20
TUGAS ILMU PENYAKIT DALAM POLIURIA DENGAN GANGGUAN NATRIUM Oleh: Della Kusumaning Putri G99122030 Rosalina Pradana Ayu G99122103 Fiqih Faruz Romadhon G99122046 Dewi Okta Anggraeni G99122032 Pembimbing Prof. Dr. dr. Bambang Purwanto Sp.PD KGH-FINASIM 1

Poliuria Dengan Gangguan Natrium

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Poliuria Dengan Gangguan Natrium

TUGAS ILMU PENYAKIT DALAM

POLIURIA DENGAN GANGGUAN NATRIUM

Oleh:

Della Kusumaning Putri G99122030

Rosalina Pradana Ayu G99122103

Fiqih Faruz Romadhon G99122046

Dewi Okta Anggraeni G99122032

Pembimbing

Prof. Dr. dr. Bambang Purwanto Sp.PD KGH-FINASIM

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI

S U R A K A R T A

2014

1

Page 2: Poliuria Dengan Gangguan Natrium

A. Definisi Poliuria

Poliuria menurut Leung dkk. (1991) adalah jika jumlah urin > 900 ml/m2LPB/hari,

menurut Bock (1994), jika jumlah urin > 2 ml/kgBB/jam, menurut Tune dkk. (1994), jika

jumlah urin > 2000 ml/1,73 m2LPB/24 jam, dan menurut Manalaysay (1994) jika jumlah

urin > 3 ml/kgBB/jam atau > 2000 ml/24 jam. Menurut Savage dan Postletwhaite (1994),

dikatakan poliuria jika jumlah urin ≥ 1 liter/24 jam pada anak prasekolah, ≥ 2 liter/24 jam

pada anak umur sekolah, dan ≥ 3 liter/24 jam pada dewasa. Menurut Baylis dan

Cheetham (1998), poliuria pada anak besar dan dewasa adalah jumlah urin > 2

liter/m2LPB/24 jam atau 40 ml/kgBB/24 jam. Meskipun banyak definisi tentang poliuria,

tetapi pada umumnya poliuria diartikan bila jumlah urin > 2 ml/kgBB/jam.

B. Etiologi Poliuria

Poliuria dapat disebabkan oleh diuresis (water diuresis), diuresis osmotik atau solut

(osmotic or solute diuresisi), atau diuresis campuran (mixed diuresis). Pada poliuria

karena diuresis air, air mengandung solut yang relatif sedikit dan osmolalitas urin < 150

mOsm/liter. Pada poliuria karena diuresis solut, urin mengandung solut yang relatif

banyak dengan osmolalitas urin 300-500 mOsm/liter, dan pada diuresis campuran

osmolalitas urin antara 150-300 mOsm/liter.

Pada diuresis solut, osmolalitas urin biasanya mendekati osmolalitas plasma dengan

berat jenis urin ≥ 1.010. diuresis solut dapat disebabkan elektrolit dan non elektrolit.

Diuresis solut elektrolit (inorganik) dapat disebabkan oleh garam Na, K, garam amonium

dengan anion khlorida atau bikarbonat seperti pada pemberian NaCl intravena, pemberian

garam dalam jumlah banyak, pemberian loop diuretic, dan penyakit ginjal sodium

wasting. Diuresis solut non elektrolit (organik) dapat disebabkan oleh glukosa, ureum,

dan manitol. Diuresis solut karena glukosa sering ditemukan pada ketoasidosis diabetik

dan sindrom hiperosmolar hiperglikemik. Diuresis solut oleh ureum dapat terjadi pada

pemberian protein atau asam amino dalam jumlah banyak, obstruksi saluran kemih yang

mengalami perbaikan, dan nekrosis tubular akut stadium penyembuhan. Diuresis solut

oleh manitol dapat terjadi pada pemberian manitol sebagai diuretik.

