Upload
anlie1805
View
134
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Laporan Kasus - ObsGin
Citation preview
BAB 1
PENDAHULUAN
Perdarahan pada kehamilan tua disebut perdarahan antepartum.1 Salah satu penyebab
perdarahan antepartum adalah plasenta previa. Plasenta previa merupakan salah satu
penyebab utama perdarahan antepartum pada trimester ketiga. Plasenta previa adalah
plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah uterus sehingga dapat
menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum pada kehamilan 28 minggu atau
lebih.1,2
Plasenta previa terjadi pada kurang lebih 1 dari 200 persalinan. Berdasarkan
data WHO tahun 2009, insiden plasenta previa adalah sebesar 320 dari 100.000
kelahiran.3 Di Amerika Serikat, plasenta previa terjadi sekitar 0,3 - 0,5 % dari semua
persalinan. Dari seluruh kejadian plasenta previa, plasenta previa totalis terjadi
sebanyak 20-45 %, plasenta previa parsialis sebanyak kurang lebih 30 % dan plasenta
previa marginalis sebanyak 25-50 %. Sedangkan jumlah kematian maternal akibat
plasenta previa sekitar 0,03%.2,3
Di negara yang sedang berkembang, perdarahan yang salah satunya disebabkan
oleh plasenta previa, hampir selalu merupakan malapetaka besar bagi penderita
maupun penolongnya karena dapat menyebabkan morbiditas atau mortalitas baik pada
ibu maupun pada janinnya. Kematian ibu disebabkan karena perdarahan uterus atau
karena DIC (Disseminated Intravascular Coagulopathy). Sedangkan morbiditas ibu
dapat disebabkan karena komplikasi tindakan seksio sesarea seperti infeksi saluran
kencing dan pneumonia post operatif.1,2 Terhadap janin, plasenta previa meningkatkan
insiden kelainan kongenital dan pertumbuhan janin terganggu sehingga bayi yang
dilahirkan memiliki berat yang kurang dibandingkan dengan bayi yang lahir dari ibu
yang tidak menderita plasenta previa.4 Risiko kematian neonatal juga meningkat pada
bayi dengan plasenta previa.1
Pada setiap perdarahan antepartum, pertama kali harus dicurigai bahwa
penyebabnya ialah plasenta previa sampai kemudian ternyata dugaan itu salah.
Dengan demikian bila fasilitas kesehatan di tempat pelayanan kesehatan tidak
1
memadai untuk menangani kasus plasenta previa maka secepatnya ibu dibawa ke
pusat kesehatan yang memiliki fasilitas untuk menangani plasenta previa.1
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi dan Klasifikasi
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen
bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum
pada kehamilan 28 minggu atau lebih. Pada keadaan normal, plasenta terletak di
bagian atas dari uterus.1
Klasifikasi plasenta previa didasarkan atas terabanya jaringan plasenta melalui
ostium uteri internum pada waktu tertentu, yaitu:1
a. Plasenta previa totalis: seluruh ostium uteri internum tertutup oleh jaringan
plasenta.
b. Plasenta previa parsialis: sebagian ostium uteri internum tertutup oleh jaringan
plasenta.
c. Plasenta previa marginalis: pinggir plasenta berada tepat pada pinggir ostium
uteri internum.
d. Plasenta letak rendah: plasenta letaknya abnormal pada segmen bawah uterus,
akan tetapi belum sampai menutupi ostium uteri internum. Pinggir plasenta
berada kira-kira 3 atau 4 cm diatas pinggir pembukaan, sehingga tidak akan
teraba pada ostium uteri internum.
Gambar 2.1 Jenis-jenis Plasenta Previa2
3
Sejalan dengan bertambah membesarnya rahim dan meluasnya segmen bawah
rahim ke arah proksimal memungkinkan plasenta yang berimplantasi pada segmen
bawah rahim ikut berpindah seolah plasenta tersebut bermigrasi. Perubahan luas
pembukaan serviks yang tertutup oleh plasenta dalam persalinan kala satu
berpengaruh pada derajat atau klasifikasi dari plasenta previa ketika pemeriksaan
dilakukan baik dalam masa antenatal maupun dalam masa intranatal, baik dengan
USG maupun pemeriksaan digital.1
2.2 Epidemiologi
Berdasarkan data WHO tahun 2009, insiden plasenta previa adalah sebesar 320
dari 100.000 kelahiran.3 Di Amerika Serikat, plasenta previa terjadi sekitar 0,3 - 0,5 %
dari semua per-salinan. Dari seluruh kejadian plasenta previa, plasenta previa totalis
terjadi sebanyak 20-45 %, plasenta previa parsialis sebanyak kurang lebih 30 % dan
plasenta previa marginalis sebanyak 25-50 %. Sedangkan jumlah kematian maternal
akibat plasenta previa sekitar 0,03%.2,3
2.3 Etiologi
Plasenta previa muncul akibat implantasi embrio (embryonic plate) yang
abnormal yaitu di segmen bawah uterus.1,4 Sejalan dengan terbentuk dan
berkembangnya plasenta, plasenta akan tumbuh menutupi ostium uteri internum.1
Salah satu teori mengatakan bahwa blastokista menimpa desidua begitu saja tanpa ada
latar belakang tertentu. Teori lain mengemukakan bahwa penyebabnya adalah
vaskularisasi desidua yang tidak memadai akibat dari proses radang atau atrofi.
Beberapa faktor risiko dapat meningkatkan insiden plasenta previa. Cacat pada rahim
seperti pada bekas bedah sesar dapat meningkatkan insiden dua hingga tiga kali lipat.
Faktor risiko lain yaitu kebiasaan merokok. Hipoksemia akibat karbon monoksida
menyebabkan plasenta menjadi hipertrofi sebagai upaya kompensasi. Pada kehamilan
ganda, pertumbuhan plasenta dapat melebar hingga ke segmen bawah rahim sehingga
menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum.1
2.4 Faktor Risiko
Faktor risiko untuk terjadinya plasenta previa, antara lain: 1,5
a. Riwayat plasenta previa sebelumnya
b. Riwayat seksio sesarea
4
c. Riwayat aborsi dengan kuretase
d. Kehamilan ganda
e. Umur ibu yang telah lanjut
f. Multiparitas
Plasenta previa terjadi pada 1 dari 20 wanita yang memiliki faktor risiko.2
Riwayat plasenta previa sebelumnya, riwayat seksio sesarea dan riwayat aborsi
sebelumnya dapat menyebabkan perubahan trofik dan pembentukan jaringan parut
pada desidua. Meski perubahan yang terjadi pada desidua tidak selalu menyebabkan
terjadinya plasenta previa namun hal tersebut merupakan faktor risiko untuk
terjadinya plasenta previa. Risiko terjadinya plasenta previa meningkat 2 kali lipat
pada kehamilan ganda karena permukaan plasenta akan meluas bahkan sampai ke
ostium uteri internum.1,2,5
2.5 Patofisiologi
Dimulai dari usia kehamilan 20 minggu, segmen bawah uterus akan terbentuk
serta mulai melebar dan menipis. Dengan bertambah tuanya kehamilan, segmen
bawah uterus akan lebih melebar lagi, dan serviks mulai membuka. Apabila plasenta
tumbuh pada segmen bawah uterus, pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan
serviks tidak dapat diikuti oleh plasenta yang melekat di situ tanpa terlepasnya
sebagian plasenta dari dinding uterus. Pada saat itu mulailah terjadi perdarahan. Darah
yang keluar berwarna merah segar, berbeda dengan darah yang disebabkan oleh
solusio plasenta yang berwarna kehitaman.1,4
Sumber perdarahannya ialah sinus uterus yang robek karena terlepasnya plasenta dari
dinding uterus atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta. Perdarahannya
tidak dapat dihindari karena ketidakmampuan serabut otot segmen bawah uterus
untuk berkontraksi menghentikan perdarahan itu, tidak seperti serabut otot uterus
yang menghentikan perdarahan pada kala III dengan plasenta yang letaknya normal.
Makin rendah letak plasenta, makin dini perdarahan terjadi. Oleh karena itu,
perdarahan pada plasenta previa totalis akan terjadi lebih dini daripada plasenta letak
rendah, yang mungkin baru berdarah setelah persalinan dimulai.1,2,4
5
2.6 Gambaran Klinis
Gambaran klinis yang tampak pada plasenta previa adalah:1,2,4
1. Kehamilan 28 minggu atau lebih dengan perdarahan pervaginam yang sifatnya
tidak nyeri dan darah berwarna merah segar.
Pendarahan tanpa alasan dan tanpa rasa nyeri merupakan gejala utama dan
pertama dari plasenta previa. Perdarahan dapat terjadi selagi penderita tidur
atau bekerja biasa. Perdarahan pertama biasanya tidak banyak, sehingga tidak
akan berakibat fatal dan sering berhenti sendiri. Akan tetapi, perdarahan
berikutnya hampir selalu lebih banyak daripada sebelumnya, dan lebih
berbahaya apalagi kalau sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan dalam.
2. Bagian terendah janin masih tinggi atau tidak masuk pintu atas panggul.
Turunnya bagian terbawah janin ke pintu atas panggul akan terhalang karena
adanya plasenta di bagian bawah uterus. Apabila janin dalam presentasi
kepala, kepalanya akan didapatkan belum masuk ke pintu atas panggul yang
mungkin karena plasenta previa sentralis, mengolak ke samping karena
plasenta previa parsialis, menonjol ke atas simfisis karena plasenta previa
posterior, atau bagian terbawah janin sukar ditentukan karena plasenta previa
anterior.
3. Sering disertai dengan kelainan letak janin.
Tidak jarang terjadi kelainan letak seperti letak lintang atau letak sungsang.
4. Apabila janin telah lahir, plasenta tidak selalu mudah dilahirkan karena sering
mengadakan pendekatan yang erat dengan dinding uterus.
5. Sering terjadi perdarahan postpartum apabila plasenta telah lahir.
Ini terjadi karena kurangnya kemampuan serabut-serabut otot segmen bawah
uterus untuk berkontraksi menghentikan perdarahan dari bekas insersio
plasenta atau karena perlukaan serviks dan segmen bawah uterus yang rapuh
dan mengandung banyak pembuluh darah besar yang dapat terjadi bila
persalinan berlangsung pervaginam.
2.7 Diagnosis
Pada setiap perdarahan antepartum, pertama kali harus dicurigai bahwa penyebabnya
ialah plasenta previa sampai kemudian ternyata dugaan itu salah.1,2,4,5
6
1. Anamnesis
Perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 28 minggu berlangsung tanpa
rasa nyeri, berwarna merah segar, tanpa alasan, terutama pada multigravida.
Banyaknya perdarahan tidak dapat dinilai dari anamnesis, melainkan dari
pemeriksaan hematokrit.
2. Pemeriksaan luar
Bagian terbawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul. Apabila
presentasi kepala, biasanya kepalanya masih terapung diatas pintu atas
panggul atau mengolak ke samping, dan sukar didorong ke dalam pintu atas
panggul. Sering disertai dengan kelainan letak janin, seperti letak lintang atau
letak sungsang
3. Pemeriksaan inspekulo
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari
osteum uteri eksternum atau dari kelainan serviks atau vagina, seperti erosio
porsionis uteri, karsinoma porsionis uteri, polipus servisis uteri, varises vulva
dan trauma. Apabila perdarahan berasal dari osteum uteri eksternum, adanya
plasenta previa harus dicurigai. Dilakukan pemeriksaan ini jika perdarahan
telah berhenti.
4. Penentuan letak plasenta tidak langsung
Ultrasonografi (USG). Penentuan letak plasenta dengan cara ini ternyata
sangat tepat karena mudah dilakukan, tidak menimbulkan bahaya radiasi pada
ibu dan janinnya, tidak menimbulkan rasa nyeri dan memiliki keakuratan yang
tinggi untuk men-diagnosis plasenta previa, dimana dengan USG
transabdominal keakuratannya sebesar 95 % sedangkan dengan USG
transvaginal mencapai 100 %. Selain itu USG juga dapat mengidentifikasi
adanya anomali kongenital, malpresentasi dan pertumbuhan janin terhambat.
5. Penentuan letak plasenta secara langsung.
Untuk menegakkan diagnosis yang tepat tentang adanya dan jenis plasenta
previa adalah secara langsung meraba plasenta melalui kanalis servikalis.
Akan tetapi pemeriksaan ini sangat berbahaya karena dapat menimbulkan
perdarahan banyak. Oleh karena itu pemeriksaan melalui kanalis servikalis
hanya dilakukan apabila penanganan pasif ditinggalkan, dan ditempuh
penanganan aktif. Pemeriksaannya harus dilakukan dalam keadaan siap
operasi. Pemeriksaan dalam di meja operasi dilakukan sebagai berikut:1,5
7
Perabaan fornises. Pemeriksaan ini hanya bermakna apabila janin dalam
presentasi kepala. Sambil mendorong sedikit kepala janin ke arah pintu atas
panggul, perlahan-lahan seluruh fornises diraba dengan jari. Perabaannya
terasa lunak apabila antara jari dan kepala janin terdapat plasenta, dan akan
terasa padat (keras) apabila antara jari dan kepala tidak terdapat plasenta.
Bekuan darah dapat dikelirukan dengan plasenta. Plasenta yang tipis mungkin
tidak terasa lunak. Pemeriksaan ini harus selalu mendahului pemeriksaan
melalui kanalis servikalis, untuk mendapat kesan pertama ada tidaknya
plasenta previa.
Pemeriksaan melalui kanalis servikalis. Apabila kanalis servikalis telah
terbuka, perlahan-lahan jari telunjuk dimasukkan ke dalam kanalis servikalis,
dengan tujuan kalau-kalau meraba kotiledon plasenta. Apabila kotiledon
plasenta teraba, segera jari telunjuk dikeluarkan dari kanalis servikalis. Jangan
sekali-kali berusaha menyusuri pinggir plasenta seterusnya karena mungkin
plasenta akan terlepas dari insersionya yang dapat menimbulkan perdarahan
yang banyak.
2.8 Penatalaksanaan
2.8.1 Prinsip dasar penatalaksanaan
Setiap ibu dengan perdarahan antepartum harus segera dikirim ke rumah sakit
yang memiliki fasilitas untuk melakukan transfusi darah dan operasi. Apabila dari
penilaian ternyata perdarahan yang telah berlangsung atau yang akan berlangsung
tidak akan membahayakan ibu dan/atau janinnya (yang masih hidup), dan
kehamilannya belum cukup 36 minggu, atau taksiran berat janin belum sampai 2500
gram, dan pasien belum inpartu, dapat dibenarkan untuk menunda persalinan sampai
janin dapat hidup di luar kandungan lebih baik lagi. Penanganan pasif ini, pada kasus-
kasus tertentu sangat bermanfaat untuk mengurangi angka kematian neonatus yang
tinggi akibat prematuritas, asal jangan dilakukan pemeriksaan dalam.1,4,5
Penanganan pasif ini bertujuan untuk memberikan kesempatan janin untuk dapat
hidup dan berkembang lebih lama di dalam uterus sehingga akan meningkatkan luaran
bayi kemungkinan bayi untuk hidup di luar kandungan lebih besar lagi.1,5 Penanganan
pasif ini harus dilakukan secara konsekuen dimana menuntut fasilitas rumah sakit dan
perhatian dokter yang luar biasa. Penderita harus dirawat di rumah sakit sejak
perdarahan pertama sampai pemeriksaan menunjukkan tidak adanya plasenta previa
8
atau sampai bersalin. Transfusi darah atau operasi harus dapat dilakukan setiap saat
apabila diperlukan. Anemia harus segera diatasi mengingat kemungkinan perdarahan
berikutnya. Menilai banyaknya perdarahan harus lebih didasarkan pada pemeriksaan
hemoglobin dan hematokrit secara berkala, daripada memperkirakan banyaknya darah
yang hilang pervaginam. Ada atau tidaknya plasenta previa diperiksa dengan
penentuan letak plasenta secara tidak langsung. Penderita dianjurkan untuk
melakukan tirah baring atau bedrest, diberikan antibiotika, dan tokolitik bila ada his.
Bila umur kehamilan kurang dari 34 minggu diberikan kortikosteroid untuk
mempercepat pematangan paru-paru janin. Jika ibu memiliki tipe darah Rh negatif,
diberikan injeksi Rh immune globulin atau RhoGam.1,4,5
Bila selama 3 hari tidak ada perdarahan, pada pasien dilakukan mobilisasi
bertahap. Setelah pasien berjalan tetap tidak ada perdarahan, pasien boleh pulang
dengan diinformasikan agar mengurangi aktifitas fisik dan menghindari setiap
manipulasi intravaginal.4
Untuk cara penanganan pasif berdasarkan protap di Rumah Sakit Sanglah adalah
sebagai berikut :5
a. Observasi di kamar bersalin IRD selama 24 jam.
b. Keadaan umum ibu diperbaiki, berikan transfusi sampai Hb lebih dari 10 gr%.
c. Berikan kortikosteroid untuk maturitas paru janin (menjaga kemungkinan
penanganan pasif gagal), dengan dexametason 5 mg, 4 kali tiap 6 jam.
d. Bila perdarahan berhenti, penderita dipindahkan ke ruangan setelah
sebelumnya dilakukan USG di IRD.
e. Observasi Hb setiap hari, tensi, nadi, denyut jantung janin, perdarahan setiap 6
jam.
f. Penanganan pasif gagal jika terjadi perdarahan berulang (penanganan aktif).
g. Penderita dipulangkan bila tidak terjadi perdarahan ulang setelah dilakukan
mobilisasi.
h. Waktu pasien pulang, diberi nasehat agar istirahat, tidak melakukan
koitus/manipulasi vagina, bila perdarahan lagi segera datang ke rumah sakit,
dan periksa ulang (ANC) 1 minggu lagi.
Dilakukan penanganan aktif segera dan penanganan pasif harus ditinggalkan, jika
terdapat salah satu dari keadaan dibawah ini:4,5
- Penurunan kondisi ibu
9
- Perdarahan aktif
- Umur kehamilan > 36 minggu
- Taksiran berat janin > 2500 gram
- Gawat janin pada janin yang viable
- Kontraksi uterus yang tidak berespon pada pengobatan
Dalam hal ini pemeriksaan dalam dapat dilakukan di meja operasi dalam keadaan siap
operasi.
2.8.2 Memilih cara persalinan
Pada umumnya memilih cara persalinan yang terbaik tergantung dari derajat
plasenta previa, paritas dan banyaknya perdarahan. Beberapa hal lain yang harus
diperhatikan pula ialah apakah terhadap penderita pernah dilakukan pemeriksaan
dalam, atau penderita pernah mengalami infeksi seperti seringkali terjadi pada kasus-
kasus kebidanan yang terbengkalai.1
Plasenta previa totalis merupakan indikasi mutlak untuk seksio sesarea, tanpa
menghiraukan faktor-faktor lainnya. Plasenta previa parsialis pada primigravida
sangat cenderung untuk seksio sesarea. Perdarahan banyak, apalagi berulang,
merupakan indikasi mutlak umtuk seksio sesarea karena perdarahan itu biasanya
disebabkan oleh plasenta previa yang lebih tinggi derajatnya daripada apa yang
ditemukan pada pemeriksaan dalam, atau vaskularisasi yang hebat pada serviks dan
segmen bawah uterus.1,4
Multigravida dengan plasenta letak rendah, plasenta previa marginalis, atau
plasenta previa parsialis pada pembukaan lebih dari 5 cm dapat ditanggulangi dengan
pemecahan selaput ketuban. Akan tetapi, apabila ternyata pemecahan selaput ketuban
tidak mengurangi perdarahan yang timbul kemudian, atau setelah 12 jam tidak terjadi
persalinan, atau terjadi gawat janin, maka seksio sesarea harus dilakukan. Dalam
memilih cara persalinan per vaginam hendaknya dihindarkan cara persalinan yang
lama dan sulit karena akan sangat membahayakan ibu dan janinnya.1,4
Pada kasus yang terbengkalai, dengan anemia berat dengan perdarahan atau
infeksi intrauterin, baik seksio sesarea maupun persalinan per vaginam sama-sama
tidak mengamankan ibu maupun janinnya. Akan tetapi, dengan bantuan transfusi
darah dan antibiotika secukupnya, seksio sesarea masih lebih aman daripada
persalinan per vaginam untuk semua kasus plasenta previa totalis dan kebanyakan
kasus plasenta previa parsialis. Seksio sesarea pada multigravida yang telah memiliki
10
anak hidup cukup banyak dapat dipertimbangkan untuk dilanjutkan dengan
histerektomia untuk menghindarkan terjadinya perdarahan postpartum yang sangat
mungkin akan terjadi, atau sekurang-kurangnya dipertimbangkan untuk dilanjutkan
dengan sterilisasi untuk menghindarkan kehamilan yang berikutnya.1,4
Terdapat 2 pilihan cara persalinan, yaitu persalinan per vaginam dan persalinan
per abdominal (seksio sesarea). Persalinan per vaginam bertujuan agar bagian
terbawah janin menekan plasenta dan bagian plasenta yang berdarah selama
persalinan berlangsung, sehingga perdarahan berhenti. Seksio sesarea bertujuan untuk
secepatnya mengangkat sumber perdarahan, dengan demikian memberikan
kesempatan kepada uterus untuk menghentikan perdarahannya dan untuk
menghindarkan perlukaan pada serviks dan segmen bawah uterus yang rapuh apabila
dilangsungkan persalinan per vaginam.5
a. Persalinan per vaginam
Pemecahan selaput ketuban merupakan cara yang terpilih untuk melangsungkan
persalinan per vaginam, karena bagian terbawah janin akan menekan plasenta dan
bagian plasenta yang berdarah, dan bagian plasenta yang berdarah itu dapat bebas
mengikuti regangan segmen bawah uterus, sehingga pelepasan plasenta dari segmen
bawah uterus lebih lanjut dapat dihindarkan. Apabila his tidak adekuat dapat diberikan
oksitosin drip. Namun bila perdarahan tetap ada maka dilakukan seksio sesaria.1,4
b. Seksio sesarea.
Di rumah sakit yang serba lengkap, seksio sesarea akan merupakan persalinan
yang terpilih. Persalinan seksio sesaria diindikasikan untuk plasenta previa totalis baik
janin mati atau hidup, plasenta previa lateralis dimana pembukaannya kurang dari 4
cm atau serviks belum matang, plasenta previa dengan perdarahan yang banyak dan
plasenta previa dengan gawat janin. Gawat janin atau kematian janin tidak boleh
menjadi halangan untuk melakukan seksio sesarea, demi keselamatan ibu. Akan
tetapi, gawat ibu mungkin terpaksa menunda seksio sesarea sampai keadaannya dapat
diperbaiki, apabila fasilitas memungkinkan. Apabila fasilitasnya tidak memungkinkan
untuk memperbaiki keadaan ibu, jangan ragu-ragu untuk melakukan tindakan seksio
sesarea jika itu satu-satunya tindakan yang terbaik, seperti pada plasenta previa totalis
dengan perdarahan yang banyak.1,4,5
Dalam keadaan gawat, laparotomi dengan sayatan kulit median jauh lebih cepat
dapat dilakukan daripada dengan sayatan Pfannensteil yang lebih kosmetik. Sayatan
11
pada dinding uterus sedapat mungkin menghindarkan sayatan pada plasenta, agar
perdarahan dari pihak ibu dan janin tidak lebih banyak lagi. Perdarahan dari pihak
janin akan sangat membahayakan kehidupannya, apabila tidak segera ditemukan tali
pusatnya untuk kemudian dijepit.4
Dapat dilakukan seksio sesarea korporalis, walaupun diakui seksio sesarea
transperitoneal profunda merupakan jenis operasi yang terbaik untuk melahirkan janin
per abdominam, apabila ternyata plasenta pada dinding depan uterus yaitu untuk
menghindarkan sayatan pada plasenta dan menghindarkan sayatan pada segmen
bawah uterus yang biasanya rapuh dan penuh dengan pembuluh darah besar-besar,
sehingga dapat menghindarkan perdarahan postpartum.4
2.9. Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi pada ibu dan janinnya. Komplikasi pada ibu dapat berupa
perdarahan post partum dan syok karena kurang kuatnya kontraksi segmen bawah
rahim, komplikasi tindakan seksio sesarea seperti trauma uterus atau serviks, infeksi
saluran kencing, pneumonia post operatif dan meskipun jarang dapat terjadi
embolisasi cairan amnion. Dapat pula terjadi kematian ibu yang disebabkan karena
perdarahan post partum atau karena terjadi DIC (Disseminated Intravascular
Coagulopathy).4,5
Terhadap janin, plasenta previa meningkatkan insiden kelainan kongenital dan
pertumbuhan janin terganggu sehingga bayi yang dilahirkan memiliki berat yang
kurang dibandingkan dengan bayi yang lahir dari ibu yang tidak menderita plasenta
previa. Risiko kematian neonatal juga meningkat pada bayi dengan plasenta previa
dengan angka kematian ±5%.4,5
2.10 Prognosis
Hingga kini masih didapatkan sebanyak 50 % wanita dengan plasenta previa
melahirkan bayi prematur, yang merupakan penyebab utama dari kematian perinatal.1
Prognosis ibu dan anak pada plasenta previa dewasa ini lebih baik jika dibandingkan
dengan sebelumnya. Hal ini berkat diagnosis yang lebih dini dan tidak invasif dengan
USG, disamping ketersediaan transfusi darah dan infus cairan telah ada di hampir
semua rumah sakit kabupaten. Rawat inap yang lebih radikal ikut berperan terutama
bagi kasus yang pernah melahirkan dengan SC atau bertempat tinggal jauh dari
12
fasilitas kesehatan. Penurunan jumlah ibu hamil dengan paritas tinggi dan usia tinggi
berkat sosialisasi program KB menambah penurunan insiden plasenta previa. Dengan
demikian, banyak komplikasi maternal dapat dihindari. Namun, nasib janin masih
belum terlepas dari komplikasi kelahiran prematur baik yang lahir spontan maupun
karena intervensi SC. Karenanya, kelahiran prematur belum sepenuhnya dapat
dihindari sekalipun tindakan konservatif diberlakukan. Pada satu penelitian yang
melibatkan 93.000 persalinan oleh Clane dkk (1999) dilaporkan angka kelahiran
prematur 47%.1
13
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1 Data Awal Kasus
A. Identitas Penderita
Nama : SUA
Tempat lahir : Gianyar
Umur : 28 tahun
Kelamin : Perempuan
Agama : Hindu
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Br. Gunaksa, Gianyar
Bangsa : Indonesia
Status perkawinan : Sudah menikah
Nama suami : I Wayan Widiada
Alamat : Br. Gunaksa, Gianyar
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Tanggal MRS : 16/06/2012
B. Anamnesis
Keluhan Utama
Os datang ke RSU Bangli pada tanggal 16 Juni 2012 pukul 08.45 WITA dengan
keluhan perdarahan pervaginam sejak pukul 05.00 WITA (16/06/2012) berwarna
merah segar. Gumpalan (+), sakit perut hilang timbul (+) sejak pukul 08.00
(16/06/2012), keluar air (-), gerak anak masih dirasakan baik. Ini adalah
perdarahan yang terjadi ketiga kalinyapada kehamilan ini. Sebelumnya os pernah
mengeluh keluar darah pervaginam 1 bulan yang lalu saat umur kehamilan 8 bulan
dan sempat dirawat selama 4 hari. Riwayat keluar darah sebelumnya yaitu saat
umur kehamilan 7 bulan, tetapi tidak dirawat di rumah sakit.
Riwayat Menstruasi
14
Menarche umur 14 tahun, siklus haid teratur setiap 28 hari, lamanya 4-5 hari,
nyeri haid (-).
Hari pertama haid terakhir 20/09/2011. TP 27/06/2012
Riwayat Pernikahan dan Persalinan
Menikah satu kali dengan suami sekarang sudah 1 tahun.
Umur saat menikah: 27 tahun.
Kehamilan:
I. Abortus (UK 2 bulan), tahun 2011, kuretase (+)
II. ini
ANC : Poliklinik RSU Bangli (Sp.OG), USG setiap kontrol, pada USG tanggal 9
Mei 2012, diketahui adanya plasenta letak rendah. Imunisasi TT (+) 2x, SF (+)
Riwayat Kontrasepsi
Penggunaan KB (-)
Riwayat Penyakit Dahulu
Penderita menyangkal memiliki riwayat penyakit asma, jantung, diabetes mellitus,
dan tekanan darah tinggi.
Riwayat penyakit dalam keluarga
Penderita menyangkal adanya riwayat sakit tertentu dalam keluarga.
C. Pemeriksaan Fisik
1. Status present
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis, E4V5M6
Tekanan Darah : 120/90 mmHg
Nadi : 80x/menit
Respirasi : 20x/menit
Suhu tubuh : 36,9 °C
Tinggi badan : 160 cm
Berat badan : 80 kg
15
2. Status General
Mata : anemia -/-, ikterus -/-
THT : kesan tenang
Thorax:
Cor : S1 S2 tunggal regular, murmur (-)
Pulmo : suara nafas vesikuler +/+, rhonki-/-, wheezing-/-
Mamae : bentuk simetris, puting susu menonjol, sekret (-), kebersihan
cukup, hiperpigmentasi areola mammae, mammae tampak tegang
Abdomen : massa (-), nyeri tekan (-), bising usus (+) normal, distensi (-),
hepar tidak teraba, lien tidak teraba
Ekstremitas : akral hangat ++/++, edema --/--
3. Status obstetri
Pemeriksaan luar
Inspeksi
Mammae: Tampak hiperpigmentasi pada areola mamae
Abdomen: Tampak perut membesar dengan striae gravidarum (livide dan
striae albicantus), tidak tampak bekas luka SC
Vulva vagina: Tampak darah segar pada vulva vagina
Palpasi
Pemeriksaan Leopold
I. Tinggi fundus uteri 3 jari bpx (30 cm)
Teraba bagian bulat dan lunak (kesan bokong)
II. Teraba tahanan keras di kiri (kesan punggung) dan bagian kecil di
kanan
III. Teraba bagian bulat, keras (kesan kepala)
IV. Bagian bawah belum masuk pintu atas panggul (5/5)
His (+) 2x/10 menit~20-25”
Auskultasi
DJJ (+), punctum maksimum pada abdomen bawah bagian kiri, frekuensi
132x/menit
Pemeriksaan dalam
VT : tidak dilakukan (oleh karena plasenta previa)
16
D. Pemeriksaan Laboratorium (16/06/2012) :
HGB : 12,6 g/dL
WBC : 11,0 x 103 /uL
HCT : 35,6 %
PLT : 129 x 106 /uL
BT : 2’00”
CT : 8’00”
E. Pemeriksaan USG (9/5/2012) :
Janin tunggal hidup presentasi kepala kelamin laki-laki
DJJ (+) Gerakan janin (+)
Plasenta corpus posterior sampai dengan SBR grade II
BPD : 7,88
FL : 6,26
AC : 29,10
Umur Kehamilan : 32-33 minggu
EFW : 2300 gram
F. Diagnosis Kerja
G2P0010 38 – 39 mg T/H + APB (plasenta previa), PBB : 2790 gram
G. Rencana Kerja
Rencana Diagnosis : DL, BT, CT
Terapi : SC
Monitor : Observasi keluhan, vital sign, DJJ, His
KIE : Pasien dan keluarga tentang kondisi pasien termasuk diagnosis dan rencana
terapi yang akan dilakukan.
3.2 Perjalanan Penyakit
Tgl. S O A P
16/06/201213.55
Telah dilakukan SCTPLahir bayi ♂ BB 3300 gr AS 7-8, Anus
(+), kelainan (-)
P1011 Post SC hari 0
Instruksi post op:Obs. tanda vital @ 15 menitDrip oksitosin 10 IU
17
~ 28 tpmTx:Cefotaxime 1 grAlinamin F inj/12 jamTramadolRanitidine inj/8 jamAsam Tranexamat inj/8 jamCek Hb dan hitung volume urin 24 jam
17/06/2012
Nyeri luka operasi (+)↓, BAK (+) dalam kateter, BAB (+), flatus (-), ASI (-), mobilisasi (+)
KU : baikSt. present : T: 110/60 mmHg N : 76 x/mnt R : 20 x/mnt Tax: 37oCSt. general : dbnSt. Obst :Abd : TFU 2 jari bpst
Kontraksi uterus (+) baikLuka operasi (+) terawatVag : Lochia (+)Perdarahan aktif (-)DL:WBC: 17,3RBC: 3,99Hb: 12,1HCT: 33,7PLT: 150
P1011 Post SC hari 1
Tx lanjut
18/06/2012
Nyeri luka operasi (+)↓, BAK (+) dalam kateter, BAB (+), flatus (+), ASI (-), mobilisasi (+)
KU : baikSt. present : T: 130/80 mmHg N : 92 x/mnt R : 18 x/mnt Tax: 36,6oCSt. general : dbnSt. Obst :Abd : TFU 2 jari bpst
Kontraksi uterus (+) baikLuka operasi (+)
P1011 Post SC hari 2
Tx:Aff infusAff DCCefixime 3x100mgAsam mefenamat 3x500mgMetilergometrin 3x1tabBecom-C 2x1tabMobilisasi bertahap
18
terawatVag : Lochia (+)Perdarahan aktif (-)
19
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 Diagnosis
Pada kasus ini, diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Hal pertama dan utama yang mendukung diagnosa plasenta
previa adalah dari anamnesa didapatkan adanya keluhan perdarahan pervaginam yang
berwarna merah segar. Keluhan sakit perut ada karena pasien sudah inpartu.
Kehamilan ini merupakan kehamilan yang kedua sejak menikah dengan suaminya
selama 1 tahun. Os mengatakan hari pertama haid terakhirnya adalah tanggal 20
September 2011. Dari keterangan tersebut dapat diperkirakan umur kehamilan os
sekitar 38-39 minggu. Umur kehamilan ini sesuai dengan umur kehamilan dimana
gejala klinis plasenta previa mulai timbul yaitu pada trimester ketiga. Pada pasien ini
didapatkan faktor resiko untuk terjadinya plasenta yaitu riwayat aborsi.
Dari pemeriksaan fisik dan penunjang didapatkan gejala dan tanda yang sesuai
dengan gejala dan tanda plasenta previa yaitu besar fundus uteri yang sesuai dengan
kehamilan 38-39 mg (trimester ketiga), DJJ (+), adanya bekas darah di vagina, hasil
laboratorium dengan Hb 11,7 yang menunjukkan adanya anemia ringan dan hasil
USG yang menunjukkan letak plasenta di korpus posterior sampai SBR sehingga
didapatkan diagnosis G2P0010 38–39 mg T/H + APB (plasenta letak rendah) dengan
PBB : 2790 gram.
4.2 Faktor Risiko
Faktor risiko terjadinya plasenta previa pada kasus ini adalah adanya riwayat abortus
dengan kuretase pada kehamilan pertama 1 tahun yang lalu. Hal ini sesuai dengan
teori yaitu dari beberapa faktor risiko yang dikemukakan, riwayat perlukaan pada
dinding rahim meningkatkan kemungkinan terjadinya plasenta previa.
4.3 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada kasus ini adalah dengan terminasi kehamilan per abdominam
(SC). Indikasi dilakukan SC pada kasus ini adalah karena telah terjadinya perdarahan
yang merembes dan diagnosis plasenta previa sudah ditegakkan dengan USG.
20
Menurut teori, SC dilakukan apabila terjadi perdarahan pervaginam yang banyak dan
adanya gawat janin, serta diagnosis plasenta previa sudah ditegakkan. Sumber lain
mengatakan bahwa pada prakteknya hampir seluruh ibu hamil dengan plasenta previa
ditangani dengan SC.2,4
21
BAB 5
RINGKASAN
Telah dilaporkan suatu kasus dengan identitas wanita 28 tahun dengan perdarahan
antepartum oleh karena plasenta previa pada umur kehamilan 38-39 minggu.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Prinsip utama penatalaksanaan dengan terminasi kehamilan dengan
mempertimbangkan keadaan umum ibu dan janin. Pada kasus ini dilakukan terminasi
kehamilan perabdominam yaitu dengan Sectio Cesarea (SC).
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Saifuddin, Abdul Bari., dkk(eds). Ilmu Kebidanan. Edisi keempat, cetakan
kedua. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2011.
2. Joy, S. Placenta Previa. 2012. Available at: www.emedicine.com/
tictac/topic3271.htm Accessed June 17, 2012.
3. WHO. 2009. World Health Statistic 2009. Available at:
www.who.int/entity/whosis/whostat/EN_WHS9_Full.pdf Accessed June 17,
2012.
4. Leveno, K.J., et al. Williams Manual of Obstetries. 21st ed. USA. McGraw-Hill. 2003.
5. Bagian/SMF Kebidanan dan Ilmu Penyakit Kandungan FK Unud/RS Sanglah.
Prosedur Tetap Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi FK Unud/RS Sanglah
Denpasar. 2004. Hal 28-31.
23