Upload
others
View
44
Download
7
Embed Size (px)
Citation preview
PENENTUAN KADAR ZAT PADATAN TERLARUT
AIR SUMUR DESA LAM BLEUT KECAMATAN
DARUL KAMAL ACEH BESAR DENGAN
METODE GRAVIMETRI DAN
KONDUKTIVITAS
LISTRIK
SKRIPSI
Oleh :
ISRAWARDANI
1701012008
PROGRAM STUDI S1 FARMASI
FAKULTAS FARMASI DAN KESEHATAN
INSTITUT KESEHATAN HELVETIA
MEDAN
2019
PENENTUAN KADAR ZAT PADATAN TERLARUT
AIR SUMUR DESA LAM BLEUT KECAMATAN
DARUL KAMAL ACEH BESAR DENGAN
METODE GRAVIMETRI DAN
KONDUKTIVITAS
LISTRIK
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi
Pada Institut Kesehatan Helvetia
Oleh :
ISRAWARDANI
1701012008
PROGRAM STUDI S1 FARMASI
FAKULTAS FARMASI DAN KESEHATAN
INSTITUT KESEHATAN HELVETIA
MEDAN
2019
Telah Diuji Pada Tanggal : 22 Oktober 2019
Panitia Penguji Skripsi
Ketua : Adek Chan, S.Si., M.Si., Apt.
Anggota : 1. Mayang Sari, ST., M.Si.
2. Siti Fatimah Hanum, S.Si., M.Kes., Apt.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. Identitas
Nama : Israwardani
Tempat/Tanggal Lahir : Lamteh dayah/08 Desember 1996
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Ds. Lamteh Dayah Kec. Sukamakmur
Kab. Aceh Besar
Agama : Islam
Anak Ke : 1 dari 6 bersaudara
Nama Ayah : Suganda
Nama Ibu : Radhiah
II. Riwayat Pendidikan
Tahun 2002-2008 : MIN Jeureula II Seumeureung
Tahun 2009-2011 : MTsN Jeureula
Tahun 2012-2014 : MAN 2 Banda Aceh
Tahun 2015-2017 : D3 Akademi Analis Farmasi dan Makanan
Harapan Bangsa Darussalam Banda Aceh
Tahun 2017-2019 : S1 Farmasi di Institut Kesehatan Helvetia
Medan
i
ABSTRAK
PENENTUAN KADAR ZAT PADATAN TERLARUT AIR SUMUR DESA
LAM BLEUT KECAMATAN DARUL KAMAL ACEH BESAR
DENGAN METODE GRAVIMETRI DAN
KONDUKTIVITAS
LISTRIK
ISRAWARDANI
1701012008
Sumber air Desa Lam Bleut kecamatan Darul Kamal Aceh besar sebagian
besar dari air sumur yang digunakan untuk keperluan rumah tangga dan sumber
baku air minum. Banyak air sumur warga dari segi fisik terlihat keruh, kuning
serta kondisi sanitasi desa tersebut terdapat beberapa sumber pencemar, yakni
septictank, saluran drainase, dan kandang hewan. Salah satu penyakit yang
disebabkan oleh konsumsi air yang tidak baik atau air yang mengandung zat
padatan terlarut tinggi yaitu batu ginjal. Hal itu diketahui terdapatnya beberapa
masyarakat setempat yang mengidap penyakit batu ginjal. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui kadar zat padatan terlarut air sumur Desa Lam Bleut kecamatan
Darul Kamal Aceh besar.
Penentuan kadar zat padatan terlarut menggunakan metode Gravimetri dan
Konduktivitas listrik. Pengambilan sampel dilakukan secara acak sederhana,
sampel diambil sebanyak 10 sumur dari 3 dusun yang berbeda yaitu dusun
Lampoh jaban, Mon manjong dan Cot sigaree.
Hasil penelitian diperoleh kadar tertinggi terdapat pada air sumur C2 dengan
nilai 284 mg/L, kadar terendah pada air sumur A2 sebesar 216 mg/L. Hasil
dengan menggunakan metode gravimetri diperoleh nilai lebih kecil dibandingkan
nilai yang diperoleh menggunakan metode konduktivitas listrik. Adanya
perbedaan hasil pada kedua metode yang dilakukan, sehingga kadar padatan
terlarut yang diperoleh berbeda.
Kesimpulan dari penelitian ini yaitu air sumur Desa Lam Bleut kecamatan
Darul Kamal Aceh besar sesuai dengan persyaratan Permenkes RI No.32 Tahun
2017 yaitu kadar maksimum yang diperbolehkan 1000 mg/L.
Kata Kunci : Air sumur, Zat padatan terlarut, Gravimetri, Konduktivitas
Listrik.
ii
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan
anugerah-Nya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang
berjudul “ PENENTUAN KADAR ZAT PADATAN TERLARUT AIR
SUMUR DESA LAM BLEUT KECAMATAN DARUL KAMAL ACEH
BESAR DENGAN METODE GRAVIMETRI DAN KONDUKTIVITAS
LISTRIK”.
Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mendapat
gelar Sarjana Institut Kesehatan Helvetia. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa
skripsi ini tidak dapat diselesaikan tanpa bantuan berbagai pihak, baik dukungan
moril, materil dan sumbangan pemikiran. Untuk itu, penulis mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. dr. Hj. Razia Begum Suroyo, M.Sc., selaku Pembina Yayasan Institut
Kesehatan Helvetia Medan.
2. Imam Muhammad, SE., S.Kom, M.M., M.Kes., selaku ketua Yayasan Institut
Helvetia Medan
3. Dr. H. Ismail Effendy, M.Si., selaku Rektor Institut Kesehatan Helvetia
Medan.
4. H. Darwin Syamsul, S.Si., M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi dan
Kesehatan Umum Institut Kesehatan Helvetia.
5. Adek Chan, S.Si., M.Si., Apt., selaku Ketua Program Studi S1 Farmasi Institut
Kesehatan Helvetia Medan dan selaku dosen pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan dan mencurahkan waktu, perhatian, ide dan motivasi
selama penyusunan skripsi ini.
6. Mayang Sari, ST, M.Si., selaku dosen pembimbing II yang telah meluangkan
waktu dan memberikan pemikiran dalam membimbing penulis selama
penyusunan skripsi ini.
7. Siti Fatimah Hanum, S.Si., M.Kes., Apt., selaku dosen penguji yang telah
memberikan kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini.
8. Seluruh Dosen Program Studi S1 Farmasi yang telah mendidik dan
mengajarkan berbagai ilmu yang bermanfaat bagi penulis.
9. Teristimewa penulis ucapkan untuk Ayahanda dan Ibunda tercinta, serta
keluarga besar yang tak pernah henti-hentinya mendoakan dan memberikan
dukungan kepada penulis baik secara moril maupun materil.
10. Seluruh Mahasiswa Farmasi dan Kepada semua pihak atas segala bantuan dan
motivasinya.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh
karena itu, penulis menerima kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.
Semoga Allah SWT selalu memberikan rahmat dan hidayah-Nya atas segala
kebaikan yang telah diberikan.
Medan, 22 Oktober 2019
Penulis
Israwardani
iv
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
LEMBAR PANITIA PENGUJI SKRIPSI
LEMBAR PERNYATAAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
ABSTRAK .......................................................................................... i
ABSTRACT......................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ........................................................................ iii
DAFTAR ISI ...................................................................................... iv
DAFTAR TABEL .............................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................. 1
1.1 Latar Belakang .............................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian .......................................................... 5
1.4 Hipotesis Penelitian ....................................................... 6
1.5 Manfaat Penelitian ........................................................ 6
1.6 Kerangka Pikir Penelitian .............................................. 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................... 8
2.1 Pengertian Air ............................................................... 8
2.2 Air Sumur ..................................................................... 10
2.3 Sumber Pencemaran Air ................................................ 14
2.4 Dampak Pencemaran Air ............................................... 15
2.5 Keuntungan dan Kerugian Pemanfaatan air sumur......... 15
2.6 Zat Padatan Terlarut ...................................................... 17
2.7 Penentuan Zat Padatan Terlarut ..................................... 20
2.7.1 Metode Gravimetri ............................................... 20
2.7.2 Metode Konduktivitas listrik ................................ 22
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ........................................ 26
3.1 Jenis Penelitian.............................................................. 26
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ........................................ 26
3.3 Populasi dan Sampel ..................................................... 26
3.3.1 Populasi ................................................................ 26
3.3.2 Sampel ................................................................. 26
3.4 Pengambilan Sampel Air sumur .................................... 27
3.5 Metode Gravimetri ........................................................ 27
3.5.1 Alat dan bahan ...................................................... 27
v
3.5.2 Prosedur kerja....................................................... 28
3.5.3 Analisis data ......................................................... 28
3.6 Metode Konduktivitas listrik ......................................... 29
3.6.1 Alat dan bahan ...................................................... 29
3.6.2 Kalibrasi alat ........................................................ 29
3.6.3 Prosedur kerja....................................................... 29
3.7 Uji Timbal (Pb) dengan metode SSA ............................. 30
3.7.1 Alat dan bahan ...................................................... 30
3.7.2 Prosedur kerja....................................................... 31
3.8 Uji Besi (Fe) dengan metode SSA ................................. 31
3.8.1 Alat dan bahan ...................................................... 31
3.8.2 Prosedur kerja....................................................... 32
3.9 Uji Kalsium (Ca) dengan metode SSA........................... 33
3.9.1 Alat dan bahan ...................................................... 33
3.9.2 Prosedur kerja....................................................... 34
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................. 35
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian .............................. 35
4.2 Hasil Penelitian ............................................................. 36
4.3 Pembahasan .................................................................. 42
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................... 47
5.1 Kesimpulan ................................................................... 47
5.2 Saran ............................................................................. 47
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... 48
LAMPIRAN
vi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Parameter fisik .............................................................. 17
Tabel 4.1 Hasil pengukuran kadar TDS dengan metode
Gravimetri dan Konduktivitas listrik ............................. 37
Tabel 4.2 Hasil pengukuran kadar Pb, Fe, dan Ca ......................... 41
vii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 4.1 Peta lokasi penelitian ..................................................... 35
Gambar 4.2 Hubungan TDS dengan konduktivitas listrik ................. 39
Gambar 4.3 Hubungan TDS terhadap konduktivitas listrik ............... 40
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Perhitungan TDS Air sumur dengan Metode
Gravimetri ................................................................... 51
Lampiran 2 Perhitungan TDS Air sumur dengan Metode
Konduktivitas listrik .................................................... 54
Lampiran 3 Perhitungan Persamaan Regresi linier TDS
Metode Gravimetri ...................................................... 56
Lampiran 4 Perhitungan Persamaan Regresi linier TDS
Metode Konduktivitas listrik ....................................... 58
Lampiran 5 Peta Lokasi Pengambilan Sampel Air Sumur ............... 60
Lampiran 6 Dokumentasi ............................................................... 64
Lampiran 7 Pengajuan Judul Skripsi .............................................. 68
Lampiran 8 Lembar Bimbingan Proposal ....................................... 69
Lampiran 9 Lembar Revisi Untuk Penelitian .................................. 71
Lampiran 10 Surat Izin Penelitian dari Institut Kesehatan
Helvetia ....................................................................... 72
Lampiran 11 Surat Balasan Izin Penelitian
dari BARISTAND Industri Aceh ................................. 73
Lampiran 12 Lembaran Hasil Uji ..................................................... 74
Lampiran 13 Lembar Bimbingan Skripsi .......................................... 76
Lampiran 14 Lembar Revisi Untuk Jilid Lux.................................... 78
Lampiran 15 Permenkes No 32 Tahun 2017 ..................................... 79
Lampiran 16 SNI 01-0220-1987 ....................................................... 83
Lampiran 17 SNI 01-3554-2006 Metode Gravimetri ........................ 85
Lampiran 18 SNI 06-6989.1-2004 Metode Konduktivitas listrik ...... 87
Lampiran 19 SNI 3554-2015 Metode Uji Timbal (Pb)...................... 89
Lampiran 20 SNI 3554-2015 Metode Uji Besi (Fe) .......................... 91
Lampiran 21 SNI 06-6989.56-2005 Metode Uji Kalsium (Ca) ......... 93
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air merupakan inti dari kehidupan, dengan adanya air semua makhluk hidup
yang ada di bumi ini dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Air meliputi
sekitar 75 % permukaan bumi ini. Air sangat penting bagi tubuh manusia karena
meliputi 50% - 70% dari seluruh berat tubuh. Kebutuhan air sangat penting dalam
kehidupan manusia. Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan
setelah udara. Sekitar tiga per empat bagian dari tubuh kita terdiri dari air dan
tidak seorangpun dapat bertahan hidup lebih dari 4-5 hari tanpa air (1).
