Upload
others
View
6
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING
TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA
SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 10 LUBUKLINGGAU TAHUN
PELAJARAN 2016/2017
Oleh:
May Restuti1 Anna Fauziah
2 Sri Handayani
3
STKIP-PGRI Lubuklinggau
Email: [email protected]
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Problem Based Learning
terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas VIII SMP
Negeri 10 Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2016/2017”. Masalah pada penelitian ini
adalah apakah terdapat pengaruh model pembelajaran Problem Based Learning
terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VIII SMP Negeri
10 Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2016/2017. Jenis Penelitian yang digunakan
berbentuk True Eksperimental Design. Populasinya seluruh siswa kelas VIII SMP
Negeri 10 Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2016/2017 yang terdiri dari 85 siswa.
Sebagai sampel kelas eksperimen yaitu kelas VIII.2, kelas kontrol yaitu kelas VIII.1.
Pengumpulan data dilakukan dengan teknik tes. Data yang terkumpul dianalisis
menggunakan uji-t. Berdasarkan hasil analisis uji-t dengan taraf kesalahan sebesar
= 0,05, diperoleh thitung > ttabel (2,70 > 1,67), sehingga dapat disimpulkan bahwa
terdapat pengaruh model pembelajaran Problem Based Learning terhadap
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 10
Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2016/2017. Rata-rata skor kemampuan pemecahan
masalah matematika siswa setelah diberi perlakuan di kelas eksperimen sebesar 24,72
dan kelas kontrol sebesar 19,64.
Kata Kunci: Problem Based Learning, Pemecahan Masalah, Matematika
PENDAHULUAN
Menurut Housean (2012:2), pemecahan masalah matematika dapat diartikan
sebagai proses berpikir yang menggunakan pengetahuan matematika dalam
menghadapi suatu permasalahan untuk mencari jalan keluar atau menemukan solusi
dari kesulitan yang ada. Menurut Haryani (2011:121) masalah sering juga disebut
sebagai kesulitan, hambatan, gangguan, ketidakpuasan, ataupun kesenjangan. Dalam
pemecahan masalah biasanya melibatkan beberapa kombinasi konsep dan
keterampilan dalam situasi baru atau situasi berbeda.
1Mahasiswa STKIP-PGRI Lubuklinggau
2,3Dosen STKIP-PGRI Lubuklinggau
2
Pelajaran matematika pada umumnya justru dikenal sebagai mata pelajaran
yang tidak disukai siswa dengan demikian dapat mengakibatkan tujuan pembelajaran
yang diharapkan menjadi sulit dicapai. Salah satu masalah dalam pembelajaran
matematika adalah kurangnya kemampuan siswa terhadap pemecahan masalah.
Menurut Syaiful (2012:37) salah satu faktor penyebab kurangnya kemampuan
pemecahan masalah siswa adalah faktor kebiasaan belajar, siswa hanya terbiasa
belajar dengan cara menghafal, cara ini tidak melatih kemampuan pemecahan
masalah matematis siswa yang merupakan akibat dari model pembelajaran
konvensional. Sedangkan menurut Gunantara, Suarjana, & Riastini (2014:4) secara
umum proses pembelajaran matematika di kelas tersebut dominan berpusat pada
guru. Hal tersebut menyebabkan banyak siswa yang pasif dalam mengikuti proses
pembelajaran.
Hasil dari wawancara yang dilakukan peneliti pada salah seorang guru kelas
VIII SMP Negeri 10 Lubuklinggau didapat bahwa siswa sudah antusias dalam
mengikuti proses pembelajaran matematika. Guru juga telah berusaha aktif untuk
memaksimalkan kegiatan pembelajaran matematika, namun diketahui bahwa guru
masih menggunakan model konvensional dalam pembelajaran. Selain itu, soal-soal
yang diberikan guru kepada siswa adalah soal-soal rutin yang tidak mengembangkan
kemampuan berpikir siswa untuk menyelesaikan masalah. Kemampuan pemecahan
masalah siswa masih rendah juga karena siswa belum terbiasa menyelesaikan soal
pemecahan masalah. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah
siswa kelas VIII tergolong kurang.
