Upload
nguyenkhue
View
229
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PERSEPSI TOKOH MASYARAKAT TERHADAP PERILAKU TIDAK
MEMILIH MASYARAKAT KELURAHAN TANJUNGPINANG KOTA
DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH
PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Syarat Untuk
Memperoleh Gelar Sarjana Jurusan Ilmu Pemerintahan
OLEH
HARITA
NIM: 110565201081
JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2016
ABSTRAK
Fenomena golongan putih (golput) merupakan wujud nyata dari perilaku tidak
memilih seseorang. Di Kelurahan Tanjungpinang Kota presentase pengguna hak pilih
dalam pemilihan Gubernur Kepri tahun 2015 lalu semakin menurun dari pemilihan
sebelumnya, yakni mencapai angka 38,3%. Signifikansi penurun presentase pengguna
hak pilih antara pemilihan Legislatif (pileg) tahun 2014 dan pemilihan Gubernur
(pilgub) tahun 2015 mencapai selisih 13,2%.
Pada penelitian sebelumnya, yakni oleh Ryan Anggaria tentang “Budaya
Politik Etnis Tionghoa di Kota Tanjungpinang” dengan narasumber Organisasi
Tionghoa serta Tokoh Masyarakat Etnis Tionghoa Kota Tanjungpinang dengan
orientasi subyek-partisipan, dimana masyarakat Etnis Tionghoa memiliki pemahaman
serta kemampuan yang cukup dalam hal berpolitik. Pemahaman Tokoh Masyarakat
yang peduli dan tinggi terhadap dunia politik tersebut, menjadikan alasan penulis
tertarik untuk menggali secara lebih mendalam penyebab perilaku tidak memilih
masyarakat Kelurahan Tanjungpinang Kota, dengan harapan Tokoh Masyarakat dapat
mencerminkan persepsi masyarakat Kelurahan Tanjungpinang Kota yang tidak
menggunakan hak pilihnya.
Berdasarkan tujuan tersebut, maka metode penelitian yang digunakan adalah
deskriptif kualitatif dengan menggunakan informan kunci yakni tokoh masyarakat
Kelurahan Tanjungpinang Kota. Keberagaman persepsi Tokoh Masyarakat
berdasarkan pemikiran serta latarbelakang pengalaman yang berbeda, sehingga
menghasilkan pandangan yang berbeda pula dalam menilai sesuatu. Dari hasil
penelitian penulis, tokoh masyarakat Kelurahan Tanjungpinang kota,
mempersepsikan penyebab munculnya golongan putih “golput” karena faktor
psikologis, sistem politik, kepercayaan politik, dan latar belakang status ekonomi
sosial cukup berperan mempengaruhi pilihan politik seseorang untuk “golput”.
Kata kunci : Persepsi, Tokoh Masyarakat, Perilaku Tidak Memilih, Pilkada.
Latar Belakang Masalah
Dalam dinamika pemilihan umum, fenomena golongan putih (golput) sering
menjadi masalah yang menghambat proses demokrasi di Indonesia. Dalam sejarah
pemilu fenomena golput di Indonesia sesungguhnya sudah ada sejak Pemilu di masa
Orde Baru. Pada masa reformasi, ancaman golput malah semakin meluas tidak hanya
di tingkat nasional (pemilu), akan tetapi hingga di tingkat pemilihan kepada daerah
(pilkada).
Fenomena golongan putih (golput) tersebut menjadi suatu hal yang erat
kaitannya dengan perilaku pemilih dimana terdapat aktivitas pemberian suara oleh
individu yang berkaitan erat dengan pengambilan keputusan untuk memilih (to vote)
atau tidak memilih (not to vote), karena tanpa adanya keterlibatan aktif dari
masyarakat sebagai pemilih dalam berbagai tahapan pemilukada dapat dipastikan
kurang berkualitas sebagai dasar terwujudnya sistem politik yang kuat, karena akan
menghasilkan pemegang jabatan publik yang terbaik.
Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) menjadi salah satu Provinsi yang mengikuti
pelaksanaan pesta demokrasi pada tahap pertama. Untuk kandidat calon Gubernur
Provinsi Kepri yaitu diikuti oleh 2 pasangan calon. Nomor Urut. 1 Drs. H.
Muhammad Sani dan Dr. Nurdin Basirun S.Sos, M.Si, yang didukung oleh lima
partai yakni Partai Demokrat, Partai Nasdem, PKB, Partai Gerindra, dan PPP.
Sedangkan Nomor Urut 2 yaitu Dr. H. M. Soerya Respationo, SH. MH dan H. Ansar
Ahmad, SE.MM, dengan partai pendukung lebih sedikit oleh empat partai, yakni
PKS, Partai Hanura, PAN, dan PDIP (sumber: Komisi Pemilihan Umum Kota
Tanjungpinang).
Pesta demokrasi dalam pemilihan Gubernur Provinsi Kepri menjadi semakin
menarik, dan seru ketika masing-masing pasangan calon merupakan pemimpin
incumbent. Drs. H. Muhammad Sani Selain merupakan mantan Gubernur Provinsi
Kepri 2 periode, Drs. H. Muhammad Sani dan Dr. Nurdin Basirun S.Sos, M.Si juga
sama-sama mantan bupati Karimun. Dan Dr. H. M. Soerya Respationo, SH. MH
mantan Wakil Gubernur Provinsi Kepri, serta H. Ansar Ahmad, SE.MM merupakan
Bupati Bintan periode 2010-2015.
Jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) dalam pemilihan gubernur provinsi Kepri
yang dilaksanakan oleh masyarakat Kota Tanjungpinang, Kota Batam, Kabupaten
Bintan, Kabupaten Karimun, Kabupaten Lingga, Kabupaten Anambas, dan
Kabupaten Natuna yakni berjumlah 1.860.000 juta jiwa. Dalam pelaksanaan
pemilihan gubernur (Pilgup) Kepri, selalu menjadi sorotan. Terlebih munculnya
fenomena golongan putih (golput) yang merupakan fenomena pemilihan umum
(pemilu) pada setiap daerah. Seperti pemilihan umum dalam pemilihan kepala daerah,
legislatif, maupun presiden.
Salah satunya terjadi fenomena golongan putih (golput) pada pilgup Kepri 9
desember 2015 lalu. Dari 1.860.000 jiwa hanya 56,34% yang menggunakan hak
pilihnya dalam pemilihan gubernur Kepri (kpu.go.id). Salah satu daerah yang menjadi
sorotan tingginya golongan putih (golput) yakni Ibukota Provinsi Kepulauan Riau,
Dari jumlah pemilih yang menggunakan hak pilihnya hanya diperoleh 53,32%
(kpu.go.id).
Seperti mengulang sejarah lama, fenomena golongan putih (golput) pada pilgub
Kepri pada tahun 2010 lalu, untuk presentase perolehan suara di Kota Tanjungpinang
hanya mencapai 53,07% yang menggunakan hak pilihnya. Pada pilgub 2015 lalu,
menjadi sangat menarik ketika golongan putih (golput) menjadi sangat dominan
dalam pesta demokrasi di Provinsi Kepulauan Riau, khususnya di Kota
Tanjungpinang, karena dalam kurun waktu lima tahun tidak terjadi peningkatan
pengguna hak pilih secara signifikan.
Karena keterbatasan kemampuan penulis dalam penelitian ini, penulis
mengambil lokasi penelitian di daerah pemilihan di Kelurahan Tanjungpinang Kota,
Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang. Karena tingkat pemilih
masyarakat di Kelurahan Tanjungpinang Kota sangat rendah dibanding kelurahan
lainnya pada Kecamatan Tanjungpinang Kota dan Kecamatan lainnya. Berikut
jumlah pemilih dan perolehan suara yang akan jelaskan dalam tabel berikut :
Tabel 1.1
Jumlah pemilih dan jumlah yang menggunakan hak pilih dan yang tidak
menggunakan hak pilih di Kelurahan Tanjungpinang Kota
Pada Pileg 2014
Lokasi Jumlah
DPT
Jumlah
Pengguna
Hak Pilih
Tidak
Menggunakan
Hak Pilih
Presentase
Pemilih
Kelurahan
Tanjungpinang
Kota
5.642 2.904 2.738 51, 5%
Kelurahan
Kampung Bugis 5.720 3.943 1.777 69, 8%
Senggarang 2.923 2.062 861 70, 6%
Penyengat 1.775 1,417 358 79, 8%
Sumber: Komisi Pemilihan Umum Kota Tanjungpinang, 2014
Tabel 1.2
Jumlah pemilih dan jumlah yang menggunakan hak pilih dan yang tidak
menggunakan hak pilih di Kelurahan Tanjungpinang Kota
Pada Pilgub 2015
Lokasi Jumlah
DPT
Jumlah
Pengguna
Hak Pilih
Tidak
Menggunakan
Hak Pilih
Presentase
Pemilih
Kelurahan
Tanjungpinang
Kota
5.371 2.059 3.312 38, 3%
Kelurahan
Kampung Bugis 5.911 3.302 2.609 55, 8%
Senggarang 2.943 1.707 1.236 58%
Penyengat 1.808 1.261 547 69, 7%
Sumber: Komisi Pemilihan Umum Kota Tanjungpinang, 2015
Dari tabel diatas menunjukan hal yang menarik ketika presentase pengguna hak
pilih di Kelurahan Tanjungpinang Kota dari tahun ke tahun masih menduduki posisi
tingkat presentase pengguna hak pilih terendah. Bahkan presentase pengguna hak
pilih dalam pemilihan Gubernur Kepri tahun 2015 lalu semakin menurun, yakni
mencapai angka 38,3%. Signifikansi penurun presentase pengguna hak pilih antara
pemilihan Legislatif (pileg) tahun 2014 dan pemilihan Gubernur (pilgub) tahun 2015
mencapai selisih 13,2%.
Munculnya perbedaan figur yang ditampilkan pada Pileg dan Pilgub semakin
dirasa oleh Penulis menjadi salah satu penyebab turunnya perolehan pengguna hak
pilih, hal tersebut dapat dilihat figur yang ditampilkan pada Pileg lebih banyak
menawarkan kandidat yang berasal dari etnis yang sama, sehingga rasa keterwakilan
aspirasi masyarakat Kelurahan Tanjungpinang Kota dengan mayoritas adalah etnis
tionghoa lebih bisa terakomodir dibanding kandidat pada pilgub 2015 lalu yang
diikuti oleh dua pasang calon “incumbent” yang sudah pernah memimpin Kepri
sebelumnya, dan juga sebagai bukti rasa kekecewaan masyarakat terhadap atas
kepemimpinan yang tidak membawa perubahan apa-apa bagi masyarakat Kelurahan
Tanjungpinang Kota.
Berbicara masalah pemimpin dalam penelitian ini, tidak terlepas dari pengaruh
tokoh masyarakat. Tokoh masyarakat adalah mereka yang memiliki kedudukan
sosial, berpengaruh, dan dihormati di lingkungan sosialnya. Dari hasil penelitian
sebelumnya oleh Ryan Anggaria tentang “Budaya Politik Etnis Tionghoa di Kota
Tanjungpinang” dengan narasumber Organisasi Tionghoa serta Tokoh Masyarakat
Etnis Tionghoa Kota Tanjungpinang, menunjukkan orientasi kognitif berada pada
posisi pengetahuan dan kepercayaan politik yang tinggi, kemudian orientasi afektif
Etnis Tionghoa Kota Tanjungpinang peka terhadap jalannya sistem politik dan
peranan pemerintah, serta orientasi evaluatif menunjukkan Etnis Tionghoa Kota
Tanjungpinang memiliki tingkatan tertinggi dalam kualitas orientasi politik, yakni
keputusan dan pendapat tentang obyek politik melibatkan standar nilai dan kriteria
yang berisikan pemahaman yang tinggi.
Pemahaman Tokoh Masyarakat yang peduli dan tinggi terhadap dunia politik
tersebut, menjadikan alasan penulis tertarik untuk menggali secara lebih mendalam
penyebab perilaku tidak memilih masyarakat Kelurahan Tanjungpinang Kota, dengan
harapan Tokoh Masyarakat dapat mencerminkan persepsi masyarakat Kelurahan
Tanjungpinang Kota yang tidak menggunakan hak pilihnya. Maka berdasarkan hal-
hal diatas penulis tertarik untuk meneliti dengan judul “Persepsi Tokoh Masyarakat
Terhadap Perilaku Tidak Memilih Masyarakat Kelurahan Tanjungpinang Kota
dalam Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Provinsi Kepulauan Riau Tahun
2015”.
LANDASAN TEORI
A. Persepsi
Persepsi sering kita artikan sebagai cara pandang seseorang terhadap suatu hal.
Cara pandang tersebut dapat berupa sesuatu yang positif atau negatif yang berbeda
pada setiap orang. Kenapa dikatakan berbeda, karena setiap orang memiliki
pengalaman dan pemikiran yang berbeda sehingga persepsi yang dihasilkan pada
setiap orang akan berbeda.
Hal ini sejalan dengan pengertian persepsi menurut Slameto (2010:102) bahwa:
“Persepsi adalah proses yang menyangkut masuknya pesan atau informasi ke
dalam otak manusia. Melalui persepsi manusia terus-menerus mengadakan
hubungan dengan lingkungannya. Hubungan ini dilakukan lewat inderanya,
yaitu indera penglihat, pendengar, peraba, perasa dan pencium.
Menurut Robbins (2002:14), bentuk persepsi terbagi menjadi dua, yaitu persepsi
positif, dan persepsi negatif. Persepsi positif merupakan penilaian individu terhadap
suatu objek atau informasi dengan pandangan yang positif atau sesuai dengan yang
diharapkan dari objek yang dipersepsikan atau dari aturan yang ada. Sedangkan
persepsi negatif merupakan perserpsi individu terhadap objek atau informasi tertentu
dengan pandangan yang negatif, berlawanan dengan yang diharapkan dari objek yang
dipersepsikan atau dari suatu aturan yang ada.
Dari pengertian diatas dapat kita simpulkan bahwa persepsi itu merupakan
proses menafsirkan informasi yang ada dilingkungan, sehingga terbentuk menjadi
cara pandang. Persepsi dalam penjelasan ini menunjukkan pada hubungan seseorang
dengan lingkungannya dengan kata lain lingkungan memberi pengaruh terhadap
persepsi seseorang. Setiap orang tinggal pada lingkungan yang berbeda oleh sebab itu
persepsi yang dihasilkan juga berbeda.
B. Tokoh Masyarakat
Di dalam kehidupan masyarakat, tokoh masyarakat menduduki posisi yang
penting, oleh karena ia dianggap orang serba tahu dan mempunyai pengaruh yang
besar terhadap masyarakat. Sehingga segala tindak-tanduknyan merupakan pola
aturan yang patut diteladani oleh masyarakat.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 1987 pasal 1 ayat 6
menyebutkan bahwa “Tokoh masyarakat adalah seseorang yang karena kedudukan
sosialnya menerima kehormatan dari masyarakat dan/atau pemerintah”.
C. Perilaku Tidak Memilih
Istilah perilaku not voting dalam bahasa Indonesia diartikan tidak memilih atau
lebih dikenal dengan golongan putih (golput). Perilaku tidak memilih atau golput
umumnya dipakai untuk merujuk pada fenomena ketidakhadiran seseorang dalam
pemilu karena tidak adanya motivasi. Menurut Mufti Mubarak, “bagi masyarakat,
sikap golput lebih dianggap sebagai bentuk perlawanan atas parpol dan para kandidat
yang tidak sesuai dengan aspirasi. Sedangkan disisi kandidat, golput akan
melemahkan legitimasi mereka kelak ketika berada di lembaga pemerintah (Erfiza,
2012 : 541)
Perilaku golput di Indonesia pada umumnya dapat dimanifestasikan ke dalam
beberapa bentuk, seperti yang dikemukakan Efriza (2012:547-548) berikut:
1. Orang yang menghadiri TPS sebagai aksi protes terhadap pelaksanaan
pemilu dan sistem politik yang ada.
2. Orang yang menghadiri TPS namun tidak menggunakan hak pilihnya secara
benar dengan menusuk lebih dari satu gambar.
3. Orang yang menggunakan hak pilihnya dengan jalan menusuk bagian putih
dari kartu suara. Perilaku ini merupakan refleksi protes atas ketidakpuasan
terhadap sistem politik yang sedang berkembang.
4. Orang yang tidak hadir di TPS dikarenakan mereka memang tidak terdaftar
sehingga tidak memiliki hak suara. Perilaku golput ini disebabkan alasan
administratif dan kelompok golput ini disebut golput pasif.
Berdasarkan hasil tulisan Muhammad Asfar dalam “Presiden Golput”, Efriza
(2012:537-544) setidaknya menyimpulkan ada empat faktor yang menjadi penyebab
golput, yaitu:
1. Faktor Psikologis
Faktor ini berkaitan dengan ciri-ciri kepribadian seseorang dan orientasi
kepribadian.
2. Faktor Sistem Politik
Pemilih melakukan protes terhadap sistem politik dan sistem pemilu
terutama kecewa dengan kebijakan dan implementasi dari pemerintah..
3. Faktor Kepercayaan Politik
Fenomena faktor kepercayaan politik ini biasanya muncul karena
ketidakpercayaan terhadap saluran politik dalam bentuk partai dan akhirnya
adanya keinginan warga negara untuk melakukan delegitimasi politik
terhadap kekuasaan.
4. Faktor Latarbelakang Status Sosial-Ekonomi
Faktor ini terbagi lagi ke dalam tiga indikator, yaitu tingkat pendidikan,
tingkat pekerjaan, dan tingkat pendapatan.
D. Pemilihan Kepala Daerah
Pemilihan Kepala Daerah merupakan rekrutment politik yaitu penyeleksian
rakyat terhadap tokoh-tokoh yang mencalonkan diri sebagai Kepala Daerah. Aktor
utama system pilkada adalah rakyat, partai politik, dan calon kepala daerah (J.
Prihatmoko, 2005:15) Ketiga actor tersebut terlibat langsung dalam kegiatanyang
dilaksanakan dalam rangkaian tahapan-tahapan pilkada langsung. Kegiatan-kegiatan
tersebut antara lain: 1) Pendaftaran pemilih; 2) Penetapan calon; 3) Kampanye; 4)
Pemungutan dan perhitungan suara; 5) Penetapan calon terpilih.
Menurut Djoko Suyanto (2012:25) Pemilukada sebagai agenda permanen dalam
tata pemerintahan, yang menjadi penentu keberhasilan demokrasi di daerah, segaligus
penentu kualitas sosok kepala daerah, perlu dijaga agar terhindar dari fenomena-
fenomena yang merugikan kepentingan bersama. Semua pihak perlu memiliki
kedewasaan dan pikiran jenih, untuk memandang dan mewujudkan demokrasi
sebagai jalan menuju kemaslahatan umum dan kesejahteraan rakyat.
Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Pada penelitian ini Penulis menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, yaitu
berupa gamabaran penelitian berupa rangkaian kata tertulis, perilaku yang
diamati secara fakta, akurat dengan melihat fenomena-fenomena yang terjadi.
Penelitian kualitatif tidak bermaksud untuk menggambarkan karakteristik
polpulasi atau menarik generalisasi kesimpulan bagi suatu populasi. Melainkan
lebih berfokus kepada representasi terhadap fenomena sosial (Bungin, 2007:53).
Pada penelitian kualitatif, bagian yang terpenting adalah menentukan informan
kunci menggunakan purposive sampling yaitu dilakukan secara sengaja dengan
memiliki bebrapa keriteria (Bungin, 2007:54). Sedangkan prosedur pemilihan
sampel itu sendiri melalui tiga tahapan, yang dikenal dengan teknik snowball
sampling yaitu: 1) pemilihan sampel awal (informan kunci), 2) pemilihan
sampel lanjutan. 3) menghentikan pemilihan sampel lanjutan jika sudah tidak
terdapat variasi informasi.
Dengan menggunakan teknik snowball sampling ini peneliti memilih informan
awal yakni tokoh masyarakat etnis tionghoa Kelurahan Tanjungpinang Kota,
mereka akan menunjuk kepada individu lain yang cocok dijadikan informan
lanjutan, begitu seterusnya hingga tidak lagi terdapat variasi informasi (jenuh).
Dengan demikian, pada penelitian kualitatif tidak dipersoalkan jumlah sampel
(Bungin, 2007:54).
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Tanjungpinang Kota, Kecamatan
Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang.
3. Jenis dan Sumber Data
a. Data Primer, data yang penulis peroleh langsung dari sumber asli pada
peninjauan langsung pada objek yang diteliti. Studi Lapangan yang
dilakukan langsung di Kelurahan Tanjungpinang Kota, Kecamatan
Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang dengan cara melakukan
wawancara terhadap subyek penelitian.
b. Data Sekunder pengambilan bahan penelitian penulis melalui media-
media yang ada, online (website, atau blog) maupun offline (buku, UU
yang terkait, karya ilmiah, Koran dan lain-lain) yang berkaitan dengan
penelitian ini.
4. Teknik dan Alat Pengumpulan Data
a. Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang dilakukan dalam pengumpulan data ialah dengan wawancara
yaitu dengan mekanisme pertanyaan yang sudah disusun (terstruktur dan
bisa keluar dari konsep jika berkaitan dengan yang diteliti (non-
terstruktur) terhadap key informant pemilih dari Kelurahan
Tanjungpinang Kota, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota
Tanjungpinang. Dan juga dengan melakukan observasi yaitu dengan
melakukan pengamatan tidak berperan serta, hanya mengamati subjek
penelitian dari kejauhan.
b. Alat Pengumpul Data
Alat yang digunakan dalam mengumpulkan data adalah pedoman
wawancara, alat tulis, alat perekam, kamera, dan telepon genggam.
5. Informan
Orang yang dimintai informasi dan keterangan untuk penelitian ini dipilih
berdasarkan kategori perwakilan sebagai orang yang mengetahui lebih dalam
mengenai kondisi masyarakat setempat sebagai key informant yaitu, Tokoh
masyarakat Kelurahan Tanjungpinang. Berikut kriteria informan yang terpilih untuk
dijadikan subyek dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Tokoh Masyarakat Formal yaitu terdiri dari :
(1) Lurah Kelurahan Tanjungpinang Kota, secara administrasi merupakan
pimpinan penyelenggara urusan pemerintahan, pembangunan dan
kemasyarakatan sehingga dianggap mengetahui kondisi masyarakat
Kelurahan Tanjungpinang Kota.
(2) RT/RW (Rukun Tetangga/Rukun Warga) Kelurahan Tanjungpinang Kota,
dengan pertimbangan RT/RW adalah pemimpin lingkungan terkecil yang
ada di Kelurahan Tanjungpinang Kota
b. Tokoh Masyarakat Informal terdiri dari :
(1) Tokoh Agama, dengan pertimbangan Kelurahan Tanjungpinang Kota
merupakan wilayah dengan mayoritas terbesar adalah beragama Hindu
dan beretnis Tionghoa, sehingga Tokoh agama menjadi salah tokoh sentral
yang dekat dan mengetahui kondisi masyarakat Kelurahan Tanjungpinang
Kota
(2) Tokoh Pemuda, dengan pertimbangan peran pemuda dalam segala hal
khsususnya dunia politik di Kelurahan Tanjungpinang Kota yang aktif
mengikuti organisasi kepemudaan dan organisasi lainnya seperti
kepengurusan Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI)
Kota Tanjungpinang, sehingga peneliti anggap Tokoh pemuda mampu
menjawab permasalahan yang akan peneliti bahas selanjutnya
Teknik Analisa Data
Analisa data yang digunakan menganalisa data-data yang didapat dari penelitian
adalah analisis deskriptif kualitatif. Analisis data dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
1. Mengumpulkan, serta menyusun data yang terkumpul, baik data primer
maupun data sekunder yang diperoleh dari wawancara menjadi bentuk teks.
2. Melakukan penafsiran dan pembahasan terhadap data yang ditemukan.
3. Mengklasifikasikan berdasarkan beberapa tema sesuai dengan fokus kajian
penelitian.
4. Mengidentifikasi temaz secara umum dari data yang terkumpul.
5. Membuat Kesimpulan.
ANALISA DATA
A. Faktor Psikologis
Faktor psikologis untuk mengetahui penyebab golput yang dilihat dari
kepribadian seseorang dan orientasi kepribadian. Hasil wawancara peneliti mengenai
presepsi tokoh masyarakat Kelurahan Tanjungpinang Kota terhadap perilaku tidak
memilih masyarakat Kelurahan Tanjungpinang Kota dalam pemilihan Gubernur
Provinsi Kepri tahun 2015, salah satunya mengarah kepada aspek psikologis yaitu
yang dilihat dari kepribadian seseorang dan orientasi kepribadian seperti yang
dikemukakan Tokoh Pemuda Etnis Tionghoa (Mantan Wakil Ketua INTI dan Humas
PSMTI Kota Tanjungpinang) yakni Wison SE :
“Berbicara masalah golput, kecenderungan masyarakat disini
memang kurang antusias, masih ada yang tidak perduli dengan
pemerintah atau politik, lebih memilih berlibur keluar kota, bahkan sehari
menjelang pemilihan, ada bahkan banyak yang sudah pergi meninggalkan
Kota Tanjungpinang. Hal tersebut terjadi karena mereka merasa tidak
terlibat dengan dunia politik sehingga rasa tanggung jawab kepada hak
mereka untuk memilih itu masih kurang. Sosialisasi berjalan mulai
ditingkat RT/RW hingga KPU, tapi masyarakat ada yang tidak mau ikut,
masa harus kita paksa”. (09-08-2016 Pukul 13.50 di Jalan Merdeka No.
81).
Sama halnya seperti yang disampaikan oleh Bapak Musin sebagai Ketua RT
3/RW IX selama empat puluh (40) tahun :
“Kalau pemilihan yang pergi orangnya itu-itu saja, pileg maupun
pilgub yang milih yang itu-itu saja lah, ada yang tidak mau milih karena
banyak yang tidak mengerti tentang politik, padahal jaman udah berubah,
udah tidak seperti dulu tidak bebas, sekarang sudah bebas tapi
masyarakat masih ada yang tidak mau milih, karena merasa politik itu
bukan keseharian mereka.” (09-08-2016 Pukul 12.35 di Jalan Pelantar I).
Lebih lanjut Bapak Musin mengatakan:
“Karena bukan keseharian mereka, mereka merasa tidak terlibat
dengan politik. Sehingga kebijakan pemerintah dianggap tidak
berpengaruh terhadap kelangsungan hidup mereka. Mereka buka toko,
ada usaha masing-masing jadi kebijakan apapun dari pemerintah mereka
tidak terlalu mengerti jadi tidak ada urusan buat mereka (09-08-2016
Pukul 12.35 di Jalan Pelantar I).
Keseluruhan kesimpulan hasil wawancara penulis terhadap tokoh masyarakat
Kelurahan tanjungpinang Kota, memilki perbedaan yang beragam memandang
perilaku tidak memilih Kelurahan Tanjungpinang Kota secara psikologi yakni dengan
melihat orientasi kepribadian seperti yang telah dijelaskan diatas, dapat dilihat
kurangnya antusias masyarakat Kelurahan Tanjungpinang Kota, karena kurangnya
pendidikan politik serta kesadaran politik ditandai dengan kejenuhan dalam memilih,
namun dalam hal ini kejenuhan yang beralasan ketika mereka merasa tidak ada
perubahan yang berarti bagi kelangsungan hidup masyarakat. Oleh karena itu, hasil
analisa penulis terhadap persepsi tokoh masyarakat tersebut, faktor psikologis cukup
berperan dalam melatarbelakangi perilaku tidak memilih (golput) masyarakat
Kelurahan Tanjungpinang Kota.
B. Faktor Sistem Politik
Pemilih melakukan protes terhadap sistem politik dan sistem pemilu terutama
kecewa dengan kebijakan dan implementasi dari pemerintah. Dari hasil penelitian di
lapangan penulis melalui wawancara terhadap beberapa tokoh masyarakt di
Kelurahan Tanjungpinang Kota faktor sistem politik juga sebagai salah satu yang
mempengaruhi pilihan politik masyarakat kelurahan Tanjungpinang Kota untuk
memilih golput karena merasa kecewa terhadap implementasi kebijakan pemerintah
seperti yang dikemukakan oleh Ketua RT 3/RW 3 Bapak Minarso :
“Salah satu permasalahan yang sering terjadi disini itu air bersih. Air
bersih itu sulit sekali disini, kami udah sering melapor ke pejabat pemerintahan
tapi tidak ada tanggapan, meskipun sekarang sudah lebih baik dari dulu (2/3
tahun sebelumnya) tapi masalah air ini masih jadi masalah kami disini. Kami
tidak minta apa-apa, tidak minta uang tau apa, kami hanya ingin air bersih
karena semuanya butuh air, pemerintah provinsi maupun kota apalagi
pemerintahan di pusat perubahan tidak begitu kami rasakan” (27-05-2016
Pukul 16.20 di Jalan Plantar 3).
Sama halnya seperti yang dikemukakan oleh Tokoh Pemuda Etnis Tionghoa
(Mantan Wakil Ketua INTI dan Humas PSMTI Kota Tanjungpinang) yakni Wison
SE :
“Perparkiran yang sekarang tidak sesuai dengan kebutuhan
masyarakat disini, kami sudah sering menyampaikan unek-unek ingin
perparkiran seperti dulu yaitu parkir serong namun pandangan kami
tidak diterima, masukan kami dianggap masukan seperti tidak
berpendidikan. Meskipun untuk kepentingan bersama, tapi seharusnya
ada kearifan lokal dengan melihat apa yang masyarakat disini butuhkan
dengan mencari solusi sama-sama.” (31-05-2016 Pukul 16.10 di Jalan
Merdeka No. 81).
Kesimpulan dari hasil wawancara penulis tersebut mengenai pesepsi Tokoh
Masyarakat kelurahan Tanjungpinang Kota, yaitu melihat adanya rasa kecewa
masyarakat tersebut wajar ketika masyarakat Kelurahan Tanjungpinang Kota merasa
apa yang mereka inginkan tidak terealisasi dengan baik oleh pemimpin-pemimpin
yang mereka pernah pilih. Menurut persepsi Tokoh Masyarakat, Masyarakat
kelurahan Tanjungpinang Kota hanya melihat kepada tokoh atau sosok yang dapat
mengatasi masalah mereka. Dalam hal ini, tidak hanya di kelurahan Tanjungpinang
Kota yang mayoritas masyarakat beretnis tionghoa saja yang akan menilai pilihan
politiknya seperti itu, namun seluruh masyarakat pribumi pun juga pasti akan berfikir
yang sama. Menggunakan rasionalisasi pemikirannya dalam menentukan sikap untuk
memilih pemimpin selanjutnya.
C. Faktor Kepercayaan Politik
Faktor kepercayaan politik mengetahui penyebab golput yang melihat dari
ketidakpercayaan terhadap saluran politik dalam bentuk kandidat atau partai politik.
Ketidakpercayaan terhadap janji politik tersebut disampaikan oleh Bapak Musin
sebagai Ketua RT 3/RW IX selama empat puluh (40) tahun :
“Kecewa sama janji politik itu sudah biasa. Dari dulu katanya
mau memperbaiki saluran air yang selama ini masyarakat disini kesulitan
air bersih, tapi berganti pemimpin ya hasil begini-begini saja, masyarakat
disini masih kesulitan air juga.” (09-08-2016 Pukul 12.44 di Jalan
Pelantar I).
Dari hasil wawancara diatas, dapat disimpulkan persepsi tokoh masyarakat
terhadap perilaku tidak memilih masyarakat Kelurahan Tanjungpinang Kota, yakni
kepercayaan terhadapa janji politik calon-calon pilkada berkurang, bukan karena
latarbelakang kesamaan etnis, tetapi lebih kepada kepercayaan yang dipusatkan
kepada sosok yang mampu bekerja tidak hanya mengumbar janji tapi bekerja sesuai
dengan kebutuhan masyarakat.
Tidak adanya kedekatan antara kandidat dan masyarakat juga menjadi salah
satu faktor seperti yang dikemukakan oleh Ibu Lurah Kelurahan Tanjungpinang Kota,
Ibu Vinna Saktiani, S.IP :
“Salah satu faktor masyarakat Kelurahan Tanjungpinang tingkat
presentasi pemilihnya rendah yaitu karena tidak adanya kedekatan
dengan figur, figur tidak turun langsung ke Masyarakat, hanya tim sukses
yang turun sehingga tidak adanya kedekatan dengan figur maupun partai
politik dan mereka beranggapan dunia politik bukanlah dunia mereka,
dan dalam pilgub 2015 lalu Pak Sani memperoleh suara tertinggi karena
banyak Masyarakat yang tua-tua mengenal Beliau dulu sebagai Walikota
Tanjungpinang” (24-05-2016 Pukul 11.00 di Kelurahan Tanjungpinang
Kota).
Sama halnya seperti yang dikemukakan oleh Ibu Bie Kim Ketua RT 3/RW 2
Kelurahan Tanjungpinang Kota, yakni :
“Kalau soal figur Saya dan masyarakat saya disini tidak kenal,
karena tidak ada sosialisasi pengenalan kandidat oleh figur tersebut
secara langsung terhadap kami, masyarakat disini melihat pakai kenal
dan ramah Kita pergi datang milih, seperti umpama kita jumpa orang di
jalan, bagaimana kita mau menegur atau menyapa orang tersebut jika
kita tidak kenal, tentulah kita menegur kalau kita kenal, sama seperti
pilgub lalu itu bagaimana kita mau datang milih jika figurnya saja kita
tidak kenal, kita tidak dekat” (27-05-2016 Pukul 15.03 di Jalan Bintan
No.10).
Namun penulis lebih jauh menanyakan mengenai kepemimpinan incumbent
Drs. H. Muhammad Sani dan Dr. H. M. Soerya Respationo selama kurang lebih lima
tahun kebelakang tetapi tidak mempengaruhi kedekatan Masyarakat Kelurahan
Tanjungpinang dengan figur-figur tersebut, seperti yang dikemukan kembali oleh Ibu
Bie Kim Ketua RT 3/RW 2 Kelurahan Tanjungpinang Kota, yakni :
“Mengenal sekedar tau ya kami mendengar sedikit-sedikit adalah
dari orang tapi ya tau-tau gitu aja, tidak tau selebihnya karena tidak
pernah langsung datang melihat kondisi Masyarakat sini, seperti
membantu menyelesaikan masalah banjir di Jalan Bintan ini setiap hujan
turun yang merupakan masalah tahun ke tahun tapi tidak ada
penanganan” (27-05-2016 Pukul 15.00 Wib di Jalan Bintan No.10)
Wawancara Penulis dengan informan diatas dapat disimpulkan bahwa
kedekatan emosional partai maupun calon kandidat itu sangat mempengaruhi pilihan
politik masyarakat Kelurahan Tanjungpinang Kota, karena sudah tentu kedekatan
emosional itu dibangun dengan salah satunya kedekatan melalui pertemuan-
pertemuan intens kepada masyarakat Kelurahan Tanjungpinang, namun pertemuan
bersolusi tentunya bukan sekedar pertemuan mencari nama semata.
Faktor Kepercayaan politik dalam hal ini adalah ketidakpercayaan serta rasa
kecewa masyarakat dengan saluran politik maupun kandidat, terasa sesuatu hal yang
wajar. Terlihat kejenuhan memilih serta merasa tidak mendapat perubahan yang
signifikan dalam kehidupan mereka, seolah menjadi gambaran penyebab masyarakat
Kelurahan Tanjungpinang Kota memilih untuk golput seakan menjadi jawaban
terbaik mereka atas kekecewaan serta ketidakpercayaan mereka terhadap pemimpin
maupun partai politik.
D. Faktor Latarbelakang Status Sosial - Ekonomi
Faktor ini terbagi lagi ke dalam tiga indikator, yaitu tingkat pendidikan, tingkat
pekerjaan, dan tingkat pendapatan. Dari hasil temuan di lapangan dan hasil
wawancara penulis terhadap informan, faktor latar belakang status ekonomi
mempengaruhi perilaku tidak memilih masyarakat Kelurahan Tanjungpinang Kota,
seperti yang dikemukakan oleh Bapak Musin sebagai Ketua RT 3/RW IX selama
empat puluh (40) tahun
“Pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan adalah sesuatu hal yang
tidak dapat dipisahkan. Orang berpendidikan rendah, tidak tau apa-apa
bagaimana mau ikut campur dengan pemerintahan? Apalagi pekerjaan,
bekerja itu keharusan…kalau tidak bekerja bagaimana mau makan?
Kalau tidak ada penghasilan, bagaimana mau sana sini karena tidak ada
uang. Semua itu berpengaruh ya. Apalagi orang yang pekerjaannya di
dinas-dinas, tentu berbeda kepentingan dengan orang yang bekerja di
toko. Cara berfikir orang tentang politik yang kerja di dinas dan di toko
tentu berbeda juga. Jadi berbeda pola pikir, berbeda kepentingan
berbeda apa yang dilakukan ya wajar-wajar saja lah .” (09-08-2016
Pukul 13.18 di Jalan Pelantar I).
Sama seperti yang dikemukakan oleh Ibu Bie Kim Ketua RT 3/RW 2
Kelurahan Tanjungpinang Kota, yakni :
“Politik kami tidak tau banyak, karena aktifitas kami tidak ada
hubungan dengan politik, kami hanya bekerja seperti ini (bekerja sebagai
pengusaha CV) jadi kami tidak banyak tau tentang politik”. (27-05-2016
Pukul 15.00 Wib di Jalan Bintan No.10)
Sama halnya seperti yang dikemukakan oleh Ketua RW IV, yakni Bapak Budi
Sukardi :
“Masyarakat di sini seperti yang kita ketahui, banyak latar
belakang wiraswasta, bekerja ditoko milik keluarga, sehingga untuk
masuk ke dunia politik apalagi partai politik itu sulit, hanya sekedar tau
lewat pemberitaan di televisi itu ada, tapi untuk mengetahui secara
langsung atau mengikuti secara langsung itu tidak ada, karena tidak ada
hubungannya dengan pekerjaan masyarakat di sini” (31-05-2016 Pukul
16.11 Wib di Jalan Merdeka).
Hasil wawancara penulis diatas dengan tokoh masyarakat mengungkapkan
bahwa, persepsi mereka terhadap latar belakang masyarakat Kelurahan
Tanjungpinang Kota yang sudah lekat dengan lingkungan sosial ekonomi secara
turun temurun, sehingga mereka merasa partai politik bukanlah dunia mereka dan
tidak berdampak apa-apa terhadap keseharian mereka sebagai berwiraswasta,
sehingga wajar tidak ada ikatan secara emosional dengan berbagai macam pendapat
serta keyakinan yang berbeda pula sesuai dengan latar belakang status ekonomi sosial
masyarakat Kelurahan Tanjungpinang Kota.
A. Kesimpulan
Persepsi sering kita artikan sebagai cara pandang seseorang terhadap suatu hal.
Cara pandang tersebut dapat berupa sesuatu yang positif atau negatif yang berbeda
pada setiap orang. Dikatakan berbeda, karena setiap orang memiliki pengalaman dan
pemikiran yang berbeda sehingga persepsi yang dihasilkan pada setiap orang akan
berbeda. Sama halnya dengan persepsi tokoh masyarakat (formal maupun informal)
perbedaan latar belakang pengalaman tentu akan menghasilkan pemikiran yang
berbeda. Tokoh masyarakat adalah mereka yang memiliki kedudukan sosial,
berpengaruh, dan dihormati di lingkungan sosialnya sehingga perbedaan tersebut
memunculkan pemahaman Tokoh Masyarakat mengenali calon pemilih dengan
alasan dan faktor yang berbeda pula mengenai penyebab seseorang tidak memilih
suatu partai atau kandidat yang ikut dalam kontestasi politik.
Dari hasil penelitian penulis, tokoh masyarakat Kelurahan Tanjungpinang kota,
mempersepsikan penyebab munculnya golongan putih “golput” oleh faktor
psikologis, sistem politik, kepercayaan politik, dan latar belakang status ekonomi
sosial cukup berperan mempengaruhi pilihan politik. Faktor yang pertama adalah
faktor psikologis, dimana ada dua indikator yakni kepribadian seseorang yang dapat
dilihat dengan tidak adanya rasa tanggung jawab, acuh, ataupun sakit dan orientasi
kepribadian yang dapat dilihat dengan salah satunya aktifitas politik tidak
memberikan kepuasan bagi mereka (dapat dilihat dengan sikap tokoh masyarakat
yang mempersepsikan tidak adanya perubahan dari aktifitas memilih tersebut, seperti
kebijakan yang tidak terlalu dirasakan).
Faktor selanjutnya yang dipersepsikan oleh tokoh masyarakat sebagai faktor
yang berperan dalam memilih tidakan “golput” adalah adalah faktor sistem politik hal
tersebut ditunjukan oleh dengan rasa kekecewaan Tokoh Masyarakat kepada
pemimpin, memilih atau tidak dirasa tidak membawa perubahan yang berarti seperti
banyaknya masalah yang masih sering terjadi seperti masalah banjir di jalan Bintan
dan Pelantar II, dan III, kekurangan air bersih disetiap pelantar dan jalanan yang
rusak di tiap-tiap gang seperti di jalan pasar ikan dan sistem perparkiran pararel yang
dianggap semakin menyempitkan lahan parkir untuk mereka. Masalah yang terjadi
tersebut ada setiap tahun dan setiap berganti pemimpin, namun tidak ada perubahan
sehingga menjadikan alasan atau faktor yang mempengaruhi pilihan politik
seseorang.
Faktor selanjutnya yang cukup berperan yakni karena faktor kepercayaan
politik. Dari hasil wawancara penulis pada informan kunci, yakni tokoh masyarakat.
Memudarnya kepercayaan masyarakat Kelurahan Tanjungpinang Kota terhadap janji
politik kandidat, dan kurangnya kedekatan emosional seseorang terhadap partai
maupun kandidat juga menjadi faktor yang mempengaruhi perilaku tidak memilih
seseorang.
Faktor terakhir yang cukup berperan mempengaruhi pilihan politik seseorang
untuk golput yakni faktor latar belakang status ekonomi sosial dengan indikator
pendidikan, pekerjaan dan pendapatan. Dari hasil wawancara penulis pada informan
kunci, yakni tokoh masyarakat. Latar belakang status sosial ekonomi dilihat dari
pendidikan, pendapatan serta pekerjaan memiliki ruang tersendiri, yakni masyarakat
etnis tionghoa, tidak terbiasa dengan hal-hal atau kegiatan politik, Dengan pekerjaan
mengurus rumah tangga dan karyawan swasta secara turun temurun adalah
berwiraswasta sehingga keseharian masyarakat Kelurahan Tanjungpinang Kota
dengan mayoritas etnis tionghoa tersebut jauh serta cenderung tertutup dari dunia
politik.
B. Saran / Kritik
Tokoh masyarakat adalah mereka yang memiliki kedudukan sosial,
berpengaruh, dan dihormati di lingkungan sosialnya. Pemahaman Tokoh Masyarakat
yang peduli dan tinggi terhadap dunia politik tersebut, menjadikan alasan penulis
tertarik untuk menggali secara lebih mendalam penyebab perilaku tidak memilih
masyarakat Kelurahan Tanjungpinang Kota, dengan harapan Tokoh Masyarakat
dapat mencerminkan persepsi masyarakat Kelurahan Tanjungpinang Kota yang tidak
menggunakan hak pilihnya. Legalitas seorang pemimpin yang menjadi Kepala
pemerintahan pun kedepan akan menjadi sesuatu yang dipertanyakan secara sosial
jika pemilih semakin tahun ke tahun semakin menurun. Untuk itu, berdasarkan
beragam persepsi tokoh masyarakat terhadap perilaku tidak memilih masyarakat
Kelurahan Tanjungpinang Kota, dapat menjadi masukan kepada penyelenggara
pemilihan umum untuk lebih meningkatkan sosialisasi secara berkelanjutan untuk
bisa memberikan peluang baru untuk mereka membuka diri dengan dunia politik,
karena tentu tidaklah mengubah orientasi kpribadian seseorang yang sudah terbentuk
sejak lahir. Selanjutnya kepada Partai Politik untuk lebih dapat melahirkan
pemimpin-pemimpin yang tidak hanya baru, tetapi memiliki integritas serta
komitmen untuk mengembalikan rasa kepercayaan masyarakat terhadap pemimpin
dan partai politik selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Asshiddiqie, Jimly. Konsolidasi Naskah UUD 1945 setelah perubahan keempat,
Depok: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas
Indonesia, 2002.
Budiman, Arief. Kebebasan, Negara, Pembangunan (Jakarta: Pustaka Alvabet, 2006.
Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan
Publik dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Putra Grafika
Erfiza. Political Explore. Bandung: Alfabeta, 2012.
Irtanto, 2008. Dinamika Politik Lokal: Era Otonomi Daerah. Jakarta: Grafindo
Prihatmoko, J. Joko. 2003. Pemilu 2004 dan Konsolidasi Demokrasi. Semarang :
LP21
2005. Pemilihan Kepala Daerah Langsung. LP3M.
Universitas Wahid Hasyim. Semarang.
Khaeruman, Badri dkk, Islam dan Demokrasi Menungungkap Fenomena Golput
Jakarta: PT Nimas Multima, 2004.
Rahman, A. 2007. Sistem Politik Indonesia. Jakarta: Graha Ilmu
Rush, Michael dan Phillip Althop. 2003. Pengantar Sosiologi Politik (Terjemahan
Kartini Kartono), Jakarta: Rajawali
Suyanto, Djoko, dkk. 2012. Evaluasi Pemilukada dari prespektif Ketahanan
Nasional. Jakarta:Konpress
Sy, Pahmi. 2010. Politik Pencitraan. Gaung Persada Pers. Jakarta
Varma, S.P. 2001. Teori Politik Modern. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Dokumen
Profil Kelurahan Tanjungpinang Kota Tahun 2015
Data Rekapitulasi Pemilihan Umum Kepala Daerah Tahun 2015 Kota Tanjungpinang