Upload
others
View
20
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
PERAN BANK UMUM SYARIAH DALAM MEMBANGUN
LESS CASH SOCIETY
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Syariah
Oleh:
AHMAD KHOBIDU
NIM: 106046101543
K O N S E N T R A S I P E R B A N K A N S Y A R I A H
PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1432 H/2011 M
ii
PERAN BANK UMUM SYARIAH DALAM MEMBANGUN
LESS CASH SOCIETY
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.SY)
Oleh:
Ahmad Khobidu
NIM: 106046101543
Di bawah bimbingan:
Drs. Agustianto, M.Ag.
NIP. 150 268 009
K O N S E N T R A S I P E R B A N K A N S Y A R I A H
PROGRAM STUDI MUAMALAH (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1432 H / 2011 M
iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul “Peran Bank Umum Syariah dalam Membangun Less Cash
Society”, telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 10 Maret 2011. Skripsi ini telah diterima
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
pada Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam).
Jakarta, 10 Maret 2011
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum,
Prof. Dr. H. M. Amin Suma, SH.,MA., MM.
NIP. 195505051982031012
Panitia Ujian Munaqasyah
Ketua : Dr. Euis Amalia, M.Ag. (................................)
NIP. 197107011998032002
Sekretaris : Mu’min Roup, M. Ag. (................................)
NIP. 150281979
Pembimbing : Drs. Agustianto, M.Ag. (................................)
NIP. 150268009
Penguji I : Dr. Euis Amalia, M.Ag. (................................)
NIP. 197107011998032002
Penguji II : A. Chairul Hadi, M.A. (................................)
NIP. 150411184
iv
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini saya cantumkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika kemudian hari terbukti karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) syarif Hidayatullah
Jakarta.
Ciputat, 25 Rabiul Awal 1432 H 28 Februari 2011
AHMAD KHOBIDU
v
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur ke hadirat Allah ‘Azza wa Jalla atas karunia-Nya
berupa nikmat iman dan Islam kepada penulis. Shalawat dan salam semoga selalu
tercurah kepada sang pembawa risalah ketauhidan Rasulullah Muhammad Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam. Akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Peran Bank Umum Syariah dalam Membangun Less Cash Society”, sehingga perlu
kiranya bagi penulis untuk mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM, Dekan Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Dr. Euis Amalia, M. Ag, ketua Program Studi Muamalat dan Bapak H. Ah.
Azharuddin Lathif, M. Ag., MH, Sekretaris Program Studi Muamalat.
3. Bapak Drs. Agustianto, M.Ag, dosen pembimbing yang telah memberikan
waktu, arahan, motivasi dan pemikirannya di tengah-tengah kesibukan beliau,
untuk membimbing dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Seluruh dosen serta segenap Civitas Akademika Fakultas Syariah dan Hukum
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Segenap Pimpinan dan Staf Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta atas pelayanannya dalam melengkapi penelitian.
vi
6. Segenap Pimpinan dan Staf Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah atas pelayanan dan bantuannya dalam mengumpulkan
berbagai literatur yang dibutuhkan dalam penelitian.
7. Pihak Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran Bank Indonesia, Seluruh
Bank Umum Syariah di Indonesia, Mr. Google, Mr. Bloger, dan semua pihak
yang telah banyak membantu penulis dalam memperoleh data dan informasi
yang penulis butuhkan untuk menyelesaikan skripsi ini.
8. Kedua orang tua penulis, Ayahanda Muhamad Takwa dan Ibunda Khajar
Suprapti, yang dengan penuh cinta, kasih, dan sayangnya selalu mendoakan,
menyemangati, menasehati, membimbing, dan mendidik penulis sejak masih
dalam kandungan hingga hari ini dan selamanya. Tak lupa juga buat Adikku
Istikomah dan Kakakku Komalasari, Supriyatno, Iin Fasicha, dan Endang
Ratnawati, yang selalu menjadi penyemangat penulis dalam pembuatan skripsi
ini dari awal hingga akhir penyelesaian.
9. Pak Edit Estetika dan Abdul Hafid Nur, atas sharing pendapat, dan berbagi
ilmunya sehingga memudahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Dan
beberapa nasabah Bank Umum Syariah yang telah bersedia untuk disidak alias
diwawancarai secara mendadak oleh penulis.
10. Kawan-kawan seperjuangan mahasiswa Perbankan Syariah 2006, Toyyib, Rico,
Zakky, Ucon, B’doel, Iksan, Mail, Ali, dan khususnya keluarga besar PS A yang
tidak bisa saya sebutkan namanya satu persatu. Sahabat-sahabatku yang pernah
vii
satu kostan Aa Azis, Aa Ridwan, Aa Roni dan Aa Zaky, Uda Oby, Uda Ahda dan
Uda Farhan, makasih kalian selalu berada disampingku dan menemani tidurku.
11. Teruntuk Ibu Tiiek Poerwoto, Uswatun Khasanah, Mirawaty, dan Parahita
Ciptarini, yang telah banyak memberikan dukungan dan semangat kepada
penulis untuk menyelesaikan penelitian ini.
12. Seluruh kerabat dakwah di subuh.net, Opah Adi Tagor, Bang Sorip, Bang Rofiq,
Bang Mamad, Mas Gunawan, Bang Mulkan, Bang Rizal, Bang Jimmy, Bang
Sandy, Ilyas, Nova, dan seluruh anggota subuh.net yang tidak bisa saya sebutkan
namanya satu persatu namun bukan berarti mengurangi rasa hormat saya pada
kalian. Makasih atas dukungan dan doanya.
13. Semua pihak yang telah memberikan kontribusi terhadap penyelesaian skripsi ini
dan tidak dapat disebutkan satu persatu atas semua masukan dan bantuannya
kepada penulis. Semoga Allah membalasnya dan semoga kiranya skripsi ini
dapat bermanfaat bagi semuanya. Jazakumullah Khairan Katsiran. Amien…
Ciputat, 28 Februari 2011
Ahmad Khobidu
viii
DAFTAR ISI
Halaman Judul........................................................................................................... i
Lembar Persetujuan Pembimbing.............................................................................. ii
Lembar Pengesahan Panitia Ujian…………………………………………………. iii
Lembar Pernyataan.................................................................................................... iv
Kata Pengantar………………………………………………………............…...... v
Daftar Isi…………………………………………………………………................ viii
BAB 1 PENDAHULUAN....................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ...................................................................................... 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................................... 7
D. Review studi terdahulu ................................................................................. 8
E. Metode Penelitian ......................................................................................... 11
F. Sistematika Penulisan ................................................................................... 15
BAB II LESS CASH SOCIETY……………………..................................................... 16
A. Jenis-jenis Instrumen Pembayaran Non Tunai/Berbasis Less Cash Society.. 16
B. Latar Belakang Less Cash Society…………………………………………. 20
C. Perkembangan Less Cash Society………………………………………….. 24
D. Inovasi Teknologi E Banking……………………………………… ……... 33
E. Fatwa DSN MUI dan Kebijakan BI berkaitan dengan Less Cash Society… 39
BAB III GAMBARAN SINGKAT BANK UMUM SYARIAH .......................... 45
A. Bank Muamalat Syariah................................................................................. 47
B. Bank Syariah Mandiri………........................................................................ 48
C. Bank Syariah Mega Indonesia....................................................................... 53
D. Bank Syariah BRI……….............................................................................. 54
E. Bank Syariah Bukopin………....................................................................... 55
ix
F. Bank Panin Syariah…………………………. .............................................. 56
G. Bank Victoria Syariah………………............................................................ 57
H. Bank BCA Syariah……………………........................................................ 58
I. Bank Jabar dan Banten…………………………………………………….. 59
J. Bank Syariah BNI…………………………………………………………. 60
K. Maybank Indonesia Syariah……………………………………………….. 61
BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS.......................................................... 63
A. Peran Bank Umum Syariah dalam Membangun Less Cash Society.............. 63
B. Kendala Pengembangan Bank Umum Syariah dan Keluhan Nasabah
Pengguna Layanan Berbasis Less Cash Society............................................ 74
C. Prospek Pengembangan Layanan Berbasis Less Cash Society Bank Umum
Syariah di Masa Depan.................................................................................. 79
BAB V PENUTUP ................................................................................................... 84
A. Kesimpulan ................................................................................................... 84
B. Saran ............................................................................................................. 86
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 88
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan teknologi dan informasi telah memberi dampak ke berbagai
bidang, tak terkecuali di bidang sistem pembayaran. Alternatif alat pembayaran non-
tunai pun di beberapa negara menunjukkan adanya potensi yang cukup besar untuk
mengurangi tingkat pertumbuhan penggunaan uang tunai, khususnya untuk
pembayaran-pembayaran yang bersifat mikro sampai dengan ritel.1 Di Indonesia
penggunaan instrumen pembayaran non tunai pada beberapa tahun terakhir ini
menunjukkan perkembangan yang cukup pesat. Hal ini diindikasikan dengan semakin
banyaknya pusat-pusat perdagangan dan berbagai jenis perusahaan yang menerima
pembayaran non tunai. Beberapa instrumen pembayaran non tunai yang berkembang
dewasa ini, selain warkat atau cek yang umumnya sudah diketahui, diantaranya
adalah kartu kredit, kartu debet, ATM, kartu prabayar, kartu klub serta e-banking.2
Perkembangan teknologi informasi yang pesat memungkinkan munculnya
berbagai instrumen pembayaran yang inovatif, aman, efisien dan mudah digunakan
oleh masyarakat. Selain itu, konvergensi antar berbagai industri seperti perbankan,
telekomunikasi dan transportasi memungkinkan adanya keterkaitan antara ketiga
1 Siti Hidayati, dkk, “Kajian Operasional e-money”, (Jakarta: Bank Indonesia, 2006), h.1.
2 Tim Peneliti Bank Indonesia, Penelitian: “Persepsi, Preferensi dan Perilaku Masyarakat
dan Lembaga Penyedia Jasa terhadap Sistem Pembayaran Non Tunai”, (Jakarta: Bank Indonesia,
2006), h.iv.
2
industri tersebut.3 Sejalan dengan itu, inovasi tetap dilakukan tidak saja pada
berkembangnya penggunaan instrumen pembayaran berbasis kertas (paper-based),
penggunaan alat pembayaran dengan menggunakan kartu (card-based), dan
pembayaran secara elektronik (electronic-based), tetapi juga harus disertai dengan
makin cepatnya proses penyelesaian setelmennya. Para pihak yang terlibatpun
semakin bervariasi sehingga memerlukan koordinasi yang baik dalam menyediakan
kerangka aturannya.4
BI-RTGS adalah sistem transfer dana elektronik yang penyelesaian setiap
transaksinya dilakukan dalam waktu seketika. Sejak dioperasikan oleh Bank
Indonesia pada tanggal 17 November 2000, BI-RTGS berperan penting dalam
pemrosesan aktivitas transaksi pembayaran, khususnya untuk memproses transaksi
pembayaran yang termasuk High Value Payment System (HVPS) atau transaksi
bernilai besar yaitu transaksi Rp.100 juta keatas dan bersifat segera (urgent).
Transaksi HPVS saat ini mencapai 90% dari seluruh transaksi pembayaran di
Indonesia sehingga dapat dikategorikan sebagai sistem pembayaran nasional yang
memiliki peranan signifikan (Systemically Important Payment System). BI-RTGS
didisain untuk memastikan penyelesaian akhir dapat dilakukan secara gross
settlement, real time, final dan irrevocable. Penyelesaian transaksi BI RTGS
dilakukan per transaksi secara seketika dan tidak dapat dibatalkan. Penyelesaian real
3 Tim Peneliti Bank Indonesia, “Penelitian”, h.v.
4 Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran, “Seminar Internasional: Towards a Less Cash
Society in Indonesia”, (Jakarta: Bank Indonesia, 2006), h.10.
3
time terbatas pada proses pengiriman transaksi dari peserta pengirim kepada Bank
Indonesia untuk diteruskan kepada peserta penerima. Sementara itu waktu
penyelesaian akhir transaksi transfer nasabah pada rekeningnya tergantung dengan
kondisi dan standar sistem pemrosesan pengiriman dan penerimaan transaksi di
internal peserta, sehingga dapat saja terjadi perbedaan waktu antara penyelesaian
akhir pada BI-RTGS dengan penerimaan transfer dana pada rekening nasabah. BI-
RTGS juga merupakan Settlement Processor. Sebagai settlement processor, BI-RTGS
menjadi sarana penyelesaian akhir bagi transaksi pembayaran ritel, meliputi
pembukuan hasil kliring yang diselenggarakan oleh BI (SKNBI) dan hasil kliring
ATM/kartu debit/kartu kredit. Selain transaksi pembayaran ritel, BI-RTGS juga
menjadi sarana pelimpahan penyelesaian akhir transaksi serah dana dari perdagangan
sekuritas, transaksi perdagangan valas antar-bank, setelmen dana dari operasi
moneter/operasi pasar terbuka (OPT), transaksi pembayaran pemerintah dan
transaksi surat berharga.5
Perbankan syariah sebagai salah satu penopang perekonomian Indonesia yang
sedang tumbuh pesat mulai bergerak memasuki era pembayaran tanpa uang tunai atau
less cash society. Hal ini mulai digencarkan pada konferensi perbankan se Asia
Pasifik (apconex). Namun disayangkan karena perbankan syariah kurang begitu
mempersiapkan pengembangan tansaksi non tunai. Misalnya kita jarang sekali
menemukan ATM yang berbasiskan syariah atau minimnya penggunaan internet
5 Bank Indonesia, “Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS)”, Artikel diakses
pada 15 Maret 2011 dari
http://www.bi.go.id/web/id/Sistem+Pembayaran/Sistem+Setelmen/RTGS/BIRTGS/
4
mobile banking pada bank syariah. Menurut data Bank Indonesia di akhir Desember
2010, market shared perbankan syariah yang terdiri dari 11 Bank Umum Syariah, dan
23 Unit Usaha Syariah, mencapai 3,2 persen, dari November angka ini naik sekitar
Rp 7 triliun, dari angka Rp 66 triliun menjadi 100,8 triliun. Hal ini tentunya masih
sangat jauh bila dibandingkan dengan Bank Konvensional yang hingga akhir
Desember 2010 memiliki aset sebesar 3008,8 triliun. Namun jika dilihat dari sisi
pertumbuhan asetnya, Bank Syariah memiliki potensi pertumbuhan yang lebih besar
dibanding Bank Konvensional dengan rata-rata pertumbuhan lebih dari 50 persen per
tahunnya. Bank Indonesia sangat mengharapkan performa yang optimal pada lima
Bank Umum Syariah yang telah di spin-off 2010 lalu, namun belum menunjukan
dampak signifikan. Bank tersebut meliputi Bank BCA Syariah, BNI Syariah, Bank
Jabar Banten Syariah, Bank Victoria Syariah dan Maybank Syariah.6
Pada perbankan syariah pemakaian teknologi informasi sebagai era masuk
menuju transaksi non tunai berkisar 5-10 persen, yang artinya kalah jauh dengan
perbankan konvensional. Jika ingin mengejar ketertinggalan atau paling tidak
meningkatkan market share pada pasar Indonesia ini. Keinginan para nasabah yang
tertuju pada produk yang lebih bermutu agar lebih dipahami. Keinginan ini harus
segera mendapatkan respon dari perbankan syariah paling tidak menggunakan sistem
berbasis teknologi informasi yang semakin ekspansif. Pemakaian teknologi informasi
pada perbankan syariah akan meningkatkan nilai kualitas sebuah perbankan menuju
6 Siwi Tri Puju, “Market Share Perbankan Syariah Diharapkan Naik 3,2%”, Artikel diakses
pada 15 Maret 2011 dari http://www.republika.co.id/berita/bisnis-syariah/berita/11/02/09/163120-
market-share-perbankan-syariah-diharapkan-naik-32-persen
5
sebuah perbankan yang berdaya saing dan mampu mengungguli perbankan
konvensional. Segalanya akan membutuhkan pembelajaran. Diharapkan di era dunia
berbasis teknologi informasi ini, perbankan syariah bisa meningkatkan jasa serta
kualitas yang akan diberikan kepada nasabah. Menuju less cash society adalah impian
bagi dunia perbankan7.
Bedasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk mengetahui
lebih jauh tentang peran bank syariah dalam menyambut perkembangan era baru
menuju less cash society. Untuk mengetahui peran Bank Umum Syariah dalam
membangun less cash society, maka menjadi penting bagi penulis untuk
dilakukannya suatu penelitian sehingga penulis tertarik untuk mengambil judul
“PERAN BANK UMUM SYARIAH DALAM MEMBANGUN LESS CASH
SOCIETY”
B. Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Bank Umum Syariah adalah jenis bank yang sedang populer saat ini.
Bank Umum Syariah dianggap sebagai bank yang tahan krisis karena tidak
menggunakan instrumen bunga, namun menggantinya dengan instrumen bagi
hasil. Dalam penggunaan teknologi informasi, Bank Umum Syariah dianggap
masih kurang jika dibandingkan dengan bank konvensional. Hal ini umumnya
7 Vibinews-Syariah, “Less Cash Society pada Perbankan Syariah”, Artikel diakses pada 11
Mei 2010 dari http://vibiznews.com/
6
dikarenakan masih mahalnya biaya teknologi perbankan, kurangnya SDM Bank
Umum Syariah yang berbasis IT, dan kurang inovatifnya Bank Umum Syariah
dalam mengembangkan produk layanan berbasis non tunai. Jumlah Bank Umum
Syariah dari tahun ke tahun terus meningkat, dan hingga per Desember 2010
jumlah Bank Umum Syariah menurut data Bank Indonesia berjumlah 11 Bank
dengan total asset sebesar 79.186 triliun, dan jumlah ini jika kita share terhadap
aset perbankan nasional hanya sebesar 2,55% saja.
Menuju Less cash society bukanlah membuat sistem baru, ini hanyalah
pergeseran budaya saja dari masyarakat yang terbiasa bertransaksi dengan uang
tunai kemudian dirubah alat transaksinya menjadi non tunai supaya lebih praktis,
cepat, aman, nyaman dan efisien. Sehingga kegiatan transaksi yang dilakukan
masyarakat tidak lagi menyita banyak waktu.
2. Pembatasan Masalah
Pada penelitian ini yang menjadi obyek penelitian adalah Bank Umum
Syariah, tentang seberapa besar peran Bank Umum Syariah dalam membangun less
cash society. Adapun penulis akan membatasi ruang lingkup masalah yang akan
diteliti yaitu pada seberapa besar peran Bank Umum Syariah dalam membangun less
cash society di Indonesia, diukur dari besarnya jumlah nilai transaksi elektronik Bank
Umum Syariah sepanjang tahun 2010 pada sistem BI-RTGS kemudian dibandingkan
7
dengan Bank Konvensional, Banyaknya kantor jaringan, dan tingkat ketersediaan
layanan berbasis non tunai pada Bank Umum Syariah.
3. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka perlu dilakukan penelitian tentang, ”Peran
Bank Umum Syariah Dalam Membangun Less Cash Society” yang akan dapat
menjawab beberapa masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana peran Bank Umum Syariah dalam membangun less cash society?
2. Apa kendala yang dihadapi Bank Umum Syariah dalam meningkatkan produk
jasa berbasis less cash society pada masa yang akan datang?
3. Bagaimana prospek Bank Umum Syariah kedepan dalam rangka membangun
less cash society?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Mengetahui peran Bank Umum Syariah dalam membangun less cash
society.
b. Mengetahui kendala yang dihadapi Bank Umum Syariah dalam membangun
less cash society.
c. Mengatahui prospek untuk meningkatkan peran Bank Umum Syariah dalam
membangun less cash society.
8
2. Manfaat Peneilitian
a. Diharapkan dapat menjadi masukan bagi para stakeholders dalam rangka
peningkatan peran Bank Umum Syariah untuk menunjang pengembangan
basis less cash society.
b. Memberikan sumbangan literatur bagi masyarakat baik dari kalangan
akademis maupun praktisi yang peduli terhadap laju pertumbuhan bank
syariah di Indonesia.
D. Review Studi Terdahulu
Review studi terdahulu dalam penelitian ini adalah dengan melihat beberapa
hasil penelitian sebelumnya baik skripsi maupun jurnal ilmiah yang memiliki kaitan
atau sedikit kemiripan dengan pokok bahasan penelitian. Beberapa diantaranya yaitu:
1. Siti Neneng Habibah, Jurusan Muamalat, Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007. “Transaksi bank melalui internet dalam
tinjauan hukum Islam.” Metode yang digunakan penulis adalah penelitian
kepustakaan dengan mengkaji leteratur-literatur yang berkaitan dengan
permasalahan yang diangkat penulis. Pembahasan yang dilakukan berkisar
mengenai operasionalisasi transaksi internet banking, kekurangan dan kelebihan
transaksi internet banking, serta tinjauan hukum Islam mengenai transaksi
internet banking. Adapun kesimpulan yang dihasilkan adalah bahwa internet
banking halal penggunaannya untuk bertransaksi. Sedangkan dalam skripsi ini,
9
dengan menggunakan metode penelitian kualitatif library research dan field
research pembahasan lebih difokuskan kepada sejauh mana peran Bank Umum
Syariah dalam membangun less cash society (masyarakat dengan sedikit
penggunaan uang tunai).
2. Rendra Al- Mubarak, Jurusan Muamalat, Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009. “Peran internet banking dalam upaya
menunjang transaksi perbankan syariah (Stuty kasus pada PT BNI Syariah
Cabang Jakarta Selatan ).” Metode yang digunakan oleh penulis adalah
metode penelitian kualitatif dengan sumber data yang diperoleh melalui library
research dan field research. Cakupan pembahasannya berkisar mengenai peran
internet banking dalam menunjang transaksi di perbankan syariah, menjelaskan
bagaimana operasional transaksi yang dilakukan melalui internet, serta sedikit
dibahas tentang kelebihan dan kekurangan dalam penggunaan internet sebagai
media transaksi. Dalam kesimpulannya disebutkan bahwa internet banking
sangat penting sekali perannya dalam menunjang transaksi perbankan. Banyak
sekali manfaat yang didapatkan dengan adanya internet banking namun begitu
ada satu hambatan yang mesti dihadapi pengguna internet banking yakni cyber
crime (tindakan kriminal dalam dunia maya). Sedangkan dalam penulisan skripsi
ini dengan menggunakan metode penelitian kualitatif library research dan field
research, penulis membahas sebaliknya, yakni peran perbankan syariah dalam
membangun less cash society, atau kita biasa menyebutnya dengan “masyarakat
dengan sedikit uang tunai”, sehingga transaksi-transaksi yang dilakukan
10
masyarakat tidak lagi bergantung pada uang tunai melainkan melaui internet
banking, mobile banking, debt card, credit card dan lain sebagainya mengikuti
dari perkembangan dunia teknologi dari masa ke masa.
3. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran Bank Indonesia dan Fakultas
Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor, 2006, “Persepsi, Preferensi
Dan Perilaku Masyarakat dan Lembaga Penyedia Jasa Terhadap
Pembayaran Non Tunai.” Penelitian yang dilakukan dengan menggunakan
metodologi purposive sampling/quota sampling melalui wawancara dengan
menggunakan kuesioner kepada responden survei yaitu masyarakat umum dan
pengusaha untuk mendapatkan data primer. Sedangkan untuk data sekunder
(mencakup data-data potensi ekonomi dan keuangan nasional dan daerah) yang
diperoleh dari Bank Indonesia serta berbagai dinas/instansi teknis, perbankan
nasional, Badan Pusat Statistik, Pemda, dan lembaga lain dalam rangka
identifikasi potensi dari sisi kegiatan ekonomi. Kesimpulan yang didapat dari
hasil penelitian ini adalah: satu, potensi pengembangan sistem pembayaran non
tunai ternyata cukup besar, khususnya di perkotaan dengan ciri-ciri ekonomi dan
perbankan yang cukup maju; dua, besarnya potensi pengembangan tidak hanya
berkaitan erat dengan faktor ekonomi dan keuangan semata, tetapi juga faktor-
faktor lain seperti demografi dan sosial budaya. Berbeda dengan skripsi ini,
penulis menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif dengan data library
research dan field research, penulis mencoba membahas tentang bagaimana
11
peran Bank Umum Syariah dalam mewujudkan less cash society dilihat dari
jumlah nilai dan volume transaksi elektronik pada sistem BI-RTGS.
E. Metode Penelitian
Berdasarkan kepada tinjauan kepustakaan serta penelitian terdahulu yang
telah dilakukan oleh peneliti lain maka dapat digambarkan kerangka pemikiran
penelitian ini seperti gambar di bawah ini:
Kondisi Bank Umum Syariah
Produk jasa yang dihasilkan
Nominal dan volume transaksi jasa
Peran
LCS
Lain-lain
Kendala yang
menghambat
peran BUS
Internal: Biaya Investasi,
SDM, Jaringan dan Sistem
Teknologi Informasi.
Eksternal: Keluhan Nasabah
terhadap Fasilitas/Layanan
Instrumen Non Tunai.
BUS
Nasabah
Non Nasabah
Prospek Rekomendasi
Kebijakan
DSN
Bank Umum
Syariah
12
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang
dilakukan untuk mengetahui nilai varabel mandiri, baik satu variabel atau lebih
(independent) tanpa membuat perbandingan atau menghubungkannya dengan
variabel lain.8 Pendapat lainnya mengatakan bahwa “metode deskriptif bertujuan
untuk menggambarkan sifat sesuatu yang tengah berlangsung pada saat riset
dilakukan dan memeriksa sebab-sebab dari gejala tertentu.”9
2. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif, dimana pendekatan ini digunakan untuk
menjelaskan karaterisik variabel yang diamati dengan menggunakan nialai frekuensi,
nilai rata-rata, dan persentase nilai antar variabel, serta memberikan interpretasi
terhadap hasil tersebut.
3. Metode Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder yang terdiri dari:
Data kualitatif, adalah data primer yang diambil dari wawancara dengan
praktisi/banker dan nasabah Bank Umum Syariah, sedangkan untuk data
sekunder dikumpulkan dari literatur-literatur kepustakaan seperti buku-buku,
8 Ety Rochaety, dkk, Metodologi Penelitian Bisnis: Dengan Aplikasi SPSS, (Jakarta: Mitra
Wacana Media, 2007), h.17. 9 Husain Umar, Metodologi Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, (Jakarta: Rajawali
Press, 2004), h.22.
13
jurnal, artikel, hasil seminar, serta sumber-sumber data lainnya yang berkaitan
dengan materi penulisan skripsi ini.
Data kuantitatif, adalah data sekunder yang diperoleh dari website resmi Bank
Umum Syariah dan Bank Indonesia yang isinya berkaitan dengan materi
penulisan skripsi ini.
4. Variabel Penelitian
Variabel penelitian dikembangkan berdasarkan studi literatur dan dari
penelitian sebelumnya. Berikut merupakan penjelasan dan pengukuran variabel
penelitian.
Peran Bank Umum Syariah. Peran menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) adalah pemain, bagian yang dimainkan seorang pemain, atau bagian
dari tugas utama yang harus dilaksanakan.10
Dan dalam variabel ini peran
didefinisikan sebagai kinerja Bank Umum Syariah dalam kaitannya sebagai
lembaga keuangan perbankan yang menyediakan fasilitas pelayanan jasa
transaksi non tunai kepada para nasabahnya. Indikator yang digunakan dalam
pengukuran variabel ini meliputi: jumlah nilai transaksi BUS (Bank Umum
Syariah) pada BI-RTGS (Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement),
kelengkapan produk jasa berbasis less cash society pada Bank Umum Syariah,
10
Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet.1, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988),
h.667.
14
dan perbandingan jumlah jaringan Bank Umum Syariah terhadap jaringan
Bank Umum Konvensional.
Kendala Bank Umum Syariah dan Keluhan Nasabah, variabel ini
didefinisikan sebagai hambatan-hambatan internal yang dihadapi Bank Umum
Syariah dalam mengembangkan jasa layanan instrumen pembayaran non tunai
dan keluhan nasabah akan ketersediaan dan pelayanan instrumen pembayaran
non tunai Bank Umum Syariah yang sudah tersedia.
Prospek Pengembangan, variabel ini didefinisikan sebagai potensi yang
mungkin bisa diraih Bank Umum Syariah dalam mencapai target pasar
pengguna jasa layanan instrumen pembayaran non tunai.
5. Metode Analisis
Dalam penelitian ini setelah data yang telah dikumpulkan kemudian dilakukan
analisa dengan hanya menggunakan metode Analisis Statistik Deskriptif. Pendekatan
ini digunakan untuk menjelaskan karakteristik variabel yang diamati mengunakan
frekuensi, rata-rata, serta nilai maksimum dan minimum.
6. Teknik Penulisan
Adapun teknik penulisan dalam penulisan skripsi ini mengacu pada buku
“Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta 2007”, yang dikeluarkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
15
F. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah dan memperjelas penyusunan skripsi ini, maka secara
sistematis penulis membagi skripsi ini kedalam lima bab dengan sub-sub sebagai
berikut:
BAB I Pendahuluan, yang berisi tentang latar belakang masalah, perumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, review studi terdahulu, metode
penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II Less cash society, yang berisi tentang latar belakang less cash society,
perkembangan less cash society, inovasi teknologi e-banking, dan
fatwa DSN MUI dan kebijakan BI berkaitan dengan less cash society.
BAB III Gambaran singkat Bank Umum Syariah, yang berisi tentang
sejarah singkat, produk dan layanan berbasis less cash society dari
masing-masing Bank Umum Syariah.
BAB IV Pembahasan, yang berisi tentang peran Bank Umum Syariah dalam
membangun less cash society, kendala yang dihadapi Bank Umum
Syariah dalam meningkatkan produk jasa berbasis less cash society
pada masa yang akan datang, dan prospek Bank Umum Syariah
kedepan dalam rangka membangun less cash society.
BAB V Penutup, yang berisi kesimpulan dan saran.
16
BAB II
LESS CASH SOCIETY
A. Jenis-jenis Instrumen Pembayaran Non Tunai/Berbasis Less Cash Society
Secara umum, instrumen pembayaran non tunai dapat dibagi kedalam tiga
kategori berdasarkan fisik alat yang digunakan, yaitu: (1) instrumen-instrumen
berbasis warkat/kertas atau paper based instruments, (2) instrumen-instrumen
berbasis kartu atau card based instruments, (3) instrumen-instrumen berbasis
elektronik atau electronic based instruments. Ketiga kategori tersebut berikut jenis-
jenis instrumennya dijelaskan pada sub bab berikut ini.1
1. Instrumen pembayaran non tunai berbasis warkat
Instrumen-intrumen berbasis warkat ini, umumnya sudah lama dipergunakan
dalam praktek perbankan. Beberapa instrumen yang masuk dalam kategori ini
adalah cek, bilyet giro, nota debet dan nota kredit.2
Cek adalah surat perintah tidak bersyarat untuk membayar sejumlah uang
tertentu.
Bilyet Giro adalah surat perintah dari nasabah kepada bank penyimpan dana
untuk memindahbukukan sejumlah dana dari rekening yang bersangkutan
kepada rekening pemegang yang disebutkan namanya.
1 Tim Peneliti Bank Indonesia, “Penelitian”, h.7.
2 Tim Peneliti Bank Indonesia, “Penelitian”, h.8.
17
Nota Debet adalah warkat yang digunakan untuk menagih dana pada bank lain
untuk bank atau nasabah bank yang menyampaikan warkat tersebut.
Nota Kredit adalah warkat yang digunakan untuk menyampaikan dana pada
bank lain untuk bank atau nasabah yang menerima warkat tersebut.
Wesel Bank untuk Transfer, wesel yang diterbitkan oleh bank khusus untuk
sarana transfer.
Surat Bukti Penerimaan Transfer adalah surat bukti penerimaan transfer dari
luar kota yang dapat ditagih kepada bank penerima dana transfer melalui
kliring lokal.
2. Intrumen pembayaran non tunai berbasis kartu dan berbasis elektronik
Beberapa jenis kartu pembayaran, baik yang bersifat kredit seperti kartu
kredit dan private label cards (misalnya: kartu pasar swalayan) maupun yang
bersifat debit, seperti debit cards dan ATM (automated teller machine) telah
banyak dikenal oleh masyarakat Indonesia. Di samping itu, ada juga kartu yang
biasa disebut smart card atau chip card, sejenis kartu yang dananya telah
tersimpan dalam chip elektronik. Jenis kartu ini contohnya adalah kartu telepon
prabayar.3
Kartu Kredit, merupakan kartu yang dikeluarkan oleh bank atau lembaga
pembiayaan lainnya yang diberikan kepada nasabah untuk dapat dipergunakan
sebagai alat pembayaran. Namun demikian, penggunaan alat ini terbatas pada
3 Tim Peneliti Bank Indonesia, “Penelitian”, h.8-9.
18
tempat-tempat yang telah mengikat perjanjian dengan bank atau lembaga
pembiayaan penerbit kartu tersebut, seperti: supermarket, hotel, restoran, dan
toko-toko tertentu. Dengan demikian, paling tidak ada tiga pihak yang terkait
dengan setiap transaksi melalui instrumen kartu kredit ini, yaitu: bank atau
lembaga pembiayaan yang menerbitkan kartu tersebut, merchant atau
pedagang dimana pembelian produk atau jasa dilakukan, dan pemegang kartu
atau pihak yang membeli.
Kartu ATM, merupakan instrumen pembayaran berbasis kartu yang
transaksinya dilakukan melalui mesin ATM. Beberapa transaksi non tunai
yang biasa digunakan melalui kartu ini adalah pembayaran rekening listrik,
telepon, air bersih, pembelian pulsa, dan melakukan transfer dana.
Kartu Debet, merupakan instrumen pembayaran berbasis kartu yang
pembayarannya dilakukan dengan pendebetan langsung ke rekening nasabah
di bank penerbit kartu tersebut. Pada beberapa bank penerbit, terdapat
kombinasi antara fungsi kartu debet sekaligus fungsi kartu sebagai kartu ATM
untuk lebih memudahkan nasabah bank tersebut.
Electronic banking, merupakan instrumen transaksi non tunai melalui
perangkat elektronik seperti komputer ataupun telepon. Instrumen semacam
ini biasa juga disebut sebagai internet banking dan/atau phone banking. Untuk
menggunakan fasilitas ini bank menyediakan password, ataupun ID bagi
pelanggannya. Penggunaan instrumen biasanya untuk melakukan transaksi
pembayaran ataupun transfer.
19
3. Sistem pembayaran antar bank di Indonesia (BI-RTGS)
Selama ini fokus perhatian Bank Indonesia terdapat pada sistem
pembayaran antar bank yaitu: sistem antar bank untuk transaksi ritel dan sistem
antar bank untuk pembayaran bernilai besar. Sebagian besar pembayaran ritel
dilaksanakan oleh bank umum dengan menggunakan berbagai instrumen seperti:
cek, bilyet giro, nota kredit, dan bank draft. Sementara itu, pembayaran yang
bernilai besar dan atau mendesak dapat diselesaikan dengan sistem BI-RTGS
yang telah beroperasi sejak tahun 2000.
Penyelesaian transaksi dengan menggunakan cek dan warkat non tunai
lainnya dapat dilakukan melalui lembaga kliring yang penyelenggaranya Bank
Indonesia atau oleh bank umum yang memperoleh izin penyelenggaraan kliring
dari Bank Indonesia. Karena transaksi kliring bersifat multilateral, maka metode
penyelesaiannya dilakukan secara net. Dilihat dari waktu penyelesaian akhir
transaksi, maka sistem kliring dilakukan pada akhir hari terjadinya transaksi.
Sistem kliring ini dapat dibagi menjadi: (a) sistem kliring manual, (b) sistem
kliring otomasi, (c) sistem kliring semiotomasi, dan (d) sistem kliring elektronik.
Sementara itu, sistem BI-RTGS adalah proses setelmen pembayaran yang
dilakukan per transaksi dan bersifat real time, ketika rekening bank peserta dapat
20
didebet atau dikredit berkali-kali dalam sehari sesuai dengan perintah pembayaran
dan penerimaan pembayaran. Tujuan dikembangkannya sistem ini adalah:4
menyediakan sarana transfer dana antar bank yang lebih cepat, efisien, andal,
dan aman kepada bank dan nasabahnya;
kepastian setelmen dapat diperoleh dengan segera;
menyediakan infromasi rekening bank secara real time dan menyeluruh;
meningkatkan disiplin dan profesionalisme bank dalam mengelola
likuiditasnya;
mengurangi risiko-risiko setlement.
B. Latar Belakang Less Cash Society
Pada era globalisasi saat ini sistem pembayaran yang mengandalkan uang
fisik mulai bergeser sejak tersedianya pelayanan transfer melalui bank, kehadiran
kartu kredit, kartu debit, dan ATM. Bahkan kini, dengan kemajuan teknologi yang
kian pesat, transaksi keuangan (bisnis) bisa dilakukan secara mobile. Fenomena ini
mengisyaratkan semakin dekatnya kita menuju less cash society atau masyarakat
yang melakukan transasksi keuangan secara nontunai.5
“Suka atau tidak suka, mau atau tidak mau, siap atau tidak siap, kita tetap
harus menghadapi globalisasi”. Itulah sepenggal pernyataan yang sering kita dengar
terkait dengan isu globalisasi. Pernyataan tersebut menggugah kita bersama bahwa
globalisasi sudah menjadi keniscayaan saat ini. Keniscayaan yang didorong dan
4 Tim Peneliti Bank Indonesia, “Penelitian”, h.10.
5 Astri Kharina, “Menjelajahi Mobile Commerce”, Premium Connection, Edisi 13 2008: h.29.
21
difasilitasi oleh perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang
sangat cepat. Salah satu bentuk keniscayaan adalah terbentuknya masyarakat digital,
yang di industri perbankan dikenal dengan istilah less cash society. Terbentuknya
masyarakat digital tersebut di didorong oleh perkembangan dan penerapan TIK yang
sangat intensif di bidang perbankan yang selanjutnya disebut Electronic Banking
atau disingkat E-Banking.6
Ketua Umum Perbanas Sigit Pramono mengatakan:
“Membaiknya kondisi perekonomian nasional dan berkembangnya usaha, pada
masyarakat bawah membutuhkan alat pembayaran yang fleksibel. Sedangkan uang kartal
saat ini dianggap sudah tidak memadai akibat mahalnya biaya produksi. Selain itu ada
hambatan untuk pengembalian uang ke BI bila rusak. Untuk itu, penggunaan uang giral
mutlak diperlukan sebagaimana telah digunakan oleh jasa pengelola keuangan global di
seluruh dunia. Oleh karena itu, perbankan nasional harus mulai berfikir dan
mengembangkan penggunaan uang giral. Pada saat bersamaan, Bank Indonesia (BI) sudah
membentuk tim khusus yaitu tim kerja e-money atau uang elektronik”.7
Banyak manfaat yang bisa dipetik dari transaksi nontunai, kendati masih
banyak pula pekerjaan rumah yang perlu dibenahi. Perbankan merupakan sektor
yang paling banyak mengeruk keuntungan, terutama bank-bank besar. Tapi, mereka
juga mengeluarkan banyak investasi untuk menyediakan fasilitas pembayaran.
