Anak Akar adalah program
pendidikan alternatif untuk pemberdayaan anak jalanan yang tidak mampu
dalam hal ekonomi untuk melanjutkan pendidikan. Proses pelaksanaan
Sekolah Otonom ini hampir sama dengan sekolah formal pada umumnya,
yaitu proses belajar mengajar di dalam kelas yang dibimbing oleh seorang
guru yang disebut moderator. Di kelas mereka diberikan pelajaran seperti,
Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, IPS, Sejarah, Musik, dan
beberapa materi kreatifitas seperti Conversation, Jurnalistik, Seni Rupa,
Patung, dan Musik, dengan begitu, mereka bisa meningkatkan kapasitas
intelektualnya sambil menyalurkan dan mengembangkan bakatnya
masing-masing.
2. Adapun faktor pendukung dalam pelaksanaan program Sekolah Otonom di
Sanggar Anak Akar diantaranya adalah tersedianya sarana dan prasarana
yang memadai, terjalinnya kemitraan dengan beberapa lembaga atau
yayasan yang konsennya sama, Pengurus dan anak didik selalu menjaga
konsistensinya dalam proses belajar-mengajar ini. Sementara faktor
penghambatnya diantaranya, beragamnya latar belakang anak-anak didik
yang belajar di Sekolah Otonom, sehingga dalam penerapan disiplin dan
80
81
penanganannya pun harus berbeda dengan anak-anak sekolah formal pada
umumnya.
3. Hasil yang didapat dari pelaksanaan Sekolah Otonom tersebut dapat dilihat
dari keterampilan dan kreasi anak-anak yang semakin meningkat
walaupun Sekolah Otonom ini baru bejalan kurang lebih satu tahun.
B. Saran
Untuk lebih meningkatkan efektifitas program Sekolah Otonom di Sanggar
Anak Akar, Gudang Seng, Cipinang Melayu, peneliti mempunyai beberapa saran
sebagai berikut:
1. Karena beragamnya latar belakang anak didik, maka pihak sanggar
sebaiknya sering-sering mengadakan perkumpulan yang dapat lebih
mengakrabkan mereka, serta dapat meminimalisir perbedaan yang dapat
mengahambat proses belajar-mengajar.
2. Agar sanggar membuka pendaftaran atau rekrutmen anak-anak secara
lebih terbuka, tidak hanya dari mulut ke mulut saja sehingga akan lebih
banyak lagi anak-anak jalanan maupun anak- anak urban yang lemah
ekonomi mendapatkan pendidikan dan pembelajaran di sanggar.
PK����������!�0É(
r���¥�������[Content_Types].xml ¢��( ����������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������´TÉnÂ0�½Wê?D¾V‰¡‡ªª��º�[¤Ò�0ö�¬z“Çl�ßI QÕB� \"%ã·øåÙƒÑÚšl �µw%ë�=–�“^i7+ÙÇä%¿g�&á”0ÞAÉ6€l4¼¾�L6�0#´Ã’ÍS �œ£œƒ�Xø�Ž&•�V$z�3-„ü�3à·½Þ�—Þ%p)O5��
ž � “²ç5}Þ:‰`�e�Û…µVÉD�FK‘È)_:õK%ß)�„lÖà\�¼!�ŒïU¨'‡�v¸7Š&j�ÙXÄô*,Ùà+�W^.,í¡è¦ÙãÓW•–Ðâk¶�½�DÊÜš¢�X¡Ý·ÿƒ>ÜÂN!�òüFZê£&0m
àù�ly»ä)¬qô�9•ãd}¨ë§@åô?�Ĥ¡íÏÁü�R¢ô/±ù�s×ö›*&:tÀ›gÿä
�š£’��ˉ˜�8YïOý[ê£&V0}¿Xú?È»Œ´ý“>þ#Œï;«Fïi�o.Ùá����ÿÿ��PK����������!�-‘�·ó���N��� ���_rels/.rels ¢��( ����������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������Œ’ÛJ�A
†ï�ßaÈ}7Û "ÒÙÞH¡w"ë�„™ì�w
̤ھ½£ ºPÛ^æôçËOÖ›ƒ›Ô;§<�¯aYÕ Ø›`Gßkxm·‹�PYÈ[š‚g�GΰinoÖ/<‘”¡<Œ1«¢â³†A$>"f S�‘Ì�
3°£\…ȾTº��IõŒ«º¾ÇôW�š™¦ÚY�igï@µÇX6_Ö
]7�~ fïØˉ�È�aoÙ.b*lIÆr�j)õ,�l0Ï%�‘b¬ 6ài¢ÕõDÿ_‹Ž…, ¡ ‰Ïó|uœ�Z^�tÙ¢yǯ;-!Y,�}{ûCƒ³/h>���ÿÿ��PK����������!�Þ‡Í|Q��� �������word/_rels/document.xml.rels ¢��( ������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������´”MNÃ0�…÷HÜ!òž¸-PPÕ´,�© 6P
à$“Äj<ŽìiÓÜž�Ò?µ�!…å<'o>yæy<]›2X�óÚb$úaO�€‰M5æ‘xŸ?_Ý‹À“ÂT•�!��x‘(ˆª‘”>)À(Ú
1�\^Œ_¡TÄ?ùBW>`�ô
�O2ëŒ".].+•,T
rÐë�¥�™Eš«¸<¸Š�Ô�1è�ÂSSò2톱©ÛÚ÷»l�K�ƒãAì vR�Ä°Kˆ‚7Û•��{�£tIv”�b�Ú�©•VØ<ä
;ô�“#Ï`–FÂÍRî?o*îü»·Í2�À£M–��δ�Ä\À†Êå@‘ø*7b?dP!Ï3\wÉà�ˆo×ï1¶J�Â]—
Ÿz˜X³ýòŦ�Š§5�CõãæÞþ3íw(ëº
cUqÜ9õ¹�un§+�ž°É����ÿÿ��PK����������!�kvœÝw���„9������word/document.xmlì�ÛrÚHö}«öT<ÍTÙ
ú7Ì›.1kˆßN2v
Æv|©�v!Ø qœ¡€lj-�«��!1ºØÃ<íoìïí—ìé–�ÝR µ@H�ó2ž PwŸû½ÿñÏ?g†ò‚mG·Ì�µó³zMÁæ³¥éæøCíûàáô¦¦8.25dX&þP[`§öOõï�ûÇë�f={3lº ¼Âtî^àéÄuçwïÞ9Ï�<CΙ5Ç&<�Yö
¹ðO{ün†ì©7?}¶fsäêCÝÐÝÅ»F½þ¾�¼ÆúPóló.xÅéL�¶-Ç�¹ä'wÖh¤?ãàOø [f]ÿ—í`ËtÅw66`�–éLô¹�¾m¶éÛàˆ“ð%/ë
ñ23Âï½ÎeVÓlô ø˜�þ¶_-[›ÛÖ3v�ø´í?\¾ñ¼¾ní�€ä�Ë_Èl�_3ÜÉ
éæò5„:"ø_"ï
�÷Î_û�yÕê � �hihi òw®¼Þ�-j½�µzýæâ¢qy_ ?jã�ò
7þ¤K>ºnÖ¯ïëôeó®MÞåÌÑ3��~ŽF.�*9¯�u�ÿjz®�|�-ÔÞ‘<[¦‹ÿt=dôýŸÒO�>Ão^�ñ¡ö
ÄŽmÿ»¶¿Æ�~eøÑ�¿ï`ëäSø�ì€nCðÍ×;�Ñ�Ñ×êÚi§MÞ�¾àõÎUÛ͇A³§t¿÷�ÍÇ&yäú_ð߃Upü�V]8î�&á‡
�ù¯W�€��±ƒFˆ"8hëê¢Ù’¥�ÿËôÍ�RŠnj�T��€�¯ë·dá `” MòoJ�iä4´@`Ðo IÄù ÞJ ¤qã�Íùë£Ã��R
�THz1ˆ]'�‡�âSA
8ó¾»0p¸îƒe¹¦åâ�0J°«¬l&�¼�×ÅÀd?�Ÿ�@ çY×?Ô�ú
;Ê7üªô¬����ÈhšŽà �6�×K�\égQ¸�gÃ[©`â�ŽÀ:@^�»"²€� °‹Ò¶Bô6•µ ÿç6v°ý‚kêى - PÛ²F÷6�¤»˜Ã—�96Œ¾‹ì€�ª�âž5Òÿ�:Ľ©�Œ\5,dGBi'PÛÓi6hÇ(jl£�KPå�åä,í(d¯+º©–t�³tvZÚñ©t*Ïuj|�¹·Ò—©r�HÐ.ž�±-¡�Bf�²¨¨*
[[�ë�àÎA¦kãÃGÜÝ�qÝ�6½ŸÞ‘ߊ6~¶’)ê#„sLM·õ£¨,ÞnÝ
uÚ�eû†²®m�0 È"Cwfø(,÷KXö‰i¢±¶_XÓ°9>ŠÊ}�•Oص´£„,<–¶�MÒFž�&G ¹_�ò��½�Â%å…á¢Q¸Š…˜�b5¿[ã�ŠpGÕâûS�Û£�‚�åÑB׃:†i�®±�2åÉU¨¯´ý&ÐF„,ÄÛ¯F
¼‹7 Ò•�rõD�J”+^hÈ$¡™Ä:ŸžNH©f®LˆgCÃŒoö¼Zûþêâãe�@ÙU[èyâêÈ–"«�Wð�}î�'‘WQÁEk„âIÂmc›ÜÂ?�-eõº(�Äœv–ãæ‚�1k4…�f‚„�ŒX��ë��-¶¸³v±‰¡ækÛ@âÞœ·c̶‹vïÍIÛhúšÙ¨Ï€�ã��Œ«~�ÍN�’¯ÖØr¢"(�W¤&êüòÛŽ®.þùùííuLöˆÞÁï‹…†øÅ<� ÕÚíûúMãª�¾y½Z ¾L0�”»í¶R¨A‹÷VeVðošÿ�ëÆ�Ôä$V`ñ¥|#ýô¡C¶�Š÷•š^¢Ð§£úùõÍM‹’aq�D)›�]$&�–GjÛN”–g�ü“©sGGcõ¦\ž?ý j“F×uGi#�)+µ¤<Bý§îBaðˆ7��ªBÆØÑ9e*�ÒO&F¡��RR,V‰-U_ªw�gJ�ýDÊ'�� ~Ð�„Ù
