Upload
others
View
13
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
POLA ASUH IBU TIRI TERHADAP PERKEMBANGAN EMOSIONAL
ANAK (STUDY KASUS DI DUSUN BATU RASAK DESA SELANTE
KECAMATAN PLAMPANG KABUPATEN SUMBAWA)
oleh
Yuliati
Nim. 15.3.13.4.016
JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
MATARAM
2017
POLA ASUH IBU TIRI TERHADAP PERKEMBANGAN EMOSIONAL
ANAK (STUDY KASUS DI DUSUN BATU RASAK DESA SELANTE
KECAMATAN PLAMPANG KABUPATEN SUMBAWA)
Skripsi
diajukan kepada Universitas Islam Negeri Mataram
untuk melengkapi persyaratan mencapai gelar
Sarjana Sosial
oleh
Yuliati
Nim. 15.3.13.4.016
JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MATARAM
2017
i
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi oleh: Yuliati, NIM. 15.3.13.4.016 dengan judul, “Pola Asuh Ibu Tiri
Terhadap Perkembangan Emosional Anak (Study Kasus Di Dusun Batu Rasak
Desa Selante Kecamatan Plampang Kabupaten Sumbawa)” telah memenuhi
syarat dan disetujui dan untuk diuji.
Disetujui pada tanggal, 16 Juni 2017.
Pembimbing I, Pembimbing II,
Dr. H. Subhan Abdullah Acim, Lc., MA Muhtar Tayib, M. Si NIP. 197710710 200112 1 002
ii
NOTA DINAS PEMBIMBING
Mataram, 16 Juni 2017
Hal : Ujian Skripsi
Yang Terhormat
Rektor UIN Mataram
di Mataram
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Disampaikan dengan hormat, setelah melakukan bimbingan, arahan, dan
koreksi maka kami berpendapat bahwa sikripsi saudara:
Nama Mahasiswa : Yuliati
NIM : 15.3.13.4.016
Jurusan/Prodi : Bimbingan dan Konseling Islam
Judul : Pola Asuh Ibu Tiri Terhadap Perkembangan
Emosional Anak (Study Kasus Di Dusun Batu
Rasak Desa Selante Kecamatan Plampang
Kabupaten Sumbawa)
telah memenuhi syarat untuk diajukan dalam sidang munaqasyah skripsi
Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Mataram. Oleh karena itu, kami
berharap agar skripsi ini dapat segera dimunaqasyahkan.
Wassalammu’alaikum, Wr. Wb.
Pembimbing I, Pembimbing II,
Dr. H. Subhan Abdullah Acim, Lc., MA Muhtar Tayib, M. Si NIP. 197710710 200112 1 002 NIP.
iii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Yuliati
NIM : 15.3.13.4.016
Jurusan : Bimbingan Konseling Islam
Fakultas : Dakwah dan Ilmu Komunikasi
menyatakan bahwa skripsi dengan judul: Pola Asuh Ibu Tiri Terhadap
Perkembangan Emosional Anak (Studi Kasus Di Dusun Batu Rasak Desa
Selante Kecamatan Plampang Kabupaten Sumbawa) ini secara
keseluruhan adalah hasil penelitian/karya saya sendiri, kecuali pada
bagian-bagian yang dirujuk sumbernya. Jika saya terbukti melakukan
plagiat tulisan/karya orang lain, siap menerima sanksi yang telah
ditentukan oleh lembaga.
Mataram, 16 Juni 2017
Saya yang menyatakan,
Yuliati
iv
v
MOTTO
“Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-
malaikat yang kasar, dank eras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa
yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan”.1
1 Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an Keluarga Edisi Hasanah, (Jakarta: Fitrah Rabbani, 2009) hlm. 560.
vi
PERSEMBAHAN
Kepada siapa karya yang sangat sederhana ini kupersembahkan ? Tentu pertama kali
kepada Allahku ya-Rabb al-alamin sebagai kekasih abadiku yang selalu mencurahkan
rahmat-Nya.
Dengan penuh rasa syukur dan penuh cinta, teruntuk orang-orang yang selalu hadir
dan berharap keindahan-Nya khususnya buat:
Orang tuaku tercinta, Bapak Rahmat dan Ibu Fatmawati yang tak pernah
jemu mendukung serta mendo’akanku dengan penuh kasih sayang, lautan
kasihnya menghantarkanku ke gerbang kesuksesan, tiada kasih seindah
kasihnya, tiada cinta semurni cintanya, dalam derap langkahku ada tetesan
keringatnya, dalam cintaku ada doa tulusnya, semoga Allah membalas budi
dan jasanya…
Adik-adikku tersayang Jahmat dan Raditya yang selalu menghibur dan
memberikan dorongan dikala suka maupun duka.
Keluarga besarku terima kasih atas segala do’a dan motivasi yang telah
diberikan selama ini.
Untuk orang yang selalu dekat di hatiku selama ini yang terus memberi
semangat. Motivasi dan do’a dalam menyelesaikan skripsi ini.
Almamater kebanggaanku UIN Mataram
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah, Tuhan semesta alam
yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan pertolongan-Nya kepada
kita semua, terutama nikmat Iman dan nikmat Islam yang patut kita
syukuri, serta nikmat kesehatan dan kesempatan sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Sholawat serta salam semoga selalu
tercurahkan kepada junjungan alam Nabi besar kita Muhammad SAW,
yang telah membawa kita selaku umatnya dari zaman kegelapan kepada
zaman yang terang benderang berkat cahaya keimanan kaum muslimin.
Penulis menyadari bahwa proses penyelesaian skripsi ini tidak
akan sukses tnpa bantuan dan keterlibatan berbagai pihak. Oleh karena itu,
penulis memberikan penghargaan setinggi-tingginya dan ucapan terima
kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu, yaitu mereka antara lain
adalah:
1. Dr. H. Subhan Abdullah Acim, Lc. M.A. sebagai Pembimbing I dan
Muhtar Tayib, M. Si. sebagai Pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan, motivasi, dan koreksi mendetail terus-menerus, dan tanpa
bosan di tengah kesibukkannya dalam suasana keakraban menjadikan
skripsi ini lebih matang dan cepat terselesaikan.
2. Dr. Abdul Wahid, M.Pd. M.Ag. sebagai Penguji I dan Murdianto,
M.Si. sebagai Penguji II yang telah menberikan saran konstruktif bagi
penyempurnaan skripsi ini.
viii
3. Rendra Khaldun, M.Ag. selaku Ketua Jurusan Bimbingan dan
Konseling Islam;
4. Dr. H. Masruri, Lc. M.A selaku Sekretaris Jurusan Bimbingan dan
Konseling Islam;
5. Dr. Hj. Faizah, M.A. selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi;
6. Dr. H. Mutawali, M.Ag. selaku Rektor UIN Mataram yang telah
memberikan tempat bagi penulis untuk dapat menuntut ilmu dan
memberikan bimbingan dan peringatan untuk tidak berlama-lama di
kampus tanpa pernah selesai.
7. Semua dosen-dosen Jurusan Bimbingan dan Konseling Islam, semoga
ilmu-ilmu yang diamalkannya merupakan ilmu yang akan bermanfaat
baik di dunia maupun akhirat.
8. Bapak Rahmat dan Ibu Fatmawati selaku orang tua tercinta, dan adik-
adikku tersayang Jahmat dan Raditya, yang terus mendoakanku
disetiap kakiku melangkah, selalu memberikan semangat, motivasi,
serta dukungan baik berupa moril maupun materil dan spiritual.
9. Kepada Kepala Desa Selante Kecamatan Plampang Kabupaten
Sumbawa yang telah memberikan izin penulis untuk melakukan
penelitian.
10. Kepada semua keluarga tiri yang telah berpartisipasi dalam kegiatan
pelaksanaan penelitian skripsi ini.
ix
11. Untuk organisasiku tercinta KSR-PMI Unit UIN Mataram yang telah
memberikan pelajaran, pengalaman, serta pelajaran hidup yang tak
akan terlupakan dan tak akan pernah tergantikan.
12. Staf Akademik Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Mataram yang
membantu administrasi surat-menyurat penelitian skripsi ini.
13. Keluarga besar Jurusan Bimbingan dan Konseling Islam angkatan
2013 terkhusus kelas A terima kasih atas canda tawanya selama ini
sehingga membuatku selalu merindukan kalian.
Semoga amal kebaikan dari berbagai pihak tersebut mendapat pahala
yang berlipat-ganda dari Allah swt. dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi
penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Amin.
Mataram, 2017 Penulis,
Yuliati
x
DAFTAR ISI
SAMPUL DEPAN .......................................................................................... i
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................ iii
NOTA DINAS PEMBIMBING ..................................................................... iv
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ....................................................... v
PENGESAHAN .............................................................................................. vi
HALAMAN MOTTO .................................................................................... vii
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... viii
KATA PENGANTAR .................................................................................... ix
DAFTAR ISI ................................................................................................... xii
ABSTRAK ...................................................................................................... xvi
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xvii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Konteks Penelitian................................................................................ 1
B. Fokus Kajian ........................................................................................ 8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................ 8
xi
D. Ruang Lingkup dan Setting Penelitian .................................................... 9
E. Telaah Pustaka ........................................................................................ 10
F. Kerangka Teoritik ................................................................................... 15
G. Metode Penelitian .................................................................................... 35
H. Sistematika .............................................................................................. 42
BAB II : PAPARAN DATA DAN TEMUAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ....................................................... 44
1. Letak Geografis Dusun Batu Rasak .................................................. 44
2. Jumlah Penduduk Dusun Batu Rasak ............................................... 45
3. Struktur Organisasi............................................................................ 46
4. Profil Keluarga Tiri di Dusun Batu Rasak ....................................... 48
B. Bentuk-bentuk Perkembangan Emosional Anak di Dusun Batu Rasak
1. Anak Mudah Marah atau Tersinggung ............................................. 52
2. Anak Mudah Cemburu ...................................................................... 55
3. Anak Mulai Mampu Menetralisasikan Rasa Malu dan Bangga 56
4. Anak Mulai Mampu Mengontrol Emosi Negatif .............................. 59
5. Anak Mulai Mampu Mengerti tentang Norma-norma yang Berlaku di
Lingkungan Sekitar ........................................................................... 62
C. Bentuk-bentuk Pola Asuh Ibu Tiri terhadap Perkembangan Emosional
Anak ........................................................................................................ 63
1. Memberikaan Perhatian dan Kasih Sayang Kepada Anak ................ 64
2. Menafkahi dan Memenuhi Kebutuhan Materi Anak ........................ 67
xii
3. Memperhatikan Pergaulan Anak ....................................................... 70
4. Memberikan Pendidikan Agama Kepada Anak ................................ 73
5. Membina Moral Anak ....................................................................... 75
BAB III : PEMBAHASAN
A. Analisis Bentuk-bentuk Perkembangan Emosional Anak di Dusun Batu
Rasak ....................................................................................................... 78
1. Anak Mudah Marah atau Tersinggung ............................................. 79
2. Anak Mudah Cemburu ...................................................................... 81
3. Anak Mulai Mampu Menetralisasikan Rasa Malu dan Bangga ........83
4. Anak Mulai Mampu Mengontrol Emosi Negatif .............................. 84
5. Anak Mulai Mampu Mengerti tentang Norma-norma yang Berlaku di
Lingkungan Sekitar ........................................................................... 86
B. Analisis Bentuk-bentuk Pola Asuh Ibu Tiri Terhadap Perkembangan
Emosional Anak ...................................................................................... 88
1. Memberikaan Perhatian dan Kasih Sayang Kepada Anak ................ 89
2. Menafkahi dan Memenuhi Kebutuhan Materi Anak ........................91
3. Memperhatikan Pergaulan Anak ....................................................... 93
4. Memberikan Pendidikan Agama Kepada Anak ................................ 94
5. Membina Moral Anak ....................................................................... 95
xiii
BAB IV : PENUTUP
A. Kesimpulan.............................................................................................. 98
B. Saran ........................................................................................................ 99
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 : Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 2.2 : Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur
Tabel 2.3 : Profil Ibu Tiri di Dusun Batu Rasak
xv
Pola Asuh Ibu Tiri terhadap Perkembangan Emosional Anak (Study Kasus
Di Dusun Batu Rasak Desa Selante Kecamatan Plampang Kabupaten
Sumbawa)
Oleh :
Yuliati
NIM. 15.3.13.4.016
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Bentuk-bentuk Perkembangan Emosional Anak dan Pola Asuh Ibu Tiri terhadap Perkembangan Emosional Anak di Dusun Batu Rasak. Penelitian ini diharapkan dapat membantu ibu tiri dalam meningkatkan pola asuhnya terhadap perkembangan emosional anak.
Penelitian tentang pola asuh ibu tiri terhadap perkembangan emosional anak ini menggunakan metode penelitian kualitatif, dengan teknik wawancara, observasi dan dokumentasi. Temuan yang dihasilkan berupa hasil observasi, berbagai data dan hasil wawancara objek penelitian dan dokumentasi yang berkaitan dengan pola asuh ibu tiri di Dusun Batu Rasak Desa Selante Kecamatan Plampang Kabupaten Sumbawa.
Berdasarkan analisis data dan temuan yang dipaparkan sehingga bisa menjawab fokus penelitian, penelitian ini menyimpulkan bahwa bentuk-bentuk perkembangan emosional anak yang ada di Dusun Batu Rasak adalah, anak mudah marah atau tersinggung, anak mudah cemburu, anak mulai mampu mengontrol emosi negatif, anak mulai mampu mengerti tentang norma-norma yang berlaku di lingkungan sekitar. Dan bentuk-bentuk pola asuh ibu tiri terhadap perkembangan emosional anak adalah, memberikan perhatian dan kasih sayang, menafkahi dan memenuhi kebutuhan materi anak, memperhatikan pergaulan anak, memberikan pendidikan agama kepada anak, dan membina moral anak.
Kata kunci: Pola Asuh, Ibu Tiri, Perkembangan Emosional.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Konteks Penelitian
Keluarga merupakan unit sosial terkecil dalam mayarakat, yang
berdasarkan hubungan pernikahan dan hubungan darah. Keluarga
adalah tempat pertama bagi anak-anak, lingkungan pertama yang
memberi penampungan baginya, tempat anak akan memperoleh rasa
aman. Orientasi dan suasana keluarga timbul dari komitmen antara
suami isteri dan komitmen mereka bagi anak-anaknya. Keluarga inti
terdiri dari orang tua dan anak yang merupakan kelompok primer yang
terikat satu sama lain, karena hubungan keluarga ditandai oleh kasih
sayang, perasaan yang mendalam saling mendukung dan kebersamaan
dalam kegiatan pengusaha.2
Keluarga merupakan lembaga pertama dalam kehidupan anak,
untuk belajar dan berkembang agar sesuai dengan harapan dan cita-cita
orang tua. Keluarga adalah tempat pertama kali anak belajar mengenal
aturan yang berlaku di lingkungan keluarga dan masyarakat. Orang tua
bertugas sebagai pengasuh, pembimbing, pemelihara, dan sebagai
pendidik bagi anak-anaknya. Orang tua adalah pihak yang sering
bersinggungan dengan seorang anak dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian, mulai sejak lahir sampai dewasa, orang tua
2Karlinawati Silalahi & Eko A. Meinarno, Keluarga Indonesia, (Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2010), h. 3.
2
mempunyai tanggung jawab besar dalam segala hal menyangkut
perkembangan hidup anaknya.3
Keluarga merupakan kelompok primer yang paling penting di
dalam masyarakat, dan sebuah group yang terbentuk dari perhubungan
laki-laki dan wanita. Jadi keluarga dalam bentuk murni merupakan
satu kesatuan sosial yang terdiri dari suami, isteri dan anak-anak yang
belum dewasa.4 Keluarga merupakan tempat pendidikan pertama, dan
orang tua khususnya ibu merupakan pendidik pertama dan utama
untuk melihat perkembangan anak.
Keutuhan orang tua (ayah-ibu) dalam sebuah keluarga sangat
dibutuhkan dalam membantu anak untuk memiliki dan
mengembangkan dasar disiplin diri. Keluarga yang utuh memberikan
peluang besar bagi anak untuk membantu kepercayaan terhadap kedua
orang tuanya, kepercayaan dari orang tua dirasakan oleh anak akan
mengakibatkan arahan, bimbingan, dan bantuan orang tua yang
diberikan kepada anak akan menyatu dan memudahkan anak untuk
menangkap makna dari upaya yang dilakukan. Namun, ketika ayah dan
ibu dalam situasi perceraian, adanya kecenderungan sikap yang
berbeda pada ayah atau ibu, maka seorang ibu menjadi kurang
memperlihatkan kasih sayang kepada anak-anaknya.5
3Ibid., h. 72 4Abu Ahmadi, Psikologi Sosial, (Jakarta: Renika Cipta, 1999), h. 239 5M. Save Dagun, Psikologi Keluarga Peranan Ayah dalam Keluarga, (Jakarta:
PT. Renika Cipta, 2002), h. 118
3
Tidak hanya perceraian yang menjadi hal umum, tetapi menikah
kembalipun demikian. Orang tua membutuhkan waktu untuk menikah,
memiliki anak, bercerai, dan menikah kembali. Akibatnya, ada lebih
banyak anak-anak sekolah dasar dan sekolah lanjutan dibandingkan
anak-anak bayi prasekolah, yang hidup bersama keluarga tiri. Akhir-
akhir ini jumlah orang yang menikah kembali beserta anak-anaknya
terus bertambah. Demikian pula, jumlah perceraian di antara pasangan
yang menikah kembali mencapai 10 persen lebih besar dibandingkan
jumlah perceraian dipernikahan pertama.6 Sekitar setengah dari semua
anak-anak yang orang tuanya bercerai akan memiliki orang tua tiri
setelah empat tahun bercerai.
Orang tua yang menikah kembali menghadapi sejumlah tugas yang
unik. Pasangan harus mendefinisikan dan memperkuat pernikahan
mereka, di waktu yang sama mereka juga harus bernegosiasi kembali
mengenai relasi dengan orang tua kandung serta membina relasi antara
orang tua tiri-anak tiri dan antar saudara tiri. Meskipun demikian, kita
juga perlu mengetahui bahwa mayoritas dari anak-anak dari keluarga
tiri tidak memiliki masalah. Dalam sebuah analisis diketahui bahwa 25
persen anak-anak dari keluarga tiri memperlihatkan masalah
penyesuaian dibandingkan dengan 10 persen anak-anak dari keluarga
yang tidak pernah bercerai.7 Masa anak-anak secara khusus adalah
masa yang sulit dalam berhadapan dengan terbentuknya keluarga tiri.
6John W. Santrock, Perkembangan Anak, (Jakarta: Erlangga, 2007), h. 186
7Ibid., h. 187
4
Penyebabnya, menjadi anggota dari keluarga tiri memperburuk
kekhawatiran anak-anak normal mengenai identitas, seksualitas, dan
otonomi.8
Pengaruh rumah tangga yang pecah pada hubungan keluarga
bergantung pada banyak faktor, yang paling penting diantaranya ialah
penyebab perpecahan tersebut misalnya, perceraian, kematian, dan
adanya pihak ketiga. Bila kehancuran rumah tangga disebabkan oleh
kematian dan anak menyadari bahwa orang tua tidak akan pernah
kembali, mereka akan bersedih hati dan mengalihkan kasih sayang
mereka kepada orang tua yang masih ada, dengan harapan memperoleh
kembali rasa aman sebelumnya.9
Setiap anak itu unik, dalam arti pola dan saat pertumbuhan dan
perkembangan, baik kepribadiannya, gaya pembelajaran dan latar
belakang keluarga. Sejak awal kehidupan anak, secara terus menerus
mereka dihadapkan bahkan dituntut untuk selalu mampu
menyesuaikan diri atau bersosialisasi dengan lingkungannya.
