Upload
hoangthuy
View
222
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL RIMPANG LENGKUAS
(Alpinia galangal L.Willd) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI
GINJAL MENCIT JANTAN (Mus Musculus L) YANG DIINDUKSI
OLEH MONOSODIUM GLUTAMAT (MSG)
SKRIPSI
OLEH
NADIA ROSMALIA DEWI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL RIMPANG LENGKUAS
(Alpinia galangal L.Willd) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI
GINJAL MENCIT JANTAN (Mus Musculus L) YANG DIINDUKSI
OLEH MONOSODIUM GLUTAMAT (MSG)
Oleh
Nadia Rosmalia Dewi
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
SARJANA KEDOKTERAN
Pada
Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRAK
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL RIMPANG LENGKUAS
(Alpinia galangal L.Willd) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI
GINJAL MENCIT JANTAN (Mus Musculus L) YANG DIINDUKSI
OLEH MONOSODIUM GLUTAMAT (MSG)
Oleh
NADIA ROSMALIA DEWI
Latar Belakang : Monosodium Glutamat (MSG) adalah garam natrium glutamat
yang digunakan sebagai penambah rasa. Menurut Riset Kesehatan Dasar tahun
2013 sekitar 77,3%. MSG dikonsumsi masyarakat Indonesia. MSG dapat
membentuk radikal bebas menyebabkan kerusakan organ tubuh salah satunya
ginjal manusia. Rimpang lengkuas adalah bahan alami yang mengandung
antioksidan yang dapat mecegah kerusakan organ akibat radikal bebas.
Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian
ekstrak etanol rimpang lengkuas terhadap gambaran histopatolgi ginjal mencit
yang diinduksi MSG.
Metode: Desain penelitian ini adalah eksperimental dengan 5 kelompok
perlakuan, tiap kelompok terdiri dari 5 ekor mencit (Mus Musculus L.) strain
DDY. Kelompok K(-) tidak diberi perlakuan; kelompok K+ diberikan MSG
4mg/grBB; kelompok P1 diberikan MSG 4mg/kgBB + ekstrrak etanol rimpang
lengkuas 14mg/20grBB; kelompok P2 diberikan MSG 4mg/kgBB + ekstrrak
etanol rimpang lengkuas 28mg/20grBB; kelompok P3 diberikan MSG 4mg/kgBB
+ ekstrrak etanol rimpang lengkuas 56mg/20grBB.
Hasil: Berdasarkan hasil rerata score kerusakan ginjal berupa sebagai berikut K(-)
0, K+ 3,8, P1 3, P2 2,2, P3 1,8 setelah uji statistik One Way ANOVA didapatakan
hasil yang bermakna dan dilanjutkan dengan uji Post Hoc. Pada uji Post Hoc
terlihat pada K+ dengan P3 adanya pengaruh perlakuan yang signifikan terhadap
penurunann degenerasi sel ginjal bermakna secara statistik terhadap peningkatan
dosis ekstrak etanol rimpang lengkuas.
Kesimpulan: Terdapat pengaruh pemberian ekstrak etanol rimpang lengkuas
terhadap gambaran histopatologi ginjal mencit yang diinduksi MSG.
Kata Kunci: Ekstrak lengkuas (Alpinia galangal L.Willd) , histopatologi ginjal,
monosodium glutamat
ABSTRACT
THE EFFECT OF ADMINISTRATION ETHANOL EXTRACTED GALANGAL
RHIZHOME (Alpinia Galangal L. Willd) ON RENAL HISTOPATOLOGY
APPEARANCE OF MALE MICE (Mus Musculus) INDUCED WITH
MONOSODIUM GLUTAMATE (MSG)
By
NADIA ROSMALIA DEWI
Background: Monosodium Glutamat (MSG) is a sodium glutamate salt used as a
flafor enhancer. According to Basic. Health Research in 2013 about 77,3% MSG
consumed by Indonesian people. MSG can make free radicals and it cause
demage on body organs of human. Which one of them are kidneys. Galangal
rhizome is one of the natural ingredients that contain antioxidants that can prevent
organ demage from free radicals.
Objective: That objective of this study was to know the effect of etanol extracted
galangal rhizome on kidney histopatology appearance of male mice induced with
monosodium glutamate.
Method: The Design of this study was experimental with 5 treatment groups,
each group consisting of 5 mice (Mus musculus) DDY strain. Group (K-) is not
treated, (K+) given MSG 4MG/grBW; group (P1) was given MSG
4MG/grBW+ethanol extracted galangal rhizome 14mg/20grBW; (P2) was given
MSG 4MG/grBW+ethanol extracted galangal rhizome 28mg/20grBW; group (P3)
was given MSG 4MG/grBW+ethanol extracted galangal rhizome 56mg/20grBW.
Result: Based on result of average kidney demage in the form of the following
hasil rerata score kerusakan ginjal berupa sebagai berikut K(-) 0, K+ 3,8, P1 3, P2
2,2, P3 1,8. After One Way ANOVA sttistical test, the result are meaningful with
result and continued with Post Hoc test. In Post Hoc test, the result of K+ and P3
is the effect of treatment on decreasing renal cells degeneration to the incrrease of
dose of etanol extracted galangal rhizome are statistically significant.
Conclusion: There is influence of etanol extracted galangal rhizome on kidney
histopatology appearance of male mice induced with monosodium glutamate.
Keywords: Galangal Extract (Alpinia galangal L.Willd), Kidney Histopatology,
Monosodium Glutamate
Judul Skripsi :PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK
ETANOL RIMPANG LENGKUAS (Alpinia
galangal L.Willd) TERHADAP GAMBARAN
HISTOPATOLOGI GINJAL MENCIT
JANTAN (Mus Musculus L) YANG DIINDUKSI
OLEH MONOSODIUM GLUTAMAT (MSG)
Nama Mahasiswa :Nadia Rosmalia Dewi
No. Pokok Mahasiswa :1418011140
Program Studi :Pendidikan Dokter
Fakultas :Kedokteran
MENYETUJUI
1. Komisi Pembimbing
Dr. dr. Muhartono, S.Ked., M.Kes., Sp.PA.
NIP. 198410152010122003
dr. Mukhlis Imanto, M.Kes., Sp.THT.
NIP. 197802272003121001
2. Dekan Fakultas Kedokteran
Dr. dr. Muhartono, S.Ked., M.Kes., Sp. PA.
NIP. 197012081001121001
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
2.Dekan Fakultas Kedokteran
Tanggal Lulus Ujian Skripsi: 22 Februari 2018
Ketua :
Dr. dr. Muhartono, S. Ked., M. Kes., Sp. PA.
Sekretaris :
dr. Mukhlis Imanto, , S. Ked., M.Kes., Sp.THTKL.
Penguji
Bukan
Pembimbing
: Dr. dr. Susianti, S. Ked., M.Sc.
Dr. dr. Muhartono, S. Ked., M. Kes., Sp. PA.
NIP. 19701208 100112 1 001
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan dengan sebenarnya, bahwa:
1. Skripsi dengan judul “Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Rimpang
Lengkuas (Alpinia Galangal L.Willd) Terhadap Gambaran
Histopatologi Ginjal Mencit Jantan (Mus Musculus L) Yang Diinduksi
Oleh Monosodium Glutamat (MSG)” adalah hasil karya sendiri dan
tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan atas karya penulis lain
dengan cara tidak sesuai tata etika ilmiah yang berlaku dalam masyarakat
akademik atau yang disebut plagiarism.
2. Hak intelektual atas karya ilmiah ini diserahkan sepenuhnya kepada
Universitas Lampung
Atas pernyataan ini, apabila di kemudian hari ternyata ditemukan adanya
ketidakbenaran, saya bersedia menanggung akibat dan sanksi yang diberikan
kepada saya.
Bandar lampung, 02 Februari 2018
Pembuat pernyataan,
Nadia Rosmalia Dewi
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada 04 April 1995 sebagai anak pertama dari tiga
bersaudara dari Bapak Muhamad Sunadi dan Ibu Painah.
Pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) diselesaikan di TK Aisiyah pada tahun
2001, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SDN 1 Giikelopomulyo pada tahun
2007, Sekolah Menengah Pertama (SMP) diselesaikan di MTS Diniyah Putri
Lampung pada tahun 2010 dan Sekolah Menengah Atas (SMA) diselesaikan di
SMA Al Kautsar Bandar Lampung pada tahun 2013.
Pada tahun 2014 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung melalui jalur Mandiri.
Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur kehadirat Allah SWT,
Sebuah Persembahan Sederhana Untuk
Ayah dan Mama Tercinta
Serta Kedua Adikku Tersayang
Terimakasih Untuk Cinta, Kasih Sayang Serta
Dukungan yang Kalian Berikan Selama Ini
Ya Allah, Sesungguhnya Engkau mengetahui hati-
hati ini telah berhimpun atas dasar cinta kepada-
Mu, telah bersatu dalam dakwah-Mu, telah berpadu
dalam membela syariat-Mu. Maka teguhkanlah ya
Allah ikatannya. Kekalkanlah kasih sayangnya.
Tunjukillah jalan-jalan -Nya. Penuhilah hati-hati kami
dengan cahaya- Mu yang tidak pernah sirna.
Lapangkanlah dada-dada kami dengan kelimpahan
iman kepada-Mu dan indahnya bertawakal kepada-
Mu. Hidupkanlah kami dengan ma’rifat-Mu dan
matikanlah kami dalam keadaan syahid di jalan-Mu.
Sesungguhnya Engkau sebaik-baik Pelindung dan
sebaik-baik Penolong.
(Doa Rabitah)
SANWACANA
Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
nikmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Rimpang Lengkuas (Alpinia
Galangal L.Willd) Terhadap Gambaran Histopatologi Ginjal Mencit Jantan (Mus
Musculus L) Yang Diinduksi Oleh Monosodium Glutamat (MSG)”.
Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P., selaku Rektor Universitas
Lampung;
2. Dr. dr. Muhartono, S.Ked., M.Kes., Sp.PA., selaku Dekan Fakultas
Kedotkeran Universitas Lampung dan selaku pembimbing satu saya atas
kesediaannya untuk meluangkan waktu untuk selalu memberi nasihat,
masukan, saran dan kritik yang bermanfaat dalam proses penyelesaian
skripsi ini. Terimakasih saya ucapkan yang sebesar-besarnya kepada dr.
Dwita karena sudah sangat sabar dalam membimbing saya;
3. dr. Mukhlis Imanto, M.Kes., Sp.THT., selaku pembimbing dua atas
kesediaannya dalam meluangkan waktu disela-sela kesibukannya untuk
memberikan bimbingan, ilmu, kritik, saran, nasihat, motivasi, dan
bantuannya bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini;
4. Dr. dr. Susianti, M.Sc., selaku Penguji Utama pada ujian skripsi, terima
kasih atas nasihat, bimbingan, saran dan kritik yang bermanfaat agar saya
terus belajar dalam melakukan penelitian
5. dr. A. Fauzi, M. Epid., Sp. OT selaku Pembimbing Akademik atas
nasihat, bimbingan, saran dan kritik yang bermanfaat selama perkuliahan
di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung ini;
6. Seluruh staf dosen Fakultas Kedokteran Universitas Lampung atas ilmu,
waktu dan bimbingan yang telah diberikan dalam proses perkuliahan;
7. Seluruh staf akademik, administrasi, tata usaha Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung yang telah sangat membantu, memberikan waktu
dan tenaga serta kesabarannya selama proses penyelesaian penelitian ini;
8. Kedua orang tua penulis, ayah dan mama tercinta, untuk kasih sayang
yang tulus, cinta yang sempurna, doa yang tidak pernah putus yang selalu
mengiringi dalam setiap langkah saya hingga saat ini, terimakasih sudah
menjadi tempat bernaung bagi saya;
9. Kedua adikku tercinta, Indriyani dan Fahmi. Semoga kita menjadi anak
yang berbakti bagi kedua orang tua;
10. Para Sahabat terbaik saya, Widwid dan Saras terimakasih atas motivasi,
nasihat dan selalu mendengar keluh kesah saya selama ini;
11. Teman seperjuanganku Ayu Wulandari yang senantiasa memberikan
masukan;
12. Para Sahabat terbaik saya selama berkuliah di Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung, Bella, Della, Anggita, Ninda, Devi, Restu, Sisi,
Okta, Ola, Karin Terimakasih untuk segala suka dan duka selama
perkuliahan ini. Semoga tidak ada halangan bagi kita untuk mendapatkan
gelar dokter dan menjadi dokter yang professional;
13. Semua penghuni “Alysha Home”, Salwa Darin Luqyana, Siti Raqiya,
Karen Kuniya, Eva Narulita, Monika Rai Islamiah, Maharani Sekar
Ningrum, Claudia Clarasinta, Danny Yovita Maharani dan Dian Novita
Irianti. Terimakasih atas bantuan, kebersamaan, canda dan tawa selama
tinggal dalam satu atap;
14. Tetangga Kamar Tercinta, Siti Hazrina, Febrina Halimatunisa, dan
Veronica Debora yang selalu menyemangati dan memotivasi saya di kala
malas kian membelenggu;
15. Teman teman seperbimbingan skripsi saya Emeralda, Teodora, Annisa
Safira, Kholifah Nawang terikasih atas kerjasama dan kekompakanya
selama ini dalam mengatasi tiap kesulitan selama pelaksanaan penelitian
skripsi ini;
16. Teman-teman sejawat angkatan 2014, CRAN14L. Terimakasih atas suka
dan duka selama 3,5 tahun perkuliahan ini. Semoga kelak kita bisa
menjadi dokter yang professional, amanah, dan sukses dunia akhirat;
17. Mas bayu dan Bu Nuriah yang telah membantu saya dalam pelaksanaan
penelitian ini ;
18. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah
memberikan bantuan dalam penulisan skripsi ini.