Air yang digunakan oleh manusia biasanya adalah air permukaan yaitu air
tawar dan air tanah murni. Air tanah merupakan salah satu potensi sumber daya
alam yang dapat memenuhi kebutuhan air bagi makhluk hidup, sehingga sangat
diperlukan pemanfaatan air tanah. Air tanah merupakan sumber daya alam yang
bersifat dapat diperbaharui (renewable), karena air tanah merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari siklus hidrologi di bumi, yang ditemukan pada reservoir air
tanah. Reservoir ini berasal dari peresapan air hujan yang turun ke bumi (2).
Air sumur merupakan salah satu sumber daya air yang baik untuk air bersih
dan air minum, dibandingkan dengan sumber air lainnya. Kebutuhan air selalu
meningkat sesuai dengan pertambahan penduduk. Kebutuhan air yang selalu
meningkat sering membuat orang lupa bahwa daya dukung alam ada batasnya
2
dalam memenuhi kebutuhan air. Kebutuhan air manusia terutama untuk
kebutuhan domestik sehari-hari, industri, pertanian, peternakan, irigasi, jasa,
penyediaan air perkotaan, dan sebagainya. Dewasa ini, air menjadi masalah yang
perlu mendapat perhatian yang serius, karena air sudah banyak tercemar oleh
bermacam-macam limbah dari berbagai hasil kegiatan manusia. Sehingga secara
kualitas sumber daya air telah mengalami penurunan. Demikian pula secara
kuantitas sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan yang terus meningkat (3)(4).
Sumber air baku air minum masyarakat, air harus memenuhi beberapa aspek
yang meliputi kuantitas, kualitas dan kontinuitas. Permasalahan yang mungkin
timbul, salah satunya pada air sumur adalah zat padatan terlarut. Zat padatan
terlarut atau TDS adalah parameter fisik air baku dan ukuran zat terlarut baik zat
organik maupun anorganik yang terdapat pada larutan. Tingginya angka
kandungan zat padatan terlarut, air sumur yang digunakan masyarakat kurang
memenuhi syarat sebagai air yang sehat bahkan di beberapa tempat tidak layak
untuk diminum. Air yang mengandung TDS tinggi, sangat tidak baik untuk
kesehatan manusia. Bila terlalu banyak mineral anorganik di dalam tubuh dan
tidak dikeluarkan, maka seiring berjalannya waktu akan mengendap di dalam
tubuh yang berakibat tersumbatnya bagian tubuh. Misalnya bila mengendap di
mata akan mengakibatkan katarak, bila di ginjal akan mengakibatkan batu ginjal,
di pembuluh darah akan mengakibatkan pengerasan pembuluh darah, tekanan
darah tinggi, stroke dan lain-lain (5). Disamping dapat mengganggu kesehatan
juga menyebabkan warna kuning pada dinding bak serta bercak kuning pada
pakaian (6).
3
Hasil penelitian Dhani Hapsari (2015) kajian terhadap kualitas air sumur gali
di kelurahan karangtalun kabupaten cilacap dengan menggunakan metode
gravimetri menunjukkan nilai pengukuran TDS yang tinggi yaitu 1202,04 mg/L
dan 1101,14 mg/L. Dari hasil penelitian Beti Cahyaning Astuti (2015) terhadap
kualitas air sumur desa bantaran sungai bengawan solo, hasil pengujian parameter
fisik TDS menggunakan metode gravimetri sebesar 315-786 mg/L menunjukkan
bahwa air sumur tersebut mendekati batas maksimum untuk baku mutu air bersih.
Hasil penelitian Martianus Manurung, dkk (2017) analisis kualitas air sumur bor
di Pontianak menggunakan metode konduktivitas listrik di dapatkan nilai dari
pengukuran TDS rata-rata sebesar 1871 mg/L menunjukkan bahwa air tersebut
tidak memenuhi syarat standar untuk dikonsumsi (7)(8)(9).
Berdasarkan survei pendahuluan, desa Lam Bleut merupakan salah satu desa
di Kecamatan Darul kamal Kabupaten Aceh besar. Luas dari desa Lam Bleut 0,87
Km2 dengan jumlah penduduk sebanyak 797 jiwa tahun 2017 dan jumlah rumah
tangga sebanyak 169 (10). Warga desa tersebut seluruhnya masih menggunakan
air sumur dalam kegiatan sehari-hari, banyak air sumur warga yang dari segi fisik
terlihat keruh, kuning sedangkan sebagian besar dari warga desa Lam bleut
kesulitan untuk mendapatkan sumber air bersih dari PDAM dikarenakan
terbatasnya biaya, sehingga untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga penduduk
tersebut membuat sumur gali untuk mendapatkan air bersih dan warga tidak
memiliki pilihan lain selain menggunakan air tanah atau air sumur untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari yaitu masak, mencuci, mandi, dan minum. Sebab
air tanah atau air sumur merupakan salah satu alternatif utama masyarakat untuk
4
mendapatkan air bersih dengan murah untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya.
Namun kondisi sanitasi di desa tersebut terdapat beberapa jenis sumber pencemar
yakni septictank, saluran drainase, dan kandang hewan. Dimana jarak antara
sumur dengan sumber pencemar tersebut beraneka ragam di setiap rumahnya.
Masyarakat di desa tersebut banyak menggunakan air sumur sebagai sumber air
minum sehingga berpeluang menimbulkan penyakit. Salah satu penyakit yang
disebabkan oleh konsumsi air yang tidak baik atau air yang mengandung zat
padatan terlarut tinggi yaitu batu ginjal. Hal itu dapat diketahui dengan
terdapatnya beberapa masyarakat setempat yang mengidap penyakit batu ginjal.
Air yang kelihatannya bening menurut ukuran visual belum tentu bersih, dan
air yang kelihatannya bersih pun belum tentu memenuhi kriteria air sehat yang
dapat langsung dikonsumsi. Menurut ketetapan pemerintah yang tercantum dalam
Peraturan Menteri Kesehatan RI No.32 Tahun 2017 bahwa air bersih harus
memenuhi persyaratan kualitas tertentu yaitu tidak berwarna, tidak berbau, tidak
berasa serta kandungan zat- zat tertentu di dalam air tersebut tidak melebihi nilai
ambang batas yang diperbolehkan. Kadar maksimum yang diperbolehkan untuk
zat padatan terlarut menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 32 Tahun
2017 persyaratan kesehatan air untuk keperluan higiene sanitasi adalah 1000 mg/L
(11). Salah satu untuk mengukur kadar zat padatan terlarut dapat dilakukan
dengan menggunakan metode gravimetri dan konduktivitas listrik (12). Pada
penelitian ini, peneliti menggunakan metode gravimetri dan konduktivitas listrik
untuk melihat perbedaan hasil pada kedua metode tersebut.
5
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang “Penentuan Kadar Zat Padatan Terlarut Air Sumur Desa Lam Bleut
Kecamatan Darul Kamal Aceh Besar dengan Metode Gravimetri dan
Konduktivitas Listrik”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas yang menjadi permasalahan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah kadar zat padatan terlarut air sumur desa Lam Bleut Kecamatan
Darul Kamal Aceh besar sesuai berdasarkan persyaratan Permenkes RI
No.32 Tahun 2017 ?
2. Apakah ada perbedaan hasil pada penentuan kadar zat padatan terlarut air
sumur desa Lam Bleut Kecamatan Darul Kamal Aceh besar dengan metode
gravimetri dan konduktivitas listrik ?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui kadar zat padatan terlarut air sumur desa Lam Bleut
Kecamatan Darul Kamal Aceh besar
2. Untuk mengetahui perbedaan hasil zat padatan terlarut air sumur desa Lam
Bleut Kecamatan Darul Kamal Aceh besar dengan metode gravimetri dan
konduktivitas listrik.
6
1.4 Hipotesis Penelitian
Adapun hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Kadar zat padatan terlarut air sumur desa Lam Bleut Kecamatan Darul Kamal
Aceh besar yang tidak sesuai dengan permenkes RI No. 32 Tahun 2017
2. Adanya perbedaan hasil pada penentuan kadar zat padatan terlarut air sumur
desa Lam Bleut Kecamatan Darul Kamal Aceh besar dengan metode
gravimetri dan konduktivitas listrik.
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dengan adanya penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Mengembangkan ilmu pengetahuan dan menambah wawasan bagi
penulis dan pembaca tentang zat padatan terlarut dalam air
2. Untuk memberikan kontribusi terhadap perkembangan pengetahuan
masyarakat tentang kualitas air sumur yang mereka gunakan sehari-hari
3. Sebagai sumber informasi bagi pemerintah khususnya dinas terkait dalam
pengadaan sumber air bersih bagi masyarakat.
7
1.6 Kerangka Pikir Penelitian
Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter
Air Sumur di Desa
Lam bleut
- Dusun Mon Manjong
- Dusun Lampoh Jaban
- Dusun Cot Sigaree
Zat Padatan
Terlarut
Kadar Zat Padatan
Terlarut yang sesuai
dengan Permenkes
No 32 Tahun 2017
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Air
Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup orang
banyak, bahkan semua makhluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air harus
dilindungi agar tetap dapat dimanfaatkan dengan baik oleh manusia serta makhluk
hidup yang lain. Pemanfaatan air untuk berbagai kepentingan harus dilakukan
secara bijaksana, dengan memperhitungkan kepentingan generasi sekarang
maupun generasi mendatang. Aspek pengamatan dan pelestarian sumber daya air
harus ditanam pada segenap pengguna air (13). Air adalah unsur yang sangat
dibutuhkan oleh makhluk hidup termasuk manusia. Fungsi air bagi kehidupan
tidak dapat digantikan oleh senyawa lain. Salah satu penggunaan air yaitu untuk
memenuhi keperluan rumah tangga, misalnya untuk minum, masak, mandi, cuci
dan pekerjaan lainnya. Selain sebagai kebutuhan utama untuk kelangsungan hidup
manusia, air juga berperan sebagai penentu kesehatan masyarakat (6).
Air suatu sarana utama untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat,
karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam penularan.
Peningkatan kualitas air minum dengan jalan mengadakan pengelolaan terhadap
air yang akan diperlukan sebagai air minum dengan mutlak diperlukan. Oleh
karena itu dalam praktek sehari-hari maka pengolahan air adalah menjadi
9
pertimbangan yang utama untuk menentukan apakah sumber tersebut bisa dipakai
sebagai sumber persediaan atau tidak (14).
Pada prinsipnya, jumlah air di alam ini tetap dan mengikuti suatu aliran yang
dinamakan siklus hidrologi. Dengan adanya penyinaran matahari, maka semua air
yang ada di permukaan bumi akan bersatu dan berada ditempat yang tinggi yang
sering dikenal dengan nama awan. Oleh angin, awan ini akan terbawa makin lama
makin tinggi dimana temperatur diatas semakin rendah, yang menyebabkan titik-
titik air dan jatuh kebumi sebagai hujan. Air hujan ini sebagian mengalir kedalam
tanah, jika menjumpai lapisan rapat air, maka perserapan akan berkurang, dan
sebagian air akan mengalir diatas lapisan rapat air ini. Jika air ini keluar pada
permukaan bumi, umumnya berbentuk sungai-sungai dan jika melalui suatu
tempat rendah (cekung) maka air akan berkumpal, membentuk suatu danau atau
telaga. Tetapi banyak diantaranya yang mengalir ke laut kembali dan kemudian
akan mengikuti siklus hidrologi ini (14).
Saat ini, masalah utama yang dihadapi oleh sumber daya air meliputi
kuantitas air yang sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan yang terus meningkat
dan kualitas air untuk keperluan domestik yang semakin turun. Kegiatan industri,
domestik, dan kegiatan yang lain berdampak negatif terhadap sumber daya air,
menyebabkan penurunan kualitas air. Kondisi ini menimbulkan gangguan,
kerusakan, dan bahaya bagi semua makhluk hidup yang bergantung pada sumber
daya air. Oleh karena itu, pengolahan sumber daya air sangat penting agar
dimanfaatkan secara berkelanjutan dengan tingkat mutu yang diinginkan. Secara
10
garis besar dapat dikatakan air bersumber dari air laut, air atmosfer/air hujan, air
permukaan dan air sumur (6).
2.2 Air Sumur
Air sumur atau air tanah dangkal terjadi karena adanya proses peresapan air
dari permukaan tanah. Lumpur akan tertahan, demikian pula dengan sebagian
bakteri, sehingga air tanah akan jernih tetapi lebih banyak mengandung zat kimia
(garam-garam yang terlarut) karena melalui lapisan tanah yang mempunyai unsur-
unsur kimia tertentu untuk masing-masing lapisan tanah. Lapis tanah di sini
berfungsi sebagai saringan. Disamping penyaringan, pengotoran juga masih terus
berlangsung, terutama pada muka air yang dekat dengan muka tanah, setelah
menemui lapisan rapat air, air akan terkumpul merupakan air tanah dangkal di
mana air tanah ini dimanfaatkan untuk sumber baku air minum melalui sumur-
sumur dangkal. Sebagai sumur air baku minum, air tanah dangkal ini ditinjau dari
segi kualitas agak baik. Kuantitas kurang cukup dan tergantung pada musim (14).
