13
PERBANDINGAN PRODUKTIVITAS MELON (Cucumis Melo L.) PADA MUSIM KEMARAU DAN PENGHUJAN (Studi Kasus Purwakarta) Anggota Kelompok: 1. Teguh Bambang S. (G24070033) 2. Hanifah Nurhayati (G24080013) 3. Achmad Sururi (G24080041) 4. Nadita Zairina S. (G24080044) DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS PATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

PERBANDINGAN PRODUKTIVITAS MELON (Cucumis Melo L.) PADA MUSIM KEMARAU DAN PENGHUJAN (Studi Kasus Purwakarta)

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PERBANDINGAN  PRODUKTIVITAS MELON (Cucumis Melo L.) PADA MUSIM KEMARAU DAN PENGHUJAN (Studi Kasus Purwakarta)

PERBANDINGAN

PRODUKTIVITAS MELON (Cucumis Melo L.) PADA MUSIM

KEMARAU DAN PENGHUJAN (Studi Kasus Purwakarta)

Anggota Kelompok:

1. Teguh Bambang S. (G24070033)

2. Hanifah Nurhayati (G24080013)

3. Achmad Sururi (G24080041)

4. Nadita Zairina S. (G24080044)

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS PATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

Page 2: PERBANDINGAN  PRODUKTIVITAS MELON (Cucumis Melo L.) PADA MUSIM KEMARAU DAN PENGHUJAN (Studi Kasus Purwakarta)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Melon (Cucumis Melo L.) merupakan

salah satu jenis tanaman hortikultura yang

perlu mendapatkan perhatian. Hal ini

dikarenakan melon memiliki nilai

ekonomis yang tinggi, memiliki rasa yang

enak serta aroma yang khas. Melon yang

ditanam di daerah tropis memiliki umur

yang cukup pendek (75-120 hari) sehingga

relatif lebih cepat dipanen (Lestari, 1991

dalam Wulandari, 2000). Hal ini

memberikan keuntungan kepada petani dan

pengusaha melon, yaitu dalam kecepatan

memproduksi buah.

Menurut Robinson dan Walters (1996)

dalam Oktafianti (2006) melon termasuk

dalam peringat tiga terbesar dalam bidang

produksi pada famili Cucurbitaceae selain

semangka dan ketimun. Daging buah melon

umumnya dikonsumsi dalam bentuk segar,

yaitu dibuat acar (pickle) maupun dalam

bentuk minuman segar.

Di India dan Afrika, biji melon

dikonsumsi dengan cara dikeringkan atau

dipanggang terlebih dahulu. Biji melon

mengandung minyak yang dapat digunakan

sebagai bahan bakar penerangan. Daun

melon juga dapat digunakan sebagai sayuran

sedangkan bagian tanaman lainnya dapat

digunakan sebagai pakan ternak. Di Cina,

tanaman melon digunakan sebagai obat,

buah dan akarnya digunakan sebagai

diuretik, akar dan bunga sebagai emetic,

daun dan bijinya digunakan untuk

penyembuhan disentri dan hipertensi

(Oktafianti, 2006). Melon sering digunakan

sebagai terapi kesehatan karena berkhasiat

untuk membantu sistem pembuangan, anti

kanker, menurunkan resiko stroke dan

penyakit jantung serta mencegah

penggumpalan darah (Wijayakusumah, 1995

dalam Wulandari, 2000).

Di Indonesia tanaman melon

mempunyai prospek yang cukup baik untuk

dikembangkan. Hal ini dikarenakan iklim

dan syarat tumbuh tanaman melon sesuai

dengan kondisi iklim di Indonesia. Namun

tetap saja, keberhasilan penanaman tanaman

melon bergantung pada keuletan dan

ketekunan para petani serta pengusaha

melon di Indonesia, karena tanaman melon

membutuhkan teknik budidaya yang baik

agar kualitas buah yang baik dapat tercapai

(Wulandari, 2000).

