Upload
muhammad-gilang-ramadhan
View
34
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
arge
Citation preview
Pengertian Argrntometri :
Istilah Argentometri diturunkan dari bahasa latin Argentum, yang berarti perak. Jadi,
argentometri merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar zat dalam suatu larutan yang
dilakukan dengan titrasi berdasar pembentukan endapan dengan ion Ag+. Pada titrasi
atgentometri, zat pemeriksaan yang telah dibubuhi indicator dicampur dengan larutan standar
garam perak nitrat (AgNO3). Dengan mengukur volume larutan standar yang digunakan sehingga
seluruh ion Ag+ dapat tepat diendapkan, kadar garam dalam larutan pemeriksaan dapat
ditentukan (Underwood,1992).
Argentometri merupakan metode umum untuk menetapkan kadar halogenida dan
senyawa-senyawa lain yang membentuk endapan dengan perak nitrat (AgNO3) pada suasana
tertentu. Metode argentometri disebut juga dengan metode pengendapan karena pada
argentometri memerlukan pembentukan senyawa yang relatif tidak larut atau endapan. Reaksi
yang mendasari argentometri adalah :
AgNO3 + Cl- AgCl(s) + NO3- (Gandjar, 2007).
Titrasi pengendapan adalah golongan titrasi dimana hasil reaksi titrasinya merupakan
endapan atau garam yang sukar larut. Prinsip dasarnya adalah reaksi pengendapan yang cepat
mencapai kesetimbangan pada setiap penambahan titran, tidak ada pengotor yang mengganggu
dan diperlukan indikator untuk melihat titik akhir titrasi (Khopkar, 1990).
Metode-metode dalam titrasi argentometri antara lain metode Mohr, Valhard, K. Fajans dan
liebieg. Metode mohr yaitu metode yang digunakan untuk menetapkan kadar klorida dan
bromide dalam suasana netral dengan larutan baku perak nitrat dengan penambahan larutan
kalium kromat sebagai indikator. Metode volhard yaitu metode yang digunakan untuk
menetapkan kadar klorida, bromida dan iodida dalam suasana asam. Metode K. Fajans merupan
metode yang menggunakan indikator adsorbsi, sebagai kenyataan bahwa pada titik ekuivalen
indikator teradsorbsi oleh endapan. Metode liebig merupan metode yang titik akhir titrasi tidak di
tentukan dengan indikator, akan tetapi ditunjukkan dengan terjadinya kekeruhan (Fatah, 1982).
Ada tiga tipe titik akhir yang digunakan untuk titrasi dengan AgNO3 yaitu:Potensiometri,
Amperometri, dan Indikator kimia. Titik akhir potensiometri didasarkan pada potensial elektrode
perak yang dicelupkan kedalam larutan analit. Titik akhir amperometri melibatkan penentuan
arus yang diteruskan antara sepasang mikroelektrode perak dalam larutan analit (Skogg,1965).
Titik akhir yang dihasilkan indikator kimia, biasanya terdiri dari perubahan warna/muncul
tidaknya kekeruhan dalam larutan yang dititrasi. Syarat indikator untuk titrasi pengendapan
analog dengan indikator titrasi netralisasi,yaitu :
Perubahan warna harus terjadi terbatas dalam range pada p-function darireagen /analit.
Perubahan Warna harus terjadi dalam bagian dari kurva titrasi untuk analit (Skogg,1965).
Berdasarkan pada indikator yang digunakan, argentometri dapatdibedakan atas :
1. Metode Mohr (pembentukan endapan berwarna)
Metode Mohr dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida dan bromida dalam suasana
netral dengan larutan standar AgNO3 dan penambahan K2CrO4 sebagai indikator. Titrasi dengan
cara ini harus dilakukan dalam suasana netral atau dengan sedikit alkalis, pH 6,5 – 9,0. Dalam
suasana asam, perak kromat larut karena terbentuk dikromat dan dalam suasana basa akan
terbentuk endapan perak hidroksida. Reaksi yang terjadi adalah :
Asam : 2CrO42- + 2H- ↔ CrO7
2- + H2O
Basa : 2 Ag+ + 2 OH- ↔ 2AgOH
2AgOH ↔ Ag2O + H2O (Khopkar, SM, 1990)
Konsentrasi ion klorida dalam suatu larutan dapat ditentukan dengan cara titrasi dengan
larutan standar perak nitrat. Endapan putih perak klorida akan terbentuk selama proses titrasi
berlangsung dan digunakan indicator larutan kalium kromat encer. Setelah semua ion klorida
mengendap maka kelebihan ion Ag+ pada saat titik akhir titrasi dicapai akan bereaksi dengan
indicator membentuk endapan coklat kemerahan Ag2CrO4. Prosedur ini disebut sebagai titrasi
argentometri dengan metode Mohr. Reaksi yang terjadi adalah :
Ag+(aq) + Cl-
(aq) AgCl(s) (endapan putih)
Ag+(aq) + CrO4
2-(aq) Ag2CrO4(s) (coklat kemerahan)
Penggunaan metode Mohr sangat terbatas jika dibandingkan dengan metode Volhard dan
metode Fajans dimana dengan metode ini hanya dapat dipakai untuk menentukan konsentrasi Cl-,
CN-, dan Br-.
Aplikasi titrasi argentometri dengan metode Mohr banyak digunakan untuk menentukan
kandungan kadar klorida dalam berbagai contoh air, misalnya air sungai, air laut, air sumur, air
hasil pengolahan industry sabun, dan sebagainya. Titrasi dengan metode Mohr dilakukan dengan
kondisi larutan berada pada pH kisaran 6,5-10 disebabkan karena ion kromat adalah basa
konjugasi dari asam kromat. Jika pH dibawah 6,5 maka ion kromat akan terprotonasi sehingga
asam kromat akan mendominasi didalam larutan akibatnya dalam larutan yang bersifat sangat
asam konsentrasi ion kromat akan terlalu kecil untuk memungkinkan terjadinya endapan
Ag2CrO4sehingga hal ini akan berakibat sulitnya pendeteksian titik akhir titrasi. Analit yang
bersifat asam dapat ditambahkan kalsium karbonat agar pH nya berada pada kisaran pH tersebut
atau dapat juga dilakukan dengan menjenuhkan analit dengan menggunakan padatan natrium
hidrogen karbonat (Anonim,2009)
A. Pembakuan larutan AgNO3
1. Pembuatan
Pada pembuatan larutan 0,1 N perak nitrat ini langkah pertama yang dilakukan adalah
menimbang AgNO3 sebanyak 8,5 gram dalam botol timbang menggunakan neraca analitik.
Kemudian AgNO3 dimasukkan ke dalam labu ukur 500 mL selanjutnya diencerkan dengan
menambahkan akuades sampai tanda batas. Larutan AgNO3 dalam labu ukur dikocok sampai
bercampur dengan akuades.
2. Pembakuan
Metode yang digunakan pada pembakuan larutan AgNO3 menggunakan larutan NaCl
adalah metode Mohr. Pertama NaCl P yang sudah dikeringkan pada suhu 100-120 QUOTE
C sebanyak QUOTE 125 mg ditimbang seksama menggunakan neraca analitik.
NaCl dimasukkan ke dalam gelas kimia lalu ditambahkan akuades secukupnya untuk
mengencerkan NaCl. Aduk larutan menggunakan batang pengaduk sampai homogen. Larutan
NaCl tersebut dimasukkan dalam labu ukur 25 mL. Larutan tersebut diencerkan dengan
menambahkan aquades ke dalamnya sampai tanda batas. Larutan NaCl dikocok hingga
homogen. Setelah itu dilakukan titrasi menggunakan larutan AgNO3 0,1 N. Buret diisi dengan
larutan AgNO3 sampai tanda batas. Untuk NaCl dimasukkan dalam erlenmeyer lalu ditambah
indikator K2CrO4 5% sebanyak 1 mL. Kemudian barulah menitrasi larutan NaCl dalam
erlenmeyer menggunakan larutan AgNO3 setetes demi setetes melalui buret sampai terbentuk
perubahan warna dan endapan berwarna coklat merah. Titik akhir titrasi ditandai dengan adanya
endapan warna coklat merah. Perubahan warna tersebut terjadi karena timbulnya Ag2CrO4
(Alexeyev,V,1969). Percobaan ini dilakukan sampai 3 kali perulangan dan volume AgNO3 yang
diperlukan dari buret dicatat.
Pada awal sebelum dilakukan titrasi, larutan NaCl yang sudah dicampur K2CrO4 berwarna
kuning. Namun setelah dititrasi dengan AgNO3 , larutan NaCl berubah warnanya dan
menghasilkan endapan. Endapan Ag2Cr2O4 mulai terbentuk setelah semua Cl- diendapkan
sebagai AgCl, dan terjadi perubahan warna endapan dari putih menjadi coklat merah. Titrasi
dilakukan dalam suasana netral atau basa lemah (pH 7 – 10). Jika suasana larutan terlalu asam
akan mengurangi kepekaan indikator, sedangkan jika terlalu basa akan terbentuk endapan AgOH
atau Ag2O sebelum terbentuk endapan Ag2CrO4 (Narufiati,2009).
