Upload
dwie-hartono
View
845
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Di PT.Perkebunan Nusantara III Unit Usaha Gunung Para
Citation preview
23
BAB IV
PELAKSANAAN TUGAS KHUSUS
PENGARUH NH3 DAN CH2O2 TERHADAP PROSES PENGOLAHAN
RIBBED SMOKE SHEET
4.1 Pendahuluan
4.1.1 Latar Belakang
Tanaman karet memiliki peranan yang besar dalam kehidupan
perekonomian Indonesia. Hasil devisa yang diperoleh dari karet cukup besar,
bahkan Indonesia pernah menguasai produksi karet dunia dengan melibas negara-
negara lain dan negara asal tanaman karet sendiri di Dataran Amerika Selatan.
Daerah Sumatera Utara merupakan daerah perkebunan, salah satu diantaranya
adalah perkebunan karet yang dikenal dengan perkebunan inti rakyat (PIR),
perkebunan swasta , nasional, maupun asing. Tanaman karet ini menghasilkan
getah yang disebut dengan latek.
Ribbed Smoked Sheet (RSS)) adalah salah satu jenis produk olahan yang
berasal dari latek/getah tanaman karet (Hevea brasiliensis) yang diolah secara
teknik mekanis dan kimiawi dengan pengeringan menggunakan rumah asap serta
mutunya memenuhi standard The Green Book dan konsisten. Prinsip pengolahan
jenis karet ini adalah mengubah lateks kebun menjadi lembaran-lembaran sheet
melalui proses penyaringan, pengenceran, pembekuan, penggilingan serta
pengasapan. Beberapa faktor penting yang memengaruhi mutu akhir pada
pengolahan RSS diantaranya adalah pembekuan atau koagulasi latek, pengasapan
dan pengeringan. RSS digunakan sebagai bahan baku dalam
pembuatan ban kendaraan bermotor, khususnya jenis ban radial.
4.1.2 Perumusan Masalah
Amoniak (NH3) dan Asam Semut (CH2O2) adalah bahan kimia yang biasa
digunakan dalam industri pembuatan Ribbet Smoke Sheet. Amoniak digunakan
untuk menghindari proses penggumpalan pada latek selama dalam perjalanan
menuju tempat pengolahan. Sedangkan asam semut digunakan untuk membantu
24
proses penggumpalan pada latek yang telah diencerkan. Setiap produk akan
dihitung kadar amoniak dan asam semut yang digunakan. Kandungan bahan kimia
yang digunakan jika tidak sesuai maka akan berpengaruh terhadap standar mutu
dari prosuk yang dihasilkan.
4.1.3 Batasan Masalah
Mengetahui kadar NH3, DRC pada latek serta mengetahui berapa jumlah
Air dan CH2O2 yang digunakan pada unit pengenceran dan penggumpalan latek.
4.1.4 Tujuan Kerja Praktek
Tujuan utama dari pelaksanaan Kerja Praktek ini adalah membandingkan
teori-teori yang telah didapat pada masa perkuliahan dengan praktek nyata yang
merupakan gambaran sesungguhnya dalam kegiatan dunia bisnis yang erat
hubungannya dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Adapun tujuan kerja praktek yang penulis lakukan ini antara lain yaitu :
1. Dapat meningkatkan kemampuan dan ketrampilan mahasiswa/i sebagai bekal
kerja yang sesuai dengan program studi teknik kimia.
2. Menumbuh kembangkan sikap penulis dalam rangka memasuki lapangan
kerja.
3. Mengetahui kadar NH3, DRC pada latek serta mengetahui berapa jumlah Air
dan CH2O2 yang digunakan pada unit pengenceran dan penggumpalan latek.
4. Meningkatkan pengetahuan penulis dalam hal penggunaan instrument kimia
dipabrik yang belum pernah dilihat sebelumnnya.
5. Meningkatkan wawasan pada aspek-aspek yang propesional dalam dunia
kerja, antara lain ; struktur organisasi, disiplin, lingkungan, dan sistem kerja.