2

Page 3: Poliuria Dengan Gangguan Natrium

Diuresis air terjadi karena solut diekskresi dalam jumlah normal (30-40 mOsm/jam)

dalam urin dengan osmolalitas < 300 mOsm/liter. Tiga penyebab utama diuresis air

yaitu :

- Defisiensi sekresi vasopresin yang disebut sebagai diabetes insipidus sentral (diabetes

insipidus neurogenik, diabetes insipidus kranial atau hipotalamik)

- Menurunnya respons ginjal atau ginjal tidak responsif terhadap vasopresin dalam

sirkulasi yang disebut sebagai dibetes insipidus nefrogenik (diabetes insipidus renal,

diabetes insipidus resisten ADH)

- Defisiensi vasopresin fisiologis seperti pada polidipsi primer atau diabetes insipidus

dipsogenik dan pemberian cairan hipotonik dalam jumlah banyak. Kombinasi diuresis

solut dan diuresis air dapat terjadi pada terapi cairan dan solut yang berlebih, gagal

ginjal kronik, dan obstruksi saluran kemih kronik yang mengalami perbaikan.

Berdasarkan jenis diuresis, penyebab poliuria terdiri dari :

a. Diuresis air (water diuresis)

1. Polidipsi primer atau diabetes insipidus dipsogenik

a) Polidipsi psikogenik atau compulsive water drinking

b) Iatrogenik : terapi cairan dalam jumlah banyak

c) Kelainan pusat haus atau polidipsi hipotalamik

d) Hiperangiostensinisme, hiperreninemia

2. Diabetes insipidus

a) Diabetes insipidus sentral

1) Primer : idiopatik dan familial

2) Sekunder :

- Trauma kepala, fraktur basis kranii

- Tindakan bedah syaraf, pasca hiposektomi

- Infeksi intrakranial

- Tumor otak, tumor infra atau supraselar, leukimia

- Penyakit granulomatosa susunan saraf pusat

- Perdarahan intrakranial

- Hipoksia

- Obat-obatan

b) Diabetes insipidus nefrogenik

3

Page 4: Poliuria Dengan Gangguan Natrium

1) Kongenital

2) Didapat :

- Hipokalemia

- Hiperkalsemia

- Obat-obatan

- Kelainan parenkim ginjal

- Penyakit sickle cell

c) Excessive vassopressinase

b. Diuresis solut atau osmotik

1. Diuresis solut organik

a) Glukosa

Diabetes mellitus, glukosuria renal, pemberian glukosa intravena dalam

jumlah banyak, sindrom hiperosmolar hiperglikemik, enteral tube feeding.

b) Ureum

Masukan protein atau asam amino yang banyak, keadaan hiperkatabolisme

misalnya luka bakar, pemberian ureum dalam jumlah banyak (urea loading),

postabdomiolisis, reabsorbsi hematom masif atau perdarahan saluran cerna,

fase diuresis pasca nekrosis tubular akut, diuresis obstruktif, gagal ginjal

kronik sebagai kelanjutan transplantasi ginjal.

c) Alkohol gula

Pemberian manitol dan gliserol

2. Diuresis solut inorganik

a) Natrium klorida

1) Pemberian per oral atau IV

2) Penyakit ginjal salt losing

3) Defisiensi mineralokortikoid

b) Kalium klorida

c) Amonium klorida (dengan asidosis metabolik kronik)

d) Bentuk anion

1) Klorida : pemberian loop diuretic, sindrom bartter

2) Bikarbonat : loading bikarbonat, penghambat karbonik anhidrase

3) Ketoanion : ketoasidosis diabetik

C. Insidensi Poliuria

4

Page 5: Poliuria Dengan Gangguan Natrium

Polidipsia dan poliuria dengan dilusi urin, hipernatremia, dan dehidrasi adalah tanda

khas dari diabetes insipidus pada bayi dan anak-anak. Pasien yang menderita diabetes

insipidus tidak dapat menghemat air dan dapat menjadi sangat dehidrasi bila kekurangan

air. Poliuria melebihi 5 ml/kg per jam encer urin, dengan berat jenis kurang dari 1.010.