Penentuan lokasi yang sesuai untuk

pengembangan tanaman melon merupakan

salah satu cara meningkatkan kualitas buah

melon dengan cara memperhatikan aspek

agroklimat, yaitu faktor iklim yang meliputi

curah hujan, suhu dan radiasi. Ketiga faktor

iklim tersebut sangat menentukan

pertumbuhan, perkembangan dan produksi

tanaman. Sedangkan faktor tanah yang perlu

diperhatikan adalah sifat fisik tanah, sifat

kimia tanah dan topografi daerah (Wirahma,

2008).

Pengembangan komoditas yang tidak

sesuai dengan agroklimatnya dapat

menyebabkan tingkat kematian yang tinggi,

input produksi tinggi dan mutu hasil rendah

(Darmaputra, 2006 dalam Wirahma, 2008).

Penentuan perbandingan respon

tanaman melon terhadap dua kondisi iklim

di Indonesia yaitu musim kemarau dan

penghujan dapat disimulasi melalui model

Page 3: PERBANDINGAN  PRODUKTIVITAS MELON (Cucumis Melo L.) PADA MUSIM KEMARAU DAN PENGHUJAN (Studi Kasus Purwakarta)

pertumbuhan tanaman melon dengan

bantuan software visual basic.

1.2. Tujuan

Mengetahui perbandingan tingkat

produktivitas tanaman melon pada musim

kemarau dan penghujan dengan model

simulasi pertumbuhan biomassa.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Botani Tanaman Melon

Dalam dunia tumbuh-tumbuhan,

tanaman melon termasuk dalam keluarga

labu-labuan (Cucurbitaceae) seperti halnya

dengan blewah (Cucumis melo L.),

semangka (Citrullus vulgaris Schard.),

mentimun (Cucumis sativus L.), pare

(Momordica charantia L. Roxb.) dan waluh

(Cucurbita moschata). Kedudukan tanaman

melon dalam sistematika tumbuhan

diklasifikasikan sebagai berikut :

1) Divisi : Spermatophyta

2) Sub-divisi : Angiospermae

3) Klas : Dicotyledonae

4) Sub-klas : Sympetalae

5) Ordo : Cucurbitales

6) Famili : Cucurbitaceae

7) Genus : Cucumis

8) Spesies : Cucumis melo L

Gambar 1 Melon (Cucumis melo L)

Kantalup atau melon adalah

tanaman semusim dengan bunga monoecious

dan kadang-kadang andromonoecious.

Sistem perakaran biasanya luas namun agak

dangkal. Batang bersudut-sudut dengan

sulur tunggal. Sebagian besarn kultivar

tumbuh menjalar, introduksi kultivar tipe

semak adalah perkembangan yang boleh

dikatakan baru (Yamaguchi, 1983).

Daun melon berbeda dengan daun

mentimun, yaitu bentuknya agak bundar,

bulat telur, atau seperti ginjal, lebar sekitar 8

– 15 cm, dan memiliki lima atau tujuh

lengkuk dangkal (Rubatzky dan Yamaguchi,

1997).

Bunga jantan terbentuk pada buku-buku

batang tanaman. Bunga betina dan

hermaprodit tumbuh tunggal dengan tangkai

yang gemuk dan pendek, tumbuh pada

ketiak daun yang berbeda. Bunga membuka

hanya sekali pada pagi hari, dan diserbuki

oleh serangga (Rubatzky dan Yamaguchi,

1997).

Ukuran, bentuk, warna, dan

kekerasan kulit buah sangat beragam pada

berbagai tipe dan kultivar melon. Buah

biasanya bulat atau bulat telur lonjong.

Permukaan buah rata, tidak berbulu,

beberapa sangat bersudut dan yang lainnya

tertutup oleh jala-jala bergabus (retikulat).

Jaringan pembuluh yang juga disebut

dengan urat, berupa lekukan memanjang

atau strip pada permukaan buah yang tidak

berjala. Urat ini berkaitan dengan ikatan

pembuluh angkut (vascular bundle) dan

tidak mudah terlihat pada buah yang sangat

berjala. Permukaan buah paling sering

berwarna kuning atau hijau kecoklatan.

