7
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, terdapat dua fihak yang berada dalam posisi yang berseberangan. Mereka adalah Wajib Pajak yang diberi beban untuk membayar pajak dan Aparat Pajak yang merupakan fihak yang berwenang dalam mengawasi pemenhuhan kewajiban pajak serta diberi target untuk mengumpulkan pajak untuk membiayai pengeluaran Negara. Dalam posisi yang saling berlawanan kepentingan ini, kedua fihak seringkali  berbeda pendapat dalam hal-hal tertentu. Perbedaan ini biasa disebut sengketa pajak. Sengketa pajak ini biasanya timbul jika fihak aparat pajak mengeluarkan produk-produk hukum dalam rangka penagihan pajak yaitu Surat Tagihan Pajak (STP) dan Surat Ketetapan Pajak (SKP), baik berupa SKPKB, SKPLB, SKPN atau SKPKBT. Untuk menyelesaian masalah sengketa pajak ini, Undang-undang KUP telah memberikan beberapa prosedur penyelesaian. 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana penyelesaian melalui Direktorat Jendral Pajak? 2. Bagaimana penyelesaian melalui Badan Penyelesaian Sengketa Pajak? 3. Bagaimana Kontroversi penyelesaian melalui PTUN? 1.3 Tujuan 1. Untuk mengetahui penyelesaian melalui Direktorat Jendral Pajak. 2. Untuk mengetahui penyelesaian melalui Badan Penyelesaian Sengketa Pajak. 3. Untuk mengetahui Kontroversi penyelesaian melalui PTUN.

penyelesaian sengketa perpajakan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

berisikan mengenai sengketa dalam perpajakan, dan bagaimana penyelesaiannya.

Citation preview

  • 5/20/2018 penyelesaian sengketa perpajakan

    1/7

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1Latar Belakang

    Dalam melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan,

    terdapat dua fihak yang berada dalam posisi yang berseberangan. Mereka adalah Wajib

    Pajak yang diberi beban untuk membayar pajak dan Aparat Pajak yang merupakan fihak

    yang berwenang dalam mengawasi pemenhuhan kewajiban pajak serta diberi target untuk

    mengumpulkan pajak untuk membiayai pengeluaran Negara.

    Dalam posisi yang saling berlawanan kepentingan ini, kedua fihak seringkali

    berbeda pendapat dalam hal-hal tertentu. Perbedaan ini biasa disebut sengketa pajak.

    Sengketa pajak ini biasanya timbul jika fihak aparat pajak mengeluarkan produk-produk

    hukum dalam rangka penagihan pajak yaitu Surat Tagihan Pajak (STP) dan Surat

    Ketetapan Pajak (SKP), baik berupa SKPKB, SKPLB, SKPN atau SKPKBT.

    Untuk menyelesaian masalah sengketa pajak ini, Undang-undang KUP telah

    memberikan beberapa prosedur penyelesaian.

    1.2Rumusan Masalah

    1.

    Bagaimana penyelesaian melalui Direktorat Jendral Pajak?

    2. Bagaimana penyelesaian melalui Badan Penyelesaian Sengketa Pajak?

    3. Bagaimana Kontroversi penyelesaian melalui PTUN?

    1.3Tujuan

    1. Untuk mengetahui penyelesaian melalui Direktorat Jendral Pajak.

    2.

    Untuk mengetahui penyelesaian melalui Badan Penyelesaian Sengketa Pajak.

    3. Untuk mengetahui Kontroversi penyelesaian melalui PTUN.

  • 5/20/2018 penyelesaian sengketa perpajakan

    2/7

    2

    BAB II

    PEMBAHASAN

    2.1 Penyelesaian Melalui Direktorat Jendral Pajak

    Upaya Hukum Keberatan

    Dalam praktik pelaksaan UU perpajakan, ketika Wajib Pajak memperoleh suatu

    ketetapan dan tidak puas akan ketetapan atas yang dimaksud, maka WP dapat

    mengajukan upaya hukum dengan nama keberatan. Sesuai ketentuan Pasal 25 UU KUP,

    upaya hukum keberatan diajukan ke Direktorat Jendral Pajak, yaitu Kantor Pelayanan

    Pajak/Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KPP/KPPBB) tempat dimana WP

    terdaftar.

    WP dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jendral Pajak atas suatu:

    a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar

    b.

    Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan

    c. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar

    d. Surat Ketetapan Pajak Nihil

    e. Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan

    perundang-undangan perpajakkan.Oleh karena lembaga yang menyelesaikan sengketa antara WP dengan fiskus

    masih dilakukan oleh lembaga yang sama, menurut Prof. Rochmat Soemitro,

    penyelesaian sengketa demikian disebut sebagai peradilan administrasi tidak murni atau

    peradilan doleansi. Untuk dapat mengajukan upaya hukum keberatan, maka WP harus

    memenuhi syarat-syarat yang ditentukan, yaitu:

    1.

    Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia.

    2. Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak tangal surat, tanggal

    pemotongan atau pemungutan, kecuali apabila WP dapat menunjukkan bahwa jangka

    waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya (force majeur).

    3. Mengemukakan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau

    dipungut atau jumlah rugi menurut perhitungan WP dengan disertai alasan-alasan

    yang jelas.

    4. Untuk satu surat keberatan diajukan terhadap satu ketetapan pajak atau

    pemotongan/pemungutan pajak.

  • 5/20/2018 penyelesaian sengketa perpajakan

    3/7

    3

    Surat keberatan yang tidak memenuhi persyaratan tersebut, maka surat keberatan

    tersebut tidak dianggap sebagai surat keberatan, sehingga surat keberatan tersebut tidak

    dapat dipertimbangkan atau tidak dicatat dalam buku register penerimaan surat keberatan.

    Keputusan Keberatan

    Setelah kantor pajak melakukan proses pemeriksaan, sesuai pasal 26 ayat (3) UU

    KUP, ada 4 kemungkinan keputusan yang dapat diterbitkan atau dikeluarkan oleh

    Direktur Jendral Pajak. Keempat keputusan tersebut adalah:

    Ditolak

    Diterima sebagian

    Diterima seluruhnya

    Menambah ketetapan pajak

    Apabila dalam proses pemeriksaan yang dilakukan oleh Direktur Jendral Pajak

    diketahui tidak terdapat cukup alasan dan bukti, maka Direktur Jendral Pajak akan

    mengeluarkan keputusan menolak keberatan WP. Jika terjadi keputusan demikian,

    konsekuensinya hanya ada dua, yaitu pertama, WP harus tetap melunasi utang pajak

    sebesar yang tercantum dalam keputusan keberatan. Kedua, WP dapat mengajukan upaya

    hukum lebih lanjut, yaitu banding ke pengadilan pajak.

    Selanjutnya, apabila surat keberatan WP setelah dilakukan pemeriksaan ternyata

    hanya sebagian alasan dan bukti yang mendukung untuk dikuranginya jumlah pajak yang

    tercantum dalam ketetapan pajak, maka Direktur Jendral Pajak akan mengeluarkankeputusan menerima sebagian.

    2.2 Penyelesaian Melalui Badan Penyelesaian Sengketa Pajak

    Upaya Hukum Banding

    Dalam pelaksanaan UU perpajakan dimungkinkan adanya upaya hukum dengan

    nama banding apabila WP tetap merasa tidak puas atas keputusan keberatan yang telah

    dikeluarkan oleh Direktur Jendral Pajak. Artinya, terhadap surat keputusan keberatan

    yang diterbitkan akan menjadi dasar untuk diajukannya upaya hukum banding ke

    pengadilan pajak sesuai UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan.

    Digantikannya lembaga BPSP menjadi oengedilan pajak dilakukan karena dalam

    pelaksaan penyelesaian sengketa pajak melalui BPSP masih terdapat ketidakpastian

    hukum yang dapat menimbulkan ketidakadilan. Dengan adanya UU Pengadilan Pajak,

    maka kepastian hukum yang diharapkan WP menjadi jelas.

    Dalam ketentuan Pasal 1 UU Pengadilan Pajak yang dimaksud dengan banding

    adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh WP atau penganggung pajak terhadap

  • 5/20/2018 penyelesaian sengketa perpajakan

    4/7

    4

    suatu keputusan yang dapat diajukan banding berdasarkan peraturan perundang-undangan

    perpajakan yang berlaku. Apabila WP tetap merasa belum puas atas keputusan keberatan

    yang dikeluarkan fiskus, maka upaya hukum berikutnya adalah dengan mengajukan

    banding.

    Persyaratan Banding

    Seperti halnya uapay hukum keberatan, apabila WP akan mengajukan upaya

    hukum banding, harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

    1. Permohonan diajukan secara tertulis dengan menggunakan bahasa Indonesia.

    2. Diajukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal Keputusan Direktur Jendral Pajak

    mengenai keberatan perpajakan yang diajukan banding, atau 60 hari sejak tanggal

    diterimanya Keputusan Direktur Jendral Bea dan Cukai mengenai keberatan

    kepabeanan dan cukai. Pengajuan banding 3 bulan tidak mengikat apabila jangka

    waktu yang dimaksud tidak dapat dipenuhi karena di luar kekuasaan pemohon

    banding.