Lingkungan di mana anak/individu hidup secara terus menerus
berubah. Keluarga adalah lingkungan pertama yang “menuntut anak”
mampu menyesuaikan diri dengan baik. Dengan meningkatnya usia
dan kematangan anak, lingkungan mereka semakin luas dan anak
diharapkan semakin mampu menyesuaikan diri dengan baik.10
8John W. Santrock, Life-Spain Development (Perkembangan Masa-Hidup),
(Jakarta: Erlangga, 2008), h. 152 9Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan Anak, (Jakarta: Erlangga, 1978), h. 216. 10Ibid., h. 2
5
Seorang anak dalam perkembangannya memiliki banyak keunikan
yang terkadang mengejutkan. Keunikan dalam perkembangan tersebut
sulit dimengerti oleh orang dewasa. Sehingga banyak kejadian orang
tua bersikap kasar kepada anaknya ketika anak memunculkan beberapa
sifat khasnya. Perkembangan anak terdiri dari beberapa aspek. Salah
satu aspek perkembangan yang sering sekali menjadi masalah adalah
perkembangan emosi anak. Hal yang sangat sering di permasalahkan
orang tua pada umumnya adalah anak yang bergitu nakal. Mungkin
saja hal itu bersifat normal tetapi ada kemungkinan merupakan
gangguan yang terjadi dari perkembangan emosi.
Kehidupan emosional kanak-kanak berkembang seiring dengan
pertambahan usia. Meskipun begitu, kemampuan anak-anak dalam
menyalurkan emosi mereka sangat beragam. Bahkan yang paling
menonjol yang dimiliki oleh anak-anak dan remaja yang bermasalah
adalah bahwa umumnya mereka mengalami kesulitan dalam
pengaturan emosi mereka. Orang tua adalah pihak yang dapat
membantu mengatur emosi mereka.
Emosi berasal dari kata e yang berarti energi dan motion yang
berarti getaran. Emosi kemudian bisa dikatakan sebagai sebuah energi
yang terus bergerak dan bergetar. Emosi dalam makna paling harfiah
didefinisikan sebagai setiap kegiatan atau pergolakan pikiran, pikiran,
prasaan, nafsu dari setiap keadaan mental yang hebat atau meluap-
luap. Emosi yang merujuk pada suatu perasaan dan pikiran-pikiran
6
yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis, dan serangkaian
kecendrungan bertindak.11
Mendefinisikan emosi tidak semudah menyatakan bahwa
seseorang sedang dalam keadaan emosi tertentu. Emosi sebagai
perasaan atau afeksi yang timbul ketika seseorang sedang berada
dalam suatu keadaan atau suatu interaksi yang dianggap penting
olehnya. Emosi diwakili oleh perilaku yang mengekspresikan
kenyamanan atau ketidaknyamanan terhadap keadaan atau interaksi
yang sedang dialami. Emosi juga bisa berbentuk sesuatu yang spesifik
seperti rasa senang, takut, marah, dan seturusnya, tergantung dari
interaksi yang dialami.
Dusun Batu Rasak merupakan salah satu Dusun yang ada di Desa
Selante Kecamatan Plampang Kabupaten Sumbawa. Sebagian besar
masyarakat di Dusun Batu Rasak ini berprofesi sebagai petani/pekebun
dengan penghasilan yang berkecukupan untuk kebutuhan hidupnya.
Kebanyakan dari masyarakat di Dusun Batu Rasak, di mana orang tua
tidak berpendidikan tinggi hanya sampai jenjang Sekolah Dasar,
sebagian dari orang tua memiliki pola pikir yang masih terbilang
rendah dan tidak ingin melanjutkan pendidikan anaknya kejenjang
pendidikan yang lebih tinggi.12
Dari hasil observasi awal, di Dusun Batu Rasak Desa Selante
Kecamatan Plampng Kabupaten Sumbawa khususnya anak yang
11Triantoro Safaria & Nofrans Eka Saputra, Manajemen Emosi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h. 2
12 Hasil Observasi Awal, tanggal 02 Desember 2016
7
mempunyai ibu tiri. Di Dusun Batu Rasak ini, sangat jarang sekali kita
jumpai orang dengan keluarga tiri. Karena budaya Sumbawa sangat di
kenal dengan prinsip-prinsip teguhnya tentang pernikahan sehingga
jarang sekali dijumpai yang menikah kembali. Ada 3 (tiga) keluarga
yang peneliti teliti yaitu keluarga yang mempunyai anak tiri. Di mana
anak-anak ini pertamanya belum bisa menerima keadaan atau
keputusan ayahnya menikah lagi. Karena menurut anak, ibu tiri adalah
sosok ibu yang jahat atau kejam seperti kebanyakkan yang mereka
lihat disinetron-sinetron. Ketidaknyamanan anak terhadap suatu
keadaan tertentu membuatnya jarang di rumah, karena dia tidak bisa
menerima perubahan-perubahan yang terjadi disekitarnya dan rata-rata
diantara mereka takut tidak akan mendapat kasih sayang lagi dari
seorang ayah..13
Dari fenomena di atas peneliti sangat tertarik untuk meneliti
tentang bagaimana perkembangan emosional anak yang diasuh oleh
ibu tiri. Sehingga peneliti mengangkat judul “Pola Asuh Ibu Tiri
Terhadap Perkembangan Emosional Anak (Studi Kasus di Dusun
Batu Rasak Kecamatan Plampang Kabupaten Sumbawa)”
13 Hasil Observasi Awal, tanggal 03 Desember 2016.
8
B. Fokus Kajian
Berdasarkan latar belakang di atas maka fokus kajian sebagai
berikut :
1. Bagaimanakah bentuk-bentuk perkembangan emosional anak ?
2. Bagaimanakah pola asuh ibu tiri terhadap perkembangan
emosional anak ?
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Dalam penelitian ini tujuan yang ingin dicapai adalah mendapatkan
informasi tentang :
a. Ingin mengetahui bentuk-bentuk perkembangan emosional
anak.
b. Ingin mengetahui bagaimana pola asuh ibu tiri terhadap
perkembangan emosional anak.
2. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini antara lain :
a. Manfaat Teoritis
Penelitian ini dapat memberikan sumbangan yang berharga
dalam mempekaya pemahaman mengenai konselor dalam
membentuk perkembangan emosional anak khususnya dalam
pola pengasuhan ibu tiri. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
merangsang peneliti lain agar dapat mengadakan penelitian
lebih lanjut dan lebih baik lagi.
9
b. Manfaat Praktis
1) Kepada pemimpin orang tua diharapkan untuk mampu
memberikan kasih sayang, bimbingan dalam proses
pengasuhan anak. Sehingga anak mampu menjalankan
fungsinya sesuai dengan fase-fase perkembangannya. Agar
nantinya anak bisa menjadi kebanggaan orang tua dan
masyarakat.
2) Kepada anak-anak diharapkan untuk selalu patuh kepada
perintah kedua orang tua dan berbaikti kepada mereka.
D. Ruang Lingkup dan Setting Penelitian
1. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian adalah cakupan atau batasan
penelitian yang akan dijadikan objek penelitian ini adalah Pola
Asuh Ibu Tiri terhadap Perkembangan Emosional Anak, study
kasus di Dusun Batu Rasak Kecamatan Plampang Kabupaten
Sumbawa. Maka peneliti perlu memberikan batasan dan lingkup
penelitian yaitu di Dusun Batu Rasak Kecamatan Plampang
Kabupaten Sumbawa.
2. Setting Penelitian
Setting penelitian merupakan lokasi penelitian, dimana
peneliti akan melakukan penelitian. Dalam hal ini peneliti memilih
lokasi penelitian di Dusun Batu Rasak Desa Selante Kecamatan
Plampang Kabupaten Sumbawa.
10
E. Telaah Pustaka
Telaah pustaka adalah penelusuran terhadap studi dan karya-karya
terdahulu yang terkait untuk menghindari duplikasi, plagiasi, repetiasi,
serta menjamin keaslian dan keabsahan penelitian yang dilakukan
peneliti untuk mendapatkan atau menemukan beberapa pendapat.
Dalam telaah pustaka terdiri atas penelitian terdahulu yang relevan
dengan penulisan skripsi sebagai bahan perbandingan. Peneliti akan
mengkaji beberapa penelitian terdahulu untuk menghindari kesamaan
objek dalam penelitian.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan atau
pelengkap terhadap penelitian yang sudah ada untuk dijadikan bahan
perbandingan sekaligus acuan dalam penelitian yang lain. Dengan
melakukan telaah terhadap bahan-bahan pustaka yang berupa buku-
buku, makalah, dan lain sebagainya. Setidaknya sepanjang
pengetahuan peneliti terhadap beberapa buku dan skripsi-skripsi
sebelumnya yang mengungkap permasalahan di atas yaitu:
Pertama, Skripsi Marhaeni Jurusan Bimbingan dan Konseling
Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Mataram (NIM.
15.3.11.4.031) yang berjudul: “Dampak Pola Asuh Orang Tua
terhadap Perubahan Mental Anak di Lingkungan Pohdana
Kecamatan Gerung”. Dari hasil penelitian tersebut disimpulkan
bahwa:
11
a. Bentuk pola asuh orang tua di lingkungan Pohdana banyak
yang menggunakan kombinasi dari kedua pola asuh tersebut
yaitu pola asuh demokratis dan otoriter.
b. Adapun dampak yang terjadi berdasarkan pola asuh yang
diterapkan orang tua yang berada di lingkungan Pohdana antara
lain: adanya konflik batin, emosional insecuruty (tidak aman
secara emosional), akan menjadi membangkang (tidak patuh),
depresi, kurang percaya diri. Serta upaya orang tua terhadap
perubahan mental anak di lingkungan Pohdana Kecamatan
Gerung adalah: menanamkan pendidikan agama, kontrol dan
pemantauan, dukungan dan keterlibatan, komunikasi,
kedekatan serta pendisiplinan.14
Dalam skripsi di atas terdapat persamaan yaitu sama-sama
membahas tentang pola asuh orang tua. Sedangkan, yang
membedakan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah
penelitian ini membahas peran pola asuh ibu tiri sedangkan
penelitian terdahulu membahas tentang dampak pola asuh
orang tua kandung.
Kedua, Skripsi Maisuro Jurusan Bimbingan dan Konseling
Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Mataram yang
berjudul: “Pola Asuh Anak Yatim Di Panti Asuhan NW
Ketangga Kecamatan Suela Kabupaten Lombok Timur”. Dari
14Marhaeni, “Dampak Pola Asuh Orang Tua Terhadap Perubahan Mental Anak Di Lingkungan Pohdana Kecamatan Gerung”. (Skripsi, IAIN Mataram, 2015), h. 112.
12
hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa : Pola asuh
yang diterapkan oleh pengasuh kepada anak asuh yang berada
di Panti Asuhan NW Ketangga adalah; pola asuh yang bersifat
demokratis yaitu pengasuh memberi kebebasan kepada anak
asuhnya untuk berkembang sesuai dengan kemampuan mereka
di dalam berbagai bidang yang mereka inginkan. Masalah yang
dihadapi oleh Panti Asuhan Ketangga dalam pola asuh anak
yatim di Panti Asuhan Ketangga yaitu; kurangnya dana
merupakan masalah yang sangat besar yang dihadapi oleh panti
asuhan dalam melakukan kegiatan yang sudah direncanakan
oleh para pengurus dan pengasuh. Dan kurangnya sarana dan
prasarana serta masih kurangnya partisipasi masyarakat dan
pemerintah dalam pengelolaannya.15
Dari skripsi di atas ada kesamaan konteks penelitian yaitu
sama-sama meneliti tentang pola asuh, namun yang menjadi
perbedaannya yaitu peneliti meneliti tentang Pola Asuh Ibu Tiri
terhadap Perkembangan Emosional Anak (Studi Kasus Di
Dusun Batu Rasak Desa Selante Kecamatan Plampang
Kabupaten Sumbawa). Karena emosi anak berkembang
tergantung lingkungan atau pola asuhnya, sedangkan penelitian
terdahulu meneliti tentang polah asuh anak yatim.
15 Maisuro, “Pola Asuh Anak Yatim Di Panti Asuhan NW Ketangga
Kecamatan Suela Kabupaten Lombok Timur”, (Skripsi, IAIN Mataram, 2013), h. 79.
13
Ketiga, Skripsi Muhammad Pula Marzuki Jurusan
Bimbingan dan Konseling Islam Fakultas Dakwah dan
Komunikasi IAIN Mataram (NIM. 15.3.11.4.011) yang
berjudul: “Pengaruh Pola Asuh Otoriter Orang Tua Terhadap
Prestasi Belajar Siswa Di SMP Negeri 1 Keruak” Tahun 2015.
Hasil penelitian: berdasarkan hasil pengujian koefisien
regresilinier sederhana, berpengaruh positif dan signifikan.
Hal ini terbukti dari hasil analisisregresilinier sederhana
diperoleh koefisienregresivariabel X 67.704 dari variabel Y
0.273 serta taraf signifikan 0.001 dibawah 0.005. Tingkat
signifikansi yang diperoleh lebih kecil yakni sebesar 0.001 dari
standar signifikan yakni 5% atau 0.05, yang berarti variabel ini
berpengaruh terhadap variabeldependen. Maka Ho ditolak dan
Ha diterima yang menunjukkan variabel pola asuh otoriter
orang tua (x) berpengaruh terhadap variabel prestasi belajar (y),
sedangkan berdasarkan pengujian determinasi yang tujuannya
untuk mengetahui berapa besar variabel pelayanan mempunyai
pengaruh atau mampu menerangkan variabel kepuasan nasabah
diketahui bahwa nilai r. Squaer 0.40 atau 40% artinya pola
asuh otoriter orang tua mampu menjelaskan tingkat prestasi
belajar siswa, sementara sisanya sebesar 60% (100%-40%)
14
dinyatakan prestasi belajar anak diperoleh dari faktor selain
pola asuh otoriter orang tua.16
Dari skripsi di atas terdapat kesamaan konteks penelitian
yaitu sama-sama meneliti tentang pola asuh orang tua, namun
yang menjadi perbedaannya yaitu peneliti meneliti tentang Pola
Asuh Ibu Tiri terhadap Perkembangan Emosional Anak (Studi
Kasus Di Dusun Batu Rasak Desa Selante Kecamatan
Plampang Kabupaten Sumbawa). Karena emosi anak
berkembang tergantung lingkungan atau pola asuhnya,
sedangkan penelitian terdahulu meneliti tentang pola asuh
otoriter orang tua.
Keempat, Skripsi Suherman Jurusan Pendidikan Agama
Islam Fakultas Tarbiyah IAIN Mataram Tahun 2013, yang
berjudul: “Peran Orang Tua dalam Pembentukan Akhlakul
Karimah Anak di Desa Persiapan Batulayar Barat Tahun
2012”. Hasil penelitian Suherman adalah terdapat beberapa
strategi dan cara yang dilakukan oleh orang tua dalam
menanamkan akhlakul karimah terhadap anak-anaknya seperti
menyekolahkan, mengajarkan mengaji, menanamkan nilai-nilai
bernuansa Islam kepada anak-anaknya sebagai bukti dari
bentuk perhatian orang tua terhadap anaknya. Meskipun masih
16 Muhammad Puja Marzuki, “Pengaruh Pola Asuh Otoriter Orang Tua
Terhadap Prestasi Belajar Siswa Di SMP Negeri 1 Keruak”, (Skripsi, IAIN Mataram, 2015), h. 81
15
terdapat anak mengaku bahwa peranan orang tua dalam
membentuk akhlakul karimah memang benar adanya.17
Dari skripsi da atas terdapat perbedaan penelitian antara
penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang yaitu penelitian
terdahulu membahas tentang pola asuh orang tua dan dampak
positif dari peranan pola asuh orang tua terhadap anaknya,
sedangkan dalam penelitian ini membahas tentang peran pola
asuh ibu tiri terhadap perkembangan emosional anak. Akan
tetapi kesamaan dari kedua penelitian ini adalah sama-sama
mengkaji tentang sejauh mana peranan pola asah orang tua
terhadap anak.
F. Kerangka Teoritik
1. Pola Asuh
a. Pegertian Pola Asuh
Menurut Baumrind yang di kutip oleh Muallifah, pola asuh
pada prinsipnya merupakan parental control:
“yakni bagaimana orang tua mengontrol, membimbing, dan
mendampingi anak-anaknya untuk melaksanakan tugas-
tugas perkembangannya menuju proses-proses
pendewasaan.”18
17 Suherman, “Peran Orang Tua Dalam Membentuk Akhlakul Karimah
Anak Di Desa Persiapan Batulayar Tahun 2012”, (Skripsi, IAIN Mataram, 2013), h. 78.
18 Muallifah, Psycho Islamic Parenting, (Surabaya: Diva Press, 2009), h. 42
16
Sedangkan menurut Hetherington dan porke dikutip oleh
Sanjiwani, pola asuh merupakan bagaimana orang tua
berinteraksi dengan anak secara total meliputi proses
pemeliharaan, perlindungan, dan pengajaran bagi anak.19
Adapun menurut Hersey dan Blanchard dikutip Garlih, pola
asuh merupakan bentuk dari kepemimpinan. Pengertian
kepemimpinan itu sendiri adalah bagaimana mempengaruhi
seseorang, dalam hal ini orang tua berperan sebagai pengaruh
yang kuat bagi anaknya.20
Dengan memberikan pola asuh yang baik dan positif pada
anak, akan memunculkan konsep diri yang positif bagi anak
dalam menilai dirinya. Dimulai dari masyarakat yang tidak
membatasi pergaulan anak namun tetap membimbing agar anak
dapat bersikap obyektif, dan menghargai diri sendiri, dengan
mencoba bergaul dengan teman yang lebih banyak.21
Mengasuh anak merupakan sebuah proses yang
menunjukkan bahwa hal ini merupakan suatu interksi antara
orang tua dan anak yang berkelanjutan dan proses tersebut
memberikan sebuah perubahan, baik pada orang tua maupun
19Ni Luh Putu Yuni Sanjiwani, “Pola Asuh Permisif Ibu dan Perilaku
Merokok Pada Remaja Laki-laki di SMAN 1 Semarapura“, Jurnal Psikologi Udayana, Vol. 1, No. 2. 2014, h. 34
20 Gili Garliah, “Peran Pola Asuh Orang Tua dalam Memotivasi Berprestasi”, Jurnal Psikologi, Vol.1, No. 1, Juni 2005, h. 25
21 Rifa Hidayah, Psikologi Pengasuhan Anak, UIN Malang (Anggota IKAPI), 2009, H. 16.
17
pada anak. Pertama, orang tua ingin anaknya mampu bertahan
dan sehat secara jasmani. Kedua, mereka berharap anak-
anaknya dapat mengembangkan kemampuan yang mereka
miliki agar nantinya dapat mandiri secara finansial. Ketiga,
berkaitan dengan cita-cita dan kepercayaan religius, dan
kepuasaan pribadi.22
Dalam Kamus Bahasa Indonesia pengasuhan berarti hal
(cara, perbuatan, dan sebagainya) mengasuh. Di dalam
mengasuh terkandung makna menjaga atau merawat/mendidik,
membimbing/membantu/melatih/menyelenggarakan. Istilah
asuh sering dirangkaikan dengan asah dan asih menjadi asah
asih asuh. Mengasah berarti melatih agar memiliki kemampuan
atau kemampuannya meningkat. Mengasihi berarti mencintai
dan menyayangi. Dengan rangkaian kata asah asih asuh, maka
pengasuhan anak bertujuan untuk meningkatkan atau
mengembangkan kemampuan anak dan dilakukan dengan
dilandasi rasa kasih sayang tanpa pamrih. Dengan makna
pengasuhan yang dimiliki, maka sejatinya tugas pengasuhan
anak murni merupakan tanggung jawab orang tua. Oleh karena
itu, kurang tepat bila tugas pengasuhan dialihkan sepenuhnya
22 Silsilah Karlinawati, Keluarga Indonesia., h. 168.
18
kepada orang lain yang kemudian disebut dengan pengasuhan
anak.23
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka pola asuh
dapat didefinisikan sebagai upaya pemeliharaan seorang anak,
yakni bagaimana orang tua memperlakukan, mendidik,
membimbing dan mendisiplinkan serta melindungi anak, yang
melipiti cara orang tua memberikan peraturan, hukuman,
hadiah, kontrol dan komunikasi untuk mencapai kedewasaan
sesuai dengan norma-norma yang diharapkan masyarakat pada
umunnya.
b. Dimensi Pola Asuh
Baumrind menyatakan bahwa pola asuh terbentuk dari
adanya dua dimensi pola asuh, yaitu:
1. Acceptance/Responsiveness, menggambarkan bagaimana
orang tua berespon kepada anaknya, berkaitan dengan
kehangatan dan dukungan orang tua. Mengacu pada
beberapa aspek, yakni:
a) Sejauh mana orang tua mendukung dan sensitif pada
kebutuhan anak-anaknya.
b) Sensitif terhadap emosi anak.
c) Memperhatikan kesejahteraan anak.