Dalam suasana asam, perak kromat larut karena terbentuk dikromat dan dalam suasana basa akan
terbentuk endapan perak hidroksida. Reaksi yang terjadi adalah :
Asam : 2CrO42- + 2H- ↔ CrO72- + H2O
Basa : 2 Ag+ + 2 OH- ↔ 2 AgOH
2AgOH ↔ Ag2O + H2O
Untuk titik akhir yang dihasilkan indikator kimia, biasanya terdiri dari perubahan
warna/muncul tidaknya kekeruhan dalam larutan yang dititrasi. Syarat indikator untuk titrasi
pengendapan analog dengan indikator titrasi netralisasi, yaitu :
1. Perubahan warna harus terjadi terbatas dalam range pada p-function dari reagen /analit.
2. Perubahan Warna harus terjadi dalam bagian dari kurva titrasi untuk analit(skogg,1965).
Dalam percobaan ini dipilihnya indikator kalium kromat karena suasana sistem cenderung
netral. Jika kalium kromat pada reaksi dengan suasana asam, maka ion kromat menjadi ion
bikromat dengan reaksi :
2 CrO42- + 2H+ QUOTE CrO7
2- + H2O
Sedangkan dalam suasana basa, ion Ag+ akan bereaksi dengan OH- dari basa dan
membentuk endapan Ag(OH) dan selanjutnya teroksidasi menjadi A2O dengan reaksi :
2 Ag+ + 2OH- QUOTE QUOTE H2O
Hasil reaksi berupa endapan AgCl. Ag+ dan AgNO3 dengan Cl- dari NaCl akan bereaksi
membentuk endapan AgCl yang berwarna putih. Setelah ion Cl- dalam NaCl telah bereaksi
semua, maka ion Ag+ akan bereaksi dengan ion CrO42- dari K2CrO4 (indikator) yang ditandai
dengan perubahan warna, dari kuning menjadi merah bata. Saat itulah yaitu saat AgNO3 tepat
habis bereaksi dengan NaCl. Keadaan tersebut dinamakan titik ekuivalen dimana jumlah mol
grek AgNO3 sama dengan jumlah mol grek NaCl. Pemilihan indikator dilihat juga dari
kelarutan. Ion Cl- lebih dulu bereaksi pada ion CrO42-, kemungkinan karena perbedaan
keelektronegatifan Ag+ dan Cl- lebih besar dibandingkan Ag+ dan CrO42-. Selain itu ion Cl- jika
bereaksi dengan Ag+ akan lebih mengendap karena kelarutannya :
KspAgCl = 1,82 x 10-10 , sedangkan kelarutan ion kromat Ksp K2CrO4 = 1,1 x 10-12
(Pinilih,2007).
Dalam proses standarisasi AgNO3 dengan NaCl digunakan 25 ml NaCl dan volume rata-rata
AgNO3 yang diperlukan dalam percobaan adalah 2,95 mL. Dengan rumus netralisasi V1.N1 =
V2 . N2, maka normalitas AgNO3 dapat dihitung dengan rumus perhitungan :
N AgNO3 = QUOTE
dan diperoleh hasil N AgNO3 rata-rata adalah 0,144 N. AgNO3 perlu distandarisasi agar
diharapkan bisa diperoleh larutan standar AgNO3 0,1 N atau paling tidak mendekati yang
nantinya digunakan untuk menstandarisasi larutan yang lain. Dan juga kemurnian garam AgNO3
yang tinggi sehingga garam tersebut dapat digunakan larutan standar primer (Harizul,1995).
Anonim. 1979. Farmakope Indonesia edisi III. Departemen Kesehatan Republik Indonesia : Jakarta.
Anonim. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV. Departemen Kesehatan Republik Indonesia : Jakarta.
Anonim. 2009. Argentometri(http://belajarkimia.com) diakses pada tanggal 16 november 2012.
Gandjar, I. G. dan Abdul Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar : Yogyakarta.
Harizul, Rivai. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. UI Press : Jakarta.
Harjadi,W. 1986. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Gramedia : Jakarta.
Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Ilmu Kimia Analitik. Universitas Indonesia : Jakarta.
Mulyono, 2006. Kamus Kimia Edisi Pertama. Bumi Aksara : Jakarta.
Mursyidi, Achmad dan Abdul Rohman. 2006. Pengantar Kimia Farmasi Analisis Volumetri dan
Gravimetri. Pustaka Pelajar : Yogyakarta.
Pinilih, Intiyas. 2007. Argentometri. UNS : Surakarta.
Rohman, Abdul. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar : Yogyakarta.
Skogg. 1965. Analytical Chemistry Edisi Keenam.Sounders College Publishing : Florida.
Sudjadi, Rohman. 2004. Analisis Obat dan Makanan. Pustaka Pelajar : Yogyakarta.
Sudjadi. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Belajar : Yogyakarta.
Vogel. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik Edisi 4. Penerbit Buku Kedokteran
EGC : Jakarta.