Upload
others
View
3
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENGARUH PEMBANGUNAN MAMUJU ARTERIAL ROAD TERHADAP PERUBAHAN GUNA LAHAN
THE INFLUENCE OF MAMUJU ARTERIAL ROAD DEVELOPMENT ON
THE CHANGE OF LAND USE
FADHLIANA AMIN JASA
P2800215008
SEKOLAH PASCA SARJANA
MAGISTER TEKNIK PERENCANAAN PRASARANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
PENGARUH PEMBANGUNAN MAMUJU ARTERIAL ROAD TERHADAP PERUBAHAN GUNA LAHAN
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister
Program Studi
Teknik Perencanaan Prasarana
Disusun dan diajukan oleh
FADHLIANA AMIN JASA
kepada
SEKOLAH PASCA SARJANA MAGISTER TEKNIK PERENCANAAN PRASARANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2018
iii
PRAKATA Alhamdulillah, segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala karunia dan ridho-NYA, sehingga tesis dengan judul “Pengaruh Pembangunan Mamuju Arterial Road Terhadap Perubahan Guna Lahan” ini dapat diselesaikan. Tesis ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Magister Teknik (M.T) dalam program studi Teknik Perencanaan Prasarana Pascasarjana Universitas Hasanuddin. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan menghaturkan terimakasih yang sebesarbesarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin Jinca, Ing., MS.Tr. dan bapak DR. Eng. Rosady Mulyadi,ST.,M.Eng atas bimbingan, arahan dan waktu yang telah diluangkan kepada penulis untuk berdiskusi selama menjadi dosen pembimbing dan perkuliahan.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. M.Ramli Rahim, M.Eng, bapak Prof. Baharuddin Hamzah, ST., M.Arch., Ph.D, ibu Ir. Ria Wikantari, M.Arc.,Ph.D, yang telah memberikan masukan dan saran pada saat seminar proposal dan seminar hasil.
3. Seluruh Dosen program Pascasarja Teknik Perencanaan Prasarana Universitas Hasanuddin
4. Ayahanda Drs. H. Muh Amin Jasa, MM, Ibunda Hj. Hartati Zainuddin, S.Pd., M.Si. atas segala dukungan moril dan materil serta doa yang tiada henti.
5. Suami saya Muhammad Faraby, ST., atas segala motivasi, perhatian dan doa nya.
6. Seluruh mahasiswa Teknik Perencanaan Prasarana angkatan 2015, khususnya Group Hello Kitty
7. Kepada semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Dengan keterbatasan pengalaman, ilmu maupun pustaka yang ditinjau, penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan dan pengembangan lanjut agar benar benar bermanfaat. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran agar tesis ini lebih sempurna. Akhir kata, penulis berharap tesis ini memberikan manfaat bagi kita semua terutama untuk pengembangan ilmu pengetahuan yang bermanfaat untuk lingkungan sekitar.
vi
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL i HALAMAN PENGESAHAN ii PRAKATA iii ABSTRAK iv ABSTRACT v DAFTAR ISI vi DAFTAR TABEL ix DAFTAR GAMBAR x DAFTAR LAMPIRAN xii I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 6
C. Tujuan Dan Sasaran Penelitian 7
D. Kegunaan Penelitian 7
E. Lingkup dan Batasan Penelitian 7
F. Sistematika Pembahasan 7
II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Jalan 9
B. Pengertian Kota 10
C. Tata Guna Lahan 11
1. Teori Lokasi Dan Nilai Lahan 13
vii
2. Perubahan Guna Lahan 15
3. Faktor Penentu Penggunaan Lahan Perkotaan 16
4. Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Tata Guna Lahan 16
D. Penggunaan Lahan Kota 19
E. Proses Perubahan Penggunaan Lahan 21
F. Keterkaitan Tata Guna Lahan dan Jalan 23
G. Peneliti Terdahulu 26
H. Kerangka Pemikiran 28
III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian 30
B. Lokasi dan Waktu Penelitian 30
C. Jenis dan Sumber Data 32
D. Teknik Pengumpulan Data 32
E. Variabel Penelitian 33
F. Populasi dan Sampel 37
G. Metode Analisis 38
1. Analisis Inventarisasi Data 38
2. Analisi Komparatif 38
3. Signifikansi Faktor Pengaruh 39
H. Definisi Operasional 39
IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum 44
1. Gambaran umum kabupaten Mamuju 44
2. Aspek fisik dasar kabupaten Mamuju 46
3. Kependudukan 47
viii
B. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 49
1. Kondisi Geografis 49
2. Kependudukan 50
3. Profil Mamuju Arterial Road 52
C. Faktor-faktor Pengaruhi Perubahan Guna Lahan 61
D. Dampak Peningkatan Jalan terhadap Perubahan Guna Lahan 66
1. Dampak peningkatan jalan terhadap fungsi lahan 67
2. Dampak peningkatan jalan terhadap intensitas guna lahan 76
3. Dampak peningkatan jalan terhadap harga lahan 79
4. Dampak peningkatan jalan terhadap perubahan tata guna
lahan ditinjau dari segi ekonomi, sosial dan lingkungan 83
V PENUTUP
A. Kesimpulan 87
B. Saran 88
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN 89
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Model Teori Poros 13
2. Model Teori Lokasi Von Thunen 14
3. Pengaruh Jalan Terhadap Nilai Lahan 25
4. Kerangka Pikir Penelitian 29
5. Peta Administratif Kabupaten Mamuju 31
6. Lokasi Penelitian 31
7. Peta Administrasi Kabupaten Mamuju 45
8. Tampak Atas Kabupaten Mamuju 46
9. Peta Administratif Kecamatan Mamuju 51
10. Peta Pembangunan Arteri Road Ruas Rangas-Tampapadang 55
11. Peta Pembangunan Arteri Road Ruas Tampapadang-
Belangbelang 56
12. Peta Pembangunan Arteri Road Ruas Tapalang-Rangas 57
13. Usulan Jalur Mamuju Aterial Road (MAR) Dari Provinsi 59
14. Review Mamuju Aterial Road (MAR) 60
15. Grafik persentase faktor pengaruh perubahan guna lahan 65
16. Grafik jumlah alih fungsi berdasarkan lama bermukim 69
17. Grafik alih fungsi lahan berdasarkan waktu 72
18. Grafik persentase perubahan alih fungsi lahan 73
xi
19. Realisasi Fisik Mamuju Aterial Road (MAR) sejak tahun
2014 sampai 2017 (Sta. 0+000 – 4+600) 78
20. Grafik persentase perubahan harga lahan 81
ix
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Variabel Penelitian 35
2. Ringkasan metode penelitian 43
3. Tata Guna Lahan Kabupaten Mamuju Tahun 2010 47
4. Kepadatan penduduk Kabupaten Mamuju Tahun 2010-2016 48
5. Jumlah Penduduk dan Rasio Jenis Kelamin Menurut
Desa/Kelurahan/Kelurahan di Kecamatan Mamuju 50
6. Penilaian responden terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi
perubahan guna lahan 63
7. Jumlah alih fungsi lahan di sepanjang Mamuju Arterial Road 68
8. Jumlah alih fungsi lahan dirinci berdasarkan waktu terjadinya
perubahan fungsi lahan 71
9. Persentase jenis alih fungsi lahan di sekitar Mamuju Arterial
Road 73
10. Persentase alasan memiliki lahan 75
11. Persentase luas lahan terbangun 77
12. Perubahan nilai lahan (Rp.1000,-/m²) 80
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Hasil data kuesioner berupa skor penilaian terhadap faktor-faktor yang menjadi pertimbangan dalam melakukan perubahan tata guna lahan 89
2. Foto-foto hasil survey jalan dan penggunaan lahan di sepanjang Jalan Sawerigading Uji Validitas dan reliabilitas 91
3. Kuesioner untuk masyarakat di sepanjang Jalan Sawerigading 96
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Suatu kota pasti mengalami perkembangan dari waktu ke waktu,
karena merupakan perwujudan dari aktivitas manusia yang selalu
mengalami perubahan. Semakin banyak aktivitas manusia yang tinggal di
dalam kota maka semakin besar pula perkembangan yang berupa
perkembangan fisik suatu perkotaan. Perkembangan wilayah kota
merupakan wujud dari keinginan masyarakat di suatu daerah untuk
tumbuh dan berkembang dari segi ekonomi, politik, sosial, budaya dan
keamanan, dalam dimensi geografis. Perkembangan tersebut dipengaruhi
internal maupun eksternal.
Faktor eksternal muncul dari atau datang dari luar wilayah
perkotaan seperti adanya kebijakan nasional maupun regional yang
berkaitan dengan kota tersebut maupun tingginya tingkat perpindahan
penduduk dari luar ke dalam kota tersebut. Sedangkan faktor internal
berasal dari dalam kota itu sendiri seperti pertumbuhan alami penduduk
serta adanya pengembangan aktivitas kota. Kedua faktor tersebut
menyebabkan adanya pertumbuhan dan perkembangan penduduk
beserta aktivitasnya yang akan menuntut bertambahnya ruang pada
wilayah kota (Pontoh dan Kustiawan, 2009).
Dari hasil penelitian Iqbal (1999), menunjukkan bahwa
perkembangan jalan arteri atau jalan lingkar pada suatu kota besar sangat
berpengaruh terhadap perkembangan struktur ruang kota. Pengaruh ini
terjadi dalam bentuk meluasnya pertumbuhan daerah terbangun.
Pembangunan jalan mempengaruhi perkembangan fasilitas kegiatan
pendidikan, industri, perdagangan, kesehatan dan permukiman sebagai
pusat bangkitan baru serta terjadinya orientasi pelayanan kota dari
sebelumnya bersifat internal ke peran eksternal atau pelayanan regional.
Semakin jauh perkembangan kota, semakin banyak pertumbuhan
pusat-pusat baru akan sangat diperlukan adanya jalan-jalan arteri/lingkar
kota (ring road), untuk memperbaiki aksesbilitas daerah-daerah terpencil,
memperlancar mobilitas penduduk dan barang, jasa dan informasi serta
mengurangi beban kota utama akan lalu lintas kota. Dengan semakin
tingginya aksesbilitas maka semakin banyak pusat-pusat kegiatan baru
serta Leap-frog development akan berkembang dengan pesat
Mamuju sebagai ibukota provinsi Sulawesi Barat juga mengalami
perkembangan dari waktu ke waktu, dinamika perkembangan kota cepat
serta adanya faktor faktor lain yang memunculkan beberapa
permasalahan baru dalam perkembangan Kabupaten Mamuju. Ditetapkan
sebagai pusat pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat terus menyerap
tenaga kerja untuk sektor industri, perdagangan dan jasa-jasa. Menurut
RPJP Kota Mamuju, penyerapan tenaga kerja dari ketiga sektor tersebut
terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hal ini menyebabkan
pemanfaatan ruang turut mengalami perkembangan seiring dengan
peningkatan aktivitas yang ada.
Sistem kegiatan pembangunan di wilayah Mamuju diarahkan untuk
meningkatkan pembangunan dan pemerataan kesejahteraan masyarakat.
Hal ini menyangkut pemenuhan kebutuhan masyarakat termasuk dalam
penyediaan sarana dan prasarana utama penunjang yang pengadaannya
dikelola secara terpadu. Penerapan kebijaksanaan setiap sistem kegiatan
pembangunan berbeda tergantung dari kebutuhan tiap wilayah.
Didasarkan pada rencana pemanfaatan ruang, wilayah Kabupaten
Mamuju dibedakan dala empat kawasan, yaitu:
a. Kawasan perkotaan
b. Kawasan pedesaan
c. Kawasan pesisir pantai dan laut
d. Kawasan khusus dan strategis.
Kawasan-kawasan ini berpengaruh terhadap sistemn kegiatan
yang berlangsung di setiap kawasan termasuk system penyediann sarana
dan prasarana utamanya. Estimasi jumlah penduduk Kabupaten Mamuju
pada akhir tahun rencana, yakni tahun 2015 berjumlah 399.506 jiwa, laju
pertumbuhan sebesar 2,87 % pertahun, diperkirakan tingkat kepadatan
peduduk sebesar 1.851 jiwa/ km². Atas dasar pertimbangan ini,
dirumuskan sistem kegiatan pembangunan dan permukiman diharapkan
dapat mendukung perwujudan struktur tata ruang wilayah Kabupaten
Mamuju secara keseluruhan. Melihat kondisi sekarang ini, dimana
sebagian besar penyebaran penduduk terkonsentrasi di pusat kota,
sehingga perlu upaya untuk mengarahkan penyebaran penduduk di masa
datang secara merata.
Dalam RTRW Kota Mamuju Tahun 2007-2016 dijelaskan bahwa
penyebaran penggunaan lahan di wilayah Mamuju cenderung terpusat di
wilayah pusat kota. Hal ini menyebabkan penyediaan infrastruktur dan
fasilitas penunjang kegiatan wilayah kota lebih banyak terdapat di pusat
kota. Akibatnya, perkembangan wilayah Kabupaten Mamuju cenderung
kurang merata karena perkembangan wilayah pinggiran kota cenderung
lambat, ketidak merataan penyebaran kepadatan penduduk dan
pertumbuhan penduduk di Kabupaten Mamuju. Kecenderungan
pemusatan penduduk berada di pusat kota yang merupakan wilayah
dengan tingkat kepadatan tinggi, sedangkan di daerah utara dan selatan
wilayah Kota Mamuju kepadatan penduduknya relatif rendah.
Menurut Sujarto (1992) terdapat tiga faktor utama yang sangat
menentukan pola perkembangan dan pertumbuhan kota, yaitu faktor
manusia, faktor kegiatan manusia dan faktor pola pergerakan. Faktor
pergerakan merupakan salah satu hal penting dalam perkembangan
wilayah, hal ini karenakan pergerakan itu sendiri muncul akibat adanya
faktor manusia dan kegiatan atau aktivitas wilayah tersebut. Tanpa
adanya pergerakan dari wilayah tersebut ke wilayah lain, maka suatu
wilayah tidak akan bisa berkembang.
Pembangunan fasilitas transportasi baru seperti jalan, akan
meningkatkan aksesibilitas pada suatu wilayah, karenanya permintaan
untuk membangun lahan akan meningkat. Peningkatan aksesibilitas juga
menyebabkan nilai lahan meningkat. Dan pada akhirnya guna lahan pada
wilayah tersebut akan berubah lebih padat (Khisty dan Lall, 2005).
Perkembangan transportasi yang pesat memberikan peningkatan
terhadap kualitas hidup masyarakat, transportasi dinilai mampu meratakan
hasil-hasil pembangunan dan memberikan pelayanan pergerakan orang
dan barang ke seluruh penjuru sehingga memberi andil bagi
pengembangan serta kemajuan daerah dan membuka isolasi daerah
terpencil.
Salah satu upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten
Mamuju adalah membangun Arterial Road. Dalam rangka pengembangan
akses, untuk meningkatkan aktivitas di wilayah Mamuju kota menuju
pelabuhan Internasional Belang Belang. Mamuju Arterial Road dibangun
menyusuri pantai dengan lebar 30 m, dua jalur dan empat lajur sepanjang
kurang lebih 4,5 km. Jalan ini merupakan solusi untuk mengurangi
kemacetan di tengah kota, pembangunan jalan arteri sebagai bagian dari
sistem transportasi seharusnya juga dapat menjadi sebuah prasarana
pergerakan bagi wilayah Kabupaten Mamuju.
Pembangunan Jalan Arteri ditujukan untuk interkoneksi dalam
mendukung geliat perekonomian di Mamuju serta mengurangi konsentrasi
pemusatan jalur kendaraan dan mencegah terjadinya kemacetan di
pusat/tengah kota khususnya bagi jalur kendaraan angkutan berat.
Pembangunan Arterial Road ini juga akan memudahkan akses dari pusat
pemerintahan pemerintah provinsi Sulawesi Barat menuju Kota Mamuju,
bandara Tampa Padang hingga Pelabuhan Internasional Belang Belang.