úá}#��1a%øfø‘_øÁþ\Ž—–
Ò�µØßK�ŒG�#»r?í¦¢‚X‚‰�GtGD:ûDXÑ“$�!‡(��Ä�2Ä!£—x˜Pw‹�ÈQ/��Äëô�Qà¹3�T�V�¼�”Hò�êKÛ¤
!Køà±8M´T1¤í��:» �-�"–@ØBS� kË��ÚùPÜVÇÊ µ�« ZgTû–£#ƒ“»Iäš�Þ©Ö‰�°ö�[qXÌž�ŠÁ�Ýå·m�Sš‘p DE�1~`!‚€]3}>ûÿ�&ó¤r<‘ñlê�ØÄ~n#'¥áó|”eÆ]G˜WÆZ?�æ@x~Ë^ª�LàéwŠ‰¹@%Å�F¢óÊ�Kõ3Ô�[
�‘�x'é lx´Ò|×Âö�ªT¡³$#�ó�—ù�ðÇè(’µÙ1Wg<A�u}7uÚxë.”.ôÍ8' S+B©âc¬„{q<)s�1Ož(�h€ãé±�—øt
’b_¨Š…/���Ùh¿„HªÁU°d`Ä{ªV"ÞþÊê¥�Éu„{*c‘�Ü;�Ù€Xdì�.Ø�2ÌшI7bR²�Õ´m¤ˆÿ3D�&h-¡ù˜TÚC�cë†üÜã@Y�S��&¶žÕD)-¨�q bùòá)6�£Úk׶ÐV�&ñ�:Ž�f�Ô¦†�€S ù‘ÏV'UaN�®˜\ÚêDbÜEÉO,y ´Õ·:£ºm÷eî2b«ã¼ ”ufsƒxÂ.ªš‰-…2ÂGRÎæ-f|øþ–žo*�Ŭ¡ýÌDPø¯'Ì™<àºáD2�Ž Däþ^Õ��ÖI¿¨«Ÿ(ß<Û3ÒtZîgËn0¥ …„GiN��Œ�y¢á)T�›L=qD‹,1�i
±&ú‰¡›ÿ ‘*u(�—�jw)ì`Mw²¦6÷�Ý”N'êþ
ÏuÄ�©þaf`Q‹Ž�Lm1Ó#?9ŸÑ¬�3U,�µk=œË®W®ã�2€²òê%ä2-Sý�HÞû�Ý�Ê)Ú¬˜�uI
·ŽeXc�-�ö»-
(.Û+qÚ3R8ì�á~ï| ÿá'¬ùؽ0àÊó�ï(�rŒ-.é‡�ÂÅÚ±é�$6o;#|¢|Ñg 8Èʃ�Ì©2ÀŽeëض
CL|´f3Ï„éæJ�¿`Ú�—òNi�0BÚ$Ý�DFŒýê.€Á�r�`/ƒÈP4]¹�Ëù“a�É� ¸�ºD|µ��ë
�Í×pf�j’lZ¶�#!?n��×—ÂÁÎü“£e�óÉ��µÁ
�¯Nå÷Ƣ™ ?N”§4±��D~òo'Ö�Ïô–æ�ÊW�D�p9(WÀ�È�Ït½)��0O<°!`þÞlîÁ30©¼¹�…¡p¿B(0š&šžÂ/§á�xÆ‚ÄC~@‘ñÒ6Å4�Á)€`r¦´ Â�zÎî”ßÁ~„)�ðÁ„�é�jæžñèŒôé×Ï�Þ‡�� A¿fèšøª2ò!c•ðOŽRe�©"�õ~�à�LC�Ã�nÔð��(�›P ¥�Fø�ÿù/82ͱç(ÍÉ
i1y$
>$§*˜Vâ|Lþì�‹��®Ì‘ˆ§">YRX¥Zç�ÛŸ¼ä�T’¤ŒfªÖ�Õ§f¨
sAv·�lýÀ°ØÑ0�+�<
·.E©�ûõ]�¹x¼]‰fµÎ$�›�‡8°ªÑá£íÀääÀF[�DçÎm2Ž�kn•ì£1[�³úÊ�#Ã�¤T�kê�kð3§Q{à+ÿÌš±-m» Àß'x[ŽFR�±‘•i^CÅ`Nc’ç�R�Â’¼‚î˜��ï_“¾e-%ND`ïwÈ-�Þ{˜éx�“-�ý'ÊWüçBùr�!°XUð-%A1‰Q�Óü$Òœ•FžÊ��é´!¢E"RxI†Uλ ¸���²òH$râ|»JãBN'Š°ÁÇ-sg%��/E¨A��øx�Ѿ•ŠhGRê>&¯�õ÷Wp‡2ˆ�r{.�Ñæ¿ž�ÑÎ<�–»Ãs“É|Ü¥¢Ÿ�O_?B�$¸D‘»ßs�WIÃe‘À�–ÝÒ5�œ‘^ï)zðì¸Ñ¯Sm$›� á—Ä-þE¿¯w~¤uí[ƒ¹9Þ�Ú‰ ��+��+ßá�ms
I
ò��Ï9Ȇ{Kéà’-ž{CCŸ*�è-6áö�¤
ÐÄ3a&ÀåU’�JÛfÚ�Å”�sò'p]§mè�£·ïtíCÍîhtHäDw\Ë^�û“©-ÇC/ IÖÊã‘-¾µ�¬�ü¼¾¾ž�Ñ|ŽM¸¬|l�é��i0@–GWÉ�ISpKf¬x9œˆï23d
’4Ñ<��^þ�%‡�$ª‚-ˆŒ…w¢ttS�@”›ÔÈÀ_�¦&CmH�Æ\“ÿˆ¦�,u"§�X�Ì�Ù³Né*RýmHî�&Iqrø-��ƒùcvò°8�‹¬*„›ˆwÈ��‰}�¡—…7ƒ¦�˜KJ”‚3�B€DSŽ9:/€ÓB\Õ‡�'��O)ñÈ{Äú*�|—|�P^Ã�ƒ�[Óþý-�j6�ãö T��3j]4Æ-�£)5u�Ü‹ž…��˜ÏTžöô¿ÀMÔ!glºñQ7�%’»�µ�…Áv~1Å”I�$Ér¶9ýø¡6ÐgØ��=$·Ðùˆ?É+ꕨ�’�GŒ8LTõñ�ç~”�O��{YÉÕ4þ@sèÞw¡HÍÕ¡ÌmlÙ‰:-2è��Iì5ES$K.b°ÃëçÜ�+›”(¦÷2Š©}ùpuKÜñXÈ�{R•�
��œ—
�ë
ÇÐÊ8�
-ý ¡îž7��I[`«;0¦“�æšÎÃŽ1[|ª¾¿��Ù¸ö=f?¼�¶LF‚KZ†—»i‹ÂÐßÙ�ƒ›±€©¿'ÉÅê`žwL¨Í|Á&Xë��-zGŽò ©t�ý�!Ž.
p„�Ìô©
•þT�Áð?¦ Uï®îüš"
r�Û/ˆ–¯¤ú~ì�ÿ·‡º«<Ü�ïÐ4Ðůœâ��f-ÛFãRLÿ���Ëû�3ªHÿëªÂC†N’Á©„Ó�&_E¢0 —Á4��¥¿@3G·)õ|A�±1À Ö纙Ânq)›v€�Ø-¾L2»Å Ÿ¨óŽfþLç¬ö�{lÑ
VwèÄ�½�Y3Q·Å}Ï´å3B=qå8"ÒV–UxWõëf]Èð¼(Ø7†O`E��ˆ‘Ô÷&Ð!�Jð-”_¢�äË“�TÌšÙø�Ú/é@lˆŒ3-SäC_WMAÁôÐ�ºN9 ÎhaB9-û‹û‡ j�×Áò'O>-CŸÌYSIqi.û9È‘>EĤpÑ,9—Ç,ÅËî"™0Ë!ÁÀ”¹d1˜}�ž‰Éi�è ž�0¿©ÀZ`)-#åöõU£ÙL2'E¤¬Fo{dÛƒÒ(T,�à-žÇd^�8?Æs�9n¡ íQ-ݶ¦´aª�ñ;g°õ�Mc„†Ø=,Ž”qùx¾c³Ì<¯RŽdFW�e<…g™×�óÊå��ª±ÕŒ¡
Ò�±,—†*#�Ö�-
(�ü·fx…`߃^ �´êA�x„æÄ/¾7µ å™üZ1›Å2³â�$wþÉ3I ÔZuNª±Â�P�tL%D;‰H€���Є4;È�-oA�ÞÐÖ#ߤW’�lV�‘�d$"žð¥—,ûÄ+‹3ãy)Óˆwã饷,ËJËx†Ô¦$…C B´RïÛ\š)�ÀØz@X‹•Å]è {…4qn�‡�ÁÉ}¬‘÷ ™*¼b_X?[½Õº¬ŸË¨•ü„›ô’bñ�Õ“±�§4ªJ/�W@äÒC*½`ÙçÕˆó�ál1t�Eœ,5•}T�Š÷¢Ìæ^(º�e´/'¾ŸZ¦5Û®³oo(ù�
^%㞉 _sQU�B⣤˜ ^ž
Q{)*�…1¢ÀÎ�É�1aù'TaÞøaSB+�W˜Û�Œ}Ï…‚��|Æ�¢¢úLѦӘ-
\�ñz+È¥nÿÛàÜæÔÁÑëì�VHAx§T¬ö±�W+"+¢pcþ‡˜¼ò8ðW<Ô'RàÝ{�û�yoä¤�z�rå’U-pØ^„ÒX§%!˜�»±#Æ Ì�C�ƒZãÖC•S06³ó±ßNL úfUöp´œE¹
�Kma��-
%��Ñuëê¢Ùª‘=�Á³µáQ�åƒDÍ�Ÿ^�z¹Á›CS‘ñrù'Ô˽øx}qqC·�x¹Ûö�-=F�å•Ù¸�
~Ïl�›�R�Ÿ}H+�ÃÎ$)`0ÙPîÌ
mdx+¡”ÍÍo›½¦ÒíuZÍv‡c>�àg¥šª&�X1³��‰EËn�¥këCÒò�
�î
±ßÖ �g˹¼1ýÍ1=Ãm’L/–,� :ùÌ…ág�ú9ŒÞËŒ_NÒm**Þ Ò›Cͳ!�1CæÎp®žGÐ{Ä®J@�(¨�²t™Ø†¢™ÀZØ�f~‹Â�®� ºÐ¢rù ªŸ
q‰DŽ{�]K¬°¼�²’�eƒ¥�²—�’`¦½EÙ ³@�J» ‚ú�‚•ó+¥ Í
†´2ä!Ì�•ü“#ìCcç Š gPZ¡|š ¿`
:�ýÆ�”ùØØ=B_Þ—�›u‰"�Ž¹í{@ã�W6Ñ�ø�Ó\ˆQÐ%ÉQå·©‹F:íò^Z�GÊ��B1žjš“•¬·�÷
]ù7ÌßP`‚:ÌäH¤rN¡ �Y^Šå»�Iÿ>®%�ÿ�š,<R/¾"îˆ�"ác-Á
¡—5f)\��Mik`œNÙ|e'KÙü�j¹Äk>ùa&ß,¸·Àø�‡~�äʤ�â‘eØŸz�Ì�„ý|†7¼ �\ÿ
SÿMϵ‚/�Ÿ£�ô™±ÿù
�®`;(µ
ä�7��ÆöZæ8øÂ6�¿ �htE¬�ìÝ.J¦i$6ƒ«íæà ÙSz�-Íß›�ås§ý½›�é~ì�:k®üQOцÏ#%X�ž!„�¥�¡²àÁÕÛOè�áÄÍ�æ�MŸ�x[ú�ˆq˜�¨è„%á�I B4˶¬Ñ½MâÃ.ÌÞúP‹•Ž1VÕ.ñJ��ß £‰“CIû[¥‚‹Û���TH—|#ë&æ#î”�lš Þ�KB�['P�àTâ,½€³´¨*M�m†¤*ʼn_àž©¬%FÅaV�·¨4->Â�w0�¢ª”è–*ÝÖHؤ6�謣ñ—‹Ý¦ßvm–
�)€•$_ ÷�Ó
�_#�.põR�“x.T¬ƒyHý;Î-)Nà—��±¢�YŒ��TUi…�Æ���Ð�Â���e˜ÓbÐ*·¤¹êFØ\U€s a&Ö$[VÍ”Dö*(6¨®‰àðÍ Ÿ‚å
ñDï”>4o�¸4ÐS:$;iŽãNqi�P)5P…Íø´BoäHåhååbå‰ÕUIæ~�<¸-§9�Ñòâ�Z‚–åh�L»*°R¥lÍ<=Ò’�«~Ô§ž–5®Zò¦åè6]<”|
µ�½.H¼å•�^ò†Åp�TvË„yK>�¤�Ìñô0ˆ¾7P�7ï ´ó��øC‘á'(:Œ�p1U±z²l|Ðò%©]Wœ�|ß?r’’�hè,ˆ¹÷þt† *µZ[Ž�œK&O>¾T…ÍÈ� ËÛˆV�1Ñ;¿Ö_ÄtÓ®_}ôÇ•…q�®"å󺋘„)ç„d4“º'ÎÒˆd�Ϻ�¶àòXÔX®œÅ\؆Öó6Q �ÆN×�…íSß_�A�½Â$"¥c!x™x�ÓÿÅ�³U¥ 4Tt�Wu‚a YX%�/.©�Ú�G ®š,�ˆ
¬03÷¯1¡Í³g‹-ÝU�ؘKí¯2RŸŠ‚Dî‹�»dÁïKQÂWwÊ/õÆù¯Êím�Ü�ÆŠÄê§j
œÉµÃÊãl6ÁnwE´U�&2Ƨ±‹w¹²
X»eç{”Sfâ-³Žw¡›† …PÚ¯Á€øL•F2Œ–«`2½™_{¯�/�ˆ>Zš_'µÒ¯w𬣅Ÿ5Èg°½å�ÀâqÈ·àoø�g�#»�ÿš[P:
·ýùïa¾�¿^>¿xOŸÃ;ÃWí¢á€�_�¬�´�ÀŸ�ô�LˆŽ¥Ì�n‰ð{sŠ4¸ê'bw‰™GÌï»Ý`�³·ú�˜õZ�Ôø ÄqÝ×;ä<ëz–à��…�ƒ�Š�Àú¥ . Îb^HR$»å�Õ%—Œï�³Â\ªëS2‡†ÛøQµA� °A~½t嫶�C�*\{ÅÑS,Yþ�ã�Ü-A»Ôï ®�tUd—éò�ˆ‚)é,ü�*ÜÝfë#©m¯L‚’7}(°ÿ¬“+�]Ï0PÖ‰”ÅéG9`G"°…Ó±x—AÿúÑz\�#Ù±Xä¬åtéW��odMUSÎ�‰õ>"°‹ÔÅGëÎwTÞzà¢dæP»–9ßr�{EÔ�܃e{ŽCoÌ‹0vº�-��Op‘487ÙB�•µßáŽé½ÃÀ�˜2#µé£�¯Ï°£|ïJ�N��ÞI¨—�'é!+�ò·^ÖÞ®’ùUl(G‰¾@{âh1æH‘•Ã.™S�
�cýŠ“PÇxà�Æ�K–ljÿë «Ð&0¥éœrô&“ˆ+}û ˜)ù¿ÿü�Æzf��•¼õ�©S¿<QºÚ�•‘%Gý„µhË©Ø
ß3ƒª,-^Öºb¤íQ6¯dFHàk¸võ�TzDÀ�ˆdµ~Î-~´&ŽÖD-ZK ¼³�o'¦ý~;ê)¥Ë˜’™Xý†Çp��Ç0IæÐQŸ-b�A5Š_ —�î�×%•Œl1ÕæЪXx¤TݾU±ð=‹¡/nU,.ó•°«ˆ@(P}s�Ÿ·¶nº¾(Ž2