Sedangkan di bank-bank kelas menengah, biasanya mereka hanya menjadi pengikut
dari bank-bank besar, apalagi dalam teknologi perbankan. Itulah sebabnya, berbagi
pakai (sharing) penggunaan tenologi informasi (TI) diperlukan bank-bank ini. Begitu
pula untuk pembayaran nontunai, berbagi pakai sangat dimungkinkan.
6 Budi Hermana, “E-Bankink dan Less Cash Society”, Artikel diakses pada 02 Februari 2011
dari http://ekonomyslam.blogspot.com/2010/01/e-banking-and-less-cash-society.html 7 Biskom, “Apconex 2008: Dunia Beralih ke Uang Elektronik, Artikel diakses pada 02
Februari 2011 dari http://www.apconex.net/2008/coverage.php
22
Menurut Ricardus Eko Indrajit, Ketua Organizing Committee Apconex 2008,
ada beberapa alasan mengapa less cash society perlu untuk diterapkan:8
1. Berkaitan dengan daya saing. Soalnya, dengan less cash society, proses yang
terkait dengan sistem keuangan bisa jauh lebih cepat. Artinya, dengan tidak
membawa uang tunai, keamanan menjadi lebih bagus dan prosesnya dari satu
negara ke negara lain lebih cepat.
2. Mencetak uang kartal memerlukan biaya sangat mahal. Padahal, jumlah
transaksi micro-payment sangat banyak.
3. Bank tidak hanya sebagai agen untuk menyimpan uang, tapi juga sarana
bertransaksi. Volume transaksi perbankan ini tinggi dan jumlahnya juga
besar.
4. Tren global sekarang cenderung mengarah ke less cash society. Misalnya,
World Trade Organization (WTO) mengharuskan para anggotanya menuju
ke e-commerce.
5. Konvergensi bank dan lembaga keuangan dengan industri lain. Jadi, kalau
kita lihat, yang mengalir saat ini bukan uang dalam bentuk fisik lagi, tapi
informasi mengenai uang itu sendiri.
Bagi bank, selain memberikan pelayanan yang baik dan efisien kepada
nasabah, shifting transaksi dari tunai ke nontunai dapat memberikan dampak positif,
8 Biskom, “Apconex 2008: Dari Cash ke Non Cash”, Artikel diakses pada 02 Februari 2011
dari http://www.apconex.net/2008/coverage.php ?news=2
23
misalnya penurunan cash handling cost dan penurunan biaya operasional lain, seperti
biaya sumber daya manusia (SDM) serta biaya pendidikan dan operasoinal cabang.
Pada era kompetisi ini, bank menjadi tidak punya pilihan kecuali ikut menyediakan
layanan yang disediakan kompetitornya. Lihat saja misalnya, bank-bank berlomba-
lomba menyediakan fasilitas automatic teller machine (ATM) yang multi-payment,
internet banking, mobile banking, dan phone banking. Dengan beragam fasilitas,
biaya penyediaan transaksi nontunai juga akan makin menurun.
Tren menuju less cash society yang dilakukan perbankan saat ini sudah
menjadi kecenderungan umum. Kondisi ini didukung jaringan infrastruktur, sistem,
dan alat pembayaran elektronis yang merambah bank-bank besar. Bank-bank besar
ini pun sudah menggarap transaksi micro-payment. Bank-bank tersebut juga
menjalin kerja sama dengan perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang
telekomunikasi dan switching untuk mengembangkan jaringan merchant dan
nasabah pengguna agar dapat mencapai skala ekonomi yang memadai.
Namun, banyak perusahaan telekomunikasi dan switching memerlukan
standardisasi alat pembayaran. Ketiadaan standar bisa menyebabkan alat pembayaran
yang digunakan menjadi tidak efisien. Misalnya, standar dalam penggunaan kartu
chip. Micro-payment yang mengandalkan chip menawarkan berbagai kemudahan
dan kelebihan dibandingkan dengan sistem pembayaran lain. Transaksi dapat
dilakukan secara cepat, efisien, dan aman, yaitu dengan memasukan kartu pada
24
reader (contact) atau hanya didekatkan pada reader (contactless). Pengisian kembali
nilai kartu relatif mudah dilakukan di outlet, ATM, bank penerbit, dan merchant.
Menurut Dyah Nastiti, Direktur Akuntansi dan Sistem Pembayaran BI, ada
beberapa faktor yang meyakinkan bahwa less cash society sudah siap diberlakukan:9
1. Masyarakat sebenarnya sudah menggunakan alat pembayaran nontunai
asalkan infrastrukturnya tersedia. Hasil survei di berbagai daerah pada 2006
menunjukkan bahwa 71% nasabah bank telah mengunakan instrumen
pembayaran nontunai. Khusus e-money, survei menunjukkan bahwa 64,5%
masyarakat sudah menginginkannya untuk micro-payment dan 73%
pengusaha juga bersedia menerima pembayaran dengan e-money.
2. Kalangan perbankan telah menyediakan berbagai channel pembayaran
nontunai demi kemudahan nasabah.
3. Makin banyak institusi nonbank tertarik mengembangkan e-money dalam
rangka menyediakan instrumen micro-payment. Misalnya, industri
telekomunikasi, transportasi, dan ritel.
C. Perkembangan Less Cash Society
Di beberapa negara maju, seperti Amerika Serikat, Jepang dan beberapa
negara Eropa, konsep digital society sudah menjadi bagian dari kehidupan
masyarakat dan dunia usaha. Masa depan suatu negara maju bergantung kepada
9 Biskom, “Apconex 2008: Dari Cash ke Non Cash”.
25
bagaimana Teknologi Informasi didesain dan dikembangkan untuk memenuhi
kebutuhan sosial, ekonomi dan budaya.
Sejauh ini belum terdapat indikator pengukur perkembangan alat pembayaran
non tunai yang secara resmi digunakan di Indonesia. Pengukuran indikator
perkembangan pembayaran non tunai pada berbagai studi umumnya menggunakan
data perkembangan volume transaksi melalui sistem kliring BI-RTGS, atau alat
pembayaran menggunakan kartu seperti ATM, kartu debet, dan kartu kredit. Selain
itu, beberapa indikator rasio seperti rasio antara konsumsi swasta terhadap uang
kartal di masyarakat dan rasio uang tunai terhadap M1 juga dapat digunakan sebagai
indikator perkembangan pembayaran non tunai.10
Industri perbankan akan menjadi motor perkembangan konsep digital society
di Tanah Air. Melalui The Asia Pasific Conference & Exhibition (APCONEX) 2008,
kalangan dan praktisi perbankan telah mendiskusikan sebuah konsep menuju
pengembangan less cash society. Saat ini pemerintah bersama-sama Bank Indonesia ,
pihak perbankan dan swasta menjadi ujung tombak untuk mengkampanyekan
kegiatan less cash society. Adapun yang menjadi tantangan implementasi less cash
society ke depan adalah masih tingginya budaya cash society di Indonesia.11
Akan tetapi, Bank Indonesia sendiri melihat Indonesia sudah siap untuk
menerapkan less cash society. Beberapa indikator di masyarakat dan perbankan
10
Bambang Pramono, dkk, “Working Paper: Dampak Pembayaran Non Tunai Terhadap
Perekonomian dan Kebijakan Moneter”, (Jakarta: Bank Indonesia), 2006, h.18. 11
“Lintasarta Siap Hadapi Era Less Cash Society”, Artikel diakses pada 02 Februari 2011
dari http://swa.co.id/2008/05/lintasarta-siap-hadapi-era-less-cash-society/
26
menunjukkan hal itu. Indikator pertama, masyarakat sudah siap untuk menggunakan
transaksi non tunai. Dari hasil survei Bank Indonesia 71% nasabah perbankan sudah
menggunakan instrumen non tunai, bahkan 64,5% nya sudah punya preferensi akan
menggunakan sistem e-money . Kedua, bahwa kalangan perbankan di Indonesia
sudah banyak menggunakan fasilitas e-banking, ATM dan mobile banking. Sebanyak
51% perbankan itu berniat mengembangkan e-money. Indikator yang ketiga,
banyaknya institusi non perbankan yang akan mengembangkan e-money seperti PT
Telkom, PT Telkomsel, dan PT Indosat. Less cash meminimalisasi proses
pembayaran, mempercepat, meningkatkan efisiensi dan yang terakhir adalah
perlindungan kepada konsumen, ini yang penting. Bapak Presiden Republik
Indonesia dalam pidatonya menyambut Seminar Internasional Towards a Less Cash
Society in Indonesia di Jakarta Convention Centre pada tanggal 7 – 9 Mei 2008 oleh
The Asia Pasific Conference & Exhibition (APCONEX), mengatakan “Untuk less
cash society bukan peralihan sistem tapi adalah perubahan budaya masyarakat." 12
Perkembangan transaksi pembayaran menuju less cash society merupakan
tren yang tidak bisa dihindari. Sistem pembayaran konvensional yang mengandalkan
fisik uang sebagai instrumen pembayaran telah bergeser. Teknologi penggunaan
instrumen pembayaran non tunai telah berkembang pesat, disertai dengan berbagai
inovasi yang mengarah pada penggunaan alat pembayaran yang makin efisien, aman,
nyaman dan cepat. Inovasi itu tidak saja pada berkembangnya penggunaan intrumen
12
Detik finance. “ Indonesia siap menerapkan less cash society”. Artikel diakses pada 22
September 2010 dari http://www.detikfinance.com/kanal/4/ekonomi
27
pembayaran berbasis kertas (paper based), seperti: cek, bilyet giro dan nota debet;
penggunaan alat pembayaran dengan menggunakan kartu (card based), seperti: kartu
kredit, kartu debet dan kartu ATM; dan pembayaran secara elektronik (electronic
based), seperti: e-money, internet banking dan mobile banking;13
tetapi juga sudah
disertai dengan makin cepatnya proses penyelesaian setelmennya.
Terkait dengan perkembangan itu, potensi pengembangan instrumen sistem
pembayaran non tunai di Indonesia masih sangat besar. Adanya peningkatan
penggunaan card based payment instruments yang sangat signifikan dalam beberapa
tahun terakhir, adanya kemudahan dalam penggunaan dan pengembangan teknologi,
kecenderungan dan tuntutan masyarakat untuk bertransaksi dengan menggunakan
instrumen yang lebih efisien dan aman, serta beberapa keunggulan instrumen non
tunai dibandingkan dengan penggunaan uang tunai, telah mendorong Bank Indonesia
untuk lebih mengupayakan terciptanya masyarakat yang berkecenderungan non-
tunai.14
Berdasarkan data Bank Indonesia, jumlah e-money di Indonesia telah tumbuh
122,85% dari 3,02 juta diakhir 2009 menjadi 6,73 juta di Oktober 2010.
Belakangan ini masyarakat perkotaan di Indonesia mulai terbiasa untuk
menggunakan alat pembayaran non tunai untuk berbagai keperluan pembayaran,
antara lain kartu kredit, kartu debet, kartu ATM dan kartu prabayar. Penggunaan
kartu prabayar diyakini akan menjadi tren mekanisme pembayaran di masa
13
Setijoso, “Seminar Internasional Towards a Less Cash Society in Indonesia”, (Jakarta:
Bank Indonesia, 2006), h.34. 14
Rizal A. Djaafara, “Mendorong Terbentuknya Less Cash Society”, Artikel diakses pada
tanggal 02 Februari 2011 dari http://www.bi.go.id/web/id/Ruang+Media/Siaran+Pers/sp_82606.htm
28
mendatang, misalnya untuk membayar bahan bakar di pompa bensin, tiket tol,
pembelian barang dan berbagai jasa-jasa lainnya.
Semua proses aktivitas pembayaran melalui berbagai jenis alat pembayaran
ini diproses oleh berbagai penyelenggara sistem pembayaran seperti bank dan
nonbank. Institusi inilah yang nantinya menyelenggarakan jasa mulai proses
pengiriman dana, kliring hingga settlement. Pemakaian kartu prabayar dalam
mekanisme transaksi adalah bagian dari evolusi alat pembayaran dari uang tunai
sampai ke bentuk-bentuk non-tunai. Misalnya alat pembayaran dalam bentuk kertas
(paper based) seperti cek, wesel, bilyet giro hingga ke elektronik seperti kartu
prabayar hingga ke wujud digital (digital cash).
Jumlah kartu plastik (Kartu Kredit, ATM, Debit, dan pra bayar) di Indonesia
cenderung meningkat dari tahun ke tahun, seperti yang dilaporkan oleh Bank
Indonesia sampai bulan Juli 2007 tercatat 54 bank yang menerbitkan kartu ATM dan
21 penerbit kartu kredit yang terdiri atas perbankan, lembaga selain bank dan unit
usaha syariah bank. Jumlah bank yang menerbitkan kartu ATM sekaligus kartu debit
tercatat sebanyak 37 bank. Sedangkan kartu prabayar baru diterbitkan hanya oleh
dua nama penerbit yaitu Telekomunikasi Indonesia dan Telekomunikasi Selullar.
Peredaran dan penggunaan kartu tersebut juga melibatkan empat prinsipal
kartu kredit dan tiga perusahaan pengelola switching. Infrastuktur Alat Pembayaran
Menggunakan Kartu (APMK) pun semakin meningkat, yang meliputi terminal ATM,
Merchant, EDC, dan Imprinter. Sejalan dengan perkembangan teknologi, instrumen
pembayaran khususnya yang menggunakan kartu (APMK) juga tumbuh dengan
29
pesat. Tidak saja dari volume dan nilai yang ditransaksikan namun juga dari fitur,
jenis, fungsi serta berbagai fasilitas yang diberikan kepada pemegang kartu. Menurut
Bank Indonesia (2007), jenis APMK yang ada saat ini meliputi Kartu Kredit, Kartu
ATM dan Kartu ATM yang berfungsi sekaligus sebagai Kartu Debit (ATM+Debit).
Volume transaksi jenis APMK tersebut pada triwulan II-2007 tercatat 298,65 juta
atau meningkat 8,04% dibanding triwulan sebelumnya. Sedangkan dari sisi nilai
mencapai Rp419,86 triliun, meningkat 19,68% dari triwulan sebelumnya.
Peningkatan transaksi tersebut didominasi oleh jenis transaksi transfer dana pada
kartu ATM dan ATM+Debit. 15
Pada triwulan ini mucul pula jenis instrumen pembayaran baru yakni kartu
prabayar. Kartu ini digunakan untuk jenis pembayaran yang bersifat kecil
(micropayment), karena batasan nominal yang ada pada kartu tersebut adalah satu
juta rupiah dan dapat diisi kembali setelah digunakan. Mengingat jenis kartu ini
masih relatif baru, aktivitas transaksi yang tercatat masih sangat kecil, dimana
volume transaksi tercatat 16,73 ribu dengan nilai transaksi Rp210,41 juta menurut
data Bank Indonesia tahun 2007.
Angka-angka di atas menunjukkan bahwa peranan e-banking dalam
meningkatkan layanan transaksi semakin meningkat. Peningkatan jumlah kartu
plastik berserta jumlah dan nilai transaksinya merupakan salah satu indikator mulai
tumbuhnya less-cash society atau masyarakat digital di Indonesia. Indikator tersebut
15
Bank Indonesia, “Laporan Perkembangan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank
Indonesia di Bidang Moneter, Perbankan, dan Sistem Pembayaran, Triwulan II”, (Jakarta: Bank
Indonesia, 2007), h.28.
30
merupakan hasil dari transaksi individual nasabah bank yang berada di sisi front end.
Belum lagi dengan transaksi antar lembaga sendiri yang dari kaca mata masyarakat
khususnya nasabah bank, merupakan layanan E-Banking yang berada di sisi back
end.
Sejak tahun 2000, Bank Indonesia memperkenalkan kepada stakeholder
yakni perbankan nasional, apa yang disebut real time gross settlement (RTGS). BI-
RTGS adalah proses penyelesaian akhir transaksi (settlement) pembayaran yang
dilakukan per transaksi dan bersifat real time. Melalui mekanisme BI-RTGS ini
rekening peserta dapat didebit dan dikredit berkali-kali dalam sehari sesuai dengan
perintah pembayaran dan penerimaan pembayaran.16
Ada beberapa sasaran yang ingin dicapai melalui aplikasi sistem BI-RTGS,
antara lain dengan BI-RTGS transfer dana antar peserta lebih cepat, efisien, andal
dan aman. Selain itu setidaknya ada kepastian settlement dengan lebih segera. Sistem
BI RTGS ini akan memperlihatkan informasi rekening peserta secara real time dan
menyeluruh. Bagi peserta RTGS juga dituntut untuk disiplin dan profesional dalam
mengelola likuiditas mereka. Dan diharapkan melalui sistem RTGS ini akan
mengurangi berbagai risiko settlement.
Saat ini aplikasi sistem BI-RTGS sudah berjalan di semua Kantor Bank
Indonesia (KBI) di seluruh Indonesia. Sudah ada 148 peserta BI-RTGS yang terdiri
atas 125 bank konvensional, 21 bank syariah/UUS dan dua peserta non-bank.
Indonesia adalah negara kedelapan di Asia yang mengaplikasikan RTGS. Sedangkan
16
Budi, “E-Bankink dan Less Cash Society”.
31
di dunia baru ada 30 negara yang mengaplikasikannya. Jumlah dan nilai transaksi
RTGS menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun.
Nilai transaksi pemindahan dana yang bersifat “back end” dari sisi pespektif
nasabah tersebut menunjukkan bahwa lalu lintas uang di Indonesia sudah bersifat
paperless dengan nilai transaksi yang secara drastis meningkat tajam. Sebagai
contoh, nilai BI-RTGS meningkat lebih dari 1000 triliun rupiah dalam 12 bulan
terakhir atau meningkat lebih dari 60 persen. Sedangkan transaksi kliring meningkat
lebih dari dua kali lipat pada periode yang sama. Transaksi digital dengan nilai yang
sangat besar tersebut tentunya memerlukan teknologi tinggi yang handal dan teruji.17
Sementara itu di bank Syariah, semua transaksi harus dijelaskan asal sumber
dananya, yang bertarti nasabah harus bisa menyakinkan dan ada pernyataan bahwa
uang itu bersumber dari transaksi yang halal. Dalam hal ini, bank syariah berperan
dalam menegakkan ekonomi umat yang amanah. Tentu dengan didukung perangkat
teknonogi yang update. Sejauh ini disinyalir, nasabah enggan hijrah ke bank syariah
lantaran sistem teknologi informasi yang tertinggal, mesin ATM yang minim serta
jumlah dan transaksi yang terbatas. Berkaitan dengan persepsi masyarakat mengenai
hal itu, sejumlah praktisi perbankan syariah menanggapinya dengan beraneka ragam.
Berikut dibawah ini adalah kutipan wawancaranya dengan Majalah Sharing:
Abi S Panambang, Product Director Sigma Cipta Caraka, anak perusahaan
Telkom yang menyediakan solusi IT untuk perbankan termasuk perbankan syariah,
mengatakan:
17
Budi, “E-Bankink dan Less Cash Society”.
