Upload
hadien
View
226
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
25
PENGARUH PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DAN
PEMANFAATAN SUMBERDAYA AIR TERHADAP
KUALITAS AIR SUNGAI DI DAERAH ALIRAN SUNGAI
CISADANE SEGMEN HULU
HAYATUL FITHRIA
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN
EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
26
PENGARUH PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DAN
PEMANFAATAN SUMBERDAYA AIR TERHADAP
KUALITAS AIR SUNGAI DI DAERAH ALIRAN SUNGAI
CISADANE SEGMEN HULU
HAYATUL FITHRIA
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN
EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
27
RINGKASAN
Hayatul Fithria. Pengaruh Perubahan tutupan Lahan dan Pemanfaatan
Sumberdaya Air Terhadap Kualitas Air Sungai di Daerah Aliran Sungai Cisadane
Segmen Hulu. Dibimbing oleh Agus Priyono dan Omo Rusdiana.
Peningkatan jumlah penduduk di wilayah DAS Cisadane segmen hulu
menyebabkan tingginya pemanfaatan air sungai dan terjadinya perubahan tutupan
lahan. Hal ini berdampak negatif pada timbulnya beban pencemaran dan sumber
pencemar/limbah yang dapat mempengaruhi kualitas air sungai dan secara tidak
langsung mempengaruhi tingkat pencemaran air sungai. Kualitas air sendiri sangat
menentukan dalam upaya pemenuhan kebutuhan air untuk masing-masing
kegunaan. Oleh karena itu, penelitian tentang pengaruh perubahan tutupan lahan
dan pemanfaatan sumberdaya air terhadap kualitas air sungai di DAS Cisadane
segmen hulu ini perlu dilakukan.
Penelitian ini dilakukan di wilayah DAS Cisadane segmen hulu dari bulan
Juni hingga Agustus 2009. Bahan yang digunakan diantaranya data kualitas air,
tutupan lahan, kependudukan, pemanfaatan air sungai, debit, dan peternakan. Alat
yang digunakan adalah program Arcview 3.2 dan program MINITAB release 14.
Pengolahan data dilakukan dengan analisis perubahan tutupan lahan, analisis
perubahan kualitas air, beban pencemaran, daya tampung beban pencemaran,
analisis pemahaman masyarakat, dan kajian pengaruh perubahan tutupan lahan
terhadap kualitas air.
Selama kurun waktu 2005-2008 terjadi perubahan tutupan lahan di
wilayah DAS Cisadane segmen hulu yang ditunjukkan oleh penurunan luas hutan
(72,88%), semak belukar (88,18%), tanah terbuka (91,14%), dan ladang
(97,52%), serta peningkatan luas perkebunan (102,46%), dan pemukiman
(34,21%). Pemanfaatan air sungai di wilayah DAS Cisadane segmen hulu
tergolong cukup tinggi. Sebesar 93 % dari 190 KK yang diwawancarai
memanfaatkan Sungai Cisadane untuk MCK. Sumber pencemar yang dapat dilihat
adalah sampah (16%) dan limbah cair (30%). Beban pencemaran dominan berasal
dari limbah domestik (4067,86 ton/bulan BOD dan 4129,80 TSS) serta limbah
ternak (3,24 ton/bulan BOD dan 17,05 ton/bulan TSS). Beban pencemaran ini
melebihi daya tampung beban pencemaran untuk BOD setiap bulannya yaitu
berkisar dari 2484 ton/bulan hingga 3801 ton/bulan, sedangkan untuk TSS beban
pencemaran belum melebihi daya tampung beban pencemaran setiap bulannya.
Perubahan tutupan lahan dan pemanfaatan air sungai mempengaruhi
kualitas air sungai. Hal ini dapat ditunjukkan dengan peningkatan TDS (18 mg/l),
BOD (20,8 mg/l), fosfat (0,303 mg/l), dan COD (38 mg/l) yang cenderung
melebihi baku mutu air. Jika dilihat berdasarkan parameter kunci kualitas air
(BOD, COD, TSS), dari hasil uji korelasi pada taraf α 0,1 juga dapat disimpulkan
bahwa terdapat hubungan antara perubahan tutupan lahan dengan kualitas air,
walaupun tingkat signifikansinya relatif kecil. Peningkatan beberapa parameter
kualitas air menyebabkan penurunan Indeks Kualitas Air dari 85,58 menjadi
73,66, namun kondisi perairan masih tergolong sedang hingga baik.
Kata kunci: tutupan lahan, pencemaran air, kualitas air, beban pencemaran
28
SUMMARY
HAYATUL FITHRIA. The Influence of Land Cover Cange and Water Resource
Utilization of Water Quality in Cisadane River Watershed Upstream. Under
Supervision of AGUS PRIYONO and OMO RUSDIANA.
Increasing the number of residents in the Cisadane watershed area
upstream segment cause high river water use and land cover changes. This
negative impact on the incidence of pollution load and the source of
pollutants/waste that may affect the water quality of rivers and indirectly affect
the level of river water pollution. The water quality is very depend on the effort to
meet the needs of water for each utility. Therefore, research on the effects of land
cover change and water resources utilization of river water quality in the Cisadane
watershed upstream segment needs to be done.
This research was conducted in the Cisadane watershed area upstream
from June to August 2009. Equipments used, such as water quality data, land
cover, population, utilization of river water, debit, and livestock. The instrument
used is a Arcview 3.2 program and MINITAB release 14. Data processing is done
by analysis of land cover change, analysis of changes in water quality, pollution
load, pollution load carrying capacity, the analysis of public understanding, and
study the influence of land cover changes on water quality.
During the period 2005-2008 land cover changes in the Cisadane
watershed area upstream shown by the decrease of forest area (72.88%), shrubs
(88.18%), open land (91.14%), and the fields ( 97.52%), and increasing plantation
area (102.46%), and residential (34.21%).Utilization of river water in the
Cisadane watershed area upstream was quite high. For 93% of the 190 families
interviewed using Cisadane River for MCK. Pollutant sources that can be seen is
garbage (16%) and wastewater (30%). The dominant pollution load comes from
domestic waste (4067.86 tons/month 4129.80 BOD and TSS) and livestock waste
(3.24 tons/month of BOD and 17.05 tons/month TSS). This pollution load exceeds
the capacity for BOD pollution load of each month and it ranged from 2484
tons/month to 3801 tons/month, while for TSS pollution load capacity not
exceeding pollution load for each month.
Changes in land cover and use of river water affects river water
quality. This can be demonstrated by increasing in TDS (18 mg/l), BOD (20.8
mg/l), phosphate (0.303 mg/l), and COD (38 mg/l) which tends to exceed water
quality standards. If viewed based on key parameters of water quality (BOD,
COD, TSS), the correlation of test results on the α level 0.1 also could be
concluded that there is a relationship between changes of land cover with water
quality, although the significance level is relatively small. The icreasing of water
quality parameters caused the decrease of Water Quality Index from 85,58 to
73,66, but the condition of the waters is still relatively moderate to good.
Keywords: Land cover, water pollution, water quality, pollution load
29
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Pengaruh
Perubahan Tutupan Lahan dan Pemanfaatan Sumberdaya Air Terhadap Kualitas
Air Sungai di Daerah Aliran Sungai Cisadane Segmen Hulu adalah benar-benar
hasil karya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah
digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Januari 2010
Hayatul Fithria
NRP E34051445
30
Judul Skripsi : Pengaruh Perubahan Tutupan Lahan dan Pemanfaatan Sumberdaya
Air terhadap Kualitas Air Sungai di Daerah Aliran Sungai
Cisadane Segmen Hulu
Nama : Hayatul Fithria
NIM : E34051445
Menyetujui:
Pembimbing I, Pembimbing II,
Ir. Agus Priyono, MS Dr.Ir.Omo Rusdiana, MSc
NIP:19610812 198601 1 001 NIP: 19630119 198903 1 003
Mengetahui:
Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
Prof. Dr. Ir. H. Sambas Basuni, MS
NIP: 19580915 198403 1 003
Tanggal Lulus:
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur penulis sampaikan ke hadirat
Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Perubahan Tutupan Lahan
dan Pemanfaatan Sumberdaya Air Terhadap Kualitas Air sungai di Daerah Aliran
Sungai Cisadane Segmen Hulu” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan.
Skripsi ini disusun dengan maksud memberikan pengetahuan dan
informasi terkait dengan isu perubahan tutupan lahan sebagai salah satu bentuk
degradasi lingkungan akibat terjadinya peningkatan jumlah penduduk di wilayah
DAS Cisadane segmen hulu. Tingginya laju pertumbuhan penduduk ini juga
menyebabkan peningkatan aktivitas pemanfaatan air sungai di wilayah DAS.
Kedua hal ini dapat mempengaruhi kondisi kualitas air Sungai Cisadane akibat
timbulnya limbah/sumber pencemar.
Dalam skripsi ini diuraikan tentang perubahan tutupan lahan selama
periode 2005-2008, perubahan kualitas air selama periode 2004-2008 dan bentuk
pemanfaatan air sungai, sumber pencemaran air sungai, beban pencemaran, daya
tampung beban pencemaran air sungai serta pemahaman masyarakat tentang
pencemaran air sungai Cisadane. Selain itu, juga diuraikan tentang kajian
pengaruh/hubungan antara perubahan tutupan lahan terhadap kualitas air yang
dilihat terhadap parameter kunci kualitas air (BOD, COD, dan TSS).
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena
keterbatasan ilmu dan pengetahuan yang dimiliki. Oleh karena itu kritik dan saran
yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan dan penyempurnaan sripsi
ini. Semoga apa yang disajikan di dalam skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan
penulis sendiri.
Bogor, Januari 2010
Penulis
ii
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Hayatul Fithria dilahirkan di Payakumbuh,
Sumatera Barat pada tanggal 30 Mei 1987 sebagai anak pertama dari
dua bersaudara pasangan Drs. H. Amri Suza dan Diati. Pada tahun
2005 penulis lulus dari SMA N 1 Sijunjung dan pada tahun yang
sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI). Penulis diterima di mayor Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas
Kehutanan IPB dan mengambil minor Agroforestry.
Selama kuliah, penulis aktif dalam kegiatan organisasi Himpunan
Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) sebagai
Bendahara Umum HIMAKOVA periode 2007-2008 dan anggota Kelompok
Pemerhati Ekowisata (KPE). Selain itu juga aktif sebagai pemandu
Agroedutourism IPB. Penulis juga melakukan Praktek Pengenalan Ekosistem
Hutan (P2EH) di Taman Nasional Gunung Ciremai dan KPH Indramayu, Praktek
Konservasi Eksitu di Pusat Penangkaran Rusa Jonggol dan Kebun Raya Bogor
dan Praktek Kerja Lapang di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.
Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan
skripsi dengan judul”Pengaruh Perubahan Tutupan Lahan dan Pemanfaatan
Sumberdaya Air Terhadap Kualitas Air Sungai di Daerah Aliran Sungai Cisadane
Segmen Hulu” dibawah bimbingan Ir. Agus Priyono, MS dan Dr. Ir. Omo
Rusdiana, M.Sc.
iii
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan
terimakasih setinggi-tingginya kepada orang-orang yang telah berperan dalam
penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis
sampaikan kepada:
1. Bapak Ir. Agus Priyono, MS dan Bapak Dr. Ir. Omo Rusdiana, M.Sc selaku
dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, bantuan, masukan dan
dorongan hingga penyelesaian tugas akhir ini.
2. Dr. Ir. Dodik Ridho Nurrochmat, MSc.F.Trop, Prof. Dr. Ir. Surdiding Ruhendi,
M.Sc dan Dr. Ir. Arum Sekar Wulandari, M.S selaku dosen penguji yang telah
memberikan masukan bagi penyempurnaan skripsi ini.
3. Bapak, ibu dan adik tercinta, serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih
sayangnya serta dukungan moral dan materi kepada penulis hingga tugas akhir
ini selesai.
4. Kementerian Negara Lingkungan Hidup, BPSDA Ciliwung-Cisadane, BPDAS
Ciliwung Citarum, Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor, Kantor
Lingkungan Hidup Kota Bogor, Dinas Peternakan Kabupaten dan Kota Bogor,
Badan Pusat Statistik Kabupaten dan Kota Bogor serta Dinas Kependudukan
Kabupaten Bogor yang telah memberikan kemudahan dalam pengumpulan
data.
5. Bapak Salahuddin, Bapak Yudi, Bapak Wahyudin, Bapak Yus, Bapak RT
Yani, serta segenap staf dan aparat Kecamatan Caringin, Kecamatan Bogor
Barat, Kecamatan Rumpin, Desa Pasir Buncir, Desa Muara Jaya, Desa
Cimande Hilir, Kelurahan Gunung Batu, Kelurahan Semplak, Kelurahan
Bubulak, Desa Sukasari, Desa Rumpin, dan Desa Kampung Sawah yang telah
memberikan kemudahan dalam perizinan pelaksanaan penelitian dan
pengumpulan data di lapangan.
6. Bapak Dadan Mulyana S.Hut dan Veve Pramesti S.Hut atas bantuan dan
motivasi yang telah diberikan.
7. Keluarga besar DKSHE’42 dan HIMAKOVA atas kebersamaan dan
kekeluargaan yang terjalin selama ini. Untuk Reni, Evi, Safinah, Arman,
iv
Neneng, Nina, Ino, Ainah, Wulan, Uci, ,Ika, Itink, Cimut, Ardi, Ozy terima
kasih atas bantuan dan semangat yang telah diberikan.
8. Keluarga besar Wisma Eidelweis atas kebersamaan dan keceriaan selama 4
tahun ini. Untuk Trya, mbak Reni dan mbak Vidya terima kasih atas bantuan
dan motivasi yang telah diberikan.
9. Keluarga besar Ikatan Pelajar Mahasiswa Minang (IPMM) dan Himpunan
Mahasiswa Sawah Lunto Sijunjung dan Sekitarnya (HIMASWISS) atas
kebersamaan yang terjalin selama ini.
Mohon maaf atas pihak-pihak yang telah membantu namun tidak dapat
disebutkan satu persatu, terima kasih atas bantuannya. Semoga skripsi ini
bermanfaat bagi pembaca dan penulis sendiri.
Bogor, Januari 2010
Penulis
v
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................. i
DAFTAR ISI ................................................................................................ v
DAFTAR TABEL ....................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... x
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................................... 1
1.2 Tujuan ................................................................................................. 2
1.3 Manfaat ............................................................................................... 2
1.4 Ruang Lingkup Studi .......................................................................... 3
II.TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sungai dan Daerah Aliran Sungai (DAS) ........................................... 4
2.2 Pencemaran Air .................................................................................. 5
2.3 Parameter Kualitas Air ....................................................................... 6
2.4 Kriteria dan Baku Mutu Air ............................................................... 12
2.5 Pemanfaatan Sumberdaya Air ............................................................ 13
2.6 Perubahan Tutupan Lahan .................................................................. 14
III. METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................................. 16
3.2 Peralatan dan Objek Kajian ................................................................ 16
3.3 Kerangka Pemikiran ........................................................................... 16
3.4 Jenis dan Metode Pengumpulan Data................................................. 18
3.5 Analisis Data ...................................................................................... 20
IV. KONDISI UMUM
4.1 Letak dan Luas DAS Cisadane Segmen hulu ..................................... 25
4.2 Klimatologi ......................................................................................... 25
4.3 Karakteristik Topografi ...................................................................... 27
4.4 Jenis Tanah ......................................................................................... 27
4.5 Hidrologi............................................................................................. 28
vi
4.6 Kependudukan .................................................................................... 29
4.7 Tutupan Lahan .................................................................................... 30
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Tutupan Lahan di DAS Cisadane Segmen Hulu ................................ 31
5.2 Pemanfaatan Sungai dan Air Sungai serta Pemahaman Masyarakat
terhadap Pencemaran Air Sungai di DAS Cisadane Segmen Hulu .... 35
5.3 Perubahan Kualitas Air di DAS Cisadane Segmen Hulu ................... 45
5.4 Pengaruh Perubahan Tutupan Lahan terhadap kualitas air
(BOD, TSS, COD) dan Indeks Kualitas Air di DAS Cisadane
Segmen Hulu ...................................................................................... 53
VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ......................................................................................... 61
6.2 Saran ................................................................................................... 62
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 63
LAMPIRAN ................................................................................................. 67
vii
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Klasifikasi tingkat pencemaran dari limbah domestik
berdasarkan parameter kualitas air ......................................................... 5
2. Klasifikasi kualitas air sungai berdasarkan konsentrasi DO .................. 12
3. Titik pantau dan waktu pengukuran kualitas air Sungai Cisadane
di DAS Cisadane segmen hulu ............................................................. 18
4. Bobot parameter awal dalam perhitungan Indeks Kualitas Air-NSF
WQI dan hasil modifikasi ...................................................................... 21
5. Kriteria Indeks Kualitas Air-National Sanitation Foundation ............... 22
6. Faktor koversi beban limbah dari domestik dan ternak ......................... 23
7. Tabel kerja untuk perhitungan beban pencemaran ................................ 24
8. Kondisi Klimatologi tahun 2008 di stasiun iklim Darmaga .................. 26
9. Sebaran kelas lereng di DAS Cisadane segmen hulu ............................ 27
10. Debit rata-rata setengah bulanan air Sungai Cisadane
di bendung Cisadane-Empang tahun 2004-2008 (m3/detik) .................. 28
11. Luas, jumlah, dan kepadatan penduduk di DAS Cisadane
segmen hulu tahun 2005 dan 2008 ......................................................... 29
12. Tipe, luas, dan persentase tutupan lahan di DAS Cisadane
segmen hulu tahun 2005, 2007, 2008 .................................................... 31
13. Perubahan tutupan lahan selama kurun waktu 2005-2008..................... 33
14. Perubahan setiap jenis tutupan lahan dari tahun 2005
sampai tahun 2008 ................................................................................. 34
15. Persentase pemanfaatan sungai dan air sungai di DAS Cisadane
segmen hulu ........................................................................................... 35
16. Persentase bentuk penanganan sampah ................................................. 38
17. Potensi beban pencemaran berdasarkan limbah pencemar .................... 40
18. Daya tampung beban pencemaran ......................................................... 41
19. Kualitas air yang dilihat dari beberapa parameter
selama kurun waktu 2004-2008 ............................................................. 45
20. IKA maksimum dan minimum per tahun .............................................. 53
viii
21. Jenis tutupan lahan yang dominan dapat mempengaruhi parameter
kunci kualitas air dilihat berdasarkan sumber pencemar ...................... 54
ix
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Kerangka pemikiran penelitian ............................................................... 17
2. Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu ....................................... 25
3. Curah hujan per bulan pada tahun 2008 di Stasiun Empang ................. 26
4. Jumlah hari hujan per bulan pada tahun 2008 di Stasiun Empang ......... 27
5. Pemanfaatan air sungai untuk MCK ....................................................... 36
6. Pemanfaatan sungai untuk penggalian pasir ........................................... 36
7. Pembuangan sampah ke sungai............................................................... 37
8. Pembuangan limbah rumah tangga ke sungai ......................................... 38
9. Gambaran kondisi Sungai Cisadane di Kecamatan Caringin ................. 42
10. Gambaran kondisi Sungai Cisadane di Kecamatan Bogor Barat ............ 43
11. Gambaran kondisi Sungai Cisadane di Kecamatan Rumpin .................. 43
12. Fluktuasi suhu air Sungai Cisadane di tiga titik pantau
tahun 2004-2008 ..................................................................................... 46
13. Fluktuasi TDS dan TSS di tiga titik pantau tahun 2004-2008 ................ 47
14. Fluktuasi DO di tiga titik pantau tahun 2004-2008................................. 49
15. Fluktuasi BOD dan COD di tiga titik pantau tahun 2004-2008 .............. 50
16. Fluktuasi pH di tiga titik pantau tahun 2004-2008 ................................. 51
17. Fluktuasi fosfat di tiga titik pantau tahun 2004-2008 ............................. 52
x
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1. Peta tutupan lahan DAS Cisadane segmen hulu
tahun 2005, 2007, 2008 ........................................................................... 68
2. Peta tanah dan lokasi identifikasi pemanfaatan air sungai ...................... 71
3. Kuesioner indentifikasi pemanfaatan air sungai .................................... 73
4. Perhitungan modifikasi bobot parameter (Wi)........................................ 75
5. Hasil pengukuran kualitas air per titik pantau pada 11 x pengukuran .... 76
6. Hasil pengukuran dan perhitungan IKA-NSF WQI ................................ 77
7. Hasil uji korelasi variabel jenis tutupan lahan dengan
parameter kualitas air .............................................................................. 83
8. Potensi beban pencemaran air sungai .................................................... 85
9. Kurva sub indeks nilai IKA .................................................................... 89
10. PP No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air
dan Pengendalian Pencemaran Air ....................................................... 92
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertumbuhan penduduk merupakan suatu faktor yang cukup berperan
dalam peningkatan masalah lingkungan. Tingginya laju pertumbuhan penduduk
menyebabkan terjadinya berbagai degradasi lingkungan sebagai dampak dalam
upaya pemenuhan kebutuhan hidup. Perubahan tutupan lahan merupakan salah
satu bentuk degdaradasi lingkungan yang diartikan sebagai bentuk intervensi
manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup baik material
maupun spritual (Arsyad 2006). Perubahan tutupan lahan ini terjadi di beberapa
wilayah termasuk di wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS). DAS merupakan
daerah yang berfungsi sebagai daerah tangkapan air yang memiliki fungsi
gabungan beberapa faktor yaitu vegetasi, topografi, tanah dan manusia (Suripin
2002). Perubahan tutupan lahan dapat menyebabkan beberapa faktor tersebut
mengalami perubahan, akibatnya fungsi DAS pun terganggu dan dapat
menurunkan kualitas lingkungan salah satunya berdampak pada kualitas air
sungai.
Daerah Aliran Sungai Cisadane segmen hulu yang mencakup wilayah
administrasi Kabupaten Bogor dan Kota Bogor adalah salah satu DAS yang
mengalami perubahan tutupan lahan yang cukup besar. Selama kurun waktu 2005
sampai 2008 di DAS Cisadane segmen hulu ini telah terjadi perubahan tutupan
lahan. Lahan yang awalnya berhutan berubah menjadi pemukiman, kebun
campuran, tegalan dan persawahan. Penurunan luasan hutan megakibatkan
terjadinya. peningkatan terhadap jenis tutupan lahan yang lainnya. Hal ini dapat
memberikan pengaruh yang negatif terhadap lingkungan berupa terbentuknya
lahan kritis, terjadinya erosi dan pencemaran air sungai.
Tingginya aktivitas pemanfaatan air sungai di wilayah DAS Cisadane juga
dapat menimbulkan pencemaran yang mempengaruhi kualitas air sungai. Sungai
Cisadane dimanfaatkan oleh penduduk sekitar unrtuk berbagai keperluan seperti
bahan baku air minum, mandi, mencuci, pengairan/irigasi pertanian, peternakan,
perindustrian, perikanan, transportasi dan rekreasi. Akibatnya beberapa parameter
2
kualitas air akan mengalami peningkatan yang dapat mengindikasikan bahwa air
sungai telah tercemar berat, ringan atau sedang. Hasil pemantauan kualitas air
yang dilakukan oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup diketahui bahwa
kualitas air Sungai Cisadane mengalami penurunan dan terdapat beberapa
parameter yang cenderung melebihi baku mutu air.
Oleh karena itu analisis pengaruh perubahan tutupan lahan dan
pemanfaatan sumber daya air terhadap kualitas air perlu dilakukan untuk
mengetahui pengaruh atau dampak yang ditimbulkan oleh berubahnya suatu jenis
tutupan lahan terhadap tingkat pencemaran air sungai. Besarnya tingkat
pencemaran ini dapat dilihat dari parameter kunci kualitas air yaitu BOD, TSS
dan COD dan besarnya dampak juga dapat dilihat dari pengaruh tinggi rendahnya
laju pertumbuhan penduduk. Hasil ini diharapkan dapat digunakan sebagai
pertimbangan dalam pengelolaan tata lahan DAS agar pencemaran air sungai
dapat dikurangi.
1.2 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah
1. Menganalisis perubahan tutupan lahan tahun 2005-2008
2. Menganalisis perubahan kualitas air tahun 2004-2008
3. Mengidentifikasi pemanfaatan air sungai terkait dengan dampak
pencemaran yang ditimbulkan.
4. Mengkaji hubungan perubahan tutupan lahan terhadap kualitas air dan
Indeks Kualitas Air (IKA-NSF WQI).
1.3 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah
1. Teridentifikasinya dampak pencemaran air Sungai Cisadane yang
ditimbulkan oleh perubahan tutupan lahan.
2. Sebagai bahan evaluasi terhadap kegiatan pembangunan yang
menyebabkan perubahan pola tutupan lahan dan dampaknya terhadap
kualitas air Sungai Cisadane.
3
1.4 Ruang Lingkup Studi
1. Lingkup lokasi
Lokasi studi penelitian adalah Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane
segmen hulu yang meliputi wilayah administrasi Kabupaten Bogor dan
sebagian Kota Bogor.
2. Sumber pencemar
Sumber pencemar yang didentifikasi dan dikaji berupa sampah dan
limbah cair dari penduduk, peternakan dan kegiatan lainnya yang
berkaitan dengan pemanfaatan air sungai.
3. Beban pencemaran
Identifikasi beban pencemaran di DAS Cisadane segmen hulu dihitung
berdasarkan kontribusi jumlah penduduk terkait dengan limbah domestik
dan kontribusi jumlah ternak.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sungai dan Daerah Aliran Sungai (DAS)
Sungai merupakan sumber air bagi kehidupan manusia. Sungai dicirikan
dengan arus yang searah dan relatif kencang dengan kecepatan berkisar antara
0,1-1,0 m/detik dan sangat dipengaruhi oleh waktu, iklim, dan pola drainase. Pada
perairan sungai terjadi percampuran massa air secara menyeluruh, kecepatan arus,
erosi dan sedimentasi adalah tiga faktor yang mempengaruhi kehidupan flora
fauna di dalamnya (Effendi 2003).
Umumnya aliran sungai dibagi menjadi tiga bagian yaitu bagian hulu,
bagian tengah dan bagian hilir. Bagian hulu adalah aliran yang melalui lembah-
lembah di daerah pegunungan, aliran tengah adalah bagian hilir setelah turun dari
daerah pegunungan ke daerah yang mulai datar sehingga alirannya mulai lambat
geraknya. Sedangkan bagian hilir adalah bagian dengan aliran air yang tidak deras
lagi dan volume air tergolong besar (Prawirodihardjo 2003).
Ekosistem sungai mencakup segala sesuatu komponen yang berkaitan
dengan sungai tersebut. Adanya daerah tangkapan air atau daerah aliran sungai
(DAS) sangat mempengaruhi ekosistem sungai dari kuantitas dan kualitasnya.
Menurut Suripin (2002) DAS merupakan suatu wilayah yang dibatasi oleh batas
alam seperti punggung, bukit atau gunung maupun batas buatan seperti jalan,
tanggul yang menerima hujan, menampung, menyimpan dan mengalirkan ke
sungai dan seterusnya ke laut, didalamnya terjadi interaksi antara faktor biotik,
abiotik dan manusia.
Secara sederhana Verbist et al. (2009) mendefenisikan DAS sebagai suatu
daerah yang bentuk dan sifat alaminya sedemikian rupa sehingga merupakan satu
kesatuan dengan sungai dan anak sungai yang melaluinya. DAS sebagai suatu
wadas besar membentuk sistem yang kompleks untuk memproses input air dan
mengeluarkannya dalam bentuk air pula melalui muara sungai, mata air, sumur
arthesis dan lainnya (Suryanta 2007). Komponen masukan DAS adalah curah
hujan sedangkan komponen keluarannya adalah debit air dan muatan sedimen.
Wilayah DAS ini terbagi tiga yaitu DAS bagian hulu, bagian tengah dan hilir.
Kualitas dari masing-masing DAS tersebut tergantung dari interaksi berbagai
5
komponen di dalamnya yang mampu mendukung fungsi perlindungan terhadap
DAS tersebut. Direktorat Kehutanan dan Konservasi Sumberdaya Air (DKKSA
2004) menyatakan kondisi DAS dikatakan baik jika memenuhi beberapa kriteria :
a. Debit sungai konstan dari tahun ke tahun
b. Kualitas air baik dari tahun ke tahun
c. Fluktuasi debit antara debit maksimum dan minimum kecil.
d. Ketinggian muka air tanah konstan dari tahun ke tahun.
2.2 Pencemaran Air
Pencemaran air adalah penyimpangan sifat-sifat air dari keadaan normal,
bukan dari kemurniannya (Fardiaz 1992). Pencemaran air menyebabkan
terjadinya gangguan pada kuantitas dan kualitas air tersebut. Pencemaran air dapat
juga didefenisikan sebagai suatu penyimpangan dari keadaan normal perairan
yang terutama disebabkan oleh hasil aktivitas manusia dalam bentuk limbah yang
masuk keperairan. Limbah ini dibedakan oleh Katz 1971 diacu dalam Warouw
(1986) menjadi 4 tipe yaitu:
1. Limbah domestik
2. Limbah industri
3. Limbah pertanian
4. Limbah radioaktif
Tingkat pencemaran dari limbah domestik dapat dikelompokkan
berdasarkan parameter kualitas air seperti tertera pada tabel berikut :
Tabel 1 Klasifikasi tingkat pencemaran dari limbah domestik berdasarkan
parameter kualitas air
No Parameter Tingkat pencemaran
Berat Sedang Ringan 1 Padatan total (mg/l) 1000 500 200
2 Bahan padatan terendapkan (mg/l) 12 8 4
3 BOD (mg/l) 300 200 100
4 COD (mg/l) 800 600 400
5 Nitrogen total (mg/l) 85 50 25
6 Amonia-nitrogen (mg/l) 30 30 15
7 Klorida (mg/l) 175 100 15
8 Alkalinitas(mg/l CaCO3) 200 100 50
9 Minyak dan lemak 40 20 0
Sumber: Rump dan Krist 1992, diacu dalam Effendi 2003
6
Keadaan normal air masih tergantung pada kegunaan air itu sendiri dan
asal sumber air. Ukuran air disebut bersih dan tidak tercemar tidak ditentukan
oleh kemurnian air (Wardhana 2001).
Pencemaran air menurut Darmono (2006) terdiri dari beberapa jenis,
antara lain pencemaran mikroorganisme dalam air, pencemaran air oleh bahan
inorganik nutrisi tanaman, pencemaran oleh limbah organik, pencemaran oleh
bahan kimia organik dan inorganik, pencemaran oleh sedimen, bahan tersuspensi
dan substansi radioaktif. Mulyanto (2007) menyatakan bahwa pencemaran air
dapat berasal dari sumber terpusat yang membawa pencemar dari lokasi-lokasi
khusus seperti pabrik-pabrik, instansi pengolah limbah dan tanker minyak dan
sumber tak terpusat yang ditimbulkan jika hujan dan salju cair mengalir melewati
lahan dan menghanyutkan pencemar-pencemar diatasnya, sumber ini berperan
utama menimbulkan pencemaran pada sungai-sungai.
Ciri-ciri air yang tercemar ini sangat bervariasi tergantung dari jenis air
dan polutannya atau komponen yang mengakibatkan pencemaran. Fardiaz (1992)
mengelompokkan polutan air atas 9 grup berdasarkan perbedaaan sifat-sifatnya,
polutan tersebut yaitu :
1. Padatan
2. Bahan buangan yang membutuhkan oksigen
3. Mikroorganisme
4. Komponen organik sintetik
5. Nutrien tanaman,
6. Minyak
7. Senyawa anorganik dan mineral
8. Bahan radioaktif
9. Panas.
2.3 Parameter Kualitas Air
Kelayakan suatu sumber air untuk digunakan dapat dilihat dan diuji dari
kualitas airnya. Kualitas air menyatakan tingkat kesesuaian air terhadap
penggunaan tertentu dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia (Suripin 2002).
Kualitas air juga dapat didefenisikan sebagai sifat air dan kandungan makhluk
7
hidup, zat,energi, atau komponen lain di dalam air yang dinyatakan dalam tiga
parameter yaitu parameter fisika, parameter kimia dan parameter biologi (Effendi,
2003).
Artiola et al. (2004) menyatakan kriteria yang bisa digunakan untuk ketiga
parameter tersebut adalah 1) parameter fisika terdiri dari parameter utama
(temperatur dan Total Suspensi Padatan/TSS) dan proses utama (aliran arus
berupa aliran limbah/buangan masuk dan infiltrasi, perubahan keadaan oleh
proses evapotranspirasi, kondensasi, solidfikasi dan sublimasi, serta campuran
dari beberapa proses tersebut), 2) parameter kimia terdiri dari parameter utama
{pH, total padatan terlarut (TDSs), kesadahan (total Ca+Mg), alkalinitas, total
oksigen terlarut, kation terlarut(Ca, Mg, Na, K, NH4), anion terlarut (Cl, So4,
HCO3, CO3, PO4, H2S, NO3), total karbon organik, dan BOD}, Bahan kimia
inorganik {anion (Se,As,Cr (VI),V,Mo,B), kation (Fe, Al,Cu, Zn, Mn, Ba, Be,
Co, Ni, Cd, Hg, Pb, Cr (III), Li, Sn, Th), netral (Si) dan radionuklida (U, Ra,
Rn)}, 3) Fraksi karbon organik terdiri dari substansi alami (lignin, asam humik,
klorofil, asam amino, asam lemak jenuh, fenol, poliaromatik dan hidrokarbon
alifatik), proses utama (oksidasi, reduksi, disolusi, presipitasi) dan substansi
antropogenik (hidrokarbon terklorisasi, Volatil organik hidrokarbon dan semi
volatil hidrokarbon), 3) Parameter biologi dilihat dari indikator berupa
mikrooganisme seperti bakteri, virus, protozoa, helmint, dan alga.
Fardiaz (1992) menyebutkan bahwa sifat-sifat air yang umum diuji dan
dapat digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran air antara lain : nilai pH,
keasaman, suhu, warna, bau dan rasa, total padatan, nilai BOD dan COD,
pencemaran mikroorganisme patogen, kandungan minyak, kandungan logam
berat, dan kandungan bahan radioaktif.
2.3.1 Parameter fisika
2.3.1.1 Suhu
Suhu air menentukan kelarutan oksigen dan secara tidak langsung
mempengaruhi komposisi dan produktivitas ekosistem budidaya air (Lee 1988).
Air buangan dari industri yang dibuang ke sungai dapat meningkatkan suhu air
sungai. Fardiaz (1992) menyatakan kenaikan suhu air akan menimbulkan:
8
1. Jumlah oksigen terlarut dalam air akan menurun
2. Kecepatan reaksi kimia meningkat
3. Kehidupan ikan dan hewan air lainnya akan terganggu
4. Jika batas suhu yang mematikan terlampaui, ikan dan hewan air lainnya akan
mati.
Suhu air sungai yang tinggi dapat ditandai dengan munculnya ikan dan
hewan air lainnya ke permukaan untuk mencari oksigen. Suripin (2002)
menyatakan suhu air tergantung dari sumbernya, untuk sistem air bersih suhu
ideal berkisar antara 5°C sampai 10°C.
2.3.1.2 Warna, bau, dan rasa air
Warna air yang tidak normal biasanya menunjukkan adanya pencemaran.
Warna air dibedakan menjadi dua yaitu warna sejati yang disebabkan oleh bahan-
bahan terlarut dan warna semu yang selain disebabkan oleh bahan terlarut juga
disebabkan oleh bahan tersuspensi (Fardiaz 1992). Wardhana (2001) menyatakan
bahan buangan dan limbah pabrik dapat memyebabkan perubahan warna air dan
menimbulkan bau yang menyengat pada hidung. Secara umum bau air ini
tergantung dari sumbernya. Air yang normal umumnya tidak mempunyai rasa.
Timbulnya rasa yang menyimpang sering dikaitkan dengan bau yang tidak normal
yang secara langsung menunjukkan adanya pencemaran.
2.3.1.3 Total padatan
Padatan total adalah bahan yang tersisa setelah air sampel mengalami
evaporasi dan pengeringan pada suhu tertentu (APHA 1976 diacu dalam Effendi
2003). Bahan padatan ini secara keseluruhan mempengaruhi kualitas air dalam
proses koagulasi dan filtrasi (Suripin 2002). Menurut Fardiaz (1992) air yang
tercemar selalu mengandung padatan dimana Fardiaz membedakannya atas empat
kelompok berdasarkan besar partikelnya dan sifat-sifat lainnya terutama
kelarutannya yaitu: padatan terendap (sedimen), padatan tersuspensi dan koloid
(TSS), padatan terlarut (TDS), minyak, dan lemak.
Padatan terendap (sedimen) terjadi akibat proses erosi yang mengangkut
tanah lapisan atas yang subur yang mengalami sedimentasi dibagian hilir badan
9
air sehingga mengakibatkan pendangkalan. Kebanyakan sungai dan DAS selalu
membawa endapan lumpur yang disebabkan oleh erosi alamiah dari pinggir
sungai. Namun untuk kandungan sedimen yang terlarut selalu terjadi peningkatan
pada sungai akibat erosi dari tanah pertanian, kehutanan, konstruksi dan
pertambangan (Darmono 2006). Hal ini mempengaruhi kualitas air berupa
penurunan nilai kecerahan serta peningkatan nilai kekeruhan.
Total Padatan Terlarut (TDS)
Zat padat terlarut (TDS) adalah zat organik dan anorganik serta ion-ion
terlarut dalam air (DTLH 2003). Rao (1992) diacu dalam Effendi (2003)
menambahkan bahwa TDS adalah bahan terlarut yang berdiameter < 10-6
mm dan
koloid yag berdiameter 10-6
mm-10-3
mm yang berupa senyawa-senyawa kimia
serta bahan lain yang tidak tersaring pada kertas saring berdiameter 0,45 μm. Nilai
TDS dipengaruhi oleh pelapukan batuan, limpasan tanah dan pengaruh
antropogenik. Baku mutu untuk nilai TDS pada suatu perairan berdasarkan SK.
Gub. KDH TK./Jabar No. 38/1991 diacu dalam DTLH (2003) adalah 1000 ppm.
Total Padatan Tersuspensi (TSS)
Jenis padatan lainnya adalah zat padat tersuspensi (TSS). Padatan
tersuspensi didefenisikan oleh Effendi (2003) sebagai bahan tersuspensi yang
berdiameter > 1μm yang terdiri dari lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik
yang disebabkan oleh kikisan tanah dan erosi yang terbawa oleh badan air.
Zamrin (2007) menambahkan bahwa padatan ini menyebabkan kekeruhan air,
tidak larut dan tidak dapat mengendap lansung, adanya peningkatan penggunaan
lahan untuk pemukiman, menurunnya luasan hutan dapat meningkatkan erosi
yang berdampak pada peningkatan padatan tersuspensi. Klein (1971) menyatakan
bahwa padatan tersuspensi mengandung bahan organik yang dapat mengalami
pemubusukan, mudah mengendap dan menutupi dasar sungai sehingga dapat
mengganggu tumbuhan dan kehidupan hewan aquatik seperti tidak sesuainya
dasar sungai untuk tempat bertelur ikan. Berdasarkan SK. Gub. KDH TK./Jabar
No. 38/1991 diacu dalam DTLH (2003) baku mutu untuk nilai TSS di perairan
adalah sebesar < 200 ppm.
10
2.3.2 Parameter kimia
2.3.2.1 pH
Nilai pH untuk air normal yang memenuhi syarat untuk kehidupan adalah
berkisar antara 6,5-7,5 (Wardhana 2001). Sedangkan nilai pH untuk air yang
tercemar menurut Fardiaz (1992) berbeda-beda tergantung dari jenis buangannya.
Umumnya bakteri tumbuh baik pada pH netral dan alkalis sedangkan jamur lebih
menyukai pH rendah (Effendi 2003). Selain itu Lee (1988) menyatakan sungai-
sungai yang mengalir dari kawasan dimana batuan-batuan tahan terhadap
pelapukan dan miskin akan ion penyebab alkalinitas maka penambahan asam
terhadap sungai tersebut akan mengakibatkan pengurangan pH secara serius.
2.3.2.2 BOD
William Dibdin (1882) diacu dalam Mayer (2001) menyatakan variabel
BOD (Biological Oxygen Demand) adalah jumlah mg oksigen yang dibutuhkan
untuk mengoksidasi bahan organik yang dinyatakan dalam satu liter sampel air.
Bahan organik tersebut adalah bahan biologis yang membusuk atau mengalami
dekomposisi menjadi substansi sederhana oleh dekomposer seperti bakteri dan
jamur.
Peningkatan jumlah bahan organik dalam lingkungan aquatik
menstimulasi pertumbuhan populasi dekomposer. Sejak dekomposer
membutuhkan oksigen untuk respirasi, tumbuh menjadi jumlah yang besar
sehingga meningkatkan permintaan untuk oksigen terlarut. Pengaruh dari BOD di
sungai berpengaruh terhadap tinggi rendahnya nilai DO dari nilai limbah yang
ditambahkan. Perairan alami memiliki nilai BOD antara 0,5-7,0 mg/l (Jeffries dan
mills 1996, diacu dalam Suripin 2002). Perairan yang memiliki nilai BOD lebih
dari 10 mg/liter dianggap telah mengalami pencemaran.
Sementara itu Hill (2004) menyatakan bahwa BOD yang sifatnya alami
seperti sisa tumbuhan dan kotoran satwa liar hampir selalu ada. Sedangkan
sekarang, tingginya nilai BOD sering diindikasikan dengan tingginya hasil
aktivitas manusia seperti kotoran ataupun limbah. Aktivitas manusia yang mudah
menimbulkan limbah dan berpengaruh terhadap BOD meliputi pengolahan limbah
11
di perkotaan, industri makanan, pengolahan kimia tumbuhan, industri pulp dan
kertas, penyamak kulit dan rumah pemotongan hewan.
Nilai BOD yang tinggi bisa mengurangi ketersediaan oksigen dalam air
yang secara umum dapat mempengaruhi ekosistem aquatik bahkan dapat
menyebabkan kematian pada organisme aquatik. Hasil penelitian Zamrin (2007)
tentang kualitas air sungai Cisadane juga menjelaskan bahwa penduduk dan
peternakan memiliki peranan yang cukup signifikan terhadap peningkatan nilai
BOD. Dengan asumsi bahwa semua penduduk di DAS Cisadane menggunakan
septic tank maka diduga penduduk menyumbangkan bahan buangan yang
meningkatkan BOD sebesar 9.442 ton/tahun, ternak sapi 3.939,2 ton/tahun, ternak
kambing 2.162,9 ton/tahun, ayam 5.164,7 ton/tahun.
2.3.2.3 COD
COD adalah jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi
bahan organik secara kimiawi baik yang terdegradasi secara biologis maupun
yang sukar terdegradasi secara biologis menjadi CO2 dan H2O (Effendi 2003).
Perairan yang memiliki nilai COD tinggi tidak diinginkan bagi kepentingan
perikanan dan pertanian. Nilai COD pada perairan tidak tercemar biasanya kurang
dari 20 mg/liter, sedangkan pada perairan tercemar dapat lebih dari 200 mg/liter
dan pada limbah industri dapat mencapai 60.000 mg/liter (UNESCO/WHO/UNEP
1992, diacu dalam Effendi 2003).
2.3.2.4 Oksigen terlarut (DO)
Oksigen terlarut merupakan parameter yang sangat penting sebagai
indikator dalam kemurnian air. Konsentrasi DO di air ini juga merupakan
kebutuhan dasar bagi organisme aquatik untuk keberlangsungan hidupnya.
Organisme air seperti ikan biasanya memerlukan DO sebesar 5,8 mg/l (Palmeri
2001, diacu dalam Kurniawan 2005). Menurut Klein (1971), faktor-faktor yang
mempengaruhi konsentrasi DO secara signifikan antara lain jumlah dan sifat
bahan organik, temperatur, aktivitas bakteri, pengenceran, fotosintesis dan
reaeration dari atmosphere. Klasifikasi kualitas air sungai berdasarkan konsentrasi
12
DO dalam % saturasi (tingkat kejenuhan oksigen dikaitkan dengan suhu) dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2 Klasifikasi kualitas air sungai berdasarkan konsentrasi DO
Sumber: Klein 1971
2.3.2.5 Fosfat
Fosfat merupakan senyawa yang mengandung unsur fosfor. Menurut
Mahida (1984) diacu dalam Pribadi (2005), fosfor merupakan komponen yang
sangat penting dalam permasalahan air, sumber-sumber fosfor berupa pencemaran
industri, hanyutan dari pupuk, limbah domestik, hancuran bahan organik dan
mineral-mineral fosfat. Keberadaan fosfor di perairan alami biasanya relatif kecil
dengan kadar lebih sedikit dari nitrogen karena sumber fosfor lebih sedikit
dibandingkan dengan sumber nitrogen di perairan. Berdasarkan kadar fosfat total,
perairan diklasifikasikan menjadi tiga yaitu perairan oligotrofik yang memiliki
kadar fosfat total berkisar antara 0-0,02 mg/l; perairan mesotrofik yang memiliki
kadar fosfat total 0,0021-0,005 mg/l; dan perairan eutrofik yang memiliki kadar
fosfat total 0,051-0,2 mg/l (Effendi 2003).
2.4 Kriteria dan Baku Mutu Air
Baku mutu air adalah batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi atau
komponen lain yang harus ada atau unsur pencemar yang masih diperbolehkan
dalam sumber air tertentu, sesuai dengan peruntukannya (Effendi 2003). Baku
mutu air dapat dilihat pada PP No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas
Air Dan Pengendalian Pencemaran Air. Mutu air diklasifikasikan menjadi 4 kelas,
yaitu
1. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum,
dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan
kegunaan tersebut;
2. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana
rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi
Tipe air sungai DO (% saturasi)
Bagus >90
Sedang 75-90
Agak tercemar 50-75
Jelek/tercemar <50
13
pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang
sama dengan kegunaan tersebut;
3. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan
air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain
yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
4. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi
pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang
sama dengan kegunaan tersebut.
2.5 Pemanfaatan Sumberdaya Air
Pemanfaatan sumberdaya air berkembang seiring dengan meningkatnya
jumlah dan pengetahuan penduduk. Dalam perkembangannya terjadi variasi
dalam penggunaan air berdasarkan jenis aktivitas manusia. Awalnya air hanya
digunakan untuk kebutuhan minum dan pertanian. Namun dewasa ini air juga
digunakan untuk keperluan perikanan, rekreasi, industri, pelayaran dan
sebagainya. Air permukaan digunakan di kawasan insitu untuk rekreasi,
perikanan, pelayaran, pembangkit listrik dan apresiasi estetika.
Pemanfaatan air untuk berbagai macam akivitas ini dapat menimbulkan
limbah/sumber pencemar yang mempengaruhi kualitas air. Berdasarkan penelitian
Pramesti (2007) juga dijelaskan bahwa menurunnya kualitas air disebabkan oleh
beberapa sumber pencemar diantaranya penduduk, ternak, industri, lahan kritis
yang berupa erosi dan zat organik dan pertanian, semakin tinggi jumlah penduduk
yang ada di suatu DAS maka semakin tinggi pula pencemar yang dihasilkan oleh
penduduk tersebut.
Wardhana (2001) menyatakan dalam pemanfaatan sumberdaya air
diperlukan adanya standar air bersih guna menentukan kualitas air yang layak
untuk berbagai keperluan. Namun hal ini tergantung pada faktor penentu berupa
kegunaan air dan asal sumber air sebagai berikut :
a. Kegunaan air
1. Air untuk minum
2. Air untuk keperluan rumah tangga
3. Air untuk industri
14
4. Air untuk mengairi sawah
5. Air untuk kolam perikanan, dan lain-lain
b. Asal sumber air
1. Air dari mata air di pegunungan
2. Air danau
3. Air sungai
4. Air sumur
5. Air hujan, dan lain-lain
Air bersih harus mempunyai kualitas tinggi secara fisik, kimiawi maupun
biologi.
2.6 Perubahan Tutupan Lahan
Seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk, kebutuhan akan
lahan juga meningkat. Hal ini mendorong terjadinya pemanfaatan lahan yang
berupa eksploitasi atau konversi lahan secara berlebihan di beberapa tempat tidak
terkecuali wilayah DAS. Arwindrasti (1997) menyatakan bahwa pemanfaatan
lahan di DAS Cisadane dapat dibedakan dalam tiga kelompok yaitu pertanian,
industri dan pemukiman. Kondisi ini menunjukkan terjadinya perubahan tutupan
lahan di wilayah DAS yang awalnya berupa hutan menjadi lahan dengan beragam
jenis tutupan sepeti lahan pertanian, perkebunan, pemukiman, industri, lahan
kosong dan lain-lain.
Kondisi tutupan lahan ini merupakan faktor penting yang mempengaruhi
kuantitas dan kualitas air di DAS tersebut. Marsono (2004) menyatakan bahwa air
yang dihasilkan oleh suatu DAS sangat ditentukan oleh karakteristik ekosistem
dan dipengaruhi oleh teknik pemanfaatan lahannya. Keberadan hutan dengan
beragam vegetasi adalah suatu jenis tutupan lahan yang terdapat di DAS yang
secara langsung mendukung fungsi suatu ekosistem DAS.
2.6.1 Pengaruh perubahan tutupan/penggunaan lahan terhadap kualitas air
Hasil penelitian (Rasyidin 1995) menjelaskan bahwa perubahan tata guna
lahan atau tanah mempengaruhi kualitas air pada musim hujan dan musim
kemarau. Berkurangnya hutan dan bertambahnya penggunaan lahan menyebabkan
15
peningkatan parameter kualitas air seperti TSS, BOD dan COD pada musim
penghujan dan musim kering. Hal yang serupa juga diperoleh Zamrin (2007)
bahwa perubahan tutupan lahan mengakibatkan terjadinya peningkatan laju erosi
yang berdampak pada nilai kekeruhan dan TSS air sungai.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Puspaningsih (1997) jenis
tutupan lahan memiliki laju erosi yang berbeda tergantung pada persen tutupan
tanah dan vegetasi. Laju erosi di tipe penggunaan lahan berupa kebun campuran
lebih kecil daripada tipe penggunaan lahan berupa pemukiman karena banyaknya
lahan pemukiman dengan tanah yang ditutupi bangunan dan jaringan jalan yang
menyebabkan aliran permukaan besar. Prediksi erosi di hutan lindung, sawah dan
kebun campuran dengan kerapatan tinggi lebih kecil daripada nilai erosi yang
masih diperbolehkan tetapi tingkat erosi di semak belukar, tegalan, hutan tanaman
dan pemukiman lebih besar daripada nilai erosi yang diperbolehkan.
