Upload
phammien
View
231
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
291
Hari Ulang Tahun KGPM ke 80, 29 Oktober 2013
Buku Persembahan KGPM Wilayah Jawa
PERAN GEREJA DALAM UPAYA
MENDUKUNG KEBIJAKAN NASIONAL
BAGI INDONESIA
YANG BERSIH DARI KORUPSI
(oleh: Gbl. Maxie M. Rumagit, M.Th.)
I. PENDAHULUAN
Kejahatan luar biasa (extraordinary crime) adalah sebuah
penamaan terhadap tindak kejahatan korupsi di bumi Pancasila ini.
Upaya pengkualifikasian tersebut, tentu saja erat pertaliannya dengan
dampak buruk yang telah ditimbulkan akibat korupsi. Kerugian
keuangan Negara, yang berakibat terhambatnya kinerja pemerintahan
dan pembangunan Nasional, terabaikannya hak-hak sosial dan ekonomi
masyarakat adalah semua yang ditimbulkan terutama oleh tindak
kejahatan korupsi.
Seorang ekonom ternama di negeri ini, Sumitro
Djojohadikusumo pernah membuat pernyataan mengejutkan bagi
292
Hari Ulang Tahun KGPM ke 80, 29 Oktober 2013
Buku Persembahan KGPM Wilayah Jawa
banyak kalangan di masa pemerintahan Orde Baru, bahwa kerugian
ekonomi dan keuangan Negara diperkirakan mencapai 30% dari
seluruh Anggaran Belanja Negara (Jalan Tikus Menuju Kekuasaan,
Joko Santoso HP, Jakarta: Gramedia, 2006, hal. 71). Memang bukan
rahasia lagi, praktek KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) di negeri
ini telah tumbuh demikian suburnya, sehingga segala upaya pencurian
dan penggelapan kekayaan dan keuangan Negara telah menjebol sistim
penegakan hukum. Sebab dalam kejahatan korupsi ini, sesungguhnya
telah berpadu dalam sinergitas jahat ketiga elemen utama kekuasaan
pemerintahan, yaitu: legislatif, yudikatif dan eksekutif.
Perpaduan ini menjadi semakin sempurna dalam
persekongkolan dengan para pemilik modal, yang tak jarang terkait
dalam hubungan kekerabatan di antara mereka. Sebagai akibatnya,
korupsi telah menjadi sebuah “kerajaan” kejahatan. Dalam arti ini,
bahaya korupsi tidak hanya menunjuk pada kerugian keuangan
Negara serta dampak kerusakan yang mengikutinya, tetapi juga
bahaya perlawanan yang dilancarkan para koruptor layaknya sebuah
kerajaan, karena merasa terusik/terancam oleh berbagai upaya
pemberantasan korupsi. Opini-opini yang mewacanakan pembubaran
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah salah satu bukti nyata
tentang seriusnya perlawanan yang dilakukan oleh kerajaan korupsi
ini.
Meskipun demikian, yang cukup dibanggakan dan patut
disyukuri, adalah masih adanya orang per orang dari ketiga elemen
kekuasaan tersebut yang tidak ikut “bermain” dalam tindak kejahatan
293
Hari Ulang Tahun KGPM ke 80, 29 Oktober 2013
Buku Persembahan KGPM Wilayah Jawa
korupsi atas nama kejujuran dan nilai-nilai terpuji yang tertancap kuat
dalam diri mereka. Para pemilik modal, juga tidak semuanya terlibat
dalam persekongkolan dengan kekuasaan yang korup. Mereka hidup
dari keringatnya sendiri, betapapun penghasilan dan hasil usahanya
tampak tidak sebanding dengan mereka yang masuk dalam pusaran
KKN itu. Tak jarang, orang-orang seperti ini justru menjadi tumbal
demi kelangsungan kerajaan korupsi para koruptor. Tetapi mereka
telah turut menjadi inspirasi bagi banyak pribadi dan berbagai
kalangan masyarakat dan bersama-sama menyatu dalam impian akan
adanya keadilan dan penegakan hukum yang berkeadilan di negeri ini.
Impian semacam inilah yang kemudian mengkristal, menjadi sebuah
gerakan reformasi yang telah diprakarsai oleh mahasiswa (kalangan
Kampus) menuntut pemberantasan KKN. Gerakan inilah yang
berhasil menumbangkan kekuasaan Orde Baru di tahun 1998, yang
kemudian telah melahirkan era baru, yaitu era reformasi.
Sayangnya, reformasi yang tadinya diharapkan akan membawa
perubahan dan membawa bangsa ini lebih baik, nyatanya tidak
mampu berbuat banyak. Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY)
sendiri dalam pengantarnya pada dokumen Strategi Nasional tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi, menegaskan bahwa
pemberantasan korupsi di negeri ini belum maksimal, terutama
disebabkan oleh pelaksanaannya yang masih bersifat sektoral, juga
kurangnya sinergi legislatif, yudikatif dan eksekutif, di pusat maupun
daerah (Sumber:
http://acch.kpk.go.id/documents/10157/34337/Dok+Stranas+PPK+20
294
Hari Ulang Tahun KGPM ke 80, 29 Oktober 2013
Buku Persembahan KGPM Wilayah Jawa
12-2025.pdf). Pernyataan tersebut patut dimaknai sebagai petunjuk
perihal dahsyatnya arus kejahatan korupsi di negeri ini, sehingga
kekuasaan pemerintahan sekarang ini pun masih terseret dalam
derasnya arus itu, terbukti dengan banyaknya oknum-oknum pada
pusaran kekuasaan yang telah divonis bersalah dalam berbagai kasus
korupsi. Celakanya, dalam kasus-kasus tersebut, uang hasil korupsi
tidak semata-mata untuk kepentingan pribadi si koruptor, tetapi juga
untuk kepentingan partai politik atau pun faksi-faksi tertentu dalam
partai politik.
Meskipun demikian, terlepas dari berbagai kritik masyarakat
terhadap kinerja dan prestasi pemerintahan dalam hampir semua
aspek, patut juga diberi apresiasi, bahwa melalui pemerintahan di era
reformasi ini, telah terbit sejumlah produk hukum yang mendasari
keberlanjutan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia, sebagai
kebijakan Nasional. Beberapa produk hukum tersebut antara lain:
1. UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi (KPK), sekaligus melahirkan lembaga hukum
yang independen dan super body tersebut.
2. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2004
tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi.
3. Konvensi PBB tentang Anti Korupsi (United Nation Against
Corruption) Tahun 2003, telah dirativikasi melalui Undang-
Undang 7/2006.
4. Inpres 9/2011, tentang Rencana Aksi Pencegahan dan
Pemberantasan Korupsi Tahun 2011.
295
Hari Ulang Tahun KGPM ke 80, 29 Oktober 2013
Buku Persembahan KGPM Wilayah Jawa
5. Inpres 17/2011, tentang Rencana Aksi Pencegahan dan
Pemberantasan Korupsi Tahun 2012.
Dengan terbitnya produk-produk hukum tersebut, setidaknya
pemerintahan di era reformasi ini telah memperlihatkan adanya itikad
baiknya, meskipun masih pada batas penyediaan landasan hukum.
Dalam kesadaran akan eksistensi gereja sebagai salah satu
elemen penting bangsa ini, maka gereja, bersama-sama dengan semua
elemen bangsa lainnya dan sesuai dengan panggilan Allah dan fungsi
pengutusannya di dunia ini wajib memberi perhatian khusus pada
upaya-upaya pemberantasan korupsi, dengan melakukan tindakan
nyata yang bersifat “luar biasa”. Tindakan tersebut haruslah berpadu
dalam arus gerakan dan kebijakan nasional pemberantasan korupsi
bagi Indonesia yang bersih dari korupsi, demi terwujudnya keadilan
sosial bagi seluruh rakyatnya.
II. TINJAUAN TENTANG PENGERTIAN, DAMPAK DAN
MODUS KORUPSI
A. Pengertian Korupsi
Meskipun korupsi diyakini oleh masyarakat luas sebagai
tindak kejahatan, para koruptor di negeri ini hampir-hampir tak ada
bedanya dengan para selebriti. Kemasan liputan media yang juga
secara terang benderang memamerkan kemewahan dan kekayaan para
296
Hari Ulang Tahun KGPM ke 80, 29 Oktober 2013
Buku Persembahan KGPM Wilayah Jawa
koruptor, berikut semangat “juang” para penasihat hukum dengan
pernyataan-pernyataan cenderung kontroversial, ditambah lagi dengan
putusan-putusan pengadilan yang dipandang tergolong ringan, diam-
diam telah menimbulkan fantasi yang liar di tengah masyarakat.
Dikhawatirkan kejahatan korupsi, diam-diam mulai berubah menjadi
“kenyamanan korupsi”. Rasa malu yang secara normal mengikuti
suatu perbuatan jahat manusia, ketika itu terkuak dan terpublikasi,
telah dianggap biasa-biasa saja lantaran semakin lazimnya
dipercakapkan, terlebih karena faktor kenyamanan tadi. Bisa jadi ini
sebuah makna baru, yaitu suatu fenomena pembalikan makna.
Manusia tidak peduli lagi soal nilai-nilai moral, asal saja (dan itu yang
utama) kenyamanannya terpenuhi. Lihatlah, “orang-orang” dalam
percakapan sehari-hari, lalu berujar dengan nada gurau: “lebih baik
korupsi, dapat uang banyak, hukumannya ringan, dari pada susah-
susah bekerja dengan penghasilan minim. Toh setelah keluar dari
penjara, uang hasil korupsi masih banyak tersisa”. Kalimat ngawur
semacam ini, biasanya akan dijumpai dalam hampir setiap
pembicaraan tentang korupsi, mulai dari percakapan di warung kopi,
sampai pada forum diskusi-diskusi dan seminar-seminar tingkat
nasional di negeri ini.
Lalu, apakah ini memang sebatas gurauan? Kalau ya,
mengapa kalimat tersebut selalu muncul? Kalau tidak, kita harus
dapat melihatnya sebagai sebuah fenomena yang serius tentang cara
pandang. Tepatnya adalah pergeseran nilai yang mempengaruhi cara
pandang. Karakter terpuji adalah nilai-nilai primer. Rupanya
297
Hari Ulang Tahun KGPM ke 80, 29 Oktober 2013
Buku Persembahan KGPM Wilayah Jawa
masyarakat mulai bergeser dari nilai-nilai primer kepada nilai-nilai
sekunder. Harga diri tidak lagi terletak pada kemualiaan karakter,
tetapi pada pesona make up kemewahan yang memberi kenyamaan.
Bukan dari dalam, tapi dari luar. Substasi telah bertukar menjadi
kulit/pembungkus dan sebaliknya. Akibatnya, korupsi bukan lagi
dipandang sebagai kejahatan, tetapi mata pencarian.
Celaka! Padahal, istilah korupsi yang berasal dari kata
“Corruptio/Corruptus” (Latin), berarti kerusakan atau kebobrokan.
Dalam bahasa Yunani corruption menunjuk kepada perbuatan yang
tidak baik, buruk, curang, tidak bermoral, menyimpang dari kesucian,
melanggar norma-norma. Dalam Oxford Dictionaries (British &
World English) dikatakan “corruption” is dishonest or fraudulent
conduct by those in power, typically involving bribery (=perilaku
tidak jujur atau penipuan oleh mereka yang berkuasa, biasanya
melibatkan suap). Bahkan dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia,
korupsi adalah perbuatan curang dan tidak bermoral. Sedangkan
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, korupsi adalah penyelewengan
atau penggelapan uang negara atau perusahaan dan sebagainya untuk
kepentingan pribadi maupun orang lain.
Secara yuridis, konstitusi kita pun telah sangat spesifik
memberi pengertian tentang korupsi, khususnya apabila kita mengacu
pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, yang kemudian diubah
menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Melalui produk
hukum tersebut ditegaskan, bahwa “korupsi merupakan tindakan
melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri/orang lain
298
Hari Ulang Tahun KGPM ke 80, 29 Oktober 2013
Buku Persembahan KGPM Wilayah Jawa
(perseorangan atau sebuah korporasi), yang secara langusng maupun
tidak langsung merugikan keuangan atau prekonomian negara, yang
dari segi materil perbuatan itu dipandang sebagai perbuatan yang
bertentangan dengan nilai-nilai keadilan masyarakat”.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam buku:
Mengenali dan Memberantas Korupsi, memberikan kiat yang
bertujuan mempermudah dalam memahami tindak kejahatan korupsi,
melalui pengertian tentang kata pencurian dan penggelapan.
Pencurian, berdasarkan pemahaman pasal 362 KUHP, merupakan
suatu perbuatan melawan hukum mengambil sebagian atau seluruh
milik orang lain dengan tujuan untuk memiliki atau menguasainya.
Barang/hak yang berhasil dimiliki bisa diartikan sebagai keuntungan
bagi pelaku. Sementara penggelapan, berdasarkan pemahaman pasal
372 KUHP, merupakan pencurian barang/hak yang dipercayakan atau
berada dalam kekuasaan pelaku.
Merujuk pada pengertian tersebut diatas, dipastikan bahwa
tidak mungkin ada sistim nilai manapun yang dalam masyarakat yang
tidak berdiri sebagai oposan terhadap tindak kejahatan ini. Korupsi
adalah kejahatan yang sangat serius, sehingga sangatlah tepat apabila
korupsi telah dikualifikasikan sebagai kejahatan luar biasa dan
karenanya penanganannya pun harus secara luar biasa. Kecuali itu,
dengan melihat pada semua predikat buruk yang melekat pada
korupsi, bukankah sepatutnya para pelaku diliputi dengan rasa malu
akibat perbuatannya itu? Atau, setidaknya menjadi suatu pelajaran
penting agar orang-orang lain tidak ikut-ikutan melakukan korupsi.
299
Hari Ulang Tahun KGPM ke 80, 29 Oktober 2013
Buku Persembahan KGPM Wilayah Jawa
Nyatanya tidak demikian, selain rasa malu itu hampir tidak
diindahkan lagi, kuantitas kasus-kasus korupsi bukannya semakin
berkurang, tetapi justru semakin besar dan makin merajalela di negeri
ini.
Lantas bagamana gereja menjelaskan pengertian korupsi itu?
Jika istika korupsi dipahami sebagai kerusakan, maka dalam konsepsi
Kristen tentang manusia, pada dasarnya manusia itu sudah rusak oleh
dosa. Agustinus mengatakan non pose non pecare (tidak mungkin
tidak berdosa), yaitu kondisi manusia setelah kejatuhannya. Jadi
melakukan korupsi adalah salah satu wujud hakekat keberdosaannya
(Robert P. Borong, Etika Politik Kristen: Unit Informasi dan Publikasi
& Pusat Studi Etika, STT Jakarta), hal. 106.) Namun sebagaimana
terhadap segala jenis kejahatan lainnya, korupsi dapat tidak dilakukan
dengan kehendak yang kuat yang didasarkan pada anugerah
penebusan yang telah dikerjakan oleh Kristus.
Hukum kedelapan dari sepuluh hukum Allah mengatakan:
“Jangan mencuri” (Kel. 20:15). Bahkan hukum yang kesepuluh
mengatakan: Jangan mengingini . . . apapun yang dipunyai
sesamamu“ (Kel. 20:17). Mencuri merupakan perbuatan mengambil
milik orang lain, uang atau barang, secara rahasia ataupun secara
terang-terangan (perampokan dan atau dengan kekerasan). Sedangkan
mengingini kepunyaan orang lain (juga dapat dipahami sebagai sifat
serakah yang memunculkan niat jahat), menjadi faktor pendorong
dilakukannya tindakan mencuri itu. Korupsi secara langsung
melanggar kedua hukum ini. Sementara istilah korupsi yang dipakai
300
Hari Ulang Tahun KGPM ke 80, 29 Oktober 2013
Buku Persembahan KGPM Wilayah Jawa
sebagai penamaan terhadap perbuatan mencuri, berikut seberapa
buruk dampak yang akan ditimbulkan, terkait erat dengan kedudukan
atau wewenang si pelaku. Semakin tinggi jabatan dan wewenang
seseorang, semakin besar pula peluangnya untuk melakukan
perbuatan korupsi.
Karena itulah, sangatlah beralasan ketika Musa dalam hal
menentukan para pemimpin bangsa Israel, dari pemimpin seribu
sampai pada pemimpin sepuluh, mengharuskan agar seorang yang
dipilihnya, kecuali cakap dan takut akan Allah, haruslah juga seorang
yang dapat dipercaya dan benci kepada pengejaran suap (Kel. 18:21).
Pemimpin haruslah orang yang bersih dari keserakahan akan uang.
Uang suap, apabila diterima oleh pemimpin berpotensi terjadinya
pembalikan hukum (Kel. 23:8; Ams 17:23). Fenomena pemimpin
yang suka akan uang suap ini telah terjadi berulang kali dalam sejarah
umat Allah, sehingga kebenaran dan keadilan telah diinjak-injak,
penderitaan rakyat menjadi realita sehari-hari (Yes. 1:23; 5:23).
Bahkan salah satu skandal terbesar yang pernah terjadi di dalam
gereja adalah ketika otoritas gereja memanipulasi umat dengan
menjual surat pengampunan dosa, yaitu gereja yang kala itu telah
“berselingkuh” dengan kekuasaan politik, menjadi korup dan
terdegradasi dari nilai-nilai standart moral pada umumnya. Bahkan
penetapan seseorang dalam jabatan kegerejaan yang tinggi dilakukan
dengan cara-cara yang bertentangan dengan norma-norma gereja
terkait dengan kualifikasi moral dan spiritual, sebab umumnya
didasarkan atas hubungan keluarga, status politik dan ekonomi.
301
Hari Ulang Tahun KGPM ke 80, 29 Oktober 2013
Buku Persembahan KGPM Wilayah Jawa
Kondisi seperti inilah yang kemudian telah menjadi salah faktor
pendorong yang kuat lahirnya gerakan reformasi gereja abad 16 di
Eropa Barat, yang pada akhirnya melahirkan gereja Protestan (Alister
E. McGrath, Sejarah Pemikiran Reformasi, Jakarta: BPK, 2006, hal.
3-5).
Dengan demikian, adalah tepat apabila dikatakan, bahwa
kejahatan korupsi lebih mudah dilakukan oleh oknum-oknum tertentu
yang memiliki kekuasaan (politik, ekonomi, bahkan keagamaan),
kemudian menggunakan jabatan dan wewenangnya secara tidak
pantas, sendiri atau bersekongkol melakukan pencurian dalam bentuk
dan modus yang beragam, untuk kepentingan memperkaya diri sendiri
dan atau pihak lain, sehingga menimbulkan kerugian bagi orang-orang
dan atau lembaga lain.
