26
PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK TENTANG PERKEMBANGAN NILAI, MORAL, DAN SIKAP Oleh: RAMADHAN FITRIA EKO DHARMA SATRIA IRVAN GUSTIAN Dosen Pembimbing: DARMANELLA DIAN EKA WATI,S.Si,M.Pd PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MAHAPUTRA MUHAMMAD YAMIN

Perkembangan peserta didik

Embed Size (px)

DESCRIPTION

 

Citation preview

Page 1: Perkembangan peserta didik

PERKEMBANGAN PESERTA DIDIKTENTANG

PERKEMBANGAN NILAI, MORAL, DAN SIKAP

Oleh:

RAMADHAN FITRIA

EKO DHARMA SATRIA

IRVAN GUSTIAN

Dosen Pembimbing:

DARMANELLA DIAN EKA WATI,S.Si,M.Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MAHAPUTRA MUHAMMAD YAMIN

SOLOK

2013

Page 2: Perkembangan peserta didik

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas nikmat kesehatan dan

Kesempatan yang telah diberikan sehingga makalah yang berjudul Perkembangan

Nilai,Moral dan Sikap dapat selesai pada tepat waktu.

Makalah ini kami susun berdasarkan buku-buku yang pernah kami  baca,makalah ini

dapat dijadikan acuan bagi teman-teman khususnya kelompok kami  dan umummnya bagi

kita semua Dalam penyusunan makalah ini kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh

dari kesempurnaan,oleh karena itu kami  mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak

yang tentunya bersifat  membangun demi kelengkapan makalah yang  kami susun.

Akhir kata kami ucapkan banyak-banyak terima kasih kepada semua pihak yang

menyempatkan diri membuka dan membaca makalah ini semoga dapat bermanfaat.

 

                                                                                    Solok, 21 Juni 2013

 

                                                                                     Penyusun

Page 3: Perkembangan peserta didik

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .........................................................................................................

DAFTAR ISI.........................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................

A. Latar Belakang.........................................................................................................

B. Tujuan.......................................................................................................................

BAB II PERKEMBANGAN NILAI,MORAL DAN SIFAT............................................

A. Pengertian Nilai, Moral, dan Sikap........................................................................

B. Hubungan antara Nilai, Moral, dan Sikap............................................................

C. Karakteristik Nilai, Moral, dan Sikap Remaja.....................................................

D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Nilai, Moral,

dan Sikap...................................................................................................................

E. Perbedaan Individu dalam Nilai, Moral, dan sikap..............................................

F. Upaya Pengembangan Nilai, Moral, dan Sikap Seperti Implikasinya

bagi Pendidikan........................................................................................................

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN.............................................................................

A. Kesimpulan...............................................................................................................

B. Saran..........................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................

Page 4: Perkembangan peserta didik

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses perkembangan individu:

1. faktor-faktor dalam diri individu sendiri meliputi faktor-faktor endogen terdiri

komponen hereditas (keturunan) dan faktor konstitusi.

2. faktor-faktor berasal dari luar individu (faktor eksogen) terdiri lingkungan keluarga.

Lingkungan sosial, lingkungan geografis.

Jadi dalam makalah ini saya akan membahas tentang perkembangan Nilai, Moral, dan

Sikap. Dalam perkembangan remaja juga mengenal Nilai, Moral, dan Sikap yang

merupakan tiga aspek yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan remaja.

B. Tujuan

1. Mengetahui  hakikat nilai, moral dan sikap  dalam kehidupan manusia.

2. Memahami hubungan antara nilai, moral dan sikap dalam kehidupan manusia.

3. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi nilai, moral dan sikap manusia.

4. Mengetahui karakteristik remaja berdasarkan nilai, moral dan sikap.

5. Mengetahui dan menyikapi problematika remaja yang berkaitan dengan nilai, moral dan

sikap.

Page 5: Perkembangan peserta didik

BAB II

PERKEMBANGAN NILAI, MORAL, DAN SIKAP

A. Pengertian Nilai, Moral, dan Sikap

Ada tiga konsep yang masing-masing mempuyai makna, pengaruh, dan konsekuensi yang

besar terhadap perkembangan perilaku individu, termasuk juga perilaku remaja.

