14
33 Pengaruh Rasio Debu Sabut Kelapa dan Kotoran Kambing terhadap Waktu Pengomposan dan Kualitas Pupuk Organik The Effects of Coconut Coir Dust-Goat Debris Rasio on Composting Time and Organic Fertilizer Quality LINDA TRIVANA DAN ADHITYA YUDHA PRADHANA Balai Penelitian Tanaman Palma Jl. Raya Mapanget PO.BOX 1004 Manado Email : [email protected] Diterima 15 Maret 2018 / Direvisi 15 Maret 2018 / Disetujui 26 Juni 2018 ABSTRAK Debu sabut mengandung unsur hara yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik. Kadar N dan P debu sabut masih rendah sehingga membutuhkan tambahan bahan organik lain seperti kotoran kambing. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh waktu pengomposan campuran debu sabut kelapa dan kotoran kambing terhadap kualitas pupuk organik. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan lima perlakuan dan lima ulangan sehingga diperolah 25 satuan percobaan dan setiap perlakuan ditambahkan bioaktivator EM4 sebanyak 20 ml. Perlakuan yang diuji adalah komposisi debu sabut (DS)-kotoran kambing (KK) yang terdiri atas A (80:20), B (60:40), C (50:50), D (40:60), dan E (20:80). Suhu puncak pengomposan untuk pupuk organik dengan komposisi DS-KK 80:20 dan 60:40 terjadi pada hari ke-21, sedangkan pupuk organik dengan komposisi DS-KK 50:50, 40:60, dan 20:80 pada hari ke-12. Pupuk organik dengan komposisi DS-KK 80:20 dan 60:40 selama pengomposan 21 hari tidak memenuhi standar SNI (rasio C/N 10-20), yaitu 21,28 dan 21,10. Pupuk organik dengan komposisi DS-KK 80:20 dan 60:40 memerlukan waktu pengomposan yang lebih lama (lebih dari 21 hari). Pupuk organik dengan komposisi DS-KK 50:50 dan 40:60 memenuhi standar SNI 19-7030- 2004 pada waktu pengomposan 21 hari. Pupuk organik dengan komposisi DS-KK 20:80 pada pengomposan 7, 14, dan 21 hari tidak memenuhi standar SNI, karena nilai rasio C/N pupuk E tidak sesuai dengan SNI (rasio C/N 10-20), yaitu masing masing sebesar 28,64, 21,89 dan 7,93. Waktu ideal pengomposan untuk pupuk E antara 14-21 hari. Kata Kunci : Bahan organik, unsur hara, rasio C/N, bioaktivator ABSTRACT The coconut coir dust nutrients suitable for use as organic fertilizer. Nitrogen and phosporus levels in coir dust is still low, so it’s requires additional organic materials, such as goat debris. The purpose of this research was to determine the influence of composting time of coconut coir dust and goat debris mixture on organic fertilizer quality. The study used a Completely Randomized Design with 5 treatments and 5 replications so that 25 units of experiments were obtained, and each treatment added 20 ml EM4 bioactivator. The mixture of coir dust- goat debris consist of: A (80:20), B (60:40), C (50:50), D (40:60), and E (20:80). The peak temperature of composting of organic fertilizer with ratio of coir dust- goat debris 80:20 and 60:40 occured on the 21st-days of composting, while organic fertilizer with ratio of coir dust- goat debris 50:50, 40:60, 20:80 on the 12 th days of compositing. Organic fertilizer with ratio of coir dust- goat debris 80:20 and 60:40 during composting time 21 days didn’t in accordance SNI standards (C/N ratio 10-20), namely 21.28 and 21.10. Organic fertilizer with ratio of coir dust- goat debris 80:20 and 60:40 were require longer composting time more than 21 days. Organic fertilizer with ratio of coir dust- goat debris 50:50 and 40:60 that’s unqualified SNI 19-7030-2004 standard at composting time 21 days. Organic fertilizer with ratio of coir dust - goat debris 20:80 on composting that’s 7 th , 14 th , and 21 st days unqualified SNI standard, because C/N ratio do not meet SNI standard (C/N ratio 10-20), that is 28.64, 21.89 and 7.93 respectively. The ideal time of composting for organic fertilizer with ratio of coir dust- goat debris 20:80 between 14 - 21 days. Keywords: Organic material, nutrients, C/N ratio, and bioactivator.

Pengaruh Rasio Debu Sabut Kelapa dan Kotoran Kambing

  • Upload
    others

  • View
    10

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Pengaruh Rasio Debu Sabut Kelapa dan Kotoran Kambing

33

Pengaruh Rasio Debu Sabut Kelapa dan Kotoran Kambing terhadap

Waktu Pengomposan dan Kualitas Pupuk Organik

The Effects of Coconut Coir Dust-Goat Debris Rasio on Composting Time and

Organic Fertilizer Quality

LINDA TRIVANA DAN ADHITYA YUDHA PRADHANA

Balai Penelitian Tanaman Palma Jl. Raya Mapanget PO.BOX 1004 Manado

Email : [email protected]

Diterima 15 Maret 2018 / Direvisi 15 Maret 2018 / Disetujui 26 Juni 2018

ABSTRAK

Debu sabut mengandung unsur hara yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik. Kadar N dan P debu sabut masih rendah sehingga membutuhkan tambahan bahan organik lain seperti kotoran kambing. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh waktu pengomposan campuran debu sabut kelapa dan kotoran kambing terhadap kualitas pupuk organik. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan lima perlakuan dan lima ulangan sehingga diperolah 25 satuan percobaan dan setiap perlakuan ditambahkan bioaktivator EM4 sebanyak 20 ml. Perlakuan yang diuji adalah komposisi debu sabut (DS)-kotoran kambing (KK) yang terdiri atas A (80:20), B (60:40), C (50:50), D (40:60), dan E (20:80). Suhu puncak pengomposan untuk pupuk organik dengan komposisi DS-KK 80:20 dan 60:40 terjadi pada hari ke-21, sedangkan pupuk organik dengan komposisi DS-KK 50:50, 40:60, dan 20:80 pada hari ke-12. Pupuk organik dengan komposisi DS-KK 80:20 dan 60:40 selama pengomposan 21 hari tidak memenuhi standar SNI (rasio C/N 10-20), yaitu 21,28 dan 21,10. Pupuk organik dengan komposisi DS-KK 80:20 dan 60:40 memerlukan waktu pengomposan yang lebih lama (lebih dari 21 hari). Pupuk organik dengan komposisi DS-KK 50:50 dan 40:60 memenuhi standar SNI 19-7030-2004 pada waktu pengomposan 21 hari. Pupuk organik dengan komposisi DS-KK 20:80 pada pengomposan 7, 14, dan 21 hari tidak memenuhi standar SNI, karena nilai rasio C/N pupuk E tidak sesuai dengan SNI (rasio C/N 10-20), yaitu masing masing sebesar 28,64, 21,89 dan 7,93. Waktu ideal pengomposan untuk pupuk E antara 14-21 hari.

