Upload
ran-apelg
View
275
Download
15
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sejarah Bendungan Perjaya
Kabupaten Oku Timur merupakan salah satu kabupaten dari Kabupaten
Ogan Komering Ulu yang termasuk dalam Propinsi Sumatera Selatan. Ibukotanya
adalah Martapura yang terletak di jalur lintas tengah sumatera dan jalur kereta api
Palembang – Tanjung Karang.Kabupaten ini dibentuk berdasarkan Undang-
Undang Nomor 37 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Ogan Komering
Ulu Timur, Kabupaten Ogan Ilir, dan Kabupaten OKU Selatan pada tanggal 18
Desember 2003.
Belitang memiliki sawah beririgasi teknis cukup luas, yakni lebih dari
26.000 ha. Tak heran kalau Belitang merupakan daerah persawahan beririgasi
teknis terluas di provinsi Sumatera Selatan. Dari hasil pertanian, Belitang sendiri
menghasilkan 1,5 juta ton hingga 1,8 juta ton gabah kering giling, dari dua juta
ton yang dihasilkan oleh Sumsel setiap tahunnya. Selain persawahan, Belitang
juga banyak ladang. Di ladang para petani menamam, rambutan, durian, sayur
mayur, singkong, kedelai dan lain sebagainya. Namun secara geografis,
sebenarnya tanah di Belitang mayoritas persawahan. Persawahan yang terletak
sekitar 40 kilometer timur laut Martapura, ibu kota Ogan Komering Ulu Timur,
itu semakin berkembang dan produktif ketika mendapat limpahan irigasi teknis
dari Bendung Perjaya. Menariknya, Bendungan Perjaya yang di bangun pada
masa pemerintahan Soeharto tersebut sampai sekarang belum juga di resmikan.
Dulu pada saat Megawati menjabat sebagai orang nomer satu di negeri ini
berencana mau meresmikan, namun karena satu dan lain hal, rencana tersebut
batal. Walaupun belum di resmikan, akan tetapi untuk pengoperasionalan
Bendungan Perjaya tetap jalan terus. Masyarakat di Belitang lebih suka menyebut
daerah pertanian sesuai dengan areal pembagian air dari Sungai Komering, mulai
dari Bangunan Komering (BK) 1, BK 2, BK 3, sampai dengan BK 35. Masing-
masing BK merupakan bangunan irigasi sekunder yang dilengkapi pintu-pintu
pengatur. Di Belitang setiap desa rata-rata memiliki lebih dari 10 mesin
penggiling padi.
Bersamaan dengan itu, para pekerja kasar yang didatangkan dari Jawa
dipekerjakan untuk membangun saluran irigasi ke arah Belitang. Itu menjadi cikal
bakal kisah kejayaan Belitang sebagai daerah lumbung padi Sumatera Selatan,
bahkan Indonesia, dan menjadi daerah yang berkembang. Zaman berubah Masa
kemerdekaan, daerah itu terus maju dengan pertaniannya. Dan pada masa Orde
Baru, pemerintah melihat potensi yang lebih besar pada kali Komering itu. Maka,
sejak 1989, satu bendungan besar dibangun sekitar 10 kilometer di atas
bendungan lama yang dibangun Belanda. Bendungan Perjaya namanya.
Bendungan itu diresmikan pada 1991. Saat itu, bendungan yang didirikan tak jauh
dari permukiman warga pribumi itu menjadi bendungan terbesar di Sumatera. Tak
heran, proyek besar itu berfungsi ganda. Selain untuk pengairan sawah, juga
menjadi tempat rekreasi bagi warga sekitar, bahkan dari luar daerah kini,
bendungan itu kokoh berdiri membentang sepanjang sekitar 100 meter memotong
Kali Komering. Di atas pintu-pintu air yang dikendalikan dengan sistem hidrolik
dan bangunannya dibuat dengan seperti pos-pos pengawasan itu, membentang
jembatan yang dapat dilalui dua kendaraan roda empat bersimpangan. Dari atas
jembatan ini, gilar air Komering di waduk menjadi pemandangan seperti danau.
Jembatan yang ada di atas pintu air digunakan sebagai tempat bersantai bagi
masyarakat yang datang dari sekitar bendungan. Bendungan yang selesai
dibangun tahun 1991 itu telah menjadi salah satu urat nadi kehidupan masyarakat
Komering."Kalau mengikuti peraturan, seharusnya di sekitar pintu air itu tidak
boleh ada kegiatan mencari ikan seperti sekarang karena bisa membahayakan
keselamatan mereka. Tetapi, masyarakat akan marah jika dilarang," tutur Kepala
Unit Bendung Perjaya M Ali. Aliran Sungai Komering yang berhulu di Danau
Ranau "dibelokkan" untuk mengairi sawah. Bendung Perjaya yang terletak di
Kabupaten OKU Timur mengatur aliran air tersebut untuk mengairi sekitar 46.000
hektar persawahan yang ada di Sumatera Selatan (Sumsel) dan Lampung. Di
Sumsel, daerah utama yang menikmati fasilitas pengairan ini adalah Kecamatan
Belitang. Tak heran, para petani di daerah ini tidak perlu khawatir akan
kekurangan air selama menanam padi. Mereka pun bisa melakukan panen dua
sampai tiga kali setahun. Sebenarnya proyek Irigasi Komering adalah proyek
jangka panjang. Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah sudah
memprogramkan pengembangan jaringan irigasi teknis ini sampai tiga tahap,
dengan rencana mampu mengairi sekitar 120.000 hektar sawah di Sumsel dan
Lampung. Namun, baru memasuki tahap kedua, pengembangan proyek yang
mendapat bantuan dari Pemerintah Jepang ini Terhambat krisis ekonomi pada
1997. Akibatnya, rencana pembangunan jaringan irigasi sampai ke daerah
Komering Selatan seluas 10.000 hektar dan Muncak Kabau seluas 7.300 hektar
pun gagal direalisasikan. "Hal itu juga yang memicu kecemburuan masyarakat
Komering yang daerahnya tidak kebagian irigasi. Sawah tadah hujan yang mereka
kelola hanya bisa tanam padi sekali setahun, akibatnya banyak yang malas
Berusaha," ungkap seorang penjaga Bendung Perjaya.
b. Sistem Pengairan di Desa Karang Sari
Kesadaran masyarakat desa Karang Sari sudah mulai tinggi karena petani
sudah memiliki kesadaran dalam mengelolah jaringan irigasi yang ada di desa
tersebut dengan melakukan pengelolaan pada irigasi sekunder, sub sekunder, dan
tertier. Pengelolaan yang dilakukan masyarakat yaitu dengan membersihkan
saluran irigasi sekunder, sub sekunder, dan tertier.
Masyarakat desa melaukan kebersihan ini setiap sekali sebulan guna agar
saluran tidak banyak ditumbuhi oleh rumput-rumput yang akan menghambat atau
menghalangi aliran air irigasi. Sebagian masyarakat mengelolah daerah aliran
pinggiran irigasi dengan menanami dengan tanaman cabe dan kacang panjang
sehingga areal aliran irigasi tetap terjaga.
Desa Karang Sari sendiri memiliki jumlah areal pertanian yang harus
dialiri air irigasi seluas 766 Ha. Di desa karang sari ini merupakan aliran irigasi
sekunder Serdang dimana P3A memiliki jumlah 3P3A. Dengan adanya
GP3A/P3A secara swakelola dari iuran pengelola irigasi (IPI) dapat meningkatkan
pintu air ditingkat sekunder dan tertier.
c. Sistem Tanam Desa Karang Sari
Sistem tanam didesa Karang Sari adalah padi ditanam dengan
mengggunakan sistem tanam jajar legowo dan sistem sri. Hal ini dilakukan
masyarakat karena masyarakat telah melihat perbandingan cara tanam biasa
dengan sitem legowo dan sri. Akan tetapi masih ada juga sebagian petani yang
tidak mengikuti sistem cara ini dan melakukan penanaman dengan cara tanam
biasa. Cara tanam padi dengan sistem legowo merupakan rekayasa teknologi yang
ditunjukan untuk memperbaiki produktivitas usaha tani padi. Teknologi ini
merupakan perubahan dari teknologi jarak tanam tegel menjadi tanam jajar
legowo.
Legowo diambil dari bahasa jawa Banyumas yang berasal dari lego dan
dowo dimana lego artinya luas dan dowo artinya memanjang jadi di antara
kelompok barisan tanaman padi terdapat lorong yang luas dan memanjang
sepanjang barisan. Jarak antara kelompok barisan (lorong) bias mencapai 50, 60,
dan 70 cm bergantung pada tingkat kesuburan tanah.
Teknologi legowo dikembangkan untuk memanfaatkan pengaruh barisan
pinggir tanaman padi yang lebih banyak. Dengan sistem legowo, tanaman padi
tumbuh lebih baik dan hasilnya lebih tinggi karena luasnya border effect dan
lorong di petakan sawah sehingga menghasilkan bulir gabah yang lebih bernas. Di
desa Karang Sari ini masyarakat kebanyakan menggunakan sistem tanam jajar
legowo 7:1 dan 4:1.
Cara tanaman padi dengan sistem sri merupakan suatu sistem rekayasa
teknologi juga yang bertujuan untuk memperbaiki hasil dari produktivitas dari
suatu usaha pertanian. Teknologi pada sistem ini merupakan perubahan teknologi
dengan mengatur jarak tanam padi tersebut. Sistem sri ini memiliki kelebihan
karena sri secara umum sri menganut konsep hemat air, hemat pupuk, hemat
benih dan faktor produksi lainnya bertujuan untuk meningkatkan produksi
tanaman padi. Di desa Karang Sari ini sebagian masyarakat telah menggunakan
pupuk organik dan pestisida sudah beralih ke pengendalian dengan menggunakan
rempah-rempah. Akan tetapi masih sedikit masyarakat yang menggunakan atau
beralih kedalam penggunaan organik ini karena hasilnya tidak langsung dilihat
dan caranya terlalu susah sehingga masih banyak masyarakat yang menggunakan
perstisida dan bahan-bahan kimia karena harga lebih ekonomis dan hasil
reaksinya lebih cepat dilihat.
Tanaman padi yang dipelihara dan dirawat dengan menggunakan bahan-
bahan organik memiliki rasa beras yang lebih enak dan daya simpan berasnya
lebih tahan lama. Tanaman padi di desa Karang Sari ini menggunakan bibit
varietas padi cerang. Dalam memilih benih yang baik untuk ditanam masyarakat
merendam benih dengan rendaman air garam dan telur sehingga benih yang
ditanam benar-benar bibit yang berkualitas.