Upload
muhammad-hunsni
View
34
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa pada tahun
2015 prevalensi kekurangan gizi seluruh dunia akan 17,6% dan jumlah
penduduk kurang gizi akan dari negara-negara berkembang di Asia Selatan
dan sub-sahara Afrika. Selain 29% akan terhambat pertumbuhan karena gizi
buruk (Ananya Mandal, 2006).
Keadaan gizi yang baik merupakan prasyarat utama dalam mewujudkan
sumber daya manusia yang sehat dan berkualitas. Masalah gizi terjadi di
setiap siklus kehidupan, dimulai sejak dalam kandungan (janin), bayi, anak,
dewasa, dan usia lanjut. Periode dua tahun pertama kehidupan merupakan
masa kritis, karena pada masa ini terjadi pertumbuhan dan perkembangan
yang sangat pesat. Gangguan gizi yang terjadi pada periode ini bersifat
permanen, tidak dapat dipulihkan walaupun kebutuhan gizi pada masa
selanjutnya terpenuhi (Dinkes, 2009).
Gambaran status gizi balita diawali dengan prevalensi gizi kurang pada
balita (BB/U<-2SD) memberikan gambaran yang fluktuatif dari 18,4 % pada
tahun 2007 menurun menjadi 17,9 % pada tahun 2010 dan kemudian
meningkat lagi menjadi 19,6 % pada tahun 2013. Tidak berubahnya
prevalensi status gizi, kemungkinan besar belum meratanya pemantauan
pertumbuhan, dan terlihat kecenderungan proporsi balita yang tidak pernah
1
2
ditimbang enam bulan terakhir semakin meningkat dari 25,5 % pada tahun
2007 dan meningkat sebesar 34,3 % pada tahun 2013 (Riskesdas, 2013).
Posyandu memiliki keterkaitan dalam pembangunan manusia,
keterkaitan tersebut dapat dilihat dari upaya penurunan AKI dan AKB di
Indonesia. Menurut data SDKI (Survey Demografi Kesehatan Indonesia)
pada tahun 2007, AKI di Indonesia adalah 228/100.000 KH, dan AKB
34/1.000 KH. Sedangkan pada tahun 2012 sampai 2014, AKI di Indonesia
adalah 359/100.000 KH, dan AKB 32/1.000 KH. Sementara target MDG’s
2015 yang harus dicapai Indonesia ialah AKI sebesar 102/100.000 KH dan
AKB sebesar 24/1000 KH. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa AKI dan
AKB masih sangat tinggi dikarenakan Indonesia gagal mencapai target
MDG’s 2015 untuk mengatasi persoalan tersebut diperlukan revitalisasi
posyandu dan penerapan manajemen yang baik pada posyandu sehingga
menimbulkan jalan keluar atas permasalahan AKI dan AKB tersebut. Tujuan
Posyandu untuk menurunkan AKB dan AKI ialah untuk meningkatkan usia
harapan hidup manusia di Indonesia (Harian Berita Kompas, Edisi 27 Mei
2014).
Menurut data dari profil dinas kesehatan Provinsi Aceh tahun 2013,
jumlah kasus gizi buruk yang dilaporkan kabupaten atau kota sebanyak 3.765
orang dan gizi kurang sebanyak 19.792 orang. Dari hasil kegiatan
pemantauan status gizi balita yang dating ke Posyandu terlihat prevalensi gizi
kurang sebesar 18,6% dan gizi buruk 2,28% (Dinkes, 2013).
3
Cakupan Balita ditimbang terhadap keseluruhan Balita yang ada (D/S)
di Pidie Jaya pada tahun 2012 mempunyai persentase 77 persen, meningkat
dari tahun 2011 yang hanya berjumlah 63 persen. Jumlah tersebut juga lebih
baik jika dibandingkan target nasional yakni 70 persen. Balita yang ditimbang
merupakan salah satu upaya yang strategis mengingat pencapaiannya
menentukan penjaringan kondisi gizi Balita. Persentase balita dengan kondisi
gizi Bawah Garis Merah (BGM) di Kabupaten Pidie Jaya pada tahun 2012
sebesar 4,7 persen atau mengalami peningkatan dari tahun 2011 yang
berjumlah hanya 3 persen (Dinkes Pidie Jaya, 2014).
Menurut data dari Dinas Kesehatan Pidie Jaya tahun 2014, jumlah
kasus gizi buruk sebanyak 13% dan gizi kurang 67% balita. Berdasarkan data
dari Puskesmas Kecamatan Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya tahun 2015,
jumlah balita di Gampong Sagoe Langgien sebanyak 104 orang, diantaranya
yang mengalami gizi buruk 10 orang (9,6%), gizi kurang sebanyak 30 orang
(28%) dan gizi lebih sebanyak 20 orang (19,23%).
Berbicara tentang persepsi masyarakat terhadap Posyandu, tidak
terlepas dari peran penting Posyandu dalam meningkatkan status kesehatan
ibu dan anak. Demikian pula halnya dengan peran Posyandu dalam
peningkatan status gizi balita, tentunya tidak terlepas dari baik buruknya
kinerja posyandu dalam beberapa tugas pokoknya yang meliputi; pendataan
balita, penimbangan balita, pemberian makanan tambahan, distribusi vitamin
A.
4
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk melakukan
serangkaian penelitian dengan judul “Peran Posyandu Dalam
Meningkatkan Status Gizi Balita di Gampong Sagoe Kecamatan Bandar
Baru Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2015”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah bagaimanakah “Peran Posyandu Dalam Meningkatkan
Status Gizi Balita Di Gampong Sagoe Kecamatan Bandar Baru Kabupaten
Pidie Jaya Tahun 2015”.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui bagaimana peran Posyandu dalam
meningkatkan status gizi balita di Gampong Sagoe Kecamatan Bandar
Baru Kabupaten Pidie Jaya tahun 2015.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui bagaimana peran Posyandu dalam meningkatkan status
gizi balita di tinjau dari segi pendataan dan penimbangan balita.
b. Mengetahui bagaimana peran Posyandu dalam meningkatkan status
gizi balita ditinjau dari segi pemberian makanan tambahan.
c. Mengetahui bagaimana peran Posyandu dalam meningkatkan status
gizi balita ditinjau dari segi distribusi vitamin A.
5
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:
a. Responden
Sebagai bahan masukan dan wawasan dalam usaha mengubah pola pikir
terhadap pentingnya peran posyandu dalam meningkatkan status gizi
balita.
b. Dinas Kesehatan Pidie Jaya
Sebagai salah satu masukan dalam pengambilan kebijakan dalam
meningkatkan kinerja Posyandu yang berkaitan dengan gizi balita.
c. Peneliti
Menambah wawasan dan pengetahuan peneliti tentang peran Posyandu
dalam meningkatkan status gizi balita.
d. Peneliti lainnya
Karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat menjadi salah satu referensi untuk
penelitian lanjutan sehubungan peran Posyandu dalam meningkatkan
status gizi balita.
e. Institusi pendidikan
Diharapkan penelitian ini dapat dapat menjadi masukan dan referensi
terhadap upaya peningkatan kesadaran masyarakat tentang peran posyandu
dalam meningkatkan gizi balita.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Untuk menghindari luasnya permasalahan, penulis membatasi ruang
lingkup penelitian pada beberapa variabel yang menggambarkan peran
6
Posyandu dalam meningkatkan status gizi balita di Gampong Sagoe
Kecamatan Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya tahun 2015. Penelitian ini
dilaksanakan di Gampong Sagoe Kecamatan Bandar Baru Kabupaten Pidie
Jaya. Variabel yang diteliti antara lain; pendataan dan penimbangan balita,
pemberian makanan tambahan, distribusi vitamin A. Sampel dalam penelitian
ini adalah orangtua yang memiliki balita di Gampong Sagoe Kecamatan
Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya.