1. Nilai

Dalam kamus bahasa Indonesia, nilai adalah harga, angka kepandaian. Menurut

Spranger, nilai diartikan sebagai suatu tatanan yang dijadikan panduan oleh individu untuk

menimbang dan memilih alternatif keputusan dalam situasi sosial tertentu. Dalam

perspektif Spranger, kepribadian manusia terbentuk dan berakar pada tatanan nilai-nilai

dan kesejahteraan. Meskipun menempatkan konteks sosial sebagai dimensi nilai dalam

kepribadian manusia, tetapi spranger tetap mengakui kekuatan individual yang dikenal

dengan istilah “ roh subjektif” (subjective spirit) dan kekuatan nilai-nilai budaya

merupakan “roh objektif” (objevtive spirit). Roh objektif akan berkembang manakala

didukung oleh roh subjektif, sebaliknya roh subjektif terbentuk dan berkembang dengan

berpedoman kepada roh objektif yang diposisikan sebagai cita-cita yang harus dicapai.

Nilai merupakan sesuatu yang memungkinkan individu atau kelompok sosial

membuat keputusan mengenai apa yang dibutuhkan atau sebagai suatu yang ingin dicapai.

Secara dinamis, nilai dipelajari dari produk sosial dan secara perlahan diinternalisasikan

oleh individu serta diterima sebagai milik bersama dengan kelompoknya. Nilai merupakan

standar konseptual yang relatif stabil dan emplisit membimbing individu dalam

menentukan tujuan yang ingin dicapai serta aktivitas dalam rangka memenuhi kebutuhan

psikologisnya.

Spranger menggolongkan nilai itu kedalam enam jenis, yaitu:

a. nilai teori atau nilai keilmuan (I)

b. nilai ekonomi (E)

c. nilai sosial atau nilai solidaritas (Sd)

d. nilai agama (A)

e. nilai seni (S)

f. nilai politik atau nilai kuasa (K)

2. Moral

Page 6: Perkembangan peserta didik

Istilah moral berasal dari kata Latin Mores yang artinya tata cara dalam kehidupan,

adat istiadat, atau kebiasaan. Maksud moral adalah sesuai dengan ide-ide yang umum

diterima tentang tindakan manusia mana yang baik dan wajar. Moral merupakan kaidah

norma dan pranata yang mengatur perilaku individu dalam kehidupannya dengan

kelompok sosial dan masyarakat. Moral merupakan standar baik-buruk yang ditentukan

bagi individu sebagai anggota sosial. Moralitas merupakan aspek kepribadian yang

diperlukan seseorang dalam kaitannya dengan kehidupan sosial secara harmonis, adil, dan

seimbang. Perilaku moral diperlukan demi terwujudnya kehidupan yang damai penuh

keteraturan, ketertiban, dan keharmonisan.

Perubahan pokok dalam moralitas selama masa remaja terdiri dari mengganti konsep-

konsep moral khusus dengan konsep-konsep moral tentang benar dan salah yang bersifat

umum, membangun kode moral berdasarkan pada prinsip-prinsip moral individual, dan

mengendalikan perilaku melalui perkembangan hati nurani

Tokoh yang paling terkenal dalam kaitannya dengan pengkajian perkembangan

perkembangan moral adalah Lawrence E. Kohlbert (1995). Melalui desertasinya yang

sangat monumental yang berjudul The Development of Modes of Moral Thinking and

Choice in the Years 10 to 16. Berdasarkan penelitiannya itu, Kohlbert (1995) menarik

sejumlah kesimpulan sebagai berikut:

a. penilaian dan perbuatan moral pada intinya bersifat rasional.

b. Terdapat sejumlah tahap pertimbangan moral yang sesuai dengan pandangan formal

harus diuraikan dan yang biasanya digunakan remaja untuk mempertanggungjawabkan

perbuatan moralnya.

c. Membenarkan gagasan Jean Piaget bahwa pada masa remaja sekitar umur 16 tahun telah

mencapai tahap tertinggi dalam proses pertimbangan moral.

Ada tiga tugas pokok remaja dalam mencapai moralitas remaja dewasa, yaitu:

a. Mengganti konsep moral khusus dengan konsep moral umum.

b. Merumuskan konsep moral yang baru dikembangkan ke dalam kode moral sebagai

kodeprilaku.

c. Melakukan pengendalian terhadap perilaku sendiri.

Tahap-tahap perkembangan moral yang sangat dikenal diseluruh dunia adalah yang

dikemukakan oleh Lawrence E. Kohlbert (1995), yaitu sebagai berikut:

Page 7: Perkembangan peserta didik

a. Tingkat Prakonvensional

Tingkat prakonvensional adalah aturan-aturan dan ungkapan-ungkapan moral masih

ditafsirkan oleh individu/anak berdasarkan akibat fisik yang akan diterimanya baik

berupa sesuatu yang menyakitkan atau kenikmatan.

Tingkat prakonvensional memiliki dua tahap, yaitu:

Tahap 1: Orientasi hukuman dan kepatuhan

Pada tahap ini, akibat-akibat fisik pada perubahan menentukan baik

buruknya tanpa menghiraukan arti dan nilai manusiawi dari akibat

tersebut. Anak hanya semata-mata menghidari hukuman dan tunduk

pada kekuasaan tanpa mempersoalkannya.

Tahap 2: Orientasi relativis-instrumental

Pada tahap ini, perbuatan dianggap benar adalah perbuatan yang

merupakan cara atau alat untuk memuaskan kebutuhannya sendiri dan

kadang-kadang juga kebutuhan orang lain. Hubungan antarmanusia

diipandang seperti huubungan di pasar yang berorientasi pada untung-

rugi.

b. Tingkat Konvensional

Tingkat konvensional atau konvensional awal adalah aturan-aturan dan ungkapan-

ungkapan moral dipatuhi atas dasar menuruti harapan keluarga, kelompok, atau

masyarakat.

Tingkat konvensional memiliki dua tahap, yaitu:

Tahap 3: Orientasi kesepakatan antara pribadi atau desebut orientasi “Anak Manis”

Pada tahap ini, perilaku yang dipandang baik adalah yang

menyenangkan dan membantu orang lain serta yang disetujui oleh

mereka.

Tahap 4: Orientasi hukum dan ketertiban

Pada tahap ini, terdapat orientasi terhadap otoritas, aturan yang tetap,

penjagaan tata tertib sosial. Perilaku yang baik adalah semata-mata

melakukan kewajiban sendiri, menhormati otoritas, aturan yang tetap,

dan penjagaan tata tertib sosial yang ada. Semua ini dipandang

sebagai sesuatu yang bernilai dalam dirinya.

c. Tingkat Pascakonvensional, Otonom, atau Berdasarkan Prinsip

Page 8: Perkembangan peserta didik

Tingkat pascakonvensional adalah aturan-aturan dan ungkapan-ungkapan moral

dirumuskan secara jelas berdasarkan nilai-nilai dan prinsip moral yang memiliki

keabsahan dan dapat diterapkan, terlepas dari otoritas kelompok atau orang yang

berpegang pada prinsip tersebut dan terlepas pula dari identifikasi diri dengan

kelompok tersebut.

Tingkat pascakonvensional memiliki dua tahap, yaitu:

Tahap 5: Orientasi kontrak sosial legalitas

Pada tahap ini, individu pada umumnya sangat bernada utilitarian.

Artinya perbuatan yang baik cenderung dirumuskan dalam kerangka

hak dan ukuran individual umum yang telah diuji secara kritis dan

telah disepakati oleh masyarakat. Pada tahap ini terdapat kesadaran

yang jelas mengenai relativisme nilai dan pendapat pribadi sesuai

dengan relativisme nilai tersebut. Terdapat penekanan atas aturan

prosedural untuk mencapai kesepakatan, terlepas dari apa yang telah

disepakati secara konstitusional dan demokratis, dan hak adalah

masalah nilai dan pendapat pribadi. Hasilnya adalah penekanan pada

sudut pandang legal, tetapi dengan penekanan pada kemungkinan

untuk mengubah hukum berdasarkan pertimbangan rasional mengenai

manfaat sosial. Di luar bidang hukum, persetujuan bebas, dan kontrak

merupakan unsur pengikat kewajiban .

