Upload
vuongcong
View
234
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
PENGARUH PENYULUHAN GIZI DAN STIMULASI PSIKOSOSIAL TERHADAP PERTUMBUHAN DAN
PERKEMBANGAN ANAK USIA PRASEKOLAH
YULIANA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2007
PENGARUH PENYULUHAN GIZI DAN STIMULASI PSIKOSOSIAL TERHADAP PERTUMBUHAN DAN
PERKEMBANGAN ANAK USIA PRASEKOLAH
YULIANA
Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2007
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul: Pengaruh Penyuluhan Gizi dan Stimulasi Psikososial terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Prasekolah adalah karya saya sendiri di bawah arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Maret 2007
Yuliana
NIM A561024011
ABSTRACT
YULIANA. The Influence of Nutrition Education and Psychosocial Stimulation to Preschool Growth and Development. Supervised by: ALI KHOMSAN, SOEMIARTI PATMONODEWO, HADI RIYADI and DEDDY MUCHTADI. The big attention in effort to improve human quality is effort draw up the rising generation through early on start of nutrition construction, health and development stimulation. This research aimed to: 1) analyze influence of nutrition-health education and other factors to preschool growth, and 2) analyze influence of psychosocial stimulation to preschool parenting environment and development. The study design was a quasi experiment designed, non randomized control group pre-test – post test and carried out in Bogor. The locations were purposively selected at Desa Sinarsari and Desa Neglasari Kecamatan Dramaga and Desa Cibanteng Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor. Total study samples were 70 preschools and their families. Analysis of t-test was applied to compare variables among the two groups, while analysis of regression was applied to analyze factors influenced to preschool growth. Analysis of covariance was used to analyzed factors influenced to preschool development among group 1 and group 2 while variance of stimulation was treated as fixed factor. The nutrition-health education can significant improve nutrition-health knowledge of mother (3.4 - 4.9 point). There are 51.3% preschool growth determined by family factor and child. Psychosocial stimulation was given completely significant effect to quality of parenting environment and preschool development (parenting environment to 6.2 point, child cognate to 12.6 point, psychomotor to 20.9 point and social-emotional to 10.2 point). While psychosocial stimulation was given incompletely improving parenting environment to 1.6 point, child cognate to 4.3 point, psychomotor to 6.3 point and social-emotional to 2.0 point. Key words: Nutrition Education, Psychosocial Stimulation, Growth, Development
ABSTRAK YULIANA. Pengaruh Penyuluhan Gizi dan Stimulasi Psikososial terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Prasekolah. Di Bimbingan oleh ALI KHOMSAN, SOEMIARTI PATMONODEWO, HADI RIYADI DAN DEDDY MUCHTADI. Perhatian besar dalam usaha meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dewasa ini adalah usaha mempersiapkan generasi muda melalui pembinaan gizi, kesehatan dan stimulasi perkembangan. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk: 1) menganalisis pengaruh penyuluhan gizi-kesehatan dan faktor lainnya terhadap pertumbuhan anak usia prasekolah, dan 2) menganalisis pengaruh stimulasi psikososial terhadap lingkungan pengasuhan anak dan perkembangan anak usia prasekolah. Penelitian menggunakan disain quasi experiment non randomized control group pre-test – post test yang dilakukan di Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposif yaitu Desa Sinarsari dan Desa Neglasari Kecamatan Dramaga dan Desa Cibanteng Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor. Total contoh 70 anak beserta ibunya. Analisis data yang dilakukan yaitu analisis deskriptif dan analisis statistik. Untuk menganalisis perbedaan dilakukan analisis uji beda ( t-test). Untuk melihat faktor-faktor yang pengaruh digunakan analisis regresi linier berganda. Guna melihat efek dari perlakuan stimulasi terhadap lingkungan pengasuhan dan perkembangan anak, dilakukan analisis kovarian dengan data tes awal sebagai kovariat dan grup perlakuan sebagai fixed factor. Penyuluhan gizi-kesehatan mampu meningkatkan pengetahuan gizi-kesehatan ibu secara signifikan (berkisar dari 3.4 – 4.9 poin). Rata-rata pertumbuhan anak sebelum dan setelah intervensi berdasarkan indikator berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) termasuk normal. Namun terdapat sekitar 11.5% - 14.3% tergolong wasting/kurus. Sebanyak 51.3% pertumbuhan anak (BB/TB) ditentukan oleh faktor keluarga (besar keluarga, pendapatan, pengetahuan gizi-kes ibu), faktor anak (urutan anak, BB lahir, PB lahir, morbiditas, NRTKG) dan intervensi. Panjang badan lahir dan pengetahuan gizi-kes ibu berpengaruh positif pada pertumbuhan anak. Stimulasi psikososial yang diberikan berupa diklat dan disertai pelaksanaan program Ibuku Guru Kami dengan metode kelompok belajar di rumah berpengaruh positif signifikan terhadap lingkungan pengasuhan dan perkembangan anak. Stimulasi psikososisal yang diberikan tersebut dapat meningkatkan lingkungan pengasuhan sebesar 6.2 poin, perkembangan kognitif anak meningkat 12.6 poin, psikomotor meningkat 20.9 poin dan sosial emosional meningkat 10.2 poin. Sedangkan stimulasi psikososial tidak lengkap hanya meningkatkan lingkungan pengasuhan sebesar 1.6 poin, kognitif meningkat sebesar 4.3 poin, psikomotor meningkat 6.3 poin dan sosial emosional meningkat 2.0 poin. Pendapatan perkapita merupakan faktor lain yang berpengaruh positif signifikan terhadap perkembangan kognitif, psikomotor dan sosial emosional anak. Disamping itu, kepribadian anak juga turut berpengaruh positif signifikan terhadap perkembangan psikomotor anak. Kata kunci: penyuluhan gizi, stimulasi psikososial, pertumbuhan, perkembangan
Judul Disertasi : Pengaruh Penyuluhan Gizi dan Stimulasi Psikososial terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Prasekolah Nama : Yuliana Nomor Pokok : A561024011 Program Studi : Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga
Disetujui,
Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, M.S. Dr. Soemiarti Patmonodewo
Ketua Anggota Dr. Ir. Hadi Riyadi, M.S. Prof. Dr. Ir. Deddy Muchtadi, M.S. Anggota Anggota
Diketahui, Ketua Program Studi Ilmu Gizi Dekan Sekolah Pascasarjana Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, M.S. Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S. Tanggal Ujian: 15 Februari 2007 Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan disertasi ini.
Shalawat beserta salam tak lupa penulis kirimkan kepada junjungan dan suri tauladan kita
yakni Nabi Besar Muhammad SAW.
Karya tulis ini dapat diselesaikan dengan bantuan do’a, dukungan, semangat,
arahan serta bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan
terimakasih yang setulusnya atas semua keikhlasan bantuan yang telah diberikan dan
semoga Allah SWT mencatat sebagai amal soleh, kepada:
1. Prof. Dr.Ir. Ali Khomsan, M.S selaku ketua komisi pembimbing atas pengarahan,
bimbingan, dan saran yang diberikan dengan penuh kesabaran mulai dari penulisan
proposal hingga penulisan disertasi ini.
2. Dr. Soemiarti Patmonodewo, selaku anggota komisi pembimbing yang telah
memberikan banyak ilmu tentang perkembangan anak dan bimbingan serta jaringan
ke Puskur Diknas, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan
disertasi ini.
3. Dr. Ir. Hadi Riyadi, M.S. selaku anggota komisi pembimbing atas bimbingan dan
masukan yang membangun dalam penyelesaian tulisan ini.
4. Prof. Dr. Ir. Deddy Muchtadi, M.S. selaku anggota komisi pembimbing yang telah
memberikan bimbingan, kesempatan, kepercayaan dan penghargaan kepada penulis
dalam membangun dedikasi penulis sebagai ahli gizi masyarakat nantinya.
5. Dr. Ir. Faisal Anwar, M.S. selaku dosen penguji dalam Preliminary Lisan dan
sebagai Penguji luar komisi dalam ujian tertutup
6. Dr. Gutama dan Dr. Ir. Siti Madanijah, M.S. selaku dosen penguji luar komisi dalam
sidang terbuka yang telah memberikan masukan-masukan yang berarti bagi
penyelesaian disertasi ini.
7. Dra Diah Heryanti, M.S., staf Pusat Kurikulum Departemen Pendidikan Nasional
yang telah memberikan masukan, meminjamkan buku-buku dan alat ukur
perkembangan yang sangat bermanfaat.
8. Dr. Ir. Rina Yenrina, M.Si selaku guru, kakak, dan saudara bagi penulis yang telah
memberikan bantuan dengan ikhlas selama ini.
9. Drs. Deni Ardiana (Camat Kecamatan Dramaga) dan Bapak Camat Kecamatan
Ciampea beserta seluruh staf kecamatan, Kepala Desa Sinarsari, Kepala Desa
Neglasari, dan Kepala Desa Cibanteng beserta seluruh staf desa dan kader posyandu
yang terlibat, terima kasih atas izin dan bantuan yang diberikan selama penelitian
berlangsung.
10. Dekan dan Wakil Dekan Fakultas Ekologi Manusia beserta seluruh staf pengajar dan
karyawan khususnya Departeman Gizi Masyarakat dan Ilmu Keluarga dan
Konsumen atas bekal ilmu yang diberikan selama penulis menempuh pendidikan di
IPB.
11. Dekan dan Wakil Dekan Sekolah Pascasarjana IPB beserta seluruh staf yang banyak
membantu selama saya mengikuti kuliah di Program Pascasarjana IPB.
12. Rektor, Dekan Fakultas Teknik dan Ketua Jurusan IKK Universitas Negeri Padang
beserta staf dan tata usaha, atas kesempatan berharga yang telah diberikan pada
penulis untuk mengembangkan potensi diri.
13. Pengelola program bantuan dana pendidikan (BPPS) dari Direktorat Pendidikan
Tinggi RI yang telah memberikan bantuan dana pendidikan selama penulis
menempuh pendidikan di IPB.
14. Rekan-rekan pengurus el-Diina Pusat yaitu Ir. Hj. Emmi Khairani, Ir. Reskiana
Rahmayanti, Dra Zulia Ilmawati (Psi), Dra Ratna Soeminar, Ir. Eko Pujiastuti, Hj
Saleha Hanum M.Si, Dewi, D S. Sp.K, Marliana, S.Pd dan Dini Aminarti, A.Md.
atas kerjasama, kekompakan, kerja keras dan dorongannya selama ini. Azizah,
Sugih, Novi, Dini Safitri dan Nining atas bantuan dan kerjasamanya dalam
pengumpulan data penelitian ini.
15. Seluruh keluarga besar Amarijal St Basa (Alm), ibunda Rosmi Rasyid, Kakanda Dra.
Ratnayulis serta Uda, Abang dan Adinda di Padang serta keluarga besar Wizarni
Alwi (Alm) dan Ibu Fatimah Hayatun Nufus (Alm) beserta adik-adik yang telah
memberikan bantuan moril dan materil demi penyelesaian pendidikan S3 ini.
16. Suamiku yang penuh pengertian dan pengorbanan, Drs Andriwifa, dan anak-anakku
tercinta: Afifah, Shiddiq, Ahmad dan Fathon, terimakasih atas kesabaran, doa yang
selalu dipanjatkan dan dorongan semangat dan keikhlasan selama ini.
Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan pada semua pihak yang tidak
dapat disebutkan satu persatu atas segala bantuan yang diberikan. Semoga Allah SWT
menghitung sebagai amal saleh setiap kebaikan yang diberikan selama ini. Terakhir
penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua pihak yang tidak ingin
meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah yang mereka khawatir
terhadapnya. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah
mereka mengucapkan perkataan yang benar (TQS An-Nisa:9).
Bogor, Maret 2007 Yuliana
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Maninjau Sumatera Barat pada tanggal 27 Juli 1970
sebagai anak kelima dari tujuh bersaudara pasangan Amarijal St. Basa (alm) dan
Rosmi Rasyid. Pendidikan dasar sampai menengah atas diselesaikan di Maninjau
Kecamatan Tanjung Raya Kabupaten Agam Sumatera Barat pada tahun 1989.
Pada tahun yang sama Penulis diterima sebagai mahasiswa IPB melalui Undangan
Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya
Keluarga, Fakultas Pertanian IPB dan lulus pada tahun 1994. Selama pendidikan
S1 penulis mendapatkan beasiswa dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
selama 2 tahun dan Women International Club (WIC) selama 2 tahun.
Setelah lulus S1 sampai 1996 penulis bekerja di Pusat Studi Kebijakan
Pangan dan Gizi, Lembaga Penelitian IPB Bogor dan sebagai asisten dosen di
Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, IPB
Bogor. Penulis menikah dengan Drs. Andriwifa pada tahun 1996 dan dikaruniai
empat orang anak yaitu Afifah Nur Hasanah, Muhammad Shiddiq, Muhammad
Amin dan Muhammad Fathoni.
Mulai bulan Maret 1997 sampai sekarang penulis menjadi dosen tetap di
Jurusan Ilmu Kesejahteraan Keluarga, Fakultas Teknik Universitas Negeri Padang
(UNP). Pada tahun ajaran 1999 penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan
pendidikan S2 pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga,
Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) dan lulus pada tahun 2002
dengan biaya dari BPPS Dikti, Depdiknas. Pada tahun ajaran 2002/2003 semester
genap penulis memperoleh kesempatan kembali untuk melanjutkan pendidikan S3
pada program studi yang sama di Sekolah Pascasarjana IPB Bogor dengan biaya
dari BPPS Dikti, Depdiknas.
Selama mengikuti program S3, penulis ikut dalam beberapa penelitian
yang disponsori dari dalam dan luar negeri serta aktif sebagai pengisi seminar,
talk show dan pelatihan-pelatihan di bidang pendidikan dan penelitian. Karya
ilmiah yang berjudul Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Bayi Usia 8-
11 Bulan di Kota Bogor telah diterbitkan pada Jurnal Media Gizi dan Keluarga,
Fakultas Pertanian IPB bulan Desember 2002. Artikel yang berjudul Dampak
Anemia Gizi Besi terhadap Kualitas Sumberdaya Manusia dan Keterkaitan antara
Pertumbuhan Ekonomi, Kemiskinan dan Status Gizi Balita di Indonesia telah
disajikan dan diterbitkan dalam Prosiding Konvensi Nasional Aptekindo II dan
Temu Karya XIII FT/FPTK/JPTK Universitas/IKIP Se-Indonesia di Jakarta pada
bulan Februari 2004. Artikel yang berjudul Teknologi Informasi dan Komunikasi
dalam Peningkatan Mutu Pendidikan di Perguruan Tinggi telah diterbitkan pada
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta
pada bulan September 2004. Karya ilmiah berjudul Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Tingkat Perkembangan Mental, Psikomotor dan Perilaku Bayi
Usia 8-11 Bulan di Kota Bogor telah diterbitkan pada Jurnal Media Gizi dan
Keluarga, Fakultas Pertanian IPB bulan Desember 2004. Artikel yang berjudul
Penanganan Anak Autis Melalui Terapi Gizi dan Pendidikan telah diterbitkan
pada Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Departemen Pendidikan Nasional,
Jakarta pada bulan Juli 2006. Artikel yang berjudul ”Atur Sendiri Mainanmu
Nak” telah diterbitkan dalam Rubrik True Parenting Female Readers, Edisi
IV/Vol I, Juli 2006, Jakarta. Karya ilmiah yang berjudul Analisis Pola
Pengasuhan, Morbiditas, Konsumsi Gizi dan Status Gizi Anak Usia Prasekolah di
Pedesaan dan Perkotaan Pulau Jawa akan segera diterbitkan dalam Jurnal
Pendidikan dan Kebudayaan, Departemen Pendidikan Nasional. Karya-karya
ilmiah tersebut merupakan bagian dari program S3 penulis.
Dari bulan September sampai Desember 2006, penulis aktif sebagai pemateri
seminar yang bertema Kedelai Ditinjau dari Aspek Gizi dan Kesehatan yang
diadakan di Universitas Pasundan Bandung Jawa Barat, Universitas Katolik
Soegijapranata, Politeknik Kesehatan Jakarta II Depkes RI dan Universitas
Andalas Padang Sumatera Barat. Pada bulan September 2006 juga penulis
bersama rekan-rekan lain mendirikan Yayasan el-Diina dengan konsep
Pendidikan Integral Anak Usia Dini Berbasis Aqidah Islam, Program Ibuku Guru
Kami dengan Metode Home Schooling Group dalam rangka mewujudkan Ibu
Tangguh dan Generasi Pemimpin. Dalam kepengurusan yayasan, penulis sebagai
ketua umum.
DAFTAR ISI Halaman
DAFTAR TABEL .............................................................................................
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................
PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
Latar Belakang ....................................................................................... 1
Tujuan Penelitian ................................................................................... 7
Manfaat Penelitian ................................................................................. 7
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 8
Pertumbuhan Anak dan Penilaiannya ..................................................... 8
Perkembangan Anak dan Penilaiannya ................................................... 14
Pentingnya Berinvestasi pada Perkembangan Anak Usia Dini (Prasekolah) ............................................................................................. 19
Kerangka Teoritis Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Prasekolah ............................................................................................... 20
Pengaruh Zat Gizi terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan
Anak Usia Prasekolah ............................................................................. 23
Pengaruh Pengasuhan terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan
Anak Usia Prasekolah.............................................................................. 29
Pengaruh Morbiditas terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Prasekolah.............................................................................. 47
Dampak Stimulasi terhadap Perkembangan Anak .................................. 49
Berbagai Rancangan Program Pendidikan Anak Usia Prasekolah.......... 52
KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS .............................................. 67
Kerangka Pemikiran .............................................................................. 67
Hipotesis ................................................................................................ 68
METODE PENELITIAN .................................................................................. 70
Disain, Tempat dan Waktu Penelitian .................................................. 70
Ukuran Contoh, Unit Observasi , Unit Analisis dan Pemilihan Contoh 70
Pelaksanaan Intervensi ............................................................................ 72
Jenis dan Cara Pengumpulan Data .......................................................... 73
Pengolahan dan Analisis Data ............................................................... 77
Definisi Operasional .............................................................................. 79
HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................... 82
Keadaan Umum Lokasi Penelitian ........................................................ 82
Karakteristik Keluarga ........................................................................... 84
Karakteristik Anak ................................................................................. 88
Konsumsi Zat Gizi Anak ........................................................................ 94
Pengetahuan Gizi-Kesehatan Ibu ............................................................ 95
Pola Pengasuhan Gizi-Kesehatan ........................................................... 96
Lingkungan Pengasuhan ......................................................................... 97
Perkembangan Anak .............................................................................. 99
Pengaruh Penyuluhan Gizi-Kesehatan terhadap Pengetahuan Gizi-Kesehatan Ibu dan Pola Pengasuhan Gizi-Kesehatan ........................... 101
Pengaruh Berbagai Faktor terhadap Pertumbuhan Anak Usia Prasekolah .............................................................................................. 102
Pengaruh Stimulasi Psikososial terhadap Lingkungan Pengasuhan ...... 104
Pengaruh Stimulasi Psikososial terhadap Perkembangan Anak Usia Prasekolah ............................................................................................... 108
Konsep Pendidikan Integral Anak Usia Dini Berbasis Aqidah Islam Melalui Program Ibuku Guru Kami dan Metode Kelompok Belajar di Rumah (Home Shooling Group) ........................................................... 118
SIMPULAN DAN SARAN................................................................................ 128
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 132
LAMPIRAN........................................................................................................ 138
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Perkembangan Anak Usia Prasekolah ......................................................... 16
2 Kecukupan Gizi yang Dianjurkan untuk Anak yang berusia 0-6 Tahun ..... 24
3 Prinsip Teoritis Perkembangan dan Belajar Anak ........................................ 44
4 Model Pembelajaran dan Pengajaran............................................................ 46
5 Hasil Penelitian Intervensi Stimulasi Psikososial pada Anak....................... 51
6 Peubah, Cara, Waktu Pengukuran dan Pengolahan Data ............................ 76
7 Uji Kesetaraan Karakteristik Keluarga Antar Kelompok I (KT) dan Kelompok II (KTP) .............................................................................. 84
8 Tingkat Pendidikan Ayah dan Ibu menurut Kelompok Stimulasi ............... 85
9 Sebaran Ayah dan Ibu menurut Jenis Pekerjaan dan Kelompok Stimulasi........................................................................................................ 86
10 Rata-Rata dan Standar Deviasi Pendapatan Keluarga menurut Sumber Pendapatan dan Kelompok Stimulasi .............................................. 87
11 Uji kesetaraan Karakteristik anak antar Kelompok Stimulasi ...................... 89
12 Rata-Rata Konsumsi, kecukupan dan Tingkat Kecukupan Zat Gizi Anak Menurut Kelompok Stimulasi ............................................................. 95
13 Sebaran Anak Usia Prasekolah menurut Nilai Rata-Rata Tingkat Kecukupan Gizi (NRTKG) dan Kelompok Stimulasi .................................. 95
14 Sebaran Ibu menurut Kategori Pengetahuan Gizi-Kesehatan Ibu dan Kelompok Stimulasi ............................................................................... 96
15 Sebaran Ibu menurut Kategori Pengasuhan Gizi-Kesehatan Ibu dan Kelompok Stimulasi ............................................................................... 97
16 Sebaran Ibu menurut Kategori Lingkungan Pengasuhan dan Kelompok Stimulasi...................................................................................... 99
17 Sebaran Anak menurut Aspek Perkembangan dan Kelompok Stimulasi........................................................................................................ 100
18 Faktor-Faktor yang mempengaruhi Pertumbuhan Anak............................... 103
19 Rataan Skor dan Hasil Uji Beda Lingkungan Pengasuhan menurut Kelompok dan Periode Pengukuran.............................................................. 105
20 Hasil Uji Analisis Kovarian terhadap Lingkungan Pengasuhan................... 106
21 Hasil Uji Analisis Kovarian Beragam Faktor terhadap Lingkungan Pengasuhan Anak Usia Prasekolah ............................................................... 107
22 Rataan Skor dan Hasil Uji Beda Perkembangan Anak menurut Kelompok dan Periode Pengukuran.............................................................. 108
23 Hasil Uji Analisis Kovarian terhadap Perkembangan Kognitif .................... 110
24 Hasil Uji Analisis Kovarian Beragam Faktor terhadap Perkembangan Kognitif ................................................................................ 110
25 Hasil Uji Analisis Kovarian terhadap Perkembangan Psikomotor ............... 113
26 Hasil Uji Analisis Kovarian Beragam Variabel terhadap Perkembangan Psikomotor............................................................................ 113
27 Hasil Uji Analisis Kovarian terhadap Perkembangan Sosial Emosional...................................................................................................... 115
28 Hasil Uji Analisis Kovarian Beragam Variabel terhadap Perkembangan Sosial Emosional .................................................................. 116
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Dampak Jangka Pendek dan Panjang dari Keadaan Gizi pada Masa Janin dan Usia Dini ............................................................................ 11
2 Diagram Kerangka Konseptual Proses Tumbuh Kembang Anak ................ 21
3 Model Interelasi Tumbuh Kembang Anak.................................................... 22
4 Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Anak Usia Prasekolah ..................................................................................................... 23
5 Peran Pola Asuh (Care) pada Pertumbuhan dan Perkembangan Anak .............................................................................................................. 35
6 Kerangka Pemikiran Penelitian Pengaruh Penyuluhan Gizi, dan Stimulasi terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Prasekolah .................................................................................................... 69
7 Teknik Penarikan Contoh Penelitian............................................................. 71
8 Kerangka Tahapan Penelitian ....................................................................... 74
9 Rataan Skor Morbiditas Anak Kelompok I (KT) dan Kelompok II (KTP) Sebelum dan Setelah Dilakukan Stimulasi Psikososial ..................... 91
10 Rataan Skor-Z Pertumbuhan Anak (BB/TB) Kelompok I (KT) dan Kelompok II (KTP) Sebelum dan Setelah Dilakukan Stimulasi Psikososial..................................................................................................... 93
11 Rataan Skor Kepribadian Anak Kelompok I (KT) dan Kelompok II (KTP) Sebelum dan Setelah Dilakukan Stimulasi Psikososial.................. 94
12 Rataan Skor Pengetahuan Gizi-Kesehatan Ibu Kelompok I (KT) dan Kelompok II (KTP) Sebelum dan Setelah Dilakukan Penyuluhan Gizi-Kesehatan.......................................................................... 101
13 Rataan Skor Pola Pengasuhan Gizi-Kesehatan Ibu Kelompok I (KT) dan Kelompok II (KTP) Sebelum dan Setelah Dilakukan Stimulasi Psikososial..................................................................................... 102
14 Rataan Skor Lingkungan Pengasuhan Kelompok I (KT) dan Kelompok II (KTP) Sebelum dan Setelah Dilakukan Stimulasi Psikososial..................................................................................................... 105
15 Rataan Skor Perkembangan Kognitif Kelompok I (KT) dan Kelompok II (KTP) Sebelum dan Setelah Dilakukan Stimulasi Psikososial..................................................................................................... 109
16 Rataan Skor Perkembangan Psikomotor Kelompok I (KT) dan Kelompok II (KTP) Sebelum dan Setelah Dilakukan Stimulasi Psikososial..................................................................................................... 112
17 Rataan Skor Perkembangan Sosial Emosional Kelompok I (KT) dan Kelompok II (KTP) Sebelum dan Setelah Dilakukan Stimulasi Psikososial..................................................................................................... 115
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Peta Lokasi Penelitian .................................................................................. 138
2 Kuesioner Pengaruh Penyuluhan Gizi dan Stimulasi Psikososial terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Prasekolah............... 139
3 Materi Penyuluhan Gizi-Kesehatan ........................................................... 159
4 Materi Diklat Stimulasi Psikososial ............................................................ 160
5 Instrumen Perkembangan Anak .................................................................. 161
6 Lingkungan Pengasuhan Anak (Home Inventory) ....................................... 171
7 Deskripsi Modul Diklat Stimulasi Psikososial Anak Usia Prasekolah Program Ibuku Guru Kami dengan Metode Home Schooling Group ......................... 174
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses perubahan yang
terjadi pada setiap makhluk hidup. Perubahan yang terjadi pada seseorang tidak
hanya meliputi apa yang kelihatan seperti perubahan fisik dengan bertambahnya
berat badan dan tinggi badan, tetapi juga perubahan (perkembangan) dalam segi
lain seperti berfikir, emosi, dan bertingkah laku.
Pertumbuhan dan perkembangan adalah dua peristiwa yang sifatnya
berbeda tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan. Pertumbuhan (growth)
berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau dimensi
tingkat sel, organ maupun individu, yang bisa diukur dengan ukuran berat (gram,
pound, kilogram), ukuran panjang (cm, meter), umur tulang dan keseimbangan
metabolik (retensi kalsium dan nitrogen tubuh). Sedangkan perkembangan
(development) adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi
tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai
hasil dari proses pematangan (Soetjiningsih 1998).
Myers (1995) mendefinisikan pertumbuhan sebagai perubahan secara
kuantitatif pada aspek fisik, yaitu merupakan proses pertambahan jumlah dan
ukuran sel. Ukuran pertumbuhan anak bisa dilihat dari penambahan berat badan
atau tinggi badan atau kedua-duanya. Perkembangan anak merupakan proses
perubahan dimana anak belajar pada tingkatan yang lebih kompleks dalam
bergerak, berpikir, berperasaan, dan berhubungan dengan yang lain.
Perkembangan dalam arti sempit bisa disebut sebagai proses pematangan fungsi-
fungsi non fisik atau perubahan kuantitatif dan kualitatif sebagai suatu proses
perubahan yang progresif, koheren, dan berurutan. Kartono (1990)
mengemukakan bahwa perkembangan bisa didefinisikan sebagai hasil proses
pematangan fungsi-fungsi psikis dan fisik pada diri anak, yang ditunjang oleh
faktor lingkungan dan proses belajar dalam waktu tertentu menuju kedewasaan.
Perkembangan anak usia dini (early child development, ECD) adalah
periode perkembangan yang paling cepat pada kehidupan manusia. Pada masa ini,
pertumbuhan anak berlangsung dengan cepat. Selain itu, kompetensi kognitif,
emosi, dan sosial mulai dibentuk dan diperluas (Jalal 2003a). Perkembangan anak
2
meliputi perkembangan perilaku tidak matang menjadi matang; dari pola yang
sederhana menjadi kompleks; dan evolusi manusia dari keterikatan menjadi masa
dewasa yang otonom (Theresia & Caplan 1983).
Semua anak-anak tumbuh melalui suatu tahapan pertumbuhan dan
perubahan fisik, kognitif, dan emosional yang dapat diidentifikasi. Pendekatan
perkembangan anak usia dini didasarkan pada fakta bahwa anak-anak merespon
paling baik ketika pengasuh (caregivers) menggunakan teknik khusus (spesifik)
yang dirancang untuk mendorong dan merangsang pencapaian kemajuan ke taraf
perkembangan berikutnya.
Masa kanak-kanak dini adalah tahun-tahun kritis untuk berspekulasi,
bereksplorasi, bermain, dan berkreasi tanpa takut gagal untuk menguji ide, belajar
menyelesaikan masalah, memperluas kepercayaan pada masa dewasa, dan
membangun hubungan dengan orang seusia. Pada masa ini, rentang perhatian
diperluas dan mereka meningkatkan pengetahuannya (Theresia & Caplan 1983).
Masa usia prasekolah merupakan masa anak usia dini yang sangat khusus.
Anak pada usia prasekolah berada pada proses perkembangan penting: perubahan
dari terikat menjadi lebih bebas; dari koordinasi yang kaku menjadi lebih teratur
dan terampil; dari bahasa tubuh ke bahasa verbal; dari ketaatan yang kuat terhadap
kendali dari luar ke perkembangan kendali dari diri sendiri (inner control); dan
dari kepedulian personal ke tumbuhnya kepedulian sosial (Theresia & Caplan
1983).
Patmonodewo (2003) mendefinisikan bahwa yang dimaksudkan dengan
anak prasekolah adalah mereka yang berusia antara 3-6 tahun. Kelompok usia ini
biasanya mengikuti program prasekolah atau kindergarten. Sedangkan di
Indonesia, umumnya mereka mengikuti program Tempat Penitipan Anak (3 bulan
– 5 tahun) dan Kelompok Bermain (usia 3 tahun), sedangkan pada usia 4-6 tahun
biasanya mereka mengikuti program Taman Kanak-Kanak.
Pada usia 3-6 tahun ini anak berbeda dari anak-anak pada usia lainnya.
Mereka sangat aktif. Aktivitas yang lazim adalah membuat keributan. Mereka
mengucapkan apa yang ada di pikirannya, dan memiliki keinginan yang besar
untuk berbicara dengan temannya. Anak pada usia 3-6 tahun, secara alami, juga
dicirikan oleh sifat yang sangat pemalu. Patmonodewo (2001) mengatakan bahwa
3
masa ini adalah masa peka. Ini merupakan suatu teori yang sangat khas dan
banyak diterima oleh para tokoh pendidik anak lainnya. Dalam rentang
perkembangan anak usia 3-6 tahun akan muncul keadaan dimana suatu potensi
menunjukkan kepekaan (sensitif) untuk berkembang.
Setiap anak adalah pribadi yang unik dengan temperamen, gaya belajar,
latar belakang keluarga, pola dan waktu pertumbuhan yang individual. Namun,
terdapat tahapan pertumbuhan universal dan perubahan yang terjadi selama 9
(sembilan) tahun pertama kehidupan. Dengan berkembangnya anak, mereka
membutuhkan tipe rangsangan dan interaksi yang berbeda untuk melatih keahlian
mereka dan untuk mengembangkan hal yang baru. Pada setiap usia, kebutuhan
dasar kesehatan dan gizi adalah esensial (Jalal 2003a).
Peran dan tanggungjawab orang tua pada proses pembimbingan dan
pengasuhan pada anak sangat besar, terutama dalam membantu anak melewati
masa penting dalam rentang usia 3-6 tahun. Namun kenyataannya, banyak orang
tua yang belum sepenuhnya memiliki pemahaman yang benar tentang
pertumbuhan dan perkembangan anak usia ini.
Minimnya pemahaman orang tua, tentunya akan berakibat bagi
pertumbuhan dan perkembangan anak yaitu dapat mengakibatkan gangguan
pertumbuhan dan mengendapkan the hidden potency yang telah dimiliki oleh
anak, yang pada akhirnya berdampak pada kualitas sumber daya manusia. Hasil
kajian terhadap data pertumbuhan anak balita di Pakistan, Swedia dan Hongkong
di desa dan kota yang dilakukan oleh Kalberg, Jalal, Lam, Low, dan Yeung (1994)
menyimpulkan bahwa gangguan pertumbuhan lebih disebabkan karena
lingkungan. Lingkungan yang dimaksud adalah gizi, infeksi, kualitas ibu dan
interaksinya. Terjadinya gangguan pertumbuhan yang menyebabkan pertumbuhan
mendatar (gangguan tumbuh kembang) berkaitan erat dengan dua faktor langsung
yaitu: 1) intake gizi dan 2) infeksi. Kedua faktor langsung tersebut dipengaruhi
oleh ketersediaan pangan, pola asuh dan pelayanan kesehatan.
Gangguan tumbuh kembang dapat dicegah dan diperbaiki melalui:
perbaikan konsumsi, suplemen dan penyuluhan gizi, peningkatan kualitas pola
asuh, pelayanan kesehatan dan pencegahan terhadap infeksi. Menurut Husaini
(1999) peningkatan pola asuh dapat dilakukan dengan empat pendekatan yaitu
4
pendekatan motorik anak dengan KMS perkembangan motorik, pendekatan
informasi, pendekatan keterampilan dan pendekatan sumberdaya keluarga.
Menurut Jalal (2003a), cukup banyak alasan mengapa pendidikan sejak
dini berperan besar dalam pengembangan sumberdaya manusia dan pembentukan
manusia seutuhnya. Mulai dari rendahnya rata-rata Nilai Ebtanas Murni (NEM)
SD-SLTP, tingginya angka mengulang pada kelas SD awal sampai dengan
rendahnya peringkat Human Development Index (HDI). Pada tahun 2005
Indonesia termasuk urutan HDI ke-111 dari 176 Negara. Penelitian neurologi dan
kajian pendidikan anak usia dini juga cukup memberikan bukti betapa pentingnya
stimulasi sejak usia dini dalam mengoptimalkan seluruh potensi anak guna
mewujudkan generasi mendatang yang berkualitas dan mampu bersaing dalam
percaturan dunia yang mengglobal pada milenium ke tiga ini.
Kualitas manusia dari pandangan gizi dijabarkan dalam bentuk
peningkatan kemampuan intelektual dan kesehatan yang bisa diukur dengan
terwujudnya kemampuan fisik dan produktivitas kerja. Hadju, Meutusalach dan
Karyadi (1998) mengemukakan bahwa perhatian besar dalam usaha meningkatkan
kualitas sumberdaya manusia dewasa ini adalah usaha mempersiapkan generasi
muda melalui pembinaan gizi dan kesehatan sejak dini mulai dari pembinaan
wanita calon ibu, pemeliharaan janin, bayi, anak balita, dan anak sekolah. Hal ini
dimaksudkan dengan semakin dini dan berkesinambungan pembinaan gizi dan
kesehatan serta stimulasi yang dilakukan maka pembentukan generasi berkualitas
semakin cepat terwujud.
Pemerintah Indonesia telah memperkenalkan panduan stimulasi dalam
program Bina Keluarga Balita (BKB) sejak tahun 1980, namun implementasinya
belum memasyarakat. Hasil penelitian Herawati (2002) di Bogor menemukan
bahwa dari 265 keluarga yang diteliti, hanya terdapat 15% yang mengetahui
program BKB. Faktor penentu lain dari kurang memasyarakatnya program BKB
adalah rendahnya tingkat partisipasi orang tua. Kemudian pada tahun 2001,
pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda
mengeluarkan program PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini). Namun keberadaan
program tersebut belum menjangkau tingkat pedesaan secara merata.
5
Keberadaannya baru terbatas satu dalam setiap kecamatan, sehingga belum dapat
diakses langsung oleh masyarakat yang berlokasi jauh dari pusat kecamatan.
Gutama (2005) dan Jalal (2005) mengemukakan bahwa permasalahan
mendasar dalam pelaksanaan dan pengembangan pendidikan anak usia dini di
tanah-air antara lain adalah: (1) Masih banyaknya anak usia dini yang belum
tersentuh oleh layanan pendidikan dini apapun. Sampai tahun 2001 jumlah mereka
(anak usia 0-6 tahun) yang belum terlayani diperkirakan sebanyak 19 juta anak
atau 73%. Artinya baru sekitar 27% yang mendapatkan layanan pendidikan dini.
Dalam kondisi inipun terdapat kesenjangan yang lebar antara anak-anak di daerah
perkotaan dan pedesaan dalam akses layanan pendidikan anak usia dini. Akses
layanan pendidikan anak usia dini di daerah pedesaan hanya 33,4% dan untuk
daerah perkotaan telah mencapai 63,4%, padahal populasi anak usia dini sebagian
besar berada di pedesaan (60%). Khusus anak usia prasekolah, akses layanan
pendidikan anak usia dini masih rendah (sekitar 20.0%). Artinya sebanyak 80.0%
lainnya belum terlayani di pusat-pusat pendidikan anak usia dini. Kesenjangan
antara pedesaan dan perkotaan juga terjadi (Jalal 2002). Hasil yang serupa juga
ditemui pada penelitian yang dilakukan di penghujung tahun 2004 dan awal tahun
2005 di Pulau Jawa, bahwa sebagian besar (86.3% di pedesaan dan 73.2% di
perkotaan) anak usia prasekolah belum mengakses program-program pendidikan
yang ada baik jalur formal maupun non formal (Yuliana, Khomsan,
Patmonodewo, Riyadi dan Muchtadi 2007); (2) Masih sangat rendahnya
kesadaran orang tua dan masyarakat terhadap pentingnya pendidikan anak usia
dini, sehingga kurang memberikan perhatian kepada anak untuk mendapatkan
pendidikan; (3) Masih rendahnya tingkat sosial ekonomi masyarakat sehingga
tidak mampu membiayai pendidikan anaknya; (4) Belum adanya sistem yang
menjamin keterpaduan dalam penanganan anak usia dini yang bersifat holistik; (5)
Masih terbatasnya jumlah tenaga pendidik untuk anak usia dini, serta masih relatif
rendahnya kualitas tenaga yang sudah ada; (6) Sangat terpencarnya keberadaan
anak-anak usia dini yang harus dilayani, terutama yang ada di daerah-daerah yang
sulit dijangkau karena kendala geografis dan transportasi; (7) Masih minimnya
ketersediaan prasarana dan sarana pendidikan bagi anak usia dini, terutama
mereka yang berusia di bawah 4 tahun; (8) Masih terbatasnya jumlah perguruan
6
tinggi yang memiliki jurusan khusus untuk pendidikan anak usia dini dan
terbatasnya penelitian di bidang pendidikan dini.