23 Sri Lestari, Psikologi Indonesia: Penanaman Nilai dan Penanganan
Konflik dalam Keluarga, (Jakarta: Kencana, 2013), h. 36.
19
d) Bersedia meluangkan waktu dan melakukan kegiatan
bersama.
e) Serta bersedia untuk memberikan kasih sayang dan
pujian saat anak-anak berprestasi atau memenuhi
harapan mereka.24
Dapat menerima kondisi anak, orang tuan responsif
penuh kasih sayang dan sering tersenyum, memberi pujian,
dan mendorong anak-nak mereka. Mereka juga
membiarkan anak-anak mereka tahu ketika mereka nakal
atau berbuat salah. Orang tua kurang menerima dan
responsif sering kali cepat mengkritik, merendahkan,
menghukum, atau mengabaikan anak-anak mereka dan
jarang mengkomunikasikan kepada anak-anak bahwa
mereka dicintai dan dihargai.
2. Demandingness/Control, menggambarkan bagaimana
standar yang ditetapkan oleh orang tua bagi anak, berkaitan
dengan kontrol perilaku dari orang tua. Mengacu pada
beberapa aspek, yakni:
a) Pembatasan; orang tua membatasi tingkah laku anak
menunjukkan usaha orang tua menentukan hal-hal yang
24 Ani Siti Anisah, “Pola Asuh Orang Tua dalam Implikasinya
Terhadap Pembentukan Karakter Anak”, (Universitas Garut: 2010), h. 15
20
harus dilakukan anak dan memberikan batasan terhadap
hal-hal yang ingin dilakukan anak.
b) Tuntutan; agar anak memenuhi aturan, sikap, tingkah
laku dan tanggung jawab sosial sesuai dengan standar
yang berlaku sesuai dengan keinginan orang tua.
c) Sikap ketat; berkaitan dengan sikap orang tua yang
ketat dan tegas dalam menjaga agar anak memenuhi
aturan dan tuntutan mereka. Orang tua tidak
menghendaki anak membantah atau mengajukan
keberatan terhadap peraturan yang telah ditentukan.
d) Campur tangan; tidak adanya kebebasan bertingkah
laku yang diberikan orang tua kepda anaknya. Orang
tua selalu akit campur dalam keputusan, rencana dan
relasi anak, orang tua tidak melibatkan anak dalam
membuat keputasan tersebut, orang tua beranggapan
apa yang mereka putuskan untuk anak adalah yang
terbaik dan benar untuk anak.
e) Kekuasaan sewenang-wenang; menggambarkan bahwa
orang tua menerapkan kendali yang ketat, kekuasaan
terletak mutlak pada orang tua.25
25 Ibid., h. 17
21
c. Macam-macam Pola Asuh
Pola asuh orang tua bermacam-macam. Baumrind
membedakan pola asuh menjadi empat, yaitu sebagai berikut:
1. Pola Asuh Otoriter
Di sini orang tua cenderung membentuk dan mengontrol
anak-anaknya dengan menegaskan standar tertentu yang
harus diikuti (kepatuhan). Maka dalam pelaksanaan
melibatkan hukuman dan pemaksaan, agar tingkah laku
yang diinginkan orang tua terbentuk pada anak. Pola asuh
otoriter adalah pola asuh yang sangat ketat, karena banyak
peraturan yang tegas, dan tidak boleh dibantah. Orang tua
menginginkan kepatuhan dari anak-anaknya tanpa boleh
mempertanyakan apa alasan dan peraturan tersebut. Dalam
keeratan keluarga, pola asuh ini kurang memiliki
kehangatan dan komunikasi.26
Pola asuh otoriter mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1) Orang tua suka menghukum secara fisik.
2) Orang tua cenderung bersikap mengkomando atau
memerintah anak untuk melakukan sesuatu tanpa
kompromi.
3) Bersikap kaku.
4) Orang tua cenderung emosional dan bersikap menolak.
26 Silsilah Karlinawati, Keluarga Indonesia., h. 8
22
2. Pola Asuh Autoritative atau Pola Asuh Demokrasi
Membuka kesempatan bagi anak untuk berani membuat
keputusan atas dirinya. Anak diberi kebebasan yang
bertanggung jawab. Orang tua menjelaskan hal-hal yang
diharapkan dengan konsekuensinya kepada anak. Dalam hal
ini, orang tua memiliki batasan dan harapan yang jelas
terhadap tingkah laku anak. Mereka berusaha untuk
menyediakan alasan dan aturan, dan mereka menggunakan
ganjaran atau penghargaan (reward) dan hukuman
(punishment) yang berhubungan dengan tingkah laku anak
secara jelas. Orang tua seperti ini sangat menyadari
tanggung jawab mereka sebagai figur otoritas, tetapi
mereka juga tanggap terhadap kebutuhan dan kemampuan
anak. Situasi pola pengasuhan ini biasanya hangat dan
penuh penerimaan, mau mendengar dan sensitive terhadap
kebutuhan anak, serta mendorong anak untuk berperan serta
mengambil keputusan dalam keluarga.27
Ciri-ciri orang tua demokratis adalah:
a. Orang tua bersikap realitas terhadap kemampuan anak,
tidak berharap yang berlebihan yang melampaui
kemampuan anak.
27 Ibid., h. 8.
23
b. Orang tua memberikan kebebasan kepada anak untuk
memilih dan melakukan suatu tindakan.
c. Bersikap responsif terhadap kemampuan anak.
d. Mendorong anak untuk menyatakan pendapat atau
pertanyaan.
e. Memberikan penjelasan tentang dampak perbuatan baik
dan buruk.
f. Menghargai setiap keberhasilan yang diperoleh anak.
3. Pola Asuh Permisif
Dilakukan orang tua yang tidak memberikan hukuman
dan menerima semua tingkah laku anak. Bahkan, nyaris
tidak ada control dari orang tua. Dampaknya, anak tidak
akan tau arahan dan cemas. Pada pola pengasuhan ini orang
tua hanya membuat sedikit perintah dan jarang
menggunakan kekerasan dan kuasa untuk mencapai tujuan
pengasuhan anak. Orang tua seperti ini percaya bahwa
mereka harus selalu menanggapi anak sebagai seorang
pribadi dan mendorong mereka untuk mandiri. Anak
diperbolehkan untuk mengatur tingkah lakunya sendiri.
Orang tua seperti ini cenderung menguntungkan diri pada
penalaran dan manipulasi, tidak menggunakan kekuasaan
secara terang-terangan. Orang tua seperti ini tetap
menyayangi anaknya tetapi menghindari pemberian
24
perintah kepada anak. Mereka melakukan pengasuhan,
tetapi menghindari untuk melakukan control.28
Ciri-ciri pola asuh orang tua yang bersifat permisif yaitu:
a. Orang tua tidak menegur atau memperingatkan anak
apabila anak sedang dalam bahaya dan sangat sedikit
bimbingan yang diberikan oleh mereka.
b. Orang tua memberikan kebebasan kepada anak untuk
menyatakan dorongan atau keinginannya.
c. Orang tua tidak pernah menegur atau tidak berani
menegur perilaku anak, meskipun perilaku tersebut
sudah keterlaluan atau di laur batas kewajaran.
d. Peran Keluarga dalam Pengasuhan Anak
Peran keluarga begitu penting bagi pertumbuhan dan
perkembangan kepribadian anak, baik perkembangan emosi,
agama, sosial maupun budayanya. Adapun beberapa peran
keluarga dalam pengasuhan anak adalah sebagai berikut:
1) Terjalinnya hubungan yang harmonis dalam keluarga
melalui penerapan pola asuh Islami sejak dini, yakni
dimulai dari sebelum menikah, sebaiknya bagi laki-laki dan
perempuan memilih pasangan yang sesuai dengan tuntutan
agama, karena pasangan yang baik kemungkinan besar
akan memberikan pengasuhan yang baik.
28 Ibid., h. 9
25
2) Membimbing anak dengan kesabaran dan ketulusan hati
akan menghantarkan kesuksesan anak. Di mana ketika
orang tua memberikan pengasuhan dengan sabar secara
tidak langsung orang tua memupukkan ke dalam diri anak
tentang kesabaran. Ketika dalam diri seseorang tertanam
kesabaran maka akan mampu mengendalikan diri, berbuat
baik untuk kehidupannya dan dapat menjalin hubungan
yang baik dengan individu lainnya.
3) Kebahagiaan anak menjadi kewajiban orang tua, di mana
orang tua harus menerima anak apa adanya, mensyukuri
nikmat yang telah diberikan oleh Allah SWT, serta mampu
mengembangkan potensi yang dimiliki anak dengan
bimbingan-bimbingan.29
e. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh
Darling mengatakan ada beberapa faktor yang
mempengaruhi pola asuh, yaitu:
1. Jenis Kelamin Anak
Jenis kelamin anak mempengaruhi bagaimana orang
tua mengambil tindakan pada anak dalam pengasuhannya.
Umumnya, orang tua akan bersikap lebih ketat kepada anak
perempuan dan memberikan kebebasan lebih kepada anak
laki-laki. Namun tanggung jawab yang lebih besar
29 Ibid., h. 21
26
diberikan kepada anak laki-laki dibandingkan anak
perempuan.30 Perilaku anak laki-laki yang biasa lebih aktif
dan agresif, orang tua tidak disarankan untuk melabel
“nakal” atau “pemberontak” karena, hal itu merupakan
perbedaan anrata anak laki-laki dan anak perempuan.
Perempuan memiliki daya ingat yang panjang yang lebih
hebat, sehingga mampu menyelesaikan soal dengan cara
yang sudah diajarkan. Sementara laki-laki mempunyai
kreativitas dan keberanian mengambil resiko yang lebih
besar, sehingga lebih memilih menggunakan cara baru
untuk menyelesaikan soal yang sama. Pengetahuan tentang
perbedaan gender antara anak laki-laki dan perempuan,
dapat menjadi modal berharga bagi orang tua, dalam
menerapkan pola asuh yang tepat bagi anak-anak dengan
jenis kelamin yang berbeda.31
Banyak kalangan berpendapat bahwa perkembangan
peran jenis kelamin disebabkan oleh faktor bawaan saja
(nature), seperti hormone, kromosom dan sebagainya atau
factor lingkungan saja (nurture), misalnya yang di dapat
dari pola asuh, perlakuan lingkungan dan sebagainya.
Padahal melihat salah satu faktor tanpa mengkaitkannya
dengan faktor yang lain, sangat berbahaya bagi
30 Ani Siti Anisah, Pola Asuh Orang Tua., h 20 31 Dari http://www.ayahbunda.co.id/balita-psikologi/menerapkan-pola-asuh-
yang-sensitif-gender. Diambil tanggal 13 Januari 2017, pukul 12:44 WIB
27
perkembangan anak. Karena pada dasarnya, kedua faktor
tersebut saling mempengaruhi. Pentingnya pola asuh yang
sensitive terhadap gender atau peran jenis kelamin, untuk
lebih memahami apa kebutuhan anak sesuai dengan jenis
kelaminnya masing-masing. Perlakuan terhadap anak laki-
laki tentu berbeda dengan perlakuan terhadap anak
perempuan. Semua disesuaikan dengan keunikan masing-
masing jenis kelamin yang tentu berbeda secara biologis,
perkembangan motorik dan kognitif, serta perilaku sosial
dan kepribadiannya.
2. Lingkungan Tempat Tinggal
Salah satu faktor yang mempengaruhi pola asuh
adalah lingkungan tempat tinggal. Keluarga yang tinggal di
lingkungan perkotaan dan lingkungan perdesaan jelas
berbeda gaya pengasuhannya. Keluarga yang tinggal di
kota besar mempunyai kekhawatiran yang lebih besar
ketika anaknya keluar rumah, sebaliknya keluarga yang
tinggal di desa tidak terlalu mengkhawatirkan anaknya
ketika berada di luar rumah.32
Faktor sosial, ekonomi, lingkungan, dan budaya
memberikan kontribusi pada kualitas pengasuhan orang tua.
Pengasuhan merupakan proses yang panjang, maka proses
32 Ibid., h. 20
28
pengasuhan akan mencakup, 1) interaksi antara anak, orang
tua, dan masyarakat lingkungannya, 2) penyesuaian
kebutuhan hidup dan temperamen anak dengan orang
tuanya, 3) pemenuhan tanggung jawab untuk membesarkan
dan memenuhi kebutuhan anak, 4) proses mendukung dan
menolak keberadaan anak dan orang tua, serta 5) proses
mengurangi resiko dan perlindungan terhadap individu dan
lingkungannya. Lingkungan banyak mempengaruhi
perkembangan anak, maka tidak mustahil jika lingkungan
juga ikut serta mewarnai pola-pola pengasuhan yang
diberikan orang tua terhadap anak-anaknya.
3. Sub Kultur Budaya
Sub kultur budaya juga termasuk salah satu faktor
yang mempengaruhi pola asuh. Dalam setiap budaya pola
asuh yang diterapkan berbeda-beda, misalkan di suatu
budaya anak diperkenankan untuk berargumen tentang
aturan-aturan yang diterapkan orang tua, tetapi hal tersebut
tidak berlaku untuk semua budaya.33
Sering kali orang tua mengikuti cara-cara yang
dilakukan oleh masyarakat dalam mengasuh anak,
kebiasaan-kebiasaan masyarakat disekitarnya dalam
mengasuh anak, karena pola-pola tersebut dianggap
33 Ibid., h. 21
29
berhasil dalam mendidik anak kea rah kematangan. Orang
tua mengharapkan kelak anaknya dapat di terima dengan
baik, oleh karena itu kebudayaan atau kebiasaan
masyarakat dalam mengasuh anak juga mempengaruhi
setiap orang tua dalam memberikan pola asuh terhadap
anaknya. Budaya yang ada di dalam suatu komunitas
menyediakan seperangkat keyakinan, yang mencakup (a)
pentingnya pengasuhan, (b) peran anggota keluarga, (c)
tujuan pengasuhan, (d) metode yang digunakan dalam
masyarakat.
Oleh karenanya, bila budaya yang ada mengandung
seperangkat keyakinan yang dapat melindungi
perkembangan anak, maka nilai-nilai pengasuhan yang
diperolah orang tua kemungkinan juga akan berdampak
positif terhadap perkembangan anak. Sebaliknya, bila
ternyata seperangkat keyakinan yang ada dalam budaya
masyarakat setempat justru memperbesar munculnya resiko
maka nilai-nilai pengasuhan yang diperolah orang tua pun
akan menyebabkan perkembangan yang negative pada
anak.
4. Status Ekonomi Keluarga
Orang tua dari kelas sosial ekonomi menengah ke
atas akan cenderung lebih permissive dibandingkan orang
30
tua dari kelas ekonomi menengah ke bawah akan cenderung
authoritarian. Keluarga yang memiliki status sosial yang
berbeda akan menerapkan pola pengasuhan yang berbeda
juga.34 Seorang anak yang berasal dari keluarga ekonomi
menengah ke atas lebih cenderung di manja dan apapun
yang dibutuhkan dan apa yang diinginkan anaknya akan
dipenuhi. Lain halnya dengan seorang anak yang berasal
dari keluarga ekonomi menengah ke bawah, mereka
cenderung mendidik anaknya untuk dapat mandiri dan
mampu. Jadi, status sosial ekonomi juga dapat menentukan
pola pengasuhan, di mana status sosial ekonomi mengarah
pada terwujudnya cita-cita orang tua dan anak.35
2. Perkembangan Emosi
a. Pengertian Perkembangan
Perkembangan (development) adalah bertambahnya
kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih
kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan,
sebagai hasil dari proses pematangan. Di sini menyangkut
adanya diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-
organ dan system organ yang berkembang sedemikian rupa
sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk
34 Ibid., h. 21 35 Muhammad Hassan, “Hubungan Antara Pola Asuh Orang Tua dan Status
Sosial Ekonomi Dengan Prestasi Belajar Sosiologi Siswa Kelas X SMAN 1 Mojolaban Tahun Pelajaran 2009/2010”, (Universitas Sebelas Maret Surakarta: 2010), h. 31.
31
juga perkembangan emosi, intelektual, dan tingkah laku
sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya. Periode penting
dalam masa tumbuh kembang anak adalah masa balita. Karena
pada masa ini pertumbuhan dasar akan mempengaruhi dan
menentukan perkembangan anak selanjutnya.36
Perkembangan adalah perubahan psikologis sebagai hasil
dari proses pematangan fungsi psikis dan fisik pada diri anak,
yang di tunjang oleh faktor lingkungan dan proses dalam
peredaran waktu tertentu menuju kedewasaan dari lingkungan
yang banyak berpengaruh dalam kehidupan anak menuju
dewasa. Perkembangan menandai maturitas dari organ-organ
dan system-sistem, perolehan keterampilan, kemampuan yang
lebih siap untuk beradaptasi terhadap stress dan kemampuan
untuk memikul tanggung jawab maksimal dan memperolah
kebebasan dam mengekspresikan kreativitas dirinya.
b. Perkembangan Emosi
Emosi merupakan suatu keadaan atau perasaan yang
bergejolak dalam diri individu yang sifatnya disadari. Oxford
English Dictionary mengartikan emosi sebagai suatu kegiatan
atau pergolakan pikiran, perasaan, nafsu atau setiap keadaan
mental yang hebat. Selain itu, Daniel Goleman merumuskan
emosi sebagai sesuatu yang merujuk pada suatu perasaan dan
36 Panji Rama Donna, “Asessment Aspek Emosi untuk mengatahui Hambatan Perkembangan Emosi Anak Prasekolah”, (Universitas Pendidikan Indonesia: Repository. Upi. Edo, 2012), h. 12.
32
pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis,
serta serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi dapat
dikelompokkan sebagai suatu rasa marah, kesedihan, rasa takut,
kenikmatan, cinta, terkejut, jengkel atau malu. 37
c. Ciri-ciri Emosi Anak
Ciri khas penampilan emosi anak pra sekolah menurut
Elizabeth Hurlock yaitu :38
1. Emosi yang kuat
Anak kecil yang bereaksi dengan intensitas yang sama, baik
terhadap situasi yang remeh maupun yang serius.
2. Emosi seringkali tampak
Anak-anak seringkali memperlihatkan emosi mereka
meningkat dan mereka menjumpai bahwa ledakan
emosional seringkali mengakibatkan hukuman, mereka
belajar untuk menyesuaikan diri dengan situasi yang
membangkitkan emosi. Kemudian mereka mengekang
ledakan emosi mereka atau bereaksi dengan cara yang lebih
dapat diterima.
3. Emosi bersifat sementara
Peralihan yang cepat pada anak-anak kecil dari tertawa
kemudian menangis, dari marah ke tersenyum, dari
cemburu karena sayang merupakan akibat dari 3 faktor; (1)
37 Dari http://www.epsikologi.com, diakses tanggal 11 Januari 2017, pukul 21:05.
38 Panji Rama Donna, Asessment Aspek Emosi., h. 15-16
33
membersihkan sistem emosi yang terpendam dengan
ekspresi terus terang, (2) kekurangsempurnaan pemahaman
terhadap situasi karena ketidakmatangan intelektual dan
pengalaman yang terbatas, (3) dan rentang perhatian yang
pendek sehingga perhatian itu mudah dialihkan. Dengan
meningkatnya usia anak, emosi mereka menjadi lebih
menetap.
4. Reaksi mencerminkan individualitas
Semua bayi yang baru lahir pola reaksinya sama. Secara
bertahap, dengan adanya pengaruh faktor belajar dan
lingkungan perilaku yang menyertai berbagai macam emosi
semakin diindivisualisasikan. Seorang anak akan berlari ke
luar ruangan jika mereka ketakutan, sedangkan anak
lainnya mungkin akan menangis, dan anak lainnya lagi
mungkin akan bersembunyi di belakang kursi atau di balik
punggung seseorang.