Bandar Lampung, 22 Januari 2018
Penulis,
Nadia Rosmalia Dewi
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ........................................................................................................... i
DAFTAR TABEL ................................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 6
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................... 6
1.4 Manfaat .......................................................................................................... 6
1.4.1 Bagi Peneliti ............................................................................................ 6
1.4.2 Bagi Masyarakat ..................................................................................... 7
1.4.3 Bagi Peneliti Lain ................................................................................... 7
1.4.4 Bagi Ilmu Kedokteran ............................................................................. 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Monosodium Glutamat .................................................................................. 8
2.1.1 Sejarah dan Pengertian Monosodium Glutamat ..................................... 8
2.1.2 Sifat Kimia Monosodium Glutamat ........................................................ 9
2.1.3 Metabolisme Monosodium Glutamat ................................................... 12
2.1.4 Efek Pemberian Monosodium Glutamat Terhadap Ginjal ................... 13
2.2 Lengkuas (Alpinia galanga ) ....................................................................... 18
2.2.1 Tanaman Lengkuas ............................................................................... 18
2.2.2 Lengkuas Sebagai Antioksidan ............................................................. 21
2.3 Ginjal ........................................................................................................... 24
2.3.1 Anatomi Ginjal ..................................................................................... 24
2.3.2 Histologi Ginjal..................................................................................... 25
2.3.3 Fisiologi Ginjal ..................................................................................... 30
2.3.4 Ginjal Mencit ........................................................................................ 31
2.4 Kerangka Teori ............................................................................................ 32
2.5 Kerangka Konsep ........................................................................................ 34
2.6 Hipotesis ...................................................................................................... 34
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian ......................................................................................... 35
ii
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ..................................................................... 35
3.3 Populasi dan Sampel ................................................................................... 36
3.3.1 Kriteria Inklusi ...................................................................................... 37
3.3.2 Kriteria Ekslusi ..................................................................................... 38
3.4 Bahan dan Alat Penelitian ........................................................................... 38
3.4.1 Bahan Penelitian ................................................................................... 38
3.4.2 Bahan Kimia ......................................................................................... 38
3.4.3 Alat Penelitian....................................................................................... 39
3.4.4 Alat dalam Pembuatan Preparat Histologi ............................................ 40
3.5 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional Variabel ............................ 40
3.5.1 Identifikasi Variabel ............................................................................. 40
3.6 Prosedur Penelitian ...................................................................................... 41
3.6.1 Pemeliharaan Hewan Coba Hewan....................................................... 42
3.6.2 Persiapan Hewan Uji ............................................................................ 42
3.6.3 Penyediaan Ekstrak Lengkuas dan Ekstrak Monsodium Glutamat ..... 43
3.6.4 Pemberian Perlakua .............................................................................. 44
3.6.5 Prosedur Pengelolaan Hewan Coba Pasca Penelitian ........................... 45
3.6.5 Prosedur Operasional Pembuatan Slide ................................................ 46
3.7 Analisis Data .............................................................................................. 52
3.8 Ethical Clearance ........................................................................................ 52
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian ............................................................................................ 54
4.1.1 Gambaran Histopatologi Ginjal............................................................ 54
4.1.2 Analisis Histopatologi Kerusakan Ginjal Mencit ................................. 59
4.2 Pembahasan ................................................................................................. 62
4.3 Keterbatasan Penelitian ............................................................................... 69
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan .................................................................................................. 70
5.2 Saran ............................................................................................................ 70
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
iii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Tabel Analisis Kerusakan Ginjal .................................................................... 60
2. Hasil Uji Post Hoc Kerusakan Sel Ginjal ....................................................... 62
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Struktur Monosodium Glutamat ..................................................................... 11 2. Monosodium Glutamat.................................................................................... 12
3. Monosodium Glutamat Menginduksi Produksi ROS ..................................... 15
4. Tumbuhan Lengkuas ....................................................................................... 19
5. Rimpang Lengkuas.......................................................................................... 19
6. Anatomi Ginjal Secara Utuh ........................................................................... 25
7. Nefron Ginjal .................................................................................................. 26
8. Glomerulus ...................................................................................................... 27
9. Tubulus Ginjal ................................................................................................. 28
10. Kerangka Teori................................................................................................ 33
11. Kerangka Konsep ............................................................................................ 34
12. Diagram Alur Penelitian ................................................................................. 51
13. Histologi Ginjal Normal Mencit Kontrol Negatif. .......................................... 55
14. Histopatologi Ginjal Mencit Kelompok Kontrol Positif ................................. 56
15. Histopatologi Ginjal Mencit Kelompok Perlakuan Satu ................................. 57
16. Histopatologi Ginjal Mencit Kelompok Perlakuan Dua ................................. 58
17. Histopatologi Ginjal Mencit Kelompok Perlakuan Tiga ................................ 59
18. Grafik Perbandingan Rerata Skor Kerusakan Ginjal ...................................... 61
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dengan perkembangan teknologi pangan, pengembangan bahan tambahan
makanan sintetis saat ini juga semakin maju. Penggunaan bahan tambahan
sintetis saat ini telah semakin meluas di kalangan masyarakat, baik untuk
keperluan industri maupun rumah tangga. Menurut Saparinto dan Hidayati
(2009) bahan tambahan makanan digunakan untuk meningkatkan nilai gizi
makanan, memperbaiki nilai estetika dan rasa makanan, pengawet makanan.
Monosodium Glutamat (MSG) lebih dikenal luas oleh masyarakat Indonesia
dengan sebutan micin atau vetsin di jual di toko-toko kecil dengan bermacam
merek seperti Ajinomoto, Sasa, dan Miwon. Produk MSG tersebut digunakan
sebagai bahan tambahan bumbu penyedap rasa masakan, sebagai pembangkit
citarasa (Winarno, 2004).
Mengkonsumsi MSG secara berlebihan, dapat memberikan pengaruh yang
buruk pada tubuh. Setelah bertahun-tahun digunakan, maka akan muncul efek
yang tidak baik dari MSG, yaitu berupa rasa kebas dan jantung berdebar-
2
debar, mual, sakit kepala yang kemudian dikenal dengan “Chinese Restaurant
Syndrome” (Sand, 2005).
Konsumsi penyedap makanan di Indonesia pada tahun 1998 sebesar 100.568
ton, meningkat menjadi 122.966 ton pada tahun 2004 atau diperkirakan
meningkat sebesar 1,52 gram/orang/hari. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar
tahun 2007, bumbu penyedap dikonsumsi 77,8% populasi masyarakat
Indonesia. Sedangkan berdasarkan Riskesda tahun 2013, empat dari lima
penduduk Indonesia mengonsumsi penyedap ≥1 kali sehari atau sekitar
77,3%.
Tahun 1970 FDA dan WHO menetapkan menetapkan Acceptable daily intake
(ADI) batas aman konsumsi MSG adalah 120 mg/kg BB perhari, yang pada
saat itu disetarakan dengan konsumsi garam, tetapi MSG tidak boleh
diberikan kepada bayi berusia kurang dari 12 bulan. Pada tahn 1986, Advisory
Committee on Hypersensitivity to Food Constituent di FDA menyatakan,
secara umum mengonsumsi MSG itu aman, namun bisa terjadi reaksi jangka
pendek pada sekelompok orang yang sensitif terhadap MSG itu sendiri, Food
and Drug Association (FDA) telah mengklasifikasikan MSG sebagai
generally recognized as safe (GRAS).
Penggunaan MSG dalam jumlah optimal dapat bermanfaat meningkatkan
transmisi impuls syaraf untuk mendukung fungsi koordinasi dan regulasi,
namun penggunaan dalam jumlah yang berlebihan dapat berdampak pada
3
efek sitotoksik dan mengakibatkan terjadinya stres oksidatif (Noor dan
Mourad, 2010).
MSG bersifat sangat larut dalam air dan akan berdisosiasi menjadi kation
garam sodium dan anion asam glutamat (Eweka,2007). Glutamat di dalam
MSG tidak terikat pada molekul protein, namun MSG dalam bentuk bebas
yang dapat membentuk radikal bebas. Konsumsi MSG berlebihan dapat
menyebabkan terbentuknya radikal bebas di dalam tubuh.( Savira, 2008).
Menurut (Pavlovic et al., 2007). Pemberian MSG melebihi dosis yang tertera
berhubungan dengan aktifasi reseptor glutamat yang berlebihan sehingga
MSG dapat bersifat neurotoksisk. Beberapa penelitian menunjukan bahwa
reseptor glutamat terdapat di berbagai organ, salah satunya adalah ginjal
(Sharma, 2015). Menurut Vinidini, et al., (2010), diduga kerusakan organ
yang terjadi akibar pemberian MSG melebihi kadar dosis yang ada terjadi
akbiat stress oksidatif dan apoptosis.
Beberapa referensi penelitian menjelaskan adanya efek MSG terhadap organ
tubuh manusia seperti otak, ovarium, testis, hepar, dan ginjal. Konsumsi
MSG bisa menyebabkan kerusakan ginjal dan penurunan fuungsi ginjal.
Konsumsi MSG dalam waktu lama bisa menyebabkan ketidakseimbangan
antara antioksidan dan reactive oxygen species (ROS) yang menyebabkan
stress oksidatif (Sharma, 2015).
Didalam tubuh manusia, obat dan bahan kimia dimetabolisme oleh hepar dan
ginjal, tetapi fungsi utama dari ginjal adalah ekskresi. Ginjal merupakan
4
organ yang cukup rentan terkena dampak keracunan karena ginjal merupakan
alat ekskresi produk metabolisme yang bersifat toksik, oleh karena itu sangat
penting untuk memeriksa efek MSG pada ginjal (Eweka, et al., 2007). Selain
itu ginjal memetabolisme banyak zat toksin sehingga konsentrasi toksin
menjadi ratusan kali lebih besar pada ginjal dibanding organ lain (Abbas dan
El-Haleem, 2011).
Sukandar (2006) efek radikal bebas dalam tubuh akan dinetralisir oleh
antioksidan yang dibentuk oleh tubuh sendiri dan suplemen dari luar melalui
makan, minuman, dan obat-obatan seperti vitamin C, vitamin E. Tanaman
dan olahan produk dari tanaman Alpnia galanga sudah digunakan sebagai
sumber antioksida dalam kedokteran sejak lama. Alpinia galanga will
(Keluarga Zingiberaceae) digunakan dalam obat-obatan,kuliner sera kosmetik
Alpinia galanga memiliki cita rasa aroma dan rasa yang pedas. Ekstrak
rimpang nya diketahui mengandung Flavonoid, dan beberapa telah
diidentifikasi sebagai kaemperol, kaempferid dari lengkuas, ektrak minyak
lengkuas mengandung 48% metil sinamat, 20-30%, α-pinene, β-pinene and
camphor. Alpinia Galangan sudah banyak di teliti oleh berbagai ahli kimia
dan menghasilkan berbagai ekstrak, salah satunya adalah 1‟-acetoxychavicol
acetate yang dilaporkan bahwa dapat berguna sebagai antitumor,
antiinflamasi, anti jamur, dan antioksidan (Chudiwal et al., 2010).
