Upload
others
View
27
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PERSEPSI APOTEKER TERHADAP PELAYANAN ANTIBIOTIKA
DI APOTEK WILAYAH KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2019
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Chaesar Bastin
NIM : 158114149
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2019
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
i
PERSEPSI APOTEKER TERHADAP PELAYANAN ANTIBIOTIKA
DI APOTEK WILAYAH KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2019
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Chaesar Bastin
NIM : 158114149
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2019
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
Persetujuan Pembimbing
PERSEPSI APOTEKER TERHADAP PELAYANAN ANTIBIOTIKA
DI APOTEK WILAYAH KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2019
Skripsi yang diajukan oleh:
Chaesar Bastin
NIM : 158114149
telah disetujui oleh:
Pembimbing Utama
T.B. Titien Siwi Hartayu, M.Kes., Ph.D., Apt. tanggal 16 Juli 2019
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
Pengesahan Skripsi Berjudul
PERSEPSI APOTEKER TERHADAP PELAYANAN ANTIBIOTIKA
DI APOTEK WILAYAH KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2019
Oleh:
Chaesar Bastin
NIM : 158114149
Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi
Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma
pada tanggal 15 Juli 2019
Mengetahui
Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma
Dekan,
Dr. Yustina Sri Hartini, M.Si., S.Si., Apt.
Panitia Penguji Tanda tangan
1. T.B. Titien Siwi Hartayu, M.Kes., Ph.D., Apt. .....................
2. Dr. Yosef Wijoyo, M.Si., Apt. .....................
3. Yunita Linawati, M.Sc., Apt. .....................
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis
ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah
disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, dengan mengikuti ketentuan
sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Apabila di kemudian hari ditemukan indikasi plagiarisme dalam naskah
ini, maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Yogyakarta, 16 Juli 2019
Penulis
Chaesar Bastin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Nama : Chaesar Bastin
Nomor Mahasiswa : 158114149
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
Persepsi Apoteker Terhadap Pelayanan Antibiotika Di Apotek Wilayah Kota
Yogyakarta Tahun 2019
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan
kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,
mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan
data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau
media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya
maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal : 18 Juli 2019
Yang menyatakan
(Chaesar Bastin)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PRAKATA
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini untuk memperoleh
gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
Penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, baik secara
langsung. Maka, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu T.B. Titien Siwi Hartayu, M.Kes., Ph.D., Apt. selaku dosen
pembimbing yang membimbing penulis hingga dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan baik.
2. Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Pemerintah Kota Yogyakarta
yang telah memberikan izin bagi penulis sehingga penelitian ini dapat
terlaksana.
3. Bapak dan Ibu Apoteker di Apotek Wilayah Kota Yogyakarta yang
telah bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.
4. Bapak Dr. Yosef Wijoyo, M.Si., Apt. dan Ibu Yunita Linawati, M.Sc.,
Apt. selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran
hingga skripsi ini selesai dengan baik.
5. Untuk Bapak Paulus dan Ibu Gertrudis Nurwijayasari, juga adik
Charles Kristofer Nelson dan Brigita Aurelia Berty serta keluarga yang
telah memberikan doa, semangat dan dukungan secara finansial kepada
penulis.
6. Untuk Felicitas Fabiola Sigrid Ngala yang telah memberikan
semangat dan dukungan kepada penulis.
7. Teman-teman kontrakan Graseo Granteo Putra, Marcelus Erwin,
Kevin Christopher, Ezra Alvansga serta Fatannio Putra yang selalu
mendukung dan menyemangati penulis.
8. Yosua Pither, Ria Utami, Desi Lopez dan Julista Iin Aurianti yang
selalu menyemangati penulis.
9. Teman pengurus Lektor Paroki Pringwulung Romo Tomo, Elizabeth
Rifa, Stefanny Sandi Pabubung, Melania Rosa Maryono, Melania Rosi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
Maryono, Bella Edena, Louisa Lintang dan Maria Paramitha Larasati
yang selalu mendoakan penulis.
10. Teman-teman FSMD 2015 atas kebersamaan dan kenangan yang
tidak akan terlupakan selama kuliah.
Penulis berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang
membutuhkan dan bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Yogyakarta, 16 Juli 2019
Penulis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................................................ iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ................................................... v
PRAKATA... .......................................................................................................... vi
DAFTAR ISI ........................................................................................................ viii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. x
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xi
ABSTRAK... ......................................................................................................... xii
ABSTRACT... ........................................................................................................ xiii
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
METODE PENELITIAN ........................................................................................ 2
Pengujian Kuesioner ............................................................................................ 4
Pengambilan Data ................................................................................................ 5
Pengolahan dan Penyajian Data .......................................................................... 5
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................... 6
Profil Apoteker .................................................................................................... 6
Tingkat Pengetahuan Apoteker Mengenai Penyakit Infeksi ............................. 10
Persepsi Apoteker terhadap Pelayanan Antibiotika berdasarkan Penerapan
Standar Pelayanan Kefarmasian ........................................................................ 13
Hambatan Apoteker dalam Memberikan Pelayanan Kefarmasian/
Pharmaceutical Care ........................................................................................ 17
KESIMPULAN ..................................................................................................... 23
SARAN......... ........................................................................................................ 24
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 25
LAMPIRAN ...........................................................................................................28
BIOGRAFI PENULIS .......................................................................................... 72
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
DAFTAR TABEL
Tabel I Perbandingan Jumlah Apoteker Berdasarkan Jenis Kelamin ....... 55
Tabel II Perbandingan Jumlah Apoteker Berdasarkan Umur ..................... 55
Tabel III Perbandingan Jumlah Apoteker Berdasarkan Tahun Lulus
Apoteker ........................................................................................ 55
Tabel IV Perbandingan Jumlah Apoteker Berdasarkan Perannya di
Apotek ........................................................................................... 55
Tabel V Perbandingan Jumlah Apoteker Berdasarkan Pendidikan
Terakhir ......................................................................................... 55
Tabel VI Perbandingan Jumlah Apoteker Berdasarkan Pengalaman Kerja . 56
Tabel VII Perbandingan Jumlah Resep Rata-rata Antibiotika per-Minggu . 56
Tabel VIII Perbandingan Jumlah Apoteker Berdasarkan Riwayat Pribadi
Penyakit Infeksi Kronis ................................................................. 56
Tabel IX Perbandingan Jumlah Apoteker Berdasarkan Keluarga/Teman
Dekat yang Mempunyai Riwayat Penyakit Infeksi Kronis ........... 56
Tabel X Perbandingan Jumlah Apoteker Berdasarkan Keyakinan Bahwa
Penggunaan Antibiotika Mempengaruhi Kemampuan
Pelayanan Kefarmasian ................................................................. 56
Tabel XI Perbandingan Jumlah Apoteker Berdasarkan Tingkat
Pengetahuan Mengenai Penyakit Infeksi ....................................... 57
Tabel XII Perbandingan Jumlah Apoteker yang Menjawab “Sedang”
Berdasarkan Hambatan yang Memengaruhi Tingkat
Pengetahuan Apoteker Mengenai Penyakit Infeksi ...................... 57
Tabel XIII Perbandingan Jumlah Apoteker berdasarkan Persespi Apoteker
terhadap Pelayanan Antibiotika sesuai Penerapan Standar
Pelayanan Kefarmasian ................................................................. 58
Tabel XIV Perbandingan Jumlah Apoteker Berdasarkan Hambatan Dalam
Memberikan Pelayanan Pharmaceutical Care .............................. 64
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Perbandingan Jumlah Apoteker Berdasarkan Jenis Kelamin ......... 7
Gambar 2 Perbandingan Jumlah Apoteker Berdasarkan Umur ....................... 7
Gambar 3 Perbandingan Jumlah Apoteker Berdasarkan Tahun Lulus
Apoteker .......................................................................................... 7
Gambar 4 Perbandingan Jumlah Apoteker Berdasarkan Perannya di
Apotek ............................................................................................. 7
Gambar 5 Perbandingan Jumlah Apoteker Berdasarkan Pendidikan
Terakhir ........................................................................................... 8
Gambar 6 Perbandingan Jumlah Apoteker Berdasarkan Pengalaman Kerja ... 8
Gambar 7 Perbandingan Jumlah Resep Rata-Rata Antibiotika per-Minggu .. 9
Gambar 8 Perbandingan Jumlah Apoteker Berdasarkan Riwayat Pribadi
Penyakit Infeksi Kronis ................................................................... 9
Gambar 9 Perbandingan Jumlah Apoteker Berdasarkan Keluarga/Teman
Dekat yang Mempunyai Riwayat Penyakit Infeksi Kronis ............. 9
Gambar 10 Perbandingan Jumlah Apoteker Berdasarkan Keyakinan Bahwa
Penggunaan Antibiotika Mempengaruhi Kemampuan
Pelayanan Kefarmasian ................................................................... 9
Gambar 11 Perbandingan Jumlah Apoteker Berdasarkan Tingkat
Pengetahuan Mengenai Penyakit Infeksi ....................................... 10
Gambar 12 Perbandingan Jumlah Apoteker yang Menjawab “Sedang”
Berdasarkan Hambatan yang Memengaruhi Tingkat
Pengetahuan Apoteker Mengenai Penyakit Infeksi ...................... 13
Gambar 13 Perbandingan Jumlah Apoteker berdasarkan Persespi Apoteker
terhadap Pelayanan Antibiotika sesuai Penerapan Standar
Pelayanan Kefarmasian ................................................................. 17
Gambar 14 Perbandingan Jumlah Apoteker Berdasarkan Hambatan Dalam
Memberikan Pelayanan Pharmaceutical Care .............................. 23
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Ethical Clearance ........................................................................... 28
Lampiran 2. Surat Edaran Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta nomor :
070/01218 ....................................................................................... 29
Lampiran 3. Kuesioner Sebelum di Lakukan Perbaikan ..................................... 30
Lampiran 4. Kuesioner Setelah di Lakukan Perbaikan ....................................... 37
Lampiran 5. Lembar Informasi Subjek ............................................................... 48
Lampiran 6. Informed Consent ........................................................................... 51
Lampiran 7. Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner ..................................................... 52
Lampiran 8. Tabel Data Penelitian...................................................................... 55
Lampiran 9. Rekapitulasi Apotek di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ..... 66
Lampiran 10. Formulir 5 Permenkes 73 tahun 2016............................................. 67
Lampiran 11. Formulir 6 Permenkes 73 tahun 2016............................................. 68
Lampiran 12. Formulir 7 Permenkes 73 tahun 2016............................................. 69
Lampiran 13. Formulir 8 Permenkes 73 tahun 2016............................................. 70
Lampiran 14. Formulir 9 Permenkes 73 tahun 2016............................................. 71
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
ABSTRAK
Antibiotika adalah obat untuk mengatasi infeksi yang disebabkan oleh
bakteri. Penggunaan antibiotika yang kurang tepat akan menyebabkan munculnya
kuman kebal antibiotika (resisten). Salah satu bentuk penggunaan antibiotika yang
tidak rasional adalah tenaga kesehatan yang memiliki tingkat kepatuhan buruk
terhadap standar dan pedoman peresepan. Penelitian ini bertujuan mengetahui
persepsi Apoteker selaku tenaga kesehatan yang berwenang dalam penyerahan
antibiotika kepada pasien. Jenis penelitian adalah observasional deskriptif.
Pengambilan data secara cross-sectional. Subjek penelitian merupakan Apoteker
sebanyak 34 orang yang bekerja di Apotek Wilayah Kota Yogyakarta. Analisis
data secara deskriptif sesuai Permenkes 73 tahun 2016.
Hasil penelitian menunjukkan persepsi Apoteker terhadap pelayanan
antibiotika masih belum sesuai dengan standar. Hal tersebut karena meskipun
Apoteker sangat sering melakukan pelayanan Pengkajian dan Pelayanan Resep
(46,94%) serta Dispensing (52,94%), Apoteker masih jarang melakukan
Pelayanan Informasi Obat (34,56%) dan konseling (36,64%) di Apotek. Selain itu,
Apoteker juga tidak pernah melakukan pelayanan Home Pharmacy Care
(67,06%), Pemantauan Terapi Obat (60,59%) serta Monitoring Efek Samping
Obat (64,71%) di Apotek. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa persepsi
Apoteker terhadap pelayanan antibiotika masih belum sesuai dengan standar
dikarenakan adanya hambatan seperti kurangnya permintaan akan pelayanan
pharmaceutical care (64,71%), kurangnya training pada Apoteker terkait
Pharmaceutical Care (64,71%) dan lack of private space/counseling care
(64,71%).
Kata kunci : antibiotika, apotek, apoteker, persepsi, yogyakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
ABSTRACT
Antibiotics are drugs to treat infections caused by bacteria. Inappropriate
use of antibiotics will cause the emergence of antibiotic-resistant (resistant)
germs. One form of irrational use of antibiotics is health workers who have a poor
level of compliance with prescribing standards and guidelines. This study aims to
determine the perceptions of pharmacists as health workers who are authorized in
the delivery of antibiotics to patients. This type of research is descriptive
observational. Data collection is cross-sectional. The research subjects were
pharmacists as many as 34 people who worked at the Yogyakarta City Pharmacy.
Data were analysed as descriptive according to Permenkes 73 of 2016.
The results showed that pharmacists' perceptions of antibiotic services
were still not in accordance with the standards. Because even though Pharmacist
are very often doing Studies and Prescription Services (46.94%) and Dispensing
(52.94%), Pharmacists rarely do Drug Information Services (34.56%) and
counseling (36.64%) in Pharmacy. In addition, Pharmacists never performed
Home Pharmacy services (67.06%), Drug Therapy Monitoring (60.59%) and
Monitoring of Drug Side Effects (64.71%) at the Pharmacy. From the results of
the study it can be concluded that Pharmacists' perceptions of antibiotic services
are still not in accordance with the standards due to barriers such as lack of
demand for pharmaceutical care services (64.71%), lack of training in Pharmacists
related to Pharmaceutical Care (64.71%) and lack of privat space/counseling care
(64.71%).
Keywords : antibiotics, pharmacies, pharmacists, perceptions, Yogyakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
PENDAHULUAN
Antibiotika adalah obat untuk mengatasi infeksi yang disebabkan oleh
bakteri (Kementerian Kesehatan RI, 2011c). Banyak penyakit infeksi yang
dianggap tidak dapat disembuhkan dan berpotensi mematikan sekarang dapat
diobati secara efektif dengan antibiotika (Katzung, 2017). Manfaat antibiotika
tidak perlu diragukan, namun jika penggunaannya kurang tepat akan
menyebabkan munculnya kuman yang kebal antibiotika (resisten). Hal tersebut
menyebabkan manfaat antibiotika tidak maksimal (Negara, 2014). Prevalensi
kuman yang resisten dapat mendorong penggunaan antibiotika yang lebih luas,
namun kurang berkhasiat atau menyebabkan toksik. Infeksi yang disebabkan oleh
kuman resisten antibiotika dikaitkan dengan peningkatan biaya, morbiditas dan
mortalitas (Katzung, 2017). Jika terus berlanjut, maka banyak penyakit yang tidak
dapat disembuhkan (Kementerian Kesehatan RI, 2011).
Salah satu bentuk penggunaan antibiotika yang tidak rasional adalah
tenaga kesehatan yang memiliki tingkat kepatuhan buruk terhadap standar dan
pedoman peresepan (WHO, 2015). Antibiotika sendiri harus diserahkan oleh
Apoteker kepada pasien atas resep dari dokter (Kementerian Kesehatan RI, 2009).