Daging buah, yang sebenarnya adalah

Page 4: PERBANDINGAN  PRODUKTIVITAS MELON (Cucumis Melo L.) PADA MUSIM KEMARAU DAN PENGHUJAN (Studi Kasus Purwakarta)

dinding bakal buah (perikarp), juga sangat

beragam ketebalan, warna, dan teksturnya.

Warna daging buah dapat putih, hijau, merah

jambu, atau jingga. Beberapa kultivar yang

baru dikembangkan ketika matang

sempurna, memiliki daging buah dengan dua

warna. Aroma pada melon disebabkan oleh

berbagai senyawa atsiri, khususnya alkohol,

asam, ester, yang terbentuk selama

pematangan; jumlah dan nisbah senyawa

atsiri ini beragam pada berbagai grup

Cucumis melo, yang memberikan sifat

aroma dan rasa yang berbeda-beda pula

(Rubatzky dan Yamaguchi, 1997).

Sifat khusus kultivar melon tertentu

adalah terbentuknya lapisan absisik yang

bersamaan dengan kematangan buah, dan

memudahkan buah dipisahkan dari batang

(Yamaguchi, 1983). Sifat ini adalah

petunjuk yang berguna sebagai tanda

eksternal kematangan buah saat panen. Buah

melon menghasilkan biji dalam jumlah yang

sangat banyak, berwarna putih atau kusam,

dan halus (Rubatzky dan Yamaguchi, 1997).

2.2 Kesesuaian Agroklimat Tanaman

Melon

Prosedur budidaya melon sama

dengan budidaya timun, walaupun

kebutuhan haranya lebih tinggi karena

periode pertumbuhan melon yang lebih

panjang sehingga memerlukan hara dan air

yang lebih banyak (Rubatzky dan

Yamaguchi, 1997).

Benih ditanam sedalam 3 - 4 cm, dan

jika tanah menghangat dengan suhu lebih

dari 20°C, kecambah dapat muncul dalam

waktu satu minggu. Melon biasanya tidak

dipindah-tanam karena akar telanjang, bibit

cabutan tidak tumbuh dengan baik dan bibit

berbumbungan mahal harganya. Namun, jika

digunakan benih hibrida yang mahal dan

khususnya jika diproduksi di dalam

greenhouse atau bangunan pelindung

lainnya, pindah tanam mungkin menjadi

lebih layak. Di Jepang dan beberapa negara

lain, melon diproduksi dalam rumah kaca

(Rubatzky dan Yamaguchi, 1997).

Kecambah tanaman melon muncul

pada 4 – 8 hari setelah penanaman. Daun

sejati tumbuh atau muncul setelah 5 – 6 hari

setelah membukanya kotiledon, lalu diikuti

oleh pertumbuhan 2 – 4 tunas-tunas aksilar

pada batang primer. Cluster bunga jantan

pertama muncul pada ruas buku yang ke 5 –

12 yaitu sekitar 30 – 50 hari setelah

penanaman, diikuti munculnya bunga betina

dan bunga hermaprodit pada cabang

sekunder. Penyerbukan bunga dibantu oleh

serangga terutama lebah. Setelah bunga

diserbuki oleh bantuan serangga maka

berlangsung proses pembuahan.

Perkembangan buah terjadi setelah 10 – 40

hari setelah bunga mekar hingga buah melon

mengalami pemasakan buah. Pemasakan

buah melon ini ditandai dengan

bekembangnya ukuran buah, melunaknya

buah, terdapat senyawa aromatik, dan

tangkai buah mudah patah sekitar 8 – 10

minggu setelah tanam (Rubatzky dan

Yamaguchi, 1997).

Buah yang lambat terbentuk (sering

gugur) atau gagal mencapai ukuran atau

padatan terlarut (Soluble solids) dan rasa

manis yang memadai adalah penyebab

rendahnya kinerja tanaman. Kadang –

kadang buah yang terbentuk terlambat ini,

dibiarkan matang untuk diambil bijinya.

Page 5: PERBANDINGAN  PRODUKTIVITAS MELON (Cucumis Melo L.) PADA MUSIM KEMARAU DAN PENGHUJAN (Studi Kasus Purwakarta)

Menurut Prihatman (2000) suhu rata–rata

optimum adalah 24°C sampai 30°C.

