14
Pengertian Argrntometri : Istilah Argentometri diturunkan dari bahasa latin Argentum, yang berarti perak. Jadi, argentometri merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar zat dalam suatu larutan yang dilakukan dengan titrasi berdasar pembentukan endapan dengan ion Ag + . Pada titrasi atgentometri, zat pemeriksaan yang telah dibubuhi indicator dicampur dengan larutan standar garam perak nitrat (AgNO 3 ). Dengan mengukur volume larutan standar yang digunakan sehingga seluruh ion Ag + dapat tepat diendapkan, kadar garam dalam larutan pemeriksaan dapat ditentukan (Underwood,1992). Argentometri merupakan metode umum untuk menetapkan kadar halogenida dan senyawa-senyawa lain yang membentuk endapan dengan perak nitrat (AgNO 3 ) pada suasana tertentu. Metode argentometri disebut juga dengan metode pengendapan karena pada argentometri memerlukan pembentukan senyawa yang relatif tidak larut atau endapan. Reaksi yang mendasari argentometri adalah : AgNO 3 + Cl - AgCl (s) + NO 3 - (Gandjar, 2007). Titrasi pengendapan adalah golongan titrasi dimana hasil reaksi titrasinya merupakan endapan atau garam yang sukar larut. Prinsip dasarnya adalah reaksi pengendapan yang cepat mencapai kesetimbangan pada setiap penambahan titran, tidak ada pengotor yang mengganggu dan diperlukan indikator untuk melihat titik akhir titrasi (Khopkar, 1990). Metode-metode dalam titrasi argentometri antara lain metode Mohr, Valhard, K. Fajans dan liebieg. Metode mohr yaitu metode yang digunakan untuk menetapkan kadar klorida dan bromide dalam suasana netral dengan larutan baku perak nitrat dengan penambahan larutan kalium kromat sebagai indikator. Metode volhard yaitu metode yang digunakan untuk menetapkan kadar klorida, bromida dan iodida dalam suasana asam. Metode K. Fajans merupan metode yang menggunakan indikator adsorbsi, sebagai kenyataan bahwa pada titik ekuivalen indikator teradsorbsi oleh endapan. Metode liebig merupan metode yang titik akhir titrasi tidak di tentukan dengan indikator, akan tetapi ditunjukkan dengan terjadinya kekeruhan (Fatah, 1982). Ada tiga tipe titik akhir yang digunakan untuk titrasi dengan AgNO3 yaitu:Potensiometri, Amperometri, dan Indikator kimia. Titik akhir potensiometri didasarkan pada potensial elektrode perak yang dicelupkan kedalam larutan analit. Titik

Pengertian Argrntometri

Embed Size (px)

DESCRIPTION

gggg

Citation preview

Page 1: Pengertian Argrntometri

Pengertian Argrntometri :

        Istilah Argentometri diturunkan dari bahasa latin Argentum, yang berarti perak. Jadi, argentometri merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar zat dalam suatu larutan yang dilakukan dengan titrasi berdasar pembentukan endapan dengan ion Ag+. Pada titrasi atgentometri, zat pemeriksaan yang telah dibubuhi indicator dicampur dengan larutan standar garam perak nitrat (AgNO3). Dengan mengukur volume larutan standar yang digunakan sehingga seluruh ion Ag+ dapat tepat diendapkan, kadar garam dalam larutan pemeriksaan dapat ditentukan (Underwood,1992).

            Argentometri merupakan metode umum untuk menetapkan kadar halogenida dan senyawa-senyawa lain yang membentuk endapan dengan perak nitrat (AgNO3) pada suasana tertentu. Metode argentometri disebut juga dengan metode pengendapan karena pada argentometri memerlukan pembentukan senyawa yang relatif tidak larut atau endapan. Reaksi yang mendasari argentometri adalah :

AgNO3 + Cl-           AgCl(s) + NO3- (Gandjar, 2007).

Titrasi pengendapan adalah golongan titrasi dimana hasil reaksi titrasinya merupakan endapan atau garam yang sukar larut. Prinsip dasarnya adalah reaksi pengendapan yang cepat mencapai kesetimbangan pada setiap penambahan titran, tidak ada pengotor yang mengganggu dan diperlukan indikator untuk melihat titik akhir titrasi (Khopkar, 1990).

Metode-metode dalam titrasi argentometri antara lain metode Mohr, Valhard, K. Fajans dan liebieg. Metode mohr  yaitu metode yang digunakan untuk menetapkan kadar klorida dan bromide dalam suasana netral dengan larutan baku perak nitrat dengan penambahan larutan kalium kromat sebagai indikator. Metode volhard yaitu metode yang digunakan untuk menetapkan kadar klorida, bromida dan iodida dalam suasana asam. Metode K. Fajans merupan metode yang menggunakan indikator adsorbsi, sebagai kenyataan bahwa pada titik ekuivalen indikator teradsorbsi oleh endapan. Metode liebig merupan metode yang titik akhir titrasi tidak di tentukan dengan indikator, akan tetapi ditunjukkan dengan terjadinya kekeruhan (Fatah, 1982).