Aktivitas antioksidan lengkuas (Alpinia galanga L. Willd) berasal dari
kuersetin, kaemferol, dan galangin. Kuersetin adalah golongan flavonol yang
5
mempunyai efek yang positif dalam membantu mencegah kanker, penyakit
hati, katarak, alergi, inflamasi dan penyakit pada saluran pernafasan seperti
bronkhitis dan asma. Dari percobaan didapatkan bahwa ekstrak rimpang
lengkuas yang diperoleh memiliki kandungan alkaloid, flavonoid,
monoterpenoid, dan seskuiterpenoid. Menurut pustaka, flavonoid yang
terkandung dalam rimpang lengkuas adalah jenis flavonol yaitu galangin,
kaemferol dan kuersetin, dimana ketiga senyawa flavonol ini memiliki efek
antioksidan yang sangat baik. Oleh karena itu, rimpang lengkuas dapat
digunakan sebagai zat aktif dalam sediaan gel antioksidan. Ekstrak rimpang
lengkuas (Alpinia galanga L.Willd) memiliki aktivitas antioksidan dengan
nilai IC50
sebesar 62,89 ppm. Efek antioksidan ekstrak rimpang lengkuas
(Alpinia galanga L.Willd) 10 % dari vitamin C (Wathoni, 2009).
Berdasarkan latar belakang di atas dan berbagai kontrofesi mengenai efek
pemberian MSG maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
pengaruh pemberian ekstrak lengkuas yang dipercaya sebagai antioksidan
terhadap gambaran histopatologis ginjal yang di induksi oleh MSG, penelitian
akan diuji pada mencit jantan, apakah ada pengaruh pemberian MSG terhadap
gambaran histologi ginjal dan bagaimana efek ekstrak lengkuas yang
memiliki antioksidan sebagai penangkal radikal bebas dengan melihat hasil
dari pemberian ekstrak etanol lengkuas terhadap kerusakan ginjal mencit
yang di induksi dengan MSG.
6
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah diuraikan di atas, maka pada
penelitian ini peneliti ingin mengetahui :
1. Apakah terdapat pengaruh pemberian MSG terhadap perubahan
histopatologis ginjal mencit (Mus Musculus) jantan ?
2. Apakah terdapat pengaruh pemberian ekstrak etanol lengkuas terhadap
histopatologis ginjal mencit (Mus Musculus) jantan yang sudah di induksi
MSG ?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang sudah diuraikan di atas, maka tujuan
pada penelitian ini peneliti ingin :
1. Mengetahui pengaruh pemberian MSG terhadap perubahan
histopatologis ginjal mencit (Mus Musculus) jantan.
2. Mengetahui pengaruh pemberian ekstrak etanol lengkuas terhadap
histopatologis ginjal mencit (Mus Musculus) jantan yang sudah di induksi
MSG.
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Peneliti
Penelitian ini sebagai wujud mengaplikasikan disiplin ilmu yang telah
dipelajari sehingga dapat mengembangkan wawasan keilmuan dari peneliti.
7
1.4.2 Bagi Masyarakat
Penelitian ini sebagai wujud mengaplikasikan disiplin ilmu yang telah
dipelajari sehingga dapat mengembangkan wawasan keilmuan dari peneliti.
Memberikan gambaran kepada masyarakat bahaya dan efek buruk dari
mengonsumsi MSG secara berlebih dalam kehidupan sehari-hari dan
pemanfaatan ekstrak lengkuas sebagai antioksidan penangkal radikal bebas
dalam kehidupan sehari - hari.
1.4.3 Bagi Peneliti Lain
Memberikan gambaran referensi dalam melakukan penelitian terkait
pengaruh konsumsi MSG terhadap ginjal dan Kandungan antioksidan dalam
ekstrak lengkuas yang dapat di teliti lebih lanjut kedepannya.
1.4.4 Bagi Ilmu Kedokteran
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi institusi
pendidikan, guna menambah dan memperkaya pengetahuan mengenai
bahya konsumsi dari MSG dan memberikan pengetahuan tentang adanya
antioksidan dalam ekstrak lengkuas yang dapat digunakan sebagai
penangkal radikal bebas.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Monosodium Glutamat
2.1.1 Sejarah dan Pengertian Monosodium Glutamat
Semakin berkembang nya teknologi industri pangan, pengembangan bahan
tambahan makanan sintetis saat ini juga semakin maju. Penggunaan bahan
tambahan sintetis saat ini telah semakin meluas di kalangan masyarakat,
baik untuk keperluan industri maupun rumah tangga. Menurut Saparinto dan
Hidayati (2009) bahan tambahan makanan digunakan untuk meningkatkan
nilai gizi makanan, memperbaiki nilai estetika dan sensori makanan dan
memperpanjang umur simpan makanan.
MSG ditemukan pertama kali oleh dr. Kikunae Ikeda seorang ahli kimia
Jepang pada tahun 1909, mengisolasi asam glutamat tersebut dari rumput
laut „kombu‟ yang biasa digunakan dalam masakan Jepang, kemudian dia
menemukan rasa lezat dan gurih dari MSG yang berbeda dengan rasa yang
pernah dikenalnya, oleh karena itu, dia menyebut rasa itu dengan sebutan
„umami‟ yang berasal dari bahasa Jepang ‟umai‟ yang berarti enak dan
lezat, rasa umami ini dapat bertahan lama, di dalamnya terdapat suatu
komponen L-glutamat dan 5 ribonukleotida. Rangsangan selera dari
9
makanan yang diberi MSG disebabkan oleh kombinasi rasa yang khas dari
efek sinergis MSG dengan komponen 5- ribonukleotida yang terdapat di
dalam makanan, yang bekerja pada membran sel reseptor kecap atau lidah
(Wakidi, 2012).
Menurut Bellisle (1999) diacu dalam Populin (2007), MSG merupakan
bentuk bebas dari asam glutamat yang berperan untuk meningkatkan cita
rasa masakan sehingga MSG banyak digunakan sebagai penambah rasa
dalam industri makanan terutama dalam bentuk garam monosodium.
Monosodium Glutamat (MSG) memberikan aroma khas “umami” yang
diakui sebagai rasa dasar kelima yang sangat mirip dengan aroma daging
atau aroma kaldu.
2.1.2 Sifat Kimia Monosodium Glutamat
Monosodium Glutamate atau Mononatrium Glutamate adalah garam asam
glutamat yang berperan pada rasa umami (gurih) (Pramadi 2006). Menurut
Basri (2005) MSG merupakan senyawa dengan formula HOO-CCH(NH2)-
CH2CH2COONa yang dihasilkan dari hidrolisa protein nabati atau larutan
dari limbah penggilingan gula tebu atau bit. Asam glutamat terdiri dari 5
atom karbon dengan 2 gugus karboksil yang pada salah satu karbonnya
berkaitan dengan NH2 yang menjadi ciri asam amino (Sukawan, 2008).
MSG bersifat sangat larut dalam air, namun MSG tidak bersifat higroskopis
sehingga sulit untuk larut di bahan pelarut organik umum (Geha et al.,
2000). MSG bila larut dalam air ataupun saliva akan berisosiasi menjadi
10
garam bebas dan menjadi bentuk anion dari glutamat. Glutamat akan
membuka channel Ca2+ pada neuron yang terdapat taste bud sehingga
memungkinkan Ca2+ bergerak ke dalam sel dan menimbulkan depolarisasi
reseptor dan potensial aksi yang sampai ke otak lalu diterjemahkan sebagai
rasa lezat (Siregar, 2009).
Pada tahun 1995 MSG telah digolongkan sebagai bahan tambahan makanan
yang aman seperti garam, cuka dan baking powder tetapi penggunaannya
dibatasi sebanyak 120 mg/kg berat badan/hari oleh FDA dan WHO
(Ardyanto, 2004). Glutamat yang terdapat dalam MSG merupakan suatu
asam amino yang banyak dijumpai pada makanan, kandungan glutamat 20%
dari total asam amino pada beberapa makanan baik bebas maupun terikat
pada peptida ataupun protein (Garattini, 2000).
Diperkirakan seseorang dengan berat badan 70 kg setiap harinya dapat
memperoleh asupan asam glutamat sekitar 28 gr yang berasal dari makanan
dan hasil pemecahan protein dalam usus. Pertukaran asam glutamat setiap
harinya dalam tubuh dapat mencapai 48 gr. Tetapi jumlahnya dalam darah
sedikit yaitu sekitar 20 mg karena kecepatannya mengalami ekstraksi dan
penggunaan oleh beberapa jaringan termasuk otot dan hati mengalami
ekstraksi dan penggunaan oleh beberapa jaringan termasuk otot dan hati
(Garattini, 2000).
11
Monosodium L-glutamat juga dikenal dengan nama kimia 2-
aminopentanedioic atau 2-amino glutamic acid (asam glutamat). Perbedaan
struktur asam amino glutamat dan monosodium glutamat terletak pada
gugus karboksil yang mengandung hidrogen pada asam amino glutamat
digantikan oleh natrium pada MSG (Brilliantina, 2012).
Gambar 1. Struktur Monosodium Glutamat (Rahayu, 2009)
Ionisasi gugus karboksil menimbulkan rangsang rasa pada papila lidah.
Glutamat tersusun atas 5 atom karbon (C) dan 2 gugus karboksil. Asam
amino glutamat dan MSG mempunyai sifat yang sama yaitu berbentuk
tepung kristal berwarna putih yang tidak berbau dan mudah larut dalam air
(Brilliantina, 2012).
12
Gambar 2. Monosodium Glutamat
2.1.3 Metabolisme Monosodium Glutamat
Tubuh memetabolisme glutamat yang ditambahkan dalam makanan dan
glutamat alami dalam makanan dengan cara yang sama (Ardyanto, 2004).
Batasan metabolisme MSG adalah 30 mg/kgBB/hari yang berarti
penambahan maksimal dalam sehari 2,5-3,5 gram MSG (berat badan 50-70
kg). MSG masuk ke tubuh melalui proses pencernaan. MSG berikatan
dengan taste receptor cells (TRCs) di taste buds. TRCs berfungsi
mendeteksi substansi kimia dan menginformasikan sensasi rasa di otak
(Brilliantina, 2012).
Asam glutamat dibawa oleh beberapa tipe reseptor, yaitu ionotropik (iGluR)
dan metabotropik (mGluR). Secara farmakologi, iGluR diartikan sebagai N-
Methyl-D-Aspartate (NMDA), AMPA dan reseptor kainate. Reseptor-
reseptor glutamat terdapat di sistem saraf pusat, mulut, pulmo, intestin dan
otot. L-glutamat berikatan dengan mGluR4 (metabotropic glutamate
receptors). mGluR4 memutus ikatan L-glutamat, selanjutnya L-glutamat
bebas dihantarkan ke otak dan berikatan dengan reseptor glutamat di otak
akan dipresentasikan sebagai rasa umami. Selain itu, L-glutamat juga bisa
13
mengalami ionisasi yang dapat merangsang reseptor spesifik taste buds
seperti asam amino atau reseptor glutamat lain menginduksi rasa umami
(Brilliantina, 2012). L-glutamat di hepatosit ditranspor dari sitosol ke
mitokondria. Selanjutnya L-glutamat dikatalisis oleh L-glutamat
dehidrogenase menjadi α-ketoglutarat. Proses ini membebaskan nitrogen
dalam bentuk amonia (ion amonium) (Murray, 2009).
2.1.4 Efek Pemberian Monosodium Glutamat Terhadap Ginjal
Di dalam MSG terdapat Glutamat yang merupakan neurotransmitter yang
terdapat pada sistem saraf pusat, terdapat pada cortex cerebri, cerebellum,
hipotalamus, dan hipokampus. Menurut FDA dosis aman mengonsusmsi
MSG adalah 120 mg/kg BB perhari. Pemberian MSG melebihi dosis yang
tertera berhubungan dengan aktifasi reseptor glutamat yang berlebihan
sehingga MSG dapat bersifat neurotoksik.(Pavlovic, et al 2007).
Menurut Vinodini et al., (2010), diduga kerusakan organ yang terjadi akibar
pemberian MSG melebihi kadar dosis yang yang di tentukan mengakibatkan
terjadinya stress oksidatif dan apoptosis. Beberapa penelitian menunjukan
bahwa reseptor glutamat terdapat di berbagai organ. Salah satunya adalah
ginjal. Pembentukan Reactive oxygen species (ROS) dalam ginjal yang
terpapar MSG sebagai penyumbang utama dari nefrotoksik hal tersebut
mengarah ke kerusakan cellular and functional (Ortiz et al., 2006 ). Terjadi
hidronefrosis dengan perubahan besar seperti fibrosis di kompartemen
14
tubulo-interstitial telah dilaporkan pada ginjal tikus yang diinduksi MSG
(Sharma et al.,. 2013).
Konsumsi MSG juga dapat menyebabkan terbentuknya urolitiasis yang juga
berpengaruh terhadap kerusakan ginjal. Terbentuknya urolitiasis disebabkan
oleh urin yang bersifat alkali. Proses alkalisasi urin belum diketahui dengan
jelas namun ada penelitian yang menyatakan bahwa tingginya hasil produk
katabolik glutamat dan karbonnya dikonversi menjadi karbondioksida yang
kemudian menjadi anion bikarbonat. Selanjutnya zat ini direabsorbsi ke
sirkulasi darah dan diekskresikan ekstra-alkali melalui ginjal sehingga
terbentuklah urin alkali. Urin alkali mempengaruhi kapasitas sekresi
ataupun reabsorbsi metabolit di ginjal sehingga bisa menyebabkan
terjadinya urolitiasis. Obstruksi uretra total bisa menyebabkan cedera
tubular yang mengakibatkan terjadinya fibrosis tubulo interstitial (Sharma et
al., 2013).
Monosodium glutamat memiliki efek potensial pada organ perifer seperti
ginjal, mengurangi enzim antioksidan, meningkatkan peroksidasi lipid, dan
fibrosis tubulo-interstitial dikarenakan oleh asupan MSG yang tinggi
(Sharma et al. 2013). MSG menyebabkan peningkatan aktivitas α-
ketoglutarate de- hydrogenase ( α-KGDH) akan mengakibatkan terjadinya
peningkatan produksi ROS. Peningkatan aktivitas α-KGDH disebabkan oleh
rendahnya succynil CoA dan barrier terhadap α-KGDH. MSG
menyebabkan peningkatan suksinil CoA ligase yang menyebabkan
15
tingginya konsumsi succynil CoA berlebih sehingga terjadi penurunan
jumlah succynil CoA. MSG juga menyebabkan peningkatan gliseraldehid 3
fosfat dehidrogenase. Peningkatan ini menyebabkan terjadinya katalisasi
NADH-dependent superoxide yang berfungsi sebagai regulator aktivitas α-
KGDH. Hal ini menyebabkan rendahnya barrier terhadap α-KGDH
sehingga terjadinya peningkatan aktivitas α-KGDH (Sharma, 2013). MSG
menginduksi produksi ROS tersaji pada gambar 4.
Gambar 3. Monosodium Glutamat Menginduksi Produksi ROS (Sharma, 2015)
Produksi ROS juga dipengaruhi oleh reseptor glutamat yaitu NMDA (N-
Methyl-D-Aspartate). MSG menyebabkan peningkatan Ca2+ intrasel via
NMDA sehingga mengaktivasi nitrat oksida sintase dan poritein kinase C.
Aktivasi nitrat oksida sintase dan protein kinase C menyebabkan aktivasi
radikal bebas dan peroksidasi lipid yang berperan dalam terjadinya stress
oksidatif (Sharma, 2013).
Paparan MSG bisa menyebabkan jaringan ginjal menginduksi stress
oksidatif yang memberikan efek buruk terhadap fungsi ginjal. Berdasarkan
penelitian. Taufik dan Badr (2012), menunjukkan terjadinya peningkatan
16
kreatinin serum dan penurunan ureum serum. Kadar kreatinin serum jika
dibandingkan antara kelompok kontrol, MSG 0,6mg/gBB dan 1,6mg/gBB,
yaitu 0,30±0,04 mg/dL, 0,44±0,05 mg/dL, dan 0,54±0,07 mg/dL. Kadar
ureum serum jika dibandingkan antara kontrol, MSG 0,6mg/gBB dan
1,6mg/gBB, yaitu 35,2±1,4mg/dL, 31,4±1,6mg/dL, 24,1±1,8mg/dL.
Pada penelitian Minarma et al., (2014), Pemberian 6 g/kg selama 30 hari
terhadap tikus putih menyebabkan terjadinya perubahan pada gambaran
histopatologis ginjal, berupa edema glomerulus dan edema sel sel tubulus
ginjal. Kerusakan yang terjadi pada penelitian ini terutama terjadi di daerah
korteks ginjal karena reseptor N-methyl-D-aspartate (NMDA) dan
metabotropic glutamate reseptore (mGluR) terutama ditemukan di daerah
korteks, walaupun tubulus distal memeiliki reseptor glutamat namun
gambaran histopatologis yang sangat tampak dan diamati adalah pada
tubulus proksimal, kerena tubulus proksimal adalah organ struktur ginjal
yang mudah untuk mengalami kerusakan karena aktifitas reabsorbsinya
yang sangat tinggi dibanding struktur lain.
Pemberian 4 mg/g MSG kepada mencit. Pada hasil pengamatan perubahan
struktur histologis diketahui bahwa pada semua perlakuan ditemukan
adanya perubahan pada gambaran histopatologis ginjal berupa perubahan
pada tubulus proksimal berupa penyempitan lumen bahkan menutup.
Kerusakan tubulus proksimal, dikarenakan pemberian MSG selama 30 hari
dapat menimbulkan terjadinya stres oksidatif ( Zulfiani dan Salomo, 2008 ).
17
Menurut Anggriani (2008), gambaran mikroskopis berupa sel-sel epitel
tubulus proksimal yang membengkak dengan sitoplasma granuler karena
terjadi pergeseran air ekstraseluler ke dalam sel. Pergeseran cairan ini terjadi
karena toksin menyebabkan perubahan muatan listrik permukaan sel epitel
tubulus, transpor aktif ion dan asam organik, dan kemampuan
mengkonsentrasikan dari ginjal yang akhirnya mengakibatkan tubulus
rusak, aliran menurun. Gambaran pembengkakan sel ini disebut degenerasi
albuminosa atau degenerasi parenkimatosa atau cloudy swelling (bengkak
keruh), yang merupakan bentuk degenerasi yang paling ringan serta bersifat
reversibel. Hal inilah yang mungkin menyebabkan lumen tubulus proksimal
mengalami penyempitan hingga menutup.
Kerusakan tubulus proksimal mencit terjadi setelah pemberian MSG ini
sesuai dengan teori bahwa proses ekskresi obat yang berlangsung di ginjal
dapat menimbulkan dampak buruk bagi ginjal itu sendiri. Hal tersebut
disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya karena tingginya aliran
darah menuju ginjal yang menyebabkan berbagai macam obat dan bahan
kimia dalam sirkulasi sistemik dikirim ke ginjal dalam jumlah yang besar
(Anggriani, 2008).
Faktor lain yang mungkin menyebabkan kerusakan ginjal adalah
kemampuan ginjal untuk mengkonsentrasikan substansi xenobiotik di dalam
sel. Jika suatu zat kimia disekresi secara aktif dari darah ke urin, zat kimia
terlebih dahulu diakumulasikan dalam tubulus proksimal atau jika substansi
18
kimia ini direabsorbsi dari urin maka akan melalui sel epitel tubulus dengan
konsentrasi tinggi. Proses pemekatan tersebut mengakibatkan zat-zat toksik
ini akan terakumulasi di ginjal dan menyebabkan kerusakan ginjal
(Anggriani, 2008).
2.2 Lengkuas (Alpinia galanga L Willd )
2.2.1 Tanaman Lengkuas
Tanaman tradisional yang tumbuh di Indonesia dan bisa dimanfaatkan untuk
pengobatan adalah lengkuas (Alpinia galanga). Lengkuas termasuk salah
satu suku dari Zingiberaceae. Merupakan tanaman berumur panjang, tinggi
sekitar 1 sampai 2 meter, bahkan dapat mencapai 3,5 meter. Biasanya
tumbuh dalam rumpun yang rapat. Batangnya tegak, tersusun oleh pelepah-
pelepah daun yang bersatu membentuk batang semu, berwarna hijau agak
keputih-putihan. Batang muda keluar sebagai tunas dari pangkal batang tua.
Lengkuas tumbuh di tempat terbuka, yang mendapat sinar matahari
langsung, dan hidup baik di tanah yang lembab dan gembur (Sinaga, 2012).
Di Indonesia banyak tumbuh liar di hutan dan di semak belukar. Rimpang
besar dan tebal, berdaging, berbentuk silindris, diameter sekitar 2-4 cm, dan
bercabang-cabang. Bagian luar berwarna coklat agak kemerahan atau
kuning kehijauan pucat, mempunyai sisik-sisik berwarna putih atau
kemerahan, keras mengkilap, sedangkan bagian dalamnya berwarna putih.
Daging rimpang yang sudah tua berserat kasar. Apabila dikeringkan,
rimpang berubah menjadi agak kehijauan, dan seratnya menjadi keras dan
19
liat. Untuk mendapatkan rimpang yang masih berserat halus, panen harus
dilakukan sebelum tanaman berumur lebih kurang 3 bulan. Rasanya tajam
pedas, menggigit, dan berbau harum karena kandungan minyak atsiri
(Sinaga, 2012).
Gambar 4 .Tumbuhan Lengkuas
Gambar 5. Rimpang Lengkuas
Dari gambar di atas lengkuas memiliki klasifikasi tumbuhan sebagai
berikut:
Kingdom: Plantae (Tumbuhan)
Sub Kingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
20
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
Sub Kelas : Commelinidae
Ordo: Zingiberales
Famili : Zingiberaceae (suku jahe-jahean)
Genus : Alpinia
Spesies : Alpinia galanga
(Hartono, 2009).
Di Indonesia, lengkuas sering digunakan sebagai bumbu dapur penambah
citarasa dan aroma maskan khas Indonesia (Saparinto, 2006). Selain sebagai
bumbu masakan lengkuas juga berguna sebagai sebagai obat tradisional
berkhasiat menetralkan racun (antitoksik), penurun panas (antipiretik),
menghilangkan rasa sakit (analgesik) (Wijayakusuma, 2001), anti radang,
(Kaushik et al., 2011), pencegah kanker, antioksidan dan anti tumor
(Kardono et al., 2003).
Lengkuas dikenal kaya kandungan kimia. Beberapa zat kimia yang sudah
diketahui terkandung dalam lengkuas adalah saponin, tanin, flavonoida,
minyak atsiri, kandungan aktif basonin, eugenol, galangin, kaempferitin,
kaempferol dan quersetin. Basonin dikenal memiliki efek merangsang
semangat, eugenol mencegah ejakulasi prematur, antijamur Candica
albicans, antikejang analgetik, anestetik, dan penekan pengendali gerak,
21
galangin meredakan rasa lelah, penghambat enzim siklo-oksigenase dan
lipoksogenase, galangol dapat merangsang semangat dan menghangatkan
tubuh, sementara quersetin berfungsi untuk mengobati kerapuhan tulang
(Udjiana, 2008).
2.2.2 Lengkuas Sebagai Antioksidan
Zat antioksidan yang terdapat dalam lengkuas adalah flavonoid. Jenis
flavonoid yang terkandung dalam rimpang lengkuas adalah galangin,
kaemferol dan kuersetin, ketiga senyawa flavonoid ini memiliki efek
antioksidan yang sangat baik (Wathoni, 2009). Aktivitas antioksidan
lengkuas (Alpinia galanga L. Willd) berasal dari kuersetin, kaemferol, dan
galangin (Li dan Tian, 2003).
Ekstrak rimpang lengkuas (Alpinia galanga L.Willd) memiliki aktivitas
antioksidan dengan nilai IC50 sebesar 62,89 ppm. Efek antioksidan ekstrak
rimpang lengkuas (Alpinia galanga L.Willd) 10% dari vitamin C (Wathoni,
2009). aktivitas antioksidan pada pH netral lebih tinggi dari pada rentang pH
asam. Ekstrak etanol lengkuas telah dilaporkan memiliki aktivitas
antioksidan superoksida anion kuat, kekuatan Fe2+ chelating activity and
reducing teletak pada konsentrasi. Namun, juga tergantung adanya aktivitas
inhibitor lipoxygenase (Juntachote dan Berghofer, 2005).
Zaeoung et al 2005, telah melaporkan aktivitas radikal bebas yang
signifikan terhadap 1, 1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH) radikal dalam
22
metanol dan air ekstrak dan minyak atsiri. A galanga menunjukkan aktivitas
sitotoksik yang menarik, 1'S-1'-acetoxychavicol asetat bertindak sebagai
komponen sitotoksik utama, telah menunjukkan aktivitas sitotoksik yang
signifikan setelah terpapar 48 jam, melawan sel COR L23 (sel kanker paru-
paru) dan MCF7 (sel kanker payudara) dengan IC50 7.8μM dan 23.9μM ,
masing-masing. Karena jumlah yang relatif tinggi 1'- acetoxychavicol asetat
yang terdapat dalam sampel yang berasal dari Thailand. Lengkuas Malaysia
menunjukkan aktivitas yang lemah dibandingkan dengan yang Thailand.
(Lee dan Houghton, 2005).
Salah satu tanaman yang sering digunakan untuk terapi kanker yaitu
lengkuas (Alpinia galanga). Lengkuas mengandung berbagai bahan aktif,
antara lain Acetoxy Chavicol Acetate (ACA). Acetoxy chavicol acetate
mempunyai aktivitas anti kanker dan antioksidan pada siklus sel kanker
manusia dan mencit yang ditransplantasi dengan sel tumor primer.
