Upload
others
View
5
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Dampak Pandemi Covid-19: Perspektif Adaptasi dan Resiliensi Sosial Ekonomi Pertanian 257
PENANGANAN PASCAPANEN KOMODITAS
HORTIKULTURA UNTUK MENGATASI
DAMPAK PANDEMI COVID-19
Ira Mulyawanti1, Siti M. Widayanti1, Maulida Hayuningtyas1,
Christina Winarti1
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian
Jln. Tentara Pelajar No. 12, Bogor 16111
Korespondensi penulis: [email protected]
PENDAHULUAN
Pandemi Covid-19 telah berdampak negatif pada semua sektor,
termasuk pertanian. Namun demikian, data menyebutkan bahwa
dampak pandemi pada sektor pertanian adalah yang paling rendah
dibandingkan sektor lain (Yusuf et al. 2020). Hal ini terjadi karena
meskipun terjadi disrupsi pada rantai penawaran dan permintaan,
dampak dari pembatasan sosial pada sektor pertanian relatif kecil.
Data Badan Pusat Statistik juga menjelaskan bahwa sektor pertanian
justru merupakan salah satu sektor dengan pertumbuhan positif
selain sektor teknologi informasi. Pertumbuhan Produk Domestik
Bruto (PDB) pada triwulan II-2020 dibandingkan dengan triwulan II-
2019 (y-on-y) mengalami kontraksi sebesar -5,32%, namun sektor
pertanian dapat tumbuh 2,19% sehingga mampu berkontribusi
menahan kontraksi ekonomi nasional tidak lebih berat lagi. Pada
waktu yang sama subsektor hortikultura masih tumbuh positif walau
rendah, yaitu sebesar 0,86% (BPS 2020a).
Kinerja positif sektor pertanian, yang ditunjang oleh pertumbuhan
tinggi di subsektor tanaman pangan (9,23% y-o-y), menghasilkan
produksi pangan dalam negeri yang mampu menyumbang secara
dominan pada penyediaan pangan nasional. Namun demikian, dari
segi aksesibilitas fisik, keterjangkauan, dan stabilitas harga hingga
tingkat konsumsi pangan masyarakat, pandemi Covid-19
1 Kontributor utama
258 Penanganan Pascapanen Komoditas Hortikultura untuk Mengatasi Dampak Pandemi Covid-19
memberikan dampak negatif, termasuk pangan yang berasal dari
subsektor hortikultura. Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)
berpengaruh terhadap distribusi pangan dari hulu ke hilir. Mobilisasi
yang terhambat akibat kebijakan PSBB menyebabkan pergeseran jalur
pasokan menuju pasar modern dan pasar berbasis daring (online).
Terganggunya jalur perdagangan akibat pandemi Covid-19 memaksa
hampir semua negara di dunia untuk berupaya memenuhi kebutuhan
pangannya sendiri. Oleh karena itu, produksi dalam negeri menjadi
basis utama bagi setiap negara (termasuk Indonesia) saat ini (Hirawan
dan Verselita 2020).
Komoditas hortikultura merupakan salah satu sumber penyedia
pangan yang terdampak pandemi. Pada masa awal pandemi,
permintaan pasar buah dan sayur mengalami penurunan. Salah satu
penyebabnya adalah menurunnya daya beli konsumen rumah tangga
akibat adanya PSBB sehingga berdampak pada pemutusan hubungan
kerja (PHK) karyawan perusahaan. Penurunan permintaan buah dan
sayur juga dipengaruhi oleh berkurangnya permintaan konsumen
yang berasal dari hotel, restoran, dan katering (horeka). Hal tersebut
menyebabkan permintaan dan pasokan pangan hortikultura tidak
seimbang. Pasokan buah dan sayur melimpah di pasar sehingga
berpotensi menyebabkan terjadinya pemborosan (waste) pangan. Di
sisi lain, konsumsi buah dan sayur di masa pandemi menjadi sangat
penting dan dianjurkan untuk meningkatkan sistem imun dalam
mencegah inveksi virus.
Kandungan vitamin pada buah dan sayur dan juga komponen
bioaktifnya diharapkan dapat meningkatkan sistem imun. Kondisi
tersebut menunjukkan perlunya aplikasi teknologi penanganan
pascapanen. Teknologi penanganan pascapanen bukan hanya
diperlukan dalam skala distributor lokal, tetapi juga menjadi
diperlukan dalam skala rumah tangga untuk menyimpan buah dan
sayuran. Teknologi penanganan segar pascapanen diperlukan untuk
mempertahankan mutu (dari segi penerimaan konsumen ataupun
nilai fungsionalnya) dan meningkatkan umur simpan produk
sehingga dapat dipasarkan secara berkala dalam memenuhi
kebutuhan pasar dan dapat disimpan lama untuk stok rumah tangga.
Dampak Pandemi Covid-19: Perspektif Adaptasi dan Resiliensi Sosial Ekonomi Pertanian 259
Tulisan ini bertujuan untuk memaparkan pentingnya teknologi
pascapanen dalam mengatasi dampak pandemi covid-19 terhadap
aspek keseimbangan permintaan dan pasokan serta pemenuhan
konsumsi komoditas hortikultura, dalam hal ini buah dan sayur.
Tulisan mencakup nilai fungsional produk hortikultura,
permasalahan yang dihadapi saat panen dan selama distribusi,
teknologi pascapanen, serta tantangan dan peluang komoditas
hortikultura dalam mengatasi dampak pandemi.
METODE
Sumber data yang digunakan ialah data primer dan sekunder
dengan metode pengumpulan data melalui studi pustaka dan analisis
data deskriptif kualitatif. Ruang lingkup tulisan ini meliputi
permasalahan yang dihadapi sektor hortikultura pada masa pandemi,
kandungan bahan fungsional komoditas hortikultura, permasalahan
yang dihadapi saat panen dan selama distribusi, penanganan
pascapanen untuk mempertahankan umur simpan, serta tantangan
dan peluang teknologi pascapanen untuk mengatasi dampak pandemi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Nilai Fungsional Produk Hortikultura
Pemenuhan kebutuhan nutrisi untuk vitamin, mineral, dan serat
dapat diperoleh dengan mengonsumsi buah dan sayur. Selain itu,
buah dan sayur juga mengandung komponen bioaktif seperti
flavonoid, fitoestrogen, monoterpena, dan komponen peptida aktif
yang berfungsi bagi kesehatan. Kandungan komponen tersebut
berbeda untuk setiap varietas, kematangan, dan praktik
agronominya, seperti pemupukan dan irigasi.