B. Rumusan Masalah
Infrastruktur jalan yang dibangun pemerintah selama lima tahun
terakhir baru sekitar 30 persen, belum sebanding dengan kebutuhan jalan.
Salah satu pembangunan infrastruktur jalan yang sedang dikerjakan
adalah pembangunan Mamuju Arterial Road guna mendukung mobilitas
masyarakat, barang, dan jasa dari dan menuju Pelabuhan International
Belang-Belang. Rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana
pengaruh pembangunan Mamuju Arterial Road terhadap perubahan
guna lahan di wilayah sekitarnya?
C. Tujuan dan Sasaran Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan faktor pengaruh
pembangunan Mamuju Arterial Road terhadap perubahan guna lahan dan
nilai lahan serta dampak lainnya yang terkait. Untuk mencapai tujuan,
sasaran dalam penelitian ini dilakukan identifikasi factor-faktor yang
mempengaruhi perubahan guna lahan dan menganalisis dampak
peningkatan Jalan Mamuju Arterial Road terhadap perubahan guna lahan.
D. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan memperkaya referensi pustaka bidang
pengembangan wilayah dan kota khususnya dalam perencanaan
prasarana, tata guna lahan dan pengembangan jaringan jalan dalam
rencana penataan ruang kawasan perkotaan serta saran bagi pemerintah,
swasta dan masyarakat dalam merencanakan transportasi suatu wilayah
yang terkait dengan guna lahan.
E. Lingkup dan Batasan Penelitian
Lingkup penelitian meliputi pengamatan terhadap perubahan guna
lahan. Batasan pengamatan melihat sejauh mana perubahan guna lahan
akibat pembangunan jalan yang terbangun sepanjang 4,5 km, yaitu
koridor Mamuju Arterial Road
F. Sistematika Pembahasan
Secara garis besar pembahasan pada penelitian ini terbagi dalam
beberapa bagian, antara lain :
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab pendahuluan membahas tentang latar belakang,
perumusan masalah, tujuan penelitian, sasaran penelitian, ruang
lingkup penelitian, kerangka pemikiran dan sistematika pembahasan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini berisi teori-teori yang berkaitan antara pengaruh
pembangunan jalan terhadap tata- guna lahan, terutama yang
menjelaskan konsep tentang pengaruh pembangunan infrastruktur
jalan terhadap perubahan tata guna lahan.
BAB III METODE PENELITIAN
Pada bab metode penelitian ini membahas bagaimana metode
penelitian yang digunakan seta langkah langkah penelitian yang
akan dilaksanakan.
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Menguraikan tentang gambaran umum Kabupaten Mamuju serta
gambaran umum lokasi penelitian, hasil pembahasan yang di
peroleh dari penelitian.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini, berisi kesimpulan, rekomendasi dari pembahasan
penelitian dan usulan studi lanjutan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Jalan
Jalan adalah prasarana transportasi darat meliputi segala bagian
jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang
diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di
atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di
atas permukaan air, sehingga dapat digunakan untuk menyalurkan lalu
lintas orang, hewan dan kendaraan yang mengangkut barang dari suatu
tempat ke tempat lainnya dengan mudah dan cepat (Oglesby 1999, PP No
34 tahun 2006).
Jalan raya pada umumnya dapat digolongkan dalam 4 klasifikasi
yaitu: klasifikasi menurut fungsi jalan, klasifkasi menurut kelas jalan,
klasifikasi menurut medan jalan dan klasifikasi menurut wewenang
pembinaan jalan (Bina Marga 1997).
Klasifikasi menurut fungsi jalan terdiri atas 3 golongan yaitu; jlan arteri
melayani angkutan utama dengan ciri-ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan
rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien. Jalan
kolektor melayani angkutan pengumpul/pembagi dengan ciri-ciri
perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan
masuk dibatasi, serta jalan lokal yang melayani angkutan setempat
dengan ciri-ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan
jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
B. Pengertian Kota
Kota diartikan sebagai tempat tinggal dari beberapa ribu atau lebih
penduduk, sedangkan perkotaan diartikan sebagai area terbangun
dengan struktur dan jalan-jalan, sebagai suatu permukiman terpusat pada
suatu area dengan kepadatan tertentu. Dalam pengertian lain kota adalah
wilayah dengan kepadatan penduduk tinggi, yang sebagian besar
lahannya terbangun dan perekonomiannya bersifat non pertanian.
(Branch, 1996)
Sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 2 Tahun
1987 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kota, kota didefinisikan
permukiman dan kegiatan penduduk yang mempunyai batasan wilayah
administrasi yang diatur dalam peraturan perundangan serta permukiman
yang telah memperlihatkan watak dan ciri kehidupan kekotaan.
Sedangkan perkotaan adalah satuan kumpulan pusat-pusat permukiman
yang berperan di dalam suatu wilayah pengembangan dan atau Wilayah
Nasional sebagai simpul jasa.
Kota secara umum dapat dibedakan berdasarkan fungsi maupun
untuk kepentingan perumusan kebijakan perencanaan. Berdasarkan
fungsinya, kota di Indonesia dapat dikelompokan menjadi; kota pusat
pemerintahan, kota pusat perdagangan, kota pusat lalu lintas dan
angkutan.
Saat ini, fungsi kota harus mencakup kebutuhan manusia
seluruhnya tidak hanya menyediakan kebutuhan sehari-hari, tempat
tinggal dan pekerjaan umumnya dalam lingkungan yang bisa
dipertanggungjawabkan, tetapi meliputi juga kebutuhan rekreasi untuk
hiburan, olah raga, kesenian dan fasilitas khusus untuk belanja,
pendidikan dan pengobatan.
Selain itu, kehidupan kota secara menyeluruh dapat dipertahankan
melalui interaksi dengan daerah lain lewat penyediaan fasilitas angkutan
yang memadai. Bentuk fasilitas angkutan yang digunakan tergantung
pilihan masyarakat, yang pada tingkat tertentu, dipengaruhi oleh
pemerintah melalui pendidikan, peraturan atau pengendalian fiskal.
Bentuk fisik kota umumnya dibentuk oleh kekuatan ekonomi, sosial dan
politik dari masyarakatnya (Gallion, The Urban Pattern, New York).
C. Tata Guna Lahan
Tata guna lahan adalah upaya dalam merencanakan penggunaan
lahan dalam suatu kawasan yang meliputi pembagian wilayah untuk
pengkhususan fungsi-fungsi tertentu,misalnya fungsi pemukiman,
perdagangan, industri, dll. Rencana tata guna lahan merupakan kerangka
kerja yang menetapkan keputusan-keputusan terkait tentang lokasi,
kapasitas dan jalan, saluran air bersih dan air limbah, gedung sekolah,
pusat kesehatan, taman dan pusat-pusat pelayanan serta fasilitas umum
lainnya. Tata guna lahan dan pengembangan lahan dapat meliputi:
a. Kota sebagai puast pemukiman yang berbeda dari desa ataupun
kampung berdasarkan ukurannya, kepadatan penduduk,
kepentingan, kegiatan dan atau status hukum.
b. Perkotaan, merupakan pusat pemukiman yang secara administratif
tidak harus berdiri sendiri sebagai kota, namun telah menunjukkan
kegiatan kota secara umum dan berperan sebagai wilayah
pengembangan.
c. Wilayah, merupakan kesatuan ruang dengan unsur-unsur terkait
yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan pengamatan
administratif pemerintahan ataupun fungsional
d. Kawasan, merupakan wilayah yang mempunyai fungsi dan atau
aspek/pengamatan fungsional tertentu
e. Perumahan, adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai
lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi
sarana dan prasarana lingkungan
f. Permukiman, adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan
lindung ,baik yang berupa perkotaan maupu pedesaan yang
berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan
hunian dan tempat kegiatan yang mendukung kehidupan.
(Catanesse 1988).
Keberadaan jalur transportasi pada suatu daerah akan
menyebabkan distorsi pada pola konsentris, sehingga daerah yang dilalui
oleh jalur transportasi akan memiliki perkembangan fisik yang berbeda
dengan daerah yang tidak dilalui oleh jalur transportasi. (Babcock, 1932)
Gambar 1. Model Teori Poros
Sumber : Babcock dalam Teori Tata Guna Lahan (Land Use)
1. Teori lokasi dan nilai lahan
Von Thunen mencetuskan teori mengenai lahan kota dalam
perspektif ekonomi yaitu dengan pemodelan lokasi pertaniandengan
konsep sewa ekonomi (economic rent), yang menyebutkan bahwa:
a. Sewa ekonomi berbanding lurus dengan jarak, sehingga sewa
ekonomi juga bisa disebut sebagai sewa lokasi (location rent).
b. Tipe lahan yang berlainan akan menghasilkan hasil bersih (sewa)
yang berlainan pula.
c. Semua petani akan memproduksi jenis tanaman yang
memungkinkannya menghasilkan sewa tertinggi dan memberikan
keuntungan maksimal.
Dengan demikian Von Thunen juga menyebutkan bahwa adanya
perbedaan dalam zona lahan dan struktur ruang kota mengindikasikan:
a. Kegiatan tertentu hanya mampu membayar pada tingkat tertentu
b. Harga pada tingkat tertentu dipengaruhi oleh lokasinya dari titik
referensi yang biasa adalah pusat kota atau CBD.
Gambar 2. Model Teori Lokasi Von Thunen
Teori nilai lahan menyebutkan klasifikasi tinggi rendahnya suatu jenis
penggunaan lahan berdasarkan beberapa faktor, sebagai contoh:
a. Lahan Pertanian, tinggi rendahnya nilai lahan bergantung pada:
- Faktor kesuburan;
- Faktor drainase;
- Faktor aksesbilitas, dsb.
b. Lahan Perkotaan, tinggi rendahnya nilai lahan bergantung pada:
- Faktor aksesibilitas lokasi (kemudahan pergerakan);
- Faktor potential shopper;
- Faktor kelengkapan infrastruktur, dsb.
2. Perubahan guna lahan
Menurut Chapin (1996) dalam Ardiansyah (2005), perubahan guna
lahan adalah interaksi yang disebabkan oleh tiga komponen pembentuk
guna lahan, yaitu sistem pembangunan, sistem aktivitas dan sistem
lingkungan hidup. Dalam proses pembangunan kota, terjadi perubahan
dalam sistem aktivitas, mengakibatkan perubahan struktur penggunaan
lahan. Secara umum, perubahan penggunaan lahan memiliki pengertian
sebagai suatu penggunaan lahan yang berbeda dengan penggunaan
lahan sebelumnya.
Dalam perkembangan suatu kota, penggunaan lahan akan
membentuk pola-pola tertentu. Menurut Jayadinata (1992), bahwa tata
guna lahan perkotaan menunjukkan pembagian dalam ruang dan peran
kota, seperti kawasan permukiman, kawasan tempat bekerja, kawasan
perkotaan dan kawasan rekreasi. Perubahan tata guna lahan permukiman
ke tata guna lahan komersial terjadi akibat adanya prasarana jalan
sehingga meningkatkan aktivitas masyarakat. Perubahan tata guna lahan
akan meningkatkan nilai lahan, yang selanjutnya akan mendorong
meningkatnya bangkitan perjalanan, dan pada akhirnya menuntut
penyediaan sarana dan prasarana transportasi.
3. Faktor Penentu Penggunaan Lahan Perkotaan
Penggunaan lahan perkotaan ditentukan oleh kegiatan masyarakat
perkotaan yang bersifat sosial, ekonomi maupun yang sifatnya untuk
kepentingan umum. Menurut Jayadinata (1992), penentu dalam tata guna
lahan, yaitu:
a. Perilaku masyarakat (social behavior)
Tingkah laku dan tindakan manusia dalam tata gunah lahan disebabkan
oleh kebutuhan dan keinginan manusia.
b. Kehidupan ekonomi
Pola tata guna lahan kota yang ada merupakan pola yang dihubungkan
dengan kegiatan ekonomi.
c. Kepentingan umum
Kepentingan umum yang menjadi penentu utama dalam tata guna lahan
meliputi kesehatan, keamanan, moral, kesejahteraan umum, dan
sebagainya.
4. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perubahan tata guna lahan
Menurut Nasoetion dan Winoto (1996)dalam Alamsyah (2010)
proses alih fungsi lahan secara langsung dan tidak langsung ditentukan
oleh factor sistem kelembagaan yang dikembangkan oleh masyarakat dan
pemerintah, dan non-kelembagaan yang berkembang secara alamiah
dalam masyarakat. Sistem kelembagaan yang dikembangkan oleh
masyarakat dan pemerintah antara lain direpresentasikan dalam bentuk
terbitnya beberapa peraturan mengenai konversi lahan.
Pendapat lain dikemukakan oleh Yusrani (2006) dalam Wicaksono
(2011) menyatakan bahwa faktor yang menyebabkan terjadinya
perubahan fungsi lahan adalah faktor eksternal seperti industry, pariwisata
dan kebijakan pemerintah, yang meliputi kebijakan pembangunan dan tata
guna lahan. Faktor internal meliputi penduduk, transformasi social,
ketersediaan lahan, ketersediaan sarana prasarana dan utilitas kota,
aksesibilitas, fasilitas kota dan transportasi
Sedangkan menurut Chapin (1979) dalam Ardiansyah (2005).
Faktor yang mempengaruhi perubahan guna lahan adalah sistem aktifitas
kota dan pengembangan lahan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan guna lahan
adalah topografi, penduduk, nilai lahan, aksesbilitas, sarana dan
prasarana serta daya dukung lingkungan.
Berdasarkan teori, penelitian terdahulu dan survei awal dapat
disimpulkan bahwa faktor-faktor dominan yang berpengaruh terhadap
perubahan
penggunaan lahan, sebagai berikut:
1) Penduduk
Pertumbuhan penduduk di suatu wilayah sudah tentu diikuti oleh
tuntutan dalam penyediaan kebutuhan hidup. Untuk pemenuhan
kebutuhan tersebut sehingga menyebabkan banyak lahan yang
mengalami perubahan tata guna lahan.
2) Sarana
Ketersediaan sarana yang ada akan memberikan manfaat lebih,
karena akan memberi kemudahan untuk beraktivitas dalam kehidupan
sehari-hari.
3) Prasarana
Ketersediaan prasarana untuk melayani dan mendorong
terwujudnya lingkungan yang optimal sesuai dengan fungsinya.
4) Nilai lahan
Kemampuan lahan secara ekonomis dalam hubungannya dengan
produktivitas dan strategis ekonominya akan mempengaruhi perubahan
penggunaan lahan.
5) Aksesibiltas
Kemudahan dalam memperoleh atau mencapai tujuan dalam
melakukan perjalanan merupakan faktor penting dalam penggunaan
lahan.
6) Lingkungan
Faktor lingkungan yang nyaman, aman, tentram, dan sehat akan
memberikan manfaat yang sangat berpengaruh terhadap
penggunaan suatu lahan.
7) Kebijakan pemerintah
Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah terhadap penggunaan
lahan pada suatu kawasan atau daerah akan menjadi
pertimbangan dalam penggunaan lahan.
D. Penggunaan Lahan Kota
Tata guna lahan merupakan pengaturan pemanfaatan lahan pada
lahan yang masih kosong di suatu lingkup wilayah (baik tingkat nasional,
regional, maupun lokal) untuk kegiatan-kegiatan tertentu. Kegiatan atau
aktivitas-aktivitas manusia seperti bekerja, berbelanja, belajar, dan
berekerasi, semuanya dilakukan pada potongan-potongan tanah yang
telah diwujudkan sebagai kantor, pabrik, gedung sekolah, pasar,
pertokoan, perumahan, objek wisata, hotel, dan lain sebagainya. Aktivitas
di potongan tanah (lahan) tersebut dinamakan tata guna lahan.
Penggunaan lahan pada suatu kota umumnya berbentuk tertentu dan pola
perkembangannya dapat diestimasikan.