F. Sistematika Penulisan
Karya tulis ini terdiri atas VI (enam) bab yang disusun secara sistematis
sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan, mencakup latar belakang, perumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian
dan sistematika penulisan.
BAB II : Tinjauan pustaka yang terdiri atas tinjauan umum tentang
topik/substansi yang diteliti dan kerangka teori.
BAB III : Kerangka konsep mencakup kerangka konsep, defenisi
operasional dan cara pengukuran variabel.
BAB IV : Metode penelitian yang terdiri dari jenis penelitian, populasi dan
sampel, lokasi dan waktu penelitian, pengumpulan data
pengolahan data, analisa data dan penyajian data.
BAB V : Hasil penelitian dan pembahasan yang terdiri dari gambaran
umum lokasi penelitian, hasil penelitian dan pembahasan .
BAB VI : Penutup yang mencakup kesimpulan dan saran.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Posyandu
1. Pengertian Posyandu
Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan
Bersumber Daya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan
dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam penyelenggaraan
pembangunan kesehatan, guna memberdayakan dan memberikan
kemudahan dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar sehingga
mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi yang merupakan
tujuan utama dari posyandu. Tujuan khusus posyandu yaitu meningkatkan
peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan upaya kesehatan mendasar
(primary health care), meningkatkan peran lintas sektor, dan
meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan mendasar (Kemenkes,
2011).
2. Tujuan dan Sasaran
Tujuan pokok dari pelayanan Posyandu adalah untuk :
a. Mempercepat penurunan angka kematian ibu dan anak.
b. Meningkatkan pelayanan kesehatan ibu untuk menurunkan IMR.
c. Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan
kegiatan kesehatan dan kegiatan kegiatan lain yang menunjang
peningkatan kemampuan hidup sehat.
7
8
d. Mempercepat penerimaan NKKBS (Norma Keluarga Kecil Bahagia
Sejahtera).
e. Pendekatan dan pemerataan pelayanan kesehatan kepada masyarakat
dalam usaha meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan kepada
penduduk berdasarkan letak geografi.
f. Meningkatkan dan pembinaan peran serta masyarakat dalam rangka
alih teknologi untuk swakelola usaha-usaha kesehatan masyarakat
(Effendi, 1998).
Sasaran program Posyandu adalah seluruh masyarakat terutama
bayi, anak balita, ibu melahirkan, ibu nifas dan ibu menyusui, serta
Pasangan Usia Subur (PUS), (Zulkifli, 2004).
3. Kegiatan dan Pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan posyandu terdiri dari 5 progran utama yaitu
KIA, KB, Imunisasi, Gizi, dan penanggulangan Diare yang dilakukan
dengan “Sistem lima Meja” antara lain :
Meja I : Pendaftaran
Meja II : Penimbangan bayi dan Balita
Meja III : Pengisian KMS (Kartu Menuju Sehat)
Meja IV : Penyuluhan peorangan meliputi :
a. Mengenai balita berdasar hasil penimbangan berat
badannya naik atau tidak naik, diikuti dengan pemberian
makanan tambahan, oralit dan vitamin A.
9
b. Terhadap ibu hamil dengan resiko tinggi diikuti dengan
pemberian tablet besi.
c. Terhadap PUS agar menjadi peserta KB mandiri.
Meja V : Pelayanan oleh tenaga profesional meliputi pelayanan KIA,
Imunisasi dan pengobatan serta pelayanan lain sesuai dengan
kebutuhan setempat (Depkes RI, 2006).
Untuk meja I sampai IV dilaksanakan oleh kader kesehatan dan
untuk meja V dilaksanakan oleh petugas kesehatan diantaranya : dokter,
bidan, perawat, juru imunisasi dan sebagainya (Depkes RI, 2006).
Kegiatan posyandu dibagi dalam dua kegiatan uatama yang
masing-masing disebut sebagai Panca Krida Posyandu dan Sapta Krida
Posyandu yang meliputi beberapa kegiatan sebagai berikut :
a. Lima kegiatan posyandu (Panca Krida Posyandu) : yaitu kesehatan ibu
dan anak, keluarga berencana, imunisasi, peningkatan gizi, dan
penanggulangan diare.
b. Tujuh kegiatan posyandu (Sapta Krida Posyandu) yaitu kesehatan ibu
dan anak, keluarga berencana, imunisasi, peningkatan gizi,
penanggulangan diare, sanitasi dasar dan penyediaan obat esensial
(Effendi, 1998).
4. Kader
Dalam menjalankan kegiatannya, posyandu tidak dapat dipisahkan
dari peran kader yang di dalamnya. Kader posyandu adalah kader
10
kesehatan adalah kader kesehatan yang dipilih oleh dari masyarakat dan
bertugas mengembangkan masyarakat. Kader Posyandu adalah anggota
masyarakat yang diberikan keterampilan untuk menjalankan Posyandu
(Kontroversi Seputar Gizi Buruk. http://www.gizi.net/makalah.artikel,
diakses tanggal 20 Mei 2015).
Dengan terbentuknya kader kesehatan, pelayanan kesehatan yang
selama ini dikerjakan oleh petugas kesehatan saja dapat dibantu oleh
masyarakat. Dengan demikian masyarakat bukan hanya merupakan objek
pembangunan, tetapi juga merupakan mitra pembangunan itu sendiri.
Selanjutnya dengan adanya kader, maka pesan-pesan yang disampaikan
dapat diterima dengan sempurna berkat adanya kader. Jelaslah bahwa
pembentukan kader adalah perwujudan pembangunan dalam bidang
kesehatan (Zulkifli, 2004).
5. Pelayanan Kesehatan Yang Dijalankan
a. Pemeliharaan kesehatan bayi dan balita, meliputi penimbangan
bulanan, pemberian makanan tambahan bagi yang berat badannya
kurang, imunitas bayi 3-14 bulan, pemberian oralit untuk
penanggulangan diare dan pengobatan penyakit sebagai pertolongan
pertama.
b. Pemeliharaan kesehatan ibu hamil, ibu menyusui, dan pasangan usia
subur, meliputi pemeriksaan kesehatan umum, pemeriksaan kehamilan
dan nifas, pelayanan peningkatan gizi melalui pemberian vitamin dan
pil tambah darah, imunisasi TT untuk ibu hamil, penyuluhan kesehatan
11
dan KB, pemberian alat kontrasepsi KB, pemberian oralit pada ibu
yang terkena diare, pengobatan penyakit sebagai pertolongan pertama,
dan pertolongan pertama pada kecelakaan (Effendi, 1998).
f. Tingkatan Posyandu
Stratifikasi posyandu adalah kategorisasi posyandu berdasarkan
telaah kemandirian yang dikelompokkan menjadi 4 yaitu :
a. Posyandu Pratama (Warna Merah)
Posyandu tingkat pratama adalah Posyandu yang masih belum mantap,
kegiatannya belum bisa rutin tiap bulan dan kader aktifnya terbatas.
b. Posyandu Madya (Warna Kuning)
Posyandu pada tingkat madya sudah dapat melaksanakan kegiatan
lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader tugas 5 orang
atau lebih. Akan tetapi cakupan program utamanya (KB, KIA, Gizi
dan imunisasi) masih rendah, yaitu kurang dari 50%. Ini berarti,
kelestarian kegiatan Posyandu sudah baik tetapi masih rendah
cakupannya.
c. Posyandu Purnama (Warna Hijau)
Posyandu pada tingkat purnama adalah Posyandu yang frekuensinya
lebih dari 8 kali per tahun, rata-rata jumlah kader tugas 5 orang atau
lebih, dan cakupan 5 program utamanya (KB, KIA, Gizi dan
Imunisasi) lebih dari 50%. Sudah ada program tambahan, bahkan
mungkin sudah ada Dana Sehat yang masih sederhana.