Upaya untuk melakukan menyuluhan gizi-kesehatan dan pemberian
stimulasi psikososial pada orang tua sangat penting dilakukan. Upaya tersebut
dalam rangka meningkatkan pengetahuan gizi-kesehatan ibu serta keterampilan
ibu dalam melakukan pengasuhan dan pendidikan anak sendiri yang dilengkapi
dengan metode pelaksanaannya, guna menunjang pertumbuhan dan
perkembangan anak.
Sudah ada beberapa penelitian yang dilakukan di Indonesia terkait dengan
pengaruh pemberian penyuluhan gizi-kesehatan dan atau stimulasi psikososial
terhadap tumbuh-kembang anak yang menunjukkan hasil secara umum bahwa
pemberian penyuluhan gizi-kesehatan dan atau stimulasi psikososial dapat
meningkatkan pengetahuan gizi dan pertumbuhan anak serta peningkatan skor
perkembangan anak. Penelitian-penelitian tersebut antara lain adalah: (1)
Intervensi Dini Sebagai Sarana Peningkatan Perkembangan Anak yang diteliti
oleh Patmonodewo (1993) terhadap anak usia 12-24 bulan di Kecamatan Sewon
Kabupaten Bantul Yogyakarta; (2) Model Pengasuhan Anak Bawah Dua Tahun
dalam Meningkatkan Status Gizi dan Perkembangan Psikososial yang diteliti oleh
Anwar (2002) terhadap anak usia 12-18 bulan di Kecamatan Cibungbulang
Kabupaten Bogor Jawa Barat; (3) Model pendidikan ”Gi-Psi-Sehat” bagi Ibu serta
dampaknya terhadap Perilaku Ibu, Lingkungan Pembelajaran, Konsumsi Pangan
dan Status Gizi Anak Usia Dini yang diteliti oleh Madanijah (2003) terhadap bayi
0-11 bulan di Kecamatan Bogor Timur Kota Bogor; (4) Pengaruh Suplemen
MPASI, Penyuluhan Gizi dan Stimulasi terhadap Tumbuh-Kembang Anak Bawah
Dua Tahun yang diteliti oleh Herawati (2005) terhadap anak usia 6-12 bulan di
Kecamatan Cicurug Kabupaten Sukabumi, Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor
dan Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor. Semua penelitian yang dilakukan oleh
peneliti tersebut diatas dilakukan pada anak-anak dibawah usia dua tahun dan
pendekatan stimulasi diberikan melalui ibu. Unsur kebaruan dari penelitian yang
dilakukan ini adalah kepada sasaran yang berbeda yaitu kepada anak usia
prasekolah (3-6 tahun) dengan pendekatan pemberian stimulasi diberikan kepada
ibu dan juga anak.
7
Dalam penelitian ini, kepada para ibu dari anak usia prasekolah diberikan
intervensi berupa penyuluhan gizi-kesehatan dan stimulasi psikososial berupa
pendidikan dan latihan (diklat) serta praktek pelaksanaan stimulasi psikososial
pada anak usia prasekolah dengan menggunakan Program Ibuku Guru Kami
melalui metode kelompok belajar di rumah (Home Schooling Group).
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka pertanyaan penelitian yang akan
dijawab dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimana pengaruh penyuluhan gizi-
kesehatan dan faktor lainnya terhadap pertumbuhan anak usia prasekolah? (2)
Bagaimana pengaruh stimulasi psikososial dan faktor lainnya terhadap lingkungan
pengasuhan dan perkembangan anak usia prasekolah?
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh
penyuluhan gizi dan stimulasi psikososial terhadap pertumbuhan dan
perkembangan anak usia prasekolah
Tujuan Khusus
1. Menganalisis pengaruh penyuluhan gizi-kesehatan dan faktor lainnya terhadap
pertumbuhan anak usia prasekolah.
2. Menganalisis pengaruh stimulasi psikososial dan faktor lainnya terhadap
lingkungan pengasuhan dan perkembangan anak usia prasekolah.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini secara umum diharapkan dapat memberikan
pengetahuan tentang pengaruh penyuluhan gizi-kesehatan dan stimulasi
psikososial terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak usia prasekolah
khususnya di Kabupaten Bogor serta dapat mengetahui faktor-faktor lain yang
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak usia prasekolah.
Secara khusus bermanfaat untuk mengidentifikasi pertumbuhan dan
perkembangan anak usia prasekolah di Kabupaten Bogor serta diharapkan dapat
menghasilkan suatu pendekatan praktis dan sederhana dalam penanganan anak
usia prasekolah dari keluarga secara terpadu sehingga menjadi motivasi dan
pedoman bagi pemerintah, masyarakat, dan keluarga.
TINJAUAN PUSTAKA
Pertumbuhan Anak dan Penilaiannya
Pertumbuhan Anak
Tumbuh berarti meningkatnya ukuran. Pertumbuhan terjadi apabila sel
bertambah banyak atau bertambah besar ukurannya. Pertumbuhan anak (child
growth) adalah proses perubahan jasmani secara kuantitatif pada tubuh seorang
anak sejak pembuahan, berupa pertambahan ukuran dan struktur tubuh (Satoto
1990). Pertumbuhan yang dimaksud tidak hanya pada bagian luar tubuh saja tetapi
juga pada organ dalam tubuh, termasuk jantung, hati dan otak. Berdasarkan
definisi dalam The British Medical Dictionary, pertumbuhan merupakan
perkembangan progresif mahluk hidup atau bagian organisme mulai dari tahap
paling awal sampai dewasa, termasuk pertambahan dalam ukuran (Hurlock 1997).
Pertumbuhan melibatkan suatu rangkaian perubahan, tidak hanya peningkatan
dalam ukuran tetapi juga spesialisasi berbagai bagian tubuh untuk melakukan
fungsi-fungsi yang berbeda.
Proses pertumbuhan anak berlangsung pada sel, organ dan tubuh.
Pertumbuhan tersebut terjadi dalam tiga tahap, yaitu hiperplasia (bertambahnya
jumlah sel), hiperplasia dan hipertrofi (bertambahnya jumlah dan kematangan sel),
dan hipertrofi (bertambahnya ukuran dan kematangan sel). Selanjutnya, setiap
organ atau bagian tubuh lain mengikuti pola pertumbuhan yang berbeda dalam
setiap tahapan tersebut (Solihin 1993, Anwar 2002).
Pertumbuhan berlangsung sejak konsepsi sampai anak berusia 18 tahun.
Tahapan pertumbuhan anak sejak konsepsi sampai berusia 18 tahun adalah
sebagai berikut:
• Masa pralahir, yaitu masa mudigah (sejak pembuahan sampai dengan
kehamilan 8 minggu) dan masa janin (usia kehamilan 8 minggu sampai
dengan full term).
• Masa bayi, yaitu masa sejak lahir sampai dengan usia 1 tahun.
• Masa batita, yaitu bayi berusia 1-3 tahun.
• Masa prasekolah, yaitu anak yang berusia 3-6 tahun.
• Masa sekolah, yaitu anak yang berusia 6-12 tahun.
9
• Masa remaja, yaitu masa pada saat anak berusia 12,5-18 tahun (pria) dan
10,5-18 tahun (wanita).
Pertumbuhan pada usia 2 (dua) tahun pertama dicirikan oleh pertambahan
gradual baik pada kecepatan pertumbuhan linier maupun laju pertambahan berat
badan. Pada masa inilah anak memunculkan pola pertumbuhan yang konsisten
dengan latar belakang genetiknya. Pertumbuhan cepat (catch-up growth) dimulai
pada usia 3 (tiga) bulan dan berakhir pada usia 12-18 bulan, sementara
pertumbuhan lambat (lag-down growth) sedikit lebih belakangan dan dapat belum
berakhir hingga usia 24 bulan (2 tahun).
Satoto (1990) mengemukakan bahwa fase pertumbuhan lambat terjadi
pada awal pertumbuhan, berupa hasil sintesis enzimatis awal dan perubahan faal
dalam sel. Panjang pendeknya fase ini sangat tergantung pada masukan zat gizi
yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan keadaan faal ses-sel dalam tubuh.
Sedangkan dalam fase eksponensial terjadi peningkatan jumlah sel yang berlipat
ganda dalam setiap proliferasi. Keadaan ini terjadi bila masukan gizi optimal dan
tidak ada faktor lain yang mengganggu. Fase pertumbuhan tetap (stationer)
terjadi akibat pembatasan-pembatasan yang ada termasuk kemungkinan
keterbatasan masukan zat gizi dan adanya gangguan lain.
Pola pertumbuhan dibatasi oleh dua hal utama yaitu faktor genetis dan
faktor lingkungan (Margen 1984). Kemampuan genetis dapat muncul secara
optimal jika didukung oleh faktor lingkungan yang kondusif. Pertumbuhan akan
berlangsung optimal jika kebutuhan zat gizi untuk pertumbuhan organ tubuh
tersedia dalam kuantitas dan kualitas yang tepat dan tubuh tidak terpapar infeksi
yang dapat mengganggu proses pertumbuhan. Jika ada hal yang tidak mendukung
pertumbuhan maka akan terjadi gangguan pertumbuhan. Gangguan pertumbuhan
dalam jangka waktu lama akan menyebabkan terjadinya gagal tubuh.
Gangguan tumbuh kembang dapat diartikan sebagai pertumbuhan
mendatar yang menyimpang dari standar baku pertumbuhan WHO. Gangguan
pertumbuhan banyak ditemui di negara berkembang termasuk Indonesia. Di Asia
Selatan sejak tahun 1975 sampai 1990 terdapat lebih 50% anak balita yang
diklasifikasikan underwegiht dan stunted. Hampir selama 10 tahun pertumbuhan
anak balita di Indonesia relatif tidak mengalami perbaikan. Meskipun pada saat
10
lahir status gizi anak baik yang ditunjukkan dengan ZBBU > 0 namun semakin
meningkat umur anak semakin menjauh dari standar ZBBU seharusnya. Setelah
umur 12 bulan terjadi pertumbuhan mendatar pada ZBBU antara –1 sampai –2.
Hasil kajian Jahari et al. (2000) terhadap data SUSENAS menunjukkan
tingginya prevalensi gizi kurang di Indonesia sekitar 28% pada tahun 1998 dan
terjadi peningkatan prevalensi gizi buruk dari 6% pada tahun tahun 1989 menjadi
9.5% pada tahun 1999. Penelitian tersebut juga menunjukkan masalah gangguan
pertumbuhan sudah mulai muncul pada usia dini.
Gangguan tumbuh kembang pada anak balita terjadi baik pada anak
perempuan maupun anak laki-laki. Dari data Survei Gizi dan Kesehatan HAKI,
tinggi badan rata-rata anak balita pada umumnya mendekati rujukan hanya sampai
dengan usia 5-6 bulan, kemudian perbedaan tinggi badan menjadi melebar setelah
usia 6 bulan, baik pada anak laki-laki maupun perempuan. Kondisinya sama dari
tahun 1999 sampai dengan tahun 2002.
Gangguan pertumbuhan yang dicerminkan dengan rendahnya tinggi badan
menurut umur (stunting) erat kaitannya dengan kualitas anak tesebut. Kurang gizi
yang dimanifestasikan dalam bentuk gangguan pertumbuhan akan berpengaruh
terhadap perilaku dan kecerdasan anak (Dasen 1988). Pengaruh langsung adalah
terganggunya fungsi sistem neuron dan susunan pusat syaraf; pengaruh tidak
langsung adalah rendahnya aktivitas anak untuk melakukan eksplorasi sebagai
adaptasi menghemat penggunaan energi. Hasil-hasil penelitian di Jamaica, Nepal
dan West Bengal mengungkapkan bahwa anak yang kurang gizi selalu mendekap
dengan ibunya dan lebih sedikit bermain dibanding dengan anak-anak yang
gizinya baik (Grantham, McGregor, Walker, Chang, & Powel 1997). Walka dan
Pollit (2000) menemukan tinggi badan berhubungan nyata dengan perkembangan
motorik anak.
Berbagai hasil penelitian menunjukkan kekurangan gizi pada usia dini
berdampak pada terganggunya tumbuh kembang, rendahnya kemampuan kognitif
yang tercermin dari IQ, rendahnya kematangan sosial pada saat usia sekolah yang
ditunjukkan dengan rendahnya perhatian. Kemampuan belajar dan pencapaian
prestasi di sekolah (Martorell 1995). Disisi lain imunitas tumbuh anak juga rendah
sehingga lebih rentan terhadap serangan penyakit infeksi. Dampak jangka pendek
11
dan jangka panjang dari keadaan gizi pada masa janin dan usia dini seperti terlihat
pada Gambar 1.
Dampak Jangka Pendek Dampak Jangka Panjang
Gambar 1. Dampak Jangka Pendek dan Panjang dari Keadaan Gizi pada Masa Janin dan Usia Dini (Sumber: ACC/SCN 2000).
Berdasarkan Gambar 1 tersebut dapat dipahami bahwa masalah gizi tidak
saja berdampak jangka pendek tapi berbekas sampai masa depan. Dampak jangka
pendek gizi kurang dapat mengakibatkan hambatan pertumbuhan panjang badan
sekitar 10 cm, berat badan sekitar 2 kg dan hambatan mental yang berpotensi
turun sampai 10 poin, meningkatnya anemia dan kematian anak (Woodshouse
dalam Kartika, Prihartini, Syafrudin, dan Jahari 2000). Gizi kurang dan buruk
tidak hanya meningkatkan resiko morbiditas dan mortalitas prenatal dan bayi tapi
juga mempengaruhi pertumbuhan fisik jangka panjang, perkembangan kognitif,
kapasitas belajar, prestasi sekolah dan prestasi kerja di masa depan. Sehubungan
dengan hal itu, Barker (1994) berhipotetis bahwa masalah gizi pada umur satu
tahun dapat berdampak pada keterlambatan perkembangan kognitif dan
meningkatnya kejadian penyakit degenarif atau penyakit non infeksi yang dikenal
sebagai implikasi double burden.
Pada awalnya orang masih beranggapan pertumbuhan dipengaruhi oleh
tempat, budaya, etnik dan genetik. Namun dari hasil kajian terhadap data
pertumbuhan anak balita di Pakistan, Swedia dan Hongkong di desa dan kota,
Keadaan gizi pada
masa janin dan usia
dini
Perkembangan otak Kognitif dan performans pendidikan
Imunitas Kapasitas Kerja
Diabetes, obesitas, jantung, hipertensi, kanker stroke dan penuaan dini
Program metabolisme: glukosa, lemak, protein, hormon/reseptor/gen
Pertumbuhan dan masa otot serta komposisi tubuh
12
Kalberg, Jalal, Lam, Low, dan Yeung (1994) menyimpulkan bahwa gangguan
pertumbuhan tidak disebabkan oleh genetik dan etnik tapi lebih disebabkan karena
lingkungan. Lingkungan yang dimaksud adalah gizi, infeksi, kualitas ibu dan
interaksinya. Dalam hal ini Husaini (1999) menyatakan bahwa praktek
pengasuhan berbeda antara budaya dan tempat namun kebutuhan anak terhadap
makanan, kesehatan, perlindungan dan kasih sayang bersifat universal. Terjadinya
gangguan pertumbuhan yang menyebabkan pertumbuhan mendatar (gangguan
tumbuh kembang) berkaitan erat dengan dua faktor langsung yaitu: 1) intake gizi
dan 2) infeksi. Kedua faktor langsung tersebut dipengaruhi oleh ketersediaan
pangan, pola asuh dan pelayanan kesehatan.
Menurut Soekirman (2000) terdapat empat alasan mengapa terjadi gagal
pertumbuhan pada anak yaitu : 1) Anak tidak cukup mendapat makan, khususnya
makanan pendamping; 2) Anak bertambah aktif ketika mulai belajar berjalan
sehingga kebutuhan makanan perlu ditambah, namun banyak ibu tidak
memberikan tambahan. Hal ini mengakibatkan output tidak sesuai dengan input;
3) Penyakit dan infeksi mempengaruhi penggunaan zat gizi dalam makanan.
Selain itu, juga menyebabkan nafsu makan berkurang sehingga zat makanan yang
masuk dalam tubuh sedikit dan 4) Anak-anak memerlukan kata-kata lembut dan
sentuhan-sentuhan penuh kasih sayang yang dapat merangsang peningkatan
hormon pertumbuhan dan daya tahan tubuh.
Gangguan tumbuh kembang dapat dicegah dan diperbaiki melalui:
perbaikan konsumsi, suplemen dan penyuluhan gizi, peningkatan kualitas pola
asuh, pelayanan kesehatan dan pencegahan terhadap infeksi. Menurut Husaini
(1999) peningkatan pola asuh dapat dilakukan dengan empat pendekatan yaitu
pendekatan motorik anak dengan KMS perkembangan motorik, pendekatan
informasi, pendekatan keterampilan dan pendekatan sumberdaya keluarga.
Penilaian Pertumbuhan
Penilaian pertumbuhan dapat dilakukan dengan menggunakan metode
antropometri melalui pengukuran berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas,
lingkar kepala, lingkar dada, dan tebal lemak kulit. Berat badan digunakan untuk
mengukur pertumbuhan menyeluruh dan tinggi badan atau panjang badan dipakai
untuk mengukur pertumbuhan linier. Lingkaran organ tubuh tertentu (lengan atas,
13
kepala, dada, paha) atau panjang organ tertentu (tulang belakang, tulang paha,
tulang lengan, rentang tangan, tinggi duduk) atau tebal lemak dibawah kulit
dipakai sebagai ukuran pengganti tak langsung (Gibson 1990).
Menurut Myers (1992), ukuran pertumbuhan yang paling mudah dilihat
adalah bobot badan atau tinggi badan. Pertumbuhan pada masa kanak-kanak
adalah proses yang relatif stabil. Pertumbuhan yang dilihat dari kenaikan berat
badan rata-rata pada 6 (enam) bulan pertama naik sebesar 0,5-1,0 kg per bulan.
Peningkatan berat badan sampai akhir tahun pertama berkisar dari 0,35-0,50 kg
per bulan. Selama tahun kedua, angka penambahan berat badan sekitar 0,25 kg
per bulan, kemudian pada usia pra sekolah menjadi sekitar 2 kg per tahun sampai
berusia 10 tahun (Jelliffe 1994). Pertumbuhan yang dilihat dari tinggi badan pada
akhir tahun pertama bertambah 50% dari panjang badan ketika lahir. Dan menjadi
dua kali lipat pada akhir tahun keempat. Hingga pada usia 4 tahun, wanita
tumbuh sedikit lebih cepat daripada pria dan keduanya kemudian tumbuh dengan
laju rata-rata 5-6 cm/tahun dan 2,5 kg/tahun sampai munculnya masa pubertas.
Menurut Soetjiningsih (1998), rata-rata kenaikan tinggi badan pada anak usia
prasekolah adalah 6-8 cm/tahun.
Penilaian status gizi masyarakat dalam kegiatan yang berkaitan dengan
program gizi di Indonesia, dianjurkan menggunakan secara seragam baku rujukan
WHO-NCHS sebagai pembanding dalam penilain status gizi dan pertumbuhan
perorangan maupun masyarakat. Kesepakatan pakar gizi Indonesia yang
bekerjasama dengan UNICEF (WHO 1995) memberikan keseragaman istilah
status gizi baku antropometri berdasarkan baku antropometri WHO-NCHS :
a. BB/U : Gizi Lebih : > 2 SD
Gizi Baik : -2 SD < z-skor < 2 SD
Gizi Kurang : -3 SD < z-skor <-2 SD
Gizi Buruk : < -3 SD
b. TB/U : Normal : > -2 SD
Pendek/Stunted : < -2 SD
c. BB/TB : Gemuk : > 2 SD
Normal : -2 SD < z-skor < 2 SD
Kurus/Wasted : -3 SD < z-skor <-2 SD
Sangat kurus : < -3,0 SD
14
Perkembangan Anak dan Penilaiannya
Perkembangan Anak
Menurut Monks, Knoers, dan Haditono (1992), perkembangan menunjuk
pada suatu proses ke arah yang lebih sempurna dan tidak dapat begitu saja diulang
kembali. Perkembangan menunjuk pada perubahan yang bersifat tetap dan tidak
dapat berputar kembali. Sedangkan Papalia dan Olds (1989) menyatakan bahwa
perkembangan manusia adalah perubahan secara kualitatif dan kuantitatif pada
seseorang. Perubahan kuatitatif adalah perubahan yang terjadi seperti tinggi
badan, berat badan dan ukuran pada perbendaharaan kata. Sedangkan kualitatif
adalah perubahan pada berbagai macam struktur atau organisasi, seperti
perubahan alami pada intelegensi atau dalam cara berfikir.
Menurut Yusuf (2000), ada beberapa prinsip perkembangan yaitu:
1. Perkembangan merupakan proses yang tidak pernah berhenti (never ending
process). Manusia secara terus menerus berkembang atau berubah yang
dipengaruhi oleh pengalaman atau belajar sepanjang hidupnya.
Perkembangan berlangsung secara terus-menerus sejak masa konsepsi sampai
mencapai kematangan atau masa tua.
2. Semua aspek perkembangan saling mempengaruhi. Setiap aspek
perkembangan individu, baik fisik, emosi, intelegensi maupun sosial, satu
sama lainnya saling mempengaruhi. Terdapat hubungan atau korelasi yang
positif diantara aspek tersebut. Apabila seseorang anak dalam pertumbuhan
fisiknya mengalami gangguan (sering sakit-sakitan), maka dia akan
mengalami kelambatan dalam perkembangan aspek lainnya, seperti
kecerdasannya kurang berkembang dan mengalami kelabilan emosional.
3. Perkembangan itu mengikuti pola atau arah tertentu. Perkembangan terjadi
secara teratur mengikuti pola atau arah tertentu. Setiap tahap perkembangan
merupakan hasil perkembangan dari tahap sebelumnya yang merupakan
prasyarat bagi perkembangan selanjutnya. Contohnya, untuk dapat berjalan,
seorang anak harus dapat berdiri terlebih dahulu dan berjalan merupakan
prasyarat bagi perkembangan selanjutnya, yaitu berlari atau meloncat.
4. Perkembangan terjadi pada tempo yang berlainan. Perkembangan fisik dan
mental mencapai kematangannya terjadi pada waktu dan tempo yang berbeda
15
(ada yang cepat dan ada yang lambat). Umpamanya, (a) otak mencapai
bentuk ukurannya yang sempurna pada umur 6-8 tahun; (b) tangan, kaki, dan
hidung mencapai perkembangan yang maksimum pada masa remaja; dan (c)
imajinasi kreatif berkembang dengan cepat pada masa kanak-kanak dan
mencapai puncaknya pada usia remaja.
5. Setiap fase perkembangan mempunyai ciri khas. Prinsip ini dapat dijelaskan
dengan contoh sebagai berikut: (a) Sampai usia dua tahun, anak memusatkan
untuk mengenal lingkungannya, menguasai gerak-gerik fisik dan belajar
berbicara; (b) Pada usia tiga sampai enam tahun, perkembangan dipusatkan
untuk menjadi manusia sosial (belajar bergaul dengan orang lain).
6. Setiap individu yang normal akan mengalami tahapan/fase perkembangan.
Prinsip ini berarti bahwa dalam menjalani hidup yang normal dan berusia
panjang, individu akan mengalami fase-fase perkembangan: bayi, kanak-
kanak, anak, remaja, dewasa, dan masa tua. Perkembangan anak usia pra
sekolah terlihat pada Tabel 1.
Ada empat aspek perkembangan yang perlu dibina dalam menghadapi
masa depan anak (Yusuf 2000), yaitu:
1. Perkembangan gerakan (motorik) kasar dan halus. Gerakan kasar bila yang
dilakukan melibatkan sebagaian besar bagian tubuh dan memerlukan tenaga
karena dilakukan oleh otot-otot yang lebih besar. Gerakan halus bila hanya
melibatkan bagian tubuh tertentu, dilakukan oleh otot kecil dan itu tidak
memerlukan tenaga. Perkembangan motorik sangat penting bagi
perkembangan aspek-aspek lainnya. Gangguan dalam perkembangan motorik
dapat menghambat penyesuaian diri sehingga dapat mengakibatkan perasaan
rendah diri. Gangguan motorik ini dapat disebabkan oleh kurang berfungsinya
organ-organ fisik, tapi juga oleh gangguan psikis, seperti gangguan emosi,
karena mendapat bentakan-bentakan dari orang tua yang sangat mengejutkan
anak.
2. Bahasa/komunikasi pasif dan aktif. Komunikasi pasif adalah kesanggupan
mengerti dan melakukan apa yang diperintahkan oleh orang lain, sedangkan
komunikasi aktif adalah kemampuan dalam berkata-kata.
16
3. Perkembangan kecerdasan (kognitif). Perkembangan kemampuan mengenai
konsep atau pengertian, mulai dari mengenal warna, suara, rasa, nama hingga
konsep yang lebih abstrak dan majemuk.
4. Perkembangan kemampuan menolong diri sendiri dan tingkah laku sosial.
Anak perlu berkawan, pergaulan yang luas, diajar aturan disiplin, sopan-
santun dan sebagainya agar tidak canggung dalam memasuki lingkungan baru.
Tabel 1. Perkembangan Anak Usia Prasekolah
a. Perkembangan Motorik Motorik Kasar � Kebanyakan dapat meloncat dengan satu kaki dari 4-6 langkah � Berlari, berputar, memanjat pohon dan tangga � Duduk dengan kaki menyilang � Dapat melompat turun dari ketinggian 2x tinggi kaki dengan kedua kaki mencapai tanah
bersama-sama Motorik Halus � Sudah dapat menggunakan gunting dengan baik � Dapat melukis gambar manusia: kepala, tubuh, kaki, dan tangan � Dapat mengopi huruf kapital berikut: O, V, H, dan T b. Perkembangan Sosial � Perasaan yang kuat kepada keluarga � Memberi perhatian pada saudara yang lebih muda � Dapat lebih agresif pada saudara yang lebih tua � Kerjasama yang kabur � Tertarik pada aktivitas kelompok � Kelompok bermain menjadi lebih besar; timbul persaingan di dalam kelompok � Suka berbisik dan memiliki rahasia � Cenderung bermain dengan kelompok sejenis, misalnya laki-laki dengan laki laki c. Perkembangan Kepribadian/Psikologis � Sensitif kepada pujian dan cemoohan (disalahkan) � Sangat ribut (berisik) � Dapat mengambil benda yang bukan miliknya � Tertarik pada ‘perkawinan’ � Suka bertanya bagaimana bayi keluar dari perut ibunya � Mulai memperhatikan hal baik atau buruk � Mulai mengkritik diri sendiri d. Perkembangan Bermain � Menyukai bermain di luar rumah � Menyukai bermain dengan air atau pasir � Suka mengenakan pakaian orang dewasa � Melukis dan mewarnai lebih baik � Suka bermain dengan kartu, boneka e. Perkembangan Bahasa � Pada usia 4 tahun dapat berbicara dengan perbendaharaan kata mencapai 1.500an � Dapat mengatakan : “halo”, “terimakasih”, “selamat tinggal”, atau “silahkan” � Ketertarikan menonton TV meningkat � Dapat menyatakan dengan jelas namanya � Dapat mengetahui jenis kelaminnya � Menggunakan kalimat dengan 5-6 kata. � Suka bertanya
Sumber: Theresia, Caplan (1983)
17
Penilaian Perkembangan Anak
Para ahli psikologi telah mengembangkan alat untuk menilai tingkat
perkembangan dan sudah digunakan dalam berbagai penelitian ilmiah.
Pengukuran outcome ini berdasarkan pengamatan terhadap milestone
perkembangan. Menurut Pediatrics Neurologi terdapat enam kelompok milestone
dalam developmental milestone yaitu cognitive milestone, language milestone,
social milestone, social and emotional milestone, gross motor milestones, fine
motor milestones, dan self help milestones.
Skala Bayley merupakan alat pengukuran perkembangan yang cukup
populer digunakan di banyak penelitian. Pada mulanya Bayley mengembangkan
pengukuran perkembangan untuk berumur 3-24 bulan, kemudian Bayley
mengembangkannya menjadi Bayley II Developmental Assesment untuk
mengukur perkembangan anak berumur 1-42 bulan (Bayley 1993). Skala-skala
Bayley dibagi dalam tiga bagian yang saling melengkapi, yaitu:
1. Skala Perkembangan Mental atau Mental Developmental Index (MDI)
yaitu skala untuk diagnostik kemampuan intelektual, terdiri dari 163 tugas
terbagi dalam kelompok-kelompok, masing-masing kelompok
mempunyai rentang 10 bulan. Pengukuran kecerdasan anak usia bayi
ditekankan pada keterampilan sensorimotor. Skala tersebut mengevaluasi
berbagai kegiatan dan proses yang meliputi ketajaman membedakan
stimulus, perhatian, kemampuan memanipulasi benda, imitasi, vokalisasi,
daya ingat, mengatasi masalah dan menyebutkan nama objek. Contohnya
adalah untuk menguji kemampuan memperhatikan rangsangan visual dan
akuistik maka test yang dilakukan adalah memperlihatkan reaksi terhadap
cahaya.
2. Skala Perkembangan Psikomotorik atau PDI (Psichomotor
Developmental Index); terdiri dari 81 tugas meliputi kemampuan
melakukan motorik kasar dan halus antara lain mengukur perkembangan
kemampuan motorik serta pengendalian gerak kepala, memutar tubuh,
duduk, merangkak, berjalan, memanjat dan naik tangga. Juga diperiksa
motorik halus (misalnya sikap ibu jari terhadap jari-jari lainnya pada
gerakan meraih) dan motorik kasar (misalnya melempar bola, meloncat).
18
Waktu yang diperlukan untuk mengetes anak, rata-rata membutuhkan 45
menit untuk setiap anak. Biasanya 10 persen dari sampel membutuhkan
waktu 50 menit atau lebih.
3. Rekaman Perilaku Anak (Infant Behaviour Record) disini dicatat secara
kualitatif perilaku anak selama pemeriksaan berlangsung. Pencatatan ini
dikelompokkan ke dalam 27 kategori. Faktor-faktor prilaku yang dicacat
dan yang dinilai pada pencatatan perilaku ini antara lain cara menjalin
kontak sosial, verbalisasi, rasa takut, sikap bertahan dalm permainan,
perhatian terhadap alat-alat permainan, kemampuan bekerjasama dan
sebagainya. Penilaian perilaku ini menggunakan sebuah tabel yang
menunjukkan persentase angka-angka dari setiap penggolongan perilaku
anak. Dengan cara ini dapat diketahui apakah seorang anak menunjukkan
perilaku yang sesuai atau tidak dengan hasil standar.
Instrumen penilaian perkembangan anak usia prasekolah, mulai yang
berusia 2,5 tahun sampai 6,5 tahun telah dikembangkan Pusat Kurikulum Badan
Penelitian dan Pengembangan Departeman Pendidikan Nasional (Puskur Diknas
2004), yang mencakup instrumen penilaian perkembangan kognitif, bahasa,
motorik halus, motorik kasar, menolong diri sendiri, dan sosial emosional.
Penilaian perkembangan kognitif untuk kelompok usia 3-6 bulan ini terdiri dari 17
tugas. Tugas tersebut mengevaluasi berbagai kegiatan dan proses yang meliputi
ketajaman membedakan stimulus, perhatian, kemampuan memanipulasi benda,
imitasi, vokalisasi, daya ingat, mengatasi masalah, dan menyebutkan nama objek.
Penilaian perkembangan psikomotorik meliputi kemampuan melakukan motorik
halus dan motorik kasar. Motorik halus terdiri dari 11 tugas dan motorik kasar
terdiri dari 21 tugas. Penilaian motorik halus antara lain mengukur kemampuan
membangun menara, meremas, menggambar, menciplak, melipat, dan
menggunting, sedangkan penilaian motorik kasar antara lain mengukur
kemampuan berjalan di atas garis lurus, berlari, melompat, membungkukkan
badan, gerak koordinasi mata dan kaki, gerak koordinasi mata dan tangan,
melambungkan bola, berdiri satu kaki, dan berjalan diatas papan titian. Penilaian
perkembangan sosial anak terdiri dari 8 tugas yang meliputi pengetahuan anak
19
tentang diri sendiri dan keluarganya serta pengetahuan anak dengan orang lain,
peran, dan perasaan.
Pentingnya Berinvestasi pada Perkembangan Anak Usia Dini (Prasekolah)
Terdapat berbagai alasan untuk berinvestasi pada masa anak usia dini.
Kemampuan anak-anak untuk berpikir, membentuk hubungan sosial, dan berbuat
sesuai dengan potensinya secara langsung berkaitan dengan efek sinergistis dari
kesehatan yang baik, gizi yang baik, dan rangsangan yang memadai dan interaksi
dengan yang lain. Berbagai penelitian telah membuktikan pentingnya
perkembangan otak sejak dini dan perlunya gizi dan kesehatan yang baik.
Selain itu, menurut Van der Gaag dan Tan (1999), salah satu tujuan utama
program perkembangan anak usia dini adalah untuk menyiapkan anak untuk
memasuki sekolah dasar. Beberapa manfaat dari investasi usia dini, antara lain,
adalah peningkatan keikutsertaan dan capaian anak pada masa pendidikan sekolah
dasar. Tingginya angka tidak sekolah atau drop-out pada masa pendidikan sekolah
dasar di Indonesia diduga karena kurangya perhatian pada perkembangan anak
usia dini. Menurut Syarief (2003), sebanyak lebih kurang 930 ribu anak-anak
drop-out pada tingkat SD/MI. Penyebab utamanya adalah kemiskinan yang
selanjutnya berdampak pada kurangnya perhatian pada anak pada usia dini.
Syarief (2003) menambahkan apabila biaya pendidikan di SD/MI rata-rata
Rp500.000 per anak (termasuk gaji guru), maka dengan jumlah anak yang putus
sekolah sebesar 930 ribu orang, biaya yang mubazir setiap tahunnya hampir
Rp500 miliar.
Choi (2003) dalam tulisannya Chief Early Childhood and Family Education
Section UNESCO, mengemukakan bahwa pendidikan bermutu tinggi akan sulit
dicapai jika pendidikan anak usia dini tidak diperhatikan dengan serius. Berkaitan
dengan itu, Indonesia, menurut Jalal (2003), perlu memperbaiki sistem pendidikan
anak usia dini (PAUD). Data tahun 2000 mengungkapkan bahwa dari 26 juta anak
berusia 0-6 tahun, baru sekitar 4,4 juta (17%) yang memperoleh berbagai program
PAUD.
Berbagai penelitian juga telah membuktikan manfaat ekonomi dari investasi
pada masa usia dini. Young (1999) telah merangkum beberapa literatur mengenai
20
alasan untuk investasi pada masa usia dini. Investasi dini, melalui pendidikan
anak usia dini, dapat meningkatkan pengembalian investasi pada sekolah dasar
dan menengah. Investasi usia dini dapat meningkatkan mutu modal manusia
melalui peningkatan produktivitas dan pendapatan, serta penurunan pengeluaran
publik (pada tingkat negara).
Kerangka Teoritis Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Prasekolah
Menurut Kaptiningsih et al. (1988), ada dua faktor yang mempengaruhi
proses pertumbuhan dan perkembangan optimal seorang anak, yaitu faktor dalam
dan faktor luar. Faktor dalam merupakan faktor-faktor yang ada dalam diri anak
itu sendiri baik faktor bawaan maupun faktor yang diperoleh, antara lain: (1) Hal-
hal yang diturunkan orang tua, kakek nenek atau generasi sebelumnya, (2) Unsur
berfikir dan kemampuan intelektual, (3) Keadaan kelenjar zat-zat dalam tubuh, (4)
Emosi atau sifat-sifat tempramen tertentu. Sedangkan faktor luar meliputi: (1)
Sikap dan kebiasaan keluarga dalam mengasuh dan mendidik anak, hubungan
orang tua dengan anak, hubungan antar saudara, (2) Gizi, kekurangan gizi dalam
makanan menyebabkan pertumbuhan anak terganggu yang akan mempengaruhi
perkembangan seluruh dirinya, (3) Budaya setempat, yaitu asuhan dan kebiasaan
dari suatu masyarakat, (4) Teman bermain dan sekolah, yaitu ada tidaknya teman
bermain, tempat dan alat bermain serta kesempatan pendidikan di sekolah.
Jellife (1994) mengemukakan bahwa pertumbuhan dipengaruhi oleh
determinan biologis dan faktor lingkungan. Dimensi-dimensi fisik sebagai ukuran
pertumbuhan lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan terutama masukan
gizi daripada oleh faktor genetik. Hurlock (1997) mengemukakan bahwa faktor-
faktor yang mempengaruhi pola perkembangan adalah kondisi lingkungan atau
fisik, kondisi psikologis dan rangsangan (stimulasi). Kondisi lingkungan yang
dapat menghambat terhadap perkembangan adalah kekurangan gizi dan penyakit,
yang mengakibatkan ukuran kepala lebih kecil dan kemampuan kognitif lebih
rendah, serta mempengaruhi kepribadian yang menyebabkan mereka apatis.
Kondisi psikologis seperti gangguan emosional yang disebabkan oleh penolakan
orang tua, kehilangan orang tua atau dimasukkan dalam lembaga dapat
menghambat pola perkembangan fisik dan psikologis. Rangsangan
21
perkembangan fisik dan mental yang telah berkembang sebelumnya dapat
mempercepat pola perkembangan. Kesehatan, dorongan dan kesempatan belajar
yang baik ditambah motivasi yang kuat dalam diri anak, akan mempercepat
perkembangan di semua bidang.
Ismael (1991) dalam Soetjiningsih (1998) mengungkapkan kerangka
konseptual dalam tumbuh kembang anak (Gambar 2). Pada model tersebut
ekosistem dibagi menjadi mikro, mini, meso dan makro yang mengacu pada
keterdekatan dan kelangsungan pengaruh masing-masing terhadap tumbuh
kembang anak. Pada model tersebut juga dijabarkan kebutuhan anak pada ASAH,
ASIH dan ASUH.