Lahan kota terbagi menjadi lahan terbangun dan lahan tak
terbangun. Lahan terbangun terdiri dari perumahan, industri,
perdagangan, jasa dan perkantoran. Sedangkan lahan tak terbangun
terbagi menjadi lahan tak terbangun yang digunakan untuk aktivitas kota
(kuburan, rekreasi, transportasi, ruang terbuka) dan lahan tak terbangun
non aktivitas kota (pertanian, perkebunan, area perairan, produksi dan
penambangan sumber daya alam). Ada 3 (tiga) sistem yang berhubungan
dengan penggunaan lahan kota, yaitu (Chapin, 1979):
1. Sistem aktivitas kota, berhubungan dengan manusia dan
lembaganya seperti rumah tangga, perusahaan pemerintahan dan
lembaga-lembaga lain dalam mengorganisasikan hubungan-
hubungan mereka sehari-hari dalam memenuhi kebutuhan dasar
manusia dan keterkaitan antara yang satu dengan yang lain dalam
waktu dan ruang. Dalam melakukan interaksi ini, melibatkan
dimensi hubungan yang kadang-kadang menggunakan media
tetapi tidak jarang juga berhadapan langsung dengan didukung
oleh sistem transportasi. Jadi, dalam konteks ini sistem aktivitas
kota mewujudkan aktivitas-aktivitas antar tempat dan antar
perjalanan dan tempat sebagai pelengkap kegiatan mereka.
Dengan kata lain, pergerakkan diwujudkan dalam jaringan
transportasi dan aktivitas dalam bentuk guna lahan.
2. Sistem pengembangan lahan, berhubungan dengan proses
konversi atau rekonversi lahan (ruang) dan penyesuaiannya bagi
kegunaan manusia dalam mendukung sistem aktivitas yang telah
ada sebelumnya. Sistem pengembangan lahan ini berhubungan
dengan lahan kota baik bagi dari segi penyediaan maupun dari
segi ekonomisnya. Unsur-unsur yang terlibat dalam sistem
pengembangan lahan adalah pemilik lahan, developer, konsumen,
agen keuangan dan agen-agen masyarakat.
3. Sistem lingkungan, berhubungan dengan unsur biotik dan abiotik
yang dihasilkan dari proses alam yang dikaitkan dengan air, udara
dan zat-zat lain berfungsi untuk menyediakan tempat bagi
kehidupan dan habitat serta sumber daya untuk mendukung
kelangsungan hidup manusia.
Ketiga sistem di atas akan saling mempengaruhi dalam membentuk
struktur dan pola penggunaan lahan kota. Pada dasarnya apabila ketiga
sistem tersebut saling berinteraksi dan saling berhubungan satu dengan
yang lain akan membentuk suatu pola penggunaan lahan kota.
Struktur guna lahan yang terbentuk adalah berupa susunan pusat-
pusat aktivitas dan sistem prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai
pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat. Perubahan guna lahan
yang menggambarkan lokasi dan kegiatan kota berpengaruh juga
terhadap perkembangan sosial kota di masa depan.
E. Proses Perubahan Penggunaan Lahan
Tingginya laju pertumbuhan penduduk dan disertai kemajuan
teknologi menyebabkan semakin banyaknya kegiatan manusia yang
menggunakan lahan (ruang) sebagai wadah untuk melakukan berbagai
kegiatan sehingga memberikan dampak pada pola tata guna lahan.
Di wilayah perkotaan menurut Karyoedi (1993), laju pertumbuhan
penduduk berlangsung cepat dan tentunya menuntut penyediaan berbagai
fasilitas bagi kehidupan atau penghidupannya. Tuntutan penyediaan
berbagai fasilitas tersebut bermuara pada meningkatnya permintaan lahan
sedangkan dilain pihak ketersediaan lahan di perkotaan ( terutama lahan
kosong ) sulit diperoleh, sehingga peralihan fungsi lahan pertanian di
seputar kota besar menjadi kawasan permukiman terjadi dengan
pesatnya.
Menurut Barlow dan Newton dalam Yunus (1994), perubahan pola
penggunaan lahan baik di daerah perkotaan maupun didaerah pinggiran
kota disebabkan oleh kekuatan dinamika yang berasal dari daerah
perkotaan itu sendiri atau yang disebut dengan kekuatan sentrifugal (
centrifugal force) dan yang berasal dari luar daerah perkotaan tersebut
atau yang disebut kekuatan sentripetal (centripetal force). Kekuatan
sentrifugal akan menyebabkan terjadinya pergerakan penduduk dan
fungsi-fungsi perkotaan dari bagian dalam suatu kota menuju ke bagian
luar, sedangkan kekuatan sentripetal akan menyebabkan terjadinya
pergerakan penduduk dan fungsi-fungsi perkotaan dari bagian luar
menuju ke bagian dalam perkotaan.
Dengan berkembangnya daerah perkotaan ke daerah pinggiran yang
mengikuti jalur jalan, berarti akan termanfaatkannya lahan-lahan yang
tersedia dan belum dibangun untuk dikembangkan pada daerah pinggiran
kota. Hal ini berarti bahwa keberadaan jalur transportasi berupa jaringan
jalan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perubahan
penggunaan lahan.
Perubahan penggunaan lahan yang sangat cepat di daerah perkotaan
perlu dikelola melalui manajemen tanah perkotaan. Batasan manajemen
tanah perkotaan (urban land management) adalah pengelolaan tanah
yang dilakukakn oleh pemerintah dalam perencanaan, jaringan
infrastruktur dan fungsi untuk perluasan kota dengan tujuan terciptanya
kerangka fisik dan hukum bagi proyek pembangunan dan pembebasan
tanah yang dilakukan oleh pihak swasta atau pemilik tanah melalui
mekanisme pasar ( Nurmandi, 1999)
F. Keterkaitan Tata Guna Lahan dan Jalan
Manusia akan selalu beraktivitas dalam usaha memenuhi
kebutuhan hidupnya, sehingga menimbulkan pergerakkan arus manusia,
kendaraan dan barang. Dalam melakukan pergerakkan dari guna lahan
yang satu ke guna lahan yang lain, seperti dari permukiman ke pasar,
maka dikembangkanlah suatu sistem transportasi yang sesuai dengan
jarak, kondisi geografis dan wilayahnya, agar pergerakkan antar tata guna
lahan ini terjamin kelancarannya.
Pergerakkan arus manusia, kendaraan dan barang mengakibatkan
berbagai macam interaksi, interaksi antara pekerja dengan tempat mereka
bekerja, antara ibu rumah tangga dan pasar, antara pelajar dan sekolah.
Hampir semua interaksi tersebut memerlukan perjalanan yang
menghasilkan pergerakkan arus lalu lintas (Tamin, 1997). Sasaran umum
perencanaan tata ruang adalah membuat interaksi yang terjadi antar
sistem tata guna lahan dan transportasi yang mampu memberikan
kemudahan dan seefisien mungkin. Kebijakan yang perlu di lakukan untuk
mewujudkan sasaran tersebut, adalah sebagai berikut:
1. Sistem kegiatan yaitu berupa rencana tata guna lahan yang baik
(lokasi toko, sekolah, perumahan dan lain-lain) dapat mengurangi
kebutuhan akan perjalanan yang panjang sehingga membuat
interaksi menjadi lebih mudah.
2. Sistem jaringan yaitu meningkatkan kapasitas pelayanan prasarana
yang ada : melebarkan jalan dan menambah jaringan jalan baru.
3. Sistem pergerakkan yaitu mengatur teknik dan manajemen lalu lintas
(jangka pendek), atau pembangunan jalan (jangka panjang).
Pembangunan prasarana transportasi diarahkan untuk meningkatkan
aksesibilitas dan mobilitas antar wilayah. Aksesibilitas dan mobilitas akan
terasa efektif jika tersedia jaringan transportasi yang memadai. Perubahan
guna lahan akan selalu mempengaruhi perkembangan transportasi dan
juga sebaliknya. Didalam kaitan ini, Black menyatakan bahwa pola
perubahan dan besaran pergerakkan serta pemilihan moda pergerakkan
merupakan fungsi dari adanya pola perubahan guna lahan diatasnya.
Perubahan lahan perkotaan pada dasarnya dipromotori oleh
individu, swasta dan pemerintah yang berkaitan dengan system aktivitas
masing-masing yang berbeda dalam kepentingan sehingga
mengakibatkan terciptanya pola-pola keruangan di dalam kota :
1. Pemanfaatan lahan secara individu / masyarakat didasarkan pada
pemenuhan kebutuhan pribadi, misalnya pembangunan rumah,
interaksi dan rekreasi.
2. Pemanfaatan lahan oleh swasta cenderung untuk mencari
keuntungan/ laba dari kegiatan dalam pemanfaatan lahan, misalnya
untuk pembangunan perumahan, perdagangan, industri dan jasa.
3. Untuk pemerintah, penguasaan dan pemanfaatan lahan ditujukan
untuk pelayanan publik, yang lebih banyak menekankan pada
peningkatan kesejahteraan manusia, misalnya pembangunan
terminal, pasar dan lain-lain.
Perbaikan transport di suatu daerah akan mengakibatkan naiknya
nilai lahan di daerah tersebut, kemudian transport ke tempat lain
(aksesbilitas) dari sebidang lahan akan bertambah dengan meningkatnya
pelayanan system transportasi, dan karena itu lahan tadi akan meningkat
pula.
Gambar 3. Pengaruh Jalan Terhadap Nilai Lahan
Sumber : Morlok (1984)
G. Peneliti Terdahulu
I Kadek Puspa Sugiharta mengemukakan bahwa perkembangan
penggunaan lahan sebelum dan sesudah pembangunan Jalan Arteri
Primer Tohpati-Kusamba dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2013
menunjukan perkembangan yang cukup signifikan. Perkembangan
penggunaan lahan disepanjang JAP Tohpati-Kusamba mengarah pada
perkembangan secara linear (Ribbon Development) yaitu mengikuti arah
perkembangan jalan. Selain itu, penyebab terjadinya alih fungsi
pemanfaatan lahan di sepanjang Jalan Arteri Primer Tohpati-Kusamba
adalah diakibatkan oleh aksesbilitas yang sangat tinggi, kurangnya
informasi peraturan penataan ruang yang ada, kepemilikan dan harga
lahan semakin meningkat, prakarsa investor atau pengembang yang
sangat tinggi terhadap lokasi dan adanya efek penggandaan yang terjadi
akibat kegiatan-kegiatan yang ada.
Yanuar Bintoro Adji menyimpulkan bahwa ruas jalan arteri
memberikan pengaruh positif yang cukup signifikan terhadap kawasan di
sekitar jalan arteri Soekarno-Hatta, adalah sebagai berikut:
a. Jalan arteri Soekarno Hatta ini memberi pengaruh positif terhadap
fungsi pada permukiman. Fungsi yang membentuk tata guna lahan
yang bersifat komersial, sehingga ada pertumbuhan ekonomi pada
permukiman di sekitar arteri Soekarno-Hatta.
b. Pola tata ruang permukiman membentuk pola liner memanjang
mengikuti alur jalan arteri.
c. Orientasi terpengaruh dikarenakan arteri Soekarno-Hatta sebagai
sumbu/axis utama arah hadap lingkungan.
d. Fasade/wajah lingkungan bangunan terpengaruh disebabkan jalan
bisa sebagai ruang komunikasi dalam segi komersil dan fasade
bangunan sebagai produk.
Hasil dari analisis Zulqadri Ansar, 2010 mengemukakan bahwa
telah terjadi pembangunan Jalan Hertasning Baru yang diukur dari
perubahan kuantitas dan kualitas jalan. Pembangunan jalan ini telah
mengakibatkan perubahan penggunaan lahan di sepanjang koridornya.
Perubahan penggunaan lahan ini dapat dilihat dalam tiga indikator yaitu
perubahan fungsi lahan, perubahan intensitas guna lahan dan perubahan
harga lahan. Perubahan fungsi lahan dapat dilihat dari perubahan peta
guna lahan yang semakin padat tiap tahunnya, perubahan fungsi lahan
dapat juga dilihat dari beralihnya fungsi lahan pemukiman menjadi lahan
komersil (perdagangan). Intensitas guna lahan dapat dilihat dari
perubahan persentase lahan terbangun yang semakin meningkat tiap
tahunnya, perubahan persentase ruang terbuka hijau yang semakin
menurun kuantitasnya setiap tahun dan kepadatan bangunan yang
semakin bertambah tiap tahunnya. Perubahan harga lahan dapat diukur
dari perubahan harga NJOP (Nilai Jual Objek Pajak)yang semakin
meningkat tajam setiap tahunnya.
H. Kerangka Pemikiran
Kerangka Pemikiran diawali dengan perkembangan Kota Mamuju
sebagai ibukota provinsi Sulawesi Barat, dimana segala aktifitas berjalan
dengan cepat begitupun dengan pertambahan penduduk, meningkatnya
pembangunan sarana dan prasarana untuk memperlancar transportasi di
daerah tersebut. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan
dibangunnya prasarana yaitu arterial road (jalan arteri) .
Kondisi saat ini, wilayah di sekitar jalan arteri Mamuju
perkembangan fisik lahan sangat berkembang pesat, ditandai dengan
pembangunan mall, hotel, ruko, perumahan serta waterpark di sepanjang
koridor jalan arteri, sehingga menarik untuk dikaji pengaruh pembangunan
infrastruktur Mamuju Arterial Road terhadap perubahan tata guna lahan di
wilayah sekitarnya melalui berbagai analisa terpilih.
Pembangunan Mamuju Arterial Road
• Pertumbuhan jumlah penduduk yang terus terjadi seiring dengan peningkatan kebutuhan sarana dan prasarana
• Pembangunan Jalan Arteri mendukung geliat perekonomian di Mamuju
• Pembangunan Jalan Arteri mempengaruhi pola guna lahan di sekitarnya
Perubahan guna lahan.
RTRW/RDTR
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan guna lahan sepanjang
koridor Mamuju Arterial Road • Penduduk • Sarana • Prasarana • Aksesibilitas • Nilai Lahan • Lingkungan • Kebijakan
Perubahan guna lahan di sepanjang koridor Mamuju Arterial Road
Pembangunan jalan terhadap perubahan guna lahan di sepanjang koridor Mamuju
Arterial Road
Perubahan Guna Lahan : • Fungsi Lahan • Intensitas Lahan • Harga Lahan
Analisis Deskriptif Kuantitatif : Identifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi perubahan guna lahan
Analisis Deskriptif Kualitatif : Dampak pembangunan jalan terhadap
perubahan guna lahan
Gambar 4. Kerangka Pikir Penelitian
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Berdasarkan jenis data dan analisis, maka penelitian ini
digolongkan sebagau penelitian survei deskriptif kualitatif dan kuantitatif.
Penelitian survei dengan pendekatan deskriptif dilakukan untuk
memberikan gambaran bagaimana pengaruh pembangunan Mamuju
Arterial Road terhadap perubahan guna lahan.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Mei sampai dengan
Juli tahun 2017. Waktu penelitian ini digunakan untuk melakukan survei,
pengumpulan data, kompilasi data, analisis data sampai dengan penyajian
data hasil penelitian.
Penelitian adalah sepanjang koridor Mamuju Arterial Road
Kabupaten Mamuju dan Kecamatan Mamuju, khususnya kelurahan
Binanga yang merupakan pusat aktifitas kota Mamuju.
Gambar 5. Peta Administratif Kabupaten Mamuju Sumber : Mamuju Dalam Angka
Gambar 6. Lokasi Penelitian
Sumber : Google Earth
C. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer
diperoleh melalui observasi lapangan pada objek penelitian dan
dokumentasi. Survei dilakukan untuk mengetahui kondisi eksisting jalan,
pola guna lahan berupa perubahan penggunaan lahan yang terjadi dan
aksesibiltas dan ketersediaan sarana dan prasarana. Data sekunder
diperoleh dari instansi terkait dan hasil kuesioner antara lain data
demografi (kependudukan), data harga lahan yang diketahui dengan
melihat NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) dan wawancara dengan para
pemilik lahan, data sosial budaya berupa mata pencaharian penduduk dan
tingkat pendidikan dan informasi peruntukan lahan.
D. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Untuk
memperoleh data yang dibutuhkan maka teknik pengumpulan data yang
dilakukan adalah observasi, wawancara, kuesioner, pendataan instansi
dan kepustakann.
E. Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat variabel-variabel, sebagai berikut:
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan guna lahan:
a. Penduduk, yang berkaitan dengan unsur-unsur sosial dan
ekonomi.
b. Ketersediaan sarana masyarakat dalam beraktivitas dan
berpengaruh dalam pemilihan lokasi suatu lahan.
c. Ketersediaan prasarana yang memudahkan untuk beraktivitas
dalam kehidupan sehari-hari. Untuk prasarana yang menunjang,
d. Aksesibilitas yaitu kemudahan dalam memperoleh atau mencapai
tujuan perjalanan.
e. Nilai lahan ditentukan berdasarkan pendapatan atau produktifitas
yang bisa dicapai oleh suatu lahan.
f. Kondisi lingkungan yang nyaman, aman, tentram, dan sehat akan
menjadi faktor yang sangat berpengaruh terhadap penggunaan
suatu lahan.
g. Faktor kebijakan, berupa regulasi yang dikeluarkan dalam RTRW
kabupaten.
2. Perubahan tata guna lahan dengan indikator:
a. Fungsi lahan, diukur dari jenis kegiatan yang dilakukan di atas
lahan.
b. Intensitas lahan, diukur dari persentase luas lahan yang
terbangun, persentase luas ruang terbuka hijau dan kepadatan
bangunan.
c. Harga lahan, dapat diketahui dengan melihat NJOP (Nilai Jual
Objek Pajak), dan dapat juga diperoleh dengan melakukan
wawancara dengan para pemilik lahan.
Untuk lebih jelasnya tentang variabel penelitian dijelaskan pada
tabel berikut.
Tabel 1. Variabel Penelitian
No Teori Pendukung Variabel Penelitian 1. 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan guna lahan
a. Nasoetion dan Winoto (1996) dalam Alamsyah (2010). 1) Sistem kelembagaan 2) Sistem non-kelembagaan
a. Yusrani (2006) dalam Wicaksono (2011)1)Faktor eksternal: a) Industri b) Pariwisata c) Kebijakan pemerintah
1) Faktor internal: a) Penduduk b) Transformasi social c) Ketersediaan lahan d) Ketersediaan sarana prasarana dan utilitas kota e) Aksesibilitas f) Fasilitas kota g) Transportasi
b. Chapin (1979) dalam Ardiansyah (2005) 1) Sistem aktivitas kota. 2) Sistem pengembangan lahan
a) Topografi b) Penduduk c) Nilai lahan d) Aksesibilitas e) Daya dukung lingkungan f) Prasarana dan Sarana
Berdasarkan teori, penelitian terdahulu dan survey awal maka disimpulkan faktor-faktor dominan yang berpengaruh terhadap perubahan penggunaan lahan, adalah: a. Penduduk b. Sarana c. Prasarana d. Aksesibiltas e. Nilai lahan f. Lingkungan g. Kebijakan pemerintah
Lanjutan Tabel 1
No Teori Pendukung Variabel Penelitian 2. Dampak pembangunan jalan terhadap perubahan guna lahan.
Menurut Warpani (1990) dalam Ansar (2010), mengukur perubahan guna lahan terdapat beberapa indikator, diantaranya: 1) Fungsi lahan 2) Harga lahan 3) Intensitas guna lahan
Perubahan guna lahan dengan indikator: a. Fungsi lahan b. Intensitas lahan c. Harga lahan
F. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat yang bermukim di
sepanjang koridor Mamuju Arterial Road Kabupaten Mamuju dan
Kecamatan Mamuju, khususnya kelurahan Binanga dengan jumlah 109
pemilik lahan. Bangunan-bangunan ini merupakan populasi dengan
asumsi satu rumah memiliki satu kepala rumah tangga.
Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik
probability sampling secara sistematis yaitu pengambilan sampel yang
memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur populasi untuk dipilih
menjadi anggota sampel. Untuk menentukan minimal sampel yang
dibutuhkan, digunakan rumus Taro Yamane (Riduwan dan Akdon, 2006)
sebagai berikut:
N n =
N.d2+1
n = Jumlah sampel
N = Jumlah populasi sebanyak 109 pemilik lahan
d = level signifikansi yang digunakan 10%
Sampel pada penelitian ini berdasarkan estimasi dengan rumus di
atas adalah sebesar 52 sampel. Penentuan sampel dilakukan dengan
teknik purposive sampling sistematis dengan kriteria sampel adalah
masyarakat umur 18 – 65 tahun dan masyarakat yang bertempat tinggal di
sepanjang koridor Mamuju Arterial Road.
G. Metode Analisis
Sesuai dengan permasalahan penelitian yang telah dikemukakan
maka teknik analisis adalah sebagai berikut:
1. Inventarisasi Data
Pengumpulan data baik itu data sekunder maupun data primer
kemudian mendeskripsikan. Data primer melalui proses analisis
perubahan guna lahan dan faktor-faktor yang mempengaruhi. Data
tersebut mendeskripsikan betapa kuatnya peningkatan jalan terhadap
perubahan guna lahan di sekitarnya. Data primer yang lain adalah alasan
responden memiliki lahan tersebut, alasan ini akan mendeskripsikan
preferensi bermukim masyarakat sekitar untuk menjadi bahan
pertimbangan dalam rekomendasi perencanaan.
2. Analisis Komparatif
Analisis komparatif yaitu menganalisis kondisi objek studi melalui
uraian dan penjelasan yang membandingkan antara satu data dengan
data lainnya. Khusus untuk penelitian ini data yang dibandingkan adalah
data tahun sebelum peningkatan jalan dan sesudah peningkatan jalan.
Data sekunder yang diperoleh dari kelurahan berupa NJOP (nilai jual
objek pajak) yang dikomparasikan untuk melihat perubahan dari harga
lahan tersebut.
3. Signifikansi faktor pengaruh
Signifikansi faktor pengaruh didasarkan pada probabilitas nilai
tertimbang masyarakat terhadap faktor yang diajukan untuk dinilai
dengan menggunakan formula dengan penilaian dengan range 5
(sangat berpengaruh) sampai dengan nilai 1 yang sama sekali tidak
berpengaruh.
𝑷𝒓𝒐𝒃𝒂𝒃𝒊𝒍𝒊𝒕𝒚 𝒇𝒂𝒌𝒕𝒐𝒓 𝒑𝒆𝒏𝒈𝒂𝒓𝒖𝒉 = 𝟏
𝟓(𝚺𝑹𝒏 . 𝑱𝒑 𝑺𝒏
.100%
Dalam hal ini ;
Rn = Range penilaian 1 sampai dengan 5
Jp = Jumlah pemberi nilai
Sn = Skor nilai (Rn x Jp)
H. Definisi Operasional
1. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian
jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang
diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di
atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/ atau air, serta
di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori dan jalan
kabel (menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38
Tahun2004 tentang jalan).
2. Perubahan tata guna lahan adalah suatu penggunaan lahan yang
berbeda dengan penggunaan lahan sebelumnya.
3. Variabel terikat (dependen variable) pada penelitian ini adalah
perubahan penggunaan lahan yang diukur dengan dengan 2 kategori:
1= terjadi perubahan tata guna lahan, dan
0= tidak terjadi perubahan tata guna lahan
Dalam penelitian ini dibatasi pada pemilik rumah di wilayah Kelurahan
Binanga Kecamatan Mamuju, Kabupaten Mamuju.
4. Variabel bebas (independen variable) dalam penelitian ini berupa
faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan di
sepanjang koridor mamuju arterial road, Kecamatan Mamuju,
Kabupaten Mamuju. Berdasarkan teori, penelitian terdahulu dan
survey awal maka diambil faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
perubahan penggunaan lahan, sebagai berikut :
a. Penduduk
b. Sarana
c. Prasarana
d. Aksesibiltas
e. Nilai lahan
f. Lingkungan
g. Kebijakan Pemerintah
Pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengukuran
ordinal (bertingkat) dengan skala likert. Dimana skala ini
mengurutkan data dari tingkat yang paling rendah ke tingkat yang
paling tinggi atau sebaliknya dengan interval yang tidak harus sama.
Pengukuran data dilakukan dengan menggunakan pembobotan
dengan skor 1 (tidak berepengaruh menjadi pertimbangan) sampai 5
(sangat berpengaruh menjadi pertimbangan).
Skor : Sangat berpengaruh : 5
Berpengaruh : 4
Cukup berpengaruh : 3
Kurang berpengaruh : 2
Tidak berpengaruh : 1
5. Jalan pada penelitian ini adalah Mamuju arterial road yang diukur
dengan dua indikator yaitu: kuantitas jalan dan kualitas jalan.
6. Kuantitas jalan adalah Panjang dan lebar jalan yang mengalami
permbangunan. Semakin panjang dan semakin lebar jalan tentunya
akan semakin mempermudah aksesibilitas untuk sampai ke tempat
tujuan.
7. Kualitas jalan adalah kondisi jalan, sehingga menjadi bahan
pertimbangan bagi kendaraan yang melaluinya.
8. Perubahan guna lahan pada penelitian ini adalah guna lahan yang
terletak di sepanjang Mamuju arterial road, diukur dengan tiga
indikator yaitu : fungsi lahan, intensitas lahan, dan harga lahan.
9. Fungsi lahan adalah jenis kegiatan yang dilakukan di atas lahan
atau disebut peruntukkan suatu lahan. Suatu perubahan guna lahan
dapat dilihat dari fungsi lahan tersebut, sekarang dan masa lalu.
Perbandingan perubahan fungsi lahan antara sebelum dan sesudah
pembangunan jalan merupakan bagian dari adanya perubahan guna
lahan. Jenis kegiatan biasanya dikategorikan kedalam beberapa
bagian, diantaranya:
a. Ruang terbuka hijau; sawah, tutupan vegetasi.
b. Daerah terbangun; permukiman, fasilitas kota, industri
c. Lahan kosong.
10. Intensitas guna lahan. Perubahan guna lahan dapat diketahui dari
perubahan intensitas guna lahan tersebut. Perubahan dilihat sebelum
dan sesudah mengalami pembangunan jalan. Salah satu alat yang
dapat digunakan dalam mengukur intensitas guna lahan adalah
persentase luas lahan yang terbangun, perubahan persentase luas
ruang terbuka hijau dan perubahan kepadatan bangunan.
11. Harga lahan adalah penilaian atas lahan yang diukur berdasarkan
harga nominal dalam satuan uang untuk luas pada pasaran lahan.
Harga lahan dapat diketahui dengan melihat NJOP (Nilai Jual Objek
Pajak), dan dapat juga diperoleh dengan melakukan wawancara
dengan para pemilik lahan.
Tabel 2. Ringkasan metode penelitian
No Tujuan Penelitian Variabel Penelitian Jenis Data Sumber Data Teknik Analisis Data
Output Primer Sekunder
1 Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan tata guna lahan di sepanjang Mamuju Arterial road
a. Penduduk b. Sarana c. Prasarana d. Aksesibiltas e. Nilai lahan f. Lingkungan g. Kebijakan pemerintah
√ √ √ √ √ √ √
a. Kuesioner b. Survey
Analisis deskriptif
kuantitatif: analisis
Faktor yang mempengaruhi perubahan tata guna lahan di
sepanjang Mamuju Arterial
road
2 Mengetahui dampak peningkatan Jalan Mamuju Arterial road terhadap perubahan tata guna lahan di sekitarnya
Perubahan tata guna lahan dengan indikator: a. Fungsi lahan b. Intensitas lahan c. Harga lahan
√ √ √
a. Survey b. Kuesioner c.Data instansi terkait: 1. Dinas PU 2. Dinas tata ruang dan permukiman 3. Bappeda 4. Kantor
Kecamatan 5. Kantor kelurahan
Analisis deskriptif kualitatif: dampak
peningkatan jalan
terhadap fungsi lahan,
intensitas guna lahan,
dan harga lahan.
Kondisi di sekitar
Mamuju Arterial road setelah
adanya peningkatan
jalan dilihat dari
fungsi lahan, intensitas guna lahan, dan
harga lahan.
SumberSumber : Hasil Analisis, 2017
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum
1. Kabupaten Mamuju
Kabupaten Mamuju terletak pada Provinsi Sulawesi Barat pada
posisi 10 38’110” – 20 54’ 552” Lintang Selatan; dan 110”- 54’ 47” – 130
5’ 35 Bujur Timur dari Jakarta; (00 0’ 0” Jakarta = 1600 48’ 28” Bujur Timur
Green Wich). Kabupaten yang beribukotakan di Kecamatan Mamuju
mempunyai batas wilayah sebagai berikut:
§ Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Mamuju Utara;
§ Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Luwu Utara;
§ Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Majene,
Kabupaten Mamasa, dan Kabupaten Tana Toraja; dan
§ Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Makassar..
Kabupaten Mamuju dengan luas wilayah 801.406 ha, secara administrasi
pemerintahan terbagi atas 16 Kecamatan, terdiri dari 155 Desa, 10
Kelurahan dan 2 UPT. (BPS Kabupaten Mamuju Tahun 2009). Kecamatan
Kalumpang merupakan Kecamatan terluas dengan luas 1.178,21 km² atau
22,19 persen dari seluruh luas wilayah Kabupaten Mamuju. Sedangkan
yang terkecil adalah Kecamatan Balabalakang dengan luas 9 km² atau
0,11 persen dari seluruh luas wilayah Kabupaten Mamuju.
Pada Tahun 2009 terjadi pemekaran desa di Kabupaten Mamuju
menjadi 16 kecamatan, 143 desa, 10 kelurahan dan 2 UPT (Unit
Pemukiman Transmigrasi) dan pusat pemerintahan terletak di Kecamatan
Mamuju terdapat 817 dusun dan 86 lingkungan. Kecamatan yang memiliki
desa dan kelurahan terbanyak, yaitu Kecamatan Topoyo yang terdiri dari
15 desa dan Kecamatan Kalukku yang terdiri dari 13 desa dan 2
kelurahan. Sedangkan kecamatan yang mempunyai jumlah desa/
kelurahan paling sedikit adalah Kecamatan Balabalakang yaitu 2 desa.
Gambar 7. Peta Administrasi Kabupaten Mamuju. Sumber: Bappeda Kabupaten Mamuju
2. Aspek Fisik Dasar Kabupaten Mamuju
a. Kondisi Topografi dan Kemiringan Lereng
Kabupaten Mamuju sebagian besar wilayahnya merupakan daerah
perbukitan, sebagian kecil berfotografi datar. Daerah dengan topografi
datar terdapat di daeah. Daerah pedataran pantai ini elevasinya cukup
rendah. Berkisar antara 0 sampai 2 m di atas permukaan air rata-rata
(MSL) yang memanjang sejajar garis pantai dengan lebar hanya sekitar 4
km. Daerah perbukitan mempunyai kemiringan lereng yang bervariasi,
sebagian besar mempunyai kemiringan lereng lebih dari 12 derajat.
Gambar 8. Tampak atas Kabupaten Mamuju Sumber : Google Earth, 2017.
b. Guna Lahan
Kondisi guna lahan di Kabupaten Mamuju secara umum terdiri dari
sawah, perkebunan, permukiman, tambak, fasilitas sosial ekonomi, dan
lahan kosong. Pergeseran pemanfaatan lahan belum mengalami
perubahan yang cukup drastis, beberapa bagian kawasan strategis di
wilayah perkotaan cepat tumbuh, akibat terjadinya peningkatan
pembangunan jumlah unit perumahan dan pengadaan sarana dan
prasarana umum.
Penggunaan lahan untuk perkebunan mencapai 42.937,524 ha
atau setara dengan 5,36%. Lahan untuk kegiatan tegalan/ ladang, luasnya
mencapai 18.148,273 ha atau setara dengan 2,26%. Penggunaan lahan
untuk persawahan memiliki luas 17.486,858 ha atau sama dengan 2,18%,
penggunaan lahan berupa semak belukar, tanah terbuka dan tambak
dengan total luas mencapai 26.298,094 ha.
Tabel 3. Guna Lahan Kabupaten Mamuju Tahun 2010
No Jenis Penggunaan Lahan Luas (ha) Persentase (%) 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 11 12 13 14
Kampung/ Permukiman Persawahan Tegalan/ Ladang Kebun Campuran Perkebunan Padang Rumput, Alang-alang, Semak Hutan Lebat Hutan Sejenis Hutan Belukar Kolam air Tawar/ ambak Sungai Rawa Tanah Tandus Lainnya
3.818,754 17.486,858 18.148,273 96.403,68 42.937,524 26.298,094 516.262,799 56.019,915 2.168,620 6.132,53 5.484,851 221,118 443,129 9.579,855
0,48 2,18 2,26
12,03 5,36 3,28
64,42 6,99 0,27 0,77 0,68 0,03 0,06 1,19
Jumlah Total 801,405,995 100 Sumber: Laporan Fakta dan Analisa RTRW Kab. Mamuju (2011-2031)
3. Kependudukan
Dalam empat tahun terakhir penduduk Kabupaten Mamuju
mengalami peningkatan yang cukup tinggi menurut hasil sensus
penduduk Kabupaten Mamuju tahun 2010. Pada tahun 2005 berjumlah
283.871 jiwa mengalami peningkatan penduduk 4,49% atau sebesar
336.879 jiwa pada tahun 2010. Laju pertumbuhan penduduk tersebut
disebabkan posisi strategis sebagai Ibukota Provinsi Sulawesi Barat dan
merupakan pusat aktivitas yang memiliki daya tarik bagi penduduk luar.
Berdasarkan hasil proyeksi, penduduk Mamuju pada tahun 2009
berjumlah 315.053 jiwa. Angka ini menunjukkan adanya pertumbuhan
penduduk di Mamuju sebesar 3,14%. Penduduk Mamuju paling besar
berada di Kecamatan Kalukku yaitu sebesar 49.250 jiwa. Namun
demikian, kecamatan yang mempunyai kepadatan penduduk paling tinggi
adalah Kecamatan Mamuju dengan kepadatan penduduk 266,57 jiwa per
km².
Tabel 4. Kepadatan Penduduk Kabupaten Mamuju Tahun 2010 - 2016
No Kecamatan Jumlah Kepadatan (jiwa/km)
1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 11 12 13 14 15 16
Tapalang Tapalang Barat Mamuju Simboro Balabalakang Kalukku Papalang Sampaga Tommo Kalumpang Bonehau Budong budong Pangale Topoyo Karossa Tobadak
18.083 9129
55105 23200
2347 49250 21395 13986 19407 10800
8622 22823 11418 25767 22004 23367
13 14 58 45 19 22 24 29
6 1 2
24 26
7 4
11
Jumlah/total 336973 305 Sumber: BPS Kabupaten Mamuju
B. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Kondisi Geografis
Berdasarkan posisi geografisnya, Kecamatan Mamuju memiliki
batas-batas:
§ Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Makassar;
§ Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Kalukku;
§ Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Tapalang; dan
§ Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Simboro.
Kecamatan Mamuju terdiri dari 8 desa, yaitu: Kelurahan Binanga,
Kelurahan Mamunyu, Desa Tadui, Desa Bambu, Desa Karampuang,
Kelurahan Rimuku, Kelurahan Karema, dan Desa Batupannu.
Kecamatan Mamuju memiliki wilayah seluas 206,64 km² yang secara
administratif terbagi ke dalam 8 desa/kelurahan. Desa/kelurahan dengan
wilayah paling luas wilayah adalah Kelurahan Karema dengan luas
wilayah 52,53 km² atau 25,42 persen dari luas Kecamatan Mamuju.
Sementara desa/kelurahan dengan wilayah paling sempit adalah Desa
Karampuang dengan luas wilayah 6,37 km² atau 3,08 persen dari luas
wilayah Kecamatan Mamuju. Ibukota Kecamatan Mamuju berada di
Kelurahan Binanga. Desa/kelurahan yang terletak paling jauh dari ibukota
Kecamatan Mamuju adalah Desa Tadui, yaitu berjarak 17 km.
101
102
2. Kependudukan
Jumlah penduduk Kecamatan Mamuju berdasarkan proyeksi penduduk
tahun 2016 adalah 68.021 jiwa yang terdiri atas 34.388 jiwa penduduk
laki-laki dan 33.633 jiwa penduduk perempuan. Sementara itu, besarnya
angka rasio jenis kelamin tahun 2016 penduduk laki-laki terhadap
penduduk perempuan sebesar 102,24.
Kepadatan penduduk di Kecamatan Mamuju tahun 2016 mencapai 329
jiwa/km² dengan rata-rata jumlah penduduk per rumah tangga 4,79 orang.
Kepadatan penduduk di 8 desa/kelurahan cukup beragam dengan
kepadatan penduduk tertinggi terjadi di Kelurahan Rimuku dengan
kepadatan sebesar 1.205 jiwa/ km² dan terendah terjadi di Kelurahan
Batupannu sebesar 130 jiwa/ km².
Tabel 5. Jumlah Penduduk dan Rasio Jenis Kelamin Menurut Desa/Kelurahan/Kelurahan di Kecamatan Mamuju
Desa/Kelurahan Jenis Kelamin Rasio Jenis
Kelamin Sex Ratio
Laki-Laki Perempuan Jumlah
Binanga Mamunyu Tadui Bambu Karampuang Rimuku Karema Batupannu
11 814 3 212 1 956 2 171 1 846 6 561 6 101 727
3 170 1 863 2 144 1 779 6 249 6 076 672
23 494 6 382 3 819 4 315 3 625
12 810 12 177 1 399
101,15 101,32 104,99 103,77 104,99 100,41 101,26 108,18
Mamuju 34 388 33 633 68 021 102,24 Sumber : Proyeksi Penduduk Indonesia 2010–2035
Berdasarkan tabel 5 diketahui bahwa jumlah penduduk di
Kecamatan Mamuju pada tahun 2016 tidak merata. Jumlah penduduk
tertinggi berada pada Kelurahan Binanga, Rimuku dan Karema yang
terletak di pusat kota Mamuju.
Gambar 9. Peta administrasi Kecamatan Mamu
3. Profil Mamuju Arterial Road.
Tujuan diselenggarakan transportasi jalan adalah untuk
mewujudkan lalu lintas dan angkutan jalan dengan selamat, aman, cepat,
lancar, tertib, teratur, nyaman dan efisien untuk menunjang pemerataan,
pertumbuhan dan stabilitas, sebagai pendorong dan penggerak, serta
penunjang pembangunan nasional (UU Republik Indonesia No. 38 Tahun
2004 Tentang Jalan).
Dukungan dan perhatian ke arah perbaikan prasarana dasar
transportasi, demi terpenuhinya aksebilitas memadai menuju dan dari
kawasan produktif tersebut, harus ditingkatan kapasitas fungsi teknis dan
layanannya mengikuti standar regional dan global. Menyadari akan
tuntutan kondisi existing prasarana dasar jalan dan jembatan saat ini yang
sangat jauh dari memadai secara teknis fungsional acuan global,
Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Barat mencanangkan program
peningkatan kapasitas layanan dan fungsi teknis jalan dan jembatan dari
dan menuju Kabupaten Mamuju selaku Ibukota Provinsi Sulawesi Barat.
Pencermatan terhadap isu strategis pembangunan infrastruktur
transportasi tersebut, maka Badan Perencanaan Pembangunan dan
Pengembangan Daerah (Bappeda) dan Dinas Pekerjaan Umum (PU)
Provinsi Sulawesi Barat menindak lanjuti wacana tersebut dengan
Pembangunan Jalan Arteri Akses Multi Mode dari dan menuju Pelabuhan
Belang-Belang – Bandara Tampa Padang - Kota Mamuju – Tappalang
sepanjang 91,02 km secara bertahap untuk tahun anggaran 2013 - 2015.
Salah satu fungsi utama pembangunan/peningkatan kapasitas ruas
jalan Tapalang ke Belang-Belang adalah untuk mendukung dan
menopang kegiatan perekenomian Provinsi Sulawesi Barat sehingga
menunjang fungsi Pelabuhan Belang-Belang menjadi Pelabuhan
Internasional. Ruas jalan ini nantinya digunakan oleh angkutan berat
dalam pendistribusian barang dan jasa yang keluar maupun masuk ke
Provinsi Sulawesi Barat. Pembangunan dan peningkatan ruas jalan ini
terdiri atas 2 bagian, ruas jalan yang sudah ada kemudian ditingkatkan
kapasitasnya dan pembangunan ruas jalan baru.
Ruas Jalan Tapalang ke Belang-Belang Dan Kebutuhan Lahan
Dalam pembangunan/peningkatan kapasitas ruas jalan ini terbagi
dalam tiga tahap pembangunan yaitu;
• Tahap 1 yaitu ruas jalan Rangas ke Tampapadang
• Tahap 2 yaitu ruas jalan Tampapadang ke Belang-Belang
• Tahap 3 yaitu ruas jalan Tapalang ke Rangas
Proyek pembangunan/peningkatan kapasitas ruas jalan terletak di
sebagian desa di Kecamatan Tapalang dan Kecamatan Kalukku serta di
desa Kecamatan Tapalang Barat, Kecamatan Simboro Kepulauan,
Kecamatan Mamuju Kabupaten Mamuju. Berikut rincian tabel wilayah
desa yang terkena dampak pembangunan proyek peningkatan kapasitas
ruas jalan Arteri Tapalang ke Belang-Belang.
a. Ruas Jalan Rangas ke Tampapadang
Pembangunan tahap 1 adalah peningkatan kapasitas ruas jalan
dari Simboro ke Tampapadang dengan panjang sekitar 22,9 km. Pada
ruas jalan ini sebagian besar akan dibangun jalan baru yaitu dimulai pada
wilayah Kelurahan Simboro Kecamatan Simboro Kepulauan tepatnya di
depan Kantor Gubernur Sulawesi Barat dan wilayah Kelurahan Rimuku,
Kelurahan Binanga, Kelurahan Mamunyu, Desa Bambu, Desa Tadui
Kecamatan Mamuju dan berakhir di Kelurahan Bebanga Kecamatan
Kalukku sekitar Bandara Tampapadang. Pembangunan jalan ini berada
pada kawasan dengan fungsi areal penggunaan lahan berupa tambak dan
hutan lindung. Lebar ruang milik jalan yang akan direncanakan sekitar 30
m – 50 m.
Gambar 10.Peta Pembangunan Arteri Road Ruas Rangas-Tampapadang
b. Ruas Jalan Tampapadang ke Belang-Belang
Pembangunan tahap 2 peningkatan kapasitas ruas jalan dari
Tampapadang ke Belang-Belang memiliki panjang sekitar 20,02 km. Pada
ruas jalan ini sebagian besar akan ditingkatkan kapasitasnya yang dimulai
pada wilayah Desa Sinyonyoi, Desa Kalukku, Desa Beru-Beru, Desa
Kabuloang, Desa Belang-Belang Kecamatan Kalukku. Pembangunan
jalan ini berada pada kawasan dengan fungsi areal penggunaan lahan
untuk sawah dan pertanian lahan kering campur semak. Lebar ruang milik
jalan yang akan direncanakan sekitar 30 m-50 m.
Gambar 11. Peta Arteri Road Ruas Tampapadang-Belangbelang
c. Ruas Jalan Tapalang ke Rangas
Pembangunan tahap 3 peningkatan kapasitas ruas jalan dari
Tapalang ke Rangas memiliki panjang sekitar 48,01 km. Pada ruas jalan
ini sebagian besar akan ditingkatkan kapasitasnya yaitu dimulai pada
wilayah Desa Tampalang, Desa Orobatu di Kecamatan Tapalang dan
Desa Pasa’bu, Desa Ahu, Desa Dungkait, Desa Labuang Rano, Desa
Lebani Kecamatan Tapalang Barat serta Desa Tapandulu, Desa Sumare,
Kelurahan Rangas Kecamatan Simboro Kepulauan. Pembangunan jalan
berada pada kawasan dengan fungsi areal penggunaan lahan untuk
sawah dan pertanian lahan kering campur semak. Lebar ruang milik jalan
yang akan direncanakan sekitar 30 m - 50 m.
Gambar 12 Peta Pembangunan Arteri Road Ruas Tapalang-Rangas
Pada saat ini, ruas jalan eksisting digunakan sebagai jalan umum
yang merupakan akses pantai barat untuk wilayah Desa Lebani, Desa
Labuang Rano, Desa Dungkait, Desa Ahu, Desa Pasa’bu di Kecamatan
Tapalang Barat ke jalur jalan trans Sulawesi. Begitu pula pada wilayah
Desa Tapandulu, Desa Sumare, Kelurahan Rangas di Kecamatan
Simboro Kepulauan merupakan akses yang digunakan menuju ke Ibu
Kota Provinsi Sulawesi Barat yaitu Mamuju. Untuk wilayah Kecamatan
Mamuju membangun jalan baru pada wilayah pantai dan sebagian
wilayah tambak karena lokasi jalan eksisting telah dipadati oleh
permukiman penduduk dan letaknya di pusat kota tepatnya pada
Kelurahan Karema, Kelurahan Rimuku, Kelurahan Binanga, dan wilayah
Kelurahan Binanga, Desa Bambu dan Desa Tadui pembangunan jalan
baru tepat berada pada wilayah tambak dan mangrove. Pada wilayah
Kecamatan Kalukku sebagian meningkatkan kapasitas jalur jalan trans
Sulawesi walaupun sebagian membangun jalan baru berada pada areal
persawahan. merupakan Beberapa bagian di kiri dan kanan jalan eksisting
yang akan ditingkatkan kapasitasnya telah dimanfaatkan oleh masyarakat
untuk mendirikan berbagai bangunan berupa rumah tinggal, toko, warung,
sekolah, bengkel, mesjid, dan lain-lain. Perkiraan lahan yang dibutuhkan
untuk perencanaan Arteri Road berdasarkan perencanaan jalan dengan
lebar 30 meter adalah 546,09 ha sedangkan untuk perencanaan dengan
lebar 50 meter adalah 910,18 ha.
Gambar 13. Usulan Jalur Mamuju Aterial Road (MAR) Dari Provinsi.
---------RencanaJalanArteri
---------Jalannasionaleksisting
Gambar 14. Review Mamuju Aterial Road (MAR)
---------RencanaJalanArteri
---------Jalannasionaleksisting
C. Faktor-faktor Pengaruh Perubahan Guna Lahan
Peningkatan jumlah penduduk di pusat ibukota Mamuju disebabkan
karena tingginya angka urbanisasi sehingga kebutuhan hidup lainnya juga
ikut meningkat. Perkembangan kota yang terjadi menyebabkan
peningkatan jalan menjadi alternatif penyelesaian masalah. Pembangunan
jalan bertujuan untuk memberi kemudahan aksesibilitas dari kota yang
satu menuju kota yang lain. Di sisi lain, peningkatan jalan merupakan
fenomena perubahan tata guna lahan, terjadi karena peningkatan jalan
dan faktor lain yang mempengaruhi perubahan tata guna lahan. Faktor-
faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan tata guna lahan adalah
penduduk, sarana, prasarana, aksesibilitas, nilai lahan, lingkungan, dan
kebijakan pemerintah.
Peningkatan jumlah penduduk mengakibatkan peningkatan
kebutuhan akan ketersediaan sarana dan prasarana juga ikut meningkat.
Di Kecamatan Mamuju terjadi pertumbuhan penduduk setiap tahun
sehingga membutuhkan pembangunan sarana dan prasarana. Prasarana
yang terbangun adalah prasarana jalan yaitu Mamuju Arterial road. untuk
mengatasi masalah kemacetan di pusat kota. Selain itu, peningkatan jalan
dapat meningkatkan aksesibilitas dan mobiltas penduduk, barang serta
jasa. Namun pada kenyataannya peningkatan jalan yang dilaksanakan
membawa banyak perubahan dalam berbagai aspek kehidupan
masyarakat, termasuk dalam perubahan penggunaan lahan di kawasan
sepanjang Mamuju Arterial road. Berubahnya lahan-lahan yang tadinya
tidak produktif menjadi produktif membawa dampak positif dalam
penggunaan lahan. Akan tetapi, terdapat pula dampak negatif yang
ditimbulkan jika pembangunan di sekitar jalan terus dilakukan tanpa
terkendali.
Untuk mengetahui faktor-faktor yang paling mempengaruhi
terjadinya perubahan guna lahan di sepanjang Mamuju Arterial road,
maka perlu dilakukan suatu analisi berdasarkan propability persepsi
masyarakat berdasarkan hasil kuisioner. Data dari kuesioner berupa
penilaian dari responden terhadap faktor-faktor yang menjadi
pertimbangan terhadap terjadinya perubahan guna lahan. Penilaian
terhadap setiap faktor dibagi dalam lima skala, antara lain: sangat
berpengaruh diberi skor 5, berpengaruh diberi skor 4, cukup berpengaruh
diberi skor 3, kurang berpengaruh diberi skor 2, dan tidak berpengaruh
diberi skor 1.
Berdasarkan hasil kuesioner dari 52 responden yang menjadi
sampel pada penelitian ini diketahui bahwa tanggapan atau persepsi
terhadap faktor-faktor yang berpengaruh, sebagaimana dalam table 6.
Tabel 6. Penilaian responden terhadap faktor yang mempengaruhi
perubahan guna lahan
NO FaktorPengaruh PersepsiMasyarakat Skala1-5JumlahPenilai Skor %
1 Penduduk 3.65 52 190 73.1
SangatBerpengaruh 5 16 80
Berpengaruh 4 15 60
CukupBerpengaruh 3 10 30
KurangBerpengaruh 2 9 18
TidakBerpengaruh 1 2 2
2 Sarana 2.35 52 122 46.9
SangatBerpengaruh 5 1 5
Berpengaruh 4 7 28
CukupBerpengaruh 3 13 39
KurangBerpengaruh 2 19 38
TidakBerpengaruh 1 12 12
3 Prasarana 3.58 52 186 71.5
SangatBerpengaruh 5 11 55
Berpengaruh 4 20 80
CukupBerpengaruh 3 13 39
KurangBerpengaruh 2 4 8
TidakBerpengaruh 1 4 4
4 Aksesibiliti 4.38 52 228 87.7
SangatBerpengaruh 5 28 140
Berpengaruh 4 16 64
CukupBerpengaruh 3 8 24
KurangBerpengaruh 2 0 0
TidakBerpengaruh 1 0 0
5 NilaiLahan 4.23 52 220 84.6
SangatBerpengaruh 5 23 115
Berpengaruh 4 18 72
CukupBerpengaruh 3 11 33
KurangBerpengaruh 2 0 0
TidakBerpengaruh 1 0 0
6 Lingkungan 3.87 52 201 77.3
SangatBerpengaruh 5 10 50
Berpengaruh 4 26 104
CukupBerpengaruh 3 15 45
KurangBerpengaruh 2 1 2
TidakBerpengaruh 1 0 0
7
KebijakanPemerintah 2.94 52 153 58.8
SangatBerpengaruh 5 6 30
Berpengaruh 4 12 48
CukupBerpengaruh 3 10 30
KurangBerpengaruh 2 21 42
TidakBerpengaruh 1 3 3
Rata-rata
71.4
Sumber : Hasil Analisis, 2018
Gambar 15. Grafik Persentase Faktor Pengaruh Perubahan Guna Lahan
Dari gambar 15 diketahui bahwa faktor aksesibilitas memiliki skor
probabilitas tertinggi sebesar 87,7% pada kategori penilaian sangat
berpengaruh sedangkan skor terendah sebesar 46,9% pada faktor
sarana dengan kategori penilaian tidak berpengaruh. Berdasarkan data
kuesioner maka faktor aksesibilitas menjadi faktor dengan pertimbangan
yang dinilai responden sangat berpengaruh dalam perubahan guna lahan.
Dari data hasil kuesioner penilaian faktor-faktor yang diniliai sangat
berpengaruh, berpengaruh, cukup berpengaruh, kurang berpengaruh, dan
tidak berpengaruh dalam mempengaruhi perubahan tata guna lahan di
kawasan sepanjang Mamuju Arterial road, selanjutnya dianalisis dengan
perhitungan probabilitas untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang secara
signifikan mempengaruhi perubahan guna lahan di sepanjang Mamuju
Arterial road.
Tidakberpengaruh
Tidaksignifikan
Relatifberpengaruh
Signifikanberpengaruh
D. Dampak Peningkatan Jalan terhadap Perubahan Guna Lahan
Peningkatan jalan menjadi alternatif dalam pemecahan masalah
kemacetan yang sering terjadi di pusat kota. Namun peningkatan jalan
ternyata memberi dampak pada perubahan guna lahan di sekitarnya.
Perubahan guna lahan yang terjadi dapat dilihat dengan tiga indikator,
yaitu fungsi lahan, intensitas guna lahan,dan harga lahan. Perubahan
fungsi lahan akan memperlihatkan berubahnya fungsi lahan pertanian
menjadi perdagangan, pertanian menjadi pemukiman, pemukiman
menjadi perdagangan. Sedangkan perubahan intensitas guna lahan akan
memperlihatkan berubahnya persentase luas lahan yang terbangun, dan
persentase luas ruang terbuka hijau, dan perubahan harga lahan dapat
dilihat dari perubahan nilai jual objek pajak (NJOP).
Peningkatan jalan dapat diukur dengan dua indikator, yaitu kualitas
jalan dan kuantitas jalan. Kedua indikator tersebut menjadi variabel
penelitian pada penelitian ini dalam mengukur peningkatan Jalan Mamuju
Arterial Road. Jalan Mamuju Arterial Road merupakan jalan yang sedang
dalam proses pembangunan di kota Mamuju.
Mamuju Arterial Road adalah proyek jalan arteri yang sedang
dibangun di Kabupaten Mamuju yang akan menjadi ikon daerah Mamuju
selaku ibukota Propinsi karena rute proyek ini menyusuri pantai dengan
lebar 30 meter atau dua jalur dan empat lajur. Proyek ini dibangun
bertujuan untuk membantu interkoneksi sehingga mendukung geliat
perekonomian di kabupaten Mamuju. Rencana pembangunan Mamuju
Arterial Road dengan total panjang 42,90 km terdiri dari ruas mamuju –
Bandara Tampa Padang direncanakan menelusuri pantai dengan panjang
sekitar 27,4 km, Jalan lingkar Bandara Tampa Padang sepanjang 4,90 km
sudah rampung dan ruas Tampapadang-Belang dengan panjang 13,80
km. Lebar desain lajur 2 x 7,50 m, Bahu 2 x 2,00 m dan median 2,00 m.
Jalan ini dibangun guna mendukung mobilitas masyarakat, barang, dan
jasa dari dan menuju Pelabuhan Internasional Belang-belang.
1. Dampak peningkatan jalan terhadap fungsi lahan
Peningkatan jalan merupakan bagian penting dari aksesibilitas,
kemudahan dalam aksesibilitas akan mempengaruhi perubahan guna
lahan yang ada di sekitarnya. Oleh sebab itu, adanya peningkatan jalan
akan mempengaruhi perubahan guna lahan di suatu daerah karena faktor
aksesibilitas yang menjadi semakin mudah dengan adanya jalan.
Perubahan tata guna lahan yang terjadi salah satunya dari segi fungsi
lahan. Fungsi lahan dapat diukur dengan melihat jenis kegiatan yang
dilakukan di atas lahan. Jenis kegiatan biasanya dikategorikan kedalam
beberapa bagian, antara lain; perdagangan, industri, fasilitas kota,
pemukiman, dan pertanian. Alih fungsi lahan yang terjadi biasanya dari
guna lahan pertanian menjadi permukiman, perdagangan dan
perkantoran.
Berdasarkan hasil survei data kuesioner dari 52 responden yang
menjadi sampel dalam penelitian ini, dapat diketahui jumlah alih fungsi
lahan yang terjadi pada saat sebelum dan setelah dilakukan
pembangunan Mamuju Arterial Road. Pada Tabel 7 memperlihatkan
jumlah alih fungsi lahan yang terjadi di sepanjang Mamuju Arterial Road
berdasarkan lama bermukim.
Tabel 7. Jumlah alih fungsi lahan di sepanjang Mamuju Arterial Road
No Lama Bermukim Berubah fungsi Lahan
Tidak berubah
fungsi lahan
Jumlah (orang)
1 1-4 tahun (2013-2017) 28 5 33 2 5-9 tahun (2003-2012) 11 4 15 3 10 tahun lebih (> 2002) 3 1 4 Jumlah 42 10 52
Sumber : Hasil Analisis, 2018
Dari tabel 7 diketahui jumlah responden sebanyak 52 orang yang
terbagi dalam tiga kategori berdasarkan lama bermukim. Pada kategori
lama bermukim 1-4 tahun terdapat 33 jumlah responden yang terdiri dari
28 responden yang beralih fungsi lahan dan 5 responden yang tidak
berubah fungsi lahannya, selanjutnya pada kategori lama bermukim 5-9
tahun terdapat 15 responden dimana 11 responden yang mengalami alih
fungsi lahan dan sisanya 4 responden tidak berubah fungsi lahannya,
sedangkan untuk yang lama bermukim 10 tahun lebih terdapat 4
responden dimana 3 responden yang sudah beralih fungsi dan 1
responden yang fungsi lahannya tidak berubah. Untuk lebih jelasnya
disajikan persentase alih fungsi lahan dari ketiga kategori tersebut.
Gambar 16. Jumlah alih fungsi lahan berdasarkan lama bermukim
Berdasarkan gambar 16 diketahui persentase jumlah alih fungsi
lahan yang terjadi pada kategori lama bermukim 1-4 tahun yaitu dari 52
responden terdapat 33 responden yang lama bermukimnya 1-4 tahun
dengan jumlah fungsi lahan yang terjadi alih fungsi lahan sebanyak 28
dan yang tidak terjadi alih fungsi lahan sebanyak 5. Berarti dari 33
responden yang bermukim di sepanjang Mamuju Arterial Road setelah
peningkatan jalan sekitar 80% dari responden yang mengalami alih fungsi
lahan dan sisanya 20% yang tidak mengalami alih fungsi lahan.
Untuk kategori lama bermukim 5-9 tahun terdapat 15 responden
dari 52 responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini. Sebanyak 11
yang mengalami alih fungsi lahan dan sisanya sebanyak 4 yang tidak
mengalami alih fungsi lahan, atau jika dipresentasikan maka terdapat 55%
yang terjadi alih fungsi lahan pada saat peningkatan jalan dan 45% yang
tidak terjadi alih fungsi lahan. Sedangkan untuk kategori lama bermukim
10 tahun atau lebih terlihat ada 4 sampel dari total 52 sampel. Terdapat 3
sampel atau 90% yang mengalami alih fungsi lahan dan sisanya 1 atau
10% yang tidak mengalami alih fungsi lahan. Artinya masyarakat yang
bermukim di sepanjang Mamuju Arterial Road sebagian besar telah
mengalami perubahan atau alih fungsi lahan baik sebelum maupun
setelah peningkatan jalan.
Berdasarkan besarnya jumlah sampel penelitian dari tiap kategori
diketahui persentase fungsi lahan yang berubah paling besar terjadi pada
kurun waktu 1-4 tahun terakhir dimana jumlah sampel sebesar 33 dan
yang mengalami alih fungsi lahan sebanyak 28 dan sisanya 11 yang tidak
berubah fungsi lahannya, artinya setelah dilakukan peningkatan jalan
terjadi banyak perubahan fungsi lahan. Secara keseluruhan dari 52
sampel penelitian terdapat 42 sampel yang mengalami alih fungsi lahan
dan sisanya sebanyak 10 sampel yang tidak mengalami alih fungsi lahan.
Adapun persentase jumlah alih fungsi lahan ditinjau dari waktu
terjadinya alih fungsi lahan yang dibagi dalam tiga kategori waktu yaitu
alih fungsi lahan yang terjadi setelah peningkatan jalan (1-4 tahun), saat
peningkatan jalan (5-9 tahun), dan sebelum peningkatan jalan (10 tahun),
dapat dilihat pada tabel 8.
Tabel 8. Jumlah alih fungsi lahan dirinci berdasarkan waktu
terjadinya perubahan fungsi lahan
No Waktu alih fungsi lahan Frekuensi Persentase (%) 1 1-4 tahun (2013-2017) 32 77 2 5-9 tahun (2003-2012) 9 20 3 10 tahun lebih (> 2002) 1 3 Jumlah 42 100
Sumber : Hasil Analisis, 2018
Berdasarkan tabel 8 diketahui bahwa dari 42 sampel yang
mengalami alih fungsi lahan, jumlah alih fungsi lahan yang paling tinggi
terjadi dalam kurun waktu 1-4 tahun artinya perubahan yang terjadi paling
banyak setelah pembangunan jalan yaitu sebanyak 32 sampel. Jumlah
alih fungsi lahan berikutnya terjadi dalam kurun waktu 5-9 tahun atau pada
saat pelaksanaan peningkatan jalan yaitu sebanyak 9 sampel, sedangkan
dalam kurun waktu 10 tahun yaitu sebelum peningkatan jalan, jumlah alih
fungsi lahan yang terjadi hanya ada 1 sampel. Dengan demikian
disimpulkan bahwa peningkatan jalan memberi dampak terhadap
terjadinya alih fungsi lahan, terlihat dengan besarnya jumlah alih fungsi
lahan yang terjadi setelah adanya peningkatan jalan.
Untuk mengetahui besar persentase alih fungsi lahan yang terjadi
dapat dilihat pada gambar 20.
Gambar 17. Grafik alih fungsi lahan berdasarkan waktu
Berdasarkan gambar 17 diketahui persentase jumlah alih fungsi
lahan yang terjadi paling tinggi dalam kurun waktu 1-4 tahun yaitu 77%
dimana alih fungsi lahan terjadi setelah adanya peningkatan jalan, 20%
terjadi dalam kurun waktu 5-9 tahun atau pada saat peningkatan jalan,
dan hanya 3% yang mengalami alih fungsi lahan sebelum peningkatan
jalan. Artinya peningkatan jalan berdampak pada alih fungsi lahan.
Jenis alih fungsi lahan yang terjadi di kawasan sepanjang Mamuju
Arterial Road ada berbagai macam. Dari 52 responden yang menjadi
sampel dalam penelitian ini jenis alih fungsi lahan yang terjadi dapat dilihat
pada tabel 9.
-
20.0
40.0
60.0
80.0
100.0
Pertanian(Sawah/Kebun)
Pemukiman Rawa/Tambak Jumlah
32.721.1
-
53.8
17.3-
15.432.7
5.8 - 7.7 13.5
55.8
21.1 23.1
100.0
Pemukiman TempatUsaha TempatKerja Total
Tabel 9. Persentase jenis alih fungsi lahan di sekitar Mamuju Arterial Road
Perubahan Fungsi
Lahan Pemukiman Tempat Usaha
Tempat Kerja Total
Pertanian (Sawah/Kebun) 32.7 17.3 5.8 55.8 Pemukiman 21.1 - - 21.1 Rawa/Tambak - 15.4 7.7 23.1 Jumlah 53.8 32.7 13.5 100.0
Sumber : Hasil Analisis, 2018
Dari tabel 9 diketahui jenis alih fungsi lahan yang terjadi di kawasan
sepanjang Mamuju arterial road adalah dari lahan pertanian,sawah dan
kebun berubah menjadi lahan permukiman, tempat berusaha (ruko) dan
tempat kerja (kantor). Rawa-rawa dan tambak juga berubah menjadi lahan
tempat berusaha (ruko) dan tempat kerja (kantor), sedangkan lahan yang
sebelumnya berfungsi sebagai permukiman tidak mengalami perubahan
fungsi lahan.
Gambar 18. Grafik Persentase Perubahan Alih Fungsi Lahan
Untuk jenis alih fungsi lahan yang memiliki persentase tertinggi
adalah alih fungsi lahan pertanian, sawah dan kebun menjadi permukiman
yaitu sebanyak 32,7%. Hal ini jelas terlihat pada sepanjang Mamuju
arterial road dimana lahan yang awalnya adalah lahan pertanian, sawah
dan kebun sekarang telah berubah menjadi lahan terbangun dengan
berbagai jenis fungsi lahan dan aktivitas. Alih fungsi lahan yang lainnya
dari lahan pertanian,sawah dan kebun ke lahan tempat berusaha dan
tempat kerja (kantor) masing-masing dengan persentase 17,3% dan 5,8%.
Sedangkan alih fungsi lahan dari rawa-rawa/tambak menjadi tempat
berusaha (ruko) dan tempat kerja (kantor) masing-masing dengan
persentase 15,4% dan 7,7 %. Sisanya sebesar 21.1 % merupakan
persentase dari jumlah responden yang tidak mengalami alih fungsi lahan.
Artinya masyarakat yang bermukim di kawasan sepanjang Mamuju arterial
road dari sebelum peningkatan jalan sampai setelah dilakukan
peningkatan jalan fungsi lahannya tetap yaitu lahan permukiman, tidak
mengalami perubahan fungsi lahan.
Alasan masyarakat untuk memiliki lahan pada ruas Mamuju arterial
road, dari 52 sampel yang mewakili seluruh masyarakat yang bermukim di
sepanjang Mamuju arterial road dalam penelitian ini, dapat dilihat dari
tabel 10.
Tabel 10. Persentase alasan memiliki lahan
No Alasan memiliki lahan Frekuensi Persentase
(%0
1
2
3
4
Karena mudah akses ke jalan utama
Karena ingin berusaha (bisnis)
Karena daerah permukiman baru
Lain-lain
27
15
7
3
51.9
28,8
16.2
3.1
Jumlah 52 100 Sumber : Hasil Analisis, 2018
Dalam pemilihan lokasi atau lahan untuk tempat bermukim terdapat
hal-hal yang menjadi alasan atau pertimbangan-pertimbangan sebelum
memiliki suatu lahan. Berdasarkan tabel 10 diketahui hal-hal yang menjadi
alasan masyarakat memilih bermukim di kawasan sepanjang Jalan
Mamuju Arterial Road, antara lain adalah karena kemudahan akses ke
jalan utama atau ke pusat kota, karena ingin berusaha (bisnis), karena
daerah permukiman baru, dan alasan lain seperti kekerabatan sehingga
ingin berada dekat dengan anggota keluarganya.
Dari table 10 diketahui bahwa alasan utama dalam memiliki lahan
pada ruas Mamuju Arterial Road adalah karena mudah akses ke jalan
utama dengan persentase sebesar 51,9 %. Artinya faktor aksesibilitas
memberi pengaruh yang sangat besar terhadap keputusan dalam
kepemilikan lahan. Sesuai dengan hasil analisis sebelumnya faktor yang
berpengaruh dalam perubahan guna lahan di sepanjang Mamuju Arterial
Road adalah faktor aksesibilitas yang memiliki peluang pengaruh paling
tinggi. Sedangkan alasan ingin berusaha (bisnis) berada di urutan kedua
dengan persentase 28.8%. Selanjutnya persentase sebesar 16,2 %
karena alasan daerah permukiman baru dan sisanya sebesar 3,1%
karena alasan lain, seperti faktor kekerabatan (ingin berada dekat dengan
orang tua atau anggota keluarga lainnya).
Dari hasil analisis data kuesioner diperoleh data dimana
peningkatan jalan berdampak besar terhadap tingginya jumlah alih fungsi
lahan yang terjadi di sepanjang Mamuju Arterial Road. Jumlah alih fungsi
lahan yang terus meningkat memberikan dampak yang baik. Lahan-lahan
yang sebelumnya merupakan lahan nonproduktif berubah menjadi lahan
produktif sehingga memberi keuntungan kepada masyarakat yang berada
di kawasan sepanjang Mamuju Arterial Road.
2. Dampak peningkatan jalan terhadap intensitas guna lahan
Dampak peningkatan jalan terhadap perubahan guna lahan dapat
diukur dari indikator intensitas guna lahan. Untuk mengukur intensitas
guna lahan maka dapat diketahui dengan perbandingan persentase lahan
terbangun. Untuk melihat perubahannya dapat dibandingkan tiap tahun.
Pada tabel penggunaan lahan di sepanjang Mamuju Arterial Road
berdasarkan hasil pengamatan foto udara pada google earth dan
perhitungan digitasi dengan arcgis dan earthpoint .
Tabel 11. Persentase luas lahan terbangun
No Tahun Luas
Wilayah (ha)
Luas lahan terbangun
(ha)
Persentase luas lahan terbangun
1 2 3
2007 2012 2017
34,04 34,04 34,04
15,86 19,06 22.57
46.59 55.99 66.30
Sumber : Hasil Analisis, 2018
Dari tabel 11 dapat diketahui perubahan persentase luas lahan
terbangun terus meningkat tiap tahunnya. Perubahan yang paling
signifikan terjadi pada tahun 2017 (saat sedang dalam tahap
pembangunan jalan). Dari tahun 2007 sampai tahun 2012 luas lahan
terbangun meningkat sebanyak 46.59% sementara dari tahun 2012 ke
tahun 2017 luas lahan terbangun meningkat 55.99%. pada tahun 2017
mengalami peningkatan menjadi 66.30%. Hal ini menunjukkan bahwa
perubahan jumlah bangunan di sepanjang Jalan Mamuju Arterial Road
terus meningkat setelah peningkatan jalan yang berdampak pada
kemudahan aksesibilitas, sehingga menjadi alasan bagi masyarakat untuk
memilih lahan dan mendirikan bangunan di wilayah sepanjang Mamuju
Arterial Road.
Gambar 19. Realisasi Fisik Mamuju Aterial Road (MAR) sejak tahun 2014 sampai 2017 (Sta. 0+000 – 4+600)
Meningkatnya jumlah lahan terbangun memberi dampak yang baik
bagi masyarakat di sekitarnya. Kondisi kawasan di sepanjang Jalan
Mamuju Arterial Road yang sebelumnya sepi menjadi ramai karena
banyaknya bangunan. Hal tersebut juga membawa dampak positif bagi
pengguna jalan yang sering melintas di sepanjang Jalan Mamuju Arterial
Road. Akan tetapi, pembangunan yang dilakukan secara terus menerus
tidak selamanya berdampak baik terhadap kondisi wilayah di sepanjang
Mamuju Arterial Road.
Oleh karena itu, bagi pihak yang akan mendirikan bangunan,
pembangunan yang dilakukan harus disesuaikan dengan aturan yang
ditetapkan oleh pemerintah, tidak asal membangun saja tanpa
menghiraukan kondisi lingkungan di sekitarnya. Sama halnya dengan
pemerintah selaku pemegang kebijakan, sebaiknya tidak langsung
memberikan izin mendirikan bangunan tanpa melakukan survei atau
pengamatan langsung untuk melihat kondisi wilayah yang akan ditempati
mendirikan bangunan.
3. Dampak peningkatan jalan terhadap harga lahan
Peningkatan jalan tidak hanya berdampak pada jenis kegiatan atau
aktivitas di atas lahan yang berubah dan luas lahan terbangun yang
semakin meningkat, tetapi berdampak pula pada harga lahan yang ada di
sepanjang jalan tersebut. Pada dasarnya harga lahan adalah penilaian
atas lahan yang diukur berdasarkan harga nominal dalam satuan uang
untuk luas pada pasaran lahan (Darin-Drabkin, 1977) dalam Ansar (2010).
Dampak pembangunan jalan terhadap harga lahan dapat diukur
dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tiap kelurahan. Dalam tabel 24
disajikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Kecamatan Mamuju yang berada
disepanjang Mamuju Arterial Road.
Tabel 12. Perubahan Nilai Lahan (Rp1000,-/m²)
Kelurahan 2006 2012 2017 % Perubahan / Tahun 2007/2012 2012/2017 2007/2017
Tadui Binanga Mamunyu
36 64 130 12,19 15,23 13,70 48 103 394 16,49 30,78 23,93 66 285 442 *33,98 (1) *9,17 (2) 20,94
Rata-rata 50 151 322 24,74 16,35 20,84
Keterangan : * (1) : Pengaruh Pengembangan Airport * (2) : Belum dilalui pembangunan Mamuju Arterial Road Sumber : Hasil analisis 2018
Berdasarkan tabel 12 diketahui bahwa pada tahun 2007, 2012,
hingga 2017 Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tertinggi terdapat di Kelurahan
Mamunyu. NJOP pada tahun 2007 yaitu sebesar Rp 66.000/m, kemudian
pada tahun 2012 sebesar Rp 285.000/m, dan pada tahun 2017 naik
menjadi Rp 442.000/m, sedangkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)
terendah terdapat di Kelurahan Tadui yaitu pada tahun 2007 sebesar Rp
36.000/m, lalu naik pada tahun 2012 menjadi Rp 64.000/m, dan pada
tahun 2017 naik menjadi Rp 130.000/m.
Untuk lebih jelasnya disajikan grafik persentase peningkatan NJOP
tiap kelurahan yang berada pada wilayah di sepanjang Jalan Mamuju
Arterial Road dari tahun 2007 ke tahun 2012 hingga tahun 2017.
Gambar 20. Grafik persentase perubahan harga lahan
Grafik pada gambar 21 menunjukkan persentase perubahan Nilai
Jual Objek Pajak (NJOP) di setiap Kelurahan. Persentase perubahan
paling tinggi terjadi pada tahun 2012 ke tahun 2017 yaitu sebesar 96.97%
dengan rata-rata peningkatan 19,19% tiap tahun. Sedangkan pada tahun
sebelumnya yaitu dari tahun 2007 ke tahun 2012 terjadi perubahan
sebesar 77.78% dengan rata-rata peningkatan 9,49% tiap tahun. Hal ini
berarti peningkatan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang terjadi pada tahun
2017 mengalami peningkatan yang cukup tinggi setelah adanya
pembangunan jalan yang dilakukan pada tahun 2014.
Pada tahun 2007 Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Kelurahan Binanga
sebesar Rp 48.000/m dan pada tahun 2012 naik menjadi Rp 103.000/m
selanjutnya pada tahun 2017 naik menjadi Rp 394.000/m. Hal ini berarti
2007-2012 2012-2017 2007-2017TADUI 12.20 15.23 13.70BINANGA 16.50 30.78 23.43MAMUNYU 33.99 9.17 20.94RATA-RATA 20.89 18.39 19.36
12.20 15.23 13.7016.50
30.7823.43
33.99
9.17
20.94
0.005.0010.0015.0020.0025.0030.0035.0040.00
TADUI BINANGA MAMUNYU RATA-RATA
persentase NJOP mengalami peningkatan dari tahun 2007 hingga tahun
2012 dengan rata-rata peningkatan tiap tahun sebesar 87,27% dan dari
tahun 2012 hingga tahun 2017 rata-rata peningkatannya sebesar 282,52%
tiap tahun. Peningkatan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) paling tinggi terjadi
pada tahun 2012 ke tahun 2017 yaitu sebesar 282,52% artinya perubahan
Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) paling tinggi terjadi pada saat
pembangunan Mamuju Arterial.
Perubahan harga lahan yang diukur berdasarkan Nilai Jual Objek
Pajak (NJOP) di Kelurahan Mamunyu juga mengalami peningkatan.
Peningkatan yang terjadi pada tahun 2007 dengan Nilai Jual Objek Pajak
(NJOP)sebesar Rp 66.000/m meningkat 331,82% pada tahun 2012
menjadi Rp 285.000/m. Adapun rata-rata peningkatan pada tiap tahunnya
yaitu sebesar 50.2%. Sedangkan pada tahun 2012 Nilai Jual Objek Pajak
(NJOP) sebesar Rp 285.000/m meningkat 281,53% pada tahun 2017
menjadi Rp 442.000/m. Perubahan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang
terjadi pada tahun 2007,2012 hingga tahun 2017 mengalami kenaikan
yang cukup tinggi artinya peningkatan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)
terjadi setelah pembangunan jalan, artinya peningkatan jalan memberi
dampak terhadap perubahan harga lahan yang diukur dari Nilai Jual Objek
Pajak (NJOP) di tiap kelurahan yang terus meningkat setiap tahunnya.
Meningkatnya harga lahan yang diukur dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)
terjadi karena semakin banyaknya masyarakat yang membeli lahan di
kawasan sepanjang Jalan Mamuju Arterial Road dengan alasan faktor
aksesibilitas yang mudah setelah adanya peningkatan jalan.
4. Dampak perubahan guna lahan dari aspek ekonomi, sosial dan
lingkungan.
Peningkatan Jalan Mamuju Arterial Road yang dilakukan oleh
pemerintah Kota Mamuju dengan tujuan mengurangi kemacetan pada
pusat kota dan menunjang pertumbuhan kota pada perencanaan kawasan
kota cepat tumbuh. Selain itu, peningkatan jalan juga menjadi bagian
penting dari aksesibilitas. Kemudahan dalam aksesibilitas akan
mempengaruhi perubahan tata guna lahan yang ada di sekitarnya.
Perubahan tata guna lahan yang terjadi pada wilayah di sepanjang
Mamuju Arterial Road berdampak pada perubahan fungsi lahan, intensitas
guna lahan, dan harga lahan. Tidak hanya itu, dampak lain yang tejadi
karena perubahan tata guna lahan adalah dari segi ekonomi, sosial dan
lingkungan yang dirasakan oleh masyarakat yang berada di wilayah
sepanjang Mamuju Arterial Road.
Dampak ekonomi, sosial dan lingkungan yang terjadi di wilayah
sepanjang Jalan Mamuju Arterial Road tidak hanya bersifat positif tetapi
juga ada dampak negatif. Adapun dampak dari segi ekonomi, sosial dan
lingkungan berdasarkan data hasil survei, wawancara dan pengamatan di
lokasi penelitian adalah:
a. Dampak ekonomi, antara lain:
1) Bagi masyarakat di kawasan sepanjang Mamuju Arterial Road
perubahan tata guna lahan yang terjadi seperti alih fungsi lahan
dari lahan nonproduktif menjadi lahan produktif seperti dibangunnya
berbagai kios, ruko atau tempat berusaha memberi dampak positif
karena terbukanya peluang kerja baru sehingga membantu dalam
penyerapan tenaga kerja.
2) Selain fungsinya sebagai tempat transaksi jual beli, fasilitas
perdagangan seperti kios dan ruko juga berperan dalam distribusi
kebutuhan masyarakat dan distribusi pemasaran hasil-hasil
produksi kerajinan rakyat dan hasil industri rumah tangga sehingga
berperan penting dalam sektor kegiatan ekonomi.
3) Perubahan tata guna lahan yang didominasi oleh alih fungsi lahan
dengan kegiatan perdagangan sehingga memacu berkembangnya
roda perekonomian di wilayah sepanjang Mamuju Arterial Road dan
secara tidak langsung turut mempengaruhi perkembangan ekonomi
propinsi Sulawesi Barat secara umum karena pelayanan fasilitas
perdagangan berkaitan langsung dengan kebutuhan masyarakat.
4) Bagi pemerintah, perubahan tata guna lahan berpengaruh terhadap
kenaikan harga lahan yang diukur dari Nilai Jual Objek Pajak
(NJOP) sehingga terjadi peningkatan pendapatan pajak daerah dan
dapat memacu pertumbuhan ekonomi wilayah.
5) Kenaikan harga lahan menyebabkan kenaikan pajak bumi dan
bangunan. Meningkatnya pajak bumi dan bangunan menyebabkan
beberapa bangunan dengan fungsi berbeda seperti fungsi
permukiman, turut membayar pajak dengan tarif yang tinggi atau
tarif komersial, karena berada pada wilayah yang sama.
b. Dampak sosial, antara lain:
1) Terjalin hubungan kekerabatan yang erat antar penghuni wilayah
karena perubahan intensitas guna lahan dimana jumlah pemilik
bangunan yang terdapat di kawasan sepanjang Mamuju Arterial
Road terus meningkat.
2) Meningkatnya jumlah bangunan yang ada di kawasan sepanjang
Mamuju Arterial Road memberi dampak yang baik dari segi
keamanan dan kenyamanan bagi para pengguna jalan. Kondisi
jalan yang sebelumnya sepi dan sering terjadi tindakan kriminal
menyebabkan rasa tidak aman dan nyaman saat melintas
mengalami perubahan karena sudah banyak bangunan sehingga
tindakan kriminal yang sering terjadi saat di jalan menjadi
berkurang.
3) Fungsi bangunan dengan jenis kegiatan yang berbeda dan
bercampur dalam suatu lokasi sehingga terjadi ketidaksesuaian
dengan kegiatan sekitarnya akibatnya menimbulkan
ketidaknyamanan antar penghuni suatu wilayah. Seperti bangunan
sarana pendidikan yang terletak berdekatan dengan sarana
perdagangan dan jasa sehingga dapat mengganggu aktivitas yang
sedang berlangsung.
c. Dampak lingkungan, antara lain:
1) Kondisi lingkungan yang sebelumnya merupakan lahan kosong dan
tidak produktif berubah menjadi lahan yang produktif. Perubahan
fungsi lahan menyebabkan kegiatan atau aktivitas di atas lahan ikut
berubah dan akan menghasilkan buangan (limbah). Limbah yang
dihasilkan jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan
pencemaran lingkungan.
2) Banyaknya bangunan yang didirikan di atas lahan yang
sebelumnya merupakan lahan pertanian atau perkebunan yang
berupa bukit kemudian diratakan bahkan dilakukan penggalian
berakibat pada berkurangnya daerah resapan air.
3) Meningkatnya lahan terbangun menyebabkan semakin
berkurangnya ruang terbuka hijau.
Oleh karena itu, peningkatan jalan yang dilakukan dengan maksud
peningkatan pelayanan harus memperhatikan dengan baik dampak-
dampak yang akan ditimbulkan terhadap kondisi tata guna lahan
disekitarnya, tidak hanya mementingkan dampak positifnya saja, akan
tetapi lebih mempertimbangkan dampak negatif yang akan terjadi bagi
kondisi masyarakat sekitarnya.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dalam penelitian maka
dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan guna lahan di kawasan
sepanjang Jalan Mamuju Arterial Road selain faktor peningkatan jalan,
adalah faktor aksesibilitas dan nilai lahan
2. Dampak peningkatan Jalan Mamuju Arterial Road terhadap perubahan
guna lahan di sekitarnya adalah perubahan fungsi lahan sehingga
aktivitas atau kegiatan di atas lahan ikut berubah dan terjadi peningkatan
luas lahan terbangun.
3. Kenaikan harga lahan menyebabkan peningkatan pajak bumi dan
bangunan serta berdampak ekonomi, sosial dan lingkungan terhadap
masyarakat yang bermukim di wilayah sepanjang Mamuju Arterial Road.
B. Saran
Pemerintah perlu meninjau ulang kebijakan perizinan pembangunan
yang dilakukan dari lahan pertanian terutama untuk keperluan industri,
perdagangan dan jasa serta perumahan. Kebijakan Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) perlu dipertegas terutama pengendalian alih fungsi lahan
yang terjadi dan menganalisis dampaknya terhadap masyarakat dan
lingkungan.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dalam penelitian maka
dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan guna lahan di kawasan
sepanjang Jalan Mamuju Arterial Road selain faktor peningkatan jalan,
adalah faktor aksesibilitas dan nilai lahan
2. Dampak peningkatan Jalan Mamuju Arterial Road terhadap perubahan
guna lahan di sekitarnya adalah perubahan fungsi lahan sehingga
aktivitas atau kegiatan di atas lahan ikut berubah dan terjadi peningkatan
luas lahan terbangun.
3. Kenaikan harga lahan menyebabkan peningkatan pajak bumi dan
bangunan serta berdampak ekonomi, sosial dan lingkungan terhadap
masyarakat yang bermukim di wilayah sepanjang Mamuju Arterial Road.
B. Saran
Pemerintah perlu meninjau ulang kebijakan perizinan pembangunan
yang dilakukan dari lahan pertanian terutama untuk keperluan industri,
perdagangan dan jasa serta perumahan. Kebijakan Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) perlu dipertegas terutama pengendalian alih fungsi lahan
yang terjadi dan menganalisis dampaknya terhadap masyarakat dan
lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Adji, Yanuar Bintoro. 2008. Pengaruh Ruas Jalan Arteri Soekarno. Universitas Diponegoro. Semarang.
Alamsyah. (2010). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan Atas Konversi Lahan Pertanian Menjadi Permukiman Di Kota Medan. Medan: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.
Ansar Z. 2010. Pengaruh Pembangunan Jalan Terhadap Perubahan
Penggunaan Lahan (Studi Kasus: Di Sepanjang Koridor Jalan Hertasning Baru)(Skripsi). Makassar: Universitas Hasanuddin.
Anthony J. Catanese dan James C Snyder. 1988. Perencanaan Kota. Jakarta : Penerbit Erlangga
Ardiansyah F. W. 2005. Pengaruh Terminal Batay Kota Lahat Terhadap Aktivitas Pemanfaatan Lahan Di Kawasan Sekitarnya. (Tesis). Semarang: Universitas Diponegoro.
Babcock, L. W., U. S. Patent no. 1825464, 1932.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Mamuju. (2017). Mamuju dalam Angka 2017. Kabupaten Mamuju.
Bina Marga, 1997, Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota
BPS Badan Pusat Statistik. 2017. Kecamatan Mamuju Dalam Angka, Berbagai Edisi. Kecamatan Mamuju
Branch, C. Melville. 1996. Perencanaan Kota Komprehensif: Pengantar dan Penjelasan, Penerjemah: Bambang Hari Wibisono, Penyunting: Achmad Djunaedi. Gadjah Mada University Press.
Catanese A., Snyder James C, 1988, Perencanaan Kota, Edisi ke dua, Penerbit Erlangga, Indonesia.
Chapin, J.R. & Messick, R.G. (1979) Elementary Social Studies: A Practical Guide.. Ed. New York: Longman.
Chapin, Jr, F. Stuart and Edward Kaiser. 1996. Urban Land Use and Planning. Fourth Edition. Illinois: University of Illinois Press.
Gallion, A. B, & Eisner, S. 1986. The Urban Pattern : City Planning and Design. New York : Van Nostrand Reinhold.
Jayadinata, J. T. 1992. Tata Guna Tanah Dalam Perencanaan Pedesaan, Perkotaan, dan Wilayah. ITB, Bandung.
Karyoedi, M. (1993). Jurnal PWK No.10: Manajemen Lahan Perkotaan, P3WK ITB, Bandung.
Nurmandi, 1999. Wacana Pembangunan dalam Negara Demokrasi. Rineka Cipta. Jakarta.
Oglesby, R. Gary Hicks. 1999. Teknik Jalan Raya. Jilid I
Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 2 Tahun 1987 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kota.
Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 Tentang Jalan.
Pontoh, Nia K& Kustiawan, Iwan. 2009. Pengantar Perencanaan Perkotaan. Penerbit ITB
Riduwan & Akdon. 2006. Rumus dan Data dalam Aplikasi Statistika. Bandung: Alfabeta
Sugihartha I K. P. (2014). Dampak Pembangunan Jalan Arteri Primer Tohpati-Kusamba Terhadap Penggunaan Lahan Di Desa Gunaksa Kecamatan Dawan Kabupaten Klungkung (Tesis). Bali: Universitas Udayana.
Sujarto, Djoko, 1992, Faktor sejarah Perkembangan kota dalam perencanaan perkembangan kota. Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Bandung.
Tamin, Ofyar Z. 1997. Perencanaan dan Permodelan Transortasi, Jurusan Teknik Sipil – ITB, Bandung
Tamin, O. Z., Rahman, H., Kusumawati, A., Munandar A. S. dan Setiadji B. H. 1999. Evaluasi Tarif Angkutan Umum dan Analisis Ability to Pay (ATP) dan Willingnes to Pay (WTP) di DKI Jakarta. Jurnal Transportasi. Vol. 1, No.2, Tahun I. Forum Studi Transportasi antar Tinggi (FSTPT).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan. 2004.
Warpani, Suwardjoko P. 1990 .Pengelolaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. ITB Bandung.
Wicaksono, R. 2011. Alih Fungsi Lahan: Suatu Tinjauan Sosiologis. 113 - 120. Bogor.
Winoto dan Nasoetion L 1996. Masalah Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Dampaknya Terhadap Keberlangsungan Swasembada Pangan 64-82. PSE dan Ford Foundation.
Yunus, Hadi Sabari. 1994. Teori dan Model Struktur Keruangan Kota. Yogyakarta: Fakultas Geografi UGM.
89
LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil data kuesioner berupa skor penilaian terhadap faktor-faktor
yang menjadi pertimbangan dalam melakukan perubahan guna
lahan
NO.RES PERUBAHAN TTG LAHAN
(Y) Penduduk
(X1) Sarana
(X2) Prasarana
(X3) Aksesibiliti
(X4) Nilai
Lahan (X5)
Lingkungan (X6)
Kebijakan Pemerintah
(X7)
1 1 5 2 2 5 4 3 2
2 1 4 1 1 5 4 5 4
3 1 4 2 2 5 5 4 3
4 0 2 2 2 3 4 4 3
5 0 2 2 1 3 5 4 2
6 1 5 1 1 5 4 4 5
7 1 5 1 1 4 5 4 2
8 0 3 1 2 3 4 4 3
9 1 3 2 3 4 5 4 2
10 0 3 1 3 4 3 4 1
11 0 4 2 3 4 4 3 2
12 0 3 1 3 4 4 3 1
13 0 1 2 4 4 3 5 2
14 1 4 2 4 5 4 5 2
15 1 5 1 3 5 3 4 3
16 0 2 1 4 4 4 3 2
17 1 4 2 3 4 3 4 2
18 1 4 2 4 5 3 4 2
19 0 2 2 4 3 3 4 2
20 1 4 3 4 5 3 4 2
21 1 5 1 3 4 5 3 2
22 1 5 2 4 5 5 4 3
23 1 4 2 3 4 5 3 2
24 1 4 1 3 4 5 3 2
25 1 5 2 3 5 4 3 2
90
NO.RES PERUBAHAN TTG LAHAN
(Y)
Penduduk (X1)
Sarana (X2)
Prasarana (X3)
Aksesibiliti (X4)
Nilai Lahan (X5)
Lingkungan (X6)
Kebijakan Pemerintah
(X7) 26 1 5 2 4 4 5 4 2
27 1 1 3 4 5 3 4 2
28 1 4 1 4 3 5 2 1
29 1 4 1 3 4 5 3 2
30 0 2 2 3 3 5 3 3
31 0 2 3 5 5 3 5 4
32 1 5 2 5 5 3 4 5
33 1 4 2 4 5 5 4 5
34 0 3 5 5 4 5 5 3
35 1 3 3 5 5 4 3 3
36 0 5 3 4 3 5 5 4
37 1 2 4 4 5 5 5 4
38 1 5 3 4 5 5 3 4
39 1 3 3 4 3 4 5 5
40 1 3 3 4 5 4 4 4
41 1 3 4 3 5 5 4 5
42 1 2 4 5 4 5 3 4
43 0 3 4 4 5 4 5 2
44 1 5 3 4 5 5 4 3
45 1 4 2 5 5 4 4 4
46 1 5 3 4 5 4 4 5
47 1 4 4 5 5 5 5 4
48 0 2 3 5 4 4 4 3
49 1 5 4 5 5 3 3 4
50 1 4 3 5 5 5 4 4
51 1 5 4 5 5 5 4 4
52 1 5 3 4 5 4 3 2
91
Lampiran 2. Foto-foto hasil survey jalan dan penggunaan lahan di sepanjang
Jalan Mamuju Arterial Road
No Foto Hasil Survey Keterangan
1
Fungsi Lahan Terkena Dampak Proyek
Pembangunan Jalan Berupa areal persawahan
2
Fungsi Lahan Terkena Dampak Proyek
Pembangunan Jalan Berupa areal Tambak
92
3
Fungsi Lahan Terkena Dampak Proyek
Pembangunan Jalan Berupa Hunian
4
Fungsi Lahan Terkena Dampak Proyek
Pembangunan Jalan Berupa Kebun
5
Fungsi Lahan berupa Permukiman
95
Lampiran 3. Kuesioner untuk masyarakat di sepanjang Jalan
Mamuju Arterial Road
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
PROGRAM PASCASARJANA
Jl. Perintis Kemerdekaan KM.10 Makassar - Sulawesi Selatan 90245. Tlp., Fax.(0411) 585868
Peneliti
Fadhliana Amin Jasa
Pengantar
• Survei dilakukan dalam rangka penyusunan Tesis “ PengaruhPembangunan Mamuju Arterial Road Terhadap Perubahan GunaLahan”.
• Mohon kesediaan dari bapak/ibu/saudara/saudari untukmengisikuesioner ini dengansebenar-benarnya. Jawabanyang diberikanakan menjadi masukan yang sangat berguna bagi penyusunantugasakhirdanhanyadigunakanuntukkepentinganakademik.
• Terima kasih atas kesediaan dan bantuanbapak/ibu/saudara/saudaridalampengisiankuesionerini.
96
LEMBAR KUESIONER
(Untuk Masyarakat disepanjang Mamuju Arterial Road) Kode/ No. Responden :
Nama Responden :
Alamat Responden :
Tanggal :
I. Data Responden 1. Jenis Kelamin a. Perempuan b. Laki-laki 2. Umur a. 15-19 tahun c. 31-40 tahun b. 20-30 tahun d. > 40 tahun 3. Pendidikan a. SD c. SMU e. Perguruan Tinggi b. SMP d. Diploma 4.Pekerjaan : …………………………………………………………………… 5.Alamat : ………………………………………………………………………… II. KEPEMILIKAN LAHAN (TEMPAT) DAN BANGUNAN 1. Darimana bapak/ibu memperoleh lahan/tempat ini? a. warisan dari orang tua b. beli dari warga masyarakat selaku pemilik lahan c. beli melalui developer d. lain-lain (hanya menyewa) 2. Sudah berapa lama bapak/ibu memiliki lahan/tempat ini? a. 1 – 4 tahun b. 5 – 9 tahun
97
c. 10 tahun ke atas 3. Jika menyewa sudah berapa lama bapak/ibu menyewa lahan/tempat ini?
a. 1 – 4 tahun
b. 5 – 9 tahun
c. 10 tahun ke atas
4. Apa alasan bapak/ibu sehingga berminat membeli/memiliki lahan ini?
a. Karena dekat akses ke jalan utama
b. Karena ingin berusaha (bisnis)
c. Karena daerah permukiman baru
d. Alasan lain ………………………………
5. Apakah lahan/tempat ini sudah memiliki sertifikat?
a. Ya
b. Tidak
III. FUNGSI LAHAN
1. Bagaimana fungsi lahan/tempat ini sebelumnya?
a. Sebagai lahan pertanian
b. Sebagai lahan permukiman
c. Sebagai rawa-rawa
d. Lain-lain………
2. Apakah fungsi lahan/tempat bapak/ibu sekarang?
a. Permukiman (rumah tempat tinggal)
b. Rumah tempat tinggal dan tempat berusaha (bisnis)
c. Kantor (tempat kerja)
d. Lain-lain …………………..
98
3. Sudah berapa lama status lahan/tempat bapak/ibu, beralih fungsi?
a. 1 – 4 tahun
b. 5 – 9 tahun
c. 10 tahun ke atas
4. Menurut bapak/ibu faktor-faktor apa yang mempengaruhi sehingga terjadi perubahan tata guna lahan di sepanjang Mamuju Arterial Road? Beri tanda (√) pada setiap kolom yang anda pilih.
Keterangan :
.........................................................................................................
(Jika ada faktor lain yang menjadi pertimbangan sehingga terjadi perubahan
guna lahan)
Terima Kasih
No Faktor-faktor
Sangat berpengaruh Berpengaruh
Cukup berpengaruh
Kurang berpengaruh
Tidak berpengaruh
1 Penduduk 2 Sarana 3 Prasarana 4 Aksesbilitas 5 Nilai Lahan 6 Lingkungan
7 Kebijakan pemerintah