12
d. Posyandu Mandiri (Warna Biru)
Posyandu ini berarti sudah dapat melakukan kegiatan secara teratur,
cakupan 5 program utama sudah bagus, ada program tambahan dan
Dana Sehat telah menjangkau lebih dari 50% KK. Untuk Posyandu
tingkat ini, intervensinya adalah pembinaan Dana Sehat, yaitu
diarahkan agar Dana Sehat tersebut menggunakan prinsip JPKM
(Kemenkes, 2011).
g. Indikator Penentu Tingkat Kemandirian Posyandu
Ada seperangkat indikator yang digunakan sebagai penyaring atau
penentu tingkat kemandirian posyandu yaitu:
a. Frekuensi penimbangan pertahun
Seharusnya Posyandu menyelenggarakan kegiatan setiap bulan,
jadi bila teratur akan ada 12 kali penimbangan setiap tahun. Dalam
kenyataannya, tidak semua Posyandu dapat berfungsi setiap bulan,
sehingga frekuensinya kurang dari 12 kali setahun. Untuk ini diambil
batasan 8 kali. Posyandu yang frekuensi penimbangannya kurang dari
8 kali per tahun, dianggap masih rawan, sedangkan bila frekuensinya
sudah 8 kali lebih, dianggap sudah cukup mapan (Depkes RI, 2001).
b. Rata-rata jumlah kader tugas pada hari H Posyandu
Jumlah kader yang bertugas pada hari H Posyandu dapat
dijadikan indikasi lancar tidaknya Posyandu. Hari H merupakan
puncak kegiatan Posyandu, oleh karena itu banyaknya kader yang
13
bertugas pada hari itu amat menentukan kelancaran Posyandu.
Kegiatan di Posyandu bisa tertangani dengan baik bila jumlah kader 5
orang atau lebih (Depkes RI, 2001).
c. Cakupan D/S
Menurut Sembiring (2004) sebagai keberhasilan posyandu
tergambar melalui cakupan SKDN, yaitu :
S : Semua balita di wilayah kerja posyandu
K : Balita yang ditimbang
D : Semua balita yang memiliki KMS
N : Balita yang naik berat badannya
Tingkat keberhasilan posyandu diukur berdasarkan rasio berikut:
D/S : Baik/ kurangnya peran serta masyarakat
N/D : Berhasil tidaknya program posyandu
K/S : Jangkauan/liputan Program
D/K : Kelangsungan Program
Cakupan D/S dapat dijadikan sebagai tolok ukur peran serta
masyarakat dan aktivitas kader/tokoh masyarakat dalam menggerakan
masyarakat setempat untuk memanfaatkan Posyandu.
D/S dianggap baik bila dapat mencapai 50% atau lebih,
sedangkan bila kurang dari 50% dapat dikatakan bahwa Posyandu ini
belum mantap.
d. Cakupan Imunisasi
14
Cakupan imunisasi dihitung secara kumulatif selama satu tahun.
Cakupan kumulatif dianggap baik bila mencapai 50% ke atas, sedang
bila kurang dari 50% dianggap Posyandunya belum mantap (Depkes
RI, 2001).
e. Cakupan Ibu Hamil
Cakupan pemeriksaan ibu hamil juga dihitung secara kumulatif
selama satu tahun. Batas mantap tidaknya Posyandu digunakan angka
serupa yaitu 50% (Depkes RI, 2001).
f. Cakupan KB
Cakupan peserta KB juga dihitung secara kumulatif selama satu
tahun. Pencapaian 50% ke atas dikatakan mantap, sedang kurang dari
50% berarti belum mantap (Depkes RI, 2001).
g. Program tambahan
Menurut Depkes RI (2001) Posyandu pada mulanya
melaksanakan 5 program utama, yaitu : KB, KIA, Perbaikan Gizi,
Imunisasi dan Penanggulangan Diare. Bila telah mantap jalannya,
wajar bila programnya ditambah. Program tambahan disini yang
dimaksudkan adalah bentuk upaya kesehatan bersumber daya
masyarakat (UKBM) lain seperti :
1) Pemberantasan penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).
2) Pemberantasan penyakit menular.
3) Penyehatan lingkungan pemukiman Pemantauan dan Stimulasi
Perkembangan Balita (PSPB) atau Bina Keluarga Balita (BKB).
15
4) Pemberantasan demam berdarah dengue dalam bentuk
pemberantasan sarang nyamuk (PSN) secara berkala.
5) Pondok Bersalin Desa (Polindes).
6) Upaya Kesehatan Gigi Masyarakat Desa (UKGMD).
7) Pos Obat Desa (POD).
h. Dana Sehat
Dana sehat merupakan wahana untuk memandirikan Posyandu.
Oleh karena itu keberadaan dan cakupan Dana Sehat dapat dijadikan
indikator kemandirian Posyandu. Diharapkan bila Dana Sehat telah
mampu membiayai Posyandu, maka tingkat kemandirian masyarakat
sudah cukup baik. Sebagai ukuran digunakan Persentase Kepala
Keluarga (KK) yang ikut Dana Sehat, yaitu bila 50% ke atas dikatakan
baik, sedang bila kurang dari 50% dikatakan masih kurang (Sembiring,
2004).
B. Gizi
1. Pengertian Gizi
Gizi diartikan sebagai proses organisme menggunakan makanan
yang dikonsumsi secara normal melalui proses pencernaan, penyerapan,
transportasi, penyimpanan, metabolisme, dan pengeluaran zat gizi untuk
mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal organ tubuh
serta untuk menghasilkan tenaga (Irianto, 2006).
Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang
dikonsumsi secara normal melalui proses degesti, absorpsi, transportasi.
16
Penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat yang tidak digunakan
untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan, dan fungsi normal dari
organ-organ serta menghasilkan energi (Supariasa dkk, 2002).
Zat-zat gizi yang dapat memberikan energi adalah karbohidrat,
lemak, dan protein, oksidasi zat-zat gizi ini menghasilkan energi yang
diperlukan tubuh untuk melakukan kegiatan atau aktivitas. Ketiga zat gizi
termasuk zat organik yang mengandung karbon yang dapat dibakar,
jumlah zat gizi yang paling banyak terdapat dalam pangan dan disebut
juga zat pembakar (Almatsier, 2009).
Fungsi utama karbohidrat adalah menyediakan energi tubuh.
Karbohidrat merupakan sumber utama energi bagi penduduk di seluruh
dunia, sumber karbohidrat adalah padi-padian, atau sereal, umbi-umbian,
kacang-kacang kering, dan gula (Almatsier, 2009).
2. Status Gizi
Status Gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam
bentuk variabel tertentu atau dapat dikatakan bahwa status gizi merupakan
indikator baik buruknya penyediaan makanan sehari-hari. Status gizi yang
baik diperlukan untuk mempertahankan derajat kebugaran dan kesehatan,
membantu pertumbuhan bagi anak, serta menunjang prestasi olahraga
(Irianto, 2006).
Sedangkan menurut Almatsier (2009) status gizi adalah keadaan
tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi, yang
dibedakan antara status gizi buruk, kurang, baik, dan lebih.
17
Dalam pengertian yang lain disebutkan bahwa status gizi adalah
ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau
perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu (Supariasa dkk,
2002).
Berdasarkan beberapa pendapat tentang status gizi di atas bahwa
status gizi adalah status kesehatan tubuh yang dihasilkan oleh
keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrient, sebagai akibat
konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi, dibedakan antara status
gizi, kurus, normal, resiko untuk gemuk, dan gemuk agar berfungsi secara
baik bagi organ tubuh.
3. Pengukuran Status Gizi
Menurut Supariasa (2002), penilaian status gizi dibagi 2 yaitu :
a. Secara langsung
Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi 4
penilaian yaitu :
1) Antropometri
Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh. Ditinjau
dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan
dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubh dan komposisi
tubuh dan berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Beberapa indeks
antropometri yang sering digunakan yaitu :
- Berat badan menurut umur (BB/UU)
- Tinggi badan menurut umur (TB/U)
18
- Berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)
- Lingkar lengan atas menurut umur (LLA/U)
2) Klinis
Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting
untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas
perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan
ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan kulit,
mata, rambut, dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat
permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. Penggunaan metode ini
umumnya untuk survei klinis secara cepat. Survei dirancang untuk
mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan
salah satu atau lebih zat gizi. Disamping itu digunakan untuk
mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan
pemeriksaan fisik yaitu tanda (sign) dan gejala (symptom) atau
riwayat penyakit.