Permenkes No. 73 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian atau
Pharmaceutical Care di Apotek bertujuan untuk melindungi pasien dan
masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan
pasein (patient safety) (Kementerian Kesehatan RI, 2016).
Pelayanan Kefarmasian yang diberikan Apoteker kepada pasien yang
menerima peresepan antibiotika di Apotek Wilayah Kota Yogyakarta masih
belum dilaksanakan secara menyeluruh (Bahat, R.Y.A., 2018), sehingga peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian terhadap persepsi Apoteker selaku tenaga
kesehatan yang berwenang dalam penyerahan antibiotika kepada pasien.
Penelitian dilakukan di Apotek Wilayah Kota Yogyakarta dengan jumlah
apoteknya terbanyak nomor dua di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
(Kementerian Kesehatan RI, 2018). Dengan mengetahui persepsi Apoteker
terhadap pelayanan antibiotika, diharapkan dapat menjadi dasar untuk menyusun
program perbaikan pelayanan antibiotika agar lebih aman dan terkendali.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian observasional deskriptif. Peneliti
melakukan observasi tanpa adanya intervensi untuk mendapatkan gambaran
mengenai persepsi Apoteker dalam pelayanan antibiotika di Apotek Wilayah Kota
Yogyakarta. Pengambilan data secara cross-sectional, observasi hanya dilakukan
satu kali (Sumantri, 2011). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah profil
partisipan (apoteker), tingkat pengetahuan tentang penyakit infeksi, penerapan
standar pelayanan kefarmasian dan hambatan dalam pelayanan terhadap pasien
yang menggunakan antibiotika. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah
persepsi Apoteker.
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan persepsi merupakan
penggambaran Apoteker terhadap pelayanan antibiotika di Apotek melalui
jawaban terhadap 50 pertanyaan dalam kuesioner yang diberikan. Pelayanan
antibiotika yaitu meliputi penerapan Pelayanan Kefarmasian atau Pharmaceutical
Care sesuai standar Permenkes 73 tahun 2016. Pernyataan Apoteker “Tidak
Pernah” di maksudkan jika dalam seminggu Apoteker tidak pernah melakukan
Pelayanan Kefarmasian sedangkan pernyataan “Jarang” di maksudkan jika dalam
seminggu Apoteker melakukan Pelayanan Kefarmasian sebanyak 1-2 kali.
Pernyataan “Sering” di maksudkan jika dalam seminggu Apoteker melakukan
Pelayanan Kefarmasian sebanyak 3 kali sedangkan pernyataan “Sangat Sering” di
maksudkan jika dalam seminggu Apoteker melakukan Pelayanan Kefarmasian
lebih dari 3 kali.
Responden dalam penelitian ini adalah Apoteker yang berjumlah 34
orang, baik yang bertindak sebagai Apoteker Pengelola Apotek maupun Apoteker
Pendamping yang bekerja di Apotek-Apotek Kota Yogyakarta. Kriteria inklusi
dalam penelitian ini adalah Apoteker yang melayani resep antibiotika paling
sedikit 3 resep per-Minggu, sedangkan kriteria eksklusinya adalah Apoteker yang
tidak mengisi kuesioner dengan lengkap dan sedang cuti.
Penentuan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara systematic
random sampling. Sampel yang diacak hanya elemen pertama, selanjutnya dipilih
secara sistematik sesuai langkah yang sudah di tetapkan. Terdapat 131 Apotek
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
yang ada di Kota Yogyakarta (Kementerian Kesehatan RI, 2018) yang dapat di
asumsikan terdapat minimal 1 Apoteker di Apotek tersebut. Besar minimal
sampel dihitung menggunakan Rumus Slovin.
Keterangan :
n = Ukuran sampel
N= Ukuran populasi
e = Tingkat kekeliruan pengambilan sampel yang dapat ditolerir (Sedarmayanti
dan Hidayat, 2011)
Dipilih 34 Apotek dengan minimal 1 Apoteker di Apotek tersebut.
Pengambilan sampel dilakukan secara sistematik dengan perhitungan
34/131=1/2,59=1/3 (dibulatkan menjadi 1/3). Pengambilan elemen pertama
dilakukan secara acak sederhana, yaitu diambil sesuai nomor urutan 1 sampai
nomor 30 kemudian diambil setiap jarak 3 Apotek hingga diperoleh sebanyak 34
Apotek.
Penelitian ini menggunakan instrumen berupa kuesioner dengan
kombinasi pertanyaan terbuka dan tertutup. Pembuatan kuesioner berdasarkan
materi yang mengacu pada penerapan Pharmaceutical Care di Apotek sesuai
Permenkes No. 73 tahun 2016. Kuesioner terdiri dari empat bagian. Bagian
pertama berisi pertanyaan terkait profil Apoteker yang mengisi kuesioner. Bagian
kedua berisi pertanyaan mengenai tingkat pengetahuan Apoteker mengenai
penyakit infeksi yang berhubungan dengan penggunaan antibiotika. Bagian ketiga
berisi pertanyaan mengenai tingkat pengetahuan Apoteker mengenai Pelayanan
Kefarmasian terhadap pasien yang menggunakan antibiotika. Bagian keempat
berisi pertanyaan terkait hambatan Apoteker dalam memberikan layanan
Pharmaceutical Care terhadap pasien yang menggunakan antibiotika.
Sesuai dengan Surat Edaran Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta
nomor : 070/01218, penelitian ini tidak perlu menggunakan Surat Keterangan
Penelitian (SKP) ketika pelaksanaannya. Penelitian ini dinyatakan etis untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
dilakukan oleh Komisi Etik Penelitian Kedokteran Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Duta Wacana melalui sertifikat dengan No.
957/C.16/FK/2019.
Pengujian Kuesioner
Kuesioner dalam penelitian ini telah dilakukan uji pemahaman bahasa,
validitas dan reliabilitas. Uji pemahaman bahasa dilakukan dengan tujuan
mengetahui pemahaman responden terhadap apa yang ditanyakan pada kuesioner.
Kuesioner diberikan kepada 5 orang Apoteker untuk diisi. Berdasarkan uji
pemahaman bahasa, didapatkan hasil pada pernyataan yang mengandung kata
“Formulir” kurang dipahami oleh Apoteker, sehingga peneliti memberikan solusi
dengan melampirkan contoh formulir sesuai dengan Permenkes No. 73 tahun
2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek agar Apoteker dapat
mengetahui formulir yang dimaksud ketika hendak mengisi kuesioner.
Uji validitas menunjukkan sejauh mana suatu instrumen penelitian dapat
mengukur apa yang ingin diukur (Surahman dkk, 2016). Uji validitas dilakukan
dengan menggunakan uji validitas isi. Berdasarkan telaah dan revisi butir
pertanyaan/butir pernyataan oleh pendapat professional (Professional Judgement)
yaitu Apoteker, didapatkan hasil bahwa jawaban dari pernyataan “STS : Sangat
tidak setuju, TS : Tidak setuju, S : Setuju, SS : Sangat setuju” dirasa kurang tepat
untuk menjawab pernyataan mengenai Pelayanan Kefarmasian terhadap pasien
yang menggunakan antibiotika. Apoteker berpendapat bahwa dari jawaban
pernyataan tersebut, Apoteker cenderung menjawab pernyataan setuju. Dengan
demikian, pernyataan tersebut diganti berdasarkan frekuensi seberapa seringnya
dilakukan di Apotek, menjadi : “TP : Tidak Pernah” , “J : Jarang”, “S : Sering”
dan “SS : Sangat Sering”. Selanjutnya dilakukan pengurangan satu butir
pernyataan pada pernyataan “Saat menyerahkan antibiotika saya membuat salinan
resep sesuai resep asli dan diparaf oleh Apoteker”. Pengurangan pernyataan ini
karena pernyataan tersebut kurang relevan, dimana untuk memastikan infeksi
benar-benar terobati, antibiotika diberikan secara penuh oleh Apoteker sesuai
resep dokter dan harus diminum sampai habis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
Uji reliabilitas dilakukan pada 30 orang yang diuji menggunakan metode
Cronbach’s Alpha dengan bantuan program SPSS yang dimiliki oleh work station
Perpustakaan Universitas Sanata Dharma. Hasilnya kuesioner dapat dikatakan
reliabel karena didapatkan hasil Cronbach’s Alpha sebesar sebesar 0,948. Dapat
disimpulkan bahwa 65 pertanyaan pada angket reliabel, dimana kuesioner relatif
konsisten (memperoleh hasil yang sama) apabila pengukuran dilakukan secara
berulang karena nilai Cronbach’s Alpha lebih dari sama dengan 0,6 (Sani,
Fathnur., 2016).
Pengambilan Data
Sebanyak 34 Apotek di Wilayah Kota Yogyakarta yang telah dipilih
melalui systematic random sampling diberikan kuesioner yang ditujukan kepada
Apoteker yang bertindak sebagai Apoteker Pengelola Apotek maupun Apoteker
Pendamping. Pengambilan data dilakukan selama 3 Minggu dengan cara peneliti
mendatangi Apotek yang terpilih, kemudian peneliti memperkenalkan diri serta
memberitahukan maksud dan tujuan peneliti mendatangi Apotek. Peneliti
menentukan apakah Apoteker masuk ke dalam kriteria inklusi atau tidak, jika
masuk kriteria inklusi maka peneliti menjelaskan lebih lanjut mengenai kuesioner
penelitian dan meminta Apoteker untuk mengisi Informed Consent sebagai bukti
bahwa responden mengikuti penelitian dengan sukarela tanpa adanya paksaan
serta mengisi kuesioner secara lengkap. Peneliti berpindah ke Apotek lain jika
Apoteker di suatu Apotek masuk kriteria eksklusi. Peneliti dapat menunggu
hingga Apoteker selesai mengisi kuesioner jika Apoteker menginginkan.
Selanjutnya peneliti memeriksa kuesioner apabila masih terdapat data yang
kurang lengkap, peneliti meminta Apoteker untuk melengkapi kuesioner. Jika
Apoteker berhalangan untuk mengisi kuesioner saat itu, peneliti membuat janji
untuk mengambilnya dalam waktu 2-3 hari setelah kuesioner diberikan. Waktu
yang diperlukan untuk mengisi kuesioner sekitar 30 menit.
Pengolahan dan Penyajian Data
Data yang telah diperoleh terlebih dahulu dilakukan pengolahan data,
dengan cara memeriksa data dengan melakukan perhitungan terhadap banyaknya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
lembaran-lembaran kuesioner yang telah diisi. Hal tersebut bertujuan untuk
mengetahui apakah jumlah lembaran kuesioner telah sesuai dengan jumlah yang
disebar. Koreksi juga dilakukan untuk memeriksa kelengkapan data kuesioner.
Pada tahap ini dipilih kuesioner yang memenuhi kriteria inklusi dan kuesioner
yang tidak lengkap akan dikeluarkan. Setelah memeriksa data, dilakukan tabulasi
data, jawaban responden yang sama dalam masing-masing pertanyaan
dikelompokkan dan dihitung presentasenya lalu disajikan dalam bentuk tabel serta
grafik untuk dianalisis secara deskriptif sesuai Permenkes No. 73 tahun 2016
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Profil Apoteker
Dalam penelitian ini, profil Apoteker yang ditanyakan adalah jenis
kelamin, umur, tahun lulus, peran Apoteker, pendidikan terakhir, pengalaman
kerja, jumlah resep antibiotika rata-rata per-Minggu, riwayat pribadi tentang
penyakit infeksi yang kronis, adanya anggota keluarga atau teman dekat yang
mempunyai riwayat penyakit infeksi yang kronis, serta pendapat Apoteker tentang
keyakinan penggunaan Antibiotika mempengaruhi kemampuan untuk
memberikan Pelayanan Kefarmasian untuk pasien yang menggunakan
Antibiotika.
Berdasarkan kategori gender, Apoteker dengan jenis kelamin perempuan
sebanyak 31 orang (91,18%) lebih banyak dibandingkan Apoteker dengan jenis
kelamin laki-laki sebanyak 3 orang (8,82%). Berdasarkan kategori umur,
Apoteker dengan umur 26-35 tahun sebanyak 14 orang (41,18%,) lebih banyak
dibandingkan Apoteker dengan umur <26 tahun sebanyak 11 orang (32,35%),
umur 36-50 tahun sebanyak 8 orang (23,53%) dan umur >50 tahun sebanyak 1
orang (2,94%). Usia Apoteker menunjukkan bahwa kebanyakan Apoteker masih
berada dalam usia produktif, sehingga dapat menjalankan perannya sebagai
Apoteker di Apotek. Usia produktif di Indonesia berada pada usia 15-64 tahun
(Sulistya, 2017).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
11 14
8
1
0
10
20
<26 tahun 26-35 tahun
36-50 tahun >50 tahun
Berdasarkan kategori tahun lulus Apoteker, Apoteker yang lulus antara
tahun 2011-2019 sebanyak 21 orang (61,76%) lebih banyak dibandingkan yang
lulus antara tahun 2000-2010 sebanyak 11 orang (32,35%) dan lulus sebelum
tahun 2000 sebanyak 2 orang (5,89%). Berdasarkan kategori peran di Apotek,
Apoteker dengan peran Apoteker Pengelola Apotek (APA) sebanyak 19 orang
(55,88%) lebih banyak dibandingkan Apoteker dengan peran Apoteker
Pendamping (APING) sebanyak 15 orang (44,12%). APA yang berhalangan
untuk melakukan Pelayanan Kefarmasian di Apotek, maka ia dapat digantikan
oleh APING (Sulistya dkk, 2017), termasuk dalam pelayanan resep antibiotika.
Berdasarkan kategori pendidikan terakhir, Apoteker dengan pendidikan
terakhir Program Studi Profesi Apoteker (PSPA) sebanyak 30 orang (88,23%)
lebih banyak dibandingkan Apoteker dengan pendidikan terakhir S2 (Magister)
sebanyak 4 orang (11,77%). Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus
Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker (Kementerian
Kesehatan RI, 2016). Pendidikan Apoteker sendiri ditempuh selama kurang lebih
Gambar 1. Perbandingan Jumlah Apoteker
Berdasarkan Jenis Kelamin
Gambar 2. Perbandingan Jumlah Apoteker
Berdasarkan Umur
Gambar 3. Perbandingan Jumlah Apoteker
Berdasarkan Tahun Lulus Apoteker
Gambar 4. Perbandingan Jumlah Apoteker
Berdasarkan Perannya di Apotek
3
31
0
10
20
30
40
Laki-laki Perempuan
2
11
21
0
20
40
< tahun 2000 Tahun 2000-2010
Tahun 2011-2019
19 15
0
5
10
15
20
APA APING
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
1 tahun. Menurut Khan dkk (2016), Apoteker yang memiliki kualifikasi
pascasarjana memiliki persepsi positif dan lebih terlibat aktif dalam pemberian
antibiotika yang bijak. Berdasarkan kategori pengalaman kerja, Apoteker dengan
pengalaman kerja kurang dari 5 tahun sebanyak 17 orang (50%) lebih banyak
dibandingkan Apoteker dengan pengalaman kerja 5-9 tahun sebanyak 7 orang
(20,60%), pengalaman kerja 10-14 tahun sebanyak 6 orang (17,64%), pengalaman
kerja 15-20 tahun sebanyak 3 orang (8,82%) dan pengalaman kerja lebih dari 20
tahun sebanyak 1 orang (2,94%). Menurut Kaswindiarti (2015), pengalaman kerja
merupakan faktor yang mempengaruhi persepsi Apoteker dalam praktek
kefarmasian. Seorang Apoteker juga memiliki peran long life learner, Apoteker
harus terus belajar sejak kuliah hingga bekerja untuk mengasah keterampilan dan
pengalamannya (Sulistya dkk, 2017).