6. Membina hubungan dan kerjasama yang baik antara Universitas Malikussaleh
dengan PT. Perkebunan Nusantara (Persero) Kebun Gunung Para.
4.1.5 Manfaat Kerja Praktek
Beberapa manfaat dari kerja praktek selama ini,antara lain :
Menyiapkan diri guna menghadapi dunia kerja yang sesungguhnya.
Melatih diri untuk berdisiplin dan bertanggung jawab.
25
Melatih diri untuk dapat bersosialisasi maupun berkomunikasi dengan
orang lain yang berasal dari tingkatan sosial yang berbeda.
4.1.6 Tempat dan Jadwal Kerja Praktek
Kerja praktek ini dilaksanakan di PT.Perkebunan Nusantara III (Persero)
Kebun Gunung Para, tepatnya didaerah kecamatan Dolok Merawan kabupaten
Serdang Bedagei provinsi Sumatera Utara. PT. Perkebunan Nusantara III
(Persero) memiliki cabang perusahaan yang berada diberbagai daerah di Sumatera
Utara, tetapi hanya beberapa saja yang memiliki tempat proses pengolahan latek
salah satunya adalah Kebun Gunung Para.
Kerja praktek ini mulai dilaksanakan dari tanggal 25 Juli 2012 sampai 31
Agustus 2012, setiap hari kerja yaitu hari senin sampai sabtu. Dimana setiap
harinya dimulai pukul 07.30-11.00 WIB dan dilanjutkan lagi pada pukul 12.00-
14.30 WIB.
4.2 Landasan Teori
4.2.1 Pengertian Ribbet Smoke Sheet
Ribbed Smoked Sit (RSS)) adalah salah satu jenis produk olahan yang
berasal dari lateks/getah tanaman karet (Hevea brasiliensis) yang diolah secara
teknik mekanis dan kimiawi dengan pengeringan menggunakan rumah asap serta
mutunya memenuhi standard The Green Book dan konsisten.
4.2.2 Penentuan kadar amoniak (NH3)
Amonia adalah senyawa kimia dengan rumus NH3. Biasanya senyawa ini
didapati berupa gas dengan bau tajam yang khas (disebut bau amonia).
Penambahan bahan kimia berupa amoniak cair 5% digunakan untuk mencegah
prakoagulasi pada lateks selama perjalanan menuju pabrik untuk di olah menjadi
RSS. Latek tidak dapat diolah apabila kadar amoniak melebihi batas atas yaitu
0,75 gr/liter .
4.2.3 Penentuan kadar DRC
DRC adalah kadar karet kering yang terdapat pada lateks. Pemeriksaan ini
dilakukan karena latek yang akan diolah akan mengalami perlakuan-perlakuan
26
pengolahan seperti proses pengenceran. Dengan mengetahui DRC latek yang
diterima maka dapat ditentukan jumlah air yang akan digunakan untuk dalam
proses pengolahannya. Latek yang baik adalah latek dengan kadar DRC ≥ 28%.
4.2.4 Proses pengenceran
Gambar 4.1 Bak Proses Pengenceran
Setelah lateks berada dalam bak penerimaan, dilakukan pengenceran lateks
dengan air untuk mendapatkan DRC 13%-14%. Delama pengenceran lateks dan
air dilakukan pengadukan dengan mesin pengaduk agitator. Banyaknya air yang
dibutuhkan untuk proses pengenceran dihitung dengan menggunakan rumus :
V 2= DRC 1−DRC 2DRC 2
x V 1
dimana :
V2 = Volume air yang dibutuhkan untuk proses pengenceran
V1 = Volume latek sebelum diencerkan
DRC1 = DRC lateks sebelum diencerkan
DRC2 = DRC pengenceran yang diinginkan
27
Air yang digunakan untuk pengenceran lateks harus benar-benar bersih.
4.2.5 Asam Formic (CH2O2)
Asam formic adalah asam karboksilat yang paling sederhana. Asam format
secara alami terdapat pada antara lain sengat lebah dan semut. Asam format juga
merupakan senyawa intermediet (senyawa antara) yang penting dalam banyak
sintesis kimia. Rumus kimia asam format dapat dituliskan sebagai HCOOH atau
CH2O2. Tujuan dari penambahan asam adalah untuk menurunkan pH latek
sehingga latek akan membeku atau berkoagulasi, yaitu pada pH antara 4.5-4.7.