3) Biokimia
Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan
spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada
berbagai jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara
lain: darah, urine, tinja, hati dan otot.
Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa
kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah
lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik, maka penentuan
19
kimia faal lebih banyak menolong untuk menentukan kekurangan
gizi yang spesifik.
4) Biofisik
Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode
penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi
(khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dan jaringan.
Umumnya dapat digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian
buta senja epidemik (epidemic of night blindnes). Cara yang
digunakan adalah tes adaptasi gelap.
b. Secara tidak langsung
1) Survei Konsumsi makanan
Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status
gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi
yang dikonsumsi. Pengumpulan data konsumsi makanan dapat
memberikan gambaran tentang kondisi berbagai zat gizi pada
masyarakat, keluarga dan individu. Survei ini dapat
mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan zat gizi.
2) Status vital
Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan
menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka
kematian berdasarkan umur, angka kematian dan kesakitan akibat
penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi.
20
3) Faktor Ekologi
Malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil
interaksi beberapa faktor fisik, biologis dan lingkungan budaya.
Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan
ekologi seperti iklim, tanah, irigasi dan lain-lain.
Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting untuk
mengetahui penyebab malnutrisi di suatu masyarakat sebagai dasar
untuk melakukan program intervensi gizi.
4. Balita
a. Pengertian
Anak balita adalah anak yang telah menginjak usia di atas satu
tahun atau lebih popular dengan pengertian usia anak di bawah lima
tahun (Muaris.H, 2006).
Menurut Sutomo. B. dan Anggraeni. DY, (2010), Balita adalah
istilah umum bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak prasekolah (3-
5 tahun). Saat usia batita, anak masih tergantung penuh kepada orang
tua untuk melakukan kegiatan penting, seperti mandi, buang air dan
makan. Perkembangan berbicara dan berjalan sudah bertambah baik.
Namun kemampuan lain masih terbatas.
Masa balita merupakan periode penting dalam proses tumbuh
kembang manusia. Perkembangan dan pertumbuhan di masa itu
menjadi penentu keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan anak di
periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini merupakan
21
masa yang berlangsung cepat dan tidak akan pernah terulang, karena
itu sering disebut golden age atau masa keemasan.
b. Karakteristik
Menurut Uripi (2004), balita terbagi dalam dua kategori yaitu
anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak usia prasekolah. Anak usia 1-3
tahun merupakan konsumen pasif, artinya anak menerima makanan
dari apa yang disediakan ibunya. Laju pertumbuhan masa batita lebih
besar dari masa usia pra-sekolah sehingga diperlukan jumlah makanan
yang relatif besar. Namun perut yang masih lebih kecil menyebabkan
jumlah makanan yang mampu diterimanya dalam sekali makan lebih
kecil dari anak yang usianya lebih besar. Oleh karena itu, pola makan
yang diberikan adalah porsi kecil dengan frekuensi sering.
Pada usia pra-sekolah anak menjadi konsumen aktif. Mereka
sudah dapat memilih makanan yang disukainya. Pada usia ini anak
mulai bergaul dengan lingkungannya atau bersekolah playgroup
sehingga anak mengalami beberapa perubahan dalam perilaku. Pada
masa ini anak akan mencapai fase gemar memprotes sehingga mereka
akan mengatakan “tidak” terhadap setiap ajakan. Pada masa ini berat
badan anak cenderung mengalami penurunan, akibat dari aktivitas
yang mulai banyak dan pemilihan maupun penolakan terhadap
makanan. Diperkirakan pula bahwa anak perempuan relative lebih
banyak mengalami gangguan status gizi bila dibandingkan dengan
anak laki-laki (BPS, 1999).
22
5. Kebutuhan Gizi Pada Balita
Usia balita adalah periode penting dalam proses tubuh kembang
anak yang merupakan masa pertumbuhan dasar anak. Pada usia ini,
perkembangan kemampuan berbahasa, berkreativitas, kesadaran social,
emosional dan inteligensi anak berjalan sangat cepat. Pemenuhan
kebutuhan gizi dalam rangka menopang tumbuh kembang fisik dan
biologis balita perlu diberikan secara tepat dan berimbang. Tepat berarti
makanan yang diberikan mengandung zat-zat gizi yang sesuai
kebutuhannya, berdasarkan tingkat usia. Berimbang berarti komposisi zat-
zat gizinya menunjang proses tumbuh kembang sesuai usianya. Dengan
terpenuhinya kebutuhan gizi secara baik, perkembangan otaknya akan
berlangsung optimal. Keterampilan fisiknya pun akan berkembang sebagai
dampak perkembangan bagian otak yang mengatur sistem sensorik dan
motoriknya (www.klinikgizionline.com, diakses tanggal 23 Mei 2015).
a. Energi
Balita membutuhkan energi (sebagai kalori) untuk memungkinkan
mereka untuk beraktifitas serta untuk pertumbuhan dan perkembangan tubuh
mereka. Tubuh mendapatkan energi terutama dari lemak dan karbohidrat
tetapi juga beberapa dari protein.
b. Asupan Kalori
Anak-anak usia balita membutuhkan kalori yang cukup banyak
disebabkan bergeraknya cukup aktif pula. Mereka membutuhkan setidaknya
1500 kalori setiap harinya. Dan balita bisa mendapatkan kalori yang
23
dibutuhkan pada makanan-makanan yang mengandung protein, lemak dan
gula.
c. Protein
Protein diperlukan untuk pertumbuhan dan pemeliharaan dan
perbaikan jaringan tubuh, serta untuk membuat enzim pencernaan dan zat
kekebalan yang bekerja unutkmelindungi tubuh si kecil. Kebutuhan protein
secara proporsional lebih tinggi untuk anak-anak daripada orang dewasa.
Asupan gizi yang baik bagi balita juga terdapat pada makanan yang
mengandung protein. Karena protein sendiri bermanfaat sebagai prekursor
untuk neurotransmitter demi perkembangan otak yang baik nantinya. Protein
bisa didapatkan pada makanan-makanan seperti ikan, susu, telur 2 butir,
daging 2 ons dan sebagainya. Tunda pemberiannya bila timbul alergi atau
ganti dengan sumber protein lain. Untuk vegetarian, gabungkan konsumsi
susu dengan minuman berkadar vitamin C tinggi untuk membantu
penyerapan zat besi.
d. Lemak
Beberapa lemak dalam makanan sangat penting dan menyediakan
asam lemak esensial, yaitu jenis lemak yang tidak tersedia di dalam tubuh.
Lemak dalam makanan juga berfungsi untuk melarukan vitamin larut lemak
seperti vitamin A, D, E dan K.
Anak-anak membutuhkan lebih banyak lemak dibandingkan orang
dewasa karena tubuh mereka menggunakan energi yang lebih secara
proposional selama masa pertumbuhan dan perkembangan mereka. Namun,
24
Anjuran makanan sehat untuk anak usia lebih dari 5 tahun adalah asupan
lemak total sebaiknya tidak lebih dari 35% dari total energi. Sumber lemak
dalam dalam makanan bisa di dapat dalam : mentega, susu, daging, ikan,
minyak nabati.
e. Karbohidrat
Karbohidrat merupakan pati dan gula dari makanan. Pati merupakan
komponen utama dari sereal, kacang-kacangan, biji-bijian dan sayuran akar.
Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi anak. Hampir separuh dari
energi yang dibutuhkan seorang anak sebaiknya berasal dari sumber makanan
kaya karbahidrat seperti roti, seral, nasi, mi, kentang.
