Upload
anang-satrianto
View
3.083
Download
7
Embed Size (px)
Citation preview
PENGARUH PENYULUHAN KESEHATAN TERHADAP PENURUNAN
TINGKAT KECEMASAN KELUARGA PASIEN DENGAN
CEDERA KEPALA (SEDANG - BERAT) DI RUANG 13
RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG
TUGAS AKHIR
Untuk Memenuhi PersyaratanMemperoleh Gelar Sarjana Ilmu Keperawatan
Oleh:MEDICAL SHOCKER
JURUSAN ILMU KEPERAWATANFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS BRAWIJAYA
2008
HALAMAN PERSETUJUAN
TUGAS AKHIR
PENGARUH PENYULUHAN KESEHATAN TERHADAP PENURUNAN
TINGKAT KECEMASAN KELUARGA PASIEN DENGAN
CEDERA KEPALA (SEDANG-BERAT) DI RUANG 13 (AKUT)
RUMAH SAKIT UMUM Dr. SAIFUL ANWAR MALANG
Untuk Memenuhi PersyaratanMemperoleh Gelar Sarjana Ilmu Keperawatan
Oleh:
MEDICAL SHOCKER
Menyetujui :
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. dr. Sumarno, DMM, SpMK M. Fathoni., S. Kep, NsNIP. 130 809 130 NIP. 132 310 782
HALAMAN PENGESAHAN
TUGAS AKHIR
PENGARUH PENYULUHAN KESEHATAN TERHADAP PENURUNAN
TINGKAT KECEMASAN KELUARGA PASIEN DENGAN
CEDERA KEPALA (SEDANG-BERAT) DI RUANG 13 (AKUT)
RUMAH SAKIT UMUM Dr. SAIFUL ANWAR MALANG
Oleh:
MEDICAL SHOCKERNIM: 0610722044
Telah diuji pada
Hari : KamisTanggal : 31 Januari 2008
Dan dinyatakan lulus oleh :
Penguji I
Ns. Kumboyono. S.kep, M.KepNIP. 132 296 277
Penguji II Penguji III
Prof. Dr. dr. Sumarno, DMM, SpMK Ns. M. Fathoni, S. KepNIP. 130 809 130 NIP. 132 310 782
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan petunjuk dan hidayah -
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan judul " Pengaruh
Penyuluhan Kesehatan terhadap penurunan tingkat kecemasan pada keluarga
pasien dengan cedera Cedera Kepala (sedang-berat) di Ruang 13 (Akut) RSU
Dr. Saiful Anwar Malang".
Ketertarikan penulis akan penelitian ini didasari oleh keinginan penulis
untuk mengetahui tingkat pengetahuan keluarga terhadap tingkat kecemasan
dengan pasien cedera kepala. Salah satunya dengan memberikan penyuluhan
kesehatan kepada keluarga pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh penyuluhan kesehatan terhadap penurunan tingkat kecemasan pada
keluarga pasien dengan cedera Cedera Kepala (sedang-berat). Dengan
selesainya Tugas Akhir ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. dr. Samsul Islam, SpMK, M.Kes, sebagai dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Brawijaya Malang.
2. dr. Subandi, M.Kes, DHAK, sebagai Ketua Jurusan Ilmu Keperawatan
Universitas Brawijaya Malang.
3. Prof. Dr. dr. Sumarno, DMM, SpMK sebagai pembimbing pertama yang
telah memberikan bimbingan dan arahan, sehingga saya dapat
menyelesaikan penelitian ini.
4. M. Fathoni.S.Kep,Ns, sebagai pembimbing kedua yang telah memberikan
bimbingan dan arahan, sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian ini.
5. Ns. Kumboyono. S.kep, M.Kep, sebagai penguji I yang banyak
memberikan saran dan masukan demi perbaikan Tugas Akhir ini.
6. Direktur RSU Dr. Saiful Anwar Malang yang telah memberikan ijin kepada
penulis untuk melaksanakan studi pendahuluan dan penelitian.
7. Segenap anggota Tim Pengelola Tugas Akhir Fakultas Kedokteran
Universitas Brawijaya yang telah membantu terselesainya penulisan
penelitian ini.
8. Segenap anggota Tim Pengelola Tugas Akhir RSU Dr. Saiful Anwar yang
telah membentu terselesainya penulisan penelitian ini.
9. Seluruh perawat Ruang 13 (Akut) RSU Dr.Saiful Anwar Malang yang
telah membantu terselesainya penelitian ini.
10. Ayah dan Bundaku tercinta yang telah memberikan segalanya untukku.
11. Sahabat-sahabatku (Ayu, Etik, Elok) yang telah menemani &
membantuku menjalani kuliah di Malang, terima kasih kalian semua
merupakan sesuatu yang paling berharga bagiku ” YOU ARE THE BEST
”.
12. Teman-teman PSIK-B 2006 dan semua pihak yang telah membantu dan
selalu memberi suport dalam menyelesaikan penulisan penelitian ini yang
tidak dapat saya sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa penulisan penelitian ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang
konstruktif bagi kesempurnaan penelitian selanjutnya.
Akhirnya, semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi yang
membutuhkan.
Malang, Januari 2008
Penulis
ABSTRAK
MEDICAL SHOCKER, 2008. Pengaruh Penyuluhan Kesehatan Terhadap penurunan Tingkat Kecemasan Keluarga Pasien dengan Cedera Kepala (Sedang-Berat) di Ruang 13 (Akut) RSU Dr. Saiful Anwar Malang.Tugas Akhir, Jurusan Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Pembimbing: (1). Prof. Dr. dr. Sumarno, DMM,SPMK ; (2). M. Fathoni.S.Kep, Ns.
Cedera kepala merupakan kasus paling sering di ruang gawat darurat rumah sakit dan merupakan penyebab utama rawat inap. Keluarga pasien bisa masuk keadaan ansietas berat, menyangkal, marah, penyesalan, dan berduka. Personel keperawatan dapat memperjelas informasi pada keluarga tentang kondisi pasien dengan memberikan penyuluhan kesehatan untuk memberi dukungan, menambah pengalaman dan pengetahuan sehingga dapat mengurangi stress dan kecemasan.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui adakah pengaruh penyuluhan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan dan penurunan tingkat kecemasan keluarga pasien dengan cedera kepala (sedang-berat di ruang 13 (Akut) RSU Dr. Saiful Anwar Malang.
Desain penelitian quasi eksperimen dengan non randomized control group pretest posttest Jumlah populasi sebanyak 264 orang, dengan teknik purposive sampling, dan jumlah sampel 30 responden yang dibagi dua kelompok yaitu kelompok kontrol dan perlakuan. Penelitian menggunakan alat ukur kuisioner dan observasi GCS (Glasgow Coma Scale). Teknik analisa menggunakan Uji Wilcoxon dan Uji Mann-Whitney. Hasil uji Wilcoxon menunjukkan nilai Z hitung untuk “Tingkat Pengetahuan” -3.228 (p=0.001 < 0.05) dan untuk “Tingkat Kecemasan” -3.217 (p)=0.001 <0.05). Sedangkan Uji Mann-Whitney menunjukkan nilai signifikansi untuk tingkat pengetahuan 0, 000 dan tingkat kecemasan 0, 000 yang berada di bawah alpha 0,05, sehingga Ho ditolak.
Kesimpulan dari penelitian ini ada pengaruh penyuluhan kesehatan pada keluarga terhadap tingkat pengetahuan dan penurunan tingkat kecemasan keluarga pasien dengan cedera kepala (sedang-Berat).
Kata Kunci : Cedera Kepala, Keluarga, Penyuluhan Kesehatan, Tingkat Kecemasan.
ABSTRACT
MEDICAL SHOCKER, 2008. The Effect of Health Education With Reduce the Family’s Anxiety Level With (Medium – Severe) Head- Injured Clients in Room 13 (Acute) of RSU Dr. Saiful Anwar Malang. Final Task, Nursing Departement of Brawijaya University. Advisor:1). Prof.Dr.dr. Sumarno, DMM, SpMK ; 2). M. Fathoni. S.Kep, Ners.
Head injury is one of most cases in intensive care unit and it is the main cause of hospitalization. Patient’s family may be in severe anxiety, denial, anger, deep regret, sorrows, and reconsiliation. The family need information to help them mobilize. Nursing personels can clarity information abaut patient’s condition by giving health instruction and support for them to increase their experience, to develop and knowledge for reducing stress and anxiety.
Objective of the research is to know the effect of health education with knowledge level and reduce the family’s anxiety level with (medium – severe) head- injured clients in room 13 of RSU Dr. Saiful Anwar Malang.
Research design uses quasy experiment methode with non randomized control group pre test - post test The number of population is 264, with purposive sampling technique, and the number of sample are 30 respondents deside in two group abaut control group and treatment group.
The measurement instrument is questionnaire and GCS (Glasgow Coma Scale). Analysis technique used is Wilcoxon Test and Mann- Whitney Test. Based on the result of Wlcoxon Test, it shows that Z calculated score for “knowledge level” is – 3,228 (=0,001< 0,05) and that of for “Anxiety Level” is – 3,217 with significance (p=0,001< 0,005). Based on Mann-Withney Test, it shows that significance level for Knowledge Level 0,000 and for Anxiety Level 0,000 is below alpha 0,005, so H0 refused.
Conclusion of the research is can be influence health education with knowledge level and reduce the family’s anxiety level with (medium – severe) head- injured clients.
Keywords : Head- Injured, Family, Health Education, Anxiety Level.
DAFTAR ISI
Halaman
Judul ...................................................................................................... iHalaman Persetujuan............................................................................ iiHalaman Pengesahan........................................................................... iiiKata Pengantar...................................................................................... ivAbstrak................................................................................................... viAbstract.................................................................................................. viiDaftar Isi................................................................................................. viiiDaftar Tabel........................................................................................... xiDafta Gambar........................................................................................ xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang........................................................................ 11.2 Rumusan Masalah.................................................................. 31.3 Tujuan Penelitian.................................................................... 41.4 Manfaat Penelitian.................................................................. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Tingkat Pengetahuan................................................. 72.1.1 Definisi Pengetahuan..................................................... 72.1.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan......... 8
2.2 Konsep Pendidikan Kesehatan............................................... 102.2.1 Definisi Pendidikan kesehatan....................................... 102.2.2 Tujuan Pendidikan Kesehatan....................................... 122.2.3 Metode Dalam Pendidikan Kesehatan........................... 122.2.4 Macam-macam Alat Peraga Pendidikan Kesehatan..... 17
2.3 Konsep Keluarga..................................................................... 202.3.1 Definisi Keluarga............................................................ 202.3.2 Fungsi Keluarga............................................................. 21
2.4 Konsep Cedera Kepala........................................................... 222.4.1 Definisi Cedera Kepala.................................................. 222.4.2 Etiologi........................................................................... 222.4.3 Klasifikasi....................................................................... 232.4.4 Penatalaksanaan........................................................... 282.4.5 Klasifikasi Tingkat Kesadaran........................................ 282.4.6 Perawatan Pasien Cedera Kepala di Ruang Perawatan 312.4.7 Perawatan Penderita Tidak Sadar................................. 32
2.4.8 Prognosis....................................................................... 342.5 Konsep Kecemasan................................................................ 35
2.5.1 Definisi Kecemasan....................................................... 352.5.2 Klasifikasi Tingkat Kecemasan...................................... 362.5.3 Rentang Respon Kecemasan........................................ 372.5.4 Respon Terhadap Kecemasan...................................... 382.5.5 Faktor Predisposisi......................................................... 392.5.6 Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan.......... 41
2.6 Pengaruh Penyuluhan kesehatan terhadap penurunan tingkat kecemasan keluarga pasien dengan cedera kepala 42
BAB III KERANGKA TEORI, KONSEP DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konsep.................................................................... 453.2 Hipotesis Penelitian................................................................. 46
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian.................................................................... 474.1.1 Alur Kerja....................................................................... 48
4.2 Poulasi dan Sampel............................................................... 494.2.1 Populasi......................................................................... 494.2.2 Sampel dan Sampling.................................................... 49
4.2.2.1 Sampel..................................................................... 494.2.2.2 Sampling.................................................................. 494.2.2.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi..................................... 50
4.3 Variabel Penelitian................................................................. 51 4.4.1 Variabel Bebas.............................................................. 51 4.4.2 Variabe Tergantung ..................................................... 51
4.4 Lokasi dan Waktu Penelitian................................................... 514.5 Bahan dan Alat/Instrumen Penelitian...................................... 514.6 Definisi Operasional............................................................... 524.7 Prosedur Penelitian/Pegumpulan Data................................... 53
4.7.1 Uji Validitas dan Uji Reabilitas...................................... 544.7.1.1 Uji Validitas.............................................................. 544.7.1.2 Uji Reabilitas............................................................ 54
4.8 Analisa Data........................................................................... 544.9 Penyajian Data........................................................................ 634.10 Etika Penelitian ................................................................... 63
4.10.1 Informed Concenmt...................................................... 634.10.2 Ananimity..................................................................... 634.10.3 Confidentiality............................................................... 634.10.4 Righ to Self Detemination............................................ 63
BAB V HASIL DAN ANALISA DATA
5.1 Hasil penelitian........................................................................ 645.1.1 Gambaran Umum .......................................................... 64
5.1.1.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur................ 655.1.1.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin. . 66
5.1.1.3 Distribusi Responden Berdasarkan Status Hubungan 675.1.1.4 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan 685.1.1.5 Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan........ 69
5.1.2 Hasil Data Variabel........................................................ 705.1.2.1 Data Tingkat Pengetahuan keluarga........................ 715.1.2.2 Data Tingkat Kecemasan......................................... 72
5.2 Hubungan Antar Variabel........................................................ 735.2.1 Hubungan Antara tingkat pengetahuan melalui PENKES
dengan tingkat kecemasan pada Pre Test..................... 745.2.2 Hubungan Antara tingkat pengetahuan melalui PENKES
dengan Tingkat Kecemasan Pada Post Test................. 75
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Pembahasan........................................................................... 80
6.2 Keterbatasan Penelitian.......................................................... 90
BAB VI PENUTUP
7.1 Kesimpulan............................................................................. 917.2 Saran....................................................................................... 92
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Glasgow Coma Scale............................................................. 30
Tabel 2. Respon Kecemasan................................................................ 38
Tabel 3. Definisi Operasional................................................................ 52
Tabel 4. Data tingkat pengetahuan keluarga tentang cedera kepala
sebelum (pre test) dan sesudah (post test)............................. 71
Tabel 5 . Data Tingkat kecemasan pada keluarga tentang cedera kepala
sebelum (pre test) dan sesudah (post test)............................. 72
Tabel 6. Data Crosstabs tingkat pengetahuan tentang cedera kepala (pre test)
dan penilaian kecemasan(pre test)......................................... 74
Tabel 7. Data Crosstabs Pendidikan Kesehatan cedera kepala (post test)
dan penilaian kecemasan (post test)...................................... 75
Tabel 8. Hasil uji Wilcoxon perbedaan diantara kelompok kontrol dan
perlakuan yang dibandingkan (pre test dan post test)........... 77
Tabel 9. Hasil uji Mann Whitney tentang perbedaan diantara dua
sampel bebas yaitu kelompok Kontrol dan perlakuan............ 78
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Kerangka Teori, Konsep...................................................... 45
Gambar 2. Alur Kerja............................................................................. 48
Gambar 3. Diagram Pie Distribusi responden berdasarkan status
umur pada kelompok kontrol................................................ 65
Gambar 4. Diagram Pie Distribusi responden berdasarkan status
umur pada kelompok perlakuan.......................................... 65
Gambar 5. Diagram Pie Distribusi responden berdasarkan jenis
kelamin pada kelompok kontrol........................................... 66
Gambar 6.Diagram Pie Distribusi responden berdasarkan jenis
kelamin pada kelompok perlakuan...................................... 66
Gambar 7. Diagram Distribusi responden berdasarkan status
hubungan keluarga dengan klien pada kelompok kontrol. . . 67
Gambar 8. Diagram Distribusi responden berdasarkan status
hubungan keluarga dengan klien pada kelompok perlakuan 68
Gambar 9. Diagram Pie Distribusi responden penyuluhan berdasarkan
tingkat pendidikan pada kelompok kontrol......................... 68
Gambar 10. Diagram Pie Distribusi responden penyuluhan berdasarkan
tingkat pendidikan pada kelompok perlakuan..................... 69
Gambar 11. Diagram Pie Distribusi responden berdasarkan pekerjaan
pada kelompok kontrol...................................................... 69
Gambar 12. Diagram Pie Distribusi responden berdasarkan pekerjaan
pada kelompok perlakuan.................................................. 70
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan kesehatan selalu
mengharapkan rumah sakit sebagai penyedia pelayanan kesehatan termasuk
tenaga medis yang menanganinya mampu memberikan penanganan yang cepat,
tepat dan aman, serta dapat di akses secara mudah untuk memperoleh
pelayanan kesehatan yang dibutuhkan. Salah satunya adalah penanganan
kegawatdarutratan untuk mencegah kecacatan dan kematian. Cedera kepala
merupakan salah satu kasus yang penting dan relatif sering ditemukan di UGD,
dan merupakan salah satu penyebab utama rawat inap. Diharapkan dengan
penangan yang cepat dan akurat dapat menekan mortalitas dan morbiditasnya.
(http://ihqn.or.id/files/resourcemodule /Buku Arida.pdf).
Berdasarkan data dari Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang
pasien cedera kepala yang masuk ruang rawat inap pada bulan Januari -
Agustus 2007 yaitu cedera kepala ringan sebanyak 609 orang, cedera kepala
sedang sebanyak 392 orang, dan cedera kepala berat sebanyak 123 orang.
Cedera kepala yang serius dapat menyebabkan penurunan kesadaran
atau tingkah laku yang menghambat kembalinya mereka dalam kehidupan
normal dan stres yang lama bagi keluarga karena penurunan fisik dan emosi
pasien, hasil yang tidak dapat diprediksi dan perubahan hubungan keluarga
(Brunner & Suddarth, 2002 ).
Keluarga dari pasien tidak sadar bisa saja masuk dalam keadaan kritis
yang tiba–tiba dan menjalani proses ansietas berat, menyangkal, marah,
penyesalan yang dalam, berduka, dan rekonsilasi. Keluarga merupakan bagian
vital dalam mengembalikan kesehatan klien dan membutuhkan informasi yang
sama banyaknya dengan klien. Untuk membantu anggota keluarga memobilisasi
kapasitas mereka sendiri, personel keperawatan dapat menguatkan dan
memperjelas informasi tentang kondisi pasien dan memungkinkan keluarga
dilibatkan dalam perawatan. (Brunner & Suddarth, 2002 : 2229).
Dalam kasus dimana terjadi cedera serius, peran keluarga untuk
memberikan dukungan pada klien dapat ditumbuhkan melalui pengajaran
sehingga menambah pengetahuan, sikap dan ketrampilan pengalaman tertentu.
Keluarga yang kurang pengetahuan membutuhkan penyuluhan kesehatan yang
difokuskan pada area yang dibutuhkan. Keluarga pasien dengan koping tidak
efektif yang berhubungan dengan ketakutan tentang diagnosa medis
membutuhkan penyuluhan sebagai metoda intervensi keperawatan (Perry &
Potter, 2005 : 209).
Penyuluhan mendorong keluarga untuk meneliti ketersediaan alternatif
dan untuk memutuskan pilihan mana yang bermanfaat dan sesuai. Ketika
keluarga mampu untuk meneliti alternatif, mereka dapat mengembangkan rasa
kontrol dan mampu untuk menangani stres lebih baik (Perry & Potter, 2005: 209).
Dalam sistem perawatan kesehatan sekarang ini, terdapat penekanan
untuk memberikan pendidikan kesehatan berkualitas. Perawat harus meyakinkan
bahwa klien, keluarga dan masyarakat menerima informasi yang diberikan untuk
mempertahankan kesehatan yang optimal (Perry & Potter, 2005 : 336-338).
Pendidikan kesehatan identik dengan penyuluhan kesehatan, karena
keduanya berorientasi kepada perubahan perilaku. Penyuluhan merupakan
komunikasi dua arah yang ditujukan kepada keluarga penderita khususnya untuk
membantu pelayanan penderita sebagai ”consumer” yang sedang dirawat
dirumah sakit (Narendra, 2005 :179).
Penyuluhan kesehatan merupakan kerja sama antara petugas kesehatan
dengan keluarga penderita dalam setting rumah sakit yang menguntungkan,
karena penderita dan keluarganya merupakan ”captive audience” yang baik
(mudah termotivasi) dan diharapkan dapat terjadi komunikasi yang mudah dan
baik antara petugas kesehatan (provider) dan konsumennya. Tujuan penyuluhan
kesehatan adalah untuk menghilangkan ketakutan dan kekhawatiran keluarga,
menginformasikan kepada keluarga sehingga menambah pengetahuan tentang
masalah dan prognosis penderita, serta menjawab keragua-raguan keluarga
(Narendra,2005).
