Upload
truongtruc
View
252
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PRINGSEWU NOMOR 02 TAHUN 2012
TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN
PRINGSEWU TAHUN 2011 – 2031
PEMERINTAH KABUPATEN PRINGSEWU PRINGSEWU
2012
2
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PRINGSEWU NOMOR 02 TAHUN 2012
TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PRINGSEWU TAHUN 2011 - 2031
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI PRINGSEWU,
Menimbang : a. bahwa ruang merupakan komponen lingkungan hidup yang bersifat terbatas dan tidak terbaharui,
sehingga perlu dikelola secara bijaksana dan dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk
kepentingan generasi sekarang dan generasi yang akan datang;
b. bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang,
Kabupaten Pringsewu yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2008 memerlukan
penataan ruang wilayah Kabupaten dalam satu kesatuan tata lingkungan berlandasan kondisi fisik, kondisi sosial budaya, dan kondisi sosial ekonomi
melalui penetapan tata ruang wilayah dari tahun 2011-2031;
c. bahwa perkembangan pembangunan khususnya
pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten Pringsewu diselenggarakan dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan masyarakat melalui pemanfaatan potensi sumberdaya alam, sumberdaya buatan, dan sumberdaya manusia dengan tetap memperhatikan
daya dukung, daya tampung, dan kelestarian lingkungan hidup;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pringsewu Tahun
2011-2031;
3
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043);
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3419 );
3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang
Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3881);
4. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor
19 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412);
5. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang
Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247 );
6. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377 );
7. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4411);
8. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4324);
9. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang
Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4433);
10. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4844);
11. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4444 );
12. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723);
13. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
14. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang
Energi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4746);
15. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 61,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4846);
16. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sampah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4851);
17. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang
Wilayah Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 177, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4925);
18. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2008 tentang
Pembentukan Kabupaten Pringsewu di Provinsi Lampung (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 187, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4932);
19. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959);
20. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4966);
21. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5025);
22. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 133, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5052);
23. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);
24. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 149, Tambahan. Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5068);
25. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5188);
26 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
27. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 tentang
Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik 1989
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1989 Nomor 24) sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2006 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4628);
28. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang
Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3445);
29. Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 1998 tentang
Penyerahan Sebagian Urusan di Bidang Kehutanan Kepada Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1998 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3769);
30. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang
Penatagunaan Tanah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4385);
31. 1. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang
Perlindungan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4453);
32. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang
Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4490);
3.
33. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 83,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4532);
34. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2006 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4624);
35. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang
Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2006 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4655);
36. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang
Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 22,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4696) sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4814);
37. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan
Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
38. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4828);
39. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4829);
40. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);
41. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sumber Daya Air (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4858);
42. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4859);
43. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi
Kawasan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5097);
44. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103);
45. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5110);
46. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2010 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5111);
47. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang
Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5160).
48. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2011 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5185);
49. Peraturan Presiden Nomor 36 tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan
Untuk Kepentingan Umum sebagaimana diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 65 tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor
36 tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan
Umum;
50. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
20/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknik Analisis Aspek Fisik dan Lingkungan, Ekonomi, serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang;
51. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 41/PRT/M/2007 tentang Pedoman Kriteria Teknis
Kawasan Budidaya;
52. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun
2008 tentang Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Daerah;
53. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 11 Tahun 2009 tentang Pedoman Persetujuan Substansi Dalam
Penetapan Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota
beserta Rencana Rinciannya;
54. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 16 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana
Tata Ruang Wilayah Kabupaten;
55. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 17
Tahun 2009 tentang Pedoman Penentuan Daya Dukung Lingkungan Hidup Dalam Penataan Ruang
Wilayah;
56. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 50 Tahun
2009 tentang Pedoman Koordinasi Penataan Ruang Daerah;
57. Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 1 Tahun
2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi
Lampung 2009-2029 (Lembaran Daerah Provinsi Lampung Tahun 2010 Nomor 1, Tambahan
Lembaran Daerah Provinsi Lampung Nomor 346);
58. Peraturan Daerah Kabupaten Pringsewu Nomor 01 Tahun 2010 tentang Urusan Pemerintahan Kabupaten Pringsewu (Lembaran Daerah Kabupaten
Pringsewu Tahun 2010 Nomor 01);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN PRINGSEWU
dan
BUPATI PRINGSEWU
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PRINGSEWU TAHUN 2011-2031.
BAB I KETENTUAN UMUM
Bagian Kesatu Pengertian
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat.
2. Provinsi adalah Provinsi Lampung.
3. Pemerintah Provinsi adalah Gubernur dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintah Provinsi Lampung.
4. Gubernur adalah Gubernur Lampung.
5. Kabupaten adalah Kabupaten Pringsewu.
6. Bupati adalah Bupati Pringsewu.
7. Pemerintah Daerah adalah Bupati beserta perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
8. Pekon adalah sebutan untuk Desa di Kabupaten Pringsewu yang
merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan
untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam
sistem pemerintahan nasional.
9. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara, sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk hidup lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta
memelihara kelangsungan hidupnya.
10. Tata Ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
11. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
12. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
13. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pringsewu yang selanjutnya disebut RTRW Kabupaten Pringsewu adalah Rencana Tata Ruang yang
bersifat umum dari wilayah Kabupaten, rencana struktur ruang wilayah Kabupaten, rencana pola ruang wilayah Kabupaten, penetapan kawasan strategis Kabupaten, arahan pemanfaatan ruang
wilayah Kabupaten, dan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten.
14. Rencana Detail Tata Ruang yang selanjutnya disebut RDTR adalah
rencana secara terperinci tentang tata ruang untuk rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota yg dilengkapi dengan peraturan zonasi kabupaten/kota.
15. Tujuan penataan ruang wilayah kabupaten adalah tujuan yang
ditetapkan pemerintah daerah kabupaten yang merupakan arahan perwujudan visi dan misi pembangunan jangka panjang kabupaten
pada aspek keruangan, yang pada dasarnya mendukung terwujudnya ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan
Nasional.
16. Kebijakan penataan ruang wilayah kabupaten adalah arahan pengembangan wilayah yang ditetapkan oleh pemerintah daerah guna
mencapai tujuan penataan ruang wilayah kabupaten dalam kurun waktu 20 (dua puluh) tahun.
17. Strategi penataan ruang wilayah kabupaten adalah penjabaran kebijakan penataan ruang ke dalam langkah-langkah pencapaian
tindakan yang lebih nyata yang menjadi dasar dalam penyusunan rencana struktur dan pola ruang wilayah kabupaten.
18. Rencana struktur ruang wilayah kabupaten adalah rencana yang
mencakup sistem perkotaan wilayah kabupaten yang berkaitan dengan kawasan perdesaan dalam wilayah pelayanannya dan jaringan
prasarana wilayah kabupaten yang dikembangkan untuk mengintegrasikan wilayah kabupaten selain untuk melayani kegiatan skala kabupaten yang meliputi sistem jaringan transportasi,
sistem jaringan energi dan kelistrikan, sistem jaringan telekomunikasi, sistem jaringan sumber daya air, termasuk seluruh daerah hulu
bendungan atau waduk dari daerah aliran sungai, dan sistem jaringan prasarana lainnya.
19. Rencana sistem perkotaan di wilayah kabupaten adalah rencana
susunan kawasan perkotaan sebagai pusat kegiatan di dalam wilayah
kabupaten yang menunjukkan keterkaitan saat ini maupun rencana yang membentuk hierarki pelayanan dengan cakupan dan dominasi
fungsi tertentu dalam wilayah kabupaten.
20. Pusat Kegiatan Wilayah promosi yang selanjutnya disebut PKWp, adalah kawasan perkotaan yang dipromosikan untuk dikemudian hari ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disebut
PKW.
21. Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disebut PKW adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala
provinsi atau beberapa kabupaten/kota.
22. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disebut PKL, adalah kawasan
perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten atau beberapa kecamatan.
23. Pusat Kegiatan Lokal promosi yang selanjutnya disebut PKLp, adalah
kawasan perkotaan yang dipromosikan untuk dikemudian hari ditetapkan sebagai PKL.
24. Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya disebut PPK, adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala
kecamatan atau beberapa pekon.
25. Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya disebut PPL, adalah pusat permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala antar pekon.
26. Rencana sistem jaringan prasarana wilayah kabupaten adalah rencana
jaringan prasarana wilayah yang dikembangkan untuk mengintegrasikan wilayah kabupaten dan untuk melayani kegiatan
yang memiliki cakupan wilayah layanan prasarana skala kabupaten. 27. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian
jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di
bawah permukaan tanah dan atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori dan jalan kabel.
28. Sistem jaringan jalan adalah satu kesatuan ruas jalan yang saling
menghubungkan dan mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam pengaruh pelayanannya dalam satu
hubungan hierarki. 29. Saluran Udara Tegangan Tinggi yang selanjutnya disebut SUTT adalah
saluran udara yag mendistribusikan energi listrik dengan tegangan 150 Kilo Volt yang didistribusikan dari pusat-pusat beban menuju
gardu-gardu listrik.
30. Prasarana sumber daya air adalah bangunan air beserta bangunan lain yang menunjang kegiatan pengelolaan sumber daya air, baik langsung maupun tidak langsung.
31. Base Tranceiver Station yang selanjutnya disingkat BTS adalah istilah
teknis untuk menara telekomunikasi dalam sistem jaringan nirkabel.
32. Rencana pola ruang wilayah kabupaten adalah rencana distribusi peruntukan ruang wilayah kabupaten yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan budi daya yang dituju sampai dengan
akhir masa berlakunya RTRW kabupaten yang memberikan gambaran pemanfaatan ruang wilayah kabupaten hingga 20 (dua puluh) tahun
mendatang.
33. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional.
34. Kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung atau budi daya.
35. Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi
utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam, sumber daya buatan, dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan.
36. Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau
ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.
37. Kawasan Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang memiliki sifat
khas yang mampu memberikan perlindungan kepada kawasan
sekitarnya maupun bawahannya sebagai pengatur tata air, pencegahan banjir dan erosi serta pemeliharaan kesuburan tanah.
38. Kawasan Resapan Air adalah kawasan yang mempunyai kemampuan
tinggi untuk meresapkan air hujan sehingga merupakan tempat pengisian air bumi (akifer) yang berguna sebagai sumber air.
39. Sempadan Sungai adalah kawasan sepanjang kiri-kanan sungai,
termasuk sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer yang
mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai.
40. Kawasan sekitar Danau/Waduk adalah kawasan sekeliling danau atau
waduk yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi danau/waduk.
41. Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 (dua ribu)
kilometer persegi.
42. Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disebut DAS adalah suatu
wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan,
dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih
terpengaruh aktivitas daratan.
43. Sumber daya air adalah air, sumber air, dan daya air yang terkandung
di dalamnya.
44. Daerah irigasi adalah kesatuan lahan yang mendapat air dari satu
jaringan irigasi.
45. Cekungan air tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses
pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung.
46. Tempat Pemrosesan Akhir yang selanjutnya di sebut TPA adalah
tempat untuk memproses dan mengembalikan sampah ke media lingkungan secara aman bagi manusia dan lingkungan.
47. Tempat Penampungan Sementara yang selanjutnya disebut TPS adalah tempat sebelum sampah diangkut ke tempat pendauran ulang, pengolahan, dan/atau tempat pengolahan sampah terpadu.
48. Tempat Pengolahan Sampah Terpadu yang selanjutnya disebut TPST adalah tempat pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang,
pendauran ulang, pengolahan, dan pemrosesan akhir sampah.
49. Kawasan Budi daya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi
utama untuk dibudi dayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.
50. Pertanian adalah seluruh kegiatan yang meliputi usaha hulu, usaha
tani, agroindustri, pemasaran, dan jasa penunjang pengelolaan sumber daya alam hayati dalam agroekosistem yang sesuai dan
berkelanjutan, dengan bantuan teknologi, modal, tenaga kerja, dan manajemen untuk mendapatkan manfaat sebesar-besarnya bagi
kesejahteraan masyarakat.
51. Perkebunan adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan/atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem
yang sesuai, mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi,
permodalan serta manajemen untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat.
52. Peternakan adalah segala urusan yang berkaitan dengan sumber daya
fisik, benih, bibit dan/atau bakalan, pakan, alat dan mesin peternakan, budi daya ternak, panen, pascapanen, pengolahan,
pemasaran, dan pengusahaannya. 53. Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan
pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan, mulai dari praproduksi,
produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan.
54. Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam
rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau
batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian,
pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang.
55. Wilayah Pertambangan, yang selanjutnya disebut WP adalah wilayah yang memiliki potensi mineral dan/atau batubara dan tidak terikat dengan batasan administrasi pemerintahan yang merupakan bagian
dari tata ruang nasional.
56. Kawasan Peruntukan Industri adalah bentangan lahan yang diperuntukan bagi kegiatan industri berdasarkan Rencana Tata Ruang
Wilayah yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
57. Kawasan industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang
yang dikembangkan dan dikelolah oleh Perusahaan Kawasan Industri yang telah memiliki izin Usaha Kawasan Industri.
58. Kawasan Pariwisata adalah kawasan dengan luas tertentu yang
dibangun atau didirikan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata.
59. Kawasan pertahanan negara adalah wilayah yang ditetapkan secara
nasional yang dipergunakan untuk kepentingan pertahanan.
60. Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan
hunian dan tempat kegiatan yang mendukung prikehidupan dan penghidupan.
61. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama
bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
62. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah area memanjang/jalur dan/atau
mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang
sengaja ditanam.
63. Kawasan Strategis adalah bagian wilayah kota yang penataan
ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting terhadap kepentingan ekonomi, sosial, budaya, dan/atau kelestarian
lingkungan. 64. Kawasan Minapolitan adalah kawasan pengembangan ekonomi
berbasis usaha perikanan yang dikembangkan secara terintegrasi oleh pemerintah, swasta, dan masyarakat untuk menciptakan iklim usaha
yang lebih baik untuk pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja dan pendapatan masyarakat pada suatu wilayah.
65. Kawasan agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu atau lebih
pusat kegiatan pada wilayah pedesaan sebagai sistem produksi
pertanian dan pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditujukan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hirarkis ke ruangan satuan
sistem permukiman dan sistem agrobisnis.
66. Agribisnis adalah bisnis berbasis usaha pertanian atau bidang lain yang mendukungnya, baik di sektor hulu maupun di hilir.
67. Lingkungan adalah sumber daya fisik dan biologis yang menjadi kebutuhan dasar agar kehidupan masyarakat (manusia) dapat
bertahan.
68. Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan
manusia serta makhluk hidup lainnya.
69. Berwawasan lingkungan adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya, ke dalam
proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.
70. Daya Dukung Lingkungan Hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup
lainnya.
71. Daya Tampung Lingkungan Hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya.
72. Kawasan konservasi adalah kawasan pengelolaan sumberdaya dengan
fungsi utama menjamin kesinambungan, ketersediaan, dan kelestarian sumber daya alam ataupun sumberdaya buatan dengan
tetap memelihara, serta meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragamannya.
73. Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana yang dilakukan pada tahap pra, saat, dan pasca terjadinya bencana
dalam rangka pengelolaan mitigasi bencana.
74. Rawan bencana adalah kondisi atau karakteristik geologis, biologis,
hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang
mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu.
75. Arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten adalah arahan
pengembangan wilayah untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang wilayah kabupaten sesuai dengan RTRW kabupaten melalui
penyusunan dan pelaksanaan program penataan/pengembangan kabupaten beserta pembiayaannya, dalam suatu indikasi program utama jangka menengah lima tahunan kabupaten yang berisi rencana
program utama, sumber pendanaan, instansi pelaksana, dan waktu pelaksanaan.
76. Indikasi program utama jangka menengah lima tahunan adalah
petunjuk yang memuat usulan program utama, lokasi, besaran, waktu pelaksanaan, sumber dana, dan instansi pelaksana dalam rangka mewujudkan ruang kabupaten yang sesuai dengan rencana tata
ruang.
77. Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten adalah ketentuan-ketentuan yang dibuat atau disusun dalam upaya
mengendalikan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten agar sesuai dengan RTRW kabupaten yang berbentuk ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan disinsentif, serta
arahan sanksi untuk wilayah kabupaten.
78. Ketentuan umum peraturan zonasi sistem kabupaten adalah ketentuan umum yang mengatur pemanfaatan ruang/penataan
kabupaten dan unsur-unsur pengendalian pemanfaatan ruang yang disusun untuk setiap klasifikasi peruntukan/fungsi ruang sesuai dengan RTRW kabupaten.
79. Ketentuan perizinan adalah ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh
pemerintah daerah kabupaten sesuai kewenangannya yang harus dipenuhi oleh setiap pihak sebelum pemanfaatan ruang, yang
digunakan sebagai alat dalam melaksanakan pembangunan keruangan yang tertib sesuai dengan rencana tata ruang yang telah disusun dan ditetapkan.
80. Ketentuan insentif dan disinsentif adalah perangkat atau upaya untuk
memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang dan juga perangkat untuk mencegah,
membatasi pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang.
81. Arahan sanksi adalah arahan untuk memberikan sanksi bagi siapa saja yang melakukan pelanggaran pemanfaatan ruang yang tidak
sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku.
82. Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. 83. Masyarakat adalah orang perorangan, kelompok orang termasuk
masyarakat hukum adat, korporasi, dan/atau pemangku kepentingan nonpemerintah lain dalam penyelenggaraan penataan ruang.
84. Orang adalah orang perseorangan dan/atau korporasi.
85. Peran masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam
perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian
pemanfaatan ruang.
86. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah, yang selanjutnya disebut BKPRD adalah badan bersifat ad-hoc yang mempunyai fungsi
membantu pelaksanaan tugas Bupati dalam koordinasi penataan ruang di daerah.
Bagian Kedua Peran dan Fungsi
Pasal 2
RTRW Kabupaten Pringsewu disusun sebagai alat operasionalisasi pelaksanaan pembangunan di wilayah Kabupaten Pringsewu.
Pasal 3
RTRW Kabupaten Pringsewu berfungsi sebagai :
a. acuan dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD);
b. acuan dalam pemanfaatan ruang/pengembangan wilayah kabupaten;
c. acuan untuk mewujudkan keseimbangan pembangunan dalam wilayah
kabupaten;
d. acuan lokasi investasi dalam wilayah kabupaten yang dilakukan
pemerintah, masyarakat, dan swasta;
e. pedoman untuk penyusunan rencana rinci tata ruang di wilayah kabupaten;
f. dasar pengendalian pemanfaatan ruang dalam penataan/pengembangan wilayah kabupaten yang meliputi penetapan
peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi; dan
g. acuan dalam administrasi pertanahan.
Bagian Ketiga
Ruang Lingkup Pengaturan
Paragraf 1 Muatan
Pasal 4
RTRW Kabupaten Pringsewu memuat:
a. tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang;
b. rencana struktur ruang;
c. rencana pola ruang;
d. penetapan kawasan strategis kabupaten;
e. arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang terdiri dari indikasi program utama jangka menengah lima tahunan; dan
f. ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan,
ketentuan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.
Paragraf 2 Wilayah Perencanaan
Pasal 5
(1) Lingkup wilayah perencanaan merupakan daerah dengan batas yang
ditentukan berdasarkan aspek administratif mencakup wilayah
daratan, wilayah perairan, serta wilayah udara.
(2) Wilayah perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Kecamatan Pardasuka;
b. Kecamatan Ambarawa;
c. Kecamatan Pagelaran;
d. Kecamatan Pringsewu;
e. Kecamatan Gadingrejo;
f. Kecamatan Sukoharjo;
g. Kecamatan Banyumas; dan
h. Kecamatan Adiluwih.
(3) Batas-batas wilayah Kabupaten Pringsewu meliputi:
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Lampung Tengah;
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Tanggamus;
c. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Pesawaran; dan
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Tanggamus.
(4) Luas wilayah administrasi Kabupaten Pringsewu kurang lebih 625,00 km2 (enam ratus dua puluh lima kilometer persegi).
BAB II
TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI
Bagian Kesatu Tujuan
Pasal 6
Tujuan penataan ruang wilayah adalah terwujudnya Kabupaten Pringsewu sebagai pusat pendidikan, pusat perdagangan dan jasa yang berwawasan
lingkungan dengan didukung oleh sumber daya manusia yang cerdas dan kompetitif, dalam rangka menciptakan masyarakat yang sejahtera.
Bagian Kedua
Kebijakan dan Strategi
Pasal 7 (1) Kebijakan penataan ruang wilayah meliputi:
a. pengembangan pusat-pusat pelayanan perkotaan dan perdesaan berbasis keunggulan kompetitif dalam rangka menghilangkan
ketimpangan pertumbuhan wilayah dan menumbuhkan sinergitas perkembangan perekonomian wilayah;
b. perkuatan dan pengembangan struktur dan pola ruang wilayah yang seimbang dan terarah;
c. peningkatan pembangunan dan pengembangan infrastruktur
wilayah pada sentra-sentra produksi, pusat kegiatan, pusat pertumbuhan dan pusat pelayanan secara seimbang dan terpadu;
d. pemantapan sistem perekonomian perkotaan yang bertumpu pada sektor perdagangan dan jasa;
e. pengoptimalan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan yang berbasis pelestarian lingkungan hidup dan mitigasi bencana;
f. peningkatan kualitas sumber daya manusia yang cerdas dan kompetitif;
g. pengembangan potensi agropolitan dan minapolitan; dan
h. peningkatan fungsi kawasan untuk keamanan dan pertahanan
negara.
(2) Strategi pengembangan pusat-pusat pelayanan perkotaan dan
perdesaan berbasis keunggulan kompetitif dalam rangka menghilangkan ketimpangan pertumbuhan wilayah dan
menumbuhkan sinergitas perkembangan perekonomian wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. memantapkan dan meningkatkan sistem Pusat Kegiatan Lokal menjadi Pusat Kegiatan Wilayah Promosi (PKWp) dan memantapkan PPK dan PPL dengan penyediaan sarana dan prasarana wilayah;
b. mengembangkan dan meningkatkan fungsi-fungsi pusat pelayanan perkotaan baik yang merupakan pusat administrasi maupun pusat
pelayanan ekonomi;
c. mengembangkan sistem pusat pemukiman dengan diikuti penyediaan sarana prasarana wilayah agar dapat memperkuat dan
mempertahankan kelestarian budaya setempat; dan
d. meningkatkan dan mengembangkan kawasan strategis secara ekonomi sebagai pusat kegiatan wilayah dan penggerak kegiatan
perdagangan dan jasa pada skala regional/wilayah.
(3) Strategi perkuatan dan pengembangan struktur dan pola ruang wilayah yang seimbang dan terarah sebagaimana di maksud pada ayat
(1) huruf b meliputi:
a. mengembangkan pusat-pusat kegiatan perkotaan melalui penyediaan sarana dan prasarana yang menunjang fungsi regional;
b. meningkatkan dan mengembangkan sistem jaringan prasarana wilayah melalui penyediaan infrastruktur jaringan jalan dan
fasilitas penghubung, jaringan air bersih, jaringan energi, telekomunikasi, dan jaringan sumber daya air yang merata;
c. memelihara kelestarian kawasan lindung sesuai dengan fungsi masing-masing untuk memelihara kelestarian lingkungan hidup; dan
d. meningkatkan dan mengembangkan kegiatan pertanian, perikanan, industri dan perdagangan sebagai penggerak pertumbuhan wilayah.
(4) Strategi peningkatan pembangunan dan pengembangan infrastruktur
wilayah pada sentra-sentra produksi, pusat kegiatan, pusat pertumbuhan dan pusat pelayanan secara seimbang dan terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
a. meningkatkan dan mengembangkan infrastruktur penunjang kegiatan produksi, pendidikan, dan pusat kegiatan wilayah
lainnya;
b. meningkatkan dan mengembangkan sarana prasarana pertanian,
perikanan dan industri perdagangan;
c. meningkatkan dan mengembangkan penyediaan sarana prasarana perumahan dan pemukiman yang seimbang;dan
d. meningkatkan dan mengembangkan sistem distribusi perdagangan dan jasa serta akses pasar yang kondusif.
(5) Strategi pemantapan sistem perekonomian perkotaan yang bertumpu
pada sektor perdagangan dan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi:
a. meningkatkan dan mengembangkan pusat-pusat perdagangan dan
jasa kawasan perkotaan;
b. meningkatkan kualitas pasar tradisional yang memiliki potensi
untuk dikembangkan menjadi pusat perdagangan dan jasa;
c. meningkatkan dan mengembangkan kawasan strategis secara
ekonomi sebagai pusat kegiatan wilayah penggerak kegiatan perdagangan dan jasa pada skala regional/wilayah; dan
d. menciptakan iklim usaha dan peluang investasi yang kondusif.
(6) Strategi pengoptimalan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya
alam secara berkelanjutan yang berbasis pelestarian lingkungan hidup dan mitigasi bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e
meliputi:
a. meningkatkan pengelolaan sumber energi dan pemanfaatan sumber daya alam secara berkesinambungan;
b. mempertahankan kawasan resapan air dan kawasan yang berfungsi hidrologis untuk menjamin ketersediaan sumber daya air;
c. menjaga dan mengendalikan eksploitasi dan eksplorasi penambangan bahan galian dan perambahan hutan pada hutan
lindung;
d. menetapkan kawasan rawan bencana alam seabagai kawasan pengembangan terbatas dan mempersiapkan mitigasi bencana; dan
e. meningkatkan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup secara terpadu dan berkesinambungan.
(7) Strategi peningkatan kualitas sumber daya manusia yang cerdas dan
kompetitif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f meliputi:
a. meningkatkan dan mengembangkan kualitas pelayanan kesehatan;
b. mengembangkan kawasan pendidikan terpadu, menyusun strategi
berdasarkan lima pilar pendidikan (ketersediaan, keterjangkauan, kualitas, kesetaraan, dan kepastian layanan pendidikan;
c. memberdayakan masyarakat dalam peningkatan mutu pendidikan; dan
d. mengendalikan pertumbuhan serta distribusi penduduk secara merata sesuai daya tampung dan daya dukung lingkungan.
(8) Strategi pengembangan potensi agropolitan dan minapolitan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf g meliputi:
a. mengembangkan industri pengolahan ikan;
b. mengoptimalkan teknologi budidaya dan diversifikasi pertanian;
c. mengembangkan industri hilir;
d. meningkatkan peran masyarakat dalam industri pengolahan; dan
e. mengembangkan kawasan minapolitan berbasis perikanan budidaya
air tawar, yang mengintegrasikan sentra produksi, sentra pengolahan, dan sentra pemasaran.
(9) Strategi peningkatan fungsi kawasan untuk keamanan dan pertahanan
negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h meliputi;
a. mendukung penetapan kawasan pertahanan dan keamanan di Kabupaten Pringsewu;
b. mengembangkan kawasan budidaya secara selektif di dalam dan di sekitar kawasan pertanahan dan keamanan negara untuk menjaga
fungsi pertahanan dan keamanan;
c. mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan budi daya
tidak terbangun di sekitar kawasan pertahanan dan keamanan dengan kawasan budidaya terbangun; dan
d. turut serta menjaga dan memelihara aset-aset pertahanan/TNI.
BAB III
RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH
Bagian Kesatu Umum
Pasal 8
(1) Rencana struktur ruang wilayah meliputi:
a. sistem pusat kegiatan;
b. sistem jaringan prasarana utama; dan
c. sistem jaringan prasarana lainnya.
(2) Rencana struktur ruang wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan pada peta Rencana Struktur Ruang Wilayah Kabupaten
Pringsewu dengan tingkat ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.
Bagian Kedua
Sistem Pusat Kegiatan
Pasal 9
(1) Sistem pusat-pusat kegiatan kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf a dikembangkan secara hierarki dan dalam bentuk pusat kegiatan, sesuai kebijakan nasional dan provinsi, potensi,
dan rencana pengembangan wilayah kabupaten.
(2) Pengembangan sistem pusat-pusat kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Pusat Kegiatan Wilayah Promosi (PKWp);
b. Pusat Kegiatan Lokal Promosi (PKLp);
c. Pusat Pelayanan Kawasan (PPK); dan
d. Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL).
(3) PKWp sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi kawasan perkotaan Pringsewu di Kecamatan Pringsewu, yang berfungsi sebagai
pusat pemerintahan regional, pusat pelayanan kesehatan, pusat pelayanan pendidikan, pusat pengembangan pariwisata dan budaya, pusat perdagangan dan jasa, pusat koleksi dan distribusi, dan simpul
transportasi regional.
(4) PKLp sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi:
a. PKLp Gadingrejo di kawasan perkotaan Gadingrejo yang berfungsi
sebagai pusat perdagangan dan jasa, agropolitan, peternakan, perikanan, dan pusat pengembangan pendidikan skala regional;
b. PKLp Sukoharjo di kawasan perkotaan Sukoharjo yang berfungsi
sebagai pusat pengembangan perdagangan dan jasa, pusat pengembangan pemukiman, pusat pengembangan industri
pengolahan hasil pertanian, pengembangan peternakan dan industri kecil; dan
c. PKLp Pagelaran di kawasan perkotaan Pagelaran yang berfungsi
sebagai pusat pengembangan perdagangan dan jasa, pusat pengembangan hasil pertanian, perkebunan, minapolitan, dan
pengembangan kegiatan pertambangan.
(5) PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c meliputi:
a. PPK Ambarawa di kawasan perkotaan Ambarawa yang berfungsi sebagai pusat pengembangan pertanian tanaman pangan,
pengembangan perikanan air tawar, pengembangan permukiman dan pusat pemasaran produk unggulan; dan
b. PPK Banyumas yang berfungsi sebagai pengembangan pertanian hortikultura, pengembangan industri rumah tangga dan pengembangan kegiatan pertambangan.
(6) PPL sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d meliputi:
a. PPL Adiluwih yang berfungsi sebagai pengembangan tanaman pangan dan hortikultura, pengembangan tanaman perkebunan, dan
industri kecil; dan
b. PPL Pardasuka yang berfungsi sebagai pengembangan pertanian tanaman pangan, perkebunan kehutanan, pengembangan kawasan
pariwisata dan budaya dan kawasan hutan lindung.
Pasal 10
Sistem pusat kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf a, huruf b dan huruf c akan diatur lebih lanjut dengan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang ditetapkan oleh peraturan daerah tersendiri.
Bagian Ketiga Sistem Jaringan Prasarana Utama
Pasal 11
Sistem jaringan prasarana utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b merupakan sistem jaringan transportasi yang meliputi:
a. sistem jaringan transportasi darat; dan
b. sistem jaringan perkeretaapian.
Paragraf 1 Sistem Jaringan Transportasi Darat
Pasal 12
(1) Sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
11 huruf a, meliputi:
a. jaringan jalan;
b. jaringan pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan; dan
c. jaringan prasarana jalan berupa terminal meliputi terminal penumpang dan barang.
(2) Jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. jaringan jalan provinsi; dan
b. jaringan jalan kabupaten.
(3) Jaringan jalan provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
meliputi :
a. Pringsewu - Bandung Baru; dan
b. Batas Pringsewu - Sukoharjo.
(4) Pengembangan jaringan jalan kabupaten sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf b meliputi :
a. jaringan jalan lokal primer meliputi seluruh jaringan jalan selain jalan provinsi di dalam Kabupaten Pringsewu meliputi ruas jalan
Pringsewu, Gadingrejo, Sukoharjo, Adiluwih, Banyumas, Pagelaran, Ambarawa dan Pardasuka;
b. jaringan jalan strategis kabupaten meliputi ruas jalan Sukoharjo - Sukoharum menuju terminal induk Rejosari dan Bandara Raden
Intan melalui Negerikaton Kabupaten Pesawaran;
c. pengembangan jalan dua jalur Kota Pringsewu dari Wates Kecamatan Gadingrejo - Pajaresuk Kecamatan Pringsewu;
d. pengembangan jaringan jalan lingkar utara dan lingkar selatan Kota Pringsewu;
e. pembangunan jalan akses yang menghubungkan Kabupaten Pringsewu - Kabupaten Lampung Tengah yang akan
menghubungkan jalan lintas Barat dengan jalan lintas tengah Padang Ratu; dan
f. perbaikan dan peningkatan kualitas seluruh jaringan jalan dan
jembatan di Kabupaten Pringsewu serta pengembangan jalan usaha tani dan jalan produksi khususnya pada kawasan agropolitan dan
minapolitan.