32
“Siapa bilang sistem informasi perbankan syariah tertinggal? banyak bank syariah yang
dari sisi teknologi sudah unggul. Bank Permata itu, harus diakui bahwa fasilits yang
ditawarkan itu sudah mencukupi kebutuhan konsumen. Membayar telepon, listrik, kartu
kredit, menggunakan kartu ATM, SMS, telepon dan internet banking pun bisa. Bank
Syariah Mandiri pun mengarah kesana. Sementara Bank Muamalat Indonesia, lewat kartu
Shar-e juga menyediakan layanan meski harus menautkan diri dengan bank dan penyedia
jasa lainnya.”18
Ramzi A Zuhdi, Direktur Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia
(DPBS BI), mengatakan:
“Teknologi informasi mengurangi potensi terjadinya suap dan korupsi, karena transaksi
di perbankan terlacak di BI. Kita bisa mengarah menjadi negara yang bersih. Hanya saja,
karena luas wilayah Indonesia dan perbedaan latar belakang sosial nasabah, tetap saja
peluang untuk bertransaksi tunai masih besar. Orang belanja di pasar tradisional, beli kue,
dan minum teh di pinggir jalan biasanya belinya tunai. Bahwa saat ini bank syariah terkesan
tertinggal dalam hal teknologi informasi hanya karena kurang sosialisasi. Harusnya sudah
bisa meng-grab nasabah.”19
Adiwarman Azwar Karim, Presiden Direktur Karim Business Consulting
(KBC), mengatakan:
“Wajar jika terkesan bank syariah kurang atau tertinggal dalam pengembangan
teknologi informasi, biaya investasinya mahal. Namun, dengan bekerjasama dengan vendor
lain dan sesama bank, masalah itu bisa diatasi. Bagi bank syariah biayanya akan cukup
tinggi, padahal saat ini fokus pengembangan bisnis perbankan syariah adalah memperluas
jaringan hingga ke pelosok daerah. Untuk melakukan strategi ini, berbagai bank syariah
merogoh dan menghabiskan dana tidak sedikit. Sehingga hal itu membuat alokasi dana
untuk pengembangan TI terkait realisasi less cash society menjadi cukup terbatas. Mesaki
demikian, perbankan sayriah secara umum memang tengah menuju less cash society. Hal
itu ditunjukkan dengan pengembangan kartu debit oleh berbagai bank syariah. Kartu debit
ini memungkinkan masyarakat melakukan transaksi pembayaran di berbagai toko atau
tempat tanpa harus repot membawa uang tunai.”20
Bagi masyarakat Indonesia sendiri, intensitas penggunaan layanan transaksi
berbasis kartu memang cenderung semakin meningkat. Fenomena tersebut
18
“Rebut Pasar dengan Teknologi Informasi” Majalah Sharing Edisi 22 tahun III – Oktober
2008, h.18. 19
“Rebut Pasar dengan Teknologi Informasi” Sharing, h.18. 20
“Rebut Pasar dengan Teknologi Informasi” Sharing, h.19.
33
mengindikasikan bahwa masyarakat digital, khususnya less cash society di
Indonesia mulai terbentuk. Memang masyarakat digital tersebut masih tergolong
minoritas. Sebagai ilustrasi, jika jumlah kartu plastik sebanyak 41.172.551 dibagi
jumlah penduduk Indonesia yang tercatat sebanyak 225 juta pada tahun 2006, maka
kartu plastik per kapitanya adalah 0.18. Angka tersebut bisa diartikan bahwa hanya
18 dari 100 orang Indonesia yang mempunyai kartu plastik. Jumlah masyarakat
digital tersebut relatif tertinggal jika dibandingkan dengan negara-negara maju.
Sebagai contoh, di Amerika Serikat persentase keluarga yang menggunakan
berbagai jenis kartu plastik tersebut untuk tahun 2003 saja sudah mencapai 65%
untuk kartu ATM, 54% untuk Debit Card, 73% untuk Prepaid Card, dan 6% untuk
Smart Card21
D. Inovasi Teknologi E Banking
Sistem pembayaran yang merupakan salah satu pilar penopang stabilitas
sistem keuangan telah berkembang dengan pesat seiring dengan perkembangan
teknologi. Di sisi lain, perkembangan teknologi juga telah mendorong
berkembangnya alat pembayaran dari yang semula cash based menjadi non cash
based. Selanjutnya, non cash based instrument ini telah menjadi sedemikian canggih
sehingga tidak lagi berbasis kertas (paper based) melainkan telah berevolusi ke
21
Budi, “E-Bankink dan Less Cash Society”.
34
bentuk paperless. Sudah barang tentu alat pembayaran yang paperless membutuhkan
infrastruktur teknologi tinggi.22
Peran teknologi dalam dunia perbankan sangatlah mutlak, dimana kemajuan
suatu sistem perbankan sudah barang tentu ditopang oleh peran teknologi informasi.
Semakin berkembang dan kompleksnya fasilitas yang diterapkan perbankan untuk
memudahkan pelayanan, itu berarti semakin beragam dan kompleks adopsi teknologi
yang dimiliki oleh suatu bank. Tidak dapat dipungkiri, dalam setiap bidang termasuk
perbankan penerapan teknologi bertujuan selain untuk memudahkan operasional
intern perusahaan, juga bertujuan untuk semakin memudahkan pelayanan terhadap
customers. Apalagi untuk saat ini, khususnya dalam dunia perbankan hampir semua
produk yang ditawarkan kepada customers serupa, sehingga persaingan yang terjadi
dalam dunia perbankan adalah bagaimana memberikan produk yang serba mudah
dan serba cepat.
Pengembangan lokasi layanan perbankan saat ini nyaris sudah tidak
mungkin, penambahan produk baru juga tidak akan beranjak jauh dari inovasi sekitar
mobile banking dan ekstensifikasi layanan private banking, yang semula diarahkan
ke nasabah-nasabah kelas kakap saja. Layanan financial planning yang semula
sangat terbatas, kini semakin marak dan dimungkinkan dengan terbukanya peluang
untuk memadukan produk-produk asuransi, pasar modal dan dana pensiun ke dalam
layanan perbankan. Teknologi yang diperlukan sifatnya menjadi sangat individual
22
Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran dan Direktorat Pengedaran Uang Bank
Indonesia, “Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang”, (Jakarta: Bank Indonesia, 2008),
h.2.
35
dan tergantung pada profil dan kebutuhan masing-masing nasabah. Yang penting
adalah bahwa perkembangan saat ini menunjukkan bahwa layanan jasa keuangan
sedang bergerak ke arah konvergensi di antara ketiga jenis produk tersebut. Untuk itu
maka perlu adanya penambahan di bidang perbankan untuk memajukan di sekitar
mobile banking dan ekstenfikasi layanan private banking khususnya di Indonesia.
Saat ini, penggunaan teknologi informasi dan komunikasi di perbankan
nasional relatif lebih maju dibandingkan sektor lainnya. Berbagai jenis teknologi
diantaranya meliputi Automated Teller Machine, Banking Application System, Real
Time Gross Settlement System, Sistem Kliring Elektronik, dan Internet Banking.
Bank Indonesia sendiri lebih sering menggunakan istilah Teknologi Sistem Informasi
(TSI) Perbankan untuk semua terapan teknologi informasi dan komunikasi dalam
layanan perbankan. Istilah lain yang lebih populer adalah Electronic Banking.
Electronic banking mencakup wilayah yang luas dari teknologi yang berkembang
pesat akhir-akhir ini. Beberapa diantaranya terkait dengan layanan perbankan di
“garis depan” atau front end, seperti ATM dan komputerisiasi (sistem) perbankan,
dan beberapa kelompok lainnya bersifat back end, yaitu teknologi-teknologi yang
digunakan oleh lembaga keuangan, merchant, atau penyedia jasa transaksi, misalnya
electronic check conversion.
Sebagian besar layanan e-banking terkait langsung dengan rekening bank.
Jenis e-banking yang tidak terkait rekening biasanya berbentuk nilai moneter yang
tersimpan dalam basis data atau dalam sebuah kartu (chip dalam smartcard). Dengan
semakin berkembangnya teknologi dan kompleksitas transaksi, berbagai jenis e-
36
banking semakin sulit dibedakan karena fungsi dan fiturnya cenderung terintegrasi
atau mengalami konvergensi. Sebagai contoh, sebuah kartu plastik mungkin
memiliki magnetic strip yang memungkinkan transaksi terkait dengan rekening
bank, dan juga memiliki nilai moneter yang tersimpan dalam sebuah chip. Kadang
kedua jenis kartu tersebut disebut debit card oleh merchant atau vendor.
Adapun jenis-jenis teknologi e-banking yang sudah dikembangkan sebagai
penunjang less cash society adalah sebagai berikut:23
1. Automated Teller Machine (ATM), adalah terminal elektronik yang
disediakan lembaga keuangan atau perusahaan lainnya yang membolehkan
nasabah untuk melakukan penarikan tunai dari rekening simpanannya di bank,
melakukan setoran, cek saldo, atau pemindahan dana.
2. Computer Banking, adalah layanan bank yang bisa diakses oleh nasabah
melalui koneksi internet ke pusat data bank, untuk melakukan beberapa
layanan perbankan, menerima dan membayar tagihan, dan lain-lain.
3. Debit (or check) Card, adalah kartu yang digunakan pada ATM atau terminal
point-of-sale (POS) yang memungkinkan pelanggan memperoleh dana yang
langsung didebet (diambil) dari rekening banknya.
4. Direct Deposit, adalah salah satu bentuk pembayaran yang dilakukan oleh
organisasi (misalnya pemberi kerja atau instansi pemerintah) yang membayar
sejumlah dana (misalnya gaji atau pensiun) melalui transfer elektronik. Dana
ditransfer langsung ke setiap rekening nasabah.
23
Budi, “E-Bankink dan Less Cash Society”.
37
5. Direct Payment (electronic bill payment), adalah salah satu bentuk
pembayaran yang mengizinkan nasabah untuk membayar tagihan melalui
transfer dana elektronik. Dana tersebut secara elektronik ditransfer dari
rekening nasabah ke rekening kreditor. Direct payment berbeda dari
preauthorized debit dalam hal ini, nasabah harus menginisiasi setiap transaksi
direct payment.
6. Electronic Bill Presentment and Payment (EBPP), adalah bentuk pembayaran
tagihan yang disampaikan atau diinformasikan ke nasabah atau pelanggan
secara online, misalnya melalui email atau catatan dalam rekening bank.
Setelah penyampaian tagihan tersebut, pelanggan boleh membayar tagihan
tersebut secara online juga. Pembayaran tersebut secara elektronik akan
mengurangi saldo simpanan pelanggan tersebut.
7. Electronic Check Conversion, adalah proses konversi informasi yang tertuang
dalam cek (nomor rekening, jumlah transaksi, dan lain-lain) ke dalam format
elektronik agar bisa dilakukan pemindahan dana elektronik atau proses lebih
lanjut.
8. Electronic Fund Transfer (EFT), adalah perpindahan uang atau pinjaman dari
satu rekening ke rekening lainnya melalui media elektronik.
9. Payroll Card, adalah salah satu tipe stored-value card yang diterbitkan oleh
pemberi kerja sebagai pengganti cek yang memungkinkan pegawainya
mengakses pembayaraannya pada terminal ATM atau Point of Sales. Pemberi
38
kerja menambahkan nilai pembayaran pegawai ke kartu tersebut secara
elektronik.
10. Preauthorized Debit (automatic bill payment), adalah bentuk pembayaran
yang mengizinkan nasabah untuk mengotorisasi pembayaran rutin otomatis
yang diambil dari rekening banknya pada tanggal-tangal tertentu dan biasanya
dengan jumlah pembayaran tertentu (misalnya pembayaran listrik, tagihan
telpon, dan lain-lain). Dana secara elektronik ditransfer dari rekening
pelanggan ke rekening kreditor (misalnya PLN atau PT Telkom).
11. Prepaid Card, adalah salah satu tipe Stored-Value Card yang menyimpan
nilai moneter di dalamnya dan sebelumnya pelanggan sudah membayar nilai
tersebut ke penerbit kartu.
12. Smart Card, adalah salah satu tipe stored-value card yang di dalamnya
tertanam satu atau lebih chips atau microprocessors sehingga bisa menyimpan
data, melakukan perhitungan, atau melakukan proses untuk tujuan khusus
(misalnya validasi PIN, otorisasi pembelian, verifikasi saldo rekening, dan
menyimpan data pribadi). Kartu ini bisa digunakan pada sistem terbuka
(misalnya untuk pembayaran transportasi publik) atau sistem tertutup
(misalnya MasterCard atau Visa networks).
13. Stored-Value Card, adalah kartu yang di dalamnya tersimpan sejumlah nilai
moneter, yang diisi melalui pembayaran sebelumnya oleh pelanggan atau
melalui simpanan yang diberikan oleh pemberi kerja atau perusahaan lain.
Untuk single-purpose stored value card, penerbit (issuer) dan penerima
39
(acceptor) kartu adalah perusahaan yang sama dan dana pada kartu tersebut
menunjukkan pembayaran di muka untuk penggunaan barang dan jasa tertentu
(misalnya kartu telpon). Limited-purpose card secara umum digunakan secara
terbatas pada terminal POS yang teridentifikasi sebelumnya di lokasi-lokasi
tertentu (misalnya vending machines di sekolah-sekolah). Sedangkan multi-
purpose card dapat digunakan pada beberapa penyedia jasa dengan kisaran
yang lebih luas, misalnya kartu dengan logo MasterCard, Visa, atau logo
lainnya dalam jaringan antar bank.
E. Fatwa DSN MUI dan Kebijakan BI berkaitan dengan Less Cash Society
1. Fatwa DSN MUI berkaitan dengan less cash society
Dalam mengantisipasi kekosongan hukum materiil di bidang ekonomi dan
keuangan Islam/syariah, khususnya lembaga keuangan syariah, Majelis Ulama
Indonesia (MUI) pada tahun 1999 telah membentuk Dewan Syariah Nasional (DSN)
yang diantara tugas pokok dan wewenangnya adalah: “mengeluarkan fatwa atas jenis-
jenis kegiatan keuangan dan produk keuangan syariah, serta sekaligus mengawasi
penerapan fatwa yang dikeluarkannya”.24
Sejak mulai aktif bertugas hingga sekarang,
Dewan Syariah Nasional menghasilkan 60-an fatwa tentang ekonomi dan keuangan
syariah.
Produk-produk yang ada di bank syariah diklasifikasikan berdasarkan empat
macam kategori perjanjian yang dikenal dalam Islam. Dalam perbankan syariah,
24
Untuk mengetahui lebih jauh tentang tugas dan wewenang Dewan Syariah Nasional (DSN),
lihat antara lain lampiran II Surat Keputusan Majelis Ulama Indonesia, No. Kep. 754/MUI/II/1999).
40
setiap produk yang dikeluarkan didasarkan pada prinsip titipan, jual beli, sewa-
menyewa, bagi hasil dan ada yang sifatnya sosial (tabarru). Keempat konsep tersebut
adalah akad yang apabila dijalankan sesuai dengan syarat dan rukunnya akan
menghasilkan transaksi-transaksi yang bebas dari riba, maysir dan gharar. Secara
garis besar kegiatan operasional bank syariah dapat dibagi menjadi tiga kategori,
yaitu:25
1. Kegiatan Penghimpunan Dana (Funding)
Kegiatan penghimpunan dana oleh perbankan syariah yaitu melalui giro (wadiah
dan mudlarabah), tabungan (wadiah dan mudlarabah), dan deposito mudlarabah.
2. Kegiatan Penyaluran Dana (Lending)
Kegiatan penyaluran dana kepada masyarakat dapat ditempuh oleh bank syariah
dalam bentuk murabahah, mudlarabah, musyarakah, ataupun qardh.
3. Kegiatan Layanan Jasa Bank (Fee Based Income)
Kegiatan usaha bank di bidang jasa, dapat berupa penyediaan bank garansi
(kafalah), Letter of Credit (L/C), hiwalah, wakalah dan jual beli valta asing
(sharf).
Dari ketiga jenis kegiatan operasional bank syariah tersebut, yang terkait
dengan less cash society adalah kegiatan layanan jasa bank. Kegiatan ini bertujuan
untuk meningkatkan fee based income pada bank. Akad yang biasanya digunakan
pada layanan perbankan adalah wakalah, hiwalah, dan kafalah. Dan bank selalu
25
Abdul Ghofur Anshori, Perbankan Syariah di Indonesia, (Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 2005), h.64.
41
mengacu pada fatwa DSN sebelum mengeluarkan produk layanannya. Beberapa
fatwa yang terkait dengan akad dan produk layanan pada bank syariah tersebut
diantaranya adalah:26
Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 34/DSN-MUI/IX/2002 tentang Letter of
Credit (L/C) Impor Syariah. DSN membolehkan L/C Impor Syariah
menggunakan perpaduan dari dua akad atau lebih dari jenis akad Wakalah bil
Ujrah, Qardh, Murabahah, Salam/Istishna‟, Mudharabah, Musyarakah, dan
Hawalah, dan dengan mematuhi pada ketentuan-ketentuan yang telah
ditetakan pada fatwa tersebut.
Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 35/DSN-MUI/IX/2002 tentang Letter of
Credit (L/C) Ekspor Syariah. DSN membolehkan L/C Ekspor Syariah
menggunakan akad Wakalah bil Ujrah, Qardh, Mudharabah, Musyarakah
dan Al-Bai‟, dengan mematuhi pada ketentuan-ketentuan yang telah ditetakan
pada fatwa tersebut.
Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 42/DSN-MUI/IV/2004 tentang Syariah
Charge Card. Untuk transaksi pemegang kartu (hamil al-bithaqah) melalui
merchant (qabil al-bithaqah/penerima kartu), akad yang digunakan adalah
akad Kafalah wal Ijarah.
26
Muhammad Amin Suma, Menggali Akar Mengurai Serat Ekonomi dan Keuangan Islam,
(Jakarta: Kholam Publishing, 2008), h.372-376.
42
Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 54/DSN-MUI/X/2006 tentang Syariah
Card. Ketentuan Akad yang digunakan dalam Syariah Card adalah Kafalah,
Qardh dan Ijarah.
Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 57/DSN-MUI/V/2007 tentang Letter of
Credit (L/C) dengan akad Kafalah bil „Ujroh.
2. Kebijakan Bank Indonesia berkaitan dengan less cash society
Belakangan ini masyarakat perkotaan di Indonesia mulai terbiasa untuk
menggunakan alat pembayaran non tunai untuk berbagai keperluan pembayaran,
antara lain kartu kredit, kartu debet, kartu ATM dan uang elektronik (e-money).
Penggunaan uang elektronik diyakini akan menjadi trend mekanisme pembayaran di
masa mendatang, misalnya untuk membayar bahan bakar di pompa bensin, tiket tol,
pembelian barang dan berbagai jasa-jasa lainnya.
Semua proses aktivitas pembayaran melalui berbagai jenis alat pembayaran
ini diproses oleh berbagai penyelenggara sistem pembayaran seperti bank dan non
bank. Institusi inilah yang nantinya menyelenggarakan jasa mulai proses pengiriman
dana, kliring hingga settlement. Pemakaian uang elektronik dalam mekanisme
transaksi adalah bagian dari evolusi alat pembayaran dari uang tunai sampai ke
bentuk-bentuk nontunai. Misalnya alat pembayaran dalam bentuk kertas (paper
based) seperti cek, wesel, bilyet giro hingga ke elektronik seperti alat pembayaran
43
dengan menggunakan kartu (APMK) seperti kartu ATM, Debit, dan Kredit serta uang
elektronik (e-money) hingga ke wujud digital (digital cash).27
BI adalah lembaga yang mengatur dan menjaga kelancaran Sistem
Pembayaran Nasional (SPN). Sebagai otoritas moneter, bank sentral berhak
menetapkan dan memberlakukan kebijakan SPN. Selain itu, BI juga memiliki
kewenangan memeberikan persetujuan dan perizinan serta melakukan pengawasan
(oversight) atas SPN. Menyadari kelancaran SPN yang bersifat penting secara sistem
(systemically important), bank sentral memandang perlu menyelenggarakan sistem
settlement antar bank melalui infrastruktur BI-Real Time Gross Settlement (BI-
RTGS).28
Selain itu masih ada tugas BI dalam SPN, misalnya, peran sebagai
penyelenggara sistem kliring antarbank untuk jenis alat-alat pembayaran tertentu.
