102
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL SPUTUM, DAN VOLUME EKSPIRASI PAKSA DETIK PERTAMA AKIBAT PEMBERIAN VITAMIN C PADA ASMA TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Magister Kedokteran Keluarga Minat Utama Biomedik Oleh Imron Riyatno NIM S 500907018 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013

PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

i

PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL SPUTUM,

DAN VOLUME EKSPIRASI PAKSA DETIK PERTAMA

AKIBAT PEMBERIAN VITAMIN C PADA ASMA

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister

Program Studi Magister Kedokteran Keluarga

Minat Utama Biomedik

Oleh

Imron Riyatno

NIM S 500907018

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2013

Page 2: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL SPUTUM,

DAN VOLUME EKSPIRASI PAKSA DETIK PERTAMA

AKIBAT PEMBERIAN VITAMIN C PADA ASMA

TESIS

Oleh

Imron Riyatno

NIM S 500907018

Komisi

Pembimbing

Nama Tanda Tangan Tanggal

Pembimbing I Dr. Eddy Surjanto, dr., SpP(K) NIP. 195011041975111001

23-01-2013

Pembimbing II Prof. Dr. Suradi, dr., SpP(K), MARS NIP. 194705211976091001

23-01-2013

Telah dinyatakan memenuhi syarat pada tanggal 23-01-2013

Mengetahui

Ketua Program Studi Magister Kedokteran Keluarga

Dr. Hari Wujoso, dr., SpF, MM NIP. 196210221995031001

Page 3: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

LEMBAR PENGESAHAN

PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL SPUTUM,

DAN VOLUME EKSPIRASI PAKSA DETIK PERTAMA

AKIBAT PEMBERIAN VITAMIN C PADA ASMA

TESIS

Oleh

Imron Riyatno NIM S 500907018

Tim Penguji:

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal Ketua Dr. Hari Wujoso, dr., SpF, MM 23-01-2013 NIP. 196210221995031001 Sekretaris Prof. Dr. Muchsin D., dr., MARS, PFarK, AIFO 23-01-2013 NIP. 194805311976031001 Anggota 1. Dr. Eddy Surjanto, dr., SpP(K) 23-01-2013 Penguji NIP. 195011041975111001 2. Prof. Dr. Suradi, dr., SpP(K), MARS 23-01-2013 NIP. 194705211976091001

Telah dipertahankan di depan penguji Dinyatakan telah memenuhi syarat

pada tanggal 23-01-2013

Direktur Program Pascasarjana UNS

Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, MS NIP. 196107171986011001

Ketua Program Studi Magister Kedokteran Keluarga Dr. Hari Wujoso, dr., SpF, MM NIP. 196210221995031001

Page 4: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI ISI TESIS

Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa :

1. Tesis yang berjudul JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL

SPUTUM, DAN VOLUME EKSPIRASI PAKSA DETIK PERTAMA AKIBAT

PEMBERIAN VITAMIN C PADA ASMA

plagiat, serta tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain

untuk memperoleh gelar akademik serta tidak terdapat karya atau pendapat yang

pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis digunakan

sebagai acuan dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber acuan serta daftar

pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini,

maka saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-

undangan (Permendiknas No 17, tahun 2010).

2. Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain

harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author dan PPs UNS

sebagai institusinya. Apabila dalam waktu sekurang-kurangnya satu semester sejak

pengesahan tesis saya tidak melakukan publikasi dari sebagian atau keseluruhan

tesis ini, maka Prodi Magister Kedokteran Keluarga UNS berhak

mempublikasikannya pada jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Prodi Magister

Kedokteran Keluarga PPs-UNS. Apabila saya melakukan pelanggaran dari

ketentuan publikasi ini, maka saya bersedia mendapatkan sanksi akademik yang

berlaku.

Surakarta, -01-2013

Mahasiswa

Imron Riyatno NIM: S 500907018

Page 5: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT penulis ucapkan atas terselesaikannya tesis

ini. Tesis ini merupakan sebagian persyaratan mencapai derajat Magister Kesehatan

dan Pendidikan Dokter Spesialis Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi

Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Upaya kerjasama berbagai

pihak, bimbingan, pengarahan dan bantuan para guru, keluarga, teman sejawat

residen paru, karyawan rumah sakit, serta para pasien selama penulis menjalani

pendidikan merupakan kunci keberhasilan penyusunan tesis ini.

Ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya penulis sampaikan

kepada Dr. Hari Wujoso, dr., SpF., MM selaku Ketua Program Studi Magister Ke-

dokteran Keluarga dan Afiono Agung Prasetyo, dr., PhD selaku Ketua Minat Utama

Biomedik, para guru besar dan seluruh staf pengajar serta petugas administrasi Pasca

Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta atas kesempatan dan bimbingan yang

diberikan kepada penulis untuk memperoleh dan menyelesaikan pendidikan Magister

Kesehatan di Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-

tingginya kepada:

1. Prof. Dr. Suradi, dr., SpP(K), MARS

Ketua Program Studi PPDS Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas

Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta sekaligus pembimbing II

penelitian ini yang telah memberikan arahan, bimbingan, dorongan, petunjuk, dan

koreksi yang sangat bermanfaat.

2. Dr. Eddy Surjanto, dr., SpP(K)

Kepala Bagian Pulmonologi RSUD Dr. Moewardi Surakarta sekaligus pemxx

bimbing I penelitian ini yang telah memberikan arahan, bimbingan, dorongan,

petunjuk, dan koreksi yang sangat bermanfaat. .

3. Dr. Hadi Subroto, SpP(K), MARS

Page 6: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

Beliau menanamkan kemandirian, percaya diri, kebersamaan dan dedikasi tinggi

terhadap kemajuan pendidikan kedokteran khususnya di bidang Pulmonologi yang

memberikan makna yang dalam buat penulis. Penulis mengucapkan terima kasih

atas nasehat dan saran beliau terhadap kemajuan ilmu Pulmonologi.

4. Yusup Subagio Sutanto, dr., SpP(K)

Wakil Direktur Pelayanan RSUD Dr. Moewardi Surakarta dan pengajar di bagian

Pulmonologi yang telah memberikan petunjuk, bimbingan, saran dan kritik yang

membangun. Beliau selalu menanamkan nilai-nilai kedisiplinan yang sangat

berarti. Beliau juga mengajarkan ilmu manajemen pelayanan yang sangat

bermanfaat bagi penulis.

5. Dr. Reviono, dr., SpP(K)

Pembantu Dekan II Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

sekaligus pengajar di bagian Pulmonologi yang senantiasa membimbing,

mendorong, dan memberi masukan yang bermanfaat selama pendidikan, disela

kesibukannya. Terima kasih penulis ucapkan atas ilmu dan petunjuk yang telah

diberikan selama menjalani pendidikan pulmonologi.

6. Ana Rima Setijadi, dr., SpP(K)

Sekretaris Program Studi PPDS dan pengajar di bagian Pulmonologi dan Ilmu

Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

yang senantiasa membimbing, mendorong, dan memberi masukan yang

baermanfaat selama pendidikan. Terima kasih penulis ucapkan atas bimbingan,

saran, koreksi dan kritik yang telah diberikan selama penulis menjalani pendidikan

di bagian Pulmonologi.

7. Harsini, dr., SpP

Beliau senantiasa membimbing, mendorong dan memberi masukan yang

bermanfaat selama pendidikan. Terima kasih penulis ucapkan atas bimbingan,

saran, koreksi dan kritik yang telah diberikan selama penulis menjalani pendidikan

di bagian Pulmonologi.

Page 7: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

8. Jatu Aphridasari, dr., SpP

Beliau senantiasa membimbing, mendorong dan memberi masukan yang

bermanfaat selama pendidikan. Terima kasih penulis ucapkan atas bimbingan,

saran, koreksi dan kritik yang telah diberikan selama penulis menjalani pendidikan

di bagian Pulmonologi.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada staf pengajar lain yaitu:

Fordiastiko, dr., SpP, Hasto Nugroho, dr., SpP, IGN. Widyawati, dr., SpP, Windu

Prasetya, dr., SpP, Dwi Bambang, dr., SpP, Juli Purnomo, dr., SpP atas bimbingan

dan pengarahan yang sangat berguna selama penulis mengikuti pendidikan keahlian.

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih juga kepada:

1. Direktur RSUD Dr. Moewardi Surakarta

2. Direktur Pasca Sarjana UNS Surakarta

3. Dekan Fakultas Kedokteran UNS Surakarta

4. Kepala Bagian Imu Bedah RSUD Dr. Moewardi/FK UNS

5. Kepala Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. Moewardi/FK UNS

6. Kepala Bagian Radiologi RSUD Dr. Moewardi/FK UNS Surakarta

7. Kepala Bagian Kardiologi RSUD Dr. Moewardi/FK UNS Surakarta

8. Kepala Bagian Kesehatan Anak RSUD Dr. Moewardi/FK UNS Surakarta

9. Kepala Bagian Anestesi RSUD Dr. Moewardi/FK UNS Surakarta

10. Kepala Instalasi Gawat Darurat RSUD Dr. Moewardi Surakarta

11. Direktur Rumah Sakit Paru Dr. Ario Wirawan Salatiga

12. Direktur RSUD Sragen

13. Kepala BKPM Semarang

14. Kepala BKPM Klaten

15. Kepala BKPM Pati

16. Kepala BKPM Magelang

beserta seluruh staf atas bimbingan dan ilmu pengetahuan yang diberikan selama

penulis mengikuti tugas pendidikan.

Page 8: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

Penghargaan, penghormatan, dan rasa terima kasih yang setinggi-tingginya

penulis sampaikan kepada ayahanda Soekono dan ibunda tercinta Mukajatin atas

asuhan, didikan, pengorbanan, dukungan, ketulusan, dan doa yang senantiasa

dipanjatkan. Kepada istri tercinta Rahayu Susilowati yang senantiasa setia, menerima

apa adanya dan mendukung setiap langkah suami sampai akhirnya dapat

menyelesaikan pendidikan ini. Untuk anak tercinta: Fatin Yurin Azimah, Zarid Yurin

Ganendra, dan Fizara Yurin Mahestri, buah hati tersayang yang mampu mengubah

suasana sedih dan letih menjadi riang. Kepada seluruh keluarga tercinta, kakak, adik

dan keponakan-keponakan yang selalu memberi dukungan dan bantuan penulis

sepenuh hati untuk menyelesaikan pendidikan ini.

Rasa hormat dan terima kasih penulis sampaikan kepada senior yang telah

lebih dulu menyelesaikan pendidikan: Wayan Agus Putra, dr., SpP, Joko Susilo, dr.,

SpP, Eny, dr., SpP, Eva LM, dr., SpP, Rianasari, dr., SpP, Juli P,, dr., SpP, M Irpan,

dr., SpP, M Gani, dr., SpP, Niwan T, dr., SpP, Sofyan B, dr., SpP, Dyah, dr., SpP,

Novita, dr., SpP, Rita, dr., SpP, Fitri, dr., SpP, Aji, dr., SpP, Rudi, dr., SpP, Wawan,

dr., SpP, dan seluruh rekan PPDS Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK

UNS/ RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

Ucapan terima kasih khusus penulis ucapkankan kepada rekan seangkatan:

Yudi Prasetyo, dr.,SpP, dan Farih Raharjo, dr., yang telah banyak membantu dan

memberi motivasi sehingga terlaksananya penelitian. Terima kasih pula penulis

ucapkan kepada: Natalie Duyen, dr., Ratna, dr., Miftahuddin, dr., Nugroho, dr.,

Aprilludin, dr., Anita, dr., Yusvi, dr., Lulu, dr., Reni, dr., Dwi Indrayani, dr., Yunita,

dr., Musdalifah, dr., Dina, dr., Magdalena Sutanto, dr., Leonardo, dr., Nisfi, dr.,

Lydia, dr., Prima, dr.,Naifarat, dr., Hayu, dr., serta seluruh rekan peserta PPDS yang

lain atas bantuan selama penelitian berlangsung.

Penghargaan dan terima kasih penulis sampaikan kepada seluruh pasien,

semua rekan perawat poliklinik paru (bu Krisni, bu Lestari, pak Ranto, pak

Kuswanto) dan bangsal rawat/poliklinik paru di RSUD Dr. Moewardi, RSUD Sragen,

RSP Dr. Ario Wirawan Salatiga, BKPM Klaten, BKPM Pati, BKPM Magelang, dan

Page 9: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

BKPM Semarang serta rekan kerja di SMF paru (mas Waluyo, mbak Yamti, mbak

Anita, mbak Ira dan mas Arif), dan mas Harnoko.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan, saran serta

kritik penulis harapkan dalam rangka perbaikan penulisan tesis ini. Semoga dengan

rahmat dan anugerah Allah SWT atas ilmu dan pengalaman yang penulis miliki dapat

bermanfaat bagi sesama.

Surakarta, Desember 2012

Penulis

Page 10: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

Imron Riyatno (NIM S 500907018). 2013. Perbedaan Jumlah Eosinofil, Neutrofil Sputum, dan Volume Ekspirasi Paksa Detik Pertama akibat Pemberian Vitamin C Pada Asma. Tesis. Supervisor I: Dr. Eddy Surjanto, dr., SpP(K). II: Prof. Dr. Suradi, dr., Sp.P(K),MARS. Program Pendidikan Dokter Spesialis Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universtas Sebelas Maret Surakarta.

RINGKASAN

PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL SPUTUM, DAN

VOLUME EKSPIRASI PAKSA DETIK PERTAMA AKIBAT PEMBERIAN VITAMIN C PADA ASMA

Imron Riyatno

Pendahuluan: Inflamasi kronik saluran napas pasien asma mengakibatkan kondisi stres oksidatif yang terjadi karena peningkatan produksi oksidan dan atau berkurangnya produksi antioksidan. Vitamin C dapat berperan sebagai antioksidan dan imunoregulator sehingga dapat menurunkan gen proinflamasi. Eosinofil dan neutrofil merupakan indikator derajat inflamasi di saluran napas, nilai VEP1

menunjukkan derajat obstruksi saluran napas. Tujuan: Mengetahui dan menganalisis perbedaan jumlah eosinofil, neutrofil sputum dan VEP1 pada asma terkontrol sebagian dan tidak terkontrol terhadap pemberian vitamin C. Metode: Rancangan penelitian adalah uji klinis quasi-experimental, consecutive sampling, rancangan pretest-postest. Subyek penelitian adalah pasien asma terkontrol sebagian dan tidak terkontrol. Variabel bebas adalah vitamin C 2x500 mg selama 14 hari. Variabel tergantung adalah jumlah eosinofil, neutrofil sputum dan %VEP1. Hasil: Subyek yang dianalisis 30 pasien, terdiri dari 15 pasien (50%) asma terkontrol sebagian dan 15 pasien (50%) asma tidak terkontrol. Sebelum dan sesudah pemberian vitamin C pada asma terkontrol sebagian didapatkan rerata eosinofil 3,93±2,66% dan 3,07±1,75% (p=0,126), neutrofil 48,80±25,52% dan 33,87±18,56% (p= 0,030), %VEP1 82,27±14,78% dan 86,98±22,61% (p=0,355). Sebelum dan sesudah pemberian vitamin C pada asma tidak terkontrol didapatkan rerata eosinofil 5,80±2,40 dan 6,40±5,90% (p=0,587), neutrofil 56,13±22,79% dan 48,87±15,43% (p=0,349), %VEP1 74,79±28,59% dan 83,91±19,09% (p=0,046). Kesimpulan: Terdapat penurunan jumlah neutrofil pada asma terkontrol sebagian dan kenaikan %VEP1 pada asma tidak terkontrol yang bermakna sesudah pemberian vitamin C. Terdapat perbedaan yang tidak bermakna eosinofil sputum dan % VEP1

penderita asma terkontrol sebagian, serta jumlah eosinofil dan neutrofil sputum pasien asma tidak terkontrol antara sebelum dan sesudah pemberian vitamin C. Kata kunci: Vitamin C, asma, eosinofil, neutrofil, dan %VEP1.

Page 11: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

Imron Riyatno (NIM S 500907018). 2013. Differences of Eosinophils, Neutrophils Sputum and FEV1 after Administration of Vitamin C in Asthmatic Patient. Tesis. Supervisor I: Dr. Eddy Surjanto, dr., SpP(K). II: Prof. Dr. Suradi, dr., Sp.P(K),MARS. Master Program in Family Medicine, Post-Graduate Program, Sebelas Maret University Surakarta.

ABSTRACT DIFFERENCES OF EOSINOPHILS, NEUTROPHILS SPUTUM AND FEV1 AFTER ADMINISTRATION OF VITAMIN C IN ASTHMATIC PATIENT

Imron Riyatno

Introduction: Chronic inflammation of the asthmatic airways of patients results from increasing oxidative stress either due to elevation of oxidant production or depression of antioxidants production. Vitamin C acts as antioxidants and imunoregulator thus reducing proinflammatory genes. Eosinophils and neutrophils counts are the indicator of airway inflammation degree. The value of FEV1 indicates airway obstruction degree. Objective: The studi was conducted to determine and analyze the differences of sputum eosinophils and neutrophils counts, FEV1 value on partly controlled and uncontrolled asthmatic subject after vitamin C administration. Methods: The study design was quasi-experimental clinical trial, consecutive sampling, pretest-posttest design. Subjects were partly-controlled and uncontrolled asthmatic patients. The independent variable was vitamin C 500 mg twice a day for 14 days. Dependent variable were sputum eosinophils and neutrophils counts, and % FEV1 value. Results: Total sample were 30 patients, consist of 15 patients (50%) partly controlled asthma and 15 patients (50%) uncontrolled asthma. The sputum eosinophils count before and after vitamin C administration on partly-controlled asthmatic patient were 3.93 ± 2.66% and 3.07 ± 1.75% (p = 0.126), neutrophils count were 48.80 ± 25.52% and 33.87 ± 18.56% (p = 0.030), %FEV1 were 82.27 ± 14.78% and 86.98 ± 22.61% (p = 0.355). The sputum eosinophils count before and after vitamin C administration on uncontrolled asthmatic patient were 5.80 ± 2.40% and 6.40 ± 5.90% (p = 0.587), neutrophils count were 56.13 ± 22.79% and 48.87 ± 15.43% (p = 0.349), %FEV1 were 74.79 ± 28.59% and 83.91 ± 19.09% (p = 0.046). Conclusion: There was a decreasing sputum neutrophils count on partly-controlled of asthmatic patient and increasing %FEV1 in uncontrolled asthmatic patient after vitamin C administration. There were no significant differences of sputum eosinophils and %FEV1 in partly controlled asthmatic patient, as well as eosinophils and neutrophils count sputum in uncontrolled asthmatic patients before and after vitamin C administration. Keywords: Vitamin C, asthma, eosinophils, neutrophils, and %FEV1.