Kata Kunci : Bahan organik, unsur hara, rasio C/N, bioaktivator

ABSTRACT

The coconut coir dust nutrients suitable for use as organic fertilizer. Nitrogen and phosporus levels in coir dust is still low, so it’s requires additional organic materials, such as goat debris. The purpose of this research was to determine the influence of composting time of coconut coir dust and goat debris mixture on organic fertilizer quality. The study used a Completely Randomized Design with 5 treatments and 5 replications so that 25 units of experiments were obtained, and each treatment added 20 ml EM4 bioactivator. The mixture of coir dust- goat debris consist of: A (80:20), B (60:40), C (50:50), D (40:60), and E (20:80). The peak temperature of composting of organic fertilizer with ratio of coir dust- goat debris 80:20 and 60:40 occured on the 21st-days of composting, while organic fertilizer with ratio of coir dust- goat debris 50:50, 40:60, 20:80 on the 12th days of compositing. Organic fertilizer with ratio of coir dust- goat debris 80:20 and 60:40 during composting time 21 days didn’t in accordance SNI standards (C/N ratio 10-20), namely 21.28 and 21.10. Organic fertilizer with ratio of coir dust- goat debris 80:20 and 60:40 were require longer composting time more than 21 days. Organic fertilizer with ratio of coir dust- goat debris 50:50 and 40:60 that’s unqualified SNI 19-7030-2004 standard at composting time 21 days. Organic fertilizer with ratio of coir dust - goat debris 20:80 on composting that’s 7th, 14th, and 21st days unqualified SNI standard, because C/N ratio do not meet SNI standard (C/N ratio 10-20), that is 28.64, 21.89 and 7.93 respectively. The ideal time of composting for organic fertilizer with ratio of coir dust- goat debris 20:80 between 14 - 21 days. Keywords: Organic material, nutrients, C/N ratio, and bioactivator.

Page 2: Pengaruh Rasio Debu Sabut Kelapa dan Kotoran Kambing

Buletin Palma Volume 19 No. 1, Juni 2018 : 33 - 46

34

PENDAHULUAN

Limbah pertanian seperti limbah dari pengolahan kelapa dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik. Debu sabut merupakan limbah penyeratan sabut kelapa yang saat ini masih terbatas pemanfaatannya, yaitu sebagai media tanam (Mulyawan et al., 2015). Debu sabut mengandung unsur hara seperti N, P, K, Ca, Fe, Mg, Na, Mn, Cu, Zn, dan Al. Unsur hara yang terdapat dalam debu sabut kelapa sesuai digunakan sebagai pupuk organik (Lay dan Nur, 2014). Hermawati (2007) dalam Waryanti et al (2010), melaporkan bahwa K2O yang terkandung dalam debu sabut kelapa sebesar 10,25%. Pemanfaatan debu sabut sebagai bahan organik dilakukan melalui proses pengomposan untuk menurunkan kadar senyawa fenolik dan tanin dalam debu sabut. Kadar tanin yang tinggi dalam debu sabut (8-12%) menghambat pertumbuhan tanaman, tanaman menjadi coklat, dan menghambat aktivitas mikroorganisme yang menguntungkan tanaman (Trivana & Pradhana, 2017b).

Kadar N dan P debu sabut masih rendah sehingga membutuhkan tambahan bahan organik lain seperti kotoran ternak. Kotoran kambing digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan pupuk organik karena mengandung unsur hara relatif lebih tinggi. Penambahan kotoran kambing ke dalam debu sabut meningkatkan kandungan unsur hara pada pupuk organik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan debu sabut sebagai sumber unsur hara berpengaruh positif terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman (Maliangkay dan Matana, 2006).

Selain limbah pertanian, limbah peternakan seperti feces, urine, dan sisa pakan juga dapat dimanfaatkan untuk pupuk organik. Limbah peternakan yang tidak dimanfaatkan dapat menyebabkan pencemaran lingkungan, seperti bau menyengat yang dapat merusak mutu lingkungan dan kesehatan masyarakat di sekitar peternakan. Pengolahan kotoran ternak perlu dilakukan agar tidak terbuang sia-sia sehingga menghasilkan produk yang memiliki nilai jual dan mengurangi pencemaran lingkungan. Pengolahan kotoran ternak dapat dilakukan dengan cara menggunakan kotoran ternak sebagai pupuk organik. Kotoran ternak dimanfaatkan sebagai pupuk organik karena kandungan unsur hara makro seperti N, P, dan K yang dibutuhkan tanaman dan meningkatkan kesuburan tanah serta unsur hara

mikro antara lain Ca, Mg, S, Na, Fe, dan Cu (Hapsari, 2013).

Kotoran kambing dapat digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan pupuk organik karena kandungan unsur hara relatif tinggi karena bercampur dengan air seni (urine). Kandungan unsur hara dalam pupuk organik tergantung dari jenis ternak, makanan dan air yang diberikan, umur serta bentuk fisik dari ternak (Surya dan Suryono, 2013). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh rasio debu sabut dan kotoran kambing terhadap waktu pengomposann dan kualitas pupuk organik.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan Kima Atas, Balai Penelitian Tanaman Palma, selama bulan Oktober-November 2016. Bahan penelitian yang digunakan adalah debu sabut kelapa, kotoran kambing, air, dan bioaktivator EM4. Alat yang digunakan, yaitu tempat pengomposan, sekop, polibag, ember, gelas ukur, karung, dan termometer.

Percobaan dirancang dalam Rancangan Acak Lengkap dengan lima perlakuan dan lima ulangan, sehingga diperolah 25 satuan percobaan. Perlakuan adalah rasio debu sabut : kotoran kambing, pada setiap perlakuan ditambahkan bioaktivator EM4 sebanyak 20 ml. Perlakuan yang diuji disajikan pada Tabel 1.

Pengujian kualitas pupuk terdiri atas kadar air, nitrogen total, P2O5, C-organik, K, dan rasio C/N yang dilakukan pada hari ke 7, 14, dan 21. Parameter yang diamati adalah: 1. Suhu pengomposan, diukur setiap hari

menggunakan termometer 2. Waktu pengomposan yang dihitung setiap

hari selama 21 hari 3. Kualitas pupuk organik:

a. Kadar air diukur menggunakan metode gravimetri

b. Kadar unsur hara N diukur menggunakan metode Kjedahl

c. Kadar unsur hara P diukur menggunakan metode spektrofotometri

d. Kadar unsur hara K diukur menggunakan metode AAS (Atomic Absorption Spectroscopy)

e. Kadar C-organik diukur menggunakan metode titrimetric

f. Nilai rasio C/N ditentukan dari pembagian nilai C-organik dengan nitrogen

Page 3: Pengaruh Rasio Debu Sabut Kelapa dan Kotoran Kambing

Pengaruh Rasio Debu Sabut Kelapa dan Kotoran Kambing terhadap Waktu Pengomposan dan Kualitas Pupuk Organik (Linda Trivana dan Adhitya Yudha Pradhana)

35

Tabel 1 Perlakuan rasio debu sabut kelapa:kotoran kambing. Table 1. Coconut coir dust:goat debris ratio treatments.

Perlakuan

Treatments

Rasio

Ratio EM4 (ml)

EM4 (ml) Debu Sabut Kelapa

Coconut Coir Dust

Kotoran Kambing

Goat Debris

A 80 20 20

B 60 40 20

C 50 50 20

D 40 60 20

E 20 80 20

Gambar 1 Grafik perubahan suhu selama proses pengomposan Figure 1. Graph of temperature changes during composting time

HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu Pengomposan Suhu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses pengomposan. Suhu yang tinggi dihasilkan dari aktivitas mikroba. Peningkatan suhu terjadi karena adanya konsumsi oksigen oleh mikroba dekomposisi. Suhu makin tinggi, konsumsi oksigen makin banyak dan proses dekomposisi makin cepat. Perubahan suhu selama proses pengomposan disajikan pada Gambar 1.Peningkatan suhu pada proses pengomposan merupakan gambaran aktivitas mikroorganisme (Dewi dan Treesnowati, 2012).

Perubahan suhu pada saat pengomposan terbagi atas tiga tahap, yaitu penghangatan (tahap

mesofilik), pemanasan (termofilik), serta tahap pendinginan (curing state) dan pematangan (composting). Suhu puncak pengomposan pada komposisi debu sabut dan kotoran kambing (80:20) dan (60:40) di hari ke 21 berturut-turut 36,35°C dan 37,80°C, sedangkan pada komposisi debu sabut dan kotoran kambing (50:50), (40:60), (20:80) di hari ke 12 berturut-turut 35,90°C, 36,00°C, dan 36,60°C. Komposisi debu sabut yang lebih banyak memerlukan waktu dekomposisi yang lebih lama dibandingkan dengan komposisi debu sabut yang sedikit. Pada suhu puncak mikroba aktif menguraikan bahan organik. Mikroorganisme dalam kompos menggunakan oksigen untuk mengurai bahan organik menjadi CO2, uap air, dan panas (Dewi dan Treesnowati, 2012). Mikroorganisme dalam kompos

Page 4: Pengaruh Rasio Debu Sabut Kelapa dan Kotoran Kambing

Buletin Palma Volume 19 No. 1, Juni 2018 : 33 - 46

36

Tabel 2. Komposisi unsur hara debu sabut kelapa dan kotoran kambing Table 2. Nutrient composition of coconut coir dust and goat-debris

Parameter Parametre

Satuan unit

Debu sabut coconut coir dust

Kotoran kambing Goat debris

C-Organik/C-Organic % 74,53 47,34

Nitrogen/Nitrogen % 0,59 1,45

Fosfor/Phosporus % 0,07 0,35

Kalium/Pottasium % 3,66 1,03

Rasio C/N/C/N Ratio

127,30 32,65

Kadar Air/ Water content % 64,64 35,91

menggunakan oksigen untuk mengurai bahan organik menjadi CO2, uap air, dan panas (Dewi dan Treesnowati, 2012). Suhu yang lebih tinggi menunjukkan aktivitas dekomposisi yang kuat, sedangkan suhu rendah mengindikasikan aktivitas dekomposisi yang lebih lemah (Zhao et al., 2013). Kolade et al. (2005) menyatakan bahwa kernel palm dan kotoran kambing dengan rasio 3: 1, suhu meningkat dari 31°C pada tahap awal hingga mencapai suhu puncak 64°C pada hari ke 9, dan setelah itu stabil pada suhu 28°C pada akhir minggu ke 5 sampai akhir percobaan. Suhu kompos akan mengalami penurunan dari suhu puncak menuju stabil setelah suhu puncak terlewati. Kematangan kompos terjadi pada suhu 26-27°C pada hari ke 24. Suhu ini sama dengan suhu tanah dan sesuai dengan persyaratan kompos matang. Pembalikan kompos dilakukan selama proses pengomposan agar suplai oksigen cukup untuk mikroorganisme mengurai protein menjadi ammonia (NH4

+), dan proses aerasi yang baik (Cesaria et al., 2010). Pembalikan kompos dilakukan pada hari ke 7, 14, dan 21. Pembalikan kompos menyebabkan suhu pada hari selanjutnya menurun (Dewi dan Treesnowati, 2012). Waktu Pengomposan

Debu sabut dan kotoran kambing digunakan sebagai bahan organik dalam pembuatan pupuk. Kandungan C-organik yang tinggi pada debu sabut dan kotoran kambing menunjukkan bahwa bahan organik tersebut cukup untuk mikroorganisme mendapatkan energi selama proses dekomposisi. Debu sabut terdiri atas lignin, selulosa, hemiselulosa, dan pektin sehingga kandungan C-organik dan rasio C/N dalam debu sabut tinggi. Kadar air debu sabut >50% disebabkan oleh debu sabut dapat mengikat dan menyimpan air dengan kuat. Kandungan unsur hara debu sabut dan kotoran kambing disajikan pada Tabel 2.

Debu sabut kekurangan fosfat sehingga membutuhkan tambahan bahan organik lain yang memiliki kadar P yang cukup tinggi, seperti kotoran kambing agar didapatkan pupuk organik yang memenuhi SNI. Nilai rasio C/N kotoran kambing >20, yaitu 32,65 yang berarti kotoran kambing harus dikomposkan terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai pupuk pada tanaman. Nilai rasio C/N awal kotoran kambing memenuhi kriteria nilai C/N awal untuk bahan kompos, yaitu berkisar antara 30-50 (Salim dan Sriharti, 2008).