Anjuran konsumsi karbohidrat sehari bagi anak usia 1 tahun keatas
antara 50-60%. Anak-anak tidak memerlukan ‘gula pasir’ sebagai
energy serta madu harus dibatasi. Dalam kehidupan sehari-hari manusia
membutuhkan karbohidrat sebagai energi utama serta bermanfaat untuk
perkembangan otak saat belajar dikarnakan karbohidrat di otak berupa Sialic
Acid. Begitu juga dengan balita, mereka juga membutuhkan gizi tersebut
yang bisa diperoleh pada makanan seperti roti, nasi kentang, roti, sereal,
kentang, atau mi.
f. Serat
Serat adalah bagian dari karbohidrat dan protein nabati yang tidak
dipecah dalam usus kecil dan penting untuk mencegah sembelit serta
gangguan usus lainnya. Serat dapat membuat perut anak menjadi cepat penuh
25
dan terasa kenyang, menyisakan ruang untuk makanan lainnya sehinga
sebaiknya tidak diberikan berlebih.
g. Vitamin dan Mineral
Vitamin adalah zat organik kompleks yang dibutuhkan dalam jumlah
yang sangat kecil untuk banyak proses penting yang dilakukan dalam tubuh.
Mineral adalah zat anorganik yang dibutuhkan oleh tubuh untuk berbagai
fungsi.
Makanan yang berbeda memberikan vitamin dan mineral yang
berbeda dan memiliki diet yang bervariasi dan seimbang. Ini penting untuk
menyediakan jumlah yang cukup dari semua zat gizi. Ada beberapa
pertimbangan pemberian zat gizi untuk diingat, seperti pentingnya zat besi
dan pemberian vitamin dalam bentuk suplemen.
h. Zat besi
Usia balita merupakan usia yang cenderung kekurangan zat besi
sehingga balita harus diberikan asupan makanan yang mengandung zat besi.
Makanan atau minuman yang mengandung vitamin C seperti jeruk
merupakan salah satu makanan yang mengandung gizi yang bermanfaat untuk
penyerapan zat besi.
i. Kalsium
Balita juga membutuhkan asupan kalsium secara teratur sebagai
pertumbuhan tulang dan gigi balita. Salah satu pemberi kalsium terbaik
adalah susu yang diminum secara teratur (www.klinikgizionline.com, diakses
tanggal 23 Mei 2015).
26
C. Peran Posyandu dalam Peningkatan Gizi Balita
Peranan posyandu dalam meningkatkan gizi balita di wujudkan dalam
beberapa kegiatan yang dilakukan dalam pelaksanaan program posyandu
sebagai berikut :
1. Penimbangan dan pendataan balita
Penimbangan merupakan salah satu kegiatan utama program
perbaikkan gizi yang menitik beratkan pada pencegahan dan peningkatan
keadaan gizi anak. Penimbangan terhadap bayi dan balita yang merupakan
upaya masyarakat memantau pertumbuhan dan perkembangannya.
Partisipasi masyarakat dalam penimbangan tersebut digambarkan dalam
perbandingan jumlah balita yang ditimbang (D) dengan jumlah balita
seluruhnya (S). Semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam
penimbangan, maka semakin banyak pula data yang dapat
menggambarkan status gizi balita.
Tujuan dari penimbangan bayi adalah mengukur berat badan
bayi/balita saat lahir (setelah suhu tubuh bayi stabil, kecuali kalau bayi
memerlukan pengobatan).
2. Pemberian makanan tambahan
Pemberian Makanan Tambahan adalah pemberian makanan pada
bayi selain ASI setelah bayi berusia lebih dari 6 bulan. Pemberian
makanan tambahan adalah masa saat bayi mengalami perpindahan menu
dari hanya minum susu beralih ke menu yang mengikutsertakan makanan
padat. Ini adalah bagian yang menyenangkan dan sangat penting dalam
27
perkembangan bayi. Susu akan terus menyuplai zat gizi yang dibutuhkan
bayi sampai saat tertentu, namun saat bayi semakin aktif, makanan padat
menjadi semakin berperan sebagai menu sehat, dan seimbang.
Manfaat pemberian makanan tambahan adalah sebagai berikut :
a. Melengkapi zat gizi ASI yang sudah berkurang.
b. Mengembangkan kemampuan bayi untuk menerima bermacam-
macam makanan dengan berbagai rasa dan bentuk.
c. Mengembangkan kemampuan bayi untuk mengunyah dan menelan.
d. Mencoba adaptasi terhadap makanan yang mengandung kadar energi
tinggi.
3. Pemberian Vitamin A
Vitamin A adalah salah satu zat gizi mikro yang diperlukan oleh
tubuh yang berguna untuk meningkatkan daya tahan tubuh (imunitas) dan
kesehatan mata. Pemberian suplementasi vitamin A biasanya dilakukan
pada bulan Februari dan Agustus dengan sasaran anak usia 6 – 59 bulan.
Kapsul biru (dosis 100.000 IU) diberikan untuk bayi umur 6-11 bulan dan
kapsul merah (dosis 200.000 IU) untuk anak umur 12-59 bulan. Vitamin A
kapsul merah juga diberikan kepada ibu yang dalam masa nifas.
Vitamin A terbukti bisa menurunkan angka kesakitan dan kematian
anak karena vitamin A berfungsi memperkuat sistem kekebalan tubuh.
Sebanyak 190 juta anak usia 5 tahun ke bawah mengalami kekurangan
vitamin A, bahkan WHO memperkirakan terdapat 250 juta anak pra-
28
sekolah yang mengalami kekurangan vitamin A. Setiap tahun terdapat
sekitar 250.000 – 500.000 anak mengalami kebutaan dan separuh anak ini
kemudian meninggal dalam jangka waktu 12 bulan akibat kekurangan
vitamin A.
E. Kerangka Teoritis
Depkes RI (2006), tentang peran posyandu dalam peningkatan gizi
balita terdiri atas : pendataan dan penimbangan balita, pemberian makanan
tambahan dan pemberian vitamin A.
Menurut Effendi (1998), peran posyandu dalam meningkatkan gizi
balita terdiri atas : penimbangan bulanan, pemberian makanan tambahan bagi
yang beratnya kurang, imunisasi bayi, dan pemberian oralit untuk
penanggulangan diare.
Peran Posyandu
Peran Posyandu dalam peningkatan
gizi balita menurut Depkes RI (2006) :
Pendataan dan penimbangan balita
Pemberian makanan tambahan
Pemberian vitamin A
Peran Posyandu dalam peningkatan
gizi balita menurut Effendi (1998) :
Penimbangan bulanan
Pemberian makanan tambahan bagi
yang beratnya kurang
Imunitas bayi
Pemberian oralit untuk
penanggulangan diare
29
Gambar 2.1. Kerangka Teoritis
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep dalam penelitian ini menggambarkan suatu kerangka
konsep terhadap variabel yang akan diteliti yang terdiri dari variabel
independen dan variabel dependen (Nursalam, 2001).
Gambar 3.1. Kerangka Konsep
Peran PosyanduPemberian makanan tambahan
Pendataan dan penimbangan balita
Pemberian Vitamin A
30
B. Defenisi Operasional
NoVariabel
PenelitianDefenisi
OperasionalCara Ukur
Alat Ukur
Skala Ukur
Hasil Ukur
1 Peran posyandu Upaya yang dilakukan posyandu dalam meningkatkan status gizi balita
Menyebarkan kuesioner
Kuesioner Ordinal
Baik
Cukup
Kurang
2 Pendataan dan penimbangan balita
Peran posyandu dalam mendata dan menimbang balita
Menyebarkan kuesioner
Kuesioner Ordinal
Baik
Cukup
Kurang
3 Pemberian makanan tambahan
Upaya yang dilakukan posyandu dalam pemenuhan makanan sesuai dengan kebutuhan gizi balita
Menyebarkan kuesioner
Kuesioner Ordinal Baik
Cukup
Kurang
4 Pemberian vitamin A
Peran yang dilakukan posyandu dalam mendistribusikan vitamin A bagi balita
Menyebarkan kuesioner
Kuesioner Ordinal Baik
Cukup
Kurang
29
31
C. Cara Pengukuran Variabel
Pengukuran variabel dalam penelitian ini berdasarkan Arikunto (2006)
adalah sebagai berikut :
1. Variabel Peran Posyandu
a. Baik ; jika responden jawaban benar 76% - 100%, atau 5 – 6 jawaban
benar.
b. Cukup ; jika responden jawaban benar 56% - 75%, atau 3 – 4 jawaban
benar.
c. Kurang ; jika responden jawaban benar < 56%, atau 0 – 2 jawaban
benar.