Berdasarkan kategori jumlah resep antibiotika rata-rata per-Minggu,
Apoteker yang melayani 3-5 resep sebanyak 18 orang (52,94%) lebih banyak
dibandingkan Apoteker yang melayani lebih dari 5 resep sebanyak 16 orang
(47,06%). Tidak ada aturan yang mengatur jumlah resep maksimal yang dilayani
(Sulistya dkk, 2017). Jumlah lembar resep yang masuk ke Apotek diperkirakan
dipengaruhi oleh lama Apotek buka perhari, jumlah hari Apotek buka selama
seminggu, adanya praktek dokter dan faktor lain seperti lokasi yang berdekatan
dengan pusat kesehatan atau lokasi yang ramai (Suyono, 2006). Berdasarkan
kategori riwayat pribadi tentang penyakit infeksi yang kronis, Apoteker yang
tidak memiliki riwayat pribadi penyakit infeksi kronis sebanyak 29 orang
(85,30%) lebih banyak dibandingkan Apoteker yang memiliki riwayat pribadi
penyakit infeksi kronis sebanyak 5 orang (14,70%).
Gambar 5. Perbandingan Jumlah Apoteker
Berdasarkan Pendidikan Terakhir Gambar 6. Perbandingan Jumlah Apoteker
Berdasarkan Pengalaman Kerja
30
4
0
10
20
30
40
PSPA Magister
17
7 6 3 1
0
20
<5 tahun 5-9 tahun
10-14 tahun 15-20 tahun
>20 tahun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
0
18 16
0
5
10
15
20
<3 lembar 3-5 lembar >5 lembar
8
26
0
10
20
30
Memiliki Tidak Memiliki
Berdasarkan kategori adanya anggota keluarga atau teman dekat yang
mempunyai riwayat penyakit infeksi yang kronis, Apoteker yang tidak memiliki
keluarga atau teman dekat yang mempunyai riwayat penyakit infeksi yang kronis
sebanyak 26 orang (76,47%) lebih banyak dibandingkan Apoteker yang memiliki
keluarga atau teman dekat yang mempunyai riwayat penyakit infeksi yang kronis
sebanyak 8 orang (23,53%). Berdasarkan kategori pendapat Apoteker tentang
keyakinan penggunaan Antibiotika memengaruhi kemampuan untuk memberikan
Pelayanan Kefarmasian untuk pasien yang menggunakan antibiotika, Apoteker
yang menjawab percaya sebanyak 20 orang (58,82%) lebih banyak dibandingkan
Apoteker yang menjawab mungkin sebanyak 10 orang (29,41%) dan menjawab
tidak percaya sebanyak 4 orang (11,77%). Berdasarkan pernyataan tersebut
Apoteker merasa bahwa penggunaan antibiotika oleh Apoteker berpengaruh
terhadap pemberian Pelayanan Kefarmasian untuk pasien yang menggunakan
antibiotika.
Gambar 7. Perbandingan Jumlah Resep Rata-rata
Antibiotika per-Minggu Gambar 8. Perbandingan Jumlah Apoteker
Berdasarkan Riwayat Pribadi Penyakit Infeksi
Kronis
Gambar 9. Perbandingan Jumlah Apoteker
Berdasarkan Keluarga/Teman Dekat yang
Mempunyai Riwayat Penyakit Infeksi Kronis
Gambar 10. Perbandingan Jumlah Apoteker
Berdasarkan Keyakinan Bahwa Penggunaan
Antibiotika Mempengaruhi Kemampuan
Pelayanan Kefarmasian
5
29
0
10
20
30
40
Memiliki Tidak Memiliki
20
10
4
0
10
20
30
Percaya Mungkin Tidak Percaya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
Tingkat Pengetahuan Apoteker Mengenai Penyakit Infeksi
Penyakit infeksi merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri dan
pengatasannya dapat menggunakan antibiotika (Kementerian Kesehatan RI,
2011c). Apoteker wajib memahami penyakit infeksi agar dapat memberikan
pelayanan antibiotika yang sesuai kepada pasien. Berdasarkan hasil, Apoteker
yang menjawab “baik” (Apoteker yang tahu pengobatan yang dibutuhkan, cara
pencegahan dan faktor risiko penyakit Infeksi) yaitu sebanyak 25 Apoteker
(73,53%) lebih banyak dibandingkan Apoteker yang menjawab “sedang”
(Apoteker yang hanya tahu faktor risiko penyakit Infeksi) yaitu sebanyak 9
Apoteker (26,47%).
Menurut Pedoman Pelayanan Kefarmasian untuk Terapi Antibiotika
tahun 2011, Apoteker berperan penting mengendalikan resistensi antibiotika
dengan cara mendorong penggunaan antibiotika secara bijak, termasuk di
dalamnya pemilihan antibiotika yang tepat. Oleh sebab itu, Apoteker diwajibkan
mengetahui informasi mengenai antibiotika yang diresepkan oleh dokter untuk
menunjang terapi pasien. Pencegahan penyakit infeksi juga perlu diketahui oleh
Apoteker agar Apoteker dapat menginformasikan hal tersebut kepada pasien agar
pasien dapat terhindar dari penyakit infeksi. Apoteker juga harus mengetahui
risiko penyakit infeksi agar dapat mengurangi keparahan penyakit pada pasien.
Sebanyak 9 Apoteker yang menjawab “sedang” kemudian memilih
pernyataan yang dianggap sebagai hambatannya dalam memahami penyakit
infeksi. Pernyataan pertama yaitu “Kurangnya materi penyakit infeksi pada
pendidikan S1” menunjukkan sebanyak 5 Apoteker (55,56%) menjawab tidak
Gambar 11. Perbandingan Jumlah Apoteker
Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Mengenai
Penyakit Infeksi
0
9
25
0
10
20
30
Buruk Sedang Baik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
setuju. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa Apoteker
cenderung merasa cukup terhadap materi penyakit infeksi yang didapat pada
pendidikan S1. Berdasarkan pengalaman selama masa kuliah, penulis cukup
mendapatkan materi mengenai penyakit infeksi, namun memang perlu diimbangi
dengan praktek untuk lebih memahami penyakit infeksi, terutama dalam melihat
hasil laboratorium pasien serta pemilihan terapi penyakit infeksi.
Pernyataan kedua yaitu “Pelatihan yang kurang memadai di bidang
Pelayanan Kefarmasian klinis bagi para Apoteker seperti workshop” menunjukkan
sebanyak 5 Apoteker (55,56%) menjawab setuju. Berdasarkan pernyataan tersebut
dapat diketahui bahwa Apoteker merasa pelatihan di bidang Pelayanan
Kefarmasian klinis yang kurang memadai berpengaruh pada tingkat pengetahuan
Apoteker mengenai penyakit infeksi. Pelatihan di bidang Pelayanan Kefarmasian
klinis dibutuhkan bagi Apoteker untuk peningkatan pelayanannya pada pasien,
terlebih saat ini Pelayanan Kefarmasian berorientasi pada pasien (Kementerian
Kesehatan RI, 2016). Oleh karena itu dibutuhkan dukungan dari Pemerintah
Pusat, Dinas Kesehatan serta Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) setempat untuk
terwujudnya pelatihan tersebut.
Pernyataan ketiga yaitu “Hanya sedikit resep antibiotika yang
diresepkan” menunjukkan sebanyak 4 Apoteker (44,44%) menjawab tidak setuju.
Dari penyataan tersebut dapat diketahui bahwa Apoteker merasa banyak
sedikitnya resep antibiotika yang diresepkan tidak berpengaruh pada tingkat
pengetahuan Apoteker mengenai penyakit infeksi. Jumlah lembar resep yang
masuk ke Apotek kemungkinan dipengaruhi oleh lama Apotek buka perhari,
jumlah hari Apotek buka selama Seminggu, adanya praktek dokter dan faktor lain
seperti lokasi yang berdekatan dengan pusat kesehatan atau lokasi yang ramai
(Suyono, 2006).
Pernyataan keempat yaitu “Kurangnya minat dalam memahami penyakit
infeksi” menunjukkan sebanyak 6 apoteker (66,67%) menjawab tidak setuju.
Berdasarkan pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa Apoteker merasa
memiliki minat tersendiri dalam memahami penyakit infeksi. Penyakit infeksi
sendiri masih termasuk dalam kelompok sepuluh penyakit terbanyak di Indonesia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
(Kementerian Kesehatan RI, 2011b). Hal tersebut akan berdampak dengan
peningkatan peresepan Antibiotika, yang mana akan sejalan pula dengan
peningkatan kejadian resistensi jika kurang bijak dalam penggunaannya. Apoteker
diharapkan dapat berperan aktif dalam memberikan informasi, konseling dan
edukasi kepada pasien secara individual ataupun kepada masyarakat secara umum
(Kementerian Kesehatan RI, 2011b).
Pernyataan kelima yaitu “Kurangnya sumber informasi tentang
penggunaan antibiotika” menunjukkan sebanyak 5 Apoteker (55,56%) menjawab
tidak setuju. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa Apoteker
merasa sudah memiliki sumber informasi yang cukup tentang penggunaan
Antibiotika. Salah satu sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menunjang
Pelayanan Kefarmasian di Apotek adalah tersedianya buku-buku referensi
(Kementerian Kesehatan RI, 2016). Berdasarkan pengalaman pengalaman selama
masa kuliah, penulis juga dikenalkan sumber informasi mengenai obat-obatan
baik berupa buku referensi atau referensi online seperti situs Medscape.com serta
jurnal-jurnal pendukung. Ketersediaan sumber informasi terutama yang mencakup
tentang penggunaan antibiotika diharapkan dapat membantu Apoteker dalam
melakukan Pelayanan Kefarmasian.
Pernyataan keenam yaitu “Pemberian KIE untuk peningkatan ketaatan
penggunaan antibiotika dianggap lebih sulit dibandingkan pemberian KIE pada
penggunaan obat-obat kardiovaskular atau penyakit endokrin” menunjukkan
sebanyak 6 Apoteker (66,67%) menjawab setuju. Berdasarkan pernyataan tersebut
dapat diketahui bahwa Apoteker merasa sulit memberikan KIE untuk peningkatan
ketaatan penggunaan antibiotika terhadap pengobatan penyakit infeksi. Hal ini
sesuai dengan penelitian Karuniawati (2015) yang menyebutkan bahwa rendahnya
keterampilan komunikasi tenaga kesehatan dapat menyebabkan kurangnya
pemahaman pasien terhadap terapi yang dijalani. Apoteker diharapkan dapat terus
belajar untuk mengasah keterampilan dan pengalamannya (Sulistya dkk, 2017),
khususnya dalam pemberian KIE untuk peningkatan ketaatan penggunaan
antibiotika.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
Berdasarkan hasil di atas dapat diketahui dua hambatan yang cenderung
dirasakan Apoteker yang berpengaruh terhadap tingkat pengetahuannya mengenai
penyakit infeksi. Hambatan yang pertama yaitu pelatihan yang kurang memadai di
bidang Pelayanan Kefarmasian klinis bagi para Apoteker seperti workshop.
Hambatan yang kedua yaitu pemberian KIE untuk peningkatan ketaatan
penggunaan antibiotika yang dianggap lebih sulit dibandingkan pemberian KIE
pada penggunaan obat-obat kardiovaskular atau penyakit endokrin.
Persepsi Apoteker terhadap Pelayanan Antibiotika berdasarkan Penerapan
Standar Pelayanan Kefarmasian
Usaha peningkatan kesehatan masyarakat dapat dilakukan oleh Apoteker
di Apotek dengan mengaplikasikan konsep Pelayanan Kefarmasian
(Pharmaceutical Care) (Latifah dkk, 2016). Pada bagian ini disajikan hasil
penelitian tentang persepsi Apoteker terhadap pelayanan antibiotika berdasarkan
Penerapan Pelayanan Kefarmasian terhadap pasien yang menggunakan antibiotika
berdasarkan standar Permenkes nomor 73 tahun 2016 yang meliputi : a.
Pengkajian dan Pelayanan Resep, b. Dispensing, c. Pelayanan Informasi Obat, d.
Konseling, e. Home Pharmacy Care, f. Pemantauan Terapi Obat (PTO) dan g.
Monitoring Efek Samping Obat (MESO).
Hasil penelitian menunjukkan Apoteker memiliki persepsi sangat sering
melakukan Pengkajian dan Pelayanan Resep di Apotek (46,94%). Hasil ini sejalan
dengan penelitian Bahat (2018) yang menyebutkan bahwa Pelayanan Kefarmasian
Gambar 12. Perbandingan Jumlah Apoteker Berdasarkan Hambatan Rendahnya Tingkat
Pengetahuan Apoteker Mengenai Penyakit Infeksi
Kurangnya
Materi
Selama
Kuliah
Kurangnya
Pelatihan
Pelayanan
Kefarmasian
Resep
Antibiotika
yang Sedikit
Kurangnya
Minat Pada
Penyakit
Infeksi
Kurangnya
Sumber
Informasi
Antibiotika
Pemberian
KIE
Antibiotika
Sulit
STS 1 0 2 1 1 0
TS 5 2 4 6 5 3
S 3 5 3 2 3 6
SS 0 2 0 0 0 0
01234567
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
Pengkajian dan Pelayanan Resep sudah dilakukan dan termasuk kategori baik di
Apotek Wilayah Kota Yogyakarta. Menurut Sugiyono (2009) tujuan dilakukannya
pengkajian resep adalah untuk mencegah terjadinya kelalaian pencantuman
informasi, penulisan resep yang buruk dan penulisan resep yang tidak tepat.
Apoteker berperan penting dalam melakukan Pengkajian dan Pelayanan Resep,
karena jika terdapat keraguan pada resep atau ada obat yang tidak tersedia,
Apoteker harus mengkonsultasikannya kepada dokter (Kementerian Kesehatan
RI,2011d).
Hasil penelitian menunjukkan Apoteker memiliki persepsi sangat sering
melakukan Dispensing di Apotek (52,94%). Hasil ini sejalan dengan penelitian
Bahat (2018) yang menyebutkan bahwa Pelayanan Kefarmasian Dispensing sudah
dilakukan dan termasuk kategori baik di Apotek Wilayah Kota Yogyakarta.
Dispensing merupakan bagian penting dalam praktik kefarmasian, dimana
Apoteker menganalisis dan sekaligus menyediakan obat yang diminta oleh dokter
melalui lembar resep (Hendriati, 2013). Apoteker berperan penting dalam
melakukan Dispensing untuk mencegah kesalahan saat pengambilan, perhitungan
dan pengemasan antibiotika. Terdapat hasil yang menarik dalam pelayanan ini,
dimana 50% Apoteker dalam penelitian ini memiliki persepsi tidak pernah
melakukan dokumentasi catatan pengobatan pasien sesuai dengan formulir 5
Permenkes 73 tahun 2016 setelah selesai menyerahkan antibiotika. Dispensing
harus didokumentasikan untuk mengetahui catatan pengobatan pasien
(Kementerian Kesehatan RI, 2016).
Hasil penelitian menunjukkan Apoteker memiliki persepsi jarang
melakukan Pelayanan Informasi Obat (PIO) di Apotek (34,56%). Hasil ini sejalan
dengan penelitian Atmini dkk (2011) yang menyebutkan bahwa Pelayanan
Kefarmasian PIO belum sepenuhnya dilakukan di Apotek Kota Yogyakarta. PIO
bertujuan untuk menyediakan dan memberikan informasi obat kepada pasien
untuk menunjang penggunaan obat rasional (Kementerian Kesehatan RI, 2011d).
Apoteker berperan penting dalam melakukan PIO agar pasien dapat menggunakan
antibiotika secara rasional sehingga dapat mencegah terjadinya resistensi
antibiotika. Terdapat hasil yang menarik dalam pelayanan ini, dimana 55,88%
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
Apoteker dalam penelitian ini memiliki persepsi tidak pernah melakukan
penelitian mengenai penggunaan obat/antibiotika dan 47,06% Apoteker dalam
penelitian ini memiliki persepsi tidak pernah melakukan dokumentasi sesuai
dengan formulir 6 Permenkes 73 tahun 2016 setelah selesai melakukan PIO.
Penelitian mengenai penggunaan obat/antibiotika penting untuk dilakukan agar
Apoteker dapat mengetahui bagaimana pasien menggunakan obat/antibiotika
setelah diberikan Pelayanan Kefarmasian. PIO harus didokumentasikan untuk
membantu penelusuran kembali dalam waktu yang relatif singkat (Kementerian
Kesehatan RI, 2016).
Hasil penelitian menunjukkan Apoteker memiliki persepsi jarang
melakukan Konseling di Apotek (36,64%). Hasil ini juga sejalan dengan
penelitian Bahat (2018) yang menyebutkan bahwa Pelayanan Kefarmasian
Konseling sudah dilakukan namun masih masuk dalam kategori cukup, yaitu tidak
sepenuhnya dilakukan di Apotek Kota Yogyakarta. Tujuan Konseling adalah
memberikan pemahaman yang benar mengenai obat kepada pasien mengenai
nama, tujuan, jadwal, cara dan lama menggunakan, ESO, tanda toksisitas dan
cara penyimpanan obat. Apoteker berperan penting dalam memberikan pelayanan
ini agar pasien memperoleh keyakinan akan kemampuannya dalam penggunaan
obat yang benar (Kementerian Kesehatan RI, 2011d). Penggunaan antibiotika
yang benar akan mengurangi kemungkinan terjadinya resistensi antibiotika,
karena tidak digunakan sembarangan. Terdapat hasil yang menarik dalam
pelayanan ini, dimana 55,88% Apoteker penelitian ini memiliki persepsi tidak
pernah melakukan dokumentasi Konseling sesuai dengan formulir 7 Permenkes
73 tahun 2016 setelah selesai melakukan Konseling. Konseling harus
didokumentasikan oleh Apoteker dengan cara meminta tanda tangan pasien
sebagai bukti bahwa pasien memahami informasi yang diberikan dalam konseling
(Kementerian Kesehatan RI, 2016).
Hasil penelitian menunjukkan Apoteker memiliki persepsi tidak pernah
melakukan Home Pharmacy Care di Apotek (67,06%). Hasil ini sejalan dengan
penelitian Atmini (2011) yang menyebutkan bahwa Pelayanan Kefarmasian Home
Pharmacy Care belum sepenuhnya dilakukan di Apotek Kota Yogyakarta karena
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
kurangnya staf untuk dapat melakukan pemantauan pada pasien Home Pharmacy
Care. Antibiotika termasuk obat keras yang harus didapat menggunakan resep
dari dokter (Kementerian Kesehatan RI, 2009), sehingga antibiotika tidak bisa
didapatkan secara bebas dan hal ini dapat mengurangi jumlah resep antibiotika
yang masuk ke Apotek. Jumlah resep antibiotika yang masuk di Apotek Wilayah
Kota Yogyakarta sendiri yaitu 3-5 lembar dalam kurun waktu seminggu, yang
mana hal ini juga berpengaruh terhadap tidak dilakukannya pelayanan ini. Tujuan
dari Home Pharmacy Care sendiri adalah tercapainya keberhasilan terapi obat
bagi pasien yang kemungkinan mendapatkan risiko masalah terkait obat (Depkes
RI, 2008), khusunya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan kronis
(Kementerian Kesehatan RI, 2016). Apoteker berperan penting dalam pelayanan
ini untuk membantu keberhasilan terapi. Keberhasilan terapi antibiotika tentu
membutuhkan kepatuhan konsumsi obat yang dapat dipantau oleh Apoteker.
Hasil penelitian menunjukkan Apoteker memiliki persepsi tidak pernah
melakukan Pemantauan Terapi Obat (PTO) di Apotek (60,59%). Hasil ini sejalan
dengan penelitian Bahat (2018) yang menyebutkan bahwa Pelayanan Kefarmasian
PTO tidak dilakukan di Apotek Wilayah Kota Yogyakarta. Tujuan dari PTO
adalah untuk memastikan seorang pasien mendapatkan terapi obat yang efektif
dan terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping
(Kementerian Kesehatan RI, 2016). Pelayanan ini penting dilakukan Apoteker
karena terapi antibiotika yang tidak sesuai baik dari segi pemilihan terapi dan
dosis dapat menyebabkan munculnya resistensi antibiotika yang dikaitkan dengan
peningkatan biaya, morbiditas, dan mortalitas (Katzung, 2017).
Hasil penelitian menunjukkan Apoteker memiliki persepsi tidak pernah
melakukan Monitoring Efek Samping Obat (MESO) di Apotek (64,71%). Hasil
ini sejalan dengan Mulyagustina dkk (2017) yang menyatakan bahwa Apoteker
tidak memiliki waktu yang cukup sehingga Pelayanan Kefarmasian salah satunya
MESO tidak dapat dilakukan. Tujuan dari MESO adalah pemantauan respon
terhadap obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis
normal untuk terapi pasien (Kementerian Kesehatan RI, 2016). Pelayanan ini
penting dilakukan Apoteker karena dapat mengetahui ESO yang berbahaya serta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
jarang terjadi, menentukan frekuensi terjadinya ESO serta meminimalkan ESO
untuk keselamatan pasien.
Dari hasil penelitian dapat diketahui persepsi Apoteker terhadap
pelayanan antibiotika berdasarkan standar Permenkes nomor 73 tahun 2016 yaitu
Apoteker memiliki persepsi sangat sering melakukan pelayanan Pengkajian dan
Pelayanan Resep (46,94%) serta pelayanan Dispensing (52,94%) di Apotek.
Apoteker memiliki persepsi jarang melakukan pelayanan Pelayanan Informasi
Obat (PIO) (34,56%) serta pelayanan Konseling (36,64%) di Apotek. Apoteker
memiliki persepsi tidak pernah melakukan pelayanan Home Pharmacy Care
(67,06%), pelayanan Pemantauan Terapi Obat (PTO) (60,59%) serta pelayanan
Monitoring Efek Samping Obat (MESO) (64,71%) di Apotek.
Terdapat hasil yang menarik, dimana hampir semua Apoteker memiliki
persepsi tidak pernah melakukan dokumentasi setelah memberikan Pelayanan
Kefarmasian. Penelitian Mulyagustina dkk (2017) menyatakan bahwa Apoteker di
Apotek tidak memiliki waktu yang cukup untuk melakukan Pelayanan
Kefarmasian seperti MESO serta melakukan dokumentasi.
0,00%
10,00%
20,00%
30,00%
40,00%
50,00%
60,00%
70,00%
80,00%
TP
J
S
SS
Gambar 13. Perbandingan Jumlah Apoteker berdasarkan Persespi Apoteker terhadap Pelayanan
Antibiotika sesuai Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
Hambatan Apoteker dalam Memberikan Pelayanan Kefarmasian/
Pharmaceutical Care
Setiap standar Pelayanan Kefarmasian atau Pharmaceutical Care
memiliki tolak ukur yang harus diikuti oleh apoteker dalam mengelola apotek
(Mulyagustina dkk, 2017). Untuk mewujudkan Pelayanan Kefarmasian sesuai
standar di Apotek bukanlah hal yang mudah, pasti terdapat hambatan-hambatan
tertentu dalam melaksanakannya. Pada bagian ini Apoteker memilih pernyataan-
pernyataan yang dianggap sebagai hambatan dalam memberikan layanan
Pharmaceutical Care terhadap pasien yang menggunakan antibiotika.
Pernyataan pertama yaitu “Kurangnya pengetahuan Apoteker tentang
penggunaan antibiotika” menunjukkan sebanyak 15 Apoteker (44,12%) menjawab
tidak setuju. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa Apoteker sudah
paham tentang penggunaan antibiotika. Dalam melakukan Pelayanan
Kefaramasian di Apotek, Apoteker juga dituntut untuk mampu mengidentifikasi
kebutuhan akan pengembangan diri baik melalui pelatihan, pendidikan
berkelanjutan atau mandiri (Kementerian Kesehatan RI, 2016). Diharapkan
Apoteker dapat mengembangkan pengetahuannya, misalnya dengan cara
mengakses jurnal atau membaca panduan yang membahas tentang penggunaan
antibiotika.
Pernyataan kedua yaitu “Pasien tidak mengerti kepentingan
Pharmaceutical Care sehingga tidak perlu diberikan” menunjukkan sebanyak 16
Apoteker (47,06%) menjawab tidak setuju. Berdasarkan hasil tersebut dapat
diketahui bahwa menurut Apoteker pasien sudah mengerti kepentingan
Pharmaceutical Care, sehingga Apoteker perlu memberikan Pharmaceutical
Care kepada pasien. Apoteker seharusnya tetap berinisiatif memberikan layanan
Pharmaceutical Care pada pasien yang mendapatkan resep antibiotika, karena
bisa jadi pasien memiliki pengetahuan yang kurang spesifik terkait pentingnya
penggunaan antibiotika secara teratur (Tamayanti dkk, 2016), yang dapat menjadi
salah satu pemicu terjadinya resistensi antibiotika.
Pernyataan ketiga yaitu “Kurangnya training pada Apoteker terkait
Pharmaceutical Care” menunjukkan sebanyak 22 Apoteker (64,71%) menjawab
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
setuju. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa Apoteker membutuhkan
pelatihan terkait Pharmaceutical Care kepada pasein yang menggunakan
antibiotika. Apoteker sendiri dalam melakukan Pelayanan Kefarmasian dituntut
untuk memenuhi kriteria mampu mengidentifikasi kebutuhan akan pengembangan
diri baik melalui pelatihan, seminar, workshop, pendidikan berkelanjutan atau
mandiri (Kementerian Kesehatan RI, 2016). Hasil ini juga sesuai dengan
penelitian Syaripuddin (2013), yang menyatakan bahwa Apoteker yang kurang
terlatih dalam melakukan Pharmaceutical Care merupakan salah satu hambatan
dalam melakukan Pharmaceutical Care. Oleh karena itu dibutuhkan dukungan
dari Pemerintah Pusat, Dinas Kesehatan serta Ikatan Apoteker Indonesia (IAI)
setempat untuk terwujudnya pelatihan tersebut.
Pernyataan keempat yaitu “Kurangnya jumlah staf” menunjukkan
sebanyak 16 Apoteker (47,06%) menjawab setuju. Berdasarkan hasil tersebut
dapat diketahui bahwa Apoteker membutuhkan tambahan jumlah staf di Apotek
tempat Apoteker berpraktik. Dalam hal sumber daya manusia, Pelayanan
Kefarmasian di Apotek sebenarnya dapat dibantu oleh Apoteker Pendamping
dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian yang memiliki Surat Tanda Registrasi dan
Surat Izin Praktek (Kementerian Kesehatan RI, 2016).
Pernyataan kelima yaitu “Apoteker kurang terampil dalam komunikasi”
menunjukkan sebanyak 23 Apoteker (67,65%) menjawab tidak setuju.
Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa Apoteker sudah terampil dalam
melakukan komunikasi. Hal tersebut sudah sejalan dengan standar Permenkes 73
tahun 2016 yang menyatakan dalam melakukan Pelayanan Kefarmasian seorang
Apoteker harus menjalankan peran sebagai komunikator. Tentu seorang Apoteker
sudah dibekali kemampuan untuk berkomunikasi dengan pasien maupun profesi
kesehatan lainnya sehubungan dengan terapi pasien (Kementerian Kesehatan RI,
2016).
Pernyataan keenam yaitu “Kurangnya sumber informasi terkait
antibiotika” menunjukkan sebanyak 24 Apoteker (70,59%) menjawab tidak
setuju. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa Apoteker sudah
memiliki sumber informasi terkait pemberian Pelayanan Kefarmasian antibiotika.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
Terdapat banyak referensi yang dapat digunakan Apoteker baik berupa buku
referensi atau referensi online seperti situs Medscape.com serta jurnal-jurnal
pendukung. Ketersediaan sumber informasi terutama yang mencakup tentang
penggunaan antibiotika diharapkan dapat membantu Apoteker dalam melakukan
Pelayanan Kefarmasian.
Pernyataan ketujuh yaitu “Kurangnya keterampilan Apoteker dalam
membuat dan mengelola dokumentasi” menunjukkan sebanyak 19 Apoteker
(55,88%) menjawab tidak setuju. Hal ini menunjukkan bahwa Apoteker merasa
sudah terampil dalam membuat dan mengelola dokumentasi. Dalam pembuatan
dan pengelolaan dokumentasi, yang perlu diperhatikan adalah Apoteker harus
dapat membagi waktu yang tersedia agar dapat membuat dan mengelola
dokumentasi. Penelitian Mulyagustina dkk (2017) menyatakan bahwa Apoteker di
Apotek tidak memiliki waktu yang cukup untuk melakukan dokumentasi.
Pernyataan kedelapan yaitu “Kurangnya permintaan/kebutuhan pasien
akan pelayanan Pharmaceutical Care” menunjukkan sebanyak 22 Apoteker
(64,71%) menjawab setuju. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa
Apoteker merasa pasien harus terlebih dahulu meminta Pharmaceutical Care
kepada Apoteker, barulah Apoteker memberikan layanan Pharmaceutical Care.
Apoteker seharusnya terap berinisiatif memberikan layanan Pharmaceutical Care,
karena bisa jadi pasien memiliki pengetahuan yang kurang spesifik terkait
pentingnya penggunaan antibiotika secara teratur (Tamayanti dkk, 2016), yang
dapat menjadi salah satu pemicu terjadinya resistensi antibiotika.
Pernyataan kesembilan yaitu “Lack of private space/counseling care”
menunjukkan sebanyak 22 Apoteker (64,71%) menjawab setuju. Berdasarkan
hasil tersebut dapat diketahui bahwa Apoteker merasa membutuhkan ruang
konseling untuk memberikan Pelayanan Kefarmasian kepada pasein yang
menggunakan antibiotika. Hal ini sesuai dengan penelitian Mulyagustina dkk
(2017), yang menyatakan bahwa tidak adanya ruang layanan konseling
merupakan salah satu hambatan dalam melakukan Pharmaceutical Care.
Pernyataan kesepuluh yaitu “Kurangnya dukungan dari pimpinan”
menunjukkan sebanyak 25 Apoteker (73,53%) menjawab tidak setuju.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
Berdasarkan hasil tersebut dapat kita ketahui bahwa Apoteker merasa sudah
mendapat dukungan dari pimpinannya untuk melakukan Pelayanan Kefarmasian
kepada pasien yang menggunakan antibiotika di Apotek. Pimpinan yang
dimaksud adalah Apoteker Pengelola Apotek.
Pernyataan kesebelas yaitu “Apoteker kurang inovatif dalam
memberikan KIE (Konseling, Informasi dan Edukasi) untuk meningkatkan
ketaatan pasien dalam menggunakan antibitotika” menunjukkan sebanyak 27
Apoteker (79,41%) menjawab tidak setuju. Dari hasil tersebut dapat diketahui
bahwa Apoteker sudah inovatif dalam memberikan KIE untuk meningkatkan
ketaatan pasien dalam menggunakan antibiotika.
Pernyataan kedua belas yaitu “Tidak adanya pedoman yang jelas untuk
memberikan KIE terhadap pasien yang menggunakan antibiotika” menunjukkan
sebanyak 19 Apoteker (55,88%) menjawab tidak setuju. Berdasarkan pernyataan
tersebut, dapat diketahui bahwa Apoteker sudah memiliki pedoman yang jelas
untuk memberikan KIE terhadap pasien yang menggunakan antibiotika. Sejauh
penelusuran penulis, terdapat 2 pedoman terkait penggunaan antibiotika, yaitu
Permenkes nomor 2406 tentang Pedoman Umum Penggunaan Antibiotika tahun
2011 dan Pedoman Pelayanan Kefarmasian Untuk Terapi Antibiotik terbitas
Kemenkes tahun 2011.
Pernyataan ketiga belas yaitu “Apoteker khawatir terhadap penularan
penyakit” menunjukkan sebanyak 16 Apoteker (47,06%) menjawab tidak setuju.
Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa Apoteker tidak khawatir
terhadap penularan penyakit. Apabila Apoteker khawatir terhadap penularan
penyakit, ditakutkan Apoteker dapat memberikan Pelayanan Kefarmasian yang
kurang maksimal sehingga dapat menyebabkan pasien akan memiliki pengetahuan
yang kurang spesifik terkait pentingnya penggunaan antibiotika secara teratur
(Tamayanti dkk, 2016), yang dapat menjadi salah satu pemicu terjadinya
resistensi antibiotika.
Pernyataan keempat belas yaitu “Hanya terpaku pada keluhan pasien,
antara lain : Demam, batuk, sakit waktu buang air kecil dan durasi sakit pasien”
menunjukkan sebanyak 19 Apoteker (55,88%) menjawab setuju. Berdasarkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
hasil tersebut dapat diketahui bahwa Apoteker hanya terpaku pada keluhan pasien
seperti demam, batuk, sakit waktu buang air kecil dan durasi sakit pasien.
Apoteker seharusnya memperhatikan beberapa faktor lain seperti riwayat alergi
obat sebelumnya, riwayat penyakit pasien (Kementerian Kesehatan RI, 2011c),
persediaan antibiotika yang ada dan data penggunaan sebelumnya (Kementerian
Kesehatan RI, 2011b) dalam memberikan Pelayanan Kefarmasian kepada pasein
yang menggunakan antibiotika.
Pernyataan kelima belas yaitu “Keterbatasan waktu dalam pemberian
KIE saat penyerahan antibiotika” menunjukkan sebanyak 17 Apoteker (50,00%)
menjawab setuju. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa saat
penyerahan antibiotika, Apoteker hanya memiliki sedikit waktu untuk
memberikan KIE. Hasil ini sesuai dengan penelitian Syaripuddin (2013), yang
menyatakan bahwa kurangnya waktu Apoteker merupakan salah satu hambatan
dalam melakukan Pelayanan Kefarmasian.
Pada bagian esai, sebanyak 2 Apoteker menyebutkan bahwa kurangnya
waktu sebagai hambatan Apoteker dalam memberikan layanan Pharmaceutical
Care. Kemudian sebanyak 1 Apoteker menyebutkan bahwa kurangnya staf
sebagai hambatan Apoteker dalam memberikan layanan Pharmaceutical Care.
Kedua hambatan tersebut juga disebutkan pada pernyataan hambatan keempat dan
kelima belas.
Berdasarkan hasil hambatan yang dirasakan Apoteker dalam
memberikan layanan Pharmaceutical Care di atas, dapat diketahui terdapat 3
hambatan yang mayoritas cenderung dirasakan oleh Apoteker. Hambatan yang
pertama yaitu kurangnya training pada Apoteker terkait Pharmaceutical Care.
Hambatan yang kedua yaitu kurangnya permintaan/kebutuhan pasien akan
pelayanan Pharmaceutical Care. Hambatan yang ketiga yaitu lack of private
space/counseling care.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
0
5
10
15
20
25
30
STS
TS
S
SS
KESIMPULAN
Persepsi Apoteker terhadap pelayanan antibiotika masih belum sesuai
dengan standar Permenkes nomor 73 tahun 2016. Hal tersebut karena meskipun
Apoteker memiliki sangat sering melakukan pelayanan Pengkajian dan Pelayanan
Resep (46,94%) serta melakukan Dispensing (52,94%), Apoteker masih jarang
melakukan Pelayanan Informasi Obat (PIO) (34,56%) dan jarang melakukan
konseling (36,64%) di Apotek. Selain itu, Apoteker juga tidak pernah melakukan
pelayanan Home Pharmacy Care (67,06%), Pemantauan Terapi Obat (PTO)
(60,59%) serta Monitoring Efek Samping Obat (MESO) (64,71%) di Apotek.
Hambatan Apoteker dalam memberikan Pelayanan Kefarmasian
terhadap pasien yang menggunakan antibiotika yaitu kurangnya
permintaan/kebutuhan pasien akan pelayanan Pharmaceutical Care (64,71%),
kurangnya training pada Apoteker terkait Pharmaceutical Care (64,71%) dan
lack of private space/counseling care (64,71%).
Gambar 14. Perbandingan Jumlah Apoteker Berdasarkan Hambatan Dalam Memberikan Pelayanan
Pharmaceutical Care
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
SARAN
Perlu diadakan pelatihan Pelayanan Kefarmasian mengenai pelayanan
antibiotika kepada Apoteker yang bekerja di Apotek Wilayah Kota Yogyakarta.
Metode kuesioner dalam penelitian ini menyebabkan hambatan yang dimasukkan
pada kuesioner masih terbatas, sehingga dibutuhkan penelitian lebih lanjut
menggunakan metode wawancara untuk mengetahui hambatan-hambatan lain
yang dirasakan oleh Apoteker di Apotek.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
DAFTAR PUSTAKA
Atmini, K.D., Gandjar, L.G., Purnomo, A., 2011. Analisis Aplikasi Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kota Yogyakarta. Jurnal Manajemen dan
Pelayanan Farmasi. Vol. 1. No. 1. 49-55
Bahat, R.Y.A., 2018. Pelayanan Kefarmasian bagi Pasien dengan Antibiotika di
Apotek Wilayah Kota Yogyakarta tahun 2018., Fakultas Farmasi :
Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Xii, 12.
Depkes RI. 2008. Pedoman Pelayanan Kefarmasian Di Rumah (Home Pharmacy
Care). Jakarta : Departemen Kesehatan RI. 14.
Hendriati, L., 2013. Compounding & Dispensing. Yogyakarta : Graha Ilmu. 25-
40.
Karuniawati, H., Ikawati, Z., Gofir, A., 2015. Pencegahan Sekunder Untuk
Menurunkan Kejadian Stroke Berulang Pada Stroke Iskemik. Jurnal
Manajemen dan Pelayanan Farmasi. Vol. 5. No. 1. 16
Kaswindiarti, N., Satibi., Puspandari, D.A., 2015. Analisis Persepsi Apoteker Dan
Faktor Yang Mempengaruhinya Terhadap Penerapan Sistem Pembayaran Di
Era Jaminan Kesehatan Nasional Pada Apotek Di Daerah Istimewa
Yogyakarta. Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi. Vol. 5. No. 4. 286.
Katzung, Bertram. G., 2017. Basic & Clinical Pharmacology. New York:
McGraw-Hill, 793.
Kementerian Kesehatan RI. 2009. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor: 51 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta : Kementerian
Kesehatan RI. 12.
Kementerian Kesehatan RI. 2011. Buku Panduan Peringatan Kesehatan Dunia.
Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. 2.
Kementerian Kesehatan RI. 2011b. Pedoman Pelayanan Kefarmasian Untuk
Terapi Antibiotik. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. 1-2, 11
Kementerian Kesehatan RI. 2011c. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
2406/Menkes/Per/XII/2011 tentang Pedoman Umum Penggunaan
Antibiotika. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. 4, 9-10.
Kementerian Kesehatan RI. 2011d. Modul Penggunaan Obat Rasional. Jakarta :
Kementerian Kesehatan RI. 63, 65, 68.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
Kementerian Kesehatan RI. 2016. Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 73 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian
di Apotek. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. 4-6, 11, 15-21, 22-24, 35-
40.
Kementerian Kesehatan RI. 2018. Aplikasi Pemetaan Sarana Kefarmasian.
Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. (Online)
http://apif.binfar.depkes.go.id/grafik-
apotek2.php?prov=D.I.%20YOGYAKARTA, diakses 5 Mei 2018.
Khan, M.U., Hassali, M.A., Ahmad, Akram., Elkalmi, R., Zaidi, S., Dhingra, S.,
2016. Perceptions and Practices of Community Pharmacists towards
Antimicrobial Stewardship in the State of Selangor, Malaysia. PLOS One.,
11 (2), 1-2.
Latifah, E., Pribadi, P., Yuliastusi, F., 2016. Penerapan Standar Pelayanan
Kefarmasian Di Apotek Kota Magelang. Jurnal Farmasi Sains dan Praktis,
Vol. II, No. 1. 12.
Mulyagustina., Wiedyaningsih, C., Kristina, S.A., 2017. Implementasi Standar
Pelayanan Kefarmasian Diapotek Kota Jambi. Jurnal Manajemen dan
Pelayanan Farmasi. Vol. 7. No. 2. 92-93.
Negara, K.S, 2014. Analisis Implementasi Kebijakan Penggunaan Antibiotika
Rasional Untuk Mencegah Resistensi Antibiotika di RSUP Sanglah
Denpasar: Studi Kasus Infeksi Methicillin Resistant Staphylococcus Aureus.
Jurnal Administrasi Kebijakan Kesehatan., 1 (1), 42.
Sani, Fathnur., 2016. Metodologi Penelitian Farmasi Komunitas dan
Eksperimental. Yogyakarta : Deepublish. 69-70.
Sedarmayanti dan Hidayat, S., 2011. Metodologi Penelitian. Bandung : CV.
Mandar Maju. 143
Sugiyono, 2009. Kajian Peresepan Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 1197/Menkes/Sk/X/2004 Pada Resep Pasien Rawat
Jalan Di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Muhammadiyah Wonogiri Bulan
Juni 2008., Fakultas Farmasi : Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
Sulistya, Y.A., Pramestutie, H.R., Sidharta, B., 2017. Profil Kualitas Pelayanan
Resep oleh Apoteker di Beberapa Apotek Kecamatan Klojen Kota Malang.
Pharmaceutical Journal Of Indonesia 2017. 3(1): 1-9. 4-5.
Sumantri, Arif., 2011. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Kencana. 79.
Surahman, Rachmat, M, Supardi, S., 2016. Metodologi Penelitian. Kementerian
Kesehatan RI. Jakarta : Pusdik SDM Kesehatan. 95, 106-107, 114-116.
Suyono., 2006. Persepsi Apoteker Pengelola Apotek di Kota Yogyakarta terhadap
Perannya dalam Pelayanan Resep Selama di Apotek., Fakultas Farmasi :
Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. 56, 58
Syarippudin, M., 2013. Peranan Pharmaceutical Care dalam Meningkatkan Hasil
Klinis dan Kualitas Hidup Pasien Penderita Diabetes Melitus. Jurnal
Kefarmasian Indonesia. Vol 3. No. 2. 53.
Tamayanti, W.D., Sari, W.D.M., Dewi, D.N., 2016. Penggunaan antibiotik di dua
apotek di Surabaya: identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi
kepatuhan pasien. Pharmaciana. Vol. 6. No. 2. 158
WHO, 2015. Worldwide country situation analysis : respone to antimicrobial
resistance. USA : World Health Organization (Online),
http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/163468/1/9789241564946_eng.pdf?
ua=1&ua=1 accessed 12 April 2018. 2, 30, 32.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
LAMPIRAN
Lampiran 1. Ethical Clearance
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
Lampiran 2. Surat Edaran Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta nomor :
070/01218
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
Lampiran 3. Kuesioner Sebelum di Lakukan Perbaikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
Lampiran 4. Kuesioner Setelah di Lakukan Perbaikan
PERSEPSI APOTEKER TERHADAP PELAYANAN ANTIBIOTIKA
DI APOTEK WILAYAH KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2019
Responden no :
Petunjuk Pengisian : Jawablah pertanyaan pada bagian I dan II dengan
memberikan tanda (X) pada salah satu pilihan jawaban yang tersedia dan
dengan selengkap-lengkapnya.
I. Profil Apoteker
1. Jenis Kelamin
a. Laki-laki b. Perempuan
2. Umur :____
3. Lulus tahun :____
4. Peran :
a. Apoteker Pengelola Apotek b. Apoteker pendamping
5. Pendidikan terakhir
a. PSPA b. S2 c. S3
6. Pengalaman kerja :
a. <5 tahun b. 5-9 tahun c. 10-14 tahun d. 15-20 tahun e. >20 tahun
7. Jumlah resep antibiotika rata-rata per-minggu :
a. <3 lembar b. 3-5 lembar c. >5 lembar
8. Apakah anda mempunyai riwayat pribadi tentang penyakit infeksi yang
kronis?
a. Ya b. Tidak
9. Apakah ada anggota keluarga atau teman dekat yang mempunyai riwayat
penyakit infeksi yang kronis?
a. Ya b. Tidak
10. Apakah anda percaya pendapat tentang keyakinan penggunaan
antibiotika mempengaruhi kemampuan anda untuk memberikan Pelayanan
Kefarmasian untuk pasien yang menggunakan antibiotika?
a. Ya b. Mungkin c. Tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
II. Tingkat pengetahuan mengenai penyakit infeksi
1. Bagaimana anda menilai tingkat pengetahuan anda tentang penyakit
infeksi?
a. Buruk (Saya tidak tahu banyak/tidak tahu apapun tentang penyakit infeksi)
b. Sedang (Saya hanya tahu faktor risikonya saja)
c. Baik (Saya tahu pengobatan yang dibutuhkan, cara pencegahan dan faktor
risikonya)
2. a. Jika anda menjawab “Buruk” atau “Sedang” pada pertanyaan no. 1,
pilih salah satu pernyataan pada Tabel 1 dengan memberi tanda (√) sesuai
pilihan anda sebelum mengisi Tabel 2
b. Jika anda menjawab “Baik” silahkan langsung menjawab pertanyaan
pada Tabel 2
Tabel 1. Pernyataan alasan tentang penyakit infeksi
STS : Sangat tidak setuju, TS : Tidak setuju, S : Setuju, SS : Sangat setuju
No Pernyataan STS TS S SS
1 Kurangnya materi penyakit infeksi pada
pendidikan S1
2
Pelatihan yang kurang memadai di bidang
Pelayanan Kefarmasian klinis bagi para Apoteker
seperti workshop
3 Hanya sedikit resep antibiotika yang diresepkan
4 Kurangnya minat dalam memahami penyakit
infeksi
5 Kurangnya sumber informasi tentang penggunaan
antibiotika
6
Pemberian Komunikasi, Informasi dan Edukasi
untuk peningkatan ketaatan penggunaan antibiotika
dianggap lebih sulit dibandingkan pemberian
Komunikasi, Informasi dan Edukasi pada
penggunaan obat-obat kardiovaskular atau
penyakit endokrin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
III. Tingkat pengetahuan mengenai Pelayanan Kefarmasian
1. Berilah tanda (√) sesuai pilihan anda terkait pernyataan di bawah ini :
Tabel 2. Pernyataan tentang Pelayanan Kefarmasian
TP = Tidak Pernah (Jika dalam seminggu anda tidak pernah melakukannya)
J = Jarang (Jika dalam seminggu anda melakukannya sebanyak 1-2 kali)
S = Sering (Jika dalam seminggu anda melakukannya sebanyak 3 kali)
SS = Sangat Sering (Jika dalam seminggu anda melakukannya lebih dari 3
kali)
No Pernyataan TP J S SS
A. Pengkajian dan Pelayanan Resep
Kajian Administratif
1 Saat menerima resep antibiotika saya memastikan
nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan
pasien sudah sesuai
2
Saat menerima resep antibiotika saya memastikan
nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP),
alamat, nomor telepon dan paraf dokter sudah
sesuai
3 Saat menerima resep antibiotika saya memastikan
tanggal penulisan resep sudah ada
Kajian kesesuian farmasetik
4 Saat menerima resep antibiotika saya memastikan
bentuk dan kekuatan sediaan antibiotika dalam
resep sudah sesuai kebutuhan
5 Saat menerima resep antibiotika saya memastikan
stabilitas sediaan dalam penyimpanan di Apotek
6 Saat menerima resep antibiotika saya memastikan
tidak terjadi inkompatibilitas sediaan dalam resep
Kajian pertimbangan klinis
7 Saat menerima resep antibiotika saya memastikan
indikasi dan dosis antibiotika dalam resep sudah
sesuai
8 Saat menerima resep antibiotika saya memastikan
aturan, cara pakai dan lama penggunaan antibiotika
dalam resep sudah rasional
9 Saat menerima resep antibiotika saya memastikan
tidak terdapat duplikasi dan/atau polifarmasi
antibiotika dalam resep
10 Saat menerima resep antibiotika saya memastikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
tidak terdapat efek obat yang tidak diinginkan
(alergi)
11 Saat menerima resep antibiotika saya memastikan
tidak ada kontra indikasi pada pasien
12 Saat menerima resep antibiotika saya memastikan
tidak terdapat interaksi obat yang tidak diinginkan
dalam resep
B. Dispensing
Penyiapan obat
13 Saat menyiapkan antibiotika saya memperhatikan
nama obat, tanggal kadaluwarsa dan keadaan fisik
obat
14 Saat menyiapkan antibiotika saya menghitung
kebutuhan jumlah antibiotika sesuai dengan resep
15 Saat menyiapkan antibiotika saya memberikan
etiket warna putih untuk obat dalam/oral
16 Saat menyiapkan antibiotika saya memberikan
etiket warna biru untuk obat luar
17 Saat menyiapkan antibiotika saya memberikan label
“kocok dahulu” pada sediaan bentuk suspensi atau
emulsi
18 Saat menyiapkan obat saya memisahkan wadah
untuk obat yang berbeda
Penyerahan obat
19 Sebelum menyerahkan antibiotika, saya memeriksa
kesesuaian antara penulisan etiket dengan resep
20 Sebelum menyerahkan antibiotika saya memanggil
nama dan nomor tunggu pasien
21 Sebelum menyerahkan antibiotika saya memeriksa
ulang identitas dan alamat pasien
Pemberian KIE (Komunikasi, Informasi dan
Edukasi)
22
Saat menyerahkan resep antibiotika saya bertanya
kepada pasien mengenai apa yang telah dokter
katakan mengenai antibiotika, aturan pakai dan cara
pakai antibiotika serta harapan/efek yang
diharapkan setelah mengkonsumsi antibiotika
23
Saat menyerahkan antibiotika saya memberikan
informasi berupa manfaat, makanan dan minuman
yang harus dihindari, kemungkinan efek samping
dan cara peyimpanan antibiotika
24 Saat menyerahkan antibiotika saya memastikan
yang menerima adalah pasien atau keluarganya
25 Setelah menyerahkan antibiotika saya menyimpan
resep pada tempatnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
26 Setelah menyerahkan antibiotika saya membuat
dokumentasi catatan pengobatan pasien sesuai
dengan formulir 5 permenkes 73 tahun 2016
C. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Menjawab pertanyaan pasien serta
menyediakan informasi dan edukasi kepada
pasien mengenai obat
27 Saya menjawab pertanyaan secara lisan maupun
dalam bentuk tulisan saat pasien bertanya mengenai
antibiotika
28 Saya membuat/menyebarkan
buletin/borusur/leaflet/
memberikan penyuluhan mengenai antibiotika
29 Saya melakukan penelitian mengenai penggunaan
obat/antibiotika
Melakukan dokumentasi Pelayanan Informasi
Obat
30 Setelah melakukan pelayanan informasi obat saya
membuat dokumentasi sesuai dengan formulir 6
permenkes 73 tahun 2016
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
D. Konseling
Menggali informasi serta memberikan
penjelasan pada pasien terkait penggunaan obat
31 Saat akan melakukan konseling obat khusunya
mengenai antibiotika saya menawarkan pada pasien
untuk melakukan konseling di ruang konseling
32
Saat melakukan konseling obat khususnya
mengenai antibiotika saya memperkenalkan diri,
menjelaskan tujuan konseling, alasan konseling dan
berapa lama waktu yang dibutuhkan
33 Saya bertanya pada pasien persoalan apa yang dapat
saya bantu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
34 Saya bertanya pada pasien berapa jumlah dan lama
penggunaan obat khususnya antibiotika
35 Saya bertanya pada pasien pengaruh apa yang akan
muncul ketika menggunakan antibiotika
36 Saat melakukan konseling obat khusunya mengenai
antibiotika saya memberi kesempatan kepada pasien
untuk bertanya mengenai penggunaan antibiotika
37 Saat melakukan konseling obat khusunya mengenai
antibiotika saya selalu memberikan penjelasan
kepada pasien mengenai penggunaan antibiotika
Melakukan verifikasi pada pasien untuk
memastikan tingkat kepahaman pasien
38
Setiap kali selesai melakukan konseling obat
khususnya mengenai antibiotika saya selalu
meminta pasien untuk mengulangi informasi yang
saya berikan dan membetulkan bila terdapat
informasi yang kurang tepat
39 Saat melakukan konseling, saya membuat
dokumentasi sesuai dengan formulir 7 permenkes
73 tahun 2016
E. Pelayanan Kefarmasian di Rumah (home
pharmacy care)
Identifikasi kepatuhan dan monitoring
penggunaan obat pasien
40 Saat melakukan kunjungan rumah, saya menilai
kepatuhan penggunaan antibiotika pasien dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
melihat sisa obat pasien
41 Saat melakukan kunjungan rumah, saya bertanya
mengenai keluhan yang pasien rasakan selama
pengobatan
Pendampingan pengelolaan obat di rumah
42 Saat melakukan kunjungan rumah, saya meminta
pasien/keluarga pasien untuk menjelaskan
pemakaian obat pasien selama ini
43
Saat melakukan kunjungan rumah, saya
menjelaskan ulang fungsi obat dan saran
penggunaan obat yang tepat berdasarkan pemaparan
penjelasan pasien/keluarga pasien
44 Saat melakukan kunjungan rumah, saya membuat
dokumentasi sesuai dengan formulir 8 permenkes
73 tahun 2016
F. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Melakukan Identifikasi masalah terkait obat
45 Saya mengambil data yang dibutuhkan yaitu
riwayat pengobatan pasien melalui wawancara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
dengan pasien/keluarga pasien/tenaga kesehatan
lain
46 Saya melakukan identifikasi masalah terkait obat
khusunya antibiotika
Memberikan rekomendasi atau rencana tindak
lanjut serta mengkomunikasikannya dengan
tenaga kesehatan lain
47
Saya memberikan rekomendasi atau rencana tindak
lanjut terkait adanya masalah terkait obat khususnya
antibiotika berupa penyesuaian dosis dan interval
pemberian atau penghentian dan penggantian
antibiotika
48
Saat mengkomunikasikan hasil identifikasi masalah
terkait obat dan rekomendasi yang telah dibuat oleh
Apoteker kepada tenaga kesehatan terkait untuk
mengoptimalkan tujuan terapi
49 Saat melakukan pemantauan terapi obat, saya
membuat dokumentasi sesuai dengan formulir 9
permenkes 73 tahun 2016
G. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
Mengidentifikasi obat dan pasien yang beresiko
tinggi mengalami efek samping suatu obat pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
dosis normal
50
Jika terdapat Reaksi Obat yang Tidak Diinginkan
(ROTD) khususnya pada antibiotika dengan dosis
normal, saya akan melaporkannya menggunakan
formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
IV. Hambatan dalam memberikan Pelayanan Kefarmasian
1. Apa saja hambatan dalam memberikan layanan Pharmaceutical Care
(misalnya riwayat pengobatan, identifikasi permasalahan Farmakoterapi,
monitoring efektifitas dan efek samping obat, penyelidikan konseling obat)
terhadap pasien yang menggunakan antibiotika? Berilah tanda (√) sesuai
pilihan anda terkait pernyataan di bawah ini :
Tabel 3. Pernyataan tentang hambatan dalam memberikan layanan
Pharmaceutical Care
STS : Sangat tidak setuju, TS : Tidak setuju, S : Setuju, SS : Sangat setuju
No Pernyataan STS TS S SS
1 Kurangnya pengetahuan Apoteker tentang
penggunaan antibiotika
2 Pasien tidak mengerti kepentingan
Pharmaceutical Care sehingga tidak perlu
diberikan
3 Kurangnya training pada Apoteker terkait
Pharmaceutical Care
4 Kurangnya jumlah staf
5 Apoteker kurang terampil dalam komunikasi
6 Kurangnya sumber informasi terkait antibiotika
7 Kurangnya keterampilan Apoteker dalam
membuat dan mengelola dokumentasi
8 Kurangnya permintaan/kebutuhan pasien akan
pelayanan Pharmaceutical Care
9 Lack of private space/counseling care
10 Kurangnya dukungan dari pimpinan
11
Apoteker kurang inovatif dalam memberikan
Komunikasi, Informasi dan Edukasi untuk
meningkatkan ketaatan pasien dalam
menggunakan antibitotika
12 Tidak adanya pedoman yang jelas untuk
memberikan Komunikasi, Informasi dan Edukasi
terhadap pasien yang menggunakan antibiotika
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
13 Apoteker khawatir terhadap penularan penyakit
14 Hanya terpaku pada keluhan pasien, antara lain :
Demam, batuk, sakit waktu buang air kecil dan
durasi sakit pasien.
15 Keterbatasan waktu dalam pemberian
Komunikasi, Informasi dan Edukasi saat
penyerahan antibiotika
Lainnya (Tulislah):_________________________________________________
__________________________________________________________________
__________________________________________________________________
__________________________________________________________________
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
Lampiran 5. Lembar Informasi Subjek
LEMBAR INFORMASI SUBJEK
Judul Penelitian : Persepsi Apoteker Terhadap Pelayanan Antibiotika
Di Apotek Wilayah Kota Yogyakarta Tahun 2019
Jenis Penelitian : Observasional deskriptif
Nama Peneliti : Chaesar Bastin
Nama dan Alamat Penelitian : Apotek Wilayah Kota Yogyakarta
Lokasi (Tempat) Penelitian :
1. Pendahuluan
Antibiotika merupakan obat yang paling banyak digunakan pada
infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Manfaat antibiotika tidak perlu
diragukan lagi, akan tetapi penggunaannya yang kurang tepat akan
menyebabkan munculnya kuman yang kebal antibiotika (resisten) dan
manfaat antibiotika tidak maksimal. Resistensi merupakan salah satu
ancaman utama bagi kesehatan masyarakat di seluruh dunia, karena jika
terus berlanjut, maka banyak penyakit yang tidak dapat disembuhkan.
Salah satu bentuk penggunaan antibiotika yang tidak rasional
adalah tenaga kesehatan yang memiliki tingkat kepatuhan buruk terhadap
standar dan pedoman peresepan. Antibiotika yang termasuk obat keras
harus diserahkan kepada pasien atas resep dari dokter. Apoteker
merupakan tenaga kesehatan yang berwenang dalam penyerahan
antibiotika. Menurut WHO tahun 2015 menunjukkan obat-obat antibiotika
atau lebih luas lagi, yang disebut antimikroba, tersedia tanpa resep dokter
di 64% negara Asia Tenggara. Data Riset Kesehatan Dasar tahun 2013
menunjukkan dari 28.873 rumah tangga di Indonesia yang menyimpan
antibiotika, sebanyak 24.859 rumah tangga menyimpan antibiotika tanpa
resep dokter. Studi di Yogyakarta menunjukkan penggunaan antibiotika
tanpa resep dokter sebanyak 7.3%. Studi lain juga menyebutkan Standar
Pelayanan Kefarmasian yang diberikan Apoteker kepada pasien yang
menerima peresepan antibiotika di Kota Yogyakarta tahun 2018 sendiri
masih belum dilaksanakan secara menyeluruh.
Sebelum menyetujui untuk berpartisipasi dalam penelitian
observasional deskriptif ini, anda harus membaca dan memahami terlebih
dahulu formulir ini. Formulir ini menggambarkan tujuan, prosedur,
manfaat dan risiko dalam penelitian ini. Silahkan meminta peneliti untuk
menjelaskan bagian formlulir yang tidak anda pahami.
2. Tujuan Penelitian Observasional
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi Apoteker
selaku tenaga kesehatan yang berwenang dalam penyerahan antibiotika
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
kepada pasien. Dengan mengetahui persepsi Apoteker terhadap pelayanan
antibiotika, diharapkan dapat menjadi dasar untuk menyusun program
perbaikan pelayanan antibiotika agar lebih aman dan terkendali.
Bila anda setuju untuk berpartisipasi dalam penelitian ini, anda
diminta untuk menandatangani dan menuliskan tanggal pada lembar
konfirmasi persetujuan untuk berpartisipasi sebagai responden dalam
penelitian ini. Keikutsertaan anda pada penelitian ini bersifat sukarela.
Anda memiliki hak penuh untuk menyatakan berpartisipasi atau tidak
berpartisipasi dalam penelitian ini.
3. Prosedur Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian observasional deskriptif
rancangan cross-sectional. Penelitian observasional dilakukan melakukan
observasi tanpa adanya intervensi untuk mendapatkan gambaran secara
realita dan obyektif terhadap suatu kondisi yang sedang terjadi.
Pengambilan data akan dilakukan satu kali dan akan diambil menggunakan
instrumen penelitian berupa kuesioner.
Jika anda setuju untuk berpartisipasi dalam penelitian ini maka
anda akan diminta untuk menjawab pertanyaan yang terdapat pada
kuesioner. Kuesioner terdiri atas empat bagian. Bagian pertama berisi
pertanyaan terkait profil Apoteker yang mengisi kuesioner. Bagian kedua
berisi pertanyaan mengenai tingkat pengetahuan Apoteker mengenai
penyakit infeksi yang berhubungan dengan penggunaan antibiotika.
Bagian ketiga berisi pertanyaan mengenai tingkat pengetahuan Apoteker
mengenai Pelayanan Kefarmasian terhadap pasien yang menggunakan
antibiotika. Bagian keempat berisi pertanyaan terkait hambatan Apoteker
dalam memberikan Pelayanan Kefarmasian terhadap pasien yang
menggunakan antibiotika.
Peneliti dapat menunggu pengisian kuesioner jika Apoteker
menginginkan. Diperlukan waktu sekitar 1 jam bagi Apoteker untuk
mengisi kuesioner. Apabila Apoteker saat itu berhalangan untuk mengisi
kuesioner, kuesioner dapat ditinggal untuk diambil kembali dua hari
kemudian.Semua data akan dikumpulkan sedemikian rupa sehingga nama
dan identitas anda tidak akan disebutkan. Anda memiliki hak atas
kerahasiaan mengenai data yang telah anda beri dan privasi informasi
anda.
4. Risiko Yang Terjadi Dalam Studi
Sebagai subjek dalam penelitian ini, anda tidak akan terkena
risiko apa-apa karena peneliti tidak melakukan intervensi pada anda.
Diperlukan waktu sekitar 1 jam untuk mengisi kuesioner. Ada risiko
ketidaknyamanan akibat kehilangan waktu ketika mengisi kuesioner.
5. Manfaat Studi Bagi Subjek
Dengan berpartisipasi dalam penelitian ini, anda dapat
menyumbangkan informasi baru yang dapat membantu memberikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
informasi mengenai persepsi Apoteker terhadap pelayanan antibiotika di
Apotek Wilayah Kota Yogyakarta.
6. Pertanyaan lebih lanjut dan nomor kontak peneliti
Pertanyaan lebih lanjut terkait penelitian ini atau konfirmasi lebih
detail dapat ditanyakan kepada peneliti Chaesar Bastin melalui
SMS/telepon/WA/Line ke nomor 085245483549 atau dapat juga
menghubungi Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Duta Wacana, alamat Jl. Dr. Wahidin Sudirohusodo 5-
25 Yogyakarta Indonesia Telp. 0274-563929 ext.l24
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
Lampiran 6. Informed Consent
KONFIRMASI PERSETUJUAN
(INFORMED CONSENT)
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama :
Jenis Kelamin :
Usia :
Tempat tanggal lahir :
Alamat :
Apotek :
Menyatakan bahwa :
1. Saya menyatakan bersedia untuk menjadi responden dalam penelitian dengan
judul : “PERSEPSI APOTEKER DALAM PELAYAAN ANTIBIOTIKA DI
APOTEK WILAYAH KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2019”
2. Saya menyatakan bahwa saya telah membaca dan memahami "Lembar
Informasi" yang berisi informasi yang terkait dengan penelitian ini dan ketentuan-
ketentuan dalam berpartisipasi sebagai responden
3. Saya menyatakan bahwa peneliti telah memberikan penjelasan secara lisan
untuk memperjelas hal-hal terkait dengan informasi tersebut diatas. Saya telah
memahaminya dan telah diberi waktu untuk menanyakan hal-hal yang kurang
jelas.
4. Data yang diperoleh hanya akan digunakan peneliti untuk kepentingan
penelitian tugas akhir serta akan dijaga kerahasiannya.
Setelah saya memahami penjelasan yang diberikan, dengan kesadaran dan tanpa
paksaan dari siapapun, saya memutuskan untuk bersedia ambil bagian dalam
penelitian ini. Demikian pernyataan ini saya buat untuk digunakan sebagaiamana
mestinya.
Yogyakarta, 2019
Peneliti, Yang membuat pernyataan,
(Chaesar Bastin) (............................................)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
Lampiran 7. Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner
Case Processing Summary
N %
Cases
Valid 30 100,0
Excludeda 0 ,0
Total 30 100,0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
,948 65
Item-Total Statistics
Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance
if Item Deleted
Corrected Item-
Total
Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
Item_1 191,23 425,289 ,502 ,947
Item_2 191,43 425,082 ,386 ,947
Item_3 191,33 420,989 ,716 ,946
Item_4 191,23 421,771 ,673 ,946
Item_5 191,23 422,254 ,649 ,946
Item_6 191,37 422,930 ,498 ,947
Item_7 191,27 422,202 ,575 ,946
Item_8 191,17 423,316 ,609 ,946
Item_9 191,17 423,385 ,605 ,946
Item_10 191,50 415,362 ,717 ,946
Item_11 191,50 412,879 ,753 ,945
Item_12 191,40 416,800 ,751 ,946
Item_13 191,07 428,478 ,381 ,947
Item_14 191,10 426,990 ,446 ,947
Item_15 191,00 429,586 ,352 ,947
Item_16 191,07 429,168 ,297 ,947
Item_17 191,00 430,828 ,282 ,947
Item_18 191,13 428,051 ,334 ,947
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
Item_19 191,07 430,892 ,219 ,948
Item_20 191,23 429,978 ,242 ,948
Item_21 191,23 428,116 ,290 ,947
Item_22 191,47 419,775 ,548 ,946
Item_23 191,53 421,706 ,601 ,946
Item_24 191,37 420,447 ,597 ,946
Item_25 191,20 423,476 ,594 ,946
Item_26 192,07 417,720 ,580 ,946
Item_27 191,47 419,637 ,599 ,946
Item_28 192,13 414,809 ,663 ,946
Item_29 192,70 425,734 ,414 ,947
Item_30 192,27 415,789 ,662 ,946
Item_31 192,10 421,955 ,465 ,947
Item_32 191,93 421,030 ,507 ,946
Item_33 191,53 424,947 ,380 ,947
Item_34 191,63 419,344 ,582 ,946
Item_35 191,73 419,789 ,535 ,946
Item_36 191,40 423,145 ,495 ,947
Item_37 191,30 430,286 ,261 ,947
Item_38 191,90 419,128 ,513 ,946
Item_39 192,30 414,562 ,705 ,946
Item_40 192,23 414,392 ,666 ,946
Item_41 192,20 412,372 ,693 ,945
Item_42 192,23 411,013 ,636 ,946
Item_43 192,23 412,806 ,644 ,946
Item_44 192,43 412,806 ,657 ,946
Item_45 192,13 422,602 ,473 ,947
Item_46 192,17 418,695 ,501 ,947
Item_47 192,03 418,447 ,529 ,946
Item_48 192,10 417,748 ,572 ,946
Item_49 192,27 411,513 ,717 ,945
Item_50 191,97 416,171 ,585 ,946
Item_51 192,33 424,920 ,416 ,947
Item_52 192,50 427,569 ,215 ,948
Item_53 192,13 424,395 ,445 ,947
Item_54 191,93 426,409 ,317 ,947
Item_55 192,43 433,289 ,108 ,948
Item_56 192,57 430,116 ,199 ,948
Item_57 192,17 434,351 ,044 ,949
Item_58 191,80 438,028 -,087 ,949
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
Item_59 192,07 427,444 ,335 ,947
Item_60 192,20 426,717 ,230 ,948
Item_61 192,40 423,834 ,369 ,947
Item_62 192,33 424,713 ,360 ,947
Item_63 192,53 432,395 ,071 ,949
Item_64 192,10 431,197 ,178 ,948
Item_65 191,80 438,648 -,138 ,949
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
Lampiran 8. Tabel Data Penelitian
Tabel I. Perbandingan Jumlah Apoteker Berdasarkan Jenis Kelamin
No. Kategori Jumlah (n) Persentase (%)
1 Laki-laki 3 8,82%
2 Perempuan 31 91,18%
Total 34 100%
Tabel II. Perbandingan Jumlah Apoteker Berdasarkan Umur
No. Kategori Jumlah (n) Persentase (%)
1 <26 tahun 11 32,35%
2 26-35 tahun 14 41,18%
3 36-50 tahun 8 23,52%
4 >50 tahun 1 2,94%
Total 34 100%
Tabel III. Perbandingan Jumlah Apoteker Berdasarkan Tahun Lulus
Apoteker
No. Kategori Jumlah (n) Persentase (%)
1 < tahun 2000 2 5,89%
2 Tahun 2000-2010 11 32,35%
3 Tahun 2011-2019 21 61,76%
Total 34 100%
Tabel IV. Perbandingan Jumlah Apoteker Berdasarkan Perannya di Apotek
No. Kategori Jumlah (n) Persentase (%)
1 APA 19 55,88%
2 APING 15 44,12%
Total 34 100%
Tabel V. Perbandingan Jumlah Apoteker Berdasarkan Pendidikan Terakhir
No. Kategori Jumlah (n) Persentase (%)
1 PSPA 30 88,23%
2 Magister 4 11,77%
Total 34 100%
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
Tabel VI. Perbandingan Jumlah Apoteker Berdasarkan Pengalaman Kerja
No. Kategori Jumlah (n) Persentase (%)
1 <5 tahun 17 50,00%
2 5-9 tahun 7 20,60%
3 10-14 tahun 6 17,64%
4 15-20 tahun 3 8,82%
5 >20 tahun 1 2,94%
Total 34 100%
Tabel VII. Perbandingan Jumlah Resep Rata-rata Antibiotika per-Minggu
No. Kategori Jumlah (n) Persentase (%)
1 <3 lembar 0 0,00%
2 3-5 lembar 18 52,94%
3 >5 lembar 16 47,06%
Total 34 100%
Tabel VIII. Perbandingan Jumlah Apoteker Berdasarkan Riwayat Pribadi
Penyakit Infeksi Kronis
No. Kategori Jumlah (n) Persentase (%)
1 Memiliki 5 14,70%
2 Tidak Memiliki 29 85,30%
Total 34 100%
Tabel IX. Perbandingan Jumlah Apoteker Berdasarkan Keluarga/Teman
Dekat yang Mempunyai Riwayat Penyakit Infeksi Kronis
No. Kategori Jumlah (n) Persentase (%)
1 Memiliki 8 23,53%
2 Tidak Memiliki 26 76,47%
Total 34 100%
Tabel X. Perbandingan Jumlah Apoteker Berdasarkan Keyakinan Bahwa
Penggunaan Antibiotika Mempengaruhi Kemampuan Pelayanan
Kefarmasian
No. Kategori Jumlah (n) Persentase (%)
1 Percaya 20 58,82%
2 Mungkin 10 29,41%
3 Tidak Percaya 4 11,77%
Total 34 100%
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
Tabel XI. Perbandingan Jumlah Apoteker Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Mengenai Penyakit Infeksi
No. Kategori Jumlah (n) Persentase (%)
1 Buruk 0 0%
2 Sedang 9 26,47%
3 Baik 25 73,53%
Total 34 100%
Tabel XII. Perbandingan Jumlah Apoteker yang Menjawab “Sedang” Berdasarkan Hambatan yang Memengaruhi Tingkat
Pengetahuan Apoteker Mengenai Penyakit Infeksi
No Pernyataan STS (%) TS (%) S (%) SS (%) Kecenderungan
1 Kurangnya materi penyakit infeksi pada pendidikan S1 1
(11,11%)
5
(55,56%)
3
(33,33%) 0 (0%) Tidak setuju
2
Pelatihan yang kurang memadai di bidang Pelayanan
Kefarmasian klinis bagi para Apoteker seperti workshop 0 (0%)
2
(22,22%)
5
(55,56%)
2
(22,22%) Setuju
3 Hanya sedikit resep antibiotika yang diresepkan 2
(22,22%)
4
(44,4%)
3
(33,33%) 0 (0%) Tidak setuju
4 Kurangnya minat dalam memahami penyakit infeksi 1
(11,11%)
6
(66,67%)
2
(22,22%) 0 (0%) Tidak setuju
5 Kurangnya sumber informasi tentang penggunaan
antibiotika
1
(11,11%)
5
(55,56%)
3
(33,33%) 0 (0%) Tidak setuju
6
Pemberian Komunikasi, Informasi dan Edukasi untuk
peningkatan ketaatan penggunaan antibiotika dianggap
lebih sulit dibandingkan pemberian Komunikasi, Informasi
dan Edukasi pada penggunaan obat-obat kardiovaskular
atau penyakit endokrin
0 (0%) 3
(33,33%)
6
(66,67%) 0 (0%) Setuju
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
Tabel XIII. Perbandingan Jumlah Apoteker berdasarkan Persespi Apoteker terhadap Pelayanan Antibiotika sesuai
Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian
No Pernyataan TP (%) J (%) S (%) SS (%) Kecenderungan
A. Pengkajian dan Pelayanan Resep
Kajian Administratif
1
Saat menerima resep antibiotika saya memastikan nama
pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien sudah
sesuai
0 (0%) 2
(5,88%)
15
(44,12%)
17
(50,00%) Sangat Sering
2
Saat menerima resep antibiotika saya memastikan nama
dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor
telepon dan paraf dokter sudah sesuai
0 (0%) 0 (0%) 17
(50,00%)
17
(50,00%) Sering
3 Saat menerima resep antibiotika saya memastikan tanggal
penulisan resep sudah ada 0 (0%) 0 (0%)
15
(44,12%)
19
(55,88%) Sangat Sering
Kajian kesesuian farmasetik
4
Saat menerima resep antibiotika saya memastikan bentuk
dan kekuatan sediaan antibiotika dalam resep sudah
sesuai kebutuhan
0 (0%) 1
(2,94%)
12
(35,29%)
21
(61,76%) Sangat Sering
5 Saat menerima resep antibiotika saya memastikan
stabilitas sediaan dalam penyimpanan di Apotek 0 (0%)
3
(8,82%)
17
(50,00%)
14
(41,18%) Sering
6 Saat menerima resep antibiotika saya memastikan tidak
terjadi inkompatibilitas sediaan dalam resep 1 (2,94%)
8
(23,53%)
18
(52,94%)
7
(20,59%) Sering
Kajian pertimbangan klinis
7 Saat menerima resep antibiotika saya memastikan
indikasi dan dosis antibiotika dalam resep sudah sesuai 0 (0%)
2
(5,88%)
13
(38,24%)
19
(55,88%) Sangat Sering
8 Saat menerima resep antibiotika saya memastikan aturan,
cara pakai dan lama penggunaan antibiotika dalam resep 0 (0%) 0 (0%)
14
(41,18%)
20
(58,82%) Sangat Sering
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
sudah rasional
9
Saat menerima resep antibiotika saya memastikan tidak
terdapat duplikasi dan/atau polifarmasi antibiotika dalam
resep
0 (0%) 2
(5,88%)
16
(47,06%)
16
(47,06%) Sering
10 Saat menerima resep antibiotika saya memastikan tidak
terdapat efek obat yang tidak diinginkan (alergi) 0 (0%)
7
(20,59%)
12
(35,29%)
15
(44,12%) Sangat Sering
11 Saat menerima resep antibiotika saya memastikan tidak
ada kontra indikasi pada pasien 0 (0%)
7
(20,59%)
13
(38,24%)
14
(41,18%) Sangat Sering
12 Saat menerima resep antibiotika saya memastikan tidak
terdapat interaksi obat yang tidak diinginkan dalam resep 1 (2,94%)
5
(14,71%)
15
(44,12%)
13
(38,24%) Sering
Total 2 (0,49%) 37
(9,07%)
177
(43,38%)
192
(47,06%) Sangat Sering
B. Dispensing
Penyiapan obat
13 Saat menyiapkan antibiotika saya memperhatikan nama
obat, tanggal kadaluwarsa dan keadaan fisik obat 0 (0%) 0 (0%)
13
(38,24%)
21
(61,76%) Sangat Sering
14 Saat menyiapkan antibiotika saya menghitung kebutuhan
jumlah antibiotika sesuai dengan resep 0 (0%) 0 (0%)
13
(38,24%)
21
(61,76%) Sangat Sering
15 Saat menyiapkan antibiotika saya memberikan etiket
warna putih untuk obat dalam/oral 0 (0%) 0 (0%)
12
(35,29%)
22
(64,71%) Sangat Sering
16 Saat menyiapkan antibiotika saya memberikan etiket
warna biru untuk obat luar 0 (0%) 0 (0%)
12
(35,29%)
22
(64,71%) Sangat Sering
17 Saat menyiapkan antibiotika saya memberikan label
“kocok dahulu” pada sediaan bentuk suspensi atau emulsi 1 (2,94%) 0 (0%)
15
(44,12%)
18
(52,94%) Sangat Sering
18 Saat menyiapkan obat saya memisahkan wadah untuk
obat yang berbeda 0 (0%)
2
(5,88%)
10
(29,41%)
22
(64,71%) Sangat Sering
Penyerahan obat
19 Sebelum menyerahkan antibiotika, saya memeriksa 0 (0%) 0 (0%) 11 23 Sangat Sering
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
kesesuaian antara penulisan etiket dengan resep (32,35%) (67,65%)
20 Sebelum menyerahkan antibiotika saya memanggil nama
dan nomor tunggu pasien 0 (0%) 0 (0%)
13
(38,24%)
21
(61,76%) Sangat Sering
21 Sebelum menyerahkan antibiotika saya memeriksa ulang
identitas dan alamat pasien 0 (0%) 0 (0%)
12
(35,29%)
22
(64,71%) Sangat Sering
Pemberian KIE (Komunikasi, Informasi dan
Edukasi)
22
Saat menyerahkan resep antibiotika saya bertanya kepada
pasien mengenai apa yang telah dokter katakan mengenai
antibiotika, aturan pakai dan cara pakai antibiotika serta
harapan/efek yang diharapkan setelah mengkonsumsi
antibiotika
1 (2,94%) 8
(23,53%)
15
(44,12%)
10
(29,41%) Sering
23
Saat menyerahkan antibiotika saya memberikan
informasi berupa manfaat, makanan dan minuman yang
harus dihindari, kemungkinan efek samping dan cara
peyimpanan antibiotika
0 (0%) 6
(17,65%)
17
(50,00%)
11
(32,35%) Sering
24 Saat menyerahkan antibiotika saya memastikan yang
menerima adalah pasien atau keluarganya 0 (0%)
2
(5,88%)
15
(44,12%)
17
(50,00%) Sangat Sering
25 Setelah menyerahkan antibiotika saya menyimpan resep
pada tempatnya 0 (0%) 0 (0%)
15
(44,12%)
19
(55,88%) Sangat Sering
26
Setelah menyerahkan antibiotika saya membuat
dokumentasi catatan pengobatan pasien sesuai dengan
formulir 5 permenkes 73 tahun 2016
17
(50,00%)
8
(23,53%)
6
(17,65%)
3
(8,82%) Tidak Pernah
Total 19
(4,00%)
26
(5,46%)
179
(37,60%)
252
(52,94%) Sangat Sering
C. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Menjawab pertanyaan pasien serta menyediakan
informasi dan edukasi kepada pasien mengenai obat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
27 Saya menjawab pertanyaan secara lisan maupun dalam
bentuk tulisan saat pasien bertanya mengenai antibiotika 0 (0%)
1
(2,94%)
14
(41,18%)
19
(55,88%) Sangat Sering
28 Saya membuat/menyebarkan buletin/borusur/leaflet/
memberikan penyuluhan mengenai antibiotika 9 (26,47%)
20
(58,82%)
4
(11,76%)
1
(2,94%) Jarang
29 Saya melakukan penelitian mengenai penggunaan
obat/antibiotika
19
(55,88%)
14
(41,18%)
1
(2,94%) 0 (0%) Tidak Pernah
Melakukan dokumentasi Pelayanan Informasi Obat
30
Setelah melakukan pelayanan informasi obat saya
membuat dokumentasi sesuai dengan formulir 6
permenkes 73 tahun 2016
16
(47,06%)
12
(35,29%)
5
(14,71%)
1
(2,94%) Tidak Pernah
Total 44
(32,35%)
47
(34,56%)
24
(17,65%)
21
(15,44%) Jarang
D. Konseling
Menggali informasi serta memberikan penjelasan
pada pasien terkait penggunaan obat
31
Saat akan melakukan konseling obat khusunya mengenai
antibiotika saya menawarkan pada pasien untuk
melakukan konseling di ruang konseling
9 (26,47%) 19
(55,88%)
5
(14,71%)
1
(2,94%) Jarang
32
Saat melakukan konseling obat khususnya mengenai
antibiotika saya memperkenalkan diri, menjelaskan
tujuan konseling, alasan konseling dan berapa lama
waktu yang dibutuhkan
10
(29,41%)
16
(47,06%)
7
(20,59%)
1
(2,94%) Jarang
33 Saya bertanya pada pasien persoalan apa yang dapat saya
bantu 2 (5,88%)
13
(38,24%)
11
(32,35%)
8
(23,53%) Jarang
34 Saya bertanya pada pasien berapa jumlah dan lama
penggunaan obat khususnya antibiotika 3 (8,82%)
14
(41,18%)
12
(35,29%)
5
(14,71%) Jarang
35 Saya bertanya pada pasien pengaruh apa yang akan
muncul ketika menggunakan antibiotika 8 (23,53%)
14
(41,18%)
9
(26,47%)
3
(8,82%) Jarang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
36
Saat melakukan konseling obat khusunya mengenai
antibiotika saya memberi kesempatan kepada pasien
untuk bertanya mengenai penggunaan antibiotika
3 (8,82%) 7
(20,59%)
17
(50,00%)
7
(20,59%) Sering
37
Saat melakukan konseling obat khusunya mengenai
antibiotika saya selalu memberikan penjelasan kepada
pasien mengenai penggunaan antibiotika
2 (5,88%) 3
(8,82%)
19
(55,88%)
10
(29,41%) Sering
Melakukan verifikasi pada pasien untuk memastikan
tingkat kepahaman pasien
38
Setiap kali selesai melakukan konseling obat khususnya
mengenai antibiotika saya selalu meminta pasien untuk
mengulangi informasi yang saya berikan dan
membetulkan bila terdapat informasi yang kurang tepat
4 (11,76%) 11
(32,35%)
16
(47,06%)
3
(8,82%) Sering
39 Saat melakukan konseling, saya membuat dokumentasi
sesuai dengan formulir 7 permenkes 73 tahun 2016
19
(55,88%)
9
(26,47%)
5
(14,71%)
1
(2,94%) Tidak Pernah
Total 60
(19,61%)
106
(34,64%)
101
(33,01%)
39
(12,74%) Jarang
E. Pelayanan Kefarmasian di Rumah (home pharmacy
care)
Identifikasi kepatuhan dan monitoring penggunaan
obat pasien
40
Saat melakukan kunjungan rumah, saya menilai
kepatuhan penggunaan antibiotika pasien dengan melihat
sisa obat pasien
22
(64,71%)
8
(23,53%)
3
(8,82%)
1
(2,94%) Tidak Pernah
41
Saat melakukan kunjungan rumah, saya bertanya
mengenai keluhan yang pasien rasakan selama
pengobatan
22
(64,71%)
8
(23,53%)
3
(8,82%)
1
(2,94%) Tidak Pernah
Pendampingan pengelolaan obat di rumah
42 Saat melakukan kunjungan rumah, saya meminta 22 8 3 1 Tidak Pernah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
pasien/keluarga pasien untuk menjelaskan pemakaian
obat pasien selama ini
(64,71%) (23,53%) (8,82%) (2,94%)
43
Saat melakukan kunjungan rumah, saya menjelaskan
ulang fungsi obat dan saran penggunaan obat yang tepat
berdasarkan pemaparan penjelasan pasien/keluarga
pasien
22
(64,71%)
8
(23,53%)
3
(8,82%)
1
(2,94%) Tidak Pernah
44
Saat melakukan kunjungan rumah, saya membuat
dokumentasi sesuai dengan formulir 8 permenkes 73
tahun 2016
26
(76,47%)
7
(20,59%)
1
(2,94%) 0 (0%) Tidak Pernah
Total 114
(67,06%)
39
(22,94)
13
(7,65%)
4
(2,35%) Tidak Pernah
F. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Melakukan Identifikasi masalah terkait obat
45
Saya mengambil data yang dibutuhkan yaitu riwayat
pengobatan pasien melalui wawancara dengan
pasien/keluarga pasien/tenaga kesehatan lain
19
(55,88%)
7
(20,59%)
7
(20,59%)
1
(2,94%) Tidak Pernah
46 Saya melakukan identifikasi masalah terkait obat
khusunya antibiotika
21
(61,76%)
8
(23,53%)
4
(11,76%)
1
(2,94%) Tidak Pernah
Memberikan rekomendasi atau rencana tindak lanjut
serta mengkomunikasikannya dengan tenaga
kesehatan lain
47
Saya memberikan rekomendasi atau rencana tindak lanjut
terkait adanya masalah terkait obat khususnya antibiotika
berupa penyesuaian dosis dan interval pemberian atau
penghentian dan penggantian antibiotika
19
(55,88%)
9
(26,47$)
6
(17,65%) 0 (0%) Tidak Pernah
48
Saat mengkomunikasikan hasil identifikasi masalah
terkait obat dan rekomendasi yang telah dibuat oleh
Apoteker kepada tenaga kesehatan terkait untuk
19
(55,88%)
10
(29,41%)
5
(14,71%) 0 (0%) Tidak Pernah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
mengoptimalkan tujuan terapi
49
Saat melakukan pemantauan terapi obat, saya membuat
dokumentasi sesuai dengan formulir 9 permenkes 73
tahun 2016
25
(73,53%)
7
(20,59%)
2
(5,88%) 0 (0%) Tidak Pernah
Total 103
(60,59%)
41
(24,12%)
24
(14,12%)
2
(1,17%) Tidak Pernah
G. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
Mengidentifikasi obat dan pasien yang beresiko tinggi
mengalami efek samping suatu obat pada dosis
normal
50
Jika terdapat Reaksi Obat yang Tidak Diinginkan
(ROTD) khususnya pada antibiotika dengan dosis
normal, saya akan melaporkannya menggunakan formulir
Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
22
(64,71%)
8
(23,53%)
3
(8,82%)
1
(2,94%) Tidak Pernah
Total 22
(64,71%)
8
(23,53%)
3
(8,82%)
1
(2,94%) Tidak Pernah
Tabel XIV. Perbandingan Jumlah Apoteker Berdasarkan Hambatan Dalam Memberikan Pelayanan Pharmaceutical Care
No. Pernyataan STS (%) TS (%) S (%) SS (%) Kecenderungan
1 Kurangnya pengetahuan Apoteker tentang penggunaan
antibiotika
4
(11,76%)
15
(44,12%)
14
(41,18%)
1
(2,94%) Tidak Setuju
2 Pasien tidak mengerti kepentingan Pharmaceutical Care
sehingga tidak perlu diberikan
4
(11,76%)
16
(47,06%)
9
(26,47%)
5
(14,71%) Tidak Setuju
3 Kurangnya training pada Apoteker terkait Pharmaceutical
Care 0 (0%)
11
(32,25%)
22
(64,71%)
1
(2,94%) Setuju
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
4 Kurangnya jumlah staf 3
(8,82%)
8
(23,53%)
16
(47,06%)
7
(20,59%) Setuju
5 Apoteker kurang terampil dalam komunikasi 5
(14,71%)
23
(67,65%)
5
(14,71%)
1
(2,94%) Tidak Setuju
6 Kurangnya sumber informasi terkait antibiotika 2
(5,88%)
24
(70,59%)
8
(23,53%) 0 (0%) Tidak Setuju
7 Kurangnya keterampilan Apoteker dalam membuat dan
mengelola dokumentasi
4
(11,76%)
19
(55,88%)
9
(26,47%)
2
(5,88%) Tidak Setuju
8 Kurangnya permintaan/kebutuhan pasien akan pelayanan
Pharmaceutical Care 0 (0%)
6
(17,65%)
22
(64,71%)
6
(17,65%) Setuju
9 Lack of private space/counseling care 0 (0%) 10
(29,41%)
22
(64,71%)
2
(5,88%) Setuju
10 Kurangnya dukungan dari pimpinan 0 (0%) 25
(73,53%)
5
(14,71%)
4
(11,76%) Tidak Setuju
11
Apoteker kurang inovatif dalam memberikan Komunikasi,
Informasi dan Edukasi untuk meningkatkan ketaatan
pasien dalam menggunakan antibitotika
0 (0%) 27
(79,41%)
7
(20,59%) 0 (0%) Tidak Setuju
12
Tidak adanya pedoman yang jelas untuk memberikan
Komunikasi, Informasi dan Edukasi terhadap pasien yang
menggunakan antibiotika
0 (0%) 19
(55,88%)
15
(44,12%) 0 (0%) Tidak Setuju
13 Apoteker khawatir terhadap penularan penyakit 9
(26,47%)
16
(47,06%)
8
(23,53%)
1
(2,94%) Tidak Setuju
14 Hanya terpaku pada keluhan pasien, antara lain : Demam,
batuk, sakit waktu buang air kecil dan durasi sakit pasien. 0 (0%)
12
(35,29%)
19
(55,88%)
3
(8,82%) Setuju
15 Keterbatasan waktu dalam pemberian Komunikasi,
Informasi dan Edukasi saat penyerahan antibiotika 0 (0%)
6
(17,65%)
17
(50,00%)
11
(32,25%) Setuju
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
Lampiran 9. Rekapitulasi Apotek di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
Lampiran 10. Formulir 5 Permenkes 73 tahun 2016
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
Lampiran 11. Formulir 6 Permenkes 73 tahun 2016
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
Lampiran 12. Formulir 7 Permenkes 73 tahun 2016
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
Lampiran 13. Formulir 8 Permenkes 73 tahun 2016
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
Lampiran 14. Formulir 9 tahun Permenkes 73 tahun 2016
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
BIOGRAFI PENULIS
“Persepsi Apoteker Terhadap Pelayanan
Antibiotika di Apotek Wilayah Kota Yogyakarta Tahun
2019” merupakan skripsi yang ditulis oleh Chaesar
Bastin, putra pertama dari Bapak Paulus dan Ibu
Gertrudis Nurwijayasari. Penulis lahir di Sintang, 24
Februari 1997. Pendidikan formal yang ditempuh mulai
dari SD Panca Setya 1 Sintang (2003-2009), SMPN 1
Sintang (2009-2012) dan SMA Panca Setya Sintang
(2012-2015). Penulis melanjutkan Pendidikan S1 pada
tahun 2015 di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma. Selama menjadi
mahasiswa Universitas Sanata Dharma, penulis berpartisipasi dalam beberapa
kegiatan kemahasiswaan sebagai Ketua Panitia Donor Darah 2016, Anggota
Divisi Medis Insadha 2016 dan Insadha Susulan 2016, Anggota Divisi Perkap
Seminar Nasional Interprofessional Health Care "Good Team, Good Work, Good
Result for the Better Future" tahun 2016, Ketua Komisi V Dewan Perwakilan
Mahasiswa Universitas (DPMU) Sanata Dharma periode 2017/2018. Penulis juga
menjadi Asisten Dosen mata kuliah Komunikasi Farmasi tahun ajaran 2018/2019.
Di luar kegiatan kemahasiswaan, penulis juga berpartisipasi sebagai Ketua
Paguyuban Lektor Paroki Santo Yohanes Rasul Pringwulung periode 2017/2018
dan mengikuti Latihan Kepemimpinan Tingkat Menengah Academia Mediore
tahun 2017.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI