22
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 1 PENGATURAN HAK ATAS INFORMASI KESEHATAN BAGI MASYARAKAT DALAM KEBIJAKAN PENANGGULANGAN HIV/AIDS DI KABUPATEN SRAGEN. Wisnu Retnaningsih E-mail : [email protected] UPTD. Puskesmas Sambirejo Dinas Kesehatan Kabupaten Sragen Pembimbing : Isharyanto, E-mail : [email protected] Hari Purwadi, E-mail : [email protected] Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Abstract This study examines the regulation of the right to health information for the community in the HIV/AIDS prevention policy in Sragen regency. The type of research used is normative law, by reviewing some positive legal rules. In the health service is known the right of medical secrecy. This right is the basic right of the individual that comes from human rights, namely the right to selh determinant. The problem is when the secret of medicine is related to someone who has the potential to transmit the disease to others, while one of the earliest coping strategies is trough reporting which is a health information subsystem. The next problem arises as to which rights need to take precedence, whether the right to health information relating to infectious diseases or to the individual’s right to the medical secrets to be protected and not informed of his illness to others. The right to public information in relation to health services is the right of every person/ community to obtain information from the government as responsible for ensuring the the right to healthy living for everyone. In order to realize the right to health information, the government develops health information system. In the health information there is information that is private or that should not be opened to the public. Key words: HIV; AIDS; medical secrets; The right to health information. Abstrak Penelitian ini mengkaji tentang pengaturan hak atas informasi kesehatan bagi masyarakat dalam kebijakan penanggulangan HIV/AIDS di Kabupaten Sragen. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif, dengan melakukan pengkajian beberapa peraturan hukum positif. Dalam pelayanan kesehatan dikenal adanya hak atas rahasia medis (medical secrecy). Hak ini merupakan hak dasar individual yang bersumber dari hak asasi manusia, yakni the rights to self determinan. Persoalannya adalah saat rahasia kedokteran tersebut terkait dengan seseorang yang berpotensi menularkan penyakit kepada orang lain, sementara salah satu strategi penanggulangan yang paling awal adalah melalui pelaporan yang merupakan subsistem informasi kesehatan. Problem yang kemudian muncul adalah hak mana yang perlu didahulukan, apakah hak atas informasi kesehatan terkait penyakit menular ataukah hak individu pasien atas rahasia medisnya untuk dilindungi dan tidak diberitahukan mengenai penyakitnya

PENGATURAN HAK ATAS INFORMASI KESEHATAN BAGI …

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PENGATURAN HAK ATAS INFORMASI KESEHATAN BAGI …

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

1

PENGATURAN HAK ATAS INFORMASI KESEHATAN BAGI

MASYARAKAT DALAM KEBIJAKAN PENANGGULANGAN HIV/AIDS

DI KABUPATEN SRAGEN.

Wisnu Retnaningsih

E-mail : [email protected]

UPTD. Puskesmas Sambirejo Dinas Kesehatan Kabupaten Sragen

Pembimbing :

Isharyanto, E-mail : [email protected]

Hari Purwadi, E-mail : [email protected]

Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Abstract

This study examines the regulation of the right to health information for the community in

the HIV/AIDS prevention policy in Sragen regency. The type of research used is normative

law, by reviewing some positive legal rules. In the health service is known the right of

medical secrecy. This right is the basic right of the individual that comes from human

rights, namely the right to selh determinant. The problem is when the secret of medicine is

related to someone who has the potential to transmit the disease to others, while one of the

earliest coping strategies is trough reporting which is a health information subsystem. The

next problem arises as to which rights need to take precedence, whether the right to health

information relating to infectious diseases or to the individual’s right to the medical secrets

to be protected and not informed of his illness to others. The right to public information in

relation to health services is the right of every person/ community to obtain information

from the government as responsible for ensuring the the right to healthy living for everyone.

In order to realize the right to health information, the government develops health

information system. In the health information there is information that is private or that

should not be opened to the public.

Key words: HIV; AIDS; medical secrets; The right to health information.

Abstrak

Penelitian ini mengkaji tentang pengaturan hak atas informasi kesehatan bagi

masyarakat dalam kebijakan penanggulangan HIV/AIDS di Kabupaten Sragen.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif, dengan

melakukan pengkajian beberapa peraturan hukum positif.

Dalam pelayanan kesehatan dikenal adanya hak atas rahasia medis (medical

secrecy). Hak ini merupakan hak dasar individual yang bersumber dari hak asasi

manusia, yakni the rights to self determinan. Persoalannya adalah saat rahasia

kedokteran tersebut terkait dengan seseorang yang berpotensi menularkan penyakit

kepada orang lain, sementara salah satu strategi penanggulangan yang paling awal

adalah melalui pelaporan yang merupakan subsistem informasi kesehatan. Problem

yang kemudian muncul adalah hak mana yang perlu didahulukan, apakah hak atas

informasi kesehatan terkait penyakit menular ataukah hak individu pasien atas

rahasia medisnya untuk dilindungi dan tidak diberitahukan mengenai penyakitnya

Page 2: PENGATURAN HAK ATAS INFORMASI KESEHATAN BAGI …

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2

kepada orang lain. Hak atas informasi publik dalam kaitannya dengan pelayanan

kesehatan adalah hak setiap orang/masyarakat untuk mendapatkan informasi dari

pemerintah selaku penanggung jawab untuk terjaminnya hak hidup sehat bagi

setiap orang. Dalam rangka perwujudan hak atas informasi kesehatan tersebut,

pemerintah mengembangkan sistem informasi kesehatan. Dalam informasi

kesehatan terdapat informasi yang bersifat publik atau dapat diinformasikan kepada

publik dan informasi yang bersifat privat atau yang tidak boleh dibuka kepada

publik.

Kata Kunci: HIV, AIDS; rahasia medis; hak atas informasi kesehatan.

A. Pendahuluan

Sesuai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah

ditetapkan bahwa kesejahteraan merupakan urusan pemerintaan yang menjadi

urusan daerah. Diantara urusan tersebut adalah penanggulangan penyakit

menular. Penyakit menular masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang

menimbulkan kesakitan, kematian, dan kecacatan yang tinggi sehingga perlu

dilakukan upaya pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan yang efektif dan

efisien, secara komprehensif berkesinambungan sejak tingkat fasilitas kesehatan

tingkat primer sampai tingkat atas (Kemenkes, 2015: iii).

Salah satu penyakit yang kini dirasa sebagai permasalahan yang cukup

mendapat perhatian dari pemerintah dan pemerintah daerah adalah penyakit

HIV/AIDS. HIV/AIDS merupakan isu kesehatan yang cukup sensitif untuk

dibicarakan. Hal ini berkaitan dengan sifat yang unik dari penyakit ini. Selain

kasusnya yang seperti fenomena gunung es, yaitu persebaran kasus HIV/ AIDS

yang tidak dapat diprediksi pada fase awal.

Untuk mengatasi masalah tingginya jumlah kasus penyakit HIV/AIDS yang

terjadi di Jawa Tengah tersebut, maka pemerintah provinsi menetapkan sebuah

peraturan dalam mengendalikan penyakit HIV/AIDS, yaitu yang mengacu pada

Perda Provinsi Jawa Tengah Nomor 5 Tahun 2009 tentang Penanggulangan HIV

dan AIDS. Target penerima kebijakan ini adalah seluruh masyarakat Jawa

Tengah, para stakeholder, dan khususnya para penerima program ini adalah

orang yang beresiko terkena HIV dan AIDS ataupun orang yang sudah terkena

HIV, dan AIDS (ODHA). Orang-orang yang beresiko terkena HIV dan AIDS

Page 3: PENGATURAN HAK ATAS INFORMASI KESEHATAN BAGI …

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

3

seperti kelompok waria, gay, pekerja seks, lelaki beresiko tinggi, orang yang

menggunakan NAPZA, dan lainnya. Kelompok-kelompok inilah yang

seharusnya sudah mengetahui tentang adanya upaya-upaya dalam

penanggulangan HIV dan AIDS.

Dalam pelaksanaan kebijakan penanggulangan HIV dan AIDS ada beberapa

upaya yang dilakukan untuk mencapai tujuan dalam kebijakan Perda ini. Ketiga

upaya (upaya pencegahan, upaya penanganan, dan upaya rehabilitasi) tersebut

telah dilakukan oleh agen-agen pelaksana misalnya seperti telah ada sosialisasi

yang dilakukan kepada masyarakat umum ataupun ODHA, adanya pemberian

layanan kesehatan, pengembangan kapasitas orang-orang yang terkena HIV dan

AIDS, adanya Kelompok Dukungan Sebaya (KDS) yang berjalan lancar,

pemberian jarum suntik steril dalam langkah pencegahan sebagai program

pengurangan dampak buruk Narkotika, Psikotropika dan Zat Aditif lainnya

(NAPZA) suntik, dan upaya lainnya. Akan tetapi, upaya-upaya yang ada belum

berjalan maksimal sehingga masih ada tujuan-tujuan kebijakan yang belum

sepenuhnya dapat direalisasikan.

Diantara persoalan yang menyebabkan upaya-upaya penanggulangan HIV/

AIDS tidak maksimal adalah ketentuan Perda Jateng Nomor 5 Tahun 2009

dalam penanggulangan HIV/AIDS terkait dengan Bab X KETENTUAN

PIDANA pasal 18, adanya ancaman pidana kurungan paling lama 6 (enam)

bulan atau denda paling banyak Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) bagi

setiap orang yang melanggar pasal 12 khususnya ayat (3) yaitu setiap orang yang

karena pekerjaannya dan atau jabatannya mengetahui dan memiliki informasi

status HIV dan AIDS seseorang wajib merahasiakannya. Dengan adanya

ketentuan ini menyebabkan ketakutan terhadap petugas kesehatan sehingga

diantara petugas layanan kesehatan dan diantara fasyankes yang ada di

Kabupaten Sragen menjadi tidak ada keterbukaan dalam penanganan seorang

penderita HIV/AIDS yang pada akhirnya justru akan berdampak yang tidak baik

kepada petugas pemberi layanan kesehatan itu sendiri, masyarakat pada

umumnya, dan bahkan berdampak pada penanggulangan penyakit HIV/AIDS.

Page 4: PENGATURAN HAK ATAS INFORMASI KESEHATAN BAGI …

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

4

Secara hukum, hal ini berhubungan dengan informasi medis yaitu informasi

tentang kondisi kesehatan seseorang, yang merupakan salah satu “hak pasien”.

Pada Pasal 7 UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dijelaskan bahwa,

“Setiap orang berhak untuk mendapatkan informasi dan edukasi tentang

kesehatan yang seimbang dan bertanggung jawab”. Selanjutnya pada Pasal 8

dinyatakan bahwa, “Setiap orang berhak memperoleh informasi tentang data

kesehatan dirinya termasuk tindakan dan pengobatan yang telah maupun yang

akan diterimanya dari tenaga kesehatan”. Pada ketentuan ini dapat dijelaskan

pula bahwa informasi kesehatan dalam konteks ketentuan ini adalah informasi

kesehatan yang bersifat privat, sehingga yang boleh mengetahui hanyalah yang

berhak terutama pasien yang bersangkutan.

Dalam Permenkes tersebut juga menyatakan bahwa isi rekam medis adalah

milik pasien, sedangkan dokumen adalah milik sarana pelayanan kesehatan.

Rekam medis merangkum kontak pasien dengan sarana pelayanan kesehatan

yang isinya meliputi data pasien, pemeriksaan, pengobatan dan tindakan yang

diberikan, korespondensi demi kesinambungan pelayanan (biasanya dalam

bentuk kartu). Medical records yang berisi data pasien merupakan hak pasien

dan menjadi kewajiban dokter untuk membuatnya. Data pasien yang dituangkan

dalam medical records merupakan informasi yang berisikan data yang

mengandung kerahasiaan, sehingga provider wajib mengelola data tersebut

dengan sebaik-baiknya.

Jaminan perlindungan hak atas medical records diatur pada Pasal 79 huruf b

UU Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran dalam rumusan tentang

sanksi pidana yang menyebutkan bahwa: “Di pidana dengan pidana kurungan

paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima

puluh juta rupiah), setiap dokter atau dokter gigi yang: dengan sengaja tidak

membuat rekam medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1).”

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269 Tahun 2008 Tentang Rekam Medis

juga mengatur bahwa sarana pelayanan kesehatan bertanggung jawab terhadap

rekam medis. Di samping itu, sarana pelayanan kesehatan juga membuat atau

mencatat semua kejadian terkait dengan layanan yang dilakukan terhadap

pasien; mengelola sebaik-baiknya; dan menjaga kerahasiaannya. Oleh karena

Page 5: PENGATURAN HAK ATAS INFORMASI KESEHATAN BAGI …

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

5

itu, rekam medis yang berisi data pribadi pasien sifatnya rahasia dan

dikecualikan dalam ketentuan keterbukaan informasi publik. Hal tersebut

dikarenakan informasi yang tercatat dalam rekam medis merupakan data

seseorang (personal), bersifat rahasia, hak pribadi dan terkait rahasia jabatan.

Oleh sebab itu, persepsi mengenai karakter penyediaan informasi kesehatan

dihubungkan dengan kewajiban merahasiakan rekam medis perlu ditelaah lebih

lanjut sehubungan dengan kepentingan publik yang lebih luas.

Dalam informasi kesehatan terdapat informasi yang bersifat publik atau

dapat diinformasikan kepada publik dan informasi yang bersifat privat atau yang

tidak boleh dibuka kepada publik. Informasi kesehatan yang dapat

diinformasikan kepada publik terdiri dari bermacam bentuk dan jenis. Sebagai

contoh, sistem informasi kesehatan di rumah sakit yang diinformasikan kepada

publik antara lain: menyangkut bentuk dan jenis layanan rumah sakit, prosedur

layanan, biaya, fasilitas pelayanan kesehatan, dan sistem pembiayaan. Contoh

yang lebih khusus adalah sistem informasi terkait pemberantasan penyakit antara

lain berupa: informasi hasil survei jenis penyakit tertentu (melalui pelaporan,

pendataan, pemetaan), program pencegahan penyakit, tindakan penanggulangan

penyakit, data perkembangan jenis-jenis penyakit menular dan daerah

penularannya, informasi tentang angka kejadian penyakit tertentu, yang

kesemuanya diamanatkan oleh undang-undang.

Adapun informasi kesehatan yang bersifat privat adalah data dan kondisi

kesehatan, baik yang dituangkan dalam medical record maupun yang diketahui,

dilihat, atau didengar oleh tenaga kesehatan sebagaimana diatur dalam Peraturan

Menteri Kesehatan Nomor 269 Tahun 2008 tentang Rekam Medis dan Peraturan

Menteri Kesehatan Nomor 36 Tahun 2012 tentang Rahasia Kedokteran.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengkaji tentang

pengaturan hak atas informasi kesehatan bagi masyarakat dalam kebijakan

penanggulangan HIV/AIDS di Kabupaten Sragen.

Page 6: PENGATURAN HAK ATAS INFORMASI KESEHATAN BAGI …

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

6

B. Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

normatif, dengan melakukan pengkajian beberapa peraturan hukum positif yang

akan digunakan untuk mengembangkan teori dan menjawab permasalahan yang

ada. Penelitian ini melakukan evaluasi secara kritis terhadap aturan hukum,

doktrin, konsep, dan perundang-undangan sesuai dengan konteksnya. Sesuai

karakter masalah yang ingin dicari jawabannya, maka studi ini menggabungkan

strategi studi tekstual dan dokumen. Studi tekstual digunakan untuk

menganalisis bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Telaah bahan

hukum primer ini untuk menentukan bagaaimanakah regulasi yang mengatur

tentang kebijakan penanggulangan HIV/AIDS di Kabupaten Sragen dan

pengaturan hak atas informasi kesehatan dalam kebijakan penanggulangan

HIV/AIDS di Kabupaten Sragen. Bahan hukum sekunder mencakup buku,

jurnal, makalah, dan hasil penelitian yang secara substantif relevan dengan tema

dan masalah yang dikaji.

C. Hasil Penelitian dan Pembahasan

1. Tinjauan Terhadap Hak Atas Informasi Kesehatan

Istilah “hak “ mengandung makna yang berbeda-beda. Disini kita hanya

berkepentingan dengan apa yang dipandang sebagai “hak hukum”. Konsep

ini harus didefinisikan dari sudut pandang teori hukum murni. Jika hak itu

adalah hak hukum, hak tersebut pasti merupakan hak atas perbuatan orang

lain, atas perbuatan yang menurut hukum merupakan kewajiban dari orang

lain itu. Tidak ada hak hukum bagi seseorang tanpa suatu kewajiban hukum

bagi orang lain. Isi dari hak seseorang pada dasarnya merupakan pemenuhan

kewajiban dari orang lain.( Hans Kelsen, 2016:109-111).

Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada manusia karena

kelahirannya sebagai manusia. Karena itu hak asasi manusia bila dicabut atau

dikurangi akan mengakibatkan berkurang derajat kemanusiannya. Hak dasar

yang pertama adalah hak hidup yang membawa konsekuensi adanya hak-hak

seperti hak mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak, hak

berkeluarga dan melanjutkan keturunan, hak mendapatkan kewargnegaraan

dan hak mengeluarkan pendapat, berserikat, dan berkumpul. Pada

Page 7: PENGATURAN HAK ATAS INFORMASI KESEHATAN BAGI …

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

7

perkembangan selanjutnya, derajat kemanusiaan juga ditentukan oleh tingkat

pendidikan dan kesehatannya, sehingga pendidikan dan kesehatan pun

kemudian menjadi hak asasi manusia dengan segala perangkat hak lain untuk

mendapatkan pendidikan dan kesehatan. (Sunny Ummul Firdaus, dkk, 2016 :

9).

Secara sederhana, hak asasi manusia dapat diartikan sebagai hak dasar

(asasi) yang dimiliki dan melekat pada manusia karena kedudukannya

sebagai manusia. Tanpa adanya hak tersebut, manusia akan keholangan

harkat dan martabatnya sebagai manusia. Hak asasi manusia adalah hak dasar

atau hak pokok manusia yang dibawa sejak lahir sebagai anugerah Tuhan

Yang Maha Esa, bukan pemberian manusia atau penguasa. Hak ini sifatnya

sangat mendasar bagi hidup dan kehidupan manusia, serta bersifat kodrati,

yakin ia tidak bisa terlepas dari dan dalam kehidupan manusia sebagai

penyandang hak tersebut.

Jenis-jenis hak asasi manusia menurut Konvenan internasional hak-hak sipil

dan politik atau International Convenan on Civil and Political Rights

(ICCPR) :

a. Non-Derogable right

Non-derogable rights adalah hak asasi manusia (HAM) yang tidak dapat

dikurangi dalam keadaan apapun. Non-derogable rights demikian

dirumuskan dalam Perubahan UUD 1945 Pasal 28 I ayat (1) yang

menyatakan sebagai berikut: “Hak untuk hidup, hak untuk tidak di siksa,

hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak

diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak

untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi

manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun”.

Sebelum non-derogable rights dirumuskan dalam UUD 1945, sudah

ditegaskan pula di dalam Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak

Asasi Manusia, Pasal 7 yang menyebutkan: “Hak untuk hidup, hak untuk

tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama,

hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan

hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut

Page 8: PENGATURAN HAK ATAS INFORMASI KESEHATAN BAGI …

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

8

adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan

apapun (non–derogable)”.

Selanjutnya Pasal 4 UU No. 29 Tahun 1999 tentang HAM juga

menyebutkan: “Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan

pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak

diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan

hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut

adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan

apapun dan oleh siapapun”.

Pengklasifikasian non-derogable rights dan derogable rights adalah

sesuai Konvenan internasional Hak-Hak Sipil dan Politik atau

International Covenan on Civil and Political Rights (ICCPR). Ifdhal

Kasim dalam tulisannya “Konvensi Hak Sipil dan Politik, Sebuah

Pengantar”, yang diterbitkan ELSAM, hak-hak non-derogable yaitu hak-

hak yang bersifat absolut dan tidak boleh dikurangi pemenuhannya oleh

negara-negara pihak, walaupun dalam keadaan darurat sekalipun.

Miriam Budiarjo dalam “Perlukah Non-Derogable Rights Masuk

Undang-Undang Dasar 1945”, mengatakan dengan dimasukkannya non-

derogable rights dalam UUD, maka kita telah mengikat tangan sendiri.

Misalkan saja, fakir miskin dan anak terlantar dalam UUD dinyatakan

sebagai hak non-derogable, maka kita akan dituduh negara pelanggar

HAM jika tidak memenuhinya karena berhubung dengan keterbatasan

dana (Eko Riyadi, 2012 : 4-5).

Sesuai dengan Pasal 28 I, ICCPR menyatakan hak-hak yang sama

sekali tidak boleh dikurangi karena sangat mendasar yaitu: (i) hak atas

hidup (rights to life); (ii) hak bebas dari penyiksaan (rights to be free

from torture); (iii) hak bebas dari perbudakan (rights to be free from

slavery); (iv) hak bebas dari penahanan karena gagal memenuhi

perjanjian (utang); (v) hak bebas dari pemidanaan yang berlaku surut;

(vi) hak sebagai subjek hukum; dan (vii) hak atas kebebasan berpikir,

keyakinan dan agama. Negara-negara pihak yang melakukan

pelanggaran terhadap hak-hak dalam jenis ini, seringkali akan mendapat

Page 9: PENGATURAN HAK ATAS INFORMASI KESEHATAN BAGI …

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

9

kecaman sebagai negara yang telah melakukan pelanggaran serius hak

asasi manusia (gross violation of human rights).

Sedangkan intinya, sesuai dengan ICCPR, The European Convention

on Human Rights dan The American Convention on Human Rights

terdapat empat hak non-derogable umum. Atau beberapa pendapat

menyebut The core of rights (hak inti) dari non derogable rights

berjumlah empat. Ini adalah hak untuk hidup, hak untuk bebas dari

penyiksaan dan perlakuan yang tidak manusiawi atau merendahkan atau

hukuman lainnya, hak untuk bebas dari perbudakan atau penghambaan

dan hak untuk bebas dari penerapan retroaktif hukum pidana. Hak-hak

ini juga dikenal sebagai norma hukum internasional yg harus ditaati atau

jus cogens norms.

b. Derogable Right

Derogable right adalah, hak-hak yang boleh dikurangi atau dibatasi

pemenuhannya oleh negara-negara pihak. Hak dan kebebasan yang

termasuk dalam jenis ini adalah: (i) hak atas kebebasan berkumpul secara

damai; (ii) hak atas kebebasan berserikat, termasuk membentuk dan

menjadi anggota serikat buruh; dan (iii) hak atas kebebasan menyatakan

pendapat atau berekpresi, termasuk kebebasan mencari, menerima dan

memberikan informasi dan segala macam gagasan tanpa memperhatikan

batas (baik melalui lisan atau tulisan).

Sebagaimana ditulis Ifdhal Kasim atau pendapat Prof. Laica

Marzuki, negara-negara pihak boleh mengurangi atau menyimpangi

kewajiban memenuhi hak-hak jenis non-derogable. Sedangkan non-

derogable tidak diperkenankan. Tetapi penyimpangan itu hanya dapat

dilakukan jika sebanding dengan ancaman yang dihadapi dan tidak

bersifat diskriminatif, yaitu demi: (i) menjaga keamanan nasional atau

ketertiban umum atau kesehatan atau moralitas umum; dan (ii)

menghormati hak atau kebebasan orang lain. Prof. Rosalyn Higgins

menyebut sebagai ketentuan “clawback’, yang memberikan suatu

keleluasaan yang dapat disalahgunakan oleh negara. Untuk menghindari

Page 10: PENGATURAN HAK ATAS INFORMASI KESEHATAN BAGI …

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

10

hal ini ICCPR menggariskan bahwa hak-hak tersebut tidak boleh dibatasi

“melebihi dari yang ditetapkan oleh Kovenan ini”. Selain itu diharuskan

juga menyampaikan alasan-alasan mengapa pembatasan tersebut

dilakukan kepada semua negara pihak ICCPR.

Di lihat dari segi hukum dalam arti baik sebagai adil, sebagai peraturan

perundang-undangan, maupun sebagai hak, pada asasnya bila dikaitkan

dengan hak- hak dasar yang telah melekat pada diri manusia sejak lahirnya,

hukum kesehatan, pada asasnya bertumpu pada dua hak manusia yang asasi.

Dasar yang pertama ialah hak atas pemeliharaan kesehatan (the right to

healthcare), dan yang kedua ialah hak untuk menentukan nasib sendiri (the

right to self-determination atau zelfbeschikkinggrecht).

Dari kedua dasar tumpuan hukum kesehatan itu apabila kita berbicara dan

membahas hukum kesehatan, kita tidak dapat melepaskan diri dari hak

manusia dalam kesehatan. Hak dasar manusia atau lebih lazim dikenal

sebagai hak asasi manusia bertolak dari suatu ide yang tidak kalah modernnya

dengan kemajuan dan perkembangan ilmu dan tekhnologi pada abad kedua

puluh yang pada asasnya adalah untuk mencapai tujuan pokok dari hidup

manusia.

Salah satu pembelajaran penting dalam respon terhadap HIV/AIDS adalah

desentralisasi, penyerahan urusan pemerintahan dari pemerintah pusat ke

daerah. Penyerahan ini bukan merupakan hal yang mudah. Sering terjadi

tumpang tindih atau kekosongan dalam pembagian urusan. Akibatnya, sistem

kesehatan menjadi sulit dikelola. Oleh karena itu diperlukan pengembangan

sistem kesehatan yang inovatif untuk meningkatkan status kesehatan

masyarakat. Sistem kesehatan nasional (Perturan Presiden Nomor 72 Tahun

2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional Pasal 1 angka 2) menunjukkan

bahwa pengelolaan kesehatan diselenggarakan oleh semua komponen bangsa

Indonesia secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya

derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya serta bersifat

berjenjang di pusat dan daerah dan memperhatikan otonomi daerah dan

otonomi fungsional di bidang kesehatan.

Page 11: PENGATURAN HAK ATAS INFORMASI KESEHATAN BAGI …

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

11

Sesuai dengan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2014 tentang

Keterbukaan Informasi Publik disebutkan bahwa :

a. Setiap informasi publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap

pengguna informasi publik

b. Informasi publik yang dikecualikan bersifat ketat dan terbatas

c. Setiap informasi publik harus dapat diperoleh setiap pemohon informasi

publik dengan cepat dan tepat waktu, biaya ringan, dan cara sederhana

d. Informasi publik yang dikecualikan bersifat rahasia sesuai dengan undang-

undang, kepatutan, dan kepentingan umum didasarkan pada pengujian

tentang konsekuensi yang timbul bila suatu informasi diberikan kepada

masyarakat serta dipertimbangkan dengan seksama bahwa menutup

informasi publik dapat melindungi kepentingan yang lebih besar daripada

membukanya atau sebaliknya.

Adapun tujuan dari undang-undang keterbukaan informasi publik ini adalah

:

a. Menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan

kebijakan publik, proses pengambilan keputusan publik, serta alasannya

b. Mendorong partisipasi masyarakat dalam mewujudkan penyelenggaraan

negara yang baik

c. Mengembangkan iptek dan mencerdaskan kehiduan bangsa

d. Meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan badan

publik

Selanjutnya dalam ketentuan pasal 6 Undang-Undang Nomor 14 Tahun

2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik disebutkan bahwa : (1) Badan

publik berhak menolak memberikan informasi yang “di kecualikan” sesuai

dengan peraturan perundang-undangan; (2) Badan publik berhak menolak

memberikan informasi publik apabila tidak sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan; (3) Informasi publik yang tidak dapat

diberikan oleh badan publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) khususnya

butir c dan d adalah : informasi yang berkaitan dengan hak-hak pribadi dan

informasi yang berkaitan dengan “rahasia jabatan” ; salah satu informasi yang

Page 12: PENGATURAN HAK ATAS INFORMASI KESEHATAN BAGI …

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

12

dikecualikan diatur pada pasal 17 huruf h UU KIP adalah informasi publik

yang apabila dibuka dan diberikan kepada pemohon informasi publik dapat

mengungkap rahasia pribadi, seperti dirumuskan dalam butir 2 yaitu riwayat,

kondisi, dan perawatan, pengobatan kesehatan fisik, dan psikis seseorang.

Jadi, dapat ditegaskan bahwa salah satu informasi publik yang “dikecualikan”

untuk dibeberkan adalah informasi tentang kondisi kesehatan seseorang.

Pengembangan sistem informasi dilakukan untuk mewujudkan pelayanan

kesehatan yang berkualitas, yang mengacu pada pengertian quality of care

atau standar pelayanan yang berkualitas, yakni pelayanan yang menghrmati

hak-hak konsumen karena setiap konsumen memiliki hak yang dilindungi

undang-undang. Demikian pula konsumen pelayanan keehatan (pasien),

sistem informasi kesehatan tersebut harus menjamin hak-hak pasien untuk

mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan tidak melanggar hak

asasinya sebagai pasien.

1. Menurut Pasal 168 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang

Kesehatan dirumuskan sebagai berikut :

2. Untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang efektif dan efisien

diperlukan informasi kesehatan.

3. Informasi kesehatan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dilakukan

melalui sistem informasi dan melalui lintas sektor.

4. Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem informasi sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Selanjutnya pada Pasal 169 Undang-Undang Kesehatan diatur bahwa

“Pemerintah memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk memperoleh

akses terhadap informasi kesehatan dalam upaya meningkatkan derajat

kesehatan masyarakat.” Ketentuan tersebut didasarkan pada amanat

konstitusi yang dirumuskan dalam Pasal 28 E ayat (2) dan 28 F yang

menjamin bagi perolehan, pemilikan, dan penyebaran informasi. Sedangkan

menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen pada ketentuan Pasal 4 ayat (3) dengan jelas diberikan hak bagi

konsumen yaitu hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai

Page 13: PENGATURAN HAK ATAS INFORMASI KESEHATAN BAGI …

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

13

kondisi dan jaminan barang dan atau jasa, artinya konsumen barang dan jasa

pelayanan kesehatan berhak atas informasi yang jelas dan jujur. Menurut

Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pada ketentuan

pasal 29 ayat (1) butir a diatur bahwa salah satu kewajiban rumah sakit adalah

memberikan informasi yang benar dan jujur tentang pelayanan rumah sakit

kepada masyarakat. Jika dikaitkan dengan kewajiban rumah sakit untuk

mengembangkan sistem informasi kesehatan tersebut, sebenarnya yang

dimaksud informasi kesehatan adalah terkait dengan : bentuk dan macam

layanan, transparansi anggaran, kemudahan akses, dan kewajiban publik lain

dalam kedudukannya sebagai badan layanan publik (Endang wahyati Yustina,

2014: 251-252).

Dari uraian tersebut, dapat dijelaskan bahwa hak atas informasi publik

dalam kaitannya dengan pelayanan kesehatan adalah hak setiap

orang/masyarakat untuk mendapatkan informasi dari pemerintah selaku

penanggung jawab untuk terjaminnya hak hidup sehat bagi setiap orang.

Dalam rangka perwujudan hak atas informasi kesehatan tersebut, pemerintah

mengembangkan sistem informasi kesehatan. Dalam informasi kesehatan

terdapat informasi yang bersifat publik atau dapat diinformasikan kepada

publik dan informasi yang bersifat privat atau yang tidak boleh dibuka kepada

publik. Sebagai contoh, sistem informasi kesehatan di rumah sakit yang

diinformasikan kepada publik antara lain : menyangkut dan jenis layanan

rumah sakit, prosedur layanan, biaya, fasilitas pelayanan kesehatan, dan

sistem pembiayaan. Contoh yang lebih khusus adalah sistem informasi terkait

pemberantasan penyakit antara lain berupa: informasi hasil survey jenis

penyakit tertentu, program pencegahan penyakit, data perkembangan jenis-

jenis penyakit menular dan daerah penularannya, informasi tentang angka

kejadian penyakit tertentu, yang kesemuanya diamanatkan oleh undang-

undang. Adapun informasi yang bersifat privat adalah data dan kondisi

kesehatan, baik yang dituangkan dalam medical record maupun yang

diketahui, dilihat, atau didengar oleh tenaga kesehatan sebagaimana diatur

dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 269 Tahun 2008

Page 14: PENGATURAN HAK ATAS INFORMASI KESEHATAN BAGI …

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

14

tantang Rekam Medis dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 36 tahun

2012 tentang Rahasia Kedokteran.

Setiap orang atau setiap warga masyarakat mempunyai hak atas informasi

kesehatan, lebih-lebih yang menyangkut diri pribadinya. Dan sebagai akibat

dari hak atas informasi ini terdapat pula kewajiban dokter untuk memberikan

informasi kepada pasiennya. Dalam hal ini pasien mempunyai hak untuk

memutuskan sendiri, apakah ia menggunakan haknya atau tidak. Pasien

berhak untuk menentukan pilihannya. Hal inilah yang merupakan hak untuk

menentukan nasib sendiri/the right to self determination atau Autonomy (

J.Guwandi, 2010 : 26)

Kemudian pada tahun 2009 hak tentang kesehatan diatur dalam Undang-

Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Pada pasal 4 dikatakan,

“Setiap orang berhak atas kesehatan“. Lalu pada pasal 5 dikatakan : “Setiap

orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya

dibidang kesehatan. Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh

pelayaanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Setiap orang

berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan

kesehatan yang diperlukan bagi dirinya” (C.B.Kusmaryanto, 2016: hlm 99).

Pada pasal 7 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

dikatakan “ Setiap orang berhak untuk mendapatkan informasi dan edukasi

tentang kesehatan yang seimbang dan bertanggung jawab. Dan pada pasal 8

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dikatakan bahwa“

Setiap orang berhak memperoleh informasi tentang data kesehatan dirinya

termasuk tindakan dan pengobatan yang telah maupun yang akan diterimanya

dari tenaga kesehatan “.

2. Pengaturan Hak Atas Informasi Kesehatan Terkait Dengan Kewajiban

Menyimpan Rahasia Medis Dalam Kebijakan Penaggulangan HIV/AIDS di

Kabupaten Sragen.

Sebagai sebuah profesi, maka dokter atau tenaga kesehatan lainnya diikat

oleh sebuah kode etik yang harus dipatuhi dan dilaksanakan serta dijadikan

pedoman dalam menjalankan profesi kedokterannya. Kode etik kedokteran

Page 15: PENGATURAN HAK ATAS INFORMASI KESEHATAN BAGI …

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

15

secara yuridis tercantum dalam SK Menteri Kesehatan No.

434/Men.Kes/X/1983 tentang berlakunya Kode Etik Kedokteran Indonesia,

yang menyebutkan secara khusus hubungan hukum dokter dan pasien dalam

pelayanan kesehatan, sebagai berikut :(Erdiansyah, Jurnal Ilmu Hukum

Volume 3 No.2)

1) Transaksi Terapeutik ini hanya khusus mengatur hubungan hukum antara

dokter dan pasien

2) Dilakukan dalam nuansa saling percaya atau konfidensial, yang

mengandung makna bahwa pasien atau keluarga pasien harus percaya

kepada dokter yang melakukan upaya pengobatan penyembuhan

terhadap sakit pasien, demikian pula dokter harus mempercayai pasien.

Pasien harus jujur menceritakan tentang segala keluhannya dan segala

ketidaktahuannya terhadap obat-obat tertentu, agar dokter dapat

memberikan terapi yang tepat

3) Hubungan hukum antara dokter dan pasien yang bersifat khusus ini

meliputi pula hubungan emosional, harapan dan kekhawatiran makhluk

insani atas kesembuhan pasien. Perjanjian terapeutik dalam undang-

undang masuk dalam kategori perjanjian untuk melakukan jasa tertentu.

Oleh karena itu, apabila telah dilakukan perjanjian terapeutik dengan

baik, maka masing-masing pihak baik dokter maupun pasien memiliki

hak dan kewajiban yang dilindungi oleh undang-undang.

Hubungan yang terjadi antara dokter dan pasien inilah yang

melahirkan aspek hukum “ inspaning verbintenis “, yang merupakan

hubungan hukum antara dua subyek hukum yaitu dokter dan

pasien(Hermien Hadiati Koeswadji, 2010:63). Dalam hubungan ini

melahirkan hak dan kewajiban bagi pasien dan dokter. Dokter dan pasien

mempunyai hak dan kewajiban sebagai konsekuensi adanya transaksi

terapeutik. Dalam melakukan praktik kedokteran, dokter memiliki hak dan

kewajiban, yang sudah diatur didalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun

2004 tentang Praktik Kedokteran. Selain itu masih ada hak dan kewajiban

umum lainnya yang mengikat dokter.

Page 16: PENGATURAN HAK ATAS INFORMASI KESEHATAN BAGI …

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

16

Kewajiban dokter dalam memberikan pelayanan medis salah satunya

adalah merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien

bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia. Merahasiakan keadaan

pasien diwajibkan dalam sumpah dokter, kode etik kedokteran /kedokteran

gigi, dan beberapa peraturan perundang-undangan. Sebagian pakar

menyatakan bahwa kewajiban tersebut absolut sifatnya,sebagian

menyatakan relatif (Konsil Kedokteran Indonesia, 2006:33). Menurut

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 57 ayat

(1) dikatakan bahwa “ setiap orang berhak atas rahasia kondisi kesehatan

pribadinya yang telah dikemukakan kepada penyelenggara pelayanan

kesehatan.”

Berdasarkan kerangka desentralisasi seperti itu maka program

penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia secara nyata masih

menghadapi dua tantangan, yaitu pertama secara internal dalam sistem

kesehatan yaitu keterpaduan antara kebijakan, perencanaan dan

penganggaran, serta pelaksanaan. Kedua dalam hubungannya dengan

sektor lain, lemahnya sinergi dalam penyusunan kegiatan lintas program

dan disharmoni hukum terutama terkait dengan benturan ketentuan rahasia

medis dengan kebutuhan informasi kesehatan terkait dengan

penanggulungan HIV dan AIDS.

Dalam ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 290 Tahun

2008, diamanatkan bahwa medical secrecy tidak boleh dibuka kecuali (a)

Atas permintaan pasien yang bersangkutan; (b) Atas perintah undang-

undang; dan (c) Untuk kepentingan masyarakat yang lebih luas (misalnya

terkait pemberantasan penyakit menular). Secara lebih tegas dalam

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 36 Tahun 2012 diatur tentang

Rahasia Kedokteran, yang prinsipnya dalam hal tertentu rahasia dapat

dibuka meskipun dengan pembatasan yang cukup ketat. Hal ini

dirumuskan pada Pasal 5 dan terkait informasi kesehatan secara khusus

diatur pada Pasal 6 dan Pasal 9. Pada ketentuan Pasal 5 disebutkan bahwa:

Pertama, Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan

kesehatan pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam

Page 17: PENGATURAN HAK ATAS INFORMASI KESEHATAN BAGI …

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

17

rangka penegakan hukum, permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kedua, Pembukaan rahasia kedokteran terbatas dilakukan terbatas sesuai

kebutuhan.

Sementara itu, pada Pasal 9 disebutkan bahwa pembukaan rahasia

kedokteran berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan

dilakukan tanpa persetujuan pasien dalam rangka kepentingan penegakan

kode etik atau disiplin serta kepentingan umum. Kemudian, pembukaan

rahasia kedokteran dalam rangka kepentingan penegakan kode etik atau

disiplin diberikan atas permintaan tertulis dari Majelis Kehormatan Etik

Profesi atau Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.

Selanjutnya, pembukaan rahasia kedokteran dalam rangka kepentingan

umum dilakukan tanpa membuka identas pasien.

Perbuatan / tindakan yang bertentangan dengan kode etik adalah

menyebarluaskan informasi yang terkandung dalam laporan rekam medis

HIV AIDS yang dapat merusak citra profesi rekam administrator

informasi kesehatan. Disisi lain rumah sakit sebagai institusi tempat

dilaksanakannya pelayanan medis, memiliki Kode Etik Rumah Sakit

(Kodersi) dalam kaitannya manajemen informasi kesehatan :

Pasal 4 : Rumah sakit harus memelihara semua catatan / arsip, baik

medik maupun non medik secara baik.

Pasal 9 : Rumah sakit harus mengindahkan hak-hak asasi pasien

Pasal 10: Rumah sakit harus memberikan penjelasan apa yang diderita

pasien dan tindakan apa yang hendak dilakukan.

Pasal 11: Rumah sakit harus meminta persetujuan pasien ( informed

consent ) sebelum melakukan tindakan medik.

Selain itu, kerahasiaan rekam medis diatur di dalam Undang-Undang

Praktik Kedokteran No. 29 Tahun 2004 pasal 47 ayat (2) sebagaimana

Page 18: PENGATURAN HAK ATAS INFORMASI KESEHATAN BAGI …

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

18

disebutkan di atas. UU tersebut memang hanya menyebut dokter, dokter

gigi dan pimpinan sarana yang wajib menyimpannya sebagai rahasia,

namun Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1966 tentang Wajib Simpan

Rahasia Kedokteran tetap mewajibkan seluruh tenaga kesehatan dan

mereka yang sedang dalam pendidikan di sarana kesehatan untuk menjaga

rahasia kedokteran.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1966 tentang Wajib

Simpan Rahasia Kedokteran Pasal 3 yang diwajibkan menyimpan rahasia

kedokteran adalah :

1. Tenaga kesehatan menurut pasal 2 undang-undang tentang tenaga

kesehatan

2. Mahasiswa kedokteran, murid yang bertugas dalam lapangan

pemeriksaan, pengobatan dan atau perawatan dan orang lain yang

ditetapkan oleh menteri kesehatan pada waktu atau selama melakukan

pekerjaannya dalam lapangan kedokteran.

Dokter wajib menyimpan rahasia medis pasien. Hal ini berdasarkan KODEKI

maupun kode etik petugas kesehatan Pasal 13 :

”Dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang

seorang penderita bahkan juga setelah meninggal dunia.

Pelanggaran mengenai ketentuan wajib simpan rahasia kedokteran dapat

dipidana dengan pasal 322 KUHP :

Barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya

karena jabatan atau pencariaannya, baik yang sekarang maupun yang dahulu,

diancam dengan pidana penjara paling lama 9 bulan atau denda paling banyak

enam ratus rupiah.Tujuan dari rahasia kedokteran dalam kasus HIV/AIDS,

selain untuk kepentingan jabatan adalah untuk menghindarkan pasien dari

hal-hal yang merugikan karena terbongkarnya status kesehatan.