Air sumur adalah air tanah dangkal sampai kedalaman kurang dari 30 meter,
air sumur umumnya pada kedalaman 15 meter dan dinamakan juga sebagai air
tanah bebas karena lapisan air tanah tersebut tidak berada di dalam tekanan. Ada
beberapa jenis sumur yaitu sumur gali dan sumur bor. Air sumur Gali (sumur
dangkal) adalah satu konstruksi sumur yang paling umum dan meluas
dipergunakan untuk mengambil air tanah bagi masyarakat kecil dan rumah-rumah
perorangan sebagai air minum dengan kedalaman 7-10 meter dari permukaan
tanah (15).
11
Sumur gali menyediakan air yang berasal dari lapisan tanah yang relatif dekat
dari permukaan tanah, oleh karena itu dengan mudah terkena kontaminasi melalui
rembesan. Umumnya rembesan berasal dari tempat buangan kotoran manusia
kakus/jamban dan hewan, juga dari limbah sumur itu sendiri, baik karena
lantainya maupun saluran air limbahnya yang tidak kedap air. Keadaan konstruksi
dan cara pengambilan air sumur pun dapat merupakan sumber kontaminasi,
misalnya sumur dengan konstruksi terbuka dan pengambilan air dengan timba.
Dari segi kesehatan sebenarnya penggunaan sumur gali ini kurang baik bila cara
pembuatannya tidak benar-benar diperhatikan, tetapi untuk memperkecil
kemungkinan terjadinya pencemaran dapat diupayakan pencegahannya (15).
Pencegahan ini dapat dipenuhi dengan memperhatikan syarat - syarat fisik.
Syarat konstruksi pada sumur gali tanpa pompa meliputi dinding sumur, bibir
sumur, lantai sumur, serta jarak dengan sumber pencemar. Syarat-syarat sumur
dangkal sebagai berikut :
a. Syarat lokasi atau jarak sumur
Agar sumur terhindar dari pencemaran maka harus diperhatikan adalah jarak
sumur dengan jamban, lubang galian untuk air limbah (cesspool, seepage pit), dan
sumber-sumber pengotoran lainnya. Jarak tersebut tergantung pada keadaan serta
kemiringan tanah. Lokasi sumur pada daerah yang bebas banjir sehingga tidak ada
genangan air. Jarak sumur minimal 11 meter dan lebih tinggi dari sumber
pencemaran (6).
12
b. Syarat konstruksi
1) Dinding sumur
Ada beberapa ketentuan yang harus dipenuhi dalam standar mutu dinding
sumur gali, diantaranya yaitu :
(1) Jarak kedalaman 3 meter dari permukaan tanah, dinding sumur dangkal
harus terbuat dari tembok yang kedap air (disemen). Hal tersebut
dimaksudkan agar tidak terjadi perembesan air/pencemaran oleh bakteri
dengan karakteristik habitat hidup pada jarak tersebut. Selanjutnya pada
kedalaman 1,5 meter dinding berikutnya terbuat dari pasangan batu bata
tanpa semen, sebagai bidang perembesan dan penguat dinding sumur.
(2) Dinding sumur bisa dibuat dari batu bata atau batu kali yang disemen. Akan
tetapi yang paling bagus adalah pipa beton. Pipa beton untuk sumur
dangkal bertujuan untuk menahan longsornya tanah dan mencegah
pengotoran air sumur dari perembesan permukaan tanah.
(3) Kedalaman sumur dangkal dibuat sampai mencapai lapisan tanah yang
mengandung air cukup banyak walaupun pada musim kemarau.
(4) Bibir sumur dangkal, untuk keperluan bibir sumur ini terdapat beberapa
pendapat antara lain : di atas tanah dibuat tembok yang kedap air setinggi
minimal 70 cm - 80 cm atau lebih tinggi dari permukaan air banjir, apabila
daerah tersebut adalah daerah banjir. Selain itu untuk mencegah pengotoran
dari air permukaan serta untuk aspek keselamatan (6).
13
2) Lantai sumur
Lantai sumur dangkal memiliki syarat kelayakan tertentu beberapa
pendapat konstruksi lantai sumur antara lain :
(1) Lantai sumur dibuat dari tembok yang kedap air ± 1,5 m lebarnya dari
dinding sumur, tidak retak / bocor, mudah dibersihkan.
(2) Lantai sumur dibuat agak miring (kemiringan 1% - 5%) dan ditinggikan 20
cm di atas permukaan tanah, bentuknya bulat atau segi empat.
(3) Dilengkapi dengan saluran pembuangan air limbah yang terbuat dari
tembok kedap air dengan panjang sekurang-kurangnya 10 m (6).
c. Kebersihan lingkungan sekitar sumur
Kebersihan sekitar sumur merupakan hal yang sangat penting sehingga tidak
menimbulkan gangguan kesehatan serta menurunkan nilai estetika. Sumur
dangkal adalah salah satu konstruksi yang paling umum dipergunakan untuk
mengambil air tanah bagi masyarakat kecil dan rumah-rumah perorangan sebagai
air minum. Sumur gali menyediakan air yang berasal dari lapisan air tanah yang
relatif dekat dari tanah permukaan, oleh karena itu dengan mudah terkontaminasi
melalui rembesan (6).
14
2.3 Sumber Pencemaran Air
Sumber pencemaran air tanah dapat dibagi dalam lima kategori yaitu :
1) Sumber yang berasal dari tempat atau kegiatan yang dirancang untuk
membuang dan mengalirkan (discharge) zat atau substansi. Salah satu contoh
sumber pencemar dari kategori ini adalah tangki septik dan kakus.
2) Sumber yang berasal dari tempat atau kegiatan yang dirancang untuk
mengolah atau membuang (dispose) zat atau substansi. Tempat pembuangan
akhir sampah adalah merupakan salah satu contoh dari sumber pencemar
kategori ini.
3) Sumber yang berasal dari tempat atau kegiatan transportasi zat atau substansi.
Sumber pencemar dari kategori ini berupa saluran riol (sewer) atau saluran
limbah dan jaringan pipa gas atau pipa minyak.
4) Sumber yang berasal dari konsekuensi suatu kegiatan yang terencana.
Misalnya air irigasi yang berlebih dan mengandung pupuk akan merembes ke
dalam tanah dan mencemari air tanah.
5) Sumber yang berasal dari kegiatan yang menyebabkan adanya jalan masuk
bagi air terkontaminasi masuk ke dalam akuifer. Termasuk dalam kategori ini
adalah sumur bor untuk produksi atau eksplorasi minyak, gas, dan panas bumi
(6).
15
2.4 Dampak Pencemaran Air
1) Dampak terhadap kualitas air tanah
Pencemaran air tanah oleh bahan pencemar (organik maupun anorganik) dapat
menyebabkan menurunnya kualitas air tanah sehingga air tanah tersebut tidak
bisa digunakan sesuai dengan peruntukannya.
2) Dampak terhadap kesehatan
Air sangat penting dalam mendukung kehidupan manusia, namun demikian air
juga mempunyai potensi yang sangat besar dalam menimbulkan berbagai
penyakit atau gangguan kesehatan jika air tersebut tercemar (6).
2.5 Keuntungan dan Kerugian Pemanfaatan Air Sumur
Air sumur atau air tanah memiliki kelebihan tersendiri dibandingkan dengan
air permukaan dalam pemanfaatannya. Keuntungan dari pengambilan air tanah
sebagai sumber air bersih antara lain sebagai berikut :
1) Pada umumnya bebas dari bakteri patogen
2) Dapat dipakai tanpa pengolahan lebih lanjut
3) Biasanya mudah didapatkan di suatu masyarakat pedesaan
4) Seringkali paling praktis dan ekonomis untuk mendapatkan dan
membangkitkan
5) Lapisan tanah yang menampung air dimana air itu diambil biasanya
merupakan pengumpulan alamiah.
16
Meskipun demikian, air tanah pun memiliki kelemahan-kelemahan yang perlu
dipertimbangkan dalam proses pengolahannya sebagai sumber air bersih. Adapun
kelemahan tersebut antara lain :
1) Seringkali mengandung banyak mineral seperti Fe, Mn, Ca, dsb
2) Dalam pemanfaatannya sebagai air bersih membutuhkan pemompaan (16).
Indikator atau tanda bahwa air telah tercemar adalah adanya perubahan atau tanda
yang dapat diamati melalui adanya perubahan suhu air, perubahan pH atau
konsentrasi hidrogen, adanya perubahan warna, bau dan rasa air, timbulnya
endapan, koloidal, bahan terlarut, adanya mikroorganisme, meningkatnya
radioaktivitas air lingkungan (16).
Salah satu langkah pengelolaan yang dilakukan adalah pemantauan dan
interprestasi data kualitas air, mencakup kualitas fisika, kimia, dan biologi.
Pengendalian pencemaran air mendefinisikan kualitas air sebagai sifat air dan
kandungan makhluk hidup, zat, energi, atau komponen lain didalam air. Kualitas
air dinyatakan dengan beberapa parameter, yaitu parameter fisika (suhu,
kekeruhan, padatan terlarut dan sebagainya), parameter kimia (pH, BOD, COD,
kadar logam, dan sebagainya) dan parameter biologi (keberadaan plankton,
bakteri, dan sebagainya) (6). Tabel 2.1 berikut ini berisi daftar parameter wajib
untuk parameter fisik yang harus diperiksa untuk keperluan higiene sanitasi.
17
Tabel 2.1. Parameter fisik
No. Parameter Unit
Standar Baku Mutu
(kadar maksimum)
1. Kekeruhan NTU 25
2. Warna TCU 50
3. Zat padat terlarut
(Total Dissolved Solid)
mg/ L 1000
4. Suhu ℃ Suhu udara ± 3
5. Rasa Tidak berasa
6. Bau Tidak berbau
Sumber : Permenkes RI No 32 Tahun 2017
2.6 Zat Padatan Terlarut
Salah satu faktor yang sangat penting dan menentukan bahwa air layak
konsumsi adalah kandungan TDS (Total Dissolved Solid). Padatan Terlarut adalah
bahan-bahan terlarut (diameter < 10-6 mm) dan koloid (diameter 10-6 mm – 10-3
mm) yang berupa senyawa-senyawa kimia dan bahan-bahan lain yang tidak
tersaring pada kertas saring berdiameter 0,45 μm. TDS adalah benda padat yang
terlarut, yaitu semua mineral, garam, logam serta kation-anion yang terlarut di air,
termasuk semua yang terlarut diluar molekul air murni (H2O). Konsentrasi
kelarutan zat padat ini dalam keadaan normal sangat rendah, sehingga tidak
kelihatan oleh mata telanjang. Padatan ini terdiri dari senyawa-senyawa anorganik
dan organik yang terlarut dalam air, mineral dan garam-garamnya (17)(18).
18
Secara umum, konsentrasi benda-benda padat terlarut merupakan jumlah
antara kation dan anion di dalam air. TDS terukur dalam satuan Parts per Million
(ppm) atau mg/L. Benda-benda padat di dalam air tersebut berasal dari banyak
sumber organik seperti lumpur, plankton, serta limbah industri dan kotoran.
Sumber lainnya bisa berasal dan limbah rumah tangga, pestisida, dan banyak
lainnya. Sedangkan, sumber anorganik berasal dari batuan dan udara yang
mengandung kalsium bikarbonat, nitrogen, besi fosfor, sulfur, dan mineral lain.
Semua benda ini berbentuk garam, yang merupakan kandungannya perpaduan
antara logam dan non logam. Garam-garam ini biasanya terlarut di dalam air
dalam bentuk ion, yang merupakan partikel yang memiliki kandungan positif dan
negatif. Air juga mengangkut logam seperti timah dan tembaga saat perjalanannya
di dalam pipa distribusi air minum. Contoh padatan terlarut dalam air adalah zat
kapur, besi, timah, magnesium, tembaga, sodium, klorida, klorin dan lain-lain
(19).
Penyebab utama terjadinya TDS adalah bahan anorganik berupa ion-ion yang
umum dijumpai di perairan, contohnya adalah air buangan yang mengandung
molekul sabun, deterjen dan surfaktan yang larut air, misalnya pada air buangan
rumah tangga dan industri pencucian. Bahan anorganik tersebut berupa ion-ion
antara lain: sodium, kalsium, magnesium, bikarbonat, sulfat, klorida, besi, kalium,
karbonat, nitrat, fluorida, strontium, boron dan silika (13).
