20
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nutrisi merupakan komponen penting bagi kesehatan anak. Pertumbuhan dan perkembangan yang dialami oleh anak-anak membuat mereka membutuhkan nutrisi yang baik dalam hal protein, energi dan komponen nutrien lainnya. Hal tersebut juga membuat mereka rentan terhadap kekurangan nutrisi dan gangguan pertumbuhan. Pola makan yang dimulai sejak masa kanak-kanak dapat mempengaruhi kesehatan mereka selanjutnya. Pada masa kanak-kanak, pemberian nutrisi yang kurang baik dapat mengakibatkan gagal tumbuh, obesitas, dan penyakit-penyakit terkait defisiensi nutrisi. Akibat jangka panjang yang dapat ditimbulkan adalah meningkatnya risiko penyakit degeneratif kelak saat usia lanjut. 1 Asupan gizi pada anak sekolah dasar di beberapa wilayah di Indonesia sangat memprihatinkan, padahal asupan gizi yang baik setiap harinya dibutuhkan supaya mereka memiliki pertumbuhan, kesehatan dan kemampuan intelektual yang lebih baik. 2 Pada dasarnya asupan gizi yang diterima pada anak-anak sekolah dasar masih menunjukkan kurang menerima asupan gizi yang baik untuk perkembangan tubuh dan intelektualitas yang tinggi, oleh karena itu sudah selayaknya pemerintah, masyarakat terutama keluarga untuk dapat memberikan asupan gizi yang cukup untuk pekembangan dan pertumbuhan anak. 1,2

Ph Makalah

Embed Size (px)

DESCRIPTION

makalah ph minggu 1

Citation preview

Page 1: Ph Makalah

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Nutrisi merupakan komponen penting bagi kesehatan anak. Pertumbuhan dan

perkembangan yang dialami oleh anak-anak membuat mereka membutuhkan nutrisi yang baik

dalam hal protein, energi dan komponen nutrien lainnya. Hal tersebut juga membuat mereka

rentan terhadap kekurangan nutrisi dan gangguan pertumbuhan. Pola makan yang dimulai

sejak masa kanak-kanak dapat mempengaruhi kesehatan mereka selanjutnya. Pada masa

kanak-kanak, pemberian nutrisi yang kurang baik dapat mengakibatkan gagal tumbuh,

obesitas, dan penyakit-penyakit terkait defisiensi nutrisi. Akibat jangka panjang yang dapat

ditimbulkan adalah meningkatnya risiko penyakit degeneratif kelak saat usia lanjut.1

Asupan gizi pada anak sekolah dasar di beberapa wilayah di Indonesia sangat

memprihatinkan, padahal asupan gizi yang baik setiap harinya dibutuhkan supaya mereka

memiliki pertumbuhan, kesehatan dan kemampuan intelektual yang lebih baik.2 Pada

dasarnya asupan gizi yang diterima pada anak-anak sekolah dasar masih menunjukkan kurang

menerima asupan gizi yang baik untuk perkembangan tubuh dan intelektualitas yang tinggi,

oleh karena itu sudah selayaknya pemerintah, masyarakat terutama keluarga untuk dapat

memberikan asupan gizi yang cukup untuk pekembangan dan pertumbuhan anak.1,2

Kenyataan status gizi anak-anak sekolah dasar yang memprihatinkan ini terungkap

berdasarkan dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap 440 siswa Sekolah Dasar berusia 7

sampai 9 tahun di Jakarta dan Solo, yang di paparkan dalam diskusi soal status gizi anak

sekolah di Jakarta. Saptawati Bardosono, seorang Ahli Gizi dari Universitas Indonesia,

menjelaskan dari penelitian terhadap 220 anak sekolah di lima SD di Jakarta, asupan kalori

anak-anak umumnya di bawah 100 persen dari kebutuhan mereka. Dari total anak yang

diteliti, sebanyak 94,5 persen anak mengkonsumi kalori di bawah angka kecukupan gizi yang

dianjurkan (Recommended Dietary Allowances/RDA), yakni di bawah 1.800 kcal.

Dalam kaitannya dengan kesehatan, dari anak yang diteliti, 40 persen anak sering menderita

infeksi tenggorokan, memiliki berat badan yang kurang sebanyak  56,4 persen, bertubuh

pendek sebanyak 35 persen, bertubuh kurus 29,5 persen, dan CED 62,7 persen. Ada sebanyak

7,3 persen anak yang terindikasi gizi buruk. Temuan status gizi anak sekolah yang berasal

dari keluarga tidak mampu di Solo, menurut Endang Dewi Lestari dari Universitas Sebelas

Page 2: Ph Makalah

2

Maret Solo, kondisinya tidak jauh berbeda dengan di Jakarta. Tetapi yang mengejutkan,

sebanyak 220 anak dari 10 SD yang diteliti semuanya menderita defisiensi zat seng. Padahal,

zat seng  merupakan co-faktor hampir 100 enzim yang mengkatalisasi fungsi biologis yang

penting. Seng juga dibutuhkan untuk memfasilitasi sintesis DNA dan RNA (metabolisme

protein). Dari penelitian ini juga terungkap jika anak-anak itu jarang sarapan pagi di rumah.

Mereka mengandalkan jajan di sekolah yang kondisi kemanan dan kesehatannya belum

terjamin untuk kebutuhan gizi dan energi selama beraktivitas.

Di sisi lain, pada anak sekolah, kejadian kegemukan dan obesitas juga merupakan

masalah yang serius karena akan berlanjut hingga usia dewasa. Kegemukan dan obesitas pada

anak berisiko berlanjut ke masa dewasa, dan merupakan faktor risiko terjadinya berbagai

penyakit metabolik dan degeneratif seperti penyakit kardiovaskuler, diabetes mellitus, kanker,

osteoartritis, dan lain-lain. Pada anak, kegemukan dan obesitas juga dapat mengakibatkan

berbagai masalah kesehatan yang sangat merugikan kualitas hidup anak seperti gangguan

pertumbuhan tungkai kaki, gangguan tidur, sleep apnea (henti napas sesaat) dan gangguan

pernafasan lain.3

Hasil RISKESDAS tahun 2010 menunjukkan prevalensi kegemukan dan obesitas pada

anak sekolah (6-12 tahun) sebesar 9,2%. Sebelas propinsi, seperti D.I. Aceh (11,6%),

Sumatera Utara (10,5%), Sumatera Selatan (11,4%), Riau (10,9%), Lampung (11,6%),

Kepulauan Riau (9,7%), DKI Jakarta (12,8%), Jawa Tengah (10,9%), Jawa Timur (12,4%),

Sulawesi Tenggara (14,7%), Papua Barat (14,4%) berada di atas prevalensi nasional.3

Kegemukan dan obesitas terutama disebabkan oleh faktor lingkungan. Faktor genetik

meskipun diduga juga berperan tetapi tidak dapat menjelaskan terjadinya peningkatan

prevalensi kegemukan dan obesitas. Pengaruh faktor lingkungan terutama terjadi melalui

ketidakseimbangan antara pola makan, perilaku makan dan aktivitas fisik. Hal ini terutama

berkaitan dengan perubahan gaya hidup yang mengarah pada sedentary life style.1,3

1.2. Tujuan

a. Tujuan Umum

Untuk mengetahui masalah gizi dan penanggulangannya pada anak Sekolah Dasar.

b. Tujuan Khusus

Page 3: Ph Makalah

3

a. memberikan gambaran bagaimana status asupan gizi yang diterima pada anak-

anak sekolah dasar.

b. Untuk memberikan masukan kepada pemerintah sehingga dapat memberikan

solusi bagi permasalahan asupan gizi yang kurang untuk dapat menciptakan

generasi penerus bangsa yang unggul.

c. Untuk memberikan masukan mengenai asupan gizi yang baik setiap harinya

yang dibutuhkan anak untuk memiliki pertumbuhan, kesehatan dan kemampuan

intelektualitas yang tinggi.

1.3. Manfaat

Bagi penulis, diharapkan tulisan ini menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman

selama menjalankan KKS Ilmu Kesehatan Masyarakat di Universitas Sumatera Utara, Medan,

khususnya tentang masalah gizi yang dihadapi oleh anak sekolah dasar dan cara-cara

penanggulangannya serta diharapkan tulisan ini menjadi salah satu sumber pustaka bagi

penulis berikutnya.

Page 4: Ph Makalah

4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Zat Gizi dan Status Gizi

Zat gizi adalah ikatan kimia yang diperukan tubuh untuk melakukan fungsinya, membangun

dan memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan. Status gizi adalah keadaan

tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Status gizi dibedakan

antara status gizi kurang, baik, dan lebih. Secara klasik kata gizi hanya dihubungkan dengan

kesehatan tubuh, yaitu untuk menyediakan energi, membangun, dan memelihara jaringan

tubuh, serta mengatur proses-proses kehidupan dalam tubuh. Tetapi, sekarang kata gizi

mempunyai pengertian lebih luas; disamping untuk kesehatan, gizi dikaitkan dengan potensi

ekonomi seseorang, karena gizi berkaitan dengan perkembangan otak, kemampuan belajar,

dan produktivitas kerja. Oleh karena itu, di Indonesia yang sekarang sedang membangun,

faktor gizi disamping faktor-faktor lain dianggap penting untuk memacu pembangunan,

khususnya yang berkaitan dengan pembangunan sumber daya manusia berkualitas.4

Masalah gizi kurang tersebar luas di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.

Anak usia sekolah membutuhkan asupan gizi yang baik agar kelak dapat menjadi generasi

penerus yang unggul dan lebih baik dari yang sekarang. Pada sisi lain, masalah gizi lebih

adalah masalah gizi di negara maju, yang juga mulai terlihat di negara berkembang, termasuk

Indonesia, sebagai dampak dari keberhasilan di bidang ekonomi. Banyak kita temukan anak

usia sekolah yang overweight atau obesitas. Penyuluhan gizi secara luas perlu digerakkan bagi

masyarakat guna perubahan perilaku untuk meningkatkan keadaan gizinya.3,4

Konsep-konsep baru yang ditemukan akhir-akhir ini antara lain adalah keturunan

terhadap kebutuhan gizi, pengaruh gizi terhadap perkembangan otak dan perilaku, terhadap

kemampuan bekerja dan produktivitas serta daya tahan terhadap penyakit infeksi.3 Di samping

itu ditemukan pula pengaruh stres, faktor-faktor lingkungan seperti polusi dan obat-obatan

terhadap status gizi, serta pengakuan terhadap faktor-faktor gizi yang berperan dalam

pencegahan dan penobatan terhadap penyakit degeneratif seperti penyakit jantung, diabetes

mellitus, hati, dan kanker.1,4

2.2 Angka Kecukupan Gizi dan Angka Kebutuhan Gizi

Page 5: Ph Makalah

5

Angka kecukupan gizi adalah nilai yang menunjukan jumlah zat gizi yang diperlukan tubuh

untuk hidup sehat setiap hari bagi hampir semua populasi menurut kelompok umur, jenis

kelamin dan kondisi fisiologi tertentu. Angka kecukupan gizi berbeda dengan angka

kebutuhan gizi (dietary requirements). Angka kebutuhan gizi (AKG) adalah jumlah zat-zat

gizi minimal yang dibutuhkan seseorang unutuk mempertajamkan status gizi adekuat.

AKG yang dianjurkan didasarkan pada patokan berat badan untuk masing-masing kelompok

umur, jenis kelamin, dan aktivitas fisik.1,3 Dalam penggunaannya, bila kelompok penduduk

yang dihadapi mempunyai rata-rata berat badan yang berbeda dengan patokan yang

digunakan, maka diperlukan penyesuaian. AKG tidak dipergunakan untuk  individu. Dalam

menentukan AKG, perlu dipertimbangkan setiap faktor yang berpengaruh terhadap absorpsi

zat-zat gizi atau efisiensi penggunaannya di dalam tubuh. Untuk sebagian zat gizi, sebagian

dari kebutuhan mungkin dapat dipenuhi dengan mengkonsumsi suatu zat yang di dalam tubuh

kemudian dapat diubah menjadi zat gizi esensial. Pada kebanyakan zat gizi, pencernaan dan

atau absorpsinya tidak komplit, sehingga AKG yang dianjurkan harus sudah

memperhitungkan bagian zat gizi yang tidak di absrorpsi.6

Dalam memenuhi kebutuhan AKG seriap harinya, perlu dilakukan memberi variasi

makanan yang berbeda setiap harinya yang nantinya diharapkan cukup dapat memenuhi

semua kebutuhan gizi. Di Indonesia pola menu seimbang tergambar dalam menu 4 Sehat 5

Sempurna dan Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS). Saat ini dikenal juga menu pelangi,

yaitu menu makanan yang berwarna-warni seperti pelangi untuk memenuhi kebutuhan

vitamin dan mineral yang diperlukan oleh tubuh seperti sayur-sayuran. Perlu pendidikan

khusus bagi anak usia sekolah atau sekolah dasar dalam memilih makanan yang berwarna-

warni. Peran orang tua sangat diperlukan, jangan sampai anak memilih makanan yang

berwarna-warni yang menggunakan zat pewarna. Dalam menyusun menu, selain AKG perlu

pula dipertimbangkan aspek akseptibilitas makan yang disajikan, karena selain sebagai

sumber zat-zat gizi, makanan juga mempunyai nilai sosial dan emosional.1,6

2.3 Kebutuhan Gizi Berkaitan dengan Proses Tubuh

Makanan sehari-hari yang dipilih dengan baik akan memberikan semua zat gizi yang

dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh. Sebaliknya, bila makanan tidak dipilih dengan baik,

tubuh akan mengalami kekurangan zat-zat gizi esensial tertentu. Zat gizi esensial adalah zat

gizi yang harus didatangkan dari makanan. Bila dikelompokkan, ada tiga fungsi zat gizi dalam

Page 6: Ph Makalah

6

tubuh. Pertama, memberi energi, dimana zat-zat gizi yang dapat memberikan energi adalah

karbohidrat, lemak, dan protein. Oksidasi zat-zat gizi ini menghasilkan energi yang

diperlukan tubuh untuk beraktivitas. Kedua, untuk pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan

tubuh. Protein, mineral, dan air adalah bagian dari jaringan tubuh. Oleh karena itu, diperlukan

unutk membentuk sel-sel baru, memelihara, dan mengganti sel-sel yang rusak. Ketiga,

mengatur proses tubuh. Protein, mineral, air, dan vitamin diperlukan untuk mengatur prose

tubuh. Protein mengatur keseimbangan air di dalam sel. Mineral dan vitamin diperlukan

sebagai pengatur dalam peroses-proses oksidasi, fungsi normal saraf dan otot serta banyak

proses lain yang terjadi di dalam tubuh termasuk proses menua.2

2.4 Masalah-masalah Gizi

Penyakit-penyakit gizi di Indonesia tergolong ke dalam dua kelompok, yaitu, penyakit

defisiensi dan obesitas.

2.4.1 Penyakit Defisiensi Gizi

Penyakit Defisiensi Kurang Kalori Protein (KKP)

Ada berbagai variasi bentuk KKP yaitu penyakit kwashiorkor, marasmus, dan

marasmikwashiorkor. Kwashiorkor adalah penyakit KKP dengan kekurangan protein sebagai

penyakti dominan. Marasmus merupakan gambaran KKP dengan defisiensi energi yang

ekstrem. Marasmikwashiorkor merupakan kombinasi defisiensi kalori dan protein pada

berbagai variasi. Penyebab langsung dari KKP adalah konsumsi kurang dan sebab tidak

langsungnya adalah hambatan absorbsi dan hambatan utilisasi zat-zat gizi karena berbagai

hal, misalnya karena penyakit. Penyakti infeksi dan infestasi cacing dapat memberikan

hambatan absorpsi dan hambatan utilisai zat gizi yang menjadi dasar timbulnya penyakit

KKP.2,4

Penyakit Defisiensi Vitamin A

Kekurangan vitamin A (KVA) merupakan penyebab utama terjadinya preventable blindness

pada anak-anak dan meningkatkan risiko penyakit dan kematian akibat infeksi berat. Pada

wanita hamil VAD menyebabkan kebutaan malam dan dapat meningkatkan risiko kematian

ibu. Kekurangan vitamin A merupakan masalah kesehatan masyarakat, terutama pada anak-

Page 7: Ph Makalah

7

anak, di lebih dari setengah dari semua negara, terutama di Afrika dan Asia Tenggara.10

         Gejala-gejala defisiensi vitamin A yang menimbulkan yang sering mengancam anak-

anak adalah berhubungan dengan gangguan penglihatan dan kebutaan, malah bisa juga

meningkatkan risiko penyakit yang lain, dan bahkan kematian, dari infeksi anak yang umum

seperti penyakit diare dan campak.1,10

Gambaran defisiensi vitamin A yang menyangkut kondisi mata, disebut Xerophtalmia.

Ternyata banyak kasus Xerophthalamia yang berakibat gangguan penglihatan yang menetap

bahkan sampai menjadi buta, terutama pada kelompok umur dewasa muda.6

Defisiensi vitamin A primer disebabkan kekurangan konsumsi vitamin tersebut,

sedangkan defisiensi sekunder karena absorbsi dan utilitasnya terhambat. Konsumsi vitamin

A kurang adalah karena kebiasaan makan yang salah, tidak suka sayur dan buah, atau karena

daya beli rendah, tidak sanggup membeli bahan makanan hewani maupun nabati yang akaya

akan vitamin A dan karoten tersebut. Hambatan absorbsi vitamin A dalam bentuk karoten

terjadi karena hidangan rata-rata rakyat umum di Indonesia mengandung rendah lemak dan

protein yang diperlukan dalam metabolisme vitamin A.1

Penyakit Defisiensi Yodium

Salah satu manifestasi gambaran penyakit kekurangan zat gizi yodium yang menonjol ialah

pembesaran kelenjar gondok yang disebut penyakit gondok oleh awam atau nama ilmiahnya

struma simplex. Karena terdapat endemik di wilyah-wilayah tertentu yang kekurangan

yodium, disebut juga endemic goitre. Defisiensi yodium memberikan juga berbagai gambaran

klinik lainnya yang disangka ada hubungan dengan kondisi kekurangan zat gizi yodium itu,

sehingga disebut Iodine Deficiency Diseases (IDD). Ada 4 jenis IDD yaitu gondok endemic,

hambatan pertumbuhan fisik dan mental yang disebut kretinism, hambatan neuromotor, dan

kondisi tuli disertai bisu.8

Anemia Defisiensi Zat Besi

Pengaruh defisiensi zat besi, terutama melalui kondisi gangguan fungsi hemoglobin yang

merupakan alat transportasi oksigen yang diperlukan pada banyak reaksi metabolik tubuh.

Pada anak sekolah telah ditunjukkan adanya korelasi erat antara kadar hemoglobin dan

kesanggupan anak untuk belajar. Dikatakan bahwa pada kondisi anemia, daya konsentrasi

dalam belajar menurun.9

Defisiensi zat besi dapat didiagnosis berdasarkan data klinik dan data laboratorik yang

ditunjang oleh data konsumsi pangan. Gambaran klinik memperlihatkan kondisi anemia.

Page 8: Ph Makalah

8

Muka penderita terlihat pucat, jug selaput lendir kelopk mata, bibir, dan kuku. Penderita

terlihat dan merasa bandannya lemah, kurang bergairah, dan cpeat merasa lelah, serta sering

menunjukkan sesak napas. Data laboratorik memperlihatkan kadar hemoglobin menurun di

bawah 11%, bahkan pada yang berat penurunan hemoglobin ini dapat mencapai tingkat di

bawah 10% atau lebih rendah lagi, sampai di bawah 4%. Data konsumsi mungkin

memperlihatkan hidangan yang kurang mengandung daging atau bahan makanan hewani lain,

dan juga kurang sayur serta daun yang berwarna hijau.2,9

2.4.2 Obesitas

Kegemukan dan obesitas terjadi akibat asupan energi lebih tinggi daripada energi yang

dikeluarkan. Asupan energi tinggi disebabkan oleh konsumsi makanan sumber energi dan

lemak tinggi, sedangkan pengeluaran energi yang rendah disebabkan karena kurangnya

aktivitas fisik dan sedentary life style.3,6

Pola makan yang merupakan pencetus terjadinya kegemukan dan obesitas adalah

mengkonsumsi makanan porsi besar (melebihi dari kebutuhan), makanan tinggi energi, tinggi

lemak, tinggi karbohidrat sederhana dan rendah serat. Sedangkan perilaku makan yang salah

adalah tindakan memilih makanan berupa junk food, makanan dalam kemasan dan minuman

ringan (soft drink).3

Selain pola makan dan perilaku makan, kurangnya aktivitas fisik juga merupakan faktor

penyebab terjadinya kegemukan dan obesitas pada anak sekolah. Keterbatasan lapangan untuk

bermain dan kurangnya fasilitas untuk beraktivitas fisik menyebabkan anak memilih untuk

bermain di dalam rumah. Selain itu, kemajuan teknologi berupa alat elektronik seperti video

games, playstation, televisi dan komputer menyebabkan anak malas untuk melakukan

aktivitas fisik.3,7

2.5 Penanggulangan Masalah Gizi

Penerapan pola makan seimbang dan peningkatan aktivitas fisik pada anak sekolah bukanlah

sesuatu yang mudah. Diperlukan dukungan dari orang tua, guru, tenaga kesehatan, dan pihak

lainnya. Berkaitan dengan hal itu maka upaya penanggulangan ini harus menjadi komitmen

nasional yang harus dilakukan secara sistimatis dan terpadu serta berkelanjutan.3

2.5.1 Penanggulangan Zat Gizi Makro

Pertama, dalam menangani masalah gizi makro, khususnya kurang energi protein, titik

tolak kebijakannya terletak pada adanya pertumbuhan dan status gizi anak yang tidak normal.

Dengan demikian tujuan program adalah memperbaiki pola pertumbuhan anak dan status gizi

Page 9: Ph Makalah

9

anak dari tidak normal menjadi normal atau lebih baik. Oleh karena pola pertumbuhan dan

status gizi anak tidak hanya disebabkan oleh makanan, maka pendekatan ini mengharuskan

program gizi dikaitkan dengan kegiatan program lain diluar program pangan secara

konvergen seperti dengan program air bersih dan kesehatan lingkungan, imunisasi,

penyediaan lapangan kerja dan penanggulangan kemiskinan. Dengan program yang bersifat

terintegrasi seperti itu, program gizi akan rasional untuk menjadi bagian dari pembangunan

nasional secara keseluruhan.4

Kedua, kegiatan pemantauan berat badan dan tinggi badan anak balita dan sekolah

akan menjadi modal utama bagi program gizi. Survei gizi nasional secara periodik dan

terprogram seharusnya menjadi kebijakan nasional. Pelaksanaannya dapat melalui Survei

Sosio-ekonomi Nasional atau lembaga lain yang ada. Kegiatan ini perlu didukung oleh sistem

pemantauan status gizi anak yang representatif mewakili daerah-daerah yang tidak terjangkau

survey gizi nasional.2,5,6

Ketiga, revitalisasi Posyandu dikatakan berhasil apabila dapat mengembalikan fungsi

utamanya sebagai lembaga masyarakat, terutama masyarakat desa untuk memantau

pertumbuhan anak. Kegiatan pendidikan dan pelatihan pada ibu-ibu bagaimana menimbang

dan mencatat di KMS pertumbuhan berat badan anak serta dapat mengartikan KMS dengan

baik, merupakan kunci keberhasilan revitalisasi Posyandu. Kegiatan penimbangan

diutamakan pada anak dibawah tiga atau dua tahun sesuai dengan perkembangan masalah

yang diketahui dari hasil penelitian mutakhir. Tolok ukur lain keberhasilan revitalisasi

posyandu ialah mengkoreksi kesalahan para petugas gizi dan kesehatan yang selama ini

dilakukan yang menggunakan KMS sebagai catatan status gizi. Konsep penyimpangan

pertambahan dari batas normal atau “growth faltering” sudah waktunya diajarkan dan latihkan

kepada petugas gizi dan kesehatan serta kader.5

Keempat, secara bertahap perlu ada “perombakan” kurikulum di lembaga pendidikan

tenaga gizi di semua tingkatan untuk lebih memahami perlunya paradigma baru yang

berorientasi pertumbuhan dan status gizi anak sebagai titik tolak dan tujuan program. Sebagai

contoh, Nutrition-friendly Schools Initiative yang disarankan oleh WHO, untuk meningkatkan

status gizi anak usia sekolah. Ini merupakan investasi yang efektif untuk meningkatkan hasil

pendidikan anak-anak sekolah, membangun pola aktivitas dan pola makan yang sehat

sehingga meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan gizi dan mencegah obesitas dan berbagai

penyakit menular, dan perbaikan gizi di kalangan remaja perempuan, yang dalam perspektif

lifecourse, akan bermanfaat bagi kesehatan dan gizi generasi masa depan. 4,5,7

Page 10: Ph Makalah

10

2.6.2 Penanggulangan Zat Gizi Mikro

Untuk mencegah dan menanggulangi berbagai masalah kurang zat gizi mikro tersebut, selama

ini telah dilakukan berbagai upaya. Upaya utama yang telah dilakukan adalah suplementasi

tablet besi untuk mengatasi masalah AGB, suplementasi kapsul vitamin A untuk mengatasi

KVA dan suntikan lipiodoi serta suplementasi kapsul iodosol dan distribusi garam beriodium

untuk mengatasi rnasalah GAKI. Meskipun suplementasi telah terbukti efektif untuk

mengatasi masalah kurang zat gizi mikro, namun dari segi biaya program ini sangat mahal.

Harga suplemen serta biaya distribusi yang tinggi berimplikasi pada perlunya mencari

alternatif solusi pengganti/pendampingnya. Diantara yang telah teridentifikasi adalah

pendidikan gizi, diversifikasi konsumsi pangan dan fortifikasi pangan. Dari berbagai kajian,

fortifikasi pangan dianggap sebagai alternatif yang paling cost-efecfive.4

Mempertimbangkan keunggulan fortifikasi pangan, ke depan upaya ini akan lebih

dikedepankan dalam penanggulangan masalah kurang gizi mikro di Indonesia, seiring dengan

penurunan upaya suplementasi. Peningkatan fortifikasi pangan akan diikuti dengan upaya

pengenakaragaman pangan menuju gizi seimbang, yang disertai dengan pendidikan gizi yang

lebih intensif untuk mewujudkan keluarga sadar pangan dan gizi. Saat ini upaya fortifikasi

pangan secara mandatory (wajib) melalui Standar Nasional Indonesia (SNI) tidak hanya

diterapkan pada garam, tetapi sejak tahun 2002 juga telah diterapkan pada tepung terigu.

Upaya-upaya untuk mencari “vehicle” baru juga terus dilakukan. Hasil studi Koalisi

Fortifikasi Indonesia (KFI) dan Micronutrient lnitiatives (MI) tahun 2005 yang dilakukan di

beberapa propinsi menunjukkan bahwa minyak goreng curah adalah vehicle yang memenuhi

syarat untuk fortifikasi vitamin A. Sebagai tindak lanjut dari temuan tersebut tengah

dilakukan pengembangan proyek uji coba perigembangan fortifikasi vitamin A pada minyak

goreng di kota Makassar yang disertai dengan kajian tentang efektivitasnya.5,7

BAB 3

KESIMPULAN

3.1. Kesimpulan

Page 11: Ph Makalah

11

Rendahnya asupan gizi anak usia sekolah diakibatkan oleh banyak faktor. Anak usia sekolah

sangat rentan dengan asupan gizi yang rendah atau buruk. Pada usia ini pola makan anak

dipengaruhi oleh teman dan lingkungan sekitarnya. Jajanan yang banyak dijual di sekolah-

sekolah termasuk ke dalam makanan yang tidak bergizi sehingga dapat dikatakan bahwa anak

usia sekolah sangat rentan dengan asupan gizi yang buruk.1

Asupan gizi yang buruk dapat berakibat fatal apabila terus dibiarkan, defisiensi kalori

yang dihasilkan protein akan menimbulkan penyakit seperti marasmus dan kwashiorkor,

defisiensi zat besi akan mengganggu kerja hemoglobin dalam transportasi oksigen ke seluruh

tubuh, dan defisiensi yodium akan mengganggu proses neuromotor. Selain itu, buruknya

status gizi anak sekolah semakin memperburuk kondisi bangsa Indonesia karena generasi

penerusnya tidak produktif. Perbaikan status gizi dengan asupan gizi yang baik dan seimbang

akan memberikan banyak perubahan. Orang tua saat ini terlalu membiarkan anaknya

mengkonsumsi jajanan yang ada di sekolah. Membiasakan anak untuk sarapan pagi sebelum

berangkat sekolah merupakan cara yang efektif dalam mengurangi kemungkinan anak

membeli makanan di luar rumah.3,7

Penerapan pola makan seimbang dan peningkatan aktivitas fisik pada anak sekolah

bukanlah sesuatu yang mudah. Semua pihak termasuk orang tua, guru, tenaga kesehatan, dan

pihak lainnya harus member dukungan dan menjalankan kewajiban sesuai dengan program-

program pemerintah yang sedia ada. Berkaitan dengan hal itu maka upaya penanggulangan ini

harus menjadi komitmen nasional yang harus dilakukan secara sistimatis dan terpadu serta

berkelanjutan untuk mewujudkan generasi masa depan yang sehat dan produktif.3

Page 12: Ph Makalah

12

DAFTAR PUSTAKA

1. Almatsier, Sunita. 2007, Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Diunduh dari :

http://library.um.ac.id/free-contents/downloadpdf.php/buku/prinsip-dasar-ilmu-gizi-

sunita-almatsier-30615.pdf

2. Chuluq, AC., Fadhilah, F., Bahabol, M., 2013. Hubungan Asupan Makan dengan

Status Gizi Anak Sekolah Dasar. Diunduh dari :

http://fk.ub.ac.id/artikel/id/filedownload/gizi/MARKUS%20BAHABOL.pdf

3. KEMENKES RI, 2012. Pedoman Pencegahan dan Penanggulangan Kegemukan dan

Obesitas pada Anak Sekolah. Diunduh dari:

http://gizi.depkes.go.id/download/Pedoman%20Gizi/Obesitas.pdf

4. Martiano, D., Soekirman, 2005. Overview Masalah Pangan dan Gizi di Indonesia dan

Upaya Penanggulangannya. Diunduh dari :

5. Soekirman, 2003. Perlu paradigma baru untuk menanggulangi masalah gizi makro di

Indonesia. Diunduh dari : http://gizi.depkes.go.id/makalah/download/prof-

soekirman.pdf

6. Suyatno, 2009. Gizi Daur Hidup: Gizi Anak Sekolah. Diunduh dari :

http://suyatno.blog.undip.ac.id/files/2009/12/gizi-anak-sekolah.pdf

7. World Health Organization, 2006. Nutrition-friendly Schools Initiative. Public Health

Nutrition : 9(5), 658–660.

8. World Health Organization, 2013. Micronutrient deficiencies : Iodine Deficiency

Disorder. Diunduh dari : http://www.who.int/nutrition/topics/idd/en/index.html

9. World Health Organization, 2013. Micronutrient deficiencies : Iron Deficiency

Anemia. Diunduh dari : http://www.who.int/nutrition/topics/ida/en/index.html

10. World Health Organization, 2013. Micronutrient deficiencies : Vitamin A Deficiency.

Diunduh dari : http://www.who.int/nutrition/topics/vad/en/index.html