Upload
others
View
4
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Mpu Procuratio : Jurnal Penelitian Manajemen Volume 1,Nomor 1,April 2019 Hal 92-103
[email protected] ISSN 2684-8775 (Online)
92
PENERAPAN MODEL ARIMA DALAM MEMPREDIKSI INDEKS HARGA
SAHAM GABUNGAN BURSA EFEK INDONESIA- JAKARTA
Paiaman Pardede
Fakultas Ekonomi Universitas Mpu Tantular
paiaman.pardede @ yahoo.com
Abstract
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) adalah data pergerakan nilai harga saham yang
berfluktuasi setiap harinya.Data ini jenisnya time series dan banyak dipergunakan peneliti
meramalkan fluktuasi harga saham kemudian hari, karena berguna pelaku pasar atau pemangku
kepentingan dalam pengambilan keputusan manajemen parusahaannya.Dalam penelitian
menggunakan data runtut waktu IHSG dari tanggal 2 Januari 2015 sampai 1 Desember 2015, terdiri
dari 226 hari kerja yang diperoleh dari data base Bloomberg, dengan tujuan mencari model yang
paling tepat untuk memprediksi IHSG kedepan, dan alat analisis yang digunakan adalah ARIMA.
Dalam proses menemukan model, pertama sekali dilakukan menentukan apakah data sudah stasioner
atau tidak dengan alat analisis correlogram, grafik garis dan akar unit, dan didapat data belum
stasioner. Selanjutnya adalah mendiferensi data pada ordo satu sesuai dengan ketentuan ARIMA dan
hasilnya data telah stasioner dan analisis data dapat dilanjutkan dengan menamai penelitian ARIMA
ordo satu. Untuk menemukan model yang paling tepat dalam prediksi, dilakukan ujicoba dengan
mengganti Autoregressive (p) dan Moving Average (q) dimulai masing masing dari angka nol
sampai dua untuk diferensi ordo pertama (d=1), yaitu: ARIMA (2,1,1), ARIMA (2,1,0), ARIMA
(1,1,1), ARIMA (1,1,0), ARIMA (0,1,1), ARIMA(0,1,2), ARIMA (1,1,2) dan ARIMA (2,1,2)
sampai menemukan koefisien ARIMA yang paling signifikan.Hasil dari penelitian menunjukan
model yang tepat untuk memprediksi pergerakan indeks di Bursa Efek Jakarta adalah analisis model
ARIMA (2,1,2), dengan bentuk model persamaan :
Yt= -8.8943 – 0.249748Yt-1 + 0.342596Yt-2 - 0.907152Yt-3 + 1.285832t-1 + 0.973733t-2
Kata Kunci, Indeks Harga Saham Gabungan(IHSG), ARIMA
©2019 Universitas Mpu Tantular
_________________________________________________________________________________________________
PENDAHULUAN
Mencermati pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sepanjang tahun 2015 yang
baru saja kita lewati, terlihat jelas pergerakan dengan arah(trend) yang menurun. Kalau pada
permulaan tahun 2015 IHSG berada di kisaran 5242 dan di akhir bulan Pebruari sempat di angka
5523, maka pada penutupan tahun 2015 IHSG jatuh terjun bebas di kisaran 4557 dan bahkan pada
akhir bulan September 2015 sempat menyentuh angka terendah 4120.Banyak pengamat
berkesimpulan bahwa indeks saham suatu negara merupakan cerminan tentang perekonomian negara
tersebut secara umum. Dikatakan untuk mengetahui situasi ekonomi suatu negara, maka indeks
harga saham merupakan ringkasan dari dampak simultan dan kompleks atas berbagai faktor. Hal ini
sangat beralasan karena seperti IHSG di Jakarta, adalah merupakan muara kegiatan dan informasi
para pelaku bisnis secara keseluruhan di negara ini, artinya kalau IHSG menguat mencerminkan
dinamika perekonomian secara umum adalah baik, namun sebaliknya jika IHSG terkoreksi adalah
mencerminkan dinamika perekonomian tersebut sedang lesu. Dengan demikian bahwa indeks harga
saham adalah barometer kesehatan ekonomi suatu negara dan sebagai landasan statistik atas kondisi
pasar terakhir(Sawidji Widoatmojo,2015).Memang pendapat tersebut belum tentu benar adanya,
karena fluktuasi dari pergerakan IHSG tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor, tidak hanya oleh
dinamika perekonomian dalam negeri semata. Pergerakan indeks dipengaruhi amat banyak faktor
dari dalam negara bersangkutan seperti; sosial, politik, inflasi, pengangguran, keamanan, juga
banyak dipengaruhi situasi eksternal dari mancanegara, dan tidak bisa dipungkiri bahwa naik
Mpu Procuratio : Jurnal Penelitian Manajemen Volume 1,Nomor 1,April 2019 Hal 92-103
[email protected] ISSN 2684-8775 (Online)
93
turunnya harga indeks bisa dipengaruhi para pelaku pasar dan atau para spekulan.Pada tulisan ini,
tidaklah secara fokus meneliti tentang penyebab dari fluktuasi pergerakan indeks itu sendiri. Dalam
tulisan ini justru akan menggunakan informasi aktual dari pergerakan indeks itu dari satu hari ke hari