Tahap 6: Orientasi prinsip dan etika universal

Pada tahap ini, hak ditentukan oleh suara batin sesuai dengan prinsip-

prinsip etis yang dipilih sendiri dan yang mengacu kepada

komprehensivitas logis, universalitas, dan konsestensi logis. Prinsip-

prinsip ini bersifat abstrak dan etis, bukan merupakan peraturan moral

konkret. Pada dasarnya inilah prinsip-prinsip universal keadilan,

resiprositas, persamaan hak asasi manusia, serta rasa hormat kepada

manusia sebagai pribadi.

Berdasarkan tingkatan dan tahapan perkembangan moral, kohlberg (1995)

menerjemahkannya ke dalam motif-motif individu dalam melakukan perbuatan moral.

Sesuai dengan harapan perkembangan moral, motif-motif perilaku moral manusia

adalah sebagai berikut:

Tahap 1: Perbuatan moral individu dimotivasi oleh penghindaran terhadap hukuman

dan suara hati yang pada dasarnya merupakan ketakutan irasional terhadap hukuman.

Page 9: Perkembangan peserta didik

Tahap 2: perbuatan moral individu dimotivasikan oleh keinginan untuk mendapat

ganjaran dan keuntungan. Sangat boleh jadi reaksi rasa bersalah diabaikan dan

hukuman dipandang secara pragmatis (membedakan rasa takut, rasa nikmat, atau rasa

sakit dari akibat hukuman).

Tahap 3: perbuatan moral individu dimotivasi oleh antisipasi terhadap celaan orang

lain, baik yang nyata atau yang dibayangkan secara hipotesis.

Tahap 4: perbuatan moral individu dimotivasi oleh antisipasi terhadap celaan yang

mendalam karena kegagalan dalam melaksanakan kewajiban dan rasa

bersalah diri atas kerugian yang dilakukan terhadap orang lain.

Tahap 5: perbuatan moral individu dimotivasi oleh keprihatinan terhadap upaya

mempertahankan rasa hormat terhadap orang lain dan masyarakat

yang didasarkan atas akal budi dan bukan berdasarkan emosi ,

keprihatinan terhadap rasa hormat bagi diri sendiri (misalnya, untuk

menghindari sikap menghakimi diri sendiri sebagai makhluk yang

tidak rasional, tidak konsisten, dan tanpa tujuan).

Tahap 6: perbuatan moral individu dimotivasi oleh keprihatinan terhadap sikap

mempersalahkan diri karena melanggar prinsip-prinsipnya sendiri.

Individu cenderung membedakan rasa hormat dari diri sendiri. Selain

itu juga dibedakan antara rasa hormat terhadap diri karena mencapai

rasionalitas dan rasa hormat terhadap diri sendiri karena mampu

mempertahankan prinsip-prinsip moral.

3. Sikap

Fishbein (1975) mendefenisikan sikap adalah predisposisi emosional yang dipelajari

untuk merespon secara konsisten terhadap suatu objek. Sikap merupakan variabel laten

yang mendasari, mengarahkan dan mempengaruhi perilaku. Sikap tidak identik dengan

respons dalam bentuk perilaku, tidak dapat diamati secara langsung tetapi dapat

disimpulkan dari konsistensi perilaku yang dapat diamati. Secara operasional, sikap

dapat diekspresikan dalam bentuk kata-kata atau tindakan yang merupakan respons

reaksi dari sikapnya terhadap objek, baik berupa orang, peristiwa, atau situasi.

