22
PENINGKATAN PERAN TNI-AD DALAM OPERASI PERBANTUAN KEPADA POLRI DAN PEMERINTAHAN DAERAH. PENINGKATAN PERAN TNI-AD DALAM OPERASI PERBANTUAN KEPADA POLRI DAN PEMERINTAHAN DAERAH. Amandemen UUD 1945, Ketetapan-Ketetapan MPR RI dan perundangan-undangan yang mengatur pemisahan, peran, fungsi TNI dan Polri telah secara tegas mengatur, namun terdapat kegiatan- kegiatan dibidang pertahanan dan keamanan berdasarkan perkembangan situasi, ada keterkaitan yang mengharuskan TNI dan Polri saling bekerjasama dan atau bantu-membantu. Penjabaran pengaturan tentang kerjasama dan perbantuan TNI kepada Polri dalam tugas keamanan sebagaimana yang diamanatkan Tap. MPR RI No. VI/MPR/2000 dan No. VII/MPR/2000 “belum ada”, namun perkembangan riil situasi yang ada di masyarakat, dirasakan bahwa tuntutan bantuan TNI kepada Polri perlu segera di ambil langkah-langkah pemecahannya. Dengan menyikapi beberapa peristiwa/konflik yang terjadi dibeberapa daerah sebagai gangguan keamanan yang perlu ditanggulangi dengan melaksanakan kegiatan dan Operasi Kepolisian terpusat maupun kewilayahan, permasalahan yang harus dipecahkan adalah “Bagaimana upaya Perbantuan TNI kepada Polri dalam pelaksanaan kegiatan dan Operasi Kepolisian terpusat maupun operasi kewilayahan” ?. Untuk menjawab permasalahan tersebut di atas maka kita mencoba membahasnya melalui metoda pendekatan deskriptif analisis dan studi kepustakaan yang didapat, sebagai alat untuk menjelaskan dan membendah permasalahan agar ditemukan sebuah konsepsi yang baik tentang upaya Perbantuan TNI kepada Polri dalam pelaksanaan kegiatan dan Operasi Kepolisian terpusat maupun operasi kewilayahan.

PENINGKATAN PERAN TNI.docx

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PENINGKATAN PERAN TNI.docx

PENINGKATAN PERAN TNI-AD DALAM OPERASI PERBANTUAN KEPADA POLRI DAN PEMERINTAHAN DAERAH.

PENINGKATAN PERAN TNI-AD DALAM

 OPERASI PERBANTUAN  KEPADA POLRI DAN PEMERINTAHAN DAERAH.

Amandemen UUD 1945, Ketetapan-Ketetapan MPR RI dan perundangan-

undangan yang mengatur pemisahan, peran, fungsi TNI dan Polri telah secara tegas

mengatur, namun terdapat kegiatan-kegiatan dibidang pertahanan dan keamanan

berdasarkan perkembangan situasi, ada keterkaitan yang mengharuskan TNI dan Polri

saling bekerjasama dan atau bantu-membantu.

Penjabaran pengaturan tentang kerjasama dan perbantuan TNI kepada Polri

dalam tugas keamanan sebagaimana yang diamanatkan Tap. MPR RI No.

VI/MPR/2000 dan No. VII/MPR/2000 “belum ada”, namun perkembangan riil situasi

yang ada di masyarakat, dirasakan bahwa tuntutan bantuan TNI kepada Polri perlu

segera di ambil langkah-langkah pemecahannya.

Dengan menyikapi beberapa peristiwa/konflik yang terjadi dibeberapa daerah

sebagai gangguan keamanan yang perlu ditanggulangi dengan melaksanakan kegiatan

dan Operasi Kepolisian terpusat maupun kewilayahan, permasalahan yang harus

dipecahkan adalah “Bagaimana upaya Perbantuan TNI kepada Polri dalam

pelaksanaan kegiatan dan Operasi Kepolisian terpusat maupun operasi kewilayahan” ?.

Untuk menjawab permasalahan tersebut di atas maka kita mencoba membahasnya melalui metoda pendekatan deskriptif analisis dan studi kepustakaan yang didapat, sebagai alat  untuk  menjelaskan  dan membendah permasalahan  agar ditemukan sebuah konsepsi yang baik tentang upaya Perbantuan TNI kepada Polri dalam pelaksanaan kegiatan dan Operasi Kepolisian terpusat maupun operasi kewilayahan.

 

Segala bentuk pengerahan kekuatan TNI, termasuk untuk tujuan perbantuan

kepada Polri, harus diputuskan melalui pemerintah pusat, dalam hal ini presiden,

dengan pertimbangan DPR dan, bila sudah terbentuk (sesuai mandat UU No. 3 tahun

2002) Dewan Keamanan Nasional.

Page 2: PENINGKATAN PERAN TNI.docx

TNI dan Polri merupakan dua aktor keamanan yang tidak bisa diletakkan di

bawah satu institusi. Keduanya memiliki karakter peranan berbeda dan dengan

demikian membutuhkan prosedur dan kode etik yang berbeda pula. Meskipun

pemisahan institusional dan fungsional sudah dilakukan, tetapi koordinasi TNI dan Polri

masih tetap diperlukan, yaitu pada keadaan ketidakamanan dalam negeri yang tidak

mungkin dihadapi sendiri oleh Polisi.

Terdapat setidaknya empat masalah yang dapat membutuhkan bantuan

penanganan TNI, yaitu kegiatan kemanusiaan, kegiatan sosial kemasyarakatan,

penyelenggaraan fungsi keamanan dan ketertiban umum, pemeliharaan perdamaian dunia.

Penyelenggaraan fungsi keamanan dan ketertiban umum yang dimaksud tentu yang

melibatkan kekuatan senjata terdiri dari aksi terorisme, pemberontakan untuk memisahkan

diri (insurgency), dan tindakan subversi.

Sudahkah pemaduan TNI dan Polri diatur oleh perundangan sektor keamanan

Indonesia? UU No. 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara telah menyebutkan operasi

militer selain perang sebagai salah satu fungsi TNI (Pasal 10 ayat 3), tetapi tidak merinci

apa saja yang termasuk pada fugnsi ini, meskipun menyerahkan wewenang koordinasi

fungsi ini kepada instansi yang membutuhkan bantuan TNI (Pasal 19).

UU TNI dan UU Polri menimbulkan tumpang tindih fungsi keamanan dalam negeri

bagi kedua aktor keamanan. Pasal 41 UU Polri mengatur bahwa Polri dapat meminta

bantuan TNI, dan hal ini lebih lanjut diatur dengan Peraturan Pemerintah tentang bantua

TNI kepada Polri. Sementara itu pasal 7 (10) UU TNI menyebutkan bahwa TNI membantu

Polri dalam rangka tugas keamanan dan ketertiban masyarakat yang diatur dalam undang-

undang. Tidak hanya menimbulkan kerancuan dalam hal apa yang harus dirancang, PP

atau UU, tetapi badan apa yang mengatur mobilisasi (dan demobilisasi) TNI untuk

membantu Polri serta posisi kedua aktor (siapa yang harus memegang kendali operasi)

ketika diturunkan bersamaan sama sekali belum jelas. Potensi besar akan timbulnya

perseteruan kedua aktor ketika diturunkan bersama sebenarnya berada pada kedua poin

yang belum diatur ini.