Gambar 2. Diagram Kerangka Konseptual Proses Tumbuh Kembang Anak (Sumber: Ismael (1991) dalam Soetjiningsih (1998))
Sementara itu Unicef (1998) mengajukan model lain mengenai faktor-
faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak yaitu dibedakan sebab yang
langsung, tidak langsung dan dasar (Gambar 3).
INDIVIDU
GENETIK/HEREDOKONSTITUSIONAL
NEONATUS BAYI ANAK REMAJA
LINGKUNGAN
• Ibu • Pendidikan • Gizi • KB • Nutrisi (ASI) • Imunisasi • Pengobatan
sederhana (oralit)
MIKRO
• Kebijakan Pemerintah • Depkes • Depdikbud • Depag, dll. • Sosial budaya masyarakat • Lembaga non pemerintah • Nasional • Internasional
MAKRO
• Anggota
Keluarga • Ayah • Saudara • Rumah • Suasana rumah
MINI
• Lingkungan
tetangga • Sarana bermain • Pelayanan
kesehatan • Pendidikan
sekolah
MESO
KEBUTUHAN DASAR ANAK
ASAH ASIH ASUH
22
Gambar 3. Model Interelasi Tumbuh Kembang Anak (Sumber : Unicef ,1998)
Margen (1984) mengemukakan bahwa ada dua faktor dominan yang
mempengaruhi pertumbuhan anak, yaitu genetik dan lingkungan. Faktor genetik
menjadi modal dasar dalam mencapai hasil akhir proses pertumbuhan (Margen,
1984). Tinggi badan pada saat dewasa, misalnya, sangat tergantung pada tinggi
badan orang tua. Sementara itu, faktor lingkungan, seperti gizi, berpengaruh pada
pertumbuhan fisik selama proses pertumbuhan. Kekurangan mineral kalsium,
Manifestasi
Sebab Tak Langsung
Sebab Langsung
Sebab Dasar
TUMBUH KEMBANG ANAK
Kecukupan Keadaan Makanan Kesehatan
Ketahanan makanan keluarga
Asuhan bagi ibu dan anak
Pemanfaatan Yankes dan Sanit.Ling.
Keberadaan dan Kontrol Sumberdaya Keluarga : Manusia, Ekonomi dan
Organisasi
P e n d i d i k a n k e l u a r g a
Potensi Sumberdaya
Supra Struktur Politik dan Ideologi
Struktur Ekonomi
23
misalnya, akan mengakibatkan terganggunya pertumbuhan tulang, dan pada
akhirnya, berdampak pada ukuran tinggi badan pada saat dewasa.
Berbagai faktor luar sangat mempengaruhi perkembangan anak usia dini,
sejak konsepsi hingga menjelang usia prasekolah. Keadaan keluarga, orang tua,
dan pengasuh akan membentuk pola perkembangan anak sejak lahir. Dengan
makin bersosialisasinya anak dengan lingkungan, termasuk di luar rumah, pola
pengasuhan dan keadaan lingkungan akan mempengaruhi perkembangan anak
hingga menjelang usia sekolah (Gambar 4).
Gambar 4. Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Anak Usia Prasekolah (Sumber: ACPH 1999)
Pengaruh Zat Gizi terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Prasekolah
Pengaruh Zat Gizi terhadap Pertumbuhan
Pertumbuhan berat badan (BB) maupun tinggi badan (TB) anak prasekolah
tidak sepesat pertumbuhan pada usia sebelumnya. Hal ini disebabkan bagian-
bagian tubuh seperti tulang, otot, dan lemak sudah terbentuk. Umumnya,
pertambahan BB dan TB anak prasekolah adalah, masing-masing 2,3-2,5 kg dan
9-10 cm per tahun. Tahun berikutnya, usia 4-5 tahun, pertambahan BB dan TB
Prakonsepsi
Usia Prasekolah
Masyarakat sekitar atau lingkungan
Pengasuhan Anak
Keluarga, orang tua, dan pengasuh
Lingkungan fisik, sosial, dan ekonomi
24
turun menjadi, masing-masing, 2,1 kg dan 7,6 cm per tahun. Sedangkan pada
tahun kelima pertambahan BB hanya 2 kg dan TB sebesar 6,4 cm per tahun
(Jellife 1994).
Pertumbuhan BB anak prasekolah sangat dipengaruhi oleh faktor gizi,
psikologis dan kesehatan anak. Sementara itu pertumbuhan TB, selain dipengaruhi
oleh keadaan gizi dan keadaan kesehatan anak, juga dipengaruhi oleh faktor
genetik.
Jenis zat gizi yang dibutuhkan oleh anak usia prasekolah tidak berbeda
dengan jenis zat gizi untuk anak pada kelompok umur lain. Zat gizi makro-
karbohidrat, protein, dan lemak-adalah jenis zat gizi yang sangat diperlukan untuk
pertumbuhan anak. Untuk mendukung pertumbuhan fisik anak sekolah yang cepat
dibutuhkan zat gizi makro yang cukup baik dari segi kuantitas maupun kualitas.
Zat gizi makro dapat dianalogikan sebagai komponen struktur dalam bangunan.
Energi yang diperoleh dari karbohidrat dan lemak digunakan untuk pertumbuhan,
sementara protein dipakai untuk membentuk jaringan otot dan jaringan organ
dalam. Kecukupan gizi yang dianjurkan untuk anak yang berusia 0-6 tahun
terlihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kecukupan Gizi yang Dianjurkan untuk Anak yang berusia 0-6 Tahun
Gol. Umur
Energi (Kkal)
Protein (gram)
Vit.A (RE)
Tiamin (mg)
Ribo-flavin (mg)
Niasin (mg)
Vit.
B12 (µg)
Asam folat (µg)
Vit.C (mg)
Ca (mg)
F (mg)
Fe (mg)
Zn (mg)
Y (µg)
0-6* 550 10 375 0,3 0,3 2 0,4 65 40 200 100 3 5,5 90
7-11* 650 16 400 0,4 0,4 4 0,5 80 50 400 225 10 7,5 120
1-3** 1000 25 400 0,5 0,5 6 0,9 150 40 500 400 7 8,2 90
4-6** 1550 39 450 0,8 0,6 8 1,2 200 45 500 400 8 9,7 120
Keterangan: * dalam bulan; ** dalam tahun
Sumber: Widyakarya Pangan dan Gizi VIII tahun 2004
Kekurangan zat gizi makro adalah masalah kesehatan masyarakat yang
lazim ditemui di negara-negara miskin atau negara berkembang. Terdapat dua
manifestasi dari kekurangan zat gizi makro (kekurangan energi dan protein/ KEP),
yaitu marasmus dan marasmus-kwashiorkor. Marasmus adalah gangguan
pertumbuhan dan kesehatan akibat kekurangan energi dan protein kronik.
Marasmus biasanya menimpa anak yang berusia di bawah 1 tahun. Anak
penderita marasmus ditandai dengan hilangnya bobot badan yang hebat (wajah tua
tetapi dengan rambut normal). Sedangkan kwaskhiorkor adalah gangguan
25
kekurangan energi protein yang ditandai dengan hilangnya bobot badan, tetapi
tidak separah pada marasmus. Kwaskhiorkor ditandai dengan membesarnya perut,
muka yang bulat (moon face) serta oedema (kaki bengkak). Kwaskhiorkor
umumnya menimpa anak yang berusia 1 tahun ke atas (Hui 1985).
Berbagai penelitian telah menunjukkan peran zat gizi makro pada
pertumbuhan anak pada usia prasekolah. Kekurangan asupan zat gizi pada usia
sebelum memasuki usia prasekolah akan berdampak pada pertumbuhan pada usia
prasekolah. Pendekatan zat gizi adalah salah satu upaya, selain pendekatan
kesehatan, untuk mengatasi masalah gangguan pertumbuhan pada anak yang
kekurangan gizi. Oleh karena itu, untuk mendukung pertumbuhan anak usia
prasekolah (terutama dari keluarga tidak mampu) perlu dilalukan upaya intervensi
dengan pemberian makanan tambahan yang mengandung zat gizi makro.
Zat gizi lain yang tidak kalah pentingnya dalam proses pertumbuhan
adalah zat gizi mikro. Beberapa zat gizi mikro (vitamin dan mineral) yang
diketahui sangat berperan membantu pertumbuhan, antara lain adalah vitamin B1,
B6, vitamin B12 , vitamin A, kalsium, fosfor, besi, seng dan iodium.
Kelompok vitamin B (Vitamin B1, B6 dan B12) mengambil peran pada
tahapan proses pengubahan zat gizi makro (karbohidrat, protein, dan lemak)
menjadi energi (Stryer 2000). Pada proses ini vitamin B berperan sebagai koenzim
pada proses pengubahan piruvat menjadi asetil-KoA sebelum memasuki siklus
Krebs.
Kalsium dan fosfor (bersama-sama dengan vitamin D) dibutuhkan untuk
pembentukan tulang dan gigi. Kekurangan kalsium akan berdampak pada
gangguan pertumbuhan tulang sebagai kerangka pembentuk tubuh. Asupan
kalsium pada masa kanak-kanak diketahui berkorelasi dengan tinggi badan pada
masa dewasa.
Sementara itu vitamin A, besi, seng, dan iodium diketahui berperan
membantu proses pertumbuhan. Berbagai penelitian yang dilakukan di beberapa
tempat telah memperlihatkan hasil intervensi dari salah satu zat gizi atau
gabungan zat gizi tersebut terhadap pertumbuhan fisik (Hadju, Metusalach,
dan Karyadi 1998).
26
Penelitian di India (Duzen, Carter & Zwagg 1976) dan di Thailand
(Gershoff & Mc-Gandy 1999) menunjukkan bahwa intervensi dan zat gizi makro
(energi, protein, dan lemak) dapat memperbaiki pertumbuhan anak prasekolah
yang mengalami kekurangan gizi. Beberapa program penanggulangan kekurangan
zat gizi makro juga dilakukan dengan mengombinasikannya dengan pemberian zat
gizi lain, seperti pemberian vitamin A (Hadi et al. 2000), besi (Angeles,
Schultink, Matulessi, Gross, Sastroamidjoyo 1993) dan Seng (Smith, Makdani,
Hegar, Rao, Douglass 1999). Hadi dan kawan-kawan menemukan bahwa
suplementasi vitamin A secara selektif dapat memperbaiki pertumbuhan linear
anak prasekolah yang menderita serum retinol sangat rendah.
Intervensi besi dan seng pada anak berumur 4-11 tahun yang
dikategorikan pendek telah dilakukan oleh Perrone dan kawan-kawan dalam
WNPG (1998). Pemberian seng (12,5 mg/hari) dan iron (12 mg/hari Fe) selama
setahun memperlihatkan kenaikan tinggi badan secara nyata dibanding anak yang
hanya menerima seng dan placebo. Di lain pihak, intervensi seng dan besi telah
diperlihatkan mempengaruhi status vitamin A pada mereka yang diberikan kedua
besi dan seng. Terlihat bahwa keterkaitan antara berbagai zat gizi mikro sangat
diperlukan dalam memperoleh pertumbuhan fisik yang optimal. Hasil penelitian
Riyadi (2002) memperlihatkan hasil bahwa anak baduta yang mendapatkan
suplementasi Fe dan Zn secara harian dapat meningkatkan pertumbuhan terutama
berat badan (efek bersih 0,6 kg) dibanding placebo.
Anemia zat gizi besi yang berkepanjangan menghambat pertumbuhan
fisik, meningkatkan risiko penyakit infeksi serta menghambat aktivitas kognitif
dan daya tahan fisik. Kekurangan gizi besi bersamaan dengan kekurangan zat gizi
lainnya akan meningkatkan jumlah anak dengan tinggi badan terhambat yaitu
sekitar 10 sentimeter lebih pendek dibandingkan dengan anak sehat berusia sama.
Suatu penelitian yang dilakukan pada anak-anak yang berlokasi di enam
perkebunan teh di Pangalengan menunjukkan bahwa kelompok anak-anak yang
mendapatkan suplemen energi sebesar 1171 kJ + 12 mg Fe memberikan manfaat
yang signifikan terhadap pertumbuhan anak dibanding kelompok anak yang
memperoleh energi sebesar 209 kJ + 12 mg Fe dan kelompok anak yang hanya
mendapatkan energi saja sebesar 104 kJ dengan lama pemberian suplemen 12
27
bulan (Pollit 2000). Tarwodjo, Katz, West, Tielsch, dan Sommer (1992)
menunjukkan bahwa anak usia prasekolah di Jawa Barat yang menderita
xerophthalmia mengalami gangguan pertumbuhan linear dan ponderal
(pertambahan BB). Akan tetapi, pemulihan pertambahan BB (catch-up) dapat
dicapai apabila sudah pulih dari xerophthalmia. Hal ini menunjukkan bahwa
vitamin A berperan pada proses pertumbuhan. Sementara itu, Kikafunda, Walker,
Allan, dan Tumwine (1988) menunjukkan bahwa suplementasi seng pada anak
prasekolah di Uganda dapat menghambat gangguan pertumbuhan (BB, TB, dan
lingkar lengan atas).
Rosado, dari Bagian Fisiologi Gizi, National Institute of Nutrition,
Meksiko menunjukkan bahwa defisiensi zat gizi mikro tunggal atau gabungan
(vitamin A, seng, besi, dan iodium) dapat mempengaruhi pertumbuhan linear anak
prasekolah. Rosado menemukan, pada kebanyakan kasus, pertumbuhan anak yang
menderita kekerdilan (stunting) berkaitan dengan defisiensi marginal beberapa zat
gizi mikro. Suplementasi dengan zat gizi ganda (multiple supplementation) adalah
lebih efektif untuk memperbaiki pertumbuhan daripada suplementasi zat gizi
mikro tunggal (Rosado 1999).
Pengaruh Zat Gizi terhadap Perkembangan
Perkembangan anak sejak lahir, selain dipengaruhi oleh proses pengasuhan
dan lingkungan, juga dipengaruhi oleh asupan zat gizi. Zat gizi yang berperan
pada proses perkembangan anak adalah karbohidrat, lemak, protein, besi, iodium,
dan vitamin B9. Evans, Myers, dan Ilfelt (2000) mengemukakan bahwa
perkembangan anak bersifat holistik dan dipengaruhi oleh berbagai faktor,
diantaranya kesehatan, gizi, sosial, emosional dan spiritual. Dengan demikian,
kekurangan gizi, status kesehatan rendah dan tidak optimalnya pengasuhan anak
akan menimbulkan dampak negatif terhadap perkembangan kognitif, motorik,
sosial dan emosional anak.
Hasil penelitian Politt (2000) menunjukkan bahwa konsumsi pangan dan
morbiditas sangat menentukan pertumbuhan dan perkembangan anak dan pada
gilirannya akan berpengaruh terhadap kemampuan kognitif. Pada usia anak-anak,
pertumbuhan fisik, perkembangan dan aktivitas motorik serta pengaturan emosi
tidak berdiri sendiri melainkan saling mempengaruhi.
28
Penelitian lain yang membuktikan bahwa gizi berperan terhadap
perkembangan kognitif anak diperlihatkan dari hasil penelitian yang dilakukan
oleh Politt, Politt, Leibel, dan Viteri (1997). Anak-anak yang mendapatkan
makanan cukup dengan cara diberi suplemen dalam bentuk makanan pada saat
bayi dan balita, memiliki kemampuan kognitif yang lebih baik dalam fungsi
memori setelah delapan tahun kemudian.
Secara khusus vitamin B9 (asam folat) dibutuhkan untuk membuat cetak
biru otak manusia. Kekurangan vitamin B9 pada saat hamil akan berdampak pada
gangguan pembentukan otak janin (misalnya neural tube defects).
Ketidaksempurnaan pembentukan otak janin ini akan berdampak pada
perkembangan otak pada masa anak-anak.
Asam lemak esensial dan asam lemak omega-3 (docosahexanoic acid,
eucosapentanoic acid, dan alfa linoleic acid) berperan dalam proses tumbuh
kembang sel-sel otak. Bila kekurangan asam lemak esensial, sel neuron otak akan
menderita kekurangan energi untuk proses tumbuh kembangnya. Pembentukan
dinding sel neuron terhambat karena kekurangan docosahexanoic acid dan alfa
linoleic acid, sehingga sel tidak mampu menampung muatan komponen sel
neuron normal. Selain itu, asam lemak esensial sebagai gizi jaringan otak
berperan meningkatkan konsentrasi anak .
Berbagai penelitian telah menunjukkan korelasi antara kekurangan zat gizi
besi (anemia gizi besi) dengan perkembangan motorik dan kognitif yang buruk
pada anak-anak. McGregor dan Ani (2001) merangkum beberapa penelitian
tentang kaitan antara anemi gizi besi dengan perkembangan kognitif pada anak-
anak. Mereka menyimpulkan bahwa anemia gizi besi berdampak pada
menurunnya perkembangan motorik dan kognitif. Hal senada juga ditemukan oleh
Pollit dan kawan-kawan yang menemukan bahwa anak usia prasekolah memiliki
perkembangan kognitif (diukur dengan skala Bayley) yang lebih rendah
dibandingan dengan anak seusianya yang tidak menderita anemi gizi besi. Mereka
juga menemukan bahwa anemi gizi besi menunda perkembangan motorik anak.
Zat gizi besi merupakan komponen struktur pada hemoglobin dan
mioglobin. Hemoglobin dan mioglobin berperan mengangkut oksigen ke seluruh
jaringan tubuh, termasuk ke otak. Kekurangan zat besi berdampak pada
29
terganggunya suplai oksigen ke otak. Dampak selanjutnya adalah terganggunya
kemampuan berpikir dan kosentrasi. Dampak yang lebih buruk dari anemi gizi
besi pada anak, antara lain adalah keterbelakangan perkembangan mental,
motorik, dan emosi (Soekirman 2000).
Kekurangan iodium diketahui berdampak terhadap tingkat kecerdasan dan
gangguan psikomotor anak. Kekurangan iodium pada tingkat ringan sudah
berdampak pada kelainan pada perkembangan sel-sel saraf yang mempengaruhi
kemampuan belajar anak (IQ rendah) (Soekirman 2000).
Pengaruh Pengasuhan terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Pra Sekolah
Pengasuhan adalah proses inisiatif. Pengasuhan anak merupakan seluruh
interaksi antara subjek (pengasuh) dan objek (anak) berupa bimbingan,
pengarahan dan pengawasan terhadap aktivitas objek sehari-hari yang
berlangsung secara rutin sehingga membentuk suatu pola dan merupakan usaha
yang diarahkan untuk mengubah tingkah laku sesuai dengan keinginan si pendidik
atau pengasuh (Sears, Maccoby & Levin 1976, Gunarsa 1997).
Pengasuhan dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak.
Tingkah laku dan praktek-praktek pengasuhan yang dapat dilakukan seorang
pengasuh (ayah, ibu, saudara kandung, kerabat dan lainnya) dalam memberikan
kebutuhan makan, menjaga kesehatan, memberikan stimulasi, dukungan sosial
dan lain-lain perlu untuk pertumbuhan dan perkembangan anak yang sehat.
Dalam hal ini termasuk juga segala perilaku seperti sikap, nilai, minat dan
kepercayaan yang diajarkan kepada anak melalui proses pengasuhan dan
pendidikan sepanjang perkembangan hidupnya (Karyadi 1987, Engle & Lhotska
1999).
Menurut Evans dan Stansberry (1998), salah satu kunci dukungan terhadap
perkembangan optimal anak adalah menyediakan dan memberikan pengasuhan
yang memadai. Pengasuhan lebih daripada sekedar memberi rasa aman kepada
anak. Perilaku pengasuhan meliputi penyusuan; memberikan keamanan emosional
dan mengurangi stress pada anak; menyediakan perlindungan, pakaian, dan
makanan; mencegah dari penyakit; interaksi dan rangsangan; bermain dan
berosialisasi; melindungi dari paparan patogen; dan menyediakan lingkungan
30
yang aman. Selanjutnya, Engle (1992) dalam Evans dan Stansberry (1998)
menambahkan perilaku pengasuhan termasuk penggunaan sumber daya di luar
keluarga, meliputi klinik pencegahan dan pengobatan, asuhan prenatal,
penggunaan obat tradisional, dan jaringan anggota keluarga (extended family).
Ada beberapa variabel yang menentukan kualitas pengasuhan. Evans dan
Stansberry (1998) mengemukakan rangkuman beberapa karakteristik anak yang
mungkin memiliki dampak pada asuhan yang diterimanya, yang pada gilirannya,
akan menentukan status gizi anak.
a. Keberadaan anak, yang merupakan kombinasi antara temperamen,
perilaku, dan penampakan anak. Seorang anak yang atraktif memerlukan
perhatian dan asuhan yang lebih daripada anak yang kurang atraktif. Anak
yang mengalami ketidakmampuan fisik dan emosional mungkin memiliki
resiko kurang gizi yang lebih besar daripada anak yang tidak menderita
gangguan fisik/emosional. Hal ini, salah satunya disebabkan orang
tua/pengasuh kurang berbaur dengan mereka.
b. Usia perkembangan anak dan resiko kesehatan dan gizi yang sedang
dihadapi. Anak memiliki kebutuhan yang berbeda pada pada tahap yang
berbeda selama usia dini. Pada masa tahun pertama kehidupan, anak
berada pada keadaan yang paling beresiko mortalitas. Pada akhir masa
bayi dan selama periode toddler (masa anak mulai berjalan), anak berada
pada resiko paling besar mengalami gangguan pertumbuhan.
c. Nilai sosial anak. Anak dapat mendapatkan jenis pengasuhan yang berbeda
sebagai akibat dari nilai sosial dan budaya mereka. Ketika pria dan wanita
tidak dinilai secara setara, pengasuhan dapat berbeda untuk tiap jenis
kelamin. Pada beberapa kelompok masyarakat, wanita menerima
perlakuan yang sama pada akses ke pangan, perawatan kesehatan,
pendidikan, dan perhatian, sementara pada masyarakat lain wanita
menerimanya lebih kecil.
d. Asal-usul anak, seperti anak dari orang tua tunggal atau anak dari
hubungan tidak resmi, dapat mempengaruhi praktek pengasuhan. Urutan
kelahiran dapat menjadi suatu penentu bagaimana anak diasuh.
31
e. Keadaan dimana anak dibesarkan. Beberapa anak membutuhkan asuhan
psikososial eksta karena ketidakcukupan pengasuhan pada masa lalu
(misalnya, sebagai korban perang atau kekerasan). Selain itu, ketika
keluarga berada pada tekanan ekonomi dan sosial, anak kemungkinan
besar menerima asuhan yang kurang memadai.
Karakteristik kunci pengasuhan yang baik adalah kemampuan orang
tua/pengasuh merespon perilaku anak. Responsivitas memiliki beberapa bentuk
termasuk kepedulian dan kemampuan berespon terhadap isyarat perkembangan
anak; perhatian; sikap dan keterlibatan; dukungan terhadap eksplorasi anak; dan
pembelajaran; dan perlindungan terhadap kekerasan.
Perhatian, sikap, dan keterlibatan yang diberikan oleh pengasuh
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Selain itu, anak
memerlukan dorongan berbuat sendiri, bereksplorasi, dan belajar sendiri dari
pengasuh. Anak dilahirkan dengan kemampuan untuk belajar, tetapi mereka
membutuhkan dorongan dan kebebasan untuk dapat mengembangkan kemampuan
mereka.
Menurut pandangan psikoanalisa, peran tokoh ibu terlihat pada anak
sebagai pelindung dan pengasuh, tetapi kadang-kadang peran ibu pengganti juga
penting ketika ibu harus meninggalkan anaknya untuk bekerja (Gunarsa 1997).
Seorang ibu, baik ia tua maupun muda, kaya atau miskin biasanya secara naluriah
tahu tentang garis-garis besar dan fungsinya sehari-hari dalam keluarganya.
Sebagai pendidik pertama dan utama dalam keluarga, khususnya bagi anak-anak
yang masih berusia dini. Maka keterlibatan ibu dalam mengasuh dan
membesarkan anak dapat membawa pengaruh positif maupun negatif bagi
perkembangan anak dimasa yang akan datang. Pengaruh negatif ibu dalam
mengasuh anak seperti terlalu melindungi dapat menyebabkan anak menjadi
lambat perkembangan kepribadiannya (Tjokrowinoto, Muthalib, Darmadji,
Hergutanto, Atmodiwirjo & Djiwatampu 1984).
Ibu memegang peranan yang sangat penting di dalam mendidik anaknya
terutama pada masa balita. Mendidik dalam hal ini menyangkut proses
pengenalan nilai-nilai, pengertian, serta pengetahuan, melalui berbagai bentuk
interaksi antara ibu dan anak. Anggota-anggota keluarga lain di dalam batas-batas
32
tertentu dapat membantu ayah dan ibu mereka didalam melaksanakan fungsi
sebagai orang tua dalam mengasuh adiknya. Meskipun anggota keluarga lain
tersebut tidak akan pernah dapat menggantikan peranan dan posisi ayah dan ibu.
Di dalam ketidakhadiran ayah dan ibu, mereka dapat menjadi pengganti orang tua
(Tjokrowinoto et al. 1984).
Rutter (1984) dalam Satoto (1990), mengemukakan bahwa untuk
perkembangan normal, dibutuhkan kualitas asuhan ibu. Ada enam ciri yang
dibutuhkan untuk melakukan asuhan ibu dengan cukup baik yaitu: (1) hubungan
kasih sayang; (2) kelekatan atau keeratan hubungan; (3) hubungan yang tidak
terputus; (4) interaksi yang memberikan rangsangan; (5) hubungan dengan satu
orang; (6) melakukan pengasuhan anak di rumah sendiri. Dari keenam ciri
tersebut kasih sayang merupakan unsur yang penting sekali dalam hubungan yang
terjalin antara keluarga yang berkembang menjadi kelekatan anak terhadap orang
tua. Kelekatan ini merupakan aspek yang penting dalam hubungan ibu dan anak,
walaupun secara bersamaan kelekatan dapat pula terjalin antara anak dengan
orang lain (Karyadi 1985).
Seorang ibu cukup mempunyai waktu dan kesempatan untuk mengamati
dan mengenal anaknya sebagai individu, tidak hanya sebagai anggota kelompok.
Ibulah yang paling tahu minat anaknya, tahu bila ia perlu dorongan atau pujian
dan kasih sayang. Anak-anak yang mendapat kesempatan untuk tumbuh menjadi
anak-anak yang bahagia, produktif dan kreatif sehingga mereka akan lebih mampu
menghadapi macam-macam masalah dan tantangan hidup (Munandar 1985). Ibu
mungkin saja sepanjang hari di rumah akan tetapi kedekatan dengan anak kurang
dalam arti tidak ada kontak antara ibu dengan anak. Mungkin anak diserahkan
kepada pembantu atau ibu mempunyai kesibukan sendiri sehingga antara ibu
dengan anak kurang terjalin hubungan erat dan mesra yang memberi rasa puas dan
aman pada anak.
Dalam praktek pengasuhan anak, jumlah waktu interaksi antara orang tua
dan anak tidak semata-mata menentukan terbinanya kedekatan. Faktor yang lebih
menentukan adalah kualitas waktu. Tercapainya waktu yang berkualitas menuntut
kesiapan fisik dan mental, yang artinya orang tua dalam kondisi fisik yang sehat
dan hadir secara nyata dihadapan anak dan memusatkan perhatian sepenuhnya
33
pada kebutuhan anak disaat interaksi orang tua dan anak berlangsung. Kualitas
interaksi ini lebih penting dari pada kuantitas interaksi yang lama dan terus
menerus tapi tanpa kepuasan.
Bagi ibu yang bekerja diharapkan masih dapat memberi waktu dan
perhatian untuk mengasuh anak. Jadi yang penting bagaimana waktu itu
digunakan untuk membentuk hubungan yang serasi dan hangat sekaligus
menunjang perkembangan anak (Munandar 1985). Apabila kedua orang tua
bersama-sama mengasuh anak maka anak mempunyai hubungan yang lebih
seimbang dengan kedua orang tuanya dan jika hanya ibu yang mengasuh anak
maka hubungan anak akan lebih erat dengan ibu dari pada ayahnya. Ibu
merupakan orang tua yang penting pada awal masa kanak-kanak, biasanya ia
merupakan favorit. Hal ini mendorong anak untuk mengalihkan perhatian
kepihak ayah. Pengasuhan anak merupakan suatu kerjasama yang memadukan
antara kemampuan melayani dan ketersediaan waktu, kesehatan dan pendidikan
ibu (Myers 1995).
Lebih lanjut Myers (1995) mengemukakan bahwa banyaknya waktu yang
dipergunakan ibu rumah tangga untuk mengasuh anak merupakan salah satu
faktor yang dapat mempengaruhi keadaan gizi anak, dan karena anak tersebut
belum dilepaskan sendiri, maka kebutuhan sehari-hari seperti makan, berpakaian
dan lain-lain masih tergantung pada orang tua khususnya ibu. Seorang ibu apakah
ia sepenuhnya sebagai ibu rumah tangga ataupun selaku pekerja selalu dihadapkan
pada berbagai kesibukan yang memerlukan pengaturan waktu.
Sehubungan dengan alokasi waktu ibu rumah tangga dalam mengasuh
anak maka peranan ibu rumah tangga dibagi menjadi dua yaitu peranan ibu
sebagai ibu rumah tangga dan peran ganda ibu dalam rumah tangga. Bagi ibu
rumah tangga yang tidak bekerja di luar rumah untuk mencari nafkah otomatis
waktu yang tersedia dalam mengasuh dan merawat anak lebih banyak. Bahkan
jika anak yang dimiliki masih balita dan belum mengikuti pendidikan dini di
sekolah, waktu bersama anak dapat 24 jam dalam satu hari satu malam. Tahap-
tahap pengasuhan dan perawatan anak mulai anak bangun pagi sampai anak tidur
pada malam hari dapat dilakukan oleh ibu sepenuhnya (Satoto 1990).
34
Di usianya yang memasuki masa prasekolah, anak sudah menjadi prototip
manusia dewasa. Ia bukan lagi bayi yang masih sangat tergantung pada orang tua
atau pengasuhnya. Gabungan antara bimbingan dan tuntunan orang tua dengan
potensi yang ada pada anak membentuk diri anak yang unik. Oleh karena itu,
bagaimana orang tua, termasuk pengasuh, membantu anak mengembangkan diri
sejak usia prasekolah sangat penting artinya bagi anak.
Perkembangan sosial, emosial, dan intelektual anak sangat tergantung
pada pola pengasuhan baik oleh orang tua, guru, atau pengasuh lain.
Perkembangan intelektual anak tidak semata-mata dipengaruhi oleh satu faktor,
tetapi juga oleh faktor genetik, kecukupan gizi, pola pengasuhan di rumah,
perlakuan di sekolah, dan perlakuan di masyarakat sekitarnya. Orang tua sebagai
pendidik yang pertama dan utama adalah tokoh sentral yang diharapkan dapat
mengantarkan anak pada pengoptimalan perkembangan potensi anak, dengan
memberi perlakuan dan bimbingan yang tepat (Evans & Stansberry 1998).
Selain itu, modal terpenting bagi seorang anak sehubungan dengan
perkembangan sosialnya adalah, pertama, rasa aman yang dia peroleh dari
pengasuhnya. Kedua, kualitas hubungan yang baik dengan saudara kandung,
teman, dan gurunya. Hubungan antar pribadi yang hangat di antara mereka juga
membuat anak merasa nyaman dan penuh percaya diri dalam berhubungan dengan
lingkungannya (TRA 2000).
Menurut UNICEF dalam Soekirman (2000), salah satu faktor yang
mempengaruhi status kesehatan anak adalah pola pengasuhan. Pola pengasuhan
secara tidak langsung akan mempengaruhi status gizi anak. Jus’at, Jahari,
Achmadi, Putra, dan Soekirman (2000) melihat pentingnya pola asuh yang baik
dalam pertumbuhan dan perkembangan balita. Lebih khusus lagi, mereka
menyatakan bahwa pola asuh gizi merupakan bagian dari pola asuh yang
diwujudkan dengan tersedianya pangan dan perawatan kesehatan serta sumber
daya lainnya untuk kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan anak.
Beberapa aspek kunci dari pola asuh gizi, antara lain adalah pengasuhan
psikososial, penyiapan makanan, kebersihan diri dan sanitasi lingkungan, praktek
kesehatan di rumah tangga dan pola pencarian pelayanan kesehatan.
35
Peran pola asuh (care) dalam pertumbuhan dan perkembangan anak dapat
dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Peran Pola Asuh (Care) pada Pertumbuhan dan Perkembangan Anak (Sumber: Jus’at, Jahari, Achmadi, Putra, dan Soekirman 2000)
Lingkungan Pengasuhan Keluarga
Benjamin S. Bloom melalui bukunya All Our Children Learning dalam
Theresia and Caplan (1983) mengatakan bahwa jika orang tua ingin meningkatkan
pembelajaran anak, suasana/lingkungan rumah adalah satu-satunya tempat di
mana mereka memiliki beberapa tingkat pengendalian. Rumah memiliki pengaruh
yang paling besar pada perkembangan bahasa anak dan kemampuan umumnya
untuk belajar. Orang tua menyediakan rumah sebagai tempat permulaan yang baik
bagi perkembangan anak. Orang tua adalah guru pertama anak.
Parent as the first teacher (PAFT) didasarkan pada filosofi bahwa orang
tua adalah guru pertama dan paling penting bagi anak. PAFT memberikan
dukungan praktis dan arahan gratis pada anak.
FAFT dapat membantu keluarga untuk (Anonim 2000):
• memahami bagaimana anak mereka tumbuh dan berkembang,
• mendorong pertumbuhan dan perkembangan anak,
• menjamin kemanan dan kesejahteraan anak,
• memperoleh keyakinan pada keterampilan perawatan/pengasuhan
anak, dan
• memperoleh dukungan dan asistensi dari ahli yang mungkin
dibutuhkan untuk kesehatan dan perkembangan anak
CARE
Gizi dan Pertumbuhan
Perkembangan Psikomotor
Perkembangan Sosial
Perkembangan Kognitif
36
Program ini menyerupai Gerakan Bina Keluarga Balita yang
dikembangkan oleh Kementerian Peranan Wanita dan kemudian diteruskan oleh
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional.
Orang tua dan orang-orang yang terdekat dengan kehidupan anak memberi
pengaruh yang sangat besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak (Jalal,
2002). Selanjutnya disebutkan beberapa hal dapat diakukan orang tua untuk
meningkatkan status kesehatan dan perkembangan otak anak. Hal-hal yang dapat
dilakukan tersebut antara lain memberi rangsangan berupa kehangatan dan cinta
kasih yang tulus; memberi pengalaman langsung dengan menggunakan inderanya
(penglihatan, pendengaran, perasa, peraba, penciuman); interaksi melalui
sentuhan, pelukan, senyuman, nyanyian; mendengarkan dengan penuh perhatian;
menanggapi ocehan anak; mengajak bercakap-cakap dengan suara yang lembut;
dan memberikan rasa aman. Sentuhan tersebut sangat membantu dalam
merangsang otak untuk menghasilkan hormon yang diperlukan untuk
perkembangan.
Bertitik tolak dari kenyataan tersebut, pendidikan dalam kerangka
pembentukan kebiasaan berpikir dan bertindak pada anak harus mensinergikan
aspek-aspek tumbuh kembang anak. Aspek-aspek tumbuh kembang anak yang
harus dikembangkan mencakup: a) perkembangan keimanan dan ketaqwaan, b)
perkembangan budi pekerti, c) perkembangan sosial-emosional, d) perkembangan
displin, e) perkembangan kemampuan berbahasa dan berkomunikasi, f)
perkembangan daya pikir, g) perkembangan seni dan kreativitas, dan h)
perkembangan fisik (Jalal 2002).
Sebagai orang tua, kita dapat memiliki pengaruh yang luar biasa pada
kreativitas anak. Bagi anak-anak, melakukan suatu kegiatan selalu merupakan hal
penting, hasil akhir adalah hanya sedikit mendapat perhatiannya. Oleh karena itu,
beberapa hal yang perlu diperhatikan orang tua untuk mendorong berkembangnya
kreativitas anak, antara lain adalah (Anonim 1999):
a. Jangan menginterpretasikan pekerjaan atau perbuatan anak sebagai
representasi dari semua tindakannya. Kesalahan dalam suatu tindakan
bukan berarti menggambarkan kekurangmampuannya dalam melakukan
37
tindakan itu. Menyalahkan suatu tindakan anak akan menghambat
kreativitasnya.
b. Hindari mengevaluasi pekerjaan anak secara salah!
c. Biarkan anak sebebas mungkin untuk melakukan kegiatan yang berkaitan
dengan pengembangan kreativitasnya. Misalnya, jangan melarang anak
untuk mencoba menggunakan peralatan dapur (tetapi tidak merusak).
Anak prasekolah, misalnya, harus didorong untuk belajar dan mengikuti
aturan yang memberikan mereka akses yang bebas terhadap penggunaan
peralatan tersebut.
d. Pastikan bahwa Anda tidak berlebih-lebihan menerapkan aturan sampai ke
keadaan yang menyebabkan gangguan pada anak dalam berkreasi.
e. Berikan mereka pengertian bahwa ‘berbuat salah’ merupakan cara lain
untuk belajar. Menghentikan tindakan anak yang salah secara kaku
berakibat kepada penghambatan perkembangan kreativitasnya.
Ada beberapa faktor penting dalam keluarga yang turut menentukan
kualitas pertumbuhan dan perkembangan anak yaitu faktor pendidikan orang tua,
pengetahuan gizi ibu, besar keluarga, pendapatan keluarga, dan gaya pengasuhan
orang tua.
Pendidikan Orang Tua. Ibu merupakan pendidik pertama dalam
keluarga, untuk itu perlu dibekali berbagai pengetahuan dan keterampilan agar ibu
mengerti dalam pengasuhan anak dan bersikap positif dalam membimbing
tumbuh-kembang anak secara baik sesuai dengan tahap perkembangan anak
(Darmaji, Patmonodewo, Atmodiwirjo, Hadis, dan Lestari 1984). Pendidikan ibu
disamping merupakan modal utama dalam menunjang perekonomian rumah
tangga juga berperan dalam pola penyusunan makanan untuk rumah tangga
maupun dalam pola pengasuhan.