5. Emosi berubah kekuatannya
Dengan meningkatnya usia anak, pada usia tertentu emosi
yang sangat kuat berkurang kekuatannya, sedangkan emosi
lainnya yang tadinya lemah berubah menjadi kuat. Variasi
ini sebagian lagi oleh perkembnagan intelektual, dan
sebagian lainnya oleh perubahan minat dan nilai.
34
6. Emosi dapat diketahui melalui gejala perilaku
Anak-anak mungkin tidak memperlihatkan reaksi
emosional mereka secara langsung, tetapi mereka
memperlihatkannya secara tidak langsung misalnya melalui
kegelisahan, melamun, menangis, kesukaran berbicara, dan
tingkah yang gugup seperti menggigit kuku dan mengisap
jempol.
d. Karakteristik Emosi Anak
Menurut Hurlock, pada usia 2 sampai 4 tahun, karakteristik
emosi anak muncul pada ledakan amarahnya atau
temperaturnya. Anak yang berusia 3 dan 4 tahun menyenangi
kejutan-kejutan dan juga peristiwa roman. Mereka memerlukan
keamanan dengan mengetahui bahwa ada suatu struktur dalam
kehidupan sehari-hari. Anak yang berusia 3 dan 4 tahun juga
sudah mulai menunjukkan selera humor. Pada usia 5 sampai 6
tahun anak mulai matang dan mulai menyadari akibat-akibat
dari emosinya. Ekspresi emosi anak dapat berubah secara
drastis dan cepat, contohnya baru saja anak menangis tetapi
setelah beberapa menit kemudian anak bisa gembira lagi karena
mendapatkan hiburan dari orang yang mengendalikan
emosinya.39
39 Ibid., h. 17.
35
G. Metode Penelitian
Dalam hal ini akan dibahas tentang prosedur penelitian yang
meliputi: focus penelitian, pendekatan penelitian, kehadiran peneliti,
sumber data, teknik pengumpulan data, analisis data dan validitas data.
1. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan penelitian
kualitatif, karena data dan informasi yang peneliti kumpulkan lebih
banyak bersifat keterangan-keterangan atau penjelasan yang bukan
berbentuk angka. Penelitian kualitatif adalah suatu pendekatan
dalam penelitian yang berorientasi pada gejala-gejala yang bersifat
alamiah, karena orientasinya demikian maka sifatnya naturalistic
dan mendasar atau kealamihan serta tidak dapat dilakukan di
laboratorium melainkan di lapangan.
Penelitian kualitatif adalah sebagai prosedur yang
menghasilkan data deskriptif berupa data lisan dari orang-orang
dan pelaku yang dapat diamati.40 Selain itu peneliti bermaksud
memahami situasi sosial secara mendalam.
Berangkat dari penjelasan mengenai pendekatan penelitian
kualitatif di atas, maka dalam penelitian ini digunakan pendekatan
kualitatif yang bersifat study kasus.
40 Lexy J. Moloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 1010), h. 3.
36
2. Kehadiran Peneliti
Dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai observer
untuk mengamati objek yang diteliti. Kehadiran peneliti di
lapangan merupakan instrumen kunci, karena peneliti berperan
sebagai pemeran utama dalam keseluruhan peneliti. Kehadiran
peneliti bukan untuk mempengaruhi objek, akan tetapi untuk
mendapatkan informasi yang akurat, strategi yang dapat digunakan
dalam suatu penelitian adalah memahami situasi, mempelajari
keadaan dan latar belakang orang-orang yang menjadi objek,
barulah secara perlahan-lahan simpati serta membangun rapport.41
3. Sumber Data
Sumber data merupakan subjek dari mana data diperoleh.42
Subjek dalam penelitian disebut informasi yaitu orang yang
merespon, memberikan informasi, atau yang menjawab pertanyaan
peneliti baik pertanyaan lisan atau tulisan. Jadi yang dimaksud
sumber data dalam penelitian ini adalah subjek dari mana data
tersebut diperoleh. Yang dijadikan sumber data dalam penelitian
ini, yaitu orang tua, ibu-ibu tiri, anak dan masyarakat sekitar.
Dalam penelitian ini peneliti mendapatkan informasi dari
beberapa informan yaitu orang tua dan anak yang mana peneliti
menggunakan informan dari orang tua, anak-anak dan tokoh
41Usman Husain dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial. (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2004), h. 97 42 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek,
(Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002), h. 129
37
masyarakat yang ada di Dusun Batu Rasak Desa Selante
Kecamatan Plampang Kabupaten Sumbawa. Orang tua 6 orang tua,
anak 3 orang dan tokoh masyarakat 3 orang. Jadi total informan
yang dijadikan sebagai sumber data dalam penelitian ini
keseluruhannya menjadi 12 orang.
4. Teknik Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data merupakan langkah yang
paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dalam
penelitian adalah mendapatkan data. Pengumpulan data dapat
dilakukan dalam berbagai setting, berbagai sumber dan berbagai
cara. Di lihat dari cara atau teknik pengumpulan data, maka
pengumpulan data dapat dilakukan dengan menggunakan
observasi, interview (wawancara), dan dokumentasi.
a. Observasi
Dalam penelitian kualitatif, observasi dimanfaatkan
sebesar-besarnya seperti pengamatan mengoptimalkan
kemampuan peneliti dari segi motif, kepercayaan, perilaku
tidak sadar, kebiasaan dan sebagainya. Pengamatan ini
memungkinkan peneliti untuk melihat dunia sebagaimana yang
dilihat oleh subjek penelitian, hidup pada saat itu, menangkap
arti fenomena dari segi pengertian subjek, menangkap
kehidupan budaya dari pandangan dan anutan pada keadaan
waktu itu. Pengamatan ini memungkinkan peneliti merasakan
38
apa yang dirasakan dan dihayati oleh subjek sehingga
memungkinkan pula peneliti menjadi sember data.
Metode observasi yang peneliti gunakan dalam penelitian
ini adalah observasi partisipatif di mana observasi partisipatif
adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk
menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan
pengindraan di mana observer atau peneliti benar-benar terlibat
dalam keseharian responden. Pada observasi ini peneliti harus
mampu mengembangkan daya pengamatan dalam mengamati
suatu objek.
b. Interview (wawancara)
Wawancara yang peneliti gunakan dalam penelitian ini
adalah wawancara tidak terstruktur. Wawancara tidak
terstruktur ini, peneliti tidak menyusun pertanyaan, namun
pertanyaannya lebih disesuaikan dengan keadaan dan kekhasan
dari subjek. Dalam hal ini peneliti mewawancarai tentang pola
asuh ibu tiri di dalam lingkungan keluarga, masyarakat, dan
faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan emosional
anak.
39
c. Dokumentasi
Metode untuk mencari data mengenai hal-hal atau variabel
yang berupa catatan/transkip, buku-buku, dan lain-lain yang
berhubungan dengan penelitian.43
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.
Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau katya-karya
monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan
misalnya, catatan harian, sejarah kehidupan, cerita, dan
biografi. Yang berbentuk karya misalnya, karya seni berupa
foto dan film. Studi dokumen merupakan pelengkap dari
penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian
kualitatif.44
d. Analisis Data
Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan
dengan jalan kerja dengan data, mengorganisasikan data,
memilah-memilahnya menjadi satuan yang dapat dikelola,
mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan
apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa
yang diceritakan kepada orang lain.45
Pada penelitian kualitatif, analisis data biasa dilakukan
ketika berada di lapangan bersamaan dengan proses
43 Suharsimi Arikunto, Penelitian Suatu Pndekatan., h. 202 44 Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif dan R & D, (Bandung:
Alfabet, 2011), h. 220. 45 Djam’an Satori dan Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif.
(Bandung: Alfabet, 2004), h. 200.
40
pengumpulan data dan setelah meninggalkan lapangan. Setelah
data dikumpulkan melalui metode di atas, maka langkah
selanjutnya adalah menganalisis data yang sudah didapatkan.
e. Validitas Data
Validitas data atau keabsahan data dalam sebuah penelitian
bertujuan untuk membuktikan apakah data yang diperoleh
benar-benar valid atau tidak. Validitas merupakan derajat
ketepatan antara data yang terjadi pada objek penelitian dengan
data yang dapat dilaporkan oleh peneliti. Dengan demikian.
Data yang valid adalah data yang tidak berbeda antara data
yang dilaporkan dengan data yang sesungguhnya terjadi pada
objek penelitian.46
Untuk mendapatkan keabsahan data dan untuk memperolah
data yang valid, peneliti menggunakan beberapa tehnik, antara
lain:
1. Triangulasi Data
Triangulasi data adalah tehnik pemeriksaan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk
keperluan pengecekan atau sebagai perbandingan terhadap
data itu.
46 Sugiyono, Metode Penelitian., h. 244.
41
2. Ketekunan dan Pengamatan
Ketekunan adalah sikap mental yang disertai dengan
ketelitian dan keteguhan di dalam melakukan pengamatan
untuk memperoleh data penelitian. Adapun pengamatan
merupakan proses yang kompleks, yang tersusun dari
proses biologis (mata dan telinga) dan psikologisnya (daya
adaptasi yang didukung oleh sifat kritis dan cermat.47
3. Perpanjangan Keikutsertaan
Peneliti di dalam penelitian kualitatif adalah “instrumen”
itu sendiri. oleh karena itu di dalam pengumpulan data,
perpanjangan keikutsertaan peneliti sangat menentukan.
Sebab perpanjangan keikutsertaan di dalam pengumpulan
data akan memungkinkan kredibilitas data yang
dikumpulkan. Jadi, peneliti sangat menentukan dalam
proses pengumpulan data. Adapun keikutsertaan tidak
hanya dilakukan dalam waktu singkat, melainkan harus
memerlukan perpanjangan waktu. Hal ini, berdasarkan dari
latar belakang penelitian sampai menemukan titik
kejenuhan agar pengumpulan data tercapai.
47 Katono Kartini, Pengantar Metodologi Riset. (Bandung: Mandar Maju, 1990), h. 159
42
H. Sistematika
Bab I : berisi pendahuluan, di mana dalam pendahuluan terdapat
beberapa hal yang harus di bahas antara lain: konteks penelitian, fokus
kajian, tujuan penelitian dan manfaat penelitian, ruang lingkup dan
setting penelitian, telaah pustaka, kerangka teoritik, metode penelitian,
dan yang terakhir adalah sistematika penelitian.
Bab II : paparan data dan temuan, dalam bab ini peneliti akan
memaparkan semua data-data dan temuan yang ada di lapangan
seperti: gambaran umum lokasi penelitian, bentuk-bentuk
perkembangan emosional anak di Dusun Batu Rasak, dan pola asuh
ibu tiri terhadap perkembangan emosional anak di Dusun Batu Rasak.
Bab III : pembahasan, pada bab ini peneliti akan melanjutkan
pembahasan yang ada pada bab II, akan tetapi jika di bab II peneliti
hanya memaparkan semua data-data dan temuan yang didapatkannya
di lapangan, pada bab ini peneliti akan mencoba menganalisa data-data
dengan menggunakan metode analisis data yang digunakan pada
metode penelitiannya. Adapun yang menjadi topik pembahasannya
adalah : menganalisis bentuk-bentuk perkembangan emosional anak di
Dusun Batu Rasak, dan menganalisis pola asuh ibu tiri terhadpa
perkembangan emosional anak di Dusun Batu Rasak.
Bab IV : penutup, dalam bab ini peneliti akan menyimpulkan hasil
dari penelitiannya di lapangan yakni tentang pola asuh ibu tiri terhadap
perkembangan emosional anak study kasus di Dusun Batu Rasak Desa
43
Selante Kec. Plampang Kab. Sumbawa. Selain kesimpulan, dalam bab
ini juga peneliti akan memberikan saran-saran kepada tempat
penelitian, yang dalam hal ini adalah Dusun Batu Rasak dengan tujuan
agar dapat memberikan pola pengasuhan yang baik kapeda anak-anak,
tidak hanya oleh orang tua kandung sendiri melainkan orang tua tiri
atau keluarga tiri juga harus memberikan pengasuhan yang baik agar
anak-anaknya dapat tumbuh kembang sesuai dengan tahap-tahap
perkembangan anak yang sesungguhnya.
44
BAB II
PAPARAN DATA DAN TEMUAN
Pada bab ini peneliti akan memaparkan data-data dan temuan yang
ada di lapangan seperti gambaran umum lokasi penelitian, bentuk-bentuk
perkembangan emosional anak di Dusun Batu Rasak, Desa Selante,
Kecamatan Plampang, Kab. Sumbawa, dan bagaimana pola asuh ibu tiri
terhadap perkembangan emosional anak.
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Letak Geografis Dusun Batu Rasak
Dusun Batu Rasak merupakan salah satu dusun dari empat
dusun yang ada di Desa Selante, Kecamatan Plampang, Kabupaten
Sumbawa. Di mana seperti yang diketahui bahwa Sumbawa
merupakan salah satu kabupaten dengan hasil pertanian jagung
yang cukup banyak. Luas wilayah Desa Selante Kecamatan
Plampang adalah 37,00 km².
Adapun batasan wilayah Dusun Batu Rasak adalah:
a. Sebelah barat: Berbatasan dengan Desa Sepakat
b. Sebelah timur: Berbatasan dengan UPT SP 1 Prode
c. Sebelah selatan: Berbatasan dengan Kecamatan
Labangka
d. Sebelah utara: Berbatasan dengan Desa Selante
45
2. Jumlah Penduduk Dusun Batu Rasak
Secara keseluruhan penduduk Dusun Batu Rasak terdiri
dari 559 penduduk, yang di bagi ke dalam empat rukun tetangga,
dan 145 rumah tangga dan keluarga.48 Adapun rinciannya sebagai
berikut:
a. Jumlah Penduduk Dusun Batu Rasak Berdasarkan Jenis
Kelamin
Tabel 2.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
No. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
Laki-laki Perempuan
1. 249 310
Jumlah 559 Jiwa
Sumber: Rekapitulasi Hasil Pendataan Keluarga Tingkat Desa
Tahun 2016
48 Dokumentasi, dikutip 25 Januari 2017.
46
b. Jumlah Penduduk Busun Batu Rasak Menurut Kelompok
Umur
Tabel 2.2 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur
No. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur
Usia
0-1
Usia
1-5
Usia
5-10
Usia
10-25
Usia
25-60
Usia 60 ke
atas
1. 12 49 50 140 279 29
Jmlh 559 Jiwa
Sumber: Rekapitulasi Hasil Pendataan Keluarga Tingkat Desa
Tahun 2016
3. Struktur Organisasi
a. Struktur Organisasi Desa
Adapun struktur organisasi Desa Selante Kecamatan
Plampang Kab. Sumbawa, terdiri dari Kepala Desa, Sekretaris
Desa, Kasi Pemerintahan, Kasi Pembangunan dan Ued, Kasi
Sosial Masyarakat, Kaur Umum, Kaur Perlengkapan, Kaur
Keuangan, dan Kepala Dusun.49 Adapun bentuk bagan dari
struktur organisasi desa adalah sebagai berikut:
49 Wawancara, Sekretaris Desa, 27 Januari 2017
47
Gambar 2.1 Bagan Struktur Organisasi Desa Selante Kecamatan Plampang
STRUKTUR PEMERINTAH DESA SELANTE KECAMATAN
PLAMPANG
BPD-----------------
Sumber: Sekretaris Desa Selante
Kepala Desa
Firdaus Alamsyah
Sekretaris Desa
A. Karim, BA
Kasi. Pemb. dan
Ued
Supardan
Kasi. Pem.
Sri Hartati
Kasi. Sosmas
Iskandar
Kaur
Umum
Nanang
Irawan
Kaur
Perleng.
Hermanudin
Kaur
Keuangan
Hasti
Kadus Batu Rasak
Syafarudin
Kadus Selante
A. Malik Adam
Kadus Unter Kenangi
M. Naim
Kadus Dewa Roro
Agus Salim
48
b. Struktur Organisasi Dusun Batu Rasak
Struktur organisasi Dusun Batu Rasak, terdiri dari kepala
dusun, ketua karang taruna, ketua remaja masjid, tokoh agama,
dan kepala kader posyandu.50 Adapun bentuk bagan dari
struktur organisasi Dusun Batu Rasak, adalah sebagai berikut:
Gambar 2.2 Bagan Struktur Organisasi Dusun Batu Rasak
Desa Selante
Sumber: Kepala Dusun Batu Rasak
4. Profil Keluarga Tiri di Dusun Batu Rasak
Di dusun Batu Rasak sangat jarang sekali terjadinya pernikahan
kembali. Tapi tidak menutup kemungkinan untuk tidak terjadinya
suatu pernikahan kembali setelah di tinggal pergi untuk selama-
lamanya oleh salah satu pasangan. Pernikahan kembali dilakukan
agar sang buah hati tidak merasa kekurangan kasih sayang dari
50 Syafaruddin, Wawancara, 29 Januari 2017
Kepala Dusun
Syafaruddin
Syafaruddin
Kepala K. Posyandu
Nurhayati
Tokah Agama
H. Ahmad Anjo
Ketua R. Masjid
Sanusi
Ketua K. Taruna
M. Saleh
49
kedua orang tuanya walaupun tidak sepenuhnya seperti yang
mereka dapatkan dari orang tua kandungnya sendiri.
Tabel 2.2 Jumlah Keluarga Tiri yang ada di Dusun Batu Rasak
No. Nama
Ayah
Nama Ibu
Tiri
Jumlah Anak
Kandung
Jumlah
Anak Tiri
Jumlah
Keseluruhan
1. Makasau Nurhayati 1 - 1
2. Jabarudin Aisyah 2 1 3
3. Ridwan Nurma 1 1 2
4. Anto Ella 1 1 2
5. Cempau Rabaiyah 1 - 1
6. Jami Siti 3 2 5
7. Hasanuddin Lemang 1 - 1
8. Sadeli Atun 1 2 3
9. Hasa Salmah 2 - 2
10. Bani Ramlah 1 3 4
11. Ismail Ati 2 2 4
Menurut hasil observasi yang peneliti lakukan di Dusun Batu
Rasak tentang anak-anak yang mempunyai ibu tiri atau keluarga tiri
adalah sebanyak 11 keluarga. Akan tetapi peneliti hanya mengambil 3
keluarga sebagai informan atau subjek penelitian kerena keluarga yang
3 ini mempunyai anak yang masih berada dalam masa kanak-kanak
50
akhir dan sesuai dengan yang akan peneliti teliti. Adapun nama-nama
keluarga yang menjadi informan peneliti adalah sebagai berikut:
1. Keluarga I (Pak Jabarudin dan Ibu Aisyah)
Pak Jabarudin adalah kepala keluarga dalam keluarga ini,
sedangkan Ibu Aisyah adalah istri kedua Pak Jabarudin. Istri
pertama Pak Jabarudin bernama Ibu Tini, mereka sama-sama
asli Sumbawa dan mereka mempunyai dua orang anak. Ibu Tini
meninggal dunia setelah melahirkan anak keduanya, dia
meninggal pada tahun 2004 silam. Dan Pak Jabarudin menikah
kembali dengan Ibu Aisyah pada tahun 2009. Ibu Aisyah
adalah aslinya orang Sasak tetapi sudah lama menetap di
Sumbawa. Dan anak pertama Pak Jabar sekarang duduk di
bangku kelas enam SD dan yang terakhir duduk di bangku
kelas tiga SD. Pak Jabarudin dan Ibu Aisyah dikaruniai seorang
anak perempuan bernama Novi dan dia berusia 3 tahun.
2. Keluarga II (Pak Ridwan dan Ibu Nurma)
Ibu Nurma adalah istri kedua Pak Ridwan. Pak Ridwan ini
mempunyai seorang anak dari istri pertama yang bernama Fifi.
Istri pertama Pak Ridwan bernama Ibu Ria dan dia asli orang
Lombok Tengah Praya. Pak Ridwan menikah dengan istri
pertamanya pada awal tahun 2003 dan bercerai dengan istrinya
pada tahun 2005. Pernikahan Pak Ridwan dengan istri
51
pertamanya tidak berlangsung lama karena alasan tidak ada
kecocokan lagi. Anak Pak Ridwan pada saat itu masih berusia
1 tahun lebih dan dia tinggal bersama neneknya atau ibu Pak
Ridwan itu sendiri. Dan Pak Ridwan menikah kembali dengan
Ibu Nurma yang aslinya Bima pada pertengahan tahun 2010
silam. Dan sekarang sudah mempunyai anak yang baru berusia
5 tahun.
3. Keluarga III (Pak Hasanuddin dan Ibu Lemang)
Pak Hasanuddin adalah suami kedua dari Ibu Lemang ini.
Ibu Lemang udah pernah menikah sebelumnya dengan seorang
yang asli Sumbawa juga pada tahun 1999. Dan melahirkan
anak pertamanya pada tahun 2006. Ibu Lemang dulunya sering
sekali keguguran maka dari itu anal pertamanya baru lahir
dengan selamat pada tahun 2006. Satu tahun setelah
melahirkan anak pertamanya Ibu Lemang harus mengikhlaskan
suaminya pergi untuk selama-lamanya yaitu pada tahun 2008.
Anak Ibu Lemang sekarang sudah duduk di bangku kelas lima
SD. Ibu Lemang menikah kembali dengan Pak Hasanudin pada
tahun 2015 dan sampai sekarang belum dikarunia anak.
B. Bentuk-bentuk Perkembangan Emosional Anak Di Dusun Batu
Rasak
Proses sosialisasi anak berawal di lingkup keluarga. Keluarga
memberikan dasar pembentukkan watak, tingkah laku, moral, dan
52
pendidikan kepada anak. Sejak masih kecil, interaksi harmonis antara
anak, ibu, dan ayah merupakan hal yang penting. Kualitas dari
keadaan emosional anak dengan ibunya memiliki pengaruh yang kuat
dalam pola pikir personal, interpersonal, dan dalam fungsi-fungsi
sosial sepanjang hayat. Kepekaan orang tua terhadap anak dalam
merespon kebutuhan anak mengarah pada perkembangan rasa aman
dan kepuasan emosional yang sangat dibutuhkan oleh anak.
Emosi memiliki peranan yang sangat penting dalam perkembangan
anak, baik pada usia prasekolah maupun pada tahap-tahap
perkembangan selanjutnya, karena memiliki pengaruh terhadap
perilaku anak. Pada masa kanak-kanak memiliki kebutuhan emosional
seperti ingin dicintai, dihargai, merasa aman, merasa kompeten, dan
mengoptimalkan kompetensinya. Apabila kebutuhan emosi ini dapat
dipenuhi akan meningkatkan kemampuan anak dalam mengelola
emosi, terutama emosi yang bersifat negatif.
Berdasarkan hasil temuan peneliti terkait bentuk-bentuk
perkembangan emosional anak di Dusun Batu Rasak melalui proses
observasi dan wawancara. Berikut ini adalah paparan hasil observasi
dan wawancara dengan warga Dusun Batu Rasak tentang bentuk-
bentuk perkembangan emosional anak, antara lain:
1. Anak Mudah Marah atau Tersinggung
Perasaan ini akan muncul ketika anak terkadang merasa
tidak nyaman dengan lingkungannya atau ada sesuatu yang
53
mengganggunya misalnya seperti diganggu oleh teman-teman
bermainnya. Kemarahan pun akan dikeluarkan anak ketika merasa
lelah atau tidak suka dengan keadaan yang terjadi di sekitarnya.
Begitu pun ketika kemauannya tidak dituruti oleh orang tuanya,
terkadang timbul rasa marah pada anak.
Pada usia kanak-kanak awal ini, anak-anak cenderung akan
mudah sekali marah atau tersinggung terhadap hal-hal yang
membuatnya merasa tidak nyaman. Rasa marah adalah ekspresi
yang lebih sering diungkapkan pada masa kanak-kanak jika
dibandingkan dengan perasaan yang lain. Alasannya ialah karena
rangsangan yang menimbulkan rasa marah lebih banyak, dan pada
usia yang dini anak-anak mengetahui bahwa kemarahan merupakan
cara efektif untuk memperoleh perhatian atau memenuhi kebutuhan
mereka.
Berikut ini adalah petikan wawancara peneliti dengan
beberapa warga dusun setempat yakni dari kalangan orang tua,
adalah sebagai berikut:
“Anak saya sekarang kelas 5 SD, anak tiri sih dek tapi udah saya anggap seperti anak sendiri, emang sih sering marah-marah tidak jelas kalau tidak diikutin kemauannya, tapi marahnya Cuma sebentar nggak lama kok. Tapi kalau saya, saya diamin dia kalau lagi marah-marah itu nanti juga baik sendiri. Namanya juga anak-anak dek jadi udah wajar”.51
51 Nurma, Wawancara, Dusun Batu Rasak, 01 Februari 2017.
54
Dari informan yang lain juga senada, kalau anak-anak yang
pada usia kanak-kanak akhir juga sering marah-marah tidak jelas,
dikarenakan usia mereka juga banyak dipengaruhi oleh
rangsangan-ransangan yang akan memicu kemarahan anak. Seperti
yang diungkapkan oleh informan berikut ini.
“Iya dek, kalau anak saya emang suka marah-marah kalau nggak diturutin kemauannya misalnya dia ingi beli baju di pasar karena liat punya temannya, tapi bukan marah sih Cuma ngambek gitu, tapi kalau sekarang sudah tidak terlalu begiti karena mungkin dia sudah tambah besar jadi dia sadar diri, kalau anak saya misalnya lagi nggak suka sama orang-orang dirumah dia lebih baik diam dari pada ngomong ke kita apa yang membuatnya marah atau tidak suka dirumah”.52
Sama juga dengan pernyataan yang diungkapkan oleh salah
satu informan tentang anak yang mudah marah, dia memang
mengakui kalau anak-anak akan rentan sekali marah jika
lingkungan sekitarnya tidak seperti yang diharapkan olehnya.
Berikut kutipan wawancaranya:
“ Anak saya sekarang kelas 6 SD dek, dan dia punya ibu tiri tapi sekarang dia sudah bisa menerima, namanya juga anak-anak pasti mau saja kalau orang tuanya nikah lagi asalkan dianya tidak diterlantarkan. Kalau marah sih sering karena namanya juga masih kecil, misalnya dia kita suruh terus dia lagi ada kerjaan lain tapi dia tetap akan melakukan yang kita suruh tapi terpaksa dan ngomel-ngomel tidak jelas. Dan kebetulan ibu barunya juga dia suka banget. Tapi kalau
52 Aisyah, Wawancara, Dusun Batu Rasak, 01 Februari 2017.
55
awal-awal masih malu dan sungkan sama ibu tirinya tapi sekarang nggak lagi”.53
Dari petikan wawancara di atas di Dusun Batu Rasak
terdapat beberapa anak yang tinggal dengan keluarga baru atau
keluarga tiri. Tapi, di sini tidak menutup kemungkinan bahwa anak
akan tumbuh dan berkembangan sesuai dengan tahapan
perkembangannya seperti anak yang diasuh oleh orang tua
kandung. Seperti hasil observasi dan wawancara yang peneliti
temukan di lapangan justru mereka anak yang tinggal dengan
keluarga tidak tidak kekurangan kasih sayang sedikitpun. Mereka
dibesarkan layaknya anak kandung.54
2. Anak Mudah Cemburu
Rasa cemburu adalah reaksi normal terhadap kehilangan
kasih sayang yang nyata, dibayangkan, atau ancaman kehilangan
kasih sayang. Anak-anak sangat rentan dengan yang namanya
cemburu, tidak hanya kepada teman-teman sebayanya tetapi bisa
dalam bentuk kasih sayang dan perhatian yang di berikan oleh
orang tuanya. Akan tetapi, pada usia kanak-kanak terakhir anak
sudah mulai mampu mengatasi rasa cemburu yang berlebihan yang
sedang mereka alami.
53 Ridwan, Wawancara, Dusun Batu Rasak, 02 Februari 2017 54 Observasi, Dusun Batu Rasak, 07 Februari 2017
56
Berikut ini adalah petikan wawancara peneliti dengan
beberapa orang tua di Dusun Batu Rasak tentang bentuk
perkembangan emosional anak, sebagai berikut:
“Kalau anak saya sangat mudah cemburu dek, apalagi kalau dibanding-bandingkan dengan teman-temannya yang lain. tapi kita sebagai orang tua harus berusaha adil sama anak-anak”.55 “Kalau dibilang cemburu sih iya dek, misalnya adiknya dibeliin sesuatu dan dia tidak kebagian pasti dia akan ngambek dek, dan kalau disuruh pasti nggak mau krna nggak dibeliin dan adeknya saja yang dibeliin”.56 “Biasanya yang buat saya mudah cemburu itu kak yah, saya kadang cemburu melihat teman-teman saya yang masih punya ibu kandung sedangkan saya tidak kak, saya juga kadang cemburu melihat teman saya yang slalu diikuti kemauannya sama orang tuanya, tapi saya senang juga kak karena sekarang saya punya ibu walauun ibu tiri tapi dia sayang sama saya”.57
Dari petikan wawancara di atas di Dusun Batu Rasak
terdapat beberapa anak yang pada usia kanak-kanak akhirnya
mudah sekali cemburu dengan perubahan-perubahan yang terjadi
di lingkungan sekitarnya. Mereka akan mudah cemburu dan akan
mudah balik lagi ke keadaan semula. Itu dikarenakan pada usianya
yang ini mereka sudah mulai mampu untuk menghadapi berbagai
macam gangguan emosionalnya.
55 Aisyah, Wawancara, Dusun Batu Rasak, 07 Februari 2017 56 Lemang, Wawancara, Dusun Batu Rasak, 07 Februari 2017 57 T, Wawancara, Dusun Batu Rasak, 08 Februari 2017
57
3. Anak Mulai Mampu Menetralisasikan Rasa Malu dan Bangga
Anak yang mamasuki usia kanak-kanak akhir sudah mulai
mampu meningkatkan kemampuan untuk memahami emosi-emosi
yang kompleks, misalnya mampu menetralisasikan rasa malu dan
kebanggaan yang sering terjadi pada dirinya. Emosi-emosi ini
menjadi lebih terinternalisasi (self-generated) dan intergrasi
dengan tanggung jawab personal. Anak mulai dapat menyelesaikan
konflik yang dialaminya bersama teman-teman sekolah, maupun
teman sepermainannya. Karena semakin bertambah usia anak-
anak, maka anak akan semakin menyadari perasaan yang ada pada
dirinya maupun pada orang lain.
Disamping anak yang berusaha menetralisasikan
kemampuannya dalam mengelola emosinya, orang tua juga sangat
berperan penting dalam proses perkembangan emosi anak itu
sendiri. Karena memenuhi kebutuhan anaknya juga berarti orang
tua telah menjalankan perannya sebagai orang tua yang baik dan
bertanggung jawab, hal positif lainnya yakni anak akan merasa
aman karena terpenuhinya kebutuhan ajan kasih sayang. Menurut
hasil penelusuran peneliti mengenai bentuk-bentuk perkembangan
emosional anak selanjutnya di Dusun Batu Rasak adalah anak
mulai mampu menetralisasikan rasa malu dan bangga yang sering
terjadi pada dirinya. Berikut ini beberapa kutipan dari penuturan
warga setempat:
58
“Kalau dibilang pemalu, emang anak saya sedikit pemalu orangnya, kemana-mana kalau disuruh itu pasti mintanya ditemanin. Makanya saya sering bilang masak besok-besok kalau udah besar juga harus ditemanin kemana-mana, dia bilang nggak sih kalau sudah besar, gitu dek. Pokoknya sering sudah saya ingatin dia itu dek, ngak usah terlalu pemalu dan nggak berani karena nggak ada yang kita dapat nantinya”.58
Sama juga dengan pernyataan yang diungkapkan oleh salah
satu informan tentang anak yang sudah mulai mampu
menetralisasikan rasa bangga dan malu. Berikut kutipan
wawancaranya:
“Kalau dibilang malu mungkin semua anak-anak akan malu dengan yang baru-baru, tapi dia semakin besar sekarang jadi sudah tidak seperti dulu lagiii, disekolah juga sudah ada perubahan kata ibu gurunya, sudah mulai banyak omong dan kalau pulang dia tetap bangga menunjukkan hasilnya belajarnya di sekolah, entah itu nilai jelek atau bagus dan sering juga kita ingatin dia”.59
Hal yang senada juga dikatakan oleh informan lainnya
tentang bentuk-bentuk perkembangan emosional anak lainnya yaitu
tentang anak yang sudah mulai mampu menetralisasikan rasa
bangga dan malunya. Berikut petikan wawancaranya:
“Kalau anak saya sekarang dek yah, udah tidak malu lagi kalau cerita-cerita apa-apa yang dilakukannya disekolah, dirumah temannya, dan dimanapun, kalau pulang kerumah pasti sempat-sempatnya cerita tentang masalahnya sama
58 Lemang, Wawancara, Dusun Batu Rasak, 02 Februari 2017 59 Nurma, Wawancara, Dusun Batu Rasak, 04 Februari 2017
59
teman-teman bermain, kita orang tua Cuma bias mengingatkan saja dan mendengarkan”.60
Hal yang senada juga diungkapkan oleh salah satu informan
yang ada di Dusun Batu Rasak, tentang perihal yang sama. Berikut
petikan wawancaranya:
“Dulu sih sering malu-malu kak sama orang apalagi orang yang baru kita lihat pasti malu banget, tapi nggak tau sekarang sudah nggak terlalu, apa lagi kalau disekolah udah nggak malu-malu lagi mungkin kita juga udah besar, saya juga sering cerita-cerita sama ibu tiri saya kalau saya berantem sama teman sekolah kak, lebih suka cerita sama ibu sih dari pada sama bapak nggak berani, hehe”.61
Berdasarkan kutipan wawancara di atas, di Dusun Batu
Rasak ini anak-anak sudah mulai mampu menetralisasikan rasa
bangga dan malu yang mereka rasakan secara perlahan-lahan.
Orang tua mereka sangat antusias dalam membimbing anak-anak
mereka untuk perkembangan anak-anaknya, tidak hanya mereka
yang mempunyai orang tua kandung tetapi mereka yang dari
kalangan anak yang diasuh oleh orang tua tiri.
4. Anak Mulai Mampu Mengontrol Emosi Negatif
Pada usia kanak-kanak akhir juga anak-anak sudah mulai
dapat mengatur ekspresi emosi dalam situasi sosial dan anak mulai
dapat berespon terhadap stress emosional yang terjadi pada orang
lain. Selain itu dapat mengontrol emosi negatif seperti rasa takut
60 Aisyah, Wawancara, Dusun Batu Rasak, 04 Februari 2017 61 F, Wawancara, Dusun Batu Rasak, 04 Februari 2017
60
dan sedih. Anak belajar apa yang membuat dirinya sedih, marah
atau takut sehingga mereka mulai belajar beradaptasi agar emosi
tersebut dapat dikontrol dengan baik.
Biasanya kita menghindari dan berusaha menghilangkan
emosi negatif ini. Adakalanya kita mampu mengendalikannya,
tetapi adakalanya kita gagal melakukannya. Ketika kita gagal
mengendalikan atau menyimbangkan emosi negatif ini maka ketika
itu keadaan suasana hati kita menjadi buruk. Kesejahteraan
psikologis dan kebahagian seseorang lebih ditentukan oleh
perubahan atau pengalaman yang sering dialaminya. Hal ini
disebut sebagai afek. Jika individu lebih banyak merasakan dan
mengalami afek negatif maka individu akan diliputi oleh suasana
psikologis yang tidak nyaman dan tidak menyenangkan.
Akibatnya, individu akan merasa sulit merasakan kepuasan hidup
dan kebahagiaa. Berikut ini adalah beberapa hasil wawancara dan
observasi peneliti mengenai bentuk perkembangan emosional anak
berikutnya yaitu anak mulai mampu mengontrol emosi negatif
yang ada di Dusun Batu Rasak, adalah sebagai berikut:
“Sekarang dia sudah mulai mengerti kalau dibilangin, misalnya dia minta ini minta itu terus bapaknya bilang lagi nggak ada uang sekarang dan besok kalau ada uang kita beliin, dia bisa ngerti sekarang nggak seperti dulu kalau mintanya sekarang harus sekarang juga dibeliin, misalnya minta dibeliin baju dan mainan”.62
62 Aisyah, Wawancara, Dusun Batu Rasak, 03 Februari 2017
61
Kemudian dikatakan pula oleh informan yang lain hal yang
sama, walaupun bentuknya sedikit berbeda.
“Kebetulan kan anak saya ini dek punya ibu tiri nggak seperti temannya yang lain, kadang saya juga kasian ma dia karena nggak seperti temannya, tapi untungnya ibu tirinya ini sangat baik sama dia walaupun sekarang sudah punya anak sendiri tapi kasih sayangnya tidak berubah. Dulu sih anak saya kurang setuju saya nikah lagi karena dia takut nanti sering disiksa gitu. Sekarang dia sudah bisa mengontol emosinya tau mana yang baik dan yang tidak”.63
Hal yang sama juga dikatakan oleh informan lainnya bahwa
bentuk perkembangan emosional anak tidak hanya seperti yang
sudah dipaparkan di atas tetapi juga dalam hal lainnya, berikut
kutipan wawancaranya.
“Dulu sih sering berantem sama teman-teman disekolah tapi sekarang udah nggak gitu lagii. Nggak enak kalau nggak sapaan sama teman, nggak ada teman kita main kak”.64 “Kalau kita liat-liat anak ini sekarang sudah berubah banget nggak kayak dulu lagi dek, dulu waktu bapaknya baru nikah dia sering nangis-nangis ngak jelas, marah, ngambekan, orangnya tapi sekarang sudah nggak gitu lagi. Tapi kita tidak tau sih kalau dirumahnya karena kita hanya bias mlihat dilingkungan sekitar saja”.65
Berdasarkan hasil wawancara di atas anak-anak di Dusun
Batu Rasak, memang sudah mulai mampu mengontrol emosi-
63 Ridwan, Wawancara, Dusun Batu Rasak, 03 Februari 2017 64 F, Wawancara, Dusun Batu Rasak, 04 Februari 2017 65 Hayati, Wawancara, Dusun Batu Rasak, 05 Februari 2017
62
emosi negatif mereka. Karena menurut mereka sendiri itu sangat
tidak bermanfaat dan akan merugikan diri sendiri. Disamping itu
juga orang tua dan masyarakat sekitar juga sangat membantu dan
mendukung anak-anak di sana untuk mengontrol emosi-emosi anak
yang idak baik untuk dikembangkan lebih jauh lagi.
5. Anak Mulai Mampu Mengerti Tentang Norma-norma Yang
Berlaku Di Lingkungan Sekitar
Pada usia ini pengertian anak tentang sesuatu yang baik dan
buruk, tentang norma-norma aturan serta nilai-nilai yang berlaku di
lingkungan sekitarnya menjadi bertambah dan juga lebih fleksibel,
tidak sekaku saat di usia kanak-kanak awal. Mereka mulai
memahami bahwa penilaian baik-buruk atau aturan-aturan dapat
diubah tergantung dari keadaan atau situasi yang memicu
munculnya perilaku tersebut. Nuansa emosi mereka juga semakin
beragam. Pada usia ini anak-anak mengembangkan sikap empati
yang lebih memperkenalkan diri kepada orang lain dan juga merasa
bersalah ketika mereka melaukai orang lain, baik secara fisik
ataupun emosional. Mereka mencoba untuk menimbulkan rasa
nyaman terhadap keluarga atau teman tanpa diminta untuk
melakukannya.
Berikut ini adalah adalah petikan wawancara peneliti
dengan warga setempat tentang bentuk perkembangan emosional
anak yang ada di Dusun Batu Rasak selanjutnya adalah:
63
“Alhamdulillah anak saya sudah bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat tinggal, tidak membuat masalah yah karena merekakan hanya bermain-main saja nggak kayak orang dewasa, mereka sadar usia mereka berapa gitu”.66
Hal yang senada juga dikatakan oleh informan lainnya,
berikut kutipan wawancaranya.
“Kalau anak disini rata-rata nggak ada yang main malam-malam dek, keluyuran nggak jelas gitu, dan anak saya juga gitu, karena biasanya kalau malam hari mereka rata-rata pergi mengaji dan setelah mengaji sudah langsung pulang nggak main-main lagi gtu, karena mungkin lingkungannya yang seperti ini jadi anak-anak juga mengikiti, karena kalau di sini dek kalau kita nggak bagus-bagus jaga anak banyak sekali omongan orang apalagi kalau anak kita kurang ajar nggak tau tata karma pasti kita yang jadi orang tua yang kena juga”.67 “Iya setiap desa atau dusun pasti punya aturan masing-masing dek, jadi kita hanya mengingtkan anak kita biar tidak melanggar aturan yang ada, iya anak-anak juga sadar sendiri mana yang dibolehkan dan mana yang tidak dibolehkan dilakukan di lingkungan masyarakat ini, seperti misalnya kalau anak-anak tidak boleh main sampai magrib dan masih banyak lagi dek”.68
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi peneliti di
Dusun Batu Rasak bahwa anak-anak di sana sangat mentaati
peraturan atau norma-norma yang berlaku di lingkungan tempat
tinggalnya, orang tua juga tidak lepas kontrol dalam membimbing
66 Nurma, Wawancara, Dusun Batu Rasak, 10 Februari 2017 67 Lemang, Wawancara, Dusun Batu Rasak, 05 Februari 2017 68 Hayati, Wawancara, Dusun Batu Rasak, 05 Februari 2017
64
anaknya dan juga masyarakat yang senantiasa selalu memberikan
respon yang tidak baik jikalau ada yang tidak sesuai dengan yang
ada. Pada usia kanak-kanak akhir ini anak sudah mulai mampu
menbedakan mana yang baik dan mana yang tidak baik serta mulai
mampu bergaul atau beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya.
C. Bentuk-bentuk Pola Asuh Ibu Tiri Terhadap Perkembangan
Emosional Anak
Berdasarkan hasil temuan peneliti terkait bentuk-bentuk pola asuh
ibu tiri terhadap perkembangan emosional anak melalui proses
observasi dan wawancara. Berikut ini adalah paparan hasil observasi
dan wawancara dengan warga Dusun Batu Rasak tentang bentuk-
bentuk pola asuh ibu tiri terhadap perkembangan emosional anak,
antara lain:
1. Memberikan Perhatian dan Kasih Sayang Kepada Anak
Bentuk perhatian orang tua terhadap anaknya salah satunya
adalah ditunjukkan dalam bentuk pemberian kasih sayang yang
melimpah yang sesuai dengan kebutuhan anaknya, kasih sayang
mungkin terdengar sepele dan banyak orang beranggapan bahwa
kasih sayang hanya ditunjukkan dengan cara dan tidak harus
diungkapkan, akan tetapi sebenarnya pemberian kasih sayang
dalam bentuk ucapan juga sangatlah penting, hal ini dikarenakan
tidak semua orang bisa mengartikan tindakan orang sesuai dengan
maksud dari pemberian tindakan tersebut. Bahkan banyak juga
65
orang tua yang beranggapan bahwa ketika anaknya beranjak
dewasa mereka sudah tidak membutuhkan orang tua lagi dan
mungkin akan lebih sibuk dengan lingkungan barunya yakni
seperti teman sepermainannya, teman sekolah, dan lain-lain.
Sehingga akhirnya orang tua memberikan kebebasan terhadap
anaknya, tanpa berusaha mengontrol jejak pergaulan anaknya.
Bentuk pemberian kasih sayang dan perhatian kepada anak tidak
hanya dalam hal-hal seperti itu saja akan tetapi banyak sekali
bentuk-bentuk kasih sayang dan perhatian ini diantaranya seperti,
menjadi sahabat bagi anak-anak agar anak menjadi terbuka kepada
orang tua nantinya, menjadi pendengar yang baik untuk setiap
keluh kesah yang akan di rasakan oleh anak, selalu memperhatikan
perkembangan pendidikan anak dan lain-lain. Dan orang tua di
Dusun Batu Rasak sangat memperhatikan atau memberikan kasih
sayang kepada anak-anaknya.
Berikut ini adalah petikan wawancara peneliti dengan
beberapa warga dusun setempat yakni dari kalangan warga-warga,
adalah sebagai berikut:
“Mungkin semua orang tua juga melakukan hal yang sama dek untuk kebaikan anak-anaknya, kalau saya sih bentuk kasih sayang saya kepada anak saya sih yah seperti orang lain juga, yaitu membelikan keperluan sekolah, di luar sekolah, seperti memberikan uang belanja, memberikan kasih sayang juga, iya tentunya kita harus sayang anak kitaa masak ada orang tua yang tidak sayang sama anaknya”.69
69 Aisyah, Wawancara, Dusun Batu Rasak, 04 Februari 2017
66
Hal yang sama juga dikatakan oleh informan lainnya
tentang bagaimana pola asuh orang tua kepada anaknya, ternyata
bentuk pemberian kasih sayang dan perhatian ini tidak hanya
berupa materi , seperti yang diungkapkan oleh informan berikut
ini.
“Kalau saya sih sayang sama anak suami saya walaupun dia bukan anak kandung saya dek, tapi saya tidak membedakan-bedakan mereka. Saya juga berusaha adil dalam memberikan perhatian dan kasih sayang kepada mereka juga, tapi setiap orangkan beda-beda caranya dek. Bentuk perhatian dan kasih sayang yang saya berikan itu tidak selalu berupa materi karena kita bukan orang kaya, jadi saya berusaha untuk selalu memperhatikan perkembangannya, mengajarkan dia tentang cara memasak biar bisa menjadi ibu yang baik besoknya, beres-beres rumah dek”.70
Berdasarkan kutipan wawancara di atas mengenai pola asuh
ibu tiri terhadap perkembangan emosional anak yang selanjutnya
yaitu memberikan perhatian dan kasih sayang kepada anak, anak-
anak yang hidup dengan keluarga tiri di sana tidak kekurangan
perhatian dan kasih sayang dari orang tua walaupun mereka hidup
di bawah pengasuhan keluarga baru atau keluarga tiri. Orang tua
yang menjadi ibu tiri juga sangat sadar akan tanggung jawabnya
sebagai orang tua dan menjalankan perannya layaknya orang tua
kandung selalu memberikan perhatian dan kasih sayang kepada
anaknya karena dia sadar kalau anak-anaknya sangat menbutuhkan
70 Nurma, Wawawncara, Dusun Batu Rasak, 05 Februari 2017
67
orang tua. Walaupun bentuk perhatian dan kasih sayangnya tidak
selalu berupa materi tetapi juga dalam bentuk lainnya seperti
mengajarkan anak memasak, beres-beres rumah, agar kelak
anaknya bisa menjadi pribadi yang tidak mengecewakan orang
tuanya.
2. Menafkahi dan Memenuhi Kebutuhan Materi Anak
Cara mengasuh anak bukan hanya dalam bentuk kasih
sayang tetapi juga dalam hal materi atau memenuhi kebutuhan sang
buah hati, misalnya untuk pendidikan dan kebutuhan anak sehari-
hari, apalagi ketika anak masih dalam posisi belum bisa mandiri
dan masih bergantung sepenuhnya pada orang tua adalah wajib
hukumnya baik dari hukum agama maupun hukum negara.
Memenuhi kebutuhan anaknya juga berarti orang tua telah
menjalankan perannya sebagai orang tua yang baik dan
bertanggungjawab, hal positif lainnya yakni anak juga akan merasa
aman karena terpenuhinya kebutuhan mereka yang mendasar dari
orang tuanya, kebutuhan materinya terpenuhi, jadi anak juga bisa
menjalankan fungsinya sebagai anak dengan baik. Tidak
terpenuhinya kebutuhan materi anak juga akan berimbas negatif,
misalnya ketika kebutuhannya tidak terpenuhi dari orang tua maka
anak akan mencoba memenuhi kebutuhannya sendiri dengan
jalannya sendiri yang belum tentu hal tersebut dilakukan dengan
baik.
68
Karena kebutuhan pokok adalah kebutuhan jasmani atau
fisik seperti makanan, minuman, dan istirahat yang cukup. Adapun
kebutuhan pribadi disebut kebutuhan psikososial yang merupakan
faktor penting dalam perkembangan emosional anak dan
penyesuaian diri diantaranya kebutuhan akan kasih sayang,
kebebasan dan pengalaman serta akan rasa kekeluargaan. Semua
itu mungkin terdengar sepele dan banyak orang beranggapan
bahwa kasih sayang, kebebasan, pengalaman, serta rasa
kekeluargaan hanya ditunjukkan dengan cara dan tidak harus
diungkapkan, akan tetapi sebanarnya dalam bentuk ucapan juga
sangatlah penting, hal ini dikarenakan bahwa tidak semua orang
bisa mengartikan tindakan semua orang sesuai dengan maksut dari
pemberian tindakan tersebut. Bahkan banyak orang tua yang
beranggapan bahwa ketika anaknya beranjak dewasa mereka sudah
tidak membutuhkan orang tua lagi dan mungkin akan lebih sibuk
dengan lingkungan barunya yakni seperti teman sepermainan,
teman sekolah, dan lain-lain. Sehingga akhirnya orang tua
memberikan kebebasan penuh terhadap anaknya.
Menurut hasil penelusuran peneliti tentang bentuk pola
asuh ibu tiri di Dusun Batu Rasak adalah bisa dikatakan
terpenuhinya kebutuhan materi anak-anak. Berikut ini beberapa
kutipan dari penuturan warga setempat.
69
“Kalau anak-anak di sini jarang yang mempunyai ibu tiri, jadi mungkin semua kebutuhan mereka akan dipenuhi. Jadi, karena saya di sini sebagai salah satu ibu tiri yang ada di sini, akan mencoba memberikan yang terbaik yang dibutuhkan oleh anak-anak suami saya, yah walaupun tidak bisa sepenuhnya seperti ibu kandung mereka, misalnya saya menyuruhnya saparan sebelum berangkat sekolah,memberikan uang jajan ketika dia pergi sekolah, dan terkadang membelikannya baju baru ketika ada yang datang dagang keliling dek walaupun harganya tidak seberapa”.71
Kemudian dikatakan pula oleh ibu tiri yang lain hal yang
sama, walaupun bentuknya sedikit berbeda.
“Kalau saya dek sangat senang sama anak suami saya, dari pertama nikah sampai saya punya anak sekarang. Karena mereka sama-sama anak suami saya jadi tidak ada alasan untuk saya membencinya. Jadi, saya cuman berusaha berlaku adil dalam memberikan kebutuhan materi kepada mereka, kalau satu saya beliin alat sekolah maka yang lainnya juga saya belikan yang sama untuk menghindari mereka iri ”.72
Hal yang sama juga dikatakan oleh informan bahwa bentuk
pengasuhan orang tua itu tidak selalu berupa materi tetapi juga
dalam hal lainnya, berikut kutipan wawancaranya.
“Kalau mak baru saya kak yah orang baik, tidak sering marah-marah, tapi kadang sih dia marah kalau saya nakal dan sering lama pulang kalau lagi pergi main, sering dibeliin ini itu kalau saya mau, nggak pelit kok mak sya kak. Kebutuhan sekolah juga dipenuhi dan saya lebih berani minta uang jajan di mak dari pada ma bapak, sering
71 Siti Aisyah, wawancara, Dusun Batu Rasak, 01 Februari 2017 72 Lemang, wawang, Dusun Batu Rasak, 02 Februari 2017
70
juga saya pergi ke sawah masa ibu dan bapak kalau hari libur kak”.73
Di Dusun Batu Rasak terdapat beberapa anak yang hidup
dengan keluarga tiri atau dalam pengasuhan ibu tiri. Akan tetapi,
ibu tiri yang ada di Dusun Batu Rasak ini tidak seperti
kebanyakkan ibu tiri yang kita ketahui. Mereka sangat
memperhatikan kebutuhan-kebutuhan anaknya baik kebutuhan
pokok maupun pribadi karena mereka menganggap anak itu seperti
anak mereka sendiri. Jadi, secara tidak langsung perkembangan
emosional anak di sini terpenuhi.
3. Memperhatikan Pergaulan Anak
Anak-anak merupakan masa yang dipenuhi dengan rasa
keingintahuan yang tinggi dan masa coba-coba, banyak sekali
anak-anak di kota besar yang menjadi korban pergaulan. Jadi,
peran orang tua dalam memperhatikan pergaulan anaknya sangat
dibutuhkan demi masa depan sang anak. Perlunya perhatian orang
tua terhadap anak dan keluarga serta pengawasan dalam
pertemanannya, menjaga mereka dari lingkungan pertemanan yang
tidak baik. Mengarahkan mereka pada kegiatan-kegiatan positif
sehingga sedikit waktunya untuk hura-hura dan keluyuran.
Membatasi pergaulan anak bukan berarti orang tua harus
membatasi gerak langkah anaknya dalam beraktivitas, akan tetapi
73 F, wawancara, Dusun Batu Rasak, 02 Februari 2017
71
hanya memonitoring pergaulan atau ruang lingkup bermainnya
saja, apakah sudah benar dan sesuai dengan norma-norma yang
berlaku atau melewati batasnya. Berikut ini adalah beberapa hasil
wawancara dan observasi peneliti mengenai kasus pergaulan anak-
anak di Dusun Batu Rasak:
”Kita sebagai orang tua pastinya sangat menginginkan anak kita kita tidak nakal, bandel, dan seperti yang tidak kita inginkan lainnya. Jadi, saya sebagai orang tua berusaha untuk mengontrol pergaulan anak saya tapi tidak semua harus saya perbatasi, yah yang wajar-wajar saja dek, misalnya kalau pergi main jangat sampai telat pulang, tidak boleh pergi main ke tempat yang jauh-jauh sama orang yang sudah dewasa karena banyak di sini yang masih kecil tapi mainnya sama anak-anak yang sudah SMP SMA dek”.74
Selain itu dari wawancara peneliti dengan orang tua lainnya
sebagai berikut:
“Kalau saya dek sangat khawatir kalau anak-anak pergi main sama temannya, takutnya nanti dia macem-macem, tapi kita sebagai orang tua hanya bisa mengingatkan saja. Dan biasanya kalau pulang sekolah itu dia sudah pergi main sama teman-temannya dan nggak ingat makan siang, jadi saya marah-marah dan pergi mencarinya dirumah-rumah tempatnya dia sering main saya suruh pulang makan dulu tapi kadang anak-anak juga tidak mau, apalagi sekarang musim hujan banyak anak-anak yang pergi mencari jamur dek ke tempat kebun-kebun orang dan saya sangat khawatir kalaupun dibilang jangan pergi tapi dia tetap saja pergi sama temannya”.75
74 Aisyah, Wawancara, Dusun Batu Rasak, 12 Februari 2017 75 Nurma, Wawancara, Dusun Batu Rasak, 12 Februari 2017
72
“Kalau saya biasanya selalu saya ingatkan anak saya jangan pulang main lama-lama nggak baik buat anak cewek pulang main lama gitu. Mengajarkan mereka tentang agama juga, tapi di sini bukan berarti kita harus membatasi mereka tidak boleh pergi main. Cuma kita sebagai orang tua harus tetap mengawasi pergaulan mereka apalagi mereka masih kecil dan takutnya berbuat yang tidak-tidak itu sih yang kita jaga dek biar tidak jadi omongan orang lain, kalau anak saya sering pergi bantu ibu gurunya nanam dan mupuk jagung dek ke sawah, walaupun saya tidak mengizinkan tapi dia tetap ingin pergi”.76
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara peneliti tentang
pola asuh ibu tiri terhadap perkembangan emosional anak adalah
anak-anak yang hidup di bawah pengasuhan orang tua tiri atau ibu
tiri juga tidak kalah dengan anak-anak yang hidup dengan orang tua
kandung, karena di sini orang tua tiri juga sangat perduli dengan
perkembangan anak-anaknya terutama mengenai lingkungan
permainan dan pergaulan anak-anak. Mereka tidak ingin anaknya
menjadi anak yang nakal, akan tetapi mereka juga tidak membatasi
atau mengekang secara penuh anak dalam lingkungan bermain dan
pergaulannya.
4. Memberikan Pendidikan Agama Kepada Anak
Pendidikan agama juga merupakan pengetahuan wajib yang
harus diajarkan orang tua kepada anak, karena bagaimanapun
pengetahuan atau pendidikan agama sangatlah penting untuk usia
anak-anak sebelum menginjak usia remajanya sebagai pegangan
76 Jabaruddin, Wawancara, Dusun Batu Rasak, 13 Februari 2017
73
hidup selanjutnya, karena ketika seorang anak memiliki dasar
pegangan agama yang kuat maka tentu mereka tidak akan terbawa
oleh arus pergaulan nantinya. Dan di sini orang tua sangat berperan
penting dalam memberikan pengetahuan dasar tentang ilmu agama
kepada anaknya karena keluarga adalah guru utama bagi anak,
selain ilmu yang akan diberikan oleh guru-guru mereka nantinya.
Berikut ini adalah hasil wawancara dan observasi peneliti
mengenai gambaran kehidupan anak-anak di Dusun Batu Rasak.
Di Dusun Batu Rasak terdapat banyak sekali tempat
mengaji untk anak-anak, yakni di rumah Bapak Dayo, Bapak Bani,
Bapak Segap, Ibu Nurma, Bapak Hasan, dan di Masjid. Di rumah
mengaji tersebut sangat banyak anak-anak yang dititipkan oleh
orangtuanya untuk belajar mengaji dan belajar ilmu agama lainnya.
Karena ilmu agama tidak hanya diberikan oleh orang tua saja,
asalkan anak-anak yang bersangkutan mau menimbah ilmu yang
banyak di luar lingkungan rumah. Berikut ini kutipan wawancara
peneliti mengenai keadaan agama anak-anak di Dusun Batu Rasak:
“Kalau ini ngomong ilmu agama, anak-anak di sini sih biasa-biasa saja dek, tapi mungkin karena tuntutan guru dan para orang tua mereka jadi mereka banyak sekali yang belajar mengaji di berbagai tempat. Tapi kalau, mereka yang punya ibu tiri itu saya lihat Alhamdulillah tidak ketinggalan juga seperti teman-temannya yang lain, selalu saya ingatkan shalat lima waktu karena itu hukumnya wajib bagi kita umat Islam”.77
77 Bani, Wawancara, Dusun Batu Rasak, 05 Februari 2017
74
Penyataan yang hamper sama juga diungkapkan oleh salah
satu ibu tiri yang ada di Dusun Batu Rasak ini, berikut hasil
wawancaranya:
“Kalau anak-anak saya Alhamdulillah semua mau belajar mengaji, walaupun saya hanya ibu tiri mereka tapi mereka mau mendengarkan saya ketika saya suruh belajar mengaji. Dan kebetulan di rumah saya sendiri banyak anak-anak yang mengaji di sini. Jadi, mungkin anak saya jadi seneng mengaji krna banyak temennya, selain mengaji kami sebagai orang tua juga mengajarkannya ilmu agama lainnya seperti mengajarkan cara shalat, bapaknya juga sering mengajarinya doa-doa harian, dan cara menghormati orang lain”.78 “Kalau saya mengaji di masjid kak, karena dekat rumah. Seru belajar mengaji, lucu, banyak temen juga makanya suka pergi mengaji. Disuruh juga sih sama ibu dan bapak karena katanya kita harus pintar mengaji biar bisa besok pas sudah sekolah SMP dan SMA pas disuruh mengaji sama guru, selain mengaji kita juga biasanya dengar ceramah pak ustadz di masjid kak, seru kadang ceramahnya tentang berbakti kepada kedua orang tua, pentingnya kita shalat lima waktu”.79
Peneliti melakukan observasi keadaan agama di Dusun
Batu Rasak, selama 3 hari peneliti mengobservasi masjid, rumah-
rumah tempat biasa mengaji dan peneliti selalu melihat yang
dijadikan subjek penelitian, dan banyak juga anak-anak lain yang
78 Nurma, Wawancara, Dusun Batu Rasak, 06 Februari 2017 79 Fifi, Wawancara, Dusun Batu Rasak, 06 Februari 2017
75
ikut serta belajar mengaji diberbagai tempat pengajian yang ada di
Dusun Batu Rasak.80
Dari wawancara dan observasi di atas orang tua yang ada
Dusun Batu Rasak sangat perhatian dalam masalah keagamaan
anaknya, apakah anaknya sudah shalat atau tidak, sudah pergi
mengaji atau belum. Kebanyakkan orang tua menganggap sepele
masalah ini, padahal dalam Islam pelajaran agama yang paling
dasar seharusnya dari orang tua dan orang tua yang ada di Dusun
Batu Rasak sudah menerapkan prinsip dasar Islam itu sendiri.
5. Membina Moral Anak
Orang tua berkewajiban untuk membina moral anak-
anaknya, karena pentingnya orang tua mempersiapkan moral yang
tinggi untuk dapat memiliki mental yang sehat, dalam arti mampu
menggunakan segala potensi dan bakatnya semaksimal mungkin
dengan cara yang membawa kepada kebahagiaan dirinya dan orang
lain. Maka pembinaan tersebut hendaknya dilaksanakan secara
baik dan terus menerus. Sebagaimana dijelaskan bahwa pembinaan
moral dan mental agama, harus dilaksanakan terus menerus sejak
seseorang itu lahir sampai matinya.
Berikut ini adalah petikan wawancara peneliti dengan
warga setempat mengenai bentuk pola asuh ibu tiri terhadap
80 Observasi, Dusun Batu Rasak, 06 Februari 2017
76
perkembangan emosional anak yang selanjutnya adalah sebagai
berikut:
”Nggak ada orang tua yang ingin anaknya berakhlak buruk dek, semua orang tua ingin anaknya menjadi kebanggaan mereka nantinya. Saya juga sangat ingin anak saya juga tau aturan seperti sapon dan santun ma orang tua dan menghargai orang lain”.81
Hal senada juga dikatakan oleh informan yang lain tentang
perihal yang sama, walaupun sedikit berbeda. Berikut kutipan
wawancaranya.
“Kalau saya selalu mengajarkan mereka nilai-nilai agama, sopan santun, menghargai orang lain, tidak boleh kurang ngajar dek sama anak saya, agar dia kalau besar nanti menjadi orang baik-baik”.82 “mengajarkan anak-anak tentang sopan santu sangat saya terapkan dalam keluarga saya dek, walaupun dia anak tiri saya tapi tidak menutup kemungkinan saya harus membeda-bedakan dia dalam memberikan pelajaran terutama tentang cara sopan santun kepada semua orang baik di rumah atau di luar rumah. Karena saya ingin anak-anak saya menjadi anak yang baik dan bisa membanggakan orang tuanya walau hanya dengan bermoral yang baik dek”.83
81 Ridwan, Wawancara, Dusun Batu Rasak, 15 Februari 2017 82 Lemang, Wawancara, Dusun Batu Rasak, 15 Februari 2017 83 Nurma, Wawancara, Dusun Batu Rasak, 16 Februari 2017
77
BAB III
PEMBAHASAN
Pada bab sebelumnya, peneliti telah memaparkan secara terperinci
paparan data dan temuan yang peneliti temukan di tempat penelitian. Pada
Bab III ini peneliti akan menganalisis berbagai data dan temuan ada secara
teoritik dengan teori-teori yang sudah peneliti sampaikan pada kajian teori.
Adapun hal-hal yang akan menjadi bahan kajian analisis dari peneliti pada
bab ini adalah (1); bentuk-bentuk perkembangan emosional anak di Dusun
Batu Rasak, (2); bentuk-bentuk pola asuh ibu tiri terhadap perkembangan
emosional anak.
A. Analisis Bentuk-bentuk Perkembangan Emosional Anak di Dusun
Batu Rasak
Berdasarkan paparan data dan temuan yang sudah diungkapkan
pada bab sebelumnya, peneliti mencoba menggambarkan dan
mencocokkan data yang ada, juga mengemukakan mengenai bentuk-
bentuk perkembangan emosional anak yang ada pada teori-teori yang
sudah peneliti siapkan sebagai bahan analisa.
Perkembangan emosional anak seperti yang sudah dijelaskan pada
kajian teori yakni dapat diartikan sebagai bertambahnya kemampuan
(skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam
pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses
pematangan. Di sini menyangkut adanya diferensiasi dari sel-sel tubuh,
jaringan tubuh, organ-organ dan sistem organ yang berkembang
78
sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya.
Termasuk juga perkembangan emosi, intelektual, dan tingkah laku
sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya.84
Menurut English and English emosi adalah “a complex felling
state accompanied by characteristic motor and glandural activities”
yang bererti suatu perasaan yang kompleks yang disertai karakteristik
kegiatan kelenjar dan motoris. Adapun menurut Sarlito Wirawan
Sarwono berpendapat bahwa emosi merupakan “setiap keadaan pada
diri seseorang yang disertai warna efektif baik pada tingkat lemah
(dangkal) maupun tingkat yang luas (mendalam)”85
Lorens Bagas dalam Kamus Filsafat mendefinisi emosi tidak lain
adalah perasaan atau feelling, suasana mental yang tidak dapat
direduksi, dianalisis, suatu kualitas kesadaran. Emosi berhubungan
dengan tingkah laku, mempengaruhi usaha berpikir, memahami,
berkonsentrasi, memilih dan bertindak.86
Merujuk pada pengertian di atas, kasus yang terjadi di Dusun Batu
Rasak bisa dikatakan sebagai bentuk-bentuk perkembangan emosional
anak, karena tahapan-tahapan perkembangan emosionalnya sangat
bertahap, seperti anak yang mudah marah atau tersinggung, anak yang
mudah cemburu, anak yang sudah mulai mampu menetralisasikan rasa
84 Panji Rama Donna, “Asessment Aspek Emosi untuk mengatahui Hambatan
Perkembangan Emosi Anak Prasekolah”, (Universitas Pendidikan Indonesia: Repository. Upi. Edo, 2012), h. 12.
85 Yudrik Jahja, Psikologi Perkembangan. (Jakarta:Kencana, 2011). h. 188. 86 Esthi Endah Ayuning Tyas. Cerdas Emosional Dengan Musik, (Yogyakarta:
Bumi Intaran, 2008), h. 50
79
malu dan bangga yang ada pada dirinya, anak sudah mulai mampu
mengontrol emosi negatif, dan mulai mengerti tentang norma-norma
yang berlaku di lingkungan sekitarnya. Para orang tua di Dusun Batu
Rasak sangat antusias membantu anak-anaknya dalam proses masa-
masa perkembangannya, walaupun tidak semua orang tua melakukan
hal atau cara yang sama akan tetapi mereka mempunyai cara tersendiri
dalam mengasuh anak-anak mereka karena mereka tahu masa kanak-
kanak adalah masa mereka membutuhkan perhatian dan kasih sayang
dari orang tua.
Berikut ini adalah bentuk-bentuk perkembangan emosional anak
yang terjadi di Dusun Batu Rasak:
1. Anak Mudah Marah dan Tersinggung
Emosi marah merupakan emosi yang paling sering muncul
dalam pembicaraan sehari-hari. Sebab, pada umumnya, orang-
orang mengidentikkan istilah emosi dengan marah. Kasus yang di
atas sesuai dengan teori John B. Waston, yang menyatakan bahwa
ada tiga pola dasar emosi yaitu takut (fear), marah (anger), dan
cinta (love). Ketiga jenis emosi tersebut menunjukkan respons
tertentu pada stimulus tertentu pula, tetapi kemungkinan terjadi
pula modifikasi.87 Gejolak emosi dapat bervariasi, dari tingkat
yang paling menyenangkan hingga tingkat yang paling tidak
menyenangkan. Skala emosi yang paling menyenangkan terwujud
87 Yudrik Jahja, Psikologi Perkembangan.., h. 191
80
dalam rasa kegembiraan yang meluap-luap. Sedangkan skala emosi
yang tidak menyenangkan adalah kemarahan atau rasa sedih yang
begitu mendalam.
Dalam bahasan yang lebih ringkas, Imam Annawawi
mendefinisikan marah dari perspektif ilmu tasawwuf, sebagai
tekanan nafsu dari hati yang mengalirkan darah pada bagian wajah
yang berakibat timbulnya kebencian pada diri seseorang.88
Abraham Maslow juga mengemukakan teorinya yaitu teori
hirarki kebutuhan, teori kebutuhannya Maslow mengemukakan
terdapat lima hirarki kebutuhan manusia yang harus dipenuhi
yakni: kebutuhan fisiologis, kebutuhan keamanan (safety),
kebutuhan dimiliki dan cinta (belonging dan love), kebutuhan
harga diri (self esteem), dan kebutuhan aktualisasi diri.89
Kebutuhan rasa aman juga termasuk di dalamnya berada
pada urutan kedua dari teori kebutuhan tersebut. Menurut Maslow
setelah kebutuhan pertama terpenuhi muncullah kebutuhan yang
lebih tinggi yakni kebutuhan rasa aman. Kebutuhan keamanan
sudah muncul sejak bayi, dalam bentuk menagis dan berteriak
ketakutan karena perlakuan kasar atau karena perlakuan yang
dirasa sebagai sumber bahaya. Anak akan merasa lebih aman
88 Yadi Purwanto dan Rachmat Mulyono, Psokologi Marah dalam Perspektif
Psikologi Islam. (Bandung: Refika Aditama, 2006), h. 7 89 Alwisol, Psikologi Kepribadian. (Malang: UMM Press, 2010), h. 204
81
berada dalam suasana keluarga yang teratur, terencana,
terorganisir, dan disiplin, karena suasana semacam itu mengurangi
kemungkinan adanya perubahan dadakan, kekacauan yang tidak
terbayangkan sebelumnya.
Pada dasarnya setiap anak menghendaki semua
kebutuhannya dapat terpenuhi secara wajar. Karena sebenarnya
kebutuhan akan rasa aman merupakan kebutuhan yang sangat
diperlukan sejak masih bayi hingga tua. Terpenuhinya kebutuhan-
kebutuhan tersebut secara memadai akan menimbulkan
keseimbangan dan keutuhan pribadi. Jadi anak yang kebutuhannya
terpenuhi secara memadai akan memperoleh suatu kepuasan hidup.
Selanjutnya, anak-anak akan merasa gembira, harmonis, dan
produktif manakala kebutuhannya dapat terpenuhi. Sebaliknya,
anak akan mengalami kekecewaan, ketidakpuasan, atau bahkan
frustasi, dan pada akhirnya menganggu pertumbuhan dan
perkembangannya.90
2. Anak Mudah Cemburu
Rasa cemburu bisa dimiliki oleh semua orang, termasuk
anak-anak. Terkadang anak akan cemburu ketika orang tua
menurutnya lebih memberikan kasih sayang kepada sang kakak
atau lebih condong bercengkrama dengan si adik. Salah satu anak
90 Muhammad Ali dan Muhammad Asrori, Psikologi Anak Perkembangan
Peserta Didik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), h. 160
82
pasti merasa iri karena merasa kurang mendapat cinta, kasih
sayang, dan perhatian dari orang tua. Apabila perasaan yang
kurang baik ini tumbuh hingga anak dewasa, dampaknya rasa
cemburu sang anak akan menjalar. Tak hanya pada saudaranya saja
melainkan kepada orang-orang disekitarnya. Orang yang
pencemburu pun cenderung selalu curiga terhadap semua hal.
Teori yang dikemukakan oleh Lewis dalam perkembangan
anak yaitu emosi yang disadari (self-conscious emotions), yang
memerlukan kognisi, terutama kesadaran diri. Yang termasuk jenis
emosi ini adalah empati, cemburu (jealousy), dan kebingungan
(embarrassment) yang muncul pada 1 setengah tahun (setelah
timbulnya kesadaran diri), selain itu ada juga bangga (pride), malu
(shame), dan rasa bersalah (guilt) yang mulai muncul pada 2
setengah tahun pertama. Dalam mengembangkan set kedua dari
emosi yang disadari (biasanya disebut emosi evaluatif yang
disadari) anak-anak memperoleh dan dapat menggunakan standard
an aturan sosial untuk mengevaluasi perilaku mereka.91
Kita semua memahami sisi negatifnya, dan sebagian besar
dari kita berusaha menjaga emosi ini tetap tersimpan. Perasaan
cemburu, betapapun umumnya, bukanlah sesuatu yang akan
dengan sadar kita akui. Apalagi anak-anak yang masih sangat labil
dengan emosi yang mereka alami.
91 John W. Santrock, Perkembangan Anak.., h. 11-12
83
3. Anak Mulai Mampu Menetralisasikan Rasa Malu dan Bangga
Pada usia kanak-kanak akhir, rasa malu dan rasa bangga
tergantung kepada kesadaran mereka akan implikasi tindakan
mereka dan jenis sosialisasi yang pernah si anak terima,
mempengaruhi pandangan mereka terhadap diri mereka sendiri.
Kesadaran anak akan tindakan yang mereka lakukan dan
bagaimana mereka memandang dirinya sendiri, juga tidak lepas
dari bagaimana orang tua membantu anak sehingga mereka
mampu mencapai kematangan sosial emosi.
Chaplin menyatakan bahwa emosi tersebut sebagai sautu
keadaan yang teransang dari organism mencakup perubahan-
perubahan yang disadari, yang mendalam sifatnya, dan perubahan
perilaku. Karena emosi ini merupakan keadaan yang ditimbulkan
oleh situasi tertentu. Emosi cenderung terjadi dalam kaitannya
dengan perilaku yang mengarah (approach) atau menyingkir
(avoidance) terhadap sesuatu.92
Syamsudin juga mengemukakan, bahwa emosi merupakan
suatu suasana yang kompleks (a complex feeling state) dan getaran
jiwa yang menyertai atau muncul sebelum atau sesudah terjadinya
suatu perilaku.93
92 Triantoro Safaria dan Nofrans Eka Saputra, Manajemen Emosi.., h. 12.
93 Warni Djuwita, Psikologi Perkembangan dalam Stimulasi Aspek Perkembangan Anak dan Nilai Kearifan Lokal Melalui Permainan Tradisional Sasak. (Mataram: LKIM Mataram, 2011), h. 45-47
84
Dalam proses perkembangannya anak-anak sudah mulai
mampu memperlihatkan perkembangan kemampuan dalam emosi-
emosi kompleks seperti rasa malu dan bangga yang terjadi pada
dirinya. Emosi-emosi ini menjadi lebih self-generated dan
terintegrasi yang disertai dengan rasa tanggung jawab. Banyak
sekali proses perkembangan yang harus dilalui oleh seorang
individu untuk bisa menjadi pribadi sosial yang diharapkan
terutama bagi anak-anak. Dalam proses perkembangan tersebut,
tidak akan pernah lepas dari bagaimana dukungan orang-orang
sekitar terutama keluarga. Dalam hal ini dukungan orang tua bisa
dilihat dari bagaimana pola pengasuhan anak di rumah.94
4. Anak Mulai Mampu Mengontrol Emosi Negatif
Mengontrol emosi negatif sangat tidaklah mudah bagi
semua orang apalagi anak-anak. Akan tetapi semua orang berusaha
melakukan yang terbaik agar emosi negatif tidak muncul atau
terjadi seperti yang kita harapkan. Ketika anak berapa pada usia
kanak-kanak akhir mereka sudah mulai mampu mengontrol emosi
negatif yang sering terjadi pada dirinya. Karena yang kita ketahui
bahwa emosi negatif ini sangat mengganggu siapapun yang
mengalaminya.
94 Dari http://perkembangan-emosi-anak.com. Diunduh pada tanggal 15 Mei
2017, pukul 15:39 WIB
85
Kasus yang di atas sesuai dengan teori yang dikemukakan
oleh Elizabeth Hurlock, menyatakan beberapa ciri dari emosi anak
itu sendiri salah satunya adalah emosi yang seringkali tampak.
Menurutnya, jenis emosi ini adalah anak-anak seringkali
memperlihatkan emosi mereka meningkat dan mereka menjumpai
bahwa ledakan emosi seringkali mengakibatkan hukuman, mereka
belajar menyesuaikan diri dengan situasi yang membangkitkan
emosi. Kemudian mereka mengekang ledakan emosi mereka atau
bereaksi dengan cara yang lebih dapat diterima.95
Goleman juga menyatakan bahwa emosi merujuk pada
suatu perasaan atau pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan
biologis dan psikologis serta serangkaian kecenderungan untuk
bertindak. Nugraha juga berpendapat, bahwa emosi adalah
perasaan yang ada dalam diri kita, dapat berupa perasaan senang
atau tidak senang, perasaan baik atau buruk. Proses emosi terjadi
apabila ada dorongan berupa situasi atau peristiwa (elicitors),
diterima oleh indra sebagai penerima stimulus atau reseptor awal
lalu dilanjutkan ke otak sebagai pusat sistem saraf. Kemudian
terjadi perubahan-perubahan fisiologis (variable organistik), proses
selanjutnya adalah meneruskan rangsangan ke pusat system syaraf,
di olah lalu dilanjutkan ke seluruh tubuh (bahasa tubuh).96
95 Panji Rama Donna, Asessment Aspek Emosi.,h. 13 96 Warni Djuwita, Psikologi Perkembangan., h. 45-47
86
Emosi negatif ternyata akan memicu penurunan fungsional
otak, kesulitan interpersonal, dan penurunan daya kognitif otak.
Ketidakstabilan emosi akan berpengaruh terhadap menurunnya
konsentrasi, memori, dan kemampuan kita dalam membuat
rencana.
Pada masa kanak-kanak akhir mereka sudah mampu
mengontrol emosinya dengan baik. Mereka sudah mampu
meningkatkan kemampuan untuk menekan atau mengungkapkan
reaksi-reaksi emosinya yang negatif. Sama halnya dengan anak-
anak yang berada di Dusun Batu Rasak, mereka bukan tidak
mengalami emosi-emosi yang negatif tetapi mereka sudah mampu
mengatasi masalah emosi yang terjadi pada diri mereka sendiri.
Semua ini tidak terlepas dari pola pengasuhan yang diberikan oleh
orang tua masing-masing anak. Jika mereka hidup di bawah
pengasuhan orang tua yang baik maka anak-anak juga akan tumbuh
dengan baik, termasuk bagaimana anak akan mengelola emosi
negatif yang sedang mereka alami.
5. Anak Mulai mengerti Tentang Norma-norma Yang Berlaku Di
Lingkungan Sekitarnya
Semakin bertambahnya usia anak-anak lambat laun mereka
akan mengerti dengan keadaan lingkungan sekitarnya. Peraturan
ataupun norma-norma yang berlaku di lingkungan masyarakat.
87
Semakin bertambahnya usia anak-anak mereka semakin sadar dan
dapat membedakan mana yang baik dan mana yang tidak baik.
Seperti yang diungkapkan oleh salah satu ibu tiri yang ada
di Dusun Batu Rasak:
“Kalau anak disini rata-rata nggak ada yang main malam-malam dek, keluyuran nggak jelas gitu, dan anak saya juga gitu, karena biasanya kalau malam hari mereka rata-rata pergi mengaji dan setelah mengaji sudah langsung pulang, karena mungkin lingkungannya yang seperti ini jadi anak-anak juga mengikuti, tau tata karma, sopan santu, tidak kurangajar kepada orang lain”.97
Kasus di atas sesuai dengan yang di ungkapkan oleh
Hurlock, cirri emosi anak lainnya adalah reaksi mencerminkan
individualitas. Maksudnya adalah semua bayi yang baru lahir pola
reaksinya sama. Secara bertahap, dengan adanya pengaruh faktor
belajar dan lingkungan perilaku yang menyertai berbagai macam
emosi semakin diindividualisasikan.