Menurut Chaplin (1981) dalam Dictionary of Psychology menyamakan sikap dengan

pendirian. Chaptin menegaskan bahwa sumber dari sikap tersebut bersifat kultural,

familiar, dan personal. Artinya, kita cenderung beranggapan bahwa sikap-sikap itu akan

berlaku dalam suatu kebudayaan tertentu, selaku tempat individu dibesarkan. Jadi, ada

semacam sikap kolektif (collective attitude) yang menjadi stereotipe sikap kelompok

Page 10: Perkembangan peserta didik

budaya masyarakat tertentu. Sebagian besar dari sikap itu berlangsung dari generasi ke

generasi di dalam struktur keluarga. Akan tetapi, beberapa darin tingkah laku individu

juga berkembang selaku orang dewasa berdasarkan pengalaman individu itu sendiri. Para

ahli psikologi sosial bahkan percaya bahwa sumber-sumber penting dari sikap individu

adalah propaganda dan sugesti dari penguasa-penguasa, lembaga pendidikan, dan

lembaga-lembaga lainnya yang secara sengaja diprogram untuk mempengaruhi sikap dan

perilaku individu.

Stephen R. Covey mengemukakan tiga teori determinisme yang diterima secara luas,

baik sendiri-sendiri maupun kombinasi, untuk menjelaskan sikap manusia, yaitu:

a. Determinisme genetis (genetic determinism): berpandangan bahwa sikap individu

diturunkan oleh sikap kakek-neneknya. Itulah sebabnya, seseorang memiliki sikap

dan tabiat seperti sikap dan tabiat nenek moyangnya.

b. Determinisme psikis (psychic determinism): berpandangan bahwa sikap individu

merupakan hasil pelakuan, pola asuh, atau pendidikan orang tua yang diberikan

kepada anaknya.

c. Determinism lingkungan (environmental determinism): berpandangan bahwa

perkembangan sikap seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan individu itu

tinggal dan bagaimana lingkungan memperlakukan individu tersebut. Bagaimana

atasan/pimpinan memperlakukan kita, bagaimana pasangankita memperlakukan kita,

situasi ekonomi, atau kebijakan-kebijakan pemerintah, semuanya membentuk

perkembangan sikap individu.

Sikap merupakan salah satu aspek psikologi individu yang sangat penting karena

sikap merupakan kecenderungan untuk berperilaku sehingga akan banyak mewarnai

perilaku seseorang. Sikap setiap orang berbeda atau bervariasi, baik kualitas maupun

jenisnya sehingga perilaku individu menjadi bervariasi. Pentingnya aspek sikap dalam

kehidupan individu, mendorong para psikolog untuk mengembangkan teknik dan

instrumen untuk mengukur sikap manusia. Beberapa tipe skala sikap telah dikembangkan

untuk mengukur sikap individu, kelompok, maupun massa untuk mengukur pendapat

umum sebagai dasar penafsiran dan penilaian sikap.

Dari beberapa teknik atau skala sikap yang dapat digunakan, ada dua skala sikap yang

utama dan dikenal sangat luas, yaitu:

Page 11: Perkembangan peserta didik

a. Skala Likert

Dalam skala ini disajikan satu seri pertanyaan-pertanyaan sederhana. Kemudian

responden diukur sikapnya untuk menjawab dengan cara memilih salah satu pilihan

jawaban yang telah disediakan. Yaitu:

1) Sangat setuju

2) Setuju

3) Ragu-ragu/netral

4) Tidak setuju, dan

5) Sangat tidak setuju.

b. Skala Thurstone

Dalam skala ini terdapat sejumlah pernyataan derajat-derajat kekuatan yang berbeda-

beda dan responden/subjek yang bersangkutan dapat menyatakan persetujuan atau

penolakan terhadap pernyataan-pernyataan tersebut. Butir-butir pernyataannya dipilih

sedemikian rupa sehingga tersusun sepanjang satu skala interval-sama, dari yang

sangat menyenangi sampai yang sangat tidak menyenangkan.

