Upload
jessica-lawrence
View
122
Download
14
Embed Size (px)
DESCRIPTION
PPT Case Stroke Iskemik+afasia
Citation preview
Jessica Lawrence11.2013.128
Pembimbing: dr Hardhi Pranata, SpS, MARSRS Bhakti Yudha, Depok
Nama : Tn.K Umur : 70 Tahun 7 bulan 11 hari Jenis kelamin : Laki-laki Status perkawinan : Sudah menikah Alamat : Jl. Caringin RT/ RW 06/04
No.24 Pancoran Mas No CM : 324110 Dirawat di ruang : Cattelya B kamar 131 Tanggal masuk RS : 14 September 2015 Tanggal keluar RS : 16 September 2015
AnamnesisAnamnesis dilakukan secara alloanamnesis, pada tanggal 14 September 2015 pukul 08.00 WIB.
Keluhan utama:Tubuh sebelah kanan tiba-tiba lemas sejak 5 jam SMRS.
Pasien datang ke Rumah Sakit Bhakti Yudha dengan keluhan tubuh lemas sejak 5 jam SMRS. Pasien datang dalam keadaan sadar, membuka mata spontan, namun pasien tidak dapat berbicara dan tidak mengerti pembicaraan orang lain. Sebelumnya, pasien dapat beraktivitas dengan biasa, pasien sholat subuh lalu terjatuh setelah itu pingsan. Keluarga pasien menemukan pasien setelah pasien terjatuh dan pingsan. Pasien lalu sadar dan setelah sadar tubuh sebelah kanan pasien lemas, pasien tidak bisa berbicara, dan tidak mengerti apa yang orang lain bicarakan. Keluhan nyeri kepala tidak ada sebelumnya, berbicara pelo juga tidak ada sebelumnya, pasien juga tidak ada muntah.
Berdasarkan anamnesis dengan keluarga, keluarga mengaku pasien memiliki riwayat tekanan darah tinggi dan pasien sulit untuk minum obat darah tinggi secara teratur. Pasien juga memiliki riwayat penyakit jantung. Pasien tidak ada mengkonsumsi alkohol, merokok, dan mengkonsumsi obat-obatan tertentu dalam jangka waktu panjang.
Keadaan umum : Tampak sakit sedangKesadaran : Compos MentisGCS : E4MV-afasia global
TD : 180/100 mmHgNadi : 72 kali/menitPernafasan : 16 kali/menitSuhu : 36,7°C
Kepala : Normosefali, simetris Mata : Konjungtiva tidak anemis, Sklera anikterik
Pupil isokor, diameter 3mm Bola mata simetris kanan dan kiri, RCL+/+ RCTL +/+
Tenggorokan : Tidak hiperemis, T1-T1 Leher : Simetris, KGB (-) Dada : Simetris, deformitas (-) Paru : vesikuler, wheezing (-/-) , ronkhi (-/-) Jantung : BJ I-II murni regular, murmur (-), gallop (-) Abdomen :Datar, supel, BU normal, NTE (-), hepar-lien
normal Kelamin : Tidak dilakukan pemeriksaan Ekstremitas : Akral hangat (+/+), edema (-/-)
KepalaBentuk : NormocephaliNyeri tekan : (-)Simetris : (+)Pulsasi : (-)
LeherSikap : SimetrisPergerakan : BebasKaku Kuduk : (-)
N. I (olfaktorius)
N. II (optikus)
Kanan Kiri
Penciuman Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Kanan Kiri
Tajam penglihatan Tidak dapat dilakukan Tidak dapat dilakukan
Pengenalan warna Tidak dapat dilakukan Tidak dapat dilakukan
Lapang pandang Tidak dapat dilakukan Tidak dapat dilakukan
Fundus okuli Tidak dapat dilakukan Tidak dapat dilakukan
N. III
(okulomotorius)
Kanan Kiri
Kelopak mata Terbuka Terbuka
Gerakan mata:
Superior Tidak dapatdilakukan
Tidak dapat dilakukan
Inferior Tidak dapatdilakukan
Tidak dapat dilakukan
Medial Tidak dapatdilakukan
Tidak dapat dilakukan
Endoftalmus Tidak ada Tidak ada
Eksoftalmus Tidak ada Tidak ada
Diameter Pupil 3 mm 3 mm
Bentuk Bulat Bulat
Posisi Sentral Sentral
Refleks cahaya
langsung
(+) (+)
Refleks cahaya
tidak langsung