Ada tiga tipe titik akhir yang digunakan untuk titrasi dengan AgNO3 yaitu:Potensiometri, Amperometri, dan Indikator kimia. Titik akhir potensiometri didasarkan pada potensial elektrode perak yang dicelupkan kedalam larutan analit. Titik akhir amperometri melibatkan penentuan arus yang diteruskan antara sepasang mikroelektrode perak dalam larutan analit (Skogg,1965).

Titik akhir yang dihasilkan indikator kimia, biasanya terdiri dari perubahan warna/muncul tidaknya kekeruhan dalam larutan yang dititrasi. Syarat indikator untuk titrasi pengendapan analog dengan indikator titrasi netralisasi,yaitu :

      Perubahan warna harus terjadi terbatas dalam range pada p-function darireagen /analit.      Perubahan Warna harus terjadi dalam bagian dari kurva titrasi untuk analit (Skogg,1965).

Berdasarkan pada indikator yang digunakan, argentometri dapatdibedakan atas :1. Metode Mohr (pembentukan endapan berwarna)

Metode Mohr dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida dan bromida dalam suasana netral dengan larutan standar AgNO3 dan penambahan K2CrO4 sebagai indikator. Titrasi dengan cara ini harus dilakukan dalam suasana netral atau dengan sedikit alkalis, pH

Page 2: Pengertian Argrntometri

6,5 – 9,0. Dalam suasana asam, perak kromat larut karena terbentuk dikromat dan dalam suasana basa akan terbentuk endapan perak hidroksida. Reaksi yang terjadi adalah :

Asam    : 2CrO42- + 2H- ↔ CrO7

2- + H2OBasa      : 2 Ag+ + 2 OH- ↔ 2AgOH

2AgOH ↔ Ag2O + H2O                         (Khopkar, SM, 1990)Konsentrasi ion klorida dalam suatu larutan dapat ditentukan dengan cara titrasi dengan

larutan standar perak nitrat. Endapan putih perak klorida akan terbentuk selama proses titrasi berlangsung dan digunakan indicator larutan kalium kromat encer. Setelah semua ion klorida mengendap maka kelebihan ion Ag+ pada saat titik akhir titrasi dicapai akan bereaksi dengan indicator membentuk endapan coklat kemerahan Ag2CrO4. Prosedur ini disebut sebagai titrasi argentometri dengan metode Mohr. Reaksi yang terjadi adalah :

Ag+(aq) + Cl-

(aq)             AgCl(s) (endapan putih)Ag+

(aq)  + CrO42-

(aq)           Ag2CrO4(s) (coklat kemerahan)        Penggunaan metode Mohr sangat terbatas jika dibandingkan dengan metode Volhard dan metode Fajans dimana dengan metode ini hanya dapat dipakai untuk menentukan konsentrasi Cl-, CN-, dan Br-.

Aplikasi titrasi argentometri dengan metode Mohr banyak digunakan untuk menentukan kandungan kadar klorida dalam berbagai contoh air, misalnya air sungai, air laut, air sumur, air hasil pengolahan industry sabun, dan sebagainya. Titrasi dengan metode Mohr dilakukan dengan kondisi larutan berada pada pH kisaran 6,5-10 disebabkan karena ion kromat adalah basa konjugasi dari asam kromat. Jika pH dibawah 6,5 maka ion kromat akan terprotonasi sehingga asam kromat akan mendominasi didalam larutan akibatnya dalam larutan yang bersifat sangat asam konsentrasi ion kromat akan terlalu kecil untuk memungkinkan terjadinya endapan Ag2CrO4sehingga hal ini akan berakibat sulitnya pendeteksian titik akhir titrasi. Analit yang bersifat asam dapat ditambahkan kalsium karbonat agar pH nya berada pada kisaran pH tersebut atau dapat juga dilakukan dengan menjenuhkan analit dengan menggunakan padatan natrium hidrogen karbonat (Anonim,2009)

