Upload
others
View
13
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
POLTEKKES KEMENKES PADANG
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN
SINDROMA NEFROTIK DIRUANGAN RAWAT
ANAK IRNA KEBIDANAN DAN ANAK
RSUP.Dr.M.DJAMIL PADANG
KARYA TULIS ILMIAH
BETRI WAHYUNI
143110207
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN PADANG
2017
POLTEKKES KEMENKES PADANG
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN
SINDROMA NEFROTIK DIRUANGAN AKUT-
KRONIS IRNA KEBIDANAN DAN ANAK
RSUP.Dr.M.DJAMIL PADANG
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan sebagai syarat untuk meraih
gelar ahli madya keperawatan
BETRI WAHYUNI
143110207
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D IIII KEPERAWATAN PADANG
2017
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Betri Wahyuni
Nim : 143110207
Tempat/tanggal lahir : Solok/ 17 Mei 1996
Agama : Islam
Status Perkawinan : Belum Kawin
Orangtua
Ayah : Damris
Ibu : Zainidar
Alamat : Jl. Lintas Timur No.63, Kecamatan Rengat Barat,
Kabupaten Indragiri Hulu, Riau
Riwayat Pendidikan :
Pendidikan Tahun
TKN Pembina Pematang Reba 2001-2002
SDN 007 KOTA LAMA 2002-2008
SMPN 5 RENGAT BARAT 2008-2011
SMAN 2 SOLOK 2011-2014
POLTEKKES KEMENKES PADANG 2014-2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah
dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan Sindroma Nefrotik
diruangan Rawat Anak IRNA Kebidanan dan Anak RSUP.Dr.M.Djamil
Padang”. Pada kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan terimakasih kepada
Ibu Hj. Tisnawati,S.St,M.Kes dan Ibu Delima,S.Pd,M.Kes selaku pembimbing
Karya Tulis Ilmiah atas bimbingan, pengarahan dan memberikan masukan dengan
penuh kesabaran dan perhatian sehingga peneliti dapat menyelesaikan Karya Tulis
Ilmiah ini. Ucapan terima kasih ini juga peneliti tujukan kepada :
1. Bapak H. Sunardi, SKM., M.Kes selaku Direktur Politeknik Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI Padang.
2. Ibu Hj. Murniati Muchtar, SKM., M.Biomed selaku Ketua Jurusan
Keperawatan Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Padang.
3. Ibu Ns. Idrawati Bahar, S.Kep., M.Kep selaku Ketua Program Studi
Keperawatan Padang Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan RI
Padang.
4. Ibu/Bapak Staf Dosen Program Studi Keperawatan Padang Politeknik
Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Padang yang telah memberikan bekal
ilmu untuk bekal peneliti.
5. Teman-temanku yang senasib dan seperjuangan Mahasiswa Politeknik
Kesehatan Padang Program Studi Keperawatan Padang. Terima kasih atas
dukungan dan bantuan yang telah diberikan.
Akhir kata peneliti berharap Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat khususnya bagi
peneliti sendiri dan pihak yang telah membacanya, serta peneliti mendoakan
semoga segala bantuan yang telah diberikan mendapatkan balasan dari Allah
SWT. Amin.
Padang, Juni 2017
Peneliti
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN PADANG
JURUSAN KEPERAWATAN
Karya Tulis Ilmiah, Juni 2017
Betri Wahyuni
Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Sindroma Nefrotik di Ruang Rawat
Anak IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2017
Isi : ix + 68 halaman + 9 lampiran
ABSTRAK
Pada survey awal, ditemukan 73 anak dengan sindroma nefrotik sepanjang tahun
2014 dan angka ini meningkat pada 2015 mencapai 76 anak. Tujuan penelitian ini
untuk mendeskripsikan asuhan keperawatan pada anak dengan sindroma nefrotik
di ruangan Rawat Anak IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr.M. Djamil Padang.
Jenis penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan desain penelitian studi
kasus. Penelitian dilakukan diruang rawat inap akut anak, waktu pelaksanaan
selama 7 hari. Populasi penelitian, semua anak dengan sindroma nefrotik. Sampel
sebanyak 2 orang dengan teknik purposive sampling. Instrumen pengumpulan
data digunakan format pengkajian anak dan alat pemeriksaan fisik. Cara
pengumpulan data dengan wawancara, observasi dan studi dokumentasi. Analisis
dilakukan dengan menganalisis semua data pada tahapan proses keperawatan
dengan menggunakan konsep dan teori keperawatan .
Hasil penelitian, An. A edema pada hampir seluruh bagian tubuh, pasien rewel dan
peningkatan berat badan. Sedangkan pada partisipan tampak edema, demam dan
penurunan nafsu makan. Diagnosa utama adalah Kelebihan volume cairan
berhubungan dengan penurunan tekanan osmotik koloid. Intervensi yaitu monitor
cairan, manajemen cairan dan monitor tanda-tanda vital. Evaluasi diharapkan
tekanan darah dalam batas normal, keseimbangan cairan, edema berkurang dan
keseimbangan intake output. Masalah teratasi sebagian dengan adanya penurunan
berat badan dan edema berkurang. intervensi dilanjutkan dengan didelegasikan
pada perawat ruangan.
Disarankan kepada kepala instalasi kebidanan dan Anak agar dapat mengadakan
pembaharuan pelaksanaan asuhan keperawatan dalam merawat pasien dengan
sindroma nefrotik.
Kata Kunci : Sindroma Nefrotik, Asuhan Keperawatan
Daftar pustaka : 18 (2006-2016)
DAFTAR ISI
DAFTAR RIWAYAT HIDUP.............................................................. iLEMBAR ORISINALITAS.................................................................. iiHALAMAN PENGESAHAN................................................................ iiiPERNYATAAN PERSETUJUAN........................................................ ivKATA PENGANTAR............................................................................ vABSTRAK.............................................................................................. viiDAFTAR ISI........................................................................................... viiiDAFTAR SKEMA.................................................................................. xDAFTAR TABEL................................................................................... xiDAFTAR LAMPIRAN........................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN1. Latar Belakang............................................................................. 12. Rumusan Masalah......................................................................... 33. Tujuan........................................................................................... 44. Manfaat ........................................................................................ 5
BAB II TINJAUAN TEORITIS1. Konsep Dasar Kasus Sindroma Nefrotik1. Pengertian............................................................................... 62. Peredaran Darah Ginjal Fisiologis.......................................... 63. Etiologi...................................................................................74. Patofisiologi............................................................................ 85. WOC....................................................................................... 106. Respon Tubuh Terhadap Perubahan Fisiologis....................... 127. Manifestasi Klinis................................................................... 138. Penatalaksanaan...................................................................... 132. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Kasus Sindroma Nefrotik1. Pengkajian..............................................................................152. Kemungkinan Diagnosa Keperawatan................................... 203. Intervensi Keperawatan.......................................................... 20
BAB III METODE PENELITIAN1. Desain Penelitian.......................................................................... 302. Tempat dan Waktu Penelitian......................................................303. Populasi dan Sampel.................................................................... 304. Alat dan instrumen....................................................................... 315. Jenis dan teknik pengumpulan data............................................. 316. Rencana Analisis.......................................................................... 34
BAB IV DESKRIPSI KASUS DAN PEMBAHASAN1. Deskripsi Kasus............................................................................ 352. Asuhan Keperawatan1. Hasil Pengkajian..................................................................... 352. Diagnosa Keperawatan........................................................... 383. Intervensi Keperawatan.......................................................... 404. Implementasi Keperawatan.................................................... 445. Evaluasi Keperawatan............................................................ 463. Pembahasan
1. Pengkajian............................................................................. 482. Diagnosa Keperawatan.......................................................... 523. Intervensi Keperawatan.......................................................... 564. Implementasi Keperawatan.................................................... 585. Evaluasi Keperawatan............................................................ 62
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan .................................................................................. 662. Saran ............................................................................................. 68
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Sindrom Nefrotik merupakan penyakit ginjal yang paling sering
ditemukan pada anak, dan didefinisikan sebagai kumpulan gejala yang
disebabkan oleh adanya kerusakan glomerulus yang terjadi pada anak
dengan karakteristik proteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan
edema (Suradi & Yuliani, 2010).
Sejumlah anak dengan sidroma nefrotik yang mengalami kekambuhan
dapat berkurang secara bertahap sesuai dengan bertambahnya usia anak.
Insiden yang ditemukan pada Sindroma Nefrotik yaitu angka mortalitas
dan prognosis anak bervariasi berdasarkan penyebab, keparahan, tingkat
kerusakan ginjal, usia anak serta respon anak terhadap pengobatan.
Penyakit ini sedikit lebih tinggi pada anak laki-laki dari pada anak
perempuan (Betz & Sowden, 2009).
Insidens Sindroma Nefrotik pada anak dalam kepustakaan di Amerika
Serikat dan Inggris terdapat 2-7 kasus baru per 100.000 anak dalam satu
tahun, dengan prevalensi berkisar 12-16 kasus per 100.000 anak. Di
negara berkembang insidensinya lebih tinggi. Di Indonesia dilaporkan 6
per 100.000 per tahun pada anak berusia kurang dari 14 tahun.
Perbandingan anak laki-laki dan perempuan 2:1 (Konsensus IDAI, 2012
dalam Arif Y. Prabowo, 2014).
Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurisya, dkk
(2014) di Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin (RSHS) Bandung dan Rumah
Sakit Umum Daerah Kota Bandung, di dominasi oleh laki-laki dengan
rasio laki-laki berbanding perempuan 1,4:1. Hasil ini sesuai pula dengan
yang dikemukakan oleh Niaudet serta Dolan dan Gill bahwa penderita SN
anak laki-laki lebih banyak dari pada anak perempuan.
Pramana, dkk (2013) melaporkan bahwa penderita Sindroma Nefrotik
yang dirawat di Instalasi Rawat Inap RSUP.Dr.M.Djamil Padang periode 1
Januari 2009- 30 April 2012 sebanyak 56 orang yang didominasi oleh anak
pada usia > 6 tahun sebanyak 55,4% serta rasio kejadian Sindroma
Nefrotik pada anak laki-laki dan perempuan sebesar 1,43:1.
Sindrom nefrotik dapat dibedakan menjadi sindrom nefrotik kongenital,
sindrom nefrotik primer, dan sindrom nefrotik sekunder. Pada umumnya
sebagian besar (±80%) sindrom nefrotik primer memberi respon yang baik
terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50% diantaranya
akan relaps dan sekitar 10% tidak memberi respon lagi dengan pengobatan
steroid (Konsensus IDAI, 2012 dalam Arif Y. Prabowo, 2014).
Jika seorang anak memberikan respon baik terhadap pengobatan dan
diperbolehkan untuk rawat jalan, maka perawat perlu memberikan
pendidikan kesehatan pada orangtua mengenai tanda dan gejala
kekambuhan sindroma nefrotik seperti edema, oligurie bahkan anurie serta
urine yang berwarna pekat. Jika tanda dan gejala tersebut telah muncul
pada anak, anjurkan kepada orangtua atau keluarga untuk segera
membawa anak ke pelayanan kesehatan terdekat.
Namun, jika anak tidak berespon baik terhadap pngobatannya dampak
yang akan tejadi adalah Penyakit Ginjal Kronik. Hal ini sesuai dengan
hasil penelitian Pardede dan Chunnaedy, (2009) di RS Dr.Cipto
Mangunkusumo, penyebab PGK didominasi oleh sindroma nefrotik
(55,5%). Dampak lain yang sering terjadi pada anak dengan Sindroma
Nefrotik adalah infeksi seperti hipertensi, serta selulitis dan peritonitis
akibat penurunan daya tahan tubuh (Betz & Sowden, 2009).
Survey awal yang dilakukan pada 11 Januari 2017 diruang Akut IRNA
Kebidanan Anak RSUP.Dr.M.Djamil Padang ditemukan 24 orang anak
dirawat,1 orang anak diantaranya dengan diagnosa medis Sindroma
Nefrotik. Pada anak dengan Sindrom Nefrotik, Diagnosa keperawatan
yang muncul adalah Kelebihan volume cairan dan hipertermi. Adapun
implementasi keperawatan yang telah dilaksanakan kepada anak tersebut
ialah kompres hangat serta memantau suhu anak, menimbang berat badan
anak setiap hari, berkolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian terapi
diit, berkolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi (steroid,
antibiotik, antihipertensi ).
Salah satu peran perawat yaitu berkolaborasi dengan tim pelayanan
kesehatan lain untuk memberikan perawatan dan pengobatan yang
optimal, perawat dapat berkolaborasi dengan tim medis untuk pemberian
terapi diuretik dalam kasus Sindroma Nefrotik ini. Selain itu, perawat
perlu memberikan penilaian serta mengobservasi tingkat keparahan
edema, penambahan berat badan, mengontrol kelembaban kulit serta
memantau protein serum pada anak dengan Sindroma Nefrotik (Betz &
Sowden, 2009).
Dengan diberikan asuhan keperawatan yang komprehensif, diharapkan
terjadi peningkatan kesehatan anak yang berpengaruh kepada
berkurangnya jumlah hari rawatan di rumah sakit dan meminimalkan
biaya yang akan dikeluarkan serta mencegah terjadinya komplikasi lebih
lanjut dari Sindroma Nefrotik seperti Penyakit Ginjal Kronik dan Infeksi
akibat penurunan daya tahan tubuh anak. Hasil pengamatan peneliti,
perawat ruangan cenderung melanjutkan pendokumentasian dari shift
sebelumnya tanpa melakukan pengkajian terlebih dahulu.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk
menerapkan asuhan keperawatan pada anak dengan kasus Sindroma
Nefrotik di Ruang Akut IRNA Kebidanan RSUP Dr. M. Djamil Padang
pada tahun 2017.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah peneliti uraikan diatas, maka
rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana penerapan asuhan
keperawatan pada anak dengan kasus Sindroma Nefrotik di Ruang Akut
Irna Kebidanan & Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2017.
3. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu mendeskripsikan asuhan keperawatan pada anak dengan
Sindroma Nefrotik di Ruang Akut Irna Kebidanan & Anak RSUP Dr.
M. Djamil Padang tahun 2017.
2. Tujuan Khusus
1. Mampu mendeskripsikan hasil pengkajian pada anak dengan kasus
Sindroma Nefrotik di Ruang Akut Irna Kebidanan & Anak RSUP
Dr. M. Djamil Padang tahun 2017.
2. Mampu mendeskripsikan rumuskan diagnosa keperawatan pada
anak dengan kasus Sindroma Nefrotik di Ruang Akut Irna
Kebidanan & Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2017.
3. Mampu mendeskripsikan rencana keperawatan pada anak dengan
kasus Sindroma Nefrotik di Ruang Akut Irna Kebidanan & Anak
RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2017.
4. Mampu mendeskripsikan tindakan keperawatan pada anak dengan
kasus Sindroma Nefrotik di Ruang Akut Irna Kebidanan & Anak
RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2017.
5. Mampu mendeskripsikan evaluasi pada anak dengan kasus
Sindroma Nefrotik di Ruang Akut Irna Kebidanan & Anak RSUP
Dr. M. Djamil Padang tahun 2017.
4. Manfaat
1. Penulis
Laporan kasus ini dapat mengaplikasikan dan menambah wawasan
ilmu pengetahuan serta kemampuan penulis dalam menerapkan
asuhan keperawatan pada Anak dengan penyakit Sindroma
Nefrotik di Ruang Akut Irna Kebidanan & Anak RSUP Dr. M.
Djamil Padang tahun 2017.
2. Rumah sakit
Laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pikiran dalam menerapakan asuhan keperawatan pada Anak dengan
Penyakit Sindroma Nefrotik di Ruang Akut Irna Kebidanan &
Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2017.
3. Institusi Pendidikan
Laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pikiran untuk pengembangan ilmu dalam penerapan asuhan
keperawatan pada anak dengan penyakit Sindroma Nefrotik di
Ruang Akut Irna Kebidanan & Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang
tahun 2017.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
1. Konsep Dasar Kasus Sindroma Nefrotik
1. Pengertian
Sindroma Nefrotik adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh kerusakan
glomerulus. Peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein
plasma yang dapat menyebabkan terjadinya proteinuria, hipoalbuminemia,
hiperlipidemia dan edema (Betz & Sowden, 2009).
Sindroma Nefrotik merupakan penyakit dengan gejala edema, proteinuria,
hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia. Kadang-kadang terdapat
hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal (Ngastiyah, 2014).
2. Peredaran Darah Ginjal Fisiologis
Ginjal mendapatkan darah dari arteri renalis yang merupakan cabang dari
aorta abdominalis. Arteri renalis memiliki cabang yang besar yaitu arteri
renalis anterior dan juga memiliki cabang yang kecil yaitu arteri renalis
posterior. Cabang anterior memberikan darah untuk ginjal anterior dan
ventral sedangkan cabang posterior memberikan darah untuk ginjal
posterior dan dorsal.
Diantara kedua cabang ini terdapat suatu garis yaitu Brudels Line yang
terdapat disepanjang margo lateral dari ginjal. Pada garis ini tidak terdapat
pembuluh darah, sehingga kedua cabang ini akan menyebar hingga
kebagian anterior dan posterior dari kolisis sampai ke medula ginjal yang
terletak diantara piramid dan disebut dengan arteri interlobularis yang
berjalan tegak kedalam korteks dan berakhir sebagai vasa aferen
glomerulus untuk 1-2 glomerulus, ploksus kaliper sepanjang sepanjang
tubulus dan melingkar didalam korteks serta sebagai pembuluh darah yang
menembus kapsul Bowman.
Dari glomerulus keluar pembuluh darah aferen dan terdapat suatu
anyaman yang mengelilingi tubuli kontorti. Disamping itu ada cabang
yang lurus menuju pelvis renalis untuk memberikan darah pada ansa henle
dan duktus koligen yang dinamakan dengan arteri rektal. (Syaifuddin,
2012).
3. Etiologi
Ngastiyah, (2014) mengatakan bahwa belum pasti diketahui penyebab
Sindroma Nefrotik, namun akhir-akhir ini dianggap sebagai penyakit
autoimun. Umumnya, etiologi Sindroma Nefrotik dibagi menjadi:
1. Sindroma Nefrotik Bawaan
Sindroma Nefrotik Bawaan diturunkan sebagai resesif autosomal, klien
ini biasanya tidak merespon terhadap pengobatan yang diberikan.
Adapun gejala yang biasanya terjadi yaitu edema pada masa neonatus.
Umumnya, perkembangan pada klien terbilang buruk dan klien akan
meninggal pada bulan-bulan pertama kehidupannya.
1. Sindroma Nefrotik Sekunder
Sindroma Nefrotik Sekunder bukan disebabkan oleh turunan
kromosom, namun disebabkan oleh beberapa masalah seperti:
1. Malaria kuartana atau parasit lainnya
2. Penyakit Lupus Eritematosus Diseminata, purpura dan anafilaktoid
3. Glomerulonefritis akut atau kronis, trombosis vena renalis
4. Penyakit sel sabit, dll
2. Sindrom Nefrotik Ideopatik
Belum diketahui penyebab Sindrom Nefrotik Ideopatik atau juga
disebut Sindroma Nefrotik Primer. Berdasarkan histopatologis yang
tampak pada biopsi ginjal dengan pemeriksaan mikroskop biasa dan
mikroskop elektron, Churg, dkk membagi Sindrom Nefrotik Ideopatik
kedalam 4 golongan yaitu :
1. Kelainan minimal yaitu dengan mikroskop biasa glomerulus terlihat
normal, namun dengan mikroskop elektron terlihat foot prosessus sel epitel
berpadu.
2. Nefropati Membranosa yaitu terjadi penebalan dinding kapiler glomerulus
3. Glomerulonefritis Proliferatif
3. Glomerulonefritis fokal segmental
Pada Glomerulonefritis fokal segmental yang paling mencolok yaitu
sklerosis glomerulus yang disertai atrofi tubulus.
4. Patofisiologi
Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat
pada hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria.
Kelanjutan dari proteinuria akan dapat mengakibatkan
hipoalbuminemia. Dengan menurunnya jumlah albumin, terjadilah
penurunan tekanan osmotik plasma sehingga cairan intravaskuler akan
berpindah ke interstisial. Perpindahan cairan tersebut mengakibatkan
volume cairan intravaskuler berkurang dan terjadilah kondisi
hipovolemik pada pasien, kondisi hipovolemik ini jika tidak segera
diatasi akan berdampak pada hipotensi.
Rendahnya volume cairan pada intravaskuler ini akan mempengaruhi
aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan kompensasi dengan
merangsang produksi renin angiotensin dan peningkatan sekresi
antidiuretik hormon (ADH) dan sekresi aldosteron yang
mengakibatkan retensi terhadap natrium dan air yang berdampak pada
edema. Penurunan daya tahan tubuh juga mungkin terjadi akibat
hipoalbuminemia, jika tidak segera diatasi pasien dengan Sindroma
Nefrotik akan rentan terhadap infeksi seperti peritonitis dan selulitis.
Anak dengan sindroma nefrotik dapat mengalami peningkatan
kolesterol dan trigliserida serum akibat peningkatan dari produksi
lipoprotein karena penurunan plasma albumin dan penurunan onkotik
plasma. Selain itu, peningkatan produksi lipoprotein didalam hepar
akibat kompensasi hilangnya protein dapat mengakibatkan terjadinya
hiperlipidemia, dan akan ditemukan lemak didalam urine atau
lipiduria.
Menurunnya kadar natrium dalam darah anak dengan sindroma
nefrotik atau keadaan dehidrasi akibat retensi cairan akan merangsang
sekresi hormon renin yang berperan penting dalam mengatur tekanan
darah. Selanjutnya renin mengubah angiotensin yang disekresi hati
menjadi angiotensin I. Sel kapiler paru selanjutnya mengubah
angiotensin I menjadi angiotensin II yang mengonsentrasi otot polos
sekeliling arteriola. Hal inilah yang menyebabkan anak mengalami
tekanan darah tinggi. Dalam kondisi lain, ketidakseimbangan natrium
akibat konsumsi natrium yang terlalu sedikit akan mengakibatkan anak
mengalami hipotensi (Suriadi & Yuliani, 2010).
Penyakit Sekunder
Proteinuria
Hipoalbuminemia
Edema
Hiperlipidemia
SINDROMA NEFROTIK
Penyakit SistemikReaksi Autoimun Idiopaik
Kerusakan Glomerulus
Sintesis
protein &
Lipid
Kolesterol Sakit KepalaMK: Nyeri
Akut
Hipertensi
MK :
Keidakefekifan
Pola Napas
Bladder
Penurunan
Filtrasi
Glomerulus
Decompensasi
Cordis
Blood
Reabsorbsi
Na & Air
Volume
Intravaskuler
Beban Kerja
Jantung
Meningkat
Kontraakivitas
Ventrikel
Menurun
Aritmia, Bradicardi,
Perubahan EKG,
Edema,
MK: Penurunan
Curah Jantung
Protein
Teriltrasi
Volume Cairan
Vaskuler Menurun
Simulasi Renin-
Angiotensis
Sekresi ADH
Reabsorbsi Na &
Air Meningkat
Volume Sekresi
Urine menurun
MK : Gangguan
Eliminasi Urine
Hipoalbumi
nemia
Tekanan Osmoik
Plasma Menurun
Tekanan
Hidrostaik
Meningkat
Perpindahan
Cairan dari
Intravaskuler
Ke Intrasisial
Dyspnea,
Takipnea,
Tarikan
Dinding
Dada
Distensi
Abdomen
Menekan
Diafragma
Penurunan
Ekspansi
Paru
Breathing
Asites
Brain
Cardiac
Output
Menurun
Perfusi Darah
Ke Otak
Menurun
MK: Risiko
Keidakefekifan
Perfusi Jaringan
Otak
Penurunan Ig
G & Ig A
Imunitas
Menurun
MK : Risiko
Infeksi
5. WOC
Bowel
Menekan
saraf Vagus
dan
Lambung
Persepsi
kenyang
dan idak
nyaman di
epigastrium
Anoreksi
MK :
Keidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Edema sal.
pencernaan
Absorbsi tdk
adekuat
Feses
Encer
MK : Diare
Cairan Intravaskuler
Hipovolemik
MK: Risiko Syok
Hipovolemik
Bone
Tirah Baring
Tekan
lama pd
bag.
edema
Sirkulasi
perifer
tdk
adekuat
MK:
Kerusakan
Integritas
KulitPerpindahan
cairan dari
intravaskuler ke
intersiial
Bagan 2.1
WOC Sindroma Nefrotik
Sumber: Price & Wilson, 2006
1. Respon Tubuh Terhadap Perubahan Fisiologis
Syaifuddin, (2012) mengatakan bahwa perubahan fisiologis pada anak
dengan sindrom nefrotik adalah :
1. Sistem Peredaran Darah (Sirkulasi)
Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerulus
mengakibatkan protein lolos dan keluar bersama urine yang
menyebabkan protein dalam plasma berkurang, tekanan osmotik
koloid menurun dan tekanan hidrostatik meningkat, akibatnya
cairan intravaskuler berpindah kedalam interstisial. Respon tubuh
anak adalah edema, edema akan semakin parah dan hal ini terlihat
dari postur tubuh anak yang hingga mengalami edema anasarka.
Jumlah cairan intravaskuler yang menurun dapat mengakibatkan
syok hipovolemik.
2. Sistem Pencernaan
Penumpukan cairan keruang interstisial dapat mengakibatkan
peningkatan tekanan abdomen yang mendesak lambung. Respon
tubuh anak adalah anoreksia dan mual muntah.
3. Sistem Pernapasan
Penumpukan cairan keruang interstisial dapat mendesak rongga
dada, sehingga ekspansi paru menurun. Respon tubuh anak adalah
napas cepat.
4. Sistem Perkemihan
1. Stimulus yang diberikan oleh hormon renin – angiotensin mengakibatkan
peningkatan sekresi hormon ADH. Sehingga, reabsorbsi Na+ dan Air juga
mengalami peningkatan. Respon tubuh anak adalah penurunan haluaran
urine atau Oliguri bahkan anak bisa mengalami anurine, selain itu anak
juga akan mengalami edema yang akan memburuk menjadi edema
anasarka.
2. Penurunan fungsi filtrasi glomerulus mengakibatkan protein terfiltrasi dan
ikut keluar bersama urine, jika dilakukan pemeriksaan hematologi akan
ditemukan hasil hipoalbuminemia. Respon tubuh anak adalah daya tahan
tubuh yang rendah.
2. Manifestasi Klinis
Walaupun gejala pada anak akan bervariasi seiring dengan perbedaan
proses penyakit, gejala yang paling sering berkaitan dengan sindroma
nefrotik adalah:
1. Penurunan haluaran urine dengan warna gelap dan berbusa.
2. Retensi cairan dengan edema berat (edema fasial, abdomen, area genitalia
dan ekstremitas).
3. Distensi abdomen karena edema yang mengakibatkan sulit bernapas, nyeri
abdomen, anoreksia dan diare.
4. Pucat.
5. Keletihan dan intoleransi aktivitas.
6. Nilai uji laboratorium abnormal seperti proteinuria > 2gr/m2/hari, albumin
serum < 2gr/dl, kolesterol serum mencapai 450-1000mg/dl.
(Betz & Sowden, 2009)
3. Penatalaksanaan
Menurut Betz & Sowden, (2009) penatalaksanaan medis untuk
sindrom nefrotik meliputi :
1. Pemberian kortikosteroid seperti prednison atau prednisolon untuk
menginduksi remisi. Dosis akan diturunkan setelah 4 sampai 8 minggu
terapi. Jika pasien mengalami kekambuhan, maka perlu diberikan
kortikosteroid dengan dosis tinggi untuk beberapa hari.
2. Penggantian protein, hal ini dapat dilakukan dengan pemberian albumin
melalui makanan atau melalui intravena.
3. Pengurangan edema.
1. Terapi diuretik, hendaknya terapi ini diberikan lebih cermat guna
mencegah terjadinya penurunan volume intravaskuler, pembentukan
trombus maupun ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
2. Membatasi pemberian natrium.
4. Mempertahankan keseimbangan elektrolit.
5. Pengobatan nyeri untuk mengatasi ketidaknyamanan yang berhubungan
dengan edema maupun tindakan medis yang dilakukan kepada pasien.
6. Pemberian antibiotik seperti penisilin oral atau jenis lain, mengingat
pasien dengan sindroma nefrotik rentan terkena infeksi akibat daya tahan
tubuhnya yang rendah.
7. Terapi Imunosupresif untuk anak yang gagal berespon dengan terapi
steroid.
Menurut Ngastiyah, (2014) Penatalaksanaan medis pada anak
dengan Sindroma nefrotik Meliputi :
1. Diit tinggi protein sebanyak 2-3 gr/Kg BB dengan garam minimal bila
edema masih berat. Bila edema sudah berkurang, maka dapat diberikan
sedikit garam ( Buku Kuliah IKA Jilid II).
2. Mencegah infeksi juga perlu dilakukan, karena anak kemungkinan akan
menderita tuberkulosis. Bila terjadi infeksi beri terapi antibiotik.
3. Kondisi alkalosis akibat hipokalemia dapat dibantu dengan pemberian
terapi KCl.
4. Kondisi hipertensi pada klien dapat diatasi dengan pemberian obat-obatan
antihipertensif seperti resephin atau pemblok beta dengan efek samping
penurunan laju filtrasi glomerulus dan harus digunakan dengan sangat
hati-hati.
5. Berikan diuretik untuk mengatasi edema
6. Berikan terapi kortikosteroid. International Kooperative Study Of Kidney
Disease in Children (ISKDC) mengajukan cara pengobatan sebagai
berikut:
1. Selama 28 hari prednison diberikan peroral dengan dosis 60 mg/hari/luas
permukaan badan dengan maksimum 80 mg/hari/luas permukaan badan.
2. Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral 28 hari dengan dosis 40
mg/hari/lpb, setiap 3 hari dalam seminggu diberikan dosis 60 mg/hari/lpb.
2. Konsep Asuhan Keperawatan pada Kasus Sindroma Nefrotik
1. Pengkajian
Pengkajian pada pasien dengan kasus Sindroma Nefrotik meliputi:
1. Identitas, seperti :nama, tempat tanggal lahir/umur, berat badan lahir,
panjang badan lahir, serta apakah bayi lahir cukup bulan atau tidak,
jenis kelamin, anak ke, jumlah saudara dan identitas orang tua.
2. Keluhan Utama
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya orang tua anak mengeluhkan sembab pada beberapa
bagian tubuh anak seperti pada wajah, mata, tungkai serta
bagian genitalia. Orang tua anak biasanya juga mengeluhkan
anaknya mudah demam dan daya tahan tubuh anaknya terbilang
rendah.
2. Riwayat Kesehatan Dahulu
Perlu ditanyakan pada orangtua berat badan anak dahulu untuk
menilai adanya peningkatan berat badan. Perlu dikaji riwayat
keluarga dengan sindroma nefrotik seperti adakah saudara-
saudaranya yang memiliki riwayat penyakit ginjal dan riwayat
tumbuh kembang anak yang terganggu, apakah anak pernah
mengalami diare atau sesak napas sebelumnya, serta adanya
penurunan volume haluaran urine.
3. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Perlu dikaji adanya penyakit pada ibu saat masa kehamilan
adakah menderita penyakit lupus eritematosus sistemik atau
kencing manis, konsumsi obat-obatan maupun jamu tradisional
yang diminum serta kebiasaan merokok dan minum alkohol
selama hamil.
4. Riwayat Pertumbuhan
Biasanya anak cenderung mengalami keterlambatan
pertumbuhan karena keletihan akibat lambung yang mengalami
tekanan oleh cairan intrastisial dan memberikan persepsi
kenyang pada anak.
5. Riwayat Psikososial dan Perkembangan
Penurunan nilai cardiac output dapat mengakibatkan penurunan
perfusi darah ke otak. Hal ini dapat berdampak pada
ketidakseimbangan perfusi jaringan cerebral pada anak.
Sehingga anak perlu mendapatkan stimulasi tumbuh kembang
dengan baik.
3. Pemeriksaan Fisik
1. TTV
1. Tekanan Darah: Pada masa anak-anak tekanan darah
sistole normal 80 sampai 100 mmHg dan nilai diastole
normal 60 mmHg. Anak dengan hipovolemik akan
mengalami hipotensi, maka akan ditemukan tekanan darah
kurang dari nilai normal atau dapat ditemukan anak
dengan hipertensi apabila kolesterol anak meningkat.
2. Nadi: berdasarkan usia, frekuensi nadi anak usia 2-6 tahun
105x/ menit, frekuensi nadi anak usia 6-10 tahun
95x/menit, frekuensi nadi anak usia 10-14 tahun 85x/menit
dan frekuensi nadi anak usia 14-18 tahun 82x/menit.
3. Pernapasan: frekuensi napas anak usia 2-6 tahun 21-
30x/menit, anak 6 sampai 10 tahun 20-26x/menit dan anak
usia 10-14 tahun 18-22x/menit.
2. Postur
BB Ideal: bagi anak usia 2-12 tahun dengan cara 2n (umur
dalam tahun) + 8. Perlu ditanyakan kepada orangtua, BB anak
sebelum sakit untuk menentukan adanya peningkatan BB pada
anak dengan sindroma nefrotik. Edema pada anak juga dapat
ditandai dengan peningkatan Berat Badan >30%.
3. Kepala-leher
Pada umumnya tidak ada kelainan pada kepala, normalnya
Jugularis Vein Distention (JVD) terletak 2 cm diatas angulus
sternalis pada posisi 450, pada anak dengan hipovolemik akan
ditemukan JVD datar pada posisi supinasi, namun pada anak
dengan hipervolemik akan ditemukan JVD melebar sampai ke
angulus mandibularis pada posisi anak 450.
4. Mata
Biasanya pada pasien dengan Sindroma Nefrotik mengalami
edema pada periorbital yang akan muncul pada pagi hari
setelah bangun tidur atau konjunctiva terlihat kering pada anak
dengan hipovolemik.
5. Hidung
Pada pemeriksaan hidung secara umum tidak tampak kelainan,
namun anak dengan Sindroma Nefrotik biasanya akan
memiliki pola napas yang tidak teratur sehingga akan
ditemukan pernapasan cuping hidung.
6. Mulut
Terkadang dapat ditemukan sianosis pada bibir anak akibat
penurunan saturasi oksigen. Selain itu dapat ditemukan pula
bibir kering serta pecah-pecah pada anak dengan hipovolemik .
7. Kardiovaskuler
1. Inspeksi, biasanya tampak retraksi dinding dada akibat pola
napas yang tidak teratur
2. Palpasi, biasanya terjadi peningkatan atau penurunan denyut
jantung
3. Perkusi, biasanya tidak ditemukan masalah
4. Auskultasi, biasanya auskultasi akan terdengar ronki serta
penurunan bunyi napas pada lobus bagian bawah
Bila dilakukan EKG, maka akan ditemukan aritmia,
pendataran gelombang T, penurunan segmen ST, pelebaran
QRS, serta peningkatan interval PR.
8. Paru-Paru
1. Inspeksi, biasanya tidak ditemukan kelainan
2. Palpasi, biasanya dapat ditemukan pergerakan fremitus tidak simetris bila
anak mengalami dispnea
3. Perkusi, biasanya ditemukan sonor
4. Auskultasi, biasanya tidak ditemukan bunyi napas tambahan. Namun,
frekuensi napas lebih dari normal akibat tekanan abdomen kerongga dada.
9. Abdomen
1. Inspeksi, biasanya kulit abdomen terlihat tegang dan mengkilat bila anak
asites
2. Palpasi, biasanya teraba adanya distensi abdomen dan bila diukur lingkar
perut anak akan terjadi abnormalitas ukuran
3. Perkusi, biasanya tidak ada kelainan
4. Auskultasi, pada anak dengan asites akan dijumpai shifting dullness
10. Kulit
Biasanya, pada anak Sindroma Nefrotik yang mengalami diare
akan tampak pucat serta keringat berlebihan, ditemukan kulit
anak tegang akibat edema dan berdampak pada risiko
kerusakan integritas kulit.
11. Ekstremitas
Biasanya anak akan mengalami edema sampai ketungkai bila
edema anasarka atau hanya edema lokal pada ektremitas saja.
Selain itu dapat ditemukan CRT > 2 detik akibat dehidrasi.
12. Genitalia
Biasanya pada anak laki-laki akan mengalami edema pada
skrotum dan pada anak perempuan akan mengalami edema
pada labia mayora.
4. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Urine
1. Urinalisis
1. Proteinuria, dapat ditemukan sejumlah protein dalam
urine lebih dari 2 gr/m2/hari.
2. Ditemukan bentuk hialin dan granular.
3. Terkadang pasien mengalami hematuri.
2. Uji Dipstick urine, hasil positif bila ditemukan protein dan
darah.
3. Berat jenis urine akan meningkat palsu karena adanya
proteinuria ( normalnya 50-1.400 mOsm).
4. Osmolaritas urine akan meningkat.
2. Uji Darah
1. Kadar albumin serum akan menurun, dengan hasil kurang
dari 2 gr/dl (normalnya 3,5-5,5 gr/dl).
2. Kadar kolesterol serum akan meningkat, dapat mencapai
450-1000 mg/dl (normalnya <200 mg/dl).
3. Kadar hemoglobin dan hematokrit akan meningkat atau
mengalami hemokonsentrasi ( normalnya Ht pada laki-laki
44-52% dan pada Perempuan 39-47% ).
4. Kadar trombosit akan meningkat, mencapai 500.000-
1.000.000/ µl (normalnya 150.000-400.000/µl).
5. Kadar elektrolit serum bervariasi sesuai dengan keadaan
penyakit perorangan (normalnya K+ 3,5-5,0 mEq/L, Na+
135-145 mEq/L, Kalsium 4-5,5 mEq/L, Klorida 98-106
mEq/L )
3. Uji Diagnostik
Biopsi ginjal dapat dilakukan hanya untuk mengindikasikan
status glomerular, jenis sindrom nefrotik, respon terhadap
penatalaksanaan medis dan melihat proses perjalanan penyakit.
(Betz & Sowden, 2009)
2. Kemungkinan Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan Diagnosis Keperawatan 2012-2014, diagnosa keperawatan
yang mungkin muncul:
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan tekanan osmotik
koloid
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan keletihan otot
pernapasan.
3. Nyeri Kronis berhubungan dengan agen biologis.
4. Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan
sekuder,imunosupresan.
5. Diare berhubungan dengan edema mukosa usus.
6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan faktor biologis.
7. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan imunologik.
3. Intervensi Keperawatan
Tabel 2.1
Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan NOC NIC
1 Kelebihan volume cairan
Batasan Karakteristik :
1. Gangguan elektrolit
2. Anasarka
3. Perubahan tekanan darah
4. Perubahan pola napas
5. Penuruna hematokrit
6. Penurunan hemoglobin
7. Edema
8. Asupan melebihi
haluaran
9. Oliguri
10. Distensi vena jugularis
11. Efusi pleura
12. Penambahan berat badan
dalam waktu singkat
Faktor Berhubungan
dengan :
1. Gangguan
mekanisme
regulasi
2. Kelebihan asupan
cairan
3. Kelebihan asupan
natrium
1. Keseimbangan
cairan
Kriteria Hasil:
1. Keseimbanga
n intake dan
output dalam
24 jam
2. Berat badan
stabil
3. Turgor kulit
4. Asites
5. Edema
perifer
2. Eliminasi urine
Kriteria hasil :
1. Pola
eliminasi
2. Bau urine
3. Jumlah urine
4. Warna urine
1. Manajemen cairan
1. Timbang berat
badan setiap
hari dan
monitor status
pasien
2. Jaga dan catat
intake/output
3. Monitor status
hidrasi
4. Monitor tanda-
tanda vital
pasien
5. Monitor
kelebihan
cairan atau
retensi
(misalnya
edema, distensi
vena jugularis
dan edema)
6. Kaji luas dan
lokasi edema
7. Monitor status
gizi
8. Berikan cairan
dengan tepat
9. Berikan diuretik
yang diresepkan
2. Monitor Cairan
1. Tentukan riwayat,
jumlah dan tipe
intake/output
2. Monitor serum dan
elektrolit urine
3. Monitor TD, HR
dan RR
4. Catat intake/output
akurat
3. Monitor tanda-tanda
vital
1. Monitor tekanan
darah, nadi, suhu
dan status
pernapasan dengan
tepat
2. Monitor irama dan
laju pernapasan
3. Monitor warna kulit,
suhu dan
kelembaban
4. Monitor sianosis
sentral dan perifer
2. Ketidakefektifan pola
napas
Batasan Karakteristik :
1. Bradipnea
2. Penurunan
tekanan ekspirasi
3. Pernapasan
cuping hidung
4. Fase ekspirasi
memanjang
5. Pernapasan bibir
Faktor Berhubungan
dengan :
1. Obesitas
2. Nyeri
3. Posisi tubuh
1. Status
pernapasan
Kriteria hasil :
1. Frekuensi
pernapasan
2. Irama
pernapasan
3. Kedalaman
inspirasi
4. Suara
auskultasi
pernapasan
5. Penggunaan
otot bantu
napas
6. Retraksi
dinding dada
7. Sianosis
8. Pernapasan
cuping
hidung
1. Monitor pernapasan
1. Monitor kecepatan,
irama, kedalaman
dan kesulitan dalam
bernapas
2. Catat pergerakan
dada, catat
ketidaksimetrisan,
penggunaan otot-
otot bantu
pernapasan dan
retraksi dada
3. Monitor suara napas
tambahan seperti
ngorok
4. Monitor pola napas
(misalnya:bradipnea
,takipnea,
hiperventilasi,
kusmaul)
5. Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
6. Monitor
peningkatan
kelelahan,
kecemasan dan
kekurangan udara
pada pasien
Manajemen Jalan
Napas
1. Atur posisi pasien
untuk
memaksimalkan
ventilasi
2. Catat adanya suara
napas tambahan
Monitor tanda-tanda
vital
1. Monitor tekanan
darah, nadi, suhu dan
status pernapasan
dengan tepat
2. Monitor irama dan
laju pernapasan
3. Monitor warna kulit,
suhu dan
kelembaban
4. Monitor sianosis
sentral dan perifer
3 Nyeri Akut
Batasan Karakteristik :
1. Perubahan
tekanan darah
2. Perubahan
frekuensi
pernapasan
3. Mengekspresikan
dengan perilaku
4. Melaporkan nyeri
secara verbal
Faktor yang
berhubungan :
1. Agen cedera biologis
1. Kontrol nyeri
Kriteria Hasil :
1. Mengenali
kapan terjadi
nyeri
2. Menggunaka
n tindakan
pengurangan
nyeri non
analgetik
3. Melaporkan
nyeri yang
terkontrol
2. Tingkat nyeri
Kriteria Hasil :
1. Nyeri yang
dilaporkan
2. Ekspresi
nyeri wajah
Manajemen nyeri
Lakukan pengkajian
nyeri komprehensif
yang meliputi lokasi,
karakteristik, durasi,
frekuensi,kualitas,int
ensitas dan faktor
pencetus
Kendalikan faktor
lingkungan yang
dapat mempengaruhi
terjadinya nyeri
seperti suhu
Ajarkan prinsip
managemen nyeri
(teknik relaksasi)
Dukung istirahat yang
adekuat untuk
mengurangi nyeri
Monitor kepuasan klien
terhadap
managemen nyeri
yang diberikan
kepada klien
Pemberian analgetik
1. Cek perintah
pengobatan meliputi
nama, dosis dan
frekuensi
2. Cek adanya riwayat
alergi obat
3. Monitor tanda vital
sebelum dan sesudah
pemberian terapi
4. Berikan terapi sesuai
dengan waktu
paruhnya terutama
saat nyeri hebat
5. Evaluasi keefektifan
terapi analgetik
Aplikasi panas /
dingin
1. Jelaskan
penggunaan aplikasi
panas atau dingin,
alasan dan pengaruh
terhadap nyeri
2. Pertimbangkan
kondisi kulit dan
kontraindikasi
3. Bungkus perangkat
panas/dingin dengan
media seperti kain
4. Tentukan durasi
pengaplikasian
berdasarkan respon
verbal, perilaku, dan
biologis individu
4 Risiko infeksi
Batasan Karakteristik :
1. Kerusakan integritas
kulit
2. Statis cairan tubuh
3. Penurunan
hemoglobin
4. Vaksinasi tidak
adekuat
1. Kontrol risiko:
proses infeksi
Kriteria Hasil :
1. Mengidentifi
kasi faktor
risiko infeksi
2. Mengidntifik
asi tanda dan
gejala infeksi
3. Menggunaka
n alat
pelindung
diri
4. Mencuci
tangan
2. Status nutrisi
Kriteria hasil :
1. Asupan gizi
2. Asupan
makanan
3. Ratio berat
1. Kontrol Infeksi
1. Batasi jumlah
pengunjung
2. Anjurkan pasien
mengenai teknik
cuci tangan yang
benar
3. Anjurkan
pengunjung untuk
mencuci tangan saat
memasuki dan
meninggalkan
ruangan pasien
2. Monitor nutrisi
1. Timbang berat badan
pasien
2. Lakukan pengukuran
antropometri pada
komposisi tubuh
3. Monitor
badan/tinggi
badan
4. hidrasi
kecenderungan naik
dan turunnya berat
badan anak
4. Identifikasi
perubahan berat
badan terakhir
3. Pengecekan kulit
1. Amati warna,
kehangatan,
bengkak, pulsasi,
tekstur, edema dan
ulserasi pada
ekstremitas
2. Monitor warna dan
suhu kulit
3. Monitor warna kulit
untuk memeriksa
adanya ruam atau
lecet
4. Monitor kulit untuk
adanya kekeringan
atau kelembaban
5. Monitor infeksi,
terutama dari daerah
edema
5 Diare
Batasan Karakteristik :
1. Bising usus hiperaktif
2. Nyeri abdomen
sedikitnya tiga
kali defekasi
perhari
3. Kram
Faktor yang
berhubungan :
1. Proses infeksi dan
parasit
2. malabsorbsi
1. Eliminasi
Usus
Kriteria Hasil:
1. Pola
eliminasi
2. Warna feses
3. Suara bising
usus
1. Manajemen
Diare
1. Tentukan riwayat
diare
2. Intruksikan pasien
atau anggota
keluarga untuk
mencatat warna,
volume, frekuensi
dan konsistensi tinja
3. Anjurkan pasien
menghindari
makanan pedas dan
yang menimbulkan
gas dalam perut
4. Monitor tanda dan
gejala diare
5. Monitor kulit
perinium terhadap
adaya iritasi dan
ulserasi
6. Ukur diare atau
output pencernaan
7. Timbang pasien
secara berkala
8. Beritahu dokter jika
terjadi peningkatan
frekuensi atau suara
perut
2. Manajemen
cairan
1. Timbang berat
badan setiap
hari dan
monitor status
pasien
2. Jaga intake
dengan akurat
dan hitung
output pasien
3. Monitor status
hidrasi
4. Monitor tanda-
tanda vital
pasien
3. Pengecekan
Kulit
1. Amati warna kulit
2. Monitor suhu kulit
3. Monitor kulit dan
selaput lendir
4. Monitor adanya
kelembaban atau
kekeringan yang
berlebihan
5. Dokumentasi membran
mukosa
6 Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Batasan Karakteristik :
1. Nyeri abdomen
2. Diare
3. Bising usus
hiperaktif
1. Status
nutrisi
Kriteia Hasil :
1. Asupan gizi
2. Asupan
makanan
3. Asupan
cairan
4. Energi
1. Terapi nutrisi
1. Lengkapi
pengkajian
nutrisi sesuai
kebutuhan
2. Monitor
intruksi diet
yang sesuai
untuk
4. Membran mukosa
pucat
5. Tonus otot
menurun
Faktor yang
Berhubungan :
1. Faktor psikologis
5. Rasio berat
badan/ tinggi
badan
6. Hidrasi
memenuhi
kebutuhan
nutrisi pasien
perhari sesuai
kebutuhan
3. Berikan nutrisi
yang
dibutuhkan
sesuai dengan
batasan anjuran
diet
2. Monitor
nutrisi
1. Timbang berat badan
pasien
2. Lakukan pengukuran
antropometrik pada
komposisi tubuh
3. Monitor
kecenderungan
naik dan turunnya
berat badan anak
4. Identifikasi perubahan
berat badan
terakhir
5. Monitor adanya mual
dan muntah
6. Identifikasi
abnormalitas
eliminasi bowel
7. Monitor diet dan
asupan kalori
8. Identifikasi perubahan
nafsu makan dan
aktivitas akhir-
akhir ini
9. Tentukan pola makan
(misalnya makanan
yang disukai dan
tidak disukai,
konsumsi makanan
cepat saji, makan
tergesa-gesa)
3. Penahapan
diet
1. Berikan nutrisi
peroral sesuai
kebutuhan
2. Monitor toleransi
peningkatan diet
3. Tawarkan
kemungkinan
makan 6 kali dalam
porsi kecil
4. Ciptakan
lingkungan yang
memungkinkan
makanan disajikan
sebaik mungkin
7 Kerusakan integritas kulit
Batasan Karakteristik :
1. Kerusakan
lapisan kulit
2. Gangguan
permukaan kulit
Faktor yang
Berhubungan :
1. Perubahan turgor
2. Kondisi gangguan
metabolik
1. Integritas
jaringan:
Kulit &
Membran
mukosa
Kriteria Hasil :
1. Suhu kulit
2. Sensasi
3. Elastisitas
4. Keringat
5. Tekstur
6. Ketebalan
7. Perfusi
jaringan
8. Lesi pada
kulit
9. Pengelupasan
kulit
1. Manajemen
tekanan
1. Berikan pakaian
yang tidak ketat
pada pasien
2. Monitor area
kulit yang
mengalami
kemerahan dan
pecah-pecah
3. Monitor
mobilitas dan
aktivitas pasien
4. Monitor sumber
tekanan dan
gesekan
2. Pengecekan
Kulit
1. Amati warna,
kehangatan,
bengkak, pulsasi,
tekstur, edema dan
ulserasi pada
ekstremitas
2. Monitor warna dan
suhu kulit
3. Monitor warna
kulit untuk
memeriksa adanya
ruam atau lecet
4. Monitor kulit untuk
adanya kekeringan
atau kelembaban
5. Monitor infeksi,
terutama dari
daerah edema
3. Manajemen
cairan
1. Timbang berat badan
setiap hari dan
monitor status
pasien
2. Jaga intake dengan
akurat dan hitung
output pasien
3. Monitor status hidrasi
4. Monitor kelebihan
cairan atau retensi
(misalnya edema,
distensi vena
jugularis dan
edema)
5. Kaji luas dan lokasi
edema
6. Monitor status gizi
7. Berikan cairan dengan
tepat
8. Berikan diuretik yang
diresepkanSumber: NIC-NOC 2016
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
1. Desain Penelitian
Jenis penelitian adalah kualitatif dengan desain penelitian studi kasus yang
dijabarkan secara deskriptif yaitu mendeskripsikan (memaparkan) peristiwa-
peristiwa penting yang terjadi pada masa kini dan rancangan penelitian studi
kasus yaitu rancangan penelitian yang mencakup pengkajian satu unit
penelitian secara intensif misalnya satu pasien, keluarga, kelompok,
komunitas, atau institusi (Nursalam, 2015). Penelitian ini diarahkan untuk
mendeskripsikan atau menggambarkan bagaimana penerapan asuhan
keperawatan pada anak dengan Sindroma Nefrotik di ruang Akut IRNA
Kebidanan dan Anak RSUP. Dr. M. Djamil Padang Tahun 2017.