Untuk mengatasi permasalahan di atas diperlukan sebuah model pembelajaran
yang aktif, inovatif dan dapat membantu siswa berlatih dalam pemecahan masalah
matematika. Salah satu model pembelajaran yang dapat membantu siswa berlatih
dalam pemecahan masalah adalah Problem Based Learning. Menurut Komalasari
(2010:58), Problem Based Learning merupakan strategi pembelajaran menggunakan
masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang berpikir
kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan
dan konsep yang esensi dari mata pelajaran.
3
Berdasarkan uraian permasalahan di atas, maka permasalahan penelitian ini
adalah apakah terdapat pengaruh model pembelajaran Problem Based Learning
terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa kelas VIII SMP Negeri 10
Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2016/2017.
Kemampuan Pemecahan Masalah
Kemampuan menyelesaikan masalah merupakan tujuan umum pengajaran
matematika, mengandung pengertian bahwa matematika dapat membantu dalam
memecahkan persoalan baik dalam pelajaran lain maupun dalam kehidupan sehari-
hari. Menurut Purnomo & Mawarsari (2014:25) kemampuan pemecahan masalah
merupakan kemampuan lain yang harus dimiliki guru matematika. Kemudian
menurut Polya (dalam Gunantara, Suarjana, & Riastini 2014:4), kemampuan
pemecahan masalah adalah proses yang ditempuh oleh seseorang untuk
menyelesaikan masalah yang dihadapinya sampai masalah itu tidak lagi menjadi
masalah baginya
Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan
pemecahan masalah adalah potensi yang dimiliki seseorang atau siswa dalam
menyelesaikan permasalahan untuk memecahkan suatu masalah yang dihadapi oleh
siswa tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Polya (dalam Kodariyati & Astuti, 2016:2) indikator dalam pemecahan
masalah meliputi: (1) memahami soal atau masalah; (2) membuat suatu rencana atau
cara menyelesaikanmya; (3) melaksanakan rencana; dan (4) menelaah kembali
terhadap semua langka-langka yang dilakukan. Melalui tahapan-tahapan dalam
pemecahan masalah tersebut, maka akan melatih kemampuan berpikir siswa untuk
dapat memecahkan masalah matematika secara efektif.
Untuk mengetahui hasil kemampuan pemecahan masalah siswa terdapat
instrumen yang digunakan untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa. Adapun pemberian skor dalam pemecahan masalah
memperlihatkan bagaimana cara untuk menyelesaikan masalah.
Pemberian skor pemecahan masalah dalam penelitian ini diadopsi dari
penskoran pemecahan masalah yang dikemukakan oleh Fauziah (2010:40), dapat
dilihat pada Tabel 1 berikut:
4
Tabel 1
Pedoman Penskoran Kemampuan Pemecahan Masalah
Skor Memahami
masalah
Merencanakan
penyelesaian
Melaksanakan
rencana
penyelesaian
Memeriksa
kembali hasil
penyelesaian
0 Salah
menginterpresta-
sikan/salah sama
sekali
Tidak ada rencana,
membuat rencana yang
tidak relevan
Tidak melakukan
perhitungan
Tidak ada
pemeriksaan atau
tidak ada
keteranagan lain
1 Salah
menginterpresta
sikan sebagian
soal,
mengabaikan
Membuat rencana
pemecahan yang tidak
dapat dilaksanakan,
sehigga tidak dapat
dilaksanakan
Melaksanakan
prosedur yang benar
dan mungkin
menghasilkan
jawaban yang benar
tapi salah
perhitungan
Ada pemeriksaan
tetapi tidak tuntas
2 Memahami
masalah soal
selengkapnya
Membuat rencana yang
benar tetapi salah dalam
hasil/tidak ada hasil
Melakukan proses
yang benar dan
mendapatkan hasil
yang benar
Pemeriksaan
dilaksanakan
untuk melihat
kebenaran proses
3
-
Membuat rencana yang
benar, tetapi tidak
lengkap
-
-
4
-
Membuat rencana sesuai
dengan prosedur dan
mengarah pada solusi
yang benar
- -
Skor maksimal 2 Skor maksimal 4 Skor maksimal 2 Skor maksimal 2
Model Problem Based Learning
Pembelajaran Problem Based Learning pertama kali diterapkan di McMaster
University School of Medicine Kanada pada tahun 1969. Duch (dalam Riyanto,
2009:285) menyatakan bahwa Problem Based Learning adalah suatu model
pembelajaran yang menghadapkan peserta didik pada tantangan “belajar untuk
belajar”. Menurut Jauhar (2011:88), pembelajaran berbasis masalah dikembangkan
untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, memecahkan masalah,
dan keterampilan intelektual serta menjadi pelajar yang mandiri.