Total padatan terlarut merupakan konsentrasi jumlah ion kation dan anion di
dalam air. Oleh karena itu, analisa total padatan terlarut menyediakan pengukuran
kuantitatif dari jumlah ion terlarut, tetapi tidak menjelaskan pada sifat atau
19
hubungan ion. Selain itu, pengujian tidak memberikan wawasan dalam masalah
kualitas air yang spesifik. Oleh karena itu, analisa total padatan terlarut digunakan
sebagai uji indikator untuk menentukan kualitas umum dari air. Sumber padatan
terlarut total dapat mencakup semua kation dan anion terlarut (20).
Aplikasi yang umum digunakan adalah untuk mengukur kualitas cairan
biasanya untuk pengairan, pemeliharaan aquarium, kolam renang, proses kimia,
dan pembuatan air mineral. Setidaknya, kita dapat mengetahui air minum mana
yang baik dikonsumsi tubuh, ataupun air murni untuk keperluan kimia misalnya
pembuatan kosmetika, obat-obatan, dan makanan (21).
Banyak zat terlarut yang tidak diinginkan dalam air. Mineral, gas, zat organik
yang terlarut mungkin menghasilkan warna, rasa dan bau yang secara estetis tidak
menyenangkan. Beberapa zat kimia mungkin bersifat racun, dan beberapa zat
organik terlarut bersifat karsinogen yaitu zat yang dapat menyebabkan penyakit
kanker. Cukup sering, dua atau lebih zat terlarut khususnya zat terlarut dan
anggota golongan halogen akan bergabung membentuk senyawa yang bersifat
lebih dapat diterima dari pada bentuk tunggalnya. Umumnya, tingginya angka
TDS disebabkan oleh kandungan potassium, klorida, dan sodium yang terlarut di
dalam air. Ion-ion ini memiliki efek jangka pendek (short-term effect), tapi ion-ion
yang bersifat toksik (seperti timah arsenic, kadmium, nitrat dan banyak lainnya)
banyak juga yang terlarut di dalam air (22).
Air yang berasal dari lapisan deposit kapur juga memiliki nilai TDS yang
tinggi. Air yang mengandung TDS tinggi sangat tidak baik untuk kesehatan
manusia. Bila total zat padatan terlarut bertambah maka kesadahan akan naik pula.
20
Selanjutnya efek padatan terlarut atau kesadahan terhadap kesehatan tergantung
pada spesies kimia penyebab masalah tersebut, umumnya ion kalsium dan
magnesium di dalam air. Mineral dalam air tidak hilang dengan cara direbus,
banyaknya mineral tersebut dapat mengakibatkan terbentuknya batu ginjal,
hyperparatyroids dan jaringan otot rusak (13)(16)(23).
Pembentukan batu ginjal dipengaruhi oleh banyak faktor. Secara garis besar
pembentukan batu ginjal dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik.
Faktor intrinsik antara lain umur, jenis kelamin dan keturunan. Faktor ekstrinsik
antara lain lingkungan luar individu, kebiasaan makan, zat atau bahan kimia yang
terkandung dalam air dan lain sebagainya. Batu ginjal bisa saja terbentuk akibat
penyakit lain seperti hyperparatyroids, sarkoidosis, keracunan vitamin D, asidosis
tubulus renalis atau kanker (16). Menurut Permenkes No.32 Tahun 2017 tentang
standar baku mutu lingkungan dan persyaratan kesehatan air untuk keperluan
higiene sanitasi, kadar TDS yang diperbolehkan adalah 1000 mg/L. Pada
pengukuran zat padatan terlarut (TDS) ada dua metode yang sering digunakan
yaitu gravimetri dan konduktivitas listrik (electrical conductivity) (11).
2.7 Penentuan Zat Padatan Terlarut
2.7.1 Metode Gravimetri
Gravimetri adalah pemeriksaan jumlah zat dengan cara penimbangan hasil
reaksi pengendapan. Gravimetri merupakan pemeriksaan jumlah zat yang paling
tua dan paling sederhana dibandingkan dengan cara pemeriksaan kimia lainnya.
Hal ini dikarenakan metode gravimetri ditentukan melalui penimbangan langsung
21
massa zat yang dipisahkan dari zat-zat lain. Bagian terbesar dari gravimetri
meliputi transformasi unsur atau radikal kesenyawaan murni stabil yang dapat
segera diubah menjadi bentuk yang dapat ditimbang dengan teliti. Faktor paling
penting dalam metode ini yaitu proses pemisahan harus cukup sempurna sehingga
kualitas analit yang ditimbang mendekati murni (17).
Pemisahan unsur murni yang terdapat dalam senyawa berlangsung melalui
beberapa tahap atau metode, antara lain :
1. Pengendapan
2. Penguapan
3. Pengendapan melalui listrik
4. Serta cara-cara fisis lainnya
Ada beberapa cara yang dapat ditempuh agar cara gravimetri dapat berhasil yaitu
proses pemisahan harus sempurna mungkin hingga kualitas analit yang tidak
mengendap secara analitik tidak ditemukan, dan yang kedua adalah zat yang
ditimbang harus mempunyai susunan tertentu dan harus murni, bila tidak akan
diperoleh hasil yang galat. Kelebihan gravimetri adalah bahwa penyusun yang
dicari dapat diketahui pengotornya, kekurangannya adalah membutuhkan waktu
yang cukup lama. Kesalahan dalam gravimetri dibagi dua yaitu endapan yang
tidak sempurna dari ion yang diinginkan dalam cuplikan, gagal memperoleh
endapan murni dengan komposisi tertentu untuk penimbangan. Faktor-faktor
penyebabnya adalah kopresipitasi dari ion-ion pengotor, postpresipitasi zat yang
agak larut, kurang sempurna pencucian, kurang sempurna pemijaran, pemijaran
berlebih sehingga sebagian endapan mengurai, reduksi dari karbon pada kertas
22
saring, tidak sempurna pembakaran, penyerapan air atau karbondioksida oleh
endapan (24).
2.7.2 Metode Konduktivitas listrik
Daya hantar listrik adalah bilangan yang menyatakan kemampuan larutan
cair untuk menghantarkan arus listrik. Kemampuan ini tergantung keberadaan ion,
total konsentrasi ion, valensi konsentrasi relatif ion dan suhu saat pengukuran.
Perbedaan konduktivitas ini dipengaruhi oleh komposisi, jumlah ion terlarut dan
salinitas suhu. Secara umum, faktor yang lebih dominan dalam perubahan
konduktivitas air adalah temperatur. Makin tinggi konduktivitas dalam air, maka
air akan terasa payau sampai asin (25).
Besarnya nilai daya hantar listrik digunakan sebagai indikator tingkat
kesuburan perairan. Tingginya daya hantar listrik menandakan banyaknya jenis
bahan organik dan mineral yang masuk sebagai limbah ke perairan. Konduktivitas
adalah gambaran numerik dari kemampuan air untuk meneruskan aliran listrik.
Oleh karena itu, semakin banyak garam-garam terlarut terionisasi, semakin tinggi
pula nilai DHL. Reaktivitas, bilangan valensi, dan konsentrasi ion-ion terlarut
sangat berpengaruh terhadap nilai DHL. Asam, basa dan garam merupakan
penghantar listrik yang baik sedangkan bahan organik (sukrosa dan benzene) yang
tidak dapat mengalami disosiasi merupakan penghantar listrik yang buruk. Arus
listrik dialirkan oleh ion-ion dalam larutan, oleh karena itu konduktivitas
meningkat apabila konsentrasi ion meningkat. Pada kondisi normal, perairan
memiliki nilai DHL berkisar antara 20 - 1500 μS/cm (18)(13).
23
Air murni adalah air yang bebas kandungan ion bebas sehingga tidak
menghantarkan listrik. Namun, pengertian untuk air yang layak konsumsi bagi
kita manusia justru bukan air murni, tapi air murni dengan sifat konduktivitas
pada taraf wajar dikarenakan sifat konduktivitas wajar ini diperlukan bagi
metabolisme tubuh kita. Konduktivitas dapat dipakai sebagai indikator tingkat
pencemaran parameter inorganik (terutama mineral terlarut). Konduktivitas juga
merupakan parameter yang menunjukkan tingkat salinitas dari suatu badan air
yang berpengaruh terhadap kehidupan makhluk hidup, pemanfaatan air baku, dan
korosifitas (13).
Konduktivitas adalah jumlah mineral yang larut di dalam air/dissolved solid
dan menjadi larutan yang homogen. Konduktivitas tidak tergantung pada jenis
mineral yang larut di dalam air. Setiap mineral mempunyai harga batas kelarutan
di dalam air. Pengaruh mineral terlarut membuat air tidak 100% murni dan
semakin besar mineral yang larut di dalam air, maka konduktivitasnya akan
semakin besar yang cenderung akan dapat menyebabkan terjadinya problem
kerak. Sebaliknya, bila sangat sedikit bahan yang terkandung dalam air maka
hasilnya mendekati nol, atau disebut air murni. Adanya total zat padat yang terlalu
tinggi pada air akan menyebabkan kualitas air menjadi buruk, menimbulkan
terjadinya berbagai reaksi dan mengganggu estetika (13).
Konduktivitas listrik air secara langsung berhubungan dengan konsentrasi
padatan terlarut yang terionisasi dalam air. Electrical conductivity berfungsi
mengukur konduktivitas listrik bahan-bahan yang terkandung dalam air.
Sementara itu, alat yang digunakan dalam pengukuran daya hantar listrik adalah
24
konduktivitimeter. Pengukuran DHL dilakukan menggunakan konduktivitimeter
dengan satuan μs/cm. Prinsip kerjanya dengan menghubungkan 2 buah probe ke
larutan yang diukur, kemudian dengan rangkaian pemprosesan sinyal akan
mengeluarkan output yang menunjukkan besar konduktivitas/daya hantar listrik
sampel air tersebut. Konduktivitimeter ini bekerja dengan prinsip elektroda di beri
gaya listrik yang akan menggerakkan ion-ion dalam larutan. Ion-ion akan
bergerak dari potensial tinggi ke potensial rendah, dari pergerakan ion tersebut
akan menghasilkan arus listrik. Semakin banyak ion yang bergerak maka arus
listrik semakin besar sehingga nilai konduktivitas yang terbaca oleh
konduktivitimeter juga semakin besar (17).
Perhitungan banyaknya ion yang terlarut dalam larutan sampel berbanding lurus
dengan daya hantar listrik. Pengukuran DHL berguna untuk :
1. Menetapkan tingkat mineralisasi dan derajat disosiasi dari air destilasi.
2. Memperkirakan efek total dari konsentrasi ion.
3. Mengevaluasi pengolahan yang cocok dengan kondisi mineral air.
4. Memperkirakan jumlah zat padat terlarut dalam air.
5. Menentukan air layak dikonsumsi atau tidak (18).
Sebuah sistem konduktivitimeter tersusun atas dua elektrode, yang dirangkai
dengan sumber tegangan serta sebuah ampere meter. Elektrode-elektrode tersebut
diatur sehingga memiliki jarak tertentu antara keduanya (biasanya 1 cm). Pada
saat pengukuran, kedua elektrode ini dicelupkan ke dalam sampel larutan dan
diberi tegangan dengan besar tertentu. Nilai arus listrik yang dibaca oleh ampere
meter, digunakan lebih lanjut untuk menghitung nilai konduktivitas listrik larutan.
25
Besarnya daya hantar listrik bergantung pada kandungan ion anorganik (TDS)
yang disebut juga sebagai materi tersuspensi (18). Nilai DHL berhubungan erat
dengan nilai padatan terlarut total (TDS). Nilai TDS dapat diperkirakan dengan
mengalikan nilai DHL dengan bilangan 0,55-0,75. Nilai TDS biasanya lebih kecil
dari pada nilai DHL (13).
Pada prinsipnya daya hantar listrik berbanding terbalik terhadap nilai
hambatan pada air. Oleh karena itu, pengukuran nilai hambatan untuk identifikasi
kualitas air menggunakan dua analogi yaitu semakin murni air akan semakin besar
resistivitasnya, dan semakin murni air akan memiliki kualitas yang semakin baik.
Menurut dua penalaran tersebut maka disimpulkan bahwa air dengan nilai
resistivitas yang tinggi akan cenderung lebih baik digunakan dari pada air dengan
nilai resistivitas yang lebih rendah (26).
26
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat eksperimental dengan menggunakan metode gravimetri
dan konduktivitas listrik untuk menentukan kadar zat padatan terlarut dalam air
sumur Desa Lam Bleut Kecamatan Darul kamal Aceh besar.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2019 di laboratorium kimia
BARISTAND Industri Aceh.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah semua sumur yang berada di desa Lam
bleut kecamatan Darul kamal Aceh besar. Jumlah semua sumur yang berada di
desa tersebut sebanyak 169 sumur.
3.3.2 Sampel
Teknik pengambilan sampel ditentukan dengan teknik Simple random
sampling, artinya sampel dipilih secara acak sederhana sesuai dengan prosedur
yang berlaku. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 10 sumur dari 169 sumur
27
yang ada di desa Lam Bleut kecamatan Darul kamal Aceh besar, dikarenakan
keterbatasan biaya dan waktu peneliti.