Berbekal kewenangan itu, BI pun menetapkan sejumlah kebijakan dari komponen
SPN ini. Misalnya, alat pembayaran apa yang boleh dipergunakan di Indonesia. BI
juga menentukan standar alat-alat pembayaran tadi serta pihak-pihak yang dapat
menerbitkan dan/atau memproses alat-alat pembayaran tersebut. BI juga berhak
menetapkan lembaga-lembaga yang dapat menyelenggarakan sistem pembayaran.
27
Bank Indonesia, “Perkembangan Sistem Pembayaran di Indonesia”, Artikel diakses pada
tanggal 17 Februari 2011 dari
http://www.bi.go.id/web/id/Sistem+Pembayaran/Sistem+Pembayaran+di+Indonesia/Perkembangan/ 28
Bank Indonesia, “Tugas Bank Indonesia dalam Sistem Pembayaran”, Artikel diakses pada
tanggal 17 Februari 2011 dari
http://www.bi.go.id/web/id/Sistem+Pembayaran/Sistem+Pembayaran+di+Indonesia/Peran+Bank+Indo
nesia/
44
Ambil contoh, sistem kliring atau transfer dana, baik suatu sistem utuh atau hanya
bagian dari sistem saja. Bank sentral juga memiliki kewenangan menunjuk lembaga
yang bisa menyelenggarakan sistem settlement. Pada akhirnya BI juga mesti
menetapkan kebijakan terkait pengendalian resiko, efisiensi serta tata kelola
(governance) SPN.29
29
Bank Indonesia, “Tugas Bank Indonesia dalam Sistem Pembayaran”.
45
BAB III
GAMBARAN SINGKAT BANK UMUM SYARIAH
Direktorat Perbankan Syariah-Bank Indonesia, sebagai lembaga yang bertugas
menaungi seluruh Bank Syariah di Indonesia membuat Grand Strategy
Pengembangan Pasar Perbankan Syariah yang dibaginya kedalam empat fase.
Tabel 3.1.1. Phase Pengembangan Perbankan Syariah
Phase 1
(2002 –2004) Meletakkan fondasi pertumbuhan
Phase 2
(2005 –2009) Memperkuat struktur industri
Phase 3
(2010 –2012)
Mememenuhi standar keuangan dan mutu pelayanan
Internasional
Phase 4
(2013 –2015) Menuju integrasi dengan lembaga keuangan syariah lainnya
Berdasarkan tabel phase di atas, Direktorat Perbankan Syariah kemudian
membuat Sasaran Pengembangan yang harus dicapai oleh Perbankan Syariah selama
melewati fase-fase tersebut, yaitu:1
Terpenuhinya prinsip syariah dalam operasional perbankan syariah (sharia
compliance)
1 Direktorat Perbankan Syariah dan MarkPlus&Co, “Inovasi Produk Bank Syariah”,( Jakarta:
Bank Indonesia, 2008), h.10.
46
Diterapkannya prinsip kehati-hatian dalam operasional perbankan syariah
Terciptanya sistem perbankan syariah yang kompetitif dan efisien
Terciptanya stabilitas sistemik serta terealisasinya kemanfaatan bagi
masyarakat luas
Meningkatnya kualitas SDM dan tersedianya SDM secara memadai untuk
mendukung pertumbuhan
Optimalnya fungsi sosial Bank Syariah melalui perannya dalam memfasilitasi
keterkaitan antara voluntary sector dengan pemberdayaan ekonomi rakyat
(dhua’fa, usaha mikro dan kecil)
Terkait dengan Sasaran Pengembangan tersebut, Bank Syariah harus
mempunyai diferensiasi dengan Bank Konvensional, diantara diferensiasi itu adalah:2
Content : Beragam produk dengan skema variatif
Context : Transparan agar adil bagi kedua belah pihak
People : Kompeten dalam keuangan dan beretika
Technology : IT system yang update dan user friendly
Facility : Ahli investasi, keuangan, dan syariah.
Grand Strategy dan diferensiasi tersebut dijadikan sebagai acuan bagi Bank Umum
Syariah untuk mengembangkan usahanya bersaing dalam dunia perbankan nasional.
Dibawah ini akan dijelaskan mengenai gambaran singkat 11 Bank Umum Syariah.
2 Direktorat Perbankan Syariah, “Inovasi Produk Bank Syariah”, h.10.
47
A. Bank Muamalat Indonesia
1. Sejarah singkat
Bank Muamalat Indonesia lahir sebagai hasil kerja Tim Perbankan MUI. Akta
pendirian PT Bank Muamalat Indonesia ditandatangani pada tanggal 1 November
1991. Pada saat penandatanganan akta pendirian ini terkumpul komitmen pembelian
saham sebanyak Rp84 miliar. Pada tanggal 3 November 1991, dalam acara
silaturahim Presiden di Istana Bogor, dapat dipenuhi dengan total komitmen modal
disetor awal sebesar Rp106.126.382.000,00. Dengan modal awal tersebut, pada
tanggal 1 Mei 1992, Bank Muamalat Indonesia mulai beroperasi.3
2. Produk berbasis less cash society
Produk yang telah dikembangkan Bank Muamalat Indonesia saat ini yang
berbasis dengan less cash society yaitu:
Shar-e Full Protek, merupakan kartu multiguna bertabungan dan memiliki
manfaat asuransi syariah yang dapat digunakan untuk penarikan tunai (bebas
biaya) di semua ATM di Indonesia ( ATM Muamalat, ATM Bersama, ATM
BCA/PRIMA ) dan ATM yang tergabung dalam jaringan Malaysian Electronic
Payment System (MEPS), antara lain Maybank, Hong Leong Bank, Southern
Bank dan Affin Bank. Selain itu dapat digunakan sebagai kartu debit di semua
3 Muhammad Syafi’i Antonio, “Bank Syariah dari Teori ke Praktek”, (Jakarta: Gema Insani,
2001), h.25.
48
merchant Debit BCA/PRIMA dan sekaligus sangat memungkinkan sebagai kartu
anggota dalam sebuah organisasi.4
Shar-e Syariah Mega Cover. Hampir sama fungsinya dengan Shar-e Full Protek.
Shar-e Fitrah Card, adalah kartu dengan berbagai macam fungsi, yaitu Kartu
ATM, Kartu Debit dan transaksi perbankan lainnya, selain itu memiliki fungsi
sebagai kartu diskon, juga berfungsi sebagai kartu Asuransi yang memberikan
manfaat Asuransi Jiwa Berjangka, Asuransi Kecelakaan Diri, Asuransi Penyakit
Kritis, Santunan Harian Rawat Inap serta produk investasi & proteksi (Unit
Link).5
Shar-e Ta’awun Card, adalah kartu multi fungsi, berfungsi sebagai kartu ATM,
kartu Debit, kartu tabungan serta dapat digunakan untuk semua transaksi
perbankan, kartu asuransi serta beberapa fungsi lain.6
3. Layanan berbasis less cash society
Adapun fasilitas layanan yang dimiliki oleh Bank Muamalat Indonesia hingga
saat ini adalah transfer, kas kilat, letter of credit, sms banking, salaMuamalat,
muamalat mobile dan internet banking.
B. Bank Syariah Mandiri
1. Sejarah singkat
4 Bank Muamalat, “Shar-e Full Protek”, Artikel diakses pada tanggal 13 Februari 2011 dari
http://www.muamalatbank.com/index.php/home/produk/insurance_fullprotek 5 Bank Muamalat, “Shar-e Fitrah Card”, Artikel diakses pada tanggal 13 Februari 2011 dari
http://www.muamalatbank.com/index.php/home/produk/insurance_fitrah_card 6 Bank Muamalat, “Shar-e Ta’awun Card”, Artikel diakses pada tanggal 13 Februari 2011
dari http://www.muamalatbank.com/index.php/home/produk/insurance_taawun_card
49
Pada mulanya adalah bank konvensional yang bernama PT Bank Susila Bakti
(BSB) yang dimiliki oleh Yayasan Kesejahteraan Pegawai (YKP) yang sedang
terkena dampak krisis, kemudian mayoritas sahamnya dibeli oleh PT Bank Mandiri
(Persero). Bank Mandiri melakukan konsolidasi serta membentuk Tim
Pengembangan Perbankan Syariah, sehingga kegiatan usaha BSB berubah dari bank
konvensional menjadi bank yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah dengan nama
PT Bank Syariah Mandiri sebagaimana tercantum dalam Akta Notaris: Sutjipto, SH,
No. 23 tanggal 8 September 1999.
Perubahan kegiatan usaha BSB menjadi bank umum syariah dikukuhkan oleh
Gubernur Bank Indonesia melalui SK Gubernur BI No. 1/24/ KEP.BI/1999, 25
Oktober 1999. Selanjutnya, melalui Surat Keputusan Deputi Gubernur Senior Bank
Indonesia No. 1/1/KEP.DGS/ 1999, BI menyetujui perubahan nama menjadi PT Bank
Syariah Mandiri. Menyusul pengukuhan dan pengakuan legal tersebut, PT Bank
Syariah Mandiri secara resmi mulai beroperasi sejak Senin tanggal 25 Rajab 1420 H
atau tanggal 1 November 1999.7
2. Jasa produk berbasis less cash society
Berikut dibawah ini adalah jasa produk yang dikeluarkan oleh Bank Syariah
Mandiri, yaitu:8
BSM Card
7 Bank Mandiri Syariah, “Sejarah: Hadir dengan Cita-cita Membangun Negeri”, Artikel
diakses pada 12 Februari 2011 dari http://www.syariahmandiri.co.id/category/info-perusahaan/ 8 Bank Syariah Mandiri, “Laporan Manajemen”, (Jakarta: Bank Syariah Mandiri, 2009),
h.22.
50
Merupakan sarana untuk melakukan transaksi penarikan, pembayaran, dan
pemindahbukuan dana pada ATM BSM, ATM Mandiri, ATM Bersama,
maupun ATM Bank Card. Selain itu juga berfungsi sebagai kartu debit yang
dapat digunakan untuk transaksi belanja di merchant-merchant yang
berlogokan ”Gunakan BSM Card Anda disini”.
BSM Sentra Bayar
Merupakan layanan bank dalam menerima pembayaran tagihan pelanggan
pada pihak ketiga (PLN, Telkom, Indosat, Telkomsel). Layanan sentra bayar
dapat dilakukan dengan setoran uang kas atau debet rekening melalui teller,
ATM, SMS Banking, atau proses autodebet secara bulanan.
BSM SMS Banking / BSM Mobile Banking
BSM Mobile Banking GPRS (MBG) memudahkan Anda dalam melakukan
transaksi perbankan dengan teknologi GPRS di ponsel Anda. Kini, dilengkapi
fitur untuk melakukan transfer real time antar bank dengan biaya pulsa paling
murah.
BSM Net Banking
Pembayaran melalui menu Pemindahbukuan di ATM (PPBA)
Layanan pembayaran institusi (lembaga pendidikan, asuransi, lembaga
khusus, lembaga keuangan non bank) melalui menu pemindahbukuan di
ATM.
BSM Electronic Payroll
51
Pembayaran gaji karyawan institusi melalui teknologi terkini Bank Syariah
Mandiri secara mudah, aman dan fleksibel.
3. Jasa operasional berbasis less cash society
Berikut dibawah ini adalah berbagai macam jasa operasional yang ditawarkan
oleh Bank Syariah Mandiri, yaitu:9
BSM SKBDN (Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri)
Janji tertulis berdasarkan permintaan tertulis nasabah (applicant) yang
mengikat BSM sebagai bank pembuka untuk membayar kepada penerima atau
menerima dan membayar wesel pada saat jatuh tempo yang ditarik penerima,
atau member kuasa kepada bank lain untuk melakukan pembayaran kepada
penerima, atau untuk menegosiasikan wesel-wesel yang ditarik oleh penerima
atas penyerahan dokumen (untuk saat ini khusus BSM dengan BSM).
BSM Letter of Credit
Transfer D.U.I.T. (Dana Untuk Indonesia Tercinta)
Jasa pengiriman uang dari luar negeri ke Indonesia. Saat ini BSM
bekerjasama dengan Merchantrade Asia (MTA) Malaysia.
BSM Transfer Lintas Negara Western Union
BSM Kliring
Penagihan warkat bank lain di mana lokasi bank tertariknya berada dalam satu
wilayah kliring.
9 Bank Syariah Mandiri, “Laporan Manajemen”, h.22-23.
52
BSM Inkaso
Penagihan warkat bank lain di mana bank tertariknya berbeda wilayah kliring
atau berada di luar negeri, hasilnya penagihan akan dikredit ke rekening
nasabah.
BSM Intercity Clearing
Jasa penagihan warkat (cek/bilyet giro valuta rupiah) bank di luar wilayah
kliring dengan cepat sehingga nasabah dapat menerima danan hasil tagihan
cek atau bilyet giro tersebut pada keesokan harinya.
BSM RTGS (Real Time Gross Settlement)
Jasa transfer uang valuta rupiah antar bank baik dalam satu kota maupun
dalam kota yang berbeda secara real time. Hasil transfer ekfektif dalam
hitungan menit.
Transfer Dalam Kota (LLG)
Jasa pemindahan dana antar bank dalam satu wilayah kliring lokal.
BSM Transfer Valas
Transfer valas terdiri dari:
Transfer ke luar yaitu pengiriman valas dari nasabah BSM ke nasabah bank
lain baik dalam maupun luar negeri
Transfer masuk yaitu pengiriman valas dari nasabah baik lain baik dalam
maupun luar negeri ke nasabah BSM.
BSM Pajak Online
53
Memberikan kemudahan kepada wajib pajak untuk membayar kewajiban
pajak (bukan dalam rangka pembayaran pajak import) secara otomatis dengan
mendebet rekening atau secara tunai.
BSM Pajak Import
Memberikan kemudahan kepada importir untuk membayar pajak barang
dalam rangka import secara on-line sebagai syarat untuk mengeluarkan
barangnya dari gudang kantor bea dan cukai.
BSM Autosave
Produk layanan pemindahbukuan otomatis antar rekening giro dan rekening
tabungan dengan memelihara saldo tertentu.
BSM Standing Order
Fasilitas kemudahan yang diberikan Bank Syariah Mandiri kepada nasabah
yang dalam transaksi finansialnya harus memindahkan dari suatu rekening ke
rekening lainnya secara berulang-ulang.
C. Bank Syariah Mega Indonesia
1. Sejarah singkat
Perjalanan PT Bank Syariah Mega Indonesia diawali dari sebuah bank umum
bernama PT Bank Umum Tugu yang berkedudukan di Jakarta. Pada tahun 2001, Para
Group (PT. Para Global Investindo dan PT. Para Rekan Investama), kelompok usaha
yang juga menaungi PT Bank Mega, Tbk., Trans TV, dan beberapa Perusahaan
lainnya, mengakuisisi PT Bank Umum Tugu untuk dikembangkan menjadi bank
54
syariah. Hasil konversi tersebut, pada 25 Agustus 2004 PT. Bank Umum Tugu resmi
beroperasi syariah dengan nama PT. Bank Syariah Mega Indonesia.10
2. Produk berbasis less cash society
Produk Bank Syariah Mega Indonesia yang berbasis less cash society adalah
Mega Syariah Card, yaitu fasilitas kartu ATM serbaguna bagi nasabah rekening
tabungan Bank Mega Syariah yang dapat digunakan untuk penarikan tunai pada
seluruh ATM berlogo ATM Bersama dan seluruh jaringan ATM Prima (BCA).11 Dan
baru-baru ini, tepatnya pada Jumat, 28 Januari 2011 BMS Luncurkan Layanan
Pengiriman Uang Cepat via MoneyGram.
D. Bank Syariah BRI
1. Sejarah singkat
Berawal dari akusisi Bank Jasa Arta oleh Bank Rakyat Indonesia, pada
tanggal 19 Desember 2007 dan kemudian diikuti dengan perolehan ijin dari Bank
Indonesia untuk mengubah kegiatan usaha Bank Jasa Arta dari bank umum
konvensional menjadi bank umum yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip syariah pada tanggal 16 Oktober 2008, maka lahirlah Bank umum syariah
10
Bank Mega Syariah, “Sejarah”, Artikel diakses pada tanggal 14 Februari 2011 dari
http://www.megasyariah.co.id/Profil-SekilasBSMI.php 11
Bank Mega Syariah, “Mega Syariah Card”, Artikel diakses pada tanggal 14 Februari 2011
dari http://www.megasyariah.co.id/Produk-MegaSyariah-CARD.php
55
yang diberi nama PT. Bank Syariah BRI ( yang kemudian disebut dengan nama
BRISyariah) pada tanggal 17 November 2008.12
2. Layanan berbasis less cash society
Berbagai macam layanan yang disediakan Bank Syariah BRI adalah:
Remittance BRISyariah
Merupakan solusi layanan pengiriman uang yang bersifat global baik dari
dalam negeri maupun internasional, mudah, aman dan cepat (real time).
Layanan ini dipersembahkan oleh Indosat bekerjasama dengan BRISyariah,
sehingga selain dapat dinikmati oleh pelanggan seluler Indosat layanan
tersebut dapat dinikmati oleh nasabah BRISyariah.13
Mobile Banking / SMS Banking
Internet Banking
ATM / EDC /Telephone Banking
E. Bank Syariah Bukopin
1. Sejarah singkat
Perjalanan PT Bank Syariah Bukopin dimulai dari sebuah bank umum, PT
Bank Persyarikatan Indonesia yang diakuisisi oleh PT Bank Bukopin Tbk untuk
dikembangkan menjadi bank Syariah. Bank Syariah Bukopin mulai beroperasi
dengan melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip Syariah setelah
12
BRI Syariah, “Sejarah BRI Syariah”, Artikel diakses pada tanggal 14 Februari 2011 dari
http://www.brisyariah.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1&Itemid=4 13
Indosat Corporate Solution, “Remittance”, Artikel diakses pada tanggal 14 Februari 2011
dari http://solution.indosat.com/product/view/MjYx
56
memperoleh izin operasi Syariah dari Bank Indonesia pada tanggal 27 Oktober 2008
dan pada tanggal 11 Desember 2008 telah diresmikan oleh Wakil Presiden Republik
Indonesia. Dan pada tanggal 10 Juli 2009 melalui Surat Persetujuan Bank Indonesia,
PT Bank Bukopin Tbk telah mengalihkan Hak dan Kewajiban Usaha Syariahnya
kedalam PT Bank Syariah Bukopin.14
2. Layanan baerbasis less cash society
Fasilitas layanan berbasis less cash society yang ditawarkan Bank Syariah
Bukopin adalah sebagai berikut:
Kartu ATM SiAga Syariah
Kartu SiAga Visa Electron Syariah
Merupakan jasa yang diberikan kepada nasabah untuk dapat melakukan
transaksi belanja dan transaksi lainnya di merchant atau ATM yang berlogo
VISA atau VISA Electron.15
SMS Banking Bukopin Syariah
Internet Banking Bukopin Syariah
F. Bank Panin Syariah
1. Sejarah singkat
Panin Bank Syariah sebelumnya bernama PT Bank Harfa yang berkedudukan
di Surabya. Kini Kantor pusat Bank Panin Syariah telah dipindahkan ke Jakarta
14
Bank Syariah Bukopin, “Sejarah Bank Syariah Bukopin”, Artikel diakses pada tanggal 14
Februari 2011 dari http://www.syariahbukopin.co.id/index.php?app=sub_contents&a=2&b=1 15
Bank Bukopin, “Kartu SiAga Visa Electron Syariah”, Artikel diakses pada tanggal 14
Februari 2011 dari http://www.bukopin.co.id/ID/unit_layanan_syariah_visa.htm
57
dengan 4 kantor cabang di Jakarta, Surabaya, Malang, dan Sidoarjo. Perubahan status
menjadi Bank Panin Syariah ini sudah mendapat persetujuan dari BI melalui surat
Keputusan BI No.11/52/KEP.GBI/DpG/2009 tanggal 6 Oktober 2009. Panin Bank
Syariah beroperasi sebagai bank umum dengan prinsip syariah pada tanggal 2
Desember 2009.16
2. Layanan berbasis less cash society
Hingga saat ini, Bank Panin Syariah masih memanfaatkan office channeling
dengan Panin Bank, yang mengoperasikan 400 cabang di Indonesia. Adapun fasilitas
layanan yang disediakan adalah ATM panin, call panin, mobile panin, internet panin,
biznet panin, Travelers Cheque, Remittance Panin, Payroll, dan Kiriman Uang Dalam
Negeri (KUDN) Panin.