Pemaduan fungsional TNI dan Polri juga terjadi pada UU No.23 tahun 1959 tentang

Keadaan Bahaya. Meskipun banyak suara masyarakat sipil telah mendesak revisi terhadap

UU tersebut, terutama dengan alasan karakter UU yang represif, belum ada pengganti

terhadap UU ini. UU Penanggulangan Keadaan Bahaya sebenarnya dimaksudkan untuk

mengganti tetapi upaya yang dilaksanakan pada masa kepemimpinan Habibie ini dicurigai

masih bersifat represif, khusususnya terhadap mahasiswa, dan ada pula keberatan

Page 3: PENINGKATAN PERAN TNI.docx

terhadap beberapa pasal. Maka UU Keadaan Bahaya yang sudah dirubah dengan UU No.

52 PRP/1960 ini pun masih digunakan dalam menetapkan koordinasi antar aktor keamanan

dalam kondisi-kondisi khusus, baik tertib sipil, darurat sipil, darurat militer, dan keadaan

perang. Darurat militer di Aceh tahun 2003 lalu misalnya, ditetapkan dengan Keppres No.

28 Tahun 2003 Tentang Keadaan Darurat Militer Aceh, yang diturunkan dari UU Keadaan

Bahaya.

Segala bentuk pengerahan kekuatan TNI, termasuk untuk tujuan perbantuan kepada

Polri, harus diputuskan melalui pemerintah pusat, dalam hal ini presiden, dengan

pertimbangan DPR dan, bila sudah terbentuk (sesuai mandat UU No. 3 tahun 2002) Dewan

Keamanan Nasional. Presiden dan DPR membawahi menteri pertahanan (untuk bidang

pertahanan) dan berbagai menteri di bidang keamanan. Menhan selanjutnya berfungsi

menyusun kebijakan strategis di bidang pertahanan, yang mencakup operasi militer dan

operasi militer selain perang. Sementara Kapolri, bersama lembaga-lembaga pemolisian

lain, merupakan pelaksana kebijakan strategi keamanan negara yang disusun menteri-

menteri terkait. Fungsi-fungsi yang dijalankan dalam kebijakan strategis keamanan negara

adalah peringatan dini, perlindungan masyarakat, pencegahan kejahatan, dan penegakan

hukum. Tugas perbantuan TNI kepada Polri pada prinsipnya menjembatani kedua fungsi

pertahanan dan keamanan ini.

Perbantuan TNI dalam fungsi kepolisian harus didasarkan pada keputusan

pemerintah pusat, melalui Keputusan Presiden. Hal ini didasarkan pada dua alasan,

pertama TNI bersifat nasional (tidak bisa didesentralisasi), kedua kewenangan daerah

untuk mengerahkan TNI dapat menimbulkan penyalahgunaan kewenangan TNI dalam

konflik lokal. Keputusan Pemerintah pusat ini, bagaimanapun, harus didasarkan pada

penilaian, baik pemerintah pusat sendiri, pemerintah daerah maupun kepolisian, bahwa

telah terjadi suatu keadaan gangguan terhadap keamanan dan ketertiban yang tidak dapat

ditangani oleh kepolisian. Permintaan pemerintah daerah kepada pemerintah pusat untuk

meminta perbantuan TNI harus dilakukan secara tertulis, melalui mengutarakan alasan

perbantuan, wilayah perbantuan, sumber dan besaran anggaran yang diperlukan, struktur

komando pengendalian, lama waktu perbantuan, dan waktu pelaksanaan.

Sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta yang diimplementasikan melalui

perlawanan semesta memungkinkan negara dalam situasi yang ditetapkan oleh undang-

undang, melakukan mobilisasi dan demobilisasi dalam memanfaatkan semua sumber daya

pertahanan nasional yang meliputi seluruh warga negara, sumber daya alam, sumber daya

buatan serta sarana dan prasarana yang ada di wilayah nasional. Dengan demikian

perwujudan Sishankamrata adalah konsep pendayagunaan kemanunggalan TNI, POLRI

Page 4: PENINGKATAN PERAN TNI.docx

dengan seluruh rakyat dalam pelaksanaan fungsi Hankam melalui konsep mobilisasi dan

demobilisasi yang diatur dengan Undang Undang.

            Ruang lingkup Hankam meliputi keselamatan negara dan keselamatan masyarakat.

Keselamatan negara pada dasarnya berkaitan dengan kedaulatan negara yang

mengharuskan negara untuk mengatasi kompleksitas jenis dan sumber ancaman yang

meliputi ancaman militer, baik yang bersifat tradisional maupun non tradisional, dan

ancaman yang bersifat non-militer.

Ancaman terhadap Keamanan Nasional meliputi ancaman militer dan non-militer, berasal

dari luar maupun dari dalam wilayah negara, menyebar secara langsung dan tidak

langsung. Ancaman-ancaman itu dapat tertuju terutama terhadap keutuhan wilayah,

berlangsungnya fungsi-fungsi pemerintahan negara, ketertiban sosial dan keselamatan

masyarakat baik sebagai kelompok maupun perorangan. Dilihat dari jenisnya, terdiri dari

ancaman yang berasal dari luar negeri , ancaman di dalam negeri maupun ancaman trans-

nasional. Sedangkan dilihat dari pelakunya dapat dibedakan menjadi aktor negara dan non

negara. Upaya untuk mengatasi berbagai ancaman tersebut di atas tidak boleh

bertentangan dengan prinsip-prinsip masyarakat madani.

            Penyelenggaraan Manajemen Hankam terdiri dari fungsi perumusan kebijakan dan

keputusan politik, fungsi implementasi dan fungsi pengawasan. Ketiga fungsi tersebut

dioperasionalkan berdasarkan prinsip supremasi sipil yang meletakkan pemerintah sebagai

pemegang otoritas politik di bidang Hankam. Peran TNI bertugas untuk menghadapi

ancaman militer baik eksternal maupun internal terhadap keselamatan negara dengan

melaksanakan Operasi Militer Perang (OMP) dan Operasi Militer Selain Perang (OMSP).

           Sebagai bagian dari masyarakat dunia dan sebagai perwujudan dari komitmen

bangsa sebagaimana tertuang dalam pembukaan UUD 1945, Indonesia perlu memainkan

peran aktif dalam usaha-usaha perdamaian dunia yang abadi. Salah satu langkah yang

dimungkinkan adalah melibatkan TNI melaksanakan OMSP dalam Operasi Perdamaian

Dunia . Pelibatan Tentara Nasional Indonesia dalam Operasi Perdamaian Dunia tersebut

diputuskan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, yang

mempertimbangkan kebijakan politik luar negeri serta ketentuan hukum dan kebiasaan

internasional. Keputusan Presiden dan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyebut

jangka waktu, besaran pasukan, dan tugas operasi perdamaian yang akan dilakukan

dengan mempertimbangkan jenis operasi perdamaian yang diminta.

