Upload
kasman-renyaan
View
10
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
PETA SEJARAH MESJID AMAHOLU (1955-2015)
Penulis: Kasman Renyaan
1. Pengatar
Dalam histografi islam, peranan mesjid ternyata turut
mempengaruhi lahirnya peradaban islam, dijazirah Arab. Dari dalam
Mesjid-lah, sang revolusioner islam, Muhammad Saw, memulai dakwa
islam-nya, mengajari ketauhidan, rukun islam, dan mengatur strategi
perang.
Dalam konteks kekinian, mesjid pun tidak hanya difungsikan untuk
urusan keagamaan, shalat, zikir, dakwa islamiah, baca-tulis Al-Quran,
pasantrin kilat, dan pengaturan amil zakat, tetapi mesjid juga
difungsukan sebagai sarana social, seperti tempat musyawarat-
mufakat masyarakat, diskusi mahasiswa, dan lain-lain. Olehnya itu,
betapa pentinggnya seorang muslim yang memakmurkan mesjid.
Mengetahui apa fakta dibalik terbentuknya masjid itu? Bagaimana
hingga mesjid itu dibangun? Bagaimana hasil kulturasi budaya yang
turut serta mempengaruhi kontruksi bangunan mesjid? Beberapa
pertanyaan tersebut bermakna sejarah. Karena itu, sejarahlah yang
akan menuntung kita untuk mengerti, memahami, dan mengetahui
fakta yang sesungguhnya dari pmbanguan mesjid itu.
Sudah seharusnya, cerita tentang keberadaan mesjid dilingkungan
kampung kita, tidak hanya tersimpan dalam memori kolektif
masyarakat. Sebagai tuturan cerita rakyat yang berkelanjutan. Belum
lagi, jika kecendurngan dari subjektifitas sang penutur turut hadir
dalam alur cerita, maka distorsi pun akan mewarnai kwalitas isi cerita
itu. Apalagi jika generasi selanjutnya, tidak lagi menganggap cerita itu
penting.
Walhasil, semua akan hilang dan hanya meninggalkan jejak lisan.
Tuturan pun akan berubah menjadi foklor (cerita rakyat). Tampa dasar
fakta, dan data. Maka, akan lebih berarti dan penuh makna, jika
sejarah keberadaan mesjid dilingkungan kita, tidak hanya diingat, dan
diceritakan secara lisan, tetapi juga diciptakan sebagai sumber tulisan.
Agar menjadi bukti sejarah untuk generasi sekarang, dan generasi
yang sudah tidak sezaman dengan kita. Karena sejarah, meminjam
istilah sejarawan Inggris, Bernard Lewis, harusnya dinigat, ditemukan
kembali, dan diciptakan. Agar generasi selanjutnya tidak lupa akan
sejarah keberadaan mesjid di lungkungannya.
2. Sejarah Mesjid Dusun Amaholu
Hadirnya mesjid sebagai sarana ibadah umat islam, di Dusun
Amaholu, Negeri Luhu, Kecamatan Huamual, Kabupaten Seram Bagian
Barat (SBB), Provinsi Maluku. Tutut mewarnai spirit masyarakat di
Dusun ini, dalam menjalangkan ritual ibadah kepada Allah SWT, selaku
sang pencipta alam semesta. Namun sejarah mesjid di dusun tersebut,
seakan menjadi hal yang sulit untuk diketahui oleh generasi mereka
saat ini. Sebab, tidak ada satupun jejak tertulis (arsip) yang tersimpan
di dalam mesjid dan bisa dibaca generasi Amaholu. Akibantnya,
generasi mereka lupa akan sejarah mesjidnya. Karena lupa, hingga
sejarah mesjid itu, dianggap tidak lagi penting bagi mereka. Akan
menjadi penting, jika generasi mereka berkepentingan, mencari data,
menyusun skripsi, demi meraih gelar nantinya.
Tidak adanya histogarafi mesjid Amaholu, mendorong penulis untuk
mengungkap masa lalu itu. Berdasakan fakta dan sumber data lisan,
dari penuturan cerita yang diturungkan, hingga hadirinya pelaku-
pelaku sejarah. Mereka yang menyaksikan langsung pendirian mesjid
itu. seiring perkembangan zaman, mereka pun hadir sebagai actor,
kelahiran kembali mesjid di dalam Dusun Amaholu, dengan kontruksi
bangunan ala modern. Sesuai keinginan kolektif masyarakat, sampai
dapat disaksikan seperti sekarang ini.
Mesjid Dusun Amaholu dikenal dengan nama mesjid “Raudautul
Jannah,” kata itu diambil dari bahasa Arab, yang diterjemahkan
kedalam bahasa Indonesia sebagai “taman surga.” Berdasarkan
sumber lisan dari penuturan masyarakat Amaholu, Mesjid di Dusun
Amaholu, dibanggun pertama kali pada masa pemerintahan kepala
dusun pertama, Apane, pada tahun 1955. Ketika itu, wilayah Amaholu
secara admistrasi dusun masih mencakup tiga wilayah pemerintahan
yaitu, Amaholu Hatawano, Amaholu Tengah, dan Amaholu Los.
Mesjid dibangun tepatanya berada di sebelah utara, Amaholu
Hatawano, (Dusun Hatawano sekarang). Sebagai mesjid pertama di
Amaholu, dengan kontruksi bangunan mesjid pun saat itu, masih
mengikuti model rumah (kana tada). Mesjid itulah, satu-satunya mesjid
yang dapat digunakan sebagai tempat melaksanakan shalat lima
waktu, shalat sunnat, dan shalat Jumat, untuk tiga kampung, Amaholu
Hatawano, Amaholu Tenggah, dan Amaholu Los. Komposisi
kepengurusan mesjid pertama yaitu sebagai berikut:
a) Bertindak selaku Imam mesjid yaitu, Haji Ibrahim (imam
pertama).
b) Khatib, Haji Husen, dan Abd. Rakip Sinaga.
c) Modim, Haji Ahmad Yani, Haji Fayum, Haji Ridwan, dan La
Damane.
Beberapa orang tersebut, merupakan pengurus pertama dari
konposisi kepengurusan mesjid Amaholu. Untuk menjaga
keuangan mesjid, Haji Ahmad Yani, kemudian dipercayakan
sebagai bendahara mesjid Amaholu.
Kemudian pada tahun 1962, masa pemerintahan dusun dipimpin,
Abd. Rakip Sinaga, akrabnya disapa, Bang Kip, digagaslah
musyawarah-mufakat, tiga kampung Amholu. Alhasil, atas
kesepakatan bersama, dan atas swadaya masyarakat, maka
dibangunlah sebuah mesjid dari semen Beton, dengan bangunan
parmanen, di Amaholu Tenggah. Mesjid ini dikerjakan oleh tiga
kampung Amaholu (Hatawano, Amaholu Tenggah, dan Amaholu Los).
Bertindak sebagai kepala tukang dari pekerjaan mesjid itu ialah imam
mesjid Dusun Kambelu, Hasim Rumbia, akrabnya di sapa Bapa Abu.
Mesjid tersebut lalu diberi nama “Raudatul Jannah” yang artinya
“taman surga.” Ketiga kampung Amaholu, mengunakan mesjid ini
untuk melaksanakan hajatan shalat juamat, idul fitri, dan shalat Idul
Adha berjamaah.
Setelah Bang Kip, tiga tahun menjabat sebagai kepala kampung
Amaholu, maka pada tahun 1965, tongkat kepemimpinan dusun
Amaholu pun beralih ke tangan, Ode Abu. Dalam masa kepemimpinan
Ode Abu, Pembangunan mesjid parmanen tahap awal masih dinilai
masyarakat belum cukup sempurna, seperti layaknya sebuah mesjid.
Hanya karena belum memiliki teras, yang mengelilingi badan mesjis,
maka pada tahun 1977 atas inisiatif masyarakat dan atas swadaya
bersama masyarakat tiga Amaholu, mesjid yang sudah berdiri di
Amaholu tenggah itu direhap kembali, dengan penambahan teras
keliling. Bapa UN-Banggai, bertindak selaku kepala tukang saat itu.
Didepan mesjid, samping kanan didirikan Bak Air, sebagai tempat
wudhu, mengambil Air minum, mandi, dan sebagainya. Bak air itu,
disandarkan langsung dengan teras depan, mesjid. Agar tidak
bercampur baur laki-laki dan perempuan, di samping kiri belakang
mesjid didirikan bak air khusus untuk perempuan, berwudhu, mencuci,
mengambil air minum dan mandi.
Seiring berjalannya waktu, generasi kedua, generasi pendiri mesjid
dan pengurus mesjid “Raudatul Jannah” pertama, semuanya telah
berpulang kerahmatullah. Bangunan mesjid yang tadinya berdiri
tegak, kokoh, dan kuat, perlahan-lahan rapuh ditenalan usia. Dinding-
dinging mesjid yang terbuat dari semen beton itu, perlahan-lahan
terkelupas. Begitu pula, kayu-kayu penyangga bangunan mulai terlihat
lapuk. Sementara itu, masyarakat Hatawano, dan Amaholu Los, yang
awalnya shalat Jumaat, bersamaan di mesjid “Raudatul Jannah”
Amaholu Tenggah, kini mereka pun telah melaksanakan hajatan shalat
Jumat, di kampung mereka masing-masing. Kedua kampung yang
awalnya RT itu, kini sudah mempunyai wilayah admistrasi sendiri
(dusun mandiri), mesjid parmanen pun telah berdiri kokoh, di kedua
bekas wilayah (RT) Amaholu itu, sehingga nama mesjid yang berada di
kampung itu sesuai kesepakatan masyarakat mereka. Dan tidak
adalagi capurtangan Amaholu Tengah di dalam urusan itu.
Amaholu yang telah berdiri sendiri secara admistrasi Dusun,
melahirkan mesjid pun dengan swadaya masyarakat mereka sendiri.
Karena tidak lagi seperti awalnya, mendirikan mesjid melibatkan tiga
Amaholu, dalam artian menyangkut keuangan mesjid. Menginggat
problem bangunan mesjid, yang tak bisa lagi bertahan untuk generasi-
generasi berikutnya. Karena itu, dalam masa jabatan pemerintahan,
Yahya Bamila, selaku kepala Dusun Amaholu, di tahun 2002, mesjid
“Raudatul Jannah,” dirombak total dan tak ada yang tersisa sedikitpun.
Perombakan itu nantinya melahirkan komposisi kepengurusan mesjid
dengan orang-orang yang berbeda.
Perombakan mesjid dilakukan masyarakat untuk melahirkan
kembali mesjid baru dengan nama tetap Raudatul Jannah. Agar
masyarakat tidak merasa tergangu dalam aktifitas ibadah shalat di
mesjid, maka balai pertemuan Dusun Amaholu (balai Dusun) di ubah
menjadi mesjid sementara.
Gagasan melahirkan kembali mesjid itu, atas hasil musyawarah-
mufakat seluruh masyarakat Dusun Amaholu. Sehingga biaya
pembangunannya diberikan atas swadaya masyarakat. Kemudian
dalam perjalanan selanjutnya, barulah muncul bantuan-bantuan
sukarela dari berbagai pihak. Kontruksi gambar mesjid diberikan oleh
Drs. Abdin Gumale. Bersamaan dengan gambar mesjid Amaholu Los.
Kontruksi bangunan mesjid, seperti sekarang ini sedikit mengikuti dan
meniru mesjid ala modern.
Tahap awal kelahiran kembali mesjid “Raudatul Jannnah” ini,
ditukangi oleh empat orang tukang yang berasal dari Dusun Amaholu
sendiri, diantaranya, Bapa Daen Andu, Bapa Latif, Bapa Calo, dan Bapa
Lihi. Usai pondasi, tingan kabah, dan tiang penyanggah lainya selesai
dibuat. Pada tahun 2005 difokuskan pada cor lantai dua. Ketika puncak
acara cor lantai dua ini digelar, kepala dusun atas nama masyarakat
Amaholu turut mengundang beberapa dusun-dusun tentangga,
diantaranya Dusun Batulubang, Asamjawa, Hatawano, Losy, Mangge-
mangge, Talaga, sampai Dusun Kambelu, di tambah lagi dengan
tenagga dari siswa-siswa SMA Huamual Barat Talaga, dan Siswa MTS
Muhammadiyah Amaholu.
Pelaksanaan pengecoran tahap kedua, dilantai tiga, atau lantai
terakhir, di lakukan pada tahun 2006. Pengecoran kedua kalinya ini
lebih meriah dari pengocoran lantai sebelumnya. Karena untuk
mensiasati pekerjaan pengecoran itu, dan bisa cepat diselesaikan
sehari. Kepala Dusun Amaholu lalu mengudang dusun-dusun tetangga,
seperti halnya pencoran masal pertama lantai kedua. Didalam
pencoran kali kedua ini, atas inisiatif bersama pemuda Dusun
Amaholu, kemudian mengundang pemuda dari Dusun Saluku, untuk
bermain voly ball dan bola kaki, sebagai bentuk persahabatan antar
kedua kelompok pemuda itu. Kegiatan kepemudaan itu, diakhiri
dengan pengecoran lantai tiga mesjid, yang kedua kalinya, secara
bersama-sama dengan seluruh masyarakat Dusun Amaholu dan
dusun-dusun tetangga, serta pelajar SMA-MTS yang di undang. Dari
usai pekerjaan itu, masyarakat Amaholu di bawah arahan empat orang
tukang Bapa Daen, Bapa Lihi, Bapa Calo, dan Bapa Latif, mulai
mengerjakanya secara perlahan-lahan hingga mesjid sudah bisa
difungksikan melaksanakan shalat, dengan model mesjid bersusun
tiga, sesuai tututan gambar artektur mesjid itu.
Meskipun mesjid itu sudah bisa diguanakan untuk melasanakan
shalat, namun belum sepurnah kontruksi sebuah mesjid, jika tampa
mengunakan menara (tubu). Olehnya itu, pada tahun 2007 di
pesankanlah lima tubu dari Makassar, dan satu buah tubu besar,
sebagai menara induk. Empat tubu sedang, terpasang dilantai tiga
mengelilingi tubu induk. Keempat tubu itu berputar, dikala angin
sedang bertiup, dan tempat diletakannya alat pengeras suara (Toa).
Diatas tubu symbol bulan bintang menghiasi menara. Mesjid ini terdiri
dari tiga buah pintu utama. Terdapat empat tiang utama, di dalam
mesjid. Tiang itu, secara simbolis seperti tiang kubus, (kabah).
Sedangkan dinding kiri, kanan, dan diniding depan, sebagian belakang
dibuatkan luban angin dari batu angin. Dengan posisi bedug
ditempatkan di sisi sudut kanan depan mesjid.
Agar mesjid itu tekesan indah, maka pada tahun 2014, mulai
diprofil kembali, dimana sebelumnya pernah diprofil, tapi oleh tukang
yang menangani pekerjaan itu tidak menyelesaikannya, hingga profil
sebelumnya dibongkar oleh tukang baru. Pekerjaan itu dilakukan
sampai 2015 (skarang), lihat gambar. Anggaran profil dan
penyempurnaan pembangunan mesjid, yang berdasarkan sumber lisan
dari bendahara mesjid Raudatul Jannah, Dusun Amaholu, berkisar
kurang lebih 100 juta rupiah, dengan biaya tukang sebesar 70 juta
rupiah. Sumber dana mesjid itu, diperoleh dari swadaya masyarakat,
dan bantuan (sedekah) dari berbagai pihak. Baik dari dalam kampung
Amaholu, maupun dari luar kampung.
3, Penutup
Sejarah pembanguanan mesjid itu, sangat penting untuk di
ciptakan, hingga tidak sekedar tuturan lisan dari sang penutur, tetapi
juga diciptakan dalam bentuk tulisan. Agar generasi yang tidak hidup
sezaman dengan penciptaan mesjid itu, bisa mengetahui. Mereka bisa
membaca sumber tulisan itu, agar mereka nantinya dapat bercermin
dari semangat kebersamaan dan persaudaran masyarakat generasi
terdahulu di kampung mereka. Tulisan diatas hanyalah sekedar
gambaran kecil dari berbagai alur cerita sejarah yang fenomenal dan
sentral di Dusun Amaholu.
Hikmah yang dapat dipetik dari cerita sejarah mesjid itu untuk
generasi Amaholu saat ini adalah, semangat persaudaraan dan
kebersamaaan dan gotong royong masyarakat terdahulu lebih terjaga
eksitensinya, hingga dapat mendirikan sebuah mesjid yang megah.
Tampa kebersamaan dan semangat persaudaraan mustahil mesjid
sebesar itu, dapat terbangun. Karena itulah, betapa pentingnya
menjaga kebersamaan dan persaudaran sesama orang sekampung.
Mencegah hal-hal yang mungkar yang melanda kampung. Sebab, hal
itu hanya akan menimbulkan konflik internal sesame masyarakat
kampung yang dapat melahurkan perpecahan. Satu kampung bisa saja
terbagi dua, hanya karena ulah individu. Maka, kembangkanlah
sesuatu yang positif untuk kampung. Dan jangan pernah lupa akan
sejarah kampung dimana kita dilahirkan. Jika, kita lupa itu, maka kita
juga lupa sejarah tanah kelahiran kita. Mulailah menulis menciptakan
sejarah dari hal-hal yang kecil sekarang, karena kedepan hal yang
dianggap kecil itu boleh jadi dianggap besar oleh generasi selanjutnya.
Generasi yang tidak lagi hudup sezaman dengan kita skarang.