berikutnya sebagai dasar pengambil keputusan di kemudian hari. Tujuan tulisan ini adalah
menentukan model yang digunakan untuk memprediksi indeks saham dikemudian hari.Didalam
suatu penelitian sering ditemukan istilah variabel dependent dan variabel independent. Variabel
dependent adalah variabel terikat(tergantung), sedangkan variabel independent adalah variabel tidak
terikat(bebas) atau variabel yang mempengaruhi variabel terikat. Dalam praktek penelitian, seorang
peneliti sering menghubungkan variabel independent mempengaruhi variabel dependent. Namun
dalam perkembangan ilmu itu sendiri dan ditambah dengan software penelitian yang semakin
canggih, sekarang ini telah banyak penelitian yang didasarkan pada perilaku data variabel itu
sendiri(regresi sendiri) hanya berdasarkan perilaku satu data variabel yang diamati tanpa
memasukkan variabel independent di dalam model (Agus Widarjono,2009), secara khusus untuk
data runtut waktu (time series) seperti harga saham yang di teliti dalam tulisan ini.Harga saham itu
sangat berfluktuasi setiap hari, dan para pengamat meyakini bahwa pola pergerakan harga saham ini
bukan saja dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal sebagaimana pendapat di atas tetapi juga
dipengaruhi oleh harga saham itu sendiri pada hari kemarin atau pada hari sebelumnya. Demikian
juga harga saham hari ini akan mempengaruhi harga saham besok atau hari kemudian (Wing Wahyu
Winarno). Transaksi saham merupakan suatu transaksi yang mengandung unsur ketidakpastian.
Seorang investor harus ekstra hati-hati dalam menentukan pilihan dan mengambil keputusan
berinvestasi, sebab kalau salah mengambil keputusan maka bukan tambahan modal yang didapatkan
tapi suatu kerugian akibat salah pilih (Abdul Hadi dkk).Beberapa model yang cukup populer untuk
menganalisis terhadap data runtut waktu seperti harga saham, yaitu: (a) Autoregressive (AR) adalah
menganalisis data harga saham periode sekarang dipengaruhi oleh data harga saham periode
sebelumnya, (b) Moving Average (MA) adalah menganalisis data harga saham periode sekarang
dipengaruhi oleh nilai residual data harga saham periode sebelumnya, (c) Autoregressive Moving
Average (ARMA) adalah menganalisis data harga saham periode sekarang dipengaruhi oleh data
harga saham dan residual pada periode sebelumnya, dan (d) Autoregressive Integrated Moving
Average (ARIMA) yaitu data ARMA yang sudah dideferen atau distasioner lebih dahulu.Sudah
banyak para peneliti yang menggunakan model-model tersebut sebagai alat analisis dalam
memprediksi, secara khusus untuk data-data time series banyak menggunakan model ARIMA. Djoni
Hatidja, menggunakan ARIMA untuk memprediksi harga saham PT. Telkom,tbk dari Januari 2010
sampai Maret 2011, hasilnya model ARIMA 3,1,3 yang paling baik. Lalu Bambang Hendrawan,
untuk memprediksi IHSG untuk perusahaan yang tergabung dalam Kompas 100 dari Januari 2006
sampai Nopember 2007, hasilnya ARIMA model (2,1,2) yang terbaik. Algifari, dalam melakukan
estimasi inflasi kelompok bahan makanan dengan data Januari 2006 sampai Agustus 2009, hasilnya
ARIMA model (2,0,2) yang terbaik.Demikian juga Kumar Manoj dan Anand Madhu, yang
memprediksi produksi gula di India,mengambil data untuk produksi selama tahun 2013, hasilnya
ARIMA (2,1,0) yang terbaik. Sedangkan Raymond Y.C. Tse, meneliti tentang industri keuangan di
Hongkong, dengan data kuartalan dari tahun 1980 sampai 1995, hasilnya ARIMA (2,1,1) yang
terbaik, juga S.Alwadi dan Mohd Tahir Ismail dkk, melakukan estimasi data keuangan di Malasia
untuk tahun 1993 sampai 2009, hasilnya ARIMA (2,0,2) yang terbaik. Demikian juga Prapanna
Mondal dkk, melakukan estimasi tentang harga saham di NSE India untuk data dimulai September
2013 sampai Pebruari 2014, hasilnya ARIMA (1,0,2) yang terbaik.Berdasarkan uraian diatas, maka
tujuan penelitian ini adalah ingin mengetahui model mana yang paling cocok dan tepat diantara ke
empat model dalam memprediksi harga saham(secara khusus IHSG BEI), dan bagaimana model
prediksi masa yang akan datang untuk menjadi pedoman bagi para pelaku pasar
Mpu Procuratio : Jurnal Penelitian Manajemen Volume 1,Nomor 1,April 2019 Hal 92-
103 [email protected] ISSN 2684-8775 (Online)
94
DATA DAN METODOLOGI
1. Data dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa data indeks harga saham gabungan
penutupan harian (daily closing stock price index) dari tanggal 2 Januari 2015 sampai 1
Desember 2015, terdiri dari 226 hari yang diperoleh dari data base Bloomberg.