Hipernatremia ini dibuktikan dengan konsentrasi natrium serum lebih dari 145 mmol / L (

145 mEq/L ) .

Tiga kondisi menimbulkan polidipsia dan poliuria. Kondisi yang paling umum adalah

diabetes insipidus central atau neurogenik yang berkaitan dengan kekurangan vasopressin.

Kondisi yang jarang adalah diabetes insipidus nefrogenik, termasuk X-linked resesif,

autosomal resesif, autosomal dan jenis dominan karena resistensi tubulus ginjal terhadap

vasopresin. Akhirnya , kondisi ini dapat terjadi pada peminum air kompulsif yang

menunjukkan penghambatan fisiologis sekresi vasopresin.

Insiden diabetes insipidus pada populasi umum adalah 3 dalam 100.000 populasi,

dengan kejadian yang sedikit lebih tinggi pada laki-laki (60%). X-linked diabetes

insipidus nefrogenik sangat jarang, dengan mutasi gen arginine vasopressin receptor 2

(AVPR2) pada laki-laki diperkirakan 4 dalam 1.000.000 populasi. Insiden Compulsive

water drinking tidak diketahui, tetapi tampaknya ada kecenderungan pada perempuan

(80%). Meskipun compulsive water drinking biasanya nampak pada dekade ketiga

kehidupan, kasus telah digambarkan pada pasien 8-18 tahun. Compulsive water drinking

ditemui pada 10% sampai 40 % dari pasien yang memiliki skizofrenia.

D. Patofisiologi poliuria dengan gangguan natrium

Natrium merupakan kation dominan pada cairan ekstrasel. Lebih dari 90% tekanan osmotik

di cairan ekstrasel ditentukan oleh garam yang mengandung natrium, khususnya dalam

bentuk natrium klorida (NaCl) dan natrium bikarbonat (NaHCO3) sehingga perubahan

tekanan osmotik pada cairan ekstrasel menggambarkan perubahan konsentrasi natrium.

Pemasukan natrium melalui epitel mukosa saluran cerna. Natrium masuk melalui proses

difusi dan sistem transport media. Rasio absorbsi sangat bervariasi tergantung pada

kandungan natrium dalam diet, eksresi natrium di ginjal dan keringat di kulit.

Pemasukan dan pengeluaran natrium per hari mencapai 48-144mEq (1,1 – 3,3 g). Bila

pemasukan natrium berlebuhan (diet mengandng tinggi garam tanpa disertai pemasukan air

yang adekuat) tidak terjadi perubahan konsentrasi natrium cairan ekstrasel. Hal tersebut

5

Page 6: Poliuria Dengan Gangguan Natrium

disebabkan adanya mekanisme pengaturan pemasukan dan pengeluaran cairan yang

mempertahankan konsentrasi natrium tetap konstan. Ginjal merupakan organ terpenting

dalam pengaturan konsentrasi natrium. Di cairan ekstrasel konsentrasi natrium berkisar 136 –

142 mEq/L, sedangkan di cairan intrasel berkisar 10 mEq/L. Sedangkan di cairan intrasel

berkisat 10 mEq/L. Konsentras jumlah total di cairan ekstrasel mencerminkan keseimbangan

dua faktor, yaitu:

a. Pemasukan natrium melalui epitel mukosa saluran cerna. Natrium masuk melalui

proses difusi dan sistem transport media. Rasio absorbsi sangat bervariasi tergantung

kadar natrium dalam diet. Eksresi nantrium di ginjal dan perspirasi di tempat lain.

Dalam hal ini, ginjal merupakan organ terpenting dalam pengaturan.

b. Peningkatan konsentrasi natrium cairan ekstrasel yang diperoleh dari pemasukan

tinggi natrium menyebabkan kandungan natrium di cairan ekstrasel meningkat.

