Upload
hanifah-nurhayati
View
1.413
Download
7
Embed Size (px)
Citation preview
PERBANDINGAN
PRODUKTIVITAS MELON (Cucumis Melo L.) PADA MUSIM
KEMARAU DAN PENGHUJAN (Studi Kasus Purwakarta)
Anggota Kelompok:
1. Teguh Bambang S. (G24070033)
2. Hanifah Nurhayati (G24080013)
3. Achmad Sururi (G24080041)
4. Nadita Zairina S. (G24080044)
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS PATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Melon (Cucumis Melo L.) merupakan
salah satu jenis tanaman hortikultura yang
perlu mendapatkan perhatian. Hal ini
dikarenakan melon memiliki nilai
ekonomis yang tinggi, memiliki rasa yang
enak serta aroma yang khas. Melon yang
ditanam di daerah tropis memiliki umur
yang cukup pendek (75-120 hari) sehingga
relatif lebih cepat dipanen (Lestari, 1991
dalam Wulandari, 2000). Hal ini
memberikan keuntungan kepada petani dan
pengusaha melon, yaitu dalam kecepatan
memproduksi buah.
Menurut Robinson dan Walters (1996)
dalam Oktafianti (2006) melon termasuk
dalam peringat tiga terbesar dalam bidang
produksi pada famili Cucurbitaceae selain
semangka dan ketimun. Daging buah melon
umumnya dikonsumsi dalam bentuk segar,
yaitu dibuat acar (pickle) maupun dalam
bentuk minuman segar.
Di India dan Afrika, biji melon
dikonsumsi dengan cara dikeringkan atau
dipanggang terlebih dahulu. Biji melon
mengandung minyak yang dapat digunakan
sebagai bahan bakar penerangan. Daun
melon juga dapat digunakan sebagai sayuran
sedangkan bagian tanaman lainnya dapat
digunakan sebagai pakan ternak. Di Cina,
tanaman melon digunakan sebagai obat,
buah dan akarnya digunakan sebagai
diuretik, akar dan bunga sebagai emetic,
daun dan bijinya digunakan untuk
penyembuhan disentri dan hipertensi
(Oktafianti, 2006). Melon sering digunakan
sebagai terapi kesehatan karena berkhasiat
untuk membantu sistem pembuangan, anti
kanker, menurunkan resiko stroke dan
penyakit jantung serta mencegah
penggumpalan darah (Wijayakusumah, 1995
dalam Wulandari, 2000).
Di Indonesia tanaman melon
mempunyai prospek yang cukup baik untuk
dikembangkan. Hal ini dikarenakan iklim
dan syarat tumbuh tanaman melon sesuai
dengan kondisi iklim di Indonesia. Namun
tetap saja, keberhasilan penanaman tanaman
melon bergantung pada keuletan dan
ketekunan para petani serta pengusaha
melon di Indonesia, karena tanaman melon
membutuhkan teknik budidaya yang baik
agar kualitas buah yang baik dapat tercapai
(Wulandari, 2000).
Penentuan lokasi yang sesuai untuk
pengembangan tanaman melon merupakan
salah satu cara meningkatkan kualitas buah
melon dengan cara memperhatikan aspek
agroklimat, yaitu faktor iklim yang meliputi
curah hujan, suhu dan radiasi. Ketiga faktor
iklim tersebut sangat menentukan
pertumbuhan, perkembangan dan produksi
tanaman. Sedangkan faktor tanah yang perlu
diperhatikan adalah sifat fisik tanah, sifat
kimia tanah dan topografi daerah (Wirahma,
2008).
Pengembangan komoditas yang tidak
sesuai dengan agroklimatnya dapat
menyebabkan tingkat kematian yang tinggi,
input produksi tinggi dan mutu hasil rendah
(Darmaputra, 2006 dalam Wirahma, 2008).
Penentuan perbandingan respon
tanaman melon terhadap dua kondisi iklim
di Indonesia yaitu musim kemarau dan
penghujan dapat disimulasi melalui model
pertumbuhan tanaman melon dengan
bantuan software visual basic.
1.2. Tujuan
Mengetahui perbandingan tingkat
produktivitas tanaman melon pada musim
kemarau dan penghujan dengan model
simulasi pertumbuhan biomassa.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Botani Tanaman Melon
Dalam dunia tumbuh-tumbuhan,
tanaman melon termasuk dalam keluarga
labu-labuan (Cucurbitaceae) seperti halnya
dengan blewah (Cucumis melo L.),
semangka (Citrullus vulgaris Schard.),
mentimun (Cucumis sativus L.), pare
(Momordica charantia L. Roxb.) dan waluh
(Cucurbita moschata). Kedudukan tanaman
melon dalam sistematika tumbuhan
diklasifikasikan sebagai berikut :
1) Divisi : Spermatophyta
2) Sub-divisi : Angiospermae
3) Klas : Dicotyledonae
4) Sub-klas : Sympetalae
5) Ordo : Cucurbitales
6) Famili : Cucurbitaceae
7) Genus : Cucumis
8) Spesies : Cucumis melo L
Gambar 1 Melon (Cucumis melo L)
Kantalup atau melon adalah
tanaman semusim dengan bunga monoecious
dan kadang-kadang andromonoecious.
Sistem perakaran biasanya luas namun agak
dangkal. Batang bersudut-sudut dengan
sulur tunggal. Sebagian besarn kultivar
tumbuh menjalar, introduksi kultivar tipe
semak adalah perkembangan yang boleh
dikatakan baru (Yamaguchi, 1983).
Daun melon berbeda dengan daun
mentimun, yaitu bentuknya agak bundar,
bulat telur, atau seperti ginjal, lebar sekitar 8
– 15 cm, dan memiliki lima atau tujuh
lengkuk dangkal (Rubatzky dan Yamaguchi,
1997).
Bunga jantan terbentuk pada buku-buku
batang tanaman. Bunga betina dan
hermaprodit tumbuh tunggal dengan tangkai
yang gemuk dan pendek, tumbuh pada
ketiak daun yang berbeda. Bunga membuka
hanya sekali pada pagi hari, dan diserbuki
oleh serangga (Rubatzky dan Yamaguchi,
1997).
Ukuran, bentuk, warna, dan
kekerasan kulit buah sangat beragam pada
berbagai tipe dan kultivar melon. Buah
biasanya bulat atau bulat telur lonjong.
Permukaan buah rata, tidak berbulu,
beberapa sangat bersudut dan yang lainnya
tertutup oleh jala-jala bergabus (retikulat).
Jaringan pembuluh yang juga disebut
dengan urat, berupa lekukan memanjang
atau strip pada permukaan buah yang tidak
berjala. Urat ini berkaitan dengan ikatan
pembuluh angkut (vascular bundle) dan
tidak mudah terlihat pada buah yang sangat
berjala. Permukaan buah paling sering
berwarna kuning atau hijau kecoklatan.
Daging buah, yang sebenarnya adalah
dinding bakal buah (perikarp), juga sangat
beragam ketebalan, warna, dan teksturnya.
Warna daging buah dapat putih, hijau, merah
jambu, atau jingga. Beberapa kultivar yang
baru dikembangkan ketika matang
sempurna, memiliki daging buah dengan dua
warna. Aroma pada melon disebabkan oleh
berbagai senyawa atsiri, khususnya alkohol,
asam, ester, yang terbentuk selama
pematangan; jumlah dan nisbah senyawa
atsiri ini beragam pada berbagai grup
Cucumis melo, yang memberikan sifat
aroma dan rasa yang berbeda-beda pula
(Rubatzky dan Yamaguchi, 1997).
Sifat khusus kultivar melon tertentu
adalah terbentuknya lapisan absisik yang
bersamaan dengan kematangan buah, dan
memudahkan buah dipisahkan dari batang
(Yamaguchi, 1983). Sifat ini adalah
petunjuk yang berguna sebagai tanda
eksternal kematangan buah saat panen. Buah
melon menghasilkan biji dalam jumlah yang
sangat banyak, berwarna putih atau kusam,
dan halus (Rubatzky dan Yamaguchi, 1997).
2.2 Kesesuaian Agroklimat Tanaman
Melon
Prosedur budidaya melon sama
dengan budidaya timun, walaupun
kebutuhan haranya lebih tinggi karena
periode pertumbuhan melon yang lebih
panjang sehingga memerlukan hara dan air
yang lebih banyak (Rubatzky dan
Yamaguchi, 1997).
Benih ditanam sedalam 3 - 4 cm, dan
jika tanah menghangat dengan suhu lebih
dari 20°C, kecambah dapat muncul dalam
waktu satu minggu. Melon biasanya tidak
dipindah-tanam karena akar telanjang, bibit
cabutan tidak tumbuh dengan baik dan bibit
berbumbungan mahal harganya. Namun, jika
digunakan benih hibrida yang mahal dan
khususnya jika diproduksi di dalam
greenhouse atau bangunan pelindung
lainnya, pindah tanam mungkin menjadi
lebih layak. Di Jepang dan beberapa negara
lain, melon diproduksi dalam rumah kaca
(Rubatzky dan Yamaguchi, 1997).
Kecambah tanaman melon muncul
pada 4 – 8 hari setelah penanaman. Daun
sejati tumbuh atau muncul setelah 5 – 6 hari
setelah membukanya kotiledon, lalu diikuti
oleh pertumbuhan 2 – 4 tunas-tunas aksilar
pada batang primer. Cluster bunga jantan
pertama muncul pada ruas buku yang ke 5 –
12 yaitu sekitar 30 – 50 hari setelah
penanaman, diikuti munculnya bunga betina
dan bunga hermaprodit pada cabang
sekunder. Penyerbukan bunga dibantu oleh
serangga terutama lebah. Setelah bunga
diserbuki oleh bantuan serangga maka
berlangsung proses pembuahan.
Perkembangan buah terjadi setelah 10 – 40
hari setelah bunga mekar hingga buah melon
mengalami pemasakan buah. Pemasakan
buah melon ini ditandai dengan
bekembangnya ukuran buah, melunaknya
buah, terdapat senyawa aromatik, dan
tangkai buah mudah patah sekitar 8 – 10
minggu setelah tanam (Rubatzky dan
Yamaguchi, 1997).
Buah yang lambat terbentuk (sering
gugur) atau gagal mencapai ukuran atau
padatan terlarut (Soluble solids) dan rasa
manis yang memadai adalah penyebab
rendahnya kinerja tanaman. Kadang –
kadang buah yang terbentuk terlambat ini,
dibiarkan matang untuk diambil bijinya.
Menurut Prihatman (2000) suhu rata–rata
optimum adalah 24°C sampai 30°C.
Pertumbuhan tanaman meningkat secara
nyata jika terdapat intensitas cahaya tinggi.
Selama periode dingin, seperti matahari
rendah di cakrawala, bedengan dibentuk
miring ke arah matahari untuk
memanfaatkan tambahan cahaya dan suhu
selama pertumbuhan tanaman. Bedengan
yang ditinggikan dan mulsa biasa digunakan
untuk meminimumkan sentuhan langsung
buah terhadap air dan untuk meningkatkan
drainase; genangan air harus dihindari.
Berbagai jenis mulsa, penutup barisan dan
sungkup panas kadang–kadang digunakan
untuk mempercepat pertumbuhan tanaman
(Yamaguchi, 1983).
Tanah yang dalam dan berdrainase
yang baik adalah tanah yang paling sesuai.
Tanah bertekstur halus berpotensi lebih
produktif, tetapi biasanya cenderung
menunda waktu matang. Melon peka
terhadap tanah asam, pH tanah terbaik harus
berada antara 7 – 8. Jarak tanam di lapangan
sangat beragam, dari 30 cm x 200 cm hingga
60 cm x 200cm, yang menghasilkan
populasi 15.000–20.000 tanaman per hektar.
Pada produksi komersial, bahkan pada jarak
tanam ini biasanya hanya satu atau dua buah
per tanaman yang akan memenuhi kualitas
pasar dan sesuai untuk dipanen. Untuk jarak
tanam di Greenhouse dari 60 cm x 70cm
hingga 60 cm x 100 cm. Jarak tanam dalam
Greenhouse ini dapat pula disesuaikan
dengan luas Greenhouse yang tersedia.
Tanaman melon dapat diletakan secara zig-
zag ataupun berpola persegi panjang
(Rubatzky dan Yamaguchi, 1997).
2.3 Kondisi Umum Purwakarta Sebagai
Lokasi Kajian
a. Posisi Geografis
Menurut Dinas Pertanian Jawa
barat (2000) Kabupaten Purwakarta
merupakan bagian dari Wilayah Propinsi
Jawa Barat yang terletak diantara 107°30' -
107°40' BT dan 6°25' - 6°45' LS.
Gambar 2 Peta Purwakarta
Secara administratif, Kabupaten
Purwakarta mempunyai batas wilayah
sebagai berikut:
a. Bagian Barat dan sebagian wilayah Utara
berbatasan dengan Kab. Karawang
b. Bagian Utara dan sebagian wilayah
bagian Timur berbatasan dengan Kab.
Subang
c. Bagian Selatan berbatasan dengan Kab.
Bandung
d. Bagian Barat Daya berbatasan dengan
Kab. Cianjur
b. Kondisi Iklim dan Tata Air
Kondisi iklim di Kabupaten
Purwakarta termasuk pada zona iklim tropis,
dengan rata-rata curah hujan 3.093
mm/tahun dan terbagi ke dalam 2 wilayah
zona hujan, yaitu: Zona dengan suhu
berkisar antara 22°-28° dan zona dengan
suhu berkisar 17°-26°. Zona mata air di
Kabupaten Purwakarta yang berpengaruh
terhadap keseimbangan air permukaan
wilayah regional terdapat di Gunung
Burangrang, Sanggabuana, Pegunungan
Parang, Pasir Kutangandak di Kecamatan
Wanayasa dan Pasir Madang di Kecamatan
Campaka. Zona air tanah merupakan zona
air tanah sedang sampai dangkal, terdapat di
wilayah Sungai Cikao Kecamatan
Purwakarta, Plered dan Campaka, serta zona
air tanah dalam terdapat di wilayah
Kecamatan Darangdan, dan Wanayasa
(Dinas Pertanian, 2000).
Zona air permukaan berupa air
sungai dan air genangan. Sungai terbesar
yang terdapat di Kabupaten Purwakarta
adalah sungai Citarum dan Sungai kecil
meliputi Sungai Cikao, Sungai Ciherang dan
Sungai Cilamaya. Air genangan yang
tedapat di Kab. Purwakarta adalah Waduk Ir.
H. Juanda dan sebagian Waduk Cirata.
c. Topografi dan Ketinggian
Berdasarkan kondisi topografinya,
kemiringan lahan di Kabupaten Purwakarta
bervariasi. Lahan dengan kemiringan 0-2%
terutama terdapat di Kecamatan Campaka,
Purwakarta, Plered dan sebagian Kecamatan
Pasawahan. Lahan dengan kemiringan 2-
15% terutama terdapat di Kecamatan
Pasawahan, Purwakarta, Wanayasa, Bojong,
Campaka dan di kecamatan lain yang
meliputi 1/5 dari tiap kecamatan. Lahan
dengan kemiringan lereng 15-40 % terutama
terdapat di Kecamatan Darangdan, Bojong,
Jatiluhur, Wanayasa dan sebagian di Plered,
Purwakarta, Tegalwaru dan Pasawahan.
Lahan dengan Kemiringan 40% terutama
terdapat di Darangdan, Bojong, Jatiluhur,
Plered dan Wanayasa
Ketinggian daerah Kabupaten
Purwakarta antara 40 meter dari permukaan
laut di bagian utara dan 2.064 meter di atas
permukaan laut terdapat di bagian Tenggara
(Gunung Burangrang). Separuh dari
Kabupaten Purwakarta terletak pada
ketinggian 100-500 meter di atas permukaan
laut meliputi Kecamatan Plered, Jatiluhur,
Pasawahan dan sebagian kecil wilayah
Kecamatan Wanayasa, Campaka dan
Darangdan. Daerah ketinggian antara 500-
1000 meter diatas permukaan air laut
terutama terdapat di Kecamatan Darangdan,
Bojong, Jatiluhur dan Wanayasa. Daerah
dengan ketinggian lebih dari 1000 meter
terdapat di Kecamatan Wanayasa dan
kecamatan Darangdan, bagian Tenggara
Kabupaten Purwakarta (Dinas Pertanian,
2000).
BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan
Personal computer (PC) yang
dilengkapi software Visual Basic 6.0.
Sebagai data masukan dalam analisis
digunakan data iklim harian dari stasiun
Meteorologi Citalang, Purwakarta (107°30' -
107°40' BT dan 6°25' - 6°45' LS) tahun
2002. Unsur cuaca yang digunakan sebagai
masukan meliputi radiasi surya, curah
hujan, suhu, kelembaban nisbi, dan
kecepatan angin. Data pertumbuhan tanaman
melon diperoleh dari Roberto Soto-Ortiz and
Jeffrey C. Silvertooth (2007).
3.2 Langkah Kerja
Perbandingan respon pertumbuhan
tanaman melon pada musim kemarau dan
penghujan ini menggunakan submodel
pertumbuhan Visual basic 6.0 dengan
inputan data iklim stasiun Meteorologi
Citalang, Purwakarta. Submodel
pertumbuhan mensimulasikan aliran
biomassa hasil fotosintesis ke organ-organ
tanaman (akar, batang, daun, dan tongkol).
Asumsi yang digunakan untuk
penyusunan sub model pertumbuhan
tanaman kentang adalah sebagai berikut :
1. Kebutuhan air tanaman bukan merupakan
faktor pembatas
2. Kebutuhan nutrisi tanaman bukan
merupakan faktor pembatas
3. Kebutuhan agroklimat lain seperti jenis
tanah, PH tanah dan Iainnya bukan
merupakan faktor pembatas
Produksi Biomassa (Pb)
Produksi biomassa potensial
dihitung secara harian berdasarkan jumlah
radiasi yang diintersepsi (Qint) tanaman
melon serta efisiensi penggunaan radiasi
oleh tajuk (ε). Radiasi yang diintersepsi oleh
tajuk tanaman (Qint) diduga menggunakan
hukum Beer yang merupakan fungsi dari
radiasi surya yang datang (Qo) dan indeks
luas daun (ILD). Perhitungan produksi
biomassa selengkapnya dapat dilihat
dibawah ini (Charles-Edwards et al. 1986)
Pb = εQint = εQo(1 -e -k.ILD
)
Keterangan :
Pb = Produksi biomassa potensial
ε = efesiensi penggunaan radiasi
Nilai ILD untuk tanaman melon yang
digunakan 1,11 (Tedeschi, et. al. 2009).
Perubahan berat dari masing-
masing organ (daun, batang, akar dan biji)
adalah sebagai berikut :
dWx = ηxPa - Rg - Rm = ηx (l-kg) Pa - km
Wx Q10
Keterangan :
dWx = penambahan berat organ x (kg/ha.d)
Pa = Biomassa aktual
ηx = proporsi biomassa yang dialokasikan
ke organ x
kg = koefisien respirasi pertumbuhan
km = koefisien respirasi pemeliharaan
Wx = berat organ x (kg ha-1)
T = suhu udara (°C)
Q10 = 2 (T-20)/10
Indeks Luas Daun (ILD)
Perubahan ILD dihitung dari
perkalian antara parameter luas daun
spesifik (sla)
dengan laju pertumbuhan daun harian
(dWD) sebagai berikut (Handoko 1994) :
dILD = sla*dWD
Keterangan :
dILD = perubahan indeks luas daun
sla = luas daun spesifik (ha kg-1)
dWD = perubahan berat daun (kg /ha.hari)
Gambar 3 Nilai thermal unit untuk tiap fase
pertumbuhan (Ortiz and Silvertooth,2007)
Diagram forrester dari model
pertumbuhan tanaman melon dapat dilihat
pada gambar 4.
Gambar 4 Diagram Forrester Biomassa
Melon
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kondisi Umum Purwakarta Sebagai
Daerah Kajian
Kabupaten Purwakarta merupakan
bagian dari Wilayah Propinsi Jawa Barat
yang terletak diantara 107°30' - 107°40' BT
dan 6°25' - 6°45' LS. Ketinggian daerah
Kabupaten Purwakarta antara 40 meter dari
permukaan laut di bagian utara dan 2.064
meter
Kondisi iklim di Kabupaten
Purwakarta termasuk pada zona iklim tropis,
dengan rata-rata curah hujan 3.093
mm/tahun dan terbagi ke dalam 2 wilayah
zona hujan, yaitu: Zona dengan suhu
berkisar antara 22°-28° dan zona dengan
suhu berkisar 17°-26°.