4.2.6 Proses penggumpalan
Gambar 4.2 Bak Koagulasi
a. Latek yang sudah diencerkan di bak pengeceran lalu dialirkan ke dalam bak
koagulasi melalui saringan 40 – 60 mesh. Latek yang sudah berada di bak
koagulasi dilakukan pembuangan buih dengan menarik saringan empat persegi
dengan ukuran 60 mesh sampai dua atau tiga kali tarikan. Isi bak koagulasi
lebih kurang 600 liter latek yang telah dicairkan.
28
b. Untuk pembekuan latek, dilakukan pembubuhan Formic Acid (asam semut) 2-
2,5% dengan dosis 7,5 ltr/ton latek (yang sudah diencerkan). Selama
pembubuhan Formic Acid dilakukan pengadukan agar campuran menjadi
homogen degan cara 8 kali maju dan 8 kali mundur. Buih yang terbentuk
selama proses pengadukan harus dihilangkan dengan alat seser yang terbuat
dari aluminium.
c. Setelah busa/buih dibuang dan tidak tampak lagi pada permukaan lateks, lalu
dipasang plat penyekat yang terbuat dari aluminium. Sebelum dipasang plat
harus terlebih dahulu dicuci dengan air hingga bersih untuk menghindari
timbulnya gelembung-gelembung udara. Pemasangan sekat dimulai dengan
membagi bak koagulasi menjadi 2 bagian yang sama. Petak yang sudah
terbagi, kembali disekat menjadi 2 bagian yang sama. Demikian seterusnya
hingga semua sekat terpasang.
d. Setelah latek membeku menjadi koagulum, tambahkan air pada bak sampai
melebihi permukaan koagulum. Hal ini dilakukan untuk mencegah lateks
teroksidasi dan mencegah melekatnya koagulum pada sekat dan bak serta
memudahkan proses pengambilan koagulum.
e. Proses penggumpalan membutuhkan waktu selama 2-4 jam sejak penambahan
asam. Setelah itu plat penyekat dicabut dengan hati-hati, kemudian koagulum
dimasukan ke talang luncuran yang berisi air untuk dibawa ke mesin
penggilingan.
4.2.7 Standar Mutu
Penentuan mutu latek berpedoman pada “The Green Book”. Sheet yang
telah selesai disortir dan dikelompokkan berdasarkan jenis mutunya yaitu:
a) RSS-I
Dimana sheet harus bebas dari segala kotoran dan gelembung-
gelembung, sheet cukup kering, bebas jamur, dan elastisitas cukup baik
serta tidak melekat.
b) RSS-II
29
Dimana sheet harus bebas dari segala kotoran, gelembung-gelembung
yang sangat halus serta terpencar-pencar masih dapat dibenarkan, sedangkan
syarat lain sama dengan mutu RSS-I.
c) RSS-III
Dimana dibenarkan jika terdapat sedikit kotoran serta gelembung-
gelembung yaitu gelembung-gelembung halus merata dan gelembung besar
yang menumpuk terpencar-pencar, bekas-bekas jamur yang telah
dibersihkan, serta lembaran yang koyak dapat dibenarkan.
4.2.8 Analisa Laboraturium
Latek yang dikirim untuk diolah kemudian dianalisa di laboraturium untuk
mengetahui kadar NH3 dan DRC. Berikut ini adalah Instruksi Kerja di
Laboratorium Pengendalian Mutu (Quality Control)
- Tujuan
Memastikan bahwa latek yang diterima baik atau layak untuk diolah menjadi
RSS.
- Ruang lingkup
Kadar amoniak yang digunakan untuk mencegah terjadinya penggumpalan
dini pada latek. Nilai DRC adalah kadar karet kering yang terdapat pada
lateks.
