Upload
vankien
View
269
Download
7
Embed Size (px)
Citation preview
i
PERTUMBUHAN EKONOMI DAN DISTRIBUSI
PENDAPATAN DAERAH DI KABUPATEN SEMARANG
(TAHUN 1999-2003)
SKRIPSI
Untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada Universitas Negeri Semarang
Oleh
Dani Yus Wijayanto
NIM 3353401029
Ekonomi Pembangunan
FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN EKONOMI
2005
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi ini telah disetujui oleh Pembimbing untuk diajukan ke sidang panitia ujian
skripsi pada:
Hari :
Tanggal :
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. ST.Sunarto, M.S P.Eko Prasetyo, SE, M.Si NIP. 130 515 743 NIP. 132 300 418
Mengetahui, Ketua Jurusan Ekonomi
Drs. Kusmuriyanto, M.Si
NIP. 131 404 309
iii
PENGESAHAN KELULUSAN
Skripsi ini telah dipertahankan di depan Sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu
Sosial, Universitas Negeri Semarang pada:
Hari :
Tanggal :
Penguji Skripsi
Dra. Etty Susilowati, M.Si NIP. 131 813 666
Anggota I Anggota II
Drs. ST.Sunarto, M.S P.Eko Prasetyo, SE, M.Si NIP. 130 515 743 NIP. 132 300 418
Mengetahui: Dekan,
Drs. Sunardi, MM NIP. 130 367 998
iv
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar hasil
karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau
seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip
atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Semarang, September 2005
Dani Yus Wijayanto NIM 3353401029
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
“Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri, kasih tidak berbuat jahat
terhadap sesama manusia karena cinta kasih itu kesempurnaan hukum”
(Surat Rasul Paulus kepada umat di Roma, 13:8-10)
Persembahan
1. Untuk kedua orang tuaku tercinta.
2. Untuk mas Randi dan mbak Ida tersayang.
3. Untuk Ria terkasih yang selalu memotivasi.
4. Untuk teman-teman seperjuangan IESP’ 2001.
(Mujib, Pipit, Alex, Ariadi, Danang dll)
5. Untuk para dosenku.
6. Dan generasi penerusku.
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat
dan perlindunganNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi
dengan judul “PERTUMBUHAN EKONOMI DAN DISTRIBUSI
PENDAPATAN DAERAH DI KABUPATEN SEMARANG (TAHUN 1999-
2003)” dengan baik.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih yang
sedalam-dalamnya atas bantuan, bimbingan dan dorongan yang diberikan selama
proses penyusunan sampai selesainya skripsi ini, kepada yang terhormat :
1. Bapak Drs. AT. Soegito, MM, selaku Rektor Universitas Negeri Semarang.
2. Bapak Drs. Sunardi, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri
Semarang.
3. Bapak Drs. Kusmuriyanto, M.Si, selaku Ketua Jurusan Ekonomi Fakultas Ilmu
Sosial Universitas Negeri Semarang.
4. Bapak Drs. Bambang Prishardoyo, M.Si, selaku Kaprodi Ilmu Ekonomi Studi
Pembangunan Universitas Negeri Semarang.
5. Bapak Drs. ST. Sunarto, MS, selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak
membantu dan membimbing dengan sabar sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan baik.
vii
6. Bapak Paiman Eko Prasetyo, SE. M.Si, selaku Dosen Pembimbing II yang telah
banyak membantu dan membimbing dengan sabar sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
7. Bapak Gunawan dan Bapak Pratman, selaku pegawai Dinas Pertanian Kabupaten
Semarang yang telah banyak membantu dalam pengumpulan data.
8. Seluruh Staf Badan Pusat Statistik Kota Semarang yang telah mengarahkan
selama mengumpulkan data.
9. Semua pihak yang telah memberikan motivasi, bantuan dan masukan, sehingga
selesainya skripsi ini.
Tiada yang dapat penulis persembahkan kepada semua pihak yang telah
membantu, hanya doa dan ucapan terima kasih yang dapat penulis berikan, semoga
segala kebaikan mendapat balasan dari Tuhan Yang Maha Esa. Akhirnya dengan
segala kerendahan hati, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
pembaca pada umumnya dan bagi penulis pada khususnya.
Semarang, September 2005
Penulis
viii
SARI
Wijayanto, Dani Yus. 2005. Pertumbuhan Ekonomi dan Distribusi Pendapatan Daerah di Kabupaten Semarang (Tahun 1999-2003). Sarjana Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang. 81 h. Kata Kunci : Pertumbuhan Ekonomi, Distribusi Pendapatan Pada hakekatnya pembangunan daerah tidak hanya memusatkan perhatian pada pertumbuhan ekonomi saja namun juga mempertimbangkan bagaimana distribusi pembangunan itu. Selama ini pertumbuhan ekonomi dan hasil pembangunan tidak di nikmati secara adil dan merata oleh seluruh masyarakat maka timbul persoalan distribusi pendapatan. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimana perkembangan struktur PDRB pada masing-masing sektor di Kabupaten Semarang ?, (2) Faktor-faktor apa yang menghambat dan mendukung perkembangan pada sektor pertanian dan sektor industri di Kabupaten Semarang ? (3) Bagaimana sebaran distribusi pendapatan daerah di Kabupaten Semarang dengan dan tanpa sektor industri?. Penelitian ini bertujuan: (1) Untuk mengetahui perkembangan struktur PDRB pada masing-masing sektor di Kabupaten Semarang dari tahun 1999-2003, (2) Untuk mengetahui faktor-faktor menghambat dan mendukung perkembangan pada sektor pertanian dan sektor industri di Kabupaten Semarang, (3) Untuk mengetahui sebaran distribusi pendapatan di Kabupaten Semarang dengan mengikutkan sektor industri dan tanpa sektor industri.
Jenis data penelitian ini adalah mengunakan data sekunder dan data primer. Ada dua variabel yang dikaji dalam penelitian ini, yaitu: (1) Pertumbuhan ekonomi, dan (2) distribusi pendapatan daerah di Kabupaten Semarang Tahun 1999-2003. Teknik di dalam pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi. Data utama yang digunakan adalah data sekunder berdasarkan urutan waktu (time series data). Data yang dikumpulkan dianalisis dengan teknik deskriptif dan teknik perhitungan LQ, shift share dan Indeks Williamson.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkembangan struktur PDRB Kabupaten Semarang tahun 1999-2003 didominasi empat sektor, dua diantaranya adalah sektor paling potensial yaitu sektor industri dan jasa-jasa. Berdasarkan metode LQ sektor industri, sektor listrik, sektor lembaga keuangan dan sektor jasa-jasa merupakan sektor yang berpotensi untuk dikembangkan. Sedangkan berdasarkan metode analisis shift share sektor jasa-jasa, sektor konstruksi, sektor listrik dan sektor pertanian merupakan sektor yang pertumbuhannya lebih cepat dari sektor yang sama di propinsi Jawa Tengah, karena kontribusinya bertanda positif. Sedangkan pertumbuhan PDRB Kabupaten Semarang bertanda negatif, ini berarti pertumbuhan PDRBnya lebih lambat dari pertumbuhan PDRB Propinsi Jawa Tengah. Salah satu faktor yang menghambat perkembangan pada sektor pertanian adalah berubahnya fungsi lahan
ix
pertanian ke non-pertanian yang tidak terkendali. Sedangkan salah satu faktor yang mendukung perkembangan pada sektor pertanian adalah tersedianya sumber daya alam yang subur sangat cocok untuk usaha pertanian. Salah satu faktor yang menghambat perkembangan pada sektor industri adalah stabilitas ekonomi yang belum memadai. Sedangkan salah satu faktor yang mendukung perkembangan pada sektor industri adalah adanya pertumbuhan dan persebaran sentra di pedesaan. Sebaran distribusi pendapatan tiap kecamatan di Kabupaten Semarang berada pada ketimpangan taraf rendah karena nilainya rata-rata dalam kurun waktu tahun 1999-2003 masih berada dibawah angka 0.35, hal ini disebabkan karena adanya pemerataan dalam distribusi pendapatan daerah.
Berdasarkan hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa ada empat sektor unggulan di Kabupaten Semarang yaitu (1) sektor industri, (2) sektor listrik, gas dan air, (3) sektor lembaga keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, (4) sektor jasa-jasa. Keempat sektor ini strategis untuk dikembangkan dalam meningkatkan perolehan PDRB. Sektor industri dan sektor jasa-jasa merupakan sektor yang paling potensial dan strategis untuk memacu serta menunjang perkembangan struktur PDRB Kabupaten Semarang. Sektor pertanian yang dahulu merupakan sektor potensial yang bagus harus lebih dikembangkan lagi dalam masyarakat, diantaranya dengan melalui berbagai program seperti program kesejahteraan petani. Dengan perhitungan Indeks Williamson dengan dan tanpa mengikutkan sektor industri dapat diketahui bahwa sektor industri merupakan faktor penyebab terjadinya ketimpangan.
Dengan melihat keadaan yang terjadi sebaiknya Kabupaten Semarang lebih mengintensifkan perkembangan sektor industri dan sektor jasa-jasa karena merupakan sektor yang paling potensial. Namun, tidak tertutup kemungkinan mengembangkan sektor lainnya yang kurang potensial. Sebaran distribusi pendapatan di Kabupaten Semarang harus tetap mempertahankan Indeks Williamson di bawah 0.50 sehingga ketimpangan pendapatan akan semakin kecil dan distribusi pendapatan daerah akan semakin merata dinikmati setiap penduduknya.
x
DAFTAR ISI Halaman
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING……………………………………………. ii
PENGESAHAN KELULUSAN ...................................................................... iii
PERNYATAAN………………………………………………………………. iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN …………………………………………... v
KATA PENGANTAR .................................................................................... vi
SARI…….… ………………………………………………………………… vii
DAFTAR ISI ................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... x
BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1
B. Perumusan Masalah ........................................................................ 5
C. Tujuan Penelitian ............................................................................ 6
D. Kegunaan penelitian........................................................................ 6
E. Sistematika Skripsi.......................................................................... 7
BAB II. LANDASAN TEORI ........................................................................ 8
A. Pertumbuhan Ekonomi................................................................... 8
1. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi ............................................ 8
2. Laju Pertumbuhan Ekonomi....................................................... 9
xi
B. Produk Domestik Regional Bruto .................................................. 10
1. PDRB Menurut Pendekatan Produksi ........................................ 10
2. PDRB Menurut Pendekatan Pendapatan ................................... 11
3. PDRB Menurut Pendekatan Pengeluaran................................... 11
C. Perubahan Struktur Ekonomi ......................................................... 13
1. Pola-Pola Pembangunan……………………………………….. 14
2. Teori Kuznet Tentang Perubahan Struktur Ekonomi…………... 15
D. Teori Ketimpangan Pendapatan Wilayah………………………..... 16
E. Distribusi Pendapatan……………………………………………... 17
1. Pengertian Distribusi Pendapatan…………………………….... 17
2. Pembangunan Dengan Pemerataan…………………………….. 17
a. Argumen Tradisional……………………………………...... 18
b. Argumen Tandingan……………………………………… 18
F. Metode Indeks Location Quotion………………………………… 20
G. Metode Analisis Shift Share……………………………………… 21
H Metode Indeks Williamson……………………………………… 21
I. Kerangka Berfikir………………………………………………… 23
BAB III. METODE PENELITIAN .............................................................. 24
A. Lokasi Penelitian ............................................................................. 24
B. Sumber Data..................................................................................... 24
C. Teknik Sampling.............................................................................. 25
D. Variabel Penelitian........................................................................... 25
xii
E. Teknik Pengumpulan Data……………………………………….. 27
F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data…………………………… 27
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………………….. 31
A. Hasil Penelitian…………………………………………………… 31
1. Keadaan geografi Kabupaten Semarang…………………….... 31
2. Kependudukan……………………………………………….. 32
3. Pemerintahan………………………………………………… 34
4. Sosial………………………………………………………… 34
5. Pertanian……………………………………………………. 35
6. Perdagangan…………………………………………………. 38
7. Perkembangan Struktur PDRB Kabupaten Semarang………. 39
8. Faktor-faktor yang menghambat dan mendukung perkembangan
sektor pertanian dan sektor industri di Kabupaten Semarang... 45
9. Sebaran distribusi pendapatan daerah Kabupaten Semarang… 46
B. Pembahasan……………………………………………………….. 49
BAB V. PENUTUP…………………………………………………………. 79
A. Kesimpulan………………………………………………………. 79
B. Saran……………………………………………………………... 80
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 82
LAMPIRAN ................................................................................................... 84
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel No: Halaman
1. Populasi Ternak Kecil Pada Tahun 2003……………………………………… 36
2. Perkembangan Struktur Ekonomi PDRB Kabupaten Semarang Atas dasar harga
berlaku (di atas 10 persen) ………………………………………………….. 39
3. Perkembangan Struktur Ekonomi PDRB Kabupaten Semarang Atas dasar harga
berlaku (di bawah 10 persen) ……………………………………………….. 40
4. Hasil Perhitungan LQ Tahun 1999-2003…………………..………………… 41
5. Hasil Perhitungan Differential Shift (Dj) Tahun 1999-2003…...……………. 42 6. Hasil Perhitungan (P+D)J Tahun 1999-2003………………………..……….. 44
7. Hasil Perhitungan Rata-rata Indeks Williamson dengan dan tanpa mengikutkan
Sektor Industri Tahun 1999-2003…………………………………………… 47
xiv
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran No:
1. Perkembangan PDRB Menurut Sektor Atas Dasar Harga Berlaku Di Kabupaten
Semarang (Ribuan Rupiah).
2. Hasil Perhitungan LQ Kabupaten Semarang Tahun 1999.
3. Hasil Perhitungan LQ Kabupaten Semarang Tahun 2000.
4. Hasil Perhitungan LQ Kabupaten Semarang Tahun 2001.
5. Hasil Perhitungan LQ Kabupaten Semarang Tahun 2002.
6. Hasil Perhitungan LQ Kabupaten Semarang Tahun 2003.
7. Hasil Perhitungan Rata-Rata LQ Kabupaten Semarang Tahun 1999-2003.
8. Hasil Perhitungan Differential Shift (Dj) Tahun 1999-2000.
9. Hasil Perhitungan Differential Shift (Dj) Tahun 2000-2001.
10. Hasil Perhitungan Differential Shift (Dj) Tahun 2001-2002.
11. Hasil Perhitungan Differential Shift (Dj) Tahun 2002-2003.
12. Hasil Perhitungan Rata-Rata Differential Shift (Dj) Tahun 1999-2003
13. Hasil Perhitungan (P+D)J Tahun 1999-2003.
14. Indeks Williamson Kabupaten Semarang Tiap Kecamatan Tahun 1999 Atas Dasar
Harga Berlaku.
15. Indeks Williamson Kabupaten Semarang Tiap Kecamatan Tahun 2000 Atas Dasar
Harga Berlaku.
16. Indeks Williamson Kabupaten Semarang Tiap Kecamatan Tahun 2001 Atas Dasar
Harga Berlaku.
17. Indeks Williamson Kabupaten Semarang Tiap Kecamatan Tahun 2002 Atas Dasar
Harga Berlaku.
18. Indeks Williamson Kabupaten Semarang Tiap Kecamatan Tahun 2003 Atas Dasar
Harga Berlaku.
19. Hasil Perhitungan Rata-Rata Indeks Williamson Tahun 1999-2003.
xv
20. Hasil Perhitungan Pendapatan Regional Per Kapita Tanpa Memasukkan Sektor
Industri Tahun 1999.
21. Hasil Perhitungan Pendapatan Regional Per Kapita Tanpa Memasukkan Sektor
Industri Tahun 2000.
22. Hasil Perhitungan Pendapatan Regional Per Kapita Tanpa Memasukkan Sektor
Industri Tahun 2001.
23. Hasil Perhitungan Pendapatan Regional Per Kapita Tanpa Memasukkan Sektor
Industri Tahun 2002.
24. Hasil Perhitungan Pendapatan Regional Per Kapita Tanpa Memasukkan Sektor
Industri Tahun 2003.
25. Hasil Perhitungan Pendapatan Regional Per Kapita Tanpa Memasukkan Sektor
Industri Kabupaten Semarang Tahun 1999-2003.
26. Indeks Williamson Kabupaten Semarang Tiap Kecamatan Tahun 1999 Atas Dasar
Harga Berlaku Tanpa Memasukkan Sektor Industri.
27. Indeks Williamson Kabupaten Semarang Tiap Kecamatan Tahun 2000 Atas Dasar
Harga Berlaku Tanpa Memasukkan Sektor Industri.
28. Indeks Williamson Kabupaten Semarang Tiap Kecamatan Tahun 2001 Atas Dasar
Harga Berlaku Tanpa Memasukkan Sektor Industri.
29. Indeks Williamson Kabupaten Semarang Tiap Kecamatan Tahun 2002 Atas Dasar
Harga Berlaku Tanpa Memasukkan Sektor Industri.
30. Indeks Williamson Kabupaten Semarang Tiap Kecamatan Tahun 2003 Atas Dasar
Harga Berlaku Tanpa Memasukkan Sektor Industri.
31. Hasil Perhitungan Rata-Rata Indeks Williamson Tanpa Memasukkan Sektor
Industri Tahun 1999-2003.
32. PDRB Propinsi Jawa Tengah Berdasarkan Harga Berlaku Tahun 1999-2003
.
xvi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pelaksanaan pembangunan nasional pada dasarnya bertujuan untuk
menciptakan tata kehidupan ekonomi, sosial, politik yang lebih baik dimasa
mendatang. Oleh karena itu dalam melakukan penyusunan program pembangunan
harus bertitik tolak pada permasalahan pembangunan baik yang mendukung
lajunya pembangunan maupun yang menghambat pembangunan sehingga dapat
disusun suatu strategi pembangunan nasional atau pembangunan daerah.
Dalam GBHN 1998 bahwa pembangunan daerah sebagai bagian integral
dari pembangunan nasional diarahkan untuk memacu pemerataan pembangunan
dan hasilnya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, menggalakkan
prakarsa dan peran serta aktif masyarakat untuk meningkatkan pendayagunaan
potensi daerah yang nyata, dinamis, serasi dan bertanggung jawab serta
memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa.
Pertumbuhan ekonomi adalah perubahan tingkat kegiatan ekonomi dari
tahun ke tahun, oleh karena itu untuk mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi
harus menghitung laju pertumbuhan ekonomi. Sedangkan pertumbuhan ekonomi
pada prinsipnya harus dinikmati penduduk, maka pertumbuhan ekonomi yang
2
tinggi belum tentu dapat dinikmati penduduk jika pertumbuhan penduduk jauh
lebih tinggi (Suseno, 1990:35).
Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu perubahan tingkat kegiatan
ekonomi yang berlangsung dari tahun ke tahun (Sadono, 1985:19). Untuk
mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi harus dibandingkan pendapatan dari
berbagai tahun yang dihitung berdasarkan harga berlaku atau harga konstan.
Sehingga perubahan dalam nilai pendapatan hanya disebabkan oleh suatu
perubahan dalam tingkat kegiatan ekonomi. Suatu perekonomian dikatakan
mengalami suatu perubahan akan perkembangannya apabila tingkat kegiatan
ekonomi adalah lebih tinggi daripada yang dicapai pada masa sebelumnya.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator
untuk menunjukkan tingkat pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Indikator
tersebut tidak hanya menunjukan bagaimana hasil-hasil pembangunan tersebut
didistribusikan dan siapa saja yang sesungguhnya menikmati pertumbuhan
ekonomi tetapi seberapa jauh pembangunan telah berhasil menyejahterakan
masyarakatnya. Untuk daerah seperti Kabupaten Semarang yang pada tahun 2003
jumlah penduduknya 844.889 jiwa serta diketahui pertumbuhan PDRB yang
semakin jauhnya tahun krisis ekonomi 1997, sehingga saat ini pertumbuhan
ekonomi terlihat agak lebih stabil. Hal ini terlihat dari pertumbuhan PDRB
sampai dengan tahun 2003 di mana tiga tahun terakhir menunjukkan angka yang
relatif stabil pada kisaran angka 3,00 persen dan 4,00 persen, di antaranya tahun
2001 sebesar 3,34 persen, tahun 2002 sebesar 3,90 persen dan tahun 2003 sebesar
3
3,79 persen (BPS,2003:11). Hal ini menunjukkan bahwa perbaikan perekonomian
Kabupaten Semarang semakin disempurnakan, sehingga pertumbuhan ekonomi
menjadi sangat penting dan pertumbuhannya harus lebih besar dari laju
pertumbuhan penduduk sehingga peningkatan pendapatan per kapita penduduk,
pendapatan daerah dapat tercapai. Tetapi keberhasilan pembangunan suatu daerah
tidak hanya dapat diukur melalui kemampuannya dalam meningkatkan
pendapatan daerah, pendapatan per kapita, PDRB maupun indikator sejenis
lainnya.
Masalah distribusi pendapatan mengandung dua segi, segi pertama yaitu
bagaimana menaikkan taraf hidup mereka yang masih berada di bawah garis
kemiskinan, sedangkan segi kedua adalah pemeratan pendapatan secara
menyeluruh, dalam arti perbedaan pendapatan antar penduduk/antar rumahtangga.
Dengan kata lain segi yang pertama merupakan masalah tingkat kemiskinan
absolut sedang segi yang kedua lebih berhubungan dengan distribusi pendapatan.
Keberhasilan mengatasi segi yang pertama dilihat dari penurunan persentase
penduduk yang masih berada di bawah garis kemiskinan, keberhasilan ini dapat
memperbaiki distribusi pendapatan secara menyeluruh jika laju pertambahan
pendapatan golongan miskin lebih besar dari laju pertambahan pendapatan
golongan kaya.
Distribusi pendapatan tidak cukup diatasi jika hanya mengandalkan
pertumbuhan ekonomi dengan harapan bahwa pendapatan nasional tersebut akan
menetes kebawah, perlu usaha semaksimal mungkin untuk mengatasi masalah
4
distribusi pendapatan ini. Dengan lebih memusatkan perhatian pada kwalitas dari
proses pembangunan masalah distribusi pendapatan ini semakin terasa karena
adanya pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat selama orde baru yang tidak
diikuti dengan pemerataan distribusi pendapatan (Sugiarto, 2002:2).
Sedangkan didalam pembangunan ekonomi suatu daerah selalu muncul
polemik dalam menentukan strategi dasar pembangunannya, yaitu memilih garis
pertumbuhan ekonomi ataukah pemerataan pendapatan. Beberapa pakar ekonomi
berpendapat bahwa laju pertumbuhan ekonomi yang cepat sudah tidak dapat lagi
dipakai untuk mengurangi kemiskinan. Sementara kemiskinan merupakan realita
dalam kehidupan ekonomi di negara yang sedang berkembang. Sebaliknya di
negara yang maju semangat untuk meningkatkan pendapatan merupakan tujuan
paling penting dari segala kegiatan ekonomi. Tingginya pertumbuhan ekonomi
suatu daerah memang tidak menjamin pemerataan pendapatan, namun
pertumbuhan ekonomi yang cepat tetap dianggap merupakan strategi unggul
dalam pembangunan ekonomi (Prayitno, 1986:68).
Perlunya langkah-langkah peninjauan kembali terhadap segenap prioritas
pembangunan di Kabupaten Semarang semakin terasakan, Meskipun laju
pertumbuhan ekonomi tidak secara otomatis memberikan jawaban atas berbagai
masalah kesejahteraan, namun hal tersebut tetap merupakan unsur penting dalam
setiap program pembangunan daerah. Pada hakekatnya pembangunan daerah
dianjurkan tidak hanya memusatkan perhatian pada pertumbuhan ekonomi saja
namun juga mempertimbangkan bagaimana distribusi pembangunan itu. Selama
5
ini pertumbuhan ekonomi dan hasil pembangunan tidak dinikmati secara adil dan
merata oleh seluruh masyarakat maka timbul persoalan distribusi pendapatan. Hal
ini terjadi karena adanya perbedaan kesempatan untuk berpartisipasi dalam
pembangunan.Karena pentingnya masalah pertumbuhan ekonomi dan distribusi
pendapatan dalam pembangunan ekonomi maka penulis mengambil judul skripsi:
“PERTUMBUHAN EKONOMI DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN
DAERAH DI KABUPATEN SEMARANG (TAHUN 1999-2003).”
B. Perumusan Masalah
Dalam penelitian ini, permasalahan yang akan diteliti hanya dibatasi
mengenai pertumbuhan ekonomi dan pemerataan distribusi pendapatan daerah
dengan beberapa indikator antara lain PDRB, jumlah penduduk, laju pertumbuhan
ekonomi dan pendapatan perkapita pada tahun 1999-2003 di Kabupaten
Semarang. Semua daerah dalam aktivitasnya perkembangan ekonomi pasti akan
mengalami naik turun, ada daerah yang menunjukan perkembangan ekonomi
yang tinggi dan ada pula daerah yang mengalami perkembangan ekonomi lambat.