(+) (+)
Kanan Kiri
Pergerakan mata
(kebawah – keluar)
tidak dapat
dilakukan
tidak dapat
dilakukan
Melihat ganda ( - ) ( - )
Membuka
mulut
Tidak dapat dilakukan
Mengunyah Tidak dapat dilakukan
Menggigit Tidak dapat dilakukan
Refleks kornea (+) mengedip
Sensibilitas Tidak dilakukan
Kanan Kiri
Pergerakan mata
(ke lateral)
Tidak dapat
dilakukan
Tidak dapat
dilakukan
Diplopia Tidak dapat
dilakukan
Tidak dapat
dilakukan
Mengerutkan dahi Tidak dapat
dilakukan
Tidak dapat
dilakukan
Kerutan kulit dahi Tidak dapat
dilakukan
Tidak dapat dilakukan
Menutup mata Tidak dapat
dilakukan
Tidak dapat dilakukan
Lipatan nasolabial Tidak dapat
dilakukan
Tidak dapat dilakukan
Sudut mulut Tidak dapat
dilakukan
Tidak dapat dilakukan
Menggembungkan pipi Tidak dapat
dilakukan
Tidak dapat dilakukan
Memperlihatkan gigi Tidak dapat
dilakukan
Tidak dapat dilakukan
Bersiul Tidak dapat
dilakukan
Tidak dapat dilakukan
Perasaan lidah bagian
2/3 depan
Tidak dapat
dilakukan
Tidak dapat dilakukan
Mendengar suara
berbisik
Tidak dapat
dilakukan
Tidak dapat
dilakukan
Test Rinne Tidak
dilakukan
Tidak dilakukan
Test Weber Tidak
dilakukan
Tidak dilakukan
Test Shwabach Tidak
dilakukan
Tidak dilakukan
Faring Tidak dilakukan
Daya mengecap 1/3
belakang
Tidak dilakukan
Refleks muntah Tidak dilakukan
Sensibilitas Tidak dilakukan
Arkus faring Tidak dilakukan
Menelan Tidak ada kelainan
Bicara Tidak dapat berbicara
Nadi Tidak dilakukan
Mengangkat bahu Tidak dilakukan
Memalingkan
kepala
Tidak ada kelainan
Trofi otot bahu Eutrofi
Pergerakan lidah Tidak dapat dilakukan
Julur lidah Tidak dapat dilakukan
Tremor Tidak dapat dilakukan
Kaku kuduk : (-) Laseque : (-) Kernig : (-) Brudzinski I : (-) Brudzinski II : (-)
Kanan Kiri Pergerakan (-) (+)Kekuatan 1 4Tonus hipertonus normotonusAtrofi (-) (-)
23
Motorik
SensorikKanan Kiri
Taktil Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Nyeri Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Termi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Diskriminasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Kanan Kiri
Biceps - +
Triceps + +
Refleks
Kanan Kiri
Pergerakan (-) (+)
Kekuatan 1 4
Tonus hipertonus normotonus
Atrofi - -
Kanan Kiri
Taktil Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Nyeri Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Termi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Diskriminasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Kanan Kiri
Patella (-) (-)
Achilles (-) (-)
Babinski (-) (-)
Chaddock (-) (-)
Schaffer (-) (-)
Oppenheim (-) (-)
Gordon (-) (-)
Motorik
Sensibilitas
Refleks
Cara berjalan : Tidak dilakukan Test Romberg : Tidak dilakukan Disdiadokokinesia : Tidak dilakukan Ataksia : Tidak dilakukan Rebound phenomenon : Tidak dilakukan Dismetria : Tidak dilakukan Nistagmus test : Tidak dilakukan
Gerakan-gerakan AbnormalTremor : (-)Miokloni : (-)Khorea : (-)
Alat VegetatifMiksi : Retensio Urine (-)Defekasi : Tidak diperiksa
Perkiraan Siriraj score:
(2,5xkesadaran) + (2xsakit kepala) + (2xmuntah) + (0,1xdiastole) – (3xaterom) – 12
( 2,5 x 0) + (2 x 0) + ( 2 x 0) + (0,1 x 100) – (3 x 1) – 12 = - 1( < 1) iskemik
Hasil Pemeriksaan Hasil
Hematologi
Hemoglobin 13.0 gr/dl
Leukosit 9.900/mm3
Hematokrit 37.6%
Trombosit 190.000/mm3
Kimia Darah
Glukosa puasa 111 mg/dl
Glukosa 2 jam PP 156 mg/dl
Kolestrol 145 mg/dl
Trigliserida 131 mg/dl
HDL-Kolestrol 28 mg/dl
15 September 2015
Belum dilakukan
AnamnesisPasien laki-laki berusia 70 tahun datang ke Rumah Sakit Bhakti Yudha dengan keluhan tubuh lemas sejak 5 jam SMRS. Pasien datang dalam keadaan sadar, membuka mata spontan, namun pasien tidak dapat berbicara dan tidak mengerti pembicaraan orang lain. Sebelumnya, pasien dapat beraktivitas dengan biasa, pasien sholat subuh lalu terjatuh setelah itu pingsan. Keluarga pasien menemukan pasien setelah pasien terjatuh dan pingsan. Pasien lalu sadar dan setelah sadar tubuh sebelah kanan pasien lemas, pasien tidak bisa berbicara, dan tidak mengerti apa yang orang lain bicarakan. Berdasarkan anamnesis dengan keluarga, keluarga mengaku pasien memiliki riwayat tekanan darah tinggi dan pasien sulit untuk minum obat darah tinggi secara teratur. Pasien juga memiliki riwayat penyakit jantung.
Pemeriksaan FisikKeadaan umum tampak sakit sedang,
kesadaran compos mentis, E3VM-afasia global, tekanan darah 180/100 mmHg, nadi 72x/menit, suhu 36,7° C dan pernapasan 16x/menit. Pada status neurologis, nervus cranialis N.VII tidak dapat dilakukan karena pasien tidak dapat mengikuti perintah. Pemeriksaan motorik ditemukan hemiparesis dextra.
Pemeriksaan PenunjangPada pemeriksaan laboratorium glukosa puasa 111 mg/dl, glukosa 2 jam PP 156 mg/dl.
Klinis :Hemiparesis dextra Topis :Korteks serebri lobus fronto- temporal
Etiologi :Vaskular Patologik :Infark
Non-Medika MentosaBed restFisioterapi
Medika Mentosa
IVFD RL/12 jam Inj Citicoline 2 x 250 mg Clopidogrel tab 1 x 75 mg. Thromboaspilet 1 x 80 mg.
Ad Vitam : Dubia ad bonam Ad Fungtionam : Dubia ad malam Ad Sanationam : Dubia ad malam
15 September 2015Subjektif:Pasien masih lemas, dan masih tidak bisa diajak berbicara. Tadi malam pasien sempat tersedak.
Objektif: TD : 180/90 mmHgN : 80 x/mRR : 24 x/mS : 36,4oC
Kekuatan Motorik :Kesan hemiparese dextraRefleks Fisiologis : -+ ++ -- --Refleks patologi: - - - -Kaku kuduk : negatif
Nervus Kranialis:N III, IV, VI: gerak bola mata (+)N V: Refleks kornea (+)
Assessment: Stroke Iskemik+afasia global+gangguan menelan
Plan: IVFD RL/12 jam Inj Citicoline 2 x 250 mg Clopidogrel tab 1 x 75 mg Thromboaspilet 1 x 80 mg. Saran speech terapi di ppk III
TINJAUAN PUSTAKA
Hemisfer Serebri
Lobus frontalis fungsi luhur, kognitif, pusat bicara motorik
Lobus temporalis pusat bicara sensorik
Lobus parietalis pusat sensorik tubuh
Lobus occipitalis pusat penglihatan
Diensefalon
Mesensefalon
Pons
Medulla Oblongata
Gejala Stroke
hemoragik
Stroke non
hemoragik
Onset atau
awitan
Mendadak Mendadak
Saat onset Sedang aktif Istirahat
Peringatan - +
Nyeri kepala +++ +/-
Kejang + -
Muntah + -
Penurunan
kesadaran
+++ +/-
KLINISPERDARAHA
NEMBOLI
TROMBOSI
S
Glasgow Coma
ScaleRendah Sedikit Sedikit
Hemi Plegi Parese Parese
Kaku kuduk + - -
Deviation
conjugree+ - -
Gangguan N. III,
IV, VI+ - -
Bradikardi + - hari ke-4
Papiledema + - -
CT Scan
Stroke Infark: hipodens
Stroke hemoragik: hiperdens
MRI
Adanya hambatan atau sumbatan pada pembuluh otak tertentu sehingga daerah otak yang diperdarahi oleh pembuluh darah tersebut tidak mendapatkan pasokan energi dan oksigen.