Penghambatan yang terjadi diduga karena peningkatan apoptosis dan
penurunan aktifitas proliferasi sel. Penghambatan ini dipengaruhi oleh jenis,
usia dan konsentrasi ekstrak lengkuas (Kairupan, 2015).
Menurut penelitian (Hartono, 2009) ektrak lengkuas dengan dosis 225
mg/kgBB/hari sudah menunjukkan peningkatan indeks apoptosis dan
penurunan aktifitas proliferasi sel, maka dosis tersebut dapat digunakan
untuk terapi tambahan pada kanker.
23
Salah satu tanaman yang diketahui untuk terapi antikanker adalah Lengkuas
merah (Alpinia purpurata (Vieill) K. Schum) yang mengandung alkaloid,
flavonoid, dan terpenoid (Raj et al., 2012). Penelitian Raj et al., (2012) juga
menunjukkan ekstrak etil asetat daun lengkuas merah memiliki aktivitasi
antikanker yang potensial terhadap human ovarian cancer cell line
(OAW42) pada jam ke-48 dengan IC50 130,20 µg/mL dan memperlihatkan
penurunan jumlah sel kangker tergantung pada dosis yang digunakan.
Ekstrak rimpang Alpinia purpurata mempengaruhi rata-rata persen apoptosis
sebesar 52,18% dan peningkatan apoptosis baris sel breast adenocarcinoma
(MCF-7) pada dosis 17µg/ml (Kholid, 2012).
Beberapa studi sebelumnya telah menunjukkan bahwa galangin memiliki
efek kanker anti terhadap beberapa jenis kanker. Galangin menginduksi
apoptosis pada sel kanker lambung melalui regulasi ubiquitin karboksi-
terminal hidrolase isozim L1 dan glutathione S-transferase (Kim, 2012).
alangin juga menghambat pertumbuhan dan metastasis dari B16F10 sel
melanoma. Namun, sedikit artikel yang membahas tentang pengaruhnya
terhadap Renal Cell Carcinoma (RCC)(Tang et al., 2013).
Pengobatan dengan galangin pada konsentrasi 100 pM secara signifikan
menurunkan kemampuan migrasi dan invasif dari sel-sel RCC in vitro.
Secara bersama-sama, data ini menunjukkan bahwa galangin menghambat
invasi sel tumor dan migrasi, yang dapat memodulasi proses EMT.
Penelitian ini juga mengungkapkan bahwa perbedaan konsentrasi dari
24
galangin dapat menginduksi apoptosis sel RCC ( CAO et al., 2016 ).
Pemberian ekstrak galangin mengandung efek sebuah antiproliferatif
properti tergantung dosis pemberiannya. Selain itu, galangin menginduksi
apoptosis sel dengan meningkatkan konsentrasi intraseluler ROS pada dosis
besar dan invasi sel terhambat dengan menekan EMT. Oleh karena itu,
menggabungkan galangin dengan obat lain dapat meningkatkan potensi
terapi ( CAO et al., 2016 ).
2.3 Ginjal
2.3.1 Anatomi Ginjal
Ginjal terletak retroperitoneal pada dinding abdomen posterior, satu pada
setiap sisi columna vertebralis setinggi vertebra T12-13. Selama hidup,
ginjal berwarna coklat kemerahan dan memiliki ukuran panjang sekitar 10
cm, lebar 5 cm, dan tebal 2,5 cm. Ginjal diperdarahi oleh arteri dan vena
renalis. Saraf simpatis postganglionik yang menuju ginjal berasal dari
Ganglion corticorenalis. KGB regional ginjal adalah Nodi lymphoidei
lumbales di sekitar Aorta dan IVC (Paulsen dan Waschke, 2010). Gambar
anatomi ginjal tersaji pada gambar 7.
25
Gambar 6. Anatomi Ginjal Secara Utuh
(Tortora dan Derricson, 2009)
2.3.2 Histologi Ginjal
Ginjal bagian luar disebut korteks dan ginjal bagian dalam disebut medula.
Medula ginjal pada manusia terdiri atas 8-15 piramida ginjal dan dipisahkan
oleh columna renalis. Piramida ginjal disertai jaringan korteks didasarnya
dan disepanjang sisinya membentuk lobus ginjal (Mescher, 2011). Setiap
ginjal terdiri atas 1-1,4 juta nefron yang merupakan unit fungsional ginjal.
Setiap nefron muncul di korteks, di corpusculum renale yang berhubungan
dengan kapiler glomerulus. Dari corpusculum renale ini terjulur tubulus
kontortus proksimal dan ansa henle, lalu tubulus kontortus distal dan tubulus
colligens yang bergabung menjadi ductus colligens (Mescher, 2011).
26
Gambar 7. Nefron Ginjal (Tortora dan
Derricson, 2009)
a. Korpus Ginjal
Setiap korpuskel ginjal terdiri atas glomerulus dan kapsula bowman.
Glomerulus adalah seberkas kapiler yang dikelilingi oleh simpai epitel
berdinding ganda disebut kapsula bowman. Kapsula bowman memiliki
dua lapisan, yaitu lapisan viseral yang menyelubungi kapiler ginjal, dan
lapisan parietal yang membentuk permukaan luar simpai tersebut.
Diantara kedua lapis simpai bowman terdapat ruang kapsular atau
perkemihan yang menampung cairan yang disaring melalui dinding
kapiler dan lapisan viseral (Mescher, 2011).
27
Gambar 8. Glomerulus (Mascher, 2011)
Lapisan viseral simpai terdiri atas sel epitel khusus bercabang, yaitu
podosit. Setiap podosit menjulurkan banyak pedikel sehingga
membungkus kapiler glomerulus. Lapisan parietal kapsul glomerulus
terdiri atas epitel selapis gepeng. Tetapi, di kutub tubular berubah
menjadi epitel selapis kuboid yang menjadi ciri khas tubulus proksimal.
Selain podosit, terdapat sel khusus lainnya yang mengelilingi kapiler
glomerulus, yaitu sel mesangial. Sel ini berfungsi sebagai makrofag di
daerah intraglomerular serta mengatur aliran darah glomerulus
(Eroschenko, 2010).
b. Tubulus Kontortus Proksimal (TKP)
Tubulus kontortus proksimal terdapat banyak pada korteks ginjal dengan
diameter sekitar 60 μm dan panjang sekitar 14 mm. TKP terdiri dari 2
(dua) pars, yakni di dekat korpuskulus ginjal terdapat pars konvulata dan
di medulla dan korteks terdapat pars rekta yang berjalan turun, lalu
bergabung menjadi ansa Henle. Tubulus berlekuk ini lebih panjang dari
28
TKD sehingga lebih sering tampak pada potongan korteks ginjal. Sel- sel
TKP memiliki sitoplasma asidofilik karena terdapat banyak mitokondria.
Apeks sel membentuk suatu brush border yang merupakan kumpulan
mikrovili panjang untuk reabsorbsi (Mescher, 2011).
Pada orang sehat TKP menyerap kembali 80% air, natrium dan klorida
dari ultrafiltrat. Selain itu, TKP menyerap kembali semua protein, asam-
asam amino dan glukosa dari ultrafiltrat. Bahan-bahan tersebut
dikembalikan ke dalam jala-jala kapiler peritubular dari labirin kortikal
untuk didistribusikan ke bagian tubuh lain. Perpindahan natrium melalui
meknisme transport aktif mempergunakan suatu pompa natrium-kalium-
ATPase dalam plasmalema basal, klorida dan air juga ikut serta secara
pasif. TKP juga mensekresi asam-asam organik, basa dan zat- zat lain ke
utrafiltrat (Gartner dan Hiatt, 2012).
Gambar 9. Tubulus Ginjal (Mascher, 2011)
29
c. Ansa Henle (Gelung Nefron)
Ansa henle adalah kelanjutan dari TKP, bentuknya lebih lurus dan
pendek yang memasuki medula membentuk struktur U dengan segmen
descendens dan asendens. Keduanya terdiri atas selapis epitel kuboid
didekat korteks, tetapi berubah menjadi epitel skuamosa di dalam
medula. Ansa henle memiliki diameter lebih sempit dari pada tubulus
proksimal, yaitu 12µm (Mescher, 2012). .Segmen tipis ansa henle dilapisi
oleh epitel selapis gepeng dan menyerupai kapiler. Yang membedakan
adalah pada ansa henle tipis epitelnya lebih tebal dan tidak terdapat sel
darah dilumennya (Eroschenko, 2010).
d. Tubulus Kontortus Distal (TKD)
Tubulus kontortus distal terdiri dari selapis sel kuboid yang berbeda dari
sel kuboid TKP karena lebih kecil, tidak memiliki brush border, serta
ditemukan lebih banyak nukleus. TKD memiliki fungsi utama untuk
mereabsorbsi secara aktif ion natrium dari filtrat tubulus. Selain itu, TKD
juga menyekresi H+ dan NH+ kedalam urin tubulus, suatu aktivitas yang
penting untuk pemeliharaan keseimbangan asam-basa di darah
(Eroschenko, 2010).
e. Aparatus Jukstaglomerus
Sel jukstaglomerular di arteriol glomerulus aferen dan sel makula densa
di tubulus kontortus distal membentuk Aparatus Jugstaglomerular
(JGA). Sitoplasma sel jukstaglomerular mengandung granula sekretorik
30
terbungkus membran yang berisi enzim renin. Fungsi dasar JGA adalah
autoregulasi laju filtrasi glomerulus (GFR) dan pengaturan tekanan
darah. Sel di aparatus ini bekerja sebagai baroreseptor dan kemoreseptor
(Mescher, 2012).
f. Tubulus Colligens
Tebulus colligens merupakan bagian terakhir setiap nefron yang saling
bergabung membentuk ductus colligens, kemudian berjalan di tepi
piramida ginjal dan bermuara ke dalam calix. Epitel yang melapisi
tubulus ini adalah epitel kuboid. Tubuluts colligens memiliki diameter
40µm, sementara diameter duktusnya mencapai 200µm. Di medula,
ductus colligens merupakan komponen utama mekanisme pemekatan
urine. Sel- sel ductus colligens banyak mengandung aquaporin yaitu
protein integral yang ditemukan pada sebagian besar membran sel yang
berfungsi sebagai pori selektif untuk pasase molekul air (Eroschenko,
2010).
2.3.3.Fisiologi Ginjal
Ginjal berfungsi vital sebagai pengatur komposisi kimia dan volume darah
serta lingkungan dalam tubuh dengan mengekresikan zat terlarut dan air
secara selektif. Fungsi vital ginjal dicapai dengan filtrasi plasma darah
melalui glomerulus dengan reabsorpsi sejumlah zat terlarut dan air dalam
jumlah yang sesuai di sepanjang tubulus ginjal. Kelebihan zat terlarut dan
31
air di eksresikan keluar tubuh dalam urin melalui sistem pengumpulan urin
(Price dan Wilson, 2006).
Menurut Sherwood (2012), fungsi ginjal antara lain:
1. Mempertahankan keseimbangan H2O di tubuh.
2. Mempertahankan osmolaritas cairan tubuh yang sesuai, terutama melalui
regulasi keseimbangan H2O.
3. Mengatur jumlah dan konsentrasi sebagian besar ion CES.
4. Mempertahankan volume plasma yang tepat, yang penting dalam
pengaturan jangka panjang tekanan darah arteri.
5. Membantu mempertahankan keseimbangan asam-basa tubuh yang tepat
dengan menyesuaikan pengeluaran H+ dan HCO3- di urin.
6. Mengekskresikan produk-produk sisa metabolisme.
7. Menghasilkan hormon eritropoietin untuk merangsang produksi sel darah
merah.
8. Menghasilkan hormon renin untuk memicu suatu reaksi berantai yang
penting dalam penghematan garam oleh ginjal.
2.3.4 Ginjal Mencit
Anatomi ginjal tikus mirip dengan ginjal manusia, terdiri dari sepasang
organ yang berbentuk seperti kacang yang terletak retroperitoneal. Namun,
keduanya dilapisi oleh lemak sehingga tidak melekat langsung pada dinding
tubuh. Ginjal ini berada dalam posisi mendatar dorsoventral dan memilik
luas cembung ke arah lateral. Terdapat dua lapisan ginjal yaitu korteks dan
medulla (Cook, 2007).
32
2.4 Kerangka Teori
Berdasarkan tinjauan pustaka diatas, MSG dapat merusak ginjal mencit
dengan menyebabkan peningkatkan dari ROS dan menurunkan enzim
antioksidan yang dapat menimbulkan stress oxidatif sehingga terjadi fibrosis
dari tubulo interstitial dan kerusakan struktur ginjal. Juga dapat menyebabkan
timbulnya alkali urin sehingga menimbulkan terjadinya urolitiasis yang dapat
memicu terjadinya fibrosis dari tubulo intertitial.