(' 6iã”�¦�Y�n�-b�³
�ý&š@à†:0×ZõC„lùY0^�‡ˆã°Yœ8b6#Os�O¾Ï4q;¡Ï�¶�t³¹¤çcL2¸™�¡,€ÓבÓæÙ´Lúªêo6dxu�9™�‰<Ðؼ:o_Ñ»'H�$mb
>"€ ®�\6¦¤u²œoÚÉ�Gñ >È™|§@
È®ÚÇS¸� Ê,£#�Å/X9aä€ žGv7”¾L}´,[ÓMäZYó–;ØL×F3oãñ0äÊ>¾ÃµÇõræºáP4J- ²ÀÖ-�3E@Rø�Ø4²,µr‚t€üÛ�IÂ]r[Ú�w�8!§Ý�îlšã±ånZ@±�V�P‰�¢L-V�•'0‰�<B�9
Z÷OÒlü�����ÿÿÜWënÚ0�~�”_›´ªN
Œ=ýŽí„&,)iaÒÖJE¾œûåó �Æ-{·ñ
ü§Ô�-���ûwA8eþÝ-\Ë_®dè;rrœpÆ‚{.5ˆCBÆFš�(º�ý÷hîüÜF£4Á-ÈI8I ß�ÃíX�õoàÇ©è�Ã�iSRxrι‚nF�œEB’Olsf£"�‹’�%y¡ð*Uaë‚Æ‹�æRaÂÒ±á@Ì5�&•>i]õq] |Ì©ÎÇ”ú8
h`ÙFq´àò�™Žm!C�
<�³-^Ðh����Ž€Pû�w�~qfÊ30ëÈ
+���g’¢X�‚ÝJTÙ
ðå�µ��\ÙN¿@ ��W³úÙ¨"îjUs�ZÿxR�ªÍF½‹ª-#ÿÞœÉÊtW c „j� RAæMP�¡K›æ�/�± »NƯ†¶û4'q|¨†¢iä9óäÉT ÷ûFà�Åñ¡�Ý&‘¯>ÜZàçŠ 6�w.M�¼8�]´Ùsæ}K�©zzKÅU#&R}¢v“L°œ�.ôÈ]®F‰×À¹†��d�ñ{?úáÁ±�ÔWL¬5#ד ƒYon�ÿ÷Sâ‰E¥?«N=×Å` L'-œ„Ë_�¶=$Ñ�"Gå
õˆù†m[)¹n�MïŸ:-Ô^à[Ƴ�Ç-´\×¹V*ßïØ?��Ž�„Á‰ß�…Z×âŠë΃-o�%%Ô¨"h�5�Ú¾�H-¤”°‡Æ�]"
êËá½Á¿^�Ð�¢�PžŠo4†Gç��s�V�€¨‡ÊG¼�4Æ_.ƒ•’�Â�„Y*²ô¤¬/�s
cµ3µ»“©Qê�9îÓ8�v���-u�ÄÅe@oæ�ù�®®e²$YmÒrã�Yyª#Ûì~•\�
ÖýAw(×-óáñ�ê4%á�–*�K€dàèÒ¢á�„�[Hª`Û—½-�,ËQßµk‚}YIyu�Œ©ÂÊ·a&Ô6ÿ‚óX”‚¶ü«3-�ö#Ÿy_9UÃ�L� *¼õØè-�0��U'+æÔ�X²-‰…û���ÿÿ��PK����������!�–µ-â–���P�������word/theme/theme1.xmlìYOoÛ6�¿�Øw toc'v��uŠØ±›-M�Än‡-i‰–ØP¢@ÒI}�Úã€�úa‡�Øm‡a[��Ø¥û4Ù:l�Я°GR’ÅX^’6ØŠ->$�ùãûÿ-©«×îÇ
��!)OÚ^ýrÍC$ñy@“°íÝ-ö/-yH*œ�˜ñ„´½)‘Þµ�÷ß»Š×UDb‚`}"×qÛ‹”J×—–¤�ÃX^æ)I`nÌEŒ�¼Šp)�ø�èÆli¹V[]Š1M<”à�ÈÞ��©OÐP“ô6râ=�¯‰’zÀgb I�g…Á��u��SÙe��bÖö€OÀ�†ä¾ò�ÃRÁDÛ«™Ÿ·´qu ¯g‹˜Z°¶´®o~ÙºlAp°lxŠpT0-÷�-+[�}�`j-×ëõº½zAÏ�°ïƒ¦V–2ÍF�-ÞÉi–@öqžv·Ö¬5\|‰þÊœÌ-N§Óle²X¢�d�søµÚjcsÙÁ��Å7çð�Îf·»êà�ÈâWçðý+-Õ†‹7 ˆÑä`
-�ÚïgÔ È˜³íJø�À×j�|†‚h(¢K³�óD-Šµ�ßã¢���dXÑ�©iJÆ؇(îâx$(Ö
ð:Á¥�;ä˹!Í I_ÐTµ½�S
�1£÷êù÷¯ž?EÇ�ž�?øéøáÃã�?ZBΪmœ„åU/¿ýìÏÇ-£?ž~óòÑ�ÕxYÆÿúÃ'¿üüy5�Òg&΋/ŸüöìÉ‹¯>ýý»G�ðM�Geø�ÆD¢›ä�íó��3Vq%'#q¾�Ã�ÓòŠÍ$”8ÁšK�ýžŠ�ôÍ)f™w�9:ĵà��å£ x}rÏ�x�‰‰¢�œw¢Ø�îrÎ:\TZaGó*™y8IÂjæbRÆíc|XÅ»‹�Ç¿½I u3�KGñnD�1÷�N�
IB�Òsü€� íîRêØu—ú‚K>Vè.E�L+M2¤#'šf‹¶i
~™Vé
þvl³{�u8«Òz‹�ºHÈ Ì*„�æ˜ñ:ž(�W‘�☕�~�«¨JÈÁ�}KNßÁP±*ݾ˦±‹�Š-TѼ�9/#·
Tøe\O*ðtH�G½€HYµæ–øA7ÂqZ…�Ð$*c?���¢�íqU�ßån†èwð�N�ºû
%Ž»O¯�·ièˆ4 �=3�Ú—Pª� �ÓäïÊ1£P�m
\\9†�øâëÇ�‘õ¶�âMØ“ª2aûDù]„;Yt»\�ôí¯¹[x’ì��óù�ç]É}Wr½ÿ|É]”Ïg-´³Ú eW÷�¶)6-r¼°C-SÆ�jÊÈ�išd ûDЇA½Îœ
IqbJ#xÌ꺃 �6k�àê#ª¢A„Sh°ëž&�ÊŒt(QÊ%�ìÌp%m�‡&]ÙcaS�l=�XíòÀ
¯èáü\P�1»Mh
Ÿ9£�Mà¬ÌV®dDAí×aV×B�™[݈fJ�Ã-P�|8¯�
�Ö„��AÛ�V^…ó¹f���é"�á€d>ÒzÏû¨nœ”ÇŠ¹ €Ø©ð‘>ä�bµ�·–&û�ÜÎâ¤2»Æ�v¹÷ÞÄKy�ϼ¤óöD:²¤œœ,AGm¯Õ\nûœÂN�H…T[XF64ÌT��,Ñœ¬üËM0ëE)`#ý5¤XYƒ`øפ�;º®%ã1ñUÙÙ¥�m;ûš•R>QD
�ÌH ín÷ÞÜ-Æ
zÈÇiÛ�Ù�-ã�¼.uχY��C¾�6ìOMf“å3o¶rÅÜ$¨Ã5…µ
¢à��ØDìcp¿
UÐ' �®&LEÐ/p�¦-m¦Üâœ%]ùöÊàì8fi„³r«S4Ïd 7y\È`ÞJâ�n•²�åίŠIù R¥�Æÿ3Uô~�7�+�ö€�׸�#�¯m� �q¨BiDý¾€ÆÁÔ
ˆ�¸‹…i�*¸L6ÿ�9ÔÿmÎY�&-áÀ§öiˆ�…ýHE‚�=(K&úN!VÏö.K’e„LD•Ä•©�{D
�ê�¸ª÷v�E�ꦚdeÀàNÆŸûžeÐ(ÔMN9ßœ�Rì½6�þéÎÇ&3(åÖaÓÐäö/D¬ØUíz³<ß{ËŠè‰Y›Õȳ�˜•¶‚V–ö¯)Â9·Z[±æ4^næÂ��ç5†Á¢!Já¾�é?°ÿQá3ûeBo¨C¾�µ�Á‡�M
Â�¢ú’m<�.�vp��“�´Á¤IYÓf-“¶Z¾Y_p§[ð=al-ÙYü}Nc�Í™ËÎÉÅ‹4vfaÇÖvl¡©Á³'S�†ÆùAÆ8Æ|Ò*�uâ£{àè-¸ßŸ0%M0Á7%�¡õ�˜<€ä·�ÍÒ�¿���ÿÿ��PK����������!��¿Þ¤?���$�������word/settings.xmlœYÛŽã6�}_`ÿ¡áçíiÞI�é H‘Jf1³�¬“��mu·0’eHr{:_¿%Û�Ïd�ƒ`Ÿ,±Xź��©ã-~üÒ6w¯U?ÔÝîqÁß±Å]µÛtÛz÷ü¸øí×âÞ-Üm˦ÛU�‹·jXüøþï�ûá¸�ªq¤iÃ�™Ø�ŸÅE£�\¼Œã~ùðpQz×í«�Y{êú¶�‡w]ÿüpÖŒÝæÐV»ñA0f-úª)Grxx©÷Ãl-ý�-ÑR/³‘×? âµmæyGÎþlæ%Üc×o¿jü�÷&…}ßmªa ̶Í9ܶ¬w³™¡ù+vÎùüX¯û²�ûÆÈ{*Ûï]×Þ�—ûªßPB-�N/-¦qZ·{Z�åX‘tØWMsÂÀ¦©JZý¸|î˶-©f瑓ζz*�Íøk¹^�Ýž&½–äŸ�ìlrÛ—G2òS_o�îúú÷n7–Íj_nhpžÌ¿N®‡}S¾]'Æ«v"„¾Í�âl|óRöåf¬ú‹Áœ¬÷]3ÏÚvÿêƼk÷=%ó¢Aoåxrœð¾�¦¨§‡ÿtÝ8«1æ¤�*�5&éUBÐsŠC 7VÆ�’P�,±Îa‰4y�-)æM
ËîqqèwËaóRµåpßÖ›¾�º§ñ~ÓµËîé©ÞT—
-�!”Å�åÓ¥Æ�ˆÇ��q<ÎZå µ �Çë�$\jóý:œ+£`¤œ[á¡�\ÙÂ`kš�—!߸V�Çõ΄Ä:&Ã5åVjƒu¼ä�Ç㥹aÍËèaåx0,�зh4‡Uà‰çü²Éþ�ëÂxŒ�¡�Õ�Nš
Z�¹�…A¾‰È £°DÊ�z-’à�bG$Ã�Ì�d&2˜7ÉmžC�HÁB€ˆ—Â� =�Z��Ö1Ü{¸�e&u€‘’Ę��›g8ž ¹„}GæVJl�2šÁx�SLÂú(¦MæQå”PÆÃŒ*Ç|€õQ�‡
ú¦r��ŒGES8ˆ*UH_`ß -3è�fÖ3èµÖ–��"Õ–�
ûŽv21¬“1®`?Ð…d¸Ã�!5>�ŒP¹€¨2QÝè½&YíaµMÁ¸‡Õ¶Lû�f”Ni£a¤VØ�g–Uš�èµ¥�Ÿ ®-¶>b �Y¸+[+=ƒ‘Z§T�ñf3Æp�#|Ø�û›õÊ$��7Y
«mƒ–-v�Ç�/ Foß)œæ9ÞõN›„ÏŸI’ oÎ�g`¤Î2 �í���ÇûÇEUh¸³\Á�ƒû‡Š 4ô€$ÉA¯3.8‡ëd\��â ãÚà“‰
z‹o�$q�¼SdÔ_q�Ë4÷ ë�æ�<12ê-ø-’Y&q§È�Ï�ÄNæ$c8£AZ�Ñ›åVGˆÑ,ig`®ýÍÊy¦,¾9xN}�îmÏÉ5,�ZHˆ�¯yÄØñ”k|�{#CÀëX�5ì|ÞZ�`çóT…ˆ%9“xŸú(3�«à I78´ç�� wÿÀµÀ7ï DÈ`MI��Œ4�Éð ��3�UÁI�¿1‚S¾€Ø �}}`‰WE
ûN�*2ìu ¢bIÎ|Ä’Ä3�«�æ wZI¸·óL
�’L�GUȹÐ�ÄN.�°ÐëÜZànÌ�
‘n|�"$2år�idÚ �}+D�p�Hû�Ÿ?ˆøH·��[ãtßP(£Qª�`
¢âÌÃs;*-ð]9j‘iX…hµð��1cŠcßèÈÀ{;fæ�®£':@ÀH½v îí�Xá°�Q8†3�¥Ç·���Àw—˜´Ìñ:I��f'1j;·$�ß�“dtµB9Hô‘ƒOÀ$-v�oI«Ì@¼%úbÂ=$�›%ˆ�ºP��ô��)ƒõIÁò�«�rÎoä r) ®�Õ�³�)1W@줂>6av :é%\§ ¯œ�V¡ �ÃÃŒ�Ú’s(;�Ñ;9ì;…Ó�÷Ñ"ðh±
µŠ�¾%&1â‹$¨ýBß �Î:�gzŽxºv9‘´¿ôóSA\ß]{f�ó²]÷uy÷i¢q‰Ük—ëþs¨w³|]��\}+Y�Ö³ðþþ,�Ú²i â�g�1¸gÉ–hÉX=�
7ŸÊþùjùTŽvÙÃQ¢FÿùÕÚÄ´VýO}wØŸ--ûrÿa·¥áyANôÌYVïÆ�u;��‡õjÖÚ�›û�è°ÛþûµŸ”-® :.G"à«)C-Ë+ÍZíî�[M4îºÞÖ�‹²¿_]úÀ¦éW�g_}*÷û31»~æ�‹¦~~�ù¤2ÒÛ¶ì?Ÿ^ÖÏâ"�'�½M²ÓK¹™�¥Ù—‡iÂù‘f]-®cr-“×15�©ë˜žÇôuÌÌcf�{y#6›èêÏÄ�Ï�ÓøS×4ݱÚþ<�>.þghJßqyb‹?ì6Ía[�<¶Ýfø°›Èðá*ö‡±› å_êÍx fù$�^Ê}E�™¨p�k·<�\²¯·mù…hwž��×e61ßÝß;ïÿ ��ÿÿ��PK����������!�JØŠ’»�����������word/webSettings.xmlŒÎÁjÃ0
¸ñáîuY}!ž½ÚÖ#ý—aünîdiš¼ÿnôn[Ž%ýSs*ûwÊ��"î¿÷…"«65�{õÖ®¯äø»sÔM=Œ«jO<úØõ”¯�{ÿ�“åë
Æñ{aï�t_�õ0JHR(£/Ðõ�\Gi
±d$mÞöô5l—Ýz�Ÿøñï�_im>Q42�ð<Eº�py?