Berdasarkan kasus diatas maka peneliti ingin meneliti tentang sejauh
mana pengaruh penyuluhan kesehatan terhadap penurunan tingkat kecemasan
keluarga pasien dengan cedera kepala (sedang-berat) yang mengalami
penurunan kesadaran.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Rumusan Masalah Umum
Adakah pengaruh penyuluhan kesehatan terhadap tingkat
pengetahuan dan penurunan tingkat kecemasan keluarga pasien dengan
cedera kepala (sedang-berat)?
1.2.2 Rumusan Masalah Khusus
1. Bagaimana tingkat pengetahuan keluarga pasien dengan cedera kepala
sebelum diberikan penyuluhan kesehatan ?
2. Bagaimana tingkat pengetahuan keluarga pasien dengan cedera kepala
sesudah diberikan penyuluhan kesehatan ?
3. Adakah perbedaan tingkat pengetahuan pada keluarga pasien dengan
cedera kepala yang diberi penyuluhan kesehatan dan keluarga pasien
dengan cedera kepala yang tidak diberi penyuluhan kesehatan ?
4. Bagaimana penurunan tingkat kecemasan keluarga pasien dengan
cedera kepala sebelum diberikan penyuluhan kesehatan ?
5. Bagaimana penurunan tingkat kecemasan keluarga pasien dengan
cedera kepala sesudah diberikan penyuluhan kesehatan ?
6. Adakah perbedaan penurunan tingkat kecemasan pada keluarga pasien
dengan cedera kepala yang diberi penyuluhan kesehatan dan keluarga
pasien dengan cedera kepala yang tidak diberi penyuluhan kesehatan ?
1.3 Tujuan penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adakah pengaruh
penyuluhan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan dan penurunan tingkat
kecemasan keluarga pasien dengan cedera kepala (sedang-berat).
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi tingkat
pengetahuan keluarga pasien dengan cedera kepala sebelum diberikan
penyuluhan kesehatan
2. Mengidentifikasi tingkat
pengetahuan keluarga pasien dengan cedera kepala sesudah diberikan
penyuluhan kesehatan
3. Mengidentifikasi perbedaan
tingkat pengetahuan keluarga pasien dengan cedera kepala yang diberi
penyuluhan kesehatan dan keluarga pasien dengan cedera kepala yang
tidak diberi penyuluhan kesehatan
4. Mengidentifikasi penurunan
tingkat kecemasan keluarga pasien dengan cedera kepala sebelum
diberikan penyuluhan kesehatan.
5. Mengidentifikasi penurunan
tingkat kecemasan keluarga pasien dengan cedera kepala sesudah
diberikan penyuluhan kesehatan.
6. Mengidentifikasi perbedaan
penurunan tingkat kecemasan pada keluarga pasien dengan cedera
kepala yang diberi penyuluhan kesehatan dan keluarga pasien dengan
cedera kepala yang tidak diberi penyuluhan kesehatan.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Rumah Sakit
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi berarti bagi
rumah sakit yaitu program PKMRS (Penyuluhan Kesehatan Masyarakat
di Rumah Sakit) dalam pengembangan pelayanan keperawatan secara
holistik, khususnya pada perawatan pasien cedera kepala dan
keluarganya.
1.4.2 Bagi Peneliti
Meningkatkan pemahaman tentang pengaruh penyuluhan kesehatan
pada keluarga yang mengalami kecemasan dengan klien cedera kepala
yang mengalami penurunan kesadaran di rumah sakit.
1.4.3 Bagi Perawat
Meningkatkan tampilan (performance) perawat dalam memberikan
asuhan keperawatan dan pendidikan kesehatan atau penyuluhan yang
berfokus pada pemenuhan kebutuhan keluarga dengan klien cedera
kepala yang menghadapi kecemasan.
1.4.4 Bagi Masyarakat dan Keluarga
Menambah masukan pengetahuan, motivasi keluarga dan masyarakat
tentang kecemasan dalam menghadapi kondisi klien.
1.4.5 Bagi Institusi
Sebagai sumber atau bahan penelitian selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 KONSEP PENGETAHUAN
2.1.1 Definisi Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu. Pengindraan terjadi
melalui panca indra manusia, yaitu : indra penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh
mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6
tingkatan yaitu: (Notoatmodjo, 2003).
1. Tahu (Know).
Adalah mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk kedalamnya adalah mengingat kembali terhadap sesuatu yang
spesifik terhadap suatu bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah
diterima. Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah, kata
kerja untuk mengukurnya antara: menyebutkan, menguraikan,
mendefinisikan dan menyatakan.
2. Memahami (Comprehension).
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara
benar obyek yang diketahui, dan dapat merngintepretasikan materi
tersebut secara benar.
3. Aplikasi (Aplication).
Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya (riil).
4. Analisis (Analysis).
Kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu subyek kedalam suatu
komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi
tersebut dan masih ada kaitanya satu sama lain.
5. Sintesis
Sintesis menunjuk suatu kemampuan untuk meletakan atau
menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru.
6. Evaluasi (Evaluation).
Evaluasi menunjukkan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian ini berdasarkan
suatu kriteria yang ditentukan atau menggunakan kriteria-kriteria yang
telah ada.
2.1.2 Faktor yang mempengaruhi Pengetahuan
Faktor yang mempengaruhi pengetahuan dibedakan menjadi 2 yaitu :
faktor internal dan faktor eksternal (Notoatmodjo, 2003).
A. Faktor Internal
1 ) Pengalaman
Menurut Notoatmodjo (2003), bahwa pengalaman itu merupakan
sumber pengetahuan dan pengalaman, itu merupakan suatu cara untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan, sehingga semakin banyak
pengalaman yang dimiliki seseorang, informasi yang didapatkan akan
semakin baik.
2 ) Umur
Menurut Huclok (1998) yang dikutip oleh Nursalam (2001), bahwa
semakin cukup umur tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan
lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Hal ini sebagai akibat dari
pengalaman dan kematangan jiwanya.
3 ) Pendidikan
Menurut Notoatmodjo (2003), konsep dasar pendidikan adalah suatu
proses belajar yang berarti dalam pendidikan itu terjadi proses
pertumbuhan, perkembangan atau perubahan kearah yang lebih dewasa,
lebih baik dan lebih matang pada diri individu, kelompok dan masyarakat.
Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana
diharapkan adanya pendidikan maka akan semakin luas pula
pengetahuannya.
B. Faktor Eksternal
1 ) Pengaruh orang lain
Orang lain disekitar kita merupakan salah satu diantara komponen
sosial yang ikut mempengaruhi pengetahuan seseorang. Seseorang
yang kita anggap penting, seseorang yang kita harapkan persetujuannya
bagi setiap gerak tingkah dan pendapat kita, seseorang yang tidak kita
kecewakan atau seseorang yang berati khusus bagi kita, akan
mempengaruhi kita.
2 ) Media Massa.
Sebagai sarana komunikasi, bernagai bentuk media masa seperti
televisi, surat kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh besar
dalam pembentukan opini dan kepercayaan seseorang. Dalam
penyampaian informasi, media masa membawa pesan-pesan yang berisi
sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang.
3 ) Pengaruh Kebudayaan
Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai
pengaruh besar terhadap pengetahuan. Kebudayaan telah mewarnai
sikap masyarakat, karenanya kebudayaan pulalah yang memberi corak
pengalaman individu-individu yang menjadi anggota kelompok
asuhannya.
4 ) Informasi
Adanya informasi baru mengenai suatu hal memberi landasan
kognitif baru. Pesan-pesan sugestif yang dibawa oleh informasi tersebut,
apabila cukup kuat, akan memberi dasar afektif dalam menilai suatu hal.
2.2 .KONSEP PEYULUHAN KESEHATAN
2.2.1 Definisi Peyuluhan Kesehatan
Penyuluhan kesehatan menurut Azrul Azwar dalam Effendi (2000 : 232)
adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan cara memberikan pesan,
menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat tidak hanya sadar, tahu, dan
mengerti tapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada
hubungannya dengan kesehatan.
Menurut Departeman Kesehatan Penyuluhan kesehatan adalah
gabungan berbagai kegiatan dan kesempatan yang berlandaskan prinsip-prinsip
belajar untuk mencapai suatu keadaan dimana individu, keluarga, kelompok, dan
masyarakat secara keseluruhan, ingin hidup sehat, tahu bagaimana caranya dan
melakukan apa yang bisa dilakukan secara perseorangan maupun secara
kelompok (Effendi, 2000 : 233).
Penyuluhan kesehatan adalah suatu metoda implementasi yang
digunakan untuk menyajikan prinsip, prosedur, dan teknik yang tepat tentang
perawatan kesehatan untuk menginformasikan status kesehatan klien
(Perry&Potter, 2005: 210).
Penyuluhan kesehatan yang baik, selain terencana dengan baik, juga
harus dapat dievaluasi dan dapat dilakukan oleh semua petugas kesehatan (baik
medik maupun non/medik) sesuai dengan kompetensinya masing – masing.
Penyuluhan kesehatan ditujukan pada seseorang atau kelompok, agar
berperilaku sehat serta menerapkan cara hidup sehat, sebagai bagian dari cara
hidupnya sehari-hari atas kesadarannya dan kemampuannya sendiri (Narendra,
2005 : 179).
Dari beberapa definisi yang dikemukakan diatas, pada kesimpulannya
penyuluhan kesehatan merupakan proses perubahan perilaku secara terencana
pada diri individu, kelompok, atau masyarakat untuk dapat lebih mandiri dalam
mencapai tujuan hidup sehat. Dengan demikian penyuluhan kesehatan
merupakan usaha/kegiatan untuk membantu individu, kelompok, dan masyarakat
dalam meningkatkan kemampuan baik pengetahuan, sikap, maupun ketrampilan
untuk mencapai hidup sehat secara optimal (Suliha, 2002).
2.2.2 Tujuan Peyuluhan Kesehatan
Jika dilihat dari pengertian diatas, tujuan dari pemberian pendidikan
kesehatan adalah :
1. Tercapainya perubahan-perubahan perilaku individu, keluarga
dan masyarakat dalam membina dan memelihara perilaku kesehatan, serta
berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan yang optimal.
2. Terbentuknya perilaku sehat pada individu sesuai dengan
konsep hidup sehat baik secara fisik, mental dan sosial sehingga dapat
menurunkan angka kesakitan dan kematian.
3. Merubah perilaku perorangan dan atau masyarakat dalam
bidang kesehatan (Nazrul Effendi, 2000 : 233).
2.2.3 Metode Dalam Penyuluhan Kesehatan
1. Metode Ceramah
Ceramah adalah pidato yang disampaikan oleh seseorang pembicara
didepan sekelompok pengunjung. Ceramah pada hakikatnya adalah proses
transfer informasi dari pengajar kepada sasaran belajar. Dalam proses transfer
informasi ada tiga elemen yang penting, yang pengajar, materi pengajar, dan
sasaran belajar. (Suliha, 2002).
Penggunaan metode:
Metode ceramah digunakan pada sifat sasaran berikut, sasaran belajar
mempunyai perhatian yang selektif, sasaran belajar mempunyai lingkup
pergantian yang terbatas, sasaran belajar memerlukan informasi yang kategoris
atau sistematis, sasaran belajar perlu menyimpan informasi, sasaran belajar
perlu menggunakan informasi yang diterima.
Keunggulan metode ceramah :
a. Dapat digunakan pada orang dewasa
b. Penggunaan waktu yang efisien
c. Dapat dipakai pada kelompok yang besar
d. Tidak terlalu banyak melipatkan alat bantu pengajaran
e. Dapat dipakai untuk memberi pengantar pada pelajaran
atau suatu kegiatan.
2. Metode Diskusi Kelompok
Diskusi kelompok adalah percakapan yang direncanakan atau
dipersiapkan di antara tiga orang atau lebih tentang topik tertentu dengan
seseorang pemimpin.
Penggunaan metode :
Metode diskusi kelompok digunakan bila sasaran pendidikan kesehatan,
diharapkan:
a. Dapat saling menguntungkan
b. Dapat mengenal dan mengolah problem kesehatan yang
dihadapi
c. Mengharapkan suasana informal
d. Diperoleh pendapat dari orang-orang yang tidak suka
berbicara
e. Agar problem kesehatan yang dihadapi lebih menarik
untuk dibahas
Keunggulan metode kelompok :
a. Memberi kemungkinan untuk saling mengemukakan pendapat
b. Merupakan pendekatan yang demokratis, mendorong rasa kesatuan
c. Dapat memperluas pandangan atau wawasan
d. Membantu mengembangkan kepemimpinan
3. Metode panel
Panel adalah pembicaraan yang sudah direncanakan di depan
pengunjung tentang sebuah topik dan diperlukan tiga panelis atau lebih serta
diperlukan seorang pemimpin. (Suliha, 2002).
Metode panel digunakan :
a. Pada waktu mengemukakan pendapat yang berbeda
tentang satu topik
b. Jika tersedia panelis dan moderator yang memenuhi
persyaratan
c. Jika topik pembicaraan terlalu luas untuk didiskusikan
dalam kelompok
d. Jika peserta tidak diharapkan memberi tanggapan secara
verbal dalam diskusi.
Keunggulan metode panel :
a. Dapat membangkitkan pemikiran
b. Dapat mengemukakan pandangan yang berbeda-beda
c. Mendorong untuk melakukan analisis
d. Memberdayakan orang yang berpotensi
4. Metode Forum Panel
Forum panel adalah panel yang didalamnya pengunjung berpartisipasi
dalam diskusi. (Suliha, 2002).
Penggunaan forum panel :
a. Jika ingin menggabungkan penyajian topik / materi dengan
reaksi pengunjung
b. Jika anggota kelompok diharapkan memberikan reaksi
pada diskusi
c. Jika tersedia waktu yang cukup
d. Jika pengunjung mengajukan yang berbeda-beda
Keunggulan metode forum panel :
a. Memungkinkan setiap anggota berpartisipasi
b. Memungkinkan peserta menyatakan reaksinya
c. Membuat peserta mendengar dengan penuh perhatian
d. Memungkinkan tanggapan terhadap pendapat panelis
5. Metode permainan Peran
Permainan peran adalah pemeran sebuah situasi dalam kehidupan
manusia dengan tanpa diadakan latihan, dilakukan oleh dua orang atau lebih
untuk dipakai sebagai bahan analisa oleh kelompok. (Suliha, 2002).
Metode permainan peran digunakan apabila :
a. Peserta perlu mengetahui pandangan yang berlawanan
b. Peserta mempunyai kemampuan untuk melakukan metode
tersebut
c. Pada waktu membantu peserta memahami suatu masalah
d. Jika akan mengubah sikap, pengaruh emosi dapat
membantu dalam penyajian masalah.
Keunggulan metode permainan peran :
a. Segera dapat perhatian
b. Dapat dipakai pada kelompok besar dan kecil
c. Membantu anggota untuk menganalisa situasi
d. Menambah rasa percaya diri peserta
e. Membantu anggota menyelami masalah
f. Membantu anggota mendapat pengalaman yang ada pikiran orang lain
g. Membangkitkan semangat untuk pemecahan masalah.
6. Metode symposium
Symposium adalah serangkaian pidato pendek di depan pengunjung
dengan seorang pemimpin. Pidato-pidato tersebut mengemukakan aspek-aspek
yang berbeda dari topik tertentu. (Suliha, 2002).
Metode symposium digunakan :
a. Untuk mengemukakan aspek-aspek yang berbeda dari
topik tertentu
b. Pada kelompok besar
c. Kelompok itu membutuhkan keterangan ringkas
d. Jika tidak memerlukan reaksi pengunjung
e. Ketika pokok pembicaraan sudah ditentukan
Keunggulan metode simposium adalah :
a. Dapat dipakai pada kelompok besar maupun kecil
b. Dapat mengemukakan banyak informasi dalam waktu
singkat
c. Menyoroti hasil
d. Pergantian pembicara menambah variasi dan menjadikan
lebih menarik
e. Dapat direncakan jauh-jauh hari.
7. Metode demonstrasi
Metode demonstrasi adalah metode pembelajaran yang menyajikan
suara prosedur atau tugas, cara menggunakan alat, dan cara berinteraksi.
Demonstrasi dapat dilakukan secara langsung atau menggunakan media, seperti
radio dan film. (Suliha, 2002).
Metode demonstrasi digunakan :
a. Jika memerlukan contoh prosedur atau tugas dengan
benar
b. Apabila tersedia alat-alat peraga
c. Bila tersedia tenaga pengajar yang terampil
d. Membandingkan sesuatu cara dengan cara yang lain
e. Untuk mengetahui serta melihat kebenaran sesuatu, bila
berhubungan dengan mengatur sesuatu, dan proses mengerjakan atau
menggunakan sesuatu.
Keunggulan metode demonstrasi adalah :
a. Dapat membuat proses pembelajaran menjadi lebih jelas
dan lebih konkret.
b. Dapat menghindari verbalisme
c. Lebih mudah memahami sesuatu
d. Lebih menarik
e. Peserta didik dirangsang untuk mengamati
f. Menyesuaikan teori dengan kenyataan dan dapt
melakukan sendiri (rekomendasi)
2.2.4 Macam-macam alat peraga dalam peyuluhan kesehatan
1. Papan pengumuman
Papan yang berukuran biasa yang dapat ditempelkan untuk
menempelkan informasi kesehatan. Papan pengumaman dapat menempelkan
gambar-gambar yang mengandung informasi kesehatan, tulisan-tulisan tentang
prosedur pelayanan kesehatan dan sebagainya. (Effendi, 2000).
Kenggulan :
a. Dapat dibuat sendiri sesuai dengan keinginan
b. Dapat merangsang pengunjung untuk membacanya bila
pemasangan tepat
c. Menghemat waktu dan dapat mengarahkan pembaca
untuk membaca informasi yang disajikan sesuai dengan urutan
d. Dapat mengajak pembaca untuk mengetahui sesuatu
program kesehatan atau informasi yang dianggap perlu
e. Sebagai salah satu cara untuk mengingat kembali
tentang sesuatu yang telah di informasikan.
2. Poster
Poster adalah pesan yang singkat dalam bentuk gambar, dengan tujuan
untuk mempengaruhi seseorang atau kelompok agar tertarik pada obyek materi
yang di informasikan. (Effendi, 2000).
Keunggulan :
a. Poster sebaiknya ditempelkan diruang
tunggu puskesmas atau ruang pemerikasaan secara menarik
b. Dapat digunakan untuk alat bantu dalam
memberikan pendidikan kesehatan.
c. Dapat digunakan untuk bahan diskusi
kelompok dalam suatu kesempatan tertentu.
3. Leaflet
Leaflet adalah selembar kertas yang berisi tulisan cetak tentang suatu
masalah khususunya untuk suatu tujuan tertentu. (Effendi, 2000).
Keunggulan :
a. Dapat disimpan lama, bila lupa dapat dibuka
b. Dapat diakai sebagai bahan rujukan
c. Jangkauan jauh dan dapat membantu jangkauan media lain
d. Jika perlu dapat dicetak ulang.
e. Dapat dipakai sebagai bahan diskusi untuk kesempatan berbeda.
Bentuk Leaflet :
1. Tulisan terdiri dari 200-400 huruf dengan
tulisan cetak biasanya diselingi dengan gambar
2. Harus dapat dibaca sekali pandang
3. Ukuran biasanya 20 X 30 cm
4. Flash card
Flash card adalah beberapa kertas/kartu yang berisi suatu masalah atau
program tertentu. Biasanya tulisan terletak dibalik gambar yang ada pada
gambar depan. (Effendi, 2000).
Keunggulan :
a. Dapat
dibawa kemana-mana
b. Dapat
digunakan untuk bahan pendidikan kesehatan
c. Dapat
membantu penyuluh yang kurang mampu bicara ada materi/ tulisan yang
ada dihalaman belakang.
5. Flip chart
Plip chart adalah beberapa cart yang telah disusun berurutan dan berisi
tulisan dengan gambar-gambar yang telah disatukan dengan ikatan atau ring
spiral pada bagian pinggir sisi atas.Biasanya jumlah chart lebih dari 12 lembar,
berukuran poster lebih besar atau lebih kecil. Dan biasanya memakai kertas tebal
(Effendi, 2000).
2.3. KONSEP KELUARGA
2.3.1 Definisi Keluarga
Menurut Departemen Kesehatan RI (1988) Keluarga adalah unit terkecil
dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang
berkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah suatu atap dalam keadaan saling
ketergantungan.
Menurut Salvicion dan Aracelis Maglaya (1989) Keluarga adalah dua atau
lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan
perkawinan atau pengangkatan dan meraka hidup dalam suatu rumah tangga,
berinteraksi atau satu sama lain, dan didalam perannya masing-masing
menciptakan serta mempertahankan kebudayaan.
Dalam Friedman (1998), Bugess menyatakan bahwa keluarga terdiri dari
orang-orang yang disatukan oleh ikatan perkawinan, darah dan ikatan adopsi.
Para anggota keluarga biasanya hidup bersama-sama dalam satu rumah tangga,
atau jika mereka hidup secara terpisah, mereka tetap menganggap rumah
tangga tersebut sebagai rumah mereka. Anggota keluarga berinteraksi dan
berkomunikasi satu sama lain dalam peran-peran sosial keluarga seperti : suami-
istri, ayah dan ibu, anak laki-laki dan perempuan, saudara dan saudari. Keluarga
sama-sama menggunakan kultur yang sama, yaitu kultur yang diambil dari
masyarakat dengan beberapa ciri unik tersendiri.
2.3.2 Fungsi Keluarga
Ada lima (5) fungsi keluarga (Friedman,1998 : 100) yaitu :
1. Fungsi afektif
Merupakan fungsi pemeliharaan kepribadian berguna untuk stabilitas
kepribadian kaum dewasa, memenuhi kebutuhan-kebutuhan para anggota
keluarga.
2. Sosialisasi dan fungsi penempatan sosial
Merupakan sosialisasi primer anak-anak yang bertujuan untuk membuat
mereka menjadi anggota masyarakat yang produktif dan juga sebagai
penganugerahan status anggota keluarga.
3. Fungsi reproduktif
Untuk menjaga kelangsungan generasi dan juga untuk keberlangsungan
hidup masyarakat.
4. Fungsi ekonomis
Untuk mengadakan sumber-sumber ekonomi yang memadai dan
pengalokasian sumber-sumber tersebut secara efektif.
5. Fungsi perawatan kesehatan
Untuk pengadaan kebutuhan-kebutuhan fisik dipenuhi oleh orang tua
dengan menyediakan pangan, papan, sandang dan perlindungan dari
bahaya. Perawatan kesehatan dan praktik-praktik sehat (yang mempengaruhi
status kesehatan anggota keluarga secara individual) merupakan bagian
yang paling relevan dari fungsi keluarga bagi perawatan keluarga.
2.4 KONSEP CEDERA KEPALA
2.4.1 Definisi
Cedera Kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang
diseratai atau tanpa disertai perdarahan interstitiel dalam subtansi otak tanpa
diikuti terputusnya kontinuitas otak (Sudarsono, 1997).
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan
kecelakaan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi
akibat kecelakaan lalu lintas. Disamping penanganan dilokasi kejadian dan
selama transportasi korban ke rumah sakit, penilaian dan tindakan awal di ruang
gawat darurat sangat menentukan pelaksanaan dan prognosis selanjutnya
(Mansjoer, 2000 : 3).
Tindakan resusitasi, anamnesis dan pemeriksaan fisis umum serta
neurologis harus dilakukan secara serentak. Pendekatan yang sistematis dapat
mengurangi kemungkinan terlewatinya evaluasi unsur vital. (Mansjoer, 2000 : 3).
2.4.2. Etiologi
1. Kecelakaan/Tabrakan sepeda motor, mobil, sepeda
2. Kecelakaan saat menyeberang jalan
3. Jatuh dari ketinggian
4. Tertimpa benda (ranting pohon, kayu, dll)
5. Kecelakaan olah raga
6. Korban kekerasan
7. Jatuh/cedera yang lain (Iskandar, 2004).
Cedera kepala umumnya terjadi pada usia dewasa muda antara usia 15-
44 tahun dengan rata-rata usia 30 tahun. Laki-laki dua kali lebih banyak dari
wanita. Kecelakaan sepeda motor yang berhubungan dengan cedera kepala
berat, sering dijumpai pada usia 15-24 tahun, sedangkan pada anak-anak
penyebab tersering karena jatuh dan cedera kepala yang dialami biasanya tidak
begitu berat. (Iskandar, 2002).
2.4.3 Klasifikasi
2.4.3.1 Berdasarkankan keparahannya cedera kepala dibagi menjadi :
1. Cedera kepala ringan
Penderita sadar dan orientasi baik tanpa kelainan neurologis yang berarti
(GCS 14-15). Mungkin terdapat sakit kepala, mual, muntah, dapat juga terjadi
post traumatik amnesia (suatu keadaan dimana pasien lupa akan kejadian
setelah suatu cedera kepala) (Iskandar, 2002).
Indikasi rawat pasien cedera kepala ringan :
a. Post traumatik amnesia lebih dari 1 jam.
b. Riwayat pingsan lebih dari 15 menit.
c. Pada observasi terjadi penurunan kesadaran
d. Sakit kepala yang tidak dapat diatasi dengan analgesik biasa
e. Disertai intoksikasi alkohol maupun obat-obatan.
f. Disertai fraktur tulang kepala
g. Adanya trauma penyerta
h. Terdapat kelainan pada pemeriksaan CT Scan kepala.
2. Cedera kepala sedang
Pasien terlihat gelisah atau mengantuk, kadang - kadang masih dapat
mengikuti perintah sederhana, dengan atau tanpa defisit neurologis (GCS 9 -13).
Penanganan :
Di unit gawat darurat rumah sakit para penderita harus menjalani primary
survey yang sesuai mencakup :
a. Airway dengan kontrol C Spine
b. Breathing dengan ventilasi yang adekuat
c. Circulation dengan kontrol terhadap perdarahan
d. Disability dengan pemeriksaan neurologis
e. Exposure dengan pencegahan hipotermia
Pada setiap tahap ini secara stimultan akan dilakukan upaya resusitasi
yang adekuat. Setelah pasien stabil, akan dilakukan secondary survey untuk
merencanakan tindakan definitif, jika pasien tidak membutuhkan tindakan
tindakan operasi, maka pasien dirawat diruangan. Selama perawatan diruangan :
a. Dilakukan pemeriksaan neurologis setiap ½ jam untuk 6 jam pertama,
setiap1 jam untuk 6 jam kedua, dan setiap 2 jam untuk seterusnya.
Setelah 24 jam penderita dievaluasi setiap 4 jam sampai penderita sadar
penuh.
b. Follow up CT-Scan dilakukan pada hari ketiga atau bila ditemukan
gangguan neurologis.
c. Sedapat mungkin dipasang monitor tekanan intrakranial jika ada indikasi
kuat.
d. Setelah pasien pulang, kontrol 2 minggu, 3 bulan, 6 bulan, dan kalau
perlu satu tahun setelah cedera. Pertahankan istirahat baring tanpa
bantal selama 1-2 minggu dan obat-obatan diteruskan sesuai kebutuhan.
( http://puskesmaspalaran.wordpress.com).
3. Cedera kepala berat
Pasien tidak dapat lagi mengikuti perintah sederhana, karena kesadaran
yang menurun, dengan atau tanpa defisit neurologis ( GCS ≤ 8).
a. Bebaskan jalan napas dan berikan bantuan nafas bila perlu.
Bersihkan jalan nafas, lakukan chin lift dan jaw thrust manuver
Indikasi intubasi karena :
- Tidak mampu mempertahankan ventilasi yang adekuat
- Reflek batuk yang buruk sehubungan dengan penurunan
kesadaran.
Jika usaha nafas dinilai kurang, dapat di bantu dengan ventilator.
b. Sejalan dengan tindakan pembebasan jalan napas, lakukan stabilitas
cervikal.
Perlakukan semua pasien cedera kepala sebagaimana pada cedera
cervical, sampai terbukti negatif pada pemeriksaan lebih lanjut.
c. Segera mulai resusitasi cairan
Paling baik dengan normal salin (osmolaritas 308
mOsm/L), kecuali pada pasien hipovolemik syok dan dehidrasi berat,
dapat diberikan lebih dulu ringer laktat.
Pertahankan euvolemik sampai hypervolemik ringan.
d. Nilai tingkat kesadaran penderita, apakah ada tanda-tanda lateralisasi.
e. Tentukan dan stabilisasi cedera ekstrakranial
f. Cegah dan atasi secondary insult, seperti :
2.4.3.2 Berdasarkan Morfologinya dibagi menjadi :
1. Fraktur tulang tengkorak
Fraktur tulang tengkorak adalah rusaknya kontinuitas tulang tengkorak
disebabkan oleh trauma. Ini dapat terjadi dengan atau tanpa kerusakan otak.
Adanya fraktur tulang tengkorak biasanya dapat menimbulkan dampak tekanan
yang kuat (Brunner & Suddarth, 2002 : 2210).
Fraktur tulang tengkorak terjadi dalam berbagai bentuk. Fraktur linier
merupakan hal yang paling banyak terjadi disebabkan oleh pemberian kekuatan
melebihi luas area secara realtif dari tengkorak. Fraktur tengkorak basiler
mungkin terbatas hanya pada dasar tengkorak atau terjadi berkaitan dengan
fraktur tulang cranial, seperti bagian tulang frontal atau temporal.
Patah tulang tengkorak merupakan suatu retakan pada tulang tengkorak.
Patah tulang tengkorak bisa melukai arteri dan vena, yang kemudian
mengalirkan darahnya ke dalam rongga di sekeliling jaringan otak. Patah tulang
di dasar tengkorak bisa merobek meningens (selaput otak). Cairan serebrospinal
Hipotensi
Hipoksia
Cerebral iskemik
TIK
Vasospasme
Kejang
Hipertermia
Hipo - osmolaritas
Koagulapathy
(cairan yang beredar diantara otak dan meningens) bisa merembes ke hidung
atau telinga. (www.medicastore.com).
2. Lesi Intra Kranial
Hematoma epidural
Hematoma epidural adalah suatu akumulasi darah pada ruang antara
tulang tengkorak bagian dalam dan lapisan meningen paling luar dura. Hal ini
terjadi karena patah tulang tengkorak telah merobek arteri. Darah di dalam arteri
memiliki tekanan lebih tinggi sehingga lebih cepat memancar. Tanda dan gejala
klasik terdiri dari penurunan kesadaran ringan pada waktu terjadi benturan
dengan pemulihan secara perlahan-lahan. Selanjutnya bisa terjadi peningkatan
kebingungan, rasa ngantuk, kelumpuhan, pingsan dan koma ( Hudak, 1996).
Diagnosis dini sangat penting dan biasanya tergantung kepada CT Scan
darurat. Hematoma epidural diatasi sesegera mungkin dengan membuat lubang
di dalam tulang tengkorak untuk mengalirkan kelebihan darah, juga dilakukan
pencarian dan penyumbatan sumber perdarahan. (www.medicastore.com).
Hematoma subdural.
Hematoma subdural adalah pengumpulan darah diantara dura dan dasar
otak. Hematoma subdural sering terjadi pada vena dan merupakan akibat
putusnya pembuluh darah kecil yang menjembatani ruang subdural.
(Brunner&Suddarth, 2002 : 2212).
Hasil pemeriksaan CT Scan dan MRI bisa menunjukkan adanya
genangan darah. Pasien dengan hematoma subdural akut menunjukkan gejala
dalam 24 jam sampai 48 jam setelah cedera. Manifestasi ini dari perluasan lesi
dan peningkatan TIK dengan cepat memerlukan intervensi darurat. Gejala umum
meliputi sakit kepala, letargi, kacau mental, kejang, dan kadang-kadang disfasia.
(Hudak, 1996 : 228-229).
Intraserebral hematoma
Intraserebral hematoma adalah perdarahan ke dalam substansi otak.
Hemoragi ini biasanya terjadi pada cedera kepala dimana tekanan mendesak ke
kepala sampai daerah kecil (cedera peluru, cedera tumpul). Pada perdarahan
intraserebral bisa terjadi defisit neurologik yang diikuti oleh sakit kepala (Brunner
& Suddarth, 2002 : 2213).
2.4.4 Penatalaksanaan
Individu dengan cedera kepala diasumsikan mengalami cedera medula
servikal. Oleh karenanya terdapat tata cara tertentu untuk penanganannya,yaitu :
1. Dari tempat cedera , pasien dipindahkan dengan papan dimana kepala
dan leher dipertahankan sejajar
2. Traksi ringan harus dipertahankan pada kepala
3. Kolar servikal dipasang dan dipertahankan sampai pemeriksaan sinar X
medula servikal didapatkan (Brunner & Suddarth, 2002).
2.4.5 Klasifikasi tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran atau responsivitas dikaji secara teratur karena
perubahan pada tingkat kesadaran mendahului semua perubahan tanda vital dan
neurologik lain.
a. Kompos mentis (GCS 14 -15)
Suatu keadaan sadar penuh atau kesadaran yang normal
b. Somnolent (GCS 13 -11)
Suatu keadaan mengantuk dan kesadaran dapat pulih penuh bila dirangsang.
Somnolen disebut juga letargi atau obtundasi. Somnolen ditandai dengan
mudahnya klien dibangunkan, mampu memberi jawaban verbal dan
menangkis rangsang nyeri.
c. Sopor atau Stupor (GCS 8 -10)
Suatu keadan dengan rasa ngantuk yang dalam. Klien masih dapat
dibangunkan dengan rangsang yang kuat, singkat dan masih terlihat gerakan
spontan. Dengan rangsang nyeri klien tidak dapat dibangunkan sempurna.
Reaksi terhadap perintah tidak konsisten dan samar. Tidak dapat diperoleh
jawaban verbal dari klien. Gerak motorik untuk menangkis rangsang nyeri
masih baik.
d. Koma ringan atau semi koma (GCS 5 -7)
Pada keadaan ini, tidak ada respon terhadap rangsang verbal. Reflek
(kornea, pupil dan sebagainya) masih baik. Gerakan terutama timbul sebagai
respon terhadap rangsang nyeri. Reaksi terhadap rangsang nyeri tidak
terorganisasi, merupakan jawaban primitif. Klien sama sekali tidak dapat
dibangunkan.
e. Koma (dalam atau komplit) (GCS 3 - 4)
Tidak ada gerakan spontan. Tidak ada jawaban sama sekali terhadap
rangsang nyeri yang bagaimanapun kuatnya. (Lumbatobing, 1998).
Untuk melihat tingkat kesadaran klien digunakan Glasgow Coma Scale
(GCS), yaitu suatu skala untuk menilai secara kuantitatif tingkat kesadaran
seseorang dan kelainan neurologis yang terjadi. Ada tiga aspek yang dinilai, yaitu
reaksi membuka mata (eye opening), reaksi berbicara (verbal respons), dan
reaksi gerakan lengan serta tungkai (motor respons). (www.temp.co.id/medika
/arsip/072002/pus-1.htm).
GLASGOW COMA SCALE (GCS)
Respon Nilaia. Membuka mata
Spontan Terhadap bicara
(Suruh pasien membuka mata) Dengan rangsang nyeri
(Tekan pada saraf supraorbita atau kuku) Tidak ada reaksi
(Dengan rangsang nyeri pasien tidak membuka mata)
43
2
1
b. Respon verbal (bicara) Baik dan tidak ada disorientasi
(Dapat menjawab dengan kalimat yang baik dan tahu dimana ia berada)
Kacau (confused)(Dapat bicara dengan kalimat, namun ada disorientasi waktu dan tempat)
Tidak tepat(Dapat mengucapkan kata-kata, namun tidak berupa kalimat dan tidak tepat)
Mengerang(Tidak mengucapkan kata, hanya suara mengerang)
Tidak ada jawaban
5
4
3
2
1c. Respon motorik (gerakan)
Menurut perintah(Misalnya : suruh pasien angkat tangan)
Mengetahui lokasi nyeri(Berikan rangsang nyeri, misalnya menekan dengan jari pada supraorbita. Bila oleh rasa nyeri pasien mengangkat tangannya sampai melewati dagu untuk maksud menapis rangsang tersebut berarti ia dapat mengetahui lokasi nyeri)
Reaksi menghindar Reaksi Fleksi (dekortikasi)
(Berikan rangsang nyeri, misalnya menekan dengan objek keras, seperti bolpoint, pada jari kuku. Bila sebagai jawaban siku memfleksi, terdapat reaksi fleksi terhadap nyeri (fleksi pada pergelangan tangan mungkin ada atau tidak ada)
Reaksi ekstensi (deserebrasi)(Dengan rangsang nyeri tersebut diatas terjadi ekstensi pada siku. Ini selalu disertai fleksi spastik
6
5
43
2
pada pergelangan tangan) Tidak ada reaksi 1
(Lumbatobing, 1998).
Tabel 1. Glasgow Coma Scale (GCS)
2.4.6 Perawatan Pasien Cedera Kepala Di Ruang Perawatan
Dokter dan paramedis yang bertugas di ruangan harus memahami,
bahwa observasi terhadap penderita cedera kepala ringan-sedang di rungan
sangat penting. Observasi terutama di tujukan untuk menilai adanya perubahan
yang menandakan suatu hematoma intrakranial yang berkembang. Namun
jangan dilupakan bahwa penderita cedera kepala sering disertai dengan trauma
yang lain (multiple injury) sehingga observasi hendaknya bersifat menyeluruh.
Obesrvasi terutama dilakukan pada 24 jam pertama sejak trauma atau sampai
GCS mencapai 15. Pasien dengan fraktur cranium sebaiknya diobservasi selama
24 jam. Observasi yang dimaksud sebagai berikut :
a. Tanda vital, antara lain : tekanan darah, nadi, frekuensi napas, suhu. Jika
terjadi peningkatan tekanan darah yang disertai dengan penurunan frekuansi
nadi dan GCS, hati-hati dengan proses intrakranial yang berkembang.
Perubahan tersebut bermakna jika perubahan nadi 20x menit dan perubahan
tekanan darah 20mmHg. Perubahan yang demikian ini harus diwaspadai
sebagai ” cushing s phenomena”, yang lain, seperti :
- Sakit kepala yang tidak dapat diatasi dengan analgetik biasa
- Muntah-muntah yang tidak dapat diatasi dengan antiemetik
b. Tanda-tanda neurologis, antara lain :
- GCS, sebaiknya dinilai oleh orang yang sama dan bermakna jika
perubahan GCS 2.
- Bentuk, ukuran, dan reaksi pupil terhadap cahaya, baik reflek cahaya
langsung maupun tidak langsung.
- Kekuatan motorik, apakah ada tanda-tanda parese atau tidak.
( Iskandar, 2004 : 79).
2.4.7 Perawatan penderita tidak sadar
Penderita tidak sadar membutuhkan lebih banyak perhatian dan
perawatan dalam beberapa hal antara lain :
a. Jalan napas
- Mulut dan gigi harus senantiasa dibersihkan palins sedikit 2 kali sehari
- Jika penderita diintubasi, pipa endotrachea harus dibersihkan secara
rutin, sebaiknya setiap hari.
Jika penderita membutuhkan bantuan napas lebih dari 1 minggu dan
diperkirakan akan membutuhkan dalam waktu cukup lama, maka dilakukan
trakeostomi. Trakeostomi memudahkan untuk perlindungan jalan napas
jangka panjang dan pulmonary toilet lebih mudah. Tetapi harus diingat
trakeostomi mengandung resiko seperti striktur trakea, obtruksi mekanik,
tercabutnya kanul trakea yang sudah terpasang sehingga hal tersebut dapat
menyebabkan obstruksi jalan napas yang tiba-tiba. ( Iskandar, 2004 : 81).
b. Mata
Mata harus dilindungi. Dapat diberikan salep mata atau tetes mata tetrasiklin,
lalu mata ditutupi dengan plester. Hal ini bertujuan untuk menghindari
terjadinya keratitis karena pemaparan yang terus menerus. ( Iskandar, 2004 :
81).
c. Keseimbangan cairan
Lakukan pengawasan terhadap cairan yang masuk dan keluar, serta
perkiraan IWL (Insenssible Water Loss) yang sesuai dengan keadaan pasien.
( Iskandar, 2004 : 81).
d. Kateter urin
Penggunaan Foley kateter sebaiknya diganti setiap minggu, dilakukan
pemeriksaan urin rutin secara berkala terutama jika penderita demam. Jika
penderita tidak buang air besar setelah seminggu, lakukan klisma.
( Iskandar, 2004 : 81).
e. Nutrisi
Pemberian nutrisi harus sudah dimulai dalam 72 jam pertama sejak
cedera kepala. Jika waktu pengosongan lambung (gastric emptying time)
masih panjang (4 jam) maka sebaiknya diberikan nutrisi perparenteral. Pada
tahap awal nutrisi enteral, dapat diberikan 30 cc/jam melalui NGT atau OGT,
lalu dievaluasi setiap 4 jam, jika terdapat residu lebih dari 125 cc, maka
penderita sementara dipuasakan dan intake kalori sepenuhnya melaluai
perenteral. Tetapi jika pemberian nutrisi enteral ditoleransi dengan baik,
jumlah yang diberikan dapat ditinggalkan 15-25 cc / jam setiap 12-24 jam.
Kalori yang dibutuhkan pada penderita cedera kepala tanpa induksi
koma dapat mencapai 140 % dari kebutuhan energi basal (BEE : basal
energy expenditure), sedangkanpada penderita induksi koma, kebutuhan
energinya mencapai 100 % dari BEE. Komposisi kandungan protein yang
diberikan lebih kurang 15 % dari total kalori yang diberikan ( Iskandar, 2004 :
81).
f. Bagian tubuh yang mengalami tekanan harus diistirahatkan secara berganti-
ganti, misalnya dengan miring kiri miring kanan, atau dengan menggunakan
handscoon yang diisi air dan diletakkan dibawah bagian tubuh yang
mengalami tekanan misalnya tumit kaki, siku, dan lain-lain. (Iskandar, 2004:
82).