33
Keterangan :
Gambar 10. Kerangka Teori
Monosodium Glutamat
Glutamat
Peningkatan Reactive Oxygen Spesies LENGKUAS
(Alpinia
galangal
L.Willd)
ANTIOKSIDAN
(FLAVONOID
DAN ACA) Stress Oksidativ
Antioksidan menurun
Kerusakan Struktur Tubulus
Kerusakan Organ Ginjal
Diteliti
Tidak Diteliti
Menghambat
34
2.5 Kerangka Konsep
Gambar 11. Kerangka Konsep
2.6 Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah :
1. Terdapat pengaruh pemberian MSG terhadap gambaran histopatologis
mencit (Mus musculus L.) strain Deutschland, Danken and Yoken
(DDY).
2. Terdapat pengaruh pemberian ekstrak etanol rimpang lengkuas terhadap
gambaran histopatologis mencit (Mus musculus L.) strain DDY yang di
induksi MSG.
Pemberian Ekstrak Etanol
Rimpang Lengkuas
Gambaran Histopatologi Ginjal
Mencit Jantan (Mus Musculus
L}yang Diinduksi Monosodium
Glutamat
Variabel Bebas Variabel Terikat
35
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Pada penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan rancangan acak
lengkap (RAL) dan desain penelitian Post Test Only Control Group. Desain
ini melibatkan kelompok subjek yang diberi perlakuan eksperimental
(kelompok eksperimen ). Dari desain dilakukan percobaan terhadap 5 (lima)
kelompok perlakuan terhadap hewan percobaan mencit putih jantan (Mus
musculus L.) strain DDY (Deutschland, Denken and Yoken ) dewasa.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan selama 2 bulan Oktober sampai dengan Desember 2017.
Pemberian Intervensi kepada hewan coba dilakukan di Pethouse Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung. Tempat pembedahan hewan coba dan
pembuatan preparat histopatologi di laboratorium Histologi Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung. Sedangkan, pengamatan secara
mikroskopis dan pengambilan data dilakukan di Laboratorium Patologi
Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
36
3.3 Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah mencit putih jantan (mus musculus L ) strain
DDY webster dewasa. Umur 2,5 – 3 bulan dengan berat badan 25 – 35 gram
dan sehat yang ditandai dengan gerakan aktif, diperoleh dari PTC (Palembang
Tikus Center). Penentuan jumlah sampel ini berdasarkan rumus Ferederer
untuk uji eksperimental. Rumus Frederer, rumus yang digunakan dalam
penentuan besar sampel untuk uji eksperimental yakni :
(t-1)(n˗1)≥15.
Dimana t merupakan kelompok perlakuan dan n adalah besar sampel setiap
kelompok (Arkeman dan David, 2006). Penelitian ini menggunakan 5
kelompok perlakuan sehingga perhitungan sampel menjadi :
(n-1)(t˗1) ≥ 15
(n-1)4 ≥ 15
4n-4 ≥ 15
4n ≥ 19
n≥ 4,75 = 5,5
Jadi, sampel yang digunakan pada setiap kelompok percobaan sebanyak 5
ekor (pembulatan) dan jumlah kelompok yang digunakan adalah 5 kelompok
sehingga penelitian ini menggunakan 25 ekor tikus putih. Untuk
mengantisipasi hilangnya eksperimen maka dilakukan koreksi dengan rumus:
N =
37
Keterangan :
N = Besar sampel koreksi
N = Jumlah sampel berdasarkan estimasi
F = Perkiraan proporsi sebesar 10% (Sastroasmoro dan Ismail, 2010 ).
Sehingga,
N =
N =
N = 5 + 0,9
N = 5,67
N = 6
Berdasarkan perhitungan sampel diatas diatas, akan diberikan penambahan
1 ekor tikus per-kelompok untuk menghindari drop out. Sehingga jumlah
sampel yang digunakan adalah sebanyak 30 ekor mencit jantan strain DDY
.Sampel akan dipilih menggunakan metode stratified random sampling.
3.3.1 Kriteria Inklusi
a. Mencit putih strain DDY
b. Jenis kelamin jantan
c. Berumur 8-10 minggu
d. Berat badan 25-30 gram
38
3.3.2 Kriteria Ekslusi
a. Kelainan anataomis
b. Tikus kurang sehat, penampakan rambut rontok, kurang aktif, keluar
eksudat dari hidung, ruam pada kulit.
c. Penurunan berat badan lebih dari 10% saat masa adaptasi
d. Mati selama penelitian
3.4 Bahan dan Alat Penelitian
3.4.1 Bahan Penelitian
a. Hewan percobaan berupa mencit jantan (Mus musculus L) strain DD
webster dewasa. umur 2,5-3 bulan dengan berat 25-35 gram dan sehat
b. Pelet dan air minum sebagai makanan dan minum hewan percobaan
c. Akuades
d. MSG
e. Ekstrak lengkuas
3.4.2 Bahan Kimia
a. Kloroform
b. Formalin
c. Alkohol 96%
d. Pewarnaan Hematoksilin dan Eosin
e. Parafin
f. Xylol
g. Canada balsam
39
h. NaCL 0,9%
i. Aquades
3.4.3 Alat Penelitian
a. Kandang mencit
b. Sonde lambung
c. Spuit
d. Botol yang tutup nya diberi pipa alumunium sebagai tempat minum
mencit
e. Minor set
f. Mikroskop
g. Pipet tetes
h. Erlenmeyer
i. Mikrotom
j. Rotary evaporation
k. Soxhlet
l. Pipet eppendorf
m. Alumunium foil
n. Neraca analitik
o. Kapas Alkohol
40
3.4.4 Alat dalam Pembuatan Preparat Histologi
Alat yang digunakan untuk pembuatan preparat histologi adalah
object glass, deck glass, tissue cassette, rotary microtome, oven,
waterbath, platening table, autotechnicome processor, staining jar,
staining rack, kertas saring, histoplast dan paraffin dispenser.
3.5 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional Variabel
3.5.1 Identifikasi Variabel
Pada penelitian ini terdapat 2 variabel yakni variabel bebas (variabel
independen) dan variabel terikat (variabel dependen). Adapun variabel
penelitian pada penelitian ini adalah :
1. Variabel Bebas adalah pemberian ekstrak etanol lengkuas.
2. Variabel Terikat adalah perubahan histopatologi ginjal yang diinduksi
MSG. Perubahan tersebut dapat berupa gambaran histopatologis dari
glomerulus ginjal dan epitel tubulus ginjal.
3.5.2. Definisi Oprasional Variabel
Untuk memudahkan dalam pelaksanaan penelitian dan agar penelitian tidak
menjadi terlalu luas cakupannya, maka dibuat definisi operasional variabel
berikut ini :
1. Monosodium Glutamat: MSG yang diberikan adalah penambah rasa
makanan dengan L-Glutamic Acid sebagai komponen asam amino,
Adapun MSG yang digunakan pada penelitian ini adalah MSG yang
ada di pasaran yang telah di larutkan dalam aquades yang diberikan
41
dengan cara intraperitoneal sebanyak 4mg/kgBB yang di timbang
mengunakan neraca analitik.
2. Ekstrak etanol rimpang lengkuas: ekstrak rimpang lengkuas yang
diberikan adalah ekstrak lengkuas murni yang di timbang menggunakan
neraca analitik lalu dilarutkan dengan 70% etanol. Ekstrak lengkuas
berupa cairan yang diberikan per oral dengan beberapa macam dosis
yang berbeda pada tiap kelompok perlakuan. Dosis 14 mg/20grBB
diberikan pada kelompok perlakuan 1. Dosis 28 mg/20grBB diberikan
pada kelompok perlakuan 2 dan Dosis 56 mg/20grBB pada kelompok
perlakuan.
3. Gambaran Histologi Ginjal : Gambaran kerusakan histopatologi ginjal
tikus dilihat dengan melakukan pengamatan sedian histopatologi
menggunakan mikroskop cahaya dengan bagian perbesaran 10x dan
40x pada seluruh lapangan pandang berdasarkan skor kerusakan ginjal
yaitu dinilai dengan melihat kesrusakan glomerulus dan tubulus ginjal.
Skor kerusakan glomerulus: 0= infiltrasi sel radang, 1=edema spatium
bowman, 3=nekrosis dan skor kerusakan tubulus: 0=infiltrasi sel
radang, 1=pembengkakan sel epitel tubulus, 3=nekrosis. Lalu skor
kerusakan glomerulus dan tubulus setiap lapangan pandang
dijumlahkan (Muhartono et al., 2016).
3.6 Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh ekstrak lengkuas
terhadap histopatologi ginjal pada hewan coba yang telah di induksi MSG.
42
3.6.1 Pemeliharaan Hewan Coba Hewan
Hewan uji yang digunakan adalah mencit jantan (Mus musculus L) strain
DDY webster dewasa. umur 2,5-3 bulan dengan berat 25-35 gram dan sehat.
Dasar kandang dilapisi dengan sekam padi setebal 0,5-1 cm dan diganti
setiap tiga hari untuk mencegah infeksi yang dapat terjadi akibat kotoran
mencit tersebut. Dalam 1 kelompok, 5 ekor mencit ditempatkan dalam 1
kandang. Cahaya ruangan dikontrol persis 12 jam terang (pukul 06.00
sampai dengan pukul 18.01) dan 12 jam gelap (pukul 18.00 sampai dengan
pukul 06.01), sedangkan suhu dan kelembaban ruangan dibiarkan berada
dalam kisaran alamiah.
Kandang ditempatkan dalam suhu kamar dan cahaya menggunakan sinar
matahari tidak langsung. Makanan dan minuman diberikan secukupnya
dalam wadah terpisah dan diganti setiap hari. Makanan yang diberikan pada
mencit berupa pelet ayam, sedangkan air minum yang diberikan berupa air
putih yang diletakkan dalam botol plastik yang disumbat pipa aluminium.
Setiap mencit diberi perlakuan sekali sehari selama 30 hari.
3.6.2 Persiapan Hewan Uji
Sebelum diberi perlakuan, mencit diadaptasikan selama satu minggu di
Ruang penelitian Fakultas Kedokteran Unila tempat dilaksanakannya
penelitian. Terhadap setiap mencit ditimbang berat badannya dan diamati
kesehatannya secara fisik ( gerakannya, makan dan minumnya), sebelum
diberi perlakuan.
43
3.6.3 Penyediaan Ekstrak Lengkuas dan Ekstrak Monsodium Glutamat
Lengkuas yang di gunakan adalah ekstrak lengkuas murni yang dilarutkan
dengan 70% etanol dan Monosodium Glutamat didapatkan dari Bagian
Kimia FMIPA UNILA, monosodium glutamat dalam bentuk MSG yang
ada di pasaran dilarutkan dalam larutan NaCl 0,9% sebanyak 0,5 ml. Pada
penelitian ini zat padat yang digunakan berupa Monosodium Glutammate
dengan kadar toksik 4mg/gr berat badan (Nayanatara et al, 2008).
Sedangkan larutan yang digunakan sebagai pelarut ialah NaCl (larutan
garam) 0.9% sebanyak 0,5 ml.
1. Pembuatan ekstrak lengkuas
Pembuatan ekstrak lengkuas dilakukan secara maserasi, yaitu dengan
menimbang serbuk lengkuas kemudian ditambahkan pelarut etanol 70 %
dengan perbandingan bahan dan pelarut 1:7. Proses maserasi dibantu
dengan pengadukan. Jika larutan sudah jenuh maka dilakukan remaserasi
dengan perbandingan 1:4. Setelah proses pengadukan selesai lalu
didiamkan dan direndam selama lima malam, kemudian dilakukan
penyaringan. Filtrat yang dihasilkan diuapkan pelarutnya menggunakan
evaporator dengan pengurangan tekanan sampai dihasilkan ekstrak
kental.
2. Pelarutan Monosodium Glutamat
Tahap selanjutnya adalah melarutkan MSG, terlebih dahulu diukur berat
MSG yang akan digunakan. Berdasarkan referensi dosis MSG yang
digunakan ialah 4 mg/gr BB hewan percobaan (Nayanatara et al., 2008).
Dikarenakan berat badan hewan percobaan sebesar 30 gr, maka MSG
44
yang digunakan sebesar: MSG = dosis x berat badan mencit = 4 mg/gr
BB x 30 gr = 120mg. Didapati berat MSG yang digunakan sejumlah 120
mg.
Tahap selanjutnya ialah menimbang MSG dengan menggunakan neraca
analitik sampai berat MSG 120 mg. Setelah ditimbang, kemudian
dimasukkan ke dalam gelas ukur lalu ditambahkan dengan 0,5 ml larutan
NaCl 0,9%. Setelah itu diaduk dengan spatula sampai kristal MSG larut.