3.4 Pengambilan Sampel Air sumur
Sampel diambil dari 3 lokasi atau dusun yang berbeda. Setiap lokasi
ditentukan 3-4 titik sumur berdasarkan nomor urut rumah tangga yang terpilih.
Air sumur diambil melalui kran / mulut pompa kemudian dimasukkan ke dalam
botol masing-masing sebanyak 600 mL. Pengambilan sampel air sumur di
lakukan 5 menit setelah air mulai dibuang (dikeluarkan). Adapun lokasi
pengambilan sampel sebagai berikut :
1) Lokasi pertama di dusun Lampoh Jaban (A) dengan kode titik pengambilan
sampel yaitu A1, A2, A3
2) Lokasi kedua di dusun Mon Manjong (B) dengan kode titik pengambilan
sampel yaitu B1, B2, B3, B4
3) Lokasi ketiga di dusun Cot Sigaree (C) dengan kode titik pengambilan
sampel yaitu C1, C2, C3.
3.5 Metode Gravimetri
3.5.1 Alat dan bahan
Alat-alat yang digunakan pada pengujian ini adalah cawan penguap dengan
kapasitas 100 mL yang terbuat dari porselin, penangas air, desikator yang berisi
silika gel, oven, neraca analitik dengan ketelitian 0,1 mg, pipet 50 mL. Sampel
yang digunakan adalah air sumur.
28
3.5.2 Prosedur kerja
Panaskan cawan penguap bersih pada suhu 103oC - 105°C selama 1 jam
pada oven, dinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang sampai bobot tetap.
Pipet sebanyak 50 mL contoh yang telah diaduk dan disaring dengan kertas saring
berpori 0,45 µm, pindahkan ke dalam cawan yang telah ditimbang terlebih dahulu
dan uapkan sampai kering di atas penangas atau di dalam oven pengering. Bila
menggunakan oven pengering turunkan suhu 2°C di bawah titik didih untuk
menghindari pemercikan. Masukkan contoh yang telah dikeringkan ke dalam
oven pada suhu 103oC - 105oC selama 1 jam, dinginkan cawan dalam desikator
dan selanjutnya ditimbang. Ulangi pengerjaan tersebut sampai diperoleh bobot
tetap atau perubahan berat tidak lebih dari 4% berat sebelumnya atau 0,5 mg.
Pengerjaan duplo tidak lebih dari 5% (27).
3.5.3 Analisis data
Hasil secara gravimetri dihitung dengan rumus :
zat terlarut = (A − B ) × 1000
V
Keterangan :
- A adalah berat sisa kering + cawan (mg)
- B adalah berat cawan kosong (mg)
- V adalah volume contoh (mL).
29
3.6 Metode Konduktivitas listrik
3.6.1 Alat dan bahan
Alat-alat yang digunakan pada pengujian ini adalah timbangan analitik,
konduktimeter, labu ukur 1000 mL, thermometer, dan gelas piala 100 mL. Bahan-
bahan yang digunakan yaitu :
1) Sampel (Air sumur)
2) Air suling dengan DHL < 1 μmhos/cm.
3) Larutan baku kalium klorida, KCl 0,01 M.
Larutkan 0,7456 g kalium klorida, KCl anhidrat yang sudah dikeringkan pada
suhu 110℃ selama 2 jam dengan air suling dan encerkan sampai volume 1000
mL. Larutan ini pada suhu 25℃ mempunyai daya hantar listrik 1413
μmhos/cm (28).
3.6.2 Kalibrasi alat
Kalibrasi alat konduktimeter adalah sebagai berikut :
1) Cuci elektroda dengan larutan KCl 0,01 M 3 kali
2) Atur suhu larutan KCl 0,01 M hingga suhu 25℃
3) Celupkan elektroda konduktimeter kedalam larutan KCl 0,01 M
4) Tekan tombol kalibrasi
5) Atur sampai angka menunjukkan 1413 μmhos/cm (28).
3.6.3 Prosedur kerja
1) Bilas elektroda dengan larutan sampel sebanyak 3 kali
30
2) Celupkan elektroda kedalam sampel sampai konduktimeter menunjukkan
pembacaan yang tetap
3) Catat hasil pembacaan skala konduktimeter
4) Lakukan analisis duplo untuk kontrol ketelitian analisa (28).
5) Perhitungan :
TDS = DHL × 0,65 (29).
3.7 Uji Timbal (Pb) dengan metode Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)
3.7.1 Alat dan bahan
Alat-alat yang digunakan pada pengujian ini adalah SSA, pipet mikro 0,5
mL, 1 mL dan 10 mL, saringan membran 0,45 μm, labu ukur 50 mL, 100 mL dan
1000 mL, pipet ukur 10 mL dan 100 mL, tabung reaksi, gelas piala dan penangas
listrik. Bahan-bahan yang digunakan yaitu :
1) Air suling
2) Asam nitrat, HNO3 p.a
3) Larutan induk Pb 1000 mg /L
4) Larutan baku Pb 10 mg/L
Pipet 1 mL larutan baku Pb 1000 mg/L ke dalam labu ukur 100 mL tambah air
suling yang mengandung HNO3 (1,5 mL/L) sampai tanda garis.
5) Larutan Standar Pb; 0 μg/L; 10 μg/L ; 40 μg/L dan 80μg/L
Pipet masing-masing 0 mL; 0,10 mL; 0,20 mL; 0,40 mL dan 0,80 mL larutan
baku Pb 10 mg/L ke dalam labu ukur 100 mL tambahkan air suling yang
mengandung HNO3 (1,5 mL/L) sampai tanda garis (30).
31
3.7.2 Prosedur kerja
1) Saring larutan sampel 50 mL sampai 100 mL dengan menggunakan saringan
membran 0,45 μm.
2) Asamkan sampel sampai pH < 2 dengan HNO3 p.a
3) Bila terjadi endapan, pipet 100 mL sampel yang diasamkan ke dalam gelas
piala 150 mL tambahkan 5 mL HNO3 p.a. dan batu didih kemudian uapkan di
atas penangas listrik sampai larutan jernih dan volumenya kira-kira 10 mL
sampai 20 mL.
4) Pindahkan sampel ke dalam labu ukur 100 mL, dinginkan dan tambahkan air
bebas logam yang mengandung HNO3 (1,5 mL/L) sampai tanda garis.
5) Periksa larutan standar dan sampel dengan menggunakan SSA dan catat
hasilnya (30).
3.8 Uji Besi (Fe) dengan metode Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)
3.8.1 Alat dan bahan
Alat-alat yang digunakan pada pengujian ini adalah SSA, pipet mikro 0,5
mL, 1 mL dan 10 mL, saringan membran 0,45 μm, labu ukur 50 mL, 100 mL dan
1000 mL, pipet ukur 10 mL dan 100 mL, tabung reaksi, gelas piala, dan penangas
listrik. Bahan-bahan yang digunakan yaitu :
1) Air suling bebas logam
2) Asam nitrat, HNO3 p.a
3) Larutan induk Fe 1000 mg /L
32
4) Larutan baku Fe 10 mg/L
Pipet 1 mL larutan induk Fe 1000 mg/L ke dalam labu ukur 100 mL tambah
air suling yang mengandung HNO3 (1,5 mL/L) sampai tanda garis.
5) Larutan Standar Fe; 0 μg/L; 20 μg/L ; 40 μg/L; 60 μg/L dan 80μg/L
Pipet masing-masing 0 mL; 0,20 mL; 0,40 mL; 0,60 mL dan 0,80 mL. Larutan
baku Fe 10 mg/L ke dalam labu ukur 100 mL tambahkan air suling bebas
logam yang mengandung HNO3 (1,5 mL/L) sampai tanda garis (30).
3.8.2 Prosedur kerja
1) Saring larutan sampel 50 mL sampai 100 mL dengan menggunakan saringan
membran 0,45 μm.
2) Asamkan sampel sampai pH < 2 dengan HNO3 p.a
3) Bila terjadi endapan, pipet 100 mL sampel yang diasamkan ke dalam gelas
piala 150 mL tambahkan 5 mL HNO3 p.a. dan batu didih kemudian uapkan di
atas penangas listrik sampai larutan jernih dan volumenya kira-kira 10 mL
sampai 20 mL.
4) Pindahkan sampel ke dalam labu ukur 100 mL, dinginkan dan tambahkan air
bebas logam yang mengandung HNO3 (1,5 mL/L) sampai tanda garis.
5) Periksa larutan standar dan sampel dengan menggunakan SSA dan catat
hasilnya (30).
33
3.9 Uji Kalsium (Ca) dengan metode Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)
3.9.1 Alat dan bahan
Alat-alat yang digunakan pada pengujian ini adalah SSA, alat pemanas,
corong gelas, labu ukur 100 mL dan 1000 mL, gelas ukur 100 mL, gelas piala,
pipet volumetrik 1,0 mL; 2,0 mL; 3,0 mL dan 4,0 mL, pipet ukur 5 mL dan 10
mL, tabung reaksi, kaca arloji, labu semprot, alat penyaring dengan ukuran pori
0,45 μm dilengkapi dengan filter holder dan pompa, kertas saring. Bahan-bahan
yang digunakan yaitu :
1) Air bebas logam
2) Asam klorida (HCl)
3) Larutan klorida (50 g/L)
4) Larutan standar induk kalsium 1000 mg/L
5) Larutan baku kalsium 100 mg/L
Pipet 10 mL larutan induk kalsium 1000 mg/L dan maukkan ke dalam labu
ukur 100 mL dan tambahkan larutan pengencer hingga tanda batas dan
dihomogenkan.
6) Gas asetilin (C2H2) dan Udara
7) Asam nitrat (HNO3) pekat
8) Larutan Standar kalsium
Pipet 0,0 mL; 1,0 mL; 2,0 mL; 3,0 mL dan 4,0 mL larutan baku kalsium 100
mg/L masing-masing ke dalam labu ukur 100 mL, tambahkan larutan
pengencer sampai tepat tanda garis kemudian homogenkan sehingga diperoleh
kadar kalsium 0,0 mg/L; 1,0 mg/ L; 2,0 mg/ L; 3,0 mg/ L dan 4,0 mg/ L (31).
34
3.9.2 Prosedur kerja
1) Masukkan 100 mL sampel uji yang sudah di kocok sampai homogen ke dalam
gelas piala
2) Tambahkan 2 mL asam klorida
3) Panaskan larutan sampel uji sampai hampir kering
4) Tambahkan 1 mL larutan larutan klorida
5) Pindahkan secara kuantitatif larutan hasil pengerjaan butir 4) ke dalam labu
ukur 100 mL melalui kertas saring dan tepatkan hingga tanda batas dengan air
suling kemudian dihomogenkan
6) Periksa larutan standar dan sampel dengan menggunakan SSA dan catat
hasilnya (31).
35
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Desa Lam Bleut kecamatan Darul kamal Aceh besar.
Lokasi daerah penelitian dapat dilihat pada peta lokasi yang tersaji berikut ini :
Gambar 4.1 Peta Lokasi Penelitian
PETA LOKASI DESA LAM BLEUT
KECAMATAN DARUL KAMAL ACEH BESAR
U Sumber : Google Maps, 2019
Skala : 1 cm : 100 m
36
Desa Lam bleut memiliki jumlah penduduk yang berjumlah 797 jiwa dan
memiliki luas 0,87 Km2 terletak di Kecamatan Darul kamal, Kabupaten Aceh
besar, yang dengan luas wilayah tersebut Desa Lam bleut menjadi desa terluas
dengan urutan ke 8 dari 14 desa di Kecamatan Darul kamal. Kecamatan Darul
kamal memiliki luas 23,05 Km2. Kecamatan Darul kamal berbatasan dengan
kecamatan lainnya. Batas wilayah Desa Lam bleut kecamatan Darul kamal adalah
sebagai berikut :
1) Sebelah utara : Kecamatan Darul Imarah
2) Sebelah selatan : Bukit Barisan/ Kecamatan Leupung
3) Sebelah barat : Kecamatan Darul Imarah
4) Sebelah timur : Kecamatan Simpang Tiga (10).
4.2 Hasil Penelitian
Pengukuran kadar zat padatan terlarut pada air sumur desa Lam bleut
kecamatan Darul kamal Aceh besar dengan metode Gravimetri dan Konduktivitas
listrik dengan hasil seperti pada Tabel 4.1 berikut.
37
Tabel 4.1 Hasil pengukuran kadar TDS dengan metode Gravimetri dan
Konduktivitas Listrik
Dusun Air
Sumur
Metode
Persyaratan Uji
(Permenkes
No.32/2017)
Gravimetri Konduktivitas Listrik
TDS
(mg/L)
Daya Hantar Listrik
(µs/cm)
TDS
(mg/L)
A
A1 260 1,1710 0,76115
Maks.
