4
Landasan utama pengaturan pengadaan tanah ini ada dalam Pasal 18 UUPA “Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak- hak atas tanah dapat dicabut, dengan mmberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur UndangUndang. Walaupun didalam Pasal 21, 29, 42, dan 45 UUPA mengandung prinsip penguasaan dan penggunaan tanah secara individu, namun hak-hak atas tanah yang bersifat pribadi tersebut mengandung unsur kebersamaan. Sifat pribadi hakhak atas tanah yang sekaligus mengandung unsur-unsur kebersamaan di pertegas dalam Pasal 6 UUPA yang mana semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Ketentuan lebih lanjut, mengenai pengadaan tanah di atur dalam Peraturan Pemerintah. Pengadaan tanah pada dasarnya dilakukan demi melakukan pelakasanaa pembangunan, namun dalam melaksanakannya dibutuhkan tanah, sehingga proses dalam penyediaan tanah dalam rangka pembangunan ini yang disebut proses pengadaan tanah. Dalam menjalani proses pengadaan tanah, terdapat peraturan- peraturan yaitu: 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Pasal 14 ayat (1) , Pasal 18 2. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 1975 tentang Ketentuan-ketentuan Mengenai Tata Cara Pembebasan Tanah. 3. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1976 tentang Penggunaan Acara Pembebasan Tanah Untuk Kepentingan Pemerintah Bagi Pembebasan Tanah Olehh Pihak Swasta.

Pengadaan Tanah

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ses

Citation preview

Page 1: Pengadaan Tanah

Landasan utama pengaturan pengadaan tanah ini ada dalam Pasal 18 UUPA “Untuk

kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari

rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan mmberi ganti kerugian yang layak dan

menurut cara yang diatur UndangUndang. Walaupun didalam Pasal 21, 29, 42, dan 45 UUPA

mengandung prinsip penguasaan dan penggunaan tanah secara individu, namun hak-hak atas

tanah yang bersifat pribadi tersebut mengandung unsur kebersamaan. Sifat pribadi hakhak

atas tanah yang sekaligus mengandung unsur-unsur kebersamaan di pertegas dalam Pasal 6

UUPA yang mana semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Ketentuan lebih lanjut,

mengenai pengadaan tanah di atur dalam Peraturan Pemerintah.

Pengadaan tanah pada dasarnya dilakukan demi melakukan pelakasanaa

pembangunan, namun dalam melaksanakannya dibutuhkan tanah, sehingga proses dalam

penyediaan tanah dalam rangka pembangunan ini yang disebut proses pengadaan tanah.

Dalam menjalani proses pengadaan tanah, terdapat peraturan-peraturan yaitu:

1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Pasal 14 ayat (1) , Pasal 18

2. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 1975 tentang Ketentuan-ketentuan

Mengenai Tata Cara Pembebasan Tanah.

3. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1976 tentang Penggunaan Acara

Pembebasan Tanah Untuk Kepentingan Pemerintah Bagi Pembebasan Tanah Olehh

Pihak Swasta.

4. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1985 tentang Cara pengadaan Tanah

Untuk Pembangunan Proyek Di wilayah Kecamatan.

Namun, ketiga perakturan mentri diatas, dinyatakan tidak berlaku, lagi dengan

dikeluarkanya.

1. Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 tentang Pengadaaan Tanah bagi Pelaksanan

Pembangunan Untuk Kepentingan Umum yang dinyatakan tidak berlaku lagi dengan

dikeluarkanya:

2. Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan

Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, yang telah disempurnakan oleh:

3. Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden

Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk

Kepentingan Umum. Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 jo Nomor 36 Tahun

2006 hanya mengatur mekanisme pengadaaan tanah dan tidak digunakan untuk

melakakukan Hak Atas Tanah yang pada hakikatnya merupakan subtansi undang-

undang.

Page 2: Pengadaan Tanah

4. Peraturan Menteri Agraria/Kepala BBPN Nomor 1 Tahun 1994 tentang Ketentuan

Pelaksanaan Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993. Peraturan Menteri

Agraria/Kepala BPN Nomr 1 Tahun 1994 ini masih digunakan sebagai pediman

pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembagunan untuk kepentingan umum karena hingga

saat ini belum ada peraturan pelaksana dari Peraturan Presdien Nomor 65 Tahun 2006.

5. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 Tentang Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan

Benda-Benda Ynag Ada Di Atasnya. Jika keadaan mengharuskan dilakukannya

pencabutan Hak Atas Tanah maka Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 jo Nomor

65 Tahun 2006 tida lagi dapat diterapkan dengan langkah berikutnya adalah dengan

menggunakan instrumen Undang-Unddang Nomor 20 Tahun 1961 dan peraturan

Pelaksanaannya.

6. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1973 tentang Acara Penetapan Ganti Kerugian

oleh Pengadilan Tinggi Sehubungan Dengan Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan

Benda-Benda Yang Ada Diatasnya.

7. Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 1973 tentang Pelaksanaan Pencabutan Hak-Hak Atas

Tanah dan Benda-benda yang ada diatasnya.

8. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan

Untuk Kepentingan Umum.

9. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan

Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.

10. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Petunjuk

Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah.

Maka dari sejumlah peraturan yang tersangkut didalam pengadaan tanah dapat

disimpulkan bahwa cara memperoleh tanah dalam pelaksanaan pengadaan tanah, yakni

dengan memberi ganti rugi (cara yang paling utama), melepaskan hak atas tanah, dan dengan

mencabut hak atas tanah.

Penerapan prinsip-prinsip dalam pengadaan tanah, diatur dalam peraturan perundang-

undangan dalam Perpres Nomor 71 Tahun 2012, Pasal 3 ayat (1) dan Pasal 4 yaitu:

1. Setiap Instansi yang memerlukan tanah bagi Pembangunan Untuk kepentingan umum

membuat rencana Pengadaan Tanah yang didasarkan pada:

a. Rencana Tata Ruang Wilayah;dan

b. Prioritas Pembangunan yang tercantum dalam

1) Rencana Pembangunan Jangka Menengah;

2) Rencana Strategis;dan

Page 3: Pengadaan Tanah

3) Rencana Kerja Pemerintaj Instansi yang bersangkutan.

2. Rencana Tata Ruang Wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat 1 huruf a,

didasarkan atas:

a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;

b. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi; dan/atau

c. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota