99
PENGARUH VARIASI METODE EKSTRAKSI SECARA MASERASI DAN DENGAN ALAT SOXHLET TERHADAP KANDUNGAN KURKUMINOID DAN MINYAK ATSIRI DALAM EKSTRAK ETANOLIK RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) Program Studi Farmasi Oleh : Melia Sari Dewi NIM : 068114085 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2010

PENGARUH VARIASI METODE EKSTRAKSI SECARA MASERASI …repository.usd.ac.id/17240/2/068114085_Full.pdf · PENGARUH VARIASI METODE EKSTRAKSI SECARA MASERASI DAN DENGAN ALAT SOXHLET TERHADAP

  • Upload
    others

  • View
    15

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • PENGARUH VARIASI METODE EKSTRAKSI SECARA

    MASERASI DAN DENGAN ALAT SOXHLET TERHADAP

    KANDUNGAN KURKUMINOID DAN MINYAK ATSIRI

    DALAM EKSTRAK ETANOLIK RIMPANG TEMULAWAK

    (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)

    SKRIPSI

    Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

    Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

    Program Studi Farmasi

    Oleh :

    Melia Sari Dewi

    NIM : 068114085

    FAKULTAS FARMASI

    UNIVERSITAS SANATA DHARMA

    YOGYAKARTA

    2010

  • ii

    PENGARUH VARIASI METODE EKSTRAKSI SECARA

    MASERASI DAN DENGAN ALAT SOXHLET TERHADAP

    KANDUNGAN KURKUMINOID DAN MINYAK ATSIRI

    DALAM EKSTRAK ETANOLIK RIMPANG TEMULAWAK

    (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)

    SKRIPSI

    Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

    Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

    Program Studi Farmasi

    Oleh :

    Melia Sari Dewi

    NIM : 068114085

    FAKULTAS FARMASI

    UNIVERSITAS SANATA DHARMA

    YOGYAKARTA

    2010

  • iii

  • iv

  • v

    HALAMAN PERSEMBAHAN

    Semua ini ku persembahkan untuk :

    Orang tua

    Saudara-saudara

    Sahabat-sahabat

    Fakultas dan Almamaterku

  • vi

  • vii

    PRAKATA

    Puji dan syukur kepada Allah Yang Maha Pengasih atas berkat dan kasihNya

    sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Variasi

    Metode Ekstrasi Secara Maserasi dan Dengan alat Soxhlet Terhadap Kandungan

    Kurkuminoid Dan Minyak Atsiri Dalam Ekstrak Etanolik Rimpang Temulawak

    (Curcuma Xanthorrhiza Roxb.)”. Skripsi ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

    memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S. Farm) program studi Farmasi Universitas

    Sanata Dharma.

    Tersusunnya skripsi ini dapat terwujud berkat bimbingan dan pengarahan

    serta bantuan dari banyak pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan

    banyak terimakasih kepada :

    1. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi

    Univarsitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

    2. Ibu Erna Tri Wulandari, M.Si., Apt. selaku Dosen Pembimbing yang telah

    memberikan bimbingan dan arahan selama penelitian maupun penyusunan

    skripsi.

    3. Dr. C. J Soegihardjo, Apt. selaku Dosen Penguji yang telah memberikan kritik

    dan saran untuk lebih menyempurnakan penelitian ini.

    4. Lucia Wiwid Wijayanti, M. Si selaku Dosen Penguji yang telah memberikan

    kritik dan saran untuk lebih menyempurnakan penelitian ini.

    5. Prof. Dr. Sudibyo Martono, M. Si., Apt. yang telah berkenan memberikan

    standar kurkumin untuk penelitian ini dan berkenan berdiskusi mengenai

    kurkumin.

    6. Para laboran di laboratorium Kimia Organik dan Laboratorium Kimia

    Instrumental, Laboratorium Farmakognosi Fitokimia, dan Kebun Obat

  • viii

    7.

  • ix

    INTISARI

    Sejak tahun 2003 Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) merupakansatu dari Sembilan tanaman obat unggulan Indonesia. Pada tanggal 14 Juli 2005 diKeraton Yogyakarta telah dilakukan pencanangan “Gerakan Nasional MinumTemulawak” yang sudah diresmikan oleh Menteri Pertanian Republik Indonesiabersama dengan kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.

    Kurkuminoid dan minyak atsiri merupakan kandungan kimia utama di dalamrimpang temulawak. Pada penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimanapengaruh dari variasi metode ekstraksi yang digunakan untuk memperolehkandungan kurkuminoid dan minyak atsiri.

    Penelitan ini termasuk penelitian quasi eksperimental dengan variasi metodeekstraksi secara maserasi dan dengan alat Soxhlet sebagai perlakuan. Dalampenelitian ini pelarut untuk ekstraksi menggunakan etanol 70%. Ekstrak yangdiperoleh kemudian diukur menggunakan spektrofotometer visibel untuk mengukurkurkuminoid dan menggunakan destilasi Stahl untuk mengisolasi minyak atsiri sertadiukur dengan menggunakan labu berskala.

    Hasil yang diperoleh kadar rata-rata minyak atsiri secara maerasi yaitu18,1% v/b dan hasil dengan alat Soxhlet 19,3566% v/b. Sedangkan untuk kadar rata-rata kurkuminoid secara maserasi yaitu 26,6349 mg% b/b dan hasil dengan alatSoxhlet 53,4051 mg% b/b. Hasil penetapan kadar kurkuminoid dan minyak atsiridianalisis dengan uji statistik t-test diperoleh bahwa metode dengan alat Soxhletlebih baik dibandingkan maserasi untuk memperoleh kurkuminoid. Dan metodedengan alat Soxhlet dan maserasi sama baiknya untuk memperoleh minyak atsiri.

    Kata kunci (keywords) : maserasi, alat Soxhlet, kurkuminoid, minyak atsiri,Temulawak

  • x

    ABSTRACT

    Since 2003, Javanese turmeric (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Is one of nineeminent Indonesian medicinal plants. On July 14, 2005 in Yogyakarta Palace hadmade the declaration of "National Movement Drinking Temulawak" which wasinaugurated by the Minister of Agriculture of the Republic of Indonesia, togetherwith the head of the Food and Drug Control Agency of the Republic of Indonesia.

    Curcuminoids and volatile oil is the main chemical constituents in rhizomeof ginger. In this study aims to see how the influence of variation of the extractionmethods used to obtain curcuminoids and volatile oil content.This study includes quasi experimental studies with various methods of extractionby maceration and by Soxhlet tool as treatment. In this study, solvent extractionusing 70% ethanol. Extracts obtained then measured using a visiblespectrophotometer to measure the curcuminoids and by scaled pipe to measure thevolume of volatile oil in the extracts that obtained from the extraction of bothmethods.

    Results obtained an average concentration of volatile oils in maceration18.1% v/w and the results by Soxhlet tool 19.3566% v/w. While to the average levelof curcuminoids by maceration 26,6349 mg% w/w and the result by Soxhletinstrument 53,4051 mg% w/w. Assay results of curcuminoids and volatile oil wereanalyzed using statistical t-test showed that the method is better than macerationdengan alat Soxhlet to obtain curcuminoids. And by Soxhlet instrument andmaceration methods equally well to obtain the essential oil.

    Key words (keywords): maceration, Soxhlet instrument, curcuminoids, essentialoils, Javanese turmeric

  • xi

    DAFTAR ISI

    Halaman

    HALAMAN SAMPUL……………………………………………………… i

    HALAMAN JUDUL ……………………………………………………...... ii

    HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ………………………….... iii

    HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………….... iv

    HALAMAN PERSEMBAHAN ……………………………………....……. v

    PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……………………………………. vi

    PRAKATA ……………………………………………………….................. vii

    INTISARI………………………………………………………………......... ix

    ABSTRACT …………………………….....……………………….................. x

    DAFTAR ISI ………………………….....…………………………............... xi

    DAFTAR TABEL ………………………………………………………....... xv

    DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………….. xvi

    DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………… xvii

    BAB I. PENGANTAR ……………………………………………………… 1

    A. Latar Belakang …………………......………………………………... 1

    1. Perumusan masalah …………………………………………… 3

    2. Keaslian penelitian ……………………………………………. 3

    3. Manfaat penelitian ……………………………………………. 4

    B. Tujuan Penelitian …………………………………………………... 4

    BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ……………………………………… 5

    A. Uraian Tanaman Temulawak …………………………......…………. 5

  • xii

    1. Klasifikasi tanaman temulawak ……………………….……… 5

    2. Nama daerah…….…………………………………………….. 5

    3. Rimpang temulawak..…………………………………………. 6

    B. Uraian Kurkuminoid ……………………………………………….. 7

    C. Uraian Minyak Atsiri ……………………………………………..... 8

    D. Uraian Peyulingan Minyak Atsiri…………………………………... 9

    E. Uraian Ekstraksi ……………………………………………………. 10

    F. Uraian Maserasi…………………………………………………….. 12

    G. Uraian Dengan alat Soxhlet………………………………………….. 13

    H. Uraian Ekstrak ……………………………………………………... 14

    1. Definisi ekstrak ………………………………………………… 14

    2. Pengelompokan ekstrak ………………………………………… 14

    3. Ekstrak temulawak…………………………………………… 15

    I. Uraian Spektrofotometri …………………………………………… 15

    J. Keterangan Empiris ..……………………………………..…………. 19

    BAB III. METODE PENELITIAN ……………………………..………....... 20

    A. Jenis dan Rancangan Penelitian .....………………………………… 20

    1. Jenis penelitian.. ……………………………………………… 20

    2. Tahapan penelitian …..…………………………………….…… 20

    3. Variabel ……………………………………………………….. 21

    B. Definisi Operasional ...……………………………………………..... 21

    C. Bahan dan Alat Penelitian..................................................................... 22

    1. Alat ..........................................................................................…. 22

  • xiii

    2. Bahan ……………….…..…………............................................ 22

    D. Jalannya Penelitian ……….…..…………………………………........ 22

    1. Identifikasi rimpang temulawak.…………..……………………. 22

    2. Pembuatan simplisia ……….…..………………………….......... 23

    3. Pembuatan ekstrak rimpang temulawak …..……………………. 25

    4. Pengentalan ekstrak rimpang temulawak …................................. 25

    5. Penetapan kandungan minyak atsiri ……….…..…...……........... 26

    6. Penetapan kandungan kurkuminoid ………...………………… 26

    E. Analisa Data ......................................................................................... 29

    BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ……….…..………….................... 30

    A. Identifikasi Rimpang Temuawak...………………………………....... 30

    1. Organoleptik……….…..………………………………………... 30

    2. Makroskopis……….…..………………………………………... 31

    3. Mikroskopis……….…..………………………………………… 32

    B. Pembuatan Simplisia ……….…..…………………………………… 34

    1. Pengumpulan rimpang temulawak ……….…..………………... 34

    2. Sortasi basah ……….…..……………………………………… 34

    3. Pencucian rimpang temulawak ……….…..…………………… 35

    4. Perajangan rimpang temulawak ……….…..…………………... 35

    5. Pengeringan rimpang temulawak ……….…..………………..... 36

    6. Sortasi kering ……….…..…………………………………….... 37

    7. Pembuatan serbuk ……….…..………………………………… 37

    C. Cara Maserasi ……….…..…………………………………………… 38

  • xiv

    D. Cara Dengan alat Soxhlet ……….…..……………………………… 39

    E. Pengentalan ekstrak rimpang temulawak ……….…..……………… 40

    F. Penetapan kandungan minyak atsiri ……….…..…………………… 41

    G. Penetapan kandungan kurkuminoid dengan Spektofotometri Visibel.. 44

    BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ……….…..……………………….. 53

    A. Kesimpulan ……….…..……………………………………………... 53

    B. Saran ……….…..……………………………………………………. 53

    DAFTAR PUSTAKA ……….…..……………………………………........... 54

    LAMPIRAN ……….…..…………………………………………………….. 57

    BIOGRAFI PENULIS ……….…..………………………………………….. 81

  • xv

    DAFTAR TABEL

    Halaman

    Tabel I. Pengamatan organoleptik rimpang temulawak….....……….. 30

    Tabel II. Pengamatan makroskopis rimpang temulawak…………....... 31

    Tabel III. Kadar (%v/b) minyak atsiri ERTM……………………......... 42

    Tabel IV. Kadar (%v/b) minyak atsiri ERTS………………………...... 43

    Tabel V. Recovery baku kurkumin….................................................... 46

    Tabel VI. Coefisien Variasi (CV) baku kurkumin…………………...... 47

    Tabel VII. Pengukuran absorbansi kurva baku kurkumin…………........ 50

    Tabel VIII. Kadar (%b/v) kurkuminoid ERTM ………………………… 51

    Tabel IX. Kadar (%b/v) kurkuminoid ERTS……………....………….. 51

    Tabel X. Penimbangan bobot konstan ERTM dan volume minyak

    atsiri ERTM………………………………………………..... 57

    Tabel XI. Penimbangan bobot konstan ERTS dan volume minyak

    atsiri ERTS………………………………………………….. 58

    Tabel XII. Pengukuran absorbansi kurva baku kurkumin……………… 66

    Tabel XIII. Pengukuran akurasi dan presisi baku kurkumin…................. 66

    Tabel XIV. Perhitungan LOD dan LOQ baku kurkumin........................... 68

    Tabel XV. Penetapan Kandungan Kurkuminoid pada ERTM………….. 77

    Tabel XVI. Penetapan Kandungan Kurkuminoid pada ERTS………….. 77

    Tabel XVII. Analisis t-test minyak atsiri ERTM dan ERTS……………... 78

    Tabel XVIII. Analisis t-test kadar kurkuminoid ERTM dan ERTS……….. 79

  • xvi

    DAFTAR GAMBAR

    Halaman

    Gambar 1. Struktur Molekul Kurkuminoid ……………...…………...... 7

    Gambar 2. Penampang temulawak dan irisannya ………..…………….. 32

    Gambar 3. Penampang Melintang Rimpang Temulawak……………..... 32

    Gambar 4. Penampang Melintang Rimpang Temulawak MMI………... 33

    Gambar 5. Gugus kromofor dan auksokrom pada kurkuminoid……….. 44

    Gambar 6. Grafik kurva baku kurkuminoid….......................................... 50

    Gambar 7. Panjang gelombang baku kurkumin replikasi 1 kadar 1,632

    x 10-4%b/v…........................................................................... 61

    Gambar 8. Panjang gelombang baku kurkumin replikasi 1 kadar 2,856

    x 10-4%b/v…..........................................................................62

    Gambar 9. Panjang gelombang baku kurkumin replikasi 1 kadar 4,080

    x 10-4%b/v…………………………………………………... 62

    Gambar 10. Panjang gelombang baku kurkumin replikasi 2 kadar 1,632

    x 10-4%b/v…………………………………………………... 63

    Gambar 11. Panjang gelombang baku kurkumin replikasi 2 kadar 2,856

    x 10-4%b/v…………………………………………………... 63

    Gambar 12. Panjang gelombang baku kurkumin replikasi 2 kadar 4,080

    x 10-4%b/v…………………………………………………... 64

    Gambar 13. Panjang gelombang baku kurkumin replikasi 3 kadar 1,632

    x 10-4%b/v…………………………………………………... 64

    Gambar 14. Panjang gelombang baku kurkumin replikasi 3 kadar 2,856

    x 10-4%b/v…………………………………………………...65

    Gambar 15. Panjang gelombang baku kurkumin replikasi 3 kadar 4,080

    x 10-4%b/v…………………………………………………...65

    Gambar 16. Vacuum Rotary Evaporator…….....………………………... 80

    Gambar 17. Destilasi Stahl……………….……………………………… 79

    Gambar 18. Ekstrak etanolik rimpang Temulawak dengan alat soxhlet… 79

    Gambar 19. Ekstrak etanolik rimpang Temulawak maserasi………..…... 79

  • xvii

    DAFTAR LAMPIRAN

    Halaman

    Lampiran I. Pengentalan Ekstrak Rimpang Temulawak……............... 57

    Lampiran II. Penetapan Kadar Minyak Atsiri Ekstrak Rimpang

    Temulawak……………………………………………… 57

    Lampiran III. Surat Jaminan Keaslian Baku Kurkumin………………... 59

    Lampiran IV. Pembuatan Larutan Baku Kurkumin ………...………..... 60

    Lampiran V. Penetapan Panjang Gelombang Maksimum Baku

    Kurkumin………………………………………………... 61

    Lamapiran VI. Pembuatan Kurva Baku Kurkumin………………............ 66

    Lampiran VII. Validasi Metode Baku Kurkumin……………………….. 66

    Lampiran VIII. Perhitungan Orientasi Penimbangan Sampel Ekstrak

    Temulawak……………………………………………… 68

    lampiran VIX. Perhitungan Kadar Kurkuminoid Dalam Sampel Ektras

    Temulawak……………………………………………… 70

    Lampiran X. t-test Minyak Atsiri dan Kurkuminoid Ekstrak Rimpang

    Temulawak……………………………………………… 77

    Lampiran XI. Gambar Alat-alat dan ekstrak rimpang Temulawak…….. 80

  • 1

    BAB I

    PENGANTAR

    A. Latar Belakang

    Indonesia merupakan salah satu negara agraris yang sebagian besar

    penduduknya bertumpu pada bidang pertanian. Salah satu produk pertanian yang

    cukup banyak adalah Temulawak. Tanaman ini merupakan tanaman pekarangan

    yang termasuk dalam salah satu tanaman apotek hidup yang mudah ditanam pada

    berbagai tempat. Rimpang temulawak pada umumnya hanya digunakan untuk

    keperluan dapur obat-obatan dan bahan pewarna. Rimpang ini banyak beredar di

    pasar-pasar tradisional maka penelitian ini menggunakan rimpang yang diperoleh

    dari pasar.

    Sejak tahun 2003 Temulawak merupakan satu dari sembilan tanaman

    obat unggulan Indonesia yang sudah mulai diteliti dan dalam proses penyelesaian

    uji klinik oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan. Pada tanggal 14 Juli 2005 di

    Keraton Yogyakarta telah dilakukan pencanangan “Gerakan Nasional Minum

    Temulawak” yang sudah diresmikan oleh Menteri Pertanian Republik Indonesia

    bersama dengan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia

    (Anonim, 2005).

    Kandungan kimia rimpang Temulawak yang dapat dimanfaatkan

    dalam bidang industri makanan, minuman maupun farmasi adalah pati,

    kurkuminoid dan minyak atsiri. Selain pati dan kurkuminoid, temulawak juga

    mengandung minyak atsiri yang dapat digunakan untuk pengobatan, bumbu,

    kosmetik, dan pewangi.

  • 2

    Kurkuminoid merupakan komponen yang dapat memberi warna kuning dan zat

    ini digunakan sebagai zat warna dalam industri pangan dan kosmetik. Fraksi

    kurkuminoid yang terdapat pada Temulawak terdiri dari dua komponen, yaitu

    kurkumin dan desmetoksikurkumin. Menurut Sidik, dkk (1993) kandungan

    kurkuminoid dalam rimpang Temulawak kering berkisar 3,16 %, sedangkan kadar

    kurkumin dalam kurkuminoid rimpang Temulawak sekitar 58–71% dan

    desmetoksikurkumin berkisar 29–42 %.

    Salah satu cara pengambilan kurkumin dari rimpangnya adalah dengan

    cara ekstraksi. Ekstraksi merupakan salah satu metode pemisahan berdasarkan

    perbedaan kelarutan. Secara umum ekstraksi dapat didefinisikan sebagai proses

    pemisahan dan isolasi zat dari suatu zat dengan penambahan pelarut tertentu

    untuk mengeluarkan komponen campuran dari zat padat atau zat cair. Dalam hal

    ini fraksi padat yang diinginkan bersifat larut dalam pelarut (solvent), sedangkan

    fraksi padat lainnya tidak dapat larut.

    Metode ekstraksi ada beberapa macam, diantaranya yaitu maserasi dan

    dengan alat Soxhlet. Metode maserasi digunakan untuk simplisia lunak, jumlah

    zat aktif banyak, dan harganya murah. Sedangkan metode dengan alat Soxhlet

    digunakan untuk simplisia yang keras, jumlah zat aktif rendah, dan harganya

    mahal. Rimpang Temulawak termasuk simplisia yang lunak dan memiliki jumlah

    zat aktif rendah, sehingga kedua metode di atas dapat digunakan untuk

    memperoleh kurkuminoid dari rimpang tersebut.

  • 3

    Kurkuminoid tidak larut sempurna dalam air tetapi larut pada pelarut

    organik. Salah satu pelarut organik adalah etanol, maka dalam penelitian ini

    digunakan pelarut etanol karena kurkuminoid dapat terlarut dengan baik.

    1. Rumusan Masalah

    Dari latar belakang yang sudah ada maka masalah yang muncul

    dalam penelitian ini yaitu:

    a. Apakah ada pengaruh variasi metode ekstraksi secara maserasi dan dengan

    alat Soxhlet terhadap kandungan kurkuminoid dalam ekstrak etanolik

    rimpang Temulawak?

    b. Apakah ada pengaruh variasi metode ekstraksi secara maserasi dan dengan

    alat Soxhlet terhadap kandungan minyak atsiri dalam ekstrak etanolik

    rimpang Temulawak?

    2. Keaslian Penelitian

    Untuk pengaruh suhu ekstraksi terhadap kandungan kurkuminoid dan

    air serbuk Temulawak (Nugroho dkk, 2008) Pengaruh waktu, suhu dan

    perbandingan bahan baku-pelarut pada ekstraksi kurkumin dari Temulawak

    (Curcuma xanthorriza Roxb.) dengan pelarut aseton (Srijanto dkk, 2004); dan

    optimalisasi ekstraksi kurkuminoid Temulawak (Curcuma xanthorrhiza

    Roxb.) yang melihat pengaruh suhu, waktu, dan nisbah bahan baku-pelarut

    terhadap kadar kurkuminoid (Dede., S., 2008).

  • 4

    Tetapi sejauh yang diketahui penulis, penelitian mengenai pengaruh

    variasi metode ekstraksi secara maserasi dan dengan alat Soxhlet terhadap

    kandungan kurkuminoid dan minyak atsiri belum dilakukan.

    3. Manfaat Penelitian

    Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

    a. Manfaat teoritis :

    Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmiah

    dan menambah wawasan di bidang kesehatan khususnya mengenai variasi metode

    ekstraksi untuk memperoleh kandungan kurkuminoid dan minyak atsiri dalam

    rimpang Temulawak.

    b. Manfaat praktis :

    Penelitian ini untuk mengetahui metode ekstraksi yang baik untuk

    memperoleh kandungan kurkuminoid dan minyak atsiri dari rimpang Temulawak.

    B. Tujuan

    Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh dari variasi metode

    ekstraksi secara maserasi dan dengan alat Soxhlet untuk memperoleh kandungan

    kurkuminoid dan minyak atsiri dalam ekstrak etanolik rimpang Temulawak.

  • 5

    BAB II

    PENELAAHAN PUSTAKA

    A. Tanaman Temulawak

    1. Klasifikasi Tanaman Temulawak

    Kedudukan tanaman Temulawak dalam tata nama (sistematika)

    tumbuhan termasuk ke dalam klasifikasi sebagai berikut.

    Divisi : Spermatophyta

    Sub divisi : Angiospermae

    Kelas : Monocotyledonae

    Ordo : Zingiberales

    Familia : Zingiberaceae

    Genus : Curcuma

    Spesies : Curcuma xanthorrhiza Roxb. (Rukmana, 1995)

    2. Nama Daerah

    Tanaman temulawak merupakan herba yang termasuk dalam familia

    Zingiberaceae. Temulawak dikenal dengan beberapa nama ;

    a. Nama Indonesia : Temulawak (Anonim, 1979)

    b. Sumatera : Temu lawak (Melayu)

    c. Jawa : Temu lawak

    d. Sunda : Koneng gede

    e. Madura : Temo labak (Anonim, 1979)

  • 6

    3. Rimpang Temulawak

    Rimpang Temulawak adalah rimpang Curcuma xanthorriza Robx.

    Kadar minyak atsiri tidak kurang dari 6% v/b. Bau aromatik, rasa tajam dan pahit.

    Makroskopik keping tipis, bentuk bundar atau jorong, ringan, keras,

    rapuh, garis tengah sampai 6 cm, tebal 2 mm sampai 5 mm, permukaan luar

    berkerut, warna coklat kuning sampai coklat. Bidang irisan berwarna coklat

    kuning buram, melengkung tidak beraturan tidak rata, sering dengan tonjolan

    melingkar pada batas antar silinder pusat dengan korteks; korteks sempit, tebal 3

    mm sampai 4 mm. Bekas patahan berdebu, warna kuning jingga sampai coklat

    terang.

    Mikroskopik. Epidermis bergabus, terdapat sedikit rambut yang

    berbentuk kerucut, bersel satu. Hipedermis agak menggambus, di bawahnya

    terdapat periderm yang kurang berkembang. Korteks dan silinder pusat

    parenkimatik, terdiri dari sel parenkim berdinding tipis berisi butir pati; dalam

    parenkim tersebar banyak sel minyak yang berisi minyak berwarna kuning dan zat

    berwarna jingga, dan juga terdapat pati berbentuk pipih, bulat panjang sampai

    bulat telur memanjang, panjang butir 20 µm sampai 70 µm, lebar 5 µm sampai 30

    µm, tebal 3 µm sampai 10 µm, lamela jelas, hilus di tepi. Bekas pembuluh tepi

    kolatera, tersebar, tidak beraturan pada parenkim korteks dan pada silinder pusat;

    berkas pembuluh di sebelah dalam endodermis tersusun dalam lingkaran dan

    letaknya lebih jauh berdekatan satu dengan yang lainnya; pembuluh didampingi

    oleh sel sekresi, panjang sampai 200 µm, berisi zat berbutir berwarna coklat

    dengan besi (III) klorida LP menjadi lebih tua.

  • 7

    Serbuk warna kuning kecoklatan, Fragmen pengenal adalah butir pati;

    fragmen parenkim dengan sel minyak, fragmen berkas pembuluh, warna kuning

    intensif (Anonim, 1979).

    B. Kurkuminoid

    Kurkumin selain di dalam kunyit terdapat juga di dalam Temulawak (C.

    xanthorrhiza Roxb.) dan temugiring (C. heyneana Val.) (Donatus, 1994).

    Kurkumin merupakan komponen terbesar dari kurkuminoid sehingga sering

    disebut kadar total kurkuminoid dihitung sabagai % kurkumin. Karena alasan

    tersebut beberapa peneliti baik fitokimia maupun farmakologi lebih ditekankan

    pada kurkumin (Sumiati, 2006).

    O O

    H

    R2R1

    OHHO

    Gambar 1. Struktur Molekul Kurkuminoid (Roughly et al, 1973)

    Kurkumin merupakan pigmen yang larut dalam larutan yang bersifat

    lipofil seperti etanol, metanol, eseton, serta larutan asam asetat glasial, tetapi

    praktis tidak larut dalam air dan eter (Windholz, 1981; Stancovic, 2004). Dalam

  • 8

    suasana pH basa atau netral, kurkumin dapat terdegradasi menjadi asam firulat

    (asam 4-hidroksi-3-metoksinamat) dan dalam ferolilmentana (4-hidroksi-3-

    metoksinamoil-metana). Pada range pH 1-7, larutan berwarna kuning sedangkan

    pada pH >7,5 terjadi perubahan warna menjadi warna merah (Stancovic, 2004).

    C. Minyak Atsiri

    Minyak atsiri atau minyak menguap adalah massa yang berbau khas,

    yang berasal dari tanaman, mudah menguap pada suhu kamar tanpa mengalami

    penguraian. Minyak atsiri sering dikenal dengan nama volatile oil, ethereal oil,

    atau essential oil dalam farmakope Indonesia dikenal dengan nama Olea volatilia.

    Pada umumnya minyak atsiri dalam keadaan segar tidak berwarna atau

    berwarna pucat, bila dibiarkan akan berwarna lebih gelap; berbau sesuai dengan

    bau tanaman penghasilnya. Umumnya larut dalam pelarut organik dan sukar larut

    dalam air.

    Minyak atsiri merupakan suatu hasil proses metabolisme dalam tanaman.

    Minyak atsiri terbentuk karena reaksi antara berbagai persenyawaan kimia dengan

    air. Minyak tersebut disintesis dalam sel kelenjar, dan ada juga yang terbentuk

    dalam pembuluh resin misalnya minyak terpentin dari tanaman pinus. Minyak

    atsiri umumya terdiri dari berbagai campuran persenyawaan kimia yang terbentuk

    dari unsur karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O), serta beberapa

    persenyawaan kimia yang mengandung unsur nitrogen (N), dan belerang (S)

    (Anonim, 1985).

  • 9

    Minyak atsiri terdapat pada bagian khusus tanaman, tergantung pada

    tanaman tersebut. Pada tanaman Zingiberaceae minyak atsiri terdapat dalam sel-

    sel rimpang (Tyler et al., 1988). Salah satu komponen penyusun minyak atsiri

    adalah sineol dan borneol yang berkhasiat sebagai counter irritant. Kelompok

    Zingiberaceae mengandung banyak minyak atsiri dengan komponennya termasuk

    golongan monoterpen dan seskuiterpen seperti sineol dan borneol yang

    merupakan monoterpen alkohol (Hansel, 1985).

    D. Penyulingan Minyak Atsiri

    Minyak atsiri diperoleh antara lain melalui proses penyulingan. Penyulingan

    didefinisikan sebagai pemisahan komponen suatu campuran dari dua jenis cairan

    atau lebih berdasarkan perbedaan tekanan uap dan masing-masing zat. Minyak

    atsiri bersifat mudah menguap terdiri dari campuran zat yang mudah menguap

    dengan komposisi dan titik didih yang berbeda-beda. Setiap substansi yang dapat

    menguap memiliki titik didih sangat tinggi (Anonim, 1985).

    Minyak atsiri dapat diperoleh melalui tiga metode penyulingan, yaitu

    1. Penyulingan dengan air

    Metode penyulingan ini, terjadi kontak langsung antara bahan yang

    disuling dengan air mendidih. Penyulingan cara ini sesuai untuk simplisia kering

    yang tidak rusak dengan pendidihan. Penyulingan ini dapat menyebabkan

    banyaknya rendemen minyak yang hilang (tidak tersuling) dan terjadi pula

    penurunan minyak yang diperoleh, bisa menyebabkan terjadinya oksidasi serta

    hasil yang tidak terdeteksi (Anonim, 1985).

  • 10

    2. Penyulingan dengan uap

    Penyulingan ini tidak memerlukan air, uap air panas yang biasanya

    bertekanan lebih dari 1 atmosfir dialirkan melalui pipa uap. Peralatan yang

    digunakan tidak berbeda dengan penyulingan dengan air dan uap, hanya

    diperlukan alat tambahan untuk memeriksa suhu dan tekanan (Anonim, 1985).

    Penyulingan ini baik digunakan untuk membuat minyak atsiri dari biji,

    akar, kayu yang umumnya mengandung komponen minyak yang bertitik didih

    tinggi (Anonim, 1985).

    3. Peyulingan dengan uap dan air

    Penyulingan ini dilakukan pada simplisia basah atau kering yang dapat

    rusak oleh pendidihan. Pada metode ini, bahan yang akan disuling diletakkan pada

    rak-rak atau saringn berlubang. Ketel suling diisi air sampai permukaan air sedikit

    di bawah saringan atau rak terbawah, kemudian air dipanaskan sampai mendidih.

    Ciri khas dari metode ini adalah : (1) uap selalu dalam keadaan basah, januh, dan

    tidak terlalu panas, (2) bahan yang akan disuling hanya berhubungan dengan uap

    dan tidak dengan air mendidih (Guenther, 1987).

    E. Ekstraksi

    Penyarian (ekstraksi) adalah kegiatan penarikan zat yang dapat larut dari

    bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Pemilihan cairan penyari dan

    cara penyarian didasarkan pada zat aktif yang terkandung pada bahan tersebut.

    Secara umum, penyarian dapat dibedakan menjadi: (a) maserasi, yaitu cara

    penyarian untuk simplisia yang mengandung zat aktif yang mudah larut dalam

  • 11

    cairan penyari. Dilakukan dengan merendam serbuk simplisia atau bahan dalam

    cairan penyari; (b) infundasi, yaitu proses penyarian yang umumnya digunakan

    untuk menyari zat kandungan aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan nabati.

    Penyarian dengan cara ini menghasilkan sari yang tidak stabil dan mudah

    tercemar oleh kuman dan kapang. Oleh sebab itu sari yang diperoleh dengan cara

    ini tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam; (c) perkolasi, cara penyarian yang

    dilakukan dengan mengalirkan cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah

    dibasahi. Serbuk simplisia ditempatkan dalam suatu bejana silinder, yang bagian

    bawahnya diberi sekat berpori. Cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah

    melalui serbuk tersebut, cairan penyari akan melarutkan zat aktif sel-sel yang

    dilalui sampai keadaan jenuh. Gerak ke bawah disebabkan oleh kekuatan gaya

    beratnya sendiri dan cairan di atasnya, dikurangi dengan daya kapiler yang

    cenderung untuk menahan; (d) penyarian berkesinambungan, Dandang dipisahkan

    menjadi 2 bagian, dibawah tempat cairan penyari di atas tempat serbuk simplisia

    antara 2 ruangan tersebut dihubungkan dengan pipa sehingga larutan sari dapat

    turun melalui pipa tersebut. Cairan penyari dipanaskan dengan pipa pemanas atau

    cara lain yang cocok. Cairan penyari menguap dan oleh pendingin didinginkan

    dan mengembun. Embunan disemprotkan oleh alat penyemprot ke serbuk

    simplisia. (Anonim,1986).

    Menurut Voigt (1994), ekstrak cair yang memiliki konsistensi cair dan

    kandungan pelarutnya yang masih tinggi dapat diubah menjadi bentuk ekstrak

    kental. Proses pengentalan ini dapat dilakukan melalui penguapan dengan

    menggunakan alat Vacuum Rotary Evaporator. Cara kerjanya yaitu perputaran

  • 12

    labu dalam sebuah pemanas pada temperatur dan kecepatan putar tertentu, akan

    menguapkan cairan yang terkandung dalam ekstrak. Pengaturan dalamnya

    pencelupan ke dalam penangas air, suhu penangas, hampa udara dan suhu

    pendingin membuat kondisi optimal dapat terpenuhi sehingga proses pengentalan

    ekstrak dapat berlangsung cepat (Voigt, 1994).

    F. Maserasi

    Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan

    dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari

    akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat

    aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan

    zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak

    keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi

    antara larutan di luar sel dan di dalam sel.

    Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat aktif

    yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung zat yang mudah

    mengembang dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin, stirak dan lain-

    lain.

    Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan

    peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan. Kerugian cara

    maserasi adalah pengerjaannya lama dan penyariannya kurang sempurna

    (Anonim,1986).

  • 13

    G. Dengan alat Soxhlet

    Cairan penyari diisikan pada labu, serbuk simplisia diisikan pada tabung

    dari kertas saring atau tabung yang berlubang-lubang dari gelas baja tahan karat

    atau bahan lain yang cocok. Cairan penyari dipanaskan hingga mendidih. Uap

    penyari akan naik ke atas melalui serbuk simplisia. Uap penyari mengembun

    karena didinginkan oleh pendingin balik. Embun turun melalui serbuk simplisia

    sambil melarutkan zat aktifnya dan kembali ke labu. Cairan akan menguap

    kembali berualng proses seperti diatas sampai serbuk simplisia tersari sempurna.

    Keuntungan

    1) Cairan penyari yang diperlukan lebih sedikit, dan secara langsung diperoleh

    hasil yagn lebih pekat.

    2) Serbuk simplisia disari oleh cairan penyari yang murni, sehingga dapat

    menyari zat aktif lebih banyak.

    3) Penyarian dapat diteruskan sesuai dengan keperluan, tanpa menambah volume

    cairan penyari.

    Kerugian

    1) Larutan dipanaskan terus menerus, sehingga zat aktif yagn tidak tahan

    pemanasan kurang cocok. Ini dapat diperbaiki dengan menambah peralatan untuk

    mengurangi tekanan udara.

    2) Cairan penyari dididihkan terus menerus, sehingga cairan penyari yang baik

    harus murni atau campuran azeotrop (Anonim, 1986).

  • 14

    H. Ekstrak

    1. Definisi ekstrak

    Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan

    mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani

    menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua

    pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian

    sehingga memenuhi standar baku yang telah ditetapkan (Anonim, 2000).

    2. Pengelompokan ekstrak

    Ekstrak berdasarkan sifatnya dapat dikelompokkan menjadi : (a)

    ekstrak encer (extractum tenue), (b) ekstrak kental (extractum spissum), (c)

    ekstrak kering (extractum siccum), (d) Ekstrak cair (extractum fluidum),

    memiliki konsistensi cair dan mudah dituang (Voigt, 1994).

    Ekstrak cair adalah sediaan dari simplisia nabati yang

    mengandung etanol sebagai pelarut atau sebagai pengawet. Jika tidak

    dinyatakan lain pada masing-masing monografi tiap ml ekstrak mengandung

    senyawa aktif dari 1 g simplisia yang memenuhi syarat.

    Ekstrak kental adalah ekstrak cair dimana sebagian besar pelarut

    diuapkan sehingga kandungan pelarutnya tinggal 10%. Ekstrak kering adalah

    ekstrak dimana semua pelarutnya diuapkan sampai semua pelarut menguap

    semua (Sumaryono, 2004).

  • 15

    3. Ekstrak Temulawak

    Ekstrak kental Temulawak adalah ekstrak yang dibuat dari

    rimpang tumbuhan Curcuma xanthorrhiza Roxb., suku Zingiberaceae,

    mengandung minyak atsiri tidak kurang dari 4,6 % dan kurkuminoid tidak

    kurang dari 14,2%.

    Pemerian. Bentuk kental, warna kuning kecoklatan, bau khas, rasa

    pahit. Kandungan kimia yaitu kurkumin, desmetoksikurkumin, minyak atsiri

    dengan komponen utama xantorizol, dan oleoresin (Anonim, 2004).

    I. Spektrofotometri

    Prinsip kerja spektrofotometri adalah berdasarkan atas interaksi antara

    radiasi elektromagnetik dengan materi. Materi dapat berupa atom, ion, atau

    moleku, sedang variasi elektromagnetik merupakan salah satu jenis energi yang

    ditransmisikan dalam ruang dengan kecepatan tinggi. Interaksi antara molekul

    yang mempunyai gugus kromofor dan radiasi elektromagnetik pada daerah

    ulntraviolet (200nm-400nm) dan sinar tampak (400nm-800nm)akan menghasilkan

    spektra serapan elektronik, spektra serapan ini dapat digunakan untuk

    menganalisis kuantitatif karena jumlah radiasi elektromagnetik yang diserap ada

    hubungannya dengan jumlah molekul penyerap (Skoog, 1985).

    Penyimpangan hukum Beer mungkin disebabkan oleh perubahan kimia

    atau alat. Hukum Beer mungkin tidak cocok disebabkan oleh adanya perubahan

    kadar zat yang dilarutkan, karena adanya asosiasi antar molekul zat atau antara

    molekul zat dengan molekul pelarut. Penyimpangan lain mungkin disebabkan

  • 16

    oleh sinar polikromatik, lebar cerah atau sinar menyimpang. Larutan yang

    mengandung 1 mg zat tiap 100 ml dalam 1 cm sering mempunyai serapan 0,2

    sampai 0,8. Pada pengukuran serapan suatu larutan selalu diperlukan suatu larutan

    blanko. Maksud dari larutan blanko adalah untuk mengatur spektrofotometer

    hingga pada panjang gelombang yang digunakan mempunyai serapan nol

    (Anonim, 1974).

    Validasi metoda analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap

    parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan

    bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya. Beberapa

    parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi metode analisis

    diuraikan dan didefinisikan sebagaimana cara penentuannya.

    1. Kecermatan (accuracy)

    Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil

    analis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai

    persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Kecermatan

    ditentukan dengan dua cara yaitu metode simulasi (spiked-placebo recovery) atau

    metode penambahan baku (standard addition method).

    2. Keseksamaan (precision)

    Keseksamaan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian

    antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-

    rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil

    dari campuran yang homogen.

  • 17

    Keseksamaan diukur sebagai simpangan baku atau simpangan baku

    relatif (koefisien variasi). Keseksamaan dapat dinyatakan sebagai keterulangan

    (repeatability) atau ketertiruan (reproducibility). Keterulangan adalah

    keseksamaan metode jika dilakukan berulang kali oleh analis yang sama pada

    kondisi sama dan dalam interval waktu yang pendek. Ketertiruan adalah

    keseksamaan metode jika dikerjakan pada kondisi yang berbeda. Biasanya

    analisis dilakukan dalam laboratorium-laboratorium yang berbeda

    menggunakan peralatan, pereaksi, pelarut, dan analis yang berbeda pula.

    3. Selektivitas (Spesifisitas)

    Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang

    hanya mengukur zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya

    komponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel. Selektivitas seringkali

    dapat dinyatakan sebagai derajat penyimpangan (degree of bias) metode yang

    dilakukan terhadap sampel yang mengandung bahan yang ditambahkan berupa

    cemaran, hasil urai, senyawa sejenis, senyawa asing lainnya, dan dibandingkan

    terhadap hasil analisis sampel yang tidak mengandung bahan lain yang

    ditambahkan.

    Selektivitas metode ditentukan dengan membandingkan hasil analisis

    sampel yang mengandung cemaran, hasil urai, senyawa sejenis, senyawa asing

    lainnya atau pembawa plasebo dengan hasil analisis sampel

    4. Linearitas dan rentang

    Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon

    yang secara langsung atau dengan bantuan transformasi matematematik yang

  • 18

    baik, proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Rentang metode

    adalah pernyataan batas terendah dan tertinggi analit yang sudah ditunjukkan

    dapat ditetapkan dengan kecermatan, keseksamaan, dan linearitas yang dapat

    diterima.

    Linearitas biasanya dinyatakan dalam istilah variansi sekitar arah garis

    regresi yang dihitung berdasarkan persamaan matematik data yang diperoleh dari

    hasil uji analit dalam sampel dengan berbagai konsentrasi analit. Perlakuan

    matematik dalam pengujian linearitas adalah melalui persamaan garis lurus

    dengan metode kuadrat terkecil antara hasil analisis terhadap konsentrasi analit.

    5. Batas deteksi dan batas kuantitasi

    Batas deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat

    dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan

    blangko. Batas deteksi merupakan parameter uji batas. Batas kuantitasi

    merupakan parameter pada analisis renik dan diartikan sebagai kuantitas terkecil

    analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama.

    Penentuan batas deteksi suatu metode berbeda-beda tergantung pada metode

    analisis itu menggunakan instrumen atau tidak (Harmita, 2004).

    J. Keterangan Empiris

    Rimpang Temulawak mempunyai kandungan kimia utama kurkuminoid

    yang dapat digunakan untuk pengobatan antiinflamasi. Kurkuminoid larut dalam

    alkohol dan asam asetat glasial, tetapi tidak larut dalam air dan eter. Kurkuminoid

    dapat diperoleh dengan penyarian secara maserasi dan dengan alat Soxhlet. Hal

  • 19

    ini karena penyarian menggunakan cairan penyari etanol karena memiliki

    kepolaran yang mirip.

    Pada rimpang Temulawak juga memiliki kandungan minyak atsiri berupa

    cairan berwarna kuning atau kuning jingga, mempunyai rasa yang tajam, bau khas

    aromatik, mempunyai indeks bias 1,5130 (240C), bobot jenis 0,9423 dan rotasi

    optis –140 pada 240C. Rimpang Temulawak merupakan salah satu tumbuhan yang

    rimpangnya mengandung minyak atsiri dalam kadar yang cukup besar, yaitu

    tidak kurang dari 3,2% (Anonim, 2004).

    Keterangan empiris yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat

    mengetahui perbedaan kandungan kurkuminoid dan minyak atsiri dalam ekstrak

    Temulawak dengan variasi metode, yaitu ekstraksi maseasi dan dengan alat

    Soxhlet.

  • 20

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    A. Jenis dan Rancangan Penelitian

    1. Jenis Penelitian

    Penelitian ini termasuk penelitian quasi eksperimental yaitu

    membandingkan perbedaan kandungan kurkuminoid dan minyak atsiri dalam

    Temulawak dengan variasi metode secara maserasi dan dengan alat Soxhlet

    sebagai perlakuan. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmakognosi

    Fitokimia dan Laboratorium Analisis Instrumental Fakultas Farmasi Universitas

    Sanata Dharma Yogyakarta.

    2. Tahapan penelitian

    Langkah-langkah penelitian, meliputi :

    a. Pembuatan simplisia

    b. Penyerbukan rimpang Temulawak

    c. Identifikasi rimpang Temulawak secara organoleptik, makroskopik, dan

    mikroskopik

    d. Pembuatan ekstrak rimpang Temulawak

    e. Ekstraksi dengan metode maserasi

    f. Ekstraksi dengan metode dengan alat Soxhlet

    g. Pengentalan ekstrak rimpang Temulawak

    h. Penetapan kandungan minyak atsiri

  • 21

    i. Penetapan kandungan kurkuminoid dalam ekstrak rimpang Temulawak

    3. Variabel

    a. Variabel Bebas metode ekstraksi maserasi dan dengan alat Soxhlet

    b. Variabel Tergantung kandungan kurkuminoid dan minyak atsiri

    c. Variabel Pengacau Tidak Terkendali umur rimpang Temulawak

    d. Variabel Terkendali sumber pembelian rimpang Temulawak

    B. Definisi Operasional

    1. Ekstrak yang digunakan adalah ekstrak kental rimpang Temulawak yang

    diperoleh dari hasil ektraksi dengan metode maserasi dan dengan alat Soxhlet

    yang dikentalkan dengan Vacuum Rotary Evaporator pada suhu 500C dan tekanan

    72 mbar selama 1 jam 30 menit dan oven pada suhu 500C selama 20 jam 15 menit.

    2. Kurkuminoid adalah senyawa polifenol berwarna kuning yang terkandung

    pada rimpang Temulawak.

    3. Minyak atsiri rimpang Temulawak adalah minyak yang mudah menguap dan

    mengandung bau khas diperoleh dari rimpang Temulawak.

    4. Isolasi minyak atsiri adalah volume minyak atsiri yang dihasilkan dari setiap

    bobot penimbangan ekstrak dengan menggunakan destilasi Stahl, kemudian

    minyak atsiri diukur volumenya dengan menggunakan labu berskala.

    5. Penetapan kandungan kurkuminoid adalah penetapan kandungan kurkuminoid

    total yang terukur oleh spektrofotometer visibel pada panjang gelombang

  • 22

    maksimum 420 nm. Dengan kadar total kurkuminoid dihitung sebagai %

    kurkumin.

    C. Bahan dan Alat Penelitian

    1. Alat

    Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah oven, Vacuum

    Rotary Evaporator, spektrofotometer visibel, neraca analitik, destilasi Stahl, alat

    vacuum, alat-alat gelas, labu alas bulat 1L, alat Soxhlet, seperangkat maserat.

    2. Bahan

    a. Bahan utama yang digunakan adalah rimpang Temulawak yang dibeli

    dari pasar Bringharjo.

    b. Bahan-bahan lain yang digunakan adalah aquadest, etanol, aseton p.a.

    (Merck), etanol teknis, baku kurkumin, Natrium Hidroksida.

    D. Jalannya Penelitian

    1. Identifikasi Rimpang Temulawak

    Identifikasi dilakukan secara organoleptik, makroskopik,

    mikroskopik dengan cara sebagai berikut :

    a. Organoleptik : pengamatan warna, bau, dan rasa rimpang

    Temulawak.

    b. Makroskopik : pengamatan morfologi rimpang Temulawak.

  • 23

    c. Mikroskopik : rimpang Temulawak kering direndam dalam air

    panas sekitar 30 menit, lalu dibuat irisan melintang dan diamati dalam

    larutan kloralhidrat. Serbuk simplisia diamati seperti pada irisan.

    2. Pembuatan Simplisia (Anonim 1985) meliputi :

    a. Pengumpulan bahan

    Rimpang Temulawak yang digunakan sebagai bahan utama

    dibeli dari pasar Bringharjo, Yogyakarta. Rimpang dibeli dari satu

    pedagang sebanyak 10 kg. Rimpang yang dibeli merupakan rimpang

    yang masih baik dilihat dari bentuk fisiknya.

    b. Sortasi basah

    Rimpang yang sudah dikumpulkan kemudian dipisahkan

    dengan pengotor yang terbawa saat penyimpanan di pasar dari maupun

    saat pembelian, misalnya tanah, batang, akar, serta pengotor lainnya.

    c. Pencucian

    Setelah disortasi, dilakukan pencucian untuk menghilangkan

    tanah dan pengotor lainnya yang melekat pada bahan simplisia.

    Pencucian dilakukan dengan selalu mengganti air di dalam ember setiap

    air sudah sangat keruh dan banyak tanah di dasar ember. Rimpang yang

    telah dicuci kemudian diangin-anginkan agar air sisa pencucian hilang.

  • 24

    d. Perajangan

    Rimpang yang telah hilang sisa air pencuciannya kemudian

    dirajang dengan pisau stainless steel sehingga diperoleh irisan tipis dan

    dipotong dengan ukuran yang dikehendaki kira-kira 0,5 cm agar

    rimpang cepat kering saat dikeringkan (dijemur).

    e. Pengeringan

    Irisan rimpang Temulawak kemudian dijemur di bawah

    sinar matahari tidak langsung dengan ditutupi kain hitam untuk

    menutupi rimpang agar tidak langsung terkena sinar matahari agar

    kandungan di dalam rimpang tidak rusak, sambil dibalik-balik agar

    pengeringannya merata.

    f. Sortasi kering

    Rimpang yang telah kering kemudian dipisahkan satu per

    satu dengan tangan dari benda-benda asing seperti bagian-bagian

    tanaman yang tidak diinginkan dan pengotor-pengotor lain yang masih

    ada dan tertinggal.

    g. Pembuatan serbuk simplisia

    Simplisia Temulawak yang telah kering kemudian diserbuk

    dan diayak dengan ayakan 8/14 sehingga mendapat serbuk yang

    homogen.

  • 25

    3. Pembuatan ekstrak rimpang Temulawak

    a. Metode maserasi

    Ditimbang 100,0 g serbuk kering Temulawak dan

    dimasukkan ke dalam maserator ditambah 1,0 L etanol 70 %. Ekstraksi

    dilakukan selama 3 hari, setiap 24 jam pelarut diganti dengan yang baru.

    Hasil ekstraksi ditampung dalam jirigen dengan disaring menggunakan

    kain katun agar serbuk tidak ikut masuk dalam ekstrak.

    b. Metode dengan alat Soxhlet

    Ditimbang 100,0 g serbuk kering Temulawak dan

    dimasukkan ke dalam sifon. Digunakan alat dengan alat Soxhlet 25

    sehingga dilakukan 4 kali untuk memperoleh bobot serbuk 100,0 g.

    Larutan penyari menggunakan etanol 70 % sebanyak 2 sirkulasi (±460

    ml) untuk setiap penyarian. Ekstraksi dilakukan sampai semua

    kandungan kimia simplisia terekstraksi ditandai dengan larutan penyari

    yang kembali jernih di dalam tabung sifon.

    4. Pengentalan ekstrak rimpang Temulawak

    Ekstrak cair yang diperoleh dari proses ekstraksi dengan metode

    maserasi dan dengan alat Soxhlet dikentalkan dengan menggunakan

    Vacuum Rotary Evaporator pada suhu 500C dan tekanan 72 mbar dan

    menggunakan oven pada suhu 500C. hasil yang diperoleh masih berupa

    ekstrak cair tetapi sudah agak kental. Kemudain ekstrak yang sudah di

  • 26

    rotary dilanjutkan dikentalkan dengan menggunakan oven untuk diperoleh

    ekstrak kental dengan suhu 400C.

    5. Penetapan kandungan minyak atsiri

    Labu alas bulat 1,0 L dihubungkan dengan alat destilasi Stahl.

    Ditimbang 2,0 g ekstrak kental rimpang Temulawak dan dimasukkan ke

    dalam labu, kemudian ditambahkan aquadest 200,0 ml. Labu dipanaskan

    dengan penangas udara, sehingga penyulingan berlangsung dengan lambat

    tetapi teratur selama 6 jam. Setelah selesai, dibiarkan selama tidak kurang

    dari 15 menit, volume minyak atsiri pada buret dicatat. Kadar minyak atsiri

    dihitung dalam % v/b (Anonim, 2000).

    6. Penetapan kandungan kurkuminoid

    a. Pembuatan larutan stok

    Kurang lebih 20,0 mg kurkumin baku yang ditimbang

    seksama dilarutkan dalam aseton menggunakan labu ukur 100,0 ml.

    b. Pembuatan larutan intermediet

    Larutan stok dengan kadar 20 mg% b/v diambil sebanyak 25,0

    ml dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100,0 ml, kemudian diencerkan

    dengan aseton hingga tanda sehingga diperoleh larutan intermediet

    kurkumin dengan kadar 5 mg% b/v.

  • 27

    c. Penetapan panjang gelombang maksimum

    Larutan intermediet dengan kadar 5 mg% b/v diambil 0,8 ml;

    1,4 ml; 2,0 ml dan dimasukkan ke dalam labu 25,0 ml, kemudian

    diencerkan dengan aseton sampai tanda. Larutan kurkumin dengan

    0,1632 mg% b/v; 0,2856 mg% b/v; 0,4080 mg% b/v ini kemudian

    dibaca serapannya pada panjang gelombang sinar tampak dari 400 nm

    sampai 700 nm.

    d. Penetapan recovery, kesalahan sistemik dan kesalahan acak

    Larutan intermediet dengan kadar 5 mg% b/v diambil 0,8 ml;

    1,4 ml; 2,0 ml dan dimasukkan ke dalam labu 25,0 ml, kemudian

    diencerkan dengan aseton sampai tanda. Larutan kurkumin dengan

    konsentrasi 0,1632 mg% b/v; 0,2856 mg% b/v; 0,4080 mg% b/v ini

    kemudian dibaca serapannya pada panjang gelombang maksimum,

    kemudian dihitung kadarnya menggunakan persamaan kurva baku.

    1) Penentuan recovery (perolehan kembali). Recovery dihitung dari

    kadar yang terukur pada kurva baku dibandingkan dengan kadar yang

    diketahui dikalikan 100%.

    Perolehan kembali (P) = %100sebenarnyakadar

    kurkadar terux

    2) Perhitungan kesalahan sistemik.

    Rumus kesalahan sistemik = 100 – P

    3) Perhitungan kesalahan acak. Kesalahan acak diukur dengan cv

    (coefficient variancy)

  • 28

    Kesalahan acak (cv) = %100rata-rataharga

    SD)(BakuSimpanganx

    e. Pembuatan kurva baku

    Larutan intermediet dengan kadar 5 mg% b/v diambil 0,8 ml;

    1,0 ml; 1,4 ml; 1,6 ml; 2,0 ml dan dimasukkan ke dalam labu 25,0 ml,

    kemudian diencerkan dengan aseton sampai tanda. Larutan kurkumin

    dengan konsentrasi 0,1632 mg% b/v; 0,2040 mg% b/v; 0,2856 mg%

    b/v; 0,3264 mg% b/v; 0,4080 mg% b/v ini kemudian dibaca serapannya

    pada pada panjang gelombang maksimum. Kemudian gambar kurva

    hubungan antara konsentrasi larutan dengan serapan.

    f. Penetapan kadar kurkuminoid dalam sampel

    Kadar kurkuminoid dengan cara spektrofotometri sinar

    tampak pada panjang gelombang maksimum. Ekstrak yang

    mengandung 50,0 mg kurkuminoid dimasukkan ke dalam beaker glass

    dan larutkan dengan menggunakan aseton. Kemudian dimasukkan ke

    dalam labu ukur 50,0 ml ditambahkan aseton melalui kertas saring

    hingga tanda batas. Diambil 2,0 ml dimasukkan ke dalam labu ukur

    10,0 ml ditambah aseton hingga tanda. Diambil 1,0 ml dimasukkan

    dalam labu ukur 25,0 ml dan ditambahkan aseton hingga tanda,

    kemudian baca serapannya. Hitung dalam % b/b dengan perbandingan

    kurva baku (tidak kurang dari 33,9% b/b). Lakukan replikasi hingga 3

    kali (Anonim, 1993).

  • 29

    E. Analisa Data

    Rencana statistik yang akan digunakan adalah metode analisis two sample

    T-test. Analisis two sample T-test merupakan suatu analisis untuk menguji

    perbedaan dari data dependent (sampel tergantung). Rumus dasar two sample t-

    test adalah sebagai berikut :

    Dimana :

    t = T-test

    x1 = rata-rata kadar kurkumin metode ektraksi maserasi

    x2 = rata-rata kadar kurkumin metode ektraksi dengan alat Soxhlet

    =

    = (De Muth, 1999).

  • 30

    BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    A. Identifikasi Rimpang Temulawak

    Identifikasi rimpang ini dilakukan untuk mengidentifikasi rimpang

    temulawak yang digunakan apakah rimpang temulawak yang digunakan benar-

    benar dari tanaman Curcuma xanthorrhiza Robx. Pada indentifikasi dilakukan

    perbandingan dengan literatur Materia Medika Indonesia (MMI). Identifikasi

    dilakukan dengan uji organoleptik, makroskopis, dan mikroskopis.

    Identifikasi rimpang temulawak dilakukan dengan :

    1. Organoleptik

    Tabel I. Pengamatan organoleptik rimpang Temulawak

    Pengamatan

    Organoleptik

    Temulawak Pasar Bringharjo Materia Medika

    Indonesia

    (Anonim, 1979)

    Bau Khas aromatik Aromatik

    Rasa Agak pahit, tajam Tajam dan pahit

    Warna Kuning orange Coklat kuning

    Bentuk Umbi d = 3-10 cm Umbi d = 3-10 cm

    Dari tabel I. setelah dibandingkan dengan Materia Medika Indonesia

    didapatkan hasil yang telah sesuai dengan Materia Medika Indonesia yakni

    pemerian temulawak bau khas aromatik, rasa tajam dan pahit, warna kuning

    kecoklatan.

  • 31

    2. Makroskopis

    Tabel II. Pengamatan makroskopis rimpang TemulawakJenis Temulawak Pasar

    Bringharjo

    Materia Medika Indonesia

    (Anonim, 1979)

    Bentuk Kepingan bulat, lonjong,

    ringan, keras tapi rapuh,

    diameter 4-6 cm, tebal 1-3

    mm, pinggir berkerut

    Keping tipis, bentuk bundar

    atau jorong, ringan, keras,

    rapuh, garis tengah sampai 6

    cm, tebal 2 mm sampai 5 mm,

    permukaan luar berkerut,

    melengkung tidak beraturan

    tidak rata

    Warna Orange kecoklatan, bidang

    irisan berwarna lebih buram

    warna coklat kuning sampai

    coklat. Bidang irisan berwarna

    coklat kuning buram

    Dari tabel II. identifikasi rimpang Temulawak secara makroskopis

    didapatkan bentuk kepingan hasil irisan Temulawak tersebut bulat, ringan, keras

    namun rapuh dengan diameter irisan 4–6 cm dan dengan tebal 1–3 mm. Warna

    irisan orange kecokelatan dan bidang irisan berwarna buram. Hal ini telah sesuai

    dengan kriteria makroskopik Temulawak yang terdapat di dalam Materia Medika

    Indonesia yaitu bentuk kepingan : keping tipis, bentuk bundar atau jorong, ringan,

    keras, rapuh, garis tengah sampai 6 cm, tebal 2 mm sampai 5 mm, permukaan luar

    berkerut, warna coklat kuning sampai coklat, bidang irisan berwarna coklat

    kuning. Dibandingkan dengan Materia Medika Indonesia diperoleh hasil yang

    sama, maka secara makroskopis rimpang Temulawak yang dibeli di pasar

    Bringharjo merupakan rimpang Temulawak.

  • 32

    Gambar 2. Rimpang Temulawak dan irisannya

    3. Mikroskopis

    Gambar 3. Penampang Melintang Rimpang Temulawak

    Gambar 3 merupakan gambar mikroskopik penampang melintang rimpang

    Temulawak. Epidermis bergabus, terdapat sedikit rambut yang berbentuk kerucut,

    bersel satu. Hipedermis agak menggambus, di bawahnya terdapat periderm yang

    kurang berkembang. Dalam parenkim tersebar banyak sel minyak yang berisi

  • 33

    minyak dan juga terdapat pati berbentuk pipih, bulat panjang sampai bulat telur

    memanjang. Bekas pembuluh tepi kolateral dan pada silinder pusat.

    Gambar 4. Penampang Melintang Rimpang Temulawak MMI (Anonim, 1979)

    Gambar 4 merupakan gambar mikroskopik penampang melintang rimpang

    Temulawak dari Materia Medika Indonesia. Epidermis bergabus, terdapat sedikit

    rambut yang berbentuk kerucut, bersel satu. Hipedermis agak menggambus, di

    bawahnya terdapat periderm yang kurang berkembang. Dalam parenkim tersebar

    banyak sel minyak yang berisi minyak dan juga terdapat pati berbentuk pipih,

    bulat panjang sampai bulat telur memanjang. Bekas pembuluh tepi kolatera dan

    pada silinder pusat.

    Dari gambar 3 dibandingkan dengan gambar 4 literatur Materia Medika

    Indonesia maka dapat disimpulkan bahwa rimpang yang digunakan secara

    mikroskopis juga merupakan rimpang Temulawak dari tanaman Curcuma

    xanthorrhiza Robx.

  • 34

    B. Pembuatan Simplisia

    1. Pengumpulan rimpang Temulawak

    Rimpang Temulawak (10 kg) yang digunakan dalam penelitian ini adalah

    rimpang utuh yang dibeli di pasar Bringharjo (18 Mei 2009) yang dibeli dari satu

    pedagang sehingga perlakuannya menjadi sama. Rimpang yang diperoleh banyak

    bahan pengotor seperti tanah yang menempel pada rimpang dan bagian akar yang

    masih terbawa. Temulawak dibeli disatu tempat pedagang dan dibeli rimpang

    yang masih baik dilihat dari fisik rimpang yaitu tidak ada bagian yang busuk.

    Banyaknya kontaminan akan berpengaruh pada kualitas dari rimpang itu sendiri,

    contohnya kontaminan tanah yang menempel. Tanah merupakan media yang baik

    untuk pertumbuahan mikroba sehingga bila tidak dibersihkan terlebih dahulu

    dapat menyebabkan rimpang busuk sehingga mempengaruhi kualitas rimpang.

    2. Sortasi basah

    Pada tahap sortasi basah ini rimpang yang telah dikumpulkan selanjutnya

    dipisahkan dari kotoran-kotoran yang melekat atau bahan-bahan asing yang

    dimaksud antara lain tanah, kerikil, batang, daun, akar. Seperti yang telah

    disebutkan di atas bahwa tanah merupakan salah satu pengotor yang harus

    dipisahkan dari rimpang karena tanah mengandung bermacam-macam mikroba

    dalam jumlah yang tinggi, oleh karena itu pembersihan rimpang Temulawak dari

    tanah yang dapat mengurangi jumlah mikroba awal. Mikroba yang terbawa bila

    digunakan untuk bahan obat sangat berbahaya karena dapat bersifat patogen bagi

    manusia yang mengkonsumsinya.

  • 35

    3. Pencucian rimpang Temulawak

    Pencucian rimpang Temulawak dilakukan setelah sortasi basah dengan

    menampung di dalam ember yang dialiri dengan air mengalir terus-menerus agar

    kotoran yang sudah terlepas dari rimpang akan terbawa air yang meluap dari

    ember.. Pencucian dilakukan sebanyak dua kali agar rimpang benar-benar bersih.

    Pencucian ini bertujuan untuk melepaskan kotoran-kotoran yang masih

    menempel. Pencucian dilakukan dengan selalu mengganti air di dalam ember

    setiap air sudah sangat keruh dengan sambil terus menerus mengalirkan air dari

    kran dan banyak tanah di dasar ember. Setelah penyikatan rimpang dibilas

    menggunakan air mengalir di dalam ember yang berbeda sehingga dapat

    dipastikan rimpang benar-benar bersih dari pengotor yang terbawa dan dengan

    penyikatan rimpang akan membantu menghilangkan kotoran yang menempel

    hingga sela-sela antara tiap ruas-ruas rimpang. Rimpang yang telah dicuci

    kemudian diangin-anginkan agar air sisa pencucian hilang.

    Kemudian rimpang Temulawak dikeringkan dahulu dengan cara diangin-

    anginkan sehingga dapat mengurangi kemungkinan jumlah pertikel yang

    menempel dibandingkan dengan bila rimpang Temulawak ini dalam keaadaan

    masih basah.

    4. Perajangan rimpang Temulawak

    Perajangan rimpang Temulawak bertujuan dilakukan untuk

    mempermudah proses pengeringan, bila terlalu tebal maka proses pengeringan

    menjadi lebih lama dan pengeringannya tidak merata. Maka rimpang Temulawak

  • 36

    dirajang 3-5 mm, apabila irisan semakin tipis maka semakin cepat penguapan air,

    sehingga waktu pengeringan semakin cepat. Akan tetapi irisan yang terlalu tipis

    juga dapat menyebabkan rimpang kering menjadi mudah hancur dan dapat

    menyebabkan berkurangnya atau hilangnya zat yang mudah menguap, sehingga

    dapat mempengaruhi kandungan minyak atsiri dalam rimpang.

    5. Pengeringan rimpang Temulawak

    Pengeringan dapat mengurangi kadar air dan menghambat reaksi

    enzimatik sehingga akan mencegah penurunan mutu atau perusakan simplisia

    yang berakibat perusakan terhadap kandungan aktif rimpang Temulawak yang

    akan ditetapkan yaitu kurkuminoid dan minyak atsiri.

    Faktor yang dapat mempengaruhi proses pengeringan antara lain yaitu :

    suhu pengeringan, kelembaban udara, aliran udara, waktu pengeringan dan luas

    permukaan bahan. Pengeringan rimpang dilakukan dengan menggunakan sinar

    matahari secara tidak langsung dengan cara menutup irisan rimpang dengan kain

    hitam, maka ada beberapa faktor di atas antara lain suhu, kelembaban dan aliran

    udara tidak terkontrol dalam penelitian ini.

    Rimpang Temulawak yang telah dirajang tadi kemudian dikeringkan

    dengan menggunakan sinar matahari. Selama proses pengeringan berlangsung

    rimpang sering dibalik posisinya sehingga pemanasan dan pengeringan merata.

    Rimpang dijemur dialasi menggunakan karton dan ditutupi kain hitam agar

    rimpang tidak langsung terkena sinar matahari sehingga kandungan senyawa-

    senyawa di dalamnya tidak rusak, seperti kandungan kurkuminoid yang

  • 37

    mempunyai sifat fotosensitif. Akhir dari pengeringan rimpang ditandai dengan

    rimpang kering dapat dipatahkan dan gemrisik jika diremas.

    6. Sortasi kering

    Sortasi kering bertujuan untuk memisahkan benda-benda asing seperti

    bagian-bagian tanaman yang tidak diinginkan dan pengotor-pengotor lain yang

    masih ada dan tertinggal pada simplisia kering. Benda asing yang ditemukan

    selama proses sortasi kering ini adalah daun saat penjemuran rimpang terbawa

    saat pengambilan rimpang, hal ini perlu dilakukan agar tidak mengacau pada saat

    proses ekstraksi dan pengukuran kandungan kurkuminoid dan minyak atsiri.

    7. Pembuatan serbuk

    Rimpang Temulawak (5 kg) yang telah siap diserbuk menggunakan

    mesin penyerbuk. Selanjutnya serbuk diayak dengan ayakan 8/14 sehingga

    menghasilkan serbuk (2 kg) dan siap digunakan. Pengayakan dilakukan untuk

    menyamakan derajat kehalusan serbuk karena penyarian dipengaruhi salah

    satunya oleh derajat kehalusan dari serbuk dan setiap rimpang memiliki derajat

    kehalusan serbuk yang berbeda-beda. Untuk rimpang Temulawak digunakan

    ayakan 8/14 karena dengan menggunakan ukuran tersebut maka kandungan

    senyawa-senyawa dapat diisolasi dan tidak terlalu halus sehingga pada proses

    ekstraksi serbuk dapat tersaring sehingga tidak ikut tercampur dengan larutan

    penyari dan apabila ukuran serbuk terlalu besar maka sudut kontak antara serbuk

    dengan penyari menjadi kecil sehingga penyariannya tidak baik.

  • 38

    C. Cara Maserasi

    Metode maserasi digunakan untuk penyarian simplisia Temulawak karena

    zat aktif (kurkuminoid) mudah larut dalam cairan penyari (etanol 70%), cara

    pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan merupakan metode yang

    sering digunakan dalam metode ekstraksi oleh industri obat tradisional. Maserasi

    ekstrak rimpang ini menggunakan serbuk simplisia dan penyari etanol 70%.

    Digunakan etanol 70% karena zat aktif kurkuminoid mudah larut di dalam etanol

    Pada penyarian sering dilakukan pengadukan karena akan meratakan

    cairan penyari membasahi seluruh serbuk sehingga konsentrasi akan tetap terjaga.

    Selama 3 hari dilakukan penggojokan dengan setiap 24 jam mengganti pelarut

    dengan yang baru sehingga larutan penyari yang sudah jenuh kurkuminoid dapat

    melarutkan sisa kurkuminoid yang tertinggal.

    Tiap kali mengambil cairan ekstrak per 24 jam, dilakukan penyaringan.

    Diambil cairan hasil saringan karena di dalam cairan itulah terdapat kurkuminoid

    yang larut dalam etanol 70%. Penyaring yang digunakan adalah kain katun,

    digunakan kain katun karena dapat menyerap dengan cepat cairan ekstrak dan

    memiliki pori–pori kain kecil dibandingkan dengan ukuran butiran serbuk

    rimpang Temulawak yang diekstrak, sehingga butiran serbuk tidak ikut tersaring.

    Sangat penting bahwa butiran serbuk diayak dengan ukuran 8/14 agar butiran

    serbuk homogen, dan juga untuk mengantisipasi agar butiran tidak ikut tersaring

    ketika disaring dengan kain katun. Bila ukuran serbuk terlalu besar, maka akan

    sulit diekstraksi karena ukurannya yang besar sulit untuk diekstrak secara

  • 39

    optimum oleh pelarutnya. Dilakukan 3 kali replikasi dan diperoleh rata-rata bobot

    ekstrak 14,1112 gram.

    D. Dengan Alat Soxhlet

    Soxhlet ekstrak rimpang Temulawak juga menggunakan serbuk simplisia

    yang dibungkus menggunakan kertas saring dan penyari etanol 70%. Dipilih

    kertas saring untuk membungkus serbuk rimpang Temulawak karena kertas saring

    dapat membungkus serbuk rimpang Temulawak dengan baik, hal ini dikarenakan

    pori–pori kertas saring lebih kecil dibandingkan dengan ukuran butiran serbuk

    rimpang Temulawak yang diekstraksi sehingga butiran serbuk tidak keluar dari

    pembungkusnya selama proses ekstraksi.

    Kertas saring juga dapat menyerap pelarut dengan baik sehingga pelarut

    dapat bebas keluar masuk ke dalam pembungkus dan mengekstrak butiran serbuk

    Temulawak yang berada di dalamnya berdasarkan konsentrasi kurkuminoid yang

    terekstrak. Bila konsentrasi di zona kertas saring tinggi maka akan dialirkan ke

    konsentrasi yang rendah di dalam tabung sifon, setiap tetesan yang jatuh

    membasahi kertas saring akan beradaptasi untuk mendapatkan konsentrasi yang

    sama dengan pelarut yang lebih dulu jatuh membasahi kertas saring. Larutan

    tersebut kemudian akan memenuhi tabung kapiler yang berada di sebelah tabung

    sifon sampai ketinggian tertentu, kemudian larutan akan mengalir dan jatuh ke

    dalam labu alas bulat. Di dalam labu alas bulat inilah kurkuminoid terakumulasi.

    Cairan penyari akan dialirkan dari atas ke bawah sebanyak dua sirkulasi

    dan cairan penyari akan tertampung di dalam labu alas bulat. Metode soxhlet

  • 40

    dapat dikatakan lebih hemat dalam hal jumlah pelarut, karena sejumlah pelarut

    yang telah menarik kurkuminoid akan tertampung di dalam labu alas bulat dan

    pelarut akan menguap kembali tanpa membawa kurkuminoid untuk ikut teruap,

    dan setelah pelarut menguap, pelarut akan didinginkan oleh pendingin sehingga

    mengalami kondensasi kemudian menetes kembali sebagai etanol 70% yang baru

    yang kemudian membasahi ulang kertas saring yang berisi serbuk rimpang

    Temulawak, begitu seterusnya hingga pelarut dalam tabung sifon yang berisi

    kertas saring berisi serbuk rimpang Temulawak bening secara visual. Bila larutan

    penyari telah berwarna bening maka seluruh komponen serbuk rimpang

    Temulawak yang terlarut etanol sudah habis terekstraksi. Ekstrak cair yang

    didapatkan kemudian ditampung dalam jerigen. Serbuk sebanyak 100,0 mg

    membutuhkan penyari 460 ml dan diperoleh ekstrak kental sebanyak 13,2233

    gram.

    E. Pengentalan Ekstrak Rimpang Temulawak

    Pengentalan ekstrak cair rimpang Temulawak sebanyak 1 L dilakukan

    dengan menggunakan Vacuum Rotary Evaporator pada suhu 500C dan pada

    tekanan 72 mbar. Prinsip kerja dari Vacuum Rotary Evaporator adalah

    memindahkan pelarut dari sampel dengan menggunakan system evaporasi.

    Penggunaan Vacuum Rotary Evaporator bertujuan untuk mempercepat proses

    pengentalan dan menurunkan tekanan dalam bulk cairan dan menurunkan titik

    didih komponen cairan yang dipindahkan sehingga proses pemindahan komponen

    cairan dapat terjadi tanpa pemanasan yang berlebih.

  • 41

    Pada penelitian ini, pelarut yang dipindahkan adalah etanol yang

    mempunyai titik didih 500C pada tekanan 1 atm atau 1013,25 mbar dan dengan

    adanya vakum evaporator diharapkan air dapat dipindahkan pada suhu 500C dan

    tekanan 72 mbar sehingga tidak perlu menggunakan pemanasan berlebih yang

    dapat menyebabkan banyak minyak atsiri yeng ikut menguap. Pengentalan ekstrak

    dilakukan dengan menggunakan Vacuum Rotary Evaporator membutuhkan waktu

    1 jam 30 menit. Hal ini disebabkan karena jika proses pengentalan ekstrak dengan

    menggunakan Vacuum Rotary Evaporator terlalu lama akan menghasilkan ekstrak

    kental yang banyak menempel di dinding labu alas bulat sehingga sulit

    dikeluarkan, maka proses pengentalan dilanjutkan dengan menggunakan oven

    pada suhu 400C. ekstrak kental yang diperoleh akan digunakan untuk pengukuran

    kadar kurkuminoid dan minyak atsiri.

    Ekstrak kental yang dihasilkan dari masing-masing ekstraksi kemudian

    ditimbang, sehingga diperoleh bobot rata-rata ekstrak kental rimpang Temulawak

    metode maserasi (ERTM) 3 replikasi sebanyak 14,1112 gram dan ekstrak kental

    rimpang Temulawak dengan alat soxhlet (ERTS) didapatkan ekstrak kental

    sebanyak 13,223 gram untuk rata–rata bobot ekstrak 3 replikasi. Kemudian

    ekstrak inilah yang digunakan untuk menetapkan kandungan kurkuminoid dan

    minyak atsiri.

    F. Penetapan Kandungan Minyak Atsiri

    Penetapan kadar minyak atsiri dilakukan untuk mengetahui jumlah

    kandungan minyak atsiri yang terkandung dalam ERTM dan ERTS. Dalam

  • 42

    penelitian ini untuk isolasi minyak atsiri dari rimpang Temulawak digunakan

    destilasi stahl. Pemilihan metode ini didasarkan pada beberapa pertimbangan yaitu

    lebih praktis untuk penyulingan minyak atsiri dalam jumlah yang relative sedikit,

    dan peralatannya sederhana. Minyak atsiri merupakan salah satu komponen dari

    ekstrak rimpang Temulawak yang mempunyai efek farmakologi sehingga kadar

    minyak atsiri dalam ekstrak rimpang Temulawak mempengaruhi mutu dan khasiat

    obat tradisional yang mengandung ekstrak rimpang Temulawak. Kadar minyak

    atsiri ini dihitung dalam % v/b yang dilakukan dengan cara destilasi Stahl selama

    6 jam. Dilakukan selama 6 jam karena merupakan waktu yang optimum untuk

    mengisolasi minyak atsiri (Anonim, 1995).

    Tabel III. Kadar (%v/b) minyak atsiri ERTM

    Replikasi

    I

    Replikasi

    II

    Replikasi

    III

    Replikasi

    IV

    Replikasi

    V

    Ekstrak

    Temulwak2,0079 g 2,0039 g 2,0049 g 2,0082 g 2,0350 g

    Volume

    minyak atsiri0,40 ml 0,42 ml 0,33 ml 0,36 ml 0,31 ml

    Kadar (b

    v %) 19,9213 20,9591 16,4597 17,9265 15,2334

    Rata-rata 18,1%

    SD 2,3680

    CV 13,0829%

  • 43

    Tebel IV. Kadar (%v/b) minyak atsiri ERTS

    Replikasi

    I

    Replikasi

    II

    Replikasi

    III

    Replikasi

    IV

    Replikasi

    V

    Ekstrak

    Temulwak2,1836 g 2,1441 g 2,1868 g 2,0406 g 2,0016 g

    Volume

    minyak atsiri0,48 ml 0,35 ml 0,48 ml 0,47 ml 0,38 ml

    Kadar (b

    v %) 21,9820 16,3239 16,4597 23,0324 18,9848

    Rata-rata 19,36%

    SD 3,0875

    CV 15,9506%

    Pada tabel III dan IV menunjukan kadar minyak atsiri dari ERTM

    dan ERTS. Diperoleh kadar rata-rata minyak atrsiri ERTM sebesar 18,1% dan

    untuk kadar rata-rata minyak atsiri ERTS diperoleh 19,36%. Hasil ini kadar

    minyak atsiri dari ekstrak rimpang Temulawak ini sudah sesuai yaitu

    memenuhi standar Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia yaitu tidak

    kurang dari 3,2% (Anonim, 2004). Minyak atsiri ERTS lebih besar kadarnya

    bila dibandingkan dengan minyak atsiri ERTM. Hal ini dapat disebabkan

    karena pada metode ekstraksi menggunakan alat Soxhlet mengalami

    pemanasan yang berkesinambungan sehingga pelarut yang menguap akan

    terkondensasi dan serbuk selalu terbasahi kembali oleh pelarut dari hasil

    kondensasi yang digunakan untuk melarutkan minyak atsiri dari serbuk di

    dalam sifon, maka diperoleh kandungan minyak yang lebih banyak

    dibandingkan dengan menggunakan metode ekstrasi secara maserasi.

  • 44

    Dengan menggunakan uji statistik t-test didapatkan hasil thitung < ttabel → -

    0,0536 < 1,859. Dengan demikian baik menggunakan metode ekstraksi maserasi

    maupun soxhlet tetap diperoleh kadar minyak atsiri yang tidak berbeda.

    G. Penetapan Kandungan Kurkuminoid Dengan Spektofotometri Visibel

    Kurkuminoid merupakan pigmen yang terkandung pada rimpang

    Temulawak yang berwarna kuning. Adanya gugus kromofor, menyebabkan

    kurkuminoid memberi serapan pada sinar tampak. Selain adanya gugus kromofor,

    dalam kurkuminoid juga terdapat gugus auksokrom merupakan gugus fungsional

    yang memiliki elekron bebas yang terikat pada gugus kromofor sehingga akan

    mengakibatkan pergeseran panjang gelombang dan dan menjadi lebih panjang

    sehingga terjadi peningkatan intensitas warna.

    Gambar 5. Gugus kromofor dan auksokrom pada kurkuminoid

    Penetapan kandungan kurkuminoid digunakan pelarut aseton. Pelarut yang

    digunakan adalah pelaut yang dapat melarutkan kurkuminoid dan memiliki

    panjang gelombang di luar panjang gelombang maksimum kurkuminoid agar

  • 45

    pelarut yang digunakan mempunyai absorbansi maksimum pada panjang

    gelombang 330 nm (Willard, 1988).

    1. Penetapan panjang gelombang maksimum (λmax)

    Penetapan panjang gelombang maksimum bertujuan untuk mengetahui

    panjang gelombang dari suatu senyawa yang mempunyai absorbansi (serapan)

    maksimum. Dalam penelitian ini pengukuran panjang gelombang maksimum

    dimulai pada panjang gelombang 400 nm-700nm karena larutan yang akan

    diukur memiliki panjang gelombang pada daerah visibel karena senyawa yang

    diukur kurkuminoid yang memiliki warna kuning.

    Dari grafik panjang gelombang yang diukur pada ke tiga konsentrasi

    (0,1632 mg% b/v; 0,2856 mg% b/v; 0,4080 mg% b/v) terlihat bahwa panjang

    gelombang maksimum kurkuminoid adalah 420 nm. Hal ini disebabkan

    karena warna larutan kurkuminoid yang diukur berwarna kuning kehijauan

    yang panjang gelombangnya berada antara 400 nm-435 nm (Day, A. JR. and

    A. Lunderwood, 1958).

    2. Validasi metode

    Metode penetapan kadar yang baik harus memenuhi berbagai kriteria

    yang nilai perolehan kembali (recovery), kesalahan sistemik, dan kesalahan

    acak. Ketiga hal tersebut merupakan parameter validitas metode untuk

    menunjukkan apakah suatu metode sudah optimal untuk digunakan dalam

    penetapan kadar suatu zat dalam sampel.

  • 46

    Berikut adalah hasil dari pengujian validasi metode analisis :

    a. Akurasi

    Akurasi dimaksudkan untuk mengetahui seberapa dekat antara

    hasil yang diukur menggunakan suatu metode analisis dengan hasil yang

    sebenarnya. Semakin sedikit selisih antara keduanya maka akurasi

    metode analisis semakin baik. Akurasi metode analisis dinyatakan dalam

    recovery. Menurut Harmita, akurasi yang baik dengan kadar 0,1 ppm–1

    ppm dinyatakan dalam recovery antara 80–110 %. Dari hasil percobaan

    yang telah dilakukan didapatkan pengukuran akurasi :

    Tabel V. Recovery baku kurkumin

    Kadar teoritis(mg% b/v)

    Kadar I(mg% b/v)

    Kadar II(mg% b/v)

    Kadar III(mg% b/v)

    Recovery(% b/v)

    0,1632 0,1638 0,1604 0,1627 99,44850,2856 0,2861 0,2793 0,2896 99,78990,4080 0,4067 0,3993 0,4130 99,9183

    Rata-rata recovery 99,7189

    Rentang recovery yang diperoleh adalah 99,79%-99,92%. Hasil ini

    masuk dalam range 80–110% (Harmita, 2004) sehingga dapat dikatakan

    bahwa metode analisis dalam penetapan kadar kurkuminoid pada sampel

    ekstrak rimpang Temulawak memenuhi persyaratan akurasi.

    b. Presisi

    Presisi menunjukkan keterulangan dan ketertiruan hasil yang

    diperoleh. Presisi dinyatakan dalam Coefisien Variasi (CV). Menurut

    Harmita, Presisi suatu metode analisis untuk kadar 0,1 ppm–1 ppm

  • 47

    dikatakan baik jika 6,8%. Semakin kecil CV yang diperoleh maka

    semakin baik presisi metode yang digunakan. Berdasarkan pengukuran

    yang dilakukan diperoleh CV.

    Tabel VI. Coefisien Variasi (CV) baku kurkumin

    Kadar (mg% b/v ) CV (%)

    0,1632 1,06890,2856 1,83770,4080 1,6821Rata – rata CV 1,5296

    Hasil ini menunjukkan bahwa metode yang digunakan memiliki

    presisi yang baik meskipun ada satu replikasi yang melebihi syarat CV

    yaitu pada konsentrasi 1, Namun secara keseluruhan sudah memiliki

    presisi yang baik untuk menetapkan kadar kurkuminoid pada sampel

    ekstrak rimpang Temulawak dengan metode kolorimetri. Hal ini dapat

    dilihat dari rata–rata CVnya, yaitu 1,5296% yang berada di bawah 5,8%.

    c. Linearitas

    Linearitas menyatakan hubungan korelasi antara kadar dan

    absorbansi. Linearitas dinyatakan dari nilai r yang diperoleh dari kurva

    baku. Semakin baik nilai r maka linearitas semakin baik, dimana dengan

    adanya peningkatan kadar maka akan terjadi peningkatan absorbansi

    yang proporsional pula. Metode dikatakan memiliki linearitas yang baik

    jika r>0,99 atau r2 ≥ 0,997. Dari hasil yang diperoleh nilai r = 0,9997,

    jadi metode yang dipakai memiliki linearitas yang tinggi.

  • 48

    d. Spesifisitas

    Spesifisitas menunjukkan kemampuan suatu metode untuk

    mengukur senyawa tertentu saja secara akurat dan presisi dalam sampel

    yang terdiri dari banyak senyawa lain. Menurut Harmita (2004),

    spesifisitas dapat ditunjukkan dengan membandingkan hasil yang

    diperoleh dari sampel dengan hasil yang diperoleh dari baku. Apabila

    diperoleh hasil yang lebih kurang sama serta memiliki akurasi dan presisi

    yang baik maka metode yang digunakan tersebut dapat dikatakan telah

    memenuhi syarat, presisi dari metode tersebut baik.

    Pada penelitian penetapan kandungan kurkuminoid pada ekstrak

    Temulawak ini memiliki spesifisitas yang tinggi. Hal ini dapat dilihat

    dari hasil akurasi, recovery hasil penelitian 99,79%-99,92%. Hasil ini

    masuk dalam range 80–110% (Harmita, 2004) sehingga memiliki akurasi

    yang baik. Dan dari presisi, didapat CV penelitian sebesar 1,5296% yang

    berada di bawah 5,8% sehingga metode ini memiliki presisi yang baik

    juga. Hal ini dapat membuktikan bahwa metode penetapan kandungan

    kurkuminoid dalam ekstrak rimpang Temulawak memiliki spesifisitas

    yang tinggi.

    e. LOD dan LOQ

    LOD menunjukkan batas kadar terkecil yang mampu dideteksi oleh

    metode analisis. Berdasarkan hasil pengukuran dan perhitungan, LOD

    yang diperoleh sebesar 6,4669 x 10-3 mg% b/v. Jadi kadar kurkuminoid

  • 49

    agar masih dapat terdeteksi oleh metode harus ≥ 6,4669 x 10-3 mg% b/v.

    LOQ menyatakan batas kadar terkecil yang mampu dikuantifikasi oleh

    metode analisis. Berdasarkan hasil pengukuran dan perhitungan dan

    perhitungan nilai LOQ yang diperoleh 2,1556 x 10-2 mg% b/v.

    Bila dalam penelitian diperoleh angka-angka LOD dan LOQ

    seperti di atas, maka metode ini dapat dikatakan baik karena metode ini

    masih dapat mengukur kadar yang ada di atas kadar LOD dan LOQ yang

    juga masih dapat terukur oleh metode. Maka bila kadar dapat terukur,

    dapat dikatakan metode ini valid, sehingga memperlengkapi persyaratan–

    persyaratan validitas dari suatu metode.

    3. Kurva baku

    Baku kurkumin yang digunakan berasal dari hasil sintesis kurkumin.

    Dalam pembuatan kurva baku diperlukan satu seri larutan kurkumin murni

    dengan kadar yang berbeda. Seri larutan kurkuminoid ini selanjutnya diukur

    absorbansinya pada panjang gelombang maksimum yaitu sebesar 420nm, dan

    dibuat kurva baku hubungan antara konsentrasi dengan absorbansi.

  • 50

    Tabel VII. Pengukuran absorbansi kurva baku kurkumin

    Replikasi I Replikasi II Replikasi IIIC (mg% b/v) Absor

    bansiC (mg% b/v) Absor

    bansiC (mg% b/v) Absor

    bansi0,1632 0,286 0,1632 0,285 0,1632 0,3220,2040 0,350 0,2040 0,352 0,2040 0,3500,2856 0,499 0,2856 0,543 0,2856 0,5460,3264 0,575 0,3264 0,582 0,3264 0,5930,4080 0,709 0,4080 0,700 0,4080 0,715

    A = -0,0017B = 1,7498R = 0,9997

    A = 0,0106B = 1,7365R = 0,9915

    A = 0,034807B =1,69547R = 0,991247

    Dari ketiga replikasi kurva baku kurkumin pada tabel VII memiliki

    nilai koefisien korelasi (r) yang lebih besar dari nilai r tabel dengan taraf

    kepercayaan 99% (0,959 dengan df 3) sehingga untuk persamaan kurva baku

    dipilih r yang paling mendekati 1, yaitu persamaan kurva baku replikasi I

    yaitu persamaan kurva baku replikasi I dengan persamaan Y = 1,7498x –

    0,0017 dengan nilai r = 0,9997.

    Gambar 6. Grafik kurva baku kurkumin

    Kurva Baku

    0

    0.1

    0.2

    0.3

    0.4

    0.5

    0.6

    0.7

    0.8

    0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4 0.45

    Konsentrasi (mg%)

    Ab

    so

    rban

    si

  • 51

    4. Penetapan kandungan kurkuminoid dalam sampel

    Kadar kurkuminoid total dalam sampel ekstrak kental rimpang

    Temulawak yang diukur dengan menggunakan spektrofotometer visibel

    dengan panjang gelombang 420 nm.

    Tabel VIII. Kandungan kurkuminoid ERTM (%b/b)Replikasi

    IReplikasi

    IIReplikasi

    IIIRepikasi

    IVReplikas

    i VBobot ekstrak

    awal (mg)102,85 103,54 104,02 105,00 103,21

    Bobotkurkuminoiddalam ekstrak

    (mg)

    24,0527 30,4106 29,1962 29,6248 24,9091

    Kadarkurkuminoid

    (%b/b)23,3862 29,3709 28,0679 28,2141 24,1352

    Rata-rata kadarkurkuminoid

    26,6349 %

    SD 2,6849CV 10,0804 %

    Tabel IX. Kandungan kurkuminoid ERTS (%b/b)

    ReplikasiI

    ReplikasiII

    ReplikasiIII

    RepikasiIV

    ReplikasiV

    Bobot ekstrakawal (g)

    0,1017 0,1010 0,1003 0,1008 0,1008

    Bobotkurkuminoiddalam ekstrak

    (g)

    0,0548 0,0561 0,0522 0,0543 0,0505

    Kadarkurkuminoid

    (%b/b)54,4553 55,5234 52,0983 53,8451 50,1036

    Rata-rata kadarkurkuminoid

    53,2051 %

    SD 2,1326CV 4,0083 %

  • 52

    Dengan menggunakan uji statistik t-test didapatkan hasil thitung > ttabel

    → -17,2908 > 1,859. Dengan demikian kandungan kurkuminoid dipengaruhi

    oleh metode ekstraksi yang digunakan, yaitu ekstraksi menggunakan alat

    soxhlet lebih baik untuk memperoleh kurkuminoid secara maksimal

    dibandingkan dengan metode maserasi. Hal ini dapat disebabkan karena pada

    metode ekstraksi menggunakan alat soxhlet mengalami pemanasan yang

    berkesinambungan sehingga pelarut yang menguap akan terkondensasi dan

    serbuk selalu terbasahi kembali oleh pelarut dari hasil kondensasi yang

    digunakan untuk melarutkan kurkuminoid dari serbuk di dalam sifon, maka

    diperoleh kandungan kurkuminoid yang lebih banyak dibandingkan dengan

    menggunakan metode ekstrasi secara maserasi.

  • 53

    BAB V

    KESIMPULAN DAN SARAN

    A. Kesimpulan

    Dari hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa :

    1. Ada pengaruh variasi metode ekstraksi secara maserasi dan dengan alat

    Soxhlet terhadap kandungan kurkuminoid pada ekstrak etanolik rimpang

    Temulawak, dimana dengan alat Soxhlet lebih baik dibandingkan secara

    maserasi.

    2. Tidak ada pengaruh variasi metode ekstraksi secara maserasi dan dengan alat

    Soxhlet terhadap kandungan minyak atsiri pada ekstrak etanolik rimpang

    Temulawak, dimana baik dengan maserasi atau dengan alat Soxhlet diperoleh

    kandungan minyak atsiri yang sama.

    B. Saran

    Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh

    metode ekstraksi terhadap kandungan minyak atsiri dalam rimpang

    Temulawak dengan menggunakan metode destilasi Stahl dan dilakukan

    validasi metodenya.

  • 54

    DAFTAR PUSTAKA

    Anonim, 1974, Ekstra Farmakope Indonesia, C1092-1093, Departemen

    Kesehatan RI, Jakarta

    Anonim, 1979, Materia Medika Indonesia Jilid III, 63, Departemen Kesehatan

    Republik Indonesia, Jakarta

    Anonim, 1985, Cara Pembuatan Simplisia, 105-125, Departemen Kesehatan

    Republik Indonesia, Jakarta

    Anonim, 1986, Sediaan Galenik, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,

    Jakarta.

    Anonim, 1993, Standard of ASEAN Herbal Medicine Vol 1, Aksara Buana

    Printing, Jakarta

    Anonim, 2000, Parameter Strandar Umum Ekstrak Tanaman Obat, cetakan

    pertama, 16, Departemen Kesehatan RI, Jakarta

    Anonim, 2005, Gerakan Nasional Minum Temulawak,

    http://pancasetyawatiutami.blogspot.com/2005/14/GNMT.html, diakses

    pada tanggal 5 Juni 2010

    Bombardelli, E., 1991, Technologies for Processing of Medicinal Plants in the

    Medicinal Plant industry, 85 – 89, CRC Press, Florida, USA

    Day, A. JR. dan A. Lunderwood, 1958, Quantitative Analysis , Prentice Hall, New

    Jersey

    De Muth, J.E., 1999, Basic Statistics And Pharmaceutical Statistical