Senyawa bioaktif seperti polifenolik, flavonoid yang terkandung
dalam buah dan sayur sangat bermanfaat bagi tubuh, baik sebagai
antioksidan, antivirus, ataupun antibakteri (Chan et al. 2011). Penelitian
telah membuktikan bahwa pola makan yang banyak mengonsumsi
260 Penanganan Pascapanen Komoditas Hortikultura untuk Mengatasi Dampak Pandemi Covid-19
buah-buahan dan sayuran dapat memberikan efek positif terhadap
beberapa kondisi kronis, seperti obesitas, diabetes, kanker, penyakit
kardiovaskular, dan neurodegenerasi (Leite et al. 2011). Siriwardhana
et al. 2013 menjelaskan bahwa nutrisi mikro pada buah sayur dapat
menekan stres oksidatif, inflamasi, dan gangguan metabolisme, selain
juga berperan menjaga kesehatan tulang dan fungsi kekebalan tubuh.
Kandungan nutrisi mikro dan komponen bioaktif pada beberapa buah
dan sayuran potensial di Indonesia disajikan pada Tabel 1 dan 2.
Pemanfaatan buah, sayur, dan empon-empon menjadi produk
minuman fungsional merupakan pilihan strategis untuk
mengeksplorasi produk dasar dalam upaya meningkatkan daya
tahan tubuh pada saat situasi pandemi. Kombinasi senyawa bioaktif
dari beberapa produk dasar akan meningkatkan komponen yang
Tabel 1. Kandungan mikro nutrisi beberapa buah dan sayuran
potensial di Indonesia
Komoditas
Vitamin per 100 g Mineral (mg) per 100 g
A
(IU)
C
(mg)
E
(mg)
K
(mg)
B3
(mg)
B6
(mg)
B9
(mg)
Zn Fe Ca P K
Mangga 54 36,4 0,9 0,0042 0,66 0,119 0,043 0,08 0,16 11 14 0
Durian 44 19,7 0 0 1,07 0,31 0,036 0,28 0,43 6 39 436
Pepaya 365 78 0,3 0,0026 0,35 0 0,04 0,08 1,7 23 12
Pisang 0,1 8,7 0,1 0,0005 0,67 0,37 0,02 0,15 0,26 5 22 358
Salak 2 4,2 28 18
Nenas 0 47,8 0,02 0 0,50 0,11 0,018 0,12 0,29 13 8 0
Manggis 6,67 2,9 2,86 0,018 0,031 0,21 12 8 48
Buah naga 32,65 1,3
Jambu biji 228,3 0,73 0,0026 1,08 0,11 0,049 0,23 0,26 18 40 417
Tomat 75 16 140 470 212
Wortel 835 5,9 410 300 320
Brokoli 31 89,2 410 730 316
Sumber: Pangesti et al. (2013), Sinaga et al. (2015), Dhyanaputri et al. (2016), Prakoso
(2017)
Dampak Pandemi Covid-19: Perspektif Adaptasi dan Resiliensi Sosial Ekonomi Pertanian 261
terkandung di dalamnya; untuk komponen fenolik pada flavonoid
akan meningkat dengan adanya proses liberation dan breakdown
matriks sel bahan (Woo et al. 2011). Temuan tersebut senada dengan
hasil penelitian Zulueta et al. (2007), bahwa kombinasi berbagai bahan
dalam suatu produk juga akan memengaruhi potensi antioksidannya.
Tabel 2. Komponen bioaktif beberapa buah dan sayuran potensial di
Indonesia
Komoditas Kandungan Manfaat
Pepaya Betakaroten Penglihatan, diferensiasi sel, kekebalan,
pertumbuhan dan perkembangan,
reproduksi, serta pencegahan kanker
dan penyakit jantung
Mangga Flavonoid,
betakaroten,
kuersetin,
isokuersitrin,
astragalin, fisetin,
asam galat, dan
metil galat
Antioksidan, mencegah kanker, menjaga
kesehatan jantung, menjaga kesehatan
tulang, meningkatkan sistem kekebalan
tubuh, mengendalikan tekanan darah,
menjaga kesehatan mata
Buah naga Fenol, flavonoid,
alkaloid,
triterpenoid
Menurunkan kadar kolesterol darah,
menghambat biosintesis kolesterol,
antioksidan
Manggis Fenol, flavonoid,
alkaloid,
triterpenoid
Antioksidan, mencegah kanker,
menurunkan kadar kolesterol darah
Salak Fenolik Antioksidan, anti kanker, mengatasi
resistensi multiobat, antiinflamasi
Nenas
Enzim bromelin Meningkatkan sistem kekebalan tubuh,
mencegah penyakit kanker,
penyembuhan luka, dan meningkatkan
kesehatan pada usus
Sumber: Sinaga (2015), Sulistyaningrum et al. (2015), Prakoso (2017), Kusbandari dan
Susanti (2017)
262 Penanganan Pascapanen Komoditas Hortikultura untuk Mengatasi Dampak Pandemi Covid-19
Permasalahan Produk Hortikultura
Buah dan sayur merupakan sumber vitamin, mineral, dan
antioksidan yang berfungsi dalam meningkatkan sistem imun tubuh.