Secara visual, pupuk yang sudah matang berwarna coklat hingga kehitam-hitaman, tekstur remah, dan tidak berbau. Hasil pengomposan hari ke 7, 14, dan 21 disajikan pada Gambar 2, Gambar 3, dan Gambar 4. Lamanya waktu pengomposan mempengaruhi kualitas pupuk yang dihasilkan. Pengomposan selama 7 hari diperoleh warna dan tekstur pupuk A (80:20) dan B (60:40) masih terlihat seperti bahan baku (debu sabut kelapa) dibanding dengan pupuk C (50:50), D (40:60), dan E (20:80) yang sudah mengalami perubahan warna (coklat kehitaman) akibat dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme. Pupuk dengan komposisi debu sabut dan kotoran kambing 80:20 dan 60:40 sulit terdekomposisi karena debu sabut kelapa lebih banyak. Debu sabut mengandung komponen yang sulit terdekomposisi, seperti lignin, resin, dan lilin (Ruskandi, 2006). Sabut kelapa mengandung 45,8% lignin, 43,4% selulosa, 10,25% hemiselulosa, dan 3,0% pektin (Astuti dan Kuswytasari, 2013). Komposisi debu sabut makin banyak, waktu yang dibutuhkan mikroorganisme untuk mendekomposisi bahan organik dalam kompos makin lama.

Pengomposan hari ke 14, pupuk dengan komposisi debu sabut dan kotoran kambing 80:20, 60:40, 50:50, 40:60, dan 20:80 berwarna coklat hingga hitam dan tekstur lebih halus dibandingkan pengomposan hari ke 7. Hal ini menunjukkan bahwa bahan organik dalam kompos sudah lebih banyak yang terdekomposisi

Page 5: Pengaruh Rasio Debu Sabut Kelapa dan Kotoran Kambing

Pengaruh Rasio Debu Sabut Kelapa dan Kotoran Kambing terhadap Waktu Pengomposan dan Kualitas Pupuk Organik (Linda Trivana dan Adhitya Yudha Pradhana)

37

Gambar 2. Hasil pengomposan pada hari ke-7: pupuk A (80:20), B (60:40), C (50:50), D (40:60) dan E (80:20) Figure 2. Composting result at 7th day: fertilizer A (80:20), B (60:40), C (50:50), D (40:60) and E (20:80)

Gambar 3 Hasil pengomposan pada hari ke-14: pupuk A (80:20), B (60:40), C (50:50), D (40:60) dan E (80:20)

Figure 3 Composting result at 14th day: fertilizer A (80:20), B (60:40), C (50:50), D (40:60) and E (20:80)

oleh mikroorganisme. Pada pengomposan hari ke 21, pupuk dengan komposisi debu sabut dan kotoran kambing 80:20, 60:40, 50:50, 40:60, dan 20:80 berwarna lebih gelap dan tekstur sudah menyerupai tanah. Waktu pengomposan makin lama, bahan organik dalam kompos yang

terdekomposisi oleh mikroorganisme makin banyak. Mikroorganisme menggunakan karbon sebagai sumber energi dan nitrogen sebagai sumber nutrisi untuk pembentukan sel-sel tubuhnya selama proses pengomposan.

Debu sabut Kelapa/Coconut

Coir Dust

Kotoran Kambing/ Goat

Debris

A B

C E D

A C B

E D

Page 6: Pengaruh Rasio Debu Sabut Kelapa dan Kotoran Kambing

Buletin Palma Volume 19 No. 1, Juni 2018 : 33 - 46

38

Gambar 4 Hasil pengomposan pada hari ke-21: pupuk A (20:80), B (40:60), C (50:50), D (60:40) dan E

(20:80) Figure 4 Composting result at 21st day: fertilizer A (20:80), B (40:60), C (50:50), D (60:40) and E (80:20)

Tabel 3. Kualitas pupuk organik dengan komposisi debu sabut dan kotoran kambing 80:20 pada tiga waktu pengomposan berbeda

Table 3. Quality of organic fertilizer with composition of coconut coir dust and goat debris 80:20 on three different composting time

Parameter (%)

Parametre (%) SNI 19-7030-2004

Waktu Pengomposan

Composting Time

7 hari

7th days

14 hari

14th days

21 hari

21st days

C-Organi/ C-organic 9,80-32 37,51* 32,20* 26,94

Nitrogen/ Nitrogen >0,40 0,54 1,03 1,26

Fosfor/ Phosporus >0,10 0,04* 0,04* 0,10

Kalium/ Pottasium >0,20 2,17 2,76 2,97

Rasio C/N/ C/N Ratio 10-20 69,46* 31,26* 21,28*

Kadar Air/ Water content <50 60,45* 55,78* 45,33

Catatan: *tidak memenuhi SNI 19-7030-2004 Note: *did not fulfill the SNI 19-7030-2004 quality standars

Kualitas Pupuk Organik

Kualitas pupuk organik diperoleh dibandingkan dengan SNI 19-7030-2004 untuk mengetahui pupuk organik tersebut memenuhi kriteria Standar Nasional Indonesia (SNI) dan layak digunakan pada tanaman. Kualitas pupuk organik dengan komposisi debu sabut dan kotoran kambing 80:20 selama pengomposan 7, 14, dan 21 hari disajikan pada Tabel 3.

Pupuk organik dengan komposisi debu sabut kelapa dan kotoran kambing 80:20 selama

pengomposan 7 dan 14 hari tidak memenuhi SNI untuk parameter C-organik, fosfor (P), rasio C/N, dan kadar air, sedangkan pada pengomposan selama 21 hari nilai rasio C/N belum memenuhi SNI 19-7030-2004. Pupuk organik dengan komposisi debu sabut kelapa dan kotoran kambing 80:20 memerlukan waktu pengomposan yang lebih lama, yaitu >21 hari. Hal ini disebabkan komposisi debu sabut yang lebih banyak dibanding kotoran kambing, yaitu sebesar 80%. Debu sabut mengandung komponen yang sulit terdekomposisi, seperti lignin, resin, dan lilin (Ruskandi, 2006).