Sumber : dimodifikasi dari Fauziah (2010:40)
5
Karakteristik Problem Based Learning
Menurut Arends (dalam Riyanto, 2009:287) mengidentifikasi empat
karakteristik dalam Problem Based Learning yakni sebagai berikut: (1) Pengajuan
masalah; (2) keterkaitan antar disiplin ilmu; (3) investigasi autentik; dan (4) kerja
kolaboratif.
Adapun langkah-langkah model pembelajaran Problem Based Learning yang
akan diterapkan dalam penelitian ini, sebagai berikut:
1. Orientasi masalah kepada siswa, pada tahap ini guru menyampaikan tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai, mereview pengetahuan yang dibutuhkan untuk
memecahkan masalah, membangkitkan motivasi peserta didik agar peserta didik
dapat terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah.
2. Mengorganisasikan siswa untuk belajar, pada tahap ini guru membagi siswa
menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 4-5 siswa secara heterogen yang
telah dibentuk sebelumnya, lalu guru membagikan masalah spesifik dan konkret
berupa LKS untuk dipecahkan.
3. Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok, pada tahap ini guru
membimbing siswa mencari dan mengumpulkan informasi untuk memecahkan
masalah.
4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya, guru membantu siswa dalam
merencanakan dan menyiapkan hasil karya masing-masing kelompok.
5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah, guru membantu
siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah true experimental design, dengan desain berbentuk
random, pre-test, post-test group design yang memiliki pola :
Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 10
Lubuklinggau tahun pelajaran 2016/2017. Sampel dalam penelitian ini adalah kelas
E O1 X O2
K O1 O2
K O3 O4
R
6
VIII.2 sebagai kelas eksperimen diberikan perlakuan menggunakan Problem Based
Learning dan kelas VIII.1 sebagai kelas kontrol diberikan perlakuan menggunakan
pembelajaran konvensional.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
tes. Teknik tes digunakan untuk memperoleh data kemampuan pemecahan siswa. Tes
dalam penelitian ini dilakukan sebanyak dua kali yaitu pre-test (sebelum) dan post-
test (sesudah) pada materi yang diajarkan. Tes yang diberikan berbentuk soal uraian
(essay) sebanyak 5 soal tentang materi sistem persamaan linear dua variabel
(SPLDV). Tes yang diberikan merupakan tes kemampuan pemecahan masalah
matematika.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Berdasarkan data hasil pre-test diperoleh bahwa rata-rata skor kemampuan
pemecahan masalah matematika siswa kelas eksperimen sebesar 10,31 dan kelas
kontrol sebesar 10,14. Secara deskriptif dapat disimpulkan bahwa kemampuan
pemecahan masalah matematika siswa kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan
kelas kontrol. Begitupun dengan analisis uji data hasil pre-test diperoleh
. Nlai pada taraf signifikan α = 0,05 dan dk = 57 adalah
hal ini berarti diterima. Dengan demikian tidak terdapat perbedaan yang
signifikan rata-rata skor kemampuan pemecahan masalah matematika awal siswa
kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Berdasarkan data hasil post-test diperoleh bahwa rata-rata skor kemampuan
pemecahan masalah matematika siswa kelas eksperimen sebesar 24,19 dan kelas
kontrol sebesar 18,32. Secara deskriptif dapat disimpulkan bahwa kemampuan
pemecahan masalah matematika siswa kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan
kelas kontrol. Berdasarkan analisis data hasil post-test menunjukkan nilai
, sehingga dapat disimpulkan ditolak dan diterima.