1000 mg/L
A2 216 0,9970 0,64805
A3 280 1,2450 0,80925
B
B1 238 1,0250 0,66625
B2 262 1,1720 0,7618
B3 240 1,0260 0,6669
B4 228 1,0140 0,6591
C
C1 234 1,0150 0,65975
C2 284 1,2470 0,81055
C3 228 1,0140 0,6591
Sumber : Laboratorium Baristand Industri Aceh, 2019
Hasil pengukuran kadar zat padatan terlarut (TDS) pada air sumur desa Lam bleut
kecamatan Darul kamal Aceh besar dengan metode Gravimetri menunjukkan hasil
yang beragam, dari tabel di atas terlihat bahwa nilai tertinggi pada air sumur C2
dengan nilai 284 mg/L, kemudian diikuti dengan air sumur A3 sebesar 280 mg/L
Nilai terendah terdapat pada air sumur A2 sebesar 216 mg/L. Nilai tersebut bisa
digunakan sebagai penentuan kualitas air secara umum karena bisa diketahui
jumlah anion dan kation serta padatan lain yang terlarut dalam air namun tidak
menjelaskan bagaimana hubungannya dan jenis padatan apa saja yang terlarut.
Nilai TDS pada air sumur A2 lebih rendah dibandingkan dengan air sumur
lainnya yang artinya padatan terlarut lebih sedikit. Padatan terlarut ini bisa berasal
38
dari unsur logam di dalam tanah yang terlarut dalam aliran tanah ataupun berasal
dari limbah rumah tangga yang meresap ke dalam tanah karena lokasi sumur
tersebut berada di sekitar pemukiman penduduk dan dilewati oleh selokan limbah
rumah tangga. Sebagai contoh air buangan sering mengandung molekul sabun,
deterjen dan surfaktan yang larut air, misalnya pada air buangan rumah tangga.
Nilai TDS pada air sumur C2 dan A3 lebih tinggi dari air sumur lainnya yang
berarti mengandung lebih banyak padatan terlarut. Pupuk dan pestisida yang
digunakan di persawahan juga bisa menambah padatan yang terlarut. Berdasarkan
hasil pengukuran tersebut, nilai kandungan TDS air sumur A1 sampai air sumur
C3 masih berada di bawah standar baku mutu air yang diperuntukkan untuk baku
air minum.
Pengukuran kadar zat padatan terlarut (TDS) pada air sumur dengan metode
konduktivitas listrik dapat dilihat pada Tabel 4.1 di atas, dari tabel tersebut terlihat
bahwa nilai tertinggi pada air sumur C2 dengan nilai 1,2470 µs/cm, kemudian
diikuti dengan air sumur A3 sebesar 1,2450 µs/cm. Nilai terendah terdapat pada
air sumur A2 sebesar 0,9970 µs/cm. Hal ini bisa dikarenakan lokasi sumur
tersebut jauh dari persawahan ataupun kondisi lingkungan tidak begitu
mempengaruhi kandungan ion di dalam air sumur.
Nilai konduktivitas air sumur C2 dan A3 lebih tinggi dibandingkan dengan
air sumur A2. Hal ini bisa dikarenakan lokasi sumur berdekatan dengan
persawahan dan kandang hewan, dimana terdapat pemupukan dan pestisida yang
bisa menambahkan kelarutan logam dalam tanah yang ikut terbawa dalam aliran
tanah (32). Nilai konduktivitas listrik dipengaruhi oleh kandungan ion TDS dalam
39
air. Sementara itu, pengukuran nilai konduktivitas listrik untuk analisis kualitas air
menggunakan dua analogi yaitu semakin murni air maka nilai konduktivitas listrik
akan semakin kecil dan semakin murni air maka kualitas air akan semakin baik
(26).
Hubungan TDS metode gravimetri dengan konduktivitas listrik pada air
sumur dapat dilihat pada Gambar 4.2. Gambar tersebut menunjukkan hubungan
TDS dengan konduktivitas listrik saling keterkaitan. Dari Gambar 4.2 dapat
dilihat hubungan antara TDS dengan konduktivitas listrik terlihat jelas.
Gambar 4.2 Hubungan TDS dengan konduktivitas listrik
Pada Gambar 4.2 terlihat bahwa nilai TDS naik terhadap kenaikan nilai
konduktivitas listrik. Terdapat hubungan yang cenderung linier antara hasil TDS
metode gravimetri dengan konduktivitas listrik.
y = 216.94x + 9.9713R² = 0.9417
200
210
220
230
240
250
260
270
280
290
0.900 0.950 1.000 1.050 1.100 1.150 1.200 1.250 1.300
TD
S (
mg
/L)
Konduktivitas Listrik (μS/cm)
Hubungan TDS dengan Konduktivitas Listrik
Linear (Y)
40
Hubungan TDS terhadap konduktivitas listrik pada air sumur dapat dilihat
pada Gambar 4.3. Pada Gambar 4.3 menunjukkan hubungan nilai TDS yang
diperoleh dengan metode konduktivitas listrik terhadap konduktivitas listrik.
Gambar 4.3 Hubungan TDS terhadap konduktivitas listrik
Dari hasil pengukuran kadar TDS seperti pada gambar 4.3 terlihat bahwa semakin
bertambah TDS di dalam air maka nilai konduktivitas yang terbaca oleh
konduktivitimeter semakin bertambah. Pada gambar tersebut terdapat hubungan
yang linier antara TDS dengan konduktivitas listrik.
Pengukuran kadar zat padatan terlarut, nilai tertinggi terdapat pada air sumur
C2, kemudian air sumur C2 tersebut dilanjutkan dengan uji tambahan diantaranya
uji Pb, Fe, dan Ca. Hasil tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut.
y = 0.6288x + 0,0228
R² = 0.9682
0.600
0.650
0.700
0.750
0.800
0.850
0.900
0.900 0.950 1.000 1.050 1.100 1.150 1.200 1.250 1.300
TD
S (
mg/L
)
Konduktivitas Listrik (μS/cm)
Hubungan TDS terhadap Konduktivitas Listrik
Linear (Y)
41
Tabel 4.2 Hasil Pengukuran kadar Pb, Fe, dan Ca
No
Parameter
Uji
Persyaratan Uji
(Permenkes No.32 / 2017) SNI 01-0220-1987
Hasil
1 Timbal (Pb) Maks. 0,05 mg/ L Maks. 0,10 mg/ L 0,0218
2 Besi (Fe) Maks. 1 mg/ L Maks. 0,1 mg/ L <0,0002#)
3 Kalsium (Ca) -- Maks. 10 mg/ L 36,4110
Sumber : Laboratorium Baristand Industri Aceh, 2019
Keterangan :
#) Bawah limit deteksi alat
(--) Tidak diatur dalam persyaratan dimaksud
Hasil pengukuran kadar Pb, Fe, dan Ca pada air sumur C2 menunjukkan hasil
kadar Pb sebesar 0,0218 mg/L, Fe sebesar <0,0002 mg/L dan Ca sebesar 36,4110
mg/L. Berdasarkan hasil pengukuran tersebut bahwa air sumur yang telah di uji
masih berada dibawah standar persyaratan Permenkes No. 32 tahun 2017, dimana
syarat maksimum untuk uji Pb adalah 0,05 mg/L, uji Fe maksimum 1 mg/L. Hasil
pengukuran TDS sebelumnya, nilai yang diperoleh masih berada dibawah standar
maksimum, kemudian hasil pada pengukuran kadar Pb, Fe ini juga dibawah
standar persyaratan uji permenkes No.32 tahun 2017. Hasil tersebut berbanding
lurus dengan hasil pengukuran zat padatan terlarut sebelumnya.
Jika ditinjau berdasarkan SNI 01-0220-1987 tentang kualitas air minum.
Hasil pengukuran kadar Pb, Fe pada air sumur tersebut masih di bawah standar,
sedangkan hasil pengukuran kadar Ca pada air sumur sebesar 36,4110 mg/L dan
hasil tersebut telah melebihi ambang batas baku mutu kualitas air minum yaitu 10
42
mg/L. Sehingga bisa dikatakan bahwa air sumur tersebut tidak dapat memenuhi
kriteria air yang baik.
4.3 Pembahasan
Penelitian penentuan kadar zat padatan terlarut pada air sumur dengan
metode gravimetri dan konduktivitas listrik telah dilakukan. Uji TDS dilakukan
untuk mengetahui banyaknya padatan terlarut yang terkandung dalam air sumur
yang memiliki kemungkinan tercemar. Pengujian TDS pada penelitian ini
menggunakan metode gravimetri dan konduktivitas listrik. Metode gravimetri
dengan melibatkan penguapan cairan pelarut yang meninggalkan residu dan dapat
ditimbang langsung menggunakan neraca. Sedangkan metode konduktivitas listrik
secara langsung berhubungan dengan konsentrasi padatan terlarut yang terionisasi
dalam air. Konduktivitas adalah gambaran numerik dari kemampuan air untuk
meneruskan aliran listrik. Arus listrik dialirkan oleh ion-ion dalam larutan. Oleh
karena itu, semakin banyak garam-garam terlarut terionisasi semakin tinggi pula
nilai konduktivitas listrik dan konduktivitas meningkat apabila konsentrasi ion
meningkat.
Penggunaan kedua metode ini dalam menentukan kadar zat padatan terlarut
pada air sumur untuk mengetahui perbedaan hasil antara kedua metode tersebut.
Dari hasil kedua metode yang dilakukan didapatkan hasil yang berbeda, hasil
dengan menggunakan metode gravimetri nilai yang diperoleh lebih kecil
dibandingkan dengan nilai yang diperoleh menggunakan metode konduktivitas
listrik. Hasil nilai tersebut dapat dilihat pada tabel 4.1, dari tabel 4.1 terlihat
43
bahwa air sumur A1 diperoleh kadar 260 mg/L dengan metode gravimetri dan
1,1710 μs/cm dengan metode konduktivitas listrik. Sehingga kadar zat padatan
terlarut yang diperoleh berbeda, dimana hasil kadar TDS pada air sumur
menggunakan metode konduktivitas listrik lebih kecil yaitu 0,76115 mg/L dari
pada hasil menggunakan metode gravimetri yaitu sebesar 260 mg/L.
Perbedaan ini dikarenakan metode yang digunakan berbeda. Pada metode
gravimetri membutuhkan waktu yang lama sehingga kemungkinan tingkat
terjadinya faktor pengotor lebih besar, dengan metode gravimetri pada penentuan
kadar TDS bahan-bahan yang mudah menguap (volatile) tidak terukur karena
melibatkan proses pemanasan (13). Sedangkan dengan metode konduktivitas
listrik pada penentuan kadar TDS, arus listrik didalam larutan dihantarkan oleh
ion yang terkandung didalamnya. Banyaknya ion di dalam larutan juga
dipengaruhi oleh padatan terlarut didalamnya. Semakin besar jumlah padatan
terlarut di dalam larutan maka kemungkinan jumlah ion dalam larutan juga akan
semakin besar, sehingga nilai konduktivitas listrik juga semakin besar. Selain itu
pengukuran TDS dengan metode konduktivitas listrik jauh lebih cepat dari pada
pengukuran TDS langsung atau dengan metode gravimetri.
Adapun hubungan TDS metode gravimetri dengan konduktivitas listrik pada
air sumur terdapat hubungan yang cenderung linier dan memiliki nilai koefisien
regresi linier yaitu r = 0.9417. Hal ini di dukung dengan korelasi konduktivitas
dan TDS pada gambar 4.2 yaitu semakin naik nilai TDS, semakin tinggi pula nilai
konduktivitas. Sedangkan hubungan TDS metode Konduktivitas listrik dengan
konduktivitas listrik terdapat hubungan yang linier dan memiliki nilai koefisien
44
regresi linier yaitu r = 0.9682, yang berarti ada korelasi kuat antara konduktivitas
dan TDS dari kedua metode yang digunakan. Nilai koefisien korelasi dengan
kriteria r : 0,00 – 0,199 (Korelasi sangat lemah), 0,20 – 0,399 (Korelasi lemah),
0,40 – 0,599 (Korelasi cukup), 0,60 – 0,799 (Korelasi kuat), 0,80 – 1,000
(Korelasi sangat kuat) (33).
Penelitian yang telah dilakukan oleh Das, dkk (2005) di Danau Subhas
Sarovar dan Rabindra Sarovar, Kolkata, India diketahui bahwa nilai konduktivitas
listrik memiliki hubungan yang linier dengan TDS. Dari penelitian tersebut
teramati bahwa nilai konduktivitas listrik meningkat seiring dengan meningkatnya
nilai TDS yang menunjukkan peningkatan konsentrasi sulfat dan ion lainnya.
Pada penelitiannnya diketahui bahwa pengukuran konduktivitas listrik jauh lebih
mudah dari pada pengukuran TDS langsung (34).
