Upload
vuhuong
View
251
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
USAID PRIORITAS: Mengutamakan Pembaharuan, Inovasi, dan Kesempatan bagi Guru, Tenaga Kependidikan, dan Siswa
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
III
PENATAAN DAN PEMERATAAN GURU
Modul Pelatihan - Juli 2014Modul Pelatihan - Juli 2014
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
2 - Modul Pelatihan Praktik yang Baik di SMP dan MTs II
Modul Pelatihan Praktik yang Baik di SMP dan MTs II - 3
Modul
PENATAAN DAN
PEMERATAAN GURU
WORKSHOP
ANALISIS KEBIJAKAN
PENATAAN
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
4 - Modul Pelatihan Praktik yang Baik di SMP dan MTs II
Modul Pelatihan Praktik yang Baik di SMP dan MTs II - 5
Modul Penataan dan Pemerataan Guru ini dikembangkan dengan dukungan penuh rakyat Amerika
melalui United States Agency for International Development (USAID). Isi dari materi workshop ini
merupakan tanggung jawab konsorsium Program USAID Prioritizing Reform, Innovation, and Opportunities
for Reaching Indonesia’s Teachers, Administrators, and Students (PRIORITAS) dan tidak mencerminkan
pandangan USAID atau pemerintah Amerika Serikat.
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
6 - Modul Pelatihan Praktik yang Baik di SMP dan MTs II
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
i
Pengantar Program Penataan dan Pemerataan Guru
DDaaffttaarr IIssii
Pengantar iii
Unit 1 Kerangka Kebijakan Berdasarkan Pengalaman Praktis 3
Unit 2 Identifikasi Alternatif Kebijakan 15
Unit 3 Pengenalan Sotfware dan Penyiapan Data 31
Unit 4 Formulasi Kebijakan 47
Unit 5 Rancangan Implementasi Kebijakan 65
Unit 6 Perhitungan Dampak Anggaran dari Pilihan Alternatif
Kebijakan Penataan dan Pemerataan Guru
81
Unit 7 Persiapan Konsultasi Publik 111
Unit 8 Rencana Tindak Lanjut 131
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
ii
Pengantar Program Penataan dan Pemerataan Guru
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
iii
Pengantar Program Penataan dan Pemerataan Guru
Pengantar Workshop Analisis Kebijakan
Workshop 2 dimaksudkan untuk melakukan analisis kebijakan dalam penataan guru. Kegiatan
ini memerlukan kelanjutan dari WS 1 terutama menggunakan hasil analisis data beruapa isu
strategis dalam penataan dan pemerataan guru. Workshop Analisis Kebijakan dimulai dari 1)
Memilih isu strategis yang akan dipecahkan melalui analisis kebijakan, 2) Merumuskan
tujuan kebijakan yang relevan dengan pemecahan isu strategis, 3)Mengidentifikasi
alternative kebijakan, 4) Memilih kebijakan berdasarkan kriteria pemilihan kebijakan, 5)
Merumuskan rekomendasi dan memformulasikan kebijakan, dan 6) Membuat rancangan
implementasi kebijakan ke dalam system perencanaan daerah
Pihak-pihak yang perlu dihadirkan dalam pertemuan ini adalah tim kebijakan dari Dinas
Pendidikan, BKD, Bappeda, dan Kantor Kemenag Kabupaten/kota. Setiap kabupaten/kota
mengirimkan 5 orang.
Sebelum workshop dilaksanakan, tim harus mempersiapkan isu strategis yang telah disepakati
dari masing-masing kabupaten/kota yang akan ikut serta dalam workshop.
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
iv
Pengantar Program Penataan dan Pemerataan Guru
Jadwal Workshop II
Analisis Kebijakan Penataan dan Pemerataan Guru
Waktu Kegiatan PIC
Hari pertama
08.00-08.15 Pembukaan Kepala Dinas
Pendidikan atau
yang mewakili
08.15-09.45 Unit 1: Kerangka kebijakan berdasarkan pengalaman
praktis
Fasilitator
09.45-10.00 Rehat
10.00-12.00 Unit 2: Identifikasi Alternatif Kebijakan Fasilitator
12.00-13.00 ISOMA
13.00-14.00 Lanjutan Unit 2
14.00-15.00 Unit 3: Strategi dan proses pemilihan kebijakan Fasilitator
15.00-15.15 Rehat
15.15-16.30 Lanjutan Unit 3 Fasilitator
Hari kedua
08.00-10.00 Unit 4: Formulasi Kebijakan Fasilitator
10.00-10.15 Rehat
10.15-12.00 Kunjung Karya dan Diskusi Fasilitator
12.00-13.00 ISOMA
13.00-15.00 Unit 5: Rancangan Implementasi kebijakan Fasilitator
15.00-15.15 Rehat
15.15-16.30 Unit 6: Perhitungan dampak anggaran dari pilihan
opsi kebijakan (integrasi dengan perencanaan)
Fasilitator
Hari ketiga
08.00-09.30 Lanjutan Unit 6 Fasilitator
09.30-10.30 Unit 7: Persiapan Konsultasi Publik Fasilitator
10.30-10.45 Rehat
10.45-11.45 Unit 8: RTL Fasilitator
11.45-12.00 Penutupan Pejabat yang
bertugas
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
1
UNIT 1: Kerangka Kebijakan Berdasarkan Pengalaman Praktis
UNIT 1
KERANGKA KEBIJAKAN
BERDASARKAN
PENGALAMAN PRAKTIS
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
2
UNIT 1: Kerangka Kebijakan Berdasarkan Pengalaman Praktis
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
3
UNIT 1: Kerangka Kebijakan Berdasarkan Pengalaman Praktis
UNIT 1
KERANGKA KEBIJAKAN BERDASARKAN
PENGALAMAN PRAKTIS - Waktu: 90 menit
Pengantar
Sesi ini dirancang untuk memperkenalkan peserta untuk berbagai pilihan kebijakan
untuk mengatasi masalah penataan dan pemerataan guru.
Penyebaran guru telah diatur oleh pemerintah sejak tahun 2003, 1 dan baru-baru ini
melalui Peraturan Bersama Lima Menteri (2011)2 yang mengharuskan
kabupaten/kota mendistribusikan guru sehingga tercapai distribusi yang lebih merata.
Sementara itu penyebaran guru non-pemerintah sepenuhnya diserahkan kepada
kepala sekolah dan penyelenggara sekolah.
Petunjuk teknis pelaksanaan Peraturan Bersama Lima Menteri mengenai distribusi
guru menjelaskan bagaimana penataan dan pemerataan guru harus dilaksanakan.
Setiap tingkat dari sistem pendidikan memiliki tugas masing-masing dalam penataan
dan pemerataan tenaga pengajar di sekolah, mulai tingkat kabupaten, provinsi,
sampai pusat.
Analisis kebutuhan guru harus dilakukan secara bertahap di masing-masing tingkat,
dimulai dari tingkat sekolah. Kekurangan dan kelebihan guru harus ditentukan di
tingkat nasional. Terlepas dari kewajiban peta kebutuhan guru, kabupaten juga
berkewajiban untuk melaksanakan pemindahan guru antar sekolah dan mendanai
biayanya. Demikian pula, di tingkat provinsi yang berwenang untuk memindahkan
guru antar kabupaten dalam provinsi, dan bertanggung jawab untuk menyediakan
dana untuk biaya pemindahan.
Tidak meratanya distribusi guru sebagai akibat manajemen tidak didasarkan pada
kebutuhan sekolah, tetapi lebih pada kebutuhan pribadi guru. Pemindahan atau
pengalihan guru umumnya diprakarsai oleh guru secara individual berdasarkan
kepentingan mereka sendiri dan bukan kepentingan sekolah atau kabupaten. Dinas
Pendidikan umumnya pasif, baik memberikan izin atau tidak memberikan izin dalam
menanggapi permintaan pindah dari seorang guru. Akibatnya, sering ada surplus guru
1 Law No. 9/2003 on the Authority Appointment, Transfer and Termination of Civil Servants,
Decree No. 20/2010 on Standards, Norms, Procedures and Criteria for Education
2 Peraturan Bersama 5 Menteri 2011 tentang Penataan Dan Pemerataan Guru Pegawai Negeri Sipil
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
4
UNIT 1: Kerangka Kebijakan Berdasarkan Pengalaman Praktis
di satu tempat dan kekurangan guru di tempat lain. Biasanya sekolah di pusat-pusat
perkotaan kelebihan guru sementara sekolah pedesaan dan terpencil seringkali
kekurangan guru.
Solusi yang jelas untuk distribusi guru yang tidak merata adalah untuk memindahkan
guru dari satu sekolah ke sekolah lain - dan ini sering menjadi solusi terbaik. Namun,
dalam beberapa kasus mungkin lebih baik untuk menggabungkan dua sekolah kecil
menjadi satu sekolah besar (regrouping), membuat SMP kecil yang disatukan ke SD
yang ada (Sekolah Satu Atap), mempertahankan sekolah kecil tapi menciptakan
efisiensi staf dengan kelas multi-grade, atau menunjuk guru spesialis untuk mengajar di
lebih dari satu sekolah (guru keliling atau mobile). Pilihan lain adalah untuk
memberikan insentif bagi guru untuk mengajar di sekolah-sekolah terpencil (insentif
dapat berupa bonus keuangan atau keuntungan karir). Di SMP mungkin perlu untuk
melatih guru untuk memungkinkan mereka untuk mengajar subjek yang berbeda.
Dalam sesi ini, berbagai opsi kebijakan diperkenalkan dan dibahas. Beberapa materi
diulang dari sesi sebelumnya di bagian pertama dari presentasi dalam rangka
konsolidasi pembelajaran.
Tujuan
Unit 1 bertujuan untuk menyadarkan peserta bahwa ada berbagai pilihan kebijakan
untuk mengatasi masalah distribusi guru yang tidak merata.
Pertanyaan Kunci
1. Apa saja pilihan kebijakan yang tersedia untuk mengatasi masalah distribusi guru
yang tidak merata?
2. Bagaimana praktik yang baik yang telah diterapkan internasional atau di daerah
lain di Indonesia untuk mengatasi masalah distribusi guru?
Petunjuk Umum
Sesi dimulai dengan pemaparan mengenai opsi-opsi kebijakan untuk penataan dan
pemerataan guru, dilanjukan dengan tayangan DVD film mengenai pengalaman di
kabupaten Gorontalo dan Purworejo. Setelah itu, diberikan kesempatan untuk
membahas relevansi dan aplikasi di kabupaten/kota para peserta.
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
5
UNIT 1: Kerangka Kebijakan Berdasarkan Pengalaman Praktis
Sumber dan Bahan
Presentasi dalam PowerPoint
LCD dan laptop/komputer
Kertas plano, spidol, dan flipchart
DVD: Praktik yang Baik: Penataan dan Pemerataan Guru di Gorontalo dan Purworejo
Waktu
Waktu yang digunakan dalam Unit 1 ini adalah 90 menit.
Ringkasan Sesi
Rincian Langkah-langkah Kegiatan
Introduction (15 menit)
Fasilitator menyajikan materi, fokus pada 1) Tujuan Penataan dan Pemerataan Guru
dan Workshop 2, dan (2) Profile guru Indonesia.
I
Introduction
15 menit
Fasilitator
menyampaikan
materi
mengenai, (1)
Tujuan utk
Penataan dan
Pemerataan
Guru &
workshop 2;
(2) Profile
guru Indonesia
Connection
15 menit
Mengamati
film Penataan
& Pemerataan
Guru di
Kabupaten
Gorontalo &
Purworejo
Application
30 menit
Diskusi
kelompok
mengidentifikasi
lessons learned
dari pengalaman
di Purworejo dan
Gorontalo.
Reflection
15 menit
Fasilitator
menyampaikan
materi
mengenai opsi-
opsi kebijakan
Extension
15 menit
Diskusi –
tanya-jawab
mengenai opsi-
opsi kebijakan
yang mungkin
sesuai dengan
kondisi di
kabupaten/
kota peserta
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
6
UNIT 1: Kerangka Kebijakan Berdasarkan Pengalaman Praktis
Connection (15 menit)
Peserta mengamati film yang menggambarkan pengalaman distribusi guru di dua
kabupaten: Purworejo dan Gorontalo. Film tersebut berdurasi sekitar 15 menit.
Selama mengamati film peserta diminta mencatat poin-poin penting dalam proses
penataan dan pemerataan guru.
Application (30 menit)
Setelah ini, peserta mendiskusikan poin-poin penting dari film dengan orang yang
duduk di samping mereka.
Pertanyaan-pertanyaan untuk didiskusikan adalah sebagai berikut:
1. Apa persamaan dan perbedaan konteks dan pengalaman antara Gorontalo
and Purworejo dengan kabupaten/kota Anda?
2. Apa saja yang bisa dipelajari dari pengalaman mereka?
3. Pendekatan mana yang berpeluang bisa diterapkan di kabupaten/kota Anda?
Reflection (15 menit)
Berdasarkan apa yang telah disajikan dalam sesi ini Fasilitator bisa menanyakan
kepada peserta, (1) apakah program dan tujuan workshop 2 penataan dan
pemerataan guru sudah dipahami?, (2) apakah sudah memahami berbagai pilihan
kebijakan yang tersedia untuk mengatasi masalah distribusi guru yang tidak merata?
Extention (15 menit)
Sesi presentasi dilanjutkan dengan tanya-jawab yang fokus pada, (1) memastikan
bahwa peserta memahami poin-poin penting tentang prinsip, tujuan, dan langkah-
langkah penataan dan pemerataan guru, dan (2) membantu peserta untuk membuat
koneksi dengan kabupaten mereka sendiri dan praktik distribusi guru yang sedang
dilakukan.
Yang penting adalah bahwa para peserta memahami pentingnya distribusi guru dan
telah tercermin pada kondisi saat ini di daerah mereka sendiri.
C
A
R
E
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
7
UNIT 1: Kerangka Kebijakan Berdasarkan Pengalaman Praktis
PRESENTASI UNIT 1
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
8
UNIT 1: Kerangka Kebijakan Berdasarkan Pengalaman Praktis
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
9
UNIT 1: Kerangka Kebijakan Berdasarkan Pengalaman Praktis
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
10
UNIT 1: Kerangka Kebijakan Berdasarkan Pengalaman Praktis
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
11
UNIT 1: Kerangka Kebijakan Berdasarkan Pengalaman Praktis
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
12
UNIT 1: Kerangka Kebijakan Berdasarkan Pengalaman Praktis
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
13
UNIT 2: Identifikasi Alternatif Kebijakan
UNIT 2
IDENTIFIKASI
ALTERNATIF
KEBIJAKAN
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
14
UNIT 2: Identifikasi Alternatif Kebijakan
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
15
UNIT 2: Identifikasi Alternatif Kebijakan
UNIT 2
IDENTIFIKASI ALTERNATIF KEBIJAKAN - Waktu: 180 Menit
Pengantar
Isu tentang ketidakseimbangan distribusi guru di sekolah, baik sebagai guru kelas,
maupun guru mata pelajaran terus berlarut, tanpa ada pemecahan yang konkrit mulai
pada jenjang satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, hingga nasional. Dampak
dari ketidakseimbangan distribusi guru ini menjadi salah satu hambatan dalam
pengembangan keprofesian guru secara berkelanjutan.
Salah satu sebab dari ketidakseimbangan penyebaran guru adalah sistem informasi
guru yang dibangun secara terpadu belum dapat dimanfaatkan secara langsung oleh
dinas pendidikan kabupaten/kota. Sumber data yang memadai melalui DAPODIK
(Data Pokok Pendidikan) belum dimanfaatkan secara maksimal. Data tersebut
belum dianalisis secara rinci berdasarkan kebutuhan informasi untuk kebijakan, baik
dalam peningkatan mutu layanan pendidikan secara umum, maupun untuk kebijakan
penataan dan pemerataan guru.
Peraturan Bersama 5 Menteri, yaitu Mendikbud, Mendagri, MenPAN dan RB,
MenAg, dan MenKeu tahun 2011 tentang Penataan dan Pemerataan Guru PNS
merupakan langkah awal untuk menata dan memeratakan guru antar sekolah,
kabupaten/kota, dan antar provinsi.
Untuk menindaklanjuti Perber 5 menteri tersebut, Kemdikbud telah membuat
Petunjuk Teknis (Juknis) untuk pelaksanaan penataan tersebut. Namun demikian,
Juknis tersebut belum cukup dapat dijadikan panduan oleh staf Dinas Pendidikan
kabupaten/Kota. Untuk membantu Dinas Pendidikan kabupaten/kota dan provinsi
mengimplementasikan Perber tersebut, USAID Prioritas mengembangkan modul-
modul pelatihan penataan dan pemerataan guru.
Pada Workshop 1 Analisis Data, peserta telah menganalisis data pendidikan
kabupaten/kota dengan memanfaatkan DAPODIK dan merumuskan isu-isu strategis.
Dalam Unit 2 Workshop 2 ini peserta akan mengidentifikasi isu strategis yang akan
ditindaklanjuti melalui implementasi kebijakan. Selanjutnya peserta akan merumuskan
tujuan kebijakan serta mengidentifikasi alternatif-alternatif kebijakan.
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
16
UNIT 2: Identifikasi Alternatif Kebijakan
Tujuan
Tujuan umum pelatihan ini adalah peserta mampu melakukan analisis kebijakan
berbasis data dalam penataan dan pemerataan guru. Tujuan khusus yang diharapkan
dikuasai peserta adalah:
1. Mengidentifikasi isu strategis menjadi kebijakan
2. Merumuskan tujuan kebijakan
3. Mengidentifikasi alternatif-alternatif kebijakan
Pertanyaan Kunci
1. Bagaimana mengidentifikasi/menyiapkan isu strategis menjadi kebijakan?
2. Bagaimana menetapkan tujuan pengambilan kebijakan?
3. Bagimana mengindentifikasi alternatif-alternatif kebijakan berdasarkan pada isu
strategis dan tujuan kebijakan?
Petunjuk Umum
Pendekatan yang digunakan dalam workshop ini adalah pendekatan andragogi, di
mana peserta telah memiliki pengetahuan awal yang cukup tentang topik yang akan
dibahas. Untuk itu, peserta dianggap sebagai shareholder dan diharapkan dapat
memberikan kontribusi sesuai dengan pengalaman masing-masing.
Sesi dimulai dengan pengenalan tentang kerangka analisis kebijakan, dilanjutkan
dengan langkah-langkah melakukan analisis kebijakan, dan mengidentifikasi alternatif
kebijakan berdasarkan isu strategis dengan mempertimbangkan perencanaan makro
bidang pendidikan.
Sumber dan Bahan
Presentasi dalam PowerPoint
Lembar Kerja 2.1 dan 2.2
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
17
UNIT 2: Identifikasi Alternatif Kebijakan
LCD dan laptop/komputer
Kertas plano, spidol, dan flipchart
Waktu
Waktu yang digunakan dalam Unit 2 ini adalah 180 menit.
Ringkasan Sesi
Rincian Langkah-langkah Kegiatan
Introduction (10 menit)
Fasilitator menayangkan judul sesi dan membuka dengan salam. Fasilitator memulai
kegiatan dengan menyatakan bahwa Pada Workshop 1 Analisis Data, peserta telah
menganalisis data pendidikan kabupaten/kota dengan memanfaatkan DAPODIK dan
merumuskan isu-isu strategis. Dalam Unit 2 Workshop 2 ini peserta akan
mengidentifikasi isu strategis yang akan ditindaklanjuti melalui implementasi
I
Introduction
10 menit
Fasilitator
menyampaikan
judul, latar
belakang,
pertanyaan
kunci, dan
langkah-
langkah
penyajian
Unit 2
Connection
40 Menit
Diskusi awal
tentang isu
strategis yang
telah
dirumuskan
pada
workshop 1
Application
115 menit
Diskusi Kelompok
dibagi dalam 3 bagian,
masing-masing sekitar
35 menit.
1: Kebijakan berbasis
isu strategis
2: Tujuan
pengambilan
kebijakan
3: Alternatif-alternatif
kebijakan untuk
mencapai tujuan
Reflection 10 menit
Merefleksi
pencapaian
tujuan
Extension 5 menit
Menindak-
lanjuti Unit 2
ini dengan
menelaah
analisis
kebijakan
penataan dan
pemerataan
guru
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
18
UNIT 2: Identifikasi Alternatif Kebijakan
kebijakan. Oleh sebab itu peserta akan mengidentifikasi alternatif-alternatif kebijakan
(Diagram 1).
Diagram 1: Kerangka Analisis Kebijakan
Fasilitator menyajikan tahapan dalam mengidentifikasi alternatif kebijakan, yaitu:
langkah pertama, mengidentifikasi isu strategis mana yang menjadi prioritas untuk
ditindaklanjuti dengan kebijakan, langkah kedua, menetapkan tujuan pengambilan
kebijakan, dan langkah ketiga, mengidentifikasi berbagai alternatif kebijakan yang
relevan dengan tujuan ditetapkannya kebijakan.
Connection (40 menit)
Kegiatan dalam sesi ini adalah:
Fasilitator mengajak peserta berdiskusi tentang isu strategis yang telah diidentifikasi
pada workshop 1 dan bagaimana menangani isu strategis tersebut. Fasilitator
mengajukan beberapa pertanyaan kunci yang berkaitan dengan bahan yang sudah
dihasilkan dari kegiatan sebelumnya dan kegiatan yang akan dilakukan berikutnya,
sebagai berikut.
C
Formulasi Kebijakan
Kriteria Kebijakan
Rekomendasi
Kebijakan
Kebijakan Berbasis
Isu strategis
Penentuan tujuan
kebijakan
Identifikasi alternatif
Kebijakan
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
19
UNIT 2: Identifikasi Alternatif Kebijakan
Fasilitator memancing dengan beberapa pertanyaan tentang bagaimana suatu
kebijakan penataan guru dilakukan. Apa saja kriteria yang perlu dipertimbangkan
dalam analisis kebijakan? (Ada banyak kriteria, antara lain kebutuhan peningkatan
mutu pembelajaran, efisiensi sumberdaya pendidikan, dan pemenuhan jam mengajar
guru).
Application (115 menit)
Aplikasi dibagi dalam 3 bagian, masing-masing sekitar 35 menit.
Bagian 2.1: Mendiskusikan tentang isu-isu strategis yang akan ditindaklanjuti dalam
bentuk kebijakan. Langkah pertama, dengan menggunakan skala prioritas
memilih isu yang akan diprioritaskan untuk ditindaklanjuti dengan kebijakan,
langkah kedua peserta berdiskusi mengapa isu tersebut layak ditindaklanjuti
dengan kebijakan.
Langkah-langkah ini penting dilakukan karena pada workshop 1 telah mampu
mengidentifikasi sejumlah isu strategis. Dengan berbagai alasan, tidak semua isu
strategis dapat ditindaklanjuti dengan penetapan kebijakan. Banyak kriteria
yang harus dipertimbangkan, diantaranya adalah berkaitan perencanaan makro
tingkat kabupaten/kota (RPJMD kabupaten/Kota, Renstra Dinas Pendidikan,
Renstra BKD), provinsi, dan nasional.
Kerjakan secara kelompok pemilihan isu-isu strategis yang berpeluang untuk
menjadi kebijakan (Gunakan Lembar Kerja 2.1). Selanjutnya, presentasikan hasil
diskusi tersebut.
Bagian 2.2: Pada bagian ini, fokus pada penetapan tujuan menetapkan kebijakan yang
didasarkan pada isu strategis. Tujuan kebijakan penataan dan pemerataan
guru tidak terlepas dari tujuan pendidikan nasional, provinsi, dan
kabupaten/kota. Selain mengacu pada tujuan yang lebih besar, tujuan
kebijakan penataan guru adalah untuk memecahkan masalah yang mendesak
A
1. Isu strategis distribusi guru mana yang dapat dipromosikan menjadi kebijakan
dinas pendidikan kabupaten?
2. Bagaimana menentapkan tujuan kebijakan penataan guru yang relevan dengan
perencanaan makro (visi-misi-tujuan daerah) ?
3. Apa saja alternatif-alternatif kebijakan yang berkaitan dengan isu distribusi guru
tersebut?
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
20
UNIT 2: Identifikasi Alternatif Kebijakan
(isu strategis) yang ada di masing-masing kabupaten/kota, provinsi, dan
nasional.
Apa tujuan penataan dan pemerataan guru di kabupaten/kota dan bagaimana
relevansinya dengan visi-misi kabupaten/kota dan visi misi dinas pendidikan?
Diskusikan dalam kelompok apa tujuan penataan dan pemerataan guru di
kabupaten, gunakan Lembar Kerja 2.2. Selanjutnya presentasikan hasil diskusi
tersebut.
Bagian 2.3: Kita sadari bahwa banyak cara untuk mencapai tujuan. Dalam konteks
kebijakan penataan dan pemerataan guru, banyak alternatif kebijakan yang
dapat dipilih sesuai dengan hasil analisis distribusi guru. Alternatif kebijakan
hendaknya yang benar-benar inovatif, memiliki daya ubah yang signifikan dan
dapat diimplementasikan dengan memanfaatkan sumberdaya yang terbatas.
Fasilitator menyatakan bahwa banyak alternatif yang dapat digunakan dalam
menyelesaikan masalah distribusi guru.
Fasilitator memberi contoh bagaimana merumuskan alternatif kebijakan
berdasarkan isu strategis dan kerangka perencanaan makro bidang
pendidikan. Selanjutnya fasilitator meminta peserta untuk bekerja secara
kelompok menentukan alternatif kebijakan (Gunakan LK 2.3.)
Reflection (10 menit)
(1) Tanyakan kepada peserta apakah mereka sudah paham dengan langkah-
langkah mengidentifikasi alternatif kebijakan dalam penataan dan pemerataan
guru.
(2) Apakah peserta sudah mampu merumuskan tujuan yang realistik untuk
penetapan kebijakan untuk menangani isu strategis tersebut.
(3) Apakah peserta telah mampu merumuskan berbagai alternatif kebijakan yang
inovatif dalam penataan dan pemerataan guru berdasarkan isu strategis.
Extention (5 menit)
(1) Semua peserta menindaklanjuti Unit 2 ini dengan menelaah alternatif
kebijakan yang telah dirumuskan dengan hasil analisis penyebab masalah.
R
E
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
21
UNIT 2: Identifikasi Alternatif Kebijakan
(2) Daerah perlu mengembangkan kreativitas untuk mengidentifikasi alternatif
kebijakan sesuai dengan kondisi internal masing-masing kabupaten/kota.
(3) Peserta menuliskan hasil-hasil Unit 2 dalam Lembar Kerja 2.4 dalam format
Excel terlampir.
Pesan Utama
Pengembangan kapasitas ini akan lebih bermanfaat apabila peserta
menindaklanjuti dengan pelaksanaan kegiatan identifikasi alternatif kebijakan
serta menganalisis penyebab masalah distribusi guru di daerahnya masing-
masing.
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
22
UNIT 2: Identifikasi Alternatif Kebijakan
Lembar Kerja 2.1
Lakukan pemilihan isu strategis berdasarkan hasil workshop 1 dengan
mempertimbangkan perencanaan makro bidang pendidikan (Renstra Dinas
Pendidikan, RPJMD Kabupaten/Kota yang memuat tentang sumberdaya manusia,
dan Renstra Kemdikbud, serta RPJMN Bidang Pendidikan).
No
Isu Strategis
berdasarkan hasil
analisis
Perencanaan
makro bidang
pendidikan yang
relevan dengan
isu strategis
Isu Strategis
Terpilih
(1) (2) (3)
1
2
3
4
5
6
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
23
UNIT 2: Identifikasi Alternatif Kebijakan
Lembar Kerja 2.2
Rumuskan tujuan kebijakan penataan dan pemerataan guru berdasarkan isu strategis
terpilih (Hasil kerja pada LK 2.1) dengan mempertimbangkan kebijakan daerah dalam
penataan dan pemerataan guru.
No. Isu Strategis Terpilih Kebijakan daerah
bidang pendidikan
yang relevan dengan
isu strategis
Tujuan Kebijakan
(1) (2) (3)
1
2
3
4
5
6
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
24
UNIT 2: Identifikasi Alternatif Kebijakan
Lembar Kerja 2.3
Rumuskan alternatif kebijakan berdasarkan hasil kerja pada Lembar Kerja 2.1 dan
Lembar Kerja 2.2.
No.
Isu Strategis Terpilih Tujuan Kebijakan Alternatif Kebijakan
(1) (2) (3)
1
2
3
4
5
6
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
25
UNIT 2: Identifikasi Alternatif Kebijakan
Lembar Kerja 2.4
(Disajikan dalam format Excel)
No. Isu
Strategis
Tujuan
Pengambilan
Kebijakan
Alternatif
Kebijakan
Kriteria
Pemilihan
Alternatif
Kebijakan
Rekomendasi
Kebijakan
Formulasi
Kebijakan
1
2
3
4
5
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
26
UNIT 2: Identifikasi Alternatif Kebijakan
PRESENTASI UNIT 2
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
27
UNIT 2: Identifikasi Alternatif Kebijakan
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
28
UNIT 2: Identifikasi Alternatif Kebijakan
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
29
UNIT 3: Strategi Pemilihan Alternatif Kebijakan
UNIT 3
STRATEGI PEMILIHAN
ALTERNATIF
KEBIJAKAN
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
30
UNIT 3: Strategi Pemilihan Alternatif Kebijakan
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
31
UNIT 3: Strategi Pemilihan Alternatif Kebijakan
UNIT 3
STRATEGI PEMILIHAN ALTERNATIF
KEBIJAKAN - Waktu: 135 menit
Pengantar
Kebijakan publik (yang diterjemahkan dari public policy) bidang pendidikan merupakan
tindakan yang dirancang secara sengaja oleh pemerintah untuk menyelesaikan masalah
pendidikan yang menjadi perhatian bersama dan memiliki dampak yang luas bagi
masyarakat. Kebijakan memiliki dampak secara substansial terhadap masyarakat luas,
oleh karenanya kebijakan publik ditujukan untuk memberdayakan masayarakat agar
dapat berpartisipasi dalam pemerintahan. Kebijakan publik adalah tindakan
pemerintah atas permasalahan publik, yang di dalamnya terkandung komponen–
komponen:
1. Tujuan atau sasaran –merupakan tujuan akhir yang ingin dicapai oleh kebijakan
tersebut
2. Program – merupakan alat formal untuk mencapai tujuan. Kebijakan
diimplementasikan dalam bentuk program.
3. Keputusan – merupakan spesifikasi tindakan yang diambil untuk mencapai
tujuan, melaksanakan dan mengevaluasi program.
4. Efek atau dampak sebagai hasil terukur dari pelaksanaan program, baik yang
diharapkan atau yang tidak diharapkan.
Proses formulasi kebijakan pendidikan mempertimbangkan agar pembuatan
kebijakan dilakukan secara rasional-komprehensif mulai dari mengkaji permasalahan
sampai perumusan kebijakan. Berdasar pada permasalahan yang ada diidentifikasi
berbagai alternatif kebijakan.
Bagaimana memilih kebijakan dari berbagai alternatif tersebut? Pemilihan kebijakan
yang akan diformulasikan dan diimplementasikan ditentukan berdasarkan sejumlah
kriteria.
Strategi Pemilihan Alternatif Kebijakan
Dalam menyeleksi atau memilih kebijakan guna menentukan kebijakan mana
yang akan diimplementasikan diperlukan sejumlah kriteria sebagai bahan
pertimbangan. Ada beberapa kriteria penting yang dapat digunakan antara lain:
1) Aspek teknis
Aspek teknis berkaitan dengan keefektifan kebijakan. Keefektifan menyangkut
sejauhmana kebijakan mencapai tujuan yang diinginkan, yaitu dapat memecahkan
masalah yang dihadapi.
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
32
UNIT 3: Strategi Pemilihan Alternatif Kebijakan
2) Aspek politis
Aspek politis memperhatikan 5 subkriteria yaitu 1) acceptability, untuk melihat
apakah suatu alternatif kebijakan dapat diterima oleh aktor-aktor politik dan para
tokoh masyarakat; 2) appropriateness, untuk melihat apakah suatu alternatif
kebijakan sejalan atau bertentangan dengan nilai-nilai yang ada di masyarakat; 3)
responsiveness, untuk melihat apakah suatu alternatif kebijakan akan memenuhi
kebutuhan masyarakat; 4) equity, untuk melihat apakah kebijakan yang dipilih
menciptakan keadilan dan pemerataan dalam masyarakat.
3) Kerangka Kebijakan Pemerintah
Aspek ini untuk mempertimbangkan apakah opsi kebijakan didukung oleh
peraturan pemerintah pusat dan daerah. Kebijakan yang baik adalah kebijakan
yang sesuai dengan kebijakan Pemerintah Pusat maupun Daerah. Jangan sampai
kebijakan yang diambil bertentangan dengan kebijakan pemerintah baik di tingkat
pusat maupun tingkat daerah
4) Aspek ekonomi dan finansial
Sebuah kebijakan perlu dipertimbangkan berdasarkan aspek ekonomi dan finansial
untuk memperhitungkan keuntungan dan kerugian finansial baik pada proses
implementasinya maupun dampak lebih lanjut. Sebagai contoh pengangkatan guru
baru memerlukan dana yang besar mulai dari persiapan, proses seleksi,
penempatan, maupun gaji yang harus ditanggung oleh pemerintah.
5) Aspek Administrasi
Keterlaksanaan administrasi untuk melihat beberapa elemen administrasi seperti:
otoritas kewenangan melaksanakan suatu kebijakan (misalnya kebijakannya harus
melalui SK Bupati atau cukup Kepala Dinas), komitmen institusi yang melihat
kesamaan komitmen dari administratif dari level atas sampai bawah,
kemampuan/skill staf pelaksana, kemampuan keuangan untuk menjalankan
kebijakan, serta dukungan organisasi yang berkaitan dengan pelayanan.
Selain kriteria di atas, masih ada beberapa kriteria lagi yang dapat digunakan sebagai
bahan pertimbangan pemilihan opsi kebijakan, terutama yang berkaitan dengan
keunikan daerah, antara lain kondisi geografi, adat-istiadat, budaya, jumlah dan
penyebaran penduduk. Misalnya opsi kebijakan penggabungan sekolah perlu
mempertimbangkan aspek geografi sekolah. Contoh lain, di NTT ada penerimaan
peserta didik SD yang berjangka setiap dua tahun. Hal ini dilaksanakan karena
mempertimbangkan jumlah guru terbatas, jumlah penduduk sedikit, ruang kelas
terbatas, sehingga tidak efektif jika setiap tahun menerima peserta didik baru.
Kriteria yang disajikan di atas merupakan kriteria umum. Setiap daerah dapat
menentukan kriteria mana yang dianggap penting dan kriteria mana yang dianggap
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
33
UNIT 3: Strategi Pemilihan Alternatif Kebijakan
kurang penting sebagai pertimbangan dalam memilih dan merekomendasikan
kebijakan.
Tujuan
Tujuan Unit 3 yang diharapkan dikuasai peserta adalah sebagai berikut.
1. Merumuskan kriteria dalam pemilihan alternatif kebijakan
2. Menentukan skala proritas alternatif kebijakan berdasarkan kriteria yang
ditetapkan
3. Merekomendasikan alternatif kebijakan yang akan diformulasikan menjadi
kebijakan.
Pertanyaan Kunci
1. Apa saja kriteria dalam pemilihan opsi kebijakan?
2. Bagaimana menentukan prioritas dari alternatif yang ada menggunakan kriteria
yang ditetapkan?
3. Opsi kebijakan mana yang akan direkomendasikan untuk diformulasikan?
Petunjuk Umum
Unit ini merupakan kelanjutan dari unit sebelumnya tentang Identifikasi Alternatif
Kebijakan. Dalam unit ini alternatif kebijakan yang dihasilkan dari unit sebelumnya
dianalisis dan diperingkat sesuai dengan kriteria pemilihan opsi antara lain, 1) Teknis,
2) Politis, 3) Ekonomi dan Finansial, 4) Kerangka Kebijakan Pemerintah, dan 5)
Administratif, 6) lain-lain (ditentukan oleh kabupaten/kota sendiri). Selanjutnya peserta
menentukan opsi kebijakan mana yang akan diformulasikan menjadi kebijakan.
Sumber dan Bahan
Presentasi dalam PowerPoint
Lembar Kerja 3.1 dan Handout Peserta 3.1
LCD dan laptop/komputer
Kertas plano, spidol, dan flipchart
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
34
UNIT 3: Strategi Pemilihan Alternatif Kebijakan
Waktu
Waktu yang digunakan dalam Unit 3 ini adalah 135 menit.
Ringkasan Sesi
Rincian Langkah-langkah Kegiatan
Introduction (5 menit)
Fasilitator menayangkan judul sesi dan membuka dengan salam. Fasilitator memulai
kegiatan dengan menyatakan bahwa pada Unit 3 ini peserta akan menentukan opsi
kebijakan berdasarkan kriteria tertentu sebagai bahan pertimbangan untuk
menghasilkan rekomendasi opsi kebijakan.
Fasilitator juga menayangkan latar belakang/pentingnya Unit 3, kompetensi yang
harus dikuasai peserta setelah mengikuti Unit 3, pertanyaan kunci, serta langkah-
langkah penyajian Unit 3. Penayangan disertai dengan penjelasan singkat secara
interaktif.
I
Introduction
5 menit
Fasilitator
menyampaikan
judul, latar
belakang,
pertanyaan
kunci, dan
langkah-
langkah
penyajian
Connection
20 Menit
Mempelajari
kriteria dalam
pemilihan opsi
Application
95 menit
Diskusi
Kelompok
menganalisis
dan memilih
opsi kebijakan
berdasarkan
kriteria
Reflection 10 menit
Merefleksi
pencapaian
Tujuan
Extension 5 menit
Menindaklanjuti
Unit 3 dengan
memformulasikan
kebijakan serta
mengintegrasi-
kannya dalam
perencanaan
daerah
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
35
UNIT 3: Strategi Pemilihan Alternatif Kebijakan
Connection (20 menit)
Pada langkah ini, para peserta diingatkan kembali untuk menelaah kembali dan
menetapkan alternatif kebijakan berdasarkan isu strategis yang telah diidentifikasi
dari unit sebelumnya.
Fasilitator menjelaskan kepada peserta bahwa tidak semua alternatif akan
direkomendasikan untuk diformulasikan menjadi kebijakan, sehingga diperlukan
penilaian terhadap alternatif tersebut. Dari beberapa alternatif, mungkin akan dipilih
3, 2, atau hanya 1 kebijakan yang direkomendasikan. Oleh sebab itu peserta
ditugaskan mengidentifikasi kriteria apa saja yang digunakan sebagai bahan
pertimbangan untuk menilai alternatif tersebut. Untuk melengkapi hasil diskusi,
Fasilitator menjelaskan kriteria yang umum digunakan dalam memilih alternatif
kebijakan, yaitu 1) Teknis, 2) Politis, 3) Ekonomi dan Finansial, 4) Kerangka Kebijakan
Pemerintah, dan 5) Administratif, 6) lain-lain (berdasarkan keunikan daerah masing-
masing. Penjelasan ini diberikan secara interaktif. Setelah itu fasilitator memberikan
handout tentang Kriteria Pemilihan Opsi Kebijakan (Handout 3.1).
Tugas memilih dan menentukan kriteria mana yang akan digunakan dalam memilih
opsi kebijakan dilakukan dengan diskusi kelompok.
Application (95 menit)
Kerja kelompok (60 menit)
Dalam sesi ini peserta ditugaskan untuk bekerja dalam kelompok dan menentukan
alternatif mana yang akan direkomendasikan untuk diformulasikan lebih lanjut
sebagai kebijakan, menggunakan Lembar Kerja 3.1.
Catatan Fasilitator: Lembar kerja ini dapat ditulis ulang di kertas plano supaya
pada waktu kunjung karya dapat dengan mudah dicermati oleh pengunjung. Dalam
mengerjakan tugas ini Peserta mendeskripsikan (seperti contoh handout) atau hanya
membeirkan tanda cek/centang jika kriteria yang dimaksud memenuhi. Tetapi nanti
di daerah peserta harus mendiskripsikan masing-masing kriteria seperti pada contoh.
Kunjung Karya, diskusi dan revisi (35 menit). Pada langkah ini Fasilitator
menugaskan kelompok untuk melakukan kunjung karya. Dua anggota kelompok
tetap di kelompok menunggui hasil karya, sedangkan anggota kelompok lain
berkunjung ke kelompok lain. Fasilitator mengatur alur kunjung karya. Dalam
kunjungan di kelompok ada presentasi singkat selama 5 menit dilanjutkan dengan
diskusi dan tanya jawab.
Setelah kunjung karya selesai peserta kembali ke kelompok dan merevisi hasil karya
berdasarkan masukan dari kelompok lain.
C
A
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
36
UNIT 3: Strategi Pemilihan Alternatif Kebijakan
Reflection (5 menit)
(1) Fasilitator menanyakan kepada peserta, (a) apakah kegiatan sesi ini sudah dapat
mencapai tujuan yang telah ditetapkan?, (b) apakah alternatif terpilih yang telah
dianalisis berdasarkan kriteria merupakan opsi yang siap diformulasikan untuk
diimplementasikan?
(2) Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk menanyakan hal-hal
yang masih perlu diperjelas.
Fasilitator menugaskan peserta memasukkan kebijakan yang direkomendasikan (hasil
Unit 3) ke dalam Lembar Kerja 2.4 (format Excel).
Extention (5 menit)
Fasilitator mengingatkan kepada peserta bahwa setelah menentukan/
merekomendasikan kebijakan, pada unit selanjutnya peserta akan memformulasikan
kebijakan sebagai aturan formal yang digunakan dalam mengimplementasikan
kebijakan tersebut serta kemungkinan memasukkan kebijakan tersebut dalam
perencanaan daerah.
R
E
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
37
UNIT 3: Strategi Pemilihan Alternatif Kebijakan
Handout Peserta 3.1
Strategi Pemilihan Alternatif Kebijakan
Kebijakan publik merupakan tindakan pemerintah (pusat maupun daerah) atas
permasalahan publik, yang di dalamnya terkandung komponen–komponen:
1. Tujuan atau sasaran –merupakan tujuan akhir yang ingin dicapai oleh kebijakan
tersebut
2. Program – merupakan alat formal untuk mencapai tujuan.
3. Keputusan – merupakan spesifikasi tindakan yang diambil untuk mencapai
tujuan, melaksanakan dan mengevaluasi program.
4. Efek atau dampak sebagai hasil terukur dari pelaksanaan program, baik yang
diharapkan atau yang tidak diharapkan.
Proses formulasi kebijakan pendidikan mempertimbangkan agar pembuatan
kebijakan dilakukan secara rasional-komprehensif mulai dari mengkaji permasalahan
sampai perumusan kebijakan. Berdasar pada permasalahan yang ada diidentifikasi
berbagai alternatif kebijakan.
Bagaimana memilih kebijakan dari berbagai alternatif tersebut? Pemilihan kebijakan
yang akan diformulasikan dan diimplementasikan ditentukan berdasarkan sejumlah
kriteria.
Strategi Pemilihan Alternatif Kebijakan
Dalam menyeleksi atau memilih kebijakan guna menentukan kebijakan mana
yang akan diimplementasikan diperlukan sejumlah kriteria sebagai bahan
pertimbangan. Ada beberapa kriteria penting yang dapat digunakan antara lain:
1) Aspek teknis
Aspek teknis berkaitan dengan keefektifan kebijakan. Keefektifan menyangkut
sejauhmana kebijakan mencapai tujuan yang diinginkan, yaitu dapat memecahkan
masalah yang dihadapi.
2) Aspek politis
Aspek politis memperhatikan 5 subkriteria yaitu 1) acceptability, untuk melihat
apakah suatu alteratif kebijakan dapat diterima oleh aktor-aktor politik dan para
tokoh masyarakat; 2) appropriateness, untuk melihat apakah suatu alternatif
kebijakan sejalan atau bertentangan dengan nilai-nilai yang ada di masyarakat; 3)
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
38
UNIT 3: Strategi Pemilihan Alternatif Kebijakan
responsiveness, untuk melihat apakah suatu alternatif kebijakan akan memenuhi
kebutuhan masyarakat; 4) equity, untuk melihat apakah kebijakan yang dipilih
menciptakan keadilan dan pemerataan dalam masyarakat.
3) Kerangka Kebijakan Pemerintah
Aspek ini untuk mempertimbangkan apakah opsi kebijakan didukung oleh
peraturan pemerintah pusat dan daerah. Kebijakan yang baik adalah kebijakan
yang sesuai dengan kebijakan Pemerintah Pusat maupun Daerah. Jangan sampai
kebijakan yang diambil bertentangan dengan kebijakan pemerintah baik di tingkat
pusat maupun tingkat daerah
4) Aspek ekonomi dan finansial
Sebuah kebijakan perlu dipertimbangkan berdasarkan aspek ekonomi dan finansial
untuk memperhitungkan keuntungan dan kerugian finansial baik pada proses
implementasinya maupun dampak lebih lanjut. Sebagai contoh pengangkatan guru
baru memerlukan dana yang besar mulai dari persiapan, proses seleksi,
penempatan, maupun gaji yang harus ditanggung oleh pemerintah.
5) Aspek Administrasi
Keterlaksanaan administrasi untuk melihat beberapa elemen administrasi seperti:
otoritas kewenangan melaksanakan suatu kebijakan (misalnya kebijakannya harus
melalui SK Bupati atau cukup Kepala Dinas), komitmen institusi yang melihat
kesamaan komitmen dari administratif dari level atas sampai bawah,
kemampuan/skill staf pelaksana, kemampuan keuangan untuk menjalankan
kebijakan, serta dukungan organisasi yang berkaitan dengan pelayanan.
Selain kriteria di atas, masih ada beberapa kriteria lagi yang dapat digunakan
sebagai bahan pertimbangan pemilihan opsi kebijakan, terutama yang berkaitan
dengan keunikan daerah antara lain, kondisi geografi, adat-istiadat, budaya, jumlah
dan penyebaran penduduk. Misalnya opsi kebijakan penggabungan sekolah perlu
mempertimbangkan aspek geografi sekolah. Contoh lain, di NTT ada penerimaan
peserta didik SD yang berjangka setiap dua tahun. Hal ini diputuskan oleh
pemerintah setempat karena mempertimbangkan jumlah guru terbatas, jumlah
penduduk sedikit, ruang kelas terbatas, sehingga tidak efektif jika setiap tahun harus
menerima peserta didik baru.
Kriteria yang disajikan di atas merupakan kriteria umum. Setiap daerah dapat
menentukan kriteria mana yang dianggap penting dan kriteria mana yang dianggap
kurang penting sebagai pertimbangan dalam memilih dan merekomendasikan
kebijakan.