Tindak kejahatan Korupsi mencemari jiwa dan kepentingan
nasionalisme, sehingga mengancam integrasi bangsa, sebab
nasionalisme sejati dan spirit integrasi serta keutuhan dan
keharmonisan bangsa, lahir dari nilai-nilai budaya luhur bangsa
Indonesia yang anti keserakahan, ketamakan dan segala sifat tidak
terpuji. Korupsi menurut sifat azasinya akan memudarkan, bahkan
mengabsenkan setiap nilai-nilai budaya luhur tersebut. Lalu, apabila
secara teliti, kita (gereja) menelusuri dokumen pewahyuan Ilahi,
khususnya sistim nilai yang telah terbangun dalam koridor Etika
Kristen, maka tidak ada alasan bagi gereja untuk bungkam terhadap
kejahatan korupsi. Gereja harus secara aktif dan sungguh-sungguh
berupaya melawan korupsi. Jika tidak, jangan-jangan gereja sedang
302
Hari Ulang Tahun KGPM ke 80, 29 Oktober 2013
Buku Persembahan KGPM Wilayah Jawa
berada pada pusaran tindakan kejahatan itu, entah itu disadari atau
tidak disadari. Ingat, suara kenabian harus tajam, meskipun sejarah
telah mebuktikan adanya juga nabi-nabi yang bicaranya sebatas uang.
Inilah yang diupayakan dan menjadi tujuan tulisan ini.
B. Dampak Korupsi
Lihatlah, dampak buruk yang disebabkan oleh korupsi sistemik
terkait langsung dengan proses demokratisasi dan pembangunan yang
berkelanjutan, sebagaimana dikemukakan oleh masyarakat
transparansi Indonesia pada situsnya (http://www.transparansi.or.id):
1. Korupsi mendelegetimasi proses demokrasi dengan mengurangi
kepercayaan publik terhadap proses politik melalui politik uang.
2. Korupsi mendistorsi pengambilan keputusan pada kebijakan
publik, membuat tiadanya akuntabilitas publik dan menafikan the
rule of law. Hukum dan birokrasi hanya melayani kepada
kekuasaan dan pemilik modal.
3. Korupsi meniadakan sistim promosi dan hukuman yang
berdasarkan kinerja karena hubungan patron-client dan
nepotisme.
4. Korupsi mengakibatkan proyek-proyek pembangunan dan
fasilitas umum bermutu rendah dan tidak sesuai dengan
303
Hari Ulang Tahun KGPM ke 80, 29 Oktober 2013
Buku Persembahan KGPM Wilayah Jawa
kebutuhan masyarakat sehingga mengganggu pembangunan
yang berkelanjutan.
5. Korupsi mengakibatkan kolapsnya sistem ekonomi karena
produk yang tidak kompetitif dan penumpukan beban hutang luar
negeri.
Apabila dikaji secara mendalam mengenai dampak korupsi
seperti dikemukakan di atas, implikasinya mengarah kepada
kehancuran Negara. Dampak tersebut telah mengkroposkan semua
pilar inti dari bangunan suatu lembaga yang disebut Negara. Tidak
ada lagi elemen kekuasaan yang tidak terlibat dalam kejahatan ini,
sehingga korupsi telah masuk pada kategori sisemik, sehingga
dampaknya merusak semua tatanan system kenegaraan. Sejumlah
pengamat seperti yang ramai dibicarakan media beberapa waktu yang
lalu, yaitu Negara ini terancam menjaedi Negara gagal atau bangkrut.
Oleh karena itu, adalah tepat apabila korupsi dikualifikasi
sebagai kejahatan luar biasa, sehingga untuk menggambarkan
bahayanya dapat dianalogikan seperti ledakan dasyat gunung
Krakatau di tahun 1883. Diperkirakan 36.000 jiwa tewas akibat
ledakan itu. Sebagian besar yaitu sekitar 31.000 orang tewas tersapu
gelombang tsunami yang menenggelamkan sebagian besar pulau ke
selat Sunda, akibat letusan dasyat itu. Di Pulau Krakatau terdapat tiga
gunung, yaitu Perbuatan, Danan, dan Rakata. Akibat letusan, Danan
dan Perbuatan serta separuh Rakata runtuh, masuk dalam ruang
magma dan membentuk kaldera. Dua pertiga pulau itu hancur. Anak
304
Hari Ulang Tahun KGPM ke 80, 29 Oktober 2013
Buku Persembahan KGPM Wilayah Jawa
Krakatau tampak lagi setelah 44 tahun tenang, ditandai ketika
sejumlah nelayan dari Jawa menyaksikan ada uap dan abu muncul
dari kaldera, setelah 44 tahun tenang, pada 29 Desember 1927
(http://sains.kompas.com/read/2013/08/29/1704035/).
Makna analogi ini tidak lain adalah pertama-tama harus dibaca
sebagai peringatan. Peringatan akan kemungkinan kehancuran
bangsa ini akibat korupsi. Lalu, muncul pertanyaan penting, yaitu:
jika dikemudian hari anak Krakatau bisa memperlihatkan
eksistensinya akibat magma yang masih aktif, kekuatan apakah yang
akan membuat bangsa ini muncul kembali setelah (kemungkinan)
keruntuhannya?
Bahaya korupsi menurut Nur Kholis, juga dapat dianalogikan
seperti kanker dalam darah, sehingga si empunya badan harus selalu
melakukan “cuci darah” terus menerus jika ia menginginkan dapat
hidup terus. Cak Nur kemudian menegaskan dampak buruknya yang
mempengaruhi semua elemen bangsa, mulai dari masyarakat dan
individu terlebih terhadap generasi muda sampai pada kehidupan
politik, ekonomi dan birokrasi pemerintahan
(http://nurkholis77.staff.uii.ac.id/wp-admin/), yang pada gilirannya
terakumulasi menjadi keuntungan para koruptor, sekaligus kerugian
ekonomi dan rasa keadilan bagi rakyat banyak, dan berpotensi
memberi dampak buruk pada kesehatan psikis masyarakat.
305
Hari Ulang Tahun KGPM ke 80, 29 Oktober 2013
Buku Persembahan KGPM Wilayah Jawa
Makna dari kedua analogi di atas dapat saja merupakan ekspresi
kekuatiran yang berlebihan. Tetapi dari analogi tersebut terkandung
harapan, agar negeri ini harus segera ditolong. Upaya-upaya intens
dan luar biasa harus dilakukan demi terhindarnya Indonesia dari
bencana akibat korupsi. Dalam nuansa keprihatinan akan bahaya
korupsi ini, Kwik Kian Gie, dalam kumpulan tulisan yang berjudul
Pikiran yang Terkorupsi, Penerbit: Kompas, Tahun 2008)
mengatakan: “Sebelum KKN berhasil diberantas atau dikurangi
secara signifikan, kita tidak dapat memecahkan masalah apa pun juga
dengan memuaskan. Maka kalau presiden terpilih tidak segera
melakukan tindakan-tindakan nyata untuk menanggulangi KKN,
semua upaya tidak akan berhasil”.
C. Modus Korupsi di Indonesia
Praktek tindak kejahatan korupsi di Indonesia dilakukan dalam
modus yang beragam. Menurut Masyarakat Transparansi Indonesia
(salah satu pemerhati masalah korupsi di negeri ini), dalam alamat
situsnya: (http://www.transparansi.or.id.fags/ modus-korupsi), praktek
korupsi di Indonesia diurai sedikitnya menjadi 7 (tujuh) modus, yaitu:
1. Pemerasan Pajak
Pemeriksa pajak yang memeriksa wajib pajak menemukan kesalahan
perhitungan pajak yang mengakibatkan kekurangan pembayaran
306
Hari Ulang Tahun KGPM ke 80, 29 Oktober 2013
Buku Persembahan KGPM Wilayah Jawa
pajak. Kesalahan-kesalahan tersebut bisa karena kesengajaan wajib
pajak dan bisa juga bukan karena kesengajaan. Kekurangan tersebut
dianggap tidak ada dan imbalannya wajib pajak harus membayarkan
sebagian kekurangan tersebut masuk ke kantong pemeriksa pajak.
2. Manipulasi Tanah
Berbagai cara dilakukan untuk memanipulasi status kepemilikan tanah
termasuk, memanipulasi tanah negara menjadi milik
perorangan/badan, merendahkan pembebasan tanah dan meninggikan
pertanggungjawaban, membebaskan terlebih dahulu tanah yang akan
kena proyek dengan harga murah.
3. Jalur Cepat Pembuatan KTP
Dalam Pembuatan KTP dikenal „jalur biasa‟ dan „jalur cepat‟. Jalur
biasa adalah jalur prosedural biasa, yang mungkin waktunya lebih
lama tapi biayanya lebih murah. Sedangkan „jalur cepat‟ adalah
proses pembuatanya lebih capat dan harganya lebih mahal.
4. SIM Jalur Cepat
Dalam proses pembuatan SIM secara resmi, diberlakukan ujian/tes
tertulis dan praktek yang dianggap oleh sebagian warga, terutama
sopir akan mempersulit pembuatan SIM. Untuk mempercepat proses
itu mereka membayar lebih besar, asalkan tidak harus mengikuti
ujian. Biaya tidak resmi pengurusan SIM biasanya langsung
307
Hari Ulang Tahun KGPM ke 80, 29 Oktober 2013
Buku Persembahan KGPM Wilayah Jawa
ditetapkan oleh petugas. Biasanya yang terlibat dalam praktek ini
adalah warga yang mengurus SIM dan oknum petugas yang
menangani kepengurusan SIM.
5. Markup Budget/Anggaran
Biasanya terjadi dalam proyek dengan cara menggelembungkan
besarnya dana proyek dengan cara memasukkan pos-pos pembelian
yang sifatnya fiktif. Misalnya dalam anggaran dimasukkan pembelian
computer, tetapi pada prakteknya tidak ada komputer yang dibeli atau
kalau komputer dibeli harganya lebih murah.
6. Proses Tender
Dalam proses tender pengerjaan tender seperti perbaikan jalan atau
pembangunan jembatan seringkali terjadi penyelewengan. Pihak
yanag sebenarnya memenuhi persyaratan tender, terkadang tidak
memenangkan tender karena telah dimenangkan oleh pihak yang
mampu „main belakang‟ dengan membayar lebih mahal, walaupun
tidak memenuhi syarat. Dalam hal ini telah terjadi penyogokan
kepada pemberi tender oleh peserta tender yang sebenarnya tidak
qualified
7. Penyelewengan dalam Penyelesaian Perkara
Korupsi terjadi tidak selalu dalam bentuk uang, tetapi mengubah
(menafsirkan secara sepihak) pasal-pasal yang ada untuk meringankan
308
Hari Ulang Tahun KGPM ke 80, 29 Oktober 2013
Buku Persembahan KGPM Wilayah Jawa
hukuman kepada pihak yang memberi uang kepada penegak hukum.