- Referensi
The Green Book
SNI 06-0001-1987
30
a. Analisa Kadar NH3
- Alat dan Bahan
Alat Bahan
- Erlenmeyer 250 cc
- Buret volume 500 ml
- Botol semprot 1 liter
- Pipet tetes
- Larutan H2SO4 0.1 N
- Aquades
- Metile Red cair 0.1 N
Alat pelindung diri
- Masker
- Sarung Tangan
Uraian instruksi kerja
- Sampel diambil dari tiap-tiap tangki pengangkut latek dari kebun sebanyak
10 cc
- Sampel dimasukkan kedalam erlemeyer 250 ml dan aquades 90 ml.
- Tambahkan metile red sebanyak 2 tetes dan aduk hingga larutan menjadi
homogen.
- Titrasi dengan larutan H2SO4 0.1 N standart sampai berubah warna menjadi
merah jingga.
- Perhitungan.
NH 3=(BM xV )
Keterangan :
NH3 = kadar amoniak.
BM = berat molekul larutan sampel.
V = volume larutan asam sulfat yang dipakai pada contoh.
31
b. Analisa Kadar DRC
- Alat dan Bahan
Alat Bahan
- Cawan kaca
- Neraca analitik
- Pipet tetes
- Mounster
- Oven
- Desikator
Larutan CH2O2 15%
Alat pelindung diri
- Masker
- Sarung Tangan
Uraian instruksi kerja
- Latek yang datang dari kebun diukur dengan kayu rol pengukur dalam
satuan liter dan dikonversikan kedalam satuan berat (kg).
- Setiap tangki dari truk pengangkut latek kebun diambil contoh sebanyak ±
500 cc.
- Lalu sampel ditimbang dengan neraca analitik dalam cawan kaca sebanyak
10 gram (tidak ikut berat cawan kaca).
- Tambahkan asam formic 15% sebanyak 5 cc agar terjadi pembekuan pada
latek.
- Latek yang sudah membeku kemudian digiling menggunakan alat Mounster
sehingga berbentuk lembaran tipis dengan ketebalan ± 1-2 mm.
- Lalu lembaran dikeringkan dalam oven selama 1 jam dengan suhu 100-110 oC.
- Lembaran dengan memasukan kedalam desikator selama 15 menit.
-.Lalu tiap-tiap lembarang ditimbang secara teliti menggunakan neraca
analitik.
32
- Perhitungan
DRC= Berat lembar keringBerat sampel
x 100 %
Keterangan :
DRC = kadar karet kering
4.3 Permasalahan
Mengetahui apakah latek telah memenuhi standar mutu untuk diolah
menjadi RSS.
4.4 Hasil dan Pembahasan
4.4.1 Hasil
Analisis NH3 dan kadar DRC
Sampel yang digunakan pada laporan ini adalah lateks yang masih
didalam truk tangki. Dimana akan dapat dilihat perbandingan antara latek yang
sesuai parameter standar mutu dengan yang tidak sesuai parameter standar mutu.
Tabel 4.1 Hasil Uji Analisa Sampel
Sampel NH3 DRC Air
Tangki A 0,493 29,14 % 11,169 ton
Tangki B 0,476 28,52 % 10,737 ton
Tangki C 0,612 - -
4.4.2 Pembahasan
Amoniak digunakan sebagai anti koagulan pada latek selama dalam
perjalanan menuju pabrik untuk diolah. Kadar amoniak dalam latek ini dapat
mempengaruhi mutu produksi jika tidak diperhatikan penggunaannya. Standar
33
latek yang di ijinkan adalah ≤ 0,5 gr/liter, jika kandungan berlebih maka latek
tidak dapat diolah menjadi RSS.
Terlihat pada sampel ditangki A kadar amoniak yang terdapat pada latek
sebanyak 0,493 gr/liter dan inilah kondisi paling baik untuk diolah menjadi RSS.
Pada sampel ditangki B kadar amoniaknya sedikit lebih rendah yaitu 0,476
gr/liter, sedikit lebih rendah dari tangki yang pertama. Latek ini masih dapat
diolah menjadi RSS dengan mencampurkannya dengan lateks yang dalam kondisi
sempurna. Sedangkan pada sampel ditangki C terlihat kadar amoniaknya terlalu
tinggi 0,612 dan telah melebihi dari standar mutu yang ditetapkan.
Dengan demikian latek pada tangki C tidak dapat diolah menjadi RSS.
Latek yang tidak baik nantinya akan diendapkan semalam pada bak slab dengan
mencampurkan bahan kimia seperti Hydroksilamine Neutral Sulfat 10% atau
Sodium Meta Bisulfit 10%. Setelah menggumpal latek kemudian dibelah menjadi
kotak-kotak untuk kemudian digunakan sebagai bahan baku pembuatan Crumb
Rubber. Hal ini dikarenakan NH3 bersifat volatil (mudah menguap), sehingga jika
latek dengan kadar amonia tinggi tetap diproses menjadi RSS akan menyebabkan
karet sheet yang berada dalam ruang pengasapan mengolami pemberondongan
dan bewarna gelap atau gosong.
Latek yang lulus uji amoniak selanjutnya akan kembali dianalisa kadar
karet keringnya (DRC). Hal ini dilakukan agar diketahui berapa air yang
diperlukan untuk proses pencairan latek. Setelah dianalisa maka dapat dilihat
bahwa latek dengan mutu baik yaitu dengan kadar DRC ≥ 28%.
Terlihat bahwa latek dalam tangki A memiliki kadar DRC 29,14 % ,
sedangkan pada tanki B kadar DRC-nya 28,52 % sedikit berbeda. Dengan
mengetahui kadar DRC nya. Kadar DRC pada latek tidak pernah sama, karena
kadar DRC sangat dipengaruhi oleh banyak hal seperti cuaca, musim, dan faktor
yang terdapat pada tanaman karet itu sendiri. Dimusim penghujan kadar DRC
pada latek lebih rendah, dikarenakan latek banyak tercampur dengan air. Sehingga
NH3 yang ditambahkan dosisnya harus ditingkatkan untuk menjaga agar tidak
tidak terjadi kerusakan pada latek.
34
Latek yang telah lulus uji standar mutu kemudian langsung diturunkan dari
tangki pengangkutan langsung ke unit pengenceran. Berapa air yang diperlukan
untuk proses pencairan dapat dilihat pada Lampiran A. Setelah latek diencerkan
kemudian akan digumpalkan pada unit koagulasi. Disini latek yang telah dicairkan
kemudian ditambahkan koagulan yaitu asam formic (CH2O2). Berapa banyak
koagulan yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran A.
Pemberian bahan penggumpal (koagulan) seperti asam yang berlebih atau
terlalu banyak akan menyebabkan koagulum menjadi keras dan sulit untuk
digiling, sedangkan jika pemberian kurang maka koagulum akan menjadi lunak,
membubur atau tetap encer (tidak menggumpal). Dalam proses penggumpalan,
larutan asam dimasukkan perlahan-lahan secara merata, kemudian diaduk
perlahan hingga homogen (seragam). Tebal karet sheet yang tidak merata dapat
disebabkan karena pencampuran latek dan asam yang tidak seragam, pemberian
asam yang tidak cukup, lateks terlalu encer, atau letak bak yang miring.
Gelembung gas yang timbul dalam karet sheet dapat disebabkan karena
penggumpalan terjadi terlalu cepat dengan menggunakan asam yang berlebih, atau
asam yang terlalu pekat, penyaringan yang kurang baik, waktu penggumpalan
terlalu lama dan kurang sempurna. Apabila latek telah menggumpal sempurna,
maka di atas gumpalan tersebut digenangi air untuk mencegah terjadinya oksidasi
dengan udara yang dapat mengakibatkan timbulnya bercak-bercak hitam pada
permukaan koagulum.
Penggunaan NH3 berbanding lurus dengan CH2O2. Semakin banyak
amoniak digunakan maka akan semakin banyak juga asam semut yang digunakan.
Hal ini berpengaruh terhadap biaya produksi, karena harga amonia dan asam
semut tidak lah murah.