Gambar 5 Suhu, curah hujan dan radiasi
Purwakarta (Oktober 2001-September 2002)
Rata-rata suhu udara harian di
Purwakarta adalah 28,2 °C, dengan kisaran
26,3 °C – 29,2 °C. Kisaran suhu ini sangat
baik dan sesuai bagi pertumbuhan tanaman
melon. Untuk pertumbuhan optimal, melon
membutuhkan suhu rata-rata 24 °C sampai
30°C selama periode pertumbuhan
(Prihatman, 2000).
4.2 Perbandingan Produktivitas Melon
Pada Musim Kemarau dan Penghujan
Untuk menentukan produktivitas
tanaman melon pada musim kemarau
(Oktober 2001- Februari 2002) dan musim
penghujan (Mei 2002- September 2002)
digunakan sub model pertumbuhan
biomassa. Setelah kita running model yang
dibuat, kita dapatkan masing-masing
biomasa tanaman melon sebagai berikut :
Gambar 6 Perbandingan biomassa daun
melon
Dari grafik di atas dapat dilihat
perbandingan biomassa daun saat musim
kemarau dan musim hujan. Di awal-awal
pertumbuhan biomassa daun antara dua
musim ini tidak jauh berbeda, akan tetapi
setelah 30 hari daun pada musim hujan akan
memiliki biomassa yang lebih tinggi. Ini
dikarenakan daun mendapatkan cukup air
dan cukup radiasi matahari karena meskipun
musim hujan, daerah Purwakarta tetap
mendapatkan sinar matahari sepanjang
tahun. Jadi selain mendapatkan cukup air
dari musim hujan sekaligus radiasi yang
cukup pula, hal ini menyebabkan
perkembangan biomassa daun jauh lebih
cepat pada musim hujan.
Selain daun, biomassa yang lain
adalah batang dan akar tanaman melon.
Grafik perbandingan bisa dilihat di bawah
ini.
Gambar 7 Perbandingan biomassa batang
melon
Gambar 8 Perbandingan biomassa akar
melon
Kedua grafik di atas (gambar 7dan
8) jika kita perhatikan hampir sama
bentuknya. Hal ini menunjukkan bahwa akar
dan batang tanaman melon menunjukkan
karakteristik pertumbuhan dan
perkembangan biomassa yang sama.
Gambar 9 Perbandingan biomassa buah
melon
Pembentukan buah pada melon
terjadi pada 100 hari setelah tanam (gambar
9) atau disebut fase pembentukan buah. Dari
grafik tersebut dapat dilihat perbandingan
biomassa buah saat musim kemarau dan
musim hujan.
Di awal-awal pertumbuhan
biomassa buah antara dua musim ini tidak
jauh berbeda, akan tetapi setelah 117 hari
setelah tanam buah pada musim kemarau
akan memiliki biomassa yang lebih tinggi
karena masih mengalami pertumbuhan
biomassa. Sedangkan buah pada musim
penghujan pertumbuhan biomassanya relatif
konstan, tidak mengalami peningkatan lagi.
Pada waktu pemanenan didapatkan nilai
biomassa buah pada musim kemarau sebesar
8484.51 kg/ha, dan pada musim penghujan
sebesar 6908.65 kg/ha.
Gambar 10 Perbandingan biomassa total
melon
Gambar 10 Perbandingan biomassa melon
Biomassa total tanaman melon
merupakan penjumlahan dari biomassa
daun, batang, akar dan buah dari tanaman
melon. Berdasarkan hasil simulasi dapat
diketahui bahwa produktivitas melon yang
ditanam pada musin kemarau akan lebih
besar dibandingkan dengan produktivitas
melon yang ditanam pada musim hujan. Hal
ini dikarenakan suhu udara, radiasi surya,
curah hujan, kelembaban, dan kondisi angin
sebagai faktor pembatas pada musim
kemarau lebih mendukung untuk
pertumbuhan dan perkembangan tanaman
melon dibandingkan pada musim hujan.