3. Pemberian Ekstrak Lengkuas
Pada penelitian ini ekstrak lengkuas yang akan diberikan harus dilakukan
pengenceran terlebih dahulu dengan menggunakan suatu larutan . Dalam
hal ini, zat yang digunakan sebagai pelarut adalah aquades.Pemberian
ekstrak lengkuas diberikan secara per oral dan dosis pemberian nya
100mg/kgBB yang dilarutkan aquades 0,5 ml secara oral setiap hari
selama 15 hari.
3.6.4 Pemberian Perlakua
Setiap kelompok percobaan mempunyai perlakuan yang berbeda, yaitu:
1. Kontrol (-) : Tidak diberi perlakuan
2. Kontrol (+): hanya diberi MSG 4 mg/gr berat badan yang dilarutkan
dalam 0,5 ml NaCl 0,9% secara intraperitoneal selama 14 hari.
3. P1 : diberi MSG 4 mg/gr berat badan dilarutkan dalam 0,5 ml NaCl 0,9%
secara intraperitoneal setiap hari selama 14 hari + ekstrak lengkuas 14
mg/20 gr berat badan yang dilarutkan dalam 0,5 ml aquadest secara oral
setiap hari selama 7 hari.
45
4. P2 : diberi MSG 4 mg/gr berat badan dilarutkan dalam 0,5 ml NaCl 0,9%
secara intraperitoneal setiap hari selama 14 hari + ekstrak lengkuas 28
mg/20 gr berat badan yang dilarutkan dalam 0,5 ml aquadest secara oral
setiap hari selama 7 hari.
5. P3 : diberi MSG 4 mg/ gr berat badan yang dilarutkan dalam 0,5 ml NaCl
0.9% secara intraperitoneal setiap hari selama 14 hari + ekstrak lengkuas
56 mg/20 gr berat badan yang dilarutkan dalam 0,5 ml aquadest secara
oral setiap hari selama 7 hari.
Perlakuan dilakukan selama 21 hari karena menurut penelitian yang
dilakukan oleh Nayanatara et al (2008) bahwa dalam waktu 14 hari sudah
dapat menyebabkan akumulasi MSG dalam jaringan. Dosis toksik dari MSG
didapatkan dari penelitian sebelumnya yang dilakukan pada tikus Wistar
jantan dewasa yang disuntikan MSG dengan dosis 4 mg/kg berat badan
selama 14 hari (kelompok jangka pendek) (Nayantara et al, 2008). Dan
dosis pemberian efek efektif dari pemberian ekstrak etanol lengkuas adalah
minimum 7 hari (Diomer dan Jocelyn, 2016).
3.6.5 Prosedur Pengelolaan Hewan Coba Pasca Penelitian
Sebelum dilakukan pembedahan untuk mengambil organ ginjal pada tikus,
di akhir perlakuan terlebih dahulu tikus akan dianastesi dengan
menggunakan ketamine xylazine dengan dosis 75−100 mg/kg ditambah
5−10 mg/kg secara intraperitoneal dengan selama 10−30 menit. Setelah
dianastesi, tikus diterminasi dengan cara melakukan dislokasi servikal
46
(AVMA, 2013). Selanjutnya dilakukan laparotomi untuk mengambil organ
ginjal. Bangkai tikus dimusnahkan dengan cara pembakaran ditempat
khusus.
3.6.5 Prosedur Operasional Pembuatan Slide
Pembuatan sediaan mikroskopis dilakukan dengan metode paraffin dan
pewarnaan Hematoksilin-Eosin. Hematoksilin memiliki sifat pewarna basa,
yaitu memulas unsur jaringan yang basofilik, sedangkan eosin memulas
unsur jaringan yang bersifat asidofilik. Kombinasi ini yang paling banyak
digunakan (Junqueira dan Jose, 2007).
Metode teknik pembuatan preparat histopatologi menurut bagian PA FK
Unila (2011):
1. Fixation
a. Spesimen berupa potongan organ telah dipotong secara representatif
kemudian segera difiksasi dengan formalin 10% selama 3 jam.
b. Dicuci dengan air mengalir sebanyak 3−5 kali.
2. Trimming
a. Organ dikecilkan hingga ukuran ± 3 mm
b. .Potongan organ tersebut dimasukkan kedalam tissue casett.
3. Dehidrasi
a. Mengeringkan air dengan meletakkan tissue cassette pada kertas tisu.
b. Dehidrasi dengan:
Alkohol 70% selama 0,5 jam
47
Alkohol 96% selama 0,5 jam
Alkohol 96% selama 0,5 jam
Alkohol 96% selama 0,5 jam
Alkohol absolut selama 1 jam
Alkohol absolut selama 1 jam
Alkohol absolut selama 1 jam
Alkohol xylol 1:1 selama 0,5 jam
4. Clearing
Untuk membersihkan sisa alkohol, dilakukan clearing dengan xylol I dan
II, masing−masing selama 1 jam.
5. Impregnasi
Impregnasi dilakukan dengan menggunakan paraffin selama 1 jam dalam
oven suhu 65oC.
6. Embedding
a. Sisa paraffin yang ada pada pan dibersihkan dengan memanaskan
beberapa saat di atas api dan diusap dengan kapas.
b. Paraffin cair disiapkan dengan memasukkan paraffin ke dalam cangkir
logam dan dimasukkan dalam oven dengan suhu diatas 58oC.
c. Paraffin cair dituangkan ke dalam pan.
d. Dipindahkan satu persatu dari tissue cassette ke dasar pan dengan
mengatur jarak yang satu dengan yang lainnya.
e. Pan dimasukkan ke dalam air.
f. Paraffin yang berisi potongan mata dilepaskan dari pan dengan
dimasukkan ke dalam suhu 4−6oC beberapa saat.
48
g. Paraffin dipotong sesuai dengan letak jaringan yang ada dengan
menggunakan skalpel/pisau hangat.
h. Siap dipotong dengan mikrotom.
7. Cutting
a. Pemotongan dilakukan pada ruangan dingin. Sebelum memotong,
blok didinginkan terlebih dahulu di lemari es.
b. Dilakukan pemotongan kasar, lalu dilanjutkan dengan pemotongan
halus dengan ketebalan 4−5 mikron. Pemotongan dilakukan
menggunakan rotary microtome dengan disposable knife.
c. Dipilih lembaran potongan yang paling baik, diapungkan pada air, dan
dihilangkan kerutannya dengan cara menekan salah satu sisi lembaran
jaringan tersebut dengan ujung jarum dan sisi yang lain ditarik
menggunakan kuas runcing.
d. Lembaran jaringan dipindahkan ke dalam water bath suhu 60oC
selama beberapa detik sampai mengembang sempurna.
e. Dengan gerakan menyendok, lembaran jaringan tersebut diambil
dengan slide bersih dan ditempatkan di tengah atau pada sepertiga atas
atau bawah.
f. Slide yang berisi jaringan ditempatkan pada inkubator (suhu 37oC)
selama 24 jam sampai jaringan melekat sempurna.
8. Staining (pewarnaan) dengan Harris Hematoksilin Eosin.
Setelah jaringan melekat sempurna pada slide, dipilih slide yang terbaik,
selanjutnya secara berurutan memasukkan ke dalam zat kimia dibawah
ini dengan waktu sebagai berikut.
49
a. Dilakukan deparaffinisasi dalam:
Larutan xylol I selama 5 menit
Larutan xylol II selama 5 menit
Ethanol absolut selama 1 jam
b. Hydrasi dalam
Alkohol 96% selama 2 menit
Alkohol 70% selama 2 menit c) Air selama 10 menit
c. Pulasan inti dibuat dengan menggunakan:
Haris hematoksilin selama 15 menit
Air mengalir
Eosin selama maksimal 1 menit
d. Lanjutkan dehidrasi dengan menggunakan:
Alkohol 70% selama 2 menit
Alkohol 96% selama 2 menit
Alkohol absolut 2 menit
e. Penjernihan:
Xylol I selama 2 menit
Xylol II selama 2 menit
9. Mounting dengan entelan lalu tutup dengan deck glass
Setelah pewarnaan selesai, slide ditempatkan di atas kertas tisu pada
tempat datar, ditetesi dengan bahan mounting yaitu entelan dan ditutup
dengan deck glass, cegah jangan sampai terbentuk gelembung udara.
50
10. Slide dibaca dengan mikroskop
Slide dikirim ke Laboratorium Patologi Anatomi, diperiksa dibawah
mikroskop cahaya dengan perbesaran 400x. Pengamatan dilakukan oleh
peneliti dan pembimbing ahli
Adapun alur penelitian yang dilakukan pada penelitian kali ini adalah sebagai
berikut :
51
Gambar 12. Diagram Alur Penelitian
Tikus diadaptasikan selama 7 hari
Mengelompokkan
Mengelompokkan sampel berdasarkan kriteria inklusi
dan ekslusi
K (-) K (+)
P 3 P 2
P 1
Tidak
diberi
perlakuan
Pemberian
MSG
4 mg/grBB
+
Ekstrak
lengkuas
56
mg/kgBB
Pemberian
MSG
4 mg/grBB
+
Ekstrak
lengkuas
28
mg/kgBB
Pemberian
MSG
4 mg/grBB
+
Ekstrak
lengkuas
14
mg/kgBB
Pemberian
MSG
4 mg
/grBB
Pembedahan organ ginjal tikus
Pewarnaan dengan pewarnaan HE
Pengamatan sediaan dengan mikroskop
Analisis
52
3.7 Analisis Data
Setelah mendapatkan data dari penelitian, data tersebut dianalisis dengan
program SPSS versi 24.00 untuk menilai apakah data berdistribusi normal
atau tidak secara statistik. Pengujian bisa menggunakan uji normalitas
Kolmogorof-Smirnov atau menggunakan uji Shapiro-Wilk. Karena sampel
yang digunakan berjumlah kurang dari 50, maka uji yang digunakan adalah
Shapiro-Wilk.
Jika didapatkan data berdistribusi normal dan homogen maka dilanjutkan
dengan uji parametrik one way ANOVA. Namun, bila data tidak memenuhi
syarat untuk dilakukan uji parametrik, pengujian dilakukan dengan
menggunakan uji non parametrik Kruskal-Wallis bila data tidak normal dan
homogen. Hipotesis dapat dikatakan diterima ketika nilai p < 0,05.
3.8 Ethical Clearance
Ethical Clearance penelitian ini dengan No 680/UN26.8/DL/2018.
Penggunaan hewan coba dalam penelitian harus mementingkan aspek
kesejahteraan hewan coba dan perlakuan secara manusiawi. Dalam penelitian
kesehatan yang memanfaatkan hewan coba, juga harus diterapkan prisip 3R
data protokol penelitian, yaitu replacement, reduction dan refinement.
Replacement adalah keperluan memanfaatkan hewan percobaan sudah
diperhitungkan secara seksama, baik dari pengalaman terdahulu maupun
literatur untuk menjawab pertanyaan penelitian dan tidak dapat digantikan
oleh makhluk hidup lain seperti sel atau biakan jaringan. Reduction adalah
53
pemanfaatan hewan dalam penelitian sesedikit mungkin, tetapi tetap
mendapatkan hasil yang optimal. Dalam penelitian ini sampel dihitung
berdasarkan rumus Frederer yaitu (t-1)(n-1)≥15, dimana t merupakan jumlah
kelompok percobaan dan n merupakan jumlah pengulangan atau jumlah
sampel tiap kelompok. Refinemenet adalah memperlakukan hewan percobaan
secara manusiawi, dengan prinsip dasar membebaskan hewan coba dalam
beberapa kondisi yaitu bebas dari rasa lapar dan haus, bebas dari
ketidaknyamanan dan bebas dari nyeri.
Setelah pemberian perlakuan, pada akhir penelitian hewan uji coba akan
dimusnahkan, sebelumnya hewan uji coba diberi kloroform ke dalam toples
sehingga tidak sadar lalu dilakukan terminasi untuk di ambil organ ginjalnya
untuk di buat preparat sebagai bahan dari penelitian ini, lalu sisa organ hewan
uji yang tidak digunkan dimasukan kedalam kantong plastik dan tutup rapat
agar tidak meninggalkan bau, lalu organ sisa tersebut dilakukan prosedur
insinerasi atau pembakaran. Pembakaran dilakukan di tempat khusu
(insinerator) pada tempat terbuka, pastikan tempat tersebut aman jauh dari
pemukiman sehingga tidak menimbulkan pencemaran pada lingkungan
sekitar.
70
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Terdapat pengaruh pemberian MSG terhadap gambaran histopatologis
mencit (Mus musculus L.) strain Deutschland, Danken and Yoken (DDY).