Dengan demikian, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dapat diterima
kebenarannya, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan
model pembelajaran Problem Based Learning terhadap kemampuan pemecahan
7
masalah matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 10 Lubuklinggau Tahun Pelajaran
2016/2017.
Pembahasan
Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 10 Lubuklinggau selama tiga minggu
dan dilakukan langsung oleh peneliti. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan
model pembelajaran Problem Based Learning dengan tujuan untuk mengetahui
pengaruh model pembelajaran Problem Based Learning terhadap kemampuan
pemecahan masalah matematika siswa pada materi sistem persamaan linear dua
variabel di kelas VIII SMP Negeri 10 Lubuklinggau. Berdasarkan data hasil
penelitian diperoleh saat pre-test skor rata-rata kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa pada kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol. Hal
tersebut dapat dilihat dari rata-rata skor kemampuan pemecahan masalah matematika
kelas eksperimen sebesar 10,31, dan rata-rata kelas kontrol sebesar 10,14.
Pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran Problem Based
Learning dilakukan sebanyak tiga kali pertemuan. Rincian kegiatan selama
pelaksanaan dijelaskan di bawah ini.
Pada pertemuan pertama tanggal 07 November 2016 pembelajaran di kelas
eksperimen dilakukan sebanyak tiga jam pembelajaran. Pada jam pertama dan kedua,
peneliti memberikan orientasi permasalah masalah terhadap siswa yang meliputi
menjelaskan tujuan pembelajaran, mereview pengetahuan yang dibutuhkan untuk
memecahkan masalah. Peneliti juga membangkitkan motivasi serta menjelaskan cara
belajar dengan menggunakan model Problem Based Learning. Sedangkan pada jam
ketiga dimaksimalkan peneliti untuk melakukan perlakuan pertama pada kelas
eksperimen dan siswa telah siap di kelompoknya masing-masing.
Pertemuan pertama diisi dengan kegiatan penjelasan materi mengenai sistem
persamaan linear dua variabel oleh peneliti dan pemberian permasalahan kepada
setiap kelompok. Pada pertemuan pertama ini peneliti menggunakan Lembar Kerja
siswa (LKS) untuk dibagikan kepada masing-masing kelompok yang didalamnya
terdapat soal pemecahan masalah. Siswa mulai mengerjakan penyelesaian sesuai
langkah yang ada dengan berdiskusi antara anggota kelompoknya. Tetapi pada saat
mengerjakan, kegiatan diskusi belum berjalan secara maksimal. Siswa yang pandai
8
tampak serius memahami masalah yang diberikan, sedangkan siswa yang kurang
pandai tidak tertarik dengan LKS yang diberikan sehingga siswa tersebut ribut dan
mengganggu teman lainnya.
Siswa juga merasa kebingungan dan merasa kesulitan untuk menuliskan
terlebih dahulu unsur yang diketahui dan ditanyakan dalam soal, terlebih dalam
menentukan strategi apa yang akan digunakan dalam memecahkan masalah yang
disajikan masalah tersebut dikarenakan siswa belum terbiasa memecahkan masalah.
Dalam hal ini peneliti mengatasi masalah tersebut dengan memberikan petunjuk-
petunjuk yang ada di LKS agar siswa dapat menyelesaikan masalah dengan tepat.
Maulana (dalam Sumargo & Yuanita 2014:130) menyatakan bahwa belajar dengan
menggunakan LKS menuntut siswa untuk lebih aktif, baik mental maupun fisik
didalam kegiatan belajar mengajar. Kemudian siswa menentukan strategi yang
digunakan dalam memecahkan masalah untuk menemukan hasil penyelesaian.