Oleh karena itu perlu di telaah pembangunan suatu daerah apakah mengalami
perkembangan yang cukup tinggi atau sebaliknya.
Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:
6
1. Bagaimana perkembangan struktur PDRB pada masing-masing sektor di
Kabupaten Semarang ?
2. Faktor-faktor apa yang menghambat dan mendukung perkembangan pada
sektor pertanian dan sektor industri di Kabupaten Semarang ?
3. Bagaimana sebaran distribusi pendapatan daerah di Kabupaten Semarang
dengan dan tanpa sektor industri?
C. Tujuan Penelitian
Adapun dalam penelitian ini bertujuan :
1. Untuk mengetahui perkembangan struktur PDRB pada masing-masing sektor
di Kabupaten Semarang dari tahun 1999-2003.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor apa yang menghambat dan mendukung
perkembangan pada sektor pertanian dan sektor industri di Kabupaten
Semarang.
3. Untuk mengetahui sebaran distribusi pendapatan di Kabupaten Semarang
dengan mengikutkan sektor industri dan tanpa sektor industri.
D. Kegunaan Penelitian
Kegunaan yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah:
1. Kegunaan praktis, yaitu diharapkan penelitian ini bagi Kabupaten Semarang
dapat sebagai gambaran atau informasi tentang pemerataan distribusi
7
pendapatan sehingga pemerintah daerah dapat lebih mengembangkan potensi
daerahnya.
2. Kegunaan teoritis, yaitu dengan mengetahui perkembangan struktur PDRB
pada masing-masing sektor di Kabupaten Semarang diharapkan pembangunan
ekonomi di tahun mendatang dapat ditingkatkan.
3. Bagi penulis adalah untuk melengkapi salah satu syarat dalam mencapai gelar
sarjana.
E. Sistematika Skripsi
BAB I : PENDAHULUAN terdiri dari; latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, sistematika skripsi.
BAB II : LANDASAN TEORI terdiri dari; berisi teori yang mendasari
dan mendukung penelitian ini yaitu meliputi pertumbuhan ekonomi, PDRB,
perubahan struktur ekonomi, teori ketimpangan wilayah, distribusi pendapatan,
metode Indeks LQ, analisis shift share, Indeks Williamson dan kerangka berfikir.
BAB III : METODE PENELITIAN terdiri dari; jenis data penelitian,
definisi operasional variabel, teknik pengumpulan data, serta teknik pengolahan
dan analisis data.
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN terdiri dari; hasil
penelitian, dan pembahasan.
BAB V : PENUTUP terdiri dari; kesimpulan dan saran.
8
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pertumbuhan Ekonomi
1. Pengertian pertumbuhan ekonomi
Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu perubahan tingkat kegiatan
ekonomi yang berlangsung dari tahun ke tahun (Sadono,1985:19),
sehingga untuk mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi harus
dibandingkan pendapatan nasional dari berbagai tahun yang dihitung
berdasarkan harga konstan dan harga berlaku. Perubahan dalam nilai
pendapatan nasional hanya disebabkan oleh suatu perubahan dalam suatu
tingkat kegiatan ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita
dalam jangka panjang (Boediono,1999:1). Pertumbuhan ekonomi
berkaitan dengan kenaikan output per kapita. Di sini ada dua sisi penting
yaitu output total dan jumlah penduduk. Output per kapita adalah output
total dibagi jumlah penduduk. Aspek ketiga dari definisi pertumbuhan
ekonomi adalah perspektif waktu jangka panjang. Kenaikan output per
kapita selama satu atau dua tahun, yang kemudian diikuti dengan
penurunan output per kapita bukan pertumbuhan ekonomi. Suatu
perekonomian dikatakan tumbuh apabila dalam jangka waktu 5 tahun
mengalami kenaikan output per kapita.
9
Menurut Kuznets dalam (Todaro,2000:144) pertumbuhan ekonomi
adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari suatu negara yang
bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada
penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan atau di
mungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian
teknologi, institusional dan ideologis terhadap berbagai keadaan yang ada.
Dari berbagai definisi di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
suatu proses perekonomian dikatakan mengalami suatu perubahan atau
pertumbuhan apabila tingkat kegiatan ekonomi adalah lebih tinggi
daripada yang dicapai pada waktu sebelumnya. Dengan kata lain,
perkembangan baru tercipta apabila jumlah fisik barang-barang dan jasa-
jasa yang dihasilkan bertambah besar pada tahun berikutnya. Sedangkan,
untuk mengetahui apakah suatu perekonomian mengalami pertumbuhan
perlu ditentukan perubahan yang sebenarnya terjadi dalam kegiatan-
kegiatan ekonomi dari tahun ke tahun tersebut.
2. Laju pertumbuhan ekonomi
Laju pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses kenaikan output per
kapita dalam jangka panjang (Suseno,1990:35). Laju pertumbuhan
ekonomi menunjukan tingkat pertumbuhan agregat pendapatan untuk
masing-masing tahun dibandingkan tahun sebelumnya (BPS,1999:9). Dari
berbagai definisi di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa laju
10
pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan pendapatan secara agregat
masing-masing tahun dibandingkan tahun sebelumnya.
B. Produk Domestik Regional Bruto
Di dalam menghitung Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang
ditimbulkan dari suatu region, ada 3 pendekatan yang digunakan (BPS,
2003:2), yaitu:
1. PDRB menurut pendekatan produksi
PDRB menurut pendekatan produksi merupakan jumlah nilai
produksi neto barang dan jasa yang dihasilkan olah berbagai unit produksi
dalam suatu region selama jangka waktu tertentu yaitu satu tahun. Unit-
unit produksi tersebut dalam penyajiannya dikelompokan menjadi 9
lapangan usaha yaitu:
1. Pertanian
2. Pertambangan dan Penggalian
3. Industri Pengolahan
4. Listrik, Gas dan Air Bersih
5. Kontruksi
6. Perdagangan, Rumah Makan dan Jasa Akomodasi
7. Angkutan, Pergudangan dan Komunikasi
8. Lembaga Keuangan, Real Estate, Persewaan dan Jasa Perusahaan
11
9. Jasa-jasa (Pemerintahan, Sosial, kemasyarakatan, Hiburan dan
Perorangan)
2. PDRB menurut pendekatan pendapatan
PDRB menurut pendekatan pendapatan merupakan jumlah balas jasa
yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses
produksi di suatu region dalam jangka waktu tertentu yaitu satu tahun.
Balas jasa faktor produksi yang dimaksud adalah upah dan gaji,
sewa tanah, bunga modal dan keuntungan semuanya sebelum dipotong
pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam definisi ini, PDRB
mencakup juga penyusutan dan pajak tak langsung neto sedangkan jumlah
semua komponen pendapatan ini per sektor disebut sebagai nilai tambah
bruto sektoral. Oleh karena itu PDRB merupakan jumlah dari nilai tambah
bruto seluruh sektor (lapangan usaha).
3. PDRB menurut pendekatan pengeluaran
PDRB menurut pendekatan pengeluaran adalah semua permintaan
akhir seperti; pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta
yang tidak mencari untung, konsumsi pemerintah, pembentukan modal
tetap domestik bruto, perubahan stok dan ekspor neto dalam jangka waktu
tertentu (biasanya setahun) sedangkan ekspor neto merupakan ekspor
dikurangi dengan impor.
12
Dari ketiga pendekatan tersebut di atas yang digunakan dalam penelitian
ini adalah pendekatan produksi. Sedangkan secara konsep jumlah pengeluaran
harus sama dengan jumlah barang dan jasa akhir yang dihasilkan harus sama
pula dengan jumlah komponen nilai tambah bruto termasuk di dalamnya balas
jasa faktor produksi. Selanjutnya PDRB seperti yang telah diuraikan di atas
disebut sebagai PDRB atas dasar harga pasar karena di dalamnya mencakup
komponen pajak tidak langsung neto.
Untuk memudahkan pemakai data, maka hasil perhitungan PDRB
disajikan menurut sektor ekonomi / lapangan usaha yang dibedakan menjadi 2
macam yaitu; PDRB atas dasar harga berlaku dan PDRB atas dasar harga
konstan. PDRB atas dasar harga berlaku merupakan semua angka mengenai
PDRB dinilai atas dasar harga yang berlaku pada tahun yang bersangkutan,
baik dalam menilai produksi, biaya antara maupun dalam menilai komponen
nilai tambah dan komponen pengeluaran PDRB sedangkan PDRB atas dasar
harga konstan merupakan semua angka mengenai PDRB dinilai atas dasar
harga tetap, yaitu harga pada tahun dasar dalam hal ini adalah harga tahun
1993. Karena memakai harga tetap / konstan, maka perkembangan angka
pendapatan regional dari tahun ke tahun semata-mata karena perkembangan
riil/ nyata dan bukan dipengaruhi oleh perubahan harga baik harga naik
maupun harga turun (BPS, 2003:7).
Sedangkan secara substansial perbedaan PDRB atas dasar harga berlaku
dengan PDRB atas dasar harga konstan terletak pada penilaian PDRB atas
13
dasar harga. Jika berdasarkan harga berlaku PDRB dihitung atas dasar harga
yang berlaku pada tahun yang bersangkutan tetapi jika berdasarkan harga
konstan PDRB dihitung atas dasar harga tetap, yaitu harga pada tahun dasar
yang dalam hal ini adalah harga tahun 1993.
C. Perubahan Struktur Ekonomi
Perubahan di dalam struktur ekonomi biasanya ditunjukan dengan
adanya perkembangan kontribusi antara sektor pertanian dan sektor industri
terhadap pembentukan PDRB. Dalam GBHN tahun 1993 ditegaskan bahwa
pembangunan jangka panjang harus mampu membawa perubahan
fundamental dalam struktur ekonomi sehingga produksi nasional yang berasal
dari berbagai sektor tetapi diluar sektor pertanian akan semakin besar dan
sektor industri yang diharapkan menjadi tulangpunggung perekonomian
nasional.
Struktur ekonomi adalah komponen dari peranan sektor-sektor
perekonomian suatu daerah yang dapat dilihat dari kontribusi masing-masing
dalam PDRB. Sedangkan, corak perubahan struktur PDRB dapat ditunjukan
dengan melihat perubahan sumbangan masing-masing sektor terhadap
produksi daerah.
14
Teori tentang perubahan struktur ekonomi yaitu:
1. Pola-pola Pembangunan (Sadono,1985:87)
Analisis yang dikemukakan oleh Hollis B. Chenery ini memusatkan
perhatiannya kepada proses yang mengubah secara bertahap struktur
ekonomi, industri dan kelembagaan pada suatu perekonomian yang
terbelakang sehingga memungkinkan industri yang baru menggantikan
pertanian sebagai penggerak pembangunan. Perubahan struktur ini
melibatkan seluruh fungsi ekonomi termasuk transformasi produksi dan
perubahan dalam komposisi permintaan konsumen perdagangan
internasional dan sumberdaya serta faktor faktor sosial ekonomi seperti
urbanisasi, pertumbuhan dan distribusi penduduk.
Teori ini mempunyai salah satu ciri umum dari proses pembangunan
yaitu transformasi struktur produksi barang industri pada saat pendapatan
per kapita meningkat. Dalam transformasi struktur ini terdapat beberapa
tahap yaitu:
a. Pembangunan struktur tahap awal digambarkan bahwa peranan share
output industri dalam GDP meningkat dan peranan output pertanian
menurun. Pada tahap ini pembangunan dicirikan oleh adanya
ketergantungan terhadap produksi pertanian sebagai sumber
pendapatan dan pertumbuhan.
b. Pembangunan struktural dalam tahap atau fase kemudian yaitu tahap
dimana peranan sektor pertanian dan industri seimbang. Pada fase ini
15
pembangunan dicirikan oleh adanya ketergantungan terhadap produk
barang-barang industri.
2. Teori Kuznets tentang perubahan struktur ekonomi (Todaro,2000:145)
Tingkat perkembangan struktural dan sektoral yang tinggi yang
melanda segenap aspek kehidupan perekonomian merupakan penyatuan
sendiri dengan proses pertumbuhan ekonomi. Beberapa komponen yang
utama dari proses perubahan struktural tersebut antara lain mencakup
pergeseran pemusatan aktivitas pertanian secara berangsur-angsur dari
sektor pertanian ke sektor nonpertanian (pergeseran tersebut juga telah
berlangsung yakni dari sektor industri ke sektor jasa) perubahan besar
dalam skala atau rata-rata unit produksi (yakni dari pola produksi yang
ditangani oleh perusahaan-perusahaan keluarga atau perusahaan
perorangan berskala kecil kearah pola produksi massal yang ditangani
oleh perusahaan-perusahaan nasional dan multinasional yang bersifat
impersonal).
Selain itu juga terjadi pergeseran lokasi dan status pekerjaan
mayoritas angkatan kerja dari daerah pedesaan, semula mereka lebih
banyak menggeluti sektor pertanian di desa asalnya tetapi kemudian
bergerak ke sektor manufaktur serta jasa-jasa di daerah perkotaan.
16
D. Teori Ketimpangan Pendapatan Wilayah
Menurut Syafrudin dalam (Sutawijaya, 2004:39) Williamson membuat
suatu langkah dengan menganalisis hubungan antara distribusi pendapatan
dan pertumbuhan ekonomi pada tingkat regional di suatu negara. Williamson
menggunakan data tabel silang dari 24 negara dan menemukan bahwa negara
dengan kesenjangan pendapatan wilayah terbesar selalu diikuti sekelompok
negara dengan tingkat pendapatan per kapita menengah, di mana kesenjangan
wilayah yang relatif kecil ditemukan baik di negara yang pertumbuhan
ekonominya tinggi maupun negara berkembang.
Sedangkan menurut Rostow pada tahun 1960 mengembangkan teori
penahapan pembangunan ekonomi. Teori ini menempatkan bermacam-macam
isu yang berkaitan dengan pertumbuhan dan perubahan struktur ekonomi.
Rostow mengusulkan lima tahapan peningkatan ekonomi yaitu; masyarakat
tradisional, masa persiapan, proses tinggal landas, proses pendewasaan dan
periode masyarakat konsumtif. Masyarakat tradisional berada dalam masa
equilibrium statis dimana pertanian merupakan aktivitas dominan. Masa
persiapan terjadi secara perlahan khususnya dalam perilaku dan organisasi
sedangkan peningkatan ekonomi muncul sejalan dengan berubahnya
kekakuan tradisional menuju mobilitas sosial, geografi dan pekerjaan. Fungsi
produksi baru disesuaikan dengan kegiatan pertanian dan industri tetapi
perubahannya tetap lambat.
17
E. Distribusi Pendapatan
1. Pengertian distribusi pendapatan
Distribusi pendapatan nasional adalah mencerminkan merata atau
timpangnya pembagian hasil pembangunan suatu negara di kalangan
penduduknya (Dumairy,1997:54).
Distribusi pendapatan dibedakan menjadi dua ukuran pokok yaitu;
distribusi ukuran, adalah besar atau kecilnya bagian pendapatan yang
diterima masing-masing orang dan distribusi fungsional atau distribusi
kepemilikan faktor-faktor produksi (Todaro,2000:180).
Dari dua definisi diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
distribusi pendapatan mencerminkan ketimpangan atau meratanya hasil
pembangunan suatu daerah atau negara baik yang diterima masing-masing
orang ataupun dari kepemilikan faktor-faktor produksi dikalangan
penduduknya.
2. Pembangunan dengan pemerataan
Perubahan ekonomi di samping mengejar laju pertumbuhan ekonomi
juga harus memperhatikan aspek pemerataan. Ada dua argumen yang
berhubungan dengan masalah pembangunan ekonomi dengan pemerataan
(Todaro, 2000:212).
18
a. Argumen tradisional
Argumen tradisional menfokuskan lebih di dalam pengelolaan
faktor-faktor produksi, tabungan dan pertumbuhan ekonomi. Distribusi
pendapatan yang sangat tidak merata merupakan sesuatu yang terpaksa
dikorbankan demi memacu laju pertumbuhan ekonomi secara cepat
Akibat dari pengaruh teori dan kebijakan perekonomian pasar bebas,
penerimaan pemikiran seperti itu oleh kalangan ekonom pada
umumnya dari negara-negara maju maupun negara-negara
berkembang, baik secara implisit maupun eksplisit menunjukan bahwa
mereka tidak begitu memperhatikan pentingnya masalah kemiskinan
dan ketimpangan distribusi pendapatan.
Mereka tidak saja menganggap ketidakadilan pendapatan sebagai
syarat yang pantas dikorbankan dalam menggapai proses pertumbuhan
ekonomi secara maksimum dan bila dalam jangka panjang hal itu
dianggap syarat yang diperlukan untuk meningkatkan taraf hidup
penduduk melalui mekanisme persaingan penetesan kebawah (trickle
down effect) secara alamiah.
b. Argumen tandingan
Karena terdapat banyak ekonom pembangunan yang merasa
bahwa pemerataan pendapatan yang lebih adil di negara-negara
berkembang tidak bisa di nomorduakan, karena hal itu merupakan
suatu kondisi penting atau syarat yang harus diadakan guna
19
menunjang pertumbuhan ekonomi (Todaro, 2000:213). Dalam
argumen tandingan tersebut terdapat lima alasan yaitu;
Pertama, ketimpangan yang begitu besar dan kemiskinan yang
begitu luas telah menciptakan kondisi sedemikian rupa sehingga
masyarakat miskin tidak memiliki akses terhadap perolehan kredit.
Berbagai faktor ini secara bersama-sama menjadi penyebab rendahnya
pertumbuhan GNP per kapita dibandingkan jika terdapat pemerataan
pendapatan yang lebih besar.
Kedua, berdasarkan observasi sekilas yang ditunjang oleh data-
data empiris yang ada kita mengetahui bahwa tidak seperti yang terjadi
dalam sejarah pertumbuhan ekonomi negara-negara maju, orang-orang
kaya di negara-negara dunia ketiga tidak dapat diharapkan
kemampuan atau kesediaannya untuk menabung dan menanamkan
modalnya dalam perekonomian domestik.
Ketiga, rendahnya pendapatan dan taraf hidup kaum miskin
yang berwujud berupa kondisi kesehatannya yang buruk, kurang
makan dan gizi dan pendidikannya yang rendah justru akan
menurunkan produktivitas ekonomi mereka dan pada akhirnya
mengakibatkan rendahnya pertumbuhan ekonomi nasional secara
keseluruhan.
Keempat, upaya-upaya untuk menaikkan tingkat pendapatan
penduduk miskin akan merangsang meningkatkannya permintaan
20
terhadap barang-barang produksi dalam negeri seperti bahan makanan
dan pakaian.
Kelima, dengan tercapainya distribusi pendapatan yang lebih
adil melalui upaya-upaya pengurangan kemiskinan masyarakat, maka
akan segera tercipta banyak insentif atau rangsangan-rangsangan
materiil dan psikologis yang pada gilirannya akan menjadi
penghambat kemajuan ekonomi. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa promosi pertumbuhan ekonomi secara cepat dan upaya-upaya
pengentasan kemiskinan serta penanggulangan ketimpangan
pendapatan bukanlah tujuan-tujuan yang saling bertentangan sehingga
yang satu tidak perlu diutamakan dengan mengorbankan yang lain.
F. Metode Indeks Location Quotion (LQ)
Faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah
berhubungan langsung dengan permintaaan akan barang dan jasa dari luar
daerah. Pertumbuhan industri-industri yang menggunakan sumberdaya-
sumberdaya lokal termasuk menghasilkan tenaga kerja dan bahan baku untuk
diekspor akan menghasilkan kekayaan daerah dan menciptakan peluang kerja.
Indeks LQ digunakan untuk membandingkan antar pangsa suatu sektor
pada suatu daerah dengan sektor daerah himpunan. Sedangkan hasil pengujian
Indeks LQ akan menunjukan jika koefisien LQ > 1, berarti daerah tersebut
mempunyai potensi relatif dalam sektor tertentu. Jika LQ < 1, berarti daerah
21
tersebut kurang mempunyai potensi relatif dalam sektor tertentu (Suyatno,
2000:146).
G. Metode Analisis Shift Share
Untuk menunjukan sektor-sektor yang berkembang di suatu wilayah
dibandingkan dengan perkembangan ekonomi nasional atau regional
digunakan teknik analisis shift share. Teknik ini menggambarkan kinerja
sektor-sektor di suatu wilayah dibandingkan dengan kinerja perekonomian
nasional atau regional. Dengan demikian, dapat ditunjukan dengan adanya
shift (pergeseran) hasil pembangunan perekonomian daerah bila daerah
tersebut memperoleh kemajuan sesuai dengan kedudukannya dalam
perekonomian nasional atau regional.
Teknik ini membandingkan laju pertumbuhan sektor-sektor di suatu
wilayah dengan laju perekonomian nasional atau regional serta sektor-
sektornya dan mengamati penyimpangan-penyimpangan dari perbandingan-
perbandingan tersebut dan bila penyimpangan itu positif hal itu disebut
keunggulan kompetitif dari suatu sektor dalam wilayah tersebut (Sitohang,
1993:95).
H. Metode Indeks Williamson
Distribusi pendapatan merupakan suatu masalah ekonomi yang penting
di Indonesia, seperti halnya di negara-negara yang sedang berkembang
22
lainnya. Suatu cara yang digunakan untuk mengukur ketimpangan atau
ketidakmerataan distribusi pendapatan tersebut telah diperkenalkan oleh
Williamson yang biasa disebut Indeks Williamson. Nilai indeks ini dapat
diperoleh dari perhitungan pendapatan regional per kapita dan jumlah
penduduk masing-masing daerah.
Sedangkan hasil pengujian Indeks Williamson akan menunjukan nilai
antara 0 sampai 1. Dengan semakin besar nilai Indeks Williamson, maka
semakin besar ketidakmerataan antar daerah dan sebaliknya semakin kecil
nilai Indeks Williamson, maka tingkat ketidakmerataan antar daerah juga akan
semakin kecil (Kuncoro, 2003:127).
23
I. KERANGKA BERFIKIR
Dasar kerangka berfikir dalam penelitian ini akan terbentuk dalam skema
dibawah ini;
Pertumbuhan ekonomi
Indeks LQ per sektor Analisis shift share
Tipologi daerah berdasarkan potensi
Sektor yang tumbuh secara cepat
Distribusi Pendapatan
Mengukur ketimpangan distribusi pendapatan
Tidak ada ketimpangan Ada ketimpangan
Indeks Williamson
Kesejahteraan masyarakat
24
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian (Arikunto,1998:103).
Sedangkan populasi dalam penelitian ini adalah PDRB menurut sektoral
Kabupaten Semarang dan Propinsi Jawa Tengah yang dihitung berdasarkan
harga berlaku. Metode penelitian ini didasarkan pada analisis deskriptif
yang bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai perkembangan
ekonomi Kabupaten Semarang.
B. Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu
data yang diperoleh dari pihak lain atau data yang sudah diolah atau
dipublikasikan oleh berbagai instansi pemerintah dan data primer, yaitu data
yang diambil secara langsung pada tempat yang diteliti. Sedangkan data
yang utama digunakan dalam penelitian adalah data sekunder berdasarkan
urutan waktu (time series data) untuk kurun waktu tahun 1999-2003. Data
yang digunakan meliputi, PDRB atas dasar harga berlaku untuk Kabupaten
Semarang, data PDRB atas dasar harga berlaku yang diperinci menurut
kecamatan, jumlah penduduk Kabupaten Semarang diperinci menurut
25
kecamatan, PDRB menurut lapangan usaha di Kabupaten Semarang, PDRB
menurut lapangan usaha kecamatan di Kabupaten Semarang dan PDRB
menurut lapangan usaha di Propinsi Jawa Tengah.
C. Teknik Sampling
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto
1998:117). Sedangkan teknik pengambilan sampelnya adalah purporsive
sample, yaitu cara pengambilan sampel didasarkan atas dasar adanya tujuan
tertentu. Sampel dalam penelitian ini adalah PDRB atas dasar harga berlaku
dari tahun 1999-2003. Sedangkan secara analisis dijelaskan tentang hasil
penelitian yang diperoleh dari perhitungan Indeks Williamson, LQ dan Shift
Share.
D. Variabel Penelitian
a. PDRB
PDRB yang digunakan melalui pendekatan produksi, yaitu PDRB
adalah jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan olah sembilan
sektor produksi selama satu tahun, dalam menghitung PDRB yang
dijumlahkan hanyalah nilai produksi tambahan sehingga dapat
dihindarkan adanya perhitungan ganda (BPS, 1999:6).