G. Bank Victoria Syariah
1. Sejarah singkat
PT. Bank Victoria Syariah (d/h. PT. Bank Swaguna) didirikan di kota Cirebon
pada tahun 1966 dan mulai beroperasi tanggal 7 Januari 1967, hasil akuisisi saham
PT. Bank Swaguna sebesar 99,80 % oleh PT. Bank Victoria International Tbk dan
telah disetujui oleh Bank Indonesia pada tanggal 3 Agustus 2007. Pada September
16
Istimewa, “PT Bank Panin Syariah mulai 2 Desember 2009 resmi beroperasi”, Artikel
diakses pada tanggal 14 Februari 2011 dari http://www.inilah.com/read/detail/176942/bank-panin-
syariah-beroperasi-2-desember-2009/
58
2007 Bank telah meningkatkan modal disetor menjadi Rp 90 milyar dan pada Maret
2008 modal disetor Bank meningkat menjadi Rp 110 milyar.
PT. Bank Victoria Syariah telah mendapatkan Izin Operasional sebagai Bank
Syariah bedasarkan SK Gubernur Bank Indonesia No. 12/8/KEP.GBI/DpG/2010
tanggal 10 Februari 2010 dan pada 1 April 2010 beroperasi secara penuh dengan
sistem syariah. Bank Victoria Syariah memiliki satu (1) Kantor Pusat, lima (5) kantor
cabang,dua (2) kantor cabang pembantu.17
2. Layanan berbasis less cash society
Hingga saat ini fasilitas layanan berbasis less cash society yang ditawarkan
Bank Victoria Syariah, hanyalah Real Time Gross Settlement (RTGS),yaitu sistem
transfer dana on-line dalam mata uang rupiah yang penyelesaiannya dilakukan per
transaksi secara individual.
H. Bank BCA Syariah
1. Sejarah singkat
Bank syariah BCA ini merupakan konversi dari Bank UIB (Utama
Internasional Bank) yang diakuisisi pada Oktober 2008. Sesuai izin yang dikeluarkan
oleh Bank Indonesia melalui Surat Gubernur Bank Indonesia No.
17
Bank Victoria Syariah, “Sejarah”, Artikel diakses pada tanggal 14 Februari 2011 dari
http://www.bankvictoriasyariah.co.id/sejarah.html
59
12/13/KEP.GBI/DpG/2010, dinyatakan bahwa PT. Bank BCA Syariah mulai
beroperasi tanggal 5 April 2010.18
2. Layanan berbasis less cash society
Hingga saat ini layanan Bank BCA Syariah yang berbasis less cash society
masih menggunakan fasilitas yang sudah tersedia pada Bank BCA konvensional.
Adapun jenis-jenis layanan tersebut adalah: ATM BCA, Debit BCA, Tunai BCA,
Flazz BCA,19
BCA by phone, Klik BCA, m-BCA, dan SMS BCA.
I. Bank Jabar dan Banten
1. Sejarah singkat
Untuk memenuhi permintaan masyarakat akan jasa layanan perbankan yang
berlandaskan Syariah, maka sesuai dengan izin Bank Indonesia No. 2/ 18/DpG/DPIP
tanggal 12 April 2000, sejak tanggal 15 April 2000 Bank Jabar menjadi Bank
Pembangunan Daerah pertama di Indonesia yang menjalankan dual banking system,
yaitu memberikan layanan perbankan dengan sistem konvensional dan dengan sistem
syariah.20
Bank Jabar Syariah mulai beroperasi tanggal 20 Mei 2000.
2. Layanan berbasis less cash society
18
Klik BCA, “BCA Syariah”, Artikel diakses pada tanggal 14 Februari 2011 dari
http://www.klikbca.com/individual/silver/product.html?s=77 19
Merupakan alat pembayaran multifungsi tercepat pertama di Indonesia dengan
menggunakan teknologi chip dan RFID (Radio Frequency Identification), tidak perlu menginput PIN. 20
Bank BJB, “Sejarah Bank BJB”, Artikel diakses pada tanggal 14 Februari 2011 dari
http://www.bankjabar.co.id/modules/article.php?lang=ID&&action=preview&id=3
60
Beberapa fasilitas layanan yang ditawarkan Bank Jabar dan Banten Syariah
adalah: Layanan transaksi luar negeri (kiriman uang / remittance), Layanan transaksi
luar negeri trade finance and services (impor, ekspor dan SKBDN), ATM, kiriman
uang dan inkaso, dan layanan Western Union Bank Jabar.
J. Bank Syariah BNI
1. Sejarah singkat
Mengacu pada UU no 10 Tahun 1998, mulailah PT Bank Negara Indonesia
(Persero ) merintis Divisi Usaha Syariah. Berawal dari 5 kantor Cabang di
Yogyakarta, Malang, Pekalongan, Jepara dan Banjarmasin yang mulai beroperasi
tanggal 29 April 2000, kini BNI Syariah memiliki lebih dari 20 Cabang di seluruh
Indonesia. Untuk memperluas layanan pada masyarakat, masing-masing kantor
cabang utama tersebut membuka kantor-kantor cabang pembantu syariah (KCPS),
sehingga keseluruhan kantor cabang syariah sampai tahun 2007 berjumlah 54 buah.
Selanjutnya berlandaskan peraturan Bank Indonesia No 8/3/ PBI/2006 tentang
pemberian ijin bagi kantor cabang Bank konvensional yang memiliki unit usaha
syariah untuk melayani pembukaan rekening produk dana syariah, BNI Syariah
merespon ketentuan ini dengan cara bersinergi dengan cabang konvensional guna
melakukan “office channelling”. Hingga saat ini outlet layanan syariah pada kantor
cabang konvensional berjumlah 636 outlet.
61
Dengan pola Dual System Bank, maka BNI Syariah saat ini didukung oleh
sistem Informasi Teknologi yang modern dan jaringan transaksi yang sangat luas di
seluruh Indonesia dengan memanfaatkan jaringan Kantor Cabang BNI. Dengan
dukungan teknologi, BNI Syariah bersinergi dengan cabang-cabang BNI
konvensional untuk memberikan layanan pembukaan rekening syariah. Cabang-
cabang BNI tersebut dinamakan Syariah Chanelling Outlet (SCO).21
2. Layanan berbasis less cash society
Beberapa fasilitas layanan yang ditawarkan adalah Kartu Anggota Syariah
(Produk kerja sama antara Bank BNI Syariah dengan berbagai asosiasi/instansi
dengan fungsi sebagai tabungan sebagaimana Tabungan Syariahplus.) ATM, SMS
Banking, Internet Banking, Phone Plus, BNI Mobile dan inkaso.
K. Maybank Indonesia Syariah
1. Sejarah singkat
PT Bank Maybank Indocorp (BMI) resmi diganti menjadi Maybank Syariah
Indonesia (MSI), setelah dikonversi menjadi bank syariah yang lengkap di Indonesia
pada bulan Oktober 2010. BMI yang telah beroperasi di Indonesia sejak tahun 1994,
mendapat persetujuan dari bank sentral Indonesia pada tanggal 23 September 2010
untuk mengkonversi usahanya ke dalam sebuah bank Islam. MSI beroperasi terutama
di perbankan grosir menawarkan perbankan korporasi, trade finance dan jasa
21
BNI Syariah, “Sejarah BNI Syariah”, Artikel diakses pada tanggal 14 Februari 2011 dari
http://www.bni.co.id/Syariah/tabid/174/Default.aspx
62
keuangan untuk berbagai klien perusahaan. Selain itu bank menawarkan jasa
pelayanan khusus perbankan ritel melalui kantor di Jakarta. MSI beroperasi dengan
modal disetor sebesar Rp 819.307 juta.22
2. Layanan berbasis less cash society
Maybank Syariah Indonesia memiliki berbagai macam layanan produk yang
berbasis less cash society, diantaranya adalah:
Account and banking, yang terdiri dari: kawanku phone banking, mobile
banking, bill payment, funds transfers, ATM services, self service terminals,
regional services, private banking dan shared banking services.
Cards, yang terdiri dari: credit cards, charge cards, debit cards, commercial
cards, credit card features, pay wave cards, bank card features, dan
maybankard merchant programe.
Layanan lainnya yaitu buy online dan DiGi @ M2U.
22
Maybank, “Press Release”, Artikel diakses pada tanggal 14 Februari 2011 dari
http://www.maybank.com/corporate-profile/corporate-news/maybank-launches-syariah-bank-
indonesia
63
BAB IV
PEMBAHASAN DAN ANALISIS
A. Peran Bank Umum Syariah dalam Membangun Less Cash Society
1. Analisis indikator pertama, (Nilai Transaksi Elektronik Bank Umum
Syariah pada BI-RTGS).
Peran Bank Umum Syariah dalam membangun less cash society
berdasarkan kepada jumlah nilai transaksi BI-RTGS selama satu tahun terakhir
sejak Januari hingga Desember 2010, dapat dilihat pada tabel berikut dibawah
ini:
Tabel 4.1. Aset dan Nilai Transaksi BI-RTGS1 Berdasarkan Pelaku
Periode
2010
Bank Umum Syariah Bank Umum Konvensional
Aset Nilai Aset Nilai
(Miliar Rp) (Miliar Rp) (Miliar Rp) (Miliar Rp)
Januari 48.451 6.760 2.502.016 1.791.500
Februari 48.714 6.207 2.517.014 1.734.015
Maret 49.171 8.306 2.563.662 2.270.909
April 51.095 6.752 2.576.235 2.348.149
1 BI-RTGS (Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement) adalah sistem transfer dana
elektronik antar peserta dalam mata uang rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara seketika per
transaksi secara individual.
64
Mei 52.687 7.427 2.603.352 2.113.841
Juni 61.123 8.719 2.678.265 2.392.138
Juli 64.122 9.014 2.683.461 2.208.532
Agustus 64.804 11.078 2.700.183 2.230.966
September 67.783 8.582 2.758.066 2.052.613
Oktober 70.108 10.730 2.796.418 2.214.629
November 73.532 9.865 2.856.274 2.200.255
Desember 79.186 11.365 3.008.853 2.592.749
Rata-Rata 60.898 8.734 2.686.983 2.179.191
% Aset 2,55% __ 96,86% __
% Nilai __ 0,40% __ 99,06%
Pertumbuhan
Nilai 2010 __ 68,12% __ 45,00%
Pertumbuhan
Aset 2010 63,44% __ 20,26% __
% Rata-rata
(Nilai / Aset) __ 14,34% __ 81,10%
Sumber: Statistik Bank Indonesia, Desember 2010 dan diolah
Berdasarkan data pada tabel tersebut diatas menunjukkan bahwa jumlah
aset pada Bank Umum Syariah per Desember 2010 adalah Rp. 79.186 Miliar,
sedangkan aset pada Bank Umum Konvensional per Desember 2010 adalah Rp.
3.008.853 Miliar. Hal ini berarti bahwa market share Bank Umum Syariah (11
BUS) terhadap aset perbankan nasional hanya sebesar 2,55%, dan market share
65
Bank Umum Konvensional (122 BUK) adalah sebesar 96,86%, sedangkan
sisanya 0,59% adalah market share dari Unit Usaha Syariah (23 UUS).
Jika kita tarik hasil rata-rata aset dari setiap perbankan tersebut maka
akan didapat pada Bank Umum Syariah memiliki rata-rata aset setiap banknya
adalah Rp. 7.198,72 Miliar, sedangkan pada Bank Umum Konvensional rata-
rata aset setiap banknya adalah Rp. 24.662,73 Miliar. Dengan ini kita dapat
melihat bahwa rata-rata aset Bank Umum Konvensional adalah tiga kali lipat
dari rata-rata aset Bank Umum Syariah. Hal ini masih cukup dimakluli oleh
karena usia Bank Umum Syariah rata-rata masih terbilang muda, seperti
misalnya Bank BCA Syariah, BNI Syariah, Bank Jabar Banten Syariah, Bank
Victoria Syariah dan Maybank Syariah, yang baru di spin-off 2010 lalu,
sehingga belum menunjukan dampak yang signifikan dan dalam hal
performanya juga masih belum optimal.
Pada kegiatan transaksi elektronik selama tahun 2010, Bank Umum
Syariah berkontribusi hanya sebesar 0,40% dari total transaksi elektronik
nasional yang tercatat pada BI-RTGS dengan rata-rata volume transaksi setiap
bulannnya sebesar 13.915 unit, sedangkan 99,06% transaksi elektronik terjadi
melalui Bank Umum Konvensional dengan rata-rata volume transaksi setiap
bulannya adalah 1.081.753 unit, dan sisanya adalah transaksi elektronik yang
terjadi melalui Unit Usaha Syariah.
66
Untuk tingkat pertumbuhan nilai transaksi elektronik selama tahun 2010
pada Bank Umum Syariah ternyata lebih besar 68,12% dibandingkan pada
Bank Umum Konvensional yang hanya sebesar 45%, meskipun jika dilihat dari
nominalnya masih tergolong rendah. Namun pertumbuhan nilai transaksi
elektronik ini terbilang cukup baik untuk ukuran sebuah Bank Umum Syariah
yang usianya relatif masih muda dengan penggunaan teknologi yang terbilang
masih pas-pasan. Namun kedepannya tidak menutup kemungkinan bagi Bank
Umum Syariah untuk lebih meningkatkan lagi pelayanan transaksi non
tunainya, dan ini tentunya membutuhkan dukungan penuh baik dari segi
infrastruktur teknologi perbankan maupun sumber daya manusianya yang
berbasis IT dan berwawasan syariah.
Adapun untuk tingkat pertumbuhan aset Bank Umum Syariah sendiri
selama tahun 2010 mengalami kenaikan yang sangat signifikan, yakni sebesar
63,44%, nilai ini tentunya lebih tinggi daripada tingkat pertumbuhan aset Bank
Umum Konvensional yang hanya sebesar 20,26%. Semua ini berangkat dari
kepercayaan penuh masyarakat, dimana Bank Umum Syariah sebagai solusi
lembaga keuangan non ribawi berdasarkan prinsip kemitraan bagi hasil
sehingga mendorong masyarakat untuk terus berinvestasi ke Bank Umum
Syariah melalui akad-akad yang sesuai dengan syariah. Terlebih mayoritas
masyarakat Indonesia adalah muslim, ini akan menjadi suatu market yang
sangat besat dan potensial di masa yang akan dating. Sehingga wajar jika
67
pertumbuhan aset Bank Umum Syariah terus-menerus meningkat setiap
tahunnya. Dan yang paling penting adalah, Bank Umum Syariah kedepannya
harus lebih inovatif lagi dalam mengmbangkan produk dan layanannya, harus
benar-benar murni syariah dalam setiap akadnya, dan harus meningkatkan lagi
penggunaan teknologinya, serta kualitas Sumber Daya Manusianya. Karena jika
hal ini diabaikan, maka bukan tidak mungkin para nasabah kedepannya akan
berpaling dan kembali kepada Bank Umum Konvensional lagi, dan yang tersisa
tinggal nasabah-nasabah konservatif saja diamana mereka bermitra dengan
Bank Umum Syariah hanya karena alasan haramnya bunga atau riba, bukan
karena alasan tingginya mutu pelayanan, lebih menguntungkan, lebih adil, dan
lain sebagainya.
Persentase nilai transaksi elektronik pada Bank Umum Syariah selama
tahun 2010 adalah sebesar 14,34% dari total aset, sedangkan persentase nilai
transaksi elektronik pada Bank Umum Konvensional terhadap asetnya adalah
sebesar 81,10%. Dari hasil persentase tersebut menunjukkan bahwa tingkat
penggunaan layanan transaksi elektronik pada Bank Umum Syariah terbilang
cukup rendah, yakni hanya 14,34% saja, dan sisanya transaksi dilakukan secara
manual. Sedangkan untuk Bank Umum Konvensional tingkat penggunaan
teknologinya terbilang cukup maju sehingga 81,10% transaksinya sudah bisa
dilakukan secara elektronik.
68
Dari penjelasan-penjelasan tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa
Bank Umum Syariah mempunyai peranan yang signifikan dalam membangun
les cash society. Dengan tingkat pertumbuhan transaksi berbasis non tunai
sebesar 68,12% per Desember 2010, mengindikasikan bahwa Bank Umum
Syariah berpotensi untuk dapat berkembang selayaknya Bank Umum
Konvensional dalam hal pemanfaatan teknologi informasi sebagai penopang
layanan transaksi berbasis non tunai dimasa yang akan datang. Meskipun data
Bank Indonesia menyebutkan bahwa market share Bank Umum Syariah hingga
per Desember 2010 hanya sebesar 2,55% dari total aset perbankan nasional.
Namun, melihat pertumbuhan aset Bank Umum Syariah hingga 63,44% per
Desember 2010, ini menjadi sebuah sinyal positif bagi pihak Perbankan Syariah
untuk bisa lebih meningkatkan lagi kinerjanya sehingga kedepannya Bank
Umum Syariah bisa disejajarkan kedudukannya dengan Bank Umum
Konvensional dalam kancah dunia perbankan nasional, tentunya dengan tidak
menghapus identitas Bank Umum Syariah itu sendiri, dimana masyarakat
mengenalnya sebagai bank-nya ‘rakyat kecil’ dalam artian Bank Umum Syariah
harus tetap fokus dalam melakukan pembiayaan terhadap sektor industri
UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah). Karena pada dasarnya mayoritas
kondisi ekonomi masyarakat kita masih berada pada level menengah ke bawah,
sehingga keberadaan Bank Umum Syariah diharapkan mampu memberdayakan
sektor riil tersebut.
69
2. Analisis indikator kedua, (Ketersediaan produk jasa/layanan berbasis
less cash society pada Bank Umum Syariah).