Hal tersebut menjadi alasan pentingnya untuk mengonsumsi buah dan
sayur. Pada masa pandemi Covid-19, konsumsi buah dan sayur
disarankan untuk lebih ditingkatkan volumenya karena menjadi salah
satu upaya atau cara dalam mencegah terjadinya inveksi virus melalui
sistem kekebalan tubuh. Hal tersebut menyebabkan terjadinya
kecenderungan terjadinya peningkatan permintaan konsumsi buah
dan sayur oleh konsumen atau rumah tangga. Di sisi lain, adanya
pembatasan aktivitas masyarakat di tempat umum memaksa pasar
(termasuk pasar modern) dan juga rumah tangga melakukan
penyimpanan atau membuat stok berbagai komoditas hortikultura
dalam jumlah banyak, sementara sifat dari sayur dan buah adalah
mudah mengalami kerusakan dan umur simpannya pendek.
Stok produk hortikultura dalam kondisi segar dikatakan berhasil
jika mutunya dapat dipertahankan selama penyimpanan. Untuk itu,
diperlukan ketersediaan dan pemanfaatan teknologi pascapanen,
khususnya teknologi penyimpanan, untuk memperpanjang umur
simpan produk segar hortikultura. Umur simpan produk hortikultura
yang relatif pendek disebabkan oleh masih tetap berlangsungnya
proses metabolisme setelah proses pemanenan. Aktivitas metabolisme,
seperti respirasi dan transpirasi akan terus berlangsung hingga produk
dikonsumsi. Hal ini menyebabkan produk mudah mengalami
penurunan mutu, bahkan kerusakan, setelah panen. Produk
hortikultura akan menjadi matang, menua (senescence), dan rusak.
Selain itu, kandungan nutrisi dan kadar air yang cukup tinggi
menjadikan produk segar ini menjadi media yang baik untuk
pertumbuhan mikroorganisme. Hal tersebut menyebabkan produk
hortikultura juga sering kali mengalami kerusakan akibat adanya
serangan ataupun infeksi mikroorganisme seperti kapang ataupun
khamir. Umur simpan dan kerusakan produk hortikultura akibat
faktor-faktor tersebut menyebabkan produk hortikultura memiliki
kehilangan dan pemborosan pangan (food losses and waste) yang cukup
tinggi, yaitu rata-rata masih di atas 20% (Kader 2002; Waryat et al. 2017).
Dampak Pandemi Covid-19: Perspektif Adaptasi dan Resiliensi Sosial Ekonomi Pertanian 263
Kerusakan produk sebagian besar disebabkan oleh penanganan
pascapanen yang kurang tepat. Penanganan pascapanen dimulai
sejak pemanenan hingga produk sampai di konsumen. Teknologi
penanganan hortikultura sudah banyak dihasilkan oleh Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) maupun
lembaga-lembaga penelitian lainnya di Indonesia. Namun, masih
rendahnya adopsi teknologi oleh petani maupun kelompok tani dan
juga pelaku usaha hortikultura lainnya menjadi salah satu faktor
penyebab tetap tingginya kehilangan (losses) yang terjadi.
Beberapa alasan petani dan kelompok tani untuk tidak
mengimplementasikan teknologi pascapanen yang tersedia di
antaranya adalah (1) kebutuhan uang tunai yang mendesak sehingga
panen dilakukan pada saat produk belum siap panen, yang
mengakibatkan kualitas produk rendah dan tentunya harga rendah;
(2) keterbatasan tenaga kerja karena setiap pemanfaatan teknologi
umumnya berdampak pada penggunaan tenaga kerja yang lebih
banyak; (3) keterbatasan peralatan karena beberapa teknologi
pascapanen membutuhkan peralatan khusus; (4) adanya sistem
kompensasi yang dilakukan oleh petani/poktan untuk pedagang
pengumpul jika terjadi losses dengan melebihkan berat timbangan
produk; dan (5) kesadaran petani akan pentingnya peran teknologi
yang masih rendah (ICAPRD 2018). Untuk mengatasi berbagai
permasalahan di atas, telah tersedia teknologi-teknologi pascapanen
sederhana berbiaya murah dan mudah, tetapi tetap memiliki manfaat
dalam menekan kehilangan losses dan kerugian petani akibat umur
simpan produk yang pendek.
Teknologi Penanganan Pascapanen
Panen dan Umur Panen
Teknologi penanganan pascapanen dimulai sejak produk
hortikultura buah dan sayuran dipanen. Buah atau sayuran harus
dipanen pada umur panen yang optimal. Sayuran dan utamanya
buah yang dipanen muda atau belum waktunya akan berdampak
pada kualitas produk yang rendah sehingga harga jualnya pun
264 Penanganan Pascapanen Komoditas Hortikultura untuk Mengatasi Dampak Pandemi Covid-19
rendah, demikian juga dengan posisi tawar produk. Untuk beberapa
buah-buahan, penentuan umur panen dapat diamati secara fisik dan
mudah dilakukan. Buah pisang dikatakan cukup umur jika sudut-
sudut serta ujung buah sudah membulat. Pepaya siap panen jika
sudah muncul sedikit semburat kuning/merah. Buah salak ditentukan
berdasarkan warna kulit yang sudah lebih cerah dengan jarak
sisiknya yang lebih berjauhan, sedangkan untuk mangga umumnya
jika ujung buah sudah membulat.
Setelah buah dipanen, buah dari lapang harus diperlakukan hati-
hati agar tidak terjadi benturan fisik baik antarbuah maupun antara
buah dan kemasan. Benturan dapat mempercepat proses fisiologi dan
kerusakan buah sehingga menyebabkan penurunan kualitas dan
umur simpan buah.
Sortasi dan Grading
Setelah buah dipanen, maka tahap selanjutnya adalah sortasi atau
grading. Proses sortasi diperlukan untuk memisahkan buah yang yang
rusak, cacat, luka, serta busuk sehingga dapat menekan atau
mencegah kontaminasi silang terhadap buah yang sehat dan bersih.
Grading merupakan kegiatan mengklasifikasikan buah berdasarkan
warna, berat, dan bentuk buah sehingga diperoleh buah yang
seragam. Sortasi dan grading akan memudahkan petani dalam
membagi kelas mutu dari buah. Kelas mutu akan menentukan harga
jual produk di pasaran. Proses selanjutnya adalah proses pengemasan
dan penyimpanan.
Pengemasan
Faktor lain yang berpengaruh pada umur simpan produk
hortikultura adalah kemasan. Pada umumnya kemasan terbagi
menjadi kemasan primer dan kemasan sekunder. Kemasan primer
merupakan kemasan yang bersinggungan langsung dengan produk.
Contoh kemasan primer adalah single packaging yang biasa digunakan
untuk display produk seperti kemasan plastik (wrapping plastic),
keranjang plastik, jaring busa (net foam), kantung plastik stand-up
Dampak Pandemi Covid-19: Perspektif Adaptasi dan Resiliensi Sosial Ekonomi Pertanian 265
(stand-up pouch), dan sachet. Kemasan primer berperan melindungi
produk dan memperpanjang umur simpan, sementara kemasan
sekunder berperan melindungi kemasan primer selama penyimpanan
atau pengangkutan, baik itu dari sentra produksi ke pasar maupun
dari pasar sampai ke konsumen. Kemasan sekunder biasanya adalah
kemasan yang terbuat dari kayu, plastik (krat plastik), dan kardus.
Sayuran sangat rentan terhadap kelembaban. Penggunaan kertas
koran untuk membungkus sayuran membantu retensi kelembaban,
mencegah terjadinya perubahan aroma (pengaruh aroma
lingkungan), serta mencegah terjadinya kontaminasi silang mikroba.
Kemasan kertas koran juga cukup murah dan mudah diaplikasikan
dalam skala rumah tangga. Dalam menjaga kesegaran selama
penyimpanan, sayuran atau buah juga dapat dikemas menggunakan
plastik low density polyethylene (LDPE) dengan diberi lubang untuk
mencegah terjadinya kondensasi dalam kemasan. Penggunaan plastik
berlubang menyebabkan terjadinya perubahan atau modifikasi
kandungan O2 dan CO2 dalam kemasan sehingga dapat menekan laju
respirasi produk (Waryat et al. 2017). Penggunaan plastik berlubang
juga menjaga buah dan sayur tidak cepat layu selama disimpan
dingin di dalam lemari pendingin.
Manajemen Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor penting penyebab kerusakan
produk hortikultura. Kerusakan akan meningkat dengan semakin
tingginya suhu lingkungan karena suhu yang tinggi akan
mempercepat proses fisiologi, baik respirasi ataupun transpirasi,
begitu pula dengan aktivitas mikrobiologi oleh mikroorganisme.
Dengan semakin cepatnya proses respirasi maka proses metabolisme
(proses pembongkaran pati menjadi gula sederhana) juga akan
semakin cepat. Hal ini berarti proses kematangan buah semakin cepat
sehingga umur simpan menjadi pendek.
Pendinginan, baik prapendinginan (pre-cooling) ataupun
penyimpanan dingin, komoditas hortikultura pada prinsipnya
memberikan perlakuan menurunkan suhu untuk menekan proses
metabolisme, baik respirasi, transpirasi, ataupun aktivitas
266 Penanganan Pascapanen Komoditas Hortikultura untuk Mengatasi Dampak Pandemi Covid-19
mikrobiologi. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa
penyimpanan dingin efektif dalam meningkatkan umur simpan
produk hortikultura. Pendinginan bisa dijadikan alternatif dalam
menyimpan produk hortikultura baik sayuran ataupun buah untuk
stok dalam skala rumah tangga ataupun untuk pedagang dan pelaku
distributor. Menyimpan sayuran ataupun buah-buahan di dalam
pendingin dapat mengatasi masalah pemasaran yang terhambat
akibat sulitnya distribusi.
Prapendinginan
Pada saat buah atau sayuran dipanen, respirasi buah meningkat dan
berimbas kepada peningkatan suhu. Prapendinginan menurunkan
suhu produk di lapangan sesaat setelah panen dengan cepat sehingga
peningkatan aktifivas fisiologi yang terjadi dapat ditekan. Pra-
pendinginan dapat meningkatkan umur simpan buah-buahan karena
dapat menghambat kebusukan akibat serangan mikroorganisme,
menekan reaksi enzimatis dan aktivitas respirasi, menghambat
kehilangan air, serta menekan produksi etilen. Prapendinginan
menyebabkan kualitas awal produk sesaat setelah dipanen dapat
dipertahankan untuk kemudian diberi perlakuan pascapanen selanjut-
nya, baik itu pengemasan, penyimpanan, ataupun distribusi buah.
Prapendinginan untuk produk hortikultura berbeda-beda
tergantung pada karakteristik buah, umur panen, bahkan suhu
lingkungan saat pemanenan (Thakur 2016). Teknik prapendinginan
juga ditentukan berdasarkan pertimbangan biaya yang diperlukan.
Penyimpanan Dingin
Penyimpanan dingin dilakukan untuk menghambat laju respirasi
sehingga memperlambat proses pematangan, menghambat
kerusakan secara fisiologi, juga menghambat kerusakan akibat
serangan mikroba. Penggunaan suhu dingin dalam penyimpanan
produk hortikutura menjadi faktor yang sangat penting apabila
produk akan disimpan dalam waktu yang lama (Rao 2015).
Dampak Pandemi Covid-19: Perspektif Adaptasi dan Resiliensi Sosial Ekonomi Pertanian 267
Penyimpanan ataupun penggunaan suhu rendah dapat dilakukan
untuk distribusi ataupun menyimpan produk sebagai stok. Pada
skala kecil seperti di rumah tangga, penyimpanan buah dan sayur
dapat dilakukan di dalam lemari penyimpanan dingin atau
refrigerator. Penyimpanan di dalam refrigerator dapat didahului
terlebih dahulu dengan proses pencucian buah dan sayur dan
mengemasnya untuk mencegah pelayuan buah akibat transpirasi di
dalam refrigerator. Penyimpanan dingin buah dan sayur dalam skala
lebih besar dapat menggunakan cold storage. Pendinginan buah dan
sayur juga dapat dilakukan untuk proses distribusi dengan
menggunakan mobil boks berpendingin untuk jalur darat, atau
dengan menggunakan refrigerated container untuk jalur laut dalam
rangka pemasaran ekspor. Pengangkutan dingin sayur-sayuran
secara konvensional dan murah dapat memanfaatkan penggunaan
bongkahan es di dalam boks. Beberapa teknik prapendinginan dan
suhu penyimpanan dingin pada beberapa komoditas hortikultura
disajikan pada Tabel 3.