A B C

E D

Page 7: Pengaruh Rasio Debu Sabut Kelapa dan Kotoran Kambing

Pengaruh Rasio Debu Sabut Kelapa dan Kotoran Kambing terhadap Waktu Pengomposan dan Kualitas Pupuk Organik (Linda Trivana dan Adhitya Yudha Pradhana)

39

Tabel 4. Kualitas pupuk organik dengan komposisi debu sabut dan kotoran kambing 60:40 pada tiga waktu pengomposan berbeda

Table 4. Quality of organic fertilizer with composition of coconut coir dust and goat debris 60:40 on three different composting time

Parameter (%)

Parametre (%) SNI 19-7030-2004

Waktu Pengomposan

Composting Time

7 hari

7th days

14 hari

14th days

21 hari

21st days

C-Organi/ C-organic 9,80-32 35,96* 30,43* 26,59

Nitrogen/ Nitrogen >0,40 0,74 1,08 1,26

Fosfor/ Phosporus >0,10 0,04* 0,17 0,21

Kalium/ Pottasium >0,20 1,94 2,65 2,84

Rasio C/N/ C/N Ratio 10-20 48,59* 28,18* 21,10*

Kadar Air/ Water content <50 58,96* 53,64* 44,26

Catatan: *tidak memenuhi SNI 19-7030-2004 Note: *did not fulfill the SNI 19-7030-2004 quality standars

Tabel 5. Kualitas pupuk organik dengan komposisi debu sabut dan kotoran kambing 50:50 pada tiga waktu pengomposan berbeda

Table 5. Quality of organic fertilizer with composition of coconut coir dust and goat debris 50:50 on three different composting time

Parameter (%)

Parametre (%) SNI 19-7030-2004

Waktu Pengomposan

Composting Time

7 hari

7th days

14 haric

14th days

21 hari

21st days

C-Organi/ C-organic 9,80-32 34,71* 29,30 23,95

Nitrogen/ Nitrogen >0,40 0,75 1,10 1,34

Fosfor/ Phosporus >0,10 0,18 0,23 0,27

Kalium/ Pottasium >0,20 1,76 2,26 2,83

Rasio C/N/ C/N Ratio 10-20 46,28* 26,64* 17,87

Kadar Air/ Water content <50 58,63* 52,07 44,01

Catatan: *tidak memenuhi SNI 19-7030-2004 Note: *Did not fulfill the SNI 19-7030-2004 quality standars

Kualitas pupuk organik dengan komposisi debu sabut dan kotoran kambing 60 : 40 pada

Kualitas pupuk organik dengan komposisi debu sabut dan kotoran kambing 60:40 (Tabel 4) dengan pengomposan selama 7 hari tidak memenuhi SNI untuk parameter C-organik, fosfor (P), rasio C/N, dan kadar air. Pada pengomposan selama 14 hari parameter yang tidak memenuhi SNI adalah C-organik, rasio C/N, dan kadar air, sedangkan nilai fosfor (P) telah sesuai SNI. Hal ini disebabkan waktu pengomposan yang makin lama, fosfor yang dirombak oleh mikroorganisme makin

pengomposan hari ke 7, 14, dan 21 disajikan pada tabel 4.

banyak. Nilai rasio C/N belum memenuhi SNI pada pengomposan selama 21 hari, karena pupuk organik dengan komposisi debu sabut dan kotoran kambing 60:40 memerlukan waktu lebih dari 21 hari untuk organisme mendekomposisi bahan organik dalam kompos. Kualitas pupuk organik dengan komposisi debu sabut dan kotoran kambing 50:50 pada pengomposan hari ke 7, 14, dan 21 disajikan pada Tabel 5.

Page 8: Pengaruh Rasio Debu Sabut Kelapa dan Kotoran Kambing

Buletin Palma Volume 19 No. 1, Juni 2018 : 33 - 46

40

Tabel 6. Kualitas pupuk organik dengan komposisi debu sabut dan kotoran kambing 40:60 pada tiga waktu pengomposan berbeda

Table 6. Quality of organic fertilizer with composition of coconut coir dust and goat debris 40:60 on three different composting time

Parameter (%)

Parametre (%) SNI 19-7030-2004

Waktu Pengomposan

Composting Time

7 hari

7th days

14 hari

14th days

21 hari

21st days

C-Organi/ C-organic 9,80-32 34,04* 27,45 23,90

Nitrogen/ Nitrogen >0,40 0,82 1,18 1,74

Fosfor/ Phosporus >0,10 0,28 0,30 0,31

Kalium/ Pottasium >0,20 1,37 2,25 2,82

Rasio C/N/ C/N Ratio 10-20 41,51* 23,26* 13,73

Kadar Air/ Water content <50 56,25* 50,43* 41,87

Catatan: *tidak memenuhi SNI 19-7030-2004 Note: *Did not fulfill the SNI 19-7030-2004 quality standars

Tabel 7. Kualitas pupuk organik dengan komposisi debu sabut dan kotoran kambing 20:80 pada tiga waktu pengomposan berbeda

Table 7. Quality of organic fertilizer with composition of coconut coir dust and goat debris 20:80 on three different composting time

Parameter (%)

Parametre (%) SNI 19-7030-2004

Waktu Pengomposan

Composting Time

7 hari

7th days

14 hari

14th days

21 hari

21st days

C-Organi/ C-organic 9,80-32 29,50 27,15 15,22

Nitrogen/ Nitrogen >0,40 1,03 1,24 1,94

Fosfor/ Phosporus >0,10 0,31 0,35 0,46

Kalium/ Pottasium >0,20 1,10 2,18 2,76

Rasio C/N/ C/N Ratio 10-20 28,64* 21,89* 7,93*

Kadar Air/ Water content <50 52,46* 49,32 40,51 Catatan: *tidak memenuhi SNI 19-7030-2004 Note: *Did not fulfill the SNI 19-7030-2004 quality standars

Kualitas pupuk organik dengan komposisi debu sabut dan kotoran kambing 50:50 (Tabel 5) pada pengomposan selama 7 hari untuk parameter C-organik, rasio C/N, dan kadar air, serta pada pengomposan selama 14 hari untuk parameter rasio C/N tidak memenuhi SNI. Pengomposan selama 21 hari pupuk organik yang diperoleh telah memenuhi SNI 19 - 7030 - 2004. Pupuk organik

Kualitas pupuk organik dengan komposisi debu sabut dan kotoran kambing 40:60 (Tabel 6) pada pengomposan selama 7 hari parameter yang tidak memenuhi SNI adalah C-organik, rasio C/N, dan kadar air. Pengomposan dilanjutkan hingga hari ke 14, nilai rasio C/N dan kadar air belum memenuhi SNI, sedangkan nilai C-organik telah memenuhi SNI. Hal ini disebabkan waktu pengomposan yang lebih lama menyebabkan mikroba lebih banyak mengambil karbon untuk berkembangbiak. Pupuk organik yang diperoleh

dengan komposisi debu sabut dan kotoran kambing 50:50 yang sesuai dengan SNI 19-7030-2004 memerlukan waktu pengomposan selama 21 hari.

Kualitas pupuk organik dengan komposisi debu sabut dan kotoran kambing 40:60 pada pengomposan hari ke 7, 14, dan 21 disajikan pada Tabel 6.

dari pengomposan selama 21 hari telah memenuhi SNI 19-7030-2004 untuk semua parameter (C-organik, nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), rasio C/N, dan kadar air). Pupuk organik dengan komposisi debu sabut kelapa dan kotoran kambing 40:60 baik dikomposkan selama 21 hari.

Kualitas pupuk organik dengan komposisi debu sabut dan kotoran kambing 20:80 pada pengomposan selama 7, 14 dan 21 hari disajikan pada Tabel 7.

Page 9: Pengaruh Rasio Debu Sabut Kelapa dan Kotoran Kambing

Pengaruh Rasio Debu Sabut Kelapa dan Kotoran Kambing terhadap Waktu Pengomposan dan Kualitas Pupuk Organik (Linda Trivana dan Adhitya Yudha Pradhana)

41

Gambar 5 Pengaruh waktu pengomposan terhadap kadar air pupuk organik Figure 5. Effect of composting time on water content of organic fertilizer

Kualitas pupuk organik dengan komposisi debu sabut dan kotoran kambing 20:80 (Tabel 7) menunjukkan bahwa pupuk organik yang diperoleh pada pengomposan selama 7 hari untuk parameter rasio C/N dan kadar air tidak memenuhi SNI, sedangkan pada hari ke 14 parameter yang tidak memenuhi SNI hanya rasio C/N, sedangkan kadar air pada pupuk organik telah memenuhi SNI. Hal ini disebabkan waktu pengomposan lebih lama, penguapan selama pengomposan bahan organik oleh mikroorganisme lebh banyak. Nilai rasio C/N pupuk organik yang diperoleh pada pengomposan selama 21 hari tidak memenuhi SNI, yaitu 7,93. Waktu pengomposan makin lama maka rasio C/N makin kecil (Surtinah, 2013). Hal ini disebabkan oleh kadar C dalam bahan kompos sudah banyak berkurang karena digunakan oleh mikroorganisme sebagai makanan dan energi, sedangkan kandungan nitrogen mengalami peningkatan karena proses

b. Kadar N pada Pupuk Organik

Unsur hara N dibutuhkan mikroorganisme untuk pemeliharaan dan pembentukan sel tubuh. Kandungan N makin banyak, bahan organik makin cepat terurai karena

dekomposisi bahan kompos oleh mikroorganisme yang menghasilkan ammonia dan nitrogen, sehingga nilai rasio C/N menurun. Waktu pengomposan yang ideal untuk pupuk organik dengan komposisi debu sabut dan kotoran kambing 20:80 antara 14-21 hari. a. Kadar Air pada Pupuk Organik

Kadar air dapat berpengaruh terhadap lamanya pengomposan atau penguraian bahan-bahan organik dalam kompos (Widarti et al., 2015). Pengaruh waktu pengomposan terhadap kadar air disajikan pada Gambar 5. Kadar air dari bahan kompos mengalami penurunan karena proses penguapan selama fermentasi bahan organik oleh mikroorganisme dan pembalikan. Pembalikan dilakukan agar kompos tidak terlalu lembab dan mengurangi kadar air pada bahan organik (Trivana dan Pradhana, 2017a).

mikroorganisme yang mengurai bahan organik memerlukan N untuk perkembangannya. Pengaruh waktu pengomposan terhadap kadar N pada pupuk organik yang dihasilkan dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 6

Page 10: Pengaruh Rasio Debu Sabut Kelapa dan Kotoran Kambing

Buletin Palma Volume 19 No. 1, Juni 2018 : 33 - 46

42

Gambar 6. Pengaruh waktu pengomposan terhadap kadar N-total pupuk organik Figure 6. Effect of composting time on N-Total content of organic fertilizer

Gambar 7 Pengaruh waktu pengomposan terhadap kadar fosfor (P) Figure 7. Effect of composting time on Phosporus (P) content of organic fertilizer

Rasio kotoran kambing dalam bahan organik makin tinggi, kandungan N dalam pupuk kandang makin tinggi. Kotoran kambing kaya kandungan N, yaitu sebesar 1,45% dibanding debu sabut 0,54%. Pupuk organik dengan komposisi debu sabut dan kotoran kambing 20:80 memiliki N yang lebih tinggi, yaitu sebesar 1,94% diikuti pupuk organik dengan komposisi debu sabut dan kotoran kambing 40:60 (1,74%), 50:50, (1,34%), 60:40 (1,26%) dan 80:20 (1,26%) pada hari ke 21 pengomposan. Kandungan N pupuk organik mengalami peningkatan selama proses pengomposan, karena proses dekomposisi bahan organik yang dilakukan mikroorganisme

menghasilkan ammonia dan nitrogen (Cesaria at al., 2010).

c. Kadar P pada Pupuk Organik

Unsur hara P memiliki peranan yang sangat penting dalam kesuburan tanah, proses fotosintesis, dan fisiologi tanaman. Fosfor dibutuhkan dalam pembelahan sel, pengembangan jaringan dan titik tumbuh tanaman (Widarti et al., 2015). Pengaruh waktu pengomposan terhadap kandungan fosfor (P) pupuk kandang disajikan pada Gambar 7.

Page 11: Pengaruh Rasio Debu Sabut Kelapa dan Kotoran Kambing

Pengaruh Rasio Debu Sabut Kelapa dan Kotoran Kambing terhadap Waktu Pengomposan dan Kualitas Pupuk Organik (Linda Trivana dan Adhitya Yudha Pradhana)

43

Gambar 8 Pengaruh waktu pengomposan terhadap kadar kalium (K) pupuk organik Figure 8. Effect of composting time on potassium content of organic fertilizer

Kandungan unsur hara P dipengaruhi oleh kandungan unsur hara N, makin tinggi kandungan N, multiplikasi mikroorganisme yang merombak P meningkat sehingga terjadi kenaikan kandungan P pada pupuk kandang (Hidayati et al., 2011). Kandungan unsur hara P pada bahan organik awal mengalami peningkatan akibat pengomposan. Pupuk organik yang dihasilkan dengan rasio kotoran kambing lebih tinggi (80%) memiliki kandungan P yang lebih tinggi dari pupuk organik dengan komposisi kotoran kambing 20%, 40%, 50%, dan 60%, karena kotoran kambing kaya kandungan unsur hara P.