Jaringan sel-sel otak mati dan tidak berfungsi lagi
TrombusSumbatan pembuluh darah besar di otak gumpalan/plak
yang terbentur akibat aterosklerotik (pengerasan arteri) menyumbat daerah di otak daerah otak yang seharusnya mendapat pasokan oksigen dan nutrisi kekurangan oksigen (iskemia) dan mati (infark)
Emboligumpalan darah/bekuan darah yang berasal dari jantung,
terbawa arus darah sampai otak menyumbat pembuluh darah di otak
Letak Lesi & Gejala
A. Serebri Posterior•Hemianopsia homonim kontralateral dari sisi lesi
•Hemiparesis kontralateral
•Hilang rasa sakit, suhu, sensorik propioseptif kontralateral
Hemiparese/hemiplegi, dilakukan pemeriksaan dengan memerintah pasien mengangkat kedua tangan dan tungkai
Mulut mencong (parese saraf fasialis atau nervus kranial VII)
Bicara pelo/disartria (gangguan nervus kranial XII) Gangguan menelan/ disfagia (nervus kranial IX dan X) Hemihipestesi atau kehilangan rasa peka tubuh sesisi Gangguan defekasi dan miksi Gangguan bicara Gangguan mengontrol emosi Gangguan daya ingat.
Evaluasi cepat dan diagnosis Anamnesis Pemeriksaan fisik Pemeriksaan neurologik dan skala stroke Studi diagnostik stroke akut meliputi CT scan tanpa
kontras, KGD, elektrolit darah, tes fungsi ginjal, EKG, penanda iskemik jantung, darah rutin, PT/INR, aPTT, dan saturasi oksigen.
Terapi umumStabilisasi jalan nafas dan pernafasanObservasi status neurologis, nadi, tekanan darah,
suhu tubuh, dan saturasi oksigenPerbaikan jalan nafas dengan pemasangan pipa
orofaring/ETT, bila > dua minggu dianjurkan trakeostomi
Pada pasien hipoksia saturasi O2 < 92%, diberi suplai oksigen
Pasien stroke iskemik akut yang non hipoksia tidak perlu terapi O2
Stabilisasi HemodinamikBerikan cairan kristaloid atau koloid intravena
(hindari cairan hipotonik)Optimalisasi tekanan darahBila tekanan darah sistolik < 120 mmHg dan
cairan sudah mencukupi, dapat diberikan obat-obat vasopressor titrasi dengan target TD sistolik 140 mmHg
Pemantauan jantung harus dilakukan selama 24 jam pertama.
Pengendalian TIK Elevasi kepala 20-30º Hindari penekanan vena jugulare Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan
hipotonik Hindari hipertermia Jaga normovolemia Osmoterapi atas indikasi: manitol 0,25-0,50
gr/kgBB, selama > 20 menit, diulangi setiap 4-6 jam, kalau perlu diberikan furosemide dengan dosis inisial 1 mg/kgBB IV.
Pengobatan hipertensi pada stroke akut Pengobatan hiper/hipoglikemia Trombolisis pada stroke akut Antikoagulan Antiplatelet Klopidrogel Citicoline 2x1000 mg 3 hari iv lanjut dengan 2x1000 mg
3 minggu PO. Pemberian Neuroprotektan.
Pasien stroke iskemik akut, tekanan darah diturunkan 15 % (sistolik maupun diastolik) dalam 24 jam pertama setelah awitan apabila tekanan darah sistolik (TDS) > 220 mmHg atau tekanan diastolik > 120 mmHg.
Pada pasien stroke iskemik akut, akan diberi terapi trombolitik (rtPA), supaya tekanan darah diturunkan sehingga TDS < 185 mmHg dan TDD < 110 mmHg. Selanjutnya tekanan darah harus dipantau sehingga TDS < 180 mmHg dan TDD < 105 mmHg selama 24 jam setelah pemberian rtPA.
TDS >180 mmHg /MAP > 130 mmHg tanpa disertai gejala dan tanda peningkatan tekanan intrakranial tekanan darah diturunkan secara hati-hati dengan menggunakan obat antihipertensi intravena kontinu.
TDS >180 mmHg/MAP > 130 mmHg tanpa disertai gejala dan tanda peningkatan tekanan intrakranial tekanan darah diturunkan secara hati-hati obat antihipertensi intravena kontinu atau intermiten pemantauan tekanan darah setiap 15 menit hingga MAP < 110 mmHg atau tekanan darah 160/90 mmHg.
Afasia adalah gangguan berbahasa akibat gangguan serebrovaskuler hemisfer dominan, trauma kepala, atau proses penyakit.
Terdapat beberapa tipe afasia, biasanya digolongkan sesuai lokasi lesi
Afasia global ialah bentuk afasia yang paling berat. Afasia global disebabkan oleh lesi luas yang merusak
sebagian besar atau semua daerah bahasa. Penyebab lesi yang paling sering ialah oklusi arteri
karotis interna atau arteri serebri media pada pangkalnya. Kemungkinan pulih ialah buruk.
Afasia global hampir selalu disertai hemiparese atau hemiplegia yang menyebabkan invaliditas khronis yang parah.
Bentuk afasia ini sering kita lihat di klinik dan ditandai oleh bicara yang tidak lancar, dan disartria, serta tampak melakukan upaya bila berbicara.
Ciri klinik afasia Broca:bicara tidak lancartampak sulit memulai bicarakalimatnya pendek (5 kata atau kurang per kalimat)pengulangan (repetisi) burukkemampuan menamai buruk
Kesalahan parafasiaPemahaman lumayan (namun mengalami kesulitan memahami kalimatyang sintaktis kompleks)
Gramatika bahasa kurang, tidak kompleksIrama kalimat dan irama bicara terganggu.
Pada kelainan ini pemahaman bahasa terganggu.
Pengulangan (repetisi) terganggu berat. Menamai {naming) umumnya parafasik. Membaca dan menulis juga terganggu berat.
Gambaran klinik afasia Wernicke:Keluaran afasik yang lancarPanjang kalimat normalArtikulasi baikProsodi baik
Anomia (tidak dapat menamai)Parafasia fonemik dan semantikKomprehensi auditif dan membaca burukRepetisi tergangguMenulis lancar tapi isinya "kosong".
Afasia transkortikal ditandai oleh repetisi bahasa lisan yang baik (terpelihara), namun fungsi bahasa lainnya terganggu.
Ada pasien yang mengalami kesulitan dalam memproduksi bahasa, namun komprehensinya lumayan.
Ada pula pasien yang produksi bahasanya lancar, namun komprehensinya buruk. Pasien dengan afasia motorik transkortikal mampu mengulang (repetisi), memahami dan membaca, namun dalam bicara -spontan terbatas, seperti pasien dengan afasia Broca.
Gambaran klinik afasia sensorik transkortikal: Keluaran (output) lancar (fluent) Pemahaman buruk Repetisi baik Ekholalia Komprehensi auditif dan membaca
terganggu Defisit motorik dan sensorik jarang dijumpai Didapatkan defisit lapangan pandang di
sebelah kanan.
Gambaran klinik afasia motorik transkortikal:
Keluaran tidak lancar (non fluent) Pemahaman (komprehensi) baik Repetisi baik Inisiasi output lambat Ungkapan-ungkapan singkat Parafasia semantik Ekholalia
Gambaran klinik afasia transkortikal campuran:
Tidak lancar (nonfluent) Komprehensi buruk Repetisi baik Ekholalia mencolok
Penyebab yang paling sering dari afasia transkortikal ialah:
Anoksia sekunder terhadap sirkulasi darah yang menurun, seperti yangdijumpai pada henti-jantung (cardiac arrest).