Setidaknya terdapat tiga basis instrumen pembayaran non tunai yang
berkembang hingga saat ini, dan oleh penulis dijadikan sebagai indikator untuk
mengukur sebuah peran dari Bank Umum Syariah dalam membangun less cash
society. Tiga basis instrumen pembayaran non tunai tersebut diantaranya
adalah:
Paper-based, misalnya: cek, bilyet giro dan nota debet
Card-based, misalnya: kartu kredit, kartu debet dan kartu ATM
Electronic-based, misalnya: e-money, internet banking dan mobile banking
Untuk melihat seberapa besar peran Bank Umum Syariah dalam
membangun less cash society, melalui indikator yang kedua yakni Produk Jasa
berbasis less cash society Bank Umum Syariah, dapat dilihat pada tabel
dibawah berikut ini:
Tabel 4.2. Instrumen Berbasis less cash society Pada Bank Umum Syariah
No Nama Bank
Umum Syariah Paper Based Card Based
Electronic
Based
1 BMI V V V
2 BSM V V V
3 BSMI V V V
70
4 BRI Syariah V V V
5 Syariah Bukopin V V V
6 Panin Syariah V V V
7 Victoria Syariah V V __
8 BCA Syariah V V V
9 BJB Syariah V V __
10 BNI Syariah V V V
11 MI Syariah V V V
% Nilai 100 % 100 % 81,82 %
Pada tabel tersebut di atas, nilai 100% yang diberikan untuk paper based
dan card based memberikan pengertian bahwa semua Bank Umum Syariah saat
ini sudah menerapkan paper based dan card based sebagai salah satu instrumen
pembayaran non tunai, meskipun tentunya dengan nama dan fasilitas yang
berbeda penawarannya dari masing-masing produk jasa Bank tersebut.
Sedangkan nilai untuk electronic based hanya sebesar 81,82%, karena dari total
11 BUS tersebut hanya 8 BUS yang sudah menerapkan instrumen electronic
based, dan 2 lainnya yaitu Bank Victoria syariah dan Bank Syariah Jabar dan
Banten belum menerapkan instrumen electronic based. Sehingga jika dirata-
ratakan tingkat ketersediaan fasilitas layanan transaksi berbasis non tunai pada
Bank Umum Syariah adalah sebesar 93,94 %. Nilai ini hanya mengukur tingkat
71
ketersediaan dari masing-masing basis tanpa melihat dan memberi penilaian
khusus terhadap turunan roduk layanan yang tersedia dari masing-masing basis
tersebut. Karena setiap bank tentunya mempunyai turunan produk layanan yang
berbeda tergantung dari kebijakan bank itu sendiri.
3. Analisis indikator ketiga, (Jumlah jaringan Bank Umum Syariah).
Dalam melayani nasabah pengguna ATM, bank memerlukan suatu
sistem jaringan yang dapat dimanfaatkan untuk operasionalisasi ATM baik
menggunakan jaringan milik sendiri, bergabung dengan jaringan ATM bank
lain maupun bergabung dengan jaringan ATM switching company seperti
ALTO, Link, ATM Bersama, Prima, Cakra, Cirrus dan Plus. Jaringan yang
paling banyak digunakan untuk operasional ATM adalah dengan bergabung
bersama jaringan ATM switching company. Dan kini ATM iB Bank Syariah
didukung lebih dari 6000 jaringan ATM Bersama dan 7000 jaringan ATM
BCA.
Bagi nasabah Bank Umum Syariah, khususnya nasabah Tabungan iB
dapat menikmati fasilitas Mobile Banking iB selama 24 jam 7 hari seminggu
untuk melakukan beragam transaksi, baik finansial maupun non finansial.
Transaksi finansial antara lain transfer dana antar rekening atau antar bank,
membayar pengeluaran rutin bulanan seperti zakat, listrik dan
telephon/handphone, membeli pulsa isi ulang handphone, memesan tiket
72
pesawat, sampai membayar kartu kredit iB, dan masih banyak lagi. Transaksi
non finansial seperti informasi saldo, mutasi rekening, dan ganti pin. Mobile
Banking iB dapat diakses dari ATM, handphone/telephone dengan Phone
Banking iB, dan PC, notebook, netbook atau blackberry dengan Internet
Banking iB.
Sejalan dengan itu perkembangan jumlah jaringan kantor Bank Umum
Syariah dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Dan terakhir per
Desember 2010 jumlah jaringan kantor Bank Umum Syariah sebanyak 1.215
kantor yang tersebar di seluruh Indonesia. Berikut ini adalah tabel
perkembangan jaringan kantor Bank Umum Syariah dan Bank Umum
Konvensional selama tahun 2010.
Tabel 4.3. Jaringan Kantor Bank Umum Syariah dan Bank Umum Konvensional
2010 Jumlah Bank
Umum
Syariah
Jumlah Kantor
Bank Umum
Syariah
Jumlah Bank
Umum
Konvensional
Jumlah Kantor
Bank Umum
Konvensional
Januari 6 820 121 12.870
Februari 7 852 121 12.914
Maret 8 934 121 12.933
April 9 918 122 12.944
Mei 10 970 123 12.958
Juni 10 1.081 123 12.972
73
Juli 10 1.113 122 13.246
Agustus 10 1.111 122 13.318
September 10 1.151 122 13.379
Oktober 11 1.154 122 13.456
November 11 1.171 122 13.633
Desember 11 1.215 122 13.837
Share 7% 7,93% 78,21% 90,36%
Pertumbuhan 83,33% 48,17% 0,83% 7,51%
Sumber: Statistik Bank Indonesia, Desember 2010 dan diolah
Berdasarkan pada tabel tersebut diatas, jumlah Bank Umum Syariah
sepanjang tahun 2010 mengalami pertumbuhan yang begitu pesat hingga
mencapai 83,33% dari semula pada Januari 2010 jumlahnya hanya 6 bank
kemudian meningkat menjadi 11 Bank pada akhir Desember 2010, dengan
masuknya 5 Unit Usaha Syariah yang baru di spin off menjadi Bank Umum
Syariah yaitu Bank BCA Syariah, BNI Syariah, Bank Jabar Banten Syariah,
Bank Victoria Syariah dan Maybank Syariah. Pertumbuhan ini dinilai sangat
signifikan dibanding pertumbuhan jumlah Bank Umum Konvensional yang
relative stagnan pada tahun 2010, yakni hanya mengalami penambahan 1 bank
baru dari 121 pada Januari 2010 menjadi 122 pada Desember 2010, atau jika
kita membuat persentasenya hanya berkisar 0,83% saja pertumbuhan jumlah
bank-nya. Pertumbuhan jumlah bank umum ini tentunya akan menjadi sia-sia
74
jika tidak ditunjang dengan pertumbuhan jaringan kantornya. Dan lagi-lagi
untuk Bank Umum Syariah memiliki catatan yang cukup baik dalam hal
pertumbuhan jumah jaringan kantor, yakni dari Januari 2010 yang hanya
memiliki jaringan kantor sebanyak 820 unit, kemudian meningkat tajam
menjadi 1.215 unit pada Desember 2010 atau sekitar 48,17% selama tahun
2010. Sedangkan pada Bank Umum Konvensional, pertumbuhan jaringan
kantornya tidak lebih tinggi daripada Bank Umum Syariah, yakni hanya sebesar
7,51%, dari 12.870 unit pada Januari 2010 menjadi 13.837 unit pada Desember
2010. Hal ini membuktikan bahwa Bank Umum Syariah mempunyai potensi
yang besar dalam mengembangkan jaringannya dimasa yang akan datang
sehingga pantas untuk disejajaran posisinya dengan Bank Umum Konvensional.
B. Kendala Pengembangan Bank Umum Syariah dan Keluhan Nasabah
Pengguna Layanan Berbasis Less Cash Society.
1. Kendala Bank Umum Syariah
Berdasarkan sudut pandang praktisi perbankan syariah, penggunaan
instrumen pembayaran non tunai baik paper based, card based maupun
electronic based akan berkembang di masa yang akan datang. Namun
demikian, dalam proses pengembangan tersebut perbankan syariah dihadapkan
pada berbagai macam kendala. Pembahasan secara rinci mengenai kendala
pengembangan instrumen non tunai secara umum akan dibahas sebagai berikut
dibawah ini. Setidaknya ada tiga hal yang masih dianggap sebagai kendala
75
intern bagi Bank Umum Syariah dalam mengembangkan produk layanan
berbasis non tunai sekarang ini. Ketiga kendala tersebut adalah:2
a) Biaya investasi yang mahal.
Kendala utama yang dihadapi oleh Bank Umum Syariah dalam pengembangan
instrumen pembayaran non tunai adalah kompleks dan mahalnya biaya
investasi bagi teknologi informasi perbankan, karena sebagian besar teknologi
ini masih disuplai oleh vendor-vendor yang berasal dari luar negeri atau vendor
asing. Tetapi sekarang, banyak vendor-vendor pribumi yang berani bersaing
dalam teknologi informasi ini. Jadi kenapa tidak, Bank Umum Syariah
memakai vendor-vendor pribumi untuk menanamkan teknologi informasi
tersebut dalam dunia perbankan dan tentunya dengan harga yang relatif lebih
rendah.
b) Sumber Daya Manusia Bank Umum Syariah (SDM BUS) masih terbatas.
Masih terbatasnya sumber daya manusia yang memiliki keterampilan teknis
jasa keuangan syariah disinyalir merupakan salah satu faktor kenapa Bank
Umum Syariah sampai sejauh ini belum terlalu berkembang dalam hal
berinovasi menciptakan produk jasa layanan yang lebih variatif. Kemudian
untuk penerapan suatu teknologi informasi menuntut diantaranya Sumber Daya
Manusia yang memadai. Jika Sumber Daya Manusia yang ada tidak menguasai
teknologi tersebut hal ini menjadi suatu pemborosan semata, karena mahalnya
2 Hasil wawancara pribadi by phone dengan Branch Manager Permata Bank Syariah, Edit
Estetika pada tanggal 06 Februari 2010 di Jakarta.
76
teknologi yang telah dibeli jika tidak terpakai merupakan suatu hal yang sia-sia.
Oleh karena itu sebelum teknologi tersebut diterapkan, sudah seharusnyalah
pihak Bank Umum Syariah instropeksi terhadap kemampuan korporasi, apakah
cocok teknologi tersebut diterapkan, apakah Sumber Daya Manusianya
memadai, dan apakah teknologi tersebut mempunyai features yang dapat
digunakan dalam jangka waktu yang lama. Karena penerapan suatu sistem
teknologi informasi merupakan salah satu aktivitas investasi jangka panjang
bagi korporasi.
c) Teknologi, jaringan, perangkat atau sistem yang belum mendukung.
Hal ini manjadi tuntutan bagi Bank Umum Syariah karena mau tidak mau suatu
korporasi yang mempunyai ruang lingkup kerja yang luas ditambah dengan
operasional-operasional yang sangat banyak harus ditunjang dengan suatu
teknologi untuk memudahkan, mengefisienkan dan mengefektifkan kinerja
tersebut. Apalagi dalam dunia perbankan dibutuhkan suatu informasi yang up to
date bagi pihak manajemen menengah ke atas untuk memprediksikan langkah
bisnis yang akan diambil sehingga berbagai kendala yang mungkin muncul
dapat teratasi.
2. Keluhan nasabah pengguna layanan berbasis less cash society
Berikut dibawah ini adalah berbagai macam keluhan dari para nasabah
terhadap pelayanan instrumen pembayaran non tunai Bank Umum Syariah yang
sudah tersedia. Keluhan-keluhan tersebut adalah:
77
Fasilitas masih terbatas.
Nasabah merasakan selama ini fasilitas yang ada hanya terbatas di pusat kota
dan belum banyak yang menjangkau daerah pedesaan. Selain itu, fasilitas
tersebut juga hanya terbatas di tempat-tempat tertentu seperti supermarket.
Fasilitas tersebut belum ada di pasar tradisional, toko kecil atau pelayanan
publik lainnya. Nasabah juga beranggapan bahwa tempat ATM masih kurang
strategis dan kurang nyaman. Fasilitas instrumen yang kurang banyak
seringkali menyebabkan terjadi antrian panjang sehingga memerlukan waktu
yang lebih lama. Fasilitas terbatas lainnya yang dirasakan adalah jumlah
transfer/penggunaan yang masih terbatas, maksimum lima juta rupiah per hari.
Nasabah juga beranggapan bahwa instrumen non tunai saat ini belum banyak
membantu kebutuhan hidup secara optimal.
Jaringan sering rusak/offline.
Kelemahan jaringan yang sering rusak atau offline menyebabkan transaksi
terhambat. Nasabah pernah mengalami kegagalan transaksi karena mesin tiba-
tiba macet (offline) padahal tidak membawa uang tunai. Nasabah juga
mengatakan bahwa transfer antar bank terkadang offline dan prosesnya lama.
Biaya administrasi mahal.
Biaya instrumen non tunai dirasakan mahal oleh nasabah, terutama biaya
adminsitrasi bulanan. Pihak perbankan juga mengenakan potongan biaya yang
tidak tentu dan tidak diberitahukan kepada nasabah terlebih dahulu. Biaya
78
yang dikenakan kepada pemegang instrumen non tunai berbeda-beda
tergantung pada bank dan jenis instrumen non tunai yang dipakai.
Menjadi lebih boros/konsumtif.
Nasabah merasakan bahwa dengan adanya instrumen non tunai, terutama
kartu kredit, menyebabkan lebih konsumtif. Nasabah seringkali tertarik
dengan produk yang dapat dibeli oleh instrumen non tunai sehingga lebih
boros dan tidak mampu mengontrol pengeluaran.
Keamanan masih kurang terjamin.
Sebagian besar nasabah beranggapan bahwa jaminan keamanan bagi
pengguna transaksi non tunai dianggap masih rendah atau bahkan sangat
rendah. Dalam sistem pembayaran non tunai, keamanan merupakan unsur
utama yang diinginkan nasabah seperti kasus cek kosong, billing misterius,
kesalahan PIN, kartu sering digunakan orang lain, terhindar dari kejahatan,
aman dari gangguan hacker dan sebagainya.
Penerimaan pasar masih rendah.
Rendahnya penerimaan pasar (terutama pasar traisional, tempat pelayanan
publik, warung-warung dan toko kecil) terhadap instrumen pembayaran non
tunai menjadi salah satu alasan bagi nasabah untuk belum bersedia
menggunakan instrumen ini. Bagi nasabah yang tinggal di daerah luar
perkotaan pun masih lebih memilih untuk menggunakan pembayaran tunai /
cash dibandingkan non tunai dalam melakukan setiap transaksinya.
79
C. Prospek Pengembangan Layanan Berbasis Less Cash Society Bank Umum
Syariah di Masa Depan
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi nasabah untuk menggunakan fasilitas
layanan berbasis less cash society3
Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi nasabah dalam
menggunakan transaksi non tunai adalah: status menjadi nasabah,
pemanfaatan produk perbankan, tingkat pendidikan nasabah, pekerjaan
nasabah, dan tingkat kemampuan menabung nasabah per bulannya. Status
menjadi nasabah bank memiliki pengaruh positif terhadap pemanfaatan
instrumen non tunai. Hal ini dapat dipahami karena pemilik instrumen non
tunai (paper based dan card based) dipersyaratkan memiliki rekening di bank
yang dimaksud, sehingga bagi yang tidak menjadi nasabah bank peluang
menggunakan instrumen non tunai menjadi sangat kecil.
Untuk jenis produk pembiayaan (kredit) memiliki peluang
menggunakan pembayaran non tunai lebih besar dibandingkan dengan
nasabah bank yang memanfaatkan produk tabungan. Artinya nasabah yang
berkeinginan meminjam lebih berpotensi menggunakan fasilitas pembayaran
non tunai. Namun pada sisi lain, kemampuan menabung yang diindikasikan
dengan jumlah tabungan per bulan juga berpengaruh positif terhadap peluang
pemanfaatan pembayaran non tunai, yang berarti bahwa potensi pemanfaatan
3 Bank Indonesia, “Penelitian”, hal. 89-91.
80
pembayaran non tunai lebih tinggi pada kelompok nasabah yang
berpenghasilan tinggi (mampu menabung lebih tinggi). Hal ini sejalan dengan
keragaman pemanfaatan pembayaran non tunai dimana salah satu yang
dominan adalah kartu kredit dan kartu debet.
Faktor pendidikan juga memiliki pengaruh nyata, dimana kelompok
yang berpendidikan tinggi relatif memiliki peluang penggunaan instrumen non
tunai lebih tinggi dibandingkan dengan nasabah yang berpendidikan rendah.
Faktor ekonomi yang diindikasikan dengan jumlah tabungan dan pengeluaran
memiliki pengaruh yang positif. Dengan kata lain kelompok nasabah yang
memiliki pendapatan relatif tinggi (menengah ke atas) merupakan pasar yang
lebih potensial dalam pengembangan instrumen non tunai. Kelompok nasabah
ini umumnya memang telah memerlukan instrumen pembayaran non tunai
karena alasan ekonomi dan transaksi finansial yang diperlukan sudah relatif
lebih tinggi, sehingga mereka lebih menyukai jenis pembayaran non tunai.
2. Potensi pengembangan layanan berbasis less cash society pada Bank
Umum Syariah4
Produk pembayaran non tunai yang saat ini paling dikenal nasabah
adalah kartu kredit, katu ATM dan kartu debet. Sehingga untuk
pengembangan ke depan ketiga jenis kartu ini dapat dikembangkan dengan
4 Bank Indonesia, “Penelitian”, hal. 92-94.
81
relatif mudah karena memang sudah dikenal dan digunakan nasabah secara
luas. Inovasi-inovasi baru hendaknya dilakukan dengan mengembangkan
fungsi-fungsi ketiga jenis kartu pembayaran non tunai tersebut.
Pengembangan ke depan juga perlu memperhatikan aspek-aspek yang
dipandang penting bagi pengguna fasilitas pembayaran non tunai, yang antara
lain adalah faktor keamanan, kemudahan dalam mengakses, dan ketepatan
transaksi. Faktor keamanan menempati posisi sangat penting karena
disamping menjadi faktor utama yang diperhatikan pengguna, juga menjadi
tujuan nasabah dalam menggunakan pembayaran non tunai.
Pengembangan sistem pembayaran non tunai secara lebih luas ke
depan cukup potensial diminati oleh nasabah. Kelompok peminatnya relatif
sama dengan pengguna saat ini, namun sebagian besar mengharapkan jenis
kartu yang multifungsi, dengan tetap memperhatikan aspek-aspek penting
yang disampaikan di atas, termasuk biaya penyelenggaraan. Jenis kartu yang
relatif lebih mudah disosialisasikan adalah dengan menggabungkan fungsi-
fungsi kartu pembayaran non tunai yang saat ini banyak dikenal dan
digunakan nasabah, yaitu kartu kredit, debet dan ATM.
Ada potensi yang besar bagi Bank Umum Syariah untuk
mengembangkan kartu prabayar multi payment / pulsa mobile payment. Hal
ini didasari oleh pertimbangan bahwa banyak supermarket sekarang yang
menyediakan kebutuhan sehari-hari (consumer goods), dan industri ritel yang
82
semakin berkembang saat ini menyediakan fasilitas pembayaran non tunai.
Kelebihan yang bisa ditawarkan oleh Bank Umum Syariah dalam hal ini
adalah menawarkan tidak menggunakan unsure bunga didalamnya, sehingga
ini akan tidak memberatkan bagi nasabah. Bank Syariah hanya mengambil
keuntungannya dari biaya administrasi atau pelayanan yang diberikan kepada
nasabah atas biaya jasa yang telah diberikan tersebut. Kemudian untuk jenis
perusahaan yang menempati skala prioritas selanjutnya adalah pom bensin,
penyelenggara jalan tol dan perusahaan transportasi, seperti yang sekarang
sudah dikembangkan oleh Bank Mandiri dan Bank DKI.