Menurut James emosi adalah keadaan jiwa yang
menampakkan diri dengan sesuatu perubahan yang jelas pada
tubuh. Emosi setiap orang adalah mencerminkan keadaan jiwanya,
yang akan tampak secara nyata pada perubahan jasmaninya. Emosi
juga merupakan gejala psikofisiologis yang menimbulkan efek
terhadap persepsi, sikap, dan tingkah laku yang mengejawantah
97 Wawancara, Dusun Batu Rasak, 12 Februari 2017
88
dalam bentuk ekspresi tertentu. Ekspresi dirasakan secara
psikofisik karena terkait langsung dengan jiwa dan fisik.98
Sama halnya dengan yang terjadi di Dusun Batu Rasak,
anak-anak yang ada di sana mulai mengerti tentang peraturan yang
berlaku di lingkungan sekitarnya. Walaupun belum sepenuhnya
mereka bisa ikuti, tapi sudah bisa di bilang mengalami
peningkatan. Banyak anak di luar sana yang tidak mengerti tentang
peraturan yang berlaku di lingkungan sekitarnya dan itu yang
biasanya membuat anak menjadi anak yang nakal karena tidak
mematuhi peraturan yang berlaku dan tidak mematuhi perintah
orang tuanya.
B. Analisis Bentuk-bentuk Pola Asuh Ibu Tiri Terhadap
Perkembangan Emosional Anak
Hubungan dengan orang tua atau pengasuhannya merupakan dasar
bagi perkembangan emosional dan sosial anak. Sejumlah ahli
mempercayai bahwa kasih sayang orang tua atau pengasuhan selama
beberapa tahun pertama kehidupan merupakan kunci utama
perkembangan sosial anak, meningkatkan kemampuan anak memiliki
kompetensi secara sosial, dan penyesuaian diri yang baik pada tahun-
tahun prasekolah dan setelahnya. Salah satu aspek penting dalam
98 Iqra’ Al-Firdaus, Dampak Hebat Emosi., h. 14
89
hubungan orang tua dan anak ialah gaya pengasuhan yang diterapkan
oleh orang tua.99
Pola asuh seperti yang sudah dijelaskan dalam kerangka teori
adalah cara, bentuk atau strategi dalam pendidikan keluarga yang
dilakukan oleh orang tua kepada anaknya. Yang meliputi cara orang
tua memberikan peraturan, hukuman, hadiah, kontrol, dan komunikasi
untuk mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang
diharapkan masyarakat pada umumnya.
Berikut ini adalah bentuk pola asuh ibu tiri dalam perkembangan
emosional anak yang ada di Dusun Batu Rasak:
1. Memberikan Perhatian dan Kasih Sayang Kepada Anak
Membiarkan anak-anak tahu bahwa anda menyayangi
mreka adalah bagian yang menyenangkan dari pengasuhan anak.
Menyayangi itu mudah. Walaupun demikian, mencari cara untuk
melakukannya mungkin memerlukam pemikiran lebih lanjud.
Seorang anak di masa modern sekarang ini sangat membutuhkan
arahan, perhatian dari orang tua sangat diperlukan. Karena semakin
bertambahnya umur seorang anak akan membuat dia ingin tahu
lebih jauh tentang apa yang mereka ingin ketahui.
Sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Abraham
Maslow tentang kebutuhan kasih sayang termasuk juga perhatian
di dalamnya berada pada urutan ketiga dari teori kebutuhan
99 Yudrik Jahja, Psikologi Perkembangan., h. 193
90
Maslow tersebut. Menurut Maslow setelah kebutuhan pertama dan
kedua terpenuhi muncullah kebutuhan yang lebih tinggi yaitu
kebutuhan akan rasa memiliki, cinta, serta kasih sayang, setiap
manusia sesungguhnya memiliki kebutuhan yang mendalam akan
cinta dan kasih sayang dari orang lain kepada orang lain. Maslow
bahkan menemukan bahwa tanpa cinta dan kasih sayang
pertumbuhan dan perkembangan individu akan terhambat.100
Santrock juga mengatakan bahwa individu yang berkualitas
adalah individu yang memiliki perkembangan yang baik pada
semua aspek perkembangannya yaitu baik aspek fisik, kognitif, dan
sosioemosional. Sedangkan untuk mencapai individu yang
berkualitas seperti yang diungkapkan Santrock tersebut
dipengaruhi oleh pola pengasuhan orangtua. Karena keluarga
adalah pembentuk pertama dari proses mendidik kepribadian anak
dimulai dari masih kecil baik aspek fisik, kognitif, dan
sosioemosionalnya.
Menurut Diana Baumrind, terdapat berbagai macam pola
pengasuhan orang tua, yang sesuai dengan kasus yang terjadi di
Dusun Batu Rasak adalah pola pengasuhan otoritatif yaitu gaya ini
mendorong anak untuk mandiri, namun masih menempatkan batas
dan kendali pada tindakan mereka. Tindakan verbal memberikan
dan menerima dimungkinkan, dan orang tua bersikap hangat dan
100 Alwisol, Psikologi Kepribadian., h. 205
91
penyayang terhadap anak. Dan gaya pengasuhan ini biasanya
mengakibatkan perilaku anak yang kompeten secara sosial.101
2. Tanggung Jawab Orang Tua Dalam Menafkahi dan Memenuhi
Kebutuhan Materi Anak
Orang tua mempunyai tanggung jawab yang sangat besar
dalam memenuhi kebutuhan dasar anak-anaknya. Karena tidak
akan ada orang tua yang akan membiarkan anaknya tumbuh
dengan keadaan kurang gizi, kelangsungan pendidikan terabaikan,
kehilangan masa bermain di mana kanak-kanak sesungguhnya
bukan saja melanggar hak-hak dasar anak, tetapi juga membatasi
kemungkinan anak akan menyongsong masa depan yang lebih
baik.102
Bagi anak-anak pemenuhan kebutuhan fisiologis
diserahkan sepenuhnya kepada orang tua atau orang yang
bertanggung jawab atas dirinya. Dalam teori kebutuhan Maslow
kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan pertama, kebutuhan
mendasar, paling kuat dan paling jelas diantara kebutuhan lainnya
yang harus terpenuhi dalam kehidupan manusia, kebutuhan
fisiologis meliputi kebutuhan makan, minum, pakaian, dan
kebutuhan pokok lainnya.103
101 John W. Santrock, Perkembangan Anak., h. 167 102 Dari http://hak-dan-kewajiban-orangtua.com. Diambil tanggal 10
Mei 2017, Pukul 16:12 WIB. 103 Ibid., h. 154
92
Umumnya kebutuhan fisiologis bersifat homeostatic (usaha
menjaga keseimbangan unsur_unsur fisik) seperti makan, minum,
gula, garam, protein, serta kebutuhan istirahat dan seks. Kebutuhan
fisiologis ini sangat kuat dalam keadaan absolute (kelaparan dan
kehausan) semua kebutuhan lain ditinggalkan dan orang
mencurahkan semua kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan
ini. Bisa terjadi kebutuhan fisiologis harus dipuaskan oleh pemuas
yang seharusnya (misalnya orang yang kehausan harus minum atau
dia mati), tetapi ada juga kebutuhan yang dapat dipuaskan dengan
pemuas yang lain. bahkan bisa terjadi pemuas fisiologis itu dipakai
untuk memuaskan kebutuhan jenjang yang lebih tinggi, misalnya
orang yang tidak terpuaskan cintanya, merasa kurang puas secara
fisiologis sehingga terus-menerus makan untuk memuaskannya.
Diana Baumrind, juga menyatakan bahwa ia percaya bahwa
orang tua tidak boleh menghukum atau menjauh dari anak-
anaknya, alih-alih mereka harus menetapkan aturan bagi anak dan
menyayangi mereka. Seperti pola pengasuhan otoritatif yaitu gaya
pengasuhan yang mendorong anak untuk mandiri, namun masih
menempatkan batas dan kendali pada tidakan mereka.104 Orang tua
yang otoritatif menerapkan keseimbangan yang tepat antara kendali
dan otonomi, sehingga memberi anak kesempatan untuk
104 John W. Santrock, Perkembangan Anak., h. 167
93
membentuk kemandirian sembari memberikan standar, batas, dan
panduan yang dibutuhkan anak.
3. Memperhatikan Pergaulan Anak
Sebagai orang tua tentunya kita menginginkan yang terbaik
untuk anak-anak kita nantinya. Karena masa kanak-kanak adalah
masa yang sangat penting karena merupakan dasar perkembangan
atau penentuan perkembangan selanjutnya. Dengan
berkembangnya teknologi sekarang dibutuhkan orang tua yang
dapat mengawasi, mendidik serta memberikan arahan yang baik
terhadap anaknya agar anak tersebut tidak mengarah ke hal-hal
yang negatif. Karena orang tua yang sudah tidak memperhatikan
anaknya mungkin moral anak tersebut bisa rusak karena pengaruh-
pengaruh dari luar yang menjerumuskannya.
B. F. Skinner juga mengungkapkan dalam berbagai
eksperimen mencoba menunjukkan betapa besarnya pengaruh
lingkungan terhadap tingkah laku. Semua tingkah laku, termasuk
tingkah laku yang tidak dikehendaki diperoleh melalui belajar, dan
mengubah tingkah laku itu dapat dilakukan dengan mempelajari
tingkah laku baru sebagai pengganti.105
Dari uraian di atas dapat kita ketahui bahwa orang tua
berusaha mengontrol anak-anaknya, tetapi tidak membatasi semua
yang ingin dilakukan oleh anaknya. Seperti yang terjadi Di Dusun
105 Alwisol, Psikologi Kepribadian., h. 321
94
Batu Rasak, orang tua sangat memperhatikan pergaulan anaknya
tetapi tidak membatasi ruang mereka untuk bermain. Jadi, dapat
kita ketahui bahwa anak yang nakal atau anak yang salah
pergaulannya tidak terlepas dari pola asuh orang tuanya sendiri.
Orang tua yang salah dalam pengasuhannya tidak menutup
kemungkinan akan menjadikan anaknya salah dalam pergaulan dan
bahkan melanggar norma-norma atau peraturan yang berlaku di
masyarakat.
4. Mengajarkan Pendidikan Agama Kepada Anak
Kewajiban orang tua yang tidak kalah pentingnya adalah
menanamkan jiwa keagamaan kepada anak-anaknya, untuk
membina jiwa keagamaan ini hendaklah dilaksanakan bukan hanya
di lingkungan rumah tangga (keluarga), tetapi juga hendaknya
dilaksanakan di lingkungan masyarakat. Pendidikan agama dalam
keluarga adalah hal yang paling penting untuk ditanamkan kepada
anak sejak dini. Peran ayah dalam keluarga dan peran ibu dalam
keluarga adalah untuk mengajarkan agama secara tepat kepada
anak. Bila ayah atau ibu belum memiliki pengetahuan yang
mendalam mengenai agama, cara mendidik anak dalam agama bisa
dimulai ketika anak diajarkan mengenai hal-hal yang mendasar
terlebih dahulu seperti shalat lima waktu, berpuasa, bersedekah dan
hal-hal yang menyangkut kehidupan beragama sehari-hari.
95
Seperti yang diungkapkan oleh Baumrind, menyatakan
bahwa pola asuh terbentuk dari adanya dua dimensi pola asuh,
yaitu salah satunya adalah acceptance/responsiveness, yaitu orang
tua bersedia meluangkan waktu dan melakukan kegiatan bersama
anak-anaknya.106 Orang tua yang otoritatif lebih cenderung
melibatkan anak dalam kegiatan member dan menerima secara
verbal dan mempebolehkan anak mengutarakan pandangan
mereka. Jenis keluarga seperti membantu anak memahami
hubungan sosial dan apa yang dibutuhkan untuk menjadi orang
yang kompeten secara sosial.
Keadaan keagamaan anak-anak yang berada di Dusun Batu
Rasak tidak terlalu memperihatinkan, karena walaupun mereka
hidup di bawah pengasuhan orang tua tiri tapi mereka tidak
kekurangan hak dan kewajibannya sebagai anak dalam menuntut
hak dan kewajiban dalam nenuntut ilmu.
5. Membina Moral Anak
Pembinaan moral yang menitik beratkan pada usaha
penanaman pada berbagai jenis kebaikan secara kongkret, dengan
contoh tauladan, menghukum, nasehat merupakan cirri khas
pembinaan yang dilakukan oleh orang tua di rumah. Moral
bersumber pada kesadaran hidup yang berpusat pada alam pikiran.
Sesuai dengan kodratnya sebagai makhluk Tuhan yang bebas
106 Ani Siti Anisah, Pola Asuh Orang Tua., h. 15
96
merdeka, dalam moral, manusia mempunyai kemerdekaan untuk
memilih nilai dan norma yang dijadikan pedoman berbuat,
bertingkah laku dalam hidup bersama dengan manusia lainnya.
Pembinaan moral anak di rumah merupakan tanggung jawab orang
tua.
Teori Kohlberg tentang perkembangan moral. Kohlberg
setuju dengan yang Piaget yang menjelaskan bahwa sikap moral
bukan hasil sosialisasi atau pelajaran yang diperoleh dari
pengalaman. Tetapi tahap-tahap perkembangan moral terjadi dari
aktivitas spontan dari anak-anak. Anak-anak memang berkembang
melalui interaksi sosial, namun interaksi ini memiliki corak khusus,
di mana factor pribadi yakni aktivitas-aktivitas anak ikut berperan.
Hal penting dari teori perkembangan moral Kohlberg ialah
orientasinya untuk mengungkapkan moral hanya ada dalam pikiran
dan yang dibedakan dengan tingkah laku moral dalam arti
perbuatan nyata. Semakin tinggi tahap perkembangan moral
seseorang, akan semakin terlihat moralitas yang lebih mantap dan
bertanggung jawab dari perbuatannya.107
Akan tetapi yang kita ketahui sekarang ini Negara kita
sedang mengalami krisis moral, anak sekarang banyak yang
tumbuh dengan moral yang tidak baik, ini semua tidak terlepas dari
pola pengasuhan orang tua, jadi jangan salahkan anak jika anak
107 Yudrik Jahja, Psikologi Perkembangan., h. 199-200
97
tumbuh dan berkembang tidak seperti yang kita inginkan, karena
ini semua tidak lepas dari tanggung jawab orang tua dalam
mendidik anaknya.
Seperti yang terjadi Di Dusun Batu Rasak, ada beberapa
anak yang hidup dengan keluarga baru atau keluarga tiri. Tetapi di
sana anak tidak krisis moral seperti kebanyakkan yang kita lihat
sekarang ini. Walaupun mereka hidup di bawah pengasuhan orang
tua tiri mereka masih bisa seperti teman-temannya yang lain yang
hidup dengan orang tua kandung. Karena ibu tiri tidak selamanya
bersikap seperti yang kita ketahui, terkadang juga ada ibu tiri yang
berhati mulia layaknya ibu kandung, seperti yang terjadi atau yang
ada di Dusun Batu Rasak.
98
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari judul yang saya angkat yaitu Pola Asuh Ibu Tiri Terhadap
Perkembangan Emosional Anak (Study Kasus di Dusun Batu Rasak,
Desa Selante, Kecamatn Plampang, Kabupaten Sumbawa). Dapat saya
simpulkan bahwa:
1. Bentuk-bentuk Perkembangan Emosional Anak di Dusun Batu
Rasak, adalah: a) anak mudah marah atau tersinggung, b) anak
mudah cemburu, c) anak mulai mampu mengontrol rasa malu
dan bangga, d) anak mulai mampu mengontrol emosi negatif,
e) anak sudah mampu mengerti norma-norma yang berlaku di
lingkungan sekitar.
2. Bentuk-bentuk Pola Asuh Ibu Tiri Terhadap Perkembangan
Emosional Anak: a) memberikan perhatian dan kasih sayang
kepada anak, b) menafkahi dan memenuhi kebutuhan materi
anak, c) memperhatikan pergaulan anak, d) memberikan
pendidikan agama kepada anak, e) membina moral anak.
99
B. Saran
Dari hasil penelitian yang peneliti temukan di lapangan dapat
peneliti memberikan saran kepada informan yang bersangkutan.
1. Kepada orang tua, saran saya untuk orang tua terkhusus untuk
ibu tiri atau keluarga tiri agar selalu seperti itu dalam
memberikan pengasuhan kepada anak-anaknya walaupun anak-
anak itu bukan anak kandungnya sendiri. Karena
perkembangan kepribadian atau perkembangan emosional anak
di bentuk berdasarkan proses pengasuhan orang tuanya masing-
masing.
2. Kepada anak, untuk anak-anak agar selalu memperhatikan
perkataan orang tua walaupun mereka bukan orang tua
kandung, karena mereka sangat menyayangimu layaknya anak
kandung sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi Abu. Psikologi Sosial. Jakarta: Renika Cipta, 1999. Ali Muhammad dan Asrori Muhammad. Psikologi Anak Perkembangan Peserta
Didik, Jakarta: Bumi Aksara, 2011. Al-Firdaus Iqra’. Dampak Hebat Emosi Bagi Kesehatan. Yogyakarta:
FlashBooks, 2011. Alwisol, Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press, 2010. Arikunto Suharsimi. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT.
Rineka Cipta, 2002. Dagun M. Save. Psikologi Keluarga Peranan Ayah dalam Keluarga. Jakarta: PT.
Renika Cipta, 2002. Djuwita Warni. Psikologi Perkembangan dalam Stimulasi Aspek Perkembangan
Anak dan Nilai Kearifan Lokal Melalui Permainan Tradisional Sasak. Mataram: LKIM Mataram, 2011.
Endah Esthi Ayuning Tyas. Cerdas Emosional Dengan Musik, Yogyakarta: Bumi
Intaran, 2008. Husain Usman dan Setiady Purnomo Akbar. Metodologi Penelitian Sosial.
Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2004. Hurlock B. Elizabeth. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga, 1978. Jahja Yudrik. Psikologi Perkembangan. Jakarta:Kencana, 2011. Kartini Katono. Pengantar Metodologi Riset. Bandung: Mandar Maju, 1990. Lestari Sri. Psikologi Indonesia: Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik
dalam Keluarga. Jakarta: Kencana, 2013. Mulyana Deddy. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2014. Purwanto Yadi dan Mulyono Rachmat. Psokologi Marah dalam Perspektif
Psikologi Islam. Bandung: Refika Aditama, 2006. Safaria Triantoro dan Eka Nofrans Saputra. Manajemen Emosi. Jakarta: Bumi
Aksara, 2009.
Santrock W. John. Life-Spain Development (Perkembangan Masa-Hidup. Jakarta: Erlangg, 2008.
Santrock W. John. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga, 2007. Satori Djam’an dan Komariah Aan. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:
Alfabet, 2004. Silalahi Karlinawati dan A. Eko Meinarno. Keluarga Indonesia. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2010. Sugiyono. Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif dan R & D. Bandung:
Alfabet, 2011. Vries Jan De, Emotional Healing (Mengendalikan Emosi & Kecemasan).
Surabaya: Selasar Publishing, 2007.
JURNAL
Ani Siti Anisah, “Pola Asuh Orang Tua dalam Implikasinya Terhadap
Pembentukan Karakter Anak”, Universitas Garut: 2010.
Muhammad Hassan, “Hubungan Antara Pola Asuh Orang Tua dan Status
Sosial Ekonomi Dengan Prestasi Belajar Sosiologi Siswa Kelas X SMAN 1
Mojolaban Tahun Pelajaran 2009/2010”, Universitas Sebelas Maret Surakarta:
2010.
Panji Rama Donna, “Asessment Aspek Emosi untuk mengatahui
Hambatan Perkembangan Emosi Anak Prasekolah”, Universitas Pendidikan
Indonesia: Repository. Upi. Edo, 2012.
WEBSITE
Dari http://www.ayahbunda.co.id/balita-psikologi/menerapkan-pola-asuh-yang-sensitif-gender. Diambil tanggal 13 Januari 2017, pukul 12:44.
Dari http://www.epsikologi.com. Diambil tanggal 11 Januari 2017, pukul
21:05. Dari http://www.perkembangan-emosi-anak. Diambil pada tanggal 15 Mei
2017, pukul 15:39. Dari http://www.hak-dan-kewajiban-orangtua.com. Diambil tanggal 10
Mei 2017, Pukul 16:12. Dari http://www.hak-dan-kewajiban-orangtua-terhadap-anak.com. Diambil
tanggal 12 Mei 2017, pukul 12:05.
LAMPIRAN