Menurut Chang (1983) dan Hayashi (2003) dalam Fadhillah (2016) juga
melakukan penelitian yang melihat hubungan antara konduktivitas listrik dengan
TDS dan diketahui keduanya memiliki hubungan yang kompleks yang tergantung
pada komposisi kimia dan kekuatan ion dalam larutan tersebut. Hayashi (2003)
menyatakan bahwa pengukuran konduktivitas listrik jauh lebih cepat, oleh karena
itu pengukuran zat padat terlarut dengan konduktivitas listrik lebih
menguntungkan dari pada pengukuran TDS secara langsung untuk analisis kimia
(12).
Hasil pengukuran kadar TDS dengan kedua metode tersebut, nilai kandungan
TDS air sumur A1 sampai air sumur C3 masih berada di bawah standar baku mutu
air yang diperuntukkan untuk baku air minum. Standar baku mutu (kadar
45
maksimum) yang diperbolehkan menurut Permenkes RI No.32 Tahun 2017 untuk
kadar TDS pada baku mutu air untuk baku air minum dan keperluan higiene
sanitasi adalah 1000 mg/L. Sehingga air sumur di desa Lam bleut kecamatan
Darul kamal Aceh besar masih layak dikonsumsi untuk air minum dan keperluan
rumah tangga lainnya. Adapun penyakit batu ginjal yang di derita oleh beberapa
orang penduduk desa tersebut, bukan disebabkan oleh tingginya kadar zat padatan
terlarut pada air sumur yang dikonsumsi melainkan disebabkan oleh faktor
lainnya.
Berdasarkan SNI 01-0220-1987 hasil pengukuran kadar Pb, Fe pada air
sumur tersebut masih di bawah standar, sedangkan hasil pengukuran kadar Ca
pada air sumur sebesar 36,4110 mg/L dan hasil tersebut telah melebihi ambang
batas baku mutu kualitas air minum. Kandungan kalsium dalam air sumur ini bisa
disebabkan karena struktur tanah di daerah tersebut banyak mengandung batuan
berkalsium. Kontaminasi terjadi saat air dalam tanah, sehingga saat keluar melalui
mata air di sumur air telah mengandung kalsium yang cukup tinggi. Sebagian
besar unsur bumi berkombinasi dengan satu atau lebih lainnya untuk membentuk
senyawa yang disebut mineral. Mineral-mineral tersebut pada umumnya terdapat
dalam campuran untuk membentuk batuan bumi. Unsur dalam kerak bumi salah
satunya kalsium sebanyak 3,6 % (35).
Adapun penyakit yang disebabkan oleh konsumsi air yang tinggi akan unsur
kalsium menyebabkan hyperparatyroidsm, batu ginjal dan jaringan otot rusak
(16). Menurut Marshall SR dalam Sandy (2012) menunjukkan bahwa faktor
lingkungan mempengaruhi pembentukan batu saluran kemih, lebih dari 40 elemen
46
kimia dalam tubuh yang memiliki berbagai fungsi dan konsentrasi berbeda dapat
mempengaruhi proses biologis dalam tubuh yang menyebabkan terjadinya batu
saluran kemih. Elemen-elemen ini seringkali merupakan trace elemen akibat
pencemaran dan bukan merupakan konstituen utama trace elemen. Banyak sekali
penelitian yang telah dilakukannya menunjukkan bukti adanya hubungan antara
kandungan logam berat dalam tanah dan air sebagai sumber air minum dengan
kandungan batu saluran kemih (36).
Teori Khan dan Canales (2009) dalam Dwi Nur (2011) menyatakan bahwa
semakin tinggi kalsium terkonsumsi terbukti kian tinggi pula ekskresinya
sekaligus menambah pembentukan kristalisasi garam-garam kapur. Tingginya
kadar kalsium dalam air kemih dinamakan hiperkalsiura, yaitu kadar kalsium
dalam darah normal namun ekskresi dalam air kemih dapat mencapai 200-350 mg
per hari. Hal ini yang menyebabkan terjadinya batu ginjal (16).
47
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. Berdasarkan Permenkes RI No.32 Tahun 2017 air sumur desa Lam bleut
kecamatan Darul kamal Aceh besar memiliki kadar zat padatan terlarut di
bawah standar maksimum yaitu 216-284 mg/L.
2. Adanya perbedaan hasil pada penentuan kadar zat padatan terlarut air
sumur desa Lam bleut kecamatan Darul kamal Aceh besar dengan kedua
metode yang dilakukan, hasil dengan menggunakan metode gravimetri
diperoleh kadar lebih besar dibandingkan dengan kadar yang diperoleh
menggunakan metode konduktivitas listrik.
5.2 Saran
1. Saran penulis selanjutnya perlu dilakukan penelitian pemeriksaan parameter
lainnya yang berhubungan dengan kualitas air sumur tersebut dan hubungan
parameter tersebut dengan logam yang ada dalam air sumur.
48
DAFTAR PUSTAKA
1. Fakhurroja H. Membuat Sumur Air di Berbagai Lahan. Jakarta: Griya
Kreasi; 2010.
2. Wuryantoro. Aplikasi Metode Geolistrik Tahanan Jenis Untuk Menentukan
Letak dan Kedalaman Aquifer Air Tanah (Studi Kasus di Desa Temperak
Kecamatan Sarang Kabupaten Rembang Jawa Tengah). Universitas Negeri
Semarang; 2007.
3. Sriyono, Qudus N, Liesnoor DS. Model Spasial Ketersediaan Air Tanah
dan Intrusi Air Laut Untuk Penentuan Zone Konservasi Air Tanah. Sains
dan Teknologi Universitas Negeri Semarang. 2010;87–94.
4. Warlina L. Pencemaran Air : Sumber, Dampak dan Penanggulangannya.
2004.
5. Nugroho W, Purwoto S. Removal Klorida, TDS, dan Besi pada Air Payau
Melalui Penukar Ion dan Filtrasi Campuran Zeolit Aktif dengan Karbon
Aktif. Jurnal Teknik WAKTU. 2013;11(1):47–59.
6. Mayasari N. Analisis Kualitas Air Sumur Dangkal Di Kecamatan Bontoala
Kota Makassar. Universitas Hasanuddin Makassar; 2015.
7. Hapsari D. Kajian Kualitas Air Sumur Gali dan Perilaku Masyarakat di
Sekitar Pabrik Semen Kelurahan Karangtalun Kecamatan Cilacap Utara
Kabupaten Cilacap. Jurnal Saintek Lingkungan. Universitas Jendral
Soedirman Purwokerto. 2015;7:1–17.
8. Astuti BC. Kualitas Air Sumur Desa Bantaran Sungai Bengawan Solo.
2015.
9. Manurung M, Ivansyah O, Nurhasanah. Analisis Kualitas Air Sumur Bor di
Pontianak Setelah Proses Penjernihan dengan Metode Aerasi, Sedimentasi
dan Filtrasi. Jurnal Prisma Fisika Fakultas MIPA. Universitas Tanjungpura
Politeknik Negeri Pontianak. 2017;V(1):45–50.
10. Kecamatan Darul Kamal Dalam Angka 2018. BPS Kabupaten Aceh Besar.
2018.
11. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2017 Tentang Standar Baku Mutu
Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan Air Untuk Keperluan
Higiene Sanitasi, Kolam Renang, Solus Per Aqua, dan Pemandian Umum.
2017.
12. Irwan F, Arlindia I. Kajian Hubungan Konduktivitas Listrik dengan
Konsentrasi Padatan Terlarut Pada Air Permukaan. Prosiding Seminar
Nasional Fisika. Universitas Andalas. 2016;V:7–10.
13. Effendi H. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Yogyakarta: Kanisius; 2003.
14. Sutrisno CT. Teknologi Penyediaan Air Bersih. Jakarta: Rineka Cipta;
2006.
49
15. Wulan TS. Analisis Kualitas Air Sumur Masyarakat Kelurahan Lalolara
Kecamatan Kambu. Universitas Halu Oleo Kendari; 2016.
16. Krisna DNP. Faktor Risiko Kejadian Suspect Penyakit Batu Ginjal Di
Wilayah Kerja Puskesmas Margasari Kabupaten Tegal Tahun 2010.
Universitas Negeri Semarang; 2011.
17. Ningsih Y. Analisis Zat Padat. Fakultas MIPA Universitas Lampung; 2014.
18. Rosyida Mukarromah. Analisis Sifat Fisis Dalam Studi Kualitas Air Di
Mata Air Sumber Asem Dusun Kalijeruk, Desa Siwuran, Kecamatan
Garung, Kabupaten Wonosobo. Universitas Negeri Semarang; 2016.
19. Ilyas NI, Nugraha WD, Sumiyati S. Penurunan Kadar TDS Pada Limbah
Tahu dengan Teknologi Biofilm Menggunakan Media Biofilter Kerikil
Hasil Letusan Gunung Merapi dalam Bentuk Random (studi kasus: Industri
Tahu Jomblang Semarang). Jurnal Teknik Lingkungan. Universitas
Diponegoro. 2015;1–10.
20. Oram B. Total Dissolved Solids [Internet]. 2010. Available from:
http:/www.water research.net/totaldissolved solid.htm
21. Agustira R, Lubis KS, Jamilah. Kajian Karakteristik Kimia Air, Fisika Air
dan Debit Sungai Pada Kawasan Das Padang Akibat Pembuangan Limbah
Tapioka. Jurnal Online Agroekoteknologi. USU. 2013;1(3):615–25.
22. Halim Amran Mutasodirin. Nilai Ekonomi Air Hutan Pendidikan Gunung
Walat dan Konstribusinya Terhadap Masyarakat Sekitar. Institut Pertanian
Bogor; 2014.
23. Slamet JS. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: UGM PRESS; 2009.
24. Day R.A dan Underwood. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi VI. Jakarta:
Erlangga; 2002.
25. Mahida U. Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri. Jakarta:
Rajawali; 1986.
26. Kurniawan A, Nugroho AT, Hermawan A, P YBA, Wibowo DA, S QN, et
al. Identifikasi Kualitas Air Berdasarkan Nilai Resistivitas Air. Jurnal
Geografi Lingkungan. 2014.
27. Badan Standardisasi Nasional. SNI : Standar Pengujian Total Padatan
Terlarut dengan Metode Gravimetri. Jakarta Indonesia; 2006.
28. Badan Standardisasi Nasional. SNI : Air dan air limbah – Bagian 1: Cara
Uji Daya Hantar Listrik (DHL). Jakarta Indonesia; 2004.
29. Bethy C. Matahelumual D. Air Analisis Kualitas Secara Fisika, Kimia dan
Biologi. Laboratorium Analisis Air. Pusat Sumber Daya Air Tanah dan
Geologi Lingkungan. Bandung; 2014.
30. Badan Standardisasi Nasional. SNI : Standar Pengujian Pb dan Fe Pada Air
dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA). Jakarta Indonesia; 2015.
31. Badan Standardisasi Nasional. SNI : Air dan air limbah - Bagian 56 : Cara
Uji Kadar Kalsium (Ca) Dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA).
Jakarta Indonesia; 2005.
32. Novizan. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Jakarta: AgroMedia Pustaka;
2005.
33. Riduwan. Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian. Bandung:
Alfabeta; 2008.
50
34. Das R, Samal NR, Roy PK, Mitra D. Role of Electrical Conductivity as an
Indicator of Pollution in Shallow Lakes. 2005;3(1):143–6.
35. Sumampouw OJ. Kandungan Kalsium Pada Air Sumur yang Dikonsumsi
Para Penderita Penyakit Batu Ginjal Di Kecamatan Ratatotok Kabupaten
Minahasa Tenggara. Jurnal Biomedik. 2010;2:27–32.
36. Wahap S, Setiani O, Joko T. Hubungan Kandungan Mineral Kalsium,
Magnesium, Mangan dalam Sumber Air dengan Kejadian Batu Saluran
Kemih Pada Penduduk yang Tinggal di Kecamatan Songgom Kabupaten
Brebes. Jurnal Kesehatan Lingkungan. 2012;11(2):166–71.
51
LAMPIRAN
Lampiran 1 : Perhitungan TDS sampel Air Sumur dengan Metode
Gravimetri
Perhitungan TDS menggunakan rumus :
zat terlarut = (A − B ) × 1000
V
Keterangan :
- A = berat sisa kering + cawan (mg)
- B = berat cawan kosong (mg)
- V = volume contoh (mL).