Page 12: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i

LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................... ii

PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI ISI TESIS ....................iv

KATA PENGANTAR ............................................................................................. v

RINGKASAN .........................................................................................................xi

ABSTRACT ...........................................................................................................xii

DAFTAR ISI ........................................................................................................ xiii

DAFTAR SINGKATAN KATA ........................................................................ xvii

DAFTAR GAMBAR DAN TABEL.....................................................................xix

DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................................xxi

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar belakang penelitian......................................................................... 1

B. Rumusan masalah.................................................................................... 6

C. Tujuan penelitian..................................................................................... 6

D. Manfaat penelitian................................................................................... 7

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. . 8

1.

2. Tingkat Kontrol Asma..........................................................................9

3. Sel Inflamasi Pada Asma.....................................................................10

a) Sel mast....................................................................................... 10

b) Limfosit T............................................................................

c) Makrofag...................................................................................... 12

d) Neutrofil .......................................................................................13

e) Sel dendritik.................................................................................. 14

f) Basofil........................................................................................... 15

g) Eosinofil................................................................................... .... 15

Page 13: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiii

h) Sel epitel dan fibroblas..................................................................16

i) Sitokin.......................................................................................... 17

4. Patogenesis Asma................................................................................ 21

5. Peran Stres Oksidatif Pada Patogenesis 23

6. Patologi Asma................................................................................. 26

7. Patofisiologi Asma............................................................................ 28

a) Obstruksi saluran napas

b) Hiperesponsivitas saluran napas

c) Hipersekresi mukus

8. Peran Stres Oksidatif Pada Patofisiologi Asma .31

9.

10. Pemeriksaan Faal Paru pada

B. VITAMIN C........................................................................................ ....35

1. Biokimia vitamin C............................................................................36

2. Peran vitamin C pada sistem imunitas...........................`...................37

3. Vitamin C sebagai antioksidan ..........................................................37

C. KERANGKA KONSEPTUAL................................................................41

D. HIPOTESIS .............................................................................................44

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

A. RANCANGAN PENELITIAN................................................................ 45

B. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN................................................45

C. POPULASI PENELITIAN...................................................................... 45

D. KRITERIA INKLUSI, EKSKLUSI DAN DISKONTINYU................. 45

E. JUMLAH SAMPEL.PENELITIAN .......................................................46

F. IDENTIFIKASI VARIABEL.................................................................. 47

G. DEFINISI OPERASIONAL.................................................................... 48

H. ANALISIS DATA...................................................................................51

I. CARA PENELITIAN.............................................................................. 51

J. TEKNIK PEMERIKSAAN.....................................................................52

Page 14: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiv

K. ETIKA PENELITIAN............................................................................ 55

L. ALUR PENELITIAN.............................................................................. 56

BAB IV.HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN .................................................................... 57

B. PEMBAHASAN ............................................ . 68

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN

A. .................................................................... 82

B. SARAN ............................................. . 82

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................83

LAMPIRAN..............................................................................................................90

Page 15: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xv

DAFTAR SINGKATAN KATA

AA : asam askorbat

APC : antigen precenting cells

APE : arus puncak ekspirasi

BAL : bronchoalveolar lavage

CD : cluster differentiation

COX-2 : cycloxygenase-2

CTL : cytotoxic T lymphocyte

DALYs : disability-adjusted life years)

DHA : asam dehidroaskorbat

DNA : deoxyribo nucleid acid

ECP : eosinophil cationic protein

EDN : eosinophil derived neurotoxin

EPO : eosinophil peroxidase

FEF : forced expiratory flow

GINA : global initiative for asthma

GM-CSF : granulocyt monocyt-colony stimulating factor

HAA : hydroxyanthranilate

ICAM-1 : intercellular adhesion molecule-1

IFN- : interferon gamma

IgE : imunoglobulin E

IL : interleukin

iNOS : inducible nitric oxide synthase

KV : kapasitas paksa

KVP : kapasitas vital paksa

LPS : lipopoly-saccharide

LTB4 : leucotrien B4

MBP : major basic protein

MCP-1 : monocyte chemotactic protein-1

Page 16: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xvi

MHC : major histocompatibility complex

MIP : macrophage inflammatory protein

NF- : nuclear factor-

NHLBI : National Institute of Health National Heart, Lung, and Blood Institute

Nrf2 : nuclear factor like 2

PAF : platelet activating factor

PDGF : platelet derived growth factor

PDPI : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia

PGF2 : prostaglandin F2

RANTES : regulation on activation normal T cell expressed and secreted

ROS : reactive oxygen species

SOD : superoxide dismutase

STAT : signal transducer and activator of transcription

TGF : transforming growth factor

TGF- : transforming growth factor-

Th2 : T helper2

TLR : toll like receptor

TNF- : tumor necrosis factor-

VCAM-1 : vascular cell adhesion molecule -1

VEP1 : volume ekspirasi paksa detik pertama

WHO : world health organization

-FGF : basic fibroblast growth factor

Page 17: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xvii

DAFTAR GAMBAR DAN TABEL Halaman

Gambar 1 : Peran sitokin pada asma........................................................... 21

Gambar 2 : Patogenesis asma 23

Gambar 3 : Peran stres oksidatif pada asma 26

Gambar 4 : Patofisiologi asma 32

Gambar 5 : Skema 41

Gambar 6 : Skema inhibisi sinyal GM-CSF oleh vitamin C....................... 42

Gambar 7 : Kerangka konseptual.................................................................. 44

Gambar 8 : Alur penelitian.............................................................................57

Gambar 9 : Jumlah sampel menurut jenis kelamin........................................ 60

Gambar 10 : Distribusi jenis kelamin pada kelompok asma........................... 60

Gambar 11 : Distribusi umur ............ ........................................... 61

Page 18: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xviii

DAFTAR TABEL Halaman

Tabel 1 : Karakteristik dasar subyek penelitian....................................... 59

Tabel 2 : Uji normaltas menggunakan parameter Shapiro-Wilk.............. 59

Tabel 3 : Perbedaan jumlah eosinofil, neutrofil sputum dan volume ekspirasi

paksa detik pertama pada asma terkontrol sebagian terhadap pem-

64

Tabel 4 : Perbedaan jumlah eosinofil, neutrofil sputum dan volume ekspirasi

paksa detik pertama pada asma tidak terkontrol terhadap pemberian

vitamin C..........................................................................................66

Tabel 5 : Perbedaan jumlah eosinofil, neutrofil sputum dan volume ekspirasi

paksa detik pertama antara asma terkontrol sebagian dengan asma

tidak terkontrol sebelu 68

Tabel 6 : Perbedaan jumlah eosinofil, neutrofil sputum dan volume ekspirasi

paksa detik pertama pada asma terkontrol sebagian dan tidak

69

Page 19: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xix

DAFTAR LAMPIRAN Halaman

Lampiran 1 : Lembar penjelasan kepada penderita...................................... 90

Lampiran 2 : Lembar persetujuan mengikuti penelitian............................... 94

Lampiran 3 : Lembar data penderita............................................................. 95

Lampiran 4 : Lembar teknik pemeriksaan....................................................97

Lampiran 5 : Lembar isian kelaikan etik......................................................98

Lampiran 6 : Kelaikan etik .........................................................................102

Lampiran 7 : Jadwal penelitian....................................................................103

Lampiran 8 : Rekapitulasi hasil pemeriksaan laboratorium........................104

Lampiran 9 : Rekapitulasi data....................................................................111

Lampiran 10: Analisis data SPSS 15............................................................112

Page 20: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

1

BAB I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

Asma tidak hanya menyebabkan masalah kesehatan tetapi juga masalah

ekonomi dan sosial. Data World Health Organization (WHO) menyebutkan

prevalensi total penderita asma di dunia diperkirakan 1-18 %, dan diperkira-

kan meningkat hingga 400 juta pada tahun 2025. Prevalensi asma meningkat

di banyak negara terutama pada anak. Kematian karena asma diperkirakan

250.000 jiwa setiap tahun dan diperkirakan 15 juta disability-adjusted life

years (DALYs) hilang setiap tahun, hal ini mewakili 1% total penyakit global

(NHLBI 2009). Prevalensi asma di Indonesia pada tahun 1995 sekitar

13/1000 (1,3 %) lebih tinggi dibanding bronkitis kronik (1,1 %) (PDPI 2004).

Proses penyakit asma melibatkan inflamasi kronik pada saluran napas.

Reaksi inflamasi tersebut mengakibatkan peningkatan stres oksidatif yang

berperan dalam patogenesis asma (Cho dan Moon 2010). Stres oksidatif

terjadi karena peningkatan produksi oksidan atau berkurangnya produksi anti-

oksidan sehingga mengakibatkan gangguan kesetimbangan antara oksidan

dan antioksidan. Peningkatan produksi oksidan diantaranya disebabkan

inflamasi pada saluran napas pasien asma. Sel makrofag saluran napas pasien

asma menghasilkan kadar superoksida lebih tinggi dibanding subyek normal.

Polusi udara juga merangsang peningkatan oksidan eksogen yang ber-

pengaruh terhadap insidensi asma. Penurunan kapasitas pertahanan anti-

oksidan pada asma juga berpengaruh terhadap peningkatan stres oksidatif.

Page 21: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

2

Beberapa gangguan pertahanan antioksidan pada asma mekanismenya sudah

diketahui, diantaranya: berkurangnya kadar selenium (elemen penting

aktivasi glutathione peroxidase), serta berkurangnya kadar tembaga dan seng

yang mengandung superoxide dismutase (Cu, Zn-SOD). Polimorfisme

genetik pada pengaturan antioksidan enzimatik Mangan yang mengandung

superoxide dismutase (Mn-SOD), glutathione S-transferase, nuclear factor

like 2 (Nrf2) dan peroksiredoksin juga didapatkan pada penderita asma

(Dworski 2000, Cho dan Moon 2010).

Kondisi stres oksidatif dapat meningkatkan sitokin proinflamasi dan pe-

rubahan fungsi enzimatik. Reaksi oksidatif akan merubah struktur protein

penyusun enzim intrasel sehingga aktivitasnya berubah. Perubahan aktivitas

enzim menyebabkan aktivasi faktor transkripsi yang berdampak peningkatan

ekspresi gen penyebab proliferasi sitokin. Kondisi tersebut diatas akan

memperberat reaksi inflamasi dan cedera jaringan (Kregel dan Zhang 2007,

Holguin dan Fitzpatrick 2010). Kehilangan kontrol oksidan di saluran napas

menimbulkan inisiasi sel T helper2 (Th2) yang merupakan fase awal

perkembangan inflamasi alergi dalam saluran napas. Peningkatan kadar

reactive oxygen species (ROS) dalam antigen presenting cel (APC)

mempengaruhi sistem imunitas akibat respon Th2 (Peterson et al. 1998). Stres

oksidatif berperan terhadap perkembangan atau kelangsungan inflamasi

saluran napas dengan cara menginduksi beragam mediator proinflamasi.

Perkembangan dan kelangsungan inflamasi tersebut menimbulkan

peningkatan hiperresponsivitas saluran napas, stimuli kontraksi otot polos

Page 22: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

3

bronkus, dan stimulasi sekresi mukus. Semua hal tersebut diatas terkait

dengan tingkat keparahan asma (Terada 2006, Fitzpatrick et al. 2009, Cho

dan Moon 2010).

Reaksi inflamasi dalam saluran napas penderita asma menyebabkan

aktivasi eosinofil, sehingga jumlahnya meningkat. Terdapat hubungan jumlah

eosinofil, derajat asma, hiperreaktivitas bronkus dan tingkat eksaserbasi pada

pasien asma (Filipofic dan Cekic 2001, Surjanto 2005, Apter dan Weiss

2008). Penelitian membuktikan bahwa jumlah eosinofil di darah perifer dan

bilasan bronkus pasien asma berhubungan dengan berat klinis asma

(Bousquet et al. 2000).

Saluran napas penderita asma akut dan kronik terdapat peningkatan

jumlah dan aktivasi neutrofil (Monteseirin 2009). Peningkatan kadar neutrofil

menyebabkan kerusakan saluran napas akibat pelepaskan sitokin dan

kemokin seperti interleukin (IL)-1, IL-6, IL-8, dan tumor necrosis factor-

(TNF- metabolisme oksigen, protease, dan bahan kationik

(Kips 2001, PDPI 2004).

Tujuan utama pengobatan asma adalah untuk mencapai keadaan asma

terkontrol (NHLBI 2009). Tingkat kontrol asma adalah manifestasi perubah-

an berupa berkurang atau hilangnya gejala dan tanda asma setelah mendapat

terapi (Taylor et al. 2008). Kondisi asma terkontrol dapat meningkatkan dan

mempertahankan kualitas hidup agar penderita asma dapat hidup normal

tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari (PDPI 2004). Kriteria

tingkat kontrol asma menurut Global Initiative for Asthma meliputi: asma

Page 23: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

4

terkontrol, terkontrol sebagian, dan tidak terkontrol. Tingkat kontrol asma

tidak hanya menunjukkan kondisi klinis tingkat keparahan asma tapi juga

dapat dipakai sebagai petunjuk untuk mengetahui derajat inflamasi yang

mendasari patofisiologi asma. Derajat inflamasi yang semakin berat akan

meningkatkan obstruksi saluran napas dan meningkatkan risiko eksaserbasi

(NHLBI 2009).

Gejala asma ditandai dengan adanya keterbatasan aliran udara yang bisa

diukur dengan alat spirometri. Derajat obstruksi dapat dinilai dengan

penurunan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1). Pemeriksaan

spirometri juga dapat menilai reversibilitas setelah pemberian bronkodilator

(NHLBI 2009).

Mekanisme pertahanan antioksidan meliputi non-enzimatik (vitamin anti-

oksidan dan tiol) serta enzimatik (superoxide dismutases/ SOD, katalase, dan

glutathione peroxidase) (Terada 2006). Vitamin C termasuk salah satu

antioksidan nonenzimatik, bersifat larut air, dan berperan penting pada fungsi

metabolisme tubuh. Vitamin ini terbagi menjadi dua bentuk biologis aktif

yaitu asam askorbat (AA) dan asam dehidroaskorbat (DHA). Vitamin C

bertindak sebagai donor elektron untuk membalikkan reaksi oksidasi

sehingga bisa berfungsi sebagai antioksidan yang bereaksi dengan radikal

bebas dan mendeaktivasi oksidan sebelum terjadi kerusakan pada protein atau

lipid (Padayatty et al. 2003). Sebagai antioksidan kuat dapat membantu

menetralisir polutan dan toksin serta mampu menghambat histamin, suatu

senyawa penting yang dilepaskan selama reaksi alergi yang mendasari

Page 24: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

5

patogenesis asma (Ottobani F dan Ottobani A 2005). Vitamin C berperan

dalam sistem regulasi intraselular (imunoregulator) yang mengakibatkan

menurunnya ekspresi gen proinflamasi (Carcamo et al. 2002, Carcamo et al.

2004). Vitamin C dapat meregenerasi antioksidan lain (vitamin E), sintesis

kolagen, substansi interselular yang membentuk struktur otot, pembuluh

darah jaringan, tulang, tendon dan ligamen. Vitamin C memainkan peran

dalam sintesis beberapa hormon peptida penting dan neurotransmiter serta

karnitin juga meningkatkan penyerapan zat besi dari makanan yang

diperlukan untuk metabolisme asam empedu (Ottobani F dan Ottobani A

2005).

Terdapat bukti hubungan antara fungsi paru dengan asupan buah,

sayuran, vitamin A, C, dan E pada anak. Asupan vitamin A, C, dan E rendah

dikaitkan dengan penurunan kapasitas vital paksa (KVP), VEP1, dan forced

expiratory flow 25-75 % (FEF 25-75 %) (Gilliland et al. 2003). Tingkat

fungsi paru lebih rendah pada anak juga dihubungkan dengan rendahnya

asupan makanan yang mengandung vitamin antioksidan (Harik et al. 2004).

Pemberian vitamin C dosis 1000 mg per oral pada penderita asma dapat

meningkatkan dosis metakolin yang dibutuhkan untuk menurunkan nilai

VEP1 sebesar 40% (pD40) (Mohsenin et al. 1983). Penelitian tentang

pemberian per oral vitamin C 1000 mg / hari secara bermakna dapat

menurunkan kebutuhan kortikosteroid inhalasi pada penderita asma (Fogarty

et al. 2006).

Page 25: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

6

Seberapa besar peran pemberian vitamin C sebagai antioksidan dan

imunoregulator terhadap inflamasi dan derajat obstruksi saluran napas pada

asma belum diketahui. Berdasar hal tersebut dilakukan penelitian untuk

mengetahui peran vitamin C terhadap jumlah eosinofil dan neutrofil sputum

sebagai penanda inflamasi serta nilai VEP1 sebagai penanda obstruksi saluran

napas penderita asma terkontrol sebagian dan tidak terkontrol.

B. RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah:

1. Apakah pemberian vitamin C dapat menurunkan jumlah eosinofil dan

neutrofil sputum pada penderita asma terkontrol sebagian.

2. Apakah pemberian vitamin C dapat meningkatkan nilai VEP1 pada

penderita asma terkontrol sebagian.

3. Apakah pemberian vitamin C dapat menurunkan jumlah eosinofil dan

neutrofil sputum pada penderita asma tidak terkontrol.

4. Apakah pemberian vitamin C dapat meningkatkan nilai VEP1 pada

penderita asma tidak terkontrol.

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan umum:

Mengetahui dan menganalisis peran vitamin C terhadap sel inflamasi dan

tingkat obstruksi penderita asma terkontrol sebagian dan tidak terkontrol.

2. Tujuan khusus:

2.1. Mengetahui dan menganalisis perbedaan jumlah eosinofil dan neu-

trofil pasien asma terkontrol sebagian akibat pemberian vitamin C.

Page 26: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

7

2.2. Mengetahui dan menganalisis perbedaan nilai VEP1 pasien asma

terkontrol sebagian akibat pemberian vitamin C.

2.3. Mengetahui dan menganalisis perbedaan jumlah eosinofil,

neutrofil sputum pasien asma tidak terkontrol akibat pemberian

vitamin C.

2.4. Mengetahui dan menganalis perbedaan nilai VEP1 pasien asma

tidak terkontrol akibat pemberian vitamin C.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat keilmuan

Membuktikan peran vitamin C untuk memperbaiki kondisi stres oksidatif

dalam saluran napas penderita asma terkontrol sebagian dan tidak ter-

kontrol.

2. Manfaat praktis

Perbaikan hasil pemeriksaan eosinofil, neutrofil sputum, dan VEP1 akibat

pemberian vitamin C menjadi dasar pertimbangan terapi tambahan pada

penderita asma terkontrol sebagian dan tidak terkontrol.

3. Manfaat untuk program Magister Kedokteran Keluarga

Perwujudan salah satu Tridharma Perguruan Tinggi yaitu penelitian

khususnya dibidang kedokteran. Hasil penelitian dapat dipakai acuan

jawaban permasalahan ilmiah, pengembangan penelitian lebih lanjut serta

sebagai acuan penanganan klinis pada praktik pelayanan kesehatan dokter

keluarga.

Page 27: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

8

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. ASMA

Asma merupakan penyakit saluran napas kronik yang menjadi masalah

kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara di seluruh dunia. Tingkat

keparahan asma bervariasi mulai ringan dan tidak mengganggu aktivitas

sampai yang berat/ menetap dan mengganggu aktivitas bahkan kegiatan harian.

Asma juga dapat menyebabkan kecacatan serta menurunankan produktivitas

dan kualitas hidup (PDPI 2004).

1. Definisi Asma

Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang me-

libatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan

peningkatan hiper-responsif saluran napas yang menimbulkan gejala

episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-

batuk terutama malam dan atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan

dengan obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat

reversibel dengan atau tanpa pengobatan (PDPI 2004).

Inflamasi saluran napas pada asma merupakan proses yang sangat

kompleks, melibatkan faktor genetik, antigen, berbagai sel inflamasi,

interaksi antar sel dan mediator yang membentuk proses inflamasi kronik

dan remodeling (Rahmawati et al. 2003). Faktor lingkungan dan genetik

masing-masing meningkatkan risiko penyakit asma. Pajanan lingkungan

meningkatkan risiko asma pada individu yang mempunyai predisposisi

genetik asma (PDPI 2004, NHLBI 2009). Proses inflamasi pada asma khas

Page 28: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

9

ditandai dengan peningkatan eosinofil, sel mast, makrofag serta limfosit-T

di lumen dan mukosa saluran napas. Proses ini dapat terjadi pada asma

yang asimptomatik dan bertambah berat sesuai dengan berat klinis

penyakit (Rahmawati et al. 2003).

2. Tingkat Kontrol Asma

Tingkat kontrol asma adalah manifestasi perubahan berupa berkurang

atau hilangnya gejala dan tanda asma setelah mendapat terapi (Taylor et al.

2008). Penatalaksanaan asma ditujukan untuk mencapai kontrol optimal

yaitu meminimalisasi gejala dan penggunaan agonis 2 kerja singkat,

mencegah bronkokonstriksi sehingga mengurangi risiko eksaserbasi yang

mengancam jiwa dan kematian (Juniper et al. 1999). Pemakaian anti-

inflamasi seperti steroid inhalasi dapat meredakan gejala asma dengan

cepat, walaupun efeknya relatif kecil dalam mengurangi hiperreaktivitas

bronkus (Barnes 1993).

Global Initiative for Asthma (GINA) membagi tingkat kontrol asma

berdasarkan kriteria sebagai berikut (NHLBI 2009):

Asma terkontrol :

Didapatkan seluruh kriteria berikut :

Gejala harian asma tidak ada atau kurang dua kali / minggu.

Keterbatasan aktivitas tidak ada.

Gejala malam tidak ada.

Kebutuhan obat pelega tidak ada atau kurang dua kali / minggu.

Nilai faal paru normal.

Page 29: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

10

Asma terkontrol sebagian :

Dalam kurun waktu

Gejala harian asma > 2 kali / minggu.

Keterbatasan aktivitas ada.

Gejala malam ada.

Kebutuhan obat pelega > 2 kali / minggu.

Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) < 80% prediksi atau

nilai terbaik.

Asma tidak terkontrol :

Dalam beberapa minggu didapatkan 3 atau lebih kriteria asma terkontrol

sebagian.

3. Sel Inflamasi Pada Asma

Elemen selular berperan pada inflamasi kronik saluran napas pasien

asma. Sel mast, eosinofil, limfosit T, makrofag, neutrofil, sel dendritik,

dan sel epitel merupakan sel yang banyak terlibat pada patogenesis asma

(PDPI 2004, NHLBI 2009). Sel-sel penyusun struktur saluran napas yang

lain (sel fibroblas dan sel otot polos juga berperan terhadap kelangsungan

inflamasi dan cedera jaringan (Jarjour dan Kelly 2002). Uraian singkat

peran elemen selular dijelaskan sebagai berikut:

a. Sel mast

Sel mast berperan kunci pada respon awal alergi , biasanya mulai

dalam beberapa menit dari pajanan antigen yang sesuai (Jarjour dan

Page 30: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

11

Kelly 2002). Sel mast beredar di sirkulasi sebagai sel mononuklear

cluster of differentiation (CD)-34, kemudian bermigrasi ke mukosa dan

sub-mukosa saluran napas serta mengalami maturasi spesifik di

jaringan. Sel mast menghasilkan berbagai sitokin diantaranya adalah

IL-1, IL-2, IL-3, IL-4, IL-5, granulocyte macrophage colony

stimulating factor (GM-CSF), interferon gamma (IFN- tumor

necrosis factor (TNF)- . Sel mast diketahui berperan pada proses

remodeling, diferensiasi, pro-liferasi, adhesi dan motilitas sel-sel

radang, serta morfogenesis jaringan saluran napas. (PDPI 2004,

Boushey et al. 2005, Mangatas et al. 2006). Kemokin yang dihasilkan

sel mast antara lain macrophage inflammatory protein (MIP)-1a, MIP-

1b, monocyte chemoattractant protein (MCP), dan regulated on

activation normal T cell expressed and secreted (RANTES) (Jarjour

dan Kelly 2002).

b. Sel limfosit T

Limfosit T yang berperan pada asma ialah limfosit T-CD4+ subtipe

Th2. Limfosit T ini berfungsi sebagai orkestra inflamasi saluran napas

dengan mengeluarkan berbagai sitokin (PDPI 2004). Sitokin yang

dihasilkan diantaranya adalah IL-4, IL-5, IL-9, dan IL-1. Melalui

sitokin tersebut, sel Th2 berperan dalam rekrutmen dan aktivasi

eosinofil, produksi IgE, sekresi mukus, serta meningkatkan ekspresi

molekul adhesi seperti vascular cell adhesion molecule (VCAM)-1

yang penting untuk merekrut eosinofil (Jarjour dan Kelly 2002).

Page 31: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

12

Interleukin-4 berperan dalam menginduksi Th0 ke arah Th2 dan

bersama-sama IL-13 menginduksi sel limfosit B mensintesis

imunoglobulin (Ig)E, IL-3, IL-5 serta GM-CSF berperan pada

maturasi, aktivasi serta memperpanjang ketahanan hidup eosinofil

(Jarjour dan Kelly 2002).

Sel T yang belum terpajan dengan antigen disebut sel T naif atau

Th0. Pajanan antigen menyebabkan sel T naif membentuk ikatan

dengan major histo-compatibility complex (MHC) dan dipresentasikan

oleh antigen-precenting cells (APC) atau rangsangan sitokin spesifik

yang berkembang menjadi subset sel T-CD4+ dan CD8+. Sel T CD4+

dipengaruhi sitokin IL-4, IL-5, IL-10, dan IL-13 yang dilepas sel mast

berkembang menjadi sel Th2 yang merangsang sel B untuk

meningkatkan produksi antibodi (Baratawidjaja 2006).

c. Makrofag

Makrofag merupakan anggota famili leukosit mononuklear,

didistribusikan secara luas hampir ke seluruh jaringan. Fenotif

makrofag sangat bervariasi tergantung pada lingkungan mikro lokal.

Makrofag memainkan peran penting untuk memperkuat respons

inflamasi dengan cara stimulasi sitokin pada sel yang tidak merespon

bakteri atau produk bakteri. Sel fagosit mononuklear, neutrofil dan sel

endotel menghasilkan kemokin CXC saat merespons lipopoly-

saccharide (LPS). Makrofag alveolar secara aktif menghambat

proliferasi sel T. Pada asma terjadi perubahan kondisi lingkungan

Page 32: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

13

mikro sehingga hambatan makrofag terhadap proliferasi sel T akan

berkurang setelah pajanan alergen (Toews 2009).

Alergen mengaktivasi sel monosit akan berubah menjadi makro-

fag. Makrofag melepaskan berbagai mediator antara lain leukotrien

B4 (LTB4), prostaglandin F2 (PGF2), platelet activating factor

(PAF), IL-1, IL-8, IL-10, GM-CSF, dan TNF- Sel ini juga

melepaskan platelet derived growth factors (PDGF), basic fibroblast

growth factor -FGF), dan transforming growth factor (TGF)- yang

berperan pada proses remodeling saluran napas (Rahmawati et al.

2003, PDPI 2004, Mangatas et al. 2006).

d. Neutrofil

Neutrofil merupakan jenis sel paling banyak dalam sputum

orang sehat dan penderita asma. Jumlah neutrofil tidak meningkat

pada sekresi saluran napas pasien asma ringan dan sedang, tetapi

meningkat lebih tinggi dari normal pada asma berat (Fahyi 2009).

Neutrofil berperan dalam patogenesis asma akut maupun kronik

melalui produksi berbagai sitokin dan kemokin seperti IL-1, IL-3, IL-

6, IL-8, IL-12, TNF- , IFN- , GMCSF, MIP, dan TGF- Monteseirin

2009). Mediator yang berhubungan dengan reaksi asma fase cepat

diantaranya: matrix metalloproteinase (MMP)-9, elastase, laktoferin,

myeloperoxidase (MPO), molekul adhesi, thromboxane A2 (TXA2)

sedangkan mediator yang terlibat dalam reaksi asma fase lambat

adalah IL-8 dan eosinophil cationic protein (ECP). MMP-9 diproduksi

Page 33: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

14

neutrofil atas pengaruh IL-8. Terdapat peningkatan kadar MMP-9

teraktivasi pada cairan BAL penderita asma. Penelitian terhadap

pajanan alergen spesifik menunjukkan adanya korelasi antara kadar

MMP-9, perubahan nilai VEP1, dan kadar neutrofil sputum. Produksi

elastase oleh neutrofil pada asma melalui mekanisme IgE dependent.

Elastase terlibat dalam patofisiologi asma diantaranya mengakibatkan

cedera epitel, meningkatkan permeabilitas vaskular, hipersekresi

mukus, metaplasi kelenjar mukus, bronkokonstriksi, dan hiper-

reaktivitas bronkus. Eosinophil cationic protein disekresi oleh

neutrofil akibat stimuli oleh alergen atau antibodi anti-IgE. Eosinophil

cationic protein (ECP) terlibat dalam patofisiologi asma dengan

merangsang pelepasan histamin dan laktoferin oleh basofil yang

mengakibatkan hipersekresi mukus (Monteseirin 2009).

e. Sel dendritik

Fungsi utama sel dendritik adalah sebagai antigen presenting cell

(APC) yang menyajikan antigen ke sel T. Sel ini mempunyai potensi

terbesar menginisisasi dan mempertahanakan inflamasi dalam saluran

napas. Sel dendritik ditemukan di dalam dan dibawah lapisan epitel,

sehingga sangat ideal untuk menangkap, memproses kemudian mem-

presentasikan antigen. Sel ini berasal dari sel sumsum tulang atau dari

prekursor monosit dalam darah dan hanya bertahan hidup selama

kurang dari dua hari (Boushey 2005).

Page 34: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

15

Sel dendritik juga mensekresi beberapa mediator inflamasi

diantaranya IL-12, PGE2, dan IL-10. Mediator ini akan memicu

perkembangan dan diferensiasi sel T (Boushey 2005). Sel dendritik

berasal dari sel progenitor di sumsum tulang dan sel di bawah epitel

saluran napas. Sel dendritik akan bermigrasi ke jaringan limfe lokal di

bawah pengaruh GMCSF (Rahmawati et al. 2003).

f. Basofil

Sel basofil berasal dari sel CD 34+ di sumsum tulang, yang ber-

deferensiasi dan matur di sumsum tulang kemudian masuk sirkulasi

darah serta mempunyai reseptor IgE afinitas tinggi yaitu Fc RI seperti

sel mast. Sel basofil merupakan efektor dari respons imun yang

diperantarai IgE, termasuk asma dan penyakit alergi yang lain

(Arinobu et al. 2009). Sel ini mampu melepaskan histamin dan LTB4,

sehingga diduga berperan dalam patogenesis asma. Didapatkan sedikit

peningkatan basofil pada saluran napas penderita asma setelah pajanan

alergen (PDPI 2004, Rahmawati et al. 2003).

g. Eosinofil

Eosinofil berasal dari progenitor sel pluripoten CD34+ yang

mengalami diferensiasi dan maturasi di sumsum tulang, akibat

pengaruh IL-3, IL-5, dan GM-CSF (Filipofic dan Cekic 2001).

Eosinofil meninggalkan sumsum setelah matur menuju sirkulasi

darah selanjutnya ke jaringan dan bertahan hidup selama 4-10 hari

(Feong et al. 2007).

Page 35: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

16

Eosinofil mengandung granula yang memproduksi mediator

inflamasi toksik dan disintesis setelah terjadi interaksi aktivasi sel.

Granula tersebut mengandung inti kristaloid yang terdiri dari major

basic protein (MBP), eosinophil cationic protein (ECP), eosinophil

derived neurotoxin (EDN), dan eosinophil peroxidase (EPO). Major

basic protein (MBP) dapat menyebabkan kerusakan saluran napas dan

berperan pada hiperresponsivitas saluran napas. Eosinofil juga

memproduksi leukotrien, sitokin, matriks metaloproteinase, dan

reaktif oksigen spesies yang berperan pada obstruksi dan cedera

saluran napas (Jarjour dan Kelly 2002).

Jumlah eosinofil dalam darah bisa digunakan sebagai marker

inflamasi secara tidak langsung pada saluran napas penderita asma.

Jumlah eosinofil mencerminkan aktivitas asma, dapat digunakan

untuk menentukan dosis steroid dan deteksi dini eksaserbasi (Filipofic

dan Cekic 2001, Surjanto 2005). Peningkatan jumlah eosinofil dalam

darah perifer dan hasil sekresi saluran napas merupakan gambaran

khas pada asma dan berhubungan dengan derajat keparahan asma.

Kelompok asma eosinofilia menunjukkan subepithelial basement

membrane lebih tebal dibanding noneosinofilia (Mitchell 2009).

h. Sel epitel dan fibroblas

Sel epitel dan fibroblas merupakan sel penyusun struktur saluran

napas. Sel tersebut juga berperan pada inflamasi dan cedera saluran

napas melalui pelepasan sitokin dan kemokin, serta matriks selain

Page 36: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

17

protein (elastin, fibronektin, laminin, dan kolagen) (Jarjour dan Kelly

2002). Miofibroblas menyebabkan penebalan membran basal retikuler

(PDPI 2004, Barnes dan Rennard 2002).

i. Sitokin

Sitokin yang terlibat dalam proses inflamasi saluran napas pada

asma meliputi:

Interleukin-4

Interleukin-4 terutama dihasilkan oleh Th2, sel mast,

basofil, dan eosinofil. Sintesis IL-4 diinduksi oleh stimulasi

reseptor antigen dalam sel T. Peran IL-4 berhubungan dengan

aktivasi limfosit B dengan jalan meningkatkan ekspresi molekul

MHC kelas II, CD-23, reseptor Fc RI CD-40 dan reseptor IL-2.

Sitokin ini mampu meningkatkan sintesis IgE dan IgG4 oleh sel B

(Chung dan Barnes 1999). Stimuli IL-4 terhadap IgE akan

mengaktivasi sel mast yang berperan penting dalam per-

kembangan reaksi alergi tipe cepat. Interleukin-4 juga dapat

menyebabkan obstruksi saluran napas melalui induksi gen musin

dan hipersekresi mukus. Ekspresi eotaksin dan sitokin inflamasi

dari fibroblas yang lain juga ditingkatkan oleh IL-4 sehingga akan

menyebabkan inflamasi dan remodeling saluran napas (John et al.

1999). Efek IL-4 di sisi lain juga menghambat biosintesis

metalloproteinase oleh makrofag alveolar, menghambat sintesis

oksida nitrat oleh sel epitel serta menurunkan ekspresi RANTES

Page 37: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

18

dan IL l-8 pada sel otot polos saluran napas (Chung dan Barnes

1999).

Vascular cell adhesion molecule-1 (VCAM-1) pada endotel

juga distimuli oleh IL-4, sehingga dapat meningkatkan inflamasi

pada pasien asma (John dan Larry 2001). Interaksi VCAM-1

dengan IL-4 secara langsung menyebabkan migrasi limfosit T,

monosit, basofil, dan eosinofil ke daerah inflamasi (Moser et al.