2. Model Autoregressive (AR)
Model Autoregressive (AR) menunjukkan nilai prediksi variable dependen Yt hanya
merupakan fungsi linier dari sejumlah Yt actual sebelumnya. Seperti nilai variable dependen
Yt hanya dipengaruhi oleh nilai variable tersebut satu periode sebelumnya atau kelambanan
pertama model tersebut model aotoregressif tingkat pertama atau disingkat AR(1)
Persamaan model AR(1) ditulis sbb :
Secara umum bentuk model umum Autoregresif (AR) dapat dinyatakan dalam persamaan
sbb : Dimana :
Y = variable dependen Yt-1, Yt-2, Yt-p = kelembanan (lag) dari Y et et = residual = residual (kesalahan pengganggu) p = tingkat AR
Residual dalam persamaan (2) tersebut sebagaimana model OLS mempunyai
karakteristik nilai rata-rata nol, varian konstan dan tidak saling berhubungan. Model AR
dengan demikian menunjukkkan bahwa nilai prediksi variable dependen Yt hanya
merupakan fungsi linier dari sejumlah Yt actual sebelumnya.
3. Model Moving Average (MA)
Model Moving Average (MA) menyatakan bahwa nilai prediksi variable dependen
Yt hanya dipengaruhi oleh nilai residual periode sebelumnya. Misalnya jika nilai variable
dependen Yt hanya dipengaruhi oleh nilai residual satu periode sebelumnya maka disebut
dengan model MA tingkat pertama atau disingkat dengan MA(1).
Model MA(1) dapat ditulis dalam bentuk persamaan sbb : Yt = 0 + 1 et + 2 et-1 (3)
Dimana :
et = residual
e = kelambanan tingkat pertama residual
secara umum, bentuk model dari Moving Average dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan
sbb :
Yt = 0 + 1 Yt-1 + 2 Yt-2 + … + p Yt-p + et (4)
Dimana :
e = residual
et-1, et-2, et-q = kelembanan (lag) dari residual
= tingkat MA
p
Model MA adalah model prediksi variable dependen Y berdasarkan kombinasi linier dari
residual sebelumnya sedangkan model AR memprediksi variable Y didasarkan pada nilai
sebelumnya
Yt = 0 + 1 Yt-1 + e t (1)
Dimana :
Y = variable dependen
Yt1 = kelembanan pertama dari Y
Yt = 0 + 1 Yt-1 + 2 Yt-2 + … + p Yt-p + et (2)
Mpu Procuratio : Jurnal Penelitian Manajemen Volume 1,Nomor 1,April 2019 Hal 92-
103 [email protected] ISSN 2684-8775 (Online)
95
4. Model Autoregressive Moving Average
Seringkali perilaku suatu data time series dapat dijelaskan dengan baik melalui
penggabungan antara model AR dan model MA. Model gabungan ini desebut Autoregressive
Moving Average(ARMA). Misalnya nilai variable dependent Yt dipengaruhi oleh
kelambanannpertama Yt dan kelambanan tingkat pertama residual maka modelnya disebut dengan
model ARMA (1,1). Model ARMA (1,1) dapat ditulis dalam bentuk persamaan sebagi berikut :
Secara umum bentuk model dari ARMA dapat ditulis dalam bentuk persamaan sbb :
Yt = 0 + 1 Yt-1 + 2 Yt-2 + … + p Yt-p + 0 et + 1 et-1 + 2 et-2 + … + q et-q (6)
5. Model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA)
Model AR, MA dan ARMA sebelumnya mensyaratkan bahwa data time series yang diamati
mempunyai sifat stasioner. Data time series dikatakan stasioner jika memenuhi tiga kriteria yaitu jika
data time series mempunyai rata-rata, varian dan kovarian yang konstan. Namun dalam kenyataan
data time series seringkali tidak stasioner namun stasioner pada proses diferensi(differencing). Proses
diferensi adalah suatu proses mencari perbedaan antara satu periode dengan periode lainnya secara
berurutan. Data yang dihasilkan disebut data diferensi tingkat pertama. Jika kita kemudian
melakukan diferensi data diferensi tingkat pertama maka akan menghasilkan data diferensi tingkat
kedua dan seterusnya.
Seandanya data time series yang kita gunakan tidak stasioner dalam level maka data tersebut
kemungkinan menjadi stasioner melalui proses diferensi atau dengan kata lain jika tidak stasioner
pada level maka perlu dibuat stasioner pada tingkat diferensi(differencing). Model dengan data
stasioner melalui proses differencing ini disebut ARIMA.