Selanjutnya Darmadji et al. (1984) menyatakan bahwa dalam mengasuh
anak, ibu yang berpendidikan tinggi bersifat lebih terbuka terhadap hal-hal yang
baru karena lebih sering mengikuti artikel-artikel, pemberitaan-pemberitaan
melalui surat kabar, majalah maupun televisi mengenai anak sehingga lebih
mengerti perkembangan diri anak. Hal ini berbeda dengan ibu yang
berpendidikan rendah dengan pengetahuan dan pengertian yang terbatas mengenai
38
kebutuhan dan perkembangan anak sehingga kurang menunjukkan pengertian, dan
cenderung mendominir anak mereka (Widjaja 1986).
Pengetahuan tentang kesehatan dan perkembangan anak yang minimal,
sekedar pengetahuan dan kebiasaan mengasuh yang di perolehnya dari orang tua
dan tetangga yang mungkin memiliki taraf pendidikan dan pengalaman yang juga
kurang merupakan unsur yang menghambat ibu dalam melaksanakan pengasuhan
anak semaksimal mungkin (Tjokrowinoto et al. 1984).
Pendidikan ibu sangat erat kaitannya dengan kesehatan anak, baik itu
diukur dari status gizinya ataupun dari kematian anak. Pudjiadi (1997)
mengatakan bahwa pengetahuan orang tua tentang usia yang tepat untuk memulai
penyapihan dapat menghindari dari penyimpangan pertumbuhan. Pada keluarga
dengan pendapatan rendah penyapihan terlalu dini akan menyebabkan kerugian
karena makanan yang diberikan kurang bergizi dan kurangnya pengetahuan
tentang makanan anak.
Selain pendidikan ibu yang berperan dalam pola pengasuhan anak dalam
rumah tangga, pendidikan ayah juga mempengaruh perkembangan anak dalam
pengasuhan yang diberikan, contohnya dalam pemberian makanan kepada anak.
Pada beberapa kultur di Indonesia banyak ditemui bahwa makanan yang disajikan
untuk ayah lebih baik dari yang lainnya seperti ibu dan anak karena ayah adalah
yang mencari nafkah. Tetapi jika ayah mengerti pentingnya gizi untuk anak
terutama pada masa pertumbuhan maka hal-hal tersebut akan dapat dihindari. Hal
ini hanya dapat berjalan jika ayah memiliki pendidikan yang memadai.
Pengetahuan Gizi Ibu. Sebagaimana dikatakan oleh Moehdji (1986)
bahwa sebagian besar kejadian gizi buruk pada anak dapat dihindari apabila ibu
mempunyai cukup pengetahuan tentang bagaimana cara mengolah bahan
makanan, cara mengatur menu dan mengatur makanan anak. Tetapi pengaruh
pengetahuan gizi terhadap konsumsi makanan tidak selalu linier, artinya semakin
tinggi tingkat pengetahuan gizi ibu rumah tangga, belum tentu konsumsi makanan
menjadi baik. Konsumsi makanan jarang dipengaruhi oleh pengetahuan gizi
secara tersendiri, tetapi merupakan interaksi dengan sikap dan keterampilan
(Sanjur 1982).
39
Menurut Sajogyo, Suhardjo, dan Khumaidi (1994), secara tidak langsung
pengetahuan gizi ibu akan mempengaruhi status gizi anak, karena dengan
pengetahuannya para ibu dapat mengasuh dan memenuhi kebutuhan zat gizi anak
balitanya, sehingga keadaan gizinya terjamin.
Besar Keluarga. Banyaknya anggota keluarga akan mempengaruhi
konsumsi pangan. Suhardjo (1989) menyatakan bahwa ada hubungan sangat nyata
antara besar keluarga dan kurang gizi pada masing-masing keluarga. Jumlah
anggota keluarga yang semakin besar tanpa diimbangi dengan meningkatnya
pendapatan akan menyebabkan pendistribusian konsumsi pangan akan semakin
tidak merata. Pangan yang tersedia untuk suatu keluarga besar mungkin hanya
cukup untuk keluarga yang besarnya setengah dari keluarga tersebut. Keadaan
yang demikian tidak cukup untuk mencegah timbulnya gangguan gizi pada
keluarga besar. Seperti juga yang dikemukakan Berg (1986) bahwa jumlah anak
yang menderita kelaparan pada keluarga besar, empat kali lebih besar
dibandingkan dengan keluarga kecil. Anak-anak yang mengalami gizi kurang
pada keluarga beranggota banyak, lima kali lebih besar dibandingkan dengan
keluarga beranggota sedikit.
Dalam hubungannya dengan pengeluaran rumah tangga, Sanjur (1982)
menyatakan bahwa besar keluarga yaitu banyaknya anggota suatu keluarga, akan
mempengaruhi pengeluaran rumah tangga. Suhardjo (1989), mencoba
menghubungkan antara besar keluarga dan konsumsi pangan, diketahui bahwa
keluarga miskin dengan jumlah anak yang banyak akan lebih sulit untuk
memenuhi kebutuhan pangannya, jika dibandingkan keluarga dengan jumlah anak
sedikit. Lebih lanjut dikatakan bahwa keluarga dengan konsumsi pangan yang
kurang, anak balitanya lebih sering menderita gizi kurang.
Pendapatan Keluarga. Pendapatan dalam satu keluarga akan
mempengaruhi aktifitas keluarga dalam pemenuhan kebutuhan keluarga. Keadaan
ekonomi keluarga berperan dalam perkembangan anak dan menentukan tingkat
kesejahteraan keluarga. Dengan adanya perekonomian yang cukup dalam
keluarga, lingkungan materi yang dihadapi anak akan lebih luas serta memiliki
kesempatan untuk mengembangkan macam-macam kecakapan. Keadaan sosial
ekonomi keluarga yang serba kurang akan menyebabkan kondisi yang kurang
40
baik bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Disamping itu, jika pendapatan
keluarga sudah memadai, maka pengasuhan anak dapat dikonsentrasikan
sepenuhnya. Jika pendapatan keluarga tidak memadai maka diupayakan agar
kebutuhan tersebut dapat terpenuhi dengan cara ibu membantu mencari nafkah
dengan bekerja.
Menurut Sajogyo, Suhardjo dan Khumaidi. (1994) pendapatan keluarga
meliputi penghasilan ditambah dengan hasil-hasil lain. Pendapatan keluarga
mempunyai peran yang penting terutama dalam memberikan efek terhadap taraf
hidup mereka. Efek di sini lebih berorientasi pada kesejahteraan dan kesehatan,
dimana perbaikan pendapatan ekonomi akan meningkatkan tingkat gizi
masyarakat. Namun demikian hal yang seperti itu tidak selamanya benar, sebab
pada hakekatnya terpenuhinya makanan pada keluarga sangat tergantung pada
berbagai faktor lain yang turut menentukan.
Apabila memang pendapatan dapat mempengaruhi kualitas gizi, tentunya
ini didasarkan pada suatu pemikiran bahwa jika pendapatan dari keluarga yang
berupa penghasilan pokok baik berupa gaji kerja, maupun hasil investasi lain
(tambak, perahu, usaha penyewaan peralatan, dan lain-lain), serta penghasilan
tambahan yang berupa kerja sambilan, makelaran dan lain-lain sebagian besar
dialokasikan untuk dibelanjakan membeli makanan yang dapat memenuhi
kebutuhan gizi seluruh anggota keluarganya. Adanya hubungan antara
pendapatan dan status gizi telah banyak dikemukakan para ahli (Sajogyo,
Suhardjo dan Khumaidi. 1994, Suhardjo 1989a).
Memang tidak selamanya bahwa seluruh pendapatan keluarga hanya untuk
memenuhi kebutuhan pangannya saja. Ada sebagian dari mereka yang
mempergunakan pendapatannya untuk menaikkan tabungan dan investasi mereka
(Suhardjo 1989a). Kalau pendapatan tiap bulan dari keluarga sangat mencukupi,
memang untuk menabung dan investasi sangat baik sebagai bekal dan persediaan
apabila ada keperluan yang mendadak dan untuk hari depan, tetapi jika
pendapatan mereka sangat pas-pasan terutama pada keluarga miskin akan sangat
berbahaya untuk kesehatan para anggota keluarganya terutama gizi anak-anaknya.
Penelitian yang dilakukan oleh Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
kedokteran Universitas Indonesia menunjukkan bahwa kecepatan pertumbuhan
41
anak ditentukan oleh keadaan ekonomi keluarga disamping pendidikan ibu.
Keluarga yang keadaan ekonominya baik, dapat menyediakan makanan yang
bermutu hingga pertumbuhan dapat berjalan dengan baik.
Lingkungan Sekolah dan Pendidikan Anak Usia Dini
Selain keluarga (orang tua, saudara kandung) dan pengasuh lain, pihak
yang dapat berperan dalam pengasuhan anak prasekolah adalah sekolah (Taman
Bermain dan Taman Kanak-kanak). Sekolah dapat berperan sebagai bagian dari
sistem pengasuhan, mengoordinasikan sumber daya masyarakat, dan
mengembangkan jaringan keluarga untuk mendukung program pengasuhan anak
(Anonim 2003).
Pendidikan bagi anak usia dini atau anak usia 0 sampai dengan 6 tahun,
sejak lama telah menjadi perhatian para orang tua, para ahli pendidikan,
masyarakat dan pemerintah. Plato mengemukakan bahwa waktu yang paling tepat
untuk mendidik anak adalah sebelum usia 6 tahun (Jamaris 2003). Menurut Jalal
(2003a), cukup banyak alasan mengapa pendidikan sejak dini berperan besar
dalam pengembangan sumber daya manusia dan pembentukan manusia
seutuhnya. Mulai dari rendahnya rata-rata Nilai Ebtanas Murni (NEM) SD-SLTP,
tingginya angka mengulang pada kelas SD awal sampai dengan rendahnya
peringkat Human Development Index (HDI). Penelitian neurologi dan kajian
pendidikan anak dini usia juga cukup memberikan bukti betapa pentingnya
stimulasi sejak dini dalam mengoptimalkan seluruh potensi anak.
Sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangannya, kebutuhan belajar
anak pun makin meningkat. Memasukkan anak ke sebuah lembaga pendidikan
(dalam hal ini ‘sekolah’) adalah salah satu upaya pemenuhan kebutuhan itu.
“Sekolah’ untuk anak usia prasekolah pada umumnya terbagi menjadi Taman
Bermain (usia 3-4 tahun) dan Taman Kanak-kanak (4-6 tahun). Sesuai dengan
sebutannya, kedua lembaga ini bukanlah sekolah seperti layaknya tempat belajar
bagi anak-anak yang berusia lebih tua. Taman Bermain (TB) dan Taman Kanak-
kanak (TK) adalah tempat bermain dan belajar menyesuaikan diri dengan
beberapa hal sebelum anak masuk sekolah kelak.
Di TB dan TK inilah untuk pertama kali anak belajar berpisah dari
lingkungan sehari-harinya di rumah untuk beberapa saat, dan belajar bergaul
42
dengan lebih banyak orang. Selain itu dia mendapat ‘pengganti’ orang tua yaitu
guru. Di sinilah anak memperoleh pengalaman lain: belajar tunduk pada otoritas
selai orang tuanya.
Pendidikan anak usia dini di Indonesia, khususnya taman kanak-kanak
telah diselenggarakan sejak lama, yaitu sejak awal kemerdekaan Indonesia. Di
sekolah ini anak usia 4 – 5/6 tahun mendapat tempat untuk mengembangkan
potensi-potensi yang dimilikinya dalam berbagai bentuk kegiatan belajar dalam
bermain. Bentuk kegiatan ini diwujudkan dalam berbagai ekspresi diri secara
kreatif (Jamaris 2003).
Menurut Erikson dalam Tim Redaksi Ayahbunda (TRA), ada beberapa
prinsip pendidikan dari lembaga pendidikan yang perlu dipahami oleh guru, orang
tua, dan penyelenggara pendidikan (TRA 2000).
a. Setiap individu anak adalah unik
Tidak ada satu orang yang sama. Seseorang akan berkembang dengan baik
apabila keunikan atau keberadaannya dihargai oleh orang-orang disekitarnya.
Dalam hal belajar, misalnya, minat belajar anak belum tentu sama. Oleh
karena itu, program belajar di TB atau TK harus mempertimbangkan adanya
perbedaan minat antara anak yang satu dengan yang lainnya.
b. Perkembangan membawa perubahan
Pada dasarnya, perkembangan juga berarti perubahan. Demikian juga yang
terjadi pada anak, kemampuan dan karakternya berubah. Seorang anak
pemalas tidak harus selamanya jadi pemalas. Oleh karena itu, pemberian label
negatif kepada anak sangat tidak dibenarkan. Tugas guru maupun orang tua
adalah memberi pengaruh yang positif bagi perkembangan anak, dan
memberinya peluang untuk berubah.
c. Perkembangan berjalan secara bertahap
Irama perkembangan masing-masing anak berbeda. Ada yang cepat dan ada
yang lambat. Usia bukanlah patokan kaku dalam perkembangan, ia hanya
dianggap sebagai acuan dasar. Oleh karena itu, membanding-bandingkan
kemampuan anak dengan anak yang lain yang berusia sama, tidak akan
membawa manfaat baik bagi anak.
43
d. Anak sedang dalam masa ‘genting’
Pada dasanya usia prasekolah adalah masa genting dalam kehidupan seorang
anak. Karena sesungguhnya, masa inilah masa ‘keemasan’ baginya dalam
belajar, masa yang peka untuk menyerap segala informasi yang ada
disekitarnya.
e. Semua aspek perkembangan saling berhubungan
Manusia adalah makhluk psikotik; perkembangan fisik, intelektual, dan sosio-
emosionalnya saling mempengaruhi. Terganggunya perkembangan satu aspek
akan berdampak pada aspek lainnya. Anak yang kekurangan gizi, misalnya,
tidak hanya akan terganggu pertumbuhan fisiknya tetapi juga perkembangan
intelektualnya.
f. Bakat dan lingkungan saling mempengaruhi perkembangan anak
Masing-masing anak dilahirkan dengan bakat dan minat yang berbeda. Namun
bukan berati lingkungan tidak dapat mempengaruhi potensi yang sudah ada
ini.
g. Perilaku anak tergantung pada motivasi dari dalam dan luar dirinya
Motivasi dari dalam diri adalah dorongan yang timbul atas kesadaran anak
sendiri untuk melakukan hal-hal yang ingin ia lakukan. Umumnya, anak-anak
akan melakukan hal positif apabila sadar bahwa tindakannya tersebut akan
menguntungkan baginya. Oleh karena itu, untuk memicu munculnya motivasi
dari dalam diri anak, pendidik hendaknya memberi lebih banyak pengertian
tentang keuntungan yang akan diperoleh anak apabila ia berlaku positif.
h. Perkembangan inteligensia bergantung pada pola pengasuhan
Perkembangan intelektual anak tidak semata-mata dipengaruhi oleh satu
faktor, tetapi oleh beberapa faktor, antara lain genetik, kecukupan gizi, dan
pola pengasuhan. Orang tua sebagai pendidik utama diharapkan dapat
mengantarkan anak kepada optimalisasi perkembangan potensinya.
i. Perkembangan pribadi anak tergantung pada hubungan antar priibadi,
kesempatan mengekspresikan diri, dan bimbingan pada setiap tahap
perkembangan
Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa modal terpenting bagi
seorang anak untuk perkembangan sosialnya adalah, pertama, rasa nyaman yang
44
diperoleh dari hubungannya dengan orang tua. Kedua, kualitas hubungan yang
baik (termasuk kebebasan mengekspresikan diri dengan saudara kandung, teman,
dan guru).
Senada dengan Erikson, Bredekam, Knuth, Kunesh, dan Shulman (1992)
mengajukan prinsip teoritis perkembangan dan belajar anak, termasuk anak
prasekolah. Pada dasarnya, dalam menjalankan program pendidikan pada anak,
hal yang penting diperhatikan adalah keberadaan anak itu sendiri (Tabel 3).
Di Indonesia, prinsip Erikson ini menjadi bekal bagi para guru di TB dan
TK. Pada kenyataannya, prinsip-prinsip ini menjadi dasar bagi berkembangnya
sistem pendidikan yang menganut prinsip bermain sambil belajar, bukan belajar
sambil bermain. Dengan tetap memperhatikan kebutuhan informasi pada anak,
para guru seyogyanya mengingat bahwa kegiatan utama anak usia 3-6 tahun
adalah bermain. Kegiatan belajar diberikan melalui permainan.
Tabel 3. Prinsip Teoritis Perkembangan dan Belajar Anak
Prinsip Praktek
Anak belajar paling baik ketika kebutuhan fisik mereka terpenuhi dan mereka merasa aman secara psikologis
• Anak dianjurkan untuk mendengar guru pada waktu yang tidak terlalu lama.
• Suasana lingkungan harus mendukung rasa aman bagi anak.
Anak membentuk pengetahua n
• Pengetahuan dibangun sebagai hasil dari interaksi dinamis antara anak dan lingkungan fisik dan sosial.
• Anak perlu didorong untuk mengembangkan kreativitasnya.
Anak belakar melalui interaksi sosial dengan anak atau orang dewasa lain
• Guru mendorong hubungan antara anak dengan orang yang lebih tua dan dengan teman sebayanya.
• Peran guru adalah sebagai pendukung, pengarah, fasilitator bagi perkembangan dan pembelajaran anak.
Minat anak untuk belajar • Guru perlu mengidentifikasi apa yang membuat anak tertarik, kemudian membiarkan anak melakukannya.
• Kegiatan yang didasarkan pada minat anak memberikan motivasi untuk belajar.
Perkembangan manusia dan perkembangan belajar dicirikan oleh variasi antar individu
• Masing-masing individu memiliki pola masing-masing dan saat untuk berkembang, demikian juga halnya dengan gaya belajarnya.
Sumber: Bredekamp et al. (1992)
Secara umum, jenjang pendidikan anak prasekolah di Indonesia terbagi
dua, yaitu TB untuk anak yang berusia 3-4 tahun dan TK untuk anak yang berusia
4-6 tahun yang dibagi menjadi dua, yaitu TK kecil (untuk anak yang berusia 4-5
tahun) dan TK besar (untuk anak yang berusia 5-6 tahun). Pada prinsipnya, tidak
45
ada perbedaan antara jenjang ‘pendidikan’ pada TB dan TK, karena keduanya
didasarkan pada asas bermain sambil belajar. Hanya saja materi ‘pelajaran’ dan
lama ‘belajar’ sedikit berbeda sesuai dengan tahap perkembangan anak.
Pada umumnya, pada TB anak-anak hanya masuk ‘sekolah’ sebanyak 2
kali seminggu, sementara anak TK masuk setiap hari kecuali hari minggu. Lama
belajar setiap hari adalah 3 jam. Pada TK, anak-anak diharapkan sudah mandiri
sehingga tidak perlu lagi ditunggui oleh orang tua. Sementara itu, kehadiran orang
tua/pengasuh sangat diharapkan pada TB, karena anak masih sangat memerlukan
bantuan orang lain untuk merawatnya.
Di TB, materi ‘pelajaran’ diberikan secara informal, tanpa pengarahan
ketat. Anak-anak bebas melakukan berbagai kegiatan sesuai dengan minatnya.
Guru hanya berperan sebagai pengawas dan pembimbing. TK memerlukan arahan
guru. Pada jam menggambar, misalnya, diharapkan semua anak melakukan
kegiatan menggambar. Pada TK sudah diajarkan mengenal aturan, displin,
tanggung jawab, dan kemandirian. Displin mulai ditanamkan pada TK kecil, dan
makin dikembangkan pada TK besar.
Bentuk pembelajaran dan pengajaran pada anak prasekolah harus
didasarkan pada prinsip-prinsip pendidikan bagi anak secara umum, dan anak
prasekolah secara khusus. Model tersebut harus memberikan gambaran yang jelas
mengenai apa yang dilakukan anak dan guru. Tabel 4 memuat hal-hal yang perlu
dilakukan anak dan guru berkaitan dengan proses pembelajaran anak prasekolah.
Belajar dan perkembangan yang bersifat individual, tidak mungkin untuk
menetapkan harapan yang seragam. Namun, itu adalah mungkin mengidentifikasi
paramater untuk mengarahkan keputusan tentang kesesuaian harapan kurikulum
(Bredekamp et al. 1992). Kerangka berikut berguna untuk menentukan kandungan
kurikulum bagi penyelenggaran pendidikan bagi anak prasekolah. Kerangka ini
merefleksikan siklus belajar manusia (pergeseran dari kesadaran, eksplorasi,
penyelidikan, dan penggunaan).
Kesadaran (awareness) adalah pengenalan luas terhadap parameter belajar:
kejadian, objek, orang, atau konsep. Eksplorasi (exploration) adalah proses
pemahaman komponen atau atribut dari kejadian, objek, orang, atau konsep
melalui apa pun yang tersedia. Penyelidikan (inquiry) adalah proses
46
pengembangan pemahaman melalui kejadian, objek, orang, dan konsep. Pada
keadaan ini, anak mulai menggeneralisasikan konsep personalnya dan
menyesuaikannya dengan cara berpikir dewasa. Sedangkan penggunaan
(utilization) adalah taraf fungsional dari belajar, yang padanya anak dapat
menerapkan pemahamannya tentang kejadian, objek, orang, atau konsep.
Tabel 4. Model Pembelajaran dan Pengajaran
Apa yang Dilakukan Anak Apa yang Dilakukan Guru
Kesadaran Pengalaman Mendapatkan minat Merasakan Mengikuti
• Menciptakan suasana yang tepat • Menyediakan kesempatan dengan
mengenalkan objek dan kejadian baru • Mengundang minat dengan mengajukan
masalah atau petanyaan • Merespon minat anak atau membagi
pengalaman • Menunjukkan minat dan gairah
Penjelajahan Mengamati Mengumpulkan informasi Menemukan Mewakili Membentuk pemahaman sendiri Menerapkan aturan sendiri Menciptakan pengertian personal
• Memfasilitasi • Mendukung • Memperluas permainan • Menggambarkan kegiatan anak • Menanyakan pertanyaan terbuka, misalnya
“Apa lagi yang dapat kamu lakukan?” • Menghargai pemikiran anak
Penyelidikan Menguji/Memeriksa Menginvestigasi Memfokuskan Mengajukan penjelasan Membandingkan pemikiran sendiri dengan pemikiran orang lain
Menggeneralisasikan Menghubungkan Menyesuaikan dengan sistem aturan konvensional
• Membantu anak memperbaiki pemahaman • Mengarahkan anak, memfokuskan perhatian • Menanyakan pertanyaan yang terfokus,
misalnya “Apa yang terjadi jika?” • Menyediakan informasi jika diperlukan • Membantu anak membuat pengaitan
(connections) • Memberikan waktu untuk penyelidikan
berkelanjutan
Penggunaan Menggunakan pembelajaran
pada berbagai cara, belajar menjadi fungsional
Menerapkan ke sistuasi baru
• Membantu anak untuk berlaku pada situasi baru
• Menyediakan situasi yang bermanfaat untuk belajar
Sumber: NAEYC and NAECS/SDE “Guidelines for Appropriate Curriculum Content and Assessment for Programs Serving Children Ages 3 through 8” (1990) dalam Bredekamp et al. (1992)
47
Lingkungan Peer Group
Memasuki usia 3 tahun, seorang anak akan semakin mandiri dan mulai
mendekatkan diri pada teman-teman sebayanya. Pada tahap ini ia mulai
menyadari apa yang ia rasakan, apa yang mampu dan belum dapat ia lakukan.
Kesadaran ini didukung oleh kemampuannya yang pesat dalam perkembangan
bahasa. Perbendaharaan katanya sudah cukup banyak untuk mengkomunikasikan
keinginannya (Sujiono 2002).
Alasan lain perlunya memasukkan anak usia prasekolah ke lembaga
pendidikan adalah bahwa anak perlu teman bermain. TB dan TK menawarkan
berbagai jenis permainan dan kesempatan bermain bersama. Anak usia 4-6 tahun
secara sosial dan intelektual dirangsang melalui kontak dengan teman
bermainnya, gurunya, dan kegiatan dan kejadian di sekolah (Theresia & Caplan
1983).
Melalui percakapan sehari-hari dengan teman-temannya di taman kanak-
kanak, anak prasekolah dipenuhi dengan pembicaraan dan pertanyaan. Mereka
dapat mendiskusikan hal ilmu pengetahuan sederhana, misalnya mengenai kelinci,
ular, dan ikan. Mereka dapat merangkum reaksi individualnya kepada apa yang
mereka lihat atau dengar pada perjalanan kelompok (study tour).
Persahabatan atau pertemanan adalah hal yang mendasar pada anak usia
dini termasuk anak prasekolah. Persahabatan dengan kelompok sebaya (peer
group) memberikan mereka pengalaman yang sangat berharga dalam
perkembangan motorik, sosial dan emosional, mental dan intelektual, serta
perkembangan bahasanya. Bermain dengan anak-anak sebayanya memberikan
mereka pengalaman yang menyenangkan atau bahkan menyakitkan
(mengecewakan).
Pengaruh Morbiditas terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Prasekolah
Masa usia prasekolah merupakan masa yang masih rawan, karena pada
masa ini bila anak kekurangan makanan yang bergizi, maka akan mudah sekali
terserang penyakit dan gangguan kesehatan lainnya yang pada akhirnya akan
mempengaruhi pertumbuhan otak dan terjadinya gangguan perkembangan
inteligensia (Winarno 1990).
48
Sehat atau tidaknya anak dapat dilihat dari ada atau tidaknya penyakit
infeksi yang diderita. Infeksi saat ini lebih sering akibat dari interaksi hospes
dengan bakteri yang menyusun flora normal hospes, dan bukan dari
mikroorganisme eksogen. Ini sangat berbeda dengan epidemi penyakit infeksi
pada zaman dahulu, misalnya pes, kolera dan cacar, yang merupakan penyakit-
penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme yang mampu menimbulkan
infeksi pada hospes yang rentan dan dengan demikian merupakan bencana pada
ras manusia. Sekarang ancaman infeksi yang paling serius disebabkan oleh
mikrobiota kita sendiri (Shulman, Phair & Sommer 1994).
Untuk mendiagnosis penyakit infeksi, diperlukan pemeriksaan terhadap
penderita secara klinis dan laboratoris. Tiap-tiap pemeriksaan terkadang secara
timbak balik diperlukan sekali dan tidak dapat diabaikan. Terkadang secara klinis
saja sudah dapat diperkirakan penyebabnya, namun pemeriksaan secara
laboratoris diperlukan juga. Terkadang kita temukan penyakit dengan sindrom
atau gejala-gejala yang sama, tetapi berlainan kuman penyebabnya. Untuk itu
diperlukan pemeriksaan laboratorium. Contohnya adalah penyakit diare atau
buang air besar berair atau berlendir dapat disebabkan oleh kuman-kuman seperti
Salmonella, Basil Dysentery atau oleh virus (Prabu 1998).
Jenis-jenis penyakit infeksi yang sering menyerang anak-anak antara lain,
pilek, radang saluran pernafasan, batuk, diare dan demam. Penyakit pilek adalah
penyakit yang mengganggu kehidupan kita sehari-hari. Gejala-gejala awal dari
penyakit pilek adalah rasa tidak enak badan, kadang-kadang langsung dimulai
dengan demam, rasa pegal linu, lemas, lesu, bersin-bersin, terasa nyeri diotot-otot
dan sendi. Penyebab dari pilek adalah virus (Prabu 1998).
Penyakit radang saluran pernafasan terutama banyak terdapat pada
musim hujan atau di daerah tempat udaranya selalu lembab. Penderita penyakit
tersebut umumnya adalah anak muda dan orang tua. Selain itu juga ada orang-
orang tertentu yang mudah terserang oleh penyakit tersebut karena lemahnya
badan mereka. Penyebab utama penyakit radang saluran pernafasan adalah akibat
penyakit pilek dan akibat perubahan udara. Umpamanya udara yang panas yang
diikuti menurunnya suhu udara, sehingga daya penyesuaian tubuh terhadap
49
perubahan cuaca tidak cukup baik, maka seseorang akan mudah terserang
penyakit.
Penyakit batuk biasanya banyak terjadi pada anak balita. Penyebab
penyakit ini adalah kuman Haemophylus pertusis. Kuman ini biasanya berada di
saluran pernafasan. Bila anak-anak dalam keadaan daya tahan tubuhnya
melemah, maka kuman tersebut mudah sekali menyerang dan menimbulkan
penyakit. Penularannya melalui cairan yang keluar dari hidung yang tersembur ke
luar waktu batuk atau bersin. Perawatan dan pencegahan penyakit ini tidak terlalu
sulit. Bila anak tidak begitu menderita dan cuaca cukup baik, boleh ia dibawa
keluar agar dapat menghirup udara segar dan bersih. Makanan sebaiknya
diberikan yang ringan-ringan dan cukup bergizi. Pencegahan penyakit ini dengan
imunisasi DPT (Prabu 1998).
Diare adalah buang air besar yang disertai banyak air dan merupakan
kumpulan gejala dari berbagai penyakit. Diare biasanya bersamaan dengan
peradangan usus. Diare tidak boleh dianggap sepele, keadaan ini harus dihadapi
dengan serius, mengingat cairan banyak keluar dari tubuh, sedangkan tubuh pada
umumnya (60%) terdiri daripada air. Sebab itu bila seseorang menderita diare
berat, maka dalam waktu singkat tubuh penderita sudah kelihatan sangat kurus
(Shulman, Phair & Sommer 1994).
Perawatan kesehatan yang teratur, tidak saja pada saat sakit, tetapi
pemeriksaan kesehatan dan menimbang anak secara rutin setiap bulan, akan
menunjang pada tumbuh kembang anak. Oleh karena itu pemanfaatan fasilitas
pelayanan kesehatan dianjurkan untuk dilakukan secara komprehensif, yang
mencakup aspek-aspek promotif, preventiv, kuratif dan rehabilitatif. Anak yang
sering mengalami penyakit infeksi akan terganggu tumbuh kembangnya dan juga
akan mengalami stres yang berkepanjangan akibat dari penyakitnya (Soetjiningsih
1998).
Dampak Stimulasi terhadap Perkembangan Anak
Stimulasi adalah serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk membantu
anak mencapai tingkat perkembangan yang optimal. Kegiatan ini dilakukan
melalui serangkaian latihan terarah dan berkesinambungan yang meliputi kegiatan
gerak, bicara, bergaul dan pembinaan kemandirian anak (Madanijah 2000). Awal
50
kehidupan anak merupakan masa kritis dalam kehidupan manusia dan kematangan
yang dicapai harus disempurnakan dengan rangsangan yang tepat. Menurut
Patmonodewo (1993), intervensi dini membantu anak dalam keluarga, bertujuan
agar anak dapat bertahan dan optimal dalam perkembangannya. White dalam
Patmonodewo (1993) menekankan bahwa pada usia tiga tahun pertama adalah
masa penting untuk diberi intervensi dan Patmonodewo (1993) menyatakan
bahwa sangat terlambat jika intervensi diberikan pada ulang tahun kedua. Hasil
penelitian di Tempat Penitipan Anak Pangalengan menunjukkan bahwa anak yang
diasuh oleh pengasuh yang mendapatkan pelatihan psikososial mempunyai IQ
rata-rata lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang diasuh dengan pengasuh
yang tidak dilatih (Pollit et al. 1998). Sehingga peranan keluarga terutama ibu
dalam mengasuh anak sangat menentukan tumbuh kembang anak. Pengasuhan
yang baik dalam pemberian makanan, pemeliharaan kesehatan, dan stimulasi
mental serta dukungan emosional dan kasih sayang akan memberikan kontribusi
yang nyata terhadap pertumbuhan dan perkembangan intelektual anak (Engle &
Lhotska 1999, Husaini 1999).
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk melihat pengaruh stimulasi
psikososial terhadap perkembangan anak, baik yang dilakukan dalam bentuk
intervensi tunggal maupun gabungan dengan intervensi lainnya. Patmonodewo
(1993) melakukan penelitian dengan memberikan stimulasi psikososial “Ibu Maju
Anak Bermutu” terhadap anak baduta usia 12-24 bulan. Walker dan Grantham
McGregor (2000) melakukan penelitian dengan memberikan intervensi stimulasi
psikososial selama 2 tahun pada anak berumur 9-24 bulan. Selain itu Grantham-
McGregor, Walker, Chang dan Powell melakukan penelitian dengan intervensi
stimulasi psikososial yang dipadukan dengan suplemen. Anwar (2002) melakukan
studi intervensi terpadu kepada anak baduta (12-18 bulan) selama 4 bulan dengan
bentuk intervensi : stimulasi psikososial “Ibu Maju Anak Bermutu, penyuluhan
gizi setiap dua minggu sekali, penyuluhan kesehatan setiap dua minggu sekali,”
dan pemberian makanan tambahan berupa bahan makanan pokok yaitu beras,
kentang dan telur dengan kandungan zat gizi mendekati 70% kebutuhan zat gizi
anak umur 12-18 bulan. Pada tahun 2005, Herawati melakukan penelitian
intervensi terpadu juga kepada anak baduta (usia 6 bulan) selama 6 bulan dalam
51
bentuk stimulasi psikososial, penyuluhan gizi dan kesehatan dan pemberian
suplemen delvita. Gambaran singkat beberapa hasil penelitian stimulasi
psikososial seperti terlihat pada Tabel 5 dibawah ini.
Tabel 5. Hasil Penelitian Intervensi Stimulasi Psikososial pada Anak
Peneliti Contoh Intervensi&desain Pengukuran Hasil&Kesimpula
n Patmono-dewo (1993)
69 anak usia 12-24 bulan Klp I : stimulasi Klp II : kontol
Stimulasi psikososial
Home Observation for Measurement of the Environment (HOME) Bayley Scales
Klp I nyata lebih baik dibanding klp II dalam hal skor HOME dan skor Bayley (mental dan psikomotor)
Walker & GranthamMcGregor (2000)
Anak 9-24 bulan klp 1: growth restricted children Klp 2 : non restricted children
Stimulasi psikososial selama 2 tahun
Sesudah 4 tahun intervensi WICS
Stimulasi Psikososial kecil tapi nyata berdampak positif jangka panjang terhadap kognitif Performans klpk I nyata lebih jelek dibanding klpk II
Grantham McGregor et al. (1997)
127 anak ; 9-24 bln Klp I: Supplementasi KlpII: Stimulasi Klp III: Suppl+Stimulasi Klp IV: kontrol
Intervensi stimulasi: 2 tahun
General cognitive, Perceptual-motor factor, memory
Klp I, II, III nyata lebih baik dibanding kontrol Klp III bisa kejar tumbuh (32 anak) Klp II hanya nyata pada ibu yang IQ verbalnya lebih tinggi
Anwar (2002)
105 anak; 12-18 bln klp I : kontrol klp II: intervensi tidak lengkap klp III: intervensi lengkap
Intervensi: penyuluhan gizi, penyuluhan kesehatan, pemberian makanan tambahan (telur, kentang & beras) dan stimulasi psikososial
Home Observation for Measurement of the Environment (HOME) Bayley Scales
MDI klp III & I nyata berbeda MDI klp II & III tidak nyata PDI tidak berbeda nyata. Terdapat hubungan nyata antara MDI, PDI, dg Total HOME
Herawati (2005)
171 anak; 6-12 bln klp I : kontrol klp II: intervensi tidak lengkap klp III: intervensi lengkap
Intervensi: penyuluhan gizi, penyuluhan kesehatan, pemberian suplementasi dan stimulasi BKB
Home Observation for Measurement of the Environment (HOME) Bayley Scales
Perlakuan pada klp II dan III berdampak positif pada tumbuh-kembang bayi. Perlakuan pada klp III berdampak positif pada PDI.
52
Berbagai Rancangan Program Pendidikan Prasekolah
Perkembangan pendidikan prasekolah tidak hanya terjadi di negara yang
telah maju saja, tetapi juga di negara yang sedang membangun. Berbagai macam
pelayanan pendidikan prasekolah ditemukan di sekitar kehidupan kita, baik yang
diselenggarakan oleh pihak pemerintah maupun oleh pihak swasta, baik yang
langsung menjangkau anak didik atau melalui pemberian pelatihan kepada para
ibu atau sekaligus yang menjangkau anak dan ibunya. Hal tersebut membuktikan
betapa pentingnya pendidikan untuk anak prasekolah.
Berbagai alternatif program pendidikan untuk anak prasekolah baik yang
diselenggarakan di sekolah maupun yang di luar sekolah seperti Taman Kanak-
Kanak, Tempat Penitipan Anak, Bina Keluarga dan Balita, HIPPY, Head Start,
sekolah luar biasa (Patmonodewo, 2003). Dalam pendidikan formal seperti taman
kanak-kanak, pengajarnya adalah orang-orang yang memang telah mendapat
pendidikan khusus tetapi di dalam pendidikan non formal yang diselenggarakan
masyarakat setempat, pengajarnya atau pelatihnya bukanlah selalu orang yang
mempunyai latar belakang pendidikan guru.
Minat mengembangkan pendidikan prasekolah bersumber dari lima
macam pemikiran, yaitu:
• Meningkatnya tuntutan terhadap pengasuhan anak dari para ibu yang bekerja,
yang berasal dari berbagai tingkatan sosial ekonomi.
• Adanya perhatian yang dikaitkan dengan produktivitas, persaingan yang
bersifat internasional, permintaan tenaga kerja yang bersifat global,
kesempatan kerja yang luas baik bagi wanita maupun bangsa manapun.
• Pandangan bahwa pengasuhan anak sebagai suatu kekuatan utama guna
membantu para ibu untuk meningkatkan kualitasnya baik sebagai ibu maupun
sebagai sumber daya manusia pada umumnya, sehingga dapat bersaing dalam
pasar tenaga kerja.
• Adanya hasrat untuk meningkatkan kualitas anak sejak usia dini terutama bagi
mereka yang orang tuanya kurang beruntung, antara lain yang kurang mampu
memasukkan anak ke TK.
• Program untuk anak usia dini mempunyai dampak positif yang panjang
terhadap peningkatan kualitas perkembangan anak.
53
Pelayanan pendidikan untuk anak prasekolah sangat bervariasi
programnya, yaitu:
1. Day Care/Tempat Penitipan Anak (TPA)
Day care adalah sarana pengasuhan anak dalam kelompok, biasanya
dilaksanakan pada saat jam kerja. Day care merupakan upaya yang terorganisasi
untuk mengasuh anak-anak di luar rumah selama beberapa jam dalam satu hari
bilamana asuhan orang tua kurang dapat dilaksanakan secara lengkap. Dalam hal
ini pengertian Day Care hanya sebagai pelengkap terhadap asuhan orang tua dan
bukan sebagai pengganti asuhan orang tua (Patmonodewo 2003).
Sarana penitipan anak ini biasanya dirancang secara khusus baik program,
staf maupun pengadaan alat-alatnya. Tujuan sarana ini untuk membantu dalam hal
pengasuhan anak-anak yang ibunya bekerja. Semula sarana penitipan anak
diperuntukkan bagi ibu dari kalangan keluarga yang kurang beruntung, sedangkan
sekarang sarana ini lebih banyak diminati oleh keluarga tingkat menengah dan
atas yang umumnya disebabkan kedua orang tuanya bekerja.
Berdasarkan hasil rapat koordinasi ‘Usaha Kesejahteraan Anak’
Departemen Sosial Republik Indonesia, dikemukakan pengertian Tempat
Penitipan Anak (TPA) adalah lembaga sosial yang memberikan pelayanan kepada
anak-anak balita yang dikhawatirkan akan mengalami hambatan dalam
pertumbuhannya, karena ditinggalkan orang tua atau ibunya bekerja. Pelayanan
ini diberikan dalam bentuk peningkatan gizi, pengembangan intelektual,
emosional dan sosial.
Pada kenyataannya dari lapangan ada beberapa alasan dari para ibu yang
menyerahkan anaknya kepada TPA, antara lain:
• Kebutuhan untuk melepaskan diri sejenak dari tanggung jawab dalam hal
mengasuh anak secara rutin.
• Keinginan untuk menyediakan kesempatan bagi anak untuk berintegrasi
dengan teman seusianya dan tokoh pengasuh lain.
• Agar anak mendapat stimulasi kognitif secara baik.
• Agar anak mendapat pengasuhan pengganti sementara ibu bekerja.
Menurut Newman (1975) dalam Patmonodewo (2003) keuntungan TPA adalah:
• Lingkungan lebih memberikan rangsangan terhadap panca indra.
54
• Anak-anak akan memiliki ruang bermain (baik di dalam maupun di luar
ruang) yang relatif lebih luas bila dibandingkan rumah mereka sendiri.
• Anak-anak lebih memiliki kesempatan berinteraksi atau berhubungan dengan
teman sebaya yang akan membantu perkembangan kerjasama dan
keterampilan berbahasa.
• Para orang tua dari anak-anak mempunyai kesempatan saling berinteraksi
dengan staf TPA yang memungkinkan terjadi peningkatan keterampilan dan
pengetahuan dan tata cara pengasuhan anak.
• Anak akan mendapat pengawasan dari pengasuh yang bertugas.
• Pengasuh adalah orang dewasa yang sudah terlatih.
• Tersedianya beragam peralatan rumah tangga, alat permainan, program
pendidikan dan pengasuh serta kegiatan yang terencana.
• Tersedianya komponen pendidikan seperti anak belajar mandiri, berteman
dan mendapat kesempatan mempelajari berbagai keterampilan.
Beberapa kelemahan TPA adalah sebagai berikut:
• Pengasuhan yang rutin di TPA kurang bervariasi dan sifatnya kurang
memperhatikan pemenuhan kebutuhan masing-masing anak secara pribadi
karena pengasuhan kurang memiliki waktu yang cukup.
• Anak-anak ternyata seringkali kurang memperoleh kesempatan untuk mandiri
atau berpisah dari kelompok.
• Sosialisasi lebih mengarah pada kepatuhan daripada otonomi.
• Para orang tua cenderung melepaskan tanggung jawab mereka sebagai
pengasuh kepada TPA.
• Kurang diperhatikan kebutuhan anak secara individual.
• Berganti-gantinya pengasuh yang seringkali menimbulkan kesulitan pada
anak untuk menyesuaikan diri dengan pengasuh.
• Anak mudah tertular penyakit dari orang lain.
Tempat Penitipan Anak seperti yang tersebut di atas sudah berkembang di
Indonesia. TPA ini dikategorikan dalam 5 (lima) macam sesuai dengan tempat
penyelenggaraannya: (1) TPA perkantoran; (2) TPA lingkungan atau perumahan;
(3) TPA industri, yang tempat penyelenggaraannya di kawasan industri atau
dengan perusahaan di mana ibu bekerja; (4) TPA perkebunan, yang umumnya
55
diselenggarakan oleh pihak pemilik perkebunan; (5) TPA pasar, yang
diselenggarakan di lingkungan pasar, di mana ibu-ibu mereka berdagang.
Di Amerika dikenal TPA yang berbentuk rumah keluarga. Pemilik rumah
yang berperan sebagai pengasuh anak dalam jumlah yang kecil. Umumnya sarana
tersebut diselenggarakan oleh orang tua yang merasa tidak puas dengan suasana
day care yang kurang hangat dan jauh dari suasana kekeluargaan. Sedangkan
dengan day care model ini, suasana kekeluargaan dan kehangatan masih
diperoleh. Sikap tersebut membuktikan bahwa pengasuhan untuk anak usia dini
perlu menekankan kedua unsur tersebut. Umumnya yang ada di TPA keluarga
tersebut ialah anak yang berusia 1,6-2,6 tahun.
2. Pusat Pengembangan Anak yang Terintegrasi
Pusat ini biasanya memberikan berbagai pelayanan yang dibutuhkan anak
dengan cara mengkombinasikan sarana pendidikan prasekolah dengan pemberian
gizi, kesehatan dan kadang-kadang dengan sarana-sarana yang lain dalam pusat
tersebut. Dari berbagai kepustakaan ditemukan berbagai varisi bentuk sarana
seperti tersebut dari berbagai negara, antara lain:
Di Columbia, Amerika Selatan sejak tahun 1974 diselenggarakan
pendidikan prasekolah yang dikombinasikan dengan program pemberian gizi, dan
kesehatan, guna mendukung perkembangan fisik, aspek kecerdasan, sosial dan
emosi anak. Pusat tersebut menyediakan perawatan kesehatan oleh seorang dokter
anak dan anak diberi makan tiga kali sehari selama 5 hari dalam seminggu.
Umumnya dalam pusat pelayanan tersebut para orang tua tidak berpartisipasi.
Di India terdapat sarana perkembangan anak yang terintegrasi dengan
biaya penyelengaraannya relatif murah. Sarana ini mula-mula diselenggarakan
oleh pemerintah dalam tahun 1975, dengan tujuan meningkatkan kualitas hidup
anak usia 0-6 tahun. Para orang tua mereka hidup di daerah perkotaan yang
kumuh dan pedesaan, juga menjangkau kaum minoritas. Pelayanan yang diberikan
berupa pemberian rangsangan kecerdasan, sosial dan emosional juga pemberian
makanan bergizi, imunisasi, vitamin A, dan kadang-kadang ada kegiatan untuk
mendidik para ibu. Dampak dari program ini adalah menekan angka kematian
bayi, kekurangan gizi yang berat dan angka jumlah anak yang tidak naik kelas di
sekolah dasar tidak bertambah .
56
Di Brazillia bentuk sarana untuk anak prasekolah sedikit berbeda. Sarana
ini lebih diperuntukkan anak usia 4-6 tahun. Sarana yang terintegrasi berupa:
pemberian makanan, vitamin, kegiatan psikomotor dan sarana kesehatan
(pemeriksaan kesehatan umum, gizi, vaksinasi dan pemeriksaan penampilan
wajah).
Pelatihan ini dilaksanakan oleh guru-guru Taman Kanak-Kanak yang
dilatih dengan dibantu oleh ibu-ibu relawan secara bergilir. Para pelatih maupun
ibu relawan ini mendapat gaji 70% dari gaji di pemerintah, dengan 3 hari kerja
dalam seminggu.
Di Indonesia dikenal pula pelayanan yang terintegrasi dengan baik seperti
di Columbia, India maupun yang terdapat di Brazillia. Pelayanan tersebut dikenal
sebagai Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu). Sarana yang diberikan di pos tersebut
selain makanan bergizi, imunisasi, penimbangan, pemeriksaan kesehatan
termasuk keluarga berencana, di beberapa tempat ada kegiatan stimulasi mental.
Pelatihnya semua adalah relawan yang bertugas sebagai kader,
sebelumnya mendapat pelatihan sesuai dengan tugas yang dijalankan. Namun
dalam pelaksanaan posyandu di Indonesia mengalami “pasang surut” sehingga
pemerintah mengeluarkan kebijakan revitalisasi posyandu mengingat perannya
sangat besar dalam pemantauan tumbuh-kembang anak balita.
3. Pusat Kesehatan atau Gizi
Bentuk lain dari pelayanan untuk balita adalah pelayanan yang
menekankan pada kesehatan. Pelayanan ini meliputi kesehatan ibu yang
mengandung atau kesehatan janin, yang berarti perkembangan anak sejak ada di
dalam kandungan. Dalam pelayanan ini kesehatan ibu khususnya wanita menjadi
tujuan utama. Para ibu hamil mendapat perhatian melalui pemeriksaan berkala,
khususnya pada tiga bulan terakhir.
Di Jamaika, dikembangkan suatu pusat gizi, kegiatannya adalah
meningkatkan gizi anak dan memperbaiki hubungan orang tua/ibu dan anak.
Hasilnya berat badan mereka cepat naik dan juga kecerdasan mereka. Ternyata
kenaikan kondisi anak lebih cepat ketika diadakan kunjungan rumah oleh para
penyuluh.
57
Di Peru, kegiatan peningkatan gizi anak disertai dengan
menyelenggarakan dapur masyarakat. Gambaran dapur masyarakat ini adalah
sebagai berikut: (1) para wanita secara sukarela melakukan kegiatan memasak
makanan bersama; (2) makanan yang dimasak memiliki kadar gizi yang baik
karena diberi bimbingan oleh seorang ahli; (3) harga makanan relatif menjadi
murah, karena bahannya mereka beli bersama. Makanan tersebut dimakan
bersama di tempat masak atau dibawa pulang.
Dibandingkan dengan pendidikan Taman Kanak-Kanak dalam bentuk
pendidikan alternatif untuk anak prasekolah, umumnya program tidak berbentuk
sekolah, peralatan yang dipergunakan juga tidak semahal di Taman Kanak-Kanak
yang umumnya mempersiapkan anak untuk masuk sekolah dasar.
Pengasuh di dalam bentuk alternatif dipimpin oleh pengasuh yang
biasanya mendapat pelatihan dalam waktu singkat, sedangkan di Taman Kanak-
Kanak, guru adalah seorang ahli yang mendapat pendidikan khusus. Di Taman
Kanak-Kanak umumnya sarana kesehatan dan gizi tidak banyak mendapat
perhatian seperti sarana pendidikan lain yang paling banyak diselenggarakan oleh
masyarakat dari negara yang sedang berkembang.
4. Pendidikan Ibu dengan Anak Prasekolah
Walaupun sarana ini sebenarnya akan menjangkau anak prasekolah tetapi
orang tua khususnya ibu sebagai subjek perantaranya. Para ibu yang memiliki
anak balita mendapat penyuluhan sehingga pengetahuan dan keterampilan ibu
dalam mengasuh anak akan meningkat. Umumnya sarana pendidikan ini
diselenggarakan oleh masyarakat dari negara yang sedang berkembang atau
pendidikan yang diberikan kepada kaum minoritas atau mereka yang kurang
beruntung.
Penyelenggaraan sarana pendidikan sarana tersebut menganut prinsip
pendidikan orang dewasa yang biasanya berpendidikan dan stasus ekonominya
kurang menguntungkan. Dengan demikian bahan pelajaran, alat bantu dan metode
penyampaiannya disesuaikan dengan kondisi ibu atau peserta latihan.
Terdapat beberapa bentuk kerja sama dengan para orang tua, yaitu melalui
pendidikan orang tua sebagai pendidik akan menghasilkan beberapa keuntungan,
antara lain:
58
• Baik orang tua (sebagai pengasuh) maupun anak akan beruntung. Program
pendidikan anak melalui latihan orang tua akan mempunyai nilai positif bagi
kedua belah pihak. Nilai positif ini akan tercermin dalam sikap maupun
tingkah laku yang mengesankan adanya peningkatan kepercayaan diri bagi
kedua belah pihak (Wood dan Engle dalam Myers 1992).
• Pertanggungjawaban keluarga diperkuat. Umumnya keluarga bertanggung
jawab terhadap pendidikan dan pengasuhan anak. Program yang langsung
mendidik dan mengasuh anak yang dilakukan oleh seorang pengasuh (bukan
orang tua) akan mengalihkan tanggung jawab para orang tua. Dengan
mendidik orang tua berarti peran dan tanggung jawab orang tua menjadi lebih
baik.
• Memberi kekuatan para orang tua yang bersifat jangka panjang. Pemberian
pengetahuan dan keterampilan yang mantap tentang pendidikan dan
pengasuhan anak akan mengubah pengetahuan, sikap para orang tua sebagai
pendidik.
4.1. Pendidikan Orang Tua dengan Disertai Kunjungan Rumah
Sama seperti sarana pendidikan yang menjangkau langsung pada anak
prasekolah. Dari kunjungan tersebut, diharapkan pendekatan terhadap ibu oleh
pelatih, pendekatannya lebih fleksibel dan sekaligus sikap ibu akan lebih terbuka.
Selama kunjungan rumah, perhatian pelatih lebih banyak kepada orang tua dari
pada kepada anak. Pelatih sebaiknya, memberikan dorongan kepada para ibu
bukan kepada anaknya.
Pada kenyataannya program yang dilakukan dengan kunjungan rumah di
satu pihak menjadikan pertemuan dengan masing-masing oang tua lebih pribadi
sifatnya, tetapi dalam kenyataannya menjadi lebih mahal bila dipandang dari
waktu dan perhatian yang dicurahkan kepada masing-masing orang tua.
Program dengan kunjungan rumah dapat lebih berhasil bila:
• Dikombinasikan dengan pertemuan berkala secara berkelompok
• Melibatkan seluruh anggota keluarga, bukan hanya ibu
• Setiap pertemuan harus difokuskan pada masalah yang konkret.
Program HIPPY (The Home Instruction Programme for Pre-School
Youngster) disingkat HIPPY, dilaksanakan di Israel yang dirancang untuk
59
membantu anak usia dini agar kelak menjadi anak yang lebih bertanggung jawab,
tanggap dan berhasil di sekolah. Bagi orang tua, meningkatkan kepedulian ibu
terhadap kekuatannya sendiri dan potensinya sebagai pendidik anak di rumah.
Program HIPPY ini disertai kunjungan rumah dua minggu sekali,
sementara itu ibu setiap hari bekerja dengan anak dengan menggunakan paket
panduan yang diberikan dalam program. Selama kunjungan rumah, ibu dan
pelatih melakukan bermain peran dan bergantian peran mereka sebagai ibu dan
sebagai anak. Bila ibu buta huruf, anak tertua diharapkan dapat membantu ibu
untuk membaca panduan tersebut. masing-masing ibu mengikuti pertemuan
kelompok (terdiri dari 10-15 ibu) yang diselenggarakan 2 minggu sekali. Dalam
pertemuan tersebut masing-masing ibu diingatkan kembali terhadap alat-alat yang
dipergunakan bersama anak selama di rumah mereka masing-masing,
mendiskusikan masalah yang mereka hadapi, berbagai pengalaman dan saling
memberikan saran satu sama lain. Kelompok peserta membayar 10% dari biaya
keseluruhan, sedangkan sisanya disubsidi oleh pihak universitas yang
menyelenggarakan program dan Kantor Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Israel. Harga alat-alat yang dipergunakan di dalam program relatif murah.
Program HIPPY kini telah disebarluaskan pada keluarga-keluarga muda
yang anak pertamanya berusia antara 1-3 tahun. Apabila semula HIPPY lebih
ditekankan pada perkembangan kognitif saja, sekarang lebih luas tujuannya.
4.2. Pendidikan Orang Dewasa: Pendekatan Kelompok
Berbagai program dengan pendekatan kelompok telah dikembangkan di
berbagai bagian di dunia ini, antara lain di Indonesia, Cina, Jamaica dan
Columbia. Umumnya program ini diintegrasikan dengan kegiatan kesehatan, gizi
dan pelayanan-pelayanan lain, misalnya meningkatkan penghasilan keluarga. Di
beberapa tempat program pendidikan orang tua ini telah berkembang yaitu dengan
pendidikan untuk para remaja.
Di Indonesia dikenal suatu program nasional, Bina Keluarga Balita yang
pendekatannya adalah pendidikan orang tua (ibu) dan anggota keluarga lainnya
dan bertujuan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan orang tua dalam
mengasuh dan mendidik anak balita mereka. Program ini dikoordinasikan oleh
Kantor Menteri Negara Urusan Peranan Wanita, penanggung jawab di lapangan
60
adalah Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional serta memperoleh
bantuan dari UNICEF.
Program ini telah dikembangkan sejak tahun 1980, dan kini telah
berkembang di 27 provinsi di Indonesia. Namun dalam pelaksaannya sekarang,
BKB tidak berjalan seperti awal program digulirkan karena sangat tergantung
pada keaktifan kader sebagai pelatih.
Alat bantu dalam program ini berupa alat permainan edukatif, dongeng
dan lagu-lagu, khususnya yang dapat digali dari daerah setempat. Alat permainan
di masing-masing lokasi disimpan di tempat di mana latihan diselenggarakan.
Para orang tua dapat meminjam alat mainan tersebut untuk dimainkan di rumah
bersama anak mereka.
Di Republik Rakyat Cina juga telah diselenggarakan pendidikan untuk
oang tua. Program ini disebut “Chinese Parent” yang kemudian berkembang
secara pesat, terutama di daerah di mana keluarga hanya memiliki satu anak yang
memang dianjurkan sebelumnya. Sebagian besar dari sekolah tersebut mempunyai
kerja sama dengan Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah
Pertama atau rumah sakit.
5. Program Melalui Media Massa
Sarana media massa sebagai bentuk alternatif bagi para peserta program
pendidikan bagi para orang tua mengenai pendidikan anak balita. Pendekatan
dengan media massa akan menjangkau peserta melalui media cetak, televisi dan
radio.
Dalam kenyataannya di negara yang sedang berkembang angka buta huruf
masih relatif tinggi karena itu melalui gambar-gambar khusus, pesan-pesan
penyuluhan akan mudah untuk disampaikan kepada para peserta program.
Penyampaian melalui televisi lebih cepat menjangkau peserta dari pelosok desa.
Contoh program yang disampaikan melalui media massa ada di
Venezuela, yang dikenal sebagai “Proyecto Familia”, dimulai sekitar tahun 1980.
Tujuan program ialah untuk meningkatkan perkembangan kecerdasan sejak anak
lahir sampai dengan 6 tahun melalui program pendidikan informal yang diberikan
kepada ibu, selain itu dilakukan dengan kontak langsung juga melalui media
massa. Di daerah perkotaan televisi menjangkau 96% dari populasi; di daerah
61
pedesaan, radio mencapai lebih dari 80%. Dengan demikian di Venezuela, melalui
program Proyecto Familia, dapat menjangkau hampir seluruh penduduk negara
tersebut.
6. Program ‘Dari Anak untuk Anak’
Hampir di seluruh dunia, anak yang lebih muda diasuh oleh kakak mereka
di samping orang tua mereka sendiri. Pengasuhan yang dilakukan oleh kakak,
biasanya terjadi secara spontan. Dengan demikian dapat diajarkan pada para
saudara yang lebih tua tentang vaksinasi, gizi, mendorong adik untuk berbicara,
mengajak bermain, dan menyuapi adik.
Mengajarkan berbagai keterampilan pengasuhan kepada kakak yang dapat
langsung dipraktekkan kepada adik akan mendatangkan keuntungan, yaitu:
• Kakak yang dilatih dalam keterampilan pengasuhan, beberapa tahun kemudian
akan menjadi orang tua. Dengan demikian diharapkan mereka telah memiliki
keterampilan sebelum mereka menjadi orang tua.
• Pengetahuan dan keterampilan yang telah diperoleh dapat ditularkan kepada
teman-temannya yang tidak mendapatkan kesempatan mengasuh adik.
• Apabila dikaitkan dengan pendidikan, pengetahuan yang telah diperoleh para
kakak yang telah terlatih mengasuh adik dapat diterapkan langsung dalam
kehidupan masyarakat: mereka sudah dapat mengenal jenis penyakit;
penanggulangan atau pencegahannya; cara bermain dengan anak kecil dan
mengorganisasikan lingkungan yang bersih.
Program ‘Dari Anak untuk Anak’ telah berkembang sejak tahun 1970-an
dan telah berkembang di 48 negara (Somerset dalam Myers 1995). Umumnya
program ini terdapat di sekolah-sekolah dan bekerja sama dengan pusat kesehatan,
program peningkatan gizi, program pelayanan sosial, pramuka dan program
dengan anak berkelainan.
Isi atau pelaksanaan program dari anak untuk anak sangat berbeda dari
satu tempat dengan tempat lain. Biasanya kegiatannya berupa kombinasi antara
kesehatan, gizi, pencegahan kecelakaan, perkembangan gerakan, kognitif, sosial
dan emosional. Berbagai program dari anak untuk anak mendapat ilham dari
program yang dikembangkan di London yang bekerja sama dengan Institut
Pendidikan dari Universitas London.
62
Di Botswana, program dari ‘Anak untuk Anak’ dilaksanakan oleh anak-
anak dari awal sekolah dasar (mereka dikenal sebagai guru kecil) membantu anak
prasekolah apabila mereka mulai masuk Taman Kanak-Kanak. Selain guru kecil
ini dapat meningkatkan kecerdasan sendiri, mereka juga belajar bagaimana
mengajarkan dan sekaligus belajar bersosialisasi. Program ini dimulai pada tahun
1979 yang kemudian dikembangkan di 28 sekolah dan mencapai 5.000 anak.
Masing-masing anak mendapat panduan melalui buku pintar yang berisi berbagai
hal tentang perasaan, kesehatan, lingkungan desa, dan mempersiapkan anak
masuk sekolah (Somerset dalam Myers 1992).
7. Head Start (Di Amerika)
Di mulai pada tahun 1965 yang dibuka selama 8 minggu dalam musim
panas untuk anak berasal dari keluarga yang kondisi ekonomi dan pendidikannya
kurang menguntungkan. Tujuan program Head Start adalah membantu anak-anak
untuk mempersiapkan mereka dalam memasuki sekolah. Pada tahap pertama
terdapat 500.000 anak mendaftarkan diri, kemudian dari 11 juta orang, 90%
berasal dari keluarga yang kurang beruntung sedangkan 10% berasal dari anak
yang berkelainan. Berbagai variasi dari program tersebut telah dikembangkan di
seluruh negara bagian di Amerika. Sejumlah penelitian telah dilakukan guna
mengetahui dampak dari program. Secara garis besar dikatakan bahwa Head Start
tidak hanya berguna untuk anak tetapi juga bagi para ahli dalam bidang
prasekolah. Lanjutan dari program Head Start adalah program ‘Follow Through’
yang menjangkau pendidikan keluarga dan kesehatan. Tetapi program ‘Follow
Through’ tidak pernah menjangkau seluas yang dicapai Head Start.
8. Kindergarten atau Taman Kanak-Kanak
Kindergarten atau TK adalah buah pikiran Froebel dari Jerman. Konsep
pendidikan dari Froebel dan program Kindergarten tersebut dipakai oleh berbagai
negara termasuk Amerika. Walaupun kenyataannya ide Froebel sangat diterima
pada saat ini, tetapi tidaklah demikian pada pertengahan abad ke–18 yang lalu.
Hal yang terutama diterima oleh masyarakat saat itu adalah konsep belajar melalui
bermain dan berdasarkan minat anak, atau dengan kata lain anak sebagai pusat
(child centered). Sedangkan sekolah di Amerika dan Eropa pada umumnya
menitikberatkan pada mata ajaran dan menekankan pada pengajaran keterampilan
63
mengajar. Froebel adalah orang pertama yang memiliki ide mengajarkan anak di
luar rumah. Sebelum itu pendidikan untuk anak dilakukan di dalam rumah.
Pada tahun 1860 Elizabeth Peabody adalah orang pertama yang membuka
Taman Kanak-kanak di Amerika Serikat, setelah meninjau pusat Froebel di
Jerman. TK milik pemerintah Amerika yang pertama kali didirikan adalah di St
Louis, Missouri, pada tahun 1873. Perkembangan TK di Amerika pun mengalami
hambatan. Sebelum ide Froebel diterima, umumnya orientasi sekolah lebih
berpusat pada guru, bukan berpusat pada anak.
Kindergarten dari Froebel diperuntukkan bagi anak yang berusia antara 3
sampai 7 tahun. Umumnya orang tua cenderung memasukkan anak ke sekolah
kalau sudah berusia 3 tahun, sedangkan guru lebih suka pada anak yang berusia
sekitar 5 tahun. Beberapa negara bagian menentukan bila anak akan masuk TK
harus dites dahulu, untuk diketahui apakah anak sudah siap masuk sekolah. Orang
tua sangat tertarik akan lingkungan sekolah dan orang tua yakin bahwa anak akan
menyukai lingkungan TK tersebut. Sebaliknya guru menginginkan anak pada
usia sekitar 5 tahun yang berarti umumnya anak telah siap mengikuti program
karena anak sudah matang untuk menerima pelajaran, dengan perkataan lain akan
memudahkan peran guru dan tugas guru.
TK yang seperti apa yang dianggap baik? The Nebraska Departement of
Education di Amerika Serikat memberikan saran bentuk program TK yang
dianggap baik, yaitu:
• Orang tua dan guru sebaiknya saling bahu membahu, sehingga tercipta
kerjasama yang baik antara pihak rumah dan sekolah yang akan mendukung
anak dalam memperoleh pengalaman di sekolah.
• Pengalaman anak hendaknya dirancang dengan lingkungan yang bersifat anak
sebagai pusat yang akan mendorong proses belajar melalui penjelajahan dan
penemuan (exploration dan discovery), anak tidak hanya duduk diam, kelas
tidak hanya dikuasai oleh meja, kertas dan buku kerja.
• Anak harus diberi kesempatan mendapatkan berbagai pengetahuan, dan
kegiatan yang rumit. Anak-anak harus mampu menggunakan alat-alat
permainan atau alat bantu belajar yang tersedia.
64
• Anak harus belajar bahwa jawaban atas suatu persoalan tidak hanya satu
jawaban yang benar.
• Anak belajar menyukai buku dan bahasa melalui aktivitas bercerita, kegiatan
yang berulangkali untuk mendapat kesempatan mendengar dan belajar melalui
sajak atau permainan bahasa.
• Anak mampu berbahasa dengan caranya sendiri, memiliki pengalaman dan
tahapan perkembangan yang merupakan dasar dari kegiatan membaca dan
menulis.
• Anak berpartisipasi dengan kegiatan sehari-hari yang dirancang dalam
kegiatan perkembangan motorik kasar dan halus, yang meliputi kegiatan lari,
melompat, melambungkan bola, “menjahit” kartu, memukul paku, bermain
dengan lilin, dan sebagainya.
• Anak mengembangkan pengertian matematika melalui penggunaan materi
yang telah dikenal yaitu pasir, air, unit balok, dan alat bantu untuk
menghitung, bukan hanya melalui pertanyaan yang diajukan guru, atau dari
buku kerja yang telah dikerjakan.
• Anak mengembangkan rasa ingin tahu tentang alam, elemen-elemen yang
telah dikenal melalui pengamatan yang merupakan dasar dari ilmu
pengetahuan, percobaan dan tindakan mengambil kesimpulan. Hal tersebut
dilakukan melalui kegiatan yang direncanakan dan interaksi yang spontan
dengan tanaman, binatang, karang, tanah, air dan sebagainya.
• Anak mengenal berbagai irama dan alat musik melalui kegiatan yang
dilakukan sehari-hari.
• Anak menyukai ekspresi seni melalui penggunaan berbagai alat atau media
yang dirancang dalam kurikulum, bukan sekadar melalui kegiatan
menggambar, mewarnai, menggunting, menempel dan sebagainya.
• Semua kegiatan di TK dirancang untuk mengembangkan self image yang
positif, serta sikap yang baik kepada teman dan sekolah.
• Bermain harus dihargai karena nilainya sebagai medium belajar bagi anak.
9. Ibu Maju Anak Bermutu.
Patmonodewo (1993) seorang ahli psikologi dari Universitas Indonesia
merancang paket stimulasi yang diperuntukkan bagi ibu-ibu di pedesaan yang
65
mempunyai anak berumur 12-24 bulan yang berpendidikan rendah. Paket ini
dirancang untuk menyederhanakan konsep-konsep psikologi perkembangan
sehingga mudah dipahami oleh ibu-ibu di pedesaan dengan pendidikan relatif
rendah.
Terdapat 10 tahapan kegiatan pelatihan untuk ibu yaitu:
1) Mendengar Aktif dan Pesan Diri
Pesan diri dan mendengar aktif bertujuan agar ibu mengetahui arti dan
manfaat pesan diri dan mendengar aktif. Setelah latihan, ibu dapat
menggunakan keterampilan pesan diri dan mendengar aktif.
2) Kegiatan bermain
Bermain adalah belajar dan belajar pada anak harus dilakukan melalui
bermain. Suasana bermain atau belajar menyenangkan baik untuk ibu maupun
anak. Dalam bermain, tercapai hubungan antara ibu-anak yang akrab adalah
sangat penting.
3) Perkembangan Gerakan Kasar
Gerakan kasar dilakukan oleh otot-otot tubuh yang besar. Dalam pelatihan
diterangkan apa arti gerakan kasar, mengenal gerakan kasar, melakukan
gerakan kasar dan mengetahui cara mengembangkan gerakan kasar.
4) Gerakan Kasar Praktek
Dalam pelatihan, ibu diminta untuk memperagakan gerakan-gerakan kasar
pada anak sesuai tahapan umurnya.
5) Gerakan Halus
Gerakan halus dilakukan oleh otot-otot yang lebih halus dan perlu konsentrasi.
Berbagai gerakan halus yang dicontohkan adalah menari, naik tangga, meniti,
melompat, mendorong, menarik memasukkan benda ke dalam botol.
6) Praktek Gerakan Halus
Ibu melakukan gerakan halus yang sudah dapat dilakukan oleh anaknya,
seperti mendorong benda dengan telunjuk atau membuka halaman buku. Ibu
bersama kader mengajak anak bermain dengan balok, memasukkan balok ke
mangkok atau menyusun balok.
7) Perkembangan Kecerdasan
66
Kemampuan berfikir dari anak usia dini berkembang dari apa yang dilihatnya,
dipegang atau dimainkan. Kemudian berbagai konsep atau pengertian akan
dimiliki secara bertahap. Semua konsep ini kemudian memungkinkan anak
melakukan pemikiran-pemikiran ke tingkat yang lebih tinggi.
8) Praktek Kecerdasan
Orang tua diminta menunjukkan contoh tingkah laku yang menunjukkan
kecerdasan dan manfaat mengembangkan kecerdasan anak. Menggunakan
alat bermain yang dapat merangsang kecerdasan anak
9) Perkembangan Sosial
Perkembangan tingkah laku sosial yaitu kemampuan anak berinteraksi dan
bersosialisasi dengan lingkungan.
10) Praktek Perkembangan Sosial.
Mengamati ciri-ciri anak usia 1-2 tahun \bila bersama orang tua atau orang
lain.
KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
Kerangka Pemikiran
Kualitas anak usia prasekolah tercermin dari pertumbuhan dan
perkembangannya. Pertumbuhan dan perkembangan anak usia prasekolah
dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu faktor dalam diri anak sendiri maupun faktor
luar seperti karakteristik keluarga dan lingkungan pengasuhan anak. Pengasuhan
gizi dan kesehatan dalam bentuk pemberian makan yang baik dan perlindungan
kesehatan dalam keluarga merupakan faktor penting untuk mencapai pertumbuhan
normal anak. Makanan anak usia prasekolah harus memenuhi semua zat gizi yang
dibutuhkan dalam jumlah yang cukup dan harus sesuai dengan kebutuhannya,
tidak berlebihan maupun kurang.
Agar anak usia prasekolah dapat mengkonsumsi makanan yang sesuai
dengan pertumbuhannya, tersedianya makanan yang memadai saja tidak cukup,
sebab pada tahap ini sebagian anak masih memerlukan bantuan orang lain dalam
mengkonsumsi makanannya. Disamping itu, anak belum bisa mengerti tentang
pentingnya gizi bagi tubuh mereka. Untuk itu agar anak usia prasekolah dapat
mengkonsumsi pangan yang cukup gizi, kemauan anak untuk makan sangat
diperlukan. Disinilah peran orang tua dan orang yang mengasuh anak sangat
diperlukan dalam rangka mengajak anak agar mau mengkonsumsi makanan yang
diberikan.
Jika kebutuhan zat gizi anak terpenuhi, maka pertumbuhan yang optimal
dapat tercapai, karena pertumbuhan secara langsung dipengaruhi oleh konsumsi
zat gizi disamping morbiditas. Faktor tidak langsung yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan anak adalah keadaan sosial ekonomi keluarga
yang meliputi pendidikan ibu, pengetahuan gizi dan kesehatan ibu, besar keluarga
dan pendapatan keluarga dan karakteristik anak yang meliputi umur, jenis
kelamin, nomor urut kelahiran dalam keluarga dan kepribadian anak.
Lingkungan pengasuhan anak berupa interaksi ibu dan anak sangat terkait
dengan perkembangan anak usia prasekolah. Saat penting dalam interaksi ibu dan
anak ialah pada saat bermain. Bermain bagi anak merupakan salah satu upaya
penting dalam perkembangannya.
68
Perkembangan kognitif, psikomotor dan sosial emosional anak dapat
didorong melalui stimulasi yang efektif. Stimulasi dapat dilakukan oleh ibu jika
ibu memiliki pengetahuan dan keterampilan stimulasi yang benar dan juga perlu
didukung oleh kualitas kader posyandu dan ketersediaan sarana stimulasi.
Upaya pemberian makanan yang tepat, penyuluhan gizi dan kesehatan ibu
yang efektif serta pemberian stimulasi, diharapkan mampu mengoptimalkan
pertumbuhan dan perkembangan anak sehingga dapat mencegah gangguan
pertumbuhan dan meningkatkan kualitas anak. Selain itu, intervensi ini memiliki
aspek sustainabiliti (long term effect) yang tinggi karena melibatkan peran
keluarga dalam hal ini ibu/pengasuh anak dan peran pemerintah melalui kebijakan
dan peran masyarakat melalui aktivitas kader dan tokoh masyarakat pada kegiatan
penyuluhan gizi dan kesehatan serta stimulasi. Secara keseluruhan kerangka
pemikiran penelitian ini terlihat pada Gambar 6.
Hipotesis
1. Penyuluhan gizi-kesehatan dan faktor lainnya berpengaruh positif terhadap
pertumbuhan anak usia prasekolah.
2. Stimulasi psikososial berpengaruh positif terhadap lingkungan pengasuhan
dan perkembangan anak usia prasekolah.
69
Gambar 6. Kerangka Pemikiran Penelitian Pengaruh Penyuluhan Gizi dan Stimulasi Psikososial terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Prasekolah
LINGKUNGAN PENGASUHAN
KARAKTERISTIK KELUARGA
• Umur (ibu,ayah) • Pendidikan (ibu,ayah) • Besar keluarga • Pendapatan keluarga
KARAKTERISTIK ANAK
• Umur • Jenis kelamin • Nomor urut
kelahiran • Kepribadian
KUALITAS ANAK
PRASEKOLAH
PERTUMBUHAN (∆Z-BB/U, ∆Z-TB/U, ∆Z-BB/TB)
PERKEMBANGAN (KOGNITIF, PSIKOMOTORIK, SOSIAL)
KONSUMSI ZAT GIZI
PENGETAHUAN GIZI DAN KESEHATAN
PENGASUHAN GIZI DAN KESEHATAN
MORBIDITAS
STIMULASI PSIKOSOSIAL
PENYULUHAN GIZI DAN KESEHATAN
METODE PENELITIAN
Desain, Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini menggunakan disain quasi experiment atau eksperimen
semu. Bentuk penelitian nonrandomized control group pre-test – post-test design
adalah kerangka disain satu kelompok perlakuan dan satu kelompok kontrol.
Namun dalam penelitian ini tidak terdapat kelompok kontrol murni atau yang
tidak mendapatkan perlakuan sama sekali. Kedua kelompok mendapatkan
perlakuan yang berbeda menurut jenis intervensi yang diberikan yaitu:
1. Kelompok I atau kelompok teori (KT), yaitu kelompok anak prasekolah yang
ibunya diberi intervensi tidak lengkap (penyuluhan gizi-kesehatan dan diklat
stimulasi psikososial).
2. Kelompok II atau kelompok teori-praktek (KTP), yaitu kelompok anak
prasekolah yang ibunya diberi intervensi lengkap (penyuluhan gizi-kesehatan,
diklat stimulasi psikososial dan pelaksanaan Program Ibuku Guru Kami
metode home schooling group selama 4 bulan).
Penelitian dilakukan di Kabupaten Bogor yaitu di Kecamatan Dramaga
(Desa Sinarsari dan Desa Neglasari) dan Kecamatan Ciampea (Desa Cibanteng).
Pemilihan lokasi penelitian ditentukan secara purposive dengan pertimbangan
aspek teknis pelaksanaan penelitian khususnya pelaksanaan penyuluhan gizi-
kesehatan dan stimulasi psikososial. Persiapan penelitian dan pendataan populasi
contoh dimulai sejak bulan September 2005, sedangkan pengumpulan data awal
dilakukan pada bulan Januari 2006. Pelaksanaan intervensi dilakukan mulai bulan
Februari 2006 dan pengumpulan data akhir dilakukan pada bulan Juli 2006.
Ukuran Contoh, Unit Observasi , Unit Analisis dan Pemilihan Contoh
Contoh adalah anak prasekolah usia 3-6 tahun laki-laki dan perempuan
dengan kriteria tidak memiliki riwayat gizi buruk, punya orang tua lengkap, tidak
mengalami berat badan lahir rendah (BBLR), ibu dapat membaca dan menulis,
dalam keadaan sehat/tidak cacat, dan tidak mengikuti program pendidikan anak
usia dini (PAUD). Unit observasi adalah anak usia prasekolah, orang tua anak
dan kader posyandu. Unit analisis adalah anak dan keluarga.
71
Dalam eksperimen semu tidak dilakukan penarikan contoh secara acak.