(5) Pengembangan jaringan jalan lokal sekunder dan jalan lingkungan lebih lanjut akan dirinci dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).
Pasal 13
(1) Pengembangan jaringan pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf b meliputi:
a. jaringan trayek angkutan orang; dan b. jaringan trayek angkutan barang.
(2) Jaringan trayek angkutan orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi pengembangan jaringan trayek angkutan orang yang
menghubungkan Pringsewu - Pagelaran, Pringsewu - Gadingrejo, Trayek Pringsewu - Kalirejo, dan Trayek Pringsewu - Pardasuka.
(3) Jaringan trayek angkutan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b meliputi pengembangan dan pembangunan terminal baik
jaringan lintas angkutan barang antar wilayah kabupaten/kota, wilayah kecamatan dan wilayah perdesaan.
Pasal 14
Pengembangan jaringan prasarana jalan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12 ayat (1) huruf c meliputi:
a. pengembangan terminal tipe B di Sukoharjo mengantisipasi akses jalan yang akan dikembangkan dari ruas jalan Sukoharjo menuju terminal
induk Rejosari dan Bandara Raden Intan;
b. pemantapan dan peningkatan terminal tipe C di Kecamatan Gadingrejo
dan pembangunan Sub Terminal Agribisnis di Kecamatan Sukoharjo; dan
c. membangun shelter atau tempat pemberhentian bus/angkutan umum khususnya pada kawasan perkotaan.
Paragraf 2 Sistem Jaringan Perkeretapian
Pasal 15
(1) Sistem jaringan perkeretapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11
huruf b meliputi:
a. perkeretaapian umum; dan
b. perkeretaapian khusus.
(2) Perkeretaapian umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
adalah perkeretaapian antarkota yang melayani angkutan orang dan barang yang menghubungkan Bandar Lampung - Rejosari - Gedong Tataan - Pringsewu dengan jalur angkutan penumpang mulai dari
Tanjung Karang - Rejosari - Gedongtatan - Gadingrejo – Pringsewu - Pagelaran.
(3) Perkeretaapian khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
melayani angkutan barang dari Stasiun Tanjung Karang ke Stasiun Pringsewu.
(4) Penataan stasiun kereta api yang ada meliputi stasiun kecil Gadingrejo dan Pagelaran.
Bagian Keempat
Sistem Jaringan Prasarana Lainnya
Pasal 16
Sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
ayat (1) huruf c meliputi:
a. sistem jaringan energi dan kelistrikan;
b. sistem jaringan telekomunikasi;
c. sistem jaringan sumber daya air; dan
d. sistem jaringan prasarana wilayah lainnya.
Paragraf 1 Sistem Jaringan Energi dan Kelistrikan
Pasal 17
(1) Pengembangan sistem jaringan energi dan kelistrikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf a bertujuan meningkatkan kualitas
jangkauan pelayanan jaringan listrik dan gas bumi yang terpadu dan merata di seluruh wilayah Kabupaten Pringsewu.
(2) Sistem jaringan energi dan kelistrikan meliputi:
a. jaringan pipa gas bumi;
b. pembangkit tenaga listrik;
c. jaringan transmisi tenaga listrik; dan
d. jaringan distribusi tenaga listrik.
(3) Pengembangan pipa gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi pengembangan jaringan pipa gas di wilayah utara Kabupaten.
(4) Pengembangan pembangkit tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf b meliputi:
a. peningkatan dan pemeliharaan jaringan transmisi dan distribusi di
wilayah Kabupaten; dan
b. pengembangan energi terbarukan melalui Pembangkit Listrik Tenaga Baru Terbarukan untuk perkotaan dan perdesaan.
(5) Kegiatan-kegiatan industri menengah-besar diarahkan untuk bisa
memenuhi kebutuhan listrik secara mandiri.
Paragraf 2 Sistem Jaringan Telekomunikasi
Pasal 18
(1) Sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud Pasal 16 huruf b direncanakan untuk meningkatkan kualitas dan jangkauan
pelayanan jaringan telekomunikasi yang terpadu dan merata di wilayah Kabupaten Pringsewu, terdiri atas:
a. sistem jaringan kabel;
b. sistem jaringan nirkabel; dan
c. jaringan mikro digital.
(2) Pengembangan sistem jaringan kabel sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a, meliputi:
a. pengembangan infrastruktur dasar telekomunikasi berupa jaringan telepon saluran tetap dan pusat automatisasi sambungan telepon di
Kecamatan Pringsewu dan Kecamatan Gadingrejo;
b. pengembangan sambungan telepon kabel yang diarahkan
menjangkau seluruh pusat pelayanan dan wilayah pelayanannya di Kabupaten Pringsewu;
c. peningkatan kapasitas sambungan telepon kabel pada kawasan perdagangan dan jasa, industri, fasilitas umum dan sosial, terminal, permukiman dan kawasan yang baru dikembangkan;
d. penyediaan sarana warung telepon (wartel) dan telepon umum pada lokasi strategis, mudah diakses publik dan kawasan pusat kegiatan
masyarakat; dan
e. pengembangan sistem jaringan kabel telekomunikasi bawah tanah
dengan sistem ducting dan terpadu dengan sistem jaringan bawah tanah lainnya.
(3) Pengembangan sistem jaringan nirkabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:
a. mendorong pihak operator seluler untuk menyelenggarakan pemanfaatan menara telekomunikasi bersama (sharing tower) dalam
rangka efisiensi ruang;
b. melakukan penataan menara Base Transceirver Station (BTS)
dengan penyusunan master plan menara BTS bersama pihak operator dan ditetapkan dengan Peraturan Bupati;
c. mengeluarkan aturan mengenai alternatif jarak aman menara;
d. pengembangan telepon nirkabel berupa menara telekomunikasi yang tersebar di wilayah Kabupaten Pringsewu;
e. membatasi pembangunan BTS dengan mengupayakan penggunaan BTS bersama; dan
f. pengembangan sistem telekomunikasi interkoneksi nasional untuk mikro digital dan interkoneksi Sumatera Selatan-Lampung untuk
serat optik dan mikro analog.
(4) Pengembangan jaringan mikro digital sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c ditujukan sebagai jaringan lanjutan dari Pulau Jawa dengan menggunakan jaringan kabel Bawah Laut melalui Kabupaten Lampung
Selatan, Kota Bandar Lampung, Kabupaten Pesawaran, Kabupaten Pringsewu, Kabupaten Tanggamus, Kabupaten Lampung Barat,
menyambung menuju ke Provinsi Sumatera Selatan;
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengaturan menara telekomunikasi
diatur dengan Peraturan Bupati.
Paragraf 3 Sistem Jaringan Sumber Daya Air
Pasal 19
(1) Sistem jaringan prasarana sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf c terdiri atas:
a. sistem pengelolaan wilayah sungai;
b. cekungan air tanah;
c. jaringan irigasi;
d. jaringan air baku untuk air bersih; dan
e. sistem pengendalian daya rusak air.
(2) Sistem pengelolaan Wilayah Sungai sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a meliputi :
a. pengelolaan Wilayah Sungai (WS) Way Seputih Sekampung yang merupakan wilayah sungai strategis nasional yang menjadi
wewenang pusat yang terletak di Kabupaten Pringsewu;
b. pengelolaan wilayah Sungai Semangka yang merupakan wilayah
sungai Provinsi Lampung; dan
c. pengelolaan Sumber Daya Air (SDA) didasarkan pada pola
pengelolaan SDA WS Way Seputih Sekampung yang bersangkutan.
(3) Cekungan air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
meliputi : a. Cekungan air tanah Metro-Kota Bumi; dan
b. Cekungan air tanah Talang Padang.
(4) Sistem jaringan irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
a. penambahan prasarana dan peningkatan fungsi jaringan irigasi
meliputi saluran irigasi primer, saluran irigasi sekunder, dan saluran irigasi tersier;
b. pengelolaan dan perlindungan Daerah Irigasi (DI) dalam wilayah kabupaten meliputi :
1. Daerah Irigasi (DI) kewenangan pemerintah provinsi utuh kabupaten/kota meliputi DI Way Semangka seluas kurang lebih 1.548 (seribu lima ratus empat puluh delapan) hektar, DI Way
Ngarip seluas kurang lebih 1.346 (seribu tiga ratus empat puluh enam) hektar, DI Way Ngison seluas kurang lebih 1.980 (seribu
sembilan ratus delapan puluh) hektar, dan DI Way Napal seluas Kurang Lebih 1.761 (seribu tujuh ratus enam puluh satu)
hektar; dan
2. DI kewenangan Pemerintah Kabupaten Pringsewu, diantaranya meliputi: Kecamatan Pagelaran: Way ngison, Way tebu I,II,III,IV,
Way Balak Pagelaran, Way Kunyir, Way Giri Tunggal I, Way Giri Tunggal II, Way Giri Tunggal III, Way Kamilin, Way Sumber
Bandung, Way Neglasari, Way Karangsari, Way Kuto Pengasih, Way Gemahripah, Way Pajar Mulia I, Way Pajar Mulia II,
Kecamatan Banyumas : Lansep Nuso Wungu, Way Langsep, Way Banyuwangi, Way Banjarejo I, Way Banjarejo II, Way Banjarejo III, Way Banjarejo IV, Way Banyumas I, Way Banyumas II, Way
Sriwungu I, Way Sriwungu II, Way Waya Krui, Way Sukamulya, Kecamatan Sukoharjo: Way Langkap Atas, Way Trisno, Way
Pandan Sari I, Way Pandan Sari II, Way Gunung Kandi, Way Gunung Kancil I, Way Gunung Kancil II, Way Oyot, Way
Sukoharjo I, Way Sukoharjo II, Way Sukoharjo III, Way Sukoharjo IV, Way Siliwangi, Kecamatan Adiluwih: Way Mangan I, Way Mangan II, Way Seputih Sekampung, Way Waringinsari
Timur, Way Waringinsari Barat, Way Adiluwih, Way Srimukti, Kecamatan Pringsewu: Way Semah Podomoro, Way Semah III,
Way Suka Negeri, Way Tipah, Way Pajar Agung, Kecamatan Gadingrejo: Way Padang Ratu I, Way Pujorahayu, Way Gatel,
Way Nenep I, Way Nenep II, Way Wonokriyo I, Way Wonokriyo II,
Way Apus, Way Gading, Way Padang Ratu II, Way Padang Ratu
III, Way Padangkan, Way Bulurejo, Kecamatan Ambarawa: Way Manak III Pujodadi, Way Cangkringan, Way Kresnomulyo, Way
Simpang Rawa, Kecamatan Pardasuka: Way Napal, Way Guring, Bulok Sukamara IV, Way Bulok, Way Suka Negeri, Way Manak II, Way Mincang Tanjung Rusia, Way Ruken, Way Kelutum, Way
Bungur, Way Suka Negri, Way Pujodadi, Way Mincang II, Way Kutilang, Way Negara Batin, Way Picung, Way Gunung Bathin,
Way Belimbing.
(5) Pengembangan sistem jaringan air baku untuk air bersih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi:
a. peningkatan pelayanan air bersih sistem perpipaan;
b. pengelolaan dan pembatasan penggunaan air tanah; dan
c. identifikasi dan pengembangan sumber air baku baru.
(6) Sistem pengendalian daya rusak air sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf e berupa sistem pengendalian banjir meliputi pembuatan waduk buatan, embung, dan pembuatan tanggul di seluruh wilayah kecamatan Kabupaten Pringsewu.
Pasal 20
Pengembangan pengelolaan wilayah sungai sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 19 ayat (2) meliputi:
a. sistem pengelolaan wilayah sungai direncanakan melalui pendekatan DAS dan cekungan air tanah serta keterpaduannya dengan pola ruang
dengan memperhatikan keseimbangan pemanfaatan sumber daya air permukaan dan air tanah;
b. pengelolaan wilayah sungai dilakukan melalui pengembangan penata-gunaan air pada DAS dan diselenggarakan melalui kegiatan
penyusunan dan penetapan neraca penatagunaan sumberdaya air dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan; dan
c. pengembangan penatagunaan air pada DAS untuk Kabupaten
Pringsewu meliputi DAS Sekampung dan DAS Seputih.
Pasal 21
Pengembangan cekungan air tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3) meliputi:
a. penentuan batas cekungan air tanah;
b. peningkatan kemanfaatan fungsi air tanah guna memenuhi penyediaan air tanah;
c. pelaksanaan pengendalian daya rusak serta konservasi air tanah; dan
d. pengembangan air tanah berkelanjutan untuk irigasi.
Pasal 22
Pengembangan sistem jaringan irigasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (4) meliputi:
a. pembangunan dan pengembangan saluran air irigasi yang dapat
mengairi lahan tanaman pertanian lahan basah, dilakukan oleh Unit Pelaksana Teknis Pengairan (UPT Pengairan);
b. mempertahankan debit aliran sungai Way Seputih, sungai Way Sekampung dan beberapa sungai besar lainnya di wilayah Kabupaten Pringsewu yang menjadi sumber air bagi daerah irigasi di wilayah ini,
terutama yang berada di wilayah Pagelaran dan Pringsewu dengan melibatkan kelompok-kelompok tani dalam menjaga dan memelihara
saluran air;
c. mengoptimalkan fungsi WS Way Seputih-WS Way Sekampung sebagai
sumber air yang mengairi lahan pertanian lahan basah di wilayah Kabupaten Pringsewu meliputi Kecamatan Pringsewu, Kecamatan Adiluwih, Kecamatan Gadingrejo dan Kecamatan Pagelaran;
d. mengembangkan sistem irigasi terkoneksi sehingga terbentuk satu sistem irigasi yang terpadu di Kabupaten Pringsewu; dan
e. mengembangkan kerjasama lintas daerah dalam pengelolaan wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) agar tercipta tanggungjawab bersama guna
keberlangsungan dan keberlanjutan optimalisasi pemanfaatan wilayah sungai di Kabupaten Pringsewu;
f. pembangunan dan pengembangan sumber air irigasi tingkat usaha tani
dan tingkat desa.
Pasal 23
Pengembangan jaringan air baku untuk air bersih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (5) meliputi:
a. mengembangkan sumberdaya air baru baik mata air maupun air
permukaan untuk meningkatkan kemampuan kapasitas sumber air agar mampu memenuhi kebutuhan air minum penduduk di masa yang
akan datang;
b. meningkatkan produksi air baku dengan memanfaatkan secara optimal
sumberdaya air yang telah teridentifikasi, diantaranya dengan meningkatkan kemampuan peralatan produksi dengan peralatan yang mempunyai kemampuan lebih besar dan modern;
c. mempertahankan debit air WS Way Sekampung-WS Way Seputih yang merupakan sumber utama pasokan air bagi pemenuhan kebutuhan air
baku di wilayah Kabupaten Pringsewu;
d. pembangunan jaringan distribusi air minum/jaringan perpipaan yang
pemasangannya diarahkan mengikuti jaringan jalan sesuai dengan hierarki yang ada;
e. pengembangan sistem pelayanan dengan kran umum di samping
pelayanan dengan sambungan langsung; dan
f. pendistribusian air kepada konsumen dengan kualitas air sesuai
dengan persyaratan air minum yang berlaku.
Pasal 24 Pengembangan sistem pengendalian daya rusak air sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19 ayat (6) meliputi:
a. rehabilitasi pada kawasan sekitar sungai di Kabupaten Pringsewu;
b. pengelolaan dan perlindungan DAS untuk mengendalikan banjir di
Kabupaten Pringsewu;
c. kerjasama antara Pemerintah Kabupaten yang berbatasan terkait
rehabilitasi dan revitalisasi hulu sungai;
d. prioritas pembuatan embung pada kawasan rawan banjir seperti di Kecamatan Pagelaran, Kecamatan Banyumas, Kecamatan Sukoharjo
dan Kecamatan Gadingrejo;
e. menetapkan Garis Sempadan Sungai (GSS) sebagai kawasan lindung
serta melakukan reboisasi dan revitalisasi Garis Sempadan Sungai (GSS);
f. pembuatan dan normalisasi saluran drainase; dan
g. pelibatan masyarakat dalam manajemen pengelola air melalui pembuatan sumur resapan dan Ruang Terbuka Hijau (RTH).
Paragraf 4
Sistem Jaringan Prasarana Wilayah Lainnya
Pasal 25 Sistem jaringan prasarana wilayah lainnya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 16 huruf d meliputi:
a. sistem penyediaan air minum;
b. sistem jaringan persampahan;
c. sistem pengelolaan air limbah;
d. sistem drainase; dan
e. jalur evakuasi bencana.
Pasal 26
(1) Pengembangan sistem penyediaan air minum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf a meliputi:
a. sistem pelayanan air minum perpipaan; dan
b. sistem pelayanan air minum nonperpipaan.
(2) Pengembangan sistem pelayanan air minum perpipaan sebagaimana dimaksud pada huruf a meliputi :
a. peningkatan cakupan pelayanan air minum;
b. penyediaan air minum perpipaan dan nonperpipaan dalam
memenuhi kebutuhan akan air minum;
c. peningkatan peran serta masyarakat dan dunia usaha/swasta dalam penyelenggaraan pengembangan sistem air minum;
d. peningkatan kapasitas dan kualitas pengelolaan sistem pelayanan air minum perkotaan;
e. pengembangan alternatif sumber pembiayaan; dan
f. penyediaan sistem perpipaan untuk melayani sambungan saluran
distribusi air minum ke setiap bangunan domestik maupun non-domestik pada pusat-pusat permukiman dengan memanfaatkan air permukaan terutama pada kawasan pusat kegiatan wilayah, pusat
kegiatan lokal dan pusat pelayanan kawasan.
(3) Pengembangan sistem pelayanan air minum nonperpipaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Pasal 27
(1) Sistem jaringan persampahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf b bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan
kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya.
(2) Rencana sistem jaringan persampahan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi:
a. penyusunan rencana induk pengolahan persampahan;
b. pengembangan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Bumiarum di
Kecamatan Pringsewu; dan
c. pengembangan Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPS) di
seluruh Kecamatan di Kabupaten Pringsewu.
(3) Pengembangan sistem pengolahan persampahan meliputi:
a. penerapan pengelolaan sampah dengan menggunakan pendekatan konsep 4R, yaitu reduce (mengurangi), reuse (memakai kembali), recycle (mendaur ulang) dan replace (mengganti).
b. peningkatan peran masyarakat dan dunia usaha/swasta dalam penyelenggaraan sistem pengelolaan persampahan;
c. peningkatan fungsi Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dari sistem open dumping ke sanitary landill;
d. peningkatan cakupan pelayanan dan kualitas sistem pelayanan;
e. pengembangan alternatif pembiayaan;
f. pengembangan tempat penampungan sampah sementara atau penyediaan kontainer pada setiap wilayah kecamatan sebagai tempat penampungan sampah pasar dan rumah tangga sebelum
diangkut ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah;
g. penyediaan sarana pengangkutan sampah yang memadai dan
mendistribusikannya secara proporsional di setiap wilayah; dan
h. pengembangan sistem pengelolaan sampah terpadu Satuan
Operasional Kebersihan Lingkungan (SOKLI) termasuk didalamnya membangun Instalasi Pengelolaan Sampah Terpadu (IPST) yang tipologinya disesuaikan dengan karakter kawasan, pada daerah-
daerah permukiman, khususnya kawasan permukiman perkotaan di pusat-pusat pelayanan.
Pasal 28
(1) Sistem pengelolaan air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25
huruf c bertujuan untuk menjaga dan meningkatkan kelestarian
lingkungan hidup.
(2) Pengembangan pengelolaan air limbah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi:
a. peningkatan akses pengolahan sumber air limbah baik sistem
on site maupun off site (terpusat) di perkotaan maupun di perdesaan untuk memperbaiki kesehatan masyarakat;
b. peningkatan peran masyarakat dan dunia usaha/swasta dalam
penyelenggaraan pengembangan sistem pengelolaan air limbah;
c. penguatan kelembagaan dan peningkatan kapasitas bagi aparat
pengelola air limbah;
d. pengembangan alternatif sumber pembiayaan;
e. penanganan limbah padat rumah tangga (black water) dilakukan
dengan cara yaitu setiap rumah diwajibkan mempunyai septic tank, sedangkan untuk kawasan permukiman yang padat
mempergunakan sistem septic tank komunal;
f. penanganan air limbah untuk kawasan perekonomian dilakukan
dengan cara penanganan dengan menggunakan sistem gabungan antara sistem individual dan cara kolektif;
g. penanganan pengolahan air limbah untuk kegiatan industri, khususnya kawasan industri skala menengah dan besar, diarahkan dengan menggunakan penanganan secara kimia dan biologis
(disarankan memakai proses lumpur aktif);
h. setiap kegiatan industri (khususnya skala besar) harus memiliki
lembaga internal yang bertanggungjawab terhadap pengelolaan limbah dan bertanggungjawab terhadap Badan Lingkungan Hidup
Kabupaten Pringsewu dengan sistem penerapan pengelolaan limbah Bahan Beracun Berbahaya (B3) terbentuk yang didasarkan atas konsep cradle to grave dan mendorong kegiatan industri penghasil
limbah untuk mengolah, mendaur ulang serta menimbun limbahnya dekat dengan pabrik, serta menerapkan teknik
penimbunan limbah berbahaya yang sesuai dengan ketentuan peraturan;
i. pembangunan Instalasi Pengolahan Air limbah (IPAL) melalui penyediaan sistem perpipaan untuk melayani sambungan saluran
pembuangan limbah ke setiap bangunan domestik maupun non domestik pada pusat-pusat permukiman terutama pada kawasan pusat kegiatan wilayah, pusat kegiatan lokal dan pusat pelayanan
kawasan; dan
j. pengembangan sistem sanitasi dan pengelolaan air buangan (limbah
domestik).
Pasal 29 (1) Rencana pembangunan saluran drainase sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 25 huruf d bertujuan untuk mengurangi banjir dan genangan air bagi kawasan permukiman, industri, perdagangan,
perkantoran, dan persawahan.
(2) Rencana sistem drainase meliputi :
a. peningkatan pelayanan dan penanganan drainase;
b. peningkatan pelibatan stakeholders;
c. peningkatan kapasitas pengelola maupun kelembagaan;
d. pengembangan alternatif pembiayaan;
e. normalisasi saluran pada saluran-saluran yang mengalami penyem-
pitan, penyumbatan baik itu oleh sampah maupun oleh endapan, serta pada daerah-daerah sungai yang mengalami pendangkalan
dan penyempitan mengingat sungai merupakan drainase primer alami;
f. rehabilitasi saluran melalui pelebaran saluran terhadap wilayah-
wilayah yang mengalami genangan dan banjir;
g. penambahan saluran baru pada wilayah-wilayah yang belum
memiliki saluran drainase akan dibuat saluran baru;
h. pembangunan jaringan drainase yang diprioritaskan pada wilayah yang memiliki fungsi sebagai pusat pemerintahan, pusat pelayanan
dan jasa, pusat perkantoran, pusat permukiman perkotaan, pusat pendidikan dan pusat pemukiman perdesaan; dan
i. pengembangan saluran drainase untuk membagi pengaliran air hujan dan air buangan ke dalam saluran drainase yang bermuara
pada saluran penampungan atau saluran pembuangan.
Pasal 30
(1) Potensi, Jalur dan ruang evakuasi bencana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 25 huruf e meliputi:
a. potensi bencana yang akan timbul di kabupaten Pringsewu meliputi
banjir, tanah longsor, puting beliung dan gempa bumi;
b. pembuatan peta rawan bencana dan jalur evakuasi bencana mengikuti pola jaringan jalan yang diberi rambu untuk arah
evakuasi; dan
c. ruang evakuasi untuk bencana sebagaimana tersebut pada huruf a
memanfaatkan kantor desa, bangunan sekolah, fasilitas negara, dan fasilitas umum lainnya.
(2) Pengelolaan jalur dan ruang evakuasi bencana dilakukan melalui:
a. penetapan jalur dan ruang untuk evakuasi dan penyelamatan dari
bahaya bencana alam;
b. pengendalian pemanfaatan ruang kawasan rawan bencana alam
dengan mencermati konsistensi kesesuaian antara pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang yang ada;
c. penyusunan pedoman dan petunjuk teknik upaya-upaya penyelamatan dari bahaya bencana alam;
d. sosialisasi identifikasi daerah rawan bencana alam, daerah-daerah
potensial terjadi bencana alam, penyelamatan akibat terjadinya bencana alam, dan bangunan tahan bencana alam (gempa bumi);
dan
e. kerjasama dengan lembaga terkait dan kompeten untuk melakukan
identifikasi daerah rawan bencana alam.
BAB IV RENCANA POLA RUANG
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 31
(1) Rencana pola ruang wilayah Kabupaten Pringsewu meliputi:
a. pola ruang kawasan lindung; dan
b. pola ruang kawasan budidaya.
(2) Rencana Pola Ruang Wilayah digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum pada Lampiran II dan
merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Bagian Kedua Kawasan Lindung
Pasal 32
(1) Kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) huruf
a meliputi:
a. kawasan hutan lindung;
b. kawasan perlindungan setempat; dan
c. kawasan rawan bencana.
(2) Kawasan hutan lindung sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. kawasan hutan lindung Perentian Batu register 21 (dua puluh satu)
Kecamatan Pardasuka dengan luas kurang lebih 2.780,24 (dua ribu tujuh ratus delapan puluh koma dua puluh empat) hektar; dan
b. kawasan hutan lindung Way Waya register 22 (dua puluh dua) Kecamatan Pagelaran dengan luas kurang lebih 4.777 (empat ribu
tujuh ratus tujuh puluh tujuh ) hektar.
(3) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, meliputi:
a. perlindungan kawasan sempadan sungai, meliputi:
1) penetapan garis sempadan sungai besar 100 (seratus) meter di sisi kiri dan sisi kanan sungai;
2) penetapan garis sempadan sungai kecil 50 (lima puluh) meter di sisi kiri dan sisi kanan sungai; dan
3) penetapan garis sempadan sungai diluar kota 50 (limapuluh)
sampai 100 (seratus) meter dan sempadan sungai di kawasan permukiman 5 (lima) sampai 10 (sepuluh) meter.
b. sempadan mata air 200 (dua ratus) meter di sekeliling mata air Selapan di Kecamatan Pardasuka; dan
c. sempadan saluran irigasi ditetapkan 5 (lima) meter di kiri dan kanan saluran irigasi primer.
(4) Kawasan rawan bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
a. kawasan rawan banjir tersebar terutama yang terjadi di sekitar bantaran sungai Way Sekampung diantaranya Kecamatan
Pagelaran, Kecamatan Banyumas, Kecamatan Sukoharjo dan Kecamatan Gadingrejo;
b. kawasan rawan tanah longsor, terutama yang terjadi di Kecamatan
Pagelaran, Kecamatan Pardasuka dan Kecamatan Banyumas;
c. kawasan rawan bencana puting beliung hampir merata di seluruh
kecamatan di Kabupaten Pringsewu, terutama di Kecamatan Sukoharjo, Kecamatan Pringsewu dan Kecamatan Gadingrejo; dan
d. kawasan rawan bencana gempa bumi di Kecamatan Pardasuka, Kecamatan Pagelaran, Kecamatan Ambarawa, Kecamatan Gadingrejo dan Kecamatan Sukoharjo.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan, pengaturan, dan
pengelolaan kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketiga
Kawasan Budidaya
Pasal 33
Kawasan budidaya sebagaimana dalam Pasal 31 ayat (1) huruf b meliputi:
a. kawasan peruntukan pertanian;
b. kawasan peruntukan perikanan;
c. kawasan peruntukan pertambangan;
d. kawasan peruntukan industri;
e. kawasan peruntukan pariwisata;
f. kawasan peruntukan permukiman; dan
g. kawasan peruntukan lainnya.
Paragraf 1
Kawasan Peruntukan Pertanian
Pasal 34
(1) Kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf a memiliki luas kurang lebih 35.793 (tiga puluh lima ribu tujuh ratus sembilan puluh tiga) hektar yang meliputi:
a. kawasan pertanian tanaman pangan;
b. kawasan pertanian hortikultura;
c. kawasan perkebunan; dan
d. kawasan peternakan.
(2) Pengembangan kawasan pertanian tanaman pangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a seluas kurang lebih 10.823 (sepuluh
ribu delapan ratus dua puluh tiga) hektar meliputi:
a. pertanian tanaman pangan lahan basah seluas kurang lebih 6.494
(enam ribu empat ratus sembilan puluh empat) hektar yang tersebar di Kecamatan Pagelaran, Kecamatan Ambarawa,
Kecamatan Pringsewu, Kecamatan Gadingrejo dan Kecamatan Pardasuka; dan
b. sentra pengembangan ubi kayu, jagung, kacang-kacangan dan
sayur-sayuran atau hultikultura seluas kurang lebih 4.329 hektar tersebar di seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Pringsewu.
(3) Kawasan peruntukan pertanian tanaman pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a ditetapkan sebagai kawasan pertanian
tanaman pangan lahan basah berkelanjutan.
(4) Pengembangan hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b akan dikembangkan di Kecamatan Sukoharjo, Kecamatan Adiluwih, Kecamatan Banyumas, Kecamatan Gadingrejo, Kecamatan
Ambarawa, Kecamatan Pringsewu, Kecamatan Pagelaran, dan Kecamatan Pardasuka.
(5) Kawasan perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
seluas kurang lebih 21.266 (dua puluh satu ribu dua ratus enam puluh
enam) hektar meliputi:
a. sentra pengembangan kelapa sawit terdapat di Kecamatan
Pagelaran, Kecamatan Sukoharjo, Kecamatan Adiluwih dan Kecamatan Banyumas;
b. sentra pengembangan kelapa terdapat di Kecamatan Pardasuka, Kecamatan Pagelaran, Kecamatan Sukoharjo dan Kecamatan Gadingrejo;
c. sentra pengembangan perkebunan kopi terdapat di Kecamatan Pagelaran dan Kecamatan Pardasuka;
d. sentra pengembangan kakao terdapat di Kecamatan Banyumas, Kecamatan Sukoharjo, Kecamatan Adiluwih, Kecamatan Pardasuka;
dan Kecamatan Pagelaran; dan
e. sentra pengembangan karet terdapat di Kecamatan Pardasuka dan Kecamatan Pagelaran.
(6) Pengembangan kawasan peternakan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf d, dilakukan di seluruh wilayah kabupaten yang memiliki potensi dan sesuai untuk pengembangan peternakan, antara lain:
a. pengembangan ternak sapi dan kerbau di seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Pringsewu;
b. pengembangan ternak kambing, domba, dan ternak kecil lainnya
akan dikembangkan di seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Pringsewu;
c. pengembangan peternakan unggas akan dikembangkan di seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Pringsewu;
d. pengembangan sentra bibit unggul akan dikembangkan di Kecamatan Sukoharjo dan Kecamatan Gadingrejo; dan
e. pengembangan pengolahan pakan ternak akan dikembangkan di
Kecamatan Sukoharjo dan Kecamatan Pagelaran.
(7) Pengembangan kawasan pertanian tanaman pangan lahan basah berkelanjutan akan diatur dengan Peraturan Daerah.
Paragraf 2
Kawasan Peruntukan Perikanan
Pasal 35 (1) Kawasan peruntukan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
33 huruf b dengan luas kurang lebih 5.553 (lima ribu lima ratus lima puluh tiga) hektar meliputi:
a. kawasan peruntukan budidaya perikanan; b. kawasan pengolahan perikanan; dan
c. kawasan minapolitan.
(2) Kawasan peruntukan budidaya perikanan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a meliputi :
a. perikanan kolam dengan luas kurang lebih 1.023 (seribu dua puluh
tiga) hektar berupa pengembangan perikanan kolam air tawar dengan komoditas Ikan Karper, Ikan Tawes, Ikan Nila Merah, Ikan
Gurami, Ikan Lele, ikan mas dan ikan patin di Kecamatan Pagelaran, dan sebagian kecil di Kecamatan Pringsewu, Kecamatan Ambarawa dan Kecamatan Gadingrejo; dan
b. perikanan tangkap di perairan umum dengan luas kurang lebih 3.830 (tiga ribu delapan ratus tiga puluh) hektar berupa perikanan
sungai dengan komoditas ikan gabus, wader, lele, sepat, gurame, mujair, betutu, nilam, nila dan batik akan dikembangkan di
Kecamatan Pardasuka, Kecamatan Sukoharjo, Kecamatan Ambarawa, Kecamatan Banyumas, Kecamatan Gadingrejo, Kecamatan Pringsewu, dan Kecamatan Pagelaran.