    3. Terhadap 1 keputusan diajukan 1 surat banding.

    4.

    Mencantumkan alasan-alasan yang jelas dan tanggal diterima surat keputusan yang

    dibanding.

    5.

    Melampirkan salinan keputusan yang disbanding dan bukti-bukti pendukung lainnya,termasuk melampirkan Surat Setoran Pajak (SSP).

    6. Melunasi 50% dari jumlah yang terutang atas keputusan yang dibanding.

    Penagihan Pajak atas Banding

    Jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan permohonan banding

    belum merupakan pajak yang terutang sampai dengan Putusan Banding diterbitkan.

    Dalam hal permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian, WP dikenai sanksi

    administrasi berupa denda sebesar 100% dari jumlah pajak berdasarkan Putusan Banding

    dikurangi dengan pembayaran pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.

    Sama halnya dengan rasa kepastian hukum pada upaya keberatan, dalam upaya

    banding pun WP tidak akan merasa terganggu dan tidak perlu takut lagi akan didatangi

    petugas jurusita pajak yang akan menyita karena proses bandingnya masih belum

    memperoleh kepastian hukum. Kecuali sudah ada putusan banding dan WP tetap tidak

    membayar utang pajak, maka jurusita pajak akan menagihnya karena ketetapan pajak

    telah memperoleh kepastian hukum.

  • 5/20/2018 penyelesaian sengketa perpajakan

    5/7

    5

    Upaya Hukum Gugatan

    Selain upaya banding yang dapat diajukan ke pengadilan pajak, WP juga dapat

    mengajukan upaya hukum gugatan. Yang dimaksud dengan gugatan adalah upaya hukum

    yang dapat dilakukan oleh WP atau Penanggung Pajak terhadap pelaksanaan penagihan

    pajak atau terhadap keputusan yang dapat diajukan gugatan berdasarkan peraturan

    perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Selengkapnya ketentuan Pasal 23 ayat (2)

    UU KUP menyatakan bahwa Gugatan WP atau Penanggung Pajak terhadap:

    a. Pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan atau

    Pengumuman Lelang.

    b.

    Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang

    ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26.

    c. Keputusan pembetulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 yang berkaitan

    dengan Surat Tagihan Pajak.

    d. Keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 yang berkaitan dengan Surat

    Tagihan Pajak.

    hanya dapat diajukan kepada badan peradilan pajak.

    Syarat Gugatan

    Untuk memenuhi gugatan, harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:1. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia.

    2. Jangka waktu untuk gugatan terhadap pelaksanaan penagihan pajak adalah 14

    hari sejak tanggal pelaksanaan penagihan, sedangkan untuk gugatan terhadap

    Keputusan adalah 30 hari sejak tanggal diterima Keputusan yang digugat

    (jangka waktu ini tidak mengikat).

    3. Terhadap 1 pelaksanaan penagihan atau 1 keputusan Surat Gugatan.

    Gugatan diajukan oleh penggugat, ahli waris, seorang pengurus, atau kuasa

    hukumnya dengan disertai alasan-alasan yang jelas, mencantumkan tanggal diterima,

    pelaksanaan penagihan, atau keputusan yang digugat dan dilampiri salinan dokumen yang

    digugat.

    Penagihan Pajak atas Gugatan

    Pasal 43 ayat (1) UU pengadilan pajak menegaskan bahwa gugatan tidak menunda

    atau menghalangi dilaksanakannya penagihan pajak atau kewajiban perpajakkan. Dengan

    demikian, sekalipun WP sedang mengajukan gugatan, WP tetap melunasi utang pajak

    yang ada dalam ketetapan pajak.

  • 5/20/2018 penyelesaian sengketa perpajakan

    6/7

    6

    2.3 Kontroversi Penyelesaian Melalui PTUN

    Dalam UU BPSP disebutkan bahwa BPSP merupakan badan peradilan pajak yang

    mempunyai tugas memeriksa dan memutus sengketa pajak berupa banding terhadap

    keputusan pajak yang berwenang, yaitu keputusan keberatan dan gugatan terhadap

    pelaksanaan peraturan perundang-undangan perpajakan di bidang penagihan pajak.

    Dengan demikian, pangajuan atau gugatan ke BPSP merupakan upaya hukum terakhir

    bagi pembayar pajak dan putusannya tidak dapat digugat ke Peradilan Umum atau PTUN.