Contoh ditarik dengan menggunakan penarikan contoh secara purposive, yaitu
setiap sub populasi dibedakan pada suatu wilayah. Teknik penarikan contoh
terlihat pada Gambar 7. Besarnya ukuran contoh untuk masing-masing kelompok
dihitung dengan menggunakan rumus (WHO, 1996).
n = ukuran contoh
s = standar deviasi (SD) perkembangan mental (kognitif)= 9,5
Zβ= sebaran normal dengan kekuatan 80% (0,84)
Zα= sebaran normal dengan selang kepercayaan 95% (1,64)
d = perbedaan selisih perkembangan mental (kognitif) antara dua
kelompok (6,9) (Anwar, 2002)
n > {(2 x 9,52 x (0,84+ 1,64)2)/6,92}
n > 30
Berdasarkan perhitungan tersebut, diperoleh hasil jumlah contoh anak dari
masing-masing kelompok adalah 30 anak. Untuk menghindari kehilangan contoh
sampai 15%, maka jumlah contoh yang diperlukan setiap kelompok adalah 35
anak. Sehingga jumlah total contoh intervensi adalah 70 anak. Dua orang contoh
kelompok II tidak mengikuti tes akhir perkembangan karena pindah alamat.
Gambar 7. Teknik Penarikan Contoh Penelitian
n > {(2 x s2 x (Zß+ Z£)2)/d2}
Wilayah Penelitian (Kecamatan Dramaga dan Ciampea)
Kec.Ciampea (Kelompok II/KTP) Ibu dan Anak: n = 35
Desa Cibanteng
Ibu dan Anak: n = 35
Desa Neglasari
Ibu dan Anak: n = 13
Desa Sinarsari
Ibu dan Anak n = 22
Kec. Dramaga (Kelompok I/KT)
Ibu dan Anak : n = 35
Kriteria contoh: • Usia prasekolah (3-
6 th) • Ortu lengkap • Tidak ada riwayat
gizi buruk • Tidak BBLR • Ibu bisa baca tulis • Tidak ikut PADU • Tidak sakit/cacat
Acak
72
Pelaksanaan Intervensi
Jenis intervensi yang diberikan dalam penelitian ini terdiri dari: intervensi
tidak lengkap dan intervensi lengkap. Intervensi tidak lengkap berupa penyuluhan
gizi-kesehatan dan diklat stimulasi psikososial yang diberikan kepada ibu-ibu dari
anak usia prasekolah yang termasuk dalam kelompok I (KT), sedangkan
intervensi lengkap berupa penyuluhan gizi-kesehatan, diklat stimulasi psikososial
dan dilengkapi dengan pelaksanaan Program Ibuku Guru Kami dengan metode
homeschooling group selama 4 bulan yang diberikan kepada ibu-ibu dari anak
usia prasekolah yang termasuk dalam kelompok II (KTP).
Penyuluhan Gizi-Kesehatan. Intervensi penyuluhan gizi dan kesehatan
diberikan kepada KT dan KTP dengan tujuan meningkatkan pengetahuan gizi dan
kesehatan ibu sehingga dapat memberikan pengasuhan yang baik kepada anak
khususnya anak usia prasekolah. Pelaksanaan intervensi penyuluhan gizi-
kesehatan dilakukan oleh peneliti dan dibantu oleh tenaga terlatih yaitu ahli gizi
lulusan dari Departemen Gizi Masyarakat, IPB dan bidan desa sebanyak 8 kali
pertemuan yang diberikan setiap dua minggu sekali. Penyuluhan gizi-kesehatan
diberikan setelah selesai diklat stimulasi psikososial.
Diklat Stimulasi Psikososial. Paket Diklat Stimulasi Psikososial untuk
ibu yang memiliki anak usia prasekolah merupakan paket pendidikan dan latihan
Program Ibuku Guru Kami yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan ibu dalam mengasuh dan membimbing anak usia prasekolah yang
diperkuat dengan nilai-nilai religius Islam guna memotivasi ibu dalam
menstimulasi anaknya. Diklat stimulasi psikososial diberikan kepada KT dan
KTP. Paket diklat tersebut terdiri konsep pendidikan anak usia dini, membangun
mental ibu, konsep diri anak, stimulasi dini kunci keberhasilan anak usia dini,
konsep dan tahapan perkembangan anak, tugas perkembangan anak, belajar
sambil bermain, kecerdasan kognitif, kecerdasan motorik kasar, kecerdasan
motorik halus, kecerdasan sosial emosional. Pelaksanaan diklat selama 16 kali
pertemuan dan setiap pertemuan berlangsung selama 2 jam.Diklat selesai dalam
waktu 6 minggu. Penyampaian materi dilakukan dengan cara ceramah, diskusi,
dan game/simulasi. Diskusi dan game berlangsung dalam kelompok kecil yang
terdiri dari 5-6 orang ibu yang dipimpin oleh kader atau ketua kelompok yang
73
dipilih oleh kelompok tersebut. Hasil dalam diskusi kelompok kecil dibahas
kembali dalam kelompok besar. Pemateri dalam diklat stimulasi psikososial
adalah peneliti dengan dibantu oleh beberapa rekan yang profesional dari
kalangan pendidik dan psikolog.
Pelaksanaan Program Ibuku Guru Kami dengan Metode kelompok
belajar di rumah (home schooling group). Setelah ibu mengikuti diklat,
kemudian dibentuk kelompok-kelompok kecil ibu beserta anak usia prasekolah
dalam jumlah 5-6 orang anak dengan usia relatif sama. Dalam Program Ibuku
Guru Kami ini yang berperan sebagai pembimbing anak dalam menstimulasi
perkembangannya adalah ibu dengan beberapa ibu anak usia prasekolah lainnya
yang tergabung dalam satu kelompok yang bertugas secara bergiliran.
Pembimbingan anak dalam kelompok berlangsung selama 3 jam per hari yang
dipimpin oleh salah seorang ibu dengan paket kegiatan harian yang telah disusun
sebelumnya oleh peneliti. Pelaksanaan Program Ibuku Guru Kami dengan metode
home schooling group hanya diberikan pada KTP dan berlangsung selama 4 bulan
(48 kali pertemuan). Satu kali dalam seminggu selama pelaksanaan program
berlangsung, diadakan pertemuan antara peneliti, kader posyandu dan ibu peserta.
Pertemuan dalam rangka evaluasi pelaksanaan dan persiapan kegiatan mingguan.
Tes akhir dilakukan setelah satu minggu serangkaian kegiatan penyuluhan
gizi-kesehatan selesai dilaksanakan dan empat bulan setelah diklat psikososial
dilaksanakan atau dua minggu setelah pelaksanaan Program Ibuku Guru Kami
dengan metode Home Schooling Group. Gambaran tahapan penelitian pada kedua
kelompok terlihat pada Gambar 8.
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan sekunder. Data primer
mencakup data karakteristik keluarga (umur ayah dan ibu, pendidikan ayah dan
ibu, pekerjaan ayah dan ibu, ukuran keluarga, pendapatan per kapita keluarga),
data karakteristik anak (umur anak, jenis kelamin, urutan kelahiran anak dalam
keluarga, berat badan dan tinggi badan saat lahir, dan kepribadian anak),
morbiditas anak, konsumsi zat gizi anak, pengetahuan gizi-kesehatan ibu, pola
pengasuhan gizi-kesehatan, kualitas lingkungan pengasuhan, pertumbuhan, dan
74
perkembangan anak (kognitif, psikomotor dan sosial emosional). Data sekunder
terdiri dari data peta lokasi dan keadaan umum wilayah penelitian.
Gambar 8. Kerangka Tahapan Penelitian
Data karakteristik keluarga, karakteristik anak, pengetahuan gizi-kesehatan
ibu, pola pengasuhan gizi-kesehatan, dikumpulkan melalui wawancara langsung
dengan ibu menggunakan alat bantu kuesioner. Pengukuran dilakukan oleh
enumerator pada awal dan akhir penelitian yaitu sebelum dan sesudah intervensi.
Berat badan anak diukur oleh enumerator dan kader dengan didampingi oleh
Kelompok I (KT)
Tes Awal • Karakteristik Keluarga (umur ayah, umur ibu, pendidikan ayah, pendidikan
ibu, besar keluarga, pendapatan per kapita keluarga • Karakteristik Anak (umur, jenis kelamin, urutan anak dalam keluarga,
kepribadian anak, berat badan lahir, tinggi badan lahir, pertumbuhan anak, morbiditas anak)
• Lingkungan pengasuhan (Home Inventory) • Perkembangan kognitif, psikomotor dan sosial emosional
• Diklat Stimulasi Psikososial (16) x (120 mnt) • Penyuluhan Gizi-Kesehatan (8) x (120 mnt)
Kelompok II (KTP)
• Diklat Stimulasi Psikososial (16) x (120 mnt) • Penyuluhan Gizi-Kesehatan (8) x (120 mnt)
• Pelaksanan Program Ibuku Guru Kami (48 x pertemuan)
Tes Akhir • Karakteristik Keluarga (umur ayah, umur ibu, pendidikan ayah, pendidikan
ibu, besar keluarga, pendapatan per kapita keluarga • Karakteristik Anak (umur, urutan anak dalam keluarga, kepribadian anak,
pertumbuhan anak, morbiditas anak) • Lingkungan pengasuhan (Home Inventory) • Perkembangan kognitif, psikomotor dan sosial emosional
75
peneliti. Alat ukur berat badan yang digunakan adalah electronic digital scale
merk camry dengan akurasi 0,1 kg. Setiap sebelum digunakan skala timbangan
diperiksa untuk memastikan timbangan dalam kondisi standar dan baik.
Realibilitas masing-masing skala di cek setiap minggu dengan mengukur material
yang sama dengan berat tertentu (2 kg, 5kg, 10 kg). Tinggi badan anak diukur
oleh enumerator dan kader didampingi peneliti. Alat ukur tinggi badan yang
digunakan adalah microtoice. Alat pengukur tinggi ini dengan kapasitas
pengukuran 200 cm dengan akurasi 0,1 cm. Berat dan tinggi badan anak diukur
pada awal dan akhir penelitian.
Data konsumsi makanan anak meliputi konsumsi makanan lengkap dan
makanan selingan yang dikumpulkan dengan metode recall 2x24 jam dengan
teknik wawancara. Pengukuran dilakukan oleh enumerator dan kader melalui
kunjungan rumah pada awal dan akhir penelitian. Data kualitas lingkungan
pengasuhan anak dalam keluarga diukur dari hasil pengamatan dan wawancara
dengan menggunakan alat ukur kuesioner “Home Observation for Measurement of
The Environment” untuk anak usia 3-6 tahun yang dirancang oleh Cadwell dan
Bradley (1984). Pengamatan dan wawancara dilakukan oleh enumerator awal dan
akhir penelitian. Morbiditas anak diamati di awal dan di akhir penelitian dengan
cara pencatatan jenis penyakit dan lamanya sakit selama sebulan lalu dan diolah
dengan cara skoring menurut serius atau tidaknya akibat sakit tersebut terhadap
status gizi dikalikan dengan lama sakit. Delta morbiditas adalah skor morbiditas
akhir penelitian dikurangi skor morbiditas akhir penelitian. Pencatatan dilakukan
oleh enumerator.
Data perkembangan kognitif, motorik dan sosial emosional anak usia
prasekolah diukur dengan instrumen tes yang dikembangkan oleh Pusat
Kurikulum Anak Usia Dini Departemen Pendidikan Nasional (2004). Resume
peubah, cara pengumpulan, waktu pengukuran dan cara pengolahan data terlihat
pada Tabel 6.
76
Tabel 6. Peubah, Cara, Waktu Pengukuran dan Pengolahan Data
NO PEUBAH CARA, WAKTU
PENGOLAHAN DATA
Data Karakteristik Keluarga (awal dan akhir) 1. Umur ayah dan ibu Wawancara Dalam tahun 2. Pendidikan ayah dan ibu Wawancara Jenjang dan Lamanya
(tahun) menempuh pendidikan formal
3. Ukuran keluarga Wawancara Kecil (< 4 orang) Sedang (5-7 orang) Besar (> 7 orang)
4. Pendapatan per kapita keluarga
Wawancara Miskin < Rp149500 Tidak miskin > Rp 149500 (BPS 2004)
Data Karakteristik Anak (awal dan akhir) 5. Umur dan jenis kelamin Wawancara Dalam tahun dan bulan
Laki-laki dan perempuan 6. Urutan anak dalam
keluarga Wawancara Anak: Sulung, tengah,
bungsu, tunggal 7. Kepribadian Anak Wawancara dan
Pengamatan Terbuka: 7-10; gabungan: 5-6 ; tertutup:0-4
8. Berat badan dan tinggi badan lahir
Wawancara/KMS Kg dan cm
9. Pertumbuhan Berat badan: Timbangan digital Tinggi badan: Microtoice (Awal dan Akhir)
Z-skor BB/U, TB/U dan BB/TB, delta
10. Konsumsi zat gizi Recall 2x24 jam (Awal dan Akhir)
TKG dan NRTKG
11. Morbiditas Wawancara jenis dan lama sakit (Awal dan Akhir)
Skoring
12. Pengetahuan gizi dan kesehatan ibu (40 poin)
Wawancara (Awal dan Akhir)
Baik : 33-40 Sedang : 24-32 Rendah : 0-23 (Khomsan 2000)
13. Pengasuhan gizi dan kesehatan (40 poin)
Wawancara (Awal dan Akhir)
Baik : 33-40 Sedang : 24-32 Rendah : 0-23
14. Lingkungan Pengasuhan (55 poin)
Home Inventory (Awal-Akhir)
Tinggi : 46-55 Sedang : 30-45 Rendah : 0-29
15. Perkembangan kognitif (34 point)
Tes perkembangan anak (Puskur 2004) (Awal dan Akhir)
Tinggi : 28-34 Sedang : 22-27 Rendah : 0-21
16. Perkembangan psikomotor (64 point)
Tes perkembangan anak (Puskur 2004) (Awal dan Akhir)
Tinggi : 52-64 Sedang : 40-51 Rendah : 0-39
17. Perkembangan sosial emosional (24 point)
Tes perkembangan anak (Puskur Diknas 2004) (Awal dan Akhir)
Tinggi : 20-24 Sedang : 16-19 Rendah : 0-15
77
Validitas Internal dan Kontrol Kualitas Data
Dalam upaya menjamin validitas internal maka dilakukan :
a. Penggunaan tenaga penilai, pelatih, kader, dan enumerator yang sama antara
sebelum dan sesudah intervensi.
b. Standarisasi pelaksana penelitian melalui pelatihan.
c. Melakukan uji coba kuesioner dan menyamakan persepsi dan pemahaman
antar enumerator.
d. Melakukan test akurasi untuk pengukuran antropometri.
e. Uji realibilitas variabel.
f. Melakukan uji realibility inter-observer enumerator dan pelaksana tes
kognitif, motorik dan sosial.
g. Dua orang pelaksana tes kognitif, motorik dan sosial emosional sekaligus
melakukan tes pada lokasi yang sama
h. Melakukan rotasi staf lapang untuk menghindarkan systematic error.
Kontrol kualitas terhadap aktivitas yang dilakukan melalui:
a. Supervisi pengumpulan data di lapang.
b. Meneliti kembali data yang sudah tercatat di kuesioner.
c. Memperbaiki data yang kurang akurat melalui pendataan ulang.
d. Data yang sudah di entri kemudian di cek ulang, bila terdapat kesalahan
diperbaiki sesuai dengan yang tercantum dikuesioner.
Pengolahan dan Analisis Data
Data yang sudah terkumpul selanjutnya di-coding berdasarkan buku kode
yang sudah dibuat sesuai kuesioner dan format isian. Langkah berikutnya adalah
membuat struktur file, entry, dan editing data. Setelah editing, langkah berikutnya
adalah generating dan merging file serta melakukan berbagai pengolahan yang
diperlukan. Entri data dilakukan menggunakan Excel, selanjutnya menjadi file
input untuk proses pengolahan dan analisis statistika.
Data karakteristik keluarga seperti tingkat pendidikan ayah dan ibu dinilai
dari jumlah tahun mengikuti pendidikan formal, kemudian dikategorikan menurut
jenjang pendidikan SD, SLTP, SLTA atau PT. Data ukuran keluarga dinilai dari
jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam satu pengelolaan keuangan keluarga
78
dan kemudian dikategorikan keluarga kecil, sedang dan besar. Data pendapatan
keluarga merupakan penjumlahan dari pendapatan seluruh anggota keluarga baik
dari hasil pekerjaan utama maupun pekerjaan tambahan atau sumber lainnya
selama satu tahun. Selanjutnya pendapatan ini dibagi dengan ukuran keluarga
sehingga diperoleh pendapatan per kapita keluarga per bulan, kemudian
dikategorikan miskin dan tidak miskin menurut batasan kemiskinan wilayah.
Data pengetahuan gizi-kesehatan ibu dan pola pengasuhan gizi-kesehatan
dinilai dari jumlah skor atas pertanyaan yang diberikan. Kemudian dikategorikan
rendah apabila skor yang diperoleh kurang dari 60.0% dari total skor maksimal,
sedang apabila skor yang diperoleh antara 60.0% sampai 80.0% dari total skor dan
baik apabila skor yang diperoleh lebih dari 80.0%.
Hasil pengukuran antropometri dikonversikan ke dalam nilai skor
simpangan baku (z-skor) dengan menggunakan program entri gizi. Nilai skor-Z
ini dikategorikan menurut baku antropometri WHO-NCHS (WHO, 1995) yaitu :
a. BB/U : Gizi Lebih : > 2 SD
Gizi Baik : -2 SD < z-skor < 2 SD
Gizi Kurang : -3 SD < z-skor <-2 SD
Gizi Buruk : < -3 SD
b. TB/U : Normal : > -2 SD
Pendek/Stunted : < -2 SD
c. BB/TB : Gemuk : > 2 SD
Normal : -2 SD < z-skor < 2 SD
Kurus/Wasted : -3 SD < z-skor <-2 S
Sangat kurus : < -3,0 SD
Hasil recall diolah untuk memperoleh data: 1) Konsumsi zat gizi menurut
jenis dan kelompok pangan. Konsumsi zat gizi dihitung berdasarkan perhitungan
8 jenis zat gizi meliputi: energi, protein, vitamin A, vitamin C, phosfor, kalsium,
zat besi dan seng dengan bantuan DKBM. 2) Tingkat kecukupan gizi (TKG)
untuk masing-masing zat gizi dengan cara membandingkan konsumsi zat gizi
dengan angka kecukupan gizi (AKG) yang dianjurkan. Nilai TKG maksimal
100%. Untuk menghindari akibat perhitungan matematis lalu dihitung Nilai Rata-
rata Tingkat Kecukupan Gizi (NRTKG).
79
total zat gizi (i) x 100% TKG(i) = -------------------------- AKG zat gizi (i)
Dimana: i= zat gizi yang dikonsumsi (energi, protein, kalsium, fosfor, zat besi,
tiamin, vitamin A, vitamin C dan seng).
NRTKG = (∑∑∑∑ TKG 8 zat gizi) /8
i=1
Untuk melihat sebaran anak prasekolah berdasarkan TKG maka digunakan
klasifikasi sebagai berikut: 1) Baik jika NRTKG > 80%; 2) Kurang jika 70% <
NRTKG <80% dan 3) Sangat Kurang jika NRTKG < 70%.
Data dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak SPSS (Statistical
Package for Social Sciences) versi 11.0. Analisis data yang dilakukan yaitu
analisis deskriptif dan analisis statistik. Untuk melihat frekuensi distribusi dan
ukuran sebaran (rata-rata dan standar deviasi) digunakan analisis statistik dasar
(elementary statistic analysis). Untuk melihat hubungan antar peubah dilakukan
analisis korelasi Spearman untuk skala data ordinal dan korelasi Pearson untuk
skala data minimal interval. Uji kesetaraan antara kelompok 1 (KT) dengan
kelompok 2 (KTP) terutama data karakteristik keluarga dan karakteristik anak
dengan menggunakan analisis uji beda (t test). Menganalisis faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak usia prasekolah
dilakukan analisis regresi linier berganda. Guna melihat efek dari perlakuan
intervensi terhadap lingkungan pengasuhan dan perkembangan kognitif,
psikomotor dan sosial emosional anak, dilakukan analisis kovarian dengan data
tes awal sebagai kovariat dan grup perlakuan sebagai fixed factor. Taraf signifikan
ditentukan sebesar < 0,05.
Definisi Operasional
Anak usia prasekolah adalah anak laki-laki dan perempuan yang berusia antara
3 tahun sampai 6 tahun.
Morbiditas adalah skor kesakitan yang dialami oleh anak menurut jenis penyakit
dan lamanya penyakit tersebut dialami anak dalam rentang waktu sebulan
sebelum wawancara.
80
Konsumsi zat gizi adalah jumlah konsumsi energi, protein dan mikronutrien yang
dikonsumsi anak usia prasekolah yang diukur melalui pengumpulan data
konsumsi dengan metode recall.
Tingkat Kecukupan Gizi (TKG) adalah perbandingan jumlah konsumsi zat gizi
terhadap angka kecukupan zat gizi tersebut. TKG maksimal 100%.
Nilai Rata-rata Tingkat Kecukupan Gizi (NRTKG) adalah rata-rata TKG dari
energi, protein, kalsium, posfor, besi, vitamin A, vitamin C dan Seng. Nilai
rata-rata NRTKG maksimal 100%.
Intervensi adalah serangkaian kegiatan yang diberikan langsung pada kelompok
sasaran yang terkait dengan pertumbuhan dan perkembangan anak yang
meliputi penyuluhan gizi-kesehatan dan stimulasi psikososial.
Penyuluhan gizi-kesehatan adalah kegiatan pendidikan non formal yang
diberikan oleh seorang penyuluh kepada sekelompok ibu yang bertujuan
untuk meningkatkan pengetahuan gizi-kesehatan ibu dan memperbaiki
pengasuhan gizi-kesehatan anak usia prasekolah.
Stimulasi Psikososial adalah rangsangan yang terarah dan berkesinambungan
melalui pendidikan dan latihan (diklat) yang bertujuan untuk membantu
anak usia prasekolah mencapai tingkat perkembangan yang optimal.
Program Ibuku Guru Kami dengan Metode Home Schooling Group Berbasis
Aqidah Islam adalah proses pembelajaran di rumah yang dilakukan oleh
sekelompok ibu kepada sekelompok anak dengan kelompok usia anak
sama dan menjadikan aqidah Islam sebagai dasar pendidikan yang
diberikan dengan pendekatan bermain sambil belajar.
Pengetahuan Gizi-Kesehatan adalah penguasaan ibu terhadap pengetahuan yang
berhubungan dengan pangan, gizi, dan kesehatan anak yang dinilai
berdasarkan persentase total jawaban benar dari serangkaian pertanyaan
yang diajukan.
Pengasuhan Gizi-Kesehatan adalah cara-cara yang dipraktekan ibu/pengasuh
dalam menyediakan makanan anak dan pemeliharaan kesehatan anak.
Lingkungan Pengasuhan Anak adalah fenomena lingkungan yang dinyatakan
dalam perolehan skor pada HOME Inventory untuk anak usia 3-6 tahun
(55 pertanyaan) dan bernilai maksimum 55 poin yang mencakup stimulasi
81
belajar (11 pertanyaan), stimulasi bahasa (7 pertanyaan), lingkungan fisik
(7 pertanyaan) kehangatan dan kasih sayang (7 pertanyaan), stimulasi
akademik (5 pertanyaan), model (5 pertanyaan), pengalaman (9
pertanyaan) dan hukuman (4 pertanyaan) (Caldwell dan Bradley, 1984).
Pertumbuhan adalah keadaan kesehatan anak usia prasekolah yang diakibatkan
oleh konsumsi, penyerapan dan penggunaan zat gizi makanan. Pengukuran
dilakukan secara antropometri dengan menggunakan indeks berat badan
menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U) dan berat
badan menurut panjang badan (BB/TB). Berat badan dan panjang masing-
masing diukur dalam satuan kilogram dan centimeter.
Perkembangan adalah fenomena perkembangan kognitif, motorik dan sosial
sebagai hasil dari tes perkembangan.
Perkembangan Kognitif adalah fenomena perkembangan anak mengenai
konsep atau pengertian, mulai dari mengenal warna, suara, rasa, tekstur,
nama hingga konsep yang lebih abstrak dan majemuk (Yusuf 2000).
Pengukuran perkembangan kognitif menggunakan instrumen
perkembangan anak yang terdiri dari 17 pertanyaan dan bernilai
maksimum 34 poin (Puskur Diknas, 2004).
Perkembangan Psikomotor adalah fenomena perkembangan anak meliputi
motorik kasar dan halus. Motorik kasar bila yang dilakukan melibatkan
sebagaian besar bagian tubuh dan memerlukan tenaga karena dilakukan
oleh otot-otot yang lebih besar. Motorik halus bila hanya melibatkan
bagian tubuh tertentu, dilakukan oleh otot kecil dan hal tersebut tidak
memerlukan tenaga. Pengukuran perkembangan psikomotor menggunakan
instrumen perkembangan anak yang terdiri dari 32 pertanyaan (11 motorik
halus dan 21 motorik kasar) dan bernilai maksimum 64 poin (Puskur
Diknas, 2004).
Perkembangan Sosial Emosional adalah fenomena perkembangan anak dalam
mengenal diri, lingkungan bermain dan pengendalian diri. Pengukuran
perkembangan sosial emosional menggunakan instrumen perkembangan
anak yang terdiri dari 8 pertanyaan dan bernilai maksimum 24 poin
(Puskur Diknas, 2004).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Lokasi Penelitian
Desa Sinarsari dan Desa Neglasari termasuk dalam wilayah Kecamatan
Dramaga dan Desa Cibanteng termasuk dalam wilayah Kecamatan Ciampea
Kabupaten Bogor. Secara geografis kedua kecamatan tersebut berdampingan.
Sebelah utara Kecamatan Dramaga berbatasan dengan Kecamatan Rancabungur,
sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Kota Bogor Barat, sebelah timur
berbatasan dengan Kecamatan Ciomas dan Tamansari dan sebelah barat
berbatasan dengan Kecamatan Ciampea. Peta lokasi kedua kecamatan yang
termasuk wilayah penelitian terlihat pada Lampiran 1.
Kecamatan Dramaga terdiri dari 10 desa dan Kecamatan Ciampea terdiri
dari 13 desa dengan memiliki kemiripan bentuk wilayah yaitu datar sampai
berombak (45%) dan berombak sampai berbukit (55%) dengan luas wilayah
2 437.64 H (Dramaga) dan 4 393.87 H (Ciampea). Jarak pusat pemerintahan
Kecamatan Dramaga dan Ciampea dengan ibukota Kabupaten Bogor masing-
masing adalah 34 km dan 30 km.
Berdasarkan Data Monografi Kecamatan tahun 2006, jumlah pendududk
Kecamatan Dramaga tercatat sebanyak 89 475 jiwa yang terdiri dari 46 227 jiwa
laki-laki dan 43 248 jiwa perempuan. Sedangkan jumlah penduduk kecamatan
Ciampea adalah 115 257 jiwa yang terdiri dari 59 708 jiwa laki-laki dan 55 549
jiwa perempuan. Jumlah penduduk yang berusai 0-4 tahun tercatat sebanyak
10 073 jiwa (Dramaga) dan 6 225 jiwa (Ciampea). Sebanyak 99.7% penduduk
Kecamatan Dramaga dan 98.8 % penduduk Kecamatan Ciampea memeluk agama
Islam, lainnya adalah pemeluk agama Protestan, Katolik, Hindu, Budha dan
Konghucu. Dilihat dari keadaan penduduk menurut tingkat pendidikan, di
Kecamatan Dramaga terdapat sebanyak 35 513 jiwa yang belum sekolah dan tidak
tamat SD serta 26 973 jiwa adalah tamat SD, sedangkan di Kecamatan Ciampea
terdapat sebanyak 8 973 jiwa yang belum sekolah dan tidak tamat SD serta 21 543
jiwa adalah tamat SD. Sebagian besar penduduk di kedua kecamatan memiliki
mata pencarian sebagai pedagang dan petani/peternak (pemilik, penggarap dan
buruh tani).
83
Sarana pendidikan formal yang tersedia di Kecamatan Dramaga dan
Kecamatan Ciampea cukup beragam mulai dari taman kanak-kanak (TK) sampai
perguruan tinggi (PT). Di Kecamatan Dramaga terdapat sebanyak 35 unit SD/MI,
6 unit SLTP/MTs, 6 unit SMU/MA serta 1 unit PTN yaitu IPB. Sedangkan di
Kecamatan Ciampea terdapat sebanyak 69 unit SD/MI, 16 unit SLTP/MTs, dan
10 unit SMU/MA serta 1 unit Perguruan Tinggi swasta. Selain daripada itu
terdapat juga puluhan sarana pendidikan non formal seperti Majelis Taklim,
Musholla, dan Langgar.
Kondisi kesehatan masyarakat berdasarkan indikator makro pembangunan,
yaitu Angka Harapan Hidup (AHH) pada tahun 2006 dikecamatan Dramaga
mencapai 64.7 tahun, Angka Kematian Ibu (AKI) 0 per 100 000 kelahiran hidup
dan Angka Kematian Bayi (AKB) 5.4 per 1 000 kelahiran. Untuk memperluas
jangkauan pelayanan kesehatan telah dikembangkan berbagai sarana pelayanan
kesehatan baik oleh pemerintah, masyarakat maupun swasta. Di sektor swasta,
pelayanan kesehatan dasar dan rujukan diselenggarakan dalam bentuk dokter
praktek dan balai pengobatan swasta. Disamping itu telah dikembangkan pula
sarana upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat seperti Posyandu, pondok
bersalin desa (Polindes) dan pos obat desa (POD).
Upaya pemerintah untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
dilakukan pula melalui peningkatan pelayanan khusus, baik melalui pelayanan
kesehatan dasar di Puskesmas maupun pelayanan kesehatan rujukan di rumah
sakit melalui Program Raksa Desa bidang kesehatan dari APBD Propinsi Jawa
Barat maupun Program JPKM. Lebih kurang 75% keluarga miskin telah memiliki
Askes Gakin. Dilihat dari kategori penduduk miskin dengan alasan ekonomi dan
non ekonomi, maka keluarga di Kecamatan Dramaga dan Ciampea sebagian besar
adalah kategori keluarga pra KS dan KS 1. Dari hasil pendataan penyandang
masalah kesejahteraan sosial (PMKS) terdapat beberapa penyandang beberapa
masalah sosial. Melalui berbagai kegiatan pada acara-acara tertentu terutama
yang dilakukan oleh warga masyarakat di desa-desa telah dilakukan berupa
pemberian santunan dan pembinaan yang dapat membangkitkan motivasi mereka
untuk perbaikan kehidupan sosial ekonominya.
84
Karakteristik Keluarga
Umur Ayah dan Ibu
Umur ayah pada Kelompok I (KT) berkisar dari 26,0 tahun sampai 58,0
tahun dengan umur rata-rata 38,3 tahun (standar deviasi/sd = 8,4 tahun), dan umur
ibu berkisar dari 23,0 tahun sampai 49,9 tahun dengan umur rata-rata 32,9 tahun
(sd = 7,8 tahun). Pada Kelompok II (KTP), umur ayah berkisar dari 29,4 tahun
sampai 53,0 tahun dengan umur rata-rata 38,0 tahun (standar deviasi/sd = 6,7
tahun) dan umur ibu berkisar dari 22,0 tahun sampai 47,1 tahun dengan umur rata-
rata 33,0 tahun (sd = 6,7 tahun). Dengan demikian, sebagian besar ayah dan ibu
termasuk dalam kategori usia dewasa awal dan dalam usia ketenagakerjaan
termasuk kelompok usia produktif. Hasil uji t menunjukan tidak ada perbedaan
signifikan umur ayah dan ibu antara KT dan KTP (Tabel 7).
Tabel 7. Uji kesetaraan Karakteristik Keluarga antar Kelompok I (KT) dan
Kelompok II (KTP)
Karakteristik Keluarga
Kelompok I (KT)
Kelompok II (KTP)
Nilai t Sign. Nilai t
Umur Ayah 38.3 38.0 0.204 0.839 Pendidikan Ayah 6.0 6.9 -0.905 0.851 Pendidikan Ibu 6.8 7.4 -0.571 0.521 Jumlah Anggota Keluarga
5.1 4.7 1.269 0.209
Pendapatan Keluarga (Rp/bl)
588571 670000 -1.310 0.195
Pendapatan Per Kapita Keluarga (Rp/bl)
1245570 147112 -1.534 0.130
Pendidikan Ayah dan Ibu
Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam menunjang kualitas
manusia. Tingginya tingkat pendidikan ayah dan ibu sangat berpengaruh pada
jenis pekerjaannya yang kemudian turut mempengaruhi tingkat pendapatan
keluarga. Pada akhirnya hal ini juga akan berpengaruh pada pemenuhan
kebutuhan pangan dalam keluarga.
Berdasarkan jenjang pendidikan formal yang pernah ditempuh, sebagian
besar ayah ( 65.7%) dan ibu (82.9%) pada KT berpendidikan SD. Demikian juga
85
pada KTP, sebanyak 54.3% ayah 60.0% ibu berpendidikan SD. Rata-rata
lamanya ayah dan ibu menempuh pendidikan formal pada KT masing-masing
adalah 6.0 tahun dan 6.8 tahun, sedangkan pada KTP adalah 6.9 tahun dan 7.4
tahun sebagaimana terlihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Tingkat Pendidikan Ayah dan Ibu menurut Kelompok Stimulasi
Kelompok I (KT) Kelompok II (KTP) Ayah Ibu Ayah Ibu
Tingkat pendidikan
n % n % n % n % SD 23 65.7 29 82.9 19 54.3 21 60.0 SLTP 7 20.0 5 14.2 8 22.9 9 25.7 SLTA 4 11.4 1 2.9 5 14.3 5 14.3 PT/Akademi 1 2.9 - - 3 8.5 - - Total 35 100.0 35 100.0 35 100.0 35 100.0 Lama pendidikan (rataan)
6.0 6.8 6.9 7.4
Sdandar deviasi 3.2 2.4 3.1 2.6
Hasil uji beda (t test) menunjukan tidak ada perbedaan signifikan lamanya
pendidikan formal yang ditempuh ayah dan ibu antara KT dan KTP (Tabel 7).
Berdasarkan hasil penelitian dan didukung oleh data kependudukan, terlihat
bahwa sebagian besar tingkat pendidikan ayah/kepala keluarga dan ibu/isteri di
Kecamatan Dramaga dan Ciampea masih tergolong rendah. Rendahnya tingkat
pendidikan yang ditempuh ayah dan Ibu menunjukkan bahwa di Kecamatan
Dramaga dan Kecamatan Ciampea khususnya di wilayah penelitian masih
membutuhkan perhatian yang besar dari pemerintah maupun swasta di bidang
pendidikan.
Pekerjaan Ayah dan Ibu
Secara umum variasi jenis pekerjaan utama ayah pada KT dan KTP adalah
sebagai PNS (pegawai cleaning service), swasta (karyawan pabrik/toko),
wiraswasta (dagang), buruh (tani dan bangunan) dan sopir/tukang ojek. Persentase
terbesar ayah memiliki pekerjaan utama sebagai buruh, masing-masing adalah
45.7% (KT) dan 34.3% (KTP) sebagaimana terlihat pada Tabel 9. Pekerjaan
utama ibu pada KT dan KTP adalah sebagai ibu rumah tangga. Namun terdapat
sebanyak 17.1% ibu KT yang memiliki pekerjaan sampingan sebagai buruh
86
(pembantu rumah tangga dan tani) dan sebanyak 25.7% ibu KTP bekerja sebagai
buruh (pembantu rumah tangga, dagang) dan guru mengaji. Pemilihan jenis
pekerjaan ayah dan ibu, sangat ditentukan oleh lapangan pekerjaan yang ada. Di
pedesaan lebih cenderung masyarakat berinisiatif sendiri dalam membuat
lapangan pekerjaan yang akhirnya menuntut masyarakat untuk menjual jasa
pelayanan apalagi dengan pendidikan yang terbatas.
Tabel 9. Sebaran Ayah dan Ibu menurut Jenis Pekerjaan dan Kelompok Stimulasi
Kelompok I (KT) Kelompok II (KTP)
Ayah Ibu Ayah Ibu Jenis Pekerjaan
n % n % n % n % Buruh 16 45.7 4 11.4 12 34.3 6 17.1
Karyawan swasta 8 22.9 - - 6 17.1 - - Wiraswasta/ dagang 6 17.1 2 5.7 8 22.9 2 5.7
Sopir/ojek 4 11.4 - - 6 17.1 - - PNS 1 2.9 - - 3 8.6 - -
Guru mengaji - - - - - - 1 2.9 Total 35 100.0 6 17.1 35 100.0 9 25.7
Ukuran Keluarga
Ukuran keluarga dilihat dari jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam
satu pengelolaan sumberdaya keluarga. Ukuran keluarga KT berkisar dari 3 orang
sampai 10 orang dengan rata-rata jumlah anggota keluarga adalah 5 orang (sd = 1
orang), sedangkan ukuran keluarga KTP berkisar dari 3 orang sampai 7 orang
dengan rata-rata 5 orang (sd = 1 orang). Apabila ukuran keluarga ini
dikelompokan berdasarkan kriteria Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera
(BKKBN, 2002) yaitu terdiri dari ayah, ibu dan dua orang anak, sebanyak 40.0%
KT dan 51.4% KTP tergolong dalam kelompok tersebut, sedangkan lainnya
tergolong keluarga sedang dan keluarga besar. Hasil uji beda (t test) menunjukan
tidak ada perbedaan signifikan ukuran keluarga KT dan KTP (Tabel 7).
Cukup besarnya keluarga yang memiliki jumlah anggota keluarga lebih
dari 4 orang disebabkan di daerah penelitian tersebut masih banyak yang
merupakan bentuk keluarga luas (extended family), yaitu keluarga yang tidak
87
hanya terdiri dari keluarga inti (ayah, ibu dan anak) tetapi juga ditambah dengan
anggota keluarga lain seperti : kakek, nenek, keponakan atau sepupu.
Pendapatan Keluarga
Pendapatan total keluarga diperoleh dari pendapatan kepala keluarga, isteri
dan pendapatan dari anggota keluarga lainnya seperti anak dan orang tua yang
bekerja yang termasuk dalam satu pengelolaan keuangan serta pendapatan dari
sumber lain seperti pemberian, bonus dan hadiah. Rata-rata pendapatan keluarga
KT per bulan Rp 588 571 (sd = Rp 261 243), sedangkan rata-rata pendapatan total
keluarga KTP sedikit lebih besar yaitu Rp 670 000 (sd = Rp 258 730).