B. Hubungan antara Nilai, Moral, dan Sikap

Nilai merupakan dasar pertimbangan bagi individu untuk sesuatu, moral merupakan

perilaku yang seharusnya dilakukan atau dihindari, sedangkan sikap merupakan predikposisi

atau kecenderungan individu untuk merespon terhadap suatu objek atau sekumpulan objek

debagai perwujudan dari sistem nilai dan moral yang ada di dalam dirinya. Sistem nilai

mengarahkan pada pembentukan nilai-nilai moral tertentu yang selanjutnya akan menentukan

sikap individu sehubungan dengan objek nilai dan moral tersebut. Dengan sistem nilai yan

dimiliki individu akan menentukan perilaku mana yang harus dilakukan dan yang harus

dihindarkan, ini akan tampak dalam sikap dan perilaku nyata sebagai perwujudan dari sistem

nilai dan moral yang mendasarinya.

Bagi Sigmund Freud (Gerald Corey, 1989), yang telah menjelaskan melalui teori

psikoanalisisnya, antara nilai, moral, dan sikap adalah satu kesatuan dan tidak dibeda-

bedakan. Dalam konsep Sigmund Freud, struktur kepribadian manusia itu terdiri dari tiga,

yaitu:

1. Id atau Das Es

2. Ego atau Das Ich

Page 12: Perkembangan peserta didik

3. Super Ego atau Da Uber Ich.

Id berisi dorongan naluriah, tidak rasional, tidak logis, tak sadar, amoral, dan bersifat

memenuhi dorongan kesenangan yang diarahkan untuk mengurangi ketegangan atau

kecemasan dan menghindari kesakitan. Ego merupakan eksekutif dari kepribadian yang

memerintah, mengendalikan dan mengatur kepribadian individu. Tugs utama Ego adalah

mengantar dorongan-dorongan naluriah dengan kenyataan yang ada di dunia sekitar.

Superego adalah sumber moral dalam kepribadian. Superego adalah kode moral individu

yang tugas utamanya adalah mempertimbangkan apakah suatu tindakan baik atau buruk,

benar atau salah. Superego memprestasikan hal-hal yang ideal bukan hal-hal yang riil, serta

mendorong ke arah kesempurnaan bukan ke arah kesenangan.

Dalam konteksnya hubungan antara nilai, moral, dan sikap adalah jika ketiganya sudah

menyatu dalam superego dan seseorang yang telah mampu mengembangkan superegonya

dengan baik, sikapnya akan cenderung didasarkan atas nilai-nilai luhur dan aturan moral

tertentu sehingga akan terwujud dalam perilaku yang bermoral. Ini dapat terjadi karena

superego yang sudah berkembang dengan baik dapat mengontrol dorongan-dorongan

naluriah dari id yang bertujuan untuk memenuhi kesenangan dan kepuasan. Berkembangnya

superego dengan baik, juga akan mendorong berkembang kekuatan ego untuk mengatur

dinamika kepribadian antara id dan superego, sehingga perbuatannya selaras dengan

kenyataannya di dunia sekelilingnya.

C. Karakteristik Nilai, Moral, dan Sikap Remaja.

Karena masa remaja merupakan masa mencari jati diri, dan berusaha melepaskan diri dari

lingkungan orang tua untuk menemukan jati dirinya maka masa remaja menjadi suatu periode

penting dalam pembentukan nilai. Salah satu karakteristik remaja yang sangat menonjol

berkaitan dengan nilai adalah bahwa remaja sudah sangat diperlukan sebagai pedoman,

pegangan, atau petunjuk dalam mencari jalannya sendiri untuk menumbuhkan identitas diri

menuju kepribadian yang semakin matang.

Karakteristik yang menonjol dalam perkembangan moral remaja adalah bahwa sesuai

dengan tingkat perkembangan kognisi yang mulai mencapai tahapan berfikir operasional

formal, yaitu mulai mampu berfikir abstrak dan mampu memecahkan masalah-masalah yang

bersifat hipotesis maka pemikiran remaja terhadap suatu permasalahan tidak hanya lagi

terikat pada waktu, tempat, dan situasi, tetapi juga pada sumber moral yang menjadi dasar

hidup mereka. Perkembangan pemikiran moral remaja dicirikan dengan mulai tumbuh

Page 13: Perkembangan peserta didik

kesadaran akan kewajiban mempertahankan kekuasaan dan pranata yang ada karena dianggap

sebagai suatu yang bernilai, walau belum mampu mempertanggujawabkan secara pribadi.

Tingkat perkembangan fisik psikis yang dicapai remaja berpengaruh pada perubahan

sikap dan perilakunya. Perubahan sikap yang cukup menyolok dan ditempatkan sebagai salah

satu karakter remaja adalah sikap menentang nilai-nilai dasar hidup orang tua atau orang

dewasa lainnya. Apabila kalau orang tua dan orang dewasa berusaha memaksakan nilai-nilai

yang dianutnya kepada remaja. Sikap menentang pranata adat kebiasaan yang ditunjukkan

oleh para remaja merupakan gejala wajar yang terjadi sebagai untuk kemampuan berfikir

kritis terhadap segala sesuatu yang dihadapi dalam realitas. Gejala sikap menentang pada

remaja hanya bersifat sementara dan akan berubah serta berkembang ke arah moralitas yang

lebih matang dan mandiri.

D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Nilai, Moral, dan Sikap

Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap perkembangan nilai, moral, dan sikap

individu mencakup aspek psikologis, sosial, budaya, dan fisik kebendaan, baik yang terdapat

dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Kondisi psikologis, pola interaksi,

pola kehidupan beragama, berbagai sarana rekreasi yang tersedia dalam lingkungan keluarga,

sekolah, dan masyarakat akan mempengaruhi perkembangan nilai, moral dan sikap individu

yang tumbuh dan berkembang di dalam dirinya.

Remaja yang tumbuh dan berkembang dalam lingkungan keluarga, sekolah dan

masyarakat yang penuh rasa aman secara psikologis, pola interaksi yang demokratis, pola

asuh bina kasih, dan religius dapat diharapkan berkembang menjadi remaja yang memiliki

budi luhur, moralitas tinggi, serta sikap dan perilaku terpuji. Sebaliknya insividu ytang

tumbuh dan berkembang dengan kondisi psikologis yang penuh dengan konflik, pola

interaksi yang tidak jelas, pola asuh yang tidak berimbang dan kurang religius maka harapan

agar anak dan remaja tumbuh dan berkembang menjadi individu yang memiliki nilai-nilai

luhur, moralitas tinggi, dan sikap perilaku terpuji menjadi diragukan.

E. Perbedaan Individu dalam Nilai, Moral, dan sikap.

Sesuatu yang dipandang bernilai dan bermoral serta dinilai positif oleh suatu kelompok

masyarakat sosial tertentu belum tentu dinilai positif oleh kelompok masyarakat lain. Sama

halnya, sesuatu yang dipandang bernilai dan bermoral serta dinilai positif oleh suatu keluarga

tertentu belum tentu dinilai positif oleh keluarga lain. Ada suatu keluarga yang mengharuskan

para anggota berpakaian muslimah dan sopan karena cara berpakaian seperti itulah dipandang

Page 14: Perkembangan peserta didik

bernilai dan bermoral. Akan tetapi, ada keluarga lain yang lebih senang dan memandang

lebih bernilai jika anggotanya berpakaian modis, trendi, dan mengikuti tren mode yang

sedang merak dikalangan selebritis.

Oleh sebab itu, hal yang wajar jika terjadi perbedaan individual dalam suatu keluarga atau

kelompok masyarakat tentang sistem nilai, moral, maupun sikap yang dianutnya. Perbedaan

individual didukung oleh fase, tempo, dan irama perkembangan masing-masing individu.

Dalam teori perkembangan pemikiran moral dari Kohlberg juga dikatakan bahwa setiap

individu dapat mencapai tingkat perkembangan moral yang paling tinggi, tetapi kecepatan

pencapaiannya juga ada perbedaan antara individu satu dengan lainnya meskipun dalam suatu

kelompok sosial tertentu. Dengan demikian, sangat dimungkinkan individu yang lahir pada

waktu yang relatif bersamaan, sudah lebih tinggi dan lebih maju tingkat pemikirannya.

