32
PERLINDUNGAN KONSUMEN (KUH Perdata, UU No.8/1999 Tentang Perlindungan Konsumen) disusun untuk mememenuhi Tugas mata kuliah Hukum Komersial disusun oleh : Anggi Octavia Irawan (2013023840) Evanti Andriani (2013023841) PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Perlindungan Konsumen Fix

Embed Size (px)

DESCRIPTION

perlindungan konsumen

Citation preview

Page 1: Perlindungan Konsumen Fix

PERLINDUNGAN KONSUMEN

(KUH Perdata, UU No.8/1999 Tentang Perlindungan Konsumen)

disusun untuk mememenuhi Tugas mata kuliah Hukum Komersial

disusun oleh :

Anggi Octavia Irawan (2013023840)

Evanti Andriani (2013023841)

PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2014

Page 2: Perlindungan Konsumen Fix

PENDAHULUAN

Perkembangan perekonomian, perdagangan, dan perindustrian yang kian hari kian

meningkat telah memberikan efek yang luar biasa terhadap reaksi konsumen karena ada beragam

variasi produk barang dan jasa yang bisa dikonsumsi. Perkembangan globalisasi dan

perdagangan besar didukung oleh teknologi informasi dan telekomunikasi yang memberikan

ruang gerak yang sangat bebas dalam setiap transaksi perdagangan, sehingga barang/jasa yang

dipasarkan bisa dengan mudah diakses. Secara positif, peluang usaha dari setiap transaksi

perdagangan ini diharapkan dapat mendorong sektor ekonomi makro menjadi semakin maju

sehingga mampu meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat Indonesia seperti halnya yang

diharapkan dalam tujuan negara yang tertuang pada pembukaan UUD 1945, yakni meningkatkan

kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Dengan adanya peningkatan peluang usaha didunia modern ini, maka barang dan jasa

sebagai komoditi utama tentu akan semakin berkembang pula. Namun demikian, barang dan jasa

sebagai hal unsur dalam transaksi ekonomi tersebut membuka peluang kepada munculnya

kemungkinan kerugian yang dialami oleh konsumen sebagai bagian dari kecurangan, kelalaian,

ataupun kesengajaan pihak pelaku usaha. Kondisi ini memunculkan pemahaman pada perlunya

perlindungan terhadap konsumen sebagai pihak yang sering kali dirugikan oleh ulah pelaku

usaha yang ‘nakal’ tersebut.

Masalah perlindungan konsumen semakin gencar dibicarakan. Permasalahan ini tidak

akan pernah habis dan akan selalu menjadi bahan perbincangan di masyarakat. Selama masih

banyak konsumen yang dirugikan, masalahnya tidak akan pernah tuntas. Oleh karena itu,

masalah perlindungan konsumen perlu diperhatikan. Hak konsumen yang diabaikan oleh pelaku

usaha perlu dicermati secara seksama. Jika tidak berhati-hati dalam memilih produk barang/jasa

yang diinginkan, konsumen hanya akan menjadi objek eksploitas dari pelaku usaha yang tidak

bertanggung jawab. Tanpa disadari, konsumen menerima begitu saja barang/jasa yang

dikonsumsinya.

Masalah perlindungan konsumen nampaknya memang belum menjadi perhatian khusus

baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat luas sebagai konsumen. Sebelum perlindungan

konsumen secara tegas dikenal dan berkembang pengertian konsumen lebih cenderung identik

dengan pengertian masyarakat dalam perkembangan hal-hal yang menyangkut masalah industri,

Page 3: Perlindungan Konsumen Fix

perdagangan, kesehatan dan keamanan. Hal-hal tersebut diatas pada akhirnya melahirkan sebuah

peraturan tentang Perlindungan Konsumen (UU No.8 Tahun 1999; L.N. Tahun 1999 No. 42).

Guna memenuhi butir-butir falsafah tersebut, UU No.8 Tahun 1999 menegaskan, bahwa

perlindungan konsumen Indonesia berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan

keselamatan, serta kepastian hukum (pasal 2 dan penjelasan pasal). Sehingga tergambar bahwa

ratio dari adanya UU Perlindungan Konsumen adalah : (a) Menyeimbangkan daya tawar

konsumen terhadap pelaku usaha; dan (b) Mendorong pelaku usaha untuk bersikap jujur dan

bertanggung jawab dalam menjalankan kegiatannya.

UU Perlindungan konsumen lahir sebagai jawaban atas pembangunan dan perkembangan

perekonomian dewasa ini. Konsumen sebagai motor penggerak dalam perekonomian kerap kali

berada dalam posisi lemah atau tidak seimbang bila dibandingkan dengan pelaku usaha dan

hanya menjadi alat dalam aktivitas bisnis untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya oleh

pelaku usaha. Berdasarkan Penjelasan umum atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8

Tahun 1999 disebutkan bahwa faktor utama yang menjadi kelemahan konsumen dalam

perdagangan adalah tingkat kesadaran konsumen masih amat rendah yang selanjutnya diketahui

terutama disebabkan oleh rendahnya pendidikan konsumen. Mengacu pada hal tersebut, UU

Perlindungan Konsumen diharapkan menjadi landasan hukum yang kuat bagi pemerintah dan

lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat untuk melakukan upaya pemberdayaan

konsumen melalui pembinaan dan pendidikan konsumen. Sehingga diharapkan segala

kepentingan konsumen secara integratif dan komprehensif dapat dilindungi yang pada akhirnya

dapat meningkatkan kesejateraan masyarakat Indonesia.

Page 4: Perlindungan Konsumen Fix

PEMBAHASAN

Perangkat Hukum di Indonesia

UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen Republik Indonesia menjelaskan bahwa hak konsumen diantaranya adalah hak atas

kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan atau jasa; hak untuk

memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan

nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; hak untuk diperlakukan atau dilayani

secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi

dan atau penggantian, apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian

atau tidak sebagaimana mestinya dan sebagainya. Di Indonesia, dasar hukum yang menjadikan

seorang konsumen dapat mengajukan perlindungan adalah (menurut Wikipedia) :

- Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 ,

dan Pasal 33.

- Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara

Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia No.

3821

- Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan

Usaha Usaha Tidak Sehat.

- Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian Sengketa

- Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan

Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen

- Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang

Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota

- Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795 /DJPDN/SE/12/2005

tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen.

Page 5: Perlindungan Konsumen Fix

A. PENGERTIAN

Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,

pengertian dari :

Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian

hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.

Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam

masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun

makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang

berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan

berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik

Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian

menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

“Keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur dan melindungi

konsumen dalam hubungan dan masalahnya dengan para penyedia barang dan/ atau

jasa konsumen”.1

Azas Dan Tujuan

“Perlindungan konsumen berdasarkan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan

keselamatan konsumen, serta kepastian hukum”.2

Perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan 5 (lima)

asas yang relevan dalam pembangunan nasional yaitu:

1 Undang-undang no. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen2 Undang-undang no. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 2

Page 6: Perlindungan Konsumen Fix

1. Azas Manfaat

Mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan

konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan

konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.

2. Azas Keadilan

Partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan

kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan

melaksanakan kewajibannya secara adil.

3. Azas Keseimbangan

Memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan

pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual.

4. Azas Keamanan dan Keselamatan Konsumen

Memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalarn

penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi

atau digunakan.

5. Azas Kepastian Hukum

Baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan

dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian

hukum.

Perlindungan konsumen bertujuan untuk3 :

a. meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk

melindungi diri

b. mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari

ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa

c. meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan

menuntut hak-haknya sebagai konsumen

d. menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian

hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi

3 UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 3

Page 7: Perlindungan Konsumen Fix

e. menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan

konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam

berusaha

f. meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha

produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan

keselamatan konsumen.

B. HAK DAN KEWAJIBAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA

Berdasarkan UU no. 8 tahun 1999 Pasal 4 dan 5, hak dan kewajiban konsumen, antara

lain dijelaskan sebagai berikut.

Hak konsumen meliputi:

a) Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang

dan/atau jasa.

Bagi konsumen hak ini harus mencakup perspektif keyakinan aspek kesehatan

secara fisik, dan dari perspektif keyakinan/ ajaran agama tertentu.

b) Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa

tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.

Merupakan kebebasan konsumen dalam memilih barang dan jasa yang

dibutuhkan. Oleh karena itu, barang yang beredar di pasar haruslah terdiri dari

beberapa merek untuk suatu barang, agar konsumen dapat memilih.

c) Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan

barang dan/atau jasa.

Bisa dipenuhi dengan cara antara lain, melalui diskripsi barang menyangkut harga

dan kualitas atau kandungan barang dan tidak hanya terbatas informasi pada satu

jenis produk, tetapi juga informasi beberapa merek untuk produk sejenis, dengan

demikian konsumen bisa membandingkan antara satu merek dengan merek lain

untuk produk sejenis.

Page 8: Perlindungan Konsumen Fix

d) Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang

digunakan.

Ada dua instrumen dalam mengakomodir hak untuk didengar: Pertama,

Pemerintah melalui aturan hukum tertentu dalam bentuk hearing secara terbuka

dengan konsumen; Kedua, melalui pembentukan organisasi konsumen swasta

dengan atau tanpa dukungan pemerintah. Hak untuk didengar menuntut adanya

organisasi konsumen yang mewakili konsumen.

e) Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian

sengketa perlindungan konsumen secara patut.

Dengan hak ini, konsumen mendapat perlindungan hukum yang efektif dalam

rangka mengamankan implementasi ketentuan perlindungan konsumen dan

menjamin keadilan sosial, daoat dipenuhi dengan cara :

1) Konsultasi hukum, diberikan pada konsumen menengah ke bawah. Bentuk

kegiatan ini   dapat dilakukan oleh organisasi konsumen dan atau instansi

pemerintah yang mengurusi perlindungan

2) Menggunakan mekanisme tuntutan hukum secara kolektif (class action)

3) Adanya keragaman akses bagi konsumen individu berupa tersedianya lembaga

penyelesaian sengketa konsumen, baik yang didirikan oleh pemerintah berupa

Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) di setiap pemerintah kota.

f) Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen

Definisi dasar hak ini adalah konsumen harus berpendidikan secukupnya, dapat

dilakukan baik melalui kurikulum dalam pendidikan formal maupun melalui

pendidikan informal yang dilakukan oleh lembaga swadaya masyarakat yang

bergerak di bidang perlindungan konsumen. Pemenuhan hak untuk mendapat

pendidikan juga menjadi kontribsi dan tanggung jawab pelaku usaha.

g) Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak

diskriminatif.

Page 9: Perlindungan Konsumen Fix

Berdasar suku, agama, budaya, daerah, pendidikan, kaya, miskin dan status sosial

lainnya, hak untuk mendapatkan konpensasi, ganti rugi dan/atau penggantian

apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau

tidak sebagaimana mestinya, dan hak-hak yang diatur dalam ketentuan pertauran

perundangan lainnya.

h) Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila

barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak

sebagaimana mestinya.

Mendapatkan ganti rugi harus dipenuhi oleh pelaku usaha atas kerusakan,

pencemaran dan atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan jasa

yang dihasilkan atau diperdagangkan si pelaku usaha tersebut.

Bentuk ganti rugi dapat berupa:

1) pengembalian uang

2) penggantian barang dan atau jasa yang sejenis atau setara nilainya

3) perawatan kesehatan dan atau pemberian santunan (pasal 19 Ayat (2)

UUPK)

i) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

selain hak-hak yang ada dala UU PK, dalam UU lain juga diatur hak-hak

konsumen, seperti UU Kesehatan. Oleh karen itu dimungkinkan adanya hak

konsumen tambahan sesuai dengan tipikal sektor masing-masing    

Kewajiban konsumen antara lain :

a. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau

pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan

b. beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa

c. membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati

d. mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara

patut.

Page 10: Perlindungan Konsumen Fix

HAK PELAKU USAHA DALAM PASAL 6 UUPK 

Seperti halnya konsumen, pelaku usaha juga memiliki hak dan kewajiban. Hak pelaku

usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UU No. 8 Tahun 1999 Undang-Undang

Perlindungan Konsumen adalah:

a. hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai

kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan

b. hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad

tidak baik

c. hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum

sengketa konsumen

d. hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian

konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan

e. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

KEWAJIBAN PELAKU USAHA DALAM PASAL 7 UUPK

Sedangkan kewajiban pelaku usaha menurut ketentuan Pasal 7 UU No. 8 Tahun 1999

Undang-Undang Perlindungan Konsumen adalah:

a. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya

b. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan

barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan

pemeliharaan

c. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak

diskriminatif

d. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan

berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku

e. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang

dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang

dibuat dan/atau yang diperdagangkan

Page 11: Perlindungan Konsumen Fix

f. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat

penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang

diperdagangkan

g. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau

jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

PERBUATAN YANG DILARANG BAGI PELAKU USAHA

Pada UU No. 8 Tahun 1999 Pasal 8 sampai dengan Pasal 17 dijelaskan mengenai 

perbuatan hukum yang diarang bagi pelaku usaha, antara lain :

1. Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau

jasa yang (pasal 8) :

a) tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan

ketentuan peraturan perundang-undangan

b) tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam

hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut

c) tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan

menurut ukuran yang sebenarnya

d) tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran

sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau

jasa tersebut

e) tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya,

mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau

keterangan barang dan/atau jasa tersebut

f) tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan

atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut

g) tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/

pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu

h) tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan

"halal" yang dicantumkan dalam label

i) tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama

barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal

Page 12: Perlindungan Konsumen Fix

pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan

lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/ dibuat

j) tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam

bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

2. Pelaku usaha dilarang menawarkan, memproduksikan, mengiklankan suatu barang

dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah (pasal 9):

a) barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga, harga

khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu,

sejarah atau guna tertentu

b) barang tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru

c) barang dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan dan/atau memiliki

sponsor,persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja

atau aksesori tertentu

d) barang dan/atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai

sponsor,persetujuan atau afiliasi

e) barang dan/atau jasa tersebut tersedia

f) barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi

g) barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu

h) barang tersebut berasal dari daerah tertentu

i) secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain;

j) menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman, tidak berbahaya, tidak

mengandung risiko atau efek sampingan tampak keterangan yang lengkap

k) menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.

3. Pelaku usaha dalam hal penjualan yang dilakukan melalui cara obral atau lelang,

dilarang mengelabui/ menyesatkan konsumen dengan (pasal 11):

a. Menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah telah memenuhi standar

mutu tertentu

b. Menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah tidak mengandung cacat

tersembunyi

Page 13: Perlindungan Konsumen Fix

c. Tidak berniat untuk menjual barang yang ditawarkan melainkan dengan

maksud untuk menjual barang lain

d. Tidak menyediakan barang dalam jumlah tertentu dan/atau jumlah yang cukup

dengan maksud menjual barang yang lain

e. Tidak menyediakan jasa dalam kapasitas tertentu atau dalam jumlah cukup

dengan maksud menjual jasa yang lain

f. Menaikkan harga atau tarif barang dan/atau jasa sebelum melakukan obral.

4. Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan, misalnya (pasal 17) :

a. Mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan, dan

harga mengenai atau tarif jasa, serta ketepatan waktu penerimaan barang jasa.

b. Mengelabui jaminan / garansi terhadap barang atau jasa.

c. Memuat informasi yang keliru, salah atau tidak tepat mengenai barang atau

jasa.

d. Tidak memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang atau jasa.

e. Mengeksploitasi kejadian atau seseorang tanpa seizing yang berwenang atau

persetujuan yang bersangkutan.

f. Melanggar etika atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai

periklanan.

KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN

Sehubungan dengan perlindungan terhadap konsumen, yang perlu mendapat perhatian

utama dalam perjanjian baku adalah mengenai klausula eksonerasi (exoneratie klausule

exemption clausule) yaitu klausula yang berisi pembebasan atau pembatasan

pertanggungjawaban dari pihak pelaku usaha yang lazimnya terdapat dalam jenis perjanjian

tersebut.

Menurut Pasal 18 Ayat (1) menyebutkan mengenai klausula-klausula yang dilarang

dicantumkan dalam suatu perjanjian baku yaitu:

menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha

Page 14: Perlindungan Konsumen Fix

menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang

dibeli konsumen

menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang

dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen

menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara

langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang

berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran

mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan

jasa yang dibeli oleh konsumen

memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi

harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa

menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru,

tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku

usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya

menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk

pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang

dibeli oleh konsumen secara angsuran.

Dalam penjelasan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen

menyebutkan tujuan dari larangan pencantuman klausula baku yaitu “Larangan ini dimaksudkan

untuk menempatkan kedudukan konsumen setara dengan pelaku usaha berdasarkan prinsip

kebebasan berkontrak” sehingga diharapkan dengan adanya Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang

Perlindungan Konsumen akan memberdayakan konsumen dari kedudukan sebagai pihak yang

lemah di dalam di dalam kontrak dengan pelaku usaha sehingga menyetarakan kedudukan pelaku

usaha dengan konsumen.

Sesuai dengan Pasal 18 ayat (2) disebutkan bahwa pelaku usaha dilarang mencantumkan

klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau

yang pengungkapannya sulit dimengerti. Pencantuman klausula baku tersebut dapat berupa

tulisan kecil-kecil yang diletakkan secara samar atau letaknya ditempat yang telah diperkirakan

akan terlewatkan oleh pembaca dokumen perjanjian tersebut, sehingga saat kesepakatan tersebut

terjadi konsumen hanya memahami sebagian kecil dari perjanjian tersebut. Artinya perjanjian

Page 15: Perlindungan Konsumen Fix

tersebut hanya dibaca sekilas, tanpa dipahami secara mendalam konsekuensi yuridisnya, yang

membuat konsumen sering tidak tahu apa yang menjadi haknya.

TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA

Menurut UU No. 8 Tahun 1999 Pasal 19, dijelaskan mengenai tanggungjawab pelaku

usaha :

1. Pelaku Usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran,

dan/ atau kerugian konsumen akibat mengkomsumsi barang dan atau jasa yang

dihasilkan atau diperdagangkan.

2. Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau

penggantian barang dan/ atau jasa yang sejenis atau secara nilainya, atau perawatan

kesehatan dan/ atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

3. Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal

transaksi.

4. Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak

menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih

lanjut mengenai adanya unsur kesalahan. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa

kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.”

SANKSI BAGI PELAKU USAHA TERHADAP PERLINDUNGAN KONSUMEN

Dalam UU No. 8 tahun 1999, sanksi yang dikenakan pada pelaku usaha secara garis besar

dapat dibagi menjadi 2, yaitu administratif dan pidana.

Sanksi Administrasi (pasal 60) :

maksimal Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah), melalui BPSK jika melanggar Pasal

19 ayat (2) dan (3), 20, 25

Page 16: Perlindungan Konsumen Fix

Sanksi Pidana (pasal 62):

Kurungan :

1. Penjara, 5 tahun, atau denda Rp. 2.000.000.000 (dua milyar rupiah) (Pasal 8,

9, 10, 13 ayat (2), 15, 17 ayat (1) huruf a, b, c, dan e dan Pasal 18

2. Penjara, 2 tahun, atau denda Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) (Pasal

11, 12, 13 ayat (1), 14, 16 dan 17 ayat (1) huruf d dan f

Ketentuan pidana lain (di luar Undang-undang No. 8 Tahun. 1999 tentang

Perlindungan Konsumen) jika konsumen luka berat, sakit berat, cacat tetap atau

kematian 

Hukuman tambahan , antara lain (pasal 63):

1. Perampasan barang tertentu

2. Pengumuman keputusan Hakim

3. Dilarang memperdagangkan barang dan jasa

4. Hasil Pengawasan disebarluaskan kepada masyarakat .

5. Wajib menarik dari peredaran barang dan jasa

6. Pencabuttan izin usaha.

Perlindungan Konsumen menurut KUH Perdata :

Pada prinsipnya ketentuan yang mengatur perlindungan hukum konsumen dalam aspek

hukum perdata, diatur di dalam Pasal 1320 KUH Perdata dan Pasal 1365 KUH Perdata. Pasal

1320 KUH Perdata mengatur bahwa untuk sahnya perjanjian diperlukan empat syarat, yaitu 4 :

1. Kata sepakat dari mereka yang mengikatkan dirinya (toestemming van dengenen die

zich verbiden )

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan (de bekwaamheid om een verbintenis aan te

gaan)

3. Suatu hal tertentu (een bepaald onderwerp);

4. Suatu sebab yang halal (een geloofde oorzaak).

4 Hardiyanto, Sophia. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.(PT.Sofmedia,Medan) 2013. Hal 261

Page 17: Perlindungan Konsumen Fix

Sedangkan Pasal 1365 KUH Perdata5 mengatur syarat-syarat untuk menuntut ganti

kerugian akibat perbuatan melanggar hukum yang menyatakan bahwa tiap perbuatan melanggar

hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya

menerbitkan kerugian itu mengganti kerugian tersebut.

Di samping itu, undang-undang mengenal pula pertanggungjawaban oleh bukan si pelaku

perbuatan yang melawan hukum sebagaimana diatur di dalam Pasal 1367 KUH Perdata6. Pasal

ini menegaskan bahwa setiap orang tidak saja bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan

oleh perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan oleh perbuatan orang-

orang yang menjadi tanggungannya, disebabkan oleh barang-barang atau produkyang berada di

bawah pengawasa. Dari pasal ini nampak adanya pertanggung jawaban seseorang dalam kualitas

tertentu atas pengendalian suatu produk.

Dari sisi kepentingan perlindungan konsumen, terutama untuk syarat ‘kesepakatan’ perlu

mendapat perhatian, sebab banyak transaksi antara pelaku usaha dengan konsumen yang

cenderung tidak balance . Banyak konsumen ketika melakukan transaksi berada pada posisi yang

lemah. Suatu kesepakatan menjadi tidak ada sah apabila diberikan karena kekhilafan, paksaan,

atau penipuan. Selanjutnya untuk mengikatkan diri secara sah menurut hukum ia harus cakap

untuk berbuat menurut hukum, dan oleh karenanya maka ia bertanggung jawab atas apa yang

dilakukan.

5 Hardiyanto, Sophia. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.(PT.Sofmedia,Medan)2013. Hal 2666 Hardiyanto, Sophia. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.(PT.Sofmedia,Medan)2013. Hal 266

Page 18: Perlindungan Konsumen Fix

KASUS Prita Mulyasari, Hak Konsumen Di Perlakukan Tidak Adil

Dalam kasus prita, dari sekian banyaknya korban yang memperjuangkan haknya sebagai

konsumen yang menuntut pertanggungjawabannya dari penyedia jasa. Sebagai konsumen yang

merasakan ketidakpuasan atas pelayanan Rumah Sakit Omni Internasional. Seharusnya Prita

wajar untuk mengajukan keluhan. Prita “bukan tanpa hak” untuk menyampaikan keluhannya.

Prita menyampaikan keluh kesahnya pada jejaring sosial di internet, justru malah mendapatkan

tuntutan penghinaan dan atau pencemaran nama baik.

Kasus tersebut bermula saat Prita Mulyasari memeriksakan kesehatannya di RS Internasional

Omni atas keluhan demam, sakit kepala, mual disertai muntah, kesulitan BAB, sakit

tenggorokan, hingga hilangnya nafsu makan. Oleh dokter rumah sakit, dr.Hengky Gosal SpPD

dan dr.Grace Herza Yarlen Nela, Prita didiagnosis menderita demam berdarah, atautifus. Setelah

dirawat selama empat hari disertai serangkaian pemeriksaan serta perawatan, gejala awal yang

dikeluhkan berkurang namun ditemukan sejenis virus yang menyebabkan pembengkakan pada

leher.Selama masa perawatan Prita mengeluhkan minimnya penjelasan yang diberikan oleh

dokter atas jenis-jenis terapi medis yang diberikan, disamping kondisi kesehatan yang semakin

memburuk yang diduga akibat kesalahan dalam pemeriksaan hasil laboratorium awal

menyebabkan kekeliruan diagnosis oleh dokter pemeriksa. Disebabkan karena pengaduan serta

permintaan tertulis untuk mendapatkan rekam medis serta hasil laboratorium awal yang tidak

dapat dipenuhi oleh pihak rumah sakit Prita kemudian menulis email tentang tanggapan serta

keluhan atas perlakuan yang diterimanya ke sebuah milis.Email tersebut kemudian menyebar

luas sehingga membuat pihak rumah sakit merasa harus membuat bantahan atas tuduhan yang

dilontarkan oleh Prita ke media cetak serta mengajukan gugatan hukum baik

secara perdata maupun pidana dengan tuduhan pencemaran nama baik.

Asal mulanya adalah tulisan Prita dalam e-mail pribadi kepada rekan-rekannya yang berisi

keluhan terhadap pelayanan RS yang berlokasi di Serpong, Tangerang tersebut. Prita awalnya

memeriksakan diri pada 7 Agustus 2008 dengan keluhan panas tinggi dan sakit kepala. Ia

ditangani dr. Hengky dan dr. Indah, diagnosanya adalah Demam Berdarah (DB) dan disarankan

rawat-inap. Semasa rawat inap, Prita merasakan berbagai kejanggalan seperti terus diberikan

berbagai suntikan tanpa penjelasan apa pun. Bahkan, tangan, leher dan daerah sekitar mata

mengalami pembengkakan. Ketika Prita memutuskan untuk pindah rumah sakit, ia kesulitan

mendapatkan data medis dirinya. Yang dipermasalahkannya adalah mengapa diagnosa awal

Page 19: Perlindungan Konsumen Fix

27.000 trombosit bisa berubah mendadak menjadi 181.000 trombosit.  Prita mempertanyakan

perbedaan yang signifikan itu.

Analisis dalam kasus di atas :

Berdasarkan kasus yang terjadi pada prita, Menurut pasal 1 butir 1 Undang-undang

Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen menegaskan bahwa perlindungan hukum

bagi konsumen adalah “segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk

memberikan perlindungan kepada konsumen”. Kepastian hukum untuk memberikan

perlindungan kepada konsumen antara lain adalah dengan meningkatkan harkat dan martabat

konsumen serta membuka akses informasi tentang barang dan/atau jasa baginya, dan

menumbuhkembangkan sikap pelaku usaha yang jujur dan bertanggung jawab. Tetapi dalam

kenyataannya masih banyak pelanggaran hak-hak konsumen yang di lakukan oleh pelaku usaha.

Selain itu, dalam UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, khususnya Pasal 4

huruf d. Pasal itu berbunyi: “Hak konsumen adalah hak untuk didengar pendapat dan

keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan.” Oleh karena itu, menanggapi UU pasal

27 ayat 3 UU ITE unsur `tanpa hak` sebagaimana dimaksud di dalamnya menjadi tidak

terpenuhi, sehingga Pasal 27 ayat (3) tersebut tidak bisa diterapkan untuk kasus ini. Lebih lanjut

lagi, bahwa pasal tersebut memuat unsur “dengan sengaja” dan “tanpa hak”, yang mana unsur

tersebut menentukan dapat tidaknya seseorang dipidana berdasarkan pasal ini.

Seharusnya pihak RS memberikan penjelasan terhadap prita mengenai penyakit

dideritanya. Rumah Sakit harus berperan dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan dan

merupakan ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia. Dalam penyelenggaraan

pelayanan rumah sakit, maka rumah sakit harus melakukan upaya peningkatan mutu pelayanan

umum dan pelayanan medik baik melalui akreditasi, sertifikasi, ataupun proses peningkatan

mutu lainnya. Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan dapat diartikan keseluruhan upaya

dan kegiatan secara komprehensif dan integratif yang menyangkut struktur, proses, outcome

secara objektif, sistematik dan berlanjut memantau dan menilai mutu dan kewajaran pelayanan

terhadap pasien, menggunakan peluang untuk meningkatkan pelayanan pasien, dan memecahkan

masalah-masalah yang terungkapkan sehingga pelayanan yang diberikan di rumah sakit berdaya

guna dan berhasil guna. Mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit perlu didukung oleh sumber

Page 20: Perlindungan Konsumen Fix

daya yang dimiliki meliputi sumber daya manusia, sarana, prasarana, peralatan medis, dan

anggaran rumah sakit yang memadai. Peranan Rumah Sakit sangat penting dalam menunjang

kesehatan dari masyarakat. Maju mundurnya rumah sakit akan sangat ditentukan oleh

keberhasilan dari pihak-pihak yang bekerja di rumah sakit, dalam hal ini dokter, perawat dan

orang-orang yang berada di tempat tersebut.

Dalam kasus di atas prita dalam menyampaikan keluhan pelayanan RS yang berlokasi di

Serpong, Tangerang tersebut melalui email pribadinya, dengan tindakan itu prita malah

mendapatkan tuntutan penghinaan dan atau pencemaran nama baik, pasal  27 ayat 3 Undang-

Undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), yang

berbunyi: “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau

mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen

Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.” Karena

ancaman hukuman maksimalnya disebutkan dalam pasal 45 ayat 1 UU yang sama lebih dari 5

tahun penjara atau tepatnya 6 tahun penjara, maka tersangka bisa ditahan.

Padahal prita hanya menyampaikan keluhan yang dikemukakan Prita pada internet atas

layanan rumah sakit Omni Internasional yang tidak memuaskan konsumen dan itupun dijamin

oleh undang-undang. Berdasarkan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang

berlaku sejak 20 April 2000.

Sumber :

http://ludwigtheresa09.wordpress.com/2014/05/04/tugas-9-perlindungan-konsumen/

http://saralingkan.blogspot.com/2012/03/makalah-kasus-prita-mulyasari.html

Page 21: Perlindungan Konsumen Fix

PENUTUP

Dengan adanya UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dirasa sudah

cukup representatif apabila telah dipahami oleh semua pihak, karena di dalam UU tersebut juga

memuat jaminan adanya kepastian hukum bagi konsumen, meningkatkan kualitas barang dan

atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen, meningkatkan

kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri, mengangkat harkat

dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang

dan atau jasa, meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan

menuntut hak-haknya sebagai konsumen.

Kesadaran konsumen bahwa mereka memiliki hak,kewajiban serta perlindungan hukum

harus diberdayakan dengan meningkatkan kualitas pendidikan yang layak mengingat faktor

utama perlakuan yang semena-mena oleh produsen kepada konsumen adalah kurangnya

kesadaran serta pengetahuan konsumen akan hak-hak serta kewajiban mereka.

Pemerintah sebagai perancang,pelaksana serta  pengawas atas jalannya hukum dan UU

tentang perlindungan konsumen harus benar-benar memperhatikan fenomena-fenomena yang

terjadi pada kegiatan produksi dan konsumsi dewasa ini agar tujuan para produsen untuk mencari

laba berjalan dengan lancar tanpa ada pihak yang dirugikan, demikian juga dengan konsumen

yang memiliki tujuan untuk memaksimalkan kepuasan jangan sampai mereka dirugikan karena

kesalahan yang diaibatkan dari proses produksi yang tidak sesuai dengan setandar berproduksi

yang sudah tertera dalam hukum dan UU yang telah dibuat oleh pemerintah.

Kesadaran produsen akan hak-hak konsumen juga sangat dibutuhkan agar tercipta

harmonisasi tujuan antara produsen yang ingin memperoleh laba tanpa membahayakan

konsumen yang ingin memiliki kepuasan maksimum.