2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan April - Juni 2017 diruangan rawat inap anak
IRNA Kebidanan dan anak RSUP Dr.M.Djamil Padang. Waktu pengumpulan
data ±7 hari pada 24-30 Mei 2017.
3. Populasi dan Sampel
1. Populasi adalah subjek yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan
(Nursalam, 2015). Populasi dari penelitian ini adalah semua anak yang
dirawat dengan Sindroma Nefrotik diruangan Akut IRNA Kebidanan
RSUP Dr.M.Djamil Padang.
2. Sampel penelitian ini adalah anak dengan Sindroma Nefrotik diruangan
Akut IRNA Kebidanan RSUP Dr.M.Djamil Padang dengan jumlah sampel
2 orang. Teknik pengambilan sampel dengan purposive sampling yaitu
suatu teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel di antara
populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti (tujuan/masalah dalam
penelitian), sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi
yang telah dikenal sebelumnya (Nursalam, 2015).
Adapun kriteria dalam pengambilan sampel ini adalah:
1. Kriteria inklusi
1. Anak yang dirawat dengan Sindroma Nefrotik diruangan rawat
anak IRNA Kebidanan dan anak RSUP.Dr.M.Djamil Padang.
2. Anak dan orangtua bersedia menjadi responden.
2. Kriteria ekslusi
1. Anak dengan hari rawatan kurang dari lima hari dan berasal dari luar kota
Padang.
4. Alat atau Instrumen pengumpulan data
Instrumen penelitian atau alat pengumpulan data, dalam pembuatannya
mengacu pada variable, defenisi operasional dan skala pengukuran data yang
dipilih (Suyanto, 2011), pada penelitian ini alat yang dibutuhkan untuk
pemeriksaan fisik adalah Termometer,stetoskop, timbangan, ,arloji dengan
detik, penlight,tensi meter anak, instrumen yang dibutuhkan dalam penelitian
ini format asuhan keperawatan anak (pengkajian, dignosa keperawatan,
intervensi keperawatan, implementasi keperawatan, evaluasi ) dan kusioner.
5. Jenis dan Teknik pengumpulan data
1. Jenis data
1. Data primer
Data primer adalah data yang dikumpulkan oleh peneliti langsung dari
sumber data atau responden (Supardi & Rustika, 2013). Data primer
dari penelitian ini didapatkan dengan cara wawancara langsung dan
observasi dengan anak atau orangtua anak untuk memperoleh identitas
pasien, riwayat kesehatan pasien, pola aktivitas sehari-hari dirumah dan
pemeriksaan fisik terhadap pasien.
2. Data sekunder
Data sekunder adalah cara pengumpulan data penelitian dengan
menyalin data yang tersedia kedalam format isian yang telah disusun.
Kelebihan data sekunder adalah efesiensi dalah hal waktu, tenaga, dan
biaya (Supardi & Rustika, 2013). Data sekunder umumnya berupa hasil
pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah lengkap,
pemeriksaan urin, hasil biopsi ginjal bila sudah parah.
2. Cara pengumpulan data
1. Wawancara
Wawancara digunakan apabila peneliti ingin melakukan studi
pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang diteliti dan juga
apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih
mendalam (Sugiyono, 2012). Pada penelitian ini wawancara dilakukan
untuk mendapatkan identitas pasien, riwayat kesehatan pasien, pola
aktivitas sehari-hari dirumah dan pemeriksaan fisik terhadap pasien.
2. Observasi
Observasi adalah cara pengumpulan data penelitian melalui
pengamatan terhadap suatu objek atau proses, baik secara visual
maupun alat (Supardi & Rustika 2013). Pada penelitian ini obeservasi
dilakukan untuk pemeriksaan fisik pasien secara inspeksi, palpasi
perkusi dan auskultasi, memantau intake dan output, memantau
keadaan edema, memantau hasil laboratorium terkait sindroma
nefrotik seperti urinalisa dan pemeriksaan darah lengkap serta
memonitor bagaimana perubahan kesehatan dari pasien.
3. Pengukuran
Pengukuran adalah cara pengumpulan data penelitian dengan
mengukur objek (Supardi & Rustika, 2013). Pada penelitian ini
dilakukan pemantau kondisi pasien dengan metoda pengukuran
menggunakan alat ukur pemeriksaan, seperti melakukan pengukuran
tanda-tanda vital dan menimbang berat badan anak.
4. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan catatan perjalanan penyakit pasien yang
sudah berlalu dan disusun berdasarkan perkembangan kondisi pasien.
Dokumentasi keperawatan berbentuk catatan perkembangan, hasil
pemeriksaan laboratorium dan hasil pemeriksaan fisik pasien. Dalam
penelitian ini menggunakan dokumen dari rumah sakit sebagai
penunjang penelitian seperti hasil urinalisa meliputi kadar/jumlah
protein dalam urine, pemeriksaan darah lengkap meliputi nilai
hemoglobin, hematokrit, trombosit, dan leukosit serta pemeriksaan
kimia klinik meliputi albumin serum, kolesterol, serta nilai elektrolit
dalam darah ( Natrium, Kalium, Kalsium, Klorida).
Prosedur dalam pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti
adalah:
1. Peneliti meminta izin penelitian dari instansi asal penelitian yaitu
Poltekkes Kemenkes Padang.
2. Meminta surat rekomendari ke RSUP DR. M. Djamil Padang.
3. Meminta izin ke Kepala RSUP Dr. M. Djamil Padang.
4. Meminta izin ke Kepala Keperawatan IRNA Kebidanan dan Anak
RSUP Dr. M. Djamil Padang.
5. Meminta izin kepada kepala ruangan rawat inap anak (Akut) IRNA
Kebidanan dan Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang.
6. Melakukan pemilihan sampel sebanyak 2 orang pasien anak
Sindroma Nefrotik. Pemilihan sampel dilakukan dengan teknik
purposive sampling yaitu suatu teknik penetapan sampel dengan
cara memilih sampel di antara populasi sesuai dengan yang
dikehendaki peneliti.
7. Mendatangi responden serta keluarga dan menjelaskan tentang
tujuan penelitian.
8. Responden dan keluarga memberikan persetujuan untuk dijadikan
responden dalam penelitian.
9. Responden dan keluarga diberikan kesempatan untuk bertanya.
10. Responden/ orang tua menandatanggani informed consent. Peneliti
meminta waktu responden untuk melakukan asuhan keperawatan dan
pamit.
Proses keperawatan yang dilakukan peneliti adalah:
1. Peneliti melakukan pengkajian kepada responden menggunakan
metode wawancara, observasi dan pengukuran.
2. Peneliti merumuskan diagnosa keperawatan yang muncul pada
responden.
3. Peneliti membuat perencanaan asuhan keperawatan yang akan
diberikan pada responden.
4. Peneliti melakukan asuhan keperawatan pada responden.
5. Peneliti melakukan tindakan keperawatan pada responden.
6. Peneliti mendokumentasikan proses asuhan keperawatan yang
diberikan pada responden mulai dari melakukan pengkajian sampai
pada evaluasi terhadap tindakan yang telah dilakukan.
6. Analisis Data
Rencana analisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah menganalisis
semua temuan pada tahapan proses keperawatan dengan menggunakan
konsep dan teori keperawatan pada anak dengan sindroma nefrotik. Data yang
ditemukan saat pengkajian dikelompokan dan dianalisis berdasarkan data
subjektif dan objektif, sehingga dapat dirumuskan diagnosa keperawatan,
kemudian menyusun rencana keperawatan serta melakukan implementasi dan
evaluasi keperawatan pada anak dengan Sindroma Nefrotik. Analisis
selanjutnya membandingkan asuhan keperawatan yang telah dilakukan pada
responden 1 dan responden 2.
BAB IV
DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN KASUS
1. Deskripsi Kasus
An. A (participant 1) laki-laki berusia 38 bulan datang dibawa orangtuanya
ke RSUP.Dr.M.Djamil Padang pada 22 Mei 2017 pukul 22.05 wib melalui
IGD RSUP.Dr.M.Djamil Padang dengan rujukan dari RSUD Pariaman. Ibu
pasien mengeluhkan anak mengalami sembab pada seluruh bagian
tubuhnya, tanda-tanda vital anak menunjukkan TD 150/100 mmHg, nadi
112x/i, pernapasan 24x/i dan suhu 36,8oC. Diagnosa medis anak adalah
Sindroma Nefrotik.
An.R (participant 2) perempuan berusia 14 tahun datang dibawa ibu dan
kakaknya ke RSUP.Dr.M.Djamil Padang pada 18 Mei 2017 pukul 17.10
wib melalui IGD RSUP.Dr.M.Djamil Padang untuk melaksanakan
kemoterapi CPA yang kelima, keluhan keluarga saat ini anak mengalami
sembab pada tangan dan kaki serta mengalami demam dan anak
mengalami penurunan nafsu makan, tanda-tanda vital anak menunjukkan
TD 100/60 mmHg, nadi 82x/i, pernapasan 21x/i dan suhu 38,5oC.
Diagnosa medis anak saat ini adalah SLE + Sindroma Nefrotik.
2. Asuhan Keperawatan
PARTICIPANT 1 PARTICIPANT 2
1. Hasil Pengkajian
An.A laki-laki berusia 38 bulan
dibawa ke RSUP.Dr.M.Djamil
Padang pada tanggal 22 Mei 2017
pukul 22.05 wib melalui IGD
rujukan dari RSUD. Pariaman.
Pasien datang dengan keluhan
edema pada seluruh bagian tubuh
selama ± 2 hari, urine sedikit dan
berwarna gelap serta mengalami
hematurie. An.A di rawat di ruang
Akut IRNA Kebidanan dan anak
dengan diagnosa medis Sindroma
Nefrotik.
An.R perempuan berusia 14
tahun dibawa ke
RSUP.Dr.M.Djamil Padang
pada tanggal 18 Mei 2017 pukul
17.10 wib melalui IGD. Pasien
datang untuk melakukan
kemoterapi ke-5. An.R di rawat
di ruang Akut IRNA Kebidanan
dan anak dengan diagnosa
medis SLE + Sindroma
Nefrotik.
Data hasil pengkajian riwayat
sekarang, pada 24 Mei 2017 pukul
14.30 wib dengan hari rawatan ke-2
pasien mengalami edema pada
bagian tubuh meliputi palpebra,
pipi, ekstremitas, skrotum dan
asites, pasien sedikit rewel, berat
badan sebelum sakit 9,5 kg dan saat
ini berat badan pasien 12 kg.
Data hasil pengkajian riwayat
sekarang, pada 24 Mei 2017
pukul 16.00 wib dengan hari
rawatan ke-6 pasien mengalami
edema pada bagian punggung
kaki dan punggung tangan,
demam sejak ± 1 minggu,
pasien tidak menghabiskan
makanannya dan berat badan
saat ini 29 kg.
Pada riwayat kesehatan dahulu,
pasien sudah pernah dirawat 3x
karena penyakit yang sama, selama
dirumah pasien mudah demam dan
orangtuan biasa membelikan obat
diwarung saja. Jika pasien
mengkonsumsi makanan ringan
siap saji, biasanya edema akan
muncul.
Pada riwayat kesehatan dahulu,
pasien sudah mengalami SLE
dan Sindroma Nefrotik sejak ±
1,5 tahun. Pasien mudah
mengalami demam dan sudah
dirawat 5x untuk kemoterapi
CPA.
Data hasil pemeriksaan fisik
sebagai berikut: TD 150/100 mmHg
(sistol 80-100 mmHg dan diastol 60
mmHg), nadi 112x/i (105x/ menit),
pernapasan 24x/i (21-30x/menit),
suhu 36,8oC (36,5 - 37,5oC) dan
kesadaran kompos mentis. Berat
badan pasien saat dilakukan
penimbangan 12 kg. Namun,
sebelumnya hanya 9,5 kg dan tinggi
badan 85 cm.
Pada bagian mata, pasien edema
pada palpebra. Abdomen terlihat
mengkilat dan tegang, saat dipalpasi
teraba distensi, lingkar perut 61 cm.
Pada ekstremitas atas ditemukan
edema pada jari, punggung tangan
hingga batas lengan, ekstremitas
bawah ditemukan edema pada
punggung kaki hingga bagian paha.
Turgor kulit kembali dengan cepat.
Pada genitalia ditemukan edema
pada skrotum.
Data hasil pemeriksaan fisik
sebagai berikut: TD 100/60
mmHg (sistol 80-100 mmHg
dan diastol 60 mmHg), nadi
82x/i (85x/menit), pernapasan
21x/i (18-22x/menit), suhu
38,5oC (36,5 - 37,5oC) dan
kesadaran kompos mentis.
Berat badan pasien saat
dilakukan penimbangan 29 kg.
Namun, sebelumnya mencapai
36 kg dan tinggi badan 152 cm.
Pada ekstremitas atas hasil
pengukuran lingkar lengan atas
19 cm, terdapat edema pada
punggung tangan dan jari-jari
dan ditemukan pula edema
pada ekstremitas bawah bagian
punggung kaki. Turgor kulit
kembali dengan cepat. Tidak
ditemukan adanya edema labia.
Data pengkajian kegiatan sehari- Data pengkajian kegiatan
hari, pasien mendapatkan makanan
dari rumah sakit berupa nasi, lauk,
sayur, buah (MB Nefrotik 1100
kkal, protein 20 gr/day, garam 1
gr/day) dan menghabiskan 1 porsi,
cairan yang dikonsumsi selama 1
hari ±1200 cc, tidur siang ±3 jam
dan malam hari mulai tidur pada
pukul 22.00 wib dan terbangun
pada 06.00 wib (8 jam). Dalam
sehari, pasien BAK 5x (±900 cc)
berwarna kuning kecokelatan,
namun 3 hari sebelum dirawat
pasien mengalami hematurie dan
kebiasaan BAB 1x sehari
konsistensi lembek dan berwarna
kuning kecokelatan.
sehari-hari, pasein
mendapatkan makanan dari
rumah sakit berupa nasi, lauk,
sayur, buah (MB DN 2048
kkal, protein 30 gr/day, lemak
36,4 gr/day) dan
menghabiskan ¼ porsi, cairan
yang dikonsumsi selama 1 hari
±1000 cc, tidur siang ±2jam
dan malam hari mulai tidur
pada pukul 23.00 wib dan
terbangun pada pukul 06.00
wib (7 jam). Dalam sehari,
pasien BAK 5x (±800 cc)
berwarna kekuningan dan
kebiasaan BAB 1x sehari
konsistensi lembek dan
berwarna kuning kecokelatan.
Data hasil pemeriksaan penunjang
pada tanggal 22 Mei 2017
didapatkan total protein 3,2 gr/dL
(6,6-8,7 gr/dL), albumin 1,1
gr/dL(3,8-5,0 gr/dL), nilai natrium
128 Mmol/L (136-145 Mmol/L) dan
kalsium 7,6 mg/dL (8,1-10,4
mg/dL). Data hasil urinalisa pada
22 Mei 2017 didapatkan protein +2
dalam urine.
Data hasil pemeriksaan
penunjang pada tanggal 18 Mei
2017 didapatkan nilai asam urat
7,5 mg/dL ( 2,4-5,7 mg/dL),
total kolesterol 237 mg/dl
(<200 mg/dl), nilai natrium
130 Mmol/L (136-145
Mmol/L), total protein 6,3
gr/dL (6,6-8,7 gr/dL), albumin
2,4 gr/dL (3,8-5,0 gr/dL). Data
hasil urinalisa pada 18 Mei
2017 didapatkan protein +2
dalam urine.
Data terapi pasien antara lain
Prednison 1-1-2 tab, Captopril
3x12,5 mg, Nifedipin 3x2 mg,
Lasix 2x10 mg, Simfastatin 1x10
mg, Cefixime 2x25 mg
Data terapi pasien antara lain
Methylprednisolon 1x24 mg,
Captopril 3x12,5 mg, Vit.C
3x100 mg, Bicnat 3x3 mg,
Luminal 2x60 mg, Cefixime
2x150 mg, Allopurinol 3x100
mg, Calc 3x500 mg
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan analisa data yang
peneliti lakukan, maka masalah
keperawatan yang muncul pada
An.A 1) kelebihan volume cairan
Berdasarkan analisa data yang
peneliti lakukan, maka masalah
keperawatan yang muncul pada
An.R 1) hipertermi
berhubungan dengan penurunan
tekanan osmotik koloid, data
subjektif: Ny.J mengatakan anaknya
mengalami sembab pada hampir
seluruh bagian tubuh (mata, pipi,
perut, kaki, tangan, kelamin),
sedikit rewel, minum ±1200 cc dan
BAK ±900 cc. Data objektif: edema
pada palpebra, pipi, punggung
tangan hingga batas lengan,
punggung kaki hingga paha,
skrotum, abdomen, anak terlihat
gelisah, saat dilakukan
penimbangan berat badan pasien 12
kg, sebelum sakit 9,5 kg, nilai
natrium 128 Mmol/L (136-145
Mmol/L) dan kalsium 7,6 mg/dL
(8,1-10,4 mg/dL).