           Sebagai pemegang otoritas politik di bidang pertahanan, Presiden menyatakan

perang dengan negara lain. Pernyataan perang harus disampaikan Presiden di hadapan

sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat. Pernyataan perang harus mendapatkan

Page 5: PENINGKATAN PERAN TNI.docx

persetujuan tertulis Dewan Perwakitan Rakyat. Perang dengan negara lain diakhiri oleh

Presiden dengan membuat perjanjian damai. Perjanjian damai harus mendapat persetujuan

Dewan Perwakilan Rakyat.

           Presiden memegang kekuasaaan tertinggi atas Angkatan Bersenjata yang memiliki

wewenang untuk mengangkat dan memberhentikan Panglima TNI. Proses pengangkatan

dan pemberhentian Panglima TNI harus

1. menghindari politisasi jabatan Panglima TNI.

2. mempertegas posisi Panglima TNI sebagai pelaksana kebijakan pertahanan negara.

Kebijakan Hankam terdiri dari tiga kelompok, yaitu

1. Kebijakan Pembangunan dan Pembinaan kekuatan Hankam

2. kebijakan Penggunaan Kekuatan Hankam.

3. Kebijakan Kerjasama Internasional di bidang Hankam. Pengaturan tentang pengerahan

dan penggunaan kekuatan TNI diperlukan untuk memberikan kepastian otorisasi

pengerahan dan penggunaan kekuatan TNI. Kepastian itu dibutuhkan untuk menjamin

bahwa pengerahan kekuatan TNl dilakukan dalam kerangka sistem politik demokratis.

Kepastian itu juga dibutuhkan untuk lebih menjamin bahwa setiap penggunaan kekuatan

TNI mendapat dukungan politik yang kuat dari lembaga-lembaga negara, demi

keberhasilan operasional. Oleh karena itu keputusan politik tentang pengerahan dan

penggunaan kekuatan TNI oleh Presiden harus mendapat persetujuan DPR.

           

            Pengerahan kekuatan TNI untuk melaksanakan beragam operasi militer didasarkan

kepada kompetensi teknis TNI sebagai kekuatan bersenjata, serta skala dan eskalasi

ancaman. Penggunaan kekuatan TNI dilakukan berdasarkan perintah pengerahan dan

merupakan pelaksanaan operasi militer yang dipimpin panglima untuk mencapai tujuan

yang telah ditentukan oleh pemerintah dengan menggunakan kekuatan yang tersedia.

            Melalui suatu keputusan politik pemerintah, kekuatan TNI dapat dikerahkan dan

digunakan untuk mengatasi keadaan bahaya. Dalam melaksanakan operasi militer,

tanggung jawab untuk menentukan strategi dan taktik operasi militer sepenuhnya di tangan

TNI. Dalam mengemban tanggung jawabnya tersebut Panglima TNI menerbitkan Aturan

Pelibatan / Rule of Engagement (RoE) bagi para prajurit di lapangan. Panglima TNI harus

tetap melaporkan pelaksanaan operasi militer kepada Presiden secara periodik, baik

sebelum, pada saat, maupun setelah operasi militer dilaksanakan.

             Prinsip supremasi sipil mengharuskan dikembangkannya struktur organisasi

pertahanan yang mengharuskan penempatan TNI di dalam Departemen Pertahanan.

Penempatan TNI di dalam Departemen Pertahanan ditujukan untuk:

Page 6: PENINGKATAN PERAN TNI.docx

1.         Mengukuhkan fungsi Menteri Pertahanan sebagai pembantu Presiden yang memiliki

kewenangan dan tanggung jawab penuh atas kebijakan pertahanan.

2.         Menghilangkan dualisme kelembagaan di antara lembaga-lembaga yang

menjalankan fungsi pemerintahan di bidang Hankam.

3.         Meningkatkan efektivitas kerja dengan menempatkan institusi pelaksana kebijakan

(TNI) dalam satu wadah yang sama dengan pembuat kebijakan (DEPHAN)

4.         Mempertegas garis akuntabilitas dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan

bidang Hankam secara politik, operasional dan finansial. Struktur organisasi Hankam juga

harus dikembangkan untuk menjamin agar TNI dapat berkonsentrasi menjalankan fungsi

Hankam dan tidak melakukan fungsi-fungsi sosial politik dan ekonomi. Dengan demikian

maka Menhan rnempunyai kewenangan untuk Pembangunan dan Pembinaan Kekuatan

Pertahanan sedangkan Panglima TNI mempunyai kewenangan dalam Penggunaan

Kekuatan Hankam berdasarkan Kebijakan pemerintah di bidang Pertahanan dan

Keamanan Negara.

Penerapan prinsip supremasi sipil akan bermuara pada terwujudnya TNI yang

profesional. Profesionalisme TNI meliputi profesional dalam jati diri sebagai tentara

nasional, tentara pejuang dan tentara rakyat, serta profesionalisme dalam arti mahir olah

keprajuritan. Untuk membentuk tentara profesional, pemerintah harus menjamin

kesejahteraan prajurit, melengkapi peralatan pertahanan, pendidikan dan pelatihan,

promosi, pembentukan kode etik militer profesional, pemmusan hukum militer, serta

pengembangan doktrin dan aturan pelibatan militer (Rules of Engagement/RoE).

            Perumusan kebijakan Hankam sangat dipengaruhi oleh konteks politik dan karakter

pengambil keputusan. Oleh karena itu, keputusan yang menyangkut masalah Hankam

senantiasa didahului oleh proses konsultasi yang melibatkan eksekutif dan legislatif. Dalam

konteks ini, publik berhak untuk mendapat gambaran yang jelas tentang dasar pemikiran

kebijakan Hankam.

Upaya mewujudkan Keselamatan masyarakat diselenggarakan oleh beragam

institusi keamanan yang masing-masing memiliki tugas, wewenang dan tanggung jawab

yang spesifik. Upaya ini memungkinkan untuk memberikan kewenangan kepada

Pemerintah Daerah. Oleh karena itu, pengelolaan keselamatan masyarakat dibedakan

antara institusi-institusi penanggung jawab politik dan penanggung jawab operasional.

Institusi penanggung jawab politik adalah pemerintah dan parlemen di daerah yang memiliki

kewenangan dalam merumuskan kebijakan Keselamatan masyarakat. Institusi penanggung

jawab operasional adalah aparat di daerah. Sistem Keselamatan masyarakat meliputi

mekanisme peringatan dini, mekanisme perlindungan masyarakat dan pencegahan

kejahatan, serta kemampuan penegakan hukum.

Page 7: PENINGKATAN PERAN TNI.docx

              Pelaksanaan tugas TNI dan Polisi dalam penegakan hukum berbeda, dimana

Polisi adalah penegak hukum dan penindak kejahatan/kriminalitas, subyek dan obyek

hukumnya adalah individu, instrumen utamanya adalah hukum. Sedangkan TNI berkaitan

dengan kekerasan bersenjata yang mengancam kedaulatan negara. Subyek dan obyek

hukumnya adalah negara dan bangsa, instrumen utamanya adalah sistem senjata untuk

menjamin kedaulatan dan kewibawaan bangsa dan negara.

              Di dalam menjalankan tugas pokok dan kewenangannya untuk menangani

Hankam, aparat keamanan negara dapat bekerjasama dengan badan, lembaga serta

instansi lainnya dan berdasarkan pada sendi-sendi hubungan yang bersifat fungsional,

saling menghormati, saling membantu dan demi kepentingan umum.