Pertumbuhan tanaman meningkat secara

nyata jika terdapat intensitas cahaya tinggi.

Selama periode dingin, seperti matahari

rendah di cakrawala, bedengan dibentuk

miring ke arah matahari untuk

memanfaatkan tambahan cahaya dan suhu

selama pertumbuhan tanaman. Bedengan

yang ditinggikan dan mulsa biasa digunakan

untuk meminimumkan sentuhan langsung

buah terhadap air dan untuk meningkatkan

drainase; genangan air harus dihindari.

Berbagai jenis mulsa, penutup barisan dan

sungkup panas kadang–kadang digunakan

untuk mempercepat pertumbuhan tanaman

(Yamaguchi, 1983).

Tanah yang dalam dan berdrainase

yang baik adalah tanah yang paling sesuai.

Tanah bertekstur halus berpotensi lebih

produktif, tetapi biasanya cenderung

menunda waktu matang. Melon peka

terhadap tanah asam, pH tanah terbaik harus

berada antara 7 – 8. Jarak tanam di lapangan

sangat beragam, dari 30 cm x 200 cm hingga

60 cm x 200cm, yang menghasilkan

populasi 15.000–20.000 tanaman per hektar.

Pada produksi komersial, bahkan pada jarak

tanam ini biasanya hanya satu atau dua buah

per tanaman yang akan memenuhi kualitas

pasar dan sesuai untuk dipanen. Untuk jarak

tanam di Greenhouse dari 60 cm x 70cm

hingga 60 cm x 100 cm. Jarak tanam dalam

Greenhouse ini dapat pula disesuaikan

dengan luas Greenhouse yang tersedia.

Tanaman melon dapat diletakan secara zig-

zag ataupun berpola persegi panjang

(Rubatzky dan Yamaguchi, 1997).

2.3 Kondisi Umum Purwakarta Sebagai

Lokasi Kajian

a. Posisi Geografis

Menurut Dinas Pertanian Jawa

barat (2000) Kabupaten Purwakarta

merupakan bagian dari Wilayah Propinsi

Jawa Barat yang terletak diantara 107°30' -

107°40' BT dan 6°25' - 6°45' LS.

Gambar 2 Peta Purwakarta

Secara administratif, Kabupaten

Purwakarta mempunyai batas wilayah

sebagai berikut:

a. Bagian Barat dan sebagian wilayah Utara

berbatasan dengan Kab. Karawang

b. Bagian Utara dan sebagian wilayah

bagian Timur berbatasan dengan Kab.

Subang

c. Bagian Selatan berbatasan dengan Kab.

Bandung

d. Bagian Barat Daya berbatasan dengan

Kab. Cianjur

b. Kondisi Iklim dan Tata Air

Kondisi iklim di Kabupaten

Purwakarta termasuk pada zona iklim tropis,

dengan rata-rata curah hujan 3.093

mm/tahun dan terbagi ke dalam 2 wilayah

zona hujan, yaitu: Zona dengan suhu

berkisar antara 22°-28° dan zona dengan

suhu berkisar 17°-26°. Zona mata air di

Kabupaten Purwakarta yang berpengaruh

Page 6: PERBANDINGAN  PRODUKTIVITAS MELON (Cucumis Melo L.) PADA MUSIM KEMARAU DAN PENGHUJAN (Studi Kasus Purwakarta)

terhadap keseimbangan air permukaan

wilayah regional terdapat di Gunung

Burangrang, Sanggabuana, Pegunungan

Parang, Pasir Kutangandak di Kecamatan

Wanayasa dan Pasir Madang di Kecamatan

Campaka. Zona air tanah merupakan zona

air tanah sedang sampai dangkal, terdapat di

wilayah Sungai Cikao Kecamatan

Purwakarta, Plered dan Campaka, serta zona

air tanah dalam terdapat di wilayah

Kecamatan Darangdan, dan Wanayasa

(Dinas Pertanian, 2000).