²m¡A =ï¡Qó4ù• �øF…Ãø´éKWðzF³ú©MUH;�`1Ë�s��L^·œ‘ê6³$oõ”›ãyŽ�ß8|$$s»¶}u‚«·Z KÌ
,S��ZyD+
¨ZCÒúë% ÆÚÈÙbŠ?xb9 �Eqcïþµ�w���ÿÿ��PK����������!�t\�|”��� B������word/styles.xml´[ßSÛ8�~¿™û<~º{h �…izÃÑáX9Û)пþV+[qì(ÞÅ./Á’µßþÒ·
Ñr0C)%aúì8
2Hߪ•ˆan®’e�Ácòp æs�ŠO*\/Eœ�ô{½áA"¢
™þ„u?‚hä÷û~>r®UØ�‹‚ø¡��ñ›ûñ
Ö��Çb)/ål&tnæc÷ñBÎÄ÷…ˆïS1ÛŒ�»ÀLË%†j�gàãá1&C”Î>?‡b¥3�DÇ�
h?üõ¼Œ¼"I¥ŠGþáÛžï‰8T3�?ŒüûÉÅ›÷¾—fA< "�‹‘ÿ"Rÿ¯�¿ÿöáé4Í^"‘z NO“‘¿È²ÕéÁA�.Ä�ðt!W©ŸK{¢H{RÉl•¨P¤)h»ŒŒ¼e cÿ#¨7Sá'1�ÖQ–êÇä6Éó'ü¸Pq–zO§A�J9�ÅÁÄ¥ŒUry�§Ò‡��¤ÙY*ƒ‘?‘K0÷F<ywj�Äzr¡ßÚ¹,L³š´��¶*vh*grä�É›ñ™�v€v�Ÿ%{W[ÖÃ�ª² Bð�àDRÇv0„蛇»u��Á:SFÇ�ÃB›©Ê�9�Š�Ȳpx¬8- Á-›d�Y1¿Vᣘ�3˜�ù� ƒ÷W·‰T‰Ì^Fþɉ
ô�^�i±i ��ZË�6f ‚Šƒÿ��‡ÆK;Q�"лÉCý÷�¡ÕëÖ@}mQÙ�”ËÒuÐ^ÄQ{�ïÚ‹�¶�qÜ^�phÛˆ˜Ü(e%=¨™ Mò•sbp²'eõŠZ�5®¨%MãŠZŽ4®¨¥DãŠZ�4®¨�¼qE-¾�+jáÜ»"
�¸ªY4@o�6öDf‘Ðë÷�ÐaKªË Žw�$ÁC�¬�ž®¯Uµ÷‘åx=Íhª"�¾ž,ÇY¢â‡Ý-y5��^®�A*á�Óàè~KGO‚i$¼��9k„zgR-f�-=v�¬Û(�ÅBE3‘x�ñlâÇX�£¼±9Y4*×2ˆ×òa‘yã��ØF0sº©§ŒÛ�FþµLÑ�{·ÎÐaJ“pR
‡†Œ�1ø"fr½,\C8{
�{’G�´½Ž�„éÞ^ç*RÉ|��{ ‘-ŽÙ;ØBÐL`ob+ŸD�Çì�¼EŸÞY�Â÷4Jž²c±áQ�¿-�UÜï¢#�"Žÿs+t�(&˜âÀ7�å�ô7¥„/_ǘ¢¿)<¯”OÐß”©WÊÇüØ_6Ó|
;���7�Ý�vPªÌÊ°ˆ�
KÛ“eãv-8<�%ˆtbþ¶VYó‰¹ïà<*ÊUVŸ�ÕŽk�@lÒ½�?¤þk�·�
��I…GC�8v-�-\O9ÉÔ®ð1’©]�d�µ+…
G~¸ë–-‰t�öÅ‘�Ŧe[Åp�“™ù˜ÍÌ�ˆW�:ª›„ó—c÷ºs¡^7 (ì�Õë&�…��J-;,RŽ€ÕYÝ$`9ª†;FeNå�Å®›e KÞ�‹º!o�P7äM�ꆼ @íÉ»�¤;ò&`±¹Árj™¼ @ø 竾�*“7�ˆÍ�†'�*X–ê�XÝ�7�¨�ò&�uCÞ� nÈ›�Ô�y�€Ú“w wäMÀbs
íò¿��$„Rö�¹í€¼ (ì�ÕÉ›€ÂŽŽ‹¼ Xø 3H ƒåÔ2y�€Øô`�ÊäM�ÂW8Ü°“¼q×ÿrò& °�T'o�
;:�Bµ‡T��;@�,KÞ�,|…“
9�&7ǨnÈ›`Q7äM�ꆼ @Ý�7�¨=y7ƒtGÞ�,67XN-“7�ˆM��¨LÞ� 67ì$oÜŒ¿œ¼ (ì�ÕÉ›€ÂŽN…P-Ï�°Ø�ª`Yò&`a¾´&o��¾òZ ŽEÝ�7Á¢nÈ›�Ô�y�€Ú“w3HwäMÀbsƒåÔ2y�€Øô`�ÊäM�bsÃNòÆ=òËÉ›€Â
P�¼ (ìèT�Õ’7�‹� –¥:�V7äM�ÂÄlMÞ� |å�@¸‹8aꆼ �uCÞ� öäÝ
Ò�y�°ØÜ`9µLÞ� 6=X 2y�€ØÜ oÕÂ}QòõÔCG�Pï��·�È€}G�¨€¹�wb.�h_�Í·CZ���2��éA5ño¥-=Ú5î�#AÈPr�I…�¸_ð–N©í`p¼§o`òõÜ»4í.µu˜RÛ7o W¨Ü�„-IºM�ôÌ^VÐ ³*î‘kiÐ
¤›¹ò†l>»‚öŸ¼‰G/Ö]=ð"6RåÃø�Û���‡F·YñN¯÷~0è}6�9š¢úGøŸ-Ý!ånŠŠÄ<ÓRL3”Ö�ÚÍðc«ÁÌÝC¶s&LëÃhD©‡ìÈ(Ÿþ,õ�á�¨‚:À'úªîÝp�î�3ÂëùõÿͱѼ·u-Õ¸Ò¡w¦/¿ïÑ�/ÇïM �_1ž«+�ÝgÆ˶)l·†ö"�NgÓÈ„�~¹ŠuŽA�#¦ŽÉåÙs`ÄÂü¹ˆ¢/�&H¦VîWuZ™ÙÃ--�*¢ �/SK÷ú�ïÇ£&»�@j”•1�Ú�wÎÄëåT$ÐζÇÿ7J�Nl»Ûޑ檯q¦¥�Ð-7,ÕënݶòÙòÃåäËõ¹„«|Õ¬Õ�-Î FÓ�º ¿êæ@TggâóTwSM•�œ�]"¢<Oá�
‘ìñn~£ß^»ÂûüU_;®ý£ª›ž“
çlè��€J� ¯Çº�ìLW-èÀäPßÛ.¢ÐƒŸ‹‹|£�ƒºÛ��€ä’- b]r¡T�ÃõNìn©æÅ<Ÿô2Ýû²Ë3åÚ¢�[(V�{
äšëMMuºó°[yäŸ�‘œ&RoElDÞŒ Ö¥*Ñ3ªlU �c&U¸N�pƺHWëpÍøª_‹�°§ÈÛø‡¼ñ\®fº9ÂîcôP‡-‡�8wq7�Ø�Ê&�¿‹imw›�ï�˜û³1�ÉUpÛe'ÃÞûþ;#½v~š èý×yÒÃ2h-Ï ¥<5Ýay��s8‚Ø·ð©ò’Ùé¹ü*w6î…<2Åf1Â^ŤyÏ`5±óaÌ(r2»�î>-–½]uƒ3ù¦F/G )ªiúñ����ÿÿ��PK����������!�K�g2~���¢��( �������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������„’Ënƒ0�E÷•ú�È{°�ô�! êCY5R¥¦êcçÚ“Ä��ËvBøû�HH¨*Ubᙹs˜¹v2Ý�y°�ce©RD#‚�P¼�R-Rôº˜…E5X4Í./�®c^�x6¥�ã$ØÀ“”�¹NÑÚ9�clù� f#¯P¾¸,MÁœ�Í
�������docProps/core.xml �����������������������������������������������
��XÇ”`y©
Ã�0Ô=���‚÷H½5y kÆ7l�xDÈ�.À1Á���C
�(g1�(>i�˜ÂþÙÐVΔ…tµö;�Æ=g Þ�{õÞÊ^XUUT�Û1üü�¿ÏŸ^ÚUC©�¯8 ,�<vÒå�%øtô'»ýú�îºtø�7À\i²-�Óö���Õ�¨«Ò�ëÛ�‘ï�`¹‘Úù ì ƒ„Wç̺¹¿Ñ¥�q_g³»��ò+ÝüÅÀN6�!»m�}è—i½ëf��x7âλcåmü𸘡lD( ÉØ� BcJbB>›m�ý�;]¢8Ìõ/q�Ž®�ô*¦·Câ�Ð�3|‘Ù����ÿÿ��PK����������!�8žc„æ���½�������word/numbering.xmlÌ™ÝnÓ0�Çï‘x‡*�—[’¶i»Š
mc•@€�
q�&îjá�Èv[z»—á�x,^�cçcI�J�
ôfi|ìsì_üOþÉž¿øJIoƒ„ÄœÍ�ÿÜszˆE<Æì~æ|º›ŸMœžT!‹CÂ�š9;$��—OŸ<ßNÙš.�€Ž=ÈÁät�á•RÉÔue´B4”ç<A
‚K.h¨àTÜ»4�_ÖÉYÄi�*¼À�«�Û÷¼‘“¥á3g-Ø4KqFq$¸äK¥‡Lùr‰#”�ò�☺éÈ—<ZSÄ”©è D`
œÉ�Ndž�þi6Xâ*O²9´ˆ�%i°Èè{‡jg�uŠbÄ1S¨ÖÌgBCÌŠ4z{ì]ÿââ�ÃÅsÓÚ®Nõ¸�`q ›)\H%ÂH½[Ó^åìU<s<Ó…I�C
y¿mrLµX„[àLI:í-�q"x„¤„Ö—l��h¹
æ£ñuà¸z0]�…ß �"w»�å}V»…Àñ[�#:–öU4!y�ëá¸ïÝ�£4B6:€á +ÂO•��~
½ Ïóæf
�¡òá~:
t0§EcŒ"Lì�äºC_‹Ø3ÿ¼(õ:ÊÓ�´Tisò^èå(€‘�ó>PCÏ(áræÀœuw÷±#f�ŒÎ“Fád�²{£áÁ(ï�e�i�1çLIè�AÊ;L‘ì½CÛÞ�NC–¥7=¡
¬BO§ÌÇßçã_�ɇð-�o�RH�,*Œú6�ùÃa¾ìœf�’ wO©_£t݆Rq-
û ¤A�$�ïW-vRß/6G�%�.Sò'9T›{i°OÉŽÖ†MˆÚj-?)–ÜHH‡Ë„ºQÛpŸ�=µ�6(Áªó�ÑDÉ„»§�Ô(ÙRÛ¨ Rkµ���oÜ&\ù¶ÔvÑ�©µÚFÃwn�.S²¥6ðK%/«}Sé� –δµõ�!([ÛÁí`�Ü\ݦîèO-íäf2¹ºº5r
¦Ô�ÚÀguñd�7!j«¶�žµ�-m&\&Ô�ÚÆû„ì©mb…Òøà];Ðáî)Á{Au-
ܺˆk-ýTDlÜ÷¯¿Îµ7ç�Š
•ÑnÛ Jn0Š˜ÌUÁå!C?žwŸ–
ªZ·ºµMçð{k»X�‚2ƒ±çl�<|/ÜÜÉ8ÛPF�Ïœ�;ºàðÆ�¦ø @W�0�Ë�£e�o Ù�§�ëõ�Gú¹�è¸�pÖín†î†¯�FB¿�”øí·¶ƒX3Å^ð÷��<|³€±--þíó'Ãø�ÞÄô��øÆPlÂj[;„uÇ|2�¶n˜-‹¸f¦OEÄÖ]t‡"®yíÓ�q[›ý¿D\7â'#bë>¸fáOGÄmÝû¿�qÝß÷Yx¬ÃßG?_1ù�L¿Yg��zêׂʰ¾±@�ÃÌWf¨j†¥Çôß.—?���ÿÿ��PK����������!�a¼ä�/���m�������word/fontTable.xmlÌ�†ï'í�,îWcâ4iT§J³ew½Ø:íšØ8F2`�Ž›·ß�ì¬j<©–¶h±âćÃ�>~~ß?¼ˆ::2m¸’�(2–Ê‚ÖJ²
�˜A�ë�î»U©¤5�ô—f¥3TYÛ¬âØä��Ôܨ†Ih+•�Ô£>Ī,yÎ>«¼�LÚ˜`|�kVS c›Š7�õÕº÷Të”.�-rf
LVÔ¡ž \¢u?»¨[I*`ÖÏ\0�=±.ú¦�� \·x†ç8…/��iHÌ+ª�³çD�Â%�¼>�Qí‡
´¶OÐ�9GZg(ò9(v}�*•aÉЄ
…¹Í«!~¤šÓ}ÍBÃ�ÐК=Î��Ád³\ �I2´„ˆûô�’¡ðŒa{|¯Ù9âsr_Çç$»�Ë��Ôé{ùyÆa /`}?‰½ª=Ä· æ°ü��$x�@�<-ÆA�¿�â<Ý3ˆ¤�]€�ÐŒ‚x�ïý ¶ªÕœi§›Q��(Ìð�pp$�ˆcŠ,„*˜–�SóZ�%�aÅÿ&ŠŸpÆœ)˜Q�óa£~ÿNÐ�m-�áðçó1ŒÒ‹�t}UYКï5÷ Þ˜È�|-է諲�Ïû5]˜ÉΫũ&�ýÀ}œÕ¨™˜Ž�3 ÖÆÑ"_¼ €½�¬Ô�ðâqÚ� Ðï&šÉ– `EGUãÖ?ïmÕÙë4�Ómuœ�ÆéUHl�ø«�ü�nšÂú‡ëß*âʯ—þ=cÖ¿���ÿÿ��PK����������!�'�‹<ß���Û�������docProps/app.xml ¢��( ������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������œSËnÛ0�¼�è?�ºÇô£±�ƒbP8(rh��V’ó–ZÙD)’ �#î×w)Å ÝöT�fg�ÃápÅo_;]�Ñ�eMUÎ&Ó²@#m£Ì¾*ë/W7e�"˜�´5X•'
å-øø�o½uè£ÂP�„ UyˆÑ-� ò€�„ µ�uZë;ˆTú=³m«$ÞYùÒ¡‰l>Šoa�A,8���¶¾ âzEÌ�ùæ�-�ü³sZIˆ�¬ø¦¤·Á¶±xè#(’�gù�§Xv(_¼Š'ARyÉ¿*CVæ+Î�DÞ<ì=¸C�Df�ßIи¡Ë‹�t@ÎÞ ~��-v Š�óc\QFë‹ ~ÑÓÎËâ��L‘Uå�¼��)º46�=Ö.D/j�5iSo¨{˜�åX}�³~€Àå`��<PãÒ]�Bxhénñ-fg¹ÙÞÃ`5³“ÁñŒ?T7¶s`Ntøˆ(àŸáÑÕö.-Ë[†—döîÏ*-v
�.�¾F4�6Wn�,�Åõ1þ¯hceò�žê“#Â×Ø9��Å÷dGs6�¼¶�t-:�ËkâÇd¤ôÄb¾šr–
dZ”›Å2߀¬Åw´(ØГž�ß ~Oy{�N¥í1{lÎ3�7ÒN=�ÿª˜Í'���������!�0É(
Súú%:s´ ãO$~���ÿÿ��PK��-