Sementara itu Lee (1988) mengemukakan bahwa adanya kegiatan konversi
hutan berupa penggundulan, pemangkasan, pembalakan dan penebangan hutan
akan cenderung mengurangi produksi air, meningkatkan erosi, pemakaian bahan
kimia untuk kegiatan tersebut akan mempengaruhi kualitas air. Perubahan tutupan
lahan tersebut juga akan berakibat buruk pada pola hidrologi DAS Cisadane
(Arwindrasti 1997). Senada dengan hal tersebut, Marsono (2004) menyimpulkan
secara umum bahwa jika ekosistem DAS tidak mengalami kerusakan akibat
pemanfaatan yang berlebihan, maka jumlah, sebaran air dan kualitas airnya
sepanjang tahun akan berjalan normal dan optimal sesuai dengan karakteristik
DAS yang bersangkutan.
16
III. METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan dari bulan Juni 2009 sampai dengan bulan Agustus
2009. Lokasi penelitian berada di wilayah DAS Cisadane segmen Hulu, meliputi
3 kecamatan yaitu Kecamatan Caringin, Kecamatan Bogor Barat, dan Kecamatan
Rumpin untuk identifikasi pemanfaatan air Sungai Cisadane.
3.2 Peralatan dan Objek Kajian
Peralatan yang digunakan adalah kuesioner, alat tulis menulis, kamera
digital, perangkat lunak berupa MINITAB release 14.1 dan Microsoft Excel 2007
untuk pengolahan data statistik serta program Arcview 3.2 untuk pengolahan peta.
Objek kajian adalah penduduk sekitar DAS Cisadane segmen Hulu yang secara
langsung maupun tidak langsung memanfaatkan sumberdaya air Sungai Cisadane
untuk berbagai aktivitas.Wawancara dilakukan secara fleksibel dan terbuka yang
mengarah pada sasaran penelitian.
3.3 Kerangka Pemikiran
Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane segmen hulu merupakan ekosistem
sungai yang berfungsi sebagai daerah tangkapan air dalam upaya konservasi
sumber air. Peningkatan jumlah penduduk mengakibatkan tingginya pemanfaatan
air sungai dan konversi lahan di DAS sehingga secara tidak langsung berdampak
pada kualitas air sungai. Identifikasi sumber pencemar dari aspek pemanfaaatan
sumber daya air sungai dan perubahan tutupan lahan di DAS ini perlu dilakukan
untuk mengetahui sumber pencemar yang berpengaruh terhadap kualitas air di
DAS Cisadane segmen hulu. Untuk kemudian dapat dianalisis pengaruh dari
kedua aspek tersebut terhadap kualitas air sungai.
Dalam melakukan identifikasi sumber pencemar dan analisis hubungan
pemanfaatan air dan perubahan tutupan lahan terhadap kualitas air dibutuhkan
data dan informasi mengenai bentuk pemanfaatan sumberdaya air oleh
masyarakat dan data perubahan tutupan lahan setiap tahunnya. Data yang
diperoleh kemudian diidentifikasi dan analisis berdasarkan metode tertentu.
17
mempengaruhi
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian.
DAS Cisadane
segmen hulu
Pemanfaatan sungai dan
air sungai
- domestik
- pertanian
- industri
- peternakan
- rekreasi dan lain-lain
- dan lain lain-lain
Perubahan
tutupan lahan
selama kurun
waktu 2005-2008
Identifikasi limbah
dan beban
pencemar Sungai
Cisadane
Nilai IKA-NSF
WQI
Kualitas air (2004-2008)
Parameter kualitas air (TSS,
BOD dan COD)
mengalami perubahan
Analisis korelasi dan
deskriptif
diindikasikan
18
3.4 Jenis dan Metode Pengumpulan Data
3.4.1 Data sekunder
Data sekunder yang dikumpulkan meliputi :
1. Kondisi umum DAS Cisadane meliputi bentuk dan luas wilayah DAS,
kondisi fisik (air, suhu kelembaban, iklim, topografi, geologi, tanah dll.),
hidrologi, kondisi tutupan lahan, dan kependudukan.
2. Data kualitas air selama kurun waktu 2004-2008
3. Peta tutupan lahan tahun 2005, 2007, 2008 DAS Cisadane
4. Data jumlah penduduk
5. Data peternakan dan perikanan
Pengumpulan data dilakukan melalui studi literatur. Studi literatur
merupakan cara untuk mendapatkan data dengan mengumpulkan, mempelajari,
dan menelaah buku, jurnal, laporan kegiatan dan sumber lainnya terkait dengan
topik penelitian.
Data kondisi umum DAS Cisadane diperoleh dari data BPDAS Citarum-
Ciliwung, BPSDA Ciliwung-Cisadane, dan Kementerian Negara Lingkungan
Hidup. Data kualitas air selama 2004 -2008 diperoleh dari data hasil pengukuran
yang dilakukan oleh BPSDA Ciliwung-Cisadane dan Kementerian Negara
Lingkungan Hidup dengan rincian sebagai berikut.
Tabel 3 Titik pantau dan waktu pengukuran kualitas air Sungai Cisadane di DAS
Cisadane segmen hulu No Titik Pantau Tahun Bulan Sumber
1
2
3
Cisalopa
Batubeulah
Rumpin/jembatan
2004 Juni, September, November KNLH
2005 Mei, Agustus, November KNLH
2006 Juni KNLH
2007 Juni, Agustus, Oktober KNLH
2008 Agustus BPSDA Ciliwung-
Cisadane
Peta tutupan lahan DAS Cisadane secara keseluruhan tahun 2005, 2007
dan 2008 diperoleh dari Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Data jumlah
penduduk diperoleh dari data statistik Kabupaten Bogor dan Kota Bogor yang
dikeluarkan oleh BPS Kota Bogor dan Dinas Kependudukan serta BPS
Kabupaten Bogor tahun 2005 dan 2008. Data peternakan sepeti jumlah dan jenis
19
ternak pada tahun 2008 diperoleh dari Dinas Peternakan Kabupaten Bogor dan
Kota Bogor.
3.4.2 Data primer
Data primer yang dikumpulkan berupa data pemanfaatan air sungai dan
pemahaman masyarakat tentang kualitas air sungai di wilayah DAS Cisadane
segmen hulu. Bentuk pemanfaatan dilihat dari beberapa aktifitas penduduk
seperti pertanian, MCK, peternakan dan lainnya.
Data ini diperoleh melalui kegiatan wawancara secara langsung dengan
menggunakan panduan kuesioner dan melalui pengamatan lapang. Kuesioner
merupakan suatu cara interview tertulis yang menghubungkan peneliti dengan
responden melalui suatu daftar pertanyaaan (Balitbang Depdagri dan Otonomi
Daerah 2000). Daftar pertanyaan pada kuesiner mengarah pada tujuan penelitian
yaitu mengidentifikasi tingkat pemanfaatan air sungai di DAS Cisadane segmen
hulu yang juga berisi pendapat dan pemahaman responden dalam kaitannya
dengan perubahan kualitas air sungai, dapat dilihat pada Lampiran 3. Pengamatan
lapang bertujuan untuk memverifikasi antara data yang telah diperoleh dari studi
literatur dan hasil informasi kegiatan wawancara dengan kondisi sebenarnya di
lapangan. Pengamatan lapang dilakukan terhadap kondisi umum kawasan dan
kondisi sungai dilihat dari pemanfaatan air sungai oleh penduduk setempat.
Wawancara dan pengamatan lapang dilakukan di tiga kecamatan dengan
masing-masing tiga desa. Kecamatan tersebut antara lain Kecamatan Caringin
(Desa Pasir Buncir, Desa Muara Jaya, Desa Cimande Hilir), Kecamatan Bogor
Barat (Kelurahan Gunung Batu, Kelurahan Semplak, Kelurahan Bubulak) dan
Kecamatan Rumpin (Desa Sukasari, Desa Rumpin, Desa Kampung Sawah).
Penentuan dan pemilihan kecamatan, desa serta kepala keluarga (KK) sebagai
sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling yaitu
menggunakan persyaratan lebih ketat dalam menentukan jumlah, kriteria dan
kemudahan pengambilan sampel (Ariestonandri 2006). Lokasi yang dipilih dalam
penelitian ini didasarkan atas informasi kunci yang telah didapat sebelumnya yang
diduga dapat mewakili perubahan tutupan lahan yang terjadi, mewakili kondisi
kualitas air dan mewakili tingkat pemanfaatan air sungai. Selain itu juga
disesuaikan dengan tujuan penelitian, kemampuan biaya dan waktu yang dimiliki
20
peneliti. Setiap desa dalam setiap kecamatan dipilih beberapa RT kemudian
dilakukan pemilihan responden (KK) sehingga diperoleh 190 KK.
3.5 Analisis Data
1. Analisis perubahan tutupan lahan
Perubahan tutupan lahan diperoleh melalui overlay peta tutupan lahan
dengan peta administrasi wilayah penelitian menggunakan program Arcview 3.2
dan Microsoft Excel 2007. Besarnya persentase perubahan dihitung dengan rumus
:
x 100%
Keterangan : n1 = luas tutupan lahan tahun I
n2 = Luas tutupan lahan tahun II
Data yang diperoleh kemudian dianalisa dengan membandingkan luas
setiap jenis tutupan lahan dari tahun ke tahun. Kemudian hasil perbandingan
ditabulasikan dalam bentuk grafik /tabel dan dianalisis secara deskriptif.
2. Analisis status mutu kualitas air
Analisis data dilakukan dengan cara :
1. Analisis kualitas air tahun 2004-2008 dilakukan dengan membandingkan
nilai maksimum dan minimum dari masing-masing parameter untuk
setiap titik pantau dari tahun ke tahun dengan baku mutu air sungai yang
tercantum dalam Peraturan Pemerintah RI No. 82 tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Kemudian
dievaluasi perubahan mutu kualitas air sungai Cisadane dari tahun 2004-
2008 untuk setiap titik pantau tersebut.
2. Kondisi kualitas air sungai dari tahun ke tahun dapat dianalisis dengan
menggunakan indeks kualitas air-National sanitation Foundation (NSF-
WQI) berdasarkan Ott (1978) diacu dalam Nugroho (2003) yang
bertujuan untuk mengetahui tingkat mutu kualitas perairan setiap titik
pantau.
Parameter yang digunakan dalam analisa data menggunakan IKA-NSF
WQI adalah suhu air, kekeruhan, kandungan padat tersuspensi,
kandungan padat terlarut, pH, oksigen terlarut, BOD, nitrat, dan fecal
21
coli. Namun dalam penelitian ini hanya digunakan 6 parameter
disesuaikan dengan data yang diperoleh dari Kementerian Lingkungan
Hidup dan BPSDA Ciliwung Cisadane. Enam parameter tersebut yaitu
oksigen terlarut, pH, BOD, suhu, fosfat, dan padatan total (total zat padat
terlarut).
Tahapan analisis data :
a. Menentukan bobot (W) untuk masing-masing parameter dan nilai sub
indeks (I) untuk tiap parameter dengan membaca kurva fungsi sub
indeks IKA-NSF WQI (Lampiran 8). Analisa data dalam penelitian ini
hanya menggunakan 6 parameter sehingga untuk nilai bobot ini harus
dilakukan modifikasi yang dapat dihitung dengan rumus :
NKPmodifikasi = { Σ y} + NKPawal
(Kurniawan 2005)
Keterangan :
NKPmodifikasi = Bobot parameter ke-I yang telah dimodifikasi
NKPawal = Bobot parameter awal yang dicari
Σx = Σ NKP dari enam parameter yang digunakan
Σy = Σ NKP dari enam parameter yang tidak digunakan
Hasil modifikasi dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4 Bobot parameter awal dalam perhitungan IKA-NSF WQI (Ott 1978
diacu dalam Nugroho 2003) dan hasil modifikasi
No Parameter Satuan Bobot parameter
ke i(Wi a)
Bobot parameter
ke-i modifikasi
(Wib)
1 Oksigen terlarut % saturasi 0.17 0.25
2 pH
0.12 0.18
3 BOD mg/l 0.1 0.15
4 Nitrat mg/l 0.1 –
5 Fosfat mg/l 0.1 0.15
6 Suhu °C 0.1 0.15
7 Kekeruhan NTU 0.08 –
8 Padatan Total (TDS) mg/l 0.08 0.12
9 Fecal coli MPN/100 ml 0.15 –
Total
1 1
Keterangan:Wia = Bobot parameter menurut Ott 1978
Wib= Bobot parameter hasil modifikasi (langkah perhitungan dapat dilihat
pada Lampiran 4.
22
b. Menghitung nilai Indeks Kualitas air dengan menggunakan rumus
IKA-NSF WQI ( Ott 1978, diacu dalam Nugroho 2003)
IKA-NSF = Σ Wib .Ii
IKA-NSF = Indeks kualitas air-National Sanitation Foundation
Wib = Bobot akhir masing-masing parameter setelah
disesuaikan
Ii = Sub Indeks kualitas air tiap parameter yang didapat dari
hasil analisis dan hasil pengukuran yang dibandingkan
dengan kurva sub indeks
n = Jumlah parameter
Selanjutnya dari nilai IKA tersebut dapat ditentukan tingkat kualitas air,
sebagaimana tertera pada tabel berikut.
Tabel 5 Kriteria Indeks Kualitas Air-National Sanitation Foundation No Nilai Kriteria
1 0-25 Sangat buruk
2 26-50 Buruk
3 51-70 Sedang
4 71-90 Baik
5 91-100 Sangat baik
Sumber: Ott 1978 diacu dalam Kurniawan 2005
3. Analisis hubungan atau pengaruh perubahan tutupan lahan terhadap kualitas air
Hubungan atau pengaruh perubahan tutupan lahan terhadap kualitas air
dianalisis dengan menggunakan uji korelasi dan analisis deskriptif. Dalam
penelitian ini akan dianalisis hubungan antara beberapa variabel jenis perubahan
tutupan lahan yang dominan berpengaruh terhadap parameter kualitas air yang
terdiri dari BOD, TSS, COD dan nilai indeks kualitas air. Faktor yang mengurangi
pencemaran seperti curah hujan dan lain- lain diabaikan.
Besarnya korelasi dapat dilihat dari derajat korelasi yang dinyatakan
dalam koefisien korelasi (r). Pudjirahardjo et al. (1993) menyatakan bahwa nilai r
selalu berkisar antar -1 dan +1. Nilai yang positif menunjukkan perubahan antar
variabel pada arah yang sama dan nilai korelasi yang negatif menunjukkan
perubahan antar variabel yang berbanding terbalik. Menurut Santoso (2005),
umumnya jika korelasi diatas 0,5 terdapat hubungan yang erat antar variabel dan
23
sebaliknya. Disamping nilai r, ada tidaknya pengaruh juga dilihat dari signifikansi
hasil korelasi
Hipotesis :
Ho = tidak ada korelasi yang nyata antar variabel
H1 = ada korelasi yang nyata antar variabel
Dasar pengambilan keputusan :
Jika Pvalue > α, maka Ho diterima berarti belum dapat dibuktikan adanya
hubungan antar variabel (tidak signifikan)
Jika Pvalue < α, maka Ho ditolak berarti ada hubungan antar variabel (signifikan)
Analisis korelasi ini dilakukan dengan menggunakan sofware Minitab 14.
4. Analisis beban pencemar terhadap kualitas air
Analisis data melalui pendekatan Rapid Assesment of Source of Air, Water
and Land Polution yaitu perhitungan beban pencemaran dari setiap unit penghasil
limbah masing-masing dari pemukiman dan peternakan. Sumbangan sumber
pencemar dilihat berdasarkan BOD dan TSS.Tahapan analisis data :
a. Mengidentifikasi sumber pencemar
b. Menghitung jumlah dan jenis bahan pencemar dari sumber pencemar
c. Mengkoversi beban pencemar ke nilai parameter BOD dan TSS dengan
menggunakan faktor konversi beban limbah.
Tabel 6 Faktor konversi beban limbah dari domestik dan ternak
Sumber limbah Unit BOD5
(Kg/unit/tahun)
TSS
(Kg/unit/tahun)
Limbah Cair domestik orang
19,7 20
Ternak
Sapi potong/kerbau ekor 250 1716
Sapi perah ekor 539 -
Ayam/itik ekor 1,4 14,6
-ayam petelur ekor 4,6 -
Kambing ekor 36,6 201
Sumber : WHO 1989
24
d. Menyusun dalam sebuah tabel kerja sebagai berikut.
Tabel 7 Tabel kerja untuk perhitungan beban pencemaran
Sumber pencemar Satuan
Beban pencemaran
Total Faktor
konversi BOD
(kg/unit/tahun)
Potensi BOD (kg/unit/tahun)
Faktor
konversi TSS
(kg/unit/tahun)
Potensi TSS (kg/unit/tahun)
Domestik
orang
19,7
20
Ternak 1. kerbau
2. sapi potong
3. kambing 4. ayam/itik
ekor
Total beban
pencemaran
….kg/tahun
….ton/bulan
e. Daya tampung pencemaran dihitung dengan mengalikan debit
perbulan pada tahun 2008 dengan nilai baku mutu kelas air.
Rumus : DT = Q x BMA
Keterangan : DT = Daya tampung beban pencemaran (ton/bulan)
Q = Debit air sungai (m3/detik)
BMA= Baku mutu kelas air (mg/l)
5. Analisis pemahaman masyarakat tentang pemanfaatan air sungai dianalisis
secara deskriptif.
25
IV. KONDISI UMUM
4.1 Letak dan luas DAS Cisadane segmen Hulu
Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane secara keseluruhan terletak antara
106º17’-107º BT dan 6º02’-6º54’LS. DAS Cisadane segmen hulu berdasarkan
pembagian oleh kementerian lingkungan hidup sendiri memiliki luas 110.481,91
ha sebagian besar termasuk wilayah Kabupaten Bogor (Kecamatan Nanggung,
Leuwiliang, Pamijahan, Cibungbulang, Ciampea, Cijeruk, Caringin,
Megamendung, Cigombong, Ciawi, Kemang, Taman sari, Sukajaya, Parung,
Rancabungur, Gunung Sindur, Rumpin, Cigudeg, Dramaga dan Ciomas) dan
sebagian kecil Kota Bogor (Kecamatan Bogor Barat, Bogor Selatan dan Bogor
Tengah). Wilayah ini terbagi menjadi 5 sub-DAS yaitu sub-DAS Cisadane Hulu,
Ciapus, Ciampea, Cianten, dan sub-DAS Citempuan.
Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu.
4.2 Klimatologi
Iklim di DAS Cisadane segmen hulu menurut klasifikasi Schmidth-
Ferguson, digolongkan kedalam tipe A, yaitu daerah basah dengan vegetasi hutan
hujan tropis sedangkan menurut klasifikasi Oldeman digolongkan kedalam tipe
A1, yaitu sesuai untuk padi terus menerus tetapi produksi kurang karena pada
umumnya kerapatan fluks surya radiasi surya rendah sepanjang tahun.
26
Tabel 8 Kondisi klimatologi tahun 2008 di stasiun iklim Darmaga
Bulan Temperatur
rerata bulanan RH (%)
Kecepatan
angin (km/hari)
Penyinaran
matahari (%)
Penguapan
(mm/hari/)
Januari 25,7 84,5 1,96 60,8 4,0
Februari 24,5 89,8 1,90 18,3 2,6
Maret 25,1 87,1 1,79 53,4 4,1
April 25,6 86,5 1,61 65,1 4,1
Mei 25,8 82,2 1,59 81,5 3,8
Juni 25,6 83,4 1,44 79,2 3,6
Juli 25,3 77,6 1,70 93,1 4,0
Agustus 25,6 81,1 1,60 71,7 3,8
September 26,0 80,2 1,90 82,4 4,6
Oktober 25,8 84,4 1,69 70,3 4,4
November 25,8 86,3 1,96 56,8 3,9
Desember 25,5 87,6 1,91 32,5 3,6
Rata-rata 25,53 84,23 1,75 63,76 3,88
Sumber : BPDAS Citarum-Ciliwung
Curah hujan secara umum berkisar antara 81-526 mm/bulan. Curah hujan
yang terukur selama beberapa bulan pada tahun 2008 dapat dilihat pada gambar 3
Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan maret sebesar 602 mm/tahun dan curah
hujan terendah terjadi pada bulan Juli sebesar 50 mm/tahun.
Gambar 3 Curah hujan per bulan pada tahun 2008 di Stasiun Empang.
Jumlah hari hujan juga dapat diketahui setiap bulannya. Berdasarkan
gambar, terlilhat musim hujan cenderung terjadi dari bulan Oktober sampai April
dengan jumlah kejadian hujan terbanyak terjadi pada bulan Februari dan Maret
sedangkan musim kemarau cendrung terjadi selam 5 bulan dari bulan Mei sampai
bulan Agustus dengan jumlah kejadian hari hujan terkecil terjadi pada bulan Juli.
27
Sumber: BPSDA Ciliwung-Cisadane 2008
Gambar 4 Jumlah hari hujan per bulan pada tahun 2008 di Stasiun Empang
4.3 Karakteristik Topografi
Wilayah DAS Cisadane segmen hulu memiliki topografi yang bervariasi.
Sebaran kelas lereng di DAS Cisadane segmen hulu dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 9 Sebaran kelas lereng di DAS Cisadane segmen hulu
No Kelas lereng Deskripsi Luas (ha)
1 <2 Datar 1100,49
2 2-8 Agak Landai 22260,55
3 8-15 Landai 3576,37
4 15-25 bergelombang 34898,63
5 25-40 Curam 4080,54
6 40-60 Sangat Curam 44565,32
Sumber : Peta topografi diolah
DAS Cisadane segmen hulu mempunyai ciri sungai pegunungan yang
berarus deras, banyak tebing curam dengan dasar batuan pasir, berkerikil dan alur
sungai yang berkelok-kelok, mempunyai hidrograf aliran dengan puncak-puncak
yang tajam waktu menaik (rising stage) dan menurun (falling stage).
4.4 Jenis Tanah
Wilayah DAS Cisadane segmen hulu terdiri dari 3 jenis tanah yang
mendominasi, yaitu Asosiasi Latosol Coklat & Regosol Kelabu, Kompleks
Rensina, Litosol dan brown soil; kompleks latosol merah kekuningan, latosol
coklat, podsolik merah kekuningan & Litosol.
28
4.5 Hidrologi
Sungai Cisadane memiliki hulu di kawasan Sukabumi. Beberapa anak
sungai Cikaniki di bagian Barat, sungai Cianten dan Cihideung di bagian Tengah
dan sungai Ciapus di bagian Timur. Disamping itu masih ada beberapa sungai
kecil lain yang bermuara baik langsung ke sungai Cisadane maupun pada anak-
anak sungainya, karena itu kawasan hulu sungai Cisadane ini meliputi kawasan
yang sangat luas sehingga aliran Cisadane merupakan kumulatif dari seluruh
sungai-sungai tersebut.
Berdasarkan hasil pengukuran debit air sungai Cisadane yang diamati di bending
Cisadane-Empang diketahui bahwa debit maksimum setengah bulanan Sungai Cisadane
sebesar 197,024 m3/detik yang terjadi pada bulan Maret tahun 2008 dan debit minimum
sebesar 3,243 m3/detik yang terjadi pada bulan Mei tahun 2007. Debit rata-rata setengah
bulanan Sungai Cisadane yang diamati di stasiun pengamatan Empang dapat dilihat pada
Tabel 9.
Tabel 10 Debit rata-rata setengah bulanan air sungai Cisadane di bendung
Cisadane-Empang tahun 2004-2008 (m3/detik)
Bulan Debit (m
3/detik)
2004 2005 2006 2007 2008
Januari 61,710 31,650 11,853 5,344 168,937
Februari 36,402 8,799 13,742 41,020 185,021
Maret 17,554 14,377 8,179 8,518 197,024
April 23,192 7,355 9,722 8,681 125,694
Mei 21,062 9,255 7,593 3,243 86,350
Juni 9,762 8,166 5,232 6,386 76,817
Juli 9,643 13,762 5,451 5,336 57,167
Agustus 5,432 9,680 4,640 5,028 33,132
September 7,691 7,380 4,152 4,134 77,779
Oktober 7,328 7,485 4,374 5,006 111,942
November 16,161 6,643 6,527 8,592 189,981
Desember 14,184 10,697 9,591 17,376 157,802 Sumber : BPSDA Ciliwung Cisadane
Besarnya debit menunjukkan kemampuan air dalam proses pengenceran
bahan pencemar yang masuk. Debit air sendiri dipengaruhi oleh tinggi rendahnya
curah hujan. Debit akan mencapai maksimum pada musim hujan dan mencapai
minimum pada musim kemarau. Menurut Arsyad (2006), rasio antara debit
maksimum dan debit minimum menunjukkan keadaan DAS yang dilalui sungai.
Semakin kecil rasio yang terjadi maka tata guna lahan dan keadaan vegetasi masih
baik, begitu pun sebaliknya.
29
4.6 Kependudukan
Wilayah DAS Cisadane bagian hulu masih memiliki kepadatan yang
cukup tinggi terutama pada daerah perkotaan. Laju pertumbuhan penduduk pada
tahun 2005 dan 2008 sebesar 122.670 jiwa/tahun. Jumlah penduduk di beberapa
kecamatan yang termasuk wilayah DAS Cisadane hulu dapat dilihat pada tabel 4
sebagai berikut
Tabel 11 Luas, jumlah dan kepadatan penduduk di DAS Cisadane segmen hulu
tahun 2005 dan 2008
Kecamatan luas (km²)
Kepadatan
penduduk
(jiwa/km2)
Σ penduduk
2005 (jiwa)
Kepadatan
penduduk
(jiwa/km2)
Σ penduduk
2008
Caringin 76,14 1.740 132.487 1.912 145.618
Ciampea 68,98 3.731 257.354 2.729 188.241
Ciawi 29,55 3.335 98.560 3.589 106.078
Cibungbulang 38,32 3.398 130.201 3.765 144.255
Cigudeg 35,84 695 24.911 713 25.547
Cijeruk 47,02 1.877 88.263 2.373 111.594
Ciomas 18,06 3.135 56.606 7.931 143.211
Ciseeng 39,74 2.227 88.509 2.569 102.093
Dramaga 25,52 3.513 89.664 3.709 94.679
Gunungsindur 36,41 1.495 54.433 1.678 61.091
Kemang 24,81 2.785 69.093 1.257 31.197
Leuwiliang 126,65 1.713 216.953 1.799 227.927
Megamendung 1,14 2.060 2.338 2.283 2.591
Nanggung 144,05 1.102 158.742 652 93.877
Pamijahan 112,06 1.541 172.685 1.682 188.439
Parung 22,39 3.395 76.012 1.379 30.872
Rancabungur 22,49 1.981 44.569 4.475 100.691
Rumpin 94,81 1.418 134.447 1.123 106.444
Sukajaya 4,63 498 2.308 825 3.822
Tamansari 38,66 1.606 62.087 3.788 146.443
Cigombong 45,19 2.103 95.028 2.056 92.925
Bogor Selatan 29,35 5.412 158.842 6.018 176.636
Bogor Barat 21,85 5.797 126.686 6.329 138.319
Bogor Tengah 1,14 12.691 14.434 13.445 15.292
Total
2355212
2477882 Sumber: BPS Kabupaten dan Kota Bogor, Dinas Kependudukan Kabupaten Bogor tahun 2008 dengan asumsi penduduk
menyebar merata dan luas wilayah Kabupaten bogor dan Kota Bogor sama dengan tahun 2007 (belum ada pemekaran)
30
4.7 Tutupan Lahan
Berdasarkan peta tutupan lahan DAS Cisadane tahun 2008, diketahui bahwa
umumnya pola tutupan lahan di DAS Cisadane terdiri dari kawasan budidaya (58,43
%) sedangkan sisanya berupa kawasan lindung (41,57 %). Kawasan –kawasan ini
tersebar menjadi beberapa tutupan lahan seperti hutan, kebun campuran, perkebunan,
sawah, ladang/tegalan, tanah terbuka, semak belukar, dan badan air.
Umumnya tutupan lahan di DAS Cisadane segmen hulu didominasi oleh
kebun campuran (30,49 %), sawah (28,3%), perkebunan(15,52 %) ,dan pemukiman
(20,29 %). Keberadaan kebun campuran, sawah, perkebunan ini sangat berkaitan
dengan mata pencarian penduduk yang dominan sebagai petani. Daerah paling hulu
merupakan daerah pegunungan yang sangat cocok untuk digunakan sebagai lahan
untuk berkebun dan sawah. Akibatnya tutupan lahan yang awalnya adalah hutan
secara berangsur- angsur mengalami konversi menjadi sawah atau kebun camapuran.
Tipe tutupan lahan atau penggunaan lahan ini sangat dipengaruhi oleh
perkembangan penduduk di wilayah DAS yang selalu berubah secara dinamis dari
tahun ke tahun.
31
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Tutupan Lahan di DAS Cisadane Segmen Hulu
5.1.1 Pola tutupan lahan
DAS Cisadane segmen hulu yang mencakup Kabupaten Bogor dan sebagian
Kota Bogor memiliki beberapa jenis tutupan lahan dengan luasan yang berbeda
setiap tahunnya. Beberapa tipe tutupan lahan yang ada di DAS Cisadane disajikan
pada tabel berikut.
Tabel 12 Tipe luas dan persentase tutupan lahan di DAS Cisadane segmen hulu
tahun 2005, 2007, dan 2008
Tipe Tutupan
lahan
2005 2007 2008
ha % ha % ha %
Hutan 14973,45 13,55 4410,49 3,99 4061,33 3,68
Kebun Campuran 30735,26 27,82 45720,08 41,38 33693,85 30,49
Perkebunan 8468,98 7,67 8754,98 7,92 17146,61 15,52
Permukiman 16707,69 15,12 20197,69 18,28 22424,06 20,29
Rawa 27,38 0,03 0,64 0,001 0,64 0,001
Sawah 28776,45 26,05 28109,09 25,44 31270,70 28,30
Semak/Belukar 5880,86 5,32 1512,72 1,37 695,12 0,63
Tambak/Empang 8,93 0,01 11,96 0,01 7,65 0,001
Tanah Terbuka 1193,41 1,08 286,99 0,26 105,79 0,09
Tegalan/Ladang 2704,21 2,45 464,79 0,41 67,14 0,06
Tubuh Air 1005,29 0,91 1012,49 0,92 1009,02 0,91
Total 110481,91
110481,91
110481,91
Sumber : Peta Tutupan lahan DAS Cisadane Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2005, 2007,
2008 diolah.
Jenis tutupan lahan yang terdapat di DAS Cisadane segmen hulu dibedakan
menjadi 11 jenis yaitu hutan, kebun campuran, perkebunan, pemukiman, rawa,
sawah, semak belukar, tambak/empang, tanah terbuka, tegalan/ladang dan tubuh air.
Berdasarkan Tabel 12 terlihat bahwa kebun campuran, pemukiman, dan sawah
adalah jenis tutupan lahan yang memiliki luasan yang relatif besar dan cenderung
mendominasi wilayah DAS Cisadane segmen hulu setiap tahunnya. Pada tahun 2005
tutupan lahan didominasi oleh kebun campuran (27,82%), sawah (26,05%), dan
pemukiman (15,12%). Tutupan lahan pada tahun 2007 didominasi oleh kebun
campuran (41,38%), sawah (25,44%) dan pemukiman (18,28%) serta pada tahun
2008 tutupan lahan juga didominasi oleh kebun campuran (30,49%), sawah
(28,30%), pemukiman (20,29%).
32
Jenis tutupan lahan hutan terdiri dari hutan alam dan hutan hujan tropis
dataran rendah. Hutan alam berupa hutan pegunungan yang berada pada ketinggian
1000-2700 mdpl dengan spesies tanaman yang bervariasi pada ketinggian dan lereng.
Hutan hujan tropis dataran rendah berupa hutan dipterocarp dataran rendah dengan
topografi datar, hampir 100% hutan ini dijadikan sebagai hutan tanaman, hutan
produksi dengan sistem penebangan selektif, dan hutan konversi untuk penggunaan
non-hutan seperti pemukiman, perkebunan kecil, pertanian dan tumpang sari. Hutan
berupa hutan lindung merupakan kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak
dan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.
Perkebunan merupakan usaha tani tanaman tahunan terdiri dari perkebunan
karet, kelapa sawit, teh dan kopi baik yang dikelola oleh perusahaan besar maupun
dikelola secara semi intensif oleh masyarakat lokal. Semak belukar sendiri adalah
suatu lahan yang terdapat di sekitar kaki gunung atau perbukitan, biasanya ditumbuhi
dengan tanaman keras yang tidak terlalu tinggi dengan diameter yang tidak begitu
besar (± 10-15 cm). Jenis tutupan lahan berupa perkebunan dan semak belukar cukup
banyak ditemukan di daerah hulu Kabupaten Bogor yang dekat dengan hulu Sungai
Cisadane sendiri yaitu di daerah Gunung Salak dan Gunung Gede Pangrango.
Lahan berupa kebun campuran adalah lahan yang ditanami pepohonan
dengan berbagai jenis tanaman tahunan yang menyebar dan berbaur dengan
pemukiman dan semak belukar. Kebun campuran ini salah satunya banyak terdapat
di hulu DAS Cisadane tepatnya di hulu Kabupaten Bogor seperti Kecamatan
Caringin, Cigombong, Cijeruk. Pemukiman yang berupa lahan terbangun terdiri dari
perkampungan/pedesaan dan perumahan banyak ditemukan di Kota Bogor yang
meliputi Kecamatan Bogor Barat, Bogor Tengah dan Bogor Selatan. Hal ini
disebabkan oleh tingginya kepadatan penduduk di wilayah ini. Jenis tutupan lahan
berupa tanah terbuka diidentifikasi sebagai hamparan lahan yang diatasnya tidak
terdapat vegetasi dan kegiatan manusia dan umumnya hanya bersifat sementara.
Tipe tutupan lainnya adalah sawah, tegalan/ladang, rawa, tambak/empang,
dan tubuh air. Sawah berupa hamparan areal pertanian yang ditanami tanaman padi
yang digenangi air secara periodik dan tegalan/ladang merupakan areal yang
ditanami tanaman sejenis/tumpang sari yang umumnya terletak pada daerah yang
datar dekat dengan pemukiman. Jenis tutupan lahan berupa rawa, sawah, ladang dan
33
tubuh air ini banyak ditemukan di sepanjang aliran sungai atau berada tidak jauh
dengan aliran sungai.
5.1.2 Perubahan tutupan lahan
Selama periode 2005-2008 terjadi perubahan tutupan lahan di DAS Cisadane
segmen hulu. Daerah yang dahulunya memiliki jenis tutupan lahan tertentu berubah
menjadi jenis tutupan lahan lain dengan laju penambahan atau pengurangan luas
yang cukup tinggi. Perubahan luas tutupan lahan ini dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13 Perubahan tutupan lahan selama kurun waktu 2005-2008
Tipe Tutupan lahan 2005-2008
ha %
Hutan -10912,12 -72,88
Kebun Campuran 2958,59 9,63
Perkebunan 8677,63 102,46
Permukiman 5716,37 34,21
Rawa -26,74 -97,66
Sawah 2494,25 8,67
Semak/Belukar -5185,75 -88,18
Tambak/Empang -1,27 -14,27
Tanah Terbuka -1087,62 -91,14
Tegalan/Ladang -2637,07 -97,52
Tubuh Air 3,73 0,37
Keterangan : + = bertambah
- = berkurang
Berdasarkan Tabel 13 dapat diketahui bahwa selama empat tahun terakhir
yaitu tahun 2005-2008 telah terjadi perubahan luas lahan dengan laju pengurangan
yang cukup tinggi yaitu hutan sebesar 72,88%, rawa sebesar 97,66%, semak belukar
sebesar 88,18%, tambak/empang sebesar 14,23%, tanah terbuka sebesar 91,14%, dan
ladang atau tegalan sebesar 97,52%. Sebaliknya, terjadi peningkatan luas perkebunan
sebesar 102,46%, pemukiman sebesar 34,21%, kebun campuran sebesar 9,63%,
sawah sebesar 8,67% dan tubuh air sebesar 0,37%.
Hasil analisis SIG menjelaskan bahwa penurunan dan peningkatan luas dari
setiap jenis tutupan lahan terjadi akibat beralih fungsi atau terkonversinya suatu
lahan menjadi lahan lain seperti yang terlihat pada tabel berikut.
34
Tabel 14 Perubahan setiap jenis tutupan lahan dari tahun 2005 sampai tahun 2008 2005
(ha)
Luas tutupan lahan tahun 2008 (ha)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Total
1 4060,75 9025,10 1510,36 20,14 - 5,74 349,04 - - 2,32 - 14973,45 2 0,57 19611,61 5074,17 1840,95 - 4199,45 - 7,58 - - 0,93 30735,26
3 - - 7368,09 228,62 - 872,27 - - - - - 8468,98
4 - - - - - - - - - - - 16707,69
5 - 7,42 18,96 - 0,64 - - - - - 0,36 27,38
6 - - - 2994,51 - 25781,94 - - - - - 28776,45 7 - 2687,94 2617,96 79,59 - 169,23 325,73 - 0,22 - 0,18 5880,86
8 - 1,26 - 0,004 - 7,65 - - - - - 8,93
9 - 519,15 118,36 334,41 - 93,24 20,35 0,07 105,57 - 2,26 1193,41
10 - 1841,37 438,71 218,14 - 141,16 - - - 64,82 - 2704,21
11 - - - - - - - - - - 1005,29 1005,29
Total 4061,33 33693,85 17146,61 22424,06 0,64 31270,70 695,12 7,65 105,79 67,14 1009,02 110481,91
Keterangan : 1 = Hutan 7 = Semak belukar 2 = Kebun Campuran 8 = Tambak/empang
3 = Perkebunan 9 = Tanah terbuka
4 = Pemukiman 10 = Ladang/tegalan 5 = Rawa 11 = Tubuh air
6 = Sawah
Dari Tabel 14 dapat dijelaskan bahwa lahan yang awalnya diketahui sebagai
hutan dengan luasan sebesar 14.973,45 ha, pada tahun 2008 sebagian besar
terkonversi menjadi kebun campuran sebesar 9.025,10 ha dan perkebunan sebesar
1.510,36 ha. Hal ini menyebabkan terjadinya penambahan luas kebun campuran dan
perkebunan. Penurunan luas hutan ini sangat dipengaruhi oleh tingginya laju
pertumbuhan penduduk yang menyebabkan peningkatan akan kebutuhan lahan
akibatnya terjadi pembukaan lahan hutan secara besar-besaran.
Jenis tutupan lahan berupa kebun campuran yang sebelumnya diidentifikasi
memiliki luasan 30.735,26 ha, pada tahun 2008 mengalami variasi perubahan yang
tidak begitu besar. Kebun campuran dominan berubah menjadi perkebunan seluas
5.074,17 ha, pemukiman 1.840,95 ha , dan sawah 4.199,46 ha, sisanya adalah kebun
campuran sendiri seluas 19.611,61 ha. Perkebunan dengan luas 8.468,98 ha hanya
mengalami perubahan kecil menjadi pemukiman seluas 228,62 ha dan sawah seluas
872,28 ha, sisanya masih terdapat perkebunan dengan luas 7.368,09 ha. Lahan
berupa rawa memiliki luasan yang relatif kecil yaitu seluas 27,38 ha dan dominan
terkonversi menjadi perkebunan 18,96 ha. Sawah dengan luasan 28.776,45 ha hanya
sebagian kecil berubah menjadi pemukiman yaitu sebesar 2.994,511 ha dan sisanya
sebesar 25.781,939 ha masih berupa area persawahan.
Lahan berupa semak belukar seluas 5.880,86 ha sebagian besar berubah
menjadi kebun campuran seluas 2687,94 ha dan perkebunan seluas 2.617,97 ha.
Tambak/empang dengan luasan yang relatif kecil sebesar 8,93 ha berubah menjadi
kebun campuran seluas 1,26 ha, dan sawah seluas 7,66 ha. Tanah terbuka dengan
35
luasan 1.193,41 ha dominan berubah menjadi kebun campuran seluas 519,15 ha,
perkebunan seluas 118,36 ha dan pemukiman seluas 334,41 ha. Tegalan/ladang
seluas 2.704,21 ha dominan berubah menjadi kebun campuran seluas 1.841,37 ha.
Berbeda dengan tipe tutupan lahan yang lain, pemukiman dan tubuh air tidak
mengalami perubahan tetapi mengalami penambahan luas akibat penurunan luasan
tutupan lahan lain.
Penambahan/penurunan luasan berbagai tipe tutupan lahan ini diduga akibat
tingginya kepadatan penduduk yang menyebabkan terjadinya peningkatan terhadap
kebutuhan lahan untuk tempat tinggal atau pun lahan untuk memenuhi kebutuhan
ekonomi. Hal ini mendorong terjadinya konversi lahan di di wilayah DAS. Kondisi
serupa juga dilaporkan oleh Zamrin (2007), berdasarkan hasil penelitiannya pada
tahun 1999-2003 telah terjadi perubahan tutupan lahan di DAS Cisadane tepatnya di
Kabupaten Bogor akibat ledakan jumlah penduduk yang berdampak pada
peningkatan terhadap ketersediaan lahan untuk hidup.
5.2 Pemanfaatan Sungai dan Air Sungai serta Pemahaman Masyarakat
terhadap Pencemaran Air Sungai di DAS Cisadane Segmen Hulu
5.2.1 Bentuk pemanfaatan sungai dan air sungai
Sungai Cisadane yang mengalir di wilayah DAS Cisadane segmen hulu ini
memiliki tingkat pemanfaatan yang cukup tinggi. Masyarakat yang berada di
sepanjang sungai maupun yang berada pada jarak beberapa meter dari sungai lebih
cenderung memanfaatkan sungai khususnya pada musim kemarau. Berdasarkan hasil
wawancara dengan menggunakan kuesioner kepada 190 responden pengguna air
yang berada di wilayah DAS Cisadane segmen hulu, diketahui bahwa sekitar 93%
responden memanfaatkan air sungai untuk mandi, cuci, kakus (MCK), dan sisanya
mereka memanfaatkan untuk keperluan lain seperti pertanian, industri, peternakan,
minum dan lainnya. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 15 Persentase pemanfaatan sungai dan air sungai di DAS Cisadane segmen
hulu No Bentuk pemanfaatan sungai dan air sungai Persentase
1 Minum 1,5%
2 Irigasi Pertanian 1,5%
3 Peternakan 2%
4 MCK 93%
5 Penggalian Pasir 0,5%
6 Industri 1 %
36
Umumnya masyarakat yang berada paling dekat dengan sungai misalnya
pada jarak 5-20 m secara rutin memanfaatkan sungai untuk MCK terutama yang
tidak memiliki septic tank. Dari 190 responden yang telah diwawancarai diketahui
bahwa 96 dari responden belum memiliki septic tank. Semua aliran limbah cair
dialirkan ke sungai. Pemanfaatan sungai untuk keperluan MCK ini merata ditemukan
di lokasi studi baik Kecamatan Caringin, Kecamatan Rumpin maupun Kecamatan
Bogor Barat. Namun di Desa Cimande Hilir Kecamatan Caringin, pemanfaatan air
sungai relatif lebih kecil dibandingkan dengan kecamatan lain. Hal ini disebabkan
karena penduduk desa ini telah banyak yang memiliki septic tank dan jika ingin ke
sungai pun sedikit kesulitan karena akses ke sungai yang agak curam.
Gambar 5 Pemanfaatan sungai untuk
MCK.
Gambar 6 Pemanfaatan sungai untuk
penggalian pasir.
Pemanfaatan air sungai untuk keperluan minum masih ditemukan di
Kecamatan Caringin tepatnya di Desa Muara Jaya. Meskipun kecamatan ini berada
di titik paling hulu dekat dengan hulunya Sungai Cisadane, air sungai yang ada tidak
sejernih yang diperkirakan karena sudah tercemar oleh sampah dan limbah.
Berdasarkan pengamatan di lapangan, air sungai masih layak digunakan untuk mandi
tapi untuk minum harus melalui pertimbangan terlebih dahulu. Namun di Desa
Muara Jaya ini masih ditemukan keluarga yang menggunakan air sungai sebagai
bahan baku air minum tanpa melalui penyaringan.
Jenis pemanfaatan lain yang dilakukan terhadap sungai adalah irigasi
pertanian, peternakan, penggalian pasir, dan industri. Bentuk pemanfaatan berupa
irigasi pertanian dan peternakan umumnya ditemukan di daerah hulu yang relatif
masih banyak terdapat area persawahan. Kegiatan penggalian pasir ditemukan di
Kecamatan Caringin dan Kecamatan Rumpin baik yang dilakukan oleh masyarakat
37
sendiri maupun yang dilakukan oleh perusahaan atau PT. Penggalian pasir dapat
menyebabkan kekeruhan dan meningkatnya kandungan padatan tersuspensi pada air
sungai. Aktivitas industri juga ditemukan di lokasi wawancara. Jenis industri yang
ditemukan dan diidentifikasi berupa indusri rumah tangga yaitu pabrik tahu di
Kecamatan Caringin.
5.2.2 Sumber pencemaran air sungai
Bentuk pemanfaatan dengan dijadikannya sungai sebagai tempat buangan
limbah dan sampah dari berbagai aktivitas dapat menjadi sumber pencemaran air
sungai. Berdasarkan hasil wawancara diperoleh informasi bahwa sekitar 16%
responden masih melakukan pembuangan sampah ke sungai, umumnya adalah
penduduk yang rumahnya berada tidak jauh dari sungai yaitu ± 2-20 m dari sungai.
Kondisi ini dipengaruhi oleh jarak rumah ke sungai. Hal serupa juga dilaporkan JICA
dan KNLH (2008), berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan di Kota Bogor,
Bandung dan Palembang diperoleh 30% orang yang tinggal dalam jarak 10 m dengan
sungai melakukan pembuangan ke sungai.
(a) (b)
Gambar 7 (a) dan (b) Pembuangan sampah ke sungai.
Daerah perkotaan yang padat penduduk seperti Kota Bogor yaitu Kecamatan
Bogor Barat memiliki ruang/lahan yang relatif padat sehingga tidak tersediaanya
lahan untuk pembuangan sampah menjadi alasan utama masyarakat untuk
membuang sampah ke sungai. Kondisi serupa juga disampaikan oleh Wijayanti
(1998) diacu dalam Yulaswati et al. (2004), berdasarkan pengamatan yang dilakukan
di Kota Bogor diketahui bahwa timbulan sampah dengan laju rata-rata 0,634
38
kg/orang/hari yang terus meningkat serta keterbatasan lahan pembuangan akhir
menyebabkan masalah sampah perkotaan menjadi semakin rumit. Akibatnya sangat
banyak terlihat sampah menumpuk di pinggir sungai baik itu sampah organik
maupun sampah anorganik yang jika terjadi hujan akan terbawa hanyut ke sungai
dan bisa menyebabkan banjir.
Penangan sampah juga dilakukan dengan dikomposkan, dibuang ke anak
sungai, dibuang ke pekarangan/kebun dan dibuang di tempat pembuangan yang
dikelola bersama (Tabel 16).
Tabel 16 Persentase bentuk penanganan sampah No Bentuk penanganan sampah Persentase (%)
1 Dibakar 64
2 Dibuang ke sungai 16
3 Dibuang ke anak sungai 7
4 Dibuang ke pekarangan/kebun 6
5 Dikomposkan 5
6 Dibuang ke tempat pembuangan yang dikelola bersama 2
Selain sampah, limbah cair juga dapat menjadi sumber pencemaran air
sungai jika disalurkan ke sungai. Lebih kurang 61% masyarakat telah memiliki
tempat penampungan limbah sendiri baik itu berupa empang maupun bangunan/dam
khusus yang dikelola bersama atau dikelola pemerintah seperti yang ditemukan di
Kecamatan Bogor Barat Kelurahan Gunung Batu. Namun tidak sedikit juga yang
masih mengalirkan ke sungai akibat belum adanya pengelolaan limbah sehingga
seberapa jauh pun rumah tersebut dari sungai aliran limbah rumah tangga masih
dialirkan kesungai melalui parit yang melewati setiap rumah.
(a)
(b)
Gambar 8 (a) dan (b) Pembuangan limbah rumah tangga ke sungai.
39
Sekitar 30% masyarakat masih menyalurkan limbah ke sungai, keadaan ini
dapat ditemukan di kelurahan Gunung Batu Kecamatan Bogor Barat. Sisanya sekitar
9% masyarakat mengalirkan limbah ke anak sungai yang berada dekat dengan rumah
mereka seperti keadaan di Kelurahan Semplak Kecamatan Bogor Barat, masyarakat
mengalirkan limbah dari rumah mereka ke kali Cidepit disertai pembuangan sampah.
Akibatnya kondisi kali tidak ubahnya seperti Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Hal
ini dapat mempengaruhi kualitas air terutama dapat meningkatkan nilai BOD.
Limbah dari ternak dapat menjadi sumber pencemar air sungai jika tidak ada
pengelolaan limbah lebih lanjut baik berupa kotoran maupun hasil dari rumah
pemotongan hewan. Umumnya masyarakat mengelola limbah ternak dengan
menggunakannya untuk pupuk langsung di kebun mereka (56%) dan dikomposkan
(44%). Namun jika kebun berada dikelerengan yang cukup curam dan berada di tepi
sungai maka jika terjadi hujan maka limbah yang berupa kotoran tersebut dapat
terbawa air menuju sungai. Keadaan ini dapat menyebabkan terjadinya pengendapan
di badan sungai terutama musim kemarau dan secara tidak langsung mempengaruhi
kualitas air sungai terutama BOD dan TSS.
Limbah dari aktifitas pertanian juga dapat menyebabkan terjadinya
pencemaran air sungai. Pemakaian pupuk buatan dan pestisida dapat menjadi sumber
pencemar dari pertanian terutama unsur fosfat, nitrogen serta unsur lainnya. Pupuk
dan pestisida yang mengandung unsur-unsur tersebut dapat menjadi limbah yang jika
terjadi hujan dapat terbawa ke sungai dan menyebabkan terjadinya eutrofikasi
(penyuburan unsur hara) di badan sungai sehingga air sungai pun ikut tercemar.
Menurut Prochazkova (1978) jumlah nitrogen yang hilang dari lahan pertanian setiap
hektarnya adalah sekitar 5- 50 kg N/ha/tahun dan fosfat sekitar 0,05 sampai 0,5 kg
P/ha/tahun. Hal ini dipengaruhi oleh jenis tanaman, frekuensi, dan intensitas curah
hujan serta kehilangan terbesar fosfat sendiri dapat disebabkan oleh erosi yang berat.
5.2.3 Beban pencemaran dan daya tampung beban pencemaran air sungai
Beban pencemaran adalah jumlah suatu unsur pencemar yang terkandung
dalam air atau limbah. Besarnya beban pencemaran ini sangat mempengaruhi
kualitas air dan dapat menjadi indikator tercemar atau tidaknya suatu perairan.
Perhitungan beban pencemaran di wilayah DAS Cisadane segmen hulu
40
dititikberatkan pada limbah domestik dan ternak sedangkan limbah dari pertanian
dan industri sulit diprediksikan karena ketidaktersediaan data berupa pemakaian
pupuk per ha dan penyebaran lokasi industri yang masuk wilayah DAS Cisadane
segmen hulu.
Limbah domestik terdiri dari sampah dan limbah cair. Sampah merupakan
limbah padat yang terdiri dari sampah alami yang dapat diuraikan dan sampah yang
tidak dapat diuraikan. Wilayah perkotaan termasuk penghasil sampah terbesar.
Menurut Yulaswati et al. (2004) kawasan perkotaan Indonesia menghasilkan laju
timbulan sampah rata-rata per hari sekitar 0,76 kg/orang/hari yang didominasi oleh
sampah pemukiman dengan produksi sampah organik/biodegradable yang cukup
tinggi. Jika diasumsikan DAS Cisadane segmen hulu adalah daerah perkotaan maka
dengan total penduduk 2.477.882 jiwa maka potensi sampah yang dihasilkan setiap
harinya adalah sebesar 1.883,19 ton/hari. Sampah yang tidak dapat diuraikan dapat
mencemari tanah dan air sehingga mengganggu kehidupan oganisme aquatik.
Potensi pencemaran limbah cair sendiri dihitung berdasarkan adanya saluran
limbah menuju sungai. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17 Potensi beban pencemaran berdasarkan limbah pencemar
Limbah pencemar Potensi beban pencemaran (ton/bulan)
BOD TSS
Domestik 4067,86 4129,80
Ternak 3,24 17,05
Berdasarkan perhitungan potensi limbah penduduk (domestik) terhadap
peningkatan nilai BOD, diprediksikan jika semua penduduk menyalurkan semua
limbah cairnya/dengan saluran limbah ke sungai maka potensi BOD dan TSS yang
dihasilkan lebih tinggi yaitu sebesar 4.067,86 ton/bulan dan 4.129,80 ton/bulan. Jika
dilihat dari potensi ternak terhadap peningkatan nilai BOD dan TSS, dipredikasikan
bahwa dengan asumsi semua limbah ternak masuk ke sungai dapat diketahui
besarnya nilai BOD dan TSS yang dihasilkan oleh ternak. Besarnya BOD dan TSS
yang dihasilkan yaitu 3,24 ton/bulan dan 17,05 ton/bulan. Jumlah ternak ayam atau
itik merupakan penyumbang BOD dan TSS terbesar, hal ini dipengaruhi oleh tingkat
pemeliharaan ternak oleh penduduk pada masa sekarang lebih suka atau lebih banyak
memelihara ayam atau itik dibandingkan ternak lain.
41
Beban pencemaran ini dapat menyebabkan pencemaran pada perairan jika
beban melebihi daya tampung beban pencemaran. Menurut PP No 82 tahun 2001
tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air daya tampung
beban pencemaran adalah kemampuan air pada suatu sumber air untuk menerima
masukan beban pencemaran tanpa mengakibatkan air tersebut menjadi cemar. Untuk
wilayah yang belum ditetapkan baku mutunya maka ditetapkan sebagai baku mutu
kelas II. Wilayah DAS Cisadane segmen hulu termasuk wilayah dengan baku mutu
kelas II. Besarnya daya tampung beban pencemaran dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 18 Daya tampung beban pencemaran
Bulan Debit tahun 2008
(m3/detik)
baku mutu kelas II
(mg/l)
Daya tampung beban pencemaran
(ton/bulan)
BOD TSS BOD TSS
Januari 168,937 3 50 1.357,44 22.624,04
Februari 185,021 3 50 1.390,77 23.179,43
Maret 197,024 3 50 1.583,13 26.385,45
April 125,694 3 50 977,39 16.289,94
Mei 86,35 3 50 693,84 11.563,99
Juni 76,17 3 50 597,33 9.955,48
Juli 57,167 3 50 459,35 7.655,80
Agustus 33,132 3 50 266,22 4.437,04
September 77,779 3 50 604,81 10.080,16
Oktober 111,942 3 50 899,48 14.991,27
November 189,981 3 50 1.477,29 24.621,54
Desember 157,802 3 50 1.267,97 211.132,84
Jika dibandingkan dengan besarnya beban pencemaran yang bersumber dari
domestik dan ternak maka dapat dilihat bahwa beban pencemaran baik dari domestik
sendiri maupun dari domestik dan ternak setiap bulannya melebihi daya tampung
beban pencemaran untuk parameter BOD, sedangkan untuk TSS masih berada di
bawah daya tampung. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa perairan tercemar. Jika
diasumsikan beban pencemaran juga bersumber dari industri dan pertanian maka
diduga beban pencemaran akan melebihi daya tampung beban pencemaran baik
BOD maupun TSS dengan selisih yang tinggi sehingga dapat meningkatkan
pencemaran sungai. Kondisi ini dapat digunakan sebagai pedoman dalam
pengendalian pencemaran air sungai ke depannya yaitu dengan
membatasi/mengurangi limbah dari domestik dan ternak yang masuk ke sungai
sehingga beban pencemaran masih berada di bawah daya tampung beban
pencemaran.
42
5.2.3 Persepsi masyarakat tentang kualitas air sungai
Hasil wawancara pendapat masyarakat menunjukkan bahwa sekitar 62%
masyarakat mengatakan bahwa kondisi air sungai sekarang masih baik, umumnya
masyarakat yang berada di daerah titik hulu dan hanya 38% yang mengatakan
kondisi air sungai sudah jelek atau tercemar, umumnya masyarakat yang berada di
titik tengah dan hilir DAS Cisadane segmen hulu. Pendapat ini dipengaruhi oleh
musim pada waktu penelitian. Penelitian dilaksanakan pada musim kemarau yaitu
bulan Juli sampai Agustus, akibatnya ditemukan spekulasi pendapat yang berbeda
bahwa kondisi air akan jelek jika musim hujan tiba karena air akan menjadi keruh
dan kotor sedangkan pada musim kemarau air cukup bersih terutama di pagi hari.
Berdasarkan pengamatan langsung di lapangan terlihat bahwa kondisi air
sungai sendiri cukup bervariasi dari titik di hulu (Kecamatan Caringin), titik tengah
(Kecamatan Bogor Barat) sampai titik hilir (Kecamatan Rumpin) di DAS Cisadane
segmen hulu. Mulai dari hulu kondisi air masih kelihatan bersih dan cukup jernih.
Hal ini disebabkan karena di titik hulu masih terdapat hutan baik yang masih alami,
sekunder maupun hutan tanaman seperti hutan pinus. Namun tidak jarang juga
ditemukan terjadinya degradasi berupa konversi lahan menjadi perkebunan, sawah
dan kebun campuran serta terdapatnya galian pasir.
(a) (b) (c)
Gambar 9 Gambaran kondisi Sungai Cisadane di Kecamatan Caringin: a) Desa
Pasir Buncir, b) Desa Muara Jaya, c) Desa Cimande Hilir.
Berbeda dengan daerah hulu, daerah yang berada dititik tengah memiliki
kondisi air yang sudah kelihatan keruh dan kiri kanan sungai banyak terdapat
tumpukan sampah seperti yang terlihat di beberapa desa di Kabupaten Bogor dan
Kota Bogor. Namun kondisi ini tidak berpengaruh dalam pemanfaatan air sungai
43
untuk MCK. Tutupan lahan pun kurang bervariasi, umumnya berupa pemukiman dan
hanya sebagian kebun campuran.
(a) (b) (c)
Gambar 10 Gambaran kondisi Sungai Cisadane di Kecamatan Bogor Barat: (a)
Kelurahan Gunung Batu, (b) Kelurahan Bubulak, (c) Kelurahan
Semplak.
Lain halnya dengan daerah yang berada di titik hilir yaitu kecamatan Rumpin
yang mencakup Desa Rumpin, Sukasari dan Kampung Sawah. Di daerah ini kondisi
air sungai dipengaruhi oleh keberadaan aktivitas bahan galian yang dilakukan oleh
beberapa perusahaan yang belum memiliki penampungan limbah aliran. Akibatnya
langsung dialirkan ke sungai sehingga sungai menjadi dangkal, air sungai sering
kelihatan keruh dan banyak mengandung lumpur. Kondisi lahan berupa daerah
pegunungan dengan tebing-tebing yang curam.
(a) (b) (c)
Gambar 11 Gambaran kondisi Sungai Cisadane di Kecamatan Rumpin: (a) Desa
Sukasari (b) Desa Rumpin, (c) Desa Kampung Sawah.
Jika dilihat perubahan kondisi air ini, lebih kurang 89% masyarakat
mengatakan bahwa kondisi air mengalami perubahan perubahan setiap tahunnya.
Bagi mereka yang merupakan penduduk asli dan sudah lama tinggal di pinggir
44
sungai, dahulu sungai tak ubahnya adalah sumber bahan baku air minum mereka
karena kondisi air masih jernih dan bersih. Namun sekarang kondisi air sudah tidak
layak lagi untuk diminum sehingga mereka kebanyakan mengambil air minum dari
sumur galian. Adanya kegiatan industri dan peternakan yang mengalirkan limbahnya
ke sungai menyebabkan kondisi sungai secara berangsur-angsur menjadi kotor.
Hasil analisis pemahaman masyarakat tentang sumber pencemar sungai dan
keberadaan fungsi hutan diketahui bahwa secara umum masyarakat telah paham
bahwa membuang sampah ke sungai dapat mencemari sungai. Hasil wawancara
menunjukkan 83% masyarakat tahu dan paham sedangkan sisanya 17% mereka
belum paham. Masih terjadinya perilaku membuang sampah ke sungai ini dapat
disebabkan oleh faktor kemudahan, kebiasaan yang sudah berlangsung lama atau
disebabkan karena tidak adanya lahan untuk menampung sampah.
Lebih kurang 74% masyarakat telah memiliki pemahaman bahwa
pembuangan limbah cair, peternakan, pertanian dan lainnya dapat mencemari
sungai. Kebanyakan masyarakat telah memiliki tempat penampungan sendiri baik
atas inisiatif sendiri maupun yang dikordinir oleh pemerintah daerah setempat seperti
pembuatan saluran komunal namun kondisi belum merata karena keterbatasan dana
dalam pengadaannya.
Pemahaman tentang pentingnya peranan hutan dalam menjaga kondisi air
sungai juga cukup tinggi. Sekitar 95% masyarakat sudah tahu dan paham tentang
keberadaan hutan. Hutan yang terdiri dari berbagai jenis tumbuhan dapat menjaga
kuantitas air dengan cara menyimpan air di perakaran pohon dan hanya 5% dari
meraka yang tidak paham tentang fungsi hutan tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa
masyarakat dari dahulu sudah tahu bahwa hutan ini sangat penting dan harus dijaga.
Namun akibat desakan kebutuhan hidup, tidak jarang hutan sering digunduli dan
ditebang.
Keberadaan hutan ini juga berkaitan dengan kondisi lingkungan sekitar sungai.
Salah satunya banyaknya terjadi sedimentasi di pinggir sungai akibat penggundulan
hutan. Faktor topografi juga dapat menyebabkan kondisi di sekitar sungai rusak.
Sekitar 41% masyarakat mengatakan bahwa kondisi di sekitar sungai sudah jelek
karena banyak terjadinya erosi dan longsor di tebing-tebing sekitar sungai dan juga
banyaknya sampah yang ditumpuk di pinggiran sungai sedangkan 59% masyarakat
45
mengatakan bahwa kondisi lingkungan sekitar sungai masih dalam keadaan baik,
karena masih terdapat vegetasi meskipun itu berupa kebun campuran dan
perkebunan.
5.3 Perubahan Kualitas Air Sungai Di DAS Cisadane Segmen Hulu
Secara umum dapat dijelaskan bahwa selama kurun waktu 2004 sampai 2008
telah terjadi perubahan beberapa parameter kualitas air di DAS Cisadane segmen
hulu yang cenderung melebihi baku mutu air. Perubahan ini dapat dilihat dari nilai
maksimum dan minimum beberapa parameter dari tiga titik pantau yaitu Cisalopa,
Batu Beulah dan Rumpin selama 11 kali pengukuran (Lampiran 5) yang disajikan
secara umum per tahun, seperti yang terlihat pada tabel berikut.
Tabel 19 Kualitas air yang dilihat dari beberapa parameter selama kurun waktu
2004-2008
Parameter Satuan 2004 2005 2006 2007 2008
maks min maks min maks min maks min maks min
Suhu °C 30,6 25,9 28,3 26 29,4 22,6 29,5 24 27,7 23,3
TDS mg/l 86 46 79 38 147 122 195 125 104 62
TSS mg/l 212 28 96 18 22 20 26 3 116 28
pH - 7,7 6,9 7,8 6,4 6,9 6,7 7,8 7,1 7,7 6,8
BOD mg/l 7,2 2 2,9 1,2 10,66 4,57 5,44 0,23 28 13
Fosfat mg/l 0,032 0,005 0,16 0,029 0,05 0,03 0,08 0,01 0,335 0,122
Oksigen
terlarut mg/l 7,1 3,6 7,6 5,6 7,7 7,2 7,47 0,77 7,98 7,24
COD mg/l 20 5,2 8,3 5,5 28,56 12,24 11,64 4 58 40
Dari Tabel 19 dapat diketahui bahwa berdasarkan nilai maksimum dan
minimumnya, parameter TDS, BOD, fosfat, dan COD mengalami peningkatan yang
cukup besar jika dibandingkan dengan tahun 2004. Peningkatan nilai beberapa
kualitas air ini diduga dipicu oleh tingginya jumlah penduduk yang menyebabkan
tingginya tingkat buangan limbah ke sungai dan juga disebabkan oleh tingginya
perubahan tutupan lahan akibat konversi lahan yang terjadi. Secara rinci kondisi
setiap parameter kualitas air dan perhitungan indeks kualitas airnya dapat dijelaskan
sebagai berikut .
5.3.1 Parameter fisika
5.3.1.1 Suhu
Suhu merupakan parameter fisika yang erat kaitannya dengan kualitas
perairan dalam hal keberlangsungan hidup organisme aquatik yang berada di
46
dalamnya. Tinggi rendahnya suhu perairan mengindikasikan terjadi atau tidak
terjadinya pencemaran di perairan tersebut. Berdasarkan nilai maksimum dan
minimum suhu selama tahun 2004-2008 diketahui bahwa suhu tidak mengalami
perubahan yang cukup signifikan. Suhu masih berada dalam batas normal namun
tidak ideal jika digunakan dalam sistem air bersih, karena suhu yang diharapkan
berkisar antara 5-10°C (Suripin 2002).
Jika dilihat berdasarkan baku mutu air yang tercantum dalam Peraturan
Pemerintah RI No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air, batas maksimum dan minimum suhu air ini tidak
melebihi baku mutu air yang telah ditetapkan. Akibatnya masih dapat digunakan
untuk berbagai kebutuhan sesuai dalam peraturan tersebut. Nilai tertinggi suhu
sebesar 30,6°C ditemukan pada titik pantau III (Rumpin) tahun 2004 (Gambar 12).
Nilai ini tergolong cukup tinggi walaupun masih dibawah baku mutu air.
Gambar 12 Fluktuasi suhu air Sungai Cisadane
di tiga titik pantau tahun 2004-2008.
Besarnya pencemaran atau besarnya kandungan limbah yang masuk ke
sungai akibat aktivitas rumah tangga, pertanian, peternakan, industri dapat
menaikkan suhu air sungai yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi proses
biodegradasi oleh bakteri pengurai. Menurut Darmono (2006) proses akan
berlangsung cepat dan dapat menguapkan bahan kimia ke udara. Hasil penelitian
Tjiptadi et al. (1994) juga menjelaskan bahwa semakin meningkatnya jumlah industri
dan aktivitas manusia dapat mengakibatkan kenaikan suhu air Sungai Cisadane dari
hulu ke hilir dan waktu pengukuran juga dapat mempengaruhi nilai suhu air karena
adanya kemampuan air menyerap panas dari lingkungannya.
47
5.3.1.2 TDS dan TSS
Hasil pengukuran total padatan terlarut (TDS) dari tahun 2004 sampai tahun
2008 menunjukkan nilai yang cukup bervariasi. Pada tahun 2006 dan 2007 terlihat
pada Tabel 19 nilai TDS cenderung mengalami peningkatan. Nilai TDS terendah
terdapat pada tahun 2004 sebesar 46 mg/l sedangkan nilai tertinggi terdapat pada
tahun 2007 sebesar 195 mg/l. Nilai tertinggi ini ditemukan di titik pantau II dan III
pada bulan Agustus yang menurut data curah hujan merupakan bulan dengan jumlah
hari hujan yang kecil. Kondisi ini diduga disebabkan banyaknya bahan-bahan terlarut
yang masuk keperairan berupa limpasan tanah dan hasil kegiatan antropogenik.
Berdasarkan baku mutu air, nilai rata-rata TDS ini masih dibawah baku mutu
air karena nilai tertinggi TDS pada tahun 2007 sebesar 197,5 mg/l masih dibawah
standar baku mutu air kelas I-IV yaitu 1000 mg/l untuk kelas I-III dan 2000 mg/l
untuk kelas IV. Hal ini menunjukkan bahwa air masih bisa digunakan untuk
berbagai keperluan sesuai dengan yang ditetapkan.
Keterangan : BM = Baku Mutu Air untuk kelas I dan II (PP No 82 Tahun 2001)
(a) (b)
Gambar 13 Fluktuasi TDS (a) dan TSS (b) di tiga titik pantau tahun 2004-2008.
Total padatan tersuspensi merupakan jenis padatan yang mengalami
pengendapan di dasar perairan. Hasil pengukuran TSS menunjukkan fluktuasi yang
cukup besar dari tahun 2004 sampai tahun 2008. Nilai terendah sebesar 3 mg/l pada
tahun 2007 ditemukan di titik pantau II pada bulan Oktober dan nilai tertinggi
sebesar 212 mg/l pada tahun 2004 ditemukan titik pantau II bulan Juni. Berdasarkan
baku mutu air dalam peraturan pemerintah No. 82 tahun 2001 Nilai TSS ini cukup
tinggi dan berada dalam kisaran baku mutu air. Tahun 2005 dan 2008 juga terdapat
nilai TSS yang berada dalam kisaran baku mutu air yaitu 96 mg/l dan 116 mg/l.
Ketiga nilai tersebut berada dalam kisaran baku mutu air kelas II-III. Hal ini berarti
48
bahwa perairan masih dapat digunakan untuk kepeluan pembudaidayaan ikan air
tawar, rekreasi air, peternakan, mengairi tanaman dan peruntukan lain sesuai dengan
peruntukannya yang sama dengan mutu air tersebut.
Tingginya nilai TSS ini dipengaruhi oleh musim yang berkaitan dengan
tinggi rendahnya curah hujan yang secara tidak langsung mempengaruhi arus dan
volume air sungai. Sungai dengan aliran yang deras mampu melarutkan endapan di
badan air sehingga proses pengenceran pun terjadi. Sedangkan sungai dengan aliran
yang lambat dan volume air yang kecil akan sulit melakukan pengenceran dan
peluang terjadinya pendangkalan badan sungai pun tidak dapat dihindari akibatnya
kandungan sedimen tinggi sehingga nilai TSS pun tinggi seperti yang terjadi pada
tahun 2004 tepatnya bulan Juni yang diketahui sebagai bulan dengan jumlah hari
hujan tergolong kecil.
Hal serupa juga dilaporkan oleh Tjiptadi et al. (1994) berdasarkan hasil
penelitiannya tentang kualitas air Sungai Cisadane diketahui bahwa nilai TSS musim
kemarau lebih tinggi dibandingkan pada musim hujan, diduga disebabkan karena
terjadinya penurunan volume air selama musim kemarau sementara jumlah buangan
sampah rumah tangga dan industri jumlahnya tetap. Selain itu kejadian erosi dan
sedimentasi yang berasal dari perubahan tutupan lahan melalui kegiatan konversi
lahan ataupun dari limbah domestik, pertanian dan peternakan yang berlangsung
secara terus menerus dapat mengakibatkan kandungan TSS terus mengalami
peningkatan.
5.3.2 Parameter kimia
5.3.2.1 Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen/DO)
Oksigen terlarut adalah komponen kimia perairan yang sangat dibutuhkan
oleh organisme aquatik sebagai unsur dalam pernapasannya. Terjadinya pencemaran
dalam perairan dapat menyebabkan berkurangnya jumlah oksigen terlarut dalam air
tersebut yang berdampak pada kematian organisme aquatik. Berdasarkan hasil
pengukuran diketahui bahwa pada tahun 2004 nilai minimum oksigen terlarut berada
pada kisaran baku mutu air berada pada kisaran kelas II-III dan pada tahun 2005 nilai
minimum oksigen terlarut berada dalam kisaran kelas I dan II. Air dapat digunakan
untuk peruntukan dalam budidaya perikanan, peternakan, irigasi dan lainnya. Untuk
49
kehidupan organisme air seperti ikan, dilihat dari nilai maksimum DO setiap
tahunnya dapat menopang kehidupan organisme aquatik yaitu umumnya lebih dari
5,8 mg/l nilai yang seharusnya.
Keterangan : BM I,II,III,IV = Baku Mutu Air Kelas I,II,III,IV
Gambar 14 Fluktuasi DO di tiga titik pantau tahun 2004-2008.
Penurunan nilai oksigen terlarut ini dapat disebabkan oleh masuknya limbah
atau bahan pencemar dalam jumlah yang besar ke dalam perairan yang
mengakibatkan kenaikan suhu perairan. Limbah domestik merupakan salah satu
limbah utama yang menyebabkan penurunan kadar oksigen terlarut (Effendi 2003).
Tinggi rendahnya suhu sangat mempengaruhi besarnya konsentrasi DO di air. Jika
terjadi kenaikan suhu maka daya larut oksigen akan menurun dan sebaliknya (Odum
1971, diacu dalam Kurniawan 2005).
Jika dilihat berdasarkan klasifikasi Klein (1971), hasil pengukuran Oksigen
terlarut selama lima tahun pada tiga titik pantau ini, mewakili ke empat tipe air
sungai yaitu dari kondisi bagus hingga tercemar. Hal ini dilihat dari persen saturasi
yang berada pada kisaran 9% sampai 99%. Darmono (2006) juga menyatakan bahwa
cepat atau lambatnya arus sungai juga mempengaruhi besarnya DO. Pada sungai
yang besar dengan arus yang deras sejumlah kecil bahan pencemar akan mengalami
pengenceran sehingga konsumsi oksigen terlarut yang diperlukan oleh kehidupan air
dan biodegradasi akan cepat diperbaharui begitu pun sebaliknya.
5.3.2.2 BOD dan COD
Damar (1996) menyatakan nilai BOD dan COD dapat dijadikan indikator
pencemaran bahan organik. BOD merupakan parameter yang menunjukkan jumlah
oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh organisme hidup untuk memecah atau
50
mengoksidasi bahan-bahan buangan dalam air (Fardiaz 1992). Perairan alami
memiliki nilai BOD antara 0,5-7,0 mg/l (Jeffries dan mills 1996, diacu dalam Suripin
2002). Perairan yang memiliki nilai BOD lebih dari 10 mg/liter dianggap telah
mengalami pencemaran. Hasil pengukuran selama 5 tahun sebanyak 11 pengukuran
menunjukkan pada tahun 2004, 2005 dan 2007 nilai rata-rata BOD masih berada
dalam batas normal untuk perairan alami. Sedangkan pada tahun 2008 nilai BOD
telah melampaui batas maksimum kisaran batu mutu air kelas IV dengan nilai
maksimum dan minimum masing-masingnya 28 mg/l dan 13 mg/l, sehingga dapat
dikatakan perairan mengalami pencemaran.
Keterangan : BM I,II,III,IV = Baku Mutu Air Kelas I,II,III,IV
(a) (b)
Gambar 15 Fluktuasi BOD (a) dan COD (b) di tiga titik pantau tahun 2004 -
2008.
Kondisi ini menyebabkan perlu pertimbangan dan kewaspadaan dalam
pemanfaatannya sesuai dengan peruntukannya. Nilai COD juga mengalami
peningkatan setiap tahunnya dan berada pada kisaran baku mutu air kelas I-IV. Nilai
tertinggi sebesar 58 mg/l terdapat pada tahun 2008 di titik pantau III (Rumpin).
Tingginya nilai BOD dan COD ini sangat dipengaruhi oleh besarnya limbah dan
sampah yang masuk ke sungai tanpa mengalami dekomposisi yang sempurna.
Limbah domestik, industri, pertanian, dan peternakan adalah penyumbang terbesar.
Limbah ekskreta manusia menghasilkan bahan buangan organik yang dapat
meningkatkan kadar BOD badan air (Yulaswati et al. 2004). Akibatnya jumlah
oksigen yang diperlukan untuk biodegradasi bahan organik ini pun meningkat. Hal
ini menyebabkan terjadinya penurunan konsentrasi DO dalam air yang secara tidak
langsung mengancam kehidupan organisme aquatik.
Penyumbang BOD terbesar yaitu pada titik pantau 3 tepatnya di Kecamatan
Rumpin yang sudah merupakan perbatasan antara Kabupaten Bogor dan Kabupaten
51
Tangerang. Daerah ini termasuk daeran lingkup perkotaan dengan pemukiman padat
dan beragam aktivitas hidup salah satunya keberadaan bermacam jenis industri. Hal
ini diperkuat oleh pernyataan Hill (2004) bahwa tingginya nilai BOD sering
diindikasikan dengan tingginya hasil aktivitas manusia seperti kotoran ataupun
limbah meliputi pengolahan limbah di perkotaan, industri makanan, pengolahan
kimia tumbuhan, industri pulp dan kertas, penyamak kulit dan rumah pemotongan
hewan.
5.3.2.3 pH
Nilai pH digunakan sebagai pengukur sifat keasaman dan kebasaan air. Air
murni memiliki pH yang berkisar 7. Sedangkan nilai pH untuk air normal yang
memenuhi syarat untuk kehidupan adalah berkisar antara 6,5-7,5 (Wardhana 2001).
Hasil pengukuran pH setiap tahunnya menunjukkan bahwa nilai pH mengalami
fluktuasi yang tidak jauh berbeda setiap tahunnya. Nilai pH masih memenuhi syarat
pH air normal untuk kehidupan. Nilai pH ini juga masih memenuhi baku mutu air
berdasarkan PP No.82 tahun 2001 tentang Pengelolaan kualitas air dan Pengendalian
Pencemaran Air karena masih berada dalam rentang nilai pH untuk kelas I-IV yaitu
6-9 yang mengindikasikan bahwa air masih dapat dipergunakan sesuai
peruntukannya.
Keterangan : Rentang BM = Rentang Baku Mutu Air (PP No 82 Tahun 2001)
Gambar 16 Fluktuasi pH di tiga titik pantau tahun 2004-2008.
Jika dilihat berdasarkan kisaran pH untuk syarat kehidupan, nilai pH dari
beberapa tahun seperti tahun 2004, 2005, 2007 dan 2008 melebihi kisaran pH yang
seharusnya. Namun hal ini belum bisa didindikasikan bahwa perairan tersebut sudah
52
dalam keadaan tercemar tapi dapat diasumsikan bahwa air tidak memenuhi syarat
untuk kehidupan dan perlu pertimbangan dalam penggunaannya.
5.3.2.4 Fosfat
Unsur fosfat merupakan salah satu parameter kimia kualitas air yang memiliki
peranan yang cukup penting. Nilai terbesar fosfat terdapat pada tahun 2008 yaitu
sebesar 0,335 mg/l pada titik pantau II dan terendah terdapat pada tahun 2004
sebesar 0,005 mg/l pada titik pantau III. Titik pantau II berada pada kawasan di titik
pertemuan antara aliran sungai dari beberapa kecamatan di Kabupaten Bogor dan
beberapa kecamatan di Kota Bogor. Berdasarkan PP No. 82 tahun 2001, nilai
tertinggi fosfat ini masih berada dalam kisaran baku mutu air yaitu tergolong kelas I -
III yang mengindikasikan bahwa air tersebut masih dapat dipergunakan sesuai
dengan peruntukannya seperti irigasi, perikanan, peternakan dan lainnya.
Keterangan : BM I, II = Baku Mutu Air Kelas I, II (PP No 82 Tahun 2001)
Gambar 17 Fluktuasi fosfat di tiga titik pantau tahun 2004-2008.
Tingginya kandungan fosfat di titik pantau II ini dapat disebabkan oleh
akitivitas buangan rumah tangga seperti detergen, industri kimia dan aktifitas
pertanian yang masuk ke sungai. Detergen merupakan bahan pembersih yang salah
satu unsurnya adalah ortofosfat beracun (Fardiaz 1992). Peningkatan buangan
detergen ke sungai dapat meracuni kehidupan oraginsme aquatik. Selain itu
penggunaan pupuk dan insektisida yang berlebihan juga dapat meningkatkan
kandungan fosfat sehingga dapat menyebabkan tejadinya eutrofikasi pada badan
sungai.
53
5.3.3 Indeks Kualitas Air
Kondisi buruk, baik sampai sangat baiknya suatu perairan dapat dilihat dengan
menggunakan menggunakan Indeks Kualitas Air (IKA-NSF WQI). Hasil
perhitungan pada Tabel 20 menunjukkan bahwa selama kurun waktu 2004 sampai
2008 IKA sungai Cisadane di DAS Cisadane segmen hulu tergolong sedang-baik
yaitu berada pada kisaran 64-87. Namun nilai IKA selalu mengalami penurunan
selama lima tahun tersebut dengan nilai penurunan yang relatif kecil. Naiknya nilai
beberapa parameter kualitas air dapat menyebabkan penurunan pada nilai IKA. Hal
ini salah satunya juga dipengaruhi oleh perbedaan curah hujan atau musim. Namun
perbedaan yang terlihat tidak terlalu signifikan.
Tabel 20 IKA maksimum dan minimum per tahun
Tahun IKA
Maksimum Kriteria Minimum Kriteria
2004 85,58 Baik 69,68 Sedang
2005 87,74 Baik 82,11 Baik
2006 82,28 Baik 69,60 Sedang
2007 84,38 Baik 64,16 Sedang
2008 73,66 Baik 68,21 Sedang
Nilai IKA tertinggi terdapat pada tahun 2005 di titik pantau II pada bulan
Agustus dan nilai terendah terdapat pada tahun 2007 di titik pantau 3 pada bulan
Oktober. Tingginya aktivitas penduduk baik itu berupa aktivitas industri, rumah
tangga dan lainnya yang juga berkaitan dengan pola penggunaan lahan dapat
menimbulkan sumber pencemaran yang mempengaruhi tinggi rendahnya kualitas air
sungai.
5.4 Pengaruh Perubahan Tutupan Lahan terhadap Kualitas Air (BOD, TSS,
COD) dan Indeks Kualitas Air Di DAS Cisadane Segmen Hulu
Perubahan tutupan lahan yang terjadi pada kurun waktu 2005 sampai 2008 di
DAS Cisadane segmen hulu mempengaruhi kualitas air sungai Cisadane di DAS
tersebut. Beberapa tipe tutupan lahan seperti hutan, pemukiman dan sawah dan
lainnya diduga menjadi sumber pencemaran air sungai yang menyebabkan
penurunan kualitas air sungai. Verbist et al. (2009) menyatakan bahwa perubahan
tata guna lahan hutan menjadi pertanian dan pemukiman merupakan faktor utama
penyebab penurunan kualitas air sungai di daerah hulu melalui sedimentasi,
penumpukan hara, dan pencemaran bahan kimia pestisida.
54
Tingkat pencemaran ini diindikasikan dengan meningkatnya beberapa
parameter kunci kualitas air seperti BOD, COD, TSS yang secara tidak langsung
mempengaruhi indeks kualitas air (IKA). Beberapa jenis tutupan lahan yang diduga
dominan dapat mempengaruhi paramater kunci kualitas air berdasarkan sumber
pencemar/polutannya dapat dilihat pada Tabel 21.
Tabel 21 Jenis tutupan lahan yang dominan dapat mempengaruhi parameter kunci
kualitas air dilihat berdasarkan sumber pencemar
Perubahan tutupan lahan dengan luasan yang yang cukup besar pada tahun
2005-2008 terjadi pada hutan, semak belukar, tanah terbuka, tegalan/ladang dan
perkebunan. Jenis tutupan lahan ini berubah menjadi jenis tutupan lahan lain dengan
laju penurunan dan peningkatan yang cukup besar. Hal ini diduga dapat
mempengaruhi tinggi rendahnya kualitas air dilihat terhadap parameter kunci kualitas
air akibat timbulnya sumber pencemar/polutan seperti yang disajikan pada Tabel 21.
5.4.1 Pengaruh perubahan tutupan lahan hutan terhadap kualitas air
Perubahan tutupan lahan hutan cukup berpengaruh terhadap peningkatan dan
penurunan nilai BOD dan IKA dengan koefisien korelasi masing-masingnya 0,528
dan 0,965. Pengurangan luasan hutan yang mencapai 72,88 % dari 14.973,45 ha
menjadi 4.060,75 ha dapat meningkatkan BOD namun dapat mengurangi besarnya
IKA. Hal serupa juga dilaporkan oleh Rasyidin (1995), berdasarkan hasil
penelitiannya di DAS Ciliwung diperoleh bahwa dengan berkurangnya hutan dan
bertambahnya penggunaan hutan untuk lain-lain menyebabkan kualitas air salah
satunya BOD, pada musim hujan dan musim kering cenderung lebih besar.
Lahan hutan pada tahun 2005-2008 dominan berubah menjadi kebun
campuran dan perkebunan serta sebagian kecil berubah menjadi pemukiman.
Perubahan lahan hutan menjadi perkebunan dan kebun campuran menyebabkan
Parameter kunci
kualitas air
Sumber pencemar/polutan Sumber dari tutupan lahan yang
dominan
BOD Limbah domestik organik dan
inorganik, potongan daun-daun/sisa
tumbuhan, kotoran hewan (Verbist et
al. 2009), pupuk, limbah industri.
Pemukiman, hutan, sawah,
ladang, semak belukar
COD Limbah cair industri dan domestik,
limbah pertanian (Fardiaz 1992).
Pemukiman, sawah, ladang
TSS Partikel tanah, lumpur, tanah liat,
limbah pertanian (Hill 2004), erosi
(sedimentasi), limbah industri dan
domestik (Effendi 2003).
Hutan, pemukiman, ladang, tanah
terbuka, perkebunan, kebun
campuran, semak belukar.
55
pembukaan lahan hutan secara besar-besaran sehingga vegetasi yang awalnya
heterogen dan padat berubah menjadi lahan dengan vegetasi yang cenderung
homogen dan jarang. Sisa-sisa tumbuhan hasil penebangan dan pembabatan dapat
menjadi sumber pencemar yang bersifat bahan organik dan dapat menyebabkan
kandungan BOD dalam air sungai meningkat.
Perubahan luasan tutupan hutan juga sangat berpengaruh pada kandungan
padatan tersuspensi. Pengurangan luasan hutan yang cukup besar dapat
meningkatkan kejadian erosi yang menyebabkan sedimentasi pada badan sungai
sehingga kandungan TSS meningkat. Namun, berdasarkan uji korelasi terlihat bahwa
pengaruh yang terjadi sangat lemah dengan nilai r sebesar 0,129. Hal ini dapat
dipengaruhi oleh karakteristik dari hutan sendiri yaitu hutan yang umumnya
dikonversi adalah hutan hujan tropis dataran rendah yang berada pada lahan yang
datar. Selain itu juga dapat dipengaruhi oleh dominansi luas setiap tahunnya dengan
luasan terbesar dari tahun 2005-2008 dimiliki oleh jenis kebun campuran.
Pengaruh yang cukup besar dapat terjadi jika konversi lahan hutan menjadi
kebun campuran dan perkebunan ini terjadi pada hutan alam berupa hutan
pegunungan dengan kelerengan yang bervariasi dan cenderung curam. Konversi
lahan hutan menjadi lahan perkebunan di hutan alam ini dapat meningkatkan erosi
akibat vegetasi yang ada umumnya monokultur. Disamping itu sering dilakukannya
pembabatan terhadap vegetasi bawah dalam pembukan lahan perkebunan yang akan
berdampak pada terjadinya leaching/pencucian unsur hara karena vegetasi bawah
dapat menjaga tanah dari pukulan air hujan. Hal ini menyebabkan air limpasan pun
meningkat sehingga dapat membawa sedimen atau bahan organik lain ke sungai.
Kondisi ini diduga dapat menyebabkan kandungan TSS meningkat, seperti 96 mg/l
pada tahun 2005 menjadi 116 mg/l pada tahun 2008 dan meningkatkan pencemaran
air sungai (IKA menurun).
Berubahnya lahan hutan menjadi pemukiman disebabkan oleh tingginya
pertumbuhan penduduk. Hal serupa juga dilaporkan Budiarti et al. (2004) yang
menyatakan bahwa produk samping dari meningkatnya pertambahan penduduk
adalah tingginya tingkat pencemaran air, tanah dan udara, buruknya kondisi
pemukiman, serta padatnya penduduk, rasa aman dan penggunaan lahan. Akibatnya
timbul beragam akitifitas rumah tangga yang berdampak pada timbulnya limbah
56
buangan baik limbah cair maupun limbah padat. Jika limbah ini masuk ke sungai
maka dapat meningkatkan nilai BOD dan COD. Peningkatan nilai BOD dan COD ini
berdampak pada penurunan indeks kualitas air yang dapat menyebabkan perairan
tersebut tercemar berat, sedang maupun ringan.
5.4.2 Pengaruh perubahan tutupan lahan semak belukar terhadap kualitas air
Semak belukar mengalami koversi yang cukup besar hingga mengalami
penurunan luas sebesar 5185,75 ha dari 5880,86 ha pada tahun 2005 menjadi 695,12
ha. Semak belukar dominan berubah menjadi kebun campuran, perkebunan dan
sawah. Penurunan luasan semak belukar akibat terkonversi menjadi lahan lain ini
dapat meningkatkan kandungan BOD dan sebaliknya. Berdasarkan hasil uji korelasi,
pengaruh yang terjadi cukup kuat dengan korelasi sebesar 0,625. Pembabatan semak
belukar secara besar-besaran untuk pembukaan lahan kebun campuran, perkebunan
dan sawah menyebabkan timbulnya sumber pencemar BOD berupa bahan organik
yang berasal dari sisa-sisa tumbuhan yang dapat mengalami pembusukan di badan
sungai.
Perubahan lahan semak belukar menjadi area persawahan merupakan sumber
pencemar kandungan BOD dari limbah pertanian yang dihasilkan berupa pupuk baik
pupuk alami maupun buatan hasil pengolahan sawah sehingga BOD meningkat dan
pencemaran air sungai meningkat (IKA menurun) sedangkan untuk kandungan TSS,
luasan area sawah tidak terlalu bepengaruh jika dilihat dari sumber pencemar utama
berupa partikel tanah, lumpur, tanah dan erosi karena masalah erosi pada sawah
menurut Arsyad (2006) dapat dipecahkan dengan dibangunnya teras bangku dan
penghanyutan lumpur keluar tertutup oleh lumpur yang dibawa air masuk ke sawah.
Hal ini juga diperkuat oleh peryataan Abdurahcman dkk 1984; Ambar dan
Syarifudin 1979 dalam Asdak (1995) diacu dalam Rushayati (1999) bahwa areal
persawahan memiliki laju erosi yang lebih rendah daripada pertanian lahan keirng
(ladang, tegalan). Potensi peningkatan TSS akibat konversi semak belukar ini,
umumnya berasal dari peningkatan luas kebun campuran dan terutama lahan
perkebunan yang berada pada lahan yang curam sehingga peluang terjadinya erosi
tinggi.
57
5.4.3 Pengaruh perubahan tutupan lahan tegalan/ladang terhadap kualitas air
Lahan berupa tegalan/ladang pada tahun 2005-2008 mengalami penurunan luas
yang cukup besar sebesar 2637,07 ha akibat terkonversi secara dominan menjadi
kebun campuran, perkebunan, pemukiman, dan sawah. Perubahan luasan tutupan
lahan tegalan/ladang cukup berpengaruh terhadap fluktuasi kandungan BOD dan
COD dalam air sungai, dengan korelasi masing-masingnya sebesar 0,620 dan 0,623
dengan hubungan yang berbanding terbalik. Hal ini berarti bahwa penurunan luasan
ladang akibat terkonversinya menjadi lahan lain terutama pemukiman dan sawah
dapat meningkatkan kandungan BOD dan COD dengan signifikansi yang kecil (tidak
berpengaruh nyata) serta meningkatkan pencemaran air sungai (IKA menurun),
diduga kondisi inilah yang menyebabkan terjadinya peningkatan BOD dari 2,9 mg/l
pada tahun 2005 menjadi 28 mg/l pada tahun 2008 dan peningkatan COD dari 8,3
mg/l pada tahun 2005 menjadi 58 mg/l pada tahun 2008 (Tabel 19).
Hal serupa juga dilaporkan oleh Rushayati (1999), terjadinya peningkatan
areal persawahan, dan pemukiman dapat menimbulkan limbah yang banyak
mengandung bahan organik, nitrit, dan nitrat sehingga dapat meningkatkan BOD
dan mengurangi ketersediaan DO. Peningkatan luasan area sawah dan penurunan
luasan ladang dapat menyebabkan kandungan BOD dan COD meningkat. Jika dilihat
dari sumber pencemarnya, sawah dan ladang dapat menghasilkan bahan pencemar
berupa sisa penggunaan pupuk dan sisa pengolahan tanah berupa sisa-sisa tumbuhan.
Hal serupa juga dilaporkan oleh Hariyadi (1985) diacu dalam Rushayati (1999),
berdasarkan hasil penelitiannya pada Sungai Ciliwung bagian hulu terlihat bahwa
persentasi lahan sawah dan tegalan/ladang berpengaruh nyata salah satunya terhadap
kandungan BOD.
Keberadan lahan berupa tegalan/ladang ini sangat berpotensi mengalami erosi
sehingga limpasan tanah dari ladang ini dapat menjadi sumber pencemar kandungan
TSS dalam air sungai. Ladang termasuk lahan pertanian disamping sawah yang dapat
menimbulkan limbah hasil pengolahan tanah sebagai sumber pencemar TSS. Hill
(2004) menyatakan bahwa limbah berupa limpasan dari area pertanian merupakan
sumber pencemar utama TSS (Hill 2004).
Tegalan/ladang yang ditanami tanaman tahunan yang cenderung
homogen/seragam atau bahkan masih dilakukan dengan sistem ladang berpindah
58
dapat menyebabkan terjadinya erosi yang tinggi, dengan terjadinya penurunan luasan
ladang ini dapat mengurangi kejadian erosi. Namun dengan terkonversinya
tegalan/ladang menjadi kebun campuran dan terutama perkebunan masih dapat
menyebabkan terjadinya erosi jika awalnya lahan ladang berada pada kelerengan
yang curam sedangkan berubahnya fungsi ladang menjadi area persawahan dapat
mengurangi terjadinya erosi dan tidak terlalu berpengaruh terhadap kandungan TSS
dan IKA akibat adanya teras bangku.
5.4.4 Pengaruh perubahan tutupan lahan tanah terbuka terhadap kualitas air
Selama kurun waktu 2005-2008 tanah terbuka mengalami penurunan luas
sebesar 1087,62 ha akibat terkonversi dominan menjadi kebun campuran dan
pemukiman. Tanah terbuka merupakan lahan yang diidentifikasi sebagai lahan
kosong yang bersifat sementara sebelum digunakan untuk pertanian, pemukiman dan
lainnya. Berubahnya tanah terbuka menjadi pemukiman dapat mempengaruhi
kualitas air sungai dilihat dari parameter BOD dan COD.
Keberadaan pemukiman merupakan sumber pencemar utama kandungan
BOD dan COD dalam air sungai. Aktifitas pemanfaatan air sungai yang tinggi baik
untuk MCK, industri, peternakan dan lainnya, menjadi sumber pencemar jika
limbahnya disalurkan ke sungai. Limbah dapat berupa limbah rumah tangga
(domestik) berupa detergen, sampah dan lainnya yang sifatnya organik dan
inorganik. Limbah juga dapat berupa hasil kegiatan industri dan peternakan seperti
industri kertas, industri penyamakan kulit, industri pupuk, kotoran hewan maupun
limbah dari rumah pemotongan hewan (Hill 2004). Jika limbah tersebut masuk ke
sungai maka dapat meningkatkan nilai BOD yang berdampak pada penurunan
kandungan oksigen terlarut dalam air sehingga air dapat tercemar dan ekosistem
aquatik pun terganggu.
Perubahan luas lahan pemukiman berkorelasi positif terhadap rata-rata
kandungan BOD dan COD, dengan kofisien korelasi masing-masingnya 0,848 dan
0,831 dengan tingkat signifikansi yang kecil. Hal ini berarti bahwa peningkatan
luasan pemukiman akan dapat meningkatkan kandungan BOD dan COD dan
sebaliknya. Tingginya peningkatan lahan pemukiman jelas sangat mempengaruhi
tingkat pencemaran sungai. Tercemarnya badan air menurut Anonimus 1962, diacu
59
dalam yuristiarti 1994 adalah disebabkan oleh tiga hal yang dominan berasal dari
pemukiman yaitu peningkatan konsumsi penggunaan air, terjadinya pemusatan
penduduk dan industri yang didikuti peningkatan pembuangan limbah dan rendahnya
investasi sosial ekonomi dan sosial budaya untuk memperbaiki lingkungan hidup.
Pemukiman juga dapat mempengaruhi kualitas air dilihat dari parameter TSS
disamping keberadaan lahan tanah terbuka dan konversi lahan menjadi kebun
campuran. Tanah terbuka berupa lahan kosong, pemukiman dengan lahan yang
bervegetasi jarang sampai kebun campuran yang memiliki vegetasi yang cukup rapat
berpeluang untuk terjadinya erosi yang merupakan salah satu sumber pencemar TSS.
Kejadian erosi ini jelas sangat berkaitan dengan keberadaan vegetasi dilahan.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Puspaningsih (1997) menunjukkan
bahwa jenis tutupan lahan memiliki laju erosi yang berbeda tergantung pada persen
tutupan tanah dan vegetasi. Hal ini berarti tanah terbuka dan pemukiman yang relatif
tidak bervegetasi akan mengalami erosi yang tinggi jika dibandingkan dengan kebun
campuran. Rustiadi et al. (2005) menyatakan lahan pemukiman merupakan lahan
yang tidak memiliki kemampuan untuk menyimpan air karena tidak adanya vegetasi
yang dapat menyimpan/meresapkan air sehingga mempercepat terjadinya erosi.
Disamping itu adanya limbah industri dan domenstik dari pemukiman juga dapat
meningkatkan kandungan TSS dalam air sungai.
5.4.5 Pengaruh perubahan tutupan lahan perkebunan terhadap kualitas air
Perkebunan merupakan jenis tutupan lahan di wilayah DAS Cisadane segmen
hulu yang mengalami peningkatan yang cukup besar yaitu sebesar 8677,63 ha
(102,46%). Selama selang waktu 2005-2008 perkebunan tidak mengalami penurunan
luas begitu besar yang menyebabkan terjadinya konversi lahan perkebunan secara
besar. Perkebunan mengalami peningkatan luas akibat pengurangan luasan jenis
tutupan lahan lain sedangkan jika dilihat dari perkebunan sendiri hanya sebagian
kecil terkonversi menjadi kebun campuran, pemukiman, dan sawah serta sisanya
masih berupa perkebunan. Kondisi ini dapat dijelaskan bahwa pengaruh perubahan
luasan perkebunan menjadi pemukiman dan sawah terhadap kualitas air terutama
BOD dan COD berdasarkan sumber pencemar pada Tabel 21 cukup kecil sejauh
60
limbah yang dihasilkan tidak begitu besar dan masih dibawah daya tampung beban
pencemaran.
Pengaruh yang cukup besar dapat dilihat terhadap TSS walaupun untuk
sawah tidak terlalu berpengaruh dan untuk pemukiman berdasarkan uji korelasi juga
terlihat sangat lemah. Korelasi yang cukup kuat terlihat pada jenis tutupan lahan
perkebunan sendiri yaitu sebesar 0,745 walau signifikansinya tergolong kecil (tidak
berpengaruh nyata). Peningkatan luas perkebunan dapat meningkatkan kandungan
TSS. Peningkatan luasan perkebunan melalui pola vegetasi monokultur dengan
pembersihan vegetasi bawah secara menyeluruh dapat meningkatkan kejadian erosi
sehingga menimbulkan limbah seperti partikel tanah, tanah liat dan sedimen dan saat
terjadi hujan dapat menimbulkan sedimentasi di sungai. Hal ini menyebabkan
kandungan TSS meningkat dan pencemaran air sungai pun meningkat.
Pengaruh yang cukup kuat ini diduga disebabkan oleh tingginya peningkatan
luas perkebunan ini selama tahun 2005-2008 di wilayah DAS Cisadane segmen hulu
dan juga dipengaruhi oleh karakteristik lahan itu sendiri serta terdapatnya faktor-
faktor tertentu yang sengaja diabaikan dan tidak diidentifikasi seperti topografi,
curah hujan, keberadaan industri dan lain-lain.
Secara umum, jika dilihat pengaruh perubahan jenis tutupan lahan tersebut
terhadap besarnya IKA, maka secara umum dapat diketahui bahwa berkurangnya
hutan dan meningkatnya tutupan lahan lainnya seperti pemukiman, sawah,
perkebunan dan kebun campuran menyebabkan nilai IKA mengalami penurunan. Hal
ini disebabkan oleh meningkatnya beberapa parameter kualitas air yang
menyebabkan nilai IKA menurun dan sebaliknya. Akibatnya kondisi perairan pun
dapat mengalami perubahan dari kondisi baik menjadi sangat buruk dan pencemaran
air sungai pun dapat meningkat.
61
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Laju pertumbuhan penduduk sebesar 122.670 jiwa/tahun selama kurun waktu
2005 -2008 telah menyebabkan terjadinya perubahan tutupan lahan di DAS
Cisadane segmen hulu. Perubahan yang dominan adalah penurunan luas hutan
(72,88%), semak belukar (88,18%), tanah terbuka (91,14%), dan ladang
(97,52%) serta peningkatan luas perkebunan (102,46%) dan pemukiman
(34,21%).
2. Kualitas air mengalami perubahan pada kurun waktu 2005 sampai 2008.
Perubahan yang cukup dominan ditunjukkan dengan peningkatan TDS (18
mg/l), BOD (20,8 mg/l), fosfat (0,303 mg/l), dan COD (38 mg/l) yang
cenderung melebihi baku mutu air berdasarkan PP No. 82 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air bahkan rata-rata
nilai fosfat dan BOD melebihi baku mutu. Jika dilihat berdasarkan indeks
kualitas airnya, kualitas perairan sungai masih tergolong baik berkisar dari
85,58 menjadi 73,66, namun setiap tahunnya cenderung mengalami
penurunan.
3. Pemanfaatan air sungai di wilayah DAS Cisadane segmen hulu tergolong
cukup tinggi. Sebesar 93 % dari 190 KK yang diwawancarai memanfaatkan
Sungai Cisadane untuk MCK dan masih ditemukan sekelompok masyarakat
yang membuang sampah dan menyalurkan limbah ke sungai, walaupun secara
dominan terlihat pengetahuan dan pemahaman mereka tentang pencemaran air
sungai sudah tinggi. Sumber pencemar yang dapat dilihat adalah sampah
(16%) dan limbah cair (30%). Beban pencemaran dominan berasal dari limbah
domestik (4067,86 ton/bulan BOD dan 4129,80 TSS) serta limbah ternak
(3,24 ton/bulan BOD dan 17,05 ton/bulan TSS). Beban pencemaran ini
melebihi daya tampung beban pencemaran untuk BOD setiap bulannya yaitu
berkisar dari 2.484 ton/bulan hingga 3.801 ton/bulan, sedangkan untuk TSS
beban pencemaran belum melebihi daya tampung beban pencemaran setiap
bulannya.
62
4. Terdapat keterkaitan/hubungan antara perubahan tutupan lahan dengan kualitas
air (BOD, COD, TSS). Korelasi antara perubahan tutupan lahan dengan
kualitas air berdasarkan data hasil pemantauan kualitas air tergolong kuat-
lemah dengan tingkat signifikansi yang relatif kecil (tidak berpengaruh nyata).
Berkurangnya luas hutan, semak belukar, tegalan/ladang, tanah terbuka dan
meningkatnya luasan perkebunan, pemukiman, sawah dan lain-lain dapat
mempengaruhi kualitas air terutama pada parameter BOD, COD, dan TSS
yang ditimbulkan oleh limbah contohnya limbah domestik dan ternak.
Peningkatan parameter kualitas air ini menyebabkan nilai IKA mengalami
penurunan. Hal ini menunjukkan peningkatan pencemaran sungai.
6.2 Saran
1. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut melalui uji statistik dengan data tutupan
lahan dan kualitas air dalam selang beberapa tahun untuk menunjukkan
hubungan diantara keduanya dalam suatu persamaan sehingga dapat
diprediksi seberapa besar pengaruh yang ditimbulkan.
2. Kegiatan evaluasi dan pemantauan air sungai perlu diadakan secara rutin
setiap bulan untuk mengetahui perubahan kualitas air yang lebih representatif
dan kaitannya dengan tingkat pemanfaatan air oleh masyarakat.
3. Perlu dilakukan pengelolaan sampah dan limbah cair di beberapa tempat di
wilayah DAS Cisadane segmen hulu yang mencakup Kabupaten Bogor dan
sebagian Kota Bogor karena hal ini dapat menyebabkan pencemaran air
sungai yang berat jika pembuangan sampah dan limbah berlangsung secara
terus menerus.
63
DAFTAR PUSTAKA
Ariestonandri P. 2006. Marketing Research for Beginner (Panduan Praktis Riset
Pemasaran Bagi Pemula). Yogyakarta: Penerbit Andi.
Arsyad S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press.
Artiola JF, IL Pepper dan ML Brusseau. 2004. Environmental Monitoring and
Characterization.USA: Elsevier Academic Press.
Arwindrasti BK. 1997. Kajian Kharakteristik DAS Cisadane [Tesis]. Bogor: Program
Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
[Balitbang Depdagri dan Otonomi Daerah]. 2000. Metode Penelitian Sosial (Terapan
dan Kebijaksanaan). Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
Departemen Dalam Negeri dan Otonomi Daerah.
Budiarti S, S Sarbi, HS Alikodra, dan MS Saeni. 2004. Model Pengelolaan Sampah
Perkotaan Berwawasan Lingkungan (Studi Kasus di Kota ParePare). Forum
Pascasarjana 27 (4): 329-338.
Damar A. 1996. Pengaruh Penggunaan Lahan Terhadap Indeks Mutu Lingkungan
Perairan dan Beban Limbah di Pesisir Indramayu [tesis]. Bogor: Program
Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.
Darmono. 2006. Lingkungan Hidup dan Pencemaran. Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia.
[DKKSA] Direktorat Kehutanan dan Konservasi Sumberdaya Air. 2004. Kajian
Model Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Terpadu. http://www.bappenas.go.id/index.php?module=Filemanager&func=downlo
ad&pathext=ContentExpress/&view=85/Kajian_DAS_Acc.pdf [ 25 Jan
2009].
[DTLH] Dinas Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor. 2003. Laporan
Kegiatan Analisis Beban Pencemaran Air Sungai Ciliwung, Kalibaru,
Cileungsi, Cikeas, Cisadane, dan Cikaniki. Bogor: Dinas Tata Ruang dan
Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor.
Effendi H. 2003. Telaah Kualitas air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan
Lingkungan Perairan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Fardiaz S. 1992. Polusi Air dan Udara. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Klein L. 1971. River Polution I. Chemical Analysis. London: Butterworths.
[KNLH] Kementerian Negara Lingkungan hidup. 2008. Praktek Menghentikan
Pembuangan Sampah ke Sungai. Jakarta: KNLH.
64
Kurniawan. 2005. Evaluasi Kualitas Air Sungai Ciliwung di Kota Bogor
Berdasarkan Indeks Kualitas air dan Indeks Biotik [skripsi]. Bogor:
Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Hill KM. 2004. Understanding Environmental Pollution. New York: Cambridge
University Press.
Lee R. 1988. Hidrologi Hutan. Sentot S, penerjemah; Soenardi P, editor.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: Forest
Hydrology.
Marsono D. 2004. Konservasi Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup. Di dalam :
Dwi WH, editor. Yogyakarta: BIGRAF Publishing Bekerjasama dengan
Sekolah TinggiTeknik Lingkungan (STTL).
Mayer JR. 2001 Connections in Enviromental Science a Case Study Approach.New
York: McGraw-Hill Companies,Inc
Mulyanto HR. 2007. Ilmu Lingkungan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Nugroho AP. 2003. Evaluasi Kualitas Air sungai Ciliwung di Wilayah DKI Jakarta
Melalui pendekatan Indeks Kualitas Air national Sanitation Foundation
(IKA-NSF WQI) [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian
Bogor.
Pramesti VI. 2007. Ketersediaan dan Kualitas Air di DAS Cisadane [skripsi]. Bogor:
Fakultas Kehutanan.Institut Pertanian Bogor.
Prawirodihardjo. 2003. Alam Sekitar Lingkungan Hidup Manusia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Pribadi MA. 2005. Evaluasi Kualitas Air Sungai Way Sulan Kecil, Kabupaten
Lampun Selatan [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian
Bogor.
Prochazkova L. 1978. Agricultural Impact on The Nitrogen and Phosphorus
Concentration in Water. Di dalam: Duncan N, Rzoska J, editor. Land Use
Impact on Lake and Reservoir Ecosystem; Poland, 26 Mei-2 Jun 1978.
Facultas-Verlag. hlm 78-81.
Pudjirahardo WJ, H Poernomo, dan MH Machfoed. 1993. Metode Penelitian dan
Statistik Terapan. Surabaya: Airlangga University Press.
Puspaningsih N. 1997. Studi Perencanaan Pengelolaan Penggunaan Lahan Sub DAS
Cisadane Hulu Kabupaten Bogor [tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana,
Institut Pertanian Bogor.
65
Rasyidin R. 1995. Pengaruh Perkembangan Penggunaan Lahan Terhadap Kondisi
Hidrologi dan Kualitas Air Sungai (Studi Kasus Daerah Aliran Ciliwung).
[tesis]. Jakarta: Program Pasca Sarjana.Universitas Indonesia.
Rushayati SB. 1999. Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Kandungan
Bahan Organik dan Sedimen Tersuspensi di daerah Aliran Sungai Ciliwung
Hulu-Tengah. [tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana.Institut Pertanian
Bogor.
Rustiadi E, Rosnila, dan S.R.P Sitorus. 2005. Perubahan Penggunaan Lahan dan
Pengaruhnya Terhadap Keberadaan Situ (Studi Kasus Kota Depok). Forum
Pascasarjana 28 (1): 11-23.
Santoso S. 2005. Menggunakan SPSS Untuk Statistik Parametrik Dan Non
Parametrik. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Sudarmo, Y Lisnawati, dan S.R.P. Sitorus. 2006. Analisis Perubahan Penggunaan
Lahan dan Pengaruhnya Terhadap Debit Sungai dan Daya Dukung Lahan
Di Kawasan Puncak, Kabupaten Bogor. Forum Pascasarjana 29 (4): 343-
353.
Suripin. 2002. Pelestarian Sumberdaya Tanah dan Air. Yogyakarta : penerbit ANDI.
Suryanta G. 2007. DAS Sebagai Satu Kesatuan Pengelolaan Hutan. Padang Himba 4
(8): 10-11.
Susilowati E. 2007. Struktur Makrozobenthos Sebagai Indikator Biologi Perairan di
Hulu Sungai Cisadane [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Tjiptadi W, M Yani, dan A Bey. 1994. Laporan Penelitian: Kajian Kualitas Air DAS
Sungai Cisadane dan Ciliwung. Bogor: Pusat Penelitian Lingkungan Hidup,
Institut Pertanian Bogor.
Verbist B, S Rahayu, RH Widodo, MV Noordwijk., dan I Suryadi. 2009. Monitoring
Air di Daerah Aliran Sungai. Bogor: World Agroforestry Centre.
Wardhana WA. 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta: Penerbit
ANDI.
Warouw OOJ. 1986. Laporan Penelitian: Pengaruh Limbah Rumah tangga terhadap
sungai Tondano di kota madya manado dan sekitarnya. Manado:
Universitas Sam Ratulangi.
WHO. 1989. Penilaian Secara Cepat Sumber-Sumber Pencemaran Air, Tanah dan
Udara. Djajadiningrat ST, Amir HH, penerjemah. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press. Terjemahan dari: Rapid Assesment of Sources of
Air, Water and Land Pollution.
66
Yulaswati V, AR Sasongko, N Kartika, A Nugraha, M Showan, I Darmawan, M., N
Marizi, R Primana, H Ishak, A., T Hermawan, H Santoso, S., S., A Sunari,
A Haryana, N Rusono, S., dan J Indarto. 2004. Sumberdaya Alam dan
Lingkungan Hidup Indonesia. Jakarta: Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional (BAPPENAS).
Yuristiari T. 1994. Dampak Limbah Cair Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Mojokerto Jawa
Timur terhadap Kualitas Perairan Kali Magetan [skripsi]. Bogor: Fakultas
Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Zamrin. 2007. Evaluasi Kualitas Air Sungai Cisadane di Wilayah Kabupaten Bogor
Periode 1999-2003 [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian
Bogor.
67
LAMPIRAN
68
Lampiran 1.Peta tutupan lahan DAS Cisadane segmen hulu tahun 2005, 2007, 2008
68
69
69
70
70
71
Lampiran 2. Peta tanah dan lokasi indentifikasi pemanfaatan air sungai
71
72
1
1
2
1
3
1
1
2
1
3
Titik pantau cisalopa
Titik pantau Batubeulah
Titik pantau Rumpin
72
73
Lampiran 3.
Kuesioner Identifikasi Pemanfaatan Air Sungai
Di Sub DAS Cisadane Hulu
I. Pemanfaatan Air Sungai
1. Untuk diminum
a. Ya b.Tidak
2. Untuk Irigasi Pertanian
a. Ya b.Tidak
3. Untuk Perikanan
a. Ya b.Tidak
4. Untuk Ternak
a. Ya b.Tidak
5. Untuk MCK (ada/tidak ada septic tank)
a. Ya b.Tidak
6. Untuk Industri
a. Ya b.Tidak
7. Untuk Pertambangan (penggalian pasir)
a. Ya b.Tidak
II. Sumber Pencemaran
1. Penduduk
Apakah sampah yang ada sudah dikelola?
A. Jika Ya, bagaimana bentuk pengelolaannya ?
a. Dibakar
b. Dikomposkan
c. Dimanfaatkan
d. Dikelola bersama, seperti adanya tempat pembuangan
B. Jika Tidak, apakah yang dilakukan terhadap sampah tersebut?
a. Dibuang ke sungai (rutin/jarang)
b. Dibuang ke pekarangan
2. Limbah cair
Apakah limbah cair yang ada sudah dikelola?
A. Jika Ya, bagaimana bentuk pengelolaannya?
a. Ditampung/ comberan
b. Ada pengolahan air limbah
c. Dimanfaatkan secara biogas
B. Jika Tidak, apakah yang dilakukan terhadap limbah cair tersebut
a. Disalurkan ke sungai (rutin/jarang)
b. Dll
2. Peternakan
Apakah limbah peternakan yang ada sudah dikelola?
A. Jika Ya, bagaimana bentuk pengelolaannya?
a. Dikomposkan
b. Digunakan untuk pupuk langsung
c. Dijual langsung
d. Dimanfaatkan sebagai biogas
B. Jika Tidak, apakah yang dilakukan terhadap limbah ternak tersebut?
74
a. Dibuang ke sungai
b. Ditumpuk
c. Dll
C. Jumlah ternak (ayam, kerbau, sapi, dll)
3. Pertanian
a. Sistem atau budidaya pertanian yang digunakan?
b. Seberapa banyak penggunaan pupuk untuk pertanian per ha
4. Industri
Apakah limbah industri yang ada sudah dikelola?
A. Jika Ya, bangaimana bentuk pengelolaannya?
a. Ada IPAL
B. Jika Tidak, apakah yang dilakukan terhadap limbah industritersebut
a. dibuang ke sungai
b. atau ditampung
5. Pertambangan
a. Bagaimana jenis pertambangan di daerah tersebut?
b. Dimana lokasi pertambangan tersebut?
c. Bagaimana penggunaan merkuri per hari (gram/hari)
6. Perikanan
Apakah usaha perikanan dilakukan disungai?
Jika Ya, bentuk usaha
a. Keramba
b. Tambak
c. Dll
III. Pendapat dan Pemahaman Masyarakat
1. Kondisi air sungai sekarang
a. Baik b. Jelek/tercemar
2. Kondisi air sungai mengalami perubahan setiap tahunnya
a. Ya b.Tidak
3. Sampah yang dibuang ke sungai mempengaruhi kualitas air sungai
a. Ya b.Tidak
4. Limbah cair dari rumah tangga yang disalurkan ke sungai mempengaruhi
kualitas air sungai
a. Ya b.Tidak
5. Limbah peternakan mempengaruhi kualitas air sungai
a. Ya b.Tidak
6. Limbah pertanian mempengaruhi kualitas air sungai
a. Ya b.Tidak
7. Limbah industri mempengaruhi kualitas air sungai
a. Ya b.Tidak
8. Hutan berperan menjaga kondisi air sungai
a. Ya b.Tidak
9. Pengurangan luas hutan mempengaruhi kondisi air sungai baik kualitas maupun
ketersediaan air sungai
a. Ya b.Tidak
10. Kondisi lingkungan sekitar sungai
a. Baik b. Jelek
75
Lampiran 4. Perhitungan modifikasi bobot parameter (Wi)
NKPmodifikasi = { Σ y} + NKPawal
(Kurniawan, 2005)
Keterangan : NKPmodifikasi = Bobot parameter ke-I yang telah dimodifikasi
NKPawal = Bobot parameter awal yang dicari
Σx = Σ NKP dari tujuh parameter yang digunakan
Σy = Σ NKP dari tujuh parameter yang tidak digunakan
Parameter yang tidak digunakan dari 9 parameter IKA adalah kekeruhan,
nitrat dan fecal coli dengan masing-masing bobot parameter awal :0,08, 0,1
dan 0,15.
Maka : Σy = 0,08+0,1+0,15 = 0,33
Σx = 1-0,33 = 0,67
Berikutnya dihitung bobot paramater modifikasi untuk masing-masing
paramater yang digunakan
Misalnya untuk oksigen terlarut
NKPawal = 0,17
NKPmodifikasi = { Σ y} + NKPawal
= X 0,33 + 0,17
= 0,25
76
Lampiran 5 Hasil pengukuran kualitas air per titik pantau pada 11x pengukuran
Parameter Satuan Ulangan
TP 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
DO mg/l I 6.7 6.7 6.2 6.7 6.9 5.6 7.5 5.56 3.88 4.97 7.98
II 5.8 7.1 6.9 7.4 7.2 7.6 7.7 5.76 7.47 1.55 7.75
III 5.7 3.6 5.4 7 7 7.1 7.2 6.16 6.89 0.77 7.24
pH - I 7.6 7.2 7.4 7.8 7.2 6.7 6.7 7.4 7.5 7.8 7.7
II 7.7 6.9 7.2 7.8 6.8 6.4 6.7 7.3 7.3 7.7 6.8
III 7.6 7.1 7.6 8 7.2 6.6 6.9 7.1 7.3 7.7 7.1
BOD mg/l I 3.2 4.7 3.8 2.7 2.9 1.5 7.62 0.8 1.75 4.97 13
II 2 4.4 4.8 2.1 2.2 1.2 4.57 0.2 3.59 1.55 20
III 2.7 7.2 6.1 2.1 2.4 1.3 10.66 0.2 5.44 0.77 28
Fosfat mg/l I 0.018 0.021 0.009 0.043 0.061 0.029 0.05 0.02 0.05 0.08 0.122
II 0.022 0.032 0.011 0.133 0.16 0.036 0.04 0.01 0.03 0.01 0.335
III 0.009 0.06 0.005 0.139 0.128 0.042 0.03 0.01 0.07 0.06 0.202
Suhu °C I 26 26 25.9 26 26 27.2 22.6 24 25.5 25.7 23.3
II 26 28 28.4 26 26.4 27.4 29.4 25 25.4 28 27.7
III 29 28 30.6 27 27.2 28.3 29.4 25 26.6 29.5 26.8
TDS mg/l I 71 83 86 73 79 58 147 140 185 175 104
II 54 59 68 70 59 38 132 135 195 180 92
III 46 61 80 48 65 38 122 125 195 125 62
TSS mg/l I 98 30 44 50 18 39 20 10 15 5 28
II 212 63 32 96 42 37 22 5 12 3 72
III 186 98 28 88 56 41 20 12 26 5 16
COD mg/l I 8.2 14 8.7 6 6.8 6 20.4 5.82 4.07 6 40
II 5.2 13 9.1 6.5 7.2 6 12.24 9.7 10.18 4 51
III 7.2 20 15.5 5.5 8 8 28.56 11.64 4.07 8.1 58
Keterangan :
Ulangan 1= Juni 2004 Ulangan 7 = Juni 2006
Ulangan 2 = September 2004 Ulangan 8 = Juni 2007
Ulangan 3 = November 2004 Ulangan 9 = Agustus 2007
Ulangan 4 = Mei 2005 Ulangan 10 = Oktober 2007
Ulangan 5 = Agustus 2005 Ulangan 11 = Agustus 2008
Ulangan 6 = November 2005
77
Lampiran 6. Hasil Pengukuran dan Perhitungan IKA-NSF WQI
Tahun 2004
Parameter P 1 P2 P3
TP1 TP2 TP3 TP1 TP2 TP3 TP1 TP2 TP3
Suhu 26 26 29 26 28 28 25,9 28,4 30,6
deviasi 1.99 1.99 -1.01 1.99 -0.01 -0.01 2.09 -0.41 -2.61
Ii 84.5 84.5 87.5 84.5 93 93 81.5 92.5 82
Wi 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15
WixIi 12.675 12.675 13.125 12.675 13.95 13.95 12.225 13.875 12.3
Oksigen terlarut 6.7 5.8 5.7 6.7 7.1 3.6 6.2 6.9 5.4
% saturasi 81.51 70.56 73.36
81.51
89.65
45.45 75.43 87.12 70.77
Ii 85.5 74 77 85.5 92.5 35 78.5 91 76
Wi 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25
WixIi 21.375 18.5 19.25 21.375 23.125 8.75 19.625 22.75 19
pH 7,6 7,7 7,6 7,2 6,9 7,1 7,4 7,2 7,6
Ii 91 89.5 91 93 90 93 92 93 91
Wi 0,18 0,18 0,18 0,18 0,18 0,18 0,18 0,18 0,18
WixIi 16,38 16,11 16,38 16,74 16,2 16,74 16,56 16,74 16,38
BOD 3,2 2 2,7 4,7 4,4 7,2 3,8 4,8 6,1
Ii 72,5 78 74,5 58,5 62,5 43,5 67 56,5 44
Wi 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15
WixIi 10,87 11,7 11,17 8,77 9,37 6,52 10,05 8,47 6,6
Fosfat 0,018 0,022 0,009 0,021 0,032 0,06 0,009 0,011 0,005
Ii 84.75 79,75 88,25 78,25 76 86,5 88,25 87,5 88,75
Wi 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15
WixIi 12,71 11,96 13,24 11,74 11,4 12,97 13,24 13,12 13,31
TDS 71 54 46 83 59 61 86 68 80
Ii 88,5 87,5 86,5 88 89 89,5 87,5 88,5 87
Wi 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12
WixIi 10,62 10,5 10,38 10,56 10,68 10,74 10,5 10,62 10,44
IKA 84,64 81,45 83,55 81,86 84,73 69,68 82,19 85,58 78,03
77
78
Tahun 2005
Parameter P 1 P2 P3
TP1 TP2 TP3 TP1 TP2 TP3 TP1 TP2 TP3
Suhu 26 26 27 26 26,4 27,2 27,2 27,4 28,3
deviasi 1,99 1,99 0,99 1,99 1,59 0,79 0,79 0,59 -0,31
Ii 84,5 84,5 93,5 84,5 85,5 91,5 91,5 91 91,7
Wi 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15
WixIi 12,67 12,67 14,02 12,67 12,82 13,72 13,72 13,65 13,75
Oksigen terlarut 6,7 7,4 7 6,9 7,2 7 5,6 7,6 7,1
% saturasi 81,51 90,02 86,74 83,94 87,59 86,74 69,39 94,18 89,65
Ii 85,5 92,7 89,7 86,7 94,12 89,7 71,12 95,12 92,5
Wi 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25
WixIi 21,37 23,17 22,42 21,67 23,53 22,42 17,78 23,78 23,12
pH 7,8 7,8 8 7,2 6,8 7,2 6,7 6,4 6,6
Ii 88 88 87 93 88 93 86,5 80 85,5
Wi 0,18 0,18 0,18 0,18 0,18 0,18 0,18 0,18 0,18
WixIi 15,84 15,84 15,66 16,74 15,84 16,74 15,57 14,4 15,39
BOD 2,7 2,1 2,1 2,9 2,2 2,4 1,5 1,2 1,3
Ii 74,5 77,5 77,5 76,5 77 75,5 88,5 93 92,5
Wi 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15
WixIi 11,17 11,62 11,62 11,47 11,55 11,32 13,27 13,95 13,87
Fosfat 0,043 0,133 0,139 0,061 0,16 0,128 0,029 0,036 0,042
Ii 72,12 86,5 86,75 63,5 86,12 86,75 76,25 75,25 72,25
Wi 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15
WixIi 10,81 12,97 13,01 9,52 12,91 13,01 11,44 11,29 10,84
TDS 73 70 48 79 59 65 58 38 38
Ii 87,4 87,5 86,1 87 89 87,6 86 84,5 84,5
Wi 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12
WixIi 10,48 10,5 10,33 10,44 10,68 10,51 10,32 10,14 10,14
IKA 82,37 86,79 87,08 82,53 87,34 87,74 82,11 87,21 87,12
78
79
Tahun 2006
Parameter P 1
TP1 TP2 TP3
Suhu 22,6 29,4 29,4
deviasi 5,39 -1,41 -1,41
Ii 36 86 86
Wi 0,15 0,15 0,15
WixIi 5,4 12,9 12,9
Oksigen terlarut 7,5 7,7 7,2
% saturasi 86,41 99,09 92,66
Ii 89,5 98 94,5
Wi 0,25 0,25 0,25
WixIi 22,37 24,5 23,62
pH 6,7 6,7 6,9
Ii 86,5 86,5 90
Wi 0,18 0,18 0,18
WixIi 15,57 15,57 16,2
BOD 7,62 4,57 10,66
Ii 41,5 56,5 31
Wi 0,15 0,15 0,15
WixIi 6,22 8,47 4,65
Fosfat 0,05 0,04 0,03
Ii 68,75 72,5 76,25
Wi 0,15 0,15 0,15
WixIi 10,31 10,87 11,43
TDS 147 132 122
Ii 81 83 84
Wi 0,12 0,12 0,12
WixIi 9,72 9,96 10,08
IKA 69,60 82,28 78,89
80
Tahun 2007
Parameter P 1 P2 P3
TP1 TP2 TP3 TP1 TP2 TP3 TP1 TP2 TP3
Suhu 24 25 25 25,5 25,4 26,6 25,7 28 29,5
deviasi 3,99 2,99 2,99 2,49 2,59 1,39 2,29 -0,01 -1,51
Ii 53,5 72,5 72,5 74,5 73,2 85,1 76 93 85,9
Wi 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15
WixIi 8,02 10,87 10,87 11,17 10,98 12,76 11,4 13,95 12,88
Oksigen terlarut 5,56 5,76 6,16 3,88 7,47 6,89 4,97 1,55 0,77
% saturasi 65,18 68,73 73,50 46,30 89,14 85,38 60,46 19,57 9,91
Ii 66,5 72,5 76,9 35 92,1 87,4 58,5 12 5,5
Wi 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25
WixIi 16,62 18,12 19,22 8,75 23,02 21,85 14,62 3 1,37
pH 7,4 7,3 7,1 7,5 7,3 7,3 7,8 7,7 7,7
Ii 92 92,5 93 91,5 92,5 92,5 88 89,5 89,5
Wi 0,18 0,18 0,18 0,18 0,18 0,18 0,18 0,18 0,18
WixIi 16,56 16,65 16,74 16,47 16,65 15,84 16,11 16,11 16,11
BOD 0,8 0,2 0,2 1,75 3,59 5,44 4,97 1,55 0,77
Ii 94 96 96 91,5 70 54,5 57 90 94,5
Wi 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15
WixIi 14,1 14,4 14,4 13,72 10,5 8,17 8,55 13,5 14,17
Fosfat 0,02 0,01 0,01 0,05 0,03 0,07 0,08 0,01 0,06
Ii 78,5 87,5 87,5 88,75 76 60,5 59,5 87,5 64
Wi 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15
WixIi 11,77 13,12 13,12 13,31 11,4 9,07 8,92 13,12 9,6
TDS 140 135 125 185 195 195 175 180 125
Ii 82 82,5 83,5 85,5 75 75 78,5 78 83,5
Wi 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12
WixIi 9,84 9,9 10,02 10,26 9 9 9,42 9,36 10,02
IKA 76,92 83,07 84,38 73,69 81,55 77,51 68,76 69,04 64,16
80
81
85
Tahun 2008
Parameter P 1
TP1 TP2 TP3
Suhu 23,3 27,7 26,8
deviasi 4,69 0,29 1,19
Ii 44,5 92 86,5
Wi 0,15 0,15 0,15
WixIi 6,67 13,8 12,97
Oksigen terlarut 7,98 7,75 7,24
% saturasi 91,94 97,85 89,71
Ii 93,5 97,5 91,5
Wi 0,25 0,25 0,25
WixIi 23,37 24,37 22,87
pH 7,7 6,8 7,1
Ii 89,5 88 93
Wi 0,18 0,18 0,18
WixIi 16,11 15,84 16,74
BOD 13 20 28
Ii 23,5 12 5,5
Wi 0,15 0,15 0,15
WixIi 3,52 1,8 0,82
Fosfat 0,122 0,335 0,202
Ii 55,5 49,75 52
Wi 0,15 0,15 0,15
WixIi 8,32 7,46 7,8
TDS 104 92 62
Ii 85 86,5 87,5
Wi 0,12 0,12 0,12
WixIi 10,2 10,38 10,5
IKA 68,21 73,66 71,71
82
Nilai IKA per Titik Pantau Pada 11x Pengukuran
Rata-rata nilai IKA setiap titik pantau per tahun
Tahun Titik
pantau
IKA Kategori
2004 1 82,89 Baik
2 83,92 Baik
3 77,09 Baik
2005 1 82,33 Baik
2 87,11 Baik
3 87,31 Baik
2006 1 69,6 Sedang
2 82,28 Baik
3 78,89 Baik
2007 1 73,13 Baik
2 77,89 Baik
3 75,35 Baik
2008 1 68,21 Sedang
2 73,66 Baik
3 71,71 Baik
Rata-rata nilai IKA per tahun
Tahun IKA Kategori
2004 81,30 Baik
2005 85,59 Baik
2006 76,92 Baik
2007 75,46 Baik
2008 71,19 baik
83
85
Lampiran 7. Hasil uji Korelasi variabel jenis tutupan lahan dengan parameter kualitas
air
Correlations: BOD, Hutan, Pemukiman, Sawah, Ladang, Semak belukar BOD Hutan Pemukiman Sawah
Hutan -0.528
0.646
Pemukiman 0.799 -0.933
0.411 0.235
Sawah 0.979 -0.343 0.658
0.131 0.777 0.542
Ladang -0.620 0.994 -0.967 -0.446
0.574 0.071 0.163 0.706
Semak beluka -0.625 0.993 -0.969 -0.452
0.570 0.076 0.159 0.701
Ladang
Semak beluka 1.000
0.004
Cell Contents: Pearson correlation
P-Value
Correlations: COD, Pemukiman, Sawah, Ladang COD Pemukiman Sawah
Pemukiman 0.801
0.409
Sawah 0.978 0.658
0.133 0.542
Ladang -0.623 -0.967 -0.446
0.572 0.163 0.706
Cell Contents: Pearson correlation
P-Value
Correlations: TSS, Hutan, Pemukiman, Ladang, Semak beluka, tanah terbuk, ... TSS Hutan Pemukiman Ladang
Hutan 0.149
0.905
Pemukiman 0.217 -0.933
0.861 0.235
Ladang 0.038 0.994 -0.967
0.976 0.071 0.163
Semak beluka 0.031 0.993 -0.969 1.000
0.980 0.076 0.159 0.004
tanah terbuk 0.022 0.992 -0.971 1.000
0.986 0.081 0.153 0.010
perkebunan 0.745 -0.549 0.813 -0.639
0.465 0.630 0.396 0.559
84
kebun campur -0.861 -0.631 0.309 -0.540
0.339 0.565 0.800 0.637
Semak beluka tanah terbuk perkebunan
tanah terbuk 1.000
0.006
perkebunan -0.644 -0.651
0.555 0.549
kebun campur -0.535 -0.527 -0.302
0.641 0.647 0.804
Cell Contents: Pearson correlation
P-Value
Correlations: IKA, Hutan, Pemukiman, Sawah, Ladang, Semak beluka, ... IKA Hutan Pemukiman Sawah
Hutan 0.965
0.169
Pemukiman -0.995 -0.933
0.066 0.235
Sawah -0.577 -0.343 0.658
0.609 0.777 0.542
Ladang 0.988 0.994 -0.967 -0.446
0.097 0.071 0.163 0.706
Semak beluka 0.989 0.993 -0.969 -0.452
0.093 0.076 0.159 0.701
tanah terbuk 0.991 0.992 -0.971 -0.460
0.087 0.081 0.153 0.696
perkebunan -0.748 -0.549 0.813 0.974
0.462 0.630 0.396 0.147
kebun campur -0.406 -0.631 0.309 -0.512
0.734 0.565 0.800 0.658
Ladang Semak beluka tanah terbuk perkebunan
Semak beluka 1.000
0.004
tanah terbuk 1.000 1.000
0.010 0.006
perkebunan -0.639 -0.644 -0.651
0.559 0.555 0.549
kebun campur -0.540 -0.535 -0.527 -0.302
0.637 0.641 0.647 0.804
Cell Contents: Pearson correlation
P-Value
83
85
Lampiran 8. Potensi potensi beban pencemaran air
A. Potensi jumlah penduduk terhadap peningkatan BOD dan TSS Nama Kecamatan Jumlah penduduk (jiwa) Faktor konversi BOD Faktor konversi TSS Potensi BOD Potensi TSS
Caringin 145.618 19.7 20 2868674.6 2912360
Ciampea 188.241 19.7 20 3708347.7 3764820
Ciawi 106.078 19.7 20 2089736.6 2121560
Cibungbulang 144.255 19.7 20 2841823.5 2885100
Cigudeg 25.547 19.7 20 503275.9 510940
Cijeruk 111.594 19.7 20 2198401.8 2231880
Ciomas 143.211 19.7 20 2821256.7 2864220
Ciseeng 102.093 19.7 20 2011232.1 2041860
Dramaga 94.679 19.7 20 1865176.3 1893580
Gunungsindur 61.091 19.7 20 1203492.7 1221820
Kemang 31.197 19.7 20 614580.9 623940
Leuwiliang 227.927 19.7 20 4490161.9 4558540
Megamendung 2.591 19.7 20 51042.7 51820
Nanggung 93.877 19.7 20 1849376.9 1877540
Pamijahan 188.439 19.7 20 3712248.3 3768780
Parung 30.872 19.7 20 608178.4 617440
Rancabungur 100.691 19.7 20 1983612.7 2013820
Rumpin 106.444 19.7 20 2096946.8 2128880
Sukajaya 3.822 19.7 20 75293.4 76440
Tamansari 146.443 19.7 20 2884927.1 2928860
Cigombong 92.925 19.7 20 1830622.5 1858500
Bogor Selatan 176.636 19.7 20 3479729.2 3532720
Bogor Barat 138.319 19.7 20 2724884.3 2766380
Bogor Tengah 15.292 19.7 20 301252.4 305840
Jumlah 2.477.882
48814275.4 49557640
4067,86
ton/bulan
4129,80
ton/bulan
85
84
B. Potensi ternak sapi terhadap peningkatan BOD dan TSS
Nama
Kecamatan
Jumlah ternak (ekor) Faktor
konversi BOD
(kg/unit/tahun)
Faktor
konversi
TSS
potensi
peningkatan
BOD
potensi
peningkatan
TSS
Jumlah
ternak
(ekor) Faktor
konversi
BOD
potensi
peningkatan
BOD
Total potensi
peningktan
BOD
Total potensi
peningkatan TSS Sapi
potong kerbau jumlah
Sapi
perah
Nanggung 32 1,324 1,356 250 1716 339,000 2,326,896 0 539 0 339,000 2,326,896
Leuwiliang 13 306 319 250 1716 79,750 547,404 0 539 0 79,750 547,404
Pamijahan 67 609 676 250 1716 169,000 1,160,016 1,071 539 577269 746,269 1,160,016
Cibungbulang 175 360 535 250 1716 133,750 918,060 890 539 479710 613,460 918,060
Ciampea 0 316 316 250 1716 79,000 542,256 38 539 20482 99,482 542,256
Dramaga 18 180 198 250 1716 49,500 339,768 38 539 20482 69,982 339,768
Ciomas 0 74 74 250 1716 18,500 126,984 0 539 0 18,500 126,984
Tamansari 51 133 184 250 1716 46,000 315,744 25 539 13475 59,475 315,744
Cijeruk 13 390 403 250 1716 100,750 691,548 803 539 432817 533,567 691,548
Cigombong 39 218 257 250 1716 64,250 441,012 26 539 14014 78,264 441,012
Caringin 153 367 520 250 1716 130,000 892,320 605 539 326095 456,095 892,320
Ciawi 20 170 190 250 1716 47,500 326,040 165 539 88935 136,435 326,040
Megamendung 0 134 134 250 1716 33,500 229,944 358 539 192962 226,462 229,944
Kemang 129 70 199 250 1716 49,750 341,484 120 539 64680 114,430 341,484
Rancabungur 61 133 194 250 1716 48,500 332,904 0 539 0 48,500 332,904
Parung 290 104 394 250 1716 98,500 676,104 0 539 0 98,500 676,104
Ciseeng 309 382 691 250 1716 172,750 1,185,756 44 539 23716 196,466 1,185,756
Gn. Sindur 835 349 1,184 250 1716 296,000 2,031,744 0 539 0 296,000 2,031,744
Rumpin 2,249 461 2,710 250 1716 677,500 4,650,360 0 539 0 677,500 4,650,360
Cigudeg 14 569 583 250 1716 145,750 1,000,428 0 539 0 145,750 1,000,428
Sukajaya 51 2,557 2,608 250 1716 652,000 4,475,328 0 539 0 652,000 4,475,328
Bogor Selatan 0 20 20 250 1716 5000 34320 214 539 115346 120346 34320
Bogor Barat 41 24 65 250 1716 16250 111540 0 539 0 16250 111540
Bogor Tengah 0 0 0 250 1716 0 0 0 539 0 0 0
Jumlah 5,822,483 23,697,960
0,49 ton/bulan 1,97 ton/bulan
86
85
85
C. Potensi ternak kambing terhadap peningkatan BOD dan TSS
Nama Kecamatan Jumlah ternak
kambing (ekor)
Faktor
konversi BOD
Faktor
konversi TSS
Total pontensi peningkatan
BOD
Total potensi peningkatan
TSS
Nanggung 2,857 36.6 201 104,566 574,257
Leuwiliang 2,517 36.6 201 92,122 505,917
Pamijahan 3,543 36.6 201 129,674 712,143
Cibungbulang 2,155 36.6 201 78,873 433,155
Ciampea 2,073 36.6 201 75,872 416,673
Dramaga 1,147 36.6 201 41,980 230,547
Ciomas 1,296 36.6 201 47,434 260,496
Tamansari 1,075 36.6 201 39,345 216,075
Cijeruk 2,664 36.6 201 97,502 535,464
Cigombong 1,920 36.6 201 70,272 385,920
Caringin 2,104 36.6 201 77,006 422,904
Ciawi 1,043 36.6 201 38,174 209,643
Mg.Mendung 1,145 36.6 201 41,907 230,145
Kemang 1,417 36.6 201 51,862 284,817
Rancabungur 2,601 36.6 201 95,197 522,801
Parung 829 36.6 201 30,341 166,629
Ciseeng 2,977 36.6 201 108,958 598,377
Gn. Sindur 5,247 36.6 201 192,040 1,054,647
Rumpin 3,036 36.6 201 111,118 610,236
Cigudeg 1,811 36.6 201 66,283 364,011
Sukajaya 3,483 36.6 201 127,478 700,083
Bogor Selatan 1600 36.6 201 58,560 321,600
Bogor Barat 2447 36.6 201 89,560 491,847
Bogor Tengah 9 36.6 201 329 1,809
Jumlah
1,866,454 10,250,196
1,87 ton/tahun =
0,16 ton/bulan
10,25 ton/tahun =
0,85 ton/bulan
87
8
86
D. Potensi ternak ayam/itik terhadap peningkatan BOD dan TSS
Nama
Kecamatan
Jumlah ternak (ekor)
Faktor
konversi
BOD
(kg/unit/
tahun)
Faktor
konversi
TSS
potensi
peningkatan
BOD
potensi
peningkatan
TSS
Jumlah
ternak
(ekor)
Faktor
konversi
BOD
potensi
peningkatan
BOD
Total
pontensi
peningktan
BOD
Total potensi
peningkatan
TSS
ayam itik jumlah ayam
petelur
Nanggung 836,555 1,695 838,250 1.4 14.6 1,173,550 12,238,450 35,000 4.6 161000 1,334,550 12,238,450
Leuwiliang 580,673 1,117 581,790 1.4 14.6 814,506 8,494,134 3,000 4.6 13800 828,306 8,494,134
Pamijahan 1,396,347 7,753 1,404,100 1.4 14.6 1,965,740 20,499,860 0 4.6 0 1,965,740 20,499,860
Cibungbulang 749,693 826 750,519 1.4 14.6 1,050,727 10,957,577 40,000 4.6 184000 1,234,727 10,957,577
Ciampea 207,825 230 208,055 1.4 14.6 291,277 3,037,603 0 4.6 0 291,277 3,037,603
Dramaga 448,041 605 448,646 1.4 14.6 628,104 6,550,232 0 4.6 0 628,104 6,550,232
Ciomas 17,979 779 18,758 1.4 14.6 26,261 273,867 0 4.6 0 26,261 273,867
Tamansari 287,915 170 288,085 1.4 14.6 403,319 4,206,041 0 4.6 0 403,319 4,206,041
Cijeruk 361,075 1,395 362,470 1.4 14.6 507,458 5,292,062 30,000 4.6 138000 645,458 5,292,062
Cigombong 159,927 1,190 161,117 1.4 14.6 225,564 2,352,308 28,500 4.6 131100 356,664 2,352,308
Caringin 609,425 1,325 610,750 1.4 14.6 855,050 8,916,950 40,000 4.6 184000 1,039,050 8,916,950
Ciawi 214,109 1,140 215,249 1.4 14.6 301,349 3,142,635 0 4.6 0 301,349 3,142,635
Megamendung 349,802 3,249 353,051 1.4 14.6 494,271 5,154,545 40,000 4.6 184000 678,271 5,154,545
Kemang 314,504 1,102 315,606 1.4 14.6 441,848 4,607,848 141,000 4.6 648600 1,090,448 4,607,848
Rancabungur 278,913 1,738 280,651 1.4 14.6 392,911 4,097,505 0 4.6 0 392,911 4,097,505
Parung 230,120 1,239 231,359 1.4 14.6 323,903 3,377,841 164,000 4.6 754400 1,078,303 3,377,841
Ciseeng 810,481 4,247 814,728 1.4 14.6 1,140,619 11,895,029 30,000 4.6 138000 1,278,619 11,895,029
Gn. Sindur 1,808,783 12,374 1,821,157 1.4 14.6 2,549,620 26,588,892 1,422,288 4.6 6542524.8 9,092,145 26,588,892
Rumpin 917,964 3,527 921,491 1.4 14.6 1,290,087 13,453,769 1,078,500 4.6 4961100 6,251,187 13,453,769
Cigudeg 585,953 4,314 590,267 1.4 14.6 826,374 8,617,898 168,000 4.6 772800 1,599,174 8,617,898
Sukajaya 144,630 2,847 147,477 1.4 14.6 206,468 2,153,164 0 4.6 0 206,468 2,153,164
Bogor Selatan 119513 1932 121,445 1.4 14.6 170,023 1,773,097 500 4.6 2300 172,323 1,773,097
Bogor Barat 172379 681 173,060 1.4 14.6 242,284 2,526,676 0 4.6 0 242,284 2,526,676
Bogor Tengah 35363 123 35,486 1.4 14.6 49,680 518,096 0 4.6 0 49,680 518,096
Jumlah 31,186,619
2,59 ton/bulan
170,726,078
14,23 ton/bulan
88
89
85
90
91
85
92
Lampiran 10.
PERATURAN PEMERINTAH
NOMOR 82 TAHUN 2001
TANGGAL 14 DESEMBER 2001
TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR
Kriteria Mutu Air Berdasarkan Kelas
PARAMETER SATUAN KELAS
KETERANGAN I II III IV
FISIKA
Temperatur °C Deviasi 3 Deviasi 3 Deviasi 3 Deviasi 5 Deviasi temperatur dari keadaan alamiah
Residu Terlarut mg/l 1000 1000 1000 2000
Residu Tersuspensi mg/l 50 50 400 400 Bagi pengolahan air minum secara konvesional,
residu tersupensi ≤5000 mg/l
KIMIA ANORGANIK
pH 6-9 6-9 6-9 5-9 Apabila secara alamiah di luar rentang tersebut,
maka ditentukan berdasarkan kondisi alamiah
BOD mg/l 2 3 6 12
COD mg/l 10 25 50 100
DO mg/l 6 4 3 0 Angka batas minimum
Total Fosfat sebagai P mg/l 0,2 0,2 1 5
NO3 sebagai N mg/l 10 10 20 20
NH3-N mg/l 0,5 (-) (-) (-) Bagi perikanan kandungan amonia bebas untuk
ikan yang peka ≤0,02 mg/l sebagai NH3
Arsen mg/l 0,05 1 1 1
Kobalt mg/l 0,2 0,2 0,2 0,2
Barium mg/l 1 (-) (-) (-)
Boron mg/l 1 1 1 1
Selenium mg/l 0,01 0,05 0,05 0,05
Kadmium mg/l 0,01 0,01 0,01 0,01
Khron (VI) mg/l 0,05 0,05 0,05 0,01
Tembaga mg/l 0,02 0,02 0,02 0,2 Bagi pengolahan air minum secara
konvensional, Cu ≤ 1 mg/l
92
93
85
PARAMETER SATUAN KELAS
KETERANGAN I II III IV
Besi mg/l 0,3 (-) (-) (-) Bagi pengolahan air minum secara
konvensional, Fe≤ 0,1 mg/l
Timbal mg/l 0,03 0,03 0,03 1 Bagi pengolahan air minum secara
konvensional, Pb≤0,1 mg/l
Mangan mg/l 1 (-) (-) (-)
Air Raksa mg/l 0,001 0,002 0,002 0,005
Seng mg/l 0,05 0,05 0,05 2 Bagi pengolahan air minum secara
konvensional, Zn≤5 mg/l
Khlorida mg/l 1 (-) (-) (-)
Sianida mg/l 0,02 0,02 0,02 (-)
Fluorida mg/l 0,5 1,5 1,5 (-)
Nitrit sebagai N mg/l 0,06 0,06 0,06 (-) Bagi pengolahan air minum secara
konvensional, NO2-N≤1 mg/l
Sulfat mg/l 400 (-) (-) (-)
Khlorin bebas mg/l 0,03 0,03 0,03 (-) Bagi ABAM tidak dipersyaratkan
Belerang sebagai H2S mg/l 0,002 0,002 0,002 (-)
MIKROBIOLOGI
Fecal coliform Jml/100 ml 100 1000 2000 2000 Bagi pengolahan air minum secara
konvensional, fecal coliform ≤2000 jml/100 ml
dan total coliform ≤ 10000 jml/100 ml
Total coliform Jml/100 ml 1000 5000 10000 10000
RADIOAKTIVITAS
Gross-A bg/l 0,1 0,1 0,1 0,1
Gross-B bg/l 1 1 1
KIMIA ORGANIK
Minyak dan lemak μg/l 1000 1000 1000 (-)
Detergen sebagai MBAS μg/l 200 200 200 (-)
Senyawa fenol μg/l 1 1 1 (-)
Sebagai fenol μg/l
93
94
PARAMETER SATUAN KELAS
KETERANGAN I II III IV
BHC μg/l 210 210 210 (-)
Aldrin/Dieldrin μg/l 17 (-) (-) (-)
Chlordane μg/l 3 (-) (-) (-)
DDT μg/l 2 2 2 2
Heptacchlor dan μg/l 18 (-) (-) (-)
Heptachlor epoxide
Lindane μg/l 56 (-) (-) (-)
Methoxyctor μg/l 35 (-) (-) (-)
Endrin μg/l 1 4 4 (-)
Toxaphan μg/l 5 (-) (-) (-)
Keterangan :
mg = miligram
μg = mikrogram
ml = militer
L = liter
Bq = Bequerel
MBAS= Methylene Blue Active Substance
ABAM= Air Baku untuk Air Minum
Logam berat merupakan logan terlarut
Nilai diatas merupakan bats maksimu, kecuali untuk pH dan DO
Bagi pH merupakan nilai rentang yang tidak boleh kurang atau lebih dari nilai yang tercantum
Nilai DO merupakan batas minimum.
Arti (-) diatas menyatakan bahwa untuk kelas termasuk, parameter tersebut tidak dipersyaratkan.
Tanda ≤ adalah lebih kecil atau sama dengan
Tanda < adalah lebih kecil.
94