Peningkatan kandungan natrium akan diikuti peningkatan konsentrasi natrium plasma

secara temporer. Selanjutnya terjadi peningkatan volume ceiran ekstrasel. Terjadi

perubahan osmosis yang diikuti penarikan cairan intrasel sehingga volume cairan

ekstrasel bertambah dan konsentrasi natrium kembali normal. Sekresi Anti Diuretik

Hormon (ADH) meningkat dan menyebabkan restriksi pengeluaran air, akibatnya

timbul rangsang haus yang akan meningkatkan konsumsi/pemasukan air. Dengan

adanya inhibisi reseptor air yang terletak di faring, sekresi ADH sudah dimulai

meskipun absorbsi Na+ belum berlangsung; kemudian disusul dengan meningkatnya

kecepatan sekresi setelah absobsi Na+ karena timbulnya rangsang pada osmoreseptor.

Bila pengeluaran natrium melebihi pemasukannya (misal minum banyak air yang

tidak mengandung natrium), vokume cairan ekstrasel berkurang dan terjadi tanpa

perubahan tekanan osmosis. Konsentrasi dan tekanan osmotik cairan ekstrasel akan

berkurang dengan cepat. Penurunan sebesar >2% akan mengurangi sekresi ADH

diikuti peningkatan produksi urin. Saat cairan ekstrasel terbuang bersama urin,

tekanan osmotik kembali normal.

Pengaturan keseimbangan air di dalam tubuh dipengaruhi oleh dua sistem regulasi, yaitu

regulasi osmotik dan regulasi volume.

- Regulasi osmotik aktifitasnya dipicu oleh tinggi-rendahnya osmolalitas plasma.

Sensor regulasi osmotik terletak di hipotalamus (supra optic neuron atau SON,

6

Page 7: Poliuria Dengan Gangguan Natrium

nukleus paraventrikuler dan organum vasculosum laminae terminalis atau OVLT)

serta pusat rasa haus di hipotalamus.

- Regulasi volume aktifitasnya dipengaruhi oleh volume arteri efektif atau tekanan

arteri. Sensor regulasi volume terletak di otot atrium dan ventrikel, sinus karotis, dan

arteri aferen glomerulus.

Sensor di hipotalamus aktifitasnya terpicu oleh pengerutan sel SON dan OVLT karena

peningkatan osmolalitas plasma; terjadi pelepasan vasopresin dan atau ADH. ADH melalui

reseptornya di duktus koligentes (reseptor V2) akan menggeser saluran air AQP2 (aquaporin-

2) dari sitoplasma ke arah membran daerah lumen sel duktud koligentes yang memungkinkan

air dari lumen masuk ke dalam sel akibat perbedaan tekanan osmotik dan akhirnya masuk ke

dalam sirkulasi. Besaran osmolalitas plasma juga akan mempengaruhi pusat rasa haus di

hipotalamus.

Sensor regulasi volume di atrium dan ventrikel terpicu oleh peningkatan volume arteri

efektif; dikeluarkanlah ANP atau B-type natriuretic peptide (BNP). Peptida-peptida

natriuretik ini kan menghambat reabsobsi natrium di duktus koligentes, menghambat

pelepasan renin, menghambat sekresi aldosteron dari korteks adrenal dan meningkatkan laju

filtrasi glomerulus. Peptida-peptida natriuretik ini juga menyebabkan peningkatan ekskresi

natrium melalui urin.

Hiponatremia adalah kelebihan cairan relatif yang terjadi bila:

- Jumlah asupan cairan melebihi kemampuan eksresi

- Ketidakmampuan menekan sekresi ADH

Sekresi ADH meningkat akibat deplesi volume sirkulasi efektif seperti muntah, diare,

perdarahan, poliuria. Respon fisiologik dari hiponatremia adalah tertekannya pengeluaran

ADH dari hipotalamus sehingga eksresi urin meningkat karena saluran air (AQP2A) di

daerah apikal duktus koligentes berkurang.

Hipernatremia adalah suatu keadaan dengan defisit cairan relatif. Hipernatremia jarang

terjadi, umumnya disebabkan resusitasi cairan menggunakan larutan NaCl 0,9% dalam

jumlah besar. Hipernatremia juga dijumpai pada kasus dehidrasi dengan gangguan rasa haus.

Hipernatremia terjadi apabila:

7

Page 8: Poliuria Dengan Gangguan Natrium

- Adanya defisit cairan tubuh akibat ekskresi air melebihi ekskresi natrium atau asupan

air yang kurang.

- Penambahan natrium yang melebihi jumlah cairan dalam tubuh

- Masuknya air tanpa elektrolit ke dalam sel.

Respon fisiologik yang timbul pada hipernatremia adalah meningkatnya

pengeluaranADH dari hipotalamus sehingga eksresi urin berkurang, karena saluran air

(AQO2) di bagian apikal duktus koligentes bertambah. Tapi pada beberapa kasus seperti pada

diabetes insipidus yang terjadi kekurangan ADH, hipernatremia disertai dengan poliuria.

E. Gejala klinis

Gejala klinis yang terjadi pada poliuria adalah volume urin yang berlebihan lebih dari

3L/ hari. Meningkatnya volume urin ini dapat disertai gejala seringnya buang air kecil,

nokturia, haus dan polidipsia. Gangguan natrium seperti pada hipernatremia dapat

menimbulkan gejala klinis seperti lethargi, lemas, twitcing, kejang atau koma. Hal ini

disebabkan mengecilnya volume otak karena air keluar dari sel. Pengecilan ini menimbulkan

robekan pada vena yang menyebabkan perdarahan lokal di otak dan perdarahan

subarachnoid. Di klinik bila ditemukan kasus hiponatremia dengan gejala berat (kesadaran

menurun, kejang) maka dikategorikan hiponatremia akut. Hiponatremia tanpa gejala berat

(lemas, mengantuk) digolongkan dalam kategori kronik.

F. Komplikasi

Komposisi urin meliputi air (95%) serta urea, kreatin, asam urat, hormon, ion :

natrium, kalium, chlorida, magnesium. Pada poliuria terjadi pengeluaran urin yang berlebihan

sehingga dapat menyebabkan dehidrasi, hiponatrmia, hipernatremia, dan hipokalium.

G. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada kasus poliuria adalah urinalisis, osmolalitas dan

berat jenis urin, biakan urin, ureum dan kreatinin darah, laju filtrasi glomerulus,

elektrolit plasma, uji deprivasi air, uji pitresin, dan pemeriksaan radiologis. Berat jenis

dan osmolaltas urin merupakan pemeriksaan yang sangat penting untuk menentukan

kemampuan pemekatan ginjal, tetapi osmolalitas urin lebih bermakna daripada berat

jenis sebab berat jenis urin dapat dipengaruhi oleh adanya protein, glukosa, dan zat kontras

dalam urin. Berat jenis > 1.010 atau osmolalitas urin > 400 mOsm/l didapatkan pada diuresis

8

Page 9: Poliuria Dengan Gangguan Natrium

solut atau anak normal, sedangkan berat jenis < 1.010 atau osmolalitas urin < 100

mOsml/l mengindikasikan diuresis air. Jika berat jenis urin >1.020 pada urin sewaktu atau

pagi hari, maka biasanya tidak ada gangguan pemekatan urin. Peningkatan berat jenis dan

osmolalitas urin disertai glukosuria meng-gambarkan diabetes melitus. Sedangkan

adanya elemen selular pada urinalisis menggambarkan kerusakan parenkim ginjal.

Uji deprivasi air bertujuan untuk meningkatkan natrium (> 145 mEq/l) atau

osmolalitas plasma ke titik tertentu. Pemeriksaan ini digunakan untuk mengevaluasi

kemampuan pasien memekatkan urin sebagai respons terhadap hipernatremia dan

penurunan volume cairan ekstraselular. Hipernatemia dan penurunan volume cairan

ekstraselular akan meningkatkan sekresi vasopresin oleh kelenjar hipofisis dan

menyebabkan urin dengan konsentrasi maksimal. Meskipun ada beberapa protokol cara

uji deprivasi air, pada umumnya pemeriksaan ini dilakukan pagi hari selama 6-8 jam.

Berikut ini adalah salah satu tata cara uji deprivasi air. Setelah mendapat hidrasi yang

adekuat yaitu minum air sesuai dengan kebutuhan selama 24 jam, dilakukan

pemeriksaan kadar natrium dan osmolalitas plasma, berat jenis dan osmolalitas urin,

pengukuran jumlah urin, dan berat badan. Selama pemeriksaan, pasien tidak boleh

makan dan minum; berat badan, tanda vital, dan berat jenis urin diperiksa setiap jam.

Pemeriksaan jumlah urin, osmolalitas urin, osmolalitas plasma, dan natrium plasma

dilakukan setiap 2 jam. Uji deprivasi air dilanjutkan sampai osmolalitas plasma mencapai

300 mOsm/l atau lebih tinggi dan berat badan turun 3-4% dari berat badan awal

pemeriksaan. Uji deprivasi air harus diawasi karena dengan compulsive water

drinking akan mencari air untuk diminum, sedangkan pada diabetes insipidus akan

terjadi penurunan volume cairan intraselular. Pada pasien dengan kelainan yang berat,

penurunan berat badan ini biasanya terjadi dalam 5-7 jam. Pada akhir uji deprivasi air,

perlu diambil sampel urin dan plasma untuk pengukuran osmolalitas. Uji deprivasi air

tidak dapat dilakukan pada keadaan hipernatremia atau pada isostenuria dengan peningkatan

osmolalitas plasma. Uji deprivasi air dihentikan jika terdapat penurunan berat badan >

5%, atau berat jenis urin > 1.020, atau osmolalitas urin > 600 mOsm/l, atau Na serum >

145 mEq/L. 1,10 Jika pada uji deprivasi air didapatkan jumlah urin berkurang, berat jenis

dan osmolalitas urin meningkat, maka didiagnosis sebagai polidipsi psikogenik,

tetapi jika jumlah urin tidak meningkat, berat jenis dan osmolalitas urin tetap atau

tidak meningkat, maka didiagnosis sebagai diabetes insipidus.

9

Page 10: Poliuria Dengan Gangguan Natrium

H. Penatalaksanaan

Secara garis besar tata laksana poliuria terdiri dari pemberian cairan yang

adekuat untuk mencegah dehidrasi, mengurangi kelebihan solut yang diekskresi ginjal,

mengoreksi kelainan elektrolit, mencari penyebab dan mengobati penyakit yang

mendasarinya, misalnya mengatasi hipernatremia dan hiponatremia, mengatasi hipokalemia

dan hiperkalsemia, mengobati diabetes melitus atau penyakit ginjal, dan menghentikan obat-

obatan yang dapat menyebabkan poliuria. Pada keadaan tertentu dapat dilakukan

konseling genetik.

Tatalaksana hiponatremia

1. Pasien dengan hiponatremia simptomatik dan urin encer (osmolalitas < 200

mOsm/kg) namun dengan gejala ringan biasanya hanya memerlukan restriksi air dan

pemantauan ketat.

2. Gejala berat (misal, kejang atau coma) membutuhkan infus NaCl hipertonik.

3. Kebanyakan pasien dengan hipovolemia bisa diatasi dengan NS.

4. Tidak ada konsensus tentang tatalaksana optimal hiponatremia simptomatik.

5. Kejang yang disebabkan hiponatremia bisa dihentikan cepat dengan menaikkan secara

cepat kadar Na+ serum sebesar rata-rata hanya 3 sampai 7 mmol/L.