26
b. Jumlah penduduk
Jumlah penduduk yang digunakan dalam menghitung PDRB per
kapita adalah jumlah penduduk pada pertengahan tahun. Jumlah
penduduk terbagi menjadi penduduk usia produktif dan non produktif
dalam hal ini bukan hanya sebagai salah satu faktor produksi saja tetapi
juga merupakan pencipta dan pengembang teknologi serta yang
mengorganisasikan penggunaan berbagai faktor produksi.
c. Laju pertumbuhan ekonomi
Laju pertumbuhan ekonomi menunjukan tingkat pertumbuhan
agregat pendapatan untuk masing-masing tahun dibandingkan tahun
sebelumnya (BPS,1999:9). Laju pertumbuhan ekonomi dapat dihitung
dengan cara mengurangi PDRB tahun tertentu dengan PDRB tahun
sebelumnya dan hasil dari pengurangan tersebut dibagi dengan PDRB
tahun sebelumnya.
d. Pendapatan per kapita
Pendapatan per kapita adalah pendapatan rata-rata penduduk suatu
wilayah. Pendapatan perkapita merupakan hasil bagi antara pendapatan
regional (PDRB) suatu wilayah pada tahun tertentu dengan jumlah
penduduk pada pertengahan tahun (BPS, 2003:4).
27
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik di dalam pengumpulan data menggunakan metode
dokumentasi yaitu data yang diperoleh dari buku, laporan dan penerbitan
lainnya dan metode interviu / wawancara yaitu teknik komunikasi secara
langsung dari sumber yang akan diteliti mengenai faktor penghambat dan
pendukung pada sektor pertanian dan industri di Kabupaten Semarang.
F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Teknik analisis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a) Analisis Location Quotion (LQ)
Analisis ini berfungsi untuk mengetahui sektor atau potensi yang
dimiliki dan dapat dikembangkan di suatu daerah (Suyatno, 2000:146).
LQ = Xin/Yn
Xi/Y
Keterangan :
LQ = Indeks Location Quotion
Xin = Nilai tambah sektor i di Kabupaten Semarang
Yn = PDRB di Kabupaten Semarang
Xi = Nilai tambah sektor i di Propinsi Jawa Tengah
Y = PDRB di Propinsi Jawa Tengah
28
Jika koefisien LQ > 1, Kabupaten tersebut mempunyai potensi
relatif dalam sektor i. Jika LQ < 1, berarti daerah tersebut kurang
mempunyai potensi relatif dalam sektor i.
b) Analisis Shift Share
Analisis shift share berfungsi untuk mengetahui sektor-sektor
mana yang tumbuh secara cepat di suatu daerah (Sitohang, 1993:95).
Gj = Ejt-Ejo
= (Nj + Pj + Dj)
Nj = Ejo(Et/Eo)-Ejo
(P+D)J = Ejt - (Et/Eo)Ejo = Gj-Nj
Pj = {(Eit/Eio)-(Et/Eo)}Eijo
Dj = (Eijt-(Eit/Eio)Eijo)
= (P+D)j-(Pj)
Keterangan :
Gj = Pertumbuhan PDRB total Kabupaten Semarang
Nj = Komponen national Share di Kabupaten Semarang
Pj = Komponen proportional shift Kabupaten Semarang
Dj = Komponen differential shift Kabupaten Semarang
(P+D)J = Pertumbuhan PDRB Kabupaten Semarang
Ei = PDRB total Kabupaten Semarang
E = PDRB total di Propinsi Jawa Tengah
29
Ejt = PDRB total Kabupaten Semarang di akhir tahun
Ejo = PDRB total Kabupaten Semarang di awal tahun
Eot = Periode awal atau akhir
i = Subsektor pada PDRB
Jika nilai Dj > 0, maka sektor i di Kabupaten j tumbuh lebih cepat
dibandingkan dengan pertumbuhan sektor yang sama di Propinsi Jawa
Tengah. Demikian sebaliknya jika Dj < 0, maka pertumbuhan sektor i di
Kabupaten j adalah lambat. Jika nilai (P+D)j > 0, maka pertumbuhan
PDRB Kabupaten j lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan
PDRB di Propinsi Jawa Tengah dan sebaliknya jika (P+D)j < 0, maka
pertumbuhan PDRB di Kabupaten j adalah lebih lambat dibandingkan
dengan pertumbuhan PDRB di Propinsi Jawa Tengah. Kedua teknik
analisis di atas digunakan untuk menghitung perkembangan struktur
PDRB di Kabupaten Semarang.
c) Indeks Williamson
Untuk mengetahui apakah terdapat pemerataan pendapatan di
Kabupaten Semarang atau tidak, digunakan alat analisis Indeks
Williamson (Kuncoro, 2003:127).
VW = ∑{Yi ─ Y }² . Fi/n Y Keterangan :
VW = Nilai indeks Williamson
30
Yi = Pendapatan perkapita masing-masing kecamatan i
Y = Pendapatan perkapita Kabupaten Semarang
Fi = Jumlah penduduk masing-masing kecamatan i
n = Jumlah penduduk Kabupaten Semarang
Hasil pengujian Indeks Williamson akan menunjukan nilai antara 0
sampai 1. Dengan semakin besar nilai Indeks Williamson, maka
semakin besar ketidakmerataan antar daerah dan sebaliknya semakin
kecil nilai Indeks Williamson, maka tingkat ketidakmerataan antar
daerah juga akan semakin kecil.
HT. Oshima (dalam Sutawijaya, 2004:46) menetapkan sebuah
kriteria yang digunakan untuk menentukan apakah ketimpangan dalam
masyarakat ada pada ketimpangan taraf rendah, sedang, atau tinggi.
Untuk itu ditentukan kriteria sebagai berikut; ketimpangan taraf rendah
bila indeks Williamson < 0,35 , ketimpangan taraf sedang bila indeks
Williamson antara 0,35 – 0,50 dan ketimpangan taraf tinggi bila indeks
Williamson > 0,50. Teknik analisis ini digunakan untuk mengetahui
sebaran distribusi pendapatan di Kabupaten Semarang.
31
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Keadaan geografi Kabupaten Semarang
Kabupaten Semarang sebagai salah satu Kabupaten di Propinsi Jawa
Tengah secara geografi berada pada 110º 14’ 54,75” sampai dengan 110º 39’
3’’ Bujur Timur dan 7º 3’57”-7º30’ Lintang Selatan. Kabupaten Semarang
secara administratif berbatasan dengan Kota Semarang dan Kabupaten Demak
di sebelah Utara, Kabupaten Grobogan disebelah Timur, Kabupaten Boyolali
dan Kabupaten Magelang di sebelah Selatan, Kabupaten Kendal dan
Kabupaten Temanggung di sebelah Barat. Sedangkan Kota Salatiga berada
ditengah wilayah Kabupaten Semarang. Rata-rata ketinggian tempat di
Kabupaten Semarang 607 m di atas permukaan laut, daerah terendah di desa
Candirejo Kecamatan Ungaran dan daerah tertinggi di desa Batur Kecamatan
Getasan.
Kabupaten Semarang memiliki luas wilayah sebesar 95.020,674 Ha
atau sekitar 2,92 persen luas Propinsi Jawa Tengah, sedangkan luas yang ada
terdiri dari 24.478 Ha (25,76 persen) lahan sawah dan 70.542,6740 Ha (74,24
persen) bukan lahan sawah. Secara administratif Kabupaten Semarang terbagi
menjadi 17 Kecamatan dan terdiri dari 235 desa / kelurahan. Sedangkan
32
ditinjau dari segi kegunaannya bukan lahan sawah digunakan sebagai
pekarangan dan bangunan sebesar 18.695,02 Ha (26,502 persen), 29.660 Ha
untuk tegalan dan kebun (42,045 persen), 19 Ha untuk tambak / kolam (0,027
persen) perkebunan rakyat / swasta sebesar 9.633 Ha (13,656 persen), 6.342
Ha untuk hutan negara / rakyat (8,990 persen), 2.623 Ha untuk rawa (3,718
persen) dan lain-lain tanah kering sebesar 3.570,654 Ha (5,062 persen).
Menurut penggunaan lahan sawah, luas lahan sawah berpengairan irigasi
teknis sebesar 5.524 Ha, irigasi setengah teknis 4.016 Ha, irigasi sederhana
sebesar 7.917 Ha serta tadah hujan sebesar 6.003 Ha.
Curah hujan tertinggi selama tahun 2003 terdapat di Kecamatan
Tengaran sebanyak 3.451 mm, sedangkan untuk hari hujan terbanyak terdapat
di Kecamatan Bawen sebanyak 180 hari.
2. Kependudukan
Jumlah penduduk Kabupaten Semarang tahun 2003 adalah sebesar
844.889 orang dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 0,45 persen. Dari
hasil angka registrasi tersebut diperoleh rasio jenis kelamin penduduk
Kabupaten Semarang masih di bawah 100% yaitu sebesar 98,23%. Hal ini
menggambarkan bahwa jumlah penduduk wanita lebih banyak daripada
jumlah penduduk laki-laki. Sejalan dengan kenaikan penduduk maka
kepadatan penduduk dalam kurun waktu lima tahun (1999-2003) cenderung
mengalami kenaikan, pada tahun 2003 tercatat sebesar 889 jiwa setiap
33
kilometer persegi, jumlah penduduk yang terus bertambah setiap tahun tidak
diimbangi dengan pemerataan penyebaran penduduk. Kepadatan penduduk di
kecamatan yang wilayahnya sebagian besar perkotaan mempunyai kepadatan
penduduk yang lebih tinggi dibandingkan dengan kecamatan yang wilayahnya
masih merupakan daerah pedesaan. Wilayah terpadat tercatat di Tengaran,
Ambarawa dan Ungaran yang masing-masing dengan kepadatan 1.204, 1.486
dan 1.561 jiwa / km.
Tenaga kerja merupakan salah satu modal dalam perkembangan roda
pembangunan. Jumlah dan komposisi tenaga kerja akan terus mengalami
perubahan seiring dengan berlangsungnya proses demografi. Berdasarkan data
dari Dispenduk Capil Naker Kabupaten Semarang banyaknya pencari kerja
yang terdaftar selama tahun 2003 berjumlah 13.700 orang. Pemohon
perpanjangan dan pemberian ijin bekerja bagi warga negara asing selam tahun
2003 mengalami kenaikan yang berarti yaitu sebanyak 114 orang terdiri dari
laki-laki sebesar 103 orang dan perempuan sebesar 11 orang.
Mata pencaharian pokok penduduk di Kabupaten Semarang pada
umumnya masih bekerja di bidang pertanian, hal ini sesuai dengan potensi
wilayah Kabupaten Semarang yang sebagian besar masih merupakan lahan
pertanian.
34
3. Pemerintahan
Secara administratif wilayah Kabupaten Semarang pada tahun 2003
terbagi dalam 17 kecamatan, wilayah tersebut terdiri dari 207 desa, 28
kelurahan, 1.513 Rukun Warga (RW) dan 6.203 Rukun Tetangga (RT).
Sedangkan jumlah prasarana desa sampai tahun 2003 mancapai 526 buah
yang terdiri dari prasarana perhubungan 311 buah, pendidikan dan kesehatan
sebanyak 48 buah, perekonomian sebanyak 26 buah, sosial sebanyak 141
buah.
Untuk jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan pemerintahan
Kabupaten Semarang keadaan Desember 2003 sebanyak 10.062 orang.
Jumlah pegawai menurut pendidikan yang ditamatkan adalah tamat / tidak
tamat SD sebanyak 553 orang (5,50 persen), SLTP sebanyak 490 orang (4,87
persen), SMU sebanyak 3.045 orang (30,26 persen), Diploma / Sarmud
sebanyak 3.499 orang (34,77 persen), Sarjana Strata-1 sebanyak 2.409 orang
(23.94 persen) dan Sarjana Strata-2 sebanyak 66 orang (0,66 persen).
Berdasarkan data dari Kantor Pertanahan Kabupaten Semarang pada
tahun 2003 telah membuat akta PPAT sebanyak 3.577 buah, sebagian besar
merupakan hak milik 86,89 persen dan hak bangunan 13,11 persen.
4. Sosial
Penduduk di Kabupaten Semarang yang bersekolah secara umum
mengalami fluktuasi selama periode 1999-2003. Sarana pendidikan seperti
35
sekolah dan tenaga pendidik merupakan salah satu faktor yang menunjang
keberhasilan pendidikan.
Kesehatan merupakan salah satu masalah yang perlu mendapat perhatian
dari berbagai pihak. Tersedianya fasilitas kesehatan yang memadai sangat
diperlukan dalam upaya peningkatan status kesehatan dan gizi masyarakat.
Fasilitas kesehatan yang dimaksud meliputi Rumah Sakit Umum, Puskesmas,
Puskesmas Pembantu, Balai Pengobatan, BKIA dan Rumah Bersalin. Jumlah
sarana kesehatan di Kabupaten Semarang sebagian besar tidak mengalami
perubahan bila dibanding dengan tahun sebelumnya, sarana kesehatan yang
mengalami perubahan adalah Balai Pengobatan mengalami penurunan sebesar
20 persen. Sedangkan jumlah tenaga medis yang ada juga mengalami
penurunan untuk jumlah dokter, dokter gigi, perawat umum, bidan, sedang
jumlah perawat tidak mengalami perubahan.
5. Pertanian
Pertanian tanaman pangan memilik luas panen dan produksi tanaman
padi di Kabupaten Semarang tahun 2003 mengalami penurunan dibanding
tahun sebelumnya. Menurunnya luas panen padi berpengaruh terhadap
produksi padi, sedangkan untuk penurunannya luas panen padi turun sebesar
8,40 persen dan produksi padi turun 14,94 persen dari tahun sebelumnya.
Secara umum luas panen dan produksi tanaman palawija di Kabupaten
Semarang pada tahun 2003 juga mengalami pernurunan dibanding keadaan
36
sebelumnya. Untuk luas panen jagung turun sebesar 1,69 persen sedang
produksi juga turun sebesar 5,24 persen dari tahun sebelumnya. Luas panen
produksi ketela pohon turun 11,60 persen dan 34,04 persen, luas panen dan
produksi kedelai juga mengalami penurunan sedangkan di sisi lain ketela
rambat dan kacang tanah mengalami peningkatan baik produksi maupun luas
panen. Produksi beberapa tanaman sayuran (lombok, kubis, ketimun, bawang
putih, tomat, buncis, sawi, terong, labu siam, bayam, kacng panjang, seledri,
kentang) mengalami penurunan dari tahun sebelumnya, untuk produksi
bawang merah, bawang daun, wortel, petai, melinjo dan kangkung mengalami
kenaikan dari tahun sebelumnya. Beberapa produksi buah-buahan (rambutan,
durian, jambu air, jambu biji, sawo, pepaya, pisang, manggis, sirsat, salak,
sukun, kelengkeng) juga mengalami penurunan dibanding tahun 2002
sedangkan produksi alpukat, mangga, duku, jeruk, melinjo, nanas dan sukun
mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2002.
Tabel 1. Populasi Ternak Kecil Pada Tahun 2003
Tahun Babi Kambing Domba Kelinci 2002 43.794 117.641 123.436 26.715 2003 47.255 128.839 138.891 26.757
Dari tabel 1, populasi ternak kecil tahun 2003 baik babi, kambing,
domba, kelinci mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya.
37
Untuk populasi ternak besar pada tahun 2003 baik kuda, sapi potong, sapi
perah maupun kerbau mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2002.
Produksi daging sapi, ayam buras, kambing, domba dan ayam ras mengalami
peningkatan dibanding tahun sebelumnya dan untuk produksi susu sapi, telur
ayam dan telur itik juga mengalami peningkatan dibanding tahun sebelumnya.
Populasi perikanan pada tahun 2003 produksinya tercatat 1.615,037
ton yang terdiri dari 573,20 ton perikanan darat (kolam, karamba, mina padi)
dan 1.041,837 ton perairan umum (rawa, sungai, genangan lainnya),
dibanding tahun sebelumnya produksi perikanan tahun 2003 mengalami
peningkatan sebesar 7,297 persen.
Luas tanaman perkebunan rakyat sebagian besar mengalami
peningkatan dibanding tahun sebelumnya, kecuali unutk rosela, tembakau,
jahe, aren, kapuk, kelapa dalam, jambu, mete, tebu, panili dan cengkeh.
Sedangkan produksi perkebunan rakyat sebagian besar tanaman mengalami
peningkatan kecuali kopi, kapuk, panili, guala kristal, jahe, rosela dan
tembakau mengalami penurunan produksi dibangding tahun 2002.
Sedangkan dalam kehutanan menurut fungsinya dibagi menjadi hutan
produksi, hutan lindung, hutan wisata dan hutan suaka. Luas hutan produksi
pada tahun 2003 sebesar 6.916,1 Ha atau 29,74 persen dari jumlah hutan
keseluruhan, luas hutan rakyat pada thun 2003 sebesar 12.865 Ha atau 55,31
persen dari jumlah hutan keseluruhan sedangkan hutan lindung luasnya
38
sebesar 3.276,90 Ha atau 14,09 persen dan hutan wisata sebesar 182,17 Ha
atau 0,78 persen dari jumlah hutan seluruhnya.
6. Perdagangan
Pasar berfungsi sebagai salah satu sarana yang berperan dalam
penyaluran barang. Sebagai tempat penyaluran barang pada tahun 2003 di
Kabupaten Semarang terdapat 3 pusat perbelanjaan, pasar umum sebanyak 42
buah, pasar hewan 4 buah, dan lain-lain 1 buah. Bila dibandingkan dengan
tahun sebelumnya terdapat 3 pusat perbelanjaan yang belum ada pada tahun
2002, jumlah pasar umum mengalami penurunan sedang pasar hewan tetap.
Sedangkan untuk koperasi yang sering disebut soko guru
perekonomian Indonesia, semakin menunjukkan perannya dalam
meningkatkan kesejahteraan rakyat. Jumlah koperasi di Kabupaten Semarang
pada tahun 2002 sebanyak 137 unit dengan jumlah anggota 93.842 orang,
jumlah koperasi ini terbagi dalam 14 KUD dan 123 non KUD. Aktivitas
koperasi khususnya KUD bila dibanding tahun 2001 pada umumnya
mengalami peningkatan natara lain dalam pembinaan pengusaha kecil dan
pengadaan pangan, sedang untuk penyaluran pupuk mengalami penurunan
sebesar 2.6 persen.
39
7. Perkembangan Struktur PDRB Kabupaten Semarang
Perkembangan struktur PDRB Kabupaten Semarang dilihat kontribusi
tiap sektornya, sektor industri masih tetap menempati urutan pertama. Seperti
tahun-tahun sebelumnya bahwa walaupun krisis masih terasa namun struktur
perekonomian Kabupaten Semarang masih didominasi oleh sektor industri. Di
samping itu urutan kontribusi masing-masing sektor atas dasar harga berlaku
tidak terjadi pergeseran dari tahun lalu. Struktur PDRB Kabupaten Semarang
tahun 1999-2003 atas dasar harga berlaku masih sama yaitu didominasi oleh
empat sektor yaitu sektor industri, pertanian, perdagangan dan jasa-jasa
dengan kontribusi masing-masing di atas 10 persen. Agar lebih jelas dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel. 2 Perkembangan Struktur PDRB Kabupaten Semarang
Atas dasar harga berlaku (di atas 10 persen)
No Sektor Ekonomi Kontribusi (persen) 1999 2000 2001 2002 2003
1 Industri 41,46 40,89 41,49 40,7 41,48 2 Pertanian 21,09 21,83 20,26 20,59 19,08
3 Perdagangan, Rumah Makan dan Jasa Akomodasi 18,05 17,84 18,01 17,89 17,95
4 Jasa-jasa 10,54 10,84 11,34 11,36 11,58 Jumlah 91,14 91,4 91,1 90,54 90,09
Sumber: Data BPS, 1999-2003 yang sudah diolah
40
Tabel. 3 Perkembangan Struktur PDRB Kabupaten Semarang
Atas dasar harga berlaku (di bawah 10 persen)
No Sektor Ekonomi Kontribusi (persen) 1999 2000 2001 2002 2003 1 Lembaga keuangan 3,38 3,71 3,73 3,89 3,82 2 Angkutan dan Komunikasi 2,33 2,43 2,52 2,66 2,91 3 Konstruksi 1,57 1,33 1,42 1,53 1,55 4 Listrik 0,91 0,95 1,06 1,21 1,46 5 Penggalian 0,22 0,18 0,17 0,17 0,17
Jumlah 8,41 8,6 8,9 9,46 9,91 Sumber: Data BPS, 1999-2003 yang sudah diolah
Dari tabel 2 dan tabel 3, jika melihat perkembangan PDRB Kabupaten
Semarang mulai tahun 1999-2003, sektor industri, pertanian, perdagangan,
Jasa-jasa sampai dengan 2003 masih paling tinggi perkembangannya
dibandingkan 5 sektor lainnya. Tapi pada sektor industri mengalami naik
turun, sedangkan pada sektor pertanian mengalami penurunan dari tahun
ketahun. Untuk sektor perdagangan, rumah makan dan jasa akomodasi
mengalami kecenderungan menurun sedangkan pada sektor jasa-jasa
perkembangannya mengalami peningkatan dari tahun ke tahun walaupun
peningkatannya relatif kecil. Pada sektor ekonomi yang sumbangan persentase
untuk PDRB dibawah 10 persen juga terjadi peningkatan walaupun
peningkatannya relatif stabil dan kecil. Sedangkan kenaikan dan penurunan
PDRB Kabupaten Semarang disebabkan oleh besarnya kontribusi sektor
unggulan didaerah tersebut.
41
Tabel. 4 Hasil Perhitungan Rata-rata LQ Tahun 1999-2003
Sumber; Data BPS, 1999-2003 yang sudah diolah Keterangan: (T); Tinggi, (SR); Sangat Rendah, (R); Rendah
Dari tabel 4, sektor yang memiliki potensi untuk dikembangkan di
Kabupaten Semarang dengan hasil perhitungan koefisien LQ > 1 adalah
sektor industri, sektor listrik dan air, sektor jasa-jasa dan sektor lembaga
keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Keempat sektor tersebut berpotensi
untuk dikembangkan karena sektor tersebut merupakan sektor unggulan bagi
pertumbuhan ekonomi Kabupaten Semarang. Sedangkan sektor pertanian,
sektor penggalian, sektor konstruksi, sektor perdagangan, rumah makan dan
LQ
No Sektor 1999 2000 2001 2002 2003 Potensi Sektor
1 Pertanian 0,84(R)
0,85(R)
0,83(R)
0,88 (R)
0,89 (R) Kurang
2 Penggalian 0,22(SR)
0,19(SR)
0,18(SR)
0,18 (SR)
0,17 (SR) Kurang
3 Industri 1,42(T)
1,43(T)
1,42(T)
1,37 (T)
1,37 (T) Berpotensi
4 Listrik, Gas dan Air 1,41(T)
1,29(T)
1,39(T)
1,2 (T)
1,25 (T) Berpotensi
5 Konstruksi 0,4
(SR)0,33(SR)
0,36(SR)
0,4 (SR)
0,39 (SR) Kurang
6 Perdagangan, Rumah makan dan Jasa Akom
0,79(R)
0,76(R)
0,75(R)
0,75 (R)
0,43 (SR) Kurang
7 Angkutan dan Komunikasi 0,57(R)
0,55(R)
0,55(R)
0,53 (R)
0,51 (R) Kurang
8 Lembaga Keuangan, Persewaan dan Jasa perush
1,05(T)
1,01(T)
1,02(T)
1,05 (T)
1,03 (T) Berpotensi
9 Jasa-jasa 1,11(T)
1,25(T)
1,34(T)
1,34 (T)
1,36 (T) Berpotensi
42
jasa akomodasi, sektor angkutan dan komunikasi memiliki koefisien LQ < 1,
yang berarti sektor tersebut kurang berpotensi untuk dikembangkan. Hal ini
disebabkan karena sektor tersebut bukan merupakan sektor unggulan bagi
pertumbuhan ekonomi Kabupaten Semarang.
Tabel. 5 Hasil Perhitungan Differential Shift (Dj) Tahun 1999-2003
Sumber; Data BPS, 1999-2003 yang sudah diolah Keterangan: (P); Pertumbuhan, (L); Lambat, (C); Cepat
Hasil perhitungan analisis shift share di Kabupaten Semarang seperti
pada tabel 5 di atas. Tahun 1999-2000 Kabupaten Semarang memiliki nilai
komponen DJ < 0 adalah pada sektor pertanian, sektor penggalian, sektor
industri, sektor listrik gas dan air, sektor konstruksi, sektor perdagangan dan
jasa akomodasi, sektor angkutan dan komunikasi, sektor lembaga keuangan
Dj No Sektor 1999-2000 (P) 2000-2001 (P) 2001-2002 (P) 2002-2003 (P) 1 Pertanian -14.841.807 L -30.186.201 L 31.814.406 C 3.868.775,3 C 2 Penggalian -927.408,1 L -544.755,94 L -35.224,02 L -377.140,6 L 3 Industri -37.008.255 L -31.291.988 L -77.231.067 L -20.628.812 L 4 Listrik, Gas dan Air -3.594.786 L 1.789.007,79 C -7.694.470 L 1.755.324,4 C 5 Konstruksi -9.951.767 L 3.233.370,78 C 4.337.195,4 C -2.347.471 L
6
Perdagangan, Rumah makan dan Jasa Akom -32.763.231 L -20.235.012 L -13.449.473 L -3.12E+08 L
7 Angkutan dan Komunikasi -4.455.220 L -2.080.204,6 L -5.775.291 L -4.431.366 L
8
Lembaga Keuangan, Persewaan dan Jasa perush -85.391.137 L -558.719,63 L 2.392.639,9 C -5.166.999 L
9 Jasa-jasa 24.016.529 C 18.534.907,1 C -9.150.129 L 3.000.429,9 C
43
dan jasa perusahaan di Kabupaten Semarang tergolong lambat dibandingkan
dengan pertumbuhan pada masing-masing sektor yang sama di Propinsi Jawa
Tengah. Sedangkan untuk nilai DJ > 0 adalah pada sektor jasa-jasa, ini berarti
bahwa sektor tersebut tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan
PDRB di Jawa Tengah.
Sedangkan tahun 2000-2001 Kabupaten Semarang memiliki nilai
komponen DJ < 0 adalah pada sektor pertanian, sektor penggalian, sektor
industri, sektor perdagangan dan jasa akomodasi, sektor angkutan dan
komunikasi, sektor lembaga keuangan dan jasa perusahaan di Kabupaten
Semarang tergolong lambat dibandingkan dengan pertumbuhan pada masing-
masing sektor yang sama di Propinsi Jawa Tengah. Sedangkan untuk nilai DJ
> 0 adalah pada sektor listrik gas dan air, sektor konstruksi, sektor jasa-jasa,
ini berarti bahwa ketiga sektor tersebut tumbuh lebih cepat dibandingkan
dengan pertumbuhan PDRB di Jawa Tengah. Tahun 2001-2002 Kabupaten
Semarang memiliki nilai komponen DJ < 0 adalah pada sektor penggalian,
sektor industri, sektor listrik gas dan air, sektor angkutan dan komunikasi,
sektor perdagangan rumah makan dan jasa akomodasi di Kabupaten Semarang
tergolong lambat dibandingkan dengan pertumbuhan pada masing-masing
sektor yang sama di Propinsi Jawa Tengah. Sedangkan untuk nilai DJ > 0
adalah pada sektor pertanian, sektor konstruksi, sektor lembaga keuangan
persewaan dan jasa perusahaan, ini berarti bahwa ketiga sektor tersebut
tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan PDRB di JawaTengah.
44
Pada tahun 2002-2003 Kabupaten Semarang memiliki nilai komponen
DJ < 0 adalah pada sektor penggalian, sektor industri, sektor konstruksi,
sektor angkutan dan komunikasi, sektor perdagangan, rumah makan dan jasa
akomodasi, sektor lembaga keuangan, persewaan dan jasa perusahaan di
Kabupaten Semarang tergolong lambat dibandingkan dengan pertumbuhan
pada masing-masing sektor yang sama di Propinsi Jawa Tengah. Sedangkan
untuk nilai DJ > 0 adalah pada sektor pertanian, sektor listrik, gas dan air,
sektor jasa-jasa, ini berarti bahwa ketiga sektor tersebut tumbuh lebih cepat
dibandingkan dengan pertumbuhan PDRB di Jawa Tengah. Kabupaten
Semarang memiliki nilai (P+D)J < 0 selama tahun 1999-2003 selalu bertanda
negatif, ini berarti bahwa pertumbuhan PDRB di Kabupaten Semarang adalah
lebih lambat dibandingkan dengan pertumbuhan PDRB di Propinsi Jawa
Tengah. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel. 6 berikut ini:
Tabel 6.
Hasil Perhitungan (P+D)J Tahun 1999-2003 No Tahun Ejt Et Eo Ejo (P+D)J Pertumbuhan 1 1999-2000 2.770.364.036 117.782.925 101.509.194 2.479.185.866 -106.279.474 Lambat 2 2000-2001 3.146.855.431 136.131.480 117.782.925 2.770.364.036 -55.083.697 Lambat 3 2001-2002 3.555.861.862 156.418.300 136.131.480 3.146.855.431 -59.949.688 Lambat 4 2002-2003 3.916.833.266 173.852.789 156.418.300 3.555.861.862 -35.367.344 Lambat
Sumber: Data BPS, 1999-2003 sudah diolah Keterangan:(Ejt):PDRB total Kab j akhir th (Et):PDRB Kab j akhir tahun (Eo):PDRB Kab j awal tahun (Ejo):PDRB total Kab j awal th (P+D)J: Pertumbuhan PDRB KabSemarang
45
8. Faktor-faktor yang menghambat dan mendukung perkembangan sektor
pertanian dan sektor industri di Kabupaten Semarang
a. Sektor pertanian
Berdasarkan hasil Koordinasi Pembangunan Usulan Program /
Kegiatan Kabupaten Semarang tahun 2005 ada beberapa faktor yang
menghambat perkembangan pada sektor pertanian yaitu; masih rendahnya
produktivitas di mana belum tercapainya standar mutu produk pertanian
serta belum memiliki daya saing pemasaran yang kuat, keterbatasan
informasi dan mekanisme pasar, rendahnya kualitas SDM pelaku
pertanian dalam penguasaan teknologi dan manajemen, terbatasnya
kepemilikan luas lahan dan skala usaha, lemahnya kemitraan usaha antara
petani dengan pengusaha, lemahnya permodalan petani, berubahnya
fungsi lahan pertanian ke non-pertanian yang tidak terkendali.
Sedangkan faktor mendukung dalam perkembangan pada sektor
pertanian adalah tersedianya sumber daya alam yang subur sangat cocok
untuk usaha pertanian, tersedianya sumberdaya manusia dan kelembagaan
pertanian untuk mengembangkan sektor pertanian, tersedianya komoditas
unggulan yang bisa dikembangkan, telah berkembangnya sentra produksi
pertanian, tersedianya pemasaran produk pertanian di pasar Jetis
Ambarawa.
46
b. Sektor industri
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kasubbag perencanaan
Dinas Perindustrian Kabupaten Semarang, ada beberapa faktor yang
menghambat perkembangan pada sektor industri yaitu; stabilitas ekonomi
yang belum memadai, pasar bebas, ketidakstabilan harga bahan baku,
kurangnya pola pembinaan, inovasi hasil produksi.
Sedangkan faktor yang mendukung perkembangan pada sektor
industri antara lain; tersedianya kebijakan pemerintah dalam
pengembangan industri, adanya pertumbuhan dan persebaran sentra di
pedesaan, dukungan infrastruktur yang memadai, terbukanya pola
kemitraan usaha, tersedianya komoditas unggulan yang dapat
dikembangkan, berkembangnya aneka industri.
9. Sebaran distribusi pendapatan daerah Kabupaten Semarang
Hasil perhitungan rata-rata Indeks Williamson dengan dan tanpa
mengikutkan sektor industri di Kabupaten Semarang tahun 1999-2003 adalah
pada tabel. 7 sebagai berikut:
47
Tabel. 7
Hasil Perhitungan Rata-rata Indeks Williamson dengan mengikutkan Sektor Industri
dan tanpa sektor industri Tahun 1999-2003
Sumber; Data BPS, Sudah diolah
Dari angka-angka Indeks Williamson pada tabel 7 diatas, maka
dapat diketahui bahwa hasil pembangunan yang dilaksanakan di
Kabupaten Semarang dari tahun 1999-2003 menghasilkan sebaran
distribusi pendapatan masyarakat yang relatif merata diantara kecamatan
yang ada di kabupaten Semarang. Hal ini terbukti dengan hasil
VW
No Kecamatan
Rata-rata Dengan Sektor Industri
Rata-rata Tanpa Sektor Industri
HT. Oshima
Taraf Ketimpangan
1 Getasan 0,064 0,035 Rendah 2 Tengaran 0,1 0,012 Rendah 3 Susukan 0,074 0,024 Rendah 4 Kaliwungu 0,012 0,003 Rendah 5 Suruh 0,092 0,01 Rendah 6 Pabelan 0,012 0,015 Rendah 7 Tuntang 0,072 0,016 Rendah 8 Banyubiru 0,085 0,016 Rendah 9 Jambu 0,091 0,032 Rendah
10 Sumowono 0,037 0,055 Rendah 11 Ambarawa 0,068 0,045 Rendah 12 Bawen 0,027 0,043 Rendah 13 Bringin 0.095 0.042 Rendah 14 Bancak 0.014 0.008 Rendah 15 Pringapus 0.089 0.045 Rendah 16 Bergas 0.308 0.015 Rendah 17 Ungaran 0.261 0.016 Rendah
48
perhitungan Indeks Williamson di Kabupaten Semarang yang kurang dari
0,50. Sedangkan hasil perhitungan tingkat ketimpangan distribusi
pendapatan dengan memasukkan sektor industri menurut masing-masing
kecamatan di Kabupaten Semarang dapat dilihat pada lampiran 14 sampai
dengan lampiran 18. Kecamatan Bergas dan Ungaran merupakan dua dari
17 kecamatan di Kabupaten Semarang yang memiliki rata-rata Indeks
Williamson dengan mengikutkan sektor industri sebesar 0,308 dan 0,261.
Sedangkan 15 kecamatan lainnya memiliki rata-rata Indeks Williamson
kurang dari 0,1
Dengan mengeluarkan sektor industri dari perhitungan PDRB
Kabupaten Semarang, maka besarnya Indeks Williamson di Kabupaten
Semarang lebih kecil daripada kita memasukkan sektor industri kedalam
perhitungan tersebut dan perhitungan tingkat ketimpangan distribusi
pendapatan tanpa memasukkan sektor industri dapat dilihat pada lampiran
26 sampai dengan lampiran 30. Dari hasil perhitungan tanpa mengikutkan
sektor industri terlihat bahwa ketimpangan yang terjadi lebih kecil bila
dibandingkan dengan perhitungan Indeks Williamson dengan
memasukkan sektor industri kedalam PDRB. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa pemerataan pendapatan per kapita pada sektor-sektor diluar
industri juga menunjukkan adanya perbedaan pada tingkat daerah tetapi
perbedaan itu lebih kecil bila dibandingkan dengan memasukkan sektor
industri.
49
B. Pembahasan
1. Perkembangan Struktur PDRB Kabupaten Semarang
a. Sektor Industri
Sektor industri di Kabupaten Semarang mempunyai peran yang
sangat besar terhadap perkembangan struktur PDRB Kabupaten
Semarang, hal ini terlihat pada perkembangan kontribusi sektor industri
terhadap PDRB Kabupaten Semarang yang perkembangannya dapat
dilihat pada angka kontribusi sektor industri sebesar 41,46 persen pada
tahun 1999 kemudian mengalami penurunan sebesar 40,89 persen pada
tahun 2000, dan pada tahun 2001 kontribusi sektor industri terhadap
PDRB angka tertinggi yaitu sebesar 41,49 persen, namun pada tahun 2003
kontribusi sektor industri terhadap PDRB mengalami penurunan menjadi
41,48 persen, sehingga sektor industri menempati urutan pertama dalam
kontribusi perkembangan struktur PDRB Kabupaten Semarang pada tahun
1999-2003.
Berdasarkan analisis LQ tahun 1999-2003, sektor industri
menunjukkan nilai LQ di atas angka satu (LQ > 1) yaitu sebesar (1,42),
(1,43), (1,42), (1,37), (1,37). Hal tersebut berarti bahwa sektor industri
termasuk sektor berpotensi tinggi / sektor basis. Sedangkan nilai LQ lebih
dari satu ini berarti sektor industri sudah dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat Kabupaten Semarang.
50
Perhitungan analisis shift share selama tahun 1999-2003, pada
sektor industri menunjukkan nilai komponen Dj sebesar -37.008.255,
-31.291.988, -77.231.067, -20.628.812 hal ini menunjukkan bahwa sektor
ini merupakan sektor yang pertumbuhan PDRB lebih lambat dibandingkan
propinsi Jawa Tengah yang dikarenakan daya saing menurun. Dari
perhitungan analisis di atas sektor industri merupakan sektor yang
berpotensi (tinggi) untuk dikembangkan karena merupakan sektor
unggulan / basis.
b. Sektor pertanian
Perkembangan kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB pada
tahun 1999 sebesar 21,09 persen pada tahun 2000 bahkan sempat
mencapai angka tertinggi yaitu sebesar 21,83 persen, namun pada tahun
2001-2003 kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB mengalami
penurunan menjadi 20,26 persen, 20,59 persen, 19,08 persen. Walaupun
sektor pertanian mengalami penurunan tiap tahun tetapi dalam
perkembangan struktur PDRB masih menempati urutan kedua dalam
kontribusinya terhadap PDRB kabupaten Semarang tahun 1999-2003.
Berdasarkan analisis LQ tahun 1999-2003, sektor pertanian
menunjukkan nilai LQ di bawah angka satu (LQ < 1) yaitu sebesar (0,84),
(0,85), (0,83), (0,88), (0,89). Hal tersebut berarti bahwa sektor pertanian
termasuk sektor kurang berpotensi (rendah) / sektor non basis. Sedangkan
51
nilai LQ kurang dari satu ini berarti sektor pertanian belum dapat
memenuhi kebutuhan masyarakat Kabupaten Semarang.
Perhitungan analisis shift share selama tahun 1999-2001, pada
sektor pertanian menunjukkan nilai komponen Dj sebesar -14.841.807,
-30.186.201, hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian selama tahun
1999-2001 merupakan sektor yang pertumbuhan PDRB lebih lambat di
bandingkan propinsi Jawa Tengah yang dikarenakan daya saing menurun.
Sedangkan pada tahun 2001-2003 pada sektor pertanian menunjukkan
nilai komponen Dj sebesar 31.814.406, 3.868.775,3, hal ini menunjukkan
bahwa sektor pertanian selama tahun 2001-2003 merupakan sektor yang
pertumbuhan PDRB lebih cepat dibandingkan propinsi Jawa Tengah yang
dikarenakan daya saing meningkat. Dari perhitungan analisis di atas,
sektor pertanian adalah sektor yang tidak berpotensi (rendah) untuk
dikembangkan karena bukan sektor unggulan / sektor basis.
c. Sektor perdagangan, rumah makan dan jasa akomodasi
Perkembangan kontribusi sektor perdagangan rumah makan dan
jasa akomodasi pada tahun 1999-2003 sebesar (18,05), (17,84), (18,01),
(17,89), (17,95) persen. Pada tahun 1999 sebesar 18,05 persen merupakan
angka tertinggi selama periode 1999-2003, hal ini menunjukkan bahwa
sektor ini merupakan sektor yang memberikan kontribusi yang besar bagi
perkembangan struktur PDRB Kabupaten Semarang. Sektor ini
52
menempati urutan ketiga dalam perkembangan struktur PDRB Kabupaten
Semarang.
Berdasarkan analisis LQ tahun 1999-2003, sektor perdagangan,
rumah makan dan jasa akomodasi menunjukkan nilai LQ di bawah angka
satu (LQ < 1) yaitu sebesar (0,79), (0,76), (0,75), (0,75), (0,43). Hal
tersebut berarti bahwa sektor perdagangan rumah makan dan jasa
akomodasi termasuk sektor kurang berpotensi (rendah) / sektor non basis.
Sedangkan nilai LQ kurang dari satu ini berarti sektor perdagangan rumah
makan dan jasa akomodasi belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat
Kabupaten Semarang.
Perhitungan analisis shift share selama tahun 1999-2003, pada
sektor perdagangan rumah makan dan jasa akomodasi menunjukkan nilai
komponen Dj selalu bertanda negatif, hal ini menunjukkan bahwa sektor
perdagangan rumah makan dan jasa akomodasi selama tahun 1999-2003
merupakan sektor yang pertumbuhan PDRB lebih lambat dibandingkan
propinsi Jawa Tengah yang dikarenakan daya saing menurun. Dari
perhitungan analisis di atas, sektor perdagangan rumah makan dan jasa
akomodasi adalah sektor yang tidak berpotensi (rendah) untuk
dikembangkan karena bukan sektor unggulan / sektor basis.
d. Sektor jasa-jasa
Di dalam perkembangan struktur PDRB Kabupaten Semarang
selama tahun 1999-2003, sektor jasa-jasa selalu menempati urutan
53
keempat dengan kontribusi tertinggi pada tahun 2003 yaitu sebesar 11,58
persen. Sedangkan dari hasil perhitungan LQ selama tahun 1999-2003
sektor jasa-jasa menunjukkan nilai di atas satu yaitu berturut-turut sebesar
(1,11), (1,25), (1,34), (1,34), (1,36) yang berarti sektor ini termasuk ke
dalam sektor unggulan / basis. Artinya sektor ini tidak hanya dapat
memenuhi kebutuhan daerahnya saja namun memenuhi kebutuhan dari
luar daerah lainnya / berpotensi untuk melakukan ekspor.
Perhitungan analisis shift share selama tahun 1999-2003, pada
sektor jasa-jasa menunjukkan nilai komponen Dj sebesar 24.016.529,
18.534.907,1, -9.150.129, 3.000.429,9 hal ini menunjukkan bahwa sektor
ini merupakan sektor yang pertumbuhan PDRB lebih cepat dibandingkan
propinsi Jawa Tengah yang dikarenakan daya saing yang meningkat.
Tetapi tahun 2002 pertumbuhan PDRB lebih lambat dibandingkan
propinsi Jawa Tengah. Dari perhitungan analisis di atas sektor jasa
merupakan sektor yang berpotensi (tinggi) untuk dikembangkan karena
merupakan sektor unggulan / basis sehingga sektor ini memiliki kinerja
yang dapat diandalkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
e. Sektor lembaga keuangan persewaan dan jasa perusahaan.
Besarnya kontribusi sektor lembaga keuangan persewaan dan jasa
perusahaan pada tahun 1999-2003 berkisar antara 3,71 sampai dengan
3,89 persen. Perkembangan kontribusi tertinggi adalah pada tahun 2002
sementara kontribusi terendah pada tahun 2000. Pada tahun 1999-2003,
54
sektor ini merupakan sektor yang menempati urutan pertama (dalam
perkembangan struktur PDRB di bawah 10 persen) dan sektor yang
menempati urutan kelima dari kesembilan sektor dalam kontribusinya
terhadap PDRB Kabupaten Semarang.
Berdasarkan analisis LQ tahun 1999-2003, sektor lembaga
keuangan persewaan dan jasa perusahaan menunjukkan nilai LQ di atas
angka satu (LQ > 1) yaitu sebesar (1,05), (1,01), (1,02), (1,05), (1,03). Hal
tersebut berarti bahwa sektor lembaga keuangan persewaan dan jasa
perusahaan termasuk sektor berpotensi tinggi / sektor basis. Sedangkan
nilai LQ lebih dari satu ini berarti sektor ini sudah dapat memenuhi
kebutuhan masyarakat Kabupaten Semarang.
Perhitungan analisis shift share selama tahun 1999-2003, pada
sektor lembaga keuangan persewaan dan jasa perusahaan menunjukkan
nilai komponen Dj sebesar -85.391.137, -558.719,63, 2.392.639,9,
-5.166.999 hal ini menunjukkan bahwa sektor ini merupakan sektor yang
pertumbuhan PDRB lebih lambat dibandingkan propinsi Jawa Tengah
yang dikarenakan daya saing menurun. Tetapi pada tahun 2001-2002 nilai
komponen Dj menunjukan angka positif yang berarti sektor lembaga
keuangan persewaan dan jasa perusahaan pada tahun tersebut
pertumbuhannya lebih cepat dibandingkan propinsi yang dikarenakan
daya saing yang semakin meningkat. Dari perhitungan analisis di atas
sektor lembaga keuangan persewaan dan jasa perusahaan merupakan
55
sektor yang berpotensi (tinggi) untuk dikembangkan karena merupakan
sektor unggulan / basis.
f. Sektor angkutan dan komunikasi
Besarnya kontribusi sektor angkutan dan komunikasi pada tahun
2003 sebesar 2,91 persen yang merupakan angka tertinggi selama tahun
1999-2003. Sektor ini merupakan sektor yang memberikan kontribusi di
bawah 10 persen bagi perkembangan struktur PDRB Kabupaten
Semarang. Sektor ini merupakan sektor yang hanya menempati kedua
(dalam perkembangan struktur PDRB di bawah 10 persen) dan sektor
yang menempati urutan keenam dari kesembilan sektor dalam kontribusi
perkembangan struktur PDRB Kabupaten Semarang.
Analisis LQ selama 5 tahun terakhir (1999-2003), sektor ini
menunjukkan nilai LQ di bawah angka satu yaitu sebesar (0,57), (0,55),
(0,55), (0,53), (0,51). Hal tersebut berarti sektor ini termasuk sektor yang
belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat daerahnya sehingga
berpotensi impor dari daerah lain.
Perhitungan analisis shift share selama tahun 1999-2003, pada
sektor angkutan dan komunikasi menunjukkan nilai komponen Dj sebesar
-4.455.220, -2.080.204,6, -5.775.291, -4.431.366 hal ini menunjukkan
bahwa sektor ini merupakan sektor yang pertumbuhan PDRB lebih lambat
di bandingkan propinsi Jawa Tengah yang dikarenakan daya saing
menurun. Dari perhitungan analisis di atas sektor angkutan dan
56
komunikasi merupakan sektor yang tidak berpotensi (rendah) untuk
dikembangkan karena bukan merupakan sektor unggulan / basis.
g. Sektor konstruksi
Sektor konstruksi di Kabupaten Semarang mempunyai peran yang
kecil, hal ini terlihat pada perkembangan kontribusi sektor konstruksi
terhadap PDRB Kabupaten Semarang. Pada tahun 1999 kontribusi sektor
konstruksi mencapai angka tertinggi sebesar 1,57 persen dan pada tahun
2003 mengalami penurunan menjadi sebesar 1,55 persen. Pada tahun
1999-2003 selalu menempati urutan ketiga (dalam perkembangan struktur
PDRB di bawah 10 persen) dan sektor yang menempati urutan ketujuh
dari kesembilan sektor dalam kontribusinya terhadap PDRB Kabupaten
Semarang.
Berdasarkan Analisis LQ selama 5 tahun terakhir (1999-2003),
sektor ini menunjukkan nilai LQ di bawah angka satu yaitu sebesar (0,40),
(0,33), (0,36), (0,40), (0,39). Hal tersebut berarti sektor ini termasuk
sektor yang belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat daerahnya
sehingga berpotensi impor dari daerah lain.
Perhitungan analisis shift share selama tahun 1999-2000, dan
2002-2003 pada sektor konstruksi menunjukkan nilai komponen Dj
sebesar -9.951.767, -2.347.471 hal ini menunjukkan bahwa sektor ini pada
tahun tersebut merupakan sektor yang pertumbuhan PDRB lebih lambat di
bandingkan propinsi Jawa Tengah yang dikarenakan daya saing menurun.
57
Tetapi pada tahun 2000-2002 nilai komponen Dj menunjukan angka
positif yang berarti sektor konstruksi pada tahun tersebut pertumbuhannya
lebih cepat dibandingkan propinsi yang dikarenakan daya saing yang
semakin meningkat dan merupakan sektor yang tidak berpotensi untuk
dikembangkan karena bukan merupakan sektor unggulan / basis.
h. Sektor listrik gas dan air
Sektor listrik gas dan air di Kabupaten Semarang mempunyai
peran yang kecil terhadap perkembangan struktur PDRB Kabupaten
Semarang, hal ini terlihat pada perkembangan kontribusi sektor listrik gas
dan air terhadap PDRB Kabupaten Semarang yang perkembangannya
dapat dilihat pada angka kontribusi sektor listrik gas dan air sebesar 0,91
persen pada tahun 1999 kemudian mengalami peningkatan menjadi
sebesar 0,95 persen pada tahun 2000, dan pada tahun 2003 kontribusi
sektor listrik gas dan air terhadap PDRB mencapai angka tertinggi yaitu
sebesar 1,46 persen, sehingga sektor industri menempati urutan keempat
(dalam perkembangan struktur PDRB di bawah 10 persen) dan sektor
yang menempati urutan kedelapan dari kesembilan sektor dalam
kontribusinya terhadap PDRB Kabupaten Semarang.
Berdasarkan analisis LQ tahun 1999-2003, sektor listrik gas dan
air menunjukkan nilai LQ di atas angka satu (LQ > 1) yaitu sebesar (1,41),
(1,29), (1,39), (1,20), (1,25). Hal tersebut berarti bahwa sektor listrik gas
dan air termasuk sektor berpotensi tinggi / sektor basis. Sedangkan nilai
58
LQ lebih dari satu ini berarti sektor listrik gas dan air sudah dapat
memenuhi kebutuhan masyarakat Kabupaten Semarang sehingga
berpotensi untuk melakukan ekspor kedaerah lainnya.
Perhitungan analisis shift share selama tahun 1999-2000, pada
sektor listrik gas dan air menunjukkan nilai komponen Dj sebesar
-3.594.786, dan tahun 2001-2002 sebesar -7.694.470, hal ini menunjukkan
bahwa sektor ini merupakan sektor yang pertumbuhan PDRB lebih lambat
dibandingkan propinsi Jawa Tengah yang dikarenakan daya saing
menurun. Tetapi pada tahun 2000-2001 dan tahun 2002-2003 nilai
komponen Dj menunjukan angka positif yang berarti sektor listrik gas dan
air pada tahun tersebut pertumbuhannya lebih cepat dibandingkan propinsi
yang dikarenakan daya saing yang semakin meningkat dan merupakan
sektor yang berpotensi (tinggi) untuk dikembangkan karena merupakan
sektor unggulan / basis.
i. Sektor penggalian
Perkembangan kontribusi sektor penggalian terhadap PDRB pada
tahun 2003 sebesar 0,17 persen dan menempati urutan kelima (dalam
perkembangan struktur PDRB di bawah 10 persen) dan sektor yang
menempati urutan kesembilan dari kesembilan sektor dalam kontribusinya
terhadap PDRB Kabupaten Semarang. Kontribusi sektor ini terhadap
PDRB Kabupaten Semarang terbesar hanya 0,22 persen yaitu pada tahun
1999.
59
Berdasarkan Analisis LQ selama 5 tahun terakhir (1999-2003),
sektor ini menunjukkan nilai LQ di bawah angka satu yaitu sebesar (0,22),
(0,19), (0,18), (0,18), (0,17). Hal tersebut berarti sektor ini termasuk
sektor yang belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat daerahnya
sehingga berpotensi impor dari daerah lain.
Perhitungan analisis shift share selama tahun 1999-2003
menunjukkan nilai komponen Dj yang selalu bertanda negatif. Hal ini
menunjukkan bahwa sektor ini pada tahun tersebut merupakan sektor yang
pertumbuhan PDRB lebih lambat dibandingkan propinsi Jawa Tengah
yang dikarenakan daya saing menurun dan merupakan sektor yang tidak
berpotensi untuk dikembangkan karena bukan merupakan sektor unggulan
/ basis. Sedangkan berdasarkan lokasinya Kabupaten Semarang tergolong
daerah yang minim akan potensi pertambangan dan penggalian.
Kabupaten Semarang memiliki nilai rata-rata (P+D)J < 0 selama
tahun 1999-2003 yaitu sebesar -64.170.051 (lihat tabel 7), ini berarti
bahwa pertumbuhan PDRB di Kabupaten Semarang adalah lebih lambat
di bandingkan dengan pertumbuhan PDRB di Propinsi Jawa Tengah, hal
tersebut disebabkan karena pertumbuhan Kabupaten Semarang selalu
bertanda negatif. Penurunan pertumbuhan PDRB juga dipengaruhi oleh
besarnya kontribusi masing-masing sektornya, sehingga di dalam arahan
kebijakan pengembangan wilayah adalah arahan yang dapat diajukan
secara konseptual. Bagi pengembangan wilayah di masa yang akan datang
60
harus sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh masing-masing kecamatan
di Kabupaten Semarang. Kebijakan yang dapat diambil untuk mengurangi
ketidakmerataan pendapatan antar kecamatan yaitu pada kecamatan yang
masyarakatnya berpendapatan rendah dan perkembangan struktur
PDRBnya lamban akan dipacu pertumbuhannya dengan meningkatkan
pendapatan per kapita kecamatan tersebut agar dapat berjalan seiring
dengan tingkat pertumbuhan pendapatan di kecamatan lainnya. Selain itu
dipihak lain juga berusaha untuk meningkatkan pendapatan daerah yang
cukup baik pertumbuhannya dengan mengembangkan sektor-sektor yang
potensial di daerah-daerah tersebut.
2. Faktor-faktor yang menghambat dan mendukung perkembangan sektor
pertanian dan sektor industri di Kabupaten Semarang
2.1. Sektor pertanian
Faktor-faktor yang menghambat perkembangan sektor pertanian
antara lain:
a. Masih rendahnya produktivitas dimana belum tercapainya standar
mutu produk pertanian serta belum memiliki daya saing pemasaran
yang kuat.
Produktivitas yang rendah yang disebabkan karena hanya
menggunakan peralatan yang sangat sederhana (teknologi yang
dipakai rendah). Usaha penggunaan sumberdaya seperti tanah, air dan
61
tenaga manusia bukan lagi merupakan hal yang dititik beratkan,
sehingga sebagai gantinya adalah pembentukan modal, kemajuan
teknologi, penelitian dan pengembangan ilmiah memainkan peranan
yang sangat penting dalam usaha meningkatkan jumlah output dan
produktivitas.
Selain hal tersebut di atas, pemakaian alat-alat sederhana
seperti traktor kecil, hewan penarik bajak bisa juga digunakan untuk
meningkatkan produktivitas pertanian di Kabupaten Semarang.
Akhirnya penggunaan bibit unggul, pupuk dan irigasi yang baik juga
bisa meningkatkan produk pertanian (Lincolin, 1999:331).
Dalam rangka peningkatan produktivitas daya saing dan daya
tambah pemerintah daerah perlu untuk mengembangkan usaha
pertanian dalam pendekatan kewilayahan yang terpadu dengan konsep
agribisnis. Selain itu juga perlu menyusun langkah-langkah
peningkatan daya saing antara lain dengan insentif peningkatan pasca
panen, pengolahan hasil pertanian, standar mutu dan keamanan pangan
serta penguatan sistem pemasaran dan manajemen usaha.
b. Keterbatasan informasi dan mekanisme pasar
Kita telah mengetahui bahwa dalam hampir bagi semua
masyarakat tradisional pertanian bukanlah hanya sekedar kegiatan
ekonomi saja, tetapi merupakan bagian dari cara hidup mereka.
Sehingga tanpa adanya perubahan-perubahan yang mempengaruhi
62
seluruh sosial, politik dan kelembagaan masyarakat pedesaan dalam
informasi dan mekanisme pasar dalam pertanian akan menyebabkan
pembangunan pertanian tidak pernah berhasil seperti yang diharapkan.
Keterbatasan informasi diantaranya mengenai cara pengolahan
tanah yang kurang baik, pemberian pupuk yang kurang tepat dalam
penggunaannya serta pemasaran hasil produk yang terbatas. Serta
keterbatasan informasi mengenai mekanisme pasar dimana jika hasil
panen melimpah akan menurunkan harga jualnya.
c. Rendahnya kualitas SDM pelaku pertanian dalam penguasan teknologi
dan manajemen
Teknologi yang sangat terbatas dan sederhana yang disebabkan
rendahnya kualitas SDM pelaku pertanian mengakibatkan produksi
pertanian dengan pemakaian cara-cara atau teknik-teknik baru di
dalam usaha tani tidak dapat berjalan dengan baik. Memang tidaklah
mungkin untuk memperoleh hasil yang banyak dengan hanya
menggunakan tanaman dan hewan yang tradisional, menggunakan
tanah yang lama dan dengan cara-cara yang tetap seperti dulu.
Rendahnya kualitas SDM pelaku pertanian dalam penguasaan
teknologi dan manajemen lebih disebabkan karena regenerasi para
petani yang sedikit. Banyak dari anak para petani yang memiliki
tingkat pendidikan yang tinggi tidak suka untuk terjun menjadi petani,
sehingga regenerasi para petani menjadi sedikit.
63
c. Terbatasnya kepemilikan luas lahan dan skala usaha
Keterikatan petani kecil terhadap kepemilikan luas lahan atau
tanahnya memang sangat mendalam. Suatu perasaan yang merupakan
ikatan batin yang sangat erat hubungannya dengan harga diri dan
kebebasan dari segala macam paksaan, sehingga apabila petani itu
kehilangan tanahnya atau ia jatuh miskin secara pelan-pelan karena
dibebani hutang yang menumpuk, maka bukan hanya keadaan
lahiriahnya saja yang rusak, tetapi juga rasa kepercayaan pada diri
sendiri dan semangat untuk berusaha memperbaiki dirinya dan usaha
pertaniannya akan hancur.
Pada sektor pertanian di Kabupaten Semarang banyak menjadi
buruh tani, hal ini dikarenakan mereka tidak memiliki lahan atau
memiliki lahan yang luasnya terbatas. Terbatasnya kepemilikan lahan
dan skala usaha merupakan dampak dari bertambahnya jumlah
penduduk dan daerah yang semakin maju.
d. Lemahnya kemitraan usaha antara petani dengan pengusaha
Salah satunya yang terpenting adalah pengangkutan hasil
pertanian. Tanpa pengangkutan yang efesien dan murah menyebabkan
hasil produksi pertanian tidak dapat tersebar dengan luas. Oleh karena
itu diperlukan suatu kemitraan usaha petani dengan pengusaha suatu
jaringan pengangkutan yang bercabang luas untuk membawa bahan-
bahan perlengkapan produksi ke tiap usaha tani, dan membawa hasil
64
usaha tani ke konsumen di kota-kota besar dan kecil sehingga hal
tersebut akan memperlancar pembangunan pertanian di pedesaan.
e. Lemahnya permodalan petani
Menurut Mosher dalam (Lincolin, 1999:335) untuk
meningkatkan produksi, para petani harus lebih banyak mengeluarkan
uang untuk membeli bibit unggul, obat-obatan pemberantas hama,
pupuk dan alat-alat pertanian lainnya. Pengeluaran-pengeluaran
tersebut harus dibiayai dari tabungan atau dengan meminjam untuk
jangka waktu antara saat bahan-bahan produksi dan peralatan itu dibeli
dan saat hasil panen dapat dijual. Sehingga lemahnya permodalan
petani juga menjadi penghambat perkembangan sektor pertanian Hal
tersebut akan sangat berpengaruh terhadap hasil panen yang menjadi
sedikit.
f. Berubahnya fungsi lahan pertanian ke non-pertanian yang tidak
terkendali
Adanya hukum penurunan hasil (law of dimishing returm)
berlakau karena terlampau banyak tenaga kerja yang pindah bekerja di
lahan pertanian yang sempit. Kegagalan hasil panen karena hujan atau
kurang suburnya tanah serta tindakan-tindakan pemerasan oleh para
rentenir merupakan hal yang sangat ditakuti para petani yang
kemudian memaksa lahan pertanian yang dimiliki petani dijual yang
berakibat berubah fungsinya menjadi ke non-pertanian. Di samping itu
65
pertumbuhan penduduk Kabupaten Semarang yang semakin
meningkat tiap tahun sangat membutuhkan lahan sebagai tempat
tinggal, sehingga dengan banyak berubahnya fungsi lahan pertanian
ke non-pertanian yang tidak terkendali (seperti dibangun menjadi
tempat tinggal atau menjadi pusat pembelanjaan dan perkantoran)
maka, berubahnya fungsi lahan tersebut menjadi salah satu faktor yang
menghambat perkembangan sektor pertanian di Kabupaten Semarang.
Jika berubah fungsi lahan tersebut tidak terkontrol oleh pemerintah
daerah dan masyarakat pedesaan maka, secara lambat tapi pasti
perkembangan sektor pertanian akan semakin mengalami penurunan
dalam kontribusi PDRB Kabupaten Semarang.
Perkembangan sektor pertanian di samping sering mengalami
hambatan juga ada beberapa faktor yang mendukung perkembangan
sektor pertanian diantaranya:
a. Tersedianya sumber daya alam yang subur.
Kabupaten Semarang merupakan daerah yang berada di lereng
gunung Ungaran sehingga daerah tersebut memiliki sumber daya alam
yang sangat subur terutama sangat cocok untuk usaha pertanian.
Dengan adanya sumber daya alam yang subur menjadikan segala jenis
tanaman pangan dapat ditanam di daerah ini sehingga jika di
manfaatkan dengan baik sektor pertanian dapat menjadi penyumbang
terbesar dalam PDRB Kabupaten Semarang.
66
b. Tersedianya sumber daya manusia dan kelembagaan pertanian
Tersedianya sumber daya alam yang subur jika tidak didukung
oleh tersedianya sumber daya manusia dan kelembagaan pertanian
tidak akan berjalan sesuai yang diinginkan, akan tetapi Kabupaten
Semarang memiliki keduanya sehingga dengan adanya sumber daya
manusia yang tersedia diharapkan mampu untuk lebih
mengembangkan potensi yang ada pada sektor pertanian.
c. Tersedianya komoditas unggulan yang bisa dikembangkan
Perkembangan sektor pertanian tidak akan maju jika tidak
memiliki komoditas unggulan untuk dipasarkan keluar daerahnya,
sehingga nantinya dapat menghasilkan sumbangan yang cukup besar
bagi sektor pertanian. Kabupaten Semarang memiliki faktor
pendukung pada sektor pertanian dengan memiliki berbagai macam
sektor unggulan diantaranya; padi, kelengkeng, encenggondok.
d. Tersedianya pemasaran produk pertanian di pasar Jetis Ambarawa
Pembangunan pertanian akan meningkatkan produksi hasil-
hasil usaha tani jika hasil-hasil tersebut tentunya akan dipasarkan dan
dijual dengan harga yang cukup tinggi untuk menutupi biaya dan
tenaga yang telah dikeluarkan para petani sewaktu memproduksinya.
Di dalam memasarkan hasil-hasil pertanian produk pertanian ini
diperlukan adanya permintaan akan hasil-hasil pertanian tersebut,
sistem pemasaran dan kepercayaan para petani pada sistem pemasaran
67
tersebut. Di Kabupaten Semarang sudah tersedia pemasaran produk
pertanian di pasar Jetis Ambarawa. Dengan adanya pemasaran produk
tersebut akan dapat mendukung perkembangan sektor pertanian di
Kabupaten Semarang menjadi lebih maju dan berkembang.
Sedangkan untuk mengatasi faktor penghambat perkembangan
sektor pertanian di Kabupaten dibuatkan beberapa program-program
pembangunan pertanian di Kabupaten Semarang. Program tersebut
diantaranya;
a) Program peningkatan ketahanan pangan
Program peningkatan ketahanan pangan dilakukan dengan
empat cara, yang pertama adalah dengan meningkatkan produktivitas
dan produksi komoditas pangan utama yaitu; beras, jagung, kedelai,
sayuran, buah-buahan serta komoditas perkebunan melalui
intensifikasi, ektensifikasi, verifikasi dan rehabilitasi. Kedua, dengan
meningkatkan pemanfaatan teknologi tepat guna yang spesifik lokal
dan ramah lingkungan. Ketiga, dengan meningkatkan akses petani
terhadap modal kerja, sarana produksi, sumber informasi dan pasar
komoditas pangan. Keempat, dengan memperbaiki sistem distribusi
sarana produksi pertanian dan produk-produk pertanian bahan pangan
yang bisa menjamin pemerataan dan kontinunitas ketersediaaan
pangan.
68
b) Program pengembangan agribisnis
Program pengembangan agribisnis dapat dilakukan dengan
mengembangkan komoditas unggulan yang kompetitif dipasar
domestik dan internasional serta sentra-sentra pengembangan,
mengembangkan kemitraaan uasaha antara petani produsen bahan
baku dengan pengelolaan agroindustri maupun pengelola input
pertanian, mengembangkan uasaha pembibitan / pembenihan tanaman,
meningkatkan kemampuan akses petani terhadap permodalan,
teknologi, informasi pasar dan promosi, memperbaiki sistem distribusi
guna memperbaiki posisi tawar petani dalam kegiatan agribisnis,
mengembangkan produksi hasil hutan kayu maupun non kayu serta
mengembangkan usaha pengolahan hasil pertanian.
c) Program pelestarian sumber daya alam
Program pelestarian sumber daya alam ini dilakukan dengan
mengadakan kegiatan penghijauan dan konservasi tanah,
pengembangan dan pemanfaatan daerah aliran sungai secara terpadu
dan berkelanjutan, meningkatkan partisipasi mayarakat dalam
perlindungan konservasi tanah, mencegah perambahan hutan serta
penebangan liar, melakukan kerjasama dengan instansi terkait dalam
pengendalian kerusakan lingkungan dan melestarikan pengelolaan
sumber daya air dan kesuburan lahan.
69
d) Program kesejahteraan petani
Program kesejahteraan petani ini dilakukan dengan
meningkatkan ketrampilan petani melalui pelatihan dan lokakarya,
penyuluhan pertanian, kaji terap teknologi pertanian, pengembangan
SDM dan kelembagaan tani serta tersedianya pelayanan informasi dan
teknologi pertanian.
2.2. Sektor industri
Faktor-faktor yang menghambat perkembangan pada sektor
industri antara lain;
a. Stabilitas ekonomi yang belum memadai
Stabilitas ekonomi yang belum memadai dan tidak stabil
membuat peranan sektor industri mengalami penurunan, hal tersebut
disebabkan sektor industri yang paling banyak terkena dampak
langsung jika mengalami krisis ekonomi. Sehingga jika stabilitas
ekonomi kurang memadai maka, para investor asing atau dalam
negeri enggan untuk menanamkan modalnya. Oleh karena itu
stabilitas ekonomi merupakan faktor utama penghambat
perkembangan sektor industri.
b. Pasar bebas yang dapat menyebabkan kurang bisa bersaing dengan
daerah yang lebih maju
Dengan adanya pasar bebas akan dapat menyebabkan produk
industri Kabupaten Semarang menjadi kurang bisa bersaing terutama
70
dengan daerah yang lebih maju, hal tersebut disebabkan karena
daerah yang sudah maju biasanya hasil produknya lebih bagus dan
banyak diminati masyarakat. Pemberlakuan pasar bebas dapat
menghambat pendapatan dari sektor industri bagi daerah yang
kurang maju.
c. Ketidakstabilan harga bahan baku
Dalam hubungan industri dengan keadaan pasar, industri
yang dekat dengan bahan baku yaitu terutama yang memproses
bahan pertanian dan bahan makanan. Dalam hal ini menarik tidaknya
suatu daerah ditentukan oleh tersedianya kestabilan harga bahan
mentah yang dibutuhkan industri didaerah tersebut, sehingga selama
tersedianya prasarana yang memadai dalam suatu daerah, sangat
sulit diharapkan berkembangnya industri tersebut. Dengan
ketidakstabilan harga bahan baku membuat para pengelola industri
menjadi sulit mencari bahan baku dengan harga yang standar,
apabila mereka mendapatkan harga bahan baku yang tinggi maka,
secara otomatis hasil dari produk tersebut akan naik. Jika hal
tersebut terjadi maka akan membuat produk industri semakin mahal
dan membuat masyarakat berfikir lagi untuk membelinya.
d. Kurangnya pola pembinaan dan inovasi hasil produksi
Pembinaan industri pada dasarnya dilakukan melalui
pembinaan sentra-sentra industri dengan bantuan unit pelayanan
71
teknis. Kurangnya pola pembinaan dan inivasi hasil produksi
umumnya menimbulkan maslah yang menyangkut soal manajemen,
pemasaran, modal dan mutu sehingga salah satu pemecahannya
adalah melalui keterkaitan dengan perusahaan besar baik industri
maupun perdagangan yang ada di Kabupaten Semarang. Kurangnya
pola pembinaan dan inovasi hasil produksi membuat hasil dari
produksi tersebut menjadi stagnan dan kurang ada perubahan
sehingga berakibat kurang dapat bersaing di pasaran.
e. Terbatasnya dukungan pembiayaan
Suatu produksi dapat berjalan lancar jika memiliki dukungan
pembiayaan yang baik, sedangkan Kabupaten Semarang karena
banyak dari sektor industri kecil yang memiliki keterbatasnya
dukungan pembiayaan membuat sektor industri dalam menghasilkan
produknya tidak berjalan secara maksimal. Hal tersebut akan sangat
berpengaruh terhadap penjualan produk tersebut.
f. Masih rendahnya produktivitas tenaga kerja
Sektor industri juga tidak terlepas dari usaha meningkatkan
mutu sumberdaya manusia dan kemampuannya memanfaatkan
secara optimal sumberdaya alam dan sumberdaya lainnya. Hal ini
berarti pula sebagai usaha untuk meningkatkan produktivitas tenaga
manusia disertai usaha untuk memperluas ruang lingkup kegiatan
manusia. Masih rendahnya produktivitas tenaga kerja ini di
72
karenakan karena etos kerja masyarakat masih berpedoman oleh
beberapa mitos kuno antara lain “alon-alon asal kelakon” sehingga
dalam menghasilkan suatu produk tiap harinya masih kalah bersaing
dengan daerah yang lebih maju yang lebih berfikir modern.
Potensi industri, perdagangan dan koperasi di Kabupaten
Semarang sebagian besar di dominasi oleh usaha yang mempunyai
permodalan kecil sedangkan usaha yang memiliki investasi besar relatif
kecil jumlahnya. Menurut data profil industri perdagangan dan koperasi
Kabupaten Semarang sampai tahun 2003 potensi industri besar dan
menengah sebanyak 116 buah, industri kecil formal sebanyak 912,
industri kecil informal sebanyak 8938 dan sentra industri sebanyak 106.
Ini menunjukkan bahwa dalam teori Kuznets tentang perubahan
struktur ekonomi (Todaro,2000:145) di Kabupaten Semarang selama
tahun 1999-2003 telah terjadi tranformasi pergeseran aktivitas pertanian
secara berangsur-angsur dari sektor pertanian ke sektor nonpertanian
(pergeseran tersebut juga telah berlangsung dengan meningkatnya
pertumbuhan pada sektor jasa). Selain itu juga terjadi perpindahan lokasi
dan status pekerjaan mayoritas angkatan kerja di daerah pedesaan,
semula lebih banyak bekerja pada sektor pertanian di desa asalnya
kemudian bergerak ke sektor industri serta jasa-jasa di daerah perkotaan.
Sektor industri dalam perkembangannya yang naik turun disebabkan
oleh faktor yang mendukung perkembangan pada sektor industri.
73
Beberapa faktor-faktor yang mendukung perkembangan sektor
industri antara lain;
a. Tersedianya kebijakan pemerintah dalam pengembangan industri
Perkembangan sektor industri dapat berjalan sesuai dengan
yang diharapkan jika pemerintah pusat atau pemerintah daerah
dalam membuat kebijakan harus sesuai dengan pengembangan
industri yang ada. Kebijakan tersebut diantaranya mengenai izin
pendirian perusahaan, pemasaran produk.
b. Adanya pertumbuhan dan persebaran sentra di pedesaan
Salah satu faktor yang mendukung sektor industri di
Kabupaten Semarang adalah adanya pertumbuhan dan persebaran
sentra terutama industri-industri kecil di daerah pedesaan, sehingga
diharapkan dengan adanya pertumbuhan dan persebaran sentra di
pedesaan tersebut dapat memberikan sumbangan besar terhadap
PDRB Kabupaten Semarang serta sebagai sumber lapangan usaha
baru untuk kehidupan masyarakat tersebut.
c. Dukungan infrastruktur yang memadai
Perkembangan sektor industri Kabupaten Semarang tidak
akan berjalan dengan baik dan lancar jika tidak didukung
infrastruktur yang memadai untuk dapat di pergunakan. Infrastruktur
yang memadai juga merupakan salah satu faktor yang dilihat oleh
para investor yang akan menanamkan modalnya di Kabupaten
74
Semarang sehingga, faktor tersebut merupakan pendukung
perkembangan sektor industri di Kabupaten Semarang.
d. Terbukanya pola kemitraan usaha
Sektor industri tidak akan tumbuh dengan sendirinya tanpa
didukung dengan pola kemitraan usaha. Terbukanya pola kemitraan
usaha di Kabupaten Semarang sangat membantu dalam
perkembangan sektor industri, hal ini disebabkan karena dalam suatu
usaha dibutuhkan kemitraan usaha, misalnya dengan perbankan atau
dengan industri sejenis.
e. Ketersediaan jumlah SDM yang besar dan murah
Perkembangan sektor industri besar biasanya juga akan
membutuhkan jumlah SDM yang besar, sehingga dengan
tersedianya jumlah SDM yang besar dan murah akan dapat lebih
memudahkan para manajemen perusahaan di sektor industri untuk
mendapatkan tenaga kerja tanpa terbentur dengan upah yang tinggi.
f. Tersedianya komoditas unggulan yang dapat dikembangkan
Tersedianya komoditas unggulan yang tidak dimiliki oleh
daerah lain di propinsi Jawa Tengah membuat Kebupaten Semarang
lebih mengembangkan komoditas tersebut agar dapat mendukung
perkembangan sektor industri dimasa datang.
75
g. Berkembangnya aneka industri.
Faktor terakhir pendukung perkembangan sektor industri
Kabupaten Semarang adalah dengan semakin berkembangnya dan
bertambahnya aneka industri (industri besar/ menengah, kecil)
membuat perkembangan sektor industri semakin kuat dalam
sumbanganya terhadap PDRB Kabupaten Semarang.
Sedangkan untuk mengatasi faktor-faktor penghambat
perkembangan sektor industri tersebut pemerintah daerah Kabupaten
Semarang melaksanakan beberapa program diantaranya; program
pengembangan industri kecil dan menengah, program peningkatan
kemampuan teknologi industri, program penataan struktur industri,
program pengembangan industri rumah tangga / industri kecil / industri
kecil menengah. Dengan adanya program-program tersebut diharapkan
dapat memacu perkembangan pada sektor industri yang lebih baik dan
stabil.
3. Sebaran distribusi pendapatan daerah di Kabupaten Semarang
Dengan menggunakan kriteria HT. Oshima sebagai dasar analisis,
maka interpretasi hasil perhitungan Indeks Williamson dengan memasukkan
sektor industri akan dibandingkan dengan hasil perhitungan Indeks
Williamson tanpa memasukkan sektor industri.
Adapun kriteria HT. Oshima yaitu sebagai berikut:
76
a) Ketimpangan taraf rendah, bila indeks ketimpangan < 0,35
b) Ketimpangan taraf sedang, bila indeks ketimpangan 0,35-0,50
c) Ketimpangan taraf tinggi, bila indeks ketimpangan > 0,50
Dari Tabel. 7 disajikan hasil perhitungan rata-rata Indeks Williamson
dengan mengikutkan sektor industri dan tanpa mengikutkan sektor industri.
Indeks Williamson dengan sektor industri dan Indeks Williamson tanpa sektor
industri merupakan dua analisis ketimpangan pendapatan antardaerah. Secara
umum menurut hasil perhitungan Indeks Williamson dengan mengikutkan
sektor industri dan tanpa sektor industri distribusi pendapatan tidak jauh
berbeda, karena rata-rata beberapa kecamatan di Kabupaten Semarang
distribusi pendapatannya dalam keadaan ketimpangan taraf rendah. Pada
Tabel.7 Indeks Williamson dengan mengikutkan sektor industri di Kecamatan
Bergas, Kecamatan Ungaran masih di bawah angka 0,35 sehingga menurut
klasifikasi HT. Oshima termasuk dalam kelas ketimpangan rendah, sedangkan
untuk Kecamatan Bergas walaupun masih berada di bawah angka 0,35 tetapi
ketimpangan tersebut mendekati pada taraf ketimpangan sedang karena hasil
dari perhitungan rata-rata Indeks Williamson dengan mengikutkan sektor
industri tersebut mendekati angka 0,35, yaitu dengan hasil ketimpangan untuk
Kecamatan Bergas sebesar 0,308 sedangkan untuk Kecamatan Ungaran
sebesar 0,261. Sedangkan jika hasil perhitungan Indeks Williamson tersebut
tanpa mengikutkan sektor industri maka, hasilnya dimana Kecamatan Bergas
77
di angka 0,015 dan Kecamatan Ungaran di angka 0,016, sehingga keduanya
berada pada kelas ketimpangan taraf rendah.
Hasil perhitungan Indeks Williamson tanpa mengikutkan sektor
industri menunjukkan bahwa terjadi pemerataan distribusi pendapatan daerah
atau pengujian Indeks Williamson menunjukan nilai antara 0 sampai 1 dengan
hasil kecil sehingga tingkat ketidakmerataan antar daerah akan semakin kecil,
tetapi jika dengan mengikutkan sektor industri maka, dapat dilihat bahwa
pemerataan distribusi pendapatan di kedua kecamatan tersebut terjadi
ketidakmerataan yang semakin besar atau ada ketimpangan pendapatan dalam
distribusi pendapatan daerahnya. Sehingga dapat ditarik kesimpulan dari
kedua kecamatan tersebut bahwa sektor industri merupakan faktor penyebab
terjadinya ketidakmerataan atau ketimpangan pendapatan dalam sebaran
distribusi pendapatan daerah.
Analisis Indeks Williamson tersebut menunjukkan bahwa sektor
industri cenderung memperbesar ketidakmerataan distribusi pendapatan
masyarakat antar kecamatan. Hal ini terjadi karena sektor industri yang ada
hanya berpusat di beberapa kecamatan pada Kabupaten Semarang, sehingga
hanya kecamatan tersebut yang dapat menikmati hasilnya. Dengan demikian
ketidakmerataan sebaran distribusi pendapatan akan semakin tinggi, oleh
karena itu selain sektor industri dikembangkan perlu juga suatu indentifikasi
terhadap kecamatan-kecamatan tertinggal di Kabupaten Semarang untuk dapat
dijadikan sebagai prioritas pembangunan oleh pemerintah daerah terutama
78
sektor industri dan sektor lain yang dapat dijadikan sebagai sektor berpotensi
atau sektor basis di masing-masing kecamatan Kabupaten Semarang.
79
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut :
1. Perkembangan struktur PDRB atas dasar harga berlaku dari tahun 1999-2003
di dominasi sektor industri, sektor pertanian, sektor perdagangan, rumah
makan dan jasa akomodasi, sektor jasa-jasa. Sedangkan sektor ekonomi yang
paling potensial dan strategis untuk dikembangkan guna memacu serta
menunjang pertumbuhan ekonomi Kabupaten Semarang ada 2 sektor yaitu
sektor industri dan sektor jasa-jasa. Sedangkan pertumbuhan PDRB di
Kabupaten Semarang lebih lambat dibandingkan dengan pertumbuhan PDRB
di Propinsi Jawa Tengah.
2. Secara umum kontribusi sektor pertanian dan sektor industri mengalami
penurunan yang diakibatkan adanya faktor-faktor yang menghambat
perkembangannya. Salah satu faktor yang menghambat perkembangan pada
sektor pertanian adalah berubahnya fungsi lahan pertanian ke non-pertanian
yang tidak terkendali. Sedangkan salah satu faktor yang menghambat
perkembangan pada sektor industri adalah stabilitas ekonomi yang belum
memadai. Untuk meningkatkan kontribusinya pemerintah daerah perlu
80
melaksanakan berbagai program yang berguna untuk mengatasi faktor-faktor
yang menghambat perkembangan sektor pertanian dan industri tersebut.
3. Keadaan sebaran distribusi pendapatan tiap kecamatan di Kabupaten
Semarang berada pada ketimpangan taraf rendah karena nilainya rata-rata
dalam kurun waktu tahun 1999-2003 masih berada dibawah angka 0,35.
Sedangkan dengan perhitungan Indeks Williamson dengan dan tanpa
mengikutkan sektor industri dapat diketahui bahwa sektor industri merupakan
faktor penyebab terjadinya ketimpangan pendapatan dalam sebaran distribusi
pendapatan daerah.
B. Saran
Untuk melengkapi penelitian ini agar menjadi lebih baik penulis merasa
perlu memberikan saran-saran diantaranya:
1. Untuk sektor industri terutama industri kecil atau rumah tangga dan sektor
jasa-jasa (seperti jasa hiburan, kemasyarakatan, perorangan, sosial) di
Kabupaten Semarang yang perkembangannya paling berpotensi sebaiknya
lebih difokuskan lagi dalam pengelolaanya sehingga diharapkan nantinya
dapat memberikan kontribusi sumbangan PDRB yang lebih besar dalam
perekonomian daerah, sedangkan untuk sektor yang kurang memiliki potensi
sebaiknya tetap diperhatikan dalam pengelolaanya agar perkembangan
struktur PDRB akan menjadi seimbang.
81
2. Sektor pertanian yang dahulu merupakan sektor potensial yang bagus harus
lebih dikembangkan dalam masyarakat, diantaranya dengan melalui berbagai
program pertanian seperti salah satunya adalah program kesejahteraan petani,
sehingga masyarakat dapat lebih mencintai sektor ini .
3. Sebaran distribusi pendapatan di Kabupaten Semarang harus tetap
mempertahankan Indeks Williamson di bawah 0,50, salah satunya dengan
cara perkembangan pada sektor industri tidak terpusat pada beberapa
kecamatan saja tetapi merata pada tiap kecamatan di Kabupaten Semarang
sehingga ketimpangan pendapatan akan semakin kecil dan distribusi
pendapatan akan semakin merata dinikmati setiap penduduknya.
82
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian. Yogyakarta: Rineka Cipta.
Arsyad, Lincolin. 1999. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: STIE YKPN. Boediono. 1999. Teori Pertumbuhan Ekonomi. Yogyakarta: BPFE. Badan Pusat Statistik. 2003.Produk Domestik Bruto Kota Semarang. Semarang: BPS. Dumairy. 1997. Perekonomian Indonesia. Jakarta: Erlangga. Hariyati. 2004. Profil Industri Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Semarang.
Ungaran: Disperindag.
Kuncoro, Mudrajad. 2003. Ekonomi Pembangunan Edisi Ketiga. Yogyakarta: UPP
PMP YKPN.
Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan. 2005. Rapat Koordinasi Pembangunan
Usulan Program. Ungaran: Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan.
Prayitno, Hadi. 1986. Pengantar Ekonomika Pembangunan. Yogyakarta: BPFE. Sitohang, Paul. 1993. Pengantar Perencanaan Regional. Jakarta: FE UI Sugiarto. 2002. Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Pemerataan Pembangunan di
Propinsi Jateng. Skripsi. Semarang: Fakultas Ekonomi STIE Stikubank.
Sukirno, Sadono. 1985. Ekonomi Pembangunan. Jakarta: LP Universitas Indonesia. ----- 2000. Makro Ekonomi Modern. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. Sutawijaya, Adrian. 2004. Analisis Disparitas Pendapatan Antardaerah dan Potensi
Relatif Secara Sektoral. Dalam STEI. No. 03. Hal. 34 - 51
83
Suyatno, 2000. Analisis Economic Base Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Tingkat II Wonogiri. Dalam Jurnal Ekonomi Pembangunan. No. 02. Hal. 144
-145.: UMS.
T. H. Tambunan, Tulus. 2001. Perekonomian Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia. Triyanto, Suseno. 1990. Indikator Ekonomi. Jakarta: Kanisius Todaro, Michael. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jakarta: Erlangga. Widodo, Suseno Triyanto. 1990. Indikator Ekonomi Dasar Perhitungan
Perekonomian Indonesia. Jakarta: Kanisius.
84
85
Lampiran 1.
Perkembangan PDRB Menurut Sektor Atas Dasar Harga berlaku Di Kabupaten Semarang (dalam ribuan rupiah)
No Sektor Lapangan Usaha 1999 2000 2001 2002 2003 PDRB % PDRB % PDRB % PDRB % PDRB %
1 Pertanian 522.835.627 21,1 604.750.150 21,8 637.588.511 20,26 732.165.820 20,59 747.936.446 19,1 1.1. Tanaman Pangan 340.776.962 13,7 391.328.279 14,1 387.711.587 12,32 450.913.695 12,68 438.446.711 11,2 1.2. Perkebunan 55.072.916 2,22 70.551.344 2,55 79.859.987 2,538 91.753.331 2,58 91.311.491 2,33 1.3. Peternakan 77.786.977 3,14 87.562.062 3,16 108.326.154 3,442 121.414.269 3,414 138.846.658 3,54 1.4. Kehutanan 43.278.157 1,75 49.014.659 1,77 54.542.957 1,733 60.260.648 1,695 70.226.292 1,79 1.5. Perikanan 5.920.615 0,24 6.293.806 0,23 7.147.825 0,227 7.823.877 0,22 9.105.294 0,23
2 Penggalian 5.359.364 0,22 5.090.174 0,18 5.492.137 0,17 5.928.569 0,17 6.661.372 0,17 3 Industri 1.027.958.785 41,5 1.132.724.902 40,9 1.305.753.107 41,49 1.447.366.812 40,7 1.624.724.630 41,5 4 Listrik, Gas dan Air 22.603.094 0,91 26.432.399 0,95 33.466.012 1,06 42.837.589 1,21 57.351.726 1,46 5 Konstruksi 38.955.857 1,57 36.877.642 1,33 44.787.266 1,42 54..500.010 1,53 60.534.425 1,55
6 Perdagangan, Rumah Makan dan Jasa Akom 447.494.383 18,1 494.142.482 17,8 566.595.289 18,01 636.142.648 17,89 702.975.966 18
7 Angkuatan dan Komunikasi 57.848.941 2,33 67.383.779 2,43 79.247.416 2,52 94.636.594 2,66 113.792.097 2,91
8 Lembaga Keu, Persewaan dan Jasa Perush 94.879.046 3,38 102.762.702 3,71 117.058.360 3,73 13.8297.733 3,89 149.443.063 3,82
9 Jasa-jasa 261.250.769 10,5 300.199.806 10,8 356.867.332 11,34 40.3986.051 11,36 453.410.541 11,6 Jumlah 2.479.185.866 100% 2.770.364.036 100% 3.146.855.431 100% 355.5861.862 100% 3.916.833.266 100% Sumber: Data BPS diolah
Lampiran 2. Hasil perhitungan LQ Kabupaten semarang Tahun 1999
No Sektor Xin Yn Xi Y Xin/Yn Xi/Y LQ 1 Pertanian 522.835.627 2.479.185.866 25.468.190,45 101.509.193,8 0,210890048 0,250895 0,84 2 Penggalian 5.359.364 2.479.185.866 1.016.023,22 101.509.193,8 0,002161744 0,010009 0,22 3 Industri 1.027.958.785 2.479.185.866 29.543.972,67 101.509.193,8 0,414635627 0,291047 1,42 4 Listrik, Gas dan Air 22.603.094 2.479.185.866 655.019,61 101.509.193,8 0,009117144 0,006453 1,41 5 Konstruksi 38.955.857 2.479.185.866 3.982.983,09 101.509.193,8 0,015713165 0,039238 0,4 6 Perdagangan, Rumah makan dan Jasa Akom 447.494.383 2.479.185.866 23.332.684,92 101.509.193,8 0,180500538 0,229858 0,79 7 Angkutan dan Komunikasi 57.848.941 2.479.185.866 4172.495,4 101.509.193,8 0,023333846 0,041105 0,57
8 Lembaga Keuangan, Persewaan dan Jasa perush 94.879.064 2.479.185.866 3.700.158,84 101.509.193,8 0,03827025 0,036451 1,05
9 Jasa-jasa 261.250.769 2.479.185.866 9.637.665,56 101.509.193,8 0,105377645 0,094944 1,11 Sumber; Data BPS sudah diolah
Keterangan; Xin : Nilai tambah sektor i di Kabupaten Semarang Yn : PDRB di Kabupaten Semarang Xi : Nilai tambah sektor di Propinsi Jawa Tengah Y : PDRB di propinsi Jawa Tengah LQ : Location Quotion
Lampiran 3.
Hasil perhitungan LQ Kabupaten semarang Tahun 2000
No Sektor Xin Yn Xi Y Xin/Yn Xi/Y LQ 1 Pertanian 604.750.150 2.770.364.036 30.181.351,72 117.782.925,2 0,218292666 0,256246 0,85 2 Penggalian 5.090.174 2.770.364.036 114.0807,6 117.782.925,2 0,001837366 0,009686 0,19 3 Industri 1.132.724.902 2.770.364.036 33.618.628,42 117.782.925,2 0,408872223 0,285429 1,43 4 Listrik, Gas dan Air 26.432.399 2.770.364.036 870.163,83 117.782.925,2 0,009541128 0,007388 1,29 5 Konstruksi 36.877.642 2.770.364.036 478.8002,6 117.782.925,2 0,013311479 0,040651 0,33 6 Perdagangan, Rumah makan dan Jasa Akom 494.142.482 2.770.364.036 27.473.249,83 117.782.925,2 0,178367347 0,233253 0,76 7 Angkutan dan Komunikasi 67.383.779 2.770.364.036 5.181.562,32 117.782.925,2 0,024323077 0,043992 0,55
8 Lembaga Keuangan, Persewaan dan Jasa perush 102.762.702 2.770.364.036 4.340.625,96 117.782.925,2 0,037093574 0,036853 1,01
9 Jasa-jasa 300.199.806 2.770.364.036 10.188.532,91 117.782.925,2 0,10836114 0,086503 1,25 Sumber; Data BPS sudah diolah
Keterangan;
Xin : Nilai tambah sektor i di Kabupaten Semarang Yn : PDRB di Kabupaten Semarang Xi : Nilai tambah sektor di Propinsi Jawa Tengah Y : PDRB di propinsi Jawa Tengah LQ : Location Quotion
Lampiran 4.
Hasil perhitungan LQ Kabupaten semarang Tahun 2001
No Sektor Xin Yn Xi Y Xin/Yn Xi/Y LQ 1 Pertanian 637.588.511 3.146.855.431 33.326.727,47 136.131.480,2 0,202611313 0,244813 0,83 2 Penggalian 5.492.137 3.146.855.431 1.352.985,84 136.131.480,2 0,001745278 0,009939 0,18 3 Industri 1.305.753.107 3.146.855.431 39.682.735,09 136.131.480,2 0,414939019 0,291503 1,42 4 Listrik, Gas dan Air 33.466.012 3.146.855.431 1.042.818,07 136.131.480,2 0,010634747 0,00766 1,39 5 Konstruksi 44.787.266 3.146.855.431 5.395.143,17 136.131.480,2 0,014232388 0,039632 0,36 6 Perdagangan, Rumah makan dan Jasa Akom 566.595.289 3.146.855.431 32.626.491,47 136.131.480,2 0,180051261 0,239669 0,75 7 Angkutan dan Komunikasi 79.247.416 3.146.855.431 6.253.791,95 136.131.480,2 0,025183049 0,045939 0,55
8 Lembaga Keuangan, Persewaan dan Jasa perush 117.058.360 3.146.855.431 4.968.064,67 136.131.480,2 0,037198519 0,036495 1,02
9 Jasa-jasa 356.867.332 3.146.855.431 11.482.722,43 136.131.480,2 0,113404425 0,08435 1,34 Sumber; Data BPS sudah diolah
Keterangan;
Xin : Nilai tambah sektor i di Kabupaten Semarang Yn : PDRB di Kabupaten Semarang Xi : Nilai tambah sektor di Propinsi Jawa Tengah Y : PDRB di propinsi Jawa Tengah LQ : Location Quotion
Lampiran 5.
Hasil perhitungan LQ Kabupaten semarang Tahun 2002
No Sektor Xin Yn Xi Y Xin/Yn Xi/Y LQ 1 Pertanian 732.165.820 3.555.861.862 36.607.342,07 156.418.300,5 0,205903899 0,234035 0,88 2 Penggalian 5.928.569 3.555.861.862 1.469.178,12 156.418.300,5 0,001667266 0,009393 0,18 3 Industri 1.447.366.812 3.555.861.862 46.333.578,23 156.418.300,5 0,40703685 0,296216 1,37 4 Listrik, Gas dan Air 42.837.589 3.555.861.862 1.574.604,84 156.418.300,5 0,012047034 0,010067 1,2 5 Konstruksi 54.500.010 3.555.861.862 6.042.690,05 156.418.300,5 0,015326807 0,038632 0,4 6 Perdagangan, Rumah makan dan Jasa Akom 636.142.684 3.555.861.862 37.405.734,52 156.418.300,5 0,178899718 0,239139 0,75 7 Angkutan dan Komunikasi 94.636.594 3.555.861.862 7.923.981,26 156.418.300,5 0,026614249 0,050659 0,53
8 Lembaga Keuangan, Persewaan dan Jasa perush 138.297.733 3.555.861.862 5.767.937,39 156.418.300,5 0,038892887 0,036875 1,05
9 Jasa-jasa 403.986.051 3.555.861.862 13.293.253,98 156.418.300,5 0,113611289 0,084985 1,34 Sumber; Data BPS sudah diolah.
Keterangan;
Xin : Nilai tambah sektor i di Kabupaten Semarang Yn : PDRB di Kabupaten Semarang Xi : Nilai tambah sektor di Propinsi Jawa Tengah Y : PDRB di propinsi Jawa Tengah LQ : Location Quotion
Lampiran 6.
Hasil perhitungan LQ Kabupaten semarang Tahun 2003
No Sektor Xin Yn Xi Y Xin/Yn Xi/Y LQ 1 Pertanian 747.936.446 3.916.833.266 37.202.419,18 173.852.789,1 0,190954374 0,213988 0,89 2 Penggalian 6.661.372 3.916.833.266 1.744.236,87 173.852.789,1 0,001700703 0,010033 0,17 3 Industri 1.624.724.630 3.916.833.266 52.671.590,76 173.852.789,1 0,414805666 0,302967 1,37 4 Listrik, Gas dan Air 57.351.726 3.916.833.266 2.043.587,54 173.852.789,1 0,014642371 0,011755 1,25 5 Konstruksi 60.534.425 3.916.833.266 6.972.031,84 173.852.789,1 0,01545494 0,040103 0,39 6 Perdagangan, Rumah makan dan Jasa Akom 402.975.966 3.916.833.266 42.050.781,97 173.852.789,1 0,102883104 0,241876 0,43 7 Angkutan dan Komunikasi 113.792.097 3.916.833.266 9.898.924,55 173.852.789,1 0,029052066 0,056939 0,51
8 Lembaga Keuangan, Persewaan dan Jasa perush 149.443.063 3.916.833.266 6.448.270,23 173.852.789,1 0,038154053 0,03709 1,03
9 Jasa-jasa 453.413.514 3.916.833.266 14.820.946,19 173.852.789,1 0,115760229 0,08525 1,36
Sumber; Data BPS sudah diolah
Keterangan; Xin : Nilai tambah sektor i di Kabupaten Semarang Yn : PDRB di Kabupaten Semarang Xi : Nilai tambah sektor di Propinsi Jawa Tengah Y : PDRB di propinsi Jawa Tengah LQ : Location Quotion
Lampiran 7.
Hasil perhitungan rata-rata LQ Kabupaten semarang Tahun 1999-2003
LQ No Sektor 1999 2000 2001 2002 2003 Jumlah Periode LQ Rata-rata
1 Pertanian 0,84 0,85 0,83 0,88 0,89 4,29 5 0,8582 Penggalian 0,22 0,19 0,18 0,18 0,17 0,94 5 0,1883 Industri 1,42 1,43 1,42 1,37 1,37 7,01 5 1,4024 Listrik, Gas dan Air 1,41 1,29 1,39 1,2 1,25 6,54 5 1,3085 Konstruksi 0,4 0,33 0,36 0,4 0,39 1,88 5 0,3766 Perdagangan, Rumah makan dan Jasa Akom 0,79 0,76 0,75 0,75 0,43 3,48 5 0,6967 Angkutan dan Komunikasi 0,57 0,55 0,55 0,53 0,51 2,71 5 0,542
8 Lembaga Keuangan, Persewaan dan Jasa perush 1,05 1,01 1,02 1,05 1,03 5,16 5 1,032
9 Jasa-jasa 1,11 1,25 1,34 1,34 1,36 6,4 5 1,28Sumber; Data BPS sudah diolah
Lampiran 8.
Hasil Perhitungan Differential shift (Dj) Tahun 1999-2000
No Sektor Eijt Eit Eio Eijo Eit/Eio (Eit/Eio)Eijo Dj 1 Pertanian 604.750.150 3.0181.352 25.468.190,5 5.228.35.627 1,1850607 619.591.957 -14841.807 2 Penggalian 5.090.174 1.140.807,6 1.016.023,22 5.359.364 1,12281646 6.017.582,1 -927.408,14 3 Industri 1.132.724.902 33.618.628 29.543.972,7 10.27.958.785 1,13791834 1,17E+09 -37.008.255 4 Listrik, Gas dan Air 26.432.399 870.163,83 655.019,61 22.603.094 1,32845462 30.027.185 -3.594.785,8 5 Konstruksi 36.877.642 4.788.002,6 3.982.983,09 38.955.857 1,20211472 46.829.409 -9.951.767,1 6 Perdagangan, Rumah makan dan Jasa Akom 494.142.482 27.473.250 23.332.684,9 447.494.383 1,17745771 526.905.713 -32.763.231 7 Angkutan dan Komunikasi 67.383.779 5.181.562,3 4.172.495,4 57.848.941 1,24183775 71.838.999 -4.455.220
8 Lembaga Keuangan, Persewaan dan Jasa perush 102.762.702 4.340.626 3.700.158,54 94.879.046 1,17309189 111.301.839 -8.539.137
9 Jasa-jasa 300.199.806 10.188.533 9.637.665,56 261.250.769 1,05715776 276.183.277 24.016.528,9 Sumber; Data BPS sudah diolah
Lampiran 9.
Hasil Perhitungan Differential shift (Dj) Tahun 2000-2001
No Sektor Eijt Eit Eio Eijo Eit/Eio (Eit/Eio)Eijo Dj 1 Pertanian 637.588.511 33.326.727 30.181.351,7 604.750.150 1,10421587 667774.711 -30.186.200 2 Penggalian 5.492.137 1.352.985,8 1.140.807,6 5.090.174 1,1859895 6.036.892,9 -544.755,94 3 Industri 1.305.753.107 39.682.735 33.618.628,4 1.132.724.902 1,18037936 1,337E+09 -31.291.988 4 Listrik, Gas dan Air 33.466.012 1.042.818,1 870.163,83 26.432.399 1,19841579 31.677.004 1.789.007,79 5 Konstruksi 44.787.266 5.395.143,2 478.8002,6 36.877.642 1,12680456 41.553.895 3.233.370,78 6 Perdagangan, Rumah makan dan Jasa Akom 566.595.289 32.626.491 27.473.249,8 494.142.482 1,18757306 586.830.301 -20.235.012 7 Angkutan dan Komunikasi 79.247.416 6.253.792 5.181.562,32 67.383.779 1,20693173 813.27.621 -2.080.204,6
8 Lembaga Keuangan, Persewaan dan Jasa perush 117.058.360 4.968.064,7 4.340.625,96 102.762.702 1,14455028 117.617.080 -558.719,63
9 Jasa-jasa 356.867.332 11.482.722 10.188.532,9 300.199.806 1,12702413 338.332.425 18.534.907,1 Sumber; Data BPS sudah diolah
Lampiran 10
Hasil Perhitungan Differential shift (Dj) Tahun 2001-2002
No Sektor Eijt Eit Eio Eijo Eit/Eio (Eit/Eio)Eijo Dj 1 Pertanian 732.165.820 36.607.342 33.326.727,5 637.588.511 1,09843795 700.351.414 31814.405,6 2 Penggalian 5.928.569 1.469.178,1 1.352.985,84 5.492.137 1,08587842 5.963.793 -35.224,023 3 Industri 1.447.366.812 46.333.578 39.682.735,1 1305.753.107 1,16760042 1,525E+09 -77.231.067 4 Listrik, Gas dan Air 42.837.589 1.574.604,8 1.042.818,07 33.466.012 1,50995163 50.532.059 -7.694.470,2 5 Konstruksi 54.500.010 6.042.690,1 5.395.143,17 44.787.266 1,12002404 50.162.815 4.337.195,39 6 Perdagangan, Rumah makan dan Jasa Akom 636.142.684 37.405.735 32.626.491,5 566.595.289 1,14648351 649.592.157 -134.49473 7 Angkutan dan Komunikasi 94.636.594 7.923.981,3 6.253.791,95 79.247.416 1,26706826 100.411.885 -577.5291,2
8 Lembaga Keuangan, Persewaan dan Jasa perush 138.297.733 5.767.937,4 4.968.064,67 117.058.360 1,16100288 135.905.093 2.392.639,91
9 Jasa-jasa 403.986.051 13.293.254 11.482.722,4 356.867.332 1,15767442 413.136.180 -9.150.129,1 Sumber; Data BPS sudah diolah
Lampiran 11.
Hasil Perhitungan Differential shift (Dj) Tahun 2002-2003
No Sektor Eijt Eit Eio Eijo Eit/Eio (Eit/Eio)Eijo Dj 1 Pertanian 747.936.446 37.202.419 36.607.342,1 732.165.820 1,01625568 744.067.671 3.868.775,29 2 Penggalian 6.661.372 1.744.236,9 1.469.178,12 5.928.569 1,18721947 7.038.512,6 -377.140,55 3 Industri 1.624.724.630 52.671.591 46.333.578,2 1.447.366.812 1,13679091 1,645E+09 -206.28812 4 Listrik, Gas dan Air 57.351.726 2.043.587,5 1.574.604,84 42.837.589 1,29784152 55.596.402 1.755.324,35 5 Konstruksi 60.534.425 6.972.031,8 6.042.690,05 54.500.010 1,15379604 62.881.896 -2.347.470,6 6 Perdagangan, Rumah makan dan Jasa Akom 402.975.966 42.050.782 37.405.734,5 636.142.684 1,12418009 715.138.939 -312.162.973 7 Angkutan dan Komunikasi 113.792.097 9.898.924,6 7.923.981,26 94.636.594 1,24923624 118.223.463 -4.431.365,8
8 Lembaga Keuangan, Persewaan dan Jasa perush 149.443.063 6.448.270,2 5.767.937,39 138.297.733 1,1179508 154.610.061 -5.166.998,5
9 Jasa-jasa 453.413.514 14.820.946 13.293.254 403.986.051 1,11492237 450.413.084 3.000.429,86 Sumber; Data BPS sudah diolah
Lampiran 12.
Hasil Perhitungan Rata-Rata Differential shift (Dj) Tahun 1999-2003
Dj No Sektor 1999-2000 2000-2001 2001-2002 2002-2003 Jumlah Waktu Dj Rata-rata
1 Pertanian -14.841.807-
30.186.201 31.814.405,6 3.868.775,29 -9.344.826,1 4 -2.336.206,5
2 Penggalian -927.408,14-
544.755,94 -35.224,023 -377.140,55 -1.884.528,7 4 -471.132,16
3 Industri -37.008.255-
31.291.988 -77.231.067 -20.628.812-
166.160.121 4 -41.540.030 4 Listrik, Gas dan Air -3.594.785,8 1.789.007,8 -7.694.470,2 1.755.324,35 -7.744.923,8 4 -1.936.231 5 Konstruksi -9.951.767,1 3.233.370,8 4.337.195,39 -2.347.470,6 -4.728.671,6 4 -1.182.167,9
6 Perdagangan, Rumah makan dan Jasa Akom -32.763.231
-20.235.012 -13.449.473
-312.162.973
-378.610.689 4 -94.652.672
7 Angkutan dan Komunikasi -4.455.220-
2.080.204,6 -5.775.291,2 -4.431.365,8 -16.742.082 4 -4.185.520,4
8 Lembaga Keuangan, Persewaan dan Jasa perush -85.391.137
-558.719,63 2.392.639,91 -5.166.998,5 -88.724.215 4 -22.181.054
9 Jasa-jasa 24.016.528,9 18.534.907 -9.150.129,1 3.000.429,86 36.401.736,8 4 9.100.434,2 Sumber; Data BPS sudah diolah
Lampiran 13.
Hasil Perhitungan (P+D)J Di Kabupaten semarang Tahun 1999-2003
No Tahun Ejt Et Eo Ejo (P+D)J Rata-rata 1 1999-2000 2.770.364.036 117.782.925 101.509.194 2.479.185.866 -106.279.474 2 2000-2001 3.146.855.431 136.131.480 117.782.925 2.770.364.036 -55.083.697 3 2001-2002 3.555.861.862 156.418.300 136.131.480 3.146.855.431 -59.949.688 4 2002-2003 3.916.833.266 173.852.789 156.418.300 3.555.861.862 -35.367.344 Jumlah -256.680.203 -64.170.051
Sumber; Data BPS sudah diolah
Lampiran 14. Indeks Williamson Tiap Kecamatan Tahun 1999 Atas Dasar Harga Berlaku
Sumber; Data BPS, sudah diolah Keterangan; Yi; Pendapatan per kapita masing-masing kecamatan n ; Jumlah penduduk Kab Semarang Y : Pendapatan Kab Semarang * ; Masing tergabung dengan kecamatan Susukan Fi ; Jumlah penduduk masing-masing kecamatan ** ; Masing tergabung dengan kecamtan Bringin
No Kecamatan Yi Y Fi n ∑(Yi-Y)² Fi/n ∑(Yi-Y)².Fi/n √∑(Yi-Y)². Fi/n VW
1 Getasan 2.082.512 2.908.154 42.749 788.149 6,81685E+11 0,05423974 36.974.404.282 192.287,2962 0,0662 Tengaran 2.162.389 2.908.154 52.563 788.149 5,56165E+11 0,0666917 37.091.620.711 192.591,8501 0,0663 Susukan 1.921.659 2.908.154 74.578 788.149 9,73172E+11 0,09462424 92.085.697.159 303.456,2524 0,1044 Kaliwungu * * * * * * * * *5 Suruh 1.790.317 2.908.154 62.678 788.149 1,24956E+12 0,07952557 99.371.938.570 315.233,1495 0,1086 Pabelan 2.909.312 2.908.154 34.431 788.149 1340964 0,0436859 58.581,22193 242,0355799 07 Tuntang 2.124.684 2.908.154 49.291 788.149 6,13825E+11 0,0625402 38.388.756.376 195.930,4886 0,0678 Banyubiru 1.910.512 2.908.154 38.222 788.149 9,9529E+11 0,04849591 48.267.469.182 219.696,5871 0,0769 Jambu 1.884.133 2.908.154 40.326 788.149 1,04862E+12 0,05116545 53.653.065.771 231.631,3143 0,0810 Sumowono 2.207.054 2.908.154 29.557 788.149 4,91541E+11 0,03750179 18.433.676.302 135.770,6754 0,04711 Ambarawa 2.199.303 2.908.154 81.131 788.149 5,0247E+11 0,10293866 51.723.560.510 227.428,1436 0,07812 Bawen 2.894.435 2.908.154 46.847 788.149 188210961 0,05943927 11187.121,84 3.344,71551 0,00113 Bringin 1.667.490 2.908.154 60.281 788.149 1,53925E+12 0,07648427 1,17728E+11 343.115,4258 0,11814 Bancak ** ** ** ** ** ** ** **15 Pringapus 4.373.642 2.908.154 36.238 788.149 2,14766E+12 0,04597862 98.746.207.534 314.239,0929 0,10816 Bergas 7.083.938 2.908.154 43.994 788.149 1,74372E+13 0,05581939 9,73332E+11 986.576,0514 0,33917 Ungaran 5.556.634 2.908.154 95.281 788.149 7,01445E+12 0,12089212 8,47991E+11 920.864,4228 0,317
Lampiran 15. Indeks Williamson Tiap Kecamatan Tahun 2000 Atas Dasar Harga Berlaku
No Kecamatan Yi Y Fi n ∑(Yi-Y)² Fi/n ∑(Yi-Y)². Fi/n √∑(Yi-Y).
Fi/n VW 1 Getasan 2.245.747 3.067.914 44.534 831.262 6,75959E+11 0,05357396 36.213.780.034 190.299,1856 0,0622 Tengaran 269.982 3.067.914 56.388 831.262 7,82842E+12 0,06783421 5,31035E+11 72.8721,376 0,2383 Susukan 2.319.473 3.067.914 69.997 831.262 5,60164E+11 0,0842057 47.168.996.829 217.184,2463 0,0714 Kaliwungu * * * * * * * * *5 Suruh 2.090.997 3.067.914 60.446 831.262 9,54367E+11 0,07271594 69.397.683.399 263.434,4005 0,0866 Pabelan 3.274.237 3.067.914 34.470 831.262 42569180329 0,04146707 1.765.219.204 42.014,51183 0,0147 Tuntang 2.175.600 3.067.914 54.244 831.262 7,96224E+11 0,065255 51.957.613.305 227.942,1271 0,0748 Banyubiru 2.210.144 3.067.914 37.149 831.262 7,35769E+11 0,04468988 32.881.445.842 181.332,4181 0,0599 Jambu 2.138.626 3.067.914 39.979 831.262 8,63576E+11 0,04809434 41.533.129.600 203.796,7851 0,06610 Sumowono 2.567.822 3.067.914 28.757 831.262 2,50092E+11 0,03459439 8.651.779.929 93.014,94465 0,0311 Ambarawa 2.410.892 3.067.914 82.673 831.262 4,31678E+11 0,0994548 42.932.442.152 207.201,4531 0,06812 Bawen 2.676.896 3.067.914 55.998 831.262 1,52895E+11 0,06736504 10.299.783.322 101.487,8481 0,03313 Bringin 1.899.157 3.067.914 60.009 831.262 1,36599E+12 0,07219024 98.611.351.703 314.024,4444 0,10214 Bancak ** ** ** ** ** ** ** ** **15 Pringapus 4.186.041 3.067.914 41.662 831.262 1,25021E+12 0,05011898 62.659.143.810 250.318,0853 0,08216 Bergas 6.800.031 3.067.914 50.096 831.262 1,39287E+13 0,06026499 8,39413E+11 916.194,8171 0,29917 Ungaran 5.056.066 3.067.914 114.860 831.262 3,95275E+12 0,13817545 5,46173E+11 739.034,903 0,241
Sumber; Data BPS, sudah diolah Keterangan; Yi; Pendapatan per kapita masing-masing kecamatan n ; Jumlah penduduk Kab Semarang Y : Pendapatan Kab Semarang * ; Masing tergabung dengan kecamatan Susukan Fi ; Jumlah penduduk masing-masing kecamatan ** ; Masing tergabung dengan kecamtan Bringin
Lampiran 16.
Indeks Williamson Tiap Kecamatan Tahun 2001 Atas Dasar Harga Berlaku
No Kecamatan Yi Y Fi n ∑(Yi-Y)² Fi/n ∑(Yi-Y)². Fi/n √∑(Yi-Y).
Fi/n VW 1 Getasan 2.513.669 3.449.584 45.240 838.022 8,75937E+11 0,05398426 47.286.807.241 217.455,2994 0,0632 Tengaran 2.567.627 3.449.584 56.667 838.022 7,77848E+11 0,06761994 52.598.047.674 229.342,6425 0,0663 Susukan 2.531.976 3.449.584 70.766 838.022 8,42004E+11 0,08444408 71.102.293.638 266.650,1334 0,0774 Kaliwungu * * * * * * * * *5 Suruh 2.297.071 3.449.584 60.796 838.022 1,32829E+12 0,07254702 96.363.208.528 310.424,2396 0,09 6 Pabelan 3.699.822 3.449.584 34.659 838.022 62619056644 0,0413581 2.589.805.380 50.890,13048 0,0157 Tuntang 2.460.848 3.449.584 54.656 838.022 9,77599E+11 0,06522024 63.759.238.134 252.505,917 0,0738 Banyubiru 2.428.844 3.449.584 37.279 838.022 1,04191E+12 0,04448451 46.348.864.818 215.287,8632 0,0629 Jambu 2.393.051 3.449.584 40.405 838.022 1,11626E+12 0,04821472 53.820.264.033 231.991,9482 0,06710 Sumowono 2.788.213 3.449.584 29.004 838.022 4,37412E+11 0,03461007 15.138.846.040 123.040,018 0,03611 Ambarawa 2.720.040 3.449.584 83.225 838.022 5,32234E+11 0,09931124 52.856.860.476 229.906,1993 0,06712 Bawen 3.016.050 3.449.584 56.874 838.022 1,87952E+11 0,06786695 12.755.711.239 112.941,1848 0,03313 Bringin 2.144.903 3.449.584 60.319 838.022 1,70219E+12 0,07197782 1,2252E+11 350.028,7317 0,10114 Bancak ** ** ** ** ** ** ** ** **15 Pringapus 4.733.917 3.449.584 42.120 838.022 1,64951E+12 0,05026121 82.906.432.117 287.934,7706 0,08316 Bergas 7.719.393 3.449.584 51.030 838.022 1,82313E+13 0,06089339 1,11016E+12 1053.643,084 0,30517 Ungaran 5.748.557 3.449.584 114.982 838.022 5,28528E+12 0,13720642 7,25174E+11 851.571,4453 0,247
Sumber; Data BPS, sudah diolah Keterangan; Yi; Pendapatan per kapita masing-masing kecamatan n ; Jumlah penduduk Kab Semarang Y : Pendapatan Kab Semarang * ; Masing tergabung dengan kecamatan Susukan Fi ; Jumlah penduduk masing-masing kecamatan ** ; Masing tergabung dengan kecamtan Bringin
Lampiran 17.
Indeks Williamson Tiap Kecamatan Tahun 2002 Atas Dasar Harga Berlaku
No Kecamatan Yi Y Fi n ∑(Yi-Y)² Fi/n ∑(Yi-Y)². Fi/n √∑(Yi-Y).
Fi/n VW 1 Getasan 2.833.469 3.873.776 45.667 841.137 1,08224E+12 0,05429199 58.756.888.145 242.398,2016 0,063 2 Tengaran 2.895.811 3.873.776 56.873 841.137 9,56416E+11 0,06761443 64.667.493.020 254.298,0397 0,066 3 Susukan 2.862.193 3.873.776 43.511 841.137 1,0233E+12 0,05172879 52.934.080.320 230.074,0747 0,059 4 Kaliwungu * * * * * * * * * 5 Suruh 2.615.815 3.873.776 60.888 841.137 1,58247E+12 0,07238773 1,14551E+11 338.453,9336 0,087 6 Pabelan 4.186.960 3.873.776 34.649 841.137 98.084.217.856 0,04119305 4.040.388.266 63.564,04853 0,016 7 Tuntang 2.781.167 3.873.776 54.918 841.137 1,19379E+12 0,0652902 77.943.072.693 279.182,866 0,072 8 Banyubiru 2.754.220 3.873.776 37.576 841.137 1,25341E+12 0,04467287 55.993.221.343 236.628,8684 0,061 9 Jambu 2.691.047 3.873.776 40.682 841.137 1,39885E+12 0,04836549 67.655.958.253 260.107,5898 0,067
10 Sumowono 3.161.941 3.873.776 29.082 841.137 5,06709E+11 0,03457463 17.519.278.183 132.360,4102 0,034 11 Ambarawa 3.080.687 3.873.776 83.344 841.137 6,2899E+11 0,09908493 62.323.445.592 249.646,6415 0,064 12 Bawen 3.374.174 3.873.776 57.065 841.137 2,49602E+11 0,06784269 16.933.682.824 130.129,4848 0,034 13 Bringin 2.432.972 3.873.776 39.173 841.137 2,07592E+12 0,04657149 96.678.500.633 310.931,6655 0,08 14 Bancak ** ** ** ** ** ** ** ** ** 15 Pringapus 5.300.658 3.873.776 42.201 841.137 2,03599E+12 0,05017138 1,02149E+11 319.606,9166 0,083 16 Bergas 8.509.612 3.873.776 51.327 841.137 2,1491E+13 0,06102098 1,3114E+12 1.145.164,098 0,296 17 Ungaran 6.440.483 3.873.776 115.149 841.137 6,58798E+12 0,13689684 9,01874E+11 949.670,4907 0,245
Sumber; Data BPS, sudah diolah Keterangan; Yi; Pendapatan per kapita masing-masing kecamatan n ; Jumlah penduduk Kab Semarang
Y : Pendapatan Kab Semarang * ; Masing tergabung dengan kecamatan Susukan Fi ; Jumlah penduduk masing-masing kecamatan ** ; Masing tergabung dengan kecamtan Bringin
Lampiran 18. Indeks Williamson Tiap Kecamatan Tahun 2003 Atas Dasar Harga Berlaku
No Kecamatan Yi Y Fi n ∑(Yi-Y)² Fi/n ∑(Yi-Y)². Fi/n √∑(Yi-Y).
Fi/n VW 1 Getasan 3.017.834 4.227.317 46.106 844.889 1,46285E+12 0,05457048 79.828.382.027 282.539,169 0,0672 Tengaran 3.168.666 4.227.317 56.934 844.889 1,12074E+12 0,06738637 75.522.727.365 274.813,9868 0,0653 Susukan 3.165.562 4.227.317 43.771 844.889 1,12732E+12 0,05180681 58.403.038.504 241.667,2061 0,0574 Kaliwungu 2.828.116 4.227.317 27.891 844.889 1,95776E+12 0,03301144 64.628.584.418 254.221,5263 0,06 5 Suruh 2.794.837 4.227.317 61.031 844.889 2,052E+12 0,07223552 1,48227E+11 385.002,8184 0,0916 Pabelan 4.529.894 4.227.317 35.268 844.889 91552840929 0,04174276 3.821.668.401 61.819,64414 0,0157 Tuntang 2.998.535 4.227.317 55.142 844.889 1,50991E+12 0,06526538 98.544.533.936 313.918,037 0,0748 Banyubiru 921.874 4.227.317 37.780 844.889 1,0926E+13 0,04471593 4,88564E+11 698.973,4192 0,1659 Jambu 892.204 4.227.317 40.886 844.889 1,1123E+13 0,04839216 5,38265E+11 733.665,7352 0,17410 Sumowono 3.344.292 4.227.317 29.456 844.889 7,79733E+11 0,03486375 27.184.422.669 164.876,9925 0,03911 Ambarawa 3.373.733 4.227.317 83.400 844.889 7,28606E+11 0,09871119 71.921.531.465 268.181,8999 0,06312 Bawen 3.684.373 4.227.317 57.164 844.889 2,94788E+11 0,06765859 19.944.953.632 141.226,6038 0,03313 Bringin 2.806.485 4.227.317 39.389 844.889 2,01876E+12 0,04662033 94.115.414.387 306.782,3567 0,07314 Bancak 2.320.799 4.227.317 21.323 844.889 3,63481E+12 0,02523763 91734029.543 302.876,2611 0,07215 Pringapus 5.920.006 4.227.317 42.363 844.889 2,8652E+12 0,05014031 1,43662E+11 379.027,4258 0,09 16 Bergas 9.387.595 4.227.317 51.579 844.889 2,66285E+13 0,06104826 1,62562E+12 1.274.999,124 0,30217 Ungaran 7.144.243 4.227.317 115.406 844.889 8,50846E+12 0,13659309 1,1622E+12 1.078.052,205 0,255
Sumber; Data BPS, sudah diolah Keterangan; Yi; Pendapatan per kapita masing-masing kecamatan n ; Jumlah penduduk Kab Semarang Y : Pendapatan Kab Semarang * ; Masing tergabung dengan kecamatan Susukan Fi ; Jumlah penduduk masing-masing kecamatan ** ; Masing tergabung dengan kecamtan Bringin
Lampiran 19. Hasil Perhitungan Rata-rata Indeks Williamson Tiap Kecamatan Tahun 1999-2003
Atas Dasar Harga Berlaku
Sumber; Data BPS, sudah diolah
VW VW No Kecamatan 1999 2000 2001 2002 2003 Jumlah waktu Rata-rata
1 Getasan 0,066 0,062 0,063 0,063 0,067 0,321 5 0,06422 Tengaran 0,066 0,238 0,066 0,066 0,065 0,501 5 0,10023 Susukan 0,104 0,071 0,077 0,059 0,057 0,368 5 0,07364 Kaliwungu * * * * 0,06 0,06 5 0,0125 Suruh 0,108 0,086 0,09 0,087 0,091 0,462 5 0,09246 Pabelan 0 0,014 0,015 0,016 0,015 0,06 5 0,0127 Tuntang 0,067 0,074 0,073 0,072 0,074 0,36 5 0,0728 Banyubiru 0,076 0,059 0,062 0,061 0,165 0,423 5 0,08469 Jambu 0,08 0,066 0,067 0,067 0,174 0,454 5 0,0908
10 Sumowono 0,047 0,03 0,036 0,034 0,039 0,186 5 0,037211 Ambarawa 0,078 0,068 0,067 0,064 0,063 0,34 5 0,06812 Bawen 0,001 0,033 0,033 0,034 0,033 0,134 5 0,026813 Bringin 0,118 0,102 0,101 0,08 0,073 0,474 5 0,094814 Bancak ** ** ** ** 0,072 0,072 5 0,014415 Pringapus 0,108 0,082 0,083 0,083 0,09 0,446 5 0,089216 Bergas 0,339 0,299 0,305 0,296 0,302 1,541 5 0,308217 Ungaran 0,317 0,241 0,247 0,245 0,255 1,305 5 0,261
Lampiran. 20
Hasil Perhitungan Pendapatan Regional Per Kapita Tanpa Memasukkan Sektor Industri Tahun 1999
No Kecamatan a b c d e f g =(e/f) 1 Getasan 95.928.679 10.833.097 5.042.591 2.375.151 77.677.840 42.502 1.827,628 2 Tengaran 122.978.610 31.805.929 6.464.499 3.044.895 81.663.287 52.474 1.556,262 3 Susukan 154.872.044 28.004.065 8.141.010 3.834.563 114.892.406 74.361 1.545,063 4 Suruh 121.507.019 21.374.985 6.387.143 3.008.459 90.736.432 62.621 1.448,978 5 Pabelan 108.628.484 32.830.709 5.710.169 2.689.593 67.398.013 34.451 1.956,344 6 Tuntang 113.458.541 18.654.400 5.964.067 2.809.183 86.030.891 49.271 1.746,076 7 Banyubiru 75.058.518 12.240.351 4.155.793 1.957.454 56.704.920 38.181 1.485,161 8 Jambu 82.102.037 22.983.637 4.315.779 2.032.810 52.769.811 40.206 1.312,486 9 Sumowono 70.275.098 9.775.396 3.694.084 1.739.980 55.065.638 29.379 1.874,32
10 Ambarawa 193.015.825 36.216.693 10.146.078 4.778.985 141.874.069 80.976 1.752,051 11 Bawen 146.269.358 68.849.960 7.688.801 3.621.564 66.109.033 46.619 1.418,071 12 Bringin 108.772.084 27.530.959 5.717.718 2.693.148 72.830.259 60.187 1.210,066 13 Pringapus 171.419.091 113.527.954 9.010.823 4.244.260 44.636.054 36.163 1.234,302 14 Bergas 337.154.721 240.086.603 17.722.889 8.347.800 70.997.429 43.914 1.616,738 15 Ungaran 573.745.757 353.244.047 30.159.544 14.205.688 176.136.478 95.270 1.848,814
Sumber : Data BPS yang diolah Keterangan;
a : PDRB f : Jumlah penduduk Pertengahan Tahun b : PDRB Sektor Industri g : Pendapatan regional per kapita c : Penyusutan d : Pajak Tak Langsung Netto e : Hasil Pengurangan a-b-c-d
Lampiran. 21
Hasil Perhitungan Pendapatan Regional Per Kapita Tanpa Memasukkan Sektor Industri Tahun 2000
No Kecamatan a b c d e f g =(e/f) 1 Getasan 108.935.281 12.107.764 5.707.992 2.712.156 88.407.369 44.758 1.975,2312 Tengaran 138.685.394 35.598.162 7.266.839 3.452.843 92.367.550 56.373 1.638,5073 Susukan 175.509.286 23.700.345 7.187.825 3.415.300 141.205.816 69.819 2.022,4554 Suruh 137.177.446 23.700.345 7.187.825 3.415.300 102.873.976 60.533 1.699,4695 Pabelan 122.750.379 37.086.655 6.431.875 3.056.110 76.175.739 34.592 2.202,126 Tuntang 128.396.732 20.857.143 6.727.733 3.196.687 97.615.169 54.455 1.792,5847 Banyubiru 89.008.883 13.418.591 4.663.888 2.216.049 68.710.355 37.160 1.849,0418 Jambu 92.623.083 25.750.382 4.853.265 2.306.032 59.713.404 39.962 1.494,2559 Sumowono 79.878.400 10.900.900 4.185.469 1.988.728 62.803.303 28.703 2.188,04
10 Ambarawa 216.328.463 39.550.560 11.335.181 5.385.918 160.056.804 82.794 1.933,19311 Bawen 163.569.138 76.519.623 8.570.697 4.072.372 74.406.446 56.381 1.319,70812 Bringin 123.608.181 31.135.448 6.476.822 3.077.466 82.918.445 60.055 1.380,70813 Pringapus 190.169.624 125.021.878 9.964.510 4.734.643 50.448.593 41.918 1.203,50714 Bergas 373.118.978 264.435.795 19.550.691 9.289.524 79.842.968 50.629 1.577,0215 Ungaran 630.604.768 385.070.148 33.042.434 15.700.134 196.792.052 115.082 1.710,016
Sumber : Data BPS yang diolah Keterangan;
a : PDRB f : Jumlah penduduk Pertengahan Tahun b : PDRB Sektor Industri g : Pendapatan regional per kapita c : Penyusutan d : Pajak Tak Langsung Netto e : Hasil Pengurangan a-b-c-d
Lampiran. 22
Hasil Perhitungan Pendapatan Regional Per Kapita Tanpa Memasukkan Sektor Industri Tahun 2001
No Kecamatan a b c d e f g =(e/f) 1 Getasan 123.752.819 14.137.993 6.608.628 3.694.747 99.311.451 45.133 2.200,4182 Tengaran 158.229.315 41.654.805 8.449.736 4.724.073 103.400.701 56.494 1.830,2953 Susukan 194.746.288 37.154.808 10.399.809 5.814.318 141.377.353 70.511 2.005,044 Suruh 152.140.391 27.449.229 8.124.576 4.542.282 112.024.304 60.718 1.844,9935 Pabelan 139.526.934 43.765.511 7.450.994 4.165.697 84.144.732 34.572 2.433,8986 Tuntang 146.309.950 24.422.082 7.813.220 4.368.210 109.706.438 54.505 2.012,7787 Banyubiru 98.654.157 15.473.979 5.268.313 2.945.405 74.966.460 37.236 2.013,2798 Jambu 105.112.401 30.140.167 5.613.195 3.138.221 66.220.818 40.267 1.644,5439 Sumowono 87.719.446 12.786.437 4.684.380 2.469.660 67.778.969 28.895 2.345,699
10 Ambarawa 246.507.287 45.276.080 13.163.942 7.359.688 180.707.577 83.081 2.175,07711 Bawen 186.823.953 88.939.863 9.976.742 5.577.790 82.329.558 56.786 1.449,82112 Bringin 140.929.564 36.661.703 7.525.897 4.207.574 92.534.390 60.234 1.536,24813 Pringapus 217.346.301 144.322.490 11.606.691 6.489.061 54.928.059 42.090 1.305,01414 Bergas 428.146.767 304.245.647 22.863.823 12.782.691 88.254.606 50.846 1.735,72415 Ungaran 720.909.858 439.322.313 38.497.910 21.523.385 221.566.250 114.966 1.927,233
Sumber : Data BPS yang diolah Keterangan;
a : PDRB f : Jumlah penduduk Pertengahan Tahun b : PDRB Sektor Industri g : Pendapatan regional per kapita c : Penyusutan d : Pajak Tak Langsung Netto e : Hasil Pengurangan a-b-c-d
Lampiran. 23
Hasil Perhitungan Pendapatan Regional Per Kapita Tanpa Memasukkan Sektor Industri Tahun 2002
No Kecamatan A b C d e f g =(e/f) 1 Getasan 140.736.372 15.782.890 7.515.389 4.507.830 11.2930.263 45.426 2.486,0272 Tengaran 179.843.333 46.132.490 9.603.720 5.760.438 11.8346.685 56.799 2.083,6053 Susukan 222.135.670 41.842.781 11.862.150 7.115.075 16.1315.664 70.980 2.272,6924 Suruh 174.035.041 30.422.261 9.293.554 5.574.396 12.8744.830 60.848 2.115,8435 Pabelan 158.726.210 49.469.598 8.476.055 5.084.050 9.5696.507 34.671 2.760,1316 Tuntang 166.656.678 27.106.983 8.899.546 5.338.065 12.5312.084 54.804 2.286,557 Banyubiru 112.431.146 17.075.874 6.003.877 3.601.204 8.5750.191 37.334 2.296,8398 Jambu 119.338.668 33.440.803 6.372.742 3.822.455 7.5702.668 40.558 1.866,5299 Sumowono 100.496.812 14.203.705 5.366.578 3.218.944 7.7707.585 29.068 2.673,303
10 Ambarawa 280.636.242 49.772.556 14.986.109 8.988.866 20.6888.711 83.313 2.483,2711 Bawen 210.090.553 98.506.149 11.218.935 6.729.266 9.3636.203 56.945 1.644,32712 Bringin 160.094.606 40.315.579 8.549.128 5.127.880 10.6102.019 60.404 1.756,5413 Pringapus 244.292.873 160.954.291 13.045.356 7.824.777 6.2468.449 42.150 1.482,05114 Bergas 476.520.815 334.976.502 25.446.438 15.263.110 10.0834.765 51.214 1.968,89115 Ungaran 809.826.843 487.364.350 43.245.139 25.939.006 25.3278.348 114.998 2.202,459
Sumber : Data BPS yang diolah Keterangan;
a : PDRB f : Jumlah penduduk Pertengahan Tahun b : PDRB Sektor Industri g : Pendapatan regional per kapita c : Penyusutan d : Pajak Tak Langsung Netto e : Hasil Pengurangan a-b-c-d
Lampiran. 24
Hasil Perhitungan Pendapatan Regional Per Kapita Tanpa Memasukkan Sektor Industri Tahun 2003
No Kecamatan a b c d e f g =(e/f) 1 Getasan 152.245.136 17.563.221 8.362.482 5.424.420 120.895.013 45.880 2.635,0262 Tengaran 198.222.206 51.434.825 10.887.899 7.062.560 128..836.922 56.892 2.264,5883 Susukan 151.921.751 32.587.950 8.344.719 5.412.898 105.576.184 43.646 2.418,924 Kaliwungu 86.565.379 14.184.828 4.754.841 3.084.282 64.541.428 27.837 2.318,5485 Suruh 187.362.704 34.073.921 10.291.411 6.675.642 136321.730 60.968 2.235,9556 Pabelan 172.754.484 55.451.960 9.489.014 6.155.158 101.658.352 34.683 2.931,0717 Tuntang 181.281.842 30.099.929 9.957.403 6.458.983 134.765.527 54.982 2.451,0848 Banyubiru 120.988.310 19.056.761 6.645.615 4.310.754 90.975.180 37.658 2.415,8269 Jambu 129.770.974 37.504.357 7.128.027 4.623.676 80.514.914 40.806 1.973,115
10 Sumowono 107.807.336 15.899.442 5.921.614 3.841.123 82.145.157 29.317 2.801,96311 Ambarawa 309.252.997 55.546.422 16.986.569 11.018.533 225.701.473 83.364 2.707,42112 Bawen 231.350.272 109.939.728 12.707.549 8.242.897 100.460.098 57.106 1.759,18613 Bringin 120.987.338 31.806155 6.645.561 4.310.720 78.224.902 39.206 1.995,22814 Bancak 54.345.086 13.339.584 2.985.053 1.936.289 36.084.160 21.296 1.694,4115 Pringapus 274.674.337 184.294.170 15.087.242 9.786.512 65.506.413 42.196 1.552,43216 Bergas 531.054.457 375.355.784 29.169.623 18.921.211 107.607.839 51.447 2.091,62517 Ungaran 906.248.657 546.586.593 49.778.195 32.289.196 277.594.673 115.363 2.406,271
Sumber : Data BPS yang diolah
Lampiran. 25
Hasil Perhitungan Pendapatan Regional Per Kapita Tanpa Memasukkan Sektor Industri Kabupaten Semarang
No Tahun a b c d e f g =(e/f) 1 1999 2.479.185.866 1.027.958.785 130.320.988 61.383.533 1.259.522.560 786.575 1.601,2752 2000 2.770.364.036 1.132.724.902 145.161.558 68.973.607 1.423.503.969 833.214 1.708,4493 2001 3.146.855.431 1.305.753.107 168.047.856 93.802.802 1.579.251.666 836.334 1.888,3034 2002 3.555.861.862 1.447.366.812 189.884.716 113.895.362 1.804.714.972 839.512 2.149,7195 2003 3.916.833.266 1.624.724.630 215.142.817 139.554.854 1.937.410.965 842.647 2.299,196
Sumber : Data BPS yang diolah
Lampiran 27 Indeks Williamson Tiap Kecamatan Tahun 2000 Atas Dasar Harga Berlaku
Tanpa Memasukkan Sektor Industri
Sumber; Data BPS, sudah diolah
No Kecamatan Yi Y Fi n ∑(Yi-Y)² Fi/n ∑(Yi-Y)².Fi/n √∑(Yi-Y)². Fi/n VW
1 Getasan 1.975.231 1.708.449 42. 749 788.149 71.172.635.524 0,0542 3860.385.531 62.132 0,0362 Tengaran 1.638.507 1.708.449 52.563 788.149 4.891.883.364 0,0667 326.248.038 18.062,34 0,0113 Susukan 2.022.455 1.708.449 74 .578 788.149 98.599.768.036 0,0946 9.329.928.098 96.591,55 0,0574 Kaliwungu * * * * * * * * *5 Suruh 1.699.469 1.708.449 62.678 788.149 80.640.400 0,0795 6412.973,93 2.532,385 0,0016 Pabelan 2.202.120 1.708.449 34.431 788.149 2,43711E.+11 0,0437 1,0647E+10 32.629,34 07 Tuntang 1.792.584 1.708.449 49.291 788.149 7.078.698.225 0,0625 442.703.238 21.040,51 0,0128 Banyubiru 1.849.041 1.708.449 38.222 788.149 19.766.110.464 0,0485 958.575.440 30.960,87 0,0189 Jambu 1.494.255 1.708.449 40.326 788.149 45.879.069.636 0,0512 2.347.423.345 48.450,22 0,02810 Sumowono 2.188.040 1.708.449 29.557 788.149 2,30008E.+11 0,0375 8.625.694.487 92.874,62 0,05411 Ambarawa 1.933.193 1.708.449 81.131 788.149 50.509.865.536 0,1029 5.199.417.751 72.106,99 0,04212 Bawen 1.319.708 1.708.449 46.847 788.149 1,5112E.+11 0,0594 8.982.436.399 94.775,72 0,05513 Bringin 1.380.708 1.708.449 60.281 788.149 1,07414E+11 0,0765 8.215.493.726 90.639,36 0,05314 Bancak ** ** ** ** .** ** ** **15 Pringapus 1.203.507 1.708.449 36.238 788.149 2,549.66E+11 0,046 1,1723E+10 34.238,87 0,0216 Bergas 1.577.020 1.708.449 43.994 788.149 17.273.582.041 0,0558 964.200.891 31.051,58 0,01817 Ungaran 1.710.016 1.708.449 95.281 788.149 2.455.489 0,1209 29.6849,26 544,8387 0,004
Lampiran 26
Indeks Williamson Tiap Kecamatan Tahun 1999 Atas Dasar Harga Berlaku Tanpa Memasukkan Sektor Industri
No Kecamatan Yi Y Fi n ∑(Yi-Y)² Fi/n ∑(Yi-Y)².Fi/n √∑(Yi-Y)². Fi/n VW
1 Getasan 1.827.628 1.601.275 42.749 788.149 51.235.680.609 0,0542397 2.779.010.200 52.716,31816 0,032922 Tengaran 1.556.262 1.601.275 52.563 788.149 2.026.170.169 0,0666917 135.128.741,6 11.624,48887 0,007263 Susukan 1.545.063 1.601.275 74.578 788.149 3.159.788.944 0,0946242 298.992.626,9 17.291,40327 0,01084 Kaliwungu * * * * * * * * *5 Suruh 1.448.978 1.601.275 62.678 788.149 23.194.376.209 0,0795256 1.844.546.034 42.948,17847 0,026826 Pabelan 1.956.344 1.601.275 34.431 788.149 1,26074E+11 0,0436859 5.507.656.184 74.213,5849 07 Tuntang 1.746.076 1.601.275 49.291 788.149 20.967.329.601 0,0625402 1.311.301.091 36.211,89157 0,022618 Banyubiru 1.485.161 1.601.275 38.222 788.149 13.482.460.996 0,0484959 6.538.44164,2 25.570,37669 0,015979 Jambu 1.312.486 1.601.275 40.326 788.149 83.399.086.521 0,0511655 4.267.151.976 65.323,44124 0,0407910 Sumowono 1.874.320 1.601.275 29.557 788.149 74.553.572.025 0,0375018 2.795.892.564 52.876,20036 0,0330211 Ambarawa 1.752.051 1.601.275 81.131 788.149 22.733.402.176 0,1029387 2.340.145.901 48.375,05453 0,0302112 Bawen 1.418.071 1.601.275 46.847 788.149 33.563.705.616 0,0594393 1.995.002.109 44.665,44648 0,0278913 Bringin 1.210.066 1.601.275 60.281 788.149 1,53044E+11 0,0764843 1.1705.495.281 34.213,29461 0,0213714 Bancak ** ** ** ** ** ** ** ** **15 Pringapus 1.234.302 1.601.275 36.238 788.149 1,34669E+11 0,0459786 6.191.902.602 78.688,64341 0,0491416 Bergas 1.616.738 1.601.275 43.994 788.149 239.104.369 0,0558194 13.346.661,11 3.653,308242 0,0022817 Ungaran 1.848.814 1.601.275 95.281 788.149 61.275.556.521 0,1208921 7.407.731.661 86.068,1803 0,05375
Sumber; Data BPS, sudah diolah
Lampiran 28
Indeks Williamson Tiap Kecamatan Tahun 2001 Atas Dasar Harga Berlaku Tanpa Memasukkan Sektor Industri
No Kecamatan Yi Y Fi n ∑(Yi-Y)² Fi/n ∑(Yi-Y)².Fi/n √∑(Yi-Y)². Fi/n VW
1 Getasan 2.200.418 1.888.303 42.749 788.149 97.415.773.225 0,0542 5283.806.602 72.689,8 0,0382 Tengaran 1.830.295 1.888.303 52.563 788.149 3.364.928.064 0,0667 224.412.787 14.980,41 0,0083 Susukan 2.005.040 1.888.303 74.578 788.149 13.627.527.169 0,0946 1.289.494.399 35.909,53 0,0194 Kaliwungu * * * * * * * * *5 Suruh 1.844.993 1.888.303 62.678 788.149 1.875.756.100 0,0795 149.170.577 12.213,54 0,0066 Pabelan 2.433.898 1.888.303 34.431 788.149 2,97674E+11 0,0437 1,3004E+10 36.061,27 07 Tuntang 2.012.778 1.888.303 49.291 788.149 15.494.025.625 0,0625 968.999.538 31.128,76 0,0168 Banyubiru 2.013.279 1.888.303 38.222 788.149 15.619.000.576 0,0485 757.457.587 27.521,95 0,0159 Jambu 1.644.543 1.888.303 40.326 788.149 59.418.937.600 0,0512 3.040.196.813 55.137,98 0,02910 Sumowono 2.345.699 1.888.303 29.557 788.149 2,09211E+11 0,0375 7.845.791.223 88.576,47 0,04711 Ambarawa 2.175.077 1.888.303 81.131 788.149 82.239.327.076 0,1029 8.465.605.926 92.008,73 0,04912 Bawen 1.449.821 1.888.303 46.847 788.149 1,92266E+11 0,0594 1,1428E+10 33.805,59 0,01813 Bringin 1.536.248 1.888.303 60.281 788.149 1,23943E+11 0,0765 9.479.668.548 97.363,59 0,05214 Bancak ** * ** ** ** ** ** ** **15 Pringapus 1.305.014 1.888.303 36.238 788.149 3,40226E+11 0,046 1,5643E+10 39.551,39 0,02116 Bergas 1.735.724 1.888.303 43.994 788.149 23.280.351.241 0,0558 1.299.495.111 36.048,51 0,01917 Ungaran 1.927.233 1.888.303 95.281 788.149 1.515.544.900 0,1209 183.217.429 13.535,78 0,007
Sumber; Data BPS, Sudah diolah
Lampiran 29
Indeks Williamson Tiap Kecamatan Tahun 2002 Atas Dasar Harga Berlaku Tanpa Memasukkan Sektor Industri
No Kecamatan Yi Y Fi n ∑(Yi-Y)² Fi/n ∑(Yi-Y)².Fi/n √∑(Yi-Y)². Fi/n VW
1 Getasan 2.486.027 2.149.719 42.749 788.149 1,13103E+11 0,0542 6.134.681.610 78.324,21 0,0362 Tengaran 2.083.605 2.149.719 52.563 788.149 4.371.060.996 0,0667 291.513.507 53.992,16 0,0253 Susukan 2.272.692 2.149.719 74.578 788.149 15.122.358.729 0,0946 1.430.941.699 37.827,79 0,0184 Kaliwungu * * * * * * * * *5 Suruh 2.115.843 2.149.719 62.678 788.149 1.147.583.376 0,0795 91.262.224,3 95.53,126 0,0046 Pabelan 2.760.131 2.149.719 34.431 788.149 3,72603E+11 0,0437 1,6277E+10 40.345,37 0,0197 Tuntang 2.286.550 2.149.719 49.291 788.149 18.722.722.561 0,0625 1.170.922.906 34.218,75 0,0168 Banyubiru 2.296.839 2.149.719 38.222 788.149 21.644.294.400 0,0485 1.049.659.672 32.398,45 0,0159 Jambu 1.866.529 2.149.719 40.326 788.149 80.196.576.100 0,0512 4.103.294.082 64.056,96 0,0310 Sumowono 2.673.303 2.149.719 29.557 788.149 2,7414E+11 0,0375 1,0281E+10 32.063,61 0,01511 Ambarawa 2.483.270 2.149.719 81.131 788.149 1,11256E+11 0,1029 1,1453E+10 107.016,7 0,0512 Bawen 1.644.327 2.149.719 46.847 788.149 2,55421E+11 0,0594 1,5182E+10 123.215,4 0,05713 Bringin 1.756.540 2.149.719 60.281 788.149 1,5459E+11 0,0765 1,1824E+10 108.736,8 0,05114 Bancak ** ** ** ** ** ** ** ** **15 Pringapus 1.482.051 2.149.719 36.238 788.149 4,45781E+11 0,046 2,0496E+10 14.3165,5 0,06716 Bergas 1.986.891 2.149.719 43.994 788.149 26.512.957.584 0,0558 1.479.937.240 38.469,95 0,01817 Ungaran 2.202.459 2.149.719 95.281 788.149 2.781.507.600 0,1209 336.262.338 18.337,46 0,009
Sumber; Data BPS, Sudah diolah
Lampiran 30
Indeks Williamson Tiap Kecamatan Tahun 2003 Atas Dasar Harga Berlaku Tanpa Memasukkan Sektor Industri
No Kecamatan Yi Y Fi n ∑(Yi-Y)² Fi/n ∑(Yi-Y)².Fi/n √∑(Yi-Y)². Fi/n VW
1 Getasan 2.635.026 2.299.196 42.749 844.889 1,12782E+11 0,0506 5.706.440.365 75.540,98467 0,0332 Tengaran 2.264.588 2.299.196 52.563 844.889 1.197.713.664 0,0622 74.513.247,68 8.632,105634 0,0043 Susukan 2.418.920 2.299.196 74.578 844.889 14.333.836.176 0,0883 1.265.241.747 35.570,23719 0,0154 Kaliwungu 2.318.548 2.299.196 27.891 844.889 374.499.904 0,033 12.362.779,99 35.160,07451 0,0155 Suruh 2.235.955 2.299.196 62.678 844.889 3.999.424.081 0,0742 296.696.847,2 17.224,89034 0,0076 Pabelan 2.931.071 2.299.196 34.431 844.889 3,99266E+11 0,0408 16.270.928.115 127.557,5482 0,0557 Tuntang 2.451.084 2.299.196 49.291 844.889 23.069.964.544 0,0583 1.345.906.530 36.686,59878 0,0168 Banyubiru 2.415.826 2.299.196 38.222 844.889 13.602.556.900 0,0452 615.367.142,7 24.806,59474 0,0119 Jambu 1.973.115 2.299.196 40.326 844.889 1,06329E+11 0,0477 5.075.005.045 71.239,06965 0,03110 Sumowono 2.801.963 2.299.196 29.557 844.889 2,52775E+11 0,035 8.842.890.032 29.032,56847 0,01311 Ambarawa 2.707.421 2.299.196 81.131 844.889 1,66648E+11 0,096 16.002.445.934 126.500,7744 0,05512 Bawen 1.759.186 2.299.196 46.847 844.889 2,91611E+11 0,0554 16.169.095.766 127.157,7593 0,05513 Bringin 1.995.228 2.299.196 60.281 844.889 92.396.545.024 0,0713 6.592.293.343 81.192,939 0,03514 Bancak 1.694.410 2.299.196 21.323 844.889 3,65766E+11 0,0252 9.231.071.388 96.078,46475 0,04215 Pringapus 1.552.432 2.299.196 36.238 844.889 5,57656E+11 0,0429 23.918.355.217 154.655,6019 0,06716 Bergas 2.091.625 2.299.196 43.994 844.889 43.085.720.041 0,0521 2.243.505.558 47.365,658 0,02117 Ungaran 2.406.271 2.299.196 95.281 844.889 11.465.055.625 0,1128 1.292.953.234 35.957,65891 0,016
Sumber; Data BPS, sudah diolah
Lampiran 31
Hasil Perhitungan Rata-Rata Indeks Williamson Tanpa Memasukkan Sektor Industri Tahun 1999-2003
VW VW
No Kecamatan 1999 2000 2001 2002 2003 Jumlah waktuRata-rata
1 Getasan 0,03 0,036 0,038 0,036 0,033 0,173 5 0,03462 Tengaran 0,01 0,011 0,008 0,025 0,004 0,058 5 0,01163 Susukan 0,01 0,057 0,019 0,018 0,015 0,119 5 0,02384 Kaliwungu * * * * 0,015 0,015 5 0,0035 Suruh 0,03 0,001 0,006 0,004 0,007 0,048 5 0,00966 Pabelan 0 0 0 0,019 0,055 0,074 5 0,01487 Tuntang 0,02 0,012 0,016 0,016 0,016 0,08 5 0,0168 Banyubiru 0,02 0,018 0,015 0,015 0,011 0,079 5 0,01589 Jambu 0,04 0,028 0,029 0,03 0,031 0,158 5 0,0316
10 Sumowono 0,03 0,054 0,047 0,015 0,13 0,276 5 0,055211 Ambarawa 0,03 0,042 0,049 0,05 0,055 0,226 5 0,045212 Bawen 0,03 0,055 0,018 0,057 0,055 0,215 5 0,04313 Bringin 0,02 0,053 0,052 0,051 0,035 0,211 5 0,042214 Bancak ** ** ** ** 0,042 0,042 5 0,008415 Pringapus 0,05 0,02 0,021 0,067 0,067 0,225 5 0,04516 Bergas 0 0,018 0,019 0,018 0,021 0,076 5 0,015217 Ungaran 0,05 3E-04 0,007 0,009 0,016 0,082 5 0,0165