Zona air permukaan berupa air

sungai dan air genangan. Sungai terbesar

yang terdapat di Kabupaten Purwakarta

adalah sungai Citarum dan Sungai kecil

meliputi Sungai Cikao, Sungai Ciherang dan

Sungai Cilamaya. Air genangan yang

tedapat di Kab. Purwakarta adalah Waduk Ir.

H. Juanda dan sebagian Waduk Cirata.

c. Topografi dan Ketinggian

Berdasarkan kondisi topografinya,

kemiringan lahan di Kabupaten Purwakarta

bervariasi. Lahan dengan kemiringan 0-2%

terutama terdapat di Kecamatan Campaka,

Purwakarta, Plered dan sebagian Kecamatan

Pasawahan. Lahan dengan kemiringan 2-

15% terutama terdapat di Kecamatan

Pasawahan, Purwakarta, Wanayasa, Bojong,

Campaka dan di kecamatan lain yang

meliputi 1/5 dari tiap kecamatan. Lahan

dengan kemiringan lereng 15-40 % terutama

terdapat di Kecamatan Darangdan, Bojong,

Jatiluhur, Wanayasa dan sebagian di Plered,

Purwakarta, Tegalwaru dan Pasawahan.

Lahan dengan Kemiringan 40% terutama

terdapat di Darangdan, Bojong, Jatiluhur,

Plered dan Wanayasa

Ketinggian daerah Kabupaten

Purwakarta antara 40 meter dari permukaan

laut di bagian utara dan 2.064 meter di atas

permukaan laut terdapat di bagian Tenggara

(Gunung Burangrang). Separuh dari

Kabupaten Purwakarta terletak pada

ketinggian 100-500 meter di atas permukaan

laut meliputi Kecamatan Plered, Jatiluhur,

Pasawahan dan sebagian kecil wilayah

Kecamatan Wanayasa, Campaka dan

Darangdan. Daerah ketinggian antara 500-

1000 meter diatas permukaan air laut

terutama terdapat di Kecamatan Darangdan,

Bojong, Jatiluhur dan Wanayasa. Daerah

dengan ketinggian lebih dari 1000 meter

terdapat di Kecamatan Wanayasa dan

kecamatan Darangdan, bagian Tenggara

Kabupaten Purwakarta (Dinas Pertanian,

2000).

BAB III

METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan

Personal computer (PC) yang

dilengkapi software Visual Basic 6.0.

Sebagai data masukan dalam analisis

digunakan data iklim harian dari stasiun

Meteorologi Citalang, Purwakarta (107°30' -

107°40' BT dan 6°25' - 6°45' LS) tahun

2002. Unsur cuaca yang digunakan sebagai

masukan meliputi radiasi surya, curah

hujan, suhu, kelembaban nisbi, dan

kecepatan angin. Data pertumbuhan tanaman

melon diperoleh dari Roberto Soto-Ortiz and

Jeffrey C. Silvertooth (2007).

3.2 Langkah Kerja

Perbandingan respon pertumbuhan

tanaman melon pada musim kemarau dan

Page 7: PERBANDINGAN  PRODUKTIVITAS MELON (Cucumis Melo L.) PADA MUSIM KEMARAU DAN PENGHUJAN (Studi Kasus Purwakarta)

penghujan ini menggunakan submodel

pertumbuhan Visual basic 6.0 dengan

inputan data iklim stasiun Meteorologi

Citalang, Purwakarta. Submodel

pertumbuhan mensimulasikan aliran

biomassa hasil fotosintesis ke organ-organ

tanaman (akar, batang, daun, dan tongkol).

Asumsi yang digunakan untuk

penyusunan sub model pertumbuhan

tanaman kentang adalah sebagai berikut :

1. Kebutuhan air tanaman bukan merupakan

faktor pembatas

2. Kebutuhan nutrisi tanaman bukan

merupakan faktor pembatas

3. Kebutuhan agroklimat lain seperti jenis

tanah, PH tanah dan Iainnya bukan

merupakan faktor pembatas

Produksi Biomassa (Pb)

Produksi biomassa potensial

dihitung secara harian berdasarkan jumlah

radiasi yang diintersepsi (Qint) tanaman

melon serta efisiensi penggunaan radiasi

oleh tajuk (ε). Radiasi yang diintersepsi oleh

tajuk tanaman (Qint) diduga menggunakan

hukum Beer yang merupakan fungsi dari

radiasi surya yang datang (Qo) dan indeks

luas daun (ILD). Perhitungan produksi

biomassa selengkapnya dapat dilihat

dibawah ini (Charles-Edwards et al. 1986)

Pb = εQint = εQo(1 -e -k.ILD

)

Keterangan :

Pb = Produksi biomassa potensial

ε = efesiensi penggunaan radiasi

Nilai ILD untuk tanaman melon yang

digunakan 1,11 (Tedeschi, et. al. 2009).

Perubahan berat dari masing-

masing organ (daun, batang, akar dan biji)

adalah sebagai berikut :

dWx = ηxPa - Rg - Rm = ηx (l-kg) Pa - km

Wx Q10

Keterangan :

dWx = penambahan berat organ x (kg/ha.d)

Pa = Biomassa aktual

ηx = proporsi biomassa yang dialokasikan

ke organ x

kg = koefisien respirasi pertumbuhan

km = koefisien respirasi pemeliharaan

Wx = berat organ x (kg ha-1)

T = suhu udara (°C)

Q10 = 2 (T-20)/10

Indeks Luas Daun (ILD)

Perubahan ILD dihitung dari

perkalian antara parameter luas daun

spesifik (sla)

dengan laju pertumbuhan daun harian

(dWD) sebagai berikut (Handoko 1994) :

dILD = sla*dWD

Keterangan :

dILD = perubahan indeks luas daun

sla = luas daun spesifik (ha kg-1)

dWD = perubahan berat daun (kg /ha.hari)

Gambar 3 Nilai thermal unit untuk tiap fase

pertumbuhan (Ortiz and Silvertooth,2007)

Diagram forrester dari model

pertumbuhan tanaman melon dapat dilihat

pada gambar 4.

Page 8: PERBANDINGAN  PRODUKTIVITAS MELON (Cucumis Melo L.) PADA MUSIM KEMARAU DAN PENGHUJAN (Studi Kasus Purwakarta)

Gambar 4 Diagram Forrester Biomassa

Melon

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kondisi Umum Purwakarta Sebagai

Daerah Kajian

Kabupaten Purwakarta merupakan

bagian dari Wilayah Propinsi Jawa Barat

yang terletak diantara 107°30' - 107°40' BT

dan 6°25' - 6°45' LS. Ketinggian daerah

Kabupaten Purwakarta antara 40 meter dari

permukaan laut di bagian utara dan 2.064

meter

Kondisi iklim di Kabupaten

Purwakarta termasuk pada zona iklim tropis,

dengan rata-rata curah hujan 3.093

mm/tahun dan terbagi ke dalam 2 wilayah

zona hujan, yaitu: Zona dengan suhu

berkisar antara 22°-28° dan zona dengan

suhu berkisar 17°-26°.

Gambar 5 Suhu, curah hujan dan radiasi

Purwakarta (Oktober 2001-September 2002)

Rata-rata suhu udara harian di

Purwakarta adalah 28,2 °C, dengan kisaran

26,3 °C – 29,2 °C. Kisaran suhu ini sangat

baik dan sesuai bagi pertumbuhan tanaman

melon. Untuk pertumbuhan optimal, melon

membutuhkan suhu rata-rata 24 °C sampai

30°C selama periode pertumbuhan

(Prihatman, 2000).

4.2 Perbandingan Produktivitas Melon

Pada Musim Kemarau dan Penghujan

Untuk menentukan produktivitas

tanaman melon pada musim kemarau

(Oktober 2001- Februari 2002) dan musim

penghujan (Mei 2002- September 2002)

digunakan sub model pertumbuhan

biomassa. Setelah kita running model yang

dibuat, kita dapatkan masing-masing

biomasa tanaman melon sebagai berikut :

Gambar 6 Perbandingan biomassa daun

melon

Page 9: PERBANDINGAN  PRODUKTIVITAS MELON (Cucumis Melo L.) PADA MUSIM KEMARAU DAN PENGHUJAN (Studi Kasus Purwakarta)