Praktek ini melibatkan terdakwa/tersangka, penegak hukum
(hakim/jaksa) dan pengacara.
III. MENGAPA GEREJA HARUS BERPERAN AKTIF BAGI
PEMBERANTASAN KORUPSI DI NEGERI INI?
Sebagai bagian integral dari NKRI, gereja haruslah berperan
aktif dalam upaya membebaskan negeri ini negeri dari kejahatan
korupsi. Peran aktif ini tidaklah semata-mata terkait dengan
penegakan nilai-nilai moral, tetapi lebih lagi, karena dampak buruk
yang ditimbulkan akibat korupsi telah mengancam sendi-sendi
kehidupan berbangsa dan bernegara dan melemahkan negeri ini dalam
banyak aspek. Dengan demikian peran ini haruslah dipahami sebagai
implementasi tanggung jawab gereja bagi pencapaian cita-cita
Indonesia menuju masyarakat adil dan makmur. Secara teologis,
gereja harus melihat peran tersebut sebagai aktualisasi panggilan Ilahi
bagi gereja untuk kebaikan masyarakat.
A. Gereja sebagai Bagian Integral dari Seluruh Elemen Bangsa
Kehadiran umat Allah, apakah secara personal ataupun secara
komunal di dunia ini, dengan sendirinya terikat dengan tujuan-tujuan
kebaikan bagi dunia. Dalam konteks kehidupan berbangsa dan
bernegara di Indonesia, kekristenan terikat dengan tujuan-tujuan
309
Hari Ulang Tahun KGPM ke 80, 29 Oktober 2013
Buku Persembahan KGPM Wilayah Jawa
kebaikan yang disepakati di negeri ini. Dengan kata lain, umat Allah
harus berperan aktif menjadi bagian dalam pencapaian tujuan-tujuan
tersebut, sekaligus secara aktif melawan segala bentuk kegiatan atau
tingkah laku yang berseberangan dengan tujuan-tujuan itu. Mengapa
demikian? Karena gereja adalah bagian integral dari seluruh elemen
bangsa ini. Gereja bertanggung jawab untuk membangun Indonesia
sesuai dengan tujuan yang sudah terpatri dalam konstitusi kita, untuk
mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur. Gereja
tidak memikirkan dirinya sendiri. Sebagai umat Allah, ia harus
terhisap dalam tanggung jawab membangun masyarakat di manapun
ia ditempatkan Tuhan. Sebuah contoh yang sangat jelas dari Alkitab
adalah dalam Yeremia 29:7, bahwa Allah memerintahkan agar bangsa
Israel meskipun di tempat pembuangan di Babel (jadi, bukan
negaranya sendiri), harus bertanggung jawab bagi kebaikan tempat
mereka di buang itu. Firman Allah kepada mereka: “Usahakan
kesejahteraan kota ke mana kamu Aku buang, dan berdoalah untuk
kota itu kepada Tuhan, sebab kesejahteraannya adalah
kesejahteraanmu” (Yer. 29:7). Menjadi bagian dari suatu komunitas
adalah suatu realita yang harus diikuti oleh tanggung jawab
mewujudkan kebaikan bagi komunitas itu.
Tanggung jawab yang diberikan Allah kepada mereka, bukan
hanya menyangkut “mengusahakan” kesejahteraan, tetapi juga
“mendoakan” kota tempat mereka di buang. Jika diteliti, kata
“usahakan” atau “mengusahakan” dan dikaitkan dengan kesejahteraan
umum, maka “mengusahakan” patut dipahami sebagai memikirkan,
310
Hari Ulang Tahun KGPM ke 80, 29 Oktober 2013
Buku Persembahan KGPM Wilayah Jawa
merencanakan, melakukan langkah konkrit dan mengambil suatu
kebijakan, untuk terjadinya kesejahteraan bagi kepentingan umum.
Ada tiga implikasi terkait langsung dengan konsepsi mengusahakan
dan mendoakan tersebut: Pertama, umat Allah harus terhisap dengan
segala upaya yang melahirkan kebijakan publik, khususnya semua
kebijakan yang menhasilkan manfaat bagi masyarakat umum. Untuk
mengimplementasikan peran ini, umat Allah harus masuk dalam setiap
lini kehidupan bermasyakat, dalam pendidikan, politik, ekonomi dll.
Kedua, dalam motif keterlibatan demi kepentingan umum, maka
praktek korupsi dengan sendirinya tidak ditolerir. Sebab, melakukan
korupsi, bukan saja kontradiksi dengan maksud yang mulia untuk
berperan bagi kepentingan umum, tetapi juga melawan prinsip
penugasan Allah baginya. Ketiga, menegaskan bahwa doa
mengingatkan umat Allah akan kesia-siaan upaya manusia tanpa berkat
pertolongan-Nya. Selain itu, doa juga menegaskan akan kesatuan fisik
dan spiritual dalam diri manusia, sesuatu yang juga telah terakomodir
dalam idiologi Negara kita.
Korupsi adalah perbuatan yang anti kesejahteraan umum.
Korupsi merupakan peragaan akan keserakahan dan ketamakan
manusia, sekaligus pertunjukan sifat tidak peduli terhadap penderitaan
orang lain. Korupsi akan melanggengkan kemiskinan dan penderitaan
rakyat Indonesia. Maka dengan adanya kesadaran akan bahaya ini
korupsi ini yang telah membentuk komitmen Nasional untuk
pemberantasan korupsi, patut dilihat sebagai langkah penting yang
memberikan harapan perubahan untuk Indonesia yang lebih baik.
311
Hari Ulang Tahun KGPM ke 80, 29 Oktober 2013
Buku Persembahan KGPM Wilayah Jawa
Cita-cita luhur dari para pendiri bangsa ini, masih sangat
dimungkinkan pencapaiannya. Fasilitas konstitusional, yang juga
telah menghasilkan lembaga super body, yaitu KPK dalam menangani
secara luar biasa akan kejahatan korupsi ini, telah memberi harapan
baru, sekaligus membangkitkan optimisme bagi setiap upaya dan
partisipasi masyarakat melawan kejahatan besar ini.
Dalam perspektif inilah, maka upaya gereja untuk berperan
dalam pemberantasan korupsi menjadi sangat penting. Bersama-sama
dengan seluruh elemen bangsa lainnya dalam realita kehidupan
bermasyarakat, gereja harus menyatakan dukungan dan membantu
pemerintahan negeri ini, dalam upaya-upaya membebaskan bangsa ini
dari kejahatan korupsi. Dalam kaitan dengan upaya-upaya
pemberantasan korupsi yang berbasis kebijakan nasional melalui
sejumlah produk perundang-undangan tentang pemberantasan
korupsi, telah mendorong pemerintahan, baik di pusat, maupun di
daerah melahirkan program-program pemberantasan korupsi.
Program-program tersebut dijalankan sebagai implementasi dari
Strategi Nasional (Stranas) Pencegahan & Pemberantasan Korupsi
(PPK), Jangka Panjang (2012 – 2025) dan Jangka Menengah (2012 –
2014).
Dalam dokumen Strategi Nasional tersebut, diperkenalkan 6
(enam) strategi PPK, yaitu: Pencegahan, Penegakan Hukum,
Harmonisasi Peratutan Perundang-undangan, Kerjasama Internasional
dan Penyelamatan Aset Hasil Tipikor, Pendidikan dan Budaya Anti
Korupsi, dan Mekanisme Pelaporan Pelaksanaan Pemberantasan
312
Hari Ulang Tahun KGPM ke 80, 29 Oktober 2013
Buku Persembahan KGPM Wilayah Jawa
Korupsi. Semua butir dari 6 Strategi tersebut, merupakan domain
Pemerintah/lembaga-lembaga penegak hukum, kecuali strategi
kelima, yang merupakan ruang itikad kolaboratif pemerintah dan
segenap pemangku kepentingan negeri ini.
Memang patut diingat, bahwa peran gereja bagi kebaikan
bangsa ini bukanlah hal baru. Gereja bahkan memainkan perannya
yang sangat strategis bagi berdirinya negara ini, melalui tokoh-tokoh
penting, baik dalam perjuangan sebelum kemerdekaan, maupun saat
diproklamasikan kemerdekaan Indonesia sampai sekarang ini.
Bahkan beberapa gereja di Indonesia justru lahir dari kesadaran dan
sentiment Nasionalisme. Kerapatan Gereja Protestan Minahasa
(KGPM) di Sulawesi Utara dikenal sebagai gereja Nasional. Sama
seperti Huria Kristen Indonesia (HKI) di Sumatra Utara, KGPM yang
diproklamirkan pendiriannya di desa Wakan pada tanggal, 29 Oktober
1933, didasari pada keyakinan bahwa gereja di kala itu, yaitu De
Indische Kerk (gereja negara), telah menjadi kaki tangan kekuasaan
kolonial, Belanda untuk melangengkan kekuasaannya di negeri ini.