2. Metode Valhard (Penentu zat warna yang mudah larut)        Metode ini digunakan dalam penentuan ion Cl+, Br -, dan I- dengan penambahan larutan standar AgNO3. Indikator yang dipakai adalah Fe3+dengan titran NH4CNS, untuk menentralkan kadar garam perak dengan titrasi kembali setelah ditambah larutan standar berlebih. Kelebihan AgNO3 dititrasi dengan larutan standar KCNS, sedangkan indikator yang digunakan adalah ion Fe3+ dimana kelebihan larutan KCNS akan diikat oleh ion Fe3+ membentuk warna merah darah dari FeSCN  (Khopkar,1990)        Konsentrasi ion klorida, iodide, bromide dan yang lainnya dapat ditentukan dengan menggunakan larutan standar perak nitrat. Larutan perak nitrat ditambahkan secara berlebih kepada larutan analit dan kemudian kelebihan konsentrasi Ag+ dititrasi dengan menggunakan larutan standar (SCN-) dengan menggunakan indicator ion Fe3+. Ion besi (III) ini akan bereaksi dengan ion tiosianat membentuk kompleks yang berwarna merah.Reaksi yang terjadi adalah :

Ag+(aq) + Cl-

(aq)             AgCl(s) (endapan putih)Ag+

(aq) + SCN-(aq)             AgSCN(s) (endapan putih)

Fe3+(aq) + SCN-

(aq)             Fe(SCN)2+ (kompleks berwarna merah)

Page 3: Pengertian Argrntometri

        Aplikasi  dari argentometri dengan metodi Volhard ini adalah penentuan konsentrasi ion halida. Kondisi titrasi dengan dengan metode Volhard harus dijaga dalam kondisi asam karena jika larutan analit bersifat basa maka akan terbentuk endapan Fe(OH)3. Jika kondisi analit adalah basa atau netral maka sebaliknya titrasi dilakukan dengan metode Mohr atau metode Fajans (Anonim,2009).

3. Metode Fajans (Indikator absorbsi)        Titrasi argenometri dengan cara fajans adalah sama seperti pada cara Mohr, hanya terdapat perbedaan pada jenis indikator yang digunakan. Indikator yang digunakan dalam cara ini adalah indikator adsorbsi seperti eosine atau fluonescein menurut macam anion yang diendapkan oleh Ag+. Titrannya adalah AgNO3 hingga suspensi violet menjadi merah. pH tergantung pada macam anion dan indikator yang dipakai. Indikator adsorbsi adalah zat yang dapat diserap oleh permukaan endapan dan menyebabkan timbulnya warna. Pengendapan ini dapat diatur agar terjadi pada titik ekuivalen antara lain dengan memilih macam indikator yang dipakai dan pH. Sebelum titik ekuivalen tercapai, ion Cl- berada dalam lapisan primer dan setelah tercapai ekuivalen maka kelebihan sedikit AgNO3 menyebabkan ion Cl- akan digantikan oleh Ag+ sehingga ion Cl- akan berada pada lapisan sekunder (Gandjar, 2007).

            Indicator absorbsi dapat digunakan untuk titrasi argentometri, titrasi argentometri yang menggunakan indicator adsorbs dikenal dengan sebuah titrasi argentometi metode Fajans. Contohnya pada penggunaan titrasi ion klorida dengan larutan standar Ag+. Dimana hasil reaksi dari kedua zat tersebut adalah :

Ag+(aq) + Cl-

(aq)             AgCl(s) (endapan putih)        Endapan perak klorida membentuk endapan yang bersifat koloid. Sebelum titik ekuivalen dicapai maka endapan akan bemuatan negatif. Disebabkan terabsorbsinya Cl- diseluruh permukaan endapan. Dan terdapat counter ion bermuatan positif dari Ag+ yang terabsorbsi dengan gaya elektrostatis pada endapan. Setelah titik ekuivalen dicapai makan tidak terdapat lagi ion Cl-yang terabsorbsi pada endapan sehingga endapan sekarang bersifat netral. Kelebihan inon Ag+ yang diberikan untuk mencapai titik akhir titrasi menyebabkan ion-ion Ag+ini terabsorbsi pada endapan sehingga endapan bermuatan positif dan beberapa ion negatif terabsorbsi dengan gaya elektrostatis.        Kesulitan dalam menggunakan indicator absorbs ialah banyak diantara zat warna tersebut membuat endapan perak menjadi peka terhadap cahaya (fotosensitifitas) dan menyebabkan endapan terurai. Titrasi menggunakan indicator absorbs biasanya cepat, akurat, dan terpercaya. Sebaliknya penerapannya agak terbatas karena memerlukan endapan berbentuk koloid yang juga harus dengan cepat (Harjadi,1990).        Pada praktikum kali ini, dilakukan penetapan kadar dari zat kalium klorida, kalium iodida dan vitamin B1 (Tiamin HCl) dengan menggunkan 3 metode dalam reaksi titrasi argentometri, yaitu metode Mohr untuk penentapan kadar KCl, metode Volhard untuk penetapan kadar Vitamin B1 dan metode Fajans untuk penetapan kadar KI. Namun,sebelum dilakukan enetapan kadar dengan menggunakan prinsip argentometri, maka dalam praktikum ini pertama-tama akan dilakukan pembutan dan pembuatan larutan titran, yaitu larutan AgNO3  0,1 N dan larutan KSCN.