Dengan demikian, jika data stasioner pada proses differencing d kali dan mengaplikasikan
ARMA(p,q), maka modelnya ARIMA (p,d,q) dimana p adalah tingkat AR, d tingkat proses membuat
data menjadi stasioner dan q merupakan tingkat MA. ARIMA (2,1,2) berarti menunjukkan AR (2),
proses differencing 1 untuk membuat data stasioner dan tingkat MA pada level 2 atau lag 2 Berikut adalah tahapan tahapan yang dilakukan dalam memilih model ARIMA, yaitu:
Langkah pertama dalam proses ARIMA adalah identifikasi. Langkah ini dilakukan untuk mengetahui
apakah data yang diamati bersifat stasioner. Jika tidak stasioner, lakukan proses diferensi sampai
dengan data bersifat stasioner. Setelah itu membuat correlogram sebaran data untuk menentukan orde
autoregresif dan orde moving average. Orde yang dipilih adalah kelambanan waktu yang koefisien
autoregresif dan koefisien eutoregresif parsial yang signifikan. Penentuan orde (kelambanan waktu)
untuk AR dan MA dilakukan dengan cara coba- coba (trial and error). Oleh karena itu, model
ARIMA lebih banyak unsur seninya daripada unsur ilmiah (Gujarati, 2003).Langkah kedua adalah
melakukan estimasi parameter autoregresif dan parameter moving average berdasarkan orde yang
diperoleh pada tahap identifikasi. Model estimasi yang baik dapat dilihat dari signifikansi parameter
estimasinya, nilai Akaike Infosmation Criteria (AIC), Schwarz Information Criteria (SIC).Langkah
ketiga adalah melakukan uji distribusi residual. Model yang baik adalah model yang memiliki residual
terdistribusi secara random (white noise). Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan antara
besarnya koefisien autocorrelation function (ACF) dan koefisien partial autoregresif function (PACF)
residual yang diperoleh dari correlogram residual. Jika koefisien ACF dan koefisien PACF tidak
signifikan (nilai koefisiennya lebih kecil daripada nilai kritisnya), maka model yang diperoleh bersifat
white noise yaitu residual terdistribusi secara random.Langkah keempat adalah melakukan peramalan
nilai variabel yang diamati dengan menggunakan model yang terbaik.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Uji Stasioner
Berikut ini ada tiga analisis yang dilakukan untuk mengetahui Stasioner tidaknya suatu data.
Yt = 0 + 1 Yt-1 + 0 et + 1 et-1 (5)
Mpu Procuratio : Jurnal Penelitian Manajemen Volume 1,Nomor 1,April 2019 Hal 92-103
[email protected] ISSN 2684-8775 (Online)
96
Dari gambar 3.1 diatas diperoleh data sebagai
berikut:
1) Grafik otokorelasi pada lag pertama berada di luar garis Bartlett dan menurun secara
eksponensial atau perlahan dan semakin kecil dan apabila diteruskan akan keluar dari
garis Bartlett.
2) Nilai koefisien otokorelasi (kolom AC) adalah 0.989 (mendekati nilai 1) dan menurun
secara perlahan
3) Nilai Statistik Q (kolom Q-stat) sampai lag 36 adalah 5854,7 jauh lebih besar dari nilai
Kai Kuadrat(X2) dengan derajat kebebasan (degree of freedom) 30 sebesar 43,779
4) Nilai probabilitas dari lag ke-1 hiungga lag ke-36 sangat kecil mendekati nol
Berdasarkan ke-empat data korelogram diatas dapat disimpulkan bahwa data IHSG untuk
tahun 2015 tidak stasioner
2. Grafik Garis Stasioner
IHSG
5,600
5,400
5,200
5,000
4,800
4,600
4,400
4,200
4,000
M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7 M8 M9 M10 M11 M
Gambar 3.1 Grafik garis data IHSG
Mpu Procuratio : Jurnal Penelitian Manajemen Volume 1,Nomor 1,April 2019 Hal 92-103
[email protected] ISSN 2684-8775 (Online)
97
Tabel 3.2 grafik garis cenderung tidak mendatar, maka dapat disimpulkan bahwa data
IHSG untuk tahun 2015 tidak stasioner.
3. Uji Akar Unit (Unit Root Test)
Tabel 3.1
Hasil Uji t- Statistics t-Statistics Prob
Augmented Dickey- Fuller test Statistics -0.862021 0.7988
Test Critical Value 1% level -3.459362
5% level -2.874200
10% level -2.573594
Tabel 3.2
Hasil Uji Akar Unit
Tabel 3.2 Hasil uji akar unit diperoleh nilai alpha 5% adalah -2.8742 jauh lebih besar dari
nilai statistik sebesar -0,862021 menunjukkan bahwa data tidak stasioner.Ketiga alat analisi
diatas sama-sama memberikan hasil bahwa data belum stasioner, oleh karena data belum stasioner,
selanjutnya adalah membuat data menjadi stasioner dengan cara lebih dahulu
mendiferensatulag,sebagaiberiku
4. Hasil Uji Korelogram
Tabel 3.3
Korelogram data sesudah dideferen satu lag
Variabel Coeffisient Std Error t-Statistic Prob
ISHG (-1) -0.007319 0.008490 -0.862021 0.3896
C 33.12788 42.10554 0.786782 0.4322
R-squared 0.003321 Mean dependent var -3.044894
Adjusted R-squared -0.001148 S.D. dependent var 51.93821
S.E. of regression 51.96802 Akaike info criterion 10.74798
Sum squared resid 602250.5 Schwarz criterion 10.77835
Log likelihood -1207.148 Hannan-Quinn criter. 10.76024
F-statistic 0.743080 Durbin-Watson sta 1.854558
Prob(F-statistic) 0.389602
Mpu Procuratio : Jurnal Penelitian Manajemen Volume 1,Nomor 1,April 2019 Hal 92-103
[email protected] ISSN 2684-8775 (Online)
98
Keterangan Tabel 3.3 sebagai berikut:
a. Grafik otokorelasi dan otokorelasi parsial menunjukkan bahwa semua batang sudah
berada dalam garis Bartlett.
b. Nilai koefisien otokorelasi (kolom AC) sudah sangat kecil
c. Nilai statistic Q(kolom Q-stat) sampai lag 36 adalah 12.65 lebih kecil dari nilai
kai kuadrat(X2) dengan derajat kebebasan (degree of freedom) 30 sebesar
43,779
d. Nilai probabilitas semuanya lebih besar dari alpha 5%
Dari uraian korelogram di atas dapat disimpulkan bahwa data sudah stasioner pada
diferen pertama(d=1), maka selanjutnya, semua analisis yang akan dilaksanakan dalam
penelitian ini adalah analisis pada tingkat diferen pertama yang disebut ARIMA dengan
d=1(p,d=1,q)
5. Estimasi ARIMA
Untuk lebih menjelaskan bagaimana perilaku model dan sekaligus memprediksi harga
saham dikemudian hari, berikut ini adalah pemaparan delapan model ARIMA diferen pertama
yaitu ARIMA (2,1,1), ARIMA (2,1,0), ARIMA (1,1,1), ARIMA (1,1,0), ARIMA (0,1,1),
ARIMA (0,1,2), ARIMA (1,1,2), dan ARIMA(2,1,2). Dimana hasil ARIMA (2,1,1) dan ARIMA
(2,1,2) akan dimuat secara utuh, sedangkan hasil ARIMA yang lainnya akan ditampilkan
masing-masing koefisien variabelnya dan nilai AIC dan nilai SIC dalam Tabel Signifikansi
Uji ARIMA (2,1,1)
Dalam ARIMA (2,1,1), maksudnya adalah ar(1) ar(2) d(1) dan ma(1), dimana dalam operasinal
dengan e-views dilakukan: d(ihsg) c ar(1) ar(2) ma(1)
Tabel 3.4
Hasil Analisis ARIMA (2,1,1)
Variabel Coefficient Std. Error t-Statistic Prob
C -2.780887 3.751225 0.741328 0.4593
AR(1) -0.840617 0.121229 6.934147 0.0000
AR (2) 0.066014 0.067776 0.973997 0.3311
MA (1) 0.911986 0.101090 9.021486 0.0000
R-squared 0.015578 Mean dependent var 2.741669
Adjusted R-squared 0.002092 S.D. dependent var 52.05481
S.E. of regression 52.00033 Akaike info criterion 10.75815
Sum squared resid 592183.4 Schwarz criterion 10.81927
Log likelihood -1195.534 Hannan-Quinn criter 10.78282
F-statistic 1.155155 Durbin-Watson stat 1.974860
Prob(F-statistic) 0.327813
Inverted AR Roots 0.07
Inverted MA Roots -.91
Dependent Variable: D(IHSG)
Tabel 3.4 Terlihat bahwa variable C dan AR(2) belum signifikan dan R-square sangat kecil,
sedangkan variable AR(1) dan MA(1) sudah signifikan. Karena masih ada variabel yang belum
signifikan, perlu dilakukan coba-coba dengan mengganti p dan q mulai dari nol sampai 2(dua)
untuk seluruh model ARIMA di atas, sampai menemukan model yang lebih baik dengan
mengganti angka dalam kurung baik untuk p dan q untuk seluruh model ARIMA yang akan diuji
Uji ARIMA (2,1,2)
Mpu Procuratio : Jurnal Penelitian Manajemen Volume 1,Nomor 1,April 2019 Hal 92-103
[email protected] ISSN 2684-8775 (Online)
99
Tabel 3.5
Hasil analisis ARIMA (2,1,2) Variabel Coefficient Std. Error t-Statistic Prob
C -2.817417 3.575099 -0.788067 0.4315
AR(1) -1.249748 0.037561 -33.27213 0.0000
AR (2) -0.907152 0.035939 -25.24160 0.0000
MA (1) 1.285832 0.020472 62.80967 0.0000
MA (2) 0.973733 0.016749 58.13525 0.0000
R-squared 0.030479 Mean dependent var -2.741669
Adjusted R-squared 0.012690 S.D. dependent var 52.05481
S.E. of regression 51.72348 Akaike info criterion 10.82826
Sum squared resid 583219.4 Schwarz criterion 10.78271
Log likelihood -1193.833 Hannan-Quinn criter 1.896180
F-statistic 1.713329 Durbin-Watson stat
Prob(F-statistic) 0.148061
Inverted AR Roots -.62+.72i -.62-.72i
Inverted MA Roots -.64+.75 -.64-.75i
Dependent Variable: D(IHSG)
Tabel 3.5 diperoleh nilai (1) AR(2) MA(1) dan MA(2) signifikan dan nilai R-square lebih
baik dari sebelumnya namun nilai konstanta belum sinifikan. Dalam penelitian ini dilakukan
mengganti p dan q untuk tiap model, serta mencoba untuk diferen 2, tetapi hasilnya tidak lebih baik
dari ARIMA (2,1,2). Berikut adalah tampilan koefisien untuk masing masing variable model ARIMA.
6. Delapan Model ARIMA
Tabel 3.6
Signifikansi Parameter Model Dari Delapan Model
ARIMA
1 ARIMA C a1 a2 b1 b2 SSR AIC SIC Keterangan
(2.1.1) - - -
592183.4
10.7581 10.8192
( 2.780887 0.840617 -0.06601 0.911 98
5 7 AR(1) MA(1) Sig
(0,4593) (0,0000) (0,3311) (0,000 0)
AR(2) C non sig
2 ARIMA -
-
599478.1 10.7614 10.8012 Non sig -2.69273 0.05663 0.1362 4 3 6
(2,1,0) (0,4747) (0,4068) (0,8434)
3 ARIMA -2.8583
0.2341
-
-
0.177 52
-
601790.1
10.7158
10.7822
Non sig
(1,1,1) (0,4469) (0,8014) (0,850
8)
4 ARIMA
-
-
-
602252.9
10.7479 10.7783
Non sig -2.9194 0.059265 9 5
(1,1,0) (0,4308) (0,3824)
5 ARIMA -
-
-
-
602252.9
10.7479 10.7783
Non sig 3.018339 0.0571 23
9 5
(0,1,1)
(0,4107)
(0,400 2)
6 ARIMA 10.7563 10.8018
Mpu Procuratio : Jurnal Penelitian Manajemen Volume 1,Nomor 1,April 2019 Hal 92-103
[email protected] ISSN 2684-8775 (Online)
100
-3.02212
-
- 0.0604 68
0.02485
594261.6 1 6
Non sig
(0,1,2)
(0,4232)
(0,374
6)
(0,7177)
7 ARIMA -
594261.6
10.7570 10.9179 C, AR(1) dan
-5.48095
0.954472
0.9127 58
0.71840
2
4
MA(1) sig
(1,1,2)
(0,0039)
(0,0000)
(0,000
0)
(0,3039)
AR(2) non sig
8 ARIMA -
1.2858 32
0.97373
583219.9
10.7518 10.8282
-2.81742 -1.24975 0.907152 3 7 6 C Non sig
(0,000
0)
AR(1) AR(2)
(2,1,2) (0,4315) (0,0000) (0,0000) (0,0000)
MA(1) MA(2) Sig
Sumber : Perhitungan berbagai ARIMA dengan menggunakan E-views 7
Tabel 3.6 didapat bahwa baik AR(1) AR(2) MA(1) dan MA(2) sudah signifikan dan nilai R
square sudah baik dari sebelumnya tetapi untuk konstanta belum sinifikan.Dalam penelitian ini
penulis telah mencoba dengan cara mengganti p dan q untuk masing-masing model, bahkan
mencoba untuk diferen 2, tetapi hasilnya tidak lebih baik dari ARIMA (2,1,2). Berikut adalah
tampilan koefisien untuk masing masing variable model ARIMA.Berdasarkan keterangan dalam
tabel 4.6 dari delapan model ARIMA yang ditampilkan didapat hanya 3 model yang lebih baik
dibandingkan dengan model lainnya walapun tidak sempurna, karena dari delapan model tersebut
hasilnya tidak ada satupun model yang keseluruhan variabelnya signifikan. Namun dalam keperluan
penelitian, dari keseluruhan model yang sudah dipaparkan diambil tiga model yang dianggap
menjadi model yang lebih baik, yaitu ARIMA (2,1,1), ARIMA (1,1,2), dan ARIMA (2,1,2), karena
sudah ada variabel yang signifikan, sedangkan ARIMA yang lainnya tidak satupun variabelnya
signifikan. Dari tiga model yang baik ini model yang paling baik adalah model ARIMA (1,1,2) dan
ARIMA (2,1,2). Untuk membandingkan kedua model tersebut, kita dapat membandingkan nilai
Akaike Info Criterion (AIC) dan Schwarz Criterion (SIG). Model dengan nilai AIC dan SIC yang
lebih kecil memiliki kualitas yang lebih baik dan model itulah yang sebaiknya kita pilih. Model
ARIMA (1,1,2) dan ARIMA (2,1,2)
Tabel 3.7
Perbandingan nilai AIC dan
SIC
Nilai ARIMA (1,1,2) ARIMA (2,1,2) Kesimpulan
AIC 10.75702 10.75187 Pilih ARIMA (2,1,2)
SIC 10.81794 10.82826 Pilih ARIMA (1,1,2)
Tabel 3.7 Nilai AIC dan SIC tidak ada yang memberikan nilai lebih baik secara mutlak, maka
langkah selanjutnya adalah dengan melakukan uji coba masing-masing model dengan
menghitung standard kesalahan (standard error) dari masing masing ARIMA terhadap IHSG,
seperti berikut ini:
Tabel 3.8
Perbandingan Standard
Kesalahan
Variabel ARIMA Standard Error(SE)
IHSG 1,1,2 51.72926
IHSG 2,1,2 51.30015
Tabel 3.8 uji coba dengan membandingkan nilai standard kesalahan dari masing
Mpu Procuratio : Jurnal Penelitian Manajemen Volume 1,Nomor 1,April 2019 Hal 92-103
[email protected] ISSN 2684-8775 (Online)
101
masing ARIMA, maka didapat satadard kesalahan ARIMA (2,1,2) yang paling kecil, dengan
demikian disimpulkan bahwa model ARIMA (2,1,2) adalah model yang lebih mendekati nilai
observasi, maka model yang dipilih dalam prediksi harga saham dalam penelitian ini adalah
model ARIMA (2,1,2).