Peran ini tidak boleh berakhir atau menjadi tumpul, lantaran
berbagai konflik horisontal yang memertontonkan sikap intoleran,
terutama berbasis agama, yang telah mengusik dan merampas
kebebasan beribadah bagi umat Kristen di berbagai tempat. Secara
konstitusi, di tengah gejolak seperti ini, Negara seharusnya tampil dan
menegakkan hukum. Tetapi secara empiris, seperti dalam beberapa
kasus gangguang beribadah dan perusakan rumah ibadah, dimana
oknum-oknum pejabat pemerintahan dan aparat keamanan
313
Hari Ulang Tahun KGPM ke 80, 29 Oktober 2013
Buku Persembahan KGPM Wilayah Jawa
menunjukkan sikap diskriminasi dengan berpihak pada kelompok
yang intoleran cenderung criminal, seperti dalam kasus gereja HKBP
di Bekasi dan Depok, juga GKI di Bogor.
Tulisan ini adalah soal peran gereja terhadap pemberantasan
korupsi. Tetapi rasanya amat janggal jika peran gereja tersebut
dipahami seolah-olah terpisah dari problematika intoleransi dan
diskriminasi yang dipayungi oleh kepentingan dominasi. Haruslah
diingat, bahwa peran gereja dalam hal apapun bagi pembangunan dan
kebaikan bangsa ini, tidaklah boleh terlepas dari jiwa Nasionalisme
dalam konteks NKRI yang berdasarkan Pancasila. Dengan demikian,
maka fenomena diskriminasi seperti itu haruslah dilokalisir dan
dipandang sebagai musuh Negara, musuh NKRI yang telah dibangun
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, demi cita-cita pembangunan
(perjuangan) bangsa menuju Indonesia yang adil dan makmur.
Jadi, gereja dalam hal perannya bagi pemberantasan korupsi di
Indonesia, tidak hanya berbasis kesadaran akan eksistensinya sebagai
bagian integral dari seluruh elemen bangsa, tetapi juga telah
dilegitimasi dan diakomodir dalam peraturan perundang-undangan,
hkususnya seperti dalam dokumen Stranas tersebut. Peran ini
seharusnya berintegrasi dengan setiap kepentingan pembangunan
Indonesia yang sejahtera secara menyeluruh dan tanpa diskriminasi.
B. Fungsi Gereja sebagai Garam dan Terang Dunia
314
Hari Ulang Tahun KGPM ke 80, 29 Oktober 2013
Buku Persembahan KGPM Wilayah Jawa
Arti penting kehadiran gereja (setiap orang percaya) di dunia ini
terkandung dalam penegasan Tuhan Yesus, ketika Ia berkata: “Kamu
adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia
diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang.
Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak
mungkin tersembunyi. Lagipula orang tidak menyalakan pelita lalu
meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian
sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu. Demikianlah
hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka
melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di
sorga” (Matius 5:13-16).
Garam dan terang dalam arti yang sesungguhnya merupakan dua
unsur alamiah yang mutlak diperlukan bagi kehidupan dan
keberlangsungan kehidupan di planet bumi ini, karena itu Allah pun
telah menyediakannya secara melimpah. Jika fungsi gereja
dianalogikan dengan garam dan terang, itu berarti bahwa dunia tanpa
kehadiran gereja akan menjadi dunia yang mati. Mati terhadap
kebenaran dan setiap nilai yang yang terpuji, mati terhadap tanggung
jawab dan karakter-karakter mulia. Karena itu orang-orang percaya
haruslah menjadi subyek-subyek penentu, pengaruh dan penuntun
bagi keberlangsungan dunia dalam sistem yang berbasis moral dan
semua yang dapat disebut manfaat bagi kebaikan sejati umat manusia.
Dalam kaitan dengan ibadah patut dipahami, bahwa orang-orang
percaya tidak mungkin dapat hidup memuliakan Allah, kecuali ia
menjalankan fungsi kehadirannya sebagai garam dan terang.
315
Hari Ulang Tahun KGPM ke 80, 29 Oktober 2013
Buku Persembahan KGPM Wilayah Jawa
Korupsi adalah perbuatan jahat, busuk dan gelap. Dalam hal
kehadiran gereja di dalam realita masyarakat, khususnya terkait
dengan segala upaya pemberantasan korupsi, haruslah dimulai dengan
kepastian bahwa gereja benar-benar menggarami dan benar-benar
menerangi. Artinya, gereja haruslah benar-benar bersih dari kejahatan
korupsi, begitu juga dengan berbagai kejahatan lainnya. Segala
sesuatu yang dikerjakannya haruslah dalam ketundukan pada
kebenaran dan berorientasi pada hidup yang memuliakan Allah.
Sebagaimana garam terhadap unsur yang digaraminya, gereja
harus masuk secara inklusif, membaur dalam pergaulan sehari-hari
dalam peran apa pun, sambil memberi pengaruh, terutama melalui
keteladanan hidup yang bersih. Kalau toh ada resistensi (sebagaimana
sifat dunia yang selalu menolak kebaikan), kehadiran orang percaya
yang bersih setidaknya akan memberi efek penghambat terhadap laju
kejahatan itu. Tetapi, awas, inklusivitas gereja terhadap dunia
bukanlah berkompromi dengan sistem dunia yang jahat. Sebab justru
karena sifat dunia ini selalu berlawanan dengan kebenaran, maka
fungsi kehadiran gereja menjadi begitu penting. Gereja akan berdiri
dan mengumumkan kebenaran dan kejujuran, secara verbal ataupun
tingkah laku, dengan harapan akan memberi dampak yang positif.
Karena itu, ketika orang percaya berkompromi dengan dunia, ia akan
menjadi tawar seperti garam yang tidak lagi memberi faedah apa-apa
dan terdiskualifikasi.
316
Hari Ulang Tahun KGPM ke 80, 29 Oktober 2013
Buku Persembahan KGPM Wilayah Jawa
Sementara itu, unsur terang dalam analogi terhadap gereja ini,
akan membantu memahami urgensi suara kebenaran yang harus
dikomunikasikan kepada masyarakat agar terbebas dari kegelapan dan
kungkungan kebodohan dan setiap realita buruk dan jahat. Gereja
diperlukan oleh dunia untuk mengenal kebenaran sejati yang
dinyatakan Allah. Fungsi ini dapat menjelma menjadi teori-teori dan
konsep-konsep dalam beragam bidang keilmuan, yang aplikasinya
berbasis prinsip-prinsip kebenaran dalam tatanan etika umum. Teori-
teori dan konsep-konsep tersebut, kemudian (telah) menjadi dan atau
mempengaruhi lahirnya kebijakan-kebijakan publik di berbagai
bidang kehidupan, yang dijalankan dalam pengendalian kekuasaan
politik.
Dalam menjalankan kedua fungsi tersebut, gereja haruslah
tunduk kepada semua sistem nilai secara universal dalam prinsip
penghormatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan, demokrasi, toleransi,
yang anti diskriminasi dan anti konspirasi. Dalam prinsip ini, maka
keikutsertaan gereja bagi upaya pemberantasan korupsi di Indonesia,
mengharuskan kerjasama dengan semua elemen bangsa dalam latar
belakang apapun termasuk agama dan berkolaborasi dengan
pemerintah berdasarkan tatanan regulasi yang telah tersedia. Dengan
cara seperti itulah, gereja dalam funfsinya sebagai garam dan terang
akan mencapai efektifitasnya.
C. Peran dan Andil gereja yang Penting dalam Sejarah
Berdirinya NKRI
317
Hari Ulang Tahun KGPM ke 80, 29 Oktober 2013
Buku Persembahan KGPM Wilayah Jawa
Gereja atau kekristenan telah ada di negeri ini sebelum
kemerdekaan dan pendirian Republik Indonesia. Namun yang
membuat keberadaan gereja menjadi begitu penting adalah terkait
dengan peran dan keterlibatannya bagi kepentingan Republik ini.
Berbagai peran gereja tersebut dapat didaftar menjadi rangkaian
panjang dalam sejarah perjalanan bangsa ini sampai sekarang. Daftar
sumbangsi gereja terhadap NKRI dapat ditelusuri, baik dengan
pendekatan tokoh-tokoh (para pejuang) di berbagai bidang, maupun
pendekatan peristiwa-peristiwa sejarah perjuangan dan pembangunan
bangsa, sebelum dan sesudah kemerdekaan hingga sampai hari ini.
Dalam tulisan ini tidak terdapat ruang yang memadai untuk
memaparkan peran dan andil gereja dalam sejarah perjuangan bangsa
Indonesia. Tetapi, dengan tidak bermaksud mengabaikan banyak
contoh yang ada, barangkali mengangkat peran Mr. Maramis dalam
panitia Sembilan yang menghasilkan piagam Jakarta menjadi contoh
kasus sangat menarik. Mr. Maramis dan beberapa teman lainnya
diketahui tidak mau menandatangani dokumen awal rumusan Piagam
Jakarta tersebut, kecuali tujuh kata dalam sila pertama yaitu: “dengan
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” ditiadakan.
Naskah piagam Jakarta itu kemudian berubah dan mencoret ketujuh
kata tersebut. Apa maknanya? Maknanya adalah terbentuknya
Indonesia yang dikenal sekarang sebagai Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI), sesuatu yang mustahil terjadi jika tujuh kata itu
tetap dibiarkan ada. Fakta ini di satu pihak jelas-jelas memupuskan
318
Hari Ulang Tahun KGPM ke 80, 29 Oktober 2013
Buku Persembahan KGPM Wilayah Jawa
agenda tersembunyi, yaitu Negara Islam, di balik perjuangan bersama
yang melibatkan semua elemen masyarakat, termasuk agama. Tetapi
di pihak lain, Indonesia yang kita kenal sekarang ini adalah Indonesia
yang besar dan luas wilayahnya dan berlimpah kayaannya, suatu
bangsa yang patut dibanggakan oleh seluruh rakyat Indonesia. Bahwa
Pancasila dan UUD 1945 yang dipunyai bangsa ini, selain tidak
dimiliki oleh bangsa lain, duet landasan Idiologi dan Konstitusi
Negara tersebut, telah mengakomodir nilai-nilai kebenaran azasi
tentang manusia dan kebenasannya dalam berbagai urusan dan
tanggung jawab, yang keseluruhannya terintegarsi dalam ketundukan
kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tetapi kebanggaan dan nilai-nilai
tersebut dalam ke-Indonesia-an kita, tengah mengalami ancaman
besar, yang datangnya dari bangsa sendiri melalui kejahatan korupsi
yang massif dan merajalela di mana-mana. Indonesia (semestinya)
sedang dirundung duka terancam bangkrut dan (mungkin) menjadi
Negara gagal, kecuali kejahatan korupsi itu segera diatasi.
Indonesiayang makin membawa bangsa ini kepada ambang
kebangkrutan, dimana penyebab utamanya adalah kejahatan korupsi.
Memang ada harapan yang menggembirakan, bahwa korupsi
meskipun masih terus marak di mana-mana, tetapi telah disikapi
secara luar biasa dengan adanya kebijakan nasional yang terus
digulirkan dengan konsepsi strategi nasional pemberantasan korupsi
yang mulai memperlihatkan hasilnya. KPK sebagai lembaga
Independen terus bekerja secara serius diikuti oleh lembaga-lembaga
penegak hukum lainnya, bahkan peran kolaboratif antara pemerintah
319
Hari Ulang Tahun KGPM ke 80, 29 Oktober 2013
Buku Persembahan KGPM Wilayah Jawa
dan masyarakat setidaknya memberi harapan bagi keberhasilan
pemberantasan korupsi. Hasilnya memang masih belum signifikan,
tetapi pasti berguna.
Karena itulah, maka peran dan andil gereja, bersama-sama
dengan seluruh elemen bangsa lainnya, haruslah terus diaktualisasikan
bagi pembangunan Indonesia. Keterlibatan gereja dimaksud, haruslah
dilandasi dengan sikap optimis sesuai dengan fungsi kehadirannya
bagi dunia ini. Sikap optimis biasanya akan melahirkan ide-ide kreatif
dan inovatif untuk melakukan langkah-langkah inovatif. Ingatlah,
Indonesia sejati adalah Indonesia yang memerlukan peran
membangun dari setiap elemen bangsa, tak terkecuali gereja. Kalau
ada elemen tertentu, baik dalam bentuk prilaku, maupun idiologi yang
destruktif dan merugikan Indonesia, maka gereja, harus melawannya
IV. UPAYA APA YANG SEHARUSNYA GEREJA
TERHADAP PEMBERANTASAN KORUPSI
Secara Nasional, gereja telah menyatakan sikap perlawanan
terhadap korupsi melalui keputusan-keputusan persidangan umum
aras-aras Nasional gereja-gereja. Persukutuan Gereja Indonesia (PGI),
misalnya, telah menegaskan sikapnya melalui Sidang MPL PGI di
Melonguane yang berlangsung 26-30 Januari 2012, dalam dokumen
Keputusan MPL PGI, No. 12/MPL-PGI/XV/2012.
Dalam sebagian isi dokumen keputusan itu disebutkan: “Korupsi
merusak akhlak secara individu dan sosial. Korupsi juga telah
320
Hari Ulang Tahun KGPM ke 80, 29 Oktober 2013
Buku Persembahan KGPM Wilayah Jawa
memotong/menghilangkan hak-hak masyarakat dalam memperoleh
kesejahteraan. Korupsi adalah perbudakan manusia kepada Mammon,
yang merupakan penyangkalan terhadap Allah yang setia memelihara
kehidupan manusia. Mega-korupsi di kalangan penyelenggara negara
kita dewasa ini menista martabat manusia dan sekaligus melecehkan
kekudusan Allah. Atas dasar itu Sidang MPL PGI 2012 di
Melonguane menyatakan sikap untuk melawan korupsi sampai ke
akar-akarnya”.
Pesan dalam keputusan itu sangat jelas, karena itu keterlibatan
gereja dalam pemberantasan korupsi, tidak boleh hanya sampai pada
wacana, sebatas pernyataan-pernyataan mimbar gereja. Gereja harus
melakukan langkah-langkah konkrit dan terukur, melalui program-
program khusus menyangkut anti korupsi, meliputi semua elemen
kepemimpinan dan warga gereja. Program-program tersebut haruslah
terintegrasi dengan berbagai aspek pembinaan dan pengajaran melalui
strategi yang berbasis ketaatan pada firman Allah dan haruslah secara
menyeluruh barlaku bagi warga gereja, para pejabat gereja, dari Pucuk
Pimpinan sampai di tingkat gereja lokal.
Upaya-upaya gereja dalam menjalankan peran dan andilnya
dalam gerakan pemberantasan korupsi tentu saja akan sangat berbeda
dengan apa yang dilakukan oleh pemerintah. Wewenang yang
merupakan domain Negara seperti tindakan represif melalui
penegakan hukum, tidaklah boleh dilakukan oleh semua elemen
masyarakat manapun di dalam Negara. Masyarakat tidak bisa main
hakin sendiri seperti yang marak sekarang ini dilakukan oleh ormas
321
Hari Ulang Tahun KGPM ke 80, 29 Oktober 2013
Buku Persembahan KGPM Wilayah Jawa
tertentu dan yg tidak ditindak tegas oleh pemerintah (suatu indikator
lain tentang cacatnya penegakan hukum di Indonesia, sekaligus
ancaman terhadap NKRI). Dengan demikian langkah yang harus
diambil oleh gereja, haruslah tepat dengan berbasiskan Biblical
Theology, khusunya etika Kristen yang sarat dengan nilai-nilai
kebaikan manusia dalam hubungan dengan sesama dan lingkungan
hidup dalam ketundukan pada Allah, Pencipta di dalam Tuhan Yesus
Kristus, Juruselamat dan yang kepada-Nya gereja menyembah/
beribadah dalam bimbingan Roh Kudus. Nilai-nilai kebaikan itu,
bahkan tidak semata-mata dari perbuatan baik yang dapat dilihat
dengan kasat mata. Nilai-nilai dimaksud berangkat dari dalam, yaitu
hati dan pikiran manusia, sebagaimana amat terang dalam ajaran
Yesus tentang hukum yang utama. Dalam etika Kristen yang berbasis
Biblical Theology itu, tidak ditolerir setiap bentuk kejahatan apapun,
termasuk konsepsi “membolehkan” kekerasan atau kebohongan untuk
tujuan kebaikan. “Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak,
hendaklah kamu katakana: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal
dari si jahat” (Matius 5:37).
Oleh karena itu, sebagai bukti keseriusan dan kesigapan gereja
dalam mendukung kebijakan Nasional bagi Indonesia yang bersih dari
korupsi, maka (sekedar usulan) ketujuh langkah berikut ini dapat
dipertimbangkan penerapamnya.
Langkah Pertama: Introspeksi
322
Hari Ulang Tahun KGPM ke 80, 29 Oktober 2013
Buku Persembahan KGPM Wilayah Jawa
Ini adalah langkah pemeriksaan ke dalam. Gereja perlu
memeriksa ke dalam gereja sendiri, apakah secara pribadi atau
komunal. Apakah gereja nilai-nilai kejujuran benar-benar berlaku
dalam urusan-urusan kegerejaan? Pertanyaan-pertanyaan yang lebih
spesifik barangkali perlu diajukan kepada diri sendiri. Apakah
pengelolaan keuangan di gereja telah dilakukan secara transparan?
Apakah sirkulasi pengeluaran dan pemasukan telah dilakukan dalam
sistim administrasi yang baik? Apakah gereja ketika menerima
sumbangan dana dari siapapun (pribadi, lembaga-lembaga swasta,
pemerintah, dll) memiliki itikad klarifikasi keabsahan sumbangan itu,
termasuk mekanisme penerimaannya? Apakah fasilitas-fasilitas gereja
telah dipergunakan secara benar sesuai dengan peruntukannya? Tentu
saja, gereja (hampir) tidak perlu diajar lagi soal pentingnya nilai-nilai
kejujuran. Pengajuan pertanyaan-pertanyaan tadi (mungkin) lebih
bersifat perenungan, jangan-jangan, gereja mulai kehilangan kepekaan
terhadap dosa ketidak-jujuran, mengingat semakin banyak dan
semakin biasanya pelanggaran-pelanggaran etis organisasi dan
birokrasi terjadi di masyarakat. Kecuali itu, bukankah spririt reformasi
gereja menghendaki gereja untuk melakukan introspeksi ke dalam?
Sebab, salah satu warisan reformasi gereja abad 16, yang amat
berharga adalah sebuah kalimat: “Ecclesia Reformata Semper
Reformanda Est” (=gereja yang telah direformasi/dibaharui, (harus)
terus menerus membaharui dirinya). Kalimat di atas kadang-kadang
disingkat menjadi semper reformanda, artinya selalu direformasi
323
Hari Ulang Tahun KGPM ke 80, 29 Oktober 2013
Buku Persembahan KGPM Wilayah Jawa
(http://filsafat.kompasiana.com/2012/). Jika gereja mendapati dirinya
terlibat dalam praktek korupsi, gereja perlu bertobat.
Langkah Kedua: Buatlah Konsensus Anti Korupsi yang
terintegrasi dengan Strategi Nasional Pemberantasan Korupsi
Konsensus adalah sebuah cara yang selalu diperlukan,
terutama demi mendapatkan kesamaan pandang dan sikap terhadap
sesuatu (biasanya) persoalan yang penting dan mendesak untuk
dikerjakan. Gereja dalam berorganisasi telah terbiasa melakukan
konsensus. Sejarah gereja mencatat sejak awal konsili-konsili menjadi
forum yang melahirkan konsensus (kata sepakat) demi menyelesaian
pertikaian tertentu yang muncul dalam dinamika pelayanan, terutama
menyangkut doktrin tertentu, misalnya tentang Konsep Keilahian
Kristus, atau Allah Tritunggal dll. Dalam aktualisasi pelayanan gereja
sekarang ini, hampir tidak ada lagi suatu urgensi yang memerlukan
konsensus menyangkut doktrin gereja. Dengan demikian, apabila ada
suatu konsensus yang dibuat oleh gereja, biasanya menyangkut hal-
hal praktis, bagaimana gereja mengaktualisasikan perannya dan
menyikapi secara cerdas persoalan-persoalan yang mengemuka di
tengah masyarakat. Bukankah Indonesia, Negara yang luas
wilayahnya dengan penduduk ± 240 juta jiwa ini, sedang menantikan
penyelesaian dari persoalan kejahatan korupsi yang dasyat itu?
Gereja, menurut fungsi penugasannya sebagai garam dan terang, tidak
punya pilihan, kecuali bersegera menolong. Buatlah konsensus konsep
mengaktualisasikan pertolongan gereja bagi kelangsungan NKRI yang
324
Hari Ulang Tahun KGPM ke 80, 29 Oktober 2013
Buku Persembahan KGPM Wilayah Jawa
tengah terancam bangkrut ini. Apa isi konsensus tentang anti korupsi
itu, akan terpulang pada itikad dan motif azasi diselenggarakannya
forum yang melahirkan konsensus.
Langkah Ketiga: Pakta Integritas Anti Korupsi bagi setiap
pejabat Gereja
Pakta Integritas adalah keniscayaan dari adanya konsensus
yang akan dihasilkan. Pakta ini adalah sebuah dokumen tertulis; suatu
cara memindahkan persetujuan akali berbasis kedasaran nurani
tentang nilai-nilai yang diyakini, supaya terjadi ikatan phsyco-social,
mengingat kelemahan insani yang gampang lupa dan cenderung abai,
terutama karena godaan “kepentingan” (=keinginan daging) selalu
merupakan realita tidak bisa dianggap sepele. Pakta ini diperlukan
bagi semua hamba Tuhan (=para pejabat gereja, mulai dari tingkat
pusat, sampai ke tingkat gereja local). Pakta ini sekaligus menjadi
symbol keteladanan seorang pemimpin yang diperlukan oleh jemaat
dan masyarakat umumnya.
Langkah Keempat: Sediakan Buku Panduan Anti Korupsi
Ide-ide gemilang yang lahir dari sifat kreatifitas otak manusia,
seringkali menjadi terabaikan oleh faktor lupa. Buku panduan tentang
anti korupsi harus lahir dari beban dan kecerdasan intelektual yang
memadai dan menjadi patokan standart bagi setiap upaya pembinaan
dan pelatihan bagi seluruh warga gereja dalam komunitas yang sama
dalam satu organisasi besar gereja (pucuk pimpinan dan sinode).
325
Hari Ulang Tahun KGPM ke 80, 29 Oktober 2013
Buku Persembahan KGPM Wilayah Jawa
Tidak semua Buku panduan ini, menjadi buku pegangan utama bagi
setiap pejabat gereja baik bagi dirinya sendiri, maupun untuk tugas
pembinaannya kepada setiap warga gereja. Dengan demikian seluruh
warga gereja memiliki paradigma, atau setidaknya pengertian yang
relatif sama mengenai kejahatan korupsi yang harus dilawan.
Pembentukan tim penyusun buku panduan dimaksud, diakomodir
dalam konsensus di atas.
Langkah Kelima: Lakukan program pemberantasan korupsi
dalam sinergitas dengan gereja-gereja dan masyarakat yang lebih
luas.
Program ini, apabila berhasil dilakukan akan mendatangkan
banyak keuntungan. Sifat sosial adalah salah satu ciri azasi manusia
dalam rancangan Allah menciptakan manusia. Dengan bersinergi
dengan sesama yang lain dan atau lembaga-lembaga lain secara lebih
luas, dengan sendirinya akan menambah wawasan dan saling
mencerdaskan, sebagaimana tertuang dalam filosofi “Si tou timou,
tumou tou”. Efek lainnya yang lebih spesifik, bahwa gema anti
korupsi akan terdengar secara lebih luas. Gereja-gereja dan anggota-
anggota masyatakat akan saling mengingatkan, ditambah lagi faktor
media (dengan tidak bermaksud mengiklankan), yang “haus” akan
berita, akibat insting jurnalisnya selalu siap meliput, memberi
pengaruh publikasi yang cukup penting.
326
Hari Ulang Tahun KGPM ke 80, 29 Oktober 2013
Buku Persembahan KGPM Wilayah Jawa
Langkah Keenam: Buatlah sikap yang tegas terhadap fenomena
politik uang terkait dengan Pemilu dan Pemilukada, yang
ditengarai juga melibatkan gereja-gereja
Bukan rahasia lagi, gereja menjadi sasaran empuk bagi para
calon legislatif, maupun calaon pejabat birokrasi, mulai dari calon
presiden, sampai calon lurah/kepala desa, guna mendulang suara bagi
keterpilihannya. Tentu saja kenyataan ini bukanlah sesuatu yang
salah. Tetapi adanya fakta-fakta umum soal bagi-bagi uang dari para
calon yang berkampanye, telah menjadi fakta yang sangat
memprihatinkan. Demi mendapatkan jabatan, mereka membagi-
bagikan uang, sebagian dengan cara yang irasional. Mengapa? Sudah
menjadi rahasia umum, bahwa mereka melakukan itu dengan
kalkulasi akan adanya uang kembali selama masa jabatannya. Selain
spekulasi/nekad, ini adalah sumber peraktek korupsi yang mem bawa
bencana besar bagi Indonesia. Pejabat-pejabat gereja tertentu dan atau
lembaga-lembaga gereja tertentu telah masuk dalam pusaran
“permainan” ini (karena banyaknya contoh kasus, tidak perlu
dibuktikan di sini). Nah, apakah gereja sudah memikirkan secara
sungguh-sungguh fenomena ini? Bisakah gereja, bersikap secara tegas
untuk tidak masuk dalam pusaran praktek seperti itu? Jawabnya: bisa.
Mengapa? Gereja punya seperangkat nilai solid untuk masalah
apapun, tetapi hal yang paling penting adalah kesediaan untuk
menaatinya. Pakta integritas setidaknya akan cukup membantu.
Sebagai langkah tegas, buatlah program mendukung calon-calon tadi
secara kebalikannya. Pertanyaan pengarah adalah: Apa yang dapat
327
Hari Ulang Tahun KGPM ke 80, 29 Oktober 2013
Buku Persembahan KGPM Wilayah Jawa
gereja berikan kepada calon-calon? Jadi, bukan apa yang dapat calon
buat kepada gereja. Intinya, apabila calon perlu didukung adalah calon
yang mengusung kepentingan umum yang berbasis amanat
penderitaan rakyat dan pembangunan Indonesia dalam bidang yang ia
ingin perjuangkan saat menjabat. Bahkan gereja secara institusi dapat
menghimbau membantu, jika perlu dengan dukungan dana yang
transparan (harus ditransfer via bank a.n. si calon, demi memudahkan
pengawasan pihak berwenang) kepada calon dengan ikatan perjanjian,
yang isinya: (1) Apabila terpilih, saya akan menjalankan tugas dengan
memperjuangkan visi yang dikampanyekannya, dan (2) berjanji tidak
melakukan korupsi, dst. Jika, tidak demikian, gereja akan dengan
mudah “terpengaruh” dengan permainan pola lama, yaitu gereja
menerima uang dari si calon. Tanpa sadar, gereja yang seharusnya
menyuarakan kebenaran dalam fungsi kenabian, justru “megerogoti”
kantong si calon, dengan demikian mempecundanginnya untuk
keuntungan gereja berdalih “persembahan” untuk pembangunan
gedung gereja, pastori, kantor gereja, WC, computer dll. Jika ini yang
terjadi, maka gerejalah yang harus direformasi segera.
Langkah Ketujuh: Terapkan sistim administrasi keuangan gereja
standart dan transparan
Langkah terakhir ini, pasti disetujui warga gereja umumnya.
Tetapi nyatanya, tidak sedikit gereja, baik di tingkat sidang, bahkan
sampai ke pucuk pimpinan/sinode. Beragam alasan, dari kekurangan
tenaga, kemampuan sdm terlatih, sampai pada kurangnya insentif dan
328
Hari Ulang Tahun KGPM ke 80, 29 Oktober 2013
Buku Persembahan KGPM Wilayah Jawa
ketiadaan fasilitas. Padahal apabila administrasi keuangan dijalankan
dengan baik dan transparan, selain mencegah timbulnya persoalan
kecurigaan anggota jemaat ataupun anggota majelis, pimpinan gereja
dapat menolong dirinya dari godaan kemungkinan melakukan
penyimpangan keuangan. Kesadaran dan tekad untuk tidak
melakuklan penyimpangan, harus ditolong dengan transparansi dan
tertib administrasi keuangan. Ingat, uang adalah salah satu pengaruh
paling menghancurkan manusia, khususnya pemimpin sebab
pemimpin lebih banyak peluang untuk perkara itu.
V. KESIMPULAN
1. Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) di negeri ini telah
tumbuh demikian suburnya, sehingga segala upaya pencurian
dan penggelapan kekayaan dan keuangan Negara telah menjebol
sistim penegakan hukum.
2. Korupsi ini, sesungguhnya telah berpadu dalam sinergitas jahat
ketiga elemen utama kekuasaan pemerintahan, yaitu: legislatif,
yudikatif dan eksekutif. Perpaduan ini menjadi semakin
sempurna dalam persekongkolan dengan para pemilik modal,
yang tak jarang terkait dalam hubungan kekerabatan di antara
mereka.