6. Kebanyakan komplikasi demielinisasi terjadi jika laju koreksi melebihi 12

mmol/L/hari. Namun pernah dilaporkan setelah koreksi hanya 9 sampai 10 mmol/L

dalam 24 jam atau 19 mmol dalam 48 jam.

7. Rekomendasi : laju koreksi tidak melebihi 8 mmol/L/hari.

8. Namun koreksi awal masih bisa dilakukan 1 -2 mmol/L/jam untuk beberapa jam

pertama pada kasus berat.

9. Indikasi menghentikan koreksi akut dari gejala adalah berhentinya manifestasi yang

mengancam jiwa atau kadar serum sudah mencapai 125 atau 130 mmol/L

Tata laksana hipernatrium

Dasar dari terapi pada penderita hypernatremia adalah pemberian air bebas untuk

mengoreksi defisit air relatif. Air dapat digantikan secara oral atau intravena . Air saja tidak

dapat diberikan sebagai infus (karena masalah osmolaritas) bukan dapat diberikan dengan

tambahan larutan infus dekstrosa atau salin. Namun jika koreksi terlalu cepat sebagai

hipernatremia juga berpotensi sangat berbahaya. Tubuh khususnya otak  menyesuaikan

dengan konsentrasi natrium tinggi. Cepat menurunkan konsentrasi natrium dengan pemberian

10

Page 11: Poliuria Dengan Gangguan Natrium

air, sekali adaptasi ini telah terjadi, menyebabkan air mengalir ke sel-sel otak dan dapat

menyebabkan sel-sel otak membengkak. Hal ini dapat menyebabkan edema serebral ,

berpotensi mengakibatkan kejang, kerusakan otak permanen , atau kematian. Oleh karena itu,

hipernatremia signifikan harus diperlakukan hati-hati oleh dokter atau profesional medis

lainnya dengan pengalaman dalam pengobatan ketidakseimbangan elektrolit.  Pasien dengan

hipernatremia biasanya memiliki kondisi serius lain yang menyebabkan mereka tidak

mempunyai kemampuan untuk merespon terhadap perasaan haus atau kekurangan cairan.

Akibatnya, banyak pasien harus di rawat inap di rumah sakit.

Tujuan dari manajemen dalam hipernatremia adalah (1) mengetahui gejala yang

terjadi (2) identifikasi penyebab yang mendasari terjadinya hypernatremia (3) koreksi

gangguan volume Dan (4) koreksi hipertonisitas

Diperlukan kehati-hatian dalam mengoreksi hipertonisitas untuk menurunkan serum

natrium dan osmolalitas plasma dengan penggantian air bebas, baik secara oral atau secara

parenteral. Tingkat koreksi natrium tergantung pada seberapa akut hipernatremia dan pada

beratnya gejala.

Hipernatremia gejala akut harus diobati dengan cepat. Hipernatremia kronis,

bagaimanapun, harus dikoreksi lebih lambat karena risiko edema otak selama

pengobatan. Otak menyesuaikan dan meringankan hipernatremia kronis dengan

meningkatkan konten intraselular osmolytes organik. Jika tonisitas ekstraselular cepat turun,

air akan bergerak ke dalam sel otak, menghasilkan edema otak (herniasi, defisit neurologis

permanen, mielinolisis).

Pedoman pengobatan dari gejala hipernatremia

1. Memperbaiki natrium serum pada tingkat awal 1-2 mEq / L / jam

2. Pengobatan hipernatremia hipovolemik harus dimulai dengan salin 0.9

%. Setelah stabilitas hemodinamik dipulihkan dan volume intravaskular diganti,  defisit air

bebas  dapat diganti dengan dekstrosa 5% atau 0,45% saline solution.

3. Pergantian 50% dari defisit air dihitung selama 12-24 jam pertama

4. Mengganti defisit yang tersisa selama 24 jam berikutnya

5. Melakukan pengukuran elektrolit serum dan urin setiap jam 1-2

6. Lakukan pemeriksaan neurologis serial dan menurunkan laju koreksi dengan perbaikan

gejala

11

Page 12: Poliuria Dengan Gangguan Natrium

7. Tingkat koreksi harus sekitar 1 mEq / L / jam untuk hipernatremia yang berkembang

selama beberapa jam dan 0,5 mEq / L / jam untuk hipernatremia yang berkembang lebih

lambat.

8. Jika terjadi defisit volume dan hipernatremia , volume intravaskular harus dikembalikan

dengan natrium klorida isotonik sebelum pemberian air bebas.

9. Pasien dengan  diabetes insipidus biasanya diobati dengan desmopressin intranasal,

mulai dengan 10 mcg / hari dan dititrasi sesuai kebutuhan,biasanya sampai 10 mcg dua

kali

sehari-hari.

10.Pasien dengan nephrogenic diabetes insipidus harus mengurangi volume ECF mereka

dengan thiazide diuretik dan pembatasan diet sodium (2.000 mg / hari), yang

sering mengurangi volume urin sebanyak 50%. 

11. Pasien dengan kelebihan natrium harus ditangani dengan diuretik loop

(Furosemide, 20 sampai 40 mg IV setiap 6 jam) dan dekstrosa 5%pada tingkat yang

natrium serum menurun sekitar 0,5 jam mEq / L / atau, jika hipernatremia berkembang

pesat, 1 mEq / L / jam.

12. Pasien dengan hipernatremia sebagian besar sudah berusia lanjut. Hal ini dapat

disebabkan karena DI ( diabetes insipidus ) , keracunan garam, atau karena perubahan

status mental akut , maka serum natrium harus dikoreksi perlahan (dengan tidak lebih dari

10 meq / L per hari) .

12

Page 13: Poliuria Dengan Gangguan Natrium

DAFTAR PUSTAKA

1. Asman Boedi Santoso. Diabetes Insipidus. Dalam : Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta, FK

UI, hal 816

2. National Kidney and Urologic Disease Information Clearinghouse. 2009. Diabetes

insipidus. from http://www.niddk.org. Diakses 20 Oktober 2009

3. Askep Diabetes Insipidus.2009. from http: //www.medikastore.com. Diakses 20 Oktober

2009

4. Mahmud. 2009. Diabetes Insipidus Nefrogenik. From http://www.perisaihusada.net.

Diakses 20 Oktober 2009

5. C.B. Pender dan Clarke Fraser. 2009. Dominant Inheritance Of Diabetes Insipidus: A

Family Study. American Academy of Pediatrics ournal, 15 : 246-254

6. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 1985. Endokrinologi Anak. Dalam Buku

Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak 1985. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI;

cetakan kesebelas.

7. Endokrinologi Anak. Dalam : Manual textbook of Nelson’s Pediatrics.

8. Sands, Jeff M., Bichet, Daniel G. Nephrogenic Diabetes Insipidus. Ann Intern Med.

2006; 144:186-194.

9. Abdelazis Elamin. 2009. Diabetes Insipidus. Departement of Child Health

and Pediatric Endocrinologist Sultan Qaboos University.

10. Jamest R West dan James G. Kramer. Nephrogenic Diabetes Insipidus. American

Academy of Pediatrics Journal, 15 ;424-432

11. Saborio P., Tipton GA., Chan JCM (2000). Diabetes insipidus.

http://pedsinreview.aappublications.org/content/21/4/122.extract diunduh tanggal 13

Feb 2014-02-13

12. Sjarifuddin A., Hegar B., (2008). Gangguan keseimbangan air-elektrolit dan asam-

basa. Unit pendidikan Kedokteran- Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan. FK

UI.

13

Page 14: Poliuria Dengan Gangguan Natrium

13. Pardede SO (2003). Poliuria pada anak. Sari pediatri vol 5 no 3 hal 103-110

14