1992). Aktivitas biologis IL-4 dapat mengendalikan diferensiasi

sel limfosit Th0 menjadi Th2, yang bisa mensekresikan IL-4, IL-5,

IL-9, dan IL-13 (Scott et al. 2001). Ekspresi IL-4 pada CD4+,

CD8+, eosinofil, dan sel mast penderita asma atopi maupun

nonatopi meningkat. Terdapat bukti peningkatan jumlah limfosit

yang mengekspresikan IL-4 dan IL-5 secara bersama-sama pada

cairan BAL setelah pajanan alergen (Chung dan Barnes 1999).

Interleukin-5

Interleukin-5 diproduksi oleh limfosit T dan peningkatan

ekspresi IL-5 mRNA ditunjukkan pada sel CD4+ saluran napas

pasien asma. Sel CD8+ dan eosinofil diduga juga dapat

mensekresi IL-5. Sitokin ini berperan pada produksi, maturasi,

aktivasi dan menjaga kelangsungan hidup eosinofil. Interleukin-5

merupakan sitokin utama yang mengaktifkan eosinofil pada

respons tipe lambat setelah pajanan antigen. Pemberian IL-5

Page 38: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

19

eksogen terbukti menyebabkan eosinofilia pada model percobaan

invivo (Chung dan Barnes 1999).

Interleukin-5 berperan penting dalam recruitment eosinofil

dari darah ke jaringan, serta memicu aktivasi eosinofil jaringan

yang mengalami inflamasi (Scott et al. 2001). Sitokin ini juga

berfunsi sebagai kemoatraktan dan terlibat dalam peningkatan

hiperresponsivitas saluran napas. Peningkatan ekspresi IL-5

dalam sel dan jaringan penderita asma mendukung keterlibatan

sitokin ini dalam patogenesis asma (Chung dan Barnes 1999).

Interleukin-9

Interleukin-9 dihasilkan oleh Th2 dan sebelumnya di-

identifikasi sebagai faktor pertumbuhan sel T. Interleukin-9

merangsang proliferasi sel T yang telah teraktivasi, meningkatkan

produksi IgE dari sel B, merangsang proliferasi dan diferensiasi

sel mast dari haematopoietic progenitor (Chung dan Barnes

1999). Sitokin ini juga berperan dalam hiperplasia sel goblet dan

perkembangan sel mast (Yuhong et al. 2001). Pada percobaan

hewan peningkatan ekspresi IL-9 berhubungan dengan infiltrasi

eosinofil dan limfosit yang masif serta peningkatan jumlah sel

mast pada saluran napas. Percobaan yang lain menunjukkan

terjadi peningkatan hiperresponsivitas saluran napas tanpa terjadi

penurunan diameter saluran napas (Chung dan Barnes 1999).

Page 39: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

20

Interleukin-13

Interleukin-13 disintesis oleh sel T CD4+ dan CD8+ yang

teraktivasi, akibat respon terhadap rangsang antigen spesifik.

Aktivitas biologis dan struktur reseptor IL-13 mirip dengan IL-4

(Chung dan Barnes 1999). Peran IL-13 pada asma overlap dengan

IL-14 diantaranya merangsang sel B untuk mensintesis Ig E,

mengatur ekspresi reseptor Ig E, mengatur peningkatan ekspresi

VCAM-1 meningkatkan survival eosinofil, kemotaksis dan

aktivasi fibroblas, serta merangsang produksi mukus (Humbert et

al. 1997). Peran sitokin pada asma terlihat pada gambar satu.

Gambar 1. Sitokin yang terlibat dalam patogenesis asma. Berbagai sitokin dikeluarkan oleh sel inflamasi dan sel pembentuk struktur saluran napas, membentuk suatu orkestra inflamasi.

Dikutip dari (Barnes dan Rennard 2002)

Page 40: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

21

4. Patogenesis Asma

Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran napas yang

melibatkan beberapa sel, menyebabkan pelepasan mediator yang dapat

mengaktivasi sel target saluran napas sehingga terjadi bronkokonstriksi,

kebocoran mikrovaskular, edema, hipersekresi mukus dan stimulasi

refleks saraf (Barnes dan Rennard 2002).

Asma berhubungan dengan peningkatan kepekaan saluran napas

sehingga memicu episode mengi berulang, sesak napas dan batuk

terutama pada malam atau dini hari. Gejala ini berhubungan dengan luas

inflamasi, menyebabkan obstruksi saluran napas yang bervariasi

derajatnya dan bersifat reversible secara spontan maupun dengan

pengobatan (Barnes dan Rennard 2002)

Proses inflamasi pada asma khas ditandai dengan peningkatan

eosinofil, sel mast, makrofag serta limfosit-T di lumen dan mukosa

saluran napas. Proses ini mulai terjadi pada asma yang asimptomatik dan

bertambah berat sesuai dengan berat klinis penyakit (Bousquet et al.

2000). Sel inflamasi yang terlibat dalam asma adalah sel limfosit,

eosinofil, basofil, neutrofil, makrofag, dan sel mast. Limfosit yang

berperan pada asma adalah limfosit T-CD4+ subtipe Th2. Limfosit ini

mengeluarkan sitokin antara lain IL-3, IL-4, IL-5, IL-13 dan GM-CSF.

Interleukin-5 dan GM-CSF memicu pembentukan eosinofil di sumsum

tulang. Neutrofil berperan sebagai efektor reaksi inflamasi melalui fungsi

fagositosis, pelepasan zat sitotoksik, serta memproduksi beberapa enzim.

Page 41: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

22

Neutrofil juga menghasilkan sitokin dan kemokin seperti IL- -6, IL-

8, dan TNF-

membuat dan mensekresi activator plasminogen dan metalloproteinase

yang dapat merusak komponen matriks ekstraseluler saluran napas

(Mangatas et al. 2006). Inflamasi terdapat pada semua derajat asma

(asma intermiten maupun asma persisten) serta ditemukan pada berbagai

bentuk asma (asma alergi, non alergi, asma kerja, dan asma yang

dicetuskan oleh aspirin) (PDPI 2004). Patogenesis asma terlihat pada

gambar dua.

Gambar 2. Patogenesis asma. Dikutip dari (Jarjour dan Kelly 2002)

Ekspresi protein inflamasi (sitokin, enzim, reseptor, molekul

adhesi) secara bersamaan berpengaruh terhadap proses inflamasi pada

asma. Faktor transkripsi menginduksi protein inflamasi berperan

Page 42: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

23

meningkatkan transkripsi gen target. Nuclear factor- (NF-

merupakan salah satu faktor transkripsi yang memainkan peran penting

dalam asma. Faktor transkripsi ini diaktivasi oleh banyak rangsangan

termasuk aktivator protein C kinase, oksidan, dan sitokin proinflamasi

(seperti IL- - dan Rennard 2002).

5. Peran Stres Oksidatif Pada Patogenesis Asma

Stres oksidatif terjadi karena peningkatan produksi oksidan atau ber-

kurangnya produksi antioksidan sehingga mengakibatkan gangguan kese-

timbangan antara oksidan dan antioksidan. Peningkatan produksi oksidan

diantaranya disebabkan inflamasi pada saluran napas pasien asma. Sel

makrofag saluran napas pasien asma menghasilkan kadar superoksida

lebih tinggi dibanding subyek normal. Polusi udara juga merangsang

peningkatan oksidan eksogen yang berpengaruh terhadap insidensi asma.

Pengurangan produksi antioksidan pada asma disebabakan oleh beberapa

gangguan yang mekanismenya sudah diketahui yaitu berkurangnya kadar

selenium (elemen penting aktivitas aktivasi glutathione peroxidase), serta

berkurangnya aktivitas tembaga dan seng yang mengandung superoxide

dismutase (Cu, Zn-SOD) pada sel epitel bronkus dan cairan BAL.

Terdapat bukti adanya polimorfisme genetik pada antioksidan enzimatik

Mn-SOD dan glutathione S-transferase pada penderita asma (Dworski

2000). Penelitian pada model hewan coba asma menunjukkan adanya

penurunan kadar nuclear factor like 2 (Nrf2) dan peroksiredoksin

intraselular. Data tersebut diatas mendukung pendapat bahwa penurunan

Page 43: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

24

aktivitas pertahanan antioksidan intraselular berpengaruh terhadap

perkembangan asma (Cho dan Moon 2010). Kehilangan kontrol oksidan

di saluran napas dapat menimbulkan inisiasi sel Th2 yang merupakan fase

awal perkembangan inflamasi alergi dalam saluran napas. Peningkatan

kadar ROS dalam APC mempengaruhi sistem imunitas akibat respon Th2

(Peterson et al. 1998). Kondisi stres oksidatif menyebabkan gangguan

maturasi sel dendritik ditandai penurunan sekresi IL-12 dan IFN- yang

berdampak down regulation terhadap Th1 (Kim et al. 2007, Kroening et

al. 2010). Pajanan oksidan terhadap sel dendritik terbukti meningkatkan

produksi IL-4, IL-8 dan TNF-

(Verhasselt et al. 1998). Sel makrofag yang mengalami stres oksidatif

akan mengalami peningkatan produksi IL-6 dan IL-10 dan akan

mendeferensiasi Th0 ke arah respons Th2 (Murata et al. 2002).

Peningkatan stres oksidatif juga berkontribusi pada perkembangan atau

kelangsungan inflamasi saluran napas, menimbulkan peningkatan

hiperresponsivitas saluran napas, stimulasi sekresi mukus, dan induksi

berbagai mediator kimia proinflamasi. Semua hal tersebut diatas terkait

dengan tingkat keparahan asma (Fitzpatrick et al. 2009).

Sel makrofag saluran napas pasien asma menghasilkan kadar

superoksida lebih tinggi dibanding subyek normal. Pajanan antigen juga

terbukti meningkatkan kadar ROS saluran napas. Sel inflamasi pada

sirkulasi diduga juga menjadi sumber stres oksidatif. Monosit darah

perifer teraktivasi oleh ikatan IgE dengan membran reseptor dan

Page 44: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

25

mensekresi superoksida. Isolasi eosinofil dari pasien asma setelah

pajanan antigen selama 24 jam menghasilkan kadar hidrogen peroksida

lebih tinggi. Eosinofil dan monosit darah pasien asma terbukti juga

mengandung kadar ROS lebih tinggi dibandingkan dengan subyek

normal. Data tersebut di atas menunjukkan bahwa sel-sel inflamasi

saluran napas maupun intravaskular berkontribusi pada peningkatan

stres oksidatif pada asma (Bowler dan Crapo 2002). Peran stres oksidatif

terhadap perkembangan asma terlihat pada gambar tiga.

Gambar 3. Peran stres oksidatif pada asma. Dikutip dari (Cho dan Moon 2010)

Sebagian besar bukti epidemiologis dan klinis mendukung adanya

hubungan antara peningkatan ROS dan patogenesis asma bronkial.

Molekul yang terlibat dalam stres oksidatif lebih banyak ditemukan dari

sampel biologi yang diambil dari pasien asma dibandingkan dengan

Page 45: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

26

kontrol subyek normal. Insidensi pasien asma juga dilaporkan lebih

tinggi di daerah dengan polusi udara, menunjukkan adanya pengaruh

rangsang oksidan eksogen terhadap asma (Cho dan Moon 2010).

Kenaikan ROS pada asma terkait dengan kerusakan berbagai molekul

biologis di paru. Peningkatan nitrotyrosine dan chlorotyrosine pada

sampel cairan BAL menunjukkan adanya kerusakan protein, yang

berhubungan dengan penurunan aktivitas 1 protease inhibitor (Bowler

dan Crapo 2002).

6. Patologi Asma

Inflamasi saluran napas pada asma melibatkan interaksi berbagai sel

dan mediator berperan sentral pada patologi asma (Barnes dan Rennard

2002). Mediator inflamasi dan protein hasil sekresi sel-sel inflamasi

berperan terhadap perubahan struktur dan fungsi saluran napas. Proses

inflamasi kronik tersebut akan mengakibatkan perubahan struktur berupa

peningkatan epitel, hiperplasia sel goblet, peningkatan jumlah pembuluh

darah, peningkatan dan perubahan matriks ekstraselular (extra-cellular

matrix / ECM) serta pe-ningkatan massa otot polos saluran napas (airway

smooth muscle / ASM) (Postma dan Timens 2006).

Analisis patologi penderita asma berat menunjukkan terjadi

peningkatan sebagian besar unsur dinding saluran napas (otot polos,

jaringan ikat, dan kelenjar mukus). Peningkatan ini terjadi pada saluran

napas semua ukuran kecuali kelenjar mukus. Perubahan patologis saluran

napas penderita asma ringan kurang menonjol. Perubahan terutama hanya

Page 46: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

27

di saluran napas kecil dengan diameter 2-4 mm. Ketebalan dinding

saluran napas juga berhubungan dengan derajat keparahan dan lama

penyakit (Homer dan Elias 2005).

Penyebab terpenting penebalan saluran napas adalah peningkatan

massa otot polos karena hipertrofi dan hiperplasia (Larsson 2010).

Penebalan lapisan kolagen saluran napas penderita asma juga menonjol.

Tebal lapisan kolagen saluran napas normal sekitar 5 m. Tebal lapisan

kolagen pasien asma meningkat menjadi 20 m (Larsson 2010).

Penebalan ini semula hanya digambarkan sebagai penebalan basement

membrane. Kelainan juga terjadi pada matriks nonkolagen termasuk

elastin, proteoglikan, dan kartilago. Fibrosis subepitel memberikan

kontribusi terjadi perubahan distensibilitas saluran napas dan mungkin

berhubungan dengan hiperesponsif saluran napas pada asma. Fibrosis

subepitel merupakan tanda sangat dini fenotipe asma pada anak-anak dan

tidak berkorelasi dengan lama waktu atau tingkat keparahan inflamasi

(Homer dan Elias 2005).

Peningkatan vaskularisasi juga memberikan kontribusi terhadap

penebalan dinding saluran napas pada asma dan berhubungan dengan

keparahan penyakit. Angiogenesis merupakan gambaran khas asma berat

tetapi juga muncul pada beberapa kasus asma ringan (Larsson 2010).

Penderita asma berat memiliki jumlah pembuluh darah mukosa saluran

napas lebih banyak dibanding penderita asma ringan. Peningkatan

vaskularisasi terjadi pada kapiler dan venula yang terletak di bawah

Page 47: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

28

epitel saluran napas. Dinding pembuluh kapiler dan venula penderita

asma terjadi edema dan penebalan subendothelial basement membrane,

hipotrofi atau atrofi miosit serta fibrosis arteriol. Pembuluh darah

penderita asma menunjukkan recruitment eosinofil, aktivasi, dan lisis

intravaskular (Homer dan Elias 2005).

Dilatasi, kongesti, dan edema dinding pembuluh darah mukosa

bronkus merupakan gambaran yang muncul konsisten pada asma berat

dan dapat menjelaskan penyebab penebalan dan kekakuan dinding

saluran napas (Larsson 2010).

7. Patofisiologi Asma

Respons inflamasi kronik pada asma mendasari kelainan faal paru.

Kelainan faal paru tersebut akibat kerusakan epitel saluran napas, fibrosis

subepitel saluran napas, hiperplasia dan hipertrofi saluran napas,

vasodilatasi pembuluh darah, kebocoran plasma, hipersekresi mukus,

serta aktivasi saraf sensorik (Barnes dan Rennard 2002). Perubahan faal

paru pada asma diantaranya adalah:

a. Obstruksi saluran napas

Obstruksi saluran napas pada asma bersifat difus dan derajatnya

ber-variasi, dapat membaik dengan atau tanpa pengobatan. Penyebab

utama obstruksi adalah kontraksi otot polos bronkus yang diprovokasi

oleh mediator yang dilepaskan sel inflamasi (Rahmawati et al. 2003).

Fibrosis subepitel saluran napas dengan penimbunan kolagen

berhubungan dengan obstruksi dan hiperesponsivitas saluran napas

Page 48: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

29

yang terdapat pada penderita asma. Peningkatan aliran darah mukosa

saluran napas menyebabkan peningkatan volume pembuluh darah

diduga juga berperan terhadap penyempitan saluran napas yang

mengakibatkan obstuksi. Peningkatan produksi mukus berperan dalam

peningkatan viskositas mucus plugs yang dapat menyebabkan oklusi

saluran napas penderita asma (Barnes dan Rennard 2002).

b. Hiperesponsivitas saluran napas

Mekanisme hiperresponsivitas saluran napas belum diketahui

secara pasti. Salah satu penyebabnya diduga karena perubahan sifat

otot polos saluran napas sekunder terhadap perubahan fenotip

kontraktilitas. Inflamasi dinding saluran napas terutama di daerah

peribronkial dapat menambah penyempitan saluran napas selama

kontraksi otot polos. Hiperesponsivitas saluran napas dapat diukur

dengan uji provokasi bronkus. Pada penderita asma terjadi

peningkatan pemendekan otot polos bronkus saat kontraksi isotonik.

Perubahan fungsi kontraksi mungkin disebabkan oleh perubahan

aparatus kontraksi (Rahmawati et al. 2003). Kerusakan epitel saluran

napas diduga penting dalam kontribusi terjadinya hiperesponsivitas

saluran napas. Kerusakan epitel dapat terjadi melalui beberapa

mekanisme yaitu: kehilangan fungsi pertahanan untuk melawan

masuknya alergen, kehilangan enzim (neural peptidase) yang secara

normal menurunkan mediator inflamasi, kehilangan faktor relaksasi,

dan kerusakan saraf sensorik. Kerusakan kontrol saraf otonom diduga

Page 49: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

30

juga berperan dalam hiperresponsivitas saluran napas pada penderita

asma (Barnes dan Rennard 2002).

c. Hipersekresi mukus

Saluran napas penderita asma terjadi hiperplasia kelenjar

submukosa dan sel goblet, sehingga menyebabkan penyumbatan

saluran napas oleh mukus. Hipersekresi mukus akan mengurangi

gerakan silia, mempengaruhi lama inflamasi dan menyebabkan

kerusakan struktur / fungsi epitel (Rahmawati et al. 2003).

Peningkatan respons sekresi ini mungkin akibat dari aktivitas mediator

inflamasi pada kelenjar submukosa dan akibat dari stimulasi elemen

saraf (Barnes dan Rennard 2002). Gambaran patofisiologi asma

terlihat pada gambar empat.

Gambar 4. Patofisiologi asma.

Dikutip dari (Barnes dan Rennard 2002).

Page 50: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

31

8. Peran Stres Oksidatif Pada Patofisiologi Asma

Stres oksidatif berperan pada peningkatan dan kelangsungan inflamasi

saluran napas berdampak pada peningkatan hiperresponsivitas saluran

napas, merangsang sekresi mukus, dan menginduksi mediator

proinflamasi, yang semua terkait dengan derajat keparahan asma

(Fitzpatrick et al. 2009). Peningkatan produksi ROS berkorelasi ter-

balik dengan FEV1 (Bowler dan Crapo 2002). Kekurangan asup-

an makanan yang mengandung antioksidan juga terkait dengan

peningkatan insiden asma (Grievink et al. 1998). Pajanan polusi udara

juga menyebabkan peningkatan keparahan dan frekuensi serangan.

Peningkatan stres oksidatif pada pasien asma juga ber-hubungan dengan

penurunan fungsi paru (Cho dan Moon 2010).

Kadar antioksidan sirkulasi rendah darah atau asupan antioksidan yang

rendah diduga menjadi faktor risiko asma. Reaktif oksigen spesies secara

langsung dapat menimbulkan eksaserbasi melalui efek pada otot polos

saluran napas dan sekresi mukus. Reaktif oksigen spesies juga

menurunkan -adrenergik pada paru, serta meningkatkan kepekaan

kontraksi otot polos saluran napas terhadap induksi asetilkolin. Hidrogen

peroksida mampu mengaktivasi mitogen-activated kinase dalam sel otot

serta me-rangsang kontraksi otot polos saluran napas (Bowler dan Crapo

2002).

Page 51: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

32

9. Peran Steroid Terhadap Tingkat Stres Oksidatif

Glukokortikoid terbukti tidak bisa menghambat pembentukan

oksidan dalam eosinofil pada percobaan invitro, tetapi inhalasi

glukokortikoid mampu menurunkan kadar H2O2 dalam udara ekshalasi

napas pasien asma. Dosis rendah glukokortikoid inhalasi juga mampu

menurunkan konsentrasi nitrat total dan nitrit dalam udara ekshalasi

maupun dahak pasien asma stabil. Inhalasi glukokortikoid juga

memperbaiki kekurangan kadar CuZn-SOD dalam epitel. Mekanisme

glukokortikoid pada asma terkait dengan keseimbangan oksidan dan

antioksidan belum diketahui secara pasti (Bowler dan Crapo 2002).

Terapi steroid terbukti menunjukkan ada korelasi antara inflamasi dan

stres oksidatif. Peningkatan spesies oksigen reaktif pada asma

eksaserbasi akut menimbulkan peningkatan pertahanan antioksidan

endogen. Kadar glutation saluran napas meningkat pada pasien asma,

akan tetapi rasio glutation teroksidasi dibanding glutation tereduksi juga

me-ningkat. Peningkatan glutation tereduksi menunjukkan respons

adaptif pada asma eksaserbasi akut, namun sebaliknya kadar antioksidan

saluran napas yang lain seperti -tokoferol dan asam askorbat mengalami

penurunan. Aktivitas SOD dalam sel hasil bilasan dan sikatan bronkus

berkurang pada pasien asma (Bowler dan Crapo 2002). Peningkatan

stres oksidatif pada saluran napas mengawali perkembangan inflamasi

alergi, hiperresponsivitas saluran napas, peningkatan sekresi mukus dan

proses lain pada pasien asma (Cho dan Moon 2010).

Page 52: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

33

Hubungan antara inflamasi dan ROS menunjukkan umpan balik

positif yang bisa mempertahankan cedera pada paru. Sitokin seperti

TNF- heparin bound epidermal growth factor, fibroblast growth factor

2, angiotensin II, serotonin, dan trombin ditemukan di paru selama

proses inflamasi. Aktivasi oksidasi dapat menyebabkan peningkatan

ROS pada percobaan dengan kultur sel. Target ROS belum diketahui

secara pasti, diduga berefek pada receptor kinases, fosfatase, fosfolipid,

atau nonreceptor tyrosine kinases, mitogen activated protein kinases

(Bowler dan Crapo 2002). Berdasar hasil penelitian para ahli

berkesimpulan bahwa peningkatan ROS berperan penting pada induksi

inflamasi alergi saluran napas. Kontrol stres oksidatif intraseluler pada

saat yang tepat penting untuk penatalaksanaan asma yang efektif (Cho

dan Moon 2010).

Target radikal bebas lain yang banyak diteliti adalah oksida nitrat.

Terdapat bukti bahwa peningkatan nitrat oksida menyebabkan disregulasi

pada asma. Udara ekshalasi pasien asma terbukti memiliki kadar oksida

nitrat lebih tinggi dibanding subyek sehat, dan kadar oksida nitrat ini

menurun pada pemberian kortikosteroid. Identifikasi peran nitrat oksida

di paru sulit karena terdapat tiga sumber berbeda sintesis oksida nitrat

(nitric oxide synthases/ NOS). Nitric oxide synthases 1 disebut juga

neuronal NOS (nNOS) ditemukan di nonadrenergic nervus terminalis

otot polos, diduga dapat menyebabkan bronkodilatasi. Nitric oxide

synthases 2 (inducible NOS) ditemukan pada berbagai jenis sel inflamasi

Page 53: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

34

dan epitel. Nitric oxide synthases 3 (ekstraseluler NOS) terutama

ditemukan pada endotel, berfungsi memediasi vasodilatasi. Nitric oxide

synthases 2 merupakan penyebab utama peningkatan oksida nitrat pada

pasien asma. Peran oksida nitrat pada patogenesis asma masih belum

jelas. Efek bronkodilatasi oksida nitrat pada pasien asma tidak signifikan,

hal diduga adanya gangguan jalur signaling dalam sel otot polos.

Gangguan sinyal oksida nitrat mungkin dimediasi oleh reaksi oksida

nitrat dengan ROS yang lain. Oksida nitrat cepat bereaksi dengan

superoksida untuk membentuk peroxynitrite. Pembentukan peroxynitrite

meningkat selama inflamasi dan mempunyai efek toksik bagi mikroba,

namun peroxynitrite juga meningkatkan hiperresponsivitas saluran napas.

Pembentukan peroxynitrite akan menurunkan kadar oksida nitrat. Dua

mekanisme perlu diupayakan untuk melindungi sinyal oksida nitrat

adalah: 1. Merubah nitrat oksida menjadi spesies yang lebih stabil,

seperti S-nitrosoglutathione. 2. Mengurangi konsentrasi ROS lokal

dengan mengguna-kan enzim antioksidan ekstraseluler konsentrasi

tinggi . S-nitrosoglutathione diduga menjadi kontributor utama relaksasi

otot polos saluran napas pasien asma (Fang et al. 2000). Famili enzim

SOD berperan penting dalam mempertahankan aktivitas oksida nitrat.

Peningkatan kadar EC-SOD dalam sel otot polos saluran napas dan

pembuluh darah paru diduga berperan untuk mempertahankan tingkat

bronkodilatasi otot polos dan regulasi pembuluh darah selama terjadi

stress oksidatif (Bowler dan Crapo 2002).

Page 54: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

35

10. Pemeriksaan Faal Paru Pada Asma

Pemeriksaan faal paru pada penderita asma menggunakan alat

spirometri yang dapat mengukur beberapa parameter yaitu kapasitas vital

(KV), kapasitas vital paksa (KVP), volume ekspirasi paksa detik pertama

(VEP1), dan arus puncak ekspirasi (APE) (Alsagaf dan Mangunnegoro

1993)

Nilai VEP1 adalah volume udara ekspirasi satu detik pertama pada

pengukuran KVP. Orang normal dapat mengeluarkan udara pernapasan

80% dari kapasitas vitalnya pada detik pertama. Nilai VEP1 orang dewasa

normal yang berumur antara 20-60 tahun, akan menurun kira-kira 28 ml

setiap tahun. Teknik pengukuran VEP1 dapat diukur dengan perasat yang

sama dengan pengukuran KVP dan biasanya kedua pengukuran tersebut

dilakukan sekaligus/bersamaan (Alsagaf dan Mangunnegoro 1993,

Barreiro dan Perillo 2004). Pada asma didapatkan peningkatan perbaikan

VEP1

B. VITAMIN C

Vitamin C atau sering disebut asam askorbat, asam hexuronic atau vitamin

antiskorbut mempunyai rumus kimia L-ascorbic acid (2,3-endiol-L-gulonic

acid-g-lactone), dehydro-L-ascorbic acid (2-oxo-L-gulonic acid- g-lacton.

Vitamin C bersifat larut dalam air, dan pertama kali ditemukan pada tahun

1932. Manusia, primata lain, dan babi memenuhi kebutuhan vitamin C

tergantung pada sumber eksternal, karena spesies tersebut tidak mampu

Page 55: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

36

mensintesis vitamin C dari glukosa dan galaktosa dalam tubuh mereka

(Padayatty et al. 2003).

1. Biokimia Vitamin C

Vitamin C mengandung enam karbon lacton yang disintesis dari

glukosa di hati sebagian besar spesies mamalia, kecuali manusia, primata

selain manusia manusia dan babi. Spesies ini tidak memiliki enzim

gulonolactone oksidase, prekursor langsung 2-keto-l-gulonolactone yang

penting untuk sintesis asam askorbat. Pengkodean DNA untuk

gulonolactone oksidase telah mengalami mutasi besar, mengakibatkan tidak

adanya enzim fungsional (Nishikimi et al. 1994). Manusia yang tidak

mendapatkan asupan vitamin C dalam diet mereka akan menimbulkan

defisiensi yang ditandai berbagai manifestasi klinis yang luas (Padayatty et

al. 2003).

Penelitian berbagai disiplin ilmu tentang sifat-sifat molekul, seluler,

serta manifestasi klisnis pada asam askorbat mengungkapkan bahwa asam

askorbat memainkan peran penting pada sistem imun, fungsi enzimatik,

antioksidan, dan fungsi regulasi (Ottoboni F dan Ottobani A 2005). Vitamin

C bertindak sebagai donor elektron sehingga mampu menyebabkan reaksi

reduksi terhadap beberapa senyawa. Efek fisiologis dan biokimia vitamin C

berdasarkan aksinya sebagai donor elektron. Asam askorbat

menyumbangkan dua elektron pada setiap ikatan ganda antara karbon kedua

dan ketiga dari molekul 6 karbon. Vitamin C berpotensi sebagai

antioksidan karena, mampu menyumbang elektron untuk mencegah reaksi

Page 56: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

37

oksidasi senyawa lain. Reaksi ini akan menyebabkan vitamin C teroksidasi

(Padayatty et al. 2003).

2. Peran Vitamin C Pada Sistem Imunitas

Terdapat bukti bahwa asam askorbat mempunyai aktivitas antibakteri

in vivo dan in vitro. Kadar asam askorbat dalam leukosit (yang

bertanggung jawab untuk pertahanan host) sekitar 80 kali lebih tinggi

dibanding dalam plasma. Hasil penelitian tersebut mendukung peran

asam askorbat dalam sistem imunitas (Ottoboni F dan Ottobani A 2005).

Insulin mengangkut glukosa dan asam askorbat ke semua sel tubuh,

termasuk sel fagositosis. Sistem transportasi ini menimbulkan

kompetisi antara glukosa dan asam askorbat. Kadar glukosa yang tinggi

akan menghambat pengangkutan asam askorbat, sehingga apabila

dibutuhkan efek asam askorbat dosis besar maka hambatan oleh glukosa

harus diatasi. Glukosa tidak hanya menghambat pengangkutan asam

askorbat ke semua sel tubuh tetapi juga menghambat stimulasi asam

askorbat terhadap heksosa monofosfat (HMP) pada sistem imunitas

(Ottoboni F dan Ottobani A 2005).

3. Vitamin C Sebagai Antioksidan Dalam Sistem Biologi

Vitamin C dapat teroksidasi oleh berbagai spesies radikal bebas yang

terlibat dalam penyakit manusia. Spesies yang dapat menerima elektron

dan direduksi oleh vitamin C, dibagi menjadi beberapa kelas, yaitu: 1.

Senyawa dengan elektron tidak berpasangan seperti ROS, sulfur radikal,

dan RNS. 2. Senyawa yang reaktif tetapi bukan radikal, termasuk asam

Page 57: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

38

hipoklorit, nitrosamin dan senyawa nitrat yang lain, dan ozon. 3.

Senyawa yang terbentuk oleh reaksi dengan salah satu dari dua kelas

tersebut diatas kemudian bereaksi dengan vitamin C. Contoh reaksi

tersebut adalah pembentukan radikal alfa tocopheroxyl, yang dihasilkan

interaksi oksidan eksogen berinteraksi dengan alfa tokoferol dalam low

density lipoprotein (LDL). Radikal tocopheroxyl dapat direduksi kembali

menjadi alfa tokoferol oleh asam askorbat (Padayatty et al. 2003). 4.

Transisi reaksi yang dimediasi metal yang melibatkan zat besi dan

tembaga, misalnya reduksi terutama besi oleh askorbat dapat

menyebabkan pembentukan radikal lain melalui reaksi Fenton (Carr dan

Frei 1999). Zat besi dalam bentuk tereduksi menguntungkan bagi tubuh

karena penyerapan dalam usus meningkat (Padayatty et al. 2003).

Antioksidan asam askorbat dapat melawan reaksi oksidasi pada lipid,

protein, dan DNA. Reaksi oksidasi lipid dapat terjadi pada membran sel

dan lipoprotein dalam sirkulasi seperti low density lipoprotein (LDL)

mengakibatkan peroksidasi lipid. Asam askorbat dapat mengurangi ROS

sehingga mampu menghambat terjadinnya peroksidasi lipid. Asam

askorbat juga mencegah reaksi oksidasi lebih lanjut yang membentuk

lipid hydroperoxides. Protein mengalami oksidasi melalui beberapa

mekanisme (Berlett dan Stadtmant 1997). Sebuah rantai peptida dapat

dipecah oleh oksidan dan asam amino spesifik juga dapat teroksidasi.

Asam amino yang paling rentan terjadi reaksi oksidatif adalah sistein

dan metionin. Asam amino lain yang juga rentan terjadi reaksi oksidasi

Page 58: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

39

adalah arginin, prolin, treonin, tirosin, histidin, triptofan, valin, dan lisin.

Asam askorbat dapat mencegah oksidasi protein atau asam amino.

Proses oksidatif dapat terjadi pada DNA secara langsung ataupun secara

tidak langsung melalui oksidasi lipid dan protein (Halliwell 2000).

Mekanisme tidak langsung oleh oksidasi protein menyebabkan kerusakan

pada repair enzim dan DNA polimerase. Reaksi ROS dengan lipid

menghasilkan lipid peroksidasi yang bereaksi dengan DNA dapat

menginduksi mutasi (Lee et al. 2001). Nitrogen reaktif species juga dapat

merusak protein yang dibutuhkan untuk sistem pertahanan terhadap

oksidan atau DNA repair sehingga dapat mengakibatkan kerusakan sel

lebih lanjut. Oksidan diduga juga dapat menyebabkan kerusakan

nukleotida dalam DNA secara langsung. Guanin paling rentan terhadap

serangan oksidatif, membentuk 8 hydroxyguanine (8OHG/ 8-oxoG) dan

derivatnya yaitu 8-hydroxy-2-deoxyguanosine (8OHdG/ 8-oxodG).

Kedua senyawa ini dapat diukur secara langsung (Halliwell 2000).

Asam askorbat dapat mengurangi kerusakan DNA dengan mereduksi

spesies radikal secara langsung, menurunkan pembentukan reaktif

spesies seperti hidroperoksida lipid atau mencegah serangan radikal

terhadap protein dan DNA repair. Askorbat sebagai antioksidan juga

dapat mencegah pembentukan nitrosamine, sehingga dapat mencegah

pembentukan beberapa spesies nitrogen reaktif yang dapat berakibat

kerusakan gen (Padayatty et al. 2003). Skema regulasi vitamin C pada

stres oksidatif seperti terlihat pada gambar lima dan enam.

Page 59: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

40

Gambar 5. Skema regulasi vitamin C pada sel. Dikutip dari (Carcamo et al. 2004)

Gambar 6. Skema inhibisi sinyal GM-CSF oleh vitamin C Dikutip dari (Carcamo et al. 2002)

Page 60: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

41

C. KERANGKA KONSEPTUAL

Berdasarkan tinjauan pustaka di atas dapat disimpulkan bahwa stres

oksidatif berperan penting dalam patogenesis asma. Kehilangan kontrol

oksidan di saluran napas dapat menimbulkan inisiasi sel Th2 yang merupakan

fase awal perkembangan inflamasi alergi dalam saluran napas. Peningkatan

kadar ROS dalam APC mempengaruhi sistem imunitas akibat respon Th2

(Peterson et al. 1998). Kondisi stres oksidatif menyebabkan gangguan

maturasi sel dendritik ditandai penurunan sekresi IL-12 dan IFN- yang

berdampak down regulation terhadap Th1 (Kim et al. 2007, Kroening et al.

2010). Pajanan oksidan terhadap sel dendritik terbukti meningkatkan

produksi IL-4, IL-8 dan TNF-

(Verhasselt et al. 1998). Sel makrofag yang mengalami stres oksidatif akan

mengalami peningkatan produksi IL-6 dan IL-10 dan akan mendeferensiasi

Th0 ke arah respons Th2 (Murata et al. 2002). Peningkatan stres oksidatif juga

berkontribusi pada perkembangan atau kelangsungan inflamasi saluran napas,

menimbulkan peningkatan hiperresponsivitas saluran napas, stimulasi sekresi

mukus, dan induksi berbagai mediator kimia proinflamasi. Semua hal tersebut

diatas terkait dengan tingkat keparahan asma (Fitzpatrick et al. 2009).

Reaksi inflamasi dalam saluran napas penderita asma menyebabkan

aktivasi eosinofil (Filipofic dan Cekic 2001, Surjanto 2005, Apter dan Weiss

2008) dan aktivasi neutrofil (Monteseirin 2009), sehingga jumlahnya

meningkat di saluran napas. Respons inflamasi menimbukan gejala klinis

asma berupa penurunan faal paru berupa gambaran obstruksi. Perbandingan

Page 61: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

42

VEP1 dengan KVP merupakan parameter untuk menentukan derajat obstruksi

(Alsagaf dan Mangunnegoro 1993, Davies dan Moores 2003, Barreiro dan

Perillo 2004). Peningkatan derajat inflamasi pada asma akan mempengaruhi

derajat obstruksi (NHLBI 2009).

Mekanisme pertahanan antioksidan mampu memperbaiki kesetimbangan

antara oksidan dan antioksidan serta menurunkan kondisi stres oksidatif.

Vitamin C sebagai antioksidan bertindak sebagai donor elektron sehingga

mampu menimbulkan reaksi reduksi terhadap beberapa senyawa (Padayatty

et al. 2003). Vitamin C juga bertindak sebagai inhibitor histamin, suatu

senyawa yang dilepaskan selama reaksi alergi. Sebagai antioksidan kuat dapat

menetralisir radikal bebas dan membantu menetralisir polutan dan toksin.

Kerangka konseptual secara ringkas terlihat pada gambar 7.

Page 62: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

43

Gambar 7. Kerangka konsep penelitian Stres oksidatif pada asma menyebabkan gangguan maturasi sel dendritik, menimbulkan penurunan sekresi IL-12 dan IFN- serta peningkatan IL-6, IL-8, dan IL-10. Kondisi ini akan menyebabkan deferensiasi Tho kearah respon Th2, berakibat peningkatan inflamasi dan peningkatan obstruksi jalan napas.

Page 63: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

44

D. HIPOTESIS

Berdasarkan tinjauan pustaka diatas ditetapkan hipotesis penelitian yaitu:

1. Pemberian vitamin C dapat menurunkan jumlah eosinofil dan neutrofil

sputum pada penderita asma terkontrol sebagian.

2. Pemberian vitamin C dapat meningkatkan nilai VEP1 pada penderita asma

terkontrol sebagian.

3. Pemberian vitamin C dapat menurunkan jumlah eosinofil dan neutrofil

sputum pada penderita asma tidak terkontrol.

4. Pemberian vitamin C dapat meningkatkan nilai VEP1 pada penderita asma

tidak terkontrol.

Page 64: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

45

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

A. RANCANGAN PENELITIAN

Rancangan penelitian menggunakan uji klinis quasi experimental.

B. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

Tempat penelitian dilakukan di poliklinik paru RSUD Dr. Moewardi, RSP

Dr. Ario Wirawan Salatiga, RSUD Sragen, dan BKPM Klaten.

Waktu penelitian dimulai bulan September - Oktober 2012.

C. POPULASI PENELITIAN

Populasi penelitian ini adalah pasien asma terkontrol sebagian dan tidak

terkontrol. Populasi terjangkau adalah pasien asma terkontrol sebagian dan

tidak terkontrol pengunjung poliklinik paru.

D. PENENTUAN SAMPEL

Pemilihan sampel dilakukan dengan cara consecutive sampling yaitu

pengumpulan sampel dilakukan berurutan sampai jumlah sampel terpenuhi.

E. KRITERIA INKLUSI, EKSKLUSI DAN DISKONTINYU

1. Kriteria inklusi:

Penderita terdiagnosis sebagai asma terkontrol sebagian dan tidak

terkontrol serta tidak dalam eksaserbasi.

Umur 18-65 tahun.

Riwayat memakai steroid > 14 hari.

Bersedia diikutkan dalam penelitian.

Page 65: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

46

2. Kriteria eksklusi:

Asma disertai infeksi pernapasan akut (ISPA, pneumonia, abses

paru, empiema) maupun infeksi saluran napas kronik (tuberkulosis

dan bronkiektasis).

Riwayat penyakit paru kronik selain asma (penyakit paru obstruktif

kronik/ PPOK dan tumor paru).

Perokok.

Asma dengan penyakit jantung dan diabetes melitus.

Hamil / menyusui.

Klinis gangguan gastrointestinalis.

3. Kriteria diskontinyu:

Penderita mengalami eksaserbasi.

Tidak terlacak lagi saat follow up.

Mengundurkan diri.

Muncul efek samping terhadap vitamin C selama penelitian ber-

langsung.

F. JUMLAH SAMPEL

Penentuan jumlah sampel berdasarkan rumus (Dahlan 2010):

(Z +Z ) . S 2

n =

X1 X2

n = Jumlah sampel

= T : 1.64

= Power : 0.84

Page 66: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

47

S = Simpang baku hasil penelitian sebelumnya: eosinofil= 6, neutrofil= 9

(Yildiz et al. 2003), VEP1= 0,80 (Schunemann et al. 2001).

X1 X2 = Selisih rerata minimal yang dianggap bermakna:

eosinofil: 3, neutrofil: 4,5, VEP1: 0,40 (judgement)

n = 24,6 sampel (dibulatkan menjadi 25 sampel).

Menurut perhitungan rumus diatas dibutuhkan 25 sampel. Fraenkel dan

Wallen Dikutip dari (Kasjono 2009) menyatakan bahwa untuk penelitian eksperimental

dibutuhkan paling sedikit 15 sampel setiap kelompok. Berdasarkan

pernyataan tersebut direncanakan 30 sampel yang terdiri dari 15 orang

penderita asma terkontrol sebagian dan 15 orang penderita asma tidak

terkontrol.

G. IDENTIFIKASI VARIABEL

1. Variabel tergantung:

Jumlah eosinofil sputum penderita asma terkontrol sebagian dan tidak

terkontrol.

Jumlah neutrofil sputum penderita asma terkontrol sebagian dan tidak

terkontrol.

Nilai VEP1 penderita asma terkontrol sebagian dan tidak terkontrol.

2. Variabel bebas:

Vitamin C dosis 2 x 500 mg.

3. Variabel perancu:

Asupan makanan yang mengandung vitamin C.

Page 67: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

48

Dikendalikan dengan cara pemilihan rancangan penelitian pretest dan

postest dengan mempertahankan kebiasaan pola makan pada subyek

penelitian.

Kondisi lingkungan.

Penelitian dilakukan sebelum musim hujan untuk menghindari pajanan

perubahan cuaca.

H. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL

1. Diagnosis asma

Penyakit paru dengan gejala klinis batuk, dada terasa berat, sesak napas,

dan mengi berulang. Frekuensi dan berat ringan serangan bervariasi.

Perbandingan VEP1 dengan KVP pada spirometri merupakan parameter

dapat digunakan menentukan derajat obstruksi. Nilai VEP1/KVP < 75%.

menunjukkan adanya tanda obstruksi. Obstruksi pada asma bersifat

reversibel ditandai dengan peningkatan VEP1

uji bronkodilator.

2. Eksaserbasi akut

Peningkatan episodik progresif dari salah satu gejala: sesak napas, batuk,

mengi, dada terasa berat atau kombinasi dari gejala tersebut. Pemeriksaan

faal paru menunjukkan penurunan nilai arus puncak ekspirasi (APE).

3. Asma terkontrol sebagian

Adalah penilaian tingkat kontrol asma berdasarkan GINA 2009, yaitu dalam

Gejala harian asma > 2 kali / minggu.

Page 68: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

49

Ada keterbatasan aktivitas.

Ada gejala malam.

Kebutuhan obat pelega > 2 kali / minggu.

Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) < 80% prediksi atau nilai

terbaik.

4. Asma tidak terkontrol

Adalah penilaian tingkat kontrol asma berdasarkan GINA 2009, yaitu dalam

beberapa minggu didapatkan 3 atau lebih kriteria asma terkontrol sebagian.

5. Perokok

Adalah orang yang merokok lebih dari 100 batang rokok sepanjang

hidupnya dan saat ini masih merokok atau telah berhenti merokok kurang

dari 1 tahun.

6. Vitamin C

Sediaan tablet vitamin C 100 mg produksi pabrik Kimia Farma, diminum 5

tablet 2 kali sehari.

7. Induksi sputum

Sputum dari ekspektorasi setelah nebulisasi dengan cairan salin hipertonik

3% .

8. Umur

Selisih hari kelahiran dengan ulang tahun yang terakhir pada saat

penelitian.

9. Jenis kelamin

Laki-laki dan perempuan.

Page 69: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

50

10. Neutrofil

Salah satu jenis sel inflamasi polimorfonuklear berbentuk bulat me-

ngandung granula sitoplasmik dan inti sel yang dihubungkan dengan

benang kromatin. Pada pengecatan tampak sitoplasma kemerahan dengan

inti dan granula berwarna ungu.

11. Eosinofil

Salah satu jenis sel inflamasi polimorfonuklear bentuk hampir sama

dengan neutrofil, granula sitoplasmik lebih besar dan kasar berwarna

merah atau oranye serta berlobus.

12. VEP1

Adalah volume udara yang diekspirasi secara paksa pada detik pertama

setelah inspirasi maksimal.

13. Efek samping vitamin C

Efek samping vitamin C berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan

ditemukan gejala gastroenteritis seperti mual, muntah dan diare.

14. Gangguan gastrointestinal

Adanya gangguan gatrointestinal (dispepsi, gastritis, gastroenteritis) baik

akut maupun kronik.

15. Penyakit jantung

Keluhan akibat kelainan fungsi jantung baik akut maupun kronik berupa

dispneu defort, orthopneu dan paroxismal nocturnal dispneu.

Page 70: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

51

I. ANALISIS DATA

Data yang dianalisis adalah hasil data sebelum dan sesudah pemberian

vitamin C. Semua data disajikan dalam angka rerata (mean) dan standar

deviasi. Uji statistik menggunakan program SPSS 15, untuk mengetahui

perbedaan antar variabel menggunakan uji t berpasangan (parametrik) jika

sebaran data normal, jika sebaran data tidak normal digunakan uji

nonparametrik yang sesuai (Dahlan 2011).

0,05 dan dianggap tidak bermakna jika nilai p > 0,05.

J. CARA PENELITIAN

Penderita asma pengunjung poliklinik paru dicatat sebagai subyek

penelitian. Pencatatan meliputi identitas, umur, jenis kelamin, riwayat

merokok, pengobatan sebelumnya, dan lain-lain sesuai formulir yang telah

disediakan. Data awal subyek diperoleh dengan anamnesis, pemeriksaan fisis,

pemeriksaan spirometri, jumlah eosinofil dan neutrofil induksi sputum, serta

%VEP1. Subyek yang masuk kriteria eksklusi dikeluarkan dari penelitian,

yang masuk kriteria inklusi diminta persetujuan tertulis untuk mengikuti

penelitian.

Subyek diberikan perlakuan obat vitamin C dosis 2x500 mg selama 14

hari. Obat asma yang biasa dipakai ( yaitu 2, xantin maupun

kortikosteroid) tetap digunakan seperti biasa. Evaluasi efek samping obat

melalui telepon setiap hari jika ada keluhan dan pada hari ke-15 selesai

perlakuan ditanyakan kembali apakah ada gejala efek samping vitamin C.

Page 71: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

52

Hari ke-15 selesai perlakuan subyek kembali diperiksa jumlah eosinofil dan

neutrofil induksi sputum serta %VEP1.

K. TEKNIK PEMERIKSAAN

1. Pemeriksaan eosinofil dan neutrofil sputum.

Pemeriksaan eosinofil dan neutrofil sputum dilakukan di laboratorium

klinik yang tersertifikasi, dilakukan oleh petugas analis kesehatan

sepengetahuan peneliti serta dibawah tanggung jawab dokter spesialis

patologi klinik. Pemeriksaan menggunakan metode Romanowsky dengan

tatacara sebagai berikut:

Sampel sputum diambil dengan cara batuk setelah diinduksi dengan

nebulisasi larutan salin hipertonik 3%.

Spesimen ± 1cc dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang sudah terisi

NaCl dengan perbandingan NaCl : spesimen= 4:1.

Tabung berisi spesimen dan NaCl disentrifuge ± 10-15 mnt.

Supernatan diambil dengan pipet, kemudia dibuat sediaan hapus pada

obyek gelas.

Fiksasi dengan metanol absolut, biarkan kering di udara.

Sediaan ditetesi dengan larutan giemsa 10% sampai menutupi seluruh

permukaan, biarkan selama 5 - 10 menit.

Bilas dengan air mengalir perlahan-lahan, larutan giemsa tidak boleh

dibuang terlebih dahulu, tetapi harus dihanyutkan dengan air.

Sediaan dikeringkan.

Page 72: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

53

Penghitungan eosinofil dan neutrofil memakai cara manual menggunakan

mikroskop.

Mencatat hasil.

2. Pemeriksaan nilai % VEP1

Pemeriksaan nilai %VEP1 dilakukan dengan tatacara sebagai berikut:

a) Bahan dan alat

Spirometer merk Fukuda sangyo tipe ST-75.

Mouth piece sekali pakai.

Tabel nilai standar faal paru Pneumobile Project Indonesia.

b) Persiapan pasien

Pasien disarankan tidak makan terlalu kenyang sebelum pemeriksaan.

Berpakaian tidak terlalu ketat.

Penggunaan bronkodilator terakhir minimal 8 jam sebelum pemeriksa-

an.

c) Langkah-langkah pemeriksaan

Tinggi badan dan umur pasien dicatat kemudian ditentukan besar nilai

dugaan berdasarkan nilai standar faal paru Pneumobile Project

Indonesia.

Posisi pasien sebaiknya berdiri.

on lat.

Masukkan data pasien (nomor registrasi, nama, umur, jenis kelamin,

tinggi badan, berat badan, ras, dan status merokok), dengan terlebih

dulu menekan tombol patient data .

Page 73: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

54

Tekan menu kemudian pilih tombol FVC untuk

pemeriksaan kapasitas vital paksa (KVP), VEP1, dan arus puncak

ekspirasi (APE),

Tekan tombol start setelah pasien memasukan mouth piece,

kemudian pasien disuruh menarik napas maksimal dengan cepat

kemudian sesegera mungkin udara dikeluarkan melalui mouth piece

dengan tenaga maksimal hingga udara dapat dikeluarkan sebanyak-

banyaknya.

Tekan tombol stop segera setelah selesai ekspirasi. Pemeriksaan

dilakukan sampai mendapat paling sedikit 3 nilai yang reprodusibel

(jika perbedaan antara 2 nilai terbesar dari ketiga perasat yang dapat

pemeriksaan dilakukan sampai selesai, awal uji dilakukan harus cukup

baik, ekspirasi paksa tidak ragu-ragu dan cepat mencapai puncak yang

tajam.

Tekan SVC untuk mengetahui kapasitas vital (KV), setelah pasien

memasukkan mouth pace ke dalam mulut, tekan tombol start pasien

menghirup udara sebanyak mungkin dan kemudian udara dikeluarkan

sebanyak mungkin melalui mouth piece (tanpa perasat paksa).

Tekan tombol stop setelah ekspirasi selesai. Pemeriksaan dilakukan

sampai mendapat paling sedikit 3 nilai yang reprodusibel (jika

perbedaan antara 2 nilai terbesar dari ketiga perasat yang dapat diterima

Page 74: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

55

Mencatat dan menghitung hasil.

L. ETIKA PENELITIAN

Persetujuan penelitian diajukan kepada Panitia Kelaikan Etik Fakultas

Kedokteran UNS Surakarta/ RSUD Dr. Moewardi Surakarta, sebelum

dilakukan penelitian. Subyek penelitian diberikan penjelasan yang terperinci

tentang tujuan dan manfaat penelitian sebelum dilakukan prosedur penelitian.

Setelah subyek mengerti dan setuju mengikuti penelitian, subyek diminta

menandatangani lembar persetujuan dan isian data penderita.

Page 75: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

56

M. ALUR PENELITIAN

Pasien Asma rawat jalan Usia 18-65 tahun

Kortikosteroid > 14 hari

Page 76: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57

57

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN

Jumlah keseluruhan subyek yang terlibat dalam penelitian ini adalah

36 pasien asma di poliklinik paru RSUD Dr. Moewardi Surakarta, RSUD

Sragen, BKPM Klaten dan RSP Dr. Ariowirawan Salatiga. Enam pasien

tidak dapat menyelesaikan penelitian dengan perincian: satu pasien

mengalami eksaserbasi setelah enam hari perlakuan, satu pasien

dihentikan karena mengalami efek samping mual dan muntah setelah

tujuh hari perlakuan serta empat pasien tidak datang pada pengamatan

akhir penelitian. Pasien yang mengikuti penelitian sampai selesai dan

dapat dianalisis adalah 30 orang terdiri dari 15 pasien asma terkontrol

sebagian dan 15 pasien asma tidak terkontrol.

Uji normalitas data penelitian menggunakan parameter Shapiro-Wilk,

sebaran data dianggap normal jika nilai p > 0,05. Apabila sebaran data

normal analisis data menggunakan uji parametrik t berpasangan, jika

sebaran data tidak normal analisis data menggunakan uji non-parametrik

Wilcoxon (Dahlan 2011).

Hasil penelitian menurut karakteristik dasar subyek penelitian sebagai

berikut (tabel 1).

Page 77: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

58

Tabel 1. Karakteristik dasar subyek penelitian.

Keterangan: ATS=asma terkontrol sebagian, ATT= asma tidak terkontrol, SABA= short acting beta 2 agonis.

Hasil uji normalitas data sampel penelitian berdasarkan metode

analitik parameter Shapiro-Wilk (tabel 2).