F. Upaya Pengembangan Nilai, Moral, dan Sikap Seperti Implikasinya bagi Pendidikan

Suatu sistem sosial yang paling awal beruasaha menumbuhkembangkan sistem nilai,

moral, dan sikap kepada anak adalah keluarga. Ini didorong oleh keinginan dan harapan

orang tua yang cukup kuat agar anaknya tumbuh dan berkembang menjadi individu yang

memiliki dan menjunjung tinggi nilai-nilai luhur, mampu membedakan yang baik dan yang

buruk, yang benar dan yang salah, yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan, serta memiliki

sikap dan perilaku yang terpuji sesuai dengan harapan orang tua, masyarakat sekitar, dan

agama. Melalui proses pendidikan, pengasuhan, pendampingan, pemerintah, larangan,

hadiah, hukuman, dan intervensi edukatif lainnya, para orang tua menanamkan nilai-nilai

luhur, moral, dan sikap yang baik bagi anak-anaknya agar dapat berkembang menjadi

generasi penerus yang diharapkan.

Upaya pengembangan nilai, moral, dan sikap juga diharapkan dapat dikembangkan secara

efektif di lingkungan sekolah.

Page 15: Perkembangan peserta didik

BAB IIIKESIMPULAN DAN SARAN

A. KesimpulanDari hasil pembahasan diatas dapat disimpulkan sebagai berikut:

Ada tiga konsep yang masing-masing mempuyai makna, pengaruh, dan konsekuensi yang besar terhadap perkembangan perilaku individu, termasuk juga perilaku remaja.

1. NilaiNilai merupakan sesuatu yang memungkinkan individu atau kelompok sosial membuat

keputusan mengenai apa yang dibutuhkan atau sebagai suatu yang ingin dicapai.2. Moral

Istilah moral berasal dari kata Latin Mores yang artinya tata cara dalam kehidupan, adat istiadat, atau kebiasaan. Maksud moral adalah sesuai dengan ide-ide yang umum diterima tentang tindakan manusia mana yang baik dan wajar.3. Sikap

Fishbein (1975) mendefenisikan sikap adalah predisposisi emosional yang dipelajari untuk merespon secara konsisten terhadap suatu objek.

Dalam konteksnya hubungan antara nilai, moral, dan sikap adalah jika ketiganya sudah menyatu dalam superego dan seseorang yang telah mampu mengembangkan superegonya dengan baik, sikapnya akan cenderung didasarkan atas nilai-nilai luhur dan aturan moral tertentu sehingga akan terwujud dalam perilaku yang bermoral.

Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap perkembangan nilai, moral, dan sikap individu mencakup aspek psikologis, sosial, budaya, dan fisik kebendaan, baik yang terdapat dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat.

Suatu sistem sosial yang paling awal beruasaha menumbuhkembangkan sistem nilai, moral, dan sikap kepada anak adalah keluarga. Melalui proses pendidikan, pengasuhan, pendampingan, pemerintah, larangan, hadiah, hukuman, dan intervensi edukatif lainnya, para orang tua menanamkan nilai-nilai luhur, moral, dan sikap yang baik bagi anak-anaknya agar dapat berkembang menjadi generasi penerus yang diharapkan.

B. Saran

Dari hasil makalah yang penulis buat ini, maka masih banyak kekurangannya baik dari sisi isi maupun dari sumber-sumber yang diambil, oleh karena itu untuk kelanjutannya penulis mengharapkan pembaca dapat meningkatkan dan mengembangkan lagi mengenai hal ini.

Page 16: Perkembangan peserta didik

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Mohammad dan Asrori. Muhammad. 2006. Psikologi Remaja.Jakarta:PT Bumi

Aksara.

Corey, Gerald. 2009. Teori dan Praktek KONSELING DAN PSIKOTERAPI.Bandung: PT

Refika Aditama

Hurlock, Elizabeth B. 1980. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga.

Panuju, Panut dan Umami, Ida. 1999. Psikologi Remaja.Yogyakarta: PT Tiara Wacana.

Setyoningtyas, Emila. Kamus Trendy Bahasa Indonesia. Surabaya: Apollo.