A.    Pembakuan larutan AgNO3

Page 4: Pengertian Argrntometri

1.      Pembuatan 

Pada pembuatan larutan 0,1 N perak nitrat ini langkah pertama yang dilakukan adalah menimbang AgNO3 sebanyak 8,5 gram dalam botol timbang menggunakan neraca analitik. Kemudian AgNO3dimasukkan ke dalam labu ukur 500 mL selanjutnya diencerkan dengan menambahkan akuades sampai tanda batas. Larutan AgNO3dalam labu ukur dikocok sampai bercampur dengan akuades.

2.      Pembakuan

Metode yang digunakan pada pembakuan larutan AgNO3 menggunakan larutan NaCl adalah metode Mohr. Pertama NaCl P yang sudah dikeringkan pada suhu 100-

120 QUOTE    C sebanyak  QUOTE    125 mg ditimbang seksama menggunakan neraca analitik. NaCl dimasukkan ke dalam gelas kimia lalu ditambahkan akuades secukupnya untuk mengencerkan NaCl. Aduk larutan menggunakan batang pengaduk sampai homogen. Larutan NaCl tersebut dimasukkan dalam labu ukur 25 mL. Larutan tersebut diencerkan dengan menambahkan aquades ke dalamnya sampai tanda batas. Larutan NaCl dikocok hingga homogen. Setelah itu dilakukan titrasi menggunakan larutan AgNO3 0,1 N. Buret diisi dengan larutan AgNO3 sampai tanda batas. Untuk NaCl dimasukkan dalam erlenmeyer lalu ditambah indikator K2CrO4 5% sebanyak 1 mL. Kemudian barulah menitrasi larutan NaCl dalam erlenmeyer menggunakan larutan AgNO3 setetes demi setetes melalui buret sampai terbentuk perubahan warna dan endapan berwarna coklat merah. Titik akhir titrasi ditandai dengan adanya endapan warna coklat merah. Perubahan warna tersebut terjadi karena timbulnya Ag2CrO4 (Alexeyev,V,1969). Percobaan ini dilakukan sampai 3 kali perulangan dan volume AgNO3 yang diperlukan dari buret dicatat.

Pada awal sebelum dilakukan titrasi, larutan NaCl yang sudah dicampur K2CrO4 berwarna kuning. Namun setelah dititrasi dengan AgNO3 , larutan NaCl berubah warnanya dan menghasilkan endapan. Endapan Ag2Cr2O4 mulai terbentuk setelah semua Cl-  diendapkan sebagai AgCl, dan terjadi perubahan warna endapan dari putih menjadi coklat merah. Titrasi dilakukan dalam suasana netral atau basa lemah (pH 7 – 10). Jika suasana larutan terlalu asam akan mengurangi kepekaan indikator, sedangkan jika terlalu basa akan terbentuk endapan AgOH atau Ag2O sebelum terbentuk endapan Ag2CrO4 (Narufiati,2009).Dalam suasana asam, perak kromat larut karena terbentuk dikromat dan dalam suasana basa akan terbentuk endapan perak hidroksida. Reaksi yang terjadi adalah :Asam : 2CrO42- + 2H- ↔ CrO7

2- + H2OBasa   : 2 Ag+ + 2 OH- ↔ 2 AgOH           2AgOH ↔ Ag2O + H2O

Untuk titik akhir yang dihasilkan indikator kimia, biasanya terdiri dari perubahan warna/muncul tidaknya kekeruhan dalam larutan yang dititrasi. Syarat indikator untuk titrasi pengendapan analog dengan indikator titrasi netralisasi, yaitu :

1.     Perubahan warna harus terjadi terbatas dalam range pada p-function dari reagen /analit.

Page 5: Pengertian Argrntometri

2.      Perubahan Warna harus terjadi dalam bagian dari kurva titrasi untuk analit(skogg,1965).Dalam percobaan ini dipilihnya indikator  kalium kromat karena suasana sistem

cenderung netral. Jika kalium kromat pada reaksi dengan suasana asam, maka ion kromat menjadi ion bikromat dengan reaksi :

2 CrO42- + 2H+  QUOTE    CrO7

2- + H2OSedangkan dalam suasana basa, ion Ag+  akan bereaksi dengan OH-  dari basa dan

membentuk endapan Ag(OH) dan selanjutnya teroksidasi menjadi A2O dengan reaksi :