Tabel 2. Uji normalitas data menggunakan parameter Shapiro-

Wilk

Var

iabel Kelompok

D

istribusi

Umur Kedua kelompok penelitian.419

Normal

Eosinofil (pre test)

Asma terkontrol sebagian ,068

normal

Asma tidak

terkontrol ,570 n

ormal Eos

inofil (post Asma

terkontrol sebagian ,106 n

ormal

Page 78: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

test)

Asma tidak

terkontrol ,000

Tidak normal

Neutrofil (pre test)

Asma terkontrol sebagian .539

Normal

Asma tidak

terkontrol .108 N

ormal Neu

trofil (post test)

Asma terkontrol sebagian .259

Normal

Asma tidak

terkontrol .040

Tidak normal

VEP1% (pre test)

Asma terkontrol sebagian .221

Normal

Asma tidak

terkontrol .618 N

ormal VE

P1% (post test)

Asma terkontrol sebagian .793

Normal

Asma tidak

terkontrol .976 N

ormal

1. Karakteristik subyek menurut jenis kelamin

Subyek penelitian berjumlah 30 orang terdiri dari 9 laki-laki

(30%) dan 21 perempuan (70%) (gambar 9).

Gambar 9. Jumlah sampel menurut jenis kelamin.

Page 79: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Kelompok penelitian terdiri dari 15 pasien asma terkontrol

sebagian (4 laki-laki/ 13, 33% dan 11 perempuan/ 36,67%) dan 15

pasien asma tidak terkontrol (5 laki-laki/ 16,67% dan 10 perempuan/

33,33%) (gambar 10).

Gambar 10. Distribusi jenis kelamin pada kelompok asma. Keterangan: P: perempuan, L: laki-laki, ATS:

asma terkontrol sebagian, ATT: asma tidak terkontrol.

2. Karakteristik subyek menurut umur

Rerata umur subyek penelitian keseluruhan adalah

42,13 12,342, umur paling muda 18 tahun dan paling tua 64 tahun.

Subyek terbanyak pada kelompok umur 42-53 tahun sebanyak 11

pasien (36,67%) dan paling sedikit pada kelompok umur 18-29 tahun

sebanyak 4 pasien (13,33%). Kelompok asma terkontrol sebagian

mempunyai rerata umur 39,20 12,90 tahun dan asma tidak terkontrol

mempunyai rerata umur 45,07 11,44 (gambar 11).

Page 80: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Gambar 11. Distribusi kelompok umur subyek.

3. Karakteristik subyek menurut riwayat alergi

Riwayat alergi pada subyek penelitian terdapat pada 25

pasien (83,33%) terutama terhadap debu dan udara dingin. Pasien

yang tidak mempunyai riwayat alergi terdapat pada 5 pasien

(16,67%).

4. Karakteristik subyek menurut indeks massa tubuh

Frekuensi indeks massa tubuh (IMT) responden penelitian

ini terbanyak adalah termasuk IMT normal yaitu 19 orang (63,33%)

disusul IMT lebih sebanyak 8 orang (26,67%) dan IMT kurang

sebanyak 3 (10%).

5. Karakteristik subyek menurut keluhan

Page 81: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

62

62

Keluahan respiratorik sesak napas dan batuk pada penelitian ini

sejumlah 27 pasien (90%), mengeluh sesak saja tanpa batuk 3 orang

(10%) dan tidak ada pasien yang hanya mengeluh batuk saja tanpa

sesak napas.

6. Karakteristik subyek menurut terapi

Seluruh subyek penelitian (30 pasien/ 100%) memakai

SABA dan kortikosteroid. Subyek yang memakai terapi golongan

xantin se-banyak 26 orang (86,67%). Golongan SABA yang rutin

dipakai pada pasien penelitian ini adalah salbutamol inhalasi dan

salbutamol tablet peroral. Kortikosteroid yang biasa dipakai oleh

pasien penelitian ini adalah budesonide inhalasi, flutikasone inhalasi

dan metilprednisolon tablet peroral. Golongan xantin yang rutin

dipakai pasien penelitian ini adalah aminofilin tablet peroral.

7. Perbedaan jumlah eosinofil, neutrofil sputum dan VEP1 pada

asma terkontrol sebagian terhadap pemberian vitamin C

Uji statistik untuk mengetahui normalitas data eosinofil sebelum

maupun sesudah pemberian vitamin C menunjukkan sebaran data

normal (p=0,068 dan p=0,106) sehingga dilanjutkan dengan uji

parametrik t berpasangan.

Hasil uji normalitas neutrofil sebelum maupun sesudah pemberian

vitamin C menunjukkan sebaran data normal (p=0,539 dan p=0,259)

sehingga dilanjutkan dengan uji parametrik t berpasangan.

Page 82: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

63

63

Uji normalitas %VEP1 sebelum maupun sesudah pemberian

vitamin C menunjukkan sebaran data normal (p= 0,221 dan p= 0,793)

sehingga dilanjutkan dengan uji parametrik t berpasangan.

Hasil uji parametrik t berpasangan pada asma terkontrol sebagian

didapatkan jumlah eosinofil sebelum pemberian vitamin C

3,93±2,66% dan sesudah pemberian vitamin C 3,07±1,75%, didapat-

kan perbedaan tidak bermakna (p=0,126).

Hasil uji parametrik dengan uji t berpasangan pada asma

terkontrol sebagian didapatkan jumlah neutrofil sebelum pemberian

vitamin C 48,80±25,52% dan sesudah pemberian vitamin C

33,87±18,56%, didapatkan perbedaan bermakna (p=0,030).

Hasil uji parametrik dengan uji t berpasangan pada asma

terkontrol sebagian didapatkan nilai %VEP1 sebelum pemberian

vitamin C 82,27±14,78% dan sesudah pemberian vitamin C 86,98

±22,61%, didapatkan perbedaan tidak bermakna (p=0,355) (tabel 3).

Tabel 3. Perbedaan jumlah eosinofil, neutrofil sputum dan volume ekspirasi paksa detik pertama pada asma terkontrol sebagian terhadap pemberian vitamin C (n=15)

Page 83: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

64

64

8. Perbedaan jumlah eosinofil, neutrofil sputum dan %VEP1 pada

asma tidak terkontrol terhadap pemberian vitamin C

Hasil uji normalitas untuk eosinofil sebelum pemberian vitamin C

pada asma tidak terkontrol sebelum pemberian vitamin C

menunjukkan distribusi normal (p=0,570), sedangkan setelah

pemberian vitamin C menunjukkan distribusi tidak normal (p=0,000),

sehingga dilakukan uji nonparametrik Wilcoxon pada 2 kelompok

berpasangan.

Hasil uji normalitas neutrofil pada asma tidak terkontrol sebelum

pemberian vitamin C menunjukkan distribusi normal (p=0,108)

sedangkan setelah pemberian vitamin C menunjukkan distribusi tidak

normal (p=0,040), sehingga dilakukan uji nonparametrik Wilcoxon

pada 2 kelompok berpasangan.

Page 84: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

65

65

Uji normalitas %VEP1 pada asma tidak terkontrol sebelum dan

setelah pemberian vitamin C menunjukkan distribusi normal (p=

0,618 dan p=0,976), sehingga dilakukan uji parametrik t berpasangan.

Hasil uji nonparametrik Wilcoxon test pada asma tidak terkontrol

didapatkan jumlah eosinofil sebelum pemberian vitamin C 5,80±2,40

dan sesudah pemberian vitamin C 6,40±5,90%, didapatkan tidak

bermakna (p=0,587).

Hasil uji nonparametrik Wilcoxon test pada asma tidak terkontrol

didapatkan jumlah neutrofil sebelum pemberian vitamin C

56,13±22,79% dan sesudah pemberian vitamin C 48,87±15,43%,

didapatkan tidak bermakna (p=0,349).

Hasil uji nonparametrik Wilcoxon test pada asma tidak terkontrol

terhadap nilai %VEP1 sebelum pemberian vitamin C 74,79±28,59%

dan sesudah pemberian vitamin C 83,91±19,09%, didapatkan

peningkatan yang bermakna (p=0,046) (tabel 4).

Page 85: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

66

66

Tabel 4. Perbedaan jumlah eosinofil, neutrofil sputum dan volume ekspirasi paksa detik pertama pada asma tidak terkontrol terhadap pemberian vitamin C (n=15).

9. Perbedaan jumlah eosinofil, neutrofil sputum dan volume

ekspirasi paksa detik pertama pada asma terkontrol sebagian dan

tidak terkontrol terhadap pemberian vitamin C

Hasil analisis statistik menunjukkan rerata eosinofil sebelum

pemberian vitamin C pada asma terkontrol sebagian 3,93 ±2,66 dan

kelompok asma tidak terkontrol 5,80±2,40 didapatkan perbedaan yang

tidak bermakna (p=0,053).

Hasil analisis statistik menunjukkan rerata neutrofil sebelum

pemberian vitamin C pada asma terkontrol sebagian 48,80±25,52 dan

kelompok asma tidak terkontrol 56,13±22,79 didapatkan perbedaan

yang tidak bermakna (p=0,414).

Page 86: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

67

67

Hasil analisis statistik menunjukkan rerata %VEP1 sebelum

pemberian vitamin C pada asma terkontrol sebagian 82,27±14,78 dan

kelompok asma tidak terkontrol 56,13±22,79 didapatkan perbedaan

yang tidak bermakna (p=0,378) (tabel 5).

Tabel 5. Perbedaan jumlah eosinofil, neutrofil sputum dan volume ekspirasi paksa detik pertama antara asma terkontrol sebagian dengan asma tidak terkontrol sebelum pemberian vitamin C.

Keterangan: ATS: asma terkontrol sebagian, ATT: asma tidak ter-

kontrol.

Analisis statistik pada asma terkontrol sebagian menunjukkan

terjadi penurunan rerata eosinofil sebesar 0,86 (berbeda tidak

bermakna/ p=0,126), sedangkan pada asma tidak terkontrol terjadi

peningkatan rerata eosinofil sebesar 0,6 (berbeda tidak bermakna/

p=0,587) antara sebelum dan sesudah pemberian vitamin C.

Analisis statistik pada asma terkontrol sebagian menunjukkan

terjadi penurunan rerata neutrofil sebesar 14,93 (berbeda bermakna/

p=0,030), sedangkan pada asma tidak terkontrol terjadi penurunan

Page 87: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

68

68

rerata neutrofil sebesar 7,26 (berbeda tidak bermakna/ p=0,349)

antara sebelum dan sesudah pemberian vitamin C.

Analisis statistik pada asma terkontrol sebagian menunjukkan

terjadi peningkatan rerata %VEP1 sebesar 4,71 (berbeda tidak

bermakna/ p=0,355), sedangkan pada asma tidak terkontrol terjadi

peningkatan rerata %VEP1 sebesar 9,12 (berbeda bermakna/ p=0,046)

antara sebelum dan sesudah pemberian vitamin C (tabel 6).

Tabel 6. Perbedaan jumlah eosinofil, neutrofil sputum dan volume

ekspirasi paksa detik pertama pada asma terkontrol sebagian dan tidak terkontrol terhadap pemberian vitamin C.

Keterangan: ATS: asma terkontrol sebagian, ATT: asma tidak ter- kontrol.

B. PEMBAHASAN

Inflamasi kronik pada saluran napas terlibat dalam proses penyakit

asma. Reaksi inflamasi tersebut mengakibatkan peningkatan stres oksidatif

yang berperan dalam patogenesis asma (Cho dan Moon 2010). Kehilangan

kontrol oksidan di saluran napas menimbulkan inisiasi sel Th2 akibat

Page 88: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

69

69

peningkatan kadar ROS dalam APC. Kondisi stres oksidatif menyebabkan

gangguan maturasi sel dendritik ditandai penurunan sekresi IL-12 dan IFN-

yang berdampak down regulation terhadap Th1 (Kim et al. 2007, Kroening et

al. 2008). Pajanan oksidan terhadap sel dendritik terbukti meningkatkan

produksi IL-4, IL-8 dan TNF-

(Verhasselt et al. 1998). Sel makrofag yang mengalami stres oksidatif akan

mengalami peningkatan produksi IL-6 dan IL-10 dan akan mendeferensiasi

Th0 ke arah respons Th2 (Murata et al. 2002). Respon Th2 dapat

meningkatkan produksi sitokin proinflamasi dan perubahan fungsi

enzimatik sehingga memperberat reaksi inflamasi dan cedera jaringan

(Peterson et al. 1998).

Perkembangan dan kelangsungan inflamasi tersebut menimbulkan

peningkatan hiperresponsivitas saluran napas, kontraksi otot polos bronkus,

dan sekresi mukus yang terkait dengan tingkat keparahan asma (Terada 2006,

Fitzpatrick et al. 2009, Cho dan Moon 2010). Proses inflamasi dalam saluran

napas penderita asma menyebabkan peningkatan jumlah dan aktivasi

eosinofil (Filipofic dan Cekic 2001, Surjanto 2005, Apter dan Weiss 2008)

serta neutrofil (Monteseirin 2009). Respons inflamasi tersebut menimbulkan

gejala klinis penurunan nilai faal paru berupa gambaran obstruksi (PDPI

2004, NHLBI 2009).

Vitamin C berperan sebagai antioksidan karena mampu bertindak

sebagai donor elektron untuk membalikkan reaksi oksidasi (Padayatty et al.

2003), menetralisir polutan dan toksin serta mampu menghambat histamin,

Page 89: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

70

70

suatu senyawa penting yang dilepaskan selama reaksi alergi yang mendasari

patogenesis asma (Ottobani F dan Ottobani A 2005). Vitamin C juga

berperan dalam sistem regulasi intraselular (imunoregulator) yang

mengakibatkan menurunnya ekspresi gen proinflamasi (Carcamo et al. 2002,

Carcamo et al. 2004).

Pembahasan terhadap hasil penelitian ini dimaksudkan untuk

memperoleh bukti penurunan jumlah eosinofil dan netrofil sputum serta

peningkatan %VEP1 sesudah pemberian vitamin C dibandingkan sebelum

pemberian vitamin C.

Karakteristik subyek penelitian

Subyek penelitian berjumlah 30 orang terdiri dari 9 laki-laki

(30%) dan 21 perempuan (70%) menunjukkan sampel penelitian perempuan

penderita asma lebih banyak daripada laki-laki. Penelitian sebelumnnya di

RSUD Dr. Moewardi Surakarta yang dilakukan oleh Widysanto (2006)

didapatkan perempuan lebih banyak (66%), dan penelitian Prasetyo (2012)

juga didapatkan perempuan lebih banyak (65,7%)

Laporan penelitian Thompson et al. (2003) menyatakan bahwa di

Amerika Serikat penyakit asma juga lebih banyak pada perempuan.

Berdasarkan penelitian Shaheen et al. (1999) hormon estrogen terbukti

berhubungan dengan kecenderungan kegemukan dan tingginya prevalensi

asma pada perempuan.

Page 90: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

71

71

Rerata umur subyek penelitian keseluruhan adalah 42,13±12,342 tahun,

lebih tua dibanding penelitian Widysanto (2006) dengan rerata umur 35,94

tahun, tetapi lebih muda dibanding penelitian Prasetyo (2012) dengan rerata

umur 44,43 ± 11,31 tahun.

Klasifikasi tingkat kontrol asma berdasarkan jenis kelamin dalam

penelitian ini menunjukkan laki-laki kelompok asma tidak terkontrol terdiri

dari 5 pasien (16,67%) lebih banyak dibanding pada kelompok asma

terkontrol sebagian (4 pasien/ 13,33%). Penelitian sebelumnya oleh Prasetyo

(2012) juga menunjukkan bahwa presentasi laki-laki pada kelompok asma

tidak terkontrol lebih tinggi dibanding laki-laki pada kelompok asma

terkontrol sebagian (28,6% : 5,7%).

Sebanyak 25 orang (83,33%) subyek penelitian mempunyai riwayat

alergi terutama terhadap debu dan udara dingin. Data penelitian menunjukkan

bahwa sekitar 80% penderita asma adalah asma alergi. Alergi merupakan

faktor pejamu yang mempengaruhi perkembangan asma (NHLBI 2009).

Indeks massa tubuh (IMT) responden penelitian ini terbanyak

adalah normal yaitu 19 orang (63,33%), disusul IMT lebih sebanyak 8 orang

(26,67%)

dan IMT kurang sebanyak 3 (10%). Penelitian ini menunjukkan

presentase IMT lebih pada wanita lebih banyak dibanding laki-laki (23,33% :

3,33%). Thompson dkk, menemukan meningkatnya obese pada perempuan

lebih besar sejalan dengan peningkatan jumlah asma pada perempuan

Page 91: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

72

72

(Thompson et al. 2003). Hormon estrogen berhubungan kecenderungan

kegemukan dan prevalensi asma pada perempuan (Shaheen et al. 1999).

Subyek penelitian mengeluh batuk dan sesak napas sebanyak 27 pasien

(90%) , mengeluh sesak napas saja tanpa batuk 3 orang (10%), tidak ada yang

mengeluh batuk saja tanpa sesak (0%). Keluhan ini dirasakan terutama pada

malam dan menjelang dini hari. Berdasarkan GINA keluhan respirasi yang

sering muncul pada penderita asma adalah sesak napas, batuk, dan mengi

terutama pada malam dan pagi hari (NHLBI 2009).

Seluruh subyek penelitian (30 pasien / 100%) memakai SABA dan

kortikosteroid. Subyek yang memakai terapi golongan xantin sebanyak 26

orang (86,67%). Pada penelitian saat ini ditemukan golongan SABA yang

rutin dipakai adalah salbutamol inhalasi dan salbutamol tablet. Kortikosteroid

yang biasa dipakai oleh pasien penelitian ini adalah budesonide inhalasi dan

metilprednisolone tablet. Golongan xantin yang dipakai yang rutin dipakai

pasien penelitian ini adalah aminofilin tablet.