Pada diagnosa 2) risiko infeksi
dengan faktor risiko
ketidakadekuatan pertahanan
sekunder didukung oleh data
subjektif: orangtua mengatakan
pasien sudah 3x dirawat karena
penyakit yang sama dan mudah
demam. Data objektif: terpasang
tryway di vena radialis dextra, total
protein 3,2 gr/dL, albumin 1,1
gr/dL, leukosit 11.7600/mm3.
Diagnosa 3) defisiensi pengetahuan
berhubungan dengan kurangnya
informasi, data subjektif: ibu
mengatakan sangat khawatir dengan
kondisi anaknya saat ini, belum
mendapatkan informasi yang jelas
mengenai penyakit anaknya, panik
jika melihat anaknya tiba-tiba
sembab saat berada dirumah. Data
objektif: orang tua pasien bingung
ketika ditanya tentang penyakit
anaknya, terlihat sangat antusias
saat dijelaskan tantang penyakit
yang diderita anaknya.
berhubungan dengan penyakit.
Data subjektif: Tn.R
mengatakan adiknya demam
dan badannya teraba hangat.
Data objektif: suhu 38,5oC,
kulit teraba hangat, wajah
memerah, leukosit 5.700/mm3.
Pada diagnosa 2)
ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan faktor
biologis diperoleh data
subjektif: Tn.R mengatakan
adiknya terlihat pucat dan tidak
menghabiskan makanan, pasien
mengeluh rasa makanan
hambar. Data objektif: mukosa
mulut kering, bibir pecah-
pecah, LILA 19 cm, berat badan
saat ini 29 kg, berat badan
sebelumnya 36 kg, HDL 21
mg/dL (dislipidemia), diit MB
DN 2048 kkal dengan protein
30 gr dan lemak 36,4 gr, habis
¼ porsi.
Diagnosa 3) risiko infeksi
dengan faktor risiko
ketidakadekuatan pertahanan
sekunder, data subjektif: Tn.R
mengatakan adiknya sering
mengalami demam dan sudah
±1,5 tahun didiagnosa SLE +
Sindroma Nefrotik. Data
objektif: total protein 6,3 gr/dL,
albumin 2,4 gr/dL.
Diagnosa 4) kelebihan volume
cairan berhubungan dengan
penurunan tekanan osmotik
koloid, data subjektif: Tn.R
mengatakan adiknya
mengalami sembab pada
punggung tangan dan
punggung kaki hingga lutut.
Data objektif: edema pada
punggung tangan dan
punggung kaki hingga lutut,
BB saat ini 29, sebelum sakit
36 kg, minum ±1000 cc dan
BAK ±800cc, nilai natrium 130
Mmol/L.
3. Intervensi Keperawatan
Berdasarkan masing-masing
diagnosa yang telah peneliti
rumuskan maka dibuat intervensi
keperawatan sebagai berikut: 1)
kelebihan volume cairan
berhubungan dengan penurunan
tekanan osmotik koloid, tujuannya
tekanan darah dalam batas normal,
keseimbangan intake dan output
dalam 24 jam, berat badan stabil,
edema berkurang, tidak ditemuka
asites, nilai elektrolit dalam batas
normal. Rencana intervensinya
adalah a) manajemen cairan,
aktivitas keperawatannya seperti
timbang berat badan setiap hari dan
monitor status pasien, jaga dan catat
intake/output, monitor status
hidrasi, monitor tanda-tanda vital
pasien, monitor kelebihan cairan
atau retensi (misalnya edema,
distensi vena jugularis dan edema),
b) monitor cairan, aktivitas
keperawatannya seperti tentukan
riwayat, jumlah dan tipe
intake/output, monitor serum dan
elektrolit urine, monitor TD, HR
dan RR, catat intake/output akurat,
Berdasarkan masing-masing
diagnosa yang telah peneliti
rumuskan maka dibuat
intervensi keperawatan sebagai
berikut: 1) hipertermi
berhubungan dengan
penyakit, tujuannya
keseimbangan antara produksi
dan kehilangan panas, tanda-
tanda vital dalam batas normal.
Rencana intervensi tersebut
adalah a) perawatan demam,
aktivitas keperawatannya
seperti monitor suhu, monitor
intake/output, berikan terapi
antipiretik, b) pengaturan suhu,
aktivitas keperawatannya
seperti monitor warna dan suhu
kulit, monitor tanda-tanda
hipertermi, tingkatkan intake
nutrisi. c) monitor tanda-tanda
vital, aktivitas keperawatannya
seperti monitor kualitas nadi,
monitor adanya pola napas
abnormal.
c) monitor tanda-tanda vital,
aktivitas keperawatannya seperti
monitor tekanan darah, nadi, suhu
dan status pernapasan dengan tepat,
monitor irama dan laju pernapasan,
monitor warna kulit, suhu dan
kelembaban, monitor sianosis
sentral dan perifer.
Pada diagnosa keperawatan 2)
risiko infeksi, tujuannya
mengidentifikasi faktor risiko
infeksi, mengidentifikasi tanda dan
gejala infeksi, asupan gizi klien
adekuat, ratio berat badan/tinggi
badan ideal, status hidrasi adekuat.
Intervensi yang direncanakan
adalah a) kontrol infeksi, aktivitas
keperawatannya seperti batasi
jumlah pengunjung, anjurkan pasien
mengenai teknik cuci tangan yang
benar, anjurkan pengunjung untuk
mencuci tangan saat memasuki dan
meninggalkan ruangan pasien, b)
monitor nutrisi, aktivitas
keperawatannya seperti timbang
berat badan pasien, lakukan
pengukuran antropometri pada
komposisi tubuh, monitor
kecenderungan naik dan turunnya
berat badan anak, identifikasi
perubahan berat badan terakhir, c)
pengecekan kulit, aktivitas
keperawatannya seperti amati
warna, kehangatan, bengkak,
pulsasi, tekstur, edema dan ulserasi
pada ekstremitas, monitor warna
dan suhu kulit, monitor warna kulit
untuk memeriksa adanya ruam atau
lecet, monitor kulit untuk adanya
kekeringan atau kelembaban,
monitor infeksi, terutama dari
daerah edema.
Untuk diagnosa keperawatan 3)
Pada diagnosa keperawatan 2)
ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh, tujuannya asupan gizi,
makanan dan cairan adekuat,
rasio berat badan/ tinggi badan
mencapai ideal. Intervensi yang
direncanakan adalah a) Terapi
nutrisi, aktivitas
keperawatannya seperti
lengkapi pengkajian nutrisi
sesuai kebutuhan, monitor
intruksi diet yang sesuai untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi
pasien perhari sesuai
kebutuhan, berikan nutrisi yang
dibutuhkan sesuai dengan
batasan anjuran diet, b) monitor
nutrisi, aktivitas
keperawatannya seperti timbang
berat badan pasien, lakukan
pengukuran antropometrik pada
komposisi tubuh, monitor
kecenderungan naik dan
turunnya berat badan anak,
identifikasi perubahan berat
badan terakhir, monitor adanya
mual dan muntah, identifikasi
abnormalitas eliminasi bowel,
monitor diet dan asupan kalori,
c) penahapan diet, aktivitas
keperawatannya seperti berikan
nutrisi peroral sesuai
kebutuhan, monitor toleransi
peningkatan diet, tawarkan
kemungkinan makan 6 kali
dalam porsi kecil, ciptakan
lingkungan yang
memungkinkan.
defisiensi pengetahuan, tujuannya
berinteraksi positif dengan anak,
membantu menyediakan kebutuhan
fisik anak, memberikan nutrisi sesuai
kebutuhan, menggambarkan perilaku
yang mengurangi resiko tinggi.
Intervensinya adalah a) pengetahuan
manajemen penyakit, aktivitas
keperawatan seperti memberikan
pendidikan kesehatan b) perilaku
patuh diit yang disarankan, seperti
memberikan informasi tentang diit
yang didapatkan anak.
Untuk diagnosa keperawatan 3)
risiko infeksi tujuannya
mengidentifikasi faktor risiko
infeksi, mengidentifikasi tanda
dan gejala infeksi, asupan gizi
klien adekuat, ratio berat
badan/tinggi badan ideal.
Intervensi yang direncanakan
adalah a) kontrol infeksi,
aktivitas keperawatannya
seperti batasi jumlah
pengunjung, anjurkan pasien
mengenai teknik cuci tangan
yang benar, anjurkan
pengunjung untuk mencuci
tangan saat memasuki dan
meninggalkan ruangan pasien,
b) monitor nutrisi, aktivitas
keperawatannya seperti timbang
berat badan pasien, lakukan
pengukuran antropometri pada
komposisi tubuh, monitor
kecenderungan naik dan
turunnya berat badan anak,
identifikasi perubahan berat
badan terakhir, c) pengecekan
kulit, aktivitas keperawatannya
seperti amati warna,
kehangatan, bengkak, pulsasi,
tekstur, edema dan ulserasi pada
ekstremitas, monitor warna dan
suhu kulit, monitor warna kulit
untuk memeriksa adanya ruam
atau lecet, monitor kulit untuk
adanya kekeringan atau
kelembaban, monitor infeksi,
terutama dari daerah edema.
Pada diagnosa keperawatan 4)
kelebihan volume cairan
berhubungan dengan
penurunan tekanan osmotik
koloid, tujuannya tekanan
darah dalam batas normal,
keseimbangan intake dan
output dalam 24 jam, berat
badan stabil, edema berkurang,
tidak ditemuka asites, nilai
elektrolit dalam batas normal.
Rencana intervensi tersebut
diantaranya a) manajemen
cairan, aktivitas
keperawatannya seperti
timbang berat badan setiap hari
dan monitor status pasien, jaga
dan catat intake/output, monitor
status hidrasi, monitor tanda-
tanda vital pasien, monitor
kelebihan cairan atau retensi
(misalnya edema, distensi vena
jugularis dan edema), b)
monitor cairan, aktivitas
keperawatannya seperti
tentukan riwayat, jumlah dan
tipe intake/output, monitor
serum dan elektrolit urine,
monitor TD, HR dan RR, catat
intake/output akurat, c) monitor
tanda-tanda vital, aktivitas
keperawatannya seperti monitor
tekanan darah, nadi, suhu dan
status pernapasan dengan tepat,
monitor irama dan laju
pernapasan, monitor warna
kulit, suhu dan kelembaban,
monitor sianosis sentral dan
perifer.
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan yang
dilakukan peneliti selama
pengelolaan kasus 5 hari untuk
diagnosa keperawatan 1) kelebihan
volume cairan berhubungan
dengan penurunan tekanan
osmotik koloid, dilakukan tindakan
keperawatan meliputi a)
menimbang berat badan dengan
hasil 12 kg b) memonitor tanda-
tanda vital yaitu TD 150/100
mmHg, nadi 112x/i, pernapasan
24x/i dan suhu 36,8oC c) memantau
retensi cairan yaitu piting edema
Implementasi keperawatan yang
dilakukan peneliti selama
pengelolaan kasus 5 hari untuk
diagnosa keperawatan 1)
hipertermi berhubungan
dengan penyakit yaitu a)
monitor suhu, hasilnya 38,5oC
b) monitor warna kulit, tidak
ditemukan kemerahan dan
bengkak c) memberikan
paracetamol 300 mg, d)
mengajarkan keluarga kompres
hangat.
positif, d) menilai luas dan lokasi
edema hasilnya edema pada
(palpebra, ekstremitas, skrotum)
dan asites, e) memantau
intake/output yaitu intake cairan
±1200cc dan output ±900cc, f)
memberikan Lasix 2x10mg
Selanjutnya, implementasi
keperawatan untuk diagnosa
keperawatan 2) risiko infeksi
dengan faktor risiko
ketidakadekuatan pertahanan
sekunder yaitu a) memberikan
Cefixime 2x25 mg, b) mengajarkan
pasien dan keluarga cara mencuci
tangan dengan benar, c) melakukan
pengecekan kulit terkait adanya
tanda gejala infeksi seperti bengkak
dan kemerahan, d) memberikan diit
MB Nefrotik 1100 kkal, e)
melakukan pengukuran suhu
hasilnya suhu 36,8oC, f) memantau
adanya peningkatan atau penurunan
berat badan, berat badan 12 kg.
Implementasi keperawatan untuk
diagnosa keperawatan 3) defisiensi
pengetahuan berhubungan
dengan kurang informasi yaitu a)
menggali pengetahuan orangtua
tentang penyakit yang diderita anak
saat ini melalui diskusi terbuka, b)
memberikan pendidikan kesehatan
dengan berdiskusi terbuka bersama
orangtua tentang tanda gejala
penyakit, diit dan pengobatan anak.
Diperoleh hasil orang tua
mengetahui pengertian, tanda dan
gejala serta diit pada pasien dengan
sindroma nefrotik.
Selanjutnya, implementasi
keperawatan untuk diagnosa
keperawatan 2)
ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan faktor
biologis yaitu a) menimbang
berat badan, berat badan pasien
29 kg, b) memantau adanya
mual muntah, c) memberikan
DN 2048 kkal habis ¼ porsi, d)
memotivasi pasien untuk
makan, e) pantau sebab
penurunan nafsu makan.
Implementasi keperawatan
untuk diagnosa keperawatan 3)
risiko infeksi dengan faktor
risiko ketidakadekuatan
pertahanan sekunder yaitu a)
memberikan Cefixime 2x150
mg, b) mengajarkan pasien dan
keluarga cara mencuci tangan
dengan benar, c) melakukan
pengecekan kulit, tidak
ditemukan bengkak dan
kemerahan, d) melakukan
pengukuran suhu, hasilnya suhu
38,5oC.
Pada implementasi keperawatan
untuk diagnosa keperawatan 4)
kelebihan volume cairan
berhubungan dengan
penurunan tekanan osmotik
koloid, yaitu a) menimbang
berat badan, hasilnya 29 kg b)
memonitor tanda-tanda vital,
TD 100/60 mmHg, nadi 82x/i,
pernapasan 21x/i dan suhu
38,5oC c) memantau retensi
cairan, ditemukan adanya piting
edema, d) menilai luas dan
lokasi edema, terdapat edema
(punggung kaki dan punggung
tangan), e) memantau
intake/output, intake cairan
±1000cc dan output cairan ±800
cc.
5. Evaluasi Keperawatan
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan maka didapatkan hasil
perkembangan kondisi pasien
sebagai berikut: 1) kelebihan
volume cairan berhubungan dengan
penurunan tekanan osmotik koloid,
data subjektif: Ny.J mengatakan
sembab pada bagian mata anak
sudah berkurang dan anak sudah
tidak rewel. Data objektif: TD
130/90 mmHg, nadi 113x/i,
pernapasan 22x/i, suhu 36,9oC,
namun berat badan anak masih 12
kg. Masalah teratasi sebagian
dengan kriteria hasil tekanan darah
dalam batas normal dan edema
berkurang. Namun masih
ditemukan asites, ketidakstabilan
berat badan dan ketidakseimbangan
intake output Intervensi dilanjutkan.
Untuk diagnosa keperawatan 2)
risiko infeksi dengan faktor risiko
ketidakadekuatan pertahanan
sekunder, data subjektif: orangtua
mengatakan selama dirawat
anaknya tidak pernah demam. Tidak
ditemukan data objektif yang
menunjukkan adanya tanda dan
gejala infeksi pada anak. Masalah
tidak terjadi dengan kriteria tidak
ditemukan tanda dan gejala infeksi,
sehingga intervensi masih
dilanjutkan untuk mencegah
terjadinya infeksi.
Evaluasi untuk diagnosa
keperawatan 3) defisiensi
pengetahuan berhubungan dengan
kurangnya informasi, data subjektif:
orangtua mengatakan memahami
tentang penyakit yang diderita
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan maka didapatkan
hasil perkembangan kondisi
pasien sebagai berikut: 1)
hipertermi berhubungan dengan
penyakit, data subjektif: Tn.R
mengatakan adiknya sudah
tidak demam lagi. Data
objektif: kulit tidak teraba
panas, TD 110/60 mmHg, nadi
84x/i, pernapasan 21x/i, suhu
37,0oC. Masalah teratasi
dengan kriteria hasil suhu
dalam batas normal, tidak
ditemukan kulit kemerahan.
Intervensi dihentikan.
Untuk diagnosa keperawatan 2)
ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan faktor
biologis, data subjektif: Tn.R
mengatakan adinya
menghabiskan ½ dari 1 porsi
makanannya. Data objektif:
berat badan anak 30 kg, LILA
19 cm. Masalah teratasi dengan
kriteria hasil makanan dan
cairan adekuat. Intervensi
dihentikan.
Evaluasi untuk diagnosa
keperawatan 3) risiko infeksi
dengan faktor risiko
ketidakadekuatan pertahanan
anaknya saat ini dan kekhawatiran
berkurang. Data objektif: orangtua
pasien mampu menjelaskan kembali
tanda dan gejala sehingga anak
perlu dibawa ke pelayanan
kesehatan. Masalah teratasi dengan
kriteria hasil orangtua memberikan
nutrisi sesuai kebutuhan anak dan
memahami diit anak. Intervensi
dihentikan.
sekunder, data subjektif: Tn.R
mengatakan adiknya sudah
tidak demam lagi. Data objektif:
tidak ditemukan tanda dan
gejala infeksi pada anak.
Namun, karena daya tahan
tubuh anak yang lemah
menyebabkan anak rentan
terserang penyakit. Masalah
belum terjadi dengan kriteria
tidak ditemukan tanda dan
gejala infeksi, sehingga
intervensi masih dilanjutkan
untuk mencegah terjadinya
infeksi.
Evaluasi pada diagnosa
keperawatan 4) kelebihan
volume cairan berhubungan
dengan penurunan tekanan
osmotik koloid, data subjektif:
Tn.R mengatakan masih
sembab pada kaki dan tangan
adiknya. Data objektif: piting
edema masih ditemukan pada
punggung tangan dan kaki
pasien, berat badan pasien 30
kg, TD 110/60 mmHg, nadi
84x/i, pernapasan 21x/i, suhu
37,0oC. Masalah belum teratasi
karena masih ditemukan
edema, berat badan belum
stabil dan cairan belum
seimbang.Intervensi
dilanjutkan.
3. ..4. Pembahasan Kasus
Pada pembahasan kasus ini peneliti akan membahas antara teori dan
laporan kasus asuhan keperawatan pada An.A dan An.R dengan Sindroma
Nefrotik yang telah dilakukan sejak tanggal 24 – 30 Mei 2017 di ruang
akut IRNA Kebidanan dan anak RSUP Dr.M.Damil Padang. Kegiatan
yang dilakukan meliputi observasi hasil pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi, dan evaluasi
keperawatan yang dilakukan oleh perawat ruangan.
1. Pengkajian keperawatan
Setelah dilakukan pengkajian pada tanggal 24 Mei 2017 pukul 13.30
WIB didapatkan Participant I, ibu mengatakan anak mengalami
sembab pada hampir seluruh bagian tubuh (mata, pipi, perut, kaki,
tangan, kelamin), begitu pula pada Participant II, keluarga mengatakan
anak mengalami sembab pada tangan dan kaki. Hasil pemeriksaan fisik
pada pemeriksaan tekanan darah, didapatkan pada Participant I
150/100 mmHg dan pada Participant II 100/60 mmHg.
Data hasil pemeriksaan penunjang pada Participant I, total protein 3,2
gr/dL (6,6-8,7 gr/dL), albumin 1,1 gr/dL (3,8-5,0 gr/dL), nilai natrium
128 Mmol/L (136-145 Mmol/L). Sedangkan pada Participant II, nilai
natrium 130 Mmol/L (136-145 Mmol/L), total protein 6,3 gr/dL (6,6-
8,7 gr/dL), albumin 2,4 gr/dL (3,8-5,0 gr/dL).
Menurut Betz & Sowden, (2009) Walaupun gejala pada anak akan
bervariasi seiring dengan perbedaan proses penyakit, gejala yang
paling sering berkaitan dengan sindroma nefrotik yaitu Retensi cairan
dengan edema berat (edema fasial, abdomen, area genitalia dan
ekstremitas). Biasanya pada anak laki-laki akan mengalami edema
pada skrotum dan pada anak perempuan akan mengalami edema pada
labia mayora. Selain itu dapat ditemukan adanya peningkatan tekanan
darah akibat retensi cairan dan natrium.
Menurut Pramana, dkk, (2013) Sindrom Nefrotik adalah kumpulan
gejala yang terdiri dari proteinuria massif (≥ 40 mg/m2 LPB/jam atau
rasio protein/kreatinin pada urin sewaktu > 2 atau dipstick ≥ 2+),
hipoalbuminemia (≤ 2,5 gr/dL), edema, serta dapat disertai
hiperkolesterolemia (250 mg/uL) serta peningkatan tekanan darah.
Sedangkan hasil urinalisis akan ditemukan proteinuria lebih dari 2
gr/m2/hari, uji dipstick urine, hasil positif bila ditemukan protein dan
darah, berat jenis urine akan meningkat palsu karena adanya
proteinuria ( normalnya 50-1.400 mosm), osmolaritas urine akan
meningkat ( Suriadi & Yuliani, 2010 ).
Menurut asumsi peneliti, gejala edema, hiponatremia,
hipoalbuminemia, hipoproteinemia dan proteinurie yang dikemukakan
oleh teori ditemukan pada kedua participant baik melalui pemeriksaan
fisik maupun pemeriksaan penunjang. Edema yang muncul pada kedua
participant disebabkan oleh hipoalbuminemia dan menurunnya tekanan
osmotik plasma. Sehingga cairan intravaskuler akan berpindah keruang
interstisial. Pada Participant I ditemukan peningkatan tekanan darah,
peneliti berpendapat retensi cairan atau rendahnya kadar natrium yang
merangsang enzim renin kemudian meningkatkan tekanan darah.
Namun, pada Participant II tidak ditemukan adanya peningkatan
tekanan darah, peneliti berpendapat bahwa retensi cairan pada
participant II tidak terlihat begitu dominan dan tidak adanya
kehilangan natrium yang berlebihan.
Data hasil pengkajian didapatkan partisipan I dengan diagnosa medis
sindroma nefrotik dan pada partisipant II dengan SLE + sindroma
nefrotik.
Ngastiyah, (2014) mengatakan bahwa belum pasti diketahui penyebab
Sindroma Nefrotik, namun akhir-akhir ini dianggap sebagai penyakit
autoimun. Sindroma Nefrotik Sekunder bukan disebabkan oleh turunan
kromosom, namun disebabkan oleh beberapa masalah seperti Penyakit
Lupus Eritematosus Diseminata, purpura dan anafilaktoid,
Glomerulonefritis akut atau kronis, trombosis vena renalis, Penyakit
sel sabit, dll.
Menurut Prabowo, (2014) Sindroma Nefrotik Primer sampai saat ini
belum diketahui penyebabnya. Namun, pada Sindroma Nefrotik
Sekunder beberapa penyebabnya meliputi lupus erimatosus sistemik
(LES), keganasan, seperti limfoma dan leukemia, vaskulitis, seperti
granulomatosis Wegener (granulomatosis dengan poliangitis), sindrom
Churg-Strauss (granulomatosis eosinofilik dengan poliangitis).
Pada kasus ini, faktor penyebab yang dikemukakan teori ditemukan
pada Participant II yaitu SLE yang merupakan suatu penyakit akibat
kelainan imunologik yang menyebabkan terjadinya pembentukan dan
pengendapan kompleks antigen-antibodi pada organ-organ tubuh, pada
kasus ini pembentukan dan pengendapan tersebut terjadi pada organ
ginjal sehingga anak menderita sindroma nefrotik. Namun, pada
Participant I peneliti berasumsi bahwa sindroma nefrotik yang
dideritanya merupakan tipe Sindrom Nefrotik Ideopatik atau juga
disebut Sindroma Nefrotik Primer yaitu belum diketahui penyebabnya.
Hasil pengkajian didapatkan partisipan I berusia 38 bulan sedangkan
partisipan II saat ini berusia 14 tahun.
Pramana, dkk (2013) melaporkan bahwa penderita Sindroma Nefrotik
yang dirawat di Instalasi Rawat Inap RSUP.Dr.M.Djamil Padang
periode 1 Januari 2009- 30 April 2012 sebanyak 56 orang yang
didominasi oleh anak pada usia > 6 tahun sebanyak 55,4% serta rasio
kejadian Sindroma Nefrotik pada anak laki-laki dan perempuan
sebesar 1,43:1.
Peneliti berasumsi, perbedaan usia pada anak dapat terjadi karena pola
asuh yang kurang tepat. Menurut penelitian sebelumnya, sindroma
nefrotik banyak terjadi pada anak usia >6 tahun. Sedangkan saat ini
usia partisipan I adalah 38 bulan. Salah satu penyebabnya dapat terjadi
karena anak yang terbiasa mengkonsumsi makanan cepat saji atau
berbahan pengawet yang dapat memperberat kerja ginjal. Ini berbeda
dengan yang dialami oleh partisipan II, anak didiagnosa sindroma
nefrotik diawali oleh lupus atau penyakit autoimun.
Data terapi partisipan I mendapatkan Prednison 1-1-2 tab, Captopril
3x12,5 mg, Nifedipin 3x2 mg, Lasix 2x10 mg, Simfastatin 1x10 mg,
Cefixime 2x25 mg, sedangkan terapi partisipan II antara lain
Methylprednisolon 1x24 mg, Captopril 3x12,5 mg, Vit.C 3x100 mg,
Bicnat 3x3 mg, Luminal 2x60 mg, Cefixime 2x150 mg, Allopurinol
3x100 mg, Calc 3x500 mg
Menurut Betz & Sowden, (2009) penatalaksanaan medis untuk
sindrom nefrotik meliputi pemberian kortikosteroid seperti prednison
atau prednisolon untuk menginduksi remisi, penggantian protein,
terapi diuretik, pemberian antibiotik seperti penisilin oral atau jenis
lain, mengingat pasien dengan sindroma nefrotik rentan terkena infeksi
akibat daya tahan tubuhnya yang rendah, terapi Imunosupresif untuk
anak yang gagal berespon dengan terapi steroid.
Menurut Ngastiyah, (2014) terapi untuk pasien dengan sindroma
nefrotik seperti bila terjadi infeksi beri terapi antibiotik, Kondisi
alkalosis akibat hipokalemia dapat dibantu dengan pemberian terapi
KCl, Kondisi hipertensi pada klien dapat diatasi dengan pemberian
obat-obatan antihipertensif seperti resephin atau pemblok beta dengan
efek samping penurunan laju filtrasi glomerulus dan harus digunakan
dengan sangat hati-hati, berikan diuretik untuk mengatasi edema.
Partisipan I dan II mendapatkan terapi kortikosteroid, antibiotik dan
antihipertensif. Sementara, pada partisipan II tidak ditemukan adanya
peningkatan tekanan darah. Asumsi peneliti, partisipan II diberikan
antihipertensif karena total kolesterolnya yang melebihi nilai normal
total kolesterol 237 mg/dl (<200 mg/dl) sehingga anak berisiko
mengalami hipertensi. Pada partisipant I mendapatkan terapi diuretik,
peneliti berpendapat karena awalnya pasien mengalami edema
anasarka, sedangkan partisipan II tidak mendapatkan terapi diuretik,
peneliti berpendapat hal ini mencegah terjadinya shock hipovolemik
karena pasien sudah mengalami penurunan berat badan hingga >30%.
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data pengkajian yang dilakukan pada kasus, diagnosa
yang muncul pada Participant I adalah kelebihan volume cairan
berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi, risiko infeksi
dengan faktor risiko ketidakadekuatan pertahanan sekunder dan
defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi.
Sedangkan pada Participant II diagnosa yang muncul adalah hipertermi
berhubungan dengan penyakit, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis, risiko infeksi
dengan faktor risiko ketidakadekuatan pertahanan sekunder dan
kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme
regulasi.
Menurut Diagnosis Keperawatan NANDA 2012-2014, diagnosa
keperawatan yang mungkin muncul pada anak dengan sindroma
nefrotik adalah Kelebihan volume cairan berhubungan dengan
gangguan mekanisme regulasi, Ketidakefektifan pola napas
berhubungan dengan keletihan otot pernapasan, Risiko infeksi
berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan sekuder
imunosupresan, Diare berhubungan dengan edema mukosa usus,
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan faktor biologis, Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
penurunan imunologik.
Kelebihan volume cairan pada anak dengan sindroma nefrotik terjadi
akibat menurunnya albumin, tekanan osmotik plasma menurun
sehingga cairan intravaskuler berpindah kedalam interstisial.
Menurunnya volume cairan intravaskuler menyebabkan alirah darah ke
renal berkurang, sehingga ginjal merangsang produksi renin
angiotensin, meningkatkan sekresi ADH dan aldosteron maka
terjadilah retensi natrium dan air yang menyebabkan edema (Suriadi&
Yuliani, 2010). Kelebihan volume cairan menyebabkan cairan
intravaskuler berpindah keruang interstisial, sehingga akan terlihat
gejala edema (palpebra, ekstermitas), abdomen mengkilat, ukuran
abnormalitas pada lingkar perut edema skrotum pada anak laki-laki
dan edema labia mayora untuk anak perempuan, selain itu dapat pula
ditemukan peningkatan berat badan >20%.
Menurut analisa peneliti, pada Participant I dan Participant II dapat
ditegakkan diagnosa kelebihan volume cairan berhubungan dengan
gangguan mekanisme regulasi. Menurunnya jumlah albumin dan
tekanan osmotik menyebabkan ruang interstisial berisi cairan
intravaskuler. Sehingga pada postur tubuh anak akan ditemukan
peningkatan berat badan, edema, peningkatan tekanan darah dan
gelisah pada anak, ini sesuai dengan batasan karakteristik yang
ditetapkan teori, sehingga diagnosa ini dapat ditegakkan.
Penurunan plasma albumin dan tekanan osmotik mengakibatkan
kolesterol dan trigliserida serum meningkat. Hilangnya protein
menyebabkan hati melakukan kompensasi yaitu meningkatkan
produksi lipo-protein sehingga berdampak pada kondisi
hiperlipidemia. Respon imun akan menurun karena sel imun tertekan,
hal ini mungkin disebabkan oleh hipoalbuminemia dan hiperlipidemia
(Suriadi & Yuliani, 2010).
Asumsi peneliti, pada Participant I dan Participant II dapat ditegakkan
diagnosa risiko infeksi dengan faktor risiko ketidakadekuatan
pertahanan sekunder, sesuai dengan batasan karakteristik yaitu
terpasang kateter intravena, statis cairan, penggunaan steroid dan
malnutrisi. Didukung dengan hasil pemeriksaan laboratorium
Participant I yaitu total protein 3,2 gr/dL (6,6-8,7 gr/dL), albumin 1,1
gr/dL (3,8-5,0 gr/dL) sedangkan Participant II nilai asam urat 7,5
mg/dL ( 2,4-5,7 mg/dL), total protein 6,3 gr/dL (6,6-8,7 gr/dL),
albumin 2,4 gr/dL (3,8-5,0 gr/dL).
Defisiensi pengetahuan merupakan ketiadaan atau defisiensi informasi
kognitif yang berkaitan dengan topik tertentu (NANDA, 2014).
Berdasarkan analisa peneliti, kurangnya pengetahuan pada orangtua
anak disebabkan oleh tidak adanya pendidikan kesehatan yang
didapatkan dari pihak pelayanan kesehatan. Family centre care
merupakan salah satu cara untuk mempercepat pemulihan pada anak,
disamping itu untuk meningkatkan pengetahuan keluarga tentang
kondisi anak perlu adanya promosi kesehatan terkait cara menjaga
kesehatan anak dirumah. Berdasarkan hal tersebut, diagnosa defisiensi
pengetahuan pada Participant I dapat ditegakkan.
Hipertermi merupakan peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal
(NANDA, 2014). Menurut Suriadi&Yuliani, (2010) menurunnya
respon imun pada anak dengan sindroma nefrotik dapat disebabkan
oleh tertekannya sel imun, hipoalbuminemia, hiperlipidemia atau
defisiensi seng. Asumsi peneliti, karena albumin serum dan total
protein pada participant II rendah dapat mempengaruhi daya tahan
tubuh, hal ini menyebabkan pasien berisiko terhadap infeksi.
Hipertemi merupakan salah satu respon tubuh terhadap infeksi.
Diagnosa keperawatan ini tidak ditemukan pada teori, namun dapat
ditegakkan karena sesuai dengan batasan karakteristik yang ditemukan
pada diagnosis keperawatan NANDA 2014.
Penumpukan cairan keruang interstisial dapat mengakibatkan
peningkatan tekanan abdomen yang mendesak lambung. Respon tubuh
anak adalah anoreksia dan mual muntah (Betz & Sowden, 2009).
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan faktor biologis yang terjadi pada Participant II ditandai dengan
pasien mengalami penurunan berat badan 20%, pasien tidak
menghabiskan makanan, membran mukosa terlihat pucat, kehilangan
rambut berlebihan serta mengeluh gangguan sensasi rasa. Dengan
demikian, diagnosa Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan faktor biologis dapat ditegakkan.
Kerusakan integritas kulit merupakan perubahan atau gangguan
epidermis dan atau dermis (NANDA, 2014). Menurut analisa peneliti,
pada kedua Participant tidak ditemukan adanya kerusakan kulit
ataupun gangguan permukaan kulit meskipun pada anak terdapat
perubahan status cairan. Berdasarkan data diatas, diagnosa Kerusakan
integritas kulit tidak dapat diangkat.
Menurut Syaifuddin, (2012) pada pasien dengan sindroma nefrotik
penumpukan cairan keruang interstisial dapat mendesak rongga dada,
hal ini menyebabkan penurunan ekspansi paru sehingga akan
ditemukan pasien mengalami napas cepat. Ketidakefektifan pola napas
merupakan inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak memberikan
ventilasi adekuat (NANDA, 2014). Menurut analisa peneliti, pada
kedua participant tidak ditemukan adanya ketidakefektifan pola napas
meskipun pada Participant I ditemukan adanya asites, namun frekuensi
napasnya normal. Berdasarkan data diatas dan batasan karakteristik
pada diagnosis keperawatan NANDA 2014, diagnosa Ketidakefektifan
Pola Napas tidak dapat diangkat.
Diare merupakan feses yang lunak dan tidak berbentuk (NANDA,
2014). Menurut Syaifuddin, (2012) retensi cairan pada anak dengan
sindroma nefrotik tidak hanya dapat dilihat dari luar permukaan tubuh
saja, namun edema dapat terjadi pada mukosa usus, sehingga pasien
akan mengalami diare. Menurut analisa peneliti, pada kedua
participant tidak ditemukan adanya diare meskipun pada keduanya
terjadi retensi cairan. Sehingga diagnosa keperawatan diare tidak dapat
diangkat.
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan yang dibuat berdasarkan kepada diagnosa
keperawatan yang muncul pada partisipan I dan partisipan II.
Berdasarkan kasus, tindakan yang dilakukan selama 5 hari sesuai
dengan intervensi yang telah peneliti susun. Pada diagnosa kelebihan
volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi
rencana yang terjadi pada kedua participant tindakan terdiri dari a)
manajemen cairan, aktivitas keperawatannya seperti timbang berat
badan setiap hari dan monitor status pasien, jaga dan catat
intake/output, monitor status hidrasi, monitor tanda-tanda vital pasien,
monitor kelebihan cairan atau retensi (misalnya edema, distensi vena
jugularis dan edema), b) monitor cairan, aktivitas keperawatannya
seperti tentukan riwayat, jumlah dan tipe intake/output, monitor serum
dan elektrolit urine dan menilai protein urine kuantitatif (tes Esbach)
yang digunakan untuk memonitor adanya protein dalam urine/ 24 jam,
monitor TD, HR dan RR, catat intake/output akurat, c) monitor tanda-
tanda vital, aktivitas keperawatannya seperti monitor tekanan darah,
nadi, suhu dan status pernapasan dengan tepat, monitor irama dan laju
pernapasan, monitor warna kulit, suhu dan kelembaban, monitor
sianosis sentral dan perifer.
Pada diagnosa keperawatan risiko infeksi dengan faktor risiko
ketidakadekuatan pertahanan sekunder yang terjadi pada kedua
participant rencana tindakan terdiri dari a) kontrol infeksi, aktivitas
keperawatannya seperti batasi jumlah pengunjung, anjurkan pasien
mengenai teknik cuci tangan yang benar, anjurkan pengunjung untuk
mencuci tangan saat memasuki dan meninggalkan ruangan pasien, b)
monitor nutrisi, aktivitas keperawatannya seperti timbang berat badan
pasien, lakukan pengukuran antropometri pada komposisi tubuh,
monitor kecenderungan naik dan turunnya berat badan anak,
identifikasi perubahan berat badan terakhir, c) pengecekan kulit,
aktivitas keperawatannya seperti amati warna, kehangatan, bengkak,
pulsasi, tekstur, edema dan ulserasi pada ekstremitas, monitor warna
dan suhu kulit, monitor warna kulit untuk memeriksa adanya ruam atau
lecet, monitor kulit untuk adanya kekeringan atau kelembaban, monitor
infeksi, terutama dari daerah edema.
Intervensi yang direncanakan pada An.A untuk diagnosa defisiensi
pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi terdiri dari a)
pengetahuan manajemen penyakit, aktivitas keperawatan seperti
memberikan pendidikan kesehatan b) perilaku patuh diit yang
disarankan, seperti memberikan informasi tentang diit yang didapatkan
anak.
Pada diagnosa keperawatan hipertermi berhubungan dengan penyakit
pada An.R rencana tindakan terdiri dari a) perawatan demam, aktivitas
keperawatannya seperti monitor suhu, monitor intake/output, berikan
terapi antipiretik, b) pengaturan suhu, aktivitas keperawatannya seperti
monitor warna dan suhu kulit, monitor tanda-tanda hipertermi,
tingkatkan intake nutrisi. c) monitor tanda-tanda vital, aktivitas
keperawatannya seperti monitor kualitas nadi, monitor adanya pola
napas abnormal.
Intervensi yang direncanakan pada An.R untuk diagnosa
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan faktor biologis terdiri dari a) Terapi nutrisi, aktivitas
keperawatannya seperti lengkapi pengkajian nutrisi sesuai kebutuhan,
monitor intruksi diet yang sesuai untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
pasien perhari sesuai kebutuhan, berikan nutrisi yang dibutuhkan
sesuai dengan batasan anjuran diet, b) monitor nutrisi, aktivitas
keperawatannya seperti timbang berat badan pasien, lakukan
pengukuran antropometrik pada komposisi tubuh, monitor
kecenderungan naik dan turunnya berat badan anak, identifikasi
perubahan berat badan terakhir, monitor adanya mual dan muntah,
identifikasi abnormalitas eliminasi bowel, monitor diet dan asupan
kalori, c) penahapan diet, aktivitas keperawatannya seperti berikan
nutrisi peroral sesuai kebutuhan, monitor toleransi peningkatan diet,
tawarkan kemungkinan makan 6 kali dalam porsi kecil, ciptakan
lingkungan yang memungkinkan.
4. Implementasi Keperawatan
Peneliti melakukan semua imlementasi berdasarkan tindakan yang
telah direncanakan pada intervensi, pada kedua partisipan tidak dapat
dilakukan tindakan pemantauan nilai elektrolit serum karena
pemeriksaan laboratorium hanya dilakukan pada awal saat pasien
masuk. Pada masalah kelebihan volume cairan yang dialami kedua
participant telah dilakukan tindakan keperawatan meliputi a)
menimbang berat badan anak setiap hari, b) memonitor tanda-tanda
vital meliputi TD, nadi, pernapasan dan suhu, c) memantau retensi
cairan dengan menilai adannya piting edema, d) menilai luas dan
lokasi edema, e) memantau intake/output perhari, f) memberikan terapi
diuretik sesuai medikasi.
Menurut Syaifuddin, (2012) Meningkatnya permeabilitas dinding
kapiler glomerulus mengakibatkan protein lolos dan keluar bersama
urine yang menyebabkan protein dalam plasma berkurang, tekanan
osmotik koloid menurun dan tekanan hidrostatik meningkat, akibatnya
cairan intravaskuler berpindah kedalam interstisial. Respon tubuh anak
adalah edema, edema akan semakin parah dan hal ini terlihat dari
postur tubuh anak yang hingga mengalami edema anasarka, selain itu
dapat ditemukan peningkatan berat badan anak serta peningkatan
tekanan darah.
Berdasarkan analisa peneliti, pelaksanaan intervensi pada diagnosa ini
sangat penting untuk mengetahui perubahan status sirkulasi anak.
Mengetahui adanya peningakatan berat badan sebagai respon edema
pada tubuh anak, mengetahui adanya peningkatan tekanan darah akibat
retensi natrium dan air, mengetahui balance cairan anak melalui nilai
intake dan output. Selain itu, perlu juga untuk memantau adanya tanda-
gejala syock hipovolemik akibat berkurangnya cairan intravaskuler
karena berpindah keruang interstisial. Perubahan-perubahan ini harus
selalu dimonitor karena berpengaruh terhadap proses pengobatan
selanjutnya. Analisa lain terkait kelebihan volume cairan, pada kedua
partisipan tidak dilakukan tes Esbach. Peneliti berasumsi, tidak ada
indikasi yang mengharuskan pasien untuk dilakukan tes esbach.
Indikator tersebut meliputi mengetahui jumlah awal protein dalam
urine dan mengetahui waktu remisi dicapai. Selain itu, pada kedua
participan telah dilakukan urinalisa untuk mengetahui adanya
proteinurie. Sehingga tidak diperlukan lagi tes esbach.
Pada masalah risiko infeksi yang dialami oleh kedua responden,
implementasi yang dilakukan peneliti adalah a) memberikan terapi
antibiotik, b) mengajarkan pasien dan keluarga cara mencuci tangan
dengan benar, c) melakukan pengecekan kulit terkai adanya tanda
gejala infeksi seperti bengkak dan kemerahan, d) memberikan diit
sesuai kebutuhan pasien, e) melakukan pengukuran suhu, f) memantau
adanya peningkatan atau penurunan berat badan.
Menurut Syaifuddin, (2012) Penurunan fungsi filtrasi glomerulus
mengakibatkan protein terfiltrasi dan ikut keluar bersama urine, jika
dilakukan pemeriksaan hematologi akan ditemukan hasil
hipoalbuminemia. Respon tubuh anak adalah daya tahan tubuh yang
rendah seperti mudah demam, pucat, kelelahan.
Menurut analisis peneliti, pelaksaan intervensi pada diagnosa ini sudah
tepat. Sehingga peneliti dapat mengetahui adanya peningkatan suhu
sebagai respon tubuh akibat infeksi, mengetahui adanya peningkatan
ataupun penurunan nafsu makan dan berat badan anak, selain itu dapat
menambah pengetahuan pasien dan keluarga tentang cara mencuci
tangan yang benar sebagai salah satu upaya mencegah penyebaran
kuman penyakit.
Pada masalah partisipan I yaitu defisiensi pengetahuan telah dilakukan
tindakan keperawatan seperti a) menggali pengetahuan orangtua
tentang penyakit yang diderita anak saat ini melalui diskusi terbuka, b)
memberikan pendidikan kesehatan dengan berdiskusi terbuka bersama
orangtua anak.
Defisit pengetahuan banyak terjadi pada orang tua anak yang sedang
sakit. Biasanya, kekhawatiran orangtua terhadap keadaan anaknya
merupakan salah satu bentuk ketidaktahuan orang tua terhadap proses
penyakit. Menurut analisa peneliti, kurangnya informasi kepada
orangtua anak sangat berpengaruh teradap pola koping keluarga dalam
menghadapi anak yang sedang sakit, sehingga pendidikan kesehatan
kepada keluarga pasien sangat perlu diberikan. Informasi yang telah
diberikan kepada keluarga pasien meliputi tanda-gejala anak dengan
sindroma nefrotik sehingga anak perlu segera dibawa ke pelayanan
kesehatan terdekat, serta memberikan pengetahuan tentang diit rendah
garam dan tinggi protein kepada anak.
Pada masalah partisipan II yaitu hipertermi telah dilakukan tindakan
keperawatan seperti a) memonitor suhu pasien setiap 6 jam, b)
memonitor warna kulit untuk menilai adanya infeksi seperti bengkak
dan kemerahan, c) memberikan terapi antipiretik, d) mengajarkan
keluarga kompres hangat, e) memberikan terapi antibiotik.
Menurut Ngastiyah, (2014) Mencegah infeksi juga perlu dilakukan
pada pasien dengan sindroma nefrotik, hal ini dikarenakan daya tahan
tubuh anak yang rendah. Salah satu respon tubuh anak terhadap infeksi
adalah peningkatan suhu tubuh. Menurut analisa peneliti, pelaksanaan
intervensi yang dilakukan sudah baik, sehingga dapat mengetahui
perkembangan kondisi pasien seperti suhu tubuh, respon tubuh pasien
terhadap pemberian terapi antipretik serta mengidentifikasi
kemampuan keluarga dalam melakukan kompres hangat pada anggota
keluarga yang sakit.