2.4.8. Prognosis.
Cedera kepala bisa menyebabkan kematian atau penderita bisa
mengalami penyembuhan total. Jenis dan beratnya kelainan tergantung kepada
lokasi dan beratnya kerusakan otak yang terjadi. Berbagai fungsi otak dapat
dijalankan oleh beberapa area, sehingga area yang tidak mengalami kerusakan
bisa menggantikan fungsi dari area lainnya yang mengalami kerusakan. Tetapi
semakin tua umur penderita, maka kemampuan otak untuk menggantikan fungsi
satu sama lainnya, semakin berkurang. Kemampuan berbahasa pada anak kecil
dijalankan oleh beberapa area di otak, sedangkan pada dewasa sudah
dipusatkan pada satu area. Jika hemisfer kiri mengalami kerusakan hebat
sebelum usia 8 tahun, maka hemisfer kanan bisa mengambil alih fungsi bahasa.
Kerusakan area bahasa pada masa dewasa lebih cenderung menyebabkan
kelainan yang menetap. Beberapa fungsi (misalnya penglihatan serta pergerakan
lengan dan tungkai) dikendalikan oleh area khusus pada salah satu sisi otak.
Kerusakan pada area ini biasanya menyebabkan kelainan yang menetap.
Dampak dari kerusakan ini bisa diminimalkan dengan menjalani terapi
rehabilitasi. Penderita cedera kepala berat kadang mengalami amnesia dan tidak
dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah terjadinya penurunan
kesadaran. Jika kesadaran telah kembali pada minggu pertama, maka biasanya
ingatan penderita akan pulih kembali. (www.medicastore.com).
2.5 KONSEP KECEMASAN
2.5.1 Definisi Kecemasan
Kecemasan merupakan sinyal yang menyadarkan seseorang, akan
adanya bahaya yang akan mengancam dan kemungkinan seseorang mengambil
tindakan guna mengatasi ancaman tersebut. Secara subyektif, kecemasan
merupakan perasaan yang tidak menyenangkan dan tidak nyaman, sehingga
perasaan tersebut inginnya secepatnya secepat-cepatnya dihalau. Secara
obyektif, kecemasan merupakan suatu pola psikobiologik yang mempunyai
fungsi pemberitahuan (alarm) akan adanya bahaya, sehingga membutuhkan
perencanaan tindakan yang efektif dalam bentuk usaha penyesuaian diri
terhadap trauma psikik, psikis dan juga konflik (Ayub, Sani : OTC DIGEST, 2006)
Kecemasan merupakan respon individu terhadap suatu keadaan yang
tidak menyenangkan dan dialami oleh semua makhluk hidup dalam kehidupan
sehari-hari. Kecemasan merupakan pengalaman subyektif dari individu dan tidak
dapat diobservasi secara langsung serta merupakan suatu keadaan emosi tanpa
obyek yang spesifik. Kecemasan adalah respons emosi tanpa obyek yang
spesifik yang secara subyektif dialami dan dikomunikasikan secara interpersonal.
Kecemasan adalah kebingungan, kekhawatiran pada sesuatu yang akan terjadi
dengan penyebab yang tidak jelas dan dihubungkan dengan perasaan tidak
menentu dan tidak berdaya. (Suliswati, 2005).
Kecemasan adalah suatu keadaan dimana individu/kelompok mengalami
perasaan yang sulit (ketakutan) dan aktivitas sistem saraf otonom dalam
berespon terhadap ketidakjelasan, ancaman tidak spesifik (Carpenito, 2000).
Kecemasan merupakan satu keadaan yang ditandai oleh rasa khawatir
disertai dengan gejala somatik yang menandakan suatu kegiatan berlebihan dari
Susunan Saraf Autonomik (SSA) Kecemasan merupakan gejala yang umum
tetapi non- spesifik yang sering merupakan satu fungsi emosi. Kecemasan yang
patologik biasanya merupakan kondisi yang melampaui batas normal terhadap
satu ancaman yang sungguh-sungguh atau mal-adaptif. (Kaplan & Sadock,
1998).
Kecemasan adalah suatu keadaan yang ditandai dengan perasaan
ketakutan yang disertai dengan tanda somatic yang menyatakan terjadinya
hiperaktivitas sistem saraf otonom. Kecemasan adalah gejala yang tidak spesifik
yang sering ditemukan dan sering kali merupakan suatu emosi yang normal
(Kusuma Wijaya, 1997).
Kecemasan dapat meningkatkan atau menurunkan kemampuan
seseorang untuk memberikan perhatian (Perry & Potter, 2005). Kecemasan
berbeda dengan rasa takut, karakteristik rasa takut adalah adanya obyek/sumber
yang spesifik dan dapat diidentifikasikan serta dapat dijelaskan oleh individu.
Rasa takut terbentuk dari proses kognitif yang melibatkan penilaian intelektual
terhadap stimulus yang mengancam. Ketakutan disebabkan oleh hal yang
bersifat fisik dan psikologis (Suliswati, 2005).
2.5.2 Klasifikasi Tingkat Kecemasan
Kecemasan sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak
berdaya. Menurut Peplau ( Suliswati, 2005) ada empat tingkat kecemasan yang
dialami oleh individu yaitu :
1. Kecemasan Ringan
Dihubungkan dengan ketegangan yang dialami sehari-hari. Individu
masih waspada serta lapang persepsinya meluas, menajamkan indra. Dapat
memotifasi individu untuk belajar dan mampu memecahkan masalah secara
efektif dan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas.
2. Kecemasan Sedang
Individu terfokus hanya pada pikiran yang menjadi perhatiannya, terjadi
penyempitan lapangan persepsi, masih dapat melakukan sesuatu dengan
arahan orang lain.
3. Kecemasan Berat
Lapangan persepsi individu sangat sempit. Pusat perhatiannya pada detil
yang kecil (spesifik) dan tidak dapat berfikir tentang hal-hal lain. Seluruh perilaku
dimaksudkan untuk mengurangi kecemasan dan perlu banyak perintah / arahan
untuk terfokus pada area lain.
4. Panik
Individu kehilangan kendali diri dan detil perhatian hilang. Karena
hilangnya kontrol, maka tidak mampu melakukan apapun meskipun dengan
perintah.Terjadi peningkatan aktivitas motorik, berkurangnya kemampuan
berhubungan dengan orang lain, penyimpagan persepsi dan hilangnya pikiran
rasional, tidak mampu berfungsi secara efektif. Biasanya disertai dengan
disorganisasi kepribadian.
2.5.3 Rentang Respon Kecemasan.
2.5.4 Respon Terhadap Kecemasan
1. Respon Fisiologis.
Tabel 2 . Respon Kecemasan
Sistem Tubuh Respon
Kardiovaskuler PalpitasiJantung berdebarTekanan darah meninggiRasa mau pingsanPingsanTekanan darah menurunDenyut nadi menurun
Pernapasan Napas cepatNapas pendekTekanan pada dadaNapas dangkalPembengkakan pada tenggorokSensasi tercekikTerengah-engah
Neuromuskuler Reflek meningkatReflek kejutanMata berkedip-kedipInsomniaTremorRigiditasGelisahWajah tegangKelemahan umumKaki goyahGerakan yang janggal
Gastrointestinal Kehilangan nafsu makanMenolak makananRasa tidak nyaman pada abdomenMualRasa terbakar pada jantung
Respon adaptif Respon maladatif
Antisipasi Ringan sedang Berat Panik
( Sumber : Stuart & Sundeen, 1998).
DiareTraktus Urinarius Tidak dapat menahan kencing
Sering berkemihKulit Wajah kemerahan
Berkeringat setempat (telapak tangan)GatalRasa panas dan dingin pada kulitWajah pucatBerkeringat seluruh tubuh
(Sumber : Stuart & sundeen,1998)
2. Respon Psikologis
Kecemasan dapat mempengaruhi aspek interpersonal maupun personal.
Kecemasan tinggi akan mempengaruhi koordinasi dan gerak reflek. Kesulitan
mendengarkan akan mengganggu hubungan dengan orang lain. Kecemasan
dapat membuat individu menarik diri dan menurunkan katerlibatan dengan orang
lain. (Suliswati, 2005).
3. Respon Kognitif
Kecemasan dapat mempengaruhi kemampuan berfikir baik proses pikir
maupun isi pikir, diantaranya adalah tidak mampu memperhatikan, konsentrasi
menurun, mudah lupa, menurunya lapangan persepsi, bingung. (Suliswati,
2005).
4. Respon Afektif
Secara afektif klien akan mengekspresikan dalam bentuk kebingungan
dan curiga terhadap kecemasan. (Suliswati, 2005).
2.5.5 Faktor Predisposisi
1. Teori Psikoanalitik
Dalam pandangan psikoanalitik kecemasan adalah konflik emosional
yang terjadi antara dua elemen kepribadian yaitu id dan superego. Id mewakili
dorongan insting dan impuls primitif seseorang, sedangkan superego
mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma
budaya seseorang, ego atau aku berfungsi menengahi tuntutan-tuntutan dari dua
elemen yang bertentangan tersebut, dan fungsi kecemasan adalah
mengingatkan ego tentang sesuatu bahaya yang perlu dihindari.
2. Teori interpersonal
Menurut pandangan interpersonal kecemasan timbul dari perasaan takut
terhadap tidak adanya penerimaan dan penolakan interpersonal. Kecemasan
juga berhubungan dengan trauma pada masa pertumbuhan seperti perpisahan
dan kehilangan menyebabkan seseorang tidak berdaya. Orang dengan harga diri
rendah biasanya sangat mudah untuk mengalami kecemasan berat.
3. Teori Perilaku
Menurut pandangan perilaku kecemasan merupakan produk frustasi
untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Pakar perilaku lain menganggap
kecemasan sebagai suatu dorongan untuk belajar berdasarkan keinginan dari
dalam untuk menghindari kepedihan. Pakar tentang pembelajaran meyakini
bahwa individu yang terbiasa dalam kehidupan dirinya diharapkan pada
ketakutan yang berlebihan lebih sering menunjukkan kecemasan pada
kehidupan selanjutnya.
4. Teori Keluarga
Kajian keluarga menunjukkan gangguan kecemasan merupakan hal yang
biasa ditemui dalam suatu keluarga. Ada tumpang tindih antara gangguan
kecemasan dan depresi.
5. Teori Biologik
Kajian biologi menenjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus
untuk biodiazepines. Reseptor ini mungkin membantu mengatur kecemasan.
Penghambat asam amino Butirik Gamma Neuroregulator (GABA) juga mungkin
memainkan peranan utama dalam mekanisme biologis berhubungan dengan
kecemasan, sebagaimana halnya dengan endorphin. Selain itu, telah dibuktikan
bahwa kesehatan umum seseorang mempunyai akibat nyata sebagai faktor
predisposisi terhadap kecemasan. Kecemasan mungkin disertai dengan
gangguan fisik dan selanjutnya menurunkan kapasitas seseorang untuk
mengatasi stresor (Stuart &sundeen,1998).
2.5.6 Menurut Carpenito (2000) faktor–faktor yang mempengaruhi
kecemasan adalah :
1. Situasi (personal, lingkungan )
Berhubungan dengan nyata/merasa terganggu pada integritas biologis
sekunder terhadap serangan, prosedur invasif dan penyakit. Adanya perubahan
nyata/merasakan adanya perubahan lingkungan sekunder terhadap perawatan di
Rumah Sakit.
2. Maturasional
Tingkat maturasi individu akan mempengaruhi tingkat kecemasan. Pada
bayi kecemasan lebih disebabkan karena perpisahan, lingkungan atau orang
yang tidak dikenal dan perubahan hubungan dalam kelompok sebaya.
Kecemasan pada remaja mayoritas disebabkan oleh perkembangan seksual.
Pada dewasa berhubungan dengan ancaman konsep diri, sedangkan pada
lansia kecemasan berhubungan dengan kehilangan fungsi.
3. Tingkat Pendidikan
Bila dilihat dari tingkat pendidikan seseorang semakin tinggi tingkat
pendidikan maka akan semakin mudah dalam memperoleh penyesuaian diri
terhadap stresor. Penyesuaian diri terhadap stresor tersebut erat kaitannya
dengan pemahaman seseorang terhadap pemberian informasi yang tepat
mengenai stressor. Individu yang berpendidikan tinggi akan mempunyai koping
yang lebih baik dari pada yang berpendidikan rendah sehingga dapat
mengeliminir kecemasan yang terjadi.
4. Karakteristik Stimulus
Intensitas stresor
Lama stresor
Jumlah Stresor
5. Karakteristik Individu
Makna stresor bagi individu
Sumber yang dapat dimanfaatkan dan respon koping
Status kesehatan individu.
2.6 PENGARUH PENYULUHAN KESEHATAN TERHADAP PENURUNAN
TINGKAT KECEMASAN KELUARGA PASIEN DENGAN CEDERA
KEPALA.
Penyakit yang tiba – tiba atau trauma merupakan ancaman hemoestasis
psikologik dan fisiologik yang membutuhkan penyembuhan psikologik dan
fisiologik. Ketika klien mengalami penyakit berat dan mendadak, operasi besar,
atau trauma fisik maka keperawatan kesehatan akut menjadi suatu pelayanan
yang penting. Perawatan akut biasanya diberikan dalam ruang kedaruratan, unit
bedah dan unit perawatan intensif di rumah sakit. Cedera kepala merupakan
salah satu kasus yang paling sering dijumpai di ruang gawat darurat rumah sakit,
pada kasus ini biasanya terjadi penurunan kesadaran (Perry Potter, 2005 : 84).
Keluarga dari pasien tidak sadar bisa saja masuk dalam keadaan kritis
yang tiba–tiba dan menjalani proses ansietas berat, menyangkal, marah,
penyesalan yang dalam, berduka, dan rekonsilasi. Untuk membantu anggota
keluarga memobilisasi kapasitas mereka sendiri, personel keperawatan dapat
menguatkan dan memperjelas informasi tentang kondisi pasien dan
memungkinkan keluarga dilibatkan dalam perawatan. (Brunner & Suddarth, 2002
: 2229). Keluarga harus disiapkan untuk pengalaman mereka dalam unit
perawatan kritis. Kondisi pasien, kewaspadaan, kesadaran dan penampilannya
harus diuraikan dalam istilah yang dapat diterima oleh tingkat pemahaman
keluarga ( Hudak, 1997).
Intervensi yang dilakukan untuk anggota keluarga adalah dengan
memberikan informasi yang jujur dan memberi dukungan yang terus menerus
kepada mereka untuk siap menetapkan tujuan bersama jangka pendek.
Pendidikan kesehatan pada keluarga untuk mengatasi perasaan yang luar biasa
karena kehilangan dan ketidakberdayaan dan memberikan bimbingan untuk
penalaksanaan yang tepat. Dukungan kelompok diberikan untuk memberikan
forum untuk saling berbagi persoalan dan pengalaman, mengembangkan
wawasan, menambah pengetahuan serta memberikan informasi dalam
mempertahankan harapan yang realistik dan yang diharapkan
(Brunner&Suddarth, 2002 :2219).
Pemberian informasi mengenai prosedur akan membantu membentuk
imajinasi realistis atas apa yang harus diantisipasi menghadapi pemeriksaan
atau prosedur yang tidak biasa dijalani yang menyebabkan timbulnya ansietas.
Teknik pemberian informasi diantaranya adalah penyuluhan kesehatan yang
mendorong keluarga untuk meneliti ketersediaan alternatif dan untuk
memutuskan pilihan mana yang bermanfaat dan sesuai, sehingga mereka dapat
mengembangkan rasa kontrol dan mampu untuk mengatasi stres lebih baik
(Perry Potter, 2005 :209).
Keluarga merupakan bagian vital dalam mengembalikan kesehatan klien
dan membutuhkan informasi yang sama banyaknya dengan klien. Pada keluarga
yang kurang pengetahuan membutuhkan penyuluhan kesehatan yang
difokuskan pada area yang dibutuhkan. Pengetahuan sangat erat kaitannya
dengan pendidikan dimana diharapkan adanya pendidikan maka akan semakin
luas pula pengetahuannya. Keluarga pasien dengan koping tidak efektif yang
berhubungan dengan ketakutan tentang diagnosa medis membutuhkan
penyuluhan sebagai metoda intervensi keperawatan. Penyuluhan merupakan
suatu metoda implementasi yang digunakan untuk menyajikan prinsip, prosedur,
dan teknik yang tepat tentang kondisi pasien (Perry Potter, 2005).
Ketika deskripsi perawat secara akurat sesuai dengan pengalaman
sesungguhnya akan mampu secara lebih efektif mengatasi stress karena
prosedur dan terapi. Pengetahuan terhadap sesuatu akan sedikit menimbulkan
rasa takut daripada tidak tahu apapun (Perry & Potter, 2005 : 359).
BAB III
KERANGKA TEORI, KONSEP DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konsep
- kecelakaan lalu lintas
- jatuh- trauma- dll
- luka - cedera kepala
Ringan
SedangBerat
Penurunan tingkat kesadaran GCS CKS 9-13GCS CKB ≤ 8
Keluarga
- Perubahan peran- Takut- Syok
- Tidak cemas- Cemas Ringan - Cemas
Sedang - Cemas
Berat
Pendidikan kesehatan
- diskusi kelompok
- panel- forum panel- permainan
peran- symposium- demonstrasi
- penyuluhan
Pengetahuan dipengaruhi :Faktor internal:-pengalaman-pendidikan-UmurFaktor eksternal-pengaruh orang
lain yang dianggap penting
-Media masa-kebudayaan-informasi
Gambar 1. Kerangka Teori, Konsep dan Hipotesis
3.2. Hipotesis
H0 : 1) Tidak ada perbedaan penyuluhan kesehatan terhadap tingkat
pengetahuan keluarga pasien dengan cedera kepala
(sedang-berat).
2). Tidak ada perbedaan penyuluhan kesehatan terhadap
penurunan tingkat kecemasan keluarga pasien dengan
cedera kepala (sedang-berat).
H1 : 1) Ada perbedaan penyuluhan kesehatan terhadap tingkat
pengetahuan keluarga pasien dengan cedera kepala
(sedang-berat).
2). Ada perbedaan penyuluhan kesehatan terhadap penurunan
tingkat kecemasan keluarga pasien dengan cedera kepala
(sedang-berat).
Keterangan : : tidak diteliti
: yang diteliti
: perlakuan
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian merupakan hasil akhir dari satu tahap keputusan
yang dibuat oleh peneliti berhubungan dengan bagaimana penelitian tersebut
untuk bisa diterapkan (Nursalam, 2003). Desain penelitian ini menggunakan
metode quasi eksperimen dengan non randomized control group pretest posttest
yaitu desain dengan satu kelompok perlakuan dengan adanya pengukuran awal,
kemudian pemberian perlakuan dan pengukuran setelah pemberian perlakuan
dengan kelompok kontrol ( Sugiyono, 2006).
Penelitian ini terdiri dari dua kelompok yaitu kelompok perlakuan dan
kelompok kontrol. Kelompok perlakuan adalah kelompok yang mendapatkan
perlakuan berupa penyuluhan kesehatan tentang cedera kepala. Dan kelompok
kontrol yaitu kelompok yang tidak mendapatkan perlakuan.
Pola penelitian ini adalah : P : O1 X O2
K : O3 O4
Ketrangan : P : kelompok perlakuan
K : kelompok kontrol
O1 : observasi sebelum perlakuan pada kelompok perlakuan
O2 : observasi sesudah perlakuan pada kelompok perlakuan
O3 : observasi kelompok kontrol
O4 : observasi kelompok kontrol
X : perlakuan.
4.1.1 Alur Kerja
Populasi: keluarga pasien cedera kepala (sedang – berat) di ruang 13 (akut) RSSA Malang.
Pengambilan sampel: purposif sampling
Identifikasi variabel independent
Penurunan tingkat kecemasan keluarga
Per test tingkat pengetahuan dan tingkat kecemasan
Tidak diberi penyuluhan kesehatan
Observasi : Quasi eksperimen
Penyuluhan kesehatan pada keluarga pasien dengan
cedera kepala (sedang-berat)
Pre test tingkat pengetahuan dan tingkat kecemasan
Kelompok PerlakuanKelompok Kontrol
Identifikasi variabel dependen
Pemberian Penyuluhan kesehatan
Post test tingkat pengetahuan dan tingkat kecemasan
Post test tingkat pengetahuan dan tingkat kecemasan
4.2 Populasi dan Sampel
4.2.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian (Arikunto, 2002 : 108).
Pada penelitian ini populasinya adalah semua klien dengan cedera kepala dan
keluarganya di ruang 13 (Akut) RSU Dr. Saiful Anwar Malang. Dari data
didapatkan populasi pasien cedera kepala sedang-berat yang masuk ruang 13
(Akut) RSU Dr.Saiful Anwar Malang pada bulan Januari sampai Agustus 2007
sebanyak 264 orang.