Presiden memiliki kewenangan dalam menetapkan kebijakan bidang Hankam dan memiliki

hak prerogatif dalam menetapkan pejabat tertinggi pelaksana fungsi Hankam. Pelaksana

fungsi Hankam tersebut harus berada di dalam satu departemen sebagai pemegang

otoritas politik. Dalam kontek ini maka Polri sebaiknya berada di dalam Departemen Dalam

Negeri.

Hubungan di antara institusi-institusi penanggung jawab politik dan operasional

berdasarkan prinsip checks and balance sebagai manifestasi dari bekerjanya suatu sistem

politik yang demokratis. Institusi penanggung jawab operasional memiliki kewenangan

dalam melaksanakan kebijakan Hankam yang telah dirumuskan oleh pemerintah. Sebagai

konsekuensi, hubungan antara institusi penanggung jawab politik memiliki kewenangan

supervisi terhadap institusi pelaksana sebagai bawahan dan sebaliknya institusi pelaksana

bertanggung jawab kepada pemerintah.

           Institusi-institusi pelaksana fungsi Hankam dalam lingkup keselamatan masyarakat

meliputi TNI, POLRI, komunitas intelijen negara, Kejaksaan, Bea Cukai, Imigrasi, Dinas

Perhubungan dan jenis-jenis Kepolisian khusus seperti Polisi Hutan, dan Polisi Pamong

Praja. Keterlibatan setiap pelaksana fungsi Hankam tersebut dilaksanakan secara

proporsional sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing. Hubungan antara

institusi-institusi pelaksana bersifat koordinatif dan didasarkan pada kompetensi dan

spesialisasi.

Penyelenggaraan fungsi Keselamatan Masyarakat memungkinkan penggunaan

kekerasan secara sah berdasarkan Undang-Undang. Oleh karena itu hams ada mekanisme

perlindungan terhadap kepentingan publik untuk menghindari kemungkinan

penyalahgunaan kekuasaan baik oleh institusi penanggung jawab politik maupun institusi

pelaksana. Untuk itu, pelaksanaan fungsi Keselamatan Masyarakat harus berdasarkan

Page 8: PENINGKATAN PERAN TNI.docx

prinsip akuntabilitas dan tranparansi untuk menjamin terwujudnya masyarakat madani.

Demikian pula sebagai konsekuensi dari keamanan sebagai kebutuhan publik, maka

penyelenggaraannya harus pula bersifat responsif dan membuka ruang bagi partisipasi

publik. Masyarakat merupakan pihak yang berkepentingan dalam proses perumusan

kebijakan, implementasi kebijakan dan pengawasan penyelenggaraan sistem Keselamatan

Masyarakat.

            Upaya perwujudan Keselamatan Masyarakat memerlukan suatu sistem

pengelolaaan Keselamatan Masyarakat yang di dalamnya terdapat:

            (a) tataran kewenangan dan peran lembaga-lembaga negara.

            (b) mekanisme alokasi sumber daya nasional.

            (c) mekanisme anggaran

            (d) transparansi, akuntabilitas, dan pengawasan.

            Berdasarkan uraian diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa perbantuan TNI

kepada POLRI dapat diselenggarakan sesuai undang-undang dan tugas perbantuan

TNI yaitu menjamin keselamatan negara. Tugas perbantuan dilakukan TNI dilaksanakan

atas permintaan dan keputusan politik pemerintah yang diatur dalam ketentuan tentang

operasi militer selain perang (OMSP). Ruang lingkup tugas perbantuan TNI sesuai

permintaan yang diatur melalui peraturan perundang-undangan

Tugas perbantuan TNI meliputi:

            Perbantuan dalam rangka pemeliharaan keamanan ketertiban masyarakat. Peran

TNI AD dalam Membantu Polri dalam rangka menjaga keamanan dan Ketertiban dalam

masyarakat. Keamanan dan Ketertiban Masyarakat adalah suatu kondisi dinamis

masyarakat sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses pembangunan nasional

dalam rangka tercapainya tujuan nasional yang ditandai oleh terjaminnya keamanan,

ketertiban dan tegaknya hukum serta terbinanya ketenteraman yang mengandung

kemampuan membina dan mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam

menangkal, mencegah dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan bentuk-

bentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan masyarakat. Penanggung jawab

masalah Kamtibmas mengacu pada UU RI Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri adalah

Kepolirian Republik Indonesia yakni bahwa Polisi adalah penjaga disiplin publik untuk

melaksanakan keputusan Undang-Undang atau Peraturan, Polisi adalah penjaga disiplin

publik agar bisa terpelihara keamanan dan ketertiban. Sementaa itu yang menjadi pilar

Penunjang Kamtibmas adalah adanya pemerintahan, adanya perangkat hukum, adanya

kekuatan pemaksaan hukum untuk dipatuhi (law enforcement), dalam hal iniKepolisian

Sesuai UU RI Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri dan PP Nomor 16 tahun 1960, bantuan

TNI kepada Polri atau kepada Pemerintah dalam rangka penegakan Kamtibmas diberikan

Page 9: PENINGKATAN PERAN TNI.docx

atas permintaan Polri atau Pemerintah. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya perlu

dikoordinasikan dengan baik antara Pemda, Polri dan TNI AD.Perbantuan TNI AD kepada

Polri dalam rangka tugas bantuan Kamtibmas diberikan atas permintaan Kepala Daerah

maupun pihak Polri serta dapat juga berdasarkan keputusan politik Negara yang dilakukan

dalam keadaan Tertib Sipil atau dalam keadaan Darurat Sipil. Keterlibatan TNI AD dalam

tugas bantuan kepada Polri bisa dilakukan apabila tindakan preventif dan tindakan

polisional yang dilaksanakan oleh Polri belum berhasil menghentikan perkembangan

eskalasi ancaman tersebut, dimanaTNI AD turut bertanggung jawab untuk mengatasi

berdasarkan parameter tertentuyang berada diluar batas kemampuan Polri dan sesuai

dengan aturan perundang-undangan yang berlaku. Jenis gangguan Kamtibmas terdiri dari

Gangguan Nyata(Kejahatan Konvensional, meliputi pencurian dan kekerasan, pencurian

dengan pemberatan, pencurian kendaraan bermotor, perusakan; Kejahatan trans nasional,

meliputi Narkotika, penyelundupan, perdagangan wanita dan anak-anak (trafficking in

persori), kejahatan dunia maya (cyber crime), terorisme, Kejahatan terhadap kekayaan

negara, meliputi pembalakan liar (illegal logging), pertambangan liar (illegal minning),

penangkapan ikan secara ilegal (illegak fishing)dan Kejahatan berimplikasi kontijensi yang

meliputi unjuk rasa anarkhis dan konflik SARA (KonflikHorizontal) dan Ambang Gangguan

yang berpotensi menimbulkan gangguan Kamtibmas seperti kegiatan-kegiatan Pemilihan