2. Variabel Pendataan dan Penimbangan Balita
a. Baik ; jika responden jawaban benar 76% - 100%, atau 5 – 6 jawaban
benar.
b. Cukup ; jika responden jawaban benar 56% - 75%, atau 3 – 4 jawaban
benar.
c. Kurang ; jika responden jawaban benar < 56%, atau 0 – 2 jawaban
benar.
3. Variabel Pemberian Makanan Tambahan
a. Baik ; jika responden jawaban benar 76% - 100%, atau 5 – 6 jawaban
benar.
b. Cukup ; jika responden jawaban benar 56% - 75%, atau 3 – 4 jawaban
benar.
32
c. Kurang ; jika responden jawaban benar < 56%, atau 0 – 2 jawaban
benar.
4. Variabel distribusi vitamin A
a. Baik ; jika responden jawaban benar 76% - 100%, atau 5 – 6 jawaban
benar.
b. Cukup ; jika responden jawaban benar 56% - 75%, atau 3 – 4 jawaban
benar.
c. Kurang ; jika responden jawaban benar < 56%, atau 0 – 2 jawaban
benar.
33
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah bersifat deskriptif, sehingga dapat
memperjelas peran posyandu dalam meningkatkan status gizi balita di
Gampong Sagoe Kecamatan Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2015.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi
Penelitian ini dilakukan di Gampong Sagoe Kecamatan Bandar Baru
Kabupaten pidie Jaya.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan dari tanggal 10 s/d 20 Juni 2015.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah 104 ibu-ibu yang mempunyai anak
balita di Gampong Sagoe Kecamatan Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya.
2. Sampel
Pengambilan sampel dilakukan secara acak (random sampling) dengan
menggunakan rumus (Notoatmodjo, 2005).
n = N
1 + N (d)2
33
34
Keterangan :
n : Jumlah sampel
N : Jumlah Populasi
d : Tingkat Signifikan
Jadi besarnya sampel dalam penelitian ini adalah 50 orang. Teknik
pengambilan sampel yang digunakan adalah sampel acak (random
sampling).
D. Pengumpulan Data
1. Data Primer
Data yang diperoleh dari hasil penyebaran kuesioner.
2. Data Sekunder
Data yang diperoleh dari Geuchik Gampong Sagoe Kecamatan Bandar
Baru Kabupaten Pidie Jaya. Sumber data yang akan digunakan adalah
berdasarkan data primer.
2,04n =
104
n = 50,9
n = 104
1 + 104 (10%)2
n = 104
1 + 104 (0,01)
35
3. Alat / Instrumen Penelitian
Alat dan instrumen yang akan digunakan dalam pengumpulan data adalah
menggunakan kuesioner, dengan rincian sebagai berikut :
a. Untuk mengukur peran posyandu, digunakan 6 pertanyaan dengan
nilai skor masing-masing jawaban benar adalah 1 (satu) dan dan
jawaban salah adalah 0 (nol).
b. Untuk mengukur variabel pendataan dan penimbangan balita,
digunakan 6 pertanyaan dengan nilai skor masing-masing jawaban
benar adalah 1 (satu) dan dan jawaban salah adalah 0 (nol).
c. Untuk mengukur variabel pemberian makanan tambahan, digunakan 6
pertanyaan dengan nilai skor masing-masing jawaban benar adalah 1
(satu) dan dan jawaban salah adalah 0 (nol).
d. Untuk mengukur variabel distribusi vitamin A, digunakan 6
pertanyaan dengan nilai skor masing-masing jawaban benar adalah 1
(satu) dan dan jawaban salah adalah 0 (nol).
E. Pengolahan Data
Tahapan-tahapan pengolahan data yang akan dilakukan adalah sebagai
berikut :
1. Editing (pemeriksaan data)
Editing adalah suatu proses pemeriksaan data yang telah
dikumpulkan, karena kemungkinan data yang dimasukkan (raw data) itu
tidak logis dan meragukan.
36
Tujuan editing adalah untuk menghilangkan kesalahan yang
didapat pada pencatatan di lapangan.
2. Coding (pemberian kode)
Tehnik ini dilakukan dengan memberikan tanda masing-masing
jawaban dengan kode berupa angka, selanjutnya dimasukkan ke dalam
lembar tabel kerja untuk memudahkan pengolahan.
3. Entry
Data yang dikumpulkan menurut kategori yang telah ditentukan,
selanjutnya data ditabulasikan dengan melakukan penentuan data sehingga
memperoleh frekuensi dari masing-masing variabel penelitian. Data
kemudian dipindahkan ke dalam tabel yang sesuai kriteria.
4. Cleaning
Adalah kegiatan pengecekan data yang sudah di entry/dimasukkan.
5. Tabulating
Perhitungan sesuai variabel yang dibutuhkan lalu dimasukkan ke
dalam tabel distribusi frekuensi untuk mempermudah analisa data dan
pengambilan kesimpulan.
F. Analisa Data
Menurut Budiarto (2002) data yang diperoleh dari kuesioner
dimasukkan ke dalam tabel distribusi frekuensi di persentasekan ke tiap-tiap
kategori dengan menggunakan rumus :
ƒ
n
=P 100 %
37
Keterangan :
P : Persentase
f : Frekuensi teramati
n : Jumlah responden yang menjadi sampel
G. Penyajian Data
Data yang telah dikumpulkan, diolah secara manual kemudian
disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan tabulasi silang disertai
dengan penjelasan secara narasi.
38
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Letak Geografis
Gampong Sagoe terletak dalam wilayah Kecamatan Bandar Baru
Kabupaten Pidie Jaya yang berbatasan dengan beberapa desa lainnya
sebagai berikut:
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Gampong Baroh Cot.
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Gampong Cut.
c. Sebelah Barat berbatasan dengan Teupin Raya.
d. Sebelah Timur berbatasan dengan Gampong Meunasah Dayah.
2. Data Demografis
Jumlah penduduk Gampong Sagoe Kecamatan Bandar Baru
Kabupaten Pidie Jaya tahun 2015 berjumlah 1.023 jiwa yang terdiri dari
320 KK (kepala keluarga) dengan laki-laki berjumlah 403 dan perempuan
berjumlah 620 jiwa.
3. Fasilitas Desa
Fasilitas yang dimiliki Gampong Sagoe Kecamatan Bandar Baru
Kabupaten Pidie Jaya antara lain terdiri atas 1 meunasah, 1 TPA (Taman
Pendidikan Al-Quran) dan 4 balai pengajian.
38
39
B. Hasil Penelitian
1. Analisa Univariat
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dari tanggal 10 Juli
sampai dengan 20 Juli 2015 di Gampong Sagoe Kecamatan Bandar Baru
Kabupaten Pidie Jaya yang bertujuan untuk melihat gambaran peran
posyandu dalam meningkatkan status gizi balita dapat disajikan dalam tabel
distribusi frekwensi di bawah ini.
a. Peran Posyandu
Tabel 5.1Distribusi Frekwensi Peran Posyandu Dalam Meningkatkan Status Gizi Balita Di Gampong Sagoe Kecamatan Bandar Baru Kabupaten
Pidie Jaya Tahun 2015
No Peran PosyanduFrekwensi
(f)Persentase
(%)
1 Baik 13 26
2 Cukup 16 32
3 Kurang 21 42
Jumlah 50 100
Sumber : Penelitian (diolah Juli 2015)
Dari tabel tersebut terlihat bahwa peranan posyandu dalam dalam
meningkatkan status gizi balita berada pada kategori kurang yaitu sebesar
21 responden (42 %).