Penanganan pascapanen yang tepat sejak di lapang tidak saja
berdampak pada semakin panjangnya umur simpan produk
hortikultura, tetapi juga secara langsung mengurangi losses yang
biasanya terjadi di setiap titik sepanjang rantai pasok produk
hortikultura. Dengan teknologi pascapanen yang tepat, produk cabai
merah dapat dikurangi lossesnya yang semula lebih dari 20% menjadi
kurang dari 10% (ICAPRD 2018). Bawang merah dari sekitar 27%
menjadi kurang dari 5%. Hampir sama dengan cabai, tomat memiliki
losses lebih dari 20‒25%, namun dengan sedikit sentuhan teknologi
penanganan pascapanen, losses-nya dapat turun menjadi sekitar 10‒
16% (AFACI 2015). Pisang merupakan buah yang memiliki tingkat
losses yang cukup tinggi, yaitu pada kisaran 20‒50% (Pradhana 2013).
Losses tersebut dapat turun menjadi 18‒25% (Sukasih et al. 2013)
dengan penanganan pascapanen yang benar mulai dari penentuan
umur panen hingga ke pasar. Dari data tersebut terlihat bahwa
teknologi pascapanen memiliki peran yang sangat penting dalam
menekan losses produk hortikultura selama ini, di mana angkanya
tidak pernah berubah di kisaran 20‒50%.
268 Penanganan Pascapanen Komoditas Hortikultura untuk Mengatasi Dampak Pandemi Covid-19
Tab
el 3
. Pra
pen
din
gin
an, p
eng
emas
an, d
an p
eny
imp
anan
din
gin
ko
mo
dit
as h
ort
iku
ltu
ra
Ko
mo
dit
as
Tek
nik
pra
pen
din
gin
an
Jen
is k
emas
an
S
uh
u p
eny
imp
anan
(°C
)
Um
ur
sim
pan
(har
i)
Su
mb
er
Jeru
k k
epro
k
Con
tact
ici
ng
di
dal
am b
ok
s
pen
yim
pa
nan
ya
ng
dib
eri
es
(su
hu
bo
x 1
0 °C
) se
lam
a 1
jam
10
21
L
atif
ah 2
008
Man
gg
a
(Alp
ho
nso
)
Pen
din
gin
an
pad
a su
hu
12±
2 °C
pad
a fo
rced
air
coo
lin
g ch
ambe
r
15
21
dal
am
pen
din
gin
, 7
har
i d
alam
disp
lay
Kan
ade
et a
l. 2
017
Man
gg
a
Ged
on
g
Dih
amp
ar
MA
P d
eng
an
per
fora
si (
kap
asit
as
10 k
g, L
DP
E 7
2
lub
ang
mik
ro)
8‒12
35
W
iday
anti
et
al.
2019
Man
gg
is
Dih
amp
ar
MA
P d
eng
an
per
fora
si (
kap
asit
as
10 k
g, L
DP
E 7
2
lub
ang
mik
ro)
8‒12
21
W
iday
anti
et
al.
2019
Sal
ak
Dih
amp
ar
MA
P p
erfo
rasi
8‒
12
21
Yu
lian
ing
sih
et
al.
2010
; Wid
ayan
ti e
t
al. 2
019
Bro
ko
li
Per
end
ama
n d
alam
air
es
sela
ma
15 m
enit
10
42
B
lon
gk
od
et
al.
2016
To
mat
P
eren
dam
an
dal
am a
ir e
s
sela
ma
1 ja
m
R
atn
a et
al.
201
4
Dampak Pandemi Covid-19: Perspektif Adaptasi dan Resiliensi Sosial Ekonomi Pertanian 269
Buah dan sayur dengan umur simpan yang panjang karena
mengaplikasikan teknologi pascapanen memungkinkan petani,
supermarket, pasar daring, bahkan konsumen rumah tangga dapat
menyimpan produk sebagai stok dengan kualitas yang tetap terjaga
selama penyimpanan. Dengan demikian, para pelaku agribisnis buah
dapat menekan risiko kerugian akibat buah tidak terjual dan
kebutuhan konsumsi buah rumah tangga dapat terjaga pula selama
pandemi.
Penanganan Pascapanen Mengatasi Mengatasi Dampak Pandemi
Tantangan
Pandemi menyebabkan proses distribusi produk hortikultura
terhambat sehingga daya serap pasar turun dan petani dirugikan
karena barang sulit terjual. Kondisi tersebut menuntut umur simpan
produk yang lebih lama untuk mengatur proses penjualan produk.
Dalam hal ini, teknologi pascapanen menjadi penting untuk
diaplikasikan dalam menjaga stok produk di tingkat petani, distributor
atau pedagang, dan konsumen. Teknologi pascapanen dapat berperan
dalam mempertahankan kesegaran produk hortikultura sehingga bisa
bertahan lebih lama setelah dipanen.
Kesadaran akan pentingnya aplikasi teknologi pascapanen harus
dipahami oleh petani, pedagang, distributor, maupun konsumen.
Dalam mewujudkan hal tersebut, perlu sosialisasi teknologi secara
intensif. Petani ataupun kelompok tani harus mendapat bimbingan
teknis terkait teknologi pascapanen yang dapat diaplikasikan dengan
mudah di lapangan. Para peneliti Balitbangtan, penyuluh pertanian,
aparat Dinas Pertanian setempat ataupun akademisi sebagai penghasil
teknologi memiliki peran dalam proses sosialisasi dan diseminasi.
Dinas Pertanian dan Dinas Perdagangan setempat serta Direktorat
Jenderal teknis terkait wajib membantu petani maupun kelompok tani
dalam memberikan bantuan yang dapat berupa peralatan pendukung
teknologi seperti pembangunan Sub Terminal Agribisnis (STA)
maupun Packing House Operation (PHO) beserta kelengkapannya.
270 Penanganan Pascapanen Komoditas Hortikultura untuk Mengatasi Dampak Pandemi Covid-19
Sementara itu, pedagang pengumpul, pedagang besar, maupun
pedagang eceran (retailer) sudah seharusnya menghargai produk yang
dihasilkan petani dengan memberikan harga beli yang pantas.
Selanjutnya, pedagang pengumpul atau retailer akan menerapkan
teknologi pascapanen untuk mempertahankan kualitas produk
hortikultura tersebut, antara lain dengan penyimpanan pada suhu
dingin serta memberikan kemasan produk yang baik sehingga produk
tetap terlindungi dari kerusakan. Produk pertanian berkualitas baik
dan kemasan yang menarik akan meningkatkan nilai jual produk di
pasaran.
PSBB yang bersifat memaksa masyarakat untuk mengurangi
bepergian, termasuk belanja kebutuhan sehari-hari, menjadi salah satu
faktor berkembangnya sistem pemasaran secara daring. Namun
demikian, pemahaman petani, pedagang, ataupun distributor produk
hortikultura terhadap sistem pemasaran daring masih terbatas. Oleh
karenanya, perlu adanya edukasi sistem pemasaran secara daring
untuk menjamin kelangsungan kegiatan agribisnis. Pemerintah dan
pihak terkait perlu memfasilitasi dan meningkatkan kemampuan
mereka untuk pemasaran secara daring. Petani maupun distributor
dituntut untuk mampu memanfaatkan teknologi pascapanen,
sekaligus dapat bersaing di pasar daring. Munculnya berbagai
perusahaan start-up yang mengambil peluang membantu
mengakomodasi pemasaran dari petani/kelompok tani maupun
distributor dapat menjual produk secara daring dengan cepat dan
harga yang sesuai. Sinergitas antara perusahaan start-up, lembaga
pembiayaan dan instansi yang menaungi petani/keltan tersebut
diperlukan untuk terus mengembangkan sistem dengan mengadakan
pelatihan, pemberian modal, dan akses pasar secara daring.
Terganggunya stok pangan akibat berkurangnya pasokan dan
akibat PSBB juga terjadi di banyak negara. Pendekatan yang dilakukan
di China juga memanfaatkan platform belanja daring (Galanakis 2020).
Pemerintah China mendekati perusahaan makanan untuk
mengumpulkan informasi tentang pasokan komoditas pokok seperti
beras dan produk segar (misalnya buah-buahan dan sayuran) dan
Dampak Pandemi Covid-19: Perspektif Adaptasi dan Resiliensi Sosial Ekonomi Pertanian 271
menghubungkan mereka dengan penjual. Aplikasi seluler belanja yang
populer, yaitu aplikasi e-commerce seperti JD.com dan Alibaba Group,
membantu petani menemukan pembeli alternatif di kota kecil.
Peluang
Sektor pertanian selalu menjadi tumpuan untuk penyediaan
pangan. Di saat krisis, seperti saat pandemi Covid-19 ini, selain
berkontribusi untuk penyediaan pangan, ternyata sektor pertanian bisa
menjadi jaring pengaman sosial (sosial safety net) alamiah. Selama ini,
sektor pertanian masih merupakan sektor penyerap tenaga kerja
terbanyak di Indonesia, terlebih ketika ada krisis (Yusuf et al. 2020). Hal
itu juga berlaku untuk komoditas hortikultura, saat pandemi di mana
terjadi banyak pemutusan hubungan kerja (PHK) dan terhentinya
aktivitas ekonomi terutama bagi pekerja sektoral, banyak warga
kembali ke desa dan bertani buah dan sayuran semusim maupun
empon-empon yang penjualannya meningkat.
Komoditas hortikultura, terutama buah-buahan, merupakan salah
satu komoditas ekspor yang cukup mendapat berkah saat pandemi.
Menurut BPS (2020b), ekspor buah-buahan pada Januari‒Mei 2020
mengalami peningkatan volume maupun nilai. Untuk buah semusim
ekspor naik sebesar 308,73% dengan nilai sebesar 91,04%, dan untuk
ekspor buah tahunan meningkat sebesar 31,84% dengan nilai sebesar
73,39% dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2019.
Peningkatan terbesar terjadi pada buah-tahunan, dari 56,1 ton menjadi
229,2 ton, senilai 109,5 ribu US$. Akan tetapi untuk sayuran, ekspor
justru menurun sampai 40,12%. Data konsumsi buah dalam negeri
selama dan pascapandemi diperkirakan meningkat seiring dengan
semakin sadarnya masyarakat akan pentingnya mengonsumsi buah
dan sayur untuk meningkatkan daya tahan tubuh sehingga peluang
pasar produk hortikultura terbuka lebar.
Saat ini, terdapat kecenderungan masyarakat untuk mengonsumsi
bahan pangan alami (bukan olahan) yang memiliki manfaat fungsional
yang baik. Hal tersebut menjadi tantangan sekaligus peluang
pengembangan produk hortikultura. Masa pandemi menyebabkan
272 Penanganan Pascapanen Komoditas Hortikultura untuk Mengatasi Dampak Pandemi Covid-19
masyarakat semakin sadar pentingnya konsumsi makanan sehat untuk
meningkatkan daya tahan tubuh. Konsumsi bahan pangan alami
semakin meningkat, misalnya sarapan dengan jus, smoothies, salad, atau
makanan penutup berbasis sayuran semakin meningkat. Diet sehat
dengan sayuran segar merupakan pilihan yang mudah, enak, dan
murah. Produk hortikultura juga kaya dengan manfaat kesehatan
sehingga dikenal sebagai makanan super, seperti di antaranya buah
beri (blueberry, cranberry, strawberry), delima, dan pepaya, merupakan
jenis buah yang semakin populer (CBI 2019).
Tren lain yang berkembang sekarang adalah konsumen juga
cenderung mencari produk rendah karbohidrat dan rendah lemak,
selain rendah gula. Produk-produk olahan hortikultura seperti selai,
jelly, dan mengganti gula dengan buah-buahan dan sayuran. Selain itu,
juga berkembang permintaan produk kering buah-buahan. Konsumen
juga sekarang semakin peduli mengenai asal bahan pangan yang
mereka konsumsi. Produk yang lebih hijau, maupun terkesan hijau
(green product) lebih diminati. Produk tersebut termasuk buah dan
sayuran. Di antara produk-produk segar yang semakin diminati
konsumen masa kini adalah jus bukan dari konsentrat, jus dan smoothie
yang diproses dengan tekanan tinggi, serta buah kering pasteurisasi
tanpa bahan pengawet.
Pada masa pandemi, penerapan teknologi pascapanen pada
komoditas hortikultura memegang peranan penting. Selain
meningkatkan umur simpan dan mengurangi potensi kerugian bagi
petani, distributor, dan konsumen, teknologi pascapanen juga dapat
menjaga komponen fungsional buah dan sayur, yaitu vitamin, mineral,
serat, dan senyawa fungsional lainnya yang dapat meningkatkan
kekebalan tubuh. Pada umumnya, di antara produk pangan dan
pertanian, produk hortikultura merupakan produk yang paling mudah
dipasok. Subsektor hortikultura memiliki banyak keunggulan, antara
lain mudah ditanam, dapat tumbuh baik di Indonesia yang beriklim
tropis, bernilai gizi tinggi, membantu pencapaian Sustainable
Development Goals (SDGs), berdaya saing ekspor tinggi, serta sedikit
membutuhkan lahan dalam usaha taninya.
Dampak Pandemi Covid-19: Perspektif Adaptasi dan Resiliensi Sosial Ekonomi Pertanian 273
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Produk hortikultura memiliki kandungan vitamin dan senyawa
fungsional yang baik untuk meningkatkan daya tahan tubuh selama
masa pandemi. Di sisi lain, produk hortikultura memiliki umur
simpan yang pendek sehingga menjadi kendala dalam rantai
distribusi dan pemasaran. Teknologi penanganan pascapanen untuk
memperpanjang umur simpan produk hortikultura selama dan
pascapandemi sangat diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan
pangan fungsional berbasis hortikultura, menjaga keseimbangan
pasar dan perekonomian nasional.
Teknologi pascapanen buah dan sayur yang dapat diaplikasikan
untuk menangani kehilangan dan pemborosan (losses dan waste) di
antaranya adalah cara dan waktu panen yang tepat, yaitu umur panen
matang fisiologis dan waktu panen pada pagi hari serta tidak hujan,
penurunan suhu lapang (dihampar dan diangin-anginkan), sortasi
(memisahkan buah atau sayur yang busuk, luka, cacat), pengemasan,
serta penyimpanan dingin. Aplikasi teknologi tersebut dapat
membantu petani dan atau pelaku agribisnis hortikultura untuk
membuat stok produk sehingga dapat mengatur proses distribusi dan
pemasaran.
Saran
Pada masa pandemi Covid-19 ini, konsumsi buah dan sayuran
disarankan untuk ditingkatkan guna membantu pembentukan sistem
imun tubuh. Agar para pelaku sepanjang rantai pasok hortilkultura
mulai dari petani, pedagang, sampai konsumen dapat menyimpan
produk hortikultura buah dan sayuran lebih lama dan tidak menurun
kualitasnya, disarankan pemerintah lebih mengintensifkan
penyediaan dan diseminasi teknologi penanganan pascapanen
kepada pelaku sepanjang rantai pasok hortikultura tersebut dengan
teknologi pascapanen yang berbeda, yang sesuai dengan kebutuhan
dan tingkat pemanfaatannya.
274 Penanganan Pascapanen Komoditas Hortikultura untuk Mengatasi Dampak Pandemi Covid-19
DAFTAR PUSTAKA
[AFACI] Asian Food and Agriculture Cooperation Initiative. 2015.
Postharvest handling of tomato in Indonesia and Asia. AFACI Report.
Jeonju (KR): AFACI Secretariat.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2020a. Ekonomi Indonesia triwulan I 2020 tumbuh
2,97 persen [Internet]. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik; [diunduh 2020 Sep
25]. Tersedia dari: https://www.bps.go.id/pressrelease/2020/05/05/1736/
ekonomi-indonesia-triwulan-i-2020-tumbuh-2-97-persen.html
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2020b. Buletin statistik perdagangan luar negeri:
ekspor [Internet]. Mei 2020. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik Indonesia;
[diunduh 2020 Agu 28]. Tersedia dari: https://www.bps.go.id/publication/
download.html
Blongkod NA, Wenur F, Longdong IA. 2016. Kajian pengaruh pra
pendinginan dan suhu penyimpanan terhadap umur simpan brokoli.
Cocos [Internet]. [diunduh 2020 Agu 27]; 7(5): 10 p. Tersedia dari:
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/cocos/article/view/13871
[CBI] Centre for the Promotion of Imports from developing countries. 2019.
Trends on the European processed fruit and vegetables market [Internet].
[cited 2020 Aug 28]. Available from: https://www.cbi.eu/market-
information/processed-fruit-vegetables-edible-nuts/trends
Chan EWC, Ng VP, Tan VV, Low YY. 2011. Antioxidant and antibacterial
properties of Alpinia galanga, Curcuma longa, and Etlingera elatior
(Zingiberaceae). Pharmacognosy J 3:54-61.
Dhyanaputri GAS, Karta W, Krisna LAW. 2016. Analisis kandungan gizi
ekstrak kulit salak produksi Kelompok Tani Abian Salak Desa Sibetan
sebagai upaya pengembangan potensi produk pangan lokal. Meditory.
4(2):93-100.
Galanakis CM. 2020. The food systems in the era of the coronavirus (COVID-
19) pandemic crisis. Foods [Internet]. [cited 2020 Sep 22]; 9(523): 10 p.