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
39
UNIT 3: Strategi Pemilihan Alternatif Kebijakan
(Contoh)
Isu Strategis: Terdapat kekurangan guru kelas sebanyak 170 orang pada 55 SD dengan jumlah siswa kurang dari 50 orang
Alternatif
Kebijakan
Deskripsi pertimbangan berdasarkan kriteria Rekomendasi
Teknis/
keefektifan
kebijakan
Politik Ekonomi dan
finansial
Kerangka
kebijakan
pemerintah
Administrasi Lain-lain
Sekolah dasar
Multigrade
Efektif untuk
sekolah dengan
jumlah siswa
sedikit dan guru
yang kurang
Secara umum
bisa diterima.
Meskipun
kadang-kadang
masyarakat
beranggapan
bahwa satu ruang
kelas untuk satu
tingkat saja
Menguntungkan karena
tidak perlu mengangkat
guru baru dan
mengifisienkan
penggunaan ruang
kelas. Jika ada rehab
juga tidak perlu 6 ruang
kelas tetapi cukup 3
saja.
Dengan
multigrade
rasio siswa-
guru sesuai
SPM
Otoritas
kebijakan bisa
ada di level
Bupati dan
kepala dinas.
Secara
administrasi
mudah
dilakukan
Berdasarkan
proyeksi jumlah
anak usia SD
lima tahun ke
depan, sangat
beralasan
diadakannya
multigrade
Pembentukan sekolah
multigrade direkomendasikan
untuk diformulasikan menjadi
kebijakan
Regrouping Sekolah
Dasar
Efektif untuk
sekolah yang
kekurangan guru,
jumlah siswa
sedikit, dan
secara geografis
memungkinkan
Masyarakat
kurang siap
menerima jika
sekolah di
desanya/
dusunnya hilang
karena diregroup
Menguntungkan karena
tidak memerlukan
biaya untuk
mengangkat guru baru
Ada kerangka
kebijakan yang
memungkinkan
regruping
Otoritas
kebijakan bisa
ada di level
Bupati dan
kepala dinas.
Secara
administrasi
dapat dilakukan
Regrouping
hanya dilakukan
untuk sekolah
yang secara
geografis
memungkinkan
Regrouping direkomendasikan
untuk diformulasikan menjadi
kebijakan
Pengangkatan guru
baru
Efektif untuk
memenuhi
kekurangan guru
dengan catatan
rasio siswa-guru
masih ideal
Secara politis bisa
diterima
Tidak menguntungkan
karena harus ada
alokasi gaji untuk guru
baru
Tahun ini ada
moratorium
Masih
menunggu
formasi
Tidak direkomendasikan
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
40
UNIT 3: Strategi Pemilihan Alternatif Kebijakan
Lembar Kerja Peserta 3.1
Alternatif Kebijakan
Pertimbangan berdasarkan kriteria
(beri tanda cek pada kolom yang sesuai kalau memenuhi kriteria di bawah ini)
Rekomendasi Teknik/
keefektifan
kebijakan
Politik Ekonomi
dan
finansial
Kerangka
kebijakan
pemerintah
Adminis-
trasi
Lain-lain
Hasil kerja kelompok ditulis di kertas plano.
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
41
UNIT 3: Strategi Pemilihan Alternatif Kebijakan
PRESENTASI UNIT 3
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
42
UNIT 3: Strategi Pemilihan Alternatif Kebijakan
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
43
UNIT 3: Strategi Pemilihan Alternatif Kebijakan
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
44
UNIT 3: Strategi Pemilihan Alternatif Kebijakan
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
45 UNIT 4: Formulasi Kebijakan
UNIT 4
FORMULASI KEBIJAKAN
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
46 UNIT 4: Formulasi Kebijakan
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
47 UNIT 4: Formulasi Kebijakan
UNIT4
FORMULASI KEBIJAKAN - Waktu: 120 menit
Pengantar
Formulasi kebijakan diperlukan dalam rangka implementasi penataan dan pemerataan guru.
Formulasi kebijakan yang baik didasarkan pada data yang dianalisis secara
cermat.Kebijakan yang diformulasikan dengan tepat akan meningkatkan efektivitas dan
efisiensi pelaksanaan rencana pendidikan, khususnya penataan dan pemerataan guru.
Perencanaan pendidikan yang efisien dan efektif akan mengarahkan penataan dan
pemerataan guru di tingkat kabupaten/kota pada sasaran yang tepat.
Formulasi kebijakan yang tepat menjadi pijakan yang kokoh dalam pengelolaan pendidikan,
khususnya penataan dan pemerataan guru. Oleh sebab itu, formulasi kebijakan perlu
melibatkan stakeholder pendidikan sehingga kebijakan yang dihasilkan mendapat dukungan
dari berbagai pihak terkait. Selain itu, agar kebijakan (peraturan daerah atau yang lebih
tinggi tingkatnya) memiliki legalitas yang memadai maka kebijakan harus mendapatkan
pengesahan dari unsur legislatif.
Kebijakan pemerintah kabupaten/kota memiliki peran penting dalam upaya untuk
meningkatkan kualitas pengelolaan pendidikan dasar, khususnya penataan dan pemerataan
guru. Kebijakan pemerintah kabupaten/kota dalam penataan dan pemerataan guru
diterbitkan atas dasar rekomendasi dari Dinas Pendidikan dan BKD. Rekomendasi
tersebut kemudian diterjemahkan menjadi formulasi kebijakan. Sebelum ditetapkan,
formulasi kebijakan tersebut perlu dikonsultasikan ke publik yang melibatkan semua
stakeholders pendidikan di kabupaten/kota agar setelah ditetapkan, kebijakan tersebut
mendapat dukungan dari semua pihak terkait.
Implementasi kebijakan penataan dan pemerataan guru memerlukan peraturan yang sesuai
untuk menopang pelaksanaannya. Sebagai contoh, kebijakan tentang penggabungan sekolah
memerlukan peraturan yang dapat berupa surat keputusan Kepala Dinas Pendidikan,
Peraturan Bupati/Walikota, atau bahkan Peraturan Daerah yang menjadi payung hukum
bagi kebijakan tersebut. Jadi, peraturan yang sesuai dan terkait dengan penataan dan
pemerataan guru perlu diterbitkan dalam rangka pelaksanaan kebijakan tersebut.
Jelas bahwa peraturan pemerintah kabupaten/kota dan kebijakan yang dipilih oleh dinas
terkait memiliki sifat saling melengkapi dalam upaya untuk meningkatkan kualitas penataan
dan pemerataan guru. Peraturan pemerintah kabupaten/kota dapat dikeluarkan atas dasar
pilihan kebijakan dari dinas terkait. Dipihak lain, pilihan kebijakan memerlukan peraturan
sebagai payung hukum agar kebijakan dapat dilaksanakan pemerintah kabupaten/kota.
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
48 UNIT 4: Formulasi Kebijakan
Tujuan
Pelaksanaan kegiatan pelatihan ini dimaksudkan agar peserta pelatihan lebih memahami
dan terampil untuk:
1. Mengidentifikasi jenis dan tingkat kebijakan penataan dan pemerataan guru.
2. Menggunakan hasil rekomendasi sebagai acuan untuk formulasi kebijakan penataan
dan pemerataan guru.
3. Menyusun langkah-langkah memformulasi kebijakan penataan dan pemerataan guru.
Pertanyaan Kunci
Beberapa pertanyaan kunci yang perlu mendapatkan jawaban dari kegiatan ini antara lain:
Apa saja jenis dan tingkat kebijakan penataan dan pemerataan guru?
Bagaimana menggunakan rekomendasi untuk merumuskan kebijakan menata dan
memeratakan guru?
Bagaimana langkah-langkah memformulasi kebijakan menata dan memeratakan guru?
Petunjuk Umum
Agar pelaksanaan sesi ini dapat berjalan baik, berikut disampaikan beberapa petunjuk
umum.
Peserta duduk dalam kelompok-kelompok untuk memudahkan mereka berdiskusi.
Fasilitator hendaknya mendorong peserta untuk aktif bekerja dalam mengikuti sesi.
Sumber dan Bahan
Lembar Kerja4.1: Identifikasi jenis dan tingkat kebijakan
Lembar Kerja4.2: Memformulasikan kebijakan
Handout Peserta 4.3: Formulasi kebijakan
Lembar Kerja 4.4: Langkah-langkah formulasi kebijakan
Kertas Flipchart, spidol, pulpen, post it berwarna, kertas catatan, penempel kertas,
lem, dan gunting.
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
49 UNIT 4: Formulasi Kebijakan
Waktu
Waktu yang disediakan untuk kegiatan ini adalah 120 menit. Perincian alokasi waktu dapat
dilihat pada tiap tahapan penyampaian sesi ini.
TIK
Penggunaan TIK untuk mendukung sesi ini bukan merupakan keharusan tetapi jika
memungkinkan dapat disediakan:
Proyektor LCD
Laptop atau personal computer untuk presentasi
Layar proyektor LCD
Namun demikian, fasilitator harus tetap siap apabila peralatan yang diharapkan tidak
tersedia.Fasilitator harus menyiapkan presentasi dengan menggunakan OHP atau dengan
menggunakan kertas flipchart.
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
50 UNIT 4: Formulasi Kebijakan
Ringkasan Sesi
Rincian Langkah-langkah Kegiatan
Introduction (10 menit)
(1) Fasilitator menyampaikan latar belakang tentang kebijakan penataan dan pemerataan
guru dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan pendidikan.
(2) Fasilitator menyampaikan tujuan dan hasil yang diharapkan dari kegiatan sesi ini.
(3) Fasilitator memicu peserta dengan mengajukan pertanyaan: “Bagaimana menggunakan
rekomendasi untuk memformulasikan kebijakan penataan dan pemerataan guru?”
(4) Fasilitator menyajikan langkah-langkah penyajian Unit 4.
Connection (25 menit)
Mengidentifikasi jenis dan tingkat kebijakan penataan dan pemerataan guru
(1) Fasilitator mengemukakan bahwa kebijakan penataan dan pemerataan guru terdiri
atas beberapa jenis dan tingkatan. Berkenaan dengan hal ini, fasilitator memberi
contoh jenis dan tingkat kebijakan penataan dan pemerataan guru.
(2) Fasilitator mengajak peserta mengidentifikasi jenis dan tingkat kebijakan penataan dan
pemerataan guru dengan menggunakan Lembar Kerja 4.1.
(3) Peserta berdiskusi dalam kelompok untuk mengidentifikasi jenis dan tingkat
kebijakan. Peserta menuliskan hasil diskusi pada lembar kerja tersebut.
I
C
Introduction
10 menit
Fasilitator
menyampaikan
judul, latar
belakang,
pertanyaan
kunci, dan
langkah-langkah
penyajian Unit
4
Application
70menit
Merumuskan
kebijakan
penataan dan
pemerataan
guru
berdasarkan
rekomendasi;
langkah-
langkah
memformula
si kebijakan
Connection
25menit
Mengidentifika
si jenis dan
tingkat
kebijakan
penataan dan
pemerataan
guru
Extension
5 menit
Menindak-
lanjuti
formulasi
kebijakan
dengan
rancangan
implementasi
Reflection
10 menit
Merefleksi
pencapaian
tujuan
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
51 UNIT 4: Formulasi Kebijakan
(4) Salah satu kelompok menyajikan hasil diskusinya, kelompok lain mencermati dan
menanggapi.
Application (70 menit)
Menggunakanrekomendasi untuk formulasi kebijakan penataan dan
pemerataan guru
(1) Fasilitator mengingatkan bahwa pada sesi sebelumnya peserta telah menghasilkan
rekomendasi tentang penataan dan pemerataan guru. Fasilitator meminta peserta
untuk menuliskan kembali rekomendasi penataan dan pemerataan guru ke dalam
Lembar Kerja 4.2.
(2) Fasilitator meminta peserta untuk mendiskusikan kebijakan yang sesuai beserta
alasannya, berdasarkan rekomendasi tentang penataan dan pemerataan guru.
(3) Peserta mendiskusikan berbagai kebijakan terkait dengan rekomendasi yang telah
dihasilkan. Selanjutnya, peserta menuliskan hasil diskusi di kolom yang tersedia pada
Lembar Kerja 4.2.
(4) Peserta menukarkan hasil diskusi dengan kelompok lain untuk ditelaah. Saran-saran
dituliskan pada hasil diskusi tersebut.
Menyusun langkah-langkah formulasi kebijakan penataan dan pemerataan
guru
(5) Fasilitator mengemukakan bahwa proses formulasi kebijakan ditetapkan menjadi
kebijakan, memerlukan langkah-langkah tertentu. Jenis dan tingkat kebijakan penataan
dan pemerataan guru berdampak pada langkah-langkah yang harus ditempuh dan
pihak-pihak yang terlibat beserta konsekuensi-konsekuensinya.
(6) Fasilitator membagikan Handout 4.3 untuk dibaca peserta.
(7) Fasilitator meminta peserta untuk mendiskusikan formulasi kebijakan dari
rekomendasi kebijakan yang dipilih dengan menggunakan Lembar Kerja 4.4.
(8) Dalam kelompok peserta mendiskusikan formulasi kebijakan beserta langkah-
langkahnya dari kebijakan yang dipilih dan hasilnya ditulis pada lembar kerja tersebut.
(9) Dalam kelompok peserta mendiskusikan konsekuensi dari formulasi kebijakan yang
dipilih.
(10) Secara bergantian, wakil kelompok mempresentasikan hasil diskusinya. Kelompok
lain menanggapi dan atau mengajukan pertanyaan berkenaan dengan hasil diskusi.
A
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
52 UNIT 4: Formulasi Kebijakan
Reflection (10 menit)
(1) Fasilitator menanyakan kepada peserta apakah kegiatan yang dilakukan sudah dapat
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
(2) Fasilitator memberi kesempatan kepada peserta untuk mendiskusikan hal-hal yang
masih belum jelas.
Peserta diminta mengintegrasikan hasil-hasil Unit 4 ke dalam Format Excel (lembar Kerja
2.4).
Extention (5 menit)
Fasilitator meminta peserta untuk menindak-lanjuti formulasi kebijakan penataan dan
pemerataan guru dengan rancangan implementasi. Fasilitator meminta peserta untuk
memikirkan cara mengintegrasikan kebijakan ke dalam perencanaan dan penganggaran.
Pesan Utama
Formulasi kebijakan penataan dan pemerataan guru memiliki jenis dan tingkat yang
berbeda-beda berdasarkan rekomendasi dan kepentingannya. Oleh sebab itu, formulasi
kebijakan penataan dan pemerataan guru diupayakan mulai dari tingkat yang rendah ke
R
E
Catatan Fasilitator:
Langkah-langkah formulasi dan legislasi kebijakan (untuk peraturan daerah atau
yang lebih tinggi) beserta pelaku yang terlibat sebagai berikut.
1. Muncul isu strategis/kebijakan.
2. Pembentukan tim perumus kebijakan,
3. Forum publik,
4. Draft 1,
5. Draft 2 (final, pengesahan)
6. Proses legislasi (untuk perda dan atau undang-undang): pengajuan raperda
ke DPRD, penyampaian raperda ke Badan Legislasi, pengkajian raperda,
penyampaian raperda ke Badan Musyawarah, rapat konsultasi Panitia
Khusus untuk mendapatkan persetujuan dan pengesahan.
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
53 UNIT 4: Formulasi Kebijakan
tingkat lebih tinggi. Jika formulasi kebijakan tersebut dapat ditetapkan pada tingkat rendah
maka tidak perlu mengambil tingkat yang lebih tinggi karena kebijakan tersebut dapat
segera ditetapkan dan dilaksanakan.
Kebijakan yang dapat segera dilaksanakan akan segera berdampak pada perubahan dan
peningkatan mutu layanan pendidikan.
Dalam jangka panjang peningkatan mutu layanan akan mengarah pada peningkatan mutu
proses dan hasil belajar siswa.
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
54 UNIT 4: Formulasi Kebijakan
Lembar Kerja 4.1
Identifikasi Jenis dan Tingkat Kebijakan
Petunjuk: Isilah kolom-kolom di bawah ini dengan jenis dan tingkat kebijakan yang sesuai
No Kebijakan Jenis Kebijakan Tingkat Kebijakan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
55 UNIT 4: Formulasi Kebijakan
Lembar Kerja 4.2
Memformulasikan Kebijakan
Petunjuk: Tuliskan kembali rekomendasi yang diperoleh dari sesi sebelumnya, kemudian
formulasikan kebijakan berdasarkan rekomendasi tersebut beserta alasannya.
No Hasil Rekomendasi Formulasi Kebijakan Alasan
1 Pembentukan sekolah
“Multigrade”(Contoh)
Peraturan Bupati tentang
Pembentukan Sekolah
Multigrade
Lebih terjamin keberlan-
jutannya dan sulit diganti
selama bupati masih
menjabat
2
3
4
5
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
56 UNIT 4: Formulasi Kebijakan
Handout 4.3
Formulasi Kebijakan Penataan dan Pemerataan Guru
A. Formulasi Kebijakan
Model-model formulasi kebijakan dapat dikelompokkan kedalam dua model yaitu
model elite dan model pluralis (Nugroho, 2012:544). Model elite merupakan model yang
dipengaruhi kontinentalis. Sementara model pluralis yaitu model yang dipengaruhi oleh
anglo-saxonis.
Proses formulasi kebijakan yang ideal terdiri atas beberapa langkah (Nugroho,
2011:551). Langkah-langkah formulasi kebijakan yang ideal adalah sebagai berikut.
1. Munculnya isu strategis/kebijakan. Isu strategis/kebijakan dapat berupa masalah
dan atau kebutuhan masyarakat dan atau negara, yang bersifat mendasar, mempunyai
lingkup cakupan yang besar, dan memerlukan pengaturan pemerintah.
2. Tim perumus kebijakan. Setelah pemerintah menangkap isu tersebut, perlu
dibentuk tim perumus kebijakan. Tim kemudian secara paralel merumuskan naskah
akademik dan atau langsung merumuskan draf nol kebijakan.
3. Forum publik. Rumusan draf nol kebijakan didiskusikan bersama forum publik, dalam
jenjang sebagai berikut.
a. Forum publik yang pertama, yaitu para pakar kebijakan dan pakar yang
berkenaaan dengan masalah terkait.
b. Forum publik kedua, yaitu dengan instansi pemerintah yang merumuskan
kebijakan tersebut.
c. Forum publik yang ketiga dengan para pihak yang terkait atau yang terkena
dampak langsung kebijakan, disebut juga benificiaries.
d. Forum publik yang keempat adalah dengan seluruh pihak terkait secara luas,
menghadirkan tokoh masyarakat, termasuk didalamnnya lembaga swadaya
masyarakat yang mengurusi isu terkait.
Hasil diskusi publik ini kemudian dijadikan materi penyusunan pasal-pasal kebijakan yang
akan dikerjakan oleh tim perumus. Draf ini disebut Draf 1.
4. Draf 1. Draf 1 didiskusikan dan diverifikasi dalam focused group discussion yang
melibatkan dinas/instansi terkait, pakar kebijakan, dan pakar dari permasalahan yang
akan diatur.
5. Draf 2. Tim perumus merumuskan Draf 2, yang merupakan Draf final dari kebijakan.
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
57 UNIT 4: Formulasi Kebijakan
6. Draf final. Draf final kemudian disahkan oleh pejabat berwenang, atau, untuk
kebijakan undang-undang, dibawa ke proses legislasi yang secara perundang – undangan
telah diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011.
B. Tahapan Proses Legislasi
1. Pengajuan Rancangan Peraturan Daerah oleh Eksekutif kepada DPRD
Rancangan Peraturan Daerah tentang Penataan dan Pemerataan Guru diajukan oleh
Pemerintah Daerah. DPRD membahas raperda melalui sidang-sidang.
2. Penyampaian Raperda oleh Pimpinan DPRD kepada Badan Legislasi
Penyampaian raperda oleh pimpinan DPRD kepada badan legislasi. Pengajuan raperda
ini harus disertai dengan naskah akademik, dan disertai dengan keterangan yang
memuat pokok pikiran dan materi muatan yang diatur dalam raperda tersebut.
3. Pengkajian Rancangan Peraturan Daerah oleh Badan Legislasi
Naskah akademik dan penjelasan yang memuat pokok-pokok pikiran dan materi
muatan yang diatur, memperjelas landasan filosofis, landasan yuridis, dan landasan
sosiologis dari dibentuknya raperda tersebut.
4. Penyampaian Rancangan Peraturan Daerah oleh Pimpinan DPRD kepada Badan
Musyawarah
Raperda perlu diagendakan oleh Badan Musyawarah untuk disampaikan pada Paripurna.
Untuk menindaklanjuti penyampaian raperda tersebut dibentuk Panitia Khusus yang
memiliki tugas untuk melakukan pembahasan raperda.
5. Pembicaraan Tingkat I
a. Paripurna Penyampaian Usulan Raperda dan Penjelasan Raperda oleh Eksekutif
Pada Sidang Paripurna disampaikan beberapa raperda yang salah satunya adalah
Rancangan Peraturan Daerah tentang Penataan dan Pemerataan Guru.
b. Paripurna Pemandangan Umum Fraksi-Fraksi terhadap Usulan Rancangan
Peraturan Daerah
Tahapan agenda sidang paripurna ini perlu dilaksanakan. Pada sidang paripurna
dengan agenda pemandangan umum fraksi-fraksi terhadap penyampaian raperda
fraksi-fraksi bisa menyampaikan tanggapannya baik dalam bentuk persetujuan atau
penolakan, atau sanggahan dan kritikan terhadap substansi permasalahan
penyampaian raperda tersebut.
c. Paripurna Tanggapan dan/atau Jawaban Eksekutif terhadap Pemandangan Umum
Fraksi-Fraksi
Dengan dilaksanakannya paripurna pemandangan umum fraksi terhadap usulan
raperda, sidang paripurna jawaban walikota/bupati atas pemandangan umum
fraksi-fraksi yang perlu dilaksanakan.
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
58 UNIT 4: Formulasi Kebijakan
d. Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah oleh Panitia Khusus bersama Mitra
Terkait
Pembahasan raperda ini dapat dilakukan melalui beberapa tahap pembahasan.
Pembahasan tersebut melibatkan mitra kerja terkait.
Pada proses rapat pembahasan tahap pertama dan kedua Panitia Khusus perlu
mendapatkan data mengenai kelebihan/kekurangan guru, mekanisme penataan dan
pemerataan guru.
e. Rapat Konsultasi Pansus dengan Pimpinan DPRD mengenai Pembahasan Raperda
Rapat konsultasi Panitia Khusus kepada Pimpinan DPRD dapat dilaksanakan melalui
beberapa tahap. Jika pada tahap pertama, raperda ini belum selesai dibahas, maka
rapat konsultasi dapat dilanjutkan sampai mendapatkan persetujuan.
C. Faktor-Faktor yang Berpengaruh dalam Proses Perumusan Peraturan
Daerah tentang Penataan dan Pemerataan Guru
1. Elemen Luar
Pihak-pihak luar yang terkait antara lain DPRD, Bagian Hukum dan Ortala, dan
BAPPEDA, Dewan Pendidikan Kota/Kabupaten, dan PGRI Provinsi. Dukungan elemen
luar dapat tercermin dari kehadiran pihak-pihak tersebut dalam rapat-rapat
pembahasan.
2. Elemen Dalam
Dalam proses perumusan raperda ini yang dimaksud dengan elemen dalam adalah
Dinas Pendidikan dan BKD Kota/Kabupaten.
3. Keterkaitan atau Linkages
Koordinasi dan komunikasi yang terjalin dalam proses perumusan raperda
melibatkan 3 pihak yaitu eksekutif (instansi teknis dan mitra kerja terkait), legislatif
(Panitia Khusus DPRD), dan stakeholders. Pada proses pembahasan raperda di DPRD
terjadi koordinasi dan komunikasi yang menimbulkan interaksi politik-administratif yang
melibatkan legislatif yaitu DPRD dengan mitra-mitra kerja terkait.
