5
PERAN PERAWAT DALAM PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KEPADA BAYI Lia Mulyati dan Asep Sufyan A. Pendahuluan Pandemi HIV-AIDS merupakan salah satu ancaman nyata yang sedang dan akan terus dihadapi manusia saat ini dan di masa yang akan datang. Situasi di Indonesia sendiri sendiri menunjukkan bahwa sejak tahun 2000 sampai saat ini, prevalensi kasus HIV-AIDS sudah termasuk kategori epidemi terkonsentrasi. Bahkan propinsi Papua yang merupakan propinsi terjauh dari ibukota negara sudah termasuk kategori epidemi umum.Sebagaimana telah diketahui bahwa untuk epidemi HIV-AIDS sendiri telah menunjukkan fenomena gunung es (iceberg phenomen). Berdasarkan data Depkes (2008), persentasi kumulatif cara penularan HIV masih didominasi akibat hubungan seksual (heterosex) dan di kalangan pengguna narkotika suntik (intravenous drug users IDUs). Jika dipandang dari besaran masalahnya, ternyata ada data yang sangat menarik bahwa 24,6% kasus HIV-AIDS terjadi pada perempuan dan 91,77% berada pada usia reproduksi (Depkes, 2008). Sudah tentu jika perempuan ini memiliki pasangan seksual, maka sangat dimungkinkan terjadi kehamilan. Oleh karena itu, sebagai antisipasi maka ke depan diproyeksikan akan terjadi pergeseran pola penularan HIV-AIDS dimana banyak bayi yang memiliki risiko tertular HIV dari ibunya sendiri, baik selama kehamilan maupun persalinan. Sudah pasti kondisi ini merupakan ancaman terhadap kesehatan ibu dan anak di masa depan. B. Permasalahan Berdasarkan latar belakang di atas, ada beberapa permasalahan yang harus segera dicarikan solusinya yaitu: 1. Seberapa besar potensi penularan HIV dari ibu kepada bayinya? 2. Bagaimana peran perawat dalam upaya pencegahan penularan HIV dari ibu kepada bayinya?

Peran Perawat Dalam Hiv

Embed Size (px)

DESCRIPTION

HIV

Citation preview

Page 1: Peran Perawat Dalam Hiv

PERAN PERAWAT DALAM PENCEGAHAN

PENULARAN HIV DARI IBU KEPADA BAYI

Lia Mulyati dan Asep Sufyan

A. Pendahuluan

Pandemi HIV-AIDS merupakan salah satu ancaman nyata yang sedang dan akan

terus dihadapi manusia saat ini dan di masa yang akan datang. Situasi di Indonesia

sendiri sendiri menunjukkan bahwa sejak tahun 2000 sampai saat ini, prevalensi kasus

HIV-AIDS sudah termasuk kategori epidemi terkonsentrasi. Bahkan propinsi Papua yang

merupakan propinsi terjauh dari ibukota negara sudah termasuk kategori epidemi

umum.Sebagaimana telah diketahui bahwa untuk epidemi HIV-AIDS sendiri telah

menunjukkan fenomena gunung es (iceberg phenomen). Berdasarkan data Depkes

(2008), persentasi kumulatif cara penularan HIV masih didominasi akibat hubungan

seksual (heterosex) dan di kalangan pengguna narkotika suntik (intravenous drug users –

IDU’s).

Jika dipandang dari besaran masalahnya, ternyata ada data yang sangat menarik

bahwa 24,6% kasus HIV-AIDS terjadi pada perempuan dan 91,77% berada pada usia

reproduksi (Depkes, 2008). Sudah tentu jika perempuan ini memiliki pasangan seksual,

maka sangat dimungkinkan terjadi kehamilan. Oleh karena itu, sebagai antisipasi maka

ke depan diproyeksikan akan terjadi pergeseran pola penularan HIV-AIDS dimana

banyak bayi yang memiliki risiko tertular HIV dari ibunya sendiri, baik selama kehamilan

maupun persalinan. Sudah pasti kondisi ini merupakan ancaman terhadap kesehatan ibu

dan anak di masa depan.

B. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, ada beberapa permasalahan yang harus

segera dicarikan solusinya yaitu:

1. Seberapa besar potensi penularan HIV dari ibu kepada bayinya?

2. Bagaimana peran perawat dalam upaya pencegahan penularan HIV dari ibu kepada

bayinya?