Pada masalah partisipan II yaitu ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh tindakan keperawatan yang telah dilakukan adalah a)
menimbang berat badan anak setiap hari, b) memantau adanya mual
muntah, c) memberikan diit, d) memotivasi pasien untuk makan, e)
pantau sebab penurunan nafsu makan.
Menurut Syaifuddin, (2012) Penumpukan cairan keruang interstisial
dapat mengakibatkan peningkatan tekanan abdomen yang mendesak
lambung. Respon tubuh anak adalah anoreksia dan mual muntah.
Menurut Ngastiyah, (2014) salah satu Penatalaksanaan medis pada
anak dengan Sindroma nefrotik Meliputi Diit tinggi protein sebanyak
2-3 gr/Kg BB dengan garam minimal bila edema masih berat. Bila
edema sudah berkurang, maka dapat diberikan sedikit garam ( Buku
Kuliah IKA Jilid II).
Menurut analisa peneliti, pelaksanaan intervensi yang dilakukan sudah
baik. Dengan tindakan tersebut, peneliti dapat mengetahui adanya
penurunan berat badan >20%, mengetahui adanya mual muntah,
mengetahui penyebab kurangnya nafsu makan pasien, mengetahui
kebiasaan makan pasien dan memberikan anjuran modifikasi yang
sesuai.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dilakukan dari tanggal 24–30 Mei 2017 dengan metode
penilaian Subjektiv, Objektiv, Assasment, Planning (SOAP) untuk
mengetahui keefektifan dari tindakan yang telah dilakukan. Setelah
dilakukan tindakan keperawatan pada partisipan I selama 5 hari untuk
masalah keperawatan kelebihan volume cairan berhubungan dengan
gangguan mekanisme regulasi ditemukan data subjektif ibu
mengatakan sembab pada bagian mata anak sudah berkurang dan anak
sudah tidak rewel, Sedangkan data objektif diperoleh TD 130/90
mmHg, nadi 113x/i, pernapasan 22x/i, suhu 36,9oC, namun berat badan
anak masih 12 kg. Masih terdapat edema pada ekstremitas dan skrotum
serta asites. balance cairan +150 cc. Kriteria yang harus dicapai adalah
Tekanan Darah dalam batas normal, Keseimbangan intake dan output
dalam 24 jam, Berat badan stabil, edem berkurang, tidak ditemukan
asites, nilai elektrolit dalam batas normal.
Menurut analisa peneliti, masalah ini timbul akibat menurunnya
jumlah albumin dan penurunan tekanan osmotik yang mengakibatkan
cairan intravaskuler berpindah keruang interstisial yang
dimanifestasikan dengan edema (palpebra, ekstremitas, kelamin,
abdomen), peningkatan berat badan, peningkatan tekanan darah,
oliguri bahkan anurine. Sehingga dapat disimpulkan masalah belum
teratasi, namun karena pasien pulang paksa pada hari rawatan ke-8
telah diberikan pendidikan kepada keluarga untuk mengatur makanan
pasien rendah garam dan mengatur kebutuhan protein pasien 20
gr/hari, jika hal ini tidak diperhatikan maka anak akan mengalami
edema, oliguri, dan peningkatan tekanan darah.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada partisipan I selama 5
hari untuk masalah keperawatan risiko infeksi dengan faktor risiko
ketidakadekuatan pertahanan sekunder diperoleh data subjektif
orangtua mengatakan selama dirawat anaknya tidak pernah demam.
Sedangkan tidak ditemukan data objektif yang menunjukkan adanya
tanda dan gejala infeksi pada anak. Kriteria hasil yang harus dicapai
adalah mengidentifikasi faktor risiko infeksi pada klien,
mengidentifikasi tanda dan gejala infeksi pada klien, asupan gizi klien
adekuat, ratio berat badan/tinggi badan ideal, status hidrasi adekuat.
Menurut analisa peneliti, masalah ini timbul akibat kondisi
hipoalbumin dan hiperlipidemia yang dialami oleh anak, sehingga anak
akan mengalami penurunan daya tahan tubuh yang dimanifestasikan
dengan penurunan albumin serum dan total protein, peningkatan
kolesterol, demam, tanda infeksi pada kulit seperti bengkak dan
kemerahan, sehingga dapat disimpulkan masalah tidak terjadi,
intervensi dilanjutkan untuk mencegah terjadinya infeksi pada pasien.
Pada diagnosa defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya
informasi pada partisipan I telah dilakukan implementasi selama 5
hari, dari hasil tersebut data subjektif orangtua mengatakan memahami
tentang penyakit yang diderita anaknya saat ini dan kekhawatiran
berkurang. Sedangkan data objektif ditemukan orangtua pasien mampu
menjawab pertanyaan peneliti, masalah teratasi, intervensi dihentikan.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada partisipan II selama 5
hari pada masalah keperawatan hipertermi berhubungan dengan
penyakit ditemukan data subjektif Tn.R mengatakan adiknya sudah
tidak demam lagi. Pada data objektif ditemukan anak tidak
berkeringat, kulit tidak teraba hangat, TD 110/60 mmHg, nadi 84x/i,
pernapasan 21x/i, suhu 37,0oC. Masalah teratasi. Intervensi dihentikan.
Dengan kriteria hasil keseimbangan antara produksi dan kehilangan
panas, tanda-tanda vital serta kontrol risiko hipertensi.
Menurut peneliti, pasien dengan sindroma nefrotik mengalami kondisi
hipoalbuminemia dan hipoproteinemia yang menyebabkan penurunan
daya tahan tubuh pasien sehingga rentan terhadap infeksi. Demam
merupakan salah satu kompensasi tubuh terhadap infeksi yang sedang
terjadi dengan manifestasi klinis peningkatan suhu tubuh, berkeringat,
kulit kemerahan dan teraba hangat sehingga dapat disimpulkan
masalah teratasi, intervensi dihentikan.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam 5 hari pada masalah
keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan faktor biologis pada partisipan II ditemukan data
subjektif Tn.R mengatakan anak menghabiskan ½ dari 1 porsi
makanannya. Pada data objektif ditemukan berat badan anak sudah
bertambah 1 kg, LILA 19 cm. Dengan kriteria hasil Asupan gizi,
makanan dan cairan adekuat, Rasio berat badan/ tinggi badan
mencapai ideal.
Menurut peneliti, masalah ini timbul akibat cairan yang mengisi
rongga abdomen mendesak lambung, sehingga anak akan mengeluh
mual bahkan muntah. Selain itu terapi makanan anak yang rendah
garam menyebabkan anak mengalami gangguan sensasi rasa, akhirnya
anak akan mengeluh makanan tidak enak maupun tidak selera makan.
Karena batasan karakteristik dan kriteria hasil sesuai dengan diagnosa
telah tercapai dapat disimpulkan masalah teratasi, intervensi
dihentikan.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5 hari pada masalah
keperawatan risiko infeksi dengan faktor risiko ketidakadekuatan
pertahanan sekunder ditemukan data subjektif Tn.R mengatakan
adiknya sudah tidak demam lagi. Pada data objektif tidak ditemukan
tanda dan gejala infeksi pada anak. Namun, karena daya tahan tubuh
anak yang lemah menyebabkan anak rentan terserang penyakit.
Menurut analisa peneliti, masalah ini timbul akibat kondisi
hipoalbumin dan hiperlipidemia yang dialami oleh anak, sehingga anak
akan mengalami penurunan daya tahan tubuh yang dimanifestasikan
dengan penurunan albumin serum dan total protein, peningkatan
kolesterol, demam, tanda infeksi pada kulit seperti bengkak dan
kemerahan, sehingga dapat disimpulkan masalah tidak terjadi,
intervensi dilanjutkan untuk mencegah terjadinya infeksi pada pasien.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5 hari pada masalah
keperawatan kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan
tekanan osmotik koloid ditemukan data subjektif Tn.R mengatakan
masih sembab pada kaki dan tangan adiknya. Pada data objektif piting
edema masih ditemukan pada punggung tangan dan kaki pasien, berat
badan pasien bertambah 1 kg, TD 110/60 mmHg, nadi 81x/i,
pernapasan 21x/i, suhu 37,1oC. Kriteria hasil yang diharapkan tekanan
darah dalam batas normal, keseimbangan intake dan output dalam 24
jam, berat badan stabil, edem berkurang, tidak ditemuka asites, nilai
elektrolit dalam batas normal, dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa masalah teratasi sebagian, sehingga pada hari rawatan ke-13
intervensi pemberian terapi kortikosteroid tetap dilanjutkan hingga hari
rawatan pasien ke-28 hari. Selain itu perlu dipantau keseimbangan
cairan pasien dan monitor adanya perubahan tekanan darah. Sehingga,
keseimbangan cairan dapat terjaga, tidak ditemukan keparahan kondisi
edema dan tekanan darah tetap stabil.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian asuhan keperawatan pada Partisipan I dan Partisipan
II dengan sindroma nefrotik diruang Akut IRNA Kebidanan dan Anak RSUP DR.
M. Djamil Padang, peneliti dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Hasil pengkajian didapatkan data bahwa orangtua Partisipan I mengeluh
anak sembab, rewel dan berat badan meningkat. Dari pemeriksaan fisik
ditemukan piting edema positif pada palpebra, ekstremitas, skrotum dan
asites, tekanan darah 150/100 mmHg, berat badan anak 12 kg, lingkar
perut 61 cm. Hasil pemeriksaan penunjang pada Participant I, total
albumin 1,1 gr/dL (3,8-5,0 gr/dL). Sedangkan pada Partisipan II, Tn.R
mengeluh adiknya sembab, pucat dan penurunan nafsu makan. Dari
pemeriksaan fisik ditemukan piting edema positif pada punggung tangan
dan punggung kaki, berat badan 29 kg, LILA 19 cm. Hasil pemeriksaan
penunjang pada Participant II albumin 2,4 gr/dL (3,8-5,0 gr/dL).
2. Diagnosa keperawatan yang muncul pada sindroma nefrotik sebanyak
tujuh diagnosa. Berdasarkan kasus, diagnosa yang muncul pada Partisipan
I adalah kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan
mekanisme regulasi, risiko infeksi dengan faktor risiko ketidakadekuatan
pertahanan sekunder, defisiensi pengetahuan berhubungan dengan
kurangnya informasi. Sedangkan pada partisipan II diagnosa yang muncul
yaitu hipertermi berhubungan dengan penyakit, ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis, risiko
infeksi dengan faktor risiko ketidakadekuatan pertahanan sekunder dan
kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme
regulasi.
3. Intervensi keperawatan yang direncakan tergantung pada masalah
keperawatan yang ditemukan. Berikut beberapa intervensi keperawatan
berdasarkan diagnosa kelebihan volume cairan pada Partisipan I a)
manajemen cairan, aktivitas keperawatan seperti menimbang berat badan
anak setiap hari, jaga dan catat intake/output, b) monitor cairan, aktivitas
keperawatan seperti monitor serum dan elektrolit urine, c) monitor tanda-
tanda vital, aktivitas keperawatan seperti monitor tekanan darah, nadi,
suhu, pernapasan, irama napas. Sedangkan beberapa intervensi pada
diagnosa kelebihan volume cairan pada kasus Partisipan II sama dengan
intervensi pada kasus Partisipan I.
4. Implementasi keperawatan dilaksanakan sesuai rencana tindakan yang
telah disusun. Implementasi keperawatan pada Partisipan I dilakukan
selama lima hari sedangkan implementasi keperawatan pada Partisipan II
dilakukan selama tujuh hari.
5. Hasil evaluasi :
1. Evaluasi tindakan keperawatan selama lima hari pada Partisipan I dengan
diagnosa keperawatan kelebihan volume cairan didapatkan data subjektif:
orangtua mengatakan sembab pada anak sudah berkurang, dan data
objektif: TD 130/90 mmHg, nadi 113x/i, pernapasan 22x/i dan suhu
36,9oC, berat badan anak 12 kg, balance cairan +150 cc, piting edema
positif pada punggung tangan, punggung kaki, skrotum dan asites pada
abdomen, masalah belum teratasi, namun karena pasien pulang paksa pada
hari rawatan ke-8 telah diberikan pendidikan kepada keluarga untuk
mengatur makanan pasien rendah garam dan mengatur kebutuhan protein
pasien 20 gr/hari, jika hal ini tidak diperhatikan maka anak akan
mengalami edema, oliguri, dan peningkatan tekanan darah.
2. Evaluasi yang dilakukan selama tujuh hari pada Partisipan II dengan
diagnosa keperawatan kelebihan volume cairan didapatkan data subjektif:
Tn.R mengatakan masih sembab pada kaki adiknya, dan data objektif:
anak tidak berkeringat, tidak ada kemerahan pada kulit anak, suhu 37,1oC,
tidak teraba panas pada kulit, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
masalah teratasi sebagian, sehingga pada hari rawatan ke-13 intervensi
pemberian terapi kortikosteroid tetap dilanjutkan hingga hari rawatan
pasien ke-28 hari. Selain itu perlu dipantau keseimbangan cairan pasien
dan monitor adanya perubahan tekanan darah. Sehingga, keseimbangan
cairan dapat terjaga, tidak ditemukan keparahan kondisi edema dan
tekanan darah tetap stabil.
2. Saran
1. Bagi Direktur RSUP Dr. M. Djamil Padang
Melalui pimpinan diharapkan dapat memberikan motivasi kepada
semua staf agar memberikan pelayanan kepada pasien secara optimal
dan meningkatkan mutu dalam pelayanan di rumah sakit.
2. Bagi Ruang Rawat Inap Anak
Studi kasus yang peneliti lakukan dapat menjadi sumbangan pemikiran
bagi perawat di ruang akut IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr. M.
Djamil Padang dalam melakukan asuhan keperawatan secara
profesional.
3. Bagi instiusi pendidikan
Dapat meningkatkan mutu pendidikan sehingga terciptanya lulusan
perawat yang profesional, terampil, dan bermutu yang mampu
memberikan asuhan keperawatan secara menyeluruh berdasarkan kode
etik keperawatan.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
1. Diharapkan peneliti melakukan pengkajian secara tepat dan
mengambil diagnosa secara tepat menurut pengkajian yang
didapatkan dan dalam melaksanakan tindakan keperawatan, harus
terlebih dahulu memahami masalah dengan baik, serta
mendokumentasikan hasil tindakan yang telah dilakukan dengan
benar.
2. Diharapkan peneliti dapat menggunakan atau memanfaatkan waktu
seefektif mungkin, sehingga dapat memberikan asuhan
keperawatan yang baik pada pasien dengan sindroma nefrotik.
FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN ANAK
1. Pengkajian
Waktu PengkajianHari Tanggal Jam
Rabu 24 Mei 2017 15.00 wib
Rumah Sakit /
Klinik/Puskesmas
: RSUP.Dr.M.Djamil Padang
Ruangan : Akut, IRNA Kebidanan dan Anak
Tanggal Masuk RS : 22 Mei 2017
No. Rekam Medik : 979363
Sumber informasi : Orangtua klien
1. IDENTITAS KLIEN DAN KELUARGA
1. IDENTITAS ANAK
Nama / Panggilan An. A
Tanggal lahir / Umur 24 Maret 2014/ 38 bulan
Jenis kelamin Laki-laki
Agama Islam
Pendidikan Belum sekolah
Anak ke / jumlah
saudara
1/1
Diagnosa Medis Sindroma Nefroik
2. IDENTITAS ORANGTUA IBU AYAH
Nama Ny.J Tn.R
Umur 20 th 32 th
Agama Islam Islam
Suku bangsa Minang Minang
Pendidikan SMP SD
Pekerjaan IRT Sopir
Alamat Parik Malintang Parik Malintang
3. IDENTITAS ANGGOTA KELUARGA YANG TINGGAL SERUMAH
NoNama
(Inisial)
Usia
(bl/th
)
JK Hub.dg KKPendi
dikanStatus kesehatan Ket
1 Tn.B 50th LK Kakek klien SD Tidak ada masalah -
2 Ny.J 49th PR Nenek klien SD Tidak ada masalah -
3 Ny.M 23th PR Tante klien SMA Tidak ada masalah -
1. RIWAYAT KESEHATAN
KELUHAN UTAMA Ny.J mengatakan An.A masuk ruang HCU anak RSUP.Dr.M.Djamil
Padang pada 22 Mei 2017 pukul 22.05 wib rujukan RSUD.Pariaman
karena sembab pada seluruh bagian tubuh anak, urine anak keluar
sedikit dan disertai darah
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Saat dilakukan pengkajian pada 24 Mei 2017 pukul 16.00 wib Ny.J mengatakan
anaknya mengalami sembab pada hampir seluruh bagian tubuh (mata, pipi, perut,
kaki, tangan, kelamin). Ny.J mengatakan berat badan anak saat ini 12 kg sementara
sebelum sakit hanya 9,5 kg.
2. Riwayat kesehatan dahulu
Ny.J mengatakan anaknya sudah pernah dirawat 3x karena penyakit yang sama dan
anak mudah demam. Sembab pada An.A akan selalu imbul saat anak mengkonsumsi
makanan siap saji.
1. Prenatal
Riwayat gestasi G1P1A0H1
HPHT 30 Mei 2013
Pemeriksaan kehamilan Bidan
Frekuensi Teratur
Masalah waktu hamil Ada, mual muntah
Sikap ibu terhadap kehamilan Posiif
Emosi ibu pada saat hamil Stabil
Obat-obatan yang digunakan Ada, vit.C dan tablet zinc
Perokok Tidak
Alkohol Tidak
2. Intranatal
Tanggal persalinan 24 maret 2014
BBL / PBL 2900 gr / 49 cm
Tempat persalinan Rumah Sakit
Penolong persalinan Dokter
Jenis persalinan Secio Caesaria (SC)
Penyulit persalinan ada, panggul sempit
3. Post natal (24 jam)
APGAR skor Menit ke-1 = 8 Menit ke-5 = 10
Pemberian Vit K ada
Koord. relek hisap dan relek Baik
c
menelan
Inisiasi Menyusu Dini (IMD) Tidak
BBLR : Perawatan kangguru Tidak
Kelainan kongenital idak ada
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Anggota keluarga pernah
sakit Ada, penyakit ISPA dan diare
Riwayat penyakit keturunan Tidak ada
Genogram
Ket :
: Laki-laki O : Perempuan
©/ : Klien
/O : Meninggal
: Menikah : Cerai ╫ : Saudara
: Tinggal serumah
III. RIWAYAT IMUNISASI
BCG Simpulan :
lengkap sesuai usia
idak lengkap
DPT 1 2 3
Polio 1 2 3 4
Hepaiis B 0 1 2 3
Campak
IV.Lingkungan
Ny.J mengatakan dilingkungan rumah terdapat kandang ayam, didalam rumah
klien memelihara seekor kucing dan terdapat wc selain itu, ayah dan suami Ny.J
merokok memiliki kebiasaan merokok. Diluar rumah klien terdapat sepictank dan
tempat pembakaran sampah. Sumber air minum yang dikonsumsi klien adalah air
galon.
V. PENGKAJIAN KHUSUS
A. ANAK
1. Pemeriksaan Fisik
a. Kesadaran CM
GCS : E4M6V5 Jumlah : 15
b. Tanda Vital Suhu : 36,8 oC RR : 24 x/m HR :112 x/m TD : 150/100 mmHg
c. Posture BB : 12 kg PB/TB : 85 cm
d. Kepala Bentuk : normocepal
Kebersihan : bersih
Benjolan : idak ada
e. Mata simetris
Sklera : idak ikterik Konjungiva : idak anemis
Relek cahaya : posiif Palbebra : edema
Pupil : isokor
f. Hidung Letak : simetris
Pernapasan cuping hidung : idak ada
Kebersihan : bersih
g. Mulut Warna bibir, lidah, palatum : merah muda
Kebersihan rongga mulut : bersih
h. Telinga Bentuk : simetris
Kebersihan : bersih
Posisi puncak pina : Sejajar kantus mata
i. Leher Pembesaran kelenjer getah bening : idak ada
j. Dada
- Toraks Inspeksi : idak ada retraksi dinding dada
Auskultasi : vesikuler, idak ada bunyi napas tambahan
Palpasi : pergerakan fremitus kiri dan kanan simetris
Perkusi : sonor
- Jantung Inspeksi : ictus cordis idak terlihat
Auskultasi : irama jantung teratur
Palpasi : Ictus cordis teraba pada RIC V kiri
k. Abdomen Inspeksi : Mengkilat dan tegang pada kulit
Auskultasi : shiting dullness (+)
Palpasi : distensi abdomen
Perkusi : impani
Lingkar
perut
: 61 cm
l. Kulit Turgor : Kembali cepat
Kelembaban: Lembab
Warna: Merah muda
m. Ekstremitas
Atas
Lingkar lengan atas : 13 cm
Capillary reill : < 3 dtk
terpasang tryway pada vena radialis dextra dan edema pada jari,
punggung tangan hingga batas lengan
n. Ekstremitas
Bawah
edema pada punggung kaki hingga bagian paha dengan CRT <3 deik
o. Genitalia dan
anus
Laki-laki
Bentuk : normal
Data lain : terdapat edema pada skrotum
3) Kebiasaan sehari-hari
1. Nutrisi dan
cairan
makanan dari rumah sakit berupa nasi, lauk, sayur, buah (MB
Nefroik 1100 kkal, protein 20 gr/day, garam 1 gr/day) dan habis 1
porsi. Sedangkan cairan yang dikonsumsi anak selama 1 hari ±1200
cc. Anak mengatakan porsi makan yang diberikan kurang.
2. Isirahat dan
idur
Siang
Pola idur : teratur
Jumlah jam idur :3 jam/hari
Masalah :idak ada
Malam
Pola idur : teratur
Jumlah jam idur :8 jam/hari
Masalah :idak ada
3. Eliminasi BAK : Frek 5x/hari, Jumlah ±900 cc, Warna kuning kecokelatan
Masalah :pernah mengalami hematurie
BAB : Frek 1x/hari
Konsistensi lembek
Masalah :idak ada
4. Personal
higiene
Frek. Mandi : 1 x/hr Cuci rambut : 7 x/mg Sikat gigi :2x/hr
Masalah :idak ada
5. Akivitas
bermain
Dengan teman sebaya
6. Rekreasi Pola rekreasi keluarga : idak teratur
VI. DATA PENUNJANG
Laboratorium Hasil pemeriksaan laboratorium pada 22 Mei 2017 diperoleh total
protein 3,2 gr/dL (6,6-8,7 gr/dL), albumin 1,1 gr/dL(3,8-5,0 gr/dL), nilai
natrium 128 Mmol/L (136-145 Mmol/L) dan kalsium 7,6 mg/dL (8,1-10,4
mg/dL). Sedangkan hasil urinalisa pada 22 Mei 2017 diperoleh protein +2
dalam urine.
