Upload
lytu
View
320
Download
16
Embed Size (px)
Citation preview
PPEMAHAMAN PESERTA DIDIK TENTANG KEARIFAN
LOKAL ISLAM ABOGE DAN PENGARUHNYA TERHADAP
PENDIDIKAN KARAKTER
( Studi Kasus Pada Peserta Didik Di SMA Negeri Ajibarang Kecamatan
Ajibarang Kabupaten Banyumas Jawa Tengah)
TESIS
Disusun Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister
Program Studi Sosiologi
EMAHAMAN PDIDIK TENTANGKEARIFAN LOKAL BUDAYA
JAWLAM PENDIDIKAN KARAKTER (Analisis Sosiologi Terhdikan Karakter Melalui Pemahaman Kearifan lokal Budaya
Jawa)
ukan Kepada Program Pascasarjana
Jurusan Sosiologi
Universitas Negeri Sebelas Maret
Sebagai Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Master of Science
Oleh:
SABARUDIN BAYU RESTIVIANA
S251108011
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2015
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PEMAHAMAN PESERTA DIDIK TENTANG KEARIFAN
LOKAL ISLAM ABOGE DAN PENGARUHNYA TERHADAP
PENDIDIKAN KARAKTER
( Studi Kasus Tentang Kearifan Lokal Islam Aboge Di SMA Negeri
Ajibarang Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas Jawa Tengah)
TESIS
Oleh:
Sabarudin Bayu Restiviana
S251108011
Komisi Pembimbing Nama Tanda Tangan Tanggal
Pembimbing I Dr. Drajat Tri Kartono, M.Si ................... ............ 2015
NIP 19660112 199003 1 002
Pembimbing II Dr. Ahmad Zuber, S.Sos., DEA ................... ............ 2015
NIP 19701215 199802 1 001
Telah dinyatakan memenuhi syarat
Pada Tanggal .................. 2015
Ketua Program Studi Sosiologi
Dr. Argyo Demartoto, M.Si
NIP 19650825 199203 1 003
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PEMAHAMAN PESERTA DIDIK TENTANG KEARIFAN
LOKAL ISLAM ABOGE DAN PENGARUHYA TERHADAP
PENDIDIKAN KARAKTER
( Studi Kasus Tentang Kearifan Lokal Islam Aboge Di SMA Negeri
Ajibarang Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas Jawa Tengah)
TESIS
Oleh:
Sabarudin Bayu Restiviana
S251108011
Tim Penguji
Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal
Ketua Dr. Argyo Demartoto, M.Si .................. ......... 2015
NIP 19650825 199203 1 003
Sekretaris Drs. Y. Slemet,M.Sc., Ph.D ................... ......... 2015
NIP 19480316 197612 1 001
Dr. Drajat Tri Kartono, M.Si .................. ......... 2015
NIP 19660112 199003 1 002
Anggota
Penguji
Dr. Ahmad Zuber,S. Sos, D.E.A .................. ......... 2015
NIP 19701215 199802 1 001
Telah dipertahankan di depan penguji
Dinyatakan telah memenuhi syarat
Pada Tanggal .................. 2015
Direktur Program Pascasarjana UNS Ketua Program Studi Sosiologi
Prof. Dr.Ir. Ahmad Yunus, M.S Dr. Argyo Demartoto, M.Si
NIP 19610717 198601 1 001 NIP 19650825 199203 1 003
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI ISI TESIS
Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa:
1. Tesis yang berjudul: “ Pemahaman Peserta Didik Tentang
Kearifan Lokal Islam Aboge Dan Pengaruhnya Terhadap
Pendidikan Karakter (Studi Kasus Pada Peserta Didik Di
SMA Negeri Ajibarang Kecamtan Ajibarang Kabupaten
Banyumas Jawa Tengah)” ini adalah karya penelitian saya
sendiri dan bebas plagiat, serta tidak terdapat karya ilmiah yang
pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar
akademik serta tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis
digunakan sebagai acuan dalam naskah ini dan disebutkan dalam
sumber acuan serta daftar pustaka. Apabila dikemudian hari
terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya
bersedia menerima sanksi sesuai peraturan perundang-undangan
(Permendiknas No 17, tahun 2010).
2. Publikasi sebagian atau keseluruhan isi Tesis pada jurnal atau
forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing
sebagai author dan PPs-UNS sebagai institusinya. Apabila dalam
waktu sekurang-kurangnya satu semester (enam bulan sejak
pengesahan Tesis) saya tidak melakukan publikasi dari sebagian
atau keseluruhan Tesis ini, maka Prodi Sosiologi PPs-UNS
berhak mempublikasikanya pada jurnal ilmiah yang diterbitkan
oleh Prodi Sosiologi PPs-UNS. Apabila saya melakukan
pelanggaran dari ketentuan publikasi ini, maka saya bersedia
mendapatkan sanksi akademik yang berlaku.
Surakarta, 2015
Mahasiswa
Sabarudin Bayu Restiviana
S251108011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PERSEMBAHAN
Karya ini saya persembahkan sebagai wujud syukur
dan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua’ku tercinta, Bapak Idayat dan Ibu
Kustiyati(Almh) atas segala limpahan kasih sayang,
doa, perjuangan, dukungan serta harapanmu.
2. Istriku (Dina Sofiana), serta anak-anakku (Nabil
Alifiansyah dan Zalistya Nareswari Restiviana)
terkasih dan tersayang, atas semua doa, kasih sayang
serta dukungan.
3. Saudara-saudaraku(Kapten Inf. Tatas Ike Priambanu),
(Kamaruddin Hasan- Mirodiatun Resi Nuridayati),
atas segala dukungan dan doanya
4. Keponakan’ku tercinta Regita Keumala Sabty,
Regina Keumala Sabty, Tamlika Banu Sabkar, Zakia
Keumala Sabty, semoga kalian selalu berprestasi.
5. Seluruh civitas akademika SMA Negeri Ajibarang
atas dorongan, bantuan, doa dan kesempatan yang
diberikan.
6. Seluruh kawan-kawan S2 Sosiologi angkatan 2011,
semoga perjuangan dan persahabatan akan tetap
berkobar.
7. Dosen-dosen S2 Sosiologi yang selalu menjadi
inspirasiku.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
KATA PENGANTAR
Alhamdulilah, puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah
SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
peneliti dapat menyelesaikan penyusunan tesis ini guna memenuhi
sebagian persyaratan mendapatkan gelar Magister Sosiologi Program
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Dalam penyusunan Tesis yang berjudul “ Pemahaman
Peserta Didik Tentang Kearifan Lokal Islam Aboge Dalam
Pendidikan Karakter (Studi Kasus Pada Peserta Didik Di SMA
Negeri Ajibarang Kecamtan Ajibarang Kabupaten Banyumas
Jawa Tengah)”, diperoleh hasil penelitian sebagai berikut :
Pemahaman peserta didik tentang kearifan lokal Islam Aboge dalam
pendidikan karakter dipahami oleh sebagian peserta didik sebagai
proses pembentukan karakter yang bersumber dari ajaran agama
Islam serta bersumber dari ajaran-ajaran leluhur misalanya sabar,
prihatin, menghormati orang tua, guyub dan rukun, upaya dalam
rangka melestarikan kearifan lokal Islam Aboge dalam pendidikan
karakter di SMA Negeri Ajibarang dilaksanakan melalui
pengembangan kurikulum berbasis kearifan lokal yang
diapalikasikan di mata pelajaran bahasa Banyumasan dan pengaruh
kearifan lokal Islam Aboge terhadap karakter peserta didik antara
lain: Rila (ikhlas), Nerima (kesanggupan menerima), sabar, temenan
(jujur, dapat dipercaya), andhap asor (rendah hati), apa anae
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
(sederhana), dan tepa selira (tenggang rasa). Untuk itu atas segala
bentuk bantuan, peneliti menyampaikan terima kasih dan
penghargaan setingi-tingginya kepada:
1. Dr. Argyo Demartoto, M.Si selaku Ketua Program Studi Sosiologi
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Dr. Drajat Tri Kartono, M.Si dan Dr. Ahmad Zuber, S.Sos., DEA
selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu,
tenaga, pikiran dalam seluruh proses pembimbingan sampai
dengan tahap penyelesaian Tesis ini.
3. Drs. Arif Priadi, M.Ed dan Drs. Tjaraka Tjunduk Karsadi, M.Pd
selaku Kepala SMA Negeri Ajibarang yang telah memberi
bantuan data dan informasi selama penyelesaian Tesis ini.
4. Bapak dan Ibu (Almh) tercinta, terima kasih atas segala doa,
perhatian dan curahan kasih sayangnya selama ini.
5. Kamaruddin Hasan, S.Sos, M.Si, Mirodiatun Resi Nuridayati,
S.Sos, MP dan seluruh Keluarga Besar di Nangroe Aceh
Darussalam yang telah banyak memberikan bantuan, bimbingan
dan motivasi dalam penyelesainan Tesis ini.
6. Dina Sofiana, terkasih, serta permata hatiku Nabil Alifiansyah
dan Zalistya Nareswari Restiviana yang telah banyak memberikan
motivasi, doa, kasih sayang dan dukungan dalam penyelesaian
Tesis ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7. Seluruh Keluarga Besar SMA Negeri Ajibarang, terimakasih atas
kesempatan dan dukungan dalam penyususnan Tesis ini.
8. Teman-teman S2 Sosiologi UNS Angkatan 2011: Pak Sukron, Bu
Yuni, Bu Yuli, Bu Retno, Pak Bambang, Pak Irsyam, Pak Sahep,
Gede, Suka, Prihanto, Firman, Inung, Ratri, Tyas, Linda.
9. Berbagai pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu
yang telah memberi dukungan bagi penyelesaian Tesis ini.
Peneliti berharap semoga Tesis ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak. Peneliti juga menyadari bahwa karya ini masih belum
sempurna. Oleh karena itu masukan dan saran yang membangun
diharapkan guna memperkaya dan mengembangkan gagasan demi
kemajuan dimasa mendatang. Semoga karya yang sederhana ini
mendapat Rido Allah SWT.
Amiin
Surakarta, Januari 2015
Peneliti
SABARUDIN BAYU RESTIVIANA
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PENDAMPING ..................................... i
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ............................................... ii
SURAT PERNYATAAN ..................................................................... iii
PERSEMBAHAN ................................................................................. iv
KATA PENGANTAR .......................................................................... v
DAFTAR ISI ......................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ................................................................................ xiii
DAFTAR BAGAN ............................................................................... xv
ABSTRAK ............................................................................................ xvi
ABSTRACT .......................................................................................... xvii
GLOSARIUM ....................................................................................... xviii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ..................................................
........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ...........................................................
....................................................................................... 10
C. Tujuan Penelitian ............................................................
....................................................................................... 10
D. Manfaat Penelitian ..........................................................
....................................................................................... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................... 12
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
A. Kajian Konsep .................................................................
....................................................................................... 12
1. Peserta didik ............................................................... 12
2. Kearifan Lokal ............................................................ 14
3. Kearifan Lokal Budaya Jawa ...................................... 19
a. Kearifan Lokal Budaya Jawa .................................. 19
b. Islam Aboge Perpaduan Antara Islam dan Tradisi
Jawa ........................................................................ 20
1) Slametan Ibu Hail ............................................... 20
2) Ritual Kelahiran Bayi ........................................ 21
3) Perayaan Khitan/ Sunat ...................................... 22
4) Perayaan Pernikahan .......................................... 23
5) Ritual Kematian(Tahlilan) ................................. 24
6) Pemujaan Terhadap Makam atau Kuburan ....... 25
7) Penanggalan Alif Rebo Wage............................ 28
4. Islam Aboge ............................................................... 31
a. Sejarah Asal Usul Islam Aboge ............................ 32
b. Karakteristik keagamaan ..................................... 36
1) Aqidah ............................................................. 36
2) Ibadah .............................................................. 38
5. Pendidikan Karakter .................................................. 42
a. Pendidikan ........................................................... 42
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
b. Karakter ................................................................ 44
c. Pendidikan Karakter ............................................. 48
d. Nilai-Nilai Dasar Dalam Pendidikan Karakter ..... 50
B. Penelitian Terdahulu ....................................................... 52
C. Orisinalitas Penelitian .................................................... 68
D. Landasan Teori ................................................................
....................................................................................... 71
1. Teori Interaksionisme Simbolik ................................ 72
a. Perspektif Interaksi Simbolik ................................ 72
b. Pembelajaran Makna dan Simbol ......................... 76
2. Sosiologi Pendidikan ................................................. 77
a. Sosiologi Sebagai pendekatan Studi Pendidikan ... 77
b. Perspektif Sosiologi Pendidikan ............................ 78
c. Paradigma Baru Pendidikan .................................. 79
E. Kerangka Pikir .............................................................. 80
BAB III METODE PENELITAN ..................................................... 85
A. Tempat Dan Waktu Penelitian ..........................................
......................................................................................................... 85
1. Tempat Penelitian ....................................................... 85
2. Waktu Penelitian ......................................................... 86
B. Bentuk Dan Strategi Penelitian ........................................ 86
1. Jenis Penelitian .......................................................... 86
2. Strategi Penelitian ......................................................... 88
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
C. Data Dan Sumber Data .......................................... .............. 88
D. Sampling.............................................................................. 90
E. Teknik Pengumpulan Data .................................................. 92
F. Validitas Data .................................................................... 94
G. Teknik Analisis Data ....................................................... 97
H. Prosedur penelitian........................................................... 100
a. Pengumpulan Data ...................................................... 101
b. Analisis Data .............................................................. 101
BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN ................................ 102
A. Desa Kracak Kecamatan Ajibarang Kabupaten
Banyumas ......................................................................... 102
B. SMA Negeri Ajibarang .................................................... 109
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ..................... 121
A. Profil Informan ................................................................. 121
1. Informan Wawancara ................................................... 121
2. Karakteristik Informan FGD ........................................ 126
B. Hasil Penelitian ................................................................. 129
1. Pemahaman Peserta Didik Tentang Kearifan Lokal
Islam Aboge Dalam Pendidikan Karakter ..................... 129
a. Makna Pendidikan Karakter..................................... 129
b. Islam Aboge ............................................................ 132
c. Nilai-Nilai Karakter Islam Aboge ........................... 135
2. Upaya Melestarikan Kearifan Lokal Islam Aboge Dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Pendidikan Karakter ...................................................... 140
a. Melaui Pendidikan ................................. ............... 140
1) Makna Kurikulum ........................................... 140
2) Pengembangan Kurikulum ............................. 145
b. Melestarikan kearifan Lokal Islam Aboge .............. 148
3. Pengaruh Kearifan Lokal Islam Aboge Terhadap
Karakter Peserta Didik ................................................ 151
a. Nilai-Nilai Karakter ................................ ............. 151
b. Nilai-Nilai Karakter Islam.................................... 155
c. Nilai-Nilai Karakter Di SMA Negeri Ajibarang
Kecamatan Ajibarang .................................................... 158
d. Pola Perilaku Peserta Didik ....................................... 161
e. Pelaksanaan Tradisi ....................................................... 164
1) Slametan ................................................................. 165
2) Ruwatan ............................................................... 168
3) Nyadran ............................................................... 169
4) Tirakat/ Prihatin ................................................... 171
5) Ziarah Makam ...................................................... 172
C. Pembahasan ....................................................................... 173
BAB VI PENUTUP .............................................................................. 198
A. Kesimpulan ........................................................................ 198
B. Implikasi ............................................................................. 199
1. Implikasi Empiris .......................................................... 199
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2. Impilkasi Teoritis .......................................................... 200
3. Implikasi Metodologis ................................................... 202
C. Saran ............................................................................... 202
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 204
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Perbedaan Antara Orisinalitas Dengan Penelitian Terdahulu ... 68
Tabel 3.1 Waktu dan Kegiatan penelitian .............................................. .. 86
Tabel 3.2 Metode Pengumpulan Data .................................................... 90
Tabel 4.1 Jarak Kantor Kepala Desa ke Kantor Kecamatan .................. 103
Tabel 4.2 Umur Tiap-Tiap Warga .......................................................... 105
Tabel 4.3 Jumlah Lembaga Pendidikan .................................................. 106
Tabel 4.4 Mata Pencaharian Pokok Masyarakat ..................................... 107
Tabel 4.5 Lembaga Perekonomian .......................................................... 107
Tabel 5.1 Karakteristik Informan Wawancara ....................................... 124
Tabel 5.2 Karakteristik Informan Peserta FGD ..................................... 127
Tabel 5.3 Makna Pendidikan Karakter .................................................. 131
Tabel 5.4 Pengertian Islam Aboge ....................................................... 133
Tabel 5.5 Nilai-Nilai Karakter Islam Aboge ......................................... 137
Tabel 5.6 Makna Kurikulum .................................................................. 143
Tabel 5.7 Pentingnya Pengembangan Kurikulum ................................. 147
Tabel 5.8 Upaya melestarikan Kearifan Lokal Islam Aboge ................ 149
Tabel 5.9 Arti Nilai-Nilai Karakter ....................................................... 153
Tabel 5.10 Nilai-Nilai Karakter Islam .................................................... 155
Tabel 5.11 Nilai-nilai Karakter di Sekolah ............................................ 160
Tabel 5.12 Pola Perilaku ....................................................................... 162
Tabel 5.13 Pelaksanaan tradisi .............................................................. 172
Tabel 5.14 Pemahaman Peserta Didik Tentang Kearifan Lokal Islam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Aboge Dalam Pendidikan Karakter.................................... 173
Tabel 5.15 Nilai-nilai Karakter kementrian Pendidikan Nasional ....... 176
Tabel 5.16 Konfigurasi Karakter .......................................................... 178
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR BAGAN
Bagan 1. Kerangka Berfikir .................................................................... 84
Bagan 2. Model Analisis Data Kualitatif ................................................ 99
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
SABARUDIN BAYU RESTIVIANA. S251108011. 2014. Pemahaman
Peserta Didik Tentang Kearifan Lokal Islam Aboge Dan Pengaruhnya
Terhadap Pendidikan Karakter (Studi Kasus Pada Peserta Didik Di SMA
Negeri Ajibarang Kecamatan Ajibarang kabupaten Banyumas Jawa
Tengah). TESIS. Pembimbing I: Dr Drajat Tri Kartono, M.Si, II: Dr. Ahmad
Zuber, S.Sos., DEA. Program Studi Sosiologi, Program Pascasarjana,
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
ABSTRAK
SMA Negeri Ajibarang merupakan Sekolah yang telah melaksanakan
Pendidikan Karakter melalui pengembangan kurikulum berbasis kearifan lokal,
kearifan lokal tersebut diantaranya berasal dari lingkungan sosial di sekitar
SMA Negeri Ajibarang yaitu kearifan lokal Islam Aboge. Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis Pemahaman Peserta didik Tentang Kearifan
Lokal Islam Aboge Dalam Pendidikan Karakter (Studi Kasus Pada Peserta
Didik Di SMA Negeri Ajibarang Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas
Jawa Tengah) dengan menggunakan teori Interaksionisme Simbolik, Herbert
Mead.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan strategi
penelitian studi kasus. Sumber data pada penelitian ini adalah informan, arsip,
dokumen. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah
snowball sampling yaitu penelitian yang mendatangi lokasi penelitian untuk
menetapkan informan yang ditemui, dan informan tersebut memberikan
rujukan informan berikutnya yang berasal dari informan pertama begitu
seterusnya sampai ditemukan informan yang mampu dan dianggap sebagai key
informan dari key informan tersebut dapat diperoleh kelengkapan yang
diperlukan dalam penelitian ini. Informan dalam penelitian ini adalah 17 orang
yang terdiri dari 9 informan wawancara yaitu Kepala Sekolah, Wakil Kepala
Sekolah Urusan Kurikulum, Guru Bahasa Banyumasan, Guru Agama Islam,
tokoh NU, tokoh Muhammadiyah dan 2 orang peserta didik. 8 Informan Focus
Group Discusion (FGD ). Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini
adalah wawancara dan observasi. Teknik triangulasi data diperoleh dari
kearifan lokal Islam Aboge, nilai-nilai karakter Islam Aboge dan pendidikan
karakter guna memperoleh data mengenai pemahaman peserta didik tentang
kearifan lokal Islam Aboge dalam pendidikan karakter.
Hasil penelitian ini menunjukan empat temuan yaitu: pertama,
pendidikan karakter bertujuan membawa peserta didik memiliki nilai-nilai
karakter mulia. Kedua, pemahaman peserta didik tentang kearifan lokal Islam
Aboge merupakan nilai-nilai karakter antara lain menghargai leluhur, sabar,
prihatin guyub rukun dan pasrah . Ketiga, upaya melestarikan kearifan lokal
Islam Aboge dalam pendidikan karakter dilaksanakan melalui pengembangan
kurikulum dengan memasukan nilai-nilai kearifan lokal melalui pemaknaan
dan rekonstruksi nilai-nilai luhur budaya lokal sehingga disebut sebagai
kurikulum berbasis budaya lokal. Keempat, pengaruh kearifan lokal Islam
Aboge terhadap karakter peserta didik antara lain rila, nerima, sabar, temenan
dan budi luhur.
Kata Kunci: Kearifan Lokal, Islam Aboge, Pendidikan Karakter
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
SABARUDIN BAYU RESTIVIANA. S251108011. 2014. The Comprehesion
Of Students About The Local Wisdom Of Islam Aboge In Character
Education ( Case Study The Students Of Ajibarang State Senior High
School, Ajibarang, Banyumas, Central Java). THESIS. First Counselor: Dr
Drajat Tri Kartono, M.Si, Second Counselor: Dr. Ahmad Zuber, S.Sos., DEA.
Sociology Study Program, Postgraduate Program, Surakarta Sebelas Maret
University.
ABSTRACT
This research aims at to analyze The Comprehension Of Ajibarang
State Senior High School Students about The Local Wisdom Of Islam Aboge.
This researtch uses the theory of Interactionalism Symbolic, Herbert Mead (A
Case Study Of Ajibarang State Senior High School, in Banyumas Regency,
Central Java). The School itself is a school that has conducted character
building through the development of curriculum considering local wisdom base.
Islam Aboge is one of local widoms that exists in Banyumas Regency.
The research is a qualitative research with a strategy of study cases.
The sources of this research are information, archieves, and document. The
Sampling method that is used in this research is snowball sampling. A research
that is done in the location of the research to determine the informants The
informants will their give reference to the persons who will be the next
informants. It runs continuously until we get an information that leads to the
key informant. From whom we get comprehension that it is needed by this
research. The informants of this research are 17 persons, consisting of 9
informants interviewied, those are head master, the vise of curriculum,
Banyumas Language teacher, religion teacher, the figure of NU and
Muhammadiyah, and 2 students. The 8 informants of Focus Group Discussion
(FGD) consist of 4 male students and 4 female students. The methods of
collecting data in this research are interview and observation. The triangulation
method of the data is taken from the local wisdom of Islam Aboge, character
values of Islam Aboge and character education in order to get data about the
comprehension of the students about the local wisdom of Islam Aboge in
character education.
The result of this research shows 4 points. First, character education
has a purpose of leading the students to have character values. Secondly, the
comprehesion of students about local wisdom of Islam Aboge is in from of
respecting ancetors, patience, harmony and submisson. Thirdly, effort to
conserve the local wisdom of Islam Aboge in character education through the
development of the curriculum is done by inserting the values of character
education by giving meaning and recontruction of glanous values of local
culture so it is called curriculum based on local culture. Fourthly, the local
wisdom of Islam Aboge influences the students character, those are rila,
nerima, sabar, temenan and budi luhur.
Key words : Local Wisdom, Islam Aboge, Character Education.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
tiviaGBAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sosiologi merupakan bidang kajian yang memiliki implikasi
penting terhadap tumbuh dan berkembangnya manusia didalam
masyarakat, termasuk tumbuh dan berkembangnya manusia dalam dunia
pendidikan. Sosiologi pendidikan dapat membantu memberi bahan yang
berharga dalam rangka melihat proses pendidikan dengan meningkatkan
kepekaan dalam melihat nilai-nilai, institusi, budaya dan kecenderungan
yang ada dalam masyarakat, termasuk didalamnya melihat pendidikan
dan relasinya dengan masyarakat(Maliki, 2010: 4).
Pendidikan adalah sebuah usaha yang ditempuh oleh manusia
dalam rangka memperoleh ilmu yang kemudian dijadikan sebagai dasar
untuk bersikap dan berperilaku. Karena itu, pendidikan merupakan salah
satu proses pembentukan karakter manusia. Pendidikan dapat dikatakan
sebagai proses pemanusiaan manusia. Dalam keseluruhan proses yang
dilakukan manusia, terjadi proses pendidikan yang akan menghasilkan
sikap dan perilaku yang akhirnya menjadi watak, kepribadian, atau
karakternya. Untuk meraih derajat manusia seutuhnya sangatlah tidak
mungkin tanpa melalui proses pendidikan. Pendidikan juga merupakan
usaha masyarakat dan bangsa dalam mempersiapkan generasi muda bagi
keberlangsungan kehidupan masyarakat dan bangsa yang lebih baik di
2
0
1
2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
masa depan. Keberlangsungan itu ditandai oleh pewarisan budaya dan
karakter yang telah dimiliki masyarakat dan bangsa. Dalam proses
pendidikan budaya dan karakter bangsa, secara aktif peserta didik
mengembangkan potensi diri, melakukan proses internalisasi, dan
penghayatan nilai-nilai menjadi kepribadian mereka dalam bergaul di
masyarakat, mengembangkan kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera,
serta mengembangkan kehidupan bangsa yang bermartabat. Sejalan
dengan laju perkembangan masyarakat, pendidikan menjadi sangat
dinamis dan disesuaikan dengan perkembangan yang ada(Marzuki,
2012).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II pasal 3 menyatakan bahwa
“Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa”. Pendidikan Nasional bertujuan
untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara
yang demokratis serta bertanggung jawab.
Berdasarkan fungsi dan tujuan Pendidikan Nasional, maka
pendidikan di setiap jenjang, mulai dari pendidikan dasar hingga
pendidikan tinggi, dirancang dan diselenggarakan secara sistematis guna
mencapai tujuan tersebut. Dalam rangka pembentukan karakter peserta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
didik agar beragama, beretika, bermoral dan sopan santun dalam
berinteraksi dengan masyarakat, maka pendidikan dipersiapkan,
dilaksanakan, dan dievaluasi dengan baik serta mengintegrasikan
pendidikan karakter didalamnya guna mewujudkan insan-insan Indonesia
yang berkarakter mulia.
Dunia pendidikan harus mampu berperan aktif menyiapkan
sumber daya manusia terdidik yang mampu menghadapi berbagai
tantangan kehidupan, baik lokal, regional, nasional maupun internasional.
Peserta didik tidak cukup hanya menguasai teori-teori, tetapi juga mau
dan mampu menerapkannya dalam kehidupan sosial. Peserta didik tidak
hanya mampu menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh di bangku
sekolah atau kuliah, tetapi juga mampu memecahkan berbagai persoalan
yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Sumber daya manusia yang
berkarakter sebagaimana diungkapkan di atas dapat dicapai melalui
pendidikan yang berorientasi pada pembentukan jiwa entrepreneurship,
yaitu jiwa keberanian dan kemauan menghadapi problema hidup dan
kehidupan secara wajar, jiwa kreatif untuk mencari solusi dan mengatasi
problema tersebut, dan jiwa mandiri dan tidak bergantung pada orang
lain. Salah satu jiwa entrepreneurship yang perlu dikembangkan melalui
pendidikan adalah karakter yang bersumber dari budaya bangsa.
Pendidikan yang berbasis karakter dan budaya bangsa adalah
pendidikan yang menerapkan prinsip-prinsip dan metodologi ke arah
pembentukan karakter anak bangsa pada peserta didiknya melalui
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
kurikulum terintegrasi yang dikembangkan di sekolah. Kerangka
pengembangan karakter dan budaya bangsa melalui pembelajaran di
kalangan tenaga pendidik dirasakan sangat penting. Sebagai agen
perubahan, pendidik diharapkan mampu menanamkan ciri-ciri, sifat, dan
watak serta jiwa mandiri, tanggung jawab, dan cakap dalam kehidupan
kepada peserta didiknya. Di samping itu, karakter tersebut juga sangat
diperlukan bagi seorang pendidik karena melalui jiwa ini, para pendidik
akan memiliki orientasi kerja yang lebih efisien, kreatif, inovatif,
produktif serta mandiri.
Menurut Kepala SMA Negeri Ajibarang bapak Arif Priadi
pengembangan pendidikan berbasis karakter dan budaya bangsa belum
secara jelas masuk dalam pengembangan kurikulum(W,ARF,10/9/2012).
Nilai-nilai yang ditumbuhkembangkan dalam diri peserta didik berupa
nilai-nilai dasar yang disepakati secara nasional. Nilai-nilai yang
dimaksudkan di antaranya adalah kejujuran, dapat dipercaya,
kebersamaan, toleransi, tanggung jawab, dan peduli kepada orang
lain(Suyitno, 2012).
Franz Magnis-Suseno (2010), dalam acara Sarasehan Nasional
“Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa” mengatakan
bahwa pada era sekarang ini yang dibutuhkan bukan hanya generasi
muda yang berkarakter kuat, tetapi juga benar, positif, dan konstruktif.
Namun, untuk membentuk peserta didik yang memiliki karakter kuat,
tidak boleh ada feodalisme para pendidik. Jika pendidik membuat peserta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
didik menjadi ”manutan” (obedient) dengan nilai-nilai penting, tenggang
rasa, dan tidak membantah, karakter peserta didik tidak akan berkembang.
Kalau kita mengharapkan karakter, peserta didik itu harus diberi
semangat dan didukung agar ia menjadi pemberani, berani mengambil
inisiatif, berani mengusulkan alternatif, dan berani mengemukakan
pendapat yang berbeda. Kepada peserta didik, perlu diajarkan cara
berpikir sendiri. Untuk pengembangan pendidikan berbasis karakter dan
budaya bangsa, dibutuhkan masukan, antara lain, menyangkut model-
model pengembangan karakter dan budaya bangsa sebagai bagian yang
tidak terpisahkan dari sistem pendidikan nasional(Suyitno, 2012).
Kerisauan dan kerinduan banyak pihak untuk kembali
memperkuat pendidikan karakter dan budaya bangsa yang berasal dari
nilai-nilai kearifan lokal, berdasarkan hal tersebut maka dibutuhkan data-
data yang akurat tentang model-model pengembangan karakter dan
budaya bangsa yang berasal dari nilai-nilai kearifan lokal perlu digali dan
dilaksanakan melalui kajian empiris, yakni kegiatan penelitian. Menurut
Kepala Sekolah pelaksanaan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan) memberikan keleluasaan sekolah dalam mengembangkan
nilai-nilai kearifan lokal diantaranya dengan memasukan nilai-nilai budi
pekerti hanya msaih dalam mata pelajaran Pendidikan Agama dan
Pendidikan Kewarganegaraan(W,ARF,10/9/2012). Syarat menghadirkan
pendidikan karakter dan budaya bangsa di sekolah harus dilakukan secara
menyeluruh. Pendidikan karakter tidak bisa terpisah dengan bentuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pendidikan yang sifatnya kognitif atau akademik. Konsep pendidikan
tersebut harus diintegrasikan ke dalam kurikulum. Hal ini tidak berarti
bahwa pendidikan karakter akan diterapkan secara teoretis, tetapi
menjadi penguat kurikulum yang sudah ada, yaitu dengan cara
mengimplementasikannya dalam mata pelajaran dan keseharian peserta
didik.
Globalisasi akan menghilangkan sekat-sekat budaya satu dengan
lainnya. Dalam era itu karakter budaya tertentu akan menjadi semakin
samar dan tergantikan dengan budaya global yang bersifat umum.
Kecenderungan warna budaya tertentu yang berbasis budaya etnis akan
semakin luntur, termasuk perlakuan terhadap budaya Jawa. Salah satu
upaya untuk mengenalkan dan mempertahankan budaya Jawa yang
komprehensif adalah melalui dunia pendidikan. Budaya Jawa memiliki
kearifan lokal yang sangat kaya. Kearifan lokal terdapat dalam semua
aspek kehidupan budaya Jawa. Untuk itu, kearifan lokal budaya Jawa
perlu diangkat, didokumentasikan, dilestarikan, dan direvitalisasi. Salah
satu aspek penting yang tak terpisahkan dari budaya adalah kearifan
lokal.
Bangsa Indonesia harus mampu menyaring budaya asing yang
masuk agar tidak bertentangan dengan kepribadian bangsa. Salah satu
cara untuk mengimplementasikan kearifan lokal dalam membangun
karakter adalah perlu adanya revitalisasi budaya lokal untuk membangun
pendidikan berkarakter, hal ini diharapkan agar peseta didik mampu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
mencintai budaya dan daerahnya sendiri. Pendidikan berbasis kearifan
lokal dapat digunakan sebagai media untuk melestarikan potensi masing-
masing daerah serta untuk membentuk karakter khususnya bagi peserta
didik.
Berdasarkan uraian di atas, tampak bahwa pendidikan karakter
atau pembangunan karakter relevan dengan kearifan lokal, yang berasal
dari nilai luhur tradisi budaya bangsa kita. Dengan demikian, pemahaman
terhadap kearifan lokal sebagai nilai-nilai budaya luhur bangsa kita dapat
dimanfaatkan sebagai sumber pembentukan karakter bangsa.
Persoalannya sekarang, sejauh mana kearifan lokal itu telah
dimanfaatkan untuk pembentukan karakter bangsa. Padahal, dampak
manusia berkarakter atau manusia yang mengamalkan kearifan lokal
sangat besar untuk keberhasilan seorang individu, bahkan keberhasilan
sebuah bangsa. Di sinilah urgensinya kajian tradisi budaya untuk
mendapatkan kearifan lokal sebagai warisan leluhur kita. Dengan kata
lain, kita mengharapkan karakter bangsa kita berasal dari kearifan lokal
kita sendiri sebagai nilai leluhur bangsa kita. Atas dasar itu, karakter
bangsa yang diharapkan adalah karakter yang berbasis kesejahteraan dan
kedamaian. Karakter yang cinta kesejahteraan meliputi karakter yang
pekerja keras, disiplin, senang belajar, hidup sehat, cinta budaya, gotong
royong, tidak bias gender, peduli lingkungan, sedangkan karakter yang
cinta kedamaian meliputi sikap yang berkomitmen, berpikir
positif, sopan santun, jujur, setia kawan, suka bersyukur, dan hidup
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
rukun. Pendidikan karakter berarti pendidikan kepribadian yang cinta
kesejahteraan dan cinta kedamaian. Cinta kesejahteraan didasari oleh
kearifan lokal inti etos kerja (core local wisdom of work ethics),
sedangkan cinta kedamaian didasari kearifan lokal inti kebaikan (core
local wisdom of goodness) (Sartini, 2004). Sehingga semua cakupan
karakter di atas dapat diajarkan dan diterapkan dalam dunia pendidikan.
Penerapan pendidikan karakter yang berasal dari kearifan lokal
sebagai warisan budaya leluhur akan menjadikan anak-anak bangsa ini
berhasil dalam bidang akademis dan ekonomi yang dapat mempersiapkan
mereka menjadi sumber daya manusia yang beradab dan sejahtera di
masa depan. Kita dapat melihat negara-negara yang menerapkan
pendidikan karakter di atas, semuanya menjadi negara maju yang
sejahtera. Tiga negara tersebut ( Amerika Serikat, Jepang, dan Cina)
masing-masing memiliki peringkat dunia pertama, kedua, dan ketiga
tersejahtera (Jalaludin, 2012). Apapun alasannya, inilah yang diidam-
idamkan oleh semua manusia dan semua bangsa. Bangsa Indonesia
memberikan prioritas pada pembentukan karakter bangsa berdasarkan
budaya bangsa Indonesia demi persiapan masa depan generasi
mendatang. Dengan demikian, menurut wakil kepala sekolah urusan
kurikulum pemahaman terhadap kearifan lokal sebagai nilai-nilai budaya
luhur bangsa kita dapat dimanfaatkan sebagai sumber pembentukan
karakter bangsa. Persoalannya sekarang, sejauh mana kearifan lokal itu
telah dimanfaatkan dalam pembentukan karakter bangsa. Padahal,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dampak manusia berkarakter atau manusia yang mengamalkan kearifan
lokal sangat besar untuk keberhasilan seorang individu, bahkan
keberhasilan sebuah bangsa.
Dibandingkan dengan 2 penelitian diatas maka terdapat perbedaan
bila dibandingkan dengan penelitian yang berjudul Pemahaman Peserta
Didik Tentang Kearifan Lokal Islam Aboge dan Pengaruhnya Terhadap
Pendidikan Karakteryaitu:
1. Penerapan Pendidikan Karakter yang berasal dari
2. Kearifan Lokal Islam Aboge dapat menjadikan peserta didik memliki
nilai-nilai karakter Nasional dan nilai-nilai karakter Islam Aboge
antara lain rila, nerima, sabar, prihatin dan temenan.
2. Pemahaman tentang kearifan lokal sebagai nilai-nilai luhur budaya
bangsa mampu membentuk karakter dengan mengamalkan kearifan
lokal Islam Aboge peserta didik mammpu memiliki karakter yang
responsif, semangat, ikhlas dan bertanggungjawab.
Pendidikan saat ini hanya mengedepankan penguasaan aspek
keilmuan dan kecerdasan peserta didik. Jika peserta didik sudah
mencapai nilai atau lulus dengan nilai akademik memadai atau diatas
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), pendidikan dianggap sudah
berhasil. Pembentukan karakter dan nilai-nilai budaya bangsa didalam
diri peserta didik semakin terpinggirkan. Rapuhnya karakter dan budaya
dalam kehidupan berbangsa bisa membawa kemunduran peradaban
bangsa. Padahal, kehidupan masyarakat yang memiliki karakter dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
budaya yang kuat akan semakin memperkuat eksistensi suatu bangsa dan
negara.
Dari latar belakang tersebut maka peneliti tertarik untuk meneliti
masalah tersebut dengan judul “Pemahaman Peserta Didik Tentang
Kearifan Lokal Islam Aboge Dalam Pendidikan Karakter ( Studi Kasus
Pada Peserta Didik Di SMA Negeri Ajibarang Kecamatan Ajibarang
Kabupaten Banyumas Jawa Tengah).
Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat memberikan
masukan kepada sekolah dalam melaksanakan pendidikan karakter
berbasis budaya lokal dan Dinas Pendidikan dalam rangka membentuk
karakter peserta didik yang selaras dengan tujuan pendidikan nasional
yang berlandaskan nilai-nilai kearifan lokal setempat termasuk nilai-nilai
kearifan lokal Islam Aboge.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan di atas,
maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pemahaman peserta didik tentang pendidikan karakter?
2. Bagaimanakah pemahaman peserta didik tentang kearifan lokal Islam
Aboge?
3. Nilai-nilai kearifan lokal Islam Aboge apakah yang dimasukan dalam
pendidikan karakter?
4. Bagaimanakah pengaruh kearifan lokal Islam Aboge terhadap
pembentukan karakter peserta didik ?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang dan rumusan masalah di atas,
maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk menjelaskan pemahaman peserta didik tentang pendidikan
karakter di SMA Negeri Ajibarang Kecamatan Ajibarang Kabupaten
Banyumas.
2. Untuk menjelaskan pemahaman peserta didik tentang kearifan lokal
Islam Aboge di SMA Negeri Ajibarang Kecamatan Ajibarang
Kabupaten Banyumas.
3. Untuk mengetahui upaya melestarikan kearifan lokal Islam Aboge
dalam pendidikan karakter di SMA Negeri Ajibarang Kecamatan
Ajibarang Kabupaten Banyumas.
4. Untuk mengetahui pengaruh kearifan lokal Islam Aboge terhadap
karakter peserta didik di SMA Negeri Ajibarang Kecamatan Ajibarang
Kabupaten Banyumas.
D. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian “Pemahaman Peserta Didik Tentang
Kearifan Lokal Islam Aboge Dalam Pendidikan Karakter (Studi Kasus
Pada Peserta Didik Di SMA Negeri Ajibarang Kecamatan Ajibarang
Kabupaten Banyumas Jawa Tengah)” ini dapat diharapkan memberi
manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan dan dijadikan tambahan
informasi dan pengembangan ilmu pengetahuan sosial terutama
kajian-kajian di bidang Sosiologi Kebudayaan dan Sosiologi
Pendidikan.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi sekolah dalam
melaksanakan pendidikan karakter di SMA Negeri Ajibarang
Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas serta dapat dijadikan
masukan bagi Dinas Pendidikan setempat dalam pelaksanaan
pendidikan karakter melalui pengembangan kurikulum berbasis
budaya lokal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Konsep
1. Peserta Didik
Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya
peserta didik. Peserta didik merupakan komponen yang sangat penting
dalam sistem pendidikan, sebab seseorang tidak bisa dikatakan sebagai
pendidik apabila tidak ada yang dididiknya. Peserta didik adalah orang
yang memiliki potensi dasar, yang perlu dikembangkan melalui
pendidikan, baik secara fisik maupun psikis, baik pendidikan itu
dilingkungan keluarga, sekolah maupun dilingkungan masyarakat
dimana anak tersebut berada. Sebagai peserta didik juga harus
memahami kewajiban, dan etika.
Kewajiban adalah sesuatu yang wajib dilakukan atau
dilaksanakan oleh peserta didik. Sedangkan etika adalah aturan
perilaku, adat kebiasaan yang harus di taati dan dilaksanakan oleh
peserta didik dalam proses belajar. Namun hal tesebut tidak terlepas
dari keterlibatan pendidik, karena seorang pendidik harus memahami
dan memberikan pemahaman tentang dimensi-dimensi yang terdapat
didalam diri peserta didik terhadap peserta didik, kalau seorang
pendidik tidak mengetahui dimensi-dimensi tersebut, maka potensi
yang dimiliki oleh peserta didik tersebut akan sulit dikembangkan, dan
peserta didikpun juga sulit untuk mengenali potensi yang dimilikinya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Secara etimologi peserta didik dalam Bahasa Arab disebut
dengan Tilmidz jamaknya adalah Talamid, yang artinya adalah
“murid”, maksudnya adalah “orang-orang yang mengingini
pendidikan”. Dalam Bahasa Arab dikenal juga dengan
istilah Thalib, jamaknya adalah Thullab, yang artinya adalah
“mencari”, maksudnya adalah “orang-orang yang mencari ilmu”.
Peserta didik merupakan orang yang belum dewasa dan memiliki
sejumlah potensi (kemampuan) dasar yang masih perlu dikembangkan
(Samsul Nizar, 2002:25). Menurut pasal 1 ayat 4 Undang-Undang
Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional, peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha
mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur jenjang
dan jenis pendidikan tertentu. Abu Ahmadidan Nur Uhbiyati
menuliskan tentang pengertian peserta didik, peserta didik adalah orang
yang belum dewasa, yang memerlukan usaha, bantuan, bimbingan dari
orang lain untuk menjadi dewasa, guna dapat melaksanakan tugasnya
sebagai makhluk Tuhan, sebagai umat manusia, sebagai warga negara,
sebagai anggota masyarakat dan sebagai suatu pribadi atau individu
(Uhbiati, 1991:26).
Berdasarkan definisi-definisi yang diungkapkan oleh para ahli
diatas dapat disimpulkan bahwa peserta didik adalah orang yang
mempunyai fitrah (potensi) dasar, baik secara fisik maupun psikis, yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perlu dikembangkan, untuk mengembangkan potensi tersebut sangat
membutuhkan pendidikan dari tenaga pendidik.
2. Kearifan lokal
Kearifan lokal (local wisdom) terdiri dari dua kata yaitu:
kearifan (wisdom) dan lokal (local). Dalam Kamus Inggris Indonesia
John M. Echols dan Hassan Syadily, local berarti setempat, sedangkan
wisdom (kearifan) sama dengan kebijaksanaan. Secara umum maka
local wisdom (kearifan setempat) dapat dipahami sebagai gagasan-
gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan,
bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh seluruh anggota
masyarakatnya(Echols dan Syadily,1986 )
Kearifan lokal adalah kebijaksanaan atau pengetahuan asli suatu
masyarakat yang berasal dari nilai luhur tradisi budaya untuk mengatur
tatanan kehidupan masyarakat. The local wisdom is the community’s
wisdom or local genius deriving from the lofty value of cultural
tradition in order to manage the community’s social order or social
life. Kearifan lokal merupakan nilai budaya lokal yang dapat
dimanfaatkan untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat secara arif
atau bijaksana. The local wisdom is the value of local culture having
been applied to wisely manage the community’s social order and social
life(Sartini, 2004).
Berdasarkan uraian di atas, pengertian kearifan lokal adalah
pengetahuan asli(indigineous knowledge) atau kecerdasan lokal (local
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
genius) suatu masyarakat yang berasal dari nilai-nilai luhur, tradisi
budaya untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat dalam rangka
mencapai kemajuan komunitas baik dalam penciptaan kedamaian
maupun peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kearifan lokal dapat
berupa pengetahuan lokal, keterampilan lokal, kecerdasan
lokal, sumber daya lokal, proses sosial lokal, norma-norma lokal, etika
lokal, dan adat-istiadat lokal. Maka secara substansial kearifan lokal
adalah nilai-nilai dan norma-norma budaya yang berlaku dalam menata
kehidupan masyarakat.
Nilai dan norma yang diyakini kebenarannya menjadi acuan
dalam bertingkah laku sehari-hari masyarakat setempat. Oleh karena
itu, sangat beralasan jika Geertz mengatakan bahwa kearifan lokal
merupakan entitas yang sangat menentukan harkat dan martabat
manusia dalam komunitasnya. Hal itu berarti kearifan lokal yang di
dalamnya berisi nilai dan norma budaya untuk kedamaian dan
kesejahteraan dapat digunakan sebagai dasar dalam pembangunan
masyarakat.
Ada anggapan bahwa pengetahuan lokal lebih diprioritaskan
dari pada pengetahuan masyarakat setempat dalam hal budaya artefak
seperti arsitektur tradisional dan kerajinan tangan, pengetahuan
membuat konstruksi bangunan yang kuat, dan pemilihan kayu yang
tahan lama, sedangkan kearifan lokal lebih diprioritaskan pada
kebijaksanaan menata kehidupan sosial dalam hal budaya aktivitas dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ide seperti hidup rukun dan saling menolong. Namun, pada
perkembangan berikutnya, kearifan lokal mencakup semua nilai-nilai
budaya, ide-ide, aktivitas, dan artefak-artefak yang dapat dimanfaatkan
dalam menata kehidupan sosial suatu komunitas untuk tujuan
penciptaan kedamaian dan peningkatan kesejahteraan.
Haryati Soebadio berpendapat bahwa kearifan lokal
merupakan suatu identitas atau kepribadian budaya bangsa yang
menyebabkan bangsa tersebut mampu menyerap dan mengolah
kebudayaan asing sesuai watak dan kemampuan sendiri
(Ayatrohaedi,1986:18-19). Sementara, Moendardjito mengatakan
bahwa unsur budaya daerah berpotensi sebagai kearifan lokal karena
telah teruji kemampuannya untuk bertahan sampai sekarang. Ciri-
cirinya adalah:
a. mampu bertahan terhadap budaya luar.
b. memiliki kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar.
c. mempunyai kemampuan untuk mengintegrasikan unsur-unsur
budaya luar kedalam budaya asli.
d. mempunyai kemampuan mengendalikan anggota masyarakat.
e. mampu memberi arah pada perkembangan budaya.
(Ayatrohaedi, 1986:40).
Menurut Rahyono(2009:7) kearifan lokal merupakan
kecerdasan manusia yang dimiliki oleh kelompok etnis tertentu yang
diperoleh melalui pengalaman masyarakat. Artinya, kearifan lokal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
adalah hasil dari masyarakat tertentu melalui pengalaman mereka dan
belum tentu dialami oleh masyarakat yang lain. Nilai-nilai tersebut
akan melekat sangat kuat pada masyarakat tertentu dan nilai itu sudah
melalui perjalanan waktu yang panjang, sepanjang keberadaan
masyarakat tersebut. Pemahaman tersebut menyatakan bahwa dalam
budaya Jawa terdapat nilai-nilai yang muncul dalam kecerdasan
masyarakat Jawa semasa masyarakat Jawa tersebut ada. Artinya,
kearifan lokal masyarakat Jawa sudah teruji oleh waktu dan melekat
pada masyarakat, oleh karena itu perlu diupayakan wacana alternatif
dalam dekonstruksi globalisasi sesuai dengan pemaknaan yang
dimunculkan oleh Hoed (2008:107).
Naritoom (Wagiran, 2010) merumuskan local wisdom dengan
definisi, "Local wisdom is the knowledge that discovered or acquired
by local people through the accumulation of experiences in trials and
integrated with the understanding of surrounding nature and culture.
Local wisdom is dynamic by function of created local wisdom and
connected to the global situation." Definisi kearifan lokal tersebut,
paling tidak menyiratkan beberapa konsep, yaitu: kearifan lokal
adalah sebuah pengalaman panjang yang dikedepankan sebagai
petunjuk perilaku seseorang, kearifan lokal tidak lepas dari
lingkungan pemiliknya, kearifan lokal itu bersifat dinamis, lentur,
terbuka, dan senantiasa menyesuaikan dengan zamannya. Konsep
demikian juga sekaligus memberikan gambaran bahwa kearifan lokal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
selalu terkait dengan kehidupan manusia dan lingkungannya. Kearifan
lokal muncul sebagai penjaga atau filter iklim global yang melanda
kehidupan manusia.
Kearifan adalah proses dan produk budaya manusia,
dimanfaatkan untuk mempertahankan hidup. Pengertian demikian,
mirip pula dengan gagasan Geertz (1973): "Local wisdom is part of
culture. local wisdom is traditional culture element that deeply rooted
in human life and community that related with human resources,
source of culture, economic, security, and laws. lokal wisdom can be
viewed as a tradition that related with farming activities, livestock,
build house, etc". Kearifan lokal adalah bagian dari budaya. Kearifan
lokal Jawa tentu bagian dari budaya Jawa, yang memiliki pandangan
hidup tertentu. Berbagai hal tentang hidup manusia, akan
memancarkan ratusan dan bahkan ribuan kearifan lokal. Lebih lanjut
dikemukakan beberapa karakteristik dari local wisdom, antara lain:
a. local wisdom appears to be simple, but often is elaborate,
comprehensive, diverse.
b. It is adapted to local, cultural, and environmental conditions.
c. It is dynamic and flexibel.
d. It is tuned to needs of local people.
e. It corresponds with quality and quantity of available resources.
f. It copes well with changes.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Berdasarkan pengertian di atas, dapat dipertegas bahwa
kearifan lokal merupakan sebuah budaya kontekstual. Kearifan lokal
selalu bersumber dari hidup manusia. Ketika hidup itu berubah,
kearifan lokal pun akan berubah pula.
3. Kearifan Lokal Budaya Jawa
a. Kearifan Lokal Budaya Jawa
Kearifan lokal budaya Jawa pada umumnya dapat dilihat
melalui pemahaman dan perilaku masyarakat Jawa. Pemahaman dan
perilaku itu dapat dilihat melalui:
1) Norma-norma lokal yang dikembangkan, seperti laku Jawa,
pantangan dan kewajiban.
2) Ritual dan tradisi masyarakat Jawa serta makna di baliknya.
3) Lagu-lagu rakyat, legenda, mitos, dan cerita rakyat Jawa yang
biasanya mengandung pelajaran atau pesan-pesan tertentu yang
hanya dikenali oleh masyarakat Jawa.
4) Informasi data dan pengetahuan yang terhimpun pada diri sesepuh
masyarakat, pemimpin spiritual.
5) Manuskrip atau kitab-kitab kuno yang diyakini kebenarannya oleh
masyarakat Jawa.
6) Cara-cara komunitas lokal masyarakat Jawa dalam memenuhi
kehidupannya sehari-hari.
7) Alat dan bahan yang dipergunakan untuk kebutuhan tertentu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8) Kondisi sumber daya alam atau lingkungan yang biasa
dimanfaatkan dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.
(Sartini, 2004).
b. Islam Aboge Perpaduan Antara Islam dan Tradisi Jawa
Sebagaimana masyarakat Jawa pada umumnya, komunitas
Islam Aboge melaksanakan berbagai ritual keagamaan dengan
dasar kepercayaan terhadap para leluhur. Kepercayaan yang
telah mereka anut selama turun-temurun bahkan puluhan tahun,
maka sulit bagi mereka untuk meninggalkannya. Hal ini banyak
dipahami oleh para da’i dan mubaligh yang menyebarkan Islam ke
wilayah ini, maka dilakukanlah berbagai cara agar Islam dapat
diterima oleh penduduk pribumi walaupun dalam beberapa hal
tampak melenceng dari ajaran Islam. Beberapa bentuk akulturasi
budaya yang terdapat pada komunitas Islam Aboge adalah upacara
ritual yang merupakan kolaborasi antara budaya dan kepercayaan
terdahulu dengan nilai-nilai Islam, di antara akulturasi budaya
tersebut antara lain :
1) Selametan ibu hamil
Selametan ini dilakukan pada seorang perempuan yang
hamil dan mencapai usia kandungan empat bulan dan tujuh
bulan usia kandungan. Ciri khas dari selametan ini adalah
dibuatnya ”Lepet”, yaitu beras ketan yang dimasak dan
dimasukan ke dalam daun kelapa yang dililitkan sehingga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
membentuk makanan tradisional yang unik. Tradisi ini secara
historis berasal dari kebudayaan Pemujaan terhadap Dewa-
Dewa yang berada di bawah Dewa Yin dan Yang. Masih terkait
dengan kehamilan bahwa ketika seorang perempuan hamil maka
ia harus menggantungkan gunting atau pisau kecil agar bayi
yang berada dalam kandungannya terjaga dari kejahatan
makhluk halus. Kepercayaan adanya pengganggu bagi bayi yang
masih berada dalam kandungan berasal dari kepercayaan
animisme dan dinamisme. Selain adanya ubarampe berupa sajen
dan pemberian pithik (anak ayam) kepada dukun bayi. Nilai-
nilai Islam dalam selametan ini adalah diadakannya Kepungan
(kenduri) yaitu mengundang para tetangga untuk makan-makan
pada malam harinya. Dengan menghadirkan seorang
kayim maka berbagai do’a, tahlil, tahmid dan tasbih dilantunkan
sebagai bentuk rasa syukur dan permohonan kepada Gusti Allah.
2) Ritual Kelahiran bayi
Kelahiran seorang bayi menjadi momen yang
mendapat perhatian khusus dalam budaya Jawa. Ketika
seorang perempuan melahirkan, ari-ari (plasenta) yang
disebut sadulur pancer segera dimasukan ke dalam kelapa
hijau atau sebuah kendi yang terbuat dari tanah.
Selanjutnya ari-ari tersebut diletakan di dekat pintu
agar saudara tua dari sang jabang bayi dapat lebih leluasa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
keluar rumah. Ari-ari tersebut diberi lampu serta beberapa
jenis bunga dan bubur merah putih. Komunitas Islam Aboge
berkeyakinan bahwa saudara dari bayi yang baru lahir masih
berada di sekitarnya. Model perawatan ari-ari yang
dilaksanakan oleh komunitas Islam Aboge dan ritual yang
berkaitan dengan kelahiran seorang bayi adalah murni budaya
Jawa. Bentuk akulturasi budaya dalam ritual ini adalah
dicukurnya rambut bayi pada hari ketujuh. Selama beberapa
generasi tentu tidak dikenal adanya aqiqah, pada generasi
belakangan baru dikenal adanya aqiqah ini. Namun demikian,
penetapan hari ketujuh dan pemberian nama adalah salah satu
tradisi dalam ajaran Islam. Sebagaimana dalam
prosesi ngupati dan keba, dalam ritual pemberian nama sendiri
dilakukan dengan mengadakan kepungan (kenduri) untuk
mengundang para tetangga makan bersama, memberi nama
serta mendoakan keselamatan, kesehatan dan masa depan dari
bayi tersebut.
3) Perayaan Khitan/ Sunat
Khitan adalah tradisi Islam yang telah diterima secara
luas oleh masyarakat Jawa. Sebelum datangnya
Islam, masyarakat Jawa tidak mengenal adanya khitan, maka
tradisi Islam ini membaur dengan tradisi Jawa sehingga
terciptalah ritual perayaan khitan bagi anak laki-laki. Budaya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
mengkhitankan anak saat ini menjadi sebuah pesta yang syarat
dengan budaya Jawa. Pelaksanaan khitan pada komunitas
Islam Aboge dilaksanakan ketika seorang anak laki-laki telah
menginjak baligh, biasanya antara umur 10-14 tahun. Perayaan
ini dilakukan dalam bentuk syukuran yaitu kepungan dengan
mengundang para tetangga untuk makan bersama dan
memanjatkan tasbih, tahmid dan tahlil. Bagi anak laki-laki
yang hanya satu-satunya dalam keluarga maka dalam proses
khitan wajib dilaksanakan ritual tertentu yaitu ruwatan
dengan nanggap (mengadakan) pertunjukan wayang kulit.
Namun tradisi ini saat ini mulai ditinggalkan karena mahalnya
biaya menyewa wayang kulit. Dalam beberapa perayaan
khitanan sering dilakukan acara khatam Al-Qur’an bagi anak
yang dikhitan tersebut. Acara perayaan khitan sendiri sangat
meriah sebagaimana perayaan pernikahan. Pada perayaan
khitan ini ada pemimpin acara yang mengetuai acara bukak
lawang (hari pertama pada acara khitanan) tersebut di samping
yang menyediakan berbagai sajen tertentu.
4) Perayaan Pernikahan
Perayaan pernikahan adalah salah satu perayaan
besar yang menjadi ciri khas budaya Jawa. Walaupun di
beberapa kebudayaan juga dilaksanakan namun nilai-nilai yang
terkandung pada upacara pernikahan Jawa sangat komplek dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
mengandung banyak akulturasi budaya. Baik budaya Islam,
Jawa ataupun kepercayaan lainnya. Akulturasi budaya yang
terjadi dalam perayaan pernikahan ini adalah adanya akad
pernikahan yang sesuai dengan ajaran Islam misalnya adanya
mahar, wali dan dua orang saksi dari kedua mempelai dan
prosesi pernikahan yang mengikuti budaya Jawa. Di antara
bentuk akulturasi budaya tersebut adalah : penyatuan prosesi
akad nikah dan pesta pernikahan yang dilaksanakan dalam satu
paket, sehingga seolah-olah tidak syah kalau pernikahan hanya
dilakukan di depan petugas Kantor Urusan Agama (KUA).
Penyatuan ini mencerminkan bahwa antara Islam dan budaya
Jawa tidak terjadi pertentangan karena dapat dilaksanakan
secara beriringan.
5) Ritual Kematian (Tahlilan)
Selanjutnya akulturasi Islam dan budaya Jawa yang
masih dilaksanakan oleh Komunitas Islam Aboge adalah
perayaan selametan atau tahlilan setelah kematian seseorang.
Upacara kematian yang dilakukan di Desa Kracak adalah
dimulai dari hari ke-3, 7, 40, 100 dan satu tahun atau
mendhak setelah kematian. Dalam tradisi Islam yang
berkembang di Timur Tengah dan wilayah lainnya tidak
terdapat ritual tahlilan ini. Demikian pula di wilayah luar pulau
Jawa semisal Sumatera dan yang lainnya. Hal ini menunjukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
bahwa ritual ini adalah asli budaya Jawa. Bila kita lacak
sejarah dari ritual tahlilan, maka akan didapatkan bahwa ritual
ini berasal dari keyakinan Tuhan Yang dari dataran China.
Dimana kepercayaan ini tersebar ke wilayah-wilayah Asia
Tenggara, termasuk ke Jawa. Maka setelah sekian lama
kepercayaan ini berkembang ia menjadi bagian tak terpisahkan
dari budaya Jawa. Ditambah lagi dengan kedatangan agama
Hindu dan Budha yang memperkokoh ritual ini. Maka ketika
Islam masuk ke Jawa budaya ini begitu kuat hingga tidak
mungkin untuk menghilangkannya. Sehingga para da’i hanya
menyematkan nilai-nilai Islam ke dalam budaya ritual
kematian tersebut. Penamaannya sendiri kini menjadi
”Tahlilan” yang secara bahasa Arab yang berarti membaca
kalimat tahlil la Ilaha Illallah.
6) Pemujaan Terhadap Makam Atau Kuburan
Penghormatan terhadap arwah leluhur adalah bagian
dari tradisi Jawa yang tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan
sehari-hari. Hal ini tidak saja didasari pada kewajiban untuk
berbuat baik kepada orang yang dituakan, namun lebih dari itu
adalah keyakinan bahwa para leluhur dapat memberikan
bantuan dan keselamatan kepada anak cucunya. Hal ini bisa
terjadi baik ketika dia masih hidup maupun sudah meninggal
dunia. Berbanding lurus dengan berbagai ritual
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
setelah kematian, penghormatan terhadap makam atau
kuburan para leluhur yang sudah meninggal adalah sebuah
tradisi yang tidak bisa diusik lagi. Walaupun komunitas Aboge
telah memeluk Islam namun, pemahaman bahwa arwah orang
yang sudah meninggal dunia dapat kembali ke tempatnya dan
memberikan pertolongan kepada anak cucunya. Oleh karena
itu pembangunan berbagai makam dan kuburan-kuburan
adalah salah satu bentuk manifestasi dari penghormatan
kepada orang atau leluhur yang sudah meninggal. Pada
komunitas Islam Aboge ditandai dengan penghormatan
terhadap leluhur mereka, terutama yang telah menyebarkan
Islam Aboge dan mewariskannya kepada mereka. Komunitas
ini selalu melaksanakan ziarah ke makam Mbah Nurkasim di
desa Cikakak, Wangon sebagai bentuk penghormatan kepada
para leluhur yang telah membuka desa Kracak sekaligus
menyebarkan Islam di wilayah Ajibarang.
Makam-makam leluhur yang ada sering
disebut sebagai Petilasan pada masyarakat Desa Kracak
dikenal dengan sebutan Panembahan. Dari observasi yang
dilakukan ada sekitar sepuluh panembahan yang berada di desa
ini. Panembahan adalah kuburan yang dianggap memiliki
kekuatan tertentu karena pemilik kuburan adalah orang-orang
terhormat, sakti atau terpandang. Membahas tentang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
panembahan maka tidak lepas dari dupa dan sajen. Pada
komunitas Islam Aboge pembakaran kemenyan dan sajen
sangat kental. Apalagi pada saat ziarah kubur atau ritual
tertentu. Sajen dan pembakaran kemenyan (dupa) dilakukan
pada momen-momen tertentu terutama pada saat upacara
perayaan misalnya pernikahan, khitanan dan yang lainnya.
Bentuk sajen sendiri beraneka ragam, jika malam Jumat
diletakan bubur merah, bubur putih dan air putih yang
ditambahkan bunga biasanya bunga mawar dan kenanga
kemudian diletakan di sebelah rumah. Sedangkan pada acara
setelah melakukan ziarah kubur membuat sajen berupa satu
ekor ayam jantan yang dimasak (ingkung), bubur merah, bubur
putih dan beberapa Jajan pasar. Tidak lupa bakaran
kemenyan, rokok, kopi, teh dan kelapa hijau.
Tradisi ziarah kubur, memuliakan para leluhur yang
shalih dan mendoakan jenazah adalah tradisi Islam, namun
ketika bertemu dengan budaya Jawa maka terciptalah
akulturasi budaya, sehingga ziarah kubur yang dimaknai oleh
orang Jawa akan berbeda dengan ziarah kubur yang dimaknai
orang Islam di wilayah lainnya. Demikian pula penghormatan
terhadap leluhur dalam Islam sangat ditekankan, namun jika
sampai pada bentuk meminta-minta keselamatan kepada arwah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
para leluhur agar memberikan pertolongan kepada orang yang
masih hidup maka ini tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam.
7) Penanggalan Alip Rebo Wage (Aboge)
Pembauran antara Islam dan budaya Jawa yang
menjadi ciri khas dari komunitas ini adalah penggunaan
penanggalan Aboge. Kalender ini didasarkan pada perhitungan
hari, bulan dan tahun yang telah disusun secara sistematis.
Pada awalnya penyusunan sistem kalender ini adalah atas
perintah Sultan Agung Hanyakrakusuma sebagai pemegang
tertinggi kerajaan Mataram waktu itu. Dengan berjalannya
waktu terjadi modifikasi dan beberapa penyesuaian, sehingga
model penanggalan ini sedikit berbeda dengan apa yang telah
ditetapkan pada awalnya oleh Sri Sultan.
Proses penetapan penanggalan ini didasarkan pada
kebutuhan umat Islam Jawa akan adanya kepastian waktu
dalam menentukan berbagai perayaan, semisal Idhul Fitri,
Idhul Adha dan awal Ramadhan. Selanjutnya model
penanggalan ini menyebar ke seluruh wilayah kekuasaan
Mataram termasuk ke wilayah Banyumas dan Cilacap waktu
itu. Sistem penanggalan ini sampai ke wilayah Banyumas dan
Cilacap dibawa oleh Eyang Nurkhosim, tepatnya di Desa
Cikakak, Kecamatan Wangon, Kabupaten Banyumas, Jawa
Tengah. Sebagaimana disebutkan oleh juru kunci makam di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Desa Kracak bahwa model penanggalan Aboge telah ada di
Desa Kracak sejak tahun 1288 Hijriah. Hal ini ditandai dengan
berdirinya Masjid Saka Tunggal di wilayah tersebut yang
hingga kini masih dikeramatkan oleh kalangan Islam Aboge.
Komunitas Islam Aboge adalah kelanjutan dari
tarekat Syaikh Siti Jenar yang disebarkan oleh seorang ulama
bernama Syarif hidayatullah dari Cirebon. Terlepas dari
perbedaan pendapat tersebut warga Desa Kracak sebagai
anggota dari komunitas Islam Aboge yang menyatakan bahwa
tarekat yang dijalankannya memang dekat dengan model
tarekat Syaikh Siti Jenar.
Sebagaimana disebutkan, penanggalan Aboge yang
digunakan oleh komunitas Islam Aboge adalah bentuk
akulturasi antara penanggalan Jawa dan penanggalan
Islam(hijriah). Dari nama-nama yang digunakan jelas sekali ia
berasal dari bulan-bulan dalam tahun hijriyah. Namun jika
dilihat dari jumlah hari dalam satu bulan serta masih
melekatnya istilah hari pasaran ini jelas merupakan budaya
Jawa.
Dalam menentukan masuknya awal tahun dan awal
bulan, penanggalan Aboge didasarkan pada rumus Aboge yang
merupakan singkatan dari Alip Rebo Wage, yaitu Alip adalah
hitungan tahun awal yang harus jatuh pada hari rebo dan waktu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pasaran wage. Dalam setiap tahun ada dua belas bulan yang
diistilahkan sesuai dengan jatuh awal harinya. Misalnya tahun
Alip : maka bulan pertama dimulai dengan bulan Muharam
disingkat ram, pada hari rabu diistilahkan ji dan hari
pasaran wage diistilahkan ji menjadi ramjiji. Hal ini berlaku
untuk seluruh bulan yang ada sebanyak dua belas bulan. Dalam
delapan tahun yang memiliki nama berbeda, penanggalan
Aboge memiliki dua belas bulan yang dapat disingkat sesuai
dengan akhir potongan suku katanya, berikut istilah-istilah
yang digunakan : Muharam = ram , Sapar = par, Mulud =
lud, Robingul Akhir = Ngu khir, Jumadil Awal = Ju wal,
Jumadil Akhir = Ju khir, Rajab = Jab, Ruwah = Wah, Puasa =
Sa, Sawal = Wal, Dzulqangidah = Dah, Dzulhijjah = Jah
Pengaruh tradisi Islam dalam sistem penanggalan ini
adalah sebutan untuk nama-nama bulan. Pada asalnya bulan
pertama dalam tradisi Jawa adalah Suro, Penanggalan Aboge
tidak menggunakan istilah Suro, tapi mereka menggunakan
istilah Muharam. Demikian pula bulan-bulan lainnya, hanya
bulan Mulud dan Puasa yang dipengaruhi tradisi Jawa. Pada
penanggalan hijriyah bulan puasa disebut bulan Ramadhan,
demikian pula bulan Mulud disebut dengan Jumadil awwal,
walaupun dalam prakteknya terkadang dua nama ini juga
digunakan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4. Islam Aboge
Proses pembauran (sinkretisme) antara Islam dengan budaya
lokal menciptakan satu metode tersendiri dalam mencari suatu
kebenaran. Sehingga para guru sufi yang datang dari India dan orang-
orang Indonesia yang menuntut ilmu di Saudi Arabia pulang dan
menyebarkan tarekat ini. Metode tarekat pada komunitas sufi diterima
secara terbuka oleh masyarakat yang masih memiliki pengetahuan
tentang Islam yang sangat rendah. Dialog antara tarekat dari timur
tengah dan India dengan budaya lokal melahirkan satu metode baru di
bidang tasawuf yang kemudian berkembang dan diadopsi oleh
beberapa komunitas Islam yang baru tumbuh di Indonesia.
Sejak saat itu munculah berbagai aliran dan tarekat sufi di
Indonesia, misalnya tarekat Naqshabandiyah, Tarekat Qadariyah,
tarekat Syadziliyyah, tarekat Ismailiyyah dan Tarekat Syattariyyah.
Tarekat Syattariyah adalah salah satu dari tarekat yang berkembang di
Indonesia, walaupun pengikutnya tidak lebih banyak dari Tarekat
Qadariyah Naqshabandiyyah namun para pengikutnya memiliki
komitmen yang kuat terhadap tarekat atau kepercayaan yang mereka
pegang.
Aboge berasal kata dari Alip Rebo Wage. Ajaran Islam yang
menurut sesepuhnya merupakan ajaran yang dibawa dan disebarkan
oleh Syarif hidayatullah yang diturunkan kepada Syarifudin
Cakraningrat sampai diturunkan kepada Eyang Arifin. Aboge
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ditranformasikan kepada pemeluknya secara tradisional melalui
pendidikan keluarga dan pertemuan para penganut Aboge. Di
Kabupaten Banyumas penganut Aboge yang berjumlah ribuan
tersebar di sejumlah desa antara lain di Desa Cibangkong (Pekuncen),
Desa Kracak (Ajibarang), Desa Cikakak (Wangon), dan Desa Tambak
Negara (Rawalo).
a. Sejarah Asal- Usul Islam Aboge
Teori Masuknya Islam ke Indonesia terbagi menjadi tiga
pendapat, pendapat pertama menyebutkan bahwa Islam masuk ke
Indonesia pada tahun 675 M, pendapat ini disebutkan oleh T.W.
Arnold dalam buku The Preching of Islam a History of The
Propagation of The Moslem Faith, ia menjelaskan bahwa Islam
datang dari Arab ke Indonesia pada tahun 1 Hijriyah atau pada
Abad Ke-VII M (Hamka, 1996) . Pendapat kedua menyebutkan
bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad XI Masehi. Hal ini
didasarkan pada penemuan makam panjang di daerah Leran
Manyar, Gresik, yaitu makam Fatimah Binti Maimoon dan
rombongannya. Pada makam itu terdapat prasasti huruf Arab
Riq’ah yang berangka tahun 475 H(1082 M) (Badri Yatim,
2001:193.). Sementara pendapat ketiga menyebutkan bahwa Islam
masuk ke Indonesia pada abad Ke- XIII M. Pendapat ini
disebutkan oleh R.A Kern, C. Snouck Hurgronje dan Schrieke
( Sanusi Pane, 1955:155).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Dari tiga teori ini ada satu titik kesamaan yaitu bahwa
semuanya berpendapat bahwa para penyebar Islam ke Indonesia
adalah para pedagang dan tokoh-tokoh sufi. Hal ini berarti bahwa
Islam yang dibawa oleh para pedagang dan tokoh-tokoh sufi
memiliki corak tasawwuf yang telah berkembang di wilayah Timur
Tengah dan India. Corak Islam seperti inilah yang kemudian
mudah diterima oleh masyarakat Indonesia, dimana pada waktu itu
masyarakat Indonesia telah memiliki budaya dan adat-istiadat
sendiri yang dekat dengan apa yang dibawa oleh Islam berupa
nilai-nilai ketasawuffan. Maka manakala Islam masuk ke Indonesia
keyakinan-keyakinan dan budaya-budaya lokal tersebut merasup ke
dalam tradisi Islam, sehingga terjadilah sinkretisme Islam.
Di Desa Kracak Kecamatan Ajibarang Kabupaten
Banyumas, aliran Islam Jawa (Aboge) sudah ada secara turun-
temurun, bahkan sejak akhir jaman kerajaan Hindu. Aboge sendiri
berasal dari kata alif rebo dan wage yaitu awal perhitungan para
leluhur terdahulu yang memulai lebaran pada hari Rebo Wage.
Warga desa Kracak melakukannya berdasar keyakinan dari nenek
moyang secara turun temurun dan meski beda satu hari tetapi ada
rumusan perhitungannya. Usai melaksanakan shalat, seluruh
jamaah Shalat Id menggelar silaturahmi dengan bersalam-salaman
dihalaman Masjid.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Dalam hal bersalaman kaum pria dan wanita bergabung
menjadi satu, yang diakhiri dengan kenduri dan makan bersama
dengan bekal yang dibawa dari rumah. Perhitungan yang dipakai
aliran Aboge telah digunakan para wali sejak abad XIV dan
disebarluaskan oleh Syarif Hidayatullah dari Cirebon. Perhitungan
ini merupakan gabungan perhitungan dalam satu windu dengan
jumlah hari dan jumlah pasaran hari berdasarkan perhitungan Jawa
yakni Pon, Wage, Kliwon, Manis (Legi), dan Pahing. Dalam kurun
waktu delapan tahun atau satu windu terdiri tahun Alif, Ha, Jim,
Awal, Za, Dal, Ba, Wawu, dan Jim akhir serta dalam satu tahun
terdiri 12 bulan dan satu bulan terdiri atas 29-30hari.
Komunitas Islam Aboge di Desa Kracak berpendapat
bahwa Aboge bukan merupakan suatu agama melainkan aliran
dalam agama Islam. Aboge adalah perhitungan kalender Jawa yang
berdasarkan pada masa peredaran windu atau delapan tahunan, satu
windu menurut aboge terbagi atas; Tahun Alip, He, Jim awal, za,
Dal, Ba, Wawu, dan Jim akhir. Hitungan ini sudah turun temurun
sejak jaman wali songo yang diteruskan oleh Raden Sayid Kuning
dan tetap ada hingga sekarang.
Di antara komunitas Islam yang hingga saat ini masih
melaksanakan tarekat ini adalah komunitas Islam Aboge di Desa
Kracak Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas Jawa Tengah.
Di beberapa wilayah di Jawa bagian selatan Jawa komunitas ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
disebut dengan Islam pasir, komunitas ini menyebar dari mulai
Kabupaten Wonosobo, Purbalingga, Purwokerto, dan Cilacap. Di
antara karakteristik dari komunitas ini adalah sifatnya yang tertutup
dengan anggota masyarakat lainnya. Setiap yang akan menjadi
anggota harus melalui ritual khusus (Baingat). Komunitas ini
adalah salah satu dari bagian Islam Kejawen yang dalam istilah
Clifford Geertz disebut Abangan.
Sebagaimana disebutkan di awal bahwa komunitas Islam
Aboge melaksanakan tarekat Syattariyah, tarekat ini berkembang
pesat di ”wilayah-wilayah merah” yaitu wilayah di Jawa,
khususnya Jawa Tengah bagian selatan dengan mayoritas Islam
abangan. Tarekat ini menjadi salah satu karakter khusus yang ada
pada mereka. Secara umum tarekat yang berkembang di desa
Kracak adalah tarekat Syatariyyah. Maka bisa dipahami jika
komunitas Islam Aboge dianggap berbeda dengan sebagian besar
tokoh agama di desa Kracak. Tarekat Syatariyyah yang dianut oleh
Komunitas Islam Aboge adalah sebuah tarekat yang muncul
pertama kali di India pada abad XV Masehi.
Tarekat ini didirikan dan disebarkan oleh Abdullahas -
Syattar. Tarekat ini awalnya dikenal di Iran dan Transoksania
dengan nama Isyqiyah. Sedangkan di wilayah Turki Usmani,
tarekat ini disebut Bistamiyah. Dari penelitian yang dilakukan oleh
Martin Van Bruinessen salah seorang ahli antropologi,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
menyebutkan bahwa tarekat ini banyak ditemukan di Jawa bagian
selatan dan Sumatra. Ini berarti tarekat ini disebarkan oleh para
Sufi yang menyebarkan pahamnya ke Indonesia. Hubungan antara
satu komunitas dengan yang lainya dalam tarekat ini tidak saling
berhubungan. Tarekat ini relatif gampang berpadu dengan berbagai
tradisi setempat sehingga menjadi tarekat paling “mempribumi “di
antara tarekat yang ada( Martin van Bruinessen, 1995:16)
Dari penelusuran yang peneliti lakukan, model tarekat
Syatariyyah yang dilaksanakan oleh komunitas Islam Aboge
memiliki lelaku yang bersifat personal dan tertutup. Sebenarnya
secara umum model-model tarekat yang ada di Indonesia juga tidak
akan menceritakan bagaimana pengalaman Kasyaf yang mereka
alami. Demikian juga pada tarekat Syatiriyah, mereka akan
merahasiakan setiap pengalaman spiritual mereka.
b. Karakteristik Keagamaan
1) Aqidah
Komunitas Islam Aboge di Desa Kracak menyandarkan
segala bentuk keyakinannya pada Islam dengan mashab Ahlu
Sunnah Wal Jama’ah. Dilihat dari segi aqidah Islam, komunitas ini
telah mengalami penguatan khususnya di bidang keyakinan Islam,
apabila dibandingkan dengan komunitas Aboge di wilayah lainnya.
Komunitas Aboge di desa Kracak, tidak mau mengamalkan hal-hal
yang mengarah kepada perbuatan musyrik seperti bersemedi untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
mendapatkan kekuatan, menyembelih untuk kuburan serta tidak
melakukan hubungan khusus dengan alam jin. Keyakinan semacam
ini adalah salah satu dari bentuk ”evolusi” yang terjadi di tubuh
jama’ah Islam Aboge.
Dalam bidang tarekat, komunitas Islam Aboge mengikuti
Suluk Syekh Siti Jenar yaitu Tarekat Syatariyyah. Tarekat ini
menjadi salah satu karakter khusus yang ada pada mereka. Secara
umum tarekat yang berkembang di Desa Kracak adalah
Tarekat Syatarriyyah.
Anggota jama’ah Tarekat Syatariyyah, disebutkan bahwa
mereka memiliki model suluk dengan cara berdzikir dengan
mengucapkan dengan La ilaha illa Allah sebanyak 99 kali,
selanjutnya menekan bola mata dengan kedua ibu jari. Dengan ini
diharapkan mata dzahir kita tertutup dan mata hati kita terbuka,
sehingga akan mampu melihat hal-hal yang tidak terlihat, semisal
melihat Nabi dan bahkan melihat Allah ta’ala. Komunitas Islam
Aboge meyakini bahwa Allah ta’ala dapat ”dihadirkan” dalam saat-
saat tertentu, yaitu ketika dzikir-dzikir tertentu dilafadzkan. Tidak
hanya itu, dengan melakukan ritual tertentu seorang manusia dapat
menyatu dengan Tuhan sebagai bentuk dari puncak spiritual tarekat
mereka.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2) Ibadah
Dalam masalah ibadah komunitas Islam Aboge tetap
melaksanakan rukun Islam seperti syahadat, shalat wajib, berpuasa,
zakat, dan menunaikan ibadah haji. Di Desa Kracak sendiri
anggota komunitas Islam Aboge meyakini bahwa shalat adalah
sebuah kewajiban umat Islam, walaupun dalam praktiknya banyak
di antara mereka yang tidak melaksanakannya. Terlebih para
”Pengikut” yang hanya mengikuti shalat hari tertentu misalnya
shalat Jumat, shalat di hari raya Islam, mereka cenderung tidak
melaksanakan shalat dan puasa Ramadhan. Ada yang menarik dari
permasalahan ini, yaitu ketika ada anggota dari komunitas Islam
Aboge tidak shalat maka oleh pimpinannya dianggap biasa saja.
Dari analisa peneliti hal ini dikarenakan dasar pemahaman mereka
yang lemah terhadap syariat Islam, sehingga menganggap bahwa
tidak shalatpun tidak mengapa. Tidak hanya tetangga atau orang
lain, bahkan keluarganya sendiri ketika tidak shalat dianggap
sesuatu yang biasa dalam arti tidak dianggap sebagai dosa.
Berkaitan dengan masalah fiqih ada beberapa hal di mana
komunitas Islam Aboge berbeda pendapat dengan umat muslim
pada umumnya, misalnya pada shalat Jumat ketika jumlah mereka
tidak sampai empat puluh orang maka mereka shalat Jumatnya
dianggap tidak sah sehingga setelah melaksanakan shalat Jumat
mereka juga melaksanakan shalat Dhuhur. Masih berkaitan dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
shalat, masjid dan mushala mereka hanya mengumandangkan
adzan sebanyak dua kali yaitu pada shalat shubuh dan shalat
mahgrib hal ini karena shalat berjama’ah hanya dilaksanakan pada
dua waktu tersebut saja. Dari pengamatan yang dilakukan hal ini
terjadi karena kurang pahamnya mereka terhadap syariat shalat dan
sikap meremehkan ibadah shalat ini. Selain itu dzikir-dzikir yang
dilafadzkan setelah shalat juga didasarkan pada doa-doa yang
diwariskan secara turun-temurun. Masih di bidang ibadah,
perbedaan model ibadah yang menjadi karakteristik dari komunitas
Aboge adalah pada permasalahan puasa dan hari raya, khususnya
dalam penetapan awal bulan dan tahun. Mereka selalu berbeda
dalam hal perayaannya dengan masyarakat pada umumnya, hal ini
karena mereka menggunakan pedoman penanggalan Aboge sebagai
metode untuk menetapkan jatuhnya tanggal satu Ramadhan dan
satu Syawal dan awal bulan lainnya.
Sebenarnya tidak hanya awal bulan tapi seluruh tahun
dalam masa satu tahun dan satu windu telah memiliki rumusan
tersendiri. Penanggalan Aboge adalah salah satu dari model
penanggalan yang bersifat statis, maksudnya adalah penanggalan
baku yang tidak akan berubah dikarenakan sistematikanya sudah
jelas dan baku. Walaupun dalam perjalanan sejarahnya
mengalami beberapa perubahan. Penanggalan Aboge didasarkan
pada penanggalan yang telah ditetapkan oleh Sultan Agung
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Hanyokrokusumo di Kerajaan Mataram Islam di Surakarta.
Penanggalan ini adalah hasil akulturasi antara penanggalan Jawa
dan Islam.
Adanya akulturasi Islam dan budaya Jawa dalam
penanggalan Aboge terlihat dari nama-nama bulan yang digunakan.
Namun jika dilihat dari jumlah hari dalam satu bulan serta masih
melekatnya istilah hari pasaran ini jelas merupakan budaya Jawa,
istilah wage, kliwon, manis, pahing dan pon adalah murni dari
penanggalan Jawa. Pengaruh budaya Jawa yang masih terlihat juga
dapat dilihat ketika hari raya Idhul Fitri dan Idhul Adha jatuh pada
hari Rebo Manis. Menurut mereka hari tersebut tidak boleh
digunakan untuk berhari raya, karena hari itu bukanlah “hari baik”
untuk berhari raya, sehingga hari raya yang jatuh pada hari tersebut
akan diganti dengan hari berikutnya. Hal ini dikarenakan hari rebo
manis adalah kantonge dina (Induk hari) sehingga tidak boleh
dijadikan sebagai hari raya atau kegiatan bersenang-senang lainnya.
Menurut Penanggalan Aboge sebulan terdiri dari 30 hari
dan 29 hari, sebagaimana penghitungan tahun dalam masyarakat
Jawa Kuno, kaum Aboge masih menggunakan dan menghitung
tahun hanya delapan (8) tahun bertemu satu siklus dan diulangi lagi
nama tahun dari awal yaitu : Alip, Eehe, Jim Awal, Jee, Dzal, Bee,
Wawu, dan Jim akhir.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Hari-hari naas masih dipercayai oleh komunitas Islam
Aboge sebagai hari yang pantang memulai suatu pekerjaan atau
mengadakan perjalanan. Terdapat pula kepercayaan terhadap
kualitas suatu hari dalam sebulan. Dewasa ini kepercayaan
terhadap waktu, hari-hari baik dan buruk oleh anggota masyarakat,
terutama masyarakat Desa Kracak masih dipegang teguh, meskipun
dalam kenyataan hanya berlaku pada bidang-bidang kehidupan
tertentu saja misalnya memulai menanam padi, perkawinan,
perjalanan jauh, membuat rumah dan upacara adat lainnya.
Secara sosial kemasyarakatan komunitas Islam Aboge
bergaul dengan anggota masyarakat lainnya, hanya pada hal-hal
yang berkaitan dengan keyakinannya mereka akan
”mantheng” atau tidak ada dialog maupun diskusi secara ilmiah
terhadap keyakinan. Hal ini terbukti dengan terjadinya beberapa
konflik antara komunitas Islam Aboge dengan masyarakat di luar
mereka. Walaupun konflik hanya terjadi dalam skala kecil namun
bisa jadi akan menjadi api dalam sekam. Beberapa konflik internal
pernah terjadi terutama konflik antara suami dan istri, kaitannya
jika seorang laki-laki menikah dengan perempuan dari luar
komunitasnya maka istri wajib untuk mengikuti komunitas Islam
Aboge sebagai mana suaminya. Sebaliknya jika seorang perempuan
anggota komunitas Islam Aboge menikah dengan laki-laki di luar
komunitas maka istri secara otomatis keluar dari komunitas Islam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Aboge dengan mengikuti sang suami, dalam hal ini sang istri akan
mengikuti keislaman sebagaimana sang suami demikian pula dalam
hal ibadah, puasa Ramadhan dan hari raya.
5. Pendidikan Karakter
a. Pendidikan
Menurut Kamus Bahasa Indonesia kata pendidikan berasal
dari kata ‘didik’ dan mendapat imbuhan ‘pe’ dan akhiran ‘an’,
maka kata ini mempunyai arti proses atau cara atau perbuatan
mendidik. Secara bahasa definisi pendidikan adalah proses
pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang
dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan
pelatihan.
Menurut Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan Nasional
Indonesia) menjelaskan tentang pengertian pendidikan ; Pendidikan
yaitu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun
maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat
yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan
sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan
kebahagiaan setinggi-tingginya. Pendidikan adalah usaha sadar
untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan
datang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 20
Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa, dan Negara.
Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang
direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu,
kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang
diharapkan oleh pelaku pendidikan (Notoatmojdo, 2003).
Pendidikan adalah usaha dasar yang dilakukan oleh
keluarga, masyarakat, dan pemerintah, melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran dan, atau latihan, yang berlangsung di sekolah dan di
luar sekolah sepanjang hayat, untuk mempersiapkan peserta didik
agar dapat memainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup
secara tepat di masa yang akan datang (Mudyaharjo, 2001).
Pendidikan adalah usaha manusia untuk menumbuhkan
dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani
maupun rohani sesuai dengn nilai-nilai yang ada di dalam
masyarakat dan kebudayaan(Ihsan, 2010).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Sedangkan pengertian pendidikan menurut Bonnie, adalah
proses yang terus menerus (abadi) dari penyesuaian yang lebih
tinggi bagi makhluk manusia yang telah berkembang secara fisik
dan mental, yang bebas dan sadar kepada Tuhan, seperti
termanifestasi dalam alam sekitar intelektual, emosional dan
kemanusiaan dari manusia(Bonnie, 1996).
Menurut teori humanistik, tujuan belajar adalah untuk
memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika
peserta didik dapat memahami lingkungannya dan dirinya sendiri.
Peserta didik dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat
laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya.
Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut
pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.
Tujuan utama para pendidik adalah membantu peserta didik untuk
mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu
untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan
membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri
mereka. Tokoh penting dalam teori belajar humanistik secara
teoritik antara lain adalah: Arthur W. Combs, Abraham Maslow
dan Carl Roger.
b. Karakter
Secara etimologis, kata karakter (Inggris: character)
berasal dari bahasa Yunani (Greek), yaitu charassein yang berarti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
“to engrave” (Ryan&Bohlin, 1999:5). Kata “to engrave” bisa
diterjemahkan mengukir, melukis, memahatkan, atau
menggoreskan (Echols&Shadily, 1986:214). Dalam Kamus Bahasa
Indonesia, kata “karakter” diartikan dengan tabiat, sifat-sifat
kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang
dengan yang lain, dan watak. Karakter juga bisa berarti huruf,
angka, ruang, simbol khusus yang dapat dimunculkan pada layar
dengan papan ketik.
Orang berkarakter berarti orang yang berkepribadian,
berperilaku, bersifat, bertabiat, atau berwatak. Dengan demikian,
karakter merupakan watak dan sifat-sifat seseorang yang menjadi
dasar untuk membedakan seseorang dari yang lainnya. Dengan
makna seperti itu karakter identik dengan kepribadian atau akhlak.
Kepribadian merupakan ciri, karakteristik, atau sifat khas diri
seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima
dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil dan bawaan
sejak lahir(Koesoema, 2007:80). Seiring dengan pengertian ini, ada
sekelompok orang yang berpendapat bahwa baik buruknya karakter
manusia sudah menjadi bawaan dari lahir. Jika bawaannya baik,
manusia itu akan berkarakter baik, dan sebaliknya jika bawaannya
jelek, manusia itu akan berkarakter jelek. Jika pendapat ini benar,
pendidikan karakter tidak ada gunanya karena tidak akan mungkin
mengubah karakter orang yang sudah taken for granted. Sementara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
itu, sekelompok orang yang lain berpendapat berbeda, yakni bahwa
karakter bisa dibentuk dan diupayakan sehingga pendidikan
karakter menjadi bermakna untuk membawa manusia dapat
berkarakter yang baik.
Secara terminologis, makna karakter dikemukakan oleh
Thomas Lickona yang mendefinisikan karakter sebagai “A reliable
inner disposition to respond to situations in a morally good way.”
Selanjutnya, Lickona menambahkan, “Character so conceived has
three interrelated parts: moral knowing, moral feeling, and moral
behavior”(Lickona, 1991:51). Karakter mulia (good character),
dalam pandangan Lickona, meliputi pengetahuan tentang kebaikan
(moral khowing), lalu menimbulkan komitmen (niat) terhadap
kebaikan (moral feeling), dan akhirnya benar-benar melakukan
kebaikan (moral behavior). Dengan kata lain, karakter mengacu
kepada serangkaian pengetahuan (cognitives), sikap (attitudes), dan
motivasi (motivations), serta perilaku (behaviors) dan keterampilan
(skills).
Dalam proses perkembangan dan pembentukan, karakter
seseorang dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor lingkungan
(nurture) dan faktor bawaan (nature). Secara psikologis, perilaku
berkarakter merupakan perwujudan dari potensi Intelligence
Quotient (IQ), Emotional Quotient (EQ), Spiritual Quotient (SQ),
dan Adverse Quotient (AQ) yang dimiliki oleh seseorang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan
sosio-kultural pada akhirnya dapat dikelompokkan dalam empat
kategori, yakni :
1) Olah hati (spiritual and emotional development)
2) Olah pikir (intellectual development)
3) Olah raga dan kinestetik (physical and kinestetic development)
4) Olah rasa dan karsa (affective and creativity development).
Keempat proses psiko-sosial ini secara holistik dan
koheren saling terkait dan saling melengkapi dalam rangka
pembentukan karakter dan perwujudan nilai-nilai luhur dalam diri
seseorang.
Secara mudah karakter dipahami sebagai nilai-nilai yang
khas-baik (tahu nilai kebaikan, mau berbuat baik nyata
berkehidupan baik, dan berdampak baik terhadap lingkungan) yang
terpateri dalam diri dan terejawantahkan dalam perilaku. Secara
koheren, karakter memancar dari hasil olah pikir, olah hati, olah
raga, serta olah rasa dan karsa seseorang atau sekelompok orang.
Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa karakter
identik dengan akhlak, sehingga karakter merupakan nilai-nilai
perilaku manusia yang universal yang meliputi seluruh aktivitas
manusia, baik dalam rangka berhubungan dengan Tuhan, dengan
diri sendiri, dengan sesama manusia, maupun dengan lingkungan,
yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata karma,
budaya, dan adat istiadat.
c. Pendidikan Karakter
Menurut Achmad Husen, pendidikan karakter merupakan
upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis
untuk membantu peserta didik memahami nilai-nilai perilaku
manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri
sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang
terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan
berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan
adat istiadat(Husen, 2004:3). Menurut Ratna Megawangi,
pendidikan karakter adalah untuk mengukir akhlak melalui proses
mengetahui kebaikan, mencintai kebaikan, dan berprilaku baik.
Yakni, suatu proses pendidikan yang melibatkan aspek kognitif,
emosi, dan fisik, sehingga akhlak mulia bisa terukir menjadi
kebiasaan fikiran, hati dan tangan (Megawangi, 2007:5).
Terminologi pendidikan karakter mulai dikenalkan sejak
tahun 1900-an. Thomas Lickona dianggap sebagai pengusung,
terutama ketika ia menulis buku yang berjudul Educating for
Character: How Our School Can Teach Respect and Responsibility
(1991) yang kemudian disusul oleh tulisan-tulisan lain, seperti The
Return of Character Education yang dimuat dalam jurnal
Educational Leadership (November 1993) dan juga artikel yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
berjudul Eleven Principles of Effective Character Education, yang
dimuat dalam Journal of Moral Education Volume 25 (1996).
Melalui buku dan tulisan-tulisan tersebut, ia menyadarkan
dunia Barat akan pentingnya pendidikan karakter. Pendidikan
karakter menurutnya mengandung tiga unsur pokok, yaitu
mengetahui kebaikan (knowing the good), mencintai kebaikan
(desiring the good), dan melakukan kebaikan (doing the good)
(Lickona, 1991:51). Di pihak lain, Frye mendefinisikan pendidikan
karakter sebagai, “A national movement creating schools that
foster ethical, responsible,and caring young people by modeling
and teaching good character through an emphasis on universal
values that we all share”(Frye, 2002:2). Jadi, pendidikan karakter
harus menjadi gerakan nasional yang menjadikan sekolah (institusi
pendidikan) sebagai agen untuk membangun karakter peserta didik
melalui pembelajaran dan pemodelan.
Melalui pendidikan karakter, sekolah harus berperan
untuk membawa peserta didik memiliki nilai-nilai karakter mulia,
seperti hormat dan peduli pada orang lain, tanggung jawab, jujur,
memiliki integritas, dan disiplin. Di sisi lain, pendidikan karakter
juga harus mampu menjauhkan peserta didik dari sikap dan
perilaku yang tercela dan dilarang. Pendidikan karakter tidak hanya
mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah kepada anak.
Lebih dari itu, pendidikan karakter menanamkan kebiasaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
(habituation) tentang yang baik sehingga peserta didik paham,
mampu merasakan dan mau melakukan yang baik. Dengan
demikian, pendidikan karakter membawa misi yang sama dengan
pendidikan akhlak atau pendidikan moral.
d. Nilai-Nilai Dasar Dalam Pendidikan Karakter
Pemerintah Indonesia telah merumuskan kebijakan dalam
rangka pembangunan karakter bangsa. Dalam Kebijakan Nasional
Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2010-2025 ditegaskan
bahwa karakter merupakan hasil keterpaduan empat bagian, yakni
olah hati, olah pikir, olah raga, serta olah rasa dan karsa. Olah hati
terkait dengan perasaan sikap dan keyakinan atau keimanan, olah
pikir berkenaan dengan proses nalar guna mencari dan
menggunakan pengetahuan secara kritis, kreatif, dan inovatif, olah
raga terkait dengan proses persepsi, kesiapan, peniruan, manipulasi,
dan penciptaan aktivitas baru disertai sportivitas, serta olah rasa
dan karsa berhubungan dengan kemauan dan kreativitas yang
tercermin dalam kepedulian, pencitraan, dan penciptaan kebaruan.
Nilai-nilai karakter yang dijiwai oleh sila-sila Pancasila
pada masing-masing bagian tersebut, dapat dikemukakan sebagai
berikut :
1) Karakter yang bersumber dari olah hati antara lain beriman dan
bertakwa, jujur, amanah, adil, tertib, taat aturan, bertanggung
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
jawab, berempati, berani mengambil resiko, pantang menyerah,
rela berkorban, dan berjiwa patriotik.
2) Karakter yang bersumber dari olah pikir antara lain cerdas,
kritis, kreatif, inovatif, ingin tahu, produktif, berorientasi ilmu
penetahuan dan teknologi, dan reflektif.
3) Karakter yang bersumber dari olah raga/kinestetika antara lain
bersih, sehat, sportif, tangguh, andal, berdaya tahan, bersahabat,
kooperatif, determinatif, kompetitif, ceria, dan gigih.
4) Karakter yang bersumber dari olah rasa dan karsa antara lain
kemanusiaan, saling menghargai, gotong royong, kebersamaan,
ramah, hormat, toleran, nasionalis, peduli, kosmopolit
(mendunia), mengutamakan kepentingan umum, cinta tanah air
(patriotis), bangga menggunakan bahasa dan produk Indonesia,
dinamis, kerja keras, dan beretos kerja.
Dari nilai-nilai karakter di atas, Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan mencanangkan empat nilai karakter utama yang
menjadi ujung tombak penerapan karakter di kalangan peserta didik
di sekolah, yakni jujur (dari olah hati), cerdas (dari olah pikir),
tangguh (dari olah raga), dan peduli (dari olah rasa dan karsa),
dengan demikian, ada banyak nilai karakter yang dapat
dikembangkan dan diintegrasikan dalam pembelajaran di sekolah.
Menanamkan semua butir nilai tersebut merupakan tugas yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sangat berat. Oleh karena itu, perlu dipilih nilai-nilai tertentu yang
diprioritaskan penanamannya pada peserta didik.
B. Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang Pemahaman Peserta Didik Tentang Kearifan
Lokal Dalam Pendidikan Karakter Di SMA Negeri Ajibarang
Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas ini dilandasi oleh
penelitian tentang kajian pendidikan karakter dan kearifan lokal yang
sebelumnya telah ada, antara lain :
1. Pengintegrasian Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran Di
Sekolah, oleh : Marzuki, tahun 2012
Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pembelajaran
dapat dilakukan dengan pemuatan nilai-nilai karakter dalam semua
mata pelajaran yang diajarkan di sekolah dan dalam pelaksanaan
kegiatan pembelajaran. Untuk itu guru harus mempersiapkan
pendidikan karakter mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga
evaluasinya. Pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah perlu
didukung oleh keteladanan guru dan orang tua murid serta budaya
yang berkarakter.
2. Menggali Kearifan Lokal Nusantara Sebuah Kajian Filsafati oleh:
Sartini, 2004
Eksplorasi terhadap kekayaan luhur budaya bangsa tersebut
sangat perlu untuk dilakukan, sekaligus juga berupaya untuk
mengkritisi eksistensinya terkait dengan keniscayaan adanya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perubahan budaya. Ruang eksplorasi dan pengkajian kearifan lokal
menjadi tuntutan tersendiri bagi pengembangan institusional
filsafat dan bagi eksplorasi khasanah budaya bangsa pada
umumnya. Ada banyak hal untuk menjelaskan bagaimana pengaruh
hubungan lintas budaya dan globalisasi mempengaruhi kearifan
lokal.
Dalam konteks nilai religi, hubungan antara religi dan
perkembangan budaya juga menunjukkan hal serupa. Bagaimana
nilai tertentu terkait dengan kehidupan religius lokal bertemu
dengan budaya asing di Arab sendiri dan di Indonesia dapat dilihat
pada tulisan Islam dan Akulturasi Budaya Lokal dijelaskan bahwa
dalam akulturasi budaya Arab dan Islam tidak ada pengharaman
untuk tidak memanfaatkan budaya asing dan sebaliknya. Dalam
kasus Indonesia juga dijelaskan bagaimana Islam yang berkarakter
dinamis, elastis, dan akomodatif dengan budaya lokal dapat
berjalan bersama dan mengutip Gus Dur, terjadi pribumisasi Islam.
Di dalamnya dicontohkan bagaimana konflik budaya
material Masjid Demak juga merupakan bentuk adaptasi budaya.
Bagaimana tradisi Syi’ah dapat memberikan corak khusus bagi
Islam di Ternate juga merupakan hasil pertemuan budaya. Ada
banyak peluang untuk pengembangan wacana kearifan lokal
Nusantara. Dari beragam bentuk dan fungsinya dapat dilihat pada
pemaparan di bagian depan tulisan ini. Di samping itu kearifan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lokal dapat didekati dari nila-inilai yang berkembang di dalamnya
seperti nilai religius, nilai etis, estetis, intelektual atau bahkan nilai
lain seperti ekonomi, teknologi dan lainnya. Maka kekayaan
kearifan lokal menjadi lahan yang cukup subur untuk digali,
diwacanakan dan dianalisis mengingat faktor perkembangan
budaya terjadi dengan begitu pesatnya. Pengembangan kuliah dan
kajian ala Hairudin Harun dalam “Weltanschaung Melayu Dalam
Era Teknologi Informasi: Komputer menjadi Teras atau Puncak
Tewasnya Pemikiran Tradisional Melayu” dapat memberi inspirasi
bagaimana kita harus berpikir tentang kekayaan dan eksistensi
kearifan lokal Nusantara.
Jurnal penelitian ini memiliki relevansi dalam penelitian
ini, terkait dengan konsep dasar tentang wawasan kearifan lokal
yang masih bisa untuk terus digali, diwacanakan dan
dikembangkan dalam rangka membentuk karakter.
3. Pengembangan Pendidikan Karakter dan Budaya Bangsa
Berwawasan Kearifan Lokal oleh: Imam Suyitno, 2012
Pendidikan nasional Indonesia saat ini masih menghadapi
berbagai masalah. Capaian hasil pendidikan masih belum
memenuhi hasil yang diharapkan. pembelajaran di sekolah belum
mampu membentuk secara utuh pribadi lulusan yang
mencerminkan karakter dan budaya bangsa. Proses pendidikan
masih menitikberatkan dan memfokuskan capaiannya secara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
kognitif. Sementara, aspek afektif pada diri peserta didik yang
merupakan bekal kuat untuk hidup di masyarakat belum
dikembangkan secara optimal. Karena itu, pendidikan karakter dan
budaya bangsa merupakan suatu keniscayaan untuk dikembangkan
di sekolah. Sekolah sebagai pusat perubahan perlu mengupayakan
secara sungguh-sungguh pendidikan yang berbasis karakter dan
budaya bangsa. Karakter dan budaya bangsa yang dikembangkan di
sekolah harus diselaraskan dengan karakter dan budaya lokal,
regional, dan nasional. Untuk itu, pendidikan karakter dan budaya
bangsa perlu dikembangkan berdasarkan kearifan lokal.
Sistem pendidikan nasional dalam batas tertentu telah
menghasilkan insan yang berkualitas, misalnya sejumlah orang
yang dipercaya untuk menduduki posisi strategis di semua sektor
dan di tengah-tengah masyarakat. Namun, patut diakui bahwa
masih banyak pernyataan yang mengindikasikan sistem pendidikan
kita ikut andil akan rendahnya kualitas sumberdaya manusia dan
masih merebaknya dekadensi moral yang berdampak terhadap
krisis multidimensional.
Untuk meminimalisasi dan memperkecil, bahkan
menghilangkan krisis multi dimensi, terutama perilaku tak
bermoral yang meluas di masyarakat, maka perlu ditata konsep dan
implementasi pendidikan nasional. Dalam menjamin pendidikan
nasional yang mantap, agar dijaga konsistensi pendidikan karakter
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sejak dari landasan filosofis, sistem pendidikan, sampai dengan
praktik pendidikan. Tujuan pendidikan tidak hanya menjadikan
insan berakal, insan kompeten dan berguna, insan well-adaptive,
insan agent of change, dan insan bertaqwa, melainkan insan yang
utuh (Wahab, 2010).
Dalam proses pendidikan, peserta didik dipandang sebagai
individu yang memiliki potensi moral, mental, fisik, sosial, dan
emosional dengan keunikannya. Mereka sebagai co-subject-object
yang memiliki kebebasan memilih. Karena itu, kurikulum
pendidikan tidak hanya berupa kurikulum yang bererientasi pada
peseta didik, masyarakat, atau pengetahuan dan teknologi, tetapi
merupakan kurikulum eklektik dan komprehensif yang mencakup
keempat ranah tersebut (student, society, technology, and spiritual
oriented curriculum).
Dalam membangun dan menanamkan budaya bangsa
kepada peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan menjadi
agen perubahan. Guru tidak hanya kompeten, tetapi juga menjadi
teladan (sikap, pikiran, dan perilaku), kreatif, dan well adaftif
(profesional yang utuh). Demikian juga, ia mengupayakan terus
untuk peningkatan diri. Konselor harus benar-benar profesional,
yang selalu siap untuk membantu pengembangan diri peserta didik
secara optimal dalam melakukan aktualisasi diri. Kepala sekolah
harus memiliki principle leadership, disiplin, model, dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
supervisonship skill. Kinerja pustakawan dan laboran/teknisi harus
memliki jiwa dan sikap yang helpfull. Di samping itu, dalam
pelaksanaan pendidikan, harus tersedia ahli terkait (psikolog,
dokter) yang ramah dan suka membantu.
Pengelolaan pendidikan perlu diupayakan prinsip keadilan,
kebermaknaan, dan keberamahan pada lingkungan. Pengelolaan
pendidikan yang demikian dapat diupayakan melalui pendidikan
yang berbasis sekolah dan berbasis masyarakat (sadar nilai) dengan
pertimbangan balanced centralization-decentralization yang tetap
menempatkan kepentingan daerah.
Proses pendidikan dilakukan secara terpadu dengan
menjadikan spiritualitas sebagai ruhnya. Dalam pembelajaran,
perlu dilakukan penambahan durasi waktu efektif belajar sebagai
konsekuensi logis orientasi keluaran (output) yang unggul. Di
samping itu, pengelolaan pendidikan harus dilakukan secara
transparan, adil, dan akuntabel. Untuk itu, dalam proses pendidikan
perlu dilibatkan orang tua dan masyarakat, baik dalam aspek
akademik, maupun aspek non akademik (terutama aspek
moralitas). Dalam penilaian pendidikan, tidak hanya difokuskan
pada hasil pendidikan, tetapi juga kepada masukan (input) dan
proses (penilaian komprehensif).
Penilaian pendidikan tidak hanya pada aspek akademik,
tetapi juga aspek nonakademik (terutama moral menjadi penentu).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Karena itu, penilaian pendidikan sebaiknya tidak hanya dilakukan
oleh guru, melainkan juga peserta didik, pendidik dan tenaga
kependidikan lainnya, bahkan jika mungkin melibatkan orang tua.
Dalam kegiatan penilaian, tidak hanya dilakukan hanya untuk
kepentingan yang bersifat judgmental, tetapi juga bersifat apresiatif
dan rekognitif.
Dalam membangun karakter budaya bangsa, lingkungan
pendidikan harus mengarah pada penciptaan lingkungan keluarga
yang sarat dengan nilai (agama, budaya, dan kebangsaan).
Kehidupan di lingkungan sekolah harus mengupayakan lingkungan
sekolah yang kondusif bagi pengembangan nilai. Dalam hal ini,
sekolah harus mampu mengondisikan lingkungan masyarakat
dengan nilai-nilai yang baik dan mengendalikannya dengan
memainkan peran filter terhadap nilai-nilai asing yang masuk. Di
samping itu, pemangku kepentingan pendidikan harus dapat
mengawal isi media masa yang memberikan manfaat bagi
penyebaran nilai-nilai dan mengendalikan isi media masa yang
berpotensi merusak kepribadian anak dan bangsa.
Dalam melaksanakan pendidikan berbasis karakter dan
budaya bangsa, strategi pengembangan pendidikan perlu
mengonseptualisasikan individu sebagai makhluk utuh dengan
menekankan pentingnya aspek moral. Proses pendidikan harus
diupayakan untuk pendidikan nilai sedini mungkin dan sepanjang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
hayat. Program pendidikan dan kurikulum harus dikembangkan
secara terpadu sesuai dengan latar belakang sosial budaya dengan
menempatkan nilai moral menjadi ruhnya. Aktivitas keseharian
harus menempatkan pimpinan institusi dan pendidik menjadi model
dan bertindak adil, amanah, dan kasih sayang. Pembelajaran
hendaknya mampu menciptakan gerakan pendidikan nilai dan
mengawalnya secara berkesinambungan, baik dalam konteks
pendidikan formal, informal, maupun nonformal.
Proses pendidikan hendaknya memberikan orientasi peserta
didik baru dan melepas lulusan setiap jenjang pendidikan dengan
materi nilai-nilai yang dapat diterima di masyarakat. Agar peserta
didik tidak tercerabut dari akar budayanya, pendidikan perlu
menginternalisasikan nilai-nilai yang dijunjung tinggi di
masyarakat selama dalam proses pembelajaran dan pendidikan
dengan mengupayakan lingkungan fisik dan sosial yang bersih dan
menarik.
Penelitian tersebut menjadi acuan dan dasar dari penelitian
ini, dimana nantinya nilai-nilai kearifan lokal yang dijadikan
sumber dalam pendidikan karakter termasuk dengan menggunakan
kearifan lokal budaya Islam Aboge . Selanjutnya dari perbedaan
nilai tersebut, maka akan dapat dicari tentang bagaimana dan
seperti apa konsep kearifan lokal Islam Aboge yang dipegang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dalam kehidupan masyarakat Desa Kracak Kecamatan Ajibarang
Kabupaten Banyumas Jawa Tengah.
4. Membangun SDM Bangsa Melalui Pendidikan Karakter, Jalaludin,
tahun 2012.
Bangsa Indonesia dewasa ini tengah mengalami semacam
split personality, sejumlah peristiwa yang mengarah pada
dekadensi moral menunjukkan bahwa bangsa ini telah hampir
kehilangan jati dirinya sebagai bangsa yang dikenal beradab dan
bermartabat. Sementara tradisi pendidikan tampak belum matang
untuk memilih pendidikan karakter sebagai kinerja budaya dan
religius dalam kehidupan masyarakat. Di tengah kondisi tersebut,
pendidikan holistik berbasis karakter yang menekankan pada
dimensi etis-religius menjadi relevan diterapkan.
Pendidikan holistik merupakan filosofi pendidikan yang
berangkat dari pemikiran bahwa pada dasarnya pendidikan individu
dapat menemukan identitas, makna, dan nilai-nilai spiritual.
Pendidikan moral ini dapat membentuk generasi bangsa yang
memiliki karakter yang mengakar pada budaya dan nilai-nilai
religius bangsa, sebagaimana negeri Cina yang mampu melahirkan
generasi handal justru dengan mengedepankan karakter dan tradisi
bangsanya.
Jurnal penelitian ini memiliki relevansi dalam penelitian ini,
terkait dengan fungsi pendidikan karakter yang menekankan pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dimensi etnis religius dalam membentuk karakter individu yang
dapat menemukan identitas, makna dan nilai-nilai spiritual.
5. Pembelajaran Nilai-Nilai kearifan Lokal Sebagai Penguat Karakter
Bangsa Melalui Pendidikan Informal oleh : Novia Wahyu
Wardhani, 2013.
Penelitian ini bertolak dari banyaknya budaya asing yang
masuknya ke Indonesia, sehingga membuat budaya atau nilai-nilai
kehidupan masyarakat Indonesia khususnya Jawa di Keraton
Kasunanan Surakarta semakin ditinggalkan dan nilai-nilai modern
yang masuk ternyata belum dapat diadopsi secara sempurna oleh
masyarakat sehingga mengakibatkan banyaknya manusia yang
berkepribadian pecah. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui bagaimana pembelajaran nilai-nilai kearifan lokal pada
tembang Asmarandana dalam Serat Wulang Reh melalui
pendidikan informal pada masyarakat Keraton Kasunanan
Surakarta sebagai penguat karakter bangsa. Penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode etnografi.
Teknik pengumpulan datanya adalah observasi, wawancara, dan
studi dokumentasi.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa: (1) Tidak adanya
desain pembelajaran yang terprogram dan tersistematis pada
pembelajaran nilai-nilai kearifan dalam pendidikan informal karena
desain pembelajaran itu sendiri sudah ada di pikiran masing-masing
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dan berjalan secara spontan, (2) Pembelajaran nilai-nilai kearifan
lokal dalam pendidikan informal tidak terlepas dari tahap-tahap
internalisasi nilai, (3) Hasil yang diperoleh dari pembelajaran ini
adalah terciptanya manusia yang ber Ketuhanan,
berperikemanusiaan, serta mampu berbuat baik dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara, dan (4) Solusi yang pertama adalah
adanya dukungan dari orang tua, masyarakat, sekolah, dan
pemerintah dalam pembelajaran nilai-nilai kearifan lokal
khususnya tembang Asmarandana demi kelangsungan
pembelajaran nilai yang baik dan berhasil. Kedua Pemberian
keteladanan dan pembiasaan berbuat setelah adanya pemahaman
dari nilai-nilai tembang Asmarandana. Ketiga Adanya
keseimbangan antara kemampuan intelektual, kemampuan
emosional dan kemampuan spiritual.
Penelitian tersebut menjadi acuan dan dasar dari penelitian
ini, yaitu pembelajaran mengenai nilai-nilai kearifan lokal dalam
pendidikan informal, selanjutnya akan dapat dicari tentang
bagaimana pendidikan formal dapat menggunakan nilai-nilai
kearifan lokal dalam pendidikan karakter.
6. Social Studies Learning For The Development Of Empathic
Awereness.by : Erlin Wiyanarti, International Journal of History
Education, vol XII, No.2(December 2011)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Latar belakang penelitian ini adalah adanya kecenderungan
pembelajaran kesadaran yang kuat yang sedang diamati pada
bidang studi sosial disekolah. Permasalahan utama dari penelitian
ini adalah penelitian sosial yang dipelajari bagi pengembangan
kesadaran peseta didik yang kuat pada sekolah dasar di Bandung.
Tujuan dari penelitian ini adalah : (1). membuat model-model
pembelajaran sosial pada program pengembangan kesadaran pada
peserta didik kelas 5 SD, (2) Untuk mengetahui efektifitas
pembelajaran, (3) Untuk mengidentifikasi kesulitan yang dihadapi
para Guru SD dalam mengembangkan pembelajaran bagi
pengembangan karakter dalam pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial.
Metodologi dalam penelitian ini menggunakan pendekatan
metode multi variasi dengan dua tahap model desain atau strategi
penilaian ganda. Setelah penelitian dilaksanakan berdasarkan
anlisis dan diskusi tahap pertama pada ujicoba dengan
menggunakan model pembelajaran kesadaran yang kuat dan stabil
ditemukan hasil penelitian dengan menggunakan sampling t
berpasangan dengan hasil model pembelajaran sosial dengan
menggunakan story telling efektif dalam mengembangkan
kecerdasan peserta didik pada semua indikator pembelajaran.
Kesulitan yang dihadapi guru lebih berhubungan dengan
tingkat pemahaman kesadaraan, kreatifitas dan tingkat inovasi yang
tidak optimal. Berdasarkan analisis, diskusi dan hasil penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
kesimpulan yang didapatkan adalah perkembangan pembelajaran
sesuai dengan tujuan kesadaran yang kuat dalam model
pembelajaran tersebut dapat diaplikasikan melaui perencanaan
manajemen dan implementasi melalui metode story telling yang
memliki impikasi yang baik secara teori dan praktek.
Jurnal penelitian ini memiliki relevansi dalam penelitian ini,
terkait dengan tujuan pendidikan karakter yang menekankan pada
proses pembelajaran dalam membentuk karakter peserta didik
dengan pengunanan metode-metode pembelajaran yang
memberikan ruang kreatifitas bagi pendidik dan peserta didik.
7. Character Education Intergration In Social Studies Learning.by
Leo Agung International Journal of History Education, vol XII,
No.2 (December 2011).
Di Indonesia banyak terjadi penurunan moral sangat
berpengaruh besar terhadap anak-anak remaja. Penurunan moral
tersebut terjadi melalui penyalah gunaan narkotika, prilaku seksual
dilaur nikah, tindakan kriminalitas dan lain sebagainya. Krisis multi
dimensional tersebut menyebabkan terjadinya penurunan karakter
bangsa dengan demikian maka sudah saat nya bangsa ini kembali
kepada pendidikan yaitu pendidikan karakter. Salah satu mata
pelajaran adalah mata pelajaran ilmu sosial yang mempelajari
tentang individu maupun sebagai anggota suatu kelompok agar
mampu memiliki kemampuan pengetahuan dan kemampuan sosial
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
seperti nilai sosial, norma sosial, interaksi sosial, sosialisasi dan
pembentukan kepribadian.
Mata pelajaran ilmu pengetahuan sosial sangat erat
kaitanya dengan pendidikan karakter disekolah disetiap jenjang
pendidikan mulai dari dasar sampai pendidikan menengah. Dalam
penelitian ini mata pelajaran ilmu pengetahuan sosial mampu
membentuk karakter peserta didik agar memiliki kecakapan
pengetahuan, beriman dan bertakwa, toleransi, pekerja keras,
kreatif, nasionalis dan mampu bekerjasama.
Jurnal penelitian ini memiliki relevansi dalam penelitian ini,
terkait dengan konsep dasar pendidikan karakter yaitu bagai mana
membentuk karakter peserta didik melaui mata pelajaran salah
satunya adalah pelajaran ilmu pengetahuan sosial, maka akan dapat
dicari tentang bagaimana dan seperti apa konsep pendidikan
karakter di SMA Negeri Ajibarang.
8. Once Upon a Time : A Grimm Approach to Character Education.by :
Laura Bryan,Ed.D, Journal of Social Studies Research; Spring
2005;29,1; ProQuest Sociology.
Dalam tulisan ini, disajikan tentang bagaimana membentuk
standar moral para peserta didik terhadap kehidupan dan hubungan
antar manusia melalui pendidikan karakter. Kajiannya adalah
meneliti bagaimana seorang anak memiliki rasa hormat, tanggung
jawab, kejujuran, kebenaran, peduli, kewarganegaraan, dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
karakter lainnya yang diinginkan salah satunya melalui cerita
rakyat atau dongeng dimana tujuan dasar dari setiap dongeng
adalah untuk menceritakan kisah yang menghibur. Namun, dalam
kumpulan cerita seperti yang diteliti oleh Grimm bersaudara,
kebenaran unsur hukum moral dan jenis umum pengalaman
manusia disajikan. Ini cerita rakyat tercinta sering meninggalkan
anak-anak lebih baik dan etis daripada sebelum mereka mendengar
atau membacanya, dan mereka juga memberikan gambaran yang
dapat diterima oleh pemahaman anak-anak.
Mengetahui dan memahami dongeng mampu memperkaya
kehidupan anak-anak dan orang dewasa, meskipun tidak semua
prinsip-prinsip etika akan mudah dipahami, kisah-kisah Grimm
bersaudara mengajarkan pembaca tentang pelajaran berharga
melalui dongeng.
Dalam masyarakat yang tampaknya menjadi semakin lebih
keras, membentuk karakter dan nilai-nilai pemuda hari ini harus
menjadi prioritas yang berkelanjutan oleh pendidik. Untuk alasan
itu, mungkin kita harus mempertimbangkan untuk mengambil
pendekatan"Grimm".
Jurnal penelitian ini memiliki relevansi dalam penelitian ini,
terkait dengan konsep dasar pendidikan karakter yaitu bagai mana
membentuk karakter anak-anak melalui dongeng atau cerita rakyat,
maka akan dapat dicari tentang bagaimana dan seperti apa konsep
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pemahaman peserta didik tentang kearifan lokal Islam Aboge
dalam pendidikan karakter di SMA Negeri Ajibarang.
9. Knowledge and Local Wisdom : Community Treasure Miss
Roikhwanphut Mungmachon PhD Candidate in Intergral
Development Studies Ubon Racthathani University, Thailand,
International Journal of Humanities and Social Sciences, Vol 2
No.13 ; July 2012.
Pendidikan berbasis sekolah yang mengabaikan pentingnya
pengetahuan dan kebijakan lokal pada saat ini perkembangan
tentang kearifan lokal terfokus pada pertumbuhan dibidang
ekonomi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji
pengetahuan tentang kearifan lokal yang terdapat dalam mayarakat
terutama tentang masalah-masalah dampak dari pembangunan yang
menghasilkan masyarakat yang semakin jauh dari kearifan lokal
sehingga menjadi masalah lingkungan dan sosial yang keras
termasuk hilangnya kebijakan dan kearifan lokal.
Globalisasi telah memunculkan dampak negatif yang dapat
dirasakan oleh masyarakat, melalui penelitian ini masyarakat
banyak belajar dari masalah-masalah yang muncul, menemukan
solusi serta membuat masyarakat menjadi kuat dalam menghadapi
berbagai persoalan yang muncul. Melalui pemaknaan kembali
terhadap kearifan lokal dan mengintegrasikan pengetahuan baru
dengan kearifan lokal maka masalah-masalah yang muncul dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dicari solusinya dan adanya perencanaan yang matang dalam
pembangunannya.
Jurnal penelitian ini memiliki relevansi dalam penelitian ini,
terkait dengan konsep dasar tentang kearifan lokal yaitu bagai
mana memecahkan masalah yang muncul dalam masyarakat akibat
dari pembangunan dan globalisasi, maka akan dapat dicari tentang
bagaimana dan seperti apa konsep pemahaman peserta didik
tentang kearifan lokal Islam Aboge dalam pendidikan karakter di
SMA Negeri Ajibarang.
C. Orisinalitas Penelitian
Berdasarkan penelitan terdahulu dan Jurnal Ilmiah maka
peneliti dapat membandinkannya dalam tabel berikut ini:
Tabel 2.1
Perbedaan Antara Orisinalitas Penelitian Dengan Penelitian Terdahulu
No Penelitan Terdahulu Pemhaman Peserta Didik
Tentang Kearifan Lokal Islam
Aboge
1 Pengintegrasian Pendidikan
Karakter Dalam Pembelajaran
Di Sekolah, oleh : Marzuki,
Tahun 2012
Perbedaan dengan penelitian ini
adalah nilai-nilai karakter yang
digunakan adalah kearifan lokal
Islam Aboge yang dimasukan
dalam mata pelajaran muatan lokal
bahasa Banyumasan serta nilai-nilai
budaya dalam Islam Aboge.
2 Menggali Kearifan Lokal
Nusantara Sebuah Kajian
Filsafati, Oleh: Sartini, 2004
Perbedaan yang terdapat dalam
penelitian ini adalah kearifan yang
dikaji adalah kearifan lokal
Nusantara yang beragam bentuk,
fungsi serta pendekatan nilai-nilai
seperti nilai religius, nilai etis,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
estetis, intelektual dan sebagainya,
dalam penelitian tentang kearifan
lokal Islam Aboge dikaji tentang
kearifan lokal Islam Aboge berupa
nilai-nilai menghargai leluhur,
jujur, prihatin dan sebagainya.
3 Pengembangan Pendidikan
Karakter Dan Budaya Bangsa
Berwawasan kearifan Lokal,
oleh: Imam Suyitno, 2012
Penelitian tersebut menjadi acuan
dan dasar dari penelitian ini,
dimana nantinya nilai-nilai kearifan
lokal yang dijadikan sumber dalam
pendidikan karakter termasuk
dengan menggunakan kearifan
lokal dan budaya Islam Aboge .
Selanjutnya dari perbedaan nilai
tersebut, maka akan dapat dicari
tentang bagaimana dan seperti apa
konsep kearifan lokal Islam Aboge
yang dipegang oleh peserta didik di
SMA Negeri Ajibarang Kecamatan
Ajibarang Kabupaten Banyumas
Jawa Tengah.
4 Membangun SDM Bangsa
Melalui Pendidikan Karakter,
oleh: Jalaludin, 2012
Pendi Peneli Penelitian tentang kearifan
lokal Islam Aboge membentuk
identitas, makna dan nilai-nilai
yang berakar dari kearifan lokal
Islam Aboge.
5 Pembelajaran Nilai-Nilai
Kearifan Lokal Sebagai Penguat
Karakter Bangsa Melalui
Pendidikan Informal, Oleh:
Novia Wahyu Wardhani, 2013
Nilai-nilai kearifan lokal pada
tembang Asmarandana dalam
Serat Wulang Reh melalui
pendidikan informal pada
masyarakat Keraton Kasunanan
Surakarta sebagai penguat karakter
bangsa.
Penelitian tersebut menjadi acuan
dan dasar dari penelitian ini, yaitu
pembelajaran mengenai nilai-nilai
kearifan lokal dalam pendidikan
informal, selanjutnya akan dapat
dicari tentang bagaimana
pendidikan formal dapat
menggunakan nilai-nilai kearifan
lokal dalam pendidikan karakter,
sementara penelitian tentang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
kearifan lokal Islam Aboge
menggunakan kearifan lokal Islam
Aboge yang dimasukan dalam
pemebelajaran.
6 Social Studies Learning For The
Development Of Empathic
Awereness. by : Erlin Wiyanarti
Dalam penelitian tersebut dijelakan
bagaimana mengembangkan
karakter dalam mata pelajaran Ilmu
Pengetahuan Sosial dengan
menggunalkan metode story telling
bagi siswa kelas lima Sekolah
Dasar, dalam penelitian tentang
kearifan lokal Islam Aboge
pengembangan karakter ditujukan
pada peserta didik di SMA Negeri
Ajibarang mellui pengembangan
kurikulum yang masukan dalam
mata pelajaran bahasa
Banyumasan.
7
Character Education
Intergration In Social Studies
Learning.by Leo Agung
Dalam penelitian tentang kearifan
Lokal Islam Aboge memiliki
relevansi dalam penelitian ini,
terkait dengan konsep dasar
pendidikan karakter yaitu bagai
mana membentuk karakter peserta
didik melaui mata pelajaran salah
satunya adalah pelajaran ilmu
pengetahuan sosial, maka akan
dapat dicari tentang bagaimana dan
seperti apa konsep pendidikan
karakter di SMA Negeri Ajibarang.
8 Once Upon a Time : A Grimm
Approach to Character
Education.by : Laura
Bryan,Ed.D
Dalam penelitian mengenai
kearifan lokal Islam Aboge
pembentukan karakter dari ajaran
Islam Aboge seperti menghargai
leluhur, ikhlas, sabar, prihatin yang
disampaikan melaui dongeng atau
cerita yang dituturkan oleh orang
tua.
9 Knowledge and Local Wisdom :
Community Traesure, Miss
Roikhwanput Mungmachon
Dalam penelitian mengenai
kearifan lokal Islam Aboge dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
digunakan sebagai pembentuk
karakter yang dimasukan dalam
kurikulum berbasisi kearifan lokal.
Dibandingkan dengan penelitian terdahulu maka penelitian
tentang Pemahaman Peserta Didik Tentang Kearifan Lokal Islam
Aboge memiliki perbedaan dan belum diteliti sebelumnya antara lain
sebagai berikut:
a. Menggunakan nilai-nilai karakter kearifan lokal Islam Aboge.
b. Pembentukan identitas dan makna tentang karakter berdasarkan
kearifan lokal Islam Aboge.
c. Pembentukan karakter di SMA Negeri Ajibarang.
d. Kearifan lokal Islam Aboge dalam membentuk karakter antara lain
menghargai leluhur, ikhlas, sabar, prihatin, temenan dan jujur.
D. Landasan Teori
George Ritzer mendefinisikan paradigma sebagai suatu
pandangan fundamental tentang pokok-pokok persoalan dalam cabang
ilmu pengetahuan. Paradigma dipakai untuk membatasi hal yang akan
dipelajari, pertanyaan yang bagaimana yang harus ditanyakan dan
peraturan yang bagaimana yang harus ditaati dalam hal memahami
jawaban-jawaban yang diperoleh. Paradigma sebagai unit konsensus
yang luas dalam ilmu penegtahuan yang dapat membedakan antara
ilmuwan yang satu dengan ilmuwan yang lain, begitu pula teori-teori,
metode-metode dan sarana-sarana yang terdapat didalamnya. Ritzer
membedakan tiga paradigma dalam sosiologi:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
a. Paradigma Fakta Sosial( social fact paradigm),
b. Paradigma Definisi Sosial(social definition paradigm), dan
c. Paradigma Perilaku Sosial(social behavior paradigm).
1. Teori Interaksionisme Simbolik
a. Perspektif Interaksi Simbolik
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teori
Interaksionisme Simbolik dalam mengkaji topik penelitian
tentang kearifan lokal Islam Aboge. Peneliti berusaha memahami
perilaku manusia dari sudut pandang subyek. Perspektif ini
menyarankan bahwa perilaku manusia harus dilihat sebagai
proses yang memungkinkan manusia membentuk dan mengatur
perilaku mereka dengan mempertimbangkan ekspektasi orang lain
yang menjadi mitra interaksi mereka. Definisi yang mereka
berikan kepada orang lain, situasi, objek dan bahkan diri mereka
sendirilah yang menentukan perilaku mereka. Perilaku mereka
tidak dapat digolongkan sebagai kebutuhan, dorongan impuls,
tuntutan budaya atau tuntutan peran. Manusia bertindak hanyalah
berdasarkan definisi atau penafsiran mereka atas objek-objek di
sekeliling mereka. Tidak mengherankan bila frase-frase “definisi
situasi” , “realitas terletak pada mata yang melihat” dan “bila
manusia mendefinisikan situasi sebagai riil, situasi tersebut riil
dalam konsekuensinya” sering dihubungkan dengan
interaksionisme simbolik(Mulyana, 2001:70).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Interaksionisme Simbolik mempelajari sifat interaksi yang
merupakan kegiatan sosial dinamis manusia. Bagi perspektif ini,
individu itu bukanlah seseorang yang bersifat pasif, yang
keseluruhan perilakunya ditentukan oleh kekuatan-kekuatan atau
struktur-struktur lain yang ada di luar dirinya, melainkan bersifat
aktif, reflektif dan kreatif, menampilkan perilaku yang rumit dan
sulit diramalkan. Oleh karena individu akan terus berubah maka
masyarakat pun akan berubah melalui interaksi itu. Struktur itu
tercipta dan berubah karena interaksi manusia, yakni ketika
individu-individu berpikir dan bertindak secara stabil terhadap
seperangkat obyek yang sama (Mulyana, 2001:59). Jadi, pada
intinya, bukan struktur masyarakat melainkan interaksi lah yang
dianggap sebagai variabel penting dalam menentukan perilaku
manusia. Melalui percakapan dengan orang lain, kita lebih dapat
memahami diri kita sendiri dan juga pengertian yang lebih baik
akan pesan-pesan yang kita dan orang lain kirim dan terima (West,
2008: 93).
Interaksionisme simbolik didasarkan pada ide-ide tentang
individu dalam melakukan interaksinya dengan masyarakat. Esensi
interaksi simbolik adalah suatu aktivitas yang merupakan ciri
manusia, yakni komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi
makna.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Menurut teoritisi Interaksionisme Simbolik, kehidupan
sosial pada dasarnya adalah interaksi manusia dengan
menggunakan simbol-simbol. Secara ringkas, interaksionisme
simbolik didasarkan pada premis-premis berikut: Pertama,
kemampuan berpikir dibentuk oleh interaksi sosial, Kedua, dalam
interaksi sosial manusia mempelajari arti dan simbol yang
memungkinkan mereka menggunakan kemampuan berpikir mereka
yang khusus itu, Ketiga, makna dan simbol memungkinkan
manusia melajutkan tindakan khusus dan berinteraksi, Keempat,
manusia mampu mengubah arti dan simbol yang mereka gunakan
dalam tindakan dan interaksi berdasarkan penafsiran mereka
terhadap situasi, Kelima, tindakan dan interaksi yang saling
berkaitan akan membentuk kelompok dan mayarakat
(Ritzer, 2004:289).
Teori ini berpandangan bahwa kenyataan sosial
didasarkan kepada definisi dan penilaian subjektif individu.
Struktur sosial merupakan definisi bersama yang dimiliki individu
yang berhubungan dengan bentuk-bentuk yang cocok, yang
menghubungkannya satu sama lain. Tindakan-tindakan individu
dan juga pola interaksinya dibimbing oleh definisi bersama yang
sedemikian itu dan dikonstruksikan melalui proses interaksi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Ralph Larossa dan Donald C. Reitzes (1993) mengatakan
bahwa ada tiga tema besar yang mendasari asumsi dalam teori
interaksi simbolik (West & Turner, 2008 : 98-104) :
1). Pentingnya makna bagi perilaku manusia
a) Manusia bertindak terhadap orang lain berdasarkan makna
yang diberikan orang lain terhadap mereka.
b) Makna yang diciptakan dalam interaksi antar manusia.
c) Makna dimodifikasi melalui proses interpretif.
2). Pentingnya konsep mengenai diri
a) Individu-individu mengembangkan konsep diri melalui
interaksi dengan orang lain.
b) Konsep diri memberikan sebuah motif penting untuk
berperilaku.
c) Hubungan antara individu dan masyarakat.
d) Orang dan kelompok- kelompok dipengaruhi oleh proses
budaya dan sosial.
e) Struktur sosial dihasilkan melalui interaksi sosial.
Pendidikan adalah proses internalisasi kebiasaan bersama
komunitas ke dalam diri aktor. Pendidikan adalah proses yang
esensial karena menurut pandangan Mead, aktor tidak mempunyai
diri dan belum menjadi anggota komunitas sesungguhnya sehingga
mereka tidak mampu menanggapi diri mereka sendiri seperti yang
dilakukan komunitas yang lebih luas. Untuk berbuat demikian,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
aktor harus dapat menginternalisasikan sikap-sikap bersama
komunitas(Ritzer, 2004:288).
b. Penbelajaran Makna dan Simbol
Interaksionisme Simbolik menyetujui pentingnya interaksi
sosial, makna bukan berasal dari proses mental yang menyendiri
tetapi berasal dari interaksi. Manusia mempelajari simbol dan
makna didalam interaksi sosial. Manusia menaggapi tanda-tanda
dengan tanpa berpikir. Sebaliknya mereka menaggapi simbol
dengan cara berpikir.” Simbol adalah objek sosial yang dipakai
untuk merepresentasikan(menggantikan) apapun yang disetujui
orang yang akan orang reprensentasikan” (Charon, 1998:47dalam
Ritzer, 2004:292).
Simbol adalah aspek penting yang memungkinkan orang
bertindak dengan cara-cara yang khas dilakukan manusia. Karena
simbol, manusia tidak memberikan respon secara pasif terhadap
realitas yang memaksakan dirinya sendiri, tetapi secara aktif
menciptakan dan mencipta ulang dunia tempat mereka
berperan(Charon, 1998:69 dalam Ritzer, 2004:292).
Simbol pada umumnya dan bahasa pada khususnya
mempunyai sejumlah fungsi khusus bagi aktor yaitu:
Pertama, simbol memungkinkan orang menghadapi dunia material
dan dunia sosial dengan memungkinkan mereka untuk mengatakan,
menggolongkan dan mengingat objek yang mereka jumpai, Kedua,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
simbol meningatkan kemampuan manusia untuk memahami
lingkungan, Ketiga, simbol meningkatkan kemampuan untuk
berpikir, Keempat, simbol meningkatkan kemampuan untuk
menyelesaikan berbagai masalah, Kelima, simbol memungkinkan
aktor mendahului waktu, ruang dan bahkan pribadi mereka sendiri.
(Miller, 1981 dalam Ritzer, 2004:293).
2. Sosiologi Pendidikan
a. Sosiologi Sebagai Pendekatan Studi Pendidikan
Sosiologi pendidikan dapat membantu memahami
perencanaan, proses implementasi dan implikasi penerapan
program maupun kebijakan pendidikan tertentu. Sebagaimana
peran sosiologi pada umumnya, sosiologi pendidikan memberikan
sumbangan pencerahan, menawarkan kepada setiap orang atau
kelompok mana saja yang berusaha melakukan perubahan dalam
proses penyelenggaraan pendidikan (Meighan dan Harber, 2007:
5-6).
Sosiologi pendidikan memiliki kepekaan dan kesadaran
sosial yang tinggi sehingga dapat melihat ketimpangan, hilangnya
rasa keadilan, dan penyingkiran manusia dalam dunia pendidikan.
Dengan sosiologi pendidikan dapat memahami tingkat
perkembangan masyarakat disekitarnya yang digunakan sebagai
dasar menata, merancang dan merumuskan program maupun
kebijakan pendidikan yang relevan dengan masyarakat, serta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
memberi sumbangan bagi praktisi pendidikan dalam rangka
mengantar para siswa untuk sampai kepada tujuan membangun
manusia yang lebih bermartabat(Maliki, 2008:11).
b. Perspektif Sosiologi Pendidikan
Dalam pembagian perspektif sosiologi pendidikan
diperlihatkan perbedaan sosiologi pendidikan yang berorientasi
pada dimensi kajian makro dengan teori-teori yang berpayung pada
kajian makro. Di lain pihak digambarkan sosiologi pendidikan
yang memilih perspektif mikro dengan sejumlah teori yang
berpayung dalam perspektif mikro. Pada level kajian mikro
sosiologi pendidikan memilih fokus kajian pada ranah subyektif
yang memahami realitas pendidikan tidak dari luar individu tetapi
lebih memahami pada tataran individu, tataran konstruk, persepsi,
penafsiran dan pemaknaan individu terhadap dunia pendidikan.
Perspektif ini lebih menekankan pada upaya memahami
dunia makna( the ralm of meaning), makna atau penafsiran yang
diberikan oleh aktor atau individu terhadap dunia pendidikan.
Kajian sosiologi pendidikan perspektif mikro, mencari pemahaman
masalah pendidikan ke dunia makna. Kemajuan dan kemunduran,
keberhasilan dan kegagalan dalam dunia pendidikan pada ranah
teori-teori perspektif mikro dilakukan dengan cara memahami
model pengetahuan, pengalaman, persepsi, dan cara aktor
memahami permasalahan pendidikan seperti dalam perspektif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Konstruksionis, Interaksionisme Simbolik, Fenomenologi,
Dramaturgi dan Etnometodologi(Maliki, 2008:14).
c. Paradigma Baru Pendidikan
Dalam pendidikan terdapat sejumlah paradigma yaitu
paradigma klasik atau paradigma behavioristik, paradigma
konstruktivisik dan paradigma social cognitive. Penelitian ini
menggunakan paradigma social cognitive yang dikembangkan oleh
Bredo dengan memanfaatkan psikologi fungsional dan filsafat
pragmatisme dari karya James, Dewey, dan Mead. Asumsi
dasarnya dibangun berdasarkan prinsip bahwa individu selalu
berdialog berasama lingkungannya, individu mengembangkan
struktrur atau memproduksi dunia disekitarnya. Pendidikan dan
pembelajaran yang mendasarkan pada individu selalu berdialog
dengan struktur ini kemudian memanfaatkan jasa teori sosial
seperti sosiologi.
Dalam paradigma social cognitive, pembelajaran di setting
sehingga para siswa bisa menggunakan sistem pengetahuan yang
dimilikinya dan digunakan untuk berdialog dengan lingkungannya.
Pembelajaran atau pemikiran dilakukan melalui tindakan yang
dapat mengubah situasi. Situasi yang berubah tersebut mengubah
cara pembelajaran yang dilakukan sisiwa. Dua faktor tersebut,
yakni siswa/ peserta didik sebagai individu selalu berdialog secara
terus menerus dengan struktur atau lingkungan disekitarnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gagasan terpentingnya pembelajaran adalah aktivitas
yang difasilitasi, yang didalamnya artefact atau bentuk ragam
budaya yang ada menjadai faktor yang amat penting. Artifak itu
berupa fisik seperti buku, alat-alat, namun bisa alat-alat simbolik
seperti bahasa. Bahasa yang selalu muncul menjadi media dalam
proses hubungan antara individu, hubungan sosial amat diperlukan
dalam pembelajaran.
Dengan demikian pembelajaran dalam perspektif ini
diartikan sebagai aktifitas sosial dan kolaborasi dengan cara siswa
mengembangkan pemikiran bersama-sama, pembelajaran
dilakukan secara partisipatoris, yang dipelajari bukan hanya apa
yang dimiliki individu namun sesuatu yang bisa dibagikan dengan
orang lain oleh karena itu pembelajaran sangat bernilai yaitu hasil
dari partisipasi dalam berbagai bentuk antara lain dengan cara
melihat kehidupan ini dari sudut pandang tertentu, termasuk
pembelajaran membentuk kehidupan praktis dimasyarakat
(Gardner, 2006:57).
E. Kerangka Pikir
Teori Interaksionisme simbolik didasarkan pada ide-ide
tentang individu dan interaksinya dengan masyarakat. Esensi interaksi
simbolik adalah suatu aktivitas yang merupakan ciri manusia, yaitu
komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna. Pendidikan
adalah proses internalisasi kebiasaan bersama komunitas ke dalam diri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
aktor, pendidikan adalah proses yang esensial karena menurut
pandangan George Herbert Mead, aktor tidak mempunyai diri dan
belum menjadi anggota komunitas sesungguhnya sehingga mereka
tidak mampu menanggapi diri mereka sendiri seperti yang dilakukan
komunitas yang lebih luas. Untuk berbuat demikian, aktor harus
menginternalisasikan sikap-sikap yang dimiliki oleh komunitas
melalui pendidikan.
Pendidikan adalah sebuah usaha yang ditempuh oleh
manusia dalam rangka untuk memperoleh ilmu pengetahuan yang
kemudian dijadikan sebagai dasar untuk bersikap dan berprilaku yang
akhirnya menjadi watak, karakter atau kepribadian tersebut selaras
dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional yang berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk karakter peserta didik. Pandangan serupa
diungkapkan oleh Thomas Lickona yang mendefinisikan karakter
sebagai “A reliable inner disposition to respond to situations in a
morally good way.” Selanjutnya, Lickona menambahkan, “Character
so conceived has three interrelated parts: moral knowing, moral
feeling, and moral behavior” (Lickona, 1991: 51). Karakter mulia
(good character), dalam pandangan Lickona, meliputi pengetahuan
tentang kebaikan (moral khowing), lalu menimbulkan komitmen (niat)
terhadap kebaikan (moral feeling), dan akhirnya benar-benar
melakukan kebaikan (moral behavior). Dengan kata lain, karakter
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
mengacu kepada serangkaian pengetahuan (cognitives), sikap
(attitudes), dan motivasi (motivations), serta perilaku (behaviors) dan
keterampilan (skills) melalui pendidikan karakter, dalam proses
pembentukan karakter peserta didik dikembangkan melalui kurikulum
kemudian kurikulum tersebut disusun dengan memasukan nilai-nilai
kearifan lokal. Pandangan kearifan lokal menurut Rahyono, kearifan
lokal merupakan kecerdasan manusia yang dimiliki oleh kelompok
etnis tertentu yang diperoleh melalui pengalaman masyarakat. Artinya,
kearifan lokal adalah hasil dari masyarakat tertentu melalui
pengalaman mereka dan belum tentu dialami oleh masyarakat yang
lain. Nilai-nilai tersebut akan melekat sangat kuat pada masyarakat
tertentu dan nilai itu sudah melalui perjalanan waktu yang panjang,
sepanjang keberadaan masyarakat tersebut (Rahyono, 2009:7).
Dengan memasukan nilai-nilai kearifan lokal ke dalam kurikulum
menjadi kurikulum berbasis kearifan lokal dari kurikulum kearifan
lokal terbentuk karakter, dimana pembentukan karakter dipengaruhi
oleh dua faktor yaitu faktor lingkungan dan faktor bawaan dalam hal
ini faktor lingkungan menjadi hal yang penting untuk menganalisis
pemahaman peserta didik tentang kearifan lokal Islam Aboge.
Kearifan lokal Islam Aboge adalah hasil dari masyarakat
tertentu melalui pengalaman mereka dan belum tentu dialami oleh
masyarakat yang lain sehingga memunculkan nilai-nilai dan norma-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
norma yang mengatur bagaiamana bersikap, bertingkah laku yang
tercermin dalam perilaku sehari- hari.
Berikut ini skema kerangka berpikir yang akan mempermudah
dan memahami masalah penelitian :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Bagan 1.
Kerangka Berpikir
Masyarakat Banyumas
Kearifan Lokal
Kearifan Lokal Islam
Aboge
Pengembangan Karakter
1. Menghargai leluhur
2. Sabar
3. Prihatin
4. Guyub Rukun
5.Temenan
6. Pasrah
Pengaruh Pada Karakter
Peserta Didik di SMA
Negeri Ajibarang
1. Responsive
2. Semangat
3. Bertanggung Jawab
4. Ikhlas
Pengembangan Karakter
Berbasis Kearifan Lokal
Strategi Pelestarian
1. Pendidikan
2. Keluarga
3. Pengajian Rutin
4. Silaturahmi
5.Sodakoh
6. Melaksanakan Tradisi
Teori
Interaksionis
me Simbolik
Sosiologi
Pendidikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB III
METODE PENELITAN
A.Tempat Dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri Ajibarang,
Kecamatan Ajibarang, Kabupaten Banyumas, serta di Desa Kracak
yang termasuk dalam daerah pedesaan dengan hubungan sosial antara
warga masyarakat yang masih terjaga, aktivitas desa tersebut masih
bersifat tradisional, namun dengan beberapa pola modernisasi akibat
munculnya perubahan sosial ataupun arus urbanisasi. Lokasi
penelitian di SMA Negeri Ajibarang dan di Desa Kracak tersebut
dipilih karena beberapa alasan, yaitu :
a. Banyak tersedia informan, dengan latar belakang pemahaman Islam
Aboge yang beragam. Artinya dalam penelitian ini, akan
didapatkan keanekaragaman makna dan jawaban dari informan.
Informan utama yaitu peserta didik di SMA Negeri Ajibarang, serta
informan pendukung antara lain: Kepala Sekolah, Wakil Kepala
Sekolah Urusan Kurikulum, Guru, Guru Pendidikan Agama Islam,
Guru Bahasa Banyumasan dan tokoh Islam Aboge.
b. Konsep kearifan lokal Islam Aboge menjadi hal yang berkenaan
dengan nilai-nilai tradisi sehingga terus dipertahankan. Di
masyarakat Desa Kracak, konsep kearifan lokal ini terus
dipertahankan dalam masyarakat dan menjadi bagian dari nilai dan
norma sosial.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama 8 bulan ( antara bulan Juni
2012 – Januari 2013 ), dengan dilakukan tahapan seperti berikut ini :
a. Bulan Juni-Juli, penyusunan proposal penelitian
b. Bulan Juli – Agustus, revisi proposal
c. Bulan September – November, terjun lapangan / pencarian data
d. Bulan Desember Januari , analisis data dari lapangan sekaligus
recek kembali data yang diperoleh dari lapangan.
Tabel 3.1
Waktu dan Kegiatan Penelitian
B. Bentuk Dan Strategi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Berdasarkan pada judul penelitian ini, maka jenis penelitian
yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan strategi
penelitian studi kasus. Penelitian Kualitatif menurut Gorman dan
Clayton dalam meaning of event, adalah dari apa yang diamati
penulis. Laporannya berisi amatan berbagai kejadian dan interaksi
yang diamati langsung penulis dari tempat kejadian. Tujuan akhir
No Kegiatan Juli Agst Sep Okt Nov Des Jan Feb Mret April Mei
1. Persiapan
2. Pengumpulan
data
3. Analisis data
4. Penyusunan
Laporan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dari penelitian kualitatif adalah untuk memahami apa yang
dipelajari dari perspektif itu sendiri dari sudut pandang kejadiannya
itu sendiri (Santana, 2007:28). Jadi dalam penelitian tentang
pemahaman peserta didik tentang pemahan tentang kearifan lokal
Islam Aboge dalam pendidikan karakter, bertujuan untuk
memperoleh informasi secara holistic dan verstehen ( jadi tidak
hanya melihat bagian luarnya saja ), sehingga penulis mampu
menangkap pemahaman tentang kearifan lokal Islam Aboge dalam
pendidikan karakter di SMA Negeri Ajibarang yang dilontarkan
atau dimaksudkan oleh informan.
Untuk mengungkapkan realitas sosial dalam proses
pemahaman kearifan budaya lokal dalam pendidikan karakter,
dibutuhkan penelitian secara mendalam dan holistik dengan
mengajukan berbagai pertanyaan yang bersifat terbuka kepada
subjek yang akan diteliti. Wawancara dilakukan secara mendalam,
bersifat informal dan tidak berstruktur. Metode penelitian yang
digunakan merupakan metode kajian komunitas eksplanasi, yaitu
proses pencarian pengetahuan dan pemahaman yang benar tentang
berbagai aspek sosial komunitas melalui eksplanasi (menjelaskan)
faktor penyebab suatu kejadian atau gejala sosial yang
dipertanyakan, atau gejala sosial melalui data kualitatif. Pendekatan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah subjektif mikro, yaitu
upaya untuk memahami sikap, pola perilaku dan upaya-upaya yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
berkaitan dengan masalah yang dipertanyakan dalam penelitian,
dengan menggunakan strategi studi kasus.
2. Strategi Penelitian
Studi kasus menurut Stake(1994) dan Yin(1996) adalah
penerapan serangkaian metode kerja penelitian untuk memperoleh
pengetahuan dan pemahaman atas suatu atau lebih kejadian/ gejala
sosial(Sitorus, 2006 ). Berdasarkan pengertian tersebut, maka studi
kasus tersebut dianggap relevan untuk mengkaji masalah yang
dihadapi terhadap pemahaman kearifan lokal Islam Aboge dalam
pendidikan karakter. Penelitian ini akan membahas penelitian
secara konfrehensif pemahaman peserta didik tentang kearifan
lokal Islam Aboge dalam pendidikan karakter di SMA Negeri
Ajibarang, Kecamatan Ajibarang, Kabupaten Banyumas, Jawa
Tengah. Tipe studi kasus dalam penelitian ini adalah studi kasus
instrumental, yaitu studi kasus yang memerlukan kasus sebagai
instrumen untuk memahami masalah tertentu.
C. Data Dan Sumber Data
Data adalah informasi sahih dan terpercaya yang
diperlukan untuk analisis dalam penelitian. Data yang digunakan
dalam penelitian lapangan menggunakan data primer dan data
sekunder. Data primer ialah data yang diperoleh dari informasi dan
pengalaman lapangan. Data sekunder ialah data yang diperoleh dari
statistik, litelatur dan laporan atau publikasi yang diperoleh dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
instasi-instasi/lembaga-lembaga terkait serta data pendukung yang
ada seperti: data monografi SMA Negeri Ajibarang Kecamatan
Ajibarang, dan dokumen lain yang diperlukan dalam penelitian ini.
Data primer yang bersumber dari informasi, yaitu para peserta
didik di SMA Negeri Ajibarang Kecamatan Ajibarang, tokoh
formal seperti Kepala Sekolah, guru, guru mata pelajaran muatan
lokal Bahasa Banyumasan dan tokoh informal yang dijadikan
informal adalah pamong budaya Banyumasan dan tokoh Islam
Aboge yang keseluruhannya berjumlah 17 orang. Data sekunder
diperoleh dengan melakukan kegiatan studi kepustakaan atau
literatur yang bersumber dari instansi-instansi terkait serta data
pendukung seperti: data monografi SMA Negeri Ajibarang
Kecamatan Ajibarang, dan dokumen lain yang diperlukan dalam
penelitian ini. Lebih jelasnya cara-cara pengumpulan data dalam
penelitian ini dapat didilihat pada tabel 3.1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 3.2
Metode Pengumpulan Data.
No Tujuan Data&
informasi
Sumber Metode Rekam
an
1 2 3 4 5 6
1 Menganalisis
keberhasilan dan
kelemahan
program
Pendidikan
karakter
Data peta
sosial SMA
Negeri
Ajibarang
Pendidikan
karakter
Pemahaman
kearifan
lokal Islam
Aboge
Keterlibatan
peserta didik
Laporan
praktek
lapangan
I & II
UU Sisdik
nas
Guru,
kepala
sekolah
Peserta
didik
Pengamatan
Studi
dokumentasi
Wawancara
FGD
Prktek
lapanga
n I & II
dan
dokume
n
2 Menganalisis
tingkat
pemahaman
peserta didik
terhadap kearifan
lokal Islam Aboge
Pemahaman
terhadap
kearifan
lokal islam
aboge
Karakter
kearifan
lokal Islam
Aboge
Tokoh
agama
Tokoh
masyarakat
Guru
Kepala
sekolah
Peserta
didik
Wawancara
FGD
Studi
dokumentasi
Pengamatan
Catatan
harian
Dokum
en
D. Sampling
Sutopo menjelaskan bahwa teknik sampling atau cuplikan
merupakan bentuk khusus atau proses bagi pemusatan atau
pemilihan dalam penelitian yang mengarah pada seleksi. Fokus
teknik cuplikan dalam kualitatif ini lebih bersifat selektif (Sutopo,
2001:54-55). Peneliti mendasarkan pada landasan kaitan teori yang
digunakan, keingintahuan pribadi, karakteristik empiris yang
dihadapi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini ada
dua yaitu tenik purposive sampling dan snow ball sampling.
Menurut Goetz Le Compte bahwa purposive sampling yaitu teknik
mendapatkan sample dengan memilih individu-individu yang
dianggap mengetahui informasi, mengetahui permasalahan secara
mendalam serta dapat dipercaya untuk menjadi sumber data
(Sutopo,2002: 185). Sedangkan menurut Patton, purposive
sampling adalah pemilihan informan yang dipandang paling kuuat
sehingga terdapat kemungkinan pilihan informan dapat
berkembang sesuai dengan kebutuhan dan kemantapan peneliti
dalam memperoleh data (Sutopo,2002:185)
Dalam penelitian ini, teknik yang ke dua adalah snowball
sampling. Yin mengatakan bahwa tipe sampling semacam ini
berupa seorang peneliti datang dalam suatu lokasi untuk
menetapkan informan yang ditemuinya di lapangan. Dari informan
tersebut, maka peneliti akan mampu memperoleh informan lain
yang berasal dari rujukan si informan pertama, dan begitu
seterusnya sampai ditemukannya informan yang mampu dan
dianggap sebagai key informan. Dari key informan ini maka akan
memperoleh kelengkapan data yang diperlukan dalam penelitian
(Sutopo, 2002:57).
Maka dalam penelitian ini yang pertama kali ditemui
berdasarkan pra penelitian adalah peserta didik SMA Negeri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Ajibarang, Kecamatan Ajibarang. Dari orang tersebut maka
diharapkan akan memperoleh keterangan atau informasi tentang
bagaimana pemahaman peserta didik terhadap kearifan lokal Islam
Aboge. Melalui informan pertama ini, selanjutnya peneliti meminta
rujukan atau akan diberikan rujukan untuk menemukan informan
selanjutnya, begitu seterusnya sampai dapat ditemukannya jawaban
atas rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang dipergunakan untuk mengumpulkan data-data
diatas, dilakukan dengan cara :
1. Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan
adalah dengan wawancara dan observasi partisipan. Teknik
wawancara yang dipilih dalam penelitian ini adalah wawancara
secara tak terstruktur atau dikenal pula dengan wawancara
mendalam. Soegiono menjelaskan bahwa wawancara tidak
berstruktur adalah wawancara yang telah tersusun secara
sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya (Soegiono,
2005: 74). Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa
garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan. Jadi
dalam wawancara jenis ini akan tercipta suasana yang lebih
santai, tidak kaku sehingga memberikan suasana yang nyaman
bagi informan dalam menyampaikan pendapat dan argumen atas
pertanyaan dari peneliti.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2. Observasi atau pegamatan, adalah teknik pengumpulan data
yang bersifat non verbal, biasanya berupa studi lapangan di
mana peneliti berperan sebagai pengamat. Observasi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah observasi secara langsung
dan bersifat partisipan. Bodgan dan Taylor mengatakan
observasi partisipan adalah suatu periode interaksi sosial yang
intensif antara peneliti dan subjek dalam suatu lingkungan
tertentu(Ahmadi, 2005: 102) . Dalam observasi partisipan ini,
maka peneliti ikut terjun langsung dalam mengamati
pemahaman peserta didik terhadap kearifan lokal Islam Aboge.
3. Metode Focus Group Discussion (FGD)
Focus Group Discusion(FGD) adalah metode
pengumpulan data dimana pengkaji memilih orang-orang yang
dianggap mewakili sejumlah publik atau populasi yang berbeda.
Menurut Sumarjo dan Saharudin (2006), FGD merupakan suatu
fokus yang dibentuk saling membagi informasi dan pengalaman
diantara para peserta diskusi dalam membahas suatu masalah
khusus yang telah terdefinisiskan sebelumnya. Dalam konteks
penelitian ini FGD dilakukan satu kali dengan peserta dari tokoh
masyarakat desa Kracak, anggota karang taruna, kepala sekolah
dan tenaga pendidik /guru yang berdinas di SMA Negeri
Ajibarang, perwakilan peserta didik dan sesepuh Islam Aboge.
Adapun agenda FGD adalah untuk menganalisis masalah dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pemecahan masalah pemahaman peserta didik tentang kearifan
lokal Islam Aboge dalam pendidikan karakter.
4. Studi Dokumentasi
Menurut Schatzman dan Strauss bahwa dokumen
merupakan bahan yang penting dalam penelitian kualitatif.
Selain itu juga menurut mereka, sebagian dari metode lapangan
peneliti dapat menggunakan dokumen historis dan sumber-
sumber sekunder lainya karena kebanyakan situasi yang dikaji
mempunyai sejarah dan dokumen-dokumen ini sering
menjelaskan aspek dari situasi tersebut(Mulyana,2001:195) .
Studi dokumentasi dilakukan dengan menelaah beberapa
laporan, buku, arsip dan catatan tentang kearifan lokal Islam
Aboge dalam kaitanya dengan pendidikan karakter di SMA
Negeri Ajibarang yang relevan. Agar proses pengumpulan data
terarah dan teratur digunakan pedoman pengumpulan data yang
meliputi wawancara, FGD dan observasi.
F. Validitas Data
Validitas data dimaksudkan sebagaii pembuktian bahwa
data yang sudah diperoleh peneliti sesuai dengan realitas di lokasi
penelitian. Validitas diartikan sebenar-benarnya atau senyatanya
(Neuman, 2000: 171). Data yang diperoleh dalam penelitian
kualitatif kesahihanya diperoleh dengan teknik trianggulasi.
Pengujian validitas data dalam penelitian ini akan dilakukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dengan cara trianggulasi data yaitu : measuring distance betwen
objects by making observation from multiple position (Neuman,
2000 :124-1255). Maksudnya untuk mendapatkan data yang tidak
hanya diambil dari satu sumber melainkan dari beberapa sumber.
Hal ini dilaksanakan dalam rangka untuk mengecek kebenaran data
yang sejenis yang diperoleh peneliti dari sumber yang lain, dengan
demikian suatu data akan dikontrol oleh data yang sama tetapi
berasal dari sumber yang berbeda.
Menurut Moleong trianggulasi merupakan teknik
pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang
lahir diluar data itu (Moleong, 2007 : 330). Menurut Patton, teknik
trianggulasi ada enpat macam yaitu sebagai berikut :
1) Trianggulasi data (data trianggulation) yaitu peneliti
menggunakan beberapa sumber data untuk mengumpulkan
data yang sama.
2) Trianggulasi peneliti (investigator trianggulation) yaitu hasil
penelitian baik data maupun simpulan mengenai bagian
tertentu atau keseluruhanya diuji validitasnya dari beberapa
peneliti.
3) Trianggulasi metode (methodoloical trianggulation) yaitu
penelitian yang dilakukan dengan menggunakan teknik atau
metode pengumpulan data yang berbeda.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4) Trianggulasi teori (theoretical trianggulation) yaitu trianggulasi
yang dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan perspektif
lebih dari satu teori dalam membahas permasalahan yang
dikaji (Sutopo, 2002 : 78).
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan
trianggulasi data(sumber) dan trianggulasi metode.
Trianggulasi data yaitu pengumpulan data dengan
menggunakan berbagai sumber untuk mengumpulkan data
yang sama. Informasi yang diperoleh selau dibandingkan dan
diuji dengan data atau informasi yang lain untuk mengeceek
kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melui alat dan
waktu yang berbeda. Sedangkan trianggulasi metode yaitu
pengumpulan data yang berbeda. Dalam penelitian ini teknik
yang digunakan yaitu wawancara, observasi, FGD dan studi
dokumentasi.
Untuk mengembangkan validitas data penelitian,
peneliti menggunakan teknik review informan atau cross check
data. Teknik ini dilakukan dengan cara menginformasikan
ulang tentang data yang sudah diperoleh peneliti kepada
informan untuk memperoleh kebenaran dan kebaikan data,
sehingga apabila terdapat kekeliruan atau ketidaklengkapan
data dari informasi sebelumnya, khususnya yang dipandang
sebagai informan kunci atau key informan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
G. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan hal terpenting dalam penelitian
karena sangat berpengaruh terhadap kualitas hasil peneliitian.
Menurut Bodgan dan Biklen menyatakan bahwa analisis data
adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,
mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang
dapat dikelola, mentesiskannya, mencari dan mengumpulkan pola,
menemukan apa yang dapat diceritakan kepada orang
lain(Moleong, 2007 : 248). Menurut Miles dan Hubermas analisis
alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu sebagai berikut :
1. Reduksi Data
Reduksi data merupakan proses seleksi, pemfokusan,
penyederhanaan dan abstaksi data dari fieldnote (catatan
lapangan). Proses ini berlangsung terus menerus sepanjang
penelitian hingga laporan akhir untuk mempertegas,
mempermudah, membuang hal yang tidak ppenting serta
mengatur data sehingga kesimpulan akhir dapat dilakukan.
2. Penyajian Data atau Display
Penyajian data adalah rakitan organisasi informasi yang
memungkinkan kesimpulan peneliti dapat dilakukan dengan
melihat penyajian data, dapat dipahami dengan berbagai hal
yang terjadi dan memungkinkan untuk mengerjakan sesuatu
pada anlisis ataupun tindakan lain berdasarkan pemahaman
penyajian data yang dapat meliputi berbagai matriks, skema dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
tabel. Semuanya dirancang untuk merakit informasi secara
teratur agar mudah dilihat dan dimengerti dalam bentuk yang
kompak.
3. Penerikan Kesimpulan dan Verifikasi
Penerikan kesimpulan merupakan kesimpulan penelitian
yang telah diteliti dari awal hingga akhir. Penarikan kesimpulan
merupakan sebagian dari kegiatan konfigurasi yang bersifat
utuh. Kesimpulan akhir ditentukan sampai proses pengumpulan
data berakhir. Dalam melakukan penarikan kesimpulan peneliti
bersifat terbuka yang artinya apabila pada akhir penelitian
menggunakan data yang kurang akkrat, maka peneliti tidak
segan-segan untuk mengadakan penyimpulan ulang.
Komponen analisis tersebut aktivitasnya berbentuk
interaksi dengan proses pengumpulan data berbentuk siklus.
Dalam bentuk ini peneliti tetap bergerak diantara keempat
komponen yaitu pengumpulan data, reduksi data, penyajian data
dan penarikan kesimpulan. Untuk lebih jelasnya, proses analisis
interaktif dapat digambarkan(Miles & Habermas, 1992 : 20)
sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Bagan 2.
Model Analisis Data Interaktif
Keterangan :
Penelitian yang menggunakan format studi kasus, baik terhadap
individu atau kelompok lazimnya menggunakan analisis kualitatif.
Karenanya analisis kualitatif fokusnya pada menunjukan makna,
deskripsi, penjernihan dan penempatan data pada konteksnya masing-
masing dan seringkali melukiskannya di dalam kata-kata daripada
angka-angka (Faisal, 1995: 269).
Setiap catatan harian yang dihasilkan, apakah hasil
wawancara atau hasil observasi perlu direduksi dan dimasukkan ke
dalam pola, kategori, fokus, atau tema tertentu yang sesuai. Hasil
reduksi tersebut perlu di ”display” secara tertentu untuk masing-
masing pola, kategori, fokus atau tema yang hendak dipahami dan
Pengumpulan Data
Reduksi Data Sajian Data
Penarikan
Kesimpulan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dimengerti duduk soalnya. Dan akhrinya peneliti dapat mengambil
kesimpulan-kesimpulan tertentu dari hasil pemahaman dan
pengertiannya. Pengumpulan data, reduksi data, display data dan
pengambilan kesimpulan bukanlah sesuatu yang berlangsung secara
linear melainkan suatu siklus yang interaktif. Dalam melakukan
penarikan kesimpulan peneliti bersikap terbuka arrtinya jika diakhir
penelitian ditemukan data yang kurang akurat maka peneliti tidak
segan-segan untuk mengadakan penyimpulan ulang.
H. Prosedur Penelitian
Langkah-langkah penelitian kualitatif tidak dapat ditentukan
secara pasti seperti halnya penelitiann kuantitatif. Menurut Usman dan
Purnomo, langkah-langkah penelitian kualitatif dapat dibagi menjadi
lima yaitu :
1. studi pendahuluan untuk penjajagan keadaan di lapangan agar lebih
fokus
2. Pembuatan pradesain penelitian yaitu membuat desain tentang teori,
instrumen penelitian dan mendesain analisis data.
3. Seminar pradesain yaitu melakukan seminar sebagai umpan balik
dari proposal penelitian untuk mengandakan perbaikan tulisan.
4. Pengumpulan data dan memasuki lapangan meliputi memilih lokasi
atau tempat, informan(pelaku) dan kegiatan (aktivitas) di lapangan.
5. Analisis data yang terdiri dari reduksi data, penyajian data dan
penarikan kesimpulan (verifikasi)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
(Usman dan Purnomo, 2002 : 82-84)
Akan tetapi, langkah-langkah yang diambil dalam penelitian
ini adalah dengan mengambil prosedur penelitian dari H. B. Sutopo
yang meliputi empat tahap yaitu persiapan, pengumpulan data, analisis
data dan penyusunan laporan penelitian (Sutopo, 2002 : 187-190).
Untuk lebih jelas akan diuraikan sebagai berikut :
a) Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini proses pengumpulan data dilakukan
dengan melalui tahap-tahap sebagai berikut :
1) Pengumpulan data dilkukan dengan wawancara mendalam dan
pengamatan mendalam atau obsevasi partisipan.
2) Membuat fieldnote (catatan lapangan) dan transkrip hasil
wawwancara.
3) Memilah dan mengatur data sesuai kebutuhan.
b) Analisis Data
1) Menentukan teknik analisis data yang tepat sesuai dengan desain
penelitian yang meliputi reduksi data (Pembuatan tabel hasil
penelitian lapangan), penyajian data (pembuatan tabel hasil
lapangan), dan penarikan kesimpulan (verifikasi).
2) Mengembangkan hasil intepretasi data dengan analisis lanjut
kemudian disesuaikan dengan hasil temuan di lapangan.
3) Melakukan pengayaan dakam menganalisis data yang sudah ada
dengan dosen pembimbing.
4) Membuat simpulan akhir sebagai temuan penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB IV
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
A. Desa Kracak Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas
1. Demografi Masyarakat Kecamatan Ajibarang
Kecamatan Ajibarang merupakan salah satu Kecamatan
yang ada di Kabupaten Banyumas Provinsi Jawa Tengah. Luas
wilayah Kecamatan Ajibarang adalah 6,53 Km2, dengan tinggi
Ibukota Kecamatan Ajibarang dari permukaan laut 163 M. Memiliki
15 desa yakni Damakradenan, Tiparkidul, Sawangan, Jingkang,
Banjarasari, Kalibenda, Pancurendang, Pancasan, Karangbawang,
Kracak, Ajibarang Kulon, Ajibarang Wetan, Lesmana, Pandansari,
Ciberung. Wilayah Kecamatan Ajibarang berbatasan dengan
Kecamatan Pekuncen untuk sebelah Utara, Kecamatan Wangon untuk
daerah sebelah Selatan, sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan
Cilongkok, dan sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Gumelar.
Jarak masing-masing Desa dari Kecamatan ke Kantor Desa dapat
dilihat dari tabel berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 4.1
Jarak Kantor Kepala Desa ke Kantor Kecamatan
No Desa Jarak dari
Kecematan
1 Darmakradenan 6,50 Km
2 Tiparkidul 5,50 Km
3 Sawangan 6,00 Km
4 Jingkang 9,00 Km
5 Banjarsari 5,00 Km
6 Kalibenda 3,00 Km
7 Pancurendang 2,00 Km
8 Pancasan 1,30 Km
9 Karangbawang 3,00 Km
10 Kracak 2,50 Km
11 Ajibarang Kulon 0,00 Km
12 Ajibarang Wetan 0,70 Km
13 Lesmana 3,00 Km
14 Pandansari 1,60 Km
15 Ciberung 3,00 Km
Sumber: Data Isian Perkembangan Desa Kracak Kecamatan Ajibarang
Kabupaten Banyumas Derektorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat
dan Setda Departemen Dalam Negeri Tahun. 2012.
2. Keadaan Desa Kracak
a. Keadaan Geografis desa Kracak
Desa Kracak merupakan salah satu desa yang ada di
Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas Provinsi Jawa Tengah.
Luas wilayahnya adalah 549,50 Ha, dengan batas wilayah, sebelah
Utara berbatasan dengan Desa Ciberung, sebelah Timur berbatasan
dengan Desa Ajibarang Wetan dan Ajibarang Kulon, sebelah Selatan
berbatasan dengan Desa Karangbawang, dan sebelah Barat berbatasan
dengan Desa Darmakradenan. Jumlah dukuh yang ada di Desa Kracak
mencapai 12 dukuh.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Jarak ibukota Kecamatan terdekat 4.00 km, dengan lama
tempuh 0.25 jam. Kendaraan umum yang ada untuk menuju ke Ibu
Kota Kecamatan terdekat adalah koprades(Koprasi Angkutan
Pedesaan).
Jarak ke Ibu Kota Kabupaten terdekat 22.00 km dengan
lama tempuh perjalanan 0,50 jam dengan kendaraan umum yang biasa
digunakan micro bus.
Tanah yang ada di Desa Kracak merupakan potensi alam
yang dimanfaatkan dalam berbagai bentuk, seperti tanah sawah meliputi
sawah irigasi teknis 84.80 Ha, sawah irigasi setengah teknis terdapat
51.70 Ha, dan tadah hujan 30.30 Ha. Sedangkan tanah kering berupa
tegal 69.50 Ha, dan pemukiman seluas 49.43 Ha. Tahan perkebunan
yakni perkebunan rakyatdengan luas 106.27. tanah fasilitas umum
yakni kas desa 2,40 Ha, lapangan 1,50 Ha, perkantoran pemerintah 0,70
Ha,dan untuk fasilitas lain 1,50 Ha. Tanah yang berupa hutan produksi
151,40 Ha. Kaitannya dengan masalah iklim, Curah hujan 0.00 mm,
jumlah bulan hujan 6.00 bulan, suhu rata-rata 29.00 °C, 153.00 mdl.
b. Penduduk
Jumlah penduduk yang ada di Desa Kracak adalah 8.174 orang,
dengan rincian 4.052 laki-laki dan 4.122 perempuan,yang terdiri atas
2.556 Kepala Keluarga( KK). Keadaan umur tiap-tiap warga dapat
dilihat dalam tabel berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 4.2
Umur Tiap-Tiap warga
Rentang Umur Jumlah
≤ 1 tahun 148 orang
1- 10 tahun 1273 orang
11- 20 tahun 1545 orang
21- 30 tahun 1436 orang
31-40 tahun 1421 orang
41- 50 tahun 1002 orang
51-58 tahun 547 orang
≥59 tahun 802 orang
Jumlah total 8174 orang Sumber: Peta Wilayah Kecamatan Ajibarang Kabupaten
Banyumas Tahun 2012.
Jumlah penduduk yang mengalami cacat fisik dan mental
berjumlah 29 orang meliputi tuna rungu 5 orang, tuna wicara 4 orang,
tuna netra 4 orang, lumpuh 6 orang, dan sumbing 1 orang. untuk cacat
mental, idiot terdapat 4 orang, gila 2 orang, dan stress 3 orang.
c. Keadaan Pendidikan
Dari jumlah penduduk Desa Kracak 8.174 orang,
pendidikan warga yang belum sekolah mencapai 918 orang, usia 7-15
tahun yang tidak pernah sekolah 65 orang, pernah sekolah SD tetapi
tidak tamat 602 orang, tamat SD atau sederajat 2.822 orang, tamat
SLTP atau sederajat 2.416 orang, SLTA atau sederajat 1.134 orang,
D-1 7 orang, D-2 16 orang, D-3 13 orang, S-1 61 orang, S-2 2 orang,
S-3 0 orang.
Lembaga pendidikan yang ada di Desa Kracak adalah
Taman Kanak-kanak (TK) berjumlah 4 sekolahan dengan jumlah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
siswa 160 dan 13 orang guru. SD atau sederajat terdapat 3 sekolahan
dengan jumlah siswa 1.242 dan 49 orang guru, sekolahan SLTP ada 1
dengan 24 orang siswa dan 3 orang guru. Dan ada 1 lembaga
pendidikan keagamaan dengan jumlah siswa 47 dan 3 orang guru.
Lembaga pendidikan di Desa Kracak dapat dilihat lebih
jelas dalam tabel berikut :
Tabel 4.3
Jumlah Lembaga Pendidikan
Lembaga Pendidikan Jumlah Murid Guru
Taman Kanak-kanak 4 160 13
SD/ Sederajat 3 1,242 49
SLTP/ Sederajat 1 24 7
SLTA/ Sederajat 0 0 0
Pendidikan Keagamaan 1 47 3
Sumber: Data Isian Perkembangan Desa Kracak Kecamatan Ajibarang
Kabupaten Banyumas Derektorat Jenderal Pemberdayaan
Masyarakat dan Sekda Departemen Dalam Negeri Tahun 2012.
d. Keadaan Ekonomi
Mata pencaharian pokok masyarakat Desa Kracak, buruh
atau swasta menempati urutan paling tinggi dengan jumlah 1.169
orang, disusul tani dengan kuantitas 812 orang, kemudian buruh tani
792 orang dan pedagang 410 orang, sisanya terbagi ke dalam berbagai
sumber mata pencaharian seperti peternak, nelayan, monter dan lain
sebagainya. Lebih jelasnya, mata pencaharian pokok masyarakat dapat
dilihat dalam tabel berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 4.4
Mata Pencaharian Pokok Masyarakat
No Mata Pencaharian Jumlah
1 Petani 812 Orang
2 Buruh tani 701 Orang
3 Buruh/ Swasta 1169 Orang
4 Pegawai negeri 94 Orang
5 Pengrajin 16 Orang
6 Pedagang 410 Orang
7 Peternak 7 Orang
8 Nelayan 5 Orang
9 Montir 4 Orang
10 Dokter -
11 Bidan 1 Orang
12 Perawat 3 Orang
13 Lainya 469 Orang Sumber: Data Isian Perkembangan Desa Kracak Kecamatan Ajibarang
Kabupaten Banyumas Derektorat Jenderal Pemberdayaan
Masyarakat dan Sekda Departemen Dalam Negeri Tahun. 2012.
Lembaga perekonomian yang ada di Desa Kracak terdapat
dalam tabel berikut :
Tabel 4.5
Lembaga Perekonomian
Lembaga Ekonomi Jumlah Jumlah Pekerja
Koperasi 6 314
Industri kerajinan 9 74
Industri Pakaian 2 32
Industri Makanan 7 22
Industri alat rumah tangga 2 6
Industri bahan bangunan 6 25
Restoran 5 13
Toko/ Swalayan 5 8
Warung Kelontong 38 48
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Angkutan 35 44
Rentenir 6 -
Pengijon 2 -
Pengepul/ tengkulak 6 5
Usaha peternakan 79 79
Usaha perikanan 4 28
Usaha perkebunan 96 616
Sumber: Dartar Isian Perkembangan Desa Kracak Kecamatan Ajibarang
Kabupaten Banyumas Derektorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat
dan Sekda Depatemen Dalam Negeri Tahun. 2012.
Jumlah tenaga kerja terdapat 2.965 orang dengan klasifikasi,
penduduk usia 15-55 tahun berjumlah 5.130 orang, Ibu rumah tangga
2,011 orang, penduduk masih sekolah 154 orang. Dan untuk penduduk
yang ada dalam garis kemiskinan mencapai 2.556 Kepala Keluarga.
e. Keadaan Keagamaan
Sebagian besar masyarakat Kracak beragama Islam dengan
jumlah 8.172 orang, dan sisanya Kristen 2 orang. Sarana peribadatan
berupa Masjid terdapat 6 buah, dan Mushala 9 buah, sedangkan
Gereja tidak ada. Masyarakat yang ada di Desa Kracak juga mengikuti
organisasi masyarakat (Ormas) yang berkaitan dengan keagamaan
seperti NU, dan Muhammadiyah. Masyarakat yang menganut hisab
Jawa Aboge hidup berdampingan dengan masyarakat yang mengikuti
ormas-ormas tersebut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
B. SMA Negeri Ajibarang
1. Gambaran Umum Lokasi dan Karakteristik Subjek Penelitian
Sekolah yang menjadi lokasi penelitian ini adalah SMA
Negeri Ajibarang Kabupaten Banyumas. SMA Negeri Ajibarang
merupakan salah satu SMA Negeri di Kabupaten Banyumas yang
semula bernama SMA Pemda yang dinegerikan. SMA Pemda berdiri
pada tahun 1979 berlokasi di Desa Pancurendang Kecamatan
Ajibarang dan atas prakarsa para tokoh masyarakat antara lain :
1. Drs. Saut Manurung : Walikota Cilacap / Wedana Ajibarang
2. Drs. Sukamto : Wedana Ajibarang
3. Abu Hamid : Kepala SMP Negeri 1 Ajibarang
4. Waimoen : Kepala SMP Negeri 2 Ajibarang
5. H. Kasid Kartadidjaja : Tokoh masyarakat Ajibarang
6. Budi Rahardjo : Wiraswasta
7. Soerwan : Guru SMPN 1 Ajibarang
Sumber dana pembangunan SMA berasal dari iuran masyarakat di
wilayah Kawedanan Ajibarang. Kepala Sekolah dipercayakan kepada Drs.
Saut Manurung (Walikota Cilacap), karena sibuk pada tugas utamanya,
maka tugas sehari-hari diserahkan kepada salah satu guru yaitu Bapak R.
Apenk Sunarto. Adapun jumlah kelas sampai 18 Februari 1984 sebanyak
11 kelas. Guru-gurunya berasal dari guru-guru SMPN 1 Ajibarang, SMPN
2 Ajibarang dan SMAN 2 Purwokerto, juga dari beberapa guru SD.
Sedangkan tenaga Tata Usaha/Pembantu pelaksana sebagian besar sampai
sekarang masih tetap, namun sudah berstatus negeri. Sarana yang dimiliki
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sampai saat penegerian adalah: 11 lokal ruang belajar, 1 lokal ruang guru,
1 lokal ruang kepala sekolah, 1 lokal kantor tata usaha, 1 bangunan WC,
Kamar mandi dan sumur,1 buah tiang bendera (sekarang dijadikan
monumen penegerian)
2. Riwayat Tentang SMA Negeri Ajibarang
SMA Negeri Ajibarang secara resmi sejak tanggal 18
Februari 1984 (Penegerian), namun saat SMA ini dinegerikan Kepala
Sekolah masih diampu oleh Kepala SMA Negeri 1 Purwokerto (Bapak
Sudiro Wirohartono). Saat itu pula belum ada guru tetap, (semuanya
masih guru pinjaman). Sejak tanggal 15 Maret 1984 tugas Kepala
Sekolah dipegang oleh Bapak Soepeno, B.A(Surat Kawat Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor: 17328/C/K 1-
2/1985 tanggal 1 Maret 1985). Maka sejak saat itu Bapak Soepeno,
B.A, menjadi Kepala Sekolah yang pertama. Situasi dan kondisi yang
diserahterimakan dari Bapak Drs. Soediro Wirohartono kepada Bapak
Soepeno, BA, masih tetap (seperti pada waktu penegerian). Mengingat
kesulitan yang pernah dialami yaitu dengan adanya guru pinjaman dari
sekolah lain, maka ketika sekolah asal sedang mengadakan test,
sebgaian besar gurunya ditarik kembali ke sekolah masing-masing
(sekolah asal) sehingga praktis SMA Negeri Ajibarang tidak ada guru
yang mengajar, sehingga kegiatan belajar mengajar menjadi kurang
tertib.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Belajar dari kenyataan tersebut, maka Kepala Sekolah mengambil
kebijakan untuk melepas guru-guru pinjaman tersebut dan mengangkat
guru-guru wiyata bakti yang berpendidikan sesuai sebagai guru SMA
Negeri Ajibarang. Tahun demi tahun kekurangan guru dapat diatasi dengan
di droping dari penempatan guru baru dari pemerintah.
Gambar 4.1
Denah Sekolah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3. Visi Dan Misi
Visi : Mewujudkan Insan Indonesia yang berkepribadian Pancasila,
Unggul dalam Imtaq dan Iptek, agar mampu bersaing secara
nasional maupun global
Misi :
1) Menyediakan tempat ibadah yang representatif agar warga sekolah
dapat melaksanakan ibadah dengan khusuk.
2) Menyediakan sarana prasarana pendidikan yang dibutuhkan agar
warga sekolah dapat belajar dengan baik.
3) Meningkatkan pelayanan kepada semua warga sekolah dengan baik.
4) Menyediakan sarana belajar yang memadai dan efektif.
5) Melaksanakan proses belajar mengajar dengan pendekatan aktif,
kreatif, efektif, inspiratif, inovatif dan menyenangkan sehingga para
peserta didik mempunyai daya saing yang berkesinambungan
(Suistainability).
6) Menyediakan wadah untuk kegiatan siswa sehingga para siswa
mampu mengembangkan dan mengaktualisasikan hobi dan bakatnya
masing-masing lewat kegiatan ekstrakurikuler.
7) Menyediakan wahana pembinaan dan pengembangan apresiasi seni
dan kewirausahaan.
8) Meningkatkan kualitas pembinaan tim Olimpiade MIPA dan
komputer.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9) Memfasilitasi siswa untuk meningkatkan iman dan taqwa kepada
Tuhan yang Maha Esa dan untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan
teknologi sehingga siap menempuh studi lanjut.
4. Profil
a. Nama Sekolah : SMA Negeri Ajibarang
b. Alamat : Jln. Raya Pancurendang Ajibarang
Kecamatan Ajibarang Kabupaten
Banyumas
Provinsi Jawa Tengah Kode Pos 53163
No. Telp/Fax : (0281) 571807
E-mail : [email protected]
Website : http://sman-ajibarang.sch.id
Status : Negeri
Akreditasi : A
Nomor Ma.006458 Prov-03
c. ISO 9001:2008 :
1). In Progress : 2009
2). Sertifikasi : 2010
d. NSS : 30.10.3021.4.014
e. Pendirian Sekolah
1). Tahun berdiri : 1984
2). Dasar pendirian : SK. MENDIKBUD 0473/0/1983
f. Tanah dan Bangunan
1). Status : Hak Pakai
2). Bukti Kepemilikan : Sertifikat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
S
SMA Negeri Ajibarang selalu berusaha untuk
membangun kultur sekolah agar menjadi sekolah yang mempunyai ciri
khusus atau karakter, di antaranya dengan :
a. Efektifitas pembelajaran
Media pembelajaran E-learning merupakan salah satu inovasi
pengembangan bahan ajar untuk siswa dengan memanfaatkan teknologi
informasi yaitu komputer. Dengan adanya E-learning di SMA Negeri
Ajibarang, baik melalui jaringan komputer intranet maupun internet semua
materi bahan ajar yang dimiliki oleh guru dapat dimasukan ke dalam
komputer dan dapat diakses di mana pun dan kapan pun. Selain untuk
memudahkan siswa dalam mengakses bahan ajar. Dengan adanya E-learning
siswa diharapkan dapat menciptakan proses belajar mandiri ketika Guru yang
bersangkutan tidak hadir ataupun ada tugas lain. Maka siswa cukup belajar
menggunakan media E-learning di laboratorium multimedia.
g. Kepala Sekolah
1). Nama : Drs. Arif Priadi, M.Ed
2). NIP : 19610510 198703 1 009
3). Email : [email protected]
h. Penanggung jawab RSBI
1). Nama : Drs. Kusno
2). NIP : 19640817 198803 1 016
3). Email : [email protected]
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
b. Lingkungan sekolah bersih, rapi, aman, indah, hijau dan nyaman.
Suasana di lingkungan sekolah merupakan faktor pendukung
kelancaran proses belajar mengajar di sebuah sekolah. Dengan lokasi yang
sangat strategis, SMA Negeri Ajibarang berusaha menciptakan lingkungan
yang sejuk dan selalu menanamkan budaya hijau, sejuk dan bersih kepada
semua warga sekolah dengan melaksanakan program “Sekolah Hijau”.
c. Menjunjung tinggi nilai budaya lokal
SMA Negeri Ajibarang lahir dan tumbuh di daerah Banyumas yang
kaya akan warisan budaya yang harus dilestarikan. Untuk itu SMA Negeri
Ajibarang memberikan prioritas dalam melestarikan budaya Banyumas
dengan memberikan materi muatan lokal kepada peserta didik berupa mata
pelajaran Kesenian yang diampu oleh Guru Kesenian yang berkompeten di
bidangnya. Hal ini dibuktikan dengan dibentuknya grup Karawitan "Kencana
Aji Laras" di SMA Negeri Ajibarang dengan didukung seperangkat gamelan.
d. Selalu Update
Teknologi Informasi membawa perubahan yang sangat besar di
semua lini, termasuk dalam bidang pendidikan. Untuk menghindari kesan
“gagap teknologi” SMA Negeri Ajibarang memberikan solusi dengan
tersedianya Laboratorium Komputer dan Laboratorium Multimedia (MM)
yang masing-masing dilengkapi dengan 40 unit komputer terbaru. Sekolah
merupakan sumber ilmu dan tempat untuk belajar baik guru maupun siswa,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
maka mereka diharapkan selalu meningkatkan wawasan keilmuannya.
Sekolah menyediakan jaringan internet yang bisa diakses lewat pembelajaran
di kelas maupun di ruang-ruang di lingkungan SMA Negeri Ajibarang dengan
jaringan Hotspot Area.
e. Rasa sosial dan kekeluargaan yang tinggi
Kepedulian sosial dan rasa “rumangsa handarbeni” selalu
berdampingan dan selalu dikedepankan dalam aktifitas keseharian di sekolah.
Rasa kebersamaan ditumbuhkan dengan menanamkan prinsip bahwa semua
warga sekolah adalah satu keluarga. Hal ini bertujuan untuk mewujudkan
suasana kekeluargaan yang harmonis, serasi dan meng-eliminir gesekan sosial
di lingkungan sekolah. Jika ada warga sekolah yang mendapatkan musibah
ataupun ujian hidup maka seluruh warga sekolah berusaha memberikan
bantuan untuk meringankan beban yang harus ditanggung dalam bentuk dana
bantuan ataupun home visit sambil menyerahkan bantuan kolektif. Kegiatan
rutin tahunan yang selalu diselenggarakan di SMA Negeri Ajibarang antara
lain adalah peringatan hari besar-hari besar keagamaan misalnya peringatan
Maulid Nabi Muhammad SAW, Idul Adha & Idul Fitri dan yang terpenting
adalah Silaturahmi Keluarga di antara warga sekolah.
f. Bersikap kompetitif dalam meraih prestasi
SMA Negeri Ajibarang sebagai salah satu SMA RSBI di Jawa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tengah khususnya selalu ikut berpartisipasi dalam setiap lomba dan kejuaraan
baik tingkat lokal maupun propinsi. Setiap mengikuti kejuaraan SMA Negeri
Ajibarang mendelegasikan peserta yang sebelumnya telah dilatih secara
intensif dengan tujuan dapat meraih prestasi. Selain itu di setiap tahun
biasanya diadakan berbagai lomba dan kejuaraaan baik dalam event class
meeting, perayaan hari besar nasional maupun hari ulang tahun SMA Negeri
Ajibarang dengan berbagai hadiah yang dapat memancing peserta didik untuk
lebih berprestasi di tingkat selanjutnya.
5. Pembinaan Kesiswaan
Dalam rangka penyeragaman organisasi di sekolah-sekolah secara
nasional maka pemerintah mengusahakan pembinaan kehidupan para
siswa di sekolah melalui dengan empat jalur pembinaan kesiswaan, yaitu:
a. Organisasi Kesiswaan
Di dalam Surat Keputusan Direktur Jendral Pendidikan Dasar
dan Menengah Nomor 226/C/Kep/O/1993 disebutkan bahwa organisasi
di sekolah adalah OSIS. Penyelenggaraan OSIS dan struktur organisasi
OSIS di SMA Negeri Ajibarang disesuaikan dengan AD/ART OSIS.
Adapun organisasi di bawah OSIS yang berada di SMA Negeri
Ajibarang adalah Rohis, Pramuka, PASKIBRAKA, PMR, Koperasi
Siswa, Bosnia, BSC (Basket), English Club, dan Pers SMANA.
Perangkat OSIS meliputi : Pembina OSIS, Perwakilan Kelas (MPK)
dan Pengurus OSIS.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
b. Latihan Kepemimpinan
Latihan kepemimpinan diberikan oleh pihak sekolah melalui
kegiatan yang disebut Latihan Dasar Kepemimpinan yang diperuntukan
bagi calon pengurus OSIS. Latihan kepemimpinan juga diadakan oleh
Gerakan Pramuka dengan penyelenggara Dewan Ambalan (Anggota
Pramuka tingkat SMA yang menjadi pengurus) yang diberi nama
Gladian Pimpinan Satuan (Dianpinsat) secara 2 tahunan dimana
pesertanya terdiri dari perwakilan tiap kelas pada kelas X serta
pengurus pramuka kelas XI.
c. Kegiatan Ekstrakurikuler
Kegiatan ekstrakurikuler bertujuan untuk lebih memperkaya
dan memperluas, mendorong pembinaan nilai atau sikap serta
memungkinkan penerapan lebih lanjut pengetahuan yang telah
dipelajari dari berbagai mata pelajaran dalam kurikulum baik program
inti maupun program khusus. Kegiatan ini mengutamakan kegiatan
kelompok. Adapun azas pelaksanaannya diatur sebagai berikut:
1). Persiapan yang mantap dalam hal program, pelaksanaan
kemungkinan pembiayaan.
2). Koordinasi antara kepala sekolah, wali kelas maupun pihak lain
yang berkelanjutan.
3). Pelaksanaan dilakukan diluar jam pelajaran tatap muka termasuk
pada hari libur.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4). Pelaksanaan diikuti oleh semua siswa atau sebagian menurut jenis
dan fungsi.
Jenis ekstrakurikuler maupun pembimbing ditetapkan oleh
Surat Keputusan Kepala Sekolah. Adapun pengambilan minat adalah:
1). Bagi Kelas X baik reguler maupun aksselerasi wajib mengikuti
esktrakurikuler kepramukaan sebagai ekstrakurikuler wajib dan 1
pilihan sesuai minat.
2). Bagi kelas XI wajib memilih 1 ekstrakurikuler, maksimal 2 pilihan.
Kegiatan ekstrakurikuler di SMA Negeri Ajibarang adalah sebagai
berikut : Olimpiade Matematika, Olimpiade Biologi, Olimpiade
Fisika, Olimpiade Astronomi, Olimpiade Kimia, Olimpiade
Komputer, Olimpiade Ekonomi, Ketrampilan Akuntansi (wajib
bagi kelas XI IPS), Debat Bahasa Inggris, Pencak Silat, Paduan
Suara, Bahasa Arab, Karya Ilmiah Remaja, Teater, Broadcast,
Teknologi Informasi Komputer, Pencak Silat, Seni Musik, Seni
Lukis, Seni Karawitan, Seni Tari, Bola Voli, Tenes Meja, Bulu
Tangkis, Basket, Tae Kwondo, Kepramukaan (wajib kelas X) dan
Palang Merah Remaja. Pembina ekstrakurikuler adalah Bapak Ibu
Guru dari SMA Negeri Ajibarang serta beberapa pembina dari luar
sesuai keahliannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Profil Informan
1. Informan Wawancara
Informan adalah orang yang dianggap mengetahui lebih
tentang permasalahan yang akan diteliti dan bersedia memberikan
jawaban dan informasi yang dibutuhkan. Dalam penelitian ini
penulis memilih 18 orang sebagai informan yang terdiri dari tokoh
masyarakat, tokoh Islam Aboge, Kepala Sekolah, Wakil Kepala
Sekolah Urusan Kurikulum, guru mata pelajaran muatan lokal
Bahasa Banyumasan dan 10 orang peserta didik yang terdiri dari 5
siswa dan 5 siswi. Variasi karakteristik informan dilihat dari
pekerjaan, usia, jabatan, jenis kelamin dan asal tempat tinggal.
Adapun profil dari informan yang penulis wawancarai adalah
sebagai berikut :
a. ID
ID adalah salah satu tokoh masyarakat yang berusia 65
tahun. Beliau adalah mantan Guru Bahasa dan Sastra Indonesia,
Beliau juga pernah menjadi penatar P4 untuk tingkat Kabupaten
Banyumas,kesibukan Bapak ID untuk saat ini adalah berkebun
tanaman hias, selain itu belaiu juga termasuk salah seorang
pemerhati budaya Jawa termasuk dalam pemerhati Islam , serta
budaya Jawa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
b. AS
AS adalah pensiunan dari Kepala Seksi Dinas
Pariwisata Kecamatan Pekuncen Kabupaten Banyumas, Beliau
termasuk salah satu pemmimpin informal untuk komunitas
Islam Aboge, beliau aktif di dalam komunitas Aboge setelah
beliau pensiun sekitar tahun 2009 sampai sekarang, partisipasi
beliau misalnya sebagai imam mushola, pengajian dan kegiatan
tahlilan serta mujahadah(Proses mengirimkan doa dan solawat
kepada Nabi Muhammad SAW ).
c. ARF
ARF berusia 52 tahun, Beliau menjabat Kepala Sekolah
di SMA Negeri Ajibarang sejak tahun 2011, Beliau mengajar
mata pelajaran Biologi. Informasi yang diberikan oleh ARF
cukup banyak, dan melalui ARF inilah peneliti memperoleh
informasi tentang beberapa informan lainnya, sebut saja SBR
dan ADH.
d. SBR
SBR berusia 50 tahun. Saat ini beliau mendapatkan
tugas tambahan sebagai Wakil Kepala Sekolah Urusan Kurikulum
beliau juga sedang menempuh program Pasca Sarjana Jurusan
Biologi. SBR dikenal sebagai orang yang supel serta sering
mengikuti pelatihan, training maupun work shop tentang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pendidkan karakter sehingga informasi yang beliau berikan sangat
membantu peneliti.
e. ADH
ADH, berusia 25 tahun, adalah informan saya yang
kelima, ADH mengajar muatan lokal bahasa Banyumasan pada
waktu pembuatan skripsi beliau juga mengambil tema tentang
Islam Kejawen. Dalam proses wawancara ADH banyak
memberikan informasi mengenai nilai-nilai kearifan lokal yang
sudah dimasukan dalam pelajaran muatan lokal yaitu bahasa
Banyumasan.
f. RF
RF, biasa dipanggil Robi berusia 18 tahun saat ini duduk
di kelas XII IPA 2. Aktifitas keseharian sangat dekat dengan
komunitas Aboge karena tempat tinggalnya dekat dengan
mushola komunitas Aboge, selain itu Robi termasuk keluarga
dekat dari salah satu tokoh Islam Aboge yaitu Ki Sudiworo.
g. MR
MR, biasa dipanggil pak Kyai, berusia 50 tahun. Saat ini
beliau sebagai guru Bimbingan dan Konseling. Aktifitas beliau
untuk saat ini banyak yang berhubungan dengan kegiatan ibadah
terlebih lagi beliau terkenal sebagai tokoh Nahdatul Ulama
sehingga informasi yang beliau berikan sangat banyak membantu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
peneliti termasuk banyak menggunakan pendekatan ilmiah dan
pendekatan Islam Kejawen.
h. AQ
AQ, adalah salah satu guru di SMA Negeri Ajibarang,
beliau adalah guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam. Beliau
sangat ramah ketika memeberikan informasi mengenai konsep
Islam dan pendidikan karakter saat ini beliau aktif di organisasi
Mukammadiyah.
i. DASM
DASM, biasa dipanggil Diah berusia 17 tahun saat ini duduk
di kelas XI IPS 2. Aktifitas keseharian adalah belajar, berdiskusi
dan aktif dalam diskusi kelompok terlebih lagi bila diskusi
mengenai Islam karena Diah aktif sebagai pengurus Rohani Islam
(ROHIS) di SMA Negeri Ajibarang serta berasal dari lingkungan
yang dekat dengan komunitas Aboge.
Adapun karakteristik informan secara umum dapat dilihat pada
tabel berikut ini:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 5.1
Karakteristik Informan Wawancara
No Nama Pekerjaan Keterangan
1 ID
Tokoh Masyarakat
Pensiunan PNS Mampu memberikan informasi
mengenai pendidikan, karakter
Islam kejawen dan Islam
Aboge
2 AS
Tokoh Agama
Pensiunan PNS Mampu memberikan informasi
mengenai Islam, Islam Aboge
serta nilai- nilai dalam Islam
Aboge
3 ARF
PNS
Kepala Sekolah SMA
Negeri Ajibarang
Mampu memberikan informasi
mengenai pendidikan karakter,
kurikulum, kurikulum budaya
lokal dan karater peserta didik
4 SBR
PNS
Guru (Waka
Kurikulum)
Mampu memberikan informasi
tentang kurikulum, pendidikan
karakter, pengembangan
kurikulum budaya lokal
5 ADH
Guru bahasa
Banyumasan
Guru Muatan Lokal
Bahasa Banyumasan
Mampu memberikan informasi
tentang pendidikan karakter,
kurikulum budaya lokal, nilai-
nilai Islam Aboge
6 RF Peserta Didik Kelas
12 IPA
Mampu memberikan informasi
tentang islam aboge,tata cara
beribadah dan pewarisan nilai-
nilai Islam Aboge
7 MR Guru BP/BK
Tokoh NU
Mampu memberikan informasi
tentang Islam Aboge, nili-nilai
Islam Aboge termasuk
kemiripan dengan aliran
Nahdatul Ulama / NU
8 AQ Guru PAI
Aktif di
Muhammadiyah
Mampu memberikan informasi
tentang islam, pewarisan nilai-
nilai islam dan perbandingan
islam dengan ajaran
Muhammadiyah
9 DASM Peserta Didik Kelas
11 IPS
Mampu memberikan informasi
tentang Islam dan ajaran-
ajaran agama Islam dalam
konteks pendidikan di tingkat
formal
Sumber : Data primer, Diolah, Tahun 2013
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2. Karakteristik Informan FGD
a. NBR
NBR adalah salah satu peserta didik yang berusia 17 tahun. Biasa
dipanggil Nabila, aktif dalam kegiatan tim debat sehingga sangat
menyukai diskusi termasuk diskusi tentang pemahaman peserta didik
tentang kearifan lokal Islam Aboge, sehingga banyak materi yang
diungkapkan antara lain budaya jawa, dan Islam Aboge.
b. TEP
TEP adalah peserta didik kelas X program Ilmu-Ilmu Sosial ,
berusia 16 tahun, biasanya dipangil Teguh. Dia mempunyai
kemampuan yang bagus untuk berpendapat terutama mata pelajaran
Sosiologi sehingga dapat memberikan tambahan wacana tentang Islam
Aboge karena ia termasuk dalam keluarga yang memiliki pemahaman
tentang Islam Aboge.
c. APW
APW berusia 17 tahun, biasanya dipanggil dengan nama Amalia,
Sekarang ia duduk di kelas XI IPS 2. Sebagai anggota dari aliran
Nahdatul Ulama maka banyak memberikan wacana tentang Islam,
tradisi-tradisi dalam Islam serta perbedaan dengan Islam Aboge.
d. NRA
NRA adalah peserta didik kelas XI IPS 2, berusia 17 tahun dan
biasanya dipanggil Nely. Ia sering mengikuti pelatihan, trainning
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
maupun work shop tentang pendidkan karakter sehingga informasi yang
ia berikan sangat membantu peneliti.
e. ABD
ABD, berusia 17 tahun, adalah informan FGD yang kelima.
ABD lahir dan dibesarkan dalam keluraga yang banyak menggunakan
tradisi-tradisi Jawa. Dalam proses diskusi ABD banyak memberikan
informasi mengenai nilai-nilai kearifan lokal Islam Aboge.
f. DF
DF, biasa dipanggil Dana berusia 18 tahun saat ini duduk di
kelas XII IPS 2, Aktifitas keseharian sangat dekat dengan komunitas
Aboge karena tempat tinggalnya dekat dengan musola komunitas
aboge, selain itu Robi termasuk keluarga dekat dari salah satu tokoh
Islam Aboge.
g. MR
MR, biasa dipanggil Miftah, berusia 17 tahun saat ini ia
sebagai ketua Rohani Islam (ROHIS) SMA Negeri Ajibarang, Ia untuk
saat ini banyak yang berhubungan dengan kegiatan Rohis dan aktif
sebagai pengurus Nahdatul Ulama sehingga informasi yang diberikan
sangat banyak membantu peneliti termasuk banyak menggunakan
pendekatan tentang pemahaman tentang kearifan lokal Islam Aboge dan
pendekatan Islam Kejawen .
h. FRNA
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
FRNA, adalah salah satu peserta didik kelas XI IPA 1, Ia
biasa dipanggil Rahmat dan sangat aktif ketika berdiskusi mengenai
konsep Islam dan pendidikan karakter. Saat ini ia aktif di organisasi
Muhammadiyah. Adapun karakteristik informan secara umum dapat
dilihat pada matrik berikut ini:
Tabel 5.2
Karakteristik Informan Peserta FGD
No Nama Pekerjaan Keterangan
1 NBR
Peserta Didik
Pesert didik kelas
XI IPS 2
Mampu memberikan
informasi mengenai
pendidikan, karakter islam
kejawen dan Islam Aboge
2 TEP
Peserta Didik
Peserta didik kelas
X IIS 1
Mampu memberikan
informasi mengenai Islam,
Islam Aboge serta nilai-
nilai dalam Islam Aboge
3 APW
Peserta Didik
Peserta didik kelas
XI IPS 3
Mampu memberikan
informasi mengenai
pendidikan karakter, Islam,
Islam Aboge serta nilai-
nilai dalam Islam Aboge
4 NRA
Peserta Didik
Peserat didik kelas
XI IPS 2
Mampu memberikan
informasi tentang Islam,
Islam Aboge serta nilai-
nilai dalam Islam Aboge
5 ABD
Peserta Didik
Peserta didik kelas
XI IPS 1
Mampu memberikan
informasi tentang
pendidikan karakter,
kurikulum budaya lokal,
nilai-nilai Islam Aboge
6 DF
Peserta Didik
Peserta Didik Kelas
XII IPS 2
Mampu memberikan
informasi tentang Islam
Aboge,tata cara beribadah
dan pewarisan nilai-nilai
Islam Aboge
7 MR
Peserta Didik
Peserta Didik kelas
XI IPS 2
Mampu memberikan
informasi tentang Islam
Aboge, nilai-nilai Islam
Aboge termasuk kemiripan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dengan aliran Nahdatul
Ulama / NU
8 FRNA
Peserta Didik
Peserta didik kelas
XI IPA 1
Mampu memberikan
informasi tentang Islam,
pewarisan nilai-nilai Islam
dan perbandingan Islam
dengan ajaran
Muhammadiyah
Sumber : Data primer, Diolah, Tahun 2013
B. Hasil Penelitian
1.Pemahaman Tentang Kearifan Lokal Islam Aboge Dalam
Pendidikan Karakter.
a. Makna Pendidikan Karakter.
Pendidikan karakter adalah upaya yang dilakukan dengan
sengaja untuk mengembangkan karakter peserta didik yang baik
berlandaskan kebijakan-kebijakan inti yang secara objektif baik
bagi individu maupun masyarakat. Hal ini disadari sepenuhnya
oleh seluruh elemen pendidik di SMA Negeri Ajibarang.
Pendidikan karakter terus dikembangkan dalam lingkungan
sekolah, sehingga semua elemen pendidikan mampu
mengaplikasikan bagaimana pendidikan karakter tersebut.
Pendidikan karakter sejatinya dimaknai dengan berbagai hal oleh
beberapa informan, Menurut ARF :
“Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-
nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen
pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk
melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter dapat
dimaknai sebagai “the deliberate use of all dimensions of
school life to foster optimal character development”. Dalam
pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (pemangku
pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen
pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses
pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas
atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana,
pembiayaan, dan etos kerja seluruh warga sekolah/lingkungan
( W/ARF/10/10/12)”.
Pendidikan karakter dimakani sebagai gerakan Nasional yang
menjadikan sekolah (institusi pendidikan) sebagai agen untuk
membangun karakter peserta didik melalui pembelajaran dan
pemodelan. Melalui pendidikan karakter, sekolah harus berhasil
untuk membawa peserta didik agar memiliki nilai-nilai karakter
mulia seperti: hormat dan peduli pada orang lain, tanggung jawab,
jujur, memiliki integritas, dan disiplin. Di sisi lain, pendidikan
karakter juga harus mampu menjauhkan peserta didik dari sikap
dan perilaku yang tercela dan dilarang.
Menurut SBR pendidikan karakter adalah:
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana yang
dilakuan oleh pendidik kepada perserta didik untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara dengan cara pemebelajaran,
bimbingan, pelatihan dan semua itu berlangsung seumur
hidup dan karakter ,karakter adalah kepribadian atau
akhalak. Kepribadian merupakan ciri, karakteristik atau
sifat khas dalam diri seseorang. Karakter bisa diartikan
juga sebagai nilai-nilai perilaku manusia yang
berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri,
sesama manusia, lingkungan dan kebangsaan yang
terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan dan
perbuatan yang berlandaskan norma-norma agama,
hukum, tata karma, budaya dan adat istiadat yang berlaku
di lingkungannya (W/ SBR/18/10/2012)”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Pendidikan karakter tidak hanya mengajarkan mana yang
benar dan mana yang salah kepada anak. Lebih dari itu, pendidikan
karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang yang baik
sehingga peserta didik paham, mampu merasakan, dan mau
melakukan yang baik. Dengan demikian, pendidikan karakter
membawa misi yang sama dengan pendidikan akhlak atau
pendidikan moral.
Menurut ADH pendidikan karakter dimaknai sebagai :
“Usaha yang dilakukan secara sengaja untuk mencetak
peserta didik agar mempunyai ilmu pengetahuan, sikap dan
perilaku yang sesuai dengan kaidah sosial serta mempunyai
karakter atau watak yang sesuai dengan karakter dan
kepribadian bangsa
( W/ADH/18/10/2012)”.
Menurut TEP dalam FGD pendidikan karakter dimaknai
sebagai :
“Usaha yang dilaksanakan oleh sekolah dan pemerintah
untuk mencetak peserta didik agar mempunyai
pengetahuan, sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai
dan norma sosial serta mempunyai karakter yang sesuai
dengan karakter dan kepribadian sekolah, bangsa dan
negera”
( W/ADH/19/10/2012)”.
Pendidikan karakter lantas diaplikasikan dalam berbagai
kurikulum yang ada di lingkungan sekolah. Ini menjadi wajar
karena dengan aplikasi kurikulim tersebut diharapkan para peserta
didik akan mampu menyerap nilai-nilai tertentu. Terkait dengan hal
ini maka kurikulum dimaknai oleh semua informan sebagai salah
satu perangkat dalam proses pembelajaran pada setiap lembaga
pendidikan. Kurikulum memegang peranan yang cukup strategis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dalam mencapai tujuan pendidikan, baik itu pendidikan umum
maupun pendidikan agama.
Tabel 5.3
Makna Pendidikan Karakter
No Makna Pendidikan Karakter
1 Pendidikan karakter adalah proses penanaman nilai-nilai
karakter kepada warga Sekolah
2 Pendidikan karakter merupakan pendidikan yang bertujuan
untuk membentuk pribadi yang berkarakter, bertanggung
jawab dan berwawasan yang terwujud dalam pikiran,
sikap, perasaan, perkataan dan perbuatan
3 Pendidikan karakter merupakan usaha untuk mencetak
peserta didik agar memiliki bekal ilmu pengetahuan dan
ketrampilan social
4 Pendidikan karakter merupakan proses yang secara sadar
dilaksanakan melalui pembiasaan atau pembudayaan nilai-
nilai luhur yang terdapat dalam lingkungan keluarga,
lingkungan masyarakat.
(Sumber : Data Primer, Diolah tahun 2013).
b. Islam Aboge.
Secara harfiah Islam Aboge adalah tuntunan yang sudah di
syariatkan oleh Islam tetapi masih banyak menggunakan nilai-nilai
serta prinsip-prinsip Kejawen yang semula disebarkan oleh Syarif
Hidayatulloh dari Cirebon yang diturunkan kepada Syarifudin
Cakraningrat kemudian diturunkan kepada Eyang Arifin dengan
nama kitabnya Hidayat Jati/ Hidayatullah yang artinya Si jati Si
Jamakiyas, serta memiliki kumpulan hadist Jongeh( nama
himpunan Gusti Kawula, Kawula Gusti yang bermakna Gusti baik
sama kawula, kawula harus lebih baik kepada Gusti).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Agama Islam yang mengalami proses pembauran dengan
budaya lokal memiliki ciri, metode serta perhitungan yang
didasarkan pada kearifan lokal setempat termasuk komunitas Islam
Aboge yang memiliki aturan atau rumusan dalam pengitungan hari
untuk menentukan har-hari besar perayaan umat Islam seperti Idul
fitri, Idul Adha, penetapan awal Ramadhan, tahun baru Muharram/
Sura, Maulid Nabi Muhammad, SAW, serta Nyadran. Penegrtian
Islam Aboge dimaknai berbagai hal oleh beberapa informan,
menurut ID :
“Islam aboge kue wong sing Agamane Islam tapi nggakoni
pituture wong tua utawa, tansah ngakoni adat budaya
Kejawen tapi ora kelalen karon ajarane rosul Muhammad
(Islam Aboge adalah orang yang memeluk agama islam
tetapi menjalankan perintah berupa ajaran mengenai adat
budaya kejawen hanya tidak melupakan apa yang
diperintahkan oleh Nabi Muhammad SAW) (W/ ID/5/9/2012).
Menurut AS pengertian Islam Aboge adalah :
“sebuah harmonisasi Islam dan tradisi Jawa yang
mempunyai ciri khas yang masih digunakan antara lain
penanggalan Islam Jawa dengan menetapkan awal puasa
Idul Fitri, Idul Adha tetapi secara keyakinan pengikut Aboge
masih menyandarkan atau mengikuti mazhab ahli sunah
waljamah sehingga dalam pelaksanaan ibadah termasuk
ritual-ritual dalam islam aboge seperti apa yang
diperintahkan dalam Islam seperti shalat wajib, puasa, zakat
dan haji” (W/AS/6/9/2012).
Menurut MR peserta Focus Group Disscusion
pengertian Islam Aboge adalah :
“Islam Aboge adalah suatu bentuk pernyataan banhwa agama
Islam adalah ajaran,perintah, larangan dalam hidup manusia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dimana menggunakan tradisi-tradisi orang Jawa sebagai petunjuk
perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Islam Aboge adalah
Islam yang berpedoman serta pelaksanaan ibadah dengan
menggunakan penaggalan dan perhitungan yang diambil
dari hari rebo wage. Ajaran Islam Aboge mengambil dari
sebagian ajaran Syarif Hidayatullah yang pada ajaran
tersebut menggunakan konsep manunggaling kawula gusti
yaitu setiap apapun yang dilakukan tergantung kepada diri
manusia sendiri termasuk didalamnya melaksanakan
berdasarkan nurani dan hatinya, contohnya pengamalan
solat tidak dengan menggunakan syariat Islam tetapi cukup
dengan hatinya, puasa pada bulan ramadhan sebagai
tambahan kewajiban maka dalam praktek ibadah dalam
komunitas Islam Aboge dengan metode sholat dan puasanya
meneng(diam)(FGD /MR/23/9/2012)”
Pengertian Islam Aboge Menurut DF peserta Focus
Group Disscusion adalah :
“Islam yang masih memegang prinsip Kejawen sebagai
contoh Islam Aboge masih menentukan dan berpatokan pada
hari rebo wage, sementara kalau Muhamaddiah dan NU
menentukan bulan Ramadhan dengan rukyat, akan tetapi
Islam Aboge menentukannya dengan rebo wage (FGD/
DF/23/9/2012)”.
Tabel 5.4
Pengertian Islam Aboge
No Pengertian Islam Aboge
1 Islam Aboge adalah ajaran,perintah, larangan dalam hidup
manusia dimana menggunakan tradisi-tradisi orang Jawa
sebagai petunjuk perilaku dalam kehidupan sehari-hari.
2 Islam Aboge adalah suatu bentuk pernyataan banhwa agama
Islam adalah ajaran,perintah, larangan dalam hidup manusia
dimana menggunakan tradisi-tradisi orang Jawa sebagai
petunjuk perilaku dalam kehidupan sehari-hari.
3 Islam Aboge adalah Islam yang berpedoman serta pelaksanaan
ibadah dengan menggunakan penaggalan dan perhitungan yang
diambil dari hari rebo wage. Ajaran Islam Aboge mengambil
dari sebagian ajaran Syarif Hidayatullah yang pada ajaran
tersebut menggunakan konsep manunggaling kawula gusti
yaitu setiap apapun yang dilakukan tergantung kepada diri
manusia sendiri termasuk didalamnya melaksanakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
berdasarkan nurani dan hatinya.
(Sumber : Data Primer, Diolah tahun 2013).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan peneliti
mendapatkan data bahwa Islam Aboge merupakan hasil dari
pembauran/ sinkretisme antara Islam sebagai agama serta budaya
Jawa sebagai warisan leluhur yang dugunakan dalam perhitungan
hari-hari besar umat Islam. Pemahaman peserta didik tentang Islam
Aboge didasarkan pada penetahuan tentang Islam Aboge yang
berasal dari lingkungan keluarga, jadi peserta didik yang tidak
menganut aliran Islam Aboge tidal mengetahui pengertian dari
Islam Aboge.
c. Nilai- Nilai Karakter Islam Aboge.
Pendidikan karakter sebagai pilar pendidikan budi pekerti
bangsa, dewasa ini menjadi sangat penting, karena pendidikan
karakter sangat menentukan kemajuan peradaban bangsa, yang tak
hanya unggul, tetapi juga bangsa yang cerdas. Keunggulan suatu
bangsa terletak pada pemikiran dan karakter. Kedua jenis
keunggulan tersebut dapat dibangun dan dikembangkan melalui
pendidikan.Oleh karena itu, sasaran pendidikan bukan hanya
kepintaran dan kecerdasan (pemikiran), tetapi juga moral dan budi
pekerti, watak, nilai, dan kepribadian yang tangguh, unggul dan
mulia (karakter). Dengan kata lain, antara pemikiran dan karakter
harus menjadi kesatuan yang utuh.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Nilai-nilai yang terdapat dalam komunitas Islam Aboge
seperti disampaikan oleh Bapak ID :
“Siji tansah semujud dhumateng Allah Kang
Moho Suci,ingkang sholatipun mbonten namung gangsal
wekdal nangging saget saben wekdal, loro ngembangaken
ngelmu rasa nggo sangune wong urip nengndunya contone
angger de ciwit krasa lara ya aja nyiwit wong lia, telu ora
kena duwe ati budi panasten, papat tansah urip rukun karo
sepada-padane urip, lima tansah urip sambat sinambatan,
enem neng endi bae paran tansah nggoleti bebener lan
tansah nggolet sedulur ,budaya kejawen sejatine isine banget
adiluhung. amarga tansah due ancer-ancer tindak laku
sedina-dina karo sepada-padane urip mula ana paribasan
senajan due elmu sepedati angger ora dilakoni bakal kena
bendu karo ngelmune sing kedadian bakal ora olih
panggapura karo mbah Agung kang Moho Kuoso (Satu
senantiasa bersujud kepada Allah SWT, waktu solat tidak
hanya lima waktu tetapi dapat setiap saat dapat
melaksanakan sujud kepada Allah, dua mengembangkan ilmu
rasa atau perasaan untuk bekal dalam kehidupan misalnya
jika mencubit merasakan sakit maka jangan mencubit orang
lain karena dapat menyebabkan orang menjadi sakit, tiga
jangan memiliki sifat iri dan dengki ,empat hidup selalu
rukun dengan siapapun,lima hidup harus saling tolong
menolong ,enam diamanapun tempatnya selalu menegakan
kebenaran atau kejujuran dan selalu mencari persaudaraan
maka dari itu budaya Jawa adalah budaya yang sangat
adiluhung karena memberikan bekal hidup termasuk apabila
orang yang memiliki bayak ilmu tetapi ilmu pegetahuan
tersebut digunakan hal yang tidak baik akan mendapatkan
balasan dari Allah SWT (W/ID/5/9/2012)”.
Realisiasi pendidikan budi pekerti bangsa yang digali dari
sumber budaya Jawa dapat dimulai dari kalangan pendidikan
melalui pembelajaran budaya Jawa dan pengembangan kultur
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sekolah.Didalam falsafah hidup orang Jawa harus mendidik anak
supaya anak mempunyai kepribadian yang baik seperti:
1) Sikap saling menghormati, ini terlihat pada bahasa keseharian
orang jawa dimana di dalamnya ada undak-unduk basa
(tingkatan bahasa) yang dilakukan antara orang muda dengan
orang yang lebih tua.
2) Sikap dan watak jujur,orang tua mengajarkan kepada anaknya
untuk berperilaku jujur baik dalam ucapan maupun tindakan.
3) Sikap adil, anak-anak harus mengetahui hak dan kewajiban
masing-masing dan tahu bagaimana memperlakukan saudaranya
dalam segala hal. Tidak boleh berbuat serakah, murka, ora
narima ing pandum atau loba, tamak.
4) Hidup rukun, sikap saling tolong menolong, gotong royong, dan
tanggung jawab harus ditanamkan oleh orang tua kepada
anaknya sejak dini supaya anak dalam menghadapi kehidupanya
tidak berlomba-lomba untuk mencari kebahagiaan pribadi saja
akan tetapi juga membawa kebahagiaan bagi lingkungan
sekitarnya.
Menurut salah satu tokoh Aboge berbagai nilai-nilai sosial
juga dapat membentuk karakter atau kepribadian seperti yang
diungkapkan dalam wawancara dengan AS :
“Nilai-nilai yang terdapat dalam Islam aboge sama seperti
nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat Jawa
yaitu :(1)Rila (ikhlas): kesanggupan untuk merelakan
(melepas tanpa penyesalan) atas hak milik, atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
subjektivitasnya demi keselarasan kehidupan besar,(2)
Narima (kesanggupan menerima): kesanggupan untuk
menerima keadaan sebagaimana adanya. Hal ini juga
mengandung makna menghadapi derita tanpa keluh kesah
dan menghadapi kegembiraan tanpa lupa diri,(3) Sabar:
kesanggupan untuk menghadapi keadaan dengan tidak
dilandasi hawa nafsu, melainkan dengan kearifan. Dengan
sabar orang tidak mudah putus asa atau tergoncang jiwanya
sehingga menjadi sehat,(4) Temenan (jujur, dapat
dipercaya): memegang teguh apa yang pernah
dikatakan/disanggupi, pantang ingkar janji, ajining dhiri
dumunung ana ing lathi atau sabda pandhita ratu,(5) Budi
luhur: agar dapat memiliki budi luhur dituntut tiga perilaku
yang harus dilaksanakan, yaitu andhap asor (rendah hati),
prasaja (sederhana), dan tepa selira (tenggang rasa)
(W/AS/6/9/2012)”.
Tabel 5.5
Nilai-Nilai Karakter Islam Aboge
No Nilai-nilai Karakter Islam Aboge
1 Nilai karakter Islam Aboge ikhlas, kesanggupan menerima,
sabar, temenan
2 Nilai karakter Islam Aboge menghormati orang tua
termasuk leluhur, jujur, adil, tolong menolong, gotong
royong
3 Nilai karakter Islam Aboge menjalankan syariat Islam,
mengembangkan ilmu rasa, mengutamakan tolong
menolong dan menegakkan kebenaran serta kejujuran
(Sumber : Data Primer, Diolah tahun 2013).
Nilai-nilai karakter Islam Aboge merupakan nilai-nilai yang
berisi tentang karakter atau kepribadian. Sependapat dengan
pandangan Blumer (1969) interaksionisme simbolik tercermin
dalam pandangan mengenai objek yang terdiri atas tiga objek
yaitu : obyek fisik, obyek sosial dan obyek abstrak seperti gagasan
atau prinsip moral(George Ritzer, 2004: 291) . Artinya nilai-nilai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
karakter Islam Aboge adalah gagasan atau prinsip-prinsip moral
yang sejalan dengan tujuan pendidikan karakter di SMA Negeri
Ajibarang.
Tujuan pendidikan karakter pada dasarnya adalah
mendorong lahirnya genarasi yang baik, tumbuh dan
berkembangnya karakter yang baik akan mendorong peserta didik
tumbuh dengan kapasitas dan komitmennya untuk melakukan
berbagai hal yang terbaik dan melakukan segalanya dengan benar
serta memiliki tujuan hidup. Dalam dunia pendidikan tujuan
pendidikan karakter adalah:
1) Mengembangkan potensi kalbu, nurani atau afektif peserta didik
sebagai manusia dan warga negara yang memiliki nilai-nilai
budaya dan karakter bangsa melalui aspek pedagogis.
2) Mengembangkan kebiasaan dan perilaku terpuji sejalan dengan
nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religious.
3) Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta
didik sebagai generasi penerus bangsa.
4) Mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia
yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan.
5) Mengembangkanlingkungan kehidupan sekolah sebagai
lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan
persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan
penuh kekuatan (dignity).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2. Upaya Melestarikan kearifan Lokal Islam Aboge Dalam
Pendidikan Karakter.
a. Melalui Pendidikan.
Pendidikan merupakan upaya-upaya yang dirancang dan
dilaksanakan secara sistematis untuk membantu peserta didik
memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan
Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan,
dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan,
perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama,
hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat(Husen, 2004:3).
Kurikulum sebagai salah satu komponen pendidikan sangat
berperan dalam mengantarkan prose pembelajaran kepada tujuan
pendidikan yang diharapkan. Untuk itu kurikulum merupakan
kekuatan utama yang mempengaruhi dan membentuk proses
pembelajaran. Kesalahan dalam penyusunan kurikulum akan
menyebabkan kegagalan. Untuk memenuhi kebutuhan dan
penyesuaian dengan kondisi masyarakat, maka penyusunan
kurikulum harus melibatkan beberapa pihak yang berkompeten.
Dalam rangka melestarikan kearifan lokal Islam Aboge
dikembangkan melalui penegembangan kurikulum di SMA Negeri
Ajibarang.
1) Makna Kurikulum.
Kurikulum dapat diartikan sebagai sebuah dokumen
perencanaan yang berisi tujuan yang harus dicapai, isi materi dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pengalaman belajar yang harus dilakukan peserta didik, strategi dan
cara yang dapat dikembangkan, evaluasi yang dirancang untuk
mengumpulkan informasi tentang pencapaian tujuan, serta
implementasi dari dokumen yang dirancang dalam kehidupan
nyata.
Komponen-komponen kurikulum saling berkaitan dan
saling mempengaruhi, terdiri dari tujuan yang menjadi arah
pendidikan, komponen pengalaman belajar, komponen strategi
pencapaian tujuan, dan komponen evaluasi. Kurikulum berfungsi
sebagai pedoman yang dapat dijadikan sebagai pemberian arah
dan tujuan pendidikan. Berdasarkan wawancara dengan ARF
kurikulum dilaknai sebagai berikut:
“Kurikulum merupakan salah satu perangkat dalam proses
pembelajaran pada setiap lembaga pendidikan. Kurikulum
memegang peranan yang cukup strategis dalam mencapai
tujuan pendidikan, baik itu pendidikan umum maupun
pendidikan agama. Kurikulum sebagai salah satu
komponen pendidikan sangat berperan dalam mengantarkan
prose pembelajaran kepada tujuan pendidikan yang
diharapkan. Untuk itu kurikulum merupakan kekuatan utama
yang mempengaruhi dan membentuk proses pembelajaran.
Untuk memenuhi kebutuhan dan penyesuaian dengan kondisi
masyarakat, maka penyusunan kurikulum harus melibatkan
beberapa pihak yang berkompeten (W/ARF/10/9/2012)”.
Kurikulum sebagai salah satu komponen terpenting dalam
pendidikan dapat dimaknai oleh SBR yang bertugas sebagi Wakil
Kepala Sekolah Urusan Kurikulum sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
“Kurikulum merupakan rencana tertulis yang berisi
tentang ide-ide dan gagasan-gagasan yang dirumuskan oleh
pengembang kurikulum (W/SBR/18/9/2012)”.
Kurikulum dapat diartikan sebagai sebuah dokumen
perencanaan yang berisi tujuan yang harus dicapai, isi materi dan
pengalaman belajar yang harus dilakukan peserta didik, strategi dan
cara yang dapat dikembangkan, evaluasi yang dirancang untuk
mengumpulkan informasi tentang pencapaian tujuan, serta
implementasi dari dokumen yang dirancang dalam kehidupan
nyata. Komponen-komponen kurikulum saling berkaitan dan saling
mempengaruhi, terdiri dari tujuan yang menjadi arah pendidikan,
komponen pengalaman belajar, komponen strategi pencapaian
tujuan, dan komponen evaluasi.
“Kurikulum berfungsi sebagai pedoman yang memberikan
arah dan tujuan pendidikan. Di era kurikulum 2004-2008
yang menggunakan kurikulum KBK dan KTSP,
pembelajaran lebih mendapatkan penegasan pada
kewenangan guru untuk menentukan indikator, pengalaman
belajar, dan rangkaian belajar yang bisa mengantarkan
tercapainya Kompetensi Dasar dan Standar Kompetensi
yang sudah dibuat oleh pemerintah pusat. Fokus dan
pendekatan yang jelas pada akhlak mulia, budi pekerti, dan
kepribadian (W/SBR/18/9/2012)”.
Desain kurikulum pendidikan karakter bukan sebagai teks
bahan ajar yang diajarkan secara akademik, tetapi lebih merupakan
proses pembiasaan perilaku bermoral. Nilai moral dapat diajarkan
secara tersendiri maupun diintegrasikan dengan seluruh mata
pelajaran dengan mengangkat moral pendidikan atau moral
kehidupan, sehingga seluruh proses pendidikan merupakan proses
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
moralisasi perilaku peserta didik. Bukan proses pemberian
pengetahuan moral, tetapi suatu proses pengintegrasian moral
pengetahuan.
Kurikulum sebagai penjabaran dari tujuan pendidikan
menurut guru mata pelajaran muatan lokal yaitu bahasa
Banyumasan yang sudah mengadopsi buaya lokal berpendapat
bahwa kurikulum adalah:
“kurikulum merupakan rancangan pendidikan yang
merangkum semua pengalaman belajar yang disediakan bagi
siswa di sekolah. Setidaknya ada tiga pengertian yang harus
dipahami, yaitu; (1) kurikulum sebagai substansi atau
sebagai suatu rencana belajar;(2) kurikulum sebagai suatu
sistem, yaitu sistem kurikulum yang merupakan bagian dari
sistem persekolahan dan sistem pendidikan, bahkan sistem
masyarakat; (3) kurikulum sebagai suatu bidang studi, yaitu
bidang kajian kurikulum, yang merupakan bidang kajian
para ahli kurikulum, pendidikan dan pengajaran. Mengacu
pada pendapat tersebut, dapat ditegaskan bahwa kurikulum
merupakan rancangan pendidikan, yang berisi serangkaian
proses kegiatan belajar siswa. Dengan demikian secara
implisit kurikulum memiliki tujuan yaitu tujuan pendidikan.
Selain itu juga jelas bahwa banyak faktor yang terkait
dengan pelaksanaan pendidikan, yaitu: guru, peserta
didik, orang tua, dan lingkungan (W/ADH/18/9/2012).”
Secara konseptual, kurikulum merupakan rancangan dan
proses pendidikan yang dikembangkan oleh pengembang
kurikulum dalam hal ini adalah sekolah sebagai jawaban terhadap
berbagai tantangan komunitas, masyarakat, bangsa dan ummat
manusia yang dilayani oleh kurikulum tersebut. Secara Sepesifik
kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran.
Tabel 5.6
Makna Kurikulum
No Makna Kurikulum
1 Kurikulum adalah data tentang perencanaan proses
pembelajaran kepada peserta didik agar tercapai tujuan
pendidikan
2 Kurikulum merupakan gambaran tentang proses
penanaman karakter kepada peserta didik
3 Kurikulum merupakan langkah-langkah dalam proses
pembelajaran dalam rangka mengembangkan ilmu
pengetahuan dan nilai-nilai luhur yang dimiliki.
4 Kurikulum merupakan bagian atau elemen penting dari
sekolah, sistem pendidikan dan system masyarakat
(Sumber : Data Primer, Diolah tahun 2013).
Kurikulum merupakan salah satu perangkat dalam proses
pembelajaran pada setiap lembaga pendidikan. Kurikulum
memegang peranan yang cukup strategis dalam mencapai tujuan
pendidikan. Sebagai salah satu komponen pendidikan, kurikulum
sangat berperan dalam mengantarkan proses sesuai dengan tujuan
pendidikan yang diharapkan, untuk itu kurikulum merupakan
kekuatan utama yang mempengaruhi, membentuk karakter peserta
didik dalam proses pembelajaran.
Kurikulum merupakan rancangan pendidikan yang
merangkum semua pengalaman belajar yang disediakan bagi
peserta didik di sekolah. Dalam kurikulum terintegrasi filsafat,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
nilai-nilai, pengetahuan, dan perbuatan pendidikan (Sukmadinata,
2004: 150).
2) Pengembangan Kurikulum.
Pengembangan kurikulum dalam membentuk karakter
peserta didik agar memilki karakter yang sesuai dengan kondisi
sosial maka sekolah mengembangkan kurikulum berbasis budaya
lokal seperti yang disampaikan oleh SBR:
“Kurikulum berbasisi lokal adalah dokumen pembelajaran
yang mencantumkan hasil belajar yang ingin dicapai oleh
peserta didik yang sudah menerapkan kesesuana antara
hasil belajar dengan kondisi disekitar tempat tinggal
termasuk disesuaikan dengan adat dan kebiasaan disekitar
tempat tinggal ,misalnya adalah nilai gotong royong,
kekeluargaan, semangat, dan bertakwa terhadap Tuhan
Yang Maha Esa (W/ SBR/18/10/2012)”.
Menurut ARF kurikulum berbasis budaya lokal :
“Berkaitan dengan pendidikan dan kurikulum pendidikan
kearifan lokal memegang peranan penting dalam proses
pembelajaran. Dalam konteks pendidikan kearifan lokal akan
memberikan nilai tambah dalam mencetak generasi muda
mendatang lebih unggul dalam penguasaan teknologi dan
tanpa meninggalkan kebergaman budaya Indonesia.
Dalam prkasis pendidikan, nilai dan budaya
lokal cenderung menempati posisi peripheral. Menilik
persoalan diatas perlu ada kurikulum muatan lokal yang
mengacu kepada kearifan lokal pada masing-masing daerah
di Indonesia.
Penempatan kurikulum muatan lokal dalam proses
pendidikan akan memeberika dampak yang positif terhadap
peserta didik dan guru sendiri. Dibalik itu juga kesenjangan
akademik yang terjadi dikalangan pelajar tidak terlepas dari
budaya lokal dimana sekolah tersebut berada. Tingginya
nilai akademik pada biadng studi lain tidak menjamin
peserta didik baik dalam hal yang lain. Sehingga dalam
pelaksanaannya kurikulum muatan lokal hilang secara
perlahan dalam tatanan Pendidikan Nasional pada saat
ini.Pengenalan kearifan lokal dalam lembaga pendidikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
tidak terlepas dari keberagama budaya di Negara ini,
sehingga muncullah isltilah Plurali-Multikultural
( W/ARF/10/10/12)”.
Untuk mengembangkan model pendidikan karakter maka
SMA Negeri Ajibarang mengembangkan kurikulum dengan cara
mengembangan kurikulum seperti yang diinformasikan oleh ARF :
“Kurikulum disusun dan dikembangkan kembali secara
spesifik bertujuan untuk menciptakan manusia yang paripura
serta ada usaha-usaha yang dilakukan untuk mentransfer
dan menanamkan nilai-nilai budaya lokal,dengan demikian
usaha-usaha yang dilakukan untuk mencapai tujuan
pendidikan karakter akan dapat dilaksanakan dengan baik,
serta tidak mengurangi nilai-nilai budaya lokal dalam
penyusunan kurikukulum dimaksudApabila kurikulum dibuat
tanpa adanya proses perumusan kurikulum terlebih dahulu,
serta kebutuhan akan kurikulum bagi peserta didik serta
tidak melibatkan pihak-pihak tertentu, maka dikhawatirkan
akan menemukan kendala dalam pengembangannya dan
akan menyulitkan dalam mengevaluasi kurikulum.
Ada tiga hal yang berkaitan dengan urgensi desentralisasi
pendidikan, yaitu, pertama, pengembangan masyarakat
demokrasi, kedua, pengembangan social capital, dan ketiga,
peningkatan daya saing bangsa,maka sudah waktunya
daerah mempersiapkan diri dalam memajukan dunia
pendidikan pada daerah masing-masing. Terlepas dari ketiga
hal diatas, perumusan kurikulum juga menjadi tugas daerah
untuk melakukan penyusunan kurikulum, mengembangkan
kurikulum sesuai dengan kebutuhan serta tidak
meninggalkan keberadaan daerah dengan beragam budaya,
dan mengevaluasi kurikulum yang akan dijadikan tolak ukur
dari pelaksanaan proses pendidikan di daerah
( W/ARF/10/10/12)”.
Dalam rangka untuk melestarikan kearifan lokal maka
SMA Negeri Ajibarang memasukan kedalam kurikulum hal ini
senada dengan informasi yang diperoleh dari ARF:
“Pengembangan kurikulum memasukan kearifan budaya
lokal melalui pemaknaan kembali dan rekonstruksi nilai-nilai
luhur budaya lokal. Dalam kerangka itu, upaya yang perlu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dilakukan adalah menguak makna substantif kearifan lokal.
kearifan lokal yang digali, dipoles, dikemas dan dipelihara
dengan baik bisa berfungsi sebagai alternatif pedoman hidup
manusia Indonesia dewasa ini dan dapat digunakan untuk
menyaring nilai-nilai baru/asing agar tidak bertentangan
dengan kepribadian bangsa dan menjaga keharmonisan
hubungan manusia dengan Sang Khalik, alam sekitar, dan
sesamanya. Dan sebagai bangsa yang besar pemilik dan
pewaris sah kebudayaan yang adiluhung pula, bercermin
pada kaca benggala kearifan para leluhur dapat menolong
kita menemukan posisi yang kokoh di arena global ini.
Revitalisasi budaya lokal (kearifan lokal) yang relevan untuk
membangun pendidikan karakter. Dalam konteks tersebut di
atas, kearifan lokal menjadi relevan. Anak bangsa di negeri
ini sudah sewajarnya diperkenalkan dengan lingkungan yang
paling dekat di desanya, kecamatan, dan kabupaten,
setelah tingkat nasional dan internasional. Kearifan lokal
mempunyai arti sangat penting bagi anak didik kita. Dengan
mempelajari kearifan lokal anak didik kita akan memahami
perjuangan nenek moyangnya dalam berbagai kegiatan
kemasyarakatan. Nilai-nilai kerja keras, pantang mundur,
dan tidak kenal menyerah perlu diajarkan pada anak-anak
kita. Proses interaksi yang melibatkan semua pihak dalam
kearifan lokal sama saja mempelajari karakteristik dari
materi yang dikaji sehingga siswa secara langsung dapat
menggali karakter peristiwa kelokalan itu. Oleh karenanya
kearifan lokal dapat didefinisikan sebagai kebijaksanaan
atau nilai-nilai luhur yang terkandung dalam kekayaan-
kekayaan budaya lokal berupa tradisi, petatah-petitih dan
semboyan hidup
( W/ARF/10/10/12)”.
Berdasarkan pengembangan kurikulum dengan memasukan
nilai-nilai kearifan lokal maka akan dapat dihasilkan peserta didik
yang memiliki sikap atau perilaku yang sesuai dengan karakter baik
dilingkungan sekolah maupun di lingkungan masyarakat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 5.7
Pentingnya Pengembangan Kurikulum
No Pentingnya Pengembangan Kurikulum
1 Pengembangan kurikulum adalah pelaksanaan
kurikulum yang sudah disesuaikan dengan memasukan
nilai-nilai luhur atau karakter yang terdapat dalam
lingkungan masyarakat maupun lingkungan sekolah
2 Pengembangan kurikulum merupakan pengelolaan
proses, tujuan pembelajaran oleh sekolah agar peserta
didik memiliki kecintaan dan ketahaan daerah
3 Pengembangan kurikulum disesuaikan di setiap daerah
berdasarkan kebutuhan dan kodisi sosial maka
kurikulum tersebut berkembang menjadi kurikulum
berbasis budaya local
4 Pengembangan kurikulum berbasis budaya lokal
memberikan nilai tambah kepada peserta didik yaitu
tidak meninggalkan kearagaman budaya yang didmiliki
(Sumber : Data Primer, Diolah tahun 2013).
Pengembangan kurikulum mengandung pengertian sebagai
kegiatan menghasilkan kurikulum yang lebih baik atau efektif
dalam membentuk karakter peserta didik yang mencakup tujuan,
pengetahuan, metode pembelajaran serta metode dan cara
penilaian. Pengembangan kurikulum tersebut dengan memasukan
nilai-nilai kearifan lokal sehingga disebut sebagai kurikulum
berbasis kearifan lokal melalui pemaknaan kembali dan
rekonstruksi nila-nilai luhur budaya lokal berupa tradisi, petatah-
petitih dan semboyan hidup.
b. Melestarikan kearifan Lokal Islam Aboge.
Upaya yang dilaksanakan dalam rangka melestarikan Islam
Aboge antara lain menurut ID yaitu :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
“Siji tansah ngelakoni pituture si kaki , loro angger lagi ngakoni
apa sing di waraih karo wong tua kaya ngaloni slametan, gawe
ancengan, weton, nyekar sarean, kirim dongga nggo wong tua
,ngalap berkah neng petilasan aja darani lagi ngakoni musrik
sebab angger lagi nggakoni adat utawa perentaeh wong tua aja di
capur aduk karo agama, telu tetep ngudu bisa sabar karo priatin
sebeb nek diarani utawa disebut wong Aboge ora usah isin nek
diarani wong kolot apa wong sing ketinggalan jaman ya belih bae
sebab apa sing diwaraih karo wong tua kue sangune wong urip
dadi muga-mungga ayuh pada ngakoni apa sing didawuhi neng
wong tua supaya slamet dunia karo akherat. (Satu selau
menjalankan apa yang diwariskan oleh kakek atau nenek moyang,
dua jika sedang melaksanakan upacara slamatan, membuat bubur
mereh bubur putih, memperingati hari kelahiran, ziarah kubur,
kirim doa untuk arwah orang tua dan mencari bantuan dari arwah
leluhur jangan dimaknai sebagai tindakan syirik atau
menyekutukan Allah dengan appapun tetapi merupakan
menjalankan amanat dari leluhur jadi jangan dicampuradukan
dengan ajaran agama, tiga tidak usah malu apabila dikatakan
sebagai orang Aboge yang memiliki pikiran kolat atau ketinggalan
jaman tetapi memiliki kesabaran hati hal ini harus dimaklumi
karena apa yang diajarkan oleh para leluhur merupakan bekal
dalam hidup sehigga mudah-mudahan apa yang diajarkan oleh para
leluhur dapat menyelamatkan manusia di dunia dan akhirat )
(W/ID/5/9/2012)”.
Islam Aboge merupakan peninggalan/ warisan para leluhur.
Peninggalan ini harus terus dilestarikan dalam rangka
penghormatan kepada leluhur. Kepercayaan terhadap leluhur yang
telah mendarah daging di hati sampai sekarang tetep berusaha
untuk melestarikan tradisi tersebut seperti Suranan, sedekah bumi,
slametan, tahlilan, nyekar, ngalap berkah di petilasan dan juga
meyangkut perhitungan Jawa yang berhubungan dengan penentuan
hari-hari tertentu yang dianggap hari baik bagi masyarakat seperti
dalam penentuan awal bulan Kamariah, kedua keyakinan dan
kepercayaan yang menyangkut tradisi hendaknya dibedakan
dengan keyakinan yang menyangkut ibadah, ketiga bagi para
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
penerus generasi silahkan saja untuk menambah jenjang pendidikan
atau silahkan lanjutkan tingkatan pendidikan tetapi jangan malu
untuk menggunakan peninggalan dari para leluhur jadi jangan
lupakan warisan leluhur agar kehidupan dapat selamat dunia dan
akhirat.
Upaya untuk melestarikan Islam Aboge menurut peserta
didik disampaikan oleh TEP,APW,DF dalam FGD sebagai
berikut:
“Cara melestarikan Islam Aboge antara lain:
1. Selalu mengajarkan pengajian tentang Aboge setiap hari sabtu
2. Selalu silaturahmi kepada leluhur, orang tua serta orang-
orang
3. Setiap bulan Mulud berziarah ke makam para sunan
4. Adat Jawa tetap dikembangkan seperti slametan, ruwatan,
nyadran
(FGD/TEP/APW/DF 23/9/2012)”.
Tabel 5.8
Upaya Melestarikan Kearifan Lokal Islam Aboge
No Upaya Melestarikan Kearifan Lokal Islam Aboge
1 Cara melestarikan Islam Aboge antara lain: Selalu mengajarkan
pengajian tentang Aboge setiap hari sabtu, Selalu silaturahmi
kepada leluhur, orang tua serta orang-orang,
Setiap bulan Mulud berziarah ke makam para sunan,
Adat Jawa tetap dikembangkan seperti slametan, ruwatan,
nyadran
2 Islam Aboge adalah suatu bentuk pernyataan banhwa agama
Islam adalah ajaran,perintah, larangan dalam hidup manusia
dimana menggunakan tradisi-tradisi orang Jawa sebagai
petunjuk perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Islam Aboge
adalah Islam yang berpedoman serta pelaksanaan ibadah
dengan menggunakan penaggalan dan perhitungan yang
diambil dari hari rebo wage.
3 Nilai karakter Islam Aboge menjalankan syariat Islam,
menghormati orang tua termasuk leluhur, jujur, adil, tolong
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
menolong, gotong royong mengembangkan ilmu rasa,
mengutamakan tolong menolong dan menegakkan kebenaran
serta kejujuran
(Sumber : Data Primer, Diolah tahun 2013)
3. Pengaruh Kearifan Lokal Islam Aboge Terhadap Karakter Peserta
Didik.
a. Nilai-Nilai Karakter.
Definisi karakter berdasarkan prinsip etimologis, kata
karakter (Inggris:character) berasal dari bahasa Yunani Greek),
yaitu charassein yang berarti “toengrave”. Kata“toengrave”dapat
diterjemahkan mengukir, melukis, memahatkan, atau
menggoreskan (Marzuki, 2002:4).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia , kata “karakter”
diartikan dengan tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi
pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain dan watak
orang lain. Karakter juga berarti huruf, angka, ruang, simbul
khusus yang dapat dimunculkan pada layar dengan papan ketik.
Orang berkarakter berarti orang yang berkepribadian, berperilaku,
bersifat, bertabiat, atau berwatak. Dengan demikian karakter juga
dapat diartikan sebagai kepribadian atau akhalak. Kepribadian
merupakan ciri, karakteristik atau sifat khas dalam diri seseorang.
Karakter bisa terbentuk melalui lingkungan, misalnya lingkungan
keluarga pada masa kecil ataupun bawaan dari lahir. Ada yang
berpendapat baik dan buruknya karakter manusia memanglah
bawaan dari lahir. Jika jiwa bawaannya baik, maka manusia itu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
akan berkarakter baik. Tetapi pendapat itu bisa saja salah. ika
pendapat itu benar, maka pendidikan karakter tidak ada gunanya,
karena tidak akan mungkin merubah karakter orang.
Karakter dapat dibentuk dan diupayakan. Dalam pendapat
ini mengandung makna bahwa pendidikan karakter sangat berguna
untuk merubah manusia menjadi manusia yang berkarakter
baik.Sebenarnya karakter juga bisa diartikan sebagai tabiat, yang
bermaknakan perangai atau perbuatan yang selalu dilakukan atau
kebiasaan atau diartikan sebagai watak, yaitu sifat batin manusia
yang mempengaruhi segenap pikiran dan tingkah laku atau
kepribadian.
Pendidikan budaya dan karakter bangsa dilakukan melalui
pendidikan nilai-nilai atau kebajikan yang menjadi nilai dasar
budaya dan karakter bangsa. Kebajikan yang menjadi atribut suatu
karakter pada dasarnya adalah nilai. Oleh karena itu pendidikan
budaya dan karakter bangsa pada dasarnya adalah pengembangan
nilai-nilai yang berasal dari pandangan hidup atau ideologi bangsa
Indonesia, agama, budaya, dan nilai-nilai yang terumuskan dalam
tujuan pendidikan nasional. Nilai-nilai yang dikembangkan dalam
pendidikan budaya dan karakter bangsa diidentifikasi dari sumber-
sumber berikut ini:
1) Agama: masyarakat Indonesia adalah masyarakat beragama.
Oleh karena itu, kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
selalu didasari pada ajaran agama dan kepercayaannya. Atas
dasar pertimbangan itu, maka nilai-nilai pendidikan budaya
dan karakter bangsa harus didasarkan pada nilai-nilai dan
kaidah yang berasal dari agama.
2) Pancasila: negara kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas
prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang
disebut Pancasila. Pancasila terdapat pada Pembukaan UUD
1945 dan dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-pasal yang
terdapat dalam UUD 1945. Artinya, nilai-nilai yang terkandung
dalam Pancasila menjadi nilai-nilai yang mengatur kehidupan
politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya, dan seni.
Pendidikan budaya dan karakter bangsa bertujuan
mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang lebih
baik, yaitu warga negara yang memiliki kemampuan, kemauan,
dan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupannya
sebagai warga negara.
3) Budaya: sebagai suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia yang
hidup bermasyarakat yang tidak didasari oleh nilai-nilai budaya
yang diakui masyarakat itu. Nilai-nilai budaya itu dijadikan
dasar dalam pemberian makna terhadap suatu konsep dan arti
dalam komunikasi antaranggota masyarakat itu. Posisi budaya
yang demikian penting dalam kehidupan masyarakat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
mengharuskan budaya menjadi sumber nilai dalam pendidikan
budaya dan karakter bangsa.
4) Tujuan Pendidikan Nasional: sebagai rumusan kualitas yang harus
dimiliki setiap warga negara Indonesia, dikembangkan oleh
berbagai satuan pendidikan di berbagai jenjang dan jalur. Tujuan
pendidikan nasional memuat berbagai nilai kemanusiaan yang
harus dimiliki warga negara Indonesia. Oleh karena itu, tujuan
pendidikan nasional adalah sumber yang paling operasional
dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.
Tabel 5.9
Arti Nilai-Nilai Karakter
No Arti Nilai-nilai Karakter
1 Nilai-nilai karakter adalah nilai-nilai yang menjadi dasar
budaya dan karakter suatu bangsa
2 Nilai-nilai karakter merupakan nilai yang diperoleh peserta
didik melalui pendidikan sehingga disebut sebagai
pendidikan karakter
3 Nilai-nilai karakter merupakan nilai yang bersumber dari
agama, pancasila, dan budaya
(Sumber : Data Primer, Diolahtahun 2013)
Karakter yang baik mencakup pengertian, kepedulian, dan
tindakan berdasarkan nilai-nilai etika inti. Karenanya, pendekatan
holistik dalam pendidikan karakter berupaya untuk
mengembangkan keseluruhan aspek kognitif, emosional, dan
perilaku dari kehidupan moral. Peserta didik memahami nilai-nilai
inti dengan mempelajari dan mendiskusikannya, mengamati
perilaku model, dan mempraktekkan pemecahan masalah yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
melibatkan nilai-nilai. Peserta didik belajar peduli terhadap nilai-
nilai inti dengan mengembangkan keterampilan empati,
membentuk hubungan yang penuh perhatian, membantu
menciptakan komunitas beradab, mendengar cerita ilustratif dan
inspiratif, dan merefleksikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Prinsip-prinsip pembelajaran yang digunakan dalam
pengembangan pendidikan karakter bangsa mengusahakan agar
peserta didik mengenal dan menerima nilai-nilai karakter bangsa
sebagai milik mereka dan bertanggung jawab atas keputusan yang
diambilnya melalui tahapan mengenal pilihan, menilai pilihan,
menentukan pendirian, dan selanjutnya menjadikan suatu nilai
sesuai dengan keyakinan diri. Dengan prinsip ini, peserta didik
belajar melalui proses berpikir, bersikap, dan berbuat. Ketiga
proses ini dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan
peserta didik dalam melakukan kegiatan sosial dan mendorong
peserta didik untuk melihat diri sendiri sebagai makhluk sosial.
b. Nilai-Nilai Karakter Islam.
Nilai-nilai yang ada dalam ajaran islam dapat membentuk
akhlak yang sesuai dengan ajaran dalam AlQuran dan Hadist hal
senada juga di sampaikan oleh Bapak AQ berikut :
“Karakter menurut ajaran Islam dapat diperoleh melalui
bawaan lahir, sebagai karunia Allah dan hasil usaha melalui
pendidikan dan penggemblengan jiwa. Berdasarkan konsep
pendidikan Islam yang berlandaskan Al Quran dan Hadits,
pendidikan karakter yang baik seyogyanya memenuhi enam
prinsip pendidikan akhlaq, yaitu: Pertama; menjadikan Allah
Sebagai Tujuan Islam mengimani Allah sebagai Tuhan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
wujud sehingga ketaatan kepada Nya menjadi mutlak.Kedua;
memperhatikan perkembangan akal rasional. Ketiga;
memperhatikan Perkembangan Kecerdasan Emosi.
Pendidikan karakter yang baik memperhatikan pendidikan
emosi, yaitu bagaimana melatih emosi anak agar dapat
berperilaku baik. Keempat; praktik melalui keteladanan
(uswah) dan pembiasaan (`adah). Kelima; memperhatikan
pemenuhan kebutuhan hidup. Karakter tidak dapat
dilepaskan dari pemenuhan kebutuhan dasar manusia.
Keenam; menempatkan nilai sesuai prioritas. Pendidikan
karakter seringkali tidak efektif karena ada perbedaan
prioritas dalam memandang nilai(W/AQ/21/9/2013)”.
Pendapat senada juga diinformasikan oleh salah satu peserta
didik yang aktif dalam kegiatan Rohani Islam (ROHIS) meberikan
informasi tentang karakter dalam Islam berikut ini :
“Karakter dalam Islam antara lain: Kejujuran ,toleransi,
atau tercermin dalam sifat-sifat Rosullulah misalnya sidik
artinya benar, amanah dapat dipercaya ,tabligh artinya
menyampaikan dan fatonah berarti cerdas
(W/DASM/22/9/2012)”.
Tabel 5.10
Nilai-Nilai Karakter Islam
No Nilai-nilai Karakter Islam
1 Nilai karakter dalam Islam adalah akhlak yang sesuai
dengan AlQuran dan Hadist
2 Nilai karakter dalam islam Ke Esaan, akal sehat manusia,
kecerdasan emosi, keteladanan, pemenuhan kebutuhan
dasar, dan nilai prioritas
3 Nilai karakter dalam islam antara lain jujur, dapat
dipercaya, benar dan cerdas
(Sumber : Data Primer, Diolah tahun 2013).
Dalam Islam, karakter identik dengan akhlaq, yaitu
kecenderungan jiwa untuk bersikap atau bertindak secara otomatis.
Pendidikan akhlak dalam Islam bertujuan melahirkan generasi
muslim yang cerdas intrapersonal dan cerdas interpersonalnya. Hal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ini, sebagaimana tergambar dalam pribadi Rasululloh SAW yang
memiliki empat sifat, yaitu Shiddiq, Fathonah, Amanah dan
Tabligh. Empat sifat Nabi ini menjadi gambaran yang utuh bagi
profil generasi muslim yang unggul.
Sifat Shiddiq (Believer) menjadi modal bagi generasi
muslim yang memiliki kemampuan olah hati (kecerdasan spiritual).
Yaitu generasi yang memiliki sifat jujur, ikhlas, mensyukuri atas
apa yang ada, menerima (tawakkal) atas apa yang telah terjadi,
serta selalu berlaku adil. Sifat Fathonah (Thinker) merupakan
wujud bagi generasi muslim yang memiliki kemampuan olah fikir
(kecerdasan intelektual) yang tinggi, memiliki visi jauh kedepan,
cerdas, kreatif dan terbuka. Sifat Amanah (Doer) menjadi simbol
bagi generasi muslim yang memiliki kegigihan dalam bertindak,
semangat. Senantiasa bekerja keras, disiplin dan bertanggung
jawab. Sifat Tabligh (Networker), merupakan perwujudan bagi
generasi muslim yang memiliki kemampuan olah rasa/karsa
(kecerdasan emosi) yang matang. Mereka senantiasa peduli dengan
penderitaan orang lain, memiliki kepekaan untuk selalu membantu
orang yang membutuhkan, senang bergotong royong dan bertindak
demokratis dalam memutuskan sesuatu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
c. Nilai-Nilai Karakter Di SMA Negeri Ajibarang Kecamatan
Ajibarang.
Dalam proses internalisasi pendidikan karakter, peneliti
memberikan gambaran nilai-nilai karakter yang harus dipahami
seorang pendidik. Nilai-nilai tersebut didasarkan kajian berbagai
nilai agama, norma sosial, peraturan atau hukum, etika akademik,
dan prinsip-prinsip hak asasi manusia, telah teridentifikasi butir-
butir nilai yang dikelompokkan menjadi lima nilai utama. Pertama,
nilai karakter dalam hubungannya dengan Tuhan. Kedua, nilai
karakter hubungannya dengan diri sendiri yang meliputi kejujuran,
tanggung jawab, bergaya hidup sehat, disiplin, kerja keras, percaya
diri, berjiwa wirausaha, berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif,
mandiri, ingin tahu, dan cinta ilmu. Ketiga, nilai karakter
hubungannya dengan sesama, yang meliputi nilai kesadaran akan
hak dan kewajiban diri dan orang lain, patuh pada aturan-aturan
sosial, menghargai karya dan prestasi orang lain, santun, dan
demokratis. Keempat, nilai karakter hubungannya dengan
lingkungan. Kelima, nilai kebangsaan yang meliputi nasionalis dan
menghargai keberagaman. Nilai-nilai karakter yang di tanamkan
kepada peserta didik di SMA Negeri Ajibarang selain sesuai
dengan tujuan pendidikan karakter juga memasukan nilai dari
kearifan lokal seperti yang disampaikan oleh informan ADH
berikut ini :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
“Nilai-nilai yang dimasukan dalam pembelajaran
disesuaikan dengan kearifan lokal yang nantinya dapat dapat
muncul pada: pemikiran, sikap, dan perilaku. Ketiganya
hampir sulit dipisahkan. Jika ketiganya ada yang timpang,
maka kearifan lokal tersebut semakin pudar. Dalam
pemikiran, sering terdapat akhlak mulia, berbudi luhur,
tetapi kalau mobah mosik, solah bawa, tidak baik juga
dianggap tidak arif, apalagi kalau tindakannya serba tidak
terpuji. Apa saja dapat tercakup dalam kearifan lokal. Paling
tidak cakupan luas kearifan lokal dapat meliputi: pemikiran,
sikap, dan tindakan berbahasa, berolah seni, dan bersastra,
pemikiran, sikap, dan tindakan dalam berbagai artefak
budaya, misalnya keris, candi, dekorasi, lukisan, dan
sebagainya; dan pemikiran, sikap, dan tindakan sosial
bermasyarakat, seperti unggah- ungguh, sopan santun, dan
tata krama( W/ADH/18/10/2012)”.
Nilai-nilai karakter yang dikembangkan di SMA Negeri
Ajibarang seperti yang disampaikan oleh ARF :
“Dalam perkembangannya, pendidikan karakter tidak
terlepas dari beberapa nilai yang harus dilaksanakan,nilai-
nilai tersebut adalah sebagai berikut:
1)Nilai keuataman. Manusia memiliki keutamaan kalau ia
menghayati dan melaksanakan tindakan-tindakan yang
utama, yang membawa kebaikan bagi diri sendiri dan orang
lain.
2)Nilai keindahan. Nilai keindahan dalam tatanan yang lebih
tinggi menyentuh dimensi interioritas manusia itu sendiri
yang menjadi penentu kualitas dirinya sebagai manusia.
3)Nilai kinerja. Penghargaan atas nilai kerja yang
menentukan kualitas diri seorang individu.
4) Nilai cinta tanah air.
5) Nilai demokrasi.
6) Nilai kesatuan. Dalam konteks berbangsa dan bernegara di
Indonesia, nilai kesatuan ini menjadi dasar pendirian
Negara.
7) Menghidupi nilai moral.
8) Nilai-nilai kemanusiaan. Apa yang membuat manusia
sungguh-sungguh manusiawi itu merupakan bagian dari
keprihatinan setiap orang( W/ARF/10/10/12).”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Pendidikan karakter di sekolah selama ini di Indonesia
cenderung berorientasi pada pendidikan berbasis hard skill
(keterampilan teknis), yang lebih bersifat mengembangkan
intelegence quotient (IQ). Sedangkan kemampuan soft skill yang
tertuang dalam emotional intelegence (EQ) dan spiritual
intelegence (SQ) sangat kurang. Faktor lainnya yang menjadikan
pendidikan karakter sangat penting untuk dipraktikkan adalah
adanya problem akut yang menimpa bangsa ini. Karakter generasi
muda sudah berada pada titik yang yang sangat mengkhawatirkan.
Moralitas bangsa ini sudah lepas dari norma, etika agama,
dan budaya luhur, agar pendidikan karakter sesegera mungkin
diinternalisasikan di sekolah. Caranya adalah dengan
mengoptimalkan peran sekolah sebagai pionir. Pihak sekolah harus
bekerja sama dengan keluarga, masyarakat, dan elemen bangsa
yang lain demi suksesnya agenda besar menanamkan karakter kuat
kepada peserta didik sebagai calon pemimpin bangsa di masa yang
akan datang. Lebih lanjut guru sebagai kunci penanaman
pendidikan karakter pada peserta didik harus mambantu dalam
membentuk watak dengan cara memberikan keteladanan, cara
berbicara atau menyampaikan materi yang baik, toleransi, dan
berbagai hal yang lainnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 5.11
Nilai-Nilai Karakter di Sekolah
No Nilai-nilai Karakter di Sekolah
1 Nilai-nilai karakter disekolah adalah nilai-nilai yang
dimasukan dalam proses pembelajaran yang disesuaikan
dengan kearifan local
2 Nilai-nilai karakter disekolah antara lain nilai keutaman,
nilai keindahan, nilai kinerja,nilai kinerja, nilai cinta tanah
air, nilai demokrasi dan nilai kemnusiaan
3 Nilai-nilai yang dimiliki oleh SMA N Ajibarang antara lain
responsif, semangat, ikhlas dan bertanggung jawab
(Sumber : Data Primer, Diolah tahun 2013).
Sekolah harus berkomitmen untuk mengembangkan
karakter peserta didik. Sekolah atau guru harus mendefinisikannya
dalam bentuk perilaku yang dapat diamati dalam kehidupan
sekolah sehari-hari, mencontohkan nilai-nilai itu, mengkaji dan
mendiskusikannya, menggunakannya sebagai dasar dalam
hubungan antar manusia, dan mengapresiasi manifestasi nilai-nilai
tersebut di sekolah dan masyarakat. Yang terpenting, semua
komponen sekolah bertanggung jawab terhadap standar-standar
perilaku yang konsisten sesuai dengan nilai-nilai inti yang
dikembangkan di lingkungan SMA Negeri Ajibarang.
d. Pola Perilaku Peserta Didik.
Dari berbagai pengamatan dan informasi yang diperoleh
maka pola perilaku yang dikembangkan di lingkungan SMA Negeri
Ajibarang seperti tercermin dari makna SMA RSBI( Rintisan
Sekolah Berstandar Internasional ) yang kemudian diadopsi untuk
dikembangkan yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
SMA Negeri Ajibarang, RSBI tersebut dimaknai sebagai sikap
yang ditujukan oleh seluruh warga sekolah di lingkungan SMA
Negeri Ajibarang yaitu Responsive, Semangat, Bertanggung jawab
dan Ikhlas. Dalam hal ini Responsif dapat diartikan sebagai upaya
untuk cepat tanggap terhadap sesuatu misalnya jika ada orang yang
memerlukan bantuan maka dengan segara warga sekolah dapat
segera untuk memberikan bantuan, Semangat artinya memiliki etos
kerja, gigih dalam bekerja karena merupakan bagian dari ibadah,
sehingga dengan penuh kesadaran untuk dapat membantu sesama
dengan niat yang ikhlas atau tulus dan tanpa pamrih maka dari itu
pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar mampu agar menjadi manusia :
1) Yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2) Berakhlak mulia.
3) Sehat.
4) Berilmu.
5) Cakap.
6) Kreatif.
7) Mandiri.
8) Menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, jelas
bahwa pendidikan di setiap jenjang, mulai pendidikan dasar hingga
pendidikan tinggi, harus dirancang dan diselenggarakan secara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sistematis guna mencapai tujuan tersebut. Dalam rangka
pembentukan karakter peserta didik sehingga beragama, beretika,
bermoral, dan sopan santun dalam berinteraksi dengan masyarakat,
maka pendidikan harus dipersiapkan, dilaksanakan, dan dievaluasi
dengan baik dan harus mengintegrasikan pendidikan karakter di
dalamnya guna mewujudkan insan-insan Indonesia yang
berkarakter mulia khususnya di SMA Negeri Ajibarang.
Tabel 5.12
Pola Perilaku
No Pola Perilaku
1 Pola perilaku merupakan pandangan, perasaan dan sikap
perbuatan yang ditunjukan oleh peserta didik sebagai
akibat dari proses pembelajaran
2 Pola perilaku yang diharapkan adalah cepat menemukan
solusi, memiliki etos kerja, gigih dalam bekerja, tanpa
pamrih
3 Pola perilaku yang membentuk karakter peserta didik yaitu
beragama, beretika, bermoral dan sopan santun
(Sumber : Data Primer, Diolah tahun 2013).
Perilaku sosial adalah suasana saling ketergantungan
yang merupakan keharusan untuk menjamin keberadaan
manusia(Ibrahim,2001). Sebagai bukti bahwa manusia dalam
memenuhi kebutuhan hidup sebagai diri pribadi tidak dapat
melakukannya sendiri melainkan memerlukan bantuan dari orang
lain. Ada ikatan saling ketergantungan diantara satu orang dengan
yang lainnya.
Artinya bahwa kelangsungan hidup manusia berlangsung
dalam suasana saling mendukung dalam kebersamaan. Untuk itu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
manusia dituntut mampu bekerja sama, saling menghormati, tidak
menggangu hak orang lain, toleran dalam hidup bermasyarakat.
Menurut Krech, Crutchfield dan Ballachey(1982)
(Ibrahim, 2001), perilaku sosial seseorang itu tampak dalam pola
respons antar orang yang dinyatakan dengan hubungan
timbal balik antar pribadi. Perilaku sosial juga identik dengan
reaksi seseorang terhadap orang lain Baron & Byrne(1991)
(Ibrahim, 2001).
e. Melaksanakan Tradisi.
Sebagian besar masyarakat Jawa telah memiliki suatu
agama secara formal, namun dalam kehidupannya masih nampak
adanya suatu sistem kepercayaan yang masih kuat dalam kehidupan
religinya, seperti kepercayaan terhadap adanya dewa, makhluk
halus, atau leluhur. Semenjak manusia sadar akan keberadaannya di
dunia, sejak saat itu pula ia mulai memikirkan akan tujuan
hidupnya, kebenaran, kebaikan, dan Tuhannya. Salah satu contoh
dari pendapat tersebut adalah adanya kebiasaan pada masyarakat
Jawa terutama yang menganut Islam Kejawen untuk ziarah
(datang) ke makam-makam yang dianggap suci pada malam Selasa
Kliwon dan Jumat Kliwon untuk mencari berkah.
Masyarakat Jawa yang menganut Islam Aboge dalam
melakukan berbagai aktivitas sehari-hari juga dipengaruhi oleh
keyakinan, konsep-konsep, pandangan-pandangan, nilai-nilai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
budaya, dan norma-norma yang kebanyakan berada di alam
pikirannya. Menyadari kenyataan seperti itu, maka orang Jawa
terutama dari kelompok kejawen tidak suka memperdebatkan
pendiriannya atau keyakinannya tentang Tuhan.
Mereka tidak pernah menganggap bahwa kepercayaan
dan keyakinan sendiri adalah yang paling benar dan yang lain
salah. Sikap batin yang seperti inilah yang merupakan lahan subur
untuk tumbuhnya toleransi yang amat besar baik di bidang
kehidupan beragama maupun di bidang-bidang yang lain.
Tradisi dan budaya itulah yang barangkali bisa dikatakan
sebagai sarana pengikat orang Jawa yang memiliki status sosial
yang berbeda dan begitu juga memiliki agama dan keyakinan yang
berbeda. Kebersamaan di antara mereka tampak ketika pada
momen-momen tertentu mereka mengadakan upacara-upacara
(perayaan) baik yang bersifat ritual maupun seremonial yang sarat
dengan nuansa keagamaan.
Di antara nilai-nilai budaya lokal yang masih
dipertahankan dan dilestarikan masyarakat Islam Aboge sampai
saat ini antara lain:
1) Slametan
Slametan berasal dari kata slamet (Arab: salamah) yang
berarti selamat, bahagia, sentausa. Selamat dapat dimaknai
sebagai keadaan lepas dari insiden-insiden yang tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dikehendaki. Menurut Clifford Geertz, slamet berarti gak ana
apa-apa (tidak ada apa-apa), atau lebih tepat “tidak akan terjadi
apa-apa” (pada siapa pun). Konsep tersebut dimanifestasikan
melalui praktik-praktik slametan. Slametan adalah kegiatan-
kegiatan komunal Jawa yang biasanya digambarkan oleh
ethnografer sebagai pesta ritual, baik upacara di rumah maupun
di desa, bahkan memiliki skala yang lebih besar, mulai dari
ngupati (upacara empat bulan kehamilan ), mitoni (upacara
tujuh bulan kehamilan), mantu (perkawinan), hingga upacara
tahunan untuk memperingati ruh penjaga (leluhur). Dengan
demikian, slametan merupakan memiliki tujuan akan penegasan
dan penguatan kembali tatanan kultur umum. Di samping itu
juga untuk menahan kekuatan kekacauan (talak bala). Dalam
tradisi slametan, unsur yang dicari bukanlah makan bersama di
tempat si empunya hajat, melainkan oleh-oleh berupa berkat
(berkah) yang diyakini sebagai makanan “bertuah.”
Selain itu, slametan juga dilakukan apabila mereka
mempunyai niat atau hajat tertentu, ketika akan membangun
rumah, pindah rumah, menyelenggarakan pesta perkawinan,
kehamilan anak pertama. Di samping itu juga untuk
memperingati keluarga yang meninggal. Slametan untuk
memperingati keluarga yang meninggal ini dilakukan untuk
memperingati 7 hari, 40 hari, 100 hari, 1 tahun, dan 1000
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
harinya. Slametan untuk memperingati orang yang meninggal
biasanya disertai membaca dzikir dan bacaan thoyyibah tahlil,
sehingga slametan ini biasa juga disebut tahlilan.
Adat Jawa yang masih dipertahankan kaum santri
dan yang paling banyak menjadi target kutukan kaum
reformis adalah sekitar selamatan. Yang dinamakan
selamatan di sini adalah acara makan-makan untuk
mendoa’kan orang mati, baik pada saat meninggalnya
maupun sesudahnya, seperti selamatan tiga hari, tujuh hari,
empat puluh hari, setahun (pendak), dan seribu hari setelah
meninggal. Selain selamatan-selamatan tersebut pada saat
yang dirasa perlu keluarga yang meninggal ini bisa
menyelenggarakan haul. Dalam selamatan itu biasanya
dibacakan tahlil, suatu ritus dengan bahasa Arab yang intinya
adalah membaca kalimat ‘laa ilaaha illallah,’ dengan maksud
berdo’a untuk kebahagiaan yang meninggal, atau yang lebih
controversial lagi (di mata kaum reformis) adalah
‘mengirimkan pahala wirid’ itu kepada arwah yang
meninggal.
Tetap lestarinya slametan ini memberikan makna
bahwa hubungan sosial masyarakat tetap kokoh. Masyarakat
merasa diperlakukan sama satu dengan lainnya. Kalau
mereka sudah duduk bersama, tidak dibedakan satu dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lainnya, tidak ada yang lebih rendah dan tidak ada yang lebih
tinggi. Slametan menimbulkan efek psikologi dalam bentuk
keseimbangan emosional dan mereka meyakini bakal
selamat, tidak terkena musibah atau tertimpa malapetaka
setelah mereka melakukan kegiatan ini.
2) Ruwatan
Ruwatan merupakan upacara adat yang bertujuan
membebaskan seseorang, komunitas, atau wilayah dari
ancaman bahaya. Inti upacara ini sebenarnya adalah do’a,
memohon perlindungan dari ancaman bahaya seperti bencana
alam, juga do’a memohon pengampunan, dosa-dosa dan
kesalahan yang telah dilakukan yang dapat menyebabkan
bencana. Upacara ini berasal dari ajaran budaya Jawa kuno
yang bersifat sinkretis, namun sekarang diadaptasikan dengan
ajaran agama. Ruwatan bermakna mengembalikan ke
keadaan sebelumnya, maksudnya keadaan sekarang yang
kurang baik dikembalikan ke keadaan sebelumnya yang baik.
Makna lain ruwatan adalah membebaskan orang atau barang
atau desa dari ancaman bencana yang kemungkinan akan
terjadi, jadi bisa dianggap upacara ini sebenarnya untuk tolak
bala’. Upacara ini berasal dari cerita Batara Kala, yaitu
raksasa yang suka makan manusia. Menurut kepustakaan
“Pakem Ruwatan Murwa Kala” Javanologi gabungan dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
beberapa sumber, antara lain dari Serat Centhini (Sri Paku
Buwana V), bahwa orang yang harus diruwat.
Dalam ruwatan harus dilengkapi dengan berbagai
sesajen yang dulunya masih sederhana dan hanya terdiri dari
beberapa macam sesajen saja, namun sekarang sesajen itu
sudah banyak macamnya. Sesajen-sesajen ini terdiri dari
berbagai macam makanan, lauk pauk kemasan hasil bumi
dalam bentuk kecil yang diikat dan digantungkan sepanjang
batang bamboo melintang di atas panggung bagian depan dan
dengan layar di sisi atas. Sesajen ini sebenarnya merupakan
perlambang antara harapan dan rasa syukur. Dari berbagai
ragam ruwatan yang dilakukan orang Jawa tampak sekali
pusaran tradisi pada pembebasan sukerta dari mangsa Batara
Kala.
3) Nyadran
Ritual ini merupakan cara untuk mengagungkan,
menghormati, dan memperingati roh leluhur yang
dilaksanakan pada bulan Ruwah atau Sya’ban sesudah
tanggal 15 hingga menjelang ibadah puasa di bukan
Ramadhan. Dalam ritual Nyadran ada dua tahap yaitu tahap
slametan dan tahap ziarah. Pada tahap slemetan biasanya
orang membakar sesajen baik berupa kemenyan atau
menyajikan kembang setaman. Setelah selesai orang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
melakukan sesajen baru orang melakukan tahap ke dua yaitu
ziarah ke makam.
Menghormati leluhur sebagai inti dari ritual nyadran
telah ada sebelum Islam datang ke Indonesia. Kebiasaan
menghormati para arwah leluhur juga merupakan tradisi yang
ada pada suku-suku lain di luar Jawa. Modus mereka untuk
menghormati ini juga beragam. Dalam tradisi Jawa kebiasaan
ini telah disebutkan dalam kitab Negarakertagama karangan
Mpu Prapanca, yaitu perayaan sradda untuk memperingati
Tribuwana atau Rajapatni, yang dipimpin para bikshu budha.
Dengan demikian ada kemungkinan bahwa kata nyadran
berasal dari kata sradda. Waktu upacara sradda adalah
dimulai bulan Srawana (Juli-Agustus) dan bulan
Bhadrawada (Agustus-September).
Pada waktu nyadran makam-makam biasanya
dibersihkan dan ditaburi bunga-bunga, yang disusul dengan
pembacaan doa sambil membakar dupa. Bila dalam tradisi
Jawa Kuno upacara sradda dipimpin para bikhsu, maka
dalam ritual nyadran biasanya dipimpin seorang modin atau
kaum. Dan waktu pelaksanaan mengalami pergeseran, yaitu
pada bulan Ruwah atau Sya’ban.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4) Tirakat/ Prihatin
Salah satu tradisi atau budaya yang begitu popular di
kalangan orang Jawa adalah Tirakat. Tirakat adalah berpuasa
pada hari-hari tertentu dengan cara-cara tertentu. Karena
dekat dengan ritual puasa dalam ibadah Islam baku, maka
orang Agami Jawi biasanya juga melaksanakan puasa,
walaupun tidak melaksanakan syariat yang lain secara rutin.
Inti dari ritual tirakat adalah latihan untuk menjalani
kesukaran-kesukaran hidup untuk mendapatkan keteguhan
iman. Jadi tirakat merupakan ritual keagamaan yang
disengaja agar seseorang menjalani kesukaran, kesulitan, dan
kesengsaraan. Pemeluk Agama Jawi percaya bahwa ritual ini
berpahala dan bermanfaat dalam melatih keteguhan pribadi.
Tirakat/priyatin memiliki berbagai jenis di antaranya
mutih, siyam, nglowong, ngepel, ngebleng dan patigeni.
Mutih berarti seseorang berpantang makan selain nasi putih
saja pada hari Senin dan Kamis. Siyam artinya menjalani
puasa pada bulan Ramadhan sebulan penuh. Nglowong
artinya berpuasa selama beberapa hari menjelang hari-hari
besar Islam. Ngepel artinya membiasakan makan dalam porsi
sedikit, yaitu tidak lebih dari satu genggam tangan selama
satu atau dua hari. Ngebleng berarti berpuasa dan menyenderi
dalam ruangan tertentu dengan tidak makan atau minum
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
selama tenggang waktu tertentu, seperti 40 hari. Sedangkan
patigeni berarti berpuasa di dalam suatu ruangan yang gelap
pekat yang tak dapat ditembus cahaya.
Jenis ritual ini sangat dekat dengan praktik-praktik
yoga dalam Hindu. Praktik yoga ditengarai sebagai benih
bagi kemunculan praktik-praktik tapa-brata dan semedi.
Tapa brata, seperti disebut di atas merupakan bentuk
pendisiplinan diri secara keras dengan berbagai bentuk
kegiatan yang sulit seperti puasa, sedangkan semedi
merupakan cara pemusatan konsentrasi pada kekuatan adi-
kodrati untuk mencapai penyatuan. Pada intinya, tirakat
merupakan latihan laku prihatin bagi seseorang untuk terbiasa
menghadapi kesukaran-kesukaran hidup. Dengan laku
prihatin ini, seseorang berharap semakin dekat pada Tuhan.
5) Ziarah makam
Kebiasaan datang ke makam-makam tertentu adalah
umum sekali di kalangan Islam santri yang masih
terpengaruh dengan kejawen. Hanya saja menurut Nurcholish
Madjid, hal ini tidak jelas, apakah kebiasaan ini lebih berakar
dalam konsep-konsep sufisme atau Jawanisme. Sebab,
sebelum Islam datang, agama yang ada adalah Hindu yang
tidak mengenal kubur atau makam. Dan makam yang banyak
dikunjungi untuk ziarah itu umumnya adalah makam orang-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
orang yang dinamakan wali atau orang suci yang keramat,
sehingga meskipun sudah meninggal akan mampu memberi
kesehatan, keselamatan, sukses dalam usaha dan lain-lain.
Tabel 5.13
Melaksanakan Tradisi
No Melaksanakan Tradisi
1 Komunitas Islam Aboge dalam melakukan berbagai
aktivitas sehari-hari juga dipengaruhi oleh keyakinan,
konsep-konsep, pandangan-pandangan, nilai-nilai budaya,
dan norma-norma yang kebanyakan berada di alam
pikirannya.
2 Nilai-nilai budaya lokal yang masih dipertahankan dan
dilestarikan masyarakat Islam Aboge sampai saat ini masih
menjalankan tradisi
3 Nilai-nilai budaya yang menjadi tradisi antara lain
slametan, ruwatan, nyadaran, tirakat/ prihatin dan ziarah
kubur.
(Sumber : Data Primer, Diolah tahun 2013).
C. Pembahasan
Pada bab pembahasan ini, peneliti menganalisis beberapa
temuan penelitian yang berupa data observasi dan wawancara di
lapangan. Dalam melakukan penelitian ini banyak sekali peneliti
temukan data yang dapat dianalisis dengan teori yang peneliti
gunakan. Peneliti menemukan gejala-gejala yang ditemukan dapat
mendukung materi penelitian ini. Gejala tersebut terbagi kedalam
beberapa sub-bab antara lain: mengenai pendidikan karakter,
kearifan lokal, Islam Aboge, pemahaman peserta didik tentang
kearifan lokal Islam Aboge dan karakter peserta didik. Dari kelima
aspek temuan tersebut akan dikaitkan dengan teori interaksionisme
simbolik yang pada akhirnya dapat memberikan gambaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
mengenai Pemahaman Peserta Didik Tentang Kearifan Lokal
Islam Aboge dalam Pendidikan Karakter di SMA Negeri Ajibarang
Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas Jawa Tengah. Kelima
aspek tersebut dapat penulis paparkan sebagai berikut dan
didukung dengan matrik temuan dari penulis.
Tabel 5.14
Pemahaman Peserta Didik Tentang Kearifan Lolak Islam Aboge
Dalam Pendidikan Karakter
No Pemahaman Peserta Didik Tentang Kearifan Lokal Islam
Aboge Dalam Pendidikan Karakter
1 Pendidikan Karakter merupakan proses yang dilkukan secara
sadar dan disengajan untuk mananamkan karakter dari pendidik
kapada peserta didik agar peserta didik memiliki ilmu
pengetahuan, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia sehingga
berguna bagi masyarakat, bangsa dan negara.
2 Kearifan Lokal adalah nilai-nilai karakter yang dimiliki oleh
masyarakat yang sudah mendarah daging dan diwariskan dari
generasi ke generasi sebagai ajaran.
3 Islam Aboge merupakan perpaduan atau penggabungan antara
Islam sebagai agama atau keyakinan dan Jawa sebagai tradisi
atau kebudayaan yang dibawa dan disebarkan oleh Syarif
Hidayatullah dari Cirebon. Aboge ditranformasikan kepada
pemeluknya secara tradisional melalui pendidikan keluarga,
pengajian dan pertemuan para penganut Aboge.
4 Kearifan Lokal Islam Aboge nilai-nilai karakter yang dimiliki
oleh masyarakat yang sudah mendarah daging dan diwariskan
dari generasi ke generasi sebagai ajaran yang menggabungkan
antara Islam dengan budaya Jawa yang berisi tentang ajaran
untuk menghargai leluhur, sabar, prihatin, guyub rukun dan
pasrah.
5 Pemahaman Peserta Didik merupakan keadaan atau situasi
yang dimiliki oleh peseta didik untuk mengetahui,mengerti dan
memahami tentang penegtahuan, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia termasuk nilai-nilai yang budaya lokal yang
dalam hal ini adalah kearifan lokal Islam Aboge.
(Sumber : Data Primer, Diolah Tahun 2013).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus,
yaitu proses yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive),
perasaan (feeling), dan tindakan (action). Menurut Thomas
Lickona, tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan karakter tidak
akan berjalan secara efektif. Dengan pendidikan karakter yang
diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan, seorang peserta
didik akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi ini adalah
bekal penting dalam mempersiapkan peserta didik menyongsong
masa depan, karena seseorang akan lebih mudah dan berhasil
menghadapi segala macam tantangan kehidupan, termasuk
tantangan untuk berhasil secara akademis (Sibarani,2012:1)
Para ahli mengatakan bahwa perlu memahami unsur-
unsur karakter esensial umum, yang penting ditanamkan kepada
generasi muda. Ada 8 (delapan) unsur karakter inti yaitu :
1) Kejujuran (honesty)
2) Belas kasihan (compassion)
3) Pilihan yang baik (good judgment)
4) Keteguhan hati (courage)
5) Kedamaian hati (kindness)
6) Pengendalian diri (self-control)
7) Kerja sama (cooperation)
8) Kerajinan dan kerja keras (deligence or hard work)
(Charlie, 2002:15).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Delapan karakter inti (core characters) itulah, menurut
Thomas Lickona, yang paling penting dan mendasar untuk
dikembangkan pada peserta didik selain sekian banyak unsur-unsur
karakter yang lain. Selain delapan unsur karakter yang menjadi
karakter inti menurut Thomas Lickona(1996), para pegiat
pendidikan karakter mencoba melukiskan pilar-pilar penting
karakter dengan menunjukkan hubungan sinergis antara keluarga
(home), sekolah (school), masyarakat (community), dan dunia
usaha (business). Dalam hubungan sinergis tersebut terdapat
sembilan unsur karakter, yaitu :
1) Responsibility (tanggung jawab)
2) Respect (rasa hormat)
3) Fairness (keadilan)
4) Courage(keteguhan hati)
5) Honesty (kejujuran)
6) Citizenship (kewarganegaraan)
7) Self-descipline (disiplin diri)
8) Caring (peduli)
9) Perseverance (ketekunan).
Berdasarkan konsep/ indikator yang digunakan oleh
Kementrian Pendidikan Nasional merupakan gabungan antara
unsur-unsur karakter yang dikemukakan oleh Charlie(2002) dan
Thomas Lickona(1996), dalam naskah akademik Pengembangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa (Suyanto, 2011),
Kementerian Pendidikan Nasional telah merumuskan lebih banyak
nilai-nilai karakter (18 nilai) yang akan dikembangkan atau
ditanamkan kepada peserta didik dan generasi muda bangsa
Indonesia. Nilai-nilai karakter tersebut dapat dideskripsikan dalam
tabel 5.1 sebagai berikut:
Tabel 5.15
Niali-Nilai Karakter Kementerian Pendidikan Nasional
No. Nilai Deskripsi
1 Religius Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan
ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap
pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun
dengan pemeluk agama lain.
2 Jujur Perilaku yang dilaksanakan pada upaya menjadikan
dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya
dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan
3 Toleransi Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama,
suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain
yang berbeda dari dirinya.
4 Disiplin Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh
pada berbagai ketentuan dan peraturan.
5 Kerja Keras Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh
dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas,
serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
6 Kreatif Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan
cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
7 Mandiri Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada
orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
8 Demokratis Cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai
sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
9 Rasa Ingin
Tahu
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk
mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu
yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar
10 Semangat
Kebangsaan
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang
menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas
kepentingan diri dan kelompoknya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11 Cinta Tanah
Air
Cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan
kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi
terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya,
ekonomi, dan politik bangsa.
12 Menghargai
Prestasi
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk
menghasilkan sesuai yang berguna bagi masyarakat,
dan mengakui serta menghormati keberhasilan orang
lain.
13 Bersahabat/
Komunikatif
Tindakan yang memperhatikan rasa senang berbicara,
bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.
14 Cinta Damai Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan
orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran
dirinya.
15 Gemar
Membaca
Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca
berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi
dirinya.
16 Peduli
Lingkungan
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah
kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan
mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki
kerusakan alam yang sudah terjadi.
17 Peduli Sosial Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan
pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
18 Tanggung
Jawab
Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan
tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan,
terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam,
sosial, dan budaya), negara, dan Tuhan Yang Maha
Esa.
Sumber : Kementerian Pendidkan Nasional Tahun 2011.
Untuk memudahkan pelaksanaannya dalam pendidikan
karakter, kedelapan belas karakter tersebut diklasifikasikan/
dikelompokan dalam desain induk pendidikan karakter menurut
Kementerian Pendidikan Nasional dikelompkan menjadi empat
konfigurasi karakter berdasarkan konteks proses psikososial dan
sosiokultural, yaitu :
1) Olah hati (spiritual and emotional development)
2) Olah pikir (intellectual development)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3) Olah raga dan kinestetik (physical and kinesthetic development)
4) Olah rasa dan karsa (affective and creativity development).
Dari keempat kelompok konfigurasi karakter tersebut
memiliki unsur-unsur karakter inti sebagai berikut:
Tabel 5.16
Konfigurasi Karakter
No. Kelompok
Konfigurasi Karakter
Karakter Inti
(Core Characters)
1 Olah Hati Religius, jujur, tanggung Jawab,
peduli sosial, dan peduli
lingkungan
2 Olah Pikir Cerdas, kreatif, gemar membaca, dan
rasa ingin tahu
3 Olah Raga Sehat, dan bersih
4 Olah Rasa dan Karsa Peduli, dan kerja sama (gotong
royong)
Sumber : Kementerian Pendidikan Nasional Tahun 2011.
Dengan dirumuskannya delapan belas karakter tersebut,
itu berarti bahwa pemerintah melalui pendidikan menginginkan
generasi muda menjadi orang yang religius, jujur, toleransi,
disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu,
semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi,
bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli
lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab. Secara singkat,
pendidikan karakter yang menjadikan orang yang hati, pikiran,
raga, dan rasa-karsanya baik. Betapa bangsa ini menjadi bangsa
yang adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang
Dasar 1945 jika tercipta generasi yang memiliki karakter tersebut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
di atas. Jika generasi muda memiliki karakter tersebut di atas, tidak
ada lagi kemiskinan karena masyarakat sudah disiplin dan bekerja
keras, tidak ada lagi konflik karena masyarakat cinta damai, cinta
tanah air, dan toleransi, tidak ada lagi ketidakadilan karena
masyarakat sudah demokratis dan peduli sosial, dan tidak ada lagi
korupsi karena masyarakat sudah jujur dan religius. Itulah harapan
bangsa ini, tetapi persoalannya sekarang adalah bagaimana cara
dan metodenya menjadikan generasi muda memiliki karakter
tersebut dan dari mana sumber sebagai basis pembentukan karakter
tersebut.
Dalam penelitian ini informan menyatakan bahwa
pendidikan karakter adalah usaha yang dilakukan secara sadar,
terencana agar dapat mencetak peserta didik untuk memiliki
kecerdasan intelektual, kecerdasan sosial, akhlak mulia sehingga
dapat berguna bagi masyarakat, bangsa dan negara ditengah-tengah
persaingan global tanpa kehilangan identitas dan jati diri. Dalam
perkembanganya pendidikan memasukan nilai-nilai kearifan lokal
yang dikembangkan melalui kurikulum berbasis kearifan lokal.
Kesesuaian antara pendidikan karakter dengan nilai-nilai
kearifan lokal, setidaknya menjadi tolak ukur pendidikan karakter
yang baik. Pengembangan kurikulum berbasis kearifan lokal
disesuaikan dengan kondisi disekiatnya sehingga pelaksanaan
pendidikan karakter di SMA Negeri Ajibarang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
mengimplementasikan kearifan lokal Islam Aboge yang dimasukan
dalam mata pelajaran muatan lokal bahasa Banyumasan.
Kearifan lokal adalah kebijaksanaan hidup yang
didasarkan pada nilai-nilai kebudayaan suatu masyarakat. Kearifan
lokal merepresentasikan sebuah nilai kebudayaan masyarakat yang
menaungi keseluruhan kompleksitas norma dan perilaku yang
dijunjung tinggi serta menjadi sebuah “belief”. Kearifan lokal
dalam kenyataan sehari-hari dapat ditemui dalam nyayian, pepatah,
sasanti, petuah, semboyan, kesusasteraan, dan naskah-naskah kuno
yang melekat dalam perilaku sehari-hari. Unsur revitalisasi kearifan
lokal dalam merespon lingkungan adalah melalui penguatan
masyarakat berbasis inisiatif-inisiatif lokal. Ciri dasar kearifan
lokal dalah adanya kepedulian sesama manusia dan alam semesta.
Kebudayaan Jawa membawakan adab, pendidikan,
pengajaran, kesenian kesusastraan yang penuh ajaran moral, filsafat
yang mengandung pemikiran dan cita-cita kebijaksanaan hidup
sampai pada kebatinan/tasawuf mendekati tuhan yang maha
pencipta, kesemuanya memiliki arti sepanjang masa. (Raharja,
1995:195).
Kearifan lokal perlu diintegrasikan dalam gerakan sosial
dan kebudayaan masyarakat. Dengan gerakan semacam ini, akan
mampu membawa kesadaran dalam hati nurani masyarakat luas
dalam menghadapi persoalan perspektif pendidikan, Upaya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pengembangan pemberdayaan potensi lokal yang dilakukan antara
lain:
1) Pengembangan sumberdaya kelembagaan budaya dan
pendidikan melalui optimalisasi dan peningkatan kemampuan
pendidikan dan latihan pengenalan karakter berbasis kearifan
lokal/inisiatif-inisiatif lokal.
2) Secara akademis perlu pengembangan tenaga perancang dan
peneliti dalam berbagai bidang yang secara lintas disiplin
mampu menyelesaikan persoalan pendidikan karakter dengan
pendekatan yang berbasis kearifan lokal/inisiatif-inisiatif
lokal.
Model pendidikan berbasis kearifan lokal adalah model
pendidikan yang memiliki relevansi tinggi bagi pengembangan
kecakapan hidup (life skills) dengan bertumpu pada pemberdayaan
keterampilan dan potensi kebudayaan lokal di masing-masing
daerah. Dalam model pendidikan ini, materi pembelajaran memiliki
makna dan relevansi tinggi terhadap pemberdayaan hidup siswa
secara nyata, berdasarkan realitas yang dihadapi. Kurikulum yang
disiapkan adalah kurikulum yang sesuai dengan kondisi lingkungan
dan kebudayaan peserta didik, minat, dan kondisi psikis peserta
didik, pendidikan berbasis kearifan lokal adalah pendidikan yang
mengajarkan peserta didik untuk selalu lekat dengan situasi konkret
kebudayaan dihadapi peserta didik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Aboge berasal kata dari Alip Rebo Wage. Aboge
merupakan perpaduan atau penggabungan antara Islam sebagai
agama atau keyakinan dan Jawa sebagai tradidu atau kebudayaan
yang dibawa dan disebarkan oleh Syarif Hidayatullah dari Cirebon.
Aboge ditranformasikan kepada pemeluknya secara tradisional
melalui pendidikan keluarga, pengajian dan pertemuan para
penganut Aboge. Di Kabupaten Banyumas penganut Aboge yang
berjumlah ribuan tersebar di sejumlah desa antara lain di Desa
Cibangkong (Pekuncen), Desa Kracak (Ajibarang), Desa Cikakak
(Wangon), dan Desa Tambak Negara (Rawalo). Nilai-nilai yang
terdapat dalam Islam aboge sama seperti nilai-nilai yang berlaku
dalam masyarakat Jawa yaitu :
1) Rila (ikhlas) yaitu kesanggupan untuk merelakan (melepas tanpa
penyesalan) atas hak milik, atau subjektivitasnya demi keselarasan
kehidupan besar.
2) Nerima (kesanggupan menerima) yaitu kesanggupan untuk
menerima keadaan sebagaimana adanya. Hal ini juga mengandung
makna menghadapi derita tanpa keluh kesah dan menghadapi
kegembiraan tanpa lupa diri.
3) Sabar yaitu kesanggupan untuk menghadapi keadaan dengan tidak
dilandasi hawa nafsu, melainkan dengan kearifan. Dengan sabar
orang tidak mudah putus asa atau tergoncang jiwanya sehingga
menjadi sehat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4) Temen (jujur, dapat dipercaya): memegang teguh apa yang pernah
dikatakan/disanggupi, pantang ingkar janji, ajining dhiri dumunung
ana ing lathi atau sabda pandhita ratu.
5) Budi luhur: agar dapat memiliki budi luhur dituntut tiga perilaku
yang harus dilaksanakan, yaitu andhap asor (rendah hati), prasaja
(sederhana), tawasul (menghormati orang tua baik yang masih
hidup maupun yang sudah meninggal) dan tepa selira (tenggang
rasa).
Kearifan lokal Islam Aboge pada umumnya dapat dilihat
melalui pemahaman dan perilaku masyarakat Jawa. Pemahaman dan
perilaku itu dapat dilihat melalui:
1) Norma-norma lokal yang dikembangkan, seperti laku Jawa,
pantangan dan kewajiban.
2) Ritual dan tradisi masyarakat Jawa serta makna di baliknya.
3) Lagu-lagu rakyat, legenda, mitos, dan cerita rakyat Jawa yang
biasanya mengandung pelajaran atau pesan-pesan tertentu yang
hanya dikenali oleh masyarakat Jawa.
4) Informasi data dan pengetahuan yang terhimpun pada diri sesepuh
masyarakat, pemimpin spiritual.
5) Manuskrip atau kitab-kitab kuno yang diyakini kebenarannya oleh
masyarakat Jawa.
6) Cara-cara komunitas lokal masyarakat Jawa dalam memenuhi
kehidupannya sehari-hari.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7) Alat dan bahan yang dipergunakan untuk kebutuhan tertentu.
8) Kondisi sumber daya alam atau lingkungan yang biasa dimanfaatkan
dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.
Usman melibatkan pemahaman sebagai bagian dari
domain kognitif hasil belajar. Ia menjelaskan bahwa pemahaman
mengacu kepada kemampuan memahami makna materi(Usman,
2002: 35). Aspek ini satu tingkat di atas pengetahuan dan
merupakan tingkat berpikir yang rendah. Selanjutnya, Sudjana
membagi pemahaman ke dalam tiga kategori, yakni sebagai
berikut:
1) Tingkat pertama atau tingkat terendah, yaitu pemahaman
terjemahan, mulai dari terjemahan dalam arti sebenarnya
2) Tingkat kedua adalah pemahaman atau penafsiran, yaitu
menghubungkan bagian-bagian terdahulu dengan yang diketahui
berikutnya, atau menghubungkan beberapa bagian dari grafik
dengan kejadian, membedakan yang pokok dan yang bukan
pokok.
3) Pemahaman tingkat ketiga atau tingkat tertinggi, yakni
pemahaman ekstrapolasi. Dengan ekstrapolasi diharapkan
mampu melihat di balik yang tertulis, dapat membuat ramalan
tentang konsekuensi atau dapat memperluas persepsi dalam arti
waktu, dimensi, kasus, ataupun masalahnya (Sudjana, 2010: 24).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Memperhatikan uraian-uraian di atas, maka dapat
diketahui bahwa pemahaman merupakan salah satu bentuk
pernyataan hasil belajar. Pemahaman setingkat lebih tinggi dari
pengetahuan atau ingatan, namum pemahaman ini masih tergolong
tingkat berpikir rendah. Oleh karena itu, untuk meningkatkan
pemahaman diperlukan proses belajar yang baik dan benar.
Pemahman peserta didik akan dapat berkembang bila proses
pembelajaran berlangsung dengan efektif dan efisien. Sesuai
dengan hasil temuan, pemahaman peserta didik tentang kearifan
lokal Islam Aboge dalam pendidikan karakter, antara lain:
Analisis ini dilakukan berdasar teori-teori yang sejalan.
Seperti teori interaksionisme simbolik yang dicetuskan oleh George
Herbert Mead yang merumuskan bahwa ada tiga tema besar yang
mendasari asumsi dalam teori interaksi simbolik Ralph Larossa dan
Donald C. Reitzes (1993) :
1). Pentingnya makna bagi perilaku manusia
a) Manusia bertindak terhadap orang lain berdasarkan makna
yang diberikan orang lain terhadap mereka.
b) Makna yang diciptakan dalam interaksi antar manusia.
c) Makna dimodifikasi melalui proses interpretif.
2). Pentingnya konsep mengenai diri
a) Individu-individu mengembangkan konsep diri melalui
interaksi dengan orang lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
b) Konsep diri memberikan sebuah motif penting untuk
berperilaku.
c) Hubungan antara individu dan masyarakat.
d) Orang dan kelompok- kelompk dipengaruhi oleh proses
budaya dan sosial.
e) Struktur sosial dihasilkan melalui interaksi sosial.
(West & Turner, 2008 : 98-104).
Apabila diamati secara menyeluruh Pendidikan adalah
proses internalisasi kebiasaan bersama komunitas ke dalam diri
aktor. Pendidikan adalah proses yang esensial karena menurut
pandangan Mead, aktor/ peserta didik tidak mempunyai diri dan
belum menjadi anggota komunitas sesungguhnya sehingga mereka
tidak mampu menanggapi diri mereka sendiri seperti yang
dilakukan komunitas yang lebih luas. Untuk berbuat demikian,
aktor/ peserta didik harus dapat menginternalisasikan sikap-sikap
bersama komunitas.
Teori Interaksi Simbolik
Tiga tema konsep pemikiran George Herbert Mead yang
mendasari interaksi simbolik antara lain:
1) Pentingnya makna bagi perilaku manusia
Tema ini berfokus pada pentingnya membentuk makna
bagi perilaku manusia, dimana dalam teori interaksi simbolik tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
bisa dilepaskan dari proses komunikasi, karena awalnya makna itu
tidak ada artinya, sampai pada akhirnya di konstruksi secara
interpretif oleh individu melalui proses interaksi, untuk
menciptakan makna yang dapat disepakati secara bersama dimana
asumsi-asumsi itu adalah sebagai berikut : Manusia, bertindak,
terhadap manusia lainnya berdasarkan makna yang diberikan orang
lain kepada mereka, Makna diciptakan dalam interaksi antar
manusia, Makna dimodifikasi melalui proses interpretif, untuk
menciptakan makna yang dapat disepakati secara bersama. Hal ini
sesuai dengan tiga dari tujuh asumsi karya Herbert Blumer(1969)
dalam West-Turner(2008: 99) dimana asumsi-asumsi itu adalah
sebagai berikut: Manusia bertindak terhadap manusia lainnya
berdasarkan makna yang diberikan orang lain kepada mereka,
Makna diciptakan dalam interaksi antar manusia, Makna
dimodifikasi melalui proses interpretif.
2) Pentingnya konsep mengenai diri (self concept)
Tema ini berfokus pada pengembangan konsep diri melalui
individu tersebut secara aktif, didasarkan pada interaksi sosial
dengan orang lainnya dengan cara antara lain : Individu-individu
mengembangkan konsep diri melalui nteraksi dengan orang lain,
Konsep diri membentuk motif yang penting untuk perilaku Mead
seringkali menyatakan hal ini sebagai : ”The particular kind of role
thinking – imagining how we look to another person” or ”ability to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
see ourselves in the reflection of another glass”. Tema kedua pada
interaksi simbolik berfokus pada pentingnya ”Konsep diri” atau
”Self-Concept”. Interaksi simbolik ini menekankan pada
pengembangan konsep diri melalui individu tersebut secara aktif,
didasarkan pada interaksi sosial dengan orang lainnya. Tema ini
memiliki dua asumsi tambahan, menurut LaRossan & Reitzes
(1993) dalam West-Turner (2008: 101), antara lain: Individu-
individu mengembangkan konsep diri melalui interaksi dengan
orang lain, Konsep diri membentuk motif yang penting untuk
perilaku.
3) Hubungan antara individu dengan masyarakat.
Tema ini berfokus pada hubungan antara kebebasan
individu dan masyarakat, dimana norma-norma sosial membatasi
perilaku tiap individunya, tapi pada akhirnya tiap-tiap individulah
yang menentukan pilihan yang ada dalam sosial
kemasyarakatannya. Fokus dari tema ini adalah untuk menjelaskan
mengenai keteraturan dan perubahan dalam proses sosial. Asumsi-
asumsi yang berkaitan dengan tema ini adalah : Orang dan
kelompok masyarakat dipengaruhi oleh proses budaya dan sosial,
Struktur sosial dihasilkan melalui interaksi sosial
Teori interaksi simbolik menyatakan bahwa interaksi
sosial adalah interaksi simbol. Manusia berinteraksi dengan orang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lain dengan cara menyampaikan simbol yang lain dengan cara
memberi makna atas simbol tersebut. Asumsi-asumsi antara lain:
a) Masyarakat terdiri dari manusia yang berinteraksi melalui
tindakan bersama dan membentuk organisasi.
b) Interaksi simbolik mencangkup pernafsiran tindakan.
Prespektif interaksi simbolik menyatakan bahwa perilaku
manusia harus di pahami dari sudut pandang subyek. Dimana
teoritis interaksi simbolik ini memandang bahwa kehidupan sosial
pada dasarnya adalah interaksi manusia dengan menggunakan
simbol-simbol(D.Mulyana, 2001: 70). Inti pada penelitian ini
adalah mengungkap bagaimana cara manusia menggunakan
simbol-simbol yang merepresentasikan apa yang peserta didik
pahami ttentang kearofan lokal Islam aboge dalam pendidikan
karakter. Penggunaan simbol seperti rila, nerima, sabar, prihatin
dan temenan yang dapat menunjukkan sebuah makna tertentu,
bukanlah sebuah proses yang interpretasi yang diadakan melalui
sebuah persetujuan resmi, melainkan hasil dari proses interaksi
sosial mellui pendidikan di keluarga, pengajian rutin dan
melaksanakan tradisi. Tiga ide dasar dari interaksi simbolik, antara
lain:
1) Pikiran (Mind) adalah kemampuan untuk menggunakan simbol
yang mempunyai makna sosial yang sama, dimana tiap individu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
harus mengembangkan pikiran mereka melalui interaksi dengan
individu lain
2) Diri (Self) adalah kemampuan untuk merefleksikan diri tiap
individu dari penilaian sudut pandang atau pendapat orang lain,
dan teori interaksionisme simbolis adalah salah satu cabang
dalam teori sosiologi yang mengemukakan tentang diri sendiri
(the-self) dan dunia luarnya.
3) Masyarakat (Society) adalah jejaring hubungan sosial yang
diciptakan, dibangun, dan dikonstruksikan oleh tiap individu
ditengah masyarakat, dan tiap individu tersebut terlibat dalam
perilaku yang mereka pilih secara aktif dan sukarela, yang pada
akhirnya mengantarkan manusia dalam proses pengambilan
peran di tengah masyarakatnya.
Implikasi dalam ilmu/teori dan metodologi
Implikasi dari teori interaksi simbolik dapat dijelaskan dari
beberapa teori atau ilmu dan metodologi berikut ini, antara lain:
Teori sosiologikal modern (Modern Sociological Theory) menurut
Francis Abraham (1982)dalam Soeprapto (2007), dimana teori ini
menjabarkan interaksi simbolik sebagai perspektif yang bersifat
sosial-psikologis. Teori sosiologikal modern menekankan pada
struktur sosial, bentuk konkret dari perilaku individu, bersifat
dugaan, pembentukan sifat- sifat batin, dan menekankan pada
interaksi simbolik yang memfokuskan diri pada hakekat interaksi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Teori sosiologikal modern juga mengamati pola-pola yang dinamis
dari suatu tindakan yang dilakukan oleh hubungan sosial, dan
menjadikan interaksi itu sebagai unit utama analisis, serta
meletakkan sikap-sikap dari individu yang diamati sebagai latar
belakang analisis.
Perspektif interaksional (Interactionist perspective)
merupakan salah satu implikasi lain dari interaksi simbolik, dimana
dalam mempelajari interaksi sosial yang ada perlu digunakan
pendekatan tertentu, yang lebih kita kenal sebagai perspektif
interaksional (Hendariningrum. 2009). Perspektif ini menekankan
pada pendekatan untuk mempelajari lebih jauh dari interaksi sosial
masyarakat, dan mengacu dari penggunaan simbol- simbol yang
pada akhirnya akan dimaknai secara kesepakan bersama oleh
masyarakat dalam interaksi sosial mereka.
Teori peran (Role Theory) merupakan implikasi
selanjutnya dari interaksi simbolik menurut pandangan Mead
(West-Turner 2008: 105). dimana, salah satu aktivitas paling
penting yang dilakukan manusia setelah proses pemikiran (thought)
adalah pengambilan peran (role taking). Teori peran menekankan
pada kemampuan individu secara simbolik dalam menempatkan
diri diantara individu lainnya ditengah interaksi sosial masyarakat.
Teori diri (Self theory) dalam sudut pandang konsep diri,
merupakan bentuk kepedulian dari Ron Harrě, dimana diri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dikonstruksikan oleh sebuah teori pribadi (diri). Artinya, individu
dalam belajar untuk memahami diri dengan menggunakan sebuah
teori yang mendefinisikannya, sehingga pemikiran seseorang tentang
diri sebagai person merupakan sebuah konsep yang diturunkan dari
gagasan-gagasan tentang personhood yang diungkapkan melalui
proses komunikasi (LittleJohn. 2005: 311).
Blumer mengutarakan tentang tiga prinsip utama
interaksionisme simbolik, yaitu tentang pemaknaan (meaning),
bahasa (language), dan pikiran (thought). Premis ini nantinya
mengantarkan kepada konsep ‘diri’ seseorang dan sosialisasinya
kepada ‘komunitas’ yang lebih besar(masyarakat). Blumer
mengajukan tiga premis antara lain :
Premis pertama, bahwa human act toward people or things on the
basis of the meanings they assign to those people or things.
Maksudnya, manusia bertindak atau bersikap terhadap manusia yang
lainnya pada dasarnya dilandasi atas pemaknaan yang mereka
kenakan kepada pihak lain tersebut. Once people define a situation
as real, its very real in its consequences. Pemaknaan tentang apa
yang nyata bagi kita pada hakikatnya berasal dari apa yang kita
yakini sebagai kenyataan itu sendiri. Karena kita yakin bahwa hal
tersebut nyata, maka kita mempercayainya sebagai kenyataan.
Premis kedua bahwa meaning arises out of the social
interaction that people have with each other. Pemaknaan muncul
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dari interaksi sosial yang dipertukarkan di antara mereka. Makna
bukan muncul atau melekat pada sesuatu atau suatu objek secara
alamiah. Makna tidak bisa muncul ‘dari sananya’. Makna berasal
dari hasil proses negosiasi melalui penggunaan bahasa (language)
dalam perspektif interaksionisme simbolik. Di sini, Blumer
menegaskan tentang pentingnya penamaan dalam proses pemaknaan.
Sementara itu Mead juga meyakini bahwa penamaan simbolik ini
adalah dasar bagi masyarakat manusiawi (human society).
Premis ketiga bahwa an individual’s interpretation of
symbols is modified by his or her own thought process.
Interaksionisme simbolik menggambarkan proses berpikir sebagai
perbincangan dengan diri sendiri. Proses berpikir ini sendiri
bersifat refleksif.
Perspektif Interaksionisme simbolik berusaha untuk
memahami perilaku manusia dari sudut pandang subyek yang
didasarkan definisi atau penafsiran mereka atas obyek-obyek di
sekeliling mereka. Dalam hal ini peserta didik sebagai subjek dari
pendidikan membentuk dan mengatur perilaku mereka berdasarkan
nilai-nilai karakter yang terdapat dilingkungan sekolah serta dari
kearifan lokla Islam Aboge berupa sikap saling menghormati, sikap
dan watak jujur, sikap adil, tidak boleh berbuat serakah, murka, ora
narima ing pandum atau loba, tamak dan hidup rukun, sikap saling
tolong menolong, gotong royong, dan tanggung jawab yang tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
digolongkan sebagai kebutuhan, dorongan impuls, tuntutan budaya
ataupun tuntutan peran
Interaksionisme simbolik didasarkan pada ide-ide tentang
individu dalam melakukan interaksinya dengan menggunakan
komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna. Dalam hal
ini pemahaman peserta didik tentang kearifan lokal Islam Aboge
merupakan nilai-nilai karakter yang diperoleh dari pendidikan
karakter di sekolah serta melalui pengajian, silaturahmi, sodakoh
serta melaksanakan tradisi- tradisi dalam Islam Aboge. Pemahaman
tersebut teraktualisasi dalam pemahaman tentang Islam, Islam
Aboge dan pendidikan karakter. Pemahaman tersebut ditujukan
kepada peserta didik dalam hal karakter yang sesuai dengan
pendidikan karakter disekolah dan nilai-nilai kearifan lokal Islam
Aboge.
Peneliti mencoba menjelaskan bagaimana kearifan lokal
Islam Aboge dalam pendidikan karakter, kearifan lokal tersebut
seperti: Sikap saling menghormati, ini terlihat pada bahasa
keseharian orang Jawa dimana di dalamnya ada undak-unduk
basa (tingkatan bahasa) yang dilakukan antara orang muda
dengan orang yang lebih tua, Sikap dan watak jujur,orang tua
mengajarkan kepada anaknya untuk berperilaku jujur baik dalam
ucapan maupun tindakan, sikap adil, anak-anak harus mengetahui
hak dan kewajiban masing-masing dan tahu bagaimana
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
memperlakukan saudaranya dalam segala hal. Tidak boleh
berbuat serakah, murka, ora narima ing pandum atau loba, tamak,
urip rukun , sikap saling tolong menolong, gotong royong, dan
tanggung jawab harus ditanamkan oleh orang tua kepada anaknya
sejak dini supaya anak dalam menghadapi kehidupanya tidak
berlomba-lomba untuk mencari kebahagiaan pribadi saja akan
tetapi juga membawa kebahagiaan bagi lingkungan sekitarnaya,
Rila (ikhlas) yaitu kesanggupan untuk merelakan (melepas tanpa
penyesalan) atas hak milik, atau subyektivitasnya demi
keselarasan kehidupan besar, Nerima (kesanggupan untuk dapat
menerima): kesanggupan untuk menerima keadaan sebagaimana
adanya. Hal ini juga mengandung makna menghadapi derita tanpa
keluh kesah dan menghadapi kegembiraan tanpa lupa diri, Sabar:
kesanggupan untuk menghadapi keadaan dengan tidak dilandasi
hawa nafsu melainkan dengan kearifan. Dengan sabar orang tidak
mudah putus asa atau tergoncang jiwanya sehingga menjadi sehat,
Temenan (jujur, dapat dipercaya) yaitu memegang teguh apa yang
pernah dikatakan atau disanggupi, pantang ingkar janji, ajining
dhiri dumunung ana ing lathi atau sabda pandhita ratu, budi
luhur : agar dapat memiliki budi luhur dituntut tiga perilaku yang
harus dilaksanakan, yaitu andhap asor (rendah hati), prasaja
(sederhana), dan tepa selira (tenggang rasa).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Karakter yang terdapat dalam kearifan lokal Islam Aboge
tersebut sesuai dengan tujuan dari pendidikan karakter yaitu
peserta didik memiliki konfigurasi empat kategori yaitu : pertama
olah pikir, olah hati, olah raga, serta olah rasa dan karsa. Maka
dari itu pemahaman pemahaman peserta didik tentang kearifan
lokal Islam Aboge di SMA Negeri Ajibarang sejalan dengan teori
Interaksionisme simbolik George Herbert Mead.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Pemahaman peserta didik tentang pendidikan karakter di SMA
Negeri Ajibarang dipahami oleh seluruh peserta didik sebagai
proses penanaman karakter agar peserta didik memiliki nilai-nilai
karakter mulia seperti hormat, tanggung jawab, keadilan,
keteguhan hati, kejujuran, semangat kebangsaan, disiplin,
toleransi, peduli lingkungan, dan rasa ingin tahu yang bersumber
dari Kurikulum Nasional. Pendidikan karakter juga dipahami oleh
peserta didik yang menganut ajaran Islam Aboge sebagai proses
pembentukan karakter yang bersumber dari ajaran leluhur berupa
tradisi, ajaran-ajaran, petatah-petitih dan semboyan hidup
2. Pemahaman peserta didik tentang kearifan lokal Islam Aboge
dipahami oleh sebagian peserta didik sebagai proses pembentukan
karakter yang bersumber dari ajaran leluhur misalnya sabar,
prihatin, temenan, jujur, rila dan nerima yang diperoleh peserta
didik penganut Aboge melalui pengajian rutin, silaturahmi serta
menjalankan tradisi, sedangkan peserta didik yang tidak
menganut Aboge kurang menginternalisasikan kearifan lokal
Islam aboge hal ini terlihat dari perilaku peserta didik yang tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
menganut Aboge dalam menghadapi masalah memperilhatkan
perilaku yang tidak sabar.
3. Nilai-nilai kearifan lokal Islam Aboge dimasukan dalam
pendidikan karakter di SMA Negeri Ajibarang melalui
penegembangan kurikulum dengan memasukan nilai-nilai
kearifan lokal Islam Aboge seperti sabar, prihatin, temenan, jujur,
nerima dan rila. Nilai-nilai kearifan lokal tersebut diaplikasikan
dalam mata pelajaran muatan lokal bahasa Banyumasan
4. Secara umun pengaruh pendidikan karakter terhadap pembentukan
karakter peserta didik di SMA Negeri Ajibarang tercermin dalam
RSBI( Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional) yang dimodifikasi
menjadi nilai-nilai karakter seperti Responsif, Semangat, Ikhlas
dan Bertanggungjawab karakter ini dilakukan oleh seluruh peserta
didik di SMA Negeri Ajibarang, sedangkan peserta didik yang
menganut ajaran Aboge selain menunjukan karakter tersebut juga
menunjukan karakter sabar, prihatin, temenan, jujur, rila dan
nerima yang dilakukan dirumah.
B. IMPLIKASI
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan peneliti, maka
dapat diuraikan beberapa implikasi sebagai berikut:
1. Implikasi Empiris.
Penelitian yang berjudul “Pemahaman Peserta Didik
Tentang Kearifan Lokal Islam Aboge Dan Pengaruhnya Terhadap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Pendidikan Karakter ( Studi Kasus Pada peserta Didik di SMA Negeri
Ajibarang Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas Jawa Tengah)”
berkaitan erat dengan sasaran pendidikan karakter melalui
pengembangan kurikulum dengan memasukan nilai-nilai kearifan
lokal yang diaplikasikan dalam mata pelajaran muatan lokal Bahasa
dan Budaya Banyumasan dan pengembangan kultur sekolah.
Pengembangan kurikulum dengan memasukan nilai-nilai kearifan
lokal menjadikan pendidikan lebih membumi karena tidak
meninggalkan lingkungan sekitar, namun demikian dengan
memasukan nilai-nilai kearifan lokal peserta didik semakin banyak
dituntut untuk melaksanakan nilai-nilai kearifan lokal tersebut.
2. Implikasi Teoritis
Penelitian ini menggunakan teori Interaksionisme Simbolik
yang dikembangkan oleh George Herbert Mead. Teor ini menyatakan
bahwa perilaku manusia harus dilihat sebagai proses yang
memungkinkan manusia untuk membentuk dan mengatur perilaku
mereka dengan cara mempertimbangkan ekspetasi orang lain yang
menjadi mitra mereka. Definisi yang mereka berikan kepada orang
lain, situasi, obyek dan bahkan diri mereka sendirilah yang
menentukan perilaku mereka. Perilaku manusia tidak dapat
digolongkan sebagai kebutuhan, dorongan impuls, tuntutan budaya
atau tuntutan peran, manusia bertindak hanyalah berdasarkan definisi
atau penafsiran mereka atas obyek-obyek di sekeliling mereka.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Hasil penelitian ini berbeda dengan teori Interaksionisme
Simbolik yang dikembangkan oleh George Herbert Mead, antara lain :
a. Pikiran (Mind)
Menurut George Herbert Mead pikiran merupakan
kemampuan untuk menggunakan simbol yang mempunyai makna
sosial yang sama oleh setiap manusia, dalam penelitian tentang
pemahaman peserta didik tentang kearifan lokal Islam Aboge
terdapat simbol-simbol seperti sabar, temenan, nerima, ikhlas dan
apa anane dimaknai secara berbeda-beda oleh peserta didik.
b. Diri (Self)
Dalam teori Interaksionisme Simbolik diri diartikan
sebagai kemampuan untuk merefleksikan diri tiap individu dari
penilaian atau sudut pandang orang lain, penelitan ini diri (self)
pesrta didik merupakan hasil dari penilaian atau sudut pandang
dengan menggunakan nilai-nilai kearifan lokal Islam Aboge
sebagai refleksinya.
c. Masyarakat (Society)
Masyarakat dimaknai sebagai jejaring hubungan sosial yang
diciptakan, dibangun dan dikonstruksi oleh tiap individu ditengah
masyarakat dan setiap individu terlibat dalam perilaku yang mereka
pilih secaraaktif dan sukarela, terdapat perbedaan dalam penelitian
ini karena peserta didik tidaklah secara aktif dan sukarela untuk
melaksanakan nilai-nilai kearifan lokal Islam Aboge melainkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
karena adanya mata pelajaran muatan lokal Bahasa dan budaya
Banyumasan.
3. Implikasi Metodologis
Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel
berupa purposive sampling dan snowball sampling. Dengan teknik
tersebut dapat diperoleh data melalui informan dan key informan
berupa catatan penelitan, data , informasi tentang nilai-nilai kearifan
lokal Islam Aboge namun demikian banyak informan yang kurang
memahami nilai-nlai kearifan lokal Islam Aboge sehingga peneliti
harus lebih jeli dalam menentukan informan melalui wawancara
maupun obseervasi partisipan.
C. Saran
1. Model pendidikan karakter berbasis kearifan budaya lokal efektif
dalam membentuk kecenderungan sikap dan perilaku karakter
peserta didik di sekolah.
2. Pelaksanaan pendidikan karakter berbasis kearifan budaya lokal
disekolah memberikan dampak positif terhadap hal-hal sebagai
berikut:
a. Peningkatan hubungan sekolah dengan masyarakat.
b.Peningkatan kemampuan satuan pendidikan untuk
mengimplementasikan otonomi sekolah terutama dalam
mengembangkan muatan lokal sekolah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
c. Peningkatan kebermaknaan pendidikan karakter bagi peserta
didik.
d. Memperkuat dan mengembangkan tradisi, karena diwariskan
melalui proses pendidikan dengan pendekatan pedagogik dan
akademik yang lebih sistematis, terukur, serta disesuaikan
dengan tuntutan perkembangan zaman.
3. Model pendidikan karakter berbasis kearifan budaya lokal merupakan
upaya untuk meletakkan dasar-dasar filosofi pendidikan yang sejati,
yaitu bahwa pendidikan tidak terpisahkan dari masyarakat dan
kebudayaannya. Pendidikan yang sejati berfungsi membangun
karakter individu agar sesuai dengan nilai-nilai kebudayaannnya.
Oleh karena itu perlu didorong untuk kembali kepada makna, esensi,
dan filosofi pendidikan nasional yang menginginkan pendidikan itu
berakar pada nilai agama dan kebudayaan nasional.
4. Perlunya sekolah mengembangkan muatan lokal yang sesuai dengan
nilai-nilai budaya lokal dan potensi lingkungan sekolahnya, sehingga
sekolah memiliki ciri khas sebagai keunggulannya.
5. Perlu adanya pengintegrasian kurikulum pendidikan formal dengan
pendidikan informal sebagai dasar kerjasama antara sekolah, keluarga,
dan masyarakat dalam membentuk karakter peserta didik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu dan Nur Uhbiati, 1991, Ilmu Pendidikan, PT Rineka, Jakarta.
Akhmadi, 2005, Memahami Penelitian Kualitatif, Sebelas Maret University Press,
Surakarta.
Amrih, Pitoyo, 2008, Ilmu Kearifan Jawa, Ajaran Adiluhung Leluhur, Yogyakarta
Pinus.
Ayatrohaedi. Edt. 1986, Kepribadian Budaya Bangsa (Local Genius)., Jakarta,
Pustaka Jaya.
Ardianto, Elvinaro dan Bambang Q-Anees. 2007. Filsafat Ilmu Komunikasi.
Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Atkinson, Paul, 1988, “ Etnometodology: A Critical Review”, Annual Review Of
Sociology 14:441-465.
Alwasilah, A. Chaedar, dkk.. 2009. Etnopedagogi Landasan Praktek Pendidikan
dan Pendidikan Guru. Bandung: Kiblat.
Bagus, Loren. 2000. Kamus Filsafat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Borgatta, Edgar F. dan Marie L. Borgatta.1992. Encyclopedia of Sociology.
New York : Macmillan Publishing Company.
Brannen, Julia.1997. Memadu Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif.
(Terjemahan Kurde dkk.). Samarinda: Fakultas Tarbiyah IAIN Samarinda.
Bryan Laura. 2005. A Grimm Approach To Character Education. Journal Of
Social Studies Research, Spring 2005; 29, 1.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Bruinessen, Martin Van,1955. Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat: Tradisi-
Tradisi Islam di Indonesia, Bandung, Mizan.
Dewantara, Ki Hajar.1962. Karya Ki Hajar Dewantara. Bagian Pertama:
Pendidikan.Yogjakarta: Penerbitan Taman Siswa.
Dhofier, Zamakhsyari.1982. Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan
Hidup Kyai. Jakarta: LP3S.
Depdiknas. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. 2011.
Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Karakter. (Berdasarkan Pengalaman
di Kesatuan Pendidikan Rintisan). Jakarta: Balitang Pusat Kurikulm dan
Perbukuan.
Echols,J dan Syadily, H. 1986. Kamus Inggris-Indonesia,Jakarta, Gramedia.
Elkind, D & Freedy Sweet, 2004. How To Do Character Education. Tersedia
(Online) : http://www.good character.com/Article.4.html.(Diunduh 20
November 2012).
Erikson, Bonnie H, 1996. “ Culture, Class and Conection”, American Journal Of
Sociology.
Faisal, Sanapiah, 1995. Format-Format Penelitian Sosial: Dasar-Dasar dan
Aplikasi, Jakarta,Rajawali Perss.
Fudyartanta, Ki. 1995. Acuan Wawasan Pendidikan Budi Pekerti : Yogyakarta:
Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa.
Gardner, John, edt, 2006. Assesment and Learning, Londodn, Sage Pub.
Garna, Judistira K. 1997. Pemikiran Modern dan Ilmu Pengetahuan Sosial.
Bandung: Primaco Akademica CV. (1996).
Geertz, Clifford, 1973, The Interpretation Of Culture, New York, Basic.
Griffin, Emory A., 2003, A First Look at Communication Theory, 5th edition,
New York: McGraw-Hill
Gunawan, Ary H. 2000. Sosiologi Pendidikan: Suatu Analisis Sosiologi Tentang
Pelbagai Problem Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gunardi, Agung Sarwititi S, Purnaningsih Ninuk, Lubis Djuara P 2006,
Pengantar Pengembangan Masyarakat, Departemen Komunikasi dan
Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia IPB dan Sekolah
Pascasarjana IPB, Bogor.
Hamka, Buya. 1996. Tasawuf Modern, Jakarta, Gema Insani Press.
Hoed, Benny,H. 2008. Semiotika dan Dinamika Budaya,Fakultas Ilmu
Pengetahuan Budaya UI, Depok
Ibrahim, Rusli, 2001, Pembinaan Perilaku Sosial Melalui Pendidikan Jasmani,
Direktorat Jendral Olah Raga, Jakarta.
Ihsan, Fuad, 2010, Filsafat Ilmu, Jakarta, Rineka Cipta.
Ilmu-ilmu Sosial Dasar-Konsep-Posisi,Tradisi, Transformasi, Modernisasi, dan
Tantangan Masa Depan. Bandung: PPS Unpad. 1993 Program Pasca
Sarjana Universitas Padjadjaran.
Jalaludin, 2012. Membangun SDM Bangsa Melalui Pendidikan Karakter.
http://jurnal.upi.edu/file/jalaludin.pdf ( diunduh 14 Mei 2013)
Koesoema A, Doni. 2007. Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di
Zaman Modern. Jakarta: PT. Grasindo.
Lickona Thomas. 1996. “ Eleven principles of effective character education”.
Journal of Moral Education,25 (1),93-100.
Maliki, Zainudin, 2010. Sosiologi Pendidikan, Gajah Mada University Press,
Yogyakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Manullang, Belferik dan Prayitno.2011 Pendidikan Karakter dalam
Pembangunan Bangsa, Jakarta , Gramedia Widiasarana.
Marzuki, 2004. Prinsip Dasar Pendidikan Karakter Perspektif Islam(Online): http:
//staff.uny.ac.id//sites/default/files/pengabdian/dr-marzuki-mag/dr-marzuki
-mag-prinsip-dasar-pendidikan-karakter-perspektif-islam.pdf. (diunduh 21
November 2012)
Megawangi, Ratna, 2007. Pendidikan Karakter, Solusi yang Tepat Untuk
Membangun Bangsa(Cet. kedua), Indonesia Heritage Foundation, Bogor.
Meighan dan Harber, 2007. A Sosiology Of Educating, United States: Holt.
Renehart and Winston, Ltd.
Moleong, Lexy.J. 2007. Metode Penelitian Kualitatif(Edisi Revisi). Bandung :
Remaja Rosdakarya
Mudyharjo, Redja, 2001. Filsafat Ilmu Pendidikan, Suatu Pengantar, Bandung
Remaja Rosdakarya.
Mulyana, Dedy, 2001. “ Ilmu Komunikasi” Pengantar, Bandung, Remaja
Rosdakarya.
Muslich, Masnur. 2011. Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis
Multidimensional. Jakarta, Bumi Aksara.
Neuman, W. Lawrence. 2000. Social Research Methods : Qualitative and
Quantitative Approaches. Boston: Allyn & Bacon.
Nizar, Samsul, 2002. Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta, Ciputat Perss.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Notoatmodjo, Soekidjo, 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Jakarta,
Rineka Cipta.
Pane, Sanusi, 1955. Sejarah Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka.
Partowisastro, Koestoer, 1983. Dinamika Dalam Psikologi Pendidikan.(Jilid 1),
Jakarata,Erlangga.
Prayitno dan Afriva Khaidir. 2010. Model Pendidikan Karakter Cerdas. Padang:
UNP.
Raharja, Puja, dkk, 1995. Kebudayaan Jawa Perpaduan Dengan Islam,
Yogyakarta, Ikatan Penerbit Indonesia.
Rahyono, F.X., 2009, Kearifan Budaya Dalam Kata, Jakarta, Wedatama
widyasastra.
Raharja Puja, 1995. Kebudayaan Jawa Perpaduan Dengan Islam. Yogyakarta :
Ikatan Penerbit Indonesia.
Ridhwan,2008, Islam Blangkon : Studi Etnografi Karakteristik Keberagamaan di
Kabupaten Banyumas dan Cilacap, dalam Jurnal Istiqro’ Volume 07,
Nomor 1, Departemen Agama Republik Indonesia-Direktorat
Jenderal Pendidikan Islam dan Direktorat Pendidikan Tinggi Islam.
Ridwan, Nurma Ali,2007, Landasan Keilmuan Kearifan Lokal, dalam Jurna Ibda’
– Jurnal Studi Islam dan Budaya, Edisi Jan-Jun 2007.
Ritzer, George- Goodman Douglas, 2004. Teori Sosiologi Modern, Jakarta,
Kencana.
Ryan Kevin & Bohlin Karen, 1999. Building Character In School, San Fransisco:
John Willey& Sons.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Saksono, Ignas G dan Dwiyanto Djoko, 2011, Terbelahnya Kepribadian Orang
Jawa, Yogyakarta, Keluarga Besar Marhaenis DIY.
Santana, Septian, 2007, Menulis Ilmiah Metode Penelitian Kualitatif, Jakarta,
Yayasan Obor Indonesia.
Santrock, J.W, 2002. Perkembangan Masa Hidup, Erlangga, Jakarta.
Sartini, 2006., Menggali Kearifan lokal Nusantara, sebuah kajian filsafati,
http://jurnal.filsafat.ugm.ac.id/index.php/jf/article/viewFile/45/41, diunduh
pada 23 Juli 2012.
Sitorus, M T Felix, Agusta Ivanovich, 2006, Metodologi Kajian Kominitas,
Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas
Ekologi Manusia IPB dan Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor.
Spradley, P. James, 2007. Etnografi, Yogyakarta, Tiara Wacana.
Sudjana, 2010. Strategi Belajar Mengajar, Jakarta, Rineka Cipta.
Sugiono,2005. Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung, ALFABET.
Sukmadinata, Syaodih Nana, 2006. Metode Penelitian Pendidikan, Bandung,
Remaja Rosdakarya.
Sumarjo dan Saharudin, 2006. Tajuk Modul EP 523 : Metode-Metode Partisipasif
Dalam Pengembangan Masyarakat, Departemen Komunikasi dan
Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia IPB dan Sekolah
Pasca Sarjana IPB, Bogor.
Sutopo, HB, 2002. Metode Penelitian Kualitatif, Surakarta Sebelas Maret
University Perss.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Suyanto,2011“Urgensi Pendidikan Karakter” di halaman resmi Direktorat
Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.
www.educationplanner.org (diunduh tanggal 14 Mei 2013 )
Suyitno Imam,2012,Pengembangan Pendidikan Karakter dan Budaya Bangsa
Berwawasan Kearifan Lokal http://jurnal pendidikan karakter,tahun
II,Nomor 1,Februari 2012,diakses pada 19 Juli 2012.
Stake, 1994 dan Yin, 1996 dalam Sitorus Felik MT dan Ivanovik Agusta (2006).
“Metodologi Kajian Komunitas”. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan Program Pascasarjana
Pertanian Bogor.
Steinberg. L, 2002. Adolsent: Sixth Edittion, New York: Mc.Graw-Hill Inc.
Tilaar.H.A.R, 2002. Paradigma Baru Pendidikan Nasional, Jakarta, Rineka Cipta.
Umar, Husein, 2004, Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi, Jakarta,
Gramedia Pustaka Utama.
Usman. Moh.Uzer, 2002. Menjadi Guru Profesional,(Cet XIV). Ed II, Bandung,
PT Remaja Rosdakarya.
Wahab, Abdul, Kebijaksanaan dan Pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar
9 Tahun dalam Buku: “Kebijakan Publik& Pembangunan”, IKIP Malang.
Wahyu Wardhani, Novia. 2013. Pembelajaran Nilai-Nilai Kearifan Lokal Sebagai
Penguat Karakter Bangsa Melalui Pendidikan Informal.
http://jurnal.upi.edu/file/novia. pdf ( diunduh 17 November 2013)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
West, Ricard & Lynn.H. Turner, 2008. Pengantar Teori Komunikasi: Analisis
Dan Aplikasi Buku 1 edisi ke-3 Terjemahan Maria Natalia Damayanti
Maer, Jakarta, Salemba Humanika.
Wagiran, 2010, Implementasi Pendidikan Karakter Dalam Menyiapkan Tenaga
Kerja Kejuruan Dalam Menghadapi Tantangan Global, Seminar Nasional
dalam rangka Dies Natalis Ke-46. UNY.
Wibowo, Agus, 2012, Strategi Membangun Karakter Bangsa Berperadaban,
Yogyakarta, Pustaka Pelajar.
Yatim, Badri, 2001. Sejarah Peradaban Islam (Ditasah Islamiyah II), Jakarta,
Rajawali Perss.
Peraturan Perundang-Undangan
Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, Ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia Tanggal 10 Agustus 2002.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tanggal 16 Mei
2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 NOMOR 41 dan Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4496).
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 Tanggal 28
Januari 2010 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 NOMOR 23 dan
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5105).
Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 Tanggal 23 Mei
2006 Tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 Tanggal 23 Mei
2006 Tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan
Dasar dan Menengah.
Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2006 Tanggal 2 Juni
2006 Tentang Pelaksanaan Peraturan Mentri Pendidikan Nasional
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar
dan Menengah dan Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Nomor 23
Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tanggal 8 Juli 2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003NOMOR 78 dan Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4301).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user