1.) Air Sumur A1
Pengulangan I :
(55,6847−55,6 718) × 1000
50 = 258 mg/L
Pengulangan II :
(55,8689−53,8558) × 1000
50 = 262 mg/L
Rata-rata : 260 mg/L
2.) Air Sumur A2
Pengulangan I :
(51,9944−51,9834) × 1000
50 = 220 mg/L
Pengulangan II :
(54,8022−54,7916) × 1000
50 = 214 mg/L
Rata-rata : 216 mg/L
52
3.) Air Sumur A3
Pengulangan I :
(54,1781−53,1642) × 1000
50 = 278 mg/L
Pengulangan II :
(52,8917−52,8776) × 1000
50 = 282 mg/L
Rata-rata : 280 mg/L
4.) Air Sumur B1
Pengulangan I :
(55,8855−55,8734) × 1000
50 = 242 mg/L
Pengulangan II :
(53,3384−53,3268) × 1000
50 = 234 mg/L
Rata-rata : 238 mg/L
5.) Air Sumur B2
Pengulangan I :
(52,465−52,452) × 1000
50 = 260 mg/L
Pengulangan II :
(54,3453−54,3321) × 1000
50 = 264 mg/L
Rata-rata : 262 mg/L
6.) Air Sumur B3
Pengulangan I :
(56,3984−56,4105) × 1000
50 = 242 mg/L
Pengulangan II :
(58,1266−58,1147) × 1000
50 = 238 mg/L
Rata-rata : 240 mg/L
7.) Air Sumur B4
Pengulangan I :
(53,7136−53,7023) × 1000
50 = 226 mg/L
Pengulangan II :
(52,4876−52,4761) × 1000
50 = 230 mg/L
Rata-rata : 228 mg/L
8.) Air Sumur C1
Pengulangan I :
(55,2334−52,2216) × 1000
50 = 236 mg/L
Pengulangan II :
(53,2553−53,2437) × 1000
50 = 232 mg/L
Rata-rata : 234 mg/L
53
9.) Air Sumur C2
Pengulangan I :
(50,3593−50,3450) × 1000
50 = 286 mg/L
Pengulangan II :
(56,4721−56,4580) × 1000
50 = 282 mg/L
Rata-rata : 284 mg/L
10.) Air Sumur C3
Pengulangan I :
(54,1695−54,1583) × 1000
50 = 224 mg/L
Pengulangan II :
(50,5012−50,4896) × 1000
50 = 232 mg/L
Rata-rata : 228 mg/L
54
Lampiran 2 : Perhitungan TDS sampel Air Sumur dengan Metode
Konduktivitas Listrik
Harga TDS dapat diperoleh berdasarkan harga daya hantar listrik dengan rumus :
TDS = DHL × 0,65
1.) Air Sumur A1
Pengulangan I : 1,1712
Pengulangan II : 1,1708
Rata- rata : 1,1710
TDS = DHL × 0,65
= 1,1710 × 0,65
= 0,76115
2.) Air Sumur A2
Pengulangan I : 0,9972
Pengulangan II : 0,9968
Rata- rata : 0,9970
TDS = DHL × 0,65
= 0,9970 × 0,65
= 0,64805
3.) Air Sumur A3
Pengulangan I : 1,2452
Pengulangan II : 1,2448
Rata- rata : 1,2450
TDS = DHL × 0,65
= 1,2450 × 0,65
= 0,80925
4.) Air Sumur B1
Pengulangan I : 1,0252
Pengulangan II : 1,0248
Rata- rata : 1,0250
TDS = DHL × 0,65
= 1,0250 × 0,65
= 0,66625
55
5.) Air Sumur B2
Pengulangan I : 1,1722
Pengulangan II : 1,1718
Rata- rata : 1,1720
TDS = DHL × 0,65
= 1,1720 × 0,65
= 0,7618
6.) Air Sumur B3
Pengulangan I : 1,0272
Pengulangan II : 1,0248
Rata- rata : 1,0260
TDS = DHL × 0,65
= 1,0260 × 0,65
= 0,6669
7.) Air Sumur B4
Pengulangan I : 1,0142
Pengulangan II : 1,0138
Rata- rata : 1,0140
TDS = DHL × 0,65
= 1,0140 × 0,65
= 0,6591
8.) Air Sumur C1
Pengulangan I : 1,0153
Pengulangan II : 1,0147
Rata- rata : 1,0150
TDS = DHL × 0,65
= 1,0150 × 0,65
= 0,65975
9.) Air Sumur C2
Pengulangan I : 1,2471
Pengulangan II : 1,2469
Rata-rata : 1,2470
TDS = DHL × 0,65
= 1,2470 × 0,65
= 0,81055
10.) Air Sumur C3
Pengulangan I : 1,0143
Pengulangan II : 1,0137
Rata-rata : 1,0140
TDS = DHL × 0,65
= 1,0140 × 0,65
= 0,6591
56
Lampiran 3 : Perhitungan Persamaan Regresi linier TDS Metode Gravimetri
No TDS (mg/L) Konduktivitas listrik (μS/cm)
1 260 1.1710
2 216 0.9970
3 280 1.2450
4 238 1.0250
5 262 1.1720
6 240 1.0260
7 228 1.0140
8 234 1.0150
9 284 1.2470
10 228 1.0140
No X Y X² Y² XY
1 1.171 260 1.3712 67.600 304.46
2 0.997 216 0.9940 46.656 215.35
3 1.245 280 1.5500 78.400 348.60
4 1.025 238 1.0506 56.644 243.95
5 1.172 262 1.3736 68.644 307.06
6 1.026 240 1.0527 57.600 246.24
7 1.014 228 1.0282 51.984 231.19
8 1.015 234 1.0302 54.756 237.51
9 1.247 284 1.5550 80.656 354.15
10 1.014 228 1.0282 51.984 231.19
∑ 10.926 2.470 12.0338 614.924 2719.7
∑ 1.0926 247 1.20338 61492.4 271.97
Rumus Regresi Linier : y = ax + b
Ket :
x = Variabel faktor (nilai konduktivitas listrik)
y = Variabel respon (TDS)
a = Konstanta
b = Koefisien regresi
57
a = ∑ XY − (∑ X)(∑ Y)/n
∑ X2 − (∑ X)2/n
a = 2719.7 − (10.926)(2.470)/10
12.0338 − (10.926)2/10
a = 2719.7 − 26.987/10
12.0338 − (119.37)/10
a = 2719.7 − 2698.7
12.0338 − 11.937
b = y̅ − ax̅
= 247 − (216.94)(1.0926)
= 247 – 237.028644
= 9.9713
a = 21
0.0968= 216.94
Maka, diperoleh garis regresi linier adalah
y = ax + b
y = 216.94x + 9.9713
Perhitungan koefisien korelasi ( r ) :
r =∑xy − (∑x)(∑y)/n
√[(∑x2) − (∑x)2/n]. [(∑y2) − (∑y)2/n]
r =27197 − (10.926)(2.470)/10
√[(12.0338) − (10.926)2/10] . [(614.924) − (2.470)2/10]
r =27197 − 26987/10
√[(12.0338) − (119.37)/10] . [(614.924) − (6.1009)/10]
r =27197 − 26987/10
√[(12.0338) − 11.937] . [608.82/10]
r =27.197 − 26.987
√[0.0968]. [60.882]
r =27.197 − 26.987
√5=
2.10
2.23 = 0.9417
58
Lampiran 4 : Perhitungan Persamaan Regresi linier TDS Metode
Konduktivitas listrik
No TDS (mg/L) Konduktivitas listrik (μS/cm)
1 0.761 1.1710
2 0.648 0.9970
3 0.809 1.2450
4 0.666 1.0250
5 0.761 1.1720
6 0.666 1.0260
7 0.659 1.0140
8 0.659 1.0150
9 0.810 1.2470
10 0.659 1.0140
Rumus Regresi Linier : y = ax + b
Ket :
x = Variabel faktor (nilai konduktivitas listrik)
y = Variabel respon (TDS)
a = Konstanta
b = Koefisien regresi
No X Y X² Y² XY
1 1.171 0.761 1.3712 0.5791 0.8911
2 0.997 0.648 0.9940 0.4199 0.6461
3 1.245 0.809 1.5500 0.6545 1.0072
4 1.025 0.666 1.0506 0.4436 0.6827
5 1.172 0.761 1.3736 0.5791 0.8919
6 1.026 0.666 1.0527 0.4436 0.6833
7 1.014 0.659 1.0282 0.4343 0.6682
8 1.015 0.659 1.0302 0.4343 0.6689
9 1.247 0.810 1.5550 0.6561 1.0101
10 1.014 0.659 1.0282 0.4343 0.6682
∑ 10.926 7.098 12.0338 5.079 7.818
∑ 1.0926 0.7098 1.20338 0.5079 0.7818
59
a = ∑ XY − (∑ X)(∑ Y)/n
∑ X2 − (∑ X)2/n
a = 7.818 − (10.926)(7.098)/10
12.0338 − (10.926)2/10
a = 7.818 − 7.757
12.0338 − (119.37)/10
a = 7.818 − 7.757
12.0338 − 11.937
b = y̅ − ax̅
= 0.7098 − (0.6288)(1.0926)
= 0.7098 – 0.6870
= 0.0228
a = 0.061
0.097= 0.6288
Maka, diperoleh garis regresi linier adalah
y = ax + b
y = 0.6288x + 0.0228
Perhitungan koefisien korelasi ( r ) :
r =∑xy − (∑x)(∑y)/n
√[(∑x2) − (∑x)2/n]. [(∑y2) − (∑y)2/n]
r =7.818 − (10.926)(7.098)/10
√[(12.0338) − (10.926)2/10] . [(5.079) − (7.098)2/10]
r =7.818 − 7.757
√[(12.0338) − (11.937)] . [(5.079) − (5.038)]
r =7.818 − 7.757
√[0.097]. [0.041]
r =7.818 − 7.757
√0.004
r =0.061
0.063 = 0.9682
60
Lampiran 5 : Peta Lokasi Pengambilan Sampel Air Sumur
DENAH LOKASI TITIK PENGAMBILAN SAMPEL AIR SUMUR DESA
LAM BLEUT KECAMATAN DARUL KAMAL ACEH BESAR
U
Keterangan :
A : Titik pengambilan sampel air sumur di dusun Lampoh Jaban
B : Titik pengambilan sampel air sumur di dusun Mon Manjong
C : Titik pengambilan sampel air sumur di dusun Cot Sigaree
Sumber : Google Maps, 2019
Skala : 1 cm : 100 m
61
Lokasi Pengambilan sampel Air Sumur di desa Lam Bleut
Deskripsi sumur : Lantai tidak kedap air, dinding sumur tidak disemen, dekat
dengan dapur/tempat cuci piring (1 m), dekat dengan kakus
(1 m).
Deskripsi sumur : Sumur berada di ruang terbuka, Lantai tidak kedap air,
dinding sumur tidak disemen, dekat dengan saluran
pembuangan rumah tangga/got kecil (1 m), dekat dengan
kandang ayam (2 m).
62
Deskripsi sumur : Sumur berada di ruang terbuka, dinding sumur tidak disemen,
dekat dengan kakus (1 m), dekat dengan dapur/tempat cuci
piring (1,3 m).
Deskripsi sumur : Dinding sumur tidak disemen, dekat dengan dapur/tempat cuci
(1 m), letak sumur dekat dengan saluran pembuangan rumah
tangga (1,1 m), 7 m dari septictank dan memiliki kedalaman
± 4 m.
63
Deskripsi sumur : Sumur sudah di pasang pompa dan di tutup dengan penutup
yang berasal dari semen, air sumur berwarna kuning dan
keruh, jarak kamar mandi sekaligus digunakan untuk
keperluan rumah tangga serta kakus dari sumur ± 6 m, letak
sumur dengan tempat pembuangan sampah berjarak ± 2,5 m.
64
Lampiran 6 : Dokumentasi
1. Sampel Air Sumur
2. Proses penyaringan sampel Air sumur
65
3. Proses penguapan sampel Air sumur
4. Proses pengeringan
66
5. Proses penimbangan
6. Proses Kalibrasi alat Konduktivitas listrik
67
7. Proses pengukuran TDS Air sumur dengan alat Konduktivitas listrik
68
Lampiran 7 : Pengajuan Judul Skripsi
69
Lampiran 8 : Lembar Bimbingan Proposal
70
71
Lampiran 9 : Lembar Revisi Untuk Penelitian
72
Lampiran 10 : Surat Izin Penelitian dari Institut Kesehatan Helvetia
73
Lampiran 11: Surat Balasan Izin Penelitian dari BARISTAND Industri Aceh
74
Lampiran 12 : Lembaran Hasil Uji
75
76
Lampiran 13 : Lembar Bimbingan Skripsi
77
78
Lampiran 14 : Lembar Revisi Untuk Jilid Lux
79
Lampiran 15 : Permenkes No 32 Tahun 2017
80
81
82
83
Lampiran 16 : SNI 01-0220-1987
Lampiran 12 :
84
85
Lampiran 17 : SNI 01-3554-2006 Metode Gravimetri
86
87
Lampiran 18 : SNI 06-6989.1-2004 Metode Konduktivitas listrik
88
89
Lampiran 19 : SNI 3554-2015 Metode Uji Timbal (Pb)
90
91
Lampiran 20 : SNI 3554-2015 Metode Uji Besi (Fe)
92
j
93
Lampiran 21 : SNI 06-6989.56-2005 Metode Uji Kalsium (Ca)
94
95