Dari grafik di atas dapat dilihat

perbandingan biomassa daun saat musim

kemarau dan musim hujan. Di awal-awal

pertumbuhan biomassa daun antara dua

musim ini tidak jauh berbeda, akan tetapi

setelah 30 hari daun pada musim hujan akan

memiliki biomassa yang lebih tinggi. Ini

dikarenakan daun mendapatkan cukup air

dan cukup radiasi matahari karena meskipun

musim hujan, daerah Purwakarta tetap

mendapatkan sinar matahari sepanjang

tahun. Jadi selain mendapatkan cukup air

dari musim hujan sekaligus radiasi yang

cukup pula, hal ini menyebabkan

perkembangan biomassa daun jauh lebih

cepat pada musim hujan.

Selain daun, biomassa yang lain

adalah batang dan akar tanaman melon.

Grafik perbandingan bisa dilihat di bawah

ini.

Gambar 7 Perbandingan biomassa batang

melon

Gambar 8 Perbandingan biomassa akar

melon

Kedua grafik di atas (gambar 7dan

8) jika kita perhatikan hampir sama

bentuknya. Hal ini menunjukkan bahwa akar

dan batang tanaman melon menunjukkan

karakteristik pertumbuhan dan

perkembangan biomassa yang sama.

Gambar 9 Perbandingan biomassa buah

melon

Pembentukan buah pada melon

terjadi pada 100 hari setelah tanam (gambar

9) atau disebut fase pembentukan buah. Dari

grafik tersebut dapat dilihat perbandingan

biomassa buah saat musim kemarau dan

musim hujan.

Di awal-awal pertumbuhan

biomassa buah antara dua musim ini tidak

jauh berbeda, akan tetapi setelah 117 hari

setelah tanam buah pada musim kemarau

akan memiliki biomassa yang lebih tinggi

karena masih mengalami pertumbuhan

biomassa. Sedangkan buah pada musim

penghujan pertumbuhan biomassanya relatif

konstan, tidak mengalami peningkatan lagi.

Pada waktu pemanenan didapatkan nilai

biomassa buah pada musim kemarau sebesar

8484.51 kg/ha, dan pada musim penghujan

sebesar 6908.65 kg/ha.

Page 10: PERBANDINGAN  PRODUKTIVITAS MELON (Cucumis Melo L.) PADA MUSIM KEMARAU DAN PENGHUJAN (Studi Kasus Purwakarta)

Gambar 10 Perbandingan biomassa total

melon

Gambar 10 Perbandingan biomassa melon

Biomassa total tanaman melon

merupakan penjumlahan dari biomassa

daun, batang, akar dan buah dari tanaman

melon. Berdasarkan hasil simulasi dapat

diketahui bahwa produktivitas melon yang

ditanam pada musin kemarau akan lebih

besar dibandingkan dengan produktivitas

melon yang ditanam pada musim hujan. Hal

ini dikarenakan suhu udara, radiasi surya,

curah hujan, kelembaban, dan kondisi angin

sebagai faktor pembatas pada musim

kemarau lebih mendukung untuk

pertumbuhan dan perkembangan tanaman

melon dibandingkan pada musim hujan.

Biomassa total melon pada musin kemarau

dan hujan yaitu 10312.33 kg/ha dan

9237.035 kg/ha. Selain itu, usia tanam pada

musin kemarau juga lebih singkat daripada

musin penghujan, masing-masing yaitu 130

hari dan 137 hari.

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Model yang disusun telah mampu

mensimulasikan produktivitas tanaman

melon yang ditanam pada musin kemarau

dan penghujan. Hasil dugaan model

menunjukkan bahwa tanaman melon yang

ditanam pada musim kemarau memiliki

produktivitas yang lebih tinggi dibanding

dengan tanaman melon yang ditanam pada

musim hujan. Dan usia tanam tanaman

melon musim kemarau lebih pendek

dibanding dengan usia tanam tanaman

melon musim hujan.