Terapi medis Pada 24 Mei 2017, An.A mendapatkan terapi medis antara lain Prednison
1-1-2 tab, Captopril 3x12,5 mg, Nifedipin 3x2 mg, Lasix 2x10 mg,
Simfastain 1x10 mg, Ceixime 2x25 mg
Perawat Yang Melakukan
Pengkajian
(_________________________)
BETRI WAHYUNI
Analisa Data
No Data Eiologi Masalah
1 DS:
1. Ny.J mengatakan anaknya
mengalami sembab pada
hampir seluruh bagian
tubuh,
2. Ny.J mengatakan anak juga
sedikit rewel
DO:
1. anak minum ±1200 cc dan
BAK ±900 cc.
2. Piing edema posiif pada
palpebra, pipi, punggung
tangan hingga batas lengan,
punggung kaki hingga paha,
skrotum, abdomen,
3. anak terlihat gelisah,
4. BB anak 12 kg, sebelum sakit
9,5 kg.
5. nilai natrium 128 Mmol/L
dan kalsium 7,6 mg/dL.
Kelebihan asupan
cairan
Kelebihan volume
cairan
2 DS:
1. Ny.J mengatakan ananya
sudah 3x dirawat karena
penyakit yang sama,
2. Ny.J mengatakan, selama
dirumah anak sering
mengalami demam
DO:
1. terpasang tryway di vena
radialis dextra
2. total protein 3,2 gr/dL,
albumin 1,1 gr/dL, leukosit
11.7600/mm3.
Keidakadekuatan
pertahanan
sekunder
Risiko infeksi
3 DS:
1. Ny.J mengatakan sangat
khawair dengan kondisi
anaknya saat ini,
2. Ny.J mengatakan belum
mendapatkan informasi yang
jelas mengenai penyakit
anaknya dan panik jika
Kurangnya
informasi
Deisiensi
pengetahuan
melihat anaknya iba-iba
sembab saat berada dirumah
DO:
Orangtua terlihat bingung saat
ditanya tentang penyakit
anaknya
2. Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelebihan asupan cairan
2. Risiko infeksi dengan faktor risiko ketidakadekuatan pertahanan sekunder
3. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa NOC NIC
1 Kelebihan volume
cairan berhubungan
dengan kelebihan
asupan cairan
3. Keseimbangan cairan
Kriteria Hasil:
6. Keseimbangan
intake dan output
dalam 24 jam
7. Berat badan stabil
8. Turgor kulit
9. Asites
10. Edema perifer
4. Eliminasi urine
Kriteria hasil :
5. Pola eliminasi
6. Bau urine
7. Jumlah urine
8. Warna urine
4. Manajemen cairan
10. Timbang berat
badan seiap
hari dan
monitor
status pasien
11. Jaga dan catat
intake/output
12. Monitor
status hidrasi
13. Monitor
tanda-tanda
vital pasien
14. Monitor
kelebihan
cairan atau
retensi
(misalnya
edema,
distensi vena
jugularis dan
edema)
15. Kaji luas dan
lokasi edema
16. Monitor
status gizi
17. Berikan cairan
dengan tepat
18. Berikan
diureik yang
diresepkan
5. Monitor Cairan
5. Tentukan riwayat,
jumlah dan ipe
intake/output
6. Monitor serum
dan elektrolit
urine
7. Monitor TD, HR
dan RR
8. Catat
intake/output
akurat
6. Monitor tanda-tanda
vital
5. Monitor tekanan
darah, nadi, suhu
dan status
pernapasan
dengan tepat
6. Monitor irama dan
laju pernapasan
7. Monitor warna
kulit, suhu dan
kelembaban
8. Monitor sianosis
sentral dan perifer
2 Risiko infeksi
dengan faktor risiko
keidakadekuatan
pertahanan
sekunder
3. Kontrol risiko: proses
infeksi
Kriteria Hasil :
5. Mengideniikasi
faktor risiko infeksi
6. Mengidniikasi
tanda dan gejala
infeksi
7. Menggunakan alat
pelindung diri
8. Mencuci tangan
4. Status nutrisi
Kriteria hasil :
5. Asupan gizi
4. Kontrol Infeksi
4. Batasi jumlah
pengunjung
5. Anjurkan pasien
mengenai teknik
cuci tangan yang
benar
6. Anjurkan
pengunjung untuk
mencuci tangan
saat memasuki dan
meninggalkan
ruangan pasien
6. Asupan makanan
7. Raio berat
badan/inggi badan
8. hidrasi
5. Monitor nutrisi
5. Timbang berat
badan pasien
6. Lakukan
pengukuran
antropometri pada
komposisi tubuh
7. Monitor
kecenderungan
naik dan turunnya
berat badan anak
8. Ideniikasi
perubahan berat
badan terakhir
6. Pengecekan kulit
6. Amai warna,
kehangatan,
bengkak, pulsasi,
tekstur, edema dan
ulserasi pada
ekstremitas
7. Monitor warna dan
suhu kulit
8. Monitor warna
kulit untuk
memeriksa adanya
ruam atau lecet
9. Monitor kulit
untuk adanya
kekeringan atau
kelembaban
10. Monitor
infeksi, terutama
dari daerah edema
3 Deisiensi
pengetahuan
berhubungan
dengan kurangnya
informasi
5. Pengetahuan: Diet yang
disarankan
Kriteria Hasil :
1. Mengetahui
makanan yang
diperbolehkan dan
dilarang selama
diet
2. Mengetahui
manfaat diet yang
1. Pengajaran:
peresepan diit
1. Kaji pola
makan pasien
saat ini dan
sebelumnya,
termasuk
makanan yang
disukai dan
pola makan
dianjurkan
3. Mengetahui porsi
makanan yang
disarankan
saat ini
2. Kaji adanya
keterbatasa
inansial yang
dapat
mempengaru
hi
3. Ajarkan
pasien dan
keluarga
nama
makanan yang
sesuai dengan
diit yang
disarankan
4. Jelaskan pada
pasien
mengenai
tujuan
kepatuhan
terhadap diit
2. Manajemen
hipervolemi
1. Monitor
intake/output
2. Monitor
edema perifer
3. Batasi asupan
natrium
sesuai indikasi
3. Manajemen berat
badan
1. Hitung berat
badan ideal
pasien
2. Diskusikan
dengan
keluarga
kondisi medis
yang
mempengaru
hi berat badan
4. Implementasi Keperawatan
Hari/Tanggal Diagnosa Implementasi
24 Mei 2017
Kelebihan volume
cairan berhubungan
dengan kelebihan
asupan cairan
1. menimbang berat badan pasien :
12 kg
2. memonitor tanda-tanda vital : TD
150/100 mmHg, nadi 112x/i,
pernapasan 24x/i, suhu 36,8oC
3. menilai luas dan lokasi edema :
edema posiif pada palpebra,
punggung tangan hingga batas
lengan, punggung kaki hingga
bagian paha
4. mencatat intake dan output: intake
±1200 output ±900
5. memberikan diureik : anak
diberikan terapi Lasix 2x10 mg.
Risiko infeksi dengan
faktor risiko
keidakadekuatan
pertahanan
sekunder
1. memberikan terapi anibioik:
Ceixime 2x25 mg
2. mengajarkan pasien dan keluarga
cara mencuci tangan dengan benar
3. melakukan pengecekan kulit
4. memberikan diit sesuai kebutuhan
pasien: MB Nefroik 1100 kkal
5. melakukan pengukuran suhu:
36,80C
6. memantau adanya peningkatan
atau penurunan berat badan: BB 12
kg
7. memantau adanya tanda gejala
infeksi
Deisiensi
pengetahuan
berhubungan
dengan kurangnya
informasi
1. menggali pengetahuan orangtua
tentang penyakit yang diderita anak
saat ini
2. memberikan pendidikan kesehatan
dengan berdiskusi terbuka bersama
orangtua anak
25 Mei 2017 Kelebihan volume
cairan berhubungan
dengan kelebihan
asupan cairan
1. menimbang berat badan
pasien : 12 kg
2. memonitor tanda-tanda vital :
TD 140/90 mmHg, nadi, 112x/i,
pernapasan 22 x/i dan suhu
36,7oC
3. menilai luas dan lokasi edema :
edema posiif pada palpebra,
punggung tangan hingga batas
lengan, punggung kaki hingga
bagian paha
4. mencatat intake dan output:
intake cairan ±1400cc output
cairan ±1200cc
5. memberikan diureik : anak
diberikan terapi Lasix 2x10 mg.
Risiko infeksi dengan
faktor risiko
keidakadekuatan
pertahanan
sekunder
1. memberikan terapi anibioik:
Ceixime 2x25 mg
2. mengajarkan pasien dan keluarga
cara mencuci tangan dengan benar
3. melakukan pengecekan kulit
4. memberikan diit sesuai kebutuhan
pasien: MB Nefroik 1100 kkal
5. melakukan pengukuran suhu:
36,7oC
6. memantau adanya peningkatan
atau penurunan berat badan: BB 12
kg
7. memantau adanya tanda gejala
infeksi
Deisiensi
pengetahuan
berhubungan
dengan kurangnya
informasi
1. menggali pengetahuan orangtua
tentang penyakit yang diderita anak
saat ini
2. memberikan pendidikan kesehatan
dengan berdiskusi terbuka bersama
orangtua anak
26 Mei 2017 Kelebihan volume
cairan berhubungan
dengan kelebihan
asupan cairan
1. menimbang berat badan
pasien : 12 kg
2. memonitor tanda-tanda vital :
TD 150/100 mmHg, nadi
114x/i, pernapasan 23x/i dan
suhu 36,7oC
3. menilai luas dan lokasi edema :
edema posiif pada palpebra,
punggung tangan hingga batas
lengan, punggung kaki hingga
bagian paha
4. mencatat intake dan output: ,
intake cairan ±1100 cc output
cairan ±1000cc.
5. memberikan diureik : anak
diberikan terapi Lasix 2x10 mg.
Risiko infeksi dengan
faktor risiko
keidakadekuatan
pertahanan
1. memberikan terapi anibioik:
Ceixime 2x25 mg
2. mengajarkan pasien dan keluarga
cara mencuci tangan dengan benar
sekunder 3. melakukan pengecekan kulit
4. memberikan diit sesuai kebutuhan
pasien: MB Nefroik 1100 kkal
5. melakukan pengukuran suhu:
36,7oC
6. memantau adanya peningkatan
atau penurunan berat badan: BB 12
kg
7. memantau adanya tanda gejala
infeksi
Deisiensi
pengetahuan
berhubungan
dengan kurangnya
informasi
1. menggali pengetahuan orangtua
tentang penyakit yang diderita anak
saat ini
2. memberikan pendidikan kesehatan
dengan berdiskusi terbuka bersama
orangtua anak
27 Mei 2017 Kelebihan volume
cairan berhubungan
dengan kelebihan
asupan cairan
1. menimbang berat badan
pasien : 12 kg
2. memonitor tanda-tanda vital :
TD 130/90 mmHg, nadi 110x/i,
pernapasan 23x/i dan suhu
37,2oC
3. menilai luas dan lokasi edema :
edema posiif pada palpebra,
punggung tangan hingga batas
lengan, punggung kaki hingga
bagian paha
4. mencatat intake dan output:
intake cairan ±1200 cc output
cairan ±900cc.
5. memberikan diureik : anak
diberikan terapi Lasix 2x10 mg.
Risiko infeksi dengan
faktor risiko
keidakadekuatan
pertahanan
sekunder
1. memberikan terapi anibioik:
Ceixime 2x25 mg
2. mengajarkan pasien dan keluarga
cara mencuci tangan dengan benar
3. melakukan pengecekan kulit
4. memberikan diit sesuai kebutuhan
pasien: MB Nefroik 1100 kkal
5. melakukan pengukuran suhu:
37,2oC
6. memantau adanya peningkatan
atau penurunan berat badan: BB 12
kg
7. memantau adanya tanda gejala
infeksi
Deisiensi
pengetahuan
berhubungan
dengan kurangnya
informasi
1. menggali pengetahuan orangtua
tentang penyakit yang diderita anak
saat ini
2. memberikan pendidikan kesehatan
dengan berdiskusi terbuka bersama
orangtua anak
28 Mei 2017
Kelebihan volume
cairan berhubungan
dengan kelebihan
asupan cairan
1. menimbang berat badan
pasien : 12 kg
2. memonitor tanda-tanda vital :
TD 140/90 mmHg, nadi 113x/i,
pernapasan 22x/i dan suhu
36,9oC
3. menilai luas dan lokasi edema :
edema posiif pada punggung
tangan hingga batas lengan,
punggung kaki hingga bagian
paha
4. mencatat intake dan output:
intake cairan ±1000 cc output
cairan ±900cc.
5. memberikan diureik : anak
diberikan terapi Lasix 2x10 mg.
Risiko infeksi dengan
faktor risiko
keidakadekuatan
pertahanan
sekunder
1. memberikan terapi anibioik:
Ceixime 2x25 mg
2. mengajarkan pasien dan keluarga
cara mencuci tangan dengan benar
3. melakukan pengecekan kulit
4. memberikan diit sesuai kebutuhan
pasien: MB Nefroik 1100 kkal
5. melakukan pengukuran suhu:
36,9oC
6. memantau adanya peningkatan
atau penurunan berat badan: BB 12
kg
7. memantau adanya tanda gejala
infeksi
Deisiensi
pengetahuan
berhubungan
dengan kurangnya
informasi
1. menggali pengetahuan orangtua
tentang penyakit yang diderita anak
saat ini
2. memberikan pendidikan kesehatan
dengan berdiskusi terbuka bersama
orangtua anak
5. Evaluasi Keperawatan
Hari/Tanggal Diagnosa Evaluasi Paraf
24 Mei 2017
Kelebihan volume
cairan
berhubungan
dengan kelebihan
asupan cairan
S: orangtua mengatakan badan anaknya
masih sembab dan anak masih rewel
O:
1. TD 150/100 mmHg, nadi 112x/i,
pernapasan 24x/i, suhu 36,8oC,
2. BB 12 kg,
3. intake ±1200cc dan output ±900 cc
4. terapi lasix 2x10mg
5. anak terlihat rewel
6. piing edema posiif pada palpebra,
ekstremitas, skrotum dan asites
A: masalah belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan
Risiko infeksi
dengan faktor
risiko
keidakadekuatan
pertahanan
sekunder
S: orangtua mengatakan anaknya idak
mengalami demam saat ini
O:
7. terapi Ceixime 2x25mg diberikan
8. terpasang tryway pada vena radialis
dextra
9. suhu 36,8oC
A: masalah idak terjadi
P: intervensi dilanjutkan pemberian
anibioik dan memantau suhu
Deisiensi
pengetahuan
berhubungan
dengan
kurangnya
informasi
S: orangtua mengatakan sudah mengetahui
tanda-gejala pada anak dengan sindroma
nefroik
O:
orangtua mampu menjelaskan kembali
tanda-gejala sindroma nefroik
A: masalah belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan
25 Mei 2017 Kelebihan volume
cairan
berhubungan
dengan kelebihan
asupan cairan
S: orangtua mengatakan badan anaknya
masih sembab dan anak masih rewel
O:
10. TD 140/90 mmHg, nadi, 112x/i,
pernapasan 22 x/i dan suhu 36,7oC
11. BB 12 kg,
12. intake ±1400cc dan output ±1200 cc
13. terapi lasix 2x10mg
14. anak terlihat rewel
15. piing edema posiif pada palpebra,
ekstremitas, skrotum dan asites
A: masalah belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan
Risiko infeksi
dengan faktor
risiko
keidakadekuatan
pertahanan
sekunder
S: orangtua mengatakan anaknya idak
mengalami demam saat ini
O:
16. terapi Ceixime 2x25mg diberikan
17. terpasang tryway pada vena radialis
dextra
18. suhu 36,7oC
A: masalah idak terjadi
P: intervensi dilanjutkan pemberian
anibioik dan memantau suhu
Deisiensi
pengetahuan
berhubungan
dengan
kurangnya
informasi
S: orangtua mengatakan sudah mengetahui
diet pada anak dengan sindroma nefroik
O:
orangtua mampu menjelaskan kembali jenis
makanan untuk anaknya
A: masalah belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan
26 Mei 2017 Kelebihan volume
cairan
berhubungan
dengan kelebihan
asupan cairan
S: orangtua mengatakan badan anaknya
masih sembab dan anak masih rewel
O:
19. TD 150/100 mmHg, nadi 114x/i,
pernapasan 23x/i dan suhu 36,7oC
20. BB 12 kg,
21. intake ±1100cc dan output ±1000 cc
22. terapi lasix 2x10mg
23. anak terlihat rewel
24. piing edema posiif pada palpebra,
ekstremitas, skrotum dan asites
A: masalah belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan
Risiko infeksi
dengan faktor
risiko
keidakadekuatan
pertahanan
sekunder
S: orangtua mengatakan anaknya idak
mengalami demam saat ini
O:
25. terapi Ceixime 2x25mg diberikan
26. terpasang tryway pada vena radialis
dextra
27. suhu 36,7oC
A: masalah idak terjadi
P: intervensi dilanjutkan pemberian
anibioik dan memantau suhu
Deisiensi
pengetahuan
berhubungan
dengan
kurangnya
informasi
S: orangtua mengatakan sudah mengetahui
penyebab sembab pada anak
O:
orangtua mampu menjelaskan kembali
makanan yang boleh dan idak boleh
dikonsumsi anak
A: masalah belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan
27 Mei 2017
Kelebihan volume
cairan
berhubungan
dengan kelebihan
asupan cairan
S: orangtua mengatakan badan anaknya
masih sembab dan anak masih rewel
O:
28. TD 130/90 mmHg, nadi 110x/i,
pernapasan 23x/i dan suhu 37,2oC
29. BB 12 kg,
30. intake ±1200cc dan output ±900 cc
31. terapi lasix 2x10mg
32. anak terlihat rewel
33. piing edema posiif pada palpebra,
ekstremitas, skrotum dan asites
A: masalah belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan
Risiko infeksi
dengan faktor
risiko
keidakadekuatan
pertahanan
sekunder
S: orangtua mengatakan anaknya idak
mengalami demam saat ini
O:
34. terapi Ceixime 2x25mg diberikan
35. terpasang tryway pada vena radialis
dextra
36. suhu 37,2oC
A: masalah idak terjadi
P: intervensi dilanjutkan pemberian
anibioik dan memantau suhu
Deisiensi
pengetahuan
berhubungan
dengan
kurangnya
informasi
S: orangtua mengatakan sudah mengetahui
penyebab tekanan darah anak inggi
O:
orangtua mampu menjelaskan kembali
makanan yang mempengaruhi terjadinya
peningkatan tekanan darah
A: masalah belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan
28 Mei 2017 Kelebihan volume
cairan
berhubungan
S: orangtua mengatakan badan anaknya
masih sembab dan anak masih rewel
dengan kelebihan
asupan cairan
O:
37. TD 140/90 mmHg, nadi 113x/i,
pernapasan 22x/i dan suhu 36,9oC
38. BB 12 kg
39. intake ±1000cc dan output ±900 cc
40. terapi lasix 2x10mg
41. anak terlihat rewel
42. piing edema posiif pada
ekstremitas, skrotum dan asites
A: masalah teratasi sebagian
P: intervensi dilanjutkan dengan pemberian
pendidikan kesehatan kepada keluarga
tentang tanda-gejala anak perlu segera
dibawa ke pelayanan kesehatan
Risiko infeksi
dengan faktor
risiko
keidakadekuatan
pertahanan
sekunder
S: orangtua mengatakan anaknya idak
mengalami demam saat ini
O:
43. terapi Ceixime 2x25mg diberikan
44. terpasang tryway pada vena radialis
dextra
45. suhu 37,2oC
A: masalah idak terjadi
P: intervensi dilanjutkan pemberian
anibioik dan memantau suhu
Deisiensi
pengetahuan
berhubungan
dengan
kurangnya
informasi
S: orangtua mengatakan sudah mengetahui
penyebab tekanan darah anak inggi
O:
orangtua mampu menjelaskan kembali
makanan yang mempengaruhi terjadinya
peningkatan tekanan darah
A: masalah teratasi
P: intervensi dihenikan
FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN ANAK
2. Pengkajian
Waktu Pengkajian Hari Tanggal Jam
Rabu 24 Mei 2017 16.00 wib
Rumah Sakit /
Klinik/Puskesmas
: RSUP.Dr.M.Djamil Padang
Ruangan : Akut, IRNA Kebidanan dan Anak
Tanggal Masuk RS : 18 Mei 2017
No. Rekam Medik : 963183
Sumber informasi : Keluarga (kakak kandung)
2. IDENTITAS KLIEN DAN KELUARGA
4. IDENTITAS ANAK
Nama / Panggilan An. R
Tanggal lahir / Umur 18 September 2002/ 14 tahun
Jenis kelamin Perempuan
Agama Islam
Pendidikan SMP
Anak ke / jumlah
saudara
3/3
Diagnosa Medis SLE + Sindroma Nefroik
5. IDENTITAS ORANGTUA IBU AYAH
Nama Ny.W Tn.D
Umur 45 th 46 th
Agama Islam Islam
Suku bangsa Minang Minang
Pendidikan SMTA STM
Pekerjaan IRT Buruh
Alamat Tilatang Kamang Tilatang Kamang
6. IDENTITAS ANGGOTA KELUARGA YANG TINGGAL SERUMAH
NoNama
(Inisial)
Usia
(bl/th
)
JK Hub.dg KKPendi
dikanStatus kesehatan Ket
1 Tn.R 21 th LK Kakak kandung SMK Tidak ada masalah -
2. RIWAYAT KESEHATAN
KELUHAN UTAMA Tn.R mengatakan adiknya masuk ruang Akut RSUP.Dr.M.Djamil
Padang pada 18 Mei 2017 pukul 17.10 wib untuk melakukan
kemoterapi ke-5 nya.
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Saat dilakukan pengkajian pada 24 Mei 2017 Tn.R mengatakan adiknya mengalami
sembab pada tangan dan kaki, selain itu juga mengalami demam sejak seminggu lalu.
Tn.R mengatakan adiknya juga terlihat pucat dan idak menghabiskan makanan.
c
2. Riwayat kesehatan dahulu
Tn.R mengatakan adiknya sudah mengalami SLE dan Sindroma Nefroik sejak ± 1,5
tahun yang lalu dan sering mengalami demam. An.R sudah sering dirawat untuk
menjalani kemoterapi.