D. Aktor dan Peran Aktor yang Terlibat dalam Proses Perumusan Peraturan
Daerah
1. Aktor yang Terlibat
Pemeran serta resmi terdiri dari eksekutif yaitu Dinas Pendidikan dan BKD selaku
instansi teknis pengusul raperda, dan SKPD-SKPD terkait. Untuk merumuskan draf
awal raperda, Dinas Pendidikan dan BKD membentuk tim perumus kebijakan.
Sementara lembaga legislatif yaitu DPRD melakukan pembahasan secara langsung
melalui Panitia Khusus.
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
59 UNIT 4: Formulasi Kebijakan
2. Peran Aktor
Dinas Pendidikan dan BKD memiliki peranan membentuk draf awal raperda
melalui tim perumus kebijakan. Proses pembahasan raperda di DPRD menegaskan
fungsi legislasi atau fungsi membuat undang-undang dalam hal ini peraturan daerah.
Panitia Khusus DPRD dalam melakukan pembahasan terhadap raperda dengan
melibatkan pihak-pihak yang terkait meliputi SKPD-SKPD terkait, dan pihak luar. Pihak-
pihak terkait tersebut memiliki peran dalam rapat-rapat pembahasan yang dijadwalkan
Panitia Khusus DPRD dengan memberikan masukan, kritik dan saran terhadap raperda
yang dirumuskan.
DAFTAR PUSTAKA
Nugroho, Riant. 2011. Public Policy. PT. Elex Media Komputindo : Jakarta.
Nugroho, Riant. 2012. Public Policy. PT. Elex Media Komputindo : Jakarta.
Peraturan Perundangan :
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Produk Hukum Daerah
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
60 UNIT 4: Formulasi Kebijakan
Lembar Kerja 4.4
Langkah-langkah Formulasi Kebijakan
Penataan dan Pemerataan Guru
Petunjuk: Pilih satu formulasi kebijakan dan tuliskan langkah-langkah formulasi kebijakan
penataan dan pemerataan guru.
Jenis kebijakan: _____________________
Tingkat kebijakan: ____________________
No Langkah-langkah Rincian Kegiatan Pelaku
1
2
3
4
5
6
7
Uraikan konsekuensi (anggaran, waktu pembuatan, waktu implementasi, dll)
formulasi kebijakan yang dipilih berdasarkan langkah-langkah, jenis, dan
tingkat kebijakan.
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
61 UNIT 4: Formulasi Kebijakan
PRESENTASI UNIT 4
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
62 UNIT 4: Formulasi Kebijakan
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
63
UNIT 5: Rancangan Implementasi Kebijakan
UNIT 5
RANCANGAN
IMPLEMENTASI
KEBIJAKAN
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
64
UNIT 5: Rancangan Implementasi Kebijakan
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
65
UNIT 5: Rancangan Implementasi Kebijakan
UNIT 5
RANCANGAN IMPLEMENTASI KEBIJAKAN - Waktu: 120 menit
Pengantar
Peraturan Bersama 5 Menteri, yaitu Mendiknas, Mendagri, MenPAN dan RB, Menag,
dan MenKeu tahun 2011 tentang Penataan dan Pemerataan Guru PNS merupakan
langkah awal untuk menata dan memeratakan guru antar sekolah, kabupaten/kota,
dan antar provinsi.
Untuk menindaklanjuti Perber 5 menteri tersebut, diperlukan implementasi
kebijakan yang benar-benar dapat dilaksanakan dan hasilnya terukur. Oleh sebab itu,
kebijakan tersebut perlu diitegrasikan ke dalam perencanaan sehingga terjamin
penganggarannya.
Agar terjadi aktivitas nyata di lapangan, Kemdikbud telah menerbitkan Petunjuk
Teknis (Juknis) untuk plaksanaan penataan tersebut. Namun demikian, Juknis
tersebut belum cukup dapat dijadikan panduan oleh staf Dinas Pendidikan
kabupaten/kota karena masih memerlukan banyak analisis tambahan. Untuk
membantu dinas pendidikan kabupaten/kota dan provinsi mengimplementasikan
Perber tersebut, USAID PRIORITAS mengembangkan Modul Workshop yang terdiri
atas 4 bagian, yaitu: penyamaan Persepsi; Workshop Analisis Data; Workshop
Analisis Kebijakan; dan Konsultasi Publik Penataan dan Pemerataan Guru. Salah satu
unit dalam workshop analisis kebijakan adalah merancang implementasi kebijakan ke
dalam sistem perencanaan daerah.
Tujuan
Tujuan umum pelatihan ini adalah agar peserta mampu melakukan analisis kebijakan
berbasis data dalam penataan dan pemerataan guru. Tujuan khusus pelatihan ini
adalah agar peserta mampu:
1. mengimplementasikan kebijakan ke dalam program
2. mengintegrasikan kebijakan ke dalam sistem perencanaan daerah (Dinas
Pendidikan dan BKD)
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
66
UNIT 5: Rancangan Implementasi Kebijakan
Pertanyaan Kunci
1. Bagaimana cara memastikan agar kebijakan dapat diimplementasikan?
2. Apakah suatu kebijakan dapat diimplementasikan secara nyata
(program/kegiatan dan anggaran)?
3. Bagaimana mengintegrasikan kebijakan kedalam perencanaan dan
penganggaran daerah?
Petunjuk Umum
Pendekatan yang digunakan dalam workshop ini adalah pendekatan andragogi, di
mana peserta telah memiliki pengetahuan awal yang cukup tentang topik yang akan
dibahas. Untuk itu, peserta dianggap sebagai shareholder dan diharapkan dapat
memberikan kontribusi sesuai dengan pengalaman masing-masing.
Sesi dimulai dengan pengenalan tentang kerangka analisis kebijakan, dilanjutkan
dengan langkah-langkah melakukan analisis kebijakan, dan mengidentifikasi alternatif
kebijakan berdasarkan hasil analisis kebijakan, dan memilih kebijakan yang paling
efektif dalam penataan dan pemerataan guru. Selanjutnya dibahas tentang merancang
implementasi kebijakan dan mengintegrasikan kebijakan penataan dan pemerataan
guru ke dalam sistem perencanaan daerah.
Sumber dan Bahan
Presentasi dalam PowerPoint
Lembar Kerja 5.1
LCD dan laptop/komputer
Kertas plano, spidol, dan flipchart
Waktu
Waktu yang digunakan dalam Unit 5 ini adalah 120 menit.
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
67
UNIT 5: Rancangan Implementasi Kebijakan
Ringkasan Sesi
Rincian Langkah-langkah Kegiatan
Introduction (10 menit)
(1) Fasilitator menayangkan judul sesi dan membuka dengan salam. Fasilitator
memulai kegiatan dengan menyatakan bahwa pada sesi ini, peserta belajar
memahami rancangan implementasi kebijakan dalam penataan dan pemerataan
guru.
(2) Fasilitator menayangkan latar belakang/pentingnya mempelajari rancangan
implementasi kebijakan dalam penataan dan pemerataan guru. Fasilitator
menyatakan bahwa kompetensi yang harus dikuasi peserta setelah mempelajari
Unit 5 adalah mampu menjawab pertanyaan kunci.
I
Introduction
10 menit
Fasilitator
menyampaikan
judul, latar
belakang,
pertanyaan
kunci, dan
langkah-
langkah
penyajian
Unit 5
Connection
15 Menit
Diskusi awal
tentang
masalah
implementasi
kebijakan
kedalam
sistem
perencanaan
Application
80 menit
Diskusi Kelompok
dibagi dalam 3 bagian,
masing-masing 25
menit.
1: rancangan
implementasi
kebijakan.
2: mengintegrasikan
kebijakan penataan
guru kedalam
program/kegiatan
3: mengintegrasikan
kebijakan penataan
guru kedalam sistem
perencanaan daerah
Reflection 10 menit
Merefleksi
bagaimana
merancang
implementa
si kebijakan
penataan
guru
Extension 5 menit
Menindak-
lanjuti Unit 5
ini dengan
menelaah
implementasi
kebijakan
penataan dan
pemerataan
guru
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
68
UNIT 5: Rancangan Implementasi Kebijakan
Connection (15 menit)
(1) Fasilitator mengajak peserta berdiskusi tentang bagaimana distribusi guru di
daerahnya, apakah sudah ada implementasi kebijakan penataan guru? Apakah
kebijakan tersebut telah terintegrasi ke dalam sistem perencanaan daerah?
(2) Fasilitator mengantar materi tentang implementasi kebijakan penataan guru.
Paparan bersifat stimulus untuk memotivasi peserta berpikir tentang rancangan
implementasi kebijakan penataan guru secara umum.
(3) Fasilitator memancing dengan beberapa pertanyaan tentang bagaimana suatu
kebijakan penataan guru diimplementasikan? Apakah berdasarkan analisis yang
mempertimbangkan banyak faktor, seperti kebutuhan peningkatan mutu
pembelajaran, efisiensi sumberdaya pendidikan, dan pemenuhan jam mengajar
guru?
Application (80 menit)
Aplikasi dibagi dalam 3 bagian, masing-masing bagian sekitar 25 menit.
1: Kerangka Rancangan Implementasi Kebijakan
(1) Fasilitator mengajukan pertanyaan berikut kepada peserta.
(2) Peserta berdiskusi dan hasil diskusi dituliskan pada lembar kerja atau ditulis di
komputer (Lembar Kerja 5.1).
(3) Peserta mempresentasikan hasil diskusi.
(4) Selama proses diskusi, fasilitator menjelaskan tentang kerangka kebijakan dengan
menggunakan pendekatan rancangan implementasi kebijakan.
Apakah Dinas Pendidikan telah mengimplementasikan kebijakan distribusi guru
di kabupaten/kota masing-masing? Pendekatan apa yang digunakan dalam
mengimplementasikan kebijakan tersebut? Apakah ada resistensi terhadap
kebijakan yang telah diimplementasikan? Apakah ada masalah dengan proses
penetapan kebijakan selama ini?
A
C
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
69
UNIT 5: Rancangan Implementasi Kebijakan
(5) Setelah peserta menyampaikan gagasannya, fasilitator memberikan penguatan
dengan menyampaikan kerangka implementasi kebijakan.
2: Langkah-langkah Melakukan Implementasi Kebijakan dalam Distribusi
Guru
(6) Fasilitator memberikan pengantar tentang langkah-langkah implementasi
kebijakan, yaitu dimulai dengan mengidentifikasi kesenjangan dengan cara
membandingkan kondisi nyata dengan kondisi yang diidealkan dan merancang
implementasi kebijakan.
(7) Fasilitator menanyakan apakah implementasi kebijakan tersebut berdampak pada
anggaran? Jika implikasi kebijakan tidak berdampak pada penganggaran, maka
rancangan implementasinya dilakukan sebagai berikut.
Implementasi
Kebijakan
Integrasi kedalam
Perencanaan Daerah
RKA
Implementasi
Kebijakan dalam
Kegiatan
Tidak Berdampak
pada anggaran
Berdampak pada
anggaran
Implementasi
Kebijakan
Implementasi
Kebijakan dalam
Kegiatan
Tidak Berdampak pada
anggaran
• Tindakan/implementasi
bersifat langsung
• Tindakan/implementasi
bersifat sederhana
• Dampak dari tindakan
tersebut relatif rendah
• Tingkat/jenjang pengambilan
kebijakan lebih rendah
Kriteria
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
70
UNIT 5: Rancangan Implementasi Kebijakan
(8) Jika implikasi kebijakan berdampak pada anggaran, maka langkah berikut yang
harus dilakukan.
*RKA = Rencana Kerja dan Anggaran
3: Mengintegrasikan Kebijakan Penataan Guru kedalam Sistem
Perencanaan Daerah
(9) Fasilitator menyatakan bahwa langkah ini merupakan langkah yang penting,
karena selama ini banyak yang mengambil kebijakan tanpa menggunakan isu
strategis sebagai dasar pengambilan kebijakan, sehingga apapun masalahnya cara
penyelesaiannya sama. Selanjutnya, fasilitator menyajikan materi integrasi
kebijakan.
1. Integrasi Kebijakan Kedalam Renja
• Bagaimana hasil evaluasi program tahunan (LAKIP), apakah target Renstra
sudah tercapai?
RumusanVisi
& Misi
Rumusan Tujuan
& sasaran
Rumusan
Strategi
Rumusan Kebijakan
Rumusan
Kegiatan
Analisis Layanan
Pendidikan
Integrasi
Kebijakan
Integrasi kedalam
Renja Tahunan
RKA*
Input untuk
Renstra Baru
Implementasi
Kebijakan dalam
Kegiatan
Revisi Renstra
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
71
UNIT 5: Rancangan Implementasi Kebijakan
• Apakah diperlukan program terobosan yang memiliki daya ungkit dalam
pencapaian target?
• Apakah penataan dan pemerataan guru telah menjadi isu strategis di
kabupaten/kota?
• Apakah isu penataan guru telah masuk dalam Renstra?
• Jika belum, masukan penataan guru ke dalam Renja.
2. Integrasi Kebijakan Penataan Guru masuk dalam Revisi Renstra
• Apakah Perber 5 Menteri merupakan salah satu perubahan lingkungan
strategis yang berdampak pada kebijakan Dinas Pendidikan?
• Apakah dengan adanya perubahan lingkungan strategis berdampak pada
perubahan Renstra Dinas Pendidikan kabupaten/kota?
• Bagaimana Renstra Dinas Pendidikan direvisi?
– Lakukan evaluasi kesesuaian sasaran renstra dengan target nasional
dan provinsi
– Gunakan hasil evaluasi tahunan untuk melihat ketercapaian sasaran
program 5 tahunan.
– Identifikasi kegiatan potensial yang dapat meningkatkan kinerja dinas
pendidikan
– Masukan kegiatan potensial yang memiliki daya ungkit yang signifikan
kedalam Revisi Renstra.
3. Implementasi Kebijakan Penataan Guru menjadi Input Renstra
• Analisis distribusi guru menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam
analisis layanan pendidikan
• Isu-isu strategis distribusi guru
• Kebijakan distribusi guru
• Program dan kegiatan distribusi guru
• Anggaran indikatif untuk penataan dan distribusi guru.
Banyak alternatif implementasi kebijakan yang dapat dipilih dalam menyelesaikan
masalah distribusi guru.
(10) Setelah memaparkan integrasi kebijakan, fasilitator mengajak peserta berlatih
merancang integrasi kegiatan penataan dan pemerataan guru ke dalam Renja dan
Renstra.
(11) Fasilitator membagi Lembar Kerja 5.2 dan 5.3. Peserta berlatih secara
kelompok untuk membuat rancangan integrasi kebijakan ke dalam Renja dan
Renstra.
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
72
UNIT 5: Rancangan Implementasi Kebijakan
(12) Wakil kelompok mempresentasikan hasil diskusinya. Kelompok lain memberi
masukan dan saran.
(13) Fasilitator membantu agar proses diskusi terarah sesuai dengan topiknya dan
memberi penguatan pada sesi ini.
Reflection (10 menit)
(1) Tanyakan kepada peserta apakah mereka sudah paham dengan langkah-langkah
penyusunan implementasi kebijakan dalam penataan dan pemerataan guru.
(2) Apakah langkah-langkah implementasi kebijakan yang mereka telah pahami
tersebut dapat diterapkan di kabupaten/kota.
(3) Apakah mereka diperkirakan akan mengalami kesulitan dalan merancang
implementasi kebijakan dalam penataan dan pemerataan guru kelak di
kabupaten/kota masing-masing.
Extention (5 menit)
(1) Semua peserta menindaklanjuti Unit 5 ini dengan menelaah implementasi
kebijakan yang telah dirumuskan oleh peserta, serta hasil analisis efektivitas
implementasi kebijakan.
(2) Daerah perlu mengembangkan kreativitas untuk mengimplementasikan kebijakan
sesuai dengan kondisi internal masing-masing kabupaten/kota.
Pesan Utama
Pengembangan kapasitas ini akan lebih bermanfaat apabila peserta
menindaklanjutinya dengan pelaksanaan implementasi kebijakan melalui rancangan
implementasi kebijakan penataan dan pemerataan guru di daerahnya masing-masing.
E
R
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
73
UNIT 5: Rancangan Implementasi Kebijakan
Lembar Kerja 5.1
Rancangan Implementasi Kebijakan
Petunjuk: Lakukan identifikasi kebijakan penataan guru yang tidak berimplikasi pada
anggaran seperti contoh pada baris pertama.
Rekomendasi
Kebijakan
Formulasi Kebijakan Rancangan Implementasi
Kebijakan (Bagian dari tugas rutin
Dinas Pendidikan)
Penerapan guru
kunjung (mobile
teachers) antar sekolah
dalam satu kecamatan
SK Kepala Dinas tentang
Kewajiban Mengajar Guru lebih
dari satu sekolah
1. Verifikasi data guru yang
kekurangan jam mengajar dan
sekolah yang kekurangan guru
dalam satu kecamatan
2. Sosialisasi penerapan guru kunjung
3. Penerapan guru kunjung
4. Evaluasi efektivitas guru kunjung
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
74
UNIT 5: Rancangan Implementasi Kebijakan
Lembar Kerja 5.2
Rancangan Implementasi Kebijakan ke Renja
Petunjuk: Buat rancangan implementasi kebijakan yang dintegrasikan pada Renja
berdasarkan hasil sesi sebelumnya (Rekomendasi dan formulasi
kebijakan) seperti pada baris pertama.
Rekomendasi
Kebijakan
Formulasi Kebijakan Rancangan Implementasi Kebijakan
Penerapan kelas
rangkap pada 50
sekolah kecil
SK Bupati tentang
penunjukan sekolah yang
melaksanakan kelas rangkap
1. Analisis hasil evaluasi kinerja perencanaan tahun
sebelumnya terutama berkaitan dengan
distribusi guru
2. Kegiatan yang dapat diusulkan pada
RencanaTahunan (Renja)
a. Verifikasi ulang sekolah kecil yang akan
menerapkan kelas rangkap dengan
menggunakan pendekatan survey
b. Pelatihan terhadap 170 guru yang akan
menerapkan kelas rangkap
c. Pelatihan terhadap 55 kepala SD yang akan
menerapkan kelas rangkap
d. Pelatihan terhadap 15 pengawas sekolah
yang wilayahnya akan menerapkan kelas
rangkap
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
75
UNIT 5: Rancangan Implementasi Kebijakan
Lembar Kerja 5.3
Rancangan Implementasi Kebijakan ke Renstra
Petunjuk: Buat rancangan implementasi kebijakan yang diintegrasikan pada Renstra
berdasarkan hasil sesi sebelumnya (Rekomendasi dan formulasi
kebijakan) seperti pada baris pertama.
Rekomendasi
Kebijakan
Formulasi Kebijakan Rancangan Implementasi
Kebijakan kedalam Renstra
Regrouping terhadap 76
SD yang tersebar di 6
kecamatan
Peraturan Bupati tentang
Regrouping pada76 SD di 6
Kecamatan
Regrouping dilakukan secara bertahap,
sehingga memerlukan waktu lebih
panjang,
1. Masukan regouping menjadi isu
strategis dalam renstra
2. Buat tahapan sekolah yang akan di
regrouping
3. Jumlah sekolah yang harus direhab
(sekolah yang dijadikan sekolah baru)
4. Tentukan indikator kinerja regrouping
5. Buat anggaran indikatif untuk kegiatan
regrouping selama 5 tahun
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
76
UNIT 5: Rancangan Implementasi Kebijakan
PRESENTASI UNIT 5
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
77
UNIT 5: Rancangan Implementasi Kebijakan
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
78
UNIT 5: Rancangan Implementasi Kebijakan
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
79
UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran
UNIT 6
PERHITUNGAN
DAMPAK ANGGARAN
DARI PILIHAN
ALTERNATIF
KEBIJAKAN PENATAAN
DAN PEMERATAAN
GURU
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
80
UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
81
UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran
UNIT 6
PERHITUNGAN DAMPAK ANGGARAN DARI
PILIHAN ALTERNATIF KEBIJAKAN
PENATAAN DAN PEMERATAAN GURU -
Waktu: 150 menit
Pengantar
Seiring diterbitkannya Peraturan Bersama (Perber) 5 Menteri (Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, Kementerian Dalam Negeri,
Kementerian Keuangan dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi) tentang Penataan dan Pemerataan Guru PNS, yang
mengamanatkan bahwa Bupati/Walikota bertanggung jawab dan wajib melakukan
penataan dan pemerataan guru PNS antar satuan pendidikan, antar jenjang, dan antar
jenis pendidikan di satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah
kabupaten/kota yang kelebihan dan kekurangan guru PNS. Disamping itu,
Bupati/Walikota memiliki kewajiban untuk mengkoordinasikan dan memfasilitasi
pemindahan guru PNS untuk penataan dan pemerataan guru PNS antar satuan
pendidikan, antar jenjang, dan antar jenis pendidikan di wilayah kerjanya sesuai
dengan kewenangannya.
Pendanaan penataan dan pemerataan guru PNS (PPGP) antar satuan pendidikan,
antar jenjang, atau antarjenis pendidikan antar kabupaten/kota, atau antar provinsi
pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah kabupaten/kota
dibebankan pada APBD kabupaten/kota sesuai dengan mekanisme yang berlaku.
Analisis DAPODIK (Data Pokok Pendidikan) dilakukan Dinas Pendidikan selama
pelaksanaan Workshop 1-PPGP dan pasca pendampingan telah menghasilkan
temuan/fakta/informasi terkait dengan penataan dan pemerataan guru, seperti
distribusi sekolah yang kelebihan atau kekurangan guru, kecukupan guru mata
pelajaran, rasio siswa terhadap guru, jumlah sekolah dengan jumlah murid sedikit,
rasio siswa per rombongan belajar dan guru yang akan pensiun. Hasil analisis ini
kemudian dirumuskan dalam isu strategis pendidikan. Isu strategis tersebut akan
menghasilkan tindakan-tindakan berupa alternatif/opsi kebijakan. Sebagian opsi
kebijakan tidak memerlukan biaya, sebagian lainnya memerlukan biaya, sehingga
kebijakan ini akan berdampak pada anggaran. Kebijakan yang berdampak pada
anggaran perlu dianalisis lebih lanjut agar dapat dihitung biaya yang diperlukan dalam
implementasi kebijakan tersebut.
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
82
UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran
Dalam unit ini peserta akan memfokus diri pada penghitungan biaya dan ketersediaan
anggaran terhadap pilihan alternatif kebijakan untuk mengatasi masalah penataan dan
pemerataan guru. Lokus penghitungan anggaran ini tidak bermuara penuh pada
jumlah pendidik yang diadakan, tetapi untuk menggeser alokasi penggunaan anggaran
belanja pegawai ke arah belanja modal atau operasional bagi peningkatan mutu
pembelajaran di sekolah, dan apabila telah mencukupi dapat digeserkan pada unit
pelayanan publik lainnya, seperti kesehatan, kependudukan, fasilitas umum, dan
sebagainya.
Tujuan
Tujuan dari unit ini adalah:
1. Menghitung kebutuhan dana yang diperlukan untuk melaksanakan alternatif
kebijakan yang dipilih
2. Menghitung ketersediaan dana APBD yang dapat digunakan untuk membiayai
kebutuhan dana tersebut
Pertanyaan Kunci
1. Berapa dana yang dibutuhkan untuk melaksanakan masing-masing alternatif
kebijakan yang telah dipilih?
2. Bagaimanakah cara menghitung kebutuhan anggaran untuk menetapkan
kebijakan yang dapat mengatasi isu strategis?