r���¥���������������������[Content_Types].xmlPK��-���������!�-‘�·ó���N��� �������������«���_rels/.relsPK��-���������!�Þ‡Í|Q��� �����������������Ï���word/_rels/document.xml.relsPK��-���������!�kvœÝw���„9����������������b ��word/document.xmlPK��-���������!�–µ-â–���P������������������&��word/theme/theme1.xmlPK��-���������!��¿Þ¤?���$�����������������Ñ,��word/settings.xmlPK��-���������!�JØŠ’»���������������������?4��word/webSettings.xmlPK��-���������!�t\�|”��� B����������������,5��word/styles.xmlPK��-���������!�K g2~���Þ�����������������í=��docProps/core.xmlPK��-���������!�8žc„æ���½�����������������¢@��word/numbering.xmlPK��-���������!�a¼ä�/���m�����������������¸D��word/fontTable.xmlPK��-���������!�'�‹<ß���Û������������������G��docProps/app.xmlPK������
�
�����,J����
Lampiran KELAS SEKOLAH OTONOM
Anak-anak sedang belajar dikelas sekolah otonom mendengarkan
penjelasan moderator
Anak-anak berdiskusi dan tanya jawab dengan moderator
MAKARO
Anak-anak Sekolah Otonom menampilkan kreasi musik mereka dalam acara makaro
Stand-stand kreatifitas anak-anak Sekolah Otonom yang dipamerkan di
Makaro
Anak-anak diberi penilaian
KELAS KREATIF
Anak-anak sedang membuat patung tanah liat di kelas kreatif Patung
Anak-anak mengikuti kelas musik gitar dan mempersiapkan workshop
DINAMIKA HARIAN
Memasak sebagai salah satu keseharian anak-anak sanggar
HASIL KREASI ANAK OTONOM Hasil kreasi anak-anak sekolah otonom, berupa; patung, karangan, dan
musik
Lampiran
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Saya yang bernama:
Nama : Fenny Oktaviany
Status : Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Jurusan : Pengembangan Masyarakat Islam
Semester : VIII
Dengan ini menerangkan bahwa saya sedang menyelesaikan penelitian di Sanggar
Anak Akar yang berjudul:
“Pemberdayaan Anak Jalanan melalui Program Sekolah Otonom di Sanggar
Anak Akar di Gudang Seng, Cipinang Melayu, Jakarta Timur”
Untuk keperluan skripsi ini saya mohon kesediaan dari Bapak/Ibu/Saudara/i
meluangkan waktu untuk wawancara. Dan atas kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/i
meluangkan waktu untuk wawancara seyogyanya saya ucapkan terima kasih.
Semoga hasil wawancara ini dapat membantu penyelesaian skripsi saya.
Wassalam
(Fenny Oktaviany)
PEDOMAN WAWANCARA DENGAN PIMPINAN SANGGAR
1. Bagaimana sejarah berdirinya Sanggar Anak Akar ini? 2. Dari mana sumber dana SAA? 3. Berapa jumlah keseluruhan anak yang tinggal dan mendapatkan pendidikan
disini? 4. Berapa jumlah tutor/pendamping? 5. Apa saja program dan kegiatan yang ada di SAA? 6. Apa yang dimaksud dengan program Sekolah Otonom, kapan terbentuknya? 7. Apa yang melatar belakangi adanya program Sekolah Otonom dan apa
tujuannya? 8. Bagaimana pelaksanaan program Sekolah Otonom? 9. Siapa saja yang menjadi sasaran di program tersebut, dan berapa batasan
umurnya? 10. Bagaimana peran Sekolah Otonom dalam pemberdayaan anak-anak di SAA
dalam aspek kognitif? 11. Apa hasil yang dicapai yang anda lihat dari penerapan Sekolah Otonom? 12. Apa perubahan yang anda lihat dari anak-anak didik? 13. Apa saja factor penghambat dan pendukung yang anda temukan dalam
pelaksanaan program sekolah otonom ini?
PEDOMAN WAWANCARA DENGAN MODERATOR/GURU DI SEKOLAH OTONOM
1. Sudah berapa lama bapak/ibu/saudara/i menjadi guru di sekolah otonom? 2. Materi apa yang bapak/ibu/saudara/i ajarkan? 3. Bagaimana metode pembelajaran yang bapak/ibu/saudara/i terapkan? 4. Bagaimana menurut bapak/ibu/saudara/i dengan adanya sekolah otonom ini? 5. Apakah menurut bapak/ibu/saudara/i sekolah otonom ini berpengaruh bagi
perkembangan anak-anak yang ada disini? 6. Menurut bapak/ibu/saudara/i bagaimana perkembangan mereka dalam aspek
kognitif, afektif, dan psikomotorik? 7. Bagaimana respon anak-anak ketika belajar di sekolah otonom? 8. Apa faktor penghambat dan pendukung dalam proses pelaksanaan sekolah
otonom ini? 9. Apa hasil yang telah dicapai program sekolah otonom tersebut? 10. Apa harapan bapak/ibu/saudara/i terhadap anak-anak didik kedepannya
dengan adanya sekolah otonom ini? 11. Bagaimana model evaluasi pembelajaran sekolah otonom? 12. Bagaimana dengan kurikulum atau silabus yang digunakan sekolah otonom?
PEDOMAN WAWANCARA DENGAN ANAK SANGGAR
1. Sudah berapa lama saudara/i di SAA? 2. Dari mana tahu informasi tentang SAA? 3. Apa kegiatan saudara/i sebelum di SAA? 4. Pernah sekolah tidak? SD atau SMP? 5. Bagaimana menurut saudara/i dengan adanya sekolah otonom ini? 6. Apa saja materi/pelajaran yang saudara/i dapatkan di Sekolah Otonom? 7. Bagaimana pembelajaran yang diberikan di sekolah otonom ini? 8. Menurut saudara/i bagaimana tutor/pendamping dalam memberikan materi,
apakah mudah dimengerti? 9. Apa perubahan yang saudara/i rasakan setelah mengikuti sekolah otonom
dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik? 10. Apa yang saudara/i harapkan dengan adanya sekolah otonom ini? 11. Apa hambatan dan pendukung yang saudara/i hadapi selama belajar di kelas
sekolah otonom ini? 12. Apa hasil yang dicapai program tersebut? 13. Apa rencana saudara/i setelah lulus dari sini?
PEDOMAN WAWANCARA DENGAN STAF SANGGAR
1. Program dan kegiatan apa saja yang ada di SAA? 2. Apa saja Sarana dan Prasarana yang ada di SAA? 3. Berapa jumlah keseluruhan anak binaan dan para pendamping di SAA? 4. Apakah ada criteria/syarat khusus bagi anak-anak yang tinggal disini?
Data Singkat Informan Nama : Muhammad Ghazali Umur : 14 tahun Jabatan : Siswa Sekolah Otonom Tanggal Wawancara : 25 Maret 2010 Tempat Wawancara : Sanggar Anak Akar 1. Sudah berapa lama saudara/i di SAA?