Page 19: PENGATURAN HAK ATAS INFORMASI KESEHATAN BAGI …

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

19

Tidak semua informasi atas pengakuan, dokumen, data, jiwa dan raga,

atau informasi yang diperoleh dokter dari seorang pasiennya atau dari pihak

lain yang berhubungan dengan pasiennya itu merupakan kerahasiaan yang

akan dilindungi. Kerahasiaan tertentu saja yang merupakan rahasia yang

dilindungi, yakni rahasia-rahasia yang memenuhi syarat sebagai berikut.

Rahasia tersebut merupakan informasi substansial dan penting bagi pasien

atau bagi pengobatannya, rahasia tersebut sebelumnya belum pernah terbuka

untuk umum secara meluas, apabila rahasia tersebut telah terbuka untuk

umum tetapi belum meluas atau jika rahasia tersebut sudah dibuka sebagai

alat bukti, rahasia tersebut tetap tidak boleh dibuka oleh dokter kepada orang

lain, rahasia tersebut bukanlah informasi yang memang tersedia untuk publik,

dan rahasia ini jika dibuka akan menimbulkan rasa malu bagi pasien, dokter,

atau pihak-pihak lainnya, rahasia yang jika dibuka akan merugikan

kepentingan pasiennya, rahasia yang jika dibuka akan mempersulit

pengobatan dokter kepada pasiennya, rahasia yang jika dibuka menimbulkan

kemungkinan pasien tidak lagi memberikan informasi kepada dokternya.

Bagi pasien informasi tersebut sangat penting dan sangat sensitif. Jika dibuka

rahasia tersebut akan menimbulkan kemarahan/gejolak/sikap masyarakat

yang merugikan kepentingan pengobatan pasien. Pasien tidak pernah

mengijinkan secara tegas atau secara tersirt untuk membuka rahasia tersebut

(Ratna Wahyu Lestari Dewi, 2013: 139-140)

D. Simpulan

Hak atas informasi publik dalam kaitannya dengan pelayanan kesehatan

adalah hak setiap orang/masyarakat untuk mendapatkan informasi dari

pemerintah selaku penanggung jawab untuk terjaminnya hak hidup sehat bagi

setiap orang. Dalam rangka perwujudan hak atas informasi kesehatan tersebut,

pemerintah mengembangkan sistem informasi kesehatan. Dalam informasi

kesehatan terdapat informasi yang bersifat publik atau dapat diinformasikan

kepada publik dan informasi yang bersifat privat atau yang tidak boleh dibuka

kepada publik. Pengaturan hak atas informasi kesehatan bagi masyarakat terkait

dengan penularan penyakit berhubungan dengan kebijakan penanggulangan

HIV/AIDS di Kabupaten Sragen dapat dilakukan penerobosan yaitu informasi

Page 20: PENGATURAN HAK ATAS INFORMASI KESEHATAN BAGI …

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

20

terkait penyakit HIV/AIDS dapat dibuka untuk kepentingan masyarakat yang

lebih luas terkait pemberantasan penyakit menular khususnya penyakit

HIV/AIDS. Pembukaan rahasia kedokteran tersebut dilakukan tanpa membuka

identitas pasien.

E. Saran

Pengaturan hak atas informasi kesehatan dalam kebijakan penanggulangan

HIV/AIDS di Kabupaten Sragen dalam kaitannya dengan kewajiban menyimpan

rahasia medis harus tetap memperhatikan tujuan maupun kegunaan dari

pelepasan informasi tersebut. Pembukaan rahasia medis yang terkait dengan

informasi tentang penyakit HIV/AIDS tersebut dapat dilakukan dengan tanpa

membuka identas pasien.

F. Daftar Pustaka

C.B.Kusmaryanto. 2016. Bioetika. Mendiskusikan Pertanyaan Dasar Tentang

Hidup Manusia Yang Menyangkut Berbagai Disiplin Ilmu. Jakarta : PT. Kompas

Media Nusantara.

Endang Wahyati Yustina. 2014. Hak Atas Informasi Publik dan Hak Atas

Rahasia Medis-Problem Hak Asasi Manusia Dalam Pelayanan Kesehatan.

Bandung. Padjajaran. Jurnal Ilmu Hukum. vol 1-No 2.

Eko Riyadi. 2012. Kecenderungan Paradigma Hak Asasi Manusia di Indonesia.

Makalah Advanced Training Hak Ekonomi, sosial, dan Budaya Bagi Dosen

Hukum dan HAM.

Erdiansyah, Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Dokter Atas Kesalahan dan

Kelalaian Dalam Memberikan Pelayanan Medis di Rumah Sakit, Jurnal Ilmu

Hukum Volume 3 No.2.

Hans Kelsen. 2016. Teori Umum Tentang Hukum Dan Negara. Bandung: Nusa

Media.

Hermien Hadiati Koeswadji. 2010. Hukum Kedokteran ( Studi Tentang

Hubungan Hukum Dalam Mana Dokter Sebagai Salah Satu Pihak ). Bandung :

PT. Citra Aditya Bakti.

J.Guwandi. 2010 Rahasia Medis hlm 26. Jakarta : Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia.

Konsil Kedokteran Indonesia. 2006. Kemitraan Dalam Hubungan Dokter-

Pasien. Jakarta.

Page 21: PENGATURAN HAK ATAS INFORMASI KESEHATAN BAGI …

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

21

Pedoman Manajemen Program Pencegahan Penularan HIV dan Sifilis Ibu ke

Anak. 2015. Kementrian Kesehatan.

Ratna Wahyu Lestari Dewi. 2013. Wajib Simpan Rahasia Kedokteran Versus

Kewajiban sebagai Saksi Ahli. Perspektif : Vol.XVIII No.3 Edisi September.

Sunny Ummul Firdaus, Munawar Kholil, Kukuh Tejomurti, Tegar Adi

Wicaksono. 2016. Orang Dengan HIV & AIDS (ODHA) Dalam Perspektif

Hukum. Yogyakarta: A.Com Printing.

Page 22: PENGATURAN HAK ATAS INFORMASI KESEHATAN BAGI …

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

22