Untuk model ARIMA (2,1,2) persamaan umumnya setelah diolah dari persamaan AR(2) dan
MA(2) ditulis menjadi : Yt= (1- 1- 2)C + (1+ 1)Yt-1 + ( 2- 1)Yt-2 – 2Yt-3 +q1 t-1 + q2 t-2
Berdasarkan hasil output e-views model ARIMA (2,1,2), didapat :
1
= AR(1)
= -1.249748
q1
= MA(1) =
1.28583 2
2
= AR(2)
= -0,907152
q2
= MA(2)= 0.973733
C = -2.817417
Maka: Yt =(1-(-1.249748)-(-0.907152)(-2.817417) + (1+(-1.249748)Yt-1 + (-
0.907152)-(- 1.249748)Yt-2 (-0.907152)Yt-3 + 1.285832 t-1 + 0.973733 t-2
Berdasarkan hasil perhitungan model di atas, maka didapat persamaan model yang paling
baik untuk memprediksi nilai saham di BEI Jakarta, adalah sebagai berikut:
Yt= -8.8943 – 0.249748Yt-1 + 0.342596Yt-2 - 0.907152Yt-3 + 1.285832 t-1 + 0.973733 t-2
7. Melakukan Estimasi
` Setelah mendapatkan model persamaan, selanjutnya kita akan melakukan estimasi.
Dalam melakukan estimasi dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu (1) menampilkan
grafik Dinamic maupun Static dan(2) menampilkan nilai estimasi itu sendiri.
Metode Grafik Dinamic
Gambar 3.2 Tampilan hasil estimasi dynamic
Gambar 3.3 arah(trend) dari IHSG selama tahun 2015 adalah arah(trend) yang
menurun, dengan standard kesalahan yang semakin hari semakin melebar. Output juga
memberikan nilai RMSE, MAE, dan MAPE untuk mengukur kesalahan peramalan. Jika
pengujian dilakukan pada satu model, besar kecilnya kesalahan tidak dapat ditentukan RMSE
Mpu Procuratio : Jurnal Penelitian Manajemen Volume 1,Nomor 1,April 2019 Hal 92-103
[email protected] ISSN 2684-8775 (Online)
102
dan MAE, karena besar kecilnya tergantung dari peubahnya, nilai yang terkecil adalah nilai
prediksi yang paling baik. Dalam penelitian ini hal itu tidak perlu lagi dilakukan, karena
model untuk peramalan telah ditemukan
Metode Grafik Static
Gambar 3.3 Tampilan hasil estimasi Static
Gambar 3.4 grafik dari IHSG maupun grafik standard kesalahannya mengikuti
fluktuasi dari data. Output juga memberikan nilai RMSE, MAE, dan MAPE yang nilainya
jauh lebih kecil dibandingkan dengan niali RMSE, MAE dan MAPE dari output metode
grafik dinamic. Dari hasil RMSE, MAE, dan MAPE untuk masing-masing metode grafik
diatas, disimpulkan bahwa metode grafik static yang lebih baik dan sebagian dari hasil
estimasi ditunjukkan berikut ini.
Nilai Estimasi
Nilai hasil estimasi 10 hari terakhir dari data penelitian.
Tabel 3.9
Tampilan nilai estimasi dan actual 10 hari terakhir
IHSG ACTUAL PREDICTED IHSG
4500.95 4456.81
4497.91 4511.29
4518.94 4497.82
4561.33 4506.38
4541.07 4542.86
4545.38 4521.52
4585.55 4532.94
4597.06 4584.69
4560.56 4606.31
4446.46 4572.47
Dari Tabel 3.9 di atas, penulis menampilkan data prediksi indeks dan indeks aktual
untuk sepuluh hari terakhir, dari seluruh data prediksi penelitian. Memang kalau kita
perhatikan secara seksama masih ada tingkat error antara harga prediksi dan harga aktual,
namun tujuan dari penelitian ini adalah mencoba memprediksi harga kedepan dan
memperkecil tingkat kesalahan dalam mengambil keputusan.