Available from: https://www.mdpi.com/2304-8158/9/4/523/htm
Hirawan FB, Verselita AA. 2020 Apr 14. Kebijakan pangan di masa pandemi
COVID-19 [Internet]. CSIS Commentaries DMRU-048-ID. [diunduh 2020
Sep 22]. Tersedia dari: https://csis.or.id/publications/kebijakan-pangan-di-
masa-pandemi-covid-19
[ICAPRD] Indonesian Center for Agricultural Postharvest Research and
Development. 2018. Pilot activities of reduction of postharvest losses (PHL)
Dampak Pandemi Covid-19: Perspektif Adaptasi dan Resiliensi Sosial Ekonomi Pertanian 275
case of Indonesia: red curly chili. Bogor (ID): Indonesian Center for
Agricultural Postharvest Research and Development dan PT Agro Indo
Mandiri.
Kader AA. 2002. Postharvest technology of horticultural crops. 3rd ed. Davis
(US): University of California.
Kanade NM, Pawar CD, Ghule VS, Gajbhiye RC, Salvi BR. 2017. Effect of
different precooling and storage temperatures on shelf life of mango cv.
Alphonso. Int J Curr Microbiol App Sci. 6(11):845-855.
Kusbandari A, Susanti H. 2017. Kandungan beta karoten dan aktivitas
penangkapan radikal bebas terhadap dpph (1,1-difenil 2-pikrilhidrazil)
ekstrak buah blewah (Cucumis melo var. Cantalupensis L) secara
spektrofotometri UV-visibel. J Farm Sains Komunitas. 14(1):37-42.
Latifah. 2008. Kajian pengaruh pra pendinginan dan suhu penyimpanan
terhadap umur simpan brokoli [Skripsi]. [Malang (ID)]: Universitas Islam
Negeri Malang.
Leite AV, Malta LG, Riccio MF, Eberlin MN, Pastore GM, Maróstica Junior
MR. 2011. Antioxidant potential of rat plasma by administration of freeze-
dried jaboticaba peel (Myrciaria jaboticaba Vell Berg). J Agric Food Chem.
59(6):2277-2283.
Pangesti T, Fitriani IN, Ekaputra F, Hermawan A. 2013. Sweet papaya seed
candy: antibacterial Escherichia coli candy with papaya seed (Carica papaya
L.). J Pelita. 8(2):156-163.
Pradhana AY, Hasbullah R, Purwanto YA. 2013. Pengaruh penambahan
kalium permanganat terhadap mutu pisang (cv. Mas Kirana) pada
kemasan atmosfir termodifikasi aktif. J Pascapanen 10(2):83-94.
Rao CG. 2015. Engineering for storage of fruits and vegetables: cold storage,
control atmospere storage, modified atmosphere storage. 1st ed.
Cambridge (US): Academic Press.
Ratna, Ichwana, Mulyanti. 2014. Aplikasi pre-cooling pada penyimpanan buah
tomat (Lycopersicum esculentum) menggunakan kemasan plastik polietilen.
J EduBio Trop. 2(1):121-186.
Sinaga AA, Luliana S, Fahrurroji A. 2015. Losio antioksidan buah naga merah
(Hylocereus polyrhizus Britton and Rose). Pharm Sci Res. 2(1):11-20.
Siriwardhana N, Kalupahana NS, Cekanova M, LeMieux M, Gree B,
Moustaid-Moussa N. 2013. Modulation of adipose tissue inflammation by
bioactive food compounds. J Nutri Biochem. 24(4):613–623.
276 Penanganan Pascapanen Komoditas Hortikultura untuk Mengatasi Dampak Pandemi Covid-19
Sukasih E, Setyadjit, Permana AW. 2013. Application of 1-MCP to delay
ripening of 'Mas Kirana' banana. Acta Hortic. 1011:259-263.
Sulistyaningrum A, Yanto T, Naufalin R. 2015. Perubahan kualitas nira kelapa
akibat penambahan pengawet alami. J Penelit Pascapanen Pertan.
12(3):137-146.
Thakur B. 2016. Advancement in harvesting, precooling, and grading of fruits.
Innovare J Agric Sci. 4(2):13-23.
Waryat, Muflihani Y, Rima P. 2017. Kajian pengaruh jenis kemasan terhadap
kehilangan hasil kubis selama penyimpanan. Dalam: Zulkarnain, Bobihoe
J, Asni N, Handoko S, Zubir, editor. Prosiding Seminar Nasional
Membangun Pertanian Modern dan Inovatif Berkelanjutan dalam Rangka
Mendukung MEA; 2016 Mei 31‒Jun 1; Jambi, Indonesia. Bogor (ID): Balai
Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. p. 1402-1408.
Widayanti SM, Mulyawanti I, Dewandari KT, Kailaku SI, Sukasih E, Setyajdit,
Broto W, Setyabudi DA, Kurniawan F. 2019. Teknologi penanganan
(preparasi, modifikasi suhu dan kelembaban dan pengemasan) untuk
mempertahankan mutu komoditas hortikultura potensial selama ekspor
di lapangan. Laporan Akhir. Bogor (ID): Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Pascapanen Pertanian.
Woo KS, Hwang IG, Kim HY, Hang KI, Lee JS, Kang TS, Jeong HS. 2011.
Thermal degradation characteristics and antioxidant activity of fructose
solution with heating temperature and time. J Med Food. 14:167-172
Yulianingsih, Thahir R, Amiarsi D, Mulyawanti I. 2010. Implementasi teknologi
pengemasan atmosfir termodifikasi pada buah salak (kapasitas 10 ton)
selama 21 hari transportasi untuk tujuan ekspor. Laporan Akhir. Bogor (ID):
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian.
Yusuf AA, Suganda T, Hermanto, Mansur F, Hadisoemarto P. 2020. Strategi
ekonomi sektor pertanian di tengah pandemi Covid-19 [Internet].
Bandung (ID): Center for Sustainable Development Goals Studies;
[diunduh 2020 Sep 20]. Tersedia dari: sdgcenter.unpad.ac.id/strategi-
ekonomi-sektor-pertanian-di-tengah-pandemi-covid-19/.
Zulueta A, Esteve MJ, Frasque I, Frı´gola A. 2007. Vitamin C, vitamin A,
phenolic compounds and total antioxidant capacity of new fruit juice and
skim milk mixture beverages marketed in Spain. Food Chem. 103:1365-
1374.