4. Prenatal
Riwayat gestasi G3P3A0H3
HPHT 6 Desember 2001
Pemeriksaan kehamilan Bidan
Frekuensi Teratur
Masalah waktu hamil Tidak ada
Sikap ibu terhadap kehamilan Posiif
Emosi ibu pada saat hamil Stabil
Obat-obatan yang digunakan Ada, vit.C dan tablet zinc
Perokok Tidak
Alkohol Tidak
5. Intranatal
Tanggal persalinan 18 september 2002
BBL / PBL 3100 gr / 51 cm
Tempat persalinan Klinik Bidan
Penolong persalinan Bidan
Jenis persalinan Spontan
Penyulit persalinan Tidak ada
6. Post natal (24 jam)
APGAR skor Menit ke-1 = 8 Menit ke-5 = 10
Pemberian Vit K ada
Koord. relek hisap dan relek
menelan
Baik
Inisiasi Menyusu Dini (IMD) Ada
BBLR : Perawatan kangguru Tidak
Kelainan kongenital idak ada
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Anggota keluarga pernah
sakit Ada, penyakit ISPA dan diare
Riwayat penyakit keturunan Tidak ada
Genogram
Ket :
: Laki-laki O : Perempuan
©/ : Klien
/O : Meninggal
: Menikah : Cerai ╫ : Saudara
: Tinggal serumah
III. RIWAYAT IMUNISASI
BCG Simpulan :
lengkap sesuai usia
idak lengkap
DPT 1 2 3 4
Polio 1 2 3 4
Hepaiis B 0 1 2 3
Campak
IV.Lingkungan
Tn.R mengatakan dilingkungan rumah terdapat tempat pembakaran sampah dan
sepictank, sedangkan didalam rumah terdapat anggota keluarga yang merokok
yaitu ayah Tn.R. Sumber air minum yang dikonsumsi klien adalah air galon.
V. PENGKAJIAN KHUSUS
A. ANAK
2. Pemeriksaan Fisik
a. Kesadaran CM
GCS : E4M6V5 Jumlah : 15
b. Tanda Vital Suhu : 38,5 oC RR : 21 x/m HR :82 x/m TD : 100/60 mmHg
c. Posture BB : 29 kg PB/TB : 152 cm
d. Kepala Bentuk : normocepal
Kebersihan : bersih
Benjolan : idak ada
e. Mata simetris
Sklera : idak ikterik Konjungiva : subanemis
Relek cahaya : posiif Palbebra : normal
Pupil : isokor
f. Hidung Letak : simetris
Pernapasan cuping hidung : idak ada
Kebersihan : bersih
g. Mulut Warna bibir, lidah, palatum : pucat
Kebersihan rongga mulut : bersih
h. Telinga Bentuk : simetris
Kebersihan : bersih
Posisi puncak pina : Sejajar kantus mata
i. Leher Pembesaran kelenjer getah bening : idak ada
j. Dada
- Toraks Inspeksi : idak ada retraksi dinding dada
Auskultasi : vesikuler, idak ada bunyi napas tambahan
Palpasi : pergerakan fremitus kiri dan kanan simetris
Perkusi : sonor
- Jantung Inspeksi : ictus cordis idak terlihat
Auskultasi : irama jantung teratur
Palpasi : Ictus cordis teraba pada RIC V kiri
k. Abdomen Inspeksi : Tidak mengkilat, normal
Auskultasi : ada suara bising usus
Palpasi : idak ada distensi abdomen
Perkusi : impani
Lingkar
perut
: 65 cm
l. Kulit Turgor : Kembali cepat
Kelembaban: Lembab
Warna: Merah muda
m. Ekstremitas
Atas
Lingkar lengan atas : 19 cm
Capillary reill : > 3 dtk
edema pada jari, punggung tangan hingga batas lengan
n. Ekstremitas
Bawah
edema pada punggung kaki hingga bagian paha dengan CRT >3 deik
o. Genitalia dan
anus
Perempuan
Bentuk : normal
Data lain : terdapat edema pada labia mayora
3) Kebiasaan sehari-hari
7. Nutrisi dan
cairan
makanan dari rumah sakit berupa nasi, lauk, sayur, buah (MB DN
2048 kkal, protein 30 gr/day, lemak 36,3 gr/day) dan habis ¼ porsi.
Sedangkan cairan yang dikonsumsi anak selama 1 hari ±1000 cc.
Anak mengatakan idak nafsu makan karena makanan hambar.
8. Isirahat dan
idur
Siang
Pola idur : teratur
Jumlah jam idur :2 jam/hari
Masalah :idak ada
Malam
Pola idur : teratur
Jumlah jam idur :7 jam/hari
Masalah :idak ada
9. Eliminasi BAK : Frek 5x/hari, Jumlah ±800 cc, Warna kuning kecokelatan.
BAB : Frek 1x/hari
Konsistensi lembek
Masalah :idak ada
10. Personal
higiene
Frek. Mandi : 1 x/hr Cuci rambut : 2 x/mg Sikat gigi :2x/hr
Masalah :idak ada
11. Akivitas
bermain
Dengan teman sebaya
12. Rekreasi Pola rekreasi keluarga : idak teratur
VI. DATA PENUNJANG
Laboratorium Hasil pemeriksaan laboratorium pada 18 Mei 2017 diperoleh nilai asam
urat 7,5 mg/dL ( 2,4-5,7 mg/dL), total kolesterol 237 mg/dl (<200 mg/dl),
nilai natrium 130 Mmol/L (136-145 Mmol/L), total protein 6,3 gr/dL (6,6-
8,7 gr/dL), albumin 2,4 gr/dL (3,8-5,0 gr/dL). Sedangkan hasil urinalisa
pada 18 Mei 2017 diperoleh protein +2 dalam urine.
Terapi medis Pada 24 Mei 2017, An.R mendapatkan terapi medis antara lain
Methylprednisolon 1x24 mg, Captopril 3x12,5 mg, Vit.C 3x100 mg, Bicnat
3x3 mg, Luminal 2x60 mg, Ceixime 2x150 mg, Allopurinol 3x100 mg, Calc
3x500 mg
Perawat Yang Melakukan
Pengkajian
(_________________________)
BETRI WAHYUNI
Analisa Data
N
o
Data Eiologi Masalah
1 DS:
Tn.R mengatakan adiknya
demam dan badannya teraba
hangat.
DO:
6. suhu 38,5oC
7. kulit teraba hangat
8. wajah memerah
9. leukosit 5.700/mm3.
Penyakit Hipertermi
2 DS:
Tn.R mengatakan adiknya
terlihat pucat dan idak
menghabiskan makanan,
pasien mengeluh rasa
makanan hambar.
DO:
Faktor biologis Keidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
3. mukosa mulut kering,
4. bibir pecah-pecah,
5. LILA 19 cm,
6. berat badan saat ini 29 kg,
berat badan sebelumnya 36
kg,
7. HDL 21 mg/dL
(dislipidemia),
8. diit MB DN 2048 kkal
dengan protein 30 gr dan
lemak 36,4 gr, habis ¼ porsi
3 DS:
Tn.R mengatakan adiknya
sering mengalami demam dan
sudah ±1,5 tahun didiagnosa
SLE + Sindroma Nefroik
DO:
total protein 6,3 gr/dL,
albumin 2,4 gr/dL.
Keidakadekuatan
pertahanan
sekunder
Risiko infeksi
4 DS:
Tn.R mengatakan adiknya
mengalami sembab pada
punggung tangan dan
punggung kaki hingga lutut.
DO:
13. edema pada
punggung tangan dan
punggung kaki hingga
lutut,
14. BB saat ini 29,
sebelum sakit 36 kg,
15. minum ±1000 cc dan
BAK ±800cc,
16. nilai natrium 130
Mmol/L.
Kelebihan asupan
cairan
Kelebihan volume
cairan
2. Diagnosa Keperawatan
4. Hipertermi berhubungan dengan penyakit
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan faktor biologi
6. Risiko infeksi dengan faktor risiko ketidakadekuatan pertahanan sekunder
7. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelebihan asupan cairan
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa NOC NIC
1 Hipertermi
berhubungan
dengan penyakit
2. Termoregulasi
Kriteia Hasil :
7. Tidak ada
dehidrasi
8. Suhu dalam batas
normal
9. Tidak ada
peningkatan suhu
kulit
10. Tidak ada
perubahan warna
kulit
1. Pengaturan suhu
1. Monitor suhu dan
warna kulit
2. Monitor tekanan
darah,nadi,respira
si
3. Monitor dan
laporkan adanya
hipotermia
4. Tingkatkan nutrisi
yang adekuat
5. Berikan medikasi
2. Perawatan
demam
1. Pantau suhu dan
tanda vital lain
2. Monitor asupan dan
haluaran
3. Lembabkan hidung
dan mukosa bibir
yang kering
3. Kontrol Infeksi
7. Batasi jumlah
pengunjung
8. Anjurkan pasien
mengenai teknik
cuci tangan yang
benar
9. Anjurkan
pengunjung untuk
mencuci tangan
saat memasuki dan
meninggalkan
ruangan pasien
2 Keidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
berhubungan
dengan faktor
biologi
3. Status nutrisi
Kriteia Hasil :
1. Asupan
gizi
2. Asupan
makanan
3. Asupan
cairan
4. Energi
5. Rasio
4. Terapi nutrisi
4. Lengkapi
pengkajian
nutrisi sesuai
kebutuhan
5. Monitor
intruksi diet
yang sesuai
untuk
memenuhi
berat badan/
inggi badan
6. Hidrasi
kebutuhan
nutrisi pasien
perhari sesuai
kebutuhan
6. Berikan nutrisi
yang
dibutuhkan
sesuai dengan
batasan
anjuran diet
5. Monitor
nutrisi
10. Timbang berat badan
pasien
11. Lakukan pengukuran
antropometrik
pada komposisi
tubuh
12. Monitor
kecenderungan
naik dan
turunnya berat
badan anak
13. Ideniikasi
perubahan berat
badan terakhir
14. Monitor adanya mual
dan muntah
15. Ideniikasi
abnormalitas
eliminasi bowel
16. Monitor diet dan
asupan kalori
17. Ideniikasi
perubahan nafsu
makan dan
akivitas akhir-
akhir ini
18. Tentukan pola makan
(misalnya
makanan yang
disukai dan idak
disukai, konsumsi
makanan cepat
saji, makan
tergesa-gesa)
6. Penahapan
diet
5. Berikan nutrisi
peroral sesuai
kebutuhan
6. Monitor toleransi
peningkatan diet
7. Tawarkan
kemungkinan
makan 6 kali
dalam porsi kecil
8. Ciptakan
lingkungan yang
memungkinkan
makanan
disajikan sebaik
mungkin
3 Risiko infeksi dengan
faktor risiko
keidakadekuatan
pertahanan
sekunder
6. Kontrol risiko: proses
infeksi
Kriteria Hasil :
9. Mengideniikasi
faktor risiko
infeksi
10. Mengidniikasi
tanda dan gejala
infeksi
11. Menggunakan
alat pelindung diri
12. Mencuci tangan
7. Status nutrisi
Kriteria hasil :
9. Asupan gizi
10. Asupan makanan
11. Raio berat
badan/inggi badan
12. hidrasi
4. Kontrol Infeksi
10. Batasi jumlah
pengunjung
11. Anjurkan
pasien mengenai
teknik cuci tangan
yang benar
12. Anjurkan
pengunjung untuk
mencuci tangan
saat memasuki dan
meninggalkan
ruangan pasien
5. Monitor nutrisi
9. Timbang berat
badan pasien
10. Lakukan
pengukuran
antropometri pada
komposisi tubuh
11. Monitor
kecenderungan
naik dan turunnya
berat badan anak
12. Ideniikasi
perubahan berat
badan terakhir
6. Pengecekan kulit
11. Amai warna,
kehangatan,
bengkak, pulsasi,
tekstur, edema dan
ulserasi pada
ekstremitas
12. Monitor
warna dan suhu
kulit
13. Monitor
warna kulit untuk
memeriksa adanya
ruam atau lecet
14. Monitor kulit
untuk adanya
kekeringan atau
kelembaban
15. Monitor
infeksi, terutama
dari daerah edema
4 Kelebihan volume
cairan berhubungan
dengan kelebihan
asupan cairan
5. Keseimbangan cairan
Kriteria Hasil:
11. Keseimbangan
intake dan output
dalam 24 jam
12. Berat badan stabil
13. Turgor kulit
14. Asites
15. Edema perifer
6. Eliminasi urine
Kriteria hasil :
9. Pola eliminasi
10. Bau urine
11. Jumlah urine
12. Warna urine
7. Manajemen cairan
19. Timbang berat
badan seiap
hari dan
monitor
status pasien
20. Jaga dan catat
intake/output
21. Monitor
status hidrasi
22. Monitor
tanda-tanda
vital pasien
23. Monitor
kelebihan
cairan atau
retensi
(misalnya
edema,
distensi vena
jugularis dan
edema)
24. Kaji luas dan
lokasi edema
25. Monitor
status gizi
26. Berikan cairan
dengan tepat
27. Berikan
diureik yang
diresepkan
8. Monitor Cairan
9. Tentukan riwayat,
jumlah dan ipe
intake/output
10. Monitor
serum dan
elektrolit urine
11. Monitor TD,
HR dan RR
12. Catat
intake/output
akurat
9. Monitor tanda-tanda
vital
9. Monitor tekanan
darah, nadi, suhu
dan status
pernapasan
dengan tepat
10. Monitor irama
dan laju
pernapasan
11. Monitor
warna kulit, suhu
dan kelembaban
12. Monitor
sianosis sentral
dan perifer
4. Implementasi Keperawatan
Hari/Tanggal Diagnosa Implementasi
24 Mei 2017
Hipertermi
berhubungan dengan
penyakit
1. monitor suhu, hasilnya 38,5oC
2. monitor warna kulit, idak
ditemukan kemerahan dan
bengkak
3. memberikan paracetamol 300 mg,
4. mengajarkan keluarga kompres
hangat.
Risiko infeksi dengan
faktor risiko
keidakadekuatan
pertahanan sekunder
1. memberikan Ceixime 2x150 mg,
2. mengajarkan pasien dan keluarga
cara mencuci tangan dengan
benar,
3. melakukan pengecekan kulit, idak
ditemukan bengkak dan
kemerahan,
1. melakukan pengukuran suhu,
hasilnya suhu 38,5oC.
Kelebihan volume
cairan berhubungan
dengan kelebihan
asupan cairan
1. menimbang berat badan, hasilnya
29 kg
2. memonitor tanda-tanda vital, TD
100/60 mmHg, nadi 82x/i,
pernapasan 21x/i dan suhu 38,5oC
3. memantau retensi cairan,
ditemukan adanya piing edema,
4. menilai luas dan lokasi edema,
terdapat edema (punggung kaki
dan punggung tangan),
5. memantau intake/output, intake
cairan ±1000cc dan output cairan
±800 cc.
25 Mei 2017 Hipertermi
berhubungan dengan
penyakit
1. monitor suhu, hasilnya 37,1oC
2. monitor warna kulit, idak ditemukan
kemerahan dan bengkak
3. memberikan paracetamol 300 mg,
4. mengajarkan keluarga kompres
hangat.
Risiko infeksi dengan
faktor risiko
keidakadekuatan
pertahanan sekunder
1. memberikan Ceixime 2x150 mg,
2. mengajarkan pasien dan keluarga
cara mencuci tangan dengan
benar,
3. melakukan pengecekan kulit,
idak ditemukan bengkak dan
kemerahan,
4. melakukan pengukuran suhu,
hasilnya suhu 37,1oC.
Kelebihan volume
cairan berhubungan
dengan kelebihan
asupan cairan
1. menimbang berat badan, hasilnya 29
kg
2. memonitor tanda-tanda vital, TD
130/80 mmHg, nadi 88x/i,
pernapasan 24x/i, suhu 37,1oC
3. memantau retensi cairan, ditemukan
adanya piing edema
4. menilai luas dan lokasi edema,
terdapat edema (punggung kaki
dan punggung tangan)
26 Mei 2017
Risiko infeksi dengan
faktor risiko
keidakadekuatan
pertahanan sekunder
1. memberikan Ceixime 2x150 mg,
2. mengajarkan pasien dan keluarga
cara mencuci tangan dengan
benar,
3. melakukan pengecekan kulit,
idak ditemukan bengkak dan
kemerahan,
4. melakukan pengukuran suhu,
hasilnya suhu 36,7oC.
Kelebihan volume
cairan berhubungan
dengan kelebihan
asupan cairan
1. menimbang berat badan, hasilnya 29
kg
2. memonitor tanda-tanda vital, TD
110/60 mmHg, nadi 83x/i,
pernapasan 22x/i, suhu 36,7oC
3. memantau retensi cairan, ditemukan
adanya piing edema
4. menilai luas dan lokasi edema,
terdapat edema (punggung kaki
dan punggung tangan)
27 Mei 2017 Risiko infeksi dengan
faktor risiko
keidakadekuatan
pertahanan sekunder
1. memberikan Ceixime 2x150 mg,
2. mengajarkan pasien dan keluarga cara
mencuci tangan dengan benar,
3. melakukan pengecekan kulit, idak
ditemukan bengkak dan
kemerahan,
4. melakukan pengukuran suhu, hasilnya
suhu 36,7oC.
Kelebihan volume
cairan berhubungan
dengan kelebihan
asupan cairan
1. menimbang berat badan, hasilnya 29
kg
2. memonitor tanda-tanda vital, TD
110/60 mmHg, nadi 83x/i,
pernapasan 22x/i, suhu 36,7oC
3. memantau retensi cairan, ditemukan
adanya piing edema
4. menilai luas dan lokasi edema,
terdapat edema (punggung kaki
dan punggung tangan)
28 Mei 2017
Risiko infeksi dengan
faktor risiko
keidakadekuatan
pertahanan sekunder
1. memberikan Ceixime 2x150 mg,
2. mengajarkan pasien dan keluarga
cara mencuci tangan dengan
benar,
3. melakukan pengecekan kulit,
idak ditemukan bengkak dan
kemerahan,
4. melakukan pengukuran suhu,
hasilnya suhu 36,9oC.
Kelebihan volume
cairan berhubungan
dengan kelebihan
asupan cairan
1. menimbang berat badan, hasilnya 29
kg
2. memonitor tanda-tanda vital, TD
120/80 mmHg, nadi 83x/i,
pernapasan 23x/i, suhu 36,9oC
3. memantau retensi cairan, ditemukan
adanya piing edema
4. menilai luas dan lokasi edema,
terdapat edema (punggung kaki
dan punggung tangan)
5. Evaluasi Keperawatan
Hari/Tanggal Diagnosa Evaluasi Paraf
24 Mei 2017 Hipertermi
berhubungan
dengan penyakit
S: Tn.R mengatakan badan adiknya masih
panas
O:
46. Suhu 38,50C
47. Kulit teraba panas
48. Terapi paracetamol 300mg diberikan
A: masalah belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan
Risiko infeksi
dengan faktor
risiko
keidakadekuatan
pertahanan
sekunder
S: Tn.R mengatakan adiknya mengalami
demam saat ini
O:
49. terapi Ceixime 2x150mg diberikan
50. suhu 38,5oC
A: masalah belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan pemberian
anibioik dan memantau suhu
Kelebihan volume
cairan
berhubungan
dengan kelebihan
asupan cairan
S: Tn.R mengatakan masih sembab pada
tangan dan kaki adiknya
O:
1. berat badan anak 29 kg
2. TD 100/60 mmHg, nadi 82x/i,
pernapasan 21x/i, suhu 38,5oC
3. Piing edema posiif pada punggung
tangan dan punggung kaki
A: masalah belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan
25 Mei 2017
Hipertermi
berhubungan
dengan penyakit
S: Tn.R mengatakan badan adiknya idak
panas lagi
O:
51. Suhu 37,10C
52. Terapi paracetamol 300mg diberikan
A: masalah teratasi
P: intervensi dilanjutkan pemantauan suhu
Risiko infeksi
dengan faktor
risiko
keidakadekuatan
pertahanan
sekunder
S: Tn.R mengatakan adiknya idak mengalami
demam saat ini
O:
53. terapi Ceixime 2x150mg diberikan
54. suhu 37,1oC
A: masalah belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan pemberian
anibioik dan memantau suhu
Kelebihan volume
cairan
berhubungan
dengan kelebihan
asupan cairan
S: Tn.R mengatakan masih sembab pada
tangan dan kaki adiknya
O:
4. berat badan anak 29 kg
5. TD 100/60 mmHg, nadi 82x/i,
pernapasan 21x/i, suhu 38,5oC
6. Piing edema posiif pada punggung
tangan dan punggung kaki
A: masalah belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan
26 Mei 2017 Kelebihan volume
cairan
berhubungan
dengan kelebihan
asupan cairan
S: Tn.R mengatakan badan adiknya masih
sembab dan anak masih rewel
O:
55. TD 130/80 mmHg, nadi 88x/i,
pernapasan 24x/i, suhu 37,1oC
56. BB 29 kg,
57. piing edema posiif pada ekstremitas
A: masalah belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan
Risiko infeksi
dengan faktor
risiko
keidakadekuatan
pertahanan
sekunder
S: Tn.R mengatakan adiknya idak mengalami
demam saat ini
O:
58. terapi Ceixime 2x150mg diberikan
59. suhu 37,1oC
A: masalah idak terjadi
P: intervensi dilanjutkan pemberian
anibioik dan memantau suhu
27 Mei 2017
Kelebihan volume
cairan
berhubungan
dengan kelebihan
asupan cairan
S: Tn.R mengatakan badan adiknya masih
sembab dan anak masih rewel
O:
60. TD 110/60 mmHg, nadi 83x/i,
pernapasan 22x/i, suhu 36,7oC
61. BB 29 kg,
62. piing edema posiif pada ekstremitas
A: masalah belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan
Risiko infeksi
dengan faktor
risiko
keidakadekuatan
pertahanan
sekunder
S: Tn.R mengatakan adiknya idak mengalami
demam saat ini
O:
63. terapi Ceixime 2x150mg diberikan
64. suhu 36,7oC
A: masalah idak terjadi
P: intervensi dilanjutkan pemberian
anibioik dan memantau suhu
28 Mei 2017 Kelebihan volume
cairan
berhubungan
dengan kelebihan
asupan cairan
S: Tn.R mengatakan badan adiknya masih
sembab dan anak masih rewel
O:
65. TD 110/70 mmHg, nadi 86x/i,
pernapasan 23x/i, suhu 37,2oC
66. BB 29 kg,
67. piing edema posiif pada ekstremitas
A: masalah belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan
Risiko infeksi
dengan faktor
risiko
keidakadekuatan
pertahanan
sekunder
Deisiensi
pengetahuan
berhubungan
dengan
kurangnya
informasi
S: Tn.R mengatakan adiknya idak mengalami
demam saat ini
O:
68. terapi Ceixime 2x150mg diberikan
69. suhu 37,2oC
A: masalah idak terjadi
P: intervensi dilanjutkan pemberian
anibioik dan memantau suhu