(3) Kawasan pengolahan perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b meliputi:
a. pengembangan teknologi pengolahan hasil perikanan akan
dikembangkan di Kecamatan Pagelaran; dan
b. pengembangan balai benih induk akan dikembangkan di Kecamatan Banyumas.
(4) Pengembangan kawasan minapolitan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c dengan luas kurang lebih 700 (tujuh ratus) hektar di Kecamatan Pagelaran dengan komoditas Ikan Lele, Ikan Mas, Ikan
Gurame, Ikan Nila, Ikan Karper, Ikan Tawes.
Paragraf 3
Kawasan Peruntukan Pertambangan
Pasal 36
(1) Pengembangan kawasan peruntukan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf c terdiri dari wilayah usaha per-tambangan dan wilayah pertambangan rakyat dilakukan di wilayah
pertambangan yang menyebar di seluruh kecamatan yang memiliki potensi bahan tambang, yaitu mineral dan batubara.
(2) Kawasan peruntukan pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi:
a. mineral logam berupa bijih besi, emas dan logam ikutan lainnya
berada di Kecamatan Pagelaran, Kecamatan Sukoharjo, dan Kecamatan Adiluwih;
b. mineral nonlogam berupa pasir kuarsa berada di Kecamatan
Sukoharjo dan Kecamatan Adiluwih;
c. batuan berupa marmer, andesit, batu gamping, granodiorit, tanah
liat berada di Kecamatan Sukoharjo, Kecamatan Adiluwih, Kecamatan Banyumas, Kecamatan Pagelaran dan Kecamatan
Gadingrejo; dan
d. batubara berada di Kecamatan Pagelaran dan Kecamatan Pardasuka.
(3) Kegiatan pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) agar dilakukan melalui:
a. praktik pertambangan yang ramah lingkungan sehingga dapat mengurangi terjadinya dampak kerusakan lingkungan; dan
b. melakukan perbaikan lingkungan pasca tambang melalui rehabilitasi dan reklamasi tambang.
Paragraf 4 Kawasan Peruntukan Industri
Pasal 37
(1) Pengembangan kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 33 huruf d harus memperhatikan aspek geologi meliputi:.
a. kawasan peruntukan industri besar;
b. kawasan peruntukan industri menengah; dan
c. kawasan peruntukan industri kecil dan mikro.
(2) Kawasan peruntukan industri besar sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a akan dialokasikan di wilayah kecamatan yang meliputi:
a. pengembangan kegiatan industri pengolahan hasil perikanan di Kecamatan Pagelaran;
b. pengembangan kegiatan industri pengolahan hasil peternakan di Kecamatan Gadingrejo; dan
c. pengembangan kegiatan industri berbasis agribisnis yang mengolah hasil pertanian dan perkebunan akan dikembangkan di Kecamatan
Gadingrejo, Kecamatan Sukoharjo, Kecamatan Adiluwih, Kecamatan Pagelaran, Kecamatan Banyumas.
(3) Kawasan peruntukan industri menengah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b berupa pengembangan industri skala menengah diarahkan di Kecamatan Adiluwih meliputi:
a. industri genteng pres;
b. industri batu bata;
c. industri gilingan padi;
d. industri meubeler;
e. industri kopi bubuk; dan
f. industri tepung tapioka.
(4) Kawasan peruntukan industri kecil dan mikro sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c akan dikembangkan di seluruh kecamatan yang
ada di Kabupaten Pringsewu meliputi:
a. industri pembuatan tungku;
b. industri kayu;
c. industri tahu dan tempe;
d. industri kerupuk;
e. industri peyek;
f. industri emping;
g. industri kelanting;
h. industri keripik;
i. industri kerajinan emas/perak;
j. industri kerajinan tapis;
k. industri anyaman bambu; dan
l. industri pengolahan limbah kain/kain perca.
Paragraf 5 Kawasan Peruntukan Pariwisata
Pasal 38
(1) Pengembangan kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 33 huruf e bertujuan untuk menyelenggarakan
jasa pariwisata atau mengusahakan objek dan daya tarik wisata, usaha sarana pariwisata dan usaha lain yang terkait di bidang tersebut.
(2) Pengembangan kawasan pariwisata sebagaimana dimaksudkan pada
ayat (1) dengan luas lebih kurang 800 (delapan ratus) hektar meliputi :
a. Wisata alam meliputi:
1. Cekdam Tegalsari di Kecamatan Gadingrejo;
2. Telaga Gupit di Kecamatan Gadingrejo;
3. Bendungan Way Ngison di Kecamatan Pagelaran;
4. Bendungan Bumiratu di Kecamatan Pagelaran; dan
5. Air Terjun Way Kunyir di Kecamatan Pagelaran.
b. Wisata budaya meliputi:
1. Pura Giri Sutramandala di Desa Mataram Kecamatan
Gadingrejo;
2. Makam Kyai Haji Gholib di Kecamatan Pringsewu;
3. Goa Maria Padang Bulan di Kecamatan Pringsewu;
4. Rumah Adat di Marga Kaya Kecamatan Pringsewu; dan
5. Rumah Adat di Pardasuka Kecamatan Pardasuka.
c. Wisata buatan meliputi:
1. Bukit Silitonga di Kecamatan Sukoharjo;
2. Bukit Sari Nongko di Kecamatan Sukoharjo;
3. Villa Novi di Kecamatan Sukoharjo;
4. Balong Kuring di Kecamatan Pringsewu;
5. Kolam renang Grojogan Sewu di Kecamatan Pringsewu; dan
6. Hutan Kota Terpadu di Kecamatan Pringsewu.
Paragraf 6
Kawasan Peruntukan Permukiman
Pasal 39 Pengembangan kawasan peruntukan permukiman sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 33 huruf f meliputi:
a. kawasan permukiman perkotaan berada di Kecamatan Pringsewu,
Kecamatan Gadingrejo, Kecamatan Pagelaran, Kecamatan Ambarawa, dan Kecamatan Sukoharjo dengan luas kurang lebih 7.939 (tujuh ribu
sembilan ratus tiga puluh sembilan) hektar;
b. kawasan permukiman perdesaan berada di Kecamatan Adiluwih, Kecamatan Banyumas, dan Kecamatan Pardasuka dengan luas kurang
lebih 2.025 (dua ribu dua puluh lima) hektar;
c. kawasan permukiman berkepadatan tinggi diarahkan di Kecamatan
Sukoharjo dan Kecamatan Ambarawa;
d. kawasan permukiman berkepadatan sedang diarahkan di Kecamatan
Pagelaran dan Kecamatan Banyumas; dan
e. kawasan permukiman berkepadatan rendah diarahkan di Kecamatan Pardasuka dan Kecamatan Adiluwih.
Paragraf 7
Kawasan Peruntukan Lainnya
Pasal 40
(1) Kawasan peruntukan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33
huruf g terdiri atas:
a. kawasan peruntukan perdagangan dan jasa; dan
b. kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan.
(2) Kawasan peruntukan pedagangan dan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikembangkan di Kawasan Pringsewu, Kecamatan Pagelaran dan Kecamatan Sukoharjo.
(3) Kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan yang terdiri dari:
a. komplek markas Kepolisian Resor (POLRES) Kabupaten Pringsewu di Kecamatan Gadingrejo;
b. komplek Markas Komando Distrik Militer (Makodim) di Kecamatan Gadingrejo;
c. komplek markas Kepolisian Sektor (POLSEK) berada di setiap
kecamatan di wilayah Kabupaten; dan
d. Komplek Markas Rayon Militer (Koramil) berada di setiap wilayah
kecamatan di wilayah Kabupaten.
Pasal 41 Pengembangan lebih lanjut kawasan budidaya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 33 diatur melalui surat keputusan oleh pejabat berwenang sesuai kewenangannya.
BAB V
PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS
Pasal 42 (1) Kawasan strategis yang ada di Kabupaten Pringsewu terdiri atas
kawasan strategis kabupaten.
(2) Kawasan strategis kabupaten di Kabupaten Pringsewu meliputi:
a. kawasan strategis ekonomi; dan
b. kawasan strategis sosial budaya.
(3) Kawasan strategis ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi:
a. kawasan perdagangan regional di kawasan perkotaan Pringsewu;
b. kawasan agropolitan di Kecamatan Gading Rejo; dan
c. kawasan minapolitan di Kecamatan Pagelaran.
(4) Kawasan strategis sosial budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi :
a. kawasan pusat pengembangan pendidikan di Kecamatan Gadingrejo; dan
b. kawasan pariwisata budaya di Pekon Margakarya, Kecamatan
Pringsewu dan Kecamatan Pardasuka.
(5) Rencana kawasan strategis digambarkan pada Peta Kawasan Strategis
Kabupaten dengan tingkat ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.
(6) Kawasan strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan diatur lebih lanjut dengan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Kabupaten
yang ditetapkan oleh Peraturan Daerah tersendiri.
BAB VI
ARAHAN PEMANFAATAN RUANG
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 43
(1) Arahan pemanfaatan ruang berisikan kelembagaan, indikasi program pembangunan utama jangka menengah lima tahunan kabupaten.
(2) Arahan pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. perwujudan rencana struktur ruang;
b. perwujudan rencana pola ruang; dan
c. perwujudan kawasan strategis di wilayah Kabupaten.
(3) Arahan pemanfaatan ruang wilayah berupa indikasi program terlampir
dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Bagian Kedua Perwujudan Rencana Struktur Ruang
Pasal 44
(1) Perwujudan rencana struktur ruang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 43 ayat (2) huruf a meliputi:
a. perwujudan sistem pusat kegiatan; dan
b. perwujudan sistem prasarana wilayah.
(2) Perwujudan sistem pusat kegiatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a meliputi:
a. pengembangan dan pemantapan Pusat Kegiatan Wilayah promosi
(PKWp);
b. pengembangan Pusat Kegiatan Lokal promosi (PKLp);
c. pengembangan Pusat Pelayanan Kawasan (PPK); dan
d. pengembangan Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL).
(3) Pengembangan Pusat Kegiatan Wilayah promosi (PKWp) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a berupa pembangunan kawasan
perkotaan Pringsewu meliputi:
a. penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan peraturan
zonasi;
b. penyusunan Rencana Induk Pembangunan dan Pengembangan
Perumahan dan Permukiman Daerah (RIP4D) Pringsewu;
c. penyusunan masterplan sistem jaringan drainase Perkotaan
Pringsewu;
d. penyusunan masterplan sistem jaringan air minum;
e. pengembangan perkantoran pemerintahan;
f. peningkatan gedung dan kawasan pusat evakuasi bencana;
g. peningkatan kapasitas Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM);
h. pengembangan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD);
i. peningkatan Puskesmas skala kecamatan;
j. pembangunan Gedung Olah Raga (GOR), kesenian dan budaya;
k. pembangunan pasar regional Pringsewu;
l. pembangunan perpustakaan daerah;
m. pembangunan taman bacaan yang menyatu dengan Ruang Terbuka Hijau (RTH);
n. pembangunan Islamic centre dan mesjid raya;
o. pengadaan lahan untuk Kawasan Siap Bangun (Kasiba) dan
Lingkungan Siap Bangun (Lisiba);
p. penataan, perbaikan dan peningkatan kualitas lingkungan per-
mukiman;
q. pembangunan jaringan rel Kereta Api (KA);
r. pengembangan stasiun Pringsewu;
s. pembangunan jalan lingkar utara kota;
t. peningkatan pengelolaan sampah dan penyediaan Tempat
Pembuangan Sampah Sementara (TPS) yang ramah lingkungan; dan
u. pengolahan limbah perumahan.
(4) Pengembangan Pusat Kegiatan Lokal promosi (PKLp) Perkotaan
Gadingrejo, Perkotaan Sukoharjo, dan Perkotaan Pagelaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi:
a. penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan peraturan zonasi;
b. penyusunan masterplan sistem jaringan drainase;
c. penyusunan masterplan sistem jaringan air minum;
d. peningkatan pusat perdagangan;
e. pembangunan lumbung pangan;
f. perbaikan daerah irigasi;
g. pembangunan pabrik pengolahan pertanian;
h. pembangunan puskesmas Rawat Inap;
i. peningkatan Puskesmas skala kecamatan;
j. pembangunan Perguruan Tinggi (PT);
k. pembangunan Sub Terminal Agribisnis;
l. pembangunan Balai Latihan Kerja (BLK) unggulan;
m. pengembangan Sekolah Menengah Kejuruan;
n. pembangunan jalan lingkar utara dan lingkar selatan perkotaan Pringsewu;
o. pembangunan jaringan rel dan stasiun Kereta Api (KA);
p. pengembangan terminal Tipe B di Kecamatan Sukoharjo dan terminal Tipe C di Kecamatan Gadingrejo;
q. penataan, perbaikan dan peningkatan kualitas lingkungan permukiman;
r. peningkatan pengelolaan sampah dan penyediaan Tempat Pengolahan Sampah (TPS) sementara yang ramah lingkungan;
s. pengolahan limbah perumahan; dan
t. pelestarian kawasan hutan lindung.
(5) Pengembangan Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) Kecamatan Banyumas dan Kecamatan Ambarawa sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf c meliputi:
a. penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan peraturan
zonasi;
b. penyusunan masterplan sistem jaringan drainase;
c. penyusunan masterplan sistem jaringan air minum;
d. pembangunan lumbung pangan dan pengolahan hasil pertanian;
e. pembangunan pasar lokal;
f. pengembangan Puskesmas rawat inap;
g. pengembangan pusat pariwisata;
h. pembangunan jalur evakuasi dan penyediaan peralatan
penanggulangan bencana;
i. penataan, perbaikan dan peningkatan kualitas lingkungan
permukiman; dan
j. peningkatan pengelolaan sampah dan penyediaan Tempat Pengolahan Sampah (TPS) sementara yang ramah lingkungan.
(6) Pengembangan Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL) Kecamatan
Adiluwih, dan Kecamatan Pardasuka sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d meliputi:
a. pengembangan tanaman pangan dan hortikultura;
b. pengembangan tanaman perkebunan;
c. pengembangan industri rumah tangga;
d. pengembangan kegiatan pertambangan;
e. pengembangan perkebunan kehutanan;
f. pengembangan kawasan pariwisata dan budaya; dan
g. pelestarian kawasan hutan lindung.
(7) Perwujudan struktur ruang dapat terlaksana dengan didukung adanya
rencana rinci kabupaten terutama untuk PKWp, PKLp, PPK, PPL,
prasarana utama, prasarana penunjang dan kawasan strategis yang disahkan dalam Peraturan Daerah.
Bagian Ketiga Perwujudan Sistem Jaringan Prasarana Wilayah
Pasal 45
Perwujudan sistem prasarana wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) huruf b meliputi:
a. perwujudan sistem prasarana utama; dan
b. perwujudan sistem prasarana lainnya.
Paragraf 1 Perwujudan Sistem Prasarana Utama
Pasal 46
(1) Perwujudan sistem prasarana utama sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 45 huruf a meliputi:
a. perwujudan pengembangan sistem transportasi darat; dan
b. perwujudan pengembangan sistem perkeretaapian.
(2) Perwujudan pengembangan sistem transportasi darat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. sistem jaringan jalan;
b. jaringan pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan; dan
c. jaringan prasarana jalan berupa terminal penumpang dan barang.
(3) Perwujudan sistem jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a meliputi pembangunan/peningkatan/rehabilitasi/pemeliharaan jaringan jalan, meliputi:
a. jaringan jalan provinsi dengan pengembangan jaringan jalan kolektor primer yang menghubungkan antara ibukota provinsi dan ibukota kabupaten/kota (K-2) pada ruas jalan Pringsewu-Bandung
Baru dan Batas Pringsewu-Pasar Sukoharjo;
b. jaringan jalan kabupaten meliputi:
1. jaringan jalan lokal primer meliputi seluruh jaringan jalan selain jalan provinsi di dalam Kabupaten Pringsewu meliputi ruas jalan
Pringsewu, Gadingrejo, Sukoharjo, Adiluwih, Banyumas, Pagelaran, Ambarawa dan Pardasuka;
2. jaringan jalan strategis kabupaten meliputi ruas jalan Sukoharjo-
Sukoharum menuju terminal induk Rejosari dan Bandara Raden Intan melalui Negerikaton Kabupaten Pesawaran;
3. pengembangan jalan dua jalur empat lajur perkotaan Pringsewu dari Pekon Wates Kecamatan Gadingrejo ke Kelurahan Pajaresuk
Kecamatan Pringsewu;
4. pengembangan jaringan jalan lingkar utara dan lingkar selatan perkotaan Pringsewu;
5. pembangunan akses jalan dari Pringsewu menuju Kalirejo yang akan menghubungkan jalan lintas barat dengan lintas tengah
melalui Padang Ratu Kabupaten Lampung Tengah; dan
6. perbaikan dan peningkatan kualitas seluruh jaringan jalan dan
jembatan di Kabupaten Pringsewu serta pengembangan jalan usaha tani dan jalan produksi khususnya pada kawasan agropolitan dan minapolitan.
(4) Perwujudan sistem jaringan pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi:
a. pengembangan jaringan trayek angkutan orang pada trayek utama, cabang, dan ranting yang saling menghubungkan antar Pringsewu-
Pagelaran, Pringsewu-Gadingrejo, Trayek Pringsewu-Kalirejo, dan Trayek Pringsewu-Pardasuka yang merupakan pusat-pusat kegiatan masyarakat;
b. pembukaan jaringan trayek baru angkutan orang yang menghubungkan terminal dengan stasiun kereta api yang
menghubungkan Stasiun Rejosari dengan Stasiun Pringsewu;
c. pengembangan moda transportasi jalan melalui penyelenggaraan
angkutan umum yang selamat, aman, nyaman, dan terjangkau dengan penyediaan angkutan massal berbasis jalan terutama untuk trayek utama dan trayek cabang; dan
d. pengembangan dan pembangunan terminal baik jaringan lintas angkutan barang antar wilayah kabupaten/kota, wilayah
kecamatan dan wilayah perdesaan.
(5) Perwujudan sistem jaringan prasarana jalan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf c meliputi:
a. pembangunan terminal penumpang tipe B antar kota dalam provinsi di Kecamatan Sukoharjo;
b. pembangunan sub-sub terminal pada pusat-pusat pelayanan;
c. pengembangan terminal tipe C Kecamatan Gadingrejo; dan
d. pembangunan shelter atau tempat pemberhentian bus/angkutan
umum khususnya pada kawasan perkotaan.
(6) Perwujudan sistem perkeretaapian sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b meliputi:
a. melakukan pembebasan lahan pada lahan sempadan rel kereta api;
b. melakukan penanaman pohon atau vegetasi yang dapat diperuntukan sebagai Ruang Terbuka Hijau;
c. melarang pembangunan rumah atau bangunan lainnya di sempadan rel kereta api;
d. pengembangan perkeretaapian umum antarkota yang melayani
angkutan orang dan barang yang menghubungkan Bandar Lampung-Rejosari-Gedongtataan-Pringsewu dengan jalur angkutan
penumpang mulai dari Tanjung Karang-Rejosari-Gedong Tataan-Gadingrejo-Pringsewu-Pagelaran;
e. pengembangan perkeretaapian khusus yang melayani angkutan barang dari Stasiun Tanjung Karang ke Stasiun Pringsewu; dan
f. penataan stasiun kereta api yang ada meliputi stasiun kecil
Gadingrejo dan Pagelaran.
Paragraf 2 Perwujudan Sistem Prasarana Lainnya
Pasal 47
(1) Perwujudan sistem prasarana lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 huruf b meliputi:
a. perwujudan sistem jaringan prasarana energi dan kelistrikan;
b. perwujudan sistem jaringan prasarana telekomunikasi;
c. perwujudan sistem jaringan prasarana sumber daya air; dan
d. perwujudan sistem jaringan prasarana wilayah lainnya.
(2) Perwujudan sistem jaringan prasarana energi dan kelistrikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. pengembangan jaringan pipa gas bumi;
b. pengembangan pembangkit tenaga listrik;
c. pengembangan jaringan transmisi tenaga listrik; dan
d. pengembangan jaringan distribusi tenaga listrik.
(3) Perwujudan pengembangan jaringan pipa gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi pengembangan jaringan pipa
gas di wilayah Kabupaten.
(4) Perwujudan pengembangan pembangkit tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b untuk peningkatan kebutuhan tenaga
listrik di wilayah Kabupaten.
(5) Perwujudan pengembangan sistem jaringan transmisi tenaga listrik
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c untuk mendukung dan peningkatan kebutuhan di wilayah Kabupaten meliputi:
a. pengembangan transmisi listrik Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) dengan tegangan 275 kv merupakan jaringan yang menghubungkan Provinsi-Provinsi di Pulau Sumatera, terutama
untuk pesisir barat dari Provinsi Lampung sampai Provinsi Sumatera Utara melalui Kabupaten Lampung Timur, Kabupaten
Lampung Selatan, Kota Bandar Lampung, Kabupaten Pesawaran, Kabupaten Pringsewu, Kabupaten Lampung Tengah, Kabupaten
Lampung Utara, Kabupaten Way Kanan, dan menyambung ke Provinsi Sumatera Selatan;
b. pengembangan Jaringan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT)
150 kv, yang menghubungkan PLTA Batu Tegi di Kabupaten Tanggamus dengan Gardu Induk (GI) Pagelaran di Kabupaten
Pringsewu;
c. pengembangan Jaringan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT)
150 kv, yang menghubungkan GI Pagelaran di Kabupaten Pringsewu dengan GI Kota Agung di Kabupaten Tanggamus; dan
d. pengembangan Jaringan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT)
150 kv, yang menghubungkan GI Pagelaran di Kabupaten Pringsewu dengan GI Tegineneng di Kabupaten Pesawaran.
(6) Pemenuhan kebutuhan listrik secara mandiri diarahkan pada kegiatan-
kegiatan industri menengah-besar, melalui:
a. optimalisasi pasokan energi listrik yang telah tersedia;
b. peningkatan pasokan daya listrik yang bersumber dari energi
terbarukan untuk memenuhi kebutuhan listrik perdesaan, diantaranya PLTA, mikrohidro, tenaga angin, dan tenaga surya di
perdesaan;
c. pemanfaatan batubara sebagai sumber energi dengan pengelolaan
yang ramah lingkungan;
d. pembangunan jaringan transmisi dan distribusi listrik sampai tingkat desa, terutama pada desa yang belum berlistrik; dan
e. pengembangan sumber energi alternatif seperti tenaga surya dan tenaga angin sesuai dengan potensi setempat.
Pasal 48
Perwujudan pengembangan sistem jaringan prasarana telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) huruf b meliputi:
a. pengembangan infrastruktur dasar telekomunikasi berupa jaringan telepon saluran tetap dan pusat automatisasi sambungan telepon di
Kecamatan Pringsewu dan Kecamatan Gadingrejo;
b. pengembangan sambungan telepon kabel yang diarahkan menjangkau
seluruh pusat pelayanan dan wilayah pelayanannya di Kabupaten Pringsewu;
c. peningkatan kapasitas sambungan telepon kabel pada kawasan
perdagangan dan jasa, industri, fasilitas umum dan sosial, terminal, permukiman dan kawasan yang baru dikembangkan;
d. penyediaan sarana warung telepon (wartel) dan telepon umum pada
lokasi strategis, mudah diakses publik dan kawasan pusat kegiatan masyarakat, dan pengembangan sistem jaringan kabel telekomunikasi
bawah tanah dengan sistem ducting dan terpadu dengan sistem jaringan bawah tanah lainnya;
e. fasilitasi pengembangan usaha pelayanan telekomunikasi operator
swasta/BUMN;
f. penataan dan efisiensi penempataan Base Transceiver Station (BTS);
g. optimalisasi pemanfaatan teknologi informasi untuk operasionalisasi kegiatan pemerintahan dan usaha penduduk; dan
h. pengembangan telepon nirkabel berupa menara telekomunikasi yang tersebar di wilayah Kabupaten Pringsewu.
Pasal 49
(1) Perwujudan pengembangan sistem jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) huruf c meliputi:
a. perwujudan pengembangan sistem pengelolaan wilayah sungai;
b. perwujudan pengembangan cekungan air tanah;
c. perwujudan pengembangan jaringan irigasi;
d. perwujudan pengembangan jaringan air baku untuk air bersih; dan
e. perwujudan pengembangan sistem pengendalian daya rusak air.
(2) Perwujudan sistem pengelolaan wilayah sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. rehabilitasi dan revitalisasi wilayah hulu Sungai Way Seputih Sekampung dan Way Ilahan Talang Padang yang bekerjasama
dengan Pemerintah Kabupaten yang berbatasan;
b. menetapkan wilayah sempadan sungai sebagai kawasan lindung;
c. membuat embung baru dengan mengembangkan sistem polder yang
menyebar di seluruh wilayah Kabupaten Pringsewu;
d. revitalisasi sungai dan embung sehingga dapat dimanfaatkan
sebagai tempat tujuan wisata; dan
e. pengembangan pemanfaatan aliran sungai sebagai pembangkit
tenaga listrik.
(3) Perwujudan sistem pengelolaan cekungan air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. penentuan batas cekungan air tanah;
b. peningkatan kemanfaatan fungsi air tanah guna memenuhi
penyediaan air tanah;
c. pelaksanaan pengendalian daya rusak serta konservasi air tanah;
d. pengembangan air tanah berkelanjutan untuk irigasi;
e. pengelolaan cekungan air tanah Metro-Kota Bumi; dan
f. pengelolaan cekungan air tanah Talang Padang.
(4) Perwujudan pengembangan sistem jaringan irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
a. penambahan prasarana dan peningkatan fungsi jaringan irigasi meliputi saluran irigasi primer, saluran irigasi sekunder, dan
saluran irigasi tersier;
b. pengelolaan dan perlindungan daerah irigasi;
c. perbaikan jaringan irigasi teknis;
d. mengoptimalkan pemanfaatan jaringan irigasi untuk mengairi lahan
pertanian;
e. konservasi sumber daya lahan dan air serta pemeliharaan jaringan irigasi untuk menjamin tersedianya air untuk keperluan pertanian;
f. pengembangan jaringan irigasi secara terpadu dengan program penyediaan air;
g. pengembangan sistem irigasi interkoneksi dalam satu sistem irigasi terpadu di Kabupaten Pringsewu; dan
h. pengembangan kerjasama lintas daerah dalam pengelolaan wilayah DAS.
(5) Perwujudan pengembangan sistem jaringan air baku untuk air bersih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi:
a. peningkatan pelayanan air bersih sistem perpipaan;
b. pengelolaan dan pembatasan penggunaan air tanah;
c. identifikasi dan pengembangan sumber air baku baru;
d. kerjasama antar Pemerintah Kabupaten Tanggamus, Kabupaten Lampung Tengah, Kota Metro, Kabupaten Pesawaran, dan
Kabupaten Lampung Selatan;
e. peningkatan pelayanan air bersih sistem perpipaan dengan target
pencapaian 80 (delapan puluh) persen sesuai dengan Millenium Development Goals (MDGs) bidang air bersih;
f. pembatasan dan pengendalian penggunaan air tanah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
g. pengembangan pemanfaatan air permukaan lainnya sebagai sumber air baku;
h. pengembangan pelayanan air bersih sistem perpipaan yang
memanfaatkan sumber air permukaan dan pengadaan hidran umum pada kawasan rawan air; dan
i. pembuatan IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) terpadu skala kawasan dan kota serta IPLT (Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja)
pada tiap-tiap lingkungan untuk menjaga kualitas air permukaan dan air tanah.
(6) Perwujudan pengembangan sistem pengendalian daya rusak air meliputi banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e meliputi:
a. normalisasi dan rehabilitasi area kawasan resapan air melalui penanaman pengkayaan atau reboisasi;
b. kerjasama antar Pemerintah Kabupaten/Kota dan lembaga terkait rehabilitasi dan revitalisasi hulu sungai;
c. prioritas pembuatan embung pada kawasan rawan banjir seperti di
Kecamatan Pagelaran, Kecamatan Banyumas, Kecamatan Sukoharjo dan Kecamatan Gadingrejo;
d. menetapkan Garis Sempadan Sungai (GSS) sebagai kawasan lindung serta melakukan reboisasi dan revitalisasi Garis Sempadan
Sungai (GSS);
e. revitalisasi kawasan lindung dan membuka RTH publik sebesar 30 (tiga puluh) persen dari luas daerah aliran sungai; dan
f. membuat tanggul pada sungai-sungai besar Way Sekampung
khususnya yang melalui kawasan rawan banjir.
Pasal 50
(1) Perwujudan pengembangan sistem jaringan prasarana wilayah lainnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) huruf d meliputi:
a. perwujudan pengembangan sistem penyediaan air minum;
b. perwujudan pengembangan sistem jaringan persampahan;
c. perwujudan pengembangan sistem pengelolaan air limbah;
d. perwujudan pengembangan sistem drainase; dan
e. perwujudan pengembangan jalur dan ruang evakuasi bencana.
(2) Perwujudan pengembangan sistem penyediaan air minum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. penyediaan prasarana dan sarana air minum terutama pada kawasan rawan air minum di perkotaan dan perdesaan; dan
b. peningkatan area pelayanan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).
Pasal 51
Perwujudan pengembangan sistem jaringan persampahan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) huruf b meliputi:
a. penyusunan rencana induk pengolahan persampahan;
b. pengembangan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Bumiarum di Kecamatan Pringsewu;
c. pengembangan Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPS) di
seluruh Kecamatan di Kabupaten Pringsewu;
d. penerapan pengelolaan sampah dengan menggunakan pendekatan
konsep 4R, yaitu reduce (mengurangi), reuse (memakai kembali), recycle (mendaur ulang) dan replace (mengganti);
e. peningkatan peran masyarakat dan dunia usaha/swasta dalam penyelenggaraan sistem pengelolaan persampahan;
f. peningkatan fungsi Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dari sistem open dumping ke sanitary landill;
g. peningkatan cakupan pelayanan dan kualitas sistem pelayanan;
h. pengembangan tempat penampungan sampah sementara atau penyediaan kontainer pada setiap wilayah kecamatan sebagai tempat
penampungan sampah pasar dan rumah tangga sebelum diangkut ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah;
i. penyediaan sarana pengangkutan sampah yang memadai dan mendistribusikannya secara proporsional di setiap wilayah; dan
j. pegembangan sistem pengelolaan sampah terpadu Satuan Operasional Kebersihan Lingkungan (SOKLI) termasuk didalamnya membangun Instalasi Pengelolaan Sampah Terpadu (IPST) yang tipologinya
disesuaikan dengan karakter kawasan, pada daerah-daerah permukiman, khususnya kawasan permukiman perkotaan di pusat-
pusat pelayanan.
Pasal 52
Perwujudan pengembangan sistem pengelolaan air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) huruf c meliputi:
a. pengadaan prasarana sarana pengolahan lumpur tinja berupa truk
pengangkut tinja dan modul IPLT (Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja) komunal yang diprioritaskan berada di setiap unit-unit lingkungan
kota;
b. perbaikan sistem sanitasi masyarakat dengan mengupayakan dengan
on site system (septic tank) dan Mandi Cuci Kakus (MCK) umum pada lingkungan permukiman kumuh Kabupaten Pringsewu;
c. fasilitasi pembangunan instalasi pengolahan limbah untuk kawasan
industri rumah tangga;
d. pengendalian limbah hasil kegiatan industri menengah-besar dan jasa
melalui Kajian Lingkungan Hidup Strategis;
e. setiap kegiatan yang menimbulkan limbah B3 pada setiap kegiatan
industri dan jasa wajib memiliki instalasi pengolahan limbah; dan
f. penerapan sanksi dan pola insentif-disinsentif terkait pengendalian limbah, khususnya kegiatan industri.