3. Bagaimanakah cara menghitung ketersediaan anggaran untuk sektor
pendidikan?
a. Pengumpulan data APBD Perubahan/Penetapan (3 tahun terakhir),
Rekapitulasi Penjabaran APBD terkait Urusan Pendidikan 3 tahun
terakhir, dan Rekapitulasi DPA Dinas Pendidikan 3 tahun terakhir
b. Input Data sederhana Dalam Microsoft Excell
c. Menghitung dana diskresi sektor pendidikan
4. Bagaimana membuat kecenderungan ketersediaan anggaran sektor
pendidikan?
Analisis kecenderungan dengan menggunakan 2 pendekatan yaitu rata-rata
dan acremental
Pendekatan rata-rata dengan cara menggunakan rata-rata dana deskresi
terhadap APBD dan atau Belanja Sektor Pendidikan (dipilih sesuai
kesepakatan yang logis) selama 3 tahun terakhir yang dirata-ratakan.
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
83
UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran
Pendekatan acremental dengan cara menggunakan persentase kenaikan
tahun pertama ke tahun kedua dijumlahkan dengan persentase kenaikan
tahun kedua ke tiga dan dirata-ratakan, kemudian ditambahkan kenaikan
inflasi rata-rata 3 tahun terakhir.
Selanjutnya peserta melakukan identifikasi kemungkinan opsi kebijakan
yang dapat diambil dalam penataan dan pemerataan guru
5. Bagaimana memilih opsi kebijakan yang dapat diimplementasikan terkait
dengan kemampuan anggaran yang tersedia ?
Petunjuk Umum
Pada dasarnya unit ini dibagi menjadi tiga bagian: (1) penghitungan ketersediaan dana
sektor pendidikan; (2) menghitung kecenderungan ketersediaan anggaran, dan (3)
menghitung kebutuhan anggaran yang disediakan untuk memilih dan menetapkan
opsi kebijakan, namun demikian ketiga bagian tersebut dilakukan dalam satu kegiatan.
Template excel sederhana telah disiapkan sehingga setiap peserta pelatihan dengan
mudah melakukan input dalam template untuk menghitung ketersediaan anggaran
dan kecenderungan ketersediaan anggaran. Kendala utama dalam melakukan kegiatan
ini adalah dalam tahap pengumpulan data, karena sumber data tidak semua tersedia
di SKPD Dinas Pendidikan, namun tersebar di Bappeda atau BPKKD (APBD), Dinas
Pendidikan atau SKPD lainnya. Langkah awal untuk mengantisipasi masalah
ketersediaan data keuangan yang terkait dengan pendidikan adalah dengan
melakukan: (1) identifikasi ketersediaan sumber data keuangan, (2) koordinasi
dengan SKPD terkait yang mengalokasikan anggaran sektor pendidikan, (3)
melakukan input data dan melakukan penghitungan ketersediaan dana. Untuk
menghitung kebutuhan anggaran disetiap opsi kebijakan, USAID PRIORITAS telah
menyiapkan Template excel sederhana sehingga setiap peserta pelatihan dengan
mudah melakukan input dalam template. Kendala utama dalam melakukan
perhitungan kebutuhan anggaran adalah opsi-opsi kebijakan yang disusun telah sesuai
untuk mengatasi isu strategis, karena sebuah isu strategis seringkali lebih dari 3-4
opsi kebijakan.
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
84
UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran
Sumber dan Bahan
1. Paparan 1: Penghitungan Ketersediaan Dana Sektor Pendidikan dan Penghitungan
trend/kecenderungan Ketersediaan Dana Sektor Pendidikan dan kemungkinan
opsi kebijakan penataan dan pemerataan guru
2. Paparan 2: Penghitungan Kebutuhan Pembiayaan untuk menetapkan opsi
kebijakan PPGP
3. Data sekunder:
a. Ringkasan Perubahan APBD 2011 dan 2012 serta Penetapan 2013
b. Rincian DPA Perubahan untuk BL dan BTL Tahun 2011 dan 2012, serta
DPA Penetapan BL dan BTL Tahun 2013
c. Output excel tentang kecukupan guru (kelebihan dan kekurangan),
pensiun guru, dll
d. Hasil print out alternative strategi
4. Notebook + LCD/Proyektor + Sound System
5. Handout.
Waktu
Penyelenggaraan sesi ini adalah selama 150 menit, tetapi dibagi menjadi tiga
kelompok:
Ringkasan Sesi
Introduction
- 10’
• Latar
Belakang
• Tujuan
• Garis
Besar
Langkah-
langkah
Connection –
15’
Sharing
pengalaman
menghitung
Kebutuhan
Dana dan
Ketersediaan
dana dalam
implementasi
keijakan
Application –
105’
Paparan cara
Penghitungan
Kebutuhan dan
Ketersediaan
dana, dilanjutkan
dengan praktik
dan diskusi
kelompok
Reflection –
15’
• Periksa
ketercapaian
tujuan
• Ungkap/
Tulis hal
yang masih
menjadi
permasalah-
an
Extension –
5’ Menindak-
lanjuti unit 6
dengan praktik
mandiri
berdasarkan
data
kabupaten/
kota yang
akurat dan
baru.
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
85
UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran
Rincian Langkah-langkah Kegiatan
Introduction (10 menit)
Fasilitator membuka kegiatan unit ini dengan mengucapkan salam. Sebelum memulai
paparan, secara ringkat Fasilitator menerangkan latar belakang, tujuan, dan
pertanyaan kunci Unit 6.
Connection (15 menit)
Pada tahap ini fasilitator meminta peserta untuk mengemukakan pengalamannya,
tentang menghitung kebutuhan anggaran terhadap implementasi kebijakan. Kegiatan
cukup dengan tanya jawab interaktif berdasar pengalaman peserta.
Berdasarkan kegiatan tersebut, selanjutnya fasilitator menjelaskan bahwa dalam sesi
ini akan diperkenalkan dan latihan melakukan penghitungan dampak anggaran untuk
implementasi kebijakan, meliputi:
1. Menghitung kebutuhan anggaran pendidikan sebagai dampak penetapan
kebijakan
2. Menghitung ketersediaan anggaran sektor pendidikan
3. Menganalisis kecenderungan ketersediaan anggaran sektor pendidikan.
Application (105 menit)
Application (10-20 menit)
Kegiatan ini dilakukan secara berkelompok, satu kabupaten/kota satu kelompok. Bila
dimungkinkan terdapat fasilitator pendamping untuk setiap kelompok, tetapi bila
kurang maksimal satu pendamping untuk dua kelompok. Sesi application ini terdiri
atas 3 bagian, masing-masing berisi enjelasan cara penghitungan disertai contoh dan
latihan.
Bagian I
Fasilitator memberikan penjelasan bagaimana cara melakukan penghitungan
kebutuhan anggaran pendidikan sebagai dampak penetapan opsi kebijakan dalam
penataan dan pemerataan guru. Setelah penjelasan peserta diberi materi (Handout
6.1) untuk dibaca dan sebagai panduan untuk latihan.
I
C
A
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
86
UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran
Peserta selanjutnya latihan melakukan input data terkait dengan opsi kebijakan dalam
template yang tersedia seperti dalam LK 6.1. Selanjutnya peserta menghitung
kebutuhan anggaran untuk setiap alternatif kebijakan (gunakan LK 6.2).
Setelah praktik input sudah selesai, peserta pelatihan dapat mengetahui, (a) berapa
jumlah kebutuhan dana per kebijakan, (b) urutan kebijakan (jika ada beberapa
kebijakan) berdasarkan anggaran dan urgensinya.
Bagian II
Pada Bagian II Fasilitator akan memberikan penjelasan mengenai bagaimana langkah-
langkah melakukan penghitungan ketersediaan anggaran yang dapat digunakan dalam
mengimplementasikan kebijakan. Untuk mengetahui lebih jelas tentang penghitung
ketersediaan anggaran, maka peserta terlebih dahulu perlu dibaca Handout 6.2.
Peserta melakukan input data keuangan dalam template yang tersedia seperti tertera
dalam LK 6.3. Data yang digunakan adalah APBD Kabupaten/Kota 3 tahun terakhir,
Belanja Sektor Pendidikan Kabupaten/Kota 3 tahun terakhir, Ringkasan Belanja
Sektor Pendidikan. Tim Kebijakan kabupaten/kota harus menghitung dengan data
kabupaten/kota sendiri. Namun, jika tidak tersedia data, Fasilitator boleh
menyediakan data untuk simulasi.
Manfaat data keuangan tersebut digunakan oleh peserta untuk menghitung:
1. Berapa % belanja sektor pendidikan dibandingkan dengan APBD
2. Berapa % digunakan untuk jenis belanja yaitu belanja gaji, modal dan
operasional
3. Dana diskresi sektor pendidikan, yang dapat digunakan untuk peningkatan
mutu pendidikan (optional)
4. Kecenderungan belanja pendidikan selama 3 tahun dan alokasi jenis belanja.
Peserta selama melakukan input data dan penghitungan akan dipandu oleh fasilitator.
Setelah praktik input sudah selesai, peserta pelatihan dapat mengetahui, (a) berapa
jumlah ketersediaan dana (diskresi) untuk sektor pendidikan dan (b) persentase dana
diskresi terhadap APBD dan Belanja Sektor Pendidikan, dalam tiga tahun terakhir.
Ketersediaan anggaran yang dihitung di atas adalah anggaran yang terdapat dalam tiga
tahun terakhir.
Bagaimana menghitung dana untuk tiga tahun yang akan datang? Ketersediaan
anggaran dihitung berdasarkan proyeksi tiga tahun terakhir. Ada dua metode yang
digunakan yaitu Rata-rata dan Acremental. Fasilitator menjelaskan perhitungan
proyeksi ketersediaan dana diskresi sektor pendidikan dengan dua metode tersebut.
Untuk skenario pertama, penghitungan ketersediaan berdasarkan rata-rata.
Fasilitator memandu peserta untuk mencatat dan menghitung: (a) rata-rata
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
87
UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran
persentase ketersediaan dana (dana diskresi) terhadap APBD atau Belanja
Sektor Pendidikan setiap tahun; (b) purata persentase ketersediaan dana
selama 3 tahun; (c) kecenderungan ketersediaan dana.
Selanjutnya skenario kedua, penghitungan ketersediaan anggaran secara
acremental, fasilitator memandu peserta untuk mencatat dan menghitung: (a)
persentase kenaikan ketersediaan dana tahun pertama dan kedua, serta
persentase kenaikan tahun kedua dan ketiga, (b) rata-rata persentase
kenaikan ketersediaan dana ditambahkan rata-rata inflasi 3 tahun terakhir.
Kesemua kegiatan ini dikerjakan peserta dalam LK 6.4.
Bagian III
Fasilitator menugaskan peserta untuk melakukan identifikasi kebutuhan dan
ketersediaan dana berdasarkan opsi kebijakan yang sudah dipilih. Ketersediaan dana
bisa dari dana diskresi maupun sumber-sumber lain misalnya APBD Provinsi dan
APBN. Gunakan Lembar Kerja 6.5.
Tahap Application ditutup dengan diskusi kelompok dan paparan hasil kelompok.
Reflection (10 menit)
Fasilitator mengajak peserta untuk merefleksikan hasil praktik penghitungan
kebutuhan anggaran per opsi kebijakan, apakah ada kendala dalam
melakukan penghitungan? Bagaimana cara mengatasinya? Apakah diperlukan
penguatan bagian tertentu dalam penghitungan?
Fasilitator mengajak peserta untuk merefleksikan hasil praktik penghitungan
ketersediaan anggaran, apakah ada kendala dalam melakukan penghitungan?
Bagaimana cara mengatasinya? Apakah diperlukan penguatan bagian tertentu
dalam penghitungan?
Fasilitator mengajak peserta untuk merefeksikan hasil praktik penghitungan
kecenderungan ketersediaan anggaran ada kendala dalam melakukan
penghitungan? Bagaimana cara mengatasinya? Apakah diperlukan penguatan
bagian tertentu dalam penghitungan, apakah perlu verifikasi atau tambahan
item dalam menetapkan skenario? Bagiamana opsi awal kebijakan yang
mungkin untuk penataan dan pemerataan guru apakah sudah sesuai?
Dalam refleksi ini Fasilitator menyampaikan bahwa hasil ini merupakan skenario
tetapi berbasis data keuangan yang valid, sehingga dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan dalam memilih opsi kebijakan penataan dan pemerataan guru.
R
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
88
UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran
Extention (10 menit)
Merujuk hasil refleksi, fasilitator mengambil kesimpulan apakah yang akan dilakukan
peserta dalam waktu Extention yang tersedia:
1. Melakukan pengulangan penghitungan kebutuhan anggaran sebagai dampak
penetapan opsi kebijakan
2. Melakukan pengulangan/pendalaman penghitungan ketersediaan anggaran
3. Melakukan perbaikan skenario ketersediaan anggaran
Selain itu, fasilitator harus mengajak peserta untuk mau secara mandiri melakukan
penghitungan ulang semua kegiatan yang telah dilakukan. Dalam tahap ini fasilitator
harus mencatatnya apa yang dibutuhkan untuk memperbaiki penghitungan ini, dan
disampaikan dalam Rencana Tindak Lanjut
Fasilitator menutup acara dengan mengajak peserta untuk mencermati kembali
konsep penghitungan ketersediaan anggaran sektor pendidikan.
Pesan Utama
Sebelum orang menyusun membuat garis lurus, melengkung atau lingkaran, maka
tahap pertama yang perlu dilakukan adalah membuat sebuah titik, selanjutnya
rangkaian beberapa buah titik hingga jutaan titik menjadi garis sesuai yang diinginkan.
Maka sebelum menetapkan opsi kebijakan dalam penataan dan pemerataan guru
sebaiknya mengetahui potensi anggaran yang dimiliki oleh pemerintah, jika salah
memilih dikawatirkan akan mengorbankan pihak lain yaitu siswa atau anak didik.
E
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
89
UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran
Handout Peserta 6.1
ANALISIS KEBUTUHAN PEMBIAYAAN SEBAGAI
DAMPAK KEBIJAKAN PENATAAN & PEMERATAAN
GURU
Penetapan kebijakan dalam menjalankan PERBER 5 Menteri Tahun 2011, perlu
dilakukan secara cermat karena berdampak pada anggaran, sosial dan psikologi.
Untuk mendukung efisiensi dan efekifitas pelaksanaan regulasi ini, sebaiknya
digabungkan dengan regulasi lain terkait antara lain PP No 74 Tahun 2008 tentang
Guru dan Permendiknas No 15 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimum
Pendidikan Dasar yang diperbaharui dengan Permendiknas No. 23 Tahun 2013.
Sebagai contoh dapat dilihat dalam ilustrasi di bawah ini:
Contoh 1:
Isu Strategis: Kekurangan guru kelas PNS
Isu strategis kekurangan guru kelas PNS di sekolah dasar dirumuskan berdasarkan
data pada Tabel 1 berikut ini.
Tabel 1. Rasio Kecukupan Guru Kelas PNS per SDN (-SPM 5)
Rasio Guru Kelas
Rombel
N_
Sekolah
%
[1] Sangat Kurang 397 20,66%
[2] Kurang 1124 58,48%
[3] Cukup 377 19,61%
[4] Lebih 17 0,88%
NA 7 0,36%
Total 1922 100,00%
Berdasarkan analisis data di atas ditemukan:
20,66% SDN sangat kekurangan guru kelas PNS dan 58,48% SDN
kekurangan guru kelas PNS
Hanya 0,88% SDN kelebihan guru kelas SDN
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
90
UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran
Tabel 2. Cross-tab Rasio Kecukupan Guru Kelas SDN dengan Rasio Siswa per Rombel
N Sekolah Rasio Guru PNS-Rombel
Rasio Siswa-
Rombel
NA [1]
Sangat
Kurang
[2]
Kurang
[3]
Cukup
[4]
Lebih
N
Sekolah
[1] <= 8 siswa 4 64 20 12 100
[2] > 8- 16 siswa 3 154 379 108 3 647
[3] >16 - 24 siswa 114 496 177 11 798
[4] > 24 - 32 siswa 56 210 80 3 349
[5] > 32 siswa 5 16 21
NA 4 3 7
Total 7 397 1124 377 17 1922
Hasil pencermatan terhadap rasio guru kelas per rombel tidak bisa sendiri untuk
merumuskan alternatif strategi sehingga perlu dukungan data lain, seperti rasio
siswa rombel. Temuan:
Dari 20,66% SDN sangat kurang guru kelas PNS, terdapat: (a) 64 sekolah
memiliki jumlah siswa per rombel kurang dari 8 orang (b) 154 sekolah
memiliki jumlah siswa per rombel 8-16 orang
Dari 58,48% SDN kurang guru kelas PNS, terdapat: (a) 20 sekolah memiliki
jumlah siswa per rombel kurang dari 8 orang; (b) 379 sekolah memiliki
jumlah siswa per rombel 8-16 orang
Dari 0,88% SDN kelebihan guru kelas PNS, terdapat: (a) 2 SDN memiliki
jumlah siswa per rombel 8-16 orang; (b) 11 SDN memiliki jumlah siswa per
rombel 16-24 orang
Tabel 3. Jumlah kekurangan Guru Kelas SDN dengan Rasio Siswa per Rombel
Rasio Guru PNS per Rombel
[1] Sangat Kurang [2]
Kurang
N
Sekolah
+/- Guru
Rasio Siswa
Rombel
Jml
Sekolah
'+/- Guru Jml
Sekolah
'+/- Guru
[1] <= 8 siswa 64 -226 20 -39 84 -265
[2] > 8- 16 siswa 154 -495 379 -524 533 -1019
[3] >16 - 24
siswa
114 -467 496 -778 610 -1245
[4] > 24 - 32
siswa
56 -212 210 -336 266 -548
[5] > 32 siswa 5 -25 16 -65 21 -90
NA 4 -14 3 -6 7 -20
Total 397 -1439 1124 -1748 1521 -3187
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
91
UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran
Temuan:
Jumlah kekurangan guru kelas PNS untuk rasio siswa rombel sangat kecil (<
¼ SPM) sebanyak 84 sekolah dengan total kekurangan guru 265 orang
Jumlah kekurangan guru kelas PNS untuk rasio siswa rombel kecil ( ¼ - ½
SPM) sebanyak 533 sekolah dengan total kekurangan guru 1019 orang
Tabel 4. Jumlah kelebihan Guru Kelas SDN dengan Rasio Siswa per Rombel
Rasio Guru PNS Rombel
[4] Lebih N Sekolah Total '+/-
Guru
Rasio Siswa
Rombel
Jml
Sekolah
'+/- Guru
[2] > 8- 16 siswa 3 3 3 3
[3] >16 - 24 siswa 11 13 11 13
[4] > 24 - 32 siswa 3 3 3 3
Total 17 19 17 19
Temuan:
Jumlah kelebihan guru kelas PNS untuk rasio siswa rombel kecil ( ¼- ½
SPM) sebanyak 3 sekolah dengan total kelebihan guru 3 orang dan untuk
rombel sedang ( ½ - ¾ SPM) sebanyak 11 sekolah dengan jumah guru 13
orang.
Berdasarkan temuan di atas, diperoleh beberapa alternatif strategi:
1. Melakukan regrouping bagi sekolah yang memenuhi syarat-syarat regrouping
bagi sekolah kecil (< 60 siswa per sekolah yang sangat kurang dan kurang
guru kelasnya, serta beberapa sekolah kecil terdapat dalam satu halaman
atau berjarak dekat ( < 3 km antar SDN).
2. Melakukan multi grade untuk sekolah kecil yang sangat kurang atau
kekurangan guru kelas apabila tidak memenuhi syarat regrouping.
3. Melakukan redistribusi guru kelas PNS bagi sekolah yang kelebihan guru
kelas
4. Melakukan rekrutmen guru baru, terutama bagi sekolah yang sangat kurang
dan kekurangan guru kelas dengan rasio siswa rombel sedang ( ½ - ¾ SPM)
sampai dengan sekolah yang mendekati atau melebihi SPM.
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
92
UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran
Tabel 5. Pembiayaan Opsi-opsi pengambilan kebijakan untuk kekurangan guru kelas
Kegiatan Jenis
Biaya
Vol. SatuanBiaya
(Rp)
Total Biaya
(Rp)
Alternatif I : Perekrutan Guru Baru
Perekrutan Guru Baru Administrasi 1883 0 0
Biaya Gaji Guru Baru Operasional 1883 25jt/tahun 47,08
mil/tahun
Alternatif II : Distribusi Guru yang kelebihan guru + rekrutmen guru baru
Penugasan Guru Administrasi 16 1jt 16 jt
Perekrutan Guru Baru Administrasi 1867 0 0
Biaya Gaji Guru Baru Operasional 1867 25jt/tahun 46,68 mil/tahun
Alternatif III : Regrouping sekolah
Sosialisasi Operasional 84 15jt 1,65 mil
Alternatif IV : Regrouping sekolah dan Multi grade Class
Sosialisasi Operasional 267 15jt 4,01 mil
Pelatihan guru multi grade class Operasional 266 7jt 1,86 mil
Menghitung Dana Diskresi
Dana diskresi sektor pendidikan = Blj. Sektor Pend.– Blj. Gaji – Blj. Rutin SKPD/UPTD –
Blj. Insidentil.
Merujuk dari hasil perhitungan ketersediaan anggaran dan analisis kecenderungan
ketersediaan anggaran yang terdapat dalam Sub Topik-1, diperoleh informasi
sebagai berikut:
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
93
UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran
Tabel 6. Dana Diskresi 3 Tahun terakhir
Tahun 2011 Tahun
2012
Tahun 2013
Dana Diskresi (Rp M) 25,68 30,32 22,84
Skenario ketersediaan anggaran yang dipilih 5 tahun mendatang, menggunakan
skenario acremental, sehingga dapat diperoleh gambaran sebagai berikut:
Tabel 7. Analisai Trend Dana Diskresi 5 Tahun Mendatang (
Tahun N + 1 N + 2 N + 3 N + 4 N + 5
Trend Dana Diskresi
(Rp M)
26,73 26,35 26,29 26,32 26,37
Tingkat inflasi (%) 7,1 7,2 7,3 7,4 7,5
Dana Diskresi (Rp M) 28,63 28,24 28,21 28,26 28,34
Opsi kebijakan yang dipilih untuk kekurangan guru kelas adalah:
1. Alternatif III secara bertahap
2. Alternatif IV secara bertahap
Contoh 2: Isu Strategi: SD/MI kekurangan guru kelas yang
berkualifikasi S-1 (SPM 7)
Untuk lebih tajam, sebaiknya juga dianalisa kekurangan dan
kelebihan guru mata pelajaran, apabila banyak ditemukan guru PNS
Mapel PAI atau Penjaskes, maka dapat dilakukan alih fungsi guru
mapel menjadi guru kelas dengan melakukan pendidikan tambahan
PGSD satu tahun
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
94
UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran
Tabel 8. Distribusi Kualifikasi Guru
Kualifikasi Guru SD MI Total
Negeri Swasta Negeri Swasta
Tanpa guru S1 41 2 2 5 50
1 orang guru sudah S1 148 1 1 13 163
2 orang guru sudah S1 (SPM) 113 1 6 120
>2 orang guru sudah S1
(SPM)
211 3 1 9 224
>6 orang guru sudah S1
(SPM)
11 3 1 15
Total 524 10 5 33 572
Kebutuhan Guru yang berkualifikasi S-1:
41 sekolah x 2 guru berkualifikasi S1 = 82 orang
148 sekolah x 1 guru berkualifikasi S1 = 148 orang
Total kekurangan guru berkualifikasi S1 = 230 orang
Alternatif strategi yang dipilih:
Rekrutment guru kelas baru berkualifikasi S1
Upgrading guru yang belum S-1 (minimal tingkat pendidikan DII dan berusia
40-45 tahun) untuk menempuh pendidikan S-1
Redistribusi guru kelas yang berkualifikasi S-1 dari sekolah yang kelebihan
guru berkualifikasi S-1 (Data: kelebihan guru kelas berkualifikasi S-1
sebanyak 482 orang)
Tabel 9. Pembiayaan Opsi-opsi pengambilan kebijakan untuk kekurangan guru kelas
berkualifikasi S-1
Kegiatan Jenis
Biaya
Vol. SatuanBiaya
(Rp)
Total Biaya
(Rp)
Alternatif I : Perekrutan Guru Baru
Perekrutan Guru Baru Administrasi 230 0 0
Biaya Gaji Guru Baru Operasional 230 25jt/tahun 5,75 mil/tahun
Alternatif II : Peningkatan Kualifikasi Guru menjadi S1
Peningkatan Kualifikasi Investasi 230x2thn 3.5jt/tahun 1.61 mil
Alternatif III : Distribusi Guru yang sudah S1
Penugasan Guru Administrasi 230 1jt 230 jt
Fokus penetapan opsi kebijakan dalam penataan dan pemerataan guru akan
berdampak secara langsung pada anggaran yang perlu disiapkan oleh Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota, sehingga perlu kecermatan dan kehati-hatian.
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
95
UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran
Handout Peserta 6.2
Analisis Ketersediaan Pembiayaan Pendidikan
Kabupaten/Kota
Kegiatan dalam melakukan analisis kebijakan secara luas, pada umumnya melibatkan
ragam informasi yang muncul selama proses penyusunan kebijakan. Secara historis,
tujuan analisis kebijakan adalah menyediakan informasi bagi pembuat kebijakan
untuk dijadikan bahan pertimbangan yang nalar/logis guna menemukan pemecahan
masalah kebijakan.
Analisis kebijakan mengambil dari berbagai pengetahuan/informasi/fakta terkait yang
bersifat deskriptif, evaluatif, dan normatif (D-E-N). Analisis kebijakan diharapkan
untuk menghasilkan dan mentransformasikan informasi tentang nilai-nilai, fakta-
fakta, dan tindakan-tindakan. Ketiga macam tipe informasi D-E-N dihubungkan
dengan tiga pendekatan analisis kebijakan, yaitu empiris, valuatif, dan normatif.
Salah satu hasilnya adalah kesenjangan antara informasi kondisi faktual dengan
kondisi yang seharusnya terjadi (ideal), yang selanjutnya disusun secara sistematis
menjadi rumusan masalah digunakan sebagai pijakan para analis kebijakan.
Perumusan masalah merupakan aspek paling krusial tetapi paling tidak dipahami dari
analisis kebijakan. Proses perumusan masalah kebijakan kelihatannya belum
mengikuti aturan jelas, sementara masalah itu sendiri seringkali terlihat sangat
kompleks sehingga tampak sulit dibuat secara sistematis, akibat dari keterbatasan
analisis informasi (hasil pengolahan data). Dampaknya, para analis kebijakan lebih
sering belum berhasil dalam merumuskan dan menetapkan alternatif/opsi kebijakan,
karena terdapat kekurangtepatan dalam memecahkan masalah yang dihadapi
(Ritonga, H.R, 2007).
Pembiayaan pendidikan Pemerintah Kabupaten/Kota merupakan biaya dikeluarkan
secara rutin. Belanja pendidikan selama ini dibiayai oleh pendapatan daerah yang
didapatkan, melalui: (a) Pendapatan Asli Daerah (PAD), (b) Dana Perimbangan, dan
(c) lain-lain pendapatan yang syah, seperti tertuang dalam struktur APBD
Kabupaten/Kota. Berdasarkan sumber/asalnya dana, Pemerintah Daerah
memperolah pendapatan daerah bersumber, dari: (a) APBD Kabupaten/Kota, (b)
APBD Provinsi, dan (c) APBN. Hasil studi Analisis Keuangan Pendidikan
Kabupaten/Kota (AKPK) yang dilakukan selama Program DBE-1 USAID di 50
Kabupaten/Kota yag tersebar di 7 Provinsi selama tahun 2008-2011,
mengambarkan bahwa anggaran untuk sektor pendidikan sangat tinggi yaitu
berkisar 30-45% dari APBD, hal ini menunjukkan porsi terbesar ‘KUE” APBD
digunakan untuk pendidikan. Fakta tersebut menunjukkan Kabupaten/Kota telah
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
96
UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran
menjalankan amanat UUD 1945 tentang alokasi belanja pendidikan minimal 20%
dari keseluruhan APBD (Putusan MK Amandemen Ke-IV). Akan tetapi jika dikaji
lebih mendalam tentang alokasi belanja anggaran pendidikan, maka yang terbesar
dibelanjakan untuk gaji pegawai (pendidik dan tenaga pendidikan) berkisar 70-90%,
dan sisanya dibelanjakan bagi modal dan operasional. Bahkan, untuk kegiatan
peningkatan mutu pembelajaran di dalam kelas yang terdalam dalam belanja
modal/operasional tersebut kurang dari 2%.
Realita ini menunjukan konsumsi biaya pegawai sangat besar, disebabkan jumlah
pendidik dan tenaga kependidikan baik PNS dan Non PNS dalam SKPD Dinas
Pendidikan paling banyak dibandingkan SKPD lainnya, sebagai contoh rata-rata
jumlah pegawai PNS di SKPD Dinas Pendidikan, meliputi Dinas Pendidikan, UPTD
Pendidikan dan sekolah dalam kisaran ½-3/5 atau bahkan lebih dari keseluruhan
pegawai PNS.
Oleh karena itu, dalam menetapkan kebijakan terkait dalam penataan dan
pemerataan guru apakah melakukan: (a) rekruktmen guru baru, (b) distribusi guru
yang tersedia, (c) alih fungsi guru dalam satu jenjang atau antar jenjang perlu
ketelitian dan kearifan dalam memilih, karena akan berdampak pada (a) ekonomi,
(b) sosial, dan (c) psikologis.
Dalam unit ini akan terfokus pada pilihan opsi/alternatif kebijakan untuk mengatasi
masalah penataan dan pemerataan guru dalam aspek ekonomi, terutama dalam
anggaran sektor pendidikan. Oleh karena itu, dibutuhkan beberapa data yang terkait
dengan anggaran sektor pendidikan:
1. APBD Kabupaten/Kota 3 tahun terakhir
2. Belanja Sektor Pendidikan Kabupaten/Kota 3 tahun terakhir
3. Ringkasan Belanja Sektor Pendidikan
Manfaat data keuangan tersebut digunakan untuk menghitung:
5. Berapa % belanja sektor pendidikan dibandingkan dengan APBD
6. Berapa % digunakan untuk jenis belanja yaitu belanja gaji, modal dan
operasional
7. Dana diskresi sektor pendidikan, yang dapat digunakan untuk peningkatan
mutu pendidikan (optional)
8. Kecenderungan belanja pendidikan selama 3 tahun dan alokasi jenis belanja.
Jenis belanja meliputi belanja gaji, belanja modal dan belanja operasional. Pengertian
Belanja Gaji Pegawai ini, disesuaikan dengan Permendagri No. 13 Tahun 2006
tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah (PPKD) jo. Permendagri No. 59
tahun 2007 jo Permendagri No. 21 Tahun 2011 tentang perubahan kedua atas
Permendagri No. 13 Tahun 2006. Belanja Daerah adalah kewajiban pemerintah
daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. Belanja Daerah terdiri
dari belanja tidak langsung (BTL) dan belanja langsung (BL), Belanja Tidak langsung
merupakan kelompok belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan
pelaksanaan program dan kegiatan, sedangkan Belanja Langsung merupakan
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
97
UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran
kelompok belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan
program dan kegiatan.
Kelompok Belanja Tidak langsung adalah 1) belanja pegawai (belanja kompensasi
dalam bentuk gaji dan tunjangan serta penghasilan lainnya yang diberikan kepada PNS
yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan); 2) Uang
representasi dan tunjangan pimpinan dan anggota DPRD serta gaji dan tunjangan
kepala daerah dan wakil kepala daerah serta penghasilan dan penerimaan lainnya
yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundangundangan dianggarkan dalam
belanja pegawai; 3) bunga; 4) subsidi; 5) hibah; 6) bantuan sosial; 7) belanja bagi
hasil; 8) bantuan keuangan; dan 9) belanja tidak terduga.
Kelompok belanja langsung terdiri dari 1) belanja pegawai (untuk pengeluaran
honorarium/ upah dalam melaksanakan program dan kegiatan pemerintahan
daerah); 2) belanja barang dan jasa (untuk pengeluaran pembelian/pengadaan barang
yang nilai manfaatnya kurang dari 12 (duabelas) bulan dan/atau pemakaian jasa dalam
melaksanakan program dan kegiatan pemerintahan daerah; dan 3) belanja modal
(digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/pengadaan
atau pembangunan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12
(dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam
bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan,
dan aset tetap lainnya.
Lokus penghitungan anggaran ini tidak bermuara penuh pada jumlah pendidik yang
diadakan, tetapi untuk menggeser alokasi penggunaan anggaran belanja pegawai
kearah belanja modal atau operasional bagi peningkatan mutu pembelajaran di
sekolah, dan apabila telah mencukupi dapat digeserkan pada unit pelayanan publik
lainnya, seperti kesehatan, kependudukan, fasilitas umum, dan sebagainya.
Sebagai contoh, dapat dilihat dalam Tabel di bawah ini
Uraian 2011 2012 2013
BD (Rp M) 801,72 932,19 1027,59
Belanja Sektor Pendidikan (Rp M) 310,20 349,27 420,81
Belanja Gaji (Rp M) 241,91 299,24 374,98
Belanja Rutin (Rp M) 39,51 9,94 6,97
Belanja Insedentil (Rp M) 3,10 9,77 16,02
Dana Diskresi (Rp M) 25,68 30,32 22,84
% Blj. Sektor Penddk. Thd. APBD 38,69% 37,47% 40,95%
% Dana Diskresi Thd. APBD 3,20% 3,25% 2,22%
% Dana Diskresi Thd. Blj. Sektor
Pendidikan.
8,28% 8,68% 5,43%
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
98
UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran
Lembar Kerja Peserta 6.1
No. Opsi Kebijakan
1
2
3
4
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
99
UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran
Lembar Kerja Peserta 6.2
Kegiatan Jenis
Biaya
Vol. Sat. Biaya
(Rp)
Total Biaya
(Rp)
Alternatif I : Perekrutan Guru Baru
Perekrutan Guru Baru Admin. 0
Biaya Gaji Guru Baru Oprs. 25jt/tahun
Alternatif II : Distribusi Guru yang kelebihan guru + rekrutmen guru baru
Penugasan Guru Admin. 1jt
Perekrutan Guru Baru Admin. 0
Biaya Gaji Guru Baru Oprs. 25jt/tahun
Alternatif III : Regrouping sekolah
Sosialisasi Oprs. 15jt
Alternatif IV: Regrouping sekolah dan Multi grade Class
Sosialisasi Oprs. 15jt
Pelatihan guru multi
grade class
Oprs. 7jt
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
100
UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran
Lembar Kerja Peserta 6.3
Uraian 2011 2012 2013
Total APBD (Rp M)
Belanja Sektor Pendidikan (Rp M)
Belanja Gaji (Rp M)
Belanja Rutin (Rp M)
Belanja Insedentil (Rp M)
Dana Diskresi (Rp M)
% Blj. Sektor Pend. Thd. APBD
% Dana Diskresi Thd. APBD
% Dana Diskresi Thd. Blj. Sektor Pend.
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
101
UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran
Lembar Kerja Peserta 6.4
1. Metode Trend Kenaikan (Acremental)
Uraian 2011 2012 2013
Total APBD (Rp M)
Belanja Sektor Pendidikan (Rp M)
Belanja Gaji (Rp M)
Belanja Rutin (Rp M)
Belanja Insedentil (Rp M)
Dana Diskresi (Rp M)
% Blj. Sektor Penddk. Thd. APBD
% Dana Diskresi Thd. APBD
% Dana Diskresi Thd. Blj. Sektor Penddk.
Tahun (n+1) (n+2) (n+3) (n+4) (n+5)
Trend Dana Diskresi (Rp
M)
Tingkat inflasi (%)
Dana Diskresi (Rp M)
2. Metode Rata-rata Kenaikan
Rata-rata Kenaikan APBD 3 tahun terakhir
Tahun Ke
(n+1) (n+2) (n+3) (n+4)
rata+rata
kenaikan APBD
3 tahun terakhir
Rata-rata Blj.
Sektor
Pendidikan
Rata-rata
diskresi 3 tahun
terakhir
rata-rata
belanja gaji
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
102
UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran
terhadap
Belanja sektor 3
tahun
rata-rata
belanja rutin
terhadap
belanja sektor 3
tahun
rata-rata
belanja
insendentil
terhadap
belanja sektor 3
tahun
Proyeksi Ketersediaan Dana Berdasarkan Rata-rata Kenaikan
Tahun ke
(n+1) (n+2) (n+3) (n+4) (n+5)
APBD (Rp M)
Belanja Sektor Pendidikan (Rp M)
Belanja Gaji (Rp M)
Belanja Rutin (Rp M)
Belanja Insedentil (Rp M)
Dana Diskresi (Rp M)- tanpa
modifikasi (rata-rata dana diskresi 3
tahun dikalikan APBD)
Dana Diskresi (Rp M)- modifikasi
(dihitung berdasarkan rata-rata tiap
komponen)
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
103
UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran
Lembar Kerja Peserta 6.5
Opsi Kebijakan Kebutuhan Dana
(non gaji)
Sumber Pendanaan
APBD (diskresi) APBD
Provinsi
APBN .....................
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
104
UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran
PRESENTASI UNIT 6
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
105
UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
106
UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
107
UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
108
UNIT 6: Perhitungan Dampak Anggaran
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
109
UNIT 7: Persiapan Konsultasi Publik
UNIT 7
PERSIAPAN
KONSULTASI PUBLIK
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
110
UNIT 7: Persiapan Konsultasi Publik
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
111
UNIT 7: Persiapan Konsultasi Publik
UNIT 7
PERSIAPAN KONSULTASI PUBLIK –
Waktu: 60 menit
Pengantar
Formulasi kebijakan harus dikonsultasikan kepada publik agar kebijakan yang disusun
diterima dan bermanfaat bagi masyarakat. Konsultasi publik adalah suatu proses
interaksi antar multi stake holders (pemangku kepentingan) dalam forum konsultasi
guna menggali persoalan, memberi kategori terhadap persoalan, dan menemukenali
berbagai alternatif yang dapat dijadikan sebagai input dalam formulasi kebijakan.
Konsultasi publik dalam rangka penyusunan kebijakan Penataan dan Pemerataan
Guru di tingkat Kabupaten atau Kota adalah proses interaksi di antara multi stake
holders guna menggali persoalan, mengkategorikan persoalan dan menemukenali
berbagai alternatif solusi yang dapat dijadikan sebagai input dalam formulasi kebijakan
Pemerataan dan Penataan Guru di tingkat Kabupaten/Kota.
Dengan konsultasi publik ini, maka akan terjadi pertukaran informasi, serta wujud
keterlibatan langsung masyarakat untuk berkontribusi pada perumusan kebijakan
sekaligus pengakuan terhadap hak-hak dasar masyarakat.
Ada dua alasan penting mengapa konsultasi publik perlu di lembagakan dalam praktik
tata pemerintahan di Indonesia. Pertama, Masyarakat memiliki hak dasar untuk
terlibat dalam proses dan penetapan kebijakan publik yang dirumuskan pihak
pemerintah. Masyarakat sebagai subyek pembangunan, atau pihak yang menjadi
sasaran pembangunan berhak terlibat langsung dalam rangkaian proses perumusan
kebijakan. Kedua, Indonesia adalah Negara yang telah merativikasi konvensi
internasional tentang hak asasi manusia, dan konvensi-konvensi tersebut diwujudkan
dalam amanat peraturan perundang-undangan Indonesia dimana mengharuskan
adanya mekanisme partisipasi dalam proses pengambilan kebijakan, selain itu juga
mengamanatkan partisipasi sebagai prinsip dan hak warga negara. Beberapa regulasi
di tingkat pusat dan daerah juga telah secara eksplisit menyebutkan konsultasi publik
sebagai mekanisme partisipasi dalam perumusan kebijakan.
Manfaat konsultasi publik antara lain:
Memperkuat dukungan warga (publik) masyarakat terhadap kebijakan dan
program yang dikembangkan pemerintah
Meningkatkan efektifitas kebijakan, yaitu dengan adanya proses bersama warga
yang bisa membangun dukungan dan citra positif pemerintah
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
112
UNIT 7: Persiapan Konsultasi Publik
Meningkatkan mutu keputusan yang diambil, yaitu dengan meminta masukan dan
umpan balik dari masyarakat kepada pemerintah dan lembaga legislatif
Memperbaiki komunikasi diantara kelompok-kelompok kepentingan,
meningkatkan mutu perdebatan dan saling mendidik.
Meningkatkan kesadaran masyarakat, yaitu dengan memberikan informasi kepada
publik tentang akan dibuatnya suatu peraturan daerah baru/kebijakan baru,
termasuk informasi dan pendapat pakar/ahli kebijakan dan program pemerintah
daerah.
Menghindari atau mengurangi konflik, yaitu dengan membangun kesepahaman
dan kesepakatan antar pemangku kepentingan yang kepentingannya berbeda.
Memahami masalah-masalah kelompok dan menangani/memecahkan masalah
secara bersama, menyusun strategi dan pilihan-pilihan berdasarkan
informasi,pengetahuan, dan pendapat yang lebih kaya.
Mengidentifikasi dampak atau implikasi kebijakan atau program pemerintah pada
kepentingan publik atau masyarakat, dan
Menciptakan sebuah forum untuk mempengaruhi agenda, memberi dan
mendapatkan informasi dan membantu membuat keputusan.
Tujuan
Tujuan Unit 7 yang diharapkan dikuasai peserta adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui pengertian, pentingnya, manfaat dan prinsip-prinsip konsultasi
publik
2. Mengidentifikasi berbagai alternatif metode konsultasi publik yang sesuai dengan
formulasi kebijakan Penataan dan Pemerataan Guru beserta analisis
kelayakannya
3. Merancang kegiatan konsultasi publik terkait dengan formulasi kebijakan yang
akan dikonsultasikan
Pertanyaan Kunci
1. Mengapa perlu melakukan konsultasi publik dalam memformulasikan kebijakan?
2. Bagaimana metode konsultasi publik yang layak digunakan dalam
mengkonsultasikan formulasi kebijakan Penataan dan Pemerataan Guru?
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
113
UNIT 7: Persiapan Konsultasi Publik
3. Bagaimana rancangan konsultasi publik yang akan dilakukan dalam rangka
mengkonsultasikan formulasi kebijakan Penataan dan Pemerataan Guru kepada
stake holder?
Petunjuk Umum
Unit ini merupakan persiapan bagi peserta untuk merancang kegiatan konsultasi
publik.
Sumber dan Bahan
Presentasi dalam PowerPoint
Handout 7.1
Lembar Kerja 7.1
LCD dan laptop/komputer
Kertas plano, spidol, dan flipchart
Waktu
Waktu yang digunakan dalam Unit 7 ini adalah 60 menit.
Ringkasan Sesi
Introduction
5 menit
Fasilitator
menyampaikan
judul, latar
belakang,
pertanyaan
kunci, dan
langkah-
langkah
penyajian
Connection
15 Menit
Mengenal
pengertian,
pentingnya,
manfaat,
prinsip-prinsip,
ragam metode
konsultasi publik
Application
30 menit
Diskusi
Kelompok
memilih dan
merancang
konsultasi
publik
Reflection 5 menit
Merefleksi
pencapaian
Tujuan
Extension 5 menit
Menindaklanjuti
Unit 7 dengan
menyempurnaka
n rencana
konsultasi publik
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
114
UNIT 7: Persiapan Konsultasi Publik
Rincian Langkah-langkah Kegiatan
Introduction (5 menit)
Fasilitator menayangkan judul sesi dan membuka dengan salam. Fasilitator memulai
kegiatan dengan menyatakan bahwa pada Unit 7 ini peserta akan memahami aspek-
aspek konsultasi publik dan merancang konsultasi publik.
Fasilitator juga menayangkan latar belakang/pentingnya Unit 7, kompetensi yang
harus dikuasai peserta setelah mengikuti Unit 7, pertanyaan kunci, serta langkah-
langkah penyajian Unit 7. Penayangan disertai dengan penjelasan singkat secara
interaktif.
Fasilitator mengajukan pertanyaan sebagai berikut: “Apa yang dimaksud
konsultasi publik?” Fasilitator bersama peserta merumuskan ‘pengertian
konsultasi publik”. Langkah berikutnya adalah fasilitator menampilkan tayangan
power point tentang pengertian Konsultasi Publik.
Connection (20 menit)
Pada langkah ini, para peserta diberi Handout 7.1 untuk dibaca. Selanjutnya
Fasilitator membagi peserta menjadi beberapa kelompok. Setelah kelompok
terbentuk dan berkumpul, fasilitator meminta setiap kelompok untuk mendiskusikan
beberapa hal sebagai berikut:
- Bagaimana konsultasi publik yang selama ini pernah dilakukan untuk
mengkonsultasikan kebijakan publik?
- Metode konsultasi publik apa saja yang dapat diterapkan untuk
mengkonsultasikan kebijakan pendidikan? berikan penjelasan singkat pada
setiap metode beserta kelebihan dan kekurangannya.
Setelah semua kelompok selesai berdiskusi, tugaskan perwakilan kelompok untuk
mempresentasikan hasil diskusinya, lalu beri kesempatan pada kelompok lain untuk
menanggapinya.
Jika masih ada waktu setelah presentasi kelompok, fasilitator memberikan penjelasan
interaktif’ untuk mempertajam hasil diskusi kelompok.
I
C
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
115
UNIT 7: Persiapan Konsultasi Publik
Application (30 menit)
Kerja kelompok
Dalam sesi ini peserta ditugaskan untuk bekerja dalam kelompok dan merancang
kegiatan Konsultasi Publik.
Formulasi Kebijakan : ............................................
Metode Konsultasi Publik : ............................................
Komponen yang
disiapkan
Rincian
1. Peserta yang
diundang
2. Agenda/jadwal
3. Perlengkapan
4. Tempat
5. Tim pelaksana Fasilitator :
Notulis : ........................................
Tim perumus : .........................................
6. ....................
Presentasi dan tanya jawab (20 menit). Pada langkah ini Fasilitator menugaskan
kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusinya. Presentasi selama 5 menit
dilanjutkan dengan tanya jawab. Pada proses tanya jawab ini Fasilitator diminta untuk
membantu agar proses diskusi terarah sesuai dengan topik yang didiskusikan.
Reflection (5 menit)
(1) Fasilitator menanyakan kepada peserta, apakah kegiatan yang dilakukan sudah
dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan?,
(2) Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk menanyakan hal-hal
yang masih perlu diperjelas.
Extention (5 menit)
Fasilitator mengingatkan kepada peserta bahwa setelah lokakarya Tim Penataan dan
Pemerataan Guru perlu menyiapkan paparan dengan baik agar mendapat banyak
masukan terhadap formulasi kebijakan yang telah disusun.