Biomassa total melon pada musin kemarau
dan hujan yaitu 10312.33 kg/ha dan
9237.035 kg/ha. Selain itu, usia tanam pada
musin kemarau juga lebih singkat daripada
musin penghujan, masing-masing yaitu 130
hari dan 137 hari.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Model yang disusun telah mampu
mensimulasikan produktivitas tanaman
melon yang ditanam pada musin kemarau
dan penghujan. Hasil dugaan model
menunjukkan bahwa tanaman melon yang
ditanam pada musim kemarau memiliki
produktivitas yang lebih tinggi dibanding
dengan tanaman melon yang ditanam pada
musim hujan. Dan usia tanam tanaman
melon musim kemarau lebih pendek
dibanding dengan usia tanam tanaman
melon musim hujan.
5.2 Saran
Karena model ini belum dikalibrasi
divalidasi , maka perlu adanya percobaan
langsung di lokasi kajian (Purwakarta) untuk
mendapatkan data pembanding yang valid.
DAFTAR PUSTAKA
Charles-Edward D.A., D. Doley, and G.M.
Rimmington. 1986. Modelling Plant
Geowth and Development.
Dinas Pertanian Jawa Barat. 2002. Kajian
Daerah Rawan Bencana Sosial Di
Kabupaten Purwakarta.
Handoko. 1994. Dasar Penyusunan dan
Aplikasi Model Simulasi Komputer
untuk Pertanian. Jurusan Geofisika
dan Meteorologi. FMIPA. IPB.
Herison, C. 1997. Terjemahan: Sayuran
Dunia 3: Prinsip, Produksi dan Gizi.
Edisi ke-2. Universitas Bengkulu. ITB.
Bandung. 635 hal.
Oktafianti, Y. D. 2006. Evaluasi Karakter
Hortikultura Enam Hibrida Melon
(Cucumis melo L.) Seri III Hasil
Pemuliaan Pusat Kajian Buah –
Buahan Tropika (PKBT) IPB. Skripsi.
Program Studi Hortikultura. Fakultas
Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Prihatman, Kemal. 2000. Budidaya
Pertanian Melon. BAPPENAS :
Jakarta.
Rubatzky, V. E. dan M. Yamaguchi. World
Vegetables Principles, Production and
Nutritive.
Soto-Ortiz, Roberto and Silvertooth, C.
Jeffrey. 2008. Crop Phenology for
Irrigated Spring Cantaloupes
(Cucumis melo L.). Department of
Soil, Water and Environmental
Science, University of Arizona.
Tedeschi, et.al. 2009. Melon crops
(Cucumis melo L., cv. Tendral) grown
in a mediterranean environment under
saline-sodic conditions: Part I. Yield
and quality. National Research Council
(CNR), Italy.
Yamaguchi, M. 1983. World Vegetables
Principles, Production and Nutritive.
Westport, Connecticut. The Avi
Publishing Company, Inc. 415 p.
LAMPIRAN
Tabel 1. Data cuaca bulanan kabupaten Purwakarta (Oktober 2001-September 2002)
Bulan
Mean temp (oC)
Humidity (%)
Precipitation (mm)
Sol. Rad (MJ/m2)
wind speed (knots)
Oktober 28.5 83 318.8 15.14 0.6
November 28.2 83 358.8 14.69 0.7
Desember 28.2 77 380.2 16.77 0.8
Januari 27.3 89 355.6 12.88 0.5
Februari 26.3 91 338.4 9.71 0.5
Maret 28.3 86 328.2 15.79 0.5
April 28.6 85 328.0 15.52 0.5
Mei 28.8 83 324.4 14.72 0.5
Juni 28.5 82 321.8 13.88 0.4
Juli 27.9 82 355.4 14.39 0.5
Agustus 28.1 77 356.0 15.68 0.5
September 29.2 72 351.6 15.28 0.6
Gambar 11 Hasil simulasi produktivitas melon pada musim kemarau
Gambar 12 Hasil simulasi produktivitas melon pada musim kemarau
Tabel 2. Perbandingan hasil simulasi produktivitas melon pada musim kemarau dan penghujan
Data cuaca
musim w daun w batang w akar w buah w total
(kg/ha)
kemarau 1234.53 346.01 247.27 8484.51 10312.33
hujan 1622.50 380.21 325.68 6908.64 9237.03