    Hal ini ditegaskan juga dalam Pasal 28 ayat (2) UU BPSP bahwa tugas dan

    wewenang BPSP berada di luar tugas dan wewenang Peradilan Umum atau PTUN.

    Bahkan, lebih jelas Pasal 76 U BPSP juga menyatakan bahwa Putusan Badan

    Penyelesaian Sengketa Pajak merupakan putusan akhir dan bersifat tetap dan bukan

    merupakan putusan Tata Usaha Negara. Dengan kata lain, kewenangan untuk mengadili

    sengketa pajak ada pada BPSP dan bukan pada PTUN, atau kompetensi absolut untuk

    mengadili sengketa pajak ada pada BPSP.

    Kedudukan kedua lembaga hukum tersebut adalah sama karena dibentuk

    berdasarkan UU. Untuk menghindari konflik hukum kelembagaan yang timbul, maka dua

    asas hukum berikut dapat menjadi acuan untuk menyelesaikannya. Asas ketentuan yang

    bersifat umum (lex specialis derogate lex generalis), dan kedua, ketentuan yang lahir

    mengalahkan ketentuan yang lahir lebih dahulu (lex posteriori derogate lex anteriori).

    Adanya ketentuan Pasal 86 yang menegaskan bahwa putusan pengadilan pajak

    langsung dapat dilaksanakan dengan tidak memerlukan lagi keputusan pejabat yang

    berwenang kecuali peraturan perundang-undangan mengatur lain. Independensi ini

    menunjukkan bahwa peradilan pajak merupakan lembaga yang tidak lagi memerlukan

    jalur birokrasi atau jalur administrasi yang berbelit-belit. Begitu WP memperoleh putusan

    pengadilan pajak yang memenangkan sengketa perpajkannya dengan Ditjen Pajak, maka

    kantor pajak tempat WP terdaftar harus segera memproses putusan tersebut, tanpa perlu

    menunggu persetujuan dari aparat birokrasi lainnya. Dengan demikian, WP benar-benar

    memperoleh haknya sesuai dengan UU Pengadilan Pajak tersebut. hal seperti inilah yang

    dikehendaki WP, yaitu bila WP dimenangkan akan memperoleh haknya, dan apabila WP

    kalah, WP harus melaksanakan kewajibannya sesuai putusan hakim pengadilan pajak.

  • 5/20/2018 penyelesaian sengketa perpajakan

    7/7

    7

    BAB III

    PENUTUP

    3.1Kesimpulan

    1. Dalam praktik pelaksaan UU perpajakan, ketika Wajib Pajak memperoleh suatu

    ketetapan dan tidak puas akan ketetapan atas yang dimaksud, maka WP dapat

    mengajukan upaya hukum dengan nama keberatan. Sesuai ketentuan Pasal 25 UU

    KUP, upaya hukum keberatan diajukan ke Direktorat Jendral Pajak, yaitu Kantor

    Pelayanan Pajak/Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KPP/KPPBB) tempat

    dimana WP terdaftar.

    2. Dalam pelaksanaan UU perpajakan dimungkinkan adanya upaya hukum dengan nama

    banding apabila WP tetap merasa tidak puas atas keputusan keberatan yang telah

    dikeluarkan oleh Direktur Jendral Pajak. Artinya, terhadap surat keputusan keberatan

    yang diterbitkan akan menjadi dasar untuk diajukannya upaya hukum banding ke

    pengadilan pajak sesuai UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan. Selain upaya

    banding yang dapat diajukan ke pengadilan pajak, WP juga dapat mengajukan upaya

    hukum gugatan. Yang dimaksud dengan gugatan adalah upaya hukum yang dapat

    dilakukan oleh WP atau Penanggung Pajak terhadap pelaksanaan penagihan pajak

    atau terhadap keputusan yang dapat diajukan gugatan berdasarkan peraturan

    perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

    3. Dalam UU BPSP disebutkan bahwa BPSP merupakan badan peradilan pajak yang

    mempunyai tugas memeriksa dan memutus sengketa pajak berupa banding terhadap

    keputusan pajak yang berwenang, yaitu keputusan keberatan dan gugatan terhadap

    pelaksanaan peraturan perundang-undangan perpajakan di bidang penagihan pajak.

    Dengan demikian, pangajuan atau gugatan ke BPSP merupakan upaya hukum terakhir

    bagi pembayar pajak dan putusannya tidak dapat digugat ke Peradilan Umum atau

    PTUN.