Umum (Pemilu) baik pemilihan legislatif, pemilihan Presiden maupun Pemilihan Kepala

daerah, Kegiatan masyarakat atau pemerintah yang menghadirkan masyarakat banyak,

Kegiatan masyarakat yang berkaitan dengan hari-hari besar keagamaan atau tingkat

nasional/internasional serta Pelanggaran lalu lintas yang berpotensi menimbulkan

ketidaktertiban dan kecelakaan lalu lintas. Tugas Perbantuan TNI AD kepada Polri dalam

rangka tugas Keamanandan Ketertiban Masyarakat mempunyai tujuan, sasaran, bentuk

dan peran yaitu

 1.        Tujuan. Untuk membantu Polri dalam rangka tugas Kamtibmas dilaksanakan

atas permintaan Pemerintah dalam hal ini Polri, atau dalam keadaan

memaksa/mendesak untuk mengatasi eskalasi yang mengancam kedaulatan negara,

keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa;

2.         Sasaran. Teratasinya konflik komunal dan kerusuhan massa yang berskala

tinggi, tercegahnya korban jiwa dan harta masyarakat, serta terbantunya pengamanan

kegiatan yang berskala nasional dan internasional,sedangkan kemampuan yang

digunakan adalan kemampuan tempur, kemampuan 9 intelijen, Binter dan dukungan

3.         Bentuk Operasi. Bentuk operasi yang digunakanadalah Operasi Mandiri atau

Terpadu, sifatnya Operasi Non Tempur 

4.         Peran, yaitu pertama sebagai satuan bantuan untuk menangkal dan menindak

terhadap setiap bentuk ancaman Kamtibmas yang tidak mampu diatasi oleh pihak Polri,

sesuai dengan kriteria ancaman Kamtibmas dan kriteria kemampuan Polri yang telah

Page 10: PENINGKATAN PERAN TNI.docx

ditetapkan; sebagai pemulih terhadap kondisi keamanan negara yang terganggu akibat

kekacauan Kamtibmas, yang pelaksanaannya tetap berpedoman pada asas-asas dan

prinsip-prinsip pemberian bantuan kepada Polri dalam rangka tugas Kamtibmas.

            Permintaan bantuan dilakukan bila kekuatan Polri dinilai sudah tidak efektif lagi

oleh pemegang Otoritas untuk mengatasi gangguan yang terjadi, dalam pelaksanaan

perbantuan TNI AD kepada Polri tetap berpedoman pada asas-asas dan prinsip-prinsip

yang ada yaitu prinsip Situasional, prinsip Percepatan, dan prinsip Keterbatasan. Dalam

pelaksanaan perbantuan TNI AD dalam rangka Kamtibmas harus memenuhi kriteria

ancaman, kriteria kemampuan Polri dan kriteria kemampuan bantuan TNI AD serta

parameter keterlibatan. Parameter keterlibatan TNI AD yaknidfalam Operasi bantuan

kepada Polri adalah :

1.         Satuan TNI AD yang sedangmenjalankan tugas perbantuan tidak diperintah

atau ditarik oleh TNI kecuali atas permintaan pemerintah atau atas permintaan pihak

Kepolisian yang menerima bantuan

2.         Pengajuan permintaan bantuan oleh Kepolisian sebagaimana dimaksud diatas

dibuat secara tertulis dan ditujukan kepada Komandan Militer setingkat.

3.         Pemegang kendali operasi tidak dapat memerintahkan ataupun memberi tugas

kepada satuan TNI AD dalam tugas perbantuan diluar tugas yang dimaksud dalam

surat permintaan bantuan

4.         Operasi Bantuan kepada Polri yang dilaksanakan oleh satuan TNI pada situasi

negara dalam keadaan biasa dilandasi aturan perundang-undangan dan kebijakan

pemerintah dalam menilai gangguan keamanan

5.         Pemerintah Pusat dalam hal ini Presiden dan perwakilan Pemerintah Pusat di

daerahdalam hal ini Gubernur, pemerintah dalam hal ini Bupati dan Walikota

berwenang mengajukan permintaan bantuan militer, yang direalisasikan dengan

melaksanakan operasi perbantuan kepada Polri di daerahnya

 6.        Dalam keadaan terpaksa, PolisiPamong Praja dalam hal ini selain pejabat

Kepala Daerah berwenang dapat memintabantuan militer bila pejabat daerah

berhalangan. Disamping itu, Camat dan KepalaDesa dibenarkan minta bantuan militer

bila dalam keadaan memaksa dan segeradilaporkan kepada Kepala Daerah

7.         DPRD mempertimbangkan dan mengambil keputusan bersama kepala daerah

dalam rangka permintaan bantuan militer.

8.         Anggaran untuk tugas-tugas perbantuan TNI AD, disediakan oleh

pemerintahPusat/daerah. Permintaan bantuan kekuatan TNI AD baik oleh Kepolisian

Page 11: PENINGKATAN PERAN TNI.docx

maupunPemerintah Daerah dalam rangka Kamtibmas harus melalui Mekanisme dan

Prosedur yang telah ditentukan yaitu :

            a.         Permintaan bantuan dilakukan oleh satuan Polri didaerah

serendah-       rendahnya setingkat Polres kepada satuan Polri setingkat

diatasnya,      apabila satuan Polri tidak mampu menanggulangi gangguan

keamanan   secara mandiri. Permintaan bantuan perkuatan internal

dikoordinasikan       kepada Komandan satuan TNI AD kewilayahan setempat guna

memantau            perkembangan eskalasi ancaman.

            b.         Apabila Mabes Polri beserta unsur bawahannya tetap tidak dapat   atau

tidak mampu menangani gangguan keamanan, maka Kapolri meminta    bantuan

satuan TNI kepada Panglima TNI melalui Presiden.

            c.         Bantuan satuan TNI kepada Polridapat diberikan atas

permintaan             secara lisan bila situasi mendadak dan memerlukan kecepatan

bertindak       dan ditindaklanjuti dengan permintaan bantuan secara tertulisdalam waktu

1     X 24 jam

            d.         Permintaan bantuan unsur TNI harus memuat antara

lain:   perkembangan situasi terakhir, alasan permintaan bantuan,

jumlahkekuatan           dan kemampuan yang diperlukan, daerah/lokasi bantuan

diperlukan, waktu           penggunaan bantuan dimulai dan berakhir, komando

pengendalian           dan     tataran kewenangan, dukungan administrasi, dan bantuan

perkuatan TNI            AD yang dilibatkan untuk menanggulangi gangguan Kamtibmas

dengan            status BawahKomando Operasi (BKO) Polri atau Bawah Komando

Operasi         (BAKOOPS).