Pasal 53
Perwujudan pengembangan sistem drainase sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 50 ayat (1) huruf d meliputi:
a. mempertahankan sistem dan saluran drainase yang ada dan merevitalisasi saluran drainase eksisting sesuai dengan jenis dan
klasifikasi saluran;
b. pengembangan sistem drainase terpadu khususnya bagi kawasan
perkotaan PKWp, PKL, dan PPK serta kawasan peruntukan industri di Kecamatan Pringsewu, Kecamatan Gadingrejo dan Kecamatan
Pagelaran;
c. pengembangan penahan sekaligus pengatur aliran hasil limpasan air hujan yang tidak sempat diserap tanah sehingga aliran tidak terpusat
pada salah satu saluran drainase yang dapat menyebabkan terjadi limpasan pada daerah sekitarnya; dan
d. pembangunan pengendali banjir pada kawasan di sepanjang aliran Way Sekampung.
Pasal 54
Perwujudan pengembangan jalur dan ruang evakuasi bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) huruf e meliputi:
a. perwujudan penyediaan jalur dan ruang evakuasi bencana; dan
b. penyusunan mitigasi bencana.
Bagian Keempat
Perwujudan Pola Ruang
Paragraf 1 Umum
Pasal 55
Perwujudan rencana pola ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) huruf b meliputi:
a. perwujudan kawasan lindung; dan
b. perwujudan kawasan budidaya.
Paragraf 2 Perwujudan Kawasan Lindung
Pasal 56
Perwujudan kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 huruf a meliputi:
a. perwujudan kawasan hutan lindung;
b. perwujudan kawasan perlindungan setempat; dan
c. perwujudan pengelolaan kawasan rawan bencana.
Pasal 57 Perwujudan pengelolaan kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 56 huruf a meliputi:
a. reboisasi pada lahan-lahan kritis melalui kerjasama dengan berbagai
lembaga peduli hutan, lintas instansi pemerintah dan masyarakat setempat;
b. rehabilitasi kawasan hutan lindung, penguatan program dan pemberdayaan masyarakat;
c. pengawasan dan pengamanan kawasan hutan lindung; dan
d. penegakan hukum bagi kegiatan pembalakan liar dengan penanganan persuasif, preventif, dan represif secara berkelanjutan.
Pasal 58
(1) Perwujudan pengelolaan kawasan perlindungan setempat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 56 huruf b meliputi:
a. kawasan sempadan sungai;
b. kawasan sempadan mata air; dan
c. kawasan sempadan saluran irigasi.
(2) Perwujudan pengelolaan kawasan sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. penertiban bangunan permukiman, publik dan komersial yang
berada pada garis sempadan sungai secara bertahap sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan memperhatikan kearifan lokal;
b. normalisasi dan rehabilitasi kawasan sempadan sungai;
c. pengembangan konsep bangunan menghadap sungai;
d. pembangunan jalan inspeksi pada kawasan sungai yang melalui
kawasan perkotaan dan atau permukiman;
e. konservasi lahan pada jalur kanan kiri sungai yang potensial erosi dan longsor; dan
f. pemanfaatan garis sempadan sungai diarahkan untuk kegiatan budi daya tanaman keras bernilai ekologis dan ekonomis, tanaman
sayuran, dan lainnya.
(3) Perwujudan pengelolaan kawasan sempadan mata air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. penertiban bangunan permukiman, publik dan komersial yang
berada pada sempadan mata air secara bertahap sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan memperhatikan kearifan lokal;
b. normalisasi dan rehabilitasi kawasan sempadan mata air; dan
c. pengembangan ruang terbuka hijau dan kegiatan pariwisata.
(4) Perwujudan pengelolaan kawasan sempadan irigasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
a. peningkatan keandalan air irigasi;
b. pengembangan prasarana irigasi yang baik;
c. pengembangan sumber daya manusia pengelola irigasi; dan
d. pengelolaan daerah sempadan irigasi untuk menunjang
keberlangsungan kegiatan petani.
Pasal 59
(1) Perwujudan pengelolaan kawasan rawan bencana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 56 huruf c meliputi:
a. mitigasi bencana banjir;
b. mitigasi bencana longsor;
c. mitigasi bencana puting beliung; dan
d. mitigasi bencana gempa bumi.
(2) Perwujudan pengelolaan mitigasi bencana banjir sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. pemetaan kawasan rawan banjir;
b. rehabilitasi dan reboisasi kawasan hulu dan Daerah Sempadan Sungai (DSS);
c. pembangunan waduk pengendali daya rusak air;
d. sosialisasi teknis mitigasi banjir kepada masyarakat terdampak; dan
e. penetapan sebagian dari kawasan banjir sebagai kawasan lindung
karena merupakan bagian dari ekosistem rawa/tanah basah (wet land).
(3) Perwujudan pengelolaan mitigasi bencana tanah longsor sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. penguatan lereng rawan longsor di sepanjang sisi jalan raya;
b. rehabilitasi dan reboisasi daerah-daerah penyangga dan resapan air
terutama di wilayah dengan kemiringan > 40% (lebih dari empat puluh persen);
c. pengendalian penebangan dan pemanfaatan lahan di daerah penyangga dan resapan air;
d. pengendalian penambangan pada daerah-daerah penyangga dan
resapan air;
e. pengendalian pemukiman di daerah penyangga, resapan air dan
daerah rawan longsor;
f. inventarisasi dan pengawasan ketat daerah-daerah rawan longsor;
g. pemasangan rambu-rambu bahaya pada daerah rawan longsor di setiap wilayah kecamatan;
h. penguatan kelembagaan masyarakat dalam penanganan bencana
tanah longsor;
i. peraturan daerah yang mengatur sanksi hukum bagi pelanggaran
tata ruang di daerah rawan longsor;
j. penguatan dan peningkatan kerjasama dan partisipasi organisasi
nonpemerintah; dan
k. sosialisasi daerah rawan longsor kemiringan > 40% (lebih dari empat puluh persen).
(4) Perwujudan pengelolaan mitigasi bencana puting beliung sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
a. standarisasi kualitas bangunan tahan angin puting beliung,
terutama bangunan/obyek vital dan perumahan penduduk di seluruh wilayah kabupaten;
b. sosialisasi tanggap darurat dan mekanisme evakuasi korban angin
puting beliung di seluruh wilayah kabupaten; dan
c. penguatan kelembagaan dan mekanisme penanganan bencana
angin puting beliung di Kabupaten Pringsewu.
(5) Perwujudan pengelolaan mitigasi bencana gempa bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi:
a. pemasangan alarm dan komunikasi tanda bahaya (alarm warning
systems) di setiap wilayah padat penduduk;
b. penguatan kapasitas masyarakat Kabupaten Pringsewu dalam
menghadapi bahaya gempa bumi;
c. standarisasi kualitas bangunan tahan gempa bumi, terutama
bangunan/obyek vital dan perumahan penduduk di Kabupaten Pringsewu;
d. sosialisasi tanggap darurat dan mekanisme evakuasi korban gempa bumi di Kabupaten Pringsewu;
e. penguatan kelembagaan dan mekanisme penanganan bencana
gempa bumi di Kabupaten Pringsewu;
f. pembangunan dan penguatan sistem komunikasi ke daerah-daerah
terpencil di Kabupaten Pringsewu;
g. penguatan akses informasi dan komunikasi ke dan dari instansi-
instansi yang menangani kegempaan dan kebencanaan; dan
h. penguatan dan peningkatan kerjasama dan partisipasi organisasi nonpemerintah dalam penanganan bencana gempa bumi.
(6) Penyediaan prasarana dan sarana penanggulangan bencana sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 3 Perwujudan Kawasan Budidaya
Pasal 60
Perwujudan kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 huruf b meliputi:
a. pengembangan kawasan peruntukan pertanian;
b. pengembangan kawasan peruntukan perikanan;
c. pengembangan kawasan peruntukan pertambangan;
d. pengembangan kawasan peruntukan industri;
e. pengembangan kawasan peruntukan pariwisata;
f. pengembangan kawasan peruntukan permukiman; dan
g. pengembangan kawasan peruntukan lainnya.
Pasal 61
(1) Perwujudan pengembangan kawasan peruntukan pertanian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 huruf a meliputi:
a. perwujudan kawasan pertanian tanaman pangan;
b. perwujudan kawasan hortikultura;
c. perwujudan kawasan perkebunan; dan
d. perwujudan kawasan peternakan.
(2) Perwujudan pengembangan kawasan pertanian tanaman pangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. peningkatan pelayanan irigasi teknis/desa dengan jaminan pasokan
air yang mencukupi;
b. peningkatan produksi pertanian tanaman pangan lahan basah
melalui intensifikasi lahan sehingga produktivitas minimal mencapai 8 ton/ha/tahun;
c. pengembangan padi organik bersertifikat sehingga sebagian hasil
panen dapat dijual dengan nilai ekonomi tinggi;
d. pemberian insentif guna meningkatkan produktivitas lahan dan
kinerja petani; dan
e. penguatan kelembagaan petani terkait dengan pengelolaan lahan
dan air (irigasi), pengadaan sarana produksi, panen dan pengolahan pasca panen termasuk pemasaran.
(3) Perwujudan pengembangan kawasan pertanian hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. penetapan kawasan dan sentra pertanian lahan kering untuk Kabupaten Pringsewu;
b. penetapan komoditas unggulan sesuai karakteristik subkawasan;
c. peningkatan produksi komoditas melalui intensifikasi lahan, ekstensifikasi dan optimasi lahan;
d. pembangunan prasarana dan sarana pertanian, seperti jalan produksi, peralatan budidaya dan teknologi pengolahan pasca
panen; dan
e. penguatan kelembagaan petani terkait dengan pengelolaan lahan, penggunaan pupuk organik, pengangkutan, pengolahan,
pemasaran, dan permodalan.
(4) Perwujudan pengembangan kawasan perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
a. penetapan deliniasi kawasan perkebunan yang potensial dan tidak berada pada kawasan lindung;
b. peningkatan produksi komoditas unggulan melalui intensifikasi
lahan, pemberian bantuan sarana produksi perkebunan, peningkatan keterampilan budi daya dan pengolahan pasca panen;
c. pembangunan infrastruktur kawasan agropolitan yang terdiri dari sub sistem :
1) subsistem hulu berupa sarana produksi pertanian;
2) subsistem usaha tani berupa sarana produksi pertanian primer;
3) subsistem hilir berupa pengolahan hasil pertanian dan
perdagangan; dan
4) subsistem kelembagaan berupa sarana perbankan, transportasi,
penelitian dan pengembangan, kebijakan pemerintah, penyuluhan dan konsultan.
(5) Perwujudan pengembangan kawasan peternakan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi:
a. pengembangan sentra peternakan ternak sapi di Kecamatan Pringsewu dan Kecamatan Gadingrejo;
b. pengembangan ternak kambing di Kecamatan Sukoharjo dan Kecamatan Banyumas;
c. pengembangan ternak domba di Kecamatan Pringsewu dan Kecamatan Ambarawa;
d. pengembangan peternakan unggas di Kecamatan Gadingrejo dan
Kecamatan Pagelaran;
e. pengembangan sentra bibit unggul akan dikembangkan di
Kecamatan Sukoharjo dan Kecamatan Gadingrejo; dan
f. pengembangan pengolahan pakan ternak akan dikembangkan di
Kecamatan Sukoharjo dan Kecamatan Pagelaran.
g. pengembangan kawasan integrasi seperti :
1) kawasan integrasi peternakan-tanaman pangan dan hortikultura
(organic farm);
2) kawasan integrasi perternakan-perkebunan; dan
3) kawasan integrasi perternakan-perikanan.
h. pengembangan pakan ternak lokal dengan mengandalkan hasil pertanian dan perikanan lokal; dan
i. pengendalian dan peningkatan pelayanan perizinan usaha.
Pasal 62
Perwujudan pengembangan kawasan peruntukan perikanan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 60 huruf b meliputi:
a. penyusunan masterplan minapolitan;
b. pengalokasian dana pembangunan perikanan;
c. pemberian bantuan modal dan sarana serta prasarana budidaya
perikanan;
d. peningkatan efisiensi pemasaran, peningkatan mutu, dan nilai tambah
produk;
e. penguatan kelembagaan;
f. penyusunan data base perikanan;
g. peningkatan akses pembudidaya ikan dan nelayan terhadap lembaga keuangan;
h. pengembangan teknologi pengolahan hasil perikanan; dan
i. pengembangan balai benih induk.
Pasal 63
Perwujudan pengembangan kawasan peruntukan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 huruf c meliputi:
a. perwujudan pengelolaan dan pengembangan serta pembinaan dan pengawasan bidang pertambangan dan energi, diarahkan pada program
antara lain:
1. inventarisasi sumberdaya mineral, pembinaan, dan pengawasan
bidang pertambangan dan galian mineral logam, mineral non logam dan batuan serta air bawah tanah, yang berpotensi untuk dieksploitasi dalam skala ekonomi;
2. melakukan kajian daya dukung lingkungan untuk ekploitasi bahan tambang dan galian;
3. penetapan satuan Wilayah Pertambangan (WP) yang meliputi Wilayah Usaha Pertambangan (WUP), Wilayah Pertambangan Rakyat
(WPR) dan Wilayah Pertambangan Negara (WPN) dengan pertimbangan perlindungan lingkungan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat lokal;
4. penyusunan profil potensi, prosedur dan mekanisme perizinan serta rencana bisnis (bussines plan) untuk masing-masing WUP, WPR dan
WPN;
5. melakukan kajian sumberdaya energi alternatif untuk pekon;
6. penerapan sistem ramah lingkungan untuk mengurangi dampak kerusakan lingkungan;
7. perbaikan lingkungan pasca tambang melalui rehabilitasi dan reklamasi tambang; dan
8. promosi untuk menarik investasi pengembangan bidang
pertambangan dan energi.
b. perwujudan pengembangan pembangkit listrik energi alternatif,
diarahkan pada program antara lain:
1. melakukan kajian pengembangan energi alternatif bekerjasama
dengan berbagai lembaga seperti Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI);
2. pelaksanaan perencanaan pemanfaatan energi alternatif; dan
3. mencari sumber pembiayaan dan investor untuk pelaksanaan pengembangan pembangkit listrik dan energi alternatif.
c. perbaikan lingkungan pasca tambang melalui rehabilitasi dan reklamasi tambang.
Pasal 64
Perwujudan pengembangan kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 huruf d meliputi:
a. pengembangan kegiatan industri pengolahan hasil perikanan di Kecamatan Pagelaran;
b. pengembangan kegiatan industri pengolahan hasil peternakan di
Kecamatan Gadingrejo;
c. pengembangan kegiatan industri berbasis agribisnis yang mengolah
hasil pertanian dan perkebunan, di Kecamatan Sukoharjo, Kecamatan Adiluwih, Kecamatan Pagelaran, Kecamatan Banyumas dan Kecamatan
Gadingrejo;
d. pengembangan industri skala menengah diarahkan di Kecamatan Adiluwih
e. penyediaan prasarana dan sarana pengolahan industri;
f. pengembangan kegiatan industri rumah tangga di seluruh wilayah,
sepanjang memenuhi syarat lingkungan, dan ketentuan yang berlaku serta tidak mengganggu dan berada di luar kawasan lindung; dan
g. pengembangan sistem pengelolaan limbah industri dan persampahan serta diharuskan untuk mengolah limbah baik cair, padat maupun gas agar sesuai dengan baku mutunya.
Pasal 65
Perwujudan kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 60 huruf e meliputi:
a. pengembangan kawasan wisata alam, wisata budaya, wisata buatan dan wisata minapolitan, diarahkan pada program antara lain:
1. melengkapi kawasan wisata dengan fasilitas penunjang wisata;
2. melakukan promosi kawasan wisata melalui berbagai media;
3. melaksanakan berbagai event promosi; dan
4. melakukan kerjasama dengan berbagai biro perjalanan dalam upaya
pemasaran yang progresif.
b. pengembangan potensi sumber daya alam sebagai objek-objek wisata dalam satu kesatuan sistem pengelolaan yang terpadu, diarahkan pada
program antara lain:
1. inventarisasi sumber daya alam yang berpotensi sebagai objek
wisata;
2. membentuk pusat informasi pariwisata terpadu dan sistem
informasi manajemen promosi pariwisata daerah; dan
3. meningkatan promosi dan investasi kepariwisataan.
c. Penyusunan rencana induk pengembangan pariwisata Kabupaten
Pringsewu.
Pasal 66
(1) Perwujudan pengembangan kawasan peruntukan permukiman
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 huruf f meliputi:
a. perwujudan pengembangan permukiman perkotaan; dan
b. perwujudan pengembangan permukiman pedesaan.
(2) Perwujudan pengembangan permukiman perkotaan terdiri atas:
a. pemetakan zona permukiman eksisiting dan kawasan siap bangun dengan memperhatikan:
1. daya tampung kota, terkait dengan kawasan yang relatif aman dari ancaman bencana alam, lahan dengan kemiringan dibawah
15% (lima belas persen), dan pertumbuhan penduduk;
2. rencana pembangunan sentra industri kecil;
3. rencana pengembangan fasilitas utama kota; dan
4. rencana pengembangan kawasan perdagangan dan jasa.
b. identifikasi kelengkapan dan cakupan layan fasilitas dan utilitas
utama pada masing-masing blok dan perkiraan kebutuhan sampai Tahun 2031, seperti :
1. jalan lingkungan;
2. sistem jaringan prasarana air minum;
3. sistem jaringan prasarana listrik;
4. sistem jaringan prasarana telekomunikasi;
5. sistem pengelolaan sampah; dan
6. sistem drainase dan pengelolaan limbah.
c. pencegahan banjir melalui pengelolaan daerah tangkapan air berupa biophori maupun danau buatan di kawasan permukiman;
d. identifikasi lokasi kelompok permukiman yang berada pada kawasan rawan bencana alam dan merekomendasikan
mitigasinya/relokasi;
e. revitalisasi kawasan tradisional/etnis/bersejarah yaitu kawasan
yang mempunyai bangunan bersejarah yang bernilai atau bermakna penting;
f. peningkatan penyehatan lingkungan permukiman;
g. identifikasi seluruh bangunan yang berada pada kawasan aman bencana alam, namun tidak memenuhi syarat teknis tahan gempa
dan merekomendasikan solusi teknisnya;
h. penyusunan rencana teknis tata ruang kota dengan pendekatan
mitigasi bencana dan pencadangan kawasan permukiman baru (kasiba dan lisiba) dengan rencana pembangunan prasarana permukiman yang lebih terarah, efektif, efisien, produktif, aman dan
berkelanjutan;
i. pengadaan perumahan melalui subsidi KPR-Rumah Layak Huni;
dan
j. penataan, perbaikan dan peningkatan kualitas lingkungan
permukiman.
(3) Perwujudan pengembangan permukiman perdesaan terdiri atas:
a. identifikasi kebutuhan perumahan dan penyediaan perumahan
perdesaan melalui bantuan pemerintah dan pembangunan perumahan swadaya;
b. relokasi kelompok permukiman perdesaan dalam kawasan lindung;
c. klasifikasi kelompok permukiman yang berada pada kawasan budi daya yang mempunyai akses tinggi, sedang, dan rendah;
d. identifikasi kelengkapan prasarana dan sarana permukiman pada masing-masing kelompok permukiman dan merekomendasikan
rencana pembangunannya; dan
e. penyediaan prasarana dan sarana permukiman skala perdesaan dengan memperhatikan prinsip pemerataan, pengentasan
kemiskinan, peningkatan kualitas hidup, efesiensi, dan efektifitas.
Pasal 67
Pengembangan kawasan peruntukan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 huruf g antara lain:
a. perlindungan kawasan komplek markas Kepolisian Resor (POLRES)
Kabupaten Pringsewu di Kecamatan Gadingrejo;
b. perlindungan komplek markas komando Distrik Militer (Makodim) di
Kecamatan Gadingrejo;
c. perlindungan komplek markas Kepolisian Sektor (POLSEK) yang berada
di setiap kecamatan di wilayah Kabupaten; dan
d. perlindungan komplek rayon militer (KORAMIL) yang berada di setiap kecamatan di wilayah Kabupaten.
Bagian Kelima Perwujudan Kawasan Strategis
Pasal 68
(1) Perwujudan kawasan strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) huruf c meliputi:
a. perwujudan kawasan strategis ekonomi; dan
b. perwujudan kawasan strategis sosial budaya.
(2) Perwujudan kawasan strategis ekonomi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a meliputi:
a. pengembangan dan pemantapan kawasan perdagangan regional di Perkotaan Pringsewu;
b. kawasan agropolitan di Gadingrejo meliputi:
1. pengembangan dan pemantapan kawasan agropolitan di
Gadingrejo; dan
2. penyusunan rencana tata ruang kawasan strategis agropolitan Gadingrejo.
c. kawasan minapolitan di Pagelaran meliputi:
1. pengembangan dan pemantapan kawasan minapolitan di
Pagelaran;
2. penyusunan rencana tata ruang kawasan strategis minapolitan
Pagelaran.
(3) Perwujudan kawasan sosial budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. pengembangan dan pemantapan kawasan pusat pengembangan pendidikan di Kecamatan Gadingrejo; dan
b. pengembangan dan pemantapan kawasan pariwisata budaya di Desa Pekon Margakarya, Kecamatan Pringsewu dan Kecamatan Pardasuka.
BAB VII ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 69
(1) Arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten menjadi
acuan pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah kabupaten.
(2) Arahan pengendalian pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. ketentuan umum peraturan zonasi;
b. ketentuan perizinan;
c. ketentuan intensif dan disinsentif; dan
d. ketentuan sanksi.
Bagian Kedua
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi
Pasal 70 (1) Ketentuan umum peraturan zonasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 69 ayat (2) huruf a, menjadi pedoman bagi penyusunan peraturan zonasi oleh pemerintah kabupaten.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi:
a. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung;
b. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan budi daya; dan
c. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem jaringan
prasarana.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) disusun sebagai pedoman pengendalian pemanfaatan ruang berdasarkan rencana tata ruang untuk setiap zona pemanfaatan ruang sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(4) Ketentuan umum peraturan zonasi pada kawasan budidaya selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 diperbolehkan dengan
ketentuan tidak mengganggu dominasi fungsi kawasan yang bersangkutan dan tidak melanggar Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Pola Ruang sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini.
Bagian Ketiga Ketentuan Perizinan
Pasal 71
(1) Ketentuan perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (2) huruf b diterbitkan oleh Pemerintah Daerah sesuai ketentuan
perundang-undangan yang berlaku meliputi:
a. perizinan kegiatan meliputi Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP),
Tanda Daftar Perusahaan (TDP), Izin Usaha Industri (IUI), Izin Tanda Usaha (ITU), Tanda Daftar Gudang (TDG) dan Tanda Daftar Industri (TDI);
b. perizinan pemanfaatan ruang dan bangunan meliputi Izin Lokasi/ Penetapan, Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT) dan Izin
Penggunaan Bangunan (IPB);
c. perizinan konstruksi meliputi Izin Mendirikan Bangunan (IMB);
d. perizinan lingkungan meliputi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, yang terdiri dari Analisis Dampak Lingkungan, Rencana Pemantauan Lingkungan dan Rencana Pengelolaan
Lingkungan, dan Izin Gangguan (HO); dan
e. perizinan khusus meliputi izin pemakaian air tanah atau izin
pengusahaan air tanah dan izin usaha angkutan.
(2) Izin pemanfaatan ruang diberikan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan kewenangannya dengan berpedoman kepada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Izin pemanfaatan ruang yang memiliki dampak skala kabupaten
diberikan oleh Bupati atas rekomendasi Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD).
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai ketentuan perizinan wilayah
kabupaten diatur dengan Peraturan Bupati.
Bagian Keempat
Ketentuan Insentif dan Disinsentif
Pasal 72
(1) Ketentuan insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 69 ayat (2) huruf c merupakan acuan bagi Pemerintah Daerah dalam pemberian insentif dan pengenaan disinsentif.
(2) Insentif diberikan apabila pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana
struktur ruang, rencana pola ruang, dan ketentuan umum peraturan
zonasi yang diatur dalam Peraturan Daerah ini.
(3) Disinsentif dikenakan terhadap pemanfaatan ruang yang perlu dicegah, dibatasi, atau dikurangi keberadaannya berdasarkan ketentuan dalam
Peraturan Daerah ini. (4) Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dalam pemanfaatan
ruang wilayah Kabupaten dilakukan oleh Pemerintah Daerah kepada masyarakat.
(5) Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dilakukan oleh instansi
berwenang sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 73
(1) Insentif yang diberikan kepada masyarakat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 72 ayat (2), dapat diberikan dalam bentuk :
a. pemberian kompensasi;
b. pengurangan retribusi;
c. imbalan;
d. sewa ruang dan urun saham;
e. penyediaan prasarana dan sarana;
f. penghargaan; dan
g. kemudahan perizinan.
(2) Disinsentif yang dikenakan kepada masyarakat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 72 ayat (3), dapat diberikan dalam bentuk :
a. pengenaan pajak/retribusi yang tinggi;
b. pemberian persyaratan khusus dalam proses perizinan;
c. pembatasan penyediaan sarana dan prasarana infrastruktur; dan
d. pembatasan administrasi pertanahan
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan insentif dan
disinsentif diatur dengan Peraturan Bupati.
Bagian Kelima Ketentuan Sanksi
Pasal 74
(1) Pengenaan sanksi tidak hanya diberikan kepada pemanfaat ruang yang tidak sesuai dengan ketentuan perizinan pemanfaatan ruang, tetapi
dikenakan pula kepada pejabat pemerintah yang berwenang yang menerbitkan izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana
tata ruang.
(2) Pengenaan sanksi dilakukan terhadap:
a. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana struktur ruang dan pola ruang;
b. pelanggaran ketentuan umum peraturan zonasi;
c. pemanfaatan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan
berdasarkan RTRW kabupaten;
d. pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRW kabupaten;
e. pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRW kabupaten;
f. pemanfaatan ruang yang menghalangi akses terhadap kawasan yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik
umum; dan/atau
g. pemanfaatan ruang dengan izin yang diperoleh dengan prosedur yang tidak benar.
(3) Setiap orang dan/atau korporasi yang melanggar ketentuan
pengaturan tata ruang sebagimana diatur dalam Peraturan Daerah ini dapat dikenakan sanksi berupa:
a. sanksi administratif; dan/atau
b. sanksi pidana.
(4) Arahan pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a merupakan acuan bagi pemerintah daerah dalam
pengenaan sanksi administratif kepada pelanggar pemanfaatan ruang, berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pencabutan izin;
f. pembatalan izin;
g. pembongkaran bangunan;
h. pemulihan fungsi ruang;
(5) Arahan pengenaan sanksi administratif ditetapkan berdasarkan:
a. hasil pengawasan penataan ruang;
b. tingkat simpangan implementasi rencana tata ruang;
c. kesepakatan antar instansi yang berwenang; dan
d. peraturan perundang-undangan sektor terkait lainnya.
(6) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a
diberikan oleh pejabat yang berwenang dalam penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang melalui penerbitan surat peringatan tertulis sebanyak-banyaknya 3 (tiga) kali.
(7) Penghentian sementara kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
huruf b dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
a. penerbitan surat perintah penghentian kegiatan sementara dari
pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang;
b. apabila pelanggar mengabaikan perintah penghentian kegiatan
sementara, pejabat yang berwenang melakukan penertiban dengan menerbitkan surat keputusan pengenaan sanksi penghentian
sementara secara paksa terhadap kegiatan pemanfaatan ruang;
c. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban dengan
memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi penghentian kegiatan pemanfaatan ruang dan akan segera dilakukan tindakan penertiban oleh aparat penertiban;
d. berdasarkan surat keputusan pengenaan sanksi, pejabat yang berwenang melakukan penertiban dengan bantuan aparat
penertiban melakukan penghentian kegiatan pemanfaatan ruang secara paksa; dan
e. setelah kegiatan pemanfaatan ruang dihentikan, pejabat yang berwenang melakukan pengawasan agar kegiatan pemanfaatan ruang yang dihentikan tidak beroperasi kembali sampai dengan
terpenuhinya kewajiban pelanggar untuk menyesuaikan pemanfaatan ruangnya dengan rencana tata ruang dan/atau
ketentuan teknis pemanfaatan ruang yang berlaku.
(8) Penghentian sementara pelayanan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
a. penerbitan surat pemberitahuan penghentian sementara pelayanan
umum dari pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang (membuat surat pemberitahuan
penghentian sementara pelayanan umum);
b. apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang
disampaikan, pejabat yang berwenang melakukan penertiban menerbitkan surat keputusan pengenaan sanksi penghentian sementara pelayanan umum kepada pelanggar dengan memuat
rincian jenis-jenis pelayanan umum yang akan diputus;
c. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban
memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi penghentian sementara pelayanan umum yang akan segera
dilaksanakan, disertai rincian jenis-jenis pelayanan umum yang akan diputus;
d. pejabat yang berwenang menyampaikan perintah kepada penyedia
jasa pelayanan umum untuk menghentikan pelayanan kepada pelanggar, disertai penjelasan secukupnya;
e. penyedia jasa pelayanan umum menghentikan pelayanan kepada
pelanggar; dan f. pengawasan terhadap penerapan sanksi penghentian sementara
pelayanan umum dilakukan untuk memastikan tidak terdapat pelayanan umum kepada pelanggar sampai dengan pelanggar memenuhi kewajibannya untuk menyesuaikan pemanfaatan
ruangnya dengan rencana tata ruang dan ketentuan teknis pemanfaatan ruang yang berlaku.
(9) Penutupan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf d
dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
a. penerbitan surat perintah penutupan lokasi dari pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang;
b. apabila pelanggar mengabaikan surat perintah yang disampaikan, pejabat yang berwenang menerbitkan surat keputusan pengenaan
sanksi penutupan lokasi kepada pelanggar;
c. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban dengan
memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi penutupan lokasi yang akan segera dilaksanakan;
d. berdasarkan surat keputusan pengenaan sanksi, pejabat yang
berwenang dengan bantuan aparat penertiban melakukan penutupan lokasi secara paksa; dan
e. pengawasan terhadap penerapan sanksi penutupan lokasi, untuk memastikan lokasi yang ditutup tidak dibuka kembali sampai
dengan pelanggar memenuhi kewajibannya untuk menyesuaikan pemanfaatan ruangnya dengan rencana tata ruang dan ketentuan teknis pemanfaatan ruang yang berlaku.
(10) Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf e
dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
a. menerbitkan surat pemberitahuan sekaligus pencabutan izin oleh
pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang;
b. apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang
disampaikan, pejabat yang berwenang menerbitkan surat keputusan pengenaan sanksi pencabutan izin pemanfaatan ruang;
c. pejabat yang berwenang memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi pencabutan izin;
d. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban mengajukan permohonan pencabutan izin kepada pejabat yang memiliki kewenangan untuk melakukan pencabutan izin;
e. pejabat yang memiliki kewenangan untuk melakukan pencabutan izin menerbitkan keputusan pencabutan izin;
f. memberitahukan kepada pemanfaat ruang mengenai status izin yang telah dicabut, sekaligus perintah untuk menghentikan
kegiatan pemanfaatan ruang secara permanen yang telah dicabut izinnya; dan
g. apabila pelanggar mengabaikan perintah untuk menghentikan
kegiatan pemanfaatan yang telah dicabut izinnya, pejabat yang berwenang melakukan penertiban kegiatan tanpa izin sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(11) Pembatalan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf f dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
a. pembongkaran bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf g dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
b. menerbitkan surat pemberitahuan perintah pembongkaran
bangunan dari pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang;
c. apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang disampaikan, pejabat yang berwenang melakukan penertiban
mengeluarkan surat keputusan pengenaan sanksi pembongkaran bangunan;
d. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban
memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi pembongkaran bangunan yang akan segera dilaksanakan; dan
e. berdasarkan surat keputusan pengenaan sanksi, pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban dengan bantuan aparat
penertiban melakukan pembongkaran bangunan secara paksa.
(12) Pemulihan fungsi ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf h
dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
a. menetapkan ketentuan pemulihan fungsi ruang yang berisi bagian-
bagian yang harus dipulihkan fungsinya dan cara pemulihannya;
b. pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran
pemanfaatan ruang menerbitkan surat pemberitahuan perintah pemulihan fungsi ruang;
c. apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang
disampaikan, pejabat yang berwenang melakukan penertiban mengeluarkan surat keputusan pengenaan sanksi pemulihan fungsi
ruang;
d. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban,
memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi pemulihan fungsi ruang yang harus dilaksanakan pelanggar dalam jangka waktu tertentu;
e. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban dan melakukan pengawasan pelaksanaan kegiatan pemulihan fungsi
ruang;
f. apabila sampai jangka waktu yang ditentukan pelanggar belum
melaksanakan pemulihan fungsi ruang, pejabat yang bertanggung jawab melakukan tindakan penertiban dapat melakukan tindakan paksa untuk melakukan pemulihan fungsi ruang; dan
g. apabila pelanggar pada saat itu dinilai tidak mampu membiayai kegiatan pemulihan fungsi ruang, pemerintah dapat mengajukan
penetapan pengadilan agar pemulihan dilakukan oleh pemerintah atas beban pelanggar di kemudian hari.
(13) Denda administratif dapat dikenakan secara tersendiri atau bersama-
sama dengan pengenaan sanksi administratif dan besarannya
ditetapkan oleh pemerintah daerah.
(14) Arahan pengenaan sanksi pidana dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 75
Denda administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (4) huruf i
dapat dikenakan secara tersendiri atau bersama-sama dengan pengenaan sanksi administratif dan besarannya ditetapkan oleh pemerintah daerah.
Pasal 76
Ketentuan pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (3) huruf a dapat diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Bupati.
Pasal 77
Setiap orang dan/atau korporasi yang melakukan kegiatan atau perbuatan yang tidak sesuai atau bertentangan atau melanggar ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah ini, dikenakan sanksi pidana sesuai
ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB VIII
HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN MASYARAKAT
Bagian Kesatu
Hak Masyarakat
Pasal 78
Dalam pemanfaatan ruang setiap orang berhak untuk :
a. mengetahui rencana tata ruang;
b. menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang;
c. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul;
d. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan
yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kepada pejabat berwenang;
e. mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau pemegang izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang menimbulkan kerugian; dan
f. mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau pemegang izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai
dengan rencana tata ruang menimbulkan kerugian.
Bagian Kedua
Kewajiban Masyarakat
Pasal 79
Dalam Pemanfaatan Ruang setiap orang wajib :
a. menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang;
c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang; dan
d. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan
perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum.
Bagian Ketiga
Peran Masyarakat
Pasal 80
(1) Peran masyarakat dalam penataan ruang di daerah dilakukan antara
lain meliputi :
a. bentuk peran masyarakat dalam perencanaan tata ruang;
b. bentuk peran masyarakat dalam pemanfaatan ruang; dan
c. bentuk peran masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang.
(2) Bentuk peran masyarakat dalam perencanaan tata ruang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa:
a. memberikan masukan mengenai:
1. persiapan penyusunan rencana tata ruang;
2. penentuan arah pengembangan wilayah atau kawasan;
3. pengidentifikasian potensi dan masalah wilayah atau kawasan;
4. perumusan konsepsi rencana tata ruang; dan/atau
5. penetapan rencana tata ruang.
b. kerjasama dengan pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau sesama unsur masyarakat dalam perencanaan tata ruang.
Pasal 81
Bentuk peran masyarakat dalam pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (1) huruf b dapat berupa:
a. masukan mengenai kebijakan pemanfaatan ruang;
b. kerjasama dengan pemerintah daerah, dan/atau sesama unsur
masyarakat dalam pemanfaatan ruang;
c. kegiatan memanfaatkan ruang yang sesuai dengan kearifan lokal dan
rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
d. peningkatan efisiensi, efektifitas, dan keserasian dalam pemanfaatan ruang darat, ruang laut, ruang udara, dan ruang di dalam bumi dengan
memperhatikan kearifan lokal serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. kegiatan menjaga kepentingan pertahanan dan keamanan serta memelihara dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan
sumber daya alam; dan
f. kegiatan investasi dalam pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 82
Bentuk peran masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (1) huruf c dapat berupa:
a. masukan terkait arahan dan/atau peraturan zonasi, perizinan,
pemberian insentif dan disinsentif serta pengenaan sanksi;
b. keikutsertaan dalam memantau dan mengawasi pelaksanaan rencana
tata ruang yang telah ditetapkan;
c. pelaporan kepada instansi dan/atau pejabat yang berwenang dalam hal
menemukan dugaan penyimpangan atau pelanggaran kegiatan pemanfaatan ruang yang melanggar rencana tata ruang yang telah ditetapkan; dan
d. pengajuan keberatan terhadap keputusan pejabat yang beruenang terhadap pembangunan yang dianggap tidak sesuai dengan rencana
tata ruang.
Pasal 83
Tata cara dan ketentuan lebih lanjut tentang peran masyarakat dalam penataan ruang di daerah dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 84
(1) Peran masyarakat dalam penataan ruang dapat disampaikan secara langsung dan/atau tertulis.
(2) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
disampaikan kepada menteri/pimpinan lembaga pemerintah non-Kementerian terkait dengan penataan ruang, Gubernur, dan Bupati.
Pasal 85
Dalam rangka meningkatkan peran masyarakat, pemerintah daerah membangun sistem informasi dan komunikasi penyelenggaraan penataan
ruang yang dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 86
Pelaksanaan tata cara peran masyarakat dalam penataan ruang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
BAB IX KELEMBAGAAN
Pasal 87
(1) Koordinasi penataan ruang daerah dilakukan oleh BKPRD Kabupaten.
(2) Tugas, fungsi, dan susunan organisasi BKPRD Kabupaten sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) akan ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
BAB X KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 88
(1) RTRW Kabupaten Pringsewu berlaku untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun dan dapat ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima)
tahun. (2) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan
bencana alam skala besar dan/atau perubahan batas teritorial wilayah Kota yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan, RTRW
Kabupaten Pringsewu dapat ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(3) Peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
apabila terjadi perubahan kebijakan nasional dan strategi yang
mempengaruhi pemanfaatan ruang kota dan/atau dinamika internal kabupaten.
(4) Hal-hal yang belum diatur dalam peraturan daerah ini, sepanjang
mengenai teknis pelaksanaan rencana tata ruang wilayah, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 89
(1) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka semua peraturan
pelaksanaan yang berkaitan dengan penataan ruang daerah yang telah ada dinyatakan berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan dan
belum diganti berdasarkan Peraturan Daerah ini.
(2) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka:
a. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan dan telah sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini ini tetap berlaku sesuai
dengan masa berlakunya;
b. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan tetapi tidak sesuai
dengan ketentuan Peraturan Daerah ini berlaku ketentuan:
1. untuk yang belum dilaksanakan pembangunannya, izin tersebut
disesuaikan dengan fungsi kawasan berdasarkan Peraturan Daerah ini;
2. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya, pemanfaatan
ruang dilakukan sampai izin terkait habis masa berlakunya dan dilakukan penyesuaian dengan fungsi kawasan berdasarkan
Peraturan Daerah ini dengan masa transisi 3 (tiga) tahun; dan
3. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya dan tidak memungkinkan untuk dilakukan penyesuaian dengan fungsi
kawasan berdasarkan Peraturan Daerah ini, izin yang telah diterbitkan dapat dibatalkan dan terhadap kerugian yang timbul sebagai akibat pembatalan izin tersebut dapat diberikan
penggantian yang layak;
c. pemanfaatan ruang yang izinnya sudah habis dan tidak sesuai
dengan Peraturan Daerah ini dilakukan penyesuaian berdasarkan Peraturan Daerah ini;
d. pemanfaatan ruang di Daerah yang diselenggarakan tanpa izin ditentukan sebagai berikut:
1. yang bertentangan dengan ketentuan Peraturan Daerah ini,
pemanfaatan ruang yang bersangkutan ditertibkan dan disesuaikan dengan Peraturan Daerah ini;
2. yang sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini, dipercepat untuk mendapatkan izin yang diperlukan.
BAB XII
KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 90
(1) Selain pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggungjawabnya di bidang penataan ruang diberi
wewenang khusus sebagai penyidik untuk membantu pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
(2) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berwenang:
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan yang berkenaan dengan tindak pidana dalam bidang penataan
ruang;
b. melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan
tindak pidana dalam bidang penataan ruang;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang sehubungan
dengan peristiwa tindak pidana dalam bidang penataan ruang;
d. melakukan pemeriksaan atas dokumen-dokumen yang berkenaan dengan tindak pidana dalam bidang penataan ruang;
e. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti dan dokumen lain serta melakukan penyitaan dan
penyegelan terhadap bahan dan barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana dalam bidang
penataan ruang; dan
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana dalam bidang penataan ruang.
(3) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memberitahukan dimulainya penyidikan kepada pejabat Penyidik
Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(4) Apabila pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memerlukan tindakan penangkapan dan penahanan, Penyidik Pegawai Negeri Sipil melakukan koordinasi dengan pejabat Penyidik Kepolisian
Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan hasil penyidikan kepada Penuntut Umum melalui
pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(6) Pengangkatan pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil dan tata cara serta proses penyidikan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 91
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Pringsewu.
Ditetapkan di Pringsewu
pada tanggal 14 Februari 2012
PRINGSEWU,
SUJADI
Diundangkan di Pringsewu
pada tanggal 14 Februari 2012
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN PRINGSEWU,
IDRUS EFENDI
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PRINGSEWU TAHUN 2012 NOMOR 02
75
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PRINGSEWU
NOMOR 02 TAHUN 2012
TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN PRINGSEWU
TAHUN 2011-2031
I. UMUM
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, RTRW Kabupaten Pringsewu Tahun 2011-2031 juga
merupakan penjabaran RTRW Provinsi Lampung Tahun 2009-2029 ke dalam strategi pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah kota.
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota adalah rencana pengembangan kota yang disiapkan secara teknis dan non-teknis oleh Pemerintah Daerah
yang merupakan rumusan kebijaksanaan pemanfaatan muka bumi wilayah kota termasuk ruang di atasnya yang menjadi pedoman
pengarahan dan pengendalian dalam pelaksanaan pembangunan kota.
Bahwa RTRW Kabupaten Pringsewu Tahun 2011-2031 merupakan
perwujudan aspirasi masyarakat yang tertuang dalam rangkaian kebijaksanaan pembangunan fisik Kabupaten Pringsewu yang memuat:
a. pedoman, landasan, dan garis besar kebijaksanaan bagi pembangunan fisik Kabupaten Pringsewu dalam jangka waktu 20 (dua puluh) tahun,
dengan tujuan agar dapat mewujudkan kelengkapan kesejahteraan masyarakat dalam hal memiliki kota yang dapat memenuhi segala kebutuhan fasilitas.
b. uraian keterangan dan petunjuk-petunjuk serta prinsip pokok pembangunan fisik kota yang berkembang secara dinamis dan
didukung oleh pengembangan potensi alami, serta sosial ekonomi, sosial budaya, politik, pertahanan keamanan dan teknologi yang menjadi
ketentuan pokok bagi seluruh jenis pembangunan fisik, baik yang dilaksanakan Pemerintah Kabupaten Pringsewu, Pemerintah Provinsi Lampung, maupun Pemerintah Pusat dan masyarakat secara terpadu.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3 Cukup jelas
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5 Cukup jelas
Pasal 6 Cukup jelas
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9 Cukup jelas
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12 Cukup jelas
Pasal 13 Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16 Cukup Jelas
Pasal 17
Cukup Jelas
Pasal 18
Cukup Jelas
Pasal 19 Cukup jelas
Pasal 20 Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23 Cukup jelas
Pasal 24 Cukup jelas
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Ayat (1) Huruf a
Cukup jelas
Huruf b Yang dimaksud dengan sistem non perpipaan merupakan suatu kesatuan sistem fisik, non
fisik, dan prasarana sarana air minum baik yang bersifat individual maupun komunal khusus yang
unit distribusinya dengan atau tanpa perpipaan terbatas dan sederhana, meliputi sumur dangkal,
sumur pompa, bak penampungan air hujan, terminal air, mobil tangki air, instalasi air atau bangunan perlindungan mata air.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Pasal 27 Cukup jelas
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30 Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 33 Cukup jelas
Pasal 34 Cukup jelas
Pasal 35
Ayat (1)
Huruf a Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas Huruf c
Yang dimaksud dengan kawasan minapolitan merupakan suatu bagian wilayah yang
mempunyai fungsi utama ekonomi yang terdiri dari sentra produksi, pengolahan, pemasaran
komoditas perikanan, pelayanan jasa, dan/atau kegiatan pendukung lainnya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Ayat (4) Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37 Cukup jelas
Pasal 38 Cukup jelas
Pasal 39
Cukup jelas
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41 Cukup jelas
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Cukup jelas
Pasal 44
Cukup jelas
Pasal 45 Cukup jelas
Pasal 46 Cukup jelas
Pasal 47
Cukup jelas
Pasal 48
Cukup jelas
Pasal 49 Cukup jelas
Pasal 50
Cukup jelas
Pasal 51
Cukup jelas
Pasal 52 Cukup jelas
Pasal 53 Cukup jelas
Pasal 54
Cukup jelas
Pasal 55
Cukup jelas
Pasal 56 Cukup jelas
Pasal 57
Cukup jelas
Pasal 58
Cukup jelas
Pasal 59 Cukup jelas
Pasal 60 Cukup jelas
Pasal 61
Cukup jelas
Pasal 62
Cukup jelas
Pasal 63 Cukup jelas
Pasal 64 Cukup jelas
Pasal 65
Cukup jelas
Pasal 66
Cukup jelas
Pasal 67 Cukup jelas
Pasal 68
Cukup jelas
Pasal 69
Cukup jelas
Pasal 70 Cukup jelas
Pasal 71 Ayat (1)
Yang dimaksud dengan perijinan adalah perijinan yang terkait dengan ijin pemanfaatan ruang yang menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan harus dimiliki sebelum pelaksanaan pemanfaatan ruang.
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 72 Cukup jelas
Pasal 73
Cukup jelas
Pasal 74
Cukup jelas
Pasal 75 Cukup jelas
Pasal 76 Cukup jelas
Pasal 77
Cukup jelas
Pasal 78
Cukup jelas
Pasal 79 Cukup jelas
Pasal 80 Cukup jelas
Pasal 81
Cukup jelas
Pasal 82
Cukup jelas
Pasal 83 Cukup jelas
Pasal 84
Cukup jelas
Pasal 85
Cukup jelas
Pasal 86 Cukup jelas
Pasal 87 Cukup jelas
Pasal 88
Cukup jelas
Pasal 89
Cukup jelas
Pasal 90 Cukup jelas
Pasal 91
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PRINGSEWU TAHUN 2012
NOMOR 02
82
PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN PRINGSEWU
SUJADI
LAMPIRAN I : PERATURAN DAERAH KABUPATEN PRINGSEWU
NOMOR : 02 TAHUN 2012 TANGGAL : 14 FEBRUARI 2012
SUJADI
PETA RENCANA POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN PRINGSEWU
SUJADI
LAMPIRAN II : PERATURAN DAERAH KABUPATEN PRINGSEWU
NOMOR : 02 TAHUN 2012 TANGGAL : 14 FEBRUARI 2012
SUJADI
PETA KAWASAN STRATEGIS KABUPATEN PRINGSEWU
,
LAMPIRAN III : PERATURAN DAERAH KABUPATEN PRINGSEWU
NOMOR : 02 TAHUN 2012 TANGGAL : 14 FEBRUARI 2012
85
LAMPIRAN IV : PERATURAN DAERAH KABUPATEN PRINGSEWU
NOMOR : 02 TAHUN 2012
TANGGAL : 14 FEBRUARI 2012
Tabel 1. Indikasi Program Utama
Perwujudan Rencana Struktur Ruang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pringsewu Tahun 2011-2031
No Program Kegiatan Lokasi
Tahun Pelaksanaan
Sumber Dana Pelaksana Tahap I TahapII Tahap III Tahap IV
2012 2013 2014 2015 2016 17-21 22-26 27-31
I. Perwujudan Sistem Pusat Kegiatam
1 Peningkatan fungsi PKWp Pringsewu
a. Penyusunan RDTR kawasan dan peraturan zonasi
Kota Pringsewu
APBN/APBD Kab Dep. PU/ Pemkab
b. Penyusunan Masterplan sistem jaringan drainase perkotaan Pringsewu.
APBD Kab Pemkab
c. penyusunan masterplan sistem jaringan air minum;
APBD Kab Pemkab
d. Penyusunan RIP4D Pringsewu APBN/APBD Kab Dep. PU/ Pemkab
e. Pengembangan perkantoran pemerintahan APBD Kab Pemkab Pringsewu
f. Peningkatan gedung dan kawasan pusat evakuasi bencana
APBN/APBD Kab Dep. PU/ Pemkab Pringsewu
g. Peningkatan kapasitas PDAM
APBD Kab/ BUMN PDAM
h. Pengembangan RSUD APBD Kab Pemkab
i. Peningkatan puskesmas skala Kecamatan APBD Kab Pemkab
j. pembangunan Gedung Olah Raga (GOR), kesenian dan Budaya
APBD Kab Pemkab
k. Pembangunan Pasar Regional Pringsewu APBD Kab, Swasata
Pemkab
l. Pembangunan perpustakaan daerah APBD Kab Pemkab
m. Pembangunan taman bacaan yang menyatu dengan RTH
APBD Kab, Swasta
Pemkab
n. Pembangunan Mesjid Raya APBD Kab, Swasta
Pemkab
o. Pengadaanlahan untuk Kasiba dan Lisiba APBN/APBD Kab, Swasta
Pemkab
p. penataan, perbaikan dan peningkatan kualitas lingkungan permukiman
APBD Prov/Kab Pemprov/Pemkab
No Program Kegiatan Lokasi
Tahun Pelaksanaan
Sumber Dana Pelaksana Tahap I TahapII Tahap III Tahap IV
2012 2013 2014 2015 2016 17-21 22-26 27-31
q. Pembangunan jaringan rel KA APBD Prov/Kab Pemprov/Pemkab
r. Pengembangan stasiun Pringsewu
s. Pembangunan jalan lingkar utara kota APBD Prov/Kab Pemprov/Pemkab
t. Peningkatan pengelolaan sampah dan
penyediaan Tempat Pengelolaan Sampah Sementara (TPS) yang ramah lingkungan
APBD Prov/Kab Pemprov/Pemkab
u. Pengolahan limbah perumahan APBD Prov/Kab Pemprov/Pemkab
2 Peningkatan Fungsi PKLp Perkotaan Gadingrejo, Perkotaan Sukoharjo dan Perkotaan Pagelaran
a. Penyusunan RDTR kawasan dan peraturan zonasi
Gadingrejo, Sukoharjo dan Pagelaran.
APBN/APBD Kab Dep. PU/ Pemkab Pringsewu
b. Penyusunan Masterplan sistem jaringan drainase
APBN/APBD Kab Dep. PU/ Pemkab Pringsewu
c. Penyusunan Masterplan jaringan air minum APBD Kab, Swasta
Pemkab
d. Peningkatan pusat perdagangan APBD Prov/Kab Pemprov/Pemkab
e. Pembangunan lumbung pangan APBD Prov/Kab Pemprov/Pemkab
f. Perbaikan daerah irigasi APBN/APBD Kab Pemkab
g. Pembangunan pabrik pengolahan pertanian
APBD Kab, Swasta
Pemkab
h. Pembangunan puskesmas Rawat Inap APBD Kab Pemkab
i. Peningkatan puskesmas skala kecamatan APBD Kab Pemkab
j. Pembangunan Perguruan Tinggi APBD Kab, Swasta
Pemkab
k. Pembangunan Islamic Center APBD Kab, Swasta
Pemkab
l. Balai Latihan Kerja (BLK) unggulan APBD Kab Pemkab
m. Pengembangan SMA Negeri APBD Kab Pemkab
n. Pembangunan Madrasah Aliyah Negeri APBD Kab Pemkab
o. Pengembangan SMP Negeri APBD Kab Pemkab
p. Pengembangan sekolah menengah pertanian APBD Kab, Swasta
Pemkab
q. Pembangunan jalan lingkar Utara kota APBD Prov/Kab Pemprov/Pemkab
r. pembangunan jaringan rel dan stasiun Kereta Api (KA) Gadingrejo
APBN Pemprov/Pemkab
No Program Kegiatan Lokasi
Tahun Pelaksanaan
Sumber Dana Pelaksana Tahap I TahapII Tahap III Tahap IV
2012 2013 2014 2015 2016 17-21 22-26 27-31
s. pengembangan terminal Tipe B di Kecamatan Sukoharjo dan terminal Tipe C di Kecamatan Gadingrejo
APBN Dep.Hub
t. pengembangan jaringan rel dan stasiun kereta api Gadingrejo
APBN Dep.Hub
u. Penataan, perbaikan dan peningkatan kualitas lingkungan permukiman
APBD Prov/Kab Pemprov/Pemkab
v. Peningkatan pengelolaan sampah dan penyediaan Tempat Pengolahan Sampah (TPS) Sementara
APBD Prov/Kab Pemprov/Pemkab
w. pengolahan limbah perumahan APBD Prov/Kab Pemprov/Pemkab
3 Peningkatan Fungsi PPK Kecamatan Banyumas dan Kecamatan Ambarawa
a. Penyusunan RDTR kawasan dan peraturan zonasi
Banyumas dan Ambarawa
APBN/APBD Kab Dep. PU/ Pemkab
b. penyusunan masterplan sistem jaringan drainase;
APBD Kab Pemkab
c. penyusunan masterplan sistem jaringan air minum
APBD Kab Pemkab
d. Pembangunan jaringan rel dan stasiun KA pagelaran
APBD Prov/Kab Pemprov/Pemkab
e. Peningkatan BBI APBD Prov/Kab Pemrpov/Pemkab
f. Pembangunan sekolah menengah APBN/APBD Kab Pemprov/Pemkab
g. Pembangunan lumbung pangan dan pengolahan hasil pertanian
APBN, APBD Prov/Kab
Pusat/Pemprov/ Pemkab
h. Peningkatan pusat perdagangan dan jasa APBD Kab, Swasta
Pemkab
i. pembangunan pasar lokal APBD Kab Pemkab
j. Pengembangan puskesmas rawat inap APBD Kab Pemkab
k. pengembangan Puskesmas pelayanan kecamatan
APBD Kab Pemkab
l. pengembangan pusat pariwisata APBD Kab Pemkab
m. pengembangan sarana dan prasarana wisata APBD Kab Pemkab
n. pembangunan jalur evakuasi dan penyediaan peralatan penanggulangan bahaya gempa
APBD Kab Pemkab
o. penataan, perbaikan dan peningkatan kualitas lingkungan permukiman
APBD Kab Pemkab
p. peningkatan pengelolaan sampah dan penyediaan Tempat Pengolahan Sampah (TPS) Sementara yang ramah lingkungan
APBD Kab Pemkab
No Program Kegiatan Lokasi
Tahun Pelaksanaan
Sumber Dana Pelaksana Tahap I TahapII Tahap III Tahap IV
2012 2013 2014 2015 2016 17-21 22-26 27-31
6 Peningkatan Fungsi PPLAdiliwuh, dan Pardasuka
a. pengembangan tanaman pangan dan hortikultura
Adiliwuh, dan Pardasuka
APBN/APBD Kab Pusat/Pemkab
b. pengembangan tanaman perkebunan APBD Kab, Swasta
Pemkab
c. pengembangan industri rumah tangga APBD Kab Pemkab
d. pengembangan kegiatan pertambangan APBD Kab Pemkab
e. pengembangan perkebunan kehutanan APBD Kab Pemkab
f. pengembangan kawasan pariwisata dan budaya; dan
APBD Kab Pemkab
g. pelestarian kawasan hutan lindung APBD Kab Pemkab
II. Perwujudan Sistem Prasarana Transportasi Wilayah
2.1. Perwujudan Sistem Prasarana Utama
Sistem Transportasi Darat
A. Pengembangan dan peningkatan Sistem Jaringan Jalan
pengembangan jaringan jalan kolektor primer yang menghubungkan antara ibukota provinsi dan ibukota kabupaten/kota (K-2) pada ruas jalan Pringsewu - Bandung Baru dan Batas Pringsewu – Pasar Sukoharjo
Kabupaten Pringsewu APBN Dept PU
rencana pengembangan jaringan kabupaten jalan lokal primer
Pringsewu, Gadingrejo, Sukoharjo, Adiluwih, Banyumas, Pagelaran, Ambarawa dan Pardasuka
APBD Prov/Kab Pemprov/Pemkab
Pengembangan jaringan jalan strategis kabupaten Sukoharjo Sukoharum Rejosari
APBD Kab Pemkab
Pengembangan jalan dua jalur Kota Pringsewu Wates Kecamatan Gadingrejo dan Fajaresuk Kecamatan Pringsewu
APBD Kab Pemkab
Pengembangan jaringan jalan lingkar utara dan lingkar selatan
Kota Pringsewu APBD Kab Pemkab
Pembangunan jalan akses yang menghubungkan Kabupaten Pringsewu - Kabupaten Lampung Tengah yang akan menghubungkan jalan lintas Barat dengan jalan lintas tengah Padang Ratu
Kabupaten Pringsewu APBD Kab Pemkab
Perbaikan dan peningkatan kualitas seluruh jaringan jalan dan jembatan di Kabupaten Pringsewu serta pengembangan jalan usaha tani dan jalan produksi khususnya pada kawasan agropolitan dan minapolitan
Kabupaten Pringsewu APBD Kab Pemkab
No Program Kegiatan Lokasi
Tahun Pelaksanaan
Sumber Dana Pelaksana Tahap I TahapII Tahap III Tahap IV
2012 2013 2014 2015 2016 17-21 22-26 27-31
B. Jaringan pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan
a. pengembangan jaringan trayek angkutan orang
Pringsewu – Pagelaran, Pringsewu – Gadingrejo, Trayek Pringsewu – Kalirejo, dan Trayek Pringsewu – Pardasuka
APBD Kab Pemkab
b. pembukaan jaringan trayek baru angkutan orang
Rejosari Pringsewu
APBD Kab Pemkab
c. pengembangan moda transportasi jalan melalui penyelenggaraan angkutan umum yang selamat, aman, nyaman, dan terjangkau dengan penyediaan angkutan massal berbasis jalan terutama untuk trayek utama dan trayek cabang
Kabupaten Pringsewu
d. pengembangan dan pembangunan terminal baik jaringan lintas angkutan barang antar wilayah kabupaten/kota, wilayah kecamatan dan wilayah perdesaan
Kabupaten Pringsewu
C. sistem prasarana jalan a. pembangunan terminal penumpang tipe B Sukoharjo APBD Provinsi Pemkab
b. pembangunan sub-sub terminal pada pusat-pusat pelayanan
Kabupaten Pringsewu
c. pengembangan terminal tipe C Gadingrejo APBD Kab Pemkab
d. pembangunan shelter atau tempat pemberhentian bus/angkutan umum khususnya pada kawasan perkotaan
Kabupaten Pringsewu Swasta dan APBD Kab
Pemkab
2.1.2 Sistem perkeretaapian a. melakukan pembebasan lahan pada lahan
sempadan rel kereta api Kabupaten Pringsewu
Swasta dan APBD Kab
PT KAI, Pemkab
b. melakukan penanaman pohon atau vegetasi yang dapat diperuntukkan sebagai Ruang Terbuka Hijau
Kabupaten Pringsewu Swasta dan APBD Kab
PT KAI, Pemkab
c. melarang pembangunan rumah atau bangunan lainnya di sempadan rel kereta api
Kabupaten Pringsewu Swasta dan APBD Kab
PT KAI, Pemkab
d. pengembangan perkeretaapian umum antarkota yang melayani angkutan orang
Tanjung Karang-Rejosari - Gedongtatan – Gadingrejo – Pringsewu- Pagelaran
APBD Kab Pemkab
e. pengembangan perkeretaapian khusus yang melayani angkutan barang
Tanjung Karang dan Pringsewu
APBD Kab Pemkab
No Program Kegiatan Lokasi
Tahun Pelaksanaan
Sumber Dana Pelaksana Tahap I TahapII Tahap III Tahap IV
2012 2013 2014 2015 2016 17-21 22-26 27-31
f. Penataan stasiun kereta api stasiun kecil Gadingrejo dan Pagelaran
APBD Kab Pemkab
2.2. Perwujudan Sistem Prasarana Wilayah Lainnya
2.2.1. Sistem Jaringan Prasarana Energi dan Kelistrikan
A. Pengembangan a. Jaringan Pipa Gas bumi yang melalui Ulu Belu Kabupaten Tanggamus dengan Kabupaten Pringsewu
Kabupaten Pringsewu APBN, APBD Kab, Swasta
Pemkab
b. Energi terbaharukan PLTMH Kabupaten Pringsewu APBN, APBD Kab, Swasta
Pemkab
c. Jaringan Saluran SUTT Kabupaten Pringsewu APBN, APBD Kab, Swasta
Pemkab
d. pengembangan Transmisi listrik Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 275 kV
Kabupaten Pringsewu APBN, APBD Kab, Swasta
Pemkab
e. pengembangan Jaringan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 150 kV
Pagelaran Kabupaten Pringsewu
APBN, APBD Kab, Swasta
Pemkab
f. pengembangan Jaringan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 150 kV
Pagelaran Kabupaten Pringsewu
APBN, APBD Kab, Swasta
Pemkab
g. pengembangan Jaringan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 150 kV
Pagelaran Kabupaten Pringsewu
APBN, APBD Kab, Swasta
Pemkab
h. pemanfaatan batubara sebagai sumber energi dengan pengelolaan yang ramah lingkungan
Kabupaten Pringsewu APBN, APBD Kab, Swasta
Pemkab
i. pengembangan sumber energi alternatif seperti tenaga surya dan tenaga angin sesuai dengan potensi setempat
APBN, APBD Kab, Swasta
Pemkab
B. Peningkatan
a. optimalisasi pasokan energi listrik yang telah tersedia
Seluruh kecamatan APBN, APBD Kab, Swasta
Pemkab
b. Perluasan layanan listrik Seluruh kecamatan APBN PLN
c. peningkatan pasokan daya listrik yang bersumber dari energi terbarukan untuk memenuhi kebutuhan listrik perdesaan, diantaranya PLTA, mikrohidro, tenaga angin, dan tenaga surya di perdesaan
Kabupaten Pringsewu APBN, APBD Kab, PLN
d. pembangunan jaringan transmisi dan distribusi listrik sampai tingkat desa, terutama pada desa yang belum berlistrik
Kabupaten Pringsewu Swasta PLN
C. Pemeliharaan Gardu Induk Pegelaran Kabupaten Pringsewu APBN, APBD Kab, PLN
No Program Kegiatan Lokasi
Tahun Pelaksanaan
Sumber Dana Pelaksana Tahap I TahapII Tahap III Tahap IV
2012 2013 2014 2015 2016 17-21 22-26 27-31
2.2.2. Sistem Jaringan Prasarana Telekomunikasi
A. Peningkatan
a. kapasitas sambungan telepon kabel pada kawasan perdagangan dan jasa, industri, fasilitas umum dan sosial, terminal, permukiman dan kawasan yang baru dikembangkan
Seluruh wilayah permukiman di Kabupaten Pringsewu
BUMN, Swasta
Telkom
b. penyediaan sarana warung telepon (wartel) dan telepon umum pada lokasi strategis, mudah diakses publik dan kawasan pusat kegiatan masyarakat
APBD Kab Pemkab
c. fasilitasi pengembangan usaha pelayanan telekomunikasi operator swasta/BUMN
BUMN, Swasta
Telkom
d. penataan dan efisiensi penempataan Base Transceiver Station(BTS)
Kabupaten Pringsewu
e. optimalisasi pemanfaatan teknologi informasi untuk operasionalisasi kegiatan pemerintahaan dan usaha penduduk
Kabupaten Pringsewu
B. Pengembangan a. infrastruktur dasar telekomunikasi berupa jaringan telepon saluran tetap dan pusat automatisasi sambungan telepon di Kecamatan Pringsewu dan Kecamatan Gadingrejo
Kecamatan Pringsewu dan Kecamatan Gadingrejo
BUMN, Swasta
Telkom
b. sambungan telepon kabel yang diarahkan menjangkau seluruh pusat pelayanan dan wilayah pelayanannya di Kabupaten Pringsewu
Kabupaten Pringsewu BUMN, Swasta
Telkom
c. telepon nirkabel berupa menara telekomunikasi yang tersebar di wilayah Kabupaten Pringsewu
Kabupaten Pringsewu BUMN, Swasta
Telkom
d. sistem telekomunikasi interkoneksi nasional untuk mikro digital dan interkoneksi Sumatera Selatan – Lampung untuk serat optik dan mikro analog
Kabupaten Pringsewu BUMN, Swasta
Telkom
e. jaringan mikro digital dengan menggunakan jaringan kabel bawah laut
Kabupaten Pringsewu BUMN, Swasta
Telkom
2.2.3. Sistem Jaringan Prasarana Sumber Daya Air
A. Pengelolaan Wilayah Sungai
a. rehabilitasi dan revitalisasi wilayah hulu sungai Way Seputih Sekampung dan Way Ilahan Talang Pandang yang bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten yang berbatasan
Kabupaten Pringsewu Dep. PU/Pemprov Pemprov/Pemkab
No Program Kegiatan Lokasi
Tahun Pelaksanaan
Sumber Dana Pelaksana Tahap I TahapII Tahap III Tahap IV
2012 2013 2014 2015 2016 17-21 22-26 27-31
b. menetapkan wilayah sempadan sungai sebagai kawasan lindung
Kabupaten Pringsewu Dep. PU/Pemprov Pemprov/Pemkab
c. membuat embung baru dengan mengembangkan sistem polder yang menyebar di seluruh wilayah Kabupaten Pringsewu
Kabupaten Pringsewu Dep. PU/Pemprov Pemprov/Pemkab
d. revitalisasi sungai dan embung sehingga dapat dimanfaatkan sebagai tempat tujuan wisata
Kabupaten Pringsewu Dep. PU/Pemprov Pemprov/Pemkab
e. pengembangan pemanfaatan aliran sungai sebagai pembangkit tenaga listrik
Kabupaten Pringsewu Dep. PU/Pemprov Pemprov/Pemkab
B. pengelolaan cekungan air tanah a. penentuan batas cekungan air tanah Kabupaten Pringsewu APBD Kab Pemkab
b. meningkatkan kemanfaatan fungsi air tanah guna memenuhi penyediaan air tanah
Kabupaten Pringsewu APBD Kab Pemkab
c. pelaksanaan pengendalian daya rusak serta konservasi air tanah
Kabupaten Pringsewu APBD Kab Pemkab
d. Pengembangan air tanah berkelanjutan untuk irigasi
Kabupaten Pringsewu APBD Kab Pemkab
e. Pengelolaan cekungan air tanah Metro – Kota Bumi
Kabupaten Pringsewu APBD Kab Pemkab
f. Pengelolaan cekungan air tanah Talang Padang
Talang Padang APBD Kab Pemkab
C. Irigasi
a. penambahan prasarana dan peningkatan fungsi jaringan irigasi meliputi saluran irigasi primer, saluran irigasi sekunder, dan saluran irigasi tersier
Kabupaten Pringsewu APBD Kab Pemkab
b. pengelolaan dan perlindungan daerah irigasi Kabupaten Pringsewu APBD Kab Pemkab
c. perbaikan irigasi teknis yang rusak berat Pringsewu Gadingrejo
APBD Kab Pemkab
d. mengoptimalkan pemanfaatan jaringan irigasi untuk mengairi lahan pertanian
Kabupaten Pringsewu APBD Kab Pemkab
e. konservasi sumber daya lahan dan air serta pemeliharaan jaringan irigasi untuk menjamin tersedianya air untuk keperluan pertanian
Kabupaten Pringsewu APBD Kab Pemkab
f. pengembangan jaringan irigasi secara terpadu dengan program penyediaan air
Kabupaten Pringsewu APBD Kab Pemkab
No Program Kegiatan Lokasi
Tahun Pelaksanaan
Sumber Dana Pelaksana Tahap I TahapII Tahap III Tahap IV
2012 2013 2014 2015 2016 17-21 22-26 27-31
g. pengembangan sistem irigasi interkoneksi dalam satu sistem irigasi terpadu di Kabupaten Pringsewu
Kabupaten Pringsewu APBD Kab Pemkab
h. pengembangan kerjasama lintas daerah dalam pengelolaan wilayah DAS
Kabupaten Pringsewu APBD Kab Pemkab
D. Air Baku untuk Air Bersih
j. peningkatan pelayanan air bersih sistem perpipaan;
Seluruh kecamatan APBD Kab/BUMN PDAM
k. pengelolaan dan pembatasan penggunaan air tanah;
Seluruh kecamatan APBD Kab/BUMN PDAM
l. identifikasi dan pengembangan sumber air baku baru;
Seluruh kecamatan APBD Kab Pemkab
m. kerjasama antar Pemerintah Kabupaten Tanggamus, Kabupaten Lampung Tengah, Kota Metro, Kabupaten Pesawaran, dan Kabupaten Lampung Selatan;
Seluruh kecamatan APBD Kab Pemkab
n. peningkatan pelayanan air bersih sistem perpipaan dengan target pencapaian 80 (delapan puluh) persen sesuai dengan Millenium Development Goals (MDGs) bidang air bersih;
Seluruh kecamatan APBD Kab Pemkab
o. pembatasan dan pengendalian penggunaan air tanah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
Seluruh kecamatan APBD Kab Pemkab
p. pengembangan pemanfaatan air permukaan lainnya sebagai sumber air baku;
Seluruh kecamatan APBD Kab Pemkab
q. pengembangan pelayanan air bersih sistem perpipaan yang memanfaatkan sumber air permukaan dan pengadaan hidran umum pada kawasan rawan air
Seluruh kecamatan APBD Kab Pemkab
r. Pembuatan IPAL Gadingrejo APBD Kab Pemkab
E. Pengendalian daya Rusak Air (Banjir) g. normalisasi dan rehabilitasi area kawasan
resapan air melalui penanaman pengkayaan atau reboisasi;
Sukoharjo Pringsewu Ambarawa
APBD Prov/Kab Pemprov/Pemkab
h. kerjasama antar Pemerintah Kota/Kabupaten dan lembaga terkait rehabilitasi dan revitalisasi hulu sungai;
Kecamatan Pringsewu APBN Pemerintah Pusat
No Program Kegiatan Lokasi
Tahun Pelaksanaan
Sumber Dana Pelaksana Tahap I TahapII Tahap III Tahap IV
2012 2013 2014 2015 2016 17-21 22-26 27-31
i. prioritas pembuatan embung pada kawasan rawan banjir seperti di Kecamatan Pagelaran, Kecamatan Banyumas, Kecamatan Sukoharjo dan Kecamatan Gadingrejo.
Kecamatan Pagelaran, Kecamatan Banyumas, Kecamatan Sukoharjo dan Kecamatan Gadingrejo
APBD Prov/Kab Pemprov/Pemkab
j. menetapkan Garis Sempadan Sungai (GSS) sebagai kawasan lindung serta melakukan reboisasi dan revitalisasi Garis Sempadan Sungai (GSS);
Kebupaten Pringsewu APBD Prov/Kab Pemprov/Pemkab
k. revitalisasi kawasan lindung dan membuka RTH publik sebesar 30 (tiga puluh) persen dari luas daerah aliran sungai; dan
Kebupaten Pringsewu APBD Prov/Kab Pemprov/Pemkab
l. membuat tanggul pada sungai-sungai besar Way Sekampung khususnya yang melalui kawasan rawan banjir.
Kebupaten Pringsewu APBD Prov/Kab Pemprov/Pemkab
2.2.4. Sistem Jaringan Prasarana Wilayah Lainnya
A. Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum
a. penyediaan prasarana dan sarana air minum terutama pada kawasan rawan air minum di perkotaan dan perdesaan
Kecamatan Pringsewu
b. peningkatan area pelayanan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)
Kecamatan Pringsewu
B. Pengembangan Sistem Jaringan Persampahan
k. Penyusunan rencana induk pengolahan persampahan;
Kabupaten Pringsewu APBD Kab, Swasta
Pemkab
l. Pengembangan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Bumiarum
Kecamatan Pringsewu APBD Kab, Swasta
Pemkab
m. Pengembangan Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPS)
seluruh Kecamatan di Kabupaten Pringsewu
APBD Kab, Swasta
Pemkab
n. penerapkan pengelolaan sampah dengan menggunakan pendekatan konsep 4R, yaitu reduce (mengurangi), reuse (memakai kembali), recycle (mendaur ulang) dan replace (mengganti).
Kabupaten Pringsewu APBD Kab Pemkab
o. Peningkatan peran masyarakat dan dunia usaha/swasta dalam penyelenggaraan sistem pengelolaan persampahan;
Kecamatan Pringsewu APBD Kab, Swasta
Pemkab
p. Peningkatan fungsi Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dari sistem open dumping ke sanitary landill;
Kabupaten Pringsewu APBD Kab, Swasta
Pemkab
q. Peningkatan cakupan pelayanan dan kualitas sistem pelayanan;
Kabupaten Pringsewu APBD Kab, Swasta
Pemkab
No Program Kegiatan Lokasi
Tahun Pelaksanaan
Sumber Dana Pelaksana Tahap I TahapII Tahap III Tahap IV
2012 2013 2014 2015 2016 17-21 22-26 27-31
r. pengembangan tempat penampungan sampah sementara atau penyediaan kontainer pada setiap wilayah kecamatan sebagai tempat penampungan sampah pasar dan rumah tangga sebelum diangkut ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah;
Kabupaten Pringsewu APBD Kab, Swasta
Pemkab
s. peyediaan sarana pengangkutan sampah yang memadai dan mendistribusikan-nya secara proporsional di setiap wilayah; dan
Kabupaten Pringsewu APBD Kab, Swasta
Pemkab
t. pegembangan sistem pengelolaan sampah terpadu Satuan Operasional Kebersihan Lingkungan (SOKLI) termasuk didalamnya membangun Instalasi Pengelolaan Sampah Terpadu (IPST) yang tipologinya disesuaikan dengan karakter kawasan, pada daerah-daerah permukiman, khususnya kawasan permukiman perkotaan di pusat-pusat pelayanan.
Kabupaten Pringsewu APBD Kab, Swasta
Pemkab
C. Pengembangan sistem Pengelolaan Air Limbah
g. pengadaan prasarana sarana pengolahan lumpur tinja berupa truk pengangkut tinja dan modul IPLT (Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja) komunal yang diprioritaskan berada di setiap unit-unit lingkungan kota;
Kabupaten Pringsewu APBD Kab, Swasta
Pemkab
h. perbaikan sistem sanitasi masyarakat dengan mengupayakan dengan on site system (septic tank) dan Mandi Cuci Kakus (MCK) umum pada lingkungan permukiman kumuh Kabupaten Pringsewu;
Kabupaten Pringsewu APBD Kab, Swasta
Pemkab
i. fasilitasi pembangunan instalasi pengolahan limbah untuk kawasan industri rumah tangga;
Kabupaten Pringsewu APBD Kab, Swasta
Pemkab
j. pengendalian limbah hasil kegiatan industri menengah-besar dan jasa melalui Kajian Lingkungan Hidup Strategis;
Kabupaten Pringsewu APBD Kab, Swasta
Pemkab
k. setiap kegiatan industri wajib memiliki instalasi pengolahan limbah;
Kabupaten Pringsewu APBD Kab, Swasta
Pemkab
l. penerapan sanksi dan pola insentif-disinsentif terkait pengendalian limbah, khususnya kegiatan industri;dan
Kabupaten Pringsewu APBD Kab, Swasta
Pemkab
m. pengadaan instalasi pengolahan limbah untuk B3 pada setiap kegiatan industri.
Kabupaten Pringsewu APBD Kab, Swasta
Pemkab
No Program Kegiatan Lokasi
Tahun Pelaksanaan
Sumber Dana Pelaksana Tahap I TahapII Tahap III Tahap IV
2012 2013 2014 2015 2016 17-21 22-26 27-31
D. pengembangan sistem drainase
e. mempertahankan sistem dan saluran drainase yang ada dan merevitalisasi saluran drainase eksisting sesuai dengan jenis dan klasifikasi saluran;
Kabupaten Pringsewu APBD Kab, Swasta
Pemkab
f. pengembangan sistem drainase terpadu khususnya bagi kawasan perkotaan PKWp, PKL, dan PPK serta kawasan industri di Kecamatan Pringsewu, Kecamatan Gadingrejo dan Kecamatan Pagelaran;
Kabupaten Pringsewu APBD Kab, Swasta
Pemkab
g. pengembangan penahan sekaligus pengatur aliran hasil limpasan air hujan yang tidak sempat diserap tanah sehingga aliran tidak terpusat pada salah satu saluran drainase yang dapat menyebabkan terjadi limpasan pada daerah sekitarnya; dan
Kabupaten Pringsewu APBD Kab, Swasta
Pemkab
h. pembangunan pengendali banjir pada kawasan di sepanjang aliran Way Sekampung.
Kabupaten Pringsewu APBD Kab, Swasta
Pemkab
E. pengembangan jalur dan ruang evakuasi bencana
c. perwujudan penyediaan jalur dan ruang evakuasi bencana; dan
Kabupaten Pringsewu APBD Kab,
Pemkab
d. penyusunan mitigasi bencana Kabupaten Pringsewu APBD Kab,
Pemkab
BUPATI PRINGSEWU,
SUJADI
Tabel 2. Indikasi Program Utama (Perwujudan Rencana Pola Ruang Kabupaten Pringsewu)
No Program Kegiatan Lokasi
Tahun Pelaksanaan
Sumber Dana Pelaksana 2012 2013 2014 2015 2016 17-21 22-26 27-31
1. Perwujudan Kawasan Lindung
1.1. Perwujudan Kawasan Hutan Lindung
A. Hutan Lindung
a. reboisasi pada lahan-lahan kritis melalui kerjasama dengan berbagai lembaga peduli hutan, lintas instansi pemerintah dan masyarakat setempat;
Kabupaten Pringsewu
APBN/APBD Kab Dephut/Pemkab
b. rehabilitasi kawasan hutan lindung, penguatan program dan pemberdayaan masyarakat
APBN/APBD Prov/Kab dan Swasta
Dephut/Pemkab
c. pengawasan dan pengamanan kawasan hutan lindung
d. penegakan hukum bagi kegiatan pembalakan liar dengan penanganan persuasif, preventif dan represif secara berkelanjutan.
APBD Kab Dephut/Pemkab
1.2. Perwujudan Kawasan Perlindungan Setempat
A. kawasan sempadan sungai
g. penertiban bangunan permukiman, publik dan komersial yang berada pada garis sempadan sungai secara bertahap sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan memperhatikan kearifan lokal;
Kabupaten Pringsewu APBD Kab Pemkab
h. normalisasi dan rehabilitasi kawasan sempadan sungai;
Kabupaten Pringsewu APBD Kab Pemkab
i. pengembangan konsep bangunan menghadap sungai;
Kabupaten Pringsewu APBD Kab Pemkab
j. pembangunan jalan inspeksi pada kawasan sungai yang melalui kawasan perkotaan dan atau permukiman
Kabupaten Pringsewu APBD Kab Pemkab
k. konservasi lahan pada jalur kanan kiri sungai yang potensial erosi dan longsor
Kabupaten Pringsewu APBD Kab Pemkab
l. pemanfaatan garis sempadan sungai diarahkan untuk kegiatan budi daya tanaman
Kabupaten Pringsewu APBD Kab Pemkab
No Program Kegiatan Lokasi
Tahun Pelaksanaan
Sumber Dana Pelaksana 2012 2013 2014 2015 2016 17-21 22-26 27-31
keras bernilai ekologis dan ekonomis, tanaman sayuran, dan lainnya
B. Pengelolaan kawasan sempadan mata air
d. menertibkan bangunan permukiman, publik dan komersial yang berada pada sempadan mata air secara bertahap sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan memperhatikan kearifan lokal;
Kabupaten Pringsewu APBD Kab Pemkab
e. normalisasi dan rehabilitasi kawasan sempadan mata air; dan
Kabupaten Pringsewu APBD Kab Pemkab
f. mengembangkan ruang terbuka hijau dan kegiatan pariwisata.
Kabupaten Pringsewu APBD Kab Pemkab
C. pengelolaan kawasan sempadan irigasi
e. meningkatkan keandalan air irigasi;
Kabupaten Pringsewu APBD Kab Pemkab
f. mengembangkan prasarana irigasi yang baik;
Kabupaten Pringsewu APBD Kab Pemkab
g. mengembangkan sumber daya manusia pengelola irigasi;
Kabupaten Pringsewu APBD Kab Pemkab
h. pengelolaan daerah sempadan irigasi untuk menunjang keberlangsungan kegiatan petani.
Kabupaten Pringsewu APBD Kab Pemkab
1.3. Perwujudan Kawasan Rawan Bencana Alam
A. pengelolaan mitigasi bencana banjir
f. melakukan pemetaan kawasan rawan banjir;
Kabupaten Pringsewu APBD Kab Pemkab
g. rehabilitasi dan reboisasi kawasan hulu dan daerah Sempadan Sungai (DAS);
Kabupaten Pringsewu APBD Kab Pemkab
h. pembangunan waduk pengendali daya rusak air;
Kabupaten Pringsewu APBD Kab Pemkab
i. sosialisasi teknis mitigasi banjir kepada masyarakat terdampak; dan
Kabupaten Pringsewu APBD Kab Pemkab
j. penetapan sebagian dari kawasan banjir sebagai kawasan lindung karena merupakan bagian dari ekosistem rawa/tanah basah (wet land).
Kabupaten Pringsewu APBD Kab Pemkab
B. pengelolaan mitigasi bencana tanah longsor
l. penguatan lereng rawan longsor di sepanjang sisi jalan raya;
Kabupaten Pringsewu APBD Kab Pemkab
No Program Kegiatan Lokasi
Tahun Pelaksanaan
Sumber Dana Pelaksana 2012 2013 2014 2015 2016 17-21 22-26 27-31
m. rehabilitasi dan reboisasi daerah-daerah penyangga dan resapan air terutama di wilayah dengan kemiringan > 40% (lebih dari empat puluh persen);
Kabupaten Pringsewu APBD Kab Pemkab
n. pengendalian penebangan dan pemanfaatan lahan di daerah penyangga dan resapan air;
Kabupaten Pringsewu APBD Kab Pemkab
o. pengendalian penambangan pada daerah-daerah penyangga dan resapan air;
Kabupaten Pringsewu APBD Kab Pemkab
p. pengendalian pemukiman di daerah penyangga, resapan air dan daerah rawan longsor;
Kabupaten Pringsewu APBD Kab Pemkab
q. inventarisasi dan pengawasan ketat daerah-daerah rawan longsor;
Kabupaten Pringsewu APBD Kab Pemkab
r. pemasangan rambu-rambu bahaya pada daerah rawan longsor di setiap wilayah kecamatan;
Kabupaten Pringsewu APBD Kab Pemkab
s. penguatan kelembagaan masyarakat dalam penanganan bencana tanah longsor;
Kabupaten Pringsewu APBD Kab Pemkab
t. peraturan daerah yang mengatur sanksi hukum bagi pelanggaran tata ruang di daerah rawan longsor; dan
Kabupaten Pringsewu APBD Kab Pemkab
u. penguatan dan peningkatan kerjasama dan partisipasi organisasi non pemerintah
Kabupaten Pringsewu APBD Kab Pemkab
v. sosialisasi daerah rawan longsor kemiringan > 40%(lebih dari empat puluh persen).
Kabupaten Pringsewu APBD Kab Pemkab
C. Pengelolaan mitigasi bencana puting beliung
d. standarisasi kualitas bangunan tahan angin puting beliung, terutama bangunan/obyek vital dan perumahan penduduk di seluruh wilayah Kabupaten;
Kabupaten Pringsewu APBD Kab Pemkab
e. sosialisasi tanggap darurat dan Kabupaten Pringsewu APBD Kab Pemkab
No Program Kegiatan Lokasi
Tahun Pelaksanaan
Sumber Dana Pelaksana 2012 2013 2014 2015 2016 17-21 22-26 27-31
mekanisme evakuasi korban angin puting beliung di seluruh wilayah kabupaten; dan
f. penguatan kelembagaan dan mekanisme penanganan bencana angin puting beliung di Kabupaten Pringsewu.
Kabupaten Pringsewu APBD Kab Pemkab
D. Pengelolaan mitigasi bencana gempa bumi
i. pemasangan alarm dan komunikasi tanda bahaya (alarm warning systems) di seluruh setiap wilayah padat penduduk;
Kabupaten Pringsewu APBD Kab Pemkab
j. penguatan kapasitas masyarakat Kabupaten Pringsewu dalam menghadapi bahaya gempa bumi;
Kabupaten Pringsewu APBD Kab Pemkab
k. standarisasi kualitas bangunan tahan gempa bumi, terutama bangunan/obyek vital dan perumahan penduduk di Kabupaten Pringsewu;
Kabupaten Pringsewu APBD Kab Pemkab
l. sosialisasi tanggap darurat dan mekanisme evakuasi korban gempa bumi di Kabupaten Pringsewu;
Kabupaten Pringsewu APBD Kab Pemkab
m. penguatan kelembagaan dan mekanisme penanganan bencana gempa bumi di Kabupaten Pringsewu;
Kabupaten Pringsewu APBD Kab Pemkab
n. pembangunan dan penguatan sistem komunikasi ke daerah-daerah terpencil di Kabupaten Pringsewu;
Kabupaten Pringsewu APBD Kab Pemkab
o. penguatan akses informasi dan komunikasi ke dan dari instansi-instansi yang menangani kegempaan dan kebencanaan; dan
Kabupaten Pringsewu APBD Kab Pemkab
p. penguatan dan peningkatan kerjasama dan partisipasi organisasi non pemerintah dalam penanganan bencana gempa bumi.
Kabupaten Pringsewu APBD Kab Pemkab
2. Perwujudan Kawasan Budidaya
No Program Kegiatan Lokasi
Tahun Pelaksanaan
Sumber Dana Pelaksana 2012 2013 2014 2015 2016 17-21 22-26 27-31
2.1 Perwujudan Kawasan Pertanian
A. Perwujudan Kawasan Pertanian Tanaman Pangan
a. Peningkatan pelayanan irigasi teknis/desa dengan jaminan pasokan air yang mencukupi.
Seluruh kecamatan
APBD Kab Pemkab
b. Pembangunan infrastruktur pendukung pertanian, seperti jalan produksi, pengolahan hasil panen, pemadaran hasil pertanian (terminal agribisnis)
APBN/APBD Prov Pusat/ Pemprov/Pemkab
c. Peningkatan produksi pertanian sawah melalui intensifikasi lahan
APBN/APBD Prov Pusat/ Pemprov/Pemkab
d. Untuk meningkatkan pendapatan petani perlu dikembangkan padi organik bersertifikat sehingga sebagian hasil panen dapat dijual dengan nilai ekonomi yang tinggi
APBD Kab Pemkab
e. Diperlukan berbagai insentif (keringanan pajak/retribusi dan subsidi) guna meningkatkan produktivitas lahan dan kinerja petani
APBD Kab Pemkab
f. Penguatan lembaga petani terkait dengan pengelolaan air (irigasi), pengadaan sarana produksi, panen dan pengolahan pasca panen termasuk pemasaran
APBD Kab Pemkab
B. Perwujudan Pertanian Holtikultura
a. Penetapan kawasan dan sentra pertanian hortikultura
Seluruh kecamatan
APBD Kab Pemkab
b. Penetapan untuk komoditas unggulan sesuai karakteristik sub kawasan
APBD Kab Pemkab
c. Peningkatan produksi komoditas melalui intensifikasi lahan
APBD Kab Pemkab
d. Pembangunan prasarana dan sarana pertanian
APBN/APBD Prov Pusat/ Pemprov/Pemkab
e. Penguatan kelembagaan petani terkait dengan pengelolaan lahan, penggunaan pupuk organik, pengangkutan, pengolahan
APBD Kab Pemkab
No Program Kegiatan Lokasi
Tahun Pelaksanaan
Sumber Dana Pelaksana 2012 2013 2014 2015 2016 17-21 22-26 27-31
dan pemasaran serta pemodalan
C. Perwujudan Kawasan Perkebunan
a. penetapan deliniasi kawasan perkebunan yang potensial dan tidak berada pada kawasan lindung
Seluruh kecamatan
APBD Kab Pemkab
b. peningkatan produksi komoditas unggulan melalui intensifikasi lahan, pemberian bantuan sarana produksi perkebunan, peningkatan keterampilan budi daya dan pengolahan pasca panen
APBD Kab Pemkab
c. pembangunan infrastruktur kawasan agropolitan yang terdiri dari sub sistem :
APBN/APBD Prov Pusat/Pemerintah Provinsi
1. Subsistem Hulu (Up Stream) sarana produksi pertanian (industri pembibitan, agrokimia, agrootomotif)
2. Subsistem Usaha Tani (On Farm) produksi pertanian primer
3. Subsistem Hilir (Down Stream) pengolahan hasil pertanian dan perdagangan
4. Subsistem Kelembagaan (Supporting Institution) perbankan, transportasi, penelitian dan pengembangan, kebijakan pemerintah, penyuluhan dan konsultan
D. Perwujudan Kawasan Peternakan
j. Pengembangan sentra peternakan ternak sapi
Kecamatan Pringsewu dan Kecamatan Gadingrejo
APBD Kab Pemkab
k. pengembangan ternak kambing
Kecamatan Sukoharjo dan Kecamatan Banyumas
APBD Kab Pemkab
No Program Kegiatan Lokasi
Tahun Pelaksanaan
Sumber Dana Pelaksana 2012 2013 2014 2015 2016 17-21 22-26 27-31
l. pengembangan ternak domba
Kecamatan Pringsewu dan Ambarawa
APBD Kab Pemkab
m. pengembangan peternakan unggas
Kecamatan Gadingrejo dan Kecamatan Pagelaran
APBD Kab Pemkab
n. pengembangan sentra bibit unggul akan dikembangkan
Kecamatan Sukoharjo dan Kecamatan Gadingrejo
APBD Kab Pemkab
o. pengembangan pengolahan pakan ternak akan dikembangkan
Kecamatan Sukoharjo dan Kecamatan Pagelaran
APBD Kab Pemkab
p. pengembangan kawasan integrasi seperti :
APBD Kab Pemkab
kawasan integrasi perternakan – tanaman pangan dan hortikultura (organic farm)
Kecamatan Sukoharjo dan Kecamatan Pagelaran
APBD Kab Pemkab
kawasan integrasi
perternakan – perkebunan
Kecamatan Sukoharjo dan Kecamatan Pagelaran
APBD Kab Pemkab
kawasan integrasi
perternakan – perikanan
Kecamatan Sukoharjo dan Kecamatan Pagelaran
APBD Kab Pemkab
q. pengembangan pakan ternak lokal dengan mengandalkan hasil pertanian dan perikanan lokal
Kecamatan Sukoharjo dan Kecamatan Pagelaran
APBD Kab Pemkab
r. pengendalian dan peningkatan
pelayanan perijinan usaha
Kecamatan Sukoharjo dan Kecamatan Pagelaran
APBD Kab Pemkab
3.2 Perwujudan Kawasan Perikanan
Pengembangan j. pelaksanaan desain teknis detail sentra perikanan;
Kabupaten Pringsewu APBD Prov/Kab Pemprov/Pemkab
k. pemantapan pembiayaan pembangunan pembangunan melalui Dana Alokasi Khusus (DAK);
Kabupaten Pringsewu APBD Prov/Kab Pemprov/Pemkab
l. pemberian bantuan modal dan sarana perikanan lainnya;
Kabupaten Pringsewu APBD Prov/Kab Pemprov/Pemkab
m. peningkatan pemasaran, standar mutu, dan nilai tambah produk perikanan;
Kabupaten Pringsewu APBD Prov/Kab Pemprov/Pemkab
n. penguatan kelembagaan dan Kabupaten Pringsewu APBD Prov/Kab Pemprov/Pemkab
No Program Kegiatan Lokasi
Tahun Pelaksanaan
Sumber Dana Pelaksana 2012 2013 2014 2015 2016 17-21 22-26 27-31
tata laksana kelembagaan pemasaran produk perikanan;
o. pengembangan sistem data, statistik dan informasi perikanan;
Kabupaten Pringsewu APBD Prov/Kab Pemprov/Pemkab
p. peningkatan akses nelayan dan pembudi daya ikan terhadap lembaga keuangan dan bank;
Kabupaten Pringsewu APBD Prov/Kab Pemprov/Pemkab
q. pengembangan teknologi pengolahan hasil perikanan akan dikembangkan
Kecamatan Pagelaran APBD Prov/Kab Pemprov/Pemkab
r. pengembangan balai benih induk akan dikembangkan
Kecamatan Gadingrejo
APBD Prov/Kab Pemprov/Pemkab
s. Pengembangan dan pemantapan kawasan minapolitan di Kecamatan Pagelaran
Kecamatan Pagelaran.
APBD Prov/Kab Pemprov/Pemkab
3.3 Perwujudan Kawasan Pertambangan
A. pengelolaan dan pengembangan serta pembinaan dan pengawasan bidang pertambangan dan energi Pertambangan
a. inventarisasi sumberdaya mineral, pembinaan, dan pengawasan bidang pertambangan dan galian mineral logam, mineral non logan dan batuan serta air bawah tanah, yang berpotensi untuk dieksploitasi dalam skala ekonomi;
Seluruh kecamatan
APBN/APBD Prov Pemprov/Pemkab
b. melakukan kajian daya dukung lingkungan untuk ekploitasi bahan tambang dan galian; APBN/APBD Prov Pemprov/Pemkab
c. penetapan satuan Wilayah Pertambangan (WP) yang meliputi Wilayah Usaha Pertambangan (WUP), Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) dan Wilayah Pertambangan Negara (WPN) dengan pertimbangan perlindungan lingkungan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat lokal;
APBN/APBD Prov Pemprov/Pemkab
d. penyusunan profil potensi, prosedur dan mekanisme
APBN/APBD Prov Pemprov/Pemkab
No Program Kegiatan Lokasi
Tahun Pelaksanaan
Sumber Dana Pelaksana 2012 2013 2014 2015 2016 17-21 22-26 27-31
perizinan serta rencana bisnis (bussines plan) untuk masing-masing WUP, WPR dan WPN;
e. melakukan kajian sumberdaya energi alternatif untuk pedesaan;
APBN/APBD Prov Pemprov/Pemkab
f. penerapan sistem ramah lingkungan untuk mengurangi dampak kerusakan lingkungan;
g. perbaikan lingkungan pasca tambang melalui rehabilitasi dan reklamasi tambang; dan
APBN/APBD Prov Pemprov/Pemkab
h. promosi untuk menarik investasi pengembangan bidang pertambangan dan energi.
APBN/APBD Prov Pemprov/Pemkab
B. pengembangan pembangkit listrik energi alternatif
a. melakukan kajian pengembangan energi alternatif bekerjasama dengan berbagai lembaga seperti Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI);
Kabupaten Pringsewu APBN/APBD Prov Pemprov/Pemkab
b. pelaksanaan perencanaan pemanfaatan energi alternatif;dan
Kabupaten Pringsewu APBN/APBD Prov Pemprov/Pemkab
c. mencari sumber pembiayaan dan investor untuk pelaksanaan pengembanganpembangkit listrik dan energi alternatif.
Kabupaten Pringsewu APBN/APBD Prov Pemprov/Pemkab
d. Perbaikan lingkungan pasca tambang melalui rehabilitasi dan reklamasi tambang
Kabupaten Pringsewu APBN/APBD Prov Pemprov/Pemkab
3.4 Perwujudan Kawasan Industri
Perwujudan Kawasan Industri
h. pengembangan kegiatan industri pengolahan hasil perikanan
Kecamatan Pagelaran APBD Prov/Kab Pemprov/Pemkab
i. pengembangan kegiatan industri pengolahan hasil peternakan
Kecamatan Gadingrejo
APBD Prov/Kab Pemprov/Pemkab
j. pengembangan kegiatan Kecamatan APBD Prov/Kab Pemprov/Pemkab
No Program Kegiatan Lokasi
Tahun Pelaksanaan
Sumber Dana Pelaksana 2012 2013 2014 2015 2016 17-21 22-26 27-31
industri berbasis agribisnis yang mengolah hasil pertanian dan perkebunan
Sukoharjo, Kecamatan Adiluwih, Kecamatan Pagelaran, Kecamatan Banyumas dan Kecamatan Gadingrejo
k. pengembangan industri skala menengah diarahkan
Kecamatan Adiluwih
APBD Prov/Kab Pemprov/Pemkab
l. penyediaan prasarana dan sarana pengolahan industri;
Kabupaten Pringsewu
APBD Prov/Kab Pemprov/Pemkab
m. pengembangan kegiatan industri rumah tangga di seluruh wilayah, sepanjang memenuhi syarat lingkungan, dan ketentuan yang berlaku serta tidak mengganggu dan berada di luar kawasan lindung;dan
Kabupaten Pringsewu
APBD Prov/Kab Pemprov/Pemkab
n. pengembangan sistem pengelolaan limbah industri dan persampahan serta diharuskan untuk mengolah limbah baik cair, padat maupun gas agar sesuai dengan baku mutunya.
Kabupaten Pringsewu
APBD Prov/Kab Pemprov/Pemkab
3.5 Perwujudan Kawasan Pariwisata
A. pengembangan kawasan wisata alam, wisata budaya, wisata buatan dan wisata minapolitan
a. melengkapi kawasan wisata dengan fasilitas penunjang wisata;
Kabupaten Pringsewu
b. melakukan promosi kawasan wisata melalui berbagai media;
Kabupaten Pringsewu APBD Kab Pemkab
c. melaksanakan berbagai event promosi; dan
Kabupaten Pringsewu APBD Kab Pemkab
d. melakukan kerjasama dengan berbagai biro perjalanan dalam upaya pemasaran yang progresif.
Kabupaten Pringsewu APBD Kab Pemkab
B. Pengembangan potensi sumber
a. inventarisasi sumber daya alam yang berpotensi sebagai objek wisata;
Kabupaten Pringsewu APBD Kab Pemkab
No Program Kegiatan Lokasi
Tahun Pelaksanaan
Sumber Dana Pelaksana 2012 2013 2014 2015 2016 17-21 22-26 27-31
daya alam sebagai objek–objek wisata dalam satu kesatuan sistem pengelolaan yang terpadu
b. membentuk pusat informasi pariwisata terpadu dan sistem informasi manajemen promosi pariwisata daerah; dan
APBD Kab Pemkab
c. meningkatan promosi dan investasi kepariwisataan.
APBD Kab Pemkab
d. Penyusunan rencana induk pengembangan pariwisata kabupaten pringsewu.
APBD Kab Pemkab
3.6 Perwujudan Kawasan Permukiman
A. Perwujudan Kawasan Permukiman Perkotaan
a. pemetakan zona permukiman eksisiting dan kawasan siap bangun
Pringsewu, Gadingrejo dan Pagelaran
APBD Kab
Pemkab
Daya tampung kota, lahan dengan kemiringan di atas 15 %
Rencana pembangunan perumahan pegawai
Rencana pengembangan fasilitas utama kota (Islamic Center, Stadion Olah Raga)
Rencana pengembangan kawasan perdagangan dan jasa
APBD Kab
Pemkab
b. identifikasi kelengkapan dan cakupan layan fasilitas dan utilitas utama pada masing-masing blok dan perkiraan kebutuhan sampai tahun 2031, seperti : Jalan lingkungan Sistem jaringan
prasarana air minum Sistem jaringan
prasarana listrik Sistem jaringan
prasarana telekomunikasi Sistem pengelolaan
sampah (gerobak, TPS dan sebuah TPA)
Sistem drainase dan
Pringsewu, Gadingrejo dan Pagelaran
APBD Kab
Pemkab
No Program Kegiatan Lokasi
Tahun Pelaksanaan
Sumber Dana Pelaksana 2012 2013 2014 2015 2016 17-21 22-26 27-31
pengelolaan limbah
c. pencegahan banjir melalui pengelolaan daerah tangkapan air berupa biophori maupun danau buatan di kawasan permukiman
Pringsewu, Gadingrejo dan Pagelaran
APBD Kab
Pemkab
d. identifikasi lokasi kelompok permukiman yang berada pada kawasan rawan bencana alam dan merekomendasikan mitigasinya/relokasi
Pringsewu, Gadingrejo dan Pagelaran
APBD Kab
Pemkab
e. revitalisasi kawasan tradisional/etnis/ bersejarah yaitu kawasan yang mempunyai bangunan bersejarah yang bernilai atau bermakna penting
APBD Kab
Pemkab
f. peningkatan penyehatan lingkungan permukiman
APBD Kab
Pemkab
g. identifikasi seluruh bangunan yang berada pada kawasan aman bencana alam, namun tidak memenuhi syarat teknis tahan gempa dan merekomendasikan solusi teknisnya
APBD Kab
Pemkab
h. penyusunan rencana teknis tata ruang kota dengan pendekatan mitigasi bencana dan pencadangan kawasan permukiman baru (kasiba dan lisiba) dengan rencana pembangunan prasarana permukiman yang lebih terarah, efektif, efisien, produktif, aman dan berkelanjutan
APBD Kab
Pemkab
i. pengadaan perumahan melalui subsidi KPR-Rumah Sangat Sederhana
APBD Kab
Pemkab
j. penataan, perbaikan dan peningkatan kualitas lingkungan permukiman
APBD Kab Pemkab
B. Perwujudan Permukiman Perdesaan
No Program Kegiatan Lokasi
Tahun Pelaksanaan
Sumber Dana Pelaksana 2012 2013 2014 2015 2016 17-21 22-26 27-31
Kawasan Permukiman Perdesaan
Identifikasi kebutuhan perumahan dan penyediaan perumahan perdesaan melalui bantuan pemerintah dan pembangunan perumahan swadaya
Kawasan perdesaan di seluruh wilayah kecamatan selain pusat kegiatan.
APBD Kab Pemkab
relokasi kelompok permukiman perdesaan dalam kawasan lindung
APBD Kab Pemkab
klasifikasi kelompok permukiman yang berada pada kawasan budi daya yang mempunyai akses tinggi, sedang dan rendah
APBD Kab Pemkab
identifikasi kelengkapan prasarana dan sarana permukiman pada masing-masing kelompok permukiman dan merekomendasikan rencana pembangunannya
APBD Kab Pemkab
penyediaan prasarana dan sarana permukiman skala perdesaan dengan memperhatikan prinsip pemerataan, pengentasan kemiskinan, peningkatan kualitas hidup, efesiensi dan efektivitas
APBD Kab Pemkab
3.7 Perwujudan Kawasan Peruntukan Lainnya
Perwujudan Kawasan Peruntukan Lainnya
e. Pembangunan kawasan komplek markas Kepolisian Resor (POLRES) Kabupaten Pringsewu di Kecamatan Gadingrejo;
Lokasi di Kecamatan Gadingrejo
APBD Prov/Kab Pemprov/Pemkab
f. Pembangunan komplek markas komando Distrik Militer (Makodim) di Kecamatan Gadingrejo;
Lokasi di Kecamatan Gadingrejo
APBD Prov/Kab Pemprov/Pemkab
g. Pembangunan komplek markas Kepolisian Sektor (POLSEK) yang berada di setiap kecamatan di wilayah Kabupaten
di seluruh kecamatan APBD Prov/Kab Pemprov/Pemkab
h. Pembangunan komplek rayon militer (KORAMIL) yang berada di setiap kecamatan di wilayah Kabupaten.
di seluruh kecamatan APBN, APBD Prov/Kab
Pemprov/Pemkab
Tabel 3. Indikasi Program Utama (Perwujudan Rencana Kawasan Strategis Kabupaten Pringsewu)
No Program Kegiatan Lokasi Tahun Pelaksanaan
Sumber Dana Pelaksana 2012 2013 2014 2015 2016 17-21 22-26 27-31
1
Kawasan strategis ekonomi
c. pengembangan dan pemantapan kawasan perdagangan regional
Perkotaan Pringsewu
APBN/APBD Kab Dep. PU/ Pemkab Kabupaten
d. pengembangan dan pemantapan kawasan agropolitan
Gadingrejo APBD Prov/Kab Pemkab Kabupaten
e. penyusunan rencana tata ruang kawasan strategis agropolitan Gadingrejo
Gadingrejo APBD Kab Pemkab Kabupaten
f. pengembangan dan pemantapan kawasan minapolitan
Pagelaran APBD Kab, Swasata
Pemkab Kabupaten
g. penyusunan rencana tata ruang kawasan strategis minapolitan pagelaran.
pagelaran APBD Kab Pemkab Kabupaten
2 Kawasan social budaya
c. pengembangan dan pemantapan kawasan pusat pengembangan pendidikan di Kecamatan Gadingrejo; dan
Gadingrejo APBD Kab Pemkab
d. pengembangan dan pemantapan kawasan pariwisata budaya di Desa Margakarya, Kecamatan Pringsewu dan Kecamatan Pardasuka.
Desa Pekon Margakarya, Kecamatan Pringsewu dan Kecamatan
Pardasuka.
APBD Kab Pemkab
BUPATI PRINGSEWU,
SUJA
111
LAMPIRAN V : PERATURAN DAERAH KABUPATEN PRINGSEWU
NOMOR : 02 TAHUN 2012
TANGGAL : 14 FEBRUARI 2012
TABEL 4. Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pringsewu Tahun 2011-2031
Pola Ruang Kawasan Kabupaten
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi
Ketentuan Umum Kegiatan Ketentuan Umum Intensitas Bangunan
Ketentuan Umum Prasarana Minimum
Ketentuan Umum Lainnya Diperbolehkan/Diizinkan Dilarang/Diizinkan Dengan Syarat
A. Kawasan Lindung
A1.Kawasan Lindung yang Memberikan Perlindungan Kawasan Bawahannya
Kawasan Hutan Lindung
Kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir,mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah
Dalam kawasan hutan lindung masih diperkenankan dilakukan kegiatan lain yang bersifat komplementer terhadap fungsi hutan lindung sebagaimana ditetapkan dalam KepmenHut Nomor 50 tahun 2006;
Diperbolehkan apabila ada hutan produksi dan kegiatan budidaya lainnya yang masuk dalam hutan lindung dengan disertai upaya konservasinya menjadi hutan produksi terbatas;
Pada kawasan lindung, kegiatan budidaya yang diperkenankan adalah kegiatan yang tidak mengolah tanah secara intensif seperti hutan atau tanaman keras yang panennya atas dasar penebangan pohon secara terbatas/terpilih sehingga tidak terjadi erosi tanah atau merubah bentang alam seperti penambangan bahan galian atau perindustrian, kecuali kegiatan tersebut mempunyai nilai ekonomi tinggi bagi kepentingan kabupaten, nasional maupun regional;
Kelestarian sumber air di dalam
kawasan hutan, hutan cadangan, dan hutan lainnya harus dipertahankan.
Dilarang apabila kegiatan yang ada di hutan lindung tidak menjamin fungsi lindung. Dengan demikian secara bertahap dikembalikan pada fungsi hutan lindung. Proses peralian fungsi disesuaikan dengan kondisi fisik, sosial ekonomi setempat, dan kemampuan pemerintah dengan pengembalian yang layak;
Siapapun dilarang melakukan penebangan pohon dalam radius/ jarak tertentu dari mata air, tepi jurang, waduk, sungai, dan anak sungai yang terletak di dalam kawasan hutan,
hutan cadangan dan hutan lainnya;
Tidak diperbolehkan adanya perbuatan hukum yang potensial mempersulit perwujudan kegiatan hutan lindung seperti pewarisan untuk permukiman, atau jual beli pada pihak yang ingin mengolah tanah secara intensif atau membangun bangunan fisik;
Pembatasan pembangunan sarana dan
prasarana. Bangunan yang sudah ada dan tidak mengganggu fungsi lindung masih diperkenankan selama dapat memenuhi ketentuan tata bangunan dan tetap melakukan tindakan konservasi. Bangunan baru tidak diijinkan;
Kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang bertujuan untuk mengambil bahan bahan galian yang dilakukan di dalam kawasan hutan atau hutan cadangan, diberikan oleh instansi yang berwenang setelah mendapat persetujuan Menteri;
Kegiatan pertambangan di kawasan hutan lindung masih diperkenankan sepanjang tidak dilakukan secara terbuka, dengan syarat harus dilakukan reklamasi areal bekas
KDB yang diijinkan≤10%, KLB 10≤% dan KDH ≥90%
Pembangunan sarana dan prasarana pada kawasan ini dibatasi. Bangunan yang sudah ada dan tidak mengganggu fungsi lindung masih diperkenankan selama dapat memenuhi ketentuan tata
bangunan dan tetap melakukan tindakan konservasi. Bangunan baru tidak diijinkan.
Jalan setapak dan gazebo
Kegiatan yang sudah ada dan tidak menjamin fungsi lindung, secara bertahap dikembalikan pada fungsinya, dimana pelaksanaannya disesuaikan dengan kondisi fisik, sosial dan ekonomi setempat, dan kemampuan pemerintah disertai penggantian yang laya;
Tanah rusak atau tanah gundul yang ada di hutan lindung segera dilakukan reboisasi, dan yang berada di luar hutan lindung dilakukan penghijauan;
Hak atas tanah yang sudah ada di hutan lindung tetap dihormati dan masih boleh dikuasai sepanjang kegiatan dan penggunaan tanahnya memenuhi fungsi lindung dan melakukan tindakan konservasi secara intensif;
Di dalam kawasan hutan dan hutan cadangan dilarang melakukan pemungutan hasil hutan dengan menggunakan alat-alat yang tidak sesuai dengan kondisi tanah dan lapangan atau melakukan perbuatan
lain yang dapat menimbulkan kerusakan tanah dan tegakan;
Pola Ruang Kawasan Kabupaten
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi
Ketentuan Umum Kegiatan Ketentuan Umum Intensitas Bangunan
Ketentuan Umum Prasarana Minimum
Ketentuan Umum Lainnya Diperbolehkan/Diizinkan Dilarang/Diizinkan Dengan Syarat
penambangan sehingga kembali berfungsi sebagai kawasan lindung;
Kawasan hutan lindung dapat dialihfungsikan sepanjang mengikuti prosedur dan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku;
Pembangunan prasarana wilayah yang harus melintasi hutan lindung dapat diperkenankan dengan ketentuan :
~ Tidak menyebabkan terjadinya perkembangan pemanfaatan ruang budidaya di sepanjang jaringan prasarana tersebut;
~ Mengikuti ketentuan yang ditetapkan oleh
Menteri Kehutanan.
Rehabilitasi dilakukan dengan cara: a. pengayaan sumber daya hayati; b. perbaikan habitat; c. perlindungan spesies biota laut
agar tumbuh dan d. berkembang secara alami;
danramah lingkungan.
A2. Kawasan Perlindungan Setempat
Sempadan Sungai
Kawasan sepanjang kiri-kanan sungai, termasuk sungaibuatan/kanal/ saluran irigasi primer yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai
Kawasan sempadan sungai adalah kawasan sepanjang kiri-kanan sungai, termasuk sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai dengan lebar sempadan sebagai berikut :
~ Bertanggul dan berada dalam kawasan permukiman dengan lebar paling sedikit 5 (lima) meter dari kaki
tanggul sebelah luar
~ Tidak bertanggul dan berada diluar kawasan permukiman dengan lebar minimal paling sedikit 100 (seratus) meter dari tepi sungai
~ Tidak bertanggul pada sungai kecil diluar kawasan permukiman dengan lebar paling sedikit 50 (lima puluh)
Dilarang mendirikan bangunan di kawasan sempadan sungai yang belum terbangun (IMB tidak diberikan);
Dilarang mendirikan bangunan kecuali bangunan yang dimaksudkan untuk pengelolaan badan air dan/atau pemanfaatan air;
Kegiatan/bentuk bangunan yang secara sengaja dan jelas menghambat arah dan intensitas aliran air sama sekali tidak diperbolehkan;
KDB yang diijinkan 10%, KLB10%, KDH 90%
Sempadan sungai besar di luar kawasan permukiman adalah 100 meter, sedangkan sempadan anak-anak sungai sebesar 50 meter, sempadan sungai dan anak sungai yang melewati permukiman minimal 15 meter
Dilarang mendirikan bangunan di kawasan sempadan sungai yang belum terbangun (IMB tidak diberikan)
Pada kawasan sempadan sungai yang belum terbangun diijinkan kegiatan pertanian dengan jenis tanaman yang sesuai seperti tanaman keras, perdu, pelindung sungai, pemasangan papan
reklame/pengumuman, pemasangan fondasi dan rentangan kabel listrik, fondasi jembatan/jalan yg bersifat sosial kemasyarakatan, bangunan
bendung/bendungan dan bangunan lalu lintas air, gardu listrik, bangunan telekomunikasi
Jika aliran sungai berpindah tempat, termasuk kegiatan pelurusan sungai atau kegiatan teknis pengairan lainnya, maka aliran sungai lama menjadi tanah negara bebas yang dapat dimohon hak tanahnya. Prioritas pemberian hak tanah diberikan kepada bekas pemilik tanah yang tanahnya terkena aliran sungai yang baru, sekaligus sebagai kompensasi tanahnya yang hilang;
Tanah timbul di sungai berstatus tanah negara bebas;
Pemilikan atau penguasaan tanah yang tidak sesuai, dibina untuk menyesuaikan kegiatannya agar serasi atau sejalan secara bertahap, dengan jalan membebaskan mereka
Pola Ruang Kawasan Kabupaten
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi
Ketentuan Umum Kegiatan Ketentuan Umum Intensitas Bangunan
Ketentuan Umum Prasarana Minimum
Ketentuan Umum Lainnya Diperbolehkan/Diizinkan Dilarang/Diizinkan Dengan Syarat
meter dari tepi sungai.
Pemanfaatan ruang untuk ruang terbuka hijau;
Pada kawasan sempadan sungai yang belum terbangun diijinkan kegiatan pertanian dengan jenis tanaman yang sesuai seperti tanaman keras, perdu, pelindung sungai, pemasangan papan reklame/pengumuman, pemasangan fondasi dan rentangan kabel listrik, fondasi jembatan/jalan yg bersifat sosial kemasyarakatan, bangunan bendung/bendungan dan bangunan lalu lintas air (seperti dermaga), gardu listrik, bangunan telekomunikasi dan pengontrol/pengukur debit air;
Kegiatan lain yang tidak memanfaatkan lahan secara luas dapat diperbolehkan;
Kegiatan yang mampu melindungi atau memperkuat tebing sungai atau saluran dari kelongsoran, kegiatan yang tidak memperlambat jalannya arus air, kecuali memang sengaja bermaksud untuk memperlambat laju arus air seperti pembuatan cek dam atau krib, atau dam, atau pembelok arus air sungai.
Kegiatan lain yang justru memperkuat fungsi perlindungan kawasan sempadan sungai tetap boleh dilaksanakan tapi dengan pengendalian agar tidak mengubah fungsi kegiatannya di masa yg akan datang;
Untuk kawasan terbangun diadakan program konsolidasi tanah dan pemeliharaan lingkungan, sedangkan yang belum terbangun dilarang memberikan IMB;
Pendirian bangunan dibatasi hanya untuk menunjang fungsi taman rekreasi
~ Dalam kawasan sempadan sungai tidak diperkenankan dilakukan kegiatan budidaya yang mengakibatkan terganggunya fungsi sungai;
~ Dalam kawasan sempadan sungai masih diperkenankan dibangun prasarana wilayah dan utilitas lainnya dengan ketentuan tidak menyebabkan terjadinya perkembangan pemanfaatan ruang budidaya di sepanjang jaringan prasarana tersebut.
dan pengontrol/pengukur debit air;
Jalan Setapak dan Gazebo.
dari pengenaan pajak bumi dan bangunan atau bentuk sumbangan lainnya yang dikaitkan dengan pemilikan atau penguasaan tanah. Apabila ybs tidak mampu melaksanakan penyesuaian dengan sukarela, maka pemerintah baik pusat maupun daerah dapat melakukan pembebasan lahan secara bertahap yang peruntukannya untuk
konservasi.
Sekitar Mata Air
Kawasan sekeliling mata air yang mempunyai manfaat penting untuk kelestarian fungsi mata air
Kegiatan yang diutamakan adalah kegiatan penghutanan atau tanaman tahunan yang produksinya tidak dengan menebang pohon.
Persawahan dan perikanan masih diperkenankan.
Kegiatan yang masih diperkenankan adalah pertanian dengan jenis tanaman yang tidak mengganggu mata air, pemasangan papan reklame/pengumuman, pondasi dan rentangan kabel listrik, kegiatan sosial masyarakat yang tidak menggunakan tanah secara menetap atau terus menerus dan bangunan lalu lintas air untuk mengurangi resiko yang timbul akibat bencana alam.
Dilarang melakukan penggalian atau perubahan bentuk medan atau pembangunan bangunan fisik yang mengakibatkan penutupan jalannya mata air serta mengganggu keberadaan dan kelestarian mata air;
Penetapan kawasan perlindungan setempat radius 200 m dari mata air.
Kawasan dengan radius 15 m daerah mata air harus bebas dari bangunan kecuali bangunan penyaluran air
Prasarana dan sarana yang mendukung pada aspek fungsi lindung kawasan;
Kegiatan yang masih diperkenankan adalah pertanian dengan jenis tanamanyang tidak mengganggu mata air, pemasangan papan reklame / pengumuman, pondasi dan rentangan kabel listrik, kegiatan sosial masyarakat yang tidak menggunakan tanah secara menetap atau terus menerus dan bangunan lalu lintas air;
Dalam kawasan rawan bencana masih dapat dilakukan pembangunan prasarana penunjang untuk mengurangi resiko bencana alam dan
pemasangan sitem peringatan
Kegiatan yang sudah ada dan dapat mengganggu fungsi kawasan dipindahkan dengan penggantian yang layak;
Kawasan sekitar mata air yang sumber airnya dikelola oleh BUMD/ PDAM dapat diberikan hak pakai;
Areal tanah pada kawasan sempadan mata air dikuasai langsung oleh negara dan jika dikuasai masyarakat, maka diadakan penggantian yang layak;
Tindakan konservasi yang diutamakan adalah yang bersifat vegetatif;
Kegiatan yang sifatnya tidak sesuai dengan ketentuan, baik secara swadaya maupun penggantian yang layak oleh pemerintah menjadi tanah yang langsung dimiliki oleh negara,
Pola Ruang Kawasan Kabupaten
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi
Ketentuan Umum Kegiatan Ketentuan Umum Intensitas Bangunan
Ketentuan Umum Prasarana Minimum
Ketentuan Umum Lainnya Diperbolehkan/Diizinkan Dilarang/Diizinkan Dengan Syarat
Dalam kawasan sempadan mata air masih diperkenankan dilakukan kegiatan penunjang pariwisata alam sesuai ketentuan yang berlaku;
Perkembangan kawasan permukiman yang sudah terbangun di dalam kawasan rawan bencana alam harus dibatasi dan diterapkan peraturan bangunan (building code) sesuai dengan potensi bahaya/bencana alam, serta
dilengkapi jalur evakuasi;
Kegiatan-kegiatan vital/strategis diarahkan untuk tidak dibangun pada kawasan rawan bencana.
dini (early warning system). dan pemerintah memrogramkan secara bertahap penggunaan tanah yang mampu memelihara kelancaran jalannya mata air;
Dilakukan penyesuaian kegiatan yang mendukung pengkonservasian mata air.
Sempadan Saluran Irigasi
Kegiatan yang diutamakan adalah kegiatan penghutanan atau tanaman tahunan yang produksinya tidak dengan menebang pohon.
Persawahan dan perikanan masih diperkenankan.
Kegiatan yang masih diperkenankan adalah pertanian dengan jenis tanaman yang tidak mengganggu mata air, pemasangan papan reklame/pengumuman, pondasi dan rentangan kabel listrik, kegiatan sosial masyarakat yang tidak menggunakan tanah secara menetap atau terus menerus dan bangunan lalu lintas air untuk mengurangi resiko yang timbul akibat bencana alam.
Dilarang melakukan penggalian atau perubahan bentuk medan atau pembangunan bangunan fisik yang mengakibatkan penutupan jalannya mata air serta mengganggu keberadaan dan kelestarian mata air;
Ditetapkan 5 (lima) meter di kiri dan kanan saluran irigasi primer
Prasarana dan sarana yang mendukung pada aspek fungsi lindung kawasan;
Kegiatan yang masih diperkenankan adalah pertanian dengan jenis tanamanyang tidak mengganggu saluran irigasi,
pemasangan papan reklame / pengumuman, pondasi dan rentangan kabel listrik, kegiatan sosial masyarakat yang tidak menggunakan tanah secara menetap atau terus menerus dan bangunan lalu lintas air;
Dalam kawasan rawan bencana
masih dapat dilakukan pembangunan prasarana penunjang untuk mengurangi resiko bencana alam dan pemasangan sitem peringatan dini (early warning system).
Kegiatan yang sudah ada dan dapat mengganggu fungsi kawasan dipindahkan dengan penggantian yang layak;
Kawasan sekitar mata air yang sumber airnya dikelola oleh BUMD/ PDAM dapat diberikan hak pakai;
Areal tanah pada kawasan sempadan mata air dikuasai langsung oleh negara dan jika dikuasai masyarakat, maka diadakan penggantian yang layak;
Tindakan konservasi yang diutamakan adalah yang bersifat vegetatif;
Kegiatan yang sifatnya tidak sesuai dengan ketentuan, baik secara swadaya maupun penggantian yang layak oleh pemerintah menjadi tanah yang langsung dimiliki oleh negara, dan pemerintah memrogramkan secara bertahap penggunaan tanah yang mampu memelihara kelancaran jalannya mata air;
Dilakukan penyesuaian kegiatan yang mendukung pengkonservasian mata air.
A3. Kawasan Rawan Bencana Alam
Pola Ruang Kawasan Kabupaten
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi
Ketentuan Umum Kegiatan Ketentuan Umum Intensitas Bangunan
Ketentuan Umum Prasarana Minimum
Ketentuan Umum Lainnya Diperbolehkan/Diizinkan Dilarang/Diizinkan Dengan Syarat
Rawan Bencana Banjir
Aliran air sungai yang tingginya melebihi muka airnormal sehingga melimpas dari palung sungai menyebabkan adanya genangan pada lahanrendah disisi sungai
Pembangunan saluran drainase dan kegiatan yang pencegah bencana banjir;
Dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian/perikanan dengan tetap mengantisipasi banjir bandang.
Dilarang melaksanakan kegiatan permukiman;
Dilarang melakukan kegiatan yang berdampak buruk dan mempengaruhi kelancaran tata drainase dan penanggulangan banjir lainnya;
Dilarang membangun jembatan yang mengurangi lebar palung sunga
KDB 30-50%, KLB 30-50%dan KDH 50-70%
Tidak diberikannya sarana dan prasarana penunjang kegiatan budidaya di kawasan lindung.
Untuk daerah yang sudah terbangun, hendaknya diadakan penyuluhan akan bahaya yang mungkin terjadi pada masa yang akan datang, secara bertahap dan terencana permukiman dipindahkan.
Rawan Bencana Longsor
Kawasan yang potensial terjadinya perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah, atau material campuran tersebut,
bergerak ke bawah atau keluar lereng
Kawasan dengan kemiringan diatas 40% harus dikonservasi
Tertutup bagi kegiatan permukiman, persawahan, tanaman semusim dan kegiatan budidaya lainnya yang berbahaya bagi keselamatan manusia dan lingkungan.
Dilarang membangun bangunan pada di bawah/diatas lereng dan pada lereng yang terjal (>40%)
Dilarang memotong tebing jalan menjadi tegak
KDB 30-50%, KLB 30-50%dan KDH 50-70%
Tidak diberikannya sarana dan prasarana penunjang kegiatan budidaya di kawasan lindung.
Untuk daerah yang sudah terbangun, hendaknya diadakan penyuluhan akan bahaya yang mungkin terjadi pada masa yang akan datang, secara bertahap dan terencana permukiman
dipindahkan.
Rawan Bencana Putting Beliung
Kawasan dengan kemiringan diatas 40% harus dikonservasi
Tertutup bagi kegiatan permukiman, persawahan, tanaman semusim dan kegiatan budidaya lainnya yang berbahaya bagi keselamatan manusia dan lingkungan.
Dilarang membangun bangunan pada di bawah/diatas lereng dan pada lereng yang terjal (>40%)
Dilarang memotong tebing jalan menjadi tegak
KDB 30-50%, KLB 30-50%dan KDH 50-70%
Tidak diberikannya sarana dan prasarana penunjang kegiatan budidaya di kawasan lindung.
Untuk daerah yang sudah terbangun, hendaknya diadakan penyuluhan akan bahaya yang mungkin terjadi pada masa yang akan datang, secara bertahap dan terencana permukiman dipindahkan.
Kawasan rawan bencana gempa bumi
Kawasan dengan kemiringan diatas 40% harus dikonservasi
Tertutup bagi kegiatan permukiman, persawahan, tanaman semusim dan kegiatan budidaya lainnya yang berbahaya bagi keselamatan manusia dan lingkungan.
Dilarang membangun bangunan pada di bawah/diatas lereng dan pada lereng yang terjal (>40%)
Dilarang memotong tebing jalan menjadi tegak
KDB 30-50%, KLB 30-50%dan KDH 50-70%
Tidak diberikannya sarana dan prasarana penunjang kegiatan budidaya di kawasan lindung.
Untuk daerah yang sudah terbangun, hendaknya diadakan penyuluhan akan bahaya yang mungkin terjadi pada masa yang akan datang, secara bertahap dan terencana permukiman dipindahkan.
B. Kawasan Budidaya
B1. Kawasan Peruntukan Pertanian
Pola Ruang Kawasan Kabupaten
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi
Ketentuan Umum Kegiatan Ketentuan Umum Intensitas Bangunan
Ketentuan Umum Prasarana Minimum
Ketentuan Umum Lainnya Diperbolehkan/Diizinkan Dilarang/Diizinkan Dengan Syarat
a. Kawasan Pertanian Tanaman Pangan
Kawasan dimana dilakukan seluruh kegiatan yang meliputi usahahulu, usaha tani, agroindustri, pemasaran, dan jasa penunjang pengelolaan sumber daya alam hayati dalam agroekosistem yang sesuai dan berkelanjutan, dengan bantuan teknologi, modal, tenaga kerja, dan manajemen untuk mendapatkan manfaat sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat
Penanaman tanaman padi secara terus menerus sesuai dengan pola tanam tertentu;
Penanaman tanaman selain padi, dengan mempertimbangkan tingkat ketersediaan air dan optimalisasi kemampuan produksi;
Kegiatan penelitian diijinkan;
Pemanfaatan untuk pembangunan infrastruktur penunjang kegiatan pertanian (irigasi).
Dilarang melaksanakan pembangunan fisik dengan fungsi yang tidak mendukung kegiatan pertanian, kecuali kawasan tersebut berada di kawasan perkotaan dimana kawasan lainnya tidak dapat menampung kegiatan pembangunan yang dibutuhkan kawasan perkotaan;
Dilarang pemanfaatan lahan untuk kegiatan pertanian bukan lahan basah.
Alih fungsi sawah irigasi teknis di kawasan perkotaan diijinkan maksimum 50%
1. Untuk permukiman : KDB yang diijinkan 60-70%, KLB 60-210 dan KDH 30-40%
2. Untuk perdagangan dan jasa : KDB yang diijinkan 70-80%, KLB 70-240 dan KDH 20-30%
3. Untuk fasilitas umum : KDB yang diijinkan 50-60%, KLB 50-180 dan KDH 40-50%
Alih fungsi sawah irigasi teknis di kawasan perdesaan diijinkan maksimum 20% terutama di ruas jalan utama dengan syarat – syarat yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah
1. Untuk permukiman :
KDB yang diijinkan 50-60%, KLB 50-180 dan KDH 40-50%
Pemanfaatan untuk pembangunaninfrastruktur penunjang kegiatan pertanian (irigasi);
Pembangunan gedung, perumahan dan pabrik atau bangunan fisik di kawasan pertanian lahan basah di luar kawasan perkotaan tidak diperkenankan kecuali bangunan fisik pendukung prasarana irigasi.
Perubahan penggunaan lahan dari pertanian ke non pertanian wajib memperhatikan rencana produksi pangan secara nasional maupun regional serta ada Izin lokasi dan izin perubahan Penggunaan Tanah;
Pelaksanaan konservasi tanah atas dasar status irigasi, produktivitas, sifat penggunaan tanah (perkotaan dan perdesaan) dan letak, serta luas tanah dilakukan secara bertahap.
2. Untuk perdagangan dan jasa : KDB yang
diijinkan 60-70%, KLB 60-210% dan KDH 30-40%
Untuk fasilitas umum : KDB yang diijinkan 50-60%, KLB 50-180% dan KDH 40-50%
Pola Ruang Kawasan Kabupaten
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi
Ketentuan Umum Kegiatan Ketentuan Umum Intensitas Bangunan
Ketentuan Umum Prasarana Minimum
Ketentuan Umum Lainnya Diperbolehkan/Diizinkan Dilarang/Diizinkan Dengan Syarat
b. Kawasan Pertanian Hortikultura
Kawasan dimana dilakukan seluruh kegiatan yang meliputi usahahulu, usaha tani, agroindustri, pemasaran, dan jasa penunjang pengelolaan sumber daya alam hayati dalam agroekosistem yang sesuai dan berkelanjutan,
dengan bantuan teknologi, modal, tenaga kerja, dan manajemen untuk mendapatkan manfaat sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat
Pemanfaatan lahan untuk agrobisnis, agroindustri dan agrowisata, penelitian yang tidak merusak lingkungan;
Konservasi sungai sebagai kawasan pertanian lahan basah dengan mempertimbangkan daya dukung lingkungan;
Pengusahaan tanaman keras yang sesuai dengan syarat tumbuh tanaman dan dapat diberikan hak guna usaha;
Dapat diubah menjadi lahan basah dengan memperhatikan potensi fisik kawasan dan rencana pengembangan jaringan irigasi;
Penyediaan sarana dan prasarana jalan, listrik, air minum, jaringan irigasi, pipa minyak dan gas yang tidak menurunkan daya dukung kawasan pertanian.
Dilarang menyelenggarakan pemanfaatan lahan untuk fungsi-fungsi yang berdampak negatif terhadap keseimbangan ekologis;
Pemanfaatan lahan untuk kegiatan penyediaan sarana dan prasarana jalan, listrik, air minum, jaringan irigasi, serta pipa minyak/gas dengan syarat tidak menurunkan kualitas lingkungan.
KDB yang diijinkan 50-60%, KLB 50-180 dan KDH 40-50%
Penyediaan sarana dan prasarana jalan, listrik, air minum, jaringan irigasi, pipa minyak dan gas yang tidak menurunkan daya dukung kawasan perkebunan.
Mempertahankan tanaman keras yang ada. Budidaya lain yang diperkenankan pada kawasan budidaya > 8 % perlu mengacu pada SK Menteri Pertanian No. 175/KPT/RC-200/54/1987 tentang Pedoman Pola Pembangunan Pertanian di daerah Aliran Sungai.
Pola Ruang Kawasan Kabupaten
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi
Ketentuan Umum Kegiatan Ketentuan Umum Intensitas Bangunan
Ketentuan Umum Prasarana Minimum
Ketentuan Umum Lainnya Diperbolehkan/Diizinkan Dilarang/Diizinkan Dengan Syarat
Pengembangan Agropolitan
Pengembangan agroindustri dengan mesin berat dan limbah berbahaya;
Industri dengan limbah yang dapat diolah untuk kepentingan agropolitan.
KDB yang diijinkan 50-60%, KLB 50-180 dan KDH 40-50%
Pengembangan jalan tol dengan kriteria :
~ mempunyai tingkat pelayanan keamanan dan kenyamanan yang lebih tinggi
~ untuk lalu lintas antarkota didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 80 (delapan puluh) kilometer per jam, dan untuk jalan tol di wilayah perkotaan didesain dengan kecepatan rencana paling rendah 60 (enam puluh) kilometer per jam
~ mampu menahan muatan sumbu terberat (MST) paling rendah 8 (delapan) ton
~ harus dilakukan pemagaran, dan dilengkapi dengan fasilitas
~ penyeberangan jalan dalam bentuk jembatan atau terowongan
Pengembangan jaringan irigasi;
Pengembangan telekomunikasi dengan penyebaran BTS bersama;
Penyediaan listrik yang
memadai;
Penyediaan air baku untuk air bersih dan air minum;
Pengembangan sub – sub terminal pada pusat kawasan agropolitan;
Sentra pemasaran hasil agropolitan (pasar).
Prasarana pengolahan hasil pertanian
(bangunan industri) yang ramah lingkungan;
Pengelolaan limbah yang tidak mencemari lingkungan;
Lembaga keuangan;
Kelembagaan petani (kelompok tani, koperasi dan asosiasi) yang berfungsi sebagai Sentra Pembelajaran dan
Pengembangan Agribisnis (SPPA);
Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) yang berfungsi sebagai Klinik Konsultasi Agribisnis (KKA);
Pengkajian teknologi agribisnis;
Pusat berbagai kegiatan final manufacturing industri pertanian (packing), stok pergudangan dan
perdagangan bursa komoditas;
Pusat berbagai kegiatan tertier agro-bisnis, jasa perdagangan, asuransi pertanian, perbankan dan keuangan;
Pusat berbagai pelayanan (general agro-industry services);
Penyediaan pupuk dan obat – obatan tanaman pertanian dan perkebunan.
Pola Ruang Kawasan Kabupaten
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi
Ketentuan Umum Kegiatan Ketentuan Umum Intensitas Bangunan
Ketentuan Umum Prasarana Minimum
Ketentuan Umum Lainnya Diperbolehkan/Diizinkan Dilarang/Diizinkan Dengan Syarat
c. Kawasan Peruntukan Perkebunan
Kawasan dimana dilakukan segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan/atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai, mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan serta manajemen untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat
Diijinkan untuk penanaman tanaman perkebunan secara terus menerus sesuai dengan pola tanam tertentu dan kesesuaian daya dukung lahannya;
Diijinkan untuk pengembangan komoditas baru yang potensial dan memiliki kesesuaian lahan dengan kategori sesuai;
Kegiatan penelitian diijinkan;
Pemanfaatan untuk pembangunan infrastruktur penunjang kegiatan perkebunan;
Sebelum kegiatan perkebunan besar dilakukan diwajibkan untuk dilakukan studi kelayakan dan studi AMDAL yang hasilnya disetujui oleh tim evaluasi dari lembaga yang berwenang.
Tidak diperkenankan pemanfaatan lahan untuk fungsi-fungsi non perkebunan;
Tidak diperkenankan pemanfaatan lahan untuk fungsi-fungsi yang berdampak negatif terhadap keseimbangan ekologis;
Kegiatan perkebunan tidak diperkenankan dilakukan di dalam kawasan lindung;
Dilarang memindahkan hak atas tanah usaha perkebunan yang mengakibatkan terjadinya satuan usaha yang kurang dari luas minimum (sesuai Peraturan Menteri);
Dalam kawasan perkebunan dan perkebunan rakyat tidak diperkenankan penanaman jenis tanaman perkebunan yang bersifat menyerap air dalam jumlah banyak, terutama kawasan perkebunan yang berlokasi di daerah hulu/kawasan resapan air;
Bagi kawasan perkebunan besar tidak diperkenankan merubah jenis tanaman perkebunan yang tidak sesuai dengan perizinan yang diberikan;
Dalam kawasan perkebunan besar dan perkebunan rakyat diperkenankan adanya bangunan yang bersifat mendukung kegiatan perkebunan dan jaringan prasarana wilayah;
Alih fungsi kawasan perkebunan menjadi
fungsi lainnya dapat dilakukan sepanjang sesuai dan mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
KDB yang diijinkan 50-60%, KLB 50-180 dan KDH 40-50%
Penyediaan sarana dan prasarana jalan, listrik, air minum, jaringan irigasi, pipa minyak dan gas yang tidak menurunkan daya dukung kawasan perkebunan.
d. Kawasan Peruntukan Peternakan
Kawasan dimana dilakukan segala urusan yang berkaitan dengan sumber daya fisik, benih, bibit dan/atau bakalan, pakan, alat dan mesin peternakan, budi daya ternak, panen, pascapanen, pengolahan,
Pemanfaatan lahan untuk kegiatan pemeliharaan, pembiakan dan penyediaan pakan.
Pemanfaatan lahan untuk kegiatan industri pengolahan pakan dan hasil ternak secara permanen.
KDB yang diijinkan 50%, KLB 50% dan KDH 50%
Pembangunan prasarana yang dibutuhkan untuk kegiatan peternakan
Pola Ruang Kawasan Kabupaten
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi
Ketentuan Umum Kegiatan Ketentuan Umum Intensitas Bangunan
Ketentuan Umum Prasarana Minimum
Ketentuan Umum Lainnya Diperbolehkan/Diizinkan Dilarang/Diizinkan Dengan Syarat
pemasaran, dan pengusahaannya
Pemanfaatan lahan untuk kegiatan
penelitian/pengembangan teknologi peternakan yang tidak merusak lingkungan.
Pembangunan prasarana yang dibutuhkan untuk kegiatan peternakan unggas;
Dapat dibangun bangunan hunian, fasilitas sosial dan ekonomi secara terbatas dan sesuai kebutuhan
Perlu dibangun infrastruktur penunjang peternakan secara memadai
Kawasan peternakan dikembangkan pada kawasan yang tidak menimbulkan gangguan terhadap permukiman.
Pemanfaatan lahan untuk kegiatan-kegiatan lainnya yang berdampak negatif terhadap produktifitas peternakan dan terhadap kualitas lingkungan.
Untuk memasok kebutuhan makanan bagi peternakan hewan besar perlu pengembangan jenis tanaman makanan ternak (diversifikasi tanaman makanan ternak dan pengolahan limbah tanaman pangan) agar kelangsugnan usaha pengembangan peternakan terjaga.
B2. Kawasan Peruntukan Perikanan
Kawasan dimana dilakukan kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan, mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan
Kegiatan pemijahan, pemeliharaan dan pendinginan ikan serta penelitian yang bertujuan untuk pengembangan kegiatan budidaya perikanan dan ecotourisme yang tidak merusak lingkungan;
Sarana dan prasarana pendukung budidaya ikan dan kegiatan perikanan lainnya;
Dalam kawasan perikanan masih diperkenankan adanya kegiatan lain yang bersifat mendukung kegiatan perikanan dan pembangunan sistem jaringan prasarana sesuai ketentuan yang berlaku;
Kawasan perikanan diperkenankan untuk dialihfungsikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
Dalam kawasan perikanan masih diperkenankan dilakukan kegiatan wisata alam secara terbatas, penelitian dan pendidikan;
Dapat dibangun bangunan hunian, fasilitas sosial dan ekonomi secara terbatas dan sesuai kebutuhan.
Tidak diperkenankanpemanfaatan lahan untuk fungsi-fungsi non perikanan;
Tidak diperkenankanpemanfaatan lahan untuk fungsi-fungsi yang berdampak negatif terhadap keseimbangan ekologis;
Kawasan budidaya perikanan tidak diperkenankan berdekatan dengan kawasan yang bersifat polutif;
Kegiatan perikanan tidak diperkenankan dilakukan di dalam kawasan lindung.
KDB yang diijinkan 50-60%, KLB 50-180 dan KDH 40-50%
Sarana dan prasarana pendukung budidaya ikan dan kegiatan perikanan lainnya.
Perlu pemeliharaan air untuk menjaga kelangsungan usaha pengembangan perikanan. Diusahakan lokasi di luar kawasan yang mudah tergenang air;
Untuk perairan umum perlu diatur jenis dan alat tangkapnya untuk menjaga kelestarian sumber hayati perikanan;
Kegiatan yang sudah ada dan tidak sejalan dengan kegiatan perikanan tetap dipertahankan dengan syarat tidak melakukan perluasan dan pengembangan.
Pola Ruang Kawasan Kabupaten
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi
Ketentuan Umum Kegiatan Ketentuan Umum Intensitas Bangunan
Ketentuan Umum Prasarana Minimum
Ketentuan Umum Lainnya Diperbolehkan/Diizinkan Dilarang/Diizinkan Dengan Syarat
Kegiatan Minapolitan
Pemanfaatan lahan untuk fungsi-fungsi non perikanan;
Pemanfaatan lahan untuk fungsi-fungsi yang berdampak negatif terhadap keseimbangan ekologis.
KDB yang diijinkan 50-60%, KLB 50-180 dan KDH 40-50%
Pengembangan jaringanjalan (arteri, kolektor dan tol)
Pengembangan pelabuhan
Sentra pemasaran (TPI)
Cold Storage
Prasarana pengolahan hasil perikanan (bangunan industri) yang ramah lingkungan
Pengelolaan limbah yang tidak mencemari lingkungan
Lembaga keuangan
Kelembagaan nelayan (kelompok nelayan, koperasi dan asosiasi)
Pengkajian teknologi minapolitan
Pusat berbagai kegiatan final manufacturing industri perikanan (packing), stok pergudangan dan perdagangan bursa komoditas;
Pengembangan budidaya perikanan
B5. Kawasan Peruntukan Pertambangan
Kawasan dimana dilakukan sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan
pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang
Kegiatan yang diijinkan adalah penelitian, penambangan, pengolahan awal dan pengemasan, pengangkutan, pengelolaan dan pemantauan kawasan.
Pemanfaatan lahan yang berpotensi mengganggu kegiatan produktifitas pertanian.
KDB yang diijinkan 20%, KLB 20% dan KDH 80%
Jenis bangunan yang diijinkan adalah bangunan pengolahan
dan penunjang, fasilitas pengangkutan dan penunjangnya, pos pengawasan dan kantor pengelola, balai penelitian
Kegiatan yang sudah ada yang tidak menunjang kegiatan penambangan dan membahayakan kegiatan tersebut, secara bertahap dipindahkan dengan penggantian yang layak;
Jenis bangunan yang diijinkan adalah bangunan pengolahan dan penunjang, fasilitas pengangkutan dan penunjangnya, pos pengawasan dan kantor pengelola, balai penelitian.
Kegiatan pertambangan yang tidak bernilai ekonomi tinggi dan mengabaikan kelestarian lingkungan.
Kegiatan penambangan yang sudah selesai diselenggarakan hendaknya melakukan konservasi dan rehabilitasi lahan seingga lahan bekas tambang dapat berbahaya dan dapat dimanfaatkan untuk kegiatan produktif
lainnya;
Perlu dilakukan peninjauan secara periodik mengenai kelangsungan kegiatan penambangan. Bila tidak memiliki nilai lebih hendaknya kegiatan penambangan dihentikan dan dikembalikan fungsinya menjadi kawasan yang sesuai dengan peruntukan budidaya lainnya.
B6. Kawasan Peruntukan Industri
Kawasan dimana dilakukan kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah
Pemanfaatan lahan untuk pembangunan bangunan dan infrastruktur yang menunjang kegiatan industri.
Pemanfaatan lahan untuk fungsi-fungsi yang berdampak negatif terhadap keseimbangan ekologis.
Pemanfaatan permukiman, perdagangan dan jasa serta fasilitas umum
Jenis bangunan yang diijinkan adalah bangunan produksi/pengolahan dan penunjang, fasilitas
Perbuatan hukum diperkenankan apabila calon subjek mempunyai niat untuk melakukan kegiatan industri melalui pengesahan kawasan industri.
Pola Ruang Kawasan Kabupaten
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi
Ketentuan Umum Kegiatan Ketentuan Umum Intensitas Bangunan
Ketentuan Umum Prasarana Minimum
Ketentuan Umum Lainnya Diperbolehkan/Diizinkan Dilarang/Diizinkan Dengan Syarat
jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri
Penguasaan/pemilikan tanah yang telah ada dan tidak sejalan dengan kegiatan industri, dengan syarat tidak diintensifkan atau diperluas pada kawasan industri.
Untuk kegiatan atau bangunan baru yang tidak serasi dengan kegiatan industri seperti permukiman, pertanian, perusahaan dan jasa perkantoran yang tidah ada hubungannya dengan industri tidak diperkenankan.
maksimum25% dari luas areal yang ada
KDB yang diijinkan 50%, KLB 50% dan KDH 50%
pengangkutan dan penunjangnya, pos pengawasan dan kantor pengelola
Penguasaan/pemilikan tanah yang telah ada & tidak sejalan dengan kegiatan industri tetap dapat dipertahankan dengan syarat tidak diintensifkan atau diekstensifkan ke kawasan industri. Selama kawasan belum digunakan untuk kegiatan industri, pemiliki tanah masih dapat meneruskan usaha yang telah diselenggarakan.
Penguasaan/pemilikan penggunaan dan pemanfaatan lahan yang telah ada sepanjang mendukung kegiatan utama diijinkan pada kawasan industri.
Pemerintah wajib menyediakan prasarana di luar dan menuju kawasan industri serta mempromosikan kawasan kepada investor baik dalam maupun luar negeri;
Perusahaan kawasan wajib memiliki persetujuan prinsip, izin lokasi dan HGB Industri. Jika HGB induk belum diterbitkan, perusahaan industri dapat mengajukan permohonan HGB untuk kaplingnya. Permohonan hak tanah dan perpanjangan izin lokasi dan HGB Induk. Jika HGB induk belum diterbitkan, perusahaan industri dapat mengajukan permohonan HGB untuk kaplingnya;
Kegiatan industri wajib dikenakan AMDAL. Limbah yang keluar harus berada dibawah ambang yang
diperkenankan sebelum air limbah disalurkan ke drainase umum.
B7. Kawasan Peruntukan Pariwisata
Kawasan dengan luas tertentu yang dibangun atau didirikan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata
Kegiatan yang diijinkan adala
kunjungan atau pelancongan, olahraga dan rekreasi, pertunjukan dan hiburan, komersial, menginap/bermalam, pengamatan, pemantauan, pengawasan dan pengelolaan kawasan.
Vandalisme dan tindakan-tindakan lainnya yang dapat mengurangi nilai obyek wisata serta dapat mencemari lingkungan.
Pemanfaatan permukiman,
perdagangan dan jasa serta fasilitas umum maksimum 20% dari luas lahanyang ada dengan KDB yang diijinkan 30%, KLB 30% dan KDH 70%
Jenis bangunan yang diijinkan adalah gardu pandang, restoran dan fasilitas penunjang lainnya, fasilitas rekreasi,olahraga, tempat pertunjukan, pasar dan pertokoan wisata, serta fasilitas parkir, fasilitas pertemuan, hotel, cottage, kantor pengelola dan pusat informasi serta bangunan
Untuk mempertahankan kawasan wisata diperlukan pengawasan dan pengendalian daya tampung kegiatan pariwisata agar tetap terjamin kenyamanan dan keamanan lingkungannya; menguasai dan mengendalikan kegiatan pariwisata agar tidak mengganggu kelancaran lalu lintas regional;
Pola Ruang Kawasan Kabupaten
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi
Ketentuan Umum Kegiatan Ketentuan Umum Intensitas Bangunan
Ketentuan Umum Prasarana Minimum
Ketentuan Umum Lainnya Diperbolehkan/Diizinkan Dilarang/Diizinkan Dengan Syarat
Jenis bangunan yang diijinkan adalah gardu pandang, restoran dan fasilitas penunjang lainnya, fasilitas rekreasi,olahraga, tempat pertunjukan, pasar dan pertokoan wisata, serta fasilitas parkir, fasilitas pertemuan, hotel, cottage, kantor pengelola dan pusat informasi serta bangunan lainnya yang dapat mendukung upaya pengembangan wisata yang ramah
lingkungan, disesuaikan dengan karakter dan lokasi wisata yang akan dikembangkan
Untuk kegiatan ecotourism, pengembangan yang dilakukan tidak bertentangan dengan fungsi kawasan, sehingga harus disesuaikan dengan fungsi kawasan tersebut, terutama pada kawasan lindung.
lainnya yang dapat mendukung upaya pengembangan wisata yang ramah lingkungan, disesuaikan dengan karakter dan lokasi wisata yang akan dikembangkan
B8. Kawasan Peruntukan Permukiman
a. Kawasan Peruntukan Permukiman Perkotaan
Pengembangan permukiman perkotaan yang layak huni dan sesuai dengan kemampuan lahan.
Pengembangan permukiman yang tidak dilengkapi dengan pembangunan infrastruktur penunjang permukiman serta yang tidak sesuai dengan peruntukan lahan dan merusak lingkungan.
Pemanfaatan perdagangan dan jasa serta fasilitas umum maksimum 20% dari luas lahan yang ada
Untukpermukiman perkotaan KDB yang diijinkan 60-70%, KLB 60-210% dan KDH 30-40%
Kawasan perdagangan dan jasa di lingkungan permukiman perkotaanKDB yang diijinkan 70-80%, KLB 70-240% dan KDH 20-30%
Kawasan fasilitas umum di lingkungan permukiman
perkotaan KDB yang diijinkan 50-60%, KLB 50-180% dan KDH 40-50%
Semua jenis bangunan dapat dikembangkan kecuali untuk industri-industriberpolutan yang mengancam kualitas kehidupan masyarakat akibat limbah yang dihasilkan baik cair, padat maupun asap
Perlu adanya pengawasan dari pemerintah serta kerja sama antara pihak pemerintah-developer untuk pengembangan permukiman yang layak huni.
Penyediaan infrastruktur yang memadai pada permukiman padat, penyediaan perumahan baru, dan penyediaan Kasiba-Lisiba Berdiri Sendiri.
Peningkatan kualitas lingkungan permukiman perkotaan melalui perbaikan jalan lingkungan dan jalan setapak, saluran pembuangan air hujan, pengadaan sarana lingkungan, pembangunan sarana MCK (mandi, cuci, kakus) dan pelayanan air bersih;
Diijinkan untuk pengembangan kawasan permukiman baru dan harus disertai dengan penyediaan infrastruktur yang memadai, seperti penyediaan jaringan drainase dan pematusan, pelayanan jaringan listrik, telepon, air bersih dan sistem sanitasi yang baik. Kawasan permukiman baru harus menghindari pola enclave.
Diijinkan alihfungsi bangunan lama/kuno asalkan tidak merusak bentuk dan kondisi bangunannya.
Dilarang merusak atau mengalihfungsikan kawasan yang terdapat bangunan lama/ kuno yang merusak bentuk dan kondisi bangunannya.
Perlu adanya pengawasan ketat dari pemerintah mengenai pemanfaatan kawasan khusus seperti kawasan pelestarian bangunan kuno/bersejarah.
b. Kawasan Peruntukan Permukiman Perdesaan
Diarahkan perkembangan permukiman yang membentuk cluster dengan pembatasan pengembangan permukiman pada kawasan lindung.
Perkembangan kawasan permukiman yang menggunakan lahan peruntukan lindung atau peruntukan pertanian.
Perkembangan permukiman perdesaan yang
Kawasan Permukiman Perdesaan KDB yang diijinkan 50-60%, KLB 50-
Semua jenis bangunan dapat dikembangkan kecuali untuk industri-industri berpolutan yang mengancam kualitas kehidupan
-
Pola Ruang Kawasan Kabupaten
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi
Ketentuan Umum Kegiatan Ketentuan Umum Intensitas Bangunan
Ketentuan Umum Prasarana Minimum
Ketentuan Umum Lainnya Diperbolehkan/Diizinkan Dilarang/Diizinkan Dengan Syarat
Pengembangan kawasan permukiman perdesaan yang memiliki potensi sebagai penghasil produk unggulan pertanian atau sebagai kawasan sentra produksi dan dilengkapi dengan lumbung desa modern, juga pasar komoditas unggulan.
tidak sesuai denganperuntukan lahan dan tidak memiliki jaminan ketersediaan prasarana penunjang bagi masyarakat.
180% dan KDH 40-50%
Kawasan perdagangan dan jasa di lingkungan permukiman perdesaan KDB yang diijinkan 60-70%, KLB 60-210% dan KDH 30-40%
Kawasan fasilitas umum di lingkungan permukiman perdesaan KDB yang diijinkan 50-60%, KLB 50-180% dan KDH 40-50%
masyarakat akibat limbah yang dihasilkan baik cair, padat maupun asap
Perkembangan kawasan permukiman baru yang memperhatikan kesiapan lahan, kesesuaian peruntukan dan daya dukung lahan, jaminan ketersediaan air, terbentuknya kelompok pendukung pembangunan perumahan dan permukiman yang tidak hanya mendukung usaha peningkatan kualitas lingkungan hidup, namun juga usaha peningkatan kesehatan masyarakat, serta sasaran strategis yang telah disepakati.
Diijinkan pengembangan kawasan unggulan perdesaan sebagai kawasan terpilih pusat pengembangan.
B9. Kawasan Peruntukan Lainnya
a. Kawasan Perdagangan dan jasa
pembangunan kawasan perdagangan dan jasa harus sesuai dengan peraturan teknis dan peraturan lainnya yang berlaku (KDB, KLB, sempadan bangunan, dan lain sebagainya; dan
kegiatan pembangunan tidak diperkenankan dilakukan di dalam
kawasan lindung.
-
Kawasan perdagangan dan jasa di lingkungan permukiman perkotaanKDB yang
diijinkan 70-80%, KLB 70-240% dan KDH 20-30%
- Perlu adanya pengendalian yang ketat dan pemberian sangsi bagi yang melanggar ketentuan yang telah ditetapkan
b. Kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan
pembangunan kawasan pertahanan dan keamanan harus sesuai dengan peraturan teknis dan peraturan lainnya yang berlaku (KDB, KLB, sempadan bangunan, dan lain sebagainya; dan
kegiatan pembangunan tidak diperkenankan dilakukan di dalam kawasan lindung.
-
KDB, KLB dan KDH menyesuaikan dengan jenis peruntukkan yang akan dilakukan sebagaimana ketentuan
yang ditetapkan sebelumnya
- Perlu adanya pengendalian yang ketat dan pemberian sangsi bagi yang melanggar ketentuan yang telah
ditetapkan
C. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem jaringan prasarana
C.1. Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Sistem Jaringan Prasarana Utama
Pola Ruang Kawasan Kabupaten
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi
Ketentuan Umum Kegiatan Ketentuan Umum Intensitas Bangunan
Ketentuan Umum Prasarana Minimum
Ketentuan Umum Lainnya Diperbolehkan/Diizinkan Dilarang/Diizinkan Dengan Syarat
a. Sistem Jaringan Transportasi darat
Kegiatanbudidaya yang dapat dikembangkan sepanjang memperhatikan Rumija, Rumaja dan Garis sempadan yang telah ditetapkan oleh pemerintah setempat
sepanjang sistem jaringan jalan nasional dan provinsi tidak diperkenankan adanya kegiatan yang dapat menimbulkan hambatan lalu lintas regional;
sepanjang sistem jaringan jalan nasional dan provinsi tidak diperkenankan adanya akses langsung dari bangunan ke jalan;
bangunan di sepanjang sistem jaringan jalan nasional dan provinsi harus memilki sempadan bangunan yang sesuai dengan ketentuan setengah ruas milik jalan ditambah 1 (satu); dan
lokasi terminal tipe A dan B diarahkan lokasi yang strategis dan memiliki akses ke jalan arteri primer sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
KDB, KLB dan KDH menyesuaikan dengan jenis peruntukkan yang akan dilakukan sebagaimana ketetapan sebelumnya
- Perlu adnaya pengendalian terutama
IMB yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah
b. Sistem Perkeretaapian
Perlintasan rel KA dengan jalan yang memiliki volume lalu lintas yang tinggi diusahakan agar tidak berada dalam satu bidang; dan
Bangunan di sepanjang lintasan rel KA harus berada di luar garis sempadan rel sesuai dengan undang-undang perkeretaapian nasional.
-
KDB, KLB dan KDH menyesuaikan dengan jenis peruntukkan yang akan dilakukan sebagaimana ketetapan sebelumnya
- -
C.2. Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Sistem Jaringan Prasarana Lainnya
a. Prasarana Energi dan Kelistrikan
Kegiatan budidaya dapat dilakukan dengan persyaratan tertentu
-
Permukiman, perdagangan jasa dan fasilitas umum dapat dikembangkan di sekitar prasarana energi dengan radius 20-25 meter dari prasaranan energi
KDB, KLB dan KDH menyesuaikan dengan
jenis peruntukkan yang akan dilakukan sebagaimana ketetapan sebelumnya
-
Perlu adanya pengendalian yang ketat dan pemberian sangsi bagi yang melanggar ketentuan yang telah ditetapkan
Pola Ruang Kawasan Kabupaten
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi
Ketentuan Umum Kegiatan Ketentuan Umum Intensitas Bangunan
Ketentuan Umum Prasarana Minimum
Ketentuan Umum Lainnya Diperbolehkan/Diizinkan Dilarang/Diizinkan Dengan Syarat
b. Prasarana
Telekomunikasi Kegiatan budidaya dapat dilakukan
dengan persyaratan tertentu -
Permukiman, perdagangan jasa dan fasilitas umum dapat dikembangkan di sekitar prasarana energi dengan radiun 20-25 meter dari prasaranan telekomunikasi
KDB, KLB dan KDH menyesuaikan dengan
jenis peruntukkan yang akan dilakukan sebagaimana ketetapan sebelumnya
Ketinggian tower tidak boleh lebih dari 52 meter berdasarkan ketetapan yang dikeluarkan pangkalan TNI AU
-
Perlu adanya pengendalian yang ketat dan pemberian sangsi bagi yang
melanggar ketentuan yang telah ditetapkan
c. Prasarana Sumber Daya Air
Kegiatan yang dilakukan diluar kegiatan yang menunjang prasarana sumber daya air dilarang
Kegiatan yang boleh berkembang adalah kegiatan pertanian, perkebunan, hutan dan RTH
-
Ketentuan tentang sempadan sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan sempadan sungai dan waduk
- Perlu adanya pengendalian terutama
IMB yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah
d. Sistem penyediaan air
minum
Berupa pemanfaatan PDAM untuk melayani kebutuhan air minum perkotaan.
- - - -
e. Sistem jaringan persampahan
pemanfaatan ruang yang diperbolehkan di kawasan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) meliputi kegiatan bongkar muat sampah, pemilahan dan pengolahan sampah, kegiatan budidaya pertanian dan kegiatan lain yang mendukung;
pemanfaatan ruang di sekitar di kawasan TPA dan TPST sebagai ruang terbuka hijau;
pemanfaatan ruang yang tidak diperbolehkan di sekitar kawasan TPA dan TPST adalah kegiatan permukiman; dan
pelarangan kegiatan yang menimbulkan pencemaran lingkungan di kawasan TPA dan TPST.
- - - -
Pola Ruang Kawasan Kabupaten
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi
Ketentuan Umum Kegiatan Ketentuan Umum Intensitas Bangunan
Ketentuan Umum Prasarana Minimum
Ketentuan Umum Lainnya Diperbolehkan/Diizinkan Dilarang/Diizinkan Dengan Syarat
f. Sistem pengelolaan air limbah
pemanfaatan ruang yang diperbolehkan ruang terbuka hijau;
kegiatan yang diperbolehkan berupa kegiatan pembangunan dan pemeliharaan jaringan; dan
kegiatan yang dilarang berupa kegiatan yang merusak jaringan air limbah.
- - - Perlu adanya pengendalian yang ketat dan pemberian sangsi bagi yang melanggar ketentuan yang telah ditetapkan
g. Sistem drainase
kegiatan yang diperbolehkan berupa kegiatan pembangunan dan pemeliharaan jaringan;
kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi:
kegiatan yang menimbulkan pencemaran saluran; dan
kegiatan yang menutup dan merusak jaringan drainase.
- - - Perlu adanya pengendalian yang ketat dan pemberian sangsi bagi yang melanggar ketentuan yang telah ditetapkan
h. Jalur dan ruang evakuasi bencana
pemanfaatan ruang yang diizinkan ruang terbuka hijau;
kegiatan yang diperbolehkan berupa perhubungan dan komunikasi; dan
kegiatan yang dilarang berupa kegiatan yang menghambat kelancaran akses jalur evakuasi
- - - Perlu adanya pengendalian yang ketat dan pemberian sangsi bagi yang melanggar ketentuan yang telah ditetapkan
BUPATI PRINGSEWU,
SUJADI