Mpu Procuratio : Jurnal Penelitian Manajemen Volume 1,Nomor 1,April 2019 Hal 92-103
[email protected] ISSN 2684-8775 (Online)
103
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk perhitungan prediksi
pergerakan IHSG di kemudian hari adalah dengan menggunakan model ARIMA (2,1,2) hal
ini diperkuat dengan data standard kesalahan (error) ARIMA (2,1,2) sebesar 51,30015 yaitu
standard kesalahan (error) yang terkecil diantara semua standard kesalahan (error) yang diuji,
hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Bambang Hendrawan yang memprediksi
IHSG Kompas 100. Dalam penelitian ini didapat persamaan model adalah: Yt= -8.8943 – 0.249748Yt-1 + 0.342596Yt-2 - 0.907152Yt-3 + 1.285832 t-1 + 0.973733 t-2
Hasil penelitian ini sekaligus menjadi masukan bagi para pelaku pasar khususnya dalam
memprediksi fluktuasi indeks ke depan.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
1. Abdul Hadi dkk, 2012, Aplikasi SPSS dalam Saham, Penerbit PT Elex Media Komputindo
2. Agus Widarjono,2009, Ekonometrika Pengantar dan Aplikasinya, Penerbit Ekonisa FE
UII, Yogyakarta
3. Algifari, 2012, “Estimasi Inflasi Kelompok Bahan Makanan Dengan Metode Box-
Jenkins”. Jurnal STIE YKPN Yogyakarta
4. Bambang Hendrawan, 2008, “ Penerapan Model ARIMA Dalam Memprediksi
IHSG Kompas 100”. Jurnal Politeknik Batam Parkway Street, Batam
5. Bambang Juanda, Junaidi, 2012, “ Ekonometrika Deret Waktu, Teori dan Aplikasi,
IPB Press
6. Dedi Rosadi, 2011, Ekonometrika&Analisis Runtut Waktu Terapan, Aplikasi untuk
bidang ekonomi, bisnis, dan keuangan, Penerbit Andi, Yogyakarta.
7. Djoni Hatidja 2011. “Penerapan Model Arima Untuk Memprediksi Harga Saham
PT Telkom Tbk”. Jurnal Ilmiah Sain, Vol 11 No.1. April 2011, page 116-123
8. Gujarati, Damodar N, Basic Econometrics, International edition, edisi ke-7 New York:
Mc Graw-Hill Higher Education, 2005
9. Kumar Manoj and Anand Madhu 2013,“ An Application of Time Series ARIMA
Forecasting model for Predicting Sugarcane Production in India”, Journal Studies in
Business and Economics page 81-94
10. Nachrowi, N. Djalal dan Hardius Usman, Penggunaan Teknuik Ekonometri:
Pendekatan
Populer&Praktis, edisi revisi Jakarta: PT Raja Grasindo
11. ,Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrika Untuk Analisis
Ekonomi dan Keuangan, LP FE UI, 2005
12. Prapanna Mondal, dkk,2014, “Study of Effectiveness of Time Series Model (ARIMA)
in Forecasting Stock Prices”, International Journal of Computer Science,
Engineering and Application (IJCSEA) vol 4 no.2 April 2014
13. Raymond Y.C.Tse, 1995, “An application of the ARIMA Model to Real Estate
Price in Hongkong,” Journal of Property Finance vol 8 no.2 page 152-163
14. S Alwadi et all 2011, “Selecting Wavelet Transforms Model in Forecasting Financial
Time Series Data Based on ARIMA Model”, Journal Mathematical Science Vol 5, 2011
page 315- 326
15. Wing Wahyu Winarno, 2011, Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews,
edisi 3, Penerbit UPP STIM
Mpu Procuratio : Jurnal Penelitian Manajemen Volume 1,Nomor 1,April 2019 Hal 92-103
[email protected] ISSN 2684-8775 (Online)
104
Mpu Procuratio : Jurnal Penelitian Manajemen Volume 1,Nomor 1,April 2019 Hal 92-103
[email protected] ISSN 2684-8775 (Online)
105
Mpu Procuratio : Jurnal Penelitian Manajemen Volume 1,Nomor 1,April 2019 Hal 92-
103 [email protected] ISSN 2684-8775 (Online)
106
Mpu Procuratio : Jurnal Penelitian Manajemen Volume 1,Nomor 1,April 2019 Hal 92-
103 [email protected] ISSN 2684-8775 (Online)
107
Mpu Procuratio : Jurnal Penelitian Manajemen Volume 1,Nomor 1,April 2019 Hal 92-103
[email protected] ISSN 2684-8775 (Online)
108
Mpu Procuratio : Jurnal Penelitian Manajemen Volume 1,Nomor 1,April 2019 Hal 92-103
[email protected] ISSN 2684-8775 (Online)
109
Mpu Procuratio : Jurnal Penelitian Manajemen Volume 1,Nomor 1,April 2019 Hal 92-103
[email protected] ISSN 2684-8775 (Online)
110
,
Mpu Procuratio : Jurnal Penelitian Manajemen Volume 1,Nomor 1,April 2019 Hal 92-103
[email protected] ISSN 2684-8775 (Online)
111
Mpu Procuratio : Jurnal Penelitian Manajemen Volume 1,Nomor 1,April 2019 Hal 92-103
[email protected] ISSN 2684-8775 (Online)
112
Mpu Procuratio : Jurnal Penelitian Manajemen Volume 1,Nomor 1,April 2019 Hal 92-103
[email protected] ISSN 2684-8775 (Online)
113
Mpu Procuratio : Jurnal Penelitian Manajemen Volume 1,Nomor 1,April 2019 Hal 92-103
[email protected] ISSN 2684-8775 (Online)
114
Mpu Procuratio : Jurnal Penelitian Manajemen Volume 1,Nomor 1,April 2019 Hal 92-
103 [email protected] ISSN 2684-8775 (Online)
115