Berdasarkan GINA 2009 terapi pada asma berdasarkan step-step yang

sesuai. Untuk mencapai tingkat asma terkontrol pada populasi asma

terkontrol sebagian dan asma tidak terkontrol dibutuhkan beberapa jenis obat

diantaranya inhalasi SABA kerja cepat, kortikosteroid inhalasi atau peroral,

dan golongan teofilin lepas lambat (NHLBI 2009). Ketidak sesuaian terapi

pasien penelitian ini dengan protokol terapi (penggunaan salbutamol tablet,

aminofilin tablet, dan metilprednisolon tablet) karena pertimbangan biaya dan

beberapa pesien peneltitian ini menggunkan kartu jaminan kesehatan yang

Page 92: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

73

73

tidak menjamin teofilin lepas lambat dan kortikosteroid inhalasi.

Ketidaksesuaian terapi pada beberapa subyek penelitian dengan terapi standar

sekaligus menjadi keterbatasan penelitian ini.

Perbedaan jumlah eosinofil, neutrofil sputum dan %VEP1 pada

asma terkontrol sebagian terhadap pemberian vitamin C

Hasil uji parametrik t berpasangan pada asma terkontrol sebagian

didapatkan perbedaan jumlah eosinofil yang tidak bermakna antara sebelum

dan sesudah pemberian vitamin C (p=0,126). Penelitian ini menunjukkan

ketidakmaknaan hasil penurunan jumlah eosinofil pada pasien asma

terkontrol sebagian terhadap pemberian vitamin C. Peneliti sampai saat ini

belum pernah mendapatkan penelitian yang sama sehingga tidak bisa

membandingkan hasil tersebut.

Penelitian oleh Jeong et al. (2010) membuktikan bahwa pemberian

vitamin C dosis 3-5 mg pada hewan coba tikus asma menyebabkan

penurunan sel-sel inflamasi termasuk eosinofil dalam cairan BAL. Penelitian

tersebut menunjukkan bahwa dosis per kilogram berat badan lebih besar

(pada hewan) dapat menurunkan kadar eosinofil secara bermakna.

Berdasarkan penelitian tersebut diatas, kemungkinan salah satu

penyebab ketidaksesuaian hasil penelitian ini dengan teori adalah pemberian

dosis vitamin C kurang besar. Penurunan jumlah eosinofil terhadap

pemberian vitamin C dosis tinggi pada pasien asma masih perlu diteliti lebih

lanjut. Beberapa pendapat mengatakan perkembangan derajat asma bervariasi

Page 93: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

74

74

pada masing-masing individu. Saluran napas yang telah mengalami

remodeling akan lebih sulit disembuhkan dan proses penyakit tetap berjalan

selama bertahun-tahun. Penebalan membran subepitelial saluran napas

berhubungan dengan inflamasi eosinofilik yang persisten (Wenzel 2003).

Hasil uji parametrik dengan uji t berpasangan pada asma terkontrol

sebagian didapatkan perbedaan bermakna jumlah neutrofil antara sebelum

dan sesudah pemberian vitamin C (p=0,030). Hasil penelitian ini menunjuk-

kan penurunan jumlah neutrofil yang bermakna sesudah pemberian vitamin C

dibanding sebelum pemberian vitamin C. Hasil ini mendukung bukti peran

vitamin C dalam sistem regulasi intraselular (imunoregulator) yang

mengakibatkan menurunnya ekspresi gen proinflamasi (Carcamo et al.

2002, Carcamo et al. 2004). Vitamin C juga bertindak sebagai donor elektron

untuk membalikkan reaksi oksidasi sehingga bisa berfungsi sebagai

antioksidan yang bereaksi dengan radikal bebas dan mendeaktivasi oksidan

sebelum terjadi kerusakan pada protein atau lipid (Padayatty et al. 2003).

Penelitian sebelumnya oleh Sureda et al. (2007) tentang pemberian

vitamin C 152 mg dikombinasi dengan vitamin E 50 mg pada subyek pelari

maraton menunjukkan adanya penurunan kadar MPO neutrofil setelah

exercise. Hasil penelitian ini menunjukkan penurunan bermakna jumlah

neutrofil tapi tidak terdapat penurunan yang bermakna jumlah eosinofil. Hal

tersebut diduga karena vitamin C mempunyai afiliasi lebih tinggi terhadap sel

neutrofil sehingga konsentrasi dalam neutrofil lebih tinggi untuk

mengendalikan ROS. Terdapat bukti dari penelitian in vitro menunjukkan

Page 94: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

75

75

bahwa vitamin C memiliki pengaruh yang kuat pada regulasi ROS pada

neutrofil (Peake dan Suzuki 2004).

Uji parametrik t berpasangan terhadap nilai %VEP1 pada asma

terkontrol sebagian menunjukkan terdapat perbedaan yang tidak bermakna

(p=0,355) antara sebelum dan sesudah pemberian vitamin C. Hasil penelitian

ini menunjukkan terdapat peningkatan/ perbaikan nilai %VEP1 tapi tidak

bermakna pada pasien asma terkontrol sebagian terhadap pemberian vitamin

C. Peneliti sampai saat ini belum pernah mendapatkan penelitian yang serupa

sehingga tidak bisa membandingkan hasil tersebut. Penelitian Ting et al.

(1983) tentang pemberian vitamin C 500 mg empat kali sehari selama tiga

hari dan 1000 mg menjelang pemeriksaan spirometri pada subyek asma

ringan menunjukkan tidak ada perbaikan nilai VEP1 setelah pemberian

vitamin C.

Hasil yang berbeda ditunjukkan penelitian Gilliland et al. (2003)

membuktikan terdapat hubungan antara fungsi paru dengan asupan buah,

sayuran, vitamin A, C, dan E pada anak. Asupan vitamin A, C, dan E rendah

dikaitkan dengan penurunan KVP, VEP1, dan FEF 25-75 %. Tingkat fungsi

paru lebih rendah pada anak juga dihubungkan dengan rendahnya asupan

makanan yang mengandung vitamin antioksidan (Harik et al. 2004).

Penelitian Mohsenin et al. (1983) menunjukkan bahwa pemberian vitamin C

dosis 1000 mg per oral pada penderita asma dapat meningkatkan dosis

metakolin yang dibutuhkan untuk menurunkan nilai VEP1 sebesar 40%

(pD40). Penelitian Fogarty et al. (2006) juga menunjukkan bahwa pemberian

Page 95: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

76

76

per oral vitamin C 1000 mg / hari dapat menurunkan kebutuhan

kortikosteroid inhalasi secara bermakna pada penderita asma.

Penyebab hasil yang tidak konsisten beberapa penelitian tersebut sulit

dianalisis. Jumlah eosinofil sputum berhubungan dengan derajad obstruksi

pada pemeriksaan faal paru (Surjanto et al. 2011). Apakah ketidakmaknaan

penurunan jumlah eosinofil sputum pada penelitian ini menjadi penyebab

ketidakmaknaan kenaikan nilai %VEP1 masih memerlukan penelitian lebih

lanjut.

Perbedaan jumlah eosinofil, neutrofil sputum dan %VEP1 pada

asma tidak terkontrol terhadap pemberian vitamin C

Hasil uji nonparametrik Wilcoxon test pada asma tidak terkontrol

didapatkan jumlah eosinofil sebelum pemberian vitamin C 5,80±2,40 dan

sesudah pemberian vitamin C meningkat menjadi 6,40±5,90%, didapatkan

perbedaan tidak bermakna (p=0,587). Hasil penelitian ini berbeda dengan

teori yang menyebutkan peran vitamin C dalam sistem regulasi intraselular

yang mengakibatkan menurunnya ekspresi gen proinflamasi (Carcamo et al.

2002, Carcamo et al. 2004) serta perannya sebagai antioksidan yang mampu

mendeaktivasi oksidan sebelum terjadi kerusakan pada protein atau lipid

(Padayatty et al. 2003).

Terdapat hubungan antara aktivitas eosinofil dengan derajat asma.

Sitokin dapat mengurangi terjadinya apoptosis eosinofil sehingga mampu

bertahan lebih lama pada saluran napas. Saluran napas yang telah mengalami

Page 96: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

77

77

perubahan struktural (remodeling) berupa penebalan membran subepitelial

berhubungan dengan inflamasi eosinofilik yang berlanjut (Ko et al. 2005).

Berdasarkan uraian tersebut diatas salah satu kemungkinan penyebab

ketidakmaknaan hasil penelitian ini adalah sudah terjadi perubahan struktural

(remodeling) pada subyek penelitian.

Uji nonparametrik Wilcoxon test pada asma tidak terkontrol

didapatkan perbedaan tidak bermakna jumlah neutrofil sebelum pemberian

dan sesudah pemberian vitamin C (p=0,349). Hasil penelitian ini

menunjukkan ada penurunan jumlah neutrofil tapi tidak bermakna pada asma

tidak terkontrol terhadap pemberian vitamin C. Hasil ini berbeda dengan

kelompok asma terkontrol sebagian yang terdapat perbedaan bermakna pada

penurunan neutrofil. Kondisi ini mungkin berhubungan dengan pendapat

yang menyatakan bahwa asma dengan inflamasi neutrofilik cenderung

menjadi lebih berat dengan destruksi jaringan dan airway remodeling

(Holgate 2008).

Penelitian oleh Jeong et al. (2010) membuktikan bahwa pemberian

vitamin C dosis 3-5 mg pada hewan coba tikus asma menyebabkan

penurunan sel-sel inflamasi termasuk neutrofil dan eosinofil dalam cairan

BAL. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa dosis per kilogram berat badan

lebih besar (pada hewan) dapat menurunkan kadar neutrofil dan eosinofil

secara bermakna. Berdasarkan penelitian tersebut diatas, kemungkinan salah

satu penyebab ketidaksesuaian hasil penelitian ini dengan teori adalah

pemberian dosis vitamin C kurang besar. Penurunan jumlah eosinofil dan

Page 97: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

78

78

neutrofil terhadap pemberian vitamin C dosis tinggi pada pasien asma masih

perlu diteliti lebih lanjut.

Uji parametrik t berpasangan terhadap nilai %VEP1 pada asma tidak

terkontrol menunjukkan perbedaan yang bermakna sesudah pemberian

vitamin C (p=0,046). Hasil penelitian ini menunjukkan peningkatan nilai

%VEP1 yang bermakna pada pasien asma tidak terkontrol terhadap pemberian

vitamin C. Hasil ini mendukung bukti penelitian sebelumnya yang

menyatakan terdapat perbaikan nilai VEP1% terhadap pemberian vitamin C

pada pasien asma.

Terdapat bukti hubungan antara fungsi paru dengan asupan buah,

sayuran, vitamin A, C, dan E pada anak. Asupan vitamin A, C, dan E rendah

dikaitkan dengan penurunan KVP, VEP1, dan FEF 25-75 % (Gilliland et al.

2003). Tingkat fungsi paru lebih rendah pada anak juga dihubungkan dengan

rendahnya asupan makanan yang mengandung vitamin antioksidan (Harik et

al. 2004). Penelitian Mohsenin et al. (1983) menunjukkan bahwa pemberian

vitamin C dosis 1000 mg per oral pada penderita asma dapat meningkatkan

dosis metakolin yang dibutuhkan untuk menurunkan nilai VEP1 sebesar 40%

(pD40). Penelitian Fogarty et al. (2006) juga menunjukkan bahwa pemberian

per oral vitamin C 1000 mg / hari secara bermakna dapat menurunkan

kebutuhan kortikosteroid inhalasi pada penderita asma.

Peningkatan %VEP1 berhubungan dengan penurunan inflamasi di

saluran napas. Penyebab utama obstruksi adalah kontraksi otot polos bronkus

yang diprovokasi oleh mediator yang dilepaskan sel inflamasi (Rahmawati et

Page 98: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

79

79

al. 2003). Hasil penelitian pada kelompok asma tidak terkontrol ini

menunjukkan bahwa walaupun tidak terdapat penurunan jumlah eosinofil dan

neutrofil sputum yang bermakna tetapi terdapat kenaikan %VEP1 yang

bermakna. Hal ini diduga adanya peran inhibisi vitamin C secara langsung

terhadap histamin yang berpengaruh kontraksi otot polos bronkus. Penelitian

Zuskin et al. (1972) membuktikan terdapat penurunan kadar histamin

penyebab konstriksi saluran napas hewan coba babi terhadap pemberian

vitamin C.

Perbedaan jumlah eosinofil, neutrofil sputum dan %VEP1 pada

asma terkontrol sebagian dan tidak terkontrol terhadap pemberian

vitamin C

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebelum pemberian vitamin C

rerata jumlah eosinofil sputum pada asma terkontrol sebagian lebih kecil

dibanding asma tidak terkontrol, tapi perbedaan tersebut tidak bermakna

(p=0,053).

Rerata neutrofil sebelum pemberian vitamin C pada asma terkontrol

sebagian juga lebih kecil dibanding asma tidak terkontrol, tapi perbedaan

tersebut tidak bermakna (p=0,414). Sedangkan rerata %VEP1 sebelum

pemberian vitamin C pada asma terkontrol sebagian lebih besar dibanding

asma tidak terkontrol, tapi perbedaan tersebut tidak bermakna (p=0,378).

Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang tidak

bermakna jumlah eosinofil, neutrofil sputum dan nilai %VEP1 antara pasien

Page 99: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

80

80

asma terkontrol sebagian dengan tidak terkontrol sebelum pemberian vitamin

C.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Shiota et al. (2011)

yang membuktikan tidak ada hubungan antara jumlah eosinofil dan neutrofil

sputum dengan tingkat kontrol asma yang diukur dengan asthma control test

(ACT). Penelitian Senna et al. (2007) membuktikan bahwa walaupun VEP1

merupakan indikator obtruksi saluran napas yang reliabel tapi tidak

berhubungan dengan nilai ACT dan derajat asma. Hal tersebut mungkin

disebabkan perbedaan persepsi masing-masing pasien asma dalam menilai

gejala (bersifat subyektif).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah eosinofil pada kedua

kelompok (asma terkontrol sebagian dan tidak terkontrol) tidak berbeda

bermakna antara sebelum dan sesudah pemberian vitamin C.

Jumlah neutrofil pada kelompok asma terkontrol sebagian

mengalami penurunan bermakna, tetapi pada kelompok asma tidak terkontrol

terdapat penurunan tidak bermakna sesudah pemberian vitamin C.

Hasil yang sebaliknya didapatkan kenaikan bermakna nilai %VEP1

pada kelompok asma tidak terkontrol, tetapi terdapat kenaikan yang tidak

bermakna nilai %VEP1 pada kelompok asma terkontrol sebagian sesudah

pemberian vitamin C.

Hasil yang tidak konsisten tersebut diduga disebabkan beberapa hal

diantaranya terdapat bukti bahwa tingkat kontrol asma tidak berhubungan

dengan derajat inflamasi di saluran napas (Shiota et al. 2011). Variasi

Page 100: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

81

81

individual mengenai respons terapi diduga juga berperan terhadap hasil yang

tidak konsisten tersebut. Penelitian Cockroft dan Swystun (1996)

membuktikan bahwa pada pasien asma tidak terkontrol yang sering

eksaserbasi akut sedang sampai berat terkadang dapat diterapi dengan mudah

Kesesuaian hasil penelitian ini dengan teori mendukung peran vitamin

C sebagai antioksidan dan imunoregulator. Sebagai antioksidan vitamin C

dapat mengurangi kerusakan DNA dengan mereduksi spesies radikal secara

langsung, menurunkan pembentukan reaktif spesies seperti hidroperoksida

lipid atau mencegah serangan radikal terhadap protein dan DNA repair.

Vitamin C sebagai antioksidan juga dapat mencegah pembentukan

nitrosamine, sehingga dapat mencegah pembentukan beberapa spesies

nitrogen reaktif yang dapat berakibat kerusakan gen (Padayatty et al. 2003).

Sebagai imunoregulator vitamin C mampu menghambat jalur GMCSF serta

proinflamasi (Bowie dan 2000, Carcamo et al. 2002).

Ketidak sesuaian hasil penelitian ini dengan kajian teori dapat

disebabkan oleh berbagai faktor. Penelitian ini tidak bisa memilih subyek

yang mengalami defisiensi vitamin C, karena tidak dilakukan pengukuran

kadar awal vitamin C serum. Variabel perancu berupa asupan makanan yang

mengandung vitamin C pada diet pasien serta kondisi lingkungan yang

berpengaruh terhadap imunitas pasien asma tidak sepenuhnya bisa

dikendalikan. Karakteristik dasar pasien penelitian ini menunjukkan bahwa

masih terdapat terapi yang tidak sesuai dengan standar, sehingga dimungkin-

Page 101: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

82

82

kan berpengaruh terhadap variabel penelitian. Semua hal tersebut diatas

sekaligus menjadi keterbatasan penelitian ini.

Page 102: PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL …...Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

83

83

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN

1. Terdapat perbedaan jumlah eosinofil secara tidak bermakna, dan

perbedaan jumlah neutrofil sputum secara bermakna sebelum dan sesudah

pemberian vitamin C pada asma terkontrol sebagian.

2. Terdapat perbedaan nilai %VEP1 secara tidak bermakna sebelum dan

sesudah pemberian vitamin C pada asma terkontrol sebagian.

3. Terdapat perbedaan jumlah eosinofil dan neutrofil sputum secara tidak

bermakna sebelum dan sesudah pemberian vitamin C pada asma tidak

terkontrol.

4. Terdapat perbedaan nilai %VEP1 secara bermakna sebelum dan sesudah

pemberian vitamin C pada asma tidak terkontrol.

B. SARAN

1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang peran vitamin C pada asma

dengan menggunakan biomarker yang lain.

2. Penelitian lanjutan tentang peran vitamin C pada asma sebaiknya

memeriksa kadar awal vitamin C serum, memantau asupan makanan yang

mengandung vitamin C serta memilih subyek yang mendapat terapi

standar asma.

3. Perlu dipertimbangkan penggunaan Vitamin C sebagai terapi tambahan

pada pasien asma terkontrol sebagian dan tidak terkontrol.