Kandungan K dalam pupuk organik yang dihasilkan mengalami peningkatan selama waktu pengomposan. Menurut Hidayati et al., (2011), unsur hara K digunakan oleh mikroorganisme dalam bahan substrat sebagai katalisator, dengan adanya bakteri dan aktivitasnya sangat berpengaruh terhadap peningkatan kandungan K. Kalium dapat diikat dan disimpan dalam sel oleh bakteri dan jamur (Mirwan dan Rosariawari, 2012). Pupuk organik dengan komposisi debu sabut kelapa dan kotoran kambing 80:20 memiliki kadar K lebih tinggi dibanding dengan pupuk organik lainnya, karena rasio debu sabut kelapa lebih tinggi daripada kotoran kambing, mengikuti persamaan linier y=0,057x+1,833 dengan variabel a

d. Kadar K pada Pupuk Organik

Unsur hara K merupakan unsur makro yang bermanfaat untuk meningkatkan ketahanan tanaman terhadap hama dan penyakit (Santi, 2008). Pengikatan unsur hara K berasal dari hasil dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme. Bahan organik mengandung K dalam bentuk organik kompleks yang tidak dapat dimanfaatkan langsung oleh tanaman untuk pertumbuhannya. Aktivitas mikroorganisme mengubah organik kompleks tersebut menjadi organik sederhana yang menghasilkan unsur hara K yang dapat diserap tanaman (Widarti et al., 2015). Pengaruh waktu pengomposan terhadap kadar kalium (K) disajikan pada Gambar 8.

yaitu 0,057 dan variabel b yang paling besar yaitu 1,83 dengan R2 =0,93 yang mendekati nilai 1, artinya persamaan tersebut mendekati garis lurus. Debu sabut kelapa mengandung K sebesar 3,66% dan kotoran kambing 1,03%. Nilai K pupuk organik dengan komposisi debu sabut kelapa dan kotoran kambing 80:20 pada pengomposan hari ke 7, 14, dan 21 berturut-turut sebesar 2,17%, 2,76%, dan 2,97% e. Kadar C-organik pada Pupuk Organik

Unsur karbon dibutuhkan mikro organisme sebagai sumber energi dan Kandungan

Page 12: Pengaruh Rasio Debu Sabut Kelapa dan Kotoran Kambing

Buletin Palma Volume 19 No. 1, Juni 2018 : 33 - 46

44

C-organik dalam pupuk kandang menurun selama prosses pengomposan. Hal ini disebabkan mikroba mengambil energi untuk mendekomposisi bahan organik dari kalori yang dihasilkan dalam reaksi biokimia, seperti perubahan karbohidrat menjadi gas CO2 dan H2O yang terus menerus sehingga kandungan karbon dalam pupuk berkurang selama proses pengomposan (Subali dan Ellianawati, 2010). Rasio debu sabut makin besar dalam pupuk organik, kandungan C-organik makin tinggi. Debu sabut mengandung C-organik lebih banyak dibanding dengan kotoran kambing, karena debu sabut mengandung lignin, selulosa, hemiselulosa, dan pektin yang merupakan rantai karbon panjang. Pupuk organik dengan komposisi 20% debu sabut: 80% kotoran kambing kandungan C-organik nya menurun lebih tajam dari 27,15% pada hari ke 14 pengomposan ke 15,22% pada hari ke 21 pengomposan, mengikuti persamaan garis linier y=-1,02x+38,23 dengan R² = 0,87 dibanding dengan pupuk organik dengan komposisi debu sabut dan kotoran kambing 80:20, 60:40, 50:50, dan 40:60. Hal ini disebabkan pupuk organik dengan komposisi debu sabut dan kotoran kambing 20:80 mengandung kotoran kambing yang lebih banyak (80%) sehingga terdapat mikroba pengurai lebih banyak dibanding dengan pupuk organik lainnya (komposisi kotoran kambing 20%, 40%, 50%, dan 60%). berkembangbiak selama proses pengomposan (Cesaria at al., 2010). Pengaruh waktu pengomposan terhadap kandungan C-organik pupuk kandang disajikan pada Gambar 9.

Rasio C/N pada Pupuk Organik

Prinsip pengomposan adalah untuk menurunkan rasio C/N bahan organik hingga sama dengan C/N tanah (<20). Apabila bahan organik mempunyai kandungan C/N mendekati atau sama dengan C/N tanah maka bahan tersebut dapat digunakan atau diserap tanaman (Siboro et al., 2013). Penurunan nilai rasio C/N pada masing-masing komposisi debu sabut dan kotoran kambing disebabkan terjadinya penurunan jumlah karbon (C) yang digunakan mikroba sebagai sumber energi untuk menguraikan bahan organik. Selama pengomposan terjadi reaksi C menjadi CO2 dan CH4 yang berupa gas dan menguap sehingga menyebabkan penurunan kadar karbon (C). Kadar N dalam bahan organik mengalami peningkatan karena dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme yang menghasilkan ammonia dan nitrogen, sehingga kadar N total pupuk meningkat. Menurunnya kadar C-organik dan meningkatnya kadar N total menyebabkan rasio C/N mengalami penurunan. Bahan organik dirombak menjadi pupuk dan dapat digunakan untuk tanaman apabila rasio C/N <20 (Yuniwati et al., 2012).

KESIMPULAN

Campuran debu sabut kelapa dan kotoran kambing mempengaruhi waktu pengomposan dan kualitas pupuk organik yang diperoleh. Komposisi debu sabut kelapa yang lebih tinggi dibanding kotoran kambing memerlukan waktu pengomposan yang lebih lama, karena debu sabut

Gambar 9. Pengaruh waktu pengomposan terhadap kadar C-organik pupuk organik Figure 9. Effect of composting time on C-Organik content of organic fertilizer

Page 13: Pengaruh Rasio Debu Sabut Kelapa dan Kotoran Kambing

Pengaruh Rasio Debu Sabut Kelapa dan Kotoran Kambing terhadap Waktu Pengomposan dan Kualitas Pupuk Organik (Linda Trivana dan Adhitya Yudha Pradhana)

45

mengandung komponen-komponen yang sulit terurai antara lain lignin, selulosa, hemiselulosa, dan pektin. Pupuk organik dengan komposisi debu sabut kelapa dan kotoran kambing 80:20 dan 60:40 memerlukan waktu pengomposan yang lebih lama, yaitu lebih dari 21 hari, sedangkan pupuk organik dengan rasio 50:50 dan 40:60 memerlukan waktu pengomposan 21 hari. Waktu ideal untuk pengomposan pupuk organik dengan rasio 20:80 antara 14-21 hari.

Kualitas pupuk organik dengan komposisi debu sabut kelapa yang lebih tinggi (80%) dan (60%) pada waktu pengomposan yang sama (21 hari) diperoleh kadar C-organik, air, dan rasio C/N yang tidak memenuhi SNI dibandingkan dengan komposisi debu sabut 50% dan 40%. Hal ini disebabkan debu sabut mengandung lignin, selulosa, hemiselulosa, dan pektin yang merupakan rantai karbon panjang dan sulit terdekomposisi serta debu sabut dapat mengikat dan menyimpan air dengan kuat.