Page 2: Peran Perawat Dalam Hiv

C. Pembahasan

Penularan HIV dari Ibu kepada Bayi

Studi de Cock et.al (2000) menunjukkan bahwa terdapat variasi potensi penularan

HIV dari ibu kepada bayinya dengan gambaran sebagai berikut:

Periode Transmisi Risiko

Selama kehamilan 5 – 10%

Selama persalinan 10 – 20%

Selama menyusui 10 – 15%

Total 25 – 45%

Berdasarkan tabel di atas dapat terlihat bahwa peluang transmisi HIV dari ibu

kepada bayinya sejak kehamilan sampai periode menyusui adalah 25 – 45%. Asumsi

bahwa setiap bayi yang dilahirkan dari ibu dengan HIV positif pasti mendertita HIV positif

tidak didukung bukti ilmiah. Karena itu, hasil studi ini memberi peluang yang sangat baik

bagi tenaga kesehatan untuk melakukan berbagai langkah pemutusan rantai transmisi

HIV dari ibu kepada bayinya.

Hasil survey menunjukkan bahwa penularan HIV pada anak sebagian besar karena

tertular dari ibunya (90%) dan 10% karena transfusi. Infeksi HIV dari ibu ke anak akan

mengganggu kesehatan anak. Sebenarnya penularan ini dapat ditekan sampai 50%

melalui intervensi mudah dan mampu laksana. Dengan demikian memungkinkan

dilakukannya pencegahan primer kepada klien dan pasangannya serta memungkinkan

pengobatan dan perawatan dini, yang dapat dilakukan oleh keluarga.

Upaya pencegahan penularan HIV dari ibu kepada bayi perlu menjadi prioritas

karena bilamana perempuan dalam usia reproduksi ini hamil tentu risiko untuk

melahirkan bayi dengan HIV positif menjadi lebih besar. Bayi dengan HIV positif pasti

dapat menjadi beban yang besar dan pada akhirnya dapat menurunkan daya saing

bangsa secara keseluruhan di masa depan. Bayi tumbuh menjadi anak yang mewarisi

HIV positif dan tentu dapat menimbulkan kesakitan dan kematian.

Strategi pencegahan penularan HIV dari ibu kepada bayinya dapat dilakukan

dengan 4 (empat) cara yaitu:

1. Kurangi jumlah ibu hamil dengan HIV positif

2. Turunkan Viral Load serendah-rendahnya

3. Meminimalkan paparan janin/bayi dengan cairan tubuh ibu HIV positif

4. Optimalkan kesehatan ibu dengan HIV positif

Page 3: Peran Perawat Dalam Hiv

Untuk mengurangi jumlah ibu yang menderita HIV harus dilakukan dengan upaya

promotif dan preventif. Upaya promotif dilakukan dengan pendidikan kesehatan dan

promosi kesehatan yang massif tentang bahaya HIV baik kepada kalangan remaja

perempuan maupun pada segmen perempuan dewasa. Upaya ini harus dilaksanakan

dalam skala yang besar sehingga informasi tidak hanya terkonsentrasi di wilayah

perkotaan saja, namun juga dapat diakses secara terbuka dan mudah oleh kalangan

perempuan di pedesaan.

Apabila sudah terlanjur terdapat perempuan yang sudah tertular HIV, khususnya

pada usia reproduksi maka perawat sebagai tenaga kesehatan terdepan harus mampu

meyakinkan mereka untuk mencegah kehamilan, khususnya kehamilan yang tidak

direncanakan (unplanned pregnancy). Perawat harus mampu memberikan konseling

yang baik kepada perempuan ODHA agar mau menunda keputusannya untuk hamil.

Sudah tentu proses ini membutuhkan dukungan dari seluruh anggota keluarga ODHA,

baik suami maupun orang-orang terdekatnya. Kalaupun perempuan ODHA ini tetap ingin

memutuskan untuk hamil, maka langkah pertama yang perlu direkomendasikan adalah

pemeriksaan CD4. Jika kadarnya lebih dari 500, maka dapat direkomendasikan untuk

hamil dengan syarat selama periode kehamilannya harus terus dilakukan pemberian

terapi Anti Retro Viral (ARV) profilaksis secara teratur dalam upaya menurunkan viral

load di dalam darah.

Strategi kedua adalah menurunkan viral load serendah-rendahnya. Strategi bisa

dilakukan untuk perempuan dengan HIV positif yang tidak hamil maupun yang hamil.

ARV harus tetap diberikan secara teratur bagi seluruh perempuan dengan HIV positif.

Bagi ibu hamil, ARV juga harus terus diberikan secara teratur yang berfungsi sebagai

profilaksis. Dengan demikian pemberian ARV merupakan cara untuk menurunkan viral

load pada perempuan dengan HIV positif.

Strategi ketiga adalah meminimalkan paparan janin/bayi dengan cairan tubuh ibu

dengan HIV positif. Paparan HIV selama kehamilan dapat terjadi melalui plasenta.