4.2.2 Sampel dan Sampling
4.2.2.1 Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang akan dilakukan penelitian
(Arikunto, 2002 : 109). Sampel pada penelitian ini adalah anggota keluarga
pasien dengan cedera kepala sedang-berat yang sesuai dengan kriteria inklusi
di ruang 13 (Akut) RSU Dr. Saiful Anwar Malang.
4.2.2.2 Sampling
Sampling adalah proses menyeleksi populasi yang dapat mewakili
populasi yang ada (Nursalam, 2003 : 95). Teknik sampling merupakan cara yang
Pengaruh penyuluhan kesehatan terhadap penurunan tingkat kecemasan keluarga pasien dengan cedera kepala (sedang-berat).
Penyajian
Kesimpulan
Gambar 2. Alur Kerja
ditempuh dalam pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang benar-
benar sesuai dengan keseluruhan subyek penelitian.
Pada penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling yaitu teknik
penetapan sampel dengan cara memilih diantara populasi sesuai dengan yang
dikehendaki oleh peneliti ( tujuan/masalah dalam penelitian ), sehingga sample
tersebut dapat mewakili populasi yang telah dikenal sebelumnya. ( Nursalam,
2003 : 98). Pada pengambilan sampel peneliti mengambil sampel yaitu yang
sesuai dengan kriteria inklusi.
4.2.2.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi
4.2.2.3.1 Dalam penelitian ini yang menjadi kriteria inklusi yaitu :
Data klien
1. Klien cedera kepala sedang-berat di ruang 13
(Akut) RSU Dr. Saiful Anwar Malang.
2. Klien cedera kepala sedang-berat dengan
penurunan kesadaran
Data sampel atau
keluarga
1. Keluarga klien yang menanggung klien yang mengalami cedera kepala
sedang-berat
2. Keluarga klien yang paling berpengaruh pada klien dengan cedera kepala
sedang-berat (orang tua, suami/istri,anak, saudara/saudari).
3. Keluarga klien cedera kepala yang bersedia menjadi responden
penelitian.
4.2.2.3.2 Dalam penelitian ini yang menjadi kriteria eksklusi yaitu :
1. Usia klien.
2. Klien pindah ruangan
Dari data yang didapatkan dari hasil wawancara dengan perawat ruang 13
didapatkan kriteria pasien pindah ruangan adalah sebagai berikut :
a. Keadaan Airway, Breathing, Circulation sudah stabil .
b. Klien dengan keadaan hemodinamik sudah stabil, walaupun tanpa
kenaikan GCS, yaitu : - Tekanan darah 100/90 - 120/80 mmHg
- Suhu 36,5 0 C – 37 0 C
- Respirasi rate 15-24 x / menit
- Nadi normal (70-85 x / menit).
3. Keluarga klien yang tidak mengalami kecemasan.
4. Keluarga klien cedera kepala yang tidak bersedia menjadi responden.
4.3 Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat 2 variabel yaitu :
1. Variabel Independen (bebas) : Pengaruh penyuluhan kesehatan
2. Variabel Dependen (tergantung) : Kecemasan keluarga.
4.4 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di ruang 13 (Akut) RSU Dr. Saiful Anwar Malang
pada tanggal 2 sampai 10 Januari 2008.
4.5 Bahan dan Alat/ Instrument Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan alat/instrumen kuisioner dan
observasi data medis tingkat kesadaran klien yaitu dengan GCS (Glasgow Coma
Scale).
4.6 Definisi Operasional
No Variabel Definisi Operasional
Parameter Alat Ukur Skala Skor
1 Variabel IndependenPengaruh penyuluhan kesehatan pada keluarga dengan klien cedera kepala (sedang-berat)
1. memberikan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat tidak hanya sadar,tahu,da mengerti tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan.
2. Hasil pemeriksaan
Penyuluhan kesehatan keluarga dengan klien cedera kepala dengan kriteria hasil: baik, cukup, kurang, tidak baik.
Ceramah / penyuluhan(Kuisioner) dan data GCS
Ordinal Untuk hasil kuisionernya : benar = 1Salah = 0Kemudian diprosentase dengan interpretasi Baik:76-100%Cukup:56-75%Kurang:40-55%Tidak baik<40%Kemudian dikode :tidak baik=1kurang=2cukup =3baik=4
Untuk observasinya
catatan medis tentang cedera kepala sedang-berat yaitu GCS (Glasgow Coma Scale)
catatan medis diinterpretasikan:Sedang:GCS 9-13Berat:GCS ≤8
2 Variabel dependenTingkat kecemasan keluarga
Kebingungan, kekhawatiran pada sesuatu yang akan terjadi dengan penyebab yang tidak jelas dan dihubungkan dengan perasaan tidak menentu dan tidak berdaya.
Tingkat kecemasan keluarga dengan kriteria :-Tidak cemas
-Cemas ringan
-Cemas sedang
-Cemas berat
Kuisioner HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale)
Ordinal Tidak ada cemas : < 6Ringan : 6-14Sedang :15-27Berat : > 27Kemudian dikode ;-Tidak
cemas=1-Cemas
ringan=2-Cemas
sedang=3-Cemas
berat=4Tabel. 2 Definisi Operasional
4.7 Prosedur penelitian / Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah proses pendekatan kepada subyek dan proses
pengumpulan karakteristik subyek yang diperlukan dalam suatu penelitian
(Nursalam, 2003).
Pada penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan untuk
metode ceramah / penyuluhan adalah dengan menggunakan kuisioner yang
diberikan sebelum dan sesudah diberikan penyuluhan kesehatan. Sedangkan
observasi untuk tingkat kecemasan dengan memberikan standart kuisioner
HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale) kepada keluarga klien untuk diisi dengan
memberikan tanda chek ( ) sebelum dan sesudah diberikan penyuluhan
kesehatan. Sebelum dilakukan pengumpulan data, peneliti menawarkan kepada
responden yaitu keluarga tentang ketersediannya menjadi responden. Kemudian
diberikan penjelasan tentang maksud dan tujuan dilakukan penelitian.
Selain itu peneiti juga memperoleh data dari pemeriksaan medis klien
(data sekunder). Pengumpulan data ini bersumber dari catatan medis yang telah
ada pada catatan medis klien. Pada penelitian ini data sekunder diperoleh dari
hasil dokumentasi medis tentang tingkat kesadaran klien yaitu GCS (Glasgow
Coma Scala) klien.
Setelah data terkumpul, kemudian dilakukan koding yaitu dengan
memberi tanda untuk memudahkan peneliti dalam mengenali datanya dan
kemudian ditabulasi untuk mempermudah pengolahan datanya. Kemudian
dianalisa dalam komputer menggunakan SPSS for Windows 12.
4.7.1 Uji Validitas dan Uji Reabilitas
4.7.1.1 Uji Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat
kevalidan atau sesuatu kesalahan sesuatu instrumen. Suatu instrumen yang
valid atau sahih mempunyai validitas tinggi. Sebaliknya instrumen yang kurang
valid berarti memiliki validitas rendah.
4.7.1.2 Uji Reabilitas
Menunjukkan pada pada satu pengertian bahwa sesuatu instrumen
cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpulan data karena
instument tersebut sudah baik.
4.8 Analisa Data
Teknik analisa yang digunakan peneliti adalah Uji bertanda Wilcoxon
Match Pairs Test , yaitu uji yang di gunakan untuk menguji hipotesis komparatif
dua sampel yang datanya berbentuk ordinal (Sugiono, 2006) dan Uji Mann-
Whitney.
1. Uji Wilcoxon
Uji Wilcoxon merupakan salah satu alat uji dua sampel berpasangan
(diberikan dua perlakuan yang berbeda) yang digunakan untuk mengetahui
terdapat perbedaan antara dua buah sampel berpasangan yang diteliti. (Santoso,
S : 2003; 118).
Proses perhitungan Wilcoxon adalah sebagai berikut:
a. Kedua data dari kelompok pre dan post , kemudian diurutkan dari
yang terkecil sampai yang terbesar (Wilcoxon menggunakan rangking dari
selisih data).
NEGATIVE DIFFERENCES atau selisih antara pre test dan
post test yang bernilai negatif, dalam artian angka “post test” lebih kecil
dari “pre test”.
POSITIVE DIFFERENCES atau selisih antara pre dan post
yang bernilai positif, dalam artian angka “post test” lebih besar dari “pre
test”.
TIES atau data pre test dan post test yang bernilai sama.
Mean Rank atau rata-rata nilai yang positif saja.
b. Angka sama yang menghasilkan selisih bernilai 0, dibuang dan
tidak diikutsertakan dalam pengujian.
c. Menghitung nilai Z berdasarkan nilai U, dengan menggunakan
rumus:
Dimana:
T= selisih nilai terkecil
N =jumlah sampel
Dimana nilai Z hitung tersebut akan dibandingkan dengan Z tabel.
d. Hipotesis:
Ho : Tidak ada perbedaan diantara dua kondisi yang dibandingkan (pre
dan post).
H1 : Ada perbedaan diantara dua kondisi yang dibandingkan (pre dan
post).
e. Proses pengambilan keputusan:
Untuk tingkat kepercayaan 95% (α=0.05) dan uji dua sisi, ketentuannya
apabila Z hitung < Ztabel dengan nilai probabilitas Wilcoxon (signifikansi atau
nilai P) > alpha 0.05, maka Ho diterima, artinya tidak ada perbedaan
diantara dua kondisi yang dibandingkan (pre dan post). Sebaliknya jika Z
hitung > Z tabel dengan nilai probabilitas Wilcoxon (signifikansi atau nilai P) <
alpha 0.05, maka Ho ditolak, artinya ada perbedaan diantara dua kondisi
yang dibandingkan (pre test dan post test).
2. Uji Mann-Whitney
Uji Mann-Whitney merupakan salah satu alat uji dua sampel bebas yang
digunakan dalam praktek untuk mengetahui terdapat perbedaan antara dua buah
sampel bebas yang diamati. “Bebas” atau independen berarti dua sampel
tersebut tidak tergantung satu dengan yang lain. (Santoso, 2003; 118).
Proses perhitungan Mann-Whitney adalah sebagai berikut:
Kedua data dari kelompok Kontrol dan Perlakuan digabung,
kemudian diurutkan dari yang terkecil sampai yang terbesar.
Memberikan rangking dari urutan yang telah dibuat tersebut.
Rangking dengan angka yang sama dilakukan dengan nilai rata-rata.
Setelah itu dilakukan penjumlahan angka rangking untuk kelompok
kontrol dan Perlakuan yang sama berdasarkan nomor rangking yang telah
didapat.
Kemudian mencari nilai “U” untuk masing-masing variabel pada
kelompok Kontrol dan Perlakuan dengan rumus:
dimana:
n1 = jumlah variabel kelompok KONTROL
n2 = jumlah variabel kelompok Perlakuan
Rx = jumlah rangking suatu variabel
x = kode variabel
Menghitung nilai Z berdasarkan nilai U, dengan menggunakan rumus:
Dimana nilai Z hitung tersebut akan dibandingkan dengan Z tabel.
Hipotesis:
Ho : Tidak ada perbedaan PENKES dan Kecemasan antara kelompok
KONTROL dan Perlakuan.
H1 : Ada perbedaan PENKES dan Kecemasan antara kelompok
KONTROL dan Perlakuan.
Proses pengambilan keputusan:
Untuk tingkat kepercayaan 95% (α=0.05) dan uji dua sisi, ketentuannya
apabila Z hitung < Z tabel dengan nilai probabilitas Mann-Whitney (signifikansi
atau nilai p) > alpha 0.05, maka Ho diterima, artinya tidak ada perbedaan
PENKES dan Kecemasan antara kelompok KONTROL dan Perlakuan.
Sebaliknya jika Z hitung > Z tabel dengan nilai probabilitas Mann-Whitney
(signifikansi atau nilai p) < alpha 0.05, maka Ho ditolak, artinya ada
perbedaan PENKES dan Kecemasan antara kelompok KONTROL dan
Perlakuan.
Untuk memberi nilai pada variabel independen diperoleh perhitungan
sebagai berikut :
Semua data yang terkumpul melalui kuesioner kemudian ditabulasi dan
dikelompokkan sesuai variabelnya. Pengolahan datanya dengan cara pemberian
skore 1 pada jawaban benar dan skore 0 untuk jawaban salah, hal ini berlaku
untuk semua jawaban kemudian dilakukan penilaian dengan menjumlah skore
yang didapat dan dibandingkan dengan skore tertinggi, lalu dikalikan 100%
( Arikonto, 1998 ).
Rumus yang digunakan :
Keterangan :
N : Nilai yang didapat
Sp : Skore yang didapat
SpN = X 100% Sm
Sm : Skore maksimal
Hasil prosentase dari setiap variabel diinterpretasikan dengan kriteria
sebagai berikut :
76 – 100% : Baik
56 – 75% : Cukup
41 – 55% : Kurang
< 41% : Tidak baik
( Arikunto, 1998: 246 )
Untuk memberi nilai pada variabel dependen diperoleh perhitungan
sebagai berikut :
Instrumen mengukur skala kecemasan adalah Hamilton Anxiety Rating
Scale (HARS) yaitu mengukur aspek kognitif dan afektif yang meliputi (Nursalam,
2003):
1) Perasaan cemas, ditandai dengan :
Firasat buruk
Takut akan pikiran sendiri
Mudah tersinggung
2) Ketegangan yang ditandai oleh :
Merasa tegang
Lesu
Tidak dapat istirahat tenang
Mudah terkejut
Mudah menangis
Gemetar
3) Ketakutan ditandai oleh :
Ketakutan pada gelap
Ketakutan ditinggal sendiri
Ketakutan pada orang asing
Ketakutan pada binatang besar
Ketakutan pada keramaian lalu lintas
Ketakutan pada kerumunan orang banyak
4) Gangguan tidur ditandai oleh :
Sukar memulaiss tidur
Terbangun malam hari
Tidak pulas
Mimpi buruk
Mimpi yang menakutkan
5) Gangguan kecerdasan ditandai oleh :
Sukar konsentrasi
Daya ingat buruk
Sering bingung
6) Perasaan depresi ditandai oleh :
Kehilangan minat
Sedih
Bangun dini hari
Kurangnya kesenangan pada hobi
Perasaan berubah sepanjang hari
7) Gejala somatik ditandai oleh :
Nyeri pada otot
Kaku
Kedutan otot
Gigi gemeretak
Suara tidak stabil
8) Gejala Sensorik ditandai oleh :
Telinga berdenging
Penglihatan kabur
Muka merah dan pucat
Merasa lemah
Perasaan ditusuk-tusuk
9) Gejala Kardiovaskuler ditandai oleh :
Denyut nadi cepat
Berdebar-debar
Nyeri dada
Denyut nadi mengeras
Rasa lemas seperti mau pingsan
Detak jantung hilang sekejap
10) Gejala pernafasan ditandai oleh :
Rasa tertekan atau sempit di dada
Perasaan tercekik
Merasa nafas pendek/ sesak
Sering menarik nafas panjang
11) Gejala Gastrointestinal ditandai oleh :
Sulit menelan
Mual muntah
Berat badan menurun
Sulit buang air besar
Perut melilit
Gangguan pencernaan
Rasa panas di perut
Nyeri lambung sebelum / sesudah makan
Perut terasa kembung atau penuh
12) Gejala Urogenital ditandai oleh :
Sering kencing
Tidak dapat menahan kencing
Menstruasi tidak teratur
Frigiditas
13) Gejala Otonom ditandai oleh :
Mulut kering
Muka merah kering
Mudah berkeringat
Pusing, sakit kepala
Bulu - bulu berdiri
14) Perilaku sewaktu wawancara, ditandai oleh :
Gelisah
Tidak terang
Mengerutkan dahi atau kening
Tonus / ketegangan otot meningkat
Nafas pendek dan cepat
Muka merah
Cara penilaian :
- Skor 0 (tidak ada gejala sama sekali)
- Skor 1 (1 dari gejala yang ada)
- Skor 2 (separuh dari gejala yang ada)
- Skor 3 (lebih dari separuh gejala yang ada)
- Skor 4 (Semua gejala ada)
Penilaian hasil yaitu dengan menjumlahkan nilai skor item 1 sampai
dengan 14 dengan ketentuan sebagai berikut :
- Skor kurang dari 6 = tidak ada kecemasan
- Skor 6 sampai dengan 14 = kecemasan ringan
- Skor 15 sampai dengan 27 = kecemasan sedang
- Skor lebih dari 27 = kecemasan berat
4.9 Penyajian data
Hasil penelitian akan disajikan dalam bentuk tabel dan diagram batang
lalu diimplementasikan.
4.10 Etika Penelitian
4.10.1 Informed Concent
Sebelum pelaksanaan penelitian, responden akan mendapatkan
informasi tentang tujuan penelitian yang akan dilaksankan. (Nursalam, 2003).
4.10.2 Anonimity ( Tanpa Nama)
Yaitu dengan menjelaskan bentuk alat ukur dengan tidak perlu
mencantumkan nama pada lembaga pengumpulan data. (Nursalam, 2003).
4.10.3 Confidentiality (Kerahasiaan)
Yaitu dengan menjelaskan masalah - masalah responden yang harus
dirahasiakan dalam penelitian. Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan
dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan
dilaporkan pada hasil riset. (Nursalam, 2003).
4.10.4 Righ to Self Detemination (hak untuk tidak ikut menjadi responden)
Yaitu responden diminta jadi responden partisipan dalam penelitian ini
dan apabila responden setuju, responden dipersilahkan menandatangani surat
persetujuan. Adapun penandatangannan responden dalam keadaan tenang,
cukup waktu untuk berfikir dan memahaminya. (Nursalam, 2003).
BAB V
HASIL DAN ANALISA DATA
5.1 Hasil penelitian
Pada penelitian ini responden yang terjangkau sebanyak 30 responden,
dikarenakan adanya keterbatasan waktu pada saat penelitian. Di dalam hasil
penelitian ini akan diuraikan tentang gambaran umum lokasi penelitian,
karakteristik responden dan pengelolaan keluarga klien cedera kepala , yaitu
sebagai berikut :
5.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di ruang 13 (Akut) RSU Dr.Saiful Anwar Malang.
Jumlah responden adalah salah satu anggota keluarga klien cedera kepala
sedang-berat yang sesuai dengan kriteria inklusi saat pengambilan data pada
tanggal 2 – 10 Januari 2008 berjumlah 30 responden. Dimana 30 responden
terbagi dalam 2 kelompok yaitu 1). Kelompok kontrol (kelompok yang tidak
diberikan penyuluhan kesehatan tentang cedera kepala yang terdiri dari pre test
dan post test, 2). Kelompok perlakuan atau yang mendapat perlakuan yaitu
penyuluhan kesehatan tentang cedera kepala yang terdiri dari pre test dan post
test. Karakteristik demografi responden sebelum dan sesudah dilakukan
penyuluhan kesehatan pada keluarga akan diuraikan berdasarkan umur, jenis
kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan dan hubungan anggota keluarga dengan
klien.
5.1.1.1 Distribusi responden berdasarkan umur
Kelompok Kontrol
Gambar 3. Diagram Pie Distribusi responden berdasarkan status
umur pada kelompok kontrol di ruang 13 (Akut) RSU
Dr.Saiful Anwar Malang pada bulan januari 2008.
Berdasarkan gambar di atas, responden kelompok kontrol yang berumur
25-35 tahun yaitu 4 orang (26.7 %); umur 36-45 tahun yaitu 8 orang (53,3 %);
sedangkan yang berumur > 45 tahun yaitu 3 orang (20,0 %).
Kelompok Perlakuan
Gambar 4. Diagram Pie Distribusi responden berdasarkan status
umur pada kelompok perlakuan di ruang 13 (Akut) RSU
Dr.Saiful Anwar Malang pada bulan januari 2008.
Berdasarkan gambar di atas, responden kelompok perlakuan yang
berumur 25-35 tahun yaitu 9 orang (60%); umur 36-45 tahun yaitu 5 orang (33,3
%); sedangkan yang berumur > 45 tahun yaitu 1 orang (6,6 %).
5.1.1.1 Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin
Kelompok Kontrol
Gambar 5. Diagram Pie Distribusi responden berdasarkan jenis
kelamin pada kelompok kontrol di ruang 13 (Akut) RSU
Dr.Saiful Anwar Malang pada bulan januari 2008.
Berdasarkan gambar di atas, responden berjenis kelamin laki-laki
sebanyak 10 orang (66,67 %%) dan yang berjenis kelamin perempuan berjumlah
5 orang (33,33 %).
Kelompok Perlakuan
Gambar 6. Diagram Pie Distribusi responden berdasarkan jenis
kelamin pada kelompok perlakuan di ruang 13 (Akut)
RSU Dr.Saiful Anwar Malang pada bulan januari
2008.
Berdasarkan gambar di atas, responden berjenis kelamin laki-laki
sebanyak 4 orang (26,7 %) dan yang berjenis kelamin perempuan berjumlah 11
orang (73,3 %).
5.1.1.2 Distribusi Responden berdasarkan status hubungan keluarga dengan
klien.