Saat siswa telah menemukan hasil dari masalah yang diberikan kemudian siswa
memeriksa kembali jawabannya dengan memeriksa tiap langkah. Pada kegiatan ini,
kendala yang dialami yaitu siswa kesulitan dalam membuktikan benar atau tidaknya
jawaban yang didapat. Petunjuk yang ada di LKS dan bimbingan dari peneliti dapat
membantu kesulitan yang dihadapi siswa. Setelah itu peneliti menunjuk salah satu
kelompok secara acak untuk mempresentasikan penyelesaian pemecahan masalah
yang telah diselesaikan dalam kelompoknya masing-masing didepan kelas.
Pertemuan kedua dilaksanakan pada tanggal 10 November 2016 dengan alokasi
waktu menit. Materi yang diajarkan adalah sistem persamaan linear dua
variabel dengan menggunakan metode substitusi. Pelaksanaan pembelajaran di
laksanakan seperti pada pertemuan pertama. Langkah-langkah yang digunakan
peneliti juga sama yaitu peneliti membagikan LKS berisi masalah baru pada siswa
untuk diselesaikan secara mandiri dengan berdiskusi kelompok.
Pada pertemuan ini siswa sudah terlihat aktif dalam pembelajaran, siswa mulai
belajar untuk saling berkomunikasi dengan rekan satu kelompoknya. Mereka
mendiskusikan materi bersama-sama serta saling memberikan informasi satu sama
lain walaupun masih terdapat beberapa siswa yang masih bingung. Pada pertemuan
pertama siswa merasa kebingungan dan merasa kesulitan untuk menuliskan terlebih
9
dahulu unsur yang diketahui dan ditanyakan dalam soal. Pada pertemuan kedua ini
siswa sudah dapat menuliskan unsur-unsur yang diketahui dengan baik kemudian
sebagian besar siswa telah menyelesaikan masalah dengan anggota kelompok
berdasarkan strategi yang telah di tentukan, walaupun dalam penyelesaian masih ada
kekeliruan. Setelah mendapatkan hasil, siswa menyimpulkan dengan memeriksa tiap
langkah jawaban yang telah didapat. Kemudian hasil jawabannya dipresentasikan di
depan kelas. Siswa yang tidak tampil tampak bersemangat dalam mengomentari
jawaban kelompok lain dan saling bertukar ide. Keterbatasan waktu menjadi kendala
bagi peneliti karena hal tersebut membuat siswa terburu-buru dalam penyelesaian
pemcahan masalah sehingga mendapat hasil yang kurang maksimal. Dapat
disimpulkan pada pertemuan kedua, siswa sudah mengalami peningkatan dalam
memecahkan masalah.
Pertemuan ketiga dilaksanakan pada tanggal 14 November 2016 dengan alokasi
waktu menit, siswa sudah terbiasa belajar dalam bentuk tim. Materi yang
diajarkan adalah sistem persamaan linear dua variabel dengan menggunakan metode
eliminasi. Pada pertemuan ini siswa sudah mulai terbiasa belajar dengan
menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning. Peningkatan sangat
jelas pada saat siswa sudah mandiri dalam belajar, siswa aktif berdiskusi dengan
kelompoknya dan siswa sudah bisa berkomunikasi dalam menyampaikan pendapat.
Hal itu terlihat dari siswa yang telah antusias memecahkan masalah dengan saling
bekerjasama dengan kelompoknya masing-masing berdasarkan kemampuan yang
dimiliki. Menurut Huda (2011:65), usaha pemecahan masalah yang dilakukan melalui
kooperatif umumnya memberikan kecenderungan dan hasil yang lebih baik daripada
melalui kerja kompetitif atau individualistik.