           

            Sementara itu mekanisme dan prosedur pemberian bantuan perkuatan TNI AD

dalamrangka tugas Kamtibmas dapat dilakukan atas permintaan Polri, atas

permintaanKepala Daerah dan Tanpa Permintaan. Perbantuan TNI AD dalam keadaan

terpaksa kepada Polri dan Pemerintah Daerah tanpa permintaan sebagai berikut :

1.         BantuanTNI diberikan atas dasar laporan dan informasi, baik dari

Lurah/Kades/Laporanmasyarakat atau atas inisiatif TNI sendiri. Bila lokasi jauh dari

Perangkat Pemerintahan, Bantuan TNI diberikan apabila aparat Kepolisian tidak ada

ditempat kejadian dan memerlukan bantuan segera selanjutnya ditangani secara

bersama-sama dengan aparat Kepolisian

2.         Kewenangan untuk memberikan bantuan TNIberada di tangan Pangdam atau

Dansat Kewilayahan setempat, namun satuan TNIterdekat yang mengetahui kejadian

awal dalam keadaan mendesak dibenarkan mengambil langkah-langkah awal, dan

Page 12: PENINGKATAN PERAN TNI.docx

segera melaporkan kepada Pangdam atau Dansat Kewilayahan. Selanjutnya

menngkoordinasikan penanganan masalah kepada Gubernur dan Kapolda setelah

menerima laporan dari satuan-satuan jajarannya

3.         11 Penanganan harus segera dilakukan untuk mencegah timbulnya korban

dankerusakan yang lebih parah serta mencegah tindakan pembiaran oleh aparat

TNIyang merupakan pelanggaran hukum.

            Dalam prosedur pemberian bantuan perkuatan TNI AD dalam rangka

Kamtibmas dapat diberikan atas permintaan Polri maupun atas permintaan Pemerintah

Daerah sesuai perundang-undangan yang berlaku yaitu :

1.         Setelah Panglima TNI menyetujui permintaan bantuan TNI dari Kapolri atas

usulanKapolda dan mempertimbangkan laporan dari Pangdam atau Komandan

SatuanKewilayahan TNI AD, selanjutnya melalui proses Politik sesuai Undang-Undang

yang berlaku, maka Panglima TNI mengeluarkan perintah kepada Kepala Staf

Angkatan Darat tentang penyiapan satuan dalam rangka pemberian bantuan TNI

kepada Polri,Pangdam/Dansat Kewilayahan TNI AD membuat rencana pengerahan

bantuan sesuai kebutuhan yang dikoordinasikan dengan Polda atau Koops Kepolisian

yang dibentuk.

2.         Rencana pengerahan bantuan segera diberikan kepada satuan yang

akandikerahkan dilengkapi dengan Surat Perintah Pangdam/Dansat

Kewilayahan,pelaksanaan pergeseran pasukan segera diberangkatkan ke daerah

sasaran yangtelah ditentukan.

3.         Setelah pasukan tiba di daerah sasaran, Komandan Satuan lapor kepada

Dansat Kewilayahan TNI AD selanjutnya dikoordinasikan denganKapolda/Kapolres

untuk menerima tugas sesuai fungsi dan kemampuan operasional masing-masing untuk

merumuskan tugas dan penentuan daerah tanggung jawab operasi.

Perbantuan kepada Pemerintah daerah dalam rangka penanggulangan bencana

alam.            Mencermati perundang-undangan yang berlaku, baik UU Pertahanan Negara

maupun UU TNI jelas menyebutkan bahwa TNI hanya sebatas membantu. Pasal 10 UU RI

Nomor 3 Tahun 2002 serta Pasal 6 dan 7 UU RI Nomor 34 Tahun 2004 beserta

penjelasannya menempatkan TNI pada posisi membantu instansi lain sesuai permintaan.

Hanya saja, presiden selaku pemegang kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan

Laut dan Angkatan Udara dapat mengerahkan TNI dalam keadaan memaksa untuk

kemudian dimintakan persetujuan dari DPR RI. Termasuk pengerahan TNI untuk

menanggulangi akibat bencana alam yang membutuhkan penanganan cepat.

Page 13: PENINGKATAN PERAN TNI.docx

TNI disiapkan untuk melaksanakan operasi militer dalam peperangan. Untuk operasi militer

selain perang seperti penanggulangan bencana alam, TNI hanya dimungkinkan

memanfaatkan idle capacity yang dimiliki. Membina dan mengerahkan TNI untuk tugas

seperti ini belum didukung anggaran. Baik bantuan untuk para korban maupun kebutuhan

operasional TNI itu sendiri. Tugas dilaksanakan dahulu baru kemudian anggarannya

diajukan secara berjenjang melalui Dephan RI, untuk selanjutnya menunggu proses

persetujuan DPR RI.

            Padahal, penanganan bencana alam memerlukan kecepatan dalam menggerakkan

manusia, sarana prasarana dan peralatan yang kesemuanya berkaitan dengan anggaran.

Apalagi, bagi Indonesia sebagai archipelagic state yang memiliki wilayah terluas di dunia

serta rawan terhadap bencana alam dan kecelakaan lain, maka faktor kecepatan menjadi

sangat penting.

            Belajar dari pengalaman selama ini, sudah saatnya kita memikirkan langkah yang

lebih terpadu dan terkoordinasi. Menetapkan institusi yang tepat berada di garis depan dan

pihak-pihak yang harus mendukung dari belakang. Baik pada masa awal terjadinya

bencana maupun lanjutan penanggulangan dalam bentuk rehabilitasi dan rekonstruksi.

Mungkin, tanggung jawab yang selama ini seolah-olah menjadi monopoli Badan Koordinasi

Nasional/Daerah Penanggulangan Bencana Alam (Bakornas/da PBA) beserta Satuan

Koordinasi Pelaksana (Satkorlak) PBA, harus diubah.

            Kita berharap agar tanah air tercinta tidak lagi kedatangan bencana alam. Namun,

kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta para paranormal yang banyak menghiasi

kebolehannya di layar kaca setiap malam belum mampu memberi lampu kuning bila

bencana akan datang. Karena itu, penataan ulang peran dan tanggung jawab setiap badan

atau instansi dalam penanggulangan bencana alam perlu pemikiran. Tujuannya, agar

keseluruhan upaya menjadi optimal demi terbebasnya rakyat dari penderitaan yang

berkepanjangan.

Penanganan bencana alam biasanya kita lakukan dalam dua tahap, yaitu masa tanggap

darurat dan masa rehabilitasi/rekonstruksi. Ke depan, mungkin lebih tepat bila masa

tanggap darurat diganti menjadi tahap pencarian, pertolongan dan penyelamatan agar

masa untuk mencari, menolong dan menyelamatkan manusia yang menjadi korban bisa

lebih cepat. Batas waktunya ditetapkan berdasarkan perkiraan jumlah korban dan kondisi

daerah bencana.

Koordinator kegiatan tahap pertama ini akan tepat bila berada pada Basarnas/Basarda. Bila

keberadaan Basarnas saat ini titik berat tanggung jawabnya hanya terhadap SAR

kecelakaan lalu lintas perhubungan dipandang belum memadai dari segi organisasi,

sumber daya manusia, dan peralatan, perlu dilakukan penataan agar mampu menjangkau

seluruh wilayah tanah air. Penataan yang harus mempertimbangkan aspek pembiayaan,

efisien dan efektivitas agar di kemudian hari tidak terjadi pemborosan.