Apabila pendapatan total keluarga dibagi dengan ukuran keluarga, maka
diperoleh pendapatan per kapita keluarga. Besarnya rata-rata pendapatan per
kapita keluarga KT per bulan adalah Rp 124 558 (sd =66 170) dan pada KTP
adalah Rp 147 112 (sd = Rp 56 474). Rata-rata pendapatan keluarga menurut
sumber pendapatan terlihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Rata-Rata dan Standar Deviasi Pendapatan Keluarga menurut Sumber Pendapatan dan Kelompok Stimulasi
Kelompok I (KT) Kelompok II (KTP)
Sumber Pendapatan (Rp) n
Rata-Rata
Standar Deviasi
n Rata-Rata
Standar Deviasi
Pendapatan Ayah 35 507143 260696 35 564286 271859 Pendapatan Ibu 6 300000 164317 9 277778 61802 Pendapatan sumber lainnya
5 210000 65192 7 171428 111270
Pendapatan keluarga 35 588571 261243 35 670000 258730 Pendapatan per kapita keluarga
35 124558 66170 35 147112 56474
Batas garis kemiskinan nasional untuk wilayah Bogor menurut BPS tahun
2004 yang dilihat dari rata-rata pendapatan per kapita per bulan adalah
Rp 149 500. Berdasarkan batasan tersebut, secara umum keluarga KT dan KTP
termasuk keluarga yang berada di bawah garis kemiskinan. Hasil uji beda (t test)
menunjukan tidak ada perbedaan signifikan pendapatan per kapita keluarga KT
dan KTP atau dengan kata lain pendapatan perkapita keluarga KT setara dengan
88
KTP (Tabel 7). Sekalipun faktanya terdapat sebanyak 25.7% keluarga KT dan
45.7% keluarga KTP yang tergolong diatas garis kemiskinan.
Menurut Sajogyo, Suhardjo dan Khumaidi (1994), pendapatan seseorang
sangat menentukan dalam pemilihan pangan yang akan dikonsumsi. Dengan
pendapatan tinggi maka kemampuan untuk membeli bahan pangan akan semakin
tinggi. Demikian sebaliknya dengan pendapatan rendah mengakibatkan
terbatasnya kemampuan untuk membeli pangan, baik jumlah maupun kualitas.
Karakteristik Anak
Umur dan Jenis Kelamin Anak
Umur anak termasuk dalam rentang 3-6 tahun atau 36-70 bulan. Namun
dapat dirinci lebih detil bahwa umur anak pada KT berkisar dari 42 bulan
sampai 65 bulan dengan umur rata-rata 53.4 bulan dan pada KTP umur anak
berkisar dari 42 bulan sampai 66 bulan dengan umur rata-rata 48.9 bulan. Umur
anak dikategorikan menjadi dua kelompok yaitu 42 bulan sampai 54 bulan dan
kelompok 55 bulan sampai 66 bulan. Pengelompokan tersebut berdasarkan
pengelompokan umur dalam penilaian perkembangan anak yang dikeluarkan oleh
Pusat Kurikulum Pendidikan Nasional tahun 2004.
Sebanyak 60.0% KT dan 82.9% KTP tergolong kelompok 55-66 bulan.
Hasil uji beda (t test) menunjukan adanya perbedaan signifikan umur anak pada
KT dan KTP (Tabel 11). Jenis kelamin anak KT dan KTP tidak berbeda karena
masing-masing terdiri dari 20 orang (57.1%) laki-laki dan 15 orang (42.9%)
perempuan.
Urutan Anak dalam Keluarga
Urutan anak dalam keluarga KT berkisar dari anak pertama sampai anak
kedelapan dan pada keluarga KTP berkisar dari anak pertama sampai anak
kesembilan. Sebanyak 34.3% anak KT adalah anak pertama dan termasuk di
dalamnya anak tunggal, 20.0% anak kedua, 17.1% anak ketiga dan lainnya anak
keempat, kelima dan kedelapan. Pada KTP, sebanyak 28.6 % adalah anak
pertama dan termasuk di dalamnya anak tunggal, 25.7% anak kedua, 22.9% anak
ketiga dan lainnya adalah anak keempat, kelima dan kesembilan. Tingginya
persentase keluarga yang memiliki anak pertama disebabkan masih
89
mudanya usia pernikahan yang ditempuh oleh orang tua mereka yaitu kurang dari
10 tahun. Hasil uji beda (t test) menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan
urutan anak antara KT dan KTP (Tabel 11).
Tabel 11. Uji kesetaraan Karakteristik Anak antar Kelompok Stimulasi
Karakteristik Keluarga Kelompok I (KT)
Kelompok II (KTP)
Nilai t Sign. Nilai t
Umur 53.40 48.94 2.020 0.047 Urutan anak 2.60 2.57 0.073 0.942 Berat badan lahir 2951.43 3125.71 -2.348 0.022 Panjang badan lahir 48.91 48.77 0.274 0.785 Morbiditas awal 12.6 8.6 3.273 0.002 Morbiditas akhir 9.7 7.6 1.858 0.068 Kepribadian anak 5.2 5.6 -1.150 0.254 Z-skor BB/U awal -1.9 -1.4 -2.106 0.039 Z-skor BB/U akhir -1.8 -1.8 0.110 0.912 Delta Z-skor BB/U -0.0 -0.3 6.258 0.000 Z-skor TB/U awal -1.8 -0.6 -4.268 0.000 Z-skor TB/U akhir -2.1 -1.1 3.527 0.001 Delta Z-skor TB/U -0.3 -0.4 3.491 0.001 Z-skor BB/TB awal -1.0 -1.4 1.475 0.145 Z-skor BB/TB akhir -0.6 -1.5 -4.501 0.000 Delta Z-skor BB/TB 0.4 -0.2 8.103 0.000
Berat Badan dan Panjang Badan Lahir
Berat badan lahir anak KT berkisar dari 2500 g sampai 3200 g dengan
berat badan lahir rata-rata 2951 g, sedangkan berat badan lahir anak KTP berkisar
dari 2500 g sampai 3900 g dengan berat lahir rata-rata sedikit lebih tinggi dari KT
yaitu 3126 g. Hasil uji beda (t test) menunjukan adanya perbedaan signifikan berat
badan lahir anak antara KT dan KTP. Tidak ada satupun anak yang tergolong
berat badan lahir rendah (BBLR) dengan ketentuan berat badan kurang dari 2500
g baik pada KT dan KTP. Hal ini disebabkan adanya salah satu persyaratan
contoh dalam penelitian ini yaitu tidak tergolong BBLR.
Panjang badan saat lahir KT berkisar dari 45 cm sampai 51 cm dengan
tinggi badan lahir rata-rata 48.9 cm, sedangkan panjang badan lahir KTP berkisar
dari 44 cm sampai 54 cm dengan panjang badan lahir rata-rata 48.8 cm. Hasil uji
beda (t test) menunjukan tidak ada perbedaan signifikan panjang badan lahir
antara KT dan KTP (Tabel 11).
90
Morbiditas
Masa usia prasekolah merupakan masa yang masih rawan, karena pada
masa ini bila anak kekurangan makanan yang bergizi, maka akan mudah sekali
terserang penyakit dan gangguan kesehatan lainnya yang pada akhirnya akan
mempengaruhi pertumbuhan dan terjadinya gangguan perkembangan (Winarno
1990). Jenis-jenis penyakit infeksi yang sering menyerang anak-anak antara lain,
pilek, radang saluran pernafasan, batuk, diare dan demam.
Penyebab dari pilek adalah virus (Prabu 1998). Penyebab utama penyakit
radang saluran pernafasan adalah akibat penyakit pilek dan akibat perubahan
udara. Penyakit batuk biasanya banyak terjadi pada anak-anak. Penyebab
penyakit ini adalah kuman Haemophylus pertusis. Penularannya melalui cairan
yang keluar dari hidung yang tersembur ke luar waktu batuk atau bersin. Diare
adalah buang air besar yang disertai banyak air dan merupakan kumpulan gejala
dari berbagai penyakit. Diare biasanya bersamaan dengan peradangan usus
(Schulman, Phair & Sommer 1994).
Berdasarkan hasil pengumpulan data sebelum dilakukan penyuluhan gizi-
kesehatan menunjukkan bahwa lebih dari 80.0% anak KT dan KTP mengalami
penyakit infeksi dalam kurun waktu sebulan yang lalu sebelum diadakan
wawancara. Rata-rata lamanya anak mengalami penyakit infeksi tersebut adalah
12.6 hari (KT) dan 8.6 hari (KTP). Hasil uji beda (t test) menunjukan perbedaan
signifikan skor morbiditas antara KT dan KTP (Tabel 11). Namun pada
pengukuran data setelah semua ibu dari anak yang menjadi contoh mendapatkan
penyuluhan gizi dan kesehatan, maka terjadi penurunan rata-rata lamanya anak
mengalami infeksi yaitu 9.7 hari (KT) dan 7.6 hari (KTP). Hasil uji beda (t test)
menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan morbiditas setelah diberikan
penyuluhan gizi dan kesehatan antara KT dan KTP. Rataan skor morbiditas anak
KT dan KTP sebelum dan setelah dilakukan penyuluhan gizi-kesehatan terlihat
pada Gambar 9.
91
12.69.7
-2.9
8.6 7.6
-0.9
-10.0
-5.0
0.0
5.0
10.0
15.0
20.0
Rat
aan
Mo
rbid
itas
Aw al Akhir Delta Aw al Akhir Delta
Kontrol Perlakuan
Kelompok Stimulasi
Gambar 9. Rataan Skor Morbiditas Anak Kelompok I (KT) dan Kelompok II (KTP) Sebelum dan Setelah Dilakukan Penyuluhan Gizi-Kesehatan
Banyak faktor yang menyebabkan anak-anak terkena penyakit infeksi,
salah satunya adalah kebersihan lingkungan. Secara umum, lingkungan tempat
tinggal anak-anak KTP lebih bersih dari lingkungan KT, karena di lingkungan KT
masih banyak terdapat rumah yang berdampingan dengan kandang ternak
kambing atau ayam milik masyarakat setempat. Disamping lingkungan bermain
anak-anak tercemar dengan kotoran hewan tersebut, udara disekitar rumah juga
tercemar.
Dalam menghadapi anak yang terkena penyakit infeksi tersebut, semua ibu
melakukan pertolongan/pengobatan kepada anaknya. Sebagian besar yaitu 51.4%
ibu KT dan 74.3% Ibu KTP melakukan pertolongan sendiri dengan membeli obat
warung untuk anaknya. Sebagian lagi berobat ke bidan dan beberapa orang
membawa anak mereka berobat ke dokter.
Pertumbuhan Anak
Pertumbuhan anak dapat dinilai dari berat badan, tinggi badan,
delta/perubahan berat badan dan tinggi badan anak menurut umur atau disebut
delta z-skor BB/U, TB/U dan BB/TB. Rata-rata berat badan anak KT pada
pengukuran awal adalah 13.5 kg (sd=1.4 kg) dan KTP 13.9 kg (sd=2.2 kg). Hasil
uji beda (t test) tidak menunjukan perbedaan signifikan berat badan antar KT dan
KTP pada awal dan akhir pengukuran. Rata-rata tinggi badan anak KT pada
pengukuran awal adalah 97.4 cm (sd=6.4 cm) dan KTP 100.1 cm (sd=7.2 cm).
KT KTP
92
Pada pengukuran akhir terlihat ada peningkatan tinggi badan sebesar 0.6 cm pada
KT dan 0.5 cm pada KTP. Hasil uji beda (t test) tidak menunjukkan perbedaan
signifikan tinggi badan antar kelompok KT dan KTP pada awal dan akhir
pengukuran.
Rata-rata z-skor pertumbuhan anak berdasarkan penilaian BB/U, TB/U
dan BB/TB menunjukkan selang pertumbuhan normal. Dalam keadaan normal,
berat badan anak akan bertambah dan tinggi badan anak akan tumbuh bersamaan
dengan pertambahan umur, serta pertambahan berat badan akan searah dengan
pertambahan tinggi badan dengan kecepatan tertentu. Indeks BB/TB dapat
memberi gambaran proporsi berat badan relatif terhadap tinggi badan (Riyadi
2001). Berdasarkan teori tersebut, seyogyanya rata-rata berat badan dan tinggi
badan KT dan KTP berbeda karena rata-rata umur kedua kelompok tersebut juga
berbeda.
Sekalipun rata-rata pertumbuhan anak KT dan KTP tergolong normal.
Namun terdapat prevalensi underweight termasuk tinggi yaitu 45.7% KT dan
34.3% KTP menurut indek BB/U, sedangkan prevalensi underweight angka
nasional adalah 27.3%. Selain masalah underweigh, juga ditemukan masalah gizi
lainnya yaitu stunting (pendek). Sebanyak 45.7% KT dan 8.6% KTP tergolong
sunting menurut indeks TB/U. Prevalensi stunting nasional berkisar dari 30-40%.
Dengan demikian pada KT terdapat prevalensi stunting melebihi stunting nasional
sedangkan pada KTP berada di bawah angka prevalensi stunting nasinal. Masalah
gizi lain yang ditemukan adalah wasting (kurus). Terdapat sebanyak 11.5% KT
dan 14.3% KTP tergolong menurut indeks BB/TB. Prevalensi wasting yang
ditemukan sedikit lebih rendah dari masalah wasting nasional yaitu 15.8%. Hasil
uji beda (t test) menunjukan tidak ada perbedaan signifikan pertumbuhan anak
antara KT dan KTP menurut indeks BB/TB, sedangkan pertumbuhan menurut
BB/U dan TB/U menunjukan perbedaan yang signifikan (Tabel 11). Rataan z-
skor pertumbuhan anak menurut indeks BB/TB pada KT dan KTP sebelum dan
setelah dilakukan penyuluhan gizi-kesehatan terlihat pada Gambar 10.
93
-1.0
-0.6
0.4
-1.4 -1.5
-0.2
-2.0
-1.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
Rat
aan
Per
tum
bu
han
(B
B/T
B)
Aw al Akhir Delta Aw al Akhir Delta
Kontrol Perlakuan
Kelompok Stimulasi
Gambar 10. Rataan Z-Skor Pertumbuhan Anak (BB/TB) Kelompok I (KT) dan
Kelompok II (KTP) Sebelum dan Setelah Dilakukan Stimulasi Psikososial
Kepribadian Anak
Kepribadian anak dinilai dari sikap atau tingkah laku anak sehari-hari
dalam merespon balik situasi yang dialaminya. Pakar psikologi anak
mengklasifikasikan kepribadian seorang anak dapat tergolong tertutup (introvert),
terbuka (extrovert) atau gabungan. Ciri yang menonjol pada anak yang
berkepribadian tertutup adalah pendiam, cepat tersinggung, lebih suka bermain
sendiri, sering merasa was-was, dan tidak suka menceritakan masalah kepada
orang lain. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada anak KT dan KTP dan
didukung hasil wawancara dengan ibu dari anak KT dan KTP saat pengumpulan
data awal, sebagian besar anak tergolong berkepribadian gabungan dengan rata-
rata skor kepribadian anak adalah 5.2 (KT) dan 5.6 (KTP). Hasil uji beda (t test)
menunjukan tidak ada perbedaan signifikan skor kepribadian anak antara KT dan
KTP atau dengan kata lain kepribadian anak KT setara dengan KTP (Tabel 11).
Setelah dilakukan stimulasi psikososial, hasil pengukuran akhir
menunjukan adanya peningkatan skor rata-rata kepribadian anak KTP menjadi
6.7. Hasil uji beda (t test) menunjukan perbedaan yang signifikan skor
kepribadian anak KT dan KTP). Anak-anak KTP lebih banyak yang memiliki
KT KTP
94
kepribadian terbuka dibandingkan anak-anak KT. Rataan skor kepribadian anak
KT dan KTP terlihat pada Gambar 11.
5.2 5.2
0.0
5.6
6.7
1.1
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0R
ataa
n K
epri
bad
ian
An
ak
Aw al Akhir Delta Aw al Akhir Delta
Kontrol Perlakuan
Kelompok Stimulasi
Gambar 11. Rataan Skor Kepribadian Anak Kelompok I (KT) dan Kelompok II (KTP) Sebelum dan Setelah Dilakukan Stimulasi Psikososial
Konsumsi Zat Gizi Anak
Konsumsi zat gizi anak diperoleh dari konversi konsumsi pangan anak
yang dikumpulkan dengan metode recall 2x24 jam. Recall konsumsi pangan
mencakup jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi anak baik makanan pokok
maupun makanan selingan atau makanan jajanan. Selanjutnya konsumsi pangan
tersebut dikonversi ke dalam energi, protein, vitamin A, vitamin C, kalsium,
phosfor, besi dan seng dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan
(DKBM). Selanjutnya dihitung nilai rata-rata tingkat kecukupan gizi anak.
Pada kelompok I (KT), rata-rata tingkat kecukupan vitamin A dan besi
lebih dari 100.0% pada pengukuran awal dan akhir, sedangkan rata-rata tingkat
kecukupan zat gizi lainnya kurang dari 100.0%. Sementara pada kelompok II
(KTP), rata-rata tingkat kecukupan vitamin A, besi, dan protein lebih dari 100.0%
(Tabel 12). Berdasarkan nilai rata-rata tingkat kecukupan zat gizi (NRTKG)
anak usia prasekolah, persentase terbesar pada kelompok I (KT) tergolong sangat
kurang, sekalipun terdapat lebih dari 30.0% tergolong baik. Pada kelompok II
(KTP), lebih dari 60.0% NRTKG anak usia prasekolah tergolong baik. Namun
persentase NRTKG yang tergolong sangat kurang masih tinggi. Hal ini
menunjukkan bahwa dari segi pemenuhan konsumsi zat gizi, anak usia prasekolah
masih membutuhkan perhatian khusus dalam kuantitas dan kualitas makanan.
KT KTP
95
Tabel 12. Rata-rata Konsumsi, Kecukupan dan Tingkat Kecukupan Zat Gizi Anak menurut Kelompok Stimulasi
Kelompok I (KT) Kelompok II (KTP) Zat Gizi Tingkat
Kecukupan (%) Awal
Tingkat Kecukupan (%) Akhir
Tingkat Kecukupan (%) Awal
Tingkat Kecukupan (%) Akhir
Energi (Kkal) 85+ 34.2 84 + 28.3 99 + 38.4 91.5 + 32.8 Protein (g) 96.9 + 44.4 95.0 + 40.5 110.6 + 47.2 101.5 + 41.5 Vitamin A (RE) 100.0 + 245.6 100.9 + 244.8 50.4 + 38.7 51.5 + 37.5 Vitamin C (mg) 41.2+ 69.0 51.8 + 73.0 33.6 + 45.6 54.9 + 52.7 Kalsium (mg) 51.5 + 48.3 52.3 + 48.3 76.1 + 61.3 78.7 + 61.5 Phosfor (mg) 89.4 + 65.9 91.0 + 65.7 115.2 + 87.0 119.3 + 87.4 Besi (mg) 140.1 + 66.0 141.5 + 65.2 157.4 + 60.6 154.0 + 56.2 Seng (mg) 29.5 + 38.3 30.5 +38.3 31.8 + 38.2 32.7 + 37.8
Tabel 13. Sebaran Anak Usia Prasekolah menurut Nilai Rata-Rata Tingkat
Kecukupan Gizi (NRTKG) dan Kelompok Stimulasi
Kelompok I (KT) Kelompok II (KTP) NRTKG
n % n % Awal
Sangat kurang 19 54.3 11 31.4 Kurang 4 11.4 2 5.7
Baik 12 34.3 22 62.9 Total 35 100.0 35 100.0
Rata-Rata 79.0 84.2 Simpangan Baku 44.4 34.0
Akhir Sangat kurang 17 48.6 11 31.4
Kurang 4 11.4 3 8.6 Baik 14 40.0 21 60.0 Total 35 100.0 35 100.0
Rata-Rata 80.9 85.5 Simpangan Baku 43.4 31.3
Pengetahuan Gizi-Kesehatan Ibu
Pengetahuan gizi-kesehatan ibu dinilai dari penguasaan ibu terhadap
pengetahuan gizi-kesehatan umum yang berhubungan dengan kelompok bahan
makanan sumber hewani, nabati, fungsi zat gizi, defisiensi zat gizi, cara
pengolahan bahan makanan, pemantauan pertumbuhan, cara mengatasi anak diare,
waktu mulai mendapatkan imunisasi, penilaian pada KMS, mandi, cuci rambut,
96
gosok gigi, dan kebiasaan baik sebelum makan yang diukur dengan
menjumlahkan skor yang diperoleh dengan skor maksimal 40 poin, kemudian
dikategorikan pengetahuan gizi-kesehatan ibu baik, sedang dan kurang
berdasarkan pengkategorian Khomsan (2000).
Pada penilaian awal yaitu sebelum dilakukan penyuluhan gizi-kesehatan,
sebagian besar ibu KT (71.4%) memiliki pengetahuan gizi-kesehatan tergolong
kurang, sedangkan sebagian (54.3%) ibu-ibu KTP tergolong memiliki
pengetahuan gizi sedang. Secara umum terlihat bahwa rata-rata ibu-ibu KTP
memiliki pengetahuan gizi-kesehatan lebih baik daripada ibu-ibu KT. Pada
penilaian akhir terlihat bahwa terjadi peningkatan skor pengetahuan gizi-
kesehatan kedua kelompok. Peningkatan yang lebih besar terjadi pada KT yang
semula sebagian besarnya memiliki pengetahuan kurang seperti terlihat pada
Tabel 14.
Tabel 14. Sebaran Ibu menurut Kategori Pengetahuan Gizi-Kesehatan Ibu dan Kelompok Stimulasi
Kelompok I (KT) Kelompok II (KTP) Pengetahuan Gizi-
Kesehatan Ibu n % n % Awal
Kurang 25 71.4 10 31.4 Sedang 9 25.7 18 54.3
Baik 1 2.9 7 14.3 Total 35 100.0 35 100.0
Rata-Rata 20.3 26.4 Simpangan Baku 5.5 5.6
Akhir Kurang 16 45.7 3 8.6 Sedang 15 42.9 21 60.0
Baik 4 11.4 11 31.4 Total 35 100.0 35 100.0
Rata-Rata 25.2 29.8 Simpangan Baku 5.6 4.0
Pola Pengasuhan Gizi-Kesehatan
Pola pengasuhan gizi-kesehatan dilihat dari praktek pemberian makan dan
pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh ibu kepada anak mulai dari bayi sampai
usia prasekolah dalam hal pemberian kolustrum, ASI, susu formula, jadwal
makan, kebiasaan makan, masalah makan yang dialami, kebiasaan mandi, gosok
97
gigi, mencuci rambut, memakai alas kaki, mendaptkan imunisasi, dan kebiasaan
sebelum makan dan sebelum tidur dengan menjumlahkan skornya dengan skor
maksimal 36 poin, dan kemudian dikategorikan pola pengasuhan gizi-kesehatan
baik, sedang dan kurang. Pada penilaian awal yaitu sebelum dilakukan
penyuluhan gizi-kesehatan, sebagian besar ibu KT (80.0%) melakukan
pengasuhan gizi-kesehatan terhadap anak usia prasekolah tergolong sedang,
sedangkan sebagian besar (77.1%) ibu-ibu KTP tergolong baik pengasuhan gizi-
kesehatan yang dilakukan.
Dengan demikian, secara umum ibu-ibu KTP melakukan pengasuhan gizi-
kesehatan lebih baik daripada ibu-ibu KT. Pada penilaian akhir terlihat bahwa
terjadi peningkatan skor pengasuhan gizi-kesehatan kedua kelompok. Namun
peningkatan skor antar kedua kelompok tidak berbeda signifikan seperti terlihat
pada Tabel 15.
Tabel 15. Sebaran Ibu menurut Kategori Pengasuhan Gizi-Kesehatan Ibu dan Kelompok Stimulasi
Kelompok I (KT) Kelompok II (KTP) Pengasuhan Gizi-
Kesehatan n % n % Awal
Kurang - - - - Sedang 28 80.0 8 22.9
Baik 7 20.0 27 77.1 Total 35 100.0 35 100.0
Rata-Rata 30.0 34.1 Simpangan Baku 3.8 3.2
Akhir Kurang - - - Sedang 18 51.4 6 17.1
Baik 17 48.6 29 82.9 Total 35 100.0 35 100.0
Rata-Rata 31.6 36.1 Simpangan Baku 4.2 2.7
Lingkungan Pengasuhan
Pengasuhan adalah proses inisiatif. Pengasuhan anak merupakan seluruh
interaksi antara subjek (pengasuh) dan objek (anak) berupa bimbingan,
pengarahan dan pengawasan terhadap aktivitas objek sehari-hari yang
98
berlangsung secara rutin sehingga membentuk suatu pola dan merupakan usaha
yang diarahkan untuk mengubah tingkah laku sesuai dengan keinginan si pendidik
atau pengasuh (Sears, Maccoby & Levin 1976, Gunarsa 1997). Satoto (1990)
mengemukakan bahwa salah satu lingkungan pengasuhan yang paling kuat
pengaruhnya terhadap tumbuh kembang anak adalah interaksi ibu dan anak.
Penilaian lingkungan pengasuhan anak usia prasekolah dikembangkan
oleh Caldwell dan Bradley tahun 1984 melalui pengukuran kualitas pengasuhan di
rumah yang dikenal sebagai HOME (Home Observation and Measurement of
Environments). Secara umum penilaian awal lingkungan pengasuhan anak KT
dan KTP tergolong sedang dengan nilai rataan skor masing-masing kelompok
31.5 dan 34.3. Hasil uji beda (t test) menunjukan bahwa secara keseluruhan tidak
ada perbedaan signifikan lingkungan pengasuhan antara KT dan KTP sebelum
diberikan stimulasi psikososial. Namun dalam aspek tertentu yaitu stimulasi
bahasa, kehangatan/penerimaan dan stimulasi akademik, terdapat perbedaan
signifikan antara KT dan KTP.
Lingkungan pengasuhan dikelompokkan menjadi rendah, sedang dan baik.
Pada penilaian awal terdapat sebanyak 48.6% anak KT yang tergolong lingkungan
pengasuhan sedang (kualitas pengasuhan cukup), 45.7% tergolong rendah
(kualitas pengasuhan kurang) dan 5.7% lainnya yang tergolong baik. Sementara
itu pada KTP sebagian besar (80.0%) tergolong kualitas pengasuhan cukup dan
20.0% lainnya kualitas pengasuhan kurang. Pada penilaian akhir terdapat
peningkatan lingkungan pengasuhan kedua kelompok. Namun peningkatan skor
lebih besar terjadi pada KTP yang mendapatkan intervensi secara lengkap seperti
terlihat pada Tabel 16. Perubahan (delta) skor lingkungan pengasuhan yang
terjadi pada KT adalah 1.6 poin, sedangkan pada KTP terjadi peningkatan sebesar
6.2 poin.
99
Tabel 16. Sebaran Ibu menurut Kategori Lingkungan Pengasuhan dan Kelompok Stimulasi
Kelompok I (KT) Kelompok II (KTP) Kualitas Lingkungan
Pengasuhan n % n % Awal
Rendah 16 45.7 7 20.0 Sedang 17 48.6 28 80.0
Baik 2 5.7 - - Total 35 100.0 35 100.0
Rata-Rata 31.5 34.3 Simpangan Baku 8.4 4.8
Akhir Rendah 13 37.1 2 5.7 Sedang 20 57.1 30 85.7
Baik 2 5.7 3 8.6 Total 35 100.0 35 100.0
Rata-Rata 33.1 40.6 Simpangan Baku 7.4 4.2
Perkembangan Anak
Perkembangan dalam arti sempit disebut sebagai proses pematangan
fungsi-fungsi non fisik atau perubahan kuantitatif dan kualitatif sebagai suatu
proses perubahan yang progresif dan berurut yang ditunjang oleh faktor
lingkungan dan proses belajar dalam waktu tertentu menuju kedewasaan (Kartono
1990). Meyrs (1995) mendefinisikan bahwa perkembangan anak merupakan
proses perubahan dimana anak belajar pada tingkatan yang lebih komplek dalam
berfikir, bergerak, berperasaan dan berhubungan dengan yang lain.
Banyak aspek perkembangan yang perlu dibina dalam menghadapi masa
depan anak. Semua aspek perkembangan tersebut saling mempengaruhi. Dalam
penelitian ini ada tiga aspek perkembangan yang dianalisis yaitu perkembangan
kognitif, psikomotor atau motorik (kasar dan halus) dan perkembangan sosial
emosional.
Berdasarkan hasil pengukuran awal, secara umum skor kognitif,
psikomotor, dan skor sosial emosional anak KTP lebih tinggi dari KT. Namun
hasil uji beda (t test) menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan sigifikan skor
kognitif, skor motorik halus dan sosial emosional antar KT dan KTP. Hanya skor
motorik kasar yang menunjukan perbedaan yang signifikan antar KT dan KTP.
100
Rata-rata skor tingkat perkembangan kognitif KT 13.9 poin dan KTP 14.3
poin. Hasil penilaian tersebut menunjukkan bahwa tingkat perkembangan
kognitif anak (97.1% KT dan 88.6 KTP) tergolong rendah, karena dari 34 poin
skor maksimal kognitif, kurang dari 50% yang dikuasai oleh anak. Tidak berbeda
dengan skor kognitif, rata-rata skor motorik halus KT dan KTP juga tergolong
rendah yaitu masing-masing 9.3 poin dan 10.2 poin, sedangkan skor maksimal
dari motorik halus adalah 22 poin. Rata-rata skor motorik kasar KTP (22.5
poin) jauh lebih baik dari KT (17.1 poin). Namun penilaian motorik kasar masih
tergolong rendah karena nilai skor maksimal yang sebaiknya diperoleh anak
adalah 42 poin. Penilaian terhadap perkembangan sosial emosional anak juga
tergolong rendah dengan rata-rata skor yang diperoleh oleh KT dan KTP masing-
masing adalah 7.0 poin dan 6.3 poin, sedangkan total skor maksimal adalah 24
poin. Tabel 17 menunjukan sebaran anak KT dan KTP menurut tingkat
perkembangan kognitif, motorik halus, motorik kasar dan sosial emosional.
Tabel 17. Sebaran Anak menurut Aspek Perkembangan dan Kelompok Stimulasi
Kelompok I (KT) Kelompok II (KTP) Aspek Perkembangan
Kategori n % n %
Rendah 34 97.1 31 88.6 Sedang 1 2.9 4 11.4
Kognitif
Total 35 100.0 35 100.0 Rendah 34 97.1 34 97.1 Sedang 1 2.9 1 2.9
Motorik Halus
Total 35 100.0 35 100.0 Rendah 35 100.0 32 91.4 Sedang 0 0.0 3 8.6
Motorik Kasar
Total 35 100.0 35 100.0 Rendah 35 100.0 31 88.6 Sedang 0 0.0 4 11.4
Psikomotor
Total 35 100.0 35 100.0 Rendah 35 100.0 35 100.0 Sosial Emosional Total 35 100.0 35 100.0
101
Pengaruh Penyuluhan Gizi-Kesehatan terhadap Pengetahuan Gizi-Kesehatan Ibu dan Pola Pengasuhan Gizi-Kesehatan
Rata-rata skor pengetahuan gizi-kesehatan ibu KT dan KTP pada
pengukuran awal (sebelum dilakukan penyuluhan gizi-kesehatan) adalah 20.3
poin dan 26.4 poin. Apabila dibandingkan nilai rata-rata ini dengan kriteria
penilaian pengetahuan gizi-kesehatan ibu, maka secara umum KT tergolong
memiliki pengetahuan gizi-kesehatan rendah, sedangkan KTP umumnya
tergolong memiliki pengetahuan gizi-kesehatan sedang. Setelah dilakukan
penyuluhan gizi-kesehatan kepada kedua kelompok tersebut, maka terjadi
peningkatan skor yaitu menjadi 25.2 poin untuk KT dan 29.8 poin untuk KTP.
Peningkatan skor pengetahuan gizi-kesehatan lebih besar pada KT dibanding
KTP. Hal ini disebabkan KTP sudah memiliki nilai skor awal pengetahuan gizi-
kesehatan lebih tinggi, sehingga untuk meningkat lagi lebih sedikit dibandingkan
KT yang memiliki nilai skor pengetahuan gizi-kesehatan awal rendah. Hasil uji
beda (t test) menunjukkan perbedaan yang signifikat dalam hal pengetahuan gizi-
kesehatan ibu antara sebelum dilakukan penyuluhan gizi-kesehatan dengan
sesudah dilakukan penyuluhan pada kedua kelompok. Rataan skor pengetahuan
gizi-kesehatan ibu KT dan KTP sebelum dan setelah dilakukan penyuluhan gizi
terlihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Rataan Skor Pengetahuan Gizi-Kesehatan Ibu Kelompok I (KT) dan Kelompok II (KTP) Sebelum dan Setelah Dilakukan Penyuluhan Gizi-Kesehatan
20.3
25.2
4.9
26.429.8
3.4
0.0
5.0
10.0
15.0
20.0
25.0
30.0
Rat
aan
Pen
get
ahu
an G
izi
dan
Kes
ehat
an
Aw al Akhir Delta Aw al Akhir Delta
Kontrol Perlakuan
Kelompok Stimulasi
KT KTP
102
Rata-rata skor pola pengasuhan gizi-kesehatan ibu KT dan KTP pada
pengukuran awal (sebelum dilakukan penyuluhan gizi-kesehatan) adalah 30.0
poin dan 34.1 poin. Apabila dibandingkan nilai rata-rata ini dengan kriteria
penilaian pengetahuan gizi-kesehatan ibu, maka secara umum pola pengasuhan
gizi-kesehatan kedua kelompok tergolong baik. Setelah dilakukan penyuluhan
gizi-kesehatan kepada kedua kelompok tersebut, maka terjadi peningkatan skor
pola pengasuhan gizi-kesehatan pada kedua kelompok dengan nilai masing-
masing adalah 31.6 poin (KT ) dan 36.2 poin (KTP ). Hasil uji beda (t test) tidak
menunjukan perbedaan yang signifikan dalam hal pola pengasuhan gizi-kesehatan
ibu antara sebelum dilakukan penyuluhan gizi-kesehatan dengan sesudah
dilakukan penyuluhan pada kedua kelompok. Rataan skor pola pengasuhan gizi-
kesehatan ibu KT dan KTP sebelum dan setelah dilakukan penyuluhan gizi
terlihat pada Gambar 13.
Gambar 13. Rataan Skor Pola Pengasuhan Gizi-Kesehatan Ibu Kelompok 1 (KT)
dan Kelompok 2 (KTP) Sebelum dan Setelah Dilakukan Penyuluhan Gizi-Kesehatan
Pengaruh Berbagai Faktor terhadap Pertumbuhan Anak Usia Prasekolah
Pertumbuhan anak usia prasekolah dinilai dengan menggunakan
perubahan nilai z-skor berdasarkan indeks berat badan menurut tinggi badan
(delta z-skor BB/TB). Hasil analisis regresi linier berganda menunjukkan bahwa
dari beberapa faktor karakteristik keluarga dan karakteristik anak yang
30.0 31.6
1.6
34.136.1
2.0
0.0
5.0
10.0
15.0
20.0
25.0
30.0
35.0
40.0
Rat
aan
Pen
gas
uh
an G
izi
dan
Kes
ehat
an
Aw al Akhir Delta Aw al Akhir Delta
Kontrol Perlakuan
Kelompok Stimulasi
KT KTP
103
berpengaruh terhadap pertumbuhan anak usia prasekolah adalah panjang badan
lahir (P < 0.05), delta pengetahuan gizi-kesehatan ibu (P < 0.1) dan kelompok
stimulasi dengan nilai Adj R-square = 0.513 seperti terlihat pada Tabel 18.
Artinya bahwa 51.3% pertumbuhan anak usia prasekolah ditentukan oleh peubah
penjelas tersebut sedangkan 48.7% lainnya dijelaskan oleh peubah lain yang tidak
diteliti.
Pertumbuhan dengan Indeks BB/TB dapat memberi gambaran proporsi
berat badan relatif terhadap tinggi badan dan mencerminkan perkembangan massa
tubuh dan pertumbuhan skeletal. Pertumbuhan skeletal dimulai dari lahir sampai
saat tertentu. Dalam hal ini, panjang badan anak saat lahir lazim berpengaruh
signifikan terhadap pertumbuhan anak prasekolah dengan indeks BB/TB.
Pengetahuan gizi-kesehatan ibu berpengaruh positif signifikan (P<0.1)
terhadap pertumbuhan anak. Artinya terdapat kecenderungan dengan semakin
baik pengetahuan gizi-kesehatan ibu maka pertumbuhan anak juga membaik. Hal
ini sejalan dengan pendapat Sajogyo, Suhardjo dan Khumaidi (1978) bahwa
secara tidak langsung pengetahuan gizi ibu akan mempengaruhi pertumbuhan
anak, karena dengan pengetahuannya para ibu dapat mengasuh dan memenuhi
kebutuhan zat gizi anaknya, sehingga keadaan gizi anaknya terjamin.
Tabel 18. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Anak
Model B t Sig. Konstanta 2.763 2.804 .007 Besar keluarga -1.805E-02 -.387 .700 Pendapatan per kapita 4.060E-07 .580 .564 Anak urutan ke 2.477E-02 .618 .539 Berat badan lahir (gram) -1.685E-04 -1.142 .258 Panjang badan lahir (cm) 3.594E-02 -1.722 .051* Delta pengetahuan gizi dan kesehatan ibu 2.429E-02 -1.730 .089* Delta pola pengasuhan gizi dan kesehatan -7.807E-03 -.260 .796 Delta lama sakit (morbiditas) -8.656E-03 -.966 .338 Delta nilai rata-rata tingkat kecukupan gizi (NRTKG)
2.234E-03 -.459 .648
Kelompok stimulasi (0 = kontrol; 1 = perlakuan) -.620 -7.160 .000* R-square 0.586 Adj R-square 0.513 F (Sig) 8.058 (000)
104
Berdasarkan hasil tersebut diatas menunjukkan bahwa pemberian
penyuluhan gizi-kesehatan kepada ibu-ibu yang memiliki anak usia prasekolah
berpengaruh positif signifikan terhadap pengetahuan gizi-kesehatan ibu dan pada
akhirnya berdampak positif terhadap pertumbuhan anak. Rata-rata skor
pengetahuan gizi-kesehatan ibu KT dan KTP pada pengukuran akhir (sesudah
dilakukan penyuluhan gizi-kesehatan) meningkat yaitu sebesar 4.9 poin untuk KT
dan 3,4 poin untuk KTP . Hasil uji beda (t test) menunjukan perbedaan yang
signifikat dalam hal pengetahuan gizi-kesehatan ibu antara sebelum dilakukan
penyuluhan gizi-kesehatan dengan sesudah dilakukan penyuluhan pada kedua
kelompok. Dengan demikian, upaya untuk meningkatkan pengetahuan gizi-
kesehatan ibu melalui penyuluhan gizi-kesehatan merupakan langkah yang tepat
dilakukan oleh orang tua dan dalam penyelenggaraannya membutuhkan dukungan
dari pihak-pihak yang peduli terhadap ibu dan anak, baik dari pemerintah daerah
setempat atau dari anggota masyarakat atau lembaga swadaya masyarakat.