Kelompok Kontrol
Gambar 7. Diagram Distribusi responden berdasarkan status
hubungan keluarga dengan klien pada kelompok
kontrol di ruang 13 (Akut) RSU Dr.Saiful Anwar
Malang pada bulan januari 2008.
Berdasarkan gambar di atas, responden sebagian besar berstatus
sebagai Ayah sebanyak 3 orang (20%), Ibu sebanyak 3 orang (20%), Suami
sebanyak 2 orang (13,3%), Istri sebanyak 3 orang (20%), Anak sebanyak 2
orang (13,3%), Saudara kandung sebanyak 2 orang (13,3%).
Kelompok Perlakuan
Gambar 8. Diagram Distribusi responden berdasarkan status
hubungan keluarga dengan klien pada kelompok
perlakuan di ruang 13 (Akut) RSU Dr.Saiful Anwar
Malang pada bulan januari 2008.
Berdasarkan gambar di atas, responden sebagian besar berstatus
sebagai Ayah sebanyak 1 orang (6,7%), Ibu sebanyak 5 orang (33,33%), Suami
sebanyak 0 orang (0%), Istri sebanyak 5 orang (33,33%), Anak sebanyak 2
orang (13,33%), Saudara kandung sebanyak 3 orang (20%).
5.1.1.3 Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan
Kelompok Kontrol
Gambar 9. Diagram Pie Distribusi responden penyuluhan
berdasarkan tingkat pendidikan pada kelompok
kontrol di ruang 13 (Akut) RSU dr.Saiful Anwar
Malang pada bulan januari 2008.
Berdasarkan gambar di atas, responden berjenis tingkat pendidikan yaitu
SLTP sebanyak 8 orang (53,33 %%) dan yang SMU berjumlah 7 orang (46,67
%).
Kelompok Perlakuan
Gambar 10. Diagram Pie Distribusi responden penyuluhan
berdasarkan tingkat pendidikan pada kelompok
perlakuan di ruang 13 (Akut) RSU dr.Saiful Anwar
Malang pada bulan januari 2008.
Berdasarkan gambar di atas, responden berjenis tingkat pendidikan
yaitu SLTP sebanyak 9 orang (60 %%) dan yang SMU berjumlah 6 orang (40
%).
5.1.1.4 Distribusi responden berdasarkan pekerjaan.
kelompok kontrol
Gambar 11. Diagram Pie Distribusi responden berdasarkan
pekerjaan pada kelompok kontrol di ruang 13 (Akut)
RSU dr.Saiful Anwar Malang pada bulan januari
2008.
Berdasarkan gambar di atas, semua responden bekerja swasta yaitu 15
orang (100 %).
Kelompok Perlakuan
Gambar 12. Diagram Pie Distribusi responden berdasarkan
pekerjaan pada kelompok perlakuan di ruang 13
(Akut) RSU dr.Saiful Anwar Malang pada bulan
januari 2008.
Berdasarkan gambar di atas, responden sebagian besar wirasasta yaitu
berjumlah 14 orang (93,33 %), sedangkan yang paling sedikit adalah bekerja
sebagai perangkat desa yaitu berjumlah 1 orang (6,67%).
5.1.2 Data Variabel Penelitian
Data variabel penelitian ini meliputi, data penerapan sebelum (pre test)
dan sesudah (post test) dilakukan penyuluhan kesehatan dan tingkat kecemasan
pada keluarga yang dilakukan pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan.
5.1.2.1 Data tingkat pengetahuan keluarga pasien tentang cedera kepala.
Kriteria
Kelompok kontrol
Pre test % Post test %
Tidak baik 4 26,7 3 20,0
Kurang 6 40,0 5 33,3
Cukup 4 26,7 6 40,0
Baik 1 6,7 1 6,7
Jumlah 15 100 15 100
Kriteria
Kelompok perlakuan
Pre test % Post test %
Tidak baik 6 40,0 0 0
Kurang 4 26,7 0 0
Cukup 4 26,7 5 33,3
Baik 1 6,7 10 67,7
Jumlah 15 100 15 100
Tabel. 4 Tabel data pengetahuan keluarga pasien tentang cedera
kepala tentang cedera kepala sebelum (pre test) dan
sesudah (post test) dilakukan penyuluhan kesehatan di
ruang 13 (Akut) RSU Dr. Saiful Anwar Malang pada bulan
Januari 2008.
Kelompok kontrol adalah kelompok yang tidak mendapatkan penyuluhan kesehatan.
Kelompok perlakuan adalah kelompok yang mendapatkan penyuluhan kesehatan.
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui sebelum (pre test) dan sesudah
(post test) penyuluhan kesehatan pada keluarga terdapat perbaikan tingkat
pengetahuan yang ditunjukkan dengan perubahan yang berarti pada semua
kriteria. Pada kelompok kontrol data pre test diperoleh bahwa tingkat
pengetahuan dengan kriteria tidak baik sebanyak 4 orang (26,7%) dan post test
sebanyak 3 orang (20,0 %); kurang pada pre test sebanyak 6 orang (40,0 %) dan
post test 5 orang (33,3 %), cukup pada pre test sebanyak 4 orang (26,7 %) dan
post test sebanyak 6 orang (40,0 %), baik pada pre test sebanyak 1 orang (6,7
%) dan pada post test sebanyak 1 orang (6,7 %).
Pada kelompok perlakuan data pre test diperoleh tingkat pengetahuan
dengan kriteria tidak baik sebanyak 6 orang (40,0%) dan post test sebanyak 0
orang (0 %); kurang pada pre test 4 orang (26,6 %) dan post test 0 orang (0 %),
cukup pada pre test sebanyak 4 orang (26,7 %) dan post test sebanyak 5 orang
(33,3 %), baik pada pre test sebanyak 1 orang (6,7 %) dan pada post test 10
orang (67,7 %).
5.1.2.2 Data Tingkat Kecemasan.
Kriteria
Kelompok kontrol
Pre test % Post test %
Cemas berat 2 13,3 3 20,0
Cemas sedang 13 86,7 12 80,0
Cemas ringan 0 0 0 0
Tidak cemas 0 0 0 0
Jumlah 15 100 15 100
Kriteria
Kelompok perlakuan
Pre test % Post test %
Cemas berat 5 33,3 0 0
Cemas sedang 10 66,7 5 33,3
Cemas ringan 0 0 10 66,7
Tidak cemas 0 0 0 0
Jumlah 15 100 15 100
Tabel. 5 Tabel data Tingkat kecemasan pada keluarga sebelum (pre test)
dan sesudah (post test) dilakukan penyuluhan kesehatan di
ruang 13 (Akut) RSU Dr. Saiful Anwar Malang pada bulan
Januari 2008.
Keterangan:
Kelompok kontrol adalah kelompok yang tidak mendapatkan penyuluhan kesehatan.
Kelompok perlakuan adalah kelompok yang mendapatkan penyuluhan kesehatan.
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui sebelum (pre test) dan sesudah
(post test) diberikan penyuluhan kesehatan pada keluarga pasien terdapat
perbedaan pada tingkat kecemasan yang ditunjukkan dengan perubahan yang
berarti pada semua kriteria terutama kelompok perlakuan (diberi penyuluhan
kesehatan). Pada kelompok kontrol data pre test diperoleh bahwa kriteria cemas
berat sebanyak 2 orang (13,3%) dan pada saat post test sebanyak 3 orang (20,0
%), cemas sedang pada pre test sebanyak 13 (86,7 %) dan post test sebanyak
12 orang (80,0 %), cemas ringan pada pre test dan post test sebanyak 0 orang
(0 %), dan tidak cemas pada pre test dan post test sebanyak 0 orang (0 %).
Pada kelompok perlakuan data pre test diperoleh bahwa kriteria cemas
berat sebanyak 5 orang (13,3%) dan pada post test sebanyak 0 orang (0 %),
cemas sedang pada pre test sebanyak 10 (67,7 %) dan post test sebanyak 5
orang (33,3 %), cemas ringan pada pre test sebanyak 0 orang (0 %) dan post
test 10 orang (67,7 %), dan tidak cemas pada pre test dan post test sebanyak 0
orang (0 %).
5.2 Hubungan Antar Variabel.
Data variabel penelitian meliputi, data tingkat pengetahuan sebelum (pre
test) dan sesudah (post test) diberikan penyuluhan kesehatan terhadap tingkat
kecemasan pada keluarga yang dilakukan pada kelompok kontrol dan kelompok
perlakuan.
5.2.1 Hubungan antara tingkat pengetahuan keluarga melalui penyuluhan
kesehatan pasien dengan penurunan tingkat kecemasan keluarga pada
pre test.
PENKES Cedera Kepala (Pre test) * Penilaian Kecemasan (Pre test) * Kelompok Crosstabulation
4 4
26.7% 26.7%
5 1 6
33.3% 6.7% 40.0%
3 1 4
20.0% 6.7% 26.7%
1 1
6.7% 6.7%
13 2 15
86.7% 13.3% 100.0%
6 6
40.0% 40.0%
2 2 4
13.3% 13.3% 26.7%
1 3 4
6.7% 20.0% 26.7%
1 1
6.7% 6.7%
10 5 15
66.7% 33.3% 100.0%
Count
% of Total
Count
% of Total
Count
% of Total
Count
% of Total
Count
% of Total
Count
% of Total
Count
% of Total
Count
% of Total
Count
% of Total
Count
% of Total
Tidak baik
Kurang
Cukup
Baik
PENKESCedera Kepala(Pre test)
Total
Tidak baik
Kurang
Cukup
Baik
PENKESCedera Kepala(Pre test)
Total
KelompokKontrol
Perlakuan
Cemassedang Cemas berat
Penilaian Kecemasan(Pre test)
Total
Tabel. 6 Data Crosstabs tingkat pengetahuankeluarga tentang cedera
kepala (pre test) dan penilaian kecemasan(pre test).
Keterangan : PENKES : Penyuluhan kesehatan untuk data tingkat pengetahuan.kelompok kontrol adalah kelompok yang tidak mendapatkan penyuluhan
kesehatan.Kelompok perlakuan adalah kelompok yang mendapatkan penyuluhan kesehatan.
Berdasarkan pada hasil tabel silang (crosstabs) di atas terlihat bahwa
tingkat pengetahuan keluarga pada kelompok kontrol saat pre test yang
tergolong “tidak baik” sehingga menyebabkan “cemas sedang” ada sebanyak 4
orang (26,7%). Untuk kriteria “kurang” sehingga menyebabkan “cemas sedang”
ada sebanyak 5 orang (33,3%), bahkan 6.,% “cemas berat”. Untuk kriteria
“cukup” sehingga menyebabkan “cemas sedang” ada sebanyak 3 orang (20%),
bahkan 6,7% “cemas berat”. Kemudian untuk kriteria “baik” sehingga
menyebabkan “cemas sedang” ada sebanyak 1 orang (6,7%).
Selanjutnya tingkat pengetahuan keluarga pada kelompok perlakuan saat
pre test yang tergolong “tidak baik” sehingga menyebabkan “cemas sedang” ada
sebanyak 2 orang (13,3%), dan 6.7% mengalami “cemas berat”. Untuk kriteria
“kurang” sehingga menyebabkan “cemas sedang” ada sebanyak 5 orang (33.,%).
Untuk kriteria “cukup” sehingga menyebabkan “cemas sedang” ada sebanyak 4
orang (26,7%), bahkan 13,3% “cemas berat”. Kemudian untuk kriteria “baik”
sehingga menyebabkan “cemas sedang” ada sebanyak 1 orang (6,7%).
5.2.2 Hubungan antara tingkat pengetahuan keluarga melalui penyuluhan
kesehatan pasien dengan penurunan tingkat kecemasan keluarga pada
post test.
PENKES Cedera Kepala (post test) * Penilaian Kecemasan (post test) * Kelompok Crosstabulation
2 1 3
13.3% 6.7% 20.0%
5 5
33.3% 33.3%
4 2 6
26.7% 13.3% 40.0%
1 1
6.7% 6.7%
12 3 15
80.0% 20.0% 100.0%
2 3 5
13.3% 20.0% 33.3%
8 2 10
53.3% 13.3% 66.7%
10 5 15
66.7% 33.3% 100.0%
Count
% of Total
Count
% of Total
Count
% of Total
Count
% of Total
Count
% of Total
Count
% of Total
Count
% of Total
Count
% of Total
Tidak baik
Kurang
Cukup
Baik
PENKESCedera Kepala(post test)
Total
Cukup
Baik
PENKESCedera Kepala(post test)
Total
KelompokKontrol
Perlakuan
Cemasringan
Cemassedang Cemas berat
Penilaian Kecemasan (post test)
Total
Tabel. 7 Data Crosstabs tingkat pengetahuan keluarga tentang cedera
kepala (post test) dan penilaian kecemasan(post test).
Keterangan :
PENKES : Penyuluhan kesehatan untuk data tingkat pengetahuan.kelompok kontrol adalah kelompok yang tidak mendapatkan penyuluhan
kesehatan.Kelompok perlakuan adalah kelompok yang mendapatkan penyuluhan kesehatan.
Dari hasil tabel silang (crosstabs) di atas terlihat bahwa untuk tingkat
pengetahuan keluarga pada kelompok kontrol saat post test yang tergolong
“tidak baik” sehingga menyebabkan “cemas sedang” ada sebanyak 2 orang
(13,3%) dan cemas berat ada sebanyak 1 orang (20,0 %). Untuk kriteria “kurang”
sehingga menyebabkan “cemas sedang” ada sebanyak 5 orang (33,3%). Untuk
kriteria “cukup” sehingga menyebabkan “cemas sedang” ada sebanyak 4 orang
(26,7%), bahkan ada 2 orang (6,7%) “cemas berat”. Kemudian untuk kriteria
“baik” sehingga menyebabkan “cemas sedang” ada sebanyak 1 orang (6,7%).
Selanjutnya tingkat pengetahuan keluarga pada kelompok perlakuan saat
post test yang tergolong “tidak baik” sebanyak 0 orang (0 %). Untuk kriteria
“kurang” sebanyak 0 orang (0 %). Untuk kriteria “cukup” sehingga menyebabkan
“cemas sedang” ada sebanyak 3 orang (20,0%) dan sebanyak 2 orang (13,3%)
“cemas ringan”. Kemudian untuk kriteria “baik” sehingga menyebabkan “cemas
sedang” ada sebanyak 5 orang (13,3 %) dan sebanyak 8 orang (67,7%) “cemas
ringan”.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kelompok kontrol
dan kelompok perlakuan didapatkan tidak terjadi perubahan dalam pengetahuan
dan tingkat kecemasannya sebelum (pre test) diberikan penyuluhan kesehatan.
Sedangkan pada kelompok perlakuan didapatkan perubahan dalam tingkat
pengetahuan dan penurunan tingkat kecemasan sesudah (post test) diberikan
penyuluhan kesehatan. Jadi dari keduanya dapat simpulkan dengan uji analisis
Wilcoxon yang merupakan salah satu uji nonparametrik untuk mengetahui
perbedaan diantara dua buah sampel berpasangan (pada “kontrol” dan
perlakuan” diantara dua kondisi yang dibandingkan (pre test dan post test))
dengan hasil pengujian sebagai berikut :
Variabel Z hitungSignifikansi
(P-Value)Keputusan
Tingkat Pengetahuan Tentang Cedera Kepala
KONTROL (pre dan post) -1.342 0.180 Tidak berbeda signifikan
Penilaian Kecemasan
KONTROL (pre dan post)-1.0 0.317 Tidak berbeda signifikan
Tingkat Pengetahuan Tentang Cedera Kepala
PERLAKUAN (pre dan post) -3.228 0.001 berbeda signifikan
Penilaian Kecemasan
PERLAKUAN (pre dan post)-3.217 0.001 berbeda signifikan
Tabel. 8 Hasil uji Wilcoxon perbedaan diantara kelompok kontrol dan
perlakuan yang dibandingkan (pre test dan post test).
Keterangan : Kelompok kontrol adalah kelompok yang tidak mendapatkan pendidikan kesehatan.Kelompok perlakuan adalah kelompok yang mendapatkan pendidikan kesehatan.
Berdasarkan hasil uji diatas, untuk perbedaan tingkat pengetahuan
keluarga tentang cedera kepala dan penilaian Kecemasan pada kelompok
kontrol diantara dua kondisi yang dibandingkan (pre test dan post test), ternyata
menunjukkan nilai Z hitung untuk “Tingkat Pengetahuan Keluarga” sebesar -
1.342 (p=0.180 > 0.05) dan untuk “Penilaian Kecemasan” sebesar -1.0 (dengan
signifikansi (p)=0.317 >0.05). Sehingga Ho diterima dan dapat diartikan bahwa
tidak ada perbedaan “Penyuluhan Kesehatan” tentang cedera kepala pada
keluarga dan penilaian kecemasan yang signifikan pada kelompok kontrol.
Sedangkan pada kelompok perlakuan menunjukkan nilai Z hitung untuk
“Tingkat Pengetahuan Keluarga” sebesar -3.228 (p=0.001 < 0.05) dan untuk
“Penilaian Kecemasan” sebesar -3.217 (dengan signifikansi (p)=0.001 <0.05).
Sehingga Ho ditolak dan dapat diartikan bahwa ada perbedaan “Tingkat
Pengetahuan Keluarga” tentang cedera kepala pada keluarga dan penilaian
kecemasan yang signifikan pada kelompok perlakuan, Hal ini menunjukkan
bahwa pemberian perlakuan “Penyuluhan Kesehatan” tentang cedera kepala
lebih memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap penurunan tingkat
kecemasan keluarga pasien di ruang akut 13 RSU.dr.Saiful Anwar Malang
daripada sebelum (pre test) diberi “Penyuluhan Kesehatan” .
Selanjutnya hasil penelitian tingkat pengetahuan keluarga tentang cedera
kepala pada keluarga dan Kecemasan antara kelompok Kontrol dan Perlakuan,
maka dari hasil kuantifikasi data tersebut dapat diolah dan dianalisis untuk
mengetahui adanya perbedaan tingkat pengetahuan keluarga tentang cedera
kepala dan Kecemasan antara kelompok Kontrol dan Perlakuan. Salah satu uji
nonparametrik untuk mengetahui perbedaan diantara dua buah sampel bebas
adalah dengan uji Mann Whitney, dengan hasil pengujian sebagai berikut:
Mann-
Whitney U
Z
hitung
Signifikansi
(P-Value)Keputusan
Tingkat Pengetahuan Keluarga saat Pre test
antara kelompok KONTROL dan PERLAKUAN97.5 -0.655 0.512
Tidak berbeda
signifikan
Penilaian Kecemasan saat Pre test antara
kelompok KONTROL dan PERLAKUAN105 -0.482 0.775
Tidak berbeda
signifikan
Tingkat Pengetahuan Keluarga saat Post test
antara kelompok KONTROL dan PERLAKUAN20 -4.012 0.000
berbeda signifikan
Penilaian Kecemasan saat Post test antara
kelompok KONTROL dan PERLAKUAN25 -3.974 0.000
berbeda signifikan
Tabel 9. Hasil uji Mann Whitney tentang perbedaan diantara dua buah
sampel bebas yaitu kelompok Kontrol dan Perlakuan.
Keterangan : kelompok kontrol adalah kelompok yang tidak mendapatkan penyuluhan kesehatan Kelompok perlakuan adalah kelompok yang mendapatkan penyuluhan kesehatan.
Berdasarkan hasil uji Mann-Whitney pada tabel diatas, dapat diketahui
bahwa tingkat pengetahuan keluarga dan penilaian kecemasan saat Pre test
antara kelompok Kontrol dan Perlakuan menunjukkan nilai signifikansi sebesar
0.512 dan 0.775 yang berada di atas alpha 0.05, Hal ini berarti tingkat
pengetahuan keluarga melalui penyuluhan kesehatan dan penilaian kecemasan
saat Pre test antara kelompok Kontrol dan Perlakuan tersebut tidak terdapat
perbedaan yang signifikan.
Tingkat pengetahuan keluarga melalui penyuluhan kesehatan dan
Penilaian Kecemasan saat post test antara kelompok Kontrol dan Perlakuan
menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0.000 dan 0.000 yang berada di bawah
alpha 0.05, sehingga Ho ditolak dan dapat diartikan bahwa ada pengaruh atau
perbedaan tingkat pengetahuan keluarga melalui penyuluhan kesehatan cedera
kepala dan penilaian kecemasan yang signifikan pada kelompok perlakuan. Hal
ini berarti tingkat pengetahuan keluarga melalui penyuluhan kesehatan saat post
test antara kelompok Kontrol dan Perlakuan tersebut terdapat perbedaan yang
signifikan dan lebih memberikan pengaruh yang lebih baik pada penurunan
tingkat kecemasan keluarga pasien di ruang akut 13 daripada yang tidak diberi
penyuluhan kesehatan (kelompok kontrol).
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Pembahasan
Pada bab ini akan membahas tentang hasi penelitian mengenai
“Pengaruh Penyuluhan Kesehatan Terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan
Keluarga pasien cedera kepala (sedang-berat) di Ruang 13 (Akut) RSU Dr.Saiful
Anwar Malang”.