3. Bahaya korupsi tidak hanya menunjuk pada kerugian keuangan
Negara serta dampak kerusakan yang mengikutinya, tetapi juga
bahaya perlawanan yang dilancarkan para koruptor layaknya
329
Hari Ulang Tahun KGPM ke 80, 29 Oktober 2013
Buku Persembahan KGPM Wilayah Jawa
sebuah kerajaan, karena merasa terusik/terancam oleh berbagai
upaya pemberantasan korupsi.
4. Masih adanya orang per orang dari elemen kekuasaan legislatif,
yudikatif dan eksekutif yang tidak ikut “bermain” dalam tindak
kejahatan korupsi dan mengatas namakan kejujuran dan nilai-
nilai terpuji yang tertancap kuat dalam diri mereka.
5. Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY) dalam pengantarnya
pada Dokumen Strategi Nasional tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Korupsi, menegaskan bahwa pemberantasan
korupsi di negeri ini belum maksimal, terutama disebabkan oleh
pelaksanaannya yang masih bersifat sektoral, juga kurangnya
sinergi legislatif, yudikatif dan eksekutif, di pusat maupun
daerah.
6. Kinerja dan prestasi pemerintahan dalam hampir di semua aspek,
patut diberi apresiasi, bahwa melalui pemerintahan di era
reformasi ini, telah terbit sejumlah produk hukum yang
mendasari keberlanjutan upaya pemberantasan korupsi di
Indonesia, sebagai kebijakan Nasional.
7. Masyarakat mulai bergeser dari nilai-nilai primer kepada nilai-
nilai sekunder. Harga diri mereka tidak lagi terletak pada
kemualiaan karakter, tetapi pada pesona kemewahan yang
memberi kenyamaan dari luar. Substansi telah bertukar menjadi
kulit/pembungkus dan sebaliknya. Akibatnya, korupsi bukan lagi
dipandang sebagai kejahatan, tetapi sebagai mata pencarian.
330
Hari Ulang Tahun KGPM ke 80, 29 Oktober 2013
Buku Persembahan KGPM Wilayah Jawa
8. Korupsi yang dianggap sebagai penyebab kehancuran bangsa ini
dan yang dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa dan bersifat
sistemik, bahayanya dapat dianalogikandengan ledakan dahsyat
Gunung Krakatau pada Tahun 1883 yang menewaskan banyak
jiwa dan menenggelamkan sebagian besar pulau ke Selat Sunda.
9. Sebelum KKN berhasil diberantas atau dikurangi secara
signifikan, kita tidak dapat memecahkan masalah apa pun juga
dengan memuaskan. Maka kalau presiden terpilih tidak segera
melakukan tindakan-tindakan nyata untuk menanggulangi KKN,
semua upaya tidak akan berhasil (Kwik Kian Gie, Pikiran yang
Terkorupsi, Penerbit: Kompas, Tahun 2008).
10. Hukum kedelapan dari sepuluh hukum Allah mengatakan:
“Jangan mencuri” (Kel. 20:15). Bahkan hukum yang kesepuluh
mengatakan: Jangan mengingini . . . apapun yang dipunyai
sesamamu“ (Kel. 20:17). Korupsi secara langsung melanggar
kedua hukum ini.
11. Salah satu skandal terbesar yang pernah terjadi di dalam gereja
adalah ketika gereja memanipulasi umat dengan menjual surat
pengampunan dosa, yaitu gereja yang kala itu telah
“berselingkuh” dengan kekuasaan politik, menjadi korup dan
terdegradasi dari nilai-nilai standar moral pada umumnya.
Bahkan penetapan seseorang dalam jabatan kegerejaan yang
tinggi dilakukan dengan cara-cara yang bertentangan dengan
norma-norma gereja terkait.
331
Hari Ulang Tahun KGPM ke 80, 29 Oktober 2013
Buku Persembahan KGPM Wilayah Jawa
12. Tindak kejahatan Korupsi mencemari jiwa dan kepentingan
nasionalisme, sehingga mengancam integrasi bangsa, sebab
nasionalisme sejati dan spirit integrasi serta keutuhan dan
keharmonisan bangsa, lahir dari nilai-nilai budaya luhur bangsa
Indonesia yang anti keserakahan, ketamakan dan segala sifat
tidak terpuji.
13. Gereja harus secara aktif dan sungguh-sungguh berupaya
melawan korupsi. Jika tidak, jangan-jangan gereja sedang berada
pada pusaran tindakan kejahatan itu, entah itu disadari atau tidak
disadari. Ingat, suara kenabian harus tajam, meskipun sejarah
telah mebuktikan adanya juga nabi-nabi yang bicaranya sebatas
uang.
14. Umat Allah harus terhisap dengan segala upaya yang melahirkan
kebijakan publik, khususnya semua kebijakan yang
menghasilkan manfaat bagi masyarakat umum. Umat Allah harus
masuk dalam setiap lini kehidupan bermasyakat, dalam
pendidikan, politik, ekonomi dll (bd. Yer. 29:7). Melakukan
korupsi, bukan saja kontradiksi dengan maksud yang mulia
untuk berperan bagi kepentingan umum, tetapi juga melawan
prinsip penugasan Allah baginya.
15. Gereja harus berdiri dan mengumumkan kebenaran dan
kejujuran, secara verbal ataupun bersikap tingkah laku, dengan
tujuan akan memberi dampak yang positif bagi sekitar.
16. Keikutsertaan gereja dalam upaya pemberantasan korupsi di
Indonesia, harus bekerjasama dengan semua elemen bangsa
332
Hari Ulang Tahun KGPM ke 80, 29 Oktober 2013
Buku Persembahan KGPM Wilayah Jawa
dalam latar belakang apapun termasuk agama dan berkolaborasi
dengan pemerintah berdasarkan tatanan regulasi yang telah
tersedia.
17. Keberadaan gereja menjadi begitu penting karena terkait dengan
peran dan keterlibatannya bagi kepentingan Republik ini.
Berbagai peran gereja tersebut dapat didaftar menjadi rangkaian
panjang dalam sejarah perjalanan bangsa ini sampai sekarang.
Sumbangsih gereja terhadap NKRI telah banyak ditemui, baik
dengan pendekatan tokoh-tokoh (para pejuang) di berbagai
bidang, maupun pendekatan peristiwa-peristiwa sejarah
perjuangan dan pembangunan bangsa, sebelum dan sesudah
kemerdekaan hingga hari ini.
18. Sejarah membuktikan bahwaMr. Maramis dan beberapa teman
lainnya tidak mau menandatangani dokumen awal rumusan
Piagam Jakarta, dengan tujuh kata dalam sila pertama yaitu:
“dengan menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.
Naskah piagam Jakarta itu kemudian berubah dan mencoret
ketujuh kata tersebut.
19. Keterlibatan gereja dalam pemberantasan korupsi, tidak boleh
hanya sampai pada wacana atau sebatas pernyataan-pernyataan
mimbar gereja. Gereja harus melakukan langkah-langkah konkrit
dan terukur, melalui program-program khusus menyangkut anti
korupsi, meliputi semua elemen kepemimpinan dan warga
gereja. Program-program tersebut haruslah terintegrasi dengan
berbagai aspek pembinaan dan pengajaran melalui strategi yang
333
Hari Ulang Tahun KGPM ke 80, 29 Oktober 2013
Buku Persembahan KGPM Wilayah Jawa
berbasis ketaatan pada firman Allah. Program-program dimaksud
haruslah secara menyeluruh barlaku bagi warga gereja, para
pejabat gereja, dari Pucuk Pimpinan sampai di tingkat gereja
lokal.
20. Gereja perlu pembertimbangkan Ketujuh langkah konkrit, untuk
mengaktualisasikan peran gereja dalam mendukung kebijakan
Nasional bagi Indonesia yang bersih dari korupsi.
334
Hari Ulang Tahun KGPM ke 80, 29 Oktober 2013
Buku Persembahan KGPM Wilayah Jawa
KEPUSTAKAAN
Borong, Robert P. Etika Politik Kristen: Unit Informasi dan Publikasi &
Pusat Studi Etika, STT Jakarta. 2006.
Effendy, Marwan. Korupsi & Strategi Nasional Pencegahan Serta
Pemberantasannya. Jakarta: Referensi, Juni 2013.
Gie, Kwik Kian. Pikiran yang Terkorupsi. Jakarta: Kompas, Agustus
2008.
Isra, Saldi. Kekuasaan dan Perilaku Korupsi. ed. Redaksi Penerbit.
Jakarta: Kompas, Maret 2009.
Jangan Bunuh KPK Perlawatan Terhadap Usaha Pemberantasan
Korupsi. ed. Tri Agung Kristanto dan Irwan Suhanda. Jakarta:
Kompas, September 2009.
McGrath, Alister E. Sejarah Pemikiran Reformasi. Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 1988.
Panitia Penyusun Buku Sejarah Gereja. Sejarah Kerapatan Gereja
Protestan Minahasa (1933-1982). Manado: Oktober 2003.
Scott, John. Teori Sosial Masalah-masalah Pokok dalam Sosiologi.
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012).
335
Hari Ulang Tahun KGPM ke 80, 29 Oktober 2013
Buku Persembahan KGPM Wilayah Jawa
Susabda, Yakub B. Mengenal dan Bergaul dengan Allah, Sebuah Refleksi
Iman Kristen pada Allah yang Hidup di dalam Tuhan Yesus
Kristus. (Batam: Gospel Press, 2002).
Syukur, Abdul. Para Koruptor Kelas Wahid Dunia. (Yogyakarta:
FlashBooks, Agustus 2011).
Putra, Riswandi. Sepak Terjang Abraham Samad, Pendekar Pemberantas
Korupsi yang Paling Ditakuti dan Disegani. (Yogyakarta: Sinar
Kejora, Mei 2013).
Strategi Nasional Pencegahan & Pemberantasan Korupsi Jangka
Panjang (2012-2025) dan Jangka Menengah (2012-2014).