3. Analisis SWOT Bank Umum Syariah
Tabel 4.4. Analisis SWOT Bank Umum Syariah
Kekuatan (Strenghts) Kelemahan (Weaknesses)
Memiliki produk yang beragam
dengan skema variatif.
Produk yang dikeluarkan
merujuk pada Al-Qur’an dan
Hadits dengan diawasi langsung
oleh Dewan Pengawas Syariah.
Bank yang transparan dengan
nasabah, prinsip adil bagi kedua
belah pihak, dan menentramkan.
Pinjaman tanpa bunga tapi serupa
dengan perbankan konvensional.
Banyak menggunakan istilah
Arab yang sebetulnya tidak
banyak dimengerti oleh nasabah
atau calon nasabah.
Masih dikenal masyarakat sebagai
bank untuk kalangan muslim atau
orang yang mau naik haji.
83
Kompeten dalam keuangan dan
beretika.
IT system yang update dan user
friendly.
Ahli investasi keuangan berbasis
syariah.
Jaringan masih terbatas.
Fasilitas layanan seringkali tidak
bisa digunakan.
Lebih menekankan ke simbol
keislaman.
Kesempatan (Opportunities) Ancaman (Threats)
Menunjukkan universalitas,
terbuka, inklusif dan
menggunakan komunikasi
produk yang gampang dimengerti
semua kalangan tanpa
menghilangkan ciri khas.
Membuat produk-produk baru
yang bisa masuk ke setiap
segmen dan diikuti dengan
komunikasi yang sesuai.
Membuat standar penamaan
produk perbankan syariah supaya
mudah dikenali nasabah.
Dianggap sebagai bank yang
menumbuhkan sikap fanatisme
terhadap agama tertentu.
Susah untuk menghilangkan
mekanisme bunga yang sudah
mengakar dan menguntungkan
bagi sebagian umat Islam.
Bank konvensional semakin
inovatif dalam mengembangkan
produk dan layanan.
Kerjasama bank konvensional
yang semakin meningkat dengan
berbagai industri dan institusi.
84
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis pada penelitian ini, penulis memberikan
kesimpulan yang terangkum dalam beberapa poin berikut di bawah ini:
1. Peran Bank Umum Syariah dalam membangun less cash society cukup besar,
terbukti pada nilai transaksi elektronik yang tercatat dalam BI-RTGS
sepanjang tahun 2010 mengalami pertumbuhan yang signifikan, yakni sebesar
68,12%, dan pertumbuhan nilai transaksi ini ternyata lebih tinggi daripada
Bank Umum Konvensional yang hanya sebesar 45%. Meskipun nilai aset
Bank Umum Syariah saat ini hanya 2,55% dari total aset perbankan nasional,
namun nyatanya aset Bank Umum Syariah mengalami pertumbuhan yang
signifikan, yakni sebesar 63,44%, jauh dibanding Bank Umum Konvensional
yang hanya mengalami pertumbuhan aset sebesar 20,26% sepanjang tahun
2010. Sedangkan jika dilihat dari persentase jumlah nilai transaksi elektronik
terhadap aset bank itu sendiri, pada Bank Umum Syariah transaksi elektronik
hanya 14,34% dari nilai aset yang tersedia, jauh dibandingkan Bank Umum
Konvensional yang hampir seluruh transaksinya saat ini menggunakan
transaksi elektronik dengan persentase terhadap asetnya sebesar 81,10%.
Tingkat ketersediaan fasilitas produk jasa berbasis less cash society pada Bank
85
Umum Syarah baik itu paper based, card based, dan electronic based sangat
besar, yakni 93,94%. Artinya adalah bahwa Bank Umum Syariah kini sudah
menyediakan produk-produk berbasis less cash society mekipun jika dilihat
dari jenis-jenis atau variasi dari masing-masing basis masih terbilang cukup
rendah. Tingkat ketersediaan jaringan kantor Bank Umum Syariah hingga saat
ini mengalami pertumbuhan yang cukup besar. Dalam sepanjang tahun 2010
saja Bank Umum Syariah mengalami pertumbuhan jaringan sebesar 48,17%,
yakni dengan jumlah 820 unit pada Januari 2010 kemudian meningkat tajam
menjadi 1.215 unit pada Desember 2010. Dan ini tentunya dimasa yang akan
datang jumlahnya dipastikan akan terus meningkat.
2. Masih terdapatnya kendala dan hambatan serta keterbatasan baik yang
disebabkan oleh faktor internal maupun eksternal Bank Umum Syariah dalam
meningkatkan perannya melakukan inovasi dan pengembangan instrumen
pembayaran non tunai berbasis less cash society. Kendala-kendala itu dibagi
menjadi dua, yakni internal dan eksternal. Beberapa kendala internal tersebut
diantaranya adalah:
Biaya investasi yang mahal.
Sumber Daya Manusia Bank Umum Syariah berbasis IT masih terbatas.
Teknologi, jaringan, perangkat atau sistem yang belum mendukung.
Sedangkan kendala eksternal dari sudut pandang keluhan masyarakat terhadap
intrumen pembayaran non tunai adalah sebagai berikut:
86
Fasilitas masih terbatas.
Jaringan sering rusak/offline.
Biaya administrasi mahal.
Keamanan masih kurang terjamin.
Penerimaan pasar masih rendah.
3. Prospek Bank Umum Syariah untuk mengembangkan instrumen pembayaran
non tunai dimasa mendatang sangat besar, terutama dalam pengembangkan
kartu prabayar multi payment yang sedang in saat ini. Kartu prabayar multi
payment dipilih karena disamping untuk menghindari unsur gharar seperti
yang terdapat pada akad dalam kartu kredit, juga ini dianggap mampu
meningkatkan fee based income Bank Umum Syariah itu sendiri.
B. Saran
Setelah memperhatikan, menganalisis, dan memberikan kesimpulan
terhadap penelitian yang dilakukan dalam skripsi ini, penulis akan
memberikan saran-saran sebagai bahan masukan bagi kemajuan Bank Umum
Syariah dalam mengembangkan instrumen non tunainya terkait dengan
perannya membangun less cash society. Beberapa saran tersebut adalah
sebagai berikut:
87
1. Kerjasama perlu ditingkatkan
Kerjasama dengan semua pihak yang terkait dalam pembangunan sistem
pembayaran non tunai harus lebih ditingkatkan, hal ini sebagai solusi untuk
mengatasi kendala biaya investasi teknologi perbankan yang relatif mahal.
2. Pembinaan SDM berbasis IT
Sumber Daya Manusia berbasis syariah yang sudah tersedia pada Bank
Umum Syariah perlu diberikan pembekalan berupa pelatihan-pelatihan skill
dalam bidang teknologi informasi.
3. Penggunaan diperluas
Penggunaan sistem pembayaran non tunai diharapkan lebih luas dan
menyebar ke seluruh wilayah. Dalam hal ini selain jangkauan diperluas juga
fasilitas instrumen non tunai lebih diperbanyak fasilitasnya. Fasilitas tersebut
tidak hanya disediakan di pertokoan besar saja tetapi sebaiknya di tempat
umum yang bersifat layanan publik dan dapat dijangkau oleh semua lapisan
masyarakat dan juga di daerah-daerah kabupaten.
4. Penurunan biaya
Pengenaan biaya diharapkan bisa lebih murah. Apalagi jika diberlakukan
sistem pembayaran non tunai secara luas, maka pihak penerbit harus
mengenakan biaya minimum yang tidak memberatkan para pengguna.
5. Peningkatan keamanan
Apabila diberlakukan sistem pembayaran non tunai secara luas, maka pihak
penerbit harus meningkatkan sistem keamanannya lebih baik. Dalam hal ini,
88
sistem non tunai diharapkan tidak terjadi kejahatan yang merugikan
pengguna.
6. Sosialisasi dan dukungan infrastruktur
Apabila diberlakukan sistem pembayaran non tunai secara luas, maka harus
dilakukan sosialisasi yang intensif terhadap masyarakat. Sosialisasi ini
memberikan informasi yang komprehensif tentang sistem pembayaran non
tunai di Bank Umum Syariah Sosialisasi sangat penting dilakukan karena saat
ini sebagian masyrakat masih belum memahami pembayaran non tunai
dengan baik sehingga sering terjadi kesalahpahaman. Selain itu, infrastruktur
di daerah juga harus dipersiapkan dengan baik karena dukungan infrastruktur
yang memadai akan memperlancar sistem pembayaran non tunai.
7. Alat pembayaran non tunai diharapkan tidak menjadikan masyarakat lebih
boros/konsumtif sehingga perlu ada pendidikan dan sosialisasi bahwa sistem
pembayaran non tunai bukan untuk menjadikan budaya lebih konsumtif.
8. Bank Umum Syariah diharapkan mampu berinovasi lebih banyak lagi dalam
mengembangkan produk non tunai berbasis syariah, karena ini akan menjadi
keunggulan tersendiri bagi Bank Umum Syariah untuk bersaing dengan
produk layanan yang sudah ditawarkan Bank Umum Konvensional. Kelebihan
produk Bank Umum Syariah adalah tidak ada unsur bunga didalamnya,
sehingga pihak bank mendapatkan keuntungan dari fee atas jasa yang sudah
diberikan kepada para nasabahnya.
89
DAFTAR PUSTAKA
Anshori, Abdul Ghofur, Perbankan Syariah di Indonesia, Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 2006.
Antonio, Muhammad Syafi’i, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, Jakarta: Gema
Insani, 2001, Cet. Ke-1.
Bank Indonesia, “Laporan Perkembangan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank
Indonesia di Bidang Moneter, Perbankan, dan Sistem Pembayaran, Triwulan
II”, Jakarta: Bank Indonesia, 2007.
--------------------. “Statistik Perbankan Indonesia, Vol. 9, No. 1”, Jakarta: Bank
Indonesia, 2010.
Bank Syariah Mandiri, “Laporan Manajemen”, Jakarta: Bank Syariah Mandiri, 2009.
Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran dan Direktorat Pengedaran Uang Bank
Indonesia, “Laporan Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang”, Jakarta:
Bank Indonesia, 2008.
--------------------. Seminar Internasional: “Towards a Less Cash Society in
Indonesia”, Jakarta: Bank Indonesia, 2006.
Hidayati, Siti, dkk., Kajian Operasional e-money, Jakarta: Bank Indonesia, 2006.
Husain, Umar, Metodologi Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, Jakarta:
Rajawali Press, 2004.
Kharina, Astri, “Menjelajahi Mobile Commerce”, Premium Connection, Edisi 13
2008.
90
Majalah Sharing Edisi 22 tahun III – Oktober 2008.
MarkPlus&Co, Direktorat Perbankan Syariah, “Inovasi Produk Bank Syariah”,
Jakarta: Bank Indonesia, 2008.
Pramono, Bambang, dkk., “Working Paper: Dampak Pembayaran Non Tunai
Terhadap Perekonomian dan Kebijakan Moneter”, Jakarta: Bank Indonesia,
2006.
Rochaety, Ety, dkk, Metodologi Penelitian Bisnis: Dengan Aplikasi SPSS, Jakarta:
Mitra Wacana Media, 2007.
Setijoso, “Seminar Internasional Towards a Less Cash Society in Indonesia”,
Jakarta: Bank Indonesia, 2006.
Suma, Muhammad Amin, Menggali Akar Mengurai Serat Ekonomi dan Keuangan
Islam, Jakarta: Kholam Publishing, 2008.
Tim Peneliti Bank Indonesia, “Penelitian: Persepsi, Preferensi dan Perilaku
Masyarakat dan Lembaga Penyedia Jasa terhadap Sistem Pembayaran Non
Tunai”, Bogor: Bank Indonesia, 2006.
Tim Penyusun. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1988, Cet.
Ke-1.
http://ekonomyslam.blogspot.com
http://solution.indosat.com
http://swa.co.id
http://vibiznews.com
http://www.apconex.net
91
http://www.bankjabar.co.id
http://www.bankvictoriasyariah.co.id
http://www.bi.go.id
http://www.bni.co.id
http://www.brisyariah.co.id
http://www.bukopin.co.id
http://www.detikfinance.com
http://www.inilah.com
http://www.klikbca.com
http://www.maybank.com
http://www.megasyariah.co.id
http://www.muamalatbank.com
http://www.syariahbukopin.co.id
HASIL WAWANCARA
Wawancara dilakukan by phone pada 06 Februari 2011 dengan Bapak Edit Estetika,
Syariah Branch Manager Permata Bank Syariah mengenai less cash society.
1. Sebenarnya apa pengertian dari less cash society?
Less cash society adalah merupakan bahasa populer yang selama ini ada di
masyarakat khususnya para praktisi perbankan, namun sebetulnya yang
dimaksud dengan less cash society adalah suatu kondisi dimana masyarakat lebih
memilih untuk melakukan transasksi keuangan secara nontunai. Jadi secara
singkatnya pengertian less cash society adalah masyarakat non tunai dan ada juga
orang yang menyebutnya sebagai masyarakat digital. Dalam beberapa tahun
terakhir ini, perkembangan sistem pembayaran yang berbasis teknologi telah
mengubah secara signifikan arsitektur sistem pembayaran konvensional yang
mengandalkan fisik uang sebagai instrumen pembayaran. Meski fisik uang
sampai saat ini masih banyak digunakan masyarakat kita sebagai alat
pembayaran, namun sejalan dengan perkembangan teknologi sistem pembayaran
yang pesat, pola pembayaran tunai secara berangsur beralih menuju pembayaran
non tunai. Dan kondisi masyarakat yang seperti itulah nantinya disebut sebagai
less cash society.
2. Adakah persyaratan khusus yang harus dipenuhi untuk mewujudkan less
cash society ini?
Kita sadari, bahwa perkembangan menuju less cash society merupakan trend
yang tidak dapat dihindari. Perubahan tersebut antara lain didukung oleh
perkembangan infrastruktur dan teknologi sistem pembayaran. Setidaknya
terdapat tiga basis instrumen pembayaran non tunai, yakni: paper-based, seperti
misalnya cek, bilyet giro dan nota debet; card-based, seperti kartu kredit, kartu
debet dan kartu ATM; dan electronic-based, seperti misalnya e-money, internet
banking dan mobile banking. Jika ketiga basis itu keberadaannya sudah dapat
diterima masyarakat dengan baik, dan masyarakatpun mau untuk mengubah
transaksinya dari penggunaan uang tunai menjadi dalam bentuk non tunai itu,
bisa dikatakan bahwa masyarakat tersebut sudah memenuhi syarat menjadi less
cash society.
3. Apakah Bank Umum Syariah juga dapat ikut berperan dalam upaya
mewujudkan less cash society?
Semua lembaga keuangan bisa ikut berperan atau bahkan harus berperan dalam
mewujudkan less cash society ini, tidak terkecuali Bank Umum Syariah. Justru
dalam mewujudkan less cash society ini peran lembaga keuangan terutama bank
sangat penting karena ini menyangkut dengan sistem pembayaran, dan denyut
nadi dari kegiatan bank itu sendiri adalah melayani transaksi. Bahkan jika Bank
Umum Syariah mampu memanfaatkan momentum ini dengan baik, dengan
meningkatkan layanan transaksi elektronik akan menjadi fee based income bagi
perusahaan disamping keuntungan yang didapat dari kegiatan menghimpun dan
menyalurkan dana kepada nasabahnya. Dan hal ini sudah lebih awal dilakukan
oleh Bank-bank konvensional kita sekarang. Bahkan produk layanan mereka
sudah semakin maju, dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi dan sumber
daya manusia yang mumpuni, mereka bank konvensional telah menciptakan
banyak inovasi layanan bebasis kartu dan internet mobile banking.
4. Untuk ikut berperan dalam mewujudkan less cash society, persiapan apa
saja yang harus dilakukan oleh Bank Umum Syariah itu sendiri?
Persiapan untuk mengembangkan layanan transaksi berbasis non tunai, terutama
yang harus diperhatikan adalah dari sisi sumber daya manusia (SDM) dan
teknologi informasinya (IT). Dua hal itu merupakan yang paling dominan dan
mendasar. Tidak lupa bahwa kita juga harus memasukkannya dalan rencana
bisnis bank itu sendiri.
5. Apakah kedua hal tersebut (SDM dan IT) bisa dikatakan merupakan suatu
kendala bagi Bank Umum Syariah dalam mengembangkan jasa layanan
transaksi non tunai kepada nasabahnya?
Ya, sejauh ini memang kedua hal tersebut bisa dikatakan sebagai kendala intern
yang dihadapi Bank Umum Syariah saat ini dalam meningkatkan pelayanan
transaksi non tunainya kepada nasabah.
6. Bisakah Bapak jelaskan lebih detail mengenai kendala-kendala tersebut?
Yang pertama, biaya investasi untuk pengembangan teknologi dianggap masih
mahal oleh Bank Umum Syariah, karena sebagian besar teknologi ini masih
disuplai oleh vendor-vendor yang berasal dari luar negeri atau vendor asing.
Tetapi sekarang, banyak vendor-vendor pribumi yang berani bersaing dalam
teknologi informasi ini. Jadi kenapa tidak, Bank Umum Syariah memakai
vendor-vendor pribumi untuk menanamkan teknologi informasi tersebut dalam
dunia perbankan dan tentunya dengan harga yang relatif lebih rendah. Hal ini
manjadi tuntutan bagi Bank Umum Syariah karena mau tidak mau suatu
korporasi yang mempunyai ruang lingkup kerja yang luas ditambah dengan
operasional-operasional yang sangat banyak harus ditunjang dengan suatu
teknologi untuk memudahkan, mengefisienkan dan mengefektifkan kinerja
tersebut. Apalagi dalam dunia perbankan dibutuhkan suatu informasi yang up to
date bagi pihak manajemen menengah ke atas untuk memprediksikan langkah
bisnis yang akan diambil sehingga berbagai kendala yang mungkin muncul dapat
teratasi. Yang kedua, Masih terbatasnya sumber daya manusia yang memiliki
keterampilan teknis jasa keuangan syariah disinyalir merupakan salah satu faktor
kenapa Bank Umum Syariah sampai sejauh ini belum terlalu berkembang dalam
hal berinovasi menciptakan produk jasa layanan yang lebih variatif. Kemudian
untuk penerapan suatu teknologi informasi menuntut diantaranya Sumber Daya
Manusia yang memadai. Jika Sumber Daya Manusia yang ada tidak menguasai
teknologi tersebut hal ini menjadi suatu pemborosan semata, karena mahalnya
teknologi yang telah dibeli jika tidak terpakai merupakan suatu hal yang sia-sia.
Oleh karena itu sebelum teknologi tersebut diterapkan, sudah seharusnyalah
pihak Bank Umum Syariah instropeksi terhadap kemampuan korporasi, apakah
cocok teknologi tersebut diterapkan, apakah Sumber Daya Manusianya memadai,
dan apakah teknologi tersebut mempunyai features yang dapat digunakan dalam
jangka waktu yang lama. Karena penerapan suatu sistem teknologi informasi
merupakan salah satu aktivitas investasi jangka panjang bagi korporasi.
7. Kalau Permata Bank Syariah sendiri bagaimana mempersiapkan SDMnya?
Apakah dengan meng up grade SDM yang ada atau merekrut SDM baru?
Dua-duanya kita lakukan. Jadi untuk proses akselerasi, kita juga melakukan up
grade dari SDM yang sudah ada, teman-teman SDM yang sudah memahami
operasional yang sekarang, tinggal kita up grade prinsip-prinsip syariahnya.
Adapun untuk SDM yang baru, selain tentang pemahaman produk dan prinsip-
prinsip syariah, kita tambahkan dengan pemahaman tentang praktek-praktek
operasional perbankan.