Hasil penelitian berdasarkan umur (Gambar 3) kelompok kontrol yang
berumur 25-35 tahun yaitu 4 orang (26.7 %); umur 36-45 tahun yaitu 8 orang
(53,3 %); sedangkan yang berumur > 45 tahun yaitu 3 orang (20,0 %).
Sedangkan kelompok perlakuan (Gambar 4) yang berumur 25-35 tahun yaitu 9
orang (60%); umur 36-45 tahun yaitu 5 orang (33,3 %); sedangkan yang berumur
> 45 tahun yaitu 1 orang (6,6 %).
Menurut Huclock yang dikutip oleh Nursalam (2003) bahwa semakin
cukup umur tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang
dalam berfikir dan bekerja. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan
kematangan jiwanya. Didukung oleh teori yang dinyatakan Notoadmodjo (1997)
bahwa pengalaman itu merupakan sumber pengetahuan, dan pengalaman itu
merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan, sehingga
semakin banyak pengalaman yang dimiliki seseorang, informasi yang didapatkan
akan semakin baik ( Notoadmodjo ,1997).
Dari Hasil penelitian berdasarkan jenis kelamin (Gambar 5) pada
kelompok kontrol didapatkan yang laki-laki sebanyak 10 orang (66,67 %) dan
yang berjenis kelamin perempuan berjumlah 5 orang (33,33 %). Pada kelompok
perlakuan (Gambar 6) yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 4 orang (26,7
%) dan yang berjenis kelamin perempuan berjumlah 11 orang (73,3 %).
Untuk data berdasarkan status hubungan keluarga dengan klien pada
kelompok kontrol (Gambar 7) yang berstatus sebagai Ayah sebanyak 3 orang
(20%), Ibu sebanyak 3 orang (20%), Suami sebanyak 2 orang (13,3%), Istri
sebanyak 3 orang (20%), Anak sebanyak 2 orang (13,3%), Saudara kandung
sebanyak 2 orang (13,3%). Pada kelompok perlakuan (Gambar 8) yang
berstatus sebagai Ayah sebanyak 1 orang (6,7%), Ibu sebanyak 5 orang
(33,33%), Suami sebanyak 0 orang (0%), Istri sebanyak 5 orang (33,33%), Anak
sebanyak 2 orang (13,33%), Saudara kandung sebanyak 3 orang (20%).
Dalam hal ini keluarga merupakan orang yang paling berpengaruh dalam
kehidupan. Menurut Friedman (1992) fungsi keluarga berfokus pada pemberian
dukungan psikologis kepada anggota keluarga selama siklus kehidupan.
Keluarga memiliki struktur dan cara untuk berfungsi yang berhubungan erat dan
berinteraksi satu sama lain. Pola hubungan membentuk kekuatan dan struktur
peran dalam keluarga. Struktur mungkin menambah atau mengurangi
kemampuan keluarga dalam berespon terhadap stres (Perry & Potter, 2005:625).
Berdasarkan pekerjaan pada kelompok kontrol (gambar 11) semua
responden bekerja swasta yaitu 15 orang (100 %). Pada kelompok
perlakuan(Gambar 12) sebagian besar wirasasta yaitu berjumlah 14 orang
(93,33 %), sedangkan yang paling sedikit adalah bekerja sebagai perangkat
desa yaitu berjumlah 1 orang (6,67%).
Dalam hal ini pekerjaan berhubungan dengan stabilitas ekonomi pada
keluarga. Stabilitas ekonomi dapat meningkatkan akses keluarga pada
pelayanan kesehatan yang adekuat, menciptakan lebih banyak kesempatan
untuk pendidikan dan menurunkan stres (Perry & Potter, 2005:625).
Hasil penelitian berdasarkan tingkat pendidikan pada kelompok kontrol
(Gambar 9) tingkat pendidikan SLTP sebanyak 8 orang (53,33 %) dan yang SMU
berjumlah 7 orang (46,67 %). Pada kelompok perlakuan (Gambar 10) responden
yang berjenis tingkat SLTP sebanyak 9 orang (60 %) dan yang SMU berjumlah
6 orang (40 %).
Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan dipengaruhi oleh pendidikan,
jadi pengetahuan erat kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan dengan
adanya pendidikan maka akan semakin mudah menerima informasi sehingga
semakin banyak pengetahuan yang dimiliki. Menurut teori lain menyatakan
semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin mudah dalam
memperoleh penyesuaian diri terhadap stresor. Penyesuaian diri terhadap
stresor tersebut erat kaitannya dengan pemahaman seseorang terhadap
pemberian informasi yang tepat mengenai stressor. Individu yang berpendidikan
tinggi akan mempunyai koping yang lebih baik dari pada yang berpendidikan
rendah sehingga dapat mengeliminir kecemasan yang terjadi (Carpenito, 2000).
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa responden yang memiliki
latar belakang pendidikan yang lebih tinggi dalam hal ini adalah tingkat SMU
sebanyak 7 orang (46,67 %) pada kelompok kontrol dan 6 orang (40 %) pada
kelompok perlakuan mendapatkan skor yang lebih baik, meskipun pada
umumnya responden yang ada dalam penelitian ini sebagaian besar adalah
dengan latar belakang pendidikan setingkat SLTP yaitu sebanyak 8 orang
(53,33 %) pada kelompok kontrol dan sebanyak 9 orang (60 %) pada kelompok
perlakuan mendapatkan skor dengan kriteria cukup, meskipun ada beberapa
juga yang mendapatkan skor dengan kriteria baik tetapi adapula yang
mendapatkan skor kurang bahkan mendapatkan skor tidak baik. Hal ini bisa
dipengaruhi juga oleh adanya informasi yang didapatkan keluarga klien selama
berhubungan dengan para petugas kesehatan selama berada dirumah sakit atau
ruang rawat inap.
Berdasarkan hasil penelitian didapat bahwa sebelum (pre test) diberikan
penyuluhan kesehatan (Tabel 4) pada kelompok kontrol data pre test diperoleh
bahwa tingkat pengetahuan dengan kriteria tidak baik sebanyak 4 orang (26,7%);
kurang sebanyak 6 orang (40,0 %), cukup sebanyak 4 orang (26,7 %), baik
sebanyak 1 orang (6,7 %) Pada kelompok perlakuan data pre test diperoleh
tingkat pengetahuan dengan kriteria tidak baik sebanyak 6 orang (40,0%) dan
post test sebanyak 0 orang (0 %); kurang pada pre test 4 orang (26,6 %) dan
post test 0 orang (0 %), cukup pada pre test sebanyak 4 orang (26,7 %) dan
post test sebanyak 5 orang (33,3 %), baik pada pre test sebanyak 1 orang (6,7
%) dan pada post test 10 orang (67,7 %).
Berdasarkan hasil penelitian didapat bahwa sesudah (post test) diberikan
penyuluhan kesehatan (Tabel 4) pada kelompok perlakuan diperoleh tingkat
pengetahuan dengan kriteria tidak baik sebanyak 0 orang (0 %); kurang 0 orang
(0 %), cukup sebanyak 5 orang (33,3 %), baik sebanyak 10 orang (67,7 %).
Sedangkan hasil obsevasi pada kelompok kontrol (yang tidak diberikan
penyuluhan kesehatan) diperoleh bahwa tingkat pengetahuan dengan kriteria
tidak baik sebanyak 3 orang (20,0 %); kurang 5 orang (33,3 %), cukup sebanyak
6 orang (40,0 %), baik 1 orang (6,7 %).
Dari uraian diatas maka dapat dianalisis dengan uji analisis Wilcoxon
(Tabel 8) untuk mengetahui perbedaan diantara dua buah sampel berpasangan
(pada “kontrol” dan perlakuan” diantara dua kondisi yang dibandingkan (pre test
dan post test)) dengan hasil pengujian pada kelompok kontrol menunjukkan nilai
Z hitung untuk tingkat pengetahuan keluarga sebesar -1.342 (p=0.180 > 0.05).
Sedangkan pada kelompok perlakuan menunjukkan nilai Z hitung untuk “Tingkat
Pengetahuan” sebesar -3.228 (p=0.001 < 0.05). Sehingga Ho ditolak dan
diartikan bahwa ada perbedaan “tingkat pengetahuan keluarga” tentang cedera
kepala pada keluarga kelompok kontrol (yang tidak diberi penyuluhan kesehatan)
dan kelompok perlakuan (yang diberi penyuluhan kesehatan).
Sedangkan untuk mengetahui adanya perbedaan tingkat pengetahuan
keluarga antara kelompok Kontrol dan Perlakuan, salah satunya dengan uji
Mann Whitney (Tabel 9) yang menunjukkan sebelum (pre test) diberikan
penyuluhan kesehatan antara kelompok Kontrol dan Perlakuan menunjukkan
nilai signifikansi Z hitung sebesar -0,655 (p=0.512 > 0.05). Sedangkan sesudah
(post test) diberikan penyuluhan kesehatan menunjukkan Z hitung sebesar -
4,012 (p=0,000 > 0.05). Sehingga Ho ditolak dan diartikan bahwa ada perbedaan
“tingkat pengetahuan keluarga” kelompok kontrol (yang tidak diberi penyuluhan
kesehatan) dan kelompok perlakuan (yang diberi penyuluhan kesehatan).
Berdasarkan hasil penelitian diketahui sebelum (pre test) diberikan
penyuluhan kesehatan pada keluarga pasien untuk tingkat kecemasan (Tabel 5)
pada kelompok kontrol diperoleh bahwa kriteria cemas berat sebanyak 2 orang
(13,3%), cemas sedang sebanyak 13 (86,7 %), cemas ringan sebanyak 0 orang
(0 %), dan tidak cemas 0 orang (0 %). Sedangkan pada kelompok perlakuan
diperoleh bahwa kriteria cemas berat sebanyak 5 orang (13,3%), cemas sedang
sebanyak 10 (67,7 %), cemas ringan sebanyak 0 orang (0 %), dan tidak cemas
sebanyak 0 orang (0 %).
Berdasarkan hasil penelitian didapat bahwa sesudah (post test) diberikan
penyuluhan kesehatan (Tabel 5) pada kelompok perlakuan diperoleh bahwa
kriteria cemas berat sebanyak 0 orang (0 %), cemas sedang sebanyak 5 orang
(33,3 %), cemas ringan 10 orang (67,7 %), dan tidak cemas 0 orang (0 %).
Sedangkan hasil observasi kelompok kontrol (yang tidak mendapatkan
penyuluhan kesehatan) diperoleh bahwa kriteria cemas berat sebanyak 2 orang
(13,3%), cemas sedang sebanyak 12 orang (80,0 %), cemas ringan 0 orang (0
%), dan tidak cemas 0 orang (0 %).
Dari uraian diatas maka dapat dianalisis dengan uji analisis Wilcoxon
(Tabel 8) untuk mengetahui perbedaan diantara dua buah sampel berpasangan
(pada “kontrol” dan perlakuan” diantara dua kondisi yang dibandingkan (pre test
dan post test)) dengan hasil pengujian pada kelompok kontrol untuk tingkat
kecemasan nilai Z hitung menunjukkan sebesar -1.0 (dengan signifikansi
(p)=0.317 >0.05). Sedangkan pada kelompok perlakuan menunjukkan nilai Z
hitung sebesar -3.217 (dengan signifikansi (p)=0.001 <0.05). Sehingga Ho ditolak
artinya bahwa ada perbedaan tingkat kecemasan keluarga pasien pada
kelompok kontrol (yang tidak diberi penyuluhan kesehatan) dan kelompok
perlakuan (yang diberi penyuluhan kesehatan).
Sedangkan untuk mengetahui adanya perbedaan tingkat kecemasan
keluarga antara kelompok Kontrol dan Perlakuan, salah satunya dengan uji
Mann-Whitney (Tabel 9) yang menunjukkan sebelum (pre test) diberikan
penyuluhan kesehatan menunjukkan nilai signifikansi Z hitung sebesar 0.775
yang berada di atas alpha 0.05 dan pada saat sesudah (post test) diberikan
penyuluhan kesehatan menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0.000 dan 0.000
yang berada di bawah alpha 0.05, sehingga Ho ditolak artinya bahwa ada
perbedaan tingkat kecemasan pada pada kelompok kontrol (yang tidak diberi
penyuluhan kesehatan) dan kelompok perlakuan (yang diberi penyuluhan
kesehatan).
Hasil penelitian dapat diuraikan (Tabel 6) untuk tingkat pengetahuan
melalui penyuluhan kesehatan pada kelompok kontrol saat pre test yang
tergolong “tidak baik” sehingga menyebabkan “cemas sedang” ada sebanyak 4
orang (26,7%). Untuk kriteria “kurang” sehingga menyebabkan “cemas sedang”
ada sebanyak 5 orang (33,3%), bahkan 6.,% “cemas berat”. Untuk kriteria
“cukup” sehingga menyebabkan “cemas sedang” ada sebanyak 3 orang (20%),
bahkan 6,7% “cemas berat”. Kemudian untuk kriteria “baik” sehingga
menyebabkan “cemas sedang” ada sebanyak 1 orang (6,7%).
Selanjutnya untuk tingkat pengetahuan melalui penyuluhan kesehatan pada
kelompok perlakuan saat pre test (Tabel 6) yang tergolong “tidak baik” sehingga
menyebabkan “cemas sedang” ada sebanyak 2 orang (13,3%), dan 6.7%
mengalami “cemas berat”. Untuk kriteria “kurang” sehingga menyebabkan
“cemas sedang” ada sebanyak 5 orang (33.,%). Untuk kriteria “cukup” sehingga
menyebabkan “cemas sedang” ada sebanyak 4 orang (26,7%), bahkan 13,3%
“cemas berat”. Kemudian untuk kriteria “baik” sehingga menyebabkan “cemas
sedang” ada sebanyak 1 orang (6,7%).
Berdasarkan uraian diatas secara umum semua responden (keluarga
klien) pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan sebelum diberikan
penyuluhan kesehatan menunjukkan kecemasan. Secara teoritis digambarkan
bahwa kecemasan merupakan penilaian emosional terhadap suatu stimulus yang
mengancam (Suliswati, 2005). Sifat penilaian yang bersifat emosional itulah
maka derajad kecemasan yang timbul dalam individu dapat berbeda-beda
walaupun menghadapi situasi yang serupa. Kecemasan juga merupakan hal
yang umum terjadi pada hospitalisasi, karena ketidaktahuan konsekuensi dari
pembedahan serta takut akan prosedur pembedahan dan perawatan, dimana
individu merasa mengalami ancaman terhadap integrits diri, harga diri dan
identitas. (Chitty, 1997).
Sedangkan hasil penelitian dapat diuraikan (Tabel 7) bahwa tingkat
pengetahuan keluarga melalui “Penyuluhan Kesehatan” pada kelompok kontrol
saat post test yang tergolong “tidak baik” sehingga menyebabkan “cemas
sedang” ada sebanyak 2 orang (13,3%) dan cemas berat ada sebanyak 1 orang
(20,0 %). Untuk kriteria “kurang” sehingga menyebabkan “cemas sedang” ada
sebanyak 5 orang (33,3%). Untuk kriteria “cukup” sehingga menyebabkan
“cemas sedang” ada sebanyak 4 orang (26,7%), bahkan ada 2 orang (6,7%)
“cemas berat”. Kemudian untuk kriteria “baik” sehingga menyebabkan “cemas
sedang” ada sebanyak 1 orang (6,7%). Dari data diatas menunujukkan bahwa
tidak ada pebedaan secara signifikan antara pre test dan post test.
Selanjutnya tingkat pengetahuan keluarga melalui “Penyuluhan Kesehatan”
pada kelompok perlakuan saat post test yang tergolong “tidak baik” sebanyak 0
orang (0 %). Untuk kriteria “kurang” sebanyak 0 orang (0 %). Untuk kriteria
“cukup” sehingga menyebabkan “cemas sedang” ada sebanyak 3 orang (20,0%)
dan sebanyak 2 orang (13,3%) “cemas ringan”. Kemudian untuk kriteria “baik”
sehingga menyebabkan “cemas sedang” ada sebanyak 5 orang (13,3 %) dan
sebanyak 8 orang (67,7%) “cemas ringan”.
Berdasarkan uraian diatas dapat dilihat bahwa pada kelompok kontrol
(yang tidak mendapatkan penyuluhan kesehatan) tidak terjadi perubahan yang
signifikan terhadap tingkat pengetahuan dan penurunan tingkat kecemasannya.
Sedangkan pada kelompok perlakuan didapatkan perubahan pada tingkat
pengetahuan dan penurunan tingkat kecemasan sesudah diberikan penyuluhan
kesehatan .
Keluarga merupakan bagian vital dalam mengembalikan kesehatan klien
dan membutuhkan informasi yang sama banyaknya dengan klien. Dalam kasus
dimana terjadi cedera serius, peran keluarga untuk memberikan dukungan pada
klien dapat ditumbuhkan melalui pengajaran sehingga menambah pengetahuan
baru, sikap dan ketrampilan pengalaman tertentu. (Perry & Potter, 2005).
Dalam sistem perawatan kesehatan, terdapat penekanan untuk
memberikan penyuluhan kesehatan berkualitas. Perawat harus meyakinkan
bahwa klien, keluarga dan masyarakat menerima informasi yang diberikan untuk
mempertahankan kesehatan yang optimal (Perry & Potter, 2005 : 336).
Berdasarkan hasil tersebut diatas memang tujuan dilakukan Penyuluhan
kesehatan ini untuk mengidentifikasi tingkat pengetahuan dan tingkat kecemasan
pada keluarga klien dengan cedera kepala (sedang-berat) dengan harapan
mereka mengetahui apa yang terjadi pada keluarganya yang sedang dalam
proses perawatan di rumah sakit sehingga dapat membantu mekanisme koping
yang positif pada keluarga sehingga dapat menurunkan kecemasan. Bentuk
pendekatan yang dilakukan oleh peneliti adalah penyuluhan kesehatan sehingga
tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai secara optimal.
Penyuluhan kesehatan adalah suatu metoda implementasi yang digunakan
untuk menyajikan prinsip, prosedur, dan teknik yang tepat tentang perawatan
kesehatan untuk menginformasikan status kesehatan klien. Sebagai tanggung
jawab keperawatan, penyuluhan kesehatan diimplementasikan pada semua
lingkup keperawatan kesehatan, seperti di unit perawatan akut, perawatan
dirumah, dan lingkungan di komunitas (Perry&Potter, 2005: 210).
Menurut Azrul Azwar Penyuluhan kesehatan adalah kegiatan pendidikan
yang dilakukan dengan cara memberikan pesan, menanamkan keyakinan,
sehingga masyarakat tidak hanya sadar, tahu, dan mengerti tapi juga mau dan
bisa melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan
( Effendi , 2000).
Secara teoritik dapat diterangkan bahwa adanya berbagai tindakan
keperawatan merupakan bentuk dukungan profesional dan dukungan sosial yang
dapat memberikan pengaruh baik fisik maupun psikologis sehingga seseorang
akan merasa lebih aman dan akhirnya kecemasan dapat menurun (Lonquis &
Weiss, 1997). Selain itu juga karena kecemasan lebih merupakan pengalaman
psikologis dan lebih sering timbul karena ketidaktahuan tentang konsekuensi
pembedahan dan prosedur bedah itu sendiri (Chitty, 1997).
Kecemasan sebagai bentuk stress dan ancaman yang berada di luar
kontrol individu, maka individu harus memiliki sumber yang cukup untuk
mengatasi masalah. Dalam keadaan cemas maka diperlukan suatu dukungan
dan pemberian informasi untuk menjelaskan keadaan yang terjadi. Pemberian
informasi mengenai prosedur akan bermakna dan membantu anggota keluarga
sehingga memiliki perasaan kontrol dan mengurangi stress. Pengetahuan
terhadap sesuatu akan sedikit menimbulkan rasa takut daripada tidak tahu
apapun (Perry & Potter, 2005 : 359).
6.2 Keterbatasan Penelitian
Peneliti menyadari bahwa pelaksanaan penelitian ini masih banyak
kekurangan, hal ini disebabkan karena :
terbatasnya dana penelitian
terbatasnya waktu penelitian
tidak semua responden bisa membaca kuesioner sehingga peneliti
harus membacakannya.
BAB VII
PENUTUP
7. 1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan, maka secara umum
dapat kesimpulan sebagai berikut :
Ada pengaruh penyuluhan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan dan
penurunan tingkat kecemasan keluarga pasien dengan cedera kepala (sedang-
berat). Dan dengan kesimpulan khusus sebagai berikut :
1. Hasil penelitian tingkat
pengetahuan sebelum diberikan penyuluhan kesehatan menunjukkan hasil
baik sebesar 6,7%.
2. Hasil penelitian didapatkan
bahwa setelah diberikan penyuluhan kesehatan terdapat peningkatan pada
tingkat pengetahuan yaitu sebagian besar baik 67.7 %.
3. Hasil penelitian didapatkan ada
perbedaan tingkat pengetahuan pada keluarga yang diberi penyuluhan
kesehatan dan yang tidak diberikan penyuluhan kesehatan yang
menunjukkan perbaikan atau peningkatan yang signifikan.