40
b. Pendataan dan Penimbangan Balita
Tabel 5.2Distribusi Frekwensi Pendataan dan Penimbangan Balita Oleh Posyandu Dalam Meningkatkan Status Gizi Balita Di Gampong
Sagoe Kecamatan Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2015
NoPendataan dan Penimbangan
BalitaFrekwensi
(f)Persentase
(%)
1 Baik 13 26
2 Cukup 17 34
3 Kurang 20 40
Jumlah 50 100
Sumber : Penelitian (diolah Juli 2015)
Dari tabel tersebut terlihat bahwa peranan posyandu dalam
pendataan dan penimbangan balita berada pada katergori kurang yaitu
sebesar 20 responden (40 %).
c. Pemberian Makanan Tambahan
Tabel 5.3Distribusi Frekwensi Pemberian Makanan Tambahan Oleh Posyandu
Dalam Meningkatkan Status Gizi Balita Di Gampong Sagoe Kecamatan Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2015
NoPemberian Makanan
TambahanFrekwensi
(f)Persentase
(%)1 Baik 13 26
2 Cukup 14 28
3 Kurang 23 46
Jumlah 50 100
Sumber : Penelitian (diolah Juli 2015)
41
Dari tabel tersebut terlihat bahwa peranan posyandu dalam
pemberian makanan tambahan berada pada kategori kurang yaitu sebesar
26 responden (46%).
d. Distribusi Vitamin A
Tabel 5.4Distribusi Frekwensi Distribusi Vitamin A Oleh Posyandu Dalam Meningkatkan Status Gizi Balita Di Gampong Sagoe Kecamatan
Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2015
No Distribusi Vitamin AFrekwensi
(f)Persentase
(%)1 Baik 11 22
2 Cukup 18 36
3 Kurang 21 42
Jumlah 50 100
Sumber : Penelitian (diolah Juli 2015)
Dari tabel tersebut terlihat bahwa peranan posyandu dalam
distribusi vitamin A berada pada kategori kurang yaitu sebesar 21
responden (42 %).
42
2. Analisa Bivariat
a. Peran Posyandu Dalam Meningkatkan Status Gizi
Balita Ditinjau Dari Pendataan Dan Penimbangan Balita
Tabel 5.5Peran Posyandu Dalam Meningkatkan Status Gizi Balita Ditinjau Dari
Pendataan dan Penimbangan Balita
Pendataan dan Penimbangan
Balita
Peran PosyanduJumlah
Baik Cukup KurangF % f % f % f %
Baik 8 61,5 2 12,5 3 14,3 13 100
Cukup 2 15,4 7 43,8 8 38,1 17 100
Kurang 3 23,1 7 43,8 10 47,6 20 100
Jumlah 13 100 16 100 21 100 50
Sumber : Penelitian (diolah tahun 2015)
Berdasarkan tabel diketahui, ditinjau dari pendataan dan
penimbangan balita ternyata pendataan dan penimbangan balita berada
pada kategori kurang yaitu sebesar 10 responden (47,6%). Dan peran
posyandu berada pada kategori kurang.
43
b. Peran Posyandu Dalam Meningkatkan Status Gizi
Balita Melalui Pemberian Makanan Tambahan
Tabel 5.6Peran Posyandu Dalam Meningkatkan Status Gizi Balita Melalui
Pemberian Makanan Tambahan
Pemberian Makanan
Tambahan
Peran PosyanduJumlah
Baik Cukup KurangF % f % f % f %
Baik 5 38,5 2 12,5 6 28,6 13 100
Cukup 6 46,2 4 25,0 6 28,6 16 100
Kurang 2 15,4 10 62,5 9 42,9 21 100
Jumlah 13 100 16 100 21 100 50
Sumber : Penelitian (diolah tahun 2015)
Berdasarkan tabel diketahui ditinjau dari pemberian makanan
tambahan ternyata pemberian makanan tambahan berada pada kategori
kurang yaitu sebesar 10 responden (62,5%). Dan peran posyandu berada
pada kategori kurang.
44
c. Peran Posyandu Dalam Meningkatkan Status Gizi
Balita Ditinjau Dari Distribusi Vitamin A
Tabel 5.6Peran Posyandu Dalam Meningkatkan Status Gizi Balita Ditinjau Dari
Distribusi Vitamin A
Peran Posyandu
Distribusi Vitamin AJumlah
Baik Cukup KurangF % f % f % f %
Baik 2 15,4 5 31,3 4 19,0 11 100
Cukup 4 30,8 5 31,3 9 42,9 18 100
Kurang 7 53,8 6 37,5 8 38,1 21 100
Jumlah 13 100 16 100 21 100 50
Sumber : Penelitian (diolah tahun 2015)
Berdasarkan tabel diketahui ditinjau dari distribusi vitamin A
ternyata distribusi vitamin A berada pada kategori cukup yaitu sebesar 9
responden (42,9,5%). Dan peran posyandu berada pada kategori kurang.
C. Pembahasan
1. Peranan Posyandu Dalam
Meningkatkan Status Gizi Balita Ditinjau Dari Pendataan dan
Penimbangan Balita
Berdasarkan hasil penelitian di Gampong Sagoe Kecamatan
Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya tahun 2015 diketahui bahwa peranan
posyandu dalam meningkatkan status gizi balita ditinjau dari pendataan
dan penimbangan balita berada pada kategori kurang yaitu sebesar 10
responden (47,6%).
45
Pendataan dan penimbangan balita merupakan salah satu kegiatan
utama program perbaikan gizi yang menitik beratkan pada pencegahan dan
peningkatan keadaan gizi anak. Penimbangan terhadap bayi dan balita
yang merupakan upaya masyarakat memantau pertumbuhan dan
perkembangannya, sehingga status gizi bayi dan balita dapat terukur
(Sembiring, 2004).
Tujuan dari penimbangan bayi adalah mengukur berat badan
bayi/balita saat lahir; setelah suhu tubuh bayi stabil, kecuali kalau bayi
memerlukan pengobatan (Depkes RI, 2001).
Asumsi peneliti bahwa peranan posyandu dalam meningkatkan
status gizi balita melalui pendataan dan penimbangan balita berada pada
kategori kurang disebabkan oleh minimnya jumlah kader aktif dalam
melakukan sosialisasi manfaat dari pendataan dan penimbangan balita.
Artinya keberhasilan program posyandu tidak terlepas dari peran serta
masyarakat didalamnya.
Dari hasil penelitian ini juga terlihat hubungan antara pendataan
dan penimbangan balita dengan peranan posyandu dalam meningkatkan
status gizi balita. Artinya, peranan posyandu berbanding lurus dengan
pendataan dan penimbangan balita. Sehingga semakin baik pendataan dan
penimbangan yang dilakukan maka akan baik pula peranan posyandu
dalam meningkatkan gizi balita, begitu pula sebaliknya.
46
2. Peranan Posyandu Dalam
Meningkatkan Status Gizi Balita Ditinjau Dari Pemberian Makanan
Tambahan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran posyandu dalam
meningkatkan status gizi balita ditinjau dari pemberian makanan tambahan
berada pada kategori cukup yaitu sebesar 10 responden (62,5%).
Status gizi sejatinya adalah status kesehatan tubuh yang dihasilkan
oleh keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrisi, sebagai akibat
konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi, dibedakan antara status
gizi, kurus, normal, resiko untuk gemuk, dan gemuk agar berfungsi secara
baik bagi organ tubuh.
Pemberian makanan tambahan dalam kegiatan posyandu
merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan gizi balita berdasarkan
status gizi balita yang diukur melalui pendataan balita sebelumnya.