UCAPAN TERIMKASIH

Ucapan terimakasih disampaikan kepada Balai Penelitian Tanaman Palma, Bapak Efron Sundalangi, dan Bapak Silpha Mangudisang atas bantuannya dalam pelaksanaan kegiatan ini.

DAFTAR PUSTAKA

Astuti, H.K., Kuswytasari, N.D. 2013. Efekifitas pertumbuhan jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) dengan variasi media kayu sengon (Paraserianthes falcataria) dan sabut kelapa (Cocos nucifera). Jurnal Sains dan Semi Pomits 2(2): 144-148.

Badan Standardisasi Nasional. 2004. Spesifikasi Kompos dari Sampah Organik Domestik. SNI 19-7030-2004. Jakarta.

Cesaria, R.Y., Wirosoedarmo, R., Suharto, B. 2010. Pengaruh penggunaan starter terhadap kualitas fermentasi limbah cair tapioka sebagai alternatif pupuk cair. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan 12(2):8-14

Dewi, Y.S., Treesnowati. 2012. Pengolahan sampah skala rumah tangga menggunakan metode composting. Jurnal Ilmiah Fakultas Teknik LIMIT’S. 8(2): 35-48.

Hapsari, A.Y. 2013. Kualitas dan kuantitas kandungan pupuk organik limbah serasah dengan inokulum kotoran sapi secara semianaerob. skripsi. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Hermawati, T. 2007. Tanaman semangka (Citrullus vulgaris Schars) terhadap pemberian berbagai dosis abu sabut kelapa. Jurnal Agronomi 11(2): 77-80.

Hidayati, Y.A., Kurnani, A., Marlina, E.T., Harlia, E. 2011. Kualitas pupuk cair hasil pengolahan fases sapi potong menggunakan Saccharomyces cereviceae. Jurnal Ilmu Ternak 11(2): 104-107.

Kolade O.O, Coker A.O, Sridhar M.K.C, and Adeoye G.O. 2005. Palm kernel waste management through composting and crop production. Journal of Environmental Health Research. 5 (2) : 81-85.

Lay, A., Nur., M. 2014. Aplikasi model renewable cycle sistem (RCS) pada usaha tani kelapa. Prosiding Konferensi Nasional Kelapa VIII, Jambi, 21-22 Mei 2014. p. 113-120.

Maliangkay, R.B., Matana, Y.R. 2006. Debu sabut kelapa dan perannya dalam penyediaan unsur hara. Prosiding Konferensi Nasional Kelapa VI, Gorontalo, 16-18 Mei 2006.

Mirwan, M., Rosariawari, F. 2012. Optimasi pematangan kompos dengan penambahan campuran lindi dan bioaktivator stardec. Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan 4(2):150-154.

Mulyawan, M., Setyowati, E., Widjaja, A. 2015. Surfaktan sodium ligno sulfonat (SLS) dari debu sabut kelapa. Jurnal Teknik ITS 4(1): 1-3.

Pandebesie, E.S., Rayuanti, D. 2013. Pengaruh penambahan sekam pada proses pengomposan sampah domestik. Jurnal Lingkungan Tropis 6(1): 31-40.

Ruskandi. 2006. Teknik pembuatan kompos limbah kebun pertanaman kelapa polikultur. Buletin Teknik Pertanian 11(1): 33-36.

Salim, T., Sriharti. 2008. Pemanfaatan limbah industri pengolahan dodol nanas sebagai kompos dan aplikasinya pada tanaman tomat. Prosiding Seminar Nasional Teknoin 2008 Bidang Teknik Kimia dan Tekstil, Yogyakarta, 22 November 2008, p. 72-77.

Santi, S.S. 2008. Kajian pemanfaatan limbah nilam untuk pupuk cair organik dengan proses fermentasi. Jurnal Teknik Kimia 2(2): 170-175.

Siboro, E.S., Surya, E., Herlina, N. 2013. Pembuatan pupuk cair dan biogas dari campuran limbah sayuran. Jurnal Teknik Kimia USU 2(3): 40-43.

Subali, B., Ellianawati. 2010. Pengaruh waktu pengomposan terhadap rasio unsur C/N dan jumlah kadar air dalam kompos. Prosiding Pertemuan Ilmiah XXIV HFI

Page 14: Pengaruh Rasio Debu Sabut Kelapa dan Kotoran Kambing

Buletin Palma Volume 19 No. 1, Juni 2018 : 33 - 46

46

Jateng & DIY, Semarang, 10 April 2010. p. 49-53.

Surtinah. 2013. Pengujian kandungan unsur hara dalam kompos yang berasal dari serasah tanaman jagung manis (Zea mays saccharata). Jurnal Ilmiah Pertanian 11(1): 16-25.

Surya, R.E., Suryono. 2013. Pengaruh pengomposan terhadap rasio C/N kotoran ayam dan kadar hara NPK tersedia serta kapasitas tukar kation tanah. UNESA Journal of Chemistry 2(1): 137-144.

Trivana L., dan Pradhana A.Y. 2017a. Optimalisasi waktu pengomposan dan kualitas pupuk kandang dari kotoran kambing dan debu sabut kelapa dengan bioaktivator promi dan orgadec. Jurnal sains dan veteriner. 35 (1) : 136-144.

Trivana, L., Pradhana, A.Y. 2017b. Pemanfaatan sabut kelapa sebagai sumber kalium organik. WARTA Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri 3(1):1-4.

Waryanti, A., Sudarno., Sutrisno, E. 2010. Studi pengaruh penambahan sabut kelapa pada pembuatan pupuk cair dari limbah cucian ikan terhadap kualitas unsur hara makro (CNPK). Jurnal Agronomi 11(2): 1-7.

Widarti, B.N., Wardhini, W.K., Sarwono, E. 2015. Pengaruh rasio C/N bahan baku pada pembuatan kompos dari kubis dan kulit pisang. Jurnal Integrasi Proses 5(2): 75-80.

Yuniwati, M., Isskarima, F., Padulemba, A. 2012. Optimasi kondisi proses pembuatan kompos dari sampah organik dengan cara fermentasi menggunakan EM4. Jurnal Teknologi 5(2):172-181.

Zhao .H, Li .J, Liu .J.J, Lu .Y,Wang X, and Cui .Z. 2013. Microbial Community Dynamics During Biogas Slurry and Cow Debris Compost. Journal of Integrative Agriculture. 12(6): 1087-1097