Kondisi plasenta dan kekebalan tubuh ibu yang baik dapat meminimalkan transmisi HIV,

terlebih bisa diperkuat dengan pemberian ARV secara teratur. Untuk lebih meminimalkan

paparan saat persalinan dimana dimungkinkan terjadi kontak langsung darah ibu yang

sudah tercemar HIV dengan kulit bayi selama melewati jalan lahir, maka perawat harus

mampu meyakinkan ibu agar mau dilakukan pertolongan persalinan melalui sectio

Page 4: Peran Perawat Dalam Hiv

caessaria atau bedah sesar. Kalaupun terpaksa persalinan dilakukan per vaginam, harus

dapat dipastikan bahwa persalinan itu menimbulkan trauma minimal dan karena itu harus

ditolong oleh tenaga kesehatan yang benar-benar sudah terlatih. Sedangkan untuk

meminimalkan transmisi HIV saat menyusui adalah dengan merekomendasikan

penggunaak susu formula eksklusif selama memenuhi syarat AFASS menurut WHO.

Kepada mereka tidak diperkenankan memberikan mix-feeding.

Strategi keempat adalah mengoptimalkan kesehatan ibu dengan HIV positif.

Optimalisasi kesehatan ibu dengan HIV positif dapat dilakukan dengan berbagai cara di

antaranya teratur mengkonsumi multivitamin dan roboransia, membiasakan gaya hidup

sehat: tidak merokok, tidak mengkonsumsi alkohol, cukup nutisi, cukup istirahat, dan

cukup olahraga, serta senantiasa menggunakan kondom jika berhubungan seksual

dengan pasangannya, baik pasangannya ODHA maupun non-ODHA. Untuk pasangan

ODHA ditujukan untuk mencegah superinfeksi, sedangkan untuk pasangan non-ODHA

ditujukan untuk mencegah infeksi baru.

Dengan demikian, peran perawat dalam upaya pencegahan penularan HIV dari ibu

kepada bayinya dapat dilaksanakan dengan 4 program yaitu:

1. Mencegah terjadinya penularan HIV pada perempuan usia reproduksi;

2. Mencegah kehamilan yang tidak direncanakan pada ibu dengan HIV;

3. Mencegah terjadinya penularan HIV dari ibu hamil dengan HIV ke bayi yang

dikandungnya;

Strategi untuk melaksanakan program ini adalah:

a. Pelayanan kesehatan ibu dan anak yang komprehensif

b. Layanan konseling dan tes HIV secara sukarela (VCT)

c. Pemberian obat antiretrovirus (ARV)

d. Konseling tentang HIV dan makanan bayi, serta pemberian makanan bayi

e. Persalinan yang aman.

4. Memberikan dukungan psikologis, sosial dan perawatan kepada ibu dengan HIV

beserta bayi & keluarganya.

Beberapa isu yang akan dihadapi oleh ibu dengan HIV positif antara lain adalah: 1)

kepatuhan minum ARV, 2) biaya untuk pemeriksaan laboratorium setiap 3 bulan, dan

3) biaya untuk memperoleh ARV. Sedangkan isu yang akan dihadapi oleh bayi

Page 5: Peran Perawat Dalam Hiv

dengan HIV positif antara lain adalah: 1) menjadi yatim-piatu lebih dini dan 2) biaya

pemeliharaan kesehatan lebih besar daripada bayi normal.

Kesimpulan

Terdapat peningkatan risiko terinfeksi HIV pada perempuan. Infeksi HIV pada ibu akan

mengganggu kesehatan anak dank arena itu perlu dilakukan intervensi dini yang

terintegrasi dengan layanan ANC. Beberapa bentuk intervensi yang dapat dilakukan

dalam upaya pencegahan transmisi HIV dari ibu kepada bayinya adalah: 1) mengurangi

jumlah ibu hamil dengan HIV, 2) menurunkan Viral Load serendah-rendahnya, 3)

meminimalkan paparan janin/ bayi terhadap cairan tubuh Ibu dengan HIV, dan 4)

mengoptimalkan kesehatan Ibu dengan HIV. Karena itu, perawat perlu memberikan

pencegahan secara komprehensif penularan HIV dari ibu kepada bayinya melalui:

pencegahan infeksi HIV pada perempuan usia reproduksi, pencegahan kehamilan yang

tidak direncanakan pada ibu dengan HIV, pencegahan penularan HIV dari ibu dengan

HIV ke bayi yang dikandungnya, dan pemberian dukungan psikologis, sosial dan

perawatan kepada ibu dengan HIV, anak & keluarganya.