Page 14: PENINGKATAN PERAN TNI.docx

Tahap kedua adalah masa rehabilitasi dan rekonstruksi untuk memulihkan kondisi fisik dan

mental para korban yang masih hidup serta memperbaiki sarana-prasarana kehidupan

masyarakat. Kegiatan yang tidak terlalu mendesak dibandingkan dengan tahap pertama,

tetapi tidak boleh ditunda-tunda. Tanggung jawab sebaiknya pada

Bakornas/Bakorda/Satkorlak PBA dikoordinasikan oleh instansi yang dinilai tepat. Misalnya,

Bakornas dipimpin oleh Mendagri, Bakorda oleh Gubernur dan Satkorlak oleh

Bupati/Walikota. Badan ini bekerja sejak bencana terjadi untuk menghimpun dan

menyiapkan bantuan. Pendistribusiannya dilaksanakan bersamaan dengan waktu

pencarian, pertolongan, dan penyelamatan atau setelah tahap pertama berakhir.

            Apabila penataan Basarnas untuk maksud ini akan berakibat pada pembiayaan

yang mahal sehingga menjadi tidak efektif dan efisien, maka pemberdayaan instansi yang

sudah ada perlu menjadi pertimbangan. Mungkin dengan menyerahkan tanggung jawab

tahap pertama kepada TNI yang memiliki organisasi vertikal ke seluruh daerah dan sudah

berperan langsung dalam setiap kegiatan SAR selama ini.

            Pimpinan Basarnas mungkin bisa dijabat oleh Panglima TNI secara ex-officio,

sedangkan para Panglima Komando Utama Operasi (Pangkotamaops) TNI

dan        Komandan Satuan TNI di daerah menjadi Kabasarwil atau Kabasarda. Mereka,

masing-masing diberi kewenangan menggerakkan prajurit dan peralatan TNI di daerahnya

serta mengkoordinasikan instansi lain untuk tugas pencarian, pertolongan, dan

penyelamatan. Anggarannya disediakan pemerintah dalam bentuk dana abadi, bukan

APBN/APBD yang harus digunakan dan dihabiskan dalam tahun anggaran berjalan.

            Pelimpahan tanggung jawab ini jelas akan menambah beban bagi TNI. Tetapi, bila

sudah menjadi kesepakatan bangsa dan demi kepentingan nasional, diyakini bahwa TNI

akan ikhlas melaksanakannya. Dilandasi jati diri sebagai tentara rakyat, tentara pejuang,

tentara nasional dan tentara profesional, tugas kemanusiaan seperti ini bukan sesuatu yang

memberatkan TNI. Organisasi TNI sudah tertata dengan baik, diawaki para prajurit yang

berdedikasi tinggi, dan dilengkapi peralatan yang tergolong memadai. Bila didukung oleh

komponen lain bangsa ini, tragedi kemanusiaan yang sering melanda negara kita harapkan

dapat ditangani secara cepat, baik, dan lancar. Di atas itu semua, peran TNI dalam setiap

penanggulangan akibat bencana alam tidak lagi menjadi sorotan untuk diperdebatkan.

            Upaya-upaya yang dilaksanakan untuk mengoptimalkan kesiapan TNI dalam

menanggulangi akibat bencana alam adalah meliputi :

Pertama, Kesiapan Organisasi dan Tugas. Untuk memenuhi kebutuhan organisasi tugas

TNI yang mampu melaksanakan tugas-tugas penanggulangan bencana alam maka perlu

dilakukan revisi organisasi dan tugas TNI, langkah yang dilakukan adalah :

1.         mempertimbangkan kondisi daerah ditinjau dari potensi ancaman bencana alam,

bukan hanya sekedar pertimbangan jumlah penduduk.

2.         Susunan organisasi mengacu kepada kebutuhan organisasi TNI yang selalu siap

menghadapi bencana.

Page 15: PENINGKATAN PERAN TNI.docx

3.         Pasiter dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh 5 Bintara.

4.         Pasiter Kodim dijabat oleh Pama TNI AD berpangkat Kapten dari korps zeni atau

korps lain dengan latar belakang pendidikan/penugasan di satuan zeni. Hal ini perlu

dilakukan agar dalam pelaksanaan penanggulangan bencana alam dapat dilakukan secara

terencana dan terkoordinasi dengan baik serta mengeliminir kesalahan sehingga dapat

dihindari inefisiensi tenaga, peralatan dan biaya

5. Tugas dan tanggung jawab Pasiter ditambah satu point yaitu : menyelenggarakan

kegiatan yang berhubungan dengan penanggulangan akibat bencana alam, pengungsian

dan rehabilitasi infrastruktur.

6.         Dengan susunan tugas pokok yang demikian akan dapat diwujudkan kesiapan

organisasi dihadapkan dengan kebutuhan pengerahan kekuatan dalam menanggulangi

bencana alam.

            Kedua, Kesiapan Personel. Langkah yang dilakukan untuk meningkatkan kesiapan

personel :

1. Rekrutmen.           Rekrutmen merupakan salah satu cara untuk pemenuhan personel.

Rekrutmen dapat dilakukan dengan cara :

a.         Mengajukan atau menerima alokasi dari komando atas. Apabila alokasi personel

telah ditentukan untuk pemenuhan Kodim maka pengajuan alokasi kekurangan sesuai

dengan pangkat dan jabatan kepada Komando atas.

b.         Menyeleksi personel sesuai dengan jabatan dan kemampuan untuk pemenuhan

organisasi. Untuk jabatan tertentu terutama jabatan di Staf Ter perlu adanya penyeleksian

secara obyektif dan mempertimbangan latar belakang pendidikan dan korps. Penyeleksian

ini diharapkan dapat mendukung penyiapan untuk mendukung tugas pokok dalam

penanggulangan bencana alam.

c.         Pelaksanaan rekruitmen personel yang akan bertugas dilakukan seselektif mungkin,

sehingga dapat menghasilkan personel yang berkualitas dan memiliki pengetahuan dan

ketrampilan yang dibutuhkan untuk penanngulangan akibat bencana alam.

d.         Perlu dibentuk badan khusus untuk menyeleksi personel yang akan bertugas.

2.         Pendidikan dan latihan. Agar memiliki kemampuan intelektual, menambah wawasan

dan ketrampilan maka perlu dilaksanakan hal-hal sebagai berikut :

a.         Memberikan kesempatan kepada para personel untuk mengikuti pendidikan baik

yang berada di lingkungan pendidikan TNI maupun di luar TNI AD. Sehingga di lembaga-

lembaga pendidikan tersebut personel yang bersangkutan dapat memperdalam

pengetahuan tentang penanggulangan bencana alam.

b.         Mengirimkan personel intelijen untuk mengikuti kegiatan yang dapat meningkatkan

kemampuan dalam menganalisa kondisi yang berkembang saat ini seperti seminar,

lokakarya, pertukaran personel intelijen antar negara.

Page 16: PENINGKATAN PERAN TNI.docx

c.         Memberikan kesempatan untuk mengikuti pendidikan di luar ilmu kemiliteran seperti

teknik bangunan, paramedis, meteorologi dan geofisika dan lain-lain di perguruan tinggi

yang ada baik didalam negeri maupun luar negeri.

d.         Mengikuti pendidikan kejuruan seperti teknik bangunan, vulkanologi, manajemen

bencana, SAR, geologi dan geofisika serta ilmu iklim dan cuaca e. Dalam kegiatan latihan

yang diselenggarakan oleh TNI maupun TNI AD maupun latihan gabungan, masalah

penanganan bencana perlu diperankan sehingga dapat diketahui tingkat profesionalisme

satuan kewilayahan. Disamping itu, dengan diperankannya masalah bencana akan

diperoleh pemahaman dan gambaran yang lebih jelas bagi satuan-satuan diluar.

f.          Perlu ditetapkan Program Latihan Standarisasi (Proglatsi) materi penanganan

bencana yang dapat dijadikan pedoman dalam upaya peningkatan kualitas latihan. Dalam

Proglatsi, upaya dilakukan melalui bentuk-bentuk latihan lanjutan sebagai pengembangan

yang didasari atas kemungkinan bahaya bencana alam.

g.         Mengintensifkan dan memprogramkan pelaksanaan latihan bencana alam secara

terintegrasi dengan institusi lain yang berkompeten dengan masalah bencana.

Mekanismenya adalah dengan melaksanakan koordinasi untuk mensinkronkan antara RKA

instansi terkait (Pemda/Kepolisian) dengan program kerja dan anggaran Kodim/Kodam

dalam bentuk latihan bersama. Integrasi ini penting mengingat bahaya bencana biasanya

justru melibatkan banyak pihak sehingga penanganannya perlu terintegrasi dan terpadu.

h.         Agar penyelenggaraan latihan dapat berjalan lancar dan mencapai sasaran yang

diharapkan maka harus didukung dana yang cukup serta sarana dan prasarana yang

memadai ; i) Penataran di satuan dengan memanfaatkan personel yang telah memiliki

kemampuan penanganan bencana. Personel-personel tersebut diberdayagunakan sebagai

instruktur dan pembicara dalam kegiatan penataran yang dilaksanakan, sehingga ia dapat

menularkan ilmu yang dimiliki kepada personel yang belum mempunyai kemampuan di

bidang tersebut.

j.          Mengikutkan personel dalam penataran yang dilaksanakan oleh instansi terkait

seperti Pemda, Kepolisian, SAR, Linmas, dll.

k.         Mengundang pakar/ahli manajemen bencana dari kalangan sipil maupun militer

untuk menjadi pembicara dalam kegiatan penataran yang dilakukan baik oleh satuan

maupun penataran bersama.

3.         Untuk memelihara fisik dan kesehatan langkah yang dilakukan :

a.         Secara rutin satu bulan sekali personel diwajibkan untuk melaksanakan

pemeriksaan kesehatan, pemeriksaan kesehatan untuk mencegah dan mengetahui secara

dini agar personel tidak terlibat dalam penggunaan Narkoba dan barang sejenis lainnya.

b.         Secara rutin melaksanakan pembinaan fisik sehingga terjaga kebugaran tubuhnya.

c.         Melarang anggota pulang sampai pagi kecuali ada tugas-tugas khusus yang harus

diselesaikan sehingga besoknya pada saat masuk kerja akan lebih segar

4.         Memberikan penghargaan bagi personel yang berprestasi langkah yang dilakukan :

Page 17: PENINGKATAN PERAN TNI.docx

a.       Pasimin segera mengajukan ke Dandim untuk memberikan penghargaan, pemberian

penghargaan bisa berupa materi, barang atau jabatan yang sesuai dengan

kemampuannya.

b.       Personel yang berprestasi diberi penghargaan berupa kesempatan untuk mengikuti

pendidikan pengembangan umum maupun spesialisasi.

c.        Apabila memenuhi kriteria untuk diajukan kenaikan pangkat luar biasa maka Pasimin

mengajukan ke Spers Kodam untuk mendapatkan kenaikan pangkat luar biasa.

d.       Satuan tetap memberikan semangat dan motivasi serta dorongan agar anggota

selalu bersaing dalam mengejar prestasi sehingga kondisi dan sikap kerja anggota akan

tetap terpelihara.

5.         Untuk memelihara moril anggota langkah yang dilakukan :

a.   Secara rutin memberikan Santiaji dan Santikarma kepada keluarga dan personel Kodim

sehingga kondisi moril dan mental serta kejuangan akan tetap baik.

b.    Satuan memberdayakan koperasi dengan mengupayakan simpan pinjam bunga ringan

sehingga pemenuhan kebutuhan keluarga sehari-hari akan lebih ringan

 c.   Anggota yang melaksanakan tugas didukung dana sehingga         sehingga tidak

memikirkan garis belakang/keluarga yang ditinggal tugas ; 

Ketiga, Kesiapan Materiil. Langkah peningkatan dibidang materiil sebagai berikut :

1.    Pengadaan. Alat-peralatan dari segi kuantitas dan kualitas harus memenuhi standar,

baik yang berkaitan dengan perlengkapan perorangan maupun satuan. Sehingga mampu

mengantisipasi tantangan tugas ke depan.

2.         Pemeliharaan. Pemeliharaan alat-peralatan yang telah dianggarkan menggunakan

dana yang ada. Jika dukungan dana untuk pemeliharaan alat-peralatan yang tidak

teranggarkan, maka Satuan secara swadaya memperbaiki materiil yang rusak sehingga

kondisi materiil tetap terpelihara dan selalu siap pakai. Upaya yang dilakukan yaitu

bekerjasama dengan pihak swasta atau Pemerintah Daerah, sehingga bisa terjalin

hubungan yang saling menguntungkan kedua belah pihak. Kerusakan materiil sebagian

diakibatkan karena personel kurang tahu cara penggunaan dan perawatan oleh karena itu

seluruh anggota wajib untuk belajar cara menggunakan dan memelihara materiil sehingga

meminimalisir terjadinya kerusakan. Setiap saat melakukan pemeliharaan dan perawatan

serta pengecekan terhadap materiil yang telah selesai digunakan sehingga apabila ada

materiil yang hilang atau rusak akan cepat segera diketahui. 

            Dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa TNI memiliki peran signifikan

dalam kegiatan-kegiatan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat, khususnya

dalam kegiatan penanggulangan akibat bencana alam di wilayah. Kondisi kesiapan TNI

saat ini dihadapkan dengan ancaman bencana alam yang frekuensinya relatif tinggi, belum

Page 18: PENINGKATAN PERAN TNI.docx

memiliki tingkat kesiapan yang optimal khususnya ditinjau dari aspek organisasi, personel

maupun materiil. Kesiapan TNI dalam rangka penanggulangan akibat bencana alam dapat

dilakukan dengan upaya kesiapan organisasi dan tugas, personel dan materiil dengan

menggunakan metoda validasi, pendidikan, latihan dan penataran serta pengadaan dan

pemeliharaan. Adapun saran dari penulis adalah perlu adanya revisi Orgas pada TNI, tidak

hanya mempertimbangkan jumlah dan kepadatan penduduk saja, namun juga

mempertimbangkan kerentanan wilayah tersebut terhadap bahaya bencana alam dan perlu

pengadaan materiil yang diperlukan dalam kegiatan penanggulangan akibat benca alam

serta dukungan anggaran yang memadai untuk kegiatan pemeliharaan dan perawatan

(maintenance) alat-peralatan

Demikian essay singkat tentang upaya perbantuan TNI kepada POLRI dalam

pelaksanaan kegiatan dan operasi kepolisian terpusat maupun operasi kewilayahan

semoga bermanfaat.