A
R
E
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
116
UNIT 7: Persiapan Konsultasi Publik
Handout Peserta 3.1
KERANGKA ACUAN KONSULTASI PUBLIK
FORMULASI KEBIJAKAN PEMERATAAN DAN PENATAAN GURU
I. Pengantar
Konsultasi publik adalah suatu proses interaksi antar multi stake holders dalam forum
konsultasi guna menggali persoalan, memberi kategori terhadap persoalan, dan
menemukenali berbagai alternatif yang dapat dijadikan sebagai input dalam formulasi
kebijakan. Konsultasi publik dalam rangka penyusunan kebijakan Pemerataan dan
Penataan Guru di tingkat Kabupaten/Kota adalah proses interaksi di antara multi
stakeholders guna menggali persoalan, mengkategorikan persoalan dan menemukenali
berbagai alternatif solusi yang dapat dijadikan sebagai input dalam formulasi kebijakan
Pemerataan dan Penataan Guru di tingkat Kabupaten/Kota.
Dalam konteks pembangunan berbasis hak, dimana masyarakat dipandang sebagai
pemangku hak dan pemerintah selaku pemangku kewajiban, maka konsultasi publik
merupakan suatu keharusan, karena masyarakatlah yang menjadi subyek
pembangunan. Masyarakat yang memiliki mandat dan masyarakat pulalah yang akan
menerima manfaat.
A. Pentingnya Konsultasi Publik
Berikut beberapa asumsi dasar yang yang melatarbelakangi pentingnya konsultasi
publik:
Warga negara atau masyarakat adalah pembayar pajak dan pemberi mandat
pemerintahan (melalui pemilu legislatif dan pilpres) untuk
menyelenggarakan pelayanan publik,
Masyarakat bukan hamba (client) melainkan warga (citizen);
Warga negara atau masyarakat adalah sejajar dengan pemerintah dalam
mengelola pemerintahan dan pembangunan;
Partisipasi bukanlah pemberian pemerintah tetapi hak warga negara;
Warga negara bukan obyek pasif kebijakan pemerintah, tetapi aktor yang
aktif menentukan kebijakan.
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
117
UNIT 7: Persiapan Konsultasi Publik
Jika demikian pemerintah sebagai pihak pemberi layanan pada masyarakat maka
wajar dan sudah seharusnya pemerintah untuk menyelenggarakan konsultasi publik
dalam penyusunan dan penetapan kebijakan, termasuk kebijakan pendidikan ini.
Dalam tata pemerintahan yang berpusat rakyat atau tata pemerintahan
partisipatif, kebijakan ditempatkan sebagai proses sosial politik tempat
warga menegosiasikan alokasi barang dan anggaran publik. Kebijakan bukan
persoalan teknis yang dapat diselesaikan secara teknokratis oleh kelompok
orang yang dipercaya untuk merumuskan itu (biasanya politisi, birokrat,
atau akademisi). Kebijakan merupakan ruang bagi teknisi dan anggota masyarakat
untuk melakukan interaksi dan menggabungkan pengetahuan. Karena itu
kebijakan harus melibatkan pihak yang luas, dan agar dapat terlaksana harus
menjamin agar kepentingan berbagai pihak (stakeholders) sudah dikonfrontasi
atau dinegosiasikan. Dalam perspektif ini partisipasi tidak dipandang sebagai
cara melainkan tujuan itu sendiri.
Dengan konsultasi publik ini, maka akan terjadi pertukaran informasi, serta wujud
keterlibatan langsung masyarakat untuk berkontribusi pada perumusan kebijakan
sekaligus pengakuan terhadap hak-hak dasar masyarakat.
Ada dua alasan penting mengapa konsultasi publik perlu di lembagakan dalam
praktek tata pemerintahan di Indonesia. Pertama, Masyarakat memiliki hak dasar
untuk terlibat dalam proses dan penetapan kebijakan publik yang dirumuskan pihak
pemerintah. Masyarakat sebagai subyek pembanguan, atau pihak yang menjadi
sasaran pembangunan berhak terlibat langsung dalam rangkaian proses perumusan
kebijakan. Kedua, Indonesia adalah Negara yang telah merativikasi konvensi
internasional tentang hak asasi manusia, dan konvensi-konvensi tersebut diwujudkan
dalam amanat peraturan perundang-undangan Indonesia dimana mengharuskan
adanya mekanisme partisipasi dalam proses pengambilan kebijakan, selain itu juga
mengamanatkan partispasi sebagai prinsip dan hak warga negara. Beberapa regulasi
di tingkat pusat dan daerah juga telah secara eksplisit menyebutkan konsultasi publik
sebagai mekanisme partisipasi dalam perumusan kebijakan.
B. Manfaat Konsultasi Publik
Manfaat konsultasi publik bagi pemerintah daerah, DPRD dan Masyarakat antara lain:
Membangun suatu pemerintahan daerah yang dianggap memiliki rapor baik oleh
warganya
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
118
UNIT 7: Persiapan Konsultasi Publik
Memperkuat dukungan warga (publik) masyarakat terhadap kebijakan dan
program yang dikembangkan pemerintah
Meningkatkan efektifitas kebijakan, yaitu dengan adanya proses bersama warga
yang bisa membangun dukungan dan citra positif pemerintah
Meningkatkan mutu keputusan yang diambil, yaitu dengan meminta masukan dan
umpan balik dari masyarakat kepada pemerintah dan lembaga legislatif
Memperbaiki komunikasi diantara kelompok-kelompok kepentingan,
meningkatkan mutu perdebatan dan saling mendidik
Meningkatkan kesadaran masyarakat, yaitu dengan memberikan informasi kepada
publik tentang akan dibuatnya suatu peraturan daerah baru/kebijakan baru,
termasuk informasi dan pendapat pakar/ahli kebijakan dan program pemerintah
daerah.
Menghindari atau mengurangi konflik, yaitu dengan membangun kesepahaman
dan kesepakatan antar pemangku kepentingan yang kepentingannya berbeda.
Memahami masalah-masalah kelompok dan menangani/memecahkan masalah
secara bersama, menyusun strategi dan pilihan-pilihan berdasarkan informasi,
pengetahuan, dan pendapat yang lebih kaya.
Mengidentifikasi dampak atau implikasi kebijakan atau program pemerintah pada
kepentingan publik atau masyarakat, dan
Menciptakan sebuah forum untuk mempengaruhi agenda, memberi dan
mendapatkan informasi dan membantu membuat keputusan.
C. Prinsip Konsultasi Publik
Prinsip-prinsip konsultasi publik antara lain:
Terbuka
Meskipun biasa dilakukan mekanisme pemberian undangan untuk peserta
konsultasi publik yang ditentukan berdasarkan kreteria tertentu, namun tetap
perlu dilakukan pengumuman mengenai adanya kegiatan konsultasi publik secara
luas. Begitu juga proses dan hasil konsultasi publik, perlu diumumkan secara luas.
Partisipatif
Disatu sisi, penyelenggaraan konsultasi publik harus memastikan siapa peserta
yang benar-benar berhak menjadi peserta dengan menentukan kriteria dan
mekanisme rekrutmen peserta secara adil dan berimbang. Disisi lain, konsultasi
publik harus menjadi ruang yang seluas-luasnya bagi warga masyarakat, tidak
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
119
UNIT 7: Persiapan Konsultasi Publik
terbatas hanya mereka yang dipandang ahli atau berasal dari kalangan akademik
tertentu.
Penting juga untuk melibatkan pihak atau lembaga yang dianggap memiliki
pandangan berbeda. Pembentukan semacam panitia bersama penyelenggaraan
konsultasi publik yang beranggotakan berbagai unsur masyarakat dan pemerintah
adalah salah satu cara yang bisa dilakukan untuk menjamin proses partisipatif.
Musyawarah dan mufakat
Musyawarah artinya adalah pengambilan keputusan bersama berdasarkan
mufakat (konsensus). Keputusan dalam konsultasi publik memerlukan cukup
waktu yang memungkinkan munculnya berbagai pertimbangan dan usulan,
utamanya dari mereka yang berkepentingan atau terkena dampak, baik langsung
maupun tidak langsung, atas sebuah kebijakan. Isu-isu kontroversial perlu dibuka
sejak awal disertai ekspose data yang memadai beserta pilihan ruang tersedia.
Setiap pilihan perlu disertai dengan argumen dan data-data akurat, sehingga
semua pihak dapat belajar memahami pendapat pihak lain dan pilihan kebijakan
yang mungkin diambil.
Kolaboratif
Kolaboratif adalah kerjasama di antara pemangku kepentingan yang memiliki
perbedaan tujuan dan kepentingan. Peserta konsultasi publik perlu memahami
posisi,peran,tujuan dan kepentingan masing-masing dalam semangat kerjasama.
Tujuan bersama harus dibuat. Kesepakatan dibangun berdasarkan tujuan bersama
tersebut.
Kesetaraan
Kesetaraan adalah kebalikan dari adanya dominasi. Konsultasi publik hanya akan
berjalan secara setara bila peserta memiliki kemampuan untuk bisa berpartisipasi.
Salah satu yang penting adalah kemampuan mengakses dan menggunakan data
dan informasi. Penyelenggara konsultasi publik perlu memastikan peserta
konsultasi publik memiliki bekal infomasi yang cukup dan setara. Pemerintah
perlu menyediakan dan membuka akses bagi masyarakat terhadap data-data dan
informasi yang menjadi dasar dari lahirnya sebuah kebijakan.
Inklusif
Inklusif artinya adalah proses penyepakatan atau konsensus yang benar-benar
dilakukan bersama. Semua pemangku kepentingan merasa memiliki keputusan
tersebut, termasuk pihak yang sebenarnya berbeda pendapat dengan keputusan
yang dibuat.
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
120
UNIT 7: Persiapan Konsultasi Publik
Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan artinya adalah memampukan warga atau kelompok masyarakat
yang lemah untuk bisa bersuara dan ikut menentukan keputusan. Ini berarti
adalah proses peningkatan kapasitas masyarakat untuk berpartisipasi secara aktif
dalam proses pengambilan keputusan.
Akuntabilitas
Proses dan hasil konsultasi publik harus dipertanggungjawabkan kepada umum,
misalnya dalam bentuk penyebarluasan dokumen kesepakatan yang dihasilkan
melalui berbagai saluran komunikasi.
Fleksibilitas
Proses konsultasi yang dilakukan seharusnya berjalan secara dinamis, tidak kaku,
dan tidak monoton. Kesepakatan terhadap proses merupakan bagian dari
perundingan yang penting di dalam konsultasi publik.
Ketepatan waktu
Semua pihak harus menyepakati beberapa lama proses akan dilaksanakan dan
berapa kali proses akan dilakukan. Ini perlu menjadi prinsip karena sering
diabaikan.
Bisa Dijalankan (Implementatif)
Konsultasi publik harus menghasilkan kesepakatan yang bisa dijalankan baik dari
pertimbangan kapasitas maupun komitmen. Apabila tidak, ini akan merusak
kepercayaan peserta. Karena itu, komitmen untuk melaksanakan hasil dan
melakukan pengawasan pelaksanaan hasil konsultasi publik merupakan bagian
dari kesepakatan bersama.
D. Bentuk-Bentuk Konsultasi Publik
Metode konsultasi publik adalah cara yang lazim digunakan untuk mencapai tujuan
diselenggarakannya konsultasi publik. Metode (cara) terdiri dari sejumlah teknik dan
dibantu dengan penggunaan media atau alat bantu tertentu. Terdapat banyak pilihan
metode, teknik, alat, dan media konsultasi publik. Pilihan ini perlu dikembangkan
terus untuk menjangkau lebih banyak orang.
Konsultasi publik secara konvensional dengan menggunakan metode tatap muka
masih tetap penting. Sedangkan penggunaan media elektronik, media massa, serta
internet, akan membantu memperluas jangkauan agar konsultasi publik terbuka bagi
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
121
UNIT 7: Persiapan Konsultasi Publik
warga masyarakat seluas-luasanya, bukan hanya dihadiri oleh warga terbatas yang
diundang dalam suatu forum pertemuan saja.
Penyelenggara konsultasi publik harus memilih satu atau beberapa dari sekian banyak
metode. Suatu metode dipilih didasarkan atas pertimbangan, antara lain:
Kesesuaian dengan tujuan konsultasi publik yang ingin dicapai
Ketersediaan fasilitator yang mampu menjalankan metode tersebut.
Murah, artinya tidak terlalu membutuhkan alat bantu yang banyak
Besarnya peserta konsultasi publik
Metode tersebut mampu mendorong warga untuk terlibat aktif.
Ketersediaan waktu.
Beberapa perbandingan metode konsultasi publik disajikan dalam Tabel 1.
1. Tujuan
Tujuan disusunnya kerangka acuan Konsultasi Publik adalah agar Tim Pemerataan
dan Penataan Guru:
a. memahami konsep tentang dan penerapan konsultasi publik dalam proses
penyusunan kebijakan.
b. memahami bentuk-bentuk konsultasi publik.
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
122
UNIT 7: Persiapan Konsultasi Publik
Tabel 1 Contoh-contoh Metode Dalam Konsultasi Publik
Metode KP Rumusan Tujuan (Contoh) Partisipan Waktu Pelaksanaan
Kegiatan Total
1. Diskusi
Kelompok
Terfokus
/FGD
Menggali pendapat atau masukan terhadap masalah,
kondisi , isu atau kebijakan pendidikan tertentu
Kelompok warga yang homogen,
kelompok pakar, para pemangku
kepentingan kunci yang terkena
dampak kebijakan tersebut.
2 jam – 1 hari 2 – 3 bulan
2. Jajak pendapat Untuk mengetahui respons/tanggapan masyarakat
terhadap isu tertentu, masalah, kebijakan yang
dilaksanakan oleh pemerintah daerah
Warga/masyarakat 1 bulan /tentatif
tergantung pada
kebutuhan
1bulan/tentatif
tergantung pada
kebutuhan
3. Lokakarya Kesepahaman bersama antara pemangku kepentingan
mengenai masalah dan solusi. Pemangku kepentingan
memberi masukan untuk penyusunan dokumen kebijakan
yang akan diibahas.
Seluruh pemangku kepentingan yang
relevan dengan isu atau kebijakan yang
dilaksanakan
5 jam bisa 1-3
hari
Disesuaikan
dengan kebutuhan
4. Musyawarah
Warga
Mengambil keputusan bersama yang melibatkan warga
berkaitan dengan tindakan yang akan dilakukan
Warga 1 hari Disesuaikan
dengan kebutuhan
5. Talkshow di
Radio/ Televisi
Lokal
Mengumpulkan informasi masukan pendapat dari
masyarakat mengenai program atau kegiatan yang
akan, sedang dan telah dilaksanakan oleh pemerintah
daerah
Sosialisasi dan penampungan aspirasi masyarakat
Pemangku kepentingan, warga dan
pemerintah
2-3 jam Disesuaikan
dengan kebutuhan
6. Road Show Meminta tanggapan dan masukan mengenai
program/kegiatan yang akan dilaksanakan
Pemangku kepentingan, warga dan
pemerintah
1-2 jam per
kunjungan ke
stake holder
Disesuaikan
dengan kondisi
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
123
UNIT 7: Persiapan Konsultasi Publik
2. Tujuan
Tujuan disusunnya kerangka acuan Konsultasi Publik adalah agar Tim Pemerataan dan
Penataan Guru:
a. Memahami konsep tentang dan penerapan konsultasi publik dalam proses
penyusunan kebijakan.
b. Memahami bentuk-bentuk konsultasi publik
c. Mengidentifikasi pihak-pihak yang akan dilibatkan dalam konsultasi publik
d. Melaksanakan konsultasi publik.
3. Pelaksana Konsultasi Publik
Pelaksana Konsultasi Publik adalah Tim Pengambil Kebijakan Pemerataan dan Penataan
Guru.
4. Tahapan Pelaksanaan Konsultasi Publik
Tahapan pelaksanaan konsultasi publik terdiri atas tiga tahapan, yaitu Persiapan,
Pelaksanaan, dan Pascapelaksanaan.
A. Persiapan
Beberapa hal yang perlu disiapkan sebelum pelaksanaan konsultasi publik antara lain adalah:
(1) Merancang metode konsultasi publik dan beberapa aspek yang harus dipecahkan:
Formulasi kebijakan yang dikonsultasikan (dalam bentuk makalah atau presentasi)
Tujuan dan keluaran dari kebijakan yang dikonsultasikan
Daftar pertanyaan kunci
Waktu dan tempat
(2) Mengidentifikasi stakeholder yang diundang dalam Konsultasi Publik
(3) Menyusun agenda/jadwal kegiatan (Contoh dalam Tabel 2)
(4) Menyusun personil yang terlibat dalam pelaksanaan Konsultasi Publik. Penyelenggara
harus memastikan siapa yang menjadi fasilitator, perekam dokumen (notulis), tim
perumus.
(5) Menyiapkan perlengkapan konsultasi publik. Beberapa alat bantu, perlengkapan, dan
media seperti alat perekam (recorder), kertas plano, dan materi-materi harus sudah
disiapkan pada tahap ini.
(6) Menyiapkan ruang untuk Konsultasi Publik. Pemandu harus memastikan bahwa
ruangan ditata sedemikian rupa sehingga sesuai dengan metode serta antar peserta
dapat saling memandang dan mendengar. Tempa harus mudah dijangkau peserta dan
nyaman.
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
124
UNIT 7: Persiapan Konsultasi Publik
B. Peserta
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Kantor Kemenag, Bappeda, Tenaga Pendidik, Orang Tua
Siswa, Dewan Pendidikan, PGRI, Pemerhati Pendidikan Anak, LSM Pendidikan, Dunia
Usaha dan Industri ,dan pihak lain yang terkait.
C. Pelaksanaan
Kegiatan yang dilakukan dalam Konsultasi Publik tergantung pada metode yang dipilih.
Secara umum kegiatan yang dilakukan tersusun atas kegiatan sebagai berikut.
(1) Fasilitator menjelaskan latar belakang, tujuan, formulasi kebijakan yang
dikonsultasikan, dan keluaran. Tekankan bahwa keterlibatan aktif peserta sangat
menentukan keberhasilan konsultasi publik. Catatan: sebelum Unit1 sebaiknya
dilakukan sesi perkenalan. Perkenalan diantara peserta akan membantu proses dan
suasana lebih nyaman.
(2) Menyadarkan akan pentingnya penataan dan pemerataan guru melalui tayangan video
good practices.
(3) Membahas dan mendiskusikan formulasi kebijakan satu demi satu sesuai panduan
pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya. Pastikan bahwa seluruh pertanyaan dapat
terjawab. Beri kesempatan kepada seluruh peserta untuk menjawab dan memberi
tanggapan.
Contoh Pertanyaan Kunci Konsultasi Publik Kebijakan Penataan dan Pemerataan Guru:
a. Berdasarkan gambaran profile distribusi guru telah dirumuskan isu-isu strategis,
Apakah isu strategis yang dirumuskan merupakan isu yang harus segera
dipecahkan?
b. Bagaimana formulasi kebijakan untuk memecahkan isu-isu strategis tersebut?
c. Program apa saja yang perlu dijalankan berkaitan dengan kebijakan Pemerataan dan
Penataan Guru terkait dengan formulasi kebijakan yang telah disusun?
(4) Merumuskan Kesimpulan. Setelah semua pertanyaan terjawab dan informasi-informasi
penting terjaring, tutuplah diskusi. Sampaikan kesimpulan sementara atau hal-hal
penting yang muncul selama proses diskusi.
Tabel 2 Contoh Jadwal Konsultasi Publik Penataan dan Pemerataan Guru
No Waktu Kegiatan PIC
Hari 1
1 08.00-08.30 Pembukaan dan Pengarahan Bupati/Walikota
2 08.30-08.50 Good practices penataan dan pemerataan
guru (pengantar dan pemutaran video)
Tim Prioritas
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
125
UNIT 7: Persiapan Konsultasi Publik
3 08.50-09.40 Paparan hasil analisis distribusi guru, isu
strategis, rekomendasi rumusan kebijakan
Ketua Tim
Penataan dan
Pemerataan Guru
4 09.40-10.00 Rehat DC Kab/Kota
5 10.00-11.15 Diskusi kebijakan penataan dan
pemerataan guru
Fasilitator
11.15-11.45 Perumusan hasil konsultasi publik Tim perumus
6 11.45-12.00 Penutupan Panitia
D. Pasca Pelaksanaan
Ada beberapa kegiatan yang harus dilakukan oleh fasilitator pasca kegiatan Konsultasi
Publik, yaitu:
(1) Menganalisis masukan-masukan dari Konsultasi Publik. Kegiatan analisis ini meliputi
pemilahan masukan berdasarkan tema-tema tertentu, mencari hubungan atau pola
antar berbagai kategori masukan, serta menafsirkan maknanya;
(2) Menuangkan temuan dan hasil analisis dalam laporan.
(3) Menggunakan hasil konsultasi publik untuk penyusunan kebijakan.
5. Teknis Penyelenggaraan
A. Tempat dan Waktu
Tempat dilaksanakannya konsultasi publik tidak ada batasan, tetapi sebaiknya merupakan
tempat yang mudah diakses peserta, nyaman, bebas berbicara, dan membangun suasana
yang mendukung proses konsultasi publik. Pengaturan tempat dan kursi sebaiknya diatur
dalam suasana kelompok (lingkaran atau huruf U) sehingga semua peserta bisa saling
melihat dan berinteraksi akrab.
B. Fasilitator
Fasilitator Konsultasi Publik paling tidak memiliki 2 jenis kemampuan: (1) kemampuan atau
penguasaan terhadap konsep, prinsip dan cara kerja metode; (2) Kemampuan penguasaan
terhadap substansi dari topik diskusi; (3) Penguasaan teknis fasilitasi diskusi; (4)
Kemampuan menulis laporan FGD.
C. Media dan Alat Bantu
Alat dan bahan yang digunakan disesuaikan dengan metode Konsultasi Publik. Misalnya
dalam FGD lazim diperlukan alat tulis standar (kertas, ballpoint, pensil, metaplan, kertas
plano, spidol), alat perekam (tape recorder, kaset, kamera, dan tulisan tentang pokok-
pokok materi yang didiskusikan (handout).
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
126
UNIT 7: Persiapan Konsultasi Publik
Lembar Kerja Peserta 3.1
Formulasi Kebijakan : ............................................
Metode Konsultasi Publik : ............................................
Komponen yang
disiapkan
Rincian
1. Peserta yang
diundang
2. Agenda/jadwal
3. Perlengkapan
4. Tempat
5. Tim pelaksana
Fasilitator : .........................................
Notulis : ........................................
Tim perumus : .........................................
6. ....................
7. ....................
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
127
UNIT 7: Persiapan Konsultasi Publik
PRESENTASI UNIT 7
LOKAKARYA ANALISIS KEBIJAKAN
128
UNIT 7: Persiapan Konsultasi Publik
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
129
UNIT 8: Rencana Tindak Lanjut
UNIT 8
RENCANA TINDAK
LANJUT
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
130
UNIT 8: Rencana Tindak Lanjut
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
131
UNIT 8: Rencana Tindak Lanjut
UNIT 8
RENCANA TINDAK LANJUT - Waktu: 60 menit
Pengantar
Workshop Analisis Kebijakan bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dalam
mengidentifikasi alternatif dan menetapkan kebijakan dalam penataan dan
pemerataan guru. Kedua, meningkatkan kemampuan dalam membuat formulasi
kebijakan. Ketiga, meningkatkan kemampuan menyusun rencana implementasi
kebijakan yang lebih jelas. Pada workshop ini peserta dikenalkan pada kebijakan
penataan dan pemerataan guru. Pada Unit 1 peserta diperkenalkan kerangka
kebijakan berdasarkan pengalaman praktis. Pada Unit 2 peserta mengidentifikasi
alternatif kebijakan. Pada Unit 3 peserta belajar menerapkan strategi dalam proses
pemilihan alternatif kebijakan. Pada Unit 4 peserta belajar memformulasikan
kebijakan. Pada Unit 5 peserta berlatih merancang implementasi kebijakan. Pada Unit
6 peserta berlatih menghitung dampak anggaran dari kebijakan yang dipilih. Agar
hasil Workshop 1I dapat digunakan untuk merancang kebijakan di daerah, maka
diperlukan Rencana Tindak Lanjut (RTL) sebagai kelanjutan Workshop 1I setelah
peserta kembali ke daerah.