Sehingga penyediaan makanan tambahan dapat dikelompokkan atas
jumlah dan jenisnya (Supariasa dkk, 2002).
Asumsi peneliti rendahnya peranan posyandu untuk meningkatkan
status gizi balita bukan mutlak dinilai dari rendahnya mutu makanan
tambahan yang diberikan pada kegiatan posyandu, akan tetapi jumlah yang
disediakan terkadang tidak mencukupi atau banyak ibu-ibu yang tidak
menghadiri kegiatan posyandu sehingga pembagiannya tidak merata.
Peranan posyandu dalam meningkatkan status gizi balita tidak dapat
47
dilepaskan dari kegiatan pemberian makanan tambahan, artinya semakin
baik kegiatan tersebut dilakukan maka peran posyandu juga dinilai baik.
Namun demikian untuk menciptakan stabilitas gizi balita,
penyediaan makanan yang bergizi bukan merupakan tanggung jawab
posyandu secara mutlak, namun harus ditekankan pada kesadaran
masyarakat tentang makanan tambahan yang memiliki asupan gizi balita
sesuai dengan tingkat perkembangannya. Sektor ini yang masih sangat
kurang dilakukan dan mestinya mendapat perhatian lebih dari pihak terkait
program. Artinya, menyediakan makanan tambahan yang bernilai gizi
tinggi pada kegiatan posyandu itu baik, namun akan lebih baik jika
pengetahuan dan wawasan masyarakat tentang makanan bergizi bagi balita
ditingkatkan. Dengan demikian, masyarakat dapat mencari dan
menyediakan makanan dengan kadar gizi yang sesuai dengan
perkembangan balita secara mandiri tanpa harus menunggu pelaksanaan
posyandu.
3. Peranan Posyandu Dalam
Meningkatkan Status Gizi Balita Ditinjau Dari Distribusi Vitamin A
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peranan posyandu dalam
meningkatkan status gizi balita ditinjau dari distribusi vitamin A berada
pada kategori kurang yaitu sebesar 8 responden (38,1%)
Vitamin A adalah salah satu zat gizi mikro yang diperlukan oleh
tubuh yang berguna untuk meningkatkan daya tahan tubuh (imunitas) dan
kesehatan mata. Pemberian suplementasi vitamin A biasanya dilakukan
48
pada bulan Februari dan Agustus dengan sasaran anak usia 6 – 59 bulan
(Depkes RI, 2001).
Asumsi peneliti bahwa masyarakat memiliki beberapa persepsi
yang berbeda-beda terhadap pemberian vitamin A pada posyandu. Pada
satu sisi mereka memahami bahwa vitamin A penting bagi kesehatan
balita dan pada sisi yang lain, tidak semua balita dapat hadir pada saat
pembagian vitamin A. Hal ini terjadi karena kurangnya pemahaman
masyarakat terhadap rentang waktu pemberian vitamin A pada anak.
Selain itu beberapa faktor lain seperti kesibukan orangtua sehingga balita
tidak terasupi vitamin A.
Pemberian vitamin A biasanya dilakukan pada bulan Februari dan
Agustus dengan sasaran anak usia 6 – 59 bulan. Kapsul biru (dosis
100.000 IU) diberikan untuk bayi umur 6-11 bulan dan kapsul merah
(dosis 200.000 IU) untuk anak umur 12-59 bulan. Vitamin A kapsul merah
juga diberikan kepada ibu yang dalam masa nifas.
Jika ditinjau dari rentang waktu pemberian vitamin pada anak begitu
singkat dan serta terbatasnya jadwal distribusi vitamin A pada bulan-bulan
tertentu, sehingga tidak mencakupi semua balita.
Akan tetapi persoalan ini dapat diatasi jika pihak terkait, baik
petugas kesehatan maupun kader dapat lebih intens memberikan sosialisasi
tentang posyandu khususnya pemberian vitamin A pada balita. Kegiatan
posyandu sepenuhnya merupakan suatu proses berkesinambungan dari
satu tahapan ke tahapan selanjutnya. Artinya dalam meningkatkan gizi
49
balita, pendataan dan penimbangan balita dijadikan sebagai patokan bagi
petugas dan masyarakat untuk kegiatan lanjutan yakni pemberian makanan
tambahan dan pemberian vitamin A.
Melalui pendataan balita, pihak-pihak terkait posyandu dapat
menetapkan schedul kegiatan yang sesuai dengan perkembangan balita.
Dengan demikian, petugas dapat mengambil inisiatif dengan memberikan
undangan kepada masyarakat (ibu balita). Selain dapat meningkatkan
cakupan posyandu, upaya ini juga dapat meningkatkan minat dan persepsi
masyarakat terhadap peranan posyandu dalam meningkatkan status gizi
balita. Disamping itu, peran serta tokoh masyarakat dalam kegiatan
posyandu juga dibutuhkan untuk meningkatkan cakupan pemberian
vitamin A.
50
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian tentang gambaran peranan posyandu dalam
meningkatkan status gizi balita di Gampong Sagoe Kecamatan Bandar Baru
Kabupaten Pidie Jaya tahun 2015 ditinjau dari segi pendataan dan
penimbangan balita, pemberian makanan tambahan dan distribusi vitamin A,
diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Peran posyandu dalam meningkatkan status gizi balita ditinjau dari
pendataan dan penimbangan balita berada pada kategori kurang, yakni
sebesar 10 responden (47,6%). Persepsi masyarakat yang sedemikian
rupa tentunya terbentuk dari tidak berjalannya kegiatan pendataan dan
penimbangan balita secara rutin.
2. Peran posyandu dalam meningkatkan status gizi balita ditinjau dari
pemberian makanan tambahan berada dalam katagori cukup, yaitu
sebesar 10 responden (62,5%). Masyarakat dapat merasakan manfaat dari
pemberian makanan tambahan pada posyandu. Namun masyarakat tidak
memiliki pemahaman yang memadai terhadap makanan tambahan (MP-
ASI), sehingga mereka tidak mandiri dalam menyediakan makanan
bergizi bagi balita sesuai dengan tahapan perkembangannya.
3. Peran posyandu dalam meningkatkan status gizi balita ditinjau dari
distribusi vitamin A berada pada kategori kurang yaitu sebesar 8
50
51
responden (38,1%). Persepsi masyarakat ini timbul karena adanya
kekurangan dalam pelaksanaan kegiatan posyandu yang dilakukan tanpa
adanya sosialisasi tentang manfaat dan tujuan posyandu terhadap
peningkatan status gizi balita, sehingga distribusi vitamin A tidak dapat
dilakukan secara merata.
B. Saran
1. Responden / Masyarakat
Diharapkan dapat mengikuti semua program posyandu, khususnya
peningkatan status gizi balita sehingga dapat meningkatkan kesadaran
tentang pentingnya kesehatan ibu dan anak ditinjau dari status gizi.
2. Dinas Kesehatan Pidie Jaya
Diharapkan dapat meningkatkan sosialisasi tentang pentingnya manfaat
program posyandu dalam meningkatkan status gizi balita sehingga dapat
mengubah mind-set dan pola pikir masyarakat.
3. Peneliti
Diharapkan dalam melakukan penelitian lanjutan yang berkaitan dengan
peningkatan status gizi balita melalui program-program posyandu dapat
menggunanakan penelitian ini sebagai salah satu referensi. Dan
diharapkan dapat terjadi perbaikan terhadap berbagai kekurangan dalam
penelitian ini.
52
4. Institusi Pendidikan
Lembaga pendidikan diharapkan mampu lebih intens dan fokus terhadap
program-program peningkatan indeks pembangunan manusia khususnya
peningkatan gizi balita.
5. Tempat Penelitian
Melalui organisasi pemerintahan gampong, diharapkan dapat melakukan
koordinasi terkait pelaksanaan program posyandu sehingga kegiatan
posyandu dapat berjalan secara efektif dan dapat menunjang usaha
peningkatan status gizi balita.