Pada pertemuan ini siswa sudah paham dengan model Problem Based Learning
dan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa meningkat. Hal tersebut
terlihat dari langkah–langkah yang diselesaikan siswa sudah lebih baik dari
pertemuan pertama dan kedua. Siswa sudah dapat memahami masalah dengan
mencantumkan apa yang diketahui dan ditanyakan dengan lengkap. Kemudian siswa
dapat menentukan dan menuliskan strategi apa saja yang dapat digunakan dalam
penyelesaian masalah tersebut. Setelah strategi ditentukan, siswa sudah menentukan
10
hasil penyelesaian dan siswa juga sudah membuktikan jawaban dengan benar. Secara
keseluruhan masing-masing kelompok telah mengisi LKS dengan baik sesuai dengan
langkah-langkah pemecahan masalah. Pada pertemuan ini dapat disimpulkan bahwa
siswa sudah bisa menyelesaikan masalah yang diberikan berdasarkan langkah-
langkah penyelesaian masalah, yang meliputi langkah memahami masalah, kemudian
menentukan strategi penyelesaian, menentukan hasil penyelesaian dan memeriksa
kembali hasil.
Setelah peneliti menyelesaikan pelaksanaan pembelajaran yaitu sebanyak tiga
kali pertemuan maka pada pertemuan selanjutnya peneliti mengadakan post-test di
kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hasil post-test menunjukkan bahwa kemampuan
pemecahan masalah matematika siswa dari kedua kelas tersebut mengalami
peningkatan. Namun, dari hasil post-test juga menunjukkan bahwa jawaban siswa di
kelas eksperimen terlihat lebih baik daripada kelas kontrol. Peningkatan kemampuan
pemecahan masalah matematika dapat dilihat pada hasil post-test yang dilaksanakan
oleh peneliti pada tanggal 15 November 2016. Dapat dilihat pada gambar berikut:
Pada lembar jawaban post-test kelas kontrol di atas, siswa sudah dapat
menuliskan apa yang diketahui, ditanya, menuliskan strategi apa yang akan
Post-Test Siswa Kelas Kontrol Post-Test Siswa Kelas Ekperimen
11
digunakan tetapi strategi yang ditulis siswa tersebut tidak lengkap kemudian
melakukan perhitungan. Disini terlihat jelas bahwa siswa belum bisa menyelesaikan
dengan lengkap tidak membuat grafik dan tidak menentukan keuntungan maksimal
yang diperoleh berapa banyak. Pada tahap akhir ini siswa harus membuktikan
penyelesaiannya tetapi siswa tersebut tidak melakukan pembuktian, karena siswa
tersebut tidak tahu langkah-langkah untuk membuktikannya. Siswa mendapat hasil
jawaban dengan benar, tetapi skor tidak maksimal.
Hal tersebut dikarenakan siswa tidak terbiasa memecahkan masalah dengan
langkah-langkah penyelesaian karena guru menggunakan model konvensional dan
siswa masih cenderung menerima apa yang diajarkan oleh guru, siswa tidak terlibat
langsung dalam menentukan pemecahan masalah. Hal ini merupakan akibat dari
pembelajaran konvensional. Tetapi jika dibandingkan dengan hasil jawaban pre-test,
siswa kelas kontrol mengalami peningkatan karena beberapa siswa sudah dapat
menyelesaikan masalah, walaupun jawabannya belum lengkap dan tepat. Jika
disimpulkan rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas
kontrol mengalami peningkatan, walaupun peningkatan tersebut tidak maksimal
dibandingkan dengan kelas ekperimen. Dapat dilihat seperti gambar diatast
penyelesaian soal kelas eksperimen:
Pada lembar jawaban post-test kelas eksperimen di atas, peneliti menemukan
bahwa jawaban siswa kelas eksperimen terlihat lebih baik dan pengerjaan soal
tersebut lebih sistematis dan teratur, siswa terlihat sudah mampu memahami masalah
menuliskan apa yang diketahui dan ditanya, membuat rencana dalam menyelesaikan
masalah dengan lengkap, melakukan perhitungan dengan baik dan dapat menentukan
keuntungan maksimal yang diperoleh, serta dapat memeriksa kembali hasil yang telah
didapat dengan benar dan tepat. Sehingga diperoleh rata-rata kemampuan pemecahan
masalah siswa pada kelas eksperimen meningkat.
Problem Based Learning merupakan model pembelajaran yang dapat
mengembangkan kemampuan siswa dalam pemecahan masalah. Hal ini sesuai
dengan ungkapan Riyanto (2009:285) bahwa Problem Based Learning adalah suatu
model pembelajaran yang dirancang dan dikembangkan untuk mengembangkan
kemampuan peserta didik memecahkan masalah. Sedangkan menurut Amir (2010:21)
12
menyatakan Problem Based Learning merupakan metode instruksional yang
menantang peserta didik agar “belajar dan belajar”, bekerjasama dalam kelompok
untuk mencari solusi bagi masalah yang nyata. Setelah dilakukan uji normalitas dan
uji homogenitas diperoleh kesimpulan pada uji-t yaitu Ho ditolak dan Ha diterima,
karena thitung > ttabel (2,70 > 1,67) sehingga hipotesis yang diajukan dalam penelitian
ini terbukti. Jadi kesimpulan pada penelitian ini adalah “terdapat pengaruh model
pembelajaran Problem Based Learning terhadap kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 10 Lubuklinggau Tahun Pelajaran
2016/2017”.
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa
terdapat pengaruh model pembelajaran Problem Based Learning terhadap
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 10
Lubuklinggau tahun pelajaran 2016/2017. Rata-rata skor kemampuan pemecahan
masalah matematika siswa setelah diberi perlakuan di kelas eksperimen sebesar 24,72
dan kelas kontrol sebesar 19,64. Dengan peningkatan skor rata-rata kemampuan
pemecahan masalah matematika siswa kelas eksperimen sebesar 14,41 sedangkan
pada kelas kontrol hanya mengalami peningkatan skor rata-rata kemampuan
pemecahan masalah matematika siswa sebesar 9,5. Hal tersebut berarti peningkatan
skor rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas eksperimen
lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, M. 2010. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka
Cipta.
Amir, M. T. 2010. Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning Jakarta:
Kencana Prenanda Media Grup.
Fauziah, A. 2010. Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan Masalah
Matematika Siswa SMP Melalui Strategi REACT. Forum Kependidikan
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sriwijaya Palembang,
30 (1), 1-13.
Gunantara, G. Suarjana, M. & Riastini, N. P. 2014. Penerapan Model Pembelajaran
Problem Based Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan
13
masalah Matematika Siswa Kelas V. Jurnal Mimbar PGSD Universitas
Pendidikan Ganesha, 2 (1), 1-10.
Haryani, D. 2011. Pembelajaran Matematika Dengan Pemecahan Masalah untuk
Menumbuh kembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa. Prosiding
Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas
MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011.
Huda, M. 2011. Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Housean, J. 2012. Sukses Juara Olimpiade Matematika. Jakarta: PT Grasindo
Jauhar, M. S. 2011. Implementasi Paikem Dari Behavioristik Sampai
Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustakarya.
Kodariyati, L. & Astuti, B. 2016. Pengaruh Model Problem Based Learning
Terhadap Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah Siswa Kelas V
SD. Jurnal Prima Edukasih, 4 (1), 1-14.
Komalasari, K. M. 2010. Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi. Bandung:
PT Refika Aditama.
Purnomo, E. A. & Mawarsari, V. D. 2014. Peningkatan Kemampuan Pemecahan
Masalah Melalui Model Pembelajaran Ideal Problem Solving Berbasis Project
Based Learning, JKPM, 1 (25), 24-31.
Riyanto, Y. 2009. Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: Prenada Media
Sumargo, E. & Yuanita, L. Penerapan Media Laboratorium Virtual (Phet) Pada
Materi
Syaiful. 2012. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Melalui
Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik. Jurnal Edumatika, 2 (1), 1-6.