Pengaruh Stimulasi Psikososial terhadap Lingkungan Pengasuhan
Hasil uji beda (t test) menunjukan bahwa secara keseluruhan tidak ada
perbedaan signifikan lingkungan pengasuhan antara KT dan KTP sebelum
diberikan stimulasi psikososial. Hanya dalam aspek tertentu saja yaitu stimulasi
bahasa, kehangatan/penerimaan dan stimulasi akademik, terdapat perbedaan
signifikan antara KT dan KTP. Setelah diberikan stimulasi psikososial berupa
diklat pada ibu KT dan KTP dan dilengkapi dengan pelaksanaan program Ibuku
Guru Kami dengan metode kelompok belajar di rumah (homeschooling group)
untuk KTP, terjadi peningkatan skor lingkungan pengasuhan pada kedua
kelompok tersebut. Namun peningkatan lingkungan pengasuhan pada KTP jauh
lebih tinggi dibanding KT dan berbeda signifikan antara KT dan KTP, seperti
yang ditunjukkan oleh hasil uji beda (t test) (Tabel 19). Aspek lingkungan
pengasuhan yang tidak berbeda signifikan antara KT dan KTP pada penilaian
akhir adalah aspek hukuman. Gambar 14 memperlihatkan bahwa setelah
dilakukan stimulasi psikososial, perubahan skor lingkungan pengasuhan KTP (6.2
poin) lebih tinggi dari pada perubahan yang terjadi pada KT (1.6 poin).
105
Tabel 19. Rataan Skor dan hasil uji beda Lingkungan Pengasuhan menurut Kelompok Stimulasi dan Periode Pengukuran
Pengamatan
Home Inventory Periode
Pengukuran Kelompok
I (KT) Kelompok II (KTP)
Nilai t Sign. Nilai t
Awal 3.9 3.7 0.781 0.438 Skor stimulasi belajar (11 item) Akhir 4.9 5.8 -2.701 0.009
Awal 4.4 5.7 -3.711 0.000 Skor stimulasi bahasa (7 item) Akhir 4.8 6.2 -4.570 0.000
Awal 4.3 4.7 -1.003 0.319 Skor lingkungan fisik (7 item) Akhir 4.3 5.3 -3.007 0.004
Awal 4.9 5.8 -2.636 0.010 Skor kehangatan dan penerimaan (7 item) Akhir 5.0 6.0 -3.444 0.001
Awal 2.9 3.8 -3.654 0.001 Skor stimulasi akademik (5 item) Akhir 2.9 4.3 -5.141 0.000
Awal 3.5 3.7 -0.928 0.357 Skor modelling (5 item) Akhir 3.5 4.3 -3.483 0.001 Awal 4.4 4.3 0.286 0.775 Skor pengalaman/variasi
stimulasi (9 item) Akhir 4.5 5.1 -2.081 0.041 Awal 3.1 2.5 2.514 0.014 Skor hukuman (4 item) Akhir 3.3 3.0 1.439 0.155 Awal 31.5 34.3 -1.685 0.096 Akhir 33.1 40.6 -5.074 0.000
Total skor (55 item)
Delta 1.6 6.2 -5.578 0.000
31.5 33.1
1.6
34.3
40.6
6.2
0.05.0
10.015.020.025.0
30.035.040.045.0
Rat
aan
Lin
gku
ng
an
Pen
gas
uh
an
Aw al Akhir Delta Aw al Akhir Delta
Kontrol Perlakuan
Kelompok Stimulasi
Gambar 14. Rataan Skor Lingkungan Pengasuhan Kelompok I (KT) dan
Kelompok II (KTP) Sebelum dan Setelah Dilakukan Stimulasi Psikososial
KT KTP
106
Untuk membuktikan lebih lanjut bahwa peningkatan skor lingkungan
pengasuhan anak pada tes akhir benar dipengaruhi oleh stimulasi psikososial yang
diberikan secara lengkap maka dilakukan analisis kovarian dengan menjadikan tes
awal lingkungan pengasuhan sebagai kovarian dan kelompok stimulasi
psikososial sebagai fixed factor (Tabel 20). Hasil analisis kovarian menunjukan
bahwa stimulasi psikososial berpengaruh secara signifikan terhadap lingkungan
pengasuhan anak dengan nilai t = -7.090, sig = 0.000, dan R-square = 0.824
dengan nilai rata-rata skor lingkungan pengasuhan KTP lebih tinggi dari pada
nilai skor lingkungan pengasuhan KT.
Tabel 20. Hasil Uji Analisis Kovarian terhadap Lingkungan Pengasuhan
Lingkungan Pengasuhan Parameter B t Sig
Intercept 14.420 7.523 0.000 Covarian (lingkungan pengasuhan awal) 0.762 14.193 0.000 Fixed factor (Kelompok stimulasi psikososial) (0= KT,1=KTP)
-5.321 -7.090 0.000
R-square 0.824 Adj R-square 0.819 F (Sig) 152.680 (000)
Analisis kovarian juga digunakan untuk memastikan apakah peningkatan
lingkungan pengasuhan anak usia prasekolah karena adanya faktor lain seperti
faktor karakteristik keluarga atau karakteristik anak usia prasekolah. Pada
analisis ini kelompok stimulasi sebagai fixed factor dan semua peubah independen
(karakteristik keluarga dan karakteristik anak) sebagai covarian. Hasil uji
memperlihatkan bahwa pada selang kepercayaan 95% (P<0.05), tidak ada faktor
lain yang berpengaruh signifikan terhadap lingkungan pengasuhan anak dengan
nilai t = 5.251, sig = 0.000, dan R-square (Adjusted R-square) = 0.871 (0.854).
Artinya peningkatan lingkungan pengasuhan benar disebabkan oleh stimulasi
yang diberikan (Tabel 21). Sedangkan pada selang kepercayaan 90% (P<0.1)
terlihat bahwa pendidikan ibu dan pendapatan keluarga turut berpengaruh positif
terhadap lingkungan pengasuhan.
107
Tabel 21. Hasil Uji Analisis Kovarian Beragam Faktor terhadap Lingkungan Pengasuhan Anak Usia Prasekolah
Lingkungan Pengasuhan Parameter B t Sig
Intercept 16.371 5.251 0.000 Lingkungan pengasuhan awal 0.565 8.480 0.000* Pendidikan ayah 5.162E-02 0.339 0.736 Pendidikan ibu 0.352 1.829 0.072 Ukuran keluarga -0.344 -0.884 0.381 Pendapatan per kapita keluarga 1.329E-05 1.991 0.052 Urutan anak -0.131 -0.436 0.664 Kepribadian anak 0.315 1.330 0.189 Fixed factor (kelompok stimulasi psikososial) (0= KT,1=KTP)
-4.274 -5.346 0.000*
R-square 0.871 Adj R-square 0.854 F (Sig) 49.860 (000)*
Kondisi ini menunjukan bahwa pelaksanaan diklat yang dilengkapi dengan
pelaksanaan Proram Ibuku Guru Kami metode homeschooling group berdampak
positif pada ibu dan anak, karena ibu mendapatkan tambahan pengetahuan dan
keterampilan dalam menstimulasi anak dan anak mendapatkan bimbingan yang
terarah dari ibu setiap harinya. Pelaksanaan kegiatan dalam bentuk kelompok
memudahkan bagi orang tua dalam menstimulasi anak karena bisa dilaksanakan
bersama-sama dan biaya peralatan yang diperlukan juga dapat ditanggung
bersama-sama. Implikasinya adalah bahwa stimulasi psikososial adalah penting
untuk peningkatan kualitas lingkungan pengasuhan anak. Upaya untuk
meningkatkan kualitas pengasuhan anak usia prasekolah melalui stimulasi
psikososial pendidikan dan latihan (diklat) yang disertai dengan pelaksanaan
Program Ibuku Guru Kami melalui metode homeschooling group dapat terus
dilaksanakan oleh orang tua dan didukung oleh pihak-pihak yang peduli terhadap
ibu dan anak.
108
Pengaruh Stimulasi Psikososial terhadap dan Perkembangan Anak usia prasekolah
Pengaruh Stimulasi psikososial terhadap Perkembangan Kognitif Anak Usia Prasekolah
Hasil uji beda (t test) menunjukan bahwa tidak ada perbedaan signifikan
skor perkembangan kognitif antara KT dan KTP sebelum diberikan stimulasi
psikososial. Setelah diberikan stimulasi psikososial berupa diklat stimulasi
psikososial pada ibu KT dan KTP dan dilengkapi dengan pelaksanaan Program
Ibuku Guru Kami melalui metode kelompok belajar di rumah (homeschooling
group) untuk KTP, terjadi peningkatan skor perkembangan kognitif pada kedua
kelompok tersebut. Namun peningkatan perkembangan kognitif pada KTP jauh
lebih tinggi dibanding KT dan berbeda signifikan antara KT dan KTP, seperti
yang ditunjukkanan oleh hasil uji beda (t test) (Tabel 22). Gambar 15
memperlihatkan bahwa setelah dilakukan stimulasi psikososial, perubahan skor
perkembangan kognitif anak KTP (12.6 poin) lebih tinggi dari pada perubahan
yang terjadi pada KT (4.3 poin).
Tabel 22. Rataan Skor dan Hasil Uji Beda Perkembangan Anak menurut
Kelompok Stimulasi dan Periode Pengukuran Perkembangan Periode
Pengukuran Kelompok I
(KT) Kelompok II (KTK)
Nilai t Sign. Nilai t
Awal 13.9 14.3 -0.464 0.644 Akhir 18.2 26.9 -8.495 0.000
Kognitif (34)
Delta 4.3 12.6 -9.539 0.000 Awal 9.3 10.2 -1.995 0.052 Motorik halus
(22) Akhir 11.4 17.9 -10.520 0.000 Awal 17.1 22.5 -6.789 0.000 Motorik kasar
(42) Akhir 21.3 35.6 -12.865 0.000 Awal 26.4 32.9 -5.555 0.000 Akhir 32.7 53.5 -13.393 0.000
Psikomotor (64)
Delta 6.3 20.9 -12.610 0.000 Awal 7.0 6.3 1.152 0.253 Akhir 9.0 16.5 -9.520 0.000
Sosial emosional (24)
Delta 2.0 10.2 -14.156 0.000
109
13.9
18.2
4.3
14.3
27.0
12.6
0.0
5.0
10.0
15.0
20.0
25.0
30.0
Rat
aan
Per
kem
ban
gan
K
og
nit
if
Aw al Akhir Delta Aw al Akhir Delta
Kontrol Perlakuan
Kelompok Stimulasi
Gambar 15. Rataan Skor Perkembangan Kognitif Kelompok I (KT) dan
Kelompok II (KTP) Sebelum dan Setelah Dilakukan Stimulasi Psikososial
Guna membuktikan lebih lanjut bahwa peningkatan skor perkembangan
kognitif anak pada tes akhir benar dipengaruhi oleh stimulasi psikososial yang
diberikan secara lengkap maka dilakukan analisis kovarian dengan menjadikan tes
awal perkembangan kognitif sebagai kovarian dan kelompok stimulasi psikososial
sebagai fixed factor (Tabel 23). Hasil analisis kovarian menunjukan bahwa
kelompok stimulasi psikososial berpengaruh secara signifikan terhadap
perkembangan kognitif anak dengan nilai t = -10.556, sig = 0.000, dan R-square =
0.716 dengan nilai rata-rata skor perkembangan kognitif KTP lebih tinggi dari
pada nilai skor perkembangan kognitif KT.
Dalam stimulasi psikososial yang diberikan secara lengkap, ibu diberikan
pengetahuan dan keterampilan untuk meningkatkan perkembangan kognitif anak
melalui permainan. Keterpaduan pemberian stimulasi kognitif dalam bentuk
pengetahuan dan praktek dalam pelaksanaan Program Ibuku Guru Kami mealui
metode homeschooling group berpengaruh positif terhadap perkembangan
kognitif anak.
KT KTP
110
Tabel 23. Hasil Uji Analisis Kovarian terhadap Perkembangan Kognitif
Perkembangan Kognitif Parameter B t Sig
Intercept 17.681 11.713 0.000 Covarian (skor kognitif awal) 0.648 6.656 0.000 Fixed factor (kelompok stimulasi psikososial) (0= KT,1=KTP)
-8.480 -10.556 0.000
R-square 0.716 Adj R-square 0.707 F (Sig) 81.915 (000)
Analisis kovarian juga digunakan untuk memastikan apakah
perkembangan kognitif anak usia prasekolah karena adanya faktor lain seperti
faktor karakteristik keluarga atau karakteristik anak usia prasekolah. Pada
analisis ini kelompok stimulasi sebagai fixed factor dan semua peubah independen
(karakteristik keluarga dan karakteristik anak) sebagai covarian. Hasil uji
memperlihatkan bahwa faktor lain yang berpengaruh signifikan terhadap
perkembangan kognitif anak adalah pendapatan per kapita keluarga dengan nilai t
= 2.578, sig = 0.013, dan R-square (Adjusted R-square) = 0.785 (0.747) (Tabel
24).
Tabel 24. Hasil Uji Analisis Kovarian Beragam Faktor terhadap Perkembangan
Kognitif
Perkembangan Kognitif Parameter B t Sig
Intercept 15.826 4.325 0.000 Skor kognitif awal 0.533 4.885 0.000* Pendidikan ayah -7.567E-02 -0.440 0.662 Pendidikan ibu -9.768E-02 -0.433 0.666 Ukuran keluarga -0.616 -1.355 0.181 Pendapatan per kapita keluarga 1.959E-05 2.578 0.013* Urutan anak 0.363 0.997 0.323 Kepribadian anak 6.183E-02 -0.225 0.822 Lingkungan pengasuhan 9.213E-02 1.127 0.264 Pertumbuhan (z-skor BB/TB -0.350 -0.729 0.469 Fixed factor (kelompok stimulasi psikososial) (0= KT,1=KTP)
-7.939 -8.538 0.000*
R-square 0.785 Adj R-square 0.747 F (Sig) 20.579 (000)*
111
Berdasarkan hasil tersebut dapat dipahami bahwa seiring dengan
peningkatan pengetahuan dan keterampilan ibu untuk meningkatkan
perkembangan kognitif anak melalui permainan, maka dibutuhkan kemampuan
keuangan keluarga dalam menyediakan permainan yang mendukung
perkembangan kognitif anak. Dengan demikian keterpaduan pemberian stimulasi
kognitif dalam bentuk pengetahuan dan praktek dalam pelaksanaan Program
Ibuku Guru Kami melalui metode homeschooling group dan didukung oleh
pendapatan per kapita keluarga berpengaruh positif signifikan terhadap
perkembangan kognitif anak.
Pengaruh Stimulasi Psikososial terhadap Perkembangan Psikomotor Anak Usia Prasekolah
Rata-rata skor perkembangan psikomotor KT dan KTP termasuk kategori
rendah dan hasil uji beda (t test) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
signifikan skor perkembangan psikomotor antara KT dan KTP sebelum diberikan
stimulasi psikososial. Setelah diberikan stimulasi psikososial berupa diklat
stimulasi psikososial pada ibu KT dan KTP dan dilengkapi dengan pelaksanaan
Program Ibuku Guru Kami melalui metode homeschooling group untuk KTP,
terjadi peningkatan skor perkembangan psikomotor pada kedua kelompok
tersebut.
Hasil uji beda (t test) menunjukkan terdapat perbedaan signifikan
perkembangan psikomotor antara KT dan KTP (Tabel 22). Perbedaan signifikan
dari hasil tes awal perkembangan psikomotor antara KT dan KTP dan ditambah
lagi bahwa KTP mendapatkan intervensi lengkap dengan pelaksanaan program
melalui metode homeschooling group, menghasilkan skor rata-rata perkembangan
psikomotor KTP jauh lebih tinggi daripada skor rata-rata perkembangan
psikomotor KT. Gambar 16 memperlihatkan bahwa perubahan skor
perkembangan psikomotor KTP (20.9 poin) lebih tinggi dari pada perubahan yang
terjadi pada KT (6.3 poin) setelah dilakukan stimulasi psikososial.
112
Gambar 16. Rataan Skor Perkembangan Psikomotor Kelompok I (KT) dan Kelompok II (KTP) Sebelum dan Setelah Dilakukan Stimulasi Psikososial
Guna membuktikan lebih lanjut bahwa peningkatan skor perkembangan
psikomotor anak pada tes akhir benar dipengaruhi oleh stimulasi psikososial yang
diberikan secara lengkap maka dilakukan analisis kovarian dengan menjadikan tes
awal perkembangan psikomotor sebagai kovarian dan kelompok stimulasi
psikososial sebagai fixed factor (Tabel 25). Hasil analisis kovarian menunjukan
bahwa kelompok stimulasi psikososial berpengaruh secara signifikan terhadap
perkembangan psikomotor anak dengan nilai t = -10.991, sig = 0.000, dan R-
square = 0.850 dan nilai rata-rata skor perkembangan psikomotor KTP lebih
tinggi dari pada nilai skor perkembangan psikomotor KT. Dalam stimulasi
psikososial yang diberikan secara lengkap, ibu diberikan pengetahuan dan
keterampilan untuk meningkatkan perkembangan psikomotor anak melalui
permainan. Keterpaduan pemberian stimulasi psikomotor dalam bentuk
pengetahuan dan praktek pelaksanaan Program Ibuku Guru Kami dengan metode
homeschooling group berpengaruh positif terhadap perkembangan psikomotor
anak.
26.432.7
6.3
32.9
53.5
20.9
0.0
10.0
20.0
30.0
40.0
50.0
60.0
Rat
aan
Per
kem
ban
gan
P
siko
mo
tor
Aw al Akhir Delta Aw al Akhir Delta
Kontrol Perlakuan
Kelompok Stimulasi
KT KTP
113
Tabel 25. Hasil Uji Analisis Kovarian terhadap Perkembangan Psikomotor
Perkembangan Psikomotor Parameter B t Sig
Intercept 24.335 8.886 0.000 Covarian (skor psikomotor awal) 0.897 7.200 0.000 Fixed factor (kelompok stimulasi psikososial) (0= KT,1=KTP)
-15.317 -10.991 0.000
R-square 0.850 Adj R-square 0.846 F (Sig) 184.690 (000)
Analisis kovarian juga digunakan untuk memastikan apakah
perkembangan psikomotor anak usia prasekolah karena adanya faktor lain. Pada
analisis ini kelompok stimulasi sebagai fixed factor dan semua peubah independen
(karakteristik keluarga dan karakteristik anak) sebagai covarian. Hasil uji
memperlihatkan bahwa faktor lain yang berpengaruh signifikan terhadap
perkembangan psikomotor anak adalah pendapatan per kapita kaluarga dan
kepribadian anak dengan R-square (Adj R-square) = 0.899 (0.881) seperti terlihat
pada Tabel 26.
Tabel 26. Hasil Uji Analisis Kovarian Beragam Variabel terhadap Perkembangan
Psikomotor
Perkembangan Psikomotor Parameter B t Sig
Intercept 23.015 4.365 000 Skor psikomotor awal 0.765 6.194 0.000* Pendidikan ayah 0.278 1.180 0.243 Pendidikan ibu 0.374 1.227 0.225 Ukuran keluarga -0.936 -1.545 0.128 Pendapatan per kapita keluarga 1.244E-05 2.149 0.036* Urutan anak 0.718 1.449 0.153 Kepribadian anak 1.200 3.164 0.002* Lingkungan pengasuhan -0.218 -1.893 0.063 Pertumbuhan (z-skor BB/TB) -0.210 -0.322 0.749 Fixed factor (kelompok stimulasi psikososial) (0= KT,1=KTP)
-13.523 -9.585 0.000*
R-square 0.899 Adj R-square 0.881 F (Sig) 50.788 (000)*
114
Kemampuan keluarga dalam menyediakan alat permainan yang
mendukung perkembangan psikomotor dan sifat keterbukaan anak dalam bermain
dengan teman-temannya turut berpengaruh terhadap perkembangan psikomotor
anak, disamping upaya peningkatan pengetahuan dan keterampilan ibu.
Pengaruh Stimulasi Psikososial terhadap Perkembangan Sosial Emosional Anak Usia Prasekolah Hasil uji beda (t test) menunjukan bahwa tidak ada perbedaan signifikan
skor perkembangan sosial emosional antara KT dan KTP sebelum diberikan
stimulasi psikososial . Setelah diberikan stimulasi psikososial berupa diklat
stimulasi psikososial pada ibu KT dan KTP dan dilengkapi dengan pelaksanaan
Proram Ibuku Guru Kami melalui metode homeschooling group untuk KTP,
terjadi peningkatan skor perkembangan sosial emosional pada kedua kelompok
tersebut.
Hasil uji beda (t test) menunjukan terdapat perbedaan signifikan
perkembangan sosial emosional antara KT dan KTP (Tabel 22). Hal ini
disebabkan peluang KTP mendapatkan stimulasi bermain dengan teman-temannya
lebih banyak dibandingkan dengan KT. Dalam waktu satu minggu, anak-anak
KTP sudah bisa bersosialisasi dan mengendalikan emosinya dalam kegiatan
homeschooling group dan orang tua juga setiap hari memotivasi proses sosialisasi
anak. Gambar 17 memperlihatkan bahwa perubahan skor perkembangan sosial
emosional KTP (10.2 poin) lebih tinggi dari pada perubahan yang terjadi pada KT
(2.0 poin) setelah dilakukan stimulasi psikososial. Untuk membuktikan lebih
lanjut bahwa peningkatan skor perkembangan sosial emosional anak pada tes
akhir benar dipengaruhi oleh stimulasi psikososial secara lengkap maka dilakukan
analisis kovarian dengan menjadikan tes awal perkembangan sosial emosional
sebagai kovarian dan kelompok stimulasi psikososial sebagai fixed factor (Tabel
27).
115
7.0
9.0
2.0
6.3
16.5
10.2
0.0
2.04.0
6.08.0
10.0
12.014.016.0
18.0
Rat
aan
Per
kem
ban
gan
S
osi
al E
mo
sio
nal
Aw al Akhir Delta Aw al Akhir Delta
Kontrol Perlakuan
Kelompok Stimulasi
Gambar 17. Rataan Skor Perkembangan Sosial Emosional Kelompok I (KT) dan
Kelompok II (KTP) Sebelum dan Setelah Dilakukan Stimulasi Psikososial.
Hasil analisis kovarian menunjukan bahwa stimulasi psikososial
berpengaruh secara signifikan terhadap perkembangan sosial emosional anak
dengan nilai t = -13.891, sig = 0.000, dan R-square = 0.777 dengan nilai rata-rata
skor perkembangan sosial emosional KTP lebih tinggi dari pada nilai skor
perkembangan sosail emosional KT. Keterpaduan pemberian stimulasi sosial
emosional dalam bentuk pengetahuan dan pelaksanaan Program Ibuku Guru Kami
melalui metode home schooling group berpengaruh positif terhadap
perkembangan sosial emosional anak
Tabel 27. Hasil Uji Analisis Kovarian terhadap Perkembangan Sosial Emosional
Perkembangan Sosial Emosional Parameter B t Sig
Intercept 10.887 12.843 0.000 Covarian (skor sosial emosional awal) 0.889 7.606 0.000 Fixed factor (kelompok stimulasi psikososial) (0= KT,1=KTP)
-8.079 -13.891 0.000
R-square 0.777 Adj R-square 0.770 F (Sig) 113.289 (000)
Hasil analisis kovarian menunjukan bahwa faktor lain yang berpengaruh
secara signifikan terhadap perkembangan sosial emosional anak yaitu pendapatan
KT KTP
116
per kapita keluarga dengan nilai R-square (Adj R-square) = 0.819 (0.787) (Tabel
28). Hal ini berarti stimulasi psikososial adalah penting disamping didukung oleh
variabel lain seperti pendapatan perkapita dan lingkungan pengasuhan untuk
peningkatan perkembangan kognitif, psikomotor dan sosial emosional anak.
Tabel 28. Hasil Uji Analisis Kovarian Beragam Variabel terhadap Perkembangan Sosial Emosional
Perkembangan Sosial
Emosional Parameter
B t Sig Intercept 9.153 3.448 0.001 Skor sosial emosional awal 0.846 6.695 0.000* Pendidikan ayah -0.134 -1.028 0.308 Pendidikan ibu 0.325 1.954 0.056 Ukuran keluarga 0.153 0.463 0.645 Pendapatan per kapita keluarga 1.296E-05 2.280 0.026* Urutan anak 6.482 E-02 0.237 0.813 Kepribadian anak 0.103 0.488 0.627 Lingkungan pengasuhan -6.514 E-02 -1.082 0.284 Pertumbuhan (z-skor BB/TB) 0.251 0.713 0.479 Fixed factor (kelompok stimulasi psikososial) (0= KT,1=KTP)
-7.594 -10.614 0.000*
R-square 0.819 Adj R-square 0.787 F (Sig) 25.777 (000)*
Berdasarkan hasil penelitian terhadap pengaruh stimulasi psikososial
terhadap lingkungan dan pengasuhan dan perkembangan anak usia prasekolah
dapat diuraikan bahwa dalam melakukan pengasuhan dan menstimulasi
perkembangan anak seperti yang dikembangkan oleh Caldwell dan Bradley
(1984) dan Puskur Diknas tersebut, orangtua haruslah memiliki pengetahuan dan
keterampilan yang memadai sehingga dapat mencapai hasil yang optimal. Untuk
itulah peneliti membuat paket pendidikan dan latihan (diklat) yang bertujuan
untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan ibu dalam mengasuh dan
membimbing anak, khususnya anak usia prasekolah. Paket diklat tersebut
didasari oleh nilai-nilai religius Islam (berbasis aqidah Islam) guna memberikan
motivasi ruhiyyah (keimanan) kepada ibu dalam melakukan pengasuhan dan
pendidikan kepada anak-anaknya. Alasan peneliti mengkhususkan paket diklat
tersebut berbasis aqidah Islam didasari oleh kenyataan bahwa lebih kurang 90,0%
117
penduduk Indonesia beragama Islam, sebagian besar tinggal di pedesaan dan
mayoritas berada di bawah garis kemiskinan, bahkan di wilayah penelitian
terdapat lebih dari 98% yang beragama Islam. Disamping itu, peneliti mencoba
melakukan pendekatan baru dalam melakukan perubahan di tengah masyarakat
yang mayoritas muslim ini melalui pendekatan ruhiyyah bukan pendekatan materi
atau manfaat.
Kelemahan yang ditemui bila melakukan perubahan di tengah masyarakat
menggunakan pendekatan materi atau manfaat adalah apabila dirasakan upaya
yang dilakukan tidak lagi mendatangkan manfaat atau keuntungan materi maka
motivasi untuk melakukan upaya tersebut berkurang bahkan hilang bersamaan
dengan habisnya materi yang diperoleh. Lain halnya dengan kekuatan motivasi
ruhiyyah, selagi keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya masih tertanam di hati
masyarakat maka motivasi untuk mencapai hari esok yang lebih baik dari hari
sekarang itu tetap ada sekalipun manfaat secara langsung berupa materi tidak
diperoleh.
Banyak program yang dikeluarkan oleh pemerintah dan dengan anggaran
biaya yang tidak sedikit, digulirkan ke tengah masyarakat dengan tujuan
memperbaiki kondisi masyarakat belum disertai dengan pemberian motivasi
ruhiyyah, sehingga tidak mengherankan bila upaya tersebut belum mampu
menyelesaikan masalah yang terjadi di tengah masyarakat. Ditambah lagi sikap
ketidakpedulian masyarakat.
Kondisi masyarakat yang memprihatinkan ini (kebodohan, kemiskinan,
kezaliman dan ketidakpedulian) ini tidak akan bisa berubah kalau sekiranya
masyarakat muslim tersebut tidak berusaha merubahnya sendiri dengan penuh
kesadaran, sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surat Ar-Ra’d ayat
11 yang artinya: “.... Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum
sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri....” (TQS
AR RA’D: 11). Salah satu upaya menghilangkan kebodohan dalam mengasuh
dan mendidik anak adalah dengan mengikuti diklat stimulasi psikososial berbasis
aqidah Islam dalam program Ibuku Guru Kami.
Paket diklat stimulasi psikososial terdiri dari 16 materi (teori dan praktek)
yaitu konsep pendidikan anak usia dini berbasis aqidah Islam, membangun mental
118
ibu, konsep diri anak, stimulasi dini kunci keberhasilan anak usia dini, konsep dan
tahapan perkembangan anak, tugas perkembangan anak, belajar sambil bermain,
kecerdasan kognitif, kecerdasan motorik kasar, kecerdasan motorik halus,
kecerdasan sosial emosional dan metode kelompok belajar di rumah
(homeschooling group). Pelaksanaan program ibuku guru kami dengan metode
homeschooling group hanya diberikan kepada Kelompok II, sedangkan materi
lainnya diberikan kepada kedua kelompok. Gambaran dari materi pelajaran,
tujuan dan metode penyampaian diklat terlihat pada Lampiran 4.
Konsep Pendidikan Integral Anak Usia Dini Berbasis Aqidah Islam melalui Program Ibuku Guru Kami dan
Metode Kelompok Belajar di Rumah (Home Schooling Group)
Konsep pendidikan integral anak usia dini berbasis aqidah Islam (PIAUD
BAI) merupakan pendidikan yang diterima oleh anak usia 3-6 tahun yang
menjadikan aqidah Islam sebagai dasar pendidikan. Pendidikan tersebut dapat
diberikan dalam jalur formal, informal dan non formal dan diselenggarakan secara
integral oleh pelaku pendidikan yaitu keluarga, masyarakat dan negara.
Pendidikan formal untuk anak usia dini seperti Taman Kanak-Kanak Islam
Terpadu, dan Taman Pendidikan Islam yang menjalankan program pendidikan
dengan menjadikan aqidah Islam sebagai azas pendidikan. Dalam
pelaksanaannya, pendidikan formal ini dibimbing oleh guru. Sedangkan bentuk
pendidikan informal dan non formal untuk anak usia dini seperti TPA, Program
Ibuku Guru kami metode kelompok belajar di rumah (home schooling group)
berbasis aqidah Islam lebih dominan dibimbing oleh ibu atau orang terdekat
dengan anak.
Islam telah memberikan tanggung jawab kepada ibu untuk mengasuh
anak-anaknya pada usia hadhonah (pengasuhan) yang pada usia tersebut terbukti
pada saat ini sebagai fase terbaik memulai pendidikan. Terjadinya komersialisasi
pendidikan, terutama dengan berbagai macam program pendidikan untuk anak-
anak fase golden age yang mematok harga tinggi dan bahkan sangat tinggi, dan
adanya peluang untuk memberdayakan ibu-ibu agar mampu mengelola kelompok
belajar di rumah (home schooling group) atau menjadi pendidik, semuanya
119
melatarbelakangi bahwa keberadaan Program Ibuku Guru Kami melalui metode
home schooling group merupakan salah satu alternatif metode pendidikan untuk
anak usai dini.
Program Ibuku Guru Kami dengan metode home schooling group berbasis
aqidah Islam adalah suatu metode pendidikan yang diterima anak yang
menjadikan aqidah Islam sebagai dasar pendidikan, diberikan oleh sekelompok
ibu kepada sekelompok anak dengan usia sama yang berlangsung secara informal
(keluarga) dan non formal (masyarakat) dengan memanfaatkan rumah dan segala
isinya serta lingkungan sekitar sebagai bagian dari sarana pendidikan. Rumah
merupakan lingkungan terdekat anak dan tempat belajar yang paling baik buat
anak. Di rumah anak bisa belajar selaras dengan keinginannya sendiri. Ia tak perlu
duduk menunggu sampai bel berbunyi, tidak perlu harus bersaing dengan anak-
anak lain, tidak perlu harus ketakutan menjawab salah di depan kelas, dan bisa
langsung mendapatkan penghargaan atau pembetulan kalau membuat kesalahan.
Disinilah peran ibu menjadi sangat penting, karena tugas utama ibu sebetulnya
adalah pengatur rumah tangga dan pendidik anak. Di dalam rumah banyak sekali
sarana-sarana yang bisa dipakai untuk pembelajaran anak. Anak dapat belajar
banyak sekali konsep tentang benda, warna, bentuk dan sebagainya sembari ibu
memasak di dapur. Anak juga dapat mengenal ciptaan Allah melalui berbagai
macam makhluk hidup yang ada di sekitar rumah, mendengarkan ibu membaca
doa-doa, lantunan ayat-ayat Al-Qur’an dan cerita para Nabi dan sahabat dalam
suasana yang nyaman dan menyenangkan. Oleh sebab itu rumah merupakan
lingkungan yang tepat dalam menyelenggarakan pendidikan untuk anak usia dini
seperti yang dilakukan semasa pemerintahan Islam, bahwa pendidikan untuk
anak-anak di bawah tujuh tahun dibimbing langsung oleh orang tuanya. Selain
itu, Al-Abdary dalam kitab Madkhalusi asy-Syar’i asy-Syarif mengkritik para
orang tua dan wali yang mengirimkan anak-anaknya ke sekolah pada usia kurang
dari tujuh tahun. Ia mengatakan:
“Dahulu para leluhur kita yang alim mengirimkan putera-puteranya ke
Kuttab/sekolah tatkala mereka mencapai usia tujuh tahun. Sejak usia tersebut
orang tua diharuskan mendidik anak-anaknya mengenal shalat dan akhlak yang
mulia. Akan tetapi saat ini amat disesalkan bahwa anak-anak zaman sekarang
120
menuntut ilmu pada usia yang masih rawan (4-5) tahun. Para pengajar
hendaknya hati-hati mengajar anak-anak usia rawan ini, karena dapat
melemahkan tubuh dan akal pikirannya”.
Program Ibuku Guru Kami dengan metode homeschooling group ini dapat
diterapkan oleh seluruh lapisan masyarakat karena dalam pelaksanaannya bersifat
dinamis, dapat bervariasi sesuai dengan keadaan sosial ekonomi orang tua.
Keterlibatan orang tua (ibu) dalam program ini sangat dominan dan jarak tempuh
anak ke kelompok-kelompok pelaksanaan program dapat ditempuh anak dengan
berjalan kaki (maksimal 1 km). Hal demikian menjadikan keunggulan dari
Program Ibuku Guru Kami metode home schooling group (murah, ibu dekat
dengan anak, dan dinamis). Mengapa harus dalam bentuk group atau kelompok?
Hal tersebut bertujuan untuk menanamkan konsep muamalah (sosialisasi) pada
anak, membangun ukhuwah Islamiyah (persaudaraan) di kalangan Ibu disamping
dapat meringankan beban ibu dan upaya memperbaiki lingkungan masyarakat.
Kurikulum Program Ibuku Guru Kami metode home shcooling group
mencerminkan kegiatan untuk membangun kemampuan syaksyiyyah
(kepribadian) dan thaqofah (ilmu-ilmu Islam) anak yang mencakup materi aqidah,
bahasa arab, Al-Qur’an, As-Sunnah, fiqh, siroh nabi dan sejarah kaum muslimin,
serta untuk membangun kemampuan keterampilan sainteks (berhitung, membaca,
menulis, menggambar, menyanyi, menyusun puzzle dan keterampilan fisik atau
disebut kemampuan kognitif, bahasa, motorik kasar, motorik, halus, seni, dan
kemadirian.
Kegiatan tersebut dilakukan dengan cara bermain sambil belajar melalui
keteladanan, mendengar, mengucapkan, bercerita dan pembiasaan. Pendekatan
pembelajaran dalam Program Ibuku Guru Kami metode home schooling group
haruslah berorientasi pada prinsip-prinsip perkembangan anak, kebutuhan anak,
menggunakan pendekatan tematik, kreatif dan inovatif, lingkungan kondusif dan
mengembangkan kemampuan hidup.
Materi yang terkandung dalam tema disusun berbasis aqidah Islam.
Aqidah Islam merupakan pemikiran yang menyeluruh tentang alam semesta,
manusia dan kehidupan serta hubungan ketiganya dalam kehidupan sebelumnya
(adanya Pencipta yakni Allah SWT) dan sesudahnya (hari akhirat). Dengan
121
susunan ini, semua materi pembelajaran di giring untuk menguak apa yang ada
dibalik semua itu (yaitu keberadaan, kebesaran dan kekuasaan Allah SWT)
sehingga di harapkan mampu mewujudkan generasi pemimpin yang tangguh
dalam menghadapi kehidupan dunia dan akherat (terbentuk cikal bakal individu
yang kepribadian Islam, berthaqofah Islam dan menguasai ilmu pengetahuan dan
keterampilan sesuai tahapan usianya).
Tema yang diambil mencakup manusia, kehidupan, dan alam semesta.
Dalam pelaksanaannnya dijabarkan lagi dalam sub-sub tema yang diramu dalam
satuan kegiatan tahunana, bulanan, mingguan dan harian Sebagai evaluasi dari
hasil belajar dilakukan penilaian secara kuantitatif dan kualitatif dengan cara
pengamatan dan pencatatan.
Program Ibuku Guru Kami dengan metode home schooling group berbasis
aqidah Islam ini dapat dimulai dengan memperhatikan dan melakukan berbagai
langkah berikut:
1. Melakukan identifikasi wilayah dimana akan dilaksanakan Program Ibuku
Guru Kami dengan metode home schooling group dengan potensi: jumlah
anak usia 3-6 tahun, jumlah ibu yang berpotensi jadi pengajar di kelompok,
keadaan sosio ekonomi setempat, organisasi yang ada di masyarakat seperti
PKT, Majelis Taklim, Posyandu dan lain-lain.
122
2. Mensosialisasikan Program Ibuku Guru Kami dengan metode home schooling
group berbasis aqidah Islam melalui seminar, pengajian majelis taklim, arisan
dan lain-lain.
3. Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan (diklat) stimulasi psikososial untuk ibu
123
4. Pengadaan prasarana dan pembentukan kelompok
5. Pembentukan forum kajian pendidikan ibu dan anak
124
6. Mulai Homeschooling group
125
126
127
KUNJUNGAN