5.2 Saran

Karena model ini belum dikalibrasi

divalidasi , maka perlu adanya percobaan

langsung di lokasi kajian (Purwakarta) untuk

mendapatkan data pembanding yang valid.

DAFTAR PUSTAKA

Charles-Edward D.A., D. Doley, and G.M.

Rimmington. 1986. Modelling Plant

Geowth and Development.

Dinas Pertanian Jawa Barat. 2002. Kajian

Daerah Rawan Bencana Sosial Di

Kabupaten Purwakarta.

Handoko. 1994. Dasar Penyusunan dan

Aplikasi Model Simulasi Komputer

untuk Pertanian. Jurusan Geofisika

dan Meteorologi. FMIPA. IPB.

Herison, C. 1997. Terjemahan: Sayuran

Dunia 3: Prinsip, Produksi dan Gizi.

Page 11: PERBANDINGAN  PRODUKTIVITAS MELON (Cucumis Melo L.) PADA MUSIM KEMARAU DAN PENGHUJAN (Studi Kasus Purwakarta)

Edisi ke-2. Universitas Bengkulu. ITB.

Bandung. 635 hal.

Oktafianti, Y. D. 2006. Evaluasi Karakter

Hortikultura Enam Hibrida Melon

(Cucumis melo L.) Seri III Hasil

Pemuliaan Pusat Kajian Buah –

Buahan Tropika (PKBT) IPB. Skripsi.

Program Studi Hortikultura. Fakultas

Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Bogor.

Prihatman, Kemal. 2000. Budidaya

Pertanian Melon. BAPPENAS :

Jakarta.

Rubatzky, V. E. dan M. Yamaguchi. World

Vegetables Principles, Production and

Nutritive.

Soto-Ortiz, Roberto and Silvertooth, C.

Jeffrey. 2008. Crop Phenology for

Irrigated Spring Cantaloupes

(Cucumis melo L.). Department of

Soil, Water and Environmental

Science, University of Arizona.

Tedeschi, et.al. 2009. Melon crops

(Cucumis melo L., cv. Tendral) grown

in a mediterranean environment under

saline-sodic conditions: Part I. Yield

and quality. National Research Council

(CNR), Italy.

Yamaguchi, M. 1983. World Vegetables

Principles, Production and Nutritive.

Westport, Connecticut. The Avi

Publishing Company, Inc. 415 p.

Page 12: PERBANDINGAN  PRODUKTIVITAS MELON (Cucumis Melo L.) PADA MUSIM KEMARAU DAN PENGHUJAN (Studi Kasus Purwakarta)

LAMPIRAN

Tabel 1. Data cuaca bulanan kabupaten Purwakarta (Oktober 2001-September 2002)

Bulan

Mean temp (oC)

Humidity (%)

Precipitation (mm)

Sol. Rad (MJ/m2)

wind speed (knots)

Oktober 28.5 83 318.8 15.14 0.6

November 28.2 83 358.8 14.69 0.7

Desember 28.2 77 380.2 16.77 0.8

Januari 27.3 89 355.6 12.88 0.5

Februari 26.3 91 338.4 9.71 0.5

Maret 28.3 86 328.2 15.79 0.5

April 28.6 85 328.0 15.52 0.5

Mei 28.8 83 324.4 14.72 0.5

Juni 28.5 82 321.8 13.88 0.4

Juli 27.9 82 355.4 14.39 0.5

Agustus 28.1 77 356.0 15.68 0.5

September 29.2 72 351.6 15.28 0.6

Gambar 11 Hasil simulasi produktivitas melon pada musim kemarau

Page 13: PERBANDINGAN  PRODUKTIVITAS MELON (Cucumis Melo L.) PADA MUSIM KEMARAU DAN PENGHUJAN (Studi Kasus Purwakarta)

Gambar 12 Hasil simulasi produktivitas melon pada musim kemarau

Tabel 2. Perbandingan hasil simulasi produktivitas melon pada musim kemarau dan penghujan

Data cuaca

musim w daun w batang w akar w buah w total

(kg/ha)

kemarau 1234.53 346.01 247.27 8484.51 10312.33

hujan 1622.50 380.21 325.68 6908.64 9237.03