Upload
andrew-morgan
View
24
Download
6
Embed Size (px)
Citation preview
1. STRUKTUR PORFIRIN
Porfirin mengandung nitrogen tersier pada 2 cincin pirolen sehingga bersifat basa lemah
dan adanya gugus karboksil pada rantai sampingnya menyebabkan juga bersifat asam. Titik
isoelektriknya berkisar pada pH 3-4, sehingga pada pH trersebut porfirin mudah diendapkan
dalam larutan air. Berbagai jenis porfirinogen tidak berwarna, sedangkan berbagai jenis porfirin
berwarna. Porfirin dan derivat-derivatnya mempunyai spektrum absorbsi yang khas pada daerah
yang dapat dilihat dan pada daerah ultraviolet. Larutan porfirin dalam HCl 5% mempunyai pita
absorbsi pada 400 nm yang disebut pita Soret.Porfirin dalam asam mineral kuat atau pelarut
organik dan kemudian disianari sinar ultraviolet akan memancarkan fluoresensi merah yang kuat.
Sifat fluoresensi ini sangat khas sehingga sering dipakai untuk mendeteksi porfirin bebas dengan
jumlah yang sedikit. Sifat absorbsi dan fluoresensi yang khas dari porfirin disebabkan oleh ikatan
rangkap yang menyatukan cincin pirol. Ikatan rangkap ini tidak ada pada porfirinogen sehingga
tidak menunjukkan sifat-sifat tersebut. Jika porfirinogen mengalami oksidasi dengan melepaskan
6 atom H akan terbentuk porfirin yang mempunyai ikatan rangkap.
2. BIOSINTESA HEME
Biosintesis heme dapat terjadi pada sebagian besar jaringan kecuali eritrosit dewasa yang
tidak mempunyai mitokondria. Sekitar 85% sintesis heme terjadi pada sel-sel prekursor eritoid di
sumsum tulang dan sebagian besar sisanya di sel hepar. Biosintesis heme dapat dibagi menjadi 2
tahap, yaitu: (1) Sintesis porfirin; (2) Sintesis heme.Biosintesis heme dimulai di mitokondria
melalui reaksi kondensasi antara suksinil-KoA yang berasal dari siklus asam sitrat dan asam
amino glisin. Reaksi ini memerlukan piridoksal fosfat untuk mengaktivasi glisin, diduga
piridoksal bereaksi dengan glisin membentuk basa Shiff, di mana karbon alfa glisin dapat
bergabung dengan karbon karbosil suksinat membentuk -amino--ketoadipat yang dengan cepat
mengalami dekarboksilasi membentuk d-amino levulinat (ALA/AmLev). Rangkaian reaksi ini
dikatalisis oleh AmLev sintase/sintetase yang merupakan enzim pengendali laju reaksi pada
biosintesis porfirin.AmLev yang terbentuk kemudian keluar ke sitosol. Di sitosol 2 molekul
AmLev dengan perantaraan enzim AmLev dehidratase/dehidrase membentuk porfobilinogen
yang merupakan prazat pertama pirol. AmLev dehidratase merupakan enzim yang mengandung
seng dan sensitif terhadap inhibisi oleh timbal Empat porfobilinogen selanjutnya mengadakan
kondensasi membentuk tetrapirol linier yaitu hidroksi metil bilana yang dikatalisis oleh enzim
uroporfirinogen I sintase (porfobilinogen deaminase). Hidroksi metil bilana selanjutnya
mengalami siklisasi spontan membentuk uroporfirinogen I yang simetris atau diubah menjadi
uroporfirinogen III yang asimetris dan membutuhkan enzim tambahan yaitu uroporfirinogen III
kosintase Pada kondisi normal hampir selalu terbentuk uroporfirinogen III. Uroporfirinogen III
selanjutnya mengalami dekarboksilasi, semua gugus asetatny (A) menjadi gugus metil (M)
membentuk koproporfirinogen III. Reaksi ini dikatalisis oleh enzim uroporfirinogen
dekarboksilase. Enzim ini juga mampu mengubah uroporfirinogen I menjadi koproporfirinogen
I. Selanjutnya, koproporfirinogen III masuk ke dalam mitokondria serta mengalami
dekarboksilasi dan oksidasi, gugus propionat (P) pada cincin I dan II berubah menjadi vini (V).
Reaksi ini dikatalisis oleh koproporfirinogen oksidase dan membentuk protoporfirinogen IX.
Enzim tersebut hanya bisa bekerja pada koproporfirinogen III, sehingga protoporfirinogen I
umumnya tidak terbentuk. Protoporfirinogen IX selanjutnya mengalami oksidasi oleh enzim
protoporfirinogen oksidase membentuk protoporfirin IX. Protoporfirin IX yang dihasilkan akan
mengalami proses penyatuan dengan Fe++ melalui suatu reaksi yang dikatalisis oleh heme
sintase atau ferokelatase membentuk heme.2.2 Pengendalian Biosintesis Heme
Enzim yang bertindak sebagai regulator biosintesis heme adalah AmLev sintase. Heme yang
mungkin bekerja melalui molekul aporepresor menghambat sintesis AmLev sintase, dalam hal
ini kemungkinan terjadi feed back negative. Obat yang metabolismenya menggunakan
hemoprotein spesifik di hati (sitokrom-P450) menyebabkan konsentrasi heme intra seluler
menurun. Hal ini menyebabkan represi terhadap AmLev sintase menurun. Aktivitas AmLev
sintase meningkat sehingga sintesis heme juga meningkat. Pemberian glukosa dan hematin dapat
mencegah pembentukan AmLev sintase sehingga menurunkan sintesis heme.
3. SINTESA PORFIRIN
Porfirin adalah senyawa siklik yg dibentuk oleh 4 cincin pirol.
Masing-masing cincin dihubungkan oleh 4 jembatan metenil (-HC=).
Sifat khas porfirin adalah atom nitrogennya mampu mengikat ion logam.
Contoh;
- heme pada Hb mengikat Fe
- klorofil pada tumbuhan hijau mengikat Mg
> Sifat porfirin
Berbagai porfirinogen tidak berwarna.
Sedangkan semua porfirin berwarna, karena adanya ikatan rangkap yang menyatukan
cincin pirol.
Porfirin yg terlarut dalam asam mineral kuat atau pelarut organik disinari dgn UV, maka
akan mengeluarkan cahaya fluorecen merah.
Sifat porfirin ini digunakan untuk menegakkan diagnosis porfiria dengan menggunakan
spektrofotometer.
4. SUNTESA HEME
85% sintesis heme terjadi dalam sel pembentuk eritrosit pada sumsum tulang
Heme disintesis dari suksinil KoA + glisin.Piridoksal fosfat diperlukan untuk mengaktifkan
glisin.Hasil kondensasi tsb ialah; asam a-amino-b-keto-adipatKondensasi diatas dikatalisis oleh
Aminolevulinat-sintase (ALA-sintase). Asam a-amino-b-keto-adipat dengan cepat mengadakan
dekarboksilasi untuk membentuk d-aminolevulinat (ALA). Reaksi ini dikatalisis oleh
ALA-sintase.ALA-sintase adalah enzim pengendali laju reaksi biosintesis porfirin di hepar.
5. PENGENDALIAN BIOSINTESA HEME
Yang pegang peranan adalah amlev sintetase Yang menghambat amlev sintetase:
1. heme
2. apopressor
3. glukosa
4. hematin in vivo
Yang meningkatkan amlev sintetase (karena dimetabolisir di hati dengan menggunakan
hemoprotein spesifik, yaitu:
sitokrom P 450 yang dibuat dari heme):
1. insektisida
2. bahan karsinogen
3. obat-obatan (steroid)
4. hormon estrogen
5. besi dalam bentuk chelated
6. KIMIA PORFIRIN
Porfirin mengandung nitrogen tersier pada 2 cincin pirolensehingga bersifat basa lemah
dan adanya gugus karboksilpada rantai sampingnya menyebabkan juga bersifat
asamTitik isoelektrisnya pada pH 3,0 4,0 mudah diendapkandalam larutan airYang berwarna
adalah porfirin dan derivat-derivatnya yangmempunyai spektrum absorbsi pada daerah yang
dapatdilihat dan daerah UVContoh:larutan porfirin dalam HCl 5% mempunyai pitaabsorbsi pada
400 nm disebut PITA SORET (ciri-ciripenting!)Hematoporfirin mempunyai 2 pita absorbsi yang
lebih lemahpada 550 nm dan 592 nm di samping pita soret-dalam pelarut organik,
porfirinmenunjukkan 4 pita utama seperti pitasoret-bila dilarutkan dalam asam mineral kuatatau
pelarut organik dan kemudiandisinari dengan UV akan
memancarkanfluoresensi merah yang kuat untukmendeteksi porfirin bebas dalam jumlahkecil
7. PENYAKIT KELAINAN PORFIRIN
Penyakit turunan atau bisa berupa penyakit yang didapat yang disebabkan oleh defisiensi salah
satu enzym pada jalur biosintesa heme dan mengakibatkan penumpukan dan peningkatan
porfirin atau prazatnya dijaringan atau didalam urine. Kelainan ini jarang dijumpai tapi perlu
dipikirkan dalam keadaan tertentu misalnya sebagai diagnosa banding pada penyakit dengan
keluhan nyeri abdomen, fotosensitivitas dan gangguan psikiatri .
Porfiria dikelompokkan menjadi 3 golongan yaitu :
1. Porfiria eritropoetik
2. Porfiria hepatik
3. Protoporfiria (gabungan)
Porfiria eritropoetik, merupakan kelainan kongenital. Terjadi karena ketidak seimbangan enzym
kompleks uroporfirinogen sintase dan kosintase. Pada jenis porfiria ini dibentuk uroporfirinogen
I yang tidak diperlukan dalam jumlah besar. Juga terjadi penumpukan uroporfirin I,
koproporfirin I dan derivat simetris lainnya. Penyakit ini diturunkan secara otosomal resesif dan
memunculkan fenomena berupa eritrosit yang berumur pendek, urine pasien merah karena
ekskresi uroporfirin I dalam jumlah besar, gigi yang berfluoresensi merah karena deposisi
porfirin dan kulit
yang hipersensitif terhadap sinar karena porfirin yang diaktifkan cahaya bersifat sangat reaktif .
Porfiria hepatik dibagi menjadi beberapa jenis antara lain : - Intermitten acute porfiria ( IAP ) -
Koproporfiria herediter - Porfiria variegata - Porfiria cutanea tarda - Porfiria toksik. IAP terjadi
karena defisiensi partial uroporfirinogen I sintase, diturunkan secara otosomal dominan. Pada
penyakit ini dijumpai ekskresi porfobilinogen dan asam amino levulenat yang meningkat
menyebabkan urine berwarna gelap. Koproporfiria herediter terjadi karena defisiensi partial
koproporfirinogen oksidase, diturunkan secara otosomal dominan. Terdapat peningkatan ekskresi
koproporfirinogen dan menyebabkan urine berwarna merah. Porfiria variegata terjadi karena
defisiensi partial protoporfirinogen oksidase, diturunkan secara otosomal dominan. Terdapat
peningkatan ekskresi hampir seluruh zat-zat antara sintesa heme. Porfiria cutanea tarda terjadi
karena defisiensi partial uroporfirinogen dekarboksilasi, diturunkan secara otosomal dominan.
Terdapat peningkatan ekskresi uroporfirin yang bila terpapar cahaya menyebabkan urine
berwarna merah. Porfiria ini paling sering dijumpai dibanding yang lainnya . Porfiria toksik atau
akuisita disebabkan oleh obat atau zat toksik seperti griseofulvin, barbiturat,
heksachlorobenzene, Pb dan sebagainya. Protoporfiria atau protoporfiria gabungan dikarenakan
terjadinya defisiensi partial ferrokatalase, diturunkan secara autosomal dominan. Terdapat
peningkatan ekskresi protoporfirin dalam urine. Gejala klinis yang dapat muncul dapat
dikelompokkan dalam dua patogenesa yaitu bila kelainan enzym sintesa heme menyebabkan
penumpukan asam amino levulenat dan porfobilinogen disel atau cairan tubuh akan menghambat
kerja ATP ase dan meracuni neuron sehingga menimbulkan gejala-gejala neuro-psikiatri
sedangkan bila kelainan enzym sintesa heme menyebabkan penumpukan porfirinogen dikulit dan
dijaringan lain akan teroksidasi spontan membentuk porfirin yang apabila terpapar dengan
cahaya, porfirin akan bereaksi dengan O2 molekuler membentuk suatu radikal bebas yang sangat
reaktif dan merusak jaringan atau kulit dimana porfirin terdeposisi, peristiwa ini memunculkan
gejala-gejala fotosensitivitas. Therapi yang dapat diberikan hanyalah bersifat symptomatik
karena therapi kausal yang bersifat genetik masih sulit dikerjakan. Obat yang dapat dipakai dan
beberapa tindakan yang dianjurkan seperti misalnya hindari preparat atau obat yang merangsang
aktifitas sitokrom P- 450 seperti obat anestesia, alkohol, steroid dan lain-lain. Hindari zat-zat
toksik penyebab porfiria. Pemberian zat-zat seperti glukosa dan hematin yang menekan kerja
ALA sintase untuk menghambat pembentukan pra zat porfirin. Pemberian anti oksidan seperti
karoten, vitamin E dan C juga dapat dianjurkan pemakaian tabir surya guna menggurangi
pemaparan terhadap cahaya.
1. METABOLISME BILIRUBIN
Pada individu normal, sekitar 85% bilirubin terbentuk dari pemecahan sel darah merah tua dalam
sistem monosit makrofag. Masa hidup rata-rata sel darah merah adalah 120 hari. Setiap hari
sekitar 50 ml darah dihancurkan, menghasilkan 200 sampai 250 mg bilirubin. Kini diketahui
bahwa sekitar 15 % pigmen empedu total tidak bergantung pada mekanisme ini, tetapi berasal
dari destruksi sel eritrosit matang dalam sumsum tulang (hematopoiesis tidak efektif) dan dari
hemoprotein lain, terutama dari hati.Pada katabolisme hemoglobin (terutama terjadi dalam
limpa), globulin mula-mula dipisahkan dari hem, setelah itu hem diubah menjadi biliverdin.
Bilirubin tak terkonyugasi kemudian dibentuk dari biliverdin. Bilirubin tak terkonyugasi berikat-
an lemah dengan albumin, diangkut oleh darah ke sel-sel hati. Metabolisme bilirubin oleh sel hati
berlangsung dalam empat langkah produksi, transportasi, konyugasi, dan ekskresi.
9. HIPERBILIRUBINEMIA
Sel darah merah yang tua, rusak dan abnormal dibuang dari peredaran darah, terutama di dalam
limpa. Selama proses pembuangan berlangsung, hemoglobin (protein pengangkut oksigen di
dalam sel darah merah) dipecah menjadi pigmen kuning yang disebut bilirubin. Bilirubin dibawa
ke hati, dimana secara kimiawi diubah dan kemudian dibuang ke usus sebagai bagian dari
empedu. Pada sebagian besar bayi baru lahir, kadar bilirubin darah secara normal meningkat
sementara dalam beberapa hari pertama setelah lahir, menyebabkan kulit berwarna kuning
(jaundice). Pada orang dewasa, bakteri yang dalam keadaan normal ditemukan di dalam usus
akan memecahkan bilirubin. Pada bayi baru lahir, bakteri ini sangat sedikit sehingga banyak
bilirubin yang dibuang melalui tinja yang menyebabkan tinjanya berwarna kuning terang. Tetapi
bayi baru lahir juga memiliki suatu enzim di dalam ususnya yang dapat merubah sebagian
bilirubin dan menyerapnya kembali ke dalam darah, sehingga terjadi jaundice (sakit kuning).
Karena kadar bilirubin darah semakin meningkat, maka jaundice menjadi semakin jelas. Mula-
mula wajah bayi tampak kuning, lalu dada, tungkai dan kakinya juga menjadi kuning. Biasanya
hiperbilirubinemia dan sakit kuning akan menghilang setelah minggu pertama. Kadar bilirubin
yang sangat tinggi bisa disebabkan oleh pembentukan yang berlebihan atau gangguan
pembuangan bilirubin. Kadang pada bayi cukup umur yang diberi susu ASI, kadar bilirubin
meningkat secara progresif pada minggu pertama; keadaan ini disebut jaundice ASI.
Penyebabnya tidak diketahui dan hal ini tidak berbahaya. Jika kadar bilirubin sangat tinggi
mungkin perlu dilakukan terapi cahaya bilirubin.