2 Ag+ + 2OH-  QUOTE     QUOTE    H2OHasil reaksi berupa endapan AgCl. Ag+ dan AgNO3 dengan Cl-dari NaCl akan

bereaksi membentuk endapan AgCl yang berwarna putih. Setelah ion Cl-  dalam NaCl telah bereaksi semua, maka ion Ag+ akan bereaksi dengan ion CrO4

2- dari K2CrO4 (indikator) yang ditandai dengan perubahan warna, dari kuning menjadi merah bata. Saat itulah yaitu saat AgNO3 tepat habis bereaksi dengan NaCl. Keadaan tersebut dinamakan titik ekuivalen dimana jumlah mol grek AgNO3 sama dengan jumlah mol grek NaCl. Pemilihan indikator dilihat juga dari kelarutan. Ion Cl- lebih dulu bereaksi pada ion CrO4

2-, kemungkinan karena perbedaan keelektronegatifan Ag+ dan Cl- lebih besar dibandingkan Ag+ dan CrO4

2-. Selain itu ion Cl- jika bereaksi dengan Ag+ akan lebih mengendap karena kelarutannya :KspAgCl = 1,82 x 10-10 , sedangkan kelarutan ion kromat Ksp K2CrO4 = 1,1 x 10-

12 (Pinilih,2007).Dalam proses standarisasi AgNO3 dengan NaCl digunakan 25 ml NaCl dan volume rata-rata AgNO3 yang diperlukan dalam percobaan adalah 2,95 mL. Dengan rumus netralisasi V1.N1 = V2 . N2, maka normalitas AgNO3 dapat dihitung dengan rumus perhitungan :

N AgNO3 =  QUOTE   

dan diperoleh hasil N AgNO3  rata-rata adalah 0,144 N. AgNO3 perlu distandarisasi agar diharapkan bisa diperoleh larutan standar AgNO3 0,1 N atau paling tidak mendekati yang nantinya digunakan untuk menstandarisasi larutan yang lain. Dan juga kemurnian garam AgNO3 yang tinggi sehingga garam tersebut dapat digunakan larutan standar primer (Harizul,1995).

B.     Pembakuan Larutan Kalium Tiosianat1.    Pembuatan

Pada pembuatan larutan 0,1 N kalium tiosianat ini langkah awal yang dilakukan adalah menimbang Kalium tiosianatsebanyak 3,8 gram menggunakan neraca analitik. Kemudian kalium tiosianat dimasukkan ke dalam labu ukur 500 mL dan selanjutnya diencerkan dengan menambahkan akuades sampai tanda batas. Larutan kalium tiosianatdalam labu ukur dikocok sampai bercampur dengan akuades.

2.    Pembakuan

Page 6: Pengertian Argrntometri

Metode yang dipakai untuk pembakuan kalium tiosianat ini adalah metode valhard. Yaitu digunakannya indikator Fe3+(Khopkhar,1990). Proses pembakuan KCNS dengan AgNO3 bertujuan untuk menentukkan normalitas  dari KCNS dan dari volume rata-rata KCNS yang diperlukan untuk menstandarasisasi AgNO3. Prosedur kerja yang dilakukan sama halnya dengan pembakuan AgNO3. Perak nitrat 0,1 N sebanyak 25 mL ditakar seksama dalam erlenmeyer. Sebelum di titrasi larutan AgNO3 ditambah HNO3 1 mL dan indikator besi(III) ammonium sulfat sebanyak 1 mL. Fungsi penambahan asam nitrat disini ialah untuk menciptakan suasana asam, karena untuk titrasi metode valhard harus dilakukan dalam suasana asam, sebab ion besi(III) akan diendapkan menjadi Fe(OH)3 jika suasananya basa, titik akhir tidak dapat ditunjukkan. pH larutan harus dibawah 3(Sudjadi,2007).Sedangkan indikator yang digunakan adalah ion Fe3+ karena kelebihan larutan KCNS akan diikat oleh ion Fe3+ membentuk warna merah darah dari FeSCN(Khopkhar,1995).Sebelum dititrasi larutan berwarna keruh. Pada awal penetesan KCNS, terjadi reaksi yang menimbulkan endapan AgCNS yang berwarna putih dengan persamaan reaksi :

KCNS(aq) + AgNO3(aq)   QUOTE    AgCNS QUOTE  (s) + KNO3(aq)

AgCNS yang dihasilkan berupa endapan putih, tetapi larutan masih bening. Setelah Ag+ dalam AgNO3 habis bereaksi maka sedikit kelebihan KCNS dalam sistem akan menyebabkan ion CNS- bereaksi dengan Fe3+ dari ferri ammonium sulfat membentuk [Fe(CNS)6]3-dengan reaksi :