Kira-kira 5 tahun, dari umur 9 tahunan. 2. Dari mana tahu informasi tentang SAA?
Waktu di jalanan ada yang ngajak, ya udah ikut aja. 3. Apa kegiatan saudara/i sebelum di SAA?
Dulu waktu sekolah kabur gitu aja langsung ikut kereta, jadi yaa dijalanan aja.
4. Pernah sekolah tidak? SD atau SMP? Pernah, sampai kelas 4 SD
5. Bagaimana menurut saudara/i dengan adanya sekolah otonom ini? Alhamdulillah bisa belajar lagi, dapet ilmu pengetahuan walaupun ga sekolah formal. Sekarang udah males ngamen, kalo waktu istirahat mendingan dipake main aja sama temen-temen dibanding ngamen, walaupun masih suka ngamen paling sekali-kali ngga sering kaya dulu sebelum ada sekolah otonom.
6. Apa saja materi/pelajaran yang saudara/i dapatkan di Sekolah Otonom? Matematika, B. Indonesia, Musik, Patung, masih banyak lagi deh.
7. Menurut saudara/i bagaimana tutor/pendamping dalam memberikan materi, apakah mudah dimengerti? Enak, di sini diajarin sampai mengerti ga kaya di sekolah formal yang harus cari tahu sendiri jawaban dan caranya gimana.
8. Apa perubahan yang saudara/i rasakan setelah mengikuti sekolah otonom? Jadi banyak tahu, lumayanlah bisa tahu bagaimana cara buat patung, tahu cara mainin alat musik, tahu bahasa Inggris dan percakapan bahasa Inggris di materi conversation, dan juga jadi bisa tahu ngarang dan lukis, pokoknya banyak deh.
9. Apa yang saudara/i harapkan dengan adanya sekolah otonom ini? Biar bisa lebih pintar
10. Apa hambatan dan pendukung yang saudara/i hadapi selama belajar di kelas sekolah otonom ini? Sempet susah di pelajaran musik, ribet not-not lagunya.
11. Apa hasil yang dicapai program tersebut? Lumayan bisa bikin patung walaupun ga terlalu bagus, bisa maenin alat musik.
SAA, 25 Maret 2010
(Muhammad Ghazali)
Data Singkat Informan Nama : Agus Supriyatna Umur : 16 tahun Jabatan : Siswa Sekolah Otonom Tanggal : 25 Maret 2010 Tempat : Sanggar Anak Akar 1. Sudah berapa lama saudara/i di SAA?
Di sanggar udah 5 atau 6 tahunan 2. Dari mana tahu informasi tentang SAA?
Dari temen, tadinya saya di panti di Priok, terus kabur dari sana dan ketemu temen yang dari sini, diajakin deh.
3. Apa kegiatan saudara/i sebelum di SAA? Tinggal dipanti, di priok.
4. Pernah sekolah tidak? SD atau SMP? Sampai kelas 4 SD langusng berhenti.
5. Bagaimana menurut saudara/i dengan adanya sekolah otonom ini? Seneng, lebih enak setelah ada sekolah otonom daripada sebelum ada.
6. Menurut saudara/i bagaimana tutor/pendamping dalam memberikan materi, apakah mudah dimengerti? Enak ngajarnya, pelan-pelan sampai saya bener-bener ngerti
7. Apa perubahan yang saudara/i rasakan setelah mengikuti sekolah otonom? Sekarang bisa bahasa Inggris sedikit-sedikit.
8. Apa yang saudara/i harapkan dengan adanya sekolah otonom ini? Semoga lanjutnya aja sekolahnya, ga cuma sampai sini aja.
9. Apa hambatan dan pendukung yang saudara/i hadapi selama belajar di kelas sekolah otonom ini? Susah di pelajaran musik, abis susah sih, ga bisa.
10. Apa hasil yang dicapai program tersebut? Dulu sebelum ada sekolah otonom saya ngamen mulu diluar, pokoknya banyakan di luar deh, tapi sekarang udah jarang ngamen.
SAA, 25 Maret 2010 (Agus Supriyatna)
Data Singkat Informan Nama : Yuli Vega Ananda Umur : 14 tahun Jabatan : Siswa Sekolah Otonom Tanggal Wawancara : 25 Maret 2010 Tempat Wawancara : Sanggar Anak Akar 1. Sudah berapa lama saudara/i di SAA?
Dari November, kira-kira udah 5 bulanan disini. 2. Dari mana tahu informasi tentang SAA?
Dari temen, diajakin gitu. 3. Apa kegiatan saudara/i sebelum di SAA?
Sekolah SMP 4. Pernah sekolah tidak? SD atau SMP?
Iya sampe kelas 2 SMP, karena sakit lama jadi ketinggalan ya udah ga diterusin lagi. Daripada ga sekolah trus diajakin temen deh kesini.
5. Bagaimana menurut saudara/i dengan adanya sekolah otonom ini? Bagus, belajarnya jadi lebih enak
6. Apa saja materi/pelajaran yang saudara/i dapatkan di Sekolah Otonom? Kaya sekolah biasa sih, ada pelajaran B. Indonesia, B. Inggris, Sejarah, Matematika, tapi ada musik dan jurnalistik.
7. Bagaimana pembelajaran yang diberikan di sekolah otonom ini? Enak, ga kaya sekolah formal, disini lebih nyantai, deket ma temen-temen dan gurunya, udah kaya jadi keluarga.
8. Menurut saudara/i bagaimana tutor/pendamping dalam memberikan materi, apakah mudah dimengerti? Enak sih, kalo ada yang susah mengerti sabar ngajarinnya. Soalnya kadang aku susah ngerti pelajarannya.
9. Apa perubahan yang saudara/i rasakan setelah mengikuti sekolah otonom? Aku jadi bisa belajar musik, main gitar
10. Apa yang saudara/i harapkan dengan adanya sekolah otonom ini? Supaya sekolah otonom ini diakuin oleh negara.
11. Apa hambatan dan pendukung yang saudara/i hadapi selama belajar di kelas sekolah otonom ini? Kadang susah ngerti pelajaran, tapi lama-lama ngerti kok.
12. Apa rencana saudara/i setelah lulus dari sini? Pengen sekolah lagi, trus jadi pemusik, guru B. Inggris atau jadi pengurus disini.
SAA, 25 Maret 2010
(Yuli Vega Ananda)
Data Singkat Informan Nama : Putri Oktaviani Umur : 15 tahun Jabatan : Siswa Sekolah Otonom Tanggal Wawancara : 25 Maret 2010 Tempat Wawancara : Sanggar Anak Akar 1. Sudah berapa lama saudara/i di SAA?
Hampir 4 tahun. 2. Dari mana tahu informasi tentang SAA?
Dari temen mama saya yang kebetulan anaknya udah disini 3. Apa kegiatan saudara/i sebelum di SAA?
Sekolah SMP 4. Pernah sekolah tidak? SD atau SMP?
Iya SMP kelas 1 5. Bagaimana menurut saudara/i dengan adanya sekolah otonom ini?
Enak, beda ama sekolah formal, kalau sekolah formal kan serius kalau disini santai, meskipun ada suka dan dukanya juga sih.
6. Apa saja materi/pelajaran yang saudara/i dapatkan di Sekolah Otonom? Matematika, B. Inggris, Sejarah, B. Indonesia, Musik, Seni Rupa, kalau malam ada kelas Juenalistik, Conversation B. Inggris.
7. Bagaimana pembelajaran yang diberikan di sekolah otonom ini? Enak, ga kaya sekolah formal, disini lebih nyantai, deket ma temen-temen dan gurunya, udah kaya jadi keluarga.
8. Menurut saudara/i bagaimana tutor/pendamping dalam memberikan materi, apakah mudah dimengerti? Dimengerti kalau menurut aku, dan disini yang nentuin materi juga anak-anaknya. Maksudnya materi-materi yang mau diajarin didiskusiin dulu ma kita.
9. Apa perubahan yang saudara/i rasakan setelah mengikuti sekolah otonom dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik? Jadi tambah pinter, tahu banyak hal, apalagi dalam hal musik yang ga didapet waktu SMP dulu, jadi lebih dewasa juga, jadi punya tanggung jawab, punya temen banyak.
10. Apa yang saudara/i harapkan dengan adanya sekolah otonom ini? Mudah-mudahan aka nada angkatan selanjutnya, karena sekarangkan tahun pertama sekolah otonom.
11. Apa hambatan dan pendukung yang saudara/i hadapi selama belajar di kelas sekolah otonom ini? Kadang susah ngerti pelajaran, tapi lama-lama ngerti kok.
12. Apa hasil yang dicapai program tersebut? Sekarang udah bias main musik, bikin tulisan-tulisan, artikel, patung.
13. Apa rencana saudara/i setelah lulus dari sini? Kerja, bantu-bantu orang rumah.
SAA, 25 Maret 2010 (Putri Oktaviani)
Data Singkat Informan Nama : Andry Setiawan Umur : - Jabatan : Moderator Sekolah Otonom Tanggal Wawancara : 15 April 2010 Tempat Wawancara : Sanggar Anak Akar 1. Sudah berapa lama bapak/ibu/saudara/i menjadi guru di sekolah
otonom? Kurang lebih 1 tahun inilah.
2. Materi apa yang bapak/ibu/saudara/i ajarkan? Sementara ini musik.
3. Bagaimana metode pembelajaran yang bapak/ibu/saudara/i terapkan? Berdasarkan silabus, kita tinggal lihat materi yang akan kita kasih apa saja, walaupun silabusnya belum resmi, yaa masing-masing moderator buat silabus sendiri aja.
4. Bagaimana menurut bapak/ibu/saudara/i dengan adanya sekolah otonom ini? Yah pastinya lebih baik lah, karena paling ngga kan ada fokus pendidikan untuk anak-anak.
5. Apakah menurut bapak/ibu/saudara/i sekolah otonom ini berpengaruh bagi perkembangan anak-anak yang ada disini? Sangat, yang paling kongkrit adalah melihat perubahan anak-anak ketika pada suatu forum ada sesi diskusi, mereka bilang ilmu lebih penting dari pada ngamen atau sekadar cari duit. Nah dari situ udah ketauan mereka lebih milih pendidikan yang tadinya lebih banyak ngamen dan tidak terlalu memikirkan pendidikan.
6. Bagaimana respon anak-anak ketika belajar di sekolah otonom? Ya relatif, namanya anak-anak ada niat atau engganya, tergantung gimana moderator memberikan materinya. Tergantung masing-masing kepala, ada yang cepet ada yang lambat juga dalam menerima materi.
7. Apa faktor penghambat dan pendukung dalam proses pelaksanaan sekolah otonom ini? Kalau menurut saya sendiri, ngajar disini hampir ngga ada hambatannya sama sekali.
8. Apa hasil yang telah dicapai program sekolah otonom tersebut? Yang udah keliatan yaa keterampilan anak-anak, contohnya di bidang musik, dan bahasa Inggris, sekarang mau makan aja udah ngomong B. Inggris walaupun masih sedikit-sedikit, menurut saya itu merupakan salah satu hasil.
9. Apa harapan bapak/ibu/saudara/i terhadap anak-anak didik kedepannya dengan adanya sekolah otonom ini? Harapannya ngga muluk sih, yang penting mereka tetap ada kemauan untuk belajar aja.
10. Bagaimana model evaluasi pembelajaran sekolah otonom? Diadain setahun sekali namanya masa eksplorasi, diadain setiap akhir tahun, kira-kira bulan Juni.
11. Bagaimana sistem penilaian di Sekolah Otonom ini? Kalau disini penilaiannya secara kualitatif, yang dinilai perkembangan anak itu sendiri, bukan berupa angka atau huruf seperti sekolah lain.
SAA, 15 April 2010
(Andry Setiawan)
Data Singkat Informan Nama : Zulaeman Fidris Umur : 14 tahun Jabatan : Siswa Sekolah Otonom Tanggal Wawancara : 20 Agustus 2010 Tempat Wawancara : Sanggar Anak Akar 1. Sudah berapa lama saudara/i di SAA?
Udah 3 tahun. 2. Dari mana tahu informasi tentang SAA?
Tau dari temen, trus diajakin temen katanya mendingan tidurnya di Sanggar aja.
3. Apa kegiatan saudara/i sebelum di SAA? Di Mambo, Priok, nyolong-nyolong besi gitu
4. Pernah sekolah tidak? SD atau SMP? Pernah, sampai kelas 4 SD
5. Bagaimana menurut saudara/i dengan adanya sekolah otonom ini? Enak, bisa belajar kaya dulu lagi.
6. Apa saja materi/pelajaran yang saudara/i dapatkan di Sekolah Otonom? Kaya patung, lukis, kalo sore, terus kalo pagi B. Indonesia, B. Inggris pokoknya kaya sekolah formal deh.
7. Menurut saudara/i bagaimana tutor/pendamping dalam memberikan materi, apakah mudah dimengerti? Enak, mudah mengerti deh.
8. Apa perubahan yang saudara/i rasakan setelah mengikuti sekolah otonom dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik? Tadinya ga bisa bikin patung sekarang jadi bisa, ga bisa main gitar jadi bisa main gitar.
9. Apa yang saudara/i harapkan dengan adanya sekolah otonom ini? Terus lanjut sampai lulus SMP.
10. Apa hambatan dan pendukung yang saudara/i hadapi selama belajar di kelas sekolah otonom ini? Ngga ada.
11. Apa hasil yang dicapai program tersebut? Banyak sih, jadi banyak bisa dan tau banyak pokoknya.
12. Apa rencana saudara/i setelah lulus dari sini? Bikin grup musik, kaya band gitu biar bisa pentas-pentas gitu.
SAA, 20 Agustus 2010
(Zulaeman Fidris)
Data Singkat Informan Nama : Wahyudi Umur : 16 tahun Jabatan : Siswa Sekolah Otonom Tanggal Wawancara : 13 Agustus 2010 Tempat Wawancara : Sanggar Anak Akar 1. Sudah berapa lama saudara/i di SAA?
Baru masuk dari 2009 kemarin, jadi baru 1 tahun. 2. Dari mana tahu informasi tentang SAA?
Tahunya sih dari dulu, udah lama, tahu dari salah satu pengurus sanggar disini namanya mang Uki.
3. Apa kegiatan saudara/i sebelum di SAA? Tadinya sekolah sampai kelas 2 SMP, terus ngerasa sekolah ngga enak ya udah berhenti.
4. Bagaimana menurut saudara/i dengan adanya sekolah otonom ini? Sangat membantu sekali dalam hal pendidikan pastinya. Dan lebih jadi kekeluargaan.
5. Menurut saudara/i bagaimana tutor/pendamping dalam memberikan materi, apakah mudah dimengerti? Mengerti sekali. Beda dengan sekolah formal yang tegas, tapi disini nyantai tapi kita mengerti.
6. Apa perubahan yang saudara/i rasakan setelah mengikuti sekolah otonom? Jadi lebih mandiri, tadinya saya ga bisa masa, sekarang jadi bisa masak, dan tadinya juga ga bisa main gitar tapi sekarang bisa main gitar klasik.
7. Apa yang saudara/i harapkan dengan adanya sekolah otonom ini? Semoga aja anak jalanan jadi bisa melanjutkan pendidikannya, bisa sekolah lagi.
8. Apa hambatan dan pendukung yang saudara/i hadapi selama belajar di kelas sekolah otonom ini? Dulu sih masih sulit mengatur waktu, soalnya saya masih suka main dan keluar malam, tapi setelah di nasehati oleh uwa akhirnya saya nyadar kalau saya udah gede jadi harus belajar. Dan saya udah janji ga akan main-main lagi.
9. Apa rencana saudara/i setelah lulus dari sini? Ingin jadi musisi, cita-cita saya dari dulu ingin jadi musisi, dan sekarang di sekolah otonom ini saya udah merasa jadi setengahnya musisi, karena saya udah bisa main gitar dan mengerti musik walaupun baru sedikit. Terus saya juga pengen kuliah nerusin sekolah.
SAA, 23 Agustus 2010
(Wahyudi)
Data Singkat Informan Nama : Hermawan Umur : - tahun Jabatan : Siswa Sekolah Otonom Tanggal Wawancara : 23 Agustus 2010 Tempat Wawancara : Sanggar Anak Akar 1. Sudah berapa lama saudara/i di SAA?
9 tahun. 2. Dari mana tahu informasi tentang SAA?
Dari temen, lagi ngamen diajakin ke sanggar. 3. Apa kegiatan saudara/i sebelum di SAA?
Ngamen, malakin anak orang gitu deh. 4. Pernah sekolah tidak? SD atau SMP?
Sekolah cuma sampai kelas 4 SD. 5. Bagaimana menurut saudara/i dengan adanya sekolah otonom ini?
Lebih enak sekolah otonom dari pada sekolah formal, kalo sekolah formal ketat, pokoknya enakan sekolah otonom deh.
6. Apa saja materi/pelajaran yang saudara/i dapatkan di Sekolah Otonom? Banyak sih, kaya seni rupa, musik, pelajaran sekolah, dll.
7. Menurut saudara/i bagaimana tutor/pendamping dalam memberikan materi, apakah mudah dimengerti? Enak, beda dengan sekolah formal yang cuma dikasih materi aja tapi ga ngerti.
8. Apa perubahan yang saudara/i rasakan setelah mengikuti sekolah otonom? Bisa main jimbe, buat patung, bisa B. Inggris sedikit. Baru itu aja sih.
9. Apa yang saudara/i harapkan dengan adanya sekolah otonom ini? Semoga pelajaran yang lainnya juga ada, kaya computer, IPA, pokoknya yg belum ada di Sekolah Otonom.
10. Apa hambatan dan pendukung yang saudara/i hadapi selama belajar di kelas sekolah otonom ini? Ngga ada, enak aja.
11. Apa rencana saudara/i setelah lulus dari sini? Belum tahu, belum dipikirin.
SAA, 23 Agustus 2010
(Hermawan)
Data Singkat Informan Nama : Anggini Umur : 13 tahun Jabatan : Siswa Sekolah Otonom Tanggal Wawancara : 23 Agustus 2010 Tempat Wawancara : Sanggar Anak Akar 1. Sudah berapa lama saudara/i di SAA?
Kira-kira baru 5 bulan. 2. Dari mana tahu informasi tentang SAA?
Tante. 3. Apa kegiatan saudara/i sebelum di SAA?
Sekolah. 4. Pernah sekolah tidak? SD atau SMP?
Sampai kelas 6 SD. 5. Bagaimana menurut saudara/i dengan adanya sekolah otonom ini?
Enak belajar bareng sama temen. 6. Menurut saudara/i bagaimana tutor/pendamping dalam memberikan
materi, apakah mudah dimengerti? Enak, mengerti.
7. Apa perubahan yang saudara/i rasakan setelah mengikuti sekolah otonom? Aku bisa belajar musik, yang tadinya ngga bisa jadi bisa.
8. Apa yang saudara/i harapkan dengan adanya sekolah otonom ini? Semoga bisa lebih maju lagi, biar bisa lebih pinter.
9. Apa rencana saudara/i setelah lulus dari sini? Mau dirumah aja bantuin mama, jagain adik.
SAA, 23 Agustus 2010 (Anggini)
Data Singkat Informan Nama : Marshandi Umur : 17 tahun Jabatan : Siswa Sekolah Otonom Tanggal Wawancara : 23 Agustus 2010 Tempat Wawancara : Sanggar Anak Akar 1. Sudah berapa lama saudara/i di SAA?
Baru setahun. 2. Dari mana tahu informasi tentang SAA?
Dari kakak, kakak aku udah disini duluan. 3. Apa kegiatan saudara/i sebelum di SAA?
Bantuin orang tua, di Bantargebang jadi pemulung. 4. Pernah sekolah tidak? SD atau SMP?
Pernah, sekolah SMP sampai lulus. 5. Bagaimana menurut saudara/i dengan adanya sekolah otonom ini?
Enak, ga kaya sekolah formal, disini pelajarannya lebih dalam, kaya musik kalau di sekolah formal paling Cuma dapet pelajarannya aja ga ada prakteknya.
6. Apa perubahan yang saudara/i rasakan setelah mengikuti sekolah otonom dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik? Bisa hidup lebih mandiri.
7. Apa yang saudara/i harapkan dengan adanya sekolah otonom ini? Pengennya sih lanjut terus, dan ditingkatin lagi pelajaran yang belum ada diadain.
8. Apa hambatan dan pendukung yang saudara/i hadapi selama belajar di kelas sekolah otonom ini? Kalau lama disini suka kangen sama orangtua.
9. Apa rencana saudara/i setelah lulus dari sini? Pengen bikin band sendiri, punya grup musik gitu.
SAA, 23 Agustus 2010
(Marshandi)
Data Singkat Informan Nama : Saneri Umur : - Jabatan : Moderator Sekolah Otonom Tanggal Wawancara : 23 Agustus 2010 Tempat Wawancara : Sanggar Anak Akar 1. Sudah berapa lama bapak/ibu/saudara/i menjadi guru di sekolah
otonom? Kurang lebih sih 1 tahun lah.
2. Materi apa yang bapak/ibu/saudara/i ajarkan? Aku ngajar B. Inggris dasar, seperti conversation sehari dan menekankan pada vocab untuk anak-anak. Pengetahuan B. Inggris mereka, karena mereka dari bermacam background, ada yang benar-benar dari jalanan yang sama sekali ngga tahu dan pasif banget B. Inggrisnya jadi dari 0 ngajarnya.
3. Bagaimana menurut bapak/ibu/saudara/i dengan adanya sekolah otonom ini? Yah pastinya sih sangat berguna sekali, terutama untuk sanggar sendiri secara khusus, dan secara umum untuk masyarakat sekitar dan masyarakat urban, kalau saja SO ini terpublish dengan baik pasti akan sangat membantu mengingat pendidikan sekarang mahal. Apalagi untuk SMP, meskipun gratis untuk beberapa halnya, tapi praktisnya ada saja yang harus dibeli, seperti seragam buku dll. Kalau disini yaa benar-benar gratis, ga pakai seragam dsb.
4. Apakah menurut bapak/ibu/saudara/i sekolah otonom ini berpengaruh bagi perkembangan anak-anak yang ada disini? Berpengaruh banget, jadi lebih tertib belajarnya. Tiap harinya selalu berkembang, dengan kita beri materi tiap hari.
5. Bagaimana respon anak-anak ketika belajar di sekolah otonom? Sebenarnya sih anak-anak semangat-semangat, Cuma kadang-kadang karena moodnya aja, namanya juga anak-anak.
6. Apa faktor penghambat dan pendukung dalam proses pelaksanaan sekolah otonom ini? Kalau menurut aku karena kita masih baru jadi kesulitan di kurikulumnya karena belum fix, meskipun kita masih baru dan SO merupakan SMP alternatif tapi jangan sampai ketinggalan dengan SMP formal. Pendukungnya, support dari masyarakat dan dari interen sanggar sendiri baik dari anak-anak maupun pengurusnya. Dan kita selalu optimis kalau semakin hari sekolah otonom akan jadi sekolah yang penting bagi kita semua.
7. Apa hasil yang telah dicapai program sekolah otonom tersebut? Menurut aku hasilnya udah banyak banget yaa, itu bisa dilihat waktu makaro kemarin, anak-anak yang tadinya tidak tahu seni ataupun B. inggris, tapi sewaktu makaro tiap materi dibuat evaluasinya kaya patung mereka buat patungnya,B. Inggris mereka buat karangan dengan B. Inggris dll. Jadi ada bukti nyata anak-anak yang membuktikan ke kita kalau meeka benar-benar menangkap apa yang kita kasih ke mereka di kelas.
SAA, 23 Agustus 2010 Ttd
(Saneri)
Data Singkat Informan Nama : Martin Umur : - Jabatan : Staf Sanggar Tanggal Wawancara : 13 Agustus 2010 Tempat Wawancara : Sanggar Anak Akar 1. Sudah berapa lama bapak/ibu/saudara/i di sekolah otonom?
Udah lama, sejak saya lulus SMP, jadi murid sanggar sampai sekarang jadi pengurus.
2. Bagaimana menurut bapak/ibu/saudara/i dengan adanya sekolah otonom ini? Kita sebenarnya masih mencari model dan metode pembelajaran yang pas untuk anak-anak. Nah dengan adanya sekolah otonom ini, pencarian kita tersebut udah sedikit terjawab.
3. Apa faktor penghambat dan pendukung dalam proses pelaksanaan sekolah otonom ini? Kendalanya sih salah satunya fasilitas, meskipun sudah ada tapi itu masih kurang lah kalau kita mau melebarkan sayap istilahnya. Dengan fasilitas yang baru ada sekarang kita belum berani menerima murid secara terbuka jadinya. Dikhawatirkan akan adanya ketidak seimbangan nantinya. Pendukungnya, kompaknya warga negara sanggar ini, kekompakkan, dan konsisten dari anak-anak sampai pengurus sanggar pastinya.
4. Apa hasil yang telah dicapai program sekolah otonom tersebut? Bisa dilihat dari anak-anaknya, berkembangnya cepat, mereka udah berani ngobrol dengan orang-orang asing, lebih kritis, kadang kita aja suka dikritisin.
SAA, 13 Agustus 2010
(Martin)
Data Singkat Informan Nama : Ibe Karyanto Umur : - Jabatan : Pimpinan Sanggar Anak Akar Tanggal Wawancara : 23 Agustus 2010 Tempat Wawancara : Sanggar Anak Akar 1. Bagaimana sejarah berdirinya SAA?
Sudah lepas dari induk ya sudah kita mandiri, dan memang itu kemauan dari kita ya terutamasaya yang memang di support oleh teman, yang konsekuensinya banyak, manajemen harus kita atur sendiri, income harus kita cari sendiri yang memang dari awal kita ingin sanggar lebih maju dan berkembang.
2. Dari mana saja sumber dana SAA? Donatur berasal dari macam-macam sumber, ada yang dari lembaga dana, ada yang dari company, tapi kita tidak ingin lembaga dana itu bersifat permanen, tapi kita tetap kerja sama dengan lembaga donor yang memang mempunyai visi dan misi yang sama pada program tertentu. Company itu juga ada yang bekerja sama pada suatu program, dan ada juga yang bersifat hibah. Nah yang penting adalah kita itu sedang dan terus menerus mengembangkan system itu yang bersifat individual, dalam arti karena kita ingin sanggar ini milik masyarakat, milik umum, agar masyarakat juga merasa memiliki, kita menggalang sahabat akar, jadi individu-individu yang berkomitmen, memang tidak banyak, artinya mereka memberikan ke kita itu tidak banyak, yang kita pentingkan orangnya yang banyak karena jika orangnya banyak kita jadi lebih kuat dan kita punya tantangan memberikan progress yang lebih baik, itu yang terus kita kembangkan. Disamping itu juga ada usaha kecil-kecilan dari anak-anak, seperti buat kartu ucapan, main musik, ada pesanan macam-macam ya memang contoh perubahan sanggar dari yang kemarin.
3. Bagaimana perekrutan dan kriteria anak yang masuk SAA dan belajar di Sekolah Otonom? Itu dua ha yang berbeda, dalam criteria sebenarnya kita ini sifatnya terbuka, pertama memang kita prioritaskan kita cari anak-anak yang sulit dalam hal ekonomi, kedua anak-anak yang mempunyai masalah di keluarganya, dan yang ketiga dan ini merupakan hal yang paling penting adalah anak-anak yang mempunyai semangat untuk belajar, itu adalah criteria pokok kita. Sedangkan dalam model perekrutan selama ini kita memang belum terbuka, karena masih mulut ke mulut aja, yang punya teman atau saudara, yaa bisa dibilang kita belum berani terbuka, karena kita punya masih keterbatasan, baik dari fasilitas maupun dari sumber daya manusianya. Oleh karena itu, kita belum berani buka secara umum.
4. Apa saja program dan kegiatan yang ada di SAA? Pada intinya pendidikan secara umum, secara khusus yang kita buat model kurikulumnya yang membedakan dengan sekolah lainnya yang pasti model dinamika hariannya itu sudah jelas berbeda, kita kan gagasannya model boarding school, seperti pondok pesantren cuma kalau asrama atau pondok
pesantren itu akan lebih spesifik kalau kita lebih terbuka dan harus diakui bahwa kita terinspirasi dari boarding school, pondok pesantren tersebut, kurikulumnya kita buat sendiri, yang paling penting itu adalah bahwa kurikulum ini membantu anak-anak untuk mengembangkan potensinya, yang nantinya anak-anak bisa memilih pada bakat tertentu, tapi kita juga tidak mendirikan sanggar untuk menjurus pada keterampilan tertentu seperti itu.
5. Apa yang melatar belakangi adanya program Sekolah Otonom? Ada dua alasan, yang pertama alasan eksternal yang berkaitan dengan pendidikan kita secara umum masih carut marut tidak karuan dan tidak ada visi misi yang jelas, seperti contohnya saja kewajiban negara ada dua hal menyediakan fasilitas dan menyediakan kualitas, menyediakan fasilitas seperti menyediakan BOS tapi tetap saja masih banyak anak yang susah dan tidak sekolah, lalu yang kedua kualitas sama sekali tidak diperhatikan pemerintah. Lalu yang kedua adalah alasan sanggar yang bersifat internal, dulu kita memakai experience curriculum lebih terbuka, siapa saja boleh datang, mereka dituntut punya pengalamannya sendiri dan belajar dari pengalaman mereka sendiri, tetapi itu tidak efektif, pengurusnya sedikit anaknya banyak banget bisa sampai 70 – 80 anak mereka tinggal disini jadi banyak anak yang tidak terperhatikan, makanya kita piker harus ada jalan. Gagasan sekolah otonom ini sebenarnya sudah cukup lama, 2005/2006 sudah ada gagasan tapi baru terealisasikan 2009 kemarin.
6. Bagaimana pelaksanaan program Sekolah Otonom? Dinamikanya sebenarnya sama dengan sekolah lainnya, cuma suasana dan pendekatannya yang berbeda, misalnya tidak ingin menerapkan disiplin yang normatif, yang mewajibkan memakai seragam dan lain sebagainya. Ada dua model, pertama model regular dari Senin hingga Jum’at dan ada juga model workshop yang dua minggu sekali tertentu.
7. Bagaimana peran Sekolah Otonom dalam pemberdayaan anak-anak di SAA? Seperti yang aku bilang, disini kita memberikan tanggung jawab kepada anak-anak untuk membuka potensinya masing-masing. Potensi itu sendiri bermacam-macam ada yang dari aspek kognitif, afektif, psikomotorik dll.
8. Apa hasil yang dicapai yang anda lihat dari penerapan Sekolah Otonom? Kita belum mampu memberikan perubahan yang besar pada perubahan tingkat global di tingkat makro atau nasional, tapi tidak setidaknya ada generasi yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara mereka bisa berkembang tanpa harus menunggu campur tangan negara. Itu yang saya kira mereka sudah bisa menunjukkan sesuatu bagi Negara dan keluarga dengan potensi yang mereka miliki.
9. Apa perubahan yang anda lihat dari anak-anak didik? Yang lebih menonjol dalam segi kreatifitas memang, skill, keterampilan, yaa kedepannya kita ingin anak-anak bekembangnya secara komprehensif, tapi kita tidak bisa menilai anak tersebut dengan pilihan mereka itu, kalau memang pilihan mereka kesana ya sudah ga masalah.
10. Apa saja faktor penghambat dan pendukung yang anda temukan dalam pelaksanaan program sekolah otonom ini?
Sebenarnya bukan hambatan yaa, bisa kita bilang sekaligus sebagai tantangan yaa, model-model social budaya seperti ini sulit untuk mencari kader untuk kesinambungan, karena ini tidak boleh berhenti harus terus berlanjut, sedangkan anak muda sekarang bekerja dan sudah merasa mapan ya sudah, sebenarnya itu PR saya, sulit mencari penerus. Pendukungnya yang paling keliatan yaitu semakin banyak anggota masyarakat yang support kita, mereka memberi apresiasi dan dukungannya yang membuat kita berpikir untuk maju terus.
SAA, 23 Agustus 2010
(Ibe Karyanto)
Data Singkat Informan Nama : Abdurrahman Umur : - Jabatan : Staf Sanggar/Kepala Sekolah Otonom Tanggal Wawancara : 13 Agustus 2010 Tempat Wawancara : Sanggar Anak Akar 1. Bagaimana sejarah berdirinya SAA?
Sanggar dulunya itu kan salah satu biro anak programnya itu aja, memberikan ruang untuk belajar dan bermain bagi anak-anak, selama dua tahun akhirnya muncul SAA itu pada tahun 1994, pada tahun 2000 SAA melepaskan diri dari ISJ (Institut Sosial Jakarta) dan berdiri sendiri. Awalnya model pembelajaran melalui share pengalaman, dulu itu kita masih terbuka yang mana siapa saja bisa masuk ke SAA. Pada akhirnya tahun 2009 kita beralih pada sekolah otonom yang mana target sasarannya jelas yatiu usia 12 – 15 tahun, yaitu usia anak SMP. Dan ada pra otonom yaitu 12 tahun ke bawah.
2. Berapa jumlah anak yang belajar di Sekolah Otonom? Sampai saat ini bertahan 12 anak, dari awalnya 17 anak. Itu adalah target kita, karena kita menargetkan kurang lebih 15 orang dan kita juga menagetkan 20 orang perkelas agar proses pembelajarannya dapat maksimal.
3. Dari mana saja sumber dana SAA? Selama ini kita tidak punya donator tetap dan kita juga tidak terikat lembaga donor. Kita bisa hidup sampai sekarang karena masyarakat yang kita sebut dengan sahabat akar. Di samping itu kita punya usaha painting, audio visual, kelompok musik, dan kita juga bekerja sama dengan lembaga-lembaga LSM lokal.
4. Apa yang melatar belakangi adanya program Sekolah Otonom? Karena misi sanggar dari sejak lepas dari induknya itu orientasinya memang menjadi model pendidikan yang berkualitas, tidak membelakangi aspek anak sebagai manusia, yang kita utamakan itu. Diantaranya berawal dari system yang diterapkan sebelumnya yaitu Experience Curriculum, yaitu kurikulum yang kita terapkan belajar berdasarkan pengalaman, yang mempunyai kelemahan yaitu tidak terlalu mengikat anak-anak didik dan kurang terstruktur, sehingga anak-anak menjadi terlalu bebas untuk mengikuti atau tidak pelajaran, sedangkan kita disini tidak bisa menerapkan sangsi administratif seperti sekolah formal pada umumnya. Oleh karena itu, kami belajar dari pengalaman tersebut sebagai salah satu yang melatar belakangi lahirnya sekolah otonom. Dan sebenarnya ide dari sekolah otonom ini sudah tercetus sejak 2006 dan menjadi perbincangan, tapi baru terealisasikan 2009.
5. Apa tujuan dari adanya Sekolah Otonom? Sebenarnya kita ingin menjadikan anak-anak menajdi kritis atas persoalan yang dihadapinya, baik personal maupun yang terjadi di lingungan sekitar mereka. Karena manusia sebagai aspek individu dan social, anak-anak pun
harus bisa menghadapi kalau ada permasalahan personal atau lingungan/komunitas di sekitar mereka. Lalu yang kedua, tujuannya adalah menjadikan mereka menjadi manusia yang berpengetahuan dan berwawasan luas, mempunyai skill yang bisa diterapkan dan manfaatkan dalam hidup sehari-hari mereka.
6. Siapa saja yang menjadi sasaran di program tersebut, dan berapa batasan umurnya? Disini ada bermacam anak-anak dengan berbagai latar belakang seperti yang lemah dalam ekonomi, tidak mampu untuk melanjutkan sekolah formal tetapi masih mempunyai semangat untuk belajar, ataupun anak-anak yang bosan dengan system sekolah formal, akan tetapi dalam sekolah otonom kami menerima anak-anak yang seusia SMP atau sekitar berumur 13-15 tahun. Tapi kami pun tidak menutupi untuk menerima anak yang di bawah atau di atas umur terebut.
7. Apa hasil yang dicapai yang anda lihat dari penerapan Sekolah Otonom? Dari skill udah lumayan, dari pengetahuan juga udah lumayan
8. Apa perubahan yang anda lihat dari anak-anak didik? Udah mulai keliatan, seperti contohnya, dari mereka tidak bisa bahasa Inggris sekarang udah bisa ngomong bahasa Inggris walaupun masih celoteh-celotehannya, dan mereka pun udah bisa baca not dan buat not musik sendiri, yang saya yakin tidak akan didapat di sekolah formal.
9. Apa saja factor penghambat dan pendukung yang anda temukan dalam pelaksanaan program sekolah otonom ini? Sebenarnya bukan penghambat juga ya, bisa dibilang kendala atau tantangan, mengajar anak-anak ini merupakan sebuah tantangan sendiri, karena anak-anak yang ada disini berbeda dengan anak-anak di sekolah pada umumnya. Anak-anak disini memunyai latar belakang yang berbeda, mereka jauh dari orang tua, entah itu karena konflik atau yang lainnya. Selanjutnya menerapkan disiplin disini juga agak sulit, karena kita tidak bisa menerapkan disipin militer dan memberikan sangsi kepada anak-anak, karena kalau kita terapkan pasti mereka akan berfikir “gua tinggal di jalan aja masih bisa hidup, dapat uang dan masih bisa makan…” kasarnya seperti itu, maka mereka pasti akan memilih untuk tinggal di jalan yang tidak ada aturan. Pendidikan pun belum terlalu penting bagi mereka. Dan sekarang kita sedang memikirkan sangsi yang edukatif bagi mereka tanpa membuat mereka merasa tertekan. Dan pendukungnya, yaa dai fasilitas atau sarana dan prasarana yang ada disini, walaupun masih terbatas saya rasa ini semua sudah cukup banyak yaa, kita menyediakan kelas belajar, tempat untuk tinggal, makan tiga kali sehari, lab komputer, dan lain sebagainya. Dan juga ini tak lepas dari sahabat-sahabat SAA, dengan pemikiran-pemikirannya yang juga cukup mendukung. Dan juga yang tak kalah penting yaitu konsistensi dari pengurus dan anak-anak yang masih bertahan disini, karena percuma saja jika tidak ada konsistensi dari anak-anak, gagasan ini tidak akan terealisasikan.
SAA, 13 Agustus 2010
(Abdurrahman)