Oklusi atau stenosis berat arteri karotis. Anoksia oleh keracunan karbon monoksida. Demensia.
Ada pasien afasia yang defek berbahasanya berupa kesulitan dalam menemukan kata dan tidak mampu menamai benda yang dihadapkan kepadanya.
Gambaran klinik alasia anomik:Keluaran lancarKomprehensi baikRepetisi baikGangguan (defisit) dalam menemukan kata.
Bentuk Afasia
EkspresiKompreh
ensi verbal
Repetisi MenamaiKompreh
ensi membaca
Menulis Lesi
Ekspresi (Broca)
Tak lancar Relatif terpelihara
Terganggu Terganggu Bervariasi Terganggu Frontal Inferior posterior
Reseptif (Wermicke)
Lancar Terganggu Terganggu Terganggu Terganggu Terganggu Temporal Superior Posterior (Area Wernicke)
Global Tak lancar Terganggu Terganggu Terganggu Terganggu Terganggu Fronto temporal
Konduksi Lancar Relatif terpelihara
Terganggu Terganggu Bervariasi Terganggu Fasikulus arkualtus, girus supramarginal
Bentuk Afasia
Ekspresi
Komprehensi verbal
RepetisiMenam
ai
Komprehensi
membaca
Menulis Lesi
Nominal Lancar Relatif terpelihara
Terpelihara
Terganggu
Bervariasi
Bervariasi
Girus angular, temporal superior posterior
Transkortikal motor
Tak lancar
Relatif terpelihara
Terpelihara
Terganggu
Bervariasi
Terganggu
Peri sylvian anterior
Transkortikal sensorik
Lancar Terganggu
Terpelihara
Terganggu
Terganggu
Terganggu
PerisylvianPosterior
Bina wicara (speech therapy) pada afasia didasarkan pada:
Dimulai seawal mungkin Program terapi yang dibuat oieh terapis sangat
individual dan tergantung dari latar belakang pendidikan, status sosial dan kebiasaan pasien.
Memberikan stimulasi supaya pasien metnberikan tanggapan verbal. Stimuli dapat berupa verbal, tulisan atau pun taktil. Materi yang teiah dikuasai pasien perlu diulang-ulang(repetisi).
Penyertaan keluarga dalam terapi sangat mutlak.
Pada kasus ini didapatkan adanya gejala tubuh sebelah kanan lemas, pasien tidak dapat berbicara dan mengerti kalimat orang lain. Dapat disimpulkan bahwa letak lesi berada pada korteks cerebri lobus fronto-temporal yang menyebabkan pasien mengalami gangguan pada kemampuan berbahasa dan gnagguan motorik.
Pengaturan motorik anggota gerak dipersarafi oleh jaras kortikospinalis lateralis (traktus piramidalis). Pada pemeriksaan motorik, terdapat hemiparersis dextra. Pada pemeriksaan refleks fisiologis, terdapat refleks yang hiporefleks pada ekstremitas kanan, sedangkan untuk refleks patologis tidak ada.
Defisit neurologis pada pasien ini disebabkan infark serebri karena berdasarkan klinis pasien kesadaran tidak menurun, tidak ada nyeri kepala, tidak ada muntah, serta hasil Siriraj Skor (-5) mendukung ke arah stroke non hemoragik.
Untuk faktor resiko pasien, didapatkan pasien pria, berusia 70 tahun, memiliki riwayat hipertensi, riwayat kencing manis, dan riwayat penyakit jantung. Kejadian stroke pada pria lebih banyak dibandingkan dengan wanita, usia pasien juga terbilang merupakan faktor resiko yang ada pada pasien stroke.
Penatalaksanaan dapat dilakukan berbeda-beda sesuai dengan kebutuhannya. Pada pasien dengan stroke iskemik akut, dilakukan penurunan tekanan darah dengan menghitunga MAP (< 130) setelah itu pasien harus bed rest, sedangkan bagi pasien yang nilai MAP-nya > 130, maka melakukan penurunan tekanan darah secara perlahan.
Untuk motorik, pasien dapat di fisioterapi dua kali selama sehari, dan untuk kemampuan berbahasa pasien dirujuk ke PPK III untuk mendapatkan terapi bicara.