RTL merupakan cerminan komitmen dari Dinas Pendidikan dan stake holder lainnya
untuk melaksanakan kegiatan kongkrit setelah Workshop I1 selesai. Hasil dari
pelaksanaan RTL akan ditindaklanjuti dengan pendampingan formulasi kebijakan.
Kegiatan RTL dimulai dengan mengidentifikasi hal-hal yang belum tuntas dikerjakan
di Workshop 1I. Selanjutnya, tim membuat rencana untuk menuntaskan kegiatan
perumusan kebijakan. RTL terutama memuat, rencana finalisasi perumusan kebijakan
(lanjutan dari Workshop 2), rencana Audiensi dengan Bupati/Walikota, rencana
persiapan dan pelaksanaan Konsultasi Publik). Selama pelaksanaan RTL daerah akan
didampingi oleh Tim PRIORITAS.
Tujuan
Tujuan Unit 8 adalah menyusun rencana tindak lanjut dari Workshop 2, meliputi:
1. Menyusun kegiatan-kegiatan beserta jadwalnya yang akan dilakukan di daerah
untuk menuntaskan perumusan kebijakan.
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
132
UNIT 8: Rencana Tindak Lanjut
2. Menyusun kegiatan dan jadwal penyusunan bahan untuk audiensi dengan Bupati
dan pelaksanaannya.
3. Menyusun kegiatan dan jadwal penyusunan bahan konsultasi publik dan
pelaksanaannya
Pertanyaan Kunci
Kegiatan tindak lanjut setelah Workshop 2 terutama adalah memuat finalisasi
perumusan kebijakan (lanjutan dari Workshop 2), Audiensi dengan Bupati/Walikota,
rencana persiapan, serta persiapan dan pelaksanaan Konsultasi Publik. Kapan dan
bagaimana kegiatan tersebut dilaksanakan?
Petunjuk Umum
Unit 8 RTL merupakan unit perencanaan aktivitas di daerah pasca kegiatan
Workshop 2. Pada Unit ini peserta diharapkan dapat menyusun rencana kegiatan
untuk menuntaskan formulasi kebijakan, menyusun rencana audiensi dengan
Bupati/Walikota, dan rencana konsultasi publik.
Sumber dan Bahan
Presentasi dalam PowerPoint
Lembar Kerja 8.1
LCD dan laptop/komputer
Kertas plano, spidol, dan flipchart
Waktu
Waktu yang digunakan adalah 60 menit
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
133
UNIT 8: Rencana Tindak Lanjut
Ringkasan Sesi
Rincian Langkah-langkah Kegiatan
Introduction (5 menit)
Fasilitator menayangkan judul unit dan menyatakan bahwa pada unit ini, peserta akan
menyusun Rencana Tindak Lanjut.
Fasilitator menayangkan latar belakang/pentingnya RTL, pertanyaan kunci, dan
kompetensi yang harus dikuasi peserta setelah mempelajari Unit 8 RTL. Penayangan
disertai dengan penjelasan singkat tentang pokok-pokok masalah. Fasilitator
menjelaskan bahwa peserta diharapkan menyusun RTL yang realistis yang sesuai
keadaan di kabupaten/kota masing-masing sehingga RTL dapat terlaksana. RTL yang
disusun meliputi:
1. Menyusun kegiatan-kegiatan untuk menuntaskan formulasi kebijakan penataan dan
pemerataan guru.
2. Merancang kegiatan dan jadwal rencana audiensi dengan Bupati/Walikota.
3. Merancang kegiatan dan jadwal konsultasi publik.
RTL dilaksanakan kurang lebih empat minggu terhitung setelah kegiatan Workshop
2.
I
Introduction
5 menit
Fasilitator
menyampaikan
judul, latar
belakang,
pertanyaan kunci
Unit 8
Application
30 menit
Menyusun
rencana kerja
Connection
10 menit
Mengidentifika
si kegiatan-
kegiatan yang
belum
diselesaikan
pada
Workshop 1I
Extension 5 menit
Menindak-
lanjuti Unit 8
dengan
melaksanakan
rencana kerja
dalam RTL
Reflection 10 menit
Merefleksi
pencapaian
Tujuan
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
134
UNIT 8: Rencana Tindak Lanjut
Connection (10 menit)
Fasilitator menanyakan kepada peserta, berkaitan dengan implementasi kebijakan,
kegiatan apa saja yang sudah dilakukan dan kegiatan apa yang belum dilakukan.
Catatan Fasilitator: Kegiatan yang sudah dilakukan adalah, (1) analisis data
(mungkin ada yang sudah tuntas dan ada yang belum tuntas), (2) merumuskan isu-isu
strategis, (3) merumuskan kebijakan (belum tuntas) dan akan dilanjutkan di
kabupaten/kota masing-masing. Kegiatan yang akan dilakukan adalah, (1)
menuntaskan perumusan kebijakan, (3) menyusun laporan, (4) audiensi dengan
Bupati/Walikota, (5) Konsultasi Publik.
Application (30 menit)
Menyusun Rencana Tindak Lanjut
Fasilitator menyampaikan kepada peserta bahwa penuntasan formulasi kebijakan
memerlukan komitmen dari berbagai pihak. Agar penuntasan formulasi kebijakan
tersebut berjalan dengan baik maka perlu dilakukan tindak lanjut Workshop 2.
Dalam sesi ini peserta tetap berada dalam kelompok-kelompok kabupaten.
Pertanyaan untuk membimbing setiap kelompok dalam mengidentifikasi kegiatan
adalah:
1. Apa saja kegiatan perumusan kebijakan yang belum diselesaikan? Kapan
kegiatan tersebut dilaksanakan?
2. Sebelum konsultasi publik, akan dilakukan audiensi dengan Bupati/Walikota;
persiapan apa saja yang harus dilakukan serta kapan dilaksanakan audiensi?
3. Sebelum dibuat menjadi peraturan sebuah kebijakan harus melalui uji publik
atau konsultasi publik, kegiatan apa saja yang terkait dengan persiapan
konsultasi publik dan bagaimana jadwalnya, serta kapan dilasanakan konsultasi
publik?
Setiap kelompok peserta diminta berdiskusi untuk kegiatan RTL tersebut.
Berdasarkan identifikasi kegiatan-kegiatan yang perlu dituntaskan, peserta menyusun
Rencana Tindak Lanjut. RTL meliputi, kegiatan, waktu pelaksanaan, tempat
pelaksanaan, penanggung jawab, dan hasil yang diharapkan (Lembar Kerja 8.1).
Jika masih cukup waktu, ditugaskan salah satu kelompok kabupaten/kota untuk
mempresentasikan hasilnya.
A
C
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
135
UNIT 8: Rencana Tindak Lanjut
Reflection (10 menit)
(1) Tanyakan kepada peserta apakah kegiatan yang dilakukan sudah dapat mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.
(2) Berikan kesempatan kepada peserta untuk mendiskusikan hal-hal yang masih
belum jelas.
Extention (5 menit)
RTL merupakan cerminan komitmen dari Dinas Pendidikan dan stake holder lainnya
untuk melaksanakan kegiatan kongkrit setelah Workshop 2 selesai.
Pesan Utama
Pelaksanaan RTL kadang terkendala oleh kegiatan rutin masing-masing petugas
pelaksananya. Oleh sebab itu, komunikasi dan saling mengingatkan di antara anggota
tim perlu sering dilakukan. Semua pihak harus saling memberikan dukungan dalam
penuntasan penyusunan kebijakan.
E
R
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
136
UNIT 8: Rencana Tindak Lanjut
Lembar Kerja Peserta 8.1
RENCANA TINDAK LANJUT
DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN/KOTA.............................................
No. Kegiatan Waktu Tempat Penanggung
jawab
Hasil yang
diharapkan
UNIT 8: Rencana Tindak Lanjut 136
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
137
UNIT 8: Rencana Tindak Lanjut
UNIT 8: Rencana Tindak Lanjut 137
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
138
UNIT 8: Rencana Tindak Lanjut
PRESENTASI UNIT 8
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
139
UNIT 8: Rencana Tindak Lanjut
WORKSHOP ANALISIS KEBIJAKAN
140
UNIT 8: Rencana Tindak Lanjut
PENDAMPINGAN FORMULASI KEBIJAKAN
141 Pendampingan Formulasi Kebijakan Kabupaten/Kota
PENDAMPINGAN
FORMULASI KEBIJAKAN
KABUPATEN/KOTA
PENDAMPINGAN FORMULASI KEBIJAKAN
142 Pendampingan Formulasi Kebijakan Kabupaten/Kota
PENDAMPINGAN FORMULASI KEBIJAKAN
143 Pendampingan Formulasi Kebijakan Kabupaten/Kota
KERANGKA ACUAN KEGIATAN PENDAMPINGAN
FORMULASI KEBIJAKAN KABUPATEN/KOTA
1. Latar Belakang
Program PRIORITAS telah memberikan bantuan teknis untuk meningkatkan kapasitas
kabupaten/kota utamanya dinas pendidikan dalam merumuskan kebijakan untuk menunjang
program penataan dan pemerataan guru. Peningkatan kapasitas dilakukan melalui kegiatan
workshop analisis kebijakan penataan dan pemerataan guru.
Dalam rangka melengkapi dan menyempurnakan formulasi kebijakan yang telah dihasilkan
dari kegiatan workshop dirasa perlu dilakukan pendampingan oleh tim PRIORITAS kepada
Tim Daerah. Pendampingan dilakukan untuk membantu dinas pendidikan khususnya Tim
Perumus Kebijakan dalam penajaman rumusan kebijakan penataan dan pemerataan guru,
persiapan audiensi dengan Bupati/Walikota, dan persiapan konsultasi publik. Pendampingan
ini merupakan tindaklanjut dari workshop analisis kebijakan penataan dan pemerataan guru di
tingkat klaster/propinsi.
Pendampingan akan dilakukan sebanyak sebanyak 1 kali selama 2 hari disesuaikan dengan
kondisi dan dinamika riil di kabupaten/kota. Dalam pendampingan ini tim fasilitator akan
mendatangi dan mendampingi tim perumus kebijakan daerah. Pertemuan disarankan
dilakukan di kantor dinas pendidikan, Bapeda, atau kantor bupati dan melibatkan orang-orang
yang berkaitan dengan perumus kebijakan penataan dan pemerataan guru.
Sebelum dilakukan pendampingan diharapkan District Coordinator telah memastikan bahwa
Tim Perumus Kebijakan telah bekerja untuk melengkapi rumusan kebijakan sesuai dengan
jadwal kegiatan Tim. Sehari menjelang pendampingan diharapkan DC telah memastikan
ketersedian dokumen terkait dengan hasil analisis data, rekomendasi, dan rumusan-rumusan
kebijakan yang telah dihasilkan.
2. Tujuan Kegiatan
Secara umum, kegiatan Pendampingan bertujuan untuk menghasilkan rumusan kebijakan yang
tajam tentang penataan dan pemerataan guru untuk disajikan dalam konsultasi publik. Secara
khusus, kegiatan ini bertujuan untuk:
a. Mereview hasil workshop kebijakan penataan dan pemerataan guru
b. Melengkapi dan memperkaya opsi rumusan kebijakan
PENDAMPINGAN FORMULASI KEBIJAKAN
144 Pendampingan Formulasi Kebijakan Kabupaten/Kota
c. Mempertajam rumusan kebijakan penataan dan pemerataan guru.
d. Memprediksi berbagai dampak opsi rumusan kebijakan yang dihasilkan.
e. Membuat laporan tentang kebijakan penataan dan pemerataan guru yang akan
digunakan dalam audiensi dengan Bupati/Walikota serta konsultasi publik.
3. Waktu dan Tempat Kegiatan
Kegiatan pendampingan secara intensif dilakukan di kabupaten/kota pasca workshop 2 di
tingkat klaster/provinsi. Pendampingan dilakukan sekali selama dua hari.
Pendampingan (dua hari)
Hari : ..................................................
Tanggal : .................................................
Waktu : 08.00 – 16.00
Tempat : ................................................, Kabupaten/Kota................................
4. Peserta dan Pendamping
Peserta kegiatan Pendampingan perumusan kebijakan penataan dan pemerataan guru sebagai
berikut.
o Tim Perumus Kebijakan
o Ketua Tim Analisis Data
o Perwakilan pengawas SD/MI dan SMP/MTs
Pendamping adalah: Tim fasilitator PRIORITAS yang telah mengikuti Training of Trainer.
5. Agenda
Persiapan
Sebelum dilakukan pendampingan diharapkan District Coordinator telah memastikan bahwa
Tim Perumus Kebijakan telah bekerja untuk melengkapi hasil rumusan kebijakan. Selain itu,
dokumen hasil analisis data dan rekomendasi kebijakan juga telah dipersiapkan. Sehari
menjelang pendampingan diharapkan DC telah memastikan ketersedian dokumen-dokumen
tersebut.
PENDAMPINGAN FORMULASI KEBIJAKAN
145 Pendampingan Formulasi Kebijakan Kabupaten/Kota
Perkiraan Jadwal kegiatan Pendampingan (2 hari)
Waktu Kegiatan
HariPertama
08.00 – 09.30 Review hasil workshop analisis kebijakan penataan dan pemerataan
guru
09.30 – 10.30 Menajamkan rumusan kebijakan
10.30 – 10.45 Rehat
10.45 – 12.00 Melengkapi rancangan kebijakan
12.00 – 13.00 I s h o m a
13.00 – 14.00 Memperkirakan Dampak dari Opsi Rumusan Kebijakan
14.30 – 16.00 Perhitungan dampak anggaran dari pilihan opsi kebijakan (integrasi
dengan perencanaan)
Hari Kedua,
08.00 – 09.30 Membuat laporan kebijakan penataan dan pemerataan guru
09.30 – 10.30 Membuat laporan kebijakan penataan dan pemerataan guru
10.30 – 10.45 Rehat
10.45 – 12.00 Membuat laporan kebijakan penataan dan pemerataan guru
12.00 – 13.00 I s h o m a
13.00 – 16.00 Persiapan audiensi dan konsultasi publik
PENDAMPINGAN FORMULASI KEBIJAKAN
146 Pendampingan Formulasi Kebijakan Kabupaten/Kota
Review Hasil Workshop Kebijakan Penataan dan Pemerataan Guru
Pada sesi ini Ketua Tim Kebijakan menyajikan kembali Hasil Rumusan Kebijakan yang telah
diselesaikan dalam Workshop 2 kepada peserta. Peserta memberikan refleksi kritisnya
terhadap Hasil Rumusan Kebijakan tersebut. Refleksi kritis dimaksudkan untuk menelaah
kembali apakah rumusan kebijakan yang telah dihasilkan telah sesuai dengan hasil analisis data
dan rekomendasi kebijakan.
Menajamkan Rumusan Kebijakan
Pada sesi ini peserta difasilitasi oleh pendamping menajamkan kembali rumusan kebijakan.
Pendamping dan peserta dengan cermat melihat kembali hasil hasil analisis data, isu strategis,
rekomendasi kebijakan, dan formulasi kebijakan sehingga memahami celah-celah yang perlu
disempurnakan.
Melengkapi Rancangan Kebijakan
Pada sesi ini peserta melanjutkan penyusunan rancangan implementasi kebijakan untuk
melengkapi hasil-hasil Workshop 2.
Memperkirakan Dampak dari Opsi Rumusan Kebijakan
Setelah diperoleh opsi rumusan kebijakan penataan dan pemerataan guru yang lengkap,
pendamping perlu mengarahkan peserta untuk memikirkan berbagai kemungkinan dampak
dari opsi-opsi rumusan kebijakan yang telah dihasilkan. Dalam sesi ini peserta ditugaskan
untuk memikirkan berbagai dampak dari opsi-opsi rumusan kebijakan. Selanjutnya peserta
diminta untuk mengurutkan dampak-dampak tersebut dari yang paling besar peluangnya
terjadi ke yang paling kecil. Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam mengurutkan
peluang dampak rumusan kebijakan sebagai berikut.
1. Pikirkan dampak rumusan kebijakan terhadap sistem pendidikan di kabupaten/kota
tersebut.
2. Pikirkan dampak rumusan kebijakan terhadap guru-guru yang terkena kebijakan tersebut.
3. Pikirkan dampak rumusan kebijakan terhadap pengambil kebijakan.
PENDAMPINGAN FORMULASI KEBIJAKAN
147 Pendampingan Formulasi Kebijakan Kabupaten/Kota
Perhitungan dampak anggaran dari pilihan opsi kebijakan (integrasi dengan
perencanaan)
Pada sesi ini peserta melanjutkan perhitungan dampak anggaran dari pilihan kebijakan serta
merancang integrasi kebijakan dalam perencanaan daerah (Renja dan Renstra) untuk
melengkapi hasil-hasil Workshop 2.
Membuat Laporan Kebijakan Penataan dan Pemerataan Guru
Laporan rencana kegiatan penataan dan pemerataan guru perlu dibuat agar rencana kegiatan
tersebut tersampaikan ke pihak-pihak yang berkepentingan dan sekaligus menjadi dokumen
yang siap dimanfaatkan pada saatnya. Laporan harus memuat alasan mengapa perlu penataan
dan pemerataan guru, analisis data guru tingkat kabupaten/kota, isu-isu strategis terkait
dengan penataan dan pemerataan guru, dan formulasi kebijakan terkait dengan penataan dan
pemerataan guru.
Laporan Kebijakan Penataan dan Pemerataan Guru ini dibuat dengan struktur tertentu agar
mudah dipahami. Format laporan ini dapat diperiksa pada Lampiran 1.
Persiapan audiensi dan konsultasi publik
Hasil pendampingan akan disajikan dalam forum Konsultasi Publik. Namun, sebelumnya perlu
dilakukan audiensi dengan Bupati/Walikota. Oleh sebab itu perlu dilakukan:
- Penyusunan rencana audiensi dan konsultasi publik
- Menyusun rangkuman laporan kebijakan penataan dan pemerataan guru
- Menyusun presentasi dalam bentuk power point. Presentasi kebijakan penataan dan
pemerataan guru harus ringkas, padat, dan memuat hal-hal penting terkait dengan
kebijakan penataan dan pemerataan guru berdasarkan hasil analisis data.
6. Kebutuhan Anggaran
Kebutuhan anggaran disesuaikan dengan standar PRIORITAS (mengikuti Pedoman RTI).
PENDAMPINGAN FORMULASI KEBIJAKAN
148 Pendampingan Formulasi Kebijakan Kabupaten/Kota
Lampiran 1.
LAPORAN PENATAAN DAN PEMERATAAN GURU
DI KABUPATEN/KOTA ……..
RINGKASAN
Memuat intisari dari laporan lengkap, paling tidak memuat: permasalahan distribusi guru di
kabupaten, harapan perubahan nyata dalam penataan guru ini, hasil analisis distribusi guru,
alternatif kebijakan penataan guru yang mungkin dilakukan di kabupaten, rekomendasi kebijakan,
dan rencana implementasi penataan dan pemerataan guru. (maksimum 4 halaman)
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berisi tentang permasalahan distribusi guru di kabupaten, termasuk kesulitan untuk
mengimplementasikan Perber 5 Menteri, serta pelaksanaan kebijakan yang belum berhasil
secara maksimal
B. Tujuan
Diisi dengan tujuan penataan dan pemerataan guru menurut persepsi kabupaten/kota.
C. Hasil yang diharapkan
Diisi dengan harapan adanya perubahan nyata kecukupan guru dan perubahan
peningkatan mutu pendidikan
D. Metode Pemecahan Masalah
Diisi dengan langkah-langkah penataan dan pemerataan guru, mulai dari penyaiapan data,
sosialisasi, workshop analisis data, workshop identifikasi alternatif kebijakan, dan konsultasi
publik. Pendekatan yang digunakan selain melalui workshop juga melalui pendampingan.
II. HASIL PEMETAAN DISTRIBUSI GURU
A. Ketersediaan dan Kelangkapan Data
Diisi dengan kondisi data yang ada di kabupaten, kelengkapan data berbasis DAPODIK,
berapa persen sekolah yang sudah divalidasi datanya. Selain itu, apakah dinas pendidikan
pernah memanfaatkan data sekolah berbasis DAPODIK untuk keperluan perencanaan dan
pengambilan kebijakan.
B. Distribusi Guru SD (Guru Kelas dan Mapel).
Diisi dengan gambaran distribusi guru kelas, guru maple PAI dan Penjaskes, menurut
sekolah dan kecamatan, serta proyeksi ketersediaan guru 5 sampai 10 tahun kedepan sebagai akibat pensiun. Selain itu, distribusi guru dibedakan menurut guru PNS dan Non
PNS.
PENDAMPINGAN FORMULASI KEBIJAKAN
149 Pendampingan Formulasi Kebijakan Kabupaten/Kota
C. Distribusi Guru matapelajaran di SMP
Diisi dengan gambaran distribusi guru menurut mapel, sekolah dan kecamatan, serta
proyeksi ketersediaan guru 5 sampai 10 tahun kedepan sebagai akibat pensiun. Selain itu,
distribusi guru dibedakan menurut guru PNS dan Non PNS.
D. Isu strategis dalam Distribusi Guru
Diisi dengan analisis kesenjangan (membandingkan kondisi saat ini dengan kriteria baku,
seperti SPM, SNP,indikator kiner kabupaten, dll.), identifikasi isu strategis dan isu strategis
terpilih berdasarkan kriteria dan kondisi masing-masing kabupaten/kota.
III. HASIL IDENTIFIKASI ALTERNATIF KEBIJAKAN PENATAAN DAN
PEMERATAAN GURU
A. Alternatif kebijakan penataan dan pemerataan guru
Diisi dengan bagaimana memilih alternatif kebijakan yang dapat menanggulangi/
memecahkan isu strategis yang telah dirumukan pada bagian sebelumnya.
B. Alternatif kebijakan terpilih yang sesuai dengan kondisi kabupaten/kota
Diisi dengan alternatif-alternatif kebijakan penataan dan pemerataan guru yang telah
mempertimbangkan kriteria pemilihan alternatif kebijakan. Altenatif kebijakan ini sebagai
bahan rekomendasi kebijakan dalam penataan dan pemerataan guru.
IV. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENATAAN DAN PEMERATAAN GURU
A. Prioritas Kebijakan Penataan dan Pemerataan Guru
Diisi dengan rekomendasi kebijakan yang akan diterapkan berdasarkan hasil penialaian
kelayakan kebijakan pada kabupaten yang bersangkutan.
B. Rencana Implementasi Penataan dan Pemerataan Guru
Diisi dengan tahapan kegiatan dari masing-masing kebijakan yang akan
diimplementasikan, kerangka waktu, siapa yang bertanggungjawab, dan besar dan
sumber pendanaan.
Lampiran:
1. Hasil workshop 1: Analisis Data
2. Hasil workshop 2: AnalisisKebijakan
3. Anggota Tim Kabupaten
PENDAMPINGAN FORMULASI KEBIJAKAN
150 Pendampingan Formulasi Kebijakan Kabupaten/Kota
PENDAMPINGAN FORMULASI KEBIJAKAN
151 Pendampingan Formulasi Kebijakan Kabupaten/Kota