2. Terdapat pengaruh pemberian ekstrak etanol rimpang lengkuas terhadap
gambaran histopatologis mencit (Mus musculus L.) strain DDY yang di
induksi MSG.
5.2 Saran
Adapun saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan meneliti lebih lanjut mengenai dosis
aman konsumsi Monosodium Glutamate (MSG) dan meneliti efek
konsumsi MSG dengan dosis lebih besar dan waktu induksi lebih lama.
2. Bagi peneliti selanjutnya pada proses peneltian dengan memberikan
ekstrak lengkuas sebaiknya menggunakan sonde yang elastis atau sonde
berbahan plastik sehingga memudahkan peneliti dalam memberikan
ekstrak kepada mencit.
71
3. Hasil penelitian ini hendaknya digunakan sebagai acuan bagi masyarakat
dalam peenggunaan banyaknya Monosodium Glutamate (MSG) secara
tidak berlebihan dalam kehidupan sehari-hari.
72
DAFTAR PUSTAKA
Abass MA, EL-Haleem MRA, 2011. Evaluation of monosodium glutamate
induced neurotoxicity and nephrotoxicity in adult male albino rats, Journal
of American Science, 7(8): 264-274.
AK Chudiwal, DP Jain, RS Somani, 2010. Alpinia galanga willd an overview on
phyto-pharmacological properties. Indian Journal of Natural Products and
Resources, 1(2): 143-149.
Ardyanto TD. 2004. MSG dan kesehatan: sejarah, efek dan kontroversinya.
Inovasi Vol 1/XVI/ Agustus dalam Asean Countries. 2007. Standart of
Asean Herbal Medicine, 1(16): 52-60.
Barne RM, Levy MN, Kopeppen BM, 2009. Berne and Levy Physiology 6th New
York Mushy,4: 557- 701.
Bing HI, Wei XT. 2003. Presence of fatty acid synthase inhibitors in the rhizome
of alpinia officinarum hance. Journal of Enzyme Inhibition and Medicinal
Chemistry.
Brilliantina L. 2012. Pengaruh pemberian monosodium glutamat pada induk tikus
hamil terhadap berat badan dan perkembangan otak anaknya pada usia 7 dan
14 hari. Jakarta: Universitas Indonesia.
Diomerl EBB, Jocelyn ES. 2016. Screening for intestitial anti-inflamatory activity
of Alpania galanga against acetic acid-induce colitis in Mice (Mus
musculus). Journal of Medicine Plants Studies, 4(1): 72-77.
Eweka AO, Om IFAE. 2007. Histological studies of the effects of monosodium
glutamate on the small intestine of adult Wistar rats. Electron J Biomed, 2:
8-14.
Farombi EO, Onyema OO. 2006. Monosodium glutamate-induced oxidative
damage and genotoxity In the rat: modulatory role of vitamin C, vitamin E
And quercetin. Hum Exp Toxicol, 25: 251-257.
73
Food and Drug Aadministration (FDA). 2011. About monosodium glutamate
(MSG) tersedia pada http://www.fda.gov/opacom/backgrounders/msg.html.
Diakses pada tanggal 17 November 2018.
Garattini S, 2000. Glutamic Acid Twenty Years Later. J. Nutrition, 130: 901-909.
Gill SS, Mueller RW, Mcguire Pf, Pulido OM., 2000. Potential targeticts in
peripheral· tissues for excitatory neurotransmission and
cxcnoroviciry.Toxicol Pathol, 28: 277-284.
Hartono NWB. 2009. Pengaruh Alpiniagalanga (lengkuas) terhadap aktivitas
proliferasi sel dan indeks apoptosis pada adenokarsinoma mamae mencit
C3H [tesis]. Jawa Tengah: Universitas Diponegoro
Inuwa HM, Aina VO, Ola A, Ja‟afaru L, 2011. Determination of nephrotoxicity
andhepatoxicity of monosodium glutamate (msg) consumption. British
Journal of Pharmacology and Toxicology, 2(3):148-153.
Jingyi C, Hainan W, Fefei C, Jianzheng F, Aiming X, Gang Wu, et al,. 2016,
Galangin inhibits cell invasion by suppressing the epithelial-mesenchymal
transition and inducing apoptosis in renal cell carcinoma. Molecular
Medicine Reports, 13: 4238-4244.
Juntachote T, Berghofer E. 2005. Antioxidative properties and stability of
ethanolic extracts of Holy basil and Galanga. Food Chem, 92(2) :193–202.
Kardono LBS, Artanti N, Dewiyanti ID, Basuki, 2003. Selected Indonesian
medicinal plants: monographs and descriptions. Jakarta: Gramedia
Widiasarana Indonesia.
Kholid A, Fatmawati D, Mashoedi, 2012. Efek apoptosis ekstrak rimpang
lengkuas merah (Alpinia purpurata) terhadap sel HeLa (Sel Kanker Leher
Rahim) uji eksperimental secara in vitro [skripsi]. Semarang: Universitas
Unissula Semarang.
Kim DA, Jeon YK, Nam MJ. 2012. Galangin induces apoptosis in gastric cancer
cells via regulation of ubiquitin carboxy-terminal hydrolase isozyme L1 and
glutathione S-transferase P. Food Chem Toxicol, 50: 684-688.
Lee CC, Houghton P. 2005. Cytotoxicity of plants from Malaysia and Thailand
used traditionally to treat cancer. J Ethnopharmacol, 100:237-243.
Mescher AL. 2011. Histologi Dasar Junquera : Teks dan Atlas. Jakarta:EGC.
74
Muhartono, Indri W, Diah SL, Susianti. 2016. Risiko herbisida paraquat diklorida
terhadap ginjal tikus putih sparaque dawley. Juke, 29(1): 43-46.
Nani W, Budi H. 2009. Pengaruh Alpinia galanga (Lengkuas) terhadap aktivitas
apoptosis pada adenokarsinoma mamme mencit C3H [Tesis].
Semarang:Universitas Diponegoro.
Onaolapo C, James O, Yetunde A, 2011. Acute low dose monosodium glutamate
retards novelty induced behaviours in male swiss albino mice. Journal of
Neuroscience and Behavioural Health, 3(4):51-56.
Ortiz GG, Bitzer QOK, Zarate CB, Rodriguez RS, Larios AF, Velazquez BIE, et
al. 2006. Monosodium glutamate-induced damage in liver and kidney: a
morphological and biochemical approach. Biomed Pharmacother, 60(2):
86–91.
Pavlovic V, Cokie S, Kocic G, Sokolovic G, Zivkovic V. 2007 Effect of
monosodium glutamate on apoptosis and bc1-2/bax protein level in rat
thymocyte culture. Physiol Res, 56:619-623.
Niyomkam P, Kaewbumrung S, Kaewnpparat S, Panichayupakaranant P. 2010
Antibacterial activity of thai herbal extracts on acne involved
microorganism. Thailand: Pharmaceutical Sciences Prince of Songkla
University.
Populin T, Moret S, Truant S, Conte LS. 2007. A survey on the presence of free
glutamic acid in foodstuffs, with and without added monosodium glutamate.
Food Cemistry, 104(4):1712-1717.
Price S, Wilson L. 2006. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi
ke-6. Jakarta: EGC.
Raj CA, Paramasivam R, Dominic S, 2012. Evaluation of in vitro antioxidant and
anticancer activity of Alpinia purpurata. Chinese Journal of Natural
Medicines, 10(4): 263-268.
Riset Kesehatan Dasar. Riset kesehatan dasar tahun 2013. Jakarta:Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.
Samarghandian, 2014. Antiproliferatif activity and induction of apoptotic by
ethanolic extra of alpania galanga rhizome in human breast carcinoma cell
line. BMC Complementary and Alternative Medicine Journal, 14:19-22.
Sand J. 2005. A Short histrory of MSG good science, bad science and taste
cultures. The Journal of Culture, 7: 34-48.
75
Saparinto C, Hidayati D. 2009. Bahan tambahan pangan.Yogyakarta:Penerbit
Kanisius.
Savira M. 2008. Gangguan perkembangan testis dan penurunan kadar testosteron
pada hewan coba akibat paparan monosodium glutamate (MSG) yang
berlebihan [Tesis]. Medan:Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Sharma A. 2015. Monosodium glutamate-induced oxidative kidney damage and
possible mechanisms: a mini-review. Journal of Biomedical Science, 22:62-
69.
Sherwood L. 2011. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Edisi ke-6. Jakarta:EGC.
Sigit U. 2008. Upaya pengawetan makanan menggunakan ekstrak lengkuas.
laporan penelitian. Malang: Politeknik Negeri Malang.
Siregar JH. 2009. Pengaruh pemberian vitamin C terhadap jumlah sel leydig dan
jumlah sperma mencit jantan dewasa (Mus musculus L) yang terpapar
monosodium glutamat (MSG) [Tesis]. Sumatra Utara: Pascasarjana
Universitas Sumatra Utara.
Sofia D. 2003. Antioksidan dan radikal bebas. Tersedia dari http://
www.chem-is- try/sect=artikel&ext=81. Diakses pada 4 Januari 2018.
Sukandar E. 2006. Stress oksidatif sebagai faktor resiko penyakit kardiovaskuler.
Farmaci, 6:21-37.
Sukawan UY. 2008. Efek toksik monosodium glutamat (MSG) pada binatang
percobaan [Tesis]. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Kristen
Indonesia.
Syahrizal D. 2008. Pengaruh proteksi vitamin C terhadap enzim transaminase dan
gambaran histopatologis hati mencit yang dipapar plumbum [Tesis].
Medan:Universitas Sumatera Utara.
Taufik MS, Al BN. 2012. Adverse effect of monosodium glutamate on liver and
kidney functions in adult rats and potential protective effect of vitamins C
and E. Food and Nutrition Sciences, 3:651-942.
Tjitrosoepomo. 1994. Taksonomi Tumbuhan Obat. Yogyakarta:Gajahmada Press,
56
Tortora GJ, Derrickson B. 2009. Principles of anatomy and physiologi. Edisi ke-
12. Amerika Serikat:WILEY.
76
Thomas M, Sujatha KS, George S. 2009. Protective effect of piper longum Linn
on monosodium glutamate induced oxidative stress in rats. Indian Journal of
experimental biology India, 47(3):92-186.
Vankar P.S.2006. Antioxidant properties of some exclusive species of
zingiberaceae family of manipur. Electronic Journal of Environmental
Agricultural and Food Chemistry, 4(2):22-26.
Vinodini NA, Nayanatara AK, Ramaswami C, Ranade, Anu VR, Rekha DK,
Gowda, Damadara KM, et al. 2010. Study on evaluation of monosodium
glutamate induced oxidative damage on renal tissue on adult wistar rats.
Journal of Chinese clinical Medicine, 5(3):7-14.
Wakidi RF. 2012. Efek Protektif vitamin C dan E terhadap mutu sperma mencit
jantan dewasa yang di pajan dengan monosodium glutamat. [Tesis].
Medan:Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Wathoni N, Rusdiana T, Hutagaol RY. 2009. Formulasi gel antioksidan ekstrak
rimpang lengkuas (Alpinia galangal L.Willd) dengan menggunakan basis
aqupec 505 HV. Farmaka, 7(3):27-15.
Wijayakusuma H. 2001. Tumbuhan berkhasiat Obat Indonesia: Rempah,
Rimpang, dan Umbi. Jakarta: Milenia Populer.
Winarno FG. 2004. Keamanan Pangan. Bogor: Mbrio Press.
Yang CC, Chien Cl, Wu MH, Ma MC, Chen CE, 2 0 0 8 . NMDA receptor
blocker a m e l i o r a t e s ischemia reperfusion induced renal dysfunction
in rat kidneys. Am J Physiol Renal Physiol, 40:453-462.
Yuanita DA, Akhmad I. 2008. Pengaruh pemberian teh kombucha dosis
bertingkat per oral terhadap gambaran histologi ginjal mencit BALB/C
[skripsi]. Semarang:Universitas Diponegoro.
Zaeoung S, Plubrukarn A, Keawpradub. 2005. N Cytotoxic and free radical
scavenging activities of Zingiberaceous rhizomes. Songklanakarin J Sci
Techno, 27(4):79- 82.
Zhang W, Tang B, Huang Q, Hua Z. 2013. Galangin inhibits tumor growth and
metastasis of B16F10 melanoma. J Cell Biochem, 114:152-161.
Zulfiani SI, Salomo H. 2008. Pengaruh pemberian vitamin C dan E terhadap
gambaran histologis ginjal mencit (Mus musculus L) yang dipajankan
monosodium glutamat ( MSG ) [skripsi]. Medan:Universitas Sumatra Utara.