Fe3+ + 6 CNS → [Fe(CNS)6]3-

Setelah terjadi perubahan warna kompleks Fe(CNS)63- yang memberikan warna merah bata,

maka titrasi segera dihentikan. Pada percobaan,volume KCNS yang dibutuhkan untuk titrasi 25 ml AgNO3rata-rata adalah 30,73 ml. Dengan rumus netralisasi V1.N1 = V2 . N2, maka normalitas KCNS dapat dihitung dengan rumus perhitungan :

N KCNS =  QUOTE   

dan diperoleh hasil N KCNS  rata-rata adalah 0,117 N. Pada titrasi ini terjadi perubahan warna 0,7-1% sebelum titik ekivalen. Untuk mendapatkan hasil yang teliti pada waktu akan dicapai titik akhir titrasi, titrasi digojog kuat-kuat supaya ion perak yang diabsorpsi oleh endapan perak tiosianat dapat bereaksi dengan tiosianat (Sudjadi,2007).

C.     Penetapan Kadar kalium KloridaSebanyak 50 mg ditimbang dengan seksama, kemudian kalium klorida tersebut

dilarutkan dengan 50 mL akuades, kadar KCl murni yang terkandung dalam 100 mg sampel dapat ditentukan dengan menentukan ion Cl- nya menggunakan titrasi argentometri dan AgNO30,144N sebagai larutan standar. Indikator yang digunakan adalah kalium kromat ( K2CrO4) 0,5 mL.

Hasil titrasi dengan 3 kali replikasi didapatkan volume AgNO3yang diperlukan adalah 5,7 mL, 5,6 mL, 5,4 mL. Penetapan kadar dihitung menggunakan rumus:

Page 7: Pengertian Argrntometri

 ( Gandjar, 2009 )

Dengan BE kalium kloridaadalah 74,5 sedangkan N titran 0,144 maka didapatkan % kadar (b/b) adalah 122,3 %, 120,2 %, 115, 9 %. Rata-rata % kadar adalah 119,467 %.

Kalium klorida mengandung tidak kurang dari 99,0 % dan tidak lebih dari 100,5 % KCl, dihitung terhadap zat yang telah kering ( Anonim,1995 ).Pemerian Hablur bentuk memanjang, prisma atau kubus, tidak berwarna, atau serbuk granul putih, tidak berbau, rasa garam, stabil di udara, larutan bereaksi netral terhadap lakmus(Anonim,1995 ).Kelarutan mudah larut dalam air, lebih mudah larut dalam air mendidih, tidak larut dalam etanol ( Anonim,1995 ).  

Penggunaan indikator kalium kromat berhubungan langsung dengan sifat kalium kromat yaitu indikator ini dibuat dengan kadar 5% (5 gr kalium kromat dalam 100 ml air) dan digunakan pada titrasi dengna metode Mohr. Indikator ini digunakan pada titrasi ion klorida pada suasana yang larutannya netral, dan pada waktu titik akhir tercapai akan memberikan endapan merah dari Ag2CrO4. Peristiwa ini merupakan suatu pengendapan bertingkat dari sepasang garam yang sedikit larut (Mursyidi, 2006).

Permulaan titrasi menghasilkan endapan perak klorida dan setelah tercapai titik ekivalen, maka penambahan sedikit perak nitrat akan bereaksi dengan kromat dengan membentuk endapan perak kromat yang berwarna merah.

Cl- + Ag+                    AgCl putihCrO4

2- + Ag+                   Ag2CrO4 merah                                                                                                ( Mursyidi, 2006 ).

Pada awal penambahan, ion Cl- dan KCl yang tergantung dalam larutan bereaksi dengan ion Ag+ yang ditambah sehingga membentuk endapan AgCl yang berwarna putih. Sedangkan larutan pada awalnya berwarna kuning karena penambahan indikator K2CrO4. Saat terjadi tiik ekuivalen yaitu saat ion Cl- tepat bereaksi dengan ion Ag+ yang berarti ion Cl- habis dalam sistem. Dengan penambahan AgNO3 yang sedikit berlebih menyebabkan ion Ag+ bereaksi dengan ion CrO4

2- dalam indikator kalium kromat membentuk endapan putih dengan warna merah bata.Reaksi-reaksi yang terjadi sebagai berikut :

  Saat sebelum TE sampai saat TEAgNO3 (aq) + KCl (aq) → AgCl↓ (putih) + KNO3 (aq)

  Saat setelah TE2 Ag+ (aq)+ CrO4 2- (aq) → Ag2CrO4 (s) ↓ (endapan putih berwarna merah bata)( Sudjadi, 2004).Kadar KCl murni dalam literatur adalah 99,0% dan tidak lebih dari 100,5% KCl.