4. Hasil penelitian didapatkan
bahwa sebelum diberikan penyuluhan kesehatan menunjukkan kriteria
cemas berat 13,3%, cemas sedang 67,7 %, cemas ringan 0 %.
5. Hasil penelitian didapatkan
bahwa setelah diberikan penyuluhan kesehatan menunjukkan penurunan
tingkat kecemasan dengan kriteria cemas berat 0 %, cemas sedang 33,3
%, cemas ringan 67,7 %.
6. Hasil penelitian didapatkan ada
perbedaan penurunan tingkat kecemasan pada keluarga yang diberi
penyuluhan kesehatan dan keluarga yang tidak diberikan penyuluhan
kesehatan.
7. 2 Saran.
7.2.1 Bagi Instansi Rumah Sakit.
Diharapkan pihak rumah sakit atau petugas
kesehatan dapat meningkatkan program PKMRS (Penyuluhan
Kesehatan Masyarakat di Rumah Sakit) dalam pengembangan
pelayanan keperawatan secara holistik, khususnya pada perawatan
pasien cedera kepala untuk meningkatkan pengetahuan, pengalaman
dan pengembangan wawasan pada keluarga klien cedera kepala.
Diharapkan pihak rumah sakit dan petugas
kesehatan sebaiknya lebih meningkatkan hubungan dengan keluarga
pasien terutama dalam pengadaan “PROTAP” tentang pemberian
penyuluhan kesehatan khususnya untuk keluarga pasien cedera
kepala, sehingga dapat meningkatkan pengetahuan dan memberikan
informasi yang membangun bagi klien, keluarga maupun masyarakat.
7.2.2 Bagi peneliti yang akan datang.
Untuk peneliti selanjutnya diharapkan bisa menjadikan penelitian ini
sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya sebagai upaya untuk
meningkatkan pengetahuan tentang dunia kesehatan di masyarakat pada
umumnya dan untuk keluarga klien cedera kepala khususnya dengan
tujuan menghasilkan penelitian yang lebih bermanfaat bagi masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Edisi revisi V. Jakarta : Rineka Cipta.
Bruner & Suddath. 2000. Buku Ajar Keperawatan Medikal - Bedah.Jakarta : EGC
Carpenito, Lynda Juall. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis Edisi 6. Jakarta : EGC.
Chitty, Kay K. (1997). Professional Nursing, Concepts and Challenge, 2nd edition, W.B Saunders Co, Philadelphia
Dilantas Babinkam, Mabes POLRI. Jumlah Kejadian Kecelakaan Lalu LintasDan Ratio Korban Luka dan Meninggal Terhadap Jumlah Penduduk Menurut Provinsi Tahun 2002. Diakses tanggal : 31-5-2007 Jam 16.21 WIB (http:// www.bank data.depkes.go.id /profil/web%202002/lamp%20125.htm)
Effendi, Drs.Nasrul. 2000. Dasar-Dasar keperawatan Kesehatan Masyarakat Edisi 2.Jakarta : EGC.
Friedman, Marilyn M.1998. Keperawatan Keluarga: Teori dan Praktek Edisi 3.Jakarta: EGC.
Hudak, Carolyn M. 1997. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik Vol. 1. Jakarta : EGC.
Hudak, Carolyn M. 1996. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik Vol.2. Jakarta : EGC
Ibrahim,.Ayub Sani. 2006. Mengantisipasi Gangguan Cemas. Jakarta : OTC DIGEST Edisi 2 Tahun I.
Japardi, Iskandar. 2002. Majalah Kedokteran Nusantara : Cedera Kepala. Medan : FK. Universitas Sumatra Utara.
Japardi, Iskandar. 2004. Cedera Kepala. Jakarta : PT. BHUANA ILMU POPULER.
Kaplan & Sadock. 1998. Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat. Jakarta : Widya Medika
Kusuma, DR.Wijaya. 1997. Kedaruratan Psikiatrik dalam Praktek. Jakarta : ofessional Books.
Lumbatobing,S.M..1998. Neurologi Klinik : Pemerikasaan Fisik dan Mental. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran UI.
Lonnquist, Linne E & Weiss, Gregory L (1997) The Sociology of Health, Healing and Illness, 2nd edition, Prentice-Hall, New Jersey
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius
Narendra, B Moersintowarti. 2005. Buku Ajar II Tumbuh Kembang Anak dan Remaja Edisi pertama. Jakarta : CV.SAGUNG SETO.
Notoatmodjo S. 1997. Dasar-Dasar Perilaku Pendidikan Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nursalam. 2003. Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Oetami, Arida. Pedoman Pelayanan Gawat Darutat : Diakses tanggal 14-9-2007 Jam 12.17 WIB. (http://ihqn.or.id/files/resourcemodule/@42931d979d88/1121313366-Buku-Arida.pdf).
Perry & Potter. 2005. Fundamental Keperawatan ; Konsep, Proses, dan Praktik. Jakarta :EGC
Santoso,S. 2003. Buku Statistik Non Parametrik. Jakarta: Penerbit PT. Elex Media Komputindo.
Singarimbun, M. 1995. Metode Penelitian Survei. Edisi revisi. Cetakan ke-2. Jakarta:PT Pustaka LP3ES Indonesia.
Sudarsono, Ratna Sitorus. 1997. Kumpulan Makalah Keperawatan Neurologi. Jakarta : Disampaikan dalam rangka kursus penyegaran keperawatan neurology diselenggarakan oleh Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 22-26 september 1997.
Sugiyono. 2006. Statistika untuk Penelitian. Bandung : CV ALFABETA
Suliha, Uha. 2002. Pendidikan Kesehatan dalam Keperawatan. Jakarta : EGC.
Suliswati, 2005. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC.
Stuart & Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 3. Jakarta ; EGC
Wijanarka & Dwiphrahasto.2005. Implementasi Clinical Governance: Pengembangan Indikator Klinik Cedera Kepala Di Instalasi Gawat Darurat. (http://www.jmpkonline.net/files/osagus.pdf ). Diakses 31-5-2007 Jam 10.42 WIB.
http://puskesmaspalaran.wordpress.com). Trauma capitis. Diakses tanggal 18-9-2007 jam 16.45
www.medicastrore.com. Otak dan Syaraf. Diakses tanggal 31-5-2007 Jam 10.07 WIB
http:// www.temp.co.id /medika / arsip / 072002 / pus-1.htm. Al Fauzi, Asra. Penanganan Cedera Kepala di Puskesmas . Diakses tanggal : 31-5-2007 Jam 16.46 WIB
TIM ETIKA PENELITIAN MAHASISWAFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
KETERANGAN KELAIAKAN ETIK PENELITIAN(“ETHICAL CLEARENCE”)
No. 102 /PEPK/ XII /2007
Setelah Tim Etika Penelitian Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya mempelajari dengan seksama rancangan penelitian yang diusulkan:
Judul : Pengaruh Penyuluhan Kesehatan Terhadap Penurunan
Tingkat Kecemasan Keluarga Pasien dengan Cedera
Kepala (Sedang-Berat) di Ruang 13 RSU Dr.Saiful
Anwar Malang.
Peneliti : MEDICAL SHOCKER
NIM : 0610722044
Unit/Lembaga : Jurusan Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang
Tempat Penelitian : Ruang 13 (ruang akut) RSU Dr. Saiful Anwar Malang
Maka dengan ini dinyatakan bahwa penelitian tersebut telah memenuhi atau layak
etik.
Malang,
An. KetuaKoordinator Divisi I (Mahasiswa SI-FKUB)
Dr. dr. Teguh Wahju Sardjono, DTM&H, MSc, SpPark
NIP. 130 809 100
PERMITAAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN
Para keluarga pasien dengan cedera kepala di ruang 13 (Akut) di RSU
Dr. Saiful Anwar Malang Yang Terhormat.
Nama saya MEDICAL SHOCKER Mahasiswa Jurusan Keperawatan
Fakultas Kedoteran Universitas Brawijaya Malang. Saya akan melakukan
penelitian dengan judul “Pengaruh penyuluhan kesehatan terhadap penurunan
tingkat kecemasan keluarga pasien dengan cedera kepala (sedang - berat)” di
ruang 13 (Akut) Dr. Saiful Anwar Malang.
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk Menambah masukan informasii
dan pengetahuan, motivasi keluarga dan masyarakat tentang kecemasan
dalam menghadapi kondisi klien dengan penurunan kesadaran dengan
memberikan pendidikan kesehatan.
Untuk keperluan diatas saya mohon kesediaannya untuk mengisi
kuesioner (lembar pertanyaan) dan menanda tangani persetujuan yang telah
disediakan. Sejujur - jujurnya atau apa adanya sesuai yang Bapak / Ibu /
Saudara / Saudari alami (rasakan). Saya menjamin kerahasiaan pendapat dan
identitas Bapak / Ibu / Saudara / Saudari. Untuk itu saya mohon agar tidak
mencantumkan nama. Informasi yang Bapak / Ibu / Saudara / Saudari berikan
dipergunakan sebagai wahana untuk mengembangkan mutu pelayanan
keperawatan, tidak akan dipergunakan untuk maksud lain.
Atas partisipasi Bapak / Ibu / Saudara / Saudari saya mengucapkan
terima kasih.
Malang, 2 Januari 2008
Peneliti
Lampiran 3
MEDICAL SHOCKER
NIM : 0610722044
SURAT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN/SUBJEK PENELITIAN
Saya telah mendapat penjelasan dengan baik mengenai tujuan dan
manfaat penelitian yang berjudul “Pengaruh penyuluhan kesehatan terhadap
penurunan tingkat kecemasan keluarga pasien dengan cedera kepala (sedang -
berat) di Ruang 13 RSU Dr.Saiful Anwar Malang “.
Saya mengerti bahwa saya akan diminta untuk mengisi kuesioner dan
saya akan diobservasi peneliti dengan diberikan penyuluhan kesehatan dan
diobservasi pada satu hari berikutnya.
Saya mengerti bahwa catatan mengenai data penelitian ini akan
dirahasiakan, dan kerahasiaan ini akan dijamin. Informasi mengenai identitas
saya tidak akan ditulis pada instrumen penelitian dan akan disimpan secara
terpisah di tempat terkunci.
Saya mengerti bahwa saya berhak menolak untuk berperan serta dalam
penelitian ini atau mengundurkan diri dari penelitian setiap saat tanpa adanya
sanksi atau kehilangan hak – hak saya.
Saya telah diberi kesempatan untuk bertanya mengenai penelitian ini atau
mengenai peran serta saya dalam penelitian ini, dan telah dijawab serta
dijelaskan secara memuaskan. Saya secara sukarela dan sadar bersedia
berperan serta dalam penelitian ini dengan menandatangani Surat Persetujuan
Menjadi Responden/Subjek Penelitian.
Malang, 2 Januari 2008
Peneliti, Responden,
Lampiran 4
MEDICAL SHOCKER
(...............................)
NIM. 0610722044
SURAT PERSETUJUAN PENELITIAN
Yang bertanda tangan dibawah ini :Nama ( Inisial) : .....………………………………………………………Umur/Jenis Kelamin : ……………………tahun, Laki-laki/Perempuan * )Alamat : ……………………………………………………….
………………………………………………………. Untuk Istri Suami Anak Orang Tua Lainnya ……. Nama Pasien ( Inisial) : ………………………………………………………...Umur/Jenis Kelamin : …………………….tahun, Laki-laki/Perempuan *) Alamat : ………………………………………………………..Ruangan : …………………………………………………………Dengan ini menyatakan sesungguhnya telah
Memberikan Persetujuan Penelitian Data Medik..Saya menyatakan telah memberikan persetujuan penggunaan data medik saya/keluarga saya sebagai penelitian.
Malang, 2 Januari 2008
Peneliti Responden
( MEDICAL SHOCKER) ( ) NIM: 0610722044
Lampiran 5
Saksi 1 Saksi 2
PENGANTAR KUESIONER
Judul Penelitian : “Pengaruh Penyuluhan Kesehatan terhadap penurunan
tingkat kecemasan keluarga pasien dengan cedera kepala
(sedang - berat) di Ruang 13(Akut) RSU Dr.Saiful Anwar
Malang”.
Peneliti : MEDICAL SHOCKER
(Nomor telepon yang dapat dihubungi bila ada pertanyaan
0341-552526 atau 080334827781)
Pembimbing : 1. Prof. Dr. dr. Sumarno, DMM, SpMK
2. M. Fathoni, S. Kep, Ns
Saudara-Saudara Yang Terhormat,
Saya adalah mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan - Fakultas
Kedokteran Universitas Brawijaya Malang. Dalam rangka untuk menyelesaikan
Tugas Akhir, saya bermaksud mengadakan penelitian dengan judul “Pengaruh
penyuluhan kesehatan terhadap penurunan tingkat kecemasan keluarga
pasien dengan cedera kepala (sedang - berat)di Ruang 13(Akut) RSU
Dr.Saiful Anwar Malang”.
Saya berkeyakinan bahwa penelitian ini memiliki manfaat yang luas, baik
untuk Rumah Sakit, Perawat, Penderita dan Keluarga khususnya bagi profesi
keperawatan dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan keperawatan.
Apabila saudara bersedia untuk menjadi responden dalam penelitian saya
ini, silahkan saudara menandatangani persetujuan menjadi subjek penelitian.
Atas kesediaan dan kerjasamanya saya ucapkan terimakasih.
Lampiran 6
Malang, Januari 2008 Mengetahui,
Pembimbing I Peneliti
Prof. Dr. dr. Sumarno, DMM, SpMK MEDICAL SHOCKER NIP. 130 809 130 NIM 0610722044
LEMBAR PERTANYAAN
Umur :
Pekerjaan :
Hubungan dengan klien :
Jawablah pertanyaan dibawah ini sesuai dengan yang anda yakini dengan cara
menyilang (X) pada jawaban yang benar.
1. Apa yang dimaksud cedera kepala
A. Cedera Kepala adalah suatu gangguan / traumatik dari fungsi otak yang
diseratai atau tanpa disertai perdarahan dalam subtansi otak tanpa diikuti
terputusnya pertahanan jaringan otak.
B. Suatu trauma yang terjadi di leher dengan perdarahan yang banyak
C. Suatu trauma pada kepala yang disebabkan oleh benda yang sangat
lunak dan lentur
D. Suatu trauma yang terjadi di kepala yang tidak mengakibatkan
perdarahan dan tidak berbahaya.
2. Cedera kepala disebabkan karena,
KECUALI :
A. Kecelakan sepeda motor
B. Kecelakaan mobil
C. Terjatuh dari tempat yang tinggi
D. Kebakar api
3. Sebutkan ciri-ciri cedera kepala sedang,
KECUALI :
Lampiran 7
A. Gelisah
B. Mengantuk
C. Pasien sadar penuh
D. Bisa mengikuti perintah sederhana
4. Pada penderita cedera kepala sedang-berat
bisa terjadi :
A. Hilang ingatan
B. Ingatannya bagus
C. Mengantuk
D. Tidur
5. Cedera kepala bisa disertai dengan :
A. Keracunan alkohol dan obat-obatan
B. Mengantuk
C. Mengigau
D. Tidur
6. Gelisah, mengantuk dengan atau tanpa gangguan kesadaran merupakan ciri-
ciri dari :
A. Cedera kepala sedang
B. Cedera kepala ringan
C. Pusing
D. Stress
7. Keadaan penurunan kesadaran/koma merupakan ciri-ciri dari :
A. Cedera kepala berat
B. Cedera kepala ringan
C. Tidur
D. Cedera kepala sedang
8. Penaganan korban cedera, yaitu ;
A. Kepala ditempatkan pada tempat yang sejajar
B. Diberi bantal yang tinggi
C. Didudukkan
D. Dimiringkan
9. Ciri-ciri koma adalah :
A. Gerakan spontan/langsung
B. Pasien bisa berbicara dengan baik
C. Tidak ada gerakan spontan
D. Pasien bisa merasakan nyeri
10. Penderita cedera kepala yang tidak sadar membutuhkan perawatan antara
lain, KECUALI :
A. Mulut dan gigi harus senantiasa dibersihkan paling sedikit 2 kali sehari
oleh petugas/perawat
B. Mata harus dilindungi dan dapat diberikan salep mata atau tetes mata
yaitu tetrasiklin, lalu mata ditutupi dengan plester/kapas oleh
petugas/perawat
C. Bagian tubuh yang mengalami tekanan harus diistirahatkan secara
berganti-ganti, misalnya dengan miring kiri miring kanan dibawah bagian
tubuh yang mengalami tekanan misalnya tumit kaki, siku, dan lain-lain
yang dilakukan oleh petugas/perawat
D. Pasien harus dimandikan dikamar mandI
11. Yang harus diperhatikan pada pasien setelah pulang dari rumah adalah :
A. Sukar dibangunkan dan susah bicara
B. Sering capek
C. Keseleo
D. Bicara lancar
12. Sukar bangun, sukar bicara, pusing, muntah, setelah pulang dari rumah
sakit, maka harusnya klien dibawa :
A. Dibawa ke UGD rumah sakit
B. Ke apotik
C. Ke dukun
D. Ke paranormal
13. Pasien cedera kepala harus kontrol setiap :
A. 2 hari sekali
B. 2 minggu sekali
C. 1 minggu 3 kali
D. Tiap hari
14. Pemeriksaan tingkat kesadaran klien cedera kepala diukur menggunakan :
A. GCS (Glasgow Coma Scale)
B. Tensimeter
C. Disuntuik
D. Dengan termometer
15. Jenis-jenis cedera kepala adalah, KECUALI :
A. Cedera kepala ringan
B. Cedera kepala sedang
C. Cedera kepala berat.
D. Sakit kepala
LEMBAR PERTANYAAN
Umur :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Hubungan Dengan Klien :
Jawablah pertanyaan dibawah ini sesuai dengan keadaan yang anda alami,
dengan memberi tanda () pada setiap point-nya.
1. Apakah anda mengalami perasaan cemas saat ini , ditandai dengan :
Firasat buruk
Takut akan pikiran sendiri
Mudah tersinggung
2. Apakah anda mengalami ketegangan, yang ditandai dengan :
Merasa tegang
Lesu
Tidak dapat istirahat tenang
Mudah terkejut
Mudah menangis
Gemetar
3. Apakah anda merasakan ketakutan, ditandai oleh :
Ketakutan pada gelap
Ketakutan ditinggal sendiri
Ketakutan pada orang asing
Ketakutan pada binatang besar
Ketakutan pada keramaian lalu lintas
Ketakutan pada kerumunan orang banyak
4. Apakah anda mengalami gangguan tidur atau sulit tidur, ditandai oleh :
Sukar memulai tidur
Terbangun malam hari
Tidak pulas
Mimpi buruk
Mimpi yang menakutkan
5. Apakah anda mengalami gangguan dalam mengingat / konsentarasi ditandai
oleh :
Sukar konsentrasi
Daya ingat buruk
Sering bingung
6. Apakah anda merasa depresi / bingung saat ini yang ditandai oleh :
Kehilangan minat
Sedih
Bangun dini hari
Kurangnya kesenangan pada hobi
Perasaan berubah sepanjang hari
7. Apakah anda mengalami gejala - gejala ditandai oleh :
Nyeri pada otot
Kaku
Kedutan otot / mata
Gigi gemeretak
Suara tidak stabil/ serak
8. Apakah anda mengalami gangguan panca indra seperti ditandai oleh :
Telinga berdenging
Penglihatan kabur
Muka merah dan pucat
Merasa lemah / lemas
Perasaan ditusuk-tusuk
9. Apakah anda mengalami tanda-tanda dibawah ini yang ditandai oleh :
Denyut nadi cepat
Berdebar-debar
Nyeri dada
Denyut nadi mengeras
Rasa lemas seperti mau pingsan
Detak jantung lemah / hilang sekejap
10. Apakah anda mengalami gejala pernapasan ditandai oleh :
Rasa tertekan atau sempit di dada
Perasaan tercekik
Merasa nafas pendek / sesak
Sering menarik nafas panjang
11 Apakah anda merasakan gangguan di pencernaan / perut yang ditandai oleh:
Sulit menelan
Mual muntah
Berat badan menurun
Sulit buang air besar
Perut melilit
Gangguan pencernaan (diare)
Rasa panas di perut
Nyeri lambung sebelum / sesudah makan
Perut terasa kembung atau penuh
12 Apakah anda mengalami gangguan saat berkemih yang ditandai oleh :
Sering kencing
Tidak dapat menahan kencing
Menstruasi tidak teratur
Tidak mau berhubungan (suami istri)
13. Apakah anda mengalami gangguan seperti dibawah ini :
Mulut kering
Muka merah kering
Mudah berkeringat
Pusing, sakit kepala
Bulu - bulu berdiri
14 pakah saat Perilaku sewaktu wawancara, ditandai oleh :
Gelisah
Tidak tenang
Mengerutkan dahi atau kening
Otot tegang / kaku
Nafas pendek dan cepat (terengah-engah)
Muka merah