Dalam percobaan ini masih terdapat hasil yang tidak sesuai dengan literatur. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :

1.    Adanya perbedaan persepsi tentang perubahan warna antara teori dengan  praktikan.2.    Kekurangtelitian dalam pembuatan larutan standar ataupun larutan ujinya.

Page 8: Pengertian Argrntometri

3.    Adanya kesalahan - kesalahan teknis dalam titrasi semisal volume penetesanlarutan standar berlebihan

D.    Penetapan Kadar Vitamin B1 / Tiamin HClPercobaan dilakuan mula-mula dengan menggerus tablet vitamin B dengan mortir dan

stamper. Penggerusan dilakukan untuk menghomogenkan senyawa vitamin B saat dilarutkan. Setelah digerus selanjtnya + 50 mg serbuk vitamin B ditimbang denganseksama lalu dilarutkan dalam 10 ml air. Larutan diasamkan dengan asam nitrat encer. Selanjutnyaakanterbentukendapandandisaringdicucidenganakuadeshinggatidakmengandungklorida. Kemudianditetesi dengan indikator Amoniumtiosianat 0,1 Ndan dititrasi dengan Besi (III) ammonium sulfatsebagai indicator, makaakanterbentukendapanberwarnamerahdarahdariFeSCN.

Hasil titrasi dengan 3 kali replikasi didapatkan volume AgNO3yang diperlukan adalah 0,35 mL, 0,205 mL, 0,257 mL. Penetapan kadar dihitung menggunakan rumus:

(Gandjar, 2009 ).Dengan BE Vitamin B1 adalah 327,36 maka didapatkan kadar (b/b) 53,62%, 68,94%, dan 107,24%. Rata-rata kadar adalah 76,6%.

Penetapan kadar vitamin B1 dilakukan sebanyak tiga kali replikasi. Pelarut yang digunakan adalah air, karena sifat vitamin B1 yang mudah larut dalam air. Titran yang digunakan adalah NH4SCN 0,1 N secara berlebihmenggunakan indicator FeSCN.

Cl- + Ag+ ( berlebihan )                  AgClKelebihan ion perak dititrasi kembali dengan tiosianat :

Ag+ + SCN -            AgSCNPenggunaanindicator :

Fe+++ + SCN - (FeSCN)++

Penetapan kadar vitamin B1 dengan metode Volhard harus dilakukan dalam suasana asam. Hal tersebut dilakukan jika suasananya basa maka akan terjadi reaksi antara perak nitrat dengan basa membentuk Ag ( OH ) yang pada tahap selanjutnya akan membentuk endapan putih Ag2O akibatnya perak nitrat tidak hanya bereaksi dengan sampel tetapi juga dengan basa (Sudjadi, 2004 ).

Pemilihan indikator Fe ( III ) amonium sulfat berkaitan langsung dengan sifat indikator ini yang merupakan larutan jenuh ( kurang lebih 40 % ) ferri amonium sulfat dalam air dan ditambah beberapa tetes asam nitrat. Indikator ini digunakan dalam metode Volhard. Ferri amonium sulfat akan membentuk warna merah dari kompleks Fe ( III ) tiosianat dalam lingkungan asam nitrat 0,5 – 1,5N. Perubahan warna terjadi 0,7 – 1 % sebelum titik akhir dalam titrasi ini. Selainitu, indicator yang dipakaiiniyaitu Fe+++dengantitran NH4SCN0,1 Nbergunauntukmenetralkankadargaramperakdengantitrasikembalisetelahditambahlarutanstandarberlebih(Mursyidi, 2006).Reaksi yang terjadi adalah :

Page 9: Pengertian Argrntometri

2Fe 3+ + 6CNS-                      Fe3+ [ Fe (SCN)]63- 

merah

                                                                                                ( Mursyidi,2006 ).Penambahan larutan tiosianat itu menghasilkan mula-mula endapan perak tiosianat (Ksol 7,1 x 10 -13) :

Ag+ + SCN-             AgSCN               ( Vogel, 1994 )Bila reaksi ini telah lengkap, kelebihan tiosianat yang paling sedikitpun akan menghasilkan pewarnaan merah disebabkan oleh terbentuknya suatu ion komplek :

Fe3+ + SCN-                      [ FeSCN]2+                                                ( Vogel, 1994 )Vitamin B1 mengandung tidak kurang dari 98,0 % dan tidak lebih dari 102,0 %

C12H17ClN4OS. HCl dihitung terhadap zat anhidrat (Anonim, 1995).Perbedaan hasil kadar dari percobaan yang dilakukan tidak sesuai dengan literatur.

Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain adanya kebocoran pada buret yang digunakan, timbangan analitik yang mengalami kerusakan, serta kekurang telitian praktikan dalam menentuan titik akhir.

Titrasi argentometri dalam dunia farmasi digunakan untuk penentuan kadar : ammonium klorida, fenoterol hidrobromida, kalium klorida, klorbutanol, melfalan, metenamin mandelat dan sediaan tabletnya, natrium klorida, natrium nitroprusida, sistein hidroklorida, dan tiamfenikol (Rohman, 2007 ).

E.     Penetapan Kadar Kalium Iodida

KaliumIodidaditimbangdenganseksama lebih kurang 50 mg sampel, kemudian dilarutkan dalam 12,5 ml air, kemudian ditambahkan 1,5 ml asam asetat 6 % dan ditambahkan indikator eosin 2 tetesyang menyebabkan larutan berwarna merah. Titrasi dengan perak nitrat 0,144N. Setelah dititrasi dengan AgNO3, maka warna merah berangsur-angsur terdapat endapan berwarna merah muda. Pada saat itulah tercapai titik akhir. Penetapan kadar kalium iodida dilakukan 3 replikasi/pengulangan. Hasil titrasi dengan 3 kali replikasi didapatkan volume AgNO3 yang diperlukanadalah 2,7 mL, 2,15 mL, dan 2,5 mL. Penetapan kadar dihitung menggunakan rumus:

Dengan BE kalium iodida adalah 166 maka didapatkan % kadarKaliumIodida(b/b) adalah 129,08 %, 102,787 %,dan119,52 %. Rata-rata % kadar adalah 117,129%.

Kalium iodida mengandung tidak kurang dari 99,0 % dan tidak lebih dari 101,5 % KI, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan (Anonim,1995). Pemerian: Hablur heksahedral, transparan atau tidak berwarna atau agak buram dan putih atau serbuk granul putih; agak higroskopik. Larutan menunjukkan reaksi netral atau basa terhadap lakmus (Anonim,1995). Kelarutan: Sangat mudah larut dalam air, terlebih dalam air mendidih; mudah larut dalam gliserin; larut dalam etanol (Anonim,1995).

Penetapan kadar kalium iodida dengan indikator adsorbsi yaitu eosin. Metode ini disebut dengan metode fajans. Metode ini menggunakan adsorbsi yaitu merupakan zat yang dapat diserap pada permukaan endapan, sehingga dapat menimbulkan warna.Reaksi yang terjadi adalah :

Page 10: Pengertian Argrntometri

AgNO3 (aq) + KI (aq) → AgI ↓ + KNO3 (aq)             ( Sudjadi, 2004).Endapan berwarna merah muda dengan endapan berwarna orange karena pengaruh warna eosin yang mempunyai struktur berikut :

Eosin

Dibandingkan dengan literatur yang menyatakan bahwa kalium iodida mengandung tidak kurang dari 99,0 % dan tidak lebih dari 101,5 % KI (Anonim, 1995). Hasil percobaan yang didapat tidaksesuaidengan literature yang kami dapatkan. Perbedaan hasil kadar dari percobaan yang dilakukan dengan literatur dapatdisebabkan oleh beberapa faktor, antara lain adanya kebocoran pada buret yang digunakan, timbangan analitik yang mengalami kerusakan, serta kekurangtelitian praktikan dalam menentuan titik akhir.

E.     KESIMPULAN

F.     DAFTAR PUSTAKAAnonim. 1979. Farmakope Indonesia edisi III. Departemen Kesehatan Republik Indonesia : Jakarta.Anonim. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV. Departemen Kesehatan Republik Indonesia : Jakarta.Anonim. 2009. Argentometri(http://belajarkimia.com) diakses pada tanggal 16 november 2012.Gandjar, I. G. dan Abdul Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar : Yogyakarta.Harizul, Rivai. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. UI Press : Jakarta.Harjadi,W. 1986. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Gramedia : Jakarta.Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Ilmu Kimia Analitik. Universitas Indonesia : Jakarta.Mulyono, 2006. Kamus Kimia Edisi Pertama. Bumi Aksara : Jakarta.Mursyidi, Achmad dan Abdul Rohman. 2006. Pengantar Kimia Farmasi Analisis Volumetri dan Gravimetri. Pustaka

Pelajar : Yogyakarta.

Pinilih, Intiyas. 2007. Argentometri. UNS : Surakarta.Rohman, Abdul. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar : Yogyakarta.

Skogg. 1965. Analytical Chemistry Edisi Keenam.Sounders College Publishing : Florida.       Sudjadi, Rohman. 2004. Analisis Obat dan Makanan. Pustaka Pelajar : Yogyakarta.

Sudjadi. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Belajar : Yogyakarta.Vogel. